1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai negara berkembang terus-menerus melakukan
pembangunan dalam segala bidang kehidupan. Salah satu yang mendapat
sorotan yaitu pada sektor pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan pada
semua tingkat senantiasa dilakukan supaya dapat memenuhi kepentingan masa
depan dan tuntutan masyarakat dunia yang semakin tinggi. Pendidikan
merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia, baik untuk
kehidupan manusia itu sendiri, masyarakat, dan kehidupan suatu bangsa.
Karena taraf kemajuan suatu bangsa salah satunya diukur dari tingkat
pendidikan yang dicapai oleh bangsa tersebut. Semakin tinggi tingkat
pendidikan suatu bangsa, maka bangsa tersebut dikatakan sebagai bangsa yang
maju.
Kenyataannya, keadaan pendidikan di Indonesia sampai saat ini masih
rendah dan tertinggal jika dibandingkan dengan perkembangan pendidikan
dari bangsa lain. Hal ini dilihat dari survei internasional TIMSS (Trends in
International Mathematics and Science Study) tahun 2007. Peserta didik
Indonesia berada di ranking 36 dari 49 negara dalam hal prestasi matematika
dan di ranking 35 dari 49 negara dalam hal prestasi sains. Prestasi peserta
didik Indonesia berada jauh di bawah prestasi peserta didik Singapura dan
Malaysia sebagai negara tetangga terdekat, selain itu posisi Indonesia juga
1
berada jauh di bawah rata-rata skor internasional dalam hal prestasi
matematika dan sains.
Rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia ini disebabkan oleh banyak
faktor, salah satu diantaranya yaitu faktor yang berasal dari dalam pendidikan
itu sendiri, yaitu pada sistem pembelajaran yang memuat proses pembelajaran.
Proses pembelajaran terdiri dari tiga tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan,
serta penilaian hasil belajar. Saat ini sebagian besar pelaksanaan pembelajaran
di Indonesia masih terpusat pada guru (teacher centered). Paradigma mengajar
masih didasarkan pada asumsi dari John Locke yang dikutip dari Johnson &
Johnson (2012: 178) bahwa pikiran peserta didik ibarat kertas kosong yang
menunggu guru untuk menuliskan sesuatu di atasnya. Proses pembelajaran
dengan menerapkan paradigma tersebut masih banyak dijumpai dalam
pembelajaran fisika untuk jenjang SMA khususnya di SMA N 1 Wates
Kulonprogo berdasarkan pengalaman peneliti saat menjalani pendidikan di
sekolah tersebut. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan sebatas mentransfer
pengetahuan yang dimiliki guru kepada peserta didik.
Berdasarkan wawancara terhadap beberapa guru di SMA N 1 Wates,
guru cenderung memilih metode ceramah dalam penyampaian materi kepada
peserta didik. Metode ceramah ini lebih diminati guru karena beberapa alasan,
antara lain materi yang akan disampaikan relatif banyak, sedangkan waktu
untuk menyampaikan materi itu sendiri terbatas. Oleh karena itu, guru lebih
menekankan pada cara menyelesaikan materi tepat waktu daripada
menerapkan model pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk secara
2
lebih mendalam mengembangkan keaktifan dan keterampilannya. Johnson &
Johnson (2012: 178) dalam bukunya menyatakan bahwa guru beranggapan
peserta didik masuk kelas belum memiliki pengetahuan yang banyak tentang
materi yang akan diajarkan, sehingga guru cenderung mentransfer semua
pengetahuan yang dimilikinya melalui metode ceramah agar lebih efektif dan
efisien
Metode ceramah yang sering kali diterapkan oleh guru membuat peserta
didik
menjadi
pasif
dan
terisolasi
untuk
dapat
mengembangkan
pengetahuannya. Selain itu proses pembelajaran terkesan monoton dan
membosankan, terlihat dengan banyaknya siswa yang kemudian mengobrol
dengan teman sebangkunya ketika mulai bosan mendengarkan penjelasan dari
guru. Proses pembelajaran yang terpusat pada guru terlihat kaku karena tidak
ada interaksi aktif antara peserta didik dengan guru. Hal ini berdampak pada
rendahnya kemauan peserta didik untuk memecahkan persoalan dan
mengemukakan pendapatnya.
Proses pembelajaran yang baik menekankan pada tiga aspek, pertama
yaitu aspek kognitif yang berhubungan dengan pengetahuan, dapat dilihat dari
hasil tes tertulis yang diberikan pada peserta didik. Kedua yaitu aspek afektif
yang dapat diamati dari sikap peserta didik, salah satunya keaktifan di kelas.
Ketiga yaitu aspek psikomotorik yang dapat dilihat dari keterampilan dan
kemampuan bertindak peserta didik. Peserta didik yang aktif dan terampil
dengan sendirinya akan membangun dan mengembangkan pengetahuannya,
sehingga kemampuan berpikirnya pun akan berkembang.
3
Penting bagi guru untuk melakukan evaluasi dan penilaian pada peserta
didik dalam setiap proses pembelajaran. Permendikbud Nomor 104 Tahun
2014 tentang Penilaian Hasil Belajar Oleh Pendidik pada Pendidikan Dasar
dan Pendidikan Menengah, menyebutkan bahwa beberapa prinsip umum
penilaian hasil belajar oleh pendidik adalah terpadu serta holistik dan
berkesinambungan. Terpadu berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah
satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran. Holistik dan
berkesinambungan berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek
kompetensi dan dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai
dengan kompetensi yang harus dikuasai peserta didik. Lebih lanjut lagi
disebutkan bahwa lingkup penilaian hasil belajar oleh pendidik ini mencakup
kompetensi sikap spiritual, kompetensi sikap sosial, kompetensi pengetahuan,
dan kompetensi keterampilan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 2013 menyatakan bahwa Standar Kompetensi Lulusan
adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup
sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Selain itu Permendikbud No. 54 Tahun
2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan juga menyatakan bahwa
kompetensi lulusan peserta didik SMA mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Oleh karena itu penilaian dilakukan terhadap ketiga aspek
tersebut, yaitu sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan
(psikomotorik).
Metode ceramah yang selama ini diterapkan oleh guru dalam proses
pembelajaran belum dapat dijadikan landasan untuk menilai ketiga aspek
4
tersebut. Karena dalam metode ceramah, pembelajaran berpusat pada guru,
sehingga peserta didik tidak dapat berinteraksi verbal dengan lebih ekstensif,
sehingga penilaian peserta didik terhadap ketiga aspek itu pun sulit dilakukan
oleh guru. Untuk menaggulangi hal-hal tersebut, maka diperlukan metode
pembelajaran yang dapat menuntun peserta didik untuk berpikir kritis, aktif,
serta terampil selama pembelajaran berlangsung, yaitu model pembelajaran
kooperatif atau cooperative learning. Dalam pembelajaran kooperatif ini,
peserta didik merupakan subjek pembelajaran. Proses pembelajaran berpusat
pada peserta didik (student centered), sedangkan guru bertindak sebagai
fasilitator.
Vigotsky dalam (Huda, 2011: 26) mengemukakan bahwa peserta didik
akan lebih mampu menggunakan bahasa kognitif dan menyelesaikan masalah
secara efektif jika mereka mau berinteraksi dengan teman-temannya yang
lebih dewasa dan lebih mampu dari mereka. Penggunaan model pembelajaran
kooperatif banyak melibatkan interaksi antar peserta didik yang didasarkan
pada kerja kelompok, di mana masing-masing individu memiliki tanggung
jawab yang sama dalam mencapai tujuan kelompok. Model ini tidak hanya
mampu meningkatkan hasil belajar, tetapi juga peserta didik dapat
mengembangkan hubungan antar anggota kelompok, memahami peserta didik
lain yang lemah di bidang akademik, menumbuhkan kesadaran kepada peserta
didik akan pentingnya belajar untuk berpikir aktif dalam menyelesaikan
masalah, dan mengaplikasikan kemampuan serta pengetahuan mereka
sehingga diperoleh hasil belajar yang memuaskan. Model ini juga dapat
5
melatih peserta didik untuk mengemukakan pendapat secara konstruktif,
sehingga melalui model pembelajaran ini guru dapat melihat kemampuan
peserta didik dalam hal pengetahuan, sikap, dan keterampilannya.
Penerapan model pembelajaran yang baru atau berbeda dari model
pembelajaran yang sebelumnya tentu saja menghasilkan sistem penilaian yang
berbeda juga. Penilaian merupakan hal yang penting dalam proses
pembelajaran, karena dengan penilaian dapat diketahui seberapa jauh target
pembelajaran tercapai dan diketahui hasil konkret belajar peserta didik. Oleh
karena itu, guru perlu memilih penilaian yang tepat, baik penilaian saat
pelaksanaan
proses
pembelajaran
maupun
penilaian
terhadap
hasil
pembelajaran. Kecenderungan yang terdapat dalam praktek sekarang ini
adalah bahwa penilaian hasil belajar hanya dilakukan dengan tes tertulis, yaitu
menekankan pada aspek pengetahuannya saja. Hal-hal yang berkaitan dengan
aspek-aspek lain seperti afektif dan psikomotorik masih kurang mendapatkan
perhatian. Dalam hal ini, penyediaan instrumen penilaian perlu mendapatkan
perhatian lebih agar diperoleh hasil penilaian yang lebih lengkap, tepat, dan
akurat.
Beberapa penelitian mengenai penyediaan instrumen penilaian yang
telah dilakukan antara lain penelitian yang dilakukan oleh Nurdin Fatahilah
tahun 2013, menghasilkan instrumen penilaian afektif beserta rubriknya yang
secara keseluruhan instrumen tersebut dikategorikan baik dan layak untuk
digunakan. Selain itu terdapat pula penelitian yang dilakukan oleh Rian
Hermawan Andrianto tahun 2014 dengan hasil instrumen penilaian afektif
6
peserta didik yang secara keseluruhan dikategorikan sangat baik dan
instrumen penilaian psikomotor peserta didik yang secara keseluruhan
dikategorikan baik. Kedua penelitian tersebut terfokus pada pengembangan
instrumen penilaian aspek afektif dan psikomotorik menggunakan model
cooperative learning. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti ingin
mengembangkan instrumen penilaian aspek afektif dan psikomotorik pada tipe
pembelajaran kooperatif yang lain.
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti menetapkan untuk menerapkan
model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) yang
terfokus untuk memengaruhi interaksi peserta didik dan memastikan
akuntabilitas individu (tanggung jawab individu) dalam diskusi kelompok.
Sehingga penilaian terhadap aspek afekif dan psikomotorik dapat jelas
teramati dan terlaksanakan, di samping adanya penilaian kognitif. Dari uraian
tersebut, maka peneliti mengembangkan instrumen penilaian peserta didik
aspek afektif dan psikomotorik pada model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Head Together untuk pembelajaran fisika materi pokok hukum
Newton dan penerapannya.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan
latar
belakang
masalah
di
atas,
maka
dapat
diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut:
1. Saat ini sebagian besar pelaksanaan pembelajaran di Indonesia masih
terpusat pada guru (teacher centered), sehingga kegiatan pembelajaran
7
terlihat kaku karena tidak ada interaksi aktif antara peserta didik dengan
guru.
2. Guru lebih menekankan pada cara menyelesaikan materi tepat waktu
daripada menerapkan model pembelajaran yang mengajak peserta didik
untuk
secara
lebih
mendalam
mengembangkan
keaktifan
dan
keterampilannya.
3. Guru cenderung memilih metode ceramah dalam penyampaian materi
sehingga peserta didik menjadi pasif dan terisolasi untuk dapat
mengembangkan pengetahuannya.
4. Metode ceramah yang selama ini diterapkan oleh guru dalam proses
pembelajaran belum dapat dijadikan landasan untuk menilai aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik, sehingga guru kesulitan dalam menilai
ketiga aspek tersebut.
5. Penilaian hasil belajar hanya dilakukan dengan tes tertulis, yaitu
menekankan pada aspek pengetahuannya saja. Hal-hal yang berkaitan
dengan aspek-aspek lain seperti afektif dan psikomotorik masih kurang
mendapatkan perhatian.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan
latar
belakang
dan
identifikasi
masalah
yang
dikemukakan, agar tidak terlalu luas dan tujuan dapat tercapai maka
penelitian ini dibatasi pada permasalahan penilaian aspek afektif dan
psikomotorik yang masih kurang mendapatkan perhatian, oleh karena itu
8
dikembangkan instrumen penilaian aspek afektif dan psikomotorik peserta
didik dalam pembelajaran fisika melalui model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Head Together untuk materi hukum Newton dan penerapannya.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang telah dijabarkan di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Seperti apa konstruksi instrumen penilaian aspek afektif dan aspek
psikomotorik pada model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head
Together dalam pokok bahasan hukum Newton dan penerapannya yang
dikembangkan dalam penelitian ini?
2. Seberapa tinggi tingkat kelayakan instrumen penilaian aspek afektif dan
aspek psikomotorik pada model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Head Together dalam pokok bahasan hukum Newton dan penerapannya
yang dikembangkan dalam penelitian ini?
3. Seperti apa proporsi hasil penilaian peserta didik aspek afektif dan aspek
psikomotorik pada model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head
Together dalam pokok bahasan hukum Newton dan penerapannya yang
dikembangkan dalam penelitian ini?
9
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengetahui konstruksi instrumen penilaian aspek afektif dan aspek
psikomotorik pada model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head
Together dalam pokok bahasan hukum Newton dan penerapannya yang
dikembangkan dalam penelitian ini.
2. Untuk mengetahui tingkat kelayakan instrumen penilaian aspek afektif
dan aspek psikomotorik pada model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Head Together dalam pokok bahasan hukum Newton dan
penerapannya yang dikembangkan dalam penelitian ini.
3. Untuk mengetahui proporsi hasil penilaian peserta didik aspek afektif dan
aspek psikomotorik pada model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Head Together dalam pokok bahasan hukum Newton dan penerapannya
yang dikembangkan dalam penelitian ini.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
memperluas wawasan bagi peneliti pada khususnya dan bagi para pendidik
pada
umumnya
mengenai
instrumen
penilaian
aspek
afektif
dan
psikomotorik. Manfaat dari penelitian ini antara lain:
10
1. Bagi Guru
a) Dengan hasil penilaian aspek afektif dan psikomotorik yang diperoleh,
guru dapat lebih mudah menentukan kategori sikap peserta didik dan
tingkat keterampilan peserta didik
b) Guru akan mengetahui sejauh mana kesesuaian model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Head Together terhadap materi hukum
Newton dan penerapannya.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian yang
berhubungan dengan permasalahan ketersediaan instrumen penilaian aspek
afektif adn psikomotorik peserta didik menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Head Together.
G. Definisi Istilah
Beberapa istilah yang perlu dijelaskan dalam penelitian ini diantaranya:
1. Penilaian
Penialain adalah proses pengumpulan dan penggunaan informasi
oleh guru untuk pemberian keputusan terhadap hasil belajar peserta didik
aspek afektif dan psikomotorik berdasarkan tahapan kemajuan belajarnya
melalui pembelajaran kooperatif tipe NHT sehingga didapatkan profil
kemampuan peserta didik sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan
dalam kurikulum.
11
2. Aspek Afektif
Aspek afektif yang dinilai dalam penelitian ini meliputi aspek
penerimaan, responsif, nilai yang dianut, organisasi, dan karakterisasi.
Aspek-aspek tersebut dijabarkan ke dalam beberapa sub aspek yaitu
menghargai, menanyakan, berpartisipasi, menyelesaikan, menunjukkan,
dan melaksanakan. Beberapa sub aspek dikembangkan terhadap empat
indikator meliputi proaktif, kerjasama, tanggung jawab, dan disiplin.
Penilaian terhadap aspek afektif ini menggunakan lembar observasi
penilaian peserta didik aspek afektif.
3. Aspek Psikomotorik
Aspek
psikomotorik
merupakan
penggambaran
kemampuan
peserta didik secara fisik dalam menggunakan suatu alat atau
memanipulasi gerakan badan. Aspek psikomotorik yang dinilai dalam
penelitian ini meliputi aspek persepsi, kesiapan, reaksi yang diarahkan,
reaksi natural, reaksi kompleks, adaptasi, dan kreativitas. Aspek-aspek
tersebut dijabarkan ke dalam beberapa sub aspek yaitu memilih,
membedakan,
mempersiapkan
melaksanakan,
mengukur,
diri,
membuat
mengikuti,
draft,
mempraktekkan,
memvariasikan,
dan
mengkombinasi. Beberapa sub aspek dikembangkan terhadap tiga
indikator meliputi mengolah, menalar, dan menyaji. Penilaian terhadap
aspek psikomotorik ini menggunakan lembar observasi penilaian peserta
didik aspek psikomotorik.
12
4. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning adalah proses
belajar mengajar yang melibatkan penggunaan kelompok kelompok kecil
yang memungkinkan peserta didik untuk bekerja secara bersama-sama.
Pembelajaran kooperatif yang diterapkan dalam penelitian ini meliputi
empat tahap, yaitu penjelasan materi, belajar dalam kelompok, penilaian,
dan pengakuan tim. Penjelasan materi dilakukan dengan penyampaian
materi hukum Newton dan penerapannya sebelum peserta didik belajar
dalam kelompok. Belajar dalam kelompok dilakukan dengan diskusi
kelompok untuk menyelesaikan permasalahan pada LKPD. Penilaian
dalam penelitian ini dilakukan terhadap aspek afektif dan psikomotorik
dari masing-masing peserta didik, sedangkan penilaian kelompok
dilakukan dengan menilai LKPD yang dikerjakan peserta didik.
Pengakuan tim dilakukan dengan menetapkan tim yang memperoleh nilai
paling tinggi.
5. Numbered Head Together (NHT)
Numbered Head Together (NHT) atau penomoran berpikir
bersama merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk
memengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap srtuktur
kelas tradisional, selaian itu dapat menambahkan akuntabilitas atau
tanggung jawab individu dalam diskusi kelompok. Tahapan NHT dalam
penelitian ini yaitu, pertama fase penomoran, guru membagi peserta didik
ke dalam kelompok, masing-masing kelompok beranggotakan 4 orang.
13
Setiap anggota dalam kelompok diberi nomor 1 sampai 4. Kedua fase
mengajukan pertanyaan, guru mengajukan permasalahan atau pertanyaan
yang ada dalam LKPD I dan LKPD II untuk dikerjakan peserta didik
dalam
kelompok.
Ketiga
fase
berpikir
bersama,
peserta
didik
mendiskusikan LKPD I dan LKPD II dalam kelompok. Keempat fase
menjawab, guru memanggil nomor tertentu melalui undian menggunakan
bola yang telah disiapkan, peserta didik dari setiap kelompok yang disebut
nomornya berlomba mengacungkan tangan Guru memilih salah satu
peserta didik yang paling cepat mengacungkan tangan. Peserta didik yang
dipiilih
guru
mempresentasikan
atau
menjawab
hasil
diskusi
kelompoknya.
14
Download