Subterminal Agribisnis Penggerak Perekonomian Petani Bali

advertisement
Subterminal Agribisnis Penggerak
Perekonomian Petani Bali
Pemerintah terus berupaya membantu petani dalam mengatasi
masalah pemasaran hortikultura yang sering kali merugikan mereka.
Dengan komitmen yang kuat dari semua pihak, pendirian subterminal
agribisnis diharapkan menjadi salah satu alternatif jitu
untuk mendukung upaya tersebut.
D
alam pengembangan agribisnis
hortikultura, permasalahan klasik yang masih saja muncul adalah
pemasaran. Masalah ini timbul karena banyaknya pihak yang terlibat
dalam rantai pemasaran serta struktur pasar yang tidak sempurna. Pemerintah telah berupaya keras
untuk menangani permasalahan
tersebut, antara lain dengan menumbuhkan lembaga-lembaga pemasaran seperti Subterminal Agribisnis (STA).
STA merupakan kelembagaan
agribisnis modern karena dirancang
dengan kualifikasi harus dilengkapi
dengan fasilitas dan sarana yang
memadai. Fungsi STA, selain sebagai lembaga pemasaran juga berperan sebagai lembaga yang menyediakan sarana produksi pertanian
seperti benih/bibit, pupuk, dan obatobatan (insektisida/pestisida). Untuk mengetahui lebih jauh tentang
peran STA dalam agribisnis hortikultura, tulisan ini menguraikan beberapa STA di Kabupaten Tabanan, Bali.
Profil dan Kinerja STA di Bali
Berdasarkan informasi dari Dinas
Pertanian, di Propinsi Bali terdapat
sekitar 11 STA yang tersebar di beberapa kabupaten. STA yang cukup
menonjol kegiatannya terdapat di
Kabupaten Tabanan, yaitu: (1) STA
Koperasi Iswara Tani yang bergerak
di bidang sayur-mayur, (2) STA
Bukit Sari Bumi yang juga menekuni
bisnis sayur-mayur, serta (3) STA
Sari Buah yang bergerak pada bisnis
manggis.
STA yang dibentuk oleh pemerintah ini berawal dari kelompokkelompok tani yang tumbuh di
masyarakat. Umumnya STA dikembangkan di daerah sentra produksi
hortikultura. Tujuan utamanya adalah membantu petani yang semula
hanya berorientasi produksi (sehingga riskan terhadap jatuhnya
harga) diarahkan kepada orientasi
pasar. STA dirancang sebagai tempat transaksi yang mempertemukan
petani dengan para pedagang dengan harga yang cukup menguntungkan petani.
Secara umum STA di Tabanan
sebetulnya masih kurang memadai
untuk disebut sebagai STA, baik
dari aspek bangunan fisik maupun
fasilitas penunjang. Manajemen
pengelolaan STA juga beragam. Sebagai contoh STA Iswara Tani dikelola dengan manajemen koperasi,
STA Bukit Sari Bumi dengan manajemen kelompok tani dengan sistem
fee untuk pengelola, dan STA Sari
Buah dengan manajemen pedagang
dengan sistem fee bagi pengelola.
Kinerja STA Koperasi Iswara
Tani pada periode 2001-2002 cukup baik, namun kemudian mengalami kemacetan pada tahun 2004
akibat masalah manajemen (pengelola kurang menguasai pasar dan
kurang transparan). STA Bukit Sari
Bumi hingga kini berjalan baik, namun produk yang dihasilkan terbatas untuk memasok pasar-pasar
tradisional atau konsumen rumah
tangga. Pernah dicoba untuk memasok produk ke hotel dan restoran, tetapi pembayarannya sangat
lambat (1-3 bulan) sehingga mengganggu perputaran modal. STA Sari
Buah berjalan cukup baik karena
pengelola telah menguasai pasar
ekspor manggis untuk tujuan utama
Taiwan.
Kemitraan STA dengan Pelaku
Agribisnis Lain
Eksistensi STA sangat bergantung
pada kemampuan pengelola dalam
menjalin kemitraan dengan pelaku
agribisnis lainnya. STA Bukit Sari
Bumi dan STA Sari Buah telah
membuktikan hal itu. Cakupan jalinan kerja sama yang dibangun dua
STA tersebut agak berbeda, karena
produk yang dihasilkan juga berbeda. Pada STA Bukit Sari Bumi,
kemitraan usaha masih terbatas
dalam wilayah kabupaten, sementara pada STA Sari Buah, kemitraan
usaha selain dengan mitra lokal
juga sudah terjalin dengan pasar
luar negeri. Di tingkat lokal, kemitraan antara kelompok tani anggota STA Sari Buah dan Bukit Sari
Bumi telah terjalin cukup lama, baik
dengan petani produsen, pedagang,
maupun dengan satu pasar swalayan di Denpasar.
Kemitraan terjalin karena adanya pertemanan yang diprakarsai
oleh pengurus STA. Pada kemitraan
ini, pemerintah hanya berperan
dalam penyediaan sebagian modal
dan pembinaan usaha. Ada kecenderungan terjadi pergeseran dari
kelembagaan kemitraan usaha
yang dominan pemerintah ke dominan peran kelembagaan pasar
(swasta). Beberapa aspek yang
menyangkut keragaan kemitraan
yang dibangun pada kedua STA
dengan pihak mitra disajikan pada
Tabel 1.
Kemitraan yang cukup intensif
dilaksanakan oleh STA Bukit Sari
Bumi dan STA Sari Buah dengan
salah satu pasar swalayan di Denpasar. Gambaran aktivitas kemitraan tersebut diuraikan berikut ini:
1. Manggis yang berasal dari STA
Sari Buah dinilai bagus mutunya
jika buah berwarna merah muda, getah kuning sedikit, tidak
burik, mahkota masih utuh, dan
gampang dibuka. Buah dengan
kualitas seperti itu sangat disukai pasar swalayan karena memiliki daya simpan cukup lama.
Pengiriman barang dilakukan
dua hari sekali masing-masing
200 kg dengan harga beli Rp
7.000-Rp8.000/kg dan teren-
15
Tabel 1. Pola kemitraan pada lembaga STA Bukit Sari Bumi dan Sari Buah, Tabanan Bali, dengan pihak mitra pada tahun
2005.
Nama STA
Bukit Sari
Bumi
Sari Buah
Lama
bermitra
(tahun)
Jumlah
mitra
Petani produsen
3
18
Pemasok barang
Sedesa
Pedagang pengecer
3
15
Penerima dan
pengecer barang
Sekecamatan
Petani produsen
Pedagang pengumpul
Pasar swalayan
Importir
Dinas Pertanian
1
1
1
1
1
40
1
1
1
1
Pemasok barang
Pengumpul barang
Pengecer
Pengimpor
Pembina dan
pemberi modal
Sedesa
Sedesa
Luar kabupaten
Thailand
Sekabupaten
Mitra usaha
dah Rp6.000/kg. Kebutuhan
manggis pasar swalayan per
hari 100 kg.
2. Kebutuhan kentang pasar swalayan sekitar 37 kg/hari dengan
harga beli Rp3.000/kg. Selain
dari Bali, pihak pengelola pasar
swalayan juga mendatangkan
kentang dari Malang, Jawa Timur.
3. Untuk memenuhi kebutuhan cabai merah 50 kg/hari, telah dilakukan kontrak tertulis dengan
petani anggota STA. Kontrak
berlaku 3 bulan dan dapat diperbarui. Isi kontrak mencakup kapan pengiriman barang, jenis
barang serta berapa jumlahnya.
Mutu barang tidak ditulis karena pemasok dianggap telah
mengetahui mutu produk yang
diinginkan (telah lama bekerja
sama). Pemasok mengajukan
harga setiap hari Selasa sehingga penentuan harga dilakukan
seminggu sekali.
4. Kendala yang dihadapi pasar
swalayan adalah mutu produk
sering kali tidak memenuhi standar, terutama kentang (kulit mengelupas), pasokan kurang kontinu (terutama manggis), serta
jumlah pasokan sering mengalami penyusutan sehingga kurang dari jumlah yang semestinya.
16
Kegiatan
kemitraan
5. Berbagai upaya telah dilakukan
pasar swalayan untuk membina
hubungan kerja sama yang baik,
di antaranya membayar tepat
waktu, membantu petani mendapatkan bibit tanpa mengambil
untung, serta mengadakan pertemuan 3 bulan sekali dengan
petani langganan untuk mendengar keluhan dan masukan dalam upaya penyempurnaan hubungan kerja sama di masa mendatang.
Saran Perbaikan STA ke Depan
Dari pengalaman di Bali, pemerintah
pusat perlu membuat standar mengenai STA, baik yang menyangkut
bangunan fisik, prasarana penunjang maupun sumber daya manusia
pengelolanya. STA dinilai memadai
bila memenuhi beberapa faktor
penggerak pembangunan, yaitu
memiliki: (1) infrastruktur fisik berupa bangunan utama untuk transaksi jual beli, (2) tempat penanganan pascapanen (pencucian,
sortasi, pengepakan) serta gudang
sebagai tempat penyimpanan, (3)
sarana seperti keranjang, timbangan, dan meja, (4) kantor pengelola,
(5) tempat bongkar muat dan jasa
angkut, serta (6) prasarana jalan
termasuk tempat parkir. STA yang
Lokasi mitra
Sifat kemitraan
3 tahun
(berkelanjutan)
1 tahun (pemula)
1 tahun (pemula)
Berkelanjutan
1 tahun
1 tahun
berada di Kabupaten Tabanan terkesan seperti gudang penyimpanan
produk pertanian dengan pengelolaan yang belum profesional.
Dalam pengembangan STA di
Bali ke depan, pemerintah daerah
perlu juga menengok STA di wilayah
lain yang sudah maju baik dari aspek infrastruktur fisik, fasilitas penunjang maupun manajemen operasional. Pengelolaan STA yang profesional akan memperlancar distribusi produk hortikultura sehingga
permasalahan pemasaran dapat
diatasi dan petani termotivasi untuk
mengembangkan skala usahanya.
Selain itu petani juga perlu dibekali
dengan pengetahuan manajemen
produksi yang baik. Dengan bekal
ini, petani produsen diharapkan
dapat membaca peluang serta kebutuhan pasar, baik jenis, mutu
maupun kontinuitas pasokan sesuai
dengan permintaan pasar (Kurnia
Suci Indraningsih dan Ashari).
Untuk informasi lebih lanjut
hubungi:
Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian
Jalan A. Yani No. 70
Bogor 16161
Telepon : (0251) 333964
Faksimile : (0251) 314496
E-mail
: [email protected]
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 28, No. 5, 2006
Download