I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kitin adalah suatu polisakarida, polimer linier yang tersusun oleh monomernya β-1,4-Nasetilglukosamin. Kelimpahan kitin di alam menempati urutan terbesar kedua setelah selulosa dan terdistribusi luas di lingkungan biosfer seperti pada kulit crustaceae (kepiting, udang dan lobster), ubur-ubur, komponen struktural eksoskeleton insekta, dinding sel fungi (22- 40%), alga juga dalam nematoda, binatang ataupun tumbuhan. Kitin merupakan struktur yang rigid pada eksoskeleton binatang. Hal ini dikarenakan pada rantai polimer N-asetil-glukosamin terdapat ikatan hidrogen antar molekul membentuk mikrofibril menghasilkan struktur yang stabil, rigid, dan tidak larut dalam air sehingga dapat mengkristal (Emma, 1997). Keberadaan kitin di alam yang sangat melimpah ini dengan cepat terdegradasi, karena adanya beberapa bakteri dan fungi yang mempunyai enzim kitinase yang mampu mendegradasi kitin. Kitin dapat didegradasi dalam dua jalur, pertama adalah degradasi oleh mekanisme kitinolitik yang menghidrolisis ikatan β-1,4- glikosida, atau polimer mengalami deasetilasi pertama yang selanjutnya dihidrolisis oleh kitosanase (Gooday, 1990 ; Yurnaliza, 2002). Jumlah kitin yang dapat dihasilkan per tahunnya dalam biosfer sangat banyak sekali. Pada tahun 1993 diperkirakan dunia dapat memperoleh kembali kitin dari invertebrata laut sebanyak 37.000 ton dan meningkat menjadi 80.000 ton pada tahun 2000 (Kihachiro et al., 2002 cit Herdyastuti et al., 2009). Dengan kata lain kitin dapat diproduksi secara murah dan sekaligus membantu menyelesaikan masalah lingkungan serta mempromosikan nilai ekonomis produksi laut. Enzim kitinase merupakan enzim yang mampu mendegradasi kitin (Singh et al, 1992). Menurut Simunek et al. (2004), eksokitinase, endokitinase, kitosanase, dan kitin deasetilase merupakan enzim kitinase. Enzim kitinase dihasilkan oleh berbagai organisme, antara lain bakteri, khamir, fungi, serangga, tumbuhan, dan vertebrata (Green et al., 2005 ; Gohel et al., 2006). Enzim kitinase termasuk ke dalam kelompok enzim hidrolase yang dapat mendegradasi kitin secara langsung menjadi produk dengan berat molekul kecil, yang dihasilkan oleh mikroorganisme, baik secara intra maupun ekstraseluler (Noviendri et al., 2008). Enzim kitinase memiliki potensi besar untuk diaplikasikan dalam bidang bioteknologi, diantaranya sebagai agen biokontrol terhadap fungsi patogen tanaman secara mikoparasitisme (Nugroho et al., 2003), 1 berfungsi sebagai biopestisida, untuk memproduksi materi aktif kitooligosakarida, serta untuk memproduksi protein sel tunggal, dan protoplast kapang (Chasanah et al., 2007). Bakteri kitinolitik adalah mikroorganisme yang dapat mendegradasi kitin dengan menggunakan enzim kitinase. Mikroorganisme ini dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti rizosphere, phyllosphere, tanah atau dari lingkungan air seperti laut, danau, kolam atau limbah udang dan sebagainya. Selain lingkungan mesofil, mikroorganisme kitinolitik juga telah berhasil diisolasi dari lingkungan termofilik seperti sumber air panas, daerah geotermal dan lain-lain. Mikroorganisme penghasil kitinase masih belum banyak diketahui baik tentang jumlah, diversitas maupun fungsi kitinase yang dihasilkan, meskipun kitin merupakan salah satu polimer yang melimpah di alam. Beberapa mikroorganisme kitinolitik dari berbagai sumber telah berhasil diisolasi dan dikarakterisasi. Donderski dan Brzezinska (2003) berhasil mengisolasi bakteri kitinolitik dari danau Jeziorak pada permukaan air dan lapisan bawah sediment diantaranya Pseudomonas sp, Alkaligenes denitrificans, Agrobacterium sp, Aeromonas hydrophila yang mendegradasi kitin dan memanfaatkan N-asetilglukosamin sebagai sumber karbon. Degradasi kitin secara enzimatis oleh kitinase berlangsung secara bertahap. Mula-mula polimer kitin dipecah menjadi oligomer kitin (umumnya berupa dimer) dan selanjutnya diuraikan menjadi monomer GlcNAc oleh β-N-asetilglukosaminidase. Kitinase dihasilkan oleh berbagai organisme seperti serangga, crustacea, jamur dan bakteri. Bakteri penghasil enzim kitinase dapat dideteksi dan diisolasi melalui terbentuknya zona bening pada medium selektif agar (Muzzarelli dan Ricardo, 1996 dalam Purwani et al., 2002). Pengolahan udang, baik untuk industri maupun konsumsi, menghasilkan limbah yang mengandung kitin. Limbah pengolahan udang terdiri dari kepala dan cangkang. Kedua limbah tersebut memiliki kandungan kitin yang besar. Limbah tersebut diduga menjadi habitat bagi bakteri-bakteri yang mampu menghasilkan enzim kitinolitik (Chasanah et al., 2009). Pada umumnya, limbah udang tersebut sering dimanfaatkan sebagai pakan bebek, pembuatan kitosan dan juga sebagai bahan pangan. Salah satu pemanfaatan menjadi bahan pangan adalah sebagai bahan utama pembuatan terasi udang. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 1992 terasi adalah suatu jenis penyedap makanan berbentuk padat, berbau khas hasil fermentasi udang/ikan atau campuran keduanya dengan garam atau bahan tambahan lainnya. Pembentukan citarasa spesifik terjadi karena perombakan protein, karbohidrat dan lemak pada oleh bakteri fermentatif yang halofil bersifat 2 aerob dan anaerob (Rahayu, 1992). Suwaryono dan Ismeini (1988) menyebutkan bahwa jenis bakteri tersebut adalah kelompok halofilik dan Lactobacillus, sedangkan menurut Hadiwiyoto et al. (1983) dan Rahayu (1992), bakteri yang dominan dalam terasi puger adalah Micrococcus sp., Neisseria sp. dan Aerococcus. Terasi Udang merupakan produk fermentasi yang memiliki kandungan kitin. Terasi udang dibuat dari pemanfaatan udang dengan perlakuan pencucian, penghancuran, penggaraman yang kemudian dijemur, dibungkus dengan kemasan dan kemudian dilakukan proses fermentasi. Udang baik tubuh maupun cangkangnya, yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan terasi memiliki kandungan kitin dan menimbulkan dugaan bahwa terasi udang memiliki aktivitas bakteri kitinolitik yang dapat menghasilkan enzim kitinase. Penelitian ini akan mencari tahu jenis bakteri kitinolitik yang terkandung pada produk pangan, terasi udang, yang berbahan dasar kepala dan cangkang udang yang memiliki kandungan kitin. Isolat bakteri yang berhasil diisolasi, diduga merupakan bakteri yang tahan terhadap perlakuan pengolahan yang dilakukan. Selain itu, dari isolat bakteri tersebut dilakukan optimasi produksi kitinase yang dihasilkan. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya terkait isolasi bakteri penghasil kitinase dari alam sehingga dapat diketahui jenis bakteri yang cocok dikembangkan untuk membentuk turunan dari kitin dan kitosan melalui enzim yang dihasilkan. B. Tujuan 1. Mengisolasi bakteri kitinolitik yang terkandung pada produk pangan Terasi Udang. 2. Mengidentifikasi isolat bakteri kitinolitik dari Terasi Udang. 3. Mengetahui kondisi optimum isolat bakteri kitinolitik untuk memproduksi enzim kitinase. C. Manfaat 1. Memberi informasi mengenai bakteri kitinolitik yang diisolasi dari terasi udang. 2. Mengetahui jenis bakteri kitinolitik dari terasi udang. 3. Memberi informasi mengenai optimasi isolat bakteri kitinolitik untuk menghasilkan kitinase. 3