BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Intensitas Serangan Hama

advertisement
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Intensitas Serangan Hama Penggerek Tongkol (H. armigera Hubner)
Dari hasil penelitian intensitas serangan H. armigera Hubner pada varietas
Motorokiki dan Bisi-2 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata Intensitas serangan Hama Helicoverpa armigera Hubner Pada
Varietas Bisi-2 dan Motorokiki.
Varietas
Rata-rata Intensitas Serangan H. armigera Hubner
Bisi-2
(%)
18,67
Motorokiki
34*
* berbeda nyata hasil uji T pada taraf 5%
Tabel diatas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan intensitas serangan
yang nyata dari kedua varietas, dimana intesitas serangan pada varietas Bisi-2
lebih rendah (18,67%) dibandingkan varietas Motorokiki (34%). Dilihat dari
intensitas serangan, hal ini menunjukkan bahwa varietas Bisi-2 lebih tahan
terhadap serangan hama penggerek tongkol dibandingkan varietas Motorokiki.
Perbedaan ketahanan ini dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu aspek hama itu
sendiri dan aspek tumbuhan.
Dilihat dari aspek hama itu sendiri seperti tanggapan hama terhadap warna
dan intensitas cahaya, kemungkinan besar warna daun kedua varietas berbeda
dalam hal memancarkan spektrum. Menurut Sodiq (2009) bahwa diantara
beberapa warna spektrum cahaya, ada dua yang menghasilkan respon paling
tinggi pada serangga yaitu cahaya mendekati ultraviolet (350 mμ) dan hijau
kebiruan (500 mμ).
Selain itu faktor iklim pun berpengaruh terhadap perkembangan hama,
terutama suhu. Tinggi rendahnya suhu akan mempengaruhi perkembangan suatu
hama. Rahayu (2012) mengemukakan bahwa efek suhu terlihat jelas pada proses
fisiologis serangga, dimana pada suhu tertentu aktivitas serangga akan tinggi dan
berkurang pada suhu yang lain (Roses, et al,. 1985). Saat pengamatan kisaran
suhu masih terletak pada kisaran suhu yang efektif untuk proses fisiologi serangga
yaitu 230 - 340 C, dan kelembaban udara berkisar 70% - 85%. Umumunya kisaran
suhu yang efektif adalah suhu minimum 15o C, suhu optimum 250 C. dan suhu
maksimum 450 C. Pada suhu optimum serangga untuk melahirkan keturunan akan
besar dan kematian (mortalitas) sebelum batas umur akan sedikit. Sedangakan
untuk kelembaban bagi serangga pada umumnya kisaran toleransi terhadap
kelembaban udara yang optimum terletak didalam titik maksimum 73% sampai
100%. Cuaca yang lembab merangsang pertumbuhan populasi serangga.
Prinsipnya perbedaan ketahanan tanaman terhadap serangga tertentu
disebabkan oleh faktor biofisik dan faktor biokimia. Faktor biofisik seperti
morfologi, anatomi dan warna tumbuhan mempengaruhi ketahanan suatu varietas.
Warna daun varietas Bisi-2 dan Motorokiki berbeda.(Lampiran 2) Tumbuhan
menjadi lebih disenangi atau sebaliknya oleh serangga, tergantung dari besarnya
peranan setiap faktor atau kombinasi dari ketiga faktor di atas. Menurut Beck
(1965) dalam Sodiq (2009), faktor biokimia digolongkan dalam dua golongan,
yaitu yang menghambat proses fisiologi serangga antara lain adalah alkaloida
beracun yang banyak pada tumbuhan. (Sodiq, 2009).
Salah satu yang menghambat proses fisiologi serangga antara lain adalah
alkaloida beracun yang banyak pada tumbuhan. Beberapa studi yang dilakukan
oleh peneliti Philipina, mengemukakan bahwa kandungan DIMBOA (2,4–
dihidroksi–7–methoxi–(2H)–1,4–benzoxasine–3(4H)–one) dijumpai pada galur
yang tahan terhadap H. armigera (Lit, et al., 1987; Tseng, 1997 dalam Surtikanti
et. al. 2002). DIMBOA merupakan senyawa yang bersifat repelan yang dapat
menyebabkan kematian bagi hama H. armigera (Reed et al., 1972 dalam Sodiq,
2009).
Metclaf dan Luckman (1975) dalam Sodiq (2009) mengemukakan bahwa
proses pemilihan inang oleh serangga melalui beberapa tahap, yaitu :
a. Pencarian habitat inang (host habitat finding); mencari habitat inang dengan
mempergunakan mekanisme yang melibatkan fototaksis, geotaksis, preferensi
tempat dan kelembaban.
b. Pencarian inang (host finding); pada umumnya mempergunakan mekanisme
yang melibatkan tanggap penciuman (olfaktori) dan penglihatan.
c. Pengenalan inang (host recognition); adanya rangsangan olfaktori, rasa dan
raba akan membantu serangga mengenal inang.
d. Penerimaan inang (host acceptance); adanya senyawa-senyawa kimia khas
yang dikandung inang akan membuat serangga dapat menerima inang
tersebut.
e. Kesesuaian inang (host suitability); tanaman yang tidak mengandung racun
tetapi mengandung zat makanan yang sesuai akan menunjang proses
perkembangbiakan serangga.
Keadaan morfologi dan fisiologi setiap varietas jagung pada umumnya
berlainan meskipun tidak terlalu nyata. Keadaan tersebut akan mempengaruhi
tingkat preferensi hama H. armigera terhadap tanaman jagung. Keadaan rambut
tongkol merupakan keadaan morfologi yang akan mempengaruhi preferensi H.
armigera dalam meletakkan telur. Dilihat dari rambut tongkol Motorokiki lebih
pendek dibandingkan dengan Bisi-2. Kemungkinan lebih pendek rambut tongkol
lebih pendek pula jarak tempuh untuk mencapai tongkol sebagai habitatnya.
a
b
Gambar 3. Rambut Tongkol Bisi-2 (a) Rambu Tongkol Motorokiki (b)
Selain itu umur tanaman juga berpengaruh terhadap intensitas serangan
seperti tampak pada gambar dibawah ini :
Intensitas Serangan (%)
50
44
40
34
30
26
24
20
Motorokiki
18
Bisi-2
12
10
Umur Tanaman
0
Motorokiki 40 HST Motorokiki 50 HST Motorokiki 60 HST
Bisi-2 60 HST
Bisi-2 70 HST
Bisi-2 80 HST
Gambar 4. Pengaruh Umur Tanaman Terhadap Intensitas serangan H. armigera
Hubner
Dari grafik diatas terlihat bahwa intensitas serangan H. armigera semakin
meningkat seiring bertambahnya umur tanaman. Abdullah (2011) mengemukakan
bahwa serangan hama penggerek tongkol akan meningkat sesui umur tanaman.
Respon tanaman bervariasi menurut umur tanaman dan tentunya mempengaruhi
kenampakan sifat ketahanan di lapangan. Kandungan DIMBOA akan semakin
menurun seiring bertambahnya umur tanaman. Penurunan kadar DIMBOA lebih
cepat terjadi pada varietas yang peka dibandingkan dengan varietas jagung yang
tahan (Untung, 2006).
Berbeda halnya dengan panjang gerekan di tongkol seperti tampak pada
Panlang Gereka Tongkol (cm)
grafik dibawah ini.
3.4
3.5
3
2.2
2.5
Bisi-2
2
Motorokiki
1.5
1
0.5
0
Varietas
Gambar 5. Rata-rata Panjang Gerekan H. Armigera pada Tongkol Varietas Bisi-2
dan Motorokiki
Berbeda halnya dengan intensitas serangan, rata-rata panjang gerekan
tongkol pada varietas Bisi-2 lebih tinggi dibandingkan varietas Motorokiki. Hal
ini terlihat pada grafik diatas bahwa rata-rata panjang gerekan di tongkol pada
varietas Bisi-2 yaitu 3,4 cm, dibandingkan varietas Motorokiki panjang
gerekannya hanya 2,2 cm. Diduga tongkol varietas Bisi-2 lebih lunak
dibandingkan varietas Motorokiki, sehingga tingkat preferensi H. armigera pada
varietas Bisi-2 lebih tinggi dibandingkan Motorokiki. Dilihat dari rambut tongkol,
varietas Bisi-2 lebih sedikit dan pendek daripada varietas Motorokiki, sehingga
serangan H. armigera menggerek tongkol lebih cepat.
4.2.
Penurunan Hasil Varietas Bisi-2 dan Varietas Motorokiki
Meningkatnya Serangan hama penggerek tongkol pada varietas Bisi-2
dan Motorokiki mempunyai hubungan terhadap penurunan hasil produksi
pada masing-masing varietas, hal ini nampak pada grafik dibawah ini:
60
53.48
Penurunan Produksi (%)
51.92
50
40
30
BISI-2
MOTOROKIKI
20
10
0
0
0
26
44
Intensitas Serangan (%)
Gambar 6. Intensitas Serangan H. armigera Terhadap Penurunan Hasil Bisi-2 dan
Motorokiki
Dari grafik diatas terlihat bahwa untuk varietas Bisi-2 intensitas serangan
26% menurunkan hasil 51,92%, sementara Motorokiki hampir 2 kali lipat dari
intensitas serangan Bisi-2 yaitu 44% hanya menurunkan hasil 53,48%.
Kemungkinan hal ini dikarenakan varietas Motorokiki lebih cepat mengeluarkan
rambut tongkol dibandingkan Bisi-2, sehingga serangga yang meletakkan telur
pada varietas Bisi-2 hanyalah sisa dari serangga yang belum bertelur pada
Motorokiki.
Bisa jadi Bisi-2 bukannya lebih tahan, tetapi hanya menyangkut waktu
tanam kedua varietas. Varietas Motorokiki lebih cepat tersedia tongkol disamping
karena umurnya lebih genjah juga karena ditanam dalam waktu bersamaan,
sehingga pada saat yang sama tongkol pada varietas Motorokiki lebih dulu
tersedia sebagai habitat H. armigera. Sementara varietas Bisi-2 yang ketersediaan
tongkolnya lebih lambat intensitas serangannya menjadi lebih kecil, namun
menurunkan hasil hampir sama dengan varietas Motorokiki.
Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan besar Motorokiki
sesungguhnya lebih tahan dibandingkan Bisi-2. Dugaan ini didukung juga oleh
hasil pengamatan panjang gerekan pada tongkol.
Download