PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI POLA PERESEPAN OBAT PENYAKIT ASMA BRONKIAL PADA PASIEN PEDIATRI DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA TAHUN 2006 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi ( S.Farm ) Program Studi Farmasi Oleh : I Gusti Bagus Sindu Martha Nugraha NIM : 028114118 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2006 i PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI iii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI When the blue night is over my face on the dark side of the world in space When I'm all alone with the stars above you are the one I love, darling Karya ini kupersembahkan untuk: Keluargaku tersayang :Alm. Papa, Mama ,Kakek, Nenek, Kakakku Wulan, Adikku Galli. My self Nia tersayang yang selalu ada di hatiku Temen-temen farmasi angkatan 02 (kelas C) Almamaterku iv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI v PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI KATA PENGANTAR Dengan penuh rasa syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan anugerah serta kehendaknya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini bukanlah sesuatu hal yang mudah, hanya dengan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dekan Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian ini. 2. dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan petunjuk, saran dan masukan yang berharga dalam proses penyusunan skripsi. 3. Drs. Mulyono, Apt selaku dosen penguji, atas kritik dan saran yang telah diberikan sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. 4. Rita Suhadi, M.Si., Apt selaku dosen penguji, atas kritik dan saran yang telah diberikan sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. 5. Dewi Setyaningsih, S.Si., Apt selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan pengarahan. vi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6. Rumah sakit panti rapih yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian 7. Almarhum Papa yang selalu kusayang, kurindukan sosokmu selamanya 8. Mamaku tercinta atas kasih sayang, doa serta dukungannya baik moril maupun materiil 9. Kakakku Wulan dan adikku Galli yang selalu mendukung aku. 10. Nia atas kasih sayang, cinta dan dukungannya, kehadiranmu merupakan hadiah yang terindah dari Tuhan 11. Sahabat-sahabatku angkatan 02 kelas C: Cipoet, Made, Hen, Santi, dan semuanya atas persahabatan dan kebersamaannya selama ini. 12. Teman-teman satu kos yang pada aneh-aneh : Kung, Van the Goeh, Gede Sudi, Arya, Cenay, Imam, Mbud bersaudara atas kebersamaannya. 13. Pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Skripsi ini jauh dari sempurna karena keterbatasan pikiran, waktu dan tenaga. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini lebih mendekati sempurna. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan. Yogyakarta, 08 Januari 2007 Penulis vii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI INTISARI Asma merupakan penyakit saluran pernapasan yang bersifat reversibel dan dapat timbul pada berbagai usia. Asma bronkial pada anak dan bayi merupakan angka kejadian lebih tinggi daripada orang dewasa dan merupakan penyebab kesakitan dan kematian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola peresepan penyakit asma bronkial pada pasien anak rawat jalan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2006. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan penelitian deskriptif non analitik. Bahan yang digunakan adalah lembar catatan medik (medical record) pasien pediatri dengan diagnosis pola penyakit asma bronkial. Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu perencanaan, pengambilan data, dan pengolahan hasil secara deskriptif. Dalam penelitian ini diperoleh kasus asma bronkial sebanyak 81 kasus, terdiri dari 64,5% laki-laki dan 35,5% perempuan. Berdasarkan umur, 0-5tahun (61,7%), 6-11 tahun (34,6%), ≥12 tahun (3,7%). Obat yang diberikan pada pasien anak sebanyak 3-7 macam. Simpatomimetik (82,7%), xantin (40,7%), antiinfeksi (70,4%), kortikosteroid (46,9%), merupakan obat yang sering diresepkan. Kata kunci : pola peresepan, asma. viii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ABSTRACT Asthma is a reversible respiratory disease occurred in all age. Bronchial asthma at child and baby represent the higher occurence number than adult and represent the cause of painfulness and death. This research aim to know the pattern of chief of asthma disease of child patient in Panti Rapih Hospital Yogyakarta 2006. This non experimental research was designed as descriptive non analytical study. The patient bronchial asthma medical record werw used as source of data. This research was conducted in three step that is planning, data intake, and data analysis of descriptively. Eighty one cases observed in the study, consist 64,5% of male and 35,5% of female patient. Based on age, 61,7% was 0-5 year old, 34,6% was 6-11 year old, and 3,7% was more than 12 year old. The drugs given to the patient were 3-7 items. Simpatomimetik (82,7%), xantin (40,7%), anti infection (70,4%), corticosteroid(46,9%) were drugs frequently prescribed. Key words : prescribing pattern, asthma ix PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR ISI halaman HALAMAN JUDUL………………………………………………………... i HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………………… ii HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………. iii HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………….......... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……………………………….......... v KATA PENGANTAR………………………………………………………. vi INTISARI………………………………….................................................... vii ABSTRACT ………………………………………………………............... viii DAFTAR ISI………………………………………………………………… x DAFTAR TABEL…………………………………………………………… xiv DAFTAR GAMBAR………………………………………………………... xvi DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………… xvii BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………… 1 A. Latar Belakang Masalah…………………………………………... 1 1. Perumusan masalah …………………………………………… 3 2. Keaslian penelitian ……………………………………………. 4 3. Manfaat penelitian…………………………………………….. 4 B. Tujuan penelitian………………………………………………….. 4 1. Tujuan umum………………………………………………..... 4 x PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2. Tujuan khusus………………………………………………… BAB II PENELAAHAN PUSTAKA……………………………………….. 5 6 A. Anatomi Saluran Pernapasan pada Manusia……………………… 6 1. Rongga hidung………………………………………………… 6 2. Faring………………………………………………………….. 6 3. Laring ……………………………………………………….... 7 4. Trakea ……………………………………………………….... 7 5. Bronkus ………………………………………………………. 7 6. Paru-paru ……………………………………………………... 8 B. Asma Bronkial …………………………………………………… 9 1. Pengertian ……………………………………………………. 9 2. Epidemiologi Asma ………………………………………….. 9 3. Etiologi dan Patogenesis Asma ……………………………… 11 4. Remodeling Saluran Respirasi ………………………………. 15 5. Gejala Klinis …………………………………………………. 16 6. Klasifikasi Asma ……………………………………………… 22 7. Penatalaksanaan Asma ……………………………………….... 25 Peresepan pada anak-anak ……………………………………… 32 1. Dosis …………………………………………………............. 33 C. 2. Berat badan …………………………………………………… 33 3. Luas permukaan badan ………………………………………. D. Pola Peresepan Obat ……………………………………………… 1. Prescribing practice …………………………………………. xi 34 34 35 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2. Patient care ………………………………………………….. 35 3. Fasilitas kesehatan (facility health) ………………………….. 36 E. Penatalaksanaan Serangan Asma di Rumah Sakit ………………. 37 1. Di ruang gawat darurat ……………………………………… 37 2. Penilaian ulang ………………………………………………. 37 3. Perawatan inap ………………………………………………. 37 4. Perawatan intensif …………………………………………… 38 F. Keterangan Empiris yang Diharapkan …………………………... BAB III METODOLOGI PENELITIAN………………………………. 38 39 A. Jenis dan Rancangan Penelitian…………………………………... 39 B. Definisi Operasional ………………………………....................... 39 C. Bahan Penelitian dan Subjek Penelitian …………………………. 40 D. Jalannya Penelitian ……………………………………………… 41 1. Tahap perencanaan …………………………………………... 41 2. Tahap pengambilan data ……………………………………... 41 3. Tahap pengolahan hasil dan pembahasan …………………….. 42 E. Tata Cara Pengolahan Hasil Penelitian …………………………. 42 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.........................................................44 A. Karakteristik Pasien ……………………………………………… 44 1. Jenis kelamin ………………………………………………… 44 2. Umur ………………………………………………………… 45 B. Gambaran Umum Peresepan ………..…………………………… 46 1. Jumlah obat…………………………………………………... 46 xii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2. Golongan obat ………………..……………………………… 48 3. Jenis obat yang digunakan ……..……………………………... 50 1. Simpatomimetik …………………………………………… 50 2. Xantin ……………………………………………………… 51 3. Kortikosteroid ……………………………………………… 52 4. Antibiotik ………………………………………………….. 53 5. Obat batuk …………………………………………………. 55 6. Antialergi …………………………………………………... 56 7. Analgesik antipiretik ………………………………………. 56 8. Vitamin ……………………………………………………. 57 C. Cara Pemberian Obat yang Diberikan …………………………… 57 D. Interaksi Obat ……………………………………………………... 58 E. Kajian Umum Pola Pengobatan Asma Bronkial Pada Anak……… 59 F. Rangkuman Hasi dan Pembahasan.................................................... 61 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………….. 63 A. Kesimpulan………………………………………………………... 63 B. Saran……………………………………………………………….. 64 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. . 65 LAMPIRAN…………………………………………………………………. 67 BIOGRAFI PENULIS………………………………………………………. 88 xiii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR TABEL Tabel I. Perbandingan angka mortalitas dengan prevalensi asma Akut pada 12 negara......................................................................................11 Tabel II. Prevalensi Asma Anak di Indonesia....................................................11 Tabel III. Klasifikasi derajat penyakit asma........................................................22 Tabel IV. Distribusi Pasien Asma Bronkial pada Anak berdasarkan Jenis Kelamin di Instalasi Rwat Jalan RSPR Yogyakarta Tahun 2006…………………………………………….....................46 Tabel V. Distribusi Pasien Asma Bronkial pada Anak berdasarkan Umur di Instalasi Rawat Jalan RSPR Yogyakarta Tahun 2006….....................................................................................47 Tabel VI. Jumlah Obat yang Diberikan pada Pasien Asma Anak di Instalasi Rawat Jalan RSPR Yogyakarta Tahun 200............................................................................................48 Tabel VII. Golongan Obat yang Digunakan Pasien Anak Asma Bronkial di InstalasiRawat Jalan RSPR Yogyakarta Tahun 2006....................50 Tabel VIII. Jenis Obat Simpatomimetik yang Digunakan Pasien Anak Asma Bronkial yang Menjalani Rawat Jalan di Rumah Sakit Pant iRapih Yogyakarta Tahun 2006............................................... 52 Tabel IX. Jenis Obat Xantin yang Digunakan Pasien Anak Asma Bronkial yang Menjalani Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2006.................................................................. 53 xiv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel X. Jenis Obat Kortikosteroid yang Digunakan Pasien Anak Asma Bronkial yang Menjalani Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2006……………………………………………. 54 Tabel XI.Jenis Obat Antibiotik yang Digunakan Pasien Anak Asma Bronkial yang Menjalani Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2006.................................................................... 55 Tabel XII. Jenis Obat Batuk yang Digunakan Pasien Anak Asma Bronkial yang Menjalani Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2006...................................................... 56 Tabel XIII. Jenis Obat Antialergi yang Digunakan Pasien Anak Asma Bronkial di Instalansi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2006..................................................... xv 57 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Strukur Sistem Pernapasan ……………...................................8 Gambar 2. Perbedaan Saluran Nafas Normal Dengan Asma......................13 Gambar 3. Mekanisme Hipersensitivitas Tipe I..........................................14 xvi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Standar Pelayanan Medik Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 1998 mengenai Penyakit Asma Bronkial.......................................................................................66 Lampiran 2. Data……………………………….............................................72 xvii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit asma merupakan suatu penyakit umum yang terdapat di seluruh dunia. Menurut definisi yang telah dipublikasikan oleh United States Nasional Tuberculosis Association 1967, asma bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trakea dan bronki terhadap berbagai macam rangsangan yang manifestasinya berupa kesukaran napas, karena penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas (Sundaru, 2001). Asma dapat timbul pada berbagai usia, terjadi pada laki-laki dan wanita. Prevalensi morbiditas dan mortalitas asma akhir-akhir ini dilaporkan meningkat di seluruh dunia, meskipun berbagai obat baru terus dikembangkan dan digunakan untuk mengobati penyakit ini. Saat ini lebih dari 100 juta orang di dunia menderita asma dan kebanyakan terjadi pada anak-anak. Di Amerika Serikat (AS), pengidap asma meningkat dari 6,7 juta tahun 1980 menjadi 17,3 juta tahun 1998. Penelitian lain menyebutkan prevalensi asma berat meningkat sampai 10% pada anak usia 13-14 tahun (1993-1995). Prevalensi asma di Australia juga naik dua kali lipat dalam 10 tahun, dari 10,4% (1982) menjadi 27,6% tahun 1992. Sedangkan di Indonesia penelitian anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergy in Children (ISAAC) tahun 1995 prevalensi asma 2,1% meningkat menjadi 5,2% di tahun 2003 (Sundaru, 2006). xviii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Di negara-negara yang telah maju penelitian kedokterannya, diperkirakan 5% sampai 20% bayi dan anak-anak menderita asma, sedangkan penderita asma usia dewasa dan orangtua anak-anak berkisar antara 2% sampai 10%. Walaupun belum ada angka yang resmi dari penelitian yang pernah dilakukan, di beberapa tempat diperkirakan 2% sampai 5% penduduk Indonesia menderita asma. Angka kejadian asma pada anak-anak lebih tinggi dari orang dewasa. Pada masa anakanak penderita asma laki-laki lebih banyak daripada penderita perempuan, sedangkan pada usia dewasa terjadi sebaliknya. Tinggi rendahnya angka kejadian penderita asma dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain: faktor umur penderita, jenis kelamin, bakat alergi, bangsa, keturunan, linkungan, dan faktor fisiologik (Sundaru, 2001). Pengobatan asma pada anak-anak berbeda dengan orang dewasa, sehingga dalam penanganan asma anak perlu memperhatikan faktor-faktor pertumbuhan, pola iritan-iritan yang memicu kepekaan dan akibat medikasi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa anak bukanlah miniatur dewasa, mereka masih dalam proses tumbuh kembang, dimana fungsi organ dan keadaan fisiologis lainnya juga masih berkembang. Melihat adanya fenomena tentang masih berkembangnya penyakit asma yang menimpa sebagian besar masyarakat terutama anak-anak, sehingga mengundang suatu pertanyaan untuk mengetahui seperti apakah pola peresepan obat asma pada anak di Rumah Sakit Panti Rapih di Yogyakarta (Anonim, 2000b). Rumah Sakit Panti Rapih (RSPR) adalah Rumah Sakit Swasta di Daerah Istimewa Yogyakarta yang didirikan pada tanggal 14 September 1929. Tujuan xix PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Rumah Sakit Panti Rapih adalah mengantar masyarakat mencapai status kesehatan yang optimal melalui pendekatan layanan holistik (menyeluruh yang meliputi aspek biologis, psikologis, sosial, spiritual dan intelektual), dan mengupayakan pelayanan kesehatan yang sesuai bagi perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran bagi seluruh lapisan masyarakat menciptakan budaya kerja guna mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh karyawan. Rumah Sakit Panti Rapih mempunyai visi sebagai Rumah Sakit rujukan yang memandang pasien sebagai sumber inspirasi dan motivasi kerja, dengan memberikan pelayanan kepada siapa saja secara profesional. Sedangkan misi Rumah Sakit Panti Rapih adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan menyeluruh secara ramah, adil, dan profesional (Anonim, 2000b). 1. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan beberapa permasalahan penelitian sebagai berikut ini. a. Seperti apa karakteristik pasien asma bronkial pada anak ? b. Berapakah jumlah obat yang diberikan pada pasien anak dengan kasus penyakit asma bronkial ? c. Golongan obat apa saja yang diberikan pada pasien anak dengan kasus penyakit asma bronkial ? d. Jenis obat apa saja yang diberikan pada pasien anak dengan kasus penyakit asma bronkial ? e. Bagaimana cara pemberian obat pada pasien anak dengan kasus penyakit asma bronkial ? xx PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI f. Apakah terjadi potensial interaksi obat yang diresepkan ? 2. Keaslian Penelitian Penelitian sejenis pernah dilakukan oleh Haryo Kusumo, dengan judul “Kajian Pola Peresepan Obat Asma yang Diberikan pada Pasien Asma Anak di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2002”. Pada penelitian oleh Haryo Kusumo, meneliti pola peresepan untuk pasien asma anak di Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit Panti Rapih sedangkan penelitian kali ini meneliti pola persepan untuk penyakit asma bronkial pada anak di Instalasi Rawat jalan di Rumah Sakit Panti Rapih. Penelitian ini juga dilaksanakan pada tahun, bulan dan waktu pelaksanaan yang berbeda. 3. Manfaat Penelitian Sebagai sumber informasi bagi Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta dan tenaga kesehatan dalam usaha meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan meningkatkan kerasionalan penggunaan obat bagi penderita asma anak pada khususnya. B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui pola peresepan obat asma pada anak di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. xxi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui karakteristik pasien asma bronkial pada anak b. Untuk mengetahui jumlah obat yang diberikan pada pasien anak dengan kasus penyakit asma bronkial c. Untuk mengetahui golongan obat apa saja yang diberikan pada pasien anak dengan kasus penyakit asma bronkial. d. Untuk mengetahui jenis obat apa saja yang diberikan pada pasien anak dengan kasus penyakit asma bronkial e. Untuk mengetahui cara pemberian obat pada pasien anak dengan kasus penyakit asma f. Untuk mengetahui potensial interaksi antar obat yang diresepkan xxii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Anatomi Saluran Pernapasan pada Manusia Sistem pernapasan mempunyai dua bagian, yaitu bagian penghantar dan pernapasan. Bagian penghantar atau saluran udara terdiri atas hidung bagian luar, rongga-rongga hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Bagian pernapasan terdiri dari paru, bronkiolus respirasi, duktulus alveolar, sakus alveolar, dan alveolus (Sundaru, 2001). 1. Rongga hidung Rongga hidung dilapisi oleh selaput lendir yang terdapat banyak pembuluh darah dan terhubung dengan lapisan faring pada semua sinus yang masuk ke dalam rongga hidung. Daerah pernapasan pada rongga hidung dilapisi dengan epitelium silinder dan sel epitel rambut yang mengandung sel lendir. Rongga hidung kanan dan kiri dipisahkan oleh septum nasi. Dinding rongga hidung terdapat tiga kerang yang melengkung ke arah inferior, yaitu konka-konka, menggantung di atas tiga saluran yang melintas anteroposterior, yaitu meatus. 2. Faring Faring dimiliki bersama oleh sistem pencernaan dan pernapasan, merupakan rongga fibromuskular yang panjangnya hanya 15 cm dan menuju ke arah faring berhubungan dengan rongga hidung, rongga mulut, dan rongga faring. xxiii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3. Laring Setelah melalui faring udara akan melalui laring yang terdapat kotak suara. Di daerah tersebut terdapat katup yang dapat mencegah agar makanan atau minuman tidak masuk ke paru-paru sewaktu kita makan dan minum. 4. Trakea Trakea adalah pipa elastis yang mempunyai panjang sekitar 10 cm, dengan penampang sebesar pangkal jari telunjuk. Trakea dipertahankan terbuka dengan 20 buah cincin tulang rawan hialin yang berbentuk U terbuka ke arah posterior. 5. Bronkus Bronkus dan cabang-cabangnya berfungsi untuk menghangatkan, melembabkan, dan membersihkan udara. Bronkus dan cabang-cabangnya memiliki komponen-komponen sebagai berikut. a. Lapisan dalam yang terdiri dari permukaan selaput lendir, kelenjarkelenjar mukus yang memproduksi lendir dan sel-sel yang mempunyai rambut-rambut getar yang sangat halus yang disebut silia. b. Jaringan ikat dan penunjang yang mengandung pembuluh darah. c. Saluran napas yang diliputi oleh otot-otot, baik otot-otot sirkular yang melingkari saluran napas dan otot-otot longitudinal yang sejajar dengan saluran napas. d. Cincin tulang rawan pada trakea dan bronkus yang menyerupai tapak kuda. Tulang ini berfungsi sebagai lubang saluran napas agar tidak mudah menyempit. xxiv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6. Paru-paru Paru kanan dan kiri adalah jaringan elastis yang bekerja seperti bunga karang dan teraba seperti karet spons. Paru kanan terbagi menjadi tiga lobus yang terpisah oleh dua fisura lengkap, paru kiri terbagi menjadi dua lobus oleh satu fisura (Sundaru, 2001). Gambar I. Strukur Sistem Pernapasan (Sundaru, 2001). xxv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI B. Asma Bronkial (Asma) 1. Pengertian Berdasarkan Global Initiative For Asthma (GINA), batasan asma menggambarkan konsep inflamasi sebagai dasar mekanismenya gangguan inflamasi kronik saluran respiratorik dengan banyak sel yang berperan khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan, inflamasi ini menyebabkan episod wheezing berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan saluran respiratorik yang luas namun bervariasi, yang paling tidak sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan (Anonim, 2004). Asma adalah penyakit radang kronis pada saluran pernapasan yang ditandai oleh hiperresponsif pada cabang trakiobronkial terhadap berbagai rangsangan dimanifestasikan secara fungsiologis dengan penyempitan saluran nafas yang menyeluruh dan kebanyakan secara klinis ditandai dengan sesak nafas paroksismal batuk dan wheezing. Biasanya serangan asma jangka pendek antara beberapa menit sampai beberapa jam dan pasien dapat pulih kembali setelah serangan (Anonim, 2003). 2. Epidemiologi Asma Saat ini lebih dari 100 juta orang di dunia menderita asma dan kebanyakan terjadi pada anak-anak terutama di daerah perkotaan dan industri. Berbagai faktor menjadi sebab dari keadaan ini yaitu faktor polusi, kekurangan dalam berbagai hal yaitu pengetahuan tentang asma, penegakan diagnosa yang tidak lengkap, xxvi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI sistimatika dan pelaksanaan pengelolaan, upaya pencegahan dan penyuluhan, dan pembiayaan. Dilaporkan adanya peningkatan prevalensi asma di seluruh dunia secara umum dan khususnya peningkatan frekuensi kunjungan ke emergensi atau perawatan di Rumah Sakit. Penyebab terjadinya hal ini diduga disebabkan peningkatan kontak dan interaksi alergen di rumah/lingkungan pasien. Angka kejadian yang dilaporkan dipengaruhi oleh perbedaan dalam pengamatan yaitu oleh berbagai faktor yaitu faktor lokasi (negara, daerah, kota atau desa), populasi pasien (masyarakat atau sekolah/ rumah sakit, rawat nginap atau rawat jalan), usia (anak, dewasa), cuaca (kering atau lembab). Prevalensi asma di seluruh dunia adalah sebesar 8-10 persen pada anak dan 3-5 persen pada dewasa, yang dalam 10 tahun terakhir ini meningkat sebesar 50 persen dari angka semula. Dimana prevalensi asma pada anak lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa. Pada saat masa anak-anak, laki-laki memiliki kemungkinan yang lebih besar terserang asma, karena pada anak laki-laki memiliki aktivitas yang lebih tinggi dibanding anak perempuan, sehingga sistem imunnya lebih rendah dan kemungkinan kontak dengan alergen lebih sering terpapar, sedangkan pada saat dewasa akan terjadi sebaliknya (Anonim, 2003). Tabel I. Perbandingan angka mortalitas dengan prevalensi asma akut pada 12 negara (Anonim, 2003). xxvii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Negara Australia Canada Inggris Finlandia Perancis Itali Jepang Selandia baru Swedia Amerika serikat Jerman Angka mortalitas asma * 0,86 0,25 0,52 0,21 0,40 0,23 0,73 0,50 0,12 0,47 Prevalensi asma berat** 8,3 8,0 8,7 3,1 2,8 2,0 2,1 8,0 2,0 10,0 Rasio 0,44 5,0 0,08 0,10 0,03 0,06 0,07 0,14 0,12 0,35 0,06 0,06 0,05 *Angka mortalitas asma (per 100.000) pada usia 5-34 tahun pada tahun 1993 **Asma berat didefinisikan episode wheezing sampai keterbatasan bicara, dalam 12 bulan sebelumnya pada anak usia 13-14 tahun,1993-1995 Tabel II. Prevalensi Asma Anak di Indonesia (Rahajoe dkk, 2004). Penelitian (kota) Tahun 1991 1993 1996 1996 1997 2001 2002 Jumlah Sampel 1200 4865 1296 3118 2234 2678 2836 Umur (Tahun) 6-12 6-12 6-12 13-15 13-15 13-14 6-7 Prevalens (%) 16,4 6,6 17,4 5,7 2,6 11,5 3,0 Djajanto B(Jakarta) Rosmayudi (Bandung) Dahlan (Jakarta) Arifin (Palembang) Rosalina (Bandung) Yunus F (Jakarta) Kartasasmita CB (Bandung) Rahajoe NN (Jakarta) 2002 1296 13-14 6,7 3. Etiologi dan Patogenesis Asma Penyebab asma masih belum jelas. Diduga yang memegang peranan utama ialah reaksi berlebihan dari trakea dan bronkus (hiperreaktifitas bronkus). Hiperreaktifitas bronkus itu belum diketahui dengan jelas penyebabnya. Diduga karena adanya hambatan sebagian sistem adrenergik, kurangnya enzim xxviii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI adenilsiklase dan meningginya tonus sistem parasimpatik. Keadaan demikian menyebabkan mudah terjadinya kelebihan tonus parasimpatik kalau ada rangsangan sehingga terjadi spasme bronkus (Rahajoe dkk, 2004). Inflamasi sel (sel mast, eosinofil, limfosit T, neutrofil), mediator kimia (histamin, leukotrin, platelet-activating factor, bradikinin), dan faktor kemotaktik (sitokin, eotaxin) yang mendasari munculnya inflamasi sekitar saluran respirasi pada penderita asma. Inflamasi terjadi apabila timbul hiperresponsif pada saluran respirasi penderita asma sehingga cenderung terjadi kontriksi saluran respirasi yang diakibatkan oleh respon alergi, iritan, infeksi virus dan beban fisik. Hal tersebut juga mengakibatkan edema, peningkatan produksi mukus pada paru, keluarnya sel inflamasi pada saluran respirasi dan sel epitelnya mengalami denaturasi. Pada inflamasi kronik dapat terjadi remodeling saluran respirasi yang mendasari timbulnya proliferasi pada ekstraseluler matrix protein, hiperplasi vaskuler dan mungkin terjadinya perubahan struktur yang irreversibel serta kehilangan progresifitas pada fungsi paru (Nelson, 2006). Penderita asma mempunyai saluran udara yang sensitif dalam paruparunya. Sewaktu terekspos kepada penyebab tertentu, saluran udara semakin sempit, dan akibatnya sulit untuk bernafas. Ada dua faktor utama yang menyebabkan saluran udara menjadi sempit. a. Selaput dalam saluran udara menjadi merah dan bengkak (radang) dan banyak mukus (lendir) yang dihasilkan. b. Otot di sekeliling saluran udara menyempit (bronkokonstriksi). xxix PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Gambar II. Perbedaan Saluran Nafas Normal Dengan Asma (Dennys, 2005) Berbagai faktor menyebabkan timbulnya rangsangan asma antara lain infeksi virus, terekspos alergi dan iritan (rokok, bau busuk yang kuat, asap), kegiatan, emosi dan perubahan cuaca/lingkungan. Rhinosinisitis, gastroesofageal refluk dan sensitivitas dari obat non steroid anti inflamasi (aspirin) dapat juga merangsang timbulnya asma. xxx PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Gambar III. Mekanisme Hipersensitivitas Tipe 1 (Anonim, 2002) Antigen (allergen) yang berhubungan dengan lingkungan luar merusak permukaan mukosa dan ditangkap oleh antigen presenting cells (APCs) dimana proses ini dipresentasikan ke sel T-helper (Th). Sel Th2 mengeluarkan sitokin yang menyebabkan proliferasi sel B dan respon allergen-specific IgE. Imunoglobulin E terikat melalui Fcε reseptors (FcεRI) sehingga sel mast menjadi peka. Bilamana setelah sel mast menjadi peka maka sel mast itu akan membentuk cross-links surface-bound IgE yang menyebabkan peningkatan calsium (Ca2++) yang merangsang pengeluaran mediator pre-formed yaitu seperti histamin, protease dan bentuk mediator yang baru, lipid mediator seperti leukotrin dan prostaglandin. Produk yang dibentuk itu merupakan gejala klinik pada alergi. xxxi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Sitokin yang dikeluarkan juga berasal dari degranulasi sel mast dan inflamasi serta respon IgE (Rahajoe dkk, 2004). 4. Remodeling Saluran Respirasi Remodeling saluran respirasi adalah serangkaian proses yang menyebabkan deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran respirasi melalui proses diferensiasi, migrasi diferensiasi dan maturasi struktur sel. Kombinasi kerusakan sel epitel, perbaikan epitel yang berlanjut, produksi berlebih faktor pertumbuhan profibrotik/transforming growth factors (TGF-b) dan proliferasi serta diferensiasi fibroblast menjadi myofibroblas diyakini merupakan proses yang penting dalam remodeling. Myofibroblas yang teraktifasi akan memproduksi faktor-faktor pertumbuhan, kemokin dan sitokin yang menyebabkan proliferasi sel-sel otot polos saluran respirasi dan meningkatkan permeabilitas mikrovaskular, menambah vaskularisasi, dan neuvaskularisasi dan jaringan saraf. Peningkatan deposisi matriks molekul termasuk proteoglikan kompleks pada dinding saluran respirasi dapat diamati pada pasien yang meninggal karena asma dan hal ini secara langsung berhubungan dengan lamanya penyakit (Baratawidjaja, 2001). Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran respirasi, sel globet kelenjar submukosa timbul pada bronkus pasien asma terutama pada yang kronik dan berat. Secara keseluruhan, saluran respirasi yang bervariasi sering dapat menyebabkan penebalan dinding saluran respirasi yang bersifat reversibel. Pada sebagian besar pasien reversibilitas yang menyeluruh dapat diamati pada pengukuran dengan spirometri setelah diterapi dengan inhalasi kortikosteroid. xxxii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Beberapa penderita asma mengalami obstruksi saluran respirasi residual yang dapat terjadi pada pasien yang tidak menunjukan gejala, hal ini mencerminkan adanya remodeling saluran napas (Baratawidjaja, 2001). Remodeling bertujuan untuk mengetahui patogenesis hiperreaktivitas saluran respirasi yang non spesifik terutama pada pasien yang sembuh dalam waktu yang lama (lebih dari 1-2 tahun) atau yang tidak sembuh sempurna setelah terapi steroid hirupan (Baratawidjaja, 2001). 5. Gejala Klinis Pada penderita asma akan dijumpai gangguan fungsi tubuh sehingga menimbulkan gambaran klinik yang berupa episode serangan batuk, wheezing, sesak napas, rasa dada tertekan dan inflamasi saluran napas kronik. Hiperreaksi saluran nafas terhadap berbagai perangsangan dan pencetus obstruksi jalan nafas dan pembatasan aliran udara akibat meningginya kepekaan saluran nafas oleh proses inflamasi (Rahajoe dkk, 2004). Pada inspeksi terlihat pernapasan cepat dan sukar, disertai batuk-batuk paroksismal, kadang-kadang terdapat suara wheezing (mengi), ekspirium memanjang, pada inspirasi terlihat retraksi daerah supraklavikular, suprasternal, epigastrium dan sela iga. Selama episode akut, pemeriksaan fisik ditemukan takipnea, takikardi, batuk, wheezing dan napas fase ekspirasi yang memanjang (Nelson, 2006). Pada asma kronik terlihat bentuk toraks emfisematus, bongkok ke depan, sela iga melebar, diameter anteroposterior toraks bertambah. Pada perkusi xxxiii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI terdengar hipersonor seluruh toraks, terutama bagian bawah posterior. Daerah pekak jantung dan hati mengecil (Rahajoe dkk, 2004). Dasar kelainan asma adalah keadaan bronkus (saluran nafas bagian dalam) yang hiperreaktif terhadap berbagai rangsangan. Jika ada rangsangan pada bronkus yang hiperreaktif maka akan menyebabkan otot bronkus akan mengerut atau menyempit, selaput lendir bronkus membengkak, produksi lendir menjadi banyak dan kental. Lendir yang kental ini sulit dikeluarkan atau dibatukkan sehingga penderita menjadi lebih sesak. Keadaan bronkus yang sangat peka dan hiperreaktif pada penderita asma menyebabkan saluran nafas menjadi sempit, akibatnya pernafasan menjadi terganggu. Hal ini menimbulkan gejala asma yang khas yaitu : batuk, sesak nafas dan wheezing atau mengi. Manifestasi serangan asma tidak sama pada setiap orang, bahkan pada satu penderita yang sama berat dan lamanya serangan asma dapat berbeda dari waktu ke waktu. Beratnya serangan dapat bervariasi mulai dari yang ringan sampai berat, demikian pula dengan lamanya serangan. Serangan bisa saja singkat, sebaliknya dapat pula berlangsung sampai berhari-hari (Abidin dan Ekarini, 2002). a. Gejala klinis penyakit asma berdasarkan derajat serangan 1) Serangan asma akut ringan, dengan gejala : a) rasa berat di dada, b) batuk kering ataupun berdahak, c) gangguan tidur malam karena batuk atau sesak napas, d) mengi tidak ada atau mengi ringan, xxxiv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI e) arus puncak aspirasi (APE) kurang dari 80 %. 2) Serangan asma akut sedang, dengan gejala : a) sesak dengan mengi agak nyaring b) batuk kering/berdahak c) aktivitas terganggu d) arus puncak aspirasi antara 50-80% 3) Serangan asma akut berat, dengan gejala : a) sesak sekali b) sukar berbicara dan kalimat terputus-putus c) tidak bisa berbaring, posisi mesti 1/2 duduk agar dapat bernapas d) arus puncak aspirasi kurang dari 50 % b. Gejala klinis penyakit asma berdasarkan derajat penyakit 1) Serangan Asma episodik yang jarang a) Gejala-gejala yang timbul lebih menonjol pada malam hari b) Mengi (wheezing) dapat berlangsung sekitar 3-4 hari c) Batuk-batuk dapat berlangsung 10-14 hari d) Manifestasi alergi lain seperti eksim jarang didapatkan e) Tumbuh kembang anak biasanya baik f) Diluar serangan tidak ditemukan kelainan g) Waktu remisi berminggu-minggu sampai berbulan-bulan xxxv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2) Serangan Asma episodik sering a) Berhubungan dengan infeksi saluran nafas akut b) Biasanya dihubungkan dengan perubahan udara, adanya allergen, aktivitas fisik dan stress c) Umumnya gejala paling jelek terjadi pada malam hari dengan batuk dan mengi yang dapat mengganggu tidur d) Dapat ditemukan hay fever 3) Serangan Asma kronik atau persisten a) Terdapat mengi yang lama b) Terjadi obstruksi saluran napas yang persisten dan hamper selalu terdapat mengi tiap hari c) Pada malam hari sering terganggu oleh batu dan mengi d) Aktivitas fisik yang sering menyebabkan mengi e) Dari waktu kewaktu terjadi serangan yang berat dan sering memerlukan perawatan rumah sakit f) Adanya gangguan pertumbuhan yaitu bertubuh kecil g) Kemampuan aktivitas fisik berkurang ( Salim dkk, 2001). Selain golongan yang di atas terdapat bentuk asma yang tidak dapat begitu saja dimasukan ke dalamnya. a. Asma episodik berat dan berulang xxxvi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Serangan biasanya berat dan sering memerlukan perawatan rumah sakit, berhubungan dengan infeksi virus saluran napas. Di luar serangan biasanya normal dan tanda-tanda alergi tidak menonjol. Tidak terdapat obstruksi saluran napas persisten. b. Asma persisten pada bayi Mengi yang persisten dengan takipnu untuk beberapa hari atau beberapa minggu. Mengi biasanya terdengar jelas kalau anak sedang aktif dan tidak terdengar kalau anak sedang tidur. Keadaan umum anak biasanya tetap baik dan tumbuh kembangnya juga baik bahkan gemuk. Gambaran rontgen paru biasanya normal. c. Asma hipersekresi Terdapat batuk, suara napas berderak (krek-krek,krok-krok) dan mengi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan ronki basah dan ronki kering. d. Asma karena beban fisik (exercise induced asthma) Serangan asma yang muncul setelah melakukan kegiatan fisik. e. Asma dengan allergen atau sensitivitas fisik Serangan asma baru timbul setelah terkena allergen misalnya bulu binatang, minum aspirin, zat warna tartrasin atau makan makanan atau minuman yang mengandung zat pengawet bisulfit. f. Batuk malam Serangan batuk malam yang keras dan kering. Batuk biasanya terjadi pada jam 1-4 pagi, dan sering mengganggu tidur anak dan keluarganya. Sering didapatkan tanda adanya alergi pada anak dan keluarganya. xxxvii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI g. Asma yang memburuk pada pagi hari (early morning dipping) Gejalanya paling buruk jam 1-4 pagi. Keadaan demikian dapat terjadi secara teratur dan intermiten diduga berhubungan dengan diurnal kaiber saluran napas (Rahajoe dkk, 2004). Serangan klinis asma dibagi menjadi 3 stadium,yaitu : 1) stadium I Waktu terjadi edema dinding bronkus, batukparoksismal karena iritasi dan batuk kering. Sputum yang kental dam mengumppul merupakan benda asing yang merangsang keluar. 2) stadium II Sekresi bronkus bertambah banyak dan batuk dengan dahak yang jernih dan berbusa.. pada stadium ini anak akan mulai merasa sesak nafas berusaha bernapas lebih dalam. Ekspirasi memanjang dan terdengar bunyi mengi. Tampak otot nafas tambahan lebih bekerja. Terdapat retraksi suprasternal, epigastrium dan mungkin juga sela iga. Anak lebih sering duduk dan membungkuk, tangan menekan pada tepi tempat tidur atau kursi. Anak tampak gelisah,, pucat dan sianosis sekitar mulut. 3) stadium III Obstruksi otot spasme bronkus lebih berat, aliran udara sangat sedikit sehingga suara nafas hampir tidak terdengar. Stadium ini sangat berbahaya karena sering disangka ada perbaikan. Juga batuk seperti ditekan. Pernafasan dangkal, tidak teratur dan frekuensi nafas yang mendadak tinggi (Salim dkk, 2001). xxxviii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6. Klasifikasi Asma a. Klasifikasi asma berdasarkan derajat penyakit Pedoman nasional asma anak membagi derajat asma menjadi 3 derajat penyakit : 1) asma episodik jarang, 2) asma episodik sering, 3) asma persisten. Tabel III. Klasifikasi Derajat Penyakit Asma (Rahajoe dkk, 2004) Parameter klinis,kebutuhan obat,dan faal paru 1.Frekuensi serangan Asma Episodik Jarang Asma Episodik Sering Asma Persisten <1×/bulan >×/bulan Sering <1 minggu >1 minggu Hampir sepanjang tahun, tidak ada remisi 3.Intensitas serangan biasanya ringan biasanya sedang biasanya berat 4.Diantara serangan tanpa gejala sering ada gejalanya gejala siang dan malam 5.Tidur dan aktivitas tidak terganggu sering terganggu sangat terganggu 2.Lama serangan mungkin terganggu tidak pernah normal (ditemukan kelainan) 6.Pemeriksaan fisis normal (tidak ditemukan diluar serangan kelainan) 7.obat pengendali (antiinflamasi) tidak perlu perlu perlu 8.Uji faal paru (diluar serangan) FEV1/FVC>80% FEV1/FVC 6080% FEV1/FVC <60% 9.Variabilitas faal paru (bila ada serangan) Variabilitas >15% Variabilitas >30% Variabilitas2030% Variabilitas >50% Konsensus Internasional III membagi derajat penyakit asma anak berdasarkan keadaan klinis dan kebutuhan obat menjadi 3 yaitu, asma episodik xxxix PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI jarang yang meliputi 75 persen populasi anak asma, asma episodik sering meliputi 20 persen populasi, dan asma persisten meliputi 5 persen populasi (Rahajoe dkk, 2004). b. Berdasarkan macam rangsangan atau faktor pencetus asma patogenesisnya dapat dibedakan menjadi dua. 1) Asma ekstrinsik (imunologik) Bentuk asma ekstrinsik biasanya terdapat pada anak-anak dengan riwayat keluarga semua bentuk alergi yang jelas. Proses imun berperan pada suatu penyakit, bila penyakit tersebut terdapat antigen atau alergen dan antibodi atau sel yang tersensitisasi. Pada asma, alergen merupakan zat-zat yang ditemukan di sekitar lingkungan seperti debu, bulu-bulu binatang, tungau dan sebagainya. Pada proses imun sebagai antibodi adalah Ig E dan sebagai sel yang tersensitisasi adalah sel mastosit. Sel mastosit akan mengeluarkan zat-zat kimia yang disebut mediator ke jaringan sekitarnya. Bila mediator dilepaskan pada saluran napas akan menyebabkan penyempitan saluran napas dan menimbulakan gejala asma (Abidin dan Ekarini, 2002). 2) Asma intrinsik (Non imunologik) Asma intrinsik merupakan asma yang tidak disebabkan oleh faktor lingkungan dan tidak diketahui penyebabnya serta dipicu oleh faktor-faktor non alergen seperti infeksi oleh virus, iritan, emosi dan olahraga. Asma ini umumnya terjadi pada orang dewasa dan mempunyai kecenderungan lebih sering kambuh dan lebih berat keparahannya dibanding dengan asma ekstrinsik. Asma intrinsik dan imunologik dipostulasikan sebagai hasil xl PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI berbagai abnormalitas kontrol parasimpatik fungsi saluran nafas. Otot polos saluran udara, kelenjar submukosa dan kapiler diatur oleh sistem saraf otonom, rangsangan kolinergik dan alfa adrenergik menyebabkan bronkokonstriksi dan sekresi mukosa, adanya rangsangan beta-alfa reseptor dari sel mukosa bronkial dapat menyebabkan banyaknya gejala asma. Kemungkinan beberapa intervensi yang menghambat jalur beta adrenergik dapat juga menyebabkan bronkokonstriksi (Abidin dan Ekarini, 2002). c. Klasifikasi berdasarkan pola waktu serangan Klasifikasi asma juga bisa dibuat berdasarkan pola waktu terjadi serangan yang dipantau dengan pemeriksaan APE. Klasifikasi ini mencerminkan berbagai kelainan patologi yang menyebabkan gangguan aliran udara serta mempunyai dampak terhadap pengobatan. Termasuk dalam klasifikasi ini adalah: 1) Asma intermiten Pada jenis ini serangan asma timbul kadang-kadang. Di antara dua serangan APE normal, tidak terdapat atau ada hiperreaktivitas bronkus yang ringan. 2) Asma persisten Terdapat variabilitas APE antara siang dan malam hari, serangan sering terjadi dan terdapat hiperaktivitas bronkus. Pada beberapa penderita asma persisten yang berlangsung lama, faal paru tidak pernah kembali normal meskipun diberikan pengobatan kortikosteroid yang intensif. xli PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3) Asma britel Penderita jenis ini mempunyai saluran napas yang sangat sensitif, variabilitas obstruksi saluran napas dari hari ke hari sangat ekstrim. Beratnya derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan dan tindakan selanjutnya yang akan dilakukan untuk menangani timbulnya serangan yang mungkin akan terjadi (Kumarawati, 2004). 7. Penatalaksanaan Asma Asma pada kebanyakan penderita dapat dikontrol secara efektif meskipun tidak dapat disembuhkan. Penatalaksanaan yang paling efektif adalah mencegah atau mengurangi inflamasi kronik dan menghilangkan faktor penyebab. Faktor utama yang berperan dalam kesakitan dan kematian pada asma adalah tidak terdiagnosisnya penyakit ini dan pengobatan yang tidak cukup. Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan terkontrol bila: a. gejala kronik minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala asma malam b. eksaserbasi minimal (jarang) c. tidak ada kunjungan ke Unit Gawat Darurat d. kebutuhan obat agonis -2 minimal (idealnya tidak diperlukan) e. tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk exercise f. variasi harian APE kurang dari 20% g. nilai APE normal atau mendekati normal h. efek samping obat minimal (tidak ada). i. tujuan penatalaksanaan asma adalah untuk j. menghilangkan dan mengendalikan gejala asma xlii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI k. mencegah eksaserbasi penyakit l. meningkatkan fungsi paru mendekati nilai normal dan m. mempertahankan nilai tersebut n. mengusahakan tercapainya tingkat aktivitas normal, tero. masuk exercise p. menghindari efek samping karena obat q. mencegah kematian karena asma Penatalaksanaan asma jangka panjang perlu dirancang sedemikian rupa agar penyakit dapat dikontrol dengan pemberian obat-obatan seminimal mungkin. Pengobatan diberikan berdasarkan tahap beratnya penyakit. Secara garis besar obat asma terdiri atas 2 golongan, yaitu pertama, obat yang berguna untuk menghilangkan serangan asma, yaitu mengurangi bronkokonstriksi yang terjadi. Obat ini disebut obat pelega napas (reliever) yang umumnya bekerja sebagai bronkodilator dan golongan obat kedua adalah obat yang dapat mengontrol asma disebut sebagai controller medications. Obat ini diberikan setiap hari untuk jangka waktu yang lama. a. Pengobatan asma ditujukan pada macam-macam aspek seperti berikut ini. 1) Kausal : mencari dan menentukan sebabnya, bila diketahui sebabnya maka dengan menghindari sebab itu akan mengurangi kemungkinan mendapat serangan terutama dari sebab-sebab yang tergolong pada faktor pencetus. 2) Simptomatis : pengobatan yang hanya untuk menghilangkan gejala asma. 3) Obat pencegah serangan : berguna untuk mencegah agar serangan asma tidak sering terjadi. xliii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4) Imunoterapi : dengan jalan mengurangi bahan-bahan yang menyebabkan timbulnya serangan asma (Baratawidjaja, 2001). b. Prinsip umum pengobatan asma bronkial adalah seperti berikut ini. 1) Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera. 2) Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma. 3) Memberikan penerangan kepada penderita atau keluarganya mengenai penyakit asma maupun tentang perjalanan penyakitnya, sehingga penderita mengerti tujuan pengobatan yang diberikan dan bekerja sama dengan dokter yang merawatnya (Baratawidjaja, 2001 ). c. Obat-obat asma Obat-obat asma terdiri dari dua bagian yaitu saat serangan asma dan pencegah serangan asma. 1) Obat saat serangan asma. a) Bronkodilator Bronkodilator menyebabkan relaksasi otot-otot polos yang berada di saluran pernafasan. Obat ini membantu mengontrol kondisi saluran pernafasan yang menyebabkan hambatan pada aliran udara yang melewatinya. Bronkodilator sendiri terdiri atas 3 golongan yaitu: (1) Simpatomimetik Obat anti asma golongan simpatomimetik bekerja dengan jalan merangsang reseptor-reseptor. Rangsangan ini akan menyebabkan reaksi kimia di dalam sel, yang hasilnya berupa efek yang sudah tertentu. xliv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Misalnya rangsangan terhadap reseptor beta 2 menyebabkan pelebaran saluran nafas, obat-obatannya dikenal dengan nama agonis beta2 atau agonis beta 2 selektif. Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan, dan semprotan (Sundaru, 2001). (2) Xantin Dalam golongan metil-xantin termasuk teofilin dan aminofilin (teofilin dan etilendiamin), merupakan bronkodilator yang sering digunakan pada pengobatan asma (Bratawidjaya, 2004). Bentuk obatnya berupa tablet, kapsul, sirup, suntikan dan supositoria (Sundaru, 2001). (3) Atropin Atropin hanyalah bronkodilator yang lemah sehingga tidak dipergunakan sebagai obat utama anti asma. Turunan atropin yang lebih efektif dan aman yaitu pratiopium dalam bentuk Metered Dose Inhaler (MDI) (Sundaru, 2001). b) Kortikosteroid Kortikosteroid yaitu obat anti alergi dan anti peradangan contohnya; prednison, metil prednisolon, hidrokortison. Cara kerjanya sebagai obat anti alergi yang kuat, mengurangi pembengkakan saluran nafas dan memperbaiki kerja bronkodilator yang sudah melemah. Karena banyak efek sampingnya steroid diberikan bila obat-obatan bronkodilator sudah tidak mempan lagi (Sundaru, 1995). Hanya sebagian kecil penderita asma yang memerlukan kortikosteroid dalam hidupnya, terutama asma menahun (Bratawidjaya, 2001). xlv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2) Obat-obatan untuk mencegah serangan asma. a) Kromon Sodium kromolin adalah senyawa yang sudah lama tersedia bagi perawatan profilaksis asma kurang lebih selama hampir 20 tahun. Mekanisme senyawa ini belum diketahui. Hal yang sudah diketahui adalah bahwa kromon menghalangi early asthmatic respons (EAR) dan late asthmatic respons (LAR) serta mencegah menigkatnya hiperaktivitas bronki berikutnya. Hal ini diduga bahwa semua aktivitas kromolin merupakan hasil stabilitas tiang sel membran. Profilaksis jangka panjang dengan kromolin mencegah reaksi umum pada hiperaktivitas bronki yang disebabkan oleh tepung sari, debu dan alergen yang dapat menghasilkan pengurangan pada dasar hiperaktivitas bronki. Kromilin menghalangi pergerakan invitro dalam neutrofil, makrofag, dan eosinofil manusia (Kelly dan Kamada, 1997). b) Ketotifen Dibandingkan dengan obat-obatan pencegah serangan asma yang lain seperti kortikosteroid aerosol, obat ini lebih praktis dan mudah dipakai karena bentuk obatnya berupa tablet dan sirup. Angka keberhasilan pengobatan ketotifen pada asma berkisar antara 60%-70%. Dosis pada anak-anak sama dengan orang dewasa yaitu 2 kali 1 mg sehari. Ketotifen terutama bermanfaat pada asma yang penyebabnya alergi (Sundaru, 2001). xlvi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI c) Kortikosteroid aerosol Kebalikan dari obat yang bekerja sistematik, obat aerosol bekerja dengan jalan menempel di permukaan bagian tubuh yang sakit. Cara kerja steroid aerosol pada dasarnya sama dengan yang sistematik yaitu sebagai anti alergi dan anti peradangan. Untuk melihat manfaatnya diperlukan waktu sekitar 4 minggu. Diperkirakan steroid aerosol juga membantu memperkuat kerja dari bronkodilator (Sundaru, 2001). d) Nedokromil Obat ini diduga mempunyai efek anti peradangan seperti halnya natrium kromolin, nedokromil dipakai untuk mencegah asma ringan dan sedang, terutama yang disebabkan oleh alergen, kegiatan jasmani maupun iritan seperti hawa dingin atau asap (Sundaru, 2001). e) Antileukotrien Leukotrien adalah salah satu mediator dari reaksi alergi yang dapat menyebabkan gejala asma. Obat-obatan yang termasuk golongan anti leukotrien bekerja dengan jalan mencegah terjadinya serangan asma. Oleh karena itu obat ini dipakai terus menerus untuk jangka panjang. Keuntungan anti leukotrien bermanfaat pada asma yang dicetuskan oleh alergen, kegiatan jasmani, aspirin, dan iritan karena polusi udara (Sundaru, 2001). f) Suntikan alergen (Laprin) Istilah suntikan allergen bermacam-macam. Ada yang menyebut hiposensitisasi atau imunoterapi atau desensitasi, yang disuntikkan xlvii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI adalah alergen atau zat penyebab alergi. Bila disuntikkan ke badan akan membentuk zat anti (kebal), sehingga suatu hari jika penderita terpapar (kontak) dengan alergen tadi, reaksi alergi tidak terjadi sama sekali dan hasil akhirnya serangan asma tidak timbul (Sundaru, 2001). Obat pengontrol asma yang paling efektif adalah kortikosteroid. Cara pemberian yang paling baik adalah secara inhalasi. Pemakaian kortikosteroid inhalasi jangka panjang dapat menurunkan kebutuhan terhadap kortikosteroid sistemik. Pada asma kronik berat dibutuhkan dosis inhalasi yang tinggi untuk mengontrol asma. Bila dengan dosis inhalasi yang tinggi belum juga dapat mengontrol asmanya, maka ditambahkan kortikosteroid oral. Pada pemakaian kortikosteroid inhalasi jangka panjang dapat timbul efek samping kandidiasis orofaring, disfonia dan kadang-kadang batu. Efek samping itu dapat dicegah dengan pemakaian spacer atau dengan mencuci mulut sesudah pemakaian alat. Obat kortikosteroid sistemik diberikan bila obat inhalasi masih kurang efektif dalam mengontrol asma. Obat sistemik juga diberikan pada seat terjadi serangan asma yang berat. Pemberian obat selama 57 hari dapat digunakan sebagai terapi maksimal untuk mengontrol gejala asma. Pemberian demikian dilakukan pada permulaan terapi jangka panjang maupun sebagai terapi awal pada asma yang tidak terkontrol atau selama masa perburukan penyakit. Pemberian obat kortikosteroid jangka panjang mungkin perlu untuk mengontrol asma xlviii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI persisten berat, tetapi pemberian itu terbatas oleh karena risiko terhadap efek samping. Pemberian inhalasi kortikosteroid jangka lama selalu lebih baik daripada pemberian secara oral maupun parenteral. Bila pemberian oral diberikan untuk jangka lama harus diperhatikan kemungkinan timbal efek samping. Untuk jangka panjang pemberian obat secara oral lebih baik daripada parenteral. Preparat oral golongan steroid yang bersifat short acting seperti prednison, prednisolon dan metil prednisolon lebih baik karena efek mineralokortikoidnya minimal, masa kerja pendek sehingga efek samping lebih sedikit dan efeknya terbatas pada otot. Bila mungkin prednison oral jangka lama diberikan selang sehari pada pagi hari untuk mengurangi efek samping. Tetapi kadang-kadang penderita asma berat memerlukan obat tiap hari bahkan dua kali sehari (Anonim, 2003). C. Peresepan pada anak-anak Anak terutama neonatus mempunyai respons yang berbeda terhadap obat dibanding orang dewasa. Perhatian khusus diberikan pada masa neonatal (0-30 hari) karena dosis harus selalu dihitung dengan cermat. Pada umur ini, resiko toksisitas bertambah karena filtrasi renal yang belum efisien, defisiensi relatif enzim, sensitifitas organ target yang berbeda, dan belum adekuasinya sistem detoksifikasi yang menyebabkan lambatnya ekskresi obat (Anonim, 2000 (b)). xlix PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI The British Paediatric Association (BPA) mengusulkan tentang waktu yang didasarkan pada saat terjadinya perubahan-perubahan biologis. Perubahan biologis yang diwakili oleh tiap rentang waktu tersebut adalah neonatus terjadi perubahan organ yang sangat penting, bayi merupakan masa awal pertumbuhan yang pesat, anak-anak adalah masa pertumbuhan secara bertahap. Neonatus dimulai dari awal kelahiran kurang dari 1 bulan, bayi dimulai dari rentang 1 bulan sampai 2 tahun, dan kelompok anak mempunyai rentang di atas 2 tahun sampai dengan 12 tahun (Prest, 2003). Hal-hal yang sebaiknya menjadi pertimbangan petugas kesehatan peresepan obat pada anak-anak adalah sebagai berikut ini. 1. Dosis Dosis untuk anak bisa dihitung dari dosis dewasa berdasar umur, berat badan, luas permukaan badan, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Metode yang paling akurat adalah berdasarkan luas permukaan tubuh. 2. Berat badan Berat badan bisa digunakan untuk menghitung dosis, ditunjukkan dengan mg/kg. anak kecil mungkin memerlukan dosis per kilogram yang lebih besar dibanding orang dewasa karena kecepatan metabolismenya lebih tinggi. Beberapa masalah yang perlu dipertimbangkan antara lain, pada anak yang gemuk akan mendapat dosis yang terlalu besar, sehingga sebagian besar perhitungan dosis menggunakan berat badan ideal dikaitkan dengan tinggi badan dan umur. l PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3. Luas permukaan badan Dibandingkan dengan lainnya, perhitungan dosis dengan luas permukaan tubuh ini lebih akurat, karena fenomena fisiologis tubuh lebih dekat berhubungan dengan luas permukaan tubuh (Anonim, 2000 (b)) Dikenal juga adanya peresepan yang berlebihan, yaitu peresepan yang memberikan obat yang tidak dibutuhkan, dosis yang diberikan terlalu besar, lama dan waktu pengobatan yang banyak. Multiple prescribing merupakan criteria peresepan apabila ditemukan 2 atau lebih obat yang menimbulkan efek yang sama, dan pengobatan beberapa kondisi yang berhubungan dan pengobatan yang pertama akan memperbaiki kondisi yang lain (Anonim, 2000(b)). D. Pola Peresepan Obat Proses peresepan menggambarkan suatu proses normal dari pengobatan, dimana diperlukan pengetahuan, keahlian sekaligus berbagai pertimbangan dalam setiap tahap sebelum membuat suatu keputusan. Kenyataanya dalam praktek sering dijumpai kebiasaan pengobatan (peresepan) yang tidak rasional (irational prescribing). Pemakaian obat yang tidak rasional merupakan masalah serius dalam pelayanan kesehatan oleh karena kemungkinan dampak negatif yang terjadi. Dampak yang mungkin terjadi adalah dampak terhadap mutu pengobatan dan pelayanan, dampak terhadap biaya pelayanan pengobatan, dampak terhadap efek samping obat, dan dampak psikososial, yaitu ketergantungan obat terhadap masyarakat (Anonim, 2003). li PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Secara praktis untuk memantau pola penggunaan atau peresepan obat secara umum, telah dikembangkan indikator yang dapat dipakai secara cepat untuk menilai pola penggunaan obat di unit pelayanan, membandingkan antar unit, atau menilai perubahan sesudah suatu intervensi. Tipe indikator peresepan digunakan untuk membangun (menentukan) gambaran peresepan dalam 3 hal umum yang saling berhubungan dengan penggunaan obat yang rasional, yang mencakup hal-hal di bawah ini. 1. Prescribing practice, dengan indikator : a. rata-rata jumlah penggunaan obat, untuk mengetahui tingkat penggunaan obat yang berlebih (polifarmasi). b. persentase peresepan dengan menggunakan nama obat generik, untuk mengetahui tendensi persepan dengan nama obat generik. c. persentase peresepan antibiotika. d. persentase peresepan penggunaan injeksi. e. persentase peresepan obat dari daftar obat essensial, untuk mengetahui tingkat penggunaan obat dari daftar obat essensial. 2. Patient care, dengan indikator : a. rata-rata waktu konsultasi b. rata-rata waktu dispensing c. persentase keberhasilan peresepan obat d. persentase daftar obat yang cukup memadai e. pengetahuan pasien tentang dosis obat yang benar lii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3. Fasilitas kesehatan (facility health), dengan indikator : a. kegunaan dari daftar atau formularium obat essensial b. kegunaan dari obat penting, untuk mengetahui kegunaan obat penting dengan terapi masalah kesehatan (Anonim, 2003). Quick (1997) menyebutkan bahwa bentuk dari peresepan obat yang tidak rasional adalah: 1) peresepan berlebihan (extravagant prescribing), yaitu peresepan dengan obat-obat yang lebih mahal padahal ada alternatif lain yang lebih murah dengan manfaat dan keamanan yang sama, 2) peresepan berlebihan (over prescribing) terjadi bila dosis obat, lama pemberian atau jumlah obat yang diresepkan melebihi ketentuan, 3) peresepan yang salah (incorrect prescribing) mencakup pemakaian obat untuk indikasi yang keliru, diagnosis tepat tetapi obatnya keliru, pemberian obat kepada salah, 4) peresepan majemuk (multiple prescribing) yakni pemakaian dua atau lebih kombinasi obat padahal sebenarnya cukup hanya diberikan obat tunggal saja, 5) peresepan kurang (under pescribing) terjadi kalau obat yang diperlukan tidak diresepkan, dosis tidak cukup atau lama pemberian terlalu pendek. Dari berbagai bentuk ketidak rasionalan yaitu : 1) upaya pendidikan (educational strategies) yang mencakup perbaikkan isi dan cara pendekatan pendidikan bagi calon-calon penulis resep untuk memperkenalkan prinsip-prinsip pemakaian obat secara rasional dan masalah ketidak rasionalan pemakaian obat, 2) upaya pengelolaan (managerial strategies) yang mencakup perbaikan sistem suplai, yakni dalam proses pengadaan obat, sistem peresepan dan dispensing obat, 3) upaya peraturan (regulatory strategies). liii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI E. Penatalaksanaan Serangan Asma di Rumah Sakit 1. Di ruang gawat darurat Jika respon terhadap pengobatan awal di rumah buruk dan keadaan sesak penderita bertambah parah maka penderita harus segera dibawa ke ruang gawat darurat rumah sakit. Selama di ruang gawat darurat akan dilakukan hal-hal berikut ini. a. evaluasi terhadap fungsi paru atau penyempitan saluran nafas. b. anamnesia mengenai riwayat penyakit dan penyakit lain yang menyertai jika ada. c. pemeriksaan fisik terhadap penderita. d. pemeriksaan laboratorium. e. foto paru dan elektrokardiogram (EKG) tidak rutin dilakukan melainkan atas indikasi saja. f. pemberian obat-obatan, seperti : oksigen, agonis beta-2 hirup (aerosol), antikolinergik. 2. Penilaian ulang Penilaian ulang terhadap penderita dilakukan setelah pemberian terapi awal selesai (60-90 menit). Respon terapi awal di Unit Gawat Darurat (UGD), menentukan apakah penderita selanjutnya di rawat inap, masuk ke ruang perawatan intensif, atau diperbolehkan pulang. 3. Perawatan inap Kebutuhan untuk merawat penderita diambil berdasarkan lama dan beratnya serangan asma, beratnya obstruksi saluran nafas, obat-obatan yang liv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dipakai pada saat serangan, fasilitas perawatan, dukungan keluarga, kondisi rumah adanya gangguan psikiatrik. 4. Perawatan intensif Sebagian besar penderita asma akut memberikan respon terapi yang baik, namun gejala asma sebagian kecil penderita makin memburuk baik karena obstruksinya makin berat atau otot-otot pernafasannya semakin lemah atau kombinasi keduanya sehingga pasien tampak gelisah, kesadaran menurun, adanya tanda-tanda gagal nafas yang mengancam (seperti kekurangan oksigen atau hipoksemia) meskipun sudah diberikan oksigen yang cukup (Abidin dan Ekarini, 2002). F. Keterangan Empiris yang diharapkan Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang pola peresepan obat anti asma pada pediatri di instalansi rawat jalan Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun dengan mengetahui jenis dan golongan obat, mengetahui cara pemberian obat pada anak, mengetahui dosis obat yang digunakan, dan mengetahui jumlah obat yang digunakan lv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pola peresepan penyakit asma bronkial pada pasien pediatrik di Instalansi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2006 merupakan jenis penelitian observasional yaitu penelitian yang observasinya dilakukan tehadap sejumlah ciri (variabel) subyek menurut keadaan apa adanya (in nature), tanpa ada manipulasi atau intervensi peneliti. Rancangan penelitian yaitu deskriptif non analitik artinya penelitian yang hanya menyuguhkan sedeskriptif mungkin fenomena yang ada, tanpa menganalisa bagaimana dan mengapa fenomena tersebut terjadi. Cara pengambilan data dilakukan melalui rekam medik secara retrospektif. B. Definisi Operasional 1. Asma bronkial adalah suatu jenis penyakit kronis yang pada umumnya mengalami peningkatan respon trakea dan bronki terhadap berbagai rangsang dengan manifestasi berupa penyempitan saluran nafas, yang ditandai dengan adanya sesak nafas dan “mengi”. 2. Pasien asma dalam penelitian ini adalah penderita pada pediatri dengan diagnosis asma bronkial di instalansi Rawat Jalan RSPR Yogyakarta Tahun 2006. lvi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3. Pediatri adalah pasien yang berusia 2 tahun sampai 12 tahun berdasar The British Paediatric Association (BPA). 4. Jumlah obat adalah banyaknya obat yang diberikan pada pasien tergantung pada tingkat keparahan dari penyakit berdasarkan diagnosis yang diberikan, misalnya pada pasien yang terdiagnosis asma bronkial yang tergolong ringan diberikan 3 macam obat (bronkodilator, obat batuk, dan analgesik) , 5. Golongan obat adalah kelompok obat berdasarkan kelas terapinya, misalnya antikolinergik, kortikosteroid. 6. Jenis obat adalah nama macam obat yang diberikan, misalnya aminofilin, prednison. 7. Cara penggunaan adalah cara pemberian obat kepada pasien penderita asma bronkial misalnya cara pemberian secara oral atau parenteral di RSPR Yogyakarta. 7. Interaksi obat adalah penggunaan dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu bersamaan yang dapat memberikan efek tidak saling mempengaruhi, atau saling mempengaruhi (berinteraksi). C. Bahan Penelitian dan Subyek Penelitian Bahan penelitian yang digunakan adalah menggunakan Indeks Diagnosis Rawat Jalan dan lembar catatan medik (medical record) pasien pediatri dengan diagnosis asma bronkial di Instalansi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2006. lvii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Subyek penelitian adalah pasien anak yang berusia 0 sampai 12 tahun, dengan diagnosis asma bronkial, pasien menjalani rawat jalan di RSPSR. Pengambilan usia anak berdasarkan penggolongan oleh The British Paediatric Association (BPA) yaitu neonatus adalah usia mulai awal kelahiran sampai 1 bulan, bayi usia 1 bulan sampai 2 tahun, anak usia 2 tahun sampai 12 tahun, dan remaja usia 12 tahun sampai 18 tahun. D. Jalannya Penelitian Jalannya penelitian dilakukan dalam tiga tahap, pertama adalah tahap perencanaan, tahap kedua adalah pengambilan data, sedangkan tahap ketiga adalah melakukan pengolahan hasil dan pembahasan. 1. Tahap Perencanaan Tahap perencanaan meliputi analisis situasi dan penentuan masalah. Analisis situasi dilakukan dengan mencari data penyakit terbanyak yang ada di RSPR Yogyakarta Tahun 2006. Hasil analisis menunjukkan bahwa persentase kejadian asma bronkial pada anak cukup besar. Melihat terapi pada anak memerlukan perhatian khusus, maka diangkat masalah peresepan asma bronkial di instalansi Rawat Jalan RSPR Yogyakarta Tahun 2006. 2. Tahap Pengambilan Data. Tahap pengambilan data diawali dengan melakukan penelusuran data. Tahap selanjutnya pengumpulan bahan data pencatatan data ke lembar laporan. lviii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI a. Proses penelusuran data dilakukan melalui Unit Catatan Medik Salah satu bentuk laporan Unit Catatan Medik berupa table nomor registrasi (nomor catatan medik) penderita rawat jalan. Berdasarkan nomor registrasi tersebut sehingga diperoleh nomor registrasi kasus asma bronkial dan umur pasien. Penelusuran dilakukan untuk tahun 2006. b. Pengumpulan bahan dalam penelitian ini dilakukan melalui catatan medik Pengumpulan didasarkan pada nomor registrasi yang telah diperoleh dalam penelusuran data. Bahan-bahan tersebut diperoleh di Unit Catatan Medik. c. Pencatatan data dilakukan dalam lembar laporan Data meliputi nomor registrasi (nomor rekam medik), umur pasien (tahun), berat badan (Kg), kondisi umum dan gejala, riwayat penyakit, terapi, dosis, mulai menggunakan obat (hari ke-), lama perawatan (hari) dan diagnosis pasien. 3. Tahap Pengolahan Hasil dan Pembahasan. Pengolahan dilakukan secara deskriptif. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabulasi dan disertai uraian pembahasannya. E.Tata Cara Pengolahan Hasil Penelitian Hasil penelitian diolah secara deskriptif untuk memperoleh informasi mengenai hal-hal berikut ini. 1. Golongan obat masing-masing dalam peresepan disajikan dengan melihat kelas terapinya dan jenis obat disertai jumlah kasus yang menerima obat lix PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI tersebut. Persentase golongan dan jenis obat yang diberikan dihitung dari jumlah kasus yang diteliti (n) dikalikan 100%. 2. Aturan pakai disajikan dengan melihat dosis obat yang diresepkan dalam sehari, frekuensi penggunaan obat dalam sehari, serta keterangan lain yang ada, kemudian dikelompokkan berdasarkan rentang usia pasien yaitu 0-5 tahun, >5-11 tahun, dan >11-≤12 tahun. 3. Bentuk sediaan obat disajikan menurut jenis bentuk sediaan tertentu, disertai jumlah pasien yang menerima bentuk sediaan tersebut. Persentase bentuk sediaan obat yang diberikan dihitung berdasarkan jumlah pasien yang menerima bentuk sediaan tersebut dibagi jumlah kasus yang diteliti (n) dikalikan 100%. 4. Kontraindikasi disajikan dengan melihat obat yang diberi disesuaikan dengan riwayat, kondisi umum dan gejala penyakit pasien, misalnya penggunaan salbutamol akan terjadi kontraindikasi pada penderita yang hipersensitif dan jangan diberikan bersama-sama dengan obat dari golongan beta bloker. 5. Potensial interaksi obat disajikan menurut jenis interaksi antara obat anti asma dengan obat lain yang diberikan pada saat yang sama dan dikaji secara teoritis. Jenis interaksi obat adalah interaksi farmakodinamika atau farmakokinetika. lx PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada data RM, kasus asma bronkial pada pasien anak di RSPR Yogyakarta Tahun 2006 yang diamati ditekankan pada umur 0-12 tahun, tanpa membedakan umur bayi dan anak-anak. Pada data, umur anak yang terkecil diperoleh adalah 1,5 bulan dan yang terbesar adalah 12 tahun. Jenis kelamin yang paling banyak ditemukan dalam kasus asma bronkial ini adalah laki-laki. Setelah dilakukan penelusuran data melalui buku kunjungan poliklinik bagian rekam medik, jumlah kasus asma bronkiial pada pasien anak rawat jalan di RSPR Yogyakarta Tahun 2006 adalah sebanyak 81 kasus. A. Karakteristik Pasien Karateristik pasien asma di Instalasi Rawat Jalan RSPR Yogyakarta Tahun 2006 dikhususkan pada pasien anak-anak. Karakteristik pasien asma anak berdasarkan pada jenis kelamin, umur dan diagnosis pasien. 1. Jenis kelamin Perbandingan jumlah dan persentase dari laki-laki dan perempuan pada pasien asma bronkial pada anak di Instalasi Rawat Jalan RSPR Yogyakarta Tahun 2006 adalah 64,5 % untuk jenis kelamin laki-laki dan 34,5 % untuk jenis kelamin perempuan Tabel IV. Distribusi Pasien Asma Bronkial pada Anak berdasarkan Jenis Kelamin di Instalasi Rwat Jalan RSPR Yogyakarta Tahun 2006 No 1 2 Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah Jumlah pasien 53 28 81 lxi Persentase % 64,5 34,5 100,0 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Data penelitian diatas menunjukan bahwa jumlah pasien asma bronkial pada anak dengan jenis kelamin laki-laki lebih besar daripada jenis kelamin perempuan. 2. Umur Pasien asma bronkial pada anak di RSPR Yogyakarta Tahun 2006 rata-rata berumur 0-12 tahun yang terbagi atas umur 0-5 tahun 61,7 %, umur 6-11 tahun 34,6 %, umur ≥12 tahun 3,7 %. Tabel V. Distribusi Pasien Asma Bronkial pada Anak berdasarkan Umur di Instalasi Rawat Jalan RSPR Yogyakarta Tahun 2006 No 1 2 3 Umur 0-5 tahun >5-11 tahun >11-≤12 tahun Jumlah Jumlah pasien 50 28 3 81 Persentase % 61,7 34,6 3,7 100,0 Data penelitian di atas menunjukkan bahwa pasien asma anak di Instalasi Rawat Jalan RSPR Yogyakarta Tahun 2006 yang berumur 0-5 tahun terdiagnosis penyakit asma bronkial lebih banyak dibandingkan yang berumur 6-11 tahun dan yang berumur ≥12 tahun. Pada umur 0-5 tahun, bayi sering mengalami mengi karena saluran pernapasannya sangat kecil sehingga mudah sekali menyempit jika terinfeksi (Abidin dan Ekarini, 2002). Pada umur 6-11 tahun mempunyai kecenderungan untuk kambuh, mulai dari asma ringan sampai asma berat, tetapi ada kemungkinan pada umur 10 tahun asma yang diderita sembuh dan jarang kambuh lagi. Pada umur lebih dari atau sama dengan 12 tahun sudah dapat mengendalikan atau menghindari faktor-faktor pencetus yang dapt menyebabkan lxii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI asma dengan mengetahui kapan terserang asma dan bagaimana mencegah dan mengobati asma. B. Gambaran umum peresepan Pada penelitian ini gambaran umum peresepan pasien anak dapat dilihat pada beberapa variabel, yaitu jumlah obat, golongan obat, jenis obat, bentuk sediaan dan cara pemakaian. 1. Jumlah obat Jumlah obat yang dipakai untuk pengobatan pasien asma bronkial pada anak di Instalasi Rawat Jalan RSPR Tahun 2006 adalah 3-7 macam obat dengan jumlah obat terbanyak yang diberikan adalah 4 macam obat pada 41 pasien. Jumlah obat yang diberikan pada pasien asma anak tidak diberikan dalam jumlah dan waktu yang bersamaan, tetapi menurut selang waktu dan dosis tertentu berdasarkan system limited dispensing, yaitu distribusi obat yang diberikan pada pasien menurut dosis yang dibutuhkan selama masa perawatan di Instalasi Rawat Jalan RSPSR. Tabel VI. Jumlah Obat yang Diberikan pada Pasien Asma Anak di Instalasi Rawat Jalan RSPR Yogyakarta Tahun 2006 No 1 2 3 4 5 Jumlah Obat 3 4 5 6 7 Jumlah Jumlah pasien (n= 81) 7 41 24 7 2 81 Persentase (%) 8,6 50,6 29,6 8,6 2,5 100,0 Variasi jumlah obat yang besar perlu diperhatikan karena diberikan pada pasien anak yang kemungkinan dapat menimbulkan terjadinya interaksi obat, lxiii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI timbulnya efek samping bahkan kematian. Selain itu, dapat juga mempengaruhi kepatuhan pasien untuk mengikuti instruksi cara penggunaan dan peningkatan biaya pengobatan selama perawatan. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan penyederhanaan jumlah obat yang digunakan seminimal mungkin sesuai kebutuhan klinik untuk menghindari dampak negatif yang mungkin timbul. Jumlah macam obat yang bervariasi diantara pasien asma bronkial disebabkan oleh perbedaan diagnosis yang diberikan oleh dokter berdasarkan gejala-gejala yang dialami pasien. Jumlah obat yang diberikan pada pasien tergantung pada tingkat keparahan dari penyakit berdasarkan diagnosis yang diberikan, misalnya pada pasien yang terdiagnosis asma bronkial yang tergolong ringan diberikan 3 macam obat (bronkodilator, obat batuk, dan analgesik) , sedangkan asma bronkial yang tergolong parah diberikan 6 macam obat (1. bronkodilator, 2 simpatomimetik, 1 kortikosteroid, 1 antihistamin, 1 antiinfeksi). Jadi obat yang diberikan pada pasien asma anak dengan jumlah yang minimal ataupun maksimal disesuaikan dengan kebutuhan dalam proses terapi penyakit asma dan gejala-gejala lain yang menyertainya. Menurut Sundaru (2001), perbedaan jumlah obat yang diberikan disebabkan oleh sifat variabilitas dan individualitas dari pasien asma dengan respon pengobatan tiap pasien berbeda-beda, ada pasien yang memerlukan satu macam obat dan ada pasien yang memerlukan bermacam-macam obat, misalnya pada salah satu pasien asma yang memerlukan antihistamain untuk meringankan alergi, antasida untuk meringankan gangguan pencernaan, dan antimigren untuk mengobati sakit kepala sebelah kiri. Jumlah obat yang diberikan menujukkan lxiv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI bahwa dalam proses terapi penyakit asma tidak hanya khusus untuk asma, tetapi juga untuk gejala-gejala yang dialami oleh pasien anak. 2. Golongan obat Golongan obat yang digunakan oleh pasien anak penderita asma bronkial di Instalasi rawat jalan RPSR tahun 2006 meliputi golongan obat anti asma (simpatomimetik, kortikosteroid, xantin) dan obat-obat tambahan seperti antialergi, obat batuk, antibiotik, dan analgesik antipiretik. Tabel VII. Golongan Obat yang Digunakan Pasien Anak Asma Bronkial di Instalasi Rawat Jalan RSPR Yogyakarta Tahun 2006 No 1 2 3 4 5 6 7 8 Golongan Obat Simpatomimetik Xantin Kortikosteroid Antibiotika Obat batuk Antialergi Analgetik antipretik Vitamin Pada data yang Jumlah pasien (n= 81) 68 35 40 73 13 36 27 9 tertera di tabel VII, Persentase (%) 84,0 43,2 49,3 90,1 16,0 44,4 33,3 11,1 presentase penggunaan simpatomimetik sebagai bronkodilator lebih besar dibandingkan xantin. Hal ini hendaknya diteliti lebih lanjut. Kortikosteroid diberikan untuk menekan radang sebagai faktor penting terjadinya hiperreaktivitas bronkus, dimana hiperreaktivitas bronkus merupakankelainan sentral untuk terjadinya asma. Penggunaan kortikosteroid memiliki presentase sebesar 38 %. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penanganan asma bronkial pada anak ada upaya untuk menekan faktor pencetus asma dan faktor yang memperberat serangan asma. lxv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Antibiotik merupakan pilihan obat yang biasa digunakan dalam penanganan infeksi karena bakteri. Penggunaan antibiotk dalam pengobatan asma bronkial pada anak memiliki presentase yang besar yaitu 90,1%, dibandingkan penggunaan obat yang lain termasuk obat anti asma sendiri. Hal ini perlu mendapat perhatian dan perlu diteliti lebih lanjut tentang kerasionalan penggunaan antibiotik pada asma mengingat penggunaan antibiotik yang tidak tepat akan menyebabkan kuman menjadi kebal terhadap antibiotik. Penggunaan obat batuk berguna untuk mengurangi keluhan batuk yang dirasa mengganggu. Batuk terjadi karena adanya rangsangan saluran napas akibat produksi dahak yang berlebihan yang disebabkan karena radang bronkus. Pada tabel VII, penggunaan obat batuk dalam pengobatan asma bronkial pada anak sebesar 18,5%. Antialergi bermanfaat untuk mengatasi alergi yang timbul akibat adanya allergen. Pada tabel VII, penggunaan antialergi dalam pengobatan asma bronchial pada anak sebesar 39,5%. Analgetik antipiretik biasanya diberikan kepada pasien dengan maksud untuk memberikan rasa nyaman akibat infeksi yang terjadi (demam, pusing). Penggunaan analgetik antipiretik dalam pengobatan asma bronkiial pada anak sebesar 33,3%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan analgetik antipiretik tidak mutlak digunakan melihat angka presentase yang kecil, karena prinsip terapi untuk asma bronchial (khususnya infeksi yang terjadi) adalah mengatasi faktor pencetus sehingga keluhan-keluhan yang lain dapat diatasi. lxvi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3. Jenis Obat yang Digunakan Jenis obat tiap golongan yang digunakan oleh pasien anak penderita asma bronkial rawat jalan di RSPR Yogyakarta Tahun 2006 dapat dilihat sebagai berikut. a. Simpatomimetik Jenis obat simpatomimetik yang digunakan untuk pasien anak asma bronkial antara lain terbutalin, salbutamol, prokaterol HCl. Tabel VIII. Jenis Obat Simpatomimetik yang Digunakan Pasien Anak Asma Bronkial yang Menjalani Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2006 No 1 2 3 Simpatomimetik Terbutalin Salbutamol Prokaterol HCl Jumlah Jumlah 0bat 6 51 11 68 Persentase % 7,4 63,0 13,6 84,0 Penggunaan simpatomimetik sebagai bronkodilator untuk mengatasi sesak napas. Pada kasus ini salbutamol sebagai stimulant adrenoseptor beta-2 selektif yang efektif mengatasi serangan asma ringan sampai sedang dengan cepat paling banyak digunakan, karena golongan simpatomimetik dapat merelaksasikan otot polos saluran pernapasan dan menghambat pelepasan senyawa bronkokontriksi dari mediator pencetus alergi. Salbutamol, terbutalin sulfat, dan prokaterol hidroklorida yang termasuk dalam golongan simpatomimetik memiliki toksisitas sistemik yang rendah dibandingkan dengan aminofilin dan teofilin dari golongan xantin serta lebih efektif bila digunakan dalam sediaan inhalasi, karena efek dari zat-zat golongan simpatomimetik lebih cepat menuju ke saluran pernapasan yang mengalami bronkokontriksi dan merelaksasikan otot polos saluran pernapasan. lxvii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI b. Xantin Jenis obat Xantin yang digunakan untuk pasien anak asma bronkial dapat diamati pada tabel IX. Tabel IX. Jenis Obat Xantin yang Digunakan Pasien Anak Asma Bronkial yang Menjalani Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2006 No 1 2 Xantin Aminofilin Teofilin Jumlah Jumlah 0bat 24 11 35 Persentase % 29,6 13,6 43,2 Dalam penanganan asma secara umum, teofilin dan aminofilin merupakan pilihan yang baik untuk mengatasi obstruksi saluran napas, menghambat reaksi lambat tetapi tidak mempunyai efek terhadap hiperreaksi bronkus dan dapat memperkuat kerja otot diafragma. Pada kasus yang diamati, teofilin dan aminofilin penggunaanya lebih sedikit dibanding dengan simpatomimetik. Pada data pengobatan asma bronkial pasien anak rawat jalan menunjukkan beberapa kasus menggunakan simpatomimetik dan xantin secara bersamaan. Teofilin digunakan untuk mengatasi obstruksi saluran napas, dimana cara kerjanya yaitu menekan pelepasan mediator peradangan yang ditimbulkan oleh alergen (misalnya histamin) dari sel mastosit yang disensitisasikan oleh IgE. Kadar teofilin dalam serum yang diinginkan berkisar dari 10 sampai 20 μg/ml, dan biasa diperoleh dengan memberikan dosis 5 sampai 6 mg/kg BB setiap 6 jam. Aminofilin merupakan bentuk garam dari teofilin yang larut dalam air atau suatu campuran teofilin dengan etilendiamin sehingga memiliki kelarutan 20 kali lebih baik dibanding teofilin, yang bekerja mengurangi pembebasan mediator. Larutan steril aminofilin digunakan secara luas untuk penobatan intravena pada lxviii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI asma berat, tetapi menyebabkan rasa sakit yang berat dan cedera jaringan jika disuntikkan melalui jalan lain. Pemakaian kombinasi antara bronkodilator xantin dan simpatomimetik dapat memperkuat efek terhadap jantung yaitu menyebabkan kerja jantung bertambah sehingga menyebabkan pasien merasa gemetar dan dada berdebardebar. Efek ini dapat dikurangi dengan menggunakan obat bronkodilator dalam bentuk sediaan aerosol dan dengan pemantauan dokter dimana pemakaian teofilin dimulai dengan dosis terkecil dan secara bertahap setiap tiga hari dosisnya ditingkatkan dengan memperhatikan kadarnya dalam darah, namun dalam penelitian ini tidak memperhatikan keadaan klinis pasien setelah menggunakan obat asma di RSPR Hal ini hendaknya diteliti lebih lanjut apakah kombinasi dari kedua golongan tersebut yang fungsinya sama-sama sebagai bronkodilator benar-benar efektif, mengingat prinsip pemberian obat pada anak dan biaya yang akan dikeluarkan. c. Kortikosteroid Jenis obat kortikosteroid yang digunakan untuk pasien anak asma bronkial dapat dilihat pada tabel X. Tabel X. Jenis Obat Kortikosteroid yang Digunakan Pasien Anak Asma Bronkial yang Menjalani Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2006 No 1 2 Kortikosteroid Deksametason Metilprednisolon Jumlah Jumlah obat 16 24 40 lxix Persentase % 19,7 29,6 49,3 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Kortikosteroid yang digunakan sebagai antiradang dan bermanfaat menurunkan derajat hiperreaktivitas bronkus pada penderita merupakan pilihan yang baik bersama bronkodilator. Kortikosteroid pada umumnya diberikan dalam bentuk inhalasi selain oral. Pemakaian kortikosteroid inhalasi sebagai pengontrol asma bronkial sangat baik tetapi penggunaan dalam jangka panjang biasanya akan menurunkan kebutuhan akan kortikosteroid oral (sistemik), selain efek samping yang merugikan (kandidiasis orofaring, disfonia). Pemberian deksametason kurang sesuai dengan standar terapi di RSPR Yogyakarta, seharusnya pilihan pertama adalah metilprednisolon karena efek mineralokortikoidnya minimal, masa kerja pendek sehingga efek samping lebih sedikit dan efeknya terbatas pada otot. Bila mungkin metilprednisolon jangka lama diberikan selang sehari pada pagi hari untuk mengurangi efek samping. (osteophorosis, moon face). Kortikosteroid yang diberikan sedini mungkin dengan dosis yang adekuat sangat baik. Pada umumnya kortikosteroid harus diberikan pada penderita yang gagal dengan terapi simpatomimetik dan aminofilin yang adekuat atau penderita yang sebelumnya telah mandapat terapi kortikosteroid jangka panjang. Pemakaian kortikosteroid jangka panjang pada bayi dan anak memerlukan penyelidikan lebih lanjut terutama karena paru-paru bayi dan anak yang sedang berkembang (Hill, 2003). 4. Antibiotik Jenis antibiotik yang digunakan untuk pasien anak asma bronkial dapat diamati pada tabel XI. lxx PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel XI. Jenis Obat Antibiotik yang Digunakan Pasien Anak Asma Bronkial yang Menjalani Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2006 No 1 2 3 4 5 6 7 Nama dagang Seftriakson Ampisilin Eritrocin, Erysanbe Cefspan Amoksisilin Longcef Claforam Antibiotik Nama generik Ceftriakson Ampicilina trihidrat Eritromisin Sefiksim Amoksisilin Sefadroksil Cefotaksim Jumlah Jumlah 0bat 5 2 Persentase (%) 6,2 2,5 Makrolid 33 40,7 Sefalosporin Penisilin Sefalosporin Sefalosporin 14 10 1 8 73 17,3 12,3 1,2 9,9 90,1 Nama Golongan Sefalosporin Penisilin Antibiotik hanya diberikan bila ada indikasi klinis infeksi bakterial. Kondisi ini sangat menuntut penentuan diagnosis yang tepat penyebab infeksi yang timbul. Jenis obat dan dosis tergantung pada mikroorganisme yang diduga dan harus disesuaikan dengan hasil pemeriksaan mikrobiologi. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat justru akan meningkatkan resistensi terhadap antibiotik, meningkatkan kejadian efek samping obat baik langsung maupun tidak langsung karena munculnya superinfeksi, juga pemborosan biaya kesehatan atau pengobatan. Menurut standar terapi jenis antibiotik yang disarankan jika ada dugaan infeksi bakterial adalah eritromisin, amoksisilin, tetrasiklin, doksisiklin, kontrimoksasol, sulfametasol. Dari hasil penelitian ternyata antibiotik yang digunakan sangat bervariasi sehingga tidak sesuai dengan standar terapi yang dianjurkan oleh Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Penggunaan antibiotika pada kasus asma bronkial yang sangat bervariasi tersebut merupakan suatu yang perlu diteliti lebih lanjut. lxxi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5. Obat Batuk Jenis obat batuk yang digunakan untuk pasien anak asma bronkial antara lain ambroksol, bromheksin, dan ammonium klorida Tabel XII. Jenis Obat Batuk yang Digunakan Pasien Anak Asma Bronkial yang Menjalani Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2006 No Jenis obat batuk 1 Mukolitik 2 Ekspektoran Zat aktif Ambroksol Bromheksin Ammonium Chlorida Jumlah Jumlah pasien 5 6 2 13 Presentase % 6,1 7,4 2,5 16,0 Obat batuk digunakan untuk meredakan batuk yang terjadi sebagai usaha pembebasan saluran napas akibat produksi dahak yang berlebihan. Pada penderita asma selain memproduksi dahak berlebih, kualitas dahak yang dihasilkan juga sangat kental karena tubuh penderita kekurangan cairan sehingga sukar untuk dikeluarkan. Mukolitik dan ekspektoran biasa digunakan untuk mengencerkan dan membantu memudahkan mengeluarkan dahak. Pada kasus yang ada pemilihan obat batuk penekanannya pada mukolitik dan ekspektoran, hal ini menunjukkan kenyamanan pasien anak lebih diutamakan dalam pengobatan. Mukolitik (ambroksol, bromheksin) mengurangi kentalnya dahak dengan cara mengubah mukoproteinnya. Obat ini dapat meringankan perasaan sesak napas pada serangan asma yang terjadi sumbatan lendir kental sehingga tidak dapat dikeluarkan. Mukolitik lebih banyak digunakan dari pada ekspektoran karena merupakan metabolit aktif yang stabil karena dapat mempercepat ekspektoransi dengan mengurangi viskositas sputum pada asma. lxxii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6. Antialergi Jenis antialergi yang digunakan untuk pasien anak asma bronkial dapat diamati pada tabel XIII. Tabel XIII. Jenis Obat Antialergi yang Digunakan Pasien Anak Asma Bronkial di Instalansi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2006 No 1 2 3 4 5 6 Jenis antialergi Difenhidramina HCl Fenilpropanolamina HCL CTM Ketotifen Pseudoefedrina Mephidrolin napadisilat Jumlah Jumlah pasien 3 1 17 4 8 3 36 Persentase % 3,7 1,2 21,0 4,9 9,9 3,7 44,4 Pemberian antialergi merupakan salah satu upaya untuk mengobati infeksi yang timbul karena pasien alergi terhadap suatu alergen (debu dan udara dingin). Obat-obat antihistamin dapat mengatasi alergi karena debu dan udara dingin, dengan menghambat pelepasan mediator-mediator histamin oleh sel mastosit pada saluran pernapasan sehingga bronkus tidak mengalami konstriksi. Pemberian antialergi sebaiknya diberikan setelah melakukan pemeriksaan atau test alergi bukan berdasarkan diagnosa awal semata sehingga keefektifan antialergi dapat diperoleh seoptimal mungkin dan tidak menimbulkan efek yang merugikan serta pemborosan dalam hal biaya. 7. Analgetik Antipiretik Jenis obat analgetik antipiretik yang digunakan untuk pasien asma bronkial yang menjalani rawat jalan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2006 adalah parasetamol. lxxiii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Radang yang terjadi pada asma biasanya membuat penderita merasa tidak nyaman seperti pusing, demam, sehingga harus ditangani. Jenis analgetik antipiretik yang biasa digunakan adalah parasetamol. Pada kasus yang diamati, parasetamol menjadi pilihan karena parasetamol merupakan obat yang relatif aman dan mempunyai efek samping yang ringan. 8. Vitamin Pemberian vitamin pada pasien anak asma bronkial bertujuan untuk memulihkan daya tahan tubuh pasien selain obat yang diberikan untuk pengobatan penyakit asma. C. Cara Pemberian Obat yang Digunakan Cara pemberian obat pada pasien anak asma bronkial yang menjalani perawatan di Rumah Sakit Panti RapihYogyakarta Tahun 2006 pada umumnya secara oral selain inhalasi. Cara peroral ditemukan pada semua kasus yang diamati. Cara oral mempunyai keuntungan antara lain mudah dalam penggunaan dan tidak menimbulkan ketakutan pada anak, efek samping dan biaya pengobatan ringan. Selain keuntungan sediaan oral mempunyai kerugian dimana anak kadang memuntahkan obat yang diminum atau reaksi penolakan lain yang menyebabkan obat yang diminum menjadi kurang dari takaran yang seharusnya diberikan sehingga dosis terapi yang diharapkan sulit dicapai. Sediaan inhalasi digunakan untuk pengobatan simptomatis tanpa banyak memberikan efek samping, tetapi memerlukan alat dan metode khusus yang agak lxxiv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI sulit dikerjakan terutama sediaan inhalasi untuk pasien anak, sehingga dosis efektif yang diharapkan menjadi sangat bervariasi. Data yang ada menunjukkan sediaan inhalasi digunakan dengan alat bantu nebulizer. Nebulizer merubah bentuk cairan suatu obat menjadi aerosol untuk inhalasi. Alat ini sangat berguna untuk pasien yang mengalami kesulitan dengan teknik inhalasi yang tidak baik, misalnya pada anak dan pasien yang cenderung terkena kandidiasis. Nebulizer umumnya dipakai untuk penderita yang mendapat serangan asma akut, penderita yang secara rutin harus memakai aerosol, tetapi sulit memakai Metered Dose Inhaler (MDI). Metered Dose Inhaler (MDI) atau inhaler dosis terukur merupakan alat yang dapat mengurangi kecepatan aerosol dan benturan pada orofaring dan dapat menambah waktu evaporasi aerosol sehingga semakin banyak partikel yang dapat terhirup dan terdeposisi di paru-paru. Alat ini digunakan untuk mendapatkan dosis obat yang lebih besar ke saluran napas dibandingkan dengan penggunaan inhaler standar dan dapat menjadi sumber infeksi jika tidak dicuci dan dikeringkan dengan benar D. Interaksi obat Interaksi obat asma timbul karena penggunaan obat lebih dari satu atau antara komponen yang ada dalam obat tersebut sehingga menimbulkan interaksi yang tidak diinginkan atau yang bertujuan untuk meningkatkan efek terapi dalam pengobatan asma. Pada penelitian ditemukan dua kasus penggunaan teofilin dengan eritromisin secara bersamaan. Hal ini perlu mendapat perhatian karena eritromisin berpotensi menurunkan eliminasi teofilin yang menimbulkan peningkatan kadar lxxv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI teofilin atau teofilin mungkin juga menurunkan kadar eritromisin. Mekanisme interaksi yang terjadi tidak terbukti secara jelas, ada kemungkinan eritromisin menghambat metabolisme teofilin di hati yang menyebabkan reduksi kliren teofilin dalam tubuh, sehingga meningkatkan kadar teofilin serum. Hal ini dapat diatasi dengan memantau pemberian terapi eritromisin pada pasien, meskipun disarankan menurunkan dosis teofilin menjadi 25 % ketika eritromisin diberikan, cara ini bertentangan dengan tujuan penurunan resiko pada pasien yang menggunakan eritromisin dan teofilin. Hal ini perlu untuk diperhatikan karena penurunan kadar eritromisin serum oleh teofilin mungkin juga ditemukan (Hansten and Horn, 2002). E. Kajian Umum Pola Pengobatan Asma Bronkial Pada Anak Pemeriksaan terhadap penderita asma bronkial pada anak di Rumah Sakit meliputi anamnesis, pemeriksaan penunjang, menentukan sasaran, strategi terapi, dan penatalaksanaan penyakit. Anamnesis dilakukan untuk mengetahui tingkat keparahan penyakit, riwayat pengobatan penderita, dan faktor pencetus asma bronchial (alergen, aktivitas, fisik, obat-obat tertentu, emosi, dan cuaca). Pemeriksaan penunjang terhadap penderita asma bronkial anak meliputi pemeriksaan laboratorium, foto paru, dan tes alergi kulit. Sasaran terapi asma ditujukan untuk kejang bronki yaitu diatasi dengan bronkodilator. Bronkodilator artinya obat yang dapat melebarkan saluran nafas dengan jalan melepaskan otot-otot saluran nafas yang sedang mengkerut. Sasaran terapi selanjutnya ditujukan pada peradangan saluran nafas, strateginya diberi anti lxxvi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI radang yang mekanismenya memecah daur asma dan mencegah serangan. Sasaran terapi asma yang lainnya yaitu sumbatan mucus dimana strategi yang digunakan adalah menggunakan ekspektoran. Ekspektoran merupakan senyawa yang mempermudah atau mempercepat pembuangan sekret bronkus dari bronkus dan trakea. Penyakit asma dapat dikendalikan dengan tatalaksana yang tepat sehingga penderita dapat hidup secara normal. Penatalaksanaan penderita asma bronkial pada anak dapat dilakukan dengan menggunakan obat asma. Obat yang biasa digunakan antara lain bronkodilator (golongan simpatomimetik, dan golongan xantin), golongan kortikosteroid, golongan antibiotik, golongan obat batuk, golongan antialergi. Penatalaksanaan penderita asma bronkial pada anak selain dilakukan dengan menggunakan obat asma dapat juga dilakukan tanpa menggunakan obat antara lain dengan peningkatan kondisi fisik atau paru-paru anak (latihan nafas, olah raga secara teratur). Psikoterapi/perbaikan mental, menghindari fakor pencetus serangan asma. Cara pemberian obat asma bronkial pada pasien anak antara lain secara oral, parenteral, dan inhalasi. Cara penggunaan oral mempunyai keuntungan mudah dalam penggunaan dan tidak menimbulkan ketakutan pada anak. Cara pemberian parenteral ditujukan untuk pasien anak yang membutuhkan penanganan cepat untuk mengatasi serangan asma. Keuntungan cara pemberian parenteral yaitu efek terapi lebih cepat, untuk pasien yang kooperatif, berguna dalam keadaan darurat, dan untuk pasien yang tidak sadar/muntah. Bentuk sediaan yang paling banyak digunakan adalah infus. Sediaan inhalasi digunakan untuk lxxvii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI pengobatan simptomatis tanpa banyak memberikan efek samping tetapi memerlukan alat dan metode khusus yang agak sulit dikerjakan. Data yang ada menunjukkan sediaan inhalasi digunakan dengan alat bantu nebulizer. F. Rangkuman Hasil dan Pembahasan 1. Karakteristik pasien anak di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2006 berdasarkan diagnosis, jenis kelamin, dan umur a. Jenis kelamin pasien anak dibagi atas jenis kelamin laki-laki 64,5% dan jenis kelamin perempuan 35,5%. b. Umur pasien anak dibagi atas umur 0-5 tahun 61,7%, umur 6-11 tahun 34,6%, umur ≥12 tahun 3,7%. c. diagnosis penyakit asma bronkial pada anak terdapat 81 kasus. 2. Pola peresepan obat asma di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rapih meliputi jumlah obat, golongan obat, jenis obat, bentuk sediaan dan cara pemberian. a. Jumlah obat yang diberikan pada pasien asma anak di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2006 adalah 3-7 macam obat. Jumlah obat yang diberikan pada pasien terbagi atas 3 macam obat 8,6%, 4 macam obat 50,6%, 5 macam obat 29,6%, 6 macam obat 8,6%, 7 macam obat 2,5%. b. Golongan obat yang diberikan pada pasien anak asma bronchial di Instalasi Rawat Jalan RSPSR Yogyakarta tahun 2006 meliputi golongan bronkodilator (simpatomimetik 84% dan xantin 43,2%), lxxviii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI golongan kortikosteroid 49,3%, golongan antialergi 44,4%, golongan antibiotik 90,1%, golongan obat batuk 16,0%, golongan analgesik antipiretik 33,3%, dan golongan vitamin 11,1%. 3. Jenis obat yang diberikan pada pasien asma anak di Instalasi Rawat Jalan RSPR Yogyakarta tahun 2006, yaitu: a. bronkodilator : golongan simpatomimetik (salbutamol, terbutalin sulfat, prokaterol hidroklorida) sebanyak 84% dan golongan xantin (aminophilin dan teofilin) sebanyak 43,2%. b. kortikosteroid : deksametason 19,7% dan metal prednisolon 29,6% c. Antibiotik : sefriakson 6,2%, ampicilina 2,5%, eritromisin 40,7%, sefiksim 17,3%, amoksisilin 12,3%, sefadroksil 1,2%, cefotaksim 9,9%. d. mukolitik : ambroksol 6,1% dan bromheksin 7,4%. e. ekspektoran : ammonium chlorida sebanyak 2,5%. f. antialergi : difenhidramina hidroklorida 3,7%, fenilpropanolamina hidroklorida 1,2%, CTM 21%, ketotifen 4,9%, pseudoefedrina 9,9%, dan mebhidrolin napadisilat 3,7%. g. vitamin : sebanyak 11% h. analgesik-antipiretik : parasetamol 33,3%. lxxix PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, sebagai berikut ini. 1. Karakteristik pasien anak di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2006 yang didasarkan pada diagnosis, jenis kelamin, dan umur adalah sebagai berikut : a. Jenis kelamin pasien anak dibagi atas jenis kelamin laki-laki 64,5% dan jenis kelamin perempuan 35,5%. b. Umur pasien anak dibagi atas umur 0-5 tahun 61,7%, umur 6-11 tahun 34,6%, umur ≥12 tahun 3,7%. c. diagnosis penyakit asma bronkial pada anak terdapat 81 kasus 2. Pola peresepan obat asma di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rapih meliputi jumlah obat, golongan obat, jenis obat, bentuk sediaan dan cara pemberian. a. Jumlah obat yang diberikan pada pasien asma anak adalah 3-7 macam obat. b. Golongan obat yang diberikan pada pasien anak asma bronkial yang paling banyak digunakan meliputi golongan simpatomimetik 84% dan golongan antibiotik 90,1%, lxxx bronkodilator PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI c. Jenis obat yang paling banyak diberikan pada pasien asma anak adalah golongan simpatomimetik (salbutamol, terbutalin sulfat, prokaterol hidroklorida) sebanyak 84% 3. Cara pemberian obat pada pasien asma anak di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2006 meliputi oral dan inhalasi. 4. Pada penelitian ditemukan dua kasus penggunaan obat yang mengalami potensial interaksi obat yaitu penggunaan teofilin dengan eritromisin secara bersamaan. B. Saran Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut ini. 1. Disarankan perlu dihindari penulisan obat yang mempunyai potensial interaksi satu dengan yang lain. 2. Disarankan perlu dilakukan penelitian mengenai penggunaan obat yang tidak rasional di Rumah Sakit. lxxxi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR PUSTAKA Abidin, N.C.M.M. A, dan Ekarini, E., 2002, Mengenal, Mencegah, dan Mengatasi Asma pada Anak Plus Panduan Senam Asma, 2-3, 30-3, Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara, Jakarta Anonim, 2000b, Laporan Penutup Abad XX Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta, RSPR Yogyakarta. Anonim, 2003, Principles of Internal Medicine. 215th edition”. 1456-1463, McGraw-Hill co, Singapore. Anonim, 2004, Global Srategi for Asthma Management and Prevention. NIH publication No 02-3659 Issued January, 1995 (update 2002) Management Segment (Chapter 7): Updated 2004 from the 2003 document The GINA report on www.ginasthma.org Baratawidjaja, K., 2001, Airway Inflammation and Airway Remodeling in Asma. Edisi IV, Balai Penerbit FKUI, Jakarta Dennys, 2005, Berteman dengan asma. http://dinnykaa.blog.com/Berteman+dengan+ASMA (diakses 5 Februari 2006) Hansten, P.D., Horn, J.R., 2002, Managing Clinically Important Drug Interactions, Facts and Comparisons, st. Louis, Missouri, 329, 612 Kelly, W., and Kamada. K. 1997, Pharmacotherapy: A Pathophysiology Approach, 3rd Edition, 207-221, asthma, in Dipiro, JT., Talbert, R.L, Yee, G.C., Matzke, G.R., Well, B.G., Posey, L.M, Appelton and Stanford, Connecticut Kumarawati, D., 2004, House Dust Mite in House Dust of Asthma Patient in Denpasar. Penelitian Due Like Universitas Udayana. Kusumo, H., 2002, Kajian Pola Peresepan Obat Asma yang Diberikan pada Pasien Asma Anak di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2002, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma. Nelson, 2006, Essentials of Pediatrics, fifth edition. Hal 396-405. Pearce, E., 1999, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, diterjemahkan oleh Handoyo,Y.S.,PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 211-214. lxxxii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Quick, Jonathan D., 1997, Managing Drug Supply, Second Edition, Kumarian Press., Inc., Connecticut, USA, 245-257 Rahajoe, N., Spriyanto B, Budi Setyanto D, 2004, Pedoman Nasional Asma Anak. PP Ikatan Dokter Anak Indonesia , Jakarta, 89-103 Reeves, C.J., Roux,G., Lockhart,R., 2001, Keperawatan Medikal Bedah, diterjemahkan oleh Joko Setyono, Edisi Pertama, Penerbit Salemba Medika, Jakarta, 43-59. Salim, EM., Musai M, Muin M. Hoesin M, 2001, Alergi Imunologi pada Penderita Asma Bronchial http://www.tempo.co.id/medika/arsip/062001/art-2.htm (diakses 6 Februari 2006) Sundaru, H., 2001, Strategi Pencegahan dan Pengobatan Asma Bronkial. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, Available from http://www.Alergi.co.id/topic%20utama/edisi398.htm (diakses Maret 2006) Sundaru, H., 2006, Apa Yang Perlu Diketahui Tentang .http://www.depkes.go.id/index.php?option=articles&task= Viewarticle&artid=104&Itemid=3 ( diakses 21 Mei 2006) . lxxxiii Asma? PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran I. Standar Pelayanan Medik Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 1998 mengenai Penyakit Asma Bronkial Definisi Asma Bronkial Asma bronkial adalah suatu penyakit jalan nafas bawah yang ditandai oleh peningkatan respons cabang “trakheobronkial” terhadap aneka macam stimuli. Secara fisiologis bermanifestasi sebagai penyempitan saluran nafas yang dapat sembuh dengan sendirinya atau dengan pemberian obat, dan secara teknis ditandai oleh sesak nafas kumat-kumatan, batuk dan mengi (wheezing). Asma merupakan penyakit episodik, serangan sesak nafas diselingi oleh masa bebas serangan. Umumnya, serangan asma berlangsung dalam waktu yang singkat (beberapa menit atau jam) dan sesudah itu penderita tampak normal. Akan tetapi pada beberapa penderita ada yang mengalami sesak nafas ringan setiap harinya. Fase ini dapat ringan saja atau diselingi oleh serangan yang berat, dapat sampai pada keadaan darurat medis yang berlangsung beberapa hari atau minggu yang disebut status asthmaticus. Dari segi etiologi, asma merupakan penyakit yang heterogen, sejalan dengan kausa utama yang mendasari atau yang berkaitan dengan penyebab timbulnya serangan asma. Walaupun pembagian ini hanya sebagai ancer-ancer saja, asma dibedakan menjadi asma alergi (berkaitan dengan adanya alergi pada penderita dan atau keluarganya) dan asma idiosinkrasi (berkaitan dengan imunologis). Faktor-faktor pencetus serangan asma meliputi paparan terhadap lxxxiv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI berbagai macam alergen atau faktor fisik, seperti udara dingin, panas, polusi udara, asap rokok, latihan jasmani, infeksi saluran nafas, dan obat-obatan. Kriteria diagnosis - Serangan sesak nafas atau mengi, batuk dan sputum mukoid yang kumatkumatan. - Eksperium memanjangdisertai ronki kering menyeluruh - Eosinofilia dalam darah dan sputum. Pemeriksaan Anamnesis - Serangan sesak nafas, mengi, batuk, dan ekspektorasi mukoid (riak atau dahak kental terutama pada akhir serangan). - Batuk pada malam hari, batuk dan mengi pada waktu kerja dan riwayat sering salesma pada waktu kecil (masa anak). - Gatal dalam hidung, tersumbat atau berair mungkin mendahului serangan mengi. - Paparan terhadap allergen, serbuk sari, bulu sari, bulu binatang, debu (kutu) rumah, aspirin. - Riwayat latiahan jasmani, terpapar udara dingin. - Faktor predisposisi merokok, polusi udara, exaserbasi oleh infeksi. Pemeriksaan Fisik - Pada waktu serangan tampak khas berupa pasien duduk berjuangan untuk menghirup udara, dada dalam posisi inspirasi dan menggunakan otot bantu lxxxv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI pernapasan. Tampak kesulitan dengan ekspirasi. Mengi mungkin terdengar diseluruh ruangan tempat pasien berada. - Dada tampak hiperinflasi, hipersonor pada perkusi. - Auskultasi suara nafas dengan ekspirium memanjang, ronki kering, nada tinggi (wheezing) pada inspirasi maupun ekspirasi. Pemeriksaan Penunjang - X-foto thorax untuk menyingkirkan kemungkinan lesi intrathorax, pada awalnya tidak ada kelainan, fase kronik emfisema paru, diafragma rendah. - Pemeriksaan darah, eosinofilia, kadar IgE, IgA dan IgM meninggi, IgG menurun. - Test alergi kulit. - Tes provokasi dengan histamine, asetilkolin, dan latihan jasmani (lari). - Tes faal fase penurunan FEV, FVC, dan rasion FEV1/FVC. 1. Forced vital capacity (FVC) atau kapasitas vital yang dipakasakan adalah pengukuran kapasitas vital yang dihasilkan dengan ekspirasi yang secepat dan sekuat mungkin. 2. Forced expiratory volume (FEV) atau volume ekspirasi yang dipaksakan adalah volume udara yang dapat diekspirasi dalam waktu standar selama tindakan FVC. 3. FEV 1 merupakan FEV yang diukur selama detik pertama ekspirasi yang dipaksakan . 4. Individu normal yang dapat menghembuskan nafas sekitar 80% dari kapasitas vitalnya dalam satu detik, dinyatakan sebagai rasio FEV1/FVC. lxxxvi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - Pemeriksaan analisis gas darah (khususnya keadaan status asmatikus). Diagnosis Banding - Obstruki jalan nafas untuk benda asing, neoplasma, kelenjar limfe. - Payah jantung kongesif, gagal jantung kiri (asma kardiale). - Pneumothorax - Infeksi jalan nafas akut iviral maupun bacterial - Bronchitis kronis, bronkiektasis terinfeksi, emfisema paru. - Emboli paru. Manajemen Daftar Indeks Prediksi Rawat Inap Asma Bronkial Faktor Nilai 0 Nilai 1 Detak nadi Frekuensi respirasi Pulsus paradoksus PEFR (L/mnt) Dispnea Otot bantu napas Wheezing <120 <30 <18 >120 0-± 0-± 0-± >120 >30 >18 <120 + - ++ + - ++ + - ++ Indikasi Rawat Inap di Rumah Sakit - Jika telah mendapat obat yang biasa digunakan tidak sembuh. - Jika pada pemeriksaan dijumpai skor 4 dari system scoring dari Fischi et. al (1981), lihat daftar skor 4 menunjukkan asma berat dan perlu pengobatan intensif. - Uji fungsi paru. PEFR<16% dari prediksi (<60 L/mnt) atau FEV1 < 0,6 L harus dianggap sebagai asma berat. lxxxvii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Perawatan Intensif - Jika terjadi tanda-tanda gejala gangguan respirasi. - Lama perawatan bervariasi, 3-5 hari. - Lama pemulihan; bervariasi. - Output; bebas serangan. - Konsultasi diperlukan spesialisasi penyakit dalam, konsultan pulmonologis, spesialis anestesi. Umum - Perawatan umum. • Hindari rokok, polusi udara. • Eliminasi alergen. • Stabilisator sel mast (cromlyn), 2 semprotan, efek baru nyata setelah pemakaian 4-6 minggu, dapat diberikan untuk terapi profilaksis. • Pasang infuse lini. - Bronkodilator. • Agonis beta. Adrenalin 0,3-0,5 ml 1 : 1000, subkutan. Isoproterenol diberikan secara inhalasi 1 : 200. Orciprenalin, oral 3 dd, 20 mg; 3 dd 0,25 mg. Subkutan; 33 dd 3 semprotan. Heksoprenalin, oral 3 dd 2 mg. Salbutamol cairan 3 ml/5’ • Inhalasi nebulizer. lxxxviii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Ipatropium bromide 1 cc cairan/5’ Fenoterol 1 cc cairan/5’ • Derivate Xantin Teofilin, dosis awal (loading) 6 mg/kg BB, dilanjutkan dengan infuse 1mg/kgBB/jam untuk 12 jam pertama dan dilanjutkan dengan 0,8 mg/kgBB/jam. Pada kasus dengan cor pulmonale, penyakit hati, gangguan jantung kongesif, dosis awal sama, dilanjutkan dengan dosis 0,1-0,5 mg/kgBB/jam. Jika pasien telah mendapat terapi teofilin sebelumnya, dosis awal tidak diberikan, infuse teofilin diberikan 0,5 mg/kgBB/jam. Aminofilin oral 3 dd 120-150 mg. • Anti kolinergik Atropin, 3 dd 0,25 mg, s.c. Ipatroprium bromide, 3 dd 2 semprotan (metered dose aerosol). - Kortikosteroid (sebagai anti inflamasi), terutama fase akut tergabung antara kortikosteroid dan hidrokortison, loading 4 mg/kgBB (atau dosis ekuivalen) i.v. dilanjutkan dengan infuse 3 mg/kgBB/6jam. Efek mungkin baru terlihat setelah 6 jam/lebih. Setelah 24-72 jam kemudian (tergantung pada efek) obat dapat diganti bentuk tablet. Umumnya diberikan pednisolon, 40-60 mg, dosis tunggal pagi hari, kemudian dilakukan penurunan dosis secara bertahap (tapering off) setiap 3-5 hari. Unruk mengurangi efek samping pemebrian kortikosteroid diberikan selang hari (alternate day). Deksamethason tidak bisa diberikan sebagai terapi pemeliharaan cara selang sehari. lxxxix PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI • Metilprednisolon 4 dd 15-20 mg • Inhalasi kortikosteroid efeknya target dosis yang diberikan - Ekspektoran. • Bisolvon 3 dd 1 tab. • Fluimucil, 3 dd 100 mg. • Ambroxol 3 dd 30 mg tab. Khusus - O2 dosis 4 liter/mnt. - Hidrasi dengan cairan RL, D 5%, NaCl fisiologis, umumnya bersama teofilin/aminofilin. - Antibiotik jika ada dugaan infeksi bacterial. • Eritromisin 4 dd 250-500 mg • Amoksisilin 3 dd 500-1000 • Tetrasiklin 4 dd 250-500 mg • Doksisiklin 2 dd 100 mg. • Kotrimoksasol-sulfametoksazol, 2 dd 2 tab - tambahan diuretika jika ada gagal jantung kongesif. Komplikasi : - Infeksi bacterial saluran napas. - Pneumothorax, pneumoperikardium. - Gagal respirasi. - Emfisema paru. xc PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI No No. RM JK Diagnosis 1 423595 Umur Bulan Tahun 2 2 523306 22 3 495880 5,4 L Asma Bronkiale 4 523624 11,4 L Asma Bronkiale 5 425697 2 L Asma Bronkiale 6 460482 3 L Asma Bronkiale L Asma Bronkiale L Asma Bronkiale Nama Paten Ventolin exp Theophilin Ikadryl Lasal exp Nebulizer Erysanbe Nalgestan Aminophilin Medixon Lasal exp Nebulizer Aminophilin CTM Erysanbe Lasal exp Nebulizer Theophilin Salbutamol Nebulizer Aminophilin Cefspan CTM Lasal exp Profilas Meptin i Resep Nama Generik Salbutamol Teofilin Difenhidramina HCl Salbutamol Eritromisin Aminofilin Metilprednisolon Salbutamol Aminofilin CTM Eritromisin Salbutamol Teofilin Salbutamol Aminofilin Sefiksim CTM Salbutamol Ketotifen Prokaterol HCl Regimen Dosis 3x1/3 cth 3x15 mg 3x1 cth 3x1 cth 3x200 mg 3x1/2 tab 4x25 mg 3x1,5 mg 3x1/3 cth 3x40 mg 3x2/3 mg 3x250 mg 3x1/2 cth 3x15 mg 2x1 tab 4x25 mg 2x20 mg 3x2/3 mg 3x1/2 cth 2x1/2 cth 2x1 tab Btk Sediaan Syrup Tablet Syrup Syrup Inhalasi Tablet Tablet Tablet Tablet Syrup Inhalasi Tablet Tablet Tablet Syrup Inhalasi Tablet Tablet Inhalasi Tablet Tablet Tablet Syrup Syrup Tablet Cara Pakai Oral Oral Oral Oral Inhalasi Oral Oral Oral Oral Oral Inhalasi Oral Oral Oral Oral Inhalasi Oral Oral Inhalasi Oral Oral Oral Oral Oral Oral Jml Obat 4 6 5 3 4 4 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7 479509 11 L 8 371556 10 P 9 524604 5 P 10 202066 5 P 11 230434 5 P 12 049804 12 P Mucohexan Asma Bronkiale Erysanbe Claforam Sistenol Kalmetason Bisolvon Lasal exp Asma Bronkiale Nebulizer Medixon Tremensa Bronsolvon Asma Bronkiale Nebulizer Lasal exp Aminophilin Amoxan Asma Bronkiale Amoksisilin Sanmol Lasal Aminophilin Meptin Asma Bronkiale Erysanbe Sistenol Nebulizer Lasal exp Ceffriazon Asma Bronkiale O2 Nebulizer ii Bromheksin Eritromisin Sefotaksim Parasetamol Deksametason Bromheksin Salbutamol Metilprednisolon Pseudoefedrina Teofilin Salbutamol Aminofilin Amoksisilin Amoksisilin Parasetamol Salbutamol Aminofilin Prokaterol HCl Eritromisin Parasetamol Salbutamol Brodced - 3x1 cth 3x200 mg 2x500 mg 3x1/5 tab 4x1/2 tab 3x1 cth 3x1 cth 1x1 tab 3x1 cth 3x1 cth 3x1 cth 3x40 mg 3x150 mg 3x1/2 cth 3x1/2 cth 3x1 cth 3x10 mg 3x1/2 cth 3x200 mg 3x1/5 tab 3x1 cth 1x500 mg - Syrup Tablet Tablet Tablet Tablet Syrup Syrup Inhalasi Tablet Syrup Syrup Inhalasi Syrup Tablet Tablet Syrup Syrup Syrup Tablet Syrup Tablet Tablet Inhalasi Syrup Tablet Inhalasi Inhalasi Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Inhalasi Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Inhalasi Oral Oral Inhalasi Inhalasi 6 4 4 5 5 5 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13 178850 14 519268 15 451749 11 7 2 P Asma Bronkiale P Asma Bronkiale P Asma Bronkiale 16 338246 4 L Asma Bronkiale 17 525434 6 L Asma Bronkiale 18 513550 10 L Asma Bronkiale OBH Erysanbe Aminophilin Tremenza Theophilin Salbutamol Kalmetason Cefspan Erysanbe Sistenol Lasal exp Vit. B Erysanbe Sistenol Vit. B Lasal exp Claforan Nebulizer Mucohexan Longcef Sanmol Aminophilin Meptin Cefspan Nebulizer Medixon Erysanbe iii Ammonium Klorida Eritromisin Aminofilin Pseudoefedrina Teofilin Salbutamol Deksametason Sefiksim Eritromisin Parasetamol Salbutamol Eritromisin Parasetamol 3x1 cth 3x200 mg 3x40 mg 3x1/3 tab 3x20 mg 2x1 tab 3x1 tab 2x20 mg 2x200 mg 3x1/5 tab 3x1 cth 3x200 mg 3x1/5 tab Syrup Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Syrup Tablet Tablet Tablet Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Salbutamol Sefotaksim Bromheksin Sefadroksil Parasetamol Aminofilin Prokaterol HCl Sefiksim Metal prednisolon Eritromisin 3x1 cth 2x500 mg 3x1 cth 3x1/2 cth 3x1/3 tab 3x25 mg 2x1 tab 2x25 mg 1x2 tab 2x500 mg Syrup Tablet Inhalasi Syrup Syrup Tablet Tablet Tablet Tablet Inhalasi Tablet Tablet Oral Oral Inhalasi Oral Oral Oral Oral Oral Oral Inhalasi Oral Oral 4 5 5 4 5 5 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19 176028 6,5 L Asma Bronkiale 20 494034 3 L Asma Bronkiale 21 406082 2 L Asma Bronkiale 22 369902 3 P Asma Bronkiale 23 377883 3 L Asma Bronkiale Claforan Sistenol Lasal exp Vit. B Nebulizer Aminophilin Kalmetason Lasal exp Cefspan Medixon Theophilin Meptin Ceffriazon Erytrocin Histapam Nebulizer Kalmetason Bisolvon Vit B OBH Sistenol Kalmetason Aminophilin Amoxan Nebulizer Erysanbe Histapam iv Sefotaksim Parasetamol Salbutamol Aminofilin Deksametason Salbutamol Sefiksim Metilprednison Teofilin Prokaterol HCl Brodced Eritromisin stearat Mebhidrolin Napadisilat Deksametason Bromheksin Ammonium Klorida Parasetamol Deksametason Aminofilin Amoksisilin Eritromisin Mebhidrolin Napadisilat 1x1/2 tab 3x1/2 tab 3x1 cth 3x25 mg 4x1/2 tab 3x1 cth 2x20 mg 1x1 tab 3x10 mg 2x5 cc 1x500 mg 3x150 mg 3x1/3 tab 4x1/2 tab 3x1 cth 3x1/2 cth 3x1/5 tab 4x1/2 tab 3x40 mg 3x500 mg 3x200 mg 3x1/3 tab Tablet Tablet Syrup Inhalasi Tablet Tablet Syrup Tablet Tablet Tablet Syrup Tablet Tablet Tablet Inhalasi Tablet Syrup Syrup Tablet Tablet Tablet Tablet Inhalasi Tablet Tablet Oral Oral Oral Oral Inhalasi Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Inhalasi Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Inhalasi Oral Oral 4 5 6 6 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24 510031 3 L 25 437479 2 L Bricasma Amphisilin Kalmetason Asma Bronkiale Nebulizer Cefspan Lasal exp Eritrosin dulc. Asma Bronkiale Theophilin 26 301570 12 L Asma Bronkiale 27 489371 1 L Asma Bronkiale 28 312878 4 L Asma Bronkiale 29 508329 L Asma Bronkiale 8 Cefspan Kalmetason Medixon Ambroksol Amoksisilin Vit. B Lasal exp Tremenza Aminophilin Nebulizer Lasal exp Tremenza Teophilin Erytrocin Lasal exp Sanmol Nebulizer v Terbutalin Sulfat Ampicilina Trihidrat Deksametason Sefiksim Salbutamol Eritromisin Teofilin 3x1/3 tab 4x125 mg 3x1/2 tab 2x25 mg 3x1 cth 3x250 mg 3x10 mg Tablet Tablet Tablet Inhalasi Tablet Syrup Tablet Tablet Oral Oral Oral Inhalsai Oral Oral Oral Oral Sefiksim Deksametason Metal prednisolon Ambroksol amoksisilin 3x1/3 tab 4x1/2 tab 1x1 tab 3x1cth 3x500 mg Tablet Tablet Tablet Syrup Tablet Oral Oral Oral Oral Oral Salbutamol Pseudoefedrina Aminofilin Salbutamol Pseudoefedrina Teofilin Eritromisin stearat Salbutamol Parasetamol - 3x1/2 cth 3x1/3 tab 3x25 mg 3x1 cth 3x1/2 tab 3x30 mg 3x150 mg 3x1/2 cth 3x1/3 tab - Syrup Tablet Tablet Inhalasi Syrup Tablet Tablet Tablet Syrup Tablet Inhalasi Oral Oral Oral Inhalasi Oral Oral Oral Oral Oral Oral Inhalasi 4 3 4 3 4 4 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30 528657 3 P 31 327980 4 P 32 270945 5 L 33 447263 2 L 34 301839 4 P 35 354845 5 L Asma Bronkiale Lasal exp Erytrocin Nebulizer Aminophilin Asma Bronkiale O2 Parasetamol CTM Kalmetason Lasal exp Asma Bronkiale Nebulizer Bricasma Lasal exp Cefspam Asma Bronkiale Tremenza Ambroksol CTM Medixon Salbutamol Asma Bronkiale Nebulizer Tophilin Deksametason Amoxan CTM Asma Bronkiale Nebulizer Erysanbe Medixon Cefotaxim vi Salbutamol Eritromisin stearat Aminofilin Parasetamol CTM Deksametason Salbutamol Terbutalin sulfat Salbutamol Sefiksim Pseudoefedrina Ambroksol CTM Metiprednisolon Salbutamol Teofilin Deksametason Amoksisilin CTM Eritromisin Metilprednisolon Cefotaxim 3x1 cth 3x150 mg 3x25 mg ½ lt/menit 3x1/3 tab 3x1/2 tab 4x1/2 tab 3x1 cth 3x1/3 tab 3x1 cth 2x20 mg 3x1 cth 3x1/2 cth 3x1/2 tab 1x2 tab 2x1 tab 3x15 mg 3x1/3 tab 3x150 mg 3x1/2tab 3x250 mg 1x2 tab 2x100 mg Syrup Tablet Inhalasi Tablet Inhalasi Tablet Tablet Tablet Syrup Inhalasi Tablet Syrup Tablet Syrup Syrup Tablet Tablet Tablet Inhalasi Tablet Tablet Tablet Tablet Inhalasi Tablet Tablet Tablet Oral Oral Inhalasi Oral Inhalasi Oral Oral Oral Oral Inhalasi Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Inhalasi Oral Oral Oral Oral Inhalasi Oral Oral Oral 4 4 4 5 5 4 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36 529981 9 P 37 519803 1 P 38 230528 6 L 39 529809 2 L 40 497965 1 L 41 496744 1 L 42 014884 11 L Asma Bronkiale Nebulizer CTM Deksametason Theopilin Asma Bronkiale Erysanbe Aminophilin Cefspan Asma Bronkiale Erysanbe Medixon Amoksisilin Meptin Asma Bronkiale Ampicillin Medixon Bricasma Erysanbe Aminophilin Asma Bronkiale Nebulizer Erysanbe Medixon Bricasma Asma Bronkiale Erysanbe Aminophilin Bricasma Deksametason Asma Bronkiale O2 Nebulizer Sanmol vii CTM Deksametason Teofilin Eritromisin Aminofilin Sefiksim Eritromisin Metilprednisolon Amoksisilin Prokaterol HCl Ampicilina trihidrat Metilprednisolon Terbutalin sulfat Eritromisin Aminofilin Eritromisin Metilprednisolon Terbutalin sulfat Eritromisin Aminofilin Terbutalin sulfat Deksametason Parasetamol 3x2/3 tab 3x1,5 tab 3x15 mg 3x200 mg 3x25 mg 2x20 mg 3x200 mg 1x2 tab 3x250 mg 2x1 tab 4x125 mg 1x1 tab 3x1/3 tab 3x200 mg 3x10 mg 3x200 mg 1x2 tab 3x1/2 tab 3x200 mg 3x25 mg 3x1/3 tab 3x1/3 tab 3x150 mg Inhalasi Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Inhalasi Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Inhalasi Inhalasi Tablet Inhalasi Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Inhalasi Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Inhalasi Inhalasi Oral 4 3 4 5 4 4 4 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43 530433 5 P Asma Bronkiale 44 024040 10 P Asma Bronkiale 45 091935 11 P Asma Bronkiale 46 152228 6 L Asma Bronkiale 47 452875 2 L Asma Bronkiale 48 064422 10 L Asma Bronkiale Amphicilin Tremenza exp Mucoheksan Meptin Parasetamol Lasal exp Nebulizer Lasal exp Aminophilin Sanmol Lasal exp Sanmol Bricasma Nebulizer Erysanbe Sanmol Ikadryl Medixon Meptin Sanmol Aminophilin Medixon Erysanbe Bricasma Histapam Nebulizer Lasal exp viii Ampicilina trihidrat Pseudoefedrina Bromheksin Prokaterol HCl Parasetamol Salbutamol Salbutamol Aminofilin Parasetamol Salbutamol Parasetamol Terbutalin sulfat Eritromisin Parasetamol Difenhidramina HCl Metilprednisolon Prokaterol HCl Parasetamol Aminofilin Metilprednisolon Eritromisin Terbutalin sulfat Nepaldisilat Salbutamol 4x125 mg 3x1 cth 3x1 cth 3x1 tab 3x1/3 tab 3x1 cth 3x1 cth 3x40 mg 3x1/3 tb 3x1 cth 3x300 mg 3x1 kap 3x200 mg 3x150mg 3x1 cth 1x2 tab 2x1 tab 3x300 mg 3x25 mg 1x2 tab 3x200 mg 3x1/3 tab 3x1/3 tab 3x1/2 cth Tablet Syrup Syrup Tablet Tablet Syrup Inhalasi Tablet Tablet Tablet Syrup Tablet Kaplet Inhalasi Tablet Tablet Syrup Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Inhalasi Syrup Oral Oral Oral Oral Oral Oral Inhalasi Oral Oral Oral Oral Oral Oral Inhalasi Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Inhalasi Oral 4 4 3 5 7 4 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49 530509 9 P Asma Bronkiale 50 312883 3 L Asma Bronkiale 51 352592 3 P Asma Bronkiale 52 530509 L Asma Bronkiale 53 471507 6 L Asma Bronkiale 54 530669 5 L Asma Bronkiale 1,5 Medixon Tremenza O2 Nebulizer Medixon Meptin Lasal exp O2 Nebulizer Lasal exp Sanmol Medixon Nebulizer Sanmol Lasal exp Medixon Medixon Sistenol Nebulizer Lasal exp Lasal exp Medixon Tremenza Nebulizer Lasal exp OBH Nebulizer ix Metilprednisolon Pseudoefedrina Metilprednisolon Prokaterol HCl Salbutamol Salbutamol Parasetamol Metal prednisolon Parasetamol Salbutamol Metal prednisolon Metilprednisolon Parasetamol 3x1/2 cth 3x1/2 cth 1x2 pagi 2x1 tab 3x1 cth 3x1 cth 3x150 mg 1x1 tab 3x150 mg 3x1/2 cth 1x2 tab 1x2 pagi 1x1/3 tab Salbutamol Salbutamol Metilprednisolon Pseudoefedrina Salbutamol Ammonium Klorida - 3x1 cth 4x1 cth 1x2 tab 3x1/2 cth 3x1 cth 3x1 cth - Syrup Syrup Inhalasi Inhalasi Tablet Tablet Syrup Inhalasi Inhalasi Syrup Tablet Tablet Inhalasi Tablet Syrup Tablet Tablet Tablet Inhalasi Syrup Syrup Tablet Syrup Inhalasi Syrup Syrup Inhalasi Oral Oral Inhalasi Inhalasi Oral Oral Oral Inhalasi Inhalasi Oral Oral Oral Inhalasi Oral Oral Oral Oral Oral Inhalasi Oral Oral Oral Oral Inhalasi Oral Oral Inhalasi 4 4 4 4 4 4 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55 305699 6 L 56 523248 5 P 57 430179 2 P 58 531133 3 P 59 508329 8 L Sanmol Asma Bronkiale O2 Nebulizer Deksametason Lasal Amoxan Asma Bronkiale Lasal exp CTM Nebulizer O2 Deksametason Profilas Asma Bronkiale Nebulizer Kalmetason Cefspan Lasal Asma Bronkiale Lasal Cefspan Erysanbe Sistenol Vit. B Nebulizer Asma Bronkiale Erysanbe CTM Medixon Nebulizer Aminophilin x Parasetamol Deksametason Salbutamol Amoksisilin Salbutamol CTM Deksametason Ketotifen Deksametason Sefiksim Salbutamol Salbutamol Sefiksim Eritromisin Parasetamol 3x150 mg 1 lt/mnt 3x1/2 tab 3x1 cth 3x150 mg 3x1/2 cth 3x1/3 tab 3x1/2 tab 3x1/4 tab 3x1 tab 3x1 cth 3x1 cth 2x1/2 cth 2x1/2 cth 3x175 mg 3x1/2 tab Tablet Inhalasi Inhalasi Tablet Tablet Tablet Syrup Tablet Inhalasi Inhalasi Tablet Tablet Inhalasi Tablet Syrup Syrup Syrup Syrup Tablet Tablet Oral Inhalasi Inhalasi Oral Oral Oral Oral Oral Inhalasi Inhalasi Oral Oral Inhalasi Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Eritromisin CTM Metilprednisolon Aminofilin 3x175 mg 3x1/2 tab 1x1 tab 3x25 mg Inhalasi Tablet Tablet Tablet Inhalasi Tablet Inhalasi Oral Oral Oral Inhalasi Oral 4 5 4 6 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60 531126 10 L 61 076336 9 L 62 532067 4,5 L 63 285670 6 L 64 006203 12 P 65 421621 10 L Asma Bronkiale Erysanbe Claforam Sistenol Lasal exp Asma Bronkiale Erysanbe Claforam Sistenol Lasal exp Vit. B Asma Bronkiale Aminophilin Medixon CTM Lasal Cefspan Asma Bronkiale Nebulizer Ambroksol CTM Salbutamol Asma Bronkiale Lasal exp Parasetamol 250 mg CTM Bisolvon Asma Bronkiale Nebulizer Meptin Bisolvon CTM xi Eritromisin Sefotaksim Parasetamol Salbutamol Eritromisin Sefotaksim Parasetamol Salbutamol 3x250 mg 2x500 mg 3x1/3 tab 3x1 cth 3x250 mg 2x500 mg 3x1/3 tab 3x1 cth Tablet Tablet Tablet Syrup Tablet Tablet Tablet Syrup Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral 4 Aminofilin Metilprednisolon CTM Salbutamol Sefiksim Ambroksol CTM Salbutamol Salbutamol Parasetamol 3x40 mg 1x2 tab 3x1/3 tab 3x1 cth 3x1/2 cth 3x1/2 cth 3x1/3 tab 3x2 mg 3x1/2 cth 3x1 tab Tablet Tablet Tablet Syrup Syrup Inhalasi Syrup Tablet Tablet Syrup Tablet Oral Oral Oral Oral Oral Inhalasi Oral Oral Oral Oral Oral 5 CTM Bromheksin Prokaterol HCl Bromheksin CTM 3x1 tab 4x1/2 cth 2x1 tab 3x1/2 cth 3x1/2 tab Tablet Syrup Inhalasi Tablet Syrup Tablet Oral Oral Inhalasi Oral Oral Oral 5 2 4 4 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66 532637 8 P 67 231636 5,3 L 68 174230 6 L 69 304339 8 L 70 448743 71 385735 26 L 3 P Asma Bronkiale Nebulizer O2 Amoxan Meptin Profilas Asma Bronkiale Nebulizer Ceffriazon Kalmetason Aminophilin Asma Bronkiale Nebulizer Lasal exp Profilas Amoksisilin Asma Bronkiale Cefspan Profilas Aminophilin Nebulizer Erysanbe Asma Bronkiale Erysanbe Teophilin Sistenol Lasal exp Vit. B Ceffriazon Asma Bronkiale Erysanbe Claforam Sistenol xii Amoksisilin Prokaterol HCl Ketotifen Brodced Deksametason Aminofilin Salbutamol Ketotifen Amoksisilin Sefiksim Ketotifen Aminofilin Eritromisin Eritromisin Teofilin Parasetamol Salbutamol 2 lt/menit 3x150 mg 2x1 cth 2x1 cth 1x500 mg 3x1/2 tab 3x35 mg 3x1 cth 2x1 cth 3x250 mg 2x25 mg 2x1 cth 3x25 mg 3x250 mg 3x1 tab 3x15 mg 3x1/2 tab 3x1 cth Inhalasi Inhalasi Tablet Syrup Syrup Inhalasi Tablet Tablet Tablet Inhalasi Syrup Syrup Tablet Tablet Syrup Tablet Inhalasi Tablet Tablet Tablet Tablet Syrup Inhalasi Inhalasi Oral Oral Oral Inhalasi Oral Oral Oral Inhalasi Oral Oral Oral Oral Oral Oral Inhalasi Oral Oral Oral Oral Oral Brodced Eritromisin Sefotaksim Parasetamol 1x250 mg 3x250 mg 2x500 mg 3x1/2 tab Tablet Tablet Tablet Tablet Oral Oral Oral Oral 3 4 4 5 5 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72 534277 9 L Asma Bronkiale 73 332311 4 L Asma Bronkiale 74 217696 3 P Asma Bronkiale 75 064422 10 L Asma Bronkiale 76 095510 8 L Asma Bronkiale 77 226402 6,5 L Asma Bronkiale Vit B Lasal exp Nebulizer Ambroksol CTM Ventolin exp Aminophilin Erysanbe Lasal exp CTM Medixon Nebulizer Nebulizer Ambroksol Medixon Lasal exp Nebulizer Ventolin Medixon CTM Erysanbe Cefspan Aminophilin Medixon CTM Ceffriazon Erysanbe xiii Salbutamol Ambroksol CTM Salbutamol Aminofilin Eritromisin Salbutamol CTM Metil prednisolon Ambroksol Metal prednisolon Salbutamol Salbutamol Metil prednisolon CTM Eritromisin Cefiksim Aminofilin Metilprednisolon CTM Brodced Eritromisin 3x1 cth 3x1/2 cth 3x1/2 tab 3x1 cth 3x40 mg 3x250 mg 3x1 cth 3x1/3 tab 1x1 tab 3x1/2 cth 1x1 tab 3x1 cth 3x1 cth 1x2 tab 3x1/2 tab 3x250 mg 2x20 mg 3x40 mg 1x1 tab 3x1/3 tab 1x 500 mg 3x250 mg Syrup Inhalasi Syrup Tablet Syrup Tablet Tablet Syrup Tablet Tablet Inhalasi Inhalasi Syrup Tablet Syrup Inhalasi Syrup Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Oral Inhalasi Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Inhalasi Inhalasi Oral Oral Oral Inhalasi Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral 5 5 4 4 6 5 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78 218296 5,3 L Asma Bronkiale 79 511594 4 L Asma Bronkiale 80 269238 4 L Asma Bronkiale 81 142914 8 P Asma Bronkiale Claforam Sistenol Vit B Lasal exp Aminophilin Meptin Lasal exp Nebulizer Medixon Teophilin Ikadryl Erytromisin O2 Nebulizer Amoxan 250 Deksametason Aminophilin O2 Nebulizer Ventolin exp Erysanbe CTM Cefspam xiv sefotaksim Parasetamol 1x500 mg 3x1/2 tab Tablet Tablet Salbutamol Aminofilin Prokaterol HCl Salbutamol Metal prednisolon Teofilin Difenhidramin HCl Eritromisin Amoksisilin Deksametason Aminofilin Salbutamol Eritromisin CTM Cefiksim 3x1 cth 3x25 mg 2x1 tab 3x1 cth 1x2 tab 3x50 mg 4x1/2 cth 3x150 mg 3x1 3x1/3 tab 3x25 mg 2x1/2 cth 3x1 tab 3x1/2 tab 2x1/2 cth Syrup Tablet Tablet Syrup Inhalasi Tablet Tablet Syrup Tablet Inhalasi Inhalasi Tablet Tablet Tablet Inhalasi Inhalasi Syrup Tablet Tablet Syrup Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral Inhalasi Oral Oral Oral Oral Inhalasi inhalasi Oral Oral Oral Inhalasi inhalasi Oral Oral Oral Oral 5 4 3 4 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BIOGRAFI PENULIS Penulis skripsi yang berjudul Pola Peresepan Obat Penyakit Asma Bronkial Pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta 2006 mempunyai nama lengkap I Gusti Bagus Sindu Martha Nugraha. Penulis dilahirkan di Negara, Bali tanggal 17 September 1984, anak kedua dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Alm. I Gusti Nyoman Mertanawa dan Ibu Sri Sunarlik. Penulis memulai mengenal bangku sekolah di TK Pertiwi Negara pada tahun 1989-1990, melanjutkan sekolah dasar di SDN 2 Negara tahun 1990-1996, kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTPN 2 Negara tahun 1996-1999, tahun 1999 melanjutkan pendidikan di SMUN 1 Negara sampai tahun 2002. Tahun 2002 penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama kuliah di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, penulis aktif sebagai anggota kepanitiaan Apotek musik di tingkat fakultas. i PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ii