Bab 2 Landasan Teori 2.1 Definisi Hinshi (品詞) Bagan 2.1 Pembagian Hinshi(品詞) 9 Menurut Toshihiro (2004:3) yang dimaksud dengan hinshi ( 品 詞 ) adalah pengklasifikasian kata yang dilakukan berdasarkan tiga hal berikut : 1. 自立語・付属語の区別 ( bisa berdiri sendiri atau tidak) Yang termasuk 付属語 (fuzokugo) adalah 助詞 (joshi) dan 助動詞 (jodoushi), lalu di luar itu termasuk 自立語 (jiritsugo). 2. 活用の有無 ( ada atau tidaknya konjugasi) Yang mengalami konjugasi adalah 動詞 (doushi)、形容詞(keiyoushi)、形容動 詞(keiyoudoushi). 名詞 (meishi) tidak mengalami konjugasi. 3. 活用の形または文の中での働き (bentuk konjugasi atau fungsi dalam kalimat) Hanya ada pada 自 立 語 (jiritsugo). 自 立 語 yang mengalami konjugasi diklasifikasikan berdasarkan bentuk konjugasinya. Sedangkan 自立語 yang tidak mengalami konjugasi diklasifikasikan berdasarkan fungsinya dalam kalimat. 2.2 Definisi Meishi (名詞), Keiyoushi (形容詞), Doushi (動詞) Pada sub bab ini, penulis akan membahas mengenai teori yang berhubungan dengan kata benda (名詞) , kata sifat (形容詞), kata kerja「動詞」 dalam bahasa Jepang. 2.2.1 Definisi Meishi (名詞) Menurut Okutsu (1990:13) yang dimaksud dengan meishi (名詞) adalah 名詞は自立 語である。文の横造るには主題となったり、捕足語となったり、述語となった りする。Terjemahannya yaitu Meishi adalah kata yang dapat berdiri sendiri. Dalam susunan kalimat dapat menjadi subjek, kata bantu, dan predikat. 10 Masuoka dan Takubo (1993:33) mengelompokkan meishi berdasarkan makna dasarnya, sebagai berikut: 日本語のん名詞は、人名詞、物名詞、事態名詞、場所名詞、方向名詞、 時間名詞、という基本的な意味範疇に分けて考えることができる。 Nomina bahasa Jepang dapat dikelompokkan berdasarkan makna dasarnya, yaitu hitomeishi (nomina orang), monomeishi (nomina benda), jitaimeishi (nomina situasi), bashomeishi (nomina tempat), houkoumeishi (nomina arah), dan jikanmeishi (nomina waktu). Berikut penjelasan pengelompokkan meishi berdasarkan makna dasarnya menurut Masuoka dan Takubo (1993:33-34): 1. 人名詞 (hitomeishi) yaitu kata benda yang merujuk kepada nama benda-benda hidup seperti orang, hewan dan tumbuhan serta kata ganti orang. Misalnya watashi「私」 inu「犬」, neko「猫」, dan lain-lain. 2. 物名詞 (monomeishi) yaitu kata benda yang merujuk kepada nama benda-benda mati, seperti tsukue「机」, hon「本」, dan lain-lain. 3. 事態名詞 (jitaimeishi) yaitu kata benda yang merujuk pada suatu hal, kondisi atau peristiwa, misalnya jinsei「人生」, koufuku「幸福」, dan lain-lain. 4. 場所名詞 (bashomeishi) yaitu kata benda yang merujuk nama tempat, misalnya kouen「公園」, taiheiyou「太平洋」, dan lain-lain. 5. 方向名詞 (houkoumeishi) yaitu kata benda yang merujuk nama arah atau jalan, misalnya migi「右」, hidari「左」, higashi「東」, dan lain-lain. 6. 時間名詞 (jikanmeishi) yaitu kata benda yang merujuk pada waktu, misalnya ashita「あした」, kyou「今日」, kinou「昨日」, dan lain-lain. 11 2.2.2 Definisi Keiyoushi (形容詞) Menurut Masuoka dan Takubo (2002:21) yang dimasud dengan keiyoushi「形容 詞」 adalah sebagai berikut 形容詞は、何からの状態を表し、述語の働きと名詞の修飾語の働きをす る。また、文中での働きの違いに応じて活用する。 例: 1. この地域は寒い 2. 寒い地域 Terjemahan: Kata sifat adalah kata-kata yang menunjukkan suatu kondisi, berfungsi sebagai predikat dan berfungsi sebagai predikat dan berfungsi sebagai pemberi keterangan pada kata benda. Selain itu kata sifat dalam kalimat mengalami konjugasi. Contoh: 1. Daerah ini dingin 2. Daerah yang dingin Menurut Masuoka dan Takubo (2002:21) berdasarkan fungsinya keiyoushi「形容 詞」 bisa dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Zokusei keiyoushi 「 属 性 形 容 詞 」 , ialah kata sifat yang menunjukkan karakteristik. Misalnya: tsuyoi「強い」, nagai「長い」, osoi「遅い」, dan sebagainya. 2. Kandou keiyoushi「感動形容詞」, ialah kata sifat yang melibatkan perasaan emosi. Misalnya: hoshii「ほしい」, natsukashii「懐かしい」, kayui「痒い」 dan sebagainya. Menurut bentuknya, keiyoushi bisa dibagi menjadi dua, yaitu: 1. i-keiyoushi「イー形容詞」, seperti: atsui, samui, hayai, dan sebagainya. 12 2. na-keiyoushi「ナー形容詞」, seperti : anzen, benri, kirei, dan sebagainya. Menurut Kaneko (1999:56) keiyoushi「形容詞」 bisa diubah bentuknya menjadi negatif, lampau maupun negatif lampau. Tabel 2.1 Perubahan Keiyoushi 「形容詞」Menjadi Keiyoushi 「形容詞」 Bentuk Negatif, Bentuk Lampau dan Bentuk Negatif Lampau Bentuk Biasa Bentuk Negatif Bentuk Lampau Bentuk Negatif Lampau 暑-い 暑―くない 暑―かった 暑―くなかった 便利 便利―じゃない 便利―だった 便利―じゃなかった 2.2.3 Definisi Doushi (動詞) Menurut Masuoka (1993:12), definisi doushi adalah sebagai berikut: 動詞の基本的な性格は、単独で述語の働きをし、文中での働きの違いに 応じて活用することである。 Sifat dasar dari kata kerja yaitu berfungsi sebagai predikat, dan mempunyai kegunaan yang berbeda di dalam suatu kalimat. Menurut Masuoka (1993:12), kata kerja bisa dibagi menjadi bermacam-macam dilihat dari titik tinjauannya, tetapi di sini jenis-jenis kata kerja yang dianggap penting dibagi menjadi tiga macam, yaitu: 1. Doutaidoushi-Jyoutaidoushi 13 Doutaidoushi merupakan kata kerja yang menunjukkan suatu gerakan. Dalam hal ini, kata kerja yang sering digunakan seperti aruku「歩く」, taoreru「倒れる」, hanasu 「 話 す 」 , dan lain-lain. Sebaliknya, kata kerja yang menunjukkan suatu keadaan disebut dengan jyoutaidoushi. Dalam jenis kata kerja ini: 1) kata aru「ある」, iru「い る」menunjukkan kepemilikan/kepunyaan; 2) kata dekiru「できる」 menunjukkan arti potensial/kemampuan; 3) kata iru「要る」 menunjukkan arti kepentingan; 4) kata kotonaru「異なる」, chigau「違う」 menunjukkan pendapat, dan lain-lain. 2. Jidoushi-Tadoushi Tadoushi merupakan kata kerja yang menggunakan subjek yang bersifat formalitas, yang berstruktur 「名詞+partikel を」. Sebaliknya, Jidoushi merupakan kata kerja yang tidak menggunakan subjek. a. 「車が止める」(Tadoushi) = menghentikan mobil b. 「車が止まる」(Jidoushi) = mobil berhenti 3. Ishidoushi-Mushidoushi Ishidoushi merupakan kata kerja yang menunjukkan kegiatan karena kemauan seseorang, misalnya dalam kata aruku「歩く」, yomu「読む」, kangaeru「考える」, dan lain-lain. Sebaliknya, mushidoushi merupakan kata kerja yang tidak berdasarkan kemauan seseorang, misalnya dalam kata taoreru「倒れる」, ushinau「失う」, dan lain-lain. Suatu kata kerja dapat termasuk dua jenis kata kerja pada satu waktu, misalnya “Ojisan wa kaisha e iku「おじさんは会社へ行く」” selain dapat digolongkan dalam doutaidoushi「動態動詞」dapat digolongkan pula dalam ishidoushi「意志動詞」 14 karena ‘si paman dengan sengaja pergi ke kantor, bukan secara tidak sengaja’. Contoh lainnya ialah pada kalimat “mado ga shimaru 「 窓 が 閉 ま る 」 ”, selain dapat digolongkan dalam jidoushi「自動詞」dapat juga digolongkan dalam muishidoushi 「無意志動詞」karena ‘jendela tertutup tanpa disengaja, bukan merupakan sesuatu yang dikehendaki’. 2.3 Definisi Nomina, Adjektiva dan Verba Bahasa Indonesia. Pada sub bab ini, penulis akan membahas mengenai teori yang berhubungan dengan kata benda (nomina), kata sifat (adjektif), kata kerja (verba) bahasa Indonesia. 2.3.1 Definisi Nomina Menurut Sakri (1994:39) nomina atau kata benda adalah kata yang melambangkan sesuatu yang berupa benda, baik yang nyata dapat diserap panca indera, makhluk, maupun segala sesuatu yang kita perlukan, atau kita bayangkan, sebagai benda abstrak. Menuru Burton-Roberts dalam Putrayasa (2007:72) nomina adalah nama seseorang, tempat, atau benda. Mengenali kata benda merujuk benda berwujud tidak sulit, misalnya, meja, gunung, binatang, kucing, mawar, orang, dan lain-lain. Untuk mengenali kata benda yang merujuk pada benda abstrak, kita harus membuka kamus, misalnya, abad, arah, adat, ahli, maksud, dan lain-lain (Sakri, 1994:39) Dalam kalimat , nomina dapat menduduki posisi subjek, objek atau pelengkap. Misalnya, kata pemerintah dan perkembangan dalam kalimat Pemerintah akan memantapkan perkembangan adalah nomina. Nomina tidak dapat diingkarkan dengan kata ’tidak’. Kata pengingkarnya ialah ’bukan’ (Alwi, et al.,2000:213). Misalnya, untuk mengingkarkan kalimat Ayah saya guru harus dipakai kata ’bukan’ menjadi Ayah saya 15 bukan guru. Nomina umumnya dapat diikuti oleh adjektiva, baik secara langsung maupun dengan diantarai oleh kata ’yang’ (Alwi,et al.,2000:213). Misalnya , kata ’buku’ dan kata ’rumah’ adalah nomina karena dapat bergabung menjadi buku baru dan rumah mewah atau buku yang baru dan rumah yang mewah. Menurut Widjono (2007:134) nomina dapat dibedakan menjadi : 1. Berdasarkan bentuknya: (a) nomina dasar: rumah, orang, burung; dan sebagainya. (b) nomina turunan: ke- : kekasih, kehendak, ketua per- : pertanda, persegi pe- : petinju, petani, pelempar peng- : pengawas, pengekor, pengacara -an : tulisan, bacaan, kiriman peng-an : pengawasan, penggarapan, penganiayaan per-an : persatuan, perdamaian, pertahanan ke-an : kemerdekaan, kesatuan, kesehatan 2. Berdasarkan subkategori: (a) nomina bernyawa (kerbau, sapi, manusia) dan tidak bernyawa (bunga, rumah, sungai); (b) nomina terbilang (lima orang mahasiswa, tiga ekor kuda, sekuntum bunga); dan tak terbilang (air, laut, awan, langit). 2.3.2 Definisi Adjektiva Menurut Alwi (2003:171) kata sifat adalah kata yang memberikan keterangan yang lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat. Kata sifat yang memberikan keterangan terhadap nomina dalam kalimat. 16 Menurut Moeliono (2003:194) kata sifat dalam bahasa Indonesia jika diberi afiks seperti: meng-, meng- -kan, ter- dan ber- bisa menjadi kata kerja. Contoh : 1. Afiks meng- : menarik, memukau, memikat, dan lain-lain. 2. Afiks meng- -kan : menggembirakan, memalukan, menakutkan dan lain-lain. 3. Afiks ter- : terkenal, terharu, terkejut dan lain-lain. 4. Afiks ber- : beruntung, berbahaya, berkembang dan lain-lain. Menurut Alwi (2003:172) kata sifat menunjukkan adanya dua tipe pokok: 1. Kata sifat bertaraf yang mengungkapkan suatu kualitas. Yang termasuk kata sifat bertaraf yaitu: aman, bersih berat, merah, lambat, lambat, jauh, bangga, lembut dansebagainya. 2. Kata sifat tak bertaraf mengungkapkan keanggotaan dalam suatu golongan. Kata sifat tak bertaraf menempatkan acuan nomina yang diwatasinya di dalam kelompok atau golongan tertentu. Kehadirannya di dalam lingkungan itu tak dapat bertaraf-taraf, seperti: mutlak, tentu, kekal, ganda, dan sebagainya. Ada beberapa kata sifat yang dapat dipakai sebagai kata sifat bertaraf dan sebagai kata sifat tak bertaraf sekaligus. Hal itu bergantung pada makna yang akan disampaikan . Ambillah sebagai contoh kata sifat ‘sadar’. Pada frasa ‘rakyat yang sadar’ kata ‘sadar’ termasuk adjektiva bertaraf dengan makna ‘insaf akan keadaan sosial politik’. Rakyat itu dapat bertaraf-taraf kesadarannya sehingga dapat dikatakan lebih sadar, kurang sadar, sangat sadar. Namun, pada kalimat ‘Pasien itu hingga sekarang belum sadar’ kata ‘sadar’ merupakan adjektiva tak bertaraf yang bermakna ‘keadaan ingat akan dirinya’. Pada pemakaian seperti itu orang hanya dapat dikatakan sadar atau tidak sadar, dan karena itu tidak mungkin ada pewatasan kualitas atau intensitas. 17 2.3.3 Definisi Verba Menurut Sakri (1994:53) verba atau kata kerja adalah kata yang melambangkan sesuatu perbuatan (aksi) atau kegiatan. Verba atau kata kerja dapat diidentifikasi dan dibedakan dari kelas kata lain karena memiliki ciri-ciri berikut ( Alwi, et al., 2003:87): a. Verba memiliki fungsi utama sebagai predikat atau sebagai inti predikat dalam kalimat walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain. b. Verba mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas. Misalnya kata ’membesar’ menyatakan perubahan dari suatu keadaan yang kecil ke keadaan yang tidak kecil lagi. c. Verba, khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapt diberi prefiks ’ter’ yang berarti ’paling’. Misalnya, verba seperti ’mati’ atau ’suka’ tidak dapat diubah menjadi ’termati’ atau ’tersuka’. d. Pada umumnya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan makna kesangatan. Tidak ada bentuk seperti ’agak belajar’, ’sangat pergi’, dan ’bekerja sekali’. Bahasa Indonesia pada dasarnya mempunyai dua macam bentuk verba (Alwi, et al., 2003:100-101), yakni: a. Verba Asal yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks atau imbuhan. Misalnya, kata ’tinggal’, ’mati’, ’lahir’, dan lain-lain. b. Verba Turunan yaitu verba yang dibentuk melalui pengafiksan atau menambahkan imbuhan. Ada empat macam afiks atau imbuhan yaitu: 1) prefiks yang diletakkan di awal kata; 2) sufiks diletakkan di akhir kata; 3) konfiks merupakan gabungan prefiks dan sufiks yang mengapit kata dasar dan 18 membentuk satu kesatuan; 4) infiks atau sisipan adalah bentuk afiks yang ditempatkan di tengah kata dasar. Menurut Alwi, et al (2003:103), dalam bahasa Indonesia terdapat prefiks verbal yaitu meng- (mengambil, mengikat), per- (perlebar, perluas), dan ber- (berunding, beranting). Disamping itu terdapat pula prefiks di- (dibuat, dipagar) dan ter- (terpercaya, tercermin) yang menggantikian meng- pada jenis klausa atau kalimat tertentu. Jumlah sufiks untuk verba ada tiga, yakni –kan (daratkan, kuningkan), -i (adili, dekati), dan –an (jualan, pacaran). Konfiks verba adalah ke-an (kelaparan, kecurian) dan ber-an (berjatuhan, berjualan). 2.4 Teori Terjemahan Pada sub bab ini penulis akan membahas mengenai teori yang berhubungan dengan terjemahan. 2.4.1 Pengertian Penerjemahan Menurut Simatupang (2000: 2) menerjemahkan adalah mengalihkan makna yang terdapat dalam bahasa sumber (BSu) ke dalam bahasa sasaran (BSa) dan mewujudkannya kembali di dalam bahasa sasaran dengan bentuk-bentuk yang sewajar mungkin menurut aturan-aturan yang berlaku dalam bahasa sasaran. Ada banyak pengertian mengenai penerjemahan yang dapat ditemukan dalam setiap buku mengenai penerjemahan. Menurut Catford (1965:1) menerjemahkan adalah suatu kegiatan yang terjadi dalam bahasa: proses mengganti teks dari suatu bahasa ke teks dalam bahasa lain (Catford, 1965:1). Ia juga mengatakan bahwa "Menerjemahkan adalah mengganti kata-kata dari suatu bahasa (BSu) ke bahasa lain (BSa) dengan susunan material yang ekuivalen". 19 Forster dalam Nida (1964: 192) menggaris bawahi bahwa penerjemahan yang bagus adalah "Penerjemahan yang memenuhi tujuan yang sama seperti dalam teks bahasa sumber". Knox dalam Nida (1964: 164) juga mengemukakan bahwa penerjemahan yang bagus adalah penerjemahan yang dapat dibaca dengan ketertarikan dan kenikmatan yang sama seperti yang ditemukan dalam bentuk aslinya. Proses merubah bentuk tulisan maupun lisan dari satu bahasa ke bahasa lain disebut translation. Proses yang dimaksud disini adalah langkah dalam menerjemahkan. Oleh karena itu, penerjemah maupun pembelajar bahasa asing diharapkan mengenal setiap langkah yang harus dikerjakan dalam merubah tulisan (teks) dari bahasa sumber (BSu) ke bahasa target (BSa). Itulah yang disebut dengan membuat terjemahan atau menerjemahkan menurut Newmark (1981). Langkah-langkah dalam menerjemahkan teks menjadi kegiatan setiap orang yang ingin menyampaikan pesan dari satu bahasa ke bahasa lain. Maka dari itu, sebagai seorang penerjemah perlu untuk memperhatikan bentuk teks dalam bahasa sumber karena translation adalah kegiatan merubah bentuk kalimat bahasa sumber ke bentuk kalimat bahasa target dengan memperhatikan struktur semantik. Makna adalah satusatunya hal yang harus tetap dijaga dan tidak boleh berubah dari bahasa sumber. Bagaimanapun juga, yang boleh berubah dalam translation hanyalah bentuk kalimat (Larson, 1984: 3). Oleh karena itu, seorang penerjemah harus mengetahui bahwa dalam menerjemahkan bukan hanya masalah pengertian/makna yang harus diperhatikan. Akan tetapi bentuk bahasa juga perlu diperhatikan untuk mendapatkan pengertian/makna yang ekuivalen dan bentuk bahasa dalam bahasa target seperti yang dikatakan Nida dalam Lie (2005): 20 "Translation consists of reproducing in the receptor language the clostest natural equivalent to the message of the (original) language, first in terms of meaning and secondly in terms of style. By natural, we mean that the equivalent meaning forms should not be 'foreign' either in form or meaning." Terjemahan: Menerjemahkan adalah mereproduksi bahasa sumber ke bahasa target dengan pengertian yang alami yang memiliki pengertian yang semirip mungkin. Pertama adalah makna, dan kedua adalah gaya. Yang dimaksud menerjemahkan dengan alami adalah bahwa makna yang ekuivalen tidak boleh asing baik dalam bentuk kalimat maupun makna menurut kaidah BSa Yang dimaksud dengan source language (bahasa sumber) dan receptor language (bahasa target) yang disebut diatas menurut Nida dalam Lie (2005) adalah; source language adalah bahasa yang akan diterjemahkan, sedangkan yang dimaksud dengan receptor language adalah bahasa hasil terjemahan. Berdasarkan pengertian tersebut, penulis akan memfokuskan pada analisis teks bahasa Jepang sebagai bahasa sumber dan bahasa Indonesia sebagai bahasa target. Menerjemahkan bukanlah suatu kegiatan yang sederhana (Larson, 1984: 22). Karena bukan hanya bahasa yang berbeda, tetapi setiap bahasa memiliki kode dan peraturan yang berbeda satu sama lain. Seperti yang kita ketahui, dalam bahasa Indonesia tidak mengenal tenses, tetapi dalam bahasa Jepang mengenal tenses. Selain itu, Jepang dan Indonesia memiliki kebudayaan yang sangat berbeda yang mungkin tidak akan dapat diterjemahkan dari bahasa Jepang ke bahasa Indonesia maupun sebaliknya. Sehingga penerjemahan tidak bisa dilakukan hanya dengan menerjemahkan secara harafiah. Setelah mengemukakan beberapa pengertian tersebut diatas, penulis menyimpulkan bahwa menerjemahkan adalah merubah bahasa sumber ke bahasa target tanpa merubah pengertian. Dan itu berarti bahwa sebelum menerjemahkan, seorang penerjemah harus 21 mengenal target pembaca hasil terjemahannya. Penerjemahan yang baik adalah penerjemahan yang memberikan kepuasan bagi pembacanya seperti membaca teks aslinya. Menurut Hoed (1992:4) penerjemahan adalah suatu kegiatan mengalihkan amanat dari satu bahasa, yaitu bahasa sumber (disingkat BSu) ke dalam bahasa lain yaitu bahasa sasaran (disingkat BSa). Dengan demikian, dalam penerjemahan selalu terlibat dua bahasa. Bila suatu teks tertulis dalam BSu, akan disebut teks sumber (disingkat TSu), dan bila suatu teks tertulis dalam BSa, akan disebut teks sasaran (disingkat TSa). Menurut Finlay dalam Simatupang (2002: 2) idealnya, hasil penerjemahan seharusnya memberikan rasa yang sama seperti membaca teks aslinya yang membuat pembaca tidak menyadari bahwa dia sedang membaca suatu terjemahan. 2.4.2 Pergeseran Penerjemahan Berdasarkan konsep kesetaraan penerjemahan, tidak semua elemen dari satu bahasa sama dengan elemen yang ada di bahasa lain. Pergeseran penerjemahan terjadi pada beberapa poin dan level teks. Pergeseran penerjemahan terjadi tidak ada kesesuaian suatu ekspresi dari teks bahasa sumber untuk direalisasikan secara ekuivalen dalam bahasa sasaran. Pergeseran penerjemahan, sebuah konsep yang diasosiasikan oleh Catford dalam Machali (1998:12) sebagai bentuk berbeda yang dihasilkan oleh orang yang berbeda, Larson (1989:20) menyebutnya sebagai ketidaksesuaian struktur, dan Newmark (1989:9) mengartikannya sebagai konsep perubahan. Menurut Halliday dalam Machali (1998:150), ada dua jenis pergeseran penerjemahan yang bisa terjadi. Yang pertama adalah obligartory shift atau pergeseran tetap yang bisa berupa pergeseran struktur 22 gramatikal, kohesi, dan pengucapan. Sedangkan yang kedua adalah optional shift atau pergeseran pilihan. Optional shift bisa berupa pergeseran makna, referensi, interpersonal, dan tekstual. Penelitian ini termasuk dalam obligartory shift atau pergeseran tetap secara gramatikal. Dalam Sudjianto dan Dahidi (2004:134), gramatika sering diartikan sebagai aturan-aturan menyusun bentuk satuan bahasa tertentu. Yang dimaksud bahasa tertentu disini yaitu bahasa alami tertentu, bisa bahasa Jepang, bahasa Inggris, bahasa Cina, dan sebagainya, lalu yang disebut bentuk satuan bahasa biasanya mengacu pada kata, klausa, kalimat, wacana, dan sebagainya. Sehingga dalam penelitian ini, yaitu pergeseran penerjemahan kata benda bahasa Jepang menjadi kata sifat bahasa Indonesia yang merupakan pergeseran kelas kata termasuk dalam pergeseran tetap atau obligartory shift secara gramatikal dimana kelas kata tersebut merupakan bagian dari gramatika. Pergeseran penerjemahan ini terkadang terjadi karena penerjemah tidak bisa menemukan bentuk yang benar-benar sama dengan teks bahasa sumber, sehingga perlu direalisasikan ke dalam bahasa sasaran. Hal ini dilakukan untuk membuat teks ini dapat diterima dalam masyarakat bahasa sasaran. Dalam penerjemahan, pergeseran atau shift rank merupakan hal yang wajar terjadi sebagaimana Vinay and Darbelnet's dalam Newmark (1989:10) yang mencontohkan beberapa shift rank, yaitu: 1. Kata kerja dalam BSu menjadi kata benda dalam BSa 2. Kata hubung dalam BSu menjadi kata kerja tidak beraturan dalam BSa 3. Klausa dalam BSu menjadi sekumpulan kata benda dalam BSa 4. Sekumpulan kata kerja dalam BSu menjadi kata kerja dalam BSa 5. Sekumpulan kata benda dalam BSu menjadi kata benda dalam BSa 23 6. Kalimat rumit dalam BSu menjadi kalimat biasa dalam BSa Simatupang (2000:74-82) menyebutkan jenis-jenis pergeseran dalam terjemahan sebagai berikut : 1. Pergeseran pada tataran morfem Bahasa Inggris Bahasa Indonesia impossible tidak mungkin recycle daur ulang 2. Pergeseran pada tataran sintaksis a. Kata ke frasa Bahasa Inggris Bahasa Indonesia girl anak perempuan stallion kuda jantan b. Frasa ke klausa TSu: Not knowing what to say, (he just keep quiet) TSa: (Karena) dia tidak tahu apa yang hendak dikatakannya, (...) c. Frasa ke kalimat TSu: His misinterpretation of the situation (caused his downfall). TSa: Dia salah menafsirkan situasi (dan itulah yang menyebabkan kejatuhannya) d. Klausa ke kalimat TSu: Her unusual voice and singing style thrilled her fans, who reacted by , screaming, crying, and clapping. TSa: Suaranya yang luar biasa dan gayanya bernyanyi memikat para penggemarnya. Mereka memberikan reaksi dengan berteriak-teriak dan bertepuk tangan. 24 e. Kalimat ke wacana TSu: Standing in a muddy jungle clearing strewn with recently felled trees, the Balinese village headman looked at his tiny house at the end of a line of identical buildings and said he felt strange. TSa: Kepala kampong orang Bali itu berdiri di sebuah lahan yang baru dibuka di tengah hutan. Batang-batang pohon yang baru ditebang masih berserakan di sana-sini. Dia memandang rumahnya yang kecil yang berdiri di ujung deretan rumah yang sama bentuknya dan berkata bahwa dia merasa aneh. 3. Pergeseran kategori kata a. Nomina ke adjektiva TSu: He is in good health. TSa: Dia dalam keadaan sehat. b. Nomina ke verba. TSu: We had a very long talk. TSa: Kami berbicara lama sekali. 4. Pergeseran pada tataran semantik Pergeseran makna pada tataran semantik dapat berupa pergeseran makna generik ke makna spesifik maupun sebaliknya. Misalnya pada penerjemahan kata bahasa Inggris leg atau foot ke dalam bahasa Indonesia, maka padanan yang paling dekat untuk kedua kata tersebut adalah kaki. Di sini penerjemahan bergerak dari makna spesifik ke makna generik. 5. Pergeseran makna karena perbedaaan sudut pandang budaya Pergeseran makna juga terjadi karena perbedaan sudut pandang dan budaya penutur bahasa-bahasa yang berbeda. Misalnya orang Inggris menghubungkan ruang angkasa 25 dengan kedalaman, sedangkan orang Indonesia dengan ketinggian dan kejauhan. Jadi orang Inggris akan mengatakan ’The space-ship travelled deep into space’, sedangkan orang Indonesia akan berkata ’kapal ruang angkasa itu terbang tinggi sekali di ruang angkasa’. 26