D Prafita dkk Histopatologi lupus eritematosus diskoid kutan Tinjauan Pustaka GAMBARAN HISTOPATOLOGI LUPUS ERITEMATOSUS DISKOID KUTAN Dhany Prafita*, M.Cholis*, Soebarkah Basoeki**, Taufik Hidayat * *Lab/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Brawijaya/RSU Dr. Saiful Anwar Malang **Lab/SMF Patologi Anatomi FK Universitas Brawijaya/RSU dr. Saiful Anwar Malang ABSTRAK Discoid LE (DLE) merupakan bentuk tersering dari CCLE yang ditemukan pada pasien SLE, yaitu 1530% dari seluruh populasi penderita SLE. DLE merupakan kelainan kulit yang bersifat jinak dan merupakan suatu bentuk dari lupus erythematosus yang hanya terbatas pada kulit tanpa disertai adanya keterlibatan organ lainnya. Lesi DLE klasik, dimulai dari makula yang berwarna merah keunguan, papula, atau plak yang kecil dan dengan cepat muncul permukaan yang hiperkeratotik. Lesi DLE klasik awal kemudian berubah menjadi berbatas tegas, plak eritematosa coin shaped (discoid) yang tertutup oleh skuama yang meluas hingga ke orificium dari folikel rambut yang mengalami dilatasi. Lesi DLE meluas dengan eritema dan hiperpigmentasi pada bagian perifernya, menyebabkan atrophic central scarring, telengiectasia, dan hipopigmentasi. Gambaran histopatologi DLE memiliki ciri khas berupa terdapatnya gambaran hiperkeratosis dan follicular keratin plug pada stratum korneum, flattening dari rete ridges, degenerasi hidropik pada stratum basalis, serta adanya superficial & deep infiltrate berupa limfosit. Distribusi infiltrat tersebut merupakan petunjuk terhadap diagnosis LE. Infiltrat limfosit dapat moderate hingga heavy superficial dan deep perivascular dan periappendageal. Gambaran histologi DLE memiliki kemiripan dengan gambaran histologi dari liken planus, polymorphous light eruption serta dermatomyositis. Perbedaan gambaran histologi pada penyakit tersebut penting untuk diketahui untuk penegakan diagnosis yang tepat. (MDVI 2012; 39/4:201-207) Kata kunci : lupus, lupus eritematosus diskoid, histopatologi ABSTRACT Discoid LE (DLE) is the most common form of CCLE were found in SLE patients, which is 15-30% of the entire population of patients with SLE. DLE is a benign skin disorder and a form of lupus erythemathosus that are limited to skin without involvement of other organ. Classic DLE lesions, most common form of CCLE, starting from a purplish red macules, papules, or plaques are small and rapidly emerging hyperkeratotic surface. DLE lesions later turn into classic early-demarcated, erythemathous plaques coin shaped (discoid) covered by squama that extends out to orificium of dilated hair follicles. Widespreading DLE lesions with erythema and hyperpigmentation on the peripher part, causing central atrophic scarring, telangiectasia, and hypopigmentation. DLE histopathologic feature is characterized by the presence of follicular keratin plug, hydropic degeneration, flattening of rete ridges and the presence of superficial and deep infiltrate. Those infiltrates’ distribution constitute an indication of LE diagnosis. Lymphocytic infiltrates may be moderate to heavy superficial and deep perivascular and periappendageal. Histopathologic feature of DLE resemblance to histopathologic feature of lichen planus, polymorphous light eruption and dermatomyositis. Histological differences in the disease is important to know for proper diagnosis. (MDVI 2012; 39/4:201-207) Keywords: lupus, discoid lupus erythematosus, histopathology Korespondensi: Jl. Jaksa Agung Suprapto No.2-Malang Telp.0341-362101 Email: [email protected] 201 MDVI PENDAHULUAN Lupus erythematosus (LE) merupakan suatu kelompok penyakit yang berkembang dari adanya autoimunitas terhadap partikel self-DNA. Penyakit ini dapat hanya mengenai kulit yang disebut cutaneous lupus erythematosus (CLE), dapat pula hingga melibatkan multiorgan seperti jantung, paru, otak, ginjal dan organ lainnya sehingga disebut systemic lupus erythematosus (SLE). Gambaran klinis dari CLE memiliki banyak kemiripan dengan berbagai penyakit jaringan ikat lainnya, sehingga evaluasi gambaran histopatologi kulit beperan penting untuk membantu menegakkan diagnosis. 1,2 Lupus dapat mengenai semua umur dengan rata-rata umur antara 21-50 tahun, dengan prevalensi 17–48 dari 100.000 orang. Manifestasi kulit dari LE merupakan manifestasi klinis nomer dua tersering dari LE setelah inflamasi pada sendi. CLE diklasifikasikan oleh James N. Gilliam menjadi 3 kategori utama yaitu Acute Cutaneous LE (ACLE), Subacute Cutaneous LE (SCLE) dan Chronic Cutaneous LE (CCLE). Discoid LE (DLE) merupakan bentuk tersering dari CCLE yang ditemukan pada pasien SLE, yaitu 15-30% dari seluruh populasi penderita SLE.1,2 DEFINISI Discoid lupus erythematosus (DLE) merupakan manifestasi tersering dari LE dan merupakan bentuk dari CCLE yang paling banyak ditemukan. DLE merupakan kelainan kulit yang bersifat jinak dan merupakan suatu bentuk dari lupus erythematosus yang hanya terbatas pada kulit tanpa disertai adanya keterlibatan organ lainnya. 2,3,4 EPIDEMIOLOGI Lupus dapat mengenai semua umur dengan rata-rata umur antara 21-50 tahun, dengan prevalensi 17–48 dari 100.000 orang. DLE, yang merupakan bentuk tersering dari CCLE, dapat ditemukan 15-30% dari seluruh populasi penderita SLE. Pada umumnya, DLE dijumpai pada penderita dengan kisaran usia antara 20-40 tahun, dan rasio antara laki-laki dan perempuan yaitu 2:3 hingga 1:3. 2,3,6 ETIOLOGI DAN PATOGENESIS Penyebab dan mekanisme patogenesitas yang bertanggung jawab terhadap terjadinya LE-spesific skin disease/ CLE masih belum sepenuhnya dimengerti, walaupun penelitian saat ini telah mengungkapkan banyak pendapat. Secara sederhana, SLE merupakan gangguan karena faktor host (susceptibility genes, kondisi hormonal, dll) dan faktor lingkungan (radiasi sinar ultraviolet [UV], virus, obat) yang saling mempengaruhi dan menyebabkan hilangnya self-tolerance dan menginduksi autoimunitas. Hal ini diikuti dengan adanya aktivasi dan ekspansi dari sistem imun, dan pada akhirnya menimbulkan immu- 202 Vol.39 No.4 Tahun 2012: 201-207 nologic injury pada target organ dan munculnya gejala klinis dari penyakit. 2 Susceptibility genes Faktor genetik memiliki peranan pada kerentanan terhadap LE. Pada pasien dengan DLE diketahui terjadi peningkatan yang signifikan dari HLA-B7, -B8, -DR2, -DR3 dan –DQA0102 serta penurunan yang signifikan dari HLAA2. Kombinasi dari HLA-DR3, HLA-DQA0102 dan HLAB7 memberikan maximum relative risk terhadap DLE. Defisiensi genetik terhadap komponen komplemen C4 berhubungan dengan menurunnya eliminasi dari self-reactive B cells sedangkan kurangnya jumlah C1q menyebabkan kurangnya proses eliminasi dari jaringan nekrotik. 1,4,5 Hormon Hormon seks memiliki peranan terhadap patomekanisme SLE. Kadar estrogen dan progesteron yang tinggi menyebabkan peningkatan autoreaktivitas humoral. Kadar estrogen yang tinggi menyebabkan pasien degan SLE mengalami peningkatan pada 1,4,5,7: 1) Jumlah limfosit yang self-reactive yang memotong perkembangan delesi, 2) Peningkatan rasio CD4/CD8 (mendukung kondisi humoral responsiveness), dan 3) Jumlah sel B yang meninggalkan sumsum tulang yang mengekpresikan pengenalan afinitas tinggi terhadap self-DNA. Faktor Lingkungan Radiasi sinar ultraviolet mungkin merupakan faktor lingkungan paling penting dalam fase induksi SLE, terutama CLE. Sinar UV menyebabkan self-immunity dan hilangnya toleransi karena menyebabkan terjadinya apoptosis keratinosit. Radiasi sinar UVB menginduksi dilepaskannya CCL27 (cutaneous T cell-attracting chemokine) yang meningkatkan ekspansi dari kemokin yang mengaktivasi sel T autoreaktif dan interferon-α (IFN-α), memproduksi sel dendritik (DC) yang memiliki peranan utama dalam patogenesis lupus 1,5,7. Patogenesis Pada SLE, terdapat peningkatan apoptosis dari sel mononuklear di darah perifer secara invitro. Pada CLE, disertai juga dengan adanya keratinosit yang mengalami apoptosis dalam jumlah yang sangat besar, terutama karena respon terhadap sinar UV. Pada pasien dengan lupus, terdapat gangguan dari apoptosis dan apoptotic cell clearace. Normalnya, protein komplemen terikat pada sel apoptosis, yang kemudian akan dilimpahkan ke “house-keeping” makrofag. Ketika terjadi defisiensi protein komplemen (yang merupakan karakteristik umum pada pasien lupus) pada sel apoptotik, atau jika protein komplemen tidak didapatkan pada pada sel apoptotik, maka sel apoptotik tersebut kemudian akan dikenali oleh sel dendritik yang D Prafita dkk Histopatologi lupus eritematosus diskoid kutan selanjutnya menstimulasi respon imun adaptif. Sel dendritik ini kemudian memakan sel apoptotik dan mempresentasikannya sebagai antigen sehingga menyebabkan rusaknya self-tolerance yang diikuti dengan adanya aktivasi dari kaskade sistem imun 1,4,5,7,9,10. Environmental triggers Neuroendocrine system Multiple genes Sex & sex hormone mileu Immune dysregulation Defective clearance DNA, apoptotic cells Loss of suppressor activities APC T Cells B Cells autoantibodies Excess help Cytokines Defective clearanccee Immune complex: complement activation Tissue injury and damage Gambar 1. Patogenesis SLE 7 Sel T memiliki peranan penting dalam fase induksi dan ekspansi dari perkembangan SLE. Sel T terlibat dalam proses toleransi sentral dan perifer. Self-antigen dipresentasikan oleh sel dendritik kepada sel T yang autoreakif. Ikatan dengan molekul signaling di permukaan, seperti sel T reseptor, dengan ligandnya menyebabkan terjadinya aktivasi sel T. Sel T juga membantu aktivasi sel B yang autoreaktif sehingga menghasilkan autoantibodi. Pada akhirnya, sel T juga memfasilitasi terjadinya kerusakan jaringan pada target organ. Sel B terlibat dalam fase ekspansi Gambar 5. Follicular Keratin Plug (koleksi pribadi Lab PA RSU dr.Saiful Anwar Malang; M 3679-11, HE, 400x) dalam patogenesis LE, dimana mereka dapat mempresentasikan antigen kepada sel T autoreaktif dan selanjutnya dapat memperkuat aktivasi sel T. 1,7,8,9. GAMBARAN KLINIS Lesi DLE klasik, bentuk tersering dari CCLE, dimulai dari makula yang berwarna merah keunguan, papula, atau plak yang kecil dan dengan cepat muncul permukaan yang hiperkeratotik. Lesi DLE klasik awal kemudian berubah menjadi berbatas tegas, plak eritematus coin shaped (discoid) yang tertutup oleh skuama yang meluas hingga ke orifisium dari folikel rambut yang mengalami dilatasi. Lesi DLE meluas dengan eritema dan hiperpigmentasi pada bagian perifernya, menyebabkan atrophic central scarring, telengiectasia, dan hipopigmentasi 1,10,11. Keterlibatan folikular pada DLE merupakan gambaran yang prominen. Keratotic plug terakumulasi di folikel yang terdilatasi yang nantinya segera terjadi hilangnya rambut. Lesi DLE banyak dijumpai di daerah wajah, kulit kepala, telinga, area V pada leher, dan bagian ekstensor dari lengan 1,10,11,14. GAMBARAN HISTOPATOLOGI Perubahan gambaran histologi dapat ditemui pada semua lapisan kulit, tetapi tidak harus selalu ada pada setiap kasus. Temuan histologis secara singkat yaitu 15: 1) Stratum korneum : hiperkeratosis dengan follicular plugging, 2) Epitel: thinning dan flattening dari stratum malphigii, degenerasi hidropik dari sel basal, dyskeratosis, dan kematian sel keratinosit di lapisan basal, 3) Membran basal : menebal, 4) Stroma : terdapat infiltrat limfosit di dermal-epidermal junction, di sekitar folikel rambut, dan appendages lainnya (superficial & deep infiltrate), bisa didapatkan adanya edema, vasodilatasi, dan ekstravasasi ringan dari erotrosit, 5) Subkutan : bisa didapatkan infiltrat inflamasi. Gambar 6. Degenerasi vakuolar pada sel basal (koleksi pribadi Lab PA RSU dr.Saiful Anwar Malang;M 319711, HE, 400x) 203 MDVI Vol.39 No.4 Tahun 2012: 201-207 Gambar 7. Flattening dari rete ridges (koleksi pribadi Lab PA RSUD dr.Saiful Anwar Malang; M 3679-11, HE, 400x) IMMUNOFLUORESCENCE Pemeriksaan immunohistologi sering membantu dalam menetapkan diagnosis dari CLE. IgG, IgA, IgM dan komponen komplemen (C3, C4, Clq, properdin, faktor B dan membrane attack complex C5b-C9) dideposit dalam gambaran continous granular atau linear band-like array pada taut dermal-epidermal (TDE) telah ditemukan di bagian kulit dengan lesi dan non-lesi pada pasien LE. 1,12,17 Terdapatnya immunoreaktan pada TDE pada pasien DLE merupakan suatu temuan karakteristik dan adanya kumpulan dari deposit IgG, IgM, IgA dan/atau C3 banyak digunakan untuk mendiagnosa lesi ini. IgG merupakan Gambar 10. DIF: bandlike deposit IgM berbentuk linear di sepanjang TDE pada DLE (18) 204 Gambar 8. Infiltrat perivascular dan periappandageal (koleksi pribadi Lab PA RSUD dr.Saiful Anwar Malang; M 3679-11, HE, 400x) immunoglobulin yang paling sering ditemukan di TDE, lalu diikuti dengan IgM dan IgA. Adanya deposit linear atau partikel dust-like yang terdiri dari IgM dan/ atau C3 disepanjang TDE dapat ditemui pada beberapa penyakit inflamasi kulit seperti dermatomyositis, systemic scleroderma atau rheumatoid arthritis. Sedangkan untuk deposit IgG yang membentuk gambaran continousband merupakan gambaran khas untuk LE murni, karena gambaran ini tidak didapatkan pada kasus lain. 1,12,17,18,21. Gambar 11. DIF: Granular deposit C3 sepanjang TDE pada DLE (18) D Prafita dkk IMMUNOHISTOKIMIA Immunohistokimia merupakan suatu teknik yang digunakan untuk menentukan lokasi dari antigen atau protein pada jaringan dengan menggunakan antibodi yang diberi label sebagai reagen spesifik. Antibodi tersebut selanjutnya akan membentuk interaksi antigen-antibodi, dimana kompleks antigen-antibodi tersebut akan nampak dengan pemberian marker seperti fluorescent dye, enzyme, atau colloidal gold. Analisis immunohistokimia pada populasi Histopatologi lupus eritematosus diskoid kutan limfosit menunjukkan adanya infiltrat limfosit yang mencolok di dermis pada pasien DLE yang ditemukan di sekitar pembuluh darah dan appendices. Karakteristik dari infiltrat inflamasi dengan immunohistokimia menunjukkan bahwa populasi sel inflamasi pada semua lesi LE spesifik (sistemik atau kutaneus) terutama terdiri dari limfosit T, dengan limfosit B juga ditemukan dengan jumlah yang lebih sedikit, dan makrofag serta sel Langerhans merupakan komponen minor dari infiltrat. 25,26 Gambar 12. Gambaran limfosit T CD3+ yang padat (kiri) dan sekumpulan limfosit B (kanan) pada infiltrat likenoid lesi LE. 26 Secara umum, tidak ditemukan perbedaan yang bermakna pada perbedaan immunohistokimia antara CDLE dan SCLE, dimana limfosit T ditemukan lebih banyak daripada limfosit B seperti telah disebutkan sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan DLE dan SCLE lebih pada aspek subtipe klinis daripada perbedaan patogenesis. Kemiripan gambaran klinis serta seringnya terdapat kesulitan dalam membedakan cutaneous lupus erythematosus (CLE), polymorphous light-eruption (PMLE), dan cutaneous lymphoid hyperplasia (CLH) hanya dengan menggunakan pemeriksaan mikroskop cahaya, maka pada pemeriksaan immunohistokimia dapat diketahui bahwa pada CLH ditemukan lebih banyak sel limfosit B CD20+ dibandingkan pada CLE dan PMLE.27,28. DIAGNOSIS Diagnosis DLE dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan histopatologi dan immunofluorescence ataupun immunohistokimia. Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik dapat diketahui adanya bercak/ makula yang berwarna merah keunguan, atau plak yang kecil dan muncul dengan cepat dengan permukaan yang hiperkeratotik. Lesi/bercak tersebut kemudian berubah menjadi plak eritematous coin shaped (discoid) berbatas tegas, yang tertutup oleh skuama yang dapat meluas hingga ke orificium dari folikel rambut. Lesi DLE dapat meluas dengan eritema dan hiperpigmentasi pada bagian perifernya, menyebabkan atrophic central scarring, telengiectasia, dan hipopigmentasi 1,10,11,21. Pada pemeriksaan histopatologi gambaran khas yang ditemukan pada DLE adalah adanya gambaran hiperkeratosis dan folikel rambut yang berisi keratin (follicular keratin plug) pada stratum korneum. Penipisan epidermis serta adanya flattening dari rete ridges dan adanya vakuolar degenerasi di lapisan basalis. Di daerah dermalepidermal junction serta di perivaskular atau periappandageal didapatkan adanya infiltrat yang terutama terdiri dari limfosit 15,17,20. Pemeriksaan immunohistologi dapat membantu dalam menetapkan diagnosis dari CLE. Terdapatnya immunoreaktan pada TDE pada pasien DLE merupakan suatu temuan karakteristik dan adanya kumpulan dari deposit IgG, IgM, IgA dan/atau C3 banyak digunakan untuk mendiagnosa lesi kulit dengan gambaran klinis DLE. Adanya gambaran continuous band dari deposit IgG merupakan temuan khas untuk LE murni, karena gambaran tersebut tidak didapatkan pada kasus lain yang memiliki gambaran klinis/ histopatologi yang mirip dengan DLE. Sedangkan pada 205 MDVI Vol.39 No.4 Tahun 2012: 201-207 gambaran dari pemeriksaan immunohistokimia pada DLE dapat terlihat adanya infiltrat limfosit yang mencolok di dermis pada pasien DLE yang ditemukan di sekitar pembuluh darah dan appendices, dimana limfosit T ditemukan yang paling dominan dan limfosit B dalam jumlah yang lebih sedikit serta makrofag dalam jumlah minoritas 1,12,15,17,27,28 . DIAGNOSIS BANDING Berdasarkan gambaran histopatologi, DLE dapat didiagnosis banding dengan beberapa penyakit lain, seperti : Liken Planus Liken planus dan DLE agak sulit dibedakan secara histopatologi karena memiliki beberapa gambaran yang sama seperti penipisan epidermis serta rete ridges yang menjadi rata, fokal hipergranulosis serta vakuolisasi pada DEJ. 15,22. Pada liken planus, wedge-shaped hypergranulosis dan triangular elongation dari rete ridges merupakan penjelasan gambaran dari saw-toothing, dimana gambaran tersebut tidak didapatkan pada DLE. Akanthosis pada liken planus bersifat ireguler dan mengenai stratum spinosum pada rete ridges dan juga suprapapillary plate. Selain itu, infiltrat pada liken planus terdapat hanya di superfisial (bukan superfisial dan dalam). Infiltrat pada upper dermis membentuk gambaran band-like dan berbatas jelas pada batas bawahnya. Infiltrat tersebut hampir seluruhnya terdiri dari limfosit dan bercampur dengan makrofag. Selain itu didapatkan juga dermal papilla diantara rete ridges yang memanjang berbentuk dome shaped 15,22. Dermatomyositis Dermatomyositis bermanifestasi sebagai inflammatory myopathy dengan temuan kelainan pada kulit yang Histopatologi Hiperkeratosis stratum korneum Follicular keratin plug Degenerasi hidropik lapisan basal Penebalan membran basal Superficial & deep limfosit infiltrat 206 karakteristik. Seringkali, gambaran histologis antara dermatomyositis dengan DLE sulit untuk dibedakan. Pada kedua penyakit tersebut didapatkan gambaran karakteristik berupa ortokeratosis, epidermis yang menipis, fokal hipergranulosis, vakuolisasi pada membran basal, penebalan membran basalis dan deposit mucin di retikular dermis. Dari persamaan-persamaan tersebut, DLE dapat hampir selalu dibedakan dengan dermatomyositis karena pada DLE lebih cenderung untuk didapatkan infiltrat limfosit yang lebih dalam dan padat, ifundibulum yang terdilatasi terisi oleh sel kornifikasi dan pada lesi yang baru didapatkan sklerosis yang luas pada bagian atas dari dermis. Untuk praktisnya, dari gambaran tersebut, tidak ada satupun gambaran yang didapatkan pada dermatomyositis. Kompleks imun juga tidak didapatkan di dermalepidermal junction seperti pada lupus erythematosus 15,23. Polymorphous Light Eruption Polymorphic (polymorphous) light eruption (PMLE) merupakan papul, plak, atau vesikel eritem, gatal, nonscarring yang seringkali secara intermitten dan transien terjadipada kulit yang terpapar sinar ultraviolet. Pada polymorphous light eruption tipe plak, seringkali terdapat gambaran edema papilla dermis yang menonjol. Infiltrat yang ditemukan pada polymorphous light eruption lebih banyak ditemukan di superfisial dibandingkan di deep dermis dan biasanya bercampur dengan neutrofil. Pada polymorphous light eruption tidak didapatkan adanya gambaran folikel yang tersumbat oleh keratin dan biasanya tidak disertai adanya deposisi mucin di stroma 15,16,24. Diagnosis banding gambaran histopatologi dari polumorphous light eruption selain dengan DLE yaitu erythema of the deep type. Dalam beberapa hal, kedua penyakit tersebut dapat sulit dibedakan, tetapi jika edema didapatkan pada upper part dermis, maka diagnosisnya adalah polumorphous light eruption 15,16,24. Immunopatologi DDx Histopatologi Immunofluorescence : deposit Liken planus gambaran IgG continous granular di DEJ saw-tooth pada rete ridges Immunohistokimia : populasi Dermatomyositis sel inflamasi terutama terdiri PMLE edema pada upper dari limfosit T, limfosit B part dermis ditemukan dengan jumlah lebih sedikit, makrofag serta sel Langerhans merupakan komponen minor dari infiltrat. DDx Immunopatologi Immunofluorescence : dermatomyositis, systemic scleroderma, rheumatoid arthritis deposit linear atau partikel dust-like yang terdiri dari IgM dan/ atau C3 disepanjang DEJ Immunohistokimia : cutaneous lymphoid hyperplasia (CLH) limfosit B >> D Prafita dkk DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. Costner MI, Sontheimer RD. Lupus Erythematosus. Dalam: Wolff K, Godsmith LA, Katz SI, Gilchrest BI, Paller AS, Leferll DJ, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw-Hill; 2008. h. 1515-35. Panjwani S. Early Diagnosis and Treatment of Discoid Lupus Erythematosus. J Am Board Fam Med. 2009; 22 : 206-213. Berbert Alceu Luiz Camargo Villela, Sonia Antures de Olivera Mantese. Cutaneous Lupus Erythematosus – Clinical and Laboratory Aspects, An Bras Dermatol. 2005; 80 (2) : 119-31. Goodfield M.J.D, Jones S.K., Veale D.J. Chapter 51 ‘The Connective Tissue Disease’ Lupus erythematosus. Dalam: Tony Burns, Stephen Breathnach, neil Cox, Christopher griffiths, editor. Rook’s Textbook of Dermatology. Edisi ke-8. Oxford Oxford: Wiley-Blackwell; 2010. h. 51.2-51.63. Tsokos George C. Mechanisms of Disease Systemic Lupus Erythematosus. N Eng J Med. 2011; 365 : 2110-21. Petri Michelle. Epidemiology of Systemic Cutaneous Lupus Erythematosus. Best practice and research Clinical Rheumatology. 2002; 16: 847-58. Mok C C, Lau C C. Review Pathogenesis of Systemic Lupus Erythematosus. J Clin Pathol. 2003; 56: 481-90. D’Cruz David P. Systemic Lupus erythematosus. BMJ. 2006; 332; 890-4. Kuhn A, Krammer P.H., Kolb-Bachefen V. Patophysiology of Cutaneous Lupus Erythematosus – novel aspects. Rheumatology. 2006; 45: 14-6. Cenera R, Espinosa G, D’Cruz D. Systemic Lupus Erythematosus: pathogenesis, clinical manifestation and diagnosis. Eular On-line Course on Rheumatic Diseases – module n°17 . 2010. Fabri P, Cardinali C, Giomi B, Caproni M. Cutaneous Lupus Erythematosus. Orphanet Encyclopedia. 2004. Naqqach S, Asad F, Pal S S. Original Article Direct Immunofluorescence and Histopathology in Cutaneous Discoid Lupus Erythematosus. J Pakistan Assoc Dermatol. 2011; 21: 98-101. Crowson A. Neil, Magro C. The Cutaneous Pathology of Lupus Erythematosus: a review. J Cutan Pathol. 2001; 28: 1-23. Parveen N, Das D K, Mahbubul Haque F.R.M., Momtazul Haque MNM. Cutaneous Manifestation of Systemic Lupus Erythematosus. J Medicine. 2007; 8: 44-8. Joworsky C. Chapter 10 Connective Tissue Disease Lupus Erythematosus. Dalam David E Elder, Bernett Johnsos, Jr Rosalie Elenitsas, editor. Lever’s Histopathology of The Skin. Edisi ke-9. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins; 2005. h. 294-308. Hawk John L.M, Colonje E. Chapter 12 The Photosensitivity Disorders Polymorphous Light Eruption. Dalam: David E Elder, Bernett Johnsos, Jr Rosalie Elenitsas, editor. Lever’s Histo- Histopatologi lupus eritematosus diskoid kutan pathology of The Skin. Edisi ke-9. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins; 2005. h. 345-7. 17. David-Banjar KM, Bennion SD, Despain JD, Golitz LE, Lee LA. Clinical, Histologic and Immunofluorescence Distinction Between Subacute Cutaneous Lupus Erythematosus and Discoid Lupus Erythematosus. J Invest Dermatol. 1992; 99: 251-7. 18. Bijl M, Kallenberg CGM. Ultraviolet Light and Cutaneous Lupus. Sage Journal. 2006; 15: 724-7. 19. Moradinejad M.H. Cutaneous Manifestation of Systemic Lupus Erythematosus in Iranian Children. Iran J Med sci. 2006; 31(1): 44-6. 20. Penate Y, Guillermo N, Rodriguez J, Hernandez-Machin B, Montenegro T, Borrego L. Hystopathology Characteristic of Neonatal Cutaneous Lupus Erythematosus: description of five cases and lierature review. J Cutan Pathol 2009; 36; 660-7. 21. Rothfield N, Sonthaimer RD, Bernstein M. Lupus Erythematosus: sytemic and cutaneous manifetation. Clin in Dermatol. 2006; 24: 348-62. 22. Ackerman A. Bernard, Mendrova AMN, Guo Y. 7. Atrophic Lichen Planus vs Atrophic Discoid Lupus Erythematosus. Dalam: Differential Diagnosis Dermatopathology. Edisi ke-3. Philadelphia: Lea & Febriger; 1992. h 26-9. 23. Ackerman A. Bernard, Mendrova AMN, Guo Y. 6. Discoid Lupus erythematosus vs Dermatomyositis. Dalam: Differential Diagnosis Dermatopathology. Edisi ke-3. Philadelphia: Lea & Febriger; 1992. h. 22-5. 24. Ackerman A. Bernard, Briggs Pedro L, Bravo F. 10. Discoid Lupus Erythematosus vs Polymorphous Light Eruption. Dalam: Differential Diagnosis Dermatopathology. Edisi ke-1. Philadelphia: Lea & Febriger; 1992. h. 38-41. 25. Xie Y, Jinnin M, Zhang X, Wakasugi S, Makino T, Inoue Y, Fukushima S, Masuguchi S, Sakai K, Hironobu Ihn. Immunohistochemical characterization of the cellular infiltrate in discoid lupus erythematosus. BioScience Trends. 2011; 5(2): 83-8 26. Lourencxo S V., Carvalho F R. G.de, Boggio P, Sotto M N., Vilela Maria A. C., Rivitti E A., Nico Marcello M. S. Lupus erythematosus: Clinical and histopathological study of oral manifestations and immunohistochemical profile of the inflammatory infiltrate. J Cutan Pathol. 2007; 34: 558–64. 27. Kuo T T, Lo S K, Chan H L. Immunohistochemical analysis of dermal mononuclear cell infiltrates in cutaneous lupus erythematosus, polymorphous light eruption, lymphocytic infiltration of Jessner, and cutaneous lymphoid hyperplasia: a comparative differential study. J Cutan Pathol. 1994; 21: 430-6. 28. Tebbe B, Mazur L, Stadler R, Orfanos CE. Immunohistochemical analysis of chronic discoid and subacute cutaneous lupus erythematosus--relation to immunopathological mechanisms. Br J Dermatol. 1995; 132(1): 25-31. 207