6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah atau kawasan yang di batasi oleh pembatas topografi yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau. Daerah Aliran Sungai memiliki dua aliran, yaitu : - Aliran Dasar adalah aliran yang berasal dari air hujan yang masuk kedalam tanah dan keluar ke palung sungai. - Aliran Rendah adalah debit aliran sungai pada saat tidak ada hujan, atau pada musim kemarau. DAS juga memiliki fungsinya sendiri, yaitu : - Menangkap air artinya suatu proses perpindahan air dari atmosfir menuju ke dalam tanah. - Menyimpan air dalam tanah artinya air yang masuk ke dalam tanah akan diikat oleh partikel tanah. kapasitas tanah untuk mengikat air tergantung pada kedalaman, tekstur dan sturktur tanah. - Melepas air artinya sebaiknya air yang sudah tersimpan dalam tanah bisa dilepas secara alamiah dengan pelan-pelan ke sungai sebagai baseflow. 7 2.2 Siklus Hidrologi Konsep dasar yang digunakan dalam hidrologi sebenarnya ada dua buah, yaitu konsep Siklus Hidrologi dan konsep neraca air. Kedua hal tersebut terikat satu dengan yang lainnya, dan merupakan inti kesuluruhan ilmu hidrologi. Pada dasarnya siklus hidrologi dapat dijelaskan secara rinci sebagai berikut. Penjelasan dapat dimulai dari mana saja, akan tetapi untuk mudahnya, dimulai dari penguapan. Penguapan merupakan proses alami berubahnya molekul cairan menjadi molekul gas/uap. Penguapan dapat saja terjadi dari semua permukaan yang lembab, baik dari pemukaan tanah, permukaan tanaman maupun dari permukaan air, seperti rawa, danau dan lautan. Akibat penguapan ini terkumpul masa uap air, yang dalam kondisi atmosfir tertentu dapat membentuk awan. Awan dalam keadaan ini yang kalau masih mempunyai butir-butir air yang berdiameter lebih kecil dari 1 mm, masih akan melayang-layang diudara karena berat butir-butir tersebut masih, masih lebih kecil dari gaya tekan keatas udara. Akibat berbagai sebab klimatologis, awan tersebut dapat menjadi awan yang potensial menimbulkan hujan, yang biasanya terjadi bila butir-butir berdiameter lebih besar daripada 1 mm. Bila terjadi ‘hujan’, masih besar kemungkinan air teruapkan kembali sebelum samapai dipermukaan bumi, karena keadaan atmosfir tertentu. Hujan baru disebut sebagai hujan apabila telah sampai di permukaan bumi dan dapat diukur. Air hujan yang jatuh di permukaan terbagi menjadi dua bagian, pertama sebagai aliran limpasan dan kedua 8 bagian air yang terinfiltrasi. Jumlah yang mengalir sebagai aliran-infiltrasi dan yang terinfiltrasi tergantung dari banyak faktor. Makin besar bagian air hujan yang mengalir sebagai aliran limpasan, maka bagian air yang terinfiltrasi akan menjadi makin kecil. Demikian pula sebaliknya. Aliran limpasan selanjutnya dapat selanjutnya mengisi tampungan cekung tampungan-cekungan. Apabila tampungan ini telah terpenuhi, air akan menjadi limpasan-permukaan yang selanjutnya ke laut. Air yang terinfiltrasi, bila keadaan formasi geologi memungkinkan, sabagian dapat mengalir lateral di lapisan tidak kenyang airsebagai aliran antara. Sebagian yang lain mengalir vertikal, perkolasi yang akan mencapai lapisan kenyang air. Air dalam akifer ini akan mengalir sebagai aliran air tanah, sungai atau ke tampungan dalam. Siklus hidrologi seperti yang diuraikan tersebut merupakan satu siklus yang menerus dan tidak terputus, meskipun tidak selalu mengikuti siklus yang lengkap. Masing-masing unsur aliran dipengaruhi dan mempengaruhi unsur aliran lainnya, dan tergantung dari faktor-faktor tertentu yang bersifat khas. Untuk memberikan gambaran tentang daur hidrologi dijelaskan dengan menggunakan gambar sebagai berikut : 9 (sumber : www.tanindo.com/abdi18/hal1101.htm) Gambar 2.1 Daur Hidrologi 2.3 Curah Hujan Presipitasi adalah turunnya air dari atmosfer ke permukaan bumi, yang bisa berupa hujan, hujan salju, kabut, embun, dan hujan es. Didaerah tropis, termasuk Indonesia, yang memberikan sumbangan paling besar adalah hujan, sehingga seringkali hujanlah yang dianggap sebagai presipitasi. Hujan berasal dari uap air di atmosfer, sehingga bentuk dan jumlahnya dipengaruhi oleh faktor klimotologi seperti angin, temperature dan tekanan atmosfer. Uap air tersebut akan naik ke atmosfer sehingga mendingin dan terjadi kondensasi menjadi butir-buitr air dan kristal-kristal es yang akhirnya jatuh sebagai hujan. Atmosfer bumi mengandung uap air. Meskipun jumlah uap air di atmosfer sangat kecil dibanding dengan gas-gas lain, tetapi merupakan sumber air tawar yang sangat penting bagi ehidupan di bumi. Air berada di udara dalam bentuk gas (uap air), zat cair (butir-butir air) dan kristal-kristal 10 es. Kumpulan butir-butir air dan kristal-kristal es tersebut, yang mempunyai ukuran sangat halus (diameter 2-40 mikron), membentuk awan yang melayang di udara. Awan terbentuk sebagai hasil pendinginan (kondensasi dan sublimasi) dari udara basah (yang mengandung uap air) yang bergerak ke atas. Proses pendinginan terjadi karena menurunnya suhu udara tersebut secara adiabatic dengan bertambahnya ketinggian. Partikel debu, kristal garam dan kristal es yang melayang di udara dapat berfungsi sebagai inti kondensasi yang dapat mempercepat proses pendinginan. Dengan demikian ada dua syarat penting terjadinya hujan yaitu massa udara harus mengandung cukup uap air, dan massa udara harus naik ke atas sehingga menjadi dingin. Jumlah air yang jatuh di permukaan bumi dapat dikukur denganmenggunakan alat penakar hujan. Distribusi hujan dalam ruang dapat diketahui dengan mengukur hujan du beberapa lokasi pada daerah yang ditinjau, sedang distribusi waktu dapat diketahui dengan mengukur hujan sepanjang waktu. Hujan merupakan sumber dari semua air yang mengalir di sungai dan di dalam tampungan baik di atas maupun di bawah permukaan tanah. Jumlah dan variasi debit sungai tergantung pada jumlah, intensitas dan distribusi hujan. Terdapat hubungan antara debit sungai dan curah hujan yang jatuh di DAS yang bersangkutan. Apabila data pencatatan debit tidak 11 ada, data pencatatan hujan dapat digunakan untuk memperkirakan debit aliran. Tipe hujan Hujan terjadi karena udara basah yang naik ke atmosfer mengalami pendinginan sehingga terjadi proses kondensasi. Naiknya udara ke atas dapat terjadi secara siklonik, orografik dan konvektif. Tipe hujan dibedakan menurut cara naiknya udara ke atas. 1. Hujan Konvektif. Didaerah tropis pada musim kemarau udara yang berada di dekat permukaan tanah mengalami pemanasan yang intensif. Pemanasan tersebut menyebabkan rapat massa udara berkurang, sehingga udara basah naik ke atas dan mengalami pendinginan sehingga terjadi kondensasi hujan. Hujan yang terjadi karena proses ini diebut hujan konvektif, yang biasanya bersifat setempat, mempunyai intensitas tinggi dan durasi singkat. 2. Hujan siklonik. Jika massa udara panas yang relatif ringan bertemu dengan massa udara dingin yang relatif berat, maka udara panas tersebut akan bergerak di atas udara dingin. Udara yang bergerak ke atas tersebut mengalami pendinginan sehingga terjadi kondensasi dan terbentuk awan dan hujan. 12 Hujan yang terjadi di sebut hujan siklonik, yang mempunyai sifat tidak terlalu lebat dan berlangsung dalam waktu lama. 3. Hujan orografis. Udara lembab yang tertiup angin melintasi daerah pegunungan akan naik dan mengalami pendinginan, sehingga terbentuk awan dan hujan. Sisi gunung yang dilalui oleh udara tersebut banyak mendapatkan hujan dan disebut lereng hujan, sedang sisi belakangnya yang dilalui udara kering (uap air telah menjadi hujan dilereng hujan) disebut lereng bayangan hujan. Daerah tersebut tidak permanen dan dapat berubah tergantung musim (arah angin). Hujan ini terjadi di daerah pegunungan (hulu DAS), dan merupakan pemasok air tanah, danau, bendungan, dan sungai. Daru ketiga tipe hujan di atas, yang banyak terjadi di Indonesia adalah hujan konvektif dan orografis. 2.4 Kekeringan Kekeringan memiliki empat istilah berhubungan dengan wilayah kekeringan, yaitu : 1. Kegersangan, kondisi alam permanen dan gambaran iklim yang stabil di suatu wilayah. 13 2. Kekeringan, gambaran sementara dari iklim atau kebiasaan dari penyimpangan iklim yang dapat diduga. 3. Kekurangan air akibat ulah manusia yang berlebihan sehingga menimbulkan kekurangan air di suatu wilayah yang sifatnya sementara. 4. Penggurunan, bagian dari proses rezim ekologi yang terganggu oleh aktifitas manusia sehingga menimbulkan kegersangan atau kekeringan sampai pada tahap tertentu. Konteks (ketersediaan air) Ketidakseimbangan Air (sifatnya temporer) Kekurangan Air (sifatnya permanen) Kekeringan Kegersangan Ulah Alam KERING Ulah Manusia Kekurangan Air Penggurunan (sumber : Analisa Kekeringan Dengan Berbagai Pendekatan, 2003) Gambar 2.2 Diagram Kategori Rezim Kering 14 Kekeringan adalah peristiwa alam berupa penyimpangan iklim yang sifatnya sewaktu-waktu yang terjadi apabila curah hujan berada di bwah normal. 2.5 Rata-rata Hitung Populasi Rata-rata hitung populasi merupakan nilai rata-rata dari data populasi. Pengertian populasi adalah semua anggota dari suatu ekosistem atau keseleruhan anggota dari suatu kelompok. Pada umumnya yang dimaksud dengan populasi adalah semua hal, objek atau orang yang ingin dipelajari. Rata-rata hitung populasi dihitung dengan cara : Rata − rata hitung = Jumlah seluruh nilai data Banyaknya nilai data Rata-rata hitung populasi yang biasa disebut dengan parameter juga dapat disajikan dalam bentuk simbol yaitu : μ= ∑X N Dimana : µ = Rata-rata hitung. ∑ = simbol dari operasi penjumlahan. X = Nilai data yang berada dalam populasi. ..........(2.1) 15 N = Jumlah total data atau pengamatan dalam populasi. ∑X = Jumlah dari keseluruhan nilai X (data) dalam populasi. Perumusan dan perhitungan rata-rata hitung akan lebih mudah dilakukan dengan memakai simbol-simbol dari nilai data kuantitatif, yaitu X1, X2, X3, X4,..., Xn, bilamana ada n nilai data. Simbol n menyatakan bahwa data bersumber dari sampel, sedangkan simbol N menyatakan bahwa data sumber dari populasi; tepatnya n menyatakan banyaknya sampel dan N menyatakan banyaknya populasi. 2.6 Konsistensi Data Satu seri data hujan untuk satu stasiun tertentu, dimungkinkan sifatnya tidak konsisten. Data semacam ini tidak dapat langsung dianalisis, karena sebenarnya data di dalamnya berasal dari populasi data yang berbeda. Ketidak konsisten data seperti ini dapat saja terjadi karena berbagai sebab, yaitu : 1. Alat ukur yang diganti dengan spesifikasi yang berbeda, atau alat yang sama akan tetapi dipasang dengan patokan aturan yang berbeda. 2. Alat ukur dipindahkan dari tempat semula, akan tetapi secara administratif nama stasiun tersebut tidak diubah, misalnya karena masih dalam satu desa yang sama. 3. Alat ukur sama, tempat tidak dipindahkan, akan tetapi lingkungan yang berubah, misalnya semula dipasang di tempat yang ideal, akan tetapi kemudian berubah karena ada bangunan atau pohon besar yang terlalu dekat. 16 Data hujan yang diketahui tidak konsistens, harus dikoreksi terlebih dahulu. Cara koreksi yang sudah lama digunakan adalah cara grafis, dengan analisa kurva ganda. Cara ini digunakan untuk menguji konsistensian data dari satu stasiun curah hujan, dengan menggunakan acuan data rata-rata stasiun stasiun hujan disekitarnya. Grafik 2.1 Analisa Kurva Ganda Untuk Data yang Konsisten Grafik 2.2 Analisa Kurva Ganda Untuk Data yang Tidak konsisten 17 Analisa kurva ganda dapat diinterpretasikan sebagai berikut. 1. Apabila data stasiun yang diuji konsisten, maka garis yang terbentuk merupakan garis lurus dengan landai yang tidak berubah. 2. Apabila garis tersebut menunjukan perubahan landai, berarti telah terjadi perubahan sifat data hujan pada tahun tersebut, yang berarti data tidak konsisten. 2.7 Standar Deviasi Standar deviasi berkaitan langsung dengan variansi. Standar deviasi adalah akar pangkat dua dari variansi. Standar deviasi seringkali disebut simpangan baku. Sebagaimana s2 merupakan penduga σ2, maka standar deviasi sampel (s) merupakan penduga bagi standar deviasi populasi σ. Dengan demikian rumus dari standar deviasi adalah : Untuk data tidak berkelompok : __ S= ∑ (X − X )2 ……… (2.2) n −1 Untuk data berkelompok : __ S= ∑ f (X − X ) n −1 2 dimana n = ∑f ………(2.3) 18 2.8 Analisis Trend Deret berkala mempunyai empat komponen yaitu trend (kecenderungan), variasi musim, variasi siklus, dan variasi yang tidak tetap. Trend adalah suatu gerakan kecenderungan naik atau turun dalam jangka panjang yang diperoleh dari rata-rata perubahan dari waktu ke waktu dan nilainya cuku rata. Trend data berkala bisa berbentuk trend yang meningkat dan menurun secara mulus. Trend yang meningkat disebut dengan trend positif dan trend yang menurun disebut dengan trend negatif. Trend menunjukkan perubahan waktu yang ralatif panjang dan stabil. Kekuatan yang dapat mempengaruhi trend adalah perubahan populasi, harga, teknologi, dan produktivitas. Trend Positif Trend positif mempunyai kecenderungan nilai ramalan (Y’) meningkatnya waktu (X), persamaan trend positif adalah : Y’ = a + bX ...........(2.4) Dimana a = konstanta dan b adalah tingkat kecenderungan. Apabila X naik 1 satuan, maka Y’ akan naik sebesar b satuan. Trend positif mempunyai slope/gradien/kemiringan garis yang positif yaitu dari bawah ke atas. 19 Trend negatif Trend negatif mempunyai kecenderungan nilai ramalan (Y’) menurun dengan meningkatnya waktu (X’). Persamaan trend negatif adalah : Y’ = a-bX ...........(2.5) Dimana a = konstanta dan b adalah tingkat kecenderungan. Apabila x naik 1 satuan, maka Y’ akan turun sebesar b satuan. Trend negatif mempunyai slope/gradien/kemiringan garis yang negatif yaitu dari atas ke bawah. Metode kuadrat terkecil Trend dengan metode kuadrat terkecil diperoleh dengan menentukan garis trend yang mempunyai jumlah terkecil dari kuadrat selisih data asli dengan data pada garis trend. Apabila Y menggambarkan data asli dan Y’ merupakan data trend, maka metode terkecil dirumuskan ∑(Y-Y’)2. Nilai trend dilambangkan □, sedang data asli Y dilambangkan Δ, sehinga kuadrat terkecil ∑(Y-Y’)2 = ∑(Δ-□)2. Perlu diingat bahwa sifat dari nilai rata-rata hitung ∑(Y-Y’) sama dengan 0, sehingga supaya berarti nilai tersebut dikuadratkan. Rumus garis trend dengan metode kuadrat terkecil adalah Y’=a + bX Dimana : Y’ = Nilai trend. a = Nilai konstanta yaitu nilai Y pada saat nilai X=0 ...........(2.6) 20 b = Nilai kemiringan yaitu tambahan nilai Y, apabila X bertambah satu satuan. X = Nilai periode tahun. Untuk memperoleh nilai a dan b dapat digunakan rumus berikut : A= B= ∑ Y − B∑ X i ………..(2.7) [∑ X Y ]− [∑ X ][∑ Y ] N [∑ X ]− [∑ X ] ………..(2.8) N N i i i i 2 i i 2 i Dimana trend kuadrat terkecil lebih disarankan oleh ahli-ahli statistik untuk metode yang akan menghitung suatu nilai yang akan terjadi di masa yang akan datang, hal ini dikarenakan hasil yang didapat dengan menggunakan trend kua drat terkecil lebih mengarah atau mendekati kebenaran dibandingkan dengan metode-metode yang lainnya. 2.9 Probabilitas Probabilitas adalah suatu ukuran tentang kemungkinan suatu peristiwa akan terjadi di masa yang akan dating. Ada tiga hal penting dalam rangja membicarakan probabilitas yaitu percobaan, hasil dan peristiwa. Percobaan adalah pengamatan terhadap beberapa aktivitas atau proses yang meungkinkan timbulnya paling sedikit 2 peristiwa tanpa memperhatikan peristiwa mana yang akan terjadi. Hasil adalah seluruh kemungkinan peristiwa yang akan terjadi akibat adanya suatu percobaan atau kegiatan. Peristiwa adalah kumpulan 21 dari satu atau lebih hasil yang terjadi pada sebuah percobaan atau kegiatan. Probabilitas dapat dinyatakn dalam decimal atau persentase. Probabilitas kejadian dengan nilai 0 adalah peristiwa yang tidak mungkin terjadi, sedangkan probabilitas dengan nilai 1 adalah kejadian yang pasti terjadi. Besar probabilitas suatu peristiwa tidak dianggap sama, tetapi tergantung pada berapa banyak suatu peristiwa terjadi dari keseluruhan percobaan atau kegiatan yang dilakukan. Probabilitas suatu kejadian dapat dinyatakn sebagai berikut. Probabilitas kejadian relatif = Jumlah peristiwa yang terjadi Jumlah total percobaan / kejadian Jadi pendeketan relatif berdasarkan besarnya probabilitas pada banyaknya suatu peristiwa terjadi dari keseluruhan percobaan, kegiatan atau pengamatan yang dilakukan. 2.10 Metode Standardized Precipitation Index (SPI) Pengertian SPI adalah bahwa bila hujan yang turun mengecil akan mengakibatkan kandungan air dalam tanah dan debit aliran berkurang, menimbulkan berkembangnya standardized precipitation index (SPI). SPI dihitung untuk mengklansifikasikan defisit hujan dengan berbagai skala waktu. Skala waktu tersebut mencerminkan dampak kekeringan pada ketersediaan air di berbagai sumber. Kondisi kelengasan tanah 22 merespon anomali hujan jangka waktu pendek, sedangkan air tanah, debit disungai dan tampungan waduk menanggapi anomali hujan lebih lama. SPI untuk suatu lokasi dihitung berdasarkan data hujan yang cukup panjang untuk periode yang diinginkan. Data hujan yang cukup panjang disesuaikan dengan suatu jenis distribusi, kemudian ditransformasikan ke distribusi normal sehingga rata-rata SPI disuatu lokasi sama dengan nol. SPI positif mengidentifikasikan hujan yang lebih besar dari median dan SPI negatif menunjukkan hujan yang lebih kecil dari median. Kekeringan terjadi pada waktu SPI secara berkesinambungan negative dan mencapai intensitas kekeringan dengan SPI -1 atau kurang. Adapun cara mengklasifikasikan indeks kekeringan dengan cara SPI adalah sebagai berikut : ___ Z ij = X ij − X j σj Dimana Zij = peubah Z, tahun ke i bulan ke j. Xij ___ = hujan bulanan tahun ke 1 bulan ke j. Xj = hujan bulan j, rata-rata σj = simpangan baku bulan j. ………..(2.9) 23 Klasifikasi SPI mengikuti skala sebagai berikut : Tabel 2.1 Klasifikasi Indeks Kekeringan Nilai SPI Kalsifikasi 2.00 Ekstrim Basah 1.50 Æ 1.99 Sangat Basah 1.00 Æ 1.49 Kebasahan sedang -0.99 Æ 0.99 Hampir normal -1.0 Æ -1.49 Kekeringan sedang -1.5 Æ -1.99 Kekeringan parah -2.0 Æ <-2.00 Kekeringan ekstrim (sumber : Analisa Kekeringan dengan Berbagai Pendekatan,2003)