Komunikasi antar budaya dalam film Hotel Rwanda

advertisement
83
Komunikasi antar budaya dalam film Hotel Rwanda
(analisis semiotik tentang komunikasi antar budaya
dalam film Hotel Rwanda)
Oleh :
Maria Erlyna
D 0201071
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Film Hotel Rwanda merupakan film produksi United Artist bekerja sama
dengan Lions Gate Entertainment ; yang ceritanya diangkat berdasarkan kisah nyata,
yang terjadi pada tahun 1994. Pada tahun tersebut, selama kurang lebih 100 hari
lamanya, tidak kurang satu juta korban tewas dalam peristiwa berdarah tersebut.
Yang terjadi adalah pembantaian besar-besaran akibat dari konflik yang melibatkan
dua kelompok ekstremis yaitu Hutu dan Tutsi, di Kigali Rwanda, Afrika.
Pada film Hotel Rwanda tersebut, banyak bercerita tentang terjadinya
komunikasi antarbudaya, baik yang melibatkan dua kebudayaan Hutu dengan Tutsi,
maupun dengan budaya asing atau internasional
Dari analisa data yang telah peneliti lakukan, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Komunikasi antarbudaya terjadi diantara sumber dan penerima yang
budayanya berbeda yaitu diantara Hutu dengan Tutsi. Komunikasi tersebut
84
manjadi tidak kondusif, ketika ada dalam situasi kesalahpahaman, seperti
kecurigaan ataupun prasangka terhadap salah satu pihak sebagai pengkhianat
kelompoknya, adanya perasaan in-group feeling yang kuat, yang berusaha
untuk membela kepentingan kelompoknya masing-masing, baik Hutu
maupun Tutsi.
2. Komunikasi antarbudaya yang tidak terjadi dengan harmonis juga timbul oleh
kepentingan masing-masing pihak sebagai usaha untuk menguasai suatu
wilayah dan usaha untuk mengusir pihak lain, atau sebagai sarana untuk
mendapatkan kekuasaan penuh, melalui superioritas atas kelompok lain. Hal
ini dibuktikan dengan adanya kelompok-kelompok pemberontak yang ingin
menguasai Rwanda, sementara itu pihak lainnya ingin mempertahankan
kekuasaan dengan tidak mau membagi kekuasaan.
3. Dalam
proses
berkomunikasi
antarbudaya,
pandangan
etnosentrisme
senantiasa menyertai, yaitu merendahkan pihak lain, dan sering terungkap
melalui bahasa secara verbal, maupun non verbal, seperti ungkapan
merendahkan dan menghina dengan menyebut suku Tutsi adalah ‘kecoak’.
Hal ini dapat menghambat terjadinya komunikasi antarbudaya yang
diinginkan.
4. Komunikasi antarbudaya tidak selalu menimbulkan permasalahan atau
konflik budaya. Dalam berkomunikasi antarbudaya, masing-masing anggota
dari dua budaya yang berbeda dapat saling memahami perbedaan serta
memiliki empati terhadap apa yang sedang dialami orang lain. Seperti halnya
dengan yang dialami para pengungsi Rwanda dengan pihak asing seperti dari
85
tentara PBB, wartawan BBC, dan relawan Palang Merah Internasional. Selain
itu juga adanya rasa saling percaya terhadap bahwa mereka dapat saling
membantu, sehingga timbulnya kesalahpahaman dapat diminimalisir. Baik
dalam komunikasi antarbudaya kelompok Hutu dengan Tutsi, maupun
dengan bangsa luar, dapat terjalin hubungan yang baik tanpa adanya
pengaruh buruk dari kepentingan kelompok ekstremis masing-masing, karena
mereka telah bersama-sama ada dalam suatu lingkungan sosial yang sama,
dalam jangka waktu yang tidak singkat, sehingga telah tercipta rasa saling
ketergantungan, rasa memiliki dan saling membutuhkan satu sama lain.
5. Telah tercipta suatu hubungan yang mendalam antara kelompok yang berbeda
budaya, yaitu yang ditunjukkan oleh Rwandan dengan orang asing yang
dikarenakan adaptasi dari masing-masing pihak terhadap budaya asing,
sehingga mereka menganggap bahwa mereka telah menjadi bagian dari satu
keluarga. Dalam proses adaptasi tersebut, rasa keterikatan menjadi kuat,
bahkan mampu memberi dorongan moral untuk berjuang dari terjadinya suatu
peristiwa buruk, yang dalam film ini adalah peristiwa pembantaian.
B. SARAN
1. Bagi penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan agar dapat dikembangkan
lebih lagi mengenai bahasan yang berkaitan dengan tema dalam skiripsi ini,
sehingga bisa menjadi bahan perbandingan dan menjadi bahan untuk
membuka wawasan bagi setiap yang membaca.
86
2. Penelitian semiotik memungkinkan adanya berbagai interpretasi dari masingmasing orang. Diharapkan, dalam penelitian selanjutnya, bila dimungkinkan,
dapat dilakukan penelitian dengan peneliti terjun langsung ke lapangan
pembuatan film serta melakukan konfirmasi dengan pembuat film yang
bersangkutan,
sehingga
lebih
mampu
mempertajam dan memperkuat analisis.
menambah
cakrawala,
lebih
Download