BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Leysen dan Nuffel (2010), sebuah organisasi yang memiliki kinerja yang baik adalah organisasi yang mampu mencapai tujuan organisasi saat ini dan mampu mempersiapkan dirinya untuk mencapai tujuan organisasi di masa yang akan datang. Tujuan organisasi ini merupakan sebuah ekspresi dari tujuan kunci yang ingin dicapai oleh organisasi tersebut dalam jangka panjang (tujuan strategis) dan dalam jangka pendek (tujuan operasional). Oleh karena itu, diperlukan pengendalian internal berupa pengendalian kinerja melalui pengukuran pencapaian kinerja saat ini terhadap target kinerja yang diharapkan dan pengendalian risiko melalui identifikasi risiko, pemetaan risiko, respon risiko, dan evaluasi manajemen risiko, agar dapat memastikan tercapainya sasaran dan tujuan perusahaan. Konsep pengendalian internal yang menggabungkan antara pengendalian kinerja dan pengendalian risiko ini menurut Leysen dan Nuffel (2010), mulai menjadi pembicaraan yang menarik di Amerika pada tahun 2002, yang diikuti dengan dikeluarkannya framework Enterprise Risk Management atau Enterprisewide risk management (ERM) oleh Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO) pada tahun 2004 dan ISO 31000 pada tahun 2009. Menurut PwC (2009), Accenture (2011), Deloitte (2012), KPMG (2012), Ernst & Young (2013), dan Lam (2014), framework ERM yang dikeluarkan oleh COSO dan ISO 31000 ini seharusnya mampu digunakan sebagai dasar penciptaan strategi yang 1 lebih komprehensif dan efektif dalam merespon risiko terkait perubahan lingkungan bisnis dari pada manajemen risiko tradisional. Menurut Deloitte (2006), Kaplan dan Mikes (2012), Ernst & Young (2013), dan Lam (2014), manajemen risiko yang efektif tidak hanya bertujuan untuk memperbaiki kinerja perusahaan saat ini, tetapi juga untuk membantu perusahaan dalam mempersiapkan diri untuk melakukan respon yang lebih efektif terhadap perubahan lingkungan bisnis yang dapat mengganggu pelaksanaan strategi perusahaan dalam mencapai sasaran dan tujuan yang diinginkan perusahaan. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Standard & Poor’s (2010), KPMG (2011), dan Ernst & Young (2013), yang menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki manajemen risiko yang lebih efektif memiliki kinerja keuangan dua kali lipat lebih baik dari pada perusahaan yang memiliki keefektifan yang lebih rendah. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh PwC pada tahun 2009, ketidakefektifan manajemen risiko merupakan salah satu faktor utama penyebab terjadinya krisis keuangan global tahun 2008, sehingga mengakibatkan beberapa perusahaan menghadapi tekanan kompetisi yang besar dari para pesaingnya yang berhasil menerapkan manajemen risiko yang lebih efektif. Menurut Lam (2014), telah terdapat banyak penelitian yang mendukung bahwa framework ERM ini mampu meningkatkan kinerja perusahaan, salah satu contohnya adalah hasil penelitian Claudia pada tahun 2010 yang menunjukkan bahwa penerapan ERM mampu meningkatkan kinerja PT. Bank Mandiri Persero tbk. melalui penurunan NPL dan meningkatnya harga saham BRMI. 2 Menurut Frigo dan Anderson (2009), PwC (2009), KPMG (2011), Deloitte (2011), Ernst & Young (2013), lingkungan ekonomi dan peristiwa negatif dari tahun 2008 dan 2009 secara signifikan telah mempengaruhi banyak organisasi untuk menciptakan sebuah penekanan baru pada risiko dan manajemen risiko. Hal ini dapat dilihat melalui perluasan fokus lembaga pemeringkat seperti Standar & Poor’s (S&P) dan Moodys yang pada tahun 2009 menambahkan aspek manajemen risiko perusahaan dalam proses pemeringkatannya. Menurut COSO (2004), Deloitte (2011), dan Lam (2014), manajemen risiko adalah sebuah proses yang berkelanjutan. Oleh karena itu, agar manajemen risiko tersebut dapat dilakukan dengan efektif maka setiap komponen pendukung terlaksananya manajemen risiko yang efektif harus dievaluasi terhadap kondisi lingkungan bisnis (internal dan eksternal) yang ada saat ini maupun yang akan datang. Hal ini juga didukung oleh Lam (2014) yang menyebutkan bahwa keefektifan dari kinerja manajemen risiko yang ada di perusahaan harus dievaluasi secara berkala agar dapat memastikan tercapainya target kinerja perusahaan secara keseluruhan maupun target kinerja dari unit bisnis atau operasional yang dimiliki oleh perusahaan (Lam, 2014). 1.2. Rumusan Masalah PT. Best Denki Indonesia (BDI) bergerak di bidang ritel alat elektronik untuk rumah tangga dan kantor yang didirikan pada tanggal 1 Juli 2006 dengan target pasar kalangan kelas ekonomi menengah ke atas yang hingga saat ini telah memiliki 19 gerai/toko yang tersebar di area Jakarta, Tangerang, Bandung, Makassar, dan Surabaya. BDI merupakan perusahaan joint venture antara Best 3 Denki Co. Ltd. melalui Best Denki Singapore Pte. Ltd. (51%) dengan PT. Bangun Persada Tata Makmur (49%) dengan investasi awal sebesar US $ 4,5 juta. Menurut informasi awal yang didapat oleh peneliti, BDI masih menggunakan manajemen risiko tradisional dan belum pernah mengevaluasi kinerja manajemen risiko yang dimilikinya. Menurut Wiryono dan Suharto (2008), perbedaan antara manajemen risiko tradisional dengan ERM dapat dilihat pada Tabel 1.1 di bawah ini. Tabel 1.1: Perbedaan antara Manajemen Risiko Tradisional dan ERM Manajemen Risiko Tradisional Risiko sebagai bahaya individual/tidak berhubungan Fokus pada pengurangan/penghindaran risiko Fokus pada batas risiko Bersifat transaksional/tidak berkelanjutan Pengukuran risiko dilakukan dengan tidak terencana ERM Risiko dalam konteks strategi bisnis Fokus untuk mengoptimalkan antara risiko dan tingkat pengembalian Fokus pada strategi risiko Merupakan sebuah proses yang berkelanjutan Pengukuran risiko didasarkan pada pengawasan risiko dan terencana dengan baik Pemilik risiko didefinisikan dengan jelas Risiko merupakan tanggung jawab seluruh karyawan Pemilik risiko tidak didefinisikan dengan jelas Risiko merupakan tanggung jawab pihak tertentu Sumber: Wiryono, S. K. dan Suharto. 2008. Analisis Risiko Operasional di PT. TELKOM dengan Pendekatan Metode ERM. Jurnal Manajemen Teknologi. Vol.7, No. 1, pp. 58-90. BDI pernah mengalami kegagalan dalam melakukan strategi bisnisnya, yaitu pada bulan Maret 2012 BDI melakukan pemisahan divisi penjualan komputer ke toko yang terpisah dari toko produk elektronik yang dimilikinya yang akhirnya ditutup dan disatukan kembali pada bulan November 2013. Peneliti menduga terdapat ketidakefektifan praktik manajemen risiko yang ada di BDI, dimana 4 penerapan manajemen risiko tradisional yang ada di BDI tidak mampu mengidentifikasi risiko strategis secara spesifik yang dapat menggagalkan pencapaian sasaran dan tujuan yang diinginkan oleh strategi tersebut, yang menyebabkan respon/penanganan risiko yang dilakukan tidak mampu mengendalikan risiko tersebut dengan efektif. 1.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka pertanyaan penelitian yang dapat dikemukakan adalah apakah BDI telah memiliki praktik manajemen risiko yang efektif? 1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis keefektifan praktik manajemen risiko yang ada di BDI. 1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi perusahaan dalam mengevaluasi kinerja manajemen risiko dan upaya perbaikan keefektifan manajemen risiko ke arah yang lebih optimal. 5