9 Bab 2 Landasan Teori 2.1 Definisi Hinshi (品詞) Bagan 2.1

advertisement
Bab 2
Landasan Teori
2.1 Definisi Hinshi (品詞)
Bagan 2.1
Pembagian Hinshi(品詞)
9
Menurut Toshihiro (2004:3) yang dimaksud dengan hinshi ( 品 詞 ) adalah
pengklasifikasian kata yang dilakukan berdasarkan tiga hal berikut :
1.
自立語・付属語の区別 ( bisa berdiri sendiri atau tidak)
Yang termasuk 付属語 (fuzokugo) adalah 助詞 (joshi) dan 助動詞 (jodoushi),
lalu di luar itu termasuk 自立語 (jiritsugo).
2.
活用の有無 ( ada atau tidaknya konjugasi)
Yang mengalami konjugasi adalah 動詞 (doushi)、形容詞(keiyoushi)、形容動
詞(keiyoudoushi). 名詞 (meishi) tidak mengalami konjugasi.
3.
活用の形または文の中での働き (bentuk konjugasi atau fungsi dalam kalimat)
Hanya ada pada 自 立 語 (jiritsugo).
自 立 語 yang mengalami konjugasi
diklasifikasikan berdasarkan bentuk konjugasinya. Sedangkan 自立語 yang tidak
mengalami konjugasi diklasifikasikan berdasarkan fungsinya dalam kalimat.
2.2 Definisi Meishi (名詞), Keiyoushi (形容詞), Doushi (動詞)
Pada sub bab ini, penulis akan membahas mengenai teori yang berhubungan dengan
kata benda (名詞) , kata sifat (形容詞), kata kerja「動詞」 dalam bahasa Jepang.
2.2.1 Definisi Meishi (名詞)
Menurut Okutsu (1990:13) yang dimaksud dengan meishi (名詞) adalah 名詞は自立
語である。文の横造るには主題となったり、捕足語となったり、述語となった
りする。Terjemahannya yaitu Meishi adalah kata yang dapat berdiri sendiri. Dalam
susunan kalimat dapat menjadi subjek, kata bantu, dan predikat.
10
Masuoka dan Takubo (1993:33) mengelompokkan meishi berdasarkan makna
dasarnya, sebagai berikut:
日本語のん名詞は、人名詞、物名詞、事態名詞、場所名詞、方向名詞、
時間名詞、という基本的な意味範疇に分けて考えることができる。
Nomina bahasa Jepang dapat dikelompokkan berdasarkan makna dasarnya, yaitu
hitomeishi (nomina orang), monomeishi (nomina benda), jitaimeishi (nomina
situasi), bashomeishi (nomina tempat), houkoumeishi (nomina arah), dan
jikanmeishi (nomina waktu).
Berikut penjelasan pengelompokkan meishi berdasarkan makna dasarnya menurut
Masuoka dan Takubo (1993:33-34):
1. 人名詞 (hitomeishi) yaitu kata benda yang merujuk kepada nama benda-benda
hidup seperti orang, hewan dan tumbuhan serta kata ganti orang. Misalnya
watashi「私」 inu「犬」, neko「猫」, dan lain-lain.
2. 物名詞 (monomeishi) yaitu kata benda yang merujuk kepada nama benda-benda
mati, seperti tsukue「机」, hon「本」, dan lain-lain.
3. 事態名詞 (jitaimeishi) yaitu kata benda yang merujuk pada suatu hal, kondisi
atau peristiwa, misalnya jinsei「人生」, koufuku「幸福」, dan lain-lain.
4. 場所名詞 (bashomeishi) yaitu kata benda yang merujuk nama tempat, misalnya
kouen「公園」, taiheiyou「太平洋」, dan lain-lain.
5. 方向名詞 (houkoumeishi) yaitu kata benda yang merujuk nama arah atau jalan,
misalnya migi「右」, hidari「左」, higashi「東」, dan lain-lain.
6. 時間名詞 (jikanmeishi) yaitu kata benda yang merujuk pada waktu, misalnya
ashita「あした」, kyou「今日」, kinou「昨日」, dan lain-lain.
11
2.2.2 Definisi Keiyoushi (形容詞)
Menurut Masuoka dan Takubo (2002:21) yang dimasud dengan keiyoushi「形容
詞」 adalah sebagai berikut
形容詞は、何からの状態を表し、述語の働きと名詞の修飾語の働きをす
る。また、文中での働きの違いに応じて活用する。
例:
1.
この地域は寒い
2.
寒い地域
Terjemahan:
Kata sifat adalah kata-kata yang menunjukkan suatu kondisi, berfungsi sebagai
predikat dan berfungsi sebagai predikat dan berfungsi sebagai pemberi
keterangan pada kata benda. Selain itu kata sifat dalam kalimat mengalami
konjugasi.
Contoh:
1. Daerah ini dingin
2. Daerah yang dingin
Menurut Masuoka dan Takubo (2002:21) berdasarkan fungsinya keiyoushi「形容
詞」 bisa dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Zokusei keiyoushi 「 属 性 形 容 詞 」 , ialah kata sifat yang menunjukkan
karakteristik. Misalnya: tsuyoi「強い」, nagai「長い」, osoi「遅い」, dan
sebagainya.
2. Kandou keiyoushi「感動形容詞」, ialah kata sifat yang melibatkan perasaan
emosi. Misalnya: hoshii「ほしい」, natsukashii「懐かしい」, kayui「痒い」
dan sebagainya.
Menurut bentuknya, keiyoushi bisa dibagi menjadi dua, yaitu:
1. i-keiyoushi「イー形容詞」, seperti: atsui, samui, hayai, dan sebagainya.
12
2. na-keiyoushi「ナー形容詞」, seperti : anzen, benri, kirei, dan sebagainya.
Menurut Kaneko (1999:56) keiyoushi「形容詞」 bisa diubah bentuknya menjadi
negatif, lampau maupun negatif lampau.
Tabel 2.1
Perubahan Keiyoushi 「形容詞」Menjadi Keiyoushi 「形容詞」 Bentuk Negatif,
Bentuk Lampau dan Bentuk Negatif Lampau
Bentuk Biasa
Bentuk Negatif
Bentuk Lampau
Bentuk Negatif Lampau
暑-い
暑―くない
暑―かった
暑―くなかった
便利
便利―じゃない
便利―だった
便利―じゃなかった
2.2.3 Definisi Doushi (動詞)
Menurut Masuoka (1993:12), definisi doushi adalah sebagai berikut:
動詞の基本的な性格は、単独で述語の働きをし、文中での働きの違いに
応じて活用することである。
Sifat dasar dari kata kerja yaitu berfungsi sebagai predikat, dan mempunyai
kegunaan yang berbeda di dalam suatu kalimat.
Menurut Masuoka (1993:12), kata kerja bisa dibagi menjadi bermacam-macam
dilihat dari titik tinjauannya, tetapi di sini jenis-jenis kata kerja yang dianggap penting
dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1. Doutaidoushi-Jyoutaidoushi
13
Doutaidoushi merupakan kata kerja yang menunjukkan suatu gerakan. Dalam hal ini,
kata kerja yang sering digunakan seperti aruku「歩く」, taoreru「倒れる」, hanasu
「 話 す 」 , dan lain-lain. Sebaliknya, kata kerja yang menunjukkan suatu keadaan
disebut dengan jyoutaidoushi. Dalam jenis kata kerja ini: 1) kata aru「ある」, iru「い
る」menunjukkan kepemilikan/kepunyaan; 2) kata dekiru「できる」 menunjukkan arti
potensial/kemampuan; 3) kata iru「要る」 menunjukkan arti kepentingan; 4) kata
kotonaru「異なる」, chigau「違う」 menunjukkan pendapat, dan lain-lain.
2. Jidoushi-Tadoushi
Tadoushi merupakan kata kerja yang menggunakan subjek yang bersifat formalitas,
yang berstruktur 「名詞+partikel を」. Sebaliknya, Jidoushi merupakan kata kerja
yang tidak menggunakan subjek.
a.
「車が止める」(Tadoushi) = menghentikan mobil
b.
「車が止まる」(Jidoushi) = mobil berhenti
3. Ishidoushi-Mushidoushi
Ishidoushi merupakan kata kerja yang menunjukkan kegiatan karena kemauan
seseorang, misalnya dalam kata aruku「歩く」, yomu「読む」, kangaeru「考える」,
dan lain-lain. Sebaliknya, mushidoushi merupakan kata kerja yang tidak berdasarkan
kemauan seseorang, misalnya dalam kata taoreru「倒れる」, ushinau「失う」, dan
lain-lain.
Suatu kata kerja dapat termasuk dua jenis kata kerja pada satu waktu, misalnya
“Ojisan wa kaisha e iku「おじさんは会社へ行く」” selain dapat digolongkan dalam
doutaidoushi「動態動詞」dapat digolongkan pula dalam ishidoushi「意志動詞」
14
karena ‘si paman dengan sengaja pergi ke kantor, bukan secara tidak sengaja’. Contoh
lainnya ialah pada kalimat “mado ga shimaru 「 窓 が 閉 ま る 」 ”, selain dapat
digolongkan dalam jidoushi「自動詞」dapat juga digolongkan dalam muishidoushi
「無意志動詞」karena ‘jendela tertutup tanpa disengaja, bukan merupakan sesuatu
yang dikehendaki’.
2.3 Definisi Nomina, Adjektiva dan Verba Bahasa Indonesia.
Pada sub bab ini, penulis akan membahas mengenai teori yang berhubungan dengan
kata benda (nomina), kata sifat (adjektif), kata kerja (verba) bahasa Indonesia.
2.3.1 Definisi Nomina
Menurut Sakri (1994:39) nomina atau kata benda adalah kata yang melambangkan
sesuatu yang berupa benda, baik yang nyata dapat diserap panca indera, makhluk,
maupun segala sesuatu yang kita perlukan, atau kita bayangkan, sebagai benda abstrak.
Menuru Burton-Roberts dalam Putrayasa (2007:72) nomina adalah nama seseorang,
tempat, atau benda. Mengenali kata benda merujuk benda berwujud tidak sulit, misalnya,
meja, gunung, binatang, kucing, mawar, orang, dan lain-lain. Untuk mengenali kata
benda yang merujuk pada benda abstrak, kita harus membuka kamus, misalnya, abad,
arah, adat, ahli, maksud, dan lain-lain (Sakri, 1994:39)
Dalam kalimat , nomina dapat menduduki posisi subjek, objek atau pelengkap.
Misalnya, kata pemerintah dan perkembangan dalam kalimat Pemerintah akan
memantapkan perkembangan adalah nomina. Nomina tidak dapat diingkarkan dengan
kata ’tidak’. Kata pengingkarnya ialah ’bukan’ (Alwi, et al.,2000:213). Misalnya, untuk
mengingkarkan kalimat Ayah saya guru harus dipakai kata ’bukan’ menjadi Ayah saya
15
bukan guru. Nomina umumnya dapat diikuti oleh adjektiva, baik secara langsung
maupun dengan diantarai oleh kata ’yang’ (Alwi,et al.,2000:213). Misalnya , kata ’buku’
dan kata ’rumah’ adalah nomina karena dapat bergabung menjadi buku baru dan rumah
mewah atau buku yang baru dan rumah yang mewah.
Menurut Widjono (2007:134) nomina dapat dibedakan menjadi :
1. Berdasarkan bentuknya: (a) nomina dasar: rumah, orang, burung; dan
sebagainya. (b) nomina turunan:
ke-
: kekasih, kehendak, ketua
per-
: pertanda, persegi
pe-
: petinju, petani, pelempar
peng-
: pengawas, pengekor, pengacara
-an
: tulisan, bacaan, kiriman
peng-an : pengawasan, penggarapan, penganiayaan
per-an
: persatuan, perdamaian, pertahanan
ke-an
: kemerdekaan, kesatuan, kesehatan
2. Berdasarkan subkategori: (a) nomina bernyawa (kerbau, sapi, manusia) dan tidak
bernyawa (bunga, rumah, sungai); (b) nomina terbilang (lima orang mahasiswa,
tiga ekor kuda, sekuntum bunga); dan tak terbilang (air, laut, awan, langit).
2.3.2 Definisi Adjektiva
Menurut Alwi (2003:171) kata sifat adalah kata yang memberikan keterangan yang
lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat. Kata sifat
yang memberikan keterangan terhadap nomina dalam kalimat.
16
Menurut Moeliono (2003:194) kata sifat dalam bahasa Indonesia jika diberi afiks
seperti: meng-, meng- -kan, ter- dan ber- bisa menjadi kata kerja. Contoh :
1. Afiks meng-
: menarik, memukau, memikat, dan lain-lain.
2. Afiks meng- -kan : menggembirakan, memalukan, menakutkan dan lain-lain.
3. Afiks ter-
: terkenal, terharu, terkejut dan lain-lain.
4. Afiks ber-
: beruntung, berbahaya, berkembang dan lain-lain.
Menurut Alwi (2003:172) kata sifat menunjukkan adanya dua tipe pokok:
1. Kata sifat bertaraf yang mengungkapkan suatu kualitas. Yang termasuk kata sifat
bertaraf yaitu: aman, bersih berat, merah, lambat, lambat, jauh, bangga, lembut
dansebagainya.
2. Kata sifat tak bertaraf mengungkapkan keanggotaan dalam suatu golongan. Kata
sifat tak bertaraf menempatkan acuan nomina yang diwatasinya di dalam
kelompok atau golongan tertentu. Kehadirannya di dalam lingkungan itu tak
dapat bertaraf-taraf, seperti: mutlak, tentu, kekal, ganda, dan sebagainya.
Ada beberapa kata sifat yang dapat dipakai sebagai kata sifat bertaraf dan sebagai
kata sifat tak bertaraf sekaligus. Hal itu bergantung pada makna yang akan disampaikan .
Ambillah sebagai contoh kata sifat ‘sadar’. Pada frasa ‘rakyat yang sadar’ kata ‘sadar’
termasuk adjektiva bertaraf dengan makna ‘insaf akan keadaan sosial politik’. Rakyat
itu dapat bertaraf-taraf kesadarannya sehingga dapat dikatakan lebih sadar, kurang sadar,
sangat sadar. Namun, pada kalimat ‘Pasien itu hingga sekarang belum sadar’ kata
‘sadar’ merupakan adjektiva tak bertaraf yang bermakna ‘keadaan ingat akan dirinya’.
Pada pemakaian seperti itu orang hanya dapat dikatakan sadar atau tidak sadar, dan
karena itu tidak mungkin ada pewatasan kualitas atau intensitas.
17
2.3.3 Definisi Verba
Menurut Sakri (1994:53) verba atau kata kerja adalah kata yang melambangkan
sesuatu perbuatan (aksi) atau kegiatan. Verba atau kata kerja dapat diidentifikasi dan
dibedakan dari kelas kata lain karena memiliki ciri-ciri berikut ( Alwi, et al., 2003:87):
a. Verba memiliki fungsi utama sebagai predikat atau sebagai inti predikat dalam
kalimat walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain.
b. Verba mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang
bukan sifat atau kualitas. Misalnya kata ’membesar’ menyatakan perubahan dari
suatu keadaan yang kecil ke keadaan yang tidak kecil lagi.
c. Verba, khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapt diberi prefiks ’ter’ yang
berarti ’paling’. Misalnya, verba seperti ’mati’ atau ’suka’ tidak dapat diubah
menjadi ’termati’ atau ’tersuka’.
d. Pada umumnya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan
makna kesangatan. Tidak ada bentuk seperti ’agak belajar’, ’sangat pergi’,
dan ’bekerja sekali’.
Bahasa Indonesia pada dasarnya mempunyai dua macam bentuk verba (Alwi, et al.,
2003:100-101), yakni:
a. Verba Asal yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks atau imbuhan.
Misalnya, kata ’tinggal’, ’mati’, ’lahir’, dan lain-lain.
b. Verba Turunan yaitu verba yang dibentuk melalui pengafiksan atau
menambahkan imbuhan. Ada empat macam afiks atau imbuhan yaitu: 1) prefiks
yang diletakkan di awal kata; 2) sufiks diletakkan di akhir kata; 3) konfiks
merupakan gabungan prefiks dan sufiks yang mengapit kata dasar dan
18
membentuk satu kesatuan; 4) infiks atau sisipan adalah bentuk afiks yang
ditempatkan di tengah kata dasar.
Menurut Alwi, et al (2003:103), dalam bahasa Indonesia terdapat prefiks verbal
yaitu meng- (mengambil, mengikat), per- (perlebar, perluas), dan ber- (berunding,
beranting). Disamping itu terdapat pula prefiks di- (dibuat, dipagar) dan ter- (terpercaya,
tercermin) yang menggantikian meng- pada jenis klausa atau kalimat tertentu. Jumlah
sufiks untuk verba ada tiga, yakni –kan (daratkan, kuningkan), -i (adili, dekati), dan –an
(jualan, pacaran). Konfiks verba adalah ke-an (kelaparan, kecurian) dan ber-an
(berjatuhan, berjualan).
2.4 Teori Terjemahan
Pada sub bab ini penulis akan membahas mengenai teori yang berhubungan dengan
terjemahan.
2.4.1 Pengertian Penerjemahan
Menurut Simatupang (2000: 2) menerjemahkan adalah mengalihkan makna yang
terdapat dalam bahasa sumber (BSu) ke dalam bahasa sasaran (BSa) dan
mewujudkannya kembali di dalam bahasa sasaran dengan bentuk-bentuk yang sewajar
mungkin menurut aturan-aturan yang berlaku dalam bahasa sasaran.
Ada banyak pengertian mengenai penerjemahan yang dapat ditemukan dalam setiap
buku mengenai penerjemahan. Menurut Catford (1965:1) menerjemahkan adalah suatu
kegiatan yang terjadi dalam bahasa: proses mengganti teks dari suatu bahasa ke teks
dalam bahasa lain (Catford, 1965:1). Ia juga mengatakan bahwa "Menerjemahkan adalah
mengganti kata-kata dari suatu bahasa (BSu) ke bahasa lain (BSa) dengan susunan
material yang ekuivalen".
19
Forster dalam Nida (1964: 192) menggaris bawahi bahwa penerjemahan yang bagus
adalah "Penerjemahan yang memenuhi tujuan yang sama seperti dalam teks bahasa
sumber". Knox dalam Nida (1964: 164) juga mengemukakan bahwa penerjemahan yang
bagus adalah penerjemahan yang dapat dibaca dengan ketertarikan dan kenikmatan yang
sama seperti yang ditemukan dalam bentuk aslinya.
Proses merubah bentuk tulisan maupun lisan dari satu bahasa ke bahasa lain disebut
translation. Proses yang dimaksud disini adalah langkah dalam menerjemahkan. Oleh
karena itu, penerjemah maupun pembelajar bahasa asing diharapkan mengenal setiap
langkah yang harus dikerjakan dalam merubah tulisan (teks) dari bahasa sumber (BSu)
ke bahasa target (BSa). Itulah yang disebut dengan membuat terjemahan atau
menerjemahkan menurut Newmark (1981).
Langkah-langkah dalam menerjemahkan teks menjadi kegiatan setiap orang yang
ingin menyampaikan pesan dari satu bahasa ke bahasa lain. Maka dari itu, sebagai
seorang penerjemah perlu untuk memperhatikan bentuk teks dalam bahasa sumber
karena translation adalah kegiatan merubah bentuk kalimat bahasa sumber ke bentuk
kalimat bahasa target dengan memperhatikan struktur semantik. Makna adalah satusatunya hal yang harus tetap dijaga dan tidak boleh berubah dari bahasa sumber.
Bagaimanapun juga, yang boleh berubah dalam translation hanyalah bentuk kalimat
(Larson, 1984: 3).
Oleh karena itu, seorang penerjemah harus mengetahui bahwa dalam menerjemahkan
bukan hanya masalah pengertian/makna yang harus diperhatikan. Akan tetapi bentuk
bahasa juga perlu diperhatikan untuk mendapatkan pengertian/makna yang ekuivalen
dan bentuk bahasa dalam bahasa target seperti yang dikatakan Nida dalam Lie (2005):
20
"Translation consists of reproducing in the receptor language the clostest
natural equivalent to the message of the (original) language, first in terms of
meaning and secondly in terms of style. By natural, we mean that the
equivalent meaning forms should not be 'foreign' either in form or
meaning."
Terjemahan:
Menerjemahkan adalah mereproduksi bahasa sumber ke bahasa target
dengan pengertian yang alami yang memiliki pengertian yang semirip
mungkin. Pertama adalah makna, dan kedua adalah gaya. Yang dimaksud
menerjemahkan dengan alami adalah bahwa makna yang ekuivalen tidak
boleh asing baik dalam bentuk kalimat maupun makna menurut kaidah BSa
Yang dimaksud dengan source language (bahasa sumber) dan receptor language
(bahasa target) yang disebut diatas menurut Nida dalam Lie (2005) adalah; source
language adalah bahasa yang akan diterjemahkan, sedangkan yang dimaksud dengan
receptor language adalah bahasa hasil terjemahan. Berdasarkan pengertian tersebut,
penulis akan memfokuskan pada analisis teks bahasa Jepang sebagai bahasa sumber dan
bahasa Indonesia sebagai bahasa target.
Menerjemahkan bukanlah suatu kegiatan yang sederhana (Larson, 1984: 22). Karena
bukan hanya bahasa yang berbeda, tetapi setiap bahasa memiliki kode dan peraturan
yang berbeda satu sama lain. Seperti yang kita ketahui, dalam bahasa Indonesia tidak
mengenal tenses, tetapi dalam bahasa Jepang mengenal tenses. Selain itu, Jepang dan
Indonesia memiliki kebudayaan yang sangat berbeda yang mungkin tidak akan dapat
diterjemahkan dari bahasa Jepang ke bahasa Indonesia maupun sebaliknya. Sehingga
penerjemahan tidak bisa dilakukan hanya dengan menerjemahkan secara harafiah.
Setelah mengemukakan beberapa pengertian tersebut diatas, penulis menyimpulkan
bahwa menerjemahkan adalah merubah bahasa sumber ke bahasa target tanpa merubah
pengertian. Dan itu berarti bahwa sebelum menerjemahkan, seorang penerjemah harus
21
mengenal target pembaca hasil terjemahannya. Penerjemahan yang baik adalah
penerjemahan yang memberikan kepuasan bagi pembacanya seperti membaca teks
aslinya.
Menurut Hoed (1992:4) penerjemahan adalah suatu kegiatan mengalihkan amanat
dari satu bahasa, yaitu bahasa sumber (disingkat BSu) ke dalam bahasa lain yaitu bahasa
sasaran (disingkat BSa). Dengan demikian, dalam penerjemahan selalu terlibat dua
bahasa. Bila suatu teks tertulis dalam BSu, akan disebut teks sumber (disingkat TSu),
dan bila suatu teks tertulis dalam BSa, akan disebut teks sasaran (disingkat TSa).
Menurut Finlay dalam Simatupang (2002: 2) idealnya, hasil penerjemahan
seharusnya memberikan rasa yang sama seperti membaca teks aslinya yang membuat
pembaca tidak menyadari bahwa dia sedang membaca suatu terjemahan.
2.4.2 Pergeseran Penerjemahan
Berdasarkan konsep kesetaraan penerjemahan, tidak semua elemen dari satu bahasa
sama dengan elemen yang ada di bahasa lain. Pergeseran penerjemahan terjadi pada
beberapa poin dan level teks. Pergeseran penerjemahan terjadi tidak ada kesesuaian
suatu ekspresi dari teks bahasa sumber untuk direalisasikan secara ekuivalen dalam
bahasa sasaran.
Pergeseran penerjemahan, sebuah konsep yang diasosiasikan oleh Catford dalam
Machali (1998:12) sebagai bentuk berbeda yang dihasilkan oleh orang yang berbeda,
Larson (1989:20) menyebutnya sebagai ketidaksesuaian struktur, dan Newmark (1989:9)
mengartikannya sebagai konsep perubahan. Menurut Halliday dalam Machali
(1998:150), ada dua jenis pergeseran penerjemahan yang bisa terjadi. Yang pertama
adalah obligartory shift atau pergeseran tetap yang bisa berupa pergeseran struktur
22
gramatikal, kohesi, dan pengucapan. Sedangkan yang kedua adalah optional shift atau
pergeseran pilihan. Optional shift bisa berupa pergeseran makna, referensi, interpersonal,
dan tekstual.
Penelitian ini termasuk dalam obligartory shift atau pergeseran tetap secara
gramatikal. Dalam Sudjianto dan Dahidi (2004:134), gramatika sering diartikan sebagai
aturan-aturan menyusun bentuk satuan bahasa tertentu. Yang dimaksud bahasa tertentu
disini yaitu bahasa alami tertentu, bisa bahasa Jepang, bahasa Inggris, bahasa Cina, dan
sebagainya, lalu yang disebut bentuk satuan bahasa biasanya mengacu pada kata, klausa,
kalimat, wacana, dan sebagainya. Sehingga dalam penelitian ini, yaitu pergeseran
penerjemahan kata benda bahasa Jepang menjadi kata sifat bahasa Indonesia yang
merupakan pergeseran kelas kata termasuk dalam pergeseran tetap atau obligartory shift
secara gramatikal dimana kelas kata tersebut merupakan bagian dari gramatika.
Pergeseran penerjemahan ini terkadang terjadi karena penerjemah tidak bisa
menemukan bentuk yang benar-benar sama dengan teks bahasa sumber, sehingga perlu
direalisasikan ke dalam bahasa sasaran. Hal ini dilakukan untuk membuat teks ini dapat
diterima dalam masyarakat bahasa sasaran.
Dalam penerjemahan, pergeseran atau shift rank merupakan hal yang wajar terjadi
sebagaimana Vinay and Darbelnet's dalam Newmark (1989:10) yang mencontohkan
beberapa shift rank, yaitu:
1. Kata kerja dalam BSu menjadi kata benda dalam BSa
2. Kata hubung dalam BSu menjadi kata kerja tidak beraturan dalam BSa
3. Klausa dalam BSu menjadi sekumpulan kata benda dalam BSa
4. Sekumpulan kata kerja dalam BSu menjadi kata kerja dalam BSa
5. Sekumpulan kata benda dalam BSu menjadi kata benda dalam BSa
23
6. Kalimat rumit dalam BSu menjadi kalimat biasa dalam BSa
Simatupang (2000:74-82) menyebutkan jenis-jenis pergeseran dalam terjemahan
sebagai berikut :
1. Pergeseran pada tataran morfem
Bahasa Inggris
Bahasa Indonesia
impossible
tidak mungkin
recycle
daur ulang
2. Pergeseran pada tataran sintaksis
a. Kata ke frasa
Bahasa Inggris
Bahasa Indonesia
girl
anak perempuan
stallion
kuda jantan
b. Frasa ke klausa
TSu: Not knowing what to say, (he just keep quiet)
TSa: (Karena) dia tidak tahu apa yang hendak dikatakannya, (...)
c. Frasa ke kalimat
TSu: His misinterpretation of the situation (caused his downfall).
TSa: Dia salah menafsirkan situasi (dan itulah yang menyebabkan kejatuhannya)
d. Klausa ke kalimat
TSu: Her unusual voice and singing style thrilled her fans, who reacted by ,
screaming, crying, and clapping.
TSa: Suaranya yang luar biasa dan gayanya bernyanyi memikat para
penggemarnya. Mereka memberikan reaksi dengan berteriak-teriak dan
bertepuk tangan.
24
e. Kalimat ke wacana
TSu: Standing in a muddy jungle clearing strewn with recently felled trees, the
Balinese village headman looked at his tiny house at the end of a line of
identical buildings and said he felt strange.
TSa: Kepala kampong orang Bali itu berdiri di sebuah lahan yang baru dibuka di
tengah hutan. Batang-batang pohon yang baru ditebang masih berserakan di
sana-sini. Dia memandang rumahnya yang kecil yang berdiri di ujung
deretan rumah yang sama bentuknya dan berkata bahwa dia merasa aneh.
3. Pergeseran kategori kata
a. Nomina ke adjektiva
TSu: He is in good health.
TSa: Dia dalam keadaan sehat.
b. Nomina ke verba.
TSu: We had a very long talk.
TSa: Kami berbicara lama sekali.
4. Pergeseran pada tataran semantik
Pergeseran makna pada tataran semantik dapat berupa pergeseran makna generik ke
makna spesifik maupun sebaliknya. Misalnya pada penerjemahan kata bahasa Inggris
leg atau foot ke dalam bahasa Indonesia, maka padanan yang paling dekat untuk kedua
kata tersebut adalah kaki. Di sini penerjemahan bergerak dari makna spesifik ke makna
generik.
5. Pergeseran makna karena perbedaaan sudut pandang budaya
Pergeseran makna juga terjadi karena perbedaan sudut pandang dan budaya penutur
bahasa-bahasa yang berbeda. Misalnya orang Inggris menghubungkan ruang angkasa
25
dengan kedalaman, sedangkan orang Indonesia dengan ketinggian dan kejauhan. Jadi
orang Inggris akan mengatakan ’The space-ship travelled deep into space’, sedangkan
orang Indonesia akan berkata ’kapal ruang angkasa itu terbang tinggi sekali di ruang
angkasa’.
26
Download
Study collections