PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN CERITA MELALUI MEDIA AUDIO VISUAL DI KELAS VII-D MADRASAH TSANAWIYAH AL-ALAWIYAH KRANJI –BEKASI BARAT TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) oleh: Muhammad Alfinur NIM. 1110013000002 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 ABSTRAK MUHAMMAD ALFINUR, NIM 1110013000002. “Peningkatan Kemampuan Pemahaman Cerita melalui Media Audio Visual (Pemutaran Film Drama Malin Kundang) di Kelas VII-D Madrasah Tsanawiyah Al-Alawiyah Kranji –Bekasi Barat Tahun Pelajaran 2014/2015. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pembimbing: Drs. Cecep Suhendi, M.Pd. 2014. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemahaman cerita dengan menggunakan media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang) baik selama proses pembelajaran maupun di luar proses pembelajaran, dan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan penggunaan media pembelajaran (audio visual). Penelitian ini dilakukan di MTs. Al-Alawiyah Kranji –Bekasi Barat. Permasalahan yang muncul yaitu siswa kurang perhatian dan antusias dalam pembelajaran cerita dengan sebab sulit untuk memahami isi cerita. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penulis merumuskan permasalahan pada peningkatan kemampuan pemahaman cerita melalui media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang) pada siswa kelas VII-D MTs. AlAlawiyah. Metode yang digunakan yaitu Penelitian Tindakan Kelas. Subjek penelitian yang diambil pada penelitian ini yaitu, siswa kelas VII-D sebanyak 31 siswa. Data yang diperoleh dari lembar observasi siswa, dan catatan lapangan, menyatakan bahwa siswa kurang antusias dalam mengungkapkan pertanyaan dan pendapat. Berdasarkan data tersebut, maka peneliti mengadakan siklus 2 dalam tindakan pembelajaran. Pada tindakan pembelajaran siklus 1, menghasilkan nilai rata-rata 65,03 termasuk kategori kurang, akan tetapi masih ada beberapa siswa yang mendapatkan nilai kategori baik. Oleh karena itu, peneliti mengadakan tindakan pembelajaran siklus ke-2, hasil analisis siklus ke-2 dengan rumus persentase peningkatan nilai mencapai 51%. Hal tersebut membuktikan, bahwa pembelajaran siklus ke-2 telah berhasil, karena mengalami peningkatan dengan nilai rata-rata baik, yaitu 80,74. Kesimpulan dari penelitian ini, yaitu penggunaan media audio visual (pemutaran film) dapat meningkatkan kemampuan dalam memahami cerita. Hal ini dibuktikan dengan nilai rata-rata siswa di siklus 1 hanya 65,03, dan pada siklus 2 nilai rata-rata pembelajaran mencapai 80,74. Maka selisih nilai mencapai 15,71 dan mengalami peningkatan sebesar 51%. Kata Kunci: Kemampuan Pemahaman Cerita, Media Audio Visual. i ABSTRACT MUHAMMAD ALFINUR, NIM 1110013000002. Increasing ability Understanding of Story VII-D Students with Audio Visual Media Utilization (Malin Kundang Movie)” in Islamic Junior High School Al-Alawiyah 2014/2015. Departement of Education Indonesian Language and Literature Faculty of Tarbiyah and Teaching, Syarif Hidayatullah State Islamic University in Jakarta. Advisor: Drs. Cecep Suhendi, M.Pd. 2014. This research aims to enhance ability understanding of story by using audiovisual media (movie screening Malin Kundang). The research was conducted ini Islamic Junior High School Yayasan Education Islamic Al-Alawiyah. The problem that arises is students difficult to understanding of story learning. Based on these problems, the authors formulated the problem on improving ability understanding of story learning by using audio-visual media (movie screening Maling Kundang) in VII-D Students Islamic Junior High School Yayasan Education Islamic Al-Alawiyah. The method used was Classroom Action Research. Research Subject in VII-D classes were 31 students. Data obtained from observation sheets, students, and field notes state that the student‟s are not enthuisastic in saying questions and arguments. Based on these data, so, the searcher conducted two cycles in the act of learning. In action learning cycle 1 producted an average 65,03 is less categories, but there are any students get good scores. Because that, the research conducted action learning cycle-2. The analysis cycle-2 with formula percentage increase in the value reached 51%. It is proved that learnig cycle-2 has been successful, due to asignificant increase in the average value of 80,74 wich is good. The conclusion of this study is the uese of audio visual media (movie screening) can improve understanding ability students of story learning. This is evidence by the avarage value of the first cycle of students reached 65,03 and the average value of the learning cycle-2 reached 80,74. So the difference in value reaching 15,71 and an increase of 51%. Keywords: Ability Understanding of Story, Audio-Visual Media. ii KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji syukur ke hadirat Allah Swt., karena atas rahmat dan hidayah-Nya, kegiatan penyusunan skripsi dapat terselesaikan dengan baik. Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad Saw., semoga syafa‟atnya selalu menyertai kita semua sampai akhir zaman. Semoga cahaya keberkahan ilmu selalu menaungi kehidupan kita semua. Amin. Penulis berusaha menyajikan skripsi yang terbaik supaya dapat dikembangkan menjadi tesis yang lebih baik lagi. Penulis menyadari, bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini banyak sekali kesulitan dan hambatan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Dra. Nurlena Rifai, M.A, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dra. Hindun, M.Pd., selaku ketua jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang memotivasi penulis untuk dapat segera menyelesaikan skripsi. 3. Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd., selaku dosen pembimbing akademik yang selalu sabar membimbing dan memotivasi penulis, sehingga penulis semangat untuk segera menyelesaikan skripsi. 4. Drs. Cecep Suhendi, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing yang selalu sabar dalam membimbing penulis, dan memberikan motivasi yang membangun, serta rela meluangkan waktunya sampai penyusunan skripsi ini selesai dengan baik. 5. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah ikhlas memberikan ilmu yang bermanfaat. 6. Teristimewa, kedua orangtua penulis yang penulis cintai dan sayangi. Ibu yang telah merawat dan menjaga dengan penuh kasih sayang, dan Abi iii iv (Alm. H. Syahroni Muchtasor) yang selalu memberikan dukungan lahir dan batin ketika penulis masih duduk di semester I-IV. Semoga Abi ditempatkan di tempat yang terbaik di sisi Allah Swt. Ketiga adik penulis, yaitu Nurul Fadli, Chairunnida Aulia, dan Lisda Syahriani, yang selalu membantu penulis untuk terus semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Keluarga Besar YPI Al-Alawiyah yang telah mengizinkan, membantu penulis untuk melakukan penelitian dan memberikan kesempatan penulis menjadi seorang guru di MTs. 8. Husni Maryani, S.Pd., selaku guru Bahasa dan Sastra Indonesia, yang telah mengizinkan penulis mengadakan penelitian di kelasnya, selalu memberikan semangat dan arahan yang baik selama penelitian berlangsung. 9. Siswa-siwi MTs Al-Alawiyah yang penulis banggakan, terkhusus siswasiswi MTs kelas VII-D Tahun Pelajaran 2014/2015. Terima kasih atas segala partisipasinya selama diajar oleh penulis. 10. Teman-teman tercinta dan seperjuangan Angkatan 2010, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu membantu dan menyemangati sampai skripsi ini terselesaikan. 11. Teruntuk Irina Widyaningsih dkk, yang selalu mendukung dan menyemangati penulis tanpa lelah, serta memberikan arahan juga masukan yang sangat bermanfaat sampai skripsi ini selesai dengan baik. Penulis berharap dan berdoa kepada Allah Swt., semoga seluruh pengorbanan dan kesabaran mendapatkan hasil yang baik, dan bermanfaat untuk semuanya (Barakallah fidduniya walaakhirah). Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Jakarta, 19 Desember 2014 Muhammad Alfinur DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK........................................................................................................... i KATA PENGANTAR....................................................................................... iii DAFTAR ISI....................................................................................................... v DAFTAR TABEL.............................................................................................. vii DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah........................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah................................................................................. 5 C. Pembatasan Masalah................................................................................ 5 D. Rumusan Masalah.................................................................................... 5 E. Tujuan Penelitian...................................................................................... 6 F. Manfaat Penelitian.................................................................................... 6 BAB II LANDASAN TEORITIS DAN TINJAUAN PUSTAKA A. Hakikat Cerita dan Pemahaman Cerita..................................................... 8 B. Pengertian Unsur Instrinsik dan Ekstrinsik.............................................. 9 C. Memahami Unsur Instrinsik Cerita.......................................................... 10 D. Manfaat Cerita bagi Anak........................................................................ 28 E. Klasifikasi Cerita Anak............................................................................ 31 F. Pengertian Media Pembelajaran............................................................... 36 G. Manfaat Media dalam Pembelajaran........................................................ 36 H. Klasifikasi dan Macam-macam Media Pembelajaran.............................. 40 I. Media Audio Visual................................................................................. 44 J. Film.......................................................................................................... 47 K. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran.................................................. 50 L. Penelitian Relevan.................................................................................... 50 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan W aktu Penelitian................................................................... 53 v vi B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian................................ 53 C. Subjek Penelitian....................................................................................... 57 D. Teknik Pengumpulan Data........................................................................ 57 E. Analisis Data............................................................................................. 60 F. Pengajuan Konseptual............................................................................... 61 G. Hipotesis Tindakan.................................................................................... 61 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Madrasah........................................................................................ 62 B. Hasil Penelitian........................................................................................ 69 C. Analisis Data........................................................................................... 103 D. Interpretasi Hasil..................................................................................... 113 E. Pembahasan Temuan Penelitian.............................................................. 114 BAB V PENUTUP A. Simpulan................................................................................................. 116 B. Saran....................................................................................................... 117 Daftar Pustaka Lampiran-lampiran Uji Referensi Biodata Penulis DAFTAR TABEL Tabel 1 Observasi Siswa....................................................................................... 58 Tabel 2 Kisi-kisi Angket....................................................................................... 59 Tabel 3 Jumlah Personil di Madrasah YPI Al-Alawiyah..................................... 63 Tabel 4 Data Kegiatan Guru dalam pembelajaran Pra Siklus.............................. .74 Tabel 5 Hasil Persentase (%) Observasi Tingkah Laku Siswa Pra-Siklus........... .75 Tabel 6 Data Kegiatan Guru dalam Pembelajaran Siklus 1................................ .81 Tabel 7 Hasil Persentase (%) Observasi Tingkah Laku Siswa Siklus 1................82 Tabel 8 Nilai Siklus 1........................................................................................... .84 Tabel 9 Nilai Tertinggi dan Terendah Siswa Siklus 1...........................................86 Tabel 10 Data Kegiatan Guru dalam Pembelajaran Siklus 2................................ 95 Tabel 11 Lembar Observasi Tingkah Laku Siswa Siklus 2...................................95 Tabel 12 Rekapitulasi Hasil Pembelajaran Siklus 2..............................................96 Tabel 13 Nilai Pembelajaran Siklus 2.................................................................. 98 Tabel 14 Hasil Analisis Angket Penggunaan Media Audio Visual.................... 100 Tabel 15 Urutan Nilai Terendah dan Tertinggi Siswa Siklus 1.......................... 103 Tabel 16 Urutan Nilai Terendah sampai Tertinggi Pembelajaran Siklus 2........ 103 Tabel 17 Rekapitulasi Hasil Pembelajaran Siklus 1 dan Siklus 2...................... 104 Tabel 18 Distribusi Frekuensi Nilai Siswa Siklus 1........................................... 105 Tabel 19 Distribusi Frekuensi Nilai Siswa Siklus 2........................................... 106 Tabel 20 Perhitungan Mean dan Standar Deviasi Nilai Siswa Siklus 1............ 108 Tabel 21 Perhitungan Mean dan Standar Deviasi Nilai Siswa Siklus 2.............109 Tabel 22 Kenaikan Lembar Observasi Tingkah Laku Siswa Siklus 1 dan 2.......111 Tabel 23 Data Kegiatan Guru pada Siklus 1 dan Siklus 2.................................. 112 vii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 RPP Pra-Siklus Lampiran 2 RPP Siklus 1 Lampiran 3 RPP Siklus 2 Lampiran 4 Lembar Kerja Siswa Siklus 1 Lampiran 5 Lembar Kerja Siswa Siklus 2 Lampiran 6 Lembar Angket Lampiran 7 Lembar Wawancara Lampiran 8 Lembar Catatan Lapangan Lampiran 9 Foto Kegiatan Penelitian Lampiran 10 Daftar Kehadiran Siswa Kelas VII-D Lampiran 11 Surat-sura viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dihadapkan dengan berbagai kesibukan yang menuntut sejumlah keterampilan, salah satunya yaitu keterampilan berbahasa. Dialog dalam lingkungan keluarga, antaranak dan orangtua, antarorangtua, antaranak menuntut keterampilan berbahasa. Manusia merupakan makhluk sosial. Mereka selalu hidup berkelompok, mulai dari kelompok kecil sampai kelompok besar. Interaksi antarwarga kelompok ditopang dan didukung oleh alat komunikasi vital yang mereka miliki bersama, yakni bahasa. Di mana ada kelompok manusia, maka pasti di situ ada bahasa. Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk berinteraksi satu sama lain. Berbicara mengenai bahasa, maka tidak terlepas dari yang namanya keterampilan berbahasa. Keterampilan berbahasa merupakan aspek-aspek yang membantu seseorang untuk bisa berbahasa dengan baik. Keterampilan berbahasa terdiri dari empat komponen, yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keterampilan menyimak dan berbicara merupakan keterampilan yang paling tua di antara keterampilan berbahasa lainnya. Jauh sebelum manusia mengenal tulisan, keterampilan menyimak dan berbicara sudah digunakan oleh manusia sebagai alat komunikasi. Selain dua keterampilan tersebut, dua keterampilan lainnya, yaitu keterampilan membaca dan menulis diperoleh ketika seseorang sudah menginjakkan kakinya di bangku sekolah. Belajar merupakan suatu proses untuk mengubah diri yang awalnya tidak tahu tentang sesuatu menjadi tahu. Proses pengubahan diri pada anak membutuhkan waktu yang relatif lama dan secara perlahan-lahan. Proses berdasarkan tempat belajar anak yang pertama kali diperoleh, yaitu di lingkungan keluarga, karena keluarga adalah tempat atau wadah yang paling primer atau pokok yang diterima si anak. Salah satu contohnya, yaitu 1 2 pengajaran berbicara. Pengajaran berbicara bertujuan mengajarkan anak untuk bisa berbahasa. Bahasa yang pertama kali diperoleh si anak adalah bahasa ibunya. Pada proses ini, seorang anak akan mulai menyimak dan menirukan bunyi-bunyi yang tidak terlalu kompleks, seperti “Ma,” atau “Yah,” dan sebagainya. Ketika anak sudah mulai masuk ke jenjang dunia sekolah, ia akan mengenali keterampilan berbahasa lainnya, yaitu membaca dan menulis. Keterampilan ini merupakan urutan yang sistematis. Pada lingkungan keluarga, anak belajar menyimak dan berbicara, dan ketika memasuki dunia sekolah ia akan memperoleh keterampilan membaca dan menulis. Anak merupakan buah hati yang menjadi kebanggaan bagi orangtuanya. Selama dalam masa perkembangan, tahap demi tahap selalu dinantikan oleh orangtuanya. Bahkan, dalam setiap hal yang menunjukkan perkembangan selalu dicatat untuk dijadikan memori oleh orangtuanya, fungsinya agar ketika dewasa, anak itu akan melihat sendiri catatan tentang dirinya. Begitu detailnya orangtua dalam memperhatikan anaknya, sampai kepada sesuatu yang bersifat kecil. Berbagai upaya dilakukan oleh orangtua, guna untuk membuat anaknya menjadi anak yang bermanfaat bagi lingkungannya, dan terkhusus bagi orangtuanya. Orangtua begitu senang melihat anaknya tumbuh dan berprestasi. Harapan orangtua terhadap anak adalah agar nasibnya tidak sesama dengannya. Doa dan harapan orangtua adalah restu bagi anak- anaknya. Dunia pendidikan seperti sekolah-sekolah atau madrasah-madrasah, samasama saling bekerja keras untuk mencetak generasi muda yang berprestasi. Untuk dapat mencapai hasil yang optimal, dibutuhkan adanya kerja keras masing-masing pihak yang terlibat, seperti kepala sekolah, guru, dan berbagai pihak yang ada di sekolah, bahkan siswa itu sendiri juga ikut terlibat. Ketika adanya kerja sama yang terintegrasi, tidak menutup kemungkinan sekolah akan maju dan dapat mencetak generasi-generasi yang berilmu pengetahuan. Tujuan seorang anak disekolahkan, yaitu supaya anak bisa belajar dan menjadi manusia yang memiliki ilmu pengetahuan. Ketika anak memperoleh 3 ilmu pengetahuan, maka anak akan terbiasa hidup dengan ilmu. Anak yang mempelajari ilmu, dan menerapkannya ke dalam kehidupan sehari-harinya, maka secara tidak langsung ia telah mengalami suatu proses yang lebih baik, yakni yang awalnya belajar, lalu sudah bisa menerapkannya. Sekolah memiliki peranan penting dalam mengolah dan mendidik manusia menjadi manusia yang seutuhnya. Pada proses pembelajaran, berbagai upaya dilakukan oleh guru untuk menyampaikan ilmu pengetahuan. Pembelajaran yang aktif, kreatif dan inovatif serta menyenangkan akan membawa proses belajar menjadi lebih hidup. Pembelajaran tidak hanya berdasar kepada salah satu buku atau dengan buka buku, akan tetapi bisa dikombinasikan dengan cerita-cerita atau hal-hal yang membuat anak tidak jenuh di kelas. Selama ini, masih banyak guru yang menyampaikan ilmu pengetahuan secara lisan, dan anak lebih cenderung hanya mendengarkan. Penggunaan cara seperti itu, pelajaran yang disampaikan pun akan sulit dimengerti oleh anak didik. Salah satu pembelajaran yang menyenangkan adalah pembelajaran cerita. Cerita merupakan sarana untuk menyampaikan ide atau pesan melalui serangkaian penataan yang baik dengan tujuan agar pesan menjadi lebih mudah diterima dan memberikan dampak yang lebih luas dan banyak pada sasaran. Di zaman yang sudah penuh teknologi saat ini, pemanfaatan media sangat penting digunakan sebagai penunjang proses pembelajaran. Media sebagai pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Media juga sebagai alat bantu komunikasi. Sekarang sudah banyak sekali media yang digunakan oleh sekolah dalam penunjang proses pembelajaran, baik berupa media audio, visual, dan juga audio visual. Media dalam proses pembelajaran menunjang pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan. Para guru dituntut agar mampu menggunakan media yang dapat disediakan di sekolah, dan tidak menutup kemungkinan bahwa alat atau media tersebut sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Guru sekurangkurangnya dapat menggunakan alat yang murah dan efisien yang meskipun sederhana dan bersahaja tetapi merupakan keharusan dalam upaya mencapai 4 tujuan pengajaran yang diharapkan. Media membawa kemudahan bagi orang yang menggunakannya. Di samping menggunakan media yang tersedia, guru juga dituntut untuk dapat mengembangkan keterampilan membuat media pembelajaran yang akan digunakannya apabila media tersebut belum tersedia. Salah satu fungsi dari hadirnya media dalam dunia pembelajaran, yakni dapat menggambarkan sesuatu yang abstrak menjadi nyata dan dapat dilihat. Media dalam pembelajaran, membuat proses pembelajaran menjadi terbantu, dan guru semakin mudah untuk menyampaikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Peningkatan interpretasi pemahaman anak terhadap cerita, guru bisa memanfaatkan salah satu media pembelajaran, yaitu media audio visual. Media audio visual merupakan perpaduan antara media audio dan visual. Hasil yang dihasilkan dari media ini yaitu, keluaran dari tampilannya berbentuk sesuatu yang dapat didengar dan dapat dilihat, sehingga anak dalam melihat cerita semakin lebih mudah dipahami dan diresapi. Media audio visual sebagai penunjang dalam menampilkan cerita membawa suatu resepsi bagi anak. Media audio visual yang dihasilkan bisa penampilan atau diputar dalam bentuk kaset, film atau video yang memunculkan suara dan dapat dilihat oleh anak. Anak akan lebih mudah memahami cerita, mengambil sari makna atau nilai-nilai yang terkandung, yang bisa diterapkan anak dalam hidupnya. Metode ini turut membantu dalam proses pembelajaran. Pemanfaatan media belajar dalam proses pembelajaran lebih menggerakkan indera yang dimiliki anak, baik pendengaran, perasaan, pengelihatan, dan sebagainya. Dalam penelitian ini, peneliti meneliti tentang: Peningkatan Kemampuan Pemahaman Cerita melalui Media Audio Visual di Kelas VII-D Madrasah Tsanawiyah Al-Alawiyah Kranji–Bekasi Barat. Penelitian ini penting dilakukan untuk menggali potensi diri siswa dalam memahami unsur-unsur instrinsik cerita (tema, tokoh, penokohan, alur, latar, sudut padang dan amanat) melalui media audio visual, yaitu dengan pemutaran film drama Malin Kundang. Pemilihan media audio visual berupa pemutaran film drama 5 Malin Kundang, diharapkan siswa dapat lebih antusias, dan mudah dalam memahami isi ceritanya. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka peneliti mengidentifikasi beberapa masalah yang akan dibahas dalam laporan peneletian, yaitu sebagai berikut: 1. Minimnya penggunaan media pembelajaran, khususnya yaitu media audio visual dalam pembelajaran cerita, sehingga perhatian dan daya tarik siswa kurang terhadap materi yang sedang dijelaskan. 2. Sulitnya siswa dalam memahami, dan merefleksikan pelajaran cerita. 3. Sulitnya menghadirkan cerita yang bersifat abstrak dalam proses pembelajaran. C. Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini, peneliti merasa perlu membatasi masalah yang akan dibahas supaya lebih jelas dan khusus. Permasalahan yang terjadi dalam penelitian ini, bahwa perhatian dan daya tarik siswa kurang dalam pembelajaran cerita, sehingga pemahaman siswa terhadap materi sangat rendah Minimnya penggunaan media (audio visual) di dalam pembelajaran, dapat menyulitkan guru dalam menghadirkan materi yang bersifat abstrak dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, penelitian ini dibatasi pada Peningkatan Kemampuan Pemahaman Cerita melalui Media Audio Visual di Kelas VII-D Madrasah Tsanawiyah Al-Alawiyah Kranji–Bekasi Barat Tahun Pelajaran 2014/2015. D. Perumusan Masalah Masalah yang diteliti dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimanakah peningkatan kemampuan pemahaman cerita melalui media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang) selama proses pembelajaran 6 2. Bagaimanakah peningkatan hasil belajar siswa terhadap materi cerita, ketika media pembelajaran khususnya media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang) digunakan dalam proses pembelajaran? E. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin diperoleh dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut: 1. Untuk melihat peningkatan kemampuan pemahaman cerita melalui media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang) selama proses pembelajaran. 2. Untuk melihat peningkatan hasil yang diperoleh dalam pelajaran cerita, ketika media pembelajaran khususnya media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang) digunakan dalam proses pembelajaran. F. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut: Manfaat Teoritis: 1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan teknologi, baik itu di lingkungan lembaga institusi (madrasah) maupun selama menjalani proses pembelajaran di perkuliahan. 2. Bagi para akademisi, penelitian ini dapat menambah referensi dalam merumuskan strategi pembelajaran yang kreatif, dan meningkatkan mutu pendidikan di lingkungan ketenagapendidikan. 3. Bagi lembaga institusi, penelitian ini dapat menambah sumber referensi ilmiah yang berguna bagi madrasah sebagai implikasi untuk mencetak generasi-generasi yang memiliki tingkat intelektual yang diakui oleh masyarakat. Manfaat Praktis: 1. Pada penelitian ini, peserta didik diharapkan dapat memperoleh perubahanperubahan dalam dirinya dalam proses pembelajaran, seperti lebih aktif bertanya, lebih berani mengungkapkan sesuatu yang ingin disampaikannya, dan meningkatkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotoriknya. 7 2. Bagi guru, penelitian ini dapat menambah referensi guru dalam melaksanakan pembelajaran, menambah strategi dan metode pembelajaran, sehingga membuat siswa menjadi lebih termotivasi untuk belajar. 3. Bagi madrasah, penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dalam proses pembelajaran yang lebih aktif, kreatif, inovatif. BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN RELEVAN A. Hakikat Cerita dan Pemahaman Cerita “Cerita merupakan sarana untuk menyampaikan ide atau pesan melalui serangkaian penataan yang baik dengan tujuan agar pesan menjadi lebih mudah diterima dan memberikan dampak yang lebih luas dan banyak pada sasaran.”1 Bercerita adalah perbuatan atau suatu kejadian dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain. dengan demikian, bercerita dalam konteks komunikasi dapat dikatakan sebagai upaya memengaruhi orang lain melalui ucapan dan penuturan tentang sesuatu. Cerita dibedakan dengan cerita untuk anak. Cerita anak adalah cerita tentang kehidupan anak, baik suka maupun dukanya dalam keluarga dan masyarakat, sedangkan, cerita untuk anak adalah cerita yang diperuntukkan bagi anak, baik cerita yang menyangkut kehidupan anak maupun cerita tentang binatang, cerita para tokoh yang berjasa bagi bangsanya, cerita tentang alam, dan cerita kepercayaan. Kedua cerita ini bermanfaat untuk pendidikan dan pembentukan pribadi anak. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan, bahwa hakikat cerita anak adalah karangan imajinatif tentang kehidupan anak. Pada hakikatnya, cerita adalah kisah tentang kejadian suatu tempat, kehidupan binatang sebagai perlambangan kehidupan manusia, kehidupan manusia dalam masyarakat, dan cerita tentang mite yang hidup di dalam masyarakat, kapan dan di mana cerita itu terjadi. Cerita pada awalnya disampaikan secara lisan, kemudian berkembang menjadi bahan cetakan berupa buku, kaset, video kaset, dan film. Demikian pula bahan cerita ini berkembang terus sesuai dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, dan perkembangan teknologi. Cerita yang baik adalah cerita yang dapat menyampaikan pesan kepada sasarannya. Untuk itu, perlu memiliki konsep dasar yang jelas. 1 Sihabuddin dkk, Bahasa Indonesia 2: Learning Assistance for Islamic Schools Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, (2009), h. 8-7. 8 9 “Sadiman mengatakan, bahwa pemahaman adalah suatu kemampuan seseorang dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan, atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya. Selain itu, Suharismi mengatakan, bahwa pemahaman (comprehension) adalah bagaimana sesorang mempertahankan, membedakan, menduga (estimates), menerangkan, memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberi contoh, menuliskan kembali, dan memperkirakan.”2 “Pengertian pemahaman dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses, cara, perbuatan memahami atau memahamkan.”3 Dari beberapa pengertian tentang pemahaman di atas, dapat disimpulkan, bahwa pemahaman adalah sesatu hal yang dipahami dengan baik, baik dalam mengartikan, menafsirkan, dan menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri berdasarkan pada pengetahuan yang dimilikinya. Berdasarkan hakikat pemahaman dan cerita di atas, dapat disimpulkan, bahwa pemahaman cerita, yaitu seseorang (siswa) mampu memahami, mengerti, mengartikan, menceritakan kembali dan menafsirkan unsur-unsur (instrinsik) yang terkandung di dalam cerita. B. Pengertian Unsur Instrinsik dan Ekstrinsik Sebuah karya fiksi yang jadi merupakan sebuah bangun cerita yang menampilkan sebuah dunia yang sengaja dikreasikan pengarang. Unsur-unsur pembangun sebuah novel–yang kemudian secara bersama membantuk sebuah totalitas itu –di samping unsur formal bahasa, masih banyak lagi macamnya. Pembagian unsur yang dimaksud adalah unsur instrinsik dan ekstrinsik. Unsur instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur instrinsik adalah unsur-unsur yang (secara langsung) membangun cerita. Unsur yang dimaksud, untuk menyebut sebagaian saja, misalnya, peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain.4 2 Referensi Belajar Anak Indonesia dalam http://www.duniapelajar.com/2011/09/02/definisipemahaman-menurut-para-ahli/, diunduh pada 11 Januari 2015. 3 Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 811. 4 Burhanudin Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2012), h.. 23. 10 Di pihak lain, unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung memengaruhi bangunan atau sistem organism karya sastra. Secara lebih khusus, ia dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang memengaruhi bangun cerita, namun sendiri tidak ikut menjadi bagian di dalamnya. Walau demikian, unsur ekstrinsik cukup berpengaruh (untuk tidak dikatakan: cukup menentukan) terhadap totalitas bangun cerita yang dihasilkan. Sebagaimana halnya unsur instrinsik, unsur ekstrinsik juga terdiri dari sejumlah unsur. Unsur-unsur yang dimaksud antara lain: keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sifat, keyakinan, dan pandangan hidup yang kesemuanya itu akan memengaruhi karya yang ditulisnya. Pendek kata, unsur biografi pengarang akan turut menentukan corak karya yang dihasilkannya. Unsur ekstrinsik berikutnya adalah psikologi dalam karya. Keadaan lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial juga akan berpengaruh terhadap karya sastra, dan hal itu merupakan unsur ekstrinsik pula. Unsur ekstrinsik yang lain misalnya pandangan hidup suatu bangsa, berbagai karya seni yang lain, dan sebagainya.5 C. Memahami Unsur Instrinsik Cerita Pada umumnya, para ahli membagi unsur instrisik cerita (prosa rekaan) atas alur (plot), tokoh, watak, penokohan, latar cerita (setting), sudut pandang, gaya bahasa, amanat, dan tema. “Siswanto menambahkan satu unsur lagi, yaitu gaya penceritaan."6. Berikut akan dijelaskan secara singkat. 1. Tokoh, Watak, dan Penokohan Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan, sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastrawan menampilkan tokoh disebut penokohan .Tokoh dalam karya rekaan selalu mempunyai sifat, sikap, tingkah laku atau watak-watak tertentu. Pemberian watak pada tokoh suatu karya oleh sastrawan disebut perwatakan. 5 6 Ibid., h. 22-24. Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: P.T. Grasindo, 2008), h. 142. 11 Ditinjau dari peranan dan keterlibatan dalam cerita, tokoh dapat dibedakan atas: (a) tokoh primer, (b) tokoh sekunder atau bawahan, (c) tokoh komplementer (tambahan). Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus, sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita, dan sebaliknya, ada tokoh yang dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun mungkin dalam porsi penceritaan yang terlalu pendek. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama cerita, sedangkan yang kedua adalah tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian, maupun yang dikenai kejadian. Karena tokoh utama paling banyak diceritakan, dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat menetukan perkembangan plot secara keseluruhan. Ia selalu hadir sebagai pelaku, atau yang dikenai kejadian dan konflik, penting yang memengaruhi perkembangan plot Di pihak lain, pemunculan tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tidak langsung. Tokoh utama adalah yang dibuat sinopsisnya, yaitu dalam kegiatan pembuatan sinopsis, sedangkan tokoh tambahan biasanya diabaikan.7 Ditinjau dari perkembangan kepribadian tokoh, tokoh dapat dibedakan atas: (a) tokoh dinamis, dan (b) tokoh statis. Tokoh dinamis adalah tokoh yang kepribadiannya selalu berkembang. Sebagai contoh, tokoh yang semula jujur, karena terpengaruh oleh temannya yang serakah, akhirnya menjadi tokoh yang tidak jujur. Tokoh ini menjadi jujur kembali setelah sadar, bahwa dengan tidak jujur, penyakit jantungnya semakin parah, sedangkan tokoh statis adalah tokoh yang mempunyai kepribadian yang tetap. 7 Nurgiyantoro, op. cit., h. 176-177. 12 Bila dilihat dari masalah yang dihadapi tokoh, dapat dibedakan atas tokoh yang mempunyai: (a) karakter sederhana, dan (b) kompleks. Tokoh yang mempunyai karakter sederhana adalah tokoh yang hanya mempunyai karakter seragam atau tunggal, sedangkan tokoh yang mempunyai karakter kompleks adalah tokoh yang mempunyai kepribadian yang kompleks, misalnya tokoh yang di mata masyarakat dikenal sebagai orang yang dermawan, pembela kaum miskin, berusaha mengentaskan kemiskinan, ternyata ia juga bandar judi. Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan ke dalam tokoh sederhana, dan tokoh kompleks atau bulat. Pembedaan tersebut berasal dari foster dalam bukunya Aspect of the Novel yang terbit pertama kali 1927. Tokoh sederhana, dalam bentuknya yang asli adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat-watak yang tertentu saja. Sebagai seorang tokoh manusia, ia tidak diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya. Ia tidak memiliki sifat dan tingkah laku yang dapat memberikan efek kejutan bagi pembaca. Sifat dan tingkah laku seorang tokoh sederhana bersifat datar, monoton, hanya mencerminkan satu watak tertentu.Tokoh sederhana dapat saja melakukan berbagai tindakan, namun semua tindakannya itu akan dapat dikembalikan pada perwatakan yang dimiliki dan yang telah diformulakan itu.8 Tokoh bulat atau tokoh kompleks berbeda dengan tokoh sederhana, adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. Ia dapat saja memiliki watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun ia pun dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam, bahkan mungkin seperti bertentangan dan sulit diduga. Dibandingkan dengan tokoh sederhana, tokoh bulat lebih menyerupai kehidupan manusia yang sesungguhnya, karena di samping memiliki berbagai kemungkinan sikap dan tindakan, ia juga sering memberikan kejutan. Tokoh juga lebih sulit dipahami, terasa kurang familiar, karena yang ditampilkan yaitu tokoh-tokoh yang kurang akrab dan kurang 8 Ibid.,h. 181. 13 dikenal sebelumnya. Tingkah lakunya sering tidak terduga, dan memberikan efek kejutan bagi pembaca.9 “Sukada dalam Teori Pengkajian Fiksi merangkum keempat pembagian di atas menjadi: (a) tokoh datar, dan (b) tokoh bulat. Tokoh datar adalah tokoh yang sederhana dan bersifat statis, sedangkan tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki kekompleksitasan watak dan bersifat dinamis.”10 Berdasarkan kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan tokohtokoh cerita, tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh statis, tidak berkembang dan tokoh dinamis, tokoh berkembang. Tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi. Tokoh jenis ini tampak seperti kurang terlibat dan tidak berpengaruh adanya perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi karena adanya hubungan antarmanusia. Tokoh statis memiliki sikap dan watak yang relatif tetap, tidak berkembang, sejak awal sampai akhir cerita. Tokoh berkembang, di pihak lain, adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan (dan perubahan) peristiwa dan plot yang dikisahkan. Ia secara aktif berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun yang lain, yang kesemuanya itu akan memengaruhi sikap, watak, dan tingkah lakunya. Adanya perubahan-perubahan yang terjadi di luar dirinya, dan adanya hubungan antarmanusia yang memang bersifat saling memengaruhi itu, dapat menyentuh kejiwaannya dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan dan perkembangan sikap dan wataknya. “Sikap dan watak tokoh berkembang, dengan demikian akan mengalami perkembangan atau perubahan dari awal, tengah, dan akhir cerita, sesuai dengan tuntutan koherensi cerita secara keseluruhan.”11 Dalam penokohan yang bersifat statis, dikenal adanya tokoh hitam (dikonotasikan sebagai tokoh jahat) dan putih (dikonotasikan sebagai tokoh baik), yaitu tokoh yang statis hitam dan statis putih. Artinya, tokoh9 Ibid., h. 183. Ibid., h. 188. 11 Ibid.,h. 188. 10 14 tokoh tersebut sejak awal kemunculannya hingga akhir cerita terusmenerus bersifat hitam-putih, yang hitam tidak pernah berunsur putih, dan yang putih pun tidak diungkapkan unsur kehitamannya. Tokoh hitam adalah tokoh yang benar-benar hitam, yang seolah-olah telah tercetak biru secara demikian, dan yang tampak hanya melulu sikap, watak, dan tingkah lakunya yang jahat dan tidak pernah diungkapkan unsur-unsur kebaikannya dalam dirinya, walau sebenarnya pasti ada. sebaliknya, tokoh putih pun seolah-olah juga telah tercetak biru, selalu saja baik, dan tidak pernah berbuat sesuatu yang tergolong tidak baik, walau pernah sekali dua kali berbuat hal demikian.12 Dilihat dari watak yang dimiliki tokoh, dapat dibedakan atas: (a) tokoh protagonis, dan (b) tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang disukai pembaca atau penontonnya. Biasanya, watak tokoh semacan ini adalah watak yang baik dan positif, sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang wataknya dibenci pembaca atau penontonnya. Tokoh ini biasanya digambarkan sebagai tokoh yang berwatak buruk dan negatif. Dilihat dari fungsi penampilan tokoh, dapat dibedakan ke dalam tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang dikagumi–yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero–tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai, nilai yang ideal. Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan, dan harapan pembaca.13 Sebuah fiksi harus mengandung konflik, ketegangan, khususnya konflik dan ketegangan yang dialami oleh tokoh protagonis. Tokoh penyebab terjadinya konflik disebut tokh antagonis. Tokoh antagonis, barangkali dapat disebut, beroposisi dengan tokoh protagonis, secara langsung ataupun tidak langsung, baik secara fisik maupun batin. Konflik yang dialami oleh tokoh protagonis tidak harus hanya yang disebabkan oleh tokoh antagonis seorang, beberapa orang individu yang dapat ditunjuk secara jelas. Hal itu bisa disebabkan, seperti bencana alam, kecelakaan, nilai-nilai moral, kekuasaan, dan kekuatan yang lebih tinggi.14 Selain itu, “dalam literer dikenal adanya tokoh mayor dan tokoh minor. Tokoh mayor adalah tokoh yang memiliki peranan penting atau 12 Ibid. Ibid., h. 178-179. 14 Ibid. 13 15 utama di dalam sebuah novel.”15 sedangkan tokoh minor kebalikan dari tokoh mayor, yaitu tokoh yang tidak memiliki peranan penting atau bukan yang utama. “Boulton dalam Teori Pengkajian Fiksi mengungkapkan, bahwa cara sastrawan menggambarkan atau menampilkan tokohnya dapat menempuh berbagai cara. Dalam cerita fiksi, pelaku dapat berupa manusia atau tokoh makhluk lain yang diberi sifat seperti manusia, misalnya kancil, kucing, kaset, dan sepatu.”16 Ada beberapa cara untuk memahami watak tokoh. Cara itu adalah melalui (1) tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya, (2) gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupannya maupun cara berpakaiannya, (3) menunjukkan bagaimana perilakunya, (4) melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri, (5) memahami bagaimana jalan pikirannya, (6) melihat bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya, (7) melihat tokoh lain berbincang dengannya, (8) melihat bagaimanakah tokoh-tokoh yang lain itu memberi reaksi terhadapnya, dan (9) melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lain. 2. Latar Cerita (Setting) “Abrams dalam Pengantar Teori Sastra mengatakan, bahwa latar atau setting yang disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.”17 Leo Hamalian dan Frederic R. Karell, dalam Pengantar Teori Sastra mengatakan, bahwa latar cerita dalam karya fiksi bukan hanya berupa tempat, waktu, peristiwa, suasana serta benda-benda dalam lingkungan tertentu, tetapi juga dapat berupa suasana yang berhubungan dengan sikap, jalan pikiran, prasangka, maupun gaya hidup suatu masyarakat dalam menanggapi suatu problem tertentu.18 15 Furqonul Aziez dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi: Sebuah Pengantar, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 63. 16 Nurgiyantoro, loc. cit. 17 Siswanto, op.cit., h. 149. 18 Ibid. 16 Kenney mengungkapkan dalam Pengantar Teori Sastra, bahwa cakupan latar cerita dalam cerita fiksi meliputi: penggambaran lokasi geografis, pemandangan perincian perlengkapan sebuah ruangan, pekerjaan atau kesibukan sehari-hari para tokoh, waktu berlakunya kejadian, masa sejarahnya, musim terjadinya sebuah tahun, lingkungan agama, moral, intelektual, sosial, dan emosional para tokoh.19 “Unsur prosa cerita yang disebut latar ini menyangkut tentang lingkungan geografi, sejarah, sosial, dan bahkan kadang-kadang lingkungan politik atau latar belakang tempat kisah itu berlangsung.”20 “Istilah latar atau setting berkaitan dengan elemen-elemen yang memberikan kesan abstrak tentang lingkungan, baik tempat maupun waktu, yaitu para tokoh menjalankan perannya.”21 Dari beberapa pengertian di atas, bahwa dapat disimpulkan bahwa latar atau setting merupakan tempat, waktu dan lingkungan yang dijadikan sebagai keterangan dari peristiwa-peristiwa yang ada di dalam cerita. “Hudson membagi setting atas: (a) setting sosial, dan (b) setting fisik. Setting sosial menggambarkan keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial, dan sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa, dan lain-lain yang melatari peristiwa. Latar fisik mengacu pada wujud fisikal, yaitu bangunan, daerah, dan sebagainya.”22 Tidak semua jenis latar cerita itu ada di dalam sebuah cerita rekaan. Mungkin dalam sebuah cerita rekaan, latar cerita yang menonjol adalah latar waktu dan tempat. Mungkin di cerita lainnya yang menonjol adalah latar sosial. Penggambaran latar ini ada yang terperinci, ada pula yang tidak. Ada latar yang dijelaskan secara persis seperti kenyataannya; ada yang gabungan antara kenyataan dan khayalan; ada juga latar yang merupakan hasil imajinasi pengarangnya Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. 19 Ibid. B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, (Yogyakarya: Kanisius, 1988), h. 71. 21 Aziez dan Hasim,op.cit., h. 74. 22 Siswanto, loc. cit. 20 17 a. Latar Tempat Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Latar tempat tanpa nama jelas biasanya hanya berupa penyebutan jenis dan sifat umum temapat-tempat tertentu, misalnya desa, sungai, jalan, hutan, kota, kota kecamatan, dan sebagainya. Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan, atau paling tidak, tidak bertentangan dengan sifat dan keadaan geografis tempat yang bersangkutan. Masing-masing tempat tentu saja memilki karakternya sendiri yang membedakannya dengan tempat-tempat lain. “Latar tempat dalam sebuah cerita biasanya meliputi lokasi. Ia akan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain sejalan dengan perkembangan plot dan tokoh.”23 b. Latar Waktu Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Masalah waktu dalam karya naratif, Genette, mengatakan, bahwa dapat bermakna ganda: di satu pihak menyaran pada waktu penceritaan, waktu penulisan cerita, dan di pihak lain menunjuk pada waktu dan urutan waktu yang terjadi dan dikisahkan dalam cerita. Latar waktu harus juga dikaitkan dengan latar tempat (juga: sosial) sebab pada kenyataannya memang saling berkaitan. Keadaan suatu yang diceritakan mau tidak mau harus mengacu pada waktu tertentu, karena tempat itu akan berubah sejalan dengan perubahan waktu.24 23 24 Nurgiantoro, op. cit., h. 227-229. Ibid., h. 230. 18 c. Latar Sosial Latar sosial mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinanm pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap. Latar sosial memang dapat secara meyakinkan menggambarkan suasana kedaerahan, local color, warna setempat daerah tertentu melalui kehidupan sosial masyarakat. Di samping berupa hal-hal yang telah dikemukakan, ia dapat pula berupa dan diperkuat dengan penggunaan bahasa daerah atau dialek-dialek tertentu. “Selain penggunaan bahasa daerah, masalah penamaan tokoh dalam banyak hal juga berhubungan dengan latar sosial. Latar sosial merupakan bagian latar secara keseluruhan. Jadi, ia berada dalam kepaduannya dengan unsur latar yang lain, yaitu unsur tempat dan waktu.”25 3. Sudut Pandang “Aminuddin dalam Pengantar Teori Sastra, mengatakan, bahwa sudut pandang diartikan sebagai cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannnya.”26 Hary Shaw dalam Pengantar Teori Sastra menyatakan, bahwa sudut pandang terdiri atas: (1) sudut pandang fisik, yaitu posisi dalam waktu dan ruang yang digunakan pengarang dalam pendekatan materi cerita, (2) sudut pandang mental, yaitu perasaan dan sikap pengarang terhadap masalah dalam cerita, dan (3) sudut pandang pribadi, yaitu hubungan yang dipilih pengarang dalam membawa cerita; sebagai orang pertama, kedua, atau ketiga. Sudut pandang pribadi dibagi atas (a) pengarang menggunakan sudut pandang tokoh, (b) pengarang menggunakan sudut pandang tokoh bawahan, dan (c) pengarang menggunakan sudut pandang yang impersonal: ia sama sekali berdiri di luar cerita.27 25 Ibid., h. 233, 237. Siswanto, op.cit., h. 152. 27 Ibid. 26 19 “Abrams mengatakan dalam Teori Pengkajian Fiksi, bahwa, sudut pandang, point of view, menyarankan pada cara sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi.”28 Sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Sudut pandang kiranya dapat disamakan artinya, dan bahkan dapat lebih memperjelas, dengan istilah pusat pengisahan. Sudut pandang itu sendiri secara garis besar dapat dibedakan ke dalam dua macam: a) persona pertama (first person) gaya “aku” dan persona ketiga (thirdperson), gaya “dia.” Jadi, dari sudut pandang “aku” atau “dia,” dengan berbagai variasinya, sebuah cerita dikisahkan. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa sudut pandang dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu sebagai berikut. a. Sudut Pandang Persona Ketiga: “Dia” Pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona ketiga, gaya “dia,” narator adalah seseorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya; ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh cerita, khususnya yang utama, kerap atau terus-menerus disebut, dan sebagai variasi dipergunakan kata ganti. Hal ini memudahkan dalam mengenali siapa tokoh yang diceritakan atau siapa yang bertindak. Sudut padang “dia” dapat dibedakan ke dalam dua golongan, berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap bahan ceritanya. (1) “Dia” Mahatahu Sudut pandang persona ketiga mahatahu, cerita dikisahkan dari sudut “dia,” namun pengarang, narator, dapat menceritakan apa saja hal-hal yang menyangkut tokoh “dia” tersebut. Narator 28 Nurgiantoro, op. cit., h. 248. 20 mengetahui segalanya, ia bersifat mahatahu. Ia mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan, termasuk motivasi yang melatarbelakanginya. Ia bebas bergerak dan menceritakan apa saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita. Teknik mahatahu tersebut, bahwa narator mampu menceritakan seseuatu, baik yang bersifat fisik, dapat diindera, maupun sesuatu yang hanya terjadi dalam hati dan pikiran tokoh, bahkan lebih dari seorang tokoh. Selain itu, narator juga dapat mengomentari dan menilai secara bebas dengan penuh otoritas, seolah-olah tidak ada satu rahasia un tentang tokoh yang tidak diketahuinya. Oleh karena narator secara bebas menceritakan hati dan tindakan tokoh-tokohnya, hal itu akan segera “mengobati” rasa ingin tahu pembaca atau pendengar. (2) “Dia” Terbatas, “Dia” sebagai Pengamat Sudut pandang “dia” terbatas, bahwa pengarang melukiskan apa yang dilihat, didengar, dialami, dipikir, dan dirasakan oleh tokoh cerita, namun terbatas hanya pada seorang tokoh saja, atau dalam jumlah yang sangat terbatas. Tokoh cerita mungkin saja cukup banyak, yang juga berupa tokoh “dia,” namun mereka tidak diberi kesempatan (tidak dilukiskan) untuk menunjukkan sosok dirinya seperti halnya tokoh pertama “Sudut pandang “dia” sebagai pengamat yang benar-benar objektif, narator bahkan hanya dapat melaporkan atau menceritakan segala sesuatu yang dapat dilihat dan didengar, atau yang dapat dijangkau oleh indera.”29 b. Sudut Pandang Persona Pertama: “Aku” Pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona pertama, first person point of view, “aku,” jadi: gaya “aku,” narator adalah seseorang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si “aku” tokoh 29 Ibid., h. 256-261. 21 yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, self consciousness, mengisahkan peristiwa dan tindakan, yang diketahui, dilihat, didengar, dialami, dan dirasakan, serta sikapnya terhadap orang (tokoh) lain kepada. Pada sudut pandang persona pertama adalah sudut pandang yang bersifat internal, maka jangkauannya terbatas. Sudut pandang “aku,” narator hanya bersifat mahatahu bagi dirinya sendiri dan tidak terhadap orang-orang (tokoh) lain yang terlibat dalam cerita. Ia hanya berlaku sebagai pengamat saja terhadap tokoh-tokoh “dia” yang bukan dirinya. Sudut pandang persona pertama dapat dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan peran dan kedudukan si “aku” dalam cerita. Si “aku” mungkin menduduki peran utama, jadi tokoh utama protagonis, mungkin hanya menduduki peran tambahan, jadi tokoh tambahan protagonis, atau berlaku sebagai saksi. (1) “Aku” Tokoh Utama Dalam sudut pandang teknik ini, si “aku” mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat batiniah, dalam diri sendiri, maupun fisik, hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya. Si “aku” menjadi fokus, pusat kesadaran, pusat cerita. Segala sesuatu yang di luar diri si “aku,” peristiwa, tindakan, dan orang, diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya, atau dipandang penting. Teknik “aku” dapat dipergunakan untuk melukiskan serta membeberkan berbagai pengalaman kehidupan manusia yang paling dalam dan rahasia sekalipun. Pengalaman batin yang benarbenar hanya mungkin dirasakan oleh individu yang bersangkutan, dan tidak mungkin, atau sulit, dimanifestasikan secara tepat ke dalam bentuk kata dan tindakan, sebab yang bersangkutan mungkin merasa tidak mampu atau segan melakukannya. 22 (2) “Aku” Tokoh Tambahan” Dalam sudut pandang “Aku” tokoh tambahan, first-person, tokoh “aku” hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca, sedang tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian “dibiarkan” untuk mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya. Tokoh cerita yang dibiarkan berkisah sendiri itulah yang kemudian menjadi tokoh utama, sebab dialah yang lebih banyak tampil, membawakan berbagai peristiwa, tindakan, dan berhubungan dengan tokoh-tokoh lain. Setelah cerita tokoh utama habis, si “aku” tambahan tampil kembali, dan dialah kini yang berkisah. c. Sudut Pandang Campuran Penggunaan sudut pandang yang bersifat campuran itu berupa penggunaan sudut pandang persona ketiga dengan teknik “aku” sebagai tokoh utama dan “aku” tambahan atau sebagai saksi, bahkan dapat berupa campuran antara persona pertama dan ketiga, antara “aku” dan “dia” sekaligus. “Sudut pandang campuran “aku” dan “dia” digunakan secara bergantian. Misalnya pada awalnya cerita, pengarang menggunakan “aku” kemudian beralih pada “dia” dan kembali lagi pada “aku.”30 “Campuran “aku” dan “dia”. Pada sudut pandang ini, mula-mula cerita dikisahkan dari sudut “aku,” namun kemudian terjadi pergantian ke “dia,” dan kembali lagi ke “aku.”31 Sudut pandang persona ketiga, sering memanfaatkan teknik “dia” mahatahu dan terbatas, atau sebagai observer secara bergantian. Terhadap sejumlah tokoh tertentu, narator bersifat mahatahu. Namun, terhadap sejumlah tokoh yang lain, biasanya tokoh-tokoh tambahan, termasuk deskripsi latar, narator berlaku sebagai pengamat, bersifat objektif, dan tidak melukiskan lebih dari yang dapat dijangkau oleh indera. 30 Albertine Minderop, Metode Karakterisasi Telaah Fiksi, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia), h. 115. 31 Nurgiantoro, op. cit., h. 262-269. 23 Penggunaan sudut pandang persona pertama yang sekaligus memanfaatkan teknik “aku” sebagai tokoh utama dan tambahan. Dalam sudut pandang ini, pun bisa terjadi pergantian pusat kesadaran dari tokoh utama “aku” yang satu ke “aku” utama yang lain. Misalkan, ada pergantian dari “aku”-nya Sri ke “aku”-nya Michel. Jadi, ada pergantian fokalisasi di antara dua orang tokoh cerita walau keduanya sama-sama di-aku-kan. 4. Alur (plot) Alur ialah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa, sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. “Sudjiman, mengartikan, bahwa alur adalah jalinan peristiwa di dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu. Jalinannya dapat diwujudkan oleh hubungan temporal (waktu) dan oleh hubungan kausal (sebab-akibat).”32 Alur adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama, yang menggerakkan jalan cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan selesaian. “Yelland (1938) mengatakan dalam Menganalisis Fiksi: Sebuah Pengantar, bahwa alur diistilahkan dengan „kerangka cerita atau rangkaian peristiwa-peristiwa.‟ Dengan kata lain plot adalah suatu urutan cerita atau peristiwa yang teratur dan terorganisasi.”33 “Stanton mengatakan dalam Teori Pengkajian Telaah Fiksi , bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.”34 Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan, bahwa yang disebut dengan plot adalah urutan cerita, yang setiap peristiwa yang dihubungkan oleh hubungan kausal (sebab-akibat). 32 Ibid., h. 112. Aziez dan Hasim, op.cit., h. 68. 34 Nurgiantoro, op. cit., h. 113. 33 24 Ada beberapa pendapat tentang tahapan-tahapan peristiwa dalam suatu cerita. Aminuddin membedakan tahapan-tahapan peristiwa atas pengenalan, konflik, komplikasi, klimaks, peleraian, dan penyelesaian. a. Pengenalan Pengenalan adalah tahap peristiwa dalam suatu cerita rekaan atau drama yang memperkenalkan tokoh-tokoh atau latar cerita. Yang dikenalkan dari tokoh ini, misalnya, nama, asal, ciri fisik, dan sifatnya. “Peristiwa yang dimaksud diartikan sebagai peralihan dari satu keadaan ke keadaan lain. Misalkan, mendeskripsikan tindakan tokoh dengan mendeskripsikan ciri-ciri fisik tokoh.”35 Bentuk peristiwa dalam sebuah cerita, dapat berupa peristiwa fisik ataupun batin. Peristiwa fisik melibatkan aktivitas fisik, ada interaksi antara seorang tokoh cerita dengan sesuatu yang diluar dirinya: tokoh lain atau lingkungan. Peristiwa batin adalah sesuatu yang terjadi dalam batin, hati, seorang tokoh. b. Konflik atau tikaian Konflik atau tikaian adalah ketegangan atau pertentangan antara dua kepentingan atau kekuatan di dalam cerita rekaan atau drama. Pertentangan ini dapat terjadi dalam diri satu tokoh, antara dua tokoh, antara tokoh, dan masyarakat atau lingkungannya, antara tokoh dan alam, serta antara tokoh dan Tuhan. Ada konflik lahir dan konflik batin.36 Konflik menyaran pada pengertian sesuatu yang bersifat tidak menyenangkan yang terjadi atau dialami oleh tokoh-tokoh cerita, yang, jika tokoh-tokoh itu mempunyai kebebasan untuk memilih, ia tidak akan memilih peristiwa itu menimpa dirinya. Peristiwa dan konflik biasanya berkaitan erat, dapat saling menyebabkan terjadinya satu dengan yang lain, bahkan konflik pun hakikatnya merupakan peristiwa. Ada peristiwa tertentu yang dapat menimbulkan terjadinya 35 36 Ibid., h. 117. Ibid., h. 122. 25 konflik. Sebaliknya, karena terjadi konflik, peristiwa-peristiwa lain pun dapat bermunculan, misalnya yang sebagai akibatnya.37 Bentuk konflik, sebagai bentuk kejadian, dapat pula dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu sebagai berikut. 1. Konflik Eksternal Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu di luar dirinya, mungkin dengan lingkungan alam, mungkin dengan lingkungan manusia. Konflik eksternal dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu: (a) konflik fisik, konflik fisik adalah konflik yang disebabkan adanya perbenturan antara tokoh dengan lingkungan alam. Misalnya, konflik yang dialami oleh seseorang akibat adanya banjir besar, kemarau panjang, gunung meletus, dan sebagainya; (b) konflik sosial adalah konflik yang disebabkan oleh adanya kontak sosial antarmanusia, atau masalah-masalah yang muncul akibat adanya hubungan antar manusia. Masalahnya bisa berupa perburuhan, penindasan, percekcokan, peperangan, atau kasus-kasus hubungan lainnya. 2. Konflik Internal Konflik internal adalah konflik yang terjadi dalam hati, jiwa seorang tokoh (atau tokoh-tokoh) cerita. Jadi, ia merupakan konflik yang dialami manusia dengan dirinya sendiri, ia lebih merupakan permasalahan intern seorang manusia. Misalnya hal itu terjadi akibat adanya pertentangan antara dua keinginan, keyakinan, pilihan yang berbeda, harapan-harapan, atau masalahmasalah lainnya.38 c. Komplikasi atau rumitan Komplikasi atau rumitan adalah bagian tengah alur cerita rekaan atau drama yang mengembangkan tikaian. Pada tahap ini, konflik 37 38 Ibid. Ibid., h. 122-124. 26 yang terjadi semakin tajam karena berbagai sebab dan berbagai kepentingan yang berbeda dari setiap tokoh. d. Klimaks Klimaks adalah bagian alur cerita rekaan atau drama yang melukiskan puncak ketegangan, terutama dipandang dari segi tanggapan emosional pembaca. Klimaks merupakan puncak rumitan yang diikuti oleh krisis atau titik balik. Stanton dalam Teori Pengkajian Fiksi mengatakan, bahwa saat konflik telah mencapai tingkat intensitas tertinggi, dan saat (hal) itu merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari kejadiannya. Klimaks merupakan titik pertemuan antara dua (atau lebih) hal (keadaan) yang dipertentangkan dan menentukan bagaimana permasalahan (konflik itu) akan diselesaikan.39 e. Krisis Krisis adalah bagian alur yang mengawali penyelesaian. Saat dalam alur yang ditandai oleh perubahan alur cerita menuju selesainya cerita. Karena setiap klimaks diikuti krisis, keduanya sering disamakan. f. Leraian Leraian adalah bagian struktur alur sesudah tercapai klimaks. Pada tahap ini, peristiwa-peristiwa yang terjadi menunjukkan perkembangan lakuan ke arah selesaian. g. Selesaian Selesaian adalah tahap akhir suatu cerita rekaan atau drama. Dalam tahap ini, semua masalah dapat diuraikan, kesalahpahaman dijelaskan, rahasia dibuka. Ada dua macam selesaian: tertutup dan terbuka. Selesaian tertutup adalah bentuk penyelesaian cerita yang diberikan oleh pengarang. Selesaian terbuka adalah bentuk penyelesaian cerita yang diserahkan kepada pembaca atau penonton. Dalam cerita lama, alur dimulai dari pengenalan, konflik, komplikasi, klimaks, peleraian, dan diakhiri dengan tahap penyelesaian. 39 Ibid., h. 127. 27 Meskipun demikian, tidak semua cerita mempunyai seluruh tahap alur tersebut. Ada yang hanya pengenalan, konflik, klimaks, dan diakhiri dengan penyelesaia. Pada cerita modern, alur tidak selalu dimulai dengan pengenalan dan diakhiri dengan tahap penyelesaian. Ada kemungkinan cerita dimulai dengan konflik. Ada kenungkina cerita dimulai dari penyelesaian 5. Tema dan Amanat “Kata tema sering kali disamakan dengan pengertian topik. Padahal kedua istilah tersebut mengandung pengertian yang berbeda. Kata topik berasal dari bahasa Yunani topoi yang berarti tempat. Topik dalam suatu tulisan atau karangan berarti pokok pembicaraan, sedangkan tema merupakan tulisan atau karya fiksi.”40 Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita. Tema berperan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya rekaan yang diciptakannya. Tema merupakan kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa rekaan oleh pengarangnya. “Tema akan mudah dipahami apabila telah selesai memahami unsur-unsur yang menjadi media pemapar tema tersebut, menyimpulkan makna yang dikandungnya serta mampu menghubungkan dengan tujuan penciptaan pengarangnya.”41 “Menemukan tema sebuah karya sastra, haruslah disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita. Tema, walau sulit ditentukan secara pasti, bukanlah makna yang “disembunyikan,” walau belum tentu juga dilukiskan secara eksplisit.”42 “Amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra; pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar. Di dalam karya sastra modern, amanat ini biasanya tersirat; di dalam karya sastra lama pada umumnya amanat tersurat.”43 40 M. Atar Semi, Anatomi Sastra, (Padang: Angkasa Raya. 1988), h. 42. Siswanto, op. cit., 161. 42 Nurgiantoro, op. cit., h. 68. 43 Siswanto. loc. cit. 41 28 6. Gaya penceritaan Gaya penceritaan mencakup teknik penulisan dan penceritaan. Teknik penulisan adalah cara yang digunakan oleh pengarang dalam menulis karya sastranya. Teknik penulisan mengacu pada bagaimana pengurutan, penataan, dan pembagian karya sastra atas bab, subbab, paragraf, dan sebagainya. sedangkan “teknik penceritaan adalah cara yang digunakan oleh pengarang untuk menyajikan karya sastranya, seperti teknik pemandangan, teknik adegan, teknik montase, teknik kolase, dan teknik asosiasi.”44 D. Manfaat Cerita bagi Anak Bagi anak, cerita tidak sekadar memberi manfaat emotif, tetapi juga membantu pertumbuhan mereka dalam berbagai aspek. Perlu diyakini, bahwa bercerita merupakan aktivitas penting dan tidak terpisahkan dalam program pendidikan anak. Ditinjau dari berbagai aspek, manfaat tersebut meliputi halhal berikut ini. 1. Membantu perkembangan pribadi dan moral anak Cerita sangat efektif untuk mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku anak, karena mereka senang mendengarkan cerita, walau dibacakan secara berulang-ulang. Pengulangan, imajinasi anak, dan nilai kedekatan guru atau orang tua membuat cerita menjadi efektif untuk mempengaruhi cara berpikir mereka. Hal ini dibuktikan oleh seorang psikolog, Joseph Strayhorn Jr dalam buku The Competent Child. Anak tidak mendapatkan kehangatan seperti jika mereka mendapatkan cerita itu dari guru atau orangtuanya. Efek psikologis inilah yang menjadi landasan bagi guru untuk menyemaikan nilai-nilai moral, etika, dan pekerti. Penyemaian ini membantu anak belajar mengidentifikasi dan menilai diri sendiri. 2. Menyalurkan kebutuhan imanjinasi dan fantasi Anak-anak membutuhkan penyaluran imajinasi dan fantasi tentang berbagai hal yang selalu muncul dalam pikiran mereka. Masa usia 44 Ibid., h. 142-162. 29 prasekolah dan usia sekolah dasar merupakan masa-masa aktif anak berimajinasi. Anak membutuhkan dongeng atau cerita karena berbagai hal. Pertama, anak membangun gambaran-gambaran mental pada saat guru memperdengarkan kata-kata yang melukisakan kejadian. Rangsangan auditif ini menstimulasi anak untuk terus menciptakan gambaran visual. Kedua, anak memperoleh gambaran yang beragam sesuai dengan latar pengetahuan dan pengalaman masing-masing. Hal ini menjadi bahan baku anak dalam membangun skemata-skemata dalam pikirannya. Hal selanjutnya, yaitu yang ketiga, anak memperoleh kebebasan untuk melakukan pilihan secara mental. Hal ini membantu mereka memberikan respon yang lebih baik saat menghadapi realitas yang sesungguhnya. Keempat, anak memperoleh kesempatan menangkap imajinasi dari citraan-citraan cerita. Kelima, anak memiliki tempat untuk “melarikan” permasalahan seperti keinginan untuk melawan, kemarahan, rasa iri dan cemburu, serta ketidakberdayaan. Keenam, anak memperoleh kesempatan merangkai-rangkai hubungan sebab-akibat secara imajinatif. Hal demikian, membuat anak lebih meyakini nilai-nilai yang dirangkainya dan cukup mempengaruhi keputusan riil yang dibuat. 3. Memacu kemampuan verbal anak Cerita yang bagus tidak sekedar menghibur, tetapi juga mendidik, tetapi yang paling penting adalah sekaligus merangsang berkembangnya komponen kecerdasan linguistik, yaitu kemampuan menggunakan bahasa untuk mencapai sasaran praktis. Mendengar cerita yang bagus bagi anak, sama artinya dengan melakukan serangkaian kegiatan fonologis, sintaksis, semantik, dan pragmatik. Selama menyimak cerita, anak belajar bagaimana bunyi-bunyi yang bermakna diujarkan dengan benar, bagaimana kata-kata disusun secara logis dan mudah dipahami, bagaimana konten dan konteks berfungsi dalam makna. Cerita mendorong anak bukan saja senang menyimak cerita, tetapi juga senang bercerita atau berbicara. 30 Anak belajar tata cara berdialog dan bernarasi serta terangsang untuk menirukannya. Kemampuan pragmatik terstimulasi karena dalam cerita ada negoisasi, pola tindak tutur yang baik seperti menyuruh, melarang, berjanji, mematuhi larangan, dan memuji. Kemampuan verbal anak lebih terstimulasi secara efektif pada saat guru melakukan semacam tes pada anak untuk menceritakan kembali isi cerita. Cerita membuat anak menyadari arti pentingnya berdialog dan menuangkan gagasan dengan kata-kata yang baik. 4. Merangsang minat menulis anak Pengaruh cerita terhadap kecerdasan anak diakui oleh Leonhardt. Menurutnya, cerita memancing kebahasaan anak. Anak yang gemar mendengar dan membaca cerita akan memiliki kemampuan berbicara, menulis, dan memahami gagasan rumit secara lebih baik. Ini berarti, selain memacu kemampuan berbicara, menyimak cerita juga merangsang minat menulis anak. Pernyataan di atas menunjukkan, bahwa cerita juga membantu menumbuhkan kemampuan tulis (emergent writing) anak. Cerita dapat menimbulkan inspirasi anak untuk membuat cerita. Dengan kata lain, cerita dapat menstimuli anak membuat cerita sendiri. 5. Merangsang minat baca anak Cerita dengan media buku (dengan catatan: guru melakukan praktek bercerita dengan benar), menjadi stimulasi yang efektif bagi anak, karena pada waktu itu minat baca anak mulai tumbuh. Minat itulah yang harus diberi lahan yang tepat antara lain melalui kegiatan bercerita. Membacakan cerita dapat menjadi contoh yang efektif bagi anak bagaimana aktivitas membaca harus dilakukan. Secara tidak langsung, anak memperoleh contoh tentang orang yang gemar dan pintar membaca dari apa yang dilihatnya. Anak tidak hanya mencocokkan bunyi bahasa dan lambang, tetapi juga mencocokkan lambang dengan isi cerita. Dengan kata lain, anak mengidentifikasi fitur bentuk huruf dalam kata melalui interaksi yang menyenangkan, melalui kata-kata yang terus diulang dalam teks cerita. Menstimuli memberi efek menyenangkan, sedangkan, mengajar seringkali 31 justru membunuh minat baca anak, apalagi bila hal tersebut dilakukan secara paksa. Penelitian di Nederland menunjukkan anak-anak yang “dipaksa” belajar membaca mengalami peningkatan, namun hali itu perlu diteliti efeknya di kemudian hari. 6. Membuka cakrawala pengetahuan anak Dalam sebuah seminar “Kreativitas dan Kecakapan Hidup,” Gede Raka, mengatakan, bahwa cerita seorang guru dapat menstimuli anak untuk belajar lebih jauh. Baker dan Greene, mengatakan, bahwa bercerita dapat membawa anak pada sikap yang lebih baik, mempertinggi rasa ingin tahu kemisterian, dan sikap menghargai kehidupan. Dengan kata lain, bercerita memberikan jalan bagaimana memahami diri sendiri dan memahami orang lain, serta bagaimana memahami cerita itu sendiri. Manfaat cerita sebagai pengembang cakrawala anak tampak pada cerita-cerita yang memiliki karakteristik budaya, seperti cerita tentang “Tujuh Orang Samurai” (cerita dari Jepang) dan “Kebunku” (karya Miranda). Cerita kadang menyimpan daya rangsang yang tinggi untuk memicu daya eksplorasi anak tentang lingkungan. Pengalaman menunjukkan, bahwa anak yang menyimak cerita mengenai binatang tertentu kadang memperoleh semacam rangsangan untuk mengetahui tokohnya lebih jauh. Cerita fiksi tersebut memberikan informasi ilmiah yang merangsang anak mencari kebenarannya dalam dunia nyata yang sesungguhnya melalui berbagai cara seperti bertanya dan membaca buku.45 E. Klasifikasi Cerita Anak 1. Buku Bergambar Ditinjau dari isinya, buku bergambar juga banyak diartikan sebagai buku berisi cerita untuk anak-anak yang digarap melalui pemanfaatan tulisan dan gambar. Bagi anak-anak, buku bergambar idealnya bersifat atraktif, memberikan gambaran tentang sesuatu secara jelas, dan bisa membangkitkan pengalaman keindahan secara kreatif. Nilai demikian 45 Sihabuddin, op. cit., h. 8-13 -8-15. 32 tercapai apabila melalui buku bergambar yang dibacanya anak bisa membentuk penghubungan antara dunia skemata yang ada dalam dunia pengalaman dan pengetahuannya dengan dunia yang digambarkan dalam bacaan secara berkelanjutan. Buku bergambar juga lazim disebut sebagai big books, karena ukuran atau format bukunya memang besar. Ditinjau dari isinya, buku bergambar biasanya berisi cerita tentang kehidupan binatang, akan tetapi memiliki ciri insan. 2. Cerita Rakyat Cerita rakyat merupakan the body of literature atau bangun cerita sastra yang bersifat anonim, diturunkan dari generasi yang satu ke generasi yang lain secara lisan, sehingga akan mengalami sejumlah variasi meskipun bangun cerita dasarnya tidak berubah. Menurut Jung, salah seoraang ahli bidang psikologi, folklore merupakan cermin kumpulan dunia bawah sadar yang menggambarkan impian, harapan, fantasi, lamunan ataupun visi suatu kelompok masyarakat. Cerita Malin Kundang misalnya menggambarkan impian keberhasilan hidup di perantauan, impian mendapatkan isteri yang cantik, menggambarkan visi, bahwa keberhasilan hidup memerlukan uluran tangan orang lain, dan memberikan gambaran, bahwa ketika telah berhasil seseorang tidak boleh melupakan keluarga dan kampung halamannya. “Cerita rakyat menurut Nurgiantoro dalam Bahasa Indonesia 2 Edisi Pertama bisa dibagi-bagi menjadi sejumlah jenis, yaitu sebagai berikut.” a. Fabel Fable merupakan cerita dengan pelaku binatang yang di dalamnya memuat ajaran tertentu. Binatang yang diangkat sebagai pelaku cerita tersebut bisa berbagai macam, sehingga antara wilayah yang satu dengan yang lain yang berbeda-beda. Mungkin yang menjadi tokoh itu rubah, kancil, serigala, ataupun kancil. b. Dongeng Dongeng merupakan cerita rakyat yang penyampaiannya lazim diawali penggunaan ungkapan, Pada zaman dahulu kala. Dongeng biasanya memuat cerita yang singkat dengan menggunakan setting yang tidak jelas, dongeng Timun Emas, misalnya sekan-akan memberikan gambaran hubungan dengan kerajaan Dahta di Kediri, akan tetapi kita tidak pernah 33 bisa menetapkan apakah dngeng tersebut benar-benar mempunyai latar cerita kerajaan Daha di Kediri. c. Legenda Legenda merupakan cerita kepahlawanan dari sosok tokoh yang dianggap sakti, suci, atau memiliki kelebihan tertentu dibandingkan manusia pada umumnya. Meskipun jelas merupakan cerita yang bersifat imajinatif, karena biasa dihubungkan dengan peristiwa kesejarahan akhirnya legenda sering dianggap sebagai cerita yang seakan sungguhsungguh pernah terjadi. Misalnya, di Indonesia terdapat legenda Sunan Kalijaga, Sunan Giri, dan sebagainya. Pada cerita tersebut, tokoh utama digambarkan sebagai tokoh yang memilki citra superhuman qualities, keberadaan dan berbagai peristiwa di dalam certita juga lazim dihubungkan dengan tempat atau objek tertentu. d. Mite Mite merupakan cerita yang berkaitan dengan asal usul kehidupan manusia, asal usul keberadaan suatu tempat yang berhubungan dengan kehidupan dewa-dewi maupun tokoh yang memilki hubungan dengan kehidupan kedewataan. Dibandingkan dengan dongeng, mite (1) menggarap penokohan yang hanya berpusat pada seorang pelaku, (2) menggarap peristiwa yang bersifat khas dan unik, sehingga tidak mungkin digambarkan terjadi di tempat lain, (3) akhir peristiwa biasanya bersifat tragis, karena tokoh utamanya mati atau mengalami nasib yang menyedihkan, dan (4) menggambarkan sikap dan suasana yang pesimistik. Mite yang dikenal luas adalah mite yang terkait dengan mitologi Yunani. Sementara di Indonesia juga terdapat mite Dewi Loro Jonggrang.46 3. Fiksi Sejarah Fiksi sejarah merupakan cerita yang isinya memanfaatkan peristiwa kesejarahan yang dibaurkan dengan cerita fiksi. Di Indonesia terdapat fiksi sejarah yang bisa jadi batasannya dengan cerita rakyat sulit ditetapkan. Cerita Tutur Tinular misalnya, jelas memiliki hubungan dengan peristiwa sejarah. Akan tetapi untuk menentukan yang mana yang fiksi dan mana yang sungguh-sungguh terjadi sulit ditentukan karena antara peristiwa kesejarahan dan yang fiktif telah mengalami pencampuran, sehingga pembaca tidak lagi membedakan mana yang sejarah dan mana yang fiksi. Bahkan, karena kekuatan penyampaian ceritanya pembaca menggambarkan seakan-akan peristiwa yang disajikan dalam cerita seakan-akan sebagai peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi. 46 Ibid., h. 9-17, 9-18. 34 4. Cerita Fantasi atau Fiksi Ilmiah Cerita fantasi merupakan cerita yang menggambarkan pelaku, peristiwa, maupun latar secara fantastis, dalam arti di luar nalar tetapi mampu menekan ketidakpercayaan pembaca, sehingga sesuatu sungguhsungguh tidak akan bisa terjadi dalam kehidupan nyata tergambarkan sebagai sesuatu yang seakan-akan bisa benar-benar terjadi. Cerita fantasi juga bisa berkaitan dengan kehidupan binatang, misalnya tentang seekor Rubah yang ingin menjadi manusia. Berbagai usahanya untuk menjadi manusia ternyata berhasil. Akan tetapi, setelah menjadi manusia, ternyata Si Rubah merasakan, bahwa menjadi manusia itu tidak senikmat yang dibayangkan. Menjadi manusia berarti harus belajar, bekerja, dan berusaha untuk bisa memenuhi keperluan hidupnya. Sementara, ketika menjadi Rubah, dia bisa makan dan tidur seenaknya layaknya seekor binatang. Agar cerita fantasi itu bisa menampilkan peristiwa yang seakan-akan terjadi, biasanya latar cerita digambarkan sebagai sesuatu yang konkret dan akrab dengan dunia pengalaman pembaca. Tokoh yang ditampilkan secara fantastis memiliki gambaran ciri yang tetap sejak awal sampai akhir cerita. Bahasa yang digunakan sederhana, gambaran maknanya jelas, dan mudah dipahami. Meskipun demikian, kata-kata yang digunakan mampu membangkitkan imajinasi pembaca, sehingga objek, peristiwa, dan realitas yang digambarkan tampak hidup dan menarik. Cerita fantasi juga digarap dengan merangsang muculnya pertanyaan, Bagaimana seandainya ... serta pertanyaan, Apakah seandainya … maka …? Selain itu, cerita fantasi juga tidak diakhiri dengan kesimpulan secara pasti. Pembacalah yang diharapkan menyimpulkan akhir cerita berdasarkan rangkaian peristiwa yang digambarkannya. Cerita fantasi tidak dapat dilepaskan dari fiksi ilmiah, yaitu cerita yang berkaitan dengan fantasi, tetapi di dalamnya memuat penggambaran realitas yang bersifat futuristik maupun penggambaran yang didasarkan pada konsep keilmuan. Dalam hal ini Cullinan mengemukakan, bahwa penggambaran kehidupan yang bersifat futuristik itu bisa saja hanya 35 bersifat spekulatif. Akan tetapi, karena penggambarannya didasari konsepsi keilmuan, akhirnya sesuatu yang digambarkan beberapa puluh tahun kemudian bisa juga menjadi kenyataan. Gambaran tentang pelaku yang bisa melakukan dialog dari jarak jauh tetapi masing-masing seakan bisa bertatap muka melalui layar semula mungkin hanya dianggap sebagai fantasi. Akan tetapi, beberapa puluh tahun kemudian, meskipun tidak persis sama dengan apa yang digambarkan dalam cerita ternyata muncul sarana teknologi yang disebut videofon. 5. Fiksi Realistik Fiksi realistik merupakan cerita yang menggambarkan peristiwa dan cerita yang akrab dengan kehidupan sehari-hari. Cerita tersebut mungkin berkaitan dengan kehidupan keluarga, perjalanan wisata, maupun peristiwa yang menggambarkan upaya pelaku memecahkan permasalahan yang tidak lazim. Karena yang digambarkan berkaitan dengan peristiwa yang bisa jadi hanya aktual untuk masa-masa tertentu, fiksi realistik juga sering disebut sebagai fiksi kontemporer. Melalui pemahaman objek, peristiwa dan rangkaian ceritanya, pembaca fiksi realisitik seakan-akan diajak mengintip kehidupan nyata dari balik jendela. Lewat pengintipan itu pembaca dibangkitkan daya imajinasinya, dibangkitkan kesadarannya untuk membandingkan dunia dalam cerita yang dibaca dengan dunia pengalamannya. 6. Biografi Biografi merupakan cerita yang memuat informasi tentang kehidupan seseorang secara hidup dan menarik. Penulis biografi yang baik didasarkan pada tingkat pengalaman dan pengetahuan penulis berkenaan dengan biografi yang ditulisnya. Lebih dari itu, dalam penelitian biografi, sebaiknya penulis mendasarkan pada hasil penelitiannya. Selain didasarkan pada hasil penelitian, penulis juga perlu memperkaya dengan 36 beberapa referensi tambahan yang relevan dengan penulisan biografi yang dilakukannya. Penulisan biografi yang hanya didasarkan pada penjelasan dan dokumentasi dari satu sumber seringkali juga tidak objektif. Sebab itulah, penggarapan informasi melalui cek silang seringkali juga akan memberikan informasi yang lebih dapat dipertanggungjawabkan. Biografi yang bisa dibaca sebenarnya tidak selalu biografi tokoh terkenal. Biografi itu bisa saja berisi informasi kehidupan seseorang bisa dijadikan panutan, bisa dijadikan sumber memahami peristiwa kesejarahan secara lebih detil, bisa juga dimanfaatkan sebagai bahan perbandingan. Melalui kegiatan membaca biografi, murid ataupun pembaca pada umumnya diharapkan bisa memahami berbagai peristiwa kesejarahan, memahami karakteristik kehidupan dalam konteks waktu dan latar kehidupan sosial budaya tertentu, bisa menemukan sosok figur yang dijadikan dalam menjalani kehidupannya, dan bisa menumbuhkan kepekaan dalam menghayati terdapatnya berbagai perubahan. F. Pengertian Media Pembelajaran “Kata media berasal dari bahwa Latin medius yang berarti „tengah‟, „perantara‟, atau pengantar‟.”47 “Bentuk jamak dari media adalah medium, yang berarti perantara. Artinya, segala sesuatu yang membawa pesan dari suatu sumber untuk disampaikan kepada penerima pesan.”48 “Sedangkan secara harfiah, berarti perantara atau pengantar. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan.”49 “Media adalah seperangkat peralatan pendidikan dan pengajaran yang digunakan untuk membantu penyajian isi dan materi pelajaran kepada peserta didik agar mereka dapat mencapai tujuan.”50 47 Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, (Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada, 2001), h. 3. Budinuryanta dkk., Pengajaran Keterampilan Berbahasa, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), h. 43. 49 Arief S. Sadiman dkk., Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 6. 50 Aminuddin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: UHAMKA Press, 2003), h. 125. 48 37 “Rossi dan Breidle dalam Perencanaan dan Sistem Pembelajaran, mengatakan, bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk tujuan pendidikan, seperti radio, televisi, buku, koran, majalah, dan sebagainya.”51 Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa media adalah setiap orang, bahan atau alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa untuk menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap. G. Manfaat Media dalam Proses Pembelajaran Iskandarwassid dan Dadang Sunendar mengatakan, bahwa tugas seorang pendidik adalah tugas professional, selalu menghadapi tantangan apabila ingin menjadi pendidik yang kreatif, dinamis, kritis, dan ilmiah. Sebelum ia menentukan bahan pelajaran, ia harus menentukan tujuan instruksional yang sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik, kemampuan apa yang akan dikembangkan, menyusun kegiatan pembelajaran, untuk itu ia harus mampu menentukan media pengajaran yang tepat.52 Masalah yang sering dihadapi guru dalam proses pembelajaran banyak berhubungan dengan cara bagaimana mengikat perhatian siswa selama pembelajaran berlangsung. Menciptakan kesenangan pada waktu pembelajaran berlangsung merupakan keharusan bagi guru. Menyadari permasalahan tersebut, tugas guru hendaknya berusaha menumbuhkan peran serta aktif siswa dalam proses pembelajaran. Guru hendaknya memiliki kemampuan untuk dapat memanfaatkan atau memilih media yang sekiranya menarik minat dan membantu siswa dalam proses pembelajaran. “Dalam proses belajar mengajar, kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting, karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. 51 Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 204. 52 Iskandarwassid, dan Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), Cetakan Ketiga, h. 209. 38 Kerumitan bahan yang akan disampaikan kepada anak didik dapat disederhanakan dengan bantuan media.”53 Proses belajar mengajar, pada hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran atau media tertentu ke penerima pesan. Pesan, sumber pesan, saluran atau media dan penerima pesan adalah komponen-komponen komunikasi. Pesan yang akan dikomunikasikan adalah isi ajaran atau didikan yang ada dalam kurikulum. Sumber pesannya bisa guru, siswa, orang lain ataupun penulis buku. Salurannya adalah media pendidikan dan penerima pesannya adalah siswa atau juga guru. Salah satu upaya untuk mengatasi kurangnya minat, kegairahan siswa dalam belajar, dan memantapkan penerimaan siswa terhadap isi pembelajaran adalah dengan menggunakan media. Ini penting, karena fungsi media dalam proses pembelajaran merupakan penyaji stimulus atau informasi yang berguna juga untuk meningkatkan keserasian penerimaan informasi. Media akan memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu verbalistis. Secara umum, media pendidikan mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai berikut. 1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu verbalistis (lisan belaka). 2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera, seperti: a. Objek yang terlalu besar –bisa digantikan dengan realita, gambar, film bingkai, film atau model. b. Objek yang kecil –dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film atau gambar. c. Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat, dapat dibantu dengan timelapse atau high-speed photography. d. Kejadian yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, film bingkai, foto maupun secara verbal. e. Objek yang terlalu kompleks (misalnya: mesin-mesin) dapat disajikan dengan model, diagram, dan lain-lain. 53 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: P.T. Rineka Cipta, 2006), h. 120. 39 f. Konsep yang teralalu luas (gunung berapi, gempa bumi, iklim dan lain-lain) dapat divisualkan dalam bentuk film, film bingkai, gambar, dan lain-lain. 3) Penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik. Dalam hal ini media pendidikan berguna untuk: a. Menimbulkan kegairahan belajar. b. Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan. c. Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya. 4) Karakteristik pada tiap siswa ditambah dengan lingkungan dan pengalaman berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru banyak mengalami kesulitan bilamana semuanya itu harus diatasi sendiri. Lebih sulit lagi bila latar belakang lingkungan guru dan siswa juga berbeda. Media pendidikan dapat mengatasi dalam: memberikan perangsang yang sama, mempersamakan pengalaman, dan menimbulkan persepsi yang sama.54 Selain itu, media juga bermanfaat untuk mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera. Ilustrasi gambar atau kejadian di Aceh bisa ditelaah dan disentuh oleh siswa yang berada di sekolah hanya sengan melihat gambar sebagai media pembelajaan Penggunaan media tidak hanya membuat pembelajaran lebih efisien, tetapi materi pelajaran dapat lebih diserap dan diendapkan oleh siswa. Siswa mungkin sudah memahami permasalahan, konsep dari penjelasan guru, tetapi akan lebih lama terekam di benak siswa jika diperkaya dengan kegiatan melihat, menyentuh, atau mengalami sendiri. Dari beberapa penjelasan di atas, dengan menggunakan berbagai media, diharapkan siswa dapat dengan mudah mengamati, dan menirukan langkah- 54 Sadiman dkk., op. cit., h. 17-18. 40 langkah suatu prosedur yang harus dipelajari dari media tersebut serta peranan media pengajaran diharapkan dapat membantu sikap pasif siswa. H. Klasifikasi dan Macam-macam Media Pembelajaran Media pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi beberapa klasifikasi tergantung dari sudut mana melihatnya. 1. Dilihat dari sifatnya, media dibagi ke dalam: a. Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengar saja, atau media yang hanya memiliki unsur suara, seperti radio dan rekaman suara. b. Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur suara. Yang termasuk ke dalam media ini adalah film slide, foto transparansi, lukisan, gambar, dan berbagai bentuk bahan yang dicetak seperti media grafis. c. Media audio visual, yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar yang dapat dilihat, seperti rekaman video, berbagai ukuran film, slide suara, dan lain sebagainya. Kemampuan media ini dianggap lebih baik dan lebih menarik, sebaba mengandung kedua unsur jenis media yang pertama dan kedua. 2. Dilihat dari kemampuan jangkauannya, media dapat pula dibagi ke dalam: a. Media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak, seperti radio dan televisi. Melalui media ini, siswa dapat memperlajari hal-hal atau kejadian-kejadian aktual secara serentak tanpa harus menggunakan ruangan khusus. b. Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang dan waktu, seperti film slide, film, video, dan lain sebagainya. 41 3. Dilihat dari cara atau teknik pemakaiannya, media dapat dibagi ke dalam: a. Media diproyeksikan, seperti film, slide, film strip, transparansi, dan lain sebagainya. Jenis media yang demikian memerlukan alat proyeksi khusus, seperti film projector untuk memproyeksikan film, slide projector untuk memproyeksikan film slide, Over Head Projector (OHP) untuk memproyeksikan transparansi. Tanpa dukungan alat proyeksi semacam ini, maka media semacam ini tidak akan berfungsi apa-apa. b. Media yang tidak diproyeksikan, seperti gambar, foto, lukisan, radio, dan lain sebagainya.55 “Rudy Brets dalam Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, mengatakan ada tujuh klasifikasi media, yaitu sebagai berikut.56 1. Media audio visual gerak, seperti film suara, pita video, film tv. 2. Media audio visual diam, seperti film rangkaian suara. 3. Audio semigerak, seperti tulisan jauh bersuara. 4. Media visual bergerak, seperti film bisu. 5. Media visual diam, seperti halaman cetak, foto, microphone, slide bisu. 6. Media audio, seperti radio, telepon, pita radio. 7. Media cetak, seperti buku, model, bahan ajar mandiri. Selain itu dalam Media Pembelajaran, media dibagi menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut.57 1. Media Audio Media audio adalah media penyampai pesan dalam pembelajaran yang dituangkan dalam lambang-lambang auditif, baik verbal (bahasa lisan atau kata-kata) maupun non-verbal (bunyi-bunyian dan vokalisasi, seperti gerutuan, gumam, dan musik). 55 Sanjaya, op. cit., h. 211-212. Ibid., h. 212. 57 Yudhi Munadi, Media Pembelajaran, (Jakarta: GP Press, 2012), h. 56-57. 56 42 Kelebihan dari media audio ini, yaitu: (1) mampu mengatasi keterbatasan ruang dan waktu dan memungkinkan menjangkau sasaran yang luas, (2) mampu mengembangkan daya imajinasi pendengar, (3) mampu memusatkan perhatian siswa pada penggunaan kata-kata, bunyi, dan arti dari kata atau bunyi itu, (4) sangat tepat atau cocok untuk mengajarkan musik dan bahasa, (5) mampu mempengaruhi suasana dan perilaku siswa melalui musik latar dan efek suara, (6) dapat menyajikan program pendalaman materi yang dibawakan oleh guru-guru, (7) dapat menyajikan pengalaman-pengalaman dunia luar ke dalam kelas. Adapun kekurangan dari media audio, yaitu sifat komunikasinya hanya satu arah. Jenis-jenis media audio ini, yaitu sebagai berikut. 1) Phonograph 2) Open Reel Tapes 3) Cassete Tapes 4) Compact Disc (CD) 5) Radio 6) Laboraturium Bahasa. 2. Media visual Media visual adalah media yang melibatkan indera pengelihatan. Terdapat dua jenis pesan yang dimuat dalam media visual, yakni pesan verbal dan nonverbal. Pesan verbal-visual terdiri atas kata-kata (bahasa verbal) dalam bentuk tulisan; dan pesan nonverbal visual adalah pesan yang dituangkan ke dalam simbol-simbol nonverbal visual, yakni sebagai pengganti bahasa verbal, maka ia bisa disebut sebagai bahasa visual. Bahasa visual inilah yang kemudian menjadi software-nya media visual. Jenis-jenis media visual, yaitu sebagai berikut 1) Pesan Visual a. Gambar b. Grafik c. Diagram d. Bagan e. Peta 43 2) Pesan Visual Verbal-Nonverbal-Grafis a. Buku dan modul b. Komik c. Majalah dan jurnal d. Poster e. Papan Visual 3. Media Audio Visual Media audio visual dapat dibagi menjadi dua jenis. Jenis pertama, dilengkapi fungsi peralatan suara dan gambar dalam satu unit, dinamakan media audio-visual murni, seperti film gerak (movie) bersuara, televisi dan video. Jenis kedua adalah media audio visual tidak murni yang kita kenal dengan slide, opaque, OHP, dan peralatan visual lainnya apabila diberi unsur suara dari rekaman kaset yang dimanfaatkan secara bersamaan dalam satu waktu atau satu proses pembelajaran. Kelebihan media audio visual dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran, yaitu sebagai berikut. a. Mengatasi keterbatasan jarak dan waktu. b. Mampu menggambarkan peristiwa-peristiwa masa lalu secara realistik dalam waktu yang singkat. c. Pesan yang disampaikannya cepat dan mudah d. Mengembangkan imajinasi peserta didik. e. Memperjelas hal-hal yang abstrak dan memberikan gambaran yang lebih realistik. f. Menumbuhkan minat dan motivasi belajar. g. Sangat kuat mempengaruhi emosi orang lain. h. Semua peserta didik dapat belajar, baik yang pandai maupun yang kurang pandai. Adapun kekurangan dari media audio visual ini, yaitu terlalu menekankan pentingnya materi, dibandingkan proses pengembangan materi tersebut. Selain itu, pemanfaatan media audio visual (film) untuk pendidikan dan pembelajaran, di negara Indonesia masih sangat sedikit, karena memang film dianggap memakan biaya yang cukup tinggi. 44 Munadi dalam Media Pembelajaran membagi beberapa jenis film, yaitu sebagai berikut. 1) Film Dokumenter Menurut Heinich dkk., adalah film-film yang dibuat berdasarkan fakta, bukan fiksi dan bukan pula menfiksikan yang fakta. 2) Docudrama Docudrama adalah film-film dokumenter yang membutuhkan pengadegan. Kisah-kisah yang diangkat berasal dari kisah nyata. 3) Drama dan Semidrama Drama dan Semidrama, kedua-duanya melukiskan human relation. Temanya bisa dari kisah nyata juga bisa tidak.58 I. Media Audio Visual 1. Pengertian Media Audio Visual “Selain istilah media dan teknologi, dalam pendidikan menurut A.H. Sukarman (1981) dikenal juga audio visual aids, yaitu alat-alat yang audible, artinya dapat didengar, dan alat-alat yang visible artinya dapat dilihat.”59 Media audio visual memiliki kemampuan untuk dapat mengatasi kekurangan dari media audio atau media visual semata. Kemampuan media audio akan meningkat bila dilengkapi dengan karakeristik gerak. Media audio visual dapat dibagi menjadi dua jenis. Jenis pertama dilengkapi dengan peralatan suara dan gambar dalam satu unit yang dinamakan media audio visual murni, seperti film bergerak dan bersuara (video atau LCD), televisi dan radio. Jenis kedua adalah media audio visual tidak murni, yaitu slide, OHP, dan sebagainya. Melalui LCD atau video, media pembelajaran audio visual sangat tepat digunakan dalam pembelajaran bercerita, karena lagu dapat digunakan sebagai contoh, sedangkan musik yang mengiringnya akan membangkitkan motivasi siswa dalam belajar. Berdasarkan uraian 58 Ibid , h.117-118. Subana dan Sunarti, Strategi Belajar-Mengajar Bahasa Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 291. 59 45 tersebut, maka media audio visual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Kegiatan yang dapat dilakukan dalam proses kegiatan belajarmengajar dengan menggunakan media audio visual, yaitu guru dapat menyediakan video atau memutar film mengenai suatu cerita, kemudian guru menunjuk siswa untuk bercerita secara bergiliran. Demikian seterusnya, sehingga akhir kegiatan menjadi suatu yang menarik dan dapat berkembang menjadi sesuatu yang tidak dapat dibayangkan. 2. Macam- macam Media Audio Visual a. Film Film adalah pabrik mimpi atau alat yang dapat dipergunakan secara efektif untuk suatu maksud tertentu, dengan film, orang akan lebih menggunakan aspek emosinya daripada rasionya. b. Televisi “Televisi adalah perlengkapan elektronik yang meliputi gambar dan suara. Maka televisi sebenarnya sama dengan film yang dapat didengar dan dilihat.”60 Kemampuan media audio akan meningkat bila dilengkapi dengan karakteristik gerak. c. Radio Program radio yang dapat dijadikan sebagai media pembelajaran adalah program tunda, yaitu program yang bahan atau isi pesannya direkam terlebih dahulu. Melalui program audia rekam, para siswa dapat dikondisikan terlebih dahulu oleh gurunya. Kelemahan dari radio, yaitu sifat komunikasi satu arah, dan siarannya disentralisasikan, sehingga guru sulit untuk mengontrol proses penyampaian pesan.61 60 61 Munadi, op.cit., h. 25. Ibid., h. 75. 46 Selain ada kekurangan, maka ada juga kelebihannya, yaitu: (1) dapat mendorong motivasi belajar siswa, rekaman lagu dapat merangsang perhatian dan minat siswa, (2) efisiensi dalam pengajaran bahasa, (3) menjadikan pelajaran lebih konkret, karena dapat memperdengarkan secara langsung hal-hal atau peristiwa yang baru terjadi, sehingga siswa termotivasi untuk menuangkan idenya dalam bentuk tulisan, (4) rekaman lagu dapat diulang beberapa kali, hal ini akan menjadikan pelajaran lebih baik, karena dapat menghilangkan salah tafsir dan penguasaan bahan akan lebih mendalam, (5) mendorong berbagai kegiatan belajar, rekaman lagi memberikan keterangan-keterangan yang nyata. 3. Manfaat Media Audio Visual a. Dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu. Hal tersebut berarti, penggunaan media, khususnya media audio visual berupa film atau video dapat diputar secara berulang-ulang sesuai dengan waktu yang dibutuhkan, tanpa harus ada penambahan waktu atau menggunakan tempat lain untuk melihatnya. b. Mampu menggambarkan peristiwa-peristiwa masa lalu secara realis dalam waktu singkat. Maksudnya adalah jika kita ingin menampilkan sebuah cerita atau kejadian yang telah lalu, maka kita bisa menampilkan gambar atai slide yang diiringi musik. Jadi tanpa harus mendatangin tempat kejadian, kita dapat menjelaskan melalui gambar bersuara berupa pemutarab film atau video (penggunaan media audio visual). c. Dapat membawa peserta didik dari satu tempat ke tempat lain, dan dari masa ke masa, dengan kata lain, setelah pemutaran film atau video, peserta didik dapat melihat kejadian masa lalu dengan tempat yang berbeda tanpa harus mengalaminya sendiri. 47 d. Pesan yang disampaikan cepat dan mudah diingat. Berdasarkan rencana pelaksanaan pembelajaran. Maka durasi waktu pembelajaran dapat dirancang sesuai dengan kebutuhan, dapat dipercepat atau diperlambat dengan tujuan untuk memudahkan peserta didik. e. Dapat memengaruhi emosi peserta didik. Pemutaran film atau video yang bernuansakan kegembiraan, atau kesedihan, dapat memengaruhi perasaan peserta didik. f. Menumbuhkan minat dan motivasi belajar. Ketika pesrta didik telah merasa tertarik untuk menyaksikannya, maka secara otomatis motivasi belajarnya akan meningkat. J. Film 1. Pengertian Film Film adalah gambar hidup, atau sering disebut movie. Film, secara kolektif sering disebut sinema. Sinema itu sendiri bersumber dari kata kinematik atau gerak. Film juga sebenarnya merupakan lapisan-lapisan cairan selulosa, biasa dikenal di dunia paa sineas sebagai seluloid. Pengertian secara harfiah, film adalah cinemahtoghraphy yang berasal dari cinema + tho = phytos (cahaya) + graphie (tulisan = gambar = citra). Jadi, penegetiannya adalah melukis gerak dalam cahaya. Agar dapat melukis gerak dengan cahaya, harus menggunakan alat khusus, yang biasa disebut kamera. Film dihasilkan dari rekaman orang dan benda dengan kamera atau oleh animasi. 2. Jenis-jenis Film a. Film Dokumenter “Sebagai guru, betapa menyenangkan bila saat mengajar menggunakan media belajar, sehingga pembelajaran di dalam kelas tidak menjadi kaku dan monoton.”62 Sudah sepantasnya 62 Mudarwan dalam http://mudarwan.wordpress.com/2010/06/20/film-dokumentersebagai-media-belajar/, diunduh pada 14 November 2014. 48 guru yang kreatif berusaha mendesain pembelajaran sedemikian rupa, sehingga menjadikannya „PAIKEM‟ (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). Salah satu media yang digunakan dalam pembelajaran yaitu film dokumenter. Berikut beberapa keunggulan menggunakan film dokumenter, yaitu. a) Media pembelajaran yang cukup terjangkau. Harga VCD dan DVD dokumenter semakin terjangkau dan dapat digunakan berulang kali (inventaris sekolah). b) Dapat digunakan oleh hampir semua mata pelajaran. c) Peristiwa dan kejadian adalah kejadian yang sebenarnya (secara apa adanya) „based on true story.’ d) Mampu menghadirkan suasana dan kejadian seperti kejadian yang sebenarnya tanpa membahayakan nyawa manusia, misalnya menyaksikan peristiwa letusan gunung berapi. e) Peserta didik dapat mengingat materi pelajaran dengan lebih baik, karena di dalam film terkandung unsur audio, visual, dan dramatik (menggugah perasaan). “Heinich dalam Media Pembelajaran mengatakan, bahwa film-film dokumenter adalah film-film yang dibuat berdasarkan fakta, misalnya tentang kejadian alam, flora, fauna, dan sosialbudaya.”63 Poin terpenting menurutnya adalah menggambarkan permasalahan kehidupan manusia yang meliputi bidang ekonomi, hubungan manusia antarmanusia dan sebagainya. b. Film Docudrama Film docudrama berarti jenis atau ragam, merupakan istilah yang berasal dari bahasa Perancis. Kategorisasi ini terjadi dalam bidang seni-budaya seperti musik, film serta sastra. “Menurut 63 Munadi, op. cit., h. 117. 49 cendikiawan, film docudrama merupakan ritual kehidupan manusia yang menyerupai perayaan hari besar atau upacara yang dapat memuaskan hasrat mereka karena unsur-unsurnya dapat menegaskan kembali nilai-nilai budaya dengan sedikit variasi. Film docudrama banyak sekali genre yang sudah dikenal oleh masyarakat, seperti melodrama, western, gangster, horor, science fiction, komedi, action, perang, detektif, dan sebagainya. Namun, dalam perjalanannya, genre-genre film tersebut dicampur satu sama lain seperti horor-komedi, western-komedi, horor-science fiction. Selain itu genre juga bisa masuk ke dalam bagian dirinya yang lebih spesifik yang kemudian dikenal dengan sub-genre, contohnya dalam genre komedi dikenal subgenre seperti screwbell comedy, situation comedy, splastick comedy atau komedi satir dan sebagainya.64 “Docudrama, yaitu film-film documenter yang membutuhkan pengadegan. Kisah-kisah yang ada dalam film docudrama adalah kisah nyata yang diambil dari sejarah, misalnya kisah para Nabi dan Rasul, Walisongo, dan sebagainya.”65 c. Film Drama dan Semidrama Film drama dan semidrama merupakan film yang melukiskan human relation. Kisahnya diambil dari nilai-nilai kehidupan nyata, kemudian diramu menjadi sebuah cerita. Misalnya penyesalan orang kafir takut kepada Allah, dan sebagainya. Berdasarkan dengan klasifikasi film Asnawir (2002: 100) dalam Media Pembelajaran mengklasifikasikannya menjadi 10 jenis, yaitu film informasi, film kecakapan, film apresiasi, film rekreasi, film berita, film industri dan film proklamasi. “Film-film yang dibuat khusus untuk pembelajaran hendaknya berdurasi pendek. Bahkan Anderson (Ronald H. 64 Kusen Dony Hermansyah, Jenis-jenis (Genre) Film Dokumenter, (Jakarta: Institut Kesenian Jakarta, 2011) , h.1 dalam http://kuesdony.wordpress.com. 65 Munadi, op. cit., h. 117-118. 50 Anderson, 1987: 100) dalam Media Pembelajaran, bahwa sebaiknya setiap program hanya berdurasi satu konsep saja.”66 K. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran Apabila seorang guru akan menggunakan media sebagai sarana kegiatan belajar mengajar, maka perlu diperhatikan beberapa kriteria dalam memilih media yang akan digunakan. Sudjana dan Rivai, mengemukakan, ada beberapa kriteria dalam memilih media pengajaran, yaitu sebagai berikut. a. Ketepatannya dengan tujuan pengajaran. b. Dukungan terhadap isi bahan pelajaran. Adanya media, bahan pengajaran lebih mudah dipahami siswa. c. Media yang digunakan mudah diperoleh, murah, sederhana, dan praktis penggunaannya. d. Keterampilan guru dalam menggunakan media dalam proses pembelajaran. e. Tersedia waktu untuk menggunakannya, sehingga media tersebut bermanfaat bagi siswa selama pengajaran berlangsung. f. Sesuai dengan taraf berpikir siswa. g. Memilih media untuk pendidikan dan pengajaran harus sesuai dengan taraf berpikir siswa, sehingga makna yang terkandung di dalamnya dapat dipahami oleh siswa.67 L. Penelitian Relevan Hasil dari tinjauan yang telah penulis temukan, ada beberapa contoh skripsi, dan penelitian yang temanya hampir sama dengan penulis. Beberapa penelitian tersebut akan dijelaskan di bawah ini: Penelitian yang ditulis oleh Nevia Rachmadani dari Universitas Negeri Malang dengan judul Peningkatan Keterampilan Bercerita pada Siswa Kelas III Menggunakan Media Big Book di SDN Jatimulyo 1 Malang 2011. Hasil penelitian menunjukkan keterampilan bercerita, selama ini siswa cenderung: 66 Ibid., h. 119. Novi Resmini dan Dadan Juanda, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi, (Bandung: UPI Press, 2007), h. 206-207. 67 51 (1) kurang berani bercerita di depan umum; (2) merasa takut, malu-malu, dan kurang percaya diri bila ditunjuk untuk bercerita di depan kelas; (3) menggunakan kata-kata yang kurang menarik saat bercerita; (4) tidak menguasai bahan cerita; (5) menggunakan media pembelajaran yang kurang menarik. Fenomena seperti ini merupakan permasalahan yang perlu segera ditemukan alternatif pemecahannya. Salah satu upaya yang dapat dijadikan alternatif pemecahan masalah tersebut, yaitu dengan menerapkan pembelajaran keterampilan bercerita menggunakan media big book. Berdasarkan penelitian yang hampir sama tersebut, peneliti menemukan beberapa perbedaan, di antaranya, yaitu: (1) perbedaan masalah yang diteliti. Pada penelitian ini, peneliti menitikberatkan pada aspek peningkatan pemahaman cerita. Siswa mencari unsur instrinsik yang ada di dalam cerita, baik itu tema, tokoh dan penokohan, latar, alur, sudut pandang, dan amanat, sedangkan peneliti sebelumnya meneliti tentang aspek keterampilan bercerita siswa, siswa dirangsang untuk bisa dan berani bercerita dari gambar yang dilihatnya; (2) perbedaan penggunaan media pembelajaran. Peneliti menggunakan media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang), yaitu perpaduan unsur suara (pendengaran) dan visual (pengelihatan) untuk meningkatkan pemahaman cerita. sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan media cetak yang disebut big book sebagai media pembelajarannya, yang hanya menggunakan media gambar diam tidak bergerak yang hanya mengaktifkan daya pengelihatan siswa; (3) perbedaan subjek penelitian. Pada penelitian ini, peneliti mengambil subjek penelitian, yaitu jenjang yang lebih tinggi, siswa kelas VII MTs, sedangkan penelitian sebelumnya meneliti siswa kelas III SD Selain itu, penelitian yang ditulis oleh Malindah Mar‟atus Rahmah dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul Peningkatan Keterampilan Bercerita dengan Pemanfaatan Media Audio Visual (Pemutaran Film Tsunami) pada Siswa Kelas VII di SMP Islam AlSyukro Universal Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2011/2012. Hasil penelitian menunjukkan keterampilan bercerita, selama ini siswa cenderung: (1) kurang berani dan siap untuk bercerita di depan umum; (2) merasa takut 52 salah duluan, malu-malu, dan kurang percaya diri bila ditunjuk atau ditugasi untuk bercerita di depan kelas; (3) sulit mengungkapkan kata-kata karena kurangnya daya imajinasi; (4) tidak menguasai cerita secara keseluruhan; (5) menggunakan media pembelajaran yang kurang tepat dan kurang menarik. Fenomena seperti ini merupakan permasalahan yang perlu segera ditemukan jalan pemecahannya atau solusinya. Salah satu upaya yang dapat dijadikan alternatif pemecahan masalah tersebut, yaitu dengan menerapkan pembelajaran keterampilan bercerita menggunakan media audio visual (melalui pemutaran film Tsunami). Siswa diajak untuk menyaksikan pemutaran film Tsunami, melihat, merasakan, dan mendengarkan persitiwa tersebut. Berdasarkan penelitian yang hampir sama tersebut, peneliti menemukan beberapa perbedaan, di antaranya, yaitu: (1) perbedaan terletak pada aspek. yang diteliti. Peneliti menitikberatkan pada aspek peningkatan kemampuan pemahaman cerita (siswa mencari unsur instrinsik yang ada di dalam cerita, baik itu tema, tokoh dan penokohan, latar, alur, sudut pandang, dan amanat), sedangkan penelitian sebelumnya menitikberatkan pada aspek keterampilan bercerita siswa (siswa dapat menceritakan hal yang ia saksikan di depan kelas); (2) perbedaan hanya pada media pembelajaran (film). Penulis menggunakan media audio visual untuk meningkatkan pemahaman cerita siswa melalui (pemutaran film drama Malin Kundang), sedangkan penelitian sebelumnya peningkatan keterampilan bercerita siswa dan menggunakan media audio visual (pemutaran film Tsunami); (3) perbedaan pada subjek penelitian. Peneliti melakukan penelitian di kelas VII-D di MTs. Al-Alawiyah Kranji –Bekasi Barat, sedangkan penelitian sebelumnya mngambil sampel di kelas VII SMP Islam Al-Syukro Universal Tangerang. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di MTs. Al-Alawiyah yang terletak di Jalan Lapangan, RT 02/01 No.75, Kranji Bekasi-Barat pada semester ganjil Tahun Pelajaran 2014/2015. Pengambilan tempat penelitian ini didasarkan atas pertimbangan efektivitas waktu, tenaga, dan biaya. Penelitian ini berlangsung mulai 16 Desember 2013 sampai dengan 05 Desember 2014. B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode PTK (Penelitian Tindakan Kelas). Istilah dalam bahasa Inggrisnya adalah Classroom Action Research (CAR). Dari namanya sudah menunjukkan isi yang terkandung di dalamnya, yaitu sebuah kegiatan penelitian yang dilakukan di kelas. “Penelitian Tindakan Kelas (Class Action Research) adalah suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan.”68 Pada pengertian lain, bahwa “Penelitian tindakan kelas adalah suatu penelitian yang dikembangkan bersama-sama tentang variabel-variabel yang dapat dimanipulasi dan digunakan untuk menentukan kebijakan pembangunan.”69 Penelitian tindakan kelas adalah suatu penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelas. “Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh gurunya sendiri di kelasnya sendiri dengan cara (1) merencanakan, (2) melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan 68 69 Suharismi Arikunto, dkk, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta, Bumi Aksara), h. 3. Ihat Hatimah, Penelitian Pendidikan, (Bandung: UPI Press), h. 114. 53 54 partisipatif dengan tujuan memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.”70 “Dave Ebbut (1985) dalam Penelitian Pendidikan mengatakan, bahwa penelitian tindakan adalah suatu studi percobaan yang sistematis untuk memperbaiki praktik pendidikan dengan melibatkan kelompok partisipan (guru) melalui tindakan pembelajaran dan refleksi mereka sebagai akibat dari tindakan tersebut.”71 Dari beberapa pendapat tentang penelitian tindakan kelas, dapat disimpulkan, bahwa penelitian tindakan kelas adalah kegiatan yang terdiri dari perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi, yang bertujuan untuk meningkatkan kegiatan pembelajaran yang lebih baik lagi. “Setelah meneliti kegiatan di kelas, dengan melibatkan siswanya melalui tindakan-tindakannya yang direncakan, dilaksanakan, dan dievaluasi, guru akan memperoleh umpan balik yang sistematis mengenai apa yang dilakukan dalam KBM.”72 Pada penelitian ini, di awal peneliti melakukan proses perencanaan terlebih dahulu, kemudian peneliti melakukan tindakan penelitian dengan menggunakan media pembelajaran, berupa penggunaan media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang). Pada pembelajaran ini, peneliti menghadirkan film drama Malin Kundang, yang kemudian dicaritahu unsur instrinsiknya oleh siswa. Jauh sebelum peneliti menghadirkan film drama Malin Kundang, siswa terlebih dahulu diberikan bahan bacaan berupa teks cerita yang berjudul Persahabatan yang Berawal dari Musuh. Dari keduanya ini, dilihat peningkatan kemampuan pemahaman cerita, dari proses awal siswa diberikan bahan bacaan cerita, sampai siswa diberikan film drama Malin Kundang. Penelitian tindakan kelas bertujuan untuk memperoleh penemuan yang signifikan secara operasional, sehingga dapat digunakan ketika kebijakan dilaksanakan. Kemudian, “penelitian tindakan kelas bertujuan 70 Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama, Mengenal Penelitian Tindakan Kelas (edisi kedua), (Jakarta: PT Indeks, 2012), h. 9. 71 Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan: Metode dan Paradigma Baru (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 97. 72 Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia), h. 201. 55 sebagai pengembangan keterampilan guru persoalan yang dihadapi guru di kelasnya.” 73 berdasarkan persoalan- Selain itu, bahwa penelitian tindakan bertujuan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan baru atau cara pendekatan baru dan untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung di dunia kerja (kelas).74 Secara ringkas, penelitian tindakan kelas merupakan tindakan guru untuk mengorganisasi KBM mereka, dan dari tindakan tersebut, guru dapat belajar dari pengalamannya sendiri. “Secara garis besar, prosedur penelitian tindakan kelas mencakup empat tahapan, yaitu a) perencanaan, b) pelaksanaan, c) pengamatan, dan, d) refleksi.”75 Adapun model dan penjelasan masing-masing tahap adalah sebagai berikut. Permasalahan Perencanaan Refleksi 1 Pengamatan Belum terselesaikan Perencanaan Refleksi 2 Pengamatan Belum terselesaikan Pelaksanaan Siklus 1 Siklus 2 Pelaksanaan Siklus selanjutnya a. Tahap Perencanaan Pada tahap perencanaan penelitian menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan 73 Ibid., h. 204. Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), h. 98. 75 Arikunto, dkk, op.cit., h. 74. 74 56 penelitian dilakukan. Istilah untuk perencanaan ini adalah kolaborasi, agar penelitian bersifat ideal antara pihak yang melakukan tindakan dan pihak yang mengamati proses jalannya tindakan. Tahap perencanaan tersebut dapat dijabarkan dengan: membuat rencana pelaksanaan pembelajaran, dan membuat lembar kerja siswa. b. Tahap Tindakan Tahap kedua dari Penelitian Tindakan Kelas yaitu pelaksanaan yang merupakan implementasi atau penerapan isi rancangan.. Berikut langkah-langkah dalam tahap pelaksanaan tindakan: 1. Guru memberikan penjelasan mengenai materi pembelajaran berdasarkan masalah. 2. Guru melakukan proses pembelajaran dengan penilaian tes. 3. Guru memonitor siswa selama proses pembelajaran berlangsung. c. Tahap Observasi Pada tahap ini peneliti melakukan pengamatan dan mencatat semua hal yang diperlukan dan terjadi selama pelaksanaan tindakan berlangsung. Pengumpulan data ini dilakukan dengan menggunakan format observasi atau penilaian yang telah disusun, termasuk juga pengamatan secara cermat selama proses belajar berlangsung. Data yang dikumpulkan yaitu data kualitatif yang menggambarkan keaktifan siswa, antusias siswa, dan lain-lain d. Tahap Refleksi Pada tahap ini, mencakup penilaian terhadap hasil pengamatan atas tindakan yang dilakukan. Jika terdapat masalah dari proses refleksi, maka dilakukan proses pengkajian 57 ulang melalui siklus berikutnya. Berikut langkah-langkah yang dilakukan pada tahap refleksi: 1. Mengelola dan menulis data yang diperoleh dari siklus 1. 2. Menemukan kekurangan pada siklus 1. 3. Menyimpulkan dan merefleksikan pada siklus 1, 2, dan selanjutnya. C. Subjek Penelitian Subjek penelitian dalam penelitian tindakan kelas ini yaitu siswa kelas VII-D MTs. Al-Alawiyah semester ganjil Tahun Pelajaran 2014/2015 yang berjumlah 31 siswa. D. Teknik Pengumpulan Data 1. Pemberian Tes Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini yaitu dengan teknik tes. “Tes ialah seperangkat rangsangan stimuli yang diberikan kepada seseorang dengan maksud untuk mendapat jawaban yang dapat dijadikan sebagai dasar bagi penetapan skor angka.”76 Pada penelitian ini, pemberian tes dilakukan dua kali, yaitu sebelum proses pembelajaran dimulai (pretest) peneliti secara lisan dan sesudah proses pembelajaran (postest). Ada dua macam tes, yaitu: (1) tes produk untuk mengukur aspek kognitif siswa yang telah dimiliki; (2) tes proses yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan keterampilan proses siswa, dalam hal ini tentu pemahaman siswa terhadap cerita. 2. Pengamatan (observasi) Pengamatan dilakukan pada saat pelaksanaan pembelajaran berlangsung. Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui keterlaksanaan RPP dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran. 76 Margono., op.cit., h. 170 . 58 Jika dideskripsikan, hari pertama peneliti memasuki kelas di MTs YPI Al-Alawiyah, peneliti masih merasa canggung, begitu juga dengan siswa-siswi di sana. Mereka masih merasa kaget dengan kehadiran peneliti. Supaya suasana tidak canggung, peneliti sebagai guru harus berusaha mengenal mereka dengan membacakan absensi kelas. Pada saat absensi kelas berlangsung mulai terlihat siswa yang aktif dan cari perhatian, akan tetapi tingkah laku mereka yang seperti itu menghidupkan suasana. Selanjutnya peneliti melihat, bahwa kesiapan siswa dengan frekuesni kemunculannya beberapa siswa sudah tenang, sedangkan siswa yang lain malah mengobrol dengan teman di belakang, atau berbisik-bisik terhadap teman. Ketika pelajaran dimulai terlihat siswa antusias dalam bertanya dan mengungkapkan pendapat terkait materi yang sedang diajarkan. Tabel 3.1 Observasi Siswa Hari/Tanggal : Kamis, 27 November 2014 Pukul : 16.30-17.30 WIB Observasi : ke-1 Aktivitas Siswa Persiapan siswa dalam belajar Partisipasi dalam menanggapi materi pemahaman cerita yang diajarkan Partisipasi siswa dalam bertanya Partisipasi siswa dalam mengungkapkan pendapat Jumlah Frekuensi Kemunculan Presentase 5 50 5 50 4 40 2 20 16 160 59 3. Penyebaran Angket Penyebaran angket dilakukan setelah proses pembelajaran. Penyebaran angket bertujuan untuk mengetahui respon siswa terhadap proses pembelajaran, dengan kata lain proses pembelajaran siswa dalam memahami cerita menggunakan media audio visual di MTs YPI Al-Alawiyah. Berdasarkan penjelasan tersebut, angket merupakan salah satu instrumen pengumpulan data yang berisi sejumlah pertanyaan. Angket yang dibuat akan diisi oleh siswa saat pembelajaran berlangsung. Tabel 3.2 Kisi-kisi Angket No Materi Soal Indikator 1 Ketertarikan siswa dalam pembelajaran pemahaman cerita 2 Jenis-jenis kesulitan yang dihadapi siswa Mengetahui ketertarikan siswa dalam pembelajaran pemahaman cerita Mengetahui kesulitan siswa dalam pembelajaran memahami cerita 3 Pendapat siswa tentang media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang) dalam pembelajaran pemahaman cerita Jumlah Soal Nomor Soal 3 1, 3 3 2 3 1,2,3 Mengetahui tanggapan siswa tentang penggunaan media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang) 4. Wawancara Wawancara dipergunakan untuk menggali beberapa hal berkaitan dengan masalah pembelajaran. Wawancara dilaksanakan secara lisan dalam pertemuan tatap muka secara individual dengan orang-orang yang dapat memberikan informasi yang dianggap perlu. 60 5. Dokumentasi Dokumentasi merupakan upaya untuk memberikan gambaran bagaimana sebuah penelitian tindakan kelas dilakukan. Data yang dihasilkan dari kegiatan ini berupa foto kegiatan pembelajaran, buku harian, dan lain-lain. E. Teknik Analisis Data Analisis data adalah proses pelacakan dan pengaturan secara sistematis transkip wawancara, hasil lapangan, dan bahan-bahan lainnya yang dikumpulkan untuk dipresentasikan kepada orang lain. Setelah data dianalisis, sebaiknya peneliti berdiskusi dengan teman sejawat. Diskusi meliputi kegagalan, keberhasilan, dan hambatan saat melakukan tindakan. Kemudian, dari hasil diskusi tersebut, peneliti dapat memutuskan suatu perencanaan ulang terhadap tindakan yang dilakukan. 1. Analisis Pengamatan Aktivitas Siswa Untuk menganalisi data aktivitas siswa yang diamati digunakan teknik persentase (%), yakni banyaknya frekuensi tiap aktivitas siswa dibagi dengan seluruh aktivitas dikalikan dengan 100. Persentase respon siswa = Keterangan: A=Proporsi siswa yang memilih B=Jumlah siswa (responden) 2. Hasil Belajar Untuk menentukan ketuntasan hasil belajar siswa digunakan instrumen tes hasil belajar siswa yang meliputi produk, proses, dan psikomotor. Rumusnya adalah: KB = KB = Ketuntasan Belajar T = Jumlah skor yang diperoleh siswa Tt = Jumlah skor total 61 F. Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan Berdasarkan hasil penelitian, proses belajar mengajar siswa di kelas VI MI YPIA Al-Alawiyah, terlihat siswa kurang tertarik dengan pelajaran Bahasa Indonesia, dan menganggap remeh, terutama pada materi pemahaman cerita. Untuk menyelesaikannya, penulis sebagai guru merencanakan penelitian tindakan kelas, yaitu menerapkan pembelajaran dalam memahami cerita dengan menggunakan media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang). G. Hipotesis Tindakan Berdasarkan perencanaan tindakan kelas, maka Penulis menerapkan hipotesis tindakan yang menyatakan, bahwa: “Media Audio Visual dapat Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Memahami Cerita.” BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Madrasah G Lingkungan Madrasah Tsanawiyah YPI Al-Alawiyah Yayasan Pendidikan Islam Al-Alawiyah berdiri sejak Tahun Pelajaran 1987/1988 hingga saat ini. Perizinan operasional KANDEPAG Jawa Barat No. W.I/T/PP005.1/07/1988, saat ini statusnya adalah terakreditasi "B". Yayasan Al-Alawiyah didirikan dalam rangka ikut serta membantu program pemerintah yakni untuk mencerdaskan kehidupan bangsa khususnya generasi muda yang bertaqwa kepada Allah Swt., serta untuk dapat menyongsong kehidupan di kemudian hari untuk menjadi yang lebih baik lagi. Yayasan Pendidikan Islam Al-Alawiyah diketuai oleh K.H. Muhammad Alwi, LC., dengan slogannya yaitu "Menuju Madrasah Berstandar Nasional" telah membuktikan kualitas madrasah tersebut dengan meluluskan banyak siswa berprestasi dalam bidangnnya. Yayasan ini berada di lokasi yang cukup ramai di wilayah Kelurahan Kranji yaitu di Jalan Lapangan Bola RT 02/02 No.75. Keberadaanya cukup dikenal oleh warga sekitarnya, karena letak sekolahnya berada di tengah-tengah permukiman-permukiman warga yang saling mendukung satu sama lain 62 63 yang bertujuan untuk memajukan pendidikan Islam di Negara Republik Indonesia. Pada awalnya, madrasah ini memiliki beberapa ruang kelas saja dan hanya mampu menerima siswa dengan jumlah terbatas, hingga lambat laun, yayasan ini maju dan mulai menambah ruang kelas serta memperbaiki, merenovasi bangunan gedung madrasah menjadi lebih banyak. Saat ini madrasah memiliki jenjang pendidikan dari TPA (Taman Pendidikan Al-Qur'an), MI (Madrasah Ibtidaiyah), dan MTs (Madrasah Tsanawiyah), MA (Madrasah Aliyah) yang gedungnya terpisah (berjarak 200 meter dari gedung utama). Untuk gedung utama terdiri 9 ruang kelas, 1 ruang guru, 1 ruang tata usaha, perpustakaan dan musollah, dilengkapi dengan lapangan upacara, olahraga dan kegiatan lainnya seperti barisberbaris dan pramuka. Sementara untuk Madrasah Aliyah memiliki 4 ruang kelas belajar, 1 ruangan komputer atau ruang TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) dan 1 ruang guru. Madrasah Al-Alawiyah memiliki visi untuk meningkatkan sumberdaya manusia yang manusiawi berperilaku Iman dan Taqwa. Misinya agar para siswa berwawasan tentang dunia sekitarnya, bermoral, toleransi serta bangga akan warisan budaya bangsa, dan tujuan Madrasah Al-Alawiyah memiliki tujuan kepada pemberdayaan dan pencerahan madrasah agar menjadi dambaan umat di masa yang akan datang. Adapun Pengelolaan Bidang Administrasi Ketenagaan yang ada di Madrasah Al-Alawiyah, yaitu sebagai berikut. Tabel 4.3 Jumlah Personil di YPI Al-Alawiyah NO PERSONAL Lk 3 JUMLAH Pr Total 3 1. Kepala Madrasah 2. Guru PNS - - - 3. Guru PNS lainnya - - - 4. Guru kontrak / bantuan / Honda - - - 5. Guru tetap yayasan 15 7 22 64 6. Guru honor / tidak tetap - - - 7. Administrasi (TU) - 2 2 8. Pustakawan - 1 - 9. Petugas BP / BK 1 - 1 10. Laboran 1 - 1 11. Tenaga keterampilan 2 - 2 12. Personal lainnya 3 - 3 Total 39 Tenaga struktural mempunyai tugas menyelenggarakan administrasi di suatu unit organisasi. Pengembangan dan pembinaan karier kelompok tenaga struktural, hal ini tergantung pada beban tugas pokok dan fungsi unit organisasi tempat mereka bekerja. Tenaga fungsional dalam kariernya tergantung pada kemampuan profesi mereka yang lebih spesifik. Dalam hal ini kesempatan ada pada kemampuan dalam mengembangkan dirinya secara luas tanpa terikat dan terbatas pada stuktur organisasi bertempat mereka bertugas. Sampai saat ini, setiap pegawai atau personal di YPI Al-Alawiyah sudah berjalan dengan baik sesuai dengan tugas, hak dan kewajibannya masing-masing. Pengelolaan bidang administrasi ketenagaan ini setiap personal fungsinya adalah untuk mencari, mengevaluasi, mengadakan persetujuan, menempatkan, mengorientasikannya pada posisi tugas yang dibutuhkan dalam unit organisasi madrasah. Adapun di dalam pengelolaan bidang Kurikulum, pada hal materi pelajaran, Madrasah Al-Alwiyah ini memakai kurikulum dari Departemen Pendidikan Nasional Pendidikan (KTSP), (DEPDIKNAS)/Kurikulum Kurikulum Departemen Tingkat Satuan Pendidikan Agama (DEPAG), dan Kurikukulum Pesantren (Lokal). Penggabungan ketiga kurikulum tersebut diharapkan para siswa atau santri dapat menjadi manusia yang memiliki IMTAQ (Iman dan Taqwa) dan Menguasai IPTEK (Ilmu Pengetahuan Teknologi), sehingga mereka akan mampu menghadapi tantangan zaman ke depan. 65 Pada kurikulum lokal, yang lebih menuju ke arah pengembangan pembelajaran berlandasakan kitab kuning. Esensi bercirikan siswa akan mampu dan mahir dalam berbahasa Arab dan dapat membaca kitab kuning secara komprehensif dengan kaidah-kaidah tata bahasanya (Nahwu dan Sharaf) Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang lebih mengimplementasikan pada regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter), yaitu: a. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal. b. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman. c. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi. d. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif. e. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. Sejauh ini, hasil yang telah dicapai oleh madrasah tersebut sebagian telah sesuai dengan tujuan digunakannya ketiga kurikulum tersebut. Dari ketiga kurikulum yang diterapkan tersebut terdapat kekurangan- kekurangan yang salah satunya, yaitu terlalu banyaknya materi yang harus dipelajari oleh para peserta didik. Hal ini mengakibatkan banyaknya konsep atau materi yang tidak bisa dipahami oleh siswa, serta dapat membingungkan siswa untuk menyerap seluruh materi pelajaran yang diberikan, juga terdapat kesulitan bagi siswa dalam mempelajari struktur ketatabahasaan untuk memahami dan membaca kitab kuning, khususnya di Madrasah YPI Al-Alawiyah. 66 Keunggulan dari ketiga kurikulum tersebut akan dapat dirasakan apabila siswa memiliki kemampuan lebih dalam menyerap materi yang diberikan, dan tentunya pengetahuan mereka akan lebih bertambah pun berlandaskan pada Alqur‟an dan As-Sunnah, sehingga output yang telah diolah sedemikian rupa dapat menghasilkan insan-insan yang beriman dan bertaqwa. Pendayagunaan sumber-sumber (Sumber Daya Manusia dan Material) secara efektif dan efisien agar dapat mencapai tujuan pendidikan disebut administrasi pendidikan. Agar dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien, maka harus dikelola secara professional segala aktivitas administrasi pendidikan dibidang kurikulum tersedia dan diatur oleh madrasah. Bidang administrasi kurikulum mencakup di dalamnya pelaksanaan kurikulum, pembinaan kurikulum, penyusunan silabus, persiapan harian, dan sebagainya. Kegiatan yang dilakukan oleh pengelola bidang administrasi Kurikulum di YPI Al-Alawiyah yaitu: a. Menyusun program pengajaran. b. Menyusun pembagian tugas guru dan jadwal pelajaran. c. Menyusun jadwal dan pelaksanaan ulangan umum serta ujian akhir. d. Menerapkan kriteria persyaratan naik atau tidak naik dan kriteria kelulusan. e. Mengatur jadwal penerimaan buku laporan penilaian hasil belajar dan STTB. f. Mengkoordinasikan dan mengarahkan penyusunan satuan pelajaran. g. Menyusun laporan pelaksanaan pelajaran. h. Membina kegiatan MGMP (Majelis Guru Mata Pelajaran). i. Membina kegiatan sanggar PKG/ MGMP/ Media. j. Menyusun laporan pendayagunaan sanggar PKG/ MGMP/ Media. k. Melaksanakan penilaian guru teladan. l. Membina kegiatan lomba-lomba bidang akademis. 67 Kendala yang sering dihadapi oleh YPI Al-Alawiyah dalam pembagian jam mengajar karena sebagian besar merupakan guru honor. Bagi guru honor sering kali terdapat ketidaksesuaian dalam jam mengajar. Untuk mengatasi hal tersebut, pihak sekolah bersifat fleksibel dengan memberi kemudahan bagi para guru honorer yang mengajar di YPI AlAlawiyah ini dengan memprioritaskan mereka dalam segi pengaturan jadwal. Pengembangan kurikulum YPI Al-Alawiyah mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Kedelapan standar nasional pendidikan nasional tersebut yaitu: a. Standar isi (Permendiknas No. 22 Tahun. 2006) adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. b. Standar kompetensi lulusan (Permendiknas No.23 Tahun. 2006) adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. c. Standar proses (Permendiknas No.41 Tahun. 2007) adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pada satu MTs YPI Al-Alawiyah untuk mencapai standar kompetensi lulusan. d. Standar sarana dan prasarana (Permendiknas No.24 Tahun. 2007) adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. 68 e. Standar pendidik dan tenaga kependidikan (Permendiknas No.12, 13, dan 16 Tahun. 2007) adalah kriteria pendidikan pra jabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan. f. Standar pengelolaan (Permendiknas No.19 Tahun. 2007) adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat MTs di YPI Al-Alawiyah, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan. g. Standar penilaian pendidikan (Permendiknas No.20 Tahun. 2007) adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. h. Standar pembiayaan pendidikan (Permendiknas No.69 Tahun. 2009) adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pembiayaan pendidikan selama satu tahun pelajaran. Di Madrasah YPI Al-Alawiyah ini juga terdapat program kerja unggulan bagi pengelolaan semester pengajaran, dan program tahunan pengajaran. Pengelola administrasi kurikulum di madrasah ini hanya memiliki satu personil (Sri Hartati) yang bekerja sama dengan semua pengelola administrasi bidang lainnya, misalnya bidang kesiswaan, masyarakat, dan lain-lain. Kerja sama yang dilakukan juga merupakan kerja sama aktif, misalnya konsultasi. Contohnya, ketika ada suatu permasalahan bisa dikonsultasikan atau dibicarakan dengan banyak bidang. Tentunya ada saja hal-hal yang dapat dijadikan kendala dalam pemecahan permasalahan tersebut, yaitu perbedaan konsep yang bisa saja terjadi. Selama ini di Madrasah YPI Al-Alawiyah, keputusan yang akhirnya diambil apabila terjadi perbedaan konsep yaitu dengan cara mencari konsep yang lebih profesional. Adapun sarana dan prasarana yang ada di Madrasah YPI Al-Alawiyah yaitu: a. Kepemilikan Gedung: milik sendiri, belum sertifikat 69 b. Ruang kelas ada 6 dengan luas 7 x 8 m2 c. Ruang tamu ada 1 dengan luas 7 x 8 m2 d. Ruang perpustakaan ada 1 dengan luas 4 x 5 m2 e. Ruang kepala sekolah ada 3 dengan luas 4 x 5 m2 f. Kantor guru ada 1 dengan luas 7 x 8 m2 g. Ruang BP/BK ada 1 dengan luas 4 x 5 m2 h. Ruang TU ada 1 dengan luas 4 x 5 m2 i. Ruang wakil kepala sekolah 1, 4 x 5 m2 j. Ruang laboraturium IPA ada 1 dengan luas 4 x 5 m2 k. Ruang UKS ada 1 dengan luas 4 x 5 m2 l. Ruang praktek komputer ada 1 dengan luas 7 x 8 m2 m. Koperasi atau kantin ada 1 dengan luas 4 x 5 m2 n. Ruang OSIS ada 1 dengan luas 4 x 5 m2 o. Kamar mandi ada 3 denngan luas masing-masing 4 x 5 m2 p. Gudang ada 2 dengan luas 4 x 5 m2 q. Musholla ada 1 dengan luas 7 x 8 m2 r. Ruang Keterampilan ada 1 dengan luas 4 x 5 m2 s. Kamar mandi guru ada 2 dengan luas 4 x 5 m2 t. Perlengkapan sekolah: Komputer ada 10, Telepon dan Faksimili ada 1, Meja guru TU ada 8, Brangkas ada 1, Filling cab ada 1, Lemari ada 9, Rak buku ada 3, Kompor gas ada 1, Kursi guru ada 8, Meja siswa ada 100 dan kursi siswa ada 150. u. Alat-alat peraga: bola dunia, angklung, patung, model tata surya, kompas, dan sebagainya B. Hasil Penelitian 1. Informasi Awal Penelitian dilakukan mulai 25 November 2014 sampai dengan 06 Desember 2014. Penelitian meliputi observasi langsung terhadap madrasah untuk mendapatkan gambaran awal situasi dan kondisi lingkungan madrasah, sarana, dan prasarana yang tersedia untuk menunjang kegiatan belajar-mengajar dan proses kegiatan 70 belajar mengajar, serta melakukan wawancara kepada guru bidang studi bahasa dan sastra Indonesia terkait pembelajaran dan kelas yang menjadi kelas penelitian. Selain itu, peneliti juga mewawancarai beberapa siswa mengenai pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, khususnya pembelajaran dalam memahami cerita. Wawancara dengan guru bidang studi bahasa dan sastra Indonesia bertujuan untuk mengetahui kondisi pembelajaran di dalam kelas, khususnya keaktifan siswa terhadap pembelajaran memahami cerita. Sedangkan wawancara dengan beberapa siswa bertujuan untuk mengetahui bagaimana guru merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang berfokus kepada peningkatan pemahaman cerita. Hasil pengamatan menunjukkan, bahwa kemampuan siswa dalam memahami cerita itu rendah. Rendahnya kemampuan dalam memahami cerita disebabkan karena guru kurang memanfaatkan media pembelajaran di dalam proses kegiatan belajar mengajar. Berdasarkan kendala tersebut, maka peneliti ingin menerapkan metode pembelajaran yang membuat siswa aktif dan terlibat langsung dalam proses pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, yaitu Peningkatan Kemampuan Pemahaman Cerita melalui Media Audio Visual di Kelas VII-B Madrasah Tsanawiyah Al-Alawiyah Kranji–Bekasi Barat. 2. Observasi Pra-Tindakan Observasi pra-tindakan dilakukan pada Kamis, 27 November 2014. Waktu penelitian madrasah dilakukan pada saat pagi hari, pukul 08.00-12.00. Observasi ini dilakukan untuk sarana, dan prasarana yang tersedia untuk menunjang kegiatan belajarmengajar dan proses kegiatan belajar mengajar. Berdasarkan pengamatan di kelas VII-D, situasi kelas cukup kondusif, interaktif, dan penuh perhatian, namun guru harus selalu memberikan arahan supaya kelas tidak berisik dan gaduh. 71 Pada tahap Pra-Tindakan ini peneliti juga langsung melakukan penelitian dan kegiatan pembelajaran, dengan mengajar di kelas VII-D pada pukul 16.30-17.30. Kegiatan pembelajaran dilakukan untuk mempercepat proses pembelajaran di siklus 1 nanti pada pertemuan selanjutnya. Pada tahap pra-siklus ini peneliti sudah menyiapkan segala yang mencakup ke dalam empat aspek dalam penelitian tindakan kelas ini, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. a. Perencanaan tindakan Perencanaan tindakan dilakukan dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Adapun langkah-langkah yang dilakukan, yaitu: peneliti melaksanakan kegiatan rancangan pembelajaran sesuai dengan RPP, dan memberikan materi dalam memahami unsur-unsur cerita. Adapun langkah-langkah yang telah direncanakan, yaitu sebagai berikut. a) Guru bertegur sapa dan mengabsensi siswa. b) Guru mengondisikan kelas dan membuka pelajaran dengan berdoa terlebih dahulu. c) Guru berkenalan dengan siswa supaya lebih terjalin komunikatif. d) Guru menjelaskan kehadirannya di kelas VII-D. e) Guru menyiapkan materi pembelajaran dan tujuan pembelajaran. f) Guru memberikan langkah-langkah pembelajaran. g) Guru menjelaskan materi pembelajaran. h) Guru memberikan arahan atau memberikan langkahlangkah cara mudah untuk memahami cerita dengan baik. i) Guru meminta siswa untuk mengungkapkan apa-apa atau macam-macam cerita yang diketahui oleh siswa. 72 j) Secara interaktif, mengajak siswa untuk mengingat kembali pengetahuan yang mereka miliki, yaitu hal-hal apa saja yang ada di dalam suatu cerita (unsur yang membangun cerita.). k) Guru menyempurnakan dari berbagai pendapat siswa terkait materi dalam memahami cerita. b. Pelaksanaan tindakan Pelaksanaan pra-tindakan dilakukan hari Kamis, 27 November 2014 pukul 16.30.-17.30. Pada pertemuan pertama kegiatan pembelajaran dilakukan sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dibuat oleh peneliti. Pada pertemuan ini mencakup perkenalan dengan siwa-siswi kelas VII-D, dan masuk ke dalam materi tentang memahami unsur-unsur instrinsik cerita Secara keseluruhan, siswa hadir di dalam kelas sebelum guru memasuki ruang kelas. Suasana kelas cukup ramai, tetapi setelah guru memasuki kelas, siswa tidak ribut lagi, dan duduk dengan rapi sesuai dengan tempat duduknya, sehingga kegiatan belajar-mengajar cukup kondusif. Setelah ketua kelas memimpin membaca doa, siswa mulai terlihat sudah siap untuk mulai belajar di hari ini, dengan sudah adanya buku mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia di mejanya masing-masing, namun ada beberapa siswa yang terlihat masih mengobrol di belakang. Setelah guru mengabsensikan dan mengondisikan kelas, guru menjelaskan kehadirannya di kelas VII-D, mulai dari hari ini dan beberapa hari ke depan tentang tindakan penelitiannya. Selanjutnya, guru berkenalan satu sama lain dengan para siswa sebagai perkenalan awal. Terlihat siswa begitu senang berkenalan sebagai bentuk relaksasi sebelum mulai belajar. Setelah terjalin perkenalan 73 dan komunikasi dengan para siswa, guru memberikan penjelasan apersepsi kepada siswa dengan bertanya “apa yang kalian ketahui tentang cerita?” hal ini bertujuan untuk menstimuli siswa dalam mengingatkan kembali materi dalam memahami cerita yang pernah dipelajari sebelumnya. Beberapa siswa menjawab pertanyaan guru, dan beberapa siswa hanya terdiam sambil mendengarkan jawaban dari siswa yang menjawab. Setelah prosesi tanya jawab dengan siswa terkait materi, siswa diberikan daya imajinasi tentang cerita-cerita apa yang diketahui. Beberapa siswa menjawab berdasarkan pada pengetahuan yang dimiliknya. Kemudian, beranjak dari hal tersebut, siswa diajak kembali untuk mengetahui unsur-unsur yang perlu kita ketahui jika kita ingin mudah memahami suatu cerita. Dikarenakan pembelajaran ini bersifat interaktif dan komunikatif, guru melemparkan beberapa pertanyaan kepada siswa, dan sebelum guru melemparkan pertanyaan, ada beberapa siswa yang cepat bertanya karena rasa keingintahuannya yang tinggi. Setelah itu, ada beberapa siswa yang menjawab pertanyaan dari temannya, dan ada juga yang diam mendengarkan temannya sedang mengutarakan pendapatnya. Langkah demi langkah materi dijelaskan didasari dengan menggunakan pendekatan yang interaktif dan komunikatif, sehingga siswa lebih aktif dalam kegiatan belajarnya. Ketika materi sudah dijelaskan, guru mengulang kembali tentang hal-hal yang baru saja siswa kembali, dalam hal ini siswa terlihat semangat dalam menyebutkan dan menjelaskan materi yang baru saja dipelajarinya. Karena keterbatasan waktu, akhirnya pembelajaran diakhiri dengan pemberian kesimpulan oleh siswa, dan 74 pembelajaran ditutup dengan mengucap lafadz Hamdalah bersama-sama. c. Observasi Tahap observasi dilakukan pada pelaksanaan tindakan, yaitu saat kegiatan belajar-mengajar berlangsung. Pengamatan dilakukan oleh peneliti. Peneliti mengamati setiap kegiatan yang dilakukan oleh siswa saat kegiatan belajar-mengajar berlangsung. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, hasil yang dapat dilihat pada tabel 4.4 sebagai berikut. Tabel 4.4 Data Kegiatan Guru dalam pembelajaran Pra Siklus No 1. 2. 3. 4. 5. Pertanyaan Alternatif Jawaban Ya (siswa Apakah seluruh siswa hadir pada saat KBM Apakah siswa hadir tepat waktu Apakah guru kondisi kelas mendukung KBM Apakah guru memberitahukan hasil yang dicapai setelah KBM Apakah guru melakukan apersepsi terlebih dahulu Tidak sakit) Apakah saat mengajar guru 6. memberitahukan langkah-langkah pembelajaran 7. 8. Apakah guru menggunakan media pembelajaran saat KBM Apakah guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya. 75 Apakah guru memberikan kesempatan 9. kepada siswa untuk menjawab pertanyaan temannya Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, dapat disimpulkan, bahwa peneliti telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan RPP, walau belum menggunakan media pembelajaran saat kegiatan belajar-mengajar berlangsung. Tabel 4.5 Hasil Persentase (%) Observasi Tingkah Laku Siswa dalam Pembelajaran Pra-Siklus No 1. Aspek yang diamati Kriteria Kurang Cukup Persentase Baik % Siswa memberikan respon positif terhadap pembelajaran 60 60 memahami cerita. 2. Siswa memberi perhatian terhadap penjelasan materi ajar. 3. Siswa mengajukan pertanyaan. 40 4. Siswa menjawab pertanyaan. 40 5. Siswa mengikuti langkah- 60 65 langkah pembelajaran. 6. Siswa terlihat antusias selama KBM berlangsung. 7. Siswa mengikuti KBM sampai akhir dengan tertib. 56 Jumlah Rata-rata Keterangan: 10-64 = Kurang 65-79 = Cukup 60 80-100 = Baik Berdasarkan tabel 4.5, hasil observasi yang dilakukan pada saat pembelajaran Pra-Siklus, dapat disimpulkan, bahwa tingkah laku siswa 76 secara umum saat KBM berlangsung ternilai kurang. Persentase siswa 56% menunjukkan, bahwa pada tindakan ini tingkah laku siswa termasuk ke dalam kategori kurang. Pada pelaksanaan tindakan penelitian yaitu pemberian pertanyaan yang memberi kebebasan kepada siswa, kemudian meminta siswa untuk mengulang kembali atau mereview materi yang baru saja diajarkan, supaya lebih bermakna dan dapat diingat terus oleh siswa. d. Refleksi Setelah melihat proses pembelajaran di Pra-Siklus ini, lembar observasi pembelajaran siswa serta beberapa hal yang harus segera diperbaiki. Pada hasil observasi ditemukan beberapa hal yang belum sesuai dengan harapan. Terlihat dalam hal perhatian siswa terhadap penjelasan guru, keaktifan siswa dalam bertanya dan mengutarakan pendapat, serta ketertiban siswa belum sempurna sampai akhir pembelajaran. Catatan Lapangan Penelitian Tindakan Kelas Kelas : VII-D Hari/Tanggal : Kamis, 27 November 2014 Waktu : 16.30-17.30 WIB Deskripsi Hasil Observasi Pada pembelajaran pra-siklus ini, dari awal guru masuk ke kelas, terlihat keadaan kelas masih ramai karena sehabis dari istirahat. Ketika bel berbunyi, guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia mengarahkan siswa-siswinya untuk masuk ke dalam kelas. Setelah semua siswa masuk, guru peneliti masuk ke dalam kelas. Penempatan tempat duduk siswa secara acak, namun siswa perempuan dengan perempuan, dan laki-laki dengan laki-laki serta tempat duduk siswa tidak bergerak vertikal atau horizontal. Pada pra-siklus ini siswa-siswi masih terkesan malu-malu karena belum 77 kenal dengan guru peneliti. Hal yang dilakukan untuk mencairkan suasana, guru peneliti pun mengecek kehadiran siswa dan sekaligus berkenalan dengan siswa secara singkat dan jelas. Kemudian, guru peneliti menjelaskan kehadirannya beberapa minggu ke depan tentang keberadaannya di kelas tersebut. Setelah berkenalan, siswa dihidupkan kembali skemata pengetahuan yang sudah dipelajarinya pada pembelajaran sebelumnya, khususnya pembelajaran memahami cerita. Pada tahap ini siswa masih terlihat percaya diri dalam mengungkapkan pendapat. Beberapa siswa masih terlihat bingung dalam menjawab pertanyaan guru. Setelah guru memberikan motivasi sedikit, siswa pun sudah mulai memberanikan diri untuk bersahabat dengan guru peneliti, dan siswa pun terlihat mulai aktif menjawab dan bertanya karena atas dasar rasa keingintahuan. Kegiatan tanya jawab terus dilakukakn terhadap siswa supaya siswa terpancing untuk berpendapat dan bertanya. Terlihat siswa-siswinya masih belum paham tentang pelajaran yang sedang dipelajarinya. Pada saat guru menjelaskan materi sebagai penyempurnaan, terlihat siswa aktif mencatat dan mengingat kembali materi yang baru saja didengar dan ditulisnya. Pada akhir pembelajaran, siswa menyimpulkan kegiatan belajar dan ditutup dengan membaca lafadz hamdallah. 3. Pembelajaran Siklus 1 a. Perencanaan Tindakan Perencanaan tindakan dilakukan dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Adapun langkah-langkah yang dilakukan, yaitu: peneliti melaksanakan kegiatan rancangan pembelajaran sesuai dengan RPP, dan mengulas kembali materi cerita, dan memberikan tugas untuk menganalisis salah satu cerita tanpa media audio visual. Pada siklus ini RPP dibuat untuk satu kali pertemuan. Adapun langkah-langkah yang telah direncanakan, yaitu sebagai berikut. a) Guru bertegur sapa dan mengecek daftar hadir siswa. 78 b) Guru mengondisikan kelas dan membuka pelajaran dengan berdoa terlebih dahulu. c) Guru menyiapkan materi pembelajaran dan tujuan pembelajaran. d) Guru menginformasikan langkah-langkah dalam kegiatan pembelajaran. e) Guru memberikan pertanyaan lisan (pretest) terkait materi. f) Guru memberikan arahan atau memberikan langkah-langkah cara mudah memahami cerita dengan baik. g) Guru meminta siswa untuk mengungkapkan apa-apa atau macam-macam cerita yang diketahui oleh siswa. h) Guru mengulas sedikit materi pembelajaran sebagai pengingatan kembali pengetahuan yang dimiliki siswa. i) Guru menugasi siswa dengan bahan bacaan cerita untuk dicaritahu mengenai unsur-unsur instrinsik dari cerita tersebut. b. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan siklus 1 dilakukan hari Sabtu, 29 November 2014 pukul 13.30.-14.30. Pada pertemuan ini, kegiatan pembelajaran dilakukan sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dibuat oleh peneliti. Pada pertemuan ini mencakup pengulasan sedikit materi tentang memahami cerita, sedangkan tugas yang diberikan, yaitu berupa teks cerita tanpa menggunakan media audio visual. Lalu, siswa ditugasi mencari unsur-unsur instrinsik yang ada di dalam cerita tersebut secara individual setelah pada hari sebelumnya telah dijelaskan materinya. Secara keseluruhan, siswa hadir di dalam kelas sebelum guru memasuki ruang kelas. Suasana kelas cukup ramai, tetapi setelah guru memasuki kelas, siswa tidak ribut lagi, dan duduk dengan rapi sesuai dengan tempat duduknya, sehingga kegiatan belajar-mengajar cukup kondusif. Setelah ketua kelas memimpin membaca doa, siswa 79 mulai terlihat sudah siap untuk mulai belajar di hari ini, dengan sudah adanya buku catatan dan buku mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia di mejanya masing-masing, namun ada beberapa siswa yang terlihat masih mengobrol. Setelah guru mengecek daftar hadir siswa dan mengondisikan kelas, guru memberikan pertanyaan lisan (pretest) kepada siswa dengan bertanya “apa yang kalian ketahui tentang cerita?” dan “halhal apa saja yang harus kalian ketahui jika ingin mudah memahami suatu cerita” hal ini bertujuan untuk menstimuli siswa dalam meretensikan kembali materi cerita yang pernah dipelajari sebelumnya. Lembar Pertanyaan Lisan Siswa (Pretest) Siklus 1 a) Apa yang kalian ketahui tentang cerita? Cerita merupakan suatu suatu kisah yang di dalamnya terdapat suatu peristiwa, baik yang terjadi di waktu dahlu maupun akan datang. b) Cerita apa saja yang pernah kalian ketahui? Cerita timun emas, sangkuriang, putri salju, bawang merah bawang putih. c) Bagaimana cara kita agar mudah memahami suatu cerita dengan baik? Mengetahui ceritanya dan unsur yang terkandung. Setelah pertanyaan-pertanyaan lisan ini diberikan kepada siswa, terlihat hanya beberapa siswa menjawab pertanyaan guru dan, pengetahuan siswa terlihat masih belum maksimal dan beberapa siswa hanya terdiam sambil mendengarkan jawaban dari siswa yang menjawab. Sesudah memberikan pertanyaan lisan, selanjutnya guru menjelaskan kembali secara singkat materi tentang cerita, dan siswa 80 diajak kembali untuk mengingat kembali unsur-unsur yang ada di dalam cerita, yaitu unsur-unsur instrinsik. Seusai guru menjelaskan materi secara singkat, selanjutnya, guru menugasi kepada seluruh siswa untuk membaca salah satu teks cerita yang berjudul Persahabatan yang Berawal dari Musuh. Setelah siswa membaca cerita tersebut, siswa ditugaskan untuk mencari tahu cerita apa yang ada di dalamnya, dan bagaimana unsurunsur instrinsik yang ada di dalam cerita tersebut. Terlihat ada beberapa siswa dengan tekun mengerjakannya di Lembar Kerja Siswa, dan ada juga yang masih terlihat bingung dalam menjawab pertanyaan soal. Pada saat siswa sudah selesai, lembar jawaban siswa dikumpulkan. Dikarenakan keterbatasan waktu, pembelajaran disudahi dengan menyimpulkan kegiatan pembelajaran yang baru saja dilakukan, dan kegiatan pembelajaran diakhiri dengan membaca lafadz hamdalah bersama-sama. 81 c. Observasi Tahap observasi dilakukan pada pelaksanaan tindakan, yaitu saat kegiatan belajar-mengajar berlangsung. Pengamatan dilakukan oleh peneliti. Peneliti menerapkan beberapa kegiatan, dan mengamati setiap kegiatan yang dilakukan oleh siswa saat kegiatan belajar-mengajar berlangsung. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, hasil yang dapat dilihat pada tabel 4.6 sebagai berikut. Tabel 4.6 Data Kegiatan Guru dalam Pembelajaran Siklus 1 No Pertanyaan Alternatif Jawaban Ya 1. Apakah seluruh siswa hadir pada saat KBM 2. Apakah siswa hadir tepat waktu 3. Apakah guru kondisi kelas mendukung KBM 4. 5. 6. 7. Apakah guru memberitahukan hasil yang dicapai setelah KBM Apakah guru melakukan apersepsi terlebih dahulu Apakah saat mengajar guru memberitahukan langkah-langkah pembelajaran Apakah guru menggunakan media pembelajaran saat KBM Tidak 82 Apakah guru memberikan kesempatan kepada 8. siswa untuk bertanya Apakah guru memberikan kesempatan kepada 9. siswa untuk menjawab pertanyaan temannya Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, dapat disimpulkan, bahwa peneliti telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan RPP, walau belum menggunakan media pembelajaran saat kegiatan belajar-mengajar berlangsung. Tabel 4.7 Hasil Persentase (%) Observasi Tingkah Laku Siswa dalam Pembelajaran Siklus 1 No 1. Aspek yang diamati Kriteria Kurang Cukup Persentase Baik % Siswa memberikan respon positif terhadap 65 65 pembelajaran cerita tulisan 2. Siswa memberi perhatian terhadap penjelasan materi ajar 3. Siswa mengajukan pertanyaan 4. Siswa mengajukan pendapat 5. 63 65 Siswa mengerjakan tugas yang diberikan dengan 65 guru secara baik 6. Siswa terlihat antusias selama KBM berlangsung 7. Siswa mengikuti KBM sampai akhir dengan tertib 65 65 83 Jumlah Rata-rata Keterangan: 65 10-64 = Kurang 65-79 = Cukup 80-100 = Baik Berdasarkan tabel 4.7, hasil observasi yang dilakukan pada saat pembelajaran siklus 1, dapat disimpulkan, bahwa tingkah laku siswa secara umum saat KBM berlangsung ternilai cukup akan tetapi masih belum baik. Persentase siswa 65% menunjukkan, bahwa pada tindakan pertama tingkah laku siswa termasuk ke dalam kategori cukup. Pada pelaksanaan tindakan penelitian yaitu pemberian pertanyaan yang memberi kebebasan kepada siswa, kemudian meminta siswa untuk mencari unsur-unsur instrinsik yang ada di dalam cerita yang berjudul Persahabatan yang Berawal dari Musuh karya Ahmad Taufik. Lembar Kerja Siswa Hari/Tanggal :............................................................................................... Nama :............................................................................................... Kelas :............................................................................................... 1. Bacalah secara baik cerita berjudul Persahabatan yang Berawal dari Musuh. Apa kisah yang ada di dalam cerita tersebut? Jawaban: kisah yang ada di dalam cerita tersebut mengisahkan dua orang siswa yang bersahabat di sekolah, namun di pertengahan mereka bertengkar sebab teman yang satu itu mengejek temannya lagi dan menjadi salah paham. Setelah teman yang satu menyadari bahwa itu kesalahpahaman, akhirnya mereka kembali bersahabat kembali. 2. Sebutkanlah unsur-unsur Instrinsik yang ada di dalam cerita tersebut! a. Tokoh, Penokohan, dan Watak Jawaban: tokoh yang ada di dalam cerita ini, yaitu Aku, Ibunya Aku, Sofi, Nia, Papa, dan Om Dahlan. Penokohannya yaitu, tokoh Aku merupakan tokoh yang dinamis, sedangkan tokoh Sofi, Nia, 84 Ibu, Papa, dan Om Dahlan merupakan tokoh statis. Watak Aku, Ibu, Sofi, Nia, Papa, dan Om Dahlan merupakan Protagonis. b. Latar Jawaban: latar tempatnya yaitu di rumah, di jalan, di sekolah, di lapangan, di taman, dan di kolam. Suasananya yaitu ada sedih, kesal, terharu, dan bahagia. Waktunya, pagi hari, dan sore hari. c. Sudut Pandang Jawaban:.Sudut pandang yang digunakan, yaitu persona pertama “Akuan.” d. Alur Jawaban: Campuran (maju dan mundur) e. Tema Jawaban: Persahabatan f. Amanat atau Pesan Jawab: jangan suka menuduh orang lain tanpa bukti yang benar, dan sahabat merupakan orang yang selalu ada buat kita. 3. Bagaimanakah akhir dari cerita tersebut? Jawaban: Akhirnya mereka kembali bersahabat kembali, dan persahabatan mereka semakin erat. Tabel 4.8 Nilai Siklus 1 Rincian Nilai No Nama KKM 75 1 2 3 1-15 1-75 1-10 Jumlah 1. Adela Septiani 12 46 9 67 2. Ahmad Sofyan 10 32 9 51 3. Ai Rohaeni 10 37 5 52 4. Anis Setya Septiana 12 63 10 85 5. Azizah Mauludea 12 62 10 84 85 6. Bagas Perdana 15 50 10 75 7. Bilal Ananda. P 15 52 8 75 8. Citra Oktavia 11 43 8 61 9. Dela Puspita 10 31 10 51 10. Dwi Ramanda 9 32 9 50 11. Linda Safitri 13 44 9 66 12 Lusi Presilia 12 47 8 67 13 M. Rafli 12 48 7 67 14 M. Ramdan 8 45 8 61 15 Mawarda Dwi. A 12 55 8 75 16 Muhammad Fiqodri 10 32 8 50 17 Nada Zahira Tanjung 10 40 8 58 18 Nurhamidah 15 51 8 74 19 Pipit Irmayanti 12 53 8 73 20 Rahmat Madani 8 35 8 51 21 Rani Halimatusya‟diah 10 55 10 75 22 Ratu Andini 10 55 10 75 23 Riski Nazari 10 55 10 75 24 Riswan Fauzi 8 34 8 50 25 Rossa Yuliana 9 34 7 50 26 Syarena Azzahra 10 60 10 80 27 Siska Arista Laitupa 10 58 10 78 28 Siswanto Adi. P 11 43 10 64 29 Siti Aisyah 8 44 8 60 30 Wiwi Indiyani 11 47 8 66 31 M. Nuriski 8 34 8 50 Nilai rata-rata Jumlah 2016 Rata-rata 65,03 86 Berdasarkan hasil perolehan nilai Siklus 1, diketahui nilai tertinggi, terendah, dan nilai rata-rata, dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut. Tabel 4.9 Nilai Tertinggi dan Terendah Siswa Siklus 1 Tingkat Penguasaan Siklus 1 Nilai Nilai tertinggi siswa 85 Nilai terendah siswa 50 Jumlah rata-rata 65,03 Berdasarkan tabel 4.9, terlihat nilai terendah siswa masih di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum), yaitu 50, sedangkan kriteria ketuntasan minimumnya adalah 75. Penyebabnya karena siswa kurang antusias dalam membaca dan kurangnya frekuensi guru dalam menggunakan media di dalam pembelajaran, sehingga siswa menjadi kurang aktif dan antusias. Oleh karena itu, perlu adanya tindak lanjut dari siklus 1 kemudian berlanjut ke siklus 2. d. Refleksi Setelah melihat siklus 1, lembar observasi guru dan siswa serta catatan lapangan masih banyak hal yang harus diperbaiki. Perencanaan kegiatan belajar mengajar harus lebih dipersiapkan agar hasil yang dicapai sesuai dengan yang diharapkan. Pada lembar observasi kegiatan guru sudah menunjukkan kebaikan, walaupun belum terlihat sempurna, yaitu guru belum menyediakan media yang kurang merangsang siswa untuk antusias, aktif dan dapat memahami materi cerita dengan baik. Hasil observasi terhadap tingkah laku siswa selama pembelajaran dapat dikatakan cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari perhatian siswa terhadap penjelasan guru, akan tetapi keaktifan siswa untuk bertanya, dan keaktifan siswa dalam mengerjakan tugas masih tampak tidak serius, serta banyak siswa yang belum tertib saat kegiatan pembelajaran berlangsung di dalam kelas. Selain itu, di dalam catatan lapangan, teruraikan beberapa 87 catatan yang perlu solusi dan tanggapan untuk perbaikannya, dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Catatan Lapangan Penelitian Tindakan Kelas Kelas : VII-D MTs. YPI Al-Alawiyah Hari/Tanggal : Sabtu, 29 November 2014 Waktu : 13.30-14.30 WIB Deskripsi Hasil Observasi Pada pembelajaran di siklus 1, dari saat mulai pembelajaran siswa terlihat siswa masih terlihat pasif, sedikit yang bertanya dan sedikit pula yang mengungkapkan pendapatnya. Kondisi kelas pun masih belum mendukung dalam pembelajaran. Di kursi bagian belakang terlihat beberapa siswa masih saja mengobrol dengan temannya, terlihat siswa tersebut tidak memperhatikan guru yang sedang ada di depan. Ketika materi sedang dijelaskan keaktifan lebih terlihat pada siswinya, sedangkan siswanya masih diam mendengarkan pendapat dan pertanyaan dari temannya yang perempuan. Ketika guru menjelaskan materi dengan teknik pancingan, akhirnya siswa menjadi sedikit lebih berani mengungkapkan pertanyaannya, dan beberapa pertanyaan itu dijawab oleh temannya yang lain. Rasa ingin tahu siswa semakin baik ketika siswa laki-lakinya turut mengungkapkan pertanyaan dari materi yang disampaikan oleh guru di depan kelas. Beberapa siswa berani menuliskan jawabannya di papan tulis kelas. Di pertengahan pembelajaran siswa diberi bahan bacaan berupa cerita Persahabatan yang Berawal dari Musuh. Ketika selebaran ini dibagikan kepada siswa terlihat beberapa siwa ada yang antusias, dan ada yang tidak, hal itu ditunjukkan oleh aktivitas siswa yang masih sibuk bercanda dengan temannya. Ini artinya, siswa masih belum penuh perhatiannya dalam belajar. Pada proses pengerjaan lembar jawaban siswa, terlihat siswa ada 88 yang masih bingung, dan ada yang bertanya kembali kepada guru, dan ada yang bertanya dengan teman-temannya. Selain itu, beberapa siswa menyukai cerita yang dibaca, dan ada beberapa juga siswa yang tidak, namun setelah guru menjelaskan sedikit rangsangan cerita tersebut, siswa pun membaca cerita tersebut. Setelah lembar kerja dikumpulkan dan dikoreksi, beberapa siswa sudah menunjukkan nilai yang baik, namun dari rata-rata, pada siklus ini hasil belajarnya kurang dari KKM. Berdasarkan analisis data pengamatan di atas, bahwa masih terdapat nilai yang kurang dari KKM yang telah ditentukan. Untuk memperbaiki kekurangan yang terdapat di siklus 1 tersebut, maka pada pada siklus 2 perlu dibuat pengembangan tindakan berdasarkan hasil dari refleksi pada siklus 1. 4. Pembelajaran Siklus 2 a. Perencanaan Tindakan Berdasarkan hasil refleksi dari siklus 1, maka kegiatan pembelajaran pada siklus 2 pembelajaran harus lebih diarahkan. Peneliti harus mengoptimalkan dan memanfaatkan waktu agar dapat selesai dengan waktu yang telah ditentukan, dan tentunya dengan memperoleh timbal balik dan pengingkatan yang baik dari siswa. Pada siklus 2 ini, peneliti harus lebih tegas dalam mengkondisikan kelas, memberikan pengarahan kepada siswa secara detail dan dapat menjadikan suasana kelas menjadi lebih santai, menyenangkan, tidak terlalu tegang, dan tidak terburu-buru. Pada tindakan pembelajaran siklus 2 ini, yaitu pembelajaran sudah menggunakan media audio visual sebagai sumber belajar, yaitu pemutaran film drama Malin Kundang yang berdurasi sekitar sepuluh menit, yang kemudian setelah itu setiap siswa menuliskan unsur-unsur instrinsik cerita tersebut. Perencanaan pembelajaran pada siklus 2 ini dapat dijabarkan sebagai berikut: a) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. b) Meningkatkan aktivitas pengajaran yang mengarah pada peningkatan kemampuan pemahaman siswa terhadap cerita 89 melalui media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang). c) Memberikan respon dan motivasi yang positif dalam pembelajaran. Siswa diberikan penghargaan berupa hadiah ketika tuntas mengerjakan tugas yang telah diberikan. Adapun langkah-langkah yang telah direncanakan, yaitu sebagai berikut. a) Guru bertegur sapa dan mengecek kehadiran siswa. b) Guru mengondisikan kelas dan membuka pelajaran dengan berdoa terlebih dahulu. c) Guru menyiapkan materi pembelajaran berupa film drama Malin Kundang dan tujuan pembelajaran. d) Guru menginformasikan langkah-langkah dalam kegiatan pembelajaran. e) Guru memotivasi siswa dengan memberikan hadiah di akhir pembelajaran nanti. f) Guru memberikan pertanyaan lisan (pretest) terkait materi. g) Guru memberikan arahan atau memberikan langkah-langkah cara mudah memahami cerita dengan baik. h) Guru mengkondisikan bentuk tempat duduk siswa. i) Guru memutarkan film drama Malin Kundang. j) Guru menugasi siswa untuk mencaritahu mengenai unsur-unsur instrinsik dari cerita tersebut. b. Pelaksanaan Tindakan Sesuai dengan RPP, maka pelaksanaan tindakan pembelajaran ini dilaksanakan pada hari Kamis, 04 Desember 2014, pukul 16.30-17.30 WIB. Kalau di siklus 1 penggunaan media tidak dihadirkan ke dalam kegiatan belajar mengajar, pada tahap pelaksanaan siklus 2 ini peneliti sudah menggunakan media pembelajaran di dalam kegiatan belajar mengajar. Pada tahap ini siswa diajak untuk menyaksikan film drama 90 yang berjudul Malin Kundang yang kemudian setiap siswa mengerjakan tugas seperti tugas yang ada pada siklus 1. Kemudian pada tahap tindakan ini, secara keseluruhan setelah kegiatan proses pembelajaran selesai, di awal siswa diberikan motivasi terlebih dahulu, dan penghargaan jika tuntas dalam tugasnya. Inti suasana pembelajaran pada siklus 2 ini sudah lebih mengarah kepada pembelajaran memahami cerita menggunakan media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang). Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran dapat mengkondisikan kelas menjadi lebih kondusif, siswa penuh dengan keantusiasan, dan aktif, sehingga memahami cerita yang disaksikan menjadi semakin baik. Secara keseluruhan, siswa hadir di dalam kelas sebelum guru memasuki ruang kelas. Suasana kelas cukup ramai, tetapi setelah guru memasuki kelas, siswa tidak ribut lagi, dan duduk dengan rapi sesuai dengan tempat duduknya, sehingga kegiatan belajar-mengajar cukup kondusif. Setelah ketua kelas memimpin membaca doa, siswa mulai terlihat sudah siap untuk mulai belajar di hari ini, dengan sudah adanya buku catatan dan buku mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia di mejanya masing-masing. Siswa terlihat mulai antusias dengan pembelajaran pada hari ini, karena mereka termotivasi dengan menonton film drama yang berjudul Malin Kundang. Beberapa siswa terlihat membantu guru dalam menyiapkan LCD proyektor dan alat-alat pendukungnya. Setelah guru mengabsen dan mengondisikan kelas, guru memberikan pertanyaan lisan (pretest) kepada siswa dengan bertanya “apa yang kalian ketahui tentang cerita?” dan “hal-hal apa saja yang harus kita ketahui jika kita ingin mudah memahami suatu cerita” hal ini bertujuan untuk menstimuli siswa dalam meretensikan kembali materi cerita yang pernah dipelajari sebelumnya. 91 Lembar Pertanyaan Lisan Siswa (Pretest) Siklus 2 a) Apa yang kalian ketahui tentang cerita? Cerita merupakan suatu kisah yang di dalam terdapat peristiwa, baik peristiwa yang terjadi waktu dahulu, sekarang, maupun yang akan datang. b) Apa sajakah unsur-unsur instrinsik yang membangun cerita? Unsur-unsur instrinsik yang membangun cerita, berupa tokoh, penokohan, watak, latar (waktu, tempat, dan suasana), alur, sudut pandang, tema, dan amanat. c) Bagaimana cara kita agar mudah memahami suatu cerita dengan baik? Untuk mudah memahami cerita, terlebih dahulu membaca jalan cerita tersebut sampai selesai, kemudian mencari unsurnya. Setelah pertanyaan-pertanyaan lisan ini diberikan kepada siswa, terlihat siswa menjawab pertanyaan guru dengan penuh semangat, dan penuh pengetahuan, ada beberapa siswa hanya mendengarkan dan menirukan jawaban dari siswa yang menjawab. Sesudah memberikan pertanyaan lisan, selanjutnya guru mengkondisikan tempat duduk siswa sebelum menyaksikan pemutaran film drama Malin Kundang, supaya situasi kelas menjadi fokus dan kondusif. Kemudian guru membagikan tugas lembar kerja siswa yang nantinya akan diisi oleh jawaban siswa terkait cerita yang disaksikan dalam bentuk film. Sehubungan dengan itu juga, angket penggunaan media audio visual juga sudah dibagikan kepada siswa, yang pengisiannya nanti di akhir kegiatan belajar mengajar. Ketika semuanya sudah siap dan penuh dengan suasana yang kondusif, film drama Malin Kundang diputar, yang durasinya kurang lebih sepuluh menit. Sejak awal sampai akhir pemutaran film drama tersebut, terlihat siswa begitu tenang dan antusias ketika tahap demi tahap ceritanya berlangsung. 92 Aktivitas Belajar Siswa Siklus 2 Setelah siswa menyaksikan, siswa ditugaskan untuk mencari tahu cerita apa yang ada di dalamnya, dan bagaimana unsur-unsur instrinsik yang ada di dalam cerita tersebut. Terlihat siswa dengan tekun mengerjakannya di Lembar Kerja Siswa. Ketika waktu sudah 30 menit lebih siswa mengerjakan, dan terlihat sudah ada yang selesai, lembar jawaban siswa dikumpulkan. Ketika semua dikumpulkan, masih ada tugas siswa untuk mengisi angket sebagai timbal balik sesudah siswa belajar memahami cerita dengan menggunakan media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang). Sebelum mengisi, siswa diajari sedikit tentang teknik dan 93 mekanisme pengerjaannya. Setelah semuanya mengerjakan dan telah selesai, lembar angket tersebut dikumpulkan. Dikarenakan keterbatasan waktu, pembelajaran disudahi dengan menyimpulkan kegiatan pembelajaran yang baru saja dilakukan, dan kegiatan pembelajaran diakhiri dengan membaca lafadz hamdalah bersama-sama. Sebagaimana janji yang telah diungkapkan di awal, bahwa guru menyiapkan hadiah bagi siswa yang telah mengerjakan tugas dan memperhatikan apa-apa yang dipelajarinya, siswa diberikan hadiah sebagai bentuk penghargaan kepada siswa atas semangatnya dalam kegiatan belajarnya di dalam kelas. Kegiatan berikutnya yaitu dokumentasi, foto bersama. Lembar Kerja Siswa Hari/Tanggal :............................................................................................... Nama :............................................................................................... Kelas :............................................................................................... 1. Setelah kalian menyaksikan pemutaran film drama yang berjudul Malin Kundang. Apa kisah yang ada di dalam cerita tersebut? Jawaban:............................................................................................. ............................................................................................................ ............................................................................................................ 2. Sebutkanlah unsur-unsur Instrinsik yang ada di dalam cerita tersebut! a. Tokoh, Penokohan, dan Watak Jawaban:....................................................................................... ...................................................................................................... ...................................................................................................... 94 b. Latar Jawaban:....................................................................................... ...................................................................................................... ...................................................................................................... c. Sudut Pandang Jawaban:....................................................................................... ...................................................................................................... ...................................................................................................... d. Alur Jawaban:....................................................................................... ...................................................................................................... ...................................................................................................... e. Tema Jawaban:....................................................................................... ...................................................................................................... ...................................................................................................... f. Amanat atau Pesan Jawab:........................................................................................... ...................................................................................................... ..................................................................................................... 3. Bagaimanakah jalan akhir dari cerita Malin Kundang tersebut? Jawaban:............................................................................................. ............................................................................................................ .......................................................................................................... c. Observasi Hasil kegiatan guru, dan observasi siswa dalam proses belajar mengajar dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut ini. 95 Tabel 4.10 Data Kegiatan Guru dalam Pembelajaran Siklus 2 No Alternatif Jawaban Pertanyaan Ya 1. Apakah seluruh siswa hadir pada saat KBM 2. Apakah siswa hadir tepat waktu 3. Apakah kondisi kelas mendukung KBM 4. 5. 6. 7. 8. 9. Apakah guru memberitahukan hasil yang dicapai Tidak setelah KBM Apakah guru melakukan apersepsi terlebih dahulu Apakah saat mengajar guru memberitahukan langkah-langkah pembelajaran Apakah guru menggunakan media pembelajaran saat KBM Apakah guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Apakah guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan temannya Tabel 4.11 Lembar Observasi Tingkah Laku Siswa dalam Pembelajaran Siklus 2 No Aspek yang Diamati Kriteria Kurang Cukup Persentase Baik (%) 80 80 Siswa memberikan respons 1. positif terhadap pembelajaran memahami cerita. 2. Siswa memperhatikan penjelasan guru. 3. Siswa mengajukan pertanyaan. 4. Siswa mengajukan pendapat. 76 78 96 5. Siswa menjawab pertanyaan. Siswa mengerjakan tugas yang 6. diberikan guru dengan baik. 7. 80 84 85 Siswa tertib mengikuti pembelajaran dari awal sampai akhir. Guru Muhammad Alfinur Berdasarkan hasil observasi siklus 2, dilihat dari tabel 4.10 dan 4.11, dapat disimpulkan bahwa perencanaan pembelajaran siklus 2 berhasil. Hal ini terlihat dari tingkah laku siswa dari kurang baik, cukup baik, sampai akhirnya menjadi lebih baik. Penggunaan media audio visual mengubah pembelajaran menjadi lebih berbeda. Jika dilihat dari hasil lembar kerja siswa yang dilakukan peneliti pada saat pelaksanaan tindakan, yaitu pemahaman cerita siswa dengan menggunakan media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang). Maka hasil pembelajaran dapat dilihat dalam tabel 4.12 berikut: Tabel 4.12 Rekapitulasi Hasil Pembelajaran Siklus 2 Rincian Nilai No Nama KKM 75 Soal 1 Soal 2 Soal 3 1-15 1-75 1-10 Jumlah 1. Adela Septiani 10 55 10 75 2. Ahmad Sofyan 13 56 8 77 3. Ai Rohaeni 13 55 7 75 97 4. Anis Setya Septiana 15 64 10 89 5. Azizah Mauludea 15 60 10 85 6. Bagas Perdana 13 63 10 86 7. Bilal Ananda. P 15 59 10 84 8. Citra Oktavia 13 58 10 81 9. Dela Puspita 13 53 10 76 10. Dwi Ramanda 10 55 10 75 11. Linda Safitri 12 63 8 83 12 Lusi Presilia 12 68 8 88 13 M. Rafli 12 56 10 78 14 M. Ramdan 12 56 10 75 15 Mawarda Dwi. A 13 64 10 87 16 Muhammad Fiqodri 10 55 10 75 17 Nada Zahira Tanjung 15 67 10 92 18 Nurhamidah 15 68 10 93 19 Pipit Irmayanti 13 70 10 93 20 Rahmat Madani 13 52 10 75 21 Rani Halimatusya‟diah 10 57 10 77 22 Ratu Andini 10 57 10 77 23 Riski Nazari 10 55 10 75 24 Riswan Fauzi 10 55 10 75 25 Rossa Yuliana 10 55 10 75 26 Syarena Azzahra 12 63 10 85 27 Siska Arista Laitupa 15 64 10 89 28 Siswanto Adi. P 13 56 10 79 29 Siti Aisyah 10 59 10 79 30 Wiwi Indiyani 10 55 10 75 31 M. Nuriski 12 56 10 75 Jumlah 2503 Rata-rata 80,74 98 Nilai rata-rata 80, 74 Berdasarkan hasil perolehan nilai Siklus 2 diketahui nilai tertinggi, terendah, dan nilai rata-rata, dapat dilihat pada tabel 4.13 berikut. Tabel 4.13 Nilai Pembelajaran Siklus 2 Tingkat Penguasaan Siklus 2 Nilai Nilai tertinggi siswa 93 Nilai terendah siswa 75 Jumlah rata-rata 80,74 Berdasarkan tabel 4.13, terlihat nilai rata-rata sisa lebih besar dari KKM, yaitu 75. Maka, dapat disimpulkan, bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran siklus 2 nilai rata-rata siswa lebih tinggi dari nilai KKM, dan pembelajaran siklus 2 dapat dikategorikan berhasil meningkatkan kemampuan pemahaman cerita siswa dengan menggunakan media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang) d. Refleksi Setelah melihat nilai pada lembar observasi kegiatan pembelajaran dan tingkah laku siswa serta catatan lapangan, banyak peningkatan yang dicapai dalam kegiatan pembelajaran di siklus 2. Perencanaan kegiatan belajar mengajar yang telah dipersiapkan ternyata mencapai hasil yang diharapkan. Nilai pembelajaran siklus 2 yang lebih besar, yaitu 80,74 telah melebihi nilai kriteria ketuntasan minimal. Pada lembar observasi kegiatan pembelajaran sudah menunjukkan peningkatan, dan dikategorikan sudah baik, begitu pun dengan lembar observasi siswa. hal ini dapat dilihat ketika siswa begitu antusias dalam memperhatikan materi pelajaran, tertib dari awal hingga akhir pembelajaran, dan yan terpenting umpan balik yang diberikan siswa melalui lembar hasil kerja sudah menunjukkan perubahan, menjadi lebih baik. 99 Melihat analisis dan refleksi, maka dapat disimpulkan, bahwa tindakan siklus 2 dapat dikatakan berhasil. Hal ini terlihat dari peningkatan yang dicapai siswa dalam siklus 2 apabila dibandingkan dengan hasil siklus 1. Dengan demikian, pembelajaran yang telah dilakukan menunjukkan adanya peningkatan dan mencapai hasil yang diharapkan. Catatan Lapangan Penelitian Tindakan Kelas Kelas : VII-D MTs. YPI Al-Alawiyah Hari/Tanggal : Sabtu, 29 November 2014 Waktu : 13.30-14.30 WIB Deskripsi Hasil Observasi Pada pembelajaran di siklus 2, pembelajaran memahami cerita sudah dilengkapi dengan penggunaan media pembelajaran (audio visual pemutaran film drama Malin Kundang). Pada tahap siklus 2 ini, ketika guru peneliti masuk ke dalam kelas, siswa sudah duduk dengan baik, dan menyiapkan segala sesuatunya agar mendukung ketika film cerita drama Malin Kundang diputar. Tidak ada siswa yang terlambat masuk ke kelas setelah jam istirahat, karena mereka ingin waktu belajarnya habis sia-sia. Terlihat kondisi siswa dan kelas begitu berbeda dengan pembelajaran saat di siklus 1 sebelumnya. Pada siklus 2 ini siswa nampak antusias dan penuh perhatian ketika guru menjelaskan sistematika pembelajaran pada siklus 2 ini, dan lebih termotivasi lagi siswa untuk belajar ketika guru peneliti akan memberikan hadiah di akhir pembelajaran sebagai bentuk penghargaan kepada siswa yang bisa menjawab dan mengisi dengan baik dan benar lembar jawaban soal yang diberikan oleh guru. Pemotivasian seperti itu membuat siswa menjadi lebih tersemangati lagi belajarnya. Siswa begitu tenang 100 menyaksikan jalannya film tersebut, sesekali ada canda dan tawa ketika menyaksikan, namun siswa dengan cepat kembali fokus. Ketika film selesai diputar, perhatian siswa terfokus melihat film, dan terlihat siswa begitu cepat mencari, segera mencatat serta menjawab jawabannya di lembar jawaban soal dengan baik. Siswa telihat lebih mudah memahami cerita dengan menggunakan media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang). Pengumpulan lembar jawaban akhirnya terkumpul dengan baik, dengan hasil jawaban yang baik. 5. Analisisis Pengolahan Angket Untuk mengetahui respons siswa terhadap pembelajaran memahami cerita dengan menggunakan media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang), siswa diberikan 10 pertanyaan yang berkaitan dengan hal tersebut. Berikut merupakan paparan respons siswa terhadap pembelajaran pemahaman cerita dengan menggunakan media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang). Tabel 4.14 Hasil Analisis Angket Penggunaan Media Audio Visual No 1. Pertanyaan Alternatif Jawaban SS S KS TS 69% 31% - - 31% 38% 24% 7% 31% 66% - 3% 52% 38% 10% - Saya sangat menyukai pokok bahasan memahami cerita dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. 2. Saya selalu belajar dari kisah yang ada di dalam cerita. 3. Saya lebih mudah memahami pembelajaran cerita dengan menggunakan media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang). 4. Saya menjadi lebih antusias setelah 101 pembelajaran memahami cerita dengan menggunakan media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang). 5. Pembelajaran memahami cerita dengan menggunakan media audio visual (pemutaran film drama Malin 31% 52% 17% - 31% 59% 10% - 35% 62% 3% - 52% 38% 10% - 17% 76% 7% - 38% 48% 7% 7% Kundang) dapat meningkatkan motivasi saya. 6. Kemampuan saya dalam memahami cerita menjadi lebih meningkat setalah pemutaran film drama Malin Kundang. 7. Penggunaan media pembelajaran audio visual membuat belajar semakin kreatif dan menyenangkan 8. Penggunaan media dapat membantu siswa dalam menonton kisah-kisah yang ada pada zaman dahulu. 9. Pembelajaran dengan media audio visual menjadi lebih mudah dalam mengingat pelajaran cerita. 10. Pembelajaran media membuat waktu belajar menjadi efisien dan bermakna. Keterangan: SS S KS TS = Sangat Setuju = Setuju = Kurang Setuju = Tidak Setuju Berdasarkan tabel 4.14, terlihat bahwa 69% siswa sangat menyukai pembelajaran memahami cerita, dan tidak ada dari seluruh siswa yang menjawab tidak setuju dan kurang setuju. Sekitar 31% siswa setuju dengan 102 pernyataan: Saya sangat menyukai pokok bahasan memahami cerita dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Kemudian, pernyataan saya selalu belajar dari kisah yang ada di dalam cerita, 31% siswa sangat menyetujuinya, 38 % siswa setuju, 24% siswa merasa kurang setuju, dan 7 % siswa tidak setuju. Selain itu, pernyataan saya lebih mudah memahami pembelajaran cerita dengan menggunakan media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang), 31% siswa sangat menyetujuinya, 66% siswa menjawab setuju, dan 3% siswa menjawab dengan tidak setuju. Pada pernyataan saya menjadi lebih antusias setelah pembelajaran memahami cerita dengan menggunakan media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang), sebanyak 52% siswa menjawab dengan pernyatan sangat setuju, 38% siswa menjawab dengan setuju, dan 10% siswa lainnya merasa kurang setuju. Selanjutnya, pembelajaran memahami cerita dengan menggunakan media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang) dapat meningkatkan motivasi saya, 31% siswa menjawab dengan pernyataan sangat setuju, 52% siswa menjawab kata setuju,17% siswa menjawab dengan pernyataan kurang setuju. Kemudian, pernyataan kemampuan saya dalam memahami cerita menjadi lebih meningkat setelah pemutaran film drama Malin Kundang, pada tingkatan 31% siswa mengungkapkan dengan ungkapan sangat setuju, 59% siswa menjawab setuju, 10% lainnya siswa merasa kurang setuju. Selain itu, penggunaan media pembelajaran audio visual membuat belajar semakin kreatif dan menyenangkan 35% siswa menjawab sangat setuju, 62% lainnya siswa menjawab dengan pernyataan setuju, 3% siswa menjawab kurang setuju. Berdasarkan analisis tersebut, menunjukkan bahwa penggunaan media audio visual mendapatkan respon positif dari siswa. Kemudian, dapat disimpulkan, bahwa penggunaan media audio visual dapat meningkatkan kemampuan memahami cerita, karena memberikan rasa menarik, kreatif dan memberikan kemudahan, sehingga siswa dapat memahami cerita dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dengan baik. 103 C. Analisis Data a. Pembelajaran Siklus 1 Setelah melakukan tindakan siklus 1 dan mengambil nilai dari kelas VII-D, maka penulis mengurutkannya dari nilai terendah sampai nilai tertinggi. Nilai tersebut dapat dilihat di dalam tabel 4.15 berikut: Tabel 4.15 Urutan Nilai Terendah dan Tertinggi Siswa Siklus 1 50 51 52 58 60 61 64 66 67 73 74 75 78 80 84 85 b. Pembelajaran Siklus 2 Berdasarkan penilaian yang dihasilkan dari siklus 1, maka peneliti mengadakan pembelajaran siklus 2. Pembelajaran siklus 2 dilakukan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada di dalam siklus 1, dan untuk mempertahankan nilai-nilai siswa yang sudah mencapai KKM. Berdasarkan tindakan pembelajaran siklus 2, peneliti berhasil meningkatkan kemampuan pemahaman cerita siswa dengan menggunakan media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang). Hasil pembelajaran siklus 2 dapat dilihat dalam tabel 4.16 di bawah ini: Tabel 4.16 Urutan Nilai Terendah sampai Tertinggi Pembelajaran Siklus 2 75 76 77 78 79 81 83 84 85 86 87 88 89 92 93 c. Pengklasifikasian Nilai Berdasarkan Kriteria Penilaian 104 Setelah dianalisis, kemudian nilai diklasifikasikan. Data dari hasil nilai pembelajaran siklus 1 dan siklus 2 dari masing-masing siswa dapat dilihat pada tabel 4.17 sebagai berikut. Tabel 4.17 Data Nilai Siswa Berdasarkan Rekapitulasi Hasil Pembelajaran Siklus 1 dan Siklus 2 No Nama Siklus 1 Kategori Siklus 2 Kategori 1. Adela Septiani 67 Kurang 75 Cukup 2. Ahmad Sofyan 51 Kurang 77 Cukup 3. Ai Rohaeni 52 Kurang 75 Cukup 4. Anis Setya Septiana 85 Baik 89 Baik 5. Azizah Mauludea 84 Baik 85 Baik 6. Bagas Perdana 75 Cukup 86 Baik 7. Bilal Ananda. P 75 Cukup 84 Baik 8. Citra Oktavia 61 Kurang 81 Baik 9. Dela Puspita 51 Kurang 76 Cukup 10. Dwi Ramanda 50 Kurang 75 Cukup 11. Linda Safitri 66 Kurang 83 Baik 12. Lusi Presilia 67 Kurang 88 Baik 13. M. Rafli 67 Kurang 78 Cukup 14. M. Ramdan 61 Kurang 75 Cukup 15. Mawarda Dwi. A 75 Cukup 87 Baik 16. Muhammad Fiqodri 50 Kurang 75 Cukup 17. Nada Zahira Tanjung 58 Kurang 92 Istimewa 18. Nurhamidah 74 Kurang 93 Istimewa 19. Pipit Irmayanti 73 Kurang 93 Istimewa 20. Rahmat Madani 51 Kurang 75 Cukup 21. Rani Halimatusya‟diah 75 Cukup 77 Cukup 22. Ratu Andini 75 Cukup 77 Cukup 23. Riski Nazari 75 Cukup 75 Cukup 105 24. Riswan Fauzi 50 Kurang 75 Cukup 25. Rossa Yuliana 50 Kurang 75 Cukup 26. Syarena Azzahra 80 Baik 85 Baik 27. Siska Arista Laitupa 78 Cukup 89 Baik 28. Siswanto Adi. P 64 Kurang 79 Cukup 29. Siti Aisyah 60 Kurang 79 Cukup 30. Wiwi Indiyani 66 Kurang 75 Cukup 31. M. Nuriski 50 Kurang 75 Cukup Jumlah 2016 2503 Rata-rata 65,03 80,74 Tabel 4.18 Distribusi Frekuensi Nilai Siswa Siklus 1 No Skor (X) F F(X) 1. 50 5 250 2. 51 3 153 3. 52 1 52 4. 58 1 58 5. 60 1 60 6. 61 2 122 7. 64 1 64 8. 66 2 132 9. 67 3 201 10. 73 1 73 11. 74 1 74 12. 75 6 450 13. 78 1 78 14. 80 1 80 15. 84 1 84 16. 85 1 85 N = 31 ∑ 2016 106 Berdasarkan tabel 4.18 distribusi frekuensi nilai di atas, selanjutnya peneliti mencari nilai rata-rata dengan menggunakan rumus sebagai berikut: ∑ M= = 65,03 M= Tabel 4.19 Distribusi Frekuensi Nilai Siswa Siklus 2 No Skor (X) F F(X) 1. 75 11 825 2. 76 1 76 3. 77 3 231 4. 78 1 78 5. 79 2 158 6. 81 1 81 7. 83 1 83 8. 84 1 84 9. 85 2 170 10. 86 1 86 11. 87 1 87 12. 88 1 88 13. 89 2 178 14. 92 1 92 15. 93 2 186 N = 31 ∑ 2503 Berdasarkan tabel 4.19 distribusi frekuensi nilai di atas, selanjutnya peneliti mencari nilai rata-rata dengan menggunakan rumus sebagai berikut: M= ∑ 107 M= = 80,74 Pada tahap selanjutnya peneliti mencari nilai selisih rata-rata dari nilai pembelajaran siklus 1 dan siklus 2. Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dalam pembelajaran pemahaman cerita dengan menggunakan media audio visual. Tindakan pembelajaran siklus 1 dan siklus 2 yang telah didapat lalu dicari selisihnya dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut: = 80, 74 – 65,03 = 15,71 Tahap selanjutnya peneliti mencari persentase peningkatan nilai dengan menggunakan rumus persentase sederhana sebagai berikut: Persentase Peningkatan Nilai = ∑ = = 51% Berdasarkan analisis data nilai di atas, maka diketahui, bahwa nilai yang diperoleh siswa dari persentase mengalami peningkatan. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan persentase sebanyak 51 %. Tahap berikutnya, peneliti akan membuktikan perhitungan mean dan standar deviasi. Berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan: 108 Tabel 4.20 Perhitungan Mean dan Standar Deviasi Nilai Siswa Siklus 1 No Skor (X) F F(X) Deviasi x = X-M 1. 50 5 250 -15,03 225,90 1129,5 2. 51 3 153 -14,03 196,84 590,52 3. 52 1 52 -13,03 169,78 169,78 4. 58 1 58 -7,03 49,42 49,42 5. 60 1 60 -5,03 25,30 25,30 6. 61 2 122 -4,03 16,24 32,48 7. 64 1 64 -1,03 1,06 1,06 8. 66 2 132 0,97 0,94 1,88 9. 67 3 201 1,97 3,88 11,64 10. 73 1 73 7,97 63,52 63,52 11. 74 1 74 8,97 80,46 80,46 12. 75 6 450 9,97 99,40 596,4 13. 78 1 78 12,97 168,22 168,22 14. 80 1 80 14,97 224,10 224,10 15. 84 1 84 18,97 359,86 359,86 16. 85 1 85 19,97 398,80 398,80 N= 31 ∑ ∑ 2016 a. Mencari Mean dengan rumus: ∑ b. Mencari Standar Deviasi (SD) dengan rumus ∑ SD =√ 3902,94 109 =√ =√ = 11,22 c. Mencari Standar Error Mean ( ) dengan rumus: √ = √ = = 2,05 Tabel 4.21 Perhitungan Mean dan Standar Deviasi Nilai Siswa Siklus 2 No Skor (X) F F(X) Deviasi x = X-M 1. 75 11 825 -5,74 32.94 362,34 2. 76 1 76 -4,74 22.46 22.46 3. 77 3 231 -3,74 13,98 41,94 4. 78 1 78 -2,74 7,50 7,50 5. 79 2 158 -1,47 2,16 4,32 6. 81 1 81 0.26 0,06 0,06 7. 83 1 83 2.26 5,10 5,10 8. 84 1 84 3,26 10,62 10,62 9. 85 2 170 4,26 18,14 36,28 10. 86 1 86 5,26 27,66 27,66 11. 87 1 87 6,26 39,18 39,18 12. 88 1 88 7,26 52,70 52,70 13. 89 2 178 8,26 68,22 136,44 14. 92 1 92 11,26 126,78 127,78 110 15. 93 2 N = 31 186 12,26 ∑ 150,30 300,6 ∑ 2503 1174,98 a. Mencari Mean dengan rumus: ∑ b. Mencari Standar Deviasi (SD) dengan rumus ∑ SD =√ =√ =√ = 6,15 c. Mencari Standar Error Mean ( ) dengan rumus: √ = = √ = 1,12 Setelah mendapatkan nilai rata-rata siklus 1 sebesar 65,03 telah membuktikan bahwa kemampuan siswa dalam memahami cerita dengan tidak menggunakan media audio visual dalam pembelajaran masih di bawah KKM, walau beberapa siswa mendapatkan nilai yang cukup. Oleh karena itu, dilakukanlah pembelajaran siklus 2. Pada saat pembelajaran siklus 2, nilai rata-rata siswa meningkat menjadi 80,74. Nilai pembelajaran pada tindakan siklus 2 dapat dikategorikan baik. 111 Berdasarkan rincian analisis data tersebut, maka peneliti menyimpulkan, bahwa kemampuan siswa dalam memahami cerita mengalami peningkatan sebesar 51%. 6. Analisisi Hasil Observasi Tabel 4.22 Kenaikan Lembar Observasi Tingkah Laku Siswa pada Siklus 1 dan Siklus 2 No Aspek yang Diamati Siklus 1 Siklus 2 Persentase (%) Persentase (%) 65 80 65 80 Siswa memberikan respon 1. positif terhadap pembelajaran cerita. 2. Siswa memberi perhatian terhadap penjelasan materi ajar. 3. Siswa mengajukan pertanyaan. 63 76 4. Siswa mengajukan pendapat. 65 78 65 80 65 84 65 85 65 80 Siswa mengerjakan tugas yang 5. diberikan dengan guru secara baik. 6. 7. Siswa terlihat antusias selama KBM berlangsung. Siswa mengikuti KBM sampai akhir dengan tertib. Jumlah Rata-rata Berdasarkan data pada tabel 4.22, dapat disimpulkan, bahwa terdapat peningkatan tingkah laku siswa berdasarkan lembar observasi siswa selama tindakan siklus 1 dan siklus 2 yang dilakukan. 112 Tabel 4.23 Data Kegiatan Guru pada Siklus 1 dan Siklus 2 No Pertanyaan Siklus 1 Siklus 2 Alternatif Alternatif Jawaban Jawaban Ya 1. 2. 3. Apakah seluruh siswa hadir pada saat KBM Apakah siswa hadir tepat waktu Apakah guru kondisi kelas mendukung KBM Tidak Ya Apakah guru 4. memberitahukan hasil yang dicapai setelah KBM 5. Apakah guru melakukan apersepsi terlebih dahulu Apakah saat mengajar guru 6. memberitahukan langkah- langkah pembelajaran Apakah guru menggunakan 7. media pembelajaran saat KBM Apakah guru memberikan 8. kesempatan kepada siswa untuk bertanya Apakah guru memberikan 9. kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan temannya Tidak 113 Pada tabel 4.23, terlihat guru telah melakukan perbaikan di dalam langkah-langkah dan metode pembelajaran. Pada siklus 1 guru tidak melakukan apersepsi dan tidak menggunakan alat peraga apa pun atau media pembelajaran, sedangkan di dalam siklus 2 guru memberikan apersepsi dan menggunakan media pembelajaran (media audio visual). 7. Analisisi Hasil Angket Angket pandangan siswa berfungsi untuk mengetahui umpan balik siswa setelah belajar dengan menggunakan media audio visual di dalam pembelajaran. Pengisian angket dilakukan pada saat pembelajaran siklus 2 selesai. Di dalam angket berisikan 10 pertanyaan dengan alternatif jawaban: sangat setuju, setuju, kurang setuju, dan tidak setuju. Berdasarkan pertanyaan responden yang diperoleh, maka dapat disimpulkan, bahwa penggunaan media audio visual di dalam pembelajaran memahami cerita mendapatkan reaksi yang positif dari siswa. penggunaan media audio visual dirasakan siswa sebagai media yang memberikan keantusiasan, lebih mengaktifkan unsur-unsur visual atau warna yang dikombinasikan dengan unsur audio atau suara, dan yang terpenting siswa merasa lebih mudah dalam memahami cerita yang disaksikan di depan kelas, terlebih untuk mengetahui peristiwa cerita yang terjadi di zaman dahulu yang sulit untuk diketahui. D. Interpretasi Hasil Analisis Hasil pengamatan pada penelitian ini menunjukkan, bahwa penggunaan media audio visual di dalam kegiatan pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami cerita. Hal itu terbukti dari hasil analisis data terdapat beberapa peningkatan dalam proses kegiatan belajar mengajar dari tindakan siklus 1 dan siklus 2. Berdasarkan analisis data lembar observasi tingkah laku siswa dalam kegiatan pembelajaran, menunjukkan terdapat peningkatan respons siswa dalam kegiatan belajarnya. Pada siklus 1, tingkah laku siswa dapat dikategorikan kurang dengan persentase 63%, sedangkan dalam pembelajaran 114 siklus 2, tingkah laku siswa mengalami peningkatan menjadi 80% yang termasuk ke dalam kategori baik. pengolahan angket tersebut menunjukkan, bahwa siswa memberikan respon yang baik terhadap penggunaan media audio visual (pemutaran film drama Malin Kudang) dalam pembelajaran memahami cerita. Pada siklus 1, hasil rata-rata yaitu 65,03 mengalami peningkatan setelah diadakan siklus 2 menjadi 80,74. Jika dilihat dari persentase siklus 1 dan siklus 2, maka kenaikan mencapai 51%. Ini menunjukkan, bahwa dari nilai rata-rata 80,74 sudah melampaui dari batas KKM yaitu 75. E. Pembahasan Temuan Penelitian Pembahasan temuan penelitian ini merupakan jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul pada perumusan masalah. Jawaban didapatkan dari hasil penelitian yang dilakukan untuk mencari jawaban, faktor penunjang keberhasilan pembelajaran memahami cerita yaitu penggunaan media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang) yang sesuai dengan waktu pembelajaran. Penggunaan media audio visual dalam pembelajaran memahami cerita menjadikan pembelajaran menjadi lebih aktif, bermakna, dan menyenangkan serta memudahkan siswa untuk memahami cerita yang disaksikan, karena adanya unsur warna, gerak, dan suara yang membangkitkan daya indera siswa, sehingga siswa menjadi lebih antusias dalam belajarnya. Pada pembelajaran memahami cerita, media pembelajaran yang tepat yang digunakan ialah media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang). Selanjutnya, dalam proses pembelajaran yang dilakukan yaitu mengarahkan perhatian siswa dari hal-hal yang dapat mengganggu proses belajar dengan meningkatkan motivasi siswa menggunakan media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang). Penggunaan media tersebut dirasa oleh siswa sebagai media yang membuat mereka menjadi lebih antusias, bermakna, dan menyenangkan, serta lebih mudah memahami materi, terlebih materinya yaitu materi memahami cerita. Selain itu, penggunaan media tersebut di dalam kegiatan pembelajaan diharapkan lebih memudahkan siswa dalam mencapai nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan. 115 Penggunaan media audio visual dalam pembelajaran memahami cerita dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami cerita, dengan memutar film drama Malin Kundang. Hal ini dapat membangkitkan rasa keantusiasan siswa terhadap materi yang diajarkan, dan memudahkan siswa dalam memahami cerita yang disaksikan, karena dengan melihat gambar yang berwarna-warni, tempattempat yang ada di dalam cerita, unsur gerak tiap tokoh siswa menjadi lebih hidup dalam memahami cerita yang disaksikannya. Sebelum menggunakan media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang) pembelajaran memahami cerita, siswa mendapatkan nilai 50 yang masih di bawah KKM 75 pada siklus 1. Setelah melaksanakan siklus 2, maka nilai siswa mengalami peningkatan mencapai KKM dengan nilai 75, dengan rata-rata nilai juga meningkat menjadi 80,74 dari rata-rata sebelumnya yaitu 65,03. Jika dilihat dari nilai persentase, maka peningkatan menjadi 51%. Ini menunjukkan, bahwa dari nilai rata-rata 80,74 berhasil melampaui KKM dengan nilai 75. Lembar observasi tingkah laku siswa, dapat disimpulkan terdapat peningkatan dengan persentase 80% dikategorikan baik, dari persentase sebelumnya yang hanya 63%. Jika dilihat dari hasil analisis angket, siswa merespon baik penggunaan media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang), hal itu terbukti dengan persentase 90% jawaban siswa menyatakan sangat setuju dan setuju, bahwa penggunaan media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang) memudahkan siswa dalam memahami cerita yang ia saksikan. BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka peneliti dapat menyimpulkan, bahwa terdapat peningkatan kemampuan pemahaman cerita dengan menggunakan media audio visual di kelas VII-D MTs AlAlawiyah di dalam pembelajaran cerita (pemutaran film drama Malin Kundang). Penggunaan media pembelajaran, khususnya media audio visual sangat membantu siswa di dalam pembelajaran memahami cerita. Penggunaan media audio visual dalam pembelajaran cerita (pemutaran film drama Malin Kundang) menumbuhkan rasa antusias dan keseriusan siswa dalam pelajaran memahami cerita yang mereka saksikan. Siswa menjadi lebih terstimulikan dengan penggunaan media audio visual ini, yaitu daya indera siswa, baik indera pendengaran, pengelihatan, dan perasaannya. Selain itu, dengan penggunaan media audio visual ini, siswa lebih mudah mengenali tokoh-tokoh dan sifat-sifatnya yang ada di dalam cerita tersebut, latar (waktu, tempat, dan suasana) yang digunakan, sudut pandang yang digunakan oleh narator, dan alur ceritanya. Selanjutnya, siswa juga lebih mudah untuk memahami tema dan makna yang terkandung di dalam cerita tersebut, dan dari nilai yang terkandung di dalam cerita tersebut, siswa mendapatkan ilmu dan ahlak yang baik ketika sesudah menyaksikan cerita drama Malin Kundang tersebut. Peningkatan yang diperoleh ketika media pembelajaran khususnya media audio visual digunakan dalam proses pembelajaran, yaitu dibuktikan dengan hasil pembelajaran di siklus ke-2 yang mencapai 51% atau mengalami peningkatan mencapai 50% dan nilai rata-rata menjadi 80,74 dari nilai rata-rata sebelumnya, yang hanya 65,03. 116 117 B. Saran Berdasarkan kesimpulan tersebut, ada beberapa saran yang peneliti sampaikan, yaitu sebagai beriku. 1. Penggunaan media khususnya media audio visual (LCD Proyektor dan Pengerasa Suara) haruslah dipersiapkan sebelum masuk ke dalam kelas yang diajar, seperti mengecek apakah kerja alat tersebut bekerja dengan baik (tidak ada kerusakan), sehingga dengan sudah mengecek, ketika masuk ke kelas, pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien. Hal ini ditakutkan, ketika seorang guru ingin menggunakan media audio visual, tiba-tiba alat tersebut rusak, maka hal-hal yang sudah dipersiapkan oleh guru menjadi tidak sempurna jika disampaikan ke peserta didik. 2. Pemilihan materi ajar, khususnya pemahaman cerita, seorang guru haruslah memilih film cerita yang tidak memakan durasi waktu terlalu lama, karena waktunya dapat habis jika hanya menyaksikan film cerita tersebut. Pemilihan materi ajar yang sesuai dengan durasi waktu sangat penting demi terciptanya suasana dan kondisi pembelajaran yang efektif dan efisien di dalam kelas. DAFTAR PUSTAKA AR, Syamsudin dan Vismaia S. Damaianti. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006. Arifin, Zainal. Penelitian Pendidikan: Metode dan Paradigma Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2011. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. 2002. Arsyad, Azhar. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2001. Aziez, Furqonul dan Abdul Hasim. Bogor: Ghalia Indonesia. 2010. Menganalisis Fiksi: Sebuah Pengantar. Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Syaiful. Strategi Belajar Mengajar (Edisi Revisi). Jakarta: PT Rineka Cipta. 2006. Budinuryanta., dkk. Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Jakarta: Universitas Terbuka, 2008. Dony Hermansyah, Kusen. Jenis-jenis (Genre) Film Dokumenter. Jakarta: Institut Kesenian Jakarta. 2011. dalam http://kuesdony.wordpress.com. Hatimah, Ihat. Penelitian Pendidikan. Bandung: UPI Press. Iskandarwassid., dan Sunendar, Dadang. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, cetakan ketiga, 2011. Kusumah, Wijaya dan Dedi Dwitagama. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas (edisi kedua). Jakarta: PT Indeks. 2012. Mahmud. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia. Margono, S. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. 2004. Margono, S. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. 2010. Minderop, Albertine. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. 2011. Munadi, Yudhi. Media Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada Press, 2012. Nurgiantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, cetakan kesembilan, 2012. 118 119 Rahmanto, B. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarya: Kanisius. 1988. Rasyad, Aminuddin. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: UHAMKA Press. 2003. Referensi Belajar Anak Indonesia dalam http://www.duniapelajar.com/2011/09/02/definisi-pemahaman-menurutpara-ahli/. Resmini, Novi dan Dadan Juanda. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Bandung: UPI Press, 2007. Sadiman, Arief S., dkk. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005. Sanjaya, Wina. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2008. Semi, M. Atar. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya. 1988. Sihabudin, dkk. Bahasa Indonesia 2(Edisi Pertama). Learning Assistance Program for Islamic Schools: Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. 2009. Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sasatra. Jakarta: PT Grasindo, 2008. Subana dan Sunarti. Strategi Belajar-Mengajar Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Setia. 2000. Sukardi. Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara. 2009. Suryabrata, Sumadi. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2010. Undang, Gunawan. Teknik Penelitian Tidakan Kelas. Jakarta: Sayagatama.2008. Observasi Awal Wawancara Responden Guru Pra-Penelitian Pewawancara : Muhammad Alfinur Narasumber : Husni Maryani, S.Pd. Hari/Tanggal : Kamis, 27 November 2014 Waktu : 10.00 WIB s.d Selesai 1. Sudah berapa lama Ibu mengajar Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia? Jawaban: mengajar mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia sudah hampir 12 tahunan. 2. Di kelas berapa saja yang Ibu mengajar? Jawaban: Saya mengajar paling banyak jamnya, dan seluruh kelas saya ajar, yaitu kelas VII, VIII, IX, X, XI, XII. 3. Strategi atau model pembelajaran apa yang Ibu gunakan? Jawaban: Ceramah, Tanya Jawab, dan Diskusi. 4. Apakah sumber belajar yang digunakan untuk menunjang proses belajarmengajar, khususnya pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia? Jawab: Buku paket dan LKS 5. Bagaimana minat siswa-siswi terhadap pembelajaran memahami cerita? Jawab : Minat anak terhadap pelajaran cerita sedikit kurang, dikarenakan salah satu faktor kemalasan. Ketika anak diberikan sebuah teks cerita, kendalanya yaitu siswa malas untuk membaca. Bagaimana mengetahui isi ceritanya, jika siswa tidak membaca. Selain itu, siswa terlalu merasa berat jika diberikan teks yang panjang. Selain itu, juga disebabkan oleh faktor waktu, bagi kelas siang, pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia waktunya sudah di akhir, sehingga siswa sudah terlihat lelah. 6. Media apa yang Ibu gunakan ketika memberikan pelajaran mamahami cerita: Jawaban: Untuk saat ini, media yang digunakan masih media teks cerita yang ada di dalam buku paket maupun LKS. 7. Bagaimana kemampuan siswa dalam memahami cerita dalam bentuk tulisan? Jawaban: Kemampuan siswa masih rendah, karena dengan penggunaan teks, siswa menjadi kurang antusias dan terlihat sulit, karena yang dijumpai berupa tulisan dan tulisan lagi yang mereka harus baca. 8. Pernahkah Ibu menghadirkan media pembelajaran selain buku teks ke dalam pembelajaran? Jawaban: Belum. 9. Dalam mengajar Bahasa dan Sastra Indonesia, pernahkan ibu melakukannya secara outclass? Jawab: Pernah, namun hanya materi-materi tertentu saja. 10. Guna untuk menyemangati siswa dalam belajar, pernahkan ibu memberikan hadiah kepada siswa aktif dalam pembelajaran? Jawaban: Pernah, namun jarang. Observasi Awal Wawancara Siswa Pra-Penelitian Pewawancara : Muhammad Alfinur Siswi : Syareena Azzahra dan Della Puspita Hari/Tanggal : Kamis, 27 November 2014 Waktu : 09.30 s.d Selesai 1. Apakah anda suka dengan mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia? Jawaban: Suka, karena pelajarannya menyenangkan. Mempelajari Bahasa dan Sastra Indonesia wajib bagi kita selaku warga negara Indonesia. 2. Sudah sampai manakah materi pelajaran yang sudah kamu pelajari? Jawaban: Sudah sampai pada materi karangan, narasi, argumentasi, deskripsi, dan eksposisi. 3. Dalam pelajaran memahami cerita, materi cerita yang diberikan oleh guru apakah berbentuk teks atau bentuk yang lain? Jawaban: biasanya cerita yang diberikan dalam bentuk teks bacaan. Cerita yang diambil bisa dari buku paket atau LKS siswa. 4. Dengan diberikannya teks cerita, biasanya guru menugasi kalian dengan membaca dalam hati atau secara bergantian dan bersuara. Jawaban: Membaca secara bergantian dan bersuara, kadang anak laki-laki yang ditugasi membaca dan beberapa anak perempuannya. 5. Pernahkan dalam belajar materi ini guru menggunakan media audio visual (pemutaran film atau sebagainya)? Jawaban: Belum pernah, sehingga kalau belajar memahami cerita menjadi lebih bosan lagi, karena membaca lagi dan membaca lagi. Terlebih teks ceritanya itu terlalu panjang. 6. Lebih mudah mana, menggunakan media audio visual (pemutaran film) atau membaca teks cerita? Jawaban: lebih mudah memahami cerita dalam bentuk film, soalnya kita langsung bisa melihat tokoh-tokohnya, suaranya, perilakunya, tempatnya, dan lain-lain. Selain itu dengan menonton film lebih asik dan menyenangkan, sehingga belajar menjadi tidak bosan. Fokus kita memperhatikan film itu menjadi lebih mengena Beda halnya dengan membaca teks, kita harus membaca kata demi kata, mencari maknanya, sehingga menjadi lebih jenuh, apalagi kalau kelas sedang berisik, itu akan lebih sulit lagi. Catatan Lapangan Penelitian Tindakan Kelas (Pra-Siklus) Kelas : VII-D Hari/Tanggal : Kamis, 27 November 2014 Waktu : 16.30-17.30 WIB Deskripsi Hasil Observasi Pada pembelajaran pra-siklus ini, dari awal guru masuk ke kelas, terlihat keadaan kelas masih ramai karena sehabis dari istirahat. Ketika bel berbunyi guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, mengarahkan siswa-siswinya untuk masuk ke dalam kelas. Setelah semua siswa masuk, guru peneliti masuk ke dalam kelas. Penempatan tempat duduk siswa secara acak, namun siswa perempuan dengan perempuan, dan laki-laki dengan laki-laki serta tempat duduk siswa tidak bergerak vertikal atau horizontal. Pada pra-siklus ini siswa-siswi masih terkesan malu-malu karena belum kenal dengan guru peneliti. Hal yang dilakukan untuk mencairkan suasana, guru peneliti pun mengabsen dan sekaligus berkenalan dengan siswa secara singkat dan jelas. Kemudian, guru peneliti menjelaskan kehadirannya beberapa minggu ke depan tentang keberadaannya di kelas tersebut. Setelah berkenalan, siswa dihidupkan kembali skemata pengetahuan yang sudah dipelajarinya pada pembelajaran sebelumnya, khususnya pembelajaran memahami cerita. Pada tahap ini siswa masih terlihat percaya diri dalam mengungkapkan pendapat. Beberapa siswa masih terlihat bingung dalam menjawab pertanyaan guru. Setelah guru memberikan motivasi sedikit, siswa pun sudah mulai memberanikan diri untuk bersahabat dengan guru peneliti, dan siswa pun terlihat mulai aktif menjawab dan bertanya karena atas dasar rasa keingintahuan. Kegiatan tanya jawab terus dilakukakn terhadap siswa supaya siswa terpancing untuk berpendapat dan bertanya. Terlihat siswa-siswinya masih belum paham tentang pelajaran yang sedang dipelajarinya. Pada saat guru menjelaskan materi sebagai penyempurnaan, terlihat siswa aktif mencatat dan mengingat kembali materi yang baru saja didengar dan ditulisnya. Pada akhir pembelajaran, siswa menyimpulkan kegiatan belajar dan ditutup dengan membaca lafadz hamdallah. Catatan Lapangan Penelitian Tindakan Kelas (Siklus 1) Kelas : VII-D MTs. YPI Al-Alawiyah Hari/Tanggal : Sabtu, 29 November 2014 Waktu : 13.30-14.30 WIB Deskripsi Hasil Observasi Pada pembelajaran di siklus 1, dari saat mulai pembelajaran siswa terlihat siswa masih terlihat pasif, sedikit yang bertanya dan sedikit pula yang mengungkapkan pendapatnya. Kondisi kelas pun masih belum mendukung dalam pembelajaran. Di kursi bagian belakang terlihat beberapa siswa masih saja mengobrol dengan temannya, terlihat siswa tersebut tidak memperhatikan guru yang sedang ada di depan. Ketika materi sedang dijelaskan keaktifan lebih terlihat pada siswinya, sedangkan siswanya masih diam mendengarkan pendapat dan pertanyaan dari temannya yang perempuan. Ketika guru menjelaskan materi dengan teknik pancingan, akhirnya siswa menjadi sedikit lebih berani mengungkapkan pertanyaannya, dan beberapa pertanyaan itu dijawab oleh temannya yang lain. Rasa ingin tahu siswa semakin baik ketika siswa laki-lakinya turut mengungkapkan pertanyaan dari materi yang disampaikan oleh guru di depan kelas. Beberapa siswa berani menuliskan jawabannya di papan tulis kelas. Di pertengahan pembelajaran siswa diberi bahan bacaan berupa cerita Persahabatan yang Berawal dari Musuh. Ketika selebaran ini dibagikan kepada siswa terlihat beberapa siwa ada yang antusias, dan ada yang tidak, hal itu ditunjukkan dengan siswa masih sibuk bercanda dengan temannya. Ini artinya, siswa masih belum penuh perhatiaannya dalam belajar. Pada proses pengerjaan lembar jawaban siswa, terlihat siswa ada yang masih bingung, dan ada yang bertanya kembali kepada guru, dan ada yang bertanya dengan teman-temannya. Selain itu, beberapa siswa menyukai cerita yang dibaca, dan ada beberapa juga siswa yang tidak, namun setelah guru menjelaskan sedikit rangsangan cerita tersebut, siswa pun membaca cerita tersebut. Setelah lembar kerja dikumpulakan dan dikoreksi, beberapa siswa sudah menunjukkan nilai yang baik, namun dari rata-rata, pada siklus ini hasil belajarnya kurang dari KKM. Berdasarkan analisis data pengamatan di atas, bahwa masih terdapat nilai yang kurang dari KKM yang telah ditentukan. Untuk memperbaiki kekurangan yang terdapat di siklus 1 tersebut, maka pada pada siklus 2 perlu dibuat pengembangan tindakan berdasarkan hasil dari refleksi pada siklus 1. Catatan Lapangan Penelitian Tindakan Kelas (Siklus 2) Kelas : VII-D MTs. YPI Al-Alawiyah Hari/Tanggal : Kamis, 04 Desember 2014 Waktu : 16.30-17.30 WIB Deskripsi Hasil Observasi Pada pembelajaran di siklus 2, pembelajaran memahami cerita sudah dilengkapi dengan penggunaan media pembelajaran (audio visual pemutaran film drama Malin Kundang). Pada tahap siklus 2 ini, ketika guru peneliti masuk ke dalam kelas, siswa sudah duduk dengan baik, dan menyiapkan segala sesuatunya agar mendukung ketika film cerita drama Malin Kundang diputar. Tidak ada siswa yang terlambat masuk ke kelas setelah jam istirahat, karena mereka ingin waktu belajarnya habis sia-sia. Terlihat kondisi siswa dan kelas begitu berbeda dengan pembelajaran saat di siklus 1 sebelumnya. Pada siklus 2 ini siswa nampak antusias dan penuh perhatian ketika guru menjelaskan sistematika pembelajaran pada siklus 2 ini, dan lebih termotivasi lagi siswa untuk belajar ketika guru peneliti akan memberikan hadiah di akhir pembelajaran sebagai bentuk penghargaan kepada siswa yang bisa menjawab dan mengisi dengan baik dan benar lembar jawaban soal yang diberikan oleh guru. Pemotivasian seperti itu membuat siswa menjadi lebih tersemangati lagi belajarnya. Siswa begitu tenang menyaksikan jalannya film tersebut, sesekali ada canda dan tawa ketika menyaksikan, namun siswa dengan cepat kembali fokus. Ketika film selesai diputar, perhatian siswa terfokus melihat film, dan terlihat siswa begitu cepat mencari, segera mencatat serta menjawab jawabannya di lembar jawaban soal dengan baik. Siswa telihat lebih mudah memahami cerita dengan menggunakan media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang). Pengumpulan lembar jawaban akhirnya terkumpul dengan baik, dengan hasil jawaban RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) PRA-SIKLUS SatuanPendidikan : MTs Kelas/Semester : VII/1 Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Tema : Memahami Cerita Pendek Jumlah Pertemuan : 1 x Pertemuan A. Standar Kompetensi Memahami teks cerita pendek. B. Kompetensi Dasar Memahami unsur-unsur instrinsik yang ada di dalam cerita pendek baik secara lisan maupun tulisan. C. Indikator Pencapaian Kompetensi 1. Mampu mengetahui apa itu cerita pendek. 2. Mampu menemukan unsur-unsur instrinsik teks cerita pendek. D. Tujuan Pembelajaran 1. Siswa dapat memahami apa itu cerita pendek. 2. Siswa dapat menemukan unsur-unsur instrinsik dalam cerita pendek. E. Materi Pembelajaran Pengertian cerita pendek, dan unsur-unsur cerita, baik instrinsik maupun ekstrinsik. F. Metode Pembelajaran Metode ceramah, interaktif atau tanya jawab, diskusi. G. Media dan sumber Pembelajaran Media: Perlengkapan ATK Sumber Belajar : Nurgiantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, cetakan kesembilan, 2012. Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sasatra. Jakarta: PT Grasindo, 2008. Majid, Abdul Aziz Abdul. Mendidik dengan Cerita. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2008. H. Kegiatan Pembelajaran a. Kegiatan Pendahuluan 1) Siswa merespons memberi salam dan siswa berdoa. 2) Mengajak berkenalan satu sama lain secara singkat. 3) Mengecek kehadiran siswa dan menjelaskan kegiatan peneliti di kelas tersebut selama beberapa hari kedepan selama dua minggu. 4) Siswa menerima informasi seputar kompetensi, materi, tujuan, manfaat, dan pembelajaran yang akan dilaksanakan. b. Kegiatan Inti Eksplorasi 1) Guru memberikan contoh kisah-kisah yang inspiratif secara lisan dan singkat. 2) Guru bertanya jawab kepada peserta didik tentang cerita-cerita tersebut. 3) Guru bertanya jawab dengan siswa tentang pengertian cerita pendek. 4) Guru bertanya jawab tentang manfaat yang bisa diambil dari ceritacerita. 5) Siswa diajak untuk mengenali unsur-unsur yang ada di dalam suatu cerita pendek. 6) Siswa diberikan kebebasan berpendapat terkait materi yang sedang diajarkan. Elaborasi 7) Siswa mendiskusikan unsur-unsur instrinsik cerita dengan teman sebangkunya masing-masing. 8) Siswa menjawab dan menulis berbagai pendapat yang dikemukakan oleh teman-temannya, yang kemudian guru menyempurnakannya. 9) Siswa lain merespons atau menanggapi dengan responsif dan santun. Konfirmasi 10) Bersama guru, siswa mengidentifikasi hambatan-hambatan yang dialami saat memahami cerita pendek dan unsur-unsur instrinsik cerita. 11) Siswa mendengarkan umpan balik dan penguatan dari guru atas pernyataan mereka tentang hambatan dalam memahami cerita dan unsur-unsur instrinsik cerita. c. Kegiatan Penutup 1) Siswa bersama guru menyimpulkan pembelajaran 2) Siswa melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilakukan 3) Siswa menyimak pembelajaran informasi mengenai rencana tindak lanjut I. Penilaian Proses a. Penilaian Proses No Aspek yang dinilai 1. Religius 2. Tanggung jawab 3. Peduli 4. Responsif 5. Santun Teknik Penilaian Pengamatan Waktu Penilaian Proses Instrumen Penilaian Keterangan Lembar Pengamatan Hasil penilaian proses dijadikan sebagai respons awal kegiatan pembelajaran atau pra-siklus. A = Sangat Baik B = Baik C = Cukup D = Kurang Bekasi, 27 November 2014 Guru Bidang Studi Peneliti Husni Maryani, S. Pd. Muhammad Alfinur RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) SIKLUS 1 SatuanPendidikan : SMP/MTs Kelas/Semester : VII/1 Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Tema : Memahami Cerita Pendek Jumlah Pertemuan : 1 x Pertemuan A. Standar Kompetensi Memahami teks cerita pendek. B. Kompetensi Dasar Mengidentifikasi unsur-unsur instrinsik cerita pendek. C. Indikator Pencapaian Kompetensi 1. Mampu menjelaskan isi cerita yang ada di dalam 2. Mampu menentukan unsur-unsur instrinsik cerita pendek . 3. Mampu menemukan jalah akhir dari cerita pendek tersebut. D. Tujuan Pembelajaran 1. Setelah membaca cerpen yang berjudul Persahabatan yang Berawal dari Musuh, siswa dapat menjelaskan kisah yang ada dalam cerpen seacara singkat. 2. Setelah menjelaskan kisah yang ada dalam cerpen tersebut secara singkat, siswa menentukan unsur-unsur instrinsik cerita pendek tersebut. 3. Setelah siswa menentukan unsur instrinsik cerpen, siswa menjelaskan jalan akhir dari cerita tersebut. E. Materi Pembelajaran Definisi cerpen, unsur-unsur isntrinsik (tema, tokoh, penokohan, alur, latar tempat, waktu dan suasana, serta amanat), dan contoh teks cerpen “Persahabatan yang Berawal dari Musuh.” F. Metode Pembelajaran Metode inkuiri, diskusi, tanya jawab, penugasan, dan ceramah. G. Media dan sumber Pembelajaran Media: Teks Cerpen yang berjudul Persahabatan yang Berawal dari Musuh” Sumber Belajar : Nurgiantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, cetakan kesembilan, 2012. Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sasatra. Jakarta: PT Grasindo, 2008. Majid, Abdul Aziz Abdul. Mendidik dengan Cerita. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2008. H. Kegiatan Pembelajaran 1. Pertemuan Pertama a. Kegiatan Pendahuluan 1) Siswa merespons salam dan pertanyaan dari guru berhubungan dengan kondisi dan pembelajaran sebelumnya 2) Siswa menerima informasi tentang keterkaitan pembelajaran sebelumnya dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan. 3) Siswa menerima informasi kompetensi, meteri, tujuan, manfaat, dan langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan b. Kegiatan Inti Eksplorasi 1) Siswa mengamati dan membaca sebuah teks tentang cerita pendek berjudul “Persahabatan yang Berawal dari Musuh.” 2) Secara individu, siswa mengindentifikasi apa kisah yang ada di dalam cerita tersebut, dan menemukan unsur-unsur instrinsik yang ada di dalamnya. 3) Siswa menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan teks yang telah dibaca. Elaborasi 4) Siswa menuliskan tentang kisah apa yang ada di dalam cerita pendek tersebut dengan gaya bahasanya sendiri, dan menemukan, dan menganalisis unsur-unsur instrinsik yang ada di dalamnya dengan gaya bahasanya sendiri. 5) Beberapa siswa menunjukkan hasil jawabannya di lembar kerja siswa. 6) Tugas dikumpulkan kepada guru. Konfirmasi 7) Bersama guru, siswa mengidentifikasi hambatan-hambatan yang dialami saat memahami isi cerita tersebut 8) Siswa mendengarkan umpan balik dan penguatan dari guru atas pernyataan mereka tentang hambatan dalam memahami isi teks cerita tersebut. 9) Siswa terbaik mendapatkan penghargaan dari guru. c. Kegiatan Penutup 4) Siswa bersama guru menyimpulkan pembelajaran 5) Siswa melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilakukan 6) Siswa menyimak pembelajaran informasi mengenai rencana tindak lanjut I. Penilaian Proses dan Hasil Belajar a. Penilaian Proses No Aspek yang dinilai 1. Religius 2. Tanggung jawab 3. Peduli 4. Responsif 5. Santun Teknik Penilaian Pengamatan Waktu Penilaian Proses Instrumen Penilaian Keterangan Lembar Pengamatan Hasil penilaian proses dijadikan sebagai respon kedua kegiatan pembelajaran atau siklus 1 A = Sangat Baik B = Baik C = Cukup D = Kurang b. Penilaian Hasil Indikator Pencapaian Kompetensi Teknik Penilaian Mengetahui apa kisah Tes yang ada di dalam tertulis cerita pendek yang berjudul Persahabatan yang Bentuk Penilaian Tes uraian Instrumen 1. Bacalah dengan saksama teks cerita pendek yang berjudul Persahabatan yang Berawal dari Musuh berikut ini! Dari ungkapkanlah dengan gaya bahasa sendiri terkaih kisah yang ada di dalam cerita tersebut Berawal dari Musuh Mengetahui unsurunsur instrinsik yang ada di dalam cerita tersebut Tes tertulis Tes uraian 2. Identifikasikanlah unsurunsur instrinsik yang ada di dalam cerita tersebut! Mengetahui jalan akhir dari cerita tersebut Tes tertulis Tes uraian 3. Bagaimanakah jalan akhir dari kisah tersebut! Pedoman Penskoran : Soal No. 1 Aspek Skor Siswa menjawab pertanyaan terkait kisah apa yang ada di dalam cerita tersebut Jawaban sempurna 15 SKOR MAKSIMAL 15 Soal No. 2 Aspek Skor Siswa mengidentifikasi unsur instrinsik cerita tersebut Soal A 15 Soal B 15 Soal C 10 Soal D 10 Soal E 10 Soal F 15 Aspek Skor SKOR MAKSIMAL 75 Aspek Skor Soal No. 3 Siswa menjelaskan jalan akhir dari cerita tersebut Jawaban sempurna 10 SKOR MAKSIMAL 10 Bekasi, 29 November 2014 Guru Bidang Studi Peneliti Husni Maryani, S. Pd. Muhammad Alfinur RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) SIKLUS 2 SatuanPendidikan : SMP Kelas/Semester : VII/1 Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Topik : Memahami Cerita Jumlah Pertemuan : 1 x Pertemuan A. Standar Kompetensi Memahami cerita pendek. B. Kompetensi Dasar Mengidentifikasi unsur-unsur instrinsik cerita pendek. C. Indikator Pencapaian Kompetensi 1. Mampu menjelaskan isi cerita yang ada di dalam film drama Malin Kundang. 2. Mampu menentukan unsur-unsur instrinsik cerita pendek dalam bentuk film (drama Malin Kundang). 3. Mampu menemukan jalah akhir dari cerita tersebut. D. Tujuan Pembelajaran 1. Setelah menyaksikan film drama yang berjudul Malin Kundang, siswa dapat menjelaskan kisah yang ada dalam film tersebut secara singkat. 2. Setelah menjelaskan kisah secara singkat, siswa menentukan unsur-unsur instrinsik film drama Malin Kundang. 3. Setelah siswa menentukan unsur instrinsik film drama yang berjudul Malin Kundang, siswa menjelaskan jalan akhir dari cerita tersebut. E. Materi Pembelajaran Definisi cerpen, unsur-unsur instrinsik (tema, tokoh, penokohan, alur, latar tempat, waktu dan suasana, serta amanat) yang ada di dalam film drama Malin Kundang, jenis-jenis film, dan contoh film drama Malin Kundang. F. Metode Pembelajaran Metode inkuiri, diskusi, tanya jawab, penugasan, dan ceramah. G. Media dan sumber Pembelajaran Media: Film drama Malin Kundang Sound Speaker Active LCD Projector Laptop Sumber Belajar : Nurgiantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, cetakan kesembilan, 2012. Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sasatra. Jakarta: PT Grasindo, 2008. Majid, Abdul Aziz Abdul. Mendidik dengan Cerita. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2008. H. Kegiatan Pembelajaran 1. Pertemuan Pertama a. Kegiatan Pendahuluan 1) Siswa merespons salam dan pertanyaan dari guru berhubungan dengan kondisi dan pembelajaran sebelumnya 2) Siswa menerima informasi tentang keterkaitan pembelajaran sebelumnya dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan. 3) Siswa menerima informasi kompetensi, meteri, tujuan, manfaat, dan langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan. 4) Memberikan arahan kepada siswa sebelum menyaksikan pemutaran film, baik letak tempat duduk siswa, supaya film dapat tersampaikan dengan baik. 5) Memberikan motivasi berupa reward kepada siswa, yang akan diberikan nanti setelah proses KBM selesai. b. Kegiatan Inti Eksplorasi 1) Siswa menyaksikan film drama yang berjudul Malin Kundang. 2) Secara individu, siswa mengindentifikasi apa kisah yang ada di dalam cerita tersebut, dan menemukan unsur-unsur instrinsik yang ada di dalamnya. 3) Siswa menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan film drama yang berjudul Malin Kundang yang telah disaksikannya. Elaborasi 4) Siswa menuliskan tentang kisah apa yang ada di dalam film tersebut, dan menemukan unsur-unsur instrinsik yang ada di dalamnya dengan kata-katanya sendiri. 5) Beberapa siswa menunjukkan hasil jawabannya di lembar kerja siswa. 6) Tugas dikumpulkan kepada guru. Konfirmasi 7) Bersama guru, siswa mengidentifikasi hambatan-hambatan yang dialami saat memahami isi cerita tersebut 8) Siswa mendengarkan umpan balik dan penguatan dari guru atas pernyataan mereka tentang hambatan dalam memahami isi teks cerita tersebut. 9) Siswa terbaik mendapatkan penghargaan dari guru. c. Kegiatan Penutup 7) Siswa bersama guru menyimpulkan pembelajaran 8) Siswa melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilakukan 9) Siswa menyimak informasi mengenai rencana tindak lanjut pembelajaran I. Penilaian Proses dan Hasil Belajar a. Penilaian Proses No Aspek yang dinilai 1. Religius 2. Tanggung jawab 3. Peduli 4. Responsif 5. Santun A = Sangat Baik B = Baik C = Cukup D = Kurang Teknik Penilaian Pengamatan Waktu Penilaian Proses Instrumen Penilaian Keterangan Lembar Pengamatan Hasil penilaian proses dijadikan sebagai respon kedua kegiatan pembelajaran atau siklus 1 b. Penilaian Hasil Indikator Pencapaian Kompetensi Teknik Penilaian Bentuk Penilaian Instrumen Mengetahui apa kisah yang ada di dalam film drama yang berjudul Malin Kundang Tes tertulis Tes uraian 1. Saksikanlah dengan perhatian, film drama yang berjudul Malin Kundang! Dan ungkapkanlah dengan gaya bahasa sendiri terkait kisah yang ada di dalam cerita tersebut Mengetahui unsurunsur instrinsik yang ada di dalam cerita tersebut Tes tertulis Tes uraian 2. Identifikasikanlah unsur-unsur instrinsik yang ada di dalam cerita tersebut! Mengetahui jalan akhir dari cerita tersebut Tes tertulis Tes uraian 3. Bagaimanakah jalan akhir dari kisah tersebut! Pedoman Penskoran : Soal No. 1 Aspek Skor Siswa menjawab pertanyaan terkait kisah apa yang ada di dalam cerita tersebut Jawaban sempurna 15 SKOR MAKSIMAL 15 Soal No. 2 Aspek Skor Siswa mengidentifikasi unsur instrinsik cerita tersebut Soal A 15 Soal B 15 Aspek Skor Soal C 10 Soal D 10 Soal E 10 Soal F 15 SKOR MAKSIMAL 75 Aspek Skor Soal No. 3 Siswa menjelaskan jalan akhir dari cerita tersebut Jawaban sempurna 10 SKOR MAKSIMAL 10 Bekasi, 04 Desember 2014 Guru Bidang Studi Peneliti Husni Maryani, S.Pd. Muhammad Alfinur BIODATA PENULIS Muhammad Alfinur, lahir di Jakarta, 18 September 1992 Anak pertama dari empat bersaudara pasangan H. Syahroni dan Hj. Lilis Rusdaenah tinggal di Kampung Gempol RT 003/01 Cakung Timur Cakung Jakarta Timur. Ia menuntaskan pendidikan dasar di SDN 01 Pagi Cakung Jakarta Timur, kemudian melanjutkan pendidikannya di SMPN 256 Jakarta. Setelah itu, ia melanjukan pendidikannya di MAN 8 Jakarta. Setelah lulus dari MAN 8 pada Tahun 2010, ia memilih melanjutkan pendidikannya di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Seiring berjalan menamatkan kuliahnya, ia meneruskan perjuangan Abinya untuk mengajar mengaji anak-anak dan remaja di suatu masjid di Kampung Gempol Cakung Timur Cakung Jakarta Timur.