Teknologi Reproduksi Teknologi reproduksi merupakan satu kesatuan dari teknik-teknik rekayasa sistem reproduksi hewan yang dikembangkan melalui suatu proses penelitian dalam bidang reproduksi hewan secara terus menerus dan berkesinambungan dengan hasil berupa alat, metoda ataupun alat dan metoda yang dapat diaplikasikan dengan tujuan tertentu. Terdapat banyak sekali teknologi reproduksi yang bisa diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan usaha peternakan yang ditujukan untuk meningkatkan populasi dan produksi. Beberapa diantaranya telah dipakai di Indonesia namun sebagian besar masih merupakan teknologi yang langka yang umumnya dikarenakan biaya perlakuannya dan peralatannya sangat mahal. Bioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup (bakteri, jamur, virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup (enzim, alkohol) dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Dewasa ini, perkembangan bioteknologi tidak hanya didasari pada biologi semata, tetapi juga pada ilmu-ilmu terapan dan murni lain, seperti biokimia, komputer, biologi molekular, mikrobiologi, genetika, kimia, matematika, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, bioteknologi adalah ilmu terapan yang menggabungkan berbagai cabang ilmu dalam proses produksi barang dan jasa. Bioteknologi secara sederhana sudah dikenal oleh manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Sebagai contoh, di bidang teknologi pangan adalah pembuatan bir, roti, maupun keju yang sudah dikenal sejak abad ke-19, pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas-varietas baru di bidang pertanian, serta pemuliaan dan reproduksi hewan. Di bidang medis, penerapan bioteknologi di masa lalu dibuktikan antara lain dengan penemuan vaksin, antibiotik, dan insulin walaupun masih dalam jumlah yang terbatas akibat proses fermentasi yang tidak sempurna. Perubahan signifikan terjadi setelah penemuan bioreaktor oleh Louis Pasteur. Dengan alat ini, produksi antibiotik maupun vaksin dapat dilakukan secara massal. Pada masa ini, bioteknologi berkembang sangat pesat, terutama di negara negara maju. Kemajuan ini ditandai dengan ditemukannya berbagai macam teknologi semisal rekayasa genetika, kultur jaringan, rekombinan DNA, pengembangbiakan sel induk, kloning, dan lain-lain. Teknologi ini memungkinkan kita untuk memperoleh penyembuhan penyakit-penyakit genetik maupun kronis yang belum dapat disembuhkan, seperti kanker ataupun AIDS. Penelitian di bidang pengembangan sel induk juga memungkinkan para penderita stroke ataupun penyakit lain yang mengakibatkan kehilangan atau kerusakan pada jaringan tubuh dapat sembuh seperti sediakala. Di bidang pangan, dengan menggunakan teknologi rekayasa genetika, kultur jaringan dan rekombinan DNA, dapat dihasilkan tanaman dengan sifat dan produk unggul karena mengandung zat gizi yang lebih jika dibandingkan tanaman biasa, serta juga lebih tahan terhadap hama maupun tekanan lingkungan. Penerapan bioteknologi di masa ini juga dapat dijumpai pada pelestarian lingkungan hidup dari polusi. Sebagai contoh, pada penguraian minyak bumi yang tertumpah ke laut oleh bakteri, dan penguraian zat-zat yang bersifat toksik (racun) di sungai atau laut dengan menggunakan bakteri jenis baru. Kemajuan bioteknologi di berbagai bidang sangat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas maupun kuantitas dari suatu produk. Bioteknologi mempunyai beberapa arti antara lain: 1. Suatu kumpulan teknik yang memungkinkan pemasukan gen-gen asing dengan stabil ke dalam jalur bibit suatu organisme. 2. Suatu kumpulan teknik yang memungkinkan individu-individu memberikan suatu sumbangan yang luar biasa kepada lubuk (pool) gamet atau sigot dari beberapa populasi tertentu. Dengan demikian pada prinsipnya bioteknologi merupakan pemanfaatan makhluk hidup menghasilkan (mikroba, bahan atau kesejahteraan umat manusia. tumguhan, sumber hewan) daya yang beserta memiliki sistemnya, nilai sehingga tambah bagi Contoh bioteknologi pada bidang peternakan, khususnya bioteknologi reproduksi adalah inseminasi buatan (IB), transfer embrio (TE), pemisahan jenis kelamin, pemisahan spermatozoa X dan Y, In Vitro Fertilization (IVF) atau lebih dikenal dengan bayi tabung, kloning dan sebagainya. Di Bidang peternakan khususnya sapi, bioteknologi reproduksi mulai berkembang pesat pada tahun 1970-an. Teknologi Inseminasi Buatan berperan penting dalam rangka peningkatan mutu geneti dari segi pejantan. Sperma beku dapat diproduksi dan digunakan dalam jumlah banyak cukup dengan memelihara pejantan berkualitas baik dipusat IB. Teknologi transfer embrio yang diterapkan secara bersama dengan teknologi IB dapat mengoptimalkan sekaligus potensi dari sapi jantan dan betina berkualitas unggul. Kemajuan di Bidang manipulasi mikro, khususnya pembelian embrio sebelum ditransfer pada resipien sangat bermanfaat bila ditinjau dari segi eknomi. Sapi jantan lebih menguntungkan untuk usaha produksi daging., sedangkan sapi betina lebih menguntungkan untuk usaha produksi susu. Untuk tujuan penentuan jenis kelamin embrio, biopsi dapat dilakukan pada tahap embrional dan selanjutnya embrio dapat langsung di transfer pada resipien tau disimpan dengan teknik pembekuan. Dalam rangka meneruskan keturunan suatu individu, secara alamiah diperlukan suatu proses perkawinan dimana jantan dan betina mutlai diperlukan. Jantan akan menghasilkan sel kelamin jantan (sperma) dan betina akan menghasilkan sel kelamin betina (sel telur). Pada hewan menyusui proses pembuahan dan perkembangan selanjutnya terjadi di dalam tubuh induk sampai proses kelahiran. Program peningkatan produksi dan kualitas pada hewan ternak (dalam hal ini sapi) berjalan lambat bila proses reproduksi dilakukan secara alamiah. Dengan rekayasa bioteknologi reproduksi, proses reproduksi dapat dimaksimalkan antara lain dengan teknologi Inseminasi Butana (IB). Transfer Embrio (TE), pembekuan embrio dan manipulasi embrio. Tujuan utama dari teknik IB adalah memaksimalkan potensi pejantan berkualitas unggul. Sperma dari sutau pejantan berkualitas unggul dapat digunakan untuk beberapa ratus bahkan ribuan betina, meksipun seprma tersebut dikirim kesuatu tempat yang jauh. Perkembangngan selanjutnya adalah teknologi TE dimana bukan hanya potensi dari jantan saja yang dioptimalkan, melainkan potensi betina berkualitas unggul juga dapat dimanfatkan secara optimal. Pada betina untuk bunting hanya sekali dalam setahun (9 bulan bunting dan persiapan bunting selanjutnya) dan hanya mampu menghasilkan satu atau dua anak bila terjadi kembar. Dengan teknik TE betina unggul tidak perlu bunting tetapi hanya berfungsi menghasilkan embrio yang untuk selanjutnya bias ditransfer (dititipkan) pada induk titipan (resipien) dengan kualitas yang tidak perlu bagus tetapi mempunyai kemampuan untuk bunting. Kematian bukan lagi merupakan berakhirnya proses untuk meneruskan keturunan. Dengan teknik bayi tabung (IVF), sel telur yang berada dalam ovarium betina berkualitas unggul sesaat setelah mati dapat diproses diluar tubuh sampai tahap embrional. Selanjutnya embrio tersebut ditransfer pada resipien sampai dihasilkan anak. Produksi embrio dalam jumlah banyak (baik dengan teknik TE maupun bayi tabung) ternyata juga dapat menghasilkan masalah karena keterbatasan resipien yang siap menerima embrio. Untuk mengatasi masalah tersebut dikembangkan metode pembekuan embrio. Selain berbagai teknik tersebut di atas, potensi dari hasil yang masih dapat dioptimalkan dengan teknologi manipulasi mikro, penetuan jenis kelamin tahap embrional, sexing sperma dan teknik kloning. Berikut ini beberapa aplikasi teknolgi yang dapat dikembangkan untuk tujuan meningkatkan populasi dan produksi pada ternak: Inseminasi Buatan Yang dimaksud dengan Inseminasi Buatan adalah Kawin buatan dengan menggunakan semen beku pejantan unggul. Keuntungan IB: 1. Bibit unggul selalu tersedia dan mudah diperoleh dan bisa disediakan untuk hampir semua peternak. 2. Pengurangan kemungkinan terjadinya bahaya, pekerjaan dan ongkos perawatan. Pada umumnya pejantan kambing besar, galak dan berani menyerang manusia. 3. Bahaya lain ialah crossbreeding yang tidak disukai dapat dihindari. Dalam kawanan kambing yang terdiri atas bermacam-macam jenis ras kambing dengan hanya satu pejantan, maka crossbreeding tidak dapat dihindari. 4. Dapat menciptakan kambing pure-bred (ternak murni dari satu jenis). 5. Dengan IB, pemilihan pejantan yang baik lebih mudah dan lebih cepat dilaksanakan. 6. Pencegahan terhadap penjalaran penyakit menular yang tersebar dari hewan betina yang satu ke yang lainnya karena perkawinan secara alam. Dalam pelaksanaan IB ini dibutuhkan tenaga IB yang berpengalaman dan bertanggung jawab. Bila Pelaksana IB yang kurang pengalaman dan tidak bertanggung jawab, maka dapat merugikan program IB. Semen sejak keluar dari penis sampai penempatannya dalam alat reproduksi betina mengalami berbagai pengolahan seperti misalnya penampungan, pengujian atau penilaian, pengenceran, penyimpanan dan inseminasi; maka bila salah satu dari pengerjaan itu tidak beres, tujuan IB tentu tidak bisa tercapai. Inseminasi yang ceroboh akan mengakibatkan perlukaan pada serviks dan uterus. Bila tidak tepat waktu akan menyebabkan rendahnya angka konsepsi. Kurang kebersihan bisa merupakan sumber penyebaran penyakit dari kelompok kambing yang satu ke kelompok yang lainnya karena syarat-syarat dan Prosedur IB yang tidak diikuti dengan sebaik-baiknya. Inseminasi Buatan (IB) biasanya dilakukan pada ternak sapi dan telah terbukti memperbaiki produksi daging maupun susu. IB merupakan generasi kedua dari teknologi reproduksi. Tetapi pemanfaatan praktis pada ternak kambing dan domba masih memerlukan perubahan perilaku. Potensi ternak kambing dan domba dalam produksi adalah menyediakan bahan pangan asal hewan berupa daging dan susu (dari kambing prahan). Umumnya petani sudah terbiasa memelihara kambing yang akhirnya menjadi biasa-biasa saja. Yang belum dilakukan adalah bagaimana memproduksi ternak kambing yang tidak seperti biasanya, hasilnya lebih tinggi dan dagingnya lebih bermutu. Teknik Inseminasi Inseminasi berasal dari kata in yang berarti masuk atau memasukkan; kata semen berarti cairan yang mengandung sel kelamin jantan, media nutritif dan nonnutritif. Akhiran asi berarti proses atau kegiatan. Inseminasi buatan telah lama dikenal dengan istilah kawin suntik. Semen untuk IB dibedakan menjadi 2 yakni semen cair dan semen beku. Teknik IB dengan Semen Beku. Ini relatif mudah dilakukan. Peralatan yang diperlukan berupa: Spekulum berbentuk paruh bebek untuk membuka vagina; Artificial Insemination (AI) Gun untuk menembakkan semen ke dalam leher rahim; plastik sit untuk menempatkan straw (kemasan semen beku); pinset untuk mengambil straw; gunting untuk memotong ujung straw; dilengkapi dengan mangkok air untuk pencairan semen dalam straw yang disebut tawing; kertas tissue. Langkah kegiatan IB dengan menggunakan semen beku: Ambil straw dari dalam termos atau container dengan hati-hati; Pegang pada ujung kemasan, baca label yang tertera pada straw secara singkat; Lakukan tawing sekitar 5 detik; Ambil dan keringkan dengan usapan tisu; Tempatkan straw pada ujung AI gun, gunting ujung kemasan straw; Pasang plastik sit pada AI gun dan fiksasi agar posisi straw mantap; Bawa AI gun yang telah siap dan spekulum ke kandang ternak betina; Dengan pertolongan perawat ternak, angkat kedua kaki belakang kambing/domba sehingga badannya membentuk sudut 40 – 45 derajat terhadap lantai kandang; Buka vagina kambing dengan menggunakan spekulum yang sudah diberi pelumas, lihat posisi lubang cervics, incarlah; masukkan AI gun melalui lorong spekulum menuju ke lubang cervics, dorong hingga ke posisi empat atau batas cervics tertahan sesuatau tekanan, ujung gun masuk sekitar 1 cm; Semprotkan semen pada bagian tersebut, lalu tank AI gun perlahan-lahan; Tahan posisi kambing dengan sudut 45 derajat, selama 5 menit; Lepas kedua kaki kambing sehingga dapat berdiri kembali di kandang. Teknik IB dengan Semen Cair dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut : Lakukan penampungan semen dari seekor pejantan. Caranya siapkan seekor betina perangsang (teaser) untuk dinaiki oleh pejantan kemudian tampung semen yang dikeluarkan dengan menggunakan vagina buatan yang telah disiapkan; Segera bawa semen ke tempat teduh atau ruangan untuk pengenceran; Jika volume semen 2 ml maka dapat diencerkan dengan cairan fisiologis hingga menjadi 4 ml. Selanjutnya, isap dengan spuit yang ujungnya disambung dengan plastik sit sebanyak 0,2 ml setiap dosis IB; Selanjutnya bawa ke tempat betina berahi untuk diinseminasikan dengan prosedur sama dengan teknik IB dengan menggunakan semen beku. Cara ini lebih sederhana, tidak memerlukan perlakuan dan peralatan khusus. Sangat praktis dipergunakan pada sebuah peternakan yang memiliki bibit unggul sendiri dengan jumlah populasi hingga 50 ekor betina. Setiap kali penampungan semen dapat dipergunakan untuk betina antara 12 sampai 20 ekor. Optimasisasi Teknologi Inseminasi Buatan dengan Sinkronisasi Berahi Teknologi sinkronisasi berahi (penyerentakan berahi) adalah suatu cara untuk menimbulkan gejala berahi secara bersama-sama pada suatu populasi atau dengan selang waktu yang berdekatan yang dapat diramalkan pada hewan. Penggunaan teknologi sinkronisasi berahi akan mampu untuk mengoptimalkan efisiensi produksi dan reproduksi kelompok ternak. Disamping itu dapat juga mempermudah pelaksanaan inseminasi buatan. Tujuan Teknologi ini adalah untuk memanipulir proses reproduksi sehingga ternak akan terinduksi berahi dan proses ovulasinya, juga mempermudah pengamatan berahi dan dapat diinseminasi secara serentak atau dengan waktu yang berdekatan dan dengan hasil fertilitas yang normal. Teknik sinkronisasi dapat menggunakan hormon Progesteron maupun Prostaglandin. Penerapan dengan Prostaglandin lebih simpel dibandingkan dengan Progesteron karena waktu yang dibutuhkan lebih pendek. Beberapa peneliti mencoba mengoptimalkan teknologi ini dengan melakukan pemberian hormon lain seperti Luteinizing Hormon (LH) dan estradiol. Belakangan ini dicoba dengan pemberian Gonadotropin Releasing Hormon (GnRH) dan hCG. Metode Sinkronisasi yang dikombinasikan dengan sinkronisasi ovulasi dengan penambahan hormon GnRH atau hCG setelah injeksi prostaglandin meningkatkan ovulasi. pemberian hormon GnRH atau hCG merangsang sekresi hormon gonadotropin untuk merangsang perkembangan folikel dominan agar terovulasi. prinsipnya penggunaan prostaglandin (PGF2a) harus pada ternak yang sudah mempunyai corpus luteum sehingga corpus luteum akan teregresi, aibatnya produksi progesteron yang disekresikan oleh CL akan turun secara drastis. Hormon GnRH yang dihasilkan oleh hipotalamus akan merangsang sekresi Hormon LH dan FSH yang bertanggung jawab dalam pembentukan folikel dan ovulasi. Selain meningkatkan ovulasi, hormon hCG juga berperan untuk memperpanjang masa hidup corpus luteum, peningkatan sintesis progesteron, induksi ovulasi pada keseluruhan siklus estrus dan membantu pembentukan korpus luteum asesoris ketika diberikan pada awal fase luteal Aktivitas LH yang dikandungnya menyebabkan hCG bersifat luteotropik dan memperpanjangan fungsi corpus luteum beberapa hari, sehingga dapat meningkatkan kebuntingan. Hasil penelitian Situmorang dan Siregar (1997) menunjukkan bahwa pemberian hCG 42-47 jam setelah penyuntikan Prostaglandin mempercepat estrus, sedangkan pemberian hCG 57-60 jam setelah penyuntikan prostaglandin dapat lebih menyeragamkan estrus dan ovulasi. Lebih lanjut dilaporkan bahwa pada ternak yang disinkronisasi dengan Prostaglandin tanpa hCG, interval pemberian prostaglandin dan gejala estrus dan ovulasi cendrung lebih panjang dan variasinya juga besar. Ada dua cara melakukan sinkronisasi berahi yaitu dengan intramuscular dan intra uterin. Dosis hormon di sesuaikan dengan kebutuhan dan batas maksimal pemakaian dari produk. Bedasarkan hasil dari beberapa penelitian menyebutkan bahwa dosis yang diberikan mempengaruhi onset dan persentase estrus, smakin tinggi dosis yang digunakan maka berahi pada ternak semakin cepat terjadi. Embrio Transfer Pengembangan teknik embrio transfer atau teknik pencangkokan diperlukan induk jenis unggul yang menghasilkan embrio dan induk biasa yang akan menerima embrio untuk dibesarkan dalam uterusnya. Induk jenis unggul yang menghasilkan embrio selanjutnya disebut donor dan induk yang menerima embrio disebut resipien. Seekor donor dengan melalui metoda superovulasi dapat menghasilkan banyak embrio dalam satu periode berahi, dan jumlah resipien harus lebih banyak dari jumlah donor. Kondisi uterus donor dan resipien harus sama agar embrio yang dipindahkan dari donor ke resipien bisa tumbuh secara normal. Cara untuk menyamakan kondisi uterus donor dan resipien adalah menyerentakan berahi hewanhewan itu. Jika mereka dapat mengalami berahi dalam waktu yang sama maka keadaan uterus mereka akan mengalami perubahan-perubahan yang sama setelah berahi itu berlalu. Pengertian Transfer Embrio Manusia telah melakukan berbagai cara untuk meningkatkan populasi sapi untuk memenuhi kebutuhan daging. Banyak sekali inovasi dan penerapan teknologi untuk mewujudkannya. Teknologi transfer embrio (TE) pada sapi merupakan generasi kedua bioteknologi reproduksi setelah inseminasi buatan (IB). Transfer embrio adalah suatu proses dimana embrio dipindahkan dari seekor hewan betina yang bertindak sebagai donor pada waktu embrio tersebut belum mengalami implantasi, kepada seekor betina yang bertindak sebagai penerima sehingga resepien tersebut menjadi bunting. Transfer embrio adalah suatu metode buatan dalam perkawinan dengan cara membentuk embrio dari seekor betina induk unggul, yang disebut donor, kemudian dipindahkan dan dicangkokkan ke dalam saluran reproduksi induk betina lainnya dalam spesies yang sama, yang disebut resipien (Bedirian et al. 1977) Teknologi TE (transfer embrio) pada sapi merupakan generasi kedua bioteknologi reproduksi setelah inseminasi buatan (IB). Pada prinsipnya teknik TE adalah rekayasa fungsi alat reproduksi sapi betina unggul dengan hormon superovulasi sehingga diperoleh ovulasi sel telur dalam jumlah besar. Sel telur hasil superovulasi ini akan dibuahi oleh spermatozoa unggul melalui teknik IB sehingga terbentuk embrio yang unggul. Embrio yang diperoleh dari donor dikoleksi dan dievaluasi, kemudian ditransfer ke induk resipien sampai terjadi kelahiran. TE memungkinkan induk betina unggul memproduksi anak dalam jumlah banyak tanpa harus bunting dan melahirkan. TE dapat mengoptimalkan bukan hanya potensi dari jantan saja tetapi potensi betina berkualitas unggul juga dapat dimanfaatkan secara optimal. Pada proses reproduksi alamiah, kemampuan betina untuk bunting hanya sekali dalam 1 tahun (9 bulan bunting ditambah persiapan untuk bunting berikutnya) dan hanya mampu menghasilkan 1 atau 2 anak bila terjadi kembar. Menggunakan teknologi TE, betina unggul tidak perlu bunting tetapi hanya berfungsi menghasilkan embrio yang untuk selanjutnya bisa ditransfer (dititipkan) pada induk titipan (resipien) dengan kualitas genetik rata-rata tetapi mempunyai kemampuan untuk bunting. PROSES TRANSFER EMBRIO Teknologi transfer embrio merupakan aplikasi bioteknologi reproduksi ternak melalui teknik Multiple Ovulation Embrio Transfer (MOET) serta rekayasa genetic untuk meningkatkan mutu genetik dalam waktu yang lebih singkat dan jumlah yang lebih banyak. Teknik produksi embrio dapat dilaksanakan dengan beberapa cara seperti cara konvensional atau in vivo dan metode invitro serta Oocyt Pick Up (OPU). Produksi embrio dengan cara in vivo ialah salah satu teknik produksi embrio dimana pembentukan embrio berlangsung di dalam alat reproduki betina sedangkan metode invitro adalah sebaliknya yaitu proses pembentukan embrionya berlangsung di luar alat reproduksi. Dan untuk pengembangan dan peningkatan produksi dalam rangka penekanan biaya produksi dapat diterapkan teknik kloning Embrio. Embrio yang digunakan untuk transfer embrio dapat berupa embrio segar atau embrio beku (freezing embrio). Embrio beku efisien untuk dipakai karena dapat disimpan lama sebagai stock dan dapat dibawa ke daerah-daerah yang membutuhkan.Sedangkan embrio segar hanya dapat di transfer pada saat produksi dilokasi yang berdekatan dengan donor. Peningkatan mutu genetik dengan ketersediaan anak keturunan yang banyak maka diarahkan kepada: 1. Transfer Embrio Jenis Sapi Potong. Untuk menghasilkan bibit yang akan menghasilkan bibit dasar dengan pertambahan bobot badan > 1,5 kg/hari dan mencapai berat > 400 kg pada umur 1,5 tahun. Yang telah di produksi antara lain Simenthal, Limousin, Brangus, Brahman, Angus dan Crossing Simenthal dan Brahman 2. Transfer Embrio Sapi Perah. Untuk menghasilkan bibit dasar (Fondation stock) dengan kriteria dari induk produksi susu > 7000 kg laktasi dan untuk pejantan mewariskan produksi susu > 10.000 kg laktasi. Bangsa yang telah di produksi adalah FH. Berikut merupakan penjelasan dari masing-masing proses transfer embrio : 1. Pengadaan Sapi Donor dan Sapi Resipien Seleksi dilakukan dengan tujuan agar hewan yang dijadikan sebagai donor maupun resipien merupakan hewan yang layak mendapat perlakuan terhadap teknologi transfer embrio. Calon donor yang akan dipakai harus diseleksi dengan kriteria sbb: a. Memiliki genetik yang unggul (Genetik Superiority) b. Mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi (High Reproductivity), sehat secara serologis bebas dari penyakit hewan menular terutama penyakitpenyakit reproduksi c. Memiliki nilai pasar tinggi. d. Sejarah reproduksi diketahui, mempunyai siklus birahi normal dan kemampuan fertilitas tinggi Pada calon resipient diberikan persyaratan berikut : a. Minimal sudah beranak atau dara yang mempunyai performans yang baik mempunyai berat badan minimal 300 kg b. Bebas penyakit menular terutama penyakit reproduksi. c. Sejarah reproduksi tidak menunjukkan gejala infertil, mempunyai siklus normal, tanda birahi terlihat jelas, intensitas lendir birahi normal dan transparan dan mempunyai interval birahi antara l8 -24 hari. d. Sapi resipien tidak harus mempunyai mutu genetik yang baik dan berasal dari bangsa yang sama, tetapi harus mempunyai organ dan siklus reproduksi normal, tidak pernah mengalami kesulitan melahirkan (distokia) 2. Super Ovulasi Sapi merupakan ternak uniparous, dimana sel telur yang terovulasi setiap siklus berahi biasanya hanya satu buah. Dalam program TE, untuk merangsang terjadinya ovulasi ganda, maka diberikan hormon superovulasi sehingga diperoleh ovulasi sel telur dalam jumlah besar. Hormon yang banyak digunakan untuk rekayasa superovulasi adalah hormon gonadotropin seperti Pregnant Mare’s Serum Gonadotripin (PMSG) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH). Penyuntikan hormon gonadotropin akan meningkatkan perkembangan folikel pada ovarium (folikulogenesis) dan pematangan folikel sehingga diperoleh ovulasi sel telur yang lebih banyak. Hormon FSH mempunyai waktu paruh hidup dalam induk sapi antara 25 jam. Pemberian FSH dilakukan sehari dua kali yaitu pada pagi dan sore hari selama 4 hari dengan dosis 28 - 50 mg (tergantung berat badan). Perlakuan superovulasi dilakukan pada hari ke sembilan sampai hari ke 14 setelah berahi. 3. Penyerentakan Berahi Penyerentakan berahi atau sinkronisasi estrus adalah usaha yang bertujuan untuk mensinkronkan kondisi reproduksi ternak sapi donor dan resipien. Sinkronisasi estrus umumnya menggunakan hormon prostaglandin F2a (PGF2a ) atau kombinasi hormon progesteron dengan PGF2a . Prosedur yang digunakan adalah: a. Ternak yang diketahui mempunyai corpus luteum (CL), dilakukan penyuntikan PGF2a satu kali. Berahi biasanya timbul 48 sampai 96 jam setelah penyuntikan. b. Apabila tanpa memperhatikan ada tidaknya CL, penyuntikan PGF2a dilakukan dua kali selang waktu 11-12 hari. c. Penyuntikan PGF2a pada ternak resipien harus dilakukan satu hari lebih awal daripada donor. Keadaan ini disebabkan karena pada ternak donor yang telah diberi hormon gonadotropin, berahi biasanya lebih cepat yaitu 36 - 60 jam setelah penyuntikan PGF2a, sedangkan pada resipien berahi biasanya timbul 48 - 96 jam setelah penyuntikan PGF2a 4. Inseminasi Buatan IB yang baik dilaksanakan 6 sampai 24 jam setelah timbulnya berahi. Berahi pada sapi ditandai oleh alat kelamin luar (vagina) berwarna merah, bengkak dan keluarnya lendir jernih serta tingkah laku sapi yang menaiki sapi lain atau diam apabila dinaiki sapi lain. Pada program TE, IB dilakukan dengan dosis ganda dimana satu straw semen beku biasanya mengandung 30 juta spermatozoa unggul. 5. Koleksi Embrio Koleksi embrio pada sapi donor dilakukan pada hari ke 7 sampai 8 setelah berahi. Sebelum dilakukan panen embrio, bagian vulva dan vagina dibersihkan dan disterilkan dengan menggunakan kapas yang mengandung alkohol 70%. Koleksi embrio dilakukan dengan menggunakan foley kateter dua jalur 16-20G steril (tergantung ukuran serviks). Pembilasan dilakukan dengan memasukkan medium flushing Modified Dulbecco Phosphate Buffered Saline (M-PBS) yang telah dihangatkan di dalam waterbath 37°C. Embrio yang didapat dari pembilasan bisa langsung di transfer ke dalam sapi resipien atau dibekukan untuk disimpan dan di transfer pada waktu lain. 6. Transfer Embrio Terdapat dua metode TE yang digunakan yaitu metode pembedahan dan metode tanpa pembedahan. Metode pembedahan dilakukan dengan jalan membuatan sayatan di daerah perut (laparotomi) baik sayatan sisi (flank incici) atau sayatan pada garis tengah perut (midle incici). Metode tanpa pembedahan dilakukan dengan memasukkan embrio kedalam straw kemudian ditransfer kedalam uterus resipien dengan menggunakan cassoue gun insemination. Tiga (3) Faktor penting yang harus diperhatikan guna keberhasilan pelaksanaan transfer embrio adalah : 1. Kualitas embrio yang akan di transfer; umur,kwalitas, jenis embrio (bela/segar) metode pembekuan adanyakontaminasi atau infeksi pada embrio. 2. Tingkat keterampilan petugas dalam mentranfer antara lain kemampuan mendeposisikan embrio secara tepat (sepertiga apexcornua uteri) dan cepat, tidak terjadi luka pada uterus, dan sapi tenang/tidak stres. 3. Respon sapi resipien terhadap sinkronisasi, kondisi pakan yang digunakan, kondisi tubuh dengan BCS (Body Condition Skor) sedang (2,8-3,5) tidak ditemukan peradangan, kondisi ovarium dan CL normal dan penjagaan sapi jangan sampai stres. C. MANFAAT DAN KEUNGGULAN TRANSFER EMBRIO Adapun manfaat teknologi transfer embrio adalah: 1. Meningkatkan mutu genetik ternak. 2. Mempercepat peningkatan populasi ternak. 3. Berpotensi mencegah berjangkitnya penyakit hewan menular yang ditularkan lewat saluran kelamin. 4. Mempercepat pengenalan material genetik baru lewat ekspor embrio beku. 5. Meningkatkan penyediaan sumber bibit unggul. 6. Memanfaatkan sapi lokal yang kurang unggul untuk menghasilkan keturunan yang unggul. 7. Meningkatkan pendapatan masyarakat Keunggulan teknologi transfer embrio dibandingkan inseminasi buatan adalah: a. Perbaikan mutu genetik pada IB hanya berasal dari pejantan unggul sedangkan dengan teknologi TE, sifat unggul dapat berasal dari pejantan dan induk yang unggul. b. Waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh derajat kemurnian genetik yang tinggi (purebred) dengan TE jauh lebih cepat dibandingkan IB dan kawin alam. c. Dengan teknik TE, seekor betina unggul mampu menghasilkan lebih dari 20 30 ekor pedet unggul per tahun, sedangkan dengan IB, hanya dapat menghasilkan satu pedet per tahun. d. Melalui teknik TE dimungkinkan terjadinya kebuntingan kembar, dengan jalan mentransfer setiap tanduk uterus (cornua uteri) dengan satu embrio. Proses dan Tata Cara Transfer Embrio Prinsip dasar dari transfer embrio meliputi beberapa treatmen/perlakuan dengan menggunakani teknik-teknik lainnya, yaitu superovulasi, oestrus synchronization (Sinkronisasi Birahi), artificial insemination (Inseminasi Buatan), embrio/eggs recovery (Pengumpulan atau pemanenan embrio) dan embrio/eggs transfer (Pemindahan embrio) (Sudarto, 1985) Sebelum dilakukan transfer, dilakukan produksi embrio. Menurut Udrayana (2011) produksi embrio terdiri dari 2 cara yaitu produksi embrio in vivo dan produksi embrio in vitro. 1. Produksi embrio in vivo dilakukan dengan cara mengambil atau memanen embrio yang terdapat di dalam uterus (rahim) sapi betina donor (penghasil embrio), kemudian dipindahkan pada sapi betina yang lain (betina resipien) atau untuk disimpan dalam keadaan (freeze embryo). Untuk beku memperbanyak embrio yang dipanen, maka pada sapi-sapi betina donor biasanya dilakukan teknik superovulasi, yaitu suatu perlakuan menggunakan hormon untuk memperoleh lebih banyak sel telur (ovum) pada setiap periode tertentu. Sehingga dengan demikian, seekor betina donor yang telah disuperovulasi dan kemudian dilakukan inseminasi (memasukkan sel benih jantan pada uterus menggunakan alat tertentu), akan menghasilkan banyak embrio untuk dipanen. Embrio-embrio tersebut kemudian dipanen (flushing) 2 hari setelah superovulasi dan inseminasi. Hasil panen kemudian dilakukan evaluasi kualitas embrio (grading), setelah itu hasilnya dapat disimpan beku atau ditransfer pada betina lain. oestrus synchronization (sinkronisasi estrus) adalah usaha yang bertujuan untuk mensinkronkan kondisi reproduksi ternak sapi donor dan resipien. Sinkronisasi estrus umumnya menggunakan hormon prostaglandin F2 (PGF2 ) atau kombinasi hormon progesteron dengan PGF2a. Sedangkan menurut Asrul superovulasi menggunakan hormon gonadotropin, seperti FSH (Follicle Stimulating Hormonr) atau PMSG (Pregnant Mare’s Serum Gonadotropin). Penyuntikan hormon itu akan meningkakan jumlah corpus luteum 2. Produksi embrio in vitro dilakukan dengan cara melakukan fertilisasi antara sel benih jantan (spermatozoa) dengan sel benih betina (ovum) dalam laboratorium, sehingga disebut pembuahan di luar tubuh. Salah satu alat yang digunakan untuk proses ini adalah cawan petri atau tabung khusus. Sel telur didapatkan dengan cara mengambil sel-sel telur yang terdapat pada indung telur (ovarium) sapi-sapi betina yang telah dipotong di rumah potong hewan. Setelah diperoleh banyak sel telur, kemudian dilakukan pencucian dengan larutan khusus, selanjutnya dilakukan pemilihan sel telur yang masih baik dan ditempatkan dalam cawan petri. Pembuahan akan berlangsung jika pada cawan yang berisi sel-sel telur tadi ditempatkan sel benih jantan (spermatozoa yang masih hidup). Fertilisasi sempurna akan berlangsung sekitar 22 jam. Hasil fertilisasi kemudian ditumbuh kembangkan dalam media khusus dan diamati pembelahan sel-nya hingga hari ke 6-8 atau pada saat terbentuknya blastocyst. Kemudian dilakukan evaluasi embrio dengan melaksanakan grading. Embrio yang memiliki kualitas A dan B kemudian dibekuan, untuk disimpan dalam waktu yang lama. Pada dasarnya, embrio dapat hidup di tempat yang memenuhi syarat kehidupannya. Embrio yang sedang tumbuh membutuhkan sulplai makanan dari dirinya sendiri selama beberapa waktu, kemudian akan tergantung pada sekelilingnya, dalam hal ini tergantung pada rahim tempatnya berkembang. Penanganan harus mengupayakan rahim calon induk memiliki kondisi yang sama dengan kondisi rahim yang menghasilkan embrio, atau menyiapkan kondisi rahim induk untuk dapat memelihara embrio yang akan diterimanya. Perlakuan yang disiapkan untuk induk calon penerima embrio tentu harus esktra hati-hati, Pemberian hormon reproduksi dengan dosis dan waktu yang tertentu, pakan yang berkualitas baik serta manajemen pemeliharaan calon induk, mutlak harus dilakukan untuk memperoleh kondisi rahim yang baik dan siap menerima embrio dari luar. Setelah melalui serangkaian pemeriksaan yang teliti, kondisi rahim calon induk dinyatakan siap untuk menerima embrio, barulah dilakukan pemindahan (transfer) embrio kedalam rahim tersebut. Program yang sedang dikembangkan dan menghasilkan perolehan cukup baik adalah kombinasi antara inseminasi buatan (IB) dengan transfer embrio (TE). Dengan kombinasi ini akan diperoleh kelahiran kembar (satu anak hasil IB dan satu anak lagi yang berasal dari TE). Pada prinsipnya, seekor induk yang mengalami puncak birahi, dilakukan inseminasi seperti pada umumnya, kemudian hari ke-7 setelah inseminasi dilakukan TE tanpa perlu perlakuan khusus (Udrayana, 2011) Kelebihan Transfer Embrio Pada proses reproduksi alami,dalam satu tahun betina hanya bisa bunting sekali dan hanya mampu menghasilkan 1 anak (atau 2 anak bila terjadi kembar). Menggunakan teknologi transfer embrio, betina unggul tidak perlu bunting dan menunggu satu tahun untuk menghasilkan anak. Betina unggul hanya berfungsi menghasilkan embrio yang selanjutnya ditransfer (dititipkan) pada induk resipien yang memiliki kualitas genetik rata-rata tetapi mempunyai kemampuan untuk bunting. Embrio yang digunakan untuk transfer embrio dapat berupa embrio segar atau embrio beku (freezing embrio). Embrio beku efisien untuk dipakai karena dapat disimpan lama sebagai stok dan dapat dibawa ke daerah-daerah yang membutuhkan. Sedangkan embrio segar hanya dapat ditransfer pada saat produksi di lokasi yang berdekatan dengan donor. Perbaikan mutu genetik TE lebih efisien daripada dengan IB. Perbaikan mutu genetik pada IB hanya berasal dari pejantan unggul sedangkan dengan teknologi TE, sifat unggul dapat berasal dari pejantan dan induk yang unggul. Memperpendek Selang Beranak Pada kambing lokal, selang beranak umumnya bervariasi 7-8 bulan. Selang beranak yang panjang umumnya terjadi karena kegagalan dalam pendeteksian birahi terutama pada kambing yang dipelihara dengan sistem dikandangkan secara terus menerus. Cara mudah mengatasi masalah ini adalah dengan menempatkan pejantan pada kelompok betina sekitar 2-3 bulan setelah beranak. Kambing betina hanya mau kawin bila dalam keadaan birahi. Perkawinan sebaiknya dilakukan pada setengah bagian akhir masa birahi. Secara umum dapat disarankan mengawinkan ternak sebaiknya dilakukan pada hari kedua setelah onset birahi dan diulang 12 jam kemudian. Kawin alam menghasilkan angka kebuntingan lebih tinggi dari kawin suntik (IB). Kadang-kadang ternak kambing kurang menunjukkan tanda birahi, walaupun secara fisiologis ternak itu dalam keadaan birahi (Silent heat). Penempatan pejantan dan betina dalam satu kelompok membantu mendeteksi ternak-ternak birahi sehingga kegagalan kebuntingan karena tidak kawin dapat dihindari. Lama kebuntingan pada kambing adalah 150 hari (5 bulan) dengan kisaran 147–155 hari. Ada tiga macam perkawinan yang dapat terjadi pada ternak, yaitu: a. In breeding, adalah perkawinan yang dilakukan antar saudara yang mempunyai hubungan keturunan dekat b. Grading up, adalah perkawinan antara pejantan unggul dengan sapi lokal yang diarahkan pada keturunan pejantan c. Cross breeding, adalah perkawinan antara dua bangsa yang telah diketahui dengan seksama masing-masing kemampuan produksinya. Cara pengaturan perkawinan dapat dilakukan dengan pengaturan sepenuhnya oleh manusia yang disebut “hand matting”, yaitu pemeliharaan sapi jantan dan betina dipisah, apabila ada betina yang berahi baru diambilkan pejantan untuk mengawininya, atau dilakukan Inseminasi Buatan (IB). Cara lain adalah “pastura matting”, yaitu sapi-sapi jantan dan betina dewasa pada musim kawin dilepas bersama-sama. Apabila terdapat sapi yang berahi, tanpa campur tangan manusia atau pemilik akan terjadi perkawinan. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2010. Kementrian Pertanian: Balai Embrio Ternak. Diambil dari http://www.betcipelang.info/ hari Jumat, 7 Januari 2011 pukul 17.30 wib. Novalina, Hasugian. 2009. Transfer Embrio Balai Embrio Ternak Cipelang Bogor. Diambil dari http://novalinahasugian.blogspot.com/ hari Jumat, 7 Januari 2011 pukul 17.30 wib.