BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tempe bongkrek adalah salah satu jenis tempe dari Jawa Tengah, atau lebih populer berasal dari daerah Banyumas, tempe ini sering menyebabkan keracunan. Pada tahun 1932 Van Veen dan Mertens berhasil mengungkap penyebab terjadinya keracunan pada tempe bongkrek ini. Penyebab keracunan tersebut berasal dari suatu bakteri kontaminan yang disebut Pseudomonas cocovenenans (Nugteren dan Berends, 1957; Hardjohutomo, 1958 dan 1970). Bakteri ini sedikitnya menghasilkan dua macam racun toksoflavin. Asam bongkrek yaitu asam bongkrek dan adalah toksin tak berwarna dan Toksoflavin merupakan toksin berwarna kuning yang dapat dilihat secara jelas apabila tempe tercemar toksin ini. Racun tersebut dapat menyebabkan terhambatnya transport gula ke dalam eritrosit dan menyebabkan hemolisis karena terhambatnya aktivitas enzim glutamat transferase dan alkali fosfatase dalam eritrosit. Selain itu, asam bongkrek juga dapat mengganggu metabolisme glikogen dan memobilisasi glikogen hati sehingga terjadi efek hiperglikemia ataupun hipoglikemia yang fatal (Veen, 1966; Arbianto, 1979). Keracunan tempe bongkrek mungkin sekarang jarang sekali ditemukan karena adanya larangan oleh pemerintah dan karena kemajuan teknologi serta kesejahteraan masyarakat. Namun, pada kenyataannya tempe ini masih terus dibuat dan dikonsumsi secara pribadi walaupun keberadaannya sudah dilarang. Tempe ini dikonsumsi karena faktor murah dan rasa yang khas mampu memikat selera masyarakat kelas bawah (Haryo, 2015). Banyak usaha yang telah dilakukan oleh orang yang masih gemar mengkonsumsi tempe bongkrek ini mulai dari penjemuran ampas kelapa agar minyak yang terkandung benar-benar tiris hingga penambahan bahan lain yang bersifat asam untuk menghilangkan efek toksik pada tempe tersebut (Haryo, 2015; Buckle, 1990). Keracunan tempe bongkrek ini disebabkan karena adanya cemaran bakteri kontaminan yaitu Bakteri P. cocovenenans. Bakteri P. cocovenenans timbul karena proses fermentasi yang tidak sempurna dimana akan menghasilkan enzim 1 Uji Aktivitas Perasan …, Lintang Kartiko Asih, Fakultas Farmasi UMP, 2017 tertentu yang bisa memecah sisa minyak kelapa dalam tempe bongkrek. Proses tersebut menghasilkan asam lemak dan gliserol. Asam lemak akan mengalami pemecahan yang membentuk asam bongkrek dan sebagian toksoflavin. Baik asam bongkrek maupun toksoflavin, masih tetap bertahan pada pemanasan tinggi sampai suhu 120oC. Namun, karena bakteri ini tidak tahan dengan pH asam maka bakteri ini dapat di hambat pertumbuhannya dengan menurunkan pH ampas kelapanya hingga pH 5. Sebelumnya, sudah ada yang melakukan penelitian tentang penghambatan bakteri pada tempe bongkrek menggunakan dua macam bahan diantaranya NaCl dan asam asetat masing-masing sebanyak 2%, untuk pemberian NaCl dapat menurunkan pH namun, belum dapat menghambat pertumbuhan bakteri P. cocovenenans pada tempe bongkrek dalam memproduksi asam bongkrek dan untuk penambahan asam asetat sudah dapat menghambat pertumbuhan bakteri P. cocovenenans (Buckel dkk, 1989). Setelah penelitian tersebut, tidak ditemukan penelitian terbaru mengenai cara menghambat pertumbuhan bakteri P. cocovenenans. Pada tahun-tahun berikutnya penelitian lebih ditujukan pada mekanisme bagaimana bakteri P. cocovenenans dapat menyebabkan keracunan. Dalam hal ini, daun Oxalis barrelieri juga merupakan bahan alam yang bersifat asam yang dapat digunakan untuk menurunkan pH karena mengandung asam oksalat. Pada daun Oxalis barrelieri selain mengandung 0,06% asam oksalat, asam sitrat 0,05%, sedikit asam malat dan asam tartarat, tanaman ini juga mengandung polifenol dan saponin dengan kadar rendah sehingga tidak menimbulkan efek allergi (Nunik, 2013). Menurut Eko Sapto (1975) daun calincing bersifat bakteriostatik dan merupakan antidotum. Pada penelitian tentang penghambatan pertumbuhan bakteri P. cocovenenans pada tempe bongkrek ini, digunakan daun calincing (Oxalis Barreileri L) dengan rasa khasnya yang asam sebagai bahan tambahan yang diharapkan dapat menurunkan pH tempe bongkrek sehingga bakteri Pseudomonas cocovenenans dapat dihambat pertumbuhannya. 2 Uji Aktivitas Perasan …, Lintang Kartiko Asih, Fakultas Farmasi UMP, 2017 B. Rumusan Masalah 1. Apakah perasan daun calincing (Oxalis barreileri L.) dapat menurunkan pH tempe bongkrek? 2. Berapa konsentrasi perasan daun calincing (Oxalis barreileri L.) yang dibutuhkan untuk dapat menurunkan pH tempe bongkrek hingga pH 5? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh jumlah pemberian perasan daun calincing dalam menurunkan pH (lebih asam) pada tempe bongkrek sehingga dapat menekan pertumbuhan bakteri P. cocovenenans pada tempe bongkrek namun kapang tempe juga masih dapat tumbuh dengan baik. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini yaitu menciptakan terobosan baru pada pembuatan tempe bongkrek yang tidak beracun sehingga aman dikonsumsi oleh masyarakat. 3 Uji Aktivitas Perasan …, Lintang Kartiko Asih, Fakultas Farmasi UMP, 2017