Ferawati Mekanika klasik menggambarkan dinamika partikel atau sistem partikel. Dinamika partikel demikian, ditunjukkan oleh hukum-hukum Newton tentang gerak, terutama oleh hukum kedua Newton. Hukum ini menyatakan, "Sebuah benda yang memperoleh pengaruh gaya atau interaksi akan bergerak sedemikian rupa sehingga laju perubahan waktu dari momentum sama dengan gaya tersebut". Hukum-hukum gerak Newton baru memiliki arti fisis, jika hukum-hukum tersebut diacukan terhadap suatu kerangka acuan tertentu, yakni kerangka acuan inersia (suatu kerangka acuan yang bergerak serba sama - tak mengalami percepatan). Prinsip Relativitas Newtonian menyatakan, "Jika hukum-hukum Newton berlaku dalam suatu kerangka acuan maka hukum-hukum tersebut juga berlaku dalam kerangka acuan lain yang bergerak serba sama relatif terhadap kerangka acuan pertama". Konsep partikel bebas diperkenalkan ketika suatu partikel bebas dari pengaruh gaya atau interaksi dari luar sistem fisis yang ditinjau (idealisasi fakta fisis yang sebenarnya). Gerak partikel terhadap suatu kerangka acuan inersia tak gayut (independen) posisi titik asal sistem koordinat dan tak gayut arah gerak sistem koordinat tersebut dalam ruang. Dikatakan, dalam kerangka acuan inersia, ruang bersifat homogen dan isotropik. Jika partikel bebas bergerak dengan kecepatan konstan dalam suatu sistem koordinat selama interval waktu tertentu tidak mengalami perubahan kecepatan, konsekuensinya adalah waktu bersifat homogen. Prinsip Hamilton Jika ditinjau gerak partikel yang terkendala pada suatu permukaan bidang, maka diperlukan adanya gaya tertentu yakni gaya konstrain yang berperan mempertahankan kontak antara partikel dengan permukaan bidang. Namun sayang, tak selamanya gaya konstrain yang beraksi terhadap partikel dapat diketahui. Pendekatan Newtonian memerlukan informasi gaya total yang beraksi pada partikel. Gaya total ini merupakan keseluruhan gaya yang beraksi pada partikel, termasuk juga gaya konstrain. Oleh karena itu, jika dalam kondisi khusus terdapat gaya yang tak dapat diketahui, maka pendekatan Newtonian tak berlaku. Sehingga diperlukan pendekatan baru dengan meninjau kuantitas fisis lain yang merupakan karakteristik partikel, misal energi totalnya. Pendekatan ini dilakukan dengan menggunakan prinsip Hamilton, dimana persamaan Lagrange yakni persamaan umum dinamika partikel dapat diturunkan dari prinsip tersebut. Prinsip Hamilton mengatakan, "Dari seluruh lintasan yang mungkin bagi sistem dinamis untuk berpindah dari satu titik ke titik lain dalam interval waktu spesifik (konsisten dengan sembarang konstrain), lintasan nyata yang diikuti sistem dinamis adalah lintasan yang meminimumkan integral waktu selisih antara energi kinetik dengan energi potensial.". Persamaan Lagrange Persamaan gerak partikel yang dinyatakan oleh persamaan Lagrange dapat diperoleh dengan meninjau energi kinetik dan energi potensial partikel tanpa perlu meninjau gaya yang beraksi pada partikel. Energi kinetik partikel dalam koordinat kartesian adalah fungsi dari kecepatan, energi potensial partikel yang bergerak dalam medan gaya konservatif adalah fungsi dari posisi. Jika didefinisikan Lagrangian sebagai selisih antara energi kinetik dan energi potensial. Dari prinsip Hamilton, dengan mensyaratkan kondisi nilai stasioner maka dapat diturunkan persamaan Lagrange. Persamaan Lagrange merupakan persamaan gerak partikel sebagai fungsi dari koordinat umum, kecepatan umum, dan mungkin waktu. Kegayutan Lagrangian terhadap waktu merupakan konsekuensi dari kegayutan konstrain terhadap waktu atau dikarenakan persamaan transformasi yang menghubungkan koordinat kartesian dan koordinat umum mengandung fungsi waktu. Pada dasarnya, persamaan Lagrange ekivalen dengan persamaan gerak Newton, jika koordinat yang digunakan adalah koordinat kartesian. Mengapa perlu formulasi Lagrangian ? Dalam mekanika Newtonian, konsep gaya diperlukan sebagai kuantitas fisis yang berperan dalam aksi terhadap partikel. Dalam dinamika Lagrangian, kuantitas fisis yang ditinjau adalah energi kinetik dan energi potensial partikel. Keuntungannya, karena energi adalah besaran skalar, maka energi bersifat invarian terhadap transformasi koordinat. Dalam kondisi tertentu, tidaklah mungkin atau sulit menyatakan seluruh gaya yang beraksi terhadap partikel, maka pendekatan Newtonian menjadi rumit pula atau bahkan tak mungkin dilakukan. Oleh karena itu, pada perkembangan berikutnya dari mekanika, prinsip Hamilton berperan penting karena ia hanya meninjau energi partikel saja. Mekanika Lagrangian Kita mengenal tentang Mekanika Newtonian. Mekanika Newtonian adalah salah satu alat untuk menganalisis gerak suatu sistem. Mekanika Newtonian menghubungkan suatu besaran vektor yang bernama Gaya untuk menganalisis perubahan momentum. Mekanika Newtonian menggunakan 3 Hukum untuk menganalisis gerak sistem. Namun, seringkali (karena gaya adalah besaran vektor) kita kesulitan dalam menggambar arah gaya tersebut, apalagi jika sistemnya rumit dan banyak anak sistemnya. Mekanika Newtonian menjadi rawan kesalahan. Untuk mempermudah analisis, seseorang bernama Joseph Louis Lagrange membuat suatu metode analisis yang menghubungkan perubahan momentum dengan konservasi energi mekanik yang dimiliki sistem. Ada beberapa kondisi dimana kita dapat menggunakan Mekanika Lagrangian (lama), yaitu sistem yang kita amati hanya boleh dipengaruhi oleh gaya konservatif (berarti punya energi potensial). Seperti di Mekanika Newtonian, setelah menggunakan Mekanika Lagrangian, kita akan mendapatkan beberapa set persamaan differensial yang akan digunakan untuk menganalisis gerak sistem tersebut. Mekanika Lagrangian yang lama, digunakan untuk sistem yang dipengaruhi gaya konservatif saja. Namun kemudian Rayleigh mengusulkan memperluas konsepnya supaya bisa menganalisis gaya disipatif juga (misalnya gaya gesek). Mekanika Lagrange menggunakan beberapa persamaan dan cara pakai: *Pastikan dulu sistem tersebut dapat dianalisis menggunakan Mekanika Lagrangian. Untuk sementara, kita menggunakan Mekanika Lagrangian lama, yang hanya menganalisis sistem yang dipengaruhi gaya konservatif (punya energi potensial) saja. dokumen mekanika.doc Paradigma Mekanika Newtonian vs Lagrangian: Reduksionisme vs Holisme Untuk dapat membuat perbandingan antara mekanika Newtonian dan mekanika Lagrangian dengan baik, maka perlu dilakukan telisik secara mendasar terhadap cara pandang keduanya. Perbandingan yang baik tidak dapat dicapai hanya dengan menyajikan contoh-contoh penyelesaian atas kasus fisis yang sama yang coba diselesaikan dengan cara ala Newton dan ala Lagrange. Cara pandang keduanya perlu diungkap sebab cara pandang inilah yang menuntun bagaimana sebuah fenomena fisis seharusnya dipandang dan akhirnya dengan cara bagaimana harus diselesaikan. Cara pandang ini oleh Thomas S. Kuhn disebut sebagai paradigma (Kuhn, 2002). Upaya telisik akan dimulai dari objek kajian fisika. Fisika memiliki objek kajian yang amat luas, mulai dari skala jagad gumulung ( microcospics scale, mikroskopis), tempat bagi atom dan zarah-zarah dasariah hidup, sampai skala jagad gumelar(macroscopics scale, makroskopis), tempat bagi tata surya, bintang dan galaksi bertebaran. Dalam kajiannya, objek yang sedang diamati disebut sebagai sistem fisis. Untuk mempelajari kaitan sebab akibat di alam semesta ini, tentu amatlah sukar bagi fisikawan ketika harus berhadapan langsung dengan sistem fisis yang sedemikian besar. Maka diambillah satu jalan keluar yang diharap merupakan upaya win-win solution, sistem fisis itu hanya merupakan suatu cuplikan kecil saja dari keseluruhan. Cuplikan sudah dianggap mewakili keseluruhan, orang bilang ini namanya pars prototo. Dari sini perdebatan mulai berkembang. Ada yang bersuara bahwa semua sistem yang ada ini saling kait mengait. Ibarat jaring-jaring, satu simpul ditarik, yang lain akan merasakan getarannya. Paham yang percaya bahwa semua sistem saling mempengaruhi merupakan paham holisme (holistik). Sebaliknya, ada yang berpendapat bahwa cuplikan itu tidak akan sedikitpun mempengaruhi sistem yang lain. Perubahan satu sistem tidak akan memberi dampak pada sistem yang lain. Karenanya, ini disebut sebagai sistem. Paham ini dikenal sebagai reduksionisme. Dengan kata lain, reduksionisme percaya bahwa suatu sistem yang besar dapat dipecah menjadi sistem kecil-sistem kecil. Cara pandang Newton adalah cara pandang yang reduksionis. Cara pandang ini berakar dari metode Descartes yang bersifat analitik. Metode itu terdiri atas pemecahan masalah menjadi potongan-potongan kecil dan penyusunan kembali potongan-potongan itu dalam tatanan logisnya. Descartes sering disebut-sebut sebagai orang pertama yang berhasil mencari hubungan antara persamaan aljabar dengan geometri. Descartes membangunnya melalui sebuah sistem koordinat yang kemudian disebut koordinat Kartesian. Newton memandang bahwa alam semesta, tempat di mana semua fenomena fisis ini terjadi, merupakan ruang berdimensi 3 dari geometri Euclid klasik. Bagi Newton ruang adalah absolut. Seluruh perubahan dalam fenomena fisis itu digambarkan dalam dimensi yang terpisah, yakni waktu, yang juga bersifat absolut. Dalam pandangan Newton, unsur-unsur dunia yang bergerak dalam ruang absolut dan waktu absolut ini adalah partikel-partikel materi. Gerak partikel disebabkan oleh kekuatan gravitasi yang dalam pandangan Newton, bergerak secara serempak dalam suatu rentang jarak tertentu. Dalam pandangan Newton, semua fenomena fisis dapat direduksi menjadi gerak partikel benda, yang disebabkan oleh kekuatan tarik-menarik, gaya gravitasi. Pengaruh gaya ini pada partikel atau benda lain digambarkan secara matematis oleh persamaan gerak Newton, yang kemudian menjadi dasar bagi seluruh mekanika klasik. Persamaan ini dianggap yang "bertanggungjawab" atas semua perubahan yang teramati dalam dunia fisik. Secara sederhana, pandangan Newton dapat diringkas, bahwa alam semesta terdiri dari partikel-partikel benda. Antar partikel-partikel ini terjadi interaksi melalui apa ayang disebut sebagai kekuatan antarpartikel atau gaya. Adanya kekuatan partikel ini akhirnya menciptakan hukum gerak. Dalam kaitannya dengan makalah ini, maka hukum gerak tersebut merupakan hukum kedua Newton, yakni : F = m a dengan F adalah gaya, a adalah massa partikel benda dan a adalah percepatan sistem. Pada dasarnya, hampir semua interaksi dalam mekanika klasik dapat disederhanakan dan diselesaikan dengan persamaan ini. Oleh karena itu, salah ciri khas mekanika Newtonian selain reduksionis adalah adanya gaya-gaya yang bekerja dalam sistem tersebut. Pandangan Newton bahwa sebuah sistem fisis dapat diselesaikan persamaan geraknya dengan melakukan reduksi sebagai titik-titik materi kemudian dikembangkan oleh Bernoulli melalui konsep usaha maya dan d'Alembert yang terkenal sebagai asas d'Alembert. Dalam pandangan ini, sistem fisis tidak dipandang sebagai sistem titik-titik materi lagi, tetapi sebagai sistem mekanik, yakni sistem dimana gerakan bagian-bagiannya saling berkaitan, tak bebas satu sama lain. Upaya yang dilakukan oleh Lagrange bersandar pada hasil kerja Bernoulli dan d'Alembert. Untuk menyelesaikan sistem fisis yang dipandang sebagai sistem mekanik ini, Lagrange tetap menggunakan hukum kedua Newton sebagai pijakan awal, kemudian dilakukan perumuman sampai didapat persamaan Lagrange L = T – V, Penurunan persamaan Lagrange sudah banyak disajikan dalam berbagai pustaka seperti Goldstein (1980), Fowles (2002) dan Soedojo (2002). Berdasarkan 2 persamaan di atas dapat dikenali dengan mudah bahwa mekanika Lagrange memiliki beberapa ciri yakni tidak lagi mengindahkan gaya-gaya yang bekerja dalam sistem mekanik, hanya berkepentingan dengan besaran skalar tenaga (kinetik dan potensial), memandang sistem mekanik sebagai satu kesatuan sehingga untuk menyelesaikannya tidak dipecah menjadi kepingan-kepingan kecil seperti dalam mekanika Newtonian. Karena itu, cara pandang Lagrangian merupakan cara pandang yang holistik terhadap suatu sistem mekanik (holisme).