peningkatan kemampuan pemahaman cerita

advertisement
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN CERITA
MELALUI MEDIA AUDIO VISUAL DI KELAS VII-D
MADRASAH TSANAWIYAH AL-ALAWIYAH
KRANJI –BEKASI BARAT
TAHUN PELAJARAN 2014/2015
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
oleh:
Muhammad Alfinur
NIM. 1110013000002
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
ABSTRAK
MUHAMMAD ALFINUR, NIM 1110013000002. “Peningkatan
Kemampuan Pemahaman Cerita melalui Media Audio Visual (Pemutaran Film
Drama Malin Kundang) di Kelas VII-D Madrasah Tsanawiyah Al-Alawiyah
Kranji –Bekasi Barat Tahun Pelajaran 2014/2015. Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pembimbing: Drs. Cecep Suhendi, M.Pd.
2014.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemahaman cerita
dengan menggunakan media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang)
baik selama proses pembelajaran maupun di luar proses pembelajaran, dan untuk
meningkatkan hasil belajar siswa dengan penggunaan media pembelajaran (audio
visual). Penelitian ini dilakukan di MTs. Al-Alawiyah Kranji –Bekasi Barat.
Permasalahan yang muncul yaitu siswa kurang perhatian dan antusias dalam
pembelajaran cerita dengan sebab sulit untuk memahami isi cerita. Berdasarkan
permasalahan tersebut, maka penulis merumuskan permasalahan pada
peningkatan kemampuan pemahaman cerita melalui media audio visual
(pemutaran film drama Malin Kundang) pada siswa kelas VII-D MTs. AlAlawiyah.
Metode yang digunakan yaitu Penelitian Tindakan Kelas. Subjek penelitian
yang diambil pada penelitian ini yaitu, siswa kelas VII-D sebanyak 31 siswa. Data
yang diperoleh dari lembar observasi siswa, dan catatan lapangan, menyatakan
bahwa siswa kurang antusias dalam mengungkapkan pertanyaan dan pendapat.
Berdasarkan data tersebut, maka peneliti mengadakan siklus 2 dalam tindakan
pembelajaran. Pada tindakan pembelajaran siklus 1, menghasilkan nilai rata-rata
65,03 termasuk kategori kurang, akan tetapi masih ada beberapa siswa yang
mendapatkan nilai kategori baik. Oleh karena itu, peneliti mengadakan tindakan
pembelajaran siklus ke-2, hasil analisis siklus ke-2 dengan rumus persentase
peningkatan nilai mencapai 51%. Hal tersebut membuktikan, bahwa pembelajaran
siklus ke-2 telah berhasil, karena mengalami peningkatan dengan nilai rata-rata
baik, yaitu 80,74.
Kesimpulan dari penelitian ini, yaitu penggunaan media audio visual
(pemutaran film) dapat meningkatkan kemampuan dalam memahami cerita. Hal
ini dibuktikan dengan nilai rata-rata siswa di siklus 1 hanya 65,03, dan pada siklus
2 nilai rata-rata pembelajaran mencapai 80,74. Maka selisih nilai mencapai 15,71
dan mengalami peningkatan sebesar 51%.
Kata Kunci: Kemampuan Pemahaman Cerita, Media Audio Visual.
i
ABSTRACT
MUHAMMAD ALFINUR, NIM 1110013000002. Increasing ability
Understanding of Story VII-D Students with Audio Visual Media Utilization
(Malin Kundang Movie)” in Islamic Junior High School Al-Alawiyah 2014/2015.
Departement of Education Indonesian Language and Literature Faculty of
Tarbiyah and Teaching, Syarif Hidayatullah State Islamic University in Jakarta.
Advisor: Drs. Cecep Suhendi, M.Pd. 2014.
This research aims to enhance ability understanding of story by using audiovisual media (movie screening Malin Kundang). The research was conducted ini
Islamic Junior High School Yayasan Education Islamic Al-Alawiyah. The
problem that arises is students difficult to understanding of story learning. Based
on these problems, the authors formulated the problem on improving ability
understanding of story learning by using audio-visual media (movie screening
Maling Kundang) in VII-D Students Islamic Junior High School Yayasan
Education Islamic Al-Alawiyah.
The method used was Classroom Action Research. Research Subject in VII-D
classes were 31 students. Data obtained from observation sheets, students, and
field notes state that the student‟s are not enthuisastic in saying questions and
arguments. Based on these data, so, the searcher conducted two cycles in the act
of learning. In action learning cycle 1 producted an average 65,03 is less
categories, but there are any students get good scores. Because that, the research
conducted action learning cycle-2. The analysis cycle-2 with formula percentage
increase in the value reached 51%. It is proved that learnig cycle-2 has been
successful, due to asignificant increase in the average value of 80,74 wich is good.
The conclusion of this study is the uese of audio visual media (movie
screening) can improve understanding ability students of story learning. This is
evidence by the avarage value of the first cycle of students reached 65,03 and the
average value of the learning cycle-2 reached 80,74. So the difference in value
reaching 15,71 and an increase of 51%.
Keywords: Ability Understanding of Story, Audio-Visual Media.
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji syukur ke hadirat Allah Swt., karena atas
rahmat dan hidayah-Nya, kegiatan penyusunan skripsi dapat terselesaikan dengan
baik. Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Baginda Nabi
Muhammad Saw., semoga syafa‟atnya selalu menyertai kita semua sampai akhir
zaman. Semoga cahaya keberkahan ilmu selalu menaungi kehidupan kita semua.
Amin.
Penulis
berusaha
menyajikan
skripsi
yang
terbaik
supaya
dapat
dikembangkan menjadi tesis yang lebih baik lagi. Penulis menyadari, bahwa
dalam proses penyusunan skripsi ini banyak sekali kesulitan dan hambatan. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Dra. Nurlena Rifai, M.A, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dra. Hindun, M.Pd., selaku ketua jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta yang memotivasi penulis untuk dapat segera
menyelesaikan skripsi.
3. Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd., selaku dosen pembimbing akademik
yang selalu sabar membimbing dan memotivasi penulis, sehingga penulis
semangat untuk segera menyelesaikan skripsi.
4. Drs. Cecep Suhendi, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing yang selalu sabar
dalam membimbing penulis, dan memberikan motivasi yang membangun,
serta rela meluangkan waktunya sampai penyusunan skripsi ini selesai
dengan baik.
5. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah ikhlas
memberikan ilmu yang bermanfaat.
6. Teristimewa, kedua orangtua penulis yang penulis cintai dan sayangi. Ibu
yang telah merawat dan menjaga dengan penuh kasih sayang, dan Abi
iii
iv
(Alm. H. Syahroni Muchtasor) yang selalu memberikan dukungan lahir
dan batin ketika penulis masih duduk di semester I-IV. Semoga Abi
ditempatkan di tempat yang terbaik di sisi Allah Swt. Ketiga adik penulis,
yaitu Nurul Fadli, Chairunnida Aulia, dan Lisda Syahriani, yang selalu
membantu penulis untuk terus semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Keluarga Besar YPI Al-Alawiyah yang telah mengizinkan, membantu
penulis untuk melakukan penelitian dan memberikan kesempatan penulis
menjadi seorang guru di MTs.
8. Husni Maryani, S.Pd., selaku guru Bahasa dan Sastra Indonesia, yang
telah mengizinkan penulis mengadakan penelitian di kelasnya, selalu
memberikan semangat dan arahan yang baik selama penelitian
berlangsung.
9. Siswa-siwi MTs Al-Alawiyah yang penulis banggakan, terkhusus siswasiswi MTs kelas VII-D Tahun Pelajaran 2014/2015. Terima kasih atas
segala partisipasinya selama diajar oleh penulis.
10. Teman-teman
tercinta dan seperjuangan Angkatan 2010, Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang
selalu membantu dan menyemangati sampai skripsi ini terselesaikan.
11. Teruntuk Irina Widyaningsih dkk, yang selalu mendukung dan
menyemangati penulis tanpa lelah, serta memberikan arahan juga masukan
yang sangat bermanfaat sampai skripsi ini selesai dengan baik.
Penulis berharap dan berdoa kepada Allah Swt., semoga seluruh pengorbanan
dan kesabaran mendapatkan hasil yang baik, dan bermanfaat untuk semuanya
(Barakallah fidduniya walaakhirah). Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 19 Desember 2014
Muhammad Alfinur
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK...........................................................................................................
i
KATA PENGANTAR.......................................................................................
iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................
v
DAFTAR TABEL.............................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...........................................................................
1
B. Identifikasi Masalah.................................................................................
5
C. Pembatasan Masalah................................................................................
5
D. Rumusan Masalah....................................................................................
5
E. Tujuan Penelitian...................................................................................... 6
F. Manfaat Penelitian.................................................................................... 6
BAB II LANDASAN TEORITIS DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Hakikat Cerita dan Pemahaman Cerita..................................................... 8
B. Pengertian Unsur Instrinsik dan Ekstrinsik..............................................
9
C. Memahami Unsur Instrinsik Cerita.......................................................... 10
D. Manfaat Cerita bagi Anak........................................................................ 28
E. Klasifikasi Cerita Anak............................................................................ 31
F. Pengertian Media Pembelajaran............................................................... 36
G. Manfaat Media dalam Pembelajaran........................................................ 36
H. Klasifikasi dan Macam-macam Media Pembelajaran.............................. 40
I. Media Audio Visual................................................................................. 44
J. Film.......................................................................................................... 47
K. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran.................................................. 50
L. Penelitian Relevan.................................................................................... 50
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan W aktu Penelitian................................................................... 53
v
vi
B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian................................ 53
C. Subjek Penelitian....................................................................................... 57
D. Teknik Pengumpulan Data........................................................................ 57
E. Analisis Data............................................................................................. 60
F. Pengajuan Konseptual............................................................................... 61
G. Hipotesis Tindakan.................................................................................... 61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Madrasah........................................................................................ 62
B. Hasil Penelitian........................................................................................ 69
C. Analisis Data........................................................................................... 103
D. Interpretasi Hasil..................................................................................... 113
E. Pembahasan Temuan Penelitian.............................................................. 114
BAB V PENUTUP
A. Simpulan................................................................................................. 116
B. Saran....................................................................................................... 117
Daftar Pustaka
Lampiran-lampiran
Uji Referensi
Biodata Penulis
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Observasi Siswa....................................................................................... 58
Tabel 2 Kisi-kisi Angket....................................................................................... 59
Tabel 3 Jumlah Personil di Madrasah YPI Al-Alawiyah..................................... 63
Tabel 4 Data Kegiatan Guru dalam pembelajaran Pra Siklus.............................. .74
Tabel 5 Hasil Persentase (%) Observasi Tingkah Laku Siswa Pra-Siklus........... .75
Tabel 6 Data Kegiatan Guru dalam Pembelajaran Siklus 1................................ .81
Tabel 7 Hasil Persentase (%) Observasi Tingkah Laku Siswa Siklus 1................82
Tabel 8 Nilai Siklus 1........................................................................................... .84
Tabel 9 Nilai Tertinggi dan Terendah Siswa Siklus 1...........................................86
Tabel 10 Data Kegiatan Guru dalam Pembelajaran Siklus 2................................ 95
Tabel 11 Lembar Observasi Tingkah Laku Siswa Siklus 2...................................95
Tabel 12 Rekapitulasi Hasil Pembelajaran Siklus 2..............................................96
Tabel 13 Nilai Pembelajaran Siklus 2.................................................................. 98
Tabel 14 Hasil Analisis Angket Penggunaan Media Audio Visual.................... 100
Tabel 15 Urutan Nilai Terendah dan Tertinggi Siswa Siklus 1.......................... 103
Tabel 16 Urutan Nilai Terendah sampai Tertinggi Pembelajaran Siklus 2........ 103
Tabel 17 Rekapitulasi Hasil Pembelajaran Siklus 1 dan Siklus 2...................... 104
Tabel 18 Distribusi Frekuensi Nilai Siswa Siklus 1........................................... 105
Tabel 19 Distribusi Frekuensi Nilai Siswa Siklus 2........................................... 106
Tabel 20 Perhitungan Mean dan Standar Deviasi Nilai Siswa Siklus 1............ 108
Tabel 21 Perhitungan Mean dan Standar Deviasi Nilai Siswa Siklus 2.............109
Tabel 22 Kenaikan Lembar Observasi Tingkah Laku Siswa Siklus 1 dan 2.......111
Tabel 23 Data Kegiatan Guru pada Siklus 1 dan Siklus 2.................................. 112
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 RPP Pra-Siklus
Lampiran 2 RPP Siklus 1
Lampiran 3 RPP Siklus 2
Lampiran 4 Lembar Kerja Siswa Siklus 1
Lampiran 5 Lembar Kerja Siswa Siklus 2
Lampiran 6 Lembar Angket
Lampiran 7 Lembar Wawancara
Lampiran 8 Lembar Catatan Lapangan
Lampiran 9 Foto Kegiatan Penelitian
Lampiran 10 Daftar Kehadiran Siswa Kelas VII-D
Lampiran 11 Surat-sura
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dihadapkan dengan berbagai
kesibukan yang menuntut sejumlah keterampilan, salah satunya yaitu
keterampilan berbahasa. Dialog dalam lingkungan keluarga, antaranak dan
orangtua, antarorangtua, antaranak menuntut keterampilan berbahasa. Manusia
merupakan makhluk sosial. Mereka selalu hidup berkelompok, mulai dari
kelompok kecil sampai kelompok besar. Interaksi antarwarga kelompok
ditopang dan didukung oleh alat komunikasi vital yang mereka miliki
bersama, yakni bahasa.
Di mana ada kelompok manusia, maka pasti di situ ada bahasa. Bahasa
merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk berinteraksi satu sama lain.
Berbicara mengenai bahasa, maka tidak terlepas dari yang namanya
keterampilan berbahasa. Keterampilan berbahasa merupakan aspek-aspek
yang membantu seseorang untuk bisa berbahasa dengan baik. Keterampilan
berbahasa terdiri dari empat komponen, yaitu keterampilan menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis.
Keterampilan menyimak dan berbicara merupakan keterampilan yang
paling tua di antara keterampilan berbahasa lainnya. Jauh sebelum manusia
mengenal tulisan, keterampilan menyimak dan berbicara sudah digunakan
oleh manusia sebagai alat komunikasi. Selain dua keterampilan tersebut, dua
keterampilan lainnya, yaitu keterampilan membaca dan menulis diperoleh
ketika seseorang sudah menginjakkan kakinya di bangku sekolah.
Belajar merupakan suatu proses untuk mengubah diri yang awalnya tidak
tahu tentang sesuatu menjadi tahu. Proses pengubahan diri pada anak
membutuhkan waktu yang relatif lama dan secara perlahan-lahan. Proses
berdasarkan tempat belajar anak yang pertama kali diperoleh, yaitu di
lingkungan keluarga, karena keluarga adalah tempat atau wadah yang paling
primer atau pokok yang diterima si anak. Salah satu contohnya, yaitu
1
2
pengajaran berbicara. Pengajaran berbicara bertujuan mengajarkan anak untuk
bisa berbahasa.
Bahasa yang pertama kali diperoleh si anak adalah bahasa ibunya. Pada
proses ini, seorang anak akan mulai menyimak dan menirukan bunyi-bunyi
yang tidak terlalu kompleks, seperti “Ma,” atau “Yah,” dan sebagainya. Ketika
anak sudah mulai masuk ke jenjang dunia sekolah, ia akan mengenali
keterampilan berbahasa lainnya, yaitu membaca dan menulis. Keterampilan
ini merupakan urutan yang sistematis. Pada lingkungan keluarga, anak belajar
menyimak dan berbicara, dan ketika memasuki dunia sekolah ia akan
memperoleh keterampilan membaca dan menulis.
Anak merupakan buah hati yang menjadi kebanggaan bagi orangtuanya.
Selama dalam masa perkembangan, tahap demi tahap selalu dinantikan oleh
orangtuanya. Bahkan, dalam setiap hal yang menunjukkan perkembangan
selalu dicatat untuk dijadikan memori oleh orangtuanya, fungsinya agar ketika
dewasa, anak itu akan melihat sendiri catatan tentang dirinya. Begitu detailnya
orangtua dalam memperhatikan anaknya, sampai kepada sesuatu yang bersifat
kecil.
Berbagai upaya dilakukan oleh orangtua, guna untuk membuat anaknya
menjadi anak yang bermanfaat bagi lingkungannya, dan terkhusus bagi
orangtuanya. Orangtua begitu senang melihat anaknya tumbuh dan
berprestasi. Harapan orangtua terhadap anak adalah agar nasibnya tidak
sesama dengannya.
Doa dan harapan orangtua adalah restu bagi anak-
anaknya.
Dunia pendidikan seperti sekolah-sekolah atau madrasah-madrasah, samasama saling bekerja keras untuk mencetak generasi muda yang berprestasi.
Untuk dapat mencapai hasil yang optimal, dibutuhkan adanya kerja keras
masing-masing pihak yang terlibat, seperti kepala sekolah, guru, dan berbagai
pihak yang ada di sekolah, bahkan siswa itu sendiri juga ikut terlibat. Ketika
adanya kerja sama yang terintegrasi, tidak menutup kemungkinan sekolah
akan maju dan dapat mencetak generasi-generasi yang berilmu pengetahuan.
Tujuan seorang anak disekolahkan, yaitu supaya anak bisa belajar dan
menjadi manusia yang memiliki ilmu pengetahuan. Ketika anak memperoleh
3
ilmu pengetahuan, maka anak akan terbiasa hidup dengan ilmu. Anak yang
mempelajari ilmu, dan menerapkannya ke dalam kehidupan sehari-harinya,
maka secara tidak langsung ia telah mengalami suatu proses yang lebih baik,
yakni yang awalnya belajar, lalu sudah bisa menerapkannya. Sekolah memiliki
peranan penting dalam mengolah dan mendidik manusia menjadi manusia
yang seutuhnya.
Pada proses pembelajaran, berbagai upaya dilakukan oleh guru untuk
menyampaikan ilmu pengetahuan. Pembelajaran yang aktif, kreatif dan
inovatif serta menyenangkan akan membawa proses belajar menjadi lebih
hidup. Pembelajaran tidak hanya berdasar kepada salah satu buku atau dengan
buka buku, akan tetapi bisa dikombinasikan dengan cerita-cerita atau hal-hal
yang membuat anak tidak jenuh di kelas.
Selama ini, masih banyak guru yang menyampaikan ilmu pengetahuan
secara lisan, dan anak lebih cenderung hanya mendengarkan. Penggunaan cara
seperti itu, pelajaran yang disampaikan pun akan sulit dimengerti oleh anak
didik. Salah satu pembelajaran yang menyenangkan adalah pembelajaran
cerita. Cerita merupakan sarana untuk menyampaikan ide atau pesan melalui
serangkaian penataan yang baik dengan tujuan agar pesan menjadi lebih
mudah diterima dan memberikan dampak yang lebih luas dan banyak pada
sasaran.
Di zaman yang sudah penuh teknologi saat ini, pemanfaatan media sangat
penting digunakan sebagai penunjang proses pembelajaran. Media sebagai
pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Media juga sebagai
alat bantu komunikasi. Sekarang sudah banyak sekali media yang digunakan
oleh sekolah dalam penunjang proses pembelajaran, baik berupa media audio,
visual, dan juga audio visual. Media dalam proses pembelajaran menunjang
pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan.
Para guru dituntut agar mampu menggunakan media yang dapat
disediakan di sekolah, dan tidak menutup kemungkinan bahwa alat atau media
tersebut sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Guru sekurangkurangnya dapat menggunakan alat yang murah dan efisien yang meskipun
sederhana dan bersahaja tetapi merupakan keharusan dalam upaya mencapai
4
tujuan pengajaran yang diharapkan. Media membawa kemudahan bagi orang
yang menggunakannya.
Di samping menggunakan media yang tersedia, guru juga dituntut untuk
dapat mengembangkan keterampilan membuat media pembelajaran yang akan
digunakannya apabila media tersebut belum tersedia. Salah satu fungsi dari
hadirnya media dalam dunia pembelajaran, yakni dapat menggambarkan
sesuatu yang abstrak menjadi nyata dan dapat dilihat. Media dalam
pembelajaran, membuat proses pembelajaran menjadi terbantu, dan guru
semakin mudah untuk menyampaikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik.
Peningkatan interpretasi pemahaman anak terhadap cerita, guru bisa
memanfaatkan salah satu media pembelajaran, yaitu media audio visual.
Media audio visual merupakan perpaduan antara media audio dan visual. Hasil
yang dihasilkan dari media ini yaitu, keluaran dari tampilannya berbentuk
sesuatu yang dapat didengar dan dapat dilihat, sehingga anak dalam melihat
cerita semakin lebih mudah dipahami dan diresapi.
Media audio visual sebagai penunjang dalam menampilkan cerita
membawa suatu resepsi bagi anak. Media audio visual yang dihasilkan bisa
penampilan atau diputar dalam bentuk kaset, film atau video yang
memunculkan suara dan dapat dilihat oleh anak. Anak akan lebih mudah
memahami cerita, mengambil sari makna atau nilai-nilai yang terkandung,
yang bisa diterapkan anak dalam hidupnya.
Metode ini turut membantu dalam proses pembelajaran. Pemanfaatan
media belajar dalam proses pembelajaran lebih menggerakkan indera yang
dimiliki anak, baik pendengaran, perasaan, pengelihatan, dan sebagainya.
Dalam penelitian ini, peneliti meneliti tentang: Peningkatan Kemampuan
Pemahaman Cerita melalui Media Audio Visual di Kelas VII-D Madrasah
Tsanawiyah Al-Alawiyah Kranji–Bekasi Barat. Penelitian ini penting
dilakukan untuk menggali potensi diri siswa dalam memahami unsur-unsur
instrinsik cerita (tema, tokoh, penokohan, alur, latar, sudut padang dan
amanat) melalui media audio visual, yaitu dengan pemutaran film drama
Malin Kundang. Pemilihan media audio visual berupa pemutaran film drama
5
Malin Kundang, diharapkan siswa dapat lebih antusias, dan mudah dalam
memahami isi ceritanya.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya,
maka peneliti mengidentifikasi beberapa masalah yang akan dibahas dalam
laporan peneletian, yaitu sebagai berikut:
1. Minimnya penggunaan media pembelajaran, khususnya yaitu media audio
visual dalam pembelajaran cerita, sehingga perhatian dan daya tarik siswa
kurang terhadap materi yang sedang dijelaskan.
2. Sulitnya siswa dalam memahami, dan merefleksikan pelajaran cerita.
3. Sulitnya menghadirkan cerita yang bersifat abstrak dalam proses
pembelajaran.
C. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti merasa perlu membatasi masalah yang akan
dibahas supaya lebih jelas dan khusus. Permasalahan yang terjadi dalam
penelitian ini, bahwa perhatian dan daya tarik siswa kurang dalam
pembelajaran cerita, sehingga pemahaman siswa terhadap materi sangat rendah
Minimnya penggunaan media (audio visual) di dalam pembelajaran, dapat
menyulitkan guru dalam menghadirkan materi yang bersifat abstrak dalam
proses pembelajaran. Oleh karena itu, penelitian ini dibatasi pada Peningkatan
Kemampuan Pemahaman Cerita melalui Media Audio Visual di Kelas VII-D
Madrasah Tsanawiyah Al-Alawiyah Kranji–Bekasi Barat Tahun Pelajaran
2014/2015.
D. Perumusan Masalah
Masalah yang diteliti dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimanakah peningkatan kemampuan pemahaman cerita melalui media
audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang) selama proses
pembelajaran
6
2. Bagaimanakah peningkatan hasil belajar siswa terhadap materi cerita,
ketika media pembelajaran khususnya media audio visual (pemutaran film
drama Malin Kundang) digunakan dalam proses pembelajaran?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin diperoleh dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. Untuk melihat peningkatan kemampuan pemahaman cerita melalui media
audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang) selama proses
pembelajaran.
2. Untuk melihat peningkatan hasil yang diperoleh dalam pelajaran cerita,
ketika media pembelajaran khususnya media audio visual (pemutaran film
drama Malin Kundang) digunakan dalam proses pembelajaran.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
Manfaat Teoritis:
1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan
teknologi, baik itu di lingkungan lembaga institusi (madrasah) maupun
selama menjalani proses pembelajaran di perkuliahan.
2. Bagi para akademisi, penelitian ini dapat menambah referensi dalam
merumuskan strategi pembelajaran yang kreatif, dan meningkatkan mutu
pendidikan di lingkungan ketenagapendidikan.
3. Bagi lembaga institusi, penelitian ini dapat menambah sumber referensi
ilmiah yang berguna bagi madrasah sebagai implikasi untuk mencetak
generasi-generasi yang memiliki tingkat intelektual yang diakui oleh
masyarakat.
Manfaat Praktis:
1. Pada penelitian ini, peserta didik diharapkan dapat memperoleh perubahanperubahan dalam dirinya dalam proses pembelajaran, seperti lebih aktif
bertanya, lebih berani mengungkapkan sesuatu yang ingin disampaikannya,
dan meningkatkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotoriknya.
7
2. Bagi guru, penelitian ini dapat menambah referensi guru dalam
melaksanakan pembelajaran, menambah strategi dan metode pembelajaran,
sehingga membuat siswa menjadi lebih termotivasi untuk belajar.
3. Bagi madrasah, penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dalam
proses pembelajaran yang lebih aktif, kreatif, inovatif.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN RELEVAN
A. Hakikat Cerita dan Pemahaman Cerita
“Cerita merupakan sarana untuk menyampaikan ide atau pesan melalui
serangkaian penataan yang baik dengan tujuan agar pesan menjadi lebih mudah
diterima dan memberikan dampak yang lebih luas dan banyak pada sasaran.”1
Bercerita adalah perbuatan atau suatu kejadian dan disampaikan secara lisan
dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain.
dengan demikian, bercerita dalam konteks komunikasi dapat dikatakan sebagai
upaya memengaruhi orang lain melalui ucapan dan penuturan tentang sesuatu.
Cerita dibedakan dengan cerita untuk anak. Cerita anak adalah cerita
tentang kehidupan anak, baik suka maupun dukanya dalam keluarga dan
masyarakat, sedangkan, cerita untuk anak adalah cerita yang diperuntukkan
bagi anak, baik cerita yang menyangkut kehidupan anak maupun cerita tentang
binatang, cerita para tokoh yang berjasa bagi bangsanya, cerita tentang alam,
dan cerita kepercayaan. Kedua cerita ini bermanfaat untuk pendidikan dan
pembentukan pribadi anak. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat
disimpulkan, bahwa hakikat cerita anak adalah karangan imajinatif tentang
kehidupan anak.
Pada hakikatnya, cerita adalah kisah tentang kejadian suatu tempat,
kehidupan binatang sebagai perlambangan kehidupan manusia, kehidupan
manusia dalam masyarakat, dan cerita tentang mite yang hidup di dalam
masyarakat, kapan dan di mana cerita itu terjadi. Cerita pada awalnya
disampaikan secara lisan, kemudian berkembang menjadi bahan cetakan
berupa buku, kaset, video kaset, dan film. Demikian pula bahan cerita ini
berkembang terus sesuai dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, dan
perkembangan teknologi. Cerita yang baik adalah cerita yang dapat
menyampaikan pesan kepada sasarannya. Untuk itu, perlu memiliki konsep
dasar yang jelas.
1
Sihabuddin dkk, Bahasa Indonesia 2: Learning Assistance for Islamic Schools Pendidikan
Guru Madrasah Ibtidaiyah, (2009), h. 8-7.
8
9
“Sadiman mengatakan, bahwa pemahaman adalah suatu kemampuan
seseorang dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan, atau menyatakan
sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya.
Selain itu, Suharismi mengatakan, bahwa pemahaman (comprehension) adalah
bagaimana sesorang mempertahankan, membedakan, menduga (estimates),
menerangkan, memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberi
contoh, menuliskan kembali, dan memperkirakan.”2
“Pengertian pemahaman dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
proses, cara, perbuatan memahami atau memahamkan.”3
Dari beberapa pengertian tentang pemahaman di atas, dapat disimpulkan,
bahwa pemahaman adalah sesatu hal yang dipahami dengan baik, baik dalam
mengartikan, menafsirkan, dan menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri
berdasarkan pada pengetahuan yang dimilikinya.
Berdasarkan hakikat pemahaman dan cerita di atas, dapat disimpulkan,
bahwa pemahaman cerita, yaitu seseorang (siswa) mampu memahami,
mengerti, mengartikan, menceritakan kembali dan menafsirkan unsur-unsur
(instrinsik) yang terkandung di dalam cerita.
B. Pengertian Unsur Instrinsik dan Ekstrinsik
Sebuah karya fiksi yang jadi merupakan sebuah bangun cerita yang
menampilkan sebuah dunia yang sengaja dikreasikan pengarang. Unsur-unsur
pembangun sebuah novel–yang kemudian secara bersama membantuk sebuah
totalitas itu –di samping unsur formal bahasa, masih banyak lagi macamnya.
Pembagian unsur yang dimaksud adalah unsur instrinsik dan ekstrinsik.
Unsur instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu
sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai
karya sastra, unsur-unsur secara faktual akan dijumpai jika orang membaca
karya sastra. Unsur instrinsik adalah unsur-unsur yang (secara langsung)
membangun cerita. Unsur yang dimaksud, untuk menyebut sebagaian saja,
misalnya, peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang
penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain.4
2
Referensi Belajar Anak Indonesia dalam http://www.duniapelajar.com/2011/09/02/definisipemahaman-menurut-para-ahli/, diunduh pada 11 Januari 2015.
3
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 811.
4
Burhanudin Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
2012), h.. 23.
10
Di pihak lain, unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar
karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung memengaruhi bangunan atau
sistem organism karya sastra. Secara lebih khusus, ia dapat dikatakan sebagai
unsur-unsur yang memengaruhi bangun cerita, namun sendiri tidak ikut
menjadi bagian di dalamnya. Walau demikian, unsur ekstrinsik cukup
berpengaruh (untuk tidak dikatakan: cukup menentukan) terhadap totalitas
bangun cerita yang dihasilkan.
Sebagaimana halnya unsur instrinsik, unsur ekstrinsik juga terdiri dari
sejumlah unsur. Unsur-unsur yang dimaksud antara lain: keadaan
subjektivitas individu pengarang yang memiliki sifat, keyakinan, dan
pandangan hidup yang kesemuanya itu akan memengaruhi karya yang
ditulisnya. Pendek kata, unsur biografi pengarang akan turut menentukan
corak karya yang dihasilkannya.
Unsur ekstrinsik berikutnya adalah psikologi dalam karya. Keadaan
lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial juga akan
berpengaruh terhadap karya sastra, dan hal itu merupakan unsur ekstrinsik
pula. Unsur ekstrinsik yang lain misalnya pandangan hidup suatu bangsa,
berbagai karya seni yang lain, dan sebagainya.5
C. Memahami Unsur Instrinsik Cerita
Pada umumnya, para ahli membagi unsur instrisik cerita (prosa rekaan)
atas alur (plot), tokoh, watak, penokohan, latar cerita (setting), sudut pandang,
gaya bahasa, amanat, dan tema. “Siswanto menambahkan satu unsur lagi,
yaitu gaya penceritaan."6. Berikut akan dijelaskan secara singkat.
1. Tokoh, Watak, dan Penokohan
Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan,
sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastrawan
menampilkan tokoh disebut penokohan .Tokoh dalam karya rekaan selalu
mempunyai sifat, sikap, tingkah laku atau watak-watak tertentu.
Pemberian watak pada tokoh suatu karya oleh sastrawan disebut
perwatakan.
5
6
Ibid., h. 22-24.
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: P.T. Grasindo, 2008), h. 142.
11
Ditinjau dari peranan dan keterlibatan dalam cerita, tokoh dapat
dibedakan atas: (a) tokoh primer, (b) tokoh sekunder atau bawahan, (c)
tokoh komplementer (tambahan).
Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah
cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus,
sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita, dan sebaliknya, ada
tokoh yang dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu
pun mungkin dalam porsi penceritaan yang terlalu pendek. Tokoh yang
disebut pertama adalah tokoh utama cerita, sedangkan yang kedua adalah
tokoh tambahan.
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya. Ia
merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku
kejadian, maupun yang dikenai kejadian. Karena tokoh utama paling
banyak diceritakan, dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia
sangat menetukan perkembangan plot secara keseluruhan. Ia selalu hadir
sebagai pelaku, atau yang dikenai kejadian dan konflik, penting yang
memengaruhi perkembangan plot
Di pihak lain, pemunculan tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita
lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada
keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tidak
langsung. Tokoh utama adalah yang dibuat sinopsisnya, yaitu dalam
kegiatan pembuatan sinopsis, sedangkan tokoh tambahan biasanya
diabaikan.7
Ditinjau dari perkembangan kepribadian tokoh, tokoh dapat
dibedakan atas: (a) tokoh dinamis, dan (b) tokoh statis. Tokoh dinamis
adalah tokoh yang kepribadiannya selalu berkembang. Sebagai contoh,
tokoh yang semula jujur, karena terpengaruh oleh temannya yang serakah,
akhirnya menjadi tokoh yang tidak jujur. Tokoh ini menjadi jujur kembali
setelah sadar, bahwa dengan tidak jujur, penyakit jantungnya semakin
parah, sedangkan tokoh statis adalah tokoh yang mempunyai kepribadian
yang tetap.
7
Nurgiyantoro, op. cit., h. 176-177.
12
Bila dilihat dari masalah yang dihadapi tokoh, dapat dibedakan atas
tokoh yang mempunyai: (a) karakter sederhana, dan (b) kompleks. Tokoh
yang mempunyai karakter sederhana adalah tokoh yang hanya
mempunyai karakter seragam atau tunggal, sedangkan tokoh yang
mempunyai
karakter
kompleks
adalah
tokoh
yang
mempunyai
kepribadian yang kompleks, misalnya tokoh yang di mata masyarakat
dikenal sebagai orang yang dermawan, pembela kaum miskin, berusaha
mengentaskan kemiskinan, ternyata ia juga bandar judi.
Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan ke dalam
tokoh sederhana, dan tokoh kompleks atau bulat. Pembedaan tersebut
berasal dari foster dalam bukunya Aspect of the Novel yang terbit pertama
kali 1927. Tokoh sederhana, dalam bentuknya yang asli adalah tokoh
yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat-watak yang
tertentu saja. Sebagai seorang tokoh manusia, ia tidak diungkap berbagai
kemungkinan sisi kehidupannya. Ia tidak memiliki sifat dan tingkah laku
yang dapat memberikan efek kejutan bagi pembaca. Sifat dan tingkah
laku
seorang
tokoh
sederhana
bersifat
datar,
monoton,
hanya
mencerminkan satu watak tertentu.Tokoh sederhana dapat saja melakukan
berbagai
tindakan,
namun
semua
tindakannya
itu
akan
dapat
dikembalikan pada perwatakan yang dimiliki dan yang telah diformulakan
itu.8
Tokoh bulat atau tokoh kompleks berbeda dengan tokoh sederhana,
adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi
kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. Ia dapat saja memiliki
watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun ia pun dapat pula
menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam, bahkan
mungkin seperti bertentangan dan sulit diduga.
Dibandingkan dengan tokoh sederhana, tokoh bulat lebih menyerupai
kehidupan manusia yang sesungguhnya, karena di samping memiliki
berbagai kemungkinan sikap dan tindakan, ia juga sering memberikan
kejutan. Tokoh juga lebih sulit dipahami, terasa kurang familiar, karena
yang ditampilkan yaitu tokoh-tokoh yang kurang akrab dan kurang
8
Ibid.,h. 181.
13
dikenal sebelumnya. Tingkah lakunya sering tidak terduga, dan
memberikan efek kejutan bagi pembaca.9
“Sukada dalam Teori Pengkajian Fiksi merangkum keempat
pembagian di atas menjadi: (a) tokoh datar, dan (b) tokoh bulat. Tokoh
datar adalah tokoh yang sederhana dan bersifat statis, sedangkan tokoh
bulat adalah tokoh yang memiliki kekompleksitasan watak dan bersifat
dinamis.”10
Berdasarkan kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan tokohtokoh cerita, tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh statis, tidak
berkembang dan tokoh dinamis, tokoh berkembang. Tokoh statis adalah
tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan atau
perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa
yang terjadi. Tokoh jenis ini tampak seperti kurang terlibat dan tidak
berpengaruh adanya perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi karena
adanya hubungan antarmanusia. Tokoh statis memiliki sikap dan watak
yang relatif tetap, tidak berkembang, sejak awal sampai akhir cerita.
Tokoh berkembang, di pihak lain, adalah tokoh cerita yang
mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan
perkembangan (dan perubahan) peristiwa dan plot yang dikisahkan. Ia
secara aktif berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan sosial
maupun yang lain, yang kesemuanya itu akan memengaruhi sikap, watak,
dan tingkah lakunya.
Adanya perubahan-perubahan yang terjadi di luar dirinya, dan adanya
hubungan antarmanusia yang memang bersifat saling memengaruhi itu,
dapat menyentuh kejiwaannya dan dapat menyebabkan terjadinya
perubahan dan perkembangan sikap dan wataknya. “Sikap dan watak
tokoh berkembang, dengan demikian akan mengalami perkembangan atau
perubahan dari awal, tengah, dan akhir cerita, sesuai dengan tuntutan
koherensi cerita secara keseluruhan.”11
Dalam penokohan yang bersifat statis, dikenal adanya tokoh hitam
(dikonotasikan sebagai tokoh jahat) dan putih (dikonotasikan sebagai
tokoh baik), yaitu tokoh yang statis hitam dan statis putih. Artinya, tokoh9
Ibid., h. 183.
Ibid., h. 188.
11
Ibid.,h. 188.
10
14
tokoh tersebut sejak awal kemunculannya hingga akhir cerita terusmenerus bersifat hitam-putih, yang hitam tidak pernah berunsur putih, dan
yang putih pun tidak diungkapkan unsur kehitamannya.
Tokoh hitam adalah tokoh yang benar-benar hitam, yang seolah-olah
telah tercetak biru secara demikian, dan yang tampak hanya melulu sikap,
watak, dan tingkah lakunya yang jahat dan tidak pernah diungkapkan
unsur-unsur kebaikannya dalam dirinya, walau sebenarnya pasti ada.
sebaliknya, tokoh putih pun seolah-olah juga telah tercetak biru, selalu
saja baik, dan tidak pernah berbuat sesuatu yang tergolong tidak baik,
walau pernah sekali dua kali berbuat hal demikian.12
Dilihat dari watak yang dimiliki tokoh, dapat dibedakan atas: (a)
tokoh protagonis, dan (b) tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh
yang disukai pembaca atau penontonnya. Biasanya, watak tokoh semacan
ini adalah watak yang baik dan positif, sedangkan tokoh antagonis adalah
tokoh yang wataknya dibenci pembaca atau penontonnya. Tokoh ini
biasanya digambarkan sebagai tokoh yang berwatak buruk dan negatif.
Dilihat dari fungsi penampilan tokoh, dapat dibedakan ke dalam tokoh
protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang
dikagumi–yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero–tokoh
yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai, nilai yang ideal.
Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan,
dan harapan pembaca.13
Sebuah fiksi harus mengandung konflik, ketegangan, khususnya
konflik dan ketegangan yang dialami oleh tokoh protagonis. Tokoh
penyebab terjadinya konflik disebut tokh antagonis. Tokoh antagonis,
barangkali dapat disebut, beroposisi dengan tokoh protagonis, secara
langsung ataupun tidak langsung, baik secara fisik maupun batin. Konflik
yang dialami oleh tokoh protagonis tidak harus hanya yang disebabkan
oleh tokoh antagonis seorang, beberapa orang individu yang dapat
ditunjuk secara jelas. Hal itu bisa disebabkan, seperti bencana alam,
kecelakaan, nilai-nilai moral, kekuasaan, dan kekuatan yang lebih
tinggi.14
Selain itu, “dalam literer dikenal adanya tokoh mayor dan tokoh
minor. Tokoh mayor adalah tokoh yang memiliki peranan penting atau
12
Ibid.
Ibid., h. 178-179.
14
Ibid.
13
15
utama di dalam sebuah novel.”15 sedangkan tokoh minor kebalikan dari
tokoh mayor, yaitu tokoh yang tidak memiliki peranan penting atau bukan
yang utama.
“Boulton dalam Teori Pengkajian Fiksi mengungkapkan, bahwa cara
sastrawan menggambarkan atau menampilkan tokohnya dapat menempuh
berbagai cara. Dalam cerita fiksi, pelaku dapat berupa manusia atau tokoh
makhluk lain yang diberi sifat seperti manusia, misalnya kancil, kucing,
kaset, dan sepatu.”16
Ada beberapa cara untuk memahami watak tokoh. Cara itu adalah
melalui (1) tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya, (2)
gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan
kehidupannya maupun cara berpakaiannya, (3) menunjukkan bagaimana
perilakunya, (4) melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya
sendiri, (5) memahami bagaimana jalan pikirannya, (6) melihat
bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya, (7) melihat tokoh lain
berbincang dengannya, (8) melihat bagaimanakah tokoh-tokoh yang lain
itu memberi reaksi terhadapnya, dan (9) melihat bagaimana tokoh itu
dalam mereaksi tokoh yang lain.
2. Latar Cerita (Setting)
“Abrams dalam Pengantar Teori Sastra mengatakan, bahwa latar
atau setting yang disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran pada
pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat
terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.”17
Leo Hamalian dan Frederic R. Karell, dalam Pengantar Teori Sastra
mengatakan, bahwa latar cerita dalam karya fiksi bukan hanya berupa
tempat, waktu, peristiwa, suasana serta benda-benda dalam lingkungan
tertentu, tetapi juga dapat berupa suasana yang berhubungan dengan
sikap, jalan pikiran, prasangka, maupun gaya hidup suatu masyarakat
dalam menanggapi suatu problem tertentu.18
15
Furqonul Aziez dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi: Sebuah Pengantar, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2010), h. 63.
16
Nurgiyantoro, loc. cit.
17
Siswanto, op.cit., h. 149.
18
Ibid.
16
Kenney mengungkapkan dalam Pengantar Teori Sastra, bahwa
cakupan latar cerita dalam cerita fiksi meliputi: penggambaran lokasi
geografis, pemandangan perincian perlengkapan sebuah ruangan,
pekerjaan atau kesibukan sehari-hari para tokoh, waktu berlakunya
kejadian, masa sejarahnya, musim terjadinya sebuah tahun, lingkungan
agama, moral, intelektual, sosial, dan emosional para tokoh.19
“Unsur prosa cerita yang disebut latar ini menyangkut tentang
lingkungan geografi, sejarah, sosial, dan bahkan kadang-kadang
lingkungan politik atau latar belakang tempat kisah itu berlangsung.”20
“Istilah latar atau setting berkaitan dengan elemen-elemen yang
memberikan kesan abstrak tentang lingkungan, baik tempat maupun
waktu, yaitu para tokoh menjalankan perannya.”21
Dari beberapa pengertian di atas, bahwa dapat disimpulkan bahwa
latar atau setting merupakan tempat, waktu dan lingkungan yang
dijadikan sebagai keterangan dari peristiwa-peristiwa yang ada di dalam
cerita.
“Hudson membagi setting atas: (a) setting sosial, dan (b) setting fisik.
Setting sosial menggambarkan keadaan masyarakat, kelompok-kelompok
sosial, dan sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa, dan lain-lain
yang melatari peristiwa. Latar fisik mengacu pada wujud fisikal, yaitu
bangunan, daerah, dan sebagainya.”22
Tidak semua jenis latar cerita itu ada di dalam sebuah cerita rekaan.
Mungkin dalam sebuah cerita rekaan, latar cerita yang menonjol adalah
latar waktu dan tempat. Mungkin di cerita lainnya yang menonjol adalah
latar sosial. Penggambaran latar ini ada yang terperinci, ada pula yang
tidak. Ada latar yang dijelaskan secara persis seperti kenyataannya; ada
yang gabungan antara kenyataan dan khayalan; ada juga latar yang
merupakan hasil imajinasi pengarangnya
Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat,
waktu, dan sosial.
19
Ibid.
B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, (Yogyakarya: Kanisius, 1988), h. 71.
21
Aziez dan Hasim,op.cit., h. 74.
22
Siswanto, loc. cit.
20
17
a. Latar Tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan
dalam
sebuah
karya
fiksi.
Unsur
tempat
yang
dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu,
inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Latar tempat
tanpa nama jelas biasanya hanya berupa penyebutan jenis dan sifat
umum temapat-tempat tertentu, misalnya desa, sungai, jalan, hutan,
kota, kota kecamatan, dan sebagainya.
Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu haruslah
mencerminkan, atau paling tidak, tidak bertentangan dengan sifat dan
keadaan geografis tempat yang bersangkutan. Masing-masing tempat
tentu saja memilki karakternya sendiri yang membedakannya dengan
tempat-tempat lain. “Latar tempat dalam sebuah cerita biasanya
meliputi lokasi. Ia akan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat
lain sejalan dengan perkembangan plot dan tokoh.”23
b. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu
faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan
peristiwa sejarah.
Masalah waktu dalam karya naratif, Genette, mengatakan, bahwa
dapat bermakna ganda: di satu pihak menyaran pada waktu
penceritaan, waktu penulisan cerita, dan di pihak lain menunjuk pada
waktu dan urutan waktu yang terjadi dan dikisahkan dalam cerita.
Latar waktu harus juga dikaitkan dengan latar tempat (juga: sosial)
sebab pada kenyataannya memang saling berkaitan. Keadaan suatu
yang diceritakan mau tidak mau harus mengacu pada waktu tertentu,
karena tempat itu akan berubah sejalan dengan perubahan waktu.24
23
24
Nurgiantoro, op. cit., h. 227-229.
Ibid., h. 230.
18
c. Latar Sosial
Latar sosial mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan
dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup
berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat
berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinanm pandangan
hidup, cara berpikir dan bersikap.
Latar sosial memang dapat secara meyakinkan menggambarkan
suasana kedaerahan, local color, warna setempat daerah tertentu
melalui kehidupan sosial masyarakat. Di samping berupa hal-hal yang
telah dikemukakan, ia dapat pula berupa dan diperkuat dengan
penggunaan bahasa daerah atau dialek-dialek tertentu.
“Selain penggunaan bahasa daerah, masalah penamaan tokoh
dalam banyak hal juga berhubungan dengan latar sosial. Latar sosial
merupakan bagian latar secara keseluruhan. Jadi, ia berada dalam
kepaduannya dengan unsur latar yang lain, yaitu unsur tempat dan
waktu.”25
3. Sudut Pandang
“Aminuddin dalam Pengantar Teori Sastra, mengatakan, bahwa
sudut pandang diartikan sebagai cara pengarang menampilkan para pelaku
dalam cerita yang dipaparkannnya.”26
Hary Shaw dalam Pengantar Teori Sastra menyatakan, bahwa sudut
pandang terdiri atas: (1) sudut pandang fisik, yaitu posisi dalam waktu
dan ruang yang digunakan pengarang dalam pendekatan materi cerita, (2)
sudut pandang mental, yaitu perasaan dan sikap pengarang terhadap
masalah dalam cerita, dan (3) sudut pandang pribadi, yaitu hubungan
yang dipilih pengarang dalam membawa cerita; sebagai orang pertama,
kedua, atau ketiga. Sudut pandang pribadi dibagi atas (a) pengarang
menggunakan sudut pandang tokoh, (b) pengarang menggunakan sudut
pandang tokoh bawahan, dan (c) pengarang menggunakan sudut pandang
yang impersonal: ia sama sekali berdiri di luar cerita.27
25
Ibid., h. 233, 237.
Siswanto, op.cit., h. 152.
27
Ibid.
26
19
“Abrams mengatakan dalam Teori Pengkajian Fiksi, bahwa, sudut
pandang, point of view, menyarankan pada cara sebuah cerita dikisahkan.
Ia merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai
sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa
yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi.”28
Sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat,
yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan
ceritanya. Sudut pandang kiranya dapat disamakan artinya, dan bahkan
dapat lebih memperjelas, dengan istilah pusat pengisahan. Sudut pandang
itu sendiri secara garis besar dapat dibedakan ke dalam dua macam: a)
persona pertama (first person) gaya “aku” dan persona ketiga (thirdperson), gaya “dia.” Jadi, dari sudut pandang “aku” atau “dia,” dengan
berbagai variasinya, sebuah cerita dikisahkan.
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa sudut
pandang dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu sebagai berikut.
a. Sudut Pandang Persona Ketiga: “Dia”
Pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona
ketiga, gaya “dia,” narator adalah seseorang yang berada di luar cerita
yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau
kata gantinya; ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh cerita, khususnya
yang utama, kerap atau terus-menerus disebut, dan sebagai variasi
dipergunakan kata ganti. Hal ini memudahkan dalam mengenali siapa
tokoh yang diceritakan atau siapa yang bertindak.
Sudut padang “dia” dapat dibedakan ke dalam dua golongan,
berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap
bahan ceritanya.
(1) “Dia” Mahatahu
Sudut pandang persona ketiga mahatahu, cerita dikisahkan
dari sudut “dia,” namun pengarang, narator, dapat menceritakan
apa saja hal-hal yang menyangkut tokoh “dia” tersebut. Narator
28
Nurgiantoro, op. cit., h. 248.
20
mengetahui segalanya, ia bersifat mahatahu. Ia mengetahui
berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan, termasuk
motivasi yang melatarbelakanginya. Ia bebas bergerak dan
menceritakan apa saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita.
Teknik
mahatahu
tersebut,
bahwa
narator
mampu
menceritakan seseuatu, baik yang bersifat fisik, dapat diindera,
maupun sesuatu yang hanya terjadi dalam hati dan pikiran tokoh,
bahkan lebih dari seorang tokoh. Selain itu, narator juga dapat
mengomentari dan menilai secara bebas dengan penuh otoritas,
seolah-olah tidak ada satu rahasia un tentang tokoh yang tidak
diketahuinya. Oleh karena narator secara bebas menceritakan hati
dan tindakan tokoh-tokohnya, hal itu akan segera “mengobati”
rasa ingin tahu pembaca atau pendengar.
(2) “Dia” Terbatas, “Dia” sebagai Pengamat
Sudut pandang “dia” terbatas, bahwa pengarang melukiskan
apa yang dilihat, didengar, dialami, dipikir, dan dirasakan oleh
tokoh cerita, namun terbatas hanya pada seorang tokoh saja, atau
dalam jumlah yang sangat terbatas. Tokoh cerita mungkin saja
cukup banyak, yang juga berupa tokoh “dia,” namun mereka tidak
diberi kesempatan (tidak dilukiskan) untuk menunjukkan sosok
dirinya seperti halnya tokoh pertama
“Sudut pandang “dia” sebagai pengamat yang benar-benar
objektif,
narator
bahkan
hanya
dapat
melaporkan
atau
menceritakan segala sesuatu yang dapat dilihat dan didengar, atau
yang dapat dijangkau oleh indera.”29
b. Sudut Pandang Persona Pertama: “Aku”
Pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona
pertama, first person point of view, “aku,” jadi: gaya “aku,” narator
adalah seseorang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si “aku” tokoh
29
Ibid., h. 256-261.
21
yang
berkisah,
mengisahkan
kesadaran
dirinya
sendiri,
self
consciousness, mengisahkan peristiwa dan tindakan, yang diketahui,
dilihat, didengar, dialami, dan dirasakan, serta sikapnya terhadap
orang (tokoh) lain kepada.
Pada sudut pandang persona pertama adalah sudut pandang yang
bersifat internal, maka jangkauannya terbatas. Sudut pandang “aku,”
narator hanya bersifat mahatahu bagi dirinya sendiri dan tidak
terhadap orang-orang (tokoh) lain yang terlibat dalam cerita. Ia hanya
berlaku sebagai pengamat saja terhadap tokoh-tokoh “dia” yang bukan
dirinya.
Sudut pandang persona pertama dapat dibedakan ke dalam dua
golongan berdasarkan peran dan kedudukan si “aku” dalam cerita. Si
“aku” mungkin menduduki peran utama, jadi tokoh utama protagonis,
mungkin hanya menduduki peran tambahan, jadi tokoh tambahan
protagonis, atau berlaku sebagai saksi.
(1) “Aku” Tokoh Utama
Dalam sudut pandang teknik ini, si “aku” mengisahkan
berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang
bersifat batiniah, dalam diri sendiri, maupun fisik, hubungannya
dengan sesuatu yang di luar dirinya. Si “aku” menjadi fokus, pusat
kesadaran, pusat cerita. Segala sesuatu yang di luar diri si “aku,”
peristiwa,
tindakan,
dan
orang,
diceritakan
hanya
jika
berhubungan dengan dirinya, atau dipandang penting.
Teknik “aku” dapat dipergunakan untuk melukiskan serta
membeberkan berbagai pengalaman kehidupan manusia yang
paling dalam dan rahasia sekalipun. Pengalaman batin yang benarbenar hanya mungkin dirasakan oleh individu yang bersangkutan,
dan tidak mungkin, atau sulit, dimanifestasikan secara tepat ke
dalam bentuk kata dan tindakan, sebab yang bersangkutan
mungkin merasa tidak mampu atau segan melakukannya.
22
(2) “Aku” Tokoh Tambahan”
Dalam sudut pandang “Aku” tokoh tambahan, first-person,
tokoh “aku” hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca,
sedang tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian “dibiarkan”
untuk mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya. Tokoh cerita
yang dibiarkan berkisah sendiri itulah yang kemudian menjadi
tokoh
utama,
sebab
dialah
yang
lebih
banyak
tampil,
membawakan berbagai peristiwa, tindakan, dan berhubungan
dengan tokoh-tokoh lain. Setelah cerita tokoh utama habis, si
“aku” tambahan tampil kembali, dan dialah kini yang berkisah.
c. Sudut Pandang Campuran
Penggunaan sudut pandang yang bersifat campuran itu berupa
penggunaan sudut pandang persona ketiga dengan teknik “aku”
sebagai tokoh utama dan “aku” tambahan atau sebagai saksi, bahkan
dapat berupa campuran antara persona pertama dan ketiga, antara
“aku” dan “dia” sekaligus.
“Sudut pandang campuran “aku” dan “dia” digunakan secara
bergantian. Misalnya pada awalnya cerita, pengarang menggunakan
“aku” kemudian beralih pada “dia” dan kembali lagi pada “aku.”30
“Campuran “aku” dan “dia”. Pada sudut pandang ini, mula-mula
cerita dikisahkan dari sudut “aku,” namun kemudian terjadi pergantian
ke “dia,” dan kembali lagi ke “aku.”31
Sudut pandang persona ketiga, sering memanfaatkan teknik “dia”
mahatahu dan terbatas, atau sebagai observer secara bergantian.
Terhadap sejumlah tokoh tertentu, narator bersifat mahatahu. Namun,
terhadap sejumlah tokoh yang lain, biasanya tokoh-tokoh tambahan,
termasuk deskripsi latar, narator berlaku sebagai pengamat, bersifat
objektif, dan tidak melukiskan lebih dari yang dapat dijangkau oleh
indera.
30
Albertine Minderop, Metode Karakterisasi Telaah Fiksi, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia), h. 115.
31
Nurgiantoro, op. cit., h. 262-269.
23
Penggunaan sudut pandang persona pertama yang sekaligus
memanfaatkan teknik “aku” sebagai tokoh utama dan tambahan.
Dalam sudut pandang ini, pun bisa terjadi pergantian pusat kesadaran
dari tokoh utama “aku” yang satu ke “aku” utama yang lain. Misalkan,
ada pergantian dari “aku”-nya Sri ke “aku”-nya Michel. Jadi, ada
pergantian fokalisasi di antara dua orang tokoh cerita walau keduanya
sama-sama di-aku-kan.
4. Alur (plot)
Alur ialah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan
peristiwa, sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para
pelaku dalam suatu cerita. “Sudjiman, mengartikan, bahwa alur adalah
jalinan peristiwa di dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu.
Jalinannya dapat diwujudkan oleh hubungan temporal (waktu) dan oleh
hubungan kausal (sebab-akibat).”32 Alur adalah rangkaian peristiwa yang
direka dan dijalin dengan seksama, yang menggerakkan jalan cerita
melalui rumitan ke arah klimaks dan selesaian.
“Yelland (1938) mengatakan dalam Menganalisis Fiksi: Sebuah
Pengantar, bahwa alur diistilahkan dengan „kerangka cerita atau
rangkaian peristiwa-peristiwa.‟ Dengan kata lain plot adalah suatu urutan
cerita atau peristiwa yang teratur dan terorganisasi.”33
“Stanton mengatakan dalam Teori Pengkajian Telaah Fiksi , bahwa
plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu
hanya dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa yang satu disebabkan
atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.”34 Berdasarkan
beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan, bahwa yang disebut
dengan plot adalah urutan cerita, yang setiap peristiwa yang dihubungkan
oleh hubungan kausal (sebab-akibat).
32
Ibid., h. 112.
Aziez dan Hasim, op.cit., h. 68.
34
Nurgiantoro, op. cit., h. 113.
33
24
Ada beberapa pendapat tentang tahapan-tahapan peristiwa dalam
suatu cerita. Aminuddin membedakan tahapan-tahapan peristiwa atas
pengenalan, konflik, komplikasi, klimaks, peleraian, dan penyelesaian.
a. Pengenalan
Pengenalan adalah tahap peristiwa dalam suatu cerita rekaan atau
drama yang memperkenalkan tokoh-tokoh atau latar cerita. Yang
dikenalkan dari tokoh ini, misalnya, nama, asal, ciri fisik, dan
sifatnya.
“Peristiwa yang dimaksud diartikan sebagai peralihan dari satu
keadaan ke keadaan lain. Misalkan, mendeskripsikan tindakan tokoh
dengan mendeskripsikan ciri-ciri fisik tokoh.”35
Bentuk peristiwa dalam sebuah cerita, dapat berupa peristiwa
fisik ataupun batin. Peristiwa fisik melibatkan aktivitas fisik, ada
interaksi antara seorang tokoh cerita dengan sesuatu yang diluar
dirinya: tokoh lain atau lingkungan. Peristiwa batin adalah sesuatu
yang terjadi dalam batin, hati, seorang tokoh.
b. Konflik atau tikaian
Konflik atau tikaian adalah ketegangan atau pertentangan antara
dua kepentingan atau kekuatan di dalam cerita rekaan atau drama.
Pertentangan ini dapat terjadi dalam diri satu tokoh, antara dua tokoh,
antara tokoh, dan masyarakat atau lingkungannya, antara tokoh dan
alam, serta antara tokoh dan Tuhan. Ada konflik lahir dan konflik
batin.36
Konflik menyaran pada pengertian sesuatu yang bersifat tidak
menyenangkan yang terjadi atau dialami oleh tokoh-tokoh cerita,
yang, jika tokoh-tokoh itu mempunyai kebebasan untuk memilih, ia
tidak akan memilih peristiwa itu menimpa dirinya. Peristiwa dan
konflik biasanya berkaitan erat, dapat saling menyebabkan terjadinya
satu dengan yang lain, bahkan konflik pun hakikatnya merupakan
peristiwa. Ada peristiwa tertentu yang dapat menimbulkan terjadinya
35
36
Ibid., h. 117.
Ibid., h. 122.
25
konflik. Sebaliknya, karena terjadi konflik, peristiwa-peristiwa lain
pun dapat bermunculan, misalnya yang sebagai akibatnya.37
Bentuk konflik, sebagai bentuk kejadian, dapat pula dibedakan ke
dalam dua kategori, yaitu sebagai berikut.
1. Konflik Eksternal
Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang
tokoh dengan sesuatu di luar dirinya, mungkin dengan lingkungan
alam, mungkin dengan lingkungan manusia.
Konflik eksternal dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu: (a)
konflik fisik, konflik fisik adalah konflik yang disebabkan adanya
perbenturan antara tokoh dengan lingkungan alam. Misalnya,
konflik yang dialami oleh seseorang akibat adanya banjir besar,
kemarau panjang, gunung meletus, dan sebagainya; (b) konflik
sosial adalah konflik yang disebabkan oleh adanya kontak sosial
antarmanusia, atau masalah-masalah yang muncul akibat adanya
hubungan antar manusia. Masalahnya bisa berupa perburuhan,
penindasan, percekcokan, peperangan, atau kasus-kasus hubungan
lainnya.
2. Konflik Internal
Konflik internal adalah konflik yang terjadi dalam hati, jiwa
seorang tokoh (atau tokoh-tokoh) cerita. Jadi, ia merupakan
konflik yang dialami manusia dengan dirinya sendiri, ia lebih
merupakan permasalahan intern seorang manusia. Misalnya hal itu
terjadi akibat adanya pertentangan antara dua keinginan,
keyakinan, pilihan yang berbeda, harapan-harapan, atau masalahmasalah lainnya.38
c. Komplikasi atau rumitan
Komplikasi atau rumitan adalah bagian tengah alur cerita rekaan
atau drama yang mengembangkan tikaian. Pada tahap ini, konflik
37
38
Ibid.
Ibid., h. 122-124.
26
yang terjadi semakin tajam karena berbagai sebab dan berbagai
kepentingan yang berbeda dari setiap tokoh.
d. Klimaks
Klimaks adalah bagian alur cerita rekaan atau drama yang
melukiskan puncak ketegangan, terutama dipandang dari segi
tanggapan emosional pembaca. Klimaks merupakan puncak rumitan
yang diikuti oleh krisis atau titik balik.
Stanton dalam Teori Pengkajian Fiksi mengatakan, bahwa saat
konflik telah mencapai tingkat intensitas tertinggi, dan saat (hal) itu
merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari kejadiannya. Klimaks
merupakan titik pertemuan antara dua (atau lebih) hal (keadaan) yang
dipertentangkan dan menentukan bagaimana permasalahan (konflik
itu) akan diselesaikan.39
e. Krisis
Krisis adalah bagian alur yang mengawali penyelesaian. Saat
dalam alur yang ditandai oleh perubahan alur cerita menuju selesainya
cerita. Karena setiap klimaks diikuti krisis, keduanya sering
disamakan.
f. Leraian
Leraian adalah bagian struktur alur sesudah tercapai klimaks.
Pada tahap ini, peristiwa-peristiwa yang terjadi menunjukkan
perkembangan lakuan ke arah selesaian.
g. Selesaian
Selesaian adalah tahap akhir suatu cerita rekaan atau drama.
Dalam tahap ini, semua masalah dapat diuraikan, kesalahpahaman
dijelaskan, rahasia dibuka. Ada dua macam selesaian: tertutup dan
terbuka. Selesaian tertutup adalah bentuk penyelesaian cerita yang
diberikan
oleh
pengarang.
Selesaian
terbuka
adalah
bentuk
penyelesaian cerita yang diserahkan kepada pembaca atau penonton.
Dalam cerita lama, alur dimulai dari pengenalan, konflik,
komplikasi, klimaks, peleraian, dan diakhiri dengan tahap penyelesaian.
39
Ibid., h. 127.
27
Meskipun demikian, tidak semua cerita mempunyai seluruh tahap alur
tersebut. Ada yang hanya pengenalan, konflik, klimaks, dan diakhiri
dengan penyelesaia. Pada cerita modern, alur tidak selalu dimulai dengan
pengenalan dan diakhiri dengan tahap penyelesaian. Ada kemungkinan
cerita dimulai dengan konflik. Ada kenungkina cerita dimulai dari
penyelesaian
5. Tema dan Amanat
“Kata tema sering kali disamakan dengan pengertian topik. Padahal
kedua istilah tersebut mengandung pengertian yang berbeda. Kata topik
berasal dari bahasa Yunani topoi yang berarti tempat. Topik dalam suatu
tulisan atau karangan berarti pokok pembicaraan, sedangkan tema
merupakan tulisan atau karya fiksi.”40
Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita. Tema berperan sebagai
pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya rekaan yang
diciptakannya. Tema merupakan kaitan hubungan antara makna dengan
tujuan pemaparan prosa rekaan oleh pengarangnya. “Tema akan mudah
dipahami apabila telah selesai memahami unsur-unsur yang menjadi
media pemapar tema tersebut, menyimpulkan makna yang dikandungnya
serta mampu menghubungkan dengan tujuan penciptaan pengarangnya.”41
“Menemukan tema sebuah karya sastra, haruslah disimpulkan dari
keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita.
Tema, walau sulit ditentukan secara pasti, bukanlah makna yang
“disembunyikan,” walau belum tentu juga dilukiskan secara eksplisit.”42
“Amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra; pesan yang
ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar. Di dalam
karya sastra modern, amanat ini biasanya tersirat; di dalam karya sastra
lama pada umumnya amanat tersurat.”43
40
M. Atar Semi, Anatomi Sastra, (Padang: Angkasa Raya. 1988), h. 42.
Siswanto, op. cit., 161.
42
Nurgiantoro, op. cit., h. 68.
43
Siswanto. loc. cit.
41
28
6. Gaya penceritaan
Gaya penceritaan mencakup teknik penulisan dan penceritaan. Teknik
penulisan adalah cara yang digunakan oleh pengarang dalam menulis
karya sastranya. Teknik penulisan mengacu pada bagaimana pengurutan,
penataan, dan pembagian karya sastra atas bab, subbab, paragraf, dan
sebagainya. sedangkan “teknik penceritaan adalah cara yang digunakan
oleh pengarang untuk menyajikan karya sastranya, seperti teknik
pemandangan, teknik adegan, teknik montase, teknik kolase, dan teknik
asosiasi.”44
D. Manfaat Cerita bagi Anak
Bagi anak, cerita tidak sekadar memberi manfaat emotif, tetapi juga
membantu pertumbuhan mereka dalam berbagai aspek. Perlu diyakini, bahwa
bercerita merupakan aktivitas penting dan tidak terpisahkan dalam program
pendidikan anak. Ditinjau dari berbagai aspek, manfaat tersebut meliputi halhal berikut ini.
1. Membantu perkembangan pribadi dan moral anak
Cerita sangat efektif untuk mempengaruhi cara berpikir dan
berperilaku anak, karena mereka senang mendengarkan cerita, walau
dibacakan secara berulang-ulang. Pengulangan, imajinasi anak, dan nilai
kedekatan guru atau orang tua membuat cerita menjadi efektif untuk
mempengaruhi cara berpikir mereka. Hal ini dibuktikan oleh seorang
psikolog, Joseph Strayhorn Jr dalam buku The Competent Child. Anak
tidak mendapatkan kehangatan seperti jika mereka mendapatkan cerita itu
dari guru atau orangtuanya. Efek psikologis inilah yang menjadi landasan
bagi guru untuk menyemaikan nilai-nilai moral, etika, dan pekerti.
Penyemaian ini membantu anak belajar mengidentifikasi dan menilai diri
sendiri.
2. Menyalurkan kebutuhan imanjinasi dan fantasi
Anak-anak membutuhkan penyaluran imajinasi dan fantasi tentang
berbagai hal yang selalu muncul dalam pikiran mereka. Masa usia
44
Ibid., h. 142-162.
29
prasekolah dan usia sekolah dasar merupakan masa-masa aktif anak
berimajinasi. Anak membutuhkan dongeng atau cerita karena berbagai hal.
Pertama, anak membangun gambaran-gambaran mental pada saat guru
memperdengarkan kata-kata yang melukisakan kejadian.
Rangsangan auditif ini menstimulasi anak untuk terus menciptakan
gambaran visual. Kedua, anak memperoleh gambaran yang beragam
sesuai dengan latar pengetahuan dan pengalaman masing-masing. Hal ini
menjadi bahan baku anak dalam membangun skemata-skemata dalam
pikirannya.
Hal selanjutnya, yaitu yang ketiga, anak memperoleh kebebasan untuk
melakukan pilihan secara mental. Hal ini membantu mereka memberikan
respon yang lebih baik saat menghadapi realitas yang sesungguhnya.
Keempat, anak memperoleh kesempatan menangkap imajinasi dari
citraan-citraan cerita. Kelima, anak memiliki tempat untuk “melarikan”
permasalahan seperti keinginan untuk melawan, kemarahan, rasa iri dan
cemburu, serta ketidakberdayaan. Keenam, anak memperoleh kesempatan
merangkai-rangkai
hubungan
sebab-akibat
secara
imajinatif.
Hal
demikian, membuat anak lebih meyakini nilai-nilai yang dirangkainya dan
cukup mempengaruhi keputusan riil yang dibuat.
3. Memacu kemampuan verbal anak
Cerita yang bagus tidak sekedar menghibur, tetapi juga mendidik,
tetapi yang paling penting adalah sekaligus merangsang berkembangnya
komponen kecerdasan linguistik, yaitu kemampuan menggunakan bahasa
untuk mencapai sasaran praktis. Mendengar cerita yang bagus bagi anak,
sama artinya dengan melakukan serangkaian kegiatan fonologis, sintaksis,
semantik, dan pragmatik.
Selama menyimak cerita, anak belajar bagaimana bunyi-bunyi yang
bermakna diujarkan dengan benar, bagaimana kata-kata disusun secara
logis dan mudah dipahami, bagaimana konten dan konteks berfungsi
dalam makna. Cerita mendorong anak bukan saja senang menyimak cerita,
tetapi juga senang bercerita atau berbicara.
30
Anak belajar tata cara berdialog dan bernarasi serta terangsang untuk
menirukannya. Kemampuan pragmatik terstimulasi karena dalam cerita
ada negoisasi, pola tindak tutur yang baik seperti menyuruh, melarang,
berjanji, mematuhi larangan, dan memuji. Kemampuan verbal anak lebih
terstimulasi secara efektif pada saat guru melakukan semacam tes pada
anak untuk menceritakan kembali isi cerita. Cerita membuat anak
menyadari arti pentingnya berdialog dan menuangkan gagasan dengan
kata-kata yang baik.
4. Merangsang minat menulis anak
Pengaruh cerita terhadap kecerdasan anak diakui oleh Leonhardt.
Menurutnya, cerita memancing kebahasaan anak. Anak yang gemar
mendengar dan membaca cerita akan memiliki kemampuan berbicara,
menulis, dan memahami gagasan rumit secara lebih baik. Ini berarti, selain
memacu kemampuan berbicara, menyimak cerita juga merangsang minat
menulis anak. Pernyataan di atas menunjukkan, bahwa cerita juga
membantu menumbuhkan kemampuan tulis (emergent writing) anak.
Cerita dapat menimbulkan inspirasi anak untuk membuat cerita. Dengan
kata lain, cerita dapat menstimuli anak membuat cerita sendiri.
5. Merangsang minat baca anak
Cerita dengan media buku (dengan catatan: guru melakukan praktek
bercerita dengan benar), menjadi stimulasi yang efektif bagi anak, karena
pada waktu itu minat baca anak mulai tumbuh. Minat itulah yang harus
diberi lahan yang tepat antara lain melalui kegiatan bercerita.
Membacakan cerita dapat menjadi contoh yang efektif bagi anak
bagaimana aktivitas membaca harus dilakukan. Secara tidak langsung,
anak memperoleh contoh tentang orang yang gemar dan pintar membaca
dari apa yang dilihatnya.
Anak tidak hanya mencocokkan bunyi bahasa dan lambang, tetapi juga
mencocokkan lambang dengan isi cerita. Dengan kata lain, anak
mengidentifikasi fitur bentuk huruf dalam kata melalui interaksi yang
menyenangkan, melalui kata-kata yang terus diulang dalam teks cerita.
Menstimuli memberi efek menyenangkan, sedangkan, mengajar seringkali
31
justru membunuh minat baca anak, apalagi bila hal tersebut dilakukan
secara paksa. Penelitian di Nederland menunjukkan anak-anak yang
“dipaksa” belajar membaca mengalami peningkatan, namun hali itu perlu
diteliti efeknya di kemudian hari.
6. Membuka cakrawala pengetahuan anak
Dalam sebuah seminar “Kreativitas dan Kecakapan Hidup,” Gede
Raka, mengatakan, bahwa cerita seorang guru dapat menstimuli anak
untuk belajar lebih jauh. Baker dan Greene, mengatakan, bahwa bercerita
dapat membawa anak pada sikap yang lebih baik, mempertinggi rasa ingin
tahu kemisterian, dan sikap menghargai kehidupan. Dengan kata lain,
bercerita memberikan jalan bagaimana memahami diri sendiri dan
memahami orang lain, serta bagaimana memahami cerita itu sendiri.
Manfaat cerita sebagai pengembang cakrawala anak tampak pada
cerita-cerita yang memiliki karakteristik budaya, seperti cerita tentang
“Tujuh Orang Samurai” (cerita dari Jepang) dan “Kebunku” (karya
Miranda). Cerita kadang menyimpan daya rangsang yang tinggi untuk
memicu daya eksplorasi anak tentang lingkungan.
Pengalaman menunjukkan, bahwa anak yang menyimak cerita
mengenai binatang tertentu kadang memperoleh semacam rangsangan
untuk mengetahui tokohnya lebih jauh. Cerita fiksi tersebut memberikan
informasi ilmiah yang merangsang anak mencari kebenarannya dalam
dunia nyata yang sesungguhnya melalui berbagai cara seperti bertanya dan
membaca buku.45
E. Klasifikasi Cerita Anak
1. Buku Bergambar
Ditinjau dari isinya, buku bergambar juga banyak diartikan sebagai
buku berisi cerita untuk anak-anak yang digarap melalui pemanfaatan
tulisan dan gambar. Bagi anak-anak, buku bergambar idealnya bersifat
atraktif, memberikan gambaran tentang sesuatu secara jelas, dan bisa
membangkitkan pengalaman keindahan secara kreatif. Nilai demikian
45
Sihabuddin, op. cit., h. 8-13 -8-15.
32
tercapai apabila melalui buku bergambar yang dibacanya anak bisa
membentuk penghubungan antara dunia skemata yang ada dalam dunia
pengalaman dan pengetahuannya dengan dunia yang digambarkan dalam
bacaan secara berkelanjutan.
Buku bergambar juga lazim disebut sebagai big books, karena ukuran
atau format bukunya memang besar. Ditinjau dari isinya, buku bergambar
biasanya berisi cerita tentang kehidupan binatang, akan tetapi memiliki ciri
insan.
2. Cerita Rakyat
Cerita rakyat merupakan the body of literature atau bangun cerita
sastra yang bersifat anonim, diturunkan dari generasi yang satu ke generasi
yang lain secara lisan, sehingga akan mengalami sejumlah variasi
meskipun bangun cerita dasarnya tidak berubah. Menurut Jung, salah
seoraang ahli bidang psikologi, folklore merupakan cermin kumpulan
dunia bawah sadar yang menggambarkan impian, harapan, fantasi,
lamunan ataupun visi suatu kelompok masyarakat.
Cerita Malin Kundang misalnya menggambarkan impian keberhasilan
hidup
di
perantauan,
impian
mendapatkan
isteri
yang
cantik,
menggambarkan visi, bahwa keberhasilan hidup memerlukan uluran
tangan orang lain, dan memberikan gambaran, bahwa ketika telah berhasil
seseorang tidak boleh melupakan keluarga dan kampung halamannya.
“Cerita rakyat menurut Nurgiantoro dalam Bahasa Indonesia 2 Edisi
Pertama bisa dibagi-bagi menjadi sejumlah jenis, yaitu sebagai berikut.”
a. Fabel
Fable merupakan cerita dengan pelaku binatang yang di dalamnya
memuat ajaran tertentu. Binatang yang diangkat sebagai pelaku cerita
tersebut bisa berbagai macam, sehingga antara wilayah yang satu dengan
yang lain yang berbeda-beda. Mungkin yang menjadi tokoh itu rubah,
kancil, serigala, ataupun kancil.
b. Dongeng
Dongeng merupakan cerita rakyat yang penyampaiannya lazim diawali
penggunaan ungkapan, Pada zaman dahulu kala. Dongeng biasanya
memuat cerita yang singkat dengan menggunakan setting yang tidak jelas,
dongeng Timun Emas, misalnya sekan-akan memberikan gambaran
hubungan dengan kerajaan Dahta di Kediri, akan tetapi kita tidak pernah
33
bisa menetapkan apakah dngeng tersebut benar-benar mempunyai latar
cerita kerajaan Daha di Kediri.
c. Legenda
Legenda merupakan cerita kepahlawanan dari sosok tokoh yang
dianggap sakti, suci, atau memiliki kelebihan tertentu dibandingkan
manusia pada umumnya. Meskipun jelas merupakan cerita yang bersifat
imajinatif, karena biasa dihubungkan dengan peristiwa kesejarahan
akhirnya legenda sering dianggap sebagai cerita yang seakan sungguhsungguh pernah terjadi. Misalnya, di Indonesia terdapat legenda Sunan
Kalijaga, Sunan Giri, dan sebagainya. Pada cerita tersebut, tokoh utama
digambarkan sebagai tokoh yang memilki citra superhuman qualities,
keberadaan dan berbagai peristiwa di dalam certita juga lazim dihubungkan
dengan tempat atau objek tertentu.
d. Mite
Mite merupakan cerita yang berkaitan dengan asal usul kehidupan
manusia, asal usul keberadaan suatu tempat yang berhubungan dengan
kehidupan dewa-dewi maupun tokoh yang memilki hubungan dengan
kehidupan kedewataan. Dibandingkan dengan dongeng, mite (1)
menggarap penokohan yang hanya berpusat pada seorang pelaku, (2)
menggarap peristiwa yang bersifat khas dan unik, sehingga tidak mungkin
digambarkan terjadi di tempat lain, (3) akhir peristiwa biasanya bersifat
tragis, karena tokoh utamanya mati atau mengalami nasib yang
menyedihkan, dan (4) menggambarkan sikap dan suasana yang pesimistik.
Mite yang dikenal luas adalah mite yang terkait dengan mitologi Yunani.
Sementara di Indonesia juga terdapat mite Dewi Loro Jonggrang.46
3.
Fiksi Sejarah
Fiksi sejarah merupakan cerita yang isinya memanfaatkan peristiwa
kesejarahan yang dibaurkan dengan cerita fiksi. Di Indonesia terdapat fiksi
sejarah yang bisa jadi batasannya dengan cerita rakyat sulit ditetapkan.
Cerita Tutur Tinular misalnya, jelas memiliki hubungan dengan peristiwa
sejarah. Akan tetapi untuk menentukan yang mana yang fiksi dan mana
yang sungguh-sungguh terjadi sulit ditentukan karena antara peristiwa
kesejarahan dan yang fiktif telah mengalami pencampuran, sehingga
pembaca tidak lagi membedakan mana yang sejarah dan mana yang fiksi.
Bahkan,
karena
kekuatan
penyampaian
ceritanya
pembaca
menggambarkan seakan-akan peristiwa yang disajikan dalam cerita
seakan-akan sebagai peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi.
46
Ibid., h. 9-17, 9-18.
34
4. Cerita Fantasi atau Fiksi Ilmiah
Cerita fantasi merupakan cerita yang menggambarkan pelaku,
peristiwa, maupun latar secara fantastis, dalam arti di luar nalar tetapi
mampu menekan ketidakpercayaan pembaca, sehingga sesuatu sungguhsungguh tidak akan bisa terjadi dalam kehidupan nyata tergambarkan
sebagai sesuatu yang seakan-akan bisa benar-benar terjadi.
Cerita fantasi juga bisa berkaitan dengan kehidupan binatang,
misalnya tentang seekor Rubah yang ingin menjadi manusia. Berbagai
usahanya untuk menjadi manusia ternyata berhasil. Akan tetapi, setelah
menjadi manusia, ternyata Si Rubah merasakan, bahwa menjadi manusia
itu tidak senikmat yang dibayangkan. Menjadi manusia berarti harus
belajar, bekerja, dan berusaha untuk bisa memenuhi keperluan hidupnya.
Sementara, ketika menjadi Rubah, dia bisa makan dan tidur seenaknya
layaknya seekor binatang.
Agar cerita fantasi itu bisa menampilkan peristiwa yang seakan-akan
terjadi, biasanya latar cerita digambarkan sebagai sesuatu yang konkret
dan akrab dengan dunia pengalaman pembaca. Tokoh yang ditampilkan
secara fantastis memiliki gambaran ciri yang tetap sejak awal sampai akhir
cerita. Bahasa yang digunakan sederhana, gambaran maknanya jelas, dan
mudah dipahami. Meskipun demikian, kata-kata yang digunakan mampu
membangkitkan imajinasi pembaca, sehingga objek, peristiwa, dan realitas
yang digambarkan tampak hidup dan menarik.
Cerita fantasi juga digarap dengan merangsang muculnya pertanyaan,
Bagaimana seandainya ... serta pertanyaan, Apakah seandainya … maka
…? Selain itu, cerita fantasi juga tidak diakhiri dengan kesimpulan secara
pasti.
Pembacalah
yang
diharapkan
menyimpulkan
akhir
cerita
berdasarkan rangkaian peristiwa yang digambarkannya.
Cerita fantasi tidak dapat dilepaskan dari fiksi ilmiah, yaitu cerita
yang berkaitan dengan fantasi, tetapi di dalamnya memuat penggambaran
realitas yang bersifat futuristik maupun penggambaran yang didasarkan
pada konsep keilmuan. Dalam hal ini Cullinan mengemukakan, bahwa
penggambaran kehidupan yang bersifat futuristik itu bisa saja hanya
35
bersifat spekulatif. Akan tetapi, karena penggambarannya didasari
konsepsi keilmuan, akhirnya sesuatu yang digambarkan beberapa puluh
tahun kemudian bisa juga menjadi kenyataan.
Gambaran tentang pelaku yang bisa melakukan dialog dari jarak jauh
tetapi masing-masing seakan bisa bertatap muka melalui layar semula
mungkin hanya dianggap sebagai fantasi. Akan tetapi, beberapa puluh
tahun kemudian, meskipun tidak persis sama dengan apa yang
digambarkan dalam cerita ternyata muncul sarana teknologi yang disebut
videofon.
5. Fiksi Realistik
Fiksi realistik merupakan cerita yang menggambarkan peristiwa dan
cerita yang akrab dengan kehidupan sehari-hari. Cerita tersebut mungkin
berkaitan dengan kehidupan keluarga, perjalanan wisata, maupun peristiwa
yang menggambarkan upaya pelaku memecahkan permasalahan yang
tidak lazim. Karena yang digambarkan berkaitan dengan peristiwa yang
bisa jadi hanya aktual untuk masa-masa tertentu, fiksi realistik juga sering
disebut sebagai fiksi kontemporer.
Melalui pemahaman objek, peristiwa dan rangkaian ceritanya,
pembaca fiksi realisitik seakan-akan diajak mengintip kehidupan nyata
dari balik jendela. Lewat pengintipan itu pembaca dibangkitkan daya
imajinasinya, dibangkitkan kesadarannya untuk membandingkan dunia
dalam cerita yang dibaca dengan dunia pengalamannya.
6. Biografi
Biografi merupakan cerita yang memuat informasi tentang kehidupan
seseorang secara hidup dan menarik. Penulis biografi yang baik didasarkan
pada tingkat pengalaman dan pengetahuan penulis berkenaan dengan
biografi yang ditulisnya. Lebih dari itu, dalam penelitian biografi,
sebaiknya
penulis
mendasarkan pada hasil
penelitiannya. Selain
didasarkan pada hasil penelitian, penulis juga perlu memperkaya dengan
36
beberapa referensi tambahan yang relevan dengan penulisan biografi yang
dilakukannya.
Penulisan biografi yang hanya didasarkan pada penjelasan dan
dokumentasi dari satu sumber seringkali juga tidak objektif. Sebab itulah,
penggarapan informasi melalui cek silang seringkali juga akan
memberikan informasi yang lebih dapat dipertanggungjawabkan. Biografi
yang bisa dibaca sebenarnya tidak selalu biografi tokoh terkenal. Biografi
itu bisa saja berisi informasi kehidupan seseorang bisa dijadikan panutan,
bisa dijadikan sumber memahami peristiwa kesejarahan secara lebih detil,
bisa juga dimanfaatkan sebagai bahan perbandingan.
Melalui kegiatan membaca biografi, murid ataupun pembaca pada
umumnya diharapkan bisa memahami berbagai peristiwa kesejarahan,
memahami karakteristik kehidupan dalam konteks waktu dan latar
kehidupan sosial budaya tertentu, bisa menemukan sosok figur yang
dijadikan dalam menjalani kehidupannya, dan bisa menumbuhkan
kepekaan dalam menghayati terdapatnya berbagai perubahan.
F. Pengertian Media Pembelajaran
“Kata media berasal dari bahwa Latin medius yang berarti „tengah‟,
„perantara‟, atau pengantar‟.”47 “Bentuk jamak dari media adalah medium, yang
berarti perantara. Artinya, segala sesuatu yang membawa pesan dari suatu
sumber untuk disampaikan kepada penerima pesan.”48 “Sedangkan secara
harfiah, berarti perantara atau pengantar. Media adalah perantara atau
pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan.”49
“Media adalah seperangkat peralatan pendidikan dan pengajaran yang
digunakan untuk membantu penyajian isi dan materi pelajaran kepada peserta
didik agar mereka dapat mencapai tujuan.”50
47
Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, (Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada, 2001), h. 3.
Budinuryanta dkk., Pengajaran Keterampilan Berbahasa, (Jakarta: Universitas Terbuka,
2008), h. 43.
49
Arief S. Sadiman dkk., Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan
Pemanfaatannya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 6.
50
Aminuddin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: UHAMKA Press, 2003), h. 125.
48
37
“Rossi dan Breidle dalam Perencanaan dan Sistem Pembelajaran,
mengatakan, bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang
dapat dipakai untuk tujuan pendidikan, seperti radio, televisi, buku, koran,
majalah, dan sebagainya.”51
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa media adalah
setiap orang, bahan atau alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi
yang memungkinkan siswa untuk menerima pengetahuan, keterampilan, dan
sikap.
G. Manfaat Media dalam Proses Pembelajaran
Iskandarwassid dan Dadang Sunendar mengatakan, bahwa tugas seorang
pendidik adalah tugas professional, selalu menghadapi tantangan apabila ingin
menjadi pendidik yang kreatif, dinamis, kritis, dan ilmiah. Sebelum ia
menentukan bahan pelajaran, ia harus menentukan tujuan instruksional yang
sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik, kemampuan apa yang akan
dikembangkan, menyusun kegiatan pembelajaran, untuk itu ia harus mampu
menentukan media pengajaran yang tepat.52
Masalah yang sering dihadapi guru dalam proses pembelajaran banyak
berhubungan dengan cara bagaimana mengikat perhatian siswa selama
pembelajaran berlangsung. Menciptakan kesenangan pada waktu pembelajaran
berlangsung merupakan keharusan bagi guru.
Menyadari permasalahan tersebut, tugas guru hendaknya berusaha
menumbuhkan peran serta aktif siswa dalam proses pembelajaran. Guru
hendaknya memiliki kemampuan untuk dapat memanfaatkan atau memilih
media yang sekiranya menarik minat dan membantu siswa dalam proses
pembelajaran.
“Dalam proses belajar mengajar, kehadiran media mempunyai arti yang
cukup penting, karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahan yang
disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara.
51
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2008), h. 204.
52
Iskandarwassid, dan Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2011), Cetakan Ketiga, h. 209.
38
Kerumitan bahan yang akan disampaikan kepada anak didik dapat
disederhanakan dengan bantuan media.”53
Proses belajar mengajar, pada hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu
proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran atau media
tertentu ke penerima pesan. Pesan, sumber pesan, saluran atau media dan
penerima pesan adalah komponen-komponen komunikasi. Pesan yang akan
dikomunikasikan adalah isi ajaran atau didikan yang ada dalam kurikulum.
Sumber pesannya bisa guru, siswa, orang lain ataupun penulis buku.
Salurannya adalah media pendidikan dan penerima pesannya adalah siswa atau
juga guru.
Salah satu upaya untuk mengatasi kurangnya minat, kegairahan siswa
dalam belajar, dan memantapkan penerimaan siswa terhadap isi pembelajaran
adalah dengan menggunakan media. Ini penting, karena fungsi media dalam
proses pembelajaran merupakan penyaji stimulus atau informasi yang berguna
juga untuk meningkatkan keserasian penerimaan informasi. Media akan
memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu verbalistis.
Secara umum, media pendidikan mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai
berikut.
1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu verbalistis (lisan
belaka).
2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera, seperti:
a. Objek yang terlalu besar –bisa digantikan dengan realita,
gambar, film bingkai, film atau model.
b. Objek yang kecil –dibantu dengan proyektor mikro, film
bingkai, film atau gambar.
c. Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat, dapat dibantu
dengan timelapse atau high-speed photography.
d. Kejadian yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat
rekaman film, video, film bingkai, foto maupun secara verbal.
e. Objek yang terlalu kompleks (misalnya: mesin-mesin) dapat
disajikan dengan model, diagram, dan lain-lain.
53
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: P.T. Rineka
Cipta, 2006), h. 120.
39
f. Konsep yang teralalu luas (gunung berapi, gempa bumi, iklim
dan lain-lain) dapat divisualkan dalam bentuk film, film bingkai,
gambar, dan lain-lain.
3) Penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat
mengatasi sikap pasif anak didik. Dalam hal ini media pendidikan
berguna untuk:
a. Menimbulkan kegairahan belajar.
b. Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik
dengan lingkungan dan kenyataan.
c. Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut
kemampuan dan minatnya.
4) Karakteristik pada tiap siswa ditambah dengan lingkungan dan
pengalaman berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan
ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru banyak mengalami
kesulitan bilamana semuanya itu harus diatasi sendiri. Lebih sulit lagi
bila latar belakang lingkungan guru dan siswa juga berbeda. Media
pendidikan dapat mengatasi dalam: memberikan perangsang yang sama,
mempersamakan pengalaman, dan menimbulkan persepsi yang sama.54
Selain itu, media juga bermanfaat untuk mengatasi keterbatasan ruang,
waktu, dan daya indera. Ilustrasi gambar atau kejadian di Aceh bisa ditelaah
dan disentuh oleh siswa yang berada di sekolah hanya sengan melihat gambar
sebagai media pembelajaan
Penggunaan media tidak hanya membuat pembelajaran lebih efisien, tetapi
materi pelajaran dapat lebih diserap dan diendapkan oleh siswa. Siswa
mungkin sudah memahami permasalahan, konsep dari penjelasan guru, tetapi
akan lebih lama terekam di benak siswa jika diperkaya dengan kegiatan
melihat, menyentuh, atau mengalami sendiri.
Dari beberapa penjelasan di atas, dengan menggunakan berbagai media,
diharapkan siswa dapat dengan mudah mengamati, dan menirukan langkah-
54
Sadiman dkk., op. cit., h. 17-18.
40
langkah suatu prosedur yang harus dipelajari dari media tersebut serta peranan
media pengajaran diharapkan dapat membantu sikap pasif siswa.
H. Klasifikasi dan Macam-macam Media Pembelajaran
Media pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi beberapa klasifikasi
tergantung dari sudut mana melihatnya.
1. Dilihat dari sifatnya, media dibagi ke dalam:
a. Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengar saja,
atau media yang hanya memiliki unsur suara, seperti radio
dan rekaman suara.
b. Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja,
tidak mengandung unsur suara. Yang termasuk ke dalam
media ini adalah film slide, foto transparansi, lukisan,
gambar, dan berbagai bentuk bahan yang dicetak seperti
media grafis.
c. Media audio visual, yaitu jenis media yang selain
mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar
yang dapat dilihat, seperti rekaman video, berbagai ukuran
film, slide suara, dan lain sebagainya. Kemampuan media
ini dianggap lebih baik dan lebih menarik, sebaba
mengandung kedua unsur jenis media yang pertama dan
kedua.
2. Dilihat dari kemampuan jangkauannya, media dapat pula dibagi ke
dalam:
a. Media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak,
seperti radio dan televisi. Melalui media ini, siswa dapat
memperlajari hal-hal atau kejadian-kejadian aktual secara
serentak tanpa harus menggunakan ruangan khusus.
b. Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang
dan waktu, seperti film slide, film, video, dan lain
sebagainya.
41
3. Dilihat dari cara atau teknik pemakaiannya, media dapat dibagi ke
dalam:
a. Media diproyeksikan, seperti film, slide, film strip,
transparansi, dan lain sebagainya. Jenis media yang
demikian memerlukan alat proyeksi khusus, seperti film
projector untuk memproyeksikan film, slide projector
untuk memproyeksikan film slide, Over Head Projector
(OHP)
untuk
memproyeksikan
transparansi.
Tanpa
dukungan alat proyeksi semacam ini, maka media semacam
ini tidak akan berfungsi apa-apa.
b. Media yang tidak diproyeksikan, seperti gambar, foto,
lukisan, radio, dan lain sebagainya.55
“Rudy Brets dalam Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran,
mengatakan ada tujuh klasifikasi media, yaitu sebagai berikut.56
1. Media audio visual gerak, seperti film suara, pita video, film tv.
2. Media audio visual diam, seperti film rangkaian suara.
3. Audio semigerak, seperti tulisan jauh bersuara.
4. Media visual bergerak, seperti film bisu.
5. Media visual diam, seperti halaman cetak, foto, microphone, slide bisu.
6. Media audio, seperti radio, telepon, pita radio.
7. Media cetak, seperti buku, model, bahan ajar mandiri.
Selain itu dalam Media Pembelajaran, media dibagi menjadi tiga macam,
yaitu sebagai berikut.57
1. Media Audio
Media audio adalah media penyampai pesan dalam pembelajaran yang
dituangkan dalam lambang-lambang auditif, baik verbal (bahasa lisan atau
kata-kata) maupun non-verbal (bunyi-bunyian dan vokalisasi, seperti
gerutuan, gumam, dan musik).
55
Sanjaya, op. cit., h. 211-212.
Ibid., h. 212.
57
Yudhi Munadi, Media Pembelajaran, (Jakarta: GP Press, 2012), h. 56-57.
56
42
Kelebihan dari media audio ini, yaitu: (1) mampu mengatasi
keterbatasan ruang dan waktu dan memungkinkan menjangkau sasaran
yang luas, (2) mampu mengembangkan daya imajinasi pendengar, (3)
mampu memusatkan perhatian siswa pada penggunaan kata-kata, bunyi,
dan arti dari kata atau bunyi itu, (4) sangat tepat atau cocok untuk
mengajarkan musik dan bahasa, (5) mampu mempengaruhi suasana dan
perilaku siswa melalui musik latar dan efek suara, (6) dapat menyajikan
program pendalaman materi yang dibawakan oleh guru-guru, (7) dapat
menyajikan pengalaman-pengalaman dunia luar ke dalam kelas. Adapun
kekurangan dari media audio, yaitu sifat komunikasinya hanya satu arah.
Jenis-jenis media audio ini, yaitu sebagai berikut.
1) Phonograph
2) Open Reel Tapes
3) Cassete Tapes
4) Compact Disc (CD)
5) Radio
6) Laboraturium Bahasa.
2. Media visual
Media visual adalah media yang melibatkan indera pengelihatan.
Terdapat dua jenis pesan yang dimuat dalam media visual, yakni pesan
verbal dan nonverbal. Pesan verbal-visual terdiri atas kata-kata (bahasa
verbal) dalam bentuk tulisan; dan pesan nonverbal visual adalah pesan yang
dituangkan ke dalam simbol-simbol nonverbal visual, yakni sebagai
pengganti bahasa verbal, maka ia bisa disebut sebagai bahasa visual.
Bahasa visual inilah yang kemudian menjadi software-nya media visual.
Jenis-jenis media visual, yaitu sebagai berikut
1) Pesan Visual
a. Gambar
b. Grafik
c. Diagram
d. Bagan
e. Peta
43
2) Pesan Visual Verbal-Nonverbal-Grafis
a. Buku dan modul
b. Komik
c. Majalah dan jurnal
d. Poster
e. Papan Visual
3. Media Audio Visual
Media audio visual dapat dibagi menjadi dua jenis. Jenis pertama,
dilengkapi fungsi peralatan suara dan gambar dalam satu unit, dinamakan
media audio-visual murni, seperti film gerak (movie) bersuara, televisi dan
video. Jenis kedua adalah media audio visual tidak murni yang kita kenal
dengan slide, opaque, OHP, dan peralatan visual lainnya apabila diberi
unsur suara dari rekaman kaset yang dimanfaatkan secara bersamaan dalam
satu waktu atau satu proses pembelajaran.
Kelebihan media audio visual dalam meningkatkan efektivitas dan
efisiensi proses pembelajaran, yaitu sebagai berikut.
a. Mengatasi keterbatasan jarak dan waktu.
b. Mampu menggambarkan peristiwa-peristiwa masa lalu secara realistik
dalam waktu yang singkat.
c. Pesan yang disampaikannya cepat dan mudah
d. Mengembangkan imajinasi peserta didik.
e. Memperjelas hal-hal yang abstrak dan memberikan gambaran yang
lebih realistik.
f. Menumbuhkan minat dan motivasi belajar.
g. Sangat kuat mempengaruhi emosi orang lain.
h. Semua peserta didik dapat belajar, baik yang pandai maupun yang
kurang pandai.
Adapun kekurangan dari media audio visual ini, yaitu terlalu
menekankan pentingnya materi, dibandingkan proses pengembangan
materi tersebut. Selain itu, pemanfaatan media audio visual (film) untuk
pendidikan dan pembelajaran, di negara Indonesia masih sangat sedikit,
karena memang film dianggap memakan biaya yang cukup tinggi.
44
Munadi dalam Media Pembelajaran membagi beberapa jenis film,
yaitu sebagai berikut.
1) Film Dokumenter
Menurut Heinich dkk., adalah film-film yang dibuat berdasarkan
fakta, bukan fiksi dan bukan pula menfiksikan yang fakta.
2) Docudrama
Docudrama adalah film-film dokumenter yang membutuhkan
pengadegan. Kisah-kisah yang diangkat berasal dari kisah nyata.
3) Drama dan Semidrama
Drama dan Semidrama, kedua-duanya melukiskan human relation.
Temanya bisa dari kisah nyata juga bisa tidak.58
I. Media Audio Visual
1. Pengertian Media Audio Visual
“Selain istilah media dan teknologi, dalam pendidikan menurut
A.H. Sukarman (1981) dikenal juga audio visual aids, yaitu alat-alat
yang audible, artinya dapat didengar, dan alat-alat yang visible artinya
dapat dilihat.”59 Media audio visual memiliki kemampuan untuk dapat
mengatasi kekurangan dari media audio atau media visual semata.
Kemampuan media audio akan meningkat bila dilengkapi dengan
karakeristik gerak.
Media audio visual dapat dibagi menjadi dua jenis. Jenis pertama
dilengkapi dengan peralatan suara dan gambar dalam satu unit yang
dinamakan media audio visual murni, seperti film bergerak dan
bersuara (video atau LCD), televisi dan radio. Jenis kedua adalah media
audio visual tidak murni, yaitu slide, OHP, dan sebagainya. Melalui
LCD atau video, media pembelajaran audio visual sangat tepat
digunakan dalam pembelajaran bercerita, karena lagu dapat digunakan
sebagai
contoh,
sedangkan
musik
yang
mengiringnya
akan
membangkitkan motivasi siswa dalam belajar. Berdasarkan uraian
58
Ibid , h.117-118.
Subana dan Sunarti, Strategi Belajar-Mengajar Bahasa Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia,
2000), h. 291.
59
45
tersebut, maka media audio visual adalah media yang mempunyai unsur
suara dan unsur gambar.
Kegiatan yang dapat dilakukan dalam proses kegiatan belajarmengajar dengan menggunakan media audio visual, yaitu guru dapat
menyediakan video atau memutar film mengenai suatu cerita, kemudian
guru menunjuk siswa untuk bercerita secara bergiliran. Demikian
seterusnya, sehingga akhir kegiatan menjadi suatu yang menarik dan
dapat berkembang menjadi sesuatu yang tidak dapat dibayangkan.
2. Macam- macam Media Audio Visual
a. Film
Film
adalah
pabrik
mimpi
atau
alat
yang
dapat
dipergunakan secara efektif untuk suatu maksud tertentu,
dengan film, orang akan lebih menggunakan aspek emosinya
daripada rasionya.
b. Televisi
“Televisi adalah perlengkapan elektronik yang meliputi
gambar dan suara. Maka televisi sebenarnya sama dengan film
yang dapat didengar dan dilihat.”60 Kemampuan media audio
akan meningkat bila dilengkapi dengan karakteristik gerak.
c. Radio
Program radio yang dapat dijadikan sebagai media
pembelajaran adalah program tunda, yaitu program yang bahan
atau isi pesannya direkam terlebih dahulu. Melalui program
audia rekam, para siswa dapat dikondisikan terlebih dahulu oleh
gurunya. Kelemahan dari radio, yaitu sifat komunikasi satu arah,
dan siarannya disentralisasikan, sehingga guru sulit untuk
mengontrol proses penyampaian pesan.61
60
61
Munadi, op.cit., h. 25.
Ibid., h. 75.
46
Selain ada kekurangan, maka ada juga kelebihannya, yaitu:
(1) dapat mendorong motivasi belajar siswa, rekaman lagu dapat
merangsang perhatian dan minat siswa, (2) efisiensi dalam
pengajaran bahasa, (3) menjadikan pelajaran lebih konkret,
karena dapat memperdengarkan secara langsung hal-hal atau
peristiwa yang baru terjadi, sehingga siswa termotivasi untuk
menuangkan idenya dalam bentuk tulisan, (4) rekaman lagu
dapat diulang beberapa kali, hal ini akan menjadikan pelajaran
lebih baik, karena dapat menghilangkan salah tafsir dan
penguasaan bahan akan lebih mendalam, (5) mendorong
berbagai
kegiatan
belajar,
rekaman
lagi
memberikan
keterangan-keterangan yang nyata.
3. Manfaat Media Audio Visual
a. Dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu. Hal tersebut
berarti, penggunaan media, khususnya media audio visual
berupa film atau video dapat diputar secara berulang-ulang
sesuai dengan waktu yang dibutuhkan, tanpa harus ada
penambahan waktu atau menggunakan tempat lain untuk
melihatnya.
b. Mampu menggambarkan peristiwa-peristiwa masa lalu secara
realis dalam waktu singkat. Maksudnya adalah jika kita ingin
menampilkan sebuah cerita atau kejadian yang telah lalu, maka
kita bisa menampilkan gambar atai slide yang diiringi musik.
Jadi tanpa harus mendatangin tempat kejadian, kita dapat
menjelaskan melalui gambar bersuara berupa pemutarab film
atau video (penggunaan media audio visual).
c. Dapat membawa peserta didik dari satu tempat ke tempat lain,
dan dari masa ke masa, dengan kata lain, setelah pemutaran film
atau video, peserta didik dapat melihat kejadian masa lalu
dengan tempat yang berbeda tanpa harus mengalaminya sendiri.
47
d. Pesan yang disampaikan cepat dan mudah diingat. Berdasarkan
rencana
pelaksanaan
pembelajaran.
Maka
durasi
waktu
pembelajaran dapat dirancang sesuai dengan kebutuhan, dapat
dipercepat atau diperlambat dengan tujuan untuk memudahkan
peserta didik.
e. Dapat memengaruhi emosi peserta didik. Pemutaran film atau
video yang bernuansakan kegembiraan, atau kesedihan, dapat
memengaruhi perasaan peserta didik.
f. Menumbuhkan minat dan motivasi belajar. Ketika pesrta didik
telah merasa tertarik untuk menyaksikannya, maka secara
otomatis motivasi belajarnya akan meningkat.
J. Film
1. Pengertian Film
Film adalah gambar hidup, atau sering disebut movie. Film, secara
kolektif sering disebut sinema. Sinema itu sendiri bersumber dari kata
kinematik atau gerak. Film juga sebenarnya merupakan lapisan-lapisan
cairan selulosa, biasa dikenal di dunia paa sineas sebagai seluloid.
Pengertian secara harfiah, film adalah cinemahtoghraphy yang
berasal dari cinema +
tho = phytos (cahaya) + graphie (tulisan =
gambar = citra). Jadi, penegetiannya adalah melukis gerak dalam
cahaya. Agar dapat melukis gerak dengan cahaya, harus menggunakan
alat khusus, yang biasa disebut kamera. Film dihasilkan dari rekaman
orang dan benda dengan kamera atau oleh animasi.
2. Jenis-jenis Film
a. Film Dokumenter
“Sebagai guru, betapa menyenangkan bila saat mengajar
menggunakan media belajar, sehingga pembelajaran di dalam
kelas tidak menjadi kaku dan monoton.”62 Sudah sepantasnya
62
Mudarwan dalam http://mudarwan.wordpress.com/2010/06/20/film-dokumentersebagai-media-belajar/, diunduh pada 14 November 2014.
48
guru yang kreatif berusaha mendesain pembelajaran sedemikian
rupa, sehingga menjadikannya „PAIKEM‟ (Pembelajaran Aktif,
Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). Salah satu media
yang digunakan dalam pembelajaran yaitu film dokumenter.
Berikut
beberapa
keunggulan
menggunakan
film
dokumenter, yaitu.
a) Media pembelajaran yang cukup terjangkau. Harga VCD
dan DVD dokumenter semakin terjangkau dan dapat
digunakan berulang kali (inventaris sekolah).
b) Dapat digunakan oleh hampir semua mata pelajaran.
c) Peristiwa dan kejadian adalah kejadian yang sebenarnya
(secara apa adanya) „based on true story.’
d) Mampu menghadirkan suasana dan kejadian seperti
kejadian yang sebenarnya tanpa membahayakan nyawa
manusia, misalnya menyaksikan peristiwa
letusan
gunung berapi.
e) Peserta didik dapat mengingat materi pelajaran dengan
lebih baik, karena di dalam film terkandung unsur audio,
visual, dan dramatik (menggugah perasaan).
“Heinich dalam Media Pembelajaran mengatakan, bahwa
film-film dokumenter adalah film-film yang dibuat berdasarkan
fakta, misalnya tentang kejadian alam, flora, fauna, dan sosialbudaya.”63 Poin terpenting menurutnya adalah menggambarkan
permasalahan kehidupan manusia
yang meliputi bidang
ekonomi, hubungan manusia antarmanusia dan sebagainya.
b. Film Docudrama
Film docudrama berarti jenis atau ragam, merupakan istilah
yang berasal dari bahasa Perancis. Kategorisasi ini terjadi dalam
bidang seni-budaya seperti musik, film serta sastra. “Menurut
63
Munadi, op. cit., h. 117.
49
cendikiawan, film docudrama merupakan ritual kehidupan
manusia yang menyerupai perayaan hari besar atau upacara
yang dapat memuaskan hasrat mereka karena unsur-unsurnya
dapat menegaskan kembali nilai-nilai budaya dengan sedikit
variasi.
Film docudrama banyak sekali genre yang sudah dikenal
oleh masyarakat, seperti melodrama, western, gangster, horor,
science fiction, komedi, action, perang, detektif, dan sebagainya.
Namun, dalam perjalanannya, genre-genre film tersebut
dicampur satu sama lain seperti horor-komedi, western-komedi,
horor-science fiction. Selain itu genre juga bisa masuk ke dalam
bagian dirinya yang lebih spesifik yang kemudian dikenal
dengan sub-genre, contohnya dalam genre komedi dikenal subgenre seperti screwbell comedy, situation comedy, splastick
comedy atau komedi satir dan sebagainya.64
“Docudrama,
yaitu
film-film
documenter
yang
membutuhkan pengadegan. Kisah-kisah yang ada dalam film
docudrama adalah kisah nyata yang diambil dari sejarah,
misalnya kisah para Nabi dan Rasul, Walisongo, dan
sebagainya.”65
c. Film Drama dan Semidrama
Film drama dan semidrama merupakan film
yang
melukiskan human relation. Kisahnya diambil dari nilai-nilai
kehidupan nyata, kemudian diramu menjadi sebuah cerita.
Misalnya penyesalan orang kafir takut kepada Allah, dan
sebagainya. Berdasarkan dengan klasifikasi film Asnawir (2002:
100)
dalam
Media
Pembelajaran
mengklasifikasikannya
menjadi 10 jenis, yaitu film informasi, film kecakapan, film
apresiasi, film rekreasi, film berita, film industri dan film
proklamasi.
“Film-film
yang dibuat khusus
untuk pembelajaran
hendaknya berdurasi pendek. Bahkan Anderson (Ronald H.
64
Kusen Dony Hermansyah, Jenis-jenis (Genre) Film Dokumenter, (Jakarta: Institut Kesenian
Jakarta, 2011) , h.1 dalam http://kuesdony.wordpress.com.
65
Munadi, op. cit., h. 117-118.
50
Anderson, 1987: 100) dalam Media Pembelajaran, bahwa
sebaiknya setiap program hanya berdurasi satu konsep saja.”66
K. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran
Apabila seorang guru akan menggunakan media sebagai sarana kegiatan
belajar mengajar, maka perlu diperhatikan beberapa kriteria dalam memilih
media yang akan digunakan. Sudjana dan Rivai, mengemukakan, ada
beberapa kriteria dalam memilih media pengajaran, yaitu sebagai berikut.
a. Ketepatannya dengan tujuan pengajaran.
b. Dukungan terhadap isi bahan pelajaran. Adanya media, bahan pengajaran
lebih mudah dipahami siswa.
c. Media yang digunakan mudah diperoleh, murah, sederhana, dan praktis
penggunaannya.
d. Keterampilan
guru
dalam
menggunakan
media
dalam
proses
pembelajaran.
e. Tersedia waktu untuk menggunakannya, sehingga media tersebut
bermanfaat bagi siswa selama pengajaran berlangsung.
f. Sesuai dengan taraf berpikir siswa.
g. Memilih media untuk pendidikan dan pengajaran harus sesuai dengan taraf
berpikir siswa, sehingga makna yang terkandung di dalamnya dapat
dipahami oleh siswa.67
L. Penelitian Relevan
Hasil dari tinjauan yang telah penulis temukan, ada beberapa contoh
skripsi, dan penelitian yang temanya hampir sama dengan penulis. Beberapa
penelitian tersebut akan dijelaskan di bawah ini:
Penelitian yang ditulis oleh Nevia Rachmadani dari Universitas Negeri
Malang dengan judul Peningkatan Keterampilan Bercerita pada Siswa Kelas
III Menggunakan Media Big Book di SDN Jatimulyo 1 Malang 2011. Hasil
penelitian menunjukkan keterampilan bercerita, selama ini siswa cenderung:
66
Ibid., h. 119.
Novi Resmini dan Dadan Juanda, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi,
(Bandung: UPI Press, 2007), h. 206-207.
67
51
(1) kurang berani bercerita di depan umum; (2) merasa takut, malu-malu, dan
kurang percaya diri bila ditunjuk untuk bercerita di depan kelas; (3)
menggunakan kata-kata yang kurang menarik saat bercerita; (4) tidak
menguasai bahan cerita; (5) menggunakan media pembelajaran yang kurang
menarik. Fenomena seperti ini merupakan permasalahan yang perlu segera
ditemukan alternatif pemecahannya. Salah satu upaya yang dapat dijadikan
alternatif
pemecahan
masalah
tersebut,
yaitu
dengan
menerapkan
pembelajaran keterampilan bercerita menggunakan media big book.
Berdasarkan penelitian yang hampir sama tersebut, peneliti menemukan
beberapa perbedaan, di antaranya, yaitu: (1) perbedaan masalah yang diteliti.
Pada penelitian ini, peneliti menitikberatkan pada aspek peningkatan
pemahaman cerita. Siswa mencari unsur instrinsik yang ada di dalam cerita,
baik itu tema, tokoh dan penokohan, latar, alur, sudut pandang, dan amanat,
sedangkan peneliti sebelumnya meneliti tentang aspek keterampilan bercerita
siswa, siswa dirangsang untuk bisa dan berani bercerita dari gambar yang
dilihatnya; (2) perbedaan penggunaan media pembelajaran. Peneliti
menggunakan media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang),
yaitu perpaduan unsur suara (pendengaran) dan visual (pengelihatan) untuk
meningkatkan
pemahaman
cerita.
sedangkan
penelitian
sebelumnya
menggunakan media cetak yang disebut big book sebagai media
pembelajarannya, yang hanya menggunakan media gambar diam tidak
bergerak yang hanya mengaktifkan daya pengelihatan siswa; (3) perbedaan
subjek penelitian. Pada penelitian ini, peneliti mengambil subjek penelitian,
yaitu jenjang yang lebih tinggi, siswa kelas VII MTs, sedangkan penelitian
sebelumnya meneliti siswa kelas III SD
Selain itu, penelitian yang ditulis oleh Malindah Mar‟atus Rahmah dari
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul
Peningkatan Keterampilan Bercerita dengan Pemanfaatan Media Audio
Visual (Pemutaran Film Tsunami) pada Siswa Kelas VII di SMP Islam AlSyukro Universal Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2011/2012. Hasil
penelitian menunjukkan keterampilan bercerita, selama ini siswa cenderung:
(1) kurang berani dan siap untuk bercerita di depan umum; (2) merasa takut
52
salah duluan, malu-malu, dan kurang percaya diri bila ditunjuk atau ditugasi
untuk bercerita di depan kelas; (3) sulit mengungkapkan kata-kata karena
kurangnya daya imajinasi; (4) tidak menguasai cerita secara keseluruhan; (5)
menggunakan media pembelajaran yang kurang tepat dan kurang menarik.
Fenomena seperti ini merupakan permasalahan yang perlu segera ditemukan
jalan pemecahannya atau solusinya. Salah satu upaya yang dapat dijadikan
alternatif
pemecahan
masalah
tersebut,
yaitu
dengan
menerapkan
pembelajaran keterampilan bercerita menggunakan media audio visual
(melalui pemutaran film Tsunami). Siswa diajak untuk menyaksikan
pemutaran film Tsunami, melihat, merasakan, dan mendengarkan persitiwa
tersebut.
Berdasarkan penelitian yang hampir sama tersebut, peneliti menemukan
beberapa perbedaan, di antaranya, yaitu: (1) perbedaan terletak pada aspek.
yang diteliti. Peneliti menitikberatkan pada aspek peningkatan kemampuan
pemahaman cerita (siswa mencari unsur instrinsik yang ada di dalam cerita,
baik itu tema, tokoh dan penokohan, latar, alur, sudut pandang, dan amanat),
sedangkan penelitian sebelumnya menitikberatkan pada aspek keterampilan
bercerita siswa (siswa dapat menceritakan hal yang ia saksikan di depan
kelas); (2) perbedaan hanya pada media pembelajaran (film). Penulis
menggunakan media audio visual untuk meningkatkan pemahaman cerita
siswa melalui (pemutaran film drama Malin Kundang), sedangkan penelitian
sebelumnya peningkatan keterampilan bercerita siswa dan menggunakan
media audio visual (pemutaran film Tsunami); (3) perbedaan pada subjek
penelitian. Peneliti melakukan penelitian di kelas VII-D di MTs. Al-Alawiyah
Kranji –Bekasi Barat, sedangkan penelitian sebelumnya mngambil sampel di
kelas VII SMP Islam Al-Syukro Universal Tangerang.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di MTs. Al-Alawiyah yang terletak di Jalan
Lapangan, RT 02/01 No.75, Kranji Bekasi-Barat pada semester ganjil
Tahun Pelajaran 2014/2015. Pengambilan tempat penelitian ini didasarkan
atas pertimbangan efektivitas waktu, tenaga, dan biaya. Penelitian ini
berlangsung mulai 16 Desember 2013 sampai dengan 05 Desember 2014.
B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode PTK (Penelitian
Tindakan Kelas). Istilah dalam bahasa Inggrisnya adalah Classroom
Action Research (CAR). Dari namanya sudah menunjukkan isi yang
terkandung di dalamnya, yaitu sebuah kegiatan penelitian yang dilakukan
di kelas.
“Penelitian Tindakan Kelas (Class Action Research) adalah suatu
pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang
sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan.”68
Pada pengertian lain, bahwa “Penelitian tindakan kelas adalah suatu
penelitian yang dikembangkan bersama-sama tentang variabel-variabel
yang dapat dimanipulasi dan digunakan untuk menentukan kebijakan
pembangunan.”69 Penelitian tindakan kelas adalah suatu penelitian yang
dilakukan oleh guru di dalam kelas.
“Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh
gurunya sendiri di kelasnya sendiri dengan cara (1) merencanakan, (2)
melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan
68
69
Suharismi Arikunto, dkk, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta, Bumi Aksara), h. 3.
Ihat Hatimah, Penelitian Pendidikan, (Bandung: UPI Press), h. 114.
53
54
partisipatif dengan tujuan memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga
hasil belajar siswa dapat meningkat.”70
“Dave Ebbut (1985) dalam Penelitian Pendidikan mengatakan, bahwa
penelitian tindakan adalah suatu studi percobaan yang sistematis untuk
memperbaiki praktik pendidikan dengan melibatkan kelompok partisipan
(guru) melalui tindakan pembelajaran dan refleksi mereka sebagai akibat
dari tindakan tersebut.”71
Dari beberapa pendapat tentang penelitian tindakan kelas, dapat
disimpulkan, bahwa penelitian tindakan kelas adalah kegiatan yang terdiri
dari perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi, yang bertujuan
untuk meningkatkan kegiatan pembelajaran yang lebih baik lagi.
“Setelah meneliti kegiatan di kelas, dengan melibatkan siswanya
melalui tindakan-tindakannya
yang direncakan, dilaksanakan, dan
dievaluasi, guru akan memperoleh umpan balik yang sistematis mengenai
apa yang dilakukan dalam KBM.”72
Pada penelitian ini, di awal peneliti melakukan proses perencanaan
terlebih dahulu, kemudian peneliti melakukan tindakan penelitian dengan
menggunakan media pembelajaran, berupa penggunaan media audio visual
(pemutaran film drama Malin Kundang). Pada pembelajaran ini, peneliti
menghadirkan film drama Malin Kundang, yang kemudian dicaritahu
unsur instrinsiknya oleh siswa. Jauh sebelum peneliti menghadirkan film
drama Malin Kundang, siswa terlebih dahulu diberikan bahan bacaan
berupa teks cerita yang berjudul Persahabatan yang Berawal dari Musuh.
Dari keduanya ini, dilihat peningkatan kemampuan pemahaman cerita,
dari proses awal siswa diberikan bahan bacaan cerita, sampai siswa
diberikan film drama Malin Kundang.
Penelitian tindakan kelas bertujuan untuk memperoleh penemuan
yang signifikan secara operasional, sehingga dapat digunakan ketika
kebijakan dilaksanakan. Kemudian, “penelitian tindakan kelas bertujuan
70
Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama, Mengenal Penelitian Tindakan Kelas (edisi kedua),
(Jakarta: PT Indeks, 2012), h. 9.
71
Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan: Metode dan Paradigma Baru (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011), h. 97.
72
Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia), h. 201.
55
sebagai
pengembangan
keterampilan guru
persoalan yang dihadapi guru di kelasnya.”
73
berdasarkan persoalan-
Selain itu, bahwa penelitian
tindakan bertujuan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan
baru atau cara pendekatan baru dan untuk memecahkan masalah dengan
penerapan langsung di dunia kerja (kelas).74 Secara ringkas, penelitian
tindakan kelas merupakan tindakan guru untuk mengorganisasi KBM
mereka, dan dari tindakan tersebut, guru dapat belajar dari pengalamannya
sendiri.
“Secara garis besar, prosedur penelitian tindakan kelas mencakup
empat tahapan, yaitu a) perencanaan, b) pelaksanaan, c) pengamatan, dan,
d) refleksi.”75 Adapun model dan penjelasan masing-masing tahap adalah
sebagai berikut.
Permasalahan
Perencanaan
Refleksi 1
Pengamatan
Belum
terselesaikan
Perencanaan
Refleksi 2
Pengamatan
Belum
terselesaikan
Pelaksanaan
Siklus 1
Siklus 2
Pelaksanaan
Siklus selanjutnya
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan penelitian menjelaskan tentang apa,
mengapa, kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan
73
Ibid., h. 204.
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), h. 98.
75
Arikunto, dkk, op.cit., h. 74.
74
56
penelitian dilakukan. Istilah untuk perencanaan ini adalah
kolaborasi, agar penelitian bersifat ideal antara pihak yang
melakukan tindakan dan pihak yang mengamati proses jalannya
tindakan. Tahap perencanaan tersebut dapat dijabarkan dengan:
membuat rencana pelaksanaan pembelajaran, dan membuat lembar
kerja siswa.
b. Tahap Tindakan
Tahap kedua dari Penelitian Tindakan Kelas yaitu pelaksanaan
yang merupakan implementasi atau penerapan isi rancangan..
Berikut langkah-langkah dalam tahap pelaksanaan tindakan:
1. Guru
memberikan
penjelasan
mengenai
materi
pembelajaran berdasarkan masalah.
2. Guru melakukan proses pembelajaran dengan penilaian
tes.
3. Guru memonitor siswa selama proses pembelajaran
berlangsung.
c. Tahap Observasi
Pada tahap ini peneliti melakukan pengamatan dan
mencatat semua hal yang diperlukan dan terjadi selama
pelaksanaan tindakan berlangsung. Pengumpulan data ini
dilakukan
dengan
menggunakan
format
observasi
atau
penilaian yang telah disusun, termasuk juga pengamatan secara
cermat selama proses belajar berlangsung.
Data yang
dikumpulkan yaitu data kualitatif yang menggambarkan
keaktifan siswa, antusias siswa, dan lain-lain
d. Tahap Refleksi
Pada tahap ini, mencakup penilaian terhadap hasil
pengamatan atas tindakan yang dilakukan. Jika terdapat
masalah dari proses refleksi, maka dilakukan proses pengkajian
57
ulang melalui siklus berikutnya. Berikut langkah-langkah yang
dilakukan pada tahap refleksi:
1. Mengelola dan menulis data yang diperoleh dari siklus
1.
2. Menemukan kekurangan pada siklus 1.
3. Menyimpulkan dan merefleksikan pada siklus 1, 2, dan
selanjutnya.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian tindakan kelas ini yaitu siswa kelas
VII-D MTs. Al-Alawiyah semester ganjil Tahun Pelajaran 2014/2015
yang berjumlah 31 siswa.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Pemberian Tes
Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini yaitu
dengan teknik tes. “Tes ialah seperangkat rangsangan stimuli yang
diberikan kepada seseorang dengan maksud untuk mendapat jawaban
yang dapat dijadikan sebagai dasar bagi penetapan skor angka.”76
Pada penelitian ini, pemberian tes dilakukan dua kali, yaitu
sebelum proses pembelajaran dimulai (pretest) peneliti secara lisan dan
sesudah proses pembelajaran (postest). Ada dua macam tes, yaitu: (1)
tes produk untuk mengukur aspek kognitif siswa yang telah dimiliki;
(2) tes proses yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan
keterampilan proses siswa, dalam hal ini tentu pemahaman siswa
terhadap cerita.
2. Pengamatan (observasi)
Pengamatan dilakukan pada saat pelaksanaan pembelajaran
berlangsung.
Pengamatan
ini
bertujuan
untuk
mengetahui
keterlaksanaan RPP dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran.
76
Margono., op.cit., h. 170 .
58
Jika dideskripsikan, hari pertama peneliti memasuki kelas di MTs
YPI Al-Alawiyah, peneliti masih merasa canggung, begitu juga dengan
siswa-siswi di sana. Mereka masih merasa kaget dengan kehadiran
peneliti. Supaya suasana tidak canggung, peneliti sebagai guru harus
berusaha mengenal mereka dengan membacakan absensi kelas. Pada
saat absensi kelas berlangsung mulai terlihat siswa yang aktif dan cari
perhatian, akan tetapi tingkah laku mereka yang seperti itu
menghidupkan suasana.
Selanjutnya peneliti melihat, bahwa kesiapan siswa dengan
frekuesni kemunculannya beberapa siswa sudah tenang, sedangkan
siswa yang lain malah mengobrol dengan teman di belakang, atau
berbisik-bisik terhadap teman. Ketika pelajaran dimulai terlihat siswa
antusias dalam bertanya dan mengungkapkan pendapat terkait materi
yang sedang diajarkan.
Tabel 3.1
Observasi Siswa
Hari/Tanggal
: Kamis, 27 November 2014
Pukul
: 16.30-17.30 WIB
Observasi
: ke-1
Aktivitas Siswa
Persiapan siswa
dalam belajar
Partisipasi dalam
menanggapi materi
pemahaman cerita
yang diajarkan
Partisipasi siswa
dalam bertanya
Partisipasi siswa
dalam
mengungkapkan
pendapat
Jumlah
Frekuensi
Kemunculan
Presentase
5
50
5
50
4
40
2
20
16
160
59
3. Penyebaran Angket
Penyebaran angket dilakukan setelah proses pembelajaran.
Penyebaran angket bertujuan untuk mengetahui respon siswa terhadap
proses pembelajaran, dengan kata lain proses pembelajaran siswa
dalam memahami cerita menggunakan media audio visual di MTs YPI
Al-Alawiyah. Berdasarkan penjelasan tersebut, angket merupakan
salah satu instrumen pengumpulan data yang berisi sejumlah
pertanyaan. Angket yang dibuat akan diisi oleh siswa saat
pembelajaran berlangsung.
Tabel 3.2
Kisi-kisi Angket
No
Materi Soal
Indikator
1
Ketertarikan siswa
dalam
pembelajaran
pemahaman cerita
2
Jenis-jenis
kesulitan yang
dihadapi siswa
Mengetahui
ketertarikan siswa
dalam pembelajaran
pemahaman cerita
Mengetahui kesulitan
siswa dalam
pembelajaran
memahami cerita
3
Pendapat siswa
tentang media
audio visual
(pemutaran film
drama Malin
Kundang) dalam
pembelajaran
pemahaman cerita
Jumlah
Soal
Nomor
Soal
3
1, 3
3
2
3
1,2,3
Mengetahui tanggapan
siswa tentang
penggunaan media
audio visual
(pemutaran film
drama Malin
Kundang)
4. Wawancara
Wawancara dipergunakan untuk menggali beberapa hal berkaitan
dengan masalah pembelajaran. Wawancara dilaksanakan secara lisan
dalam pertemuan tatap muka secara individual dengan orang-orang
yang dapat memberikan informasi yang dianggap perlu.
60
5. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan upaya untuk memberikan gambaran
bagaimana sebuah penelitian tindakan kelas dilakukan. Data yang
dihasilkan dari kegiatan ini berupa foto kegiatan pembelajaran, buku
harian, dan lain-lain.
E. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses pelacakan dan pengaturan secara
sistematis transkip wawancara, hasil lapangan, dan bahan-bahan lainnya
yang dikumpulkan untuk dipresentasikan kepada orang lain. Setelah data
dianalisis, sebaiknya peneliti berdiskusi dengan teman sejawat. Diskusi
meliputi kegagalan, keberhasilan, dan hambatan saat melakukan tindakan.
Kemudian, dari hasil diskusi tersebut, peneliti dapat memutuskan suatu
perencanaan ulang terhadap tindakan yang dilakukan.
1. Analisis Pengamatan Aktivitas Siswa
Untuk menganalisi data aktivitas siswa yang diamati digunakan
teknik persentase (%), yakni banyaknya frekuensi tiap aktivitas siswa
dibagi dengan seluruh aktivitas dikalikan dengan 100.
Persentase respon siswa =
Keterangan:
A=Proporsi siswa yang memilih
B=Jumlah siswa (responden)
2. Hasil Belajar
Untuk menentukan ketuntasan hasil belajar siswa digunakan
instrumen tes hasil belajar siswa yang meliputi produk, proses, dan
psikomotor. Rumusnya adalah:
KB =
KB = Ketuntasan Belajar
T
= Jumlah skor yang diperoleh siswa
Tt = Jumlah skor total
61
F. Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan
Berdasarkan hasil penelitian, proses belajar mengajar siswa di kelas
VI MI YPIA Al-Alawiyah, terlihat siswa kurang tertarik dengan pelajaran
Bahasa Indonesia, dan menganggap remeh, terutama pada materi
pemahaman cerita. Untuk menyelesaikannya, penulis sebagai guru
merencanakan penelitian tindakan kelas, yaitu menerapkan pembelajaran
dalam memahami cerita dengan menggunakan media audio visual
(pemutaran film drama Malin Kundang).
G. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan perencanaan tindakan kelas, maka Penulis menerapkan
hipotesis tindakan yang menyatakan, bahwa: “Media Audio Visual dapat
Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Memahami Cerita.”
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Madrasah
G
Lingkungan Madrasah Tsanawiyah YPI Al-Alawiyah
Yayasan Pendidikan Islam Al-Alawiyah berdiri sejak Tahun Pelajaran
1987/1988 hingga saat ini. Perizinan operasional KANDEPAG Jawa Barat
No. W.I/T/PP005.1/07/1988, saat ini statusnya adalah terakreditasi "B".
Yayasan Al-Alawiyah didirikan dalam rangka ikut serta membantu
program pemerintah yakni untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
khususnya generasi muda yang bertaqwa kepada Allah Swt., serta untuk
dapat menyongsong kehidupan di kemudian hari untuk menjadi yang lebih
baik lagi.
Yayasan
Pendidikan
Islam
Al-Alawiyah
diketuai
oleh
K.H.
Muhammad Alwi, LC., dengan slogannya yaitu "Menuju Madrasah
Berstandar Nasional" telah membuktikan kualitas madrasah tersebut
dengan meluluskan banyak siswa berprestasi dalam bidangnnya. Yayasan
ini berada di lokasi yang cukup ramai di wilayah Kelurahan Kranji yaitu di
Jalan Lapangan Bola RT 02/02 No.75. Keberadaanya cukup dikenal oleh
warga sekitarnya, karena letak sekolahnya berada di tengah-tengah
permukiman-permukiman warga yang saling mendukung satu sama lain
62
63
yang bertujuan untuk memajukan pendidikan Islam di Negara Republik
Indonesia.
Pada awalnya, madrasah ini memiliki beberapa ruang kelas saja
dan hanya mampu menerima siswa dengan jumlah terbatas, hingga lambat
laun, yayasan ini maju dan mulai menambah ruang kelas serta
memperbaiki, merenovasi bangunan gedung madrasah menjadi lebih
banyak. Saat ini madrasah memiliki jenjang pendidikan dari TPA (Taman
Pendidikan Al-Qur'an), MI (Madrasah Ibtidaiyah), dan MTs (Madrasah
Tsanawiyah), MA (Madrasah Aliyah) yang gedungnya terpisah (berjarak
200 meter dari gedung utama). Untuk gedung utama terdiri 9 ruang kelas,
1 ruang guru, 1 ruang tata usaha, perpustakaan dan musollah, dilengkapi
dengan lapangan upacara, olahraga dan kegiatan lainnya seperti barisberbaris dan pramuka. Sementara untuk Madrasah Aliyah memiliki 4
ruang kelas belajar, 1 ruangan komputer atau ruang TIK (Teknologi
Informasi dan Komunikasi) dan 1 ruang guru.
Madrasah
Al-Alawiyah
memiliki
visi
untuk
meningkatkan
sumberdaya manusia yang manusiawi berperilaku Iman dan Taqwa.
Misinya agar para siswa berwawasan tentang dunia sekitarnya, bermoral,
toleransi serta bangga akan warisan budaya bangsa, dan tujuan Madrasah
Al-Alawiyah memiliki tujuan kepada pemberdayaan dan pencerahan
madrasah agar menjadi dambaan umat di masa yang akan datang.
Adapun Pengelolaan Bidang Administrasi Ketenagaan yang ada di
Madrasah Al-Alawiyah, yaitu sebagai berikut.
Tabel 4.3
Jumlah Personil di YPI Al-Alawiyah
NO
PERSONAL
Lk
3
JUMLAH
Pr
Total
3
1.
Kepala Madrasah
2.
Guru PNS
-
-
-
3.
Guru PNS lainnya
-
-
-
4.
Guru kontrak / bantuan / Honda
-
-
-
5.
Guru tetap yayasan
15
7
22
64
6.
Guru honor / tidak tetap
-
-
-
7.
Administrasi (TU)
-
2
2
8.
Pustakawan
-
1
-
9.
Petugas BP / BK
1
-
1
10.
Laboran
1
-
1
11.
Tenaga keterampilan
2
-
2
12.
Personal lainnya
3
-
3
Total
39
Tenaga struktural mempunyai tugas menyelenggarakan administrasi di
suatu unit organisasi. Pengembangan dan pembinaan karier kelompok
tenaga struktural, hal ini tergantung pada beban tugas pokok dan fungsi
unit organisasi tempat mereka bekerja. Tenaga fungsional dalam kariernya
tergantung pada kemampuan profesi mereka yang lebih spesifik. Dalam
hal ini kesempatan ada pada kemampuan dalam mengembangkan dirinya
secara luas tanpa terikat dan terbatas pada stuktur organisasi bertempat
mereka bertugas.
Sampai saat ini, setiap pegawai atau personal di YPI Al-Alawiyah
sudah berjalan dengan baik sesuai dengan tugas, hak dan kewajibannya
masing-masing. Pengelolaan bidang administrasi ketenagaan ini setiap
personal fungsinya adalah untuk mencari, mengevaluasi, mengadakan
persetujuan, menempatkan, mengorientasikannya pada posisi tugas yang
dibutuhkan dalam unit organisasi madrasah.
Adapun di dalam pengelolaan bidang Kurikulum, pada hal materi
pelajaran, Madrasah Al-Alwiyah ini memakai kurikulum dari Departemen
Pendidikan
Nasional
Pendidikan
(KTSP),
(DEPDIKNAS)/Kurikulum
Kurikulum
Departemen
Tingkat
Satuan
Pendidikan
Agama
(DEPAG), dan Kurikukulum Pesantren (Lokal). Penggabungan ketiga
kurikulum tersebut diharapkan para siswa atau santri dapat menjadi
manusia yang memiliki IMTAQ (Iman dan Taqwa) dan Menguasai IPTEK
(Ilmu Pengetahuan Teknologi), sehingga mereka akan mampu menghadapi
tantangan zaman ke depan.
65
Pada kurikulum lokal, yang lebih menuju ke arah pengembangan
pembelajaran berlandasakan kitab kuning. Esensi bercirikan siswa akan
mampu dan mahir dalam berbahasa Arab dan dapat membaca kitab kuning
secara komprehensif dengan kaidah-kaidah tata bahasanya (Nahwu dan
Sharaf)
Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang lebih
mengimplementasikan pada regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005.
Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih
bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas
tidaknya sebuah subject matter), yaitu:
a. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara
individual maupun klasikal.
b. Berorientasi
pada
hasil
belajar
(learning
outcomes)
dan
keberagaman.
c. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan
metode yang bervariasi.
d. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar
lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
e. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya
penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Sejauh ini, hasil yang telah dicapai oleh madrasah tersebut sebagian
telah sesuai dengan tujuan digunakannya ketiga kurikulum tersebut. Dari
ketiga kurikulum
yang diterapkan tersebut terdapat kekurangan-
kekurangan yang salah satunya, yaitu terlalu banyaknya materi yang harus
dipelajari oleh para peserta didik. Hal ini mengakibatkan banyaknya
konsep atau materi yang tidak bisa dipahami oleh siswa, serta dapat
membingungkan siswa untuk menyerap seluruh materi pelajaran yang
diberikan, juga terdapat kesulitan bagi siswa dalam mempelajari struktur
ketatabahasaan untuk memahami dan membaca kitab kuning, khususnya di
Madrasah YPI Al-Alawiyah.
66
Keunggulan dari ketiga kurikulum tersebut akan dapat dirasakan
apabila siswa memiliki kemampuan lebih dalam menyerap materi yang
diberikan, dan tentunya pengetahuan mereka akan lebih bertambah pun
berlandaskan pada Alqur‟an dan As-Sunnah, sehingga output yang telah
diolah sedemikian rupa dapat menghasilkan insan-insan yang beriman dan
bertaqwa.
Pendayagunaan sumber-sumber (Sumber Daya Manusia dan Material)
secara efektif dan efisien agar dapat mencapai tujuan pendidikan disebut
administrasi pendidikan. Agar dapat mencapai tujuan secara efektif dan
efisien, maka harus dikelola secara professional segala aktivitas
administrasi pendidikan dibidang kurikulum tersedia dan diatur oleh
madrasah. Bidang administrasi kurikulum mencakup di dalamnya
pelaksanaan kurikulum, pembinaan kurikulum, penyusunan silabus,
persiapan harian, dan sebagainya.
Kegiatan yang dilakukan oleh pengelola bidang administrasi
Kurikulum di YPI Al-Alawiyah yaitu:
a. Menyusun program pengajaran.
b. Menyusun pembagian tugas guru dan jadwal pelajaran.
c. Menyusun jadwal dan pelaksanaan ulangan umum serta ujian
akhir.
d. Menerapkan kriteria persyaratan naik atau tidak naik dan kriteria
kelulusan.
e. Mengatur jadwal penerimaan buku laporan penilaian hasil belajar
dan STTB.
f. Mengkoordinasikan
dan
mengarahkan
penyusunan
satuan
pelajaran.
g. Menyusun laporan pelaksanaan pelajaran.
h. Membina kegiatan MGMP (Majelis Guru Mata Pelajaran).
i. Membina kegiatan sanggar PKG/ MGMP/ Media.
j. Menyusun laporan pendayagunaan sanggar PKG/ MGMP/ Media.
k. Melaksanakan penilaian guru teladan.
l. Membina kegiatan lomba-lomba bidang akademis.
67
Kendala yang sering dihadapi oleh YPI Al-Alawiyah dalam
pembagian jam mengajar karena sebagian besar merupakan guru honor.
Bagi guru honor sering kali terdapat ketidaksesuaian dalam jam mengajar.
Untuk mengatasi hal tersebut, pihak sekolah bersifat fleksibel dengan
memberi kemudahan bagi para guru honorer yang mengajar di YPI AlAlawiyah
ini dengan memprioritaskan mereka dalam segi pengaturan
jadwal.
Pengembangan kurikulum YPI Al-Alawiyah mengacu pada Standar
Nasional Pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan
nasional. Kedelapan standar nasional pendidikan nasional tersebut yaitu:
a. Standar isi (Permendiknas No. 22 Tahun. 2006) adalah ruang
lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam
kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian,
kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus
dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan
tertentu.
b. Standar kompetensi lulusan (Permendiknas No.23 Tahun. 2006)
adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.
c. Standar proses (Permendiknas No.41 Tahun. 2007) adalah standar
nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pada satu
MTs YPI Al-Alawiyah untuk mencapai standar kompetensi
lulusan.
d. Standar sarana dan prasarana (Permendiknas No.24 Tahun. 2007)
adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria
minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat
beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat
bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain
yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
68
e. Standar pendidik dan tenaga kependidikan (Permendiknas No.12,
13, dan 16 Tahun. 2007) adalah kriteria pendidikan pra jabatan dan
kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
f. Standar pengelolaan (Permendiknas No.19 Tahun. 2007) adalah
standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat
MTs di YPI Al-Alawiyah, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional
agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
g. Standar penilaian pendidikan (Permendiknas No.20 Tahun. 2007)
adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta
didik.
h. Standar pembiayaan pendidikan (Permendiknas No.69 Tahun.
2009) adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
pembiayaan pendidikan selama satu tahun pelajaran. Di Madrasah
YPI Al-Alawiyah ini juga terdapat program kerja unggulan bagi
pengelolaan semester pengajaran, dan program tahunan pengajaran.
Pengelola administrasi kurikulum di madrasah ini hanya memiliki
satu personil (Sri Hartati) yang bekerja sama dengan semua pengelola
administrasi bidang lainnya, misalnya bidang kesiswaan, masyarakat, dan
lain-lain. Kerja sama yang dilakukan juga merupakan kerja sama aktif,
misalnya konsultasi. Contohnya, ketika ada suatu permasalahan bisa
dikonsultasikan atau dibicarakan dengan banyak bidang. Tentunya ada saja
hal-hal yang dapat dijadikan kendala dalam pemecahan permasalahan
tersebut, yaitu perbedaan konsep yang bisa saja terjadi. Selama ini di
Madrasah YPI Al-Alawiyah, keputusan yang akhirnya diambil apabila
terjadi perbedaan konsep yaitu dengan cara mencari konsep yang lebih
profesional.
Adapun sarana dan prasarana yang ada di Madrasah YPI Al-Alawiyah
yaitu:
a. Kepemilikan Gedung: milik sendiri, belum sertifikat
69
b. Ruang kelas ada 6 dengan luas 7 x 8 m2
c. Ruang tamu ada 1 dengan luas 7 x 8 m2
d. Ruang perpustakaan ada 1 dengan luas 4 x 5 m2
e. Ruang kepala sekolah ada 3 dengan luas 4 x 5 m2
f. Kantor guru ada 1 dengan luas 7 x 8 m2
g. Ruang BP/BK ada 1 dengan luas 4 x 5 m2
h. Ruang TU ada 1 dengan luas 4 x 5 m2
i. Ruang wakil kepala sekolah 1, 4 x 5 m2
j. Ruang laboraturium IPA ada 1 dengan luas 4 x 5 m2
k. Ruang UKS ada 1 dengan luas 4 x 5 m2
l. Ruang praktek komputer ada 1 dengan luas 7 x 8 m2
m. Koperasi atau kantin ada 1 dengan luas 4 x 5 m2
n. Ruang OSIS ada 1 dengan luas 4 x 5 m2
o. Kamar mandi ada 3 denngan luas masing-masing 4 x 5 m2
p. Gudang ada 2 dengan luas 4 x 5 m2
q. Musholla ada 1 dengan luas 7 x 8 m2
r. Ruang Keterampilan ada 1 dengan luas 4 x 5 m2
s. Kamar mandi guru ada 2 dengan luas 4 x 5 m2
t. Perlengkapan sekolah: Komputer ada 10, Telepon dan Faksimili
ada 1, Meja guru TU ada 8, Brangkas ada 1, Filling cab ada 1,
Lemari ada 9, Rak buku ada 3, Kompor gas ada 1, Kursi guru ada
8, Meja siswa ada 100 dan kursi siswa ada 150.
u. Alat-alat peraga: bola dunia, angklung, patung, model tata surya,
kompas, dan sebagainya
B. Hasil Penelitian
1. Informasi Awal
Penelitian dilakukan mulai 25 November 2014 sampai dengan
06 Desember 2014. Penelitian meliputi observasi langsung
terhadap madrasah untuk mendapatkan gambaran awal situasi dan
kondisi lingkungan madrasah, sarana, dan prasarana yang tersedia
untuk menunjang kegiatan belajar-mengajar dan proses kegiatan
70
belajar mengajar, serta melakukan wawancara kepada guru bidang
studi bahasa dan sastra Indonesia terkait pembelajaran dan kelas
yang
menjadi
kelas
penelitian.
Selain
itu,
peneliti
juga
mewawancarai beberapa siswa mengenai pembelajaran bahasa dan
sastra Indonesia, khususnya pembelajaran dalam memahami cerita.
Wawancara dengan guru bidang studi bahasa dan sastra
Indonesia bertujuan untuk mengetahui kondisi pembelajaran di
dalam kelas, khususnya keaktifan siswa terhadap pembelajaran
memahami cerita. Sedangkan wawancara dengan beberapa siswa
bertujuan untuk mengetahui bagaimana guru merencanakan dan
melaksanakan pembelajaran yang berfokus kepada peningkatan
pemahaman cerita. Hasil pengamatan menunjukkan, bahwa
kemampuan siswa dalam memahami cerita itu rendah. Rendahnya
kemampuan dalam memahami cerita disebabkan karena guru
kurang memanfaatkan media pembelajaran di dalam proses
kegiatan belajar mengajar.
Berdasarkan kendala tersebut, maka peneliti ingin menerapkan
metode pembelajaran yang membuat siswa aktif dan terlibat
langsung dalam proses pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia,
yaitu Peningkatan Kemampuan Pemahaman Cerita melalui Media
Audio Visual di Kelas VII-B Madrasah Tsanawiyah Al-Alawiyah
Kranji–Bekasi Barat.
2. Observasi Pra-Tindakan
Observasi pra-tindakan dilakukan pada Kamis, 27 November
2014. Waktu penelitian madrasah dilakukan pada saat pagi hari,
pukul 08.00-12.00. Observasi ini dilakukan untuk sarana, dan
prasarana yang tersedia untuk menunjang kegiatan belajarmengajar dan proses kegiatan belajar mengajar. Berdasarkan
pengamatan di kelas VII-D, situasi kelas cukup kondusif,
interaktif, dan penuh perhatian, namun guru harus selalu
memberikan arahan supaya kelas tidak berisik dan gaduh.
71
Pada tahap Pra-Tindakan ini peneliti juga langsung melakukan
penelitian dan kegiatan pembelajaran, dengan mengajar di kelas
VII-D pada pukul 16.30-17.30. Kegiatan pembelajaran dilakukan
untuk mempercepat proses pembelajaran di siklus 1 nanti pada
pertemuan selanjutnya. Pada tahap pra-siklus ini peneliti sudah
menyiapkan segala yang mencakup ke dalam empat aspek dalam
penelitian tindakan kelas ini, yaitu perencanaan, tindakan,
pengamatan, dan refleksi.
a. Perencanaan tindakan
Perencanaan tindakan dilakukan dalam mata pelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia. Adapun langkah-langkah
yang dilakukan, yaitu: peneliti melaksanakan kegiatan
rancangan
pembelajaran
sesuai
dengan
RPP,
dan
memberikan materi dalam memahami unsur-unsur cerita.
Adapun langkah-langkah yang telah direncanakan,
yaitu sebagai berikut.
a) Guru bertegur sapa dan mengabsensi siswa.
b) Guru mengondisikan kelas dan membuka pelajaran
dengan berdoa terlebih dahulu.
c) Guru berkenalan dengan siswa supaya lebih terjalin
komunikatif.
d) Guru menjelaskan kehadirannya di kelas VII-D.
e) Guru menyiapkan materi pembelajaran dan tujuan
pembelajaran.
f) Guru memberikan langkah-langkah pembelajaran.
g) Guru menjelaskan materi pembelajaran.
h) Guru memberikan arahan atau memberikan langkahlangkah cara mudah untuk memahami cerita dengan
baik.
i) Guru meminta siswa untuk mengungkapkan apa-apa
atau macam-macam cerita yang diketahui oleh siswa.
72
j) Secara interaktif, mengajak siswa untuk mengingat
kembali pengetahuan yang mereka miliki, yaitu hal-hal
apa saja yang ada di dalam suatu cerita (unsur yang
membangun cerita.).
k) Guru menyempurnakan dari berbagai pendapat siswa
terkait materi dalam memahami cerita.
b. Pelaksanaan tindakan
Pelaksanaan pra-tindakan dilakukan hari Kamis, 27
November 2014 pukul 16.30.-17.30. Pada pertemuan
pertama kegiatan pembelajaran dilakukan sesuai dengan
rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dibuat oleh
peneliti. Pada pertemuan ini mencakup perkenalan dengan
siwa-siswi kelas VII-D, dan masuk ke dalam materi tentang
memahami unsur-unsur instrinsik cerita
Secara keseluruhan, siswa hadir di dalam kelas
sebelum guru memasuki ruang kelas. Suasana kelas cukup
ramai, tetapi setelah guru memasuki kelas, siswa tidak ribut
lagi, dan duduk dengan rapi sesuai dengan tempat
duduknya, sehingga kegiatan belajar-mengajar cukup
kondusif. Setelah ketua kelas memimpin membaca doa,
siswa mulai terlihat sudah siap untuk mulai belajar di hari
ini, dengan sudah adanya buku mata pelajaran bahasa dan
sastra Indonesia di mejanya masing-masing, namun ada
beberapa siswa yang terlihat masih mengobrol di belakang.
Setelah guru mengabsensikan dan mengondisikan
kelas, guru menjelaskan kehadirannya di kelas VII-D,
mulai dari hari ini dan beberapa hari ke depan tentang
tindakan penelitiannya. Selanjutnya, guru berkenalan satu
sama lain dengan para siswa sebagai perkenalan awal.
Terlihat siswa begitu senang berkenalan sebagai bentuk
relaksasi sebelum mulai belajar. Setelah terjalin perkenalan
73
dan komunikasi dengan para siswa, guru memberikan
penjelasan apersepsi kepada siswa dengan bertanya “apa
yang kalian ketahui tentang cerita?” hal ini bertujuan untuk
menstimuli siswa dalam mengingatkan kembali materi
dalam memahami cerita yang pernah dipelajari sebelumnya.
Beberapa siswa menjawab pertanyaan guru, dan beberapa
siswa hanya terdiam sambil mendengarkan jawaban dari
siswa yang menjawab. Setelah prosesi tanya jawab dengan
siswa terkait materi, siswa diberikan daya imajinasi tentang
cerita-cerita apa yang diketahui. Beberapa siswa menjawab
berdasarkan pada pengetahuan yang dimiliknya.
Kemudian, beranjak dari hal tersebut, siswa diajak
kembali untuk mengetahui unsur-unsur yang perlu kita
ketahui jika kita ingin mudah memahami suatu cerita.
Dikarenakan pembelajaran ini bersifat interaktif dan
komunikatif, guru melemparkan beberapa pertanyaan
kepada siswa, dan sebelum guru melemparkan pertanyaan,
ada beberapa siswa yang cepat bertanya karena rasa
keingintahuannya yang tinggi. Setelah itu, ada beberapa
siswa yang menjawab pertanyaan dari temannya, dan ada
juga
yang
diam
mendengarkan
temannya
sedang
mengutarakan pendapatnya. Langkah demi langkah materi
dijelaskan didasari dengan menggunakan pendekatan yang
interaktif dan komunikatif, sehingga siswa lebih aktif dalam
kegiatan belajarnya.
Ketika materi sudah dijelaskan, guru mengulang
kembali tentang hal-hal yang baru saja siswa kembali,
dalam hal ini siswa terlihat semangat dalam menyebutkan
dan menjelaskan materi yang baru saja dipelajarinya.
Karena keterbatasan waktu, akhirnya pembelajaran diakhiri
dengan
pemberian
kesimpulan
oleh
siswa,
dan
74
pembelajaran ditutup dengan mengucap lafadz Hamdalah
bersama-sama.
c. Observasi
Tahap observasi dilakukan pada pelaksanaan tindakan,
yaitu
saat
kegiatan
belajar-mengajar
berlangsung.
Pengamatan dilakukan oleh peneliti. Peneliti mengamati
setiap kegiatan yang dilakukan oleh siswa saat kegiatan
belajar-mengajar berlangsung. Berdasarkan pengamatan
yang telah dilakukan, hasil yang dapat dilihat pada tabel 4.4
sebagai berikut.
Tabel 4.4
Data Kegiatan Guru dalam pembelajaran Pra Siklus
No
1.
2.
3.
4.
5.
Pertanyaan
Alternatif Jawaban
Ya
 (siswa
Apakah seluruh siswa hadir pada saat
KBM
Apakah siswa hadir tepat waktu
Apakah guru kondisi kelas mendukung
KBM
Apakah guru memberitahukan hasil yang
dicapai setelah KBM
Apakah guru melakukan apersepsi terlebih
dahulu
Tidak
sakit)





Apakah saat mengajar guru
6.
memberitahukan langkah-langkah

pembelajaran
7.
8.
Apakah guru menggunakan media

pembelajaran saat KBM
Apakah guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk bertanya.

75
Apakah guru memberikan kesempatan
9.
kepada siswa untuk menjawab pertanyaan

temannya
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, dapat disimpulkan,
bahwa peneliti telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan RPP, walau
belum menggunakan media pembelajaran saat kegiatan belajar-mengajar
berlangsung.
Tabel 4.5
Hasil Persentase (%) Observasi Tingkah Laku Siswa dalam Pembelajaran
Pra-Siklus
No
1.
Aspek yang diamati
Kriteria
Kurang Cukup
Persentase
Baik
%
Siswa memberikan respon
positif terhadap pembelajaran

60

60
memahami cerita.
2.
Siswa memberi perhatian
terhadap penjelasan materi ajar.
3.
Siswa mengajukan pertanyaan.

40
4.
Siswa menjawab pertanyaan.

40
5.
Siswa mengikuti langkah-

60

65
langkah pembelajaran.
6.
Siswa terlihat antusias selama
KBM berlangsung.
7.
Siswa mengikuti KBM sampai
akhir dengan tertib.

56
Jumlah Rata-rata
Keterangan:
10-64 = Kurang
65-79 = Cukup
60
80-100 = Baik
Berdasarkan tabel 4.5, hasil observasi yang dilakukan pada saat
pembelajaran Pra-Siklus, dapat disimpulkan, bahwa tingkah laku siswa
76
secara umum saat KBM berlangsung ternilai kurang. Persentase siswa 56%
menunjukkan, bahwa pada tindakan ini tingkah laku siswa termasuk ke
dalam kategori kurang.
Pada pelaksanaan tindakan penelitian yaitu pemberian pertanyaan yang
memberi kebebasan kepada siswa, kemudian meminta siswa untuk
mengulang kembali atau mereview materi yang baru saja diajarkan, supaya
lebih bermakna dan dapat diingat terus oleh siswa.
d. Refleksi
Setelah melihat proses pembelajaran di Pra-Siklus ini, lembar observasi
pembelajaran siswa serta beberapa hal yang harus segera diperbaiki. Pada
hasil observasi ditemukan beberapa hal yang belum sesuai dengan harapan.
Terlihat dalam hal perhatian siswa terhadap penjelasan guru, keaktifan siswa
dalam bertanya dan mengutarakan pendapat, serta ketertiban siswa belum
sempurna sampai akhir pembelajaran.
Catatan Lapangan
Penelitian Tindakan Kelas
Kelas
: VII-D
Hari/Tanggal
: Kamis, 27 November 2014
Waktu
: 16.30-17.30 WIB
Deskripsi Hasil Observasi
Pada pembelajaran pra-siklus ini, dari awal guru masuk ke kelas,
terlihat keadaan kelas masih ramai karena sehabis dari istirahat. Ketika bel
berbunyi, guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia mengarahkan
siswa-siswinya untuk masuk ke dalam kelas. Setelah semua siswa masuk,
guru peneliti masuk ke dalam kelas. Penempatan tempat duduk siswa secara
acak, namun siswa perempuan dengan perempuan, dan laki-laki dengan
laki-laki serta tempat duduk siswa tidak bergerak vertikal atau horizontal.
Pada pra-siklus ini siswa-siswi masih terkesan malu-malu karena belum
77
kenal dengan guru peneliti. Hal yang dilakukan untuk mencairkan suasana,
guru peneliti pun mengecek kehadiran siswa dan sekaligus berkenalan
dengan siswa secara singkat dan jelas. Kemudian, guru peneliti menjelaskan
kehadirannya beberapa minggu ke depan tentang keberadaannya di kelas
tersebut.
Setelah
berkenalan,
siswa
dihidupkan
kembali
skemata
pengetahuan yang sudah dipelajarinya pada pembelajaran sebelumnya,
khususnya pembelajaran memahami cerita. Pada tahap ini siswa masih
terlihat percaya diri dalam mengungkapkan pendapat. Beberapa siswa masih
terlihat bingung dalam menjawab pertanyaan guru. Setelah guru
memberikan motivasi sedikit, siswa pun sudah mulai memberanikan diri
untuk bersahabat dengan guru peneliti, dan siswa pun terlihat mulai aktif
menjawab dan bertanya karena atas dasar rasa keingintahuan.
Kegiatan tanya jawab terus dilakukakn terhadap siswa supaya siswa
terpancing untuk berpendapat dan bertanya. Terlihat siswa-siswinya masih
belum paham tentang pelajaran yang sedang dipelajarinya. Pada saat guru
menjelaskan materi sebagai penyempurnaan, terlihat siswa aktif mencatat
dan mengingat kembali materi yang baru saja didengar dan ditulisnya. Pada
akhir pembelajaran, siswa menyimpulkan kegiatan belajar dan ditutup
dengan membaca lafadz hamdallah.
3. Pembelajaran Siklus 1
a. Perencanaan Tindakan
Perencanaan tindakan dilakukan dalam mata pelajaran Bahasa
dan Sastra Indonesia. Adapun langkah-langkah yang dilakukan,
yaitu: peneliti melaksanakan kegiatan rancangan pembelajaran
sesuai dengan RPP, dan mengulas kembali materi cerita, dan
memberikan tugas untuk menganalisis salah satu cerita tanpa media
audio visual. Pada siklus ini RPP dibuat untuk satu kali pertemuan.
Adapun langkah-langkah yang telah direncanakan, yaitu sebagai
berikut.
a) Guru bertegur sapa dan mengecek daftar hadir siswa.
78
b) Guru mengondisikan kelas dan membuka pelajaran dengan
berdoa terlebih dahulu.
c) Guru
menyiapkan
materi
pembelajaran
dan
tujuan
pembelajaran.
d) Guru menginformasikan langkah-langkah dalam kegiatan
pembelajaran.
e) Guru memberikan pertanyaan lisan (pretest) terkait materi.
f) Guru memberikan arahan atau memberikan langkah-langkah
cara mudah memahami cerita dengan baik.
g) Guru meminta siswa untuk mengungkapkan apa-apa atau
macam-macam cerita yang diketahui oleh siswa.
h) Guru
mengulas
sedikit
materi
pembelajaran
sebagai
pengingatan kembali pengetahuan yang dimiliki siswa.
i) Guru menugasi siswa dengan bahan bacaan cerita untuk
dicaritahu mengenai unsur-unsur instrinsik dari cerita
tersebut.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan siklus 1 dilakukan hari Sabtu, 29 November 2014
pukul 13.30.-14.30. Pada pertemuan ini, kegiatan pembelajaran
dilakukan sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang
telah dibuat oleh peneliti. Pada pertemuan ini mencakup pengulasan
sedikit materi tentang memahami cerita, sedangkan tugas yang
diberikan, yaitu berupa teks cerita tanpa menggunakan media audio
visual. Lalu, siswa ditugasi mencari unsur-unsur instrinsik yang ada
di dalam cerita tersebut secara individual setelah pada hari
sebelumnya telah dijelaskan materinya.
Secara keseluruhan, siswa hadir di dalam kelas sebelum guru
memasuki ruang kelas. Suasana kelas cukup ramai, tetapi setelah
guru memasuki kelas, siswa tidak ribut lagi, dan duduk dengan rapi
sesuai dengan tempat duduknya, sehingga kegiatan belajar-mengajar
cukup kondusif. Setelah ketua kelas memimpin membaca doa, siswa
79
mulai terlihat sudah siap untuk mulai belajar di hari ini, dengan
sudah adanya buku catatan dan buku mata pelajaran bahasa dan
sastra Indonesia di mejanya masing-masing, namun ada beberapa
siswa yang terlihat masih mengobrol.
Setelah guru mengecek daftar hadir siswa dan mengondisikan
kelas, guru memberikan pertanyaan lisan (pretest) kepada siswa
dengan bertanya “apa yang kalian ketahui tentang cerita?” dan “halhal apa saja yang harus kalian ketahui jika ingin mudah memahami
suatu cerita” hal ini bertujuan untuk menstimuli siswa dalam
meretensikan kembali materi cerita
yang pernah dipelajari
sebelumnya.
Lembar Pertanyaan Lisan Siswa
(Pretest) Siklus 1
a) Apa yang kalian ketahui tentang cerita?
Cerita merupakan suatu suatu kisah yang di dalamnya terdapat
suatu peristiwa, baik yang terjadi di waktu dahlu maupun akan
datang.
b) Cerita apa saja yang pernah kalian ketahui?
Cerita timun emas, sangkuriang, putri salju, bawang merah
bawang putih.
c) Bagaimana cara kita agar mudah memahami suatu cerita dengan
baik?
Mengetahui ceritanya dan unsur yang terkandung.
Setelah pertanyaan-pertanyaan lisan ini diberikan kepada siswa,
terlihat hanya beberapa siswa menjawab pertanyaan guru dan,
pengetahuan siswa terlihat masih belum maksimal dan beberapa
siswa hanya terdiam sambil mendengarkan jawaban dari siswa yang
menjawab.
Sesudah memberikan pertanyaan lisan, selanjutnya guru
menjelaskan kembali secara singkat materi tentang cerita, dan siswa
80
diajak kembali untuk mengingat kembali unsur-unsur yang ada di
dalam cerita, yaitu unsur-unsur instrinsik.
Seusai guru menjelaskan materi secara singkat, selanjutnya,
guru menugasi kepada seluruh siswa untuk membaca salah satu teks
cerita yang berjudul
Persahabatan yang Berawal dari Musuh.
Setelah siswa membaca cerita tersebut, siswa ditugaskan untuk
mencari tahu cerita apa yang ada di dalamnya, dan bagaimana unsurunsur instrinsik yang ada di dalam cerita tersebut. Terlihat ada
beberapa siswa
dengan tekun mengerjakannya di Lembar Kerja
Siswa, dan ada juga yang masih terlihat bingung dalam menjawab
pertanyaan soal.
Pada saat siswa sudah selesai, lembar jawaban siswa
dikumpulkan.
Dikarenakan
keterbatasan
waktu,
pembelajaran
disudahi dengan menyimpulkan kegiatan pembelajaran yang baru
saja dilakukan, dan kegiatan pembelajaran diakhiri dengan membaca
lafadz hamdalah bersama-sama.
81
c. Observasi
Tahap observasi dilakukan pada pelaksanaan tindakan, yaitu
saat kegiatan belajar-mengajar berlangsung. Pengamatan dilakukan
oleh
peneliti.
Peneliti
menerapkan
beberapa
kegiatan,
dan
mengamati setiap kegiatan yang dilakukan oleh siswa saat kegiatan
belajar-mengajar berlangsung. Berdasarkan pengamatan yang telah
dilakukan, hasil yang dapat dilihat pada tabel 4.6 sebagai berikut.
Tabel 4.6
Data Kegiatan Guru dalam Pembelajaran Siklus 1
No
Pertanyaan
Alternatif Jawaban
Ya
1.
Apakah seluruh siswa hadir pada saat KBM

2.
Apakah siswa hadir tepat waktu

3.
Apakah guru kondisi kelas mendukung KBM

4.
5.
6.
7.
Apakah guru memberitahukan hasil yang dicapai
setelah KBM

Apakah guru melakukan apersepsi terlebih

dahulu
Apakah saat mengajar guru memberitahukan
langkah-langkah pembelajaran
Apakah guru menggunakan media pembelajaran
saat KBM
Tidak


82
Apakah guru memberikan kesempatan kepada
8.
siswa untuk bertanya
Apakah guru memberikan kesempatan kepada
9.
siswa untuk menjawab pertanyaan temannya


Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, dapat disimpulkan,
bahwa peneliti telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan RPP, walau belum
menggunakan media pembelajaran saat kegiatan belajar-mengajar berlangsung.
Tabel 4.7
Hasil Persentase (%) Observasi Tingkah Laku Siswa dalam Pembelajaran
Siklus 1
No
1.
Aspek yang diamati
Kriteria
Kurang Cukup
Persentase
Baik
%
Siswa memberikan respon
positif terhadap

65

65
pembelajaran cerita tulisan
2.
Siswa memberi perhatian
terhadap penjelasan materi
ajar
3.
Siswa mengajukan
pertanyaan
4.

Siswa mengajukan

pendapat
5.
63
65
Siswa mengerjakan tugas
yang diberikan dengan

65
guru secara baik
6.
Siswa terlihat antusias
selama KBM berlangsung
7.
Siswa mengikuti KBM
sampai akhir dengan tertib

65

65
83
Jumlah Rata-rata
Keterangan:
65
10-64 = Kurang
65-79 = Cukup
80-100 = Baik
Berdasarkan tabel 4.7, hasil observasi yang dilakukan pada saat
pembelajaran siklus 1, dapat disimpulkan, bahwa tingkah laku siswa secara
umum saat KBM berlangsung ternilai cukup akan tetapi masih belum baik.
Persentase siswa 65% menunjukkan, bahwa pada tindakan pertama tingkah
laku siswa termasuk ke dalam kategori cukup.
Pada pelaksanaan tindakan penelitian yaitu pemberian pertanyaan yang
memberi kebebasan kepada siswa, kemudian meminta siswa untuk mencari
unsur-unsur instrinsik yang ada di dalam cerita yang berjudul Persahabatan
yang Berawal dari Musuh karya Ahmad Taufik.
Lembar Kerja Siswa
Hari/Tanggal
:...............................................................................................
Nama
:...............................................................................................
Kelas
:...............................................................................................
1.
Bacalah secara baik cerita berjudul Persahabatan yang Berawal dari
Musuh. Apa kisah yang ada di dalam cerita tersebut?
Jawaban: kisah yang ada di dalam cerita tersebut mengisahkan dua
orang siswa yang bersahabat di sekolah, namun di pertengahan mereka
bertengkar sebab teman yang satu itu mengejek temannya lagi dan
menjadi salah paham. Setelah teman yang satu menyadari bahwa itu
kesalahpahaman, akhirnya mereka kembali bersahabat kembali.
2.
Sebutkanlah unsur-unsur Instrinsik yang ada di dalam cerita tersebut!
a.
Tokoh, Penokohan, dan Watak
Jawaban: tokoh yang ada di dalam cerita ini, yaitu Aku, Ibunya
Aku, Sofi, Nia, Papa, dan Om Dahlan. Penokohannya yaitu, tokoh
Aku merupakan tokoh yang dinamis, sedangkan tokoh Sofi, Nia,
84
Ibu, Papa, dan Om Dahlan merupakan tokoh statis. Watak Aku,
Ibu, Sofi, Nia, Papa, dan Om Dahlan merupakan Protagonis.
b. Latar
Jawaban: latar tempatnya yaitu di rumah, di jalan, di sekolah, di
lapangan, di taman, dan di kolam. Suasananya yaitu ada sedih,
kesal, terharu, dan bahagia. Waktunya, pagi hari, dan sore hari.
c. Sudut Pandang
Jawaban:.Sudut pandang yang digunakan, yaitu persona pertama
“Akuan.”
d. Alur
Jawaban: Campuran (maju dan mundur)
e. Tema
Jawaban: Persahabatan
f. Amanat atau Pesan
Jawab: jangan suka menuduh orang lain tanpa bukti yang benar,
dan sahabat merupakan orang yang selalu ada buat kita.
3. Bagaimanakah akhir dari cerita tersebut?
Jawaban: Akhirnya mereka kembali bersahabat kembali, dan
persahabatan mereka semakin erat.
Tabel 4.8
Nilai Siklus 1
Rincian Nilai
No
Nama
KKM 75
1
2
3
1-15
1-75
1-10
Jumlah
1.
Adela Septiani
12
46
9
67
2.
Ahmad Sofyan
10
32
9
51
3.
Ai Rohaeni
10
37
5
52
4.
Anis Setya Septiana
12
63
10
85
5.
Azizah Mauludea
12
62
10
84
85
6.
Bagas Perdana
15
50
10
75
7.
Bilal Ananda. P
15
52
8
75
8.
Citra Oktavia
11
43
8
61
9.
Dela Puspita
10
31
10
51
10.
Dwi Ramanda
9
32
9
50
11.
Linda Safitri
13
44
9
66
12
Lusi Presilia
12
47
8
67
13
M. Rafli
12
48
7
67
14
M. Ramdan
8
45
8
61
15
Mawarda Dwi. A
12
55
8
75
16
Muhammad Fiqodri
10
32
8
50
17
Nada Zahira Tanjung
10
40
8
58
18
Nurhamidah
15
51
8
74
19
Pipit Irmayanti
12
53
8
73
20
Rahmat Madani
8
35
8
51
21
Rani Halimatusya‟diah
10
55
10
75
22
Ratu Andini
10
55
10
75
23
Riski Nazari
10
55
10
75
24
Riswan Fauzi
8
34
8
50
25
Rossa Yuliana
9
34
7
50
26
Syarena Azzahra
10
60
10
80
27
Siska Arista Laitupa
10
58
10
78
28
Siswanto Adi. P
11
43
10
64
29
Siti Aisyah
8
44
8
60
30
Wiwi Indiyani
11
47
8
66
31
M. Nuriski
8
34
8
50
Nilai rata-rata
Jumlah
2016
Rata-rata
65,03
86
Berdasarkan hasil perolehan nilai Siklus 1, diketahui nilai tertinggi,
terendah, dan nilai rata-rata, dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut.
Tabel 4.9
Nilai Tertinggi dan Terendah Siswa Siklus 1
Tingkat Penguasaan Siklus 1
Nilai
Nilai tertinggi siswa
85
Nilai terendah siswa
50
Jumlah rata-rata
65,03
Berdasarkan tabel 4.9, terlihat nilai terendah siswa masih di bawah
KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum), yaitu 50, sedangkan kriteria
ketuntasan minimumnya adalah 75. Penyebabnya karena siswa kurang
antusias
dalam
membaca
dan
kurangnya
frekuensi
guru
dalam
menggunakan media di dalam pembelajaran, sehingga siswa menjadi kurang
aktif dan antusias. Oleh karena itu, perlu adanya tindak lanjut dari siklus 1
kemudian berlanjut ke siklus 2.
d. Refleksi
Setelah melihat siklus 1, lembar observasi guru dan siswa serta catatan
lapangan masih banyak hal yang harus diperbaiki. Perencanaan kegiatan
belajar mengajar harus lebih dipersiapkan agar hasil yang dicapai sesuai
dengan yang diharapkan. Pada lembar observasi kegiatan guru sudah
menunjukkan kebaikan, walaupun belum terlihat sempurna, yaitu guru
belum menyediakan media yang kurang merangsang siswa untuk antusias,
aktif dan dapat memahami materi cerita dengan baik.
Hasil observasi terhadap tingkah laku siswa selama pembelajaran
dapat dikatakan cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari perhatian siswa
terhadap penjelasan guru, akan tetapi keaktifan siswa untuk bertanya, dan
keaktifan siswa dalam mengerjakan tugas masih tampak tidak serius, serta
banyak siswa yang belum tertib saat kegiatan pembelajaran berlangsung di
dalam kelas. Selain itu, di dalam catatan lapangan, teruraikan beberapa
87
catatan yang perlu solusi dan tanggapan untuk perbaikannya, dapat dilihat
dalam tabel berikut ini:
Catatan Lapangan
Penelitian Tindakan Kelas
Kelas
: VII-D MTs. YPI Al-Alawiyah
Hari/Tanggal : Sabtu, 29 November 2014
Waktu
: 13.30-14.30 WIB
Deskripsi Hasil Observasi
Pada pembelajaran di siklus 1, dari saat mulai pembelajaran siswa
terlihat siswa masih terlihat pasif, sedikit yang bertanya dan sedikit pula
yang mengungkapkan pendapatnya. Kondisi kelas pun masih belum
mendukung dalam pembelajaran. Di kursi bagian belakang terlihat
beberapa siswa masih saja mengobrol dengan temannya, terlihat siswa
tersebut tidak memperhatikan guru yang sedang ada di depan. Ketika
materi sedang dijelaskan keaktifan lebih terlihat pada siswinya, sedangkan
siswanya masih diam mendengarkan pendapat dan pertanyaan dari
temannya yang perempuan. Ketika guru menjelaskan materi dengan teknik
pancingan, akhirnya siswa menjadi sedikit lebih berani mengungkapkan
pertanyaannya, dan beberapa pertanyaan itu dijawab oleh temannya yang
lain. Rasa ingin tahu siswa semakin baik ketika siswa laki-lakinya turut
mengungkapkan pertanyaan dari materi yang disampaikan oleh guru di
depan kelas. Beberapa siswa berani menuliskan jawabannya di papan tulis
kelas.
Di pertengahan pembelajaran siswa diberi bahan bacaan berupa cerita
Persahabatan yang Berawal dari Musuh. Ketika selebaran ini dibagikan
kepada siswa terlihat beberapa siwa ada yang antusias, dan ada yang tidak,
hal itu ditunjukkan oleh aktivitas siswa yang masih sibuk bercanda dengan
temannya. Ini artinya, siswa masih belum penuh perhatiannya dalam
belajar. Pada proses pengerjaan lembar jawaban siswa, terlihat siswa ada
88
yang masih bingung, dan ada yang bertanya kembali kepada guru, dan ada
yang bertanya dengan teman-temannya. Selain itu, beberapa siswa
menyukai cerita yang dibaca, dan ada beberapa juga siswa yang tidak,
namun setelah guru menjelaskan sedikit rangsangan cerita tersebut, siswa
pun membaca cerita tersebut. Setelah lembar kerja dikumpulkan dan
dikoreksi, beberapa siswa sudah menunjukkan nilai yang baik, namun dari
rata-rata, pada siklus ini hasil belajarnya kurang dari KKM.
Berdasarkan analisis data pengamatan di atas, bahwa masih terdapat
nilai yang kurang dari KKM yang telah ditentukan. Untuk memperbaiki
kekurangan yang terdapat di siklus 1 tersebut, maka pada pada siklus 2
perlu dibuat pengembangan tindakan berdasarkan hasil dari refleksi pada
siklus 1.
4. Pembelajaran Siklus 2
a. Perencanaan Tindakan
Berdasarkan
hasil
refleksi
dari
siklus
1,
maka
kegiatan
pembelajaran pada siklus 2 pembelajaran harus lebih diarahkan.
Peneliti harus mengoptimalkan dan memanfaatkan waktu agar dapat
selesai dengan waktu yang telah ditentukan, dan tentunya dengan
memperoleh timbal balik dan pengingkatan yang baik dari siswa.
Pada siklus 2 ini, peneliti harus lebih tegas dalam mengkondisikan
kelas, memberikan pengarahan kepada siswa secara detail dan dapat
menjadikan suasana kelas menjadi lebih santai, menyenangkan, tidak
terlalu tegang, dan tidak terburu-buru. Pada tindakan pembelajaran
siklus 2 ini, yaitu pembelajaran sudah menggunakan media audio visual
sebagai sumber belajar, yaitu pemutaran film drama Malin Kundang
yang berdurasi sekitar sepuluh menit, yang kemudian setelah itu setiap
siswa menuliskan unsur-unsur instrinsik cerita tersebut. Perencanaan
pembelajaran pada siklus 2 ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
a) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
b) Meningkatkan aktivitas pengajaran yang mengarah pada
peningkatan kemampuan pemahaman siswa terhadap cerita
89
melalui media audio visual (pemutaran film drama Malin
Kundang).
c) Memberikan
respon
dan
motivasi
yang
positif
dalam
pembelajaran. Siswa diberikan penghargaan berupa hadiah
ketika tuntas mengerjakan tugas yang telah diberikan.
Adapun langkah-langkah yang telah direncanakan, yaitu sebagai
berikut.
a) Guru bertegur sapa dan mengecek kehadiran siswa.
b) Guru mengondisikan kelas dan membuka pelajaran dengan
berdoa terlebih dahulu.
c) Guru menyiapkan materi pembelajaran berupa film drama Malin
Kundang dan tujuan pembelajaran.
d) Guru
menginformasikan
langkah-langkah
dalam
kegiatan
pembelajaran.
e) Guru memotivasi siswa dengan memberikan hadiah di akhir
pembelajaran nanti.
f) Guru memberikan pertanyaan lisan (pretest) terkait materi.
g) Guru memberikan arahan atau memberikan langkah-langkah cara
mudah memahami cerita dengan baik.
h) Guru mengkondisikan bentuk tempat duduk siswa.
i) Guru memutarkan film drama Malin Kundang.
j) Guru menugasi siswa untuk mencaritahu mengenai unsur-unsur
instrinsik dari cerita tersebut.
b. Pelaksanaan Tindakan
Sesuai dengan RPP, maka pelaksanaan tindakan pembelajaran ini
dilaksanakan pada hari Kamis, 04 Desember 2014, pukul 16.30-17.30
WIB. Kalau di siklus 1 penggunaan media tidak dihadirkan ke dalam
kegiatan belajar mengajar, pada tahap pelaksanaan siklus 2 ini peneliti
sudah menggunakan media pembelajaran di dalam kegiatan belajar
mengajar. Pada tahap ini siswa diajak untuk menyaksikan film drama
90
yang
berjudul
Malin
Kundang
yang
kemudian
setiap
siswa
mengerjakan tugas seperti tugas yang ada pada siklus 1. Kemudian
pada tahap tindakan ini, secara keseluruhan setelah kegiatan proses
pembelajaran selesai, di awal siswa diberikan motivasi terlebih dahulu,
dan penghargaan jika tuntas dalam tugasnya. Inti suasana pembelajaran
pada siklus 2 ini sudah lebih mengarah kepada pembelajaran
memahami cerita menggunakan media audio visual (pemutaran film
drama
Malin
Kundang).
Penggunaan
media
dalam
kegiatan
pembelajaran dapat mengkondisikan kelas menjadi lebih kondusif,
siswa penuh dengan keantusiasan, dan aktif, sehingga memahami cerita
yang disaksikan menjadi semakin baik.
Secara keseluruhan, siswa hadir di dalam kelas sebelum guru
memasuki ruang kelas. Suasana kelas cukup ramai, tetapi setelah guru
memasuki kelas, siswa tidak ribut lagi, dan duduk dengan rapi sesuai
dengan tempat duduknya, sehingga kegiatan belajar-mengajar cukup
kondusif. Setelah ketua kelas memimpin membaca doa, siswa mulai
terlihat sudah siap untuk mulai belajar di hari ini, dengan sudah adanya
buku catatan dan buku mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia di
mejanya masing-masing. Siswa terlihat mulai antusias dengan
pembelajaran pada hari ini, karena mereka termotivasi dengan
menonton film drama yang berjudul Malin Kundang. Beberapa siswa
terlihat membantu guru dalam menyiapkan LCD proyektor dan alat-alat
pendukungnya.
Setelah
guru
mengabsen
dan
mengondisikan
kelas,
guru
memberikan pertanyaan lisan (pretest) kepada siswa dengan bertanya
“apa yang kalian ketahui tentang cerita?” dan “hal-hal apa saja yang
harus kita ketahui jika kita ingin mudah memahami suatu cerita” hal ini
bertujuan untuk menstimuli siswa dalam meretensikan kembali materi
cerita yang pernah dipelajari sebelumnya.
91
Lembar Pertanyaan Lisan Siswa
(Pretest) Siklus 2
a) Apa yang kalian ketahui tentang cerita?
Cerita merupakan suatu kisah yang di dalam terdapat peristiwa,
baik peristiwa yang terjadi waktu dahulu, sekarang, maupun yang
akan datang.
b) Apa sajakah unsur-unsur instrinsik yang membangun cerita?
Unsur-unsur instrinsik yang membangun cerita, berupa tokoh,
penokohan, watak, latar (waktu, tempat, dan suasana), alur, sudut
pandang, tema, dan amanat.
c) Bagaimana cara kita agar mudah memahami suatu cerita dengan
baik?
Untuk mudah memahami cerita, terlebih dahulu membaca jalan
cerita tersebut sampai selesai, kemudian mencari unsurnya.
Setelah pertanyaan-pertanyaan lisan ini diberikan kepada siswa,
terlihat siswa menjawab pertanyaan guru dengan penuh semangat, dan
penuh pengetahuan, ada beberapa siswa hanya mendengarkan dan
menirukan jawaban dari siswa yang menjawab.
Sesudah
memberikan
pertanyaan
lisan,
selanjutnya
guru
mengkondisikan tempat duduk siswa sebelum menyaksikan pemutaran
film drama Malin Kundang, supaya situasi kelas menjadi fokus dan
kondusif. Kemudian guru membagikan tugas lembar kerja siswa yang
nantinya akan diisi oleh jawaban siswa terkait cerita yang disaksikan
dalam bentuk film. Sehubungan dengan itu juga, angket penggunaan
media audio visual juga sudah dibagikan kepada siswa, yang
pengisiannya nanti di akhir kegiatan belajar mengajar.
Ketika semuanya sudah siap dan penuh dengan suasana yang
kondusif, film drama Malin Kundang diputar, yang durasinya kurang
lebih sepuluh menit. Sejak awal sampai akhir pemutaran film drama
tersebut, terlihat siswa begitu tenang dan antusias ketika tahap demi
tahap ceritanya berlangsung.
92
Aktivitas Belajar Siswa Siklus 2
Setelah siswa menyaksikan, siswa ditugaskan untuk mencari tahu
cerita apa yang ada di dalamnya, dan bagaimana unsur-unsur instrinsik
yang ada di dalam cerita tersebut. Terlihat siswa
dengan tekun
mengerjakannya di Lembar Kerja Siswa.
Ketika waktu sudah 30 menit lebih siswa mengerjakan, dan terlihat
sudah ada yang selesai, lembar jawaban siswa dikumpulkan. Ketika
semua dikumpulkan, masih ada tugas siswa untuk mengisi angket
sebagai timbal balik sesudah siswa belajar memahami cerita dengan
menggunakan media audio visual (pemutaran film drama Malin
Kundang). Sebelum mengisi, siswa diajari sedikit tentang teknik dan
93
mekanisme pengerjaannya. Setelah semuanya mengerjakan dan telah
selesai, lembar angket tersebut dikumpulkan.
Dikarenakan keterbatasan waktu, pembelajaran disudahi dengan
menyimpulkan kegiatan pembelajaran yang baru saja dilakukan, dan
kegiatan pembelajaran diakhiri dengan membaca lafadz hamdalah
bersama-sama.
Sebagaimana janji yang telah diungkapkan di awal, bahwa guru
menyiapkan hadiah bagi siswa yang telah mengerjakan tugas dan
memperhatikan apa-apa yang dipelajarinya, siswa diberikan hadiah
sebagai bentuk penghargaan kepada siswa atas semangatnya dalam
kegiatan belajarnya di dalam kelas. Kegiatan berikutnya yaitu
dokumentasi, foto bersama.
Lembar Kerja Siswa
Hari/Tanggal :...............................................................................................
Nama
:...............................................................................................
Kelas
:...............................................................................................
1. Setelah kalian menyaksikan pemutaran film drama yang berjudul
Malin Kundang. Apa kisah yang ada di dalam cerita tersebut?
Jawaban:.............................................................................................
............................................................................................................
............................................................................................................
2. Sebutkanlah unsur-unsur Instrinsik yang ada di dalam cerita
tersebut!
a. Tokoh, Penokohan, dan Watak
Jawaban:.......................................................................................
......................................................................................................
......................................................................................................
94
b. Latar
Jawaban:.......................................................................................
......................................................................................................
......................................................................................................
c. Sudut Pandang
Jawaban:.......................................................................................
......................................................................................................
......................................................................................................
d. Alur
Jawaban:.......................................................................................
......................................................................................................
......................................................................................................
e. Tema
Jawaban:.......................................................................................
......................................................................................................
......................................................................................................
f. Amanat atau Pesan
Jawab:...........................................................................................
......................................................................................................
.....................................................................................................
3. Bagaimanakah jalan akhir dari cerita Malin Kundang tersebut?
Jawaban:.............................................................................................
............................................................................................................
..........................................................................................................
c. Observasi
Hasil kegiatan guru, dan observasi siswa dalam proses belajar
mengajar dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut ini.
95
Tabel 4.10
Data Kegiatan Guru dalam Pembelajaran Siklus 2
No
Alternatif Jawaban
Pertanyaan
Ya
1.
Apakah seluruh siswa hadir pada saat KBM

2.
Apakah siswa hadir tepat waktu

3.
Apakah kondisi kelas mendukung KBM

4.
5.
6.
7.
8.
9.
Apakah guru memberitahukan hasil yang dicapai
Tidak

setelah KBM

Apakah guru melakukan apersepsi terlebih dahulu
Apakah saat mengajar guru memberitahukan

langkah-langkah pembelajaran
Apakah guru menggunakan media pembelajaran saat
KBM
Apakah guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk bertanya.
Apakah guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menjawab pertanyaan temannya



Tabel 4.11
Lembar Observasi
Tingkah Laku Siswa dalam Pembelajaran Siklus 2
No
Aspek yang Diamati
Kriteria
Kurang
Cukup
Persentase
Baik
(%)

80

80
Siswa memberikan respons
1.
positif terhadap pembelajaran
memahami cerita.
2.
Siswa memperhatikan
penjelasan guru.
3.
Siswa mengajukan pertanyaan.
4.
Siswa mengajukan pendapat.

76

78
96
5.
Siswa menjawab pertanyaan.
Siswa mengerjakan tugas yang
6.
diberikan guru dengan baik.
7.

80

84

85
Siswa tertib mengikuti
pembelajaran dari awal sampai
akhir.
Guru
Muhammad Alfinur
Berdasarkan hasil observasi siklus 2, dilihat dari tabel 4.10 dan 4.11, dapat
disimpulkan bahwa perencanaan pembelajaran siklus 2 berhasil. Hal ini terlihat
dari tingkah laku siswa dari kurang baik, cukup baik, sampai akhirnya menjadi
lebih baik. Penggunaan media audio visual mengubah pembelajaran menjadi lebih
berbeda.
Jika dilihat dari hasil lembar kerja siswa yang dilakukan peneliti pada saat
pelaksanaan tindakan, yaitu pemahaman cerita siswa dengan menggunakan media
audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang). Maka hasil pembelajaran
dapat dilihat dalam tabel 4.12 berikut:
Tabel 4.12
Rekapitulasi Hasil Pembelajaran Siklus 2
Rincian Nilai
No
Nama
KKM 75
Soal 1
Soal 2
Soal 3
1-15
1-75
1-10
Jumlah
1.
Adela Septiani
10
55
10
75
2.
Ahmad Sofyan
13
56
8
77
3.
Ai Rohaeni
13
55
7
75
97
4.
Anis Setya Septiana
15
64
10
89
5.
Azizah Mauludea
15
60
10
85
6.
Bagas Perdana
13
63
10
86
7.
Bilal Ananda. P
15
59
10
84
8.
Citra Oktavia
13
58
10
81
9.
Dela Puspita
13
53
10
76
10.
Dwi Ramanda
10
55
10
75
11.
Linda Safitri
12
63
8
83
12
Lusi Presilia
12
68
8
88
13
M. Rafli
12
56
10
78
14
M. Ramdan
12
56
10
75
15
Mawarda Dwi. A
13
64
10
87
16
Muhammad Fiqodri
10
55
10
75
17
Nada Zahira Tanjung
15
67
10
92
18
Nurhamidah
15
68
10
93
19
Pipit Irmayanti
13
70
10
93
20
Rahmat Madani
13
52
10
75
21
Rani Halimatusya‟diah
10
57
10
77
22
Ratu Andini
10
57
10
77
23
Riski Nazari
10
55
10
75
24
Riswan Fauzi
10
55
10
75
25
Rossa Yuliana
10
55
10
75
26
Syarena Azzahra
12
63
10
85
27
Siska Arista Laitupa
15
64
10
89
28
Siswanto Adi. P
13
56
10
79
29
Siti Aisyah
10
59
10
79
30
Wiwi Indiyani
10
55
10
75
31
M. Nuriski
12
56
10
75
Jumlah
2503
Rata-rata
80,74
98
Nilai rata-rata
80, 74
Berdasarkan hasil perolehan nilai Siklus 2 diketahui nilai tertinggi, terendah,
dan nilai rata-rata, dapat dilihat pada tabel 4.13 berikut.
Tabel 4.13
Nilai Pembelajaran Siklus 2
Tingkat Penguasaan Siklus 2
Nilai
Nilai tertinggi siswa
93
Nilai terendah siswa
75
Jumlah rata-rata
80,74
Berdasarkan tabel 4.13, terlihat nilai rata-rata sisa lebih besar dari KKM,
yaitu 75. Maka, dapat disimpulkan, bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran siklus
2 nilai rata-rata siswa lebih tinggi dari nilai KKM, dan pembelajaran siklus 2
dapat dikategorikan berhasil meningkatkan kemampuan pemahaman cerita siswa
dengan menggunakan media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang)
d. Refleksi
Setelah melihat nilai pada lembar observasi kegiatan pembelajaran dan
tingkah laku siswa serta catatan lapangan, banyak peningkatan yang dicapai
dalam kegiatan pembelajaran di siklus 2. Perencanaan kegiatan belajar mengajar
yang telah dipersiapkan ternyata mencapai hasil yang diharapkan. Nilai
pembelajaran siklus 2 yang lebih besar, yaitu 80,74 telah melebihi nilai kriteria
ketuntasan minimal. Pada lembar observasi kegiatan pembelajaran sudah
menunjukkan peningkatan, dan dikategorikan sudah baik, begitu pun dengan
lembar observasi siswa. hal ini dapat dilihat ketika siswa begitu antusias dalam
memperhatikan materi pelajaran, tertib dari awal hingga akhir pembelajaran, dan
yan terpenting umpan balik yang diberikan siswa melalui lembar hasil kerja
sudah menunjukkan perubahan, menjadi lebih baik.
99
Melihat analisis dan refleksi, maka dapat disimpulkan, bahwa tindakan
siklus 2 dapat dikatakan berhasil. Hal ini terlihat dari peningkatan yang dicapai
siswa dalam siklus 2 apabila dibandingkan dengan hasil siklus 1. Dengan
demikian, pembelajaran yang telah dilakukan menunjukkan adanya peningkatan
dan mencapai hasil yang diharapkan.
Catatan Lapangan
Penelitian Tindakan Kelas
Kelas
: VII-D MTs. YPI Al-Alawiyah
Hari/Tanggal : Sabtu, 29 November 2014
Waktu
: 13.30-14.30 WIB
Deskripsi Hasil Observasi
Pada pembelajaran di siklus 2, pembelajaran memahami cerita sudah
dilengkapi dengan penggunaan media pembelajaran (audio visual
pemutaran film drama Malin Kundang). Pada tahap siklus 2 ini, ketika
guru peneliti masuk ke dalam kelas, siswa sudah duduk dengan baik, dan
menyiapkan segala sesuatunya agar mendukung ketika film cerita drama
Malin Kundang diputar. Tidak ada siswa yang terlambat masuk ke kelas
setelah jam istirahat, karena mereka ingin waktu belajarnya habis sia-sia.
Terlihat kondisi siswa dan kelas begitu berbeda dengan pembelajaran saat
di siklus 1 sebelumnya.
Pada siklus 2 ini siswa nampak antusias dan penuh perhatian ketika
guru menjelaskan sistematika pembelajaran pada siklus 2 ini, dan lebih
termotivasi lagi siswa untuk belajar ketika guru peneliti akan memberikan
hadiah di akhir pembelajaran sebagai bentuk penghargaan kepada siswa
yang bisa menjawab dan mengisi dengan baik dan benar lembar jawaban
soal yang diberikan oleh guru. Pemotivasian seperti itu membuat siswa
menjadi lebih tersemangati lagi belajarnya. Siswa begitu tenang
100
menyaksikan jalannya film tersebut, sesekali ada canda dan tawa ketika
menyaksikan, namun siswa dengan cepat kembali fokus.
Ketika film selesai diputar, perhatian siswa terfokus melihat film, dan
terlihat siswa begitu cepat mencari, segera mencatat serta menjawab
jawabannya di lembar jawaban soal dengan baik. Siswa telihat lebih
mudah memahami cerita dengan menggunakan media audio visual
(pemutaran film drama Malin Kundang). Pengumpulan lembar jawaban
akhirnya terkumpul dengan baik, dengan hasil jawaban yang baik.
5. Analisisis Pengolahan Angket
Untuk mengetahui respons siswa terhadap pembelajaran memahami cerita
dengan menggunakan media audio visual (pemutaran film drama Malin
Kundang), siswa diberikan 10 pertanyaan yang berkaitan dengan hal tersebut.
Berikut merupakan paparan respons siswa terhadap pembelajaran pemahaman
cerita dengan menggunakan media audio visual (pemutaran film drama Malin
Kundang).
Tabel 4.14
Hasil Analisis Angket Penggunaan Media Audio Visual
No
1.
Pertanyaan
Alternatif Jawaban
SS
S
KS
TS
69%
31%
-
-
31%
38%
24%
7%
31%
66%
-
3%
52%
38%
10%
-
Saya sangat menyukai pokok bahasan
memahami cerita dalam pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia.
2.
Saya selalu belajar dari kisah yang ada
di dalam cerita.
3.
Saya lebih mudah memahami
pembelajaran cerita dengan
menggunakan media audio visual
(pemutaran film drama Malin
Kundang).
4.
Saya menjadi lebih antusias setelah
101
pembelajaran memahami cerita dengan
menggunakan media audio visual
(pemutaran film drama Malin
Kundang).
5.
Pembelajaran memahami cerita dengan
menggunakan media audio visual
(pemutaran film drama Malin
31%
52%
17%
-
31%
59%
10%
-
35%
62%
3%
-
52%
38%
10%
-
17%
76%
7%
-
38%
48%
7%
7%
Kundang) dapat meningkatkan motivasi
saya.
6.
Kemampuan saya dalam memahami
cerita menjadi lebih meningkat setalah
pemutaran film drama Malin Kundang.
7.
Penggunaan media pembelajaran audio
visual membuat belajar semakin kreatif
dan menyenangkan
8.
Penggunaan media dapat membantu
siswa dalam menonton kisah-kisah
yang ada pada zaman dahulu.
9.
Pembelajaran dengan media audio
visual menjadi lebih mudah dalam
mengingat pelajaran cerita.
10.
Pembelajaran media membuat waktu
belajar menjadi efisien dan bermakna.
Keterangan:
SS
S
KS
TS
= Sangat Setuju
= Setuju
= Kurang Setuju
= Tidak Setuju
Berdasarkan tabel 4.14, terlihat bahwa 69% siswa sangat menyukai
pembelajaran memahami cerita, dan tidak ada dari seluruh siswa yang
menjawab tidak setuju dan kurang setuju. Sekitar 31% siswa setuju dengan
102
pernyataan: Saya sangat menyukai pokok bahasan memahami cerita dalam
pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Kemudian, pernyataan saya selalu
belajar dari kisah yang ada di dalam cerita, 31% siswa sangat menyetujuinya,
38 % siswa setuju, 24% siswa merasa kurang setuju, dan 7 % siswa tidak
setuju. Selain itu, pernyataan saya lebih mudah memahami pembelajaran cerita
dengan menggunakan media audio visual (pemutaran film drama Malin
Kundang), 31% siswa sangat menyetujuinya, 66% siswa menjawab setuju, dan
3% siswa menjawab dengan tidak setuju.
Pada pernyataan saya menjadi lebih antusias setelah pembelajaran
memahami cerita dengan menggunakan media audio visual (pemutaran film
drama Malin Kundang), sebanyak 52% siswa menjawab dengan pernyatan
sangat setuju, 38% siswa menjawab dengan setuju, dan 10% siswa lainnya
merasa kurang setuju. Selanjutnya, pembelajaran memahami cerita dengan
menggunakan media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang)
dapat meningkatkan motivasi saya, 31% siswa menjawab dengan pernyataan
sangat setuju, 52% siswa menjawab kata setuju,17% siswa menjawab dengan
pernyataan kurang setuju.
Kemudian, pernyataan kemampuan saya dalam memahami cerita menjadi
lebih meningkat setelah pemutaran film drama Malin Kundang, pada tingkatan
31% siswa mengungkapkan dengan ungkapan sangat setuju, 59% siswa
menjawab setuju, 10% lainnya siswa merasa kurang setuju. Selain itu,
penggunaan media pembelajaran audio visual membuat belajar semakin kreatif
dan menyenangkan 35% siswa menjawab sangat setuju, 62% lainnya siswa
menjawab dengan pernyataan setuju, 3% siswa menjawab kurang setuju.
Berdasarkan analisis tersebut, menunjukkan bahwa penggunaan media
audio visual mendapatkan respon positif dari siswa. Kemudian, dapat
disimpulkan, bahwa penggunaan media audio visual dapat meningkatkan
kemampuan memahami cerita, karena memberikan rasa menarik, kreatif dan
memberikan kemudahan, sehingga siswa dapat memahami cerita dalam
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dengan baik.
103
C. Analisis Data
a. Pembelajaran Siklus 1
Setelah melakukan tindakan siklus 1 dan mengambil nilai dari kelas
VII-D, maka penulis mengurutkannya dari nilai terendah sampai nilai
tertinggi. Nilai tersebut dapat dilihat di dalam tabel 4.15 berikut:
Tabel 4.15
Urutan Nilai Terendah dan Tertinggi Siswa Siklus 1
50
51
52
58
60
61
64
66
67
73
74
75
78
80
84
85
b. Pembelajaran Siklus 2
Berdasarkan penilaian yang dihasilkan dari siklus 1, maka peneliti
mengadakan pembelajaran siklus 2. Pembelajaran siklus 2 dilakukan
untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada di dalam siklus 1,
dan untuk mempertahankan nilai-nilai siswa yang sudah mencapai
KKM.
Berdasarkan tindakan pembelajaran siklus 2, peneliti berhasil
meningkatkan
kemampuan
pemahaman
cerita
siswa
dengan
menggunakan media audio visual (pemutaran film drama Malin
Kundang). Hasil pembelajaran siklus 2 dapat dilihat dalam tabel 4.16 di
bawah ini:
Tabel 4.16
Urutan Nilai Terendah sampai Tertinggi
Pembelajaran Siklus 2
75
76
77
78
79
81
83
84
85
86
87
88
89
92
93
c. Pengklasifikasian Nilai Berdasarkan Kriteria Penilaian
104
Setelah dianalisis, kemudian nilai diklasifikasikan. Data dari hasil
nilai pembelajaran siklus 1 dan siklus 2 dari masing-masing siswa dapat
dilihat pada tabel 4.17 sebagai berikut.
Tabel 4.17
Data Nilai Siswa Berdasarkan Rekapitulasi Hasil Pembelajaran
Siklus 1 dan Siklus 2
No
Nama
Siklus 1
Kategori Siklus 2
Kategori
1.
Adela Septiani
67
Kurang
75
Cukup
2.
Ahmad Sofyan
51
Kurang
77
Cukup
3.
Ai Rohaeni
52
Kurang
75
Cukup
4.
Anis Setya Septiana
85
Baik
89
Baik
5.
Azizah Mauludea
84
Baik
85
Baik
6.
Bagas Perdana
75
Cukup
86
Baik
7.
Bilal Ananda. P
75
Cukup
84
Baik
8.
Citra Oktavia
61
Kurang
81
Baik
9.
Dela Puspita
51
Kurang
76
Cukup
10.
Dwi Ramanda
50
Kurang
75
Cukup
11.
Linda Safitri
66
Kurang
83
Baik
12.
Lusi Presilia
67
Kurang
88
Baik
13.
M. Rafli
67
Kurang
78
Cukup
14.
M. Ramdan
61
Kurang
75
Cukup
15.
Mawarda Dwi. A
75
Cukup
87
Baik
16.
Muhammad Fiqodri
50
Kurang
75
Cukup
17.
Nada Zahira Tanjung
58
Kurang
92
Istimewa
18.
Nurhamidah
74
Kurang
93
Istimewa
19.
Pipit Irmayanti
73
Kurang
93
Istimewa
20.
Rahmat Madani
51
Kurang
75
Cukup
21.
Rani Halimatusya‟diah
75
Cukup
77
Cukup
22.
Ratu Andini
75
Cukup
77
Cukup
23.
Riski Nazari
75
Cukup
75
Cukup
105
24.
Riswan Fauzi
50
Kurang
75
Cukup
25.
Rossa Yuliana
50
Kurang
75
Cukup
26.
Syarena Azzahra
80
Baik
85
Baik
27.
Siska Arista Laitupa
78
Cukup
89
Baik
28.
Siswanto Adi. P
64
Kurang
79
Cukup
29.
Siti Aisyah
60
Kurang
79
Cukup
30.
Wiwi Indiyani
66
Kurang
75
Cukup
31.
M. Nuriski
50
Kurang
75
Cukup
Jumlah
2016
2503
Rata-rata
65,03
80,74
Tabel 4.18
Distribusi Frekuensi Nilai Siswa Siklus 1
No
Skor (X)
F
F(X)
1.
50
5
250
2.
51
3
153
3.
52
1
52
4.
58
1
58
5.
60
1
60
6.
61
2
122
7.
64
1
64
8.
66
2
132
9.
67
3
201
10.
73
1
73
11.
74
1
74
12.
75
6
450
13.
78
1
78
14.
80
1
80
15.
84
1
84
16.
85
1
85
N = 31
∑
2016
106
Berdasarkan tabel 4.18 distribusi frekuensi nilai di atas, selanjutnya
peneliti mencari nilai rata-rata dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
∑
M=
= 65,03
M=
Tabel 4.19
Distribusi Frekuensi Nilai Siswa Siklus 2
No
Skor (X)
F
F(X)
1.
75
11
825
2.
76
1
76
3.
77
3
231
4.
78
1
78
5.
79
2
158
6.
81
1
81
7.
83
1
83
8.
84
1
84
9.
85
2
170
10.
86
1
86
11.
87
1
87
12.
88
1
88
13.
89
2
178
14.
92
1
92
15.
93
2
186
N = 31
∑
2503
Berdasarkan tabel 4.19 distribusi frekuensi nilai di atas, selanjutnya
peneliti mencari nilai rata-rata dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
M=
∑
107
M=
= 80,74
Pada tahap selanjutnya peneliti mencari nilai selisih rata-rata dari nilai
pembelajaran siklus 1 dan siklus 2. Tindakan ini bertujuan untuk
mengetahui tingkat keberhasilan dalam pembelajaran pemahaman cerita
dengan menggunakan media audio visual. Tindakan pembelajaran siklus 1
dan siklus 2 yang telah didapat lalu dicari selisihnya dengan menggunakan
perhitungan sebagai berikut:
= 80, 74 – 65,03
= 15,71
Tahap selanjutnya peneliti mencari persentase peningkatan nilai dengan
menggunakan rumus persentase sederhana sebagai berikut:
Persentase Peningkatan Nilai =
∑
=
= 51%
Berdasarkan analisis data nilai di atas, maka diketahui, bahwa nilai
yang diperoleh siswa dari persentase mengalami peningkatan. Hal ini
dibuktikan dengan peningkatan persentase sebanyak 51 %.
Tahap berikutnya, peneliti akan membuktikan perhitungan mean dan
standar deviasi. Berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan:
108
Tabel 4.20
Perhitungan Mean dan Standar Deviasi Nilai Siswa Siklus 1
No
Skor
(X)
F
F(X)
Deviasi
x = X-M
1.
50
5
250
-15,03
225,90
1129,5
2.
51
3
153
-14,03
196,84
590,52
3.
52
1
52
-13,03
169,78
169,78
4.
58
1
58
-7,03
49,42
49,42
5.
60
1
60
-5,03
25,30
25,30
6.
61
2
122
-4,03
16,24
32,48
7.
64
1
64
-1,03
1,06
1,06
8.
66
2
132
0,97
0,94
1,88
9.
67
3
201
1,97
3,88
11,64
10.
73
1
73
7,97
63,52
63,52
11.
74
1
74
8,97
80,46
80,46
12.
75
6
450
9,97
99,40
596,4
13.
78
1
78
12,97
168,22
168,22
14.
80
1
80
14,97
224,10
224,10
15.
84
1
84
18,97
359,86
359,86
16.
85
1
85
19,97
398,80
398,80
N=
31
∑
∑
2016
a. Mencari Mean dengan rumus:
∑
b. Mencari Standar Deviasi (SD) dengan rumus
∑
SD =√
3902,94
109
=√
=√
= 11,22
c. Mencari Standar Error Mean (
) dengan rumus:
√
=
√
=
= 2,05
Tabel 4.21
Perhitungan Mean dan Standar Deviasi Nilai Siswa Siklus 2
No
Skor
(X)
F
F(X)
Deviasi
x = X-M
1.
75
11
825
-5,74
32.94
362,34
2.
76
1
76
-4,74
22.46
22.46
3.
77
3
231
-3,74
13,98
41,94
4.
78
1
78
-2,74
7,50
7,50
5.
79
2
158
-1,47
2,16
4,32
6.
81
1
81
0.26
0,06
0,06
7.
83
1
83
2.26
5,10
5,10
8.
84
1
84
3,26
10,62
10,62
9.
85
2
170
4,26
18,14
36,28
10.
86
1
86
5,26
27,66
27,66
11.
87
1
87
6,26
39,18
39,18
12.
88
1
88
7,26
52,70
52,70
13.
89
2
178
8,26
68,22
136,44
14.
92
1
92
11,26
126,78
127,78
110
15.
93
2
N = 31
186
12,26
∑
150,30
300,6
∑
2503
1174,98
a. Mencari Mean dengan rumus:
∑
b. Mencari Standar Deviasi (SD) dengan rumus
∑
SD =√
=√
=√
= 6,15
c. Mencari Standar Error Mean (
) dengan rumus:
√
=
=
√
= 1,12
Setelah mendapatkan nilai rata-rata siklus 1 sebesar 65,03 telah
membuktikan bahwa kemampuan siswa dalam memahami cerita dengan
tidak menggunakan media audio visual dalam pembelajaran masih di
bawah KKM, walau beberapa siswa mendapatkan nilai yang cukup. Oleh
karena itu, dilakukanlah pembelajaran siklus 2. Pada saat pembelajaran
siklus 2, nilai rata-rata siswa meningkat menjadi 80,74. Nilai pembelajaran
pada tindakan siklus 2 dapat dikategorikan baik.
111
Berdasarkan
rincian
analisis
data
tersebut,
maka
peneliti
menyimpulkan, bahwa kemampuan siswa dalam memahami cerita
mengalami peningkatan sebesar 51%.
6. Analisisi Hasil Observasi
Tabel 4.22
Kenaikan Lembar Observasi Tingkah Laku Siswa pada Siklus 1 dan
Siklus 2
No
Aspek yang Diamati
Siklus 1
Siklus 2
Persentase (%)
Persentase (%)
65
80
65
80
Siswa memberikan respon
1.
positif terhadap pembelajaran
cerita.
2.
Siswa memberi perhatian
terhadap penjelasan materi ajar.
3.
Siswa mengajukan pertanyaan.
63
76
4.
Siswa mengajukan pendapat.
65
78
65
80
65
84
65
85
65
80
Siswa mengerjakan tugas yang
5.
diberikan dengan guru secara
baik.
6.
7.
Siswa terlihat antusias selama
KBM berlangsung.
Siswa mengikuti KBM sampai
akhir dengan tertib.
Jumlah Rata-rata
Berdasarkan data pada tabel 4.22, dapat disimpulkan, bahwa terdapat
peningkatan tingkah laku siswa berdasarkan lembar observasi siswa
selama tindakan siklus 1 dan siklus 2 yang dilakukan.
112
Tabel 4.23
Data Kegiatan Guru pada Siklus 1 dan Siklus 2
No
Pertanyaan
Siklus 1
Siklus 2
Alternatif
Alternatif
Jawaban
Jawaban
Ya
1.
2.
3.
Apakah seluruh siswa hadir
pada saat KBM
Apakah siswa hadir tepat
waktu
Apakah guru kondisi kelas
mendukung KBM
Tidak
Ya








Apakah guru
4.
memberitahukan hasil yang
dicapai setelah KBM
5.
Apakah guru melakukan

apersepsi terlebih dahulu

Apakah saat mengajar guru
6.
memberitahukan langkah-


langkah pembelajaran
Apakah guru menggunakan
7.

media pembelajaran saat

KBM
Apakah guru memberikan
8.
kesempatan kepada siswa




untuk bertanya
Apakah guru memberikan
9.
kesempatan kepada siswa
untuk menjawab pertanyaan
temannya
Tidak
113
Pada tabel 4.23, terlihat guru telah melakukan perbaikan di dalam
langkah-langkah dan metode pembelajaran. Pada siklus 1 guru tidak
melakukan apersepsi dan tidak menggunakan alat peraga apa pun atau
media pembelajaran, sedangkan di dalam siklus 2 guru memberikan
apersepsi dan menggunakan media pembelajaran (media audio visual).
7. Analisisi Hasil Angket
Angket pandangan siswa berfungsi untuk mengetahui umpan balik
siswa setelah belajar dengan menggunakan media audio visual di dalam
pembelajaran. Pengisian angket dilakukan pada saat pembelajaran siklus 2
selesai. Di dalam angket berisikan 10 pertanyaan dengan alternatif jawaban:
sangat setuju, setuju, kurang setuju, dan tidak setuju.
Berdasarkan pertanyaan responden yang diperoleh, maka dapat
disimpulkan, bahwa penggunaan media audio visual di dalam pembelajaran
memahami cerita mendapatkan reaksi yang positif dari siswa. penggunaan
media audio visual dirasakan siswa sebagai media yang memberikan
keantusiasan, lebih mengaktifkan unsur-unsur visual atau warna yang
dikombinasikan dengan unsur audio atau suara, dan yang terpenting siswa
merasa lebih mudah dalam memahami cerita yang disaksikan di depan
kelas, terlebih untuk mengetahui peristiwa cerita yang terjadi di zaman
dahulu yang sulit untuk diketahui.
D. Interpretasi Hasil Analisis
Hasil pengamatan pada penelitian ini menunjukkan, bahwa penggunaan
media audio visual di dalam kegiatan pembelajaran dapat meningkatkan
kemampuan siswa dalam memahami cerita. Hal itu terbukti dari hasil analisis
data terdapat beberapa peningkatan dalam proses kegiatan belajar mengajar
dari tindakan siklus 1 dan siklus 2.
Berdasarkan analisis data lembar observasi tingkah laku siswa dalam
kegiatan pembelajaran, menunjukkan terdapat peningkatan respons siswa
dalam kegiatan belajarnya. Pada siklus 1, tingkah laku siswa dapat
dikategorikan kurang dengan persentase 63%, sedangkan dalam pembelajaran
114
siklus 2, tingkah laku siswa mengalami peningkatan menjadi 80% yang
termasuk ke dalam kategori baik. pengolahan angket tersebut menunjukkan,
bahwa siswa memberikan respon yang baik terhadap penggunaan media audio
visual (pemutaran film drama Malin Kudang) dalam pembelajaran memahami
cerita.
Pada siklus 1, hasil rata-rata yaitu 65,03 mengalami peningkatan setelah
diadakan siklus 2 menjadi 80,74. Jika dilihat dari persentase siklus 1 dan siklus
2, maka kenaikan mencapai 51%. Ini menunjukkan, bahwa dari nilai rata-rata
80,74 sudah melampaui dari batas KKM yaitu 75.
E. Pembahasan Temuan Penelitian
Pembahasan temuan penelitian ini merupakan jawaban-jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan yang muncul pada perumusan masalah. Jawaban
didapatkan dari hasil penelitian yang dilakukan untuk mencari jawaban, faktor
penunjang keberhasilan pembelajaran memahami cerita yaitu penggunaan media
audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang) yang sesuai dengan waktu
pembelajaran. Penggunaan media audio visual dalam pembelajaran memahami
cerita
menjadikan
pembelajaran
menjadi
lebih
aktif,
bermakna,
dan
menyenangkan serta memudahkan siswa untuk memahami cerita yang
disaksikan, karena adanya unsur warna, gerak, dan suara yang membangkitkan
daya indera siswa, sehingga siswa menjadi lebih antusias dalam belajarnya. Pada
pembelajaran memahami cerita, media pembelajaran yang tepat yang digunakan
ialah media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang). Selanjutnya,
dalam proses pembelajaran yang dilakukan yaitu mengarahkan perhatian siswa
dari hal-hal yang dapat mengganggu proses belajar dengan meningkatkan
motivasi siswa menggunakan media audio visual (pemutaran film drama Malin
Kundang). Penggunaan media tersebut dirasa oleh siswa sebagai media yang
membuat mereka menjadi lebih antusias, bermakna, dan menyenangkan, serta
lebih mudah memahami materi, terlebih materinya yaitu materi memahami
cerita. Selain itu, penggunaan media tersebut di dalam kegiatan pembelajaan
diharapkan lebih memudahkan siswa dalam mencapai nilai KKM (Kriteria
Ketuntasan Minimum) sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan.
115
Penggunaan media audio visual dalam pembelajaran memahami cerita dapat
meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami cerita, dengan memutar film
drama Malin Kundang. Hal ini dapat membangkitkan rasa keantusiasan siswa
terhadap materi yang diajarkan, dan memudahkan siswa dalam memahami cerita
yang disaksikan, karena dengan melihat gambar yang berwarna-warni, tempattempat yang ada di dalam cerita, unsur gerak tiap tokoh siswa menjadi lebih
hidup dalam memahami cerita yang disaksikannya. Sebelum menggunakan
media audio visual (pemutaran film drama Malin Kundang) pembelajaran
memahami cerita, siswa mendapatkan nilai 50 yang masih di bawah KKM 75
pada siklus 1. Setelah melaksanakan siklus 2, maka nilai siswa mengalami
peningkatan mencapai KKM dengan nilai 75, dengan rata-rata nilai juga
meningkat menjadi 80,74 dari rata-rata sebelumnya yaitu 65,03.
Jika dilihat dari nilai persentase, maka peningkatan menjadi 51%. Ini
menunjukkan, bahwa dari nilai rata-rata 80,74 berhasil melampaui KKM dengan
nilai 75. Lembar observasi tingkah laku siswa, dapat disimpulkan terdapat
peningkatan dengan persentase 80% dikategorikan baik, dari persentase
sebelumnya yang hanya 63%. Jika dilihat dari hasil analisis angket, siswa
merespon baik penggunaan media audio visual (pemutaran film drama Malin
Kundang), hal itu terbukti dengan persentase 90% jawaban siswa menyatakan
sangat setuju dan setuju, bahwa penggunaan media audio visual (pemutaran film
drama Malin Kundang) memudahkan siswa dalam memahami cerita yang ia
saksikan.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka peneliti dapat
menyimpulkan, bahwa terdapat peningkatan kemampuan pemahaman
cerita dengan menggunakan media audio visual di kelas VII-D MTs AlAlawiyah di dalam pembelajaran cerita (pemutaran film drama Malin
Kundang). Penggunaan media pembelajaran, khususnya media audio
visual sangat membantu siswa di dalam pembelajaran memahami cerita.
Penggunaan media audio visual dalam pembelajaran cerita (pemutaran
film drama Malin Kundang) menumbuhkan rasa antusias dan keseriusan
siswa dalam pelajaran memahami cerita yang mereka saksikan. Siswa
menjadi lebih terstimulikan dengan penggunaan media audio visual ini,
yaitu daya indera siswa, baik indera pendengaran, pengelihatan, dan
perasaannya.
Selain itu, dengan penggunaan media audio visual ini, siswa lebih
mudah mengenali tokoh-tokoh dan sifat-sifatnya yang ada di dalam cerita
tersebut, latar (waktu, tempat, dan suasana) yang digunakan, sudut
pandang yang digunakan oleh narator, dan alur ceritanya. Selanjutnya,
siswa juga lebih mudah untuk memahami tema dan makna yang
terkandung di dalam cerita tersebut, dan dari nilai yang terkandung di
dalam cerita tersebut, siswa mendapatkan ilmu dan ahlak yang baik ketika
sesudah menyaksikan cerita drama Malin Kundang tersebut.
Peningkatan yang diperoleh ketika media pembelajaran khususnya
media audio visual digunakan dalam proses pembelajaran, yaitu
dibuktikan dengan hasil pembelajaran di siklus ke-2 yang mencapai 51%
atau mengalami peningkatan mencapai 50% dan nilai rata-rata menjadi
80,74 dari nilai rata-rata sebelumnya, yang hanya 65,03.
116
117
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, ada beberapa saran yang peneliti
sampaikan, yaitu sebagai beriku.
1. Penggunaan media khususnya media audio visual (LCD Proyektor
dan Pengerasa Suara) haruslah dipersiapkan sebelum masuk ke
dalam kelas yang diajar, seperti mengecek apakah kerja alat
tersebut bekerja dengan baik (tidak ada kerusakan), sehingga
dengan sudah mengecek, ketika masuk ke kelas, pembelajaran
menjadi lebih efektif dan efisien. Hal ini ditakutkan, ketika seorang
guru ingin menggunakan media audio visual, tiba-tiba alat tersebut
rusak, maka hal-hal yang sudah dipersiapkan oleh guru menjadi
tidak sempurna jika disampaikan ke peserta didik.
2. Pemilihan materi ajar, khususnya pemahaman cerita, seorang guru
haruslah memilih film cerita yang tidak memakan durasi waktu
terlalu lama, karena waktunya dapat habis jika hanya menyaksikan
film cerita tersebut. Pemilihan materi ajar yang sesuai dengan
durasi waktu sangat penting demi terciptanya suasana dan kondisi
pembelajaran yang efektif dan efisien di dalam kelas.
DAFTAR PUSTAKA
AR, Syamsudin dan Vismaia S. Damaianti. Metode Penelitian Pendidikan
Bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006.
Arifin, Zainal. Penelitian Pendidikan: Metode dan Paradigma Baru. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya. 2011.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta. 2002.
Arsyad, Azhar. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2001.
Aziez, Furqonul dan Abdul Hasim.
Bogor: Ghalia Indonesia. 2010.
Menganalisis Fiksi: Sebuah Pengantar.
Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Syaiful. Strategi Belajar Mengajar (Edisi
Revisi). Jakarta: PT Rineka Cipta. 2006.
Budinuryanta., dkk. Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Jakarta: Universitas
Terbuka, 2008.
Dony Hermansyah, Kusen. Jenis-jenis (Genre) Film Dokumenter. Jakarta:
Institut Kesenian Jakarta. 2011. dalam http://kuesdony.wordpress.com.
Hatimah, Ihat. Penelitian Pendidikan. Bandung: UPI Press.
Iskandarwassid., dan Sunendar, Dadang. Strategi Pembelajaran Bahasa.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, cetakan ketiga, 2011.
Kusumah, Wijaya dan Dedi Dwitagama. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas
(edisi kedua). Jakarta: PT Indeks. 2012.
Mahmud. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia.
Margono, S. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. 2004.
Margono, S. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. 2010.
Minderop, Albertine. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia. 2011.
Munadi, Yudhi. Media Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada Press, 2012.
Nurgiantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, cetakan kesembilan, 2012.
118
119
Rahmanto, B. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarya: Kanisius. 1988.
Rasyad, Aminuddin. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: UHAMKA Press.
2003.
Referensi
Belajar
Anak
Indonesia
dalam
http://www.duniapelajar.com/2011/09/02/definisi-pemahaman-menurutpara-ahli/.
Resmini, Novi dan Dadan Juanda. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di
Kelas Tinggi. Bandung: UPI Press, 2007.
Sadiman, Arief S., dkk. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan
Pemanfaatannya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005.
Sanjaya, Wina. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group. 2008.
Semi, M. Atar. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya. 1988.
Sihabudin, dkk. Bahasa Indonesia 2(Edisi Pertama). Learning Assistance
Program for Islamic Schools: Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. 2009.
Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sasatra. Jakarta: PT Grasindo, 2008.
Subana dan Sunarti. Strategi Belajar-Mengajar Bahasa Indonesia. Bandung:
Pustaka Setia. 2000.
Sukardi. Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta:
Bumi Aksara. 2009.
Suryabrata, Sumadi. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
2010.
Undang, Gunawan. Teknik Penelitian Tidakan Kelas. Jakarta: Sayagatama.2008.
Observasi Awal
Wawancara Responden Guru Pra-Penelitian
Pewawancara
: Muhammad Alfinur
Narasumber
: Husni Maryani, S.Pd.
Hari/Tanggal
: Kamis, 27 November 2014
Waktu
: 10.00 WIB s.d Selesai
1. Sudah berapa lama Ibu mengajar Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia?
Jawaban: mengajar mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia sudah
hampir 12 tahunan.
2. Di kelas berapa saja yang Ibu mengajar?
Jawaban: Saya mengajar paling banyak jamnya, dan seluruh kelas saya
ajar, yaitu kelas VII, VIII, IX, X, XI, XII.
3. Strategi atau model pembelajaran apa yang Ibu gunakan?
Jawaban: Ceramah, Tanya Jawab, dan Diskusi.
4. Apakah sumber belajar yang digunakan untuk menunjang proses belajarmengajar, khususnya pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia?
Jawab: Buku paket dan LKS
5. Bagaimana minat siswa-siswi terhadap pembelajaran memahami cerita?
Jawab : Minat anak terhadap pelajaran cerita sedikit kurang, dikarenakan
salah satu faktor kemalasan. Ketika anak diberikan sebuah teks cerita,
kendalanya yaitu siswa malas untuk membaca. Bagaimana mengetahui isi
ceritanya, jika siswa tidak membaca. Selain itu, siswa terlalu merasa berat
jika diberikan teks yang panjang. Selain itu, juga disebabkan oleh faktor
waktu, bagi kelas siang, pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia waktunya
sudah di akhir, sehingga siswa sudah terlihat lelah.
6. Media apa yang Ibu gunakan ketika memberikan pelajaran mamahami
cerita:
Jawaban: Untuk saat ini, media yang digunakan masih media teks cerita
yang ada di dalam buku paket maupun LKS.
7. Bagaimana kemampuan siswa dalam memahami cerita dalam bentuk
tulisan?
Jawaban: Kemampuan siswa masih rendah, karena dengan penggunaan
teks, siswa menjadi kurang antusias dan terlihat sulit, karena yang
dijumpai berupa tulisan dan tulisan lagi yang mereka harus baca.
8. Pernahkah Ibu menghadirkan media pembelajaran selain buku teks ke
dalam pembelajaran?
Jawaban: Belum.
9. Dalam
mengajar
Bahasa
dan
Sastra
Indonesia,
pernahkan
ibu
melakukannya secara outclass?
Jawab: Pernah, namun hanya materi-materi tertentu saja.
10. Guna untuk menyemangati siswa dalam belajar, pernahkan ibu
memberikan hadiah kepada siswa aktif dalam pembelajaran?
Jawaban: Pernah, namun jarang.
Observasi Awal
Wawancara Siswa Pra-Penelitian
Pewawancara
: Muhammad Alfinur
Siswi
: Syareena Azzahra dan Della Puspita
Hari/Tanggal
: Kamis, 27 November 2014
Waktu
: 09.30 s.d Selesai
1. Apakah anda suka dengan mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia?
Jawaban: Suka, karena pelajarannya menyenangkan. Mempelajari Bahasa
dan Sastra Indonesia wajib bagi kita selaku warga negara Indonesia.
2. Sudah sampai manakah materi pelajaran yang sudah kamu pelajari?
Jawaban: Sudah sampai pada materi karangan, narasi, argumentasi,
deskripsi, dan eksposisi.
3. Dalam pelajaran memahami cerita, materi cerita yang diberikan oleh guru
apakah berbentuk teks atau bentuk yang lain?
Jawaban: biasanya cerita yang diberikan dalam bentuk teks bacaan. Cerita
yang diambil bisa dari buku paket atau LKS siswa.
4. Dengan diberikannya teks cerita, biasanya guru menugasi kalian dengan
membaca dalam hati atau secara bergantian dan bersuara.
Jawaban: Membaca secara bergantian dan bersuara, kadang anak laki-laki
yang ditugasi membaca dan beberapa anak perempuannya.
5. Pernahkan dalam belajar materi ini guru menggunakan media audio visual
(pemutaran film atau sebagainya)?
Jawaban: Belum pernah, sehingga kalau belajar memahami cerita menjadi
lebih bosan lagi, karena membaca lagi dan membaca lagi. Terlebih teks
ceritanya itu terlalu panjang.
6. Lebih mudah mana, menggunakan media audio visual (pemutaran film)
atau membaca teks cerita?
Jawaban: lebih mudah memahami cerita dalam bentuk film, soalnya kita
langsung bisa melihat tokoh-tokohnya, suaranya, perilakunya, tempatnya,
dan lain-lain. Selain itu dengan menonton film lebih asik dan
menyenangkan, sehingga belajar menjadi tidak bosan. Fokus kita
memperhatikan film itu menjadi lebih mengena Beda halnya dengan
membaca teks, kita harus membaca kata demi kata, mencari maknanya,
sehingga menjadi lebih jenuh, apalagi kalau kelas sedang berisik, itu akan
lebih sulit lagi.
Catatan Lapangan
Penelitian Tindakan Kelas (Pra-Siklus)
Kelas
: VII-D
Hari/Tanggal
: Kamis, 27 November 2014
Waktu
: 16.30-17.30 WIB
Deskripsi Hasil Observasi
Pada pembelajaran pra-siklus ini, dari awal guru masuk ke kelas,
terlihat keadaan kelas masih ramai karena sehabis dari istirahat. Ketika bel
berbunyi guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, mengarahkan
siswa-siswinya untuk masuk ke dalam kelas. Setelah semua siswa masuk,
guru peneliti masuk ke dalam kelas. Penempatan tempat duduk siswa secara
acak, namun siswa perempuan dengan perempuan, dan laki-laki dengan
laki-laki serta tempat duduk siswa tidak bergerak vertikal atau horizontal.
Pada pra-siklus ini siswa-siswi masih terkesan malu-malu karena belum
kenal dengan guru peneliti. Hal yang dilakukan untuk mencairkan suasana,
guru peneliti pun mengabsen dan sekaligus berkenalan dengan siswa secara
singkat dan jelas. Kemudian, guru peneliti menjelaskan kehadirannya
beberapa minggu ke depan tentang keberadaannya di kelas tersebut. Setelah
berkenalan, siswa dihidupkan kembali skemata pengetahuan yang sudah
dipelajarinya pada pembelajaran sebelumnya, khususnya pembelajaran
memahami cerita. Pada tahap ini siswa masih terlihat percaya diri dalam
mengungkapkan pendapat. Beberapa siswa masih terlihat bingung dalam
menjawab pertanyaan guru. Setelah guru memberikan motivasi sedikit,
siswa pun sudah mulai memberanikan diri untuk bersahabat dengan guru
peneliti, dan siswa pun terlihat mulai aktif menjawab dan bertanya karena
atas dasar rasa keingintahuan.
Kegiatan tanya jawab terus dilakukakn terhadap siswa supaya siswa
terpancing untuk berpendapat dan bertanya. Terlihat siswa-siswinya masih
belum paham tentang pelajaran yang sedang dipelajarinya. Pada saat guru
menjelaskan materi sebagai penyempurnaan, terlihat siswa aktif mencatat
dan mengingat kembali materi yang baru saja didengar dan ditulisnya. Pada
akhir pembelajaran, siswa menyimpulkan kegiatan belajar dan ditutup
dengan membaca lafadz hamdallah.
Catatan Lapangan
Penelitian Tindakan Kelas (Siklus 1)
Kelas
: VII-D MTs. YPI Al-Alawiyah
Hari/Tanggal : Sabtu, 29 November 2014
Waktu
: 13.30-14.30 WIB
Deskripsi Hasil Observasi
Pada pembelajaran di siklus 1, dari saat mulai pembelajaran siswa
terlihat siswa masih terlihat pasif, sedikit yang bertanya dan sedikit pula
yang mengungkapkan pendapatnya. Kondisi kelas pun masih belum
mendukung dalam pembelajaran. Di kursi bagian belakang terlihat
beberapa siswa masih saja mengobrol dengan temannya, terlihat siswa
tersebut tidak memperhatikan guru yang sedang ada di depan. Ketika
materi sedang dijelaskan keaktifan lebih terlihat pada siswinya, sedangkan
siswanya masih diam mendengarkan pendapat dan pertanyaan dari
temannya yang perempuan. Ketika guru menjelaskan materi dengan teknik
pancingan, akhirnya siswa menjadi sedikit lebih berani mengungkapkan
pertanyaannya, dan beberapa pertanyaan itu dijawab oleh temannya yang
lain. Rasa ingin tahu siswa semakin baik ketika siswa laki-lakinya turut
mengungkapkan pertanyaan dari materi yang disampaikan oleh guru di
depan kelas. Beberapa siswa berani menuliskan jawabannya di papan tulis
kelas.
Di pertengahan pembelajaran siswa diberi bahan bacaan berupa cerita
Persahabatan yang Berawal dari Musuh. Ketika selebaran ini dibagikan
kepada siswa terlihat beberapa siwa ada yang antusias, dan ada yang tidak,
hal itu ditunjukkan dengan siswa masih sibuk bercanda dengan temannya.
Ini artinya, siswa masih belum penuh perhatiaannya dalam belajar. Pada
proses pengerjaan lembar jawaban siswa, terlihat siswa ada yang masih
bingung, dan ada yang bertanya kembali kepada guru, dan ada yang
bertanya dengan teman-temannya. Selain itu, beberapa siswa menyukai
cerita yang dibaca, dan ada beberapa juga siswa yang tidak, namun setelah
guru menjelaskan sedikit rangsangan cerita tersebut, siswa pun membaca
cerita tersebut. Setelah lembar kerja dikumpulakan dan dikoreksi, beberapa
siswa sudah menunjukkan nilai yang baik, namun dari rata-rata, pada
siklus ini hasil belajarnya kurang dari KKM.
Berdasarkan analisis data pengamatan di atas, bahwa masih terdapat
nilai yang kurang dari KKM yang telah ditentukan. Untuk memperbaiki
kekurangan yang terdapat di siklus 1 tersebut, maka pada pada siklus 2
perlu dibuat pengembangan tindakan berdasarkan hasil dari refleksi pada
siklus 1.
Catatan Lapangan
Penelitian Tindakan Kelas (Siklus 2)
Kelas
: VII-D MTs. YPI Al-Alawiyah
Hari/Tanggal : Kamis, 04 Desember 2014
Waktu
: 16.30-17.30 WIB
Deskripsi Hasil Observasi
Pada pembelajaran di siklus 2, pembelajaran memahami cerita sudah
dilengkapi dengan penggunaan media pembelajaran (audio visual
pemutaran film drama Malin Kundang). Pada tahap siklus 2 ini, ketika
guru peneliti masuk ke dalam kelas, siswa sudah duduk dengan baik, dan
menyiapkan segala sesuatunya agar mendukung ketika film cerita drama
Malin Kundang diputar. Tidak ada siswa yang terlambat masuk ke kelas
setelah jam istirahat, karena mereka ingin waktu belajarnya habis sia-sia.
Terlihat kondisi siswa dan kelas begitu berbeda dengan pembelajaran saat
di siklus 1 sebelumnya.
Pada siklus 2 ini siswa nampak antusias dan penuh perhatian ketika
guru menjelaskan sistematika pembelajaran pada siklus 2 ini, dan lebih
termotivasi lagi siswa untuk belajar ketika guru peneliti akan memberikan
hadiah di akhir pembelajaran sebagai bentuk penghargaan kepada siswa
yang bisa menjawab dan mengisi dengan baik dan benar lembar jawaban
soal yang diberikan oleh guru. Pemotivasian seperti itu membuat siswa
menjadi lebih tersemangati lagi belajarnya. Siswa begitu tenang
menyaksikan jalannya film tersebut, sesekali ada canda dan tawa ketika
menyaksikan, namun siswa dengan cepat kembali fokus.
Ketika film selesai diputar, perhatian siswa terfokus melihat film, dan
terlihat siswa begitu cepat mencari, segera mencatat serta menjawab
jawabannya di lembar jawaban soal dengan baik. Siswa telihat lebih
mudah memahami cerita dengan menggunakan media audio visual
(pemutaran film drama Malin Kundang). Pengumpulan lembar jawaban
akhirnya
terkumpul
dengan
baik,
dengan
hasil
jawaban
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
PRA-SIKLUS
SatuanPendidikan
: MTs
Kelas/Semester
: VII/1
Mata Pelajaran
: Bahasa Indonesia
Tema
: Memahami Cerita Pendek
Jumlah Pertemuan
: 1 x Pertemuan
A. Standar Kompetensi
Memahami teks cerita pendek.
B. Kompetensi Dasar
Memahami unsur-unsur instrinsik yang ada di dalam cerita pendek baik
secara lisan
maupun tulisan.
C. Indikator Pencapaian Kompetensi
1. Mampu mengetahui apa itu cerita pendek.
2. Mampu menemukan unsur-unsur instrinsik teks cerita pendek.
D. Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat memahami apa itu cerita pendek.
2. Siswa dapat menemukan unsur-unsur instrinsik dalam cerita pendek.
E. Materi Pembelajaran
Pengertian cerita pendek, dan unsur-unsur cerita, baik instrinsik maupun ekstrinsik.
F. Metode Pembelajaran
Metode ceramah, interaktif atau tanya jawab, diskusi.
G. Media dan sumber Pembelajaran
Media:
Perlengkapan ATK
Sumber Belajar :
Nurgiantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, cetakan kesembilan, 2012.
Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sasatra. Jakarta: PT Grasindo, 2008.
Majid, Abdul Aziz Abdul. Mendidik dengan Cerita. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 2008.
H. Kegiatan Pembelajaran
a. Kegiatan Pendahuluan
1) Siswa merespons memberi salam dan siswa berdoa.
2) Mengajak berkenalan satu sama lain secara singkat.
3) Mengecek kehadiran siswa dan menjelaskan kegiatan peneliti di kelas
tersebut selama beberapa hari kedepan selama dua minggu.
4) Siswa menerima informasi seputar kompetensi, materi, tujuan,
manfaat, dan pembelajaran yang akan dilaksanakan.
b. Kegiatan Inti
Eksplorasi
1) Guru memberikan contoh kisah-kisah yang inspiratif secara lisan dan
singkat.
2) Guru bertanya jawab kepada peserta didik tentang cerita-cerita
tersebut.
3) Guru bertanya jawab dengan siswa tentang pengertian cerita pendek.
4) Guru bertanya jawab tentang manfaat yang bisa diambil dari ceritacerita.
5) Siswa diajak untuk mengenali unsur-unsur yang ada di dalam suatu
cerita pendek.
6) Siswa diberikan kebebasan berpendapat terkait materi yang sedang
diajarkan.
Elaborasi
7) Siswa mendiskusikan unsur-unsur instrinsik cerita dengan teman
sebangkunya masing-masing.
8) Siswa menjawab dan menulis berbagai pendapat yang dikemukakan
oleh teman-temannya, yang kemudian guru menyempurnakannya.
9) Siswa lain merespons atau menanggapi dengan responsif dan santun.
Konfirmasi
10) Bersama guru, siswa mengidentifikasi hambatan-hambatan yang
dialami saat memahami cerita pendek dan unsur-unsur instrinsik cerita.
11) Siswa mendengarkan umpan balik dan penguatan dari guru atas
pernyataan mereka tentang hambatan dalam memahami cerita dan
unsur-unsur instrinsik cerita.
c. Kegiatan Penutup
1) Siswa bersama guru menyimpulkan pembelajaran
2) Siswa melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilakukan
3) Siswa menyimak
pembelajaran
informasi
mengenai
rencana
tindak
lanjut
I. Penilaian Proses
a. Penilaian Proses
No
Aspek yang
dinilai
1.
Religius
2.
Tanggung jawab
3.
Peduli
4.
Responsif
5.
Santun
Teknik
Penilaian
Pengamatan
Waktu
Penilaian
Proses
Instrumen
Penilaian
Keterangan
Lembar
Pengamatan
Hasil penilaian
proses dijadikan
sebagai respons
awal kegiatan
pembelajaran
atau pra-siklus.
A = Sangat Baik
B = Baik
C = Cukup
D = Kurang
Bekasi, 27 November 2014
Guru Bidang Studi
Peneliti
Husni Maryani, S. Pd.
Muhammad Alfinur
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
SIKLUS 1
SatuanPendidikan
: SMP/MTs
Kelas/Semester
: VII/1
Mata Pelajaran
: Bahasa Indonesia
Tema
: Memahami Cerita Pendek
Jumlah Pertemuan
: 1 x Pertemuan
A. Standar Kompetensi
Memahami teks cerita pendek.
B. Kompetensi Dasar
Mengidentifikasi unsur-unsur instrinsik cerita pendek.
C. Indikator Pencapaian Kompetensi
1. Mampu menjelaskan isi cerita yang ada di dalam
2. Mampu menentukan unsur-unsur instrinsik cerita pendek .
3. Mampu menemukan jalah akhir dari cerita pendek tersebut.
D. Tujuan Pembelajaran
1.
Setelah membaca cerpen yang berjudul Persahabatan yang Berawal dari
Musuh, siswa dapat menjelaskan kisah yang ada dalam cerpen seacara
singkat.
2.
Setelah menjelaskan kisah yang ada dalam cerpen tersebut secara singkat,
siswa menentukan unsur-unsur instrinsik cerita pendek tersebut.
3.
Setelah siswa menentukan unsur instrinsik cerpen, siswa menjelaskan
jalan akhir dari cerita tersebut.
E. Materi Pembelajaran
Definisi cerpen, unsur-unsur isntrinsik (tema, tokoh, penokohan, alur, latar
tempat, waktu dan suasana, serta amanat), dan contoh teks cerpen
“Persahabatan yang Berawal dari Musuh.”
F. Metode Pembelajaran
Metode inkuiri, diskusi, tanya jawab, penugasan, dan ceramah.
G. Media dan sumber Pembelajaran
Media:
Teks Cerpen yang berjudul Persahabatan yang Berawal dari Musuh”
Sumber Belajar :
Nurgiantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, cetakan kesembilan, 2012.
Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sasatra. Jakarta: PT Grasindo, 2008.
Majid, Abdul Aziz Abdul. Mendidik dengan Cerita. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 2008.
H. Kegiatan Pembelajaran
1. Pertemuan Pertama
a. Kegiatan Pendahuluan
1) Siswa merespons salam dan pertanyaan dari guru berhubungan dengan
kondisi dan pembelajaran sebelumnya
2) Siswa menerima informasi tentang keterkaitan pembelajaran
sebelumnya dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan.
3) Siswa menerima informasi kompetensi, meteri, tujuan, manfaat, dan
langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan
b. Kegiatan Inti
Eksplorasi
1) Siswa mengamati dan membaca sebuah teks tentang cerita pendek
berjudul “Persahabatan yang Berawal dari Musuh.”
2) Secara individu, siswa mengindentifikasi apa kisah yang ada di dalam
cerita tersebut, dan menemukan unsur-unsur instrinsik yang ada di
dalamnya.
3) Siswa menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan teks yang telah
dibaca.
Elaborasi
4) Siswa menuliskan tentang kisah apa yang ada di dalam cerita pendek
tersebut dengan gaya bahasanya sendiri, dan menemukan, dan
menganalisis unsur-unsur instrinsik yang ada di dalamnya dengan gaya
bahasanya sendiri.
5) Beberapa siswa menunjukkan hasil jawabannya di lembar kerja siswa.
6) Tugas dikumpulkan kepada guru.
Konfirmasi
7) Bersama guru, siswa mengidentifikasi hambatan-hambatan yang
dialami saat memahami isi cerita tersebut
8) Siswa mendengarkan umpan balik dan penguatan dari guru atas
pernyataan mereka tentang hambatan dalam memahami isi teks cerita
tersebut.
9) Siswa terbaik mendapatkan penghargaan dari guru.
c. Kegiatan Penutup
4) Siswa bersama guru menyimpulkan pembelajaran
5) Siswa melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilakukan
6) Siswa menyimak
pembelajaran
informasi
mengenai
rencana
tindak
lanjut
I. Penilaian Proses dan Hasil Belajar
a. Penilaian Proses
No
Aspek yang
dinilai
1.
Religius
2.
Tanggung jawab
3.
Peduli
4.
Responsif
5.
Santun
Teknik
Penilaian
Pengamatan
Waktu
Penilaian
Proses
Instrumen
Penilaian
Keterangan
Lembar
Pengamatan
Hasil penilaian
proses
dijadikan
sebagai respon
kedua kegiatan
pembelajaran
atau siklus 1
A = Sangat Baik
B = Baik
C = Cukup
D = Kurang
b. Penilaian Hasil
Indikator
Pencapaian
Kompetensi
Teknik
Penilaian
Mengetahui apa kisah Tes
yang ada di dalam
tertulis
cerita pendek yang
berjudul
Persahabatan yang
Bentuk
Penilaian
Tes uraian
Instrumen
1. Bacalah dengan saksama
teks cerita pendek yang
berjudul Persahabatan yang
Berawal dari Musuh berikut
ini! Dari ungkapkanlah
dengan gaya bahasa sendiri
terkaih kisah yang ada di
dalam cerita tersebut
Berawal dari Musuh
Mengetahui unsurunsur instrinsik yang
ada di dalam cerita
tersebut
Tes
tertulis
Tes uraian
2. Identifikasikanlah unsurunsur instrinsik yang ada di
dalam cerita tersebut!
Mengetahui jalan
akhir dari cerita
tersebut
Tes
tertulis
Tes uraian
3. Bagaimanakah jalan akhir
dari kisah tersebut!
Pedoman Penskoran :
Soal No. 1
Aspek
Skor
Siswa menjawab pertanyaan terkait kisah apa yang ada di dalam cerita
tersebut
Jawaban sempurna
15
SKOR MAKSIMAL
15
Soal No. 2
Aspek
Skor
Siswa mengidentifikasi unsur instrinsik cerita tersebut
Soal A
15
Soal B
15
Soal C
10
Soal D
10
Soal E
10
Soal F
15
Aspek
Skor
SKOR MAKSIMAL
75
Aspek
Skor
Soal No. 3
Siswa menjelaskan jalan akhir dari cerita tersebut
Jawaban sempurna
10
SKOR MAKSIMAL
10
Bekasi, 29 November 2014
Guru Bidang Studi
Peneliti
Husni Maryani, S. Pd.
Muhammad Alfinur
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
SIKLUS 2
SatuanPendidikan
: SMP
Kelas/Semester
: VII/1
Mata Pelajaran
: Bahasa Indonesia
Topik
: Memahami Cerita
Jumlah Pertemuan
: 1 x Pertemuan
A. Standar Kompetensi
Memahami cerita pendek.
B. Kompetensi Dasar
Mengidentifikasi unsur-unsur instrinsik cerita pendek.
C. Indikator Pencapaian Kompetensi
1. Mampu menjelaskan isi cerita yang ada di dalam film drama Malin
Kundang.
2. Mampu menentukan unsur-unsur instrinsik cerita pendek dalam bentuk
film (drama Malin Kundang).
3. Mampu menemukan jalah akhir dari cerita tersebut.
D. Tujuan Pembelajaran
1. Setelah menyaksikan film drama yang berjudul Malin Kundang, siswa
dapat menjelaskan kisah yang ada dalam film tersebut secara singkat.
2. Setelah menjelaskan kisah secara singkat, siswa menentukan unsur-unsur
instrinsik film drama Malin Kundang.
3. Setelah siswa menentukan unsur instrinsik film drama yang berjudul Malin
Kundang, siswa menjelaskan jalan akhir dari cerita tersebut.
E. Materi Pembelajaran
Definisi cerpen, unsur-unsur instrinsik (tema, tokoh, penokohan, alur, latar tempat,
waktu dan suasana, serta amanat) yang ada di dalam film drama Malin Kundang,
jenis-jenis film, dan contoh film drama Malin Kundang.
F. Metode Pembelajaran
Metode inkuiri, diskusi, tanya jawab, penugasan, dan ceramah.
G. Media dan sumber Pembelajaran
Media:
Film drama Malin Kundang
Sound Speaker Active
LCD Projector
Laptop
Sumber Belajar :
Nurgiantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, cetakan kesembilan, 2012.
Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sasatra. Jakarta: PT Grasindo, 2008.
Majid, Abdul Aziz Abdul. Mendidik dengan Cerita. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 2008.
H. Kegiatan Pembelajaran
1. Pertemuan Pertama
a. Kegiatan Pendahuluan
1) Siswa merespons salam dan pertanyaan dari guru berhubungan dengan
kondisi dan pembelajaran sebelumnya
2) Siswa menerima informasi tentang keterkaitan pembelajaran
sebelumnya dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan.
3) Siswa menerima informasi kompetensi, meteri, tujuan, manfaat, dan
langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan.
4) Memberikan arahan kepada siswa sebelum menyaksikan pemutaran
film, baik letak tempat duduk siswa, supaya film dapat tersampaikan
dengan baik.
5) Memberikan motivasi berupa reward kepada siswa, yang akan
diberikan nanti setelah proses KBM selesai.
b. Kegiatan Inti
Eksplorasi
1) Siswa menyaksikan film drama yang berjudul Malin Kundang.
2) Secara individu, siswa mengindentifikasi apa kisah yang ada di dalam
cerita tersebut, dan menemukan unsur-unsur instrinsik yang ada di
dalamnya.
3) Siswa menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan film drama
yang berjudul Malin Kundang yang telah disaksikannya.
Elaborasi
4) Siswa menuliskan tentang kisah apa yang ada di dalam film tersebut,
dan menemukan unsur-unsur instrinsik yang ada di dalamnya dengan
kata-katanya sendiri.
5) Beberapa siswa menunjukkan hasil jawabannya di lembar kerja siswa.
6) Tugas dikumpulkan kepada guru.
Konfirmasi
7) Bersama guru, siswa mengidentifikasi hambatan-hambatan yang
dialami saat memahami isi cerita tersebut
8) Siswa mendengarkan umpan balik dan penguatan dari guru atas
pernyataan mereka tentang hambatan dalam memahami isi teks cerita
tersebut.
9) Siswa terbaik mendapatkan penghargaan dari guru.
c. Kegiatan Penutup
7) Siswa bersama guru menyimpulkan pembelajaran
8) Siswa melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilakukan
9) Siswa
menyimak
informasi
mengenai
rencana
tindak
lanjut
pembelajaran
I. Penilaian Proses dan Hasil Belajar
a. Penilaian Proses
No
Aspek yang
dinilai
1.
Religius
2.
Tanggung jawab
3.
Peduli
4.
Responsif
5.
Santun
A = Sangat Baik
B = Baik
C = Cukup
D = Kurang
Teknik
Penilaian
Pengamatan
Waktu
Penilaian
Proses
Instrumen
Penilaian
Keterangan
Lembar
Pengamatan
Hasil penilaian
proses dijadikan
sebagai respon
kedua kegiatan
pembelajaran
atau siklus 1
b. Penilaian Hasil
Indikator
Pencapaian Kompetensi
Teknik
Penilaian
Bentuk
Penilaian
Instrumen
Mengetahui apa kisah
yang ada di dalam film
drama yang berjudul
Malin Kundang
Tes
tertulis
Tes uraian
1. Saksikanlah dengan perhatian,
film drama yang berjudul
Malin Kundang! Dan
ungkapkanlah dengan gaya
bahasa sendiri terkait kisah
yang ada di dalam cerita
tersebut
Mengetahui unsurunsur instrinsik yang
ada di dalam cerita
tersebut
Tes
tertulis
Tes uraian
2. Identifikasikanlah unsur-unsur
instrinsik yang ada di dalam
cerita tersebut!
Mengetahui jalan akhir
dari cerita tersebut
Tes
tertulis
Tes uraian
3. Bagaimanakah jalan akhir dari
kisah tersebut!
Pedoman Penskoran :
Soal No. 1
Aspek
Skor
Siswa menjawab pertanyaan terkait kisah apa yang ada di dalam cerita
tersebut
Jawaban sempurna
15
SKOR MAKSIMAL
15
Soal No. 2
Aspek
Skor
Siswa mengidentifikasi unsur instrinsik cerita tersebut
Soal A
15
Soal B
15
Aspek
Skor
Soal C
10
Soal D
10
Soal E
10
Soal F
15
SKOR MAKSIMAL
75
Aspek
Skor
Soal No. 3
Siswa menjelaskan jalan akhir dari cerita tersebut
Jawaban sempurna
10
SKOR MAKSIMAL
10
Bekasi, 04 Desember 2014
Guru Bidang Studi
Peneliti
Husni Maryani, S.Pd.
Muhammad Alfinur
BIODATA PENULIS
Muhammad Alfinur, lahir di Jakarta, 18
September
1992
Anak
pertama
dari
empat
bersaudara pasangan H. Syahroni dan Hj. Lilis
Rusdaenah tinggal di Kampung Gempol RT 003/01
Cakung
Timur
Cakung
Jakarta
Timur.
Ia
menuntaskan pendidikan dasar di SDN 01 Pagi
Cakung Jakarta Timur, kemudian melanjutkan
pendidikannya di SMPN 256 Jakarta. Setelah itu, ia
melanjukan pendidikannya di MAN 8 Jakarta.
Setelah lulus dari MAN 8 pada Tahun 2010, ia memilih
melanjutkan pendidikannya di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Seiring berjalan menamatkan kuliahnya, ia meneruskan perjuangan Abinya untuk
mengajar mengaji anak-anak dan remaja di suatu masjid di Kampung Gempol Cakung
Timur Cakung Jakarta Timur.
Download