analisis kekeringan daerah aliran sungai keduang dengan

advertisement
Keairan
ANALISIS KEKERINGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI KEDUANG DENGAN
MENGGUNAKAN METODE PALMER
(277A)
Adi Prasetya Nugroho 1, Rintis Hadiani 2, dan Susilowati 3
1
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami 36 A Surakarta
Email: [email protected]
2
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami 36 A Surakarta
Email: [email protected]
ABSTRAK
Keberadaan air di bumi ini relatif tetap karena air melakukan perputaran atau biasa disebut siklus
hidrologi. Perubahan iklim mempunyai pengaruh besar terhadap siklus hidrologi, salah satunya
terjadi kekeringan di beberapa daerah seperti Daerah Aliran Sungai Keduang yang berada di
Kabupaten Wonogiri Propinsi Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui indeks
kekeringan menggunakan metode Palmer dan mengetahui kriteria kekeringan berdasarkan analog
data debit yang terdiri dari debit normal rerata (Q50rerata) dan debit andalan rerata (Q80rerata) terhadap
kriteria kering Palmer. Hasil analisis menunjukkan bahwa ketersediaan air kurang dari batas ambang
(threshold) Q50rerata sebesar 16,966.106 m3/ bulan terjadi pada Juni sampai dengan Oktober. Namun
berdasarkan threshold Q80rerata sebesar 3,176.106 m3/ bulan, tidak adanya ketersediaan air hanya pada
Juni dan Agustus. Kekeringan terjadi pada 2002 dan 2003 karena ketersediaan air kurang dari
threshold Q50rerata maupun threshold Q80rerata yang terjadi selama lebih dari enam bulan. Kekeringan
berdasarkan indeks Palmer, pada 2002 dan 2003 terjadi kekeringan dimana besaran indeks Palmer
pada 2002 berkisar antara -7,530 yang setara dengan amat sangat kering sampai dengan 0,000 yang
setara dengan kering sedangkan pada 2003 berkisar antara -10,190 yang setara dengan amat sangat
kering sampai dengan 0,000 yang setara dengan kering.
Kata Kunci: DAS Keduang, Kekeringan, Metode Palmer, Indeks Kekeringan, Kriteria Kering
1. PENDAHULUAN
Wilayah Indonesia terletak di bagian iklim tropis yang mempunyai ciri khusus yaitu curah hujan tinggi pada musim
penghujan dan curah hujan rendah saat musim kemarau (Köppen, 1900 dalam Puradimaja, 2006) sehingga pada
musim penghujan sulit untuk mengendalikan air, namun sebaliknya saat musim kemarau panjang sulit untuk
memenuhi kebutuhan akan air.
Sungai Bengawan Solo merupakan sungai terpanjang dan terbesar di pulau Jawa, terletak di antara dua provinsi
yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur yang memiliki empat daerah aliran sungai yaitu DAS Bengawan Solo, DAS Kali
Grindulu dan Kali Lorog di Pacitan, DAS kecil di kawasan pantai utara dan DAS Kali Lamong. DAS Bengawan
Solo merupakan DAS terluas, meliputi 3 Sub DAS yaitu Sub DAS Bengawan Solo Hulu, Sub DAS Kali Madiun
dan Sub DAS Bengawan Solo Hilir (http//bulletin.penataanruang.net).
Banjir pada musim penghujan dan kekeringan saat musim kemarau merupakan suatu fenomena yang sering terjadi
di sebagian besar wilayah pulau Jawa khususnya pada Daerah Aliran Sungai Keduang yang merupakan Sub Daerah
Aliran Sungai Bengawan Solo Hulu 3. (http//www.tabloidkampus.com).
Kekeringan adalah kejadian alam yang berpengaruh besar terhadap ketersediaan air dalam tanah yang diperlukan
oleh kepentingan pertanian maupun untuk mencukupi kebutuhan makhluk hidup khususnya manusia (Suryanti,
2008). Di pulau Jawa ketersediaan air hanya dapat dipenuhi pada musim penghujan sedangkan pada musim kemarau
terjadi defisit air yang menjadi indikator penting terjadinya kekeringan (Sutopo, 2007).
Kekeringan menyebabkan berbagai kerugian bagi makhluk hidup khususnya manusia, seperti kekurangan air untuk
berbagai keperluan, gagal panen pada daerah pertanian dan berkurangnya pendapatan masyarakat. Apabila
kekeringan dapat diperkirakan, maka mitigasi bencana kekeringan dapat diantisipasi. Perkiraan kekeringan dapat
dilakukan berdasarkan pola hujan, iklim maupun pola debit yang pernah terjadi (Hadiani, 2009).
Analisis indeks kekeringan dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti: Crop Moisture Index (CMI), Surface Water
Supply Index (WSI), Palmer Drought Severity Index (PDSI), Reclamation Drought Index (RDI), Standardized
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
A - 201
Keairan
Precipitation Index (SPI) dan masih banyak lainnya. Indeks kekeringan ini diciptakan tergantung daerah penelitian,
pengguna, proses, input dan output-nya (Suryanti, 2008).
Metode yang masih sering digunakan dalam analisis kekeringan yaitu metode Palmer dimana indeks kekeringan
sebagai parameter kelembaban tanah (Hadiani, 2009).
Kriteria Kering dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain kriteria kering berdasarkan data debit normal sama
dengan Q50 dengan kriteria (Hadiani, 2009): Disebut kering (K) apabila Q80 < Q < Q50; Disebut sangat kering (SK)
apabila 71- 100% Q80; Disebut amat sangat kering (ASK) apabila Q < 70% Q80.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang analisis kekeringan dengan
menggunakan metode Palmer yang dilakukan di Daerah Aliran Sungai Keduang kabupaten Wonogiri- Jawa Tengah.
2. TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
Kekeringan adalah kejadian alam yang berpengaruh besar terhadap ketersediaan air dalam tanah yang diperlukan
oleh kepentingan pertanian maupun untuk mencukupi kebutuhan makhluk hidup khususnya manusia (Suryanti,
2008). Di pulau Jawa ketersediaan air hanya dapat dipenuhi pada musim penghujan sedangkan pada musim kemarau
terjadi defisit air yang menjadi indikator penting terjadinya kekeringan (Sutopo, 2007).
Dalam penelitian ini menggunakan metode poligon Thiessen karena merupakan cara yang paling umum dari
beragam analisis. Metode ini memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun yang mewakili luasan di
sekitarnya (Bambang Triatmodjo, 2008).
Hujan rerata wilayah dapat dihitung sebagai berikut :
R
1 n
& A .R
A i1 i i
(1)
dengan R = tinggi hujan rata-rata wilayah (areal rainfall) R; A = luas daerah aliran; Ai = luas
stasiun I; Ri = tinggi hujan pada stasiun i.
daerah
pengaruh
Perhitungan evapotranspirasi potensial menggunakan metode Thornthwaite. Wanielista (1990) dalam Asdak (2004)
menjelaskan bahwa metode Thornthwaite memanfaatkan suhu udara sebagai indeks ketersediaan energi panas untuk
berlangsungnya proses ET (evapotranspirasi) dengan asumsi suhu udara tersebut berkorelasi dengan efek radiasi
matahari dan unsur lain yang mengendalikan proses ET dengan rumus matematis sebagai berikut:
PET = 1,6 [(10Ta)/ I]a
(2)
o
dengan PET = evapotranspirasi potensial (mm); Ta = suhu rata- rata bulanan ( C); I = indeks panas tahunan.
12
I & [(Tai / 5)]1.5
i 1
(3)
dengan:
a = 0.49+ 0.0179 I – 0.0000771 I2 + 0.000000675 I3
(4)
Nilai untuk evapotranspirasi potensial (PET) harus disesuaikan dengan jumlah hari per bulan dan panjang hari
(latitudinal adjustment). Faktor penyesuaian panjang hari menurut letak lintang untuk persamaan Thornthwaite.
Koefisien Limpasan atau angka koefisien C menurut Asdak (2004) merupakan bilangan perbandingan antara laju
debit puncak dengan intensitas hujan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti laju infiltrasi, keadaan tata guna
lahan atau tutupan lahan, intensitas hujan, permeabilitas dan kemampuan tanah menahan air.
Analisis indeks ketajaman kekeringan metode Palmer meliputi perhitungan parameter utama dan perhitungan
parameter iklim.
Analisis Parameter Iklim (Palmer, 1965) dapat diuraikan seperti langkah di bawah ini.
Menentukan nilai koefisien untuk mendapatkan nilai CAFEC (Climatically Appropriate for Existing Conditions)
(5)
α ET / PET
β R / PR
(6)
γ RO / PRO RO / S '
(7)
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
A - 202
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Keairan
α
δ L / PL
(8)
κ ( PET R ) /( P L )
(9)
β = koefisien pengisian lengas ke dalam tanah; γ = koefisien limpasan; δ
= koefisien kehilangan air; κ =
pendekatan terhadap pembobot iklim; ET = rerata evapotranspirasi; PET =
rerata evapotranspirasi potensial; R = rerata pengisisan lengas; PR = rerata pengisisan lengas potensial; RO =
rerata aliran permukaan; PRO= rerata aliran permukaan potensial; S' = rerata kelembaban tanah; L
= rerata
kehilangan kelembaban tanah; PL = rerata kehilangan kelembaban tanah potensial; P = rerata presipitasi.
dengan
= koefisien evapotranspirasi;
Nilai CAFECNilai CAFEC merupakan dugaan dari parameter- parameter evapotranspirasi, run off, recharge,
presipitasi dan loss dimana secara klimatologis sesuai dengan kondisi waktu dan daerah penelitian. Rumus yang
digunakan untuk parameter- parameter tersebut adalah sebagai berikut:
%
ET αPET
%
R βPR
Dengan
%
ET =
(10)
(11)
%
RO γPRO
(12)
%
L δPL
(13)
%
% % % %
P ET R RO L
(14)
nilai evapotranspirasi CAFEC;
%
%
R=
nilai pengisisan lengas ke dalam tanah CAFEC;
%
%
RO = nilai
aliran permukaan CAFEC, L = nilai kehilangan lengas tanah CAFEC; P = nilai presipitasi CAFEC; PET=
evapotranspirasi potensial; PR = pengisian lengas ke dalam tanah potensial; PRO = aliran permukaan potensial; PL
= kehilangan lengas tanah potensial.
Periode Kelebihan dan Kekurangan Hujan
K ' 1.5 Log10 [(
%
d PP
(15)
D = rataan nilai mutlak dari d
(16)
PET R RO
25 .6
2.80 ) /
] 0.50
PL
D
=
DK’
D * K'
Karakter Iklim sebagai Faktor Pembobot (K) :
K
D * K'
K'
12
& D * K'
1
z d *κ
Penduga Nilai Z:
(17)
(18)
(19)
(20)
Indeks Penyimpangan atau anomali lengas (Z): Z = d* K
(21)
Indeks Kekeringan (X):
dengan:
X ( Z / 3)i 1 X
X (Z / 3)i 0.103(Z / 3)i 1
(22)
(23)
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
A - 203
Keairan
a.
Prakiraan Potensi Ketersediaan Air (Qtersedia)
Perhitungan prakiraan ketersediaan air atau debit tersedia dalam penelitian ini berdasarkan aliran mantap atau air
larian yang masuk ke Daerah Aliran Sungai Keduang yang dipengaruhi oleh penggunaan lahan. Dimana aliran
mantap atau biasa disebut air larian merupakan bagian air hujan yang jatuh dan mengalir di atas permukaan tanah ke
tempat yang lebih rendah untuk kemudian masuk ke dalam badan air seperti sungai, danau maupun lautan (Asdak,
2004). Dalam perhitungan prakiraan potensi ketersediaan air menggunakan modifikasi dari metode rasional dengan
rumus sebagai berikut (Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17, 2009):
Qtersedia = 10 C x R x A
(24)
3
dengan Qtersedia = potensi ketersediaan air (m /bulan); R = curah hujan bulanan wilayah (mm/bulan); A
daerah tangkapan (ha); C = koefisien limpasan; 10 = faktor konversi dari mm.ha menjadi m3.
b.
=
luas
Indeks Ketajaman Kekeringan (Kriteria Kering)
Dalam penelitian ini, analisis kriteria kering merupakan analog dari kriteria kering berdasarkan data debit dengan
kriteria kering Palmer. Berdasarkan kriteria data debit maka perlu dilakukan perhitungan debit andalan (Q80) dan
debit normal (Q50) dengan menggunakan metode ranking (rumus Weibul). Prosedur perhitungan diawali dengan
mengurutkan seri data debit dari urutan terbesar hingga terkecil untuk masing- masing bulan pengamatan.
Selanjutnya diranking mulai dengan ranking pertama (m = 1) untuk data terbesar dan seterusnya hingga data
terkecil. Rumus Weibul adalah (Soemarto, 1987):
P
m
N 1
(25)
dengan P = probabilitas; m = ranking; N = jumlah data.
Analog kriteria kering Palmer berdasarkan kriteria kering menurut data debit dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Analog Kriteria Kering Palmer Berdasarkan Kriteria Kering Menurut Data Debit
Indeks Kekeringan
0.00 – (-2.99)
-3.00 – (-3.99)
≤ -4.00
Klasifikasi
Kering
Sangat Kering
Amat Sangat Kering
3. METODE PENELITIAN
Lokasi penelitian berada pada DAS Keduang yang terletak di Kabupaten Wonogiri Provinsi Jawa Tengah seperti
terlihat pada Gambar 1.
Data yang digunakan meliputi Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1: 25000 dalam format shapefile ArcGIS. Data
curah hujan harian 3 stasiun hujan yaitu stasiun hujan Ngadirojo (125f), stasiun hujan Jatisrono (131) dan stasiun
hujan Jatiroto (130c) dalam kurun waktu 10 tahun (2002- 2011) dan data klimatologi dari stasiun klimatologi dam
Wonogiri dalam kurun waktu 10 tahun (2002- 2011). Analisis data dilakukan dengan bantuan Ms. Excel dan
ArcGIS.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
a.
Analisis Hujan Titik menjadi Hujan Wilayah
Untuk Menentukan Hujan Wilayah Di Das Keduang Digunakan Metode Poligon Thiessen Dengan 3 Stasiun Hujan
.
Dan Luasan Das Keduang Sebesar 420,982 Km2 Perhitungan menunjukkan bahwa Sta. Ngadirojo (125f) = 96,447
km2 dengan koefisien Thiessen 0,229; Sta. Jatisrono (131) = 220,170 km2 dengan koefisien Thiessen 0,523; Sta.
Hujan Jatiroto (130c)
= 104,365 km2 dengan koefisien Thiessen 0,248.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
A - 204
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Keairan
Gambar 1. Peta DAS Keduang
Koefisien limpasan diperlukan untuk mengetahui besarnya intensitas hujan yang melimpas di permukaan. Koefisien
limpasan dihitung dengan memperkirakan jenis tata guna lahan pada DAS Keduang. Dari hasil perhitungan didapat
nilai koefisien limpasan (C) di DAS Keduang sebesar 0,401.
Evapotranspirasi potensial metode Thornthwaite hanya tergantung pada suhu udara rata- rata bulanan dan letak
lintang. Pada penelitian ini menggunakan stasiun klimatologi Dam Wonogiri yang terletak antara 07° 50' 010" LS
dan 110° 55' 023" BT.
b.
Indeks Kekeringan Palmer
Parameter utama yang digunakan untuk perhitungan indeks kekeringan Palmer adalah evapotranspirasi, pengisian
lengas ke dalam tanah (recharge), kehilangan kelembaban tanah (loss), kelembaban tanah (available water content)
sampai kedalaman zone perakaran yaitu 500 mm (Asdak, 2004) dimana lapisan tanah atas (Sa = 100 mm) dan
lapisan tanah bawah (Sb = 400 mm) dan aliran permukaan (run off). Beberapa parameter lain yang terkait
perhitungan antara lain evapotranspirasi potensial (potential evapotranspiration) yang didapat dengan menggunakan
metode Thornthwaite, pengisian lengas ke dalam tanah potensial (potential recharge), aliran permukaan potensial
(potential run off) dan kehilangan kelembaban tanah potensial (potential loss).
Hasil perhitungan indeks kekeringan tahun 2002 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Indeks Kekeringan pada 2002
Bln
P
d
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agst
Sept
Okt
Nop
Des
0,000
116,210
16,350
73,160
20,250
0,000
0,000
0,000
0,000
20,710
52,850
132,380
-82,570
-10,030
-75,920
4,580
-32,010
-16,280
-1,520
-3,760
-10,060
-10,120
-9,970
10,990
D
51,240
29,580
47,320
30,790
32,330
16,680
2,130
6,060
13,950
26,170
34,460
77,010
K'
K
z
Z
Z/3
1,770
1,390
1,730
1,470
1,510
1,110
-0,210
0,470
1,000
1,390
1,550
2,030
0,273
0,098
0,239
0,112
0,125
0,035
0,002
0,002
0,024
0,086
0,140
0,540
-82,570
-10,030
-75,920
4,580
-32,010
-16,280
-1,520
-3,760
-10,060
-10,120
-9,970
10,990
-22,580
-0,980
-18,180
0,510
-4,000
-0,570
0,000
-0,010
-0,240
-0,870
-1,400
5,940
-7,530
-0,330
-6,060
0,170
-1,330
-0,190
0,000
0,000
-0,080
-0,290
-0,470
1,980
0.103( Z / 3) i 1
0,000
0,780
0,030
0,620
-0,020
0,140
0,020
0,000
0,000
0,010
0,030
0,050
∆X
X
-7,530
0,450
-6,030
0,800
-1,350
-0,050
0,020
0,000
-0,080
-0,280
-0,440
2,030
-7,530
-7,080
-6,350
-5,270
-1,180
-1,390
-0,170
0,000
-0,080
-0,360
-0,730
1,560
Berdasarkan perhitungan di atas pada bulan dengan nilai bertanda negatif berarti mengalami kekeringan, sedangkan
pada bulan dengan nilai bertanda positif mengalami surplus air.
Prakiraan potensi ketersediaan air merupakan analisis tentang seberapa besar ketersediaan air yang ada di DAS
Keduang. Hasil perhitungan prakiraan potensi ketersediaan air untuk tahun 2002 seperti pada Tabel 3.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
A - 205
Keairan
Tabel 3. Prakiraan Potensi Ketersediaan Air pada 2002
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Nopember
Desember
Hujan Wilayah
(mm/bulan)
0,000
289,810
40,780
182,440
50,500
0,000
0,000
0,000
0,000
51,650
131,790
330,130
Potensi Ketersedian Air
(x106 m³/ bulan)
0,000
48,920
6,880
30,800
8,530
0,000
0,000
0,000
0,000
8,720
22,250
55,730
Untuk mengetahui ketersediaan air pada setiap tahun menggunakan data debit normal (Q50) atau nilai tengah dari
data debit tiap tahun. Untuk tahun 2002 diperoleh debit normal sebesar 7,700x 106 m3/ bulan yang dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gambar 2. Potensi Ketersediaan Air pada 2002
Ketersediaan air rerata bulanan dihitung berdasarkan potensi ketersediaan air rerata bulanan dibandingkan dengan
threshold debit normal rerata (Q50rerata) dan threshold debit andalan rerata (Q80rerata) yang dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Ketersediaan Air Rerata Bulanan
No.
Bulan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Ketersediaan Air Rerata Bulanan
(x 106 m3/ bulan)
42,650
56,280
40,890
28,700
22,000
6,850
0,640
1,580
4,240
12,980
26,450
51,100
Melakukan perhitungan debit normal rerata (Q50rerata) selama kurun waktu analisis (2002- 2011) dengan hasil sebesar
16,966x 106 m3/ bulan dan debit andalan rerata (Q80rerata) sebesar 3,176x 106 m3/ bulan yang dapat disajikan dalam
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
A - 206
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Keairan
grafik hubungan ketersediaan air rerata bulanan (Qrerata) dengan debit normal rerata (Q50rerata) dan debit andalan
rerata (Q80rerata) seperti pada Gambar 3.
Seperti terlihat pada Gambar 3, ketersediaan air kurang dari threshold Q50rerata sebesar 16,966x 106 m3/ bulan terjadi
pada Juni sampai dengan Oktober. Namun berdasarkan threshold Q80rerata sebesar 3,176x 106 m3/ bulan, tidak adanya
ketersediaan air hanya pada Juni dan Agustus.
Potensi ketersediaan air dalam kurun waktu analisis 10 tahun (2002- 2011) berdasarkan pada perbandingan data
ketersediaan air dengan debit normal rerata (Q50rerata) dan debit andalan rerata (Q80rerata) seperti dapat dilihat pada
Gambar 4. Berdasarkan Gambar 4 dapat diketahui bahwa kekeringan terjadi pada tahun 2002 dan 2003 dimana
ketersediaan air kurang dari threshold Q50rerata maupun threshold Q80rerata yang terjadi selama lebih dari enam bulan.
Gambar 3. Hubungan Qrerata dengan Q50rerata dan Q80rerata
Gambar 4. Potensi Ketersediaan Air Pada DAS Keduang Pada 2002- 2011
5. INDEKS KETAJAMAN KEKERINGAN (KRITERIA KERING)
Kriteria kering dalam penelitian ini berdasarkan pada analog kriteria kering menurut data debit dengan kriteria
kering Palmer.Dalam kriteria kering menurut data debit dibagi menjadi tiga kriteria.
Dari perhitungan debit normal rerata (Q50rerata), debit andalan rerata (Q80rerata) dan perhitungan indeks Palmer dapat
dilakukan analisis kriteria kering berdasarkan analog data ketersediaan air yang tersedia di DAS Keduang dengan
kriteria kering Palmer.
Hasil analog kriteria kering berdasarkan data debit dengan kriteria kering Palmer tahun 2002 dapat dilihat pada
Tabel 5.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
A - 207
Keairan
Tabel 5. Analog Kriteria Kering Berdasarkan Data Debit Dengan Kriteria Kering Palmer tahun 2002
Bulan
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agst
Sep
Okt
Nop
Des
Q x 106 m³/Bulan)
Indeks
Kekeringan
(Qtersedia)
Q80
Q50
-7,530
-7,080
-6,350
-5,270
-1,180
-1,390
-0,170
0,000
-0,080
-0,360
-0,730
1,560
0,000
48,920
6,880
30,800
8,530
0,000
0,000
0,000
0,000
8,720
22,250
55,730
3,176
3,176
3,176
3,176
3,176
3,176
3,176
3,176
3,176
3,176
3,176
3,176
16,966
16,966
16,966
16,966
16,966
16,966
16,966
16,966
16,966
16,966
16,966
16,966
Kriteria Kering
Q80
(71%)
2,250
2,250
2,250
2,250
2,250
2,250
2,250
2,250
2,250
2,250
2,250
2,250
Q80
(70%)
2,220
2,220
2,220
2,220
2,220
2,220
2,220
2,220
2,220
2,220
2,220
2,220
Berdasarkan
Debit
ASK
B
K
B
B
ASK
ASK
ASK
ASK
K
B
B
Berdasarkan
Palmer
ASK
ASK
ASK
ASK
K
K
K
K
K
K
K
B
Keterangan:
K
= Kering,
ASK
= Amat Sangat Kering,
SK
= Sangat Kering,
B
= Basah.
Dapat diketahui dari analog kriteria kering berdasarkan data debit dengan kriteria kering Palmer tidak terlalu
berbeda jauh.
6. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Prakiraan potensi ketersediaan air di DAS Keduang bervariasi, ketersediaan air kurang dari threshold Q50rerata
sebesar 16,966x 106 m3/ bulan terjadi pada Juni sampai dengan Oktober. Namun berdasarkan threshold Q80rerata
sebesar 3,176x 106 m3/ bulan, tidak adanya ketersediaan air hanya pada Juni dan Agustus. Kekeringan yang
terjadi pada 2002 dan 2003 dimana ketersediaan air kurang dari threshold Q50rerata maupun threshold Q80rerata
yang terjadi selama lebih dari enam bulan,
2.
Berdasarkan indeks Palmer, pada 2002 dan 2003 terjadi kekeringan imana besaran indeks Palmer pada 2002
berkisar antara -7,530 yang setara dengan amat sangat kering sampai dengan 0,000 yang setara dengan kering
sedangkan pada 2003 berkisar antara -10,190 yang setara dengan amat sangat kering sampai dengan 0,000 yang
setara dengan kering,
7. UCAPAN TERIMA KASIH
Peneliti berterimakasih kepada Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta. KONTEKS atas
diijinkannya kesempatan ini , dan seluruh rekan di Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret.
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, Winda. 2006. Pola Distribusi Hujan Jam-Jaman Di Sub DAS Keduang (Skripsi). Surakarta: Universitas
Sebelas Maret.
Anonim, 2009. Peraturan Menteri No. 17 Tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup Dalam
Penataan Ruang Wilayah. Jakarta.
Anonim,2012a.BuletinPenataanRuang.Http://bulletin.penataanruang.net/2012/01/15upload/ data_artikel/profil DAS
Bengawan Solo.PDF).
Anonim,2012b.TabloidKampus.Http://www.tabloidkampus.com/2012/02/10detail.php?edisi=6&id=103).
Asdak, Chay .2004, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Universitas Gadjah Mada Press,
Yogyakarta.
Chow, V.T., 1992, Hidrolika Saluran Terbuka (terjemahan), Jakarta: Erlangga.
Hadiani, Rr. Rintis. 2009. Analisis Kekeringan Berdasarkan Data Hidrologi. Disertasi, UNIBRAW, Malang.
Nugroho, Sutopo Purwo, 2007, Analisis Neraca Air Pulau Jawa, Jurnal Alami, Vol 12, No 01.
Palmer, Wayne C, 1965, Meteorological Drought, Research Paper, No 45, Washington DC.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
A - 208
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Keairan
Puradimaja, D.J. B. Kombaitan dan D.E. Irawan, 2006. Hydrogeological Analysis in Regional Planning of
Tigaraksa City, Tangerang, Banten, Indonesia Langkawi-Malaysia.
Ponce, V.M., 1989, Engineering Hydrology Priciples and Practices, Prentice Hall, New Jersey.
Soemarto, C.D. 1987. Hidrologi Teknik. Usaha Nasional. Surabaya.
Sosrodarsono, Suyono dan Kensaku Takeda. 1976. Hidrologi Untuk Pengairan. Pradnya Paramita. Jakarta.
Sri Harto Br. 1993. Analisis Hidrologi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sudibyakto. 1985. Evaluasi Kekeringan di Daerah Kedu Selatan dengan Menggunakan Indeks Palmer. Thesis,
Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Sudibyakto, Suyono, Dewi Galuh Condro Kirono, 1999, Analisis Curah Hujan Untuk Antisipasi Kekeringan Dan
Mitigasinya Di Daerah Aliran Sungai Progo, Majalah Geografi Indonesia, Th 13, No 23, Hal 55- 68.
Suripin, 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Andi Offset. Yogyakarta
Suryanti, Ika. 2008. Analisis Hubungan Antara Sebaran Kekeringan Menggunakan Indeks Palmer Dengan
Karakteristik Kekeringan. (Skripsi). Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Susandi, A., Y. Firdaus dan I. Herlianti, 2008, Impact of Climate Change on Indonesian Sea Level Rise with
Referente to It’s Socioeconomic Impact, EEPSEA Climate Change Conference, Bali.
Triadmojo, Bambang.2008. Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset.
Wikipedia, 2012. Kekeringan. Http:// id.wikipedia.org/wiki/Kekeringan/2012/01/17).
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
A - 209
Download