BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sumber andalan dalam pembangunan perikanan di Indonesia. Produksi dari perikanan budidaya secara keseluruhan diproyeksikan meningkat dengan rata-rata 4,9 % per tahun. Target tersebut antara lain didasarkan atas dasar potensi pengembangan daerah perikanan budidaya yang memungkinkan di wilayah Indonesia. Melihat besarnya potensi pengembangan perikanan budidaya serta didukung peluang pasar internasional yang masih terbuka luas, maka diharapkan sumbangan produksi perikanan budidaya semakin besar terhadap produksi nasional dan penerimaan devisa negara, keterkaitannya dalam penyerapan angkatan, serta peningkatan kesejahteraan petani/nelayan di Indonesia. Pada akhir tahun 2009, kontribusi dari produksi perikanan budidaya diharapkan dapat mencapai 5 juta ton dan ekspor sebesar US $ 6,75 milyar (Sukadi, 2004). Ikan merupakan sumber protein hewani yang potensial dengan kandungan protein 17-24 % dari beratnya (Fardiaz, 1995). Kandungan protein ikan yang tinggi, merupakan bahan pangan yang sangat dianjurkan karena kandungan omega-3 yang memberikan efek positif bagi kesehatan (Shahidi,1998). Ikan merupakan salah satu sumber bahan pangan yang mudah didapat dan jumlahnya relatif banyak di alam. Kandungan protein ikan tidak kalah dengan kandungan protein yang berasal dari daging atau telur. Selain itu ikan adalah salah satu sumber protein hewani yang harganya lebih murah dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya seperti daging sapi dan ayam. Ikan, termasuk seafood lainnya merupakan jenis makanan sehat yang rendah lemak jenuh, tinggi protein, dan merupakan sumber penting asam lemak omega 3. Ikan baik untuk tambahan diet karena kaya akan vitamin, mineral, dan nutrisi yang dibutuhkan agar tubuh tetap sehat. Dengan demikian sangat beralasan bila kita mendukung program pemerintah dengan gerakan makan ikan (Hartati, 2006). 1 Oleh karena itu, 2 peningkatan mutu harus diperhatikan, terutama dari segi kesehatan dan kualitas ikan. Ikan Pisang-pisang (Pterocaesio diagramma) dan ikan Ekor Kuning atau Sulir Kuning (Caesio cuning) merupakan jenis ikan yang sering dimanfaatkan secara intensif karena nilai komersilnya yang cukup tinggi, mudah ditangkap dan kepadatannya tinggi. Kedua ikan ini termasuk kedalam family Caesionidae yang termasuk ke dalam ikan utama yaitu kelompok ikan penting yang berperan dalam rantai makanan dan merupakan kelompok ikan yang dapat dieksploitasi secara relatif besar-besaran karena sebagai pemakan plankton dan juga membentuk kelompok yang relatif besar (Hutomo et al., 1989). Ikan Pisang - pisang (Pterocaesio diagramma) dan ikan Sulir Kuning (Caesio cuning) merupakan jenis ikan karang, namun ikan ini lebih sering ditemukan di luar karang (tubir karang). Kelompok ikan ini aktif mencari makan di siang hari atau diurnal. Kelompok ikan laut ini hidup bebas di alam sehingga sangat rentan terinfeksi cacing dari golongan digenea, nematoda, acanthocephala, dan cestoda. Cacing nematoda yang dapat menginfeksi ikan di laut adalah Anisakis, Contracaecum, Cucculanus sp, Raphidascaris, Hysterothilacium sp dan Terranova sp. (Kabata, 1985). Cacing-cacing tersebut menginfeksi saluran pencernaan, mesenteri, rongga tubuh, hati, ginjal, gonad, dan mata ikan. Infeksi cacing-cacing ke tubuh ikan adalah melalui makanan seperti udang, kepiting, siput, ikan-ikan kecil yang semuanya merupakan inang perantara dalam siklus hidup cacing (Rohde, 1984 dalam Sarjito dan Desrina , 2005) Sampai saat ini belum ada laporan penelitian tentang prevalensi infeksi cacing pada ikan Pisang-pisang (Pterocaesio diagramma) dan ikan Sulir Kuning (Caesio cuning) yang dipasarkan di Pasar Ikan Kedonganan, Badung, sehingga penelitian ini penting untuk dilakukan. 3 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan : 1. Berapa prevalensi infeksi cacing pada ikan Pisang-pisang (Pterocaesio diagramma) dan ikan Sulir Kuning (Caesio cuning) yang dipasarkan di Pasar Ikan Kedonganan, Badung ? 2. Berapa intensitas infeksi cacing dan predileksi cacing pada berbagai organ ikan Pisang-pisang (Pterocaesio diagramma) dan ikan Sulir Kuning (Caesio cuning) yang dipasarkan di Pasar Ikan Kedonganan, Badung ? 3. Apakah ada hubungan antara jenis ikan yang dipasarkan di Pasar Ikan Kedonganan, Badung dengan prevalensi infeksi cacing ? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan : 1. Untuk mengetahui prevalensi infeksi cacing pada ikan Pisang-pisang (Pterocaesio diagramma) dan ikan Sulir Kuning (Caesio cuning) yang dipasarkan di Pasar Ikan Kedonganan, Badung. 2. Untuk mengetahui intensitas infeksi cacing dan predileksi cacing pada berbagai organ ikan Pisang-pisang (Pterocaesio diagramma) dan ikan Sulir Kuning (Caesio cuning) yang dipasarkan di Pasar Ikan Kedonganan, Badung. 3. Untuk mengetahui hubungan antara jenis ikan yang dipasarkan di Pasar Ikan Kedonganan, Badung dengan prevalensi infeksi cacing. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang prevalensi, intensitas dan predileksi infeksi cacing pada berbagai organ ikan Pisang-pisang (Pterocaesio diagramma) dan ikan Sulir Kuning (Caesio cuning) yang dipasarkan di Pasar Ikan Kedonganan, Badung, selain itu bermanfaat untuk menambah kepustakaan tentang jenis cacing yang menginfeksi Ikan Pisang-pisang 4 dan Ikan Sulir Kuning, serta dapat digunakan sebagai acuan dalam pemilihan ikan yang sehat untuk dikonsumsi. 1.5 Kerangka Konsep Ikan Pisang-pisang (Pterocaesio diagramma) dan ikan Sulir Kuning (Caesio cuning) merupakan jenis ikan laut ekonomis yang memiliki protein yang tinggi. Kedua jenis ikan ini merupakan salah satu alternatif sumber protein hewani bagi konsumen terutama masyarakat sebab selain memiliki kandungan gizi yang tinggi, ikan- ikan ini mudah didapat oleh nelayan dan harganya relatif murah Menurut Anshary (2008), endoparasit adalah parasit yang ditemukan pada organ bagian dalam inang. Golongan parasit yang masuk kelompok endoparasit antara lain adalah digenea, cestoda, nematoda, acantocephala, coccidia, microsporidia, dan amoeba. Selanjutnya Kabata (1985), menambahkan istilah yang disebut Mesoparasit untuk memberikan istilah pada parasit yang menginfeksi ikan dimana sebagian dari tubuh parasit menembus sampai organ dalam tubuh inang sedangkan bagian tubuh lainnya berada diluar tubuh inang. Ikan laut yang hidup bebas di alam sering terinfeksi cacing dari golongan nematoda, acantocephala, cestoda dan digenea. Cacing tersebut menginfeksi saluran pencernaan, rongga tubuh, hati, ginjal, gonad dan mata ikan. Masuknya cacing ke tubuh ikan melalui makanan seperti udang dan ikan- ikan kecil yang semuanya merupakan inang perantara dalam siklus hidup cacing. Oleh karena itu, ikan yang bersifat karnivora dan omnivora mempunyai kemungkinan terinfeksi cacing yang jauh lebih besar dari herbivora. Infeksi parasit ini akan memberikan perubahan baik pada jaringan organ tubuh maupun perubahan sifat-sifat inang. Secara umum parasit dapat merugikan inangnya dengan banyak cara, yaitu dengan menimbulkan luka-luka, dengan memakan dan menyerap jaringan tubuh inang (Sarjito dan Desrina, 2005). Cacing- cacing pada ikan dapat menimbulkan kerugian seperti penurunan kualitas ikan misalnya parasit cacing pada ikan-ikan ekonomis penting yang disebabkan oleh cacing plathyhelminthes seperti cestoda, menyebabkan 5 terakumulasinya larva cacing yang disebut spahetti worms pada otot ikan drum, Pongonius cromis di Teluk Meksiko (Sinderman, 1990), pada plathyhelminthes lainnya seperti digenea kerugian yang ditimbulkan berupa kematian massal pada ikan budidaya dan ikan yang hidup alami. Untuk cacing acanthocephala kerugian yang ditimbulkan pada ikan ekonomis penting yaitu starry flounder (Platichthys stellatus) dan rock sole (Lepidopsetta bilineata) di Pantai Pasifik dan Amerika Utara (Olson dan Pratt 1971; Latama 2006). Pada cacing nematoda yang sangat dikenal menyebabkan kematian pada ikan dan bahkan dapat merugikan industri perikanan seperti, Anisakis, Hysterothylacium, Terranova dan Raphidascaris. Hingga saat ini telah diketahui ada beberapa jenis parasit yang mempunyai inang lebih dari satu inang, seperti nematode, cestoda, dan digenea, sehingga keberadaan parasit pada ikan tersebut menggambarkan makanan yang dimakannya yang berhubungan dengan lingkungan dimana ikan itu berasal. Menurut Dogiel et al.(1961), Ikan Gardus morhua L di Laut Barents hidup di daerah yang kaya akan makanan, antara lain beberapa jenis ikan, bentos, moluska, udang, dan sebagainya. Lingkungan dan kebiasaan maka ikan ini menghasilkan akumulasi parasit yang sangat banyak didalam tubuhnya. Pada ikan yang muda terdapat 27 spesies parasit. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman dan jumlah parasit dalam tubuh inang merupakan akibat dari cara hidup dan kebiasaan makannya. 1.6 Hipotesis Dari penelitian ini dapat ditarik suatu hipotesis yaitu terdapat hubungan antara jenis ikan dengan prevalensi infeksi cacing.