pencitraan (imejing) pada bidang onkologi - Repositori

advertisement
Bahan Ajar (Hand Out)
PENCITRAAN (IMEJING) PADA BIDANG ONKOLOGI
Elysanti Dwi Martadiani
Bagian Radiologi FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar
Tahun 2015
Pencitraan (Imejing) pada Bidang Onkologi
Elysanti Dwi Martadiani
Bagian Radiologi FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar
1. Pendahuluan
Imaging merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat diperlukan dalam
manajemen diagnosis maupun manajemen terapi di bidang onkologi. Modalitas imaging
tersedia luas, dari pemeriksaan konvensional yang sederhana sampai canggih. Diperlukan
suatu pengetahuan yang cukup untuk mengetahui berbagai jenis modalitas imaging yang
digunakan dalam bidang onkologi, untuk mampu memilih modalitas imaging dengan
mempertimbangkan keunggulan dan kelemahan masing-masing modalitas, tentunya
disesuaikan juga dengan kondisi penderita. Pada makalah singkat ini akan dijabarkan
mengenai jenis-jenis modalitas imaging pada bidang onkologi dan mengenai peran
imaging di bidang onkologi.
2. Modalitas Imaging pada Bidang Onkologi
Modalitas imaging yang dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis pada bidang
onkologi meliputi :
1. Pemeriksaan radiografi konvensional / conventional radiography
2. Ultrasonografi (USG)
3. Computed Tomography Scan (CT Scan)
4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
5. Angiography
6. Radioisotop scanning : misalnya bone scan, thyroid scan, positron emission
tomography (PET) dan single photon emission computerized tomography
(SPECT).
3. Pemeriksaan radiografi konvensional / conventional radiography
Pemeriksaan radiografi konvensional terdiri dari radiografi polos (tidak
menggunakan kontras) dan radiografi menggunakan kontras (contrast study). Radiografi
polos adalah pemeriksaan radiografi sederhana, yaitu suatu metode dimana sinar-X
melewati tubuh pasien dan jatuh pada suatu photograpic plate. Pemeriksaan ini pada
umumnya tidak memerlukan persiapan, relatif tidak mahal dan umumnya digunakan
sebagai pemeriksaan awal untuk mengetahui kondisi sistem organ secara keseluruhan
(general overview). Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada hampir seluruh regio tubuh
manusia, tetapi hanya sebatas untuk membedakan gambaran tulang dengan jaringan
lunak dan udara. Pemeriksaan radiografi dengan kontras digunakan apabila ingin
mengetahui kondisi organ berongga di dalam tubuh kita (seperti faring, esofagus, usususus, sistem pelviocalyceal ginjal dan ureter serta buli, cavum uteri, canalis spinalis,
ataupun rongga di dalam pembuluh darah), dengan cara memasukkan kontras media.
Kontras media akan mengisi rongga-rongga tersebut, sehingga dapat memvisualiasikan
rongga-rongga yang tidak dapat tervisualisasi oleh foto polos. Adapun kontras media
yang sering digunakan adalah kontras media yang mengandung iodium dan barium.
Pemeriksaan radiografi konvensional tidak dapat digunakan untuk membedakan
jenis jaringan lunak (apakah padat, cair, lemak ataupun darah), maupun untuk
mengevaluasi jaringan lunak yang terletak di dalam tulang yang kompak (misalnya otak,
medula spinalis), selain juga tidak memiliki kemampuan cross sectional dan tentunya
mengandung bahaya radiasi.
Di bidang onkologi, pemeriksaan foto polos dapat digunakan untuk mengevaluasi
regio-regio antara lain :
1. Skull AP/ lateral ( tulang kepala) : untuk mengetahui adanya proses osteolitik ,
osteoblastik, ataupun destruksi tulang akibat suatu keganasan primer ataupun
metastasis.
2. Vertebra cervical AP/ lateral , vertebra thoracal AP/lateral, vertebra lumbosacral
AP/ lateral (tulang belakang): untuk mengetahui adanya proses tumor primer atau
proses metastasis pada tulang-tulang belakang.
3. Thorax PA / AP ( regio dada) : untuk mengetahui adanya tumor / nodul di paru,
massa di pleura, mediastinum maupun kelainan tulang costae dan clavicula yang
berkaitan dengan tumor primer ataupun metastasis.
4. Foto polos abdomen (BOF/BNO) : untuk mengetahui apakah terdapat groundglass appearance yang bisa merupakan bayangan massa tumor, untuk mengetahui
apakah terdapat tanda-tanda ileus obstruksi akibat tumor di usus, ataupun untuk
mengetahui adanya ascites yang cukup banyak, ataupun kerusakan pada tulang
vertebra lumbal dan sebagian tulang pelvis akibat suatu tumor.
5. Foto polos ekstremitas (anggota gerak) atas dan bawah : untuk mengetahui
adanya tumor primer tulang ataupun proses metastasis pada tulang-tulang
ekstremitas,dan untuk membedakan apakah kemungkinan besar suatu tumor
berasal dari jaringan lunak atau dari tulang ekstremitas.
6. Mammografi : untuk mengevaluasi kondisi payudara, apakah terdapat gambaran
massa tumor, kalsifikasi pada jaringan payudara, ataupun pembesaran kelenjar
axilla akibat metastasis limfogen dari suatu kanker payudara.
Sedangkan jenis-jenis pemeriksaan radiografi dengan kontras di bidang onkologi
antara lain :
1. Pharyngoesophagography : untuk menilai kondisi faring dan esofagus, apakah
terdapat obstruksi / filling defect akibat tumor.
2. Upper gastro-intestinal study (UGI) : untuk menilai lambung dan duodenum,
apakah terdapat filling defect pada lumen lambung/ duodenum
3. Barium follow through : untuk menilai usus-usus kecil selain duodenum
(yeyunum dan ileum), apakah ada obstruksi / penekanan oleh massa tumor.
4. Barium enema / colon in loop / barium in loop : untuk menilai usus-usus besar
(colon dan rectum), apakah terdapat tumor pada lumen usus atau desakan /
penekanan usus oleh tumor di luar usus.
5. Intravenous urography / intravenous pyelography (IVP) : untuk menilai ginjal,
ureter dan buli, untuk mengevaluasi tumor pada traktus urinarius ataupun
obstruksi ureter akibat tumor dari organ lain (misalnya obstruksi ureter akibat
kanker leher rahim/ carcinoma cervix uteri).
6. Caudography / myelography : untuk menilai canalis spinalis, apakah ada
obstruksi aliran cairan serebrospinal / filling defect akibat tumor.
7. Angiography konvensional : untuk menilai kondisi pembuluh darah, sering
digunakan untuk mengetahui feeding arteri suatu tumor.
4. Ultrasonografi /USG
Ultrasonografi
merupakan
pemeriksaan
radiologi
dengan
menggunakan
gelombang suara berfrekwensi tinggi, yang memberikan gambaran tomografi (irisanirisan) terhadap suatu organ secara real time. Pemeriksaan ini aman karena tidak
menggunakan radiasi ionisasi. Alat-alat USG-pun saat ini telah banyak tersedia, dan lebih
portabel dibandingkan CT scan ataupun MRI. USG dapat digunakan untuk mengevaluasi
abdomen untuk mengetahui kondisi organ solid (misalnya hati, ginjal, limpa, pancreas,
uterus, ovarium, dsb) dan organ berongga yang berisi cairan (misalnya kandung empedu,
kandung kemih, dsb). USG tidak dapat digunakan untuk mengevaluasi tulang, paru
ataupun usus-usus yang terisi udara. Pada regio thoraks, USG dapat digunakan untuk
menilai adanya efusi pleura ataupun efusi pericardium. USG dapat memberikan informasi
yang sangat baik mengenai organ superfisial (misalnya thyroid, payudara, scrotum dan
testis) maupun kondisi vaskuler. Selain digunakan sebagai modalitas diagnostik, USG
juga seringkali digunakan sebagai guidance /pemandu
pada prosedur interventional
radiology seperti US-guiding biopsy ataupun ablasi tumor.
Di bidang onkologi, USG digunakan untuk menilai tumor primer (misalnya nodul
payudara atau thyroid) ataupun tumor metastasis pada organ-organ diatas (misalnya
nodul metastasis pada hati dan kelenjar paraaorta), selain juga untuk membedakan massa
solid dari massa kistik. Meskipun relatif tidak mahal dan banyak tersedia, USG bukanlah
modalitas yang dianjurkan untuk skrining tumor payudara karena pemeriksaan ini bersifat
sangat subyektif, dimana subyektivitas sangat dihindarkan bagi modalitas yang
dipergunakan untuk skrining.
5. CT Scan
CT scan merupakan pemeriksaan sectional/ tomographic imaging , menggunakan
sinar-X dan detektor serta sistem terkomputerisasi yang akan menampilkan gambaran
organ tubuh dalam bentuk irisan-irisan. Hampir seluruh bagian tubuh dengan berbagai
densitas (udara, lemak, jaringan lunak, tulang) dapat diperiksa dengan CT scan. CT scan
juga digunakan sebagai guidance pada prosedur intervensional radiology seperti CTguiding biopsy. Penggunaan CT scan di bidang onkologi terutama untuk mengetahui
perluasan tumor primer dan mengetahui adanya tumor metastasis pada organ lain
(radiological staging) dan sebagai dasar dalam menentukan target volume pada
perencanaan terapi radiasi.
Keuntungan dari penggunaan CT scan adalah gambaran yang dihasilkannya
sangat baik karena tidak adanya overlapping anatomi organ, dapat memeriksa seluruh
tubuh dalam satu kali pemeriksaan, dapat membedakan berbagai densitas jaringan, dan
cukup banyak tersedia. Tetapi karena menggunakan sinar-X, pemeriksaan ini juga
memberikan bahaya radiasi.
6. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI merupakan pemeriksaan radiologi menggunakan magnet yang kuat ( 0,3 – 3
Tesla) dan radiofrakwensi untuk membentuk gambar, sehingga tidak mengandung bahaya
radiasi. MRI memberikan gambaran cross sectional dari organ-organ. Adapun organorgan yang dapat dievaluasi adalah hampir semua bagian tubuh, tetapi MRI sangat baik
untuk menilai jaringan lunak (misalnya otot, otak, medulla spinalis).
Keunggulan dari MRI adalah gambar yang dihasilkan memiliki resolusi dan soft
tissue contrast yang sangat baik dan irisan yang dihasilkan adalah multiplanar (irisan
axial, coronal maupun sagital). Kelemahan MRI adalah adanya kontraindikasi tertentu
(kontraindikasi absolut dan kontraindikasi relatif), terutama pada penderita pemakai alat
pacu jantung/pacemaker. Pemeriksaan ini juga mahal, serta tidak sebaik CT scan dalam
menggambarkan tulang. Kegunaan MRI dalam bidang onkologi terutama untuk menilai
perluasan tumor primer dan mengetahui adanya proses metastasis pada suatu organ.
7. Radioisotop Scanning
Prinsip pemeriksaan radioisotop scanning adalah digunakannya radioisotop
bersama-sama dengan suatu radiofarmaka yang dimasukkan ke dalam tubuh penderita
(bisa melalui injeksi/ inhalasi), dengan tujuan untuk mengetahui status metabolisme suatu
organ. Radioisotop dapat mengalami peluruhan/ disintegrasi secara spontan dan memiliki
waktu paruh tertentu, dimana ia akan memancarkan radiasi saat meluruh. Sedangkan
radiofarmaka berfungsi sebagai tracer (pembawa radioisotop ke organ target).
Radiofarmaka akan menuntun radioisotop yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia,
dan radiasi yang dipancarkan oleh radioisotop tersebut akan diterima dan diolah oleh
radioactivity detector system seperti gamma camera, single photon emission CT (SPECT)
ataupun positron emission tomography (PET), sehingga tervisualisasi organ-organ mana
yang memiliki metabolisme yang tidak normal. Radioisotop yang banyak digunakan
adalah Technetium (Tc) dan Iodium (I). Sebagian besar sel-sel kanker memiliki
metabolisme yang tinggi, sehingga akan memberikan gambaran uptake radioisotop yang
tinggi yang disebut hot spot (misalnya proses metastasis pada tulang). Tetapi, apabila selsel kanker berada di dalam organ-organ yang memang memiliki metabolisme yang tinggi
(misalnya thyroid), uptake radioisotop ini justru terlihat lebih rendah dibandingkan
jaringan yang normal, yang disebut cold nodule / cold spot.
Kegunaan utama dari pemeriksaan radioisotop scanning di bidang onkologi
adalah untuk untuk follow-up terapi dengan cara mendeteksi kanker rekuren dan untuk
staging dengan mendeteksi adanya proses metastasis. Organ-organ yang sering diperiksa
menggunakan pemeriksaan ini antara lain tulang (bone scan), thyroid, hati, sistem bilier,
otak dan paru.
Yang harus diingat dalam pemeriksaan radioisotop scanning ini adalah bahwa
pasien merupakan sumber radiasi. Sehingga perlu isolasi bagi pasien dalam jangka waktu
tertentu untuk menghindarkan radiasi terhadap orang-orang di sekitarnya.
8. Peran Imaging di Bidang Onkologi
Imaging memiliki beberapa peran di bidang onkologi :
1. Skrining ada/tidaknya tumor primer
Radiological screening digunakan pada kanker payudara dan colorectal. Skrining
kanker payudara pada wanita usia ≥50 tahun dilakukan setiap tahun menggunakan
mammografi, sedangkan skrining kanker colorectal tiap 5 tahun menggunakan
double contrast barium enema (saat ini mulai dikembangkan skrining kanker
colorectal menggunakan CT colonography). Skrining kanker paru menggunakan
radiografi thorax pada individu berisiko tinggi disebutkan tidak menurunkan
mortalitas. Sedangkan skrining kanker paru menggunakan low-dose CT scan yang
dikombinasikan dengan PET scan masih dalam lingkup riset.
2. Diagnosis tumor secara radiologis
Untuk mengetahui tumor primer (berupa ada tidaknya tumor dan lokasi tumor).
3. Menerangkan ekstensi tumor & adanya proses metastasis secara radiologis
(radiological staging). Sebagai contoh : dengan CT scan kepala–leher didapatkan
gambaran tumor nasopharynx yang telah meluas ke intrakranial dan metastasis
limfogen ke salah satu kelenjar getah bening leher dengan ukuran massa kelenjar <6
cm. Dari pemeriksaan USG hati diperoleh gambaran nodul multipel pada hati, yang
menandakan sudah terjadi metastasis hematogen ke hati, sehingga disimpulkan bahwa
pasien ini berada pada radiological staging : T4 N1 M1 (stadium IV).
4. Perencanaan terapi (treatment planning) : terutama jika penderita akan menjalani
radioterapi, yang sangat membutuhkan bantuan CT scan untuk mengetahui target
volume penyinaran kanker.
5. Follow up : baik untuk evaluasi respon terapi maupun deteksi rekurensi kanker.
Evaluasi respon terapi berupa pemeriksaan radiologik serial pre, durante, maupun
pasca terapi. Sedangkan respon terapi terbagi menjadi complete response (yaitu
resolusi komplit menjadi normal kembali), partial response (reduksi tumor
sebesar 50% / lebih), no response /stable disease (reduksi tumor sebesar 25%/
kurang) dan progressive disease (peningkatan penyakit sebesar 25%/ lebih; atau
timbulnya tumor di tempat lain yang sebelumnya tidak ada).
9. Penutup
Terdapat berbagai modalitas imaging yang dapat digunakan dalam bidang
onkologi, baik itu dari pemeriksaan imaging sederhana berupa radiografi polos maupun
dengan kontras study, sampai yang canggih seperti ultrasonografi, computed tomography
scan (CT scan), magnetic resonance imaging (MRI) maupun radioisotope scanning.
Peranan imaging dalam bidang onkologi meliputi screening ada/tidaknya tumor primer,
diagnosis tumor secara radiologis, menerangkan adanya perluasan tumor maupun adanya
proses metastasis secara radiologis (radiological staging), perencanaan terapi (treatment
planning) dan follow up terhadap evaluasi terapi ataupun deteksi adanya rekurensi.
Dalam bidang onkologi, dapat digunakan lebih dari satu modalitas imaging yang
saling melengkapi satu sama lainnya, sesuai dengan indikasi masing-masing penyakit.
Dalam memilih modalitas imaging, selalu dipertimbangkan indikasi, kelemahan serta
keunggulan masing-masing modalitas sehingga pemeriksaan radiologis yang dilakukan
akan memberikan manfaat yang optimal bagi penderita.
Sumber referensi :
1. DeVita. Cancer : Principles and Practice of Oncology (6th edition). Lippincott
Williams & Wilkins. Chapter 24: Advanced imaging Methods. Page 589-611.
2. Sutton D. Radiology and Imaging for Medical Students (7th edition). Churchill
Livingstone. 1998.
Download