BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman, wanita sudah banyak yang ikut berkecimpung di dalam dunia pekerjaan layaknya kaum pria, ketika dimana kaum pria yang sangat mendominasi di dunia pekerjaan nampaknya saat ini sudah tidak berlaku lagi, begitu juga dengan keadaan dimana kaum wanita yang hanya berperan sebagai ibu rumah tangga kini sudah semakin tertutupi dengan fenomena yang saat ini muncul yaitu wanita karier. Partisipasi wanita di duniakerja cenderung semakin meningkat. Di Amerika Serikat pada tahun 1950 pekerja wanita mencapai 29%, sementara pada tahun 1990 angkatan kerja wanita mencapai 57,7% (Sutanto, 2000: 675). Hal ini terlihat dari masuknya wanita pada pekerjaan yang dahulu hanya didominasi oleh laki-laki, misalnya di Indonesia sudah terdapat presiden wanita, menteri wanita, bupati wanita, dan direktur wanita, hal itu menjadi contoh bahwa telah meningkatnya pekerja wanita yang berkompeten dan meningkatnya proporsi wanita yang menduduki posisi-posisi level manajerial (Syahroza dan Tjiptono, 1999: 117 ) Saat ini wanita di dalam keluarga dapat berperan sebagai pencari nafkah layaknya pria, bahkan tidak sedikit suatu keluarga yang kebutuhan hidup primernya di popang oleh seorang wanita, dan itupun berlaku bagi para polisi lalu lintas wanita, dan selanjutnya akan disebut polantas wanita. Menurut Koretz (1992) menyatakan bahwa produktivitas ekonomi menderita karena adanya kegagalan dalam memanfaatkan secara penuh potensi pekerja wanita yang berkomitmen. Sementara menurut Hartman (1988) bahwa lakilaki dipandang lebih kuat daripada wanita, dan kinerja laki – laki lebih baik daripada wanita dilihat dari karakteristiknya, namun berbeda dengan temuan dari Kundson (1982), yang menyatakan bahwa perempuan mampu sebagai laki-laki jika diberikan paparan yang sama dari organisasinya. 1 Jumlah polantas wanita saat ini semakin bertambah jumlahnya, Keterlibatan wanita dalam profesi ini dibuktikan juga dengan apa yang diungkapkan oleh Kapolri Jendral Sutarman kepada media yang menyatakan bahwa jumlah polwan di Indonesia hingga bulan September 2014 adalah sebanyak 14.400 personel atau sekitar 6,14% dari jumlah personel polri (bisnis.com, September 2014), jumlah ini meningkat cukup tinggi dibandingkan pada tahun 2009 yang dimana jumlah polwan yang hanya 11.706 personel atau 3,25% dari jumlah polri (Helena Magdalena, 2009), dan pada akhir tahun 2012 tercatat jumlah polwan di Indonesia adalah 13.200 personel atau sekitar 3,4% dari jumlah polri di Indonesia (tempo, Agustus 2013), dan pada tahun 2013 tercatat terdapat 13.759 personel polwan atau 3,64% dari jumlah polri (mabes polri, 2013). Terlihat bahwa jumlah polwan di Indonesia semakin tahun semakin bertambah jumlahnya. Publik sejauh ini juga menilai bahwa polwan lebih bisa melakukan pendekatan sosio-psikologis dalam tugas-tugas penegakan keamanan dan ketertiban, sehingga peningkatan komposisi polwan sangat membantu efektifitas kerja Polri. Terlebih bahwa sistem kepolisian yang professional di negara demokratis mensyaratkan penugasan dan fungsi Polri yang harus bersentuhan langsung dengan masyarakat dan menghindari pendekatan yang militeristik (tn, 2008:06). Namun, jumlah personel polwan tersebut masih jauh perbandingannya dengan jumlah polisi pria secara keseluruhan. menurut temuan yang dilakukan oleh Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengatakan masih adanya diskriminasi gender di internal Polri antara polisi pria dengan polisi wanita (Polwan). Menurut Komisioner Kompolnas, Hamidah Abdurrahman, hingga kini kesetaraan gender di instansi yang dipimpin Jenderal Timur Pradopo itu masih terus terjadi. Misalnya Polwan belum mendapat hak dan perlakuan sama dengan polisi laki-laki. (jpnn.com, September 2014). Polda Jawa Barat adalah markas besar kepolisian untuk wilayah Jawa Barat, pada bulan Juli 2014, Indonesian Police Watch (IPW) memberikan rapor merah terhadap kinerja dari beberapa institusi kepolisan di Indonesia yang salah satunya diberikan kepada Polda Jawa Barat. ICW memberikan penilaian ini didasarkan atas hasil dari evaluasi kinerja Polda Jawa Barat yang memperlihatkan bahwa terdapat 2 peningkatan pelanggaran kode etik sebesar 275% oleh personel polisi naungan Polda Jawa Barat tersebut pada tahun 2014, dimana terdapat 22 personel yang melakukan pelanggaran kode etik tersebut, sementara pada tahun 2013 hanya terdapat 8 personel yang melakukannya (kompas.com, September 2014). Peningkatan tersebut apabila dihubungkan dengan peningkatan jumlah personel polwan, seharusnya tingkat pelanggaran kode etik tersebut akan menurun bilamana jumlah polwan pada tahun 2014 meningkat dari tahun 2013. Lawrence dan Shaub (1997) mengemukakan terdapat perbedaan persepsi antara pria dan wanita dalam menyikap perilaku etis dan skandal etis yang terjadi dalam profesi. Penelitian yang dilakukan oleh Sankaran dan Bui (2003) menunjukan bahwa seorang perempuan akan lebih peduli terhadap perilaku etis dan pelanggarannya dibandingkan dengan seorang laki-laki. Penelitian yang dilakukan Sankaran dan Bui (2003) mendapatkan hasil bahwa pekerja bergender wanita akan lebih bepersepsi tegas terhadap pelanggaran etika. Penelitian oleh Darsinah (2005) juga menyatakan bahwa ada perbedaan sensitivitas etis yang signifikan antara laki-laki dengan perempuan dalam menyikapi berbagai aturan kode etik. Berkaitan dengan hal tersebut, munculah suatu fenomena yang tersebar di masyarakat umum dimana adanya suatu perbedaan kinerja yang dihasilkan disaat mereka bertugas. Fenomena tersebut muncul di masyarakat didasari dengan adanya suatu perbedaan karakteristik manusia antara pria dan wanita, oleh karena inilah hal yang dapat memunculkan permasalahan dalam perbedaan kinerja yang dihasilkan oleh para polantas pria dan wanita ketika sedang bertugas. Dari sudut pandang sosial, pekerja yang berkomitmen dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan tingkat produktivitas yang tinggi. Komitmen yang tinggi juga mungkin diinginkan bagi setiap individu untuk mencapai kompensasi yang lebih baik atau memiliki prospek karir yang lebih baik. Bagaimanapun, efek negatif dari komitmen yang tinggi bagi individu adalah seperti stres, stagnasi karir, dan ketegangan dalam keluarga (Marsden & Kalleberg, 1992). Permasalahan seperti ini dikuatkan dengan adanya kondisi seorang polantas wanita yang dimana dia berperan juga sebagai Ibu dari anak – anaknya, maka perlu ada suatu kesulitan tersendiri bagi para polantas wanita untuk membagi fokus kerjanya dengan “peran ganda” ini, artinya dimana fokus para polantas wanita ini selain harus bertugas bagi 3 kesatuannya mereka juga bertugas sebagai Ibu bagi anak – anaknya. Hal tersebut akan menimbulkan suatu konflik keluarga yang memungkinkan munculnya perbedaan komitmen terhadap kesatuannya maupun profesi yang dihasilkan antara polantas pria dan wanita. Banyak masyarakat umum yang beranggapan bahwa bekerja sebagai seorang polisi adalah suatu profesi atau pekerjaan bagi para kaum pria, anggapan ini muncul akibat didasari oleh kebutuhan bagi seorang polisi yang harus memiliki ketahanan fisik dan mental yang tinggi. Wanita di Indonesia memiliki kesempatan untuk menjadi petugas polisi yang telah terpilih, lulus pendidikan kepolisian, diangkat dengan Surat Keputusan Kepolisian atau Kapolri menjadi anggota polri dan berdinas aktif dalam penugasan kepolisian (Sari, 2002). Tugas secara umum dari seorang polisi wanita dan polisi pria berada di satu jalur yang sama sesuai dengan yang tercantum dalam UU Kepolisian No. 2 Tahun 2002 pasal 13, yaitu tugas pokok Polri adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam perspektif gender, hal ini telah menjadi salah satu faktor yang diperhitungkan oleh suatu organisasi manakala akan melakukan suatu rekruitmen atau penambahan tenaga kerja. Berbagai upaya untuk menjelaskan fakta ini dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori besar. Penjelasan pertama adanya perbedaan pada gender dalam kemampuannya dan preferensi dalam setiap melakukan seleksi mandiri. Kelas kedua penjelasan terkait dengan diskriminasi di tempat kerja, yang mengarah ke perbedaan sistem pemeliharaan tenaga kerja pria dan wanita dengan preferensi dan kemampuan yang sama (Gneezy & Niederle, 2003). Spesifikasi dalam seleksi seharusnya tidak diskriminatif terhadap suatu hal manapun, terutama dalam hal jenis kelamin atau ras, karena hal ini dapat memperbesar kemungkinan hilangnya para calon pekerja yang potensial. Dari pandangan gender terdapat adanya perbedaan dalam segi fisik antara pria dan wanita, dari penelitian yang telah dilakukan oleh Birzer dan Craig (1996) memperlihatkan bahwa tingkat kegagalan (failed) wanita pada tes fisik di Akademi Kepolisan Amerika mencapai 72% dari total peserta tes, berbeda signifikan dengan 4 tingkat kegagalan (failed) tes fisik pria yang hanya 7% dari total peserta tes. Pandangan secara teori menyatakan bahwa Sex role stereotypes dihubungkan dengan pandangan umum bahwa pria itu lebih berorientasi pada pekerjaan, obyektif, independen, agresif, dan pada umumnya mempunyai kemampuan lebih dibandingkan wanita dalam pertanggungjawaban manajerial. Wanita dilain pihak dipandang lebih pasif, lembut, orientasi pada pertimbangan lebih sensitif, dan lebih rendah posisinya pada pertanggungjawaban dalam organisasi dibandingkan pria (Gill Palmer & Kandassami, 1997). Menurut Trilestari dkk (2010), Universitas Semarang dalam penelitiannya yang menganalisis perbedaan kienrja dalam perspektif gender aspek kinerja yang diteliti yaitu; Komitmen Organisasi, komitmen profesi, motivasi, kesempatan kerja, kepuasan kerja, dan pengalaman organisasi menyatakan tidak adanya perbedaan kinerja yang signifikan antara pria dan wanita dari keenam aspek tersebut. Dan hasil penelitian dari Antonius (2008), Universitas Padjajaran yang menganalisis perbedaan kinerja berdasarkan Gender dengan aspek aspek kinerja yang diteliti yaitu; Komitmen, motivasi, kesempatan kerja,dan kepuasan kerja menyatakan tidak adanya perbedaan kinerja yang signifikan antara auditor pria dan wanita dari keempat aspek tersebut. Sementara hasil berbeda dari Shorea Dwarawati (2005), hasil dari penelitian tentang perbedaan kinerja dalam perspektif gender dengan aspek kinerja yang diteliti yaitu; Komitmen Organisasi, komitmen profesi, motivasi, kesempatan kerja, kepuasan kerja, menyatakan adanya perbedaan kinerja yang signifikan antara auditor pria dan wanita dari kelima aspek tersebut. Dengan perbedaan karakteristik dan kajian hasil penelitian inilah peneliti untuk mengadakan penelitian lebih lanjut yang berjudul ”Perbedaan Kinerja Polisi Lalu Lintas berdasarkan Gender Ditinjau dari Komitmen Organisasi, Motivasi, dan Kesempatan Kerja di Kantor Polda Jawa Barat Bandung”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalahnya adalah : 1. Apakah terdapat Perbedaan Kinerja yang signifikan yang dihasilkan antara polantas pria dan wanita yang ditinjau dari komitmen organisasi di Kantor Polda Jawa Barat ? 5 2. Apakah terdapat Perbedaan Kinerja yang signifikan yang dihasilkan antara polantas pria dan wanita yang ditinjau dari motivasi di Kantor Polda Jawa Barat ? 3. Apakah terdapat Perbedaan Kinerja yang signifikan yang dihasilkan antara polantas pria dan wanita yang ditinjau dari kesempatan kerja di Kantor Polda Jawa Barat ? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan kinerja yang signifikan yang dihasilkan antara polantas pria dan wanita yang ditinjau dari komitmen organisasi pada kantor Polda Jawa Barat. 2. Ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan kinerja yang signifikan yang dihasilkan antara polantas pria dan wanita yang ditinjau dari motivasi pada kantor Polda Jawa Barat. 3. Ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan kinerja yang signifikan yang dihasilkan antara polantas pria dan wanita yang ditinjau dari kesempatan kerja pada kantor Polda Jawa Barat. 1.4 Pembatasan Masalah Pembatasan masalah yang dilakukan di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kinerja polantas pria dan wanita yang diteliti perbedaannya hanya ditinjau dari tiga (3) aspek saja, yaitu komitmen organisasi, motivasi, dan kesempatan kerja. Hal – hal yang diluar ketiga aspek tersebut diabaikan. 2. Penelitian ini hanya dilakukan pada kantor Polda Jawa Barat di Bandung, sementara selain kantor diluar naungan Polda Jawa Barat tidak dimasukkan dalam penelitian ini. 6 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik bagi penulis maupun bagi badan yang terkait. Adapun manfaat yang saya bagi menjadi dua bagian, yaitu manfaat teoritis dan praktis adalah sebagai berikut : 1.5.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan kinerja antara polantas pria dan wanita. Apabila bukti empiris nanti membuktikan adanya perbedaan kinerja yang signifikan antara polantas pria dan wanita, maka hasil ini sesuai dengan teori awal dimana terdapat perbedaan karakteristik antara polantas pria dan wanita, maka kinerja yang ditinjau dari komitmen organisasi, motivasi, dan kesempatan kerja dari polantas pria dan wanita pun akan berbeda. Polantas pria itu lebih berorientasi pada pekerjaan, obyektif, independen, agresif, dan pada umumnya mempunyai kemampuan lebih dibandingkan polantas wanita dalam pertanggungjawaban manajerial. Polantas wanita dilain pihak dipandang lebih pasif, lembut, orientasi pada pertimbangan lebih sensitif, dan lebih rendah posisinya pada pertanggungjawaban dalam organisasi dibandingkan polantas pria. Bilamana penelitian ini memang menujukkan adanya perbedaan kinerja antara polantas pria dan polantas wanita maka hasilnya sesuai dengan teori awal. Namun bilamana penelitian ini menghasilkan sebaliknya yaitu tidak ada perbedaan kinerja antara polantas pria dan polantas wanita, maka perlu dicari fakta – fakta penyebabnya. 1.5.2 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan mampu membuktikan secara empiris bahwa apakah terdapat perbedaan kinerja yang signifikan yang dihasilkan antara polantas pria dan wanita pada Kantor Polda Jawa Barat. Hal ini dapat dijadikan sebagai salah satu dasar pertimbangan Polda Jawa Barat setiap membuka rekruitmen khususnya pada bagian Satlantas. 7 1.6 Definisi Variabel – Variabel Penelitan Dalam penelitian ini penulis hanya menggunakan tiga (3) aspek yaitu; Aspek Komitmen Organisasi, aspek Motivasi, dan aspek Kesempatan Kerja. 1. Aspek Komitmen Organisasi Komitmen disini mencakup komitmen organisasi yang diungkapkan oleh Kalbers dan Fogarty (1995) yang didefinisikan sebagai suatu perpaduan antara sikap dan perilaku yang menggunakan dua pandangan yaitu, affective dan continuence. Pandangan komitmen organisasi affective berhubungan dengan satu pandangan profesionalisme yaitu pengabdian dan profesi, sedangkan komitmen organisasi continuence berhubungan secara positif dengan pengalaman dan secara negatif dengan pandangan profesionalisme kewajiban sosial. 2. Aspek Motivasi Motivasi karyawan didefinisikan sebagai keinginan atau penggerak karyawan yang secara langsung mempengaruhi tingkat keterlibatannya atau kinerja yang dilakukannya di tempat kerja. (Berkson et al, 2012) 3. Kesempatan Kerja Kesempatan kerja adalah peluang mendapatkan kesetaraan dalam pengembangan atau promosi dan mendapatkan penugasan serta dalam kenaikan secara berkala. (Shorea Dwarawati, 2005:56). 1.7 Outline Skripsi Secara garis besar penilitan ini dibagi menjadi 5 bagian dalam berbentuk Bab yang pembahasan seluruhnya sesuai dengan pokok utama penelitian ini adalah perbedaan kinerja polantas pria dan wanita berdasarkan gender yang ditinjau dari komitmen, motivasi, pelayanan, dan kesempatan kerja di Kantor Polda Jawa Barat. Hal pertama yang dilakukan oleh penulis adalah menentukan judul penelitian yang menggambarkan secara singkat masalah yang akan diangkat. Kemudian penelitian dilanjutkan dengan Bab I yaitu berisi pendahuluan. Dimana di dalam pendahuluan berisikan latar belakang masalah yang menjelaskan mengenai uraian singkat hal 8 pokok yang akan dibahas dan fenomena yang terjadi mengenai perkembangan wanita karier dan kinerja kepolisian di Indonesia saat ini. Kemudian terdapat pembatasan masalah yang berguna untuk membatasi antara masalah secara umum dan masalah yang akan diteliti. Arah dari penelitian ini terdapat pada tujuan penelitian, yang merinci apa yang ingin diketahui dan ditulis dalam bentuk pertanyaan. Manfaat penelitan merupakan kegunaan dari penelitian ini dan sumbangan bagi perkembangan ilmu manjamen sumber daya manusia. Manfaat tersebut diwujudkan dengan bentuk manfaat teoritis dan manfaat praktis. Pada Bab II yaitu Tinjauan Pustaka yang memuat mengenai kumpulan teori yang dijadikan landasan referensi penelitian ini baik itu skripsi, thesis, maupun jurnal atau artikel yang telah diterbitkan. Dalam bab ini dikemukakan mengenai definisi dari Kinerja, Polisi Lalu Lintas, Gender, dan variabel – variabel yang digunakan. Tinjauan Pustaka ini juga menghasilkan kerangka pemikiran dan hipotesis. Selanjutnya adalah Bab III berisikan gambaran perusahaan dalam studi empiris, dengan mengidentifikasi variabel – variabel serta dilanjutkan dengan melakukan operasionalisasi variabel penelitian. Setelah itu bab ini juga menjelaskan mengenai cara pengukuruan variabel – variabel tersebut. Terakhir bab ini mengemukakan teknik pemilihan data dan metode analisis data. Pada Bab IV hasil penelitian dan pembahasan, merupakan isi pokok dari penelitian ini. Didalamnya memuat pendeskripsian dari data yang telah dikumpulkan dan diolah untuk akhirnya mengemukakan hasil dari penelitian. Akhir dari penulisan penelitian ini adalah Bab V yaitu kesimpulan dan saran. Pada bagian ini diambil kesimpulan dari perumusan masalah setelah melalui proses analisis dan pembahasan. Kesimpulan tersebut merupakan hasil akhir dari penelitian ini. 9