BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Rumusan konsep ini merupakan dasar yang digunakan sebagai acuan pada desain studio akhir. Konsep ini disusun dari hasil analisis penulis dari tinjauan pustaka dan lapangan dengan permasalahan yang ada. A. Konsep Filosofis Gedung Seni Pertunjukan di Banjarnegara memiliki fungsi utama sebagai wadah bagi kegiatan pertunjukan seni yang berkembang di Kabupaten Banjarnegara. Kegiatan kesenian sangat berhubungan erat dengan kelokalan budaya daerah setempat. Oleh karena itu salah satu penekanan tema ini adalah “Lokalitas Budaya Setempat”. Lokalitas budaya dalam hal ini adalah citra bangunan dan pola ruangan yang menunjukan ciri khas arsitektur daerah Jawa, khususnya Jawa Tengah. Selain itu kelokalan tersebut berarti kontekstual, yaitu pada penerapannya mempertimbangkan aspek iklim, topografi, teknologi, ekonomi, budaya, sosial daerah setempat, sehingga kegiatan pada bangunan ini dapat terus hidup dan berkembang. B. Konsep Perencanaan 1. Konsep Kawasan Kawasan yang dipilih adalah kawasan wisata di Kecamatan Banjarnegara, Kabupaten Banjarnegara. Lokasi berada tidak jauh dari pusat kota dengan harapan agar masyarakat lebih mudah menjangkaunya. 2. Konsep Tapak Terpilih Tapak terpilih terletak di Jl. KH Selamanik, terletak di kawasan wisata Taman Rekreasi Margasatwa Serulingmas (TRMS). Lokasi tapak terpilih berada di kawasan wisata karena di masa yang akan datang pemerintah daerah setempat merencanakan kawasan ini akan dikembangkan menjadi pusat wisata kebudayaan. Luas lahan tapak bangunan mencapai 8625 m2 dengan lebar ruas jalan 8 m. Batasa tapak: Utara : Kebun dan sawah Selatan : Jalan aspal dan pertokoan Barat : Jalan aspal dan pertokoan Timur : Kebun dan sawah 132 Gambar IV.1 Lokasi Tapak pada Kawasan 3. Konsep Perancangan Tapak a. Konsep Zonasi Pada Tapak Zonasi pada tapak merupakan hal penting untuk menciptakan kenyamanan setiap pengguna bangunan. Tapak dibagi 3 zona: Zona Publik, merupakan zona untuk kegiatan utama yaitu kegiatan pertunjukan seni, baik indoor maupun outdoor, dan kegiatan pembinaan kesenian pertunjukan, serta fasilitas umum penunjang kegiatan pengguna bangunan, seperti tempat ibadah dan toilet. Zona Semi Publik, merupakan zona privat yang bersifat publik, antara lain untuk kegiatan penerimaan tamu kemitraan, dan fasilitas penundukung seperti kios dan kafetaria. Zona Privat, merupakan zona bagi pengelola bangunan, meliputi ruangan pengelola dan karyawan, parkir karyawan, gudang, dan pos jaga. 133 PUBLIK PRIVAT SEMI PUBLIK Gambar IV.2 Zonasi Pada Tapak b. Konsep Pola Pencapaian Pencapaian Dari Tapak ke Dalam Tapak Pencapaian dari luar tapak ke dalam tapak menggunakan pola langsung, yaitu melalui jalan aspal di sebelah selatan tapak. Akses masuk ke tapak dipilih agar pengunjung dapat dengan mudah mencapai ke bangunan. Pencapaian Dari Dalam Tapak ke Dalam Bangunan Pencapaian dari dalam tapak ke dalam bangunan dapat secara fleksibel, yaitu menggunakan pola langsung, tersamar, maupun berputar. Pola langsung dapat digunakan untuk mencapai zona publik, pola tersamar dapat digunakan untuk mencapai zona semi privat dan privat. Pencapaian Antar Ruang Dalam Bangunan Pencapaian antar ruang dalam bangunan menyesuaikan dengan kebutuhan dan keperluan yang akan dipenuhi, oleh karena itu, pencapaian ini bersifat fleksibel. 134 c. Konsep Pola Ruang dan Pola Sirkulasi Pola ruang dan sirkulasi yang cocok untuk diterapkan pada bangunan ini adalah pola radial, dengan gedung pertunjukan utama sebagai pusatnya. Gedung utama Gambar IV.3 Pola Ruang dan Pola Sirkulasi Biru : Zona Publik Hijau : Zona Semi Publik Merah : Zona Privat Garis hitam sebagai pola radial pada tapak bangunan. Garis biru, pencapaian secara langsung menuju tapak, yang diteruskan menuju gedung utama. Garis merah, pola pencapaian secara tersamar manuju zona semi publik dan zona privat. 135 d. Konsep Tata Ruang Luar 1) Konsep Tata Lansekap a) Ruang pertunjukan outdoor Ruang pertunjukan outdoor berupa amphiteater dan area luas seperti lapangan untuk pertunjukan yang atraktif. b) Tata vegetasi Konsep tata lansekap memanfaatkan vegetasi sebagai batas luar tapak bangunan, sebagai peneduh para pejalan kaki, sebagai pembatas antara zona. Gedung utama Gambar IV.4 Tata Lansekap Gambar IV.5 Contoh pemanfaatan vegetasi 136 c) Ruang Publik - Tempat istirahat, dapat berupa bangku-bangku taman yang tidak beratap atau terlindungi pepohonan dan gazebo-gazebo. - Taman bermain, sebagai tempat bermain anak-anak yang berkunjung, sehingga bangunan ini juga berfungsi untuk rekreasi, walau dalam skala kecil. - Outdoor kafetaria, sebagai tempat istirahat bagi pengunjung. Outdoor kafetaria ini dapat ditempatkan di area dengan view terbaik, seperti menghadap ke sungai Serayu. Gambar IV.6 Contoh tempat duduk pada taman Gambar IV.7 Contoh outdoor kafetaria 2) Tata Jalur Pedestrian Bangunan ini adalah bangunan publik yang banyak dikunjungi masyarakat, maka dari itu konsep tata jalur pedestrian sangatlah penting untuk diperhatikan. Sebaiknya jalur pedestrian dipisahkan dengan jalur kendaraan, sehingga pejalan kaki tidak terganggu. Sepanjang jalur pedestrian sebaiknya diberi peneduh berupa vegetasi atau peneduh berupa atap, pengadaan penunjuk jalan agar dapat dengan mudah menemukan tujuannya, diberi pembatas berupa pagar, dan sebagainya. 137 Gambar IV.8 Contoh jalur pedestrian 3) Tata Perletakan Parkir Fasilitas parkir akan berfungsi dengan baik apabila dapat mencukupi kebutuhan dan tidak mengganggu ruas jalan di sekitar tapak. Area parkir pengunjung dan performer diletakkan di bagian timur dan selatan atau area di depan bangunan. Sedangkan parkir pengelola dan karyawan diletakkan di sebelah barat yang termasuk zona privat dan tidak bisa diakses oleh pengunjung. Gedung utama Gambar IV.9 Tata Letak Parkir 138 Lingkaran kuning merupakan area parkir. Sisi timur dan selatan untuk parkir pengunjung, sedangkan sisi barat untuk parkir pengelola dan karyawan C. Konsep Perancangan Bangunan 1. Konsep Tata Masa a. Konsep Gubahan Masa Konsep gubahan masa bangunan Gedung Seni Pertunjukan berdasarkan pada arah utara dan selatan dan view yang menghadap jalan. Pola gubahan masa yang sesuai dengan bangunan ini adalah pola masa majemuk (cluster) yang terdiri dari beberapa masa bangunan namun memiliki 1 masa utama yaitu gedung seni pertunjukan. Gambar IV.10 Konsep Gubahan Masa b. Konsep Bentuk Masa Konsep bentukan masa untuk bangunan Gedung Seni Pertunjukan ini mempertimbangkan beberapa hal: Untuk gedung pertunjukan yang berfungsi untuk pertunjukan seni memerlukan ruangan yang luas dan fleksibel, maka bentukan dasar masa persegi cocok untuk bangunan ini. Sebagai gedung pertunjukan seni sebagai wadah kegiatan kesenian lokal, maka bentuk bangunan mencerminkan kelokalan, yaitu arstektur Jawa 139 Tengah. Konsep ini dapat diterapkan di masa selain masa gedung utama, seperti kantor pengelola, fasilitas pendukung, dan sebagainya. 2. Konsep Tata Ruang Dalam a. Program Kebutuhan, Besaran, dan Zonasi Ruang Zona Publik : 2557,1 m2 Ruang Pertunjukan Indoor Ruang Pertunjukan Outdoor Ruang Pembinaan Musholla Parkir pengunjung dan performer Toilet umum Zona Semi Publik : 466,9 m2 Ruang penerimaan tamu Kios Kafetaria Zona Privat : 404,15 m2 Ruang pengelola Parkir karyawan Gudang Pos jaga Sirkulasi 40% : 1371,26 m2 Luas Total : 4799,41 m2 (dibulatkan menjadi 4800 m2) b. Konsep Pola Tata Ruang Pola tata ruang pada bangunan Gedung Seni Pertunjukan ini mengelompokkan berdasarkan zona, yaitu pola radial dengan gedung pertunjukan utama sebagai pusatnya. 140 3. Konsep Ruang Pertunjukan dan Ruang Pembinaan a. Ruang Pertunjukan Indoor Bentuk dasar ruang pertunjukan indoor persegi. Dengan lantai ruang pertunjukan seperti itu, maka perubahan dan pemindahan elemen-elemen dalam ruang dapat dilakukan dengan mudah, seperti panggung, tempat duduk penonton, dan partisi, sehingga bisa menghasilkan beberapa alternative layout dengan kapasitas yang berbeda-beda. Selain itu, ruangan bisa dibagi menjadi beberapa ruang yang lebih kecil, sehingga memungkinkan 2-4 pertunjukan dilaksanakan bersamaan. b. Ruang Pertunjukan Outdoor Ruang pertunjukan outdoor berupa amphiteater dengan kapasitas hingga 500 penonton dan area lapang seluas 100 m2 untuk pertunjukan atraktif. c. Ruang Pembinaan - Ruang latihan 160 m2 - Ruang workshop 120 m2 - Ruang diskusi 80 m2 Gambar IV.11 Layout ruang latihan dan ruang workshop 141 Gambar IV.12 Layout Ruang Diskusi D. Konsep Lokalitas Budaya Konsep lokalitas budaya pada bangunan ini yaitu menerapkan tema bangunan arsitekur Jawa Tengah secara fisik, seperti fasad bangunan, ornamen bangunan dan pola zonasi bangunan. Selain itu lokalitas diterapkan pada aktivitas di dalam bangunan yang menyesuaikan dengan adat kebiasaan masyarakat. Gambar IV.13 Rumah Adat Jawa E. Konsep Fleksibilitas Ruang Konsep fleksibilitas ruang dalam bangunan ini diterapkan terutama pada gedung pertunjukan utama, yaitu pada elemen-elemen di dalamnya berupa panggung, tempat duduk penonton, partisi (pembatas ruangan), langit-langit, material, sirkulasi, dan instalasi listrik. Di dalam ruang pertunjukan fleksibilitas diterapkan dengan sistem modul. 1. Fleksibilitas ruang pertunjukan Fleksibilitas ruang pertunjukan dapat dilihat dari beberapa alternative layout ruang untuk berbagai pertunjukan, sehingga 2-4 pertunjukan dapat dilaksanakan dalam 1 waktu. 142 - 1 pertunjukan besar Gambar IV.14 Layout 1 pertunjukan - 2 pertunjukan Gambar IV.15 Layout 2 pertunjukan - 3 pertunjukan Gambar IV.16 Layout 3 pertunjukan 143 - 4 pertunjukan Gambar IV.17 Layout 4 pertunjukan 2. Fleksibilitas partisi Untuk mendukung pola layout seperti di atas, maka berikut pola partisi dalam ruangan Gambar IV.18 Layout garis partisi Garis biru adalah garis partisi, dengan pola seperti di atas maka memungkinkan banyaknya bentuk ruangan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan masing-masing pertunjukan. 3. Fleksibilitas tempat duduk penonton Selain pola partisi, untuk mendukung pola layout tersebut, maka tempat duduk penonton menggunakan bangku tarik dikombinasikan dengan lantai datar untuk kursi portable. 144 Gambat IV.19 Layout tempat duduk penonton Gambar IV.20 Skema tempat duduk tarik dan perletakan pada ruangan 4. Fleksibilitas panggung Gambar IV.21 Pergerakan Panggung 145 Panggung dapat dinaikkan secara vertical, baik seluruhnya maupun per bagian, tergantung dari sifat pertunjukan masing-masing. F. Konsep Penggunaan Material Konsep penggunaan material pada bangunan ini menggunakan beton dan bata terutama pada gedung pertunjukan utama, dikombinasikan dengan material alam, seperti batu, kayu dan bambu yang merupakan ciri khas arsitektur Jawa Tengah. Gambar IV.22 Material kayu dan bambu G. Konsep Sistem Struktur Bangunan Konsep sistem struktur bangunan pada bangunan ini cocok menggunakan sistem rangka baja, karena dapat mendukung fleksibilitas di dalam ruangan pertunjukan. Rangka baja yang dipilih adalah seperti berikut, karena mendukung bentukan massa yang persegi. Gambar IV.23 Struktur Rangka H. Konsep Sistem Utilitas Bangunan 1. Konsep Sistem Penyediaan Air Bersih (SPAB) Jaringan air bersih berasal dari PDAM, sungai, tadah hujan, dan sumu bawah tanah. Sistem penyediaan air bersih menggunakan down feed system, yaitu menampung air pada tangki air (ground reservoir) kemudian dipompakan ke tangki atas (upper tank) yang kemudian didistribusikan ke tempat yang memerlukan. 146 2. Konsep Sistem Pembuangan Air Kotor (SPAK) Jaringan pembuangan air kotor pada bangunan ini menggunakan two pipes system, yaitu membedakan saluran pembuangan air tinja dan air sabun. Pembuangan air kotor ini menggunagan gaya gravitasi melalui pengaturan kemiringan pipa pembuangan. Untuk pengolahan air hujan, dengan cara menampung ke dalam bak penampung air hujan. Selanjutnya air hujan ini dapat didistribusikan untuk keperluan pemeliharaan lansekap dan mencuci kendaraan. 3. Konsep Sistem Instalasi Listrik Sumber listrik pada bangunan ini berasal dari PLN dan generator, sebagai cadangan apabila terjadi pemadaman. 4. Konsep Penghawaan Sistem penghawaan pada bangunan ini semaksimal mungkin menggunakan penghawaan alami, yaitu dengan memperbanyak bukaan pada bangunan. Namun pada beberapa ruangan seperi ruang pertunjukan dan ruang yang terdapat perangkat komputer di dalamnya, dapat menggunakan AC. 5. Konsep Pencahayaan Sistem pencahayaan pada bangunan ini diutamakan menggunakan pencahayaan alami pada siang hari, yaitu pada bangunan-bangunan pendukung. Pada malam hari menggunakan sistem pencahayaan buatan, baik di dalam bangunan maupun lansekap. Untuk bangunan gedung pertunjukan utama menggunakan kombinasi antara sistem pencahayaan buatan dan alami. 6. Konsep Sistem Transportasi dalam Bangunan Sistem transportasi pada bangunan menggunakan tangga, yaitu untuk mencapai balkon pada gedung pertunjukan. 147