abstract - sibukkerjatugas

advertisement
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KECURANGAN PELAPORAN KEUANGAN PADA
PERUSAHAAN PUBLIK DI INDONESIA
MUHAMMAD ANSAR
UNIVERSITAS DIPONEGORO – SEMARANG
ABSTRACT
This study empirically examine the influence of financial factors on fraudulent
financial reporting. Financial factors studied were financial distress, earnings management,
liquidity, financial leverage, capital turnover, firm size and profitability of public companies
in Indonesia from 2006 to 2011.
The research was conducted by quantitative methods using secondary data.
Secondary data comes from a list of cases Bapepam-LK and the annual reports listed
companies on the Stock Exchange. This population of study was company listed on the Stock
Exchange, and then the samples were taken by purposive sampling criteria the company's
corporate criteria sanctioned Bapepam-LK and the sanctions contained elements of fraud,
including the non-financial corporate sector and have the data required in this study. At the
end, the total sample of 132 companies that the company is comprised of 44 companies that
commit fraud financial reporting and 88 companies that are not financial reporting fraud by
the similarity of non-financial firms in the industry, the year and the amount of total assets of
the company. This study uses logistic regression statistical tools as the dependent variable is
a dummy variable (non-metric), while the independent variable is a variable mixture of
metric and non-metric.
The results show that capital turnover and profitability negative affect the fraudulent
financial reporting, while financial distress, earnings management, liquidity, financial
leverage and firm size has no effect fraudulent financial reporting.
Keywords: fraudulent financial reporting, financial distress, earnings management, liquidity,
financial leverage, capital turnover, firm size and profitability.
1
1. PENDAHULUAN
Persaingan bisnis yang tajam dalam lingkungan yang semakin sulit seperti terjadinya
krisis finansial global, diperkirakan telah mempengaruhi pelaku bisnis dalam berbagai aspek.
Kondisi krisis finansial yang terjadi disatu sisi menuntut pelaku bisnis untuk tetap
menyampaikan informasi keuangan yang benar-benar akurat dan relevan. Namun, disisi lain
akibat kondisi tersebut juga memotivasi para pelaku bisnis untuk menyamarkan kondisi
perusahaan yang mengalami masalah keuangan. Tindakan yang dilakukan yakni dengan
melakukan pendistorsian terhadap informasi keuangan yang akan disampaikan kepada publik,
sehingga walaupun disaat krisis finansial terjadi perusahaan tersebut tetap terlihat sehat dan
berkinerja baik (Salman, 2007).
Distorsi dalam pelaporan keuangan tentunya akan membawa dampak yang tidak baik,
karena masyarakat pada umumnya mengukur keberhasilan perusahaan berdasarkan dari
kinerjanya. Kinerja perusahaan salah satunya dapat dilihat berdasarkan laporan keuangan
yang memberikan informasi keuangan mengenai kegiatan operasi dan posisi keuangan
perusahaan (Brigham, 2003). Selain membawa dampak buruk bagi publik pemakai informasi
keuangan karena memberikan informasi yang tidak valid, tindakan distorsi laporan keuangan
juga telah menyebabkan banyaknya terjadi kasus skandal keuangan yang berakibat serius
bagi masyarakat bisnis dan mengakibatkan kerugian paling besar yaitu median kerugian
sekitar US$ 4,25 juta dalam 10 tahun terakhir ini (ACFE, 2002).
Pelaporan keuangan yang mengandung unsur kecurangan dapat mengakibatkan
turunnya integritas informasi keuangan dan dapat mempengaruhi berbagai pihak seperti
pemilik, kreditur, karyawan, auditor, dan bahkan kompetitor. Kecurangan pelaporan
keuangan sering digunakan oleh perusahaan yang mengalami krisis finansial dan yang
dimotivasi oleh oportunisme yang salah arah (misguided opportunism). Kecurangan tersebut
akan mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam mempertahankan going concern
2
(Salman, 2007). Merujuk pada penelitian terbaru yang dilakukan oleh The Committee of
Sponsoring Organizations of The Treadway Commission (COSO), kecurangan (fraud) dalam
pelaporan keuangan oleh perusahaan-perusahaan publik di Amerika Serikat memberikan
konsekuensi yang tidak baik terhadap para investor dan eksekutif. Jumlah penipuan korporasi
diperkirakan sekitar US$ 600 juta per tahunnya (Frieswick, 2003), dan bertanggung jawab
terhadap berkurangnya kepercayaan investor di pasar modal.
Kasus kecurangan pelaporan keuangan (fraud) juga terjadi di Indonesia baik itu
terjadi di pemerintahan maupun beberapa perusahaan yang listed di Bursa Efek Indonesia
(BEI), seperti yang terjadi pada Waskita Karya yang diduga melakukan rekayasa laporan
keuangan yakni ditemukannya pencatatan yang tak sesuai, dimana terdapat kelebihan
pencatatan Rp 400 miliar. Sedangkan kasus-kasus kecurangan pelaporan keuangan yang
terjadi di Bursa Efek Indonesia (BEI) antara lain dijatuhkannya sanksi kepada PT Bakrie and
Brothers Tbk., PT Bakrie Sumatra Plantation Tbk., PT Energi Mega Persada Tbk., dan
PT Benakat Petrolum Energy Tbk., karena terbukti memoles laporan keuangannya melalui
penyajian laba supaya tampak menguntungkan, dan berharap publik tertarik membeli saham
mereka untuk meningkatkan harga saham (http:///www.kbr68h.com, 26 Juli 2010).
Meski kasus kecurangan pelaporan keuangan sudah sering terjadi, namun di Indonesia
masih sedikit penelitian yang membahas topik ini (Wilopo, 2006). Salah satu penelitian yang
terbaru mengenai kecurangan pelaporan keuangan adalah yang dilakukan oleh Gagola
(2011), yang mengemukakan bahwa kepemilikan manajerial dan struktur organisasi
berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan pelaporan keuangan, sedangkan financial
leverage, komposisi aset, capital turnover tidak berpengaruh terhadap kecenderungan
kecurangan pelaporan keuangan sehingga tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kemungkinan tindak kecurangan pelaporan keuangan. Namun, hasil penelitian dari Gagola
(2011) berbeda hasilnya dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Persons (1995),
3
yang menyimpulkan bahwa financial leverage, capital turnover, komposisi aset berpengaruh
secara signifikan terhadap kecenderungan kecurangan pelaporan keuangan.
Penelitian Kaminski et al. (2004), dengan menggunakan rasio-rasio finansial dalam
mendeteksi kecurangan pelaporan keuangan yakni sebanyak 21 rasio-rasio finansial,
menemukan bahwa 16 rasio memiliki hasil yang signifikan dalam mendeteksi kecurangan.
Dalam penelitian Kaminski et al. (2004) juga menjelaskan tentang ukuran perusahaan (firm
size) dimana total aset suatu perusahaan di tahun yang akan datang lebih atau kurang dari
30% dari total aset di tahun sebelumnya mengindikasikan terjadinya kecurangan (fraud).
Penelitian yang dilakukan oleh Summerss dan Sweeney (1998), dengan menggunakan
model logistik menunjukkan hasil bahwa beberapa proksi variabel dalam laporan keuangan,
seperti tingkat pertumbuhan, persediaan, dan Return on Aset (ROA) adalah berbeda diantara
perusahaan yang melakukan tindak kecurangan dan yang tidak melakukan tindak kecurangan
dan menunjukan bahwa profitabilitas berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan
pelaporan keuangan. Selanjutnya Hasnan et al. (2008) yang menyimpulkan bahwa faktor
manajemen (transaksi dengan pihak istimewa, sejarah pelanggaran sebelumnya dan pendiri di
dewan direksi), motivasi (kesulitan keuangan, kepemilikan keluarga dan kepemilikan asing),
peluang (multijabatan anggota dewan direksi dan biaya audit), dan manajemen laba
berpengaruh signifikan terhadap terjadinya kecurangan dalam pelaporan keuangan
perusahaan-perusahaan tersebut. Sedangkan Soselisa dan Mukhlasin (2008), menemukan
bukti empiris bahwa pendidikan CEO, strategi akuisisi, financial leverage dan jenis Kantor
Akuntan Publik (KAP) tidak mempengaruhi kecenderungan kecurangan kecurangan
akuntansi, Sedangkan variabel usia CEO, komposisi aset, ukuran perusahaan, capital
turnover dan opini audit secara signifikan berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan
akuntansi.
4
Berlatar belakang dari hal tersebut di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk
menguji kembali faktor-faktor yang mempengaruhi kecurangan pelaporan keuangan. Adapun
variabel penelitian yang akan digunakan dalam mengungkapkan faktor-faktor keuangan yang
mempengaruhi kecurangan pelaporan keuangan yaitu seperti kesulitan keuangan perusahaan
(financial distress), manajemen laba, likuiditas, financial leverage, capital turnover, ukuran
perusahaan (firm size) dan profitabilias. Berdasarkan pemaparan latar belakang isu penelitian
dan alasan pemilihan variabel diatas, maka melalui penelitian besar harapan kiranya untuk
memperoleh pemahaman yang mendalam mengenai kecurangan pelaporan keuangan melalui
model yang teruji secara empiris sesuai dengan situasi dan kondisi yang berlaku di Indonesia.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agency Theory (Teori Keagenan)
Menurut Jensen dan Meckling (1976), bahwa agency theory mendeskripsikan
pemegang saham sebagai principal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan
pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang
saham. Untuk itu manajemen diberikan sebagian kekuasaan untuk membuat keputusan bagi
kepentingan terbaik pemegang saham. Oleh karena itu, manajer harus bertanggungjawab
kepada pemegang saham. Unit analisis yang digunakan dalam teori keagenan adalah kontrak
yang melandasi hubungan antara principal dan agen. Fokusnya adalah penentuan kontrak
yang paling efisien yang mendasari hubungan agen dan principal. Kontrak yang efisien
adalah kontrak yang memenuhi dua faktor, yaitu:
1. Agen dan principal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen maupun principal
memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak terdapat informasi yang
disembunyikan yang dapat digunakan untuk keuntungan diri sendiri.
2. Risiko yang dipikul berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil, yang berarti agen
mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya.
5
2.2 Fraud Triangle Teory (Teori Segitiga Kecurangan)
Menurut Arens et al. (2011), bahwa terdapat tiga kondisi yang akan menyebabkan
terjadinya kecurangan dalam pelaporan keuangan (fraudulent financial statement) dan
penyalahgunaan aset (missapproproation assets), sebagaimana dijelaskan dalam PSA 70 (SA
316). Ketiga kondisi tersebut dinamakan dengan segitiga kecurangan (fraud triangle). Ketiga
kondisi yang mempengaruhi dalam melakukan kecurangan yang terdapat dalam fraud
triangle teory adalah sebagai berikut (Gagola, 2011) :
a. Tekanan
Tekanan merupakan situasi dimana manajemen atau pegawai lain merasakan insentif
atau tekanan untuk melakukan kecurangan. Cressey (dalam Hillison, et al. 1999),
menyatakan bahwa tekanan yakni insentif yang mendorong orang melakukan kecurangan
karena tuntutan gaya hidup, ketidakberdayaan dalam soal keuangan, perilaku gambling,
mencoba-coba untuk mengalahkan sistem dan ketidakpuasan kerja.
b. Kesempatan
Kesempatan yaitu adanya atau tersedianya kesempatan untuk melakukan kecurangan
atau situasi yang membuka kesempatan bagi manajemen atau pegawai untuk melakukan
fraud.
c. Rasionalisasi
Rasionalisasi dapat diartikan sebagai adanya atau munculnya sikap, karakter, atau
serangkaian nilai-nilai etis yang membolehkan manajemen atau pegawai untuk melakukan
tindakan yang tidak jujur. Cressey (dalam Hillison, et al. 1999) menjelaskan rasionalisasi
sebagai pemikiran yang menjustifikasi tindakannya sebagai suatu perilaku yang wajar, yang
secara moral dapat diterima dalam suatu masyarakat yang normal.
6
2.3 Kecurangan Pelaporan Keuangan
Definisi kecurangan pelaporan keuangan menurut American Institute Certified Public
Accountant (1998) adalah tindakan yang disengaja atau kelalaian yang berakibat pada salah
saji material yang menyesatkan laporan keuangan. Selain itu, menurut Australian Auditing
Standards (AAS), kecurangan pelaporan keuangan merupakan suatu kelalaian maupun
penyalahsajian yang disengaja dalam jumlah tertentu atau pengungkapan dalam pelaporan
keuangan untuk menipu para pengguna laporan keuangan (Brenan dan McGrath, 2007).
Menurut SAS No.99, kecurangan pelaporan keuangan (financial statement fraud)
dapat dilakukan dengan:
1. Manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi, dokumen pendukung dari
laporan keuangan yang disusun.
1. Kekeliruan atau kelalaian yang disengaja dalam informasi yang signifikan terhadap
laporan keuangan.
2. Melakukan secara sengaja penyalahgunaan prinsip-prinsip yang berkaitan dengan jumlah,
klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan.
2.4 Hipotesis Penelitian
1.
Kesulitan keuangan (financial distress)
Berdasarkan teori segitiga kecurangan, kesulitan keuangan dapat dikategorikan
sebagai tekanan yang dihadapi oleh pelaku bisnis terkait entitas bisnis yang dijalankannya,
keadaan tersebut memotivasi manajemen untuk melakukan kecurangan pelaporan keuangan
dengan tujuan menunjukkan kepada pihak intern dan ekstern bahwa entitas bisnis tersebut
sehat dan performa kinerjanya baik walaupun dalam kondisi krisis. Menurut Bell et al.
(1991), mengemukakan bahwa kondisi keuangan perusahaan yang buruk memotivasi
manajemen untuk mengambil tindakan yang tidak etis dengan memperbaiki penampilan
posisi keuangan perusahaan. Hal ini dilakukan agar pihak eksternal perusahaan menilai
7
kinerja manajemen sukses sehingga mengurangi kemungkinan ancaman akan kehilangan
pekerjaan. Selain memotivasi terjadinya kecurangan pelaporan keuangan, kondisi keuangan
yang buruk dapat menunjukkan lingkungan pengendalian yang lemah, suatu kondisi yang
memungkinkan terjadinya perbuatan penipuan (AICPA 1997). Oleh karena itu, perusahaan
yang berada dalam kondisi mengalami kesulitan keuangan yang parah, pihak manajemennya
kemungkinan akan melakukan pelaporan keuangan yang curang dalam rangka menyamarkan
kondisi yang sedang dialami perusahaan dibandingkan dengan pelaporan keuangan dari
perusahaan-perusahaan yang tidak mengalami kesulitan keuangan. Berdasarkan penjelasan
yang telah dikemukakan diatas, oleh karena itu disimpulkan bahwa untuk hipotesis pertama,
yakni: Kesulitan keuangan berpengaruh positif terhadap kecurangan pelaporan
keuangan.
2.
Manajemen laba (earning management)
Latar belakang munculnya teori dan dugaan tentang adanya praktik-praktik
manajemen laba dipengaruhi oleh, (1) masalah keagenan dan (2) asimetri informasi. Manajer
sebagai pihak internal perusahaan memiliki kepentingan yang berbeda dengan para pihak
eksternal perusahaan seperti investor, kreditor, pemerintah, maupun pihak eksternal lainnya.
Di samping itu, manajer sebagai pihak internal perusahaan memiliki lebih banyak informasi
yang valid tentang perusahaan yang mereka kelola daripada para pihak eksternal perusahaan
(Mulford dan Comiskey, 2010).
Dua kondisi ini sangat mendukung dilakukannya praktik manajemen laba. Jika
masalah keagenan dapat memunculkan niat untuk melakukan manajemen laba, maka asimetri
ekonomi dapat memberi peluang atau kesempatan untuk dilakukannya manajemen laba.
Manajer akan menggunakan kelebihan informasi yang mereka miliki, misalnya dengan
menyembunyikan atau memanipulasi sebagian informasi tersebut dalam rangka memenuhi
kepentingan manajer yang mungkin suatu saat dalam suatu atau beberapa hal akan saling
8
bertentangan dengan kepentingan pihak eksternal yang memiliki lebih sedikit informasi yang
valid. Dechow et al. (1996) memberikan bukti yang menunjukkan bahwa perusahaan lebih
suka melakukan kecurangan dalam pelaporan keuangan ketika mereka memiliki kesempatan
untuk melakukan manajemen laba dengan tujuan agar kinerja mereka terlihat sukses di depan
para pemegang saham. Argenti (1976), juga mengemukakan bahwa manajer mungkin akan
bertindak untuk melakukan penipuan melalui manajemen laba, ketika masalah krisis
keuangan perusahaan semakin serius dan untuk menyamarkan kondisi perusahaan yang akan
bangkrut. Berdasarkan pemaparan dapat diambil kesimpulan bahwa untuk hipotesis kedua,
yakni: Manajemen laba yang dilakukan perusahaan berpengaruh positif terhadap
kecurangan pelaporan keuangan.
3.
Likuiditas
Likuiditas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban
jangka pendek. Likuiditas dapat dihitung melalui sumber informasi tentang modal kerja yaitu
pos-pos aktiva lancar dan hutang lancar (Harahap, 2006). Perusahaan dengan kondisi tingkat
likuiditasnya yang lebih rendah dapat memotivasi pihak manajemen untuk melakukan
kecurangan pelaporan keuangan. Hal ini sesuai dengan kondisi tekanan yang dalam teori
segitiga kecurangan, dimana manajer akan bertindak untuk melakukan berbagai cara ketika
perusahaan berada dalam kondisi tidak berkinerja baik sehingga untuk menunjukkan kepada
pihak pemegang saham bahwa kondisi perusahaan sehat dan sukses, maka manajer akan
melakukan kecurangan dalam pelaporan keuangan. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan
oleh Kreutzfeldt dan Wallace (1986), yang menemukan bahwa perusahaan dengan masalah
likuiditas memiliki kesalahan yang lebih signifikan dalam laporan keuangannya daripada
perusahaan lain yang tidak mengalami masalah likuiditas. Rasio likuiditas dalam penelitian
ini diukur menggunakan rasio Working Capital Ratio (WCTA), yang membandingkan jumlah
total antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar dibandingkan dengan total aset perusahaan
9
dalam suatu periode. Berdasarkan penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa untuk
hipotesis ketiga, yakni: Likuiditas berpengaruh negatif terhadap kecurangan pelaporan
keuangan.
4. Financial leverage
Financial leverage dapat mempengaruhi terjadinya kecurangan pelaporan keuangan,
hal ini dapat dijelaskan pengaruhnya dengan menggunakan teori segitiga kecurangan.
Dimana kondisi financial leverage suatu perusahaan menjadi tekanan bagi pihak manajemen,
karena ketika perusahaan memiliki rasio leverage yang besar maka direksi dan manajemen
perusahaan akan memilih untuk menggunakan metode akuntansi yang akan mengecilkan
rasio leverage perusahaan dengan cara menggeser laba periode mendatang ke periode saat ini
(Watts dan Zimmerman, 1986).
Hal ini dilakukan karena kreditur selalu mensyaratkan untuk mempertahankan atau
mematuhi tingkat rasio leverage. Oleh karena itu, untuk menghindari kreditur tidak
memberikan pinjaman lagi atau perusahaan (debitur) dibatasi dalam memberikan deviden
terhadap pemegang saham, maka direksi memilih metode akuntansi yang akan memperkecil
rasio leverage perusahaan. Selain itu tindakan untuk memperkecil rasio leverage dipengaruhi
karena manajer merasakan adanya tekanan sebagai akibat dari kebutuhan dalam mendapatkan
tambahan hutang atau pembiayaan ekuitas dalam menghadapi persaingan yang semakin
kompetitif. Sebagai contoh, pendanaan yang akan digunakan untuk meningkatkan biaya riset
dan pengembanganan atau untuk perluasan pabrik dan fasilitas produksi (Gagola, 2011).
Oleh karena itu, ketika suatu perusahaan memiliki rasio leverage yang besar maka
akan menciptakan kemungkinan untuk terjadinya kecurangan pelaporan keuangan yang
dilakukan oleh direksi dan manajemen perusahaan dengan cara mengecilkan rasio leverage
mereka dengan tujuan untuk mencapai kepentingan mereka yaitu memperoleh pinjaman
kembali dan untuk membayar deviden kepada pemegang saham. Berdasarkan penjelasan
10
sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa untuk hipotesis keempat, yakni:
Financial leverage berpengaruh positif terhadap kecurangan pelaporan keuangan.
5.
Capital turnover
Capital Turnover menggambarkan tingkat kemampuan penjualan dibandingkan
dengan aset perusahaan. Selain itu capital turnover juga mengukur kemampuan manajemen
dalam menghadapi persaingan usaha (Persons, 1995). Manajer
dari perusahaan yang
melakukan kecurangan biasanya kurang bisa bersaing dibandingkan dengan manajer
perusahaan yang tidak melakukan kecurangan dalam memanfaatkan aset perusahaan untuk
menghasilkan pendapatan. Ketidakmampuan perusahaan untuk bersaing dapat memberikan
inisiatif bagi manajer tersebut untuk melakukan kecurangan pelaporan keuangan (Persons,
1995).
Berdasarkan hasil penelitian Soselisa dan Mukhlasin (2008) ditemukan bukti empiris
bahwa variabel capital turnover secara signifikan berpengaruh terhadap kcenderungan
kecurangan akuntansi. Namun, hasil penelitian yang berbeda mengenai pengaruh capital
turnover ini dikemukakan oleh Carcello (2004), yang menyatakan bahwa semakin tinggi
capital turnover perusahaan, maka akan semakin tinggi pula kecenderungan perusahaan
untuk melakukan kecurangan dalam pelaporan keuangannya. Hasil serupa juga dikemukakan
oleh Gagola (2011), bahwa capital turnover tidak mempengaruhi perusahaan untuk
cenderung melakukan kecurangan pelaporan keuangan. Berdasarkan penjelasan diatas, maka
untuk hipotesis kelima diambil kesimpulan, yakni: Capital turnover berpengaruh negatif
terhadap kecurangan pelaporan keuangan.
6.
Ukuran perusahaan (firm size)
Ukuran perusahaan dapat diukur dengan logaritma natural dari nilai buku dari total
aset pada akhir tahun fiskal. Ukuran perusahaan selain menunjukkan mengenai total aset dan
omzetnya juga menunjukkan mengenai kompleksitas dalam berbagai macam hal yang harus
11
dihadapi oleh manajemen, misalnya ketika skala usaha perusahaan semakin besar maka
kompleksitas usaha, tekanan, kepentingan, masalah, tantangan dan sebagainya akan menjadi
semakin besar juga, begitupun sebaliknya.
Kompleksitas tekanan bagi pihak manajemen menjadi faktor utama karena dalam hal
ini shareholder menginginkan ketika perusahaan semakin besar maka performa perusahaan
harus semakin baik dan meningkat yang salah satunya dibuktikan dengan peningkatan laba
yang signifikan dari tahun ke tahun. Akibatnya tekanan ini menjadikan pihak manajemen
harus melakukan berbagai macam cara agar mampu memenuhi keinginan dari para pemilik
perusahaan walaupun harus dengan cara yang curang.
Fakta yang terjadi di lapangan menurut Feroz et al. (1991), bahwa sebagian besar
perusahaan yang menjadi subjek dari AAER yang dikeluarkan oleh SEC adalah perusahaan
yang berskala relatif kecil. Sejalan dengan penelitian Persons (1995) yang menyatakan bahwa
ukuran perusahaan berpengaruh secara negatif terhadap kecenderungan kecurangan pelaporan
keuangan. Tetapi hasil yang berbeda diperoleh oleh Soselisa & Mukhlasin (2008), yang
mengemukakan bahwa kecenderungan kecurangan pelaporan keuangan akan semakin besar
apabila ukuran perusahaan juga semakin besar. Maka melalui penelitian ini disimpulkan
bahwa untuk hipotesis keenam adalah: Ukuran perusahaan berpengaruh berpengaruh
positif terhadap kecurangan pelaporan keuangan.
7. Profitabilitas
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dalam hubungan
dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Profitabilitas merupakan hasil dari
berbagai kebijakan dan keputusan manajemen. Profitabilitas digunakan untuk mengukur
efektivitas manajemen secara keseluruhan yang ditunjukkan oleh besar kecilnya tingkat laba
yang diperoleh dalam hubungannya dengan penjualan maupun investasi. Rasio profitabilitas
12
akan memberikan jawaban akhir tentang efektivitas manajemen perusahaan, rasio ini
memberi gambaran tentang tingkat efektivitas pengelolaan perusahaan (Harahap, 2006)
Summers dan Sweney (1998) menyatakan bahwa apabila ekspektasi untuk
mempertahankan atau memperbaiki tingkat profitabilitas masa lalu tidak dapat dipenuhi oleh
kinerja aktualnya, memberikan motivasi bagi adanya pelanggaran kecurangan pelaporan. Hal
ini sesuai dengan Persons (1995), yang menyatakan bahwa perusahaan dengan tingkat profit
yang rendah juga andil memberi dorongan bagi manajemen dalam pengungkapan lebih saji
revenues atau kurang saji expenses. Sedangkan hasil yang berbeda dikemukakan oleh
Skousen et al. (2009) dan Gagola (2011) mengenai pengaruh profitabilitas dalam kecurangan
pelaporan keuangan, dimana hasil penelitian mereka menyebutkan bahwa profitabilitas tidak
berpengaruh dan tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi terjadinya kecurangan
pelaporan keuangan dalam suatu perusahaan. Berdasarkan pemaparan diatas, maka untuk
hipotesis ketujuh dapat disimpulkan bahwa: Profitabilitas berpengaruh berpengaruh
negatif terhadap kecurangan pelaporan keuangan.
3. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis, Sumber Data dan Pemilihan Sampel
Penelitian ini menggunakan data sekunder dan menggunakan laporan keuangan
tahunan (annual report) yang diungkapkan oleh perusahaan yang listed di Bursa Efek
Indonesia selama tahun 2006 – 2011 dalam memperoleh data variabel independen yang akan
dianalisa. Jumlah sampel yang digunakan adalah 132 perusahaan yang listed di BEI selama
periode 2006 – 2011. Penelitian ini menggunakan daftar sanksi yang dikeluarkan oleh
Bapepam-LK untuk mengidentifikasi 44 perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan
keuangan (fraud firm) selama periode 2006 – 2011 dan mengambil sampel pembanding
sebanyak 88 perusahaan sebagai perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan
13
keuangan (non-fraud firm), dengan menggunakan metode purposive sampling yang
merumuskan beberapa kriteria dalam pengambilan sampelnya.
Adapun kriteria-kriteria yang digunakan dalam pengambilan sampel pembanding
adalah sebagai berikut:
1. Bergerak dalam industri yang sama dengan perusahaan yang mengalami kecurangan
pelaporan keuangan. Hal ini untuk mencegah terjadinya ketimpangan data.
2. Memiliki total aset yang sama atau mendekati dengan perusahaan yang tergolong
melakukan kecurangan pelaporan keuangan pada tahun terjadinya kecurangan.
3.2 Pengukuran Variabel
3.2.1 Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kecurangan pelaporan keuangan
dengan proksi variabel yakni FFR (Fraudulent Financial Reporting). Variabel kecurangan
pelaporan keuangan (FFR), diukur dengan cara memberi nilai “1” jika perusahaan tersebut
melakukan kecurangan pelaporan keuangan dan nilai “0” jika perusahaan tersebut tidak
melakukan kecurangan. Penggolongan perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan
keuangan berdasarkan atas laporan Bapepam-LK dari tahun 2006-2011, tentang daftar
perusahaan publik yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan.
3.2.2 Variabel Independen
1. Kesulitan keuangan (DISTRESS)
Variabel kesulitan keuangan (DISTRESS) diukur dengan menggunakan Altman ZScore (Altman, 1968) dan variabel dummy dimana diberi nilai “1” jika dibawah nilai Altman
Z-Score (<2.99) dan nilai “0” jika tidak.
2. Manajemen laba (EM)
Variabel manajemen laba (EM) menggunakan proksi discretionary accrual, yang
merupakan model pengukuran manajemen laba (EM) yang dikembangkan oleh Kothari et al.
14
(2005). Model tersebut merupakan pengembangan dari model modified Jones (Dechow et al.,
1995) dengan menambahkan kinerja perusahaan – return on assets – sebagai variabel kontrol
dalam regresi total akrual.
3. Likuiditas (WCTA)
Likuiditas dalam penelitian menggunakan proxy working capital ratio yang merujuk
kepada penelitian Persons (1995), dengan menggunakan rumus WCTA (Working Capital to
Total Assets).
4. Financial Leverage (TLTA)
Financial leverage merupakan besarnya utang yang digunakan untuk membiayai
operasi perusahaan. Selain itu, financial leverage juga merupakan perimbangan antara utang
jangka panjang dengan struktur modal sendiri. Cara pengukuran financial leverage yaitu total
liabilities terhadap total aset (TLTA).
5. Capital Turnover (SATA)
Capital Turnover menggambarkan tingkat kemampuan penjualan dibandingkan
dengan aset perusahaan. Selain itu capital turnover juga mengukur kemampuan manajemen
dalam
menghadapi
persaingan
usaha.
Capital
turnover
(SATA)
diukur
dengan
membandingkan penjualan dengan total aset (Persons, 1995).
6. Ukuran Perusahaan (LogTA)
Ukuran perusahaan adalah ukuran atau besarnya aset yang dimiliki oleh perusahaan.
Besar kecilnya perusahaan dalam penelitian ini dinyatakan dalam LogTA yang merupakan
logaritma natural dari nilai buku dari total aset perusahaan.
7. Profitabilitas (ROA)
Profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui
semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah
karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya (Harahap, 2006). Profitabilas diukur dengan
15
menggunakan ROA (Return On Assets), yang membandingkan antara laba bersih dengan
total aset perusahaan (Gagola, 2011).
3.3 Teknik Analisis (Uji Hipotesis)
Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan metode regresi. Regresi yang digunakan
adalah regresi logistik. Regresi logistik dipilih karena data dalam tesis ini berupa data
nominal dan data rasio baik variabel dependen maupun variabel independen. Model logit
yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
LogFFR = α + β1DISTRESS + β2EM + β3WCTA + β4TLTA + β5SATA + β6LogTA +
β7ROA + ε
Analisis pengujian dengan regresi logistik menurut Santoso (2001) memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1. Menilai kelayakan model regresi (Uji kualitas data)
Sebagai dasar pengambilan keputusan, perhatikan nilai goodness of fit test yang diukur
dengan Chi-Square pada bagian bawah uji Hosmer and Lemeshow :
a. Jika probabilitas > 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak, yang berarti model dapat
diterima karena cocok dengan data observasi dan dapat memprediksi nilai
observasinya.
b. Jika probabilitas ≤ 0,05 maka H 0 ditolak dan Ha diterima, yang berarti terdapat
perbedaan signifikan antara model dengan nilai observasinya sehingga goodness of fit
model tidak dapat memprediksi nilai observasinya.
2. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Stastistik t)
Pengujian dilakukan dengan menggunakan significance level 0,05 (α=5%).
Penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan dengan kriteria sebagai berikut :
16
1. Jika nilai signifikan > 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak signifikan). Hal
ini berarti bahwa secara parsial variabel independen tersebut tidak mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap variabel dependen.
2. Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi signifikan). Hal ini
berarti secara parsial variabel independen tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap variabel dependen.
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test
Berdasarkan hasil pengujian Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test,
menunjukkan bahwa besarnya nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test
sebesar 3,013 dengan probabilitas signifikansi 0,934 yang nilainya jauh di atas 0,05. Dengan
demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa model dapat diterima karena cocok dengan data
observasinya, sehingga mampu memprediksi nilai observasinya.
4.2 Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan metode regresi logistik. Dari hasil
pengolahan data dengan menggunakan SPSS 16.00 ternyata variabel capital turnover
(SATA) dan profitabilitas (ROA) berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan keuangan,
sedangkan kesulitan keuangan (DISTRESS), manajemen laba (EM), likuiditas (WCTA),
financial leverage (TLTA) dan ukuran perusahaan (LogTA) tidak berpengaruh terhadap
kecurangan pelaporan keuangan.
4.3 Pembahasan
1. Pengaruh Kesulitan Keuangan (DISTRESS) Terhadap Kecurangan Pelaporan
Keuangan
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan tingkat signifikansi 0,067 (> 0,05) dengan
nilai koefisien sebesar 0,158. Hal ini menunjukkan bahwa kesulitan keuangan tidak
17
berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan keuangan pada perusahaan publik di Indonesia.
Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil yang dikemukakan oleh Bell et al. (1991),
bahwa kondisi keuangan perusahaan yang buruk memotivasi manajemen untuk mengambil
tindakan yang tidak etis dengan memperbaiki penampilan posisi keuangan perusahaan serta
hasil penelitian dari Kinney dan McDaniel dalam Persons (1995), juga menyatakan bahwa
pelaporan keuangan palsu dikaitkan dengan perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan
dan pihak manajemen yang melihat perusahaan berada dalam kondisi keuangan yang lemah
akan memotivasi mereka untuk melakukan upaya dengan menyamarkan kesulitan keuangan
perusahaan tersebut dengan melalui pelaporan keuangan yang curang.
2. Pengaruh Manajemen Laba (EM) Terhadap Kecurangan Pelaporan Keuangan
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan tingkat signifikansi 0,017 (< 0,05) dengan
nilai koefisien sebesar -4,307. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen laba yang dilakukan
oleh perusahaan secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kecurangan pelaporan
keuangan. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Hasnan et al., (2008), yang
menyatakan bahwa perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan terbukti
melakukan manajemen laba. Sejalan dengan itu, Dechow et al. (1996) memberikan bukti
yang menunjukkan bahwa perusahaan lebih suka melakukan kecurangan dalam pelaporan
keuangan ketika mereka memiliki kesempatan untuk melakukan manajemen laba dengan
tujuan agar kinerja mereka terlihat sukses di depan para pemegang saham.
3. Pengaruh Likuiditas (WCTA) Terhadap Kecurangan Pelaporan Keuangan
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan tingkat signifikansi 0,471 (> 0,05) dengan
nilai koefisien sebesar -0,733. Hal ini menunjukkan bahwa likuiditas perusahaan tidak
berpengaruh terhadap terjadinya kecurangan pelaporan keuangan pada perusahaan publik di
Indonesia. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan yang dikemukakan oleh Kreutzfeldt
dan Wallace (1986) yang dalam penelitiannnya menyatakan bahwa masalah likuiditas dalam
18
perusahaan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kesalahan dalam pelaporan
keuangan dibandingkan dengan perusahaan yang dalam kondisi tidak mengalami masalah
likuiditas.
4. Pengaruh Financial Leverage (TLTA) Terhadap Kecurangan Pelaporan Keuangan
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan tingkat signifikansi 0,451 (> 0,05) dengan
nilai koefisien sebesar -0,632. Hal ini menunjukkan bahwa financial leverage perusahaan
tidak berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Hasil penelitian ini mendukung
penelitian Gagola (2011), yang menyatakan bahwa pengaruh faktor risiko tekanan eksternal
yang diproksikan dengan financial leverage terhadap kemungkinan kecurangan pelaporan
keuangan tidak berpengaruh. Hasil penelitian ini juga konsisten dengan hasil penelitian
Skousen, et al. (2009) yang menunjukkan hasil bahwa nilai financial leverage yang
dihasilkan perusahaan tidak signifikan mempengaruhi kemungkinan tindak kecurangan
pelaporan keuangan.
5. Pengaruh Capital Turnover (SATA) Terhadap Kecurangan Pelaporan Keuangan
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan tingkat signifikansi 0,024 (< 0,05) dengan
nilai koefisien sebesar -1,002. Hal ini menunjukkan bahwa capital turnover secara signifikan
berpengaruh negatif terhadap terjadinya kecurangan pelaporan keuangan pada perusahaan
publik di Indonesia. Penelitian mendukung bukti yang dikemukakan oleh Soselisa dan
Mukhlasin (2008), yang menemukan bukti empiris bahwa variabel capital turnover secara
signifikan berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Dan juga sejalan dengan
hasil penelitian dari Beneish (1997) dan Persons (1995).
6. Pengaruh Ukuran Perusahaan (LOGTA) Terhadap Kecurangan Pelaporan
Keuangan
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan tingkat signifikansi 0,829 (> 0,05) dengan
nilai koefisien sebesar -0,030. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan tidak
19
berpengaruh terhadap terjadinya kecurangan pelaporan keuangan pada perusahaan publik di
Indonesia. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Feroz et al.
(1991) dan Persons (1995) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh secara
negatif terhadap kecenderungan kecurangan pelaporan keuangan. Namun, hasil penelitian ini
bertentangan dengan hasil yang dikemukakan oleh Soselisa & Mukhlasin (2008), yang
mengemukakan bahwa kecenderungan kecurangan pelaporan keuangan akan semakin besar
apabila ukuran perusahaan juga semakin besar.
7. Pengaruh Profitabilitas (ROA) Terhadap Kecurangan Pelaporan Keuangan
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan tingkat signifikansi 0,001 (< 0,05) dengan
nilai koefisien sebesar -11,230. Hal ini menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh
negatif signifikan terhadap kecuangan pelaporan keuangan di Indonesia. Hasil ini mendukung
pernyataan Summers dan Sweney (1998) dan Persons (1995), yang menyatakan bahwa
perusahaan dengan tingkat profit yang rendah juga andil memberi dorongan bagi manajemen
dalam pengungkapan lebih saji revenues atau kurang saji expenses.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kecurangan pelaporan
keuangan pada perusahaan publik di Indonesia terjadi ketika semakin kecil nilai capital
turnover dan nilai profitabilitas perusahaan semakin menurun. Dalam penelitian selanjutnya
dapat menggunakan variabel-variabel yang termasuk dalam faktor non keuangan dalam
menguji pengaruhnya terhadap kecurangan pelaporan keuangan pada perusahaan publik di
Indonesia seperti sejarah pelanggaran sebelumnya, faktor kepemilikan, faktor koneksi politik
dan kualitas audit. Selain itu dalam mengukur proksi manajemen laba dapat menggunakan
berbagai model pengukuran yang dikembangkan oleh beberapa ahli, seperti model indeks
eckel yang dikembangkan oleh Belkoui.
20
DAFTAR PUSTAKA
ACFE. 2002. Fraud Examiners Manual , Third Edition. New York
AICPA. 1997. Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit, Statement on Auditing
Standards no. 82. American Institute of Certified Public Accountants, New York
AICPA, SAS No.99. 2002. Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit, AICPA.
New York
Altman, Edward I. 1968. “Financial Ratios, Discriminant Analysis and The Prediction of
Corporate Bankruptcy”. The Journal of Finance, Vol. 23, No. 4. (Sep., 1968).
American Finance Association.
Arens, Alvin A,Elder R.J.A, Beasley M.S dan Jusuf A.A .2011. Jasa Audit dan Assurance
Pendekatan Terpadu (Adaptasi Indonesia). Salemba Empat. Jakarta
Argenti, J. 1976. Corporate Collapse: The Causes and Symptoms. John Wiley and Sons. New
York
Badan Pengawas Pasar Modal. 2002. Annual Report Bapepam Tahun 2002. Jakarta
Badan Pengawas Pasar Modal. 2004. Annual Report Bapepam Tahun 2004. Jakarta
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. 2006. Annual Report Bapepam-LK
Tahun 2006. Jakarta
Baldwin, C. and Scott, M. 1983 “The Resolution of Claims in Financial Distress: The Case of
Massey Ferguson,” Journal of Finance. Volume 38.
Baridwan, Zaki. 1997. Intermedite Accounting. BPFE. Yogyakarta
Baucus, M. 1994. “Pressures, Opportunity and Predisposition: A Multivariate Model of
Corporate Illegality”. Journal of Management. Volume 20 No. 4.
Bell, T. B., S. Szykowny, & J. J. Willingham. 1991. “Assessing The Likelihood of
Fraudulent Financial Reporting: A Cascaded Logit Approach”. Working Paper.
KPMG. Peat Marwick. Montvale. New Jersey
Beneish, M. 1997.“Detecting GAAP Violation: Implications for Assessing Earnings
Management Among Firms With Extreme Financial Performance”. Journal of
Accounting and Public Policy. Volume 16 No. 3.
Brenan, Niamh & Mc. Grath. 2007. “Financial Statement Fraud Some Lesson From US and
Europe An Case Studies. Journal Australia Accounting Review. Volume 17 No. 2 and
No. 42.
21
Brigham, F. Eguene dan Joel F. Houston. 2003. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan.
Salemba Empat. Jakarta
Carcello, J.V. 2004. Audit Firm Tenure And Fraudulent Financial Reporting. University of
Missouri’s. United States of America.
Christie, A. 1990. "Aggregation of Test Statistics: An Evaluation of the Evidence on
Contracting and Size Hypotheses," Journal of Accounting and Economics, January
1990.
Cressey, D. 1953. “The Internal Auditor as Fraud Buster”. Managerial Auditing Journal.
MCB University Press
Damodaran, Aswath. 1997. Corporate Finance: Theory and Practice. Stern School Of
Business New York University. John Wiley & Sons Inc. New York
Dechow, P., Sloan, R., Sweeney, A. 1995. “Detecting Earnings Management”. The
Accounting Review. Volume 70.
Fama, E. F. and Jensen, M.C. 1983. “Separation of Ownership and Control”. Journal of Law
and Economics. Volume 26 No. 2.
Ferdinand, Augusty. 2006, Metode Penelitian Manajemen Pedoman Penelitian Untuk
Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi Ilmu Manajemen. BP Undip. Semarang
Feroz, E. H., Park, K., and Pastena, V. S. 1991. " The Financial and Market Effects of the
SEC's Accounting and Auditing Enforcement Releases." Journal of Accounting
Research.
Fischer, M. dan Rosenzweig, K. 1995, ‘Attitudes of Students and Accounting Practitioners
Concerning The Ethical Acceptability of Earnings Management’, Journal of Business
Ethics Volume 14 No. 6.
Frieswick. K. 2003. “How Audits Must Change: Auditors Face More Pressure to Find
Fraud”. CFO: Magazine for Senior Financial Executives. July 2003.
Gagola, Antonius Stanny Christo. 2011. “Analisis Faktor Risiko yang Mempengaruhi
Kecenderungan Kecurangan Pelaporan Keuangan Perusahaan Publik di Indonesia”.
Tesis. Undip
Geriesh, Loftie. 2003. The Association Between Organization Culture and Fraudulent
Financial Reporting. Nova South Eastern University.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
22
Gitman, Lawrence J. 1994. Principles of Managerial Finance. Harper Collins College
Publishers.
Grove, Hugh & Basilico, Elisabetta. 2008. “Fraudulent Financial Reporting Detection: Key
Ratios Plus Corporate Governance Factors”. International Studies of Management
and Organization Journal. Volume: 38, Issue: 3, Publisher: M.E. Sharpe Inc.
Harahap, Sofyan Syafri. 2006. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta
Hasnan Suhaily. Rashidah, Abdul Rahman. Mahenthiran, Sakthi. 2008. “Management
Prediposition, Motive, Opportunity, and Earning Management for Fraudulent
Financial Reporting in Malaysia”. Managerial Auditing Journal. Malaysia
Healy, P & Wahlen, J., 1999. “A Review of The Earnings Management Literature and Its
Implications For Standard Setting”. Accounting Horizons 13.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2001. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta: Salemba
Empat
Jensen, Michael C & Meckling, William H. 1976. “Theory of The Firm: Managerial
Behavior, Agency Costs and Ownership Structure”. Journal of Financial Economics,
Volume 3.
Kaminski, K.A., Wetzel, T.S. and Guan, L. 2004. “Can Financial Ratios Detect Fraudulent
Financial Reporting?”. Managerial Auditing Journal, 19 (1).
Kothari, S.P., Leone, A.J. & Wasley, C.E. 2005. “Performance Matched Discretionary
Accrual Measures”. Journal of Accounting and Economics. Volume 39.
Kreutzfeldt, R. W., dan W. A. Wallance. 1986. “Error Characteristic in Audit Populations:
Their Profile and Relationship to Environmental Factors. Auditing”.A Journal of
Practice & Theory (Fall).
Loebbecke, J, Eining, M. & Willingham, J. 1989. “Auditors Experience With Material
Irregularities: Frequency, Nature and Delectability”. Auditing: A Journal of Practice
& Theory (Fall).
Mulford, Charless W, dan Eugene E. Comiskey. Penerjemah Aurolla S. Harahap, dan Yudith
D. Anggraeni. 2010. Deteksi Kecurangan Akuntansi, The Financial Numbers Game.
Jakarta. Penerbit PPM.
Munawir, S. 2002. Analisa Laporan Keuangan. Penerbit Liberty. Yogyakarta
23
Nurharyanto. 2011. Memahami Fraud dan Melaksanakan Investigative Audit Pada
Perusahaan /Korporasi (Teori dan Aplikasinya). Lembaga Pengembangan Fraud
Auditing.
Persons, Obeua. 1995. “Using Financial Statement Data to Identify Factors Associated With
Fraudulent Financial Reporting”. Journal of Applied Business Research.
Powell, L., Jubb, C., Lange, P. & Smith, K.L. 2005. “The Distinction Between Aggressive
Accounting and Financial Reporting Fraud: Perception of Auditors”. Working Paper.
AFAANZ Conference.
Rosner, R. L. 2003. “Earnings Manipulation In Failing Firms”. Contemporary Accounting
Research. Volume 20 (2).
Salman, Kautsar R. 2007. Penggunaan Rasio Keuangan Untuk Mengidentifikasi Kecurangan
Pelaporan Keuangan. http:/kautsartax.wordpress.com/ penggunaan rasio keuangan
untuk mengidentifikasi kecurangan pelaporan keuangan/. Diakses 14 Mei 2012
Santoso, Singgih. 2001. Mengolah Data Statistik Secara Profesional. PT. Alex Media
Komputindo. Jakarta.
Scott, William, R. 2000. Financial Accounting Theory, Second Edition. Scarborough Ontario.
Prentice Hall Canada Inc.
Sembiring, Eddy Rismanda. 2005. “Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung
Jawab Sosial: Study Empiris Pada Perusahaan Yang Tercatat Di Bursa Efek Jakarta”.
Makalah Simposium Nasional Akuntansi 8.
Skousen, J.C., Wright, J.C., Smith Kevin, R. 2009, “Detecting and Predicting Financial
Statement Fraud: The Effectiveness of The Fraud Triangle and SAS No. 99.”
Advances in Financial Economics, Vol. 13.
Soselisa, R dan Mukhlasin. 2008. “Pengaruh Faktor Kultur Organisasi, Manajemen, Strategik
Keuangan, dan Auditor terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi Pada
Perusahaan Publik di Indonesia”. Tesis. Unika Atma Jaya Jakarta
Summers, S., & Sweeney, J. 1998. “Fraudulently Misstated Financial Statements and Insider
Trading: An Empirical Analysis”. The Accounting Review. Volume 73 No. 1.
Suripto, B. 1999.”Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Luas Pengungkapan Sukarela
dalam Laporan Tahunan”. Jurnal SNA. Simposium Nasional Akuntansi II. Universitas
Brawijaya. Malang.
The Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO). 2009.
Fraudulent Financial Reporting : 1998 – 2007, An Analysis of U.S. Public Company.
USA
24
Troy, Janene. 2003. Managerial and Strategic Factors Leading to Accounting Fraud.
University of Maryland.
Van Horne, James C & Wachowics, Jhon M. 2005. Fundamental of Financial Management:
Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan. Salemba Empat. Jakarta
Watts,R.
dan J. Zimmerman. 1986.
Cliffs,Nj:Prentice Hall,Inc.
Positive
Accounting
Theory.
Englewood
Wilopo. 2006. “Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Kecenderungan
Kecurangan Akuntansi”. Makalah. Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang. STIE
Perbanas. Surabaya
Wruck, K. 1990. “Financial Distress, Reorganisation, and Organisational Efficiency”.
Journal Of Financial Economics. Volume 27.
Yuniarti, Rozmita Dewi. 2011. Mendeteksi Fraudulent (Penipuan) Pelaporan Keuangan.
http://berita.upi.edu/2011/12/09/mendeteksi-fraudulent-penipuan-pelaporankeuangan/. Diakses 14 Mei 2012.
25
Download