Keairan ANALISIS KEKERINGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI KEDUANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE PALMER (277A) Adi Prasetya Nugroho 1, Rintis Hadiani 2, dan Susilowati 3 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami 36 A Surakarta Email: [email protected] 2 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami 36 A Surakarta Email: [email protected] ABSTRAK Keberadaan air di bumi ini relatif tetap karena air melakukan perputaran atau biasa disebut siklus hidrologi. Perubahan iklim mempunyai pengaruh besar terhadap siklus hidrologi, salah satunya terjadi kekeringan di beberapa daerah seperti Daerah Aliran Sungai Keduang yang berada di Kabupaten Wonogiri Propinsi Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui indeks kekeringan menggunakan metode Palmer dan mengetahui kriteria kekeringan berdasarkan analog data debit yang terdiri dari debit normal rerata (Q50rerata) dan debit andalan rerata (Q80rerata) terhadap kriteria kering Palmer. Hasil analisis menunjukkan bahwa ketersediaan air kurang dari batas ambang (threshold) Q50rerata sebesar 16,966.106 m3/ bulan terjadi pada Juni sampai dengan Oktober. Namun berdasarkan threshold Q80rerata sebesar 3,176.106 m3/ bulan, tidak adanya ketersediaan air hanya pada Juni dan Agustus. Kekeringan terjadi pada 2002 dan 2003 karena ketersediaan air kurang dari threshold Q50rerata maupun threshold Q80rerata yang terjadi selama lebih dari enam bulan. Kekeringan berdasarkan indeks Palmer, pada 2002 dan 2003 terjadi kekeringan dimana besaran indeks Palmer pada 2002 berkisar antara -7,530 yang setara dengan amat sangat kering sampai dengan 0,000 yang setara dengan kering sedangkan pada 2003 berkisar antara -10,190 yang setara dengan amat sangat kering sampai dengan 0,000 yang setara dengan kering. Kata Kunci: DAS Keduang, Kekeringan, Metode Palmer, Indeks Kekeringan, Kriteria Kering 1. PENDAHULUAN Wilayah Indonesia terletak di bagian iklim tropis yang mempunyai ciri khusus yaitu curah hujan tinggi pada musim penghujan dan curah hujan rendah saat musim kemarau (Köppen, 1900 dalam Puradimaja, 2006) sehingga pada musim penghujan sulit untuk mengendalikan air, namun sebaliknya saat musim kemarau panjang sulit untuk memenuhi kebutuhan akan air. Sungai Bengawan Solo merupakan sungai terpanjang dan terbesar di pulau Jawa, terletak di antara dua provinsi yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur yang memiliki empat daerah aliran sungai yaitu DAS Bengawan Solo, DAS Kali Grindulu dan Kali Lorog di Pacitan, DAS kecil di kawasan pantai utara dan DAS Kali Lamong. DAS Bengawan Solo merupakan DAS terluas, meliputi 3 Sub DAS yaitu Sub DAS Bengawan Solo Hulu, Sub DAS Kali Madiun dan Sub DAS Bengawan Solo Hilir (http//bulletin.penataanruang.net). Banjir pada musim penghujan dan kekeringan saat musim kemarau merupakan suatu fenomena yang sering terjadi di sebagian besar wilayah pulau Jawa khususnya pada Daerah Aliran Sungai Keduang yang merupakan Sub Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo Hulu 3. (http//www.tabloidkampus.com). Kekeringan adalah kejadian alam yang berpengaruh besar terhadap ketersediaan air dalam tanah yang diperlukan oleh kepentingan pertanian maupun untuk mencukupi kebutuhan makhluk hidup khususnya manusia (Suryanti, 2008). Di pulau Jawa ketersediaan air hanya dapat dipenuhi pada musim penghujan sedangkan pada musim kemarau terjadi defisit air yang menjadi indikator penting terjadinya kekeringan (Sutopo, 2007). Kekeringan menyebabkan berbagai kerugian bagi makhluk hidup khususnya manusia, seperti kekurangan air untuk berbagai keperluan, gagal panen pada daerah pertanian dan berkurangnya pendapatan masyarakat. Apabila kekeringan dapat diperkirakan, maka mitigasi bencana kekeringan dapat diantisipasi. Perkiraan kekeringan dapat dilakukan berdasarkan pola hujan, iklim maupun pola debit yang pernah terjadi (Hadiani, 2009). Analisis indeks kekeringan dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti: Crop Moisture Index (CMI), Surface Water Supply Index (WSI), Palmer Drought Severity Index (PDSI), Reclamation Drought Index (RDI), Standardized Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 A - 201 Keairan Precipitation Index (SPI) dan masih banyak lainnya. Indeks kekeringan ini diciptakan tergantung daerah penelitian, pengguna, proses, input dan output-nya (Suryanti, 2008). Metode yang masih sering digunakan dalam analisis kekeringan yaitu metode Palmer dimana indeks kekeringan sebagai parameter kelembaban tanah (Hadiani, 2009). Kriteria Kering dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain kriteria kering berdasarkan data debit normal sama dengan Q50 dengan kriteria (Hadiani, 2009): Disebut kering (K) apabila Q80 < Q < Q50; Disebut sangat kering (SK) apabila 71- 100% Q80; Disebut amat sangat kering (ASK) apabila Q < 70% Q80. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang analisis kekeringan dengan menggunakan metode Palmer yang dilakukan di Daerah Aliran Sungai Keduang kabupaten Wonogiri- Jawa Tengah. 2. TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI Kekeringan adalah kejadian alam yang berpengaruh besar terhadap ketersediaan air dalam tanah yang diperlukan oleh kepentingan pertanian maupun untuk mencukupi kebutuhan makhluk hidup khususnya manusia (Suryanti, 2008). Di pulau Jawa ketersediaan air hanya dapat dipenuhi pada musim penghujan sedangkan pada musim kemarau terjadi defisit air yang menjadi indikator penting terjadinya kekeringan (Sutopo, 2007). Dalam penelitian ini menggunakan metode poligon Thiessen karena merupakan cara yang paling umum dari beragam analisis. Metode ini memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun yang mewakili luasan di sekitarnya (Bambang Triatmodjo, 2008). Hujan rerata wilayah dapat dihitung sebagai berikut : R 1 n & A .R A i1 i i (1) dengan R = tinggi hujan rata-rata wilayah (areal rainfall) R; A = luas daerah aliran; Ai = luas stasiun I; Ri = tinggi hujan pada stasiun i. daerah pengaruh Perhitungan evapotranspirasi potensial menggunakan metode Thornthwaite. Wanielista (1990) dalam Asdak (2004) menjelaskan bahwa metode Thornthwaite memanfaatkan suhu udara sebagai indeks ketersediaan energi panas untuk berlangsungnya proses ET (evapotranspirasi) dengan asumsi suhu udara tersebut berkorelasi dengan efek radiasi matahari dan unsur lain yang mengendalikan proses ET dengan rumus matematis sebagai berikut: PET = 1,6 [(10Ta)/ I]a (2) o dengan PET = evapotranspirasi potensial (mm); Ta = suhu rata- rata bulanan ( C); I = indeks panas tahunan. 12 I & [(Tai / 5)]1.5 i 1 (3) dengan: a = 0.49+ 0.0179 I – 0.0000771 I2 + 0.000000675 I3 (4) Nilai untuk evapotranspirasi potensial (PET) harus disesuaikan dengan jumlah hari per bulan dan panjang hari (latitudinal adjustment). Faktor penyesuaian panjang hari menurut letak lintang untuk persamaan Thornthwaite. Koefisien Limpasan atau angka koefisien C menurut Asdak (2004) merupakan bilangan perbandingan antara laju debit puncak dengan intensitas hujan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti laju infiltrasi, keadaan tata guna lahan atau tutupan lahan, intensitas hujan, permeabilitas dan kemampuan tanah menahan air. Analisis indeks ketajaman kekeringan metode Palmer meliputi perhitungan parameter utama dan perhitungan parameter iklim. Analisis Parameter Iklim (Palmer, 1965) dapat diuraikan seperti langkah di bawah ini. Menentukan nilai koefisien untuk mendapatkan nilai CAFEC (Climatically Appropriate for Existing Conditions) (5) α ET / PET β R / PR (6) γ RO / PRO RO / S ' (7) Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) A - 202 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 Keairan α δ L / PL (8) κ ( PET R ) /( P L ) (9) β = koefisien pengisian lengas ke dalam tanah; γ = koefisien limpasan; δ = koefisien kehilangan air; κ = pendekatan terhadap pembobot iklim; ET = rerata evapotranspirasi; PET = rerata evapotranspirasi potensial; R = rerata pengisisan lengas; PR = rerata pengisisan lengas potensial; RO = rerata aliran permukaan; PRO= rerata aliran permukaan potensial; S' = rerata kelembaban tanah; L = rerata kehilangan kelembaban tanah; PL = rerata kehilangan kelembaban tanah potensial; P = rerata presipitasi. dengan = koefisien evapotranspirasi; Nilai CAFECNilai CAFEC merupakan dugaan dari parameter- parameter evapotranspirasi, run off, recharge, presipitasi dan loss dimana secara klimatologis sesuai dengan kondisi waktu dan daerah penelitian. Rumus yang digunakan untuk parameter- parameter tersebut adalah sebagai berikut: % ET αPET % R βPR Dengan % ET = (10) (11) % RO γPRO (12) % L δPL (13) % % % % % P ET R RO L (14) nilai evapotranspirasi CAFEC; % % R= nilai pengisisan lengas ke dalam tanah CAFEC; % % RO = nilai aliran permukaan CAFEC, L = nilai kehilangan lengas tanah CAFEC; P = nilai presipitasi CAFEC; PET= evapotranspirasi potensial; PR = pengisian lengas ke dalam tanah potensial; PRO = aliran permukaan potensial; PL = kehilangan lengas tanah potensial. Periode Kelebihan dan Kekurangan Hujan K ' 1.5 Log10 [( % d PP (15) D = rataan nilai mutlak dari d (16) PET R RO 25 .6 2.80 ) / ] 0.50 PL D = DK’ D * K' Karakter Iklim sebagai Faktor Pembobot (K) : K D * K' K' 12 & D * K' 1 z d *κ Penduga Nilai Z: (17) (18) (19) (20) Indeks Penyimpangan atau anomali lengas (Z): Z = d* K (21) Indeks Kekeringan (X): dengan: X ( Z / 3)i 1 X X (Z / 3)i 0.103(Z / 3)i 1 (22) (23) Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 A - 203 Keairan a. Prakiraan Potensi Ketersediaan Air (Qtersedia) Perhitungan prakiraan ketersediaan air atau debit tersedia dalam penelitian ini berdasarkan aliran mantap atau air larian yang masuk ke Daerah Aliran Sungai Keduang yang dipengaruhi oleh penggunaan lahan. Dimana aliran mantap atau biasa disebut air larian merupakan bagian air hujan yang jatuh dan mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah untuk kemudian masuk ke dalam badan air seperti sungai, danau maupun lautan (Asdak, 2004). Dalam perhitungan prakiraan potensi ketersediaan air menggunakan modifikasi dari metode rasional dengan rumus sebagai berikut (Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17, 2009): Qtersedia = 10 C x R x A (24) 3 dengan Qtersedia = potensi ketersediaan air (m /bulan); R = curah hujan bulanan wilayah (mm/bulan); A daerah tangkapan (ha); C = koefisien limpasan; 10 = faktor konversi dari mm.ha menjadi m3. b. = luas Indeks Ketajaman Kekeringan (Kriteria Kering) Dalam penelitian ini, analisis kriteria kering merupakan analog dari kriteria kering berdasarkan data debit dengan kriteria kering Palmer. Berdasarkan kriteria data debit maka perlu dilakukan perhitungan debit andalan (Q80) dan debit normal (Q50) dengan menggunakan metode ranking (rumus Weibul). Prosedur perhitungan diawali dengan mengurutkan seri data debit dari urutan terbesar hingga terkecil untuk masing- masing bulan pengamatan. Selanjutnya diranking mulai dengan ranking pertama (m = 1) untuk data terbesar dan seterusnya hingga data terkecil. Rumus Weibul adalah (Soemarto, 1987): P m N 1 (25) dengan P = probabilitas; m = ranking; N = jumlah data. Analog kriteria kering Palmer berdasarkan kriteria kering menurut data debit dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Analog Kriteria Kering Palmer Berdasarkan Kriteria Kering Menurut Data Debit Indeks Kekeringan 0.00 – (-2.99) -3.00 – (-3.99) ≤ -4.00 Klasifikasi Kering Sangat Kering Amat Sangat Kering 3. METODE PENELITIAN Lokasi penelitian berada pada DAS Keduang yang terletak di Kabupaten Wonogiri Provinsi Jawa Tengah seperti terlihat pada Gambar 1. Data yang digunakan meliputi Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1: 25000 dalam format shapefile ArcGIS. Data curah hujan harian 3 stasiun hujan yaitu stasiun hujan Ngadirojo (125f), stasiun hujan Jatisrono (131) dan stasiun hujan Jatiroto (130c) dalam kurun waktu 10 tahun (2002- 2011) dan data klimatologi dari stasiun klimatologi dam Wonogiri dalam kurun waktu 10 tahun (2002- 2011). Analisis data dilakukan dengan bantuan Ms. Excel dan ArcGIS. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Analisis Hujan Titik menjadi Hujan Wilayah Untuk Menentukan Hujan Wilayah Di Das Keduang Digunakan Metode Poligon Thiessen Dengan 3 Stasiun Hujan . Dan Luasan Das Keduang Sebesar 420,982 Km2 Perhitungan menunjukkan bahwa Sta. Ngadirojo (125f) = 96,447 km2 dengan koefisien Thiessen 0,229; Sta. Jatisrono (131) = 220,170 km2 dengan koefisien Thiessen 0,523; Sta. Hujan Jatiroto (130c) = 104,365 km2 dengan koefisien Thiessen 0,248. Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) A - 204 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 Keairan Gambar 1. Peta DAS Keduang Koefisien limpasan diperlukan untuk mengetahui besarnya intensitas hujan yang melimpas di permukaan. Koefisien limpasan dihitung dengan memperkirakan jenis tata guna lahan pada DAS Keduang. Dari hasil perhitungan didapat nilai koefisien limpasan (C) di DAS Keduang sebesar 0,401. Evapotranspirasi potensial metode Thornthwaite hanya tergantung pada suhu udara rata- rata bulanan dan letak lintang. Pada penelitian ini menggunakan stasiun klimatologi Dam Wonogiri yang terletak antara 07° 50' 010" LS dan 110° 55' 023" BT. b. Indeks Kekeringan Palmer Parameter utama yang digunakan untuk perhitungan indeks kekeringan Palmer adalah evapotranspirasi, pengisian lengas ke dalam tanah (recharge), kehilangan kelembaban tanah (loss), kelembaban tanah (available water content) sampai kedalaman zone perakaran yaitu 500 mm (Asdak, 2004) dimana lapisan tanah atas (Sa = 100 mm) dan lapisan tanah bawah (Sb = 400 mm) dan aliran permukaan (run off). Beberapa parameter lain yang terkait perhitungan antara lain evapotranspirasi potensial (potential evapotranspiration) yang didapat dengan menggunakan metode Thornthwaite, pengisian lengas ke dalam tanah potensial (potential recharge), aliran permukaan potensial (potential run off) dan kehilangan kelembaban tanah potensial (potential loss). Hasil perhitungan indeks kekeringan tahun 2002 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Indeks Kekeringan pada 2002 Bln P d Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nop Des 0,000 116,210 16,350 73,160 20,250 0,000 0,000 0,000 0,000 20,710 52,850 132,380 -82,570 -10,030 -75,920 4,580 -32,010 -16,280 -1,520 -3,760 -10,060 -10,120 -9,970 10,990 D 51,240 29,580 47,320 30,790 32,330 16,680 2,130 6,060 13,950 26,170 34,460 77,010 K' K z Z Z/3 1,770 1,390 1,730 1,470 1,510 1,110 -0,210 0,470 1,000 1,390 1,550 2,030 0,273 0,098 0,239 0,112 0,125 0,035 0,002 0,002 0,024 0,086 0,140 0,540 -82,570 -10,030 -75,920 4,580 -32,010 -16,280 -1,520 -3,760 -10,060 -10,120 -9,970 10,990 -22,580 -0,980 -18,180 0,510 -4,000 -0,570 0,000 -0,010 -0,240 -0,870 -1,400 5,940 -7,530 -0,330 -6,060 0,170 -1,330 -0,190 0,000 0,000 -0,080 -0,290 -0,470 1,980 0.103( Z / 3) i 1 0,000 0,780 0,030 0,620 -0,020 0,140 0,020 0,000 0,000 0,010 0,030 0,050 ∆X X -7,530 0,450 -6,030 0,800 -1,350 -0,050 0,020 0,000 -0,080 -0,280 -0,440 2,030 -7,530 -7,080 -6,350 -5,270 -1,180 -1,390 -0,170 0,000 -0,080 -0,360 -0,730 1,560 Berdasarkan perhitungan di atas pada bulan dengan nilai bertanda negatif berarti mengalami kekeringan, sedangkan pada bulan dengan nilai bertanda positif mengalami surplus air. Prakiraan potensi ketersediaan air merupakan analisis tentang seberapa besar ketersediaan air yang ada di DAS Keduang. Hasil perhitungan prakiraan potensi ketersediaan air untuk tahun 2002 seperti pada Tabel 3. Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 A - 205 Keairan Tabel 3. Prakiraan Potensi Ketersediaan Air pada 2002 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Hujan Wilayah (mm/bulan) 0,000 289,810 40,780 182,440 50,500 0,000 0,000 0,000 0,000 51,650 131,790 330,130 Potensi Ketersedian Air (x106 m³/ bulan) 0,000 48,920 6,880 30,800 8,530 0,000 0,000 0,000 0,000 8,720 22,250 55,730 Untuk mengetahui ketersediaan air pada setiap tahun menggunakan data debit normal (Q50) atau nilai tengah dari data debit tiap tahun. Untuk tahun 2002 diperoleh debit normal sebesar 7,700x 106 m3/ bulan yang dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Potensi Ketersediaan Air pada 2002 Ketersediaan air rerata bulanan dihitung berdasarkan potensi ketersediaan air rerata bulanan dibandingkan dengan threshold debit normal rerata (Q50rerata) dan threshold debit andalan rerata (Q80rerata) yang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Ketersediaan Air Rerata Bulanan No. Bulan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Ketersediaan Air Rerata Bulanan (x 106 m3/ bulan) 42,650 56,280 40,890 28,700 22,000 6,850 0,640 1,580 4,240 12,980 26,450 51,100 Melakukan perhitungan debit normal rerata (Q50rerata) selama kurun waktu analisis (2002- 2011) dengan hasil sebesar 16,966x 106 m3/ bulan dan debit andalan rerata (Q80rerata) sebesar 3,176x 106 m3/ bulan yang dapat disajikan dalam Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) A - 206 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 Keairan grafik hubungan ketersediaan air rerata bulanan (Qrerata) dengan debit normal rerata (Q50rerata) dan debit andalan rerata (Q80rerata) seperti pada Gambar 3. Seperti terlihat pada Gambar 3, ketersediaan air kurang dari threshold Q50rerata sebesar 16,966x 106 m3/ bulan terjadi pada Juni sampai dengan Oktober. Namun berdasarkan threshold Q80rerata sebesar 3,176x 106 m3/ bulan, tidak adanya ketersediaan air hanya pada Juni dan Agustus. Potensi ketersediaan air dalam kurun waktu analisis 10 tahun (2002- 2011) berdasarkan pada perbandingan data ketersediaan air dengan debit normal rerata (Q50rerata) dan debit andalan rerata (Q80rerata) seperti dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan Gambar 4 dapat diketahui bahwa kekeringan terjadi pada tahun 2002 dan 2003 dimana ketersediaan air kurang dari threshold Q50rerata maupun threshold Q80rerata yang terjadi selama lebih dari enam bulan. Gambar 3. Hubungan Qrerata dengan Q50rerata dan Q80rerata Gambar 4. Potensi Ketersediaan Air Pada DAS Keduang Pada 2002- 2011 5. INDEKS KETAJAMAN KEKERINGAN (KRITERIA KERING) Kriteria kering dalam penelitian ini berdasarkan pada analog kriteria kering menurut data debit dengan kriteria kering Palmer.Dalam kriteria kering menurut data debit dibagi menjadi tiga kriteria. Dari perhitungan debit normal rerata (Q50rerata), debit andalan rerata (Q80rerata) dan perhitungan indeks Palmer dapat dilakukan analisis kriteria kering berdasarkan analog data ketersediaan air yang tersedia di DAS Keduang dengan kriteria kering Palmer. Hasil analog kriteria kering berdasarkan data debit dengan kriteria kering Palmer tahun 2002 dapat dilihat pada Tabel 5. Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 A - 207 Keairan Tabel 5. Analog Kriteria Kering Berdasarkan Data Debit Dengan Kriteria Kering Palmer tahun 2002 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt Nop Des Q x 106 m³/Bulan) Indeks Kekeringan (Qtersedia) Q80 Q50 -7,530 -7,080 -6,350 -5,270 -1,180 -1,390 -0,170 0,000 -0,080 -0,360 -0,730 1,560 0,000 48,920 6,880 30,800 8,530 0,000 0,000 0,000 0,000 8,720 22,250 55,730 3,176 3,176 3,176 3,176 3,176 3,176 3,176 3,176 3,176 3,176 3,176 3,176 16,966 16,966 16,966 16,966 16,966 16,966 16,966 16,966 16,966 16,966 16,966 16,966 Kriteria Kering Q80 (71%) 2,250 2,250 2,250 2,250 2,250 2,250 2,250 2,250 2,250 2,250 2,250 2,250 Q80 (70%) 2,220 2,220 2,220 2,220 2,220 2,220 2,220 2,220 2,220 2,220 2,220 2,220 Berdasarkan Debit ASK B K B B ASK ASK ASK ASK K B B Berdasarkan Palmer ASK ASK ASK ASK K K K K K K K B Keterangan: K = Kering, ASK = Amat Sangat Kering, SK = Sangat Kering, B = Basah. Dapat diketahui dari analog kriteria kering berdasarkan data debit dengan kriteria kering Palmer tidak terlalu berbeda jauh. 6. KESIMPULAN Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Prakiraan potensi ketersediaan air di DAS Keduang bervariasi, ketersediaan air kurang dari threshold Q50rerata sebesar 16,966x 106 m3/ bulan terjadi pada Juni sampai dengan Oktober. Namun berdasarkan threshold Q80rerata sebesar 3,176x 106 m3/ bulan, tidak adanya ketersediaan air hanya pada Juni dan Agustus. Kekeringan yang terjadi pada 2002 dan 2003 dimana ketersediaan air kurang dari threshold Q50rerata maupun threshold Q80rerata yang terjadi selama lebih dari enam bulan, 2. Berdasarkan indeks Palmer, pada 2002 dan 2003 terjadi kekeringan imana besaran indeks Palmer pada 2002 berkisar antara -7,530 yang setara dengan amat sangat kering sampai dengan 0,000 yang setara dengan kering sedangkan pada 2003 berkisar antara -10,190 yang setara dengan amat sangat kering sampai dengan 0,000 yang setara dengan kering, 7. UCAPAN TERIMA KASIH Peneliti berterimakasih kepada Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta. KONTEKS atas diijinkannya kesempatan ini , dan seluruh rekan di Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret. DAFTAR PUSTAKA Agustin, Winda. 2006. Pola Distribusi Hujan Jam-Jaman Di Sub DAS Keduang (Skripsi). Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Anonim, 2009. Peraturan Menteri No. 17 Tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup Dalam Penataan Ruang Wilayah. Jakarta. Anonim,2012a.BuletinPenataanRuang.Http://bulletin.penataanruang.net/2012/01/15upload/ data_artikel/profil DAS Bengawan Solo.PDF). Anonim,2012b.TabloidKampus.Http://www.tabloidkampus.com/2012/02/10detail.php?edisi=6&id=103). Asdak, Chay .2004, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta. Chow, V.T., 1992, Hidrolika Saluran Terbuka (terjemahan), Jakarta: Erlangga. Hadiani, Rr. Rintis. 2009. Analisis Kekeringan Berdasarkan Data Hidrologi. Disertasi, UNIBRAW, Malang. Nugroho, Sutopo Purwo, 2007, Analisis Neraca Air Pulau Jawa, Jurnal Alami, Vol 12, No 01. Palmer, Wayne C, 1965, Meteorological Drought, Research Paper, No 45, Washington DC. Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) A - 208 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 Keairan Puradimaja, D.J. B. Kombaitan dan D.E. Irawan, 2006. Hydrogeological Analysis in Regional Planning of Tigaraksa City, Tangerang, Banten, Indonesia Langkawi-Malaysia. Ponce, V.M., 1989, Engineering Hydrology Priciples and Practices, Prentice Hall, New Jersey. Soemarto, C.D. 1987. Hidrologi Teknik. Usaha Nasional. Surabaya. Sosrodarsono, Suyono dan Kensaku Takeda. 1976. Hidrologi Untuk Pengairan. Pradnya Paramita. Jakarta. Sri Harto Br. 1993. Analisis Hidrologi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Sudibyakto. 1985. Evaluasi Kekeringan di Daerah Kedu Selatan dengan Menggunakan Indeks Palmer. Thesis, Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Sudibyakto, Suyono, Dewi Galuh Condro Kirono, 1999, Analisis Curah Hujan Untuk Antisipasi Kekeringan Dan Mitigasinya Di Daerah Aliran Sungai Progo, Majalah Geografi Indonesia, Th 13, No 23, Hal 55- 68. Suripin, 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Andi Offset. Yogyakarta Suryanti, Ika. 2008. Analisis Hubungan Antara Sebaran Kekeringan Menggunakan Indeks Palmer Dengan Karakteristik Kekeringan. (Skripsi). Bogor: Institut Pertanian Bogor. Susandi, A., Y. Firdaus dan I. Herlianti, 2008, Impact of Climate Change on Indonesian Sea Level Rise with Referente to It’s Socioeconomic Impact, EEPSEA Climate Change Conference, Bali. Triadmojo, Bambang.2008. Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset. Wikipedia, 2012. Kekeringan. Http:// id.wikipedia.org/wiki/Kekeringan/2012/01/17). Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 A - 209