KEMAJUAN PENELITIAN BIOTEKNOLOGI PENYAKIT CVPD

advertisement
KEMAJUAN
PENELITIAN
BIOTEKNOLOGI
PENYAKIT CVPD
(Progress in Biotechnology Research of Huang Lung Bin Disease)
I Gede Putu Wirawan
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
ABSTRAK
CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration) merupakan penyakit terpenting tanaman
jeruk.
CVPD di Indonesia disebabkan
oleh bakteri Gram negatif Liberibacter
asiaticum yang ditularkan oleh serangga vektor Diaphorina citri dan melalui matatempel pada pembibitan jeruk (grafting). Perkembangan
penelitian menunjukkan
bahwa di Indonesia ditemukan beberapa strain bakteri CVPD tersebar diberbagai
daerah. Perbedaan strain ini diduga menyebabkan
terjadinya perbedaan gejala dan
perbedaan patogenisitas.
Mekanisme tingkat molekul infeksi penyakit CVPD pada
tan am an jeruk melibatkan dua molekul protein yang menghambat transport mineral
(ion) ke dalam sel tanaman, sehingga menimbulkan
gejala defisiensi unsur hara
seperti Zn, Mn, Mg dan lainnya.
Gen resisten terhadap penyakit CVPD (CVPD')
telah berhasil diisolasi dan diklon dari tanamanjeruk
kinkit dan Poncirus trifoliata.
Tanaman transgenik
yang membawa gen CVPD' tersebut menunjukkan
toleransi
yang lebih baik terhadap penyakit CVPD dibandingkan
dengan tanaman jeruk non
transgenik.
Kata kunci:
CVPD, Liberibacter
defisiensi hara mikro.
asiaticum,
gen
resisten,
serangga
penular,
ABSTRACT
CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration) was the most important disease on citrus
plant. In Indonesia, a Gram negative bacterium of Liberibacter asiaticum was the
cause in CPVD which transmitted by Diaphorina citri vector insect and through the
budwood on citrus grafting. Research development in Indonesia indicated that some
bacterial
strain of CVPD was found. to diffuse in various areas. This strain
distinction
assumed to result in existing of symptom and pathogenic
different.
Molecular level mechanism of CVPD disease infection on citrus plant involved two
proteins molecular which inhibit mineral transport (ion) into plant cell, so that it
inflicted deficiency symptom in mineral agent such as Zn, Mn, Mg and others. Gene
that resisted to CVPD disease has been succeeded to isolate and to clone from citrus
plant of kinkit and Poncirus trifoliata. Transgenic plant carried those CVPD gene
showed better tolerance against CVPD disease compared with non-transgenic
citrus
plant.
Keywords
CVPD, Liberibacter asiaticum, citrus infection,
insect, mineral inhibition.
Prosiding Seminar Jeruk Siam Nasional 2004
resistant
gen, vector,
39
PENDAHULUAN
CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration)
merupakan penyakit terpenting dan
penyebab
utama kehilangan
hasil perkebunan
jeruk di hampir semua negara
terutama Asia dan Afrika (Jagoeuix et al., 1997). CVPD di Indonesia termasuk
Asian greening (Triwiratno
et al., 1999), disebabkan
oleh bakteri Gram negatif
Liberibacter
asiaticum
(Garnier et al., 2000) yang ditularkan
serangga vektor
Diaphorina citri dan melalui mata-tempel pada pembibitanjeruk
(grafting). Bahkan
data penelitian
menunjukkan
penyebaran
penyakit
CVPD dipertanaman
lebih
banyak (mencapai 83%) disebabkan oleh pemakaian bibit yang telah terkontaminasi
dari mata-tempel dan atau berasal dari batang-bawah
yangjuga telah terkontaminasi
patogen penyakit CVPD, (Wirawan, dkk 2000 a).
Akibat serangan penyakit CVPD, Afrika Selatan mengalami
kerugian 30100%, Filipina lebih dari 60%, Thailand lebih dari 95%, dan di Saudi Arabia bagian
Tenggara jeruk manis dan Mandarin punah (da Graca, 1991). Di Indonesia, CVPD
menyerang
sejak tahun 1940-an (Aubert et al., 1985), dan saat ini menyerang
hampir di seluruh propinsi. Serangan di Tulungagung
sampai 62,34% dan di Bali
Utara sampai 60% (Dwiastuti, 2000). Kehilangan produksi sekitar 50.000 ton buah
jeruk per tahun (Tjiptono, 1985), dengan kerugian mencapai puluhan milyar rupiah
per tahun (Hutagalung,
1985; Dwiastuti, 2001).
Nilai ekonomi
agribisnis
jeruk tergo long sangat tinggi ini, yang dapat
mencapai
Rp. 100 juta per hektar per tahun.
Luas areal pertanaman
di Bali
misalnya,
dengan cepat meluas mencapai 95.564 Ha dalam kurun waktu 1988
sampai 1996 (Anonimous,
1996). Serangan penyakit CVPD di Bali diperkirakan
menelan kerugian mencapai Rp. 36 milyar pad a tahun 1984 (Anonimous,
1996).
Sentra pengembangan
jeruk di Bali kemudian berpindah
ke Kabupaten
Bangli,
namun, serangan penyakit CVPD kembali mengganas sehingga nilai produksi yang
diperkirakan
pernah mencapai Rp. 400 milyar pada tahun 1998 menjadi terancam
oleh serang penyakit CVPD yang telah meluas di daerah ini.
PENYAKlT CVPD
CVPD adalah salah satu penyakit tanaman jeruk, sering dikenal dengan nama
citrus greening, yellow shoot (Eropa dan Amerika), leaf mott/e (Filipina), likubin
atau decline (Taiwan), citrus dieback (India), blotchy-mettle
atau mottling disease
(Afrika); dengan nama huanglongbing
dalam sebutan bahasa China yang dicoba
40
Prosiding Seminar Jeruk Siam Nasional 2004
dipopulerkan
menggantikan
sebutan-sebutan
lainnya, karena diketahui penyakit ini
berasal dari China sejak tahun 1919 (da Graca, 1991; Vichitrananda,
1998). CVPD
menyerang
hampir semua kultivar jeruk, menyebabkan
produksi berkurang atau
gagal, memperpendek
masa hidup tanaman (Hung et al., 2000; Su dan Hung, 2001),
dan dapat mematikan
tanaman dalam waktu 1-2 tahun (da Graca, 1991). Akibat
CVPD, pohonjeruk
keprok yang dulu dapat mencapai umur puluhan tahun, sekarang
hanya dapat memberi hasil2-3 kali panen (Wirawan dkk., 2000a).
Ditemukan
beberapa tipe gejala atau perbedaan
gejala serangan penyakit
CVPD. Penyebab terjadinya perbedaan tipe gejala pada daun tanaman jeruk belum
diketahui dengan pasti. Diduga perbedaan ini dapat disebabkan oleh umur tanaman
atau daun, intensitas serangan, kondisi iklim atau oleh perbedaan strain bakteri L.
asiaticum yang menyerang tanaman.
Disamping itu analisis PCR untuk deteksi
bakteri CVPD, L. asiaticum, pada daun tanaman yang bergejala CVPD, ditemukan
fenomena bahwa tidak semua daun-daun pada ranting yang menunjukkan
gejala
serangan CVPD positif mengandung
bakteri L. asiaticum.
Dapat terjadi daun
bagian atas positif mengandung bakteri L. asiaticum tetapi daun bagian bawahnya
negatif(Wirawan,
dkk, 2003). Penemuan ini menunjukkan bahwa untuk munculnya
gejala penyakit tidak diperlukan
adanya patogen pada bagian tanaman (daun)
tersebut, atau dengan kata lain patogen yang berada pada bagian tanaman lain
(daun) dapat menyebabkan
munculnya gejala pada daun disebelahnya
atau pada
daun di bagian atas atau di bawahnya.
Penyebab
Penyakit
Penyakit CVPD yang juga disebut "citrus greening" atau "Huanglongbin",
pada awalnya diduga disebabkan oleh virus (Tirtawidjaya et aI., 1965; Tirtawidjaya,
1980; Chen and Mei, 1965), kemudian karena pengembangan
penelitian
pada
penyakit ini, dikatakan disebabkan oleh.mycoplasma-like organism (MLO). Tetapi
organisme yang diduga MLO ini segera diketahui dibungkus oleh dinding setebal 25
nm yang jauh lebih tebal dari unit membran yang khas untuk MLO yaitu antara 7-10
nm (Sandrine et al., 1994). Hasil penelitian
ini menunjukkan
bahwa membran
setebal 25 nm itu merupakan
membran bakteri yang memberi indikasi bahwa
penyebab penyakit CVPD adalah bakteri dan bukan mikoplasma.
Organisme yang
sama seperti yang ditemukan pada CVPD ini juga ditemukan pada tanaman selain .
jeruk pada lebih dari 20 jenis penyakit (Greber and Gownalock, 1979; Holmes et al.,
1972; Klein et al., 1979; Nourrisseau
et al., 1993). Sejauh yang diketahui,
Prosiding Seminar Jeruk Siam Nasional 2004
41
organisme-organisme
ini selalu berada dalam jaringan phloem, dan tidak satupun
yang dapat dibiakkan
pada media buatan. Mengambil
persamaan
dengan MLO,
organisme-organisme
ini kemudian
disebut
BLO (bacterium-like
organism)
(Sandrine et al., 1994).
Pada tahun 1993 ViIIechanoux et al. berhasil mengklon dan mensekuen 2,6 kb
fragmen DNA dari genom BLO yang diisolasi dari tanaman jeruk terserang eVPD.
Ditemukan
bahwa fragmen ini mengandung
conserved sequence dari rpIKA1LrpoBC operon yang menyandi pembentukan
empat ribosomal
protein. Dengan
penemuan ini Sandrine et al. pada tahun 1994, dengan teknik peR (polymerase
chain reaction)
mencoba mengamplifikasi
fragmen 16S rDNA dari BLO yang
diisolasi
dari tanaman
jeruk (var. Poona) yang terserang
penyakit
eVPD
menggunakan
universal primer. Pada tahun 1996 Sandrine et al. melaporkan bahwa
mereka telah berhasil mengembangkan
satu primer yang spesifik
dari 16S rDNA
tersebut
untuk mendeteksi
patogen
penyebab
penyakit
eVPD
dan sejak itu
disimpulkan bahwa penyebab penyakit eVPD adalah bakteri yang mereka beri nama
Liberobacter
(Sandrine et al., 1996). Ditemukan dua species yaitu L. asiaticum yang
terse bar di kawasan Asia termasuk Indonesia dan L. africanum yang tersebar di
kawasan Afrika.
Morfologi
Bakteri
CVPD
Informasi morfologi,
fisiologi, biokimia dan genetik bakteri eVPD sangat
terbatas, karena belum bisa dikultur secara in vitro (Nakashima
et al., 1996).
Pengamatan dengan mikroskop elektron terhadap irisan ultratipis secara serial dan
konfigurasi
tiga dimensi menunjukkan
bahwa bakteri eVPD bersifat pleomorfik,
pada saat tumbuh berbentuk memanjang yang fleksibel berukuran 100-250 x 5002500 nm, pada saat dewasa berbentuk batang yang kaku berukuran 350-550 x 6001500 nm. Adapula yang berbentuk badan-badan
seperti bola dengan sitoplasma
tipis, berdiameter
700-800 nm (Su dan Huang, 1990) dan ada yang 300-1000 nm
(Gamier dan Bove, 1983). Bakteri berbentuk bola yang sudah tua sering ditemukan
telah rusak melalui plasmolisis,
vakuolasi dan aglutinasi. sitoplasma.
Umumnya
bakteri berbiak melalui budding (pertunasan)
dan kadang dengan pembelahan biner
atau beading.
Badan-badan
berbentuk
bola yang sudah tua dapat membentuk
beberapa keturunan berbentuk batang (Su dan Huang, 1990).
Selubung bakteri
eVPD terdiri atas tiga lapis an, yaitu lapisan dalam yang gelap dan mengabsorbsi
elektron, dan lapisan luar yang gelap. Kedua lapisan tersebut terdiri atas twi-triple
42
Prosiding Seminar Jeruk Siam Nasional 2004
layered menyerupai dinding bakteri Gram-negatif.
Diantara kedua lapisan terdapat
daerah yang tampak terang (electrone
transparent
zone), menyerupai
lapisan
peptidoglikan
bakteri Gram-negatiftertentu.
Ketebalan ketiga lapisan kurang lebih
25 nm (250 A) (Gamier dan Bove, 1983).
Penularan
Penyakit
CVPD
Bakteri
CVPD terdapat
terbatas
dalam fIoem tanaman
dan endoselular
(Gamier dan Bove, 1983; Jagoueix et al., 1996). Su dan Huang (1990) menyatakan
bahwa bakteri dalam fIoem daun dengan berbagai tingkat kematangan
atau pada
berbagai varietas jeruk, mempunyai kecenderungan
berbiak melimpah pada musim
panas dan berkurang pada musim gugur dan musim dingin, tetapi dapat dideteksi
pada jumlah tertentu
di sepanjang
tahun. Kurva pertumbuhan
bakteri secara
musiman paling tinggi dan konstan adalah pada daun dewasa. Pergerakan bakteri
dalam tanaman jeruk cukup lambat yaitu 30-50 cm ke arah bawah dalam waktu 12
bulan (da Graca, 1991), dan pada tahap awal infeksi cenderung tetap berada pada
cabang yang diinfeksi vektor (Su, 2001).
CVPD menular terutama melalui penempelan mata tunas (grafting) (Su, 2001)
tetapi kecepatannya
bervariasi
karena distribusi
bakteri tidak beraturan
pada
tanaman (Hung et al., 2000, Sdoodee et al., 1999), yang menyebabkan
dapat
diperoleh tanaman bebas penyakit dari tanaman terinfeksi (Planck, 1999). Wirawan
dkk. (2000), melaporkan bahwa 83% serangan penyakit CVPD di Bali dibebabkan
oleh penyebaran bibit yang telah terinfeksi penyakit CVPD, yang dihasilkan melalui
teknik penempelan mata tunas. Penularan juga melalui serangga vektor Diaphorina
citri (Kuwayama) untuk strain Asia dan Trioza erytreae (Del Guercio) untuk strain
Afrika (Bove,
1995). Secara eksperimen,
masing-masing
vektor juga dapat
menularkan kedua strain (Gamier dan Bove, 1993). Walau secara terbatas alat-alat
pertanian seperti alat inokulasi dan pemangkas diduga dapat menularkan penyakit
(Semangun, 1994).
Strain Bakteri CVPD
Berdasarkan
kepekaan
terhadap suhu, terdapat dua macam strain bakteri
CVPD yaitu Asia dan Afrika Asia mengakibatkan
gejala parah pada suhu rendah
(22-24'C) dan suhu lebih tinggi (27-32'C), atau bentuk yang toleran panas (heattolerant).
Strain Afrika menginduksi
gejala pada suhu rendah (20-24'C),
atau
bentuk yang sensitifpanas
(heat-sensitive)
(Jagoueix et al., 1994; Su, 2001). Pada
Prosiding Seminar Jeruk Siam Nasional 2004
43
suhu 27-30°C strain Afrika tidak menimbulkan gejala dan tidak aktifpada
tinggi dari 30°C dalam waktu lama (da Graca, 1991).
suhu lebih
Kedua strain mempunyai
rentangan inang dan gejala serupa (Planetet al.,
1995). Menurut da Graca (1991), gejala CVPD Asia lebih parah dibanding CVPD
Afrika, lebih tersebar luas pada dataran rendah yang bersuhu rata-rata 30-35°C,
sedang strain Afrika lebih terbatas penyebarannya
di dataran yang lebih tingi
(Korsten et al., 1993). Penyebab CVPD jeruk di Indonesia termasuk kelompok
greeningtipe
Asia (Asian greening) (Triwiratno et al., 1999).
Dalam ulasan da Graca (1991) dinyatakan bahwa selain strain berdasarkan
kepekaan terhadap suhu, terdapat strain berdasar kecepatan penularan, gejala yang
ditimbulkan,
serotipe, dan virulensi, Kecepatan penularan melalui grafting isolat
dari Transvaal Tengah di Afrika Selatan lebih cepat dibanding dari Transvaal Timur.
Suatu isolat dari suatu wilayah menginduksi
blotchy-mottle,
sedang isolat lain
menyebabkan
gejala seperti defisiensi
zinc. Di India, terdapat perbedaan
isolat
dalam tingkat virulensi apabila digrafting ke inang, yang dikelompokkan
menjadi
ringan (mild), parah (severe), dan sangat parah (very severe).
Perbedaan
strain berdasar serotipe diketahui
dengan penggunaan
antibodi
monoklonal.
Antibodi monoklonal
untuk deteksi CVPD dari Poona (India), tidak
dapat digunak~n untuk deteksi sampel dari China, Thailand, Malaysia dan bahkan
dari daerah lain di India meskipun dari strain yang sama berdasar kepekaan terhadap
suhu, tetapi bereaksi dengan sampel dari Afrika. Dari perkebunan
jeruk yang
berdekatanjuga
dapat ditemukan serotipe (Bove et al., 1993).
Bakteri strain Asia kemungkinan
mengalami evolusi menjadi berbagai strain.
Sebelum tahun 1970-an, pummelo (jeruk Bali/jeruk besar) menunjukkan
ketahanan
terhadap infeksi, akan tetapi sejak 1971 dapat terinfeksi dan menjadi parah sejak
1975. Kemungkinan
terdapat strain baru yang cukup virulen untuk menginfeksi
pummelo (Su dan Huang, 1990). Dalam perkembangannya,
Su dan Huang (200 I)
menyatakan bahwa isolat-isolat
strain Asia dari jeruk Mandarin menginduksi gejala
parah pada jeruk Mandarin dan jeruk manis tetapi hanya menimbulkan gejala ringan
pada pummelo. Isolat dari pummelo menyebabkan
gejala parah pada pummelo dan
gejala ringan pada jeruk manis dan Mandarin. Beberapa isolat dari jeruk manis dan
Mandarin menyebabkan
gejala parah padajeruk Mandarin danpummelo.
Isolat yang
tidak menimbulkan
gejala juga terdapat jeruk Mandarin
yang nampak sehat.
Disimpulkan
bahwa strain Asia mempunyai
sejumlah strain parah seperti strain
Mandarin danpummelo,juga
strain sedang dan strain ringan.
44
Prosiding Seminar Jeruk Siam Nasional 2004
Bakteri L. asiaticum yang menyebabkan
penyakit CVPD di Indonesia terdiri
dari beberapa strain yang berbeda.
Perbedaan
ini ditunjukkan
oleh perbedaan
urutan (sekuen) nukleotida
dari fragmen 16 S rDNA yang teramplifikasi
dalam
analisis PCR. Strain bakteri CVPD yang menyerang tanaman jeruk di Kalimantan
Barat, Cianjur, Tulungagung,
Bali, Bima, dan Sulawesi Selatan masing-masing
menunjukkan perbedaan (Wirawan, dkk, 2003). Perbedaan sekuen 16S rDNA yang
ditemukan pada beberaba daerah ini menunjukkan
adanya perbedaan strain bakteri
CVPD yang menyerang tanamanjeruk
di masing-masing
daerah tersebut.
Serangga
Penular (vektor)
Patogen bakteri penyebab penyakit CVPD, Liberobacter
asiaticum diketahui
disebarkan oleh serangga sejenis kutu loncat atau juga disebut kutu loncat jeruk
yang bernama Diaphorina
citri Kuw. Bakteri CVPD, L. asiaticum,
dapat berada
pada bagian mulut (stilet) dari serangga ini dan menular ke tanaman ketika serangga
vektor mencucuk dan mengisap makanan dari tunas atau daun tanaman jeruk.
Dinamika populasi D. citri sangat dipengaruhi
oleh musim pertunasan
tanaman
jeruk. Dalam satu tahun terjadi lima puncak populasi D. citri dan puncak populasi
tersebut berkaitan dengan masa pertunasan
tanaman jeruk Siam. Populasi tinggi
ditemukan pada bulan September, Desember dan Februari dimana pada saat ini
tanaman jeruk mengalami pertunasan sehingga tersedia banyak daun-daun muda.
Di alam D. citri dapat diparasit oleh parasitoid nimfa yaitu Tamarixia radiata
Wat. (Hymenoptera:Eulophidae),
dan Diaphorencyrtus
alligarhensis
Shaffe
(Hymenoptera:
Encyrtidae) (Chien & Chu 1996, Chen 1998, Nurhadi & Djatmiadi
2002). Beberapa
predator
dari famili Coccinellidae,
Chrysopidae,
Syrphidae,
Eumolpidae dan Lycosidae juga berperan dalam pengendalian
populasi D. citri di
lapangan (Nurhadi & Whittle 1989). Selanjutnya Nurhadi et al. (J 986) mendapatkan
tingkat pemangsaaan
oleh Lycosidae sebanyak 49,8% dan Syrphidae 67,10%. Hasil
penelitian Wijaya et al. (1997) menunjukkan
bahwa Curinus coeruleus Mulsant
(Coleptera:Coccinellidae)
yaJ?g efektif
mengendalikan
kutu loncat
lamtoro
(Heteropsylla
cubana Crawford) (Siswanto & Soehardjan 1988, Sudartha 1989) juga
mampu memangsa D. citri. Uji laboratorium
menunjukkan
imago C. coeruleus
mampu memangsa 118 ekor nimfa instar-2 dan 3 D. citri per hari.
Parasitoid nimfa T radiata dan D. alligharensis
merupakan
spesies musuh .
alami yang terbukti memberikan
kontribusi
yang lebih dominan dibandingkan
spesies-spesies
predator dan entomopatogen
dalam pengendalian
hama secara alami
(Nurhadi & Wittle, 1989).
Prosiding Seminar Jeruk Siam Nasional 2004
45
T radiata merupakan
parasitoid
nimfa yang lebih berperan dibandingkan
dengan D. alligarhensis
dalam menekan
perkembangan
populasi
D. citri di
pertanaman jeruk. Penggunaan T radiata dalam pengendalian
D. citri, masih perlu
dikaji secara mendalam,
karena penelitian
menggunakan
teknik long peR di
California menemukan T radiata juga membawa bakteri L. asiaticum yang mungkin
didapatnya dari tubuh D. citri.
Mekanisme
Infeksi Penyakit
CVPD pada Tanaman Jeruk
Tanaman yang diserang CVPD memperlihatkan
gejala daunnya menguning
atau klorosis, warna tulang daunnya menjadi hijau tua, daunnya lebih tebal, kaku
dan ukurannya menjadi lebih kecil. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Sarwono
(1995). Klorosis terjadi karena pembentukan
klorofil berkurang, sehingga aktifitas
fotosintesis
tanaman menurun. Tanaman yang terinfeksi CVPD juga menunjukkan
gejala nekrosis dan gugur daun (Marlina 1998). Proses terjadinya klorosis diawali
dengan tertularnya
jaringan tanaman oleh patogen melalui stilet serangga vektor
pada saat mengisap cairan dari floem tanaman jeruk. Selanjutnya
patogen yang
terdapat dalam floem tersebar ke bagian-bagian
tanaman bersama translokasi bahan
organik. Kehadiran patogen dalam jumlah yang relatif banyak dapat menimbulkan
gejala klorosis bahkan terjadinya nekrosis pada floem tulang daun (Diah, 2002).
Proses penularan patogen persisten diawali dengan terjadinya mengambilan
patogen bersamaan dengan cairan tanaman oleh serangga vektor pad a waktu makan
melalui stiletnya, kemudian masuk ke saluran pencernaan menembus dinding usus,
sirkulasi
dalam hemolimf
dan mengkontaminasi
air ludah. Bakteri mengalami
periode laten dalam tubuh vektor, setelah itu vektor menjadi infektif (Carter, 1973;
Oka, 1993).
Penelitian
terakhir tahun 2003 menemukan
bahwa serangga vector D. citri
tidak menularkan
patogen L. asiaticus kepada telur-telur
yang dihasilkannya.
Nimfa D. citri mendapatkan
atau terlular patogen ketika mulai bisa mengambil
makanan pada tanaman jeruk, (Wirawan dkk., 2003, Wijaya, 2003). Penularan
patogen melalui rantai makanan disebutkan
oleh Hurd (2003) sebagai "trophic
transmission from host to host via the food chain". Interaksi mutualisme tersebut
berlangsung
sangat lama.Setelah
masuk ke dalam sel-sel floem tanaman jeruk
bakteri CVPD, L. asiaticum akan berkembang
biak dengan mengambil
sumber
karbon dan nitrogen sebagai makanan dari metabolisme
sel-sel floem tanaman
jeruk.
Masuknya
patogen ke dalam sel floem menyebabkan
terjadinya
reaksi
46
Prosiding Seminar Jeruk Siam Nasional 2004
tingkat molekul antara patogen dan sel floem. Diduga L. asiaticum menghasilkan
molekul protein virulen (toksik) yang dapat mengganggu
metabolisme
sel-sel
floem. Sementara itu sel-sel floem menghasilkan
protein khusus, misalnya protein
reseptor, sebagai reaksi terhadap masuknya patogen dan molekul protein virulennya
ke dalam sel floem. Karena serangan penyakit CVPD menyebabkan
tanaman
kekurangan
unsur-unsur
Zn, Mn dan Ca , maka ada indikasi yang menunjukkan
bahwa infeksi penyakit
CVPD pada tanaman jeruk mengganggu
mekanisme
transport mineral atau ion-ion seperti Zn, Mn, dan Ca ke dalam sel-sel floem
tanaman jeruk.
Wirawan dkk. (2003) dan Sri Marhaeni.
(2003) menemukan
dua molekul
protein khas pada tanaman jeruk yang terserang penyakit CVPD sementara pada
tan am an jeruk sehat (tidak terserang penyakit CVPD) kedua molekul tersebut tidak
ditemukan.
Kedua molekul protein ini telah berhasil diisolasi dan dimurnikan
(dipurifikasi)
menggunakan
teknik electro-blotting
atau dengan teknik kolom
khromatografi
menggunakan
fraction collector.
Belum diketahui apakah kedua
molekul protein tersebut berasal dari bakteri CVPD, L. asiaticus, atau berasal dari
sel tanaman jeruk yang terinfeksi atau masing-masing
molekul protein. dihasilkan
oleh bakteri CVPD dan sel floem tanaman jeruk. Diduga keberadaan kedua molekul
protein inilah yang menyebabkan
terganggunya
transpor ion kedalam sel tanaman
jeruk.
Protein memegang peran kunci dalam semua proses biologis. Hampir semua
katalis dalam sistem biologis adalah protein (enzim). Berarti protein menentukan
pola transformasi
kimia dalam se!. Protein memperantarai
cakupan sangat luas
fungsi-fungsi
lain seperti transport dan penyimpanan,
proteksi imun, rangsangan,
integrasi metabolisme, kontrol pertumbuhan dan diferensiasi (Stryer, 2000).
Menurut Alberts et al. (1991), protein transport pertama kali diketahui tahun
1950-an, dengan mempelajari
bagaimana bakteri mempunyai
kemampuan
untuk
memasukkan
gula spesifik melalui membran plasma.
Berbagai mac am penyakit
keturunan pada manusia, contohnya penyakit cystinuria disebabkan
oleh ketidak
mampuan sel untuk mentranspot
asam amino tertentu dari urine atau intestine ke
dalam sel darah.
Terdapat dua mac am protein transpot yang berlokasi
pada
mernbran sel, yaitu protein pembawa (carrier protein) dan protein saluran (channel
protein).
Protein pembawa
mengikat
senyawa
(zat teriarut)
spesifik
untllk'
memindahkan
senyawa melewati membran sel, sedangkan protein saluran tidak
memerlukan ikatan dengan senyawa tersebut.
Transport ion oleh protein pembawa
Prosiding Seminar Jeruk Siam Nasional 2004
47
dapat dilakukan secara aktif atau pasif, sedangkan transpot ion oleh protein saluran
dilakukan secara pasif.
Transport aktif yang diperantarai
oleh protein pembawa
akan memompa secara langsung ion tertentu melewati membran.
Proses protein pembawa untuk menyalurkan
sebuah molekul larutan melalui
lapisan lemak menyerupai
reaksi enzirn-substrat.
Setiap jenis protein pembawa
mempunyai satu atau lebih temp at pengikatan untuk larutan atau substratnya.
Pada
saat semua tempat pengikatan telah terisi penuh maka nilai pengangkuatannya
akan
maksimal. Seperti pada enzim, pengikatan
larutan dapat dihalangi secara khusus
oleh penghalang
yang kompetitif (competitive
inhibitor) untuk mencegah adanya
pengikatan atau adanya penghalang yang non kompetitif (noncompetitive
inhibitor).
Mekanisme kerja protein pembawa dan protein saluran serta kemungkinan
peran
kedua protein khas yang ditemukan pada tanaman jeruk terserang penyakit CVPD.
Mekanisme
molekuler bagaimana masuknya larutan melewati lapisan lemak
(lipid bilayer)
pada membran
sel belum diketahui
dengan jelas, tetapi DNA
pengkode
protein transpot telah berhasil diklon dan disekuen.
Sekuen DNA
pengkode bagian spesifik protein dapat diubah dengan mutasi lokus terarah (site
directed mutagenesis)
dan mRNA mutan dapat diinjeksikan
pada sel mamalia atau
oocytes Xenophus,
dimana akan diketahui secara langsung sintesa protein mutan
yang berfungsi
sebagai protein transpot (Alberts et al., 1991). Penelitian
yang
dilakukan
oleh Kato et al. (2001), menemukan
bahwa protein AtHKTl
pada
Arabidopsis
thaliana yang merupakan
pengangkut
Na+/K- memiliki kemampuan
dalam
memperantarai
masuknya
Na ' pada oocytes
Xenophus
laevis
dan
pengambilan
K- pada E. coli. Protein HKTl merupakan kelompok dari superfamili
pentranspot K-.
Mekanisme
transport mineral inilah yang diduga terganggu akibat serangan
penyakit CVPD. Sehingga model hipotetik yang dapat diajukan saat ini adalah
interaksi antara protein virulen yang dihasilkan oleh bakteri CVPD, L. asiaticus,
dan protein reseptor yang dihasilkan oleh sel tanaman jeruk berikatan secara kimia
pada domain membran
dari molekul protein saluran (channel protein)
yang
berfungsi
menyalurkan
ion-ion inorganik
ke dalam sel floem tanaman jeruk.
Akibatnya protein saluran ini tidak dapat berfungsi menyalurkan
ion-ion inorganik
seperti Zn, Mn dan Ca ke dalam sel tanamanjeruk.
48
Prosiding Seminar Jeruk Siam Nasional 2004
ISOLASI
GEN RESISTEN
TERHADAP
PENYAKlT
CVPD
Berbagai jenis tanaman jeruk yang dibudidayakan
secara ekonomis diketahui
peka terhadap serangan penyakit CVPD. Jenis-jenis tanaman jeruk budidaya yang
peka terhadap serangan Cvpd untuk selanjutnya
disebut tanaman jeruk CVPD'.
Tanaman jeruk Garut dan jeruk Tejakula yang sangat terkenal sekarang sudah sangat
sulit ditemukan di lapangan dan kalau pun ditemukan telah terinfeksi berat oleh
penyakit CVPD. Dewasa ini belum ditemukan cara pengendalian
penyakit Cvpd ini
secara baik, karena berbagai kendala yang masih dihadapi seperti; belum dapat
dibiakkannya
patogen penyebab penyakit pada media buatan, sehingga sulit untuk
melakukan
kharakterisasi
terhadap sifat-sifat
patogennya
akibatnya
sulit untuk
mengetahui
mekanisme
infeksi tanaman oleh patogen yang pada akhirnya sulit
untuk merumuskan teknik pengendaliannya.
Di lain pihak dilaporkan beberapajenis
tanamanjeruk,
terutama tanamanjeruk
yang tidak dibudidayakan
secara ekonomis dan beberapa tanaman kerabatnya,
diketahui ada yang toleran terhadap penyakit CVPD. Jenis tanaman jeruk dan
kerabatnya yang toleran CVPD ini untuk selanjutnya disebut tanaman jeruk Cvpd',
Diantaranya
"Seedless
lime" (jeruk nip is tanpa biji), Tahiti lime, Triphachia
trifoliata (jeruk kinkit), dan Poncirus trifolia (karatachi).
Tanaman jeruk yang
toleran CVPD (CVPD') diyakini mengandung
gen atau gen-gen yang produknya
sanggup mematahkan
infeksi oleh patogen CVPD (L. asiaticum)
atau sanggup
menolak penularan patogen yang dibawa oleh serangga vektor D. citri.
Berdasarkan
informasi ini, pertama; Wirawan dkk. (2000),
menguji ulang
ketahanan
terhadap
CVPD dari beberapa jenis tanaman CVPD' dengan cara
penularan
penyakit
menggunakan
vektor serangga
Diaphorina
citri. Seleksi
dilakukan secara sangat ketat yaitu baik secara visual dengan mengamati gejala
yang muncul maupun menggunakan
deteksi PCR (Polimerase
Chain Reaction)
terhadap keberadaan
patogen pada tariaman yang diuji. Kemudian dari tanamantanaman CVPD' yang terseleksi
dilakukan mutasi, dengan metode transformasi
menggunakan
sistem Agrobacterium
tumefaciens baik secara in vitro maupun secara
in planta.
Secara in vitro transformasi
genetik dilakukan melalui kultur sel, potongan
daun, ruas ranting muda (internode stem), biji, dan potongan kecambah steril dari
tanaman
CVPD'
(dalam
hal ini digunakan
jeruk
kinkit
dan karatachi).
A. tumefaciens
LBA (pAL4404,
pIB 121) diinokulasikan
kepada bahan-bahan
Prosiding Seminar Jeruk Siam Nasional 2004
49
tanaman tersebut untuk kemudian ditumbuhkan
pada media kultur jaringan (MTO
atau MTOK). Transformasi
secara in planta dilakukan dengan menginokilasikan
A. tumefaciens LBA (pAL4404, pIB 121) pada pucuk tunas yang dipotong pada bibit
muda tanamanjeruk
kinkit atau karatachi.
Binary Ti Plasmid pIB121, mengandung
fragmen DNA yang terdiri dari gen
untuk ketahanan terhadap kanamisin, dan gen B-glucuronidase
(GUS) yang diklon
"downstream"
35S CaMV promoter (Jefferson
et al., 1987; Ohta et al., 1990;
Wirawan and Kojima, 1996). A. tumefaciens akan mentransfer fragmen DNA ini ke
dalam sel-sel tanaman jeruk kinkit atau karatachi yang dapat dideteksi dengan
media seleksi yang mengandung kanamisin, dan deteksi PCR menggunakan
sekuen
gen GUS sebagai primernya
serta dengan mendeteksi
ekspresi gen GUS pada
transforman
yang dihasilkan.
Mutasi dengan sistem A. tumefaciens pada genom
tanaman CVPD' (kinkit atau karatachi) menginaktifkan
gen-gen yang termutasi yang
diantaranya
adalah gen atau gen-gen
yang bertanggungjawab
pada toleransi
tanaman terhadap serangan penyakit CVPD. Dengan demikian loci gen-gen ini
dapat diidentifikasi
dan diisolasi serta dapat klon untuk dikharakterisasi
sifatsifatnya dan dimanfaatkan
dalam penanganan penyakit CVPD.
Transforman
atau mutan tanaman jeruk CVPD' yang dihasilkan
diinokulasi
dengan Diaphorina citri infektif (membawa bakteri L. asiaticus, penyebab CVPD).
Mutan-mutan yang menunjukkan
gejala serangan CVPD (disebut CVPD"') diseleksi
dan keberadaan
L. asiaticus pada mutan tanaman jeruk CVPD'" dideteksi dengan
metode PCR menggunakan
sekuen 16S ribosomal DNA yang spesifik untuk L.
asiaticus sebagai primer. Loci gen-gen toleran CVPD diisolasi dari mutan tanaman
CVPD'" ini menggunakan
metode inverse PCR (IPCR) atau plasmid rescue.
Wild type target DNA dari tan am an induk dideteksi dan diisolasi menggunakan
metode PCR menggunakan
primer yang dirumuskan
berdasarkan
sekuen dari
flanking DNA produk IPCR. Konfirmasi terhadap hasil PCR ini dilakukan dengan
metode Southern Blot menggunakan
fragmen flanking DNA atau produk PCR diatas
sebagai probe.
Tahap- Tahap Prosedur
adalah sebagai berikut:
a.
50
Isolasi
Gen Resisten
Penyakit
CVPD
secara
ringkas
Uji ketahanan tanaman jeruk kinkit dan karatachi serta tanaman jeruk budidaya
(Siam dan keprok) terhadap serangan penyakit CVPD dengan cara penularan
mengunakan serangga vektor D. citri.
Prosiding Seminar Jeruk Siam Nasional 2004
b. Deteksi PCR untuk memastikan serangan penyakit CVPD pada tanaman yang
diuji.
c. Jeruk kinkit dan karatachi dipilih sebagai tanaman yang toleran terhadap
serangan penyakit CVPD (CVPD').
d. Transformasi genetik secara in vitro atau in planta pada tanaman jeruk kinkit
dan karatachi.
e.
Seleksi transforman (tanaman yang termutasi).
f.
Uji ketahanan terhadap
termutasi (transforman).
serangan
penyakit
CVPD untuk tanaman-tanaman
g. Seleksi yang menjadi peka terhadap serangan penyakit CVPD (CVPD'·').
h. Inverse PCR (IPCR) untuk isolasi flanking DNA termutasi dari mutan tanaman
jeruk kinkit CVPD'·'.
i.
Kloning produk IPCR (flanking DNA termutasi) pada vektor plasmid.
j.
Sekuen fragmen DNA produk IPCR.
k. Formulasi primer untuk deteksi wild type target DNA yang mengandung gen
untuk ketahanan terhadap serangan penyakit CVPD.
1. Deteksi dan isolasi serta kloning wild type target DNA yang mengandung gen
untuk ketahanan terhadap serangan penyakit CVPD.
m. Analisis sekuen klon wild type target DNA yang mengandung gen untuk
ketahanan terhadap serangan penyakit CVPD dan penentuan ORF (open reading
frame) dari gen gen untuk ketahanan terhadap serangan penyakit CVPD (gen
CVPD').
n. Over expression (produksi protein) gen CVPD' pada sel Escherichia coli.
o. Analisis fungsi protein yang dihasilkan oleh gen CVPD' dalam mekanisme
ketahanan tanaman terhadapserangan penyakit CVPD.
p. Pembuatan tanamanjeruk
transgenik menggunakan gen CVPD'.
q. Uji ketahanan tanaman jeruk transgenik dengan gen CVPD' terhadap serangan
penyakit CVPD.
Prosiding Seminar Jeruk Siam Nasional 2004
51
PENGENDALIAN
Berdasarkan
pemahaman
hasil-hasil penelitian terdahulu
maka dapat direkomendasikan
berikut:
Pengendalian
PENYAKIT
CVPD
tentang penyakit CVPD pada tanaman jeruk dari
hingga hasil-hasil penelitian akhir pada tahun 2003,
usaha-usaha
penanganan
penyakit CVPD sebagai
vektor D. citri
serangga
a.
Serangga vektor D. citri pertama-tama
harus dikenali
sehingga dapat diketahui keberadaan dan populasinya
b.
Lakukan
pengendalian
pertanaman ditemukan
c.
Pengendalian
D. citri menggunakan
serangga musuh alami, seperti ; Tamarixia
radiata, Diaphorencyrtus
aligarhensis,
Curinus coeruleus, Coocinella repunda,
Syrpidae, Chrysophydae
dan laba-Iaba Oxyiopes sp.
d.
Penangkapan
serangga D. citri penggunakan
perekat senyawa penarik serangga (feromon,
Pengendaliaq
penyakit
D. citri
keberadaan
dengan insektisida
D. citri.
morfologinya
di pertanaman
secara
di lapangan
teratur
jika
di
perangkap kuning yang diberi lem
eugenol, atau lainnya).
CVPD dalam pembibitan
a.
Pembuatan bibit dilakukan dalam rumah kasa (screen house), sehingga
dari masuknya serangga vektor D. citri ke dalam pembibitan.
b.
Tanaman induk yang digunakan
untuk mata-tempel
diseleksi
secara ketat
dengan teknik deteksi penyakit
CVPD menggunakan
analisis PCR. Hanya
ranting tanaman induk yang negatif keberadaan
bakteri CVPD, L. asiaticum
yang boleh digunakan untuk mata-tempel.
c.
Biji tanaman batang-bawah
diambil dari buah yang sehat dari tanaman yang
sehat pula. Bibit batang-bawah
yang tumbuh harus juga bebas dari serangan
penyakit CVPD dengan dibuktikan bebas gejala penyakit CVPD dan melalui
analisis PCR.
d.
Mata tunas yang diambil dari pohon induk dapat diberi perlakuan
dengan
perendaman
selama 20-30 menit dalam larutan antibiotika
seperti: ampisilin,
tetrasiklin
(1000 ppm), karbenisilin,
atau kanamisin,
masing-masing
dengan
konsentrasi
1000 ppm.
52
terhindar
Prosiding Seminar Jeruk Siam Nasional 2004
e.
Penggunaan tanaman batang-bawah yang tahan penyakit CVPD seperti; jeruk
kinkit (Triphacia trifoliata), jeruk karatachi (Poncirus trifolia), jeruk nipis
tanpa biji, lemon Tahiti (Tahili Lime) dapat dianjurkan, karena batang-bawah
akan menginduksi ketahanan tanaman terhadap penyakit CVPD.
f.
Pengendalian penyakit CVPD menggunakan tanaman jeruk transgenik yang
membawa gen untuk ketahanan terhadap penyakit CVPD. Wirawan, dkk pada
tahun 2000 telah berhasil mengklon gen ketahanan terhadap penyakit CVPD
(gen CVPD') yang diisolasi dari tanaman jeruk kinkit dan gen yang hololog juga
ditemukan tan aman Poncirus trifolia. Klon gen ini pada plasmid vektor diberi
nama pWR27 dan telah didaftarkan hak patennya di Ditjen HKI, Jakarta melalui
Program Oleh Paten Kementerian Riset dan Teknologi RI. Tanaman jeruk
transgenik yang membawa gen CVPD' telah dihasilkan menggunakan metode
transformasi genetik dengan vector Agrobakterium rumefaciens.
Pengendalian
a.
penyakit CVPD di pertanaman
Pertarna-tama yang harus diperhatikan adalah budidaya tanaman sehat.
Sehingga dari pemilihan bibit tanaman, penanaman, pemeliharaan tanaman
(pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit lainnya) menjadi hal penting
yang harus dilakukan. Karena tanaman yang sehat tidak mudah terserang
penyakit.
b. Gejala khas serangan penyakit CVPD pada tan aman jeruk mesti terlebih dahulu
diketahui secara baik.
c.
Lakukan pengamatan gejala serangan penyakit CVPD secara teratur. Jika
ditemukan ada ranting tanaman yang terserang segera dilakukan pemangkasan
pada bagian yang bergejala. Bagian tanaman yang dipotong tersebut dapat
ditanam di tanah (karena bakteri CVPD tidak menular melalui tanah) atau
dibakar.
d. Lakukan pemupukan dengan 'pupuk kandang (gunakan pupuk kandang matang)
pada tanaman yang bergejala ringan, setelah bagian tanaman yang bergejala
dipangkas. Penelitian kami menunjukkan bahwa tunas-tunas muda dapat
tumbuh sehat setelah tanaman dipangkas dan dipupuk. Perlakuan ini hanya
dapat berhasil pada tanaman dengan tingkat serangan ringan.
e. Penyiraman air pada musim kering sangat membantu kesehatan tanaman.
Prosiding Seminar Jeruk Siam Nasional2004
53
f.
Kedepan pengendalian
secara bio-molekuler
akan ban yak dilakukan
seperti
penggunaan
antibodi, vaksin, atau enzim yang sanggup mendegradasi
senyawa
virulen yang dihasilkan bakteri CVPD.
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Biro Pusat Statistik 1995. Survei Pertanian Produksi Tanaman Sayuran dan Buahbuahan. Jakarta: BPS.
Bove JM, Jogoueiix, Gamier M. 1996. PCR Detection of the two candidatus Liberobacter
species associared with greening diseases of citrus. Moleculer and Cellular Probes.
10:43-50.
Chien CC, Chu YI. 1996. Biological control of citrus psyllid, Diaphorina citri in Taiwan.
Biological Pest Control in Systems ofIntegrated Pest Management. hIm 93-105.
Chen CN. 1998. Ecology of the insect vector of citrus systemic diseases and their control in
Taiwan. Citrus Greening Control Project in Okinawa, Japan. Extension Bulletin. 459 :
1-5.
Carter W. 1973. Insect in Relation to Plant Diseases. New York: John WilIey & Sons.
Da Graca, J. V. 1991. Citrus greening diseases. Annu. Rev. Phytopathol. 29 : 109-36.
Diah YIGA.
2002. Penyebaran bakteri Liberobacter asiaticum pada tanaman jeruk dalam
beberapa tingkat gejala serangan penyakit CVPD. [Tesis]. Denpasar:
Universitas
Udayana, Program Studi Bioteknologi Pertanian.
[Dirjenhorti] Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. 2002. Agribisnis jeruk sa at ini
dan strategi pengembangan ke depan. Semiloka Nasional Pengembangan Jeruk dan
Pameran Buah Jeruk Unggulan. Bogor, 10-11 Juli 2002.
[Ditlin] Direktur Bina Perlindungan Tanaman. 1994. Pengelolaan Organisme Pengganggu
. Tumbuhan secara Terpadu pada Tanaman Jeruk. Jakarta: Direktorat Jenderal Tanaman
Pangan.
.
Djuniadi D. 2003. Peranan industri pada pengelolaan hama terpadu dalam pertanian
berkelanjutan. Kongres Perhimpunan Entomologi Indonesia dan Simposium Entomologi
VI 2003. Cipayung, 5-7 Maret 2003.
Hoy MA, Nguyen R.
ufl.edu/PestAlertl
1998.
Citrus psylla.
Here in Florida.
http://extlab7.entnem
Huffaker CB, Smith RF. 1980. Rationale, organization, and development of a national
integrated pest management project. New Technology of Pest Control. , New York:
John Wiley & Sons.
Jagoeuix, S., J.M.Bove, M. Gamier. 1997. PCR detection of two Candidatus, Liberobacter
species associatedwith greening disease of citrus. Molecular and Cellular Probes. 10:4350.
54
Prosiding Seminar Jeruk Siam Nasional 2004
Kalshoven LGE. 1981. Pest of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah.
Jakarta:
Ichtiar Baru-Van Hoeve. Terjemahan
dari : De Plagen van de Cultuurgewassen
in
Indonesie.
Mahfud MC. 1987. Penularan penyakit CVPD oleh Diaphorina citri Kuw.
Penyakit Tumbuhan dalam Pengendalian
Secara Terpadu. hIm. 42-43.
Marlina.
1998.
Respon tiga kultivar
yang diinokulasi
Bandung.
Degeneration)
Pajajaran
Gatra Penelitian
jeruk terhadap patogen CVPD (Citrus Vein Phloem
dengan beberapa
cara. [Disertasi].
Universitas
Mofit EP, Wagiman FX, Martono E. 2000. Karateristik
biologi Diaphorina citri Kuwayama
(Homoptera
: Psyllidae) pada jeruk Siam sehat dan bergejala sakit CVPD. Agrosains.
13(3). hIm. 278-285.
Nurhadi. 1993. Aspek epidemi penyakit CVPD : prediksi kecepatan perkembangan
penyakit
dan faktor-faktor
yang mempengaruhi
terhadap kecepatan
perkembangan.
Penelitian
Hotikultura 5 (2) : 71-72.
Nurhadi, Setyobudi L, Handoko. 1986. Biologi
(Homoptera : Psyllidae).
Malang. Penelitian
Kutub Psyllid Diaphorina citri Kuwayama
Hortikultura.
19: 369-643.
Nurhadi, Whittle AM. 1989. Parasites ofCVPD vector (Diaphorina citri Kuw.) in east Java,
with refrence to the prospect of biological control. Penelitian Hortikultura.
3(3) :65-71.
Nurhadi, Djatmiadi D. 2002.
Manajemen
hama dan penyakit
implementasi.
Semiloka
Nasional
Pengembangan
Jeruk
Unggulan.
Bogor, 10-11 Juli 2002.
jeruk: hasil penelitian dan
dan Pameran Buah Jeruk
Sambrook, J., E.F.Fritsch,
T. Maniatis.
1989. Moleculer
Cold Spring Harbor Laboratory Press. hIm 125-128.
Cloning:
Sarwono
B. 1995. Jeruk dan Kerabatnya.
Swadaya.
Soelarso
R B. 1996. Budidaya
Jakarta:
Penebar
Jeruk Bebas Penyakit.
Jakarta:
A Laboratory
Penerbit
Manual.
Kanisius.
Siswanto, Soehardjan
M. 1988. Studi perkembangan
populasi Curinus coeruleus Mulsant
(Coleoptera:
Coccinellidae)
di KP. Cimanggu
Bogor.
Makalah
disampaikan
pada
Seminar Pengendalian
Hama Kutu Loncat Lamtoro. Bogor, 28 Januari 1990.
Sudartha
M. 1989.
Pemencaran
Predator
Curinus coeruleus Mulsant (Coleoptera
:
Coccinellidae)
dan Kemampuan
Predator
Tersebut
Menekan
Populasi
Kutuloncat
Lamtoro Heteropsylla cubana Crawford (Homoptera:
Psyllidae).
[Thesis].
Bogor:
Program Pascasarjana
IPB.
Tirtawidjaja
S. 1983. Citrus Vein Phloem Degeneration
(CVPD) penyakit
jeruk. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pertanian 11(I). hIm. 36-41.
Tirtawidjaja
S, Suharsojo R. 1990. Penyakit CVPD merupakan bahaya
jeruk di Indonesia.
Perlindungan
Tanaman Menunjang Terwujudnya
dan Kelestarian Lingkungan.
PT. Agricon. hIm 299-310.
yang merusak
laten bagi tanaman
Pertanian Tangguh
Trisnawati
LMD. 1998. Beberapa
Aspek Biologi Diaphorina citri Kuw (Homoptera
:
Psyllidae)
Pada Tanaman Kemuning (Murraya sp.). [Skripsi]. Denpasar : Universitas
Udayana, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian.
Prosiding Seminar Jeruk Siam Nasional 2004
55
Waterhouse
DF.
1998. Biological
Control of Insect Pest : South East Asian
Camberra:
Australian Centre for International
Agricultural
Research.
Prospects.
Wijaya IN, Wirawan IGP, Suprapta DN. 1997. Kemungkinan
predator Curinus coeruleus
sebagai pengendali
Diaphorina citri. Laporan Kemajuan Penelitian.
Karakterisasi
Patogen dan Isolasi Gen untuk Ketahanan terhadap CVPD pada Tanaman Jeruk di Daerah
Tingkat 11 Denpasar dan Buleleng.
Wirawan IGP. 2000. Isolasi Resisten terhadap CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration)
dengan Metode Transformasi
Menggunakan
Agrobacterium tumefaciens. Laporan Riset
Unggulan Terpadu V. Denpasar: Universitas Udayana.
Wirawan IGP. 200 I. Bioteknologi
Menjawab
Orasi Ilmiah
Pengukuhan
Guru Besar
Universitas Udayana.
Wirawan
IGP.
Tantangan Pembangunan
Berbasis Teknologi.
Tetap Universitas
Udayana.
Denpasar:
Mekanisme
Tingkat Melekul Infeksi Penyakit CVPD (Citrus Vein
pada Tanaman Jeruk dan Peran Diaphorina citri Kuw. Sebagai
Vektor. Laporan Pelaksanaan
RUT IX. I Tahun 2002.
Denpasar:
Lembaga
Universitas Udayana.
2003.
Phloem Degeneration)
Serangga
Penelitian
van den Bosch R, Messenger PS, Gutierrez
New York: Plenum Press.
56
AP. 1982. An Introduction
to Biological
Control.
Prosiding Seminar Jeruk Siam Nasional 2004
Download