15 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Peran teori sangat

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
Peran teori sangat penting untuk menjelaskan fenomena dan merumuskan
suatu hipotesis penelitian. Penelitian ini menggunakan signalling theory (teori
sinyal) sebagai grand theory, dengan teori pendukung yang menjelaskan secara
lebih detail mengenai ERM disclosure, IC disclosure, nilai perusahaan, dan
ukuran perusahaan. Hasil penelitian terdahulu juga diperlukan untuk merancang
konsep-konsep yang mampu menjelaskan objek penelitian yang diteliti. Penelitian
ini juga didukung oleh beberapa penjabaran hasil penelitian-penelitian
sebelumnya.
2.1.1 Signalling Theory (Teori Sinyal)
Signalling theory menekankan kepada pentingnya informasi yang
dikeluarkan oleh perusahaan bagi keputusan investasi pihak di luar perusahaan.
Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena
informasi pada hakikatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran tentang
keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang bagi
kelangsungan hidup suatu perusahaan dan mengenai pasaran efeknya. Informasi
yang lengkap, relevan, akurat, dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di
pasar modal sebagai alat analisis untuk mengambil keputusan investasi.
Menurut Jogiyanto (2000: 392), informasi yang dipublikasikan sebagai
suatu pengumuman akan memberikan signal bagi investor dalam pengambilan
15
16
keputusan investasi. Pengumuman yang mengandung nilai positif diharapkan
dapat berdampak pada reaksi pasar pada waktu pengumuman tersebut diterima
oleh pasar. Pada waktu informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah
menerima informasi tersebut, pelaku pasar terlebih dahulu menginterpretasikan
dan menganalisis informasi tersebut sebagai signal baik (good news) atau signal
buruk (bad news). Pengumuman informasi yang merupakan good news bagi
investor akan berdampak pada perubahan dalam volume perdagangan saham.
Salah satu jenis informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan yang dapat menjadi
signal bagi pihak di luar perusahaan, terutama bagi pihak investor adalah laporan
tahunan. Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat berupa
informasi financial yaitu informasi yang berkaitan dengan laporan keuangan dan
informasi nonfinancial yaitu informasi yang tidak berkaitan dengan laporan
keuangan. Laporan tahunan hendaknya memuat informasi yang relevan dan
mengungkapkan informasi yang dianggap penting untuk diketahui oleh pengguna
laporan tersebut. Semua investor memerlukan informasi untuk mengevaluasi
risiko relatif setiap perusahaan sehingga dapat melakukan diversifikasi portofolio
dan kombinasi investasi dengan preferensi risiko yang diinginkan. Perusahaan
yang ingin sahamnya dibeli oleh investor harus melakukan pengungkapan laporan
keuangan secara terbuka dan transparan.
Teori Signal menjelaskan bahwa perusahaan mempunyai dorongan untuk
memberikan informasi laporan keuangan kepada pihak eksternal perusahaan.
Dorongan perusahaan untuk memberikan informasi adalah karena terdapat
asimetri informasi antara perusahaan dengan pihak eksternal. Pihak eksternal
17
kemudian menilai perusahaan sebagai fungsi dari mekanisme signalling yang
berbeda-beda.
Kurangnya
informasi
pihak
luar
mengenai
perusahaan
menyebabkan mereka melindungi diri mereka dengan memberikan harga yang
rendah untuk perusahaan, dan kemungkinan lain pihak eksternal yang tidak
memiliki informasi akan berpersepsi sama tentang nilai semua perusahaan.
Pandangan seperti ini akan merugikan perusahaan yang memiliki kondisi yang
lebih baik karena pihak eksternal akan menilai perusahaan lebih rendah dari yang
seharusnya dan demikian juga sebaliknya. Signalling theory melandasi
pengungkapan sukarela. Sinyal ini berupa informasi mengenai upaya yang sudah
dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat
berupa promosi atau informasi lain yang dapat menyatakan bahwa perusahaan
tersebut lebih baik daripada perusahaan lain. Manajemen selalu berusaha untuk
mengungkapkan informasi privat yang menurut pertimbangannya sangat diminati
investor dan pemegang saham khususnya jika informasi tersebut merupakan berita
baik (good news). Manajemen juga berminat menyampaikan informasi yang dapat
meningkatkan kredibilitasnya dan kesuksesan perusahaan meskipun informasi
tersebut tidak diwajibkan. Pengungkapan yang bersifat sukarela merupakan signal
positif bagi perusahaan. Pengungkapan IC merupakan salah satu pengungkapan
sukarela yang bisa menjadi sinyal positif bagi perusahaan kepada pengguna
informasi keuangan.
2.1.2 ERM Disclosure
Risiko merupakan situasi ketika terdapat ketidakpastian mengenai dampak
yang terjadi, keuntungan maupun kerugian (Institute of Chartered Accountants in
18
England and Wales, 2002). Risiko yang dihadapi perusahaan dibagi menjadi
risiko keuangan, risiko operasi, risiko teknologi, risiko integritas, dan risiko
strategi (Linsley dan Shrives, 2006). Risiko keuangan merupakan risiko yang
berkaitan dengan instrumen keuangan perusahaan seperti risiko pasar, kredit,
likuiditas, serta tingkat bunga atas arus kas. Risiko operasi berkaitan dengan
kepuasan pelanggan, pengembangan produk, pencarian sumber daya, kegagalan
produk, dan lingkungan. Risiko teknologi berkaitan dengan akses, ketersediaan,
dan infrastruktur. Risiko integritas berkaitan dengan kecurangan manajemen dan
karyawan, tindakan ilegal, dan reputasi. Risiko strategi berkaitan dengan
pengamatan lingkungan, industri, portofolio bisnis, pesaing, peraturan, politik dan
kekusaan. Semua elemen yang terdapat dalam risiko harus dapat dikelola oleh
perusahaan. Pengelolaan risiko dapat mempengaruhi tujuan perusahaan. Risiko
harus dapat dikelola dengan baik sehingga risiko yang ada tidak berdampak buruk
pada perusahaan, tetapi dapat membantu perusahaan dalam memahami
ketidakpastian kondisi ekonomi.
Pengelolaan atas risiko yang dihadapi perusahaan disebut dengan
manajemen risiko. Manajemen risiko adalah proses dan metode yang digunakan
oleh perusahaan untuk mengelola risikonya yang berhubungan dengan pencapaian
tujuan-tujuan perusahaan (Amran et al., 2009). Manajemen risiko yang dipilih
setiap perusahaan umumnya berbeda satu sama lain, walaupun perusahaanperusahaan tersebut dalam industri yang sejenis yang mungkin menghadapi risiko
yang serupa. Hal ini dikarenakan manajemen yang berbeda memiliki strategi
pengelolaan, toleransi terhadap risiko, dan tujuan yang berbeda pula, sehingga
19
penting bagi investor untuk lebih memperhatikan kunci risiko bisnis dan
pengelolaan risiko yang dilakukan oleh perusahaan. Menurut Lajili dan Zeghal
(2005), kerangka kerja manajemen risiko melibatkan proses-proses sebagai
berikut.
1) Mengidentifikasi, mengukur, dan menilai tipe atau jenis risiko yang mungkin
dihadapi perusahaan.
2) Memilih metode atau tindakan strategis yang tepat untuk mengontrol risiko,
termasuk menentukan pilihan untuk menghindari risiko, mengurangi risiko,
atau memindahkan risiko ke pihak lain.
3) Memonitor dan mengawasi semua tindakan yang direncanakan untuk
mengatasi risiko yang mungkin dihadapi.
Pengungkapan merupakan penyampaian informasi yang bermanfaat bagi
pihak yang membutuhkan. Pengungkapan memiliki tiga konsep, yaitu
pengungkapan yang cukup (adequate), wajar (fair), dan lengkap (full) (Ghozali
dan Chariri, 2007). Pengungkapan yang cukup berarti mencakup pengungkapan
minimal yang harus dilakukan agar laporan keuangan tidak menyesatkan.
Pengungkapan secara wajar menunjukkan tujuan etis agar saat memberikan
perlakuan yang sama dan bersifat umum bagi semua pemakai laporan keuangan,
sedangkan pengungkapan yang lengkap mensyaratkan perlunya menyajikan
semua informasi yang relevan (Ghozali dan Chariri, 2007). Linsley dan Shrives
(2006), menyatakan bahwa perusahaan dikatakan telah mengungkapkan risiko jika
pembaca laporan tahunan diberi informasi mengenai prospek, bahaya, kerugian,
dan ancaman yang akan berdampak bagi perusahaan pada masa sekarang ataupun
20
dimasa mendatang. Penyampaian informasi mengenai risiko tersebut menjadi
kebutuhan stakeholder. Beberapa peneliti menyatakan manfaat dan pentingnya
pengungkapan risiko yaitu sebagai berikut.
1) Menyediakan transparansi yang lebih besar dan meningkatkan kepercayaan
investor (Linsley dan Shrives, 2006; Abraham dan Cox, 2007; Latridis,
2008).
2) Memperbaiki image perusahaan dan memberi informasi kepada stakeholder
mengenai kemampuan manajerial perusahaan dalam mengelola risiko
(Latridis, 2008 dalam Hassan, 2009).
3) Dapat menentukan profil risiko perusahaan, estimasi nilai pasar, dan akurasi
ramalan harga sekuritas bagi investor (Beretta dan Bozzolan, 2004).
4) Mengurangi asimetri informasi antara manajemen dan investor serta untuk
mengurangi biaya pendanaan eksternal perusahaan (Bujaki et al., 1999 dalam
Aljifri dan Hussainey, 2007).
ERM disclosure dapat diartikan sebagai pengungkapan atas risiko-risiko
yang telah dikelola perusahaan atau pengungkapan atas upaya perusahaan dalam
mengendalikan risiko. ERM disclosure berpotensi memiliki manfaat untuk para
analis, investor, dan stakeholders (Amran et al., 2009). Setiap perusahaan publik
diwajibkan membuat laporan tahunan sebagai sarana pertanggungjawaban
terutama kepada pemegang saham. Laporan tahunan (annual report) merupakan
laporan yang diterbitkan oleh pihak manajemen perusahaan setahun sekali yang
berisi informasi financial dan nonfinancial perusahaan yang berguna bagi pihak
stakeholders untuk menganalisis kondisi perusahaan pada periode tersebut.
21
Informasi yang dimuat dalam laporan tahunan ini lebih dikenal dengan istilah
pengungkapan laporan tahunan atau annual report disclosure. Ada dua
pengungkapan dalam pelaporan keuangan tahunan yang telah ditetapkan oleh
Bapepam No. Kep. 38/ PM/ 1996 kemudian direvisi dalam Bapepam Nomor Kep134/ BL/ 2006, dan berdasarkan ketentuan dari Ikatan Akuntansi Indonesia
tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan Bagi Emiten atau Perusahaan
Publik yaitu sebagai berikut.
1) Pengungkapan wajib (mandatory disclosure) yaitu informasi yang harus
diungkapkan oleh emiten yang diatur oleh peraturan pasar modal di suatu
negara.
2) Voluntary disclosure yaitu pengungkapan yang dilakukan secara sukarela
oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh standar yang ada. Perusahaan akan
melakukan pengungkapan melebihi kewajiban pengungkapan minimal jika
tidak ingin ketinggalan praktik-praktik pengungkapan kompetitif yang dapat
memberikan manfaat bagi perusahaan, dan merasa pengungkapan semacam
itu akan dapat membantu menurunkan biaya modal. Perusahaan-perusahaan
akan mengungkapkan lebih sedikit apabila merasa pengungkapan tersebut
akan menampakkan rahasia kepada pesaing atau menampakkan sisi buruk
perusahaan di depan berbagai pihak.
Pengungkapan manajemen risiko perusahaan merupakan salah satu elemen
dari informasi laporan nonfinancial perusahaan. Berdasarkan ERM framework
yang dikeluarkan COSO, terdapat 108 item ERM disclosure yang mencakup
delapan dimensi yaitu: (1) lingkungan internal, (2) penetapan tujuan, (3)
22
identifikasi kejadian, (4) penilaian risiko, (5) respon atas risiko, (6) kegiatan
pengawasan, (7) informasi dan komunikasi, dan (8) pemantauan (Desender,
2007). Kedelapan komponen ini diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan
perusahaan yang meliputi tujuan strategis, operasional, pelaporan keuangan,
maupun kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan. Berikut ini adalah
komponen-komponen ERM.
1) Lingkungan internal (internal environment)
Lingkungan internal sangat menentukan karakteristik dari sebuah organisasi
dan memberi dasar bagi cara pandang terhadap risiko dari setiap orang dalam
organisasi tersebut. Lingkungan internal ini termasuk, filosofi manajemen
risiko dan risk appetite, nilai-nilai etika dan integritas.
2) Penentuan tujuan (objective setting)
Tujuan perusahaan harus ada terlebih dahulu sebelum manajemen dapat
mengidentifikasi
kejadian-kejadian
yang
berpotensi
mempengaruhi
pencapaian tujuan tersebut. ERM memastikan bahwa manajemen memiliki
sebuah proses untuk menetapkan tujuan yang dipilih atau ditetapkan serta
mendukung misi perusahaan dan konsisten dengan risk appetite-nya.
3) Identifikasi kejadian (event identification)
Kejadian internal dan eksternal yang mempengaruhi pencapaian tujuan
perusahaan harus diidentifikasi dan dibedakan antara risiko dan peluang.
Peluang dikembalikan (channeled back) kepada proses penetapan strategi
atau tujuan manajemen.
23
4) Penilaian risiko (risk assessment)
Risiko
dianalisis
dengan
memperhitungkan
kemungkinan
terjadinya
(likelihood) dan dampaknya (impact), sebagai dasar bagi penentuan
pengelolaan risiko tersebut.
5) Respon risiko (risk response)
Manajemen memilih respon risiko untuk menghindar (avoiding), menerima
(accepting), mengurangi (reducing), atau mengalihkan (sharing risk) dan
mengembangkan satu set kegiatan agar risiko tersebut sesuai dengan toleransi
(risk tolerance) dan risk appetite.
6) Kegiatan pengendalian (control activities)
Kebijakan dan prosedur yang ditetapkan dan diimplementasikan untuk
membantu memastikan respon risiko berjalan dengan efektif.
7) Informasi dan komunikasi (information and communication)
Informasi yang relevan diidentifikasi, dan dikomunikasikan dalam bentuk dan
waktu yang memungkinkan setiap orang menjalankan tanggungjawabnya.
8) Pengawasan (monitoring)
Keseluruhan proses ERM dimonitor dan modifikasi dilakukan apabila perlu.
Pengawasan dilakukan secara melekat pada kegiatan manajemen yang
berjalan terus-menerus, melalui evaluasi secara khusus, atau dengan
keduanya.
Badan
regulator
di
Indonesia
mengeluarkan
aturan-aturan
yang
mensyaratkan adanya informasi terkait risiko yang dilaporkan perusahaan dalam
annual report, seperti yang tertuang dalam PSAK No. 60 (Revisi 2010) tentang
24
Instrumen Keuangan: Pengungkapan, yang menyebutkan bahwa informasi yang
dapat digunakan oleh pengguna laporan keuangan untuk mengevaluasi jenis dan
tingkat risiko dari instrumen keuangan harus diungkapkan. Pengungkapan
informasi
tersebut
berupa
pengungkapan
kualitatif dan
pengungkapan
kuantitatif. Dalam pengungkapan kualitatif, entitas diwajibkan mengungkapkan
eksposur risiko, bagaimana risiko timbul, tujuan, kebijakan dan proses
pengelolaan risiko serta metode pengukuran risiko. Dalam pengungkapan
kuantitatif, entitas diharuskan mengungkapkan risiko kredit, risiko likuiditas, dan
risiko pasar termasuk membuat analisis sensitivitas untuk setiap jenis risiko pasar.
Peraturan lain yang mengatur tentang pengungkapan risiko adalah
Keputusan Ketua Bapepam LK Nomor:
Kep-431/ BL/ 2012 mengenai
Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan bagi Emiten atau Perusahaan Publik,
bahwa perusahaan diharuskan untuk menyajikan penjelasan mengenai risikorisiko yang dapat mempengaruhi kelangsungan usaha yang dihadapi perusahaan
serta upaya-upaya yang telah dilakukan untuk mengelola risiko tersebut. Bank
Indonesia juga memiliki ketentuan tersendiri terkait dengan permasalahan
pengungkapan risiko seperti yang tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia
Nomor: 14/ 14/ PBI/ 2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank.
Peraturan tersebut mengharuskan Bank untuk menyusun Laporan Tahunan paling
kurang mencakup jenis risiko dan potensi kerugian (risk exposures) yang dihadapi
Bank serta praktek manajemen risiko yang diterapkan Bank.
Bagi Bank Umum Konvensional praktek manajemen risiko minimum
mengenai risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, risiko likuiditas, risiko
25
strategik, risiko reputasi, risiko kepatuhan, dan risiko hukum. Perusahaan
keuangan memiliki ketentuan yang lebih ketat terkait pengungkapan risiko
daripada perusahaan nonkeuangan. Ketentuan yang membedakan keduanya yaitu
selain harus memenuhi ketentuan PSAK 60 dan Keputusan Ketua Bapepam LK
Nomor: Kep-431/ BL/ 2012, perusahaan keuangan juga diwajibkan memenuhi
ketentuan minimum pengungkapan seperti yang disyaratkan dalam Peraturan
Bank Indonesia Nomor 14/ 14PBI/ 2012. Ketentuan lain yaitu perusahaan
keuangan diwajibkan mengungkapkan keberadaan komite manajemen risiko,
sedangkan perusahaan nonkeuangan hanya sekedar pada himbauan (Wardhana,
2013).
Kelonggaran
ketentuan
pengungkapan
risiko
pada
perusahaan
nonkeuangan menjadikannya cenderung untuk hanya menyajikan informasi risiko
secara umum dan kurang terperinci.
2.1.3 IC Disclosure
IC dapat didefinisikan sebagai jumlah dari yang dihasilkan oleh tiga
elemen utama organisasi (human capital, structural capital, dan customer capital)
yang berkaitan dengan pengetahuan dan teknologi yang dapat memberikan nilai
lebih bagi perusahaan berupa keunggulan bersaing organisasi. Banyak para
praktisi yang menyatakan bahwa IC terdiri dari tiga elemen utama (Stewart, 1998;
Sveiby, 1997; Saint-Onge, 1996; dan Bontis, 2000) yaitu sebagai berikut.
1) Human capital (modal manusia)
Human capital merupakan lifeblood dalam modal intelektual. Human capital
merupakan sumber innovation dan improvement, tetapi merupakan komponen
yang sulit untuk diukur.
Human capital juga merupakan tempat
26
bersumbernya pengetahuan yang sangat berguna, keterampilan, dan
kompetensi dalam suatu organisasi atau perusahaan. Human capital
mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan solusi
terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh orang-orang yang ada
dalam perusahaan tersebut. Human capital akan meningkat jika perusahaan
mampu menggunakan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawannya.
2) Structural capital atau organizational capital (modal organisasi)
Structural capital merupakan kemampuan organisasi atau perusahaan dalam
memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang mendukung
usaha karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta
kinerja bisnis secara keseluruhan, misalnya sistem operasional perusahaan,
proses manufakturing, budaya organisasi, filosofi manajemen dan semua
bentuk intellectual property yang dimiliki perusahaan. Seorang individu dapat
memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, tetapi jika organisasi memiliki
sistem dan prosedur yang buruk maka IC tidak dapat mencapai kinerja secara
optimal dan potensi yang ada tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal.
3) Relational capital atau customer capital (modal pelanggan)
Elemen ini merupakan komponen modal intelektual yang memberikan nilai
secara nyata. Relational capital merupakan hubungan yang harmonis atau
association network yang dimiliki oleh perusahaan dengan para mitranya,
yaitu yang berasal dari para pemasok yang andal dan berkualitas, berasal dari
pelanggan yang loyal dan merasa puas akan pelayanan perusahaan, berasal
dari hubungan perusahaan dengan pemerintah maupun dengan masyarakat
27
sekitar. Relational capital dapat muncul dari berbagai bagian diluar
lingkungan perusahaan yang dapat menambah nilai bagi perusahaan tersebut.
Laporan keuangan dinilai gagal dalam menggambarkan luas cakupan nilai
intangible asset (Lev dan Zarowin, 1999) sehingga memunculkan peningkatan
asimetri informasi antara perusahaan dengan user (Barth et al., 2001). Model
pelaporan bisnis yang lama menggunakan prinsip-prinsip yang hanya berdasarkan
relevansi dengan pengukuran dan penilaian sumber daya modal fisik (pabrik,
peralatan dan persediaan). Model tradisional semakin dianggap kuno ketika
digunakan oleh pengguna informasi keuangan di era “Ekonomi Baru” karena
gagal untuk memberikan dasar yang cocok untuk mengukur dan melaporkan
sumber daya IC. Canibano et al. (2000) menyebutkan bahwa pendekatan yang
pantas digunakan untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan adalah dengan
mendorong peningkatan IC disclosure. Galbraith dan Merrill (2001) mendukung
pernyataan tersebut dan berpendapat bahwa informasi yang berkaitan dengan
penciptaan kekayaan, khususnya sumber daya IC, dimasukkan dalam dokumendokumen seperti laporan keuangan dan laporan tahunan untuk lebih membantu
investor dalam proses pengambilan keputusan di era “Ekonomi Baru”.
IC didefinisikan sebagai sumber daya pengetahuan yang dimiliki
perusahaan dalam bentuk karyawan, proses atau teknologi, dan pelanggan yang
bisa digunakan perusahaan dalam proses penciptaan nilai bagi perusahaan. Singh
dan Zahn (2007) dalam penelitiannya menggunakan indeks pengungkapan IC
yang dikembangkan dari indeks penelitian sebelumnya oleh Beaulieu et al.
(2002), dan Bukh et al. (2005). Indeks pengungkapan tersebut terdiri dari 81 item
28
yang membagi IC menjadi enam komponen yaitu karyawan, pelanggan, teknologi
informasi, proses, riset dan pengembangan (R&D) serta pernyataan strategis. Saat
ini, regulator umumnya gagal untuk membuat penyesuaian dalam model bisnis
tradisional untuk mengkompensasi pelaporan IC agar dapat tumbuh signifikan.
Pernyataan-pernyataan mengenai IC diidentifikasi oleh para praktisi dan
akademisi sebagai alat penting bagi perusahaan dalam mengidentifikasi,
mengelola dan melaporkan nilai IC (Zambon, 2003 dalam Singh dan Zahn, 2007).
Penelitian pengungkapan IC masih dalam tahap perkembangan (Singh dan
Zahn, 2007). Salah satu aliran penelitian pengungkapan IC berfokus pada tujuan
pelaporan IC. Aliran ini pada dasarnya dikembangkan oleh praktisi dan masih
bersifat normatif. Muncul dua pendapat mengenai tujuan pelaporan IC yaitu yang
pertama adalah untuk meningkatkan efektivitas internal dari operasi perusahaan
(Bukh et al., 2005), sedangkan pandangan yang kedua yaitu pandangan Amerika
yang menunjukkan bahwa peran yang lebih penting adalah sebagai alat untuk
mengurangi ketidakpastian diantara stakeholder ketika menilai perusahaan di era
“Ekonomi Baru”. Bukh et al. (2005), sebagai pendukung pandangan Amerika
menyatakan bahwa pengungkapan informasi tentang IC diharapkan dapat
mengurangi asimetri informasi, meningkatkan likuiditas pasar saham, dan
meningkatkan permintaan efek yang diterbitkan oleh perusahaan.
2.1.4 Nilai Perusahaan
Tujuan utama perusahaan adalah untuk meningkatkan nilai perusahaan
melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham
(Wahidawati, 2002). Nilai perusahaan pada dasarnya diukur dari beberapa aspek
29
yaitu salah satunya adalah harga pasar saham perusahaan, karena harga pasar
saham perusahaan mencerminkan penilaian investor atas keseluruhan ekuitas yang
dimiliki (Wahyudi dan Pawestri, 2006). Harga pasar saham menunjukkan
penilaian sentral disemua pelaku pasar, harga pasar saham merupakan barometer
kinerja perusahaan.
Menurut Nurlela dan Ishlahuddin (2008), nilai perusahaan didefinisikan
sebagai nilai pasar karena nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran atau
keuntungan bagi pemegang saham secara maksimum jika harga saham perusahaan
meningkat. Semakin tinggi harga saham, maka makin tinggi keuntungan
pemegang saham sehingga keadaan ini akan diminati oleh investor karena dengan
permintaan saham yang meningkat menyebabkan nilai perusahaan juga akan
meningkat. Nilai perusahaan dapat dicapai dengan maksimum jika para pemegang
saham menyerahkan urusan pengelolaan perusahaan kepada orang-orang yang
berkompeten dalam bidangnya, seperti manajer maupun komisaris.
Rasio-rasio keuangan digunakan investor untuk mengetahui nilai pasar
perusahaan. Rasio tersebut dapat memberikan indikasi bagi manajemen mengenai
penilaian investor terhadap kinerja perusahaan dimasa lampau dan prospeknya
dimasa depan. Terdapat beberapa rasio untuk mengukur nilai pasar perusahaan,
salah satunya Tobin’s Q. Rasio ini dinilai bisa memberikan informasi paling baik
karena dalam Tobin’s Q semua unsur hutang dan modal saham perusahaan
dihitung, tidak hanya saham biasa saja dan tidak hanya ekuitas perusahaan yang
dimasukkan namun seluruh aset perusahaan. Memasukkan seluruh asset
perusahaan berarti perusahaan tidak hanya terfokus pada satu tipe investor saja
30
yaitu investor dalam bentuk saham namun juga untuk kreditur karena sumber
pembiayaan operasional perusahaan bukan hanya dari ekuitasnya saja tetapi juga
dari pinjaman yang diberikan oleh kreditur (Sukamulja, 2004). Semakin besar
nilai Tobin’s Q menunjukkan bahwa perusahaan memiliki prospek pertumbuhan
yang baik. Hal ini dapat terjadi karena semakin besar nilai pasar aset perusahaan
dibandingkan dengan nilai buku aset perusahaan maka semakin besar kerelaan
investor untuk mengeluarkan pengorbanan yang lebih untuk memiliki perusahaan
tersebut (Sukamulja, 2004).
Nilai perusahaan dapat didefinisikan sebagai nilai wajar perusahaan yang
menggambarkan persepsi investor terhadap emiten yang bersangkutan. Menurut
Husnan dan Pudjiastuti (2004), nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia
dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Menurut Keown et
al. (2007), nilai perusahaan merupakan nilai pasar atas surat berharga hutang dan
ekuitas perusahaan yang beredar. Harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli
diartikan sebagai harga pasar atas perusahaan itu sendiri. Harga pasar berarti
harga yang bersedia dibayar oleh investor untuk setiap lembar saham perusahaan,
sehingga dapat dikatakan bahwa nilai perusahaan adalah merupakan persepsi
investor terhadap perusahaan yang selalu dikaitkan dengan harga saham. Harga
saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Nilai perusahaan yang
tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham (Brigham dan
Houston, 2006).
Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan
sebab dengan nilai perusahaan yang tinggi menunjukkan tingkat kemakmuran
31
pemegang saham juga tinggi. Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat pasar
percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini namun juga pada prospek
perusahaan dimasa depan. Menurut Suharli (2006), ada beberapa pendekatan yang
bisa dilakukan untuk menilai perusahaan yaitu sebagai berikut.
1) Pendekatan laba antara lain dengan menggunakan metode rasio tingkat laba
atau Price Earning Ratio (PER).
2) Pendekatan arus kas yaitu dengan menggunakan metode diskonto arus kas.
3) Pendekatan dividen antara lain dengan menggunakan metode pertumbuhan
dividen.
4) Pendekatan aktiva antara lain dengan menggunakan metode penilaian aktiva.
5) Pendekatan harga saham.
6) Pendekatan Economic Value Added (EVA)
Penelitian ini tidak membahas keseluruhan pendekatan di atas tetapi
mencoba meneliti nilai perusahaan dengan pendekatan harga saham dengan
menggunakan rasio Tobin’s Q karena perhitungan dengan menggunakan rasio
Tobin’s Q lebih rasional mengingat unsur-unsur kewajiban juga dimasukkan
sebagai dasar perhitungan. Tujuan utama perusahaan menurut theory of the firm
adalah untuk memaksimumkan kekayaan atau nilai perusahaan (value of the firm)
(Salvatore, 2005). Nilai perusahaan dalam beberapa literatur yang dihitung
berdasarkan harga saham disebut dengan beberapa istilah berikut ini.
1) Price to Book Value (PBV) yaitu perbandingan antara harga saham dengan
nilai buku saham.
32
2) Market to Book Ratio (MBR) yaitu perbandingan antara harga pasar saham
dengan nilai buku saham.
3) Market to Book Assets Ratio yaitu ekpektasi pasar tentang nilai dari peluang
investasi dan pertumbuhan perusahaan yang membandingkan antara nilai
pasar aset dengan nilai buku aset.
4) Market Value of Equity yaitu nilai pasar ekuitas perusahaan menurut
penilaian para pelaku pasar. Nilai pasar ekuitas adalah jumlah ekuitas (saham
beredar) dikali dengan harga per lembar ekuitas.
5) Enterprise Value (EV) yaitu nilai kapitalisasi market yang dihitung sebagai
nilai kapitalisasi pasar ditambah total kewajiban ditambah minority interest
dan saham preferen dikurangi total kas dan ekuivalen kas.
6) Price Earnings Ratio (PER) yaitu harga yang bersedia dibayar oleh pembeli
apabila perusahaan itu dijual.
2.1.5 Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan dapat dinyatakan dalam total aktiva, penjualan, dan
kapitalisasi pasar. Semakin besar total aktiva, maka semakin banyak modal yang
ditanam. Semakin banyak penjualan, maka semakin banyak perputaran uang.
Semakin besar kapitalisasi pasar, maka semakin dikenal dalam masyarakat.
Perusahaan yang memiliki total aktiva besar menunjukkan bahwa perusahaan
tersebut telah mencapai tahap kedewasaan karena dalam tahap ini arus kas
perusahaan telah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka
waktu yang relatif lama, selain itu juga mencerminkan bahwa perusahaan relatif
33
lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan
total aset yang kecil.
Menurut Sujoko dan Soebiantoro (2007), ukuran perusahaan yang besar
menunjukkan perusahaan mengalami perkembangan sehingga investor akan
merespon positif dan nilai perusahaan akan meningkat. Hal tersebut terjadi karena
perusahaan-perusahaan yang memilki size yang cukup besar, umumnya sudah
berada pada tahap maturity dan akan memiliki prospek pembagian dividen yang
baik dimasa yang akan datang serta pangsa pasar relatif menunjukkan daya saing
perusahaan lebih tinggi dibanding pesaing utamanya. Investor akan merespon
positif sehingga nilai perusahaan akan meningkat. Pada umumnya perusahaan
dengan ukuran yang besar memilki total aktiva yang besar sehingga dapat menarik
investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut dan akhirnya
saham tersebut mampu bertahan pada harga yang tinggi. Pada umumnya
perusahaan dengan size kecil sangat riskan terhadap perubahan kondisi ekonomi
dan cenderung kurang menguntungkan dibandingkan dengan saham dengan size
besar.
Beberapa penelitian yang berkaitan dengan pengaruh ukuran perusahaan
terhadap nilai perusahaan, menunjukkan hasil yang konsisten yaitu berpengaruh
positif signifikan, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Sujoko dan
Soebinatoro (2007), dan Herawaty (2008) yang konsisten menemukan hasil
bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai
perusahaan, hal ini menunjukkan semakin besar perusahaan maka semakin baik
nilai perusahaannya. Semakin besar ukuran perusahaan, biasanya informasi yang
34
tersedia untuk investor dalam pengambilan keputusan sehubungan dengan
investasi dalam saham perusahaan tersebut semakin banyak. Ukuran perusahaan
dapat diproksikan ke dalam logaritma natural dari total aktiva (Brigham and
Houston, 2001).
2.2
Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian mengenai pengaruh ERM disclosure pada nilai perusahaan
ataupun pengaruh IC disclosure pada nilai perusahaan masih sangat kurang
dilakukan terutama di Indonesia. Perbedaan kondisi pasar modal dan perbedaan
regulasi pada setiap lingkungan yang berbeda, perbedaan persepsi peneliti, serta
data yang digunakan dapat berdampak pada hasil penelitian yang berbeda.
Penelitian yang dilakukan oleh Hoyt et al. (2008) yang berjudul The Value
of Enterprise Risk Management Evidence from the U.S Insurance Industry,
bertujuan untuk mengukur tingkat penerapan program ERM pada perusahaanperusahaan tertentu dan kemudian menilai implikasi nilai dari program ini.
Penelitian ini berfokus pada perusahaan asuransi Amerika Serikat untuk
mengendalikan perbedaan yang mungkin timbul akibat perbedaan regulasi dan
pasar dalam industri. Sampel ini terdiri dari 275 perusahaan asuransi yang
beroperasi di setiap tahun selama periode 1995 sampai 2005. Peneliti
menggunakan maximum-likelihood treatment effects framework untuk model
pengujian determinan ERM dan efek ERM secara simultan terhadap nilai
perusahaan. Penelitian ini menggunakan analisis regresi dan menemukan hasil
bahwa penggunaan ERM berhubungan secara positif dengan ukuran perusahaan
dan kepemilikan institusional, dan berhubungan negatif dengan penggunaan
35
reasuransi dan leverage. Penelitian ini juga mengestimasi efek ERM terhadap
Tobin’s Q, yaitu proksi standar untuk nilai perusahaan. Peneliti menemukan
hubungan positif antara nilai perusahaan dan penggunaan ERM.
Tahir dan Razali (2011) meneliti tentang hubungan antara ERM dan nilai
perusahaan: bukti empiris dari perusahaan publik Malaysia yang terdaftar, dan
penelitian ini didasarkan pada 528 perusahaan tahun 2007. Data penelitian
diperoleh dari database OSIRIS. Tobin’s Q digunakan untuk mengukur nilai
perusahaan. Hubungan yang dihipotesiskan antara nilai perusahaan dan ERM
dianalisa dengan menggunakan analisis regresi OLS. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa model regresi adalah signifikan pada tingkat 1 persen dengan
adjusted R-squared sebesar 0,654. Hasil empiris melaporkan bahwa ERM
berhubungan positif dengan nilai perusahaan tetapi tidak signifikan.
Penelitian yang menghubungkan antara komisaris independen, komite
manajemen risiko, reputasi auditor, dan konsentrasi kepemilikan sebagai variabel
independen dengan pengungkapan ERM sebagai variabel dependen dilakukan
oleh Putri (2013). Metode pemilihan sampel yang digunakan yaitu purposive
sampling dari populasi yaitu perusahaan nonfinansial yang terdaftar di BEI tahun
2009-2011. Penerapan ERM diukur menggunakan indeks ERM. Teknik analisis
yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa secara simultan komisaris independen, komite manajemen
risiko, reputasi auditor, dan konsentrasi kepemilikan berpengaruh signifikan
terhadap pengungkapan ERM. Secara parsial komite manajemen risiko, reputasi
auditor,
dan
konsentrasi
kepemilikan
berpengaruh
signifikan
terhadap
36
pengungkapan ERM, sedangkan komisaris independen tidak berpengaruh
signifikan terhadap pengungkapan ERM.
Widarjo (2011) menguji pengaruh modal intelektual dan pengungkapan
modal intelektual pada nilai perusahaan dengan menggunakan sampel penelitian
yaitu perusahaan yang melakukan penawaran umum saham perdana pada tahun
1999 sampai dengan tahun 2007. Penentuan sampel dilakukan dengan
menggunakan metode purposive sampling. Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah data arsip. Salah satu bentuk pengumpulan data arsip adalah
data sekunder. Data yang dianalisis adalah prospektus perusahaan yang
melakukan penawaran umum saham perdana. Dalam penelitian ini data sekunder
diperoleh dari Pusat Data Bisnis dan Ekonomi (PDBE) Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Gajah Mada. Analisis data yang digunakan untuk menguji
penelitian ini adalah regresi linear berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa pasar yaitu calon investor tidak memberikan nilai yang lebih tinggi
terhadap perusahaan yang memiliki modal intelektual yang tinggi. Belum adanya
standar dalam pengukuran modal intelektual kemungkinan menyebabkan pasar
belum mampu melakukan penilaian yang tepat atas modal intelektual yang
dimiliki perusahaan. Kesimpulan kedua adalah pengungkapan modal intelektual
berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan setelah penawaran umum saham
perdana. Semakin tinggi pengungkapan modal intelektual maka semakin tinggi
nilai perusahaan. Perluasan pengungkapan modal intelektual akan mengurangi
asimetri informasi antara pemilik lama dengan calon investor, sehingga membantu
37
calon investor dalam menilai saham perusahaan dan dapat melakukan analisis
yang tepat mengenai prospek perusahaan di masa yang akan datang.
Penelitian yang dilakukan oleh Boedi (2008), menguji perbedaan antara
pengungkapan IC pada jenis industri lama dan industri baru, serta menguji
pengaruh pengungkapan IC terhadap kapitalisasi pasar. Penelitian ini meneliti
perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Penelitian ini
menggunakan teknik purposive sampling didalam pengumpulan data. Perusahaan
yang bergerak dibidang komputer, semi konduktor, software dan elektronik akan
diklasifikasikan sebagai industri baru sedangkan jenis industri lainnya akan diberi
kode sebagai industri lama. Data penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari laporan tahunan perusahaan yang menjadi sampel penelitian dari
tahun 2002 sampai tahun 2006. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji
beda independent sample t-test dan regresi berganda. Hasil pengujian hipotesis
menunjukkan bahwa dari lima hipotesis yang diajukan ada empat hipotesis yang
diterima. Hipotesis yang diterima yaitu hipotesis 1a (terdapat perbedaan
pengungkapan IC antara jenis industri), hipotesis 1b (terdapat perbedaan
pengungkapan IC antara jenis industri lama dan industri baru), hipotesis 3
(terdapat pengaruh antara book value terhadap kapitalisasi pasar) dan hipotesis 4
(terdapat pengaruh antara Return on Asset (ROA) Difference terhadap kapitalisasi
pasar). Terdapat satu hipotesis yang ditolak yaitu hipotesis 2 mengenai pengaruh
pengungkapan IC terhadap kapitalisasi pasar. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut dapat disimpulkan bahwa pengungkapan IC tidak mempengaruhi
besarnya nilai kapitalisasi pasar perusahaan, namun disisi lain ditemukan bahwa
38
pengungkapan IC dari tahun ketahun mengalami peningkatan yang signifikan dan
masing-masing industri juga mengalami hasil yang berbeda terutama untuk jenis
industri baru dan industri lama.
Jacub (2012) menguji pengaruh IC dan pengungkapannya terhadap nilai
perusahaan. Populasi penelitian adalah perusahaan farmasi yang terdaftar di BEI
tahun 2006-2010 yaitu sejumlah sembilan perusahaan. Pemilihan sampel
dilakukan dengan sensus karena seluruh populasi digunakan sebagai sampel.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linear berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa IC dan pengungkapan IC berpengaruh
posistif dan signifikan pada nilai perusahaan.
Pengembangan yang dijadikan acuan dalam penelitian ini yang
membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah
sebagai berikut.
1) Penelitian yang dilakukan oleh Tahir dan Razali (2011) meneliti tentang
hubungan antara ERM dan nilai perusahaan: bukti empiris dari perusahaan
publik Malaysia yang terdaftar, dan penelitian ini didasarkan pada 528
perusahaan tahun 2007. Proksi ERM yang digunakan dalam penelitian Tahir
dan Razali (2011) adalah dummy. Hoyt et al. (2008) yang meneliti tentang
implikasi nilai dari penerapan ERM, berfokus pada perusahaan asuransi
Amerika Serikat. Sampel penelitian terdiri dari 275 perusahaan asuransi yang
beroperasi di setiap tahun selama periode 1995 sampai 2005, dan proksi ERM
yang digunakan adalah dummy. Pada penelitian ini, variabel independen yang
dihubungkan dengan nilai perusahaan adalah ERM disclosure dan IC
39
disclosure karena penelitian ini bertujuan untuk membandingkan tingkat
pengaruh masing-masing variabel independen tersebut terhadap nilai
perusahaan melalui nilai Standarized Coefficient Betta pada masing-masing
hubungan tersebut. Sampel penelitian yang digunakan adalah perusahaanperusahaan nonkeuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
selama periode tahun 2010-2014 (pengamatan dalam penelitian ini dilakukan
selama empat tahun). Penelitian ini berfokus pada perusahaan nonkeuangan
untuk mengendalikan perbedaan yang mungkin timbul akibat perbedaan
regulasi. Pada penelitian ini proksi ERM disclosure yang digunakan adalah
indeks ERM disclosure. Proksi ini didasarkan pada proksi yang digunakan
oleh Meizaroh dan Lucyanda (2011), yaitu perhitungan item-item
pengungkapan menggunakan pendekatan dikotomi. Setiap item ERM yang
diungkapkan diberi nilai 1, dan 0 apabila tidak diungkapkan. Setiap item
akan dijumlahkan untuk memperoleh keseluruhan indeks ERM disclosure
masing-masing perusahaan. Penelitian ini menggunakan ukuran perusahaan
sebagai variabel kontrol dengan tujuan untuk mengendalikan agar hubungan
yang terjadi pada variabel dependen tersebut murni dipengaruhi oleh variabel
independen bukan oleh faktor-faktor lain.
2) Penelitian yang dilakukan oleh Putri (2013), menghubungkan antara
komisaris independen, komite manajemen risiko, reputasi auditor, dan
konsentrasi kepemilikan sebagai variabel independen dengan pengungkapan
ERM sebagai variabel dependen. Metode pemilihan sampel yang digunakan
yaitu purposive sampling dari populasi yaitu perusahaan nonfinansial yang
40
terdaftar di BEI tahun 2009-2011. Pada penelitian ini, ERM disclosure dan IC
disclosure digunakan sebagai variabel independen yang diuji pengaruhnya
pada nilai perusahaan. Sampel penelitian adalah perusahaan-perusahaan
nonkeuangan yang terdaftar di BEI selama periode tahun 2010-2014.
Penelitian ini berfokus pada perusahaan nonkeuangan untuk mengendalikan
perbedaan yang mungkin timbul akibat perbedaan regulasi. Penelitian ini
menggunakan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol.
3) Widarjo (2011) menguji pengaruh modal intelektual dan pengungkapan
modal intelektual pada nilai perusahaan dengan menggunakan sampel
penelitian yaitu perusahaan yang melakukan penawaran umum saham
perdana pada tahun 1999 sampai 2007. Variabel dependen dalam penelitian
Widarjo (2011) adalah nilai perusahaan, yaitu nilai pasar perusahaan pada
hari pertama di pasar sekunder (initial market value). Nilai dari variabel ini
diperoleh dengan mengalikan jumlah seluruh saham yang ditempatkan dan
disetor penuh dengan harga penutupan per lembar saham pada hari pertama
pasar sekunder (Hartono, 2006). Jacub (2012) menggunakan perusahaan
farmasi yang terdaftar di BEI tahun 2006-2010 sebagai populasi penelitian.
Pemilihan sampel dilakukan dengan sensus karena seluruh populasi
digunakan sebagai sampel. Boedi (2008) menguji perbedaan antara
pengungkapan IC pada jenis industri lama dan industri baru, serta menguji
pengaruh pengungkapan IC terhadap kapitalisasi pasar. Kapitalisasi pasar
diukur dengan mengalikan harga pasar saham dengan jumlah saham yang
beredar. Penelitian yang dilakukan oleh Boedi (2008), meneliti perusahaan-
41
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dari tahun 2002 sampai 2006
yang terbagi menjadi jenis industri lama dan industri baru. Pada penelitian ini,
proksi dari nilai perusahaan yang digunakan adalah Tobin’s Q yang
membandingkan antara Market Value of all Outstanding Shares (MVS)
ditambah nilai pasar hutang (debt) dengan total aset. Pada penelitian ini,
sampel penelitian adalah perusahaan-perusahaan nonkeuangan yang terdaftar
di BEI selama periode tahun 2010-2014. Penelitian ini berfokus pada
perusahaan nonkeuangan untuk mengendalikan perbedaan yang mungkin
timbul akibat perbedaan regulasi. Penelitian ini menggunakan ukuran
perusahaan sebagai variabel kontrol.
Download