nilai-nilai pendidikan tauhid dalam kitab `aqidatul

advertisement
NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID
DALAM KITAB ‘AQIDATUL AWAM
KARYA SAYID AHMAD AL – MARZUKI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh:
SYARIFATUN NURUL MAGHFIROH
NIM: 111 – 12 – 092
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)SALATIGA
2016
MOTTO
‫﴾ ه‬١﴿ ٌ ‫ٱَّللُ أ َ َدذ‬
‫لُ ًْ ُه َى ه‬
﴾٣﴿ ْ‫﴾ ٌَ ُْ ََ ٍِذْ َوٌَ ُْ َُىٌَذ‬٢﴿ ُ ‫ص َّذ‬
‫ٱَّللُ ٱٌ ه‬
٤﴿ ٌ ‫َوٌَ ُْ ََ ُىٓ ٌه ۥه ُ ُوفُ ًىا أ َ َد ٌۢذ‬
“ Katakanlah, Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan
yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan
tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara denganNya”
(QS. Al-Ikhlash: 1-4)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
 Kedua orang tuaku yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, do‟a
serta uang saku yang lebih sehingga skripsi ini bisa penulis selesaikan.
 Adikku tersayang Abdillah Khoiri Nafi‟ yang selalu memberikan
semangat.
 Abah Cholid Ulfi Fatkhurrohman, Abah As‟ad Haris N.F., Abah
Taufiqurrohman, Ibunda Fatichah Ulfah dan Ummah Chusnul Halimah
serta segenap keluarga besar kepengasuhan Yayasan Al-Manar yang
senantiasa memberikan tempat bagi saya untuk menimba ilmu.
 Jajaran kepengurusan pondok pesantren Al-Manar.
 Almamaterku tercinta, IAIN Salatiga, tempatku menimba pengetahuan,
teman-teman PACISTA (PAI C IAIN Salatiga angkatan 2012) kalian luar
biasa.
 Seluruh teman-teman curhatku (curahan hati) yakni ifa, aulia, elfa,
maslikhah, faid, luluk serta teman-teman lain yang tak bisa ku sebutkan
satu per satu. Tak lupa kepada kang Fatwa yang selalu memberikan
semangat, motivasi dan perjuangannya dalam mengajariku banyak ilmu
pengetahuan dan selalu kurepotkan.
 Someone yang masih jauh di mata.
 Seluruh Umat Islam di belahan dunia manapun yang bersedia membaca
karya kecil ini.
KATA PENGANTAR
ُُ‫اٌشد‬
ّ ّٓ‫اٌشد‬
ّ ‫تغُ هللا‬
‫غالَ ػًٍ عُّذٔا‬
ّ ٌ‫صٍىج وا‬
ّ ٌ‫ وا‬.َ‫اٌذّذ ُ هللِ اٌّزي هذأا ٌإلَّاْ واإلعال‬
‫ِذ ّّذ ٔثُّه اٌّزي اعرٕمزٔا ته ِٓ ػثادج االوثاْ واالصٕاَ وػًٍ اٌه‬
.َ‫واصذاته إٌّجثاء اٌثشسج اٌىشا‬
Puji syukur penulis panjatkan kepada Sang Raja alam semesta (Allah
„Azza wa Jalla). atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini, meskipun dalam wujud yang sederhana dan jauh
dari sempurna. Sholawat dan salam Allah SWT, semoga senantiasa
terlimpahkan kepada Sang Pemimpin hidup manusia dan yang menjadi
cakrawala rindu para umatnya (Nabi Muhammad SAW).
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan dapat
diselesaikan tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu,
penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak, Ibuku dan seluruh keluargaku yang telah mendo‟akan dan
membantuku dalam menyelesaikan studi di Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga dengan penuh kasih sayang dan kesabaran.
2. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. Selaku Rektor Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
3. Bapak Drs. Machfudz, M.Ag. Selaku pembimbing yang telah
membimbing dalam penulisan skripsi ini.
4. Bapak H. Mohammad Ali Zamroni, MA. Selaku Pembimbing
akademik.
ABSTRAK
Nurul, Syarifatun.2016. Nilai-nilai Pendidikan Tauhid dalam Kitab „Aqidatul
Awam Karya Sayid Ahmad Al-Marzuki. Skripsi. Jurusan Pendidikan
Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam
Negeri Salatiga. Pembimbing: Drs. Machfudz, M.Ag.
Kata kunci: Nilai, Pendidikan Tauhid.
Sayid Ahmad Al-Marzuki adalah seorang ulama yang terkenal. Salah satu
kitabnya adalah „Aqidatul Awam, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana pendidikan tauhid menurut Sayid Ahmad Al-Marzuki dalam kitab
„Aqidatul Awam. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: (1)
Bagaimanakah sistematika penulisan kitab „Aqidatul Awam karya Sayid Ahmad
Al-Marzuki (2) Apa nilai tauhid dalam kitab „Aqidatul Awam karya Sayid Ahmad
Al-Marzuki (3) Bagaimanakah signifikansi pendidikan tauhid dalam kehidupan
sehari-hari. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian menggunakan
pendekatan kepustakaan.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library
research). Sumber data primer adalah kitab „Aqidatul Awam, sumber sekundernya
adalah terjemahannya dan sumber tersiernya adalah kitab-kitab dan buku-buku
lain yang bersangkutan dan relevan dengan penelitian. Adapun teknis analisis data
menggunakan metode deduktif dan metode induktif.
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa dalam kitab „Aqidatul awam
karya Sayid Ahmad Al-Marzuki masih relevan dari pendidikan dahulu sampai
pendidikan sekarang, sistematika yang dipakai dalam penulisan kitab ini adalah
tematik, yang penulisannya dari satu pasal ke pasal lain berdasarkan jumlah
aqoid nadhom dan pokok masalah yang terkandung didalamnya. karena
terdapat banyak sekali keterangan yang membahas tentang pendidikan tauhid
yang tidak diragukan jika dijadikan rujukan pokok ajaran dalam Islam. Tanpa
mengetahui pendidikan tauhid, kita tidak akan menemukan tujuan hidup
sebenarnya.Adapun nilai pendidikan tauhid yaitu pendidikan keimanan dimana
keimanan sendiri terdiri dari keimanan kepada Allah, kepada Malaikat, kepada
kitab-kitab, kepada Rasul, kepada hari Akhir serta keimanan kepada qadha dan
qadar. Adapun signifikansi Pendidikan Tauhid dalam kehidupan sehari-hari dari
sifat-sifat Allah SWT merupakan pintu menuju kesuksesan hidup di dunia
maupun akhirat, dan sebagai acuan dalam menciptakan akhlakul karimah,
disamping itu dengan mengimplementasikan sifat-sifat Allah dalam kehidupan
sehari-hari dapat mempermudah hubungan sosial baik dalam urusan agama
maupun antar masyarakat, serta sesuai syar‟i dan norma-norma yang berlaku di
masyarakat itu sendiri.
DAFTAR ISI
1. HALAMAN JUDUL .............................................................................
i
2. LOGO IAIN .........................................................................................
ii
3. NOTA PEMBIMBING .......................................................................
iii
4. PENGESAHAN KELULUSAN .........................................................
iv
5. PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN........................................... v
6. MOTTO................................................................................................
vi
7. PERSEMBAHAN...............................................................................
vii
8. KATA
PENGANTAR.........................................................................
viii
9. ABSTRAK ...........................................................................................
x
10. DAFTAR ISI .......................................................................................
xi
BAB I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................
6
C. Tujuan Penelilitian ...........................................................
7
D. Kegunaan Penelitian ........................................................
7
E. Penegasan Istilah .............................................................. 9
F. Metode Penelitian ............................................................ 14
G. Sistematika Penulisan ..................................................... 16
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Pengertian Nilai Pendidikan Tauhid ................................ 18
B. Materi Pendidikan Tauhid .............................................. 22
C.
D
asar dan Tujuan Pendidikan Tauhid ...……………….. 29
D.
M
etode Pendidikan Tauhid ............................................. 33
BAB III. DESKRIPSI
PEMIKIRAN
SAYID
AHMAD
AL-
MARZUKI
A.
Bi
ografi Pengaran Kitab „Aqidatul Awam ...................... 37
1.
La
tar Belakang Penulisan Kitab Aqidatul Awam ...... 37
2.
Bi
ografi Sayid Ahmad Al-Marzuki ........................... 41
3. Guru-guru Sayid Ahmad Al-Marzuki ....................... 43
4. Karya-karya Sayid Ahmad Al-Marzuki .................... 44
B. Sistematika Penulisan Kitab Aqidatul Awam ....................... 47
C. Isi Pokok Kitab „Aqidatul Awam .......................................... 48
BAB IV. ANALISIS
NILAI
PENDIDIKAN
TAUHID
DALAM
KITAB ‘AQIDATUL AWAM KARYA SAYID AHMAD ALMARZUKI
A.
Ni
lai Tauhid dalam kitab „Aqidatul Awam karya Sayid Ahmad
Al-Marzuki ......................................................... 69
B. Signifikansi Pendidikan Tauhid dalam kehidupan
sehari-hari ........................................................................ 79
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................
85
B. Saran ..............................................................................
86
C. Kata Penutup ..................................................................
87
11. DAFTAR PUSTAKA
12. LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tauhid merupakan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Manusia yang percaya dengan keberadaan Tuhan Yang Maha
Esa, senantiasa merasa dekat dan dilindungi oleh Tuhannya (Musa,
1999: 43). Karena di alam ini pemimpin dan pengatur semua tatanan
sistem peredaran kehidupan hanya Allah SWT. Hidup dan mati
merupakan kuasa sang pencipta yaitu Allah SWT. Kepercayaan
terhadap Allah adalah sang pencipta dan Yang Maha Esa, merupakan
landasan bagi setiap muslim. Seorang muslim tidak dapat dikatakan
sebagai umat muslim jika tidak menerima suatu ajaran tauhid.
Seorang muslim dapat menjalani
kehidupannya wajib memegang
tauhid dalam hati dan fikiran. Tauhid adalah prinsip ajaran agama
Islam yang menegaskan bahwa Tuhan itu hanya satu dan menjadi
satu-satunya sumber kehidupan (Zainuddin, 1992: 3).
Manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya,
karena seluruh makhluk hidup termasuk manusia pada hakikatnya
akan kembali kepada Allah SWT. Beribadah kepada Allah dengan
landasan keyakinan bahwa hanya Allah-lah satu-satunya Tuhan semesta
alam (Hanafi, 1988: 67). Objek kajian dari tauhid adalah tindakan
manusia yang diperintahkan oleh Allah agar meng-Esa-kanNya dalam
menjalani kehidupan sehari-hari.
Perintah untuk men-tauhid-kan Allah dan pernyataan Allah
itu Esa dalam Al-Qur‟an: Al-Baqarah ayat 163.
ُُ ُ‫اٌش ِد‬
ِ ‫َو ِإ ٌََٰ ُه ُى ُْ ِإ ٌََٰهٌ َو‬
‫اٌش ْد َٰ َّ ُٓ ه‬
‫ادذٌ ۖ َال ِإ ٌََٰهَ ِإ هال ُه َى ه‬
Artinya: Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada
Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha penyayang
(Q.S Al-Baqarah: 163).
Ilmu Tauhid adalah ilmu yang membicarakan tentang caracara menetapkan „aqidah agama dengan mempergunakan dalil naqli
maupun dalil aqli. Dengan menggunakan dalil aqli maupun naqli,
seseorang akan lebih mudah memahami dan meyakini segala bentuk
penjelasan yang ada dalam ilmu tauhid. Dapat dinamakan ilmu
tauhid karena pembahasan-pembahasannya yang paling menonjol ialah
pembahasan tentang ke-Esaan Allah yang menjadi asasi agama Islam
(Ash Shiddieqy, 1990:1).
Ilmu tauhid merupakan ilmu yang membahas tentang Allah
SWT, sifat-sifat wajib yang ada pada-Nya, sifat-sifat yang boleh
kepada-Nya (Sifat jaiz Allah) dan sifat-sifat yang sama sekali harus di
tiadakan daripada-Nya serta tentang Rasul-rasul Allah SWT untuk
menetapkan kerasulan mereka. Dapat dinamakan ilmu tauhid karena
pokok
pembahasannya
yang
paling
penting
adalah
menetapkan
keesaan Allah SWT dalam dzat-Nya, dalam menerima peribadatan
dari makhluk-Nya, dan meyakini bahwa Dia-lah tempat kembali, satusatunya tujuan ( Maslikhah, 2003:90).
Pokok-pokok pembahasan ilmu tauhid meliputi tiga hal,
yaitu: a) mempercayai dengan sepenuh hati tentang pencipta alam,
Allah Yang Maha Esa, b) mempercayai dengan penuh keyakinan
tentang para utusan Allah SWT dan perantara Allah SWT kepada
para utusannya untuk disampaikan kepada
umat manusia untuk
menyampaikan ajaran-ajaran-Nya, tentang kitab-kitab Allah SWT yang
dibawa oleh para utusan-Nya, dan tentang para malaikat-Nya, c)
mempercayai dengan sepenuh hati akan adanya kehidupan abadi
setelah mati di alam akhirat dengan segala hal-ihwal yang ada di
dalamnya.
Berdasarkan jenis dan sifatnya, ilmu tauhid dapat dibagi
dalam tiga tingkatan atau tahapan. 1) Tauhid Rububiyyah yaitu:
mengesakan Allah dalam segala perbuatanNya dan meyakini bahwa
Allah menciptakan segala makhluk.
2) Tauhid Uluhiyah yaitu:
mengesakan Allah dengan perbuatan para hamba, misalnya: tawakal,
beribadah, memohon pertolongan. 3) Tauhid asma‟ wa sifat yaitu:
beriman kepada nama-nama Allah dan sifat-sifatNya yang diterangkan
dalam Al-Qur‟an dan sunnah Rasul-Nya yang pantas ditiru oleh
umat-Nya ( Ilyas, 1993 :23)
Sumber utama ilmu tauhid ialah Al-Qur‟an dan Hadis yang
banyak berisi penjelasan tentang wujud Allah SWT, keesaan-Nya,
sifat-sifat-Nya, dan persoalan ilmu tauhid lainnya. Maka dari itu ilmu
tauhid selalu didasarkan pada dua hal, yaitu dalil aqli dan dalil
naqli. Dengan menggunakan dalil aqli maupun naqli tersebut, maka
seseorang akan lebih mudah untuk memahami dan meyakini segala
bentuk penjelasan yang ada di dalam ilmu tauhid. Terutama untuk
memahami dan meyakini penjelasan tentang sifat-sifat Allah SWT
baik yang wajib maupun yang mustahil, ataupun yang jaiz pada-Nya,
sehingga seseorang akan lebih mudah mengenal dzat Allah SWT
secara mendalam (Maslikhah, 2003:90).
Ilmu tauhid bertujuan untuk memantapkan keyakinan dan
kepercayaan agama melalui akal pikiran, selain itu ilmu tauhid juga
digunakan
untuk membela
kepercayaan
dan
keimanan
dengan
menghilangkan keraguan seseorang, serta ilmu tauhid bertujuan untuk
meluruskan aqidah-aqidah yang menyeleweng, serta membimbing
manusia untuk melakukan ke jalan yang benar serta dapat melakukan
ibadah dengan keikhlasan. Selain tujuan, ada juga manfaat ilmu
tauhid yaitu: mengetahui tentang Allah dengan segala hal yang ada
pada-Nya, melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi segala laranganNya, semakin meningkatkan dan memperteguh keimanannya.
Hukum mempelajari ilmu tauhid adalah fardhu „ain bagi
setiap
muslim
dan
muslimah
sampai
ia
betul-betul
memiliki
keyakinan dan kepuasan hati serta akal bahwa ia berada diatas agama
yang benar. Sedangkan mempelajari lebih dari itu hukumnya fardhu
kifayah, artinya jika telah ada yang mengetahui, yang lain tidak
berdosa ( Maslikhah, 2003: 90).
Dari uraian di atas, penulis berusaha mengkaji lebih mendalam
tentang nilai pendidikan tauhid dalam kitab „Aqidatul Awam, yang di
dalamnya terdapat beberapa uraian tentang pendidikan tauhid. Untuk
itu, maka penulis mencoba untuk menyusun sebuah skripsi yang
berjudul: “NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KITAB
„AQIDATUL AWAM KARYA SAYID AHMAD AL-MARZUKI”,
alasan penulis mengambil judul di atas karena melihat perkembangan
zaman yang terjadi pada saat ini. Banyak masyarakat yang mengaku
beragama Islam dan beriman kepada Allah SWT. Akan tetapi, sikap
dan
perilaku
mereka
tidak
mencerminkan
keimanan
tersebut.
Sebagian besar dari mereka sering melakukan ke onaran, berbuat
dzalim, seperti halnya: mabuk-mabukan, berjudi, anak sekolah tawuran
serta anak yang
menganalisis
dan
melawan
orang
mengemukakan
tuanya. Oleh sebab itu, penulis
salah
satu
penyebabnya
ialah
kurangnya keimanan pada diri mereka, jika keimanan benar-benar
sudah tertancap pada diri seseorang, niscaya ia akan benar-benar takut
kepada Allah, siksa Allah dan takut akan adzab Allah yakni balasan di
neraka. Bila seseorang takut kepada Allah, sungguh ia akan melaksanakan
apa yang diperintahkan Allah dan meninggalkan apa yang dilarangNya.
Kemudian setelah ia menyadari pentingnya keimanan maka
perbuatan-perbuatan dzalim yang disebutkan di atas sungguh akan
bisa dihindari.
Penulis merujuk pada kitab „Aqidatul Awam ini, karena di
dalam kitab tersebut membahas tentang ketauhidan yang menerapkan
dasar pokok bagi umat Islam, selain kata-katanya mudah dipahami
oleh orang awam kitab tersebut memiliki lafadz-lafadz yang relatif
sedikit
karena
memang
kitabnya
tipis, akan
tetapi
mempunyai
kandungan makna yang banyak dan cakupannya luas. Selain itu,
karena pendidikan tauhid suatu perbuatan manusia untuk meng-Esa-kan
Allah SWT sebagai suatu landasan umat muslim dalam menjalankan
semua ibadah. Tauhid yang dimaksud penulis adalah Tauhid yang
memiliki pengertian percaya kepada Allah yang Satu. Pendidikan Tauhid
dalam kitab „Aqidatul Awam yang sampai sekarang masih digunakan
dalam pembelajaran pendidikan Agama khususnya di pondok pesantren
Al-Manar dan TPA/TPQ Al-Mubarok, pringapus. Harapan penulis,
semoga
dapat
memberikan
kontribusi
dan
manfaat
dalam
meningkatkan
pengetahuan
dan
pemahaman
tentang
pendidikan
tauhid, terutama bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana sistematika penulisan kitab „Aqidatul Awam karya Sayid
Ahmad Al-Marzuki?
2. Apa nilai tauhid dalam kitab „Aqidatul Awam karya Sayid Ahmad AlMarzuki?
3. Bagaimana signifikansi pendidikan tauhid dalam kehidupan seharihari?
C. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
bagi pembaca khususnya dalam mendalami jenis penelitian literature
serta
dapat mengembangkan
berbagai
media
sebagai
sumber
pengetahuan khususnya dalam bentuk naskah, adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui sistematika penulisan kitab „Aqidatul Awam karya Sayid
Ahmad Al-Marzuki.
2. Mengetahui nilai tauhid dalam kitab „Aqidatul Awam karya Sayid
Ahmad Al-Marzuki.
3. Mengetahui signifikansi pendidikan tauhid dalam kehidupan seharihari.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua
bagian yaitu:
(1) Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara
teoritis, berupa pengetahuan tentang nilai-nilai pendidikan tauhid
dalam kitab „Aqidatul Awam karya Sayid Ahmad Al-Marzuki serta
dapat bermanfaat sebagai kontribusi pemikiran dalam upaya
peningkatan pengetahuan tentang kajian mengenal sifat-sifat Allah
SWT dan juga pengetahuan tentang ilmu tauhid Islam, sehingga dapat
diketahui bagaimana seseorang untuk mengenal sifat-sifat wajib,
mustahil dan jaiz bagi Allah SWT.
(2) Kegunaan Praktis
a. Bagi Penulis
Untuk menambah wawasan serta pemahaman penulis
tentang kajian nilai pendidikan tauhid sehingga dapat dijadikan
pedoman dan dapat diterapkan dalam menjalankan aktifitas seharihari.
b. Bagi Lembaga Pendidikan
Dapat menjadi masukan serta sebagai bahan pertimbangan
untuk diterapkan dalam sehari-hari dalam dunia pendidikan Islam
pada lembaga-lembaga pendidikan. Seperti: Pondok Pesantren,
Madrasah Diniyah, di TPA maupun TPQ, sebagai pedoman dalam
melangkah
untuk
mencapai
keselamatan
dalam
perilaku
kehidupan manusia untuk menuju kebahagiaan didunia sampai
akhirat.
c. Bagi Ilmu Pengetahuan
1. Menambah pengetahuan mengenai nilai pendidikan tauhid
yang terdapat
dalam
kitab
„Aqidatul
Awam
sehingga
mengetahui betapa pentingnya pendidikan tauhid dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Sebagai bahan referensi dalam ilmu pendidikan terutama ilmu
pendidikan Islam, sehingga dapat memperkaya dan menambah
wawasan dibidang tersebut khususnya dan bidang ilmu
pengetahuan lain pada umumnya.
E. Penegasan Istilah
Untuk memperjelas judul serta menghindari kekeliruan, maka
penulis membatasi istilah yang berkaitan dengan permasalan tersebut.
Sehingga dapat mengemukakan uraian kajian tersebut sesuai yang
dikehendaki oleh penulis, sebagai berikut:
1. Nilai Pendidikan Tauhid
Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai dan paling
benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehingga
prefensinya
tercermin
dalam
perilaku,
sikap
dan
perbuatan-
perbuatannya (Maslikhah, 2009:106). Nilai adalah tentang apa yang
baik, benar, bijaksana dan apa yang berguna.
Nilai adalah sesuatu yang bersifat ideal dan tidak dapat disentuh
oleh panca indera (Sidi, 1978: 93). Maka nilai yang kita rasakan
dalam diri kita masing-masing sebagai pendorong atau prinsip-prinsip
yang menjadi penting dalam kehidupan. Dari beberapa pernyataan
tersebut, nilai adakan ukuran memilih tindakan atau tujuan tertentu.
Koasih Djahiri dan Aziz Wahab (1996: 23) memberikan
batasan nilai sebagai sesuatu yang berharga baik menurut standar
logika (benar dan salah), estetika (baik dan buruk), etika (adil dan
tidak adil), agama (dosa/ haram dan halal), dan hukum (sah dan tidak
sah) serta menjadi keyakinan diri maupun hidupnya.
Berarti, nilai akan selalu berkaitan dengan kebaikan, kebajikan
dan keluhuran, yang menjadi sesuatu yang dihargai, dijunjung tinggi
serta dikejar oleh manusia. Melalui nilai, seseorang akan merasakan
adanya sesuatu kepuasan dan ia menjadi manusia sebenarnya. Bahkan
dengan nilai seseorang secara penuh menyadari kebermaknaannya dan
menganggapnya sebagai pendorong dan pedoman, penuntun dan
prinsip untuk menentukan sesuatu dalam kehidupan manusia seharihari.
Pendidikan berasal dari kata didik, kemudian mendapatkan
awalan pe- dan akhiran -an yang berarti pengukuhan sikap dan tata
perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewesakan
manusia melalui upaya pengajaran, pelatihan, proses, cara dan
perbuatan mendidik (Yunahar, 2007: 263).
Menurut Maslikhah (2009: 130) pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, bangsa dan negara.
Secara bahasa kata tauhid berasal dari bahasa arab, bentuk
masdar dari kata ‫ ذ َْى ِد ُْذ ًا‬-ُ ‫ َ َُى ِّدذ‬-َ ‫دذ‬
‫ َو ه‬yang berarti percaya kepada
Allah SWT yang Maha Esa. Secara istilah syar‟i, tauhid berarti
mengesakan Allah dalam hal mencipta, menguasai, mengatur dan
mengikhlaskan peribadahan kepada-Nya, meninggalkan penyembahan
kepada selain-Nya serta menetapkan Asma‟ul Husna (Nama-nama yang
baik) dan shifat Al-Ulya (sifat-sifat yang tinggi) bagi-Nya dan
mensucikan-Nya dari kekurangan. Lebih jelas lagi bahwasanya tauhid
itu adalah meyakini bahwa Allah SWT itu Esa dan tidak ada sekutu
bagi-Nya. Jadi pendidikan tauhid itu merupakan usaha sadar untuk
mengembangkan diri sesuai kebutuhan, yang diyakini benar oleh setiap
orang atau kelompok sehingga dapat menetapkan keyakinan yang
berkaitan dengan ketuhanan, kenabian dan hal yang ghaib.
Pendidikan Tauhid adalah pengembangan ke arah keyakinan
seseorang terhadap Allah SWT. Pendidikan tauhid ini dimulai sejak
lahir ke bumi karena keyakinan merupakan hal yang pertama dan
utama. Pendidikan tauhid sejak dini terlihat pada bayi yang baru lahir
kemudian dikumandangkan adzan oleh orang tuanya.
Pendidikan tauhid mempunyai arti suatu proses bimbingan
untuk mengembangkan dan memantapkan kemampuan manusia dalam
mengenal keesaan Allah. Pendidikan tauhid yang berarti membimbing
atau mengembangkan potensi (fitrah) manusia dalam mengenal Allah,
menurut pendapat Chabib Thoha, “Supaya siswa dapat memiliki dan
meningkatkan terus-menerus nilai iman dan taqwa kepada Allah Yang
Maha Esa sehingga pemilikan dan peningkatan nilai tersebut dapat
menjiwai tumbuhnya nilai kemanusiaan yang luhur (Thoha, 1996: 62)”.
Pendidikan tauhid adalah usaha mengubah tingkah laku
manusia
berdasarkan
ajaran
tauhid
dalam
kehidupan
melalui
bimbingan, pengajaran dan pelatihan dengan dilandasi oleh keyakinan
kepada Allah semata.
Pendidikan tauhid, akan membentuk watak seorang muslim
yang beriman kepada Allah SWT serta mampu mengimplementasikan
nilai-nilai keimanan dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga mampu
menjadi orang yang berguna bagi masyarakat yang timbul saling
mengasihi, menolong, memberikan hartanya yang lebih kepada mereka
yang membutuhkan.
Nilai-nilai pendidikan tauhid adalah nilai ketauhidan (ke-Esaan),
aplikasi dan implementasinya yang dapat diambil dari suatu kajian dan
ditransformasikan sebagai bahan pengajaran dan pendidikan.
2. „Aqidatul Awam
Adalah sebuah karya Sayid Ahmad Al-Marzuki yang disajikan
untuk seorang hamba sebagai pedoman dan rujukan memantapkan
keyakinan dan kepercayaan agama melalui akal pikiran, di samping
kemantapan hati, yang didasarkan pada wahyu.
Di dalamnya menjelaskan tentang ilmu tauhid. Ilmu tauhid ini
menjelaskan tentang keesaan Allah dan pembuktiannya. Dalam kitab
tersebut menjelaskan sifat-sifat Allah, atau yang disebut aqoid lima
puluh.
Aqoid lima puluh itu terdiri dari, 20 sifat yang wajib bagi Allah,
20 sifat mustahil bagi Allah, 1 sifat jaiz bagi Allah, serta 4 sifat wajib
bagi Rasul, 4 sifat mustahil bagi rasul dan 1 sifat jaiz bagi rasul.
Semua
merupakan
isi
dari
ajaran
yang
terangkum
dalam
kitab Aqidatul Awam ( Nasar, 1995: 8-13).
3. Sayid Ahmad Al-Marzuki
Nama lengkap beliau Syekh Ahmad bin Muhammad bin Sayid
Ramadhan Mansyur bin Sayid Muhammad al-Marzuki Al-Hasani.
Beliau lahir di Mesir pada tahun 1205 H. Al-Marzuki dikenal sebagai
penulis yang handal serta amat lincah dalam menuliskan qolam-nya
(pena), terutama menyangkut puji-pujian kepada Allah dan Rasulullah
SAW. Salah satu karyanya yang terkenal dan fenomenal adalah
Mandzumat 'Aqidah Al-Awwam, yaitu ringkasan ilmu kalam mengupas
tentang tauhid untuk dijadikan acuan dalam aqidah bagi orang-orang
awam, dituangkan dalam sebuah nadzam (prosa) berisi sebanyak 57
bait. Al-Marzuki diangkat sebagai Mufti madzhab Maliki di Makkah
menggantikan saudaranya pengganti saudara Sayid Muhammad yang
telah mendahului wafat (1261 H ). Di masjid Makkah al-Mukaramah,
Al-Marzuki mengajar Al-Qur‟an, Tafsir, Tauhid, dan Ilmu-ilmu
lainnya. Syekh Ahmad marzuki juga terkenal sebagai seorang
Pujangga dan dijuluki dengan panggilan Abu Alfauzi (Muhammad
Syamsu, 1996: 253 ).
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian
kepustakaan (library reseach), karena semua yang digali adalah
bersumber dari pustaka, dan yang dijadikan objek kajian adalah hasil
karya tulis yang merupakan hasil dari pemikiran.
2. Sumber Data
Karena jenis penelitian ini adalah kepustakaan (library
research), maka data yang diperoleh bersumber dari literatur. Adapun
yang menjadi sumber data primer adalah kitab „Aqidatul Awam
karangan Sayid Ahmad Al-Marzuki.
Kemudian yang menjadi sumber data sekunder adalah
Terjemah kitab „Aqidatul Awam karangan Achmad Sunarto, terjemah
kitab Jawahirul Kalamiyah karangan Thahir bin Saleh Al-Jazairi, buku
Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, terjemah kitab Tijan al-Darary
karangan Achmad Sunarto, terjemah Kifayah Al-Awam, buku Sejarah
dan Pengantar Ilmu Tauhid/ Kalam, buku Keimanan Ilmu Tauhid,
buku kuliah Aqidah Islam, Rintisan Tauhid, Kitab Tauhid Jilid I,
Terjemah Kifayatul Awam, Ensiklopedi islam dan Ensiklopedi
Pendidikan, serta buku-buku lain yang bersangkutan dengan obyek
pembahasan penulis.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam
penelitian ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan buku yang
menjadi sumber data primer yaitu kitab „Aqidatul Awam karangan
Sayid Ahmad Al-Marzuki. Dan sumber data sekunder diantaranya
adalah Terjemah kitab „Aqidatul Awam karangan Achmad Sunarto,
terjemah kitab Jawahirul Kalamiyah karangan Thahir bin Saleh AlJazairi, buku Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, terjemah kitab Tijan alDarary karangan Achmad Sunarto, terjemah Kifayah Al-Awam, buku
Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/ Kalam, buku Keimanan Ilmu
Tauhid, buku kuliah Aqidah Islam, Rintisan Tauhid, Kitab Tauhid Jilid
I,Terjemah Kifayatul Awam, Ensiklopedi islam dan Ensiklopedi
Pendidikan, serta buku-buku dan kitab relevan yang lainnya.
4. Teknik Analisis Data
Yaitu penanganan terhadap suatu obyek ilmiah tertentu dengan
jalan memilah-milah antara pengertian yang satu dengan pengertian
yang lain untuk memperoleh kejelasan mengenai halnya.
Macam-macam metode yang digunakan dalam menganalisis
masalah adalah sebagai berikut :
1. Metode Deduktif
Yaitu apa saja yang dipandang benar pada suatu
peristiwa dalam suatu kelas atau jenis, berlaku juga pada hal
yang benar pada semua peristiwa yang termasuk dalam kelas
atau jenis. Metode ini digunakan penulis untuk menganalisa
data tentang sifat-sifat wajib, mustahil dan jaiz bagi Allah
SWT.
2. Metode Induktif
Yaitu metode yang berangkat dari fakta-fakta yang
khusus, peristiwa-peristiwa yang kongkret, kemudian dari
fakta-fakta dan peristiwa-peristiwa yang khusus itu ditarik
generalisasi-generalisasi bersifat umum. Metode ini, penulis
gunakan untuk menganalisa data ayat-ayat dan teks kitab
„Aqidatul Awam sehingga dapat diketahui nilai pendidikan
tauhid yang terkandung di dalamnya.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan untuk memberikan kesan runtutnya
pembahasan dan memberikan yang penulis jabarkan dalam skripsi ini
adalah penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini menjadi
satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Yang bertujuan
agar tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud penulisan
skripsi ini.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini antara lain:
BAB I
: Pendahuluan, berisi tentang: Latar Belakang Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaaan
Penenlitian, Penegasan Istilah, Metode
dan Sistematika Penulisan sebagai
Penelitian,
gambaran awal
untuk memahami skripsi ini.
BAB II
: Landasan Teori, berisi tentang: Nilai Pendidikan Tauhid,
Materi
Pendidikan
Tauhid,
Dasar
dan
Tujuan
Pendidikan Tauhid, dan Metode Pendidikan Tauhid.
BAB III
: Deskripsi pemikiran Sayid Ahmad Al-Marzuki tentang
nilai pendidikan tauhid dalam kitab „Aqidatul Awam,
berisi tentang: Latar Belakang
penulisan kitab
„Aqidatul Awam, Isi pokok Kitab
„Aqidatul Awam,
Biografi Sayid Ahmad Al-Marzuki, menguraikan
tentang: Biografi Sayid
Ahmad Al-Marzuki yang
meliputi riwayat kelahiran, karya-karyanya dan gurugurunya.
BAB IV
: Signifikansi Pendidikan Tauhid dalam Kitab „Aqidatul
Awam.
BAB V
: Penutup, menguraikan Kesimpulan dan Saran.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Nilai Pendidikan Tauhid
Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai dan paling
benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehingga
prefensinya tercermin dalam perilaku, sikap dan perbuatan-perbuatannya
(Maslikhah, 2009: 106). Nilai adalah tentang apa yang baik, benar,
bijaksana dan apa yang berguna.
Nilai adalah sesuatu yang bersifat ideal dan tidak dapat disentuh
oleh panca indera (Sidi, 1978: 93). Maka nilai yang kita rasakan dalam
diri kita masing-masing sebagai pendorong atau prinsip-prinsip yang
menjadi penting dalam kehidupan. Dari beberapa pernyataan tersebut, nilai
adalah ukuran memilih tindakan atau tujuan tertentu. Berarti, nilai akan
selalu berkaitan dengan kebaikan, kebajikan dan keluhuran, yang menjadi
sesuatu yang dihargai, dijunjung tinggi serta dikejar oleh manusia.
Melalui nilai, seseorang akan merasakan adanya sesuatu kepuasan dan ia
menjadi manusia sebenarnya. Bahkan dengan nilai seseorang secara
penuh
menyadari
kebermaknaannya
dan
menganggapnya
sebagai
pendorong dan pedoman, penuntun dan prinsip untuk menentukan sesuatu
dalam kehidupan manusia sehari-hari.
Pendidikan merupakan hal yang paling penting bagi kehidupan
manusia. Dengan menggunakan pendidikan itulah manusia dapat maju
dan berkembang dengan baik, melahirkan kebudayaan dan peradaban
positif yang membawa kebahagiaan dan kesejahteraan hidup mereka.
Hal ini disebabkan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang
makin
tinggi
pula
tingkat
kebudayaan
dan
peradaban. Kata
pendidikan berasal dari kata didik atau mendidik, yang secara harfiah
berarti memelihara dan memberi latihan (Muhibin, 2000: 32).
Dalam bahasa Arab kata pendidikan juga berasal dari kata
rabba-yurabbi-tarbiyatan, berarti mendidik, mengasuh dan memelihara
(Munawir, 1989: 504). Bahasa Arab pendidikan juga sering diambilkan
dari
kata
„allama
dan
addaba. Kata
„allama
berarti
mengajar
(menyampaikan pengetahuan), mendidik. Sedang kata addaba lebih
menekankan pada melatih, memperbaiki, penyempurnaan akhlak (sopan
santun), dan berbudi baik.
Dalam kamus pendidikan, kata pendidikan diartikan sebagai
“Upaya
membantu
peserta
didik
untuk
mengembangkan
dan
meningkatkan pengetahuan, kecakapan, nilai, sikap dan pola tingkah
laku yang berguna bagi hidupannya”. Adapun arti pendidikan menurut
Al-Ghazali yaitu proses memanusiakan manusia sejak masa kejadiannya
sampai akhir hayatnya melalui berbagai ilmu pengetahuan yang
disampaikan dalam bentuk pengajaran secara bertahap, dimana proses
pengajaran itu menjadi tanggung jawab orang tua dan masyarakat
menuju pendekatan diri kepada Allah sehingga menjadi manusia
sempurna (Abidin, 1998: 56).
Pendidikan adalah lembaga pendidikan yang yang dikelola,
dilaksanakan, dan diperuntukkan bagi umat Islam. Pendidikan Islam
sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah, dimulai dari mengubah sikap
dan pola pikir masyarakat, menjadikan masyarakat Islam menjadi
masyarakat belajar. Berkembang menjadi masyarakat ilmu yaitu
masyarakat yang mau dan mampu menghargai nilai-nilai ilmiah
(Thoha, 1996: 12).
Dapat disimpulkan bahwa hakikatnya pendidikan adalah ikhtiar
manusia
untuk
membantu
dan
mengarahkan
pertumbuhan
dan
perkembangan fitrah (kemampuan dasar) atau potensi manusia agar
berkembang sampai titik maksimal sesuai dengan tujuan yang dicitacitakan.
Secara bahasa kata tauhid berasal dari bahasa arab, bentuk masdar
dari kata ‫ ذ َْى ِد ُْذ ًا‬-ُ ‫ َ َُى ِّدذ‬-َ ‫دذ‬
‫ َو ه‬yang berarti percaya kepada Allah SWT
yang Maha Esa. Secara istilah syar‟i, tauhid berarti mengesakan Allah
dalam hal mencipta, menguasai, mengatur dan mengikhlaskan peribadahan
kepada-Nya, meninggalkan penyembahan kepada selain-Nya serta
menetapkan Asma‟ul Husna (Nama-nama yang baik) dan shifat Al-Ulya
(sifat-sifat yang tinggi) bagi-Nya dan mensucikan-Nya dari kekurangan.
Lebih jelas lagi bahwasanya tauhid itu adalah meyakini bahwa Allah SWT
itu Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya (Abduh, 2003: 3).
Secara sederhana pendidikan tauhid mempunyai arti suatu
proses bimbingan untuk mengembangkan dan memantapkan kemampuan
manusia dalam mengenal Allah. Menurut Hamdani pendidikan tauhid
yang dimaksud di sini adalah suatu upaya yang keras dan bersungguhsungguh dalam mengembangkan, mengarahkan, membimbing akal
pikiran, jiwa, qalbu, dan ruh kepada pengenalan (ma‟rifat) dan cinta
(mahabbah) kepada Allah SWT.
Pendidikan tauhid yang berarti membimbing atau mengembangkan
potensi (fitrah) manusia dalam mengenal Allah, menurut pendapat
Chabib Thoha, “Supaya siswa dapat memiliki dan meningkatkan
terus-menerus nilai iman dan taqwa kepada Allah Yang Maha Esa
sehingga pemilikan dan peningkatan nilai tersebut dapat menjiwai
tumbuhnya nilai kemanusiaan yang luhur (Thoha, 1996: 62)”.
Pendidikan
manusia
tauhid
berdasarkan
adalah
ajaran
usaha
tauhid
mengubah
dalam
tingkah
kehidupan
laku
melalui
bimbingan, pengajaran dan pelatihan dengan dilandasi oleh keyakinan
kepada Allah semata.
Pendidikan tauhid, akan membentuk watak seorang muslim
yang beriman kepada Allah SWT serta mampu mengimplementasikan
nilai-nilai keimanan dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga mampu
menjadi orang yang berguna bagi masyarakat yang timbul saling
mengasihi, menolong, memberikan hartanya yang lebih kepada mereka
yang membutuhkan.
Pendidikan tauhid mempunyai makna yang dapat kita pahami
supaya untuk menampakkan atau mengaktualisasikan potensi laten yang
dimiliki oleh setiap manusia, yang dalam Islamnya potensi laten di
sini disebut dengan fitrah beragam. Oleh sebab itu, pendidikan tauhid
lebih diarahkan pengembangan firah keberagaman seseorang sebagai
manusia tauhid.
Pendapat lain pendidikan
tauhid
adalah
usaha
mengubah
tingkah laku manusia berdasarkan ajaran tauhid dalam kehidupan
melalui bimbingan, pengajaran, dan pelatihan dengan dilandasi oleh
keyakinan kepada Allah.
Hal ini sesuai
dengan
karakteristik Islam sendiri
yaitu,
mengesakan Allah dan menyerahkan diri kepada-Nya. Allahlah yang
mengatur hidup dan kehidupan umat manusia serta seluruh alam.
Dialah yang berhak ditaati dan dimintai pertolongan-Nya (Zaky, 1998:
80).
Nilai-nilai pendidikan tauhid adalah nilai ketauhidan (keEsaan), aplikasi dan implementasi yang dapat diambil dari suatu
kajian
dan
ditransformasikan
sebagai
bahan
pengajaran
dan
pendidikan.
B. Materi Pendidikan Tauhid
Islam
agama
adalah
samawi.
agama
Islam
wahdaniyah, yang
meliputi
mendokumentasikan ajarannya
beberapa
dalam Al-
Qur‟an, dan tauhid merupakan dasar dari beberapa agama samawi
(Muhammad, 1969: 18).
Ajaran tauhid bukanlah monopoli ajaran Nabi Muhammad
akan tetapi ajaran tauhid ini merupakan prinsip dasar dari semua
ajaran agama samawi. Para Nabi dan Rasul diutus oleh Allah untuk
menyeru kepada pengesaan Allah dan meninggalkan dalam penyembahan
selain Allah. Walaupun semua Nabi dan Rasul membawa ajaran
tauhid, namun ada perbedaan dalam pemaparan tentang prinsip-prinsip
tauhid. Hal ini dikarenakan tingkat kedewasaan berfikir masing-masing
umat berbeda sehingga Allah menyesuaikan tuntunan yang dianugrahkan
kepada para Nabi-Nya sesuai dengan tingkat kedewasaan berfikir
umat tersebut (Quraish, 1996: 19).
Ilmu-ilmu tauhid dapat diperoleh dari beberapa sumber, antara
lain:
1. Adanya Wujud Allah
Al-Qur‟ānul karim (al-Qur‟an yang mulia) adalah sumber utama
ilmu tauhid yang paling fundamental, kita akan mendapatkan darinya
penjelasan tentang wujud Allah SWT, keesaan-Nya, sifat-sifat-Nya,
dan persoalan ilmu tauhid lainnya. Banyak sekali dalil-dalil al-Qur‟an
yang telah menjelaskan tentang keesaan Allah SWT, diantaranya Allah
SWT berfirman dalam Al-qur‟an :
‫﴾ ه‬١﴿ ٌ‫ٱَّللُ أ َ َدذ‬
‫لُ ًْ ُه َى ه‬
﴾٣﴿ ْ‫﴾ ٌَ ُْ ََ ٍِذْ َوٌَ ُْ َُىٌَذ‬٢﴿ ُ‫ص َّذ‬
‫ٱَّللُ ٱٌ ه‬
٤﴿ ٌ‫َوٌَ ُْ ََ ُىٓ ٌه ۥهُ ُوفُ ًىا أ َ َد ٌۢذ‬
Artinya: “ Katakanlah, Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah
tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak
dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara
dengan-Nya” (QS. Al-Ikhlash: 1-4) (Departemen Agama, 2005: 604).
Ayat-ayat di atas menegaskan tentang kemurnian keesaan Allah
SWT dan menolak segala kemusyrikan dan menerangkan bahwa tidak
ada sesuatu apapun di alam semesta ini yang menyamai-Nya.
Al-Qur‟an juga memaparkan tentang wujud Allah SWT tidak
menyerupai benda yang wujud, begitu pula benda yang wujud tidak
menyerupai Allah SWT. Ukuran tidak akan bisa mencapai Allah
SWT, dan arah tidak bisa memuat dan meliput-Nya. Begitu pula bumi
dan langit tidak bisa memadai jika ditempati oleh Allah SWT. Dia-lah
(Allah SWT) yang mengangkat derajat segala sesuatu dan lebih dekat
dari urat nadi manusia. Dialah (Allah SWT) yang maha mengetahui
atas segala sesuatu. Kedekatan Allah SWT tidak menyerupai
kedekatan jisim. Dia Maha Luhur dari tempat yang meliputi-Nya,
sebagaimana Dia Maha Bersih dari segala masa yang akan
membatasi-Nya. Dia telah wujud sebelum masa dan tempat
diciptakan. Dia akan tetap berada di atas tempat yang ada. Selain itu
al-Qur‟an juga memaparkan mengenai bukti sifat qudrat (kekuasaan)
Allah SWT pada penciptaan alam semesta sebagai aplikasi dari sifat
wujud, qidam, dan baqa‟ Allah SWT. Dengan sifat qudrat ini, Allah
SWT akan mewujudkan dan meniadakan segala sesuatu kemungkinan
yang sesuai dengan kehendak-Nya. Allah SWT telah menciptakan
segala sesuatu yang ada di alam semesta ini dengan seimbang, serasi,
teratur dan rapi. Tidak ada satupun dari makhluk-Nya yang mampu
menandingi keindahan ciptaan-Nya. Adapun alam semesta ini dari
setiap bukti dari sekian banyak bukti yang selalu berulang, beriringan
atau perubahan bentuk dari yang indah yang mengharubirukan kesan
dalam jiwa kita, semuanya adalah yang patut dikagumi nilai seninya
dari pada segala yang mengagumkan (Sa‟id Hawa, 2005: 112).
Dari beberapa uraian di atas dapat dipahami, bahwa untuk
meyakinkan adanya Tuhan (Wujud Allah), akal pikiran hendaknya
diarahkan pada fenomena alam, namun mata hati manusia jauh
lebih tajam dan dapat lebih meyakinkan daripada pandangan
kasat mata, karena dalam jiwa manusia sudah tertanam fitrah
untuk mengakui adanya Tuhan. Segala sesuatu itu pasti ada yang
menciptakan, yaitu Allah Zat Yang Maha Pencipta.
2. Keesaan Allah
Ajaran mengenai keesaan Allah ini, sudah diterangkan oleh para
Rasul Allah sebelum Nabi Muhammad. Keesaan Allah adalah Allah
itu Dzat yang pertama kali ada, Maha Awal, Maha Esa dan Maha Suci
yang meliputi sifat, asma dan af‟al-Nya. Sementara menurut Quraish
Shihab yang menganalisa kata ahad (Esa), ia menggolongkan keesaan
Allah menjadi empat yaitu: keesaan Dzat, keesaan sifat, keesaan
perbuatan dan keesaan dalam beribadah kepada-Nya. Yang dimaksud
dengan esa pada Dzat ialah Dzat Allah itu tidak tersusun dari beberapa
bagian dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Esa pada sifat berarti sifat Allah
tidak sama dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh makhluk- Nya. Esa
pada af‟al berarti tidak seorang pun yang memiliki perbuatan
sebagaimana pebuatan Allah. Ia Maha Esa dan tidak ada sesembahan
yang patut disembah kecuali Allah (Asmuni, 1993: 17).
Dengan demikian dapat dipahami bahwa mulai Rasul pertama
sampai generasi terakhir Nabi Muhammad hingga pewaris Nabi
(ulama), telah mengajarkan tauhid yang seragam. Allah adalah Maha
Esa, Dzat Yang Maha Suci yang meliputi nama, sifat dan af‟al-Nya,
tidak ada Tuhan selain Allah.
3. Hadits
Hadits Rasulullah SAW yang shahîh, yang dimuat oleh kitabkitab para ulama hadist yang di kenal dengan sifat keterpercayaan
mereka dalam dunia Islam, seperti kitab sunnah yang enam, yaitu:
kitab Shahîh Bukhāri, kitab Shahîh Muslim, kitab Abu Daud, kitab
Tirmidzî, kitab an-Nasā‟i, dan kitab Ibnu Majah, serta kitab-kitab yang
lainnya seperti: kitab al-Muwatha‟ oleh Imam Malik dan kitab Musnad
Imam Hanbal. Kitab-kitab ini, khususnya kitab Shahîh Bukhāri dan
Muslim keduanya menempati posisi derajat paling shahîh (kuat),
adapun kitab-kitab yang lain di dalamnya memuat hadits-hadits selain
hadits-hadits shahîh, seperti hadits hasan dan juga dhoîf (lemah). Dari
kitab-kitab ini yang memuat jumlah yang besar tentang tauhid, yaitu
meliputi sifat-sifat, zat, asma dan af‟al Allah SWT. Dengan hal ini,
semoga akan menambah keyakinan yang sempurna dalam diri kita
terhadap aqidah ketuhanan dalam Islam, karena terkadang kita masih
berada atas metode yang salah dalam memahami keesaan dan
penyucian dzat Allah SWT, lalu menarik kesalahan ini pada pendapat
dengan sempurna (absolut), seperti ketiadaan secara absolut pula
dalam keesaan dalam praktik dan keesaan dalam kehendak. Oleh
karena itu kitab-kitab ini disusun sebagai pedoman kedua setelah alQur‟an untuk menyempurnakan aqidah ketuhanan umat manusia di
seluruh dunia ini. Diantara faktor yang menambah rasa kepercayaan
kita kepada Allah SWT ialah hal-ihwal tentang-Nya diriwayatkan
dengan sanad (istilah ilmu hadits) yang bersambung sampai kepada
Sahabat-sahabat Rasulullah SAW.
Para sahabat adalah orang-orang yang senantiasa bergaul dan
bersama Rasulullah SAW dalam memperjuangkan agama Allah SWT.
Mereka telah dididik oleh Rasulullah SAW, maka mereka adalah
generasi paling sempurna dalam sejarah, akhlaknya lurus, imannya
kuat, jujur, berbudi pekerti yang luhur, dan berpikir matang, maka
setiap yang mereka riwayatkan kepada kita dari Rasulullah SAW
adalah dengan sanad yang shahîh yang bersambung kepada Rasulullah
SAW, oleh sebab itu, wajib bagi kita untuk menerimanya sebagai
kebenaran, seperti kebenaran keesaan Allah SWT yang tidak
diragukan keabsahanya.
Demikianlah para ulama senantiasa menyusun kitab tentang
ketauhidan dengan berbagai macam penjelasan yang mudah diterima
oleh khalayak ramai.
4. Hikmah Mengenal Allah
Seseorang yang mengenal sesuatu yang telah memberikan
manfaat pada dirinya maka akan mempunyai kesan atau hikmah
terhadap sesuatu itu, demikian juga apabila seseorang mengenal
Tuhan melalui akal dan hatinya maka ia akan merasakan buah
kenikmatan dan keindahan yang tercermin pada dirinya.
Mengenal (Ma‟rifat) kepada Allah adalah ma‟rifat yang
paling agung. Ma‟rifat ini menurut (Sayid, 1996: 41) adalah asas
yang dijadikan standar dalam
kehidupan rohani
dan untuk
mengenal Allah melalui cara berfikir dan menganalisis makhluk
Allah serta mengenal terhadap nama-nama dan sifat-sifat Allah.
Sifat berkenalan dengan Tuhan menurut (Sutan Mansur,
1981: 14) yaitu seseorang merasa berhadapan dengan Tuhan.
Keadaan itu merasa benar-benar dalam diri bukan kira-kira atau
meraba-raba.
Pengalaman ketauhidan yang tercermin pada diri manusia
disebabkan karena seseorang telah mengetahui dan menginsyafi
kebenaran
kedudukan
Allah, menyadari
akan
keagungan
dan
kebesaran-Nya sehingga dari sini segala apa yang dilakukan akan
mengarahkan tujuan pandangannya ke arah yang baik dan benar.
Seseorang yang yakin akan keesaan Allah, akan mempunyai sikap
hidup optimis yang jauh lebih kuat dibandingkan dengan orang
kafir
yang
menyekutukan
Allah, sebagai
satu-satunya
Rabb,
pencipta alam semesta beserta isinya ini. Keimanan apabila sudah
menjadi kenyataan yang hebat maka akan dapat mengubah dan
beralih, yang merupakan suatu tenaga dan kekuatan tanpa dicari
akan
datang
dengan
sendirinya
dalam
kehidupan
sehingga
keimanan dapat manusia yang asalnya lemah menjadi kuat, baik
dalam sikap, kemauan, maupun keputan menjadi penuh harap dan
harapan ini akan dibuktikan dengan perbuatan nyata.
C. Dasar dan Tujuan Pendidikan Tauhid
1. Dasar Pendidikan Tauhid
Dasar merupakan fundamental dari suatu bangunan atau
bagian yang menjadi sumber kekuatan. Ibarat pohon, dasarnya
adalah
akar. Dasar
pendidikan
merupakan
pandangan
yang
mendasari seluruh aspek aktivitas pendidikan, karena pendidikan
merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan (Abidin,
1998: 21).
Setiap usaha, kegiatan dan tindakan yang disengaja untuk
mencapai suatu tujuan harus mempunyai landasan tempat berpijak
yang baik dan mapan. Pendidikan tauhid sebagai suatu usaha
membentuk insan kamil harus mempunyai landasan ke mana
semua kegiatan pendidikan dikaitkan dan diorientasikan.
Dasar pendidikan tauhid adalah sama dengan pendidikan
Islam, karena pendidikan tauhid merupakan salah satu aspek dari
pendidikan Islam, sehingga dasar dari pendidikan ini tidak lain
adalah
pandangan
hidup
yang Islami, yang
pada
hakikatnya
merupakan nilai-nilai luhur yaitu Al-Qur‟an dan Hadits.
Adapun uraian dasar pendidikan Tauhid adalah sebagai berikut:
a) Al-Qur‟an
Di dalam Al-Qur‟an terdapat banyak ajaran yang berkenaan
dengan kegiatan atau usaha pendidikan tauhid. Misalnya dalam
surat Luqman ayat 13, menerangkan kisah luqman yang mengajari
anaknya tentang tauhid,
ُ ٌَ ‫ش ِْش َن‬
ُ ‫اْ ِالَ ْتِٕ ِه َو ُه َى ََ ِؼ‬
ّ ٌ‫اَّلل ا هِْ ا‬
ُ َّ ‫َواِرْلَا َي ٌُ ْم‬
ٌُ ٍْ ‫ظ‬
ِ ّ ‫ٍ ال ذ ُ ْش ِش ْن ِت‬
‫ظهُ ََا تَُٕ ه‬
)31( ٌُ ُ‫ػ ِظ‬
َ
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya,
di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: Hai anakku,
janganlah kamu menyekutukan Allah.Sesungguhnya
mempersekutukan Allah itu adalah aniaya yang besar”.
(Q.S Luqman: 13)
Pengajaran yang disampaikan Luqman kepada anaknya,
merupakan dasar pendidikan tauhid yang melarang berbuat
syirik, karena hakikatnya pendidikan tauhid adalah pendidikan
yang berhubungan dengan kepercayaan akan adanya Allah
dengan keesaan-Nya, sehingga timbul ketetapan dalam hati
untuk tidak mempercayai selain Allah. Kepercayaan itu dianut
karena kebutuhan (fitrah) dan harus merupakan kebenaran
yang ditetapkan dalam hati sanubari.
Manusia diciptakan oleh Allah dengan dibekali fitrah
tauhid, yaitu fitrah untuk selalu mengakui dan meyakini bahwa
Allah itu Maha Esa, yang menciptakan alam semesta beserta
pengaturannya dan wajib untuk disembah.
b) As-Sunnah
As-Sunnah didefinisikan sebagai sesuatu yang didapatkan
dari Nabi Muhammad SAW yang terdiri dari ucapan, perbuatan,
persetujuan, sifat fisik atau budi, atau biografi, baik pada masa
sebelum kenabian ataupun sesudahnya. Didalam dunia pendidikan,
As-Sunnah memiliki dua manfaat pokok. Manfaat pertama, AsSunnah mampu menjelaskan konsep dan kesempurnaan pendidikan
Islam sesuai dengan konsep Al-Qur‟an, serta lebih merinci
penjelasan Al-Qur‟an. Kedua, As-Sunnah dapat menjadi contoh
yang tepat dalam penentuan metode penelitian dan sebagai
petunjuk
untuk
kemaslahatan
hidup
manusia
dan
untuk
membina
umat menjadi
manusia
seutuhnya
atau
muslim
bertaqwa (Abdullah, 1999:34).
c) Ijtihad
Ijtihad merupakan istilah para fuqaha, yakni berfikir dengan
menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syari‟at
Islam untuk menetapkan atau menentukan sesuatu hukum syariat
Islam. Ijtihad dalam hal ini meliputi seluruh aspek kehidupan
termasuk aspek pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada AlQur‟an dan Sunnah. Ijtihad dalam pendidikan harus tetap
bersumber dari Al-Qur‟an dan Sunnah yang di olah oleh akal yang
sehat oleh para ahli pendidikan Islam.
2. Tujuan Pendidikan Tauhid
Suatu usaha atau kegiatan dapat terarah dan mencapai
sasaran sesuai yang diharapkan maka harus ada tujuannya,
demikian
pula
dengan
pendidikan. Tujuan
menurut
(Zakiyah
Daradjat, 1996: 29) yaitu “suatu yang diharapkan tercapai setelah
usaha atau kegiatan selesai”.
Apabila pendidikan dipandang sebagai suatu usaha melalui
proses yang bertahap dan bertingkat, maka usaha atau proses itu
akan berakhir apabila tujuan akhir pendidikan sudah tercapai.
Tujuan pendidikan secara umum menurut (Hasan, 1986: 59)
yaitu “maksud atau perubahan-perubahan yang dikehendaki dan
diusahakan oleh pendidik untuk mencapainya”, sedangkan tujuan
pendidikan menurut UU pendidikan ialah untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha esa, berakhlak mulia, sehat
berilmu, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Tujuan
pendidikan
menurut
pendapat
Al-Ghazali
yang
dikutip oleh Abidin Ibnu Rusn ialah pendidikan dalam prosesnya
haruslah mengarah kepada pendekatan diri kepada Allah dan
kesempurnaan insani untuk mencapai tujuan kebahagiaan hidup di
dunia maupun di akhirat. Secara khusus tujuan pendidikan tauhid
menurut (Thoha, 1996: 72) untuk meningkatkan ketaqwaan kepada
Allah Yang Maha Esa serta nilai ketuhanan sehingga dapat
menjiwai lahirnya nilai etika insani.
Tujuan pendidikan tauhid menurut beberapa pendapat di
atas, pada dasarnya adalah tujuan hidup manusia dalam beribadah
serta mendekatkan diri kepada-Nya bahwa satu-satunya pencipta
alam semesta yaitu Allah SWT.
Dapat disimpulkan, tujuan dari pendidikan tauhid yaitu
tertanamnya aqidah tauhid dalam jiwa manusia secara kuat,
keyakinan untuk mempercayai bahwa Allah itu satu, dan yang
wajib disembah.
D. Metode Pendidikan Tauhid
Tauhid merupakan masalah yang paling mendasar dan utama
dalam Islam. Namun demikian masih banyak dari kalangan awam yang
belum mengerti, memahami dan menghayati sebenarnya akan makna dan
hakikat dari tauhid, sehingga tidak sedikit dari mereka secara tidak dasar
telah terjerumus ke dalam pemahaman tentang keyakinan yang keliru.
Dalam
pembahasan
metodologi
pengajaran,
yang
perlu
diperhatikan adalah pengertian metodologi pengajaran itu seniri.
Metodologi pengajaran dapat diartikan sebagai ilmu yang harus
dilaksanakan untuk mencapai tujuan (Al-Khazin, 2009: 27)
Dilihat dari jenis, ada beberapa metode pengajaran yang dapat
diterapkan dalam pendidikan tauhid khususnya dalam kitab „Aqidatul
Awam sesuai dengan materi dan tujuan yang akan dicapai. Beberapa
metode antara lain:
a.
Metode Ceramah
Ceramah adalah sebuah bentuk interaksi melalui penerangan dan
penuturan lisan dari guru kepada peserta didik, dalam pelaksanaan
ceramah untuk menjelaskan uraiannya, guru dapat menggunakan alatalat bantu media
pembelajaran seperti gambar dan audio visual
lainnya
Metode Ceramah yaitu penerapan dan penuturan secara lisan oleh
guru terhadap kelasnya, dengan menggunakan alat bantu mengajar
untuk memperjelas uraian yang disampaikan kepada siswa. Metode
ceramah ini sering kita jumpai pada proses-proses pembelajaran di
sekolah mulai dari tingkat yang rendah sampai ke tingkat perguruan
tinggi, sehingga metode seperti ini sudah dianggap sebagai metode
yang terbaik bagi guru untuk melakukan interaksi belajar mengajar
(Supriawan Dedi, 1990: 95-96).
b. Metode Tanya jawab dan diskusi
Metode Tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk
pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa, tetpi
dapat pula dari siswa kepada guru. Metode tanya jawab adalah yang
tertua dan banyak digunakan dalam proses pendidikan, baik di
lingkungan keluarga, masyarakat maupun sekolah.
Metode ini dapat diklasifikasikan sebagai metode tradisional atau
konvensional. Dalam metode tanya jawab, guru mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dan siswa menjawabnya, atau sebaliknya siswa
bertanya guru menjelaskan. Dalam proses tanya jawab, terjadilah
interaksi dua arah. Guru yang demokratis tidak akan menjawabnya
sendiri, tetapi akan melemparkan pertanyaan dari siswa kepada siswa
atau kelompok lainnya tanpa merasa khawatir dinilai tidak dapat
menjawab pertanyaan itu. Dengan metode tanya jawab tidak hanya
terjadi interaksi dua arah tetapi juga banyak arah.
c. Metode Menghafal
Kata menghafal juga berasal dari kata
‫ دفظا – َذفظ – دفظ‬yang
berarti menjaga, memelihara dan melindungi. Dalam kamus Bahasa
Indonesia kata menghafal berasal dari kata hafal yang artinya telah
masuk dalam ingatan tentang pelajaran atau dapat mengucapkan di
luar kepala tanpa melihat buku atau catatan lain. Kemudian mendapat
awalan me- menjadi menghafal yang artinya adalah berusaha
meresapkan ke dalam pikiran agar selalu ingat. Kata menghafal dapat
disebut juga sebagai memori. Dimana apabila mempelajarinya maka
membawa seseorang pada psikologi kognitif, terutama bagi manusia
sebagai pengolah informasi. Secara singkat memori melewati tiga
proses yaitu perekaman, penyimpanan dan pemanggilan (Al-Khazin,
2009: 45)
Metode hafalan (makhfudzat) adalah suatu teknik yang digunakan
oleh seorang pendidik dengan menyerukan peserta didiknya untuk
menghafalkan sejumlah kata-kata (mufradat) atau kalimat-kalimat
maupun kaidah-kaidah.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa metode dapat
diartikan sebagai cara yang tepat dan cepat dalam pengajaran. Faktor
metode tidak boleh diabaikan begitu saja, karena metode di sini akan
berpengaruh pada tujuan pengajaran. Jadi, metode menghafal adalah
cara yang tepat dan cepat dalam melakukan kegiatan belajar mengajar
pada
bidang pelajaran dengan
menerapkan menghafal
yakni
mengucapkan di luar kepala tanpa melihat buku atau catatan lain
dalam pengajaran pelajaran tersebut.
Tujuan metode ini adalah agar peserta didik mampu mengingat
pelajaran yang diketahui serta melatih daya kognisi, ingatan, dan
imajinasi.
BAB III
DESKRIPSI PEMIKIRAN SAYID AHMAD AL-MARZUKI
A. Biografi Pengarang Kitab ‘Aqidatul Awam
1. Latar Belakang Penulisan Kitab „Aqidatul Awam
Sayid Ahmad Al-Marzuki, merasa penting sekali dalam
menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan ilmu tauhid dalam
menjalani kehidupan agar dapat menjadi manusia yang lebih baik,
serta menetapkan keeasaan (wahdah) Allah SWT dalam zat-Nya,
dalam menerima peribadatan dari makhluk-Nya, dan meyakini
bahwa
Dia-lah
tempat
kembali,
satu-satunya
tujuan.
Melihat
konteks kehidupan yang sangat dibutuhkannya ilmu ini, maka
beliau menulis kitab yang dirasa cukup memuat pembahasannya
yang paling penting adalah menetapkan keesaan (wahdah) Allah
SWT.
Kitab „Aqidatul Awam telah beliau rincikan dalam sebuah kitab
syarah yang diberi nama Tahshil Nail al-Maram Libayani Mandhumah
„Aqidah al-Awam dan turut memberikan syarah atas kitab „Aqidatul
Awam yaitu Syaikh al-Imam an-Nawawiy ats-Tsaniy al-Bantaniy alJawiy asy-Syafi‟i dengan nama kitab Nurudl Dlalam „alaa Mandhumah
„Aqidah al-Awam. Dalam kitab Nurudl Dlalam, Imam an-Nawawiy atsTsaniy al-Jawiy menuturkan bahwa alasan Syaikh al-Marzuki menulis
kitab tersebut adalah karena beliau mimpi berjumpa dengan Rasulullah
dan
para
sahabatnya
(http://sufi-road-kitab-aqidatul-
awwam.30/10/2015).
„Aqidatul Awwam yang berarti Aqidah Bagi Orang-Orang
Awam ini merupakan satu kumpulan aqidah yang wajib diketahui oleh
setiap individu muslim. Aqidah tersebut disusun dengan baik dan
teratur dalam bentuk nadzom (syair) oleh As-Syeikh As-Sayyid Ahmad
Al-Marzuqi. Disusun pada tahun 1258 Hijriyah, dan terdapat 57 bait.
„Aqidatul Awam ini sangat penting karena dengan mengetahui nadzom
ini, secara tidak langsung, kita akan dapat mengetahui aqidah yang
wajib diketahui oleh setiap individu Muslim secara ringkas. Nadzom
„Aqidatul Awam ini sangat terkenal di dunia Islam dan telah lama
diamalkan, yakni dibaca dan dipelajari, termasuk di negara kita,
Indonesia dan di negara-negara yang lain.
Mimpi Allamah Al-Imam Syaikh Ahmad Al-Marzuki Al-Maliki
Radiyallahu‟anhu bertemu Rasulullah SAW yang mengajar beliau Sifat
20. Segala puji hanya bagi Allah SWT, Tuhan empunya sekalian Alam,
Tiada Ia berhajat kepada selain-Nya, malah selain-Nya lah yang
berhajat kepada-Nya. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan Allah
SWT atas junjungan kita Sayyidina Nabi Muhammad SAW (Ya Allah
tempatkan baginda di tempat yang terpuji seperti yang Kau janjikan,
Amin) Beserta pemilik rumah dan Para Sahabat yang mulia lagi
mengerah keringat menyebarkan Islam yang tercinta. Dan kepada
mereka yang mengikut mereka itu dari semasa ke semasa hingga ke hari
kiamat. Ya Allah Ampuni kami, Rahmati Kami, Kasihani Kami, Amin
(Sunarto, 2012: 3).
Pada suatu malam yang sudah larut, tepatnya pada tanggal 6
Rajab 1258 H, Marzuki bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW
yang disampingnya berjejer para sahabat-sahabat Nabi SAW. Marzuki
menceritakan, dalam mimpi itu, Rasulullah SAW menyuruhnya untuk
membacakan Manzhumah at-Tauhid (yaitu syair Aqidah al-Awwam).
''Bacalah, Manzhumah At-Tauhid yang akan menjamin surga dan
tercapai
maksud
baiknya
bagi
yang
menghafalnya.''
Marzuki pun bertanya : Nadham apa gerangan Ya Rasulullah?'' Nabi
kemudian
membacakan
nazam
tersebut.
''Abda'u
Bismillahi
warrahmani hingga kalimat wa Shuhuf al-Khalil wa al-Kalimi fiha
Kalam al-Hakam al-Alimi. Marzuki pun lantas menirukannya. Ketika
bangun dari tidurnya, Marzuki mencoba mengingat dan membaca
nadham tersebut. Atas kehendak Allah SWT, nadham itu mampu
dihafal Marzuki dengan baik. Ia pun kemudian mencatat nadham
tersebut hingga bisa dinikmati oleh umat Islam di seluruh dunia sampai
sekarang (http://kembaraimanku.blogspot.com/2010/10/mimpi-allamah-alimam-syaikh-ahmad-al.html).
Karya Marzuki ini, menjadi catatan penting dalam hidupnya.
Sebab, beberapa bulan setalah peristiwa itu, Ia kemudian bermimpi
berjumpa kembali dengan Rasulullah SAW. Tepatnya malam Jumat
menjelang subuh, tanggal 28 Dzulqa'dah. Pada pertemuannya kali ini,
Rasulullah SAW memintanya kembali untuk membacakan nazam
„Aqidah Al-Awam tersebut. ''Bacalah apa yang telah kau hafal,'' kata
Rasul (Al-Marzuki, 1958: 4).
Marzuki kemudian membacakannya dari awal hingga akhir. Dan
setiap kali Marzuki selesai membaca satu bait nadzam tersebut, para
sahabat Nabi selalu mengitari (berputar mengelilingi) Marzuki dan
meng-amini-nya. Setelah selesai, Rasulullah SAW pun berdoa
untuknya.
Semula, nadham „Aqidah Al-Awam ini berjumlah 26 bait,
sebagaimana yang didapatkannya dalam mimpi. Kemudian, ia
menambahkannya lagi sebanyak 31 bait, sehingga menjadi 57 bait.
Menurut beberapa riwayat, penambahan yang dilakukan Marzuki dalam
nadham Manzhumah At-Tauhid tersebut dikarenakan rasa cinta dan
rindunya kepada Rasulullah SAW.
Kitab
tersebut
merupakan
syarah
yang
disusun
guna
mensyarahi sebuah kitab yang berisi aqidah dan ketauhidan, karya
Syekh Ahmad bin Muhammad bin Sayid Ramadhan Mansyur bin Sayid
Muhammad al-Marzuki Al-Hasani, dan beliau beri nama kitab
tersebut dengan „Aqidatul Awam yang berisikan sifat-sifat Allah,
atau yang disebut aqoid lima puluh. Aqoid lima puluh itu terdiri dari, 20
sifat yang wajib bagi Allah, 20 sifat mustahil bagi Allah, 1 sifat jaiz
bagi Allah, serta 4 sifat wajib bagi Rasul, 4 sifat mustahil bagi rasul dan
1
sifat
jaiz
bagi
rasul
(http://
terjemah-jalaul-afham-syarah-
kitab.30/10/2015).
2. Biografi Sayid Ahmad Al-Marzuki
Beliau adalah seorang yang memiliki nama lengkap Syekh
Ahmad bin Muhammad bin Sayid Ramadhan Mansyur bin Sayid
Muhammad al-Marzuki Al-Hasani. Beliau lahir di Mesir pada tahun
(1293 – 1353 H/1876 – 1934 M). Ulama terkemuka asal Betawi yang
bermazhab Syafi‟i dan populer dengan sebutan Guru Marzuki ini lahir
dan besar di Batavia (Betawi). Ayahnya bernama, Syekh Ahmad alMirshad, merupakan keturunan keempat dari kesultanan Melayu Patani
di Thailand Selatan yang berhijrah ke Batavia, ibunya bernama AlMarhumah Hajjah Fathimah binti Al-Haj berasal dari Madura dari
keturunan Ishaq yang makamnya di kota Gresik Jawa Timur
(https://tofanmarzuki.wordpress.com/biografi-al-maghfurllah-assyaikh-k-h-ahmad-marzuki-bin-mirsod/).
Masa kecil Sayid Ahmad Al-Marzuki pada Usia 9 tahun
ayahanda Al-Marhum berpulang ke Rohmatulloh dan diasuh oleh
ibunda tercinta yang sholehah dan taqwa dalam suatu kehidupan rumah
tangga yang sangat sederhana. Usia 12 tahun beliau diserahkan kepada
sorang „alim al-ustadz al-hajj Anwar Rohimahulloh untuk mendapat
pendidikan dan pengajaran Al-qur‟an dan berbagai disiplin ilmu agama
Islam lainnya untuk bekal kehidupannya dimasa yang akan datang.
Selanjutnya setelah berusia 16 tahun, untuk memperluas ilmu
agamanya, maka ibundanya menyerahkan lagi kepada seorang „alaim
ulama al-„allamah al-wali al-„arifbillah dari silsilah dzurriyah khoyrul
bariyyah
SAW
Sayyid
„Utsman
bin
Muhammad
Banahsan
Rohimahullohu ta‟ala. Melihat kegeniusan serta ingatannya dalam
menghafal, maka Sayid Ahmad Al-Marzuki dikirim ke Mekkah atas ijin
Ibundanya untuk berkhidmat menuntut ilmu pada para Ulama‟ besar di
Mekkah. Kesempatan menuntut ilmu tersebut digunakan dengan sebaik
mungkin, sehingga dalam waktu 7 tahun dalam menuntut ilmu, apa
yang dicita-citakan tercapai, yaitu memperdalam ilmu agama untuk
selanjutnya diamalkan serta diajarkan dan juga dikembangkan. Beliau
sepanjang waktu bertugas mengajar Masjid Mekkah karena kepandaian
dan kecerdasannya Syekh Ahmad Marzuki diangkat menjadi Mufti
Madzhab Al-Maliki di Mekkah menggantikan Sayyid Muhammad yang
wafat sekitar tahun 1332 H, Syekh Ahmad Marzuki juga terkenal
sebagai seorang Pujangga dan dijuluki dengan panggilan Abu Al-Fauzi.
Al-Marzuki dikenal sebagai penulis yang handal serta amat lincah
dalam menuliskan qolam-nya (pena), terutama menyangkut puji-pujian
kepada Allah dan Rasulullah SAW. Salah satu karyanya yang terkenal
dan fenomenal adalah Mandzumat 'Aqidah Al-Awwam, yaitu ringkasan
ilmu kalam mengupas tentang tauhid untuk dijadikan acuan dalam
aqidah bagi orang-orang awam, dituangkan dalam sebuah nadzam
(prosa) berisi sebanyak 57 bait.
Cara mengajar Sayid Ahmad Al-Marzuki kepada muridnya
yaitu: para murid mengikutinya dalam formasi berkelompok, yang
setiap kelompok berjumlah 4-5 orang yang belajar kitab yang sama,
satu orang diantaranya bertindak sebagai juru baca. Sayid Ahmad AlMarzuki akan menjelaskan bacaan murid sambil berjalan.
Marzuki wafat pada hari jum‟at. 25 Rajab 1353 H. Pemakaman
beliau dihadiri oleh ribuan orang, baik dari kalangan habaib, ulama, dan
masyarakat Betawi pada umumnya, dengan shalat jenazah yang
diimami oleh Habib Sayyid Ali bin Abdurrahman al-Habsyi (w. 1388
H). Di masa hidupnya, Marzuki dikenal sebagai seorang ulama yang
dermawan, tawadhu‟, dan menghormati para ulama dan habaib. Beliau
juga dikenal sebagai seorang sufi, da‟i dan pendidik yang sangat
mencintai ilmu dan peduli pada pemberdayaan masyarakat lemah, harihari beliau tidak lepas dari mengajar, berdakwah, mengkaji kitab-kitab
dan berzikir kepada Allah swt. Salah satu biografi beliau ditulis oleh
salah seorang puteranya, KH. Muhammad Baqir, dengan judul Fath
Rabbil-Bâqî fî Manâqib al-Syaikh Ahmad al-Marzûqî.
3. Guru-guru Sayid Ahmad Al-Marzuki
Adapun
diantara
guru-guru
Sayid
Ahmad
Al-Marzuki
diantaranya ialah:
1. Syekh al-Kabir Sayyid Ibrahim al-„Ubaidi ( yang pada masanya
adalah sosok yang konsentrasi di bidang Qira‟ah al-„Asyarah/
Qira‟ah 10) (w. 1345 H).
2. As-Syaikh Muhammad „Ali Al-Maliki (w. 1367 H).
3. Syekh Muhammad Amin bin Ahmad Radhwan al-Madani (w. 1329
H).
4. Syekh Umar Bajunaid al-Hadhrami (w. 1354 H).
5. Syekh Mukhtar bin Atharid al-Bogori (w. 1349 H).
6. Syekh Sa‟id al-Yamani (w. 1352 H).
7. Syekh Shaleh Bafadhal (w. 1331 H).
8. Syekh Umar Syatta al-Bakri al-Dimyathi (w. 1331 H).
9. As-Syaikh „Umar Sumbawa (w. 1338 H).
10. As-Syaikh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan (Mufti Makkah) (w. 1304
H)
Demikianlah, guru-guru Sayid Ahmad Al-Marzuki yang telah
memberikan kontribusi serta pengajaran yang sangat besar bagi diri
pribadi Sayid Ahmad Al-Marzuki, sehingga diri beliau lebih terbentuk dan
termotivasi dengannya. (https://tofanmarzuki.wordpress.com/biografi-al-
maghfurllah-as-syaikh-k-h-ahmad-marzuki-bin-mirsod/)
Semoga
dapat
memberikan kefahaman dan pengetahuan kepada para pembaca.
4. Karya-karya Sayid Ahmad Al-Marzuki
Selain sebagai seorang ulama serta tokoh pendidik yang
menguasai berbagai disiplin ilmu keagamaan, Sayid Ahmad Al-Marzuki
juga merupakan seorang pengarang yang paling produktif, beliau
mempunyai pengaruh besar dikalangan sesama orang Nusantara dan
generasi berikutnya melalui pengikut dan tulisannya.
Sebagian dari karya-karya Sayid
Ahmad
Al-Marzuki
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Tahsil nail al-maram li Bayan Mandzumah „Aqidatul Awam (1326 H)
Kitab ini menjelaskan tentang pokok-pokok agama dan hukum
syari‟at Islam yaitu Ilmu Tauhid.
2. Bulugh al-Maram li Bayan Alfadz Maulid Sayid al-Anam Fi Syarh
Maulid Ahmad Al-Bukhari (1282 H)
Kitab ini menjelaskan tentang hadits yang dimana dalam hadits
tersebut juga terdapat masalah hukum syari‟at menurut Al-Bukhari,
kitab ini juga telah menjadi kurikulum pendidikan agama di beberapa
pondok pesantren Indonesia, khususnya pondok pesantern Al-Manar,
Bener, Tengaran.
3. Bayan Al-Ashli fi Lafadz bi Afdzal
Kitab ini menjelaskan tentang asal suatu lafadz kemudian
dibandingakan dengan lafadz yang lebih utama.
4. Tashil al-Adhan Ala Matan Taqwim al-Lisan fi Al-Nahwi
Kitab ini menjelaskan tentang keterangan dalam isi kitab untuk
menguatkan dalam pembahasan ilmu nahwu.
5. Al-Fawaid al-Marzuqiyah al-Zurmiyah
Kitab yang berisikan mengenai Nashab (keturunan) dari AlMarzuki.
6. Mandzumah fi Qawaid al-Sharfi wa al-Nahwi
Kitab yang menjelaskan tentang pembagian ilmu dalam aqoid
yaitu ilmu shorof dan ilmu nahwu.
7. Matan Nazam fi Ilm al-Falak
Kitab tersebut menjelaskan tentang suatu aqidah yang sudah
baik (matang) serta penjelasan menuju dalam ilmu falak.
8. Jalaa‟ul-Afham syarah kitab „Aqidatul Awam
Kitab ini merupakan syarah „Aqidatul Awam yang menjelaskan
mengenai ilmu tauhid serta pokok-pokok dalam Islam.
9. „Aqidatul Awam
Kitab ini ditulis pada tahun 1376 H dan diterbitkan oleh
Al-Miftah Rembang dan kitab ini ditulis dengan menggunakan
bahasa arab dan juga arab pegon, kemudian telah diterjemahkan
oleh ustadz Ahcmad Sunarto ke dalam bahasa indonesia. Kitab
ini juga menjelaskan tentang sifat-sifat wajib dan jaiz bagi Allah
SWT dan rasul-Nya. Ada ungkapan “tak kenal maka tak sayang”,
kiranya tepat digambarkan jika seorang muslim ingin melakukan
pendekatannya
kepada
Allah
SWT,
maka
kitab
ini
akan
menuntun orang muslim untuk mengenal Allah SWT.
Di samping itu, kitab ini juga menjadi dasar pembelajaran
tauhid diberbagai pesantren dan juga madrasah diniyah.
Dalam kitab tersebut menjelaskan sifat-sifat Allah, atau yang
disebut aqoid lima puluh. Aqoid lima puluh itu terdiri dari, 20 sifat
yang wajib bagi Allah, 20 sifat mustahil bagi Allah, 1 sifat jaiz bagi
Allah, serta 4 sifat wajib bagi Rasul, 4 sifat mustahil bagi rasul dan 1
sifat jaiz bagi rasul.
B. Sistematika Penulisan Kitab Aqidatul Awam
Sistematika yang dipakai dalam penulisan kitab „Aqidatul
Awam adalah tematik, yang penulisannya dari satu pasal ke pasal lain
berdasarkan
jumlah
aqoid
nadhom
dan
pokok
terkandung didalamnya. Jumlah pembahasannya
ada
masalah
yang
4 pasal yang
didasarkan pada 57 nadhom.
Adapun rincian pasal yang terdapat dalam kitab ini yaitu :
1. Pasal I, khutbatul kitab yang berisi kata pengantar dan sambutan
dari penulis.
2. Pasal II, dalam pasal ini terdapat beberapa pembahasan mengenai
Sifat-sifat Allah. Adapun urutannya adalah :
a. Sifat Wajib bagi Allah SWT (terdapat 20 sifat)
b. Sifat Jaiz bagi Allah SWT (terdapat 1 sifat )
c. Sifat Mustahil bagi Allah SWT (terdapat 20 sifat )
3. Pasal III, dalam pasal ini terdapat beberapa pembahasan mengenai
sifat-sifat para Rasul. Adapun urutannya adalah :
a. Sifat wajib Rasul (terdapat 4 sifat)
b. Sifat Jaiz Rasul (terdapat 1 sifat )
c. Sifat Mustahil Rasul (terdapat 4 sifat )
4. Pasal IV, dalam pasal ini terdapat pembahasan mengenai Malaikat
dan Nabi. Adapun urutannya adalah :
a. Pengertian Malaikat
b. Nama-nama Malaikat dan tugasnya
c. Nama-nama 25 Nabi
C. Isi Pokok Kitab Aqidatul Awam
Kitab „Aqidatul Awam menjelaskan tentang sifat-sifat wajib dan
jaiz bagi Allah SWT dan rasul-Nya atau yang disebut aqoid lima puluh.
Aqoid lima puluh itu terdiri dari, 20 sifat yang wajib bagi Allah, 20 sifat
mustahil bagi Allah, 1 sifat jaiz bagi Allah, serta 4 sifat wajib bagi Rasul,
4 sifat mustahil bagi rasul dan 1 sifat jaiz bagi rasul.
Kitab ini berisi tentang ilmu ketauhidan yang akan menuntun kita
untuk lebih mengenal Allah SWT lewat sifat-sifatnya. Kitab ini juga
menjelaskan tentang sifat-sifat wajib, jaiz, mustahil bagi Allah SWT dan
rasul-Nya. Disamping itu, kitab ini juga menjadi dasar pembelajaran
tauhid diberbagai pondok pesantren seluruh Indonesia.
Dalam kitab „Aqidatul Awam terdapat 4 pasal/ bab pembahasan
yaitu, pasal pertama berisi khutbatul kitab,
Dalam pasal I terdapat nadhom yang diantaranya :
ْ‫ا‬
‫ّٓ َوتَ ه‬
‫هللا َو ه‬
ِ َُْ ‫ا َ ْتذَأ ُ ِتاع‬
َ ‫اٌش ِدُُْ دَائِ ُِ اْ ِأل ْد‬
ِ ‫غ‬
ِ ْ‫اٌشد‬
‫فَ ْاٌ َذ ّْذُهللاِ ْاٌمَ ِذَ ُِْ اْأل َ هو ِي اَأل َ ِخ ِشاٌثَالًِ تِالَذ َ َذ ُّى ِي‬
‫ً َخُ ِْش َِ ْٓ لَذْ َو هدذَا‬
‫صالَج ُ َواٌ ه‬
‫ث ُ هُ اٌ ه‬
َ َ‫ع ْش َِذ‬
َ َُ َ‫غال‬
ّ ‫ػًٍَ إٌَ ِث‬
ْ ‫غُ َْش ُِ ْثر َ ِذ‬
‫ع‬
َ ‫ك‬
َ ‫صذْ ِث ِه َو َِ ْٓ ذ َ ِث ْغ‬
َ ‫َوا ٌِ ِه َو‬
ِ ّ ‫َِٓ ْاٌ َذ‬
ِ ‫ع ِث ُْ ًَ د‬
‫صفَح‬
ِ ‫اج‬
ِ ‫َوتَؼَذْ فَا ْػٍَ ُْ تِ ُى ُج ْى‬
ِ ََْٓ‫ة هللِ ِػ ْش ِش‬
ِ ‫ب ْاٌ َّ ْؼ ِشفَ ْح ِِ ْٓ َو‬
Nadhom di atas bahwasanya dengan menyebut nama Allah Yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Maka segala puji bagi Allah Yang
Maha Dahulu, Yang Maha Awal, Yang Maha Akhir, Yang Maha Tetap
tanpa ada perubahan. Apabila
seorang
mukallaf
setelah
selesai
membaca basmallah, hamdallah dan shalawat senantiasa tercurahkan
pada
Nabi
sebaik-baiknya
orang
yang
mengEsakan Allah
Dan
keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti jalan
agama secara benar bukan orang-orang yang berbuat bid‟ah.
Dalam pasal II terdapat pembahasan sifat wajib bagi Allah,
mustahil dan Jaiz Allah. Sifat wajib bagi Allah terkandung dalam nadzom
:
ْ ‫ك ِتا ْ ِإل‬
‫ق‬
ٌ ٌِ ‫ ُِخَـا‬# ٍ‫فَـاهللُ َِ ْـى ُج ْـىدٌ لَـ ِذ َْ ٌُ تَا ِلـ‬
ِ َ‫طـال‬
ِ ٍ‫ـف ٌِ ٍْـخ َْـ‬
ٍ
َ ًِّ ‫ػـا ٌِ ٌُ ِت ُى‬
ِ ‫َولَـائِ ٌُ غَـِٕـ ٍْ َو َو‬
َ ٌ‫ لَـاد ٌِس ُِ ِـشَـْذ‬# ٍ
ْ ‫ش‬
ّ ‫ادـذٌ َو َد‬
ْ ‫ْـش‬
ُُ ‫عـثْـؼَـحٌ ذ َـ ْٕـر َِظ‬
ُ ُ‫ـص‬
ِ ُ‫ ٌَه‬# ُُ ‫واٌ ُّر َ َى ٍِـ‬
ِ َ‫ع ِـّـ ُْ ٌغ ْاٌث‬
َ ٌ‫صفَـاخ‬
َ
‫ َدـَُـاج ٌ ْاٌـ ِؼ ٍْـ ُُ َوالَ ٌَ اعْـر َ َّ ْش‬# ‫ـش‬
ْ ‫ص‬
ْ ‫ع‬
َ ٌ ‫فَـمُـذْ َسج ٌ ِإ َسادَج‬
َ َ‫ـّـ ٌغ ت‬
Nadhom
di
atas
merupakan
salah
satu
nadhom
yang
menyebutkan sifat wajib bagi Allah SWT. Sifat wajib bagi Allah
SWT ialah sifat yang pasti dimiliki oleh Allah SWT yang ada 20,
mustahil tidak dimiliki oleh-Nya.
Adapun nilai pendidikan tauhid yang ada dalam kitab „Aqidatul
Awam yang terdapat dalam pasal II menurut pemikiran Sayid Ahmad AlMarzuki yaitu:
1. Pendidikan tentang kewajiban seorang Mukallaf untuk mengetahui
sifat wajib bagi Allah diantaranya:
a) Sifat Wujud bagi Allah SWT.
Allah SWT itu ada, tidak mungkin Allah SWT tidak ada.
Dalil aqli yang membukti bahwa Allah SWT itu ada adalah
penciptaan alam semesta beserta isinya. Sebagaimana Allah telah
berfirman dalam Q.S Ar-Ra‟du ayat 16:
‫ لُ ًِ ه‬.... ُ‫اَّلل‬
‫ض لُ ًِ ه‬
‫اَّللُ خَا ٌِ ُك ُو ًِّ ش ٍَْءٍ َو ُه َى‬
ِ ‫اوا‬
‫لُ ًْ َِ ْٓ َسبُّ اٌ ه‬
ْ ‫خ َو‬
ِ ‫األس‬
َ َّ ‫غ‬
‫اس‬
ِ ‫ْاٌ َى‬
ُ ‫ادذُ ْاٌمَ هه‬
Artinya: katakanlah: “Siapakah Tuhan langit dan bumi?
Jawabnya: “Allah”...“Katakanlah: “Allah adalah Pencipta segala
sesuatu dan Dia-lah Tuhan yang Maha esa laig Maha Perkasa”
(Q.S Ar-Ra‟du: 16) (Mahmud, 2005: 251).
Ayat di atas sudah jelas membuktikan bahwa Allah SWT itu
ada, karena Allah SWT telah menciptakan alam semesta dan
seisinya mulai dari ‟Arsy hingga bagian bumi yang paling bawah,
semua itu merupakan perkara yang baru keberadaannya. Artinya,
perkara yang ada (tercipta) setelah tidak ada. Dan setiap perkara
yang baru pasti ada pencipta yang tetap wujudnya. Maka, alam
jelas ada yang menciptakan. Keberadaan Sang Pencipta diperoleh
dari dalil sifat keesaan dan dari ketetapan sifat wujud bagi Allah
SWT. Dengan demikian, menjadai mustahil bila Allah SWT
mempunyai sifat yang berlawanan dengan sifat wujud-Nya.
Makna wujud menurut Sayid Ahmad Al-Marzuki adalah sifat
mengenai ketetapan yang mensifati (dengan wujud itu) untuk
menunjukkan hakikat zat.
Sedangkan makna wujud menurut Syaikh Muhammad alFudholi dalam kitab Kifāyah al-Awām adalah suatu keadaan yang
harus dimiliki suatu zat , selama zat tersebut masih ada, dan
keadaan seperti ini tidak bisa dibatasi suatu alasan (Achmad
Sunarto, 2010: 28).
Kedua makna diatas maksudnya adalah sama, hanya saja
bahasa penyampainnya yang berbeda.
b) Sifat Qidam bagi Allah SWT.
Allah SWT adalah al-Awal, tidak ada permulaan bagi wujudNya, dan juga al-Akhir, artinya tidak ada akhir dari wujud-Nya.
Dalil aqli yang membuktikan bahwa Allah SWT bersifat qidam
menurut Sayid Ahmad Al-Marzuki adalah Seandainya Allah SWT
hudust (ada awalnya) pasti Allah SWT membutuhkan yang
menciptakan, dan itu mustahil bagi Allah SWT. Karena Allah SWT
adalah zat yang Maha Awal dan yang Maha Akhir sebagaimana
Firman Allah SWT:
‫ُه َى ْاأل َ هو ُي َو ْاِ ِخ ُش َو ه‬
ٌُ ٍُِ ‫ػ‬
َ ًِّ ‫اط ُٓ َۖو ُه َى ِت ُى‬
ِ َ‫اٌظاه ُِش َو ْاٌث‬
َ ٍ‫ش ٍْء‬
Artinya: “Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Dzahir dan
Yang Bathin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (AlHadid: 3) (Mahmud, 2005: 537)
Dari pendapat diatas maksudnya adalah sama, bahwa Allah
adalah zat Awal dan yang Akhir, tidak ada yang mengawali dan
mengakhiri wujudnya Allah (Achmad Sunarto, 2010: 47).
c) Sifat Baqa‟ bagi Allah SWT.
‫و َجة فٍ دمح ذؼا ٌٍ اٌثماء‬
Sifat Baqā‟ wajib ada didalam zat Allah SWT, karena Allah SWT
adalah zat yang kekal abadi. Allah SWT ada untuk selamalamanya, tidak mengalami kehancuran. Lawan dari sifat ini adalah
sifat fana‟ (rusak) (Sayid Ahmad al-Marzuki: 9).
Wajib bagi Allah SWT bersifat baqa‟, bukti bahwa Allah
SWT bersifat baqa‟ adalah jika Allah SWT tidak memiliki sifat
baqa‟ maka ada kemungkinan Allah SWT akan rusak. Dan adanya
kemungkinan tersebut tidak akan pernah terjadi karena Allah SWT
adalah zat yang qadim dan kekal untuk selama-lamanya, sesuai
bunyi firman Allah SWT:
َ‫اإل ْو َش ِا‬
ِ ْ ‫َوََ ْثمَ ًَٰ َوجْ هُ َستِ َّه رُو ْاٌ َج َال ِي َو‬
Artinya: Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai
kebesaran dan kemuliaan (ar-Rahman: 27) (Mahmud, 2005: 532).
d) Sifat Mukholafatu lil hawaditsi bagi Allah SWT.
‫و َجة فٍ دمه ذؼا ًٌ اٌّخا ٌفح ٌٍذىاد ز‬
Wajib bagi Allah SWT mempunyai sifat Mukhālafah lil Hawādits,
lawan dari sifat ini adalah sifat mumatsalatu lil hawadits (Sayid
Ahmad Al-Marzuki: 9).
Wajib bagi Allah SWT memiliki sifat Mukhālafah lil
Hawādits, karena Allah SWT berbeda dengan makhluk-Nya.
Dijelaskan oleh Sayid ahmad Al-Marzuki Allah SWT itu tidak
sama dengan makhluk baik itu manusia, jin, malaikat ataupun
makhluk lainya. Dalam hal ini Allah SWT tidak mungkin
mempunyai sifat yang dimiliki oleh semua makhluk seperti
berjalan, duduk, atau mempunyai susunan anggota badan. Allah
SWT terlepas dari susunan anggota tubuh seperti punya mulut,
mata, telinga dan anggota tubuh lainnya (Achmad Sunarto, 2012:
55).
Dalil yang menunjukkan sifat mukhalafatul lil hawaditsinya
Allah
SWT
adalah
Seandainya
Allah
SWT
Mumatsalah
(menyerupai makhluk) maka Allah SWT tidak ada bedanya dengan
makhluk,
dan
itu
mustahil.
Ditegaskan
dalam
al-Qur‟an
sebagaimana firman-Nya:
‫ُش‬
َ ‫ْظ و َِّثْ ٍِ ِه‬
‫ش ٍْ ٌء ۖ َو ُه َى اٌ ه‬
ُ ‫ص‬
ِ َ‫غ ُِّ ُغ ْاٌث‬
َ ٌَُ...
Artinya: “ Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia dan
Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy Syura:
11) (Mahmud, 2005: 484).
Jadi, sudah jelas Allah SWT itu berbeda dengan makhluknya
karena tidak mungkin terjadi persamaan, antara Tuhan Sang
Pencipta dengan makhluk yang diciptakan.
e) Sifat Qiyamuhu binafsihi bagi Allah SWT.
Allah SWT berdiri dan berbuat dengan kekuatannya diriNya sendiri. Wujud Allah SWT ditentukan oleh diri-Nya sendiri,
bukan oleh yang lain diluar diri-Nya. Dalil yang menunjukkan
bahwa Allah SWT bersifat Qiyāmuhu Binafsihi:
ّ ِْ‫ ا ه‬...
َٓ ُْ ِّ ٍََ‫ٍ ػَ ِٓ اٌْؼ‬
ُّ َِٕ‫اَّللَ ٌَغ‬
Artinya: “Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya
(Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam” (Al-Ankabut: 6)
(Mahmud, 2005: 396).
Allah SWT ada dan berdiri dengan kekuasaan dan
kekuatannya sendiri, karena Allah SWT adalah Tuhan yang Maha
Kaya atas segala-galanya.
f) Sifat Wahdaniyah bagi Allah SWT.
Makna Wahdāniyah menurut Sayid Ahmad Al-Marzuki
adalah bahwa Allah SWT tidak tersusun dari beberapa bagian,
artinya bahwa Allah SWT itu satu.
Adapun makna Wahdāniyah dalam sifat menurut pendapat
Syaikh Muhammad al-Fudholi adalah tidak adanya banyak sifat,
maksudnya Allah SWT tidak mempunyai banyak sebutan ataupun
makna. (Achmad Sunarto, 2012: 64).
Sedangkan makna Wahdāniyah dalam perbuatan adalah,
bahwa tidak ada satupun perbuatan makhluk yang sama dengan
perbuatan Allah SWT. Seperti; Allah SWT menciptakan makhluk,
memberi rezeki, menghidupkan, mematikan, dan lain-lain (Achmad
Sunarto, 2010: 8).
g) Sifat Qudroh bagi Allah SWT.
Sifat qudroh ini merupakan aplikasi dari sifat wujud dan
yang telah dahulu dan selalu menetap pada zat Allah SWT. Dengan
sifat qudrat ini, Allah SWT akan mewujudkan dan meniadakan
segala sesuatu kemungkinan yang sesuai dengan kehendak-Nya.
Adapun dalil qudrohnya Allah SWT adalah:
ّ ِْ‫ا ه‬
‫ش ٍْءٍ لَ ِذَ ُْش‬
َ ًِّ ‫ٍٍ ُو‬
َ َ‫اَّلل‬
َ ‫ػ‬
Artinya: “Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu” (AlBaqarah: 20) (Mahmud, 2005: 4) .
Kekuasaan Allah SWT meliputi segala yang dilangit dan
dibumi. Seluruh alam semesta beserta isinya diciptakan dengan
kekuasaan-Nya, maka mustahil jika Allah SWT mempunyai sifat
„Ajzun ( lemah).
h) Sifat Irodatun bagi Allah SWT.
Tidak akan terjadi segala sesuatu melainkan atas
kehendak-Nya. Maka apapun yang dikehendaki-Nya pasti ada, dan
apapun yang tidak dikehendaki-Nya maka tidak mungkin terjadi.
Dalil yang membuktikan sifat iradahnya Allah SWT adalah alam
ini tercipta dengan jalan iradah dan ikhtiyarnya Allah SWT
(Abdullah Zakiy, 1999: 31). Sebagaimana Allah SWT berfirman:
ُ ‫ا هِْ َست َهه فَؼه ًُ ٌِّا َ َ ُِش َْذ‬
Artinya: “Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana
terhadap apa yang dia kehendaki” (Hud: 107 ) (Mahmud, 2005:
233) .
i) Sifat „Ilmun bagi Allah SWT.
Pengetahuan Tuhan meliputi segala sesuatu dari yang
sebesar-besarnya sampai yang sekecil-kecilnya, baik yang telah
ataupun yang akan terjadi di bumi, di udara, di laut, dan di mana
saja, di dalam gelap atau terang, lahir atau bathin. Mustahil Allah
SWT tidak mengetahui, karena tidak mengetahui berarti bodoh.
Kebodohan adalah sifat kekurangan, sedang Allah SWT Maha Suci
dari sifat kekurangan.
untuk menciptakan alam ini Allah juga mengetahui apa
yang ada dialam semesta ini. Allah SWT lah yang mengatur segala
kejadian yang terjadi di alam ini dengan sifat iradah dan ilmunya
Allah SWT.
j) Sifat hayyatun bagi Allah SWT.
Kehidupan Allah SWT itu kekal abadi, tidak ada waktu
lahirnya dan tidak ada waktu matinya. Allah SWT hidup untuk
selama-lamanya dengan tidak berkesudahan.
k) Sifat Sama‟ bagi Allah SWT.
Pendengaran Allah SWT meliputi segalanya. Sifat
tersebut merupakan sifat yang harus ada pada zat Allah SWT yang
memiliki keterkaitan dengan segala yang ada, yaitu dengan
memiliki sifat tersebut segala sesuatu yang ada di dunia akan
tampak jelas oleh-Nya baik yang ada itu wajib atau jaiz (Achmad
Sunarto, 2012:106). Dalilnya sifat Sama‟ adalah:
‫صُ ُْش‬
‫َو ُه َى اٌ ه‬
ِ َ‫غ ِّ ُْ ُغ اٌْث‬
Artinya: “Dan Dia lah yang Maha Mendengar lagi Maha
Melihat” (Asy-Syûrā: 11) (Mahmud, 2005: 42).
l) Sifat Bashor bagi Allah SWT.
Penglihatan Allah SWT meliputi segalanya. Sifat tersebut
merupakan sifat yang harus ada pada zat Allah SWT yang memiliki
keterkaitan dengan segala yang ada, yaitu dengan memiliki sifat
tersebut segala sesuatu yang ada di dunia akan tampak jelas oleh-
Nya baik yang ada itu wajib atau jaiz (Achmad Sunarto, 2012:106).
Dalilnya sifat Bashar adalah:
‫صُ ُْش‬
‫َو ُه َى اٌ ه‬
ِ َ‫غ ِّ ُْ ُغ اٌْث‬
Artinya: “Dan Dia lah yang Maha Mendengar lagi Maha
Melihat” (Asy-Syûrā: 11) (Mahmud, 2005: 42).
m) Sifat Kalam bagi Allah SWT.
Berbicaranya Allah SWT berbeda dengan bicaranya
makhluk, karena sesungguhnya bicaranya makhluk adalah sesuatu
yang diciptakan pada diri makhluk dengan membutuhkan
perantara, seperti mulut, lidah dan dua bibir. Sedangkan bicaranya
Allah SWT adalah berupa firman atau kalāmullah.
Adapun yang dimaksud dengan kalam Allah SWT menurut
pendapat Syaikh Muhammad al-Fudhali bukanlah lafadz-lafadz
syari‟fah (al-Qur‟an) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
Saw itu, karena al-Qur‟an tersebut baru saja di turunkan, sementara
kalam yang ada pada Allah SWT itu qadim (sudah ada sejak dahulu
kala) (Achmad Sunarto, 2012: 116).
Sedangkan menurut pendapat Abdullah Zakiy (1999: 34)
kalam adalah sifat Allah SWT yang qadim dan berdiri dengan
zatnya sendiri yang dilakukan tidak menggunakan huruf dan tidak
pula menggunakan suara.
Dari kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kalam
adalah sifat Allah SWT yang bukan berupa suara, huruf, atau
bukanlah lafadz-lafadz al-Qur‟an melainkan sifat Allah SWT yang
ada karena zat-Nya sendiri sejak zaman dahulu kala (qadim).
n) Sifat Qadiran bagi Allah SWT.
Sifat Qadiran ini merupakan aplikasi dari sifat wujud dan
yang telah dahulu dan selalu menetap pada zat Allah SWT. Dengan
sifat qadiran ini, Allah SWT akan mewujudkan dan meniadakan
segala sesuatu kemungkinan yang sesuai dengan kehendak-Nya.
Adapun dalil qadirannya Allah SWT adalah:
ّ ِْ‫ا ه‬
‫ش ٍْءٍ لَ ِذَ ُْش‬
َ ًِّ ‫ٍٍ ُو‬
َ َ‫اَّلل‬
َ ‫ػ‬
Artinya: “Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala
sesuatu” (Al-Baqarah: 20) (Mahmud, 2005: 4) .
Kekuasaan Allah SWT meliputi segala yang dilangit dan
dibumi. Seluruh alam semesta beserta isinya diciptakan dengan
kekuasaan-Nya, maka mustahil jika Allah SWT mempunyai sifat
„Ajzun (lemah).
o) Sifat Muridan bagi Allah SWT.
Tidak akan terjadi segala sesuatu melainkan atas kehendakNya. Maka apapun yang dikehendaki-Nya pasti ada, dan apapun
yang tidak dikehendaki-Nya maka tidak mungkin terjadi.
p) Sifat „Aliman bagi Allah SWT.
Pengetahuan Tuhan meliputi segala sesuatu dari yang
sebesar-besarnya sampai yang sekecil-kecilnya, baik yang telah
ataupun yang akan terjadi di bumi, di udara, di laut, dan di mana
saja, di dalam gelap atau terang, lahir atau bathin. Mustahil Allah
SWT tidak mengetahui, karena tidak mengetahui berarti bodoh.
Kebodohan adalah sifat kekurangan, sedang Allah SWT Maha Suci
dari sifat kekurangan.
q) Sifat Hayyan bagi Allah SWT.
Kehidupan Allah SWT itu kekal abadi, tidak ada waktu
lahirnya dan tidak ada waktu matinya. Allah SWT hidup untuk
selama-lamanya dengan tidak berkesudahan.
r) Sifat Sami‟an bagi Allah SWT.
Pendengaran Allah SWT meliputi segalanya. Sifat tersebut
merupakan sifat yang harus ada pada zat Allah SWT yang memiliki
keterkaitan dengan segala yang ada, yaitu dengan memiliki sifat
tersebut segala sesuatu yang ada di dunia akan tampak jelas olehNya baik yang ada itu wajib atau jaiz (Achmad Sunarto, 2012:106).
s) Sifat Bashiron bagi Allah SWT.
Penglihatan Allah SWT meliputi segalanya. Sifat tersebut
merupakan sifat yang harus ada pada zat Allah SWT yang memiliki
keterkaitan dengan segala yang ada, yaitu dengan memiliki sifat
tersebut segala sesuatu yang ada di dunia akan tampak jelas olehNya baik yang ada itu wajib atau jaiz (Achmad Sunarto, 2012:106).
t) Sifat Mutakaliman bagi Allah SWT.
Berbicaranya
Allah
SWT
berbeda
dengan
bicaranya
makhluk, karena sesungguhnya bicaranya makhluk adalah sesuatu
yang diciptakan pada diri makhluk dengan membutuhkan
perantara, seperti mulut, lidah dan dua bibir. Sedangkan bicaranya
Allah SWT adalah berupa firman atau kalāmullah.
2. Pendidikan tentang kewajiban seorang Mukallaf untuk mengetahui
sifat mustahil bagi Allah diantaranya:
1. Sifat „Adam mustahil bagi Allah SWT.
2. Sifat Huduts mustahil bagi Allah SWT.
3. Sifat Fana‟ mustahil bagi Allah SWT.
4. Sifat Mumatsalasu lil Hawaditsi mustahil bagi Allah SWT.
5. Sifat Ihtiyaju Li Ghairihi mustahil bagi Allah SWT.
6. Sifat Ta‟adud mustahil bagi Allah SWT.
7. Sifat Ajzun mustahil bagi Allah SWT.
8. Sifat Karahatun mustahil bagi Allah SWT.
9. Sifat Jahlun mustahil bagi Allah SWT.
10. Sifat Mautun mustahil bagi Allah SWT.
11. Sifat Sum‟un mustahil bagi Allah SWT.
12. Sifat „Umyun mustahil bagi Allah SWT.
13. Sifat Bukmun mustahil bagi Allah SWT.
14. Sifat „Ajizan mustahil bagi Allah SWT.
15. Sifat Karihan mustahil bagi Allah SWT.
16. Sifat Jahilan mustahil bagi Allah SWT.
17. Sifat Mayyitan mustahil bagi Allah SWT.
18. Sifat Ashoma mustahil bagi Allah SWT.
19. Sifat A‟ma mustahil bagi Allah SWT.
20. Sifat Abkama mustahil bagi Allah SWT.
3. Pendidikan tentang kewajiban seorang Mukallaf untuk mengetahui
sifat jaiz bagi Allah yaitu: “ُ‫”فِ ْؼ ًُ ُو ًِّ ُِ ّْ ِى ٍٓ ا َ ْو ذ َْش ُوه‬.
Sifat jaiz bagi Allah yang terkandung dalam nadhom :
‫ػذْ ٌِ ِه ذ َْـشنٌ ٌِـ ُىـ ًِّ ُِ ّْـ ِىـ ٍٓ َو ِف ْؼ ٍِ ِه‬
َ ‫َو َجـائـِ ٌض تِـفَـضْـ ٍِ ِه َو‬
Adapun Sifat Jaiz Bagi Allah SWT adalah bahwa Allah berbuat
apa yang dikehendaki, seperti dalam Al-Qur‟an disebutkan :
‫َاس َِاََشَا ُء ََ ْخٍُ ُك َو َست َُّه‬
ُ ‫َوََ ْخر‬
“Dan Tuhanmu menjadikan dan memilih barang siapa apa yang
dikehendaki-Nya.(Al-Qashash: 68)
Sifat Jaiz (kewenangan) bagi Allah SWT adalah sifat yang
boleh ada pada Allah SWT. Hanya ada satu sifat yaitu:
‫(فِ ْؼ ًُ ُو ًِّ ُِ ّْ ِى ٍٓ ا َ ْو ذ َْش ُوه‬menciptakan setiap yang mungkin wujudnya
atau tidak menciptakanya). Yang disebut “mungkin” ialah sesuatu
yang bisa wujud dan bisa pula tidak wujud, sekalipun itu berupa
perkara yang jelek seperti; kufur atau maksiat, menciptakan makhluk,
memberi rezeki, dan lain sebagainya. Harus kita ingat bahwa Allah
SWT itu sempurna kekuasaannya, sempurna ilmunya dan sesuatu
yang jaiz itu tentu boleh ada dan boleh tidak ada. Maka Allah SWT
pun Maha Kuasa untuk mengadakan dan meniadakan.
Jadi Allah SWT boleh berbuat sesuatu, boleh juga tidak berbuat
sesuatu. Berbuat atau tidak berbuat, menjadi wewenang sepenuhnya
bagi Allah SWT. Dia bebas dan merdeka untuk menentukannya
sendiri apa yang ingin diperbuat-Nya.
Demikianlah penjelasan dari pasal II yaitu: 20 sifat wajib, 20 sifat
mustahil dan 1 sifat jaiz bagi Allah SWT yang wajib kita yakini dan
kita ketahui secara terperinci. Kemudian wajib pula bagi kita meyakini
bahwa Allah SWT bersih dari segala sifat kekurangan, karena Allah
SWT mempunyai sifat sempurna yang tiada terhingga apabila
dipandang dari segi bilangan.
Dalam pasal III terdapat pembahasan sifat wajib bagi Rasul,
mustahil dan Jaiz Rasul. Sifat wajib bagi Rasul terkandung dalam nadzom:
َ ‫عـ ًَ أ َ ْٔـ ِثَُا رَ ِوٌ فَـ‬
‫ق َواٌـرهـ ْث ٍِـُ ِْغ َواْأل َ َِأَ ْه‬
ّ ِ ِ‫طـأَـ ْه ت‬
َ ‫أ َ ْس‬
ِ ْ‫اٌصـذ‬
‫ض‬
ِ ُ‫ص َو َخ ِف‬
ٍ ‫ض تِغَـُ ِْـش َٔ ْم‬
ِ ‫ـش‬
ِ ‫ـش‬
َ ْٓ ِِ ُْ ‫َو َجـا ِئ ٌض فٍِ َد ِمّـ ِه‬
َ َّ ٌ‫ْف ْا‬
َ ‫ػ‬
‫غـائِ ِش‬
ْ ‫ضٍُىا ْاٌـ َّـالَئِ َى ْه ِػ‬
َ ‫اجـثَـحٌ َوفَـا‬
َ ‫صـ َّـر ُ ُه ُْ َو‬
ِ ‫ْاٌ َّالَئِـ َى ْه َو‬
Sifat wajib bagi Rasul adalah sifat yang harus dimiliki oleh
utusan Allah SWT (Rasul). Sedangkan sifat mustahil bagi Rasul adalah
sifat yang mustahil dan tidak mungkin dimiliki oleh para Nabi dan Rasul,
karena mereka semua maksum (terjaga dari dosa). Telah diyakini bahwa
para rasul yang diutus Allah, mereka adalah laki laki merdeka yang telah
dipilih dengan sempurna dan dilengkapi dengan keistimewaan yang tidak
dimiliki makhluk biasa. Begitu pula telah diberikan kepada mereka sifat-
sifat kesempurnaan dengan tujuan untuk menguatkan risalah yang
dibawa.
Adapun nilai pendidikan tauhid yang ada dalam kitab „Aqidatul
Awam yang terdapat dalam pasal III menurut pemikiran Sayid Ahmad
Al-Marzuki yaitu:
1. Pendidikan tentang kewajiban seorang Mukallaf untuk mengetahui
sifat wajib bagi Rasul diantaranya:
a. Seorang Rasul wajib mempunyai sifat Shiddiq (jujur).
Setiap Rasul pasti jujur dalam ucapan dan perbuatannya. Apa
apa yang telah disampaikan kepada manusia baik berupa wahyu
atau kabar harus sesuai dengan apa yang telah diterima dari Allah
tidak boleh dilebihkan atau dikurangkan. Dalam arti lain apa yang
disampaikan kepada manusia pasti benar adanya, karena memang
bersumber dari Allah. Kita sebagai manusia harus percaya dan
yakin bahwa semua yang datang dari Rasul baik perkataan atau
perbuatan adalah benar. Mustahil Rasul memiliki sifat Kidzib
(dusta), karena Rasul dalam menyampaikan ajaran-Nya selalu
jujur.
b. Seorang Rasul wajib mempunyai sifat Amanah (dapat dipercaya).
Amanah berarti bisa dipercaya baik dhahir atau bathin.
Sedangkan yang dimaksud di sini bahwa setiap rasul adalah dapat
dipercaya dalam setiap ucapan dan perbuatannya. Para Rasul akan
terjaga secara dhahir atau bathin dari melakukan perbuatan yang
dilarang dalam agama, begitu pula hal yang melanggar etika.
Mustahil Rasul memiliki sifat Khianat, karena sikap dan
perilakunya tidak pernah melanggar larangan dan aturan-aturan
Allah serta tidak menyimpang dari ajaran-Nya.
c. Seorang Rasul wajib mempunyai sifat Tabligh (menyampaikan).
Rasul memiliki sifat tabligh, yakni menyampaikan apa yang
semestinya disampaikan. Wahyu yang diterima seluruhnya
disampaikan kepada umatnya dan tidak ada satupun yang
disembunyikan. Sehingga Nabi dan Rasul sangat mustahil memiliki
sifat kitman atau menyembunyikan.
d. Seorang Rasul wajib mempunyai sifat Fathanah (cerdas).
Rasul dalam menyampaikan risalah Allah, tentu dibutuhkan
kemampuan dan strategi khusus agar wahyu yang tersimpan
didalamnya hukum hukum Allah dan risalah yang disampaikan
bisa diterima dengan baik oleh manusia. Karena itu, seorang Rasul
wajib memiliki sifat cerdas, dan mustahil Rasul memiliki sifat
Baladah (bodoh). Maka diharuskan bagi kita untuk meyakinkan
bahwa para rasul itu adalah manusia yang paling sempurna dalam
penampilan, akal, kekuatan berfikir, kecerdasan dan pembawaan
wahyu yang diutus pada zamannya. Kalau saja para rasul itu tidak
sesuai dengas sifat sifatnya maka mustahil manusia akan menerima
dan mengakuinya.
2. Pendidikan tentang kewajiban seorang Mukallaf untuk mengetahui
sifat mustahil bagi Rasul diantaranya:
a. Seorang Rasul mustahil mempunyai sifat kidzib (dusta).
b. Seorang
Rasul
mustahil
mempunyai
sifat
Khiyanah
(bohong/melanggar).
c. Seorang
Rasul
mustahil
mempunyai
sifat
Kitman
(menyembunyikan).
d. Seorang Rasul mustahil mempunyai sifat Baladah (bodoh).
Dalam pasal IV terdapat pembahasan nama Malaikat dan nama
Nabi yang terkandung dalam nadzom:
ْ َ‫ة فَـادْـف‬
‫ة‬
ِ ‫اج‬
ِ ‫اج‬
ِ ًُ ُْ ‫َو ْاٌـ ُّغْـر َِذ‬
ِ ‫ظ ٌِ َخ ّْ ِغَُْٓ ِت ُذ ْى ٍُ َو‬
ِ ‫ضذُّ ُوـ ًِّ َو‬
ُْ َِٕ‫غ ٍح َو ِػ ْش ِشَْـَٓ ٌَ ِض َْ ُوـ هً ُِـىَـٍهـفٍ فَ َذ ِ ّم ْك َوا ْغـر‬
ِ ‫ذ َـ ْف‬
َ ّْ ‫صُْـ ًُ َخ‬
‫ْظ‬
ْ َِ ٌ‫ُٔ ْى ٌح ُه ْـىد‬
ُ َ‫صاٌِـخْ َو ِإت َْشاهِـُْـ ُُ ُوـ ًٌّ ُِـرهثَ ْغ ُه ُْ آدَ َُ اِدْ ِس‬
َ ‫ـغ‬
ٌ ‫ٌُ ْى‬
ٌ ‫ط َواِعْـ َّا ِػ ُْ ًُ اِ ْع َذ‬
‫ب ادْ رَزَي‬
ُ ‫ف َوأََـُّ ْى‬
ُ ‫اق وَـزَا ََ ْؼـمُ ْى‬
ُ ‫ب َ ُْى‬
ٌ ‫ع‬
ُ
ُ ٍَُ‫ع‬
ْ‫ّْا‬
ُ َُ‫شؼ‬
ُ ُ‫ـغ دَ ُاود‬
ْ ‫غ ْغ رُو ْاٌ ِىـ ْف ًِ اذهـ َث‬
ُ ‫ْة ه‬
َ َُ ‫عً َو ْاٌـ‬
َ ‫َاس ْو ُْ َو ُِ ْى‬
َ ‫غـً َو‬
ْ َ‫طـهَ خَا ِذ ٌُ د‬
‫ـاط‬
ْ ُٔ‫َ ُْى‬
ُ َُ ‫ع غَـُها ْإٌـ‬
َ ُْ ‫ظ صَ و َِشَـها ََذْ ًَُ ِػـ‬
ُ‫صـالج‬
ِ ‫غـال َُ وآ ٌِ ِهـ ُْ ِـَـا دَا َِـ‬
‫واٌ ه‬
‫ػٍَـُْـ ِهـ ُُ اٌ ه‬
َ َُ ‫د اْألََـهـا‬
ُ‫ب َوالَ ٔ َْى ََ ٌَ ُه‬
ٍ َ ‫َو ْاٌـ َّـٍَهُ اٌهـزٌِ ِتالَ أ‬
َ ‫ب َوأ ُ َْ الَ أ َ ْوـ ًَ الَ شـ ُ ْش‬
ًُُْ‫ْـشافِ ُْ ًُ ِػ ْض َسائِـ‬
ِ ‫ذ َ ْف‬
َ ًُ ُْ ‫ـصـ‬
َ ‫ػ ْش ٍش ِِ ْٕ ُه ُُ ِجث ِْشَْـ ًُ ِِـُْـىَـا ُي اِع‬
ُ ‫ْة َٔـ ِىـُ ٌْش ُِـ ْٕـى َْش َِا ٌِهٌ َو ِسض َْى‬
‫ػـرِـُْذ‬
ٌ ُِ‫َو َوزَا َو َسل‬
َ ‫اْ ا ْدرـَزَي‬
Adapun nilai pendidikan tauhid yang ada dalam kitab Aqidatul
Awam yang terdapat dalam pasal IV menurut pemikiran Sayid Ahmad
Al-Marzuki yaitu:
1. Pendidikan tentang kewajiban seorang mukallaf untuk mengetahui
nama-nama malaikat, diantaranya:
a) Jibril, tugasnya menyampaikan wahyu.
b) Mikail, tugasnya membagi rezeki.
c) Israfil, tugasnya meniup sangkakala.
d) Izrail, tugasnya mencabut nyawa.
e) Munkar, tugasnya menanyai didalam kubur.
f) Nakir, tugasnya menanyai didalam kubur.
g) Raqib, tugasnya mencatat amal baik manusia.
h) „Atid, tugasnya mencatat amal buruk manusia.
i) Malik, tugasnya menjaga pintu neraka.
j) Ridwan, tugasnya menjaga pintu surga.
Malaikat adalah makhluk yang memiliki kekuatan- kekuatan
yang patuh pada ketentuan dan perintah Allah, Malaikat diciptakan
oleh Allah terbuat dari cahaya.
2. Pendidikan tentang kewajiban seorang mukallaf untuk mengetahui
nama-nama dua puluh lima Nabi, diantaranya:
1)
Nabi Adam a.s
2)
Nabi Idris a.s
3)
Nabi Nuh a.s
4)
Nabi Hud a.s
5)
Nabi Shaleh a.s
6)
Nabi Ibrahim a.s
7)
Nabi Luth a.s
8)
Nabi Isma‟il a.s
9)
Nabi Ishaq a.s
10) Nabi Ya‟kub a.s
11) Nabi Yusuf a.s
12) Nabi Ayyub a.s
13) Nabi Syu‟aib a.s
14) Nabi Musa a.s
15) Nabi Harun a.s
16) Nabi Dzulkifli a.s
17) Nabi Daud a.s
18) Nabi Sulaiman a.s
19) Nabi Ilyas a.s
20) Nabi Ilyasa‟ a.s
21) Nabi Yunus a.s
22) Nabi Zakariya a.s
23) Nabi Yahya a.s
24) Nabi Isa a.s
25) Nabi Muhammad SAW
BAB IV
ANALISIS NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KITAB ‘AQIDATUL
AWAM KARYA SAYID AHMAD AL-MARZUKI
A.
Nilai Tauhid dalam kitab ‘Aqidatul Awam karya Sayid Ahmad Al –Marzuki
Nabi Muhammad merupakan uswatun hasanah terbaik di dunia ini,
beliau adalah sebaik-baik umat, sumber pendidik sepanjang zaman. Beliau adalah
Nabi dan Rasul terakhir yang tidak ada keraguan perihal keimanannya. Tetapi,
beliau tetap berusaha menambah keimanan setiap hari, walaupun kehidupan
akhirat beliau telah dijamin masuk surga. Banyak para sahabat sampai ulama‟
yang mengikuti jejak beliau baik dalam hal keilmuan maupun ketauhidannya.
Termasuk yang berusaha mengikuti jejak beliau adalah Sayid Ahmad Al-Marzuki.
Seorang ulama‟ terkemuka asal Betawi.
Kita sebagai umat Beliau tentu dengan semaksimal mungkin meniru
perilaku beliau dalam hal keilmuan dan tauhid. Manusia diberi keutamaan lebih
daripada makhluk lain. Manusia dilantik menjadi khalifah di bumi untuk
memakmurkannya. Untuk itu dibebankan kepada manusia untuk memiliki sifat
amanah. Diberikan pula kebebasan dan tanggung jawab memiliki serta
memelihara nilai-nilai keutamaan. Keutamaan yang diberikan bukan karena
bangsanya, bukan juga karena warna, harta, derajat, jenis profesi dan kasta
sosialnya. Tetapi semata-mata karena iman, taqwa, amalnya dalam beribadah,
serta memantapkan hati dalam dirinya (Al-Syaibani, 1983: 107).
Nilai tauhid harus disampaikan kepada anak sejak usia dini melalui
pendidikan, baik di keluarga, masyarakat, maupun sekolah pendidikan merupakan
hal pokok yang harus diasuransi oleh setiap manusia, karena menganut pada
alasan bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan lemah fisik maupun psikis, tetapi
walaupun dalam keadaan demikian, ia telah memiliki kemampuan bawaan.
Dalam kitab „Aqidatul Awam karya Sayid Ahmad Al-Marzuki
menjelaskan perihal nilai tauhid. Adapun nilai tauhid diantaranya:
1) Nilai Ilahiyah
Dalam bahasa Al-Qur‟an, dimensi hidup Ketuhanan ini juga disebut jiwa
rabbaniyah atau ribbiyah. Dan jika dirinci apa saja wujud nyata atau substansi
jiwa ketuhanan itu, maka kita dapatkan nilai-nilai tauhid pribadi yang penting
dan harus ditanamkan pada setiap individu Muslim. Diantara nilai-nilai yang
mendasar adalah:
a. Iman
Sikap batin yang penuh kepercayaan kepada Allah. Jadi, tidak
cukup hanya percaya adanya Allah, melainkan harus mengingat
menjadi sikap mempercayai kepada Adanya Allah dan menaruh
kepercayaan kepada-Nya.
Aspek dalam ilmu tauhid adalah keyakinan akan eksistensi
Allah Yang Maha Sempurna, Maha Kuasa dan memiliki sifat-sifat
kesempurnaan lainnya. Keyakinan demikian membawa seseorang
kepada kepercayaan akan adanya Malaikat, kitab-kitab yang
diturunkan Allah, Nabi-nabi/Rasul-rasul, takdir kehidupan sesudah
mati, dan melahirkan kesadaran akan kewajibannya kepada Khalik
(Pencipta). Sebab semua yang disebut ini merupakan konsekuensi
adanya Allah Swt.
Iman ialah membenarkan secara sungguh-sungguh segala
sesuatu yang diketahui sebagai berita yang dibawa oleh Nabi dari sisi
Allah SWT juga dikatakan sebagai at-tasdiq bil-qalbi (membenarkan
dengan hati), al-iqrar bil-lisan (pengakuan dengan ucapan), dan al„amal bil-arkan (mengamalkan dengan anggota tubuh). Rukun iman
ada enam yaitu beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, kitabkitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari akhir serta takdir baik dan buruk
yang datang dari Allah.
1. Iman kepada Allah.
Menurut Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith, yang
dimaksud iman kepada Allah ialah “membenarkan adanya Allah
SWT dengan cara menyakini dan mengetahui bahwa Allah wajib
ada-Nya karena zatnya sendiri (Wajib Al-Wujud li Dzatihi),
Tunggal dan Esa, Yang Maha Kuasa, Yang hidup dan Berdiri
Sendiri, Yang Qadim dan Azali untuk selamanya.
Keimanan sesorang kepada Allah ini sangat berpengaruh
terhadap hidup dan kehidupannya, antara lain:
a. Ketakwaannya akan selalu meningkat.
b. Kekuatan batin, ketabahan, keberanian, dan harga dirinya akan
timbul karena ia hanya mengabdi kepada Allah dan meminta
pertolongan kepada-Nya, tidak kepada yang lain.
c. Rasa aman, damai dan tentram akan bersemi dalam jiwanya
karena ia telah menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah.
2. Iman kepada Malaikat
Rukun iman kedua ialah beriman kepada Malaikat. Kata
Malaikat adalah kata jamak dari kata malak yang berasal dari kata
alukah ( ‫ )اٌىڪح‬yang berarti risalah. Dalam al-Qur‟an banyak ayat
yang mewajibkan setiap mukmin untuk beriman kepada adanya
Malaikat. Jika seseorang beriman kepada para Malaikat, maka yang
dimaksudkan antara lain adalah agar manusia meniru sifat-sifat
yang terdapat pada Malaikat, seperti sifat jujur, amanah, tidak
pernah durhaka dan patuh melaksanakan segala yang diperintahkan
Allah. Percaya kepada Malaikat juga dimaksudkan agar manusia
juga diperhatikan dan diawasi oleh para Malaikat sehingga ia tidak
berani melanggar larangan Allah.
Keimaman kepada Malaikat membawa pengaruh positif bagi
seseorang, antara lain ia akan selalu berhati-hati dalam setiap
perkataan dan perbuatan sebab Malaikat selalu di dekat-Nya,
merekam apa yang ia katakan dan ia perbuat itu. Yuhanar Ilyas
menjelaskan dalam bukunya kuliah aqidah Islam memaparkan
dengan beriman kepada Malaikat seseorang akan:
a. Lebih mengenal kebesaran dan kekuasaan Allah Swt yang
menciptakan dan menugaskan para Malaikat tersebut.
b. Lebih bersyukur kepada Allah atas perhatian dan perlindunganNya terhadap hamba-hamba-Nya dengan menugaskan para
Malaikat untuk menjaga, membantu dan mendoakan hambahambanya.
c. Berusaha berhubungan dengan para Malaikat dengan jalan
mensucikan jiwa, membersihkan hati, dan meningkatkan ibadah
kepada Allah Swt, sehingga seseorang akan sangat beruntung
bila termasuk golongan yang didoakan oleh para Malaikat,
sebab do‟a Malaikat tidak pernah ditolak oleh Tuhan.
d. Berusaha selalu berbuat kebaikan dan menjauhi segala
kemaksiatan serta ingat senantiasa kepada Allah, sebab para
Malaikat selalu mengawasi dan mencatat amal perbuatan
manusia.
3. Iman kepada para Rasul
Yang dimaksud kepada iman kepada Rasul-rasul Allah
adalah meyakini bahwa Allah SWT mengutus Rasul-rasul kepada
manusia
untuk
memberi
petunjuk
kepada
mereka
dan
menyempunakan kehidupan mereka di dunia dan di akhirat. Para
rasul adalah manusia pilihan Allah yang mempunyai sifat jujur,
terbebas dari cacat dan kurang, terlindungi (ma‟shum) dari dosadosa besar maupun kecil.
4. Iman kepada Hari Akhir
Yang dimaksud dengan hari akhir adalah kehidupan yang
kekal sesudah kehidupan di dunia yang fana ini berakhir; termasuk
semua proses dan peristiwa yang terjadi pada Hari itu, mulai dari
kehancuran alam semesta dan seluruh isinya serta berakhirnya
seluruh kehidupan (Qiyamah).
Keimanan kepada hari kiamat memberikan pengaruh positif
bagi kehidupan manusia:
a. Ia akan senantiasa menjaga dan memelihara diri dari melakukan
perbuatan dosa dan maksiat serta akan selalu taat dan bakti
kepada Allah karena segala amal, baik atau buruk akan ada
balasannya di hari akhirat.
b. Ia akan sabar dalam menghadapi segala cobaan dan penderitaan
hidup karena ia yakin bahwa kesenangan dan kebahagiaan hidup
yang sesungguhnya adalah di akhirat nanti.
c. Ia memiliki tujuan yang jelas yang ingin dicapai dalam setiap
gerak dan tindakan yang dilakukannya, yaitu kebajikan yang
dapat
membawanya
yang
dapat
membawanya
kepada
kebahagiaan hidup di akhirat.
5. Iman kepada Takdir
Yang dimaksud dengan iman kepada takdir ialah meyakini
bahwa Allah
telah menentukan kebaikan dan keburukan sejak
azali, sebelum manusia diciptakan. Karena itu, tidak ada suatupun
yang baik dan buruk yang bermanfaat dan yang mudharat, yang
diluar ketentuan Allah dan penetapan Allah (qadha‟ dan qadarNya), dari kehendak dan kemauan-Nya.
Orang yang percaya pada qadha dan qadhar Allah itu
senantiasa mau bersyukur terhadap keputusan Allah dan rela
menerima segala keputusan-Nya. Yang dapat bertahan dalam
menerima keputusan-keputusan Allah seperti itu hanyalah orangorang yang telah mempunyai sifat ridha artinya rela menerima
dengan apa yang telah ditentukan dan ditakdirkan Tuhannya.
Orang-orang yang telah memiliki sifat ridha itu tidak akan mudah
bimbang atau kecewa atas pengorbanan yang dialaminya, tidak
merasa menyesal dalam hidup kekurangan karena mereka kuat
berpegang kepada aqidah Iman kepada qadha dan qadar yang
semuanya datang dari Allah.
b. Islam
Sebagai kelanjutan iman, maka sikap pasrah kepada-Nya,
dengan meyakini bahwa apapun yang datang dari Allah tentu
mengandung hikmah kebaikan yang tidak mungkin diketahui seluruh
wujudnya oleh kita yang dhaif.
c. Ihsan
Kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa Allah senantiasa
hadir atau berada bersama kita dimanapun kita berada. Berkaitan
dengan ini, karena selalu mengawasi kita, maka kita harus berbuat,
berlaku dan bertindak menjalankan sesuatu dengan sebaik-baiknya
dan penuh rasa tanggung jawab, tidak setengah-setengah dan tidak
dengan menjauhi atau menjaga diri dari sesuatu yang tidak diridhaiNya.
d. Taqwa
Sikap yang sadar penuh bahwa Allah selalu mengawasi kita,
kemudian kita berusaha berbuat hanya sesuatu yang diridhai Allah,
dengan menjauhi atau menjaga diri dari sesuatu yang tidak diridhaiNya. Taqwa dengan melaksanakan segala perintah Allah SWT dan
menjauhi segala yang dilarang-Nya, baik secara lahiriah maupun
batiniah dengan cara mensyiarkan agama Allah SWT dan mencintaiNya dengan penuh keikhlasan (Sultoni, 2007: 153).
Dengan perilaku taqwa harus ditanamkan dalam jiwa seseorang,
agar ilmu yang diperoleh dapat memberi manfaat bagi dirinya sendiri
maupun kepada orang lain dengan tidak melupakan Allah sebagai
sumber seluruh ilmu pengetahuan. Seorang berilmu yang tertanam
taqwa dalam dirinya akan merasa takut untuk melakukan laranganlarangan Allah serta senantiasa melaksanakan apa yang telah
diperintah-Nya. Dalam Al-Qur‟an dijelaskan:
‫عذَِذًا ََا أََُّ َها اٌهزََِٓ آ َُِٕىا اذهمُىا ه‬
(70) ‫اَّللَ َولُىٌُىا لَ ْى ًال‬
َ
‫َ ُِط ِغ ه‬
(71) ْٓ َِ ‫صٍِخْ ٌَ ُى ُْ أ َ ْػ َّاٌَ ُى ُْ َوََ ْغ ِف ْش ٌَ ُى ُْ رُُٔىتَ ُى ُْ ۗ َو‬
ْ َُ ‫ػ ِظُ ًّا‬
ُ ‫اَّللَ َو َس‬
َ ‫عىٌَهُ فَمَذْ فَاصَ فَ ْى ًصا‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah
memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu
dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka
sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.
e. Ikhlas
Sikap murni dalam tingkah laku atau perbuatan, semata-mata
demi memperoleh ridho Allah dan bebas dari pamrih lahir dan batin,
tertutup maupun terbuka.
f. Tawakal
Sikap senantiasa bersandar kepada Allah dengan penuh harapan
kepada-Nya dan keyakinan bahwa Allah akan menolong kita dalam
mencari dan menemukan jalan yang terbaik. Karena kita mempercayai
atau menaruh kepercayaan kepada Allah, maka tawakal adalah suatu
kemestian.
g. Syukur
Sikap penuh rasa terima kasih dan penghargaan, dalam hal ini atas
segala nikmat dan karunia yang tidak terbilang jumlahnya, yang
dianugrahkan Allah kepada kita. Sikap bersyukur sebenarnya sikap
optimis kepada Allah, karena itu sikap bersyukur kepada Allah adalah
sesungguhnya sikap bersyukur kepada diri sendiri. Dan perilaku ini
harus ada dalam diri seorang pelajar. Karena setiap nafas yang kita
hirup merupakan kuasa-Nya.
h. Sabar
Tabah menghadapi segala kepahitan hidup, besar dan kecil, lahir
dan batin. Menahan hawa nafsu agar tetap berada pada batas-batas yang
telah ditentukan oleh agama. Sabar merupakan salah satu sifat
keutamaan yang sangat dibutuhkan oleh seorang Muslim, baik dalam
kehidupan dunianya maupun dalam kehidupan agamanya. Antara sabar
dan syukur ada keterkaitan, seperti keterkaitan yang ada antara nikmat
dan cobaan dimana manusia tidak bisa terlepas dari keduanya. Karena
syukur dengan amal perbuatan menurut adanya kesabaran dalam
beramal.
Oleh karena itu, sabar adalah separuh iman, sebab tidak satupun
maqam iman kecuali disertai kesabaran (Hawa,2004: 370). Bahkan
Allah akan memberikan derajat yang tinggi dan kebaikan, dan
menjadikannya sebagai buah dari kesabaran. firman-Nya:
۟ ُٔ‫غ ِٓ َِا وَا‬
٦٩﴿ َْ‫ىا ََ ْؼ ٍَُّى‬
َ ‫صثَ ُش ٓو ۟ا أَج َْش ُهُ تِأ َ ْد‬
َ ََِٓ‫َجْضََ هٓ ٱٌهز‬
ِ ٌَٕ‫َو‬
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami akan memberikan balasan kepada
orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa
yang telah mereka kerjakan” (Q.S An-Nahl: 90)
2) Nilai Insaniyah
Selain nilai Ilahiyah, niai Insaniyah juga termasuk dalam ilmu tauhid
yang perlu diajarkan kepada setiap individu Muslim. Dengan nilai Insaniyah
kita dapat mengetahui secara akal sehat dengan mengikuti hati nurani kita.
Adapun diantara nilai-nilai yang termasuk dalam Insaniyah adalah:
a. Silaturrahim: Pertalian rasa cinta kasih antara sesama manusia,
khususnya antara saudara, tetangga, kerabat dan lain-lain. Sifat utama
Tuhan adalah kasih (rahim, rahmah) sebagai satu-satunya sifat Ilahi
yang diwajibkan sendiri atas diri-Nya. Maka manusia pun harus cinta
kepada sesamanya, agar Allah cinta kepadanya.
b. Al-Ukhuwah: Semangat persaudaraan, lebih-lebih kepada sesama
orang yang beriman (biasa disebut Ukhuwah Islamiyah).
c. Al-Muasawah: Pandangan bahwa semua manusia, tanpa memandang
jenis kelamin, kebangsaan atau kesukuannya, adalah sama dalam
harkat dan martabat. Tinggi rendahnya manusi hanya dalam
pandangan Allah yang tahu kadar ketaqwaannya.
d. Al-„Adalah: Wawasan yang seimbang dalam memandang, menilai
atau menyikapi sesuatu atau seseorang dan seterusnya. Al-Qur‟an
menyebutkan bahwa kaum beriman dirancang oleh Allah untuk
menjadi golongan tengah agar dapat menjadi saksi untuk sekalian
unat manusia, sebagai kekuatan menengah.
e. At- Tawadhu‟:
rendah hati, sebuah sikap yang tumbuh karena
keinsafan bahwa segala kemuliaan hanya milik Allah.
f. Amanah: dapat dipercaya, sebagai salah satu konsekuensi Iman
adalah penampilan diri yang dapat dipercaya. Amanah sebagai budi
luhur.
B.
Signifikansi Pendidikan Tauhid dalam kehidupan sehari – hari
Manusia harus mempunyai pendidikan tauhid dalam sehari-hari, karena
dengan pendidikan tauhid itu sebagai pedoman pokok dasar pendidikan Islam.
Pendidikan tauhid dalam kehidupan sehari-hari juga membuat masyarakat mampu
memiliki keimanan berdasarkan kepada pengetahuan yang benar, sehingga anak
tidak hanya mengikuti saja atau “taklid buta”. Dengan mengajarkan ketauhidan
yang bersumber dari Al Quran dan Al Hadits, maka ketauhidan yang terbentuk
dalam jiwa anak disertai dengan ilmu pengetahuan yang berdasarkan kepada
argumen-argumen
dan
bukti-bukti
yang
benar,
serta
dapat
dipertanggungjawabkan.
Keyakinan yang disertai ilmu pengetahuan akan membuat keyakinan itu
semakin kokoh, sehingga akan terpancar melalui amal perbuatan sehari-hari.
Maka benar jika keimanan itu tidak hanya diucapkan, kemudian diyakini namun
juga harus tercermin dalam perilaku seorang muslim (Hunainin, 1983:57).
Ketauhidan yang telah terbentuk menjadi pandangan hidup seorang anak akan
melahirkan perilaku yang positif baik ketika sendirian maupun ada orang lain,
karena ada atau tidak ada yang melihat, anak yang memiliki ketuhidan yang benar
akan merasakan bahwa dirinya selalu berada dalam penglihatan dan pengawasan
Allah, sehingga amal dan perilaku positif yang dilakukan benar-benar karena
mencari ridho Allah SWT.
Tauhid mempunyai arti penting dalam kehidupan umat muslim. Diantara
arti penting sosial tauhid dalam kehidupan sehari-hari, antara lain:
1. Membebaskan manusia dari perbudakan mental dan penyembahan kepada
semua makhluk.
Sampai sekarang masih banyak manusia, termasuk umat muslim yang
cenderung mengikuti tradisi dan keyakinan nenek moyangnya. Tidak hanya itu,
mereka juga banyak yang menyerah dan tunduk begitu saja kepada para
pemimpin mereka, tanpa daya pikir kritis serta keberanian untuk mengkritik.
Padahal Al- Qur‟an telah mengingatkan bahwa orang- orang yang tidak
bersikap kritis terhadap para pemimpin mereka akan kecewa dan mengeluh di
hari akhir. Firman Allah SWT SWT :
َ َ ‫اَّللَ َوأ‬
َ َ ‫اس ََمُىٌُىَْ ََا ٌَ ُْرََٕا أ‬
َ ‫ع‬
‫ط ْؼَٕا ه‬
٣٣:٩٩[ ‫ىال‬
ُ ‫ََ ْى ََ ذُمٍَه‬
ُ ‫اٌش‬
‫ط ْؼَٕا ه‬
ِ ‫ة ُو ُجى ُه ُه ُْ فٍِ إٌه‬
َ َ ‫َولَاٌُىا َستهَٕا ِإٔها أ‬
َ ‫غ ِث‬
٣٣:٩٣[ ‫ُال‬
‫ضٍُّىَٔا اٌ ه‬
َ َ ‫عادَذََٕا َو ُوثَ َشا َءَٔا فَأ‬
َ ‫ط ْؼَٕا‬
“Dan mereka berkata: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati
pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan
kami dari jalan (yang benar). Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan
dalam neraka, mereka berkata: “Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada
Allah dan taat (pula) kepada Rasul”.( QS. Al- Ahzaab : 66-67).
2. Mengajarkan emansipasi manusia dari nilai-nilai palsu yang bersumber pada
hawa nafsu, gila kekuasaan, dan kesenangan- kesenangan sensual belaka.
Suatu kehidupan yang didedikasikan pada kelezatan sensual,
kekuasaan, dan penumpukan kekayaan dapat mengeruhkan akal sehat dan
mendistorsi pikiran jernih. Sebenarnya telah dengan tajam Al- Qur‟an
menyindir orang-orang seperti ini.
3. Sebagai frame of thought dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Maksudnya ialah bahwa tauhid menjadi kerangka pemikiran dalam
menemukan hakikat kebenaran mengenai segala yang ada di alam semesta ini
pada seginya yang abstrak, potensial, maupun yang konkret. Namun
kenyataannya umat muslim sekarang berada dalam suatu ironi (keterbalikan)
dimana kemiskinan, kelaparan dan kebodohan belum juga teratasi, jarak antara
si kaya dengan si miskin semakin tajam, keadilan dan kejujuran semakin
langka, seta kebenaran semakin mudah direkayasa di tengah–tengah
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada tujuan ilmu pengetahuan
dan teknologi justru demi upaya pembebasan dan memudahkan manusia (umat
muslim khususnya) dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah hidup
mereka.
4. Menjadikan Islam tumbuh sebagai kekuatan peradaban dunia.
Apabila tauhid direlasikan dengan ilmu pengetahuan maka dapat
menjadikan islam tumbuh sebagai kekuatan peradaban dunia dan mampu
menjembatani wilayah-wilayah peradaban lokal menjadi peradaban mondial
karena tauhid merupakan paradigma dari metode ilmiah dalam seluruh wilayah
ilmu pengetahuan umat islam. Sebagai bukti banyak ilmuan kelas dunia yang
lahir dari dunia islam dan karya- karyanya telah menjadi bidan bagi kelahiran
ilmu pengetahuan dan peradaban barat modern.
5. Sebagai pondasi keimanan yang juga menjamin kebahagiaan dan kesejahteraan
hidup seluruh umat manusia, ketika seluruh ajaran-ajarannya dilaksanakan
secara konsisten.
Dengan menjadikan tauhid sebagai pegangan dalam hidup, serta
merealisasikan perintah yang ada, maka akan terwujud suatu kebahagiaan serta
kedamaian hidup yang tak terhingga. Karena telah di tanjapkan dalam hati
bahwa tidak ada yang memiliki kekuatan maupun kekuasaan selain Allah
(Husaini, 1999: 165).
6. Mengajarkan kepada umat islam supaya menjadikan Allah SWT sebagai pusat
kesadaran intelektual mereka.
Dengan kata lain, bahwa semua aktivitas yang dilakukan maupun
kejadian yang terjadi merupakan atas kehendak Allah SWT, semua itu telah
diatur dengan sempurna oleh-Nya. Karena Dia lah pemilik seluruh isi alam ini.
Dia mengetahui segala hal yang ghoib (abstrak) maupun yang dzohir, yang
tersembunyi maupun yang tampak, Dia lah Tuhan yang patut untuk disembah
dan tiada Tuhan selain Dia.
7. Agar manusia memperoleh kepuasan batin, keselamatan dan kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat, sebagaimana yang dicita- citakan. Dengan
tertanamnya tauhid dalam jiwa manusia maka manusia akan mampu mengikuti
petunjuk Allah yang tidak mungkin salah sehingga tujuan mencari kebahagiaan
bisa tercapai.
8. Agar manusia terhindar dari pengaruh aqidah-aqidah yang menyesatkan
(musyrik), yang sebenarnya hanya hasil pikiran atau kebudayaan semata.
Akhirnya, dapat dilihat bahwa pendidikan tauhid dalam kehidupan
sehari-hari sangatlah penting dan harus segera dilakukan oleh para masyarakat,
karena fungsinya yang sangat besar dalam membentuk pribadi muslim yang
benar, dan bertakwa kepada Allah SWT, yang dihiasai dengan akhlak dan
perilaku positif, sehingga masyarakat serta anak-anak yang bertauhid juga akan
melakukan hal-hal yang positif. Hal-hal yang dapat bermanfaat baik untuk
dirinya, keluarganya, masyarakatnya, agamanya, bahkan dunia. Aktivitas yang
timbul dari anak yang bertauhid hanyalah mencari ridho Allah SWT, bukan
mencari sesuatu yang bersifat duniawi.
Dengan demikian, arti penting dari pendidikan tauhid adalah tertanamnya
aqidah tauhid dalam jiwa manusia secara kuat, sehingga nantinya dapat
diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Islam. Dengan
kata lain, tujuan dari pendidikan tauhid pada hakikatnya adalah untuk membentuk
manusia tauhid. Manusia tauhid diartikan sebgai manusia yang memiliki jiwa
tauhid yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari melalui
perilaku yang sesuai dengan realitas kemanusianya dan realitas alam semesta, atau
manusia yang dapat mengaktualisasikan nilai-nilai Ilahiah.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari pembahasan penelitian yang dilakukan oleh
penulis, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Bagaimana sistematika penulisan kitab „Aqidatul Awam.
Sistematika yang dipakai dalam penulisan kitab di atas adalah tematik,
yang penulisannya dari satu pasal ke pasal yang lain berdasarkan jumlah
aqoid nadham, yang jumlah nadhamnya terdapat 57 nadham, yang terdapat
empat pasal pembahasan.
2. Apa nilai tauhid dalam kitab „Aqidatul Awam.
Dalam kitab „Aqidatul Awam karya Sayid Ahmad Al-Marzuki
menjelaskan perihal nilai tauhid. Adapun nilai tauhid diantaranya: 1) Nilai
Ilahiyah: Iman yang di dalamnya terkandung beberapa keimanan:
keimanan dimana keimanan sendiri terdiri dari keimanan kepada Allah,
kepada Malaikat, kepada kitab-kitab, kepada Rasul, kepada hari Akhir serta
keimanan kepada qadha dan qadar. Islam, Ihsan, taqwa, ikhlas, tawakal,
syukur, sabar. 2) Nilai Insaniyah: Silaturrahim, Al-Ukhuwah, AlMuasawah, Al-„Adalah, At- Tawadhu‟ dan Amanah.
3. Bagaimana signifikansi pendidikan tauhid dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan tauhid dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting dan
harus segera dilakukan oleh para masyarakat, Sebagai pondasi keimanan
yang juga menjamin kebahagiaan dan kesejahteraan hidup seluruh umat
manusia, ketika seluruh ajaran-ajarannya dilaksanakan secara konsisten,
Agar manusia terhindar dari pengaruh aqidah-aqidah yang menyesatkan
(musyrik), yang sebenarnya hanya hasil pikiran atau kebudayaan semata.
karena fungsinya yang sangat besar dalam membentuk pribadi muslim
yang benar, dan bertakwa kepada Allah SWT, yang dihiasai dengan akhlak
dan perilaku positif, sehingga masyarakat serta anak-anak yang bertauhid
juga akan melakukan hal-hal yang positif. Pentingnya nilai tauhid sebagai
bekal kehidupan pada zaman sekarang, baik kehidupan dunia maupun
untuk kehidupan akhirat. Selain itu nilai tauhid juga sangat mempengaruhi
terhadap perilaku keagamaan seseorang. Semakin dangkal aqidah
seseorang, maka semakin rendah pula kadar perilaku keagamaannya.
B. Saran
1. Untuk Lembaga Pendidikan Islam
Pengajaran dan penanaman nilai pendidikan tauhid baik yang
bersumber dari al-Qur‟an, as-Sunah maupun empiris harus terus
dilakukan, dimana krisis aqidah dan moral yang sedang melanda negeri
ini. Oleh karena itu, hendaknya para ulama dan para pendidik selalu
memberikan pembelajaran tauhid kepada anak didiknya mulai sejak
dini. Sehingga ketika nanti anak didik itu sudah dewasa dan sudah
dikenai kewajiban untuk mengetahui sifat-sifat Allah SWT, mereka
tidak akan merasa asing dengan ilmu tersebut.
2. Untuk Masyarakat
Pada dasarnya pendidikan tauhid mengenai perintah untuk beriman
dan bertakwa kepada Allah SWT dan Rasul-Nya serta larangan untuk
menyekutukan Allah SWT telah nyata dijelaskan oleh al-Qur‟an dan
as-Sunah. Oleh karena itu penulis menyarankan agar penggalian dan
penanaman ajaran tauhid tersebut terus dilakukan/disosialisasikan
kepada masyarakat sebagai salah satu langkah perbaikan aqidah dalam
jiwa manusia untuk menjalani kehidupan di dunia ini yang semata-mata
untuk beribadah dan menggapai ridho Allah SWT, agar memperoleh
kebahagiaan di dunia dan akhirat.
C. Kata Penutup
Sebagai
kata
terakhir,
penyusun
menegucapkan
syukur
alhamdulillah, skripsi ini dapat terselesaikan. Namun penyusun menyadari
akan segala kekurangan dan kesalahan yang masih jauh dari sempurna.
Hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan dan minimnya pengalaman
penyusun.
Akhirnya, harapan penyusun atas segala kekurangan dan kesalahan
yang ada dalam penyusunan skripsi ini, penyusun mohon maaf dan
menerima saran dan kritik yang dapat membangun dari semua pihak demi
perbaikan selanjutnya.
Demikianlah kata penutup dari penyusun, dengan harapan semoga
skripsi yang sangat sederhana ini dapat memberikan motivasi penyusun
untuk melangkah lebih maju dan bermanfaat bagi penyusun serta pembaca
pada umumnya. Amiin
DAFTAR PUSTAKA
Abduh, Muhammad. 1989. Risalah Tauhid. Jakarta: Bulan Bintang.
Abu Zahra, Muhammad. 1969. Al „Aqidah Al-Islamiyyah. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Al-Fauzan, Shalih Fauzan. 2014. Kitab Tauhid Jilid I Cetakan XXIII. Jakarta:
Darul Haq.
Al-Fudholi, Muhammad. 2012. Terjemah Kifayatul Awam Pembahasan Ajaran
Tauhid Ahlus Sunnah. Surabaya: Mutiara Ilmu.
Al-Kaaf, Abdullah Zakiy. 1999. Memperkokoh Aqidah Islamiyyah. Bandung:
CV Pustaka Setia.
Al-Khazin. 2009. Pengertian Strategi, Model, Pendekatan, Metode dan Teknik
Pembelajaran. Bandung: Rineka Cipta
Al-Marzuki, Ahmad. 1958. Kitab „Aqidatul Awam. Rembang: Menara Kudus.
Assegaf, Rahman. 2005. Pendidikan Islam Integratif. Yogyakarta: Pustaka
pelajar.
Asmuni, Yusran. 1993. Ilmu Tauhid. Jakarta: Grafindo Persada.
Asy‟arie, Musa. 1999. Dimensi Tauhid dalam Perspektif Kebudayaan Islam.
Jakarta: Bulan Bintang.
Departemen Agama. 2005. Al-Qur‟an dan Terjemah. Bandung: CV Penerbit
Jumanatul „Ali-Art (J. Art).
Daradjat dkk, Zakiyah. 1996. Ilmu Pendidikan islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Hadi, Sutrisno. 1990. Metodologi Research. Yogyakarta. Andi Offset.
Hasan, Hanafi. 1980. Minal „Aqidah ila al-Tsaurah. Mesir: Maktabah Madpoli
Jilid I.
Hasbi, Ash Shiddieqy. 1990. Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam.
Jakarta: PT Bulan Bintang.
Hunainin. 1983. Pendidikan Keimanan Bagi Anak menurut Pemikiran
Abdullah Nashih Ulwan. Surabaya: PT Bina Ilmu
Ibnu Rusn, Abidin. 1998. Pemikiran Al Ghazali tentang Pendidikan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Maslikhah. 2009. Ensiklopedi pendidikan. Salatiga: STAIN Salatiga.
Mahmud, Junus. 1990. Tarjamah Al-Qur‟an Al Karim. Bandung: Al Ma‟arif.
Mubarok, Zaky. 1998. Akidah Islam. Yogyakarta: UI Press.
Nasrudin, Razak. 1996. Dienul Islam. Bandung: PT Al Ma‟arif.
Nata, Abuddin. 2003. Pendidikan Spiritual Dalam Tradisi Keislaman.
Bandung: Angkasa.
Rasyied, Nasar. 1995. Rintisan Tauhid. Bandung: PT Al Ma‟arif.
Sabiq, Sayid. 1996. Aqidah Islam: Suatu Kajian Yang Memposisikan Akal
Sebagai Mitra Wahyu. Surabaya: Al Ikhlas.
Shihab, Quraish. 1996. Wawasan Al-Qur‟an. Bandung: Mizan.
Sultoni, Ahmad. 2007. Sang Maha-Segalanya Mencintai Sang Mahasiswa.
Salatiga: STAIN Salatiga Press
Sunarto, Achmad. 1989a. Terjemah Jawahirul Kalamiyah Jawa Pegon dan
Terjemah Indonesia. Surabaya: Al-Miftah.
............................ 2010b. Terjemah Tijan Al-Darary. Semarang: Pustaka al
„Alawiyah.
Supriawan, Dedi. 1990. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: FPTK-IKIP
Bandung.
Sutan, Mansur. 1981. Tauhid Membentuk Pribadi Muslim. jakarta: Yayasan
Nurul Islam.
Syah, Muhibin. 2000. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Syamsu, Muhammad. 1996. Ulama Pembawa Islamdi Indonesia dan
Sekitarnya. Jakarta: Penerbit Lentera.
Thaha, Chabib. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Yunahar, Ilyas. 1993. Kuliah Akidah islam. Yogyakarta: LPPI (Lembaga
Pengkajian dan pengalaman Ilmu).
http://sufi-road-kitab-aqidatul-awwam.30/10/2015 di akses pada pukul 14:15,
Rabu, 18 November 2015.
https://tofanmarzuki.wordpress.com/biografi-al-maghfurllah-as-syaikh-k-hahmad-marzuki-bin-mirsod/ di akses pada pukul 09:45, Sabtu, 05
Desember 2015.
http://kembaraimanku.blogspot.com/2010/10/mimpi-allamah-al-imam-syaikhahmad-al.html di akses pada pukul 20:05, Senin, 28 Desember 2015.
http://masudillah.blogspot.co.id/2013/03/guru-marzuki-kh-ahmad-marzukialbetawi.html di akses pada pukul 14:30, Sabtu 02 Januari 2016.
DEPARTEMEN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323706 Faks. 323433 Salatiga 50721
Website : http://www.iainsalatiga.ac.id e-mail : [email protected]
DAFTAR NILAI SKK
Nama : Syarifatun Nurul Maghfiroh
Fakultas
:FTIK
Nim
Jurusan
:PAI
No
1.
2.
: 111 - 12 - 092
Nama Kegiatan
OPAK STAIN Salatiga
Opak Jurusan Tarbiyah
STAIN Salatiga
3. Seminar Entrepreneurship
dan Perkoperasian
4. Seminar Achievment
Motivation Training
5. UPT Perpustakaan
(Library User Education)
6. Seminar Nasional
Mahasiswa tema: “Urgensi
Media Dalam Pergulatan
Politik”
7. Pra Youth Leadership
Training, tema: “Surat
Cinta Pembasmi Galau”
8. Seminar regional
“Indonesia Satu”
9. Seminar Nasional “Peran
Lembaga Perbankan
Syariah dengan adanya
OJK”
10. Tabligh Akbar Bertajuk:
“Tafsir Tematik dalam
Upaya Menjawab
Pelaksanaan
Keterangan
Nilai
5-7 September
2012
8-9 September
2012
11 September 2012
Peserta
3
Peserta
3
Peserta
2
12 September 2012
Peserta
2
13 September 2012
Peserta
2
29 September 2012
Peserta
8
03 Oktober 2012
Peserta
2
29 Oktober 2012
Peserta
4
29 November 2012
Peserta
8
1 Desember 2012
Peserta
2
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
Persoalan Israel dan
Palestina”
Bedah Buku: “24 Cara
Mendongkrak IPK”
Seminar Nasional dalam
Rangka Pelantikan
Pengurus HMI Cabang
Salatiga
Seminar Nasional
“Ahlussunnah Waljamaah
dalam Perspektif Islam
Indonesia”
Bedah buku: “Berhenti
Kerja Semakin Kaya”
Seminar Pendidikan HMJ
Tarbiyah STAIN Salatiga
“Menimbang Mutu dan
Kualitas Pendidikan”.
Seminar Nasional “Pilarpilar penanggulangan
Korupsi di Indonesia
Perspektif Agama, Budaya
dan Negara”.
Gebyar Rebana yang keVII Pon-Pes Al-Manar
S.K Madrasah Diniyah AlManar Tahun Ajaran
2012-2013
Jalan Sehat Pon-Pes AlManar dan Masyarakat
Kilatan Ramadhan Pondok
Pesantren Putra-Putri AlManar
Sosialisasi dan Silaturahim
Nasional “Peran
Pemerintah Dalam
Pengawasan LKM”
Seminar Nasional tema:
“Mendetakkan Jantung
Bangsa dengan
5 Desember 2012
Peserta
2
23 Februari 2013
Peserta
8
25 Maret 2013
Peserta
8
05 April 2013
Peserta
2
02 Mei 2013
Peserta
2
22 Juni 2013
Peserta
8
30 Juni 2013
Panitia
3
02 Juli 2013
Guru
4
08 Juli 2013
Panitia
3
11 Juli 2013
Panitia
3
30 September 2013
Peserta
8
07 Oktober 2013
Peserta
8
23.
24.
25.
26
27.
28.
29.
30.
Jurnalisme”
Musabaqah Tilawatil
Qur‟an (MTQ) Mahasiswa
V “Sahana Apresiasi
Untuk Mencetak Insan
Qur‟ani”.
Dialog Inetraktif dan
Edukatif “Diaspora Politik
Indonesia di Tahun 2014
Memilih Untuk Salatiga
Hati Beriman”
Seminar Nasional
“Perlindungan Hukum
Terhadap Usaha Mikro
Menghadapi Pasar Bebas
Asean”
Tafsir Tematik: “Konsep
Pemimpin Ideal Menurut
Al-Qur‟an”
Haflah Akhirussanah Dan
Haul KH. Djalal Suyuthi
Ke-67 Pon-Pes Al-Manar
Gebyar Rebana Yang KeVIII Pon-Pes Al-Manar
S.K. Madrasah Diniyah
Al-Manar Tahun Ajaran
2014-2015
Kilatan Ramadhan Pondok
Pesantren Putra-Putri AlManar
31. “Mempertegas Peran
Pendidikan dalam
Mencerahkan Masa Depan
Anak Bangsa”
32. Kajian Intensif Mahasiswa
“Fenomena Islam di
Salatiga”
23 Oktober 2013
Peserta
2
1 April 2014
Peserta
2
07 April 2014
Peserta
8
17 Mei 2014
Peserta
2
21 Juni 2014
Panitia
3
26 Juni 2014
Panitia
3
02 Juli 2014
Guru
4
11 Juli 2014
Panitia
3
19 November 2014
Peserta
2
21 November 2014
Peserta
2
33. Gebyar Rebana Yang KeXI Pon-Pes Al-Manar
13 Juni 2015
Panitia
3
34. Jalan Sehat dalam rangka
Haflah Akhirussanah Dan
Haul KH. Djalal Suyuthi
Ke-68 Pon-Pes Al-Manar
35. Kilatan Ramadhan Pondok
Pesantren Putra-Putri AlManar
08 Juni 2015
Panitia
3
11 Juli 2015
Panitia
3
Download