faktor-faktor keberhasilan resosialisasi bekas

advertisement
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
FAKTOR-FAKTOR KEBERHASILAN RESOSIALISASI BEKAS
KELUARGA JALANAN DI PERKAMPUNGAN SOSIAL PINGIT
YAYASAN SOSIAL SOEGIYAPRANATA (PSP YSS) YOGYAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikolo gi
Oleh :
A Eko Widayantyo
NIM : 019114020
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN MOTTO
Amo et facio qoud folo
(akan kucintai dan kuhadapi apa yang sudah kupilih)
walaupun
biasanya harus bersusah payah melaluinya, dengan tubuh yang penuh luka
goresan duri semak belukar
(Kamijyo akimine)
sehingga
ada akhir dalam setiap peristiwa, tapi bagiku setiap akhir adalah sebuah awal baru.
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi dengan Judul
FAKTOR-FAKTOR KEBERHASILAN RESOSIALISASI BEKAS
KELUARGA JALANAN DI PERKAMPUNGAN SOSIAL PINGIT
YAYASAN SOSIAL SOEGIYAPRANATA (PSP YSS) YOGYAKARTA
Saya persembahkan kepada :
BUNDAKU MARIA
BAPAK L DAGI
IBU TH. SUMIYANTI
ADIKKU MARIA DWI KURNIANINGTYAS
Serta semua yang terlibat di Perkampungan Sosial
Pingit Yayasan Sosial Soegiyapranata
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang saya tuliskan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
A Eko Widayantyo (2007). Faktor-faktor Keberhasilan Resosialisasi Bekas
Keluarga Jalanan di Perkampungan Sosial Pingit Yayasan Sosial
Soegiyapranata (PSP YSS) Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk mengetahui faktor- faktor
keberhasilan bekas keluarga jalanan di Perkampungan Sosial Pingit Yayasan
Sosial Soegiyapranata (PSP YSS) Yogyakarta. Latar belakang permasalahan yang
terjadi adalah 60,6 % bekas keluarga jalanan yang menetap di PSP YSS kembali
lagi ke jalanan.
Responden penelitian ini adalah warga PSP YSS yang sudah tinggal di
PSP YSS minimal selama tiga bulan atau sudah menetap di masyarakat. Jumlah
responden dalam penelitian ini adalah tiga keluarga. Metode yang digunakan
untuk mengambil data adalah metode fenomenologi. Pengumpulan data
menggunakan observasi partisipan, wawancara primer dan wawancara sekunder.
Teknik verifikasi menggunakan intersubjective validity, serta menggunakan
sumber data majemuk (wawancara dengan orang dekat dan observasi partisipan).
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa keberhasilan resosialisasi
dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal berupa
kepemilikan akan konsep tentang masyarakat, motivasi yang kuat dari luar,
dukungan sosial, serta partisipasi aktif dalam masyarakat. Sedangkan faktor
internal adalah kemampuan individu untuk mengatasi masalah serta kemampuan
individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Kata kunci : bekas keluarga jalanan, resosialisasi
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
A Eko Widayantyo (2007). The factors of success in resocialization of exhomeless family in Perkampungan Sosial Pingit Yayasan Sosial
Soegiyapranata (PSP YSS) Yogyakarta. Yogyakarta: Faculty of Psychology
Sanata Dharma University.
This qualitative research aimed to investigate factors influencing the
success of ex-homeless family in Perkampungan Sosial Pingit Soegiyapranata
Social Foundation (PSP YSS) Yogyakarta. The background of the problem was
60,6 % of ex-homeless family who stayed in PSP YSS returned to the street.
The respondents of this research were those who had lived in PSP YSS for
at least 3 months or those who had settled there. The respondents were three
family. The method applied in this research was phenomenology method. The
participant observation, primary and secondary interview were conducted to
collect the data. Verification technique used in this research was intersubjective
validity and using complex data source (doing interview with the close people and
participant observation).
The research result shows that the success of resocialization was
influenced by the external factors and the internal factors. The external factors
were community concept, high external motivation, social support and active
participation in the society. Whereas the internal factors were the individual`s
ability to solve the problem and to adjust to the environment.
Key words : ex- homeless family, resocialization
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada Bunda Suci Maria dan PutraNya karena
berkat kasihNya penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Tanpa bimbinganNya,
skripsi ini akan semakin lama terselesaikan.
Penulisan skripsi ini dilakukan sekitar tiga tahun. Sebuah proses yang
panjang untuk sebuah penulisan skripsi. Selama proses yang panjang ini, penulis
mengalamai banyak dinamika hidup. Dinamika unt uk mengalahkan diri sendiri.
Melatih fokus terhadap sebuah tujuan. Namun semua tantangan ini sudah dapat
dilalui dan tiba saatnya untuk mempertanggunjawabkannya. Meskipun demikian,
peneliti menyadari berbagai kekurangan yang masih ada dalam skripsi ini, oleh
karena itu, masukan- masukan akan sangat berguna bagi kesempurnaan skripsi ini.
Untuk semuanya itu, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah memberikan waktu, informasi, dan dukungan hingga
selesainya penyusunan skripsi ini, secara khusus kepada:
1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberi kesempatan
dalam penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Dr. A. Supratiknya selaku pembimbing skripsi, yang denga n teliti
memeriksa dan senantiasa memberikan masukan demi kesempurnaan skripsi
ini.
3. Bapak Drs. H. Wahyudi, M.Si. dan Bapak YB. Cahya Widiyanto, S.Psi.,
M.Si. selaku dosen penguji. Terima kasih atas masukannya.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. Bapak C. Siswa Widyatmoko, S. Psi dan Ibu Silvia Carolina Maria Yuniati
Murtisari, S.Psi, M.Psi selaku dosen pembimbing akademik.
5. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi USD Yogyakarta; Ibu MB.
Rohaniwati, Mas Gandung Widiyantoro, Mas P. Mujiono, Mas Doni, dan
Bpk Giyono yang dengan setia senantiasa membantu. Pak Gik,
senyumannya menyejukkan lho Pak.
6. Rama Windyatmoko S.J, Br. Hadi S.J realino Mataran 66 dan Keuskupan
Agung Semarang, terimakasih atas dukungan dan bantuan untuk
menyelesaikan skripsi ini. Mo, maaf ya, skripsinya telat dua tahun dari
target awal.
7. Keluarga-keluarga di Pingit yang telah bersedia menjadi responden dalam
penelitian ini. Terimakasih, saya banyak belajar tentang hidup dari
nJenengan sedaya. Tetap menjadi sahabat yang tidak terlupakan.
8. Buat keluarga besar P2TKP; Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si, Bapak
Ant. Soesilastanto, Ibu Yuliana Pratiwi, dan Mbak Ertina Kusumawati yang
senantiasa memberikan dukungan, serta semua temen-temen asisten P2TKP
yang pernah berjuang bersama; Cik Vinda, Heru Cwt, Agung Ontel, Ari 00,
Rani, Soe Lek, Yessy, Okta. Soe Lek dan Rani, kapan meh lulus??? Ayo
berjuang pren. Gak lupa juga anak-anak baru Adi, Desta, Kobo, Otikwati,
Abe, Tyo, Etik dkk.
9. Temen-teman di kontrakan Pong we: Acong, Oho, Dian (cuk), Adri dan
para parasit yang suka datang. Kalian adalah berkah bagiku. Terimakasih
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sudah mengajariku tentang hidup bersama dalam suka dan duka. Thanks
guys.
10. Dani meka, Vian tm, Bambang, Seto, Tintus farmasi. Terimakasih atas
pertemanan kalian di kos pojok Paingan tujuh ya......
11. Teman-teman 01, Adi Gendut, Kris dan Pati. Makasih banyak atas
pertemanan selama ini, kalian adalah rahmat bagiku. Ndut, kapan aku
pinjam laptop lagi buat main game dan ngetik skripsi??? Tak lupa juga,
Maria, Diana, Etik, Tyo, Deasy, Tien. Plus sesepuh Yb n Dyda.
12. Pak Cahyo, makasih telah menanamkan bibit-bibit pengetahuan tentang
outdoor activities lewat Forma.
13. Watukali Training center, Acong, Vembri, Kobo, Tumbur, dan Mbak Etta.
14. Teman-teman
JRS
nasional
dan
JRS
Bantul.
Terimakasih
sudah
mengajariku tentang kerja dan hidup di lembaga sosia l.
15. Transformind Counsultainment, Mas Is, Mbak Mei, Windra, Neri, Suko,
Adri, Berta, dkk. Mari kita mengembangkan diri pren.
16. Perkampungan Sosial Pingit, terimakasih atas penerimaan dan bantuan yang
tak terhingga sehingga skripsi ini selesai. Para kordinator PSP YSS mulai
dari tahun gak enak, Rm Inug SJ, Rm Gogon SJ, Rm Panus SJ, Rm Toto SJ,
fr. Sang-sang SJ, fr Alis SJ, fr. John SJ, fr. Budi SJ, fr Bambs SJ, fr Vincent
SJ, fr Andi SJ dan fr Heru SJ. Volunternya Mbak Sum, Puji, Baba, Kris,
Gembong, Imam, Dewi, Eni, Dewi anak, anak-anak PBM USD yang datang
silih berganti, kalian telah memberi warna Pingit dengan gerak kalian.
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kalian tidak akan mengubah mereka tapi memperkenalkan alternatif lain
selain pisuhan dan kekerasan dalam hidup mereka.
17. Kris, Baba dan Seno, terimakasih selalu mendukungku dan mengingatkanku
ketika aku main game untuk kembali mengerjakan skripsi. Thanks atas
rumah dan komputernya ya...... Anik, ths a lot.
18. Pak Heri dan Mbak Etta, terimakasih sudah menjadi pelita ketika jalan di
depanku gelap akibat ulahku sendiri dan tongkat untuk mendaki bukit terjal.
19. Lusia Gita Gracia, terimakasih atas cinta, dukungan, kesetiaan dan
kesabaran yang pernah kamu limpahkan. Dirimu akan tetap tersimpan dalam
hatiku. Selamat berjuang!!! Kamu adalah motivator imajinerku. Aku
berharap Bundaku akan menoleh ke arahku dan mengabulkan permintaanku.
20. Sebastiana SPM, makasih yo dek, atas dukunganmu ketika aku di titik
terendahku. Tetap setia dengan jalan yang sudah kamu pilih ya....
21. Bu Guru Wanti J, terimakasih atas sms dan telponmu yang telah memacu
dan memotivasiku untuk menyelesaikan skripsi ini.
22. Bapak, Ibu dan adikku. Terimakasih banyak atas semuanya. Tanpa kalian
aku tidak tahu akan seperti apa.
23. Serta semua dosen, karyawan, teman-teman mahasiswa Fakultas Psikologi
USD dan teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu
(terutama angkatan 2001) yang senantiasa menyemangati saya dalam tugas
ini.
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Akhirnya, saya ucapkan terimakasih atas semua yang telah mewarnai
hidup saya. Karena warna itu, hidup saya semakin dikembangkan. Bunda,
dampingilah dan berkatilah semuanya.
Yogyakarta, 22 November 2007
Hormat saya,
Penulis
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………...….......……………………………..i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .....................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iii
MOTTO..................................................................................................................iv
HALAMAN PERSEMBAHAN..............................................................................v
PERNYATAAN KEASLIAN DATA....................................................................vi
ABSTRAK.............................................................................................................vii
ABSTRACT..........................................................................................................viii
KATA PENGANTAR............................................................................................ix
DAFTAR ISI.........................................................................................................xiv
DAFTAR TABEL................................................................................................xvii
DAFTAR BAGAN.............................................................................................xviii
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xix
DFTAR FOTO.......................................................................................................xx
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Masalah Penelitian.......................................................................................8
C. Tujuan............................................................................................................8
D. Manfaat Penelitian.........................................................................................8
BAB II LANDASAN TEORI................................................................................10
A. (Bekas) Keluarga Jalanan...........................................................................10
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Definisi (bekas) keluarga jalanan..........................................................10
2. Karakteristik keluarga jalanan...............................................................13
3. Bekas keluarga jalanan..........................................................................15
4. Karakteristik masyarakat.......................................................................16
5. Pandangan masyarakat terhadap keluarga jalanan................................18
B. Resosialisasi...............................................................................................20
1. Definisi resosialisasi..............................................................................20
2. Proses akulturasi....................................................................................21
C. Resosialisasi Bekas Keluarga Jalanan dalam Masyarakat Umum.............27
D. Kerangka Penelitian...................................................................................28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...............................................................29
A. Metode Penelitian.......................................................................................29
B. Responden Penelitian................................................................................29
C. Teknik Pengumpulan Data.........................................................................31
1. Pengamatan Berperan-serta...................................................................31
2. Wawancara............................................................................................33
D. Pemeriksaan Keabsahan Data....................................................................34
E. Analisis Data...............................................................................................35
1. Organisasi data......................................................................................36
2. Pengkodean...........................................................................................36
3. Interpretasi.............................................................................................38
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................40
A. Identitas dan Deskripsi Informan...............................................................40
1. Identitas.................................................................................................40
2. Deskripsi Informan................................................................................41
B. Tahap Pengambilan Data...........................................................................45
C. Hasil Penelitian..........................................................................................46
1. Keluarga pertama..................................................................................46
2. Keluarga kedua......................................................................................55
3. Keluarga ketiga.....................................................................................62
D. Pembahasan................................................................................................67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................72
A. Kesimpulan.................................................................................................72
B. Saran...........................................................................................................73
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................75
LAMPIRAN ..........................................................................................................80
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
TABEL 1. Identitas Subyek ..................................................................................40
TABEL 2. Tahap pengumpulan data.....................................................................45
TABEL 3. Wawancara primer...............................................................................83
TABEL 4. Catatan lapangan..................................................................................97
TABEL 5. Sumber lain/wawancara sekunder......................................................103
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR BAGAN
Daftar bagan kerangka penelitian ....................................................................28
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. Verbatim......................................................................................80
LAMPIRAN 2. Denah lokasi PSP YSS…………………………………………81
LAMPIRAN 3. Surat keterangan perijinan...........................................................82
xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR FOTO
FOTO 1. Tempat tinggal......................................................................................44
FOTO 2. Hasil memulung yang sudah di pisah-pisahkan....................................52
FOTO 3. RL 2 sedang menyapu jalanan serta perlengkapan..............................56
xx
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkampungan Sosial Pingit Yayasan Sosial Soegiyapranata (PSP YSS)
adalah sebuah lembaga sosial yang bergerak dalam pendampingan bekas keluarga
jalanan (Soemitro, 2004). Bentuk pendampingan ini berupa pemberian ide dan
masukan ataupun mendengarkan dan memberi solusi atas permasalahan yang
dihadapi para keluarga yang tinggal di PSP YSS. Warga PSP YSS diajak untuk
menggali potensi-potensi diri individu dalam setiap
keluarga agar mampu
mengangkat ekonomi keluarga dan ma mpu bersosialisasi kembali. Hal itu yang
membuat PSP YSS mengajak mereka untuk mengikuti kegiatan-kegiatan sosial
seperti melakukan perkumpulan setiap hari Selasa (sarasehan antar warga PSP
YSS), kumpul jumat kliwonan (pertemuan antar warga dusun), dan kerja bakti.
Sebagai bekas keluarga yang tinggal di jalan,
mayoritas dari mereka tidak
memiliki surat identitas diri, terutama surat nikah. Keluarga-keluarga ini diajak
untuk kembali memperoleh identitas diri (KTP, Kartu Keluarga, Surat Nikah,
Akte Kelahiran, Surat Sehat) yang tidak dimilikinya. Di PSP YSS, mereka di ajak
untuk merenda masa depan. Mereka diharapkan dapat tetap tinggal di rumah,
entah mengontrak atau membeli sendiri, baik di kota maupun di desa setelah dari
PSP YSS (YSS Selayang Pandang, tanpa tahun).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Sosialisasi adalah proses belajar seorang anggota masyarakat untuk
mengenal dan menghayati kebudayaan masyarakat dalam lingkungannya (Salim
dan Salim, 1991). Anggota masyarakat dituntut untuk belajar tentang kebudayaan
yang ada di lingkungannya. Resosialisasi bisa diartikan sebagai proses pengenalan
dan penghayatan kembali akan kebudayaan yang ada di lingkungan. Menurut
Marshal (1994), Salim dan Salim (1991) resosialisasi dimaknai sebagai
pemasyarakatan kembali sesuai dengan budaya, norma serta sanksi masyarakat.
Schaefer (2001) mengartikan resosialisasi sebagai proses mengesampingkan pola
kebiasaan dan menerima hal baru sebagai bagian dari perubahan hidup. Bisa
diartikan bahwa anggota masyarakat yang mengalami resosialisasi harus
melakukan adaptasi dengan meninggalkan kebudayaan yang telah ada dan
memakai kebudayaan yang baru. Mereka dimasukkan dalam kebudayaan yang
ada di dalam masyarakat agar bisa menyatu dengan masyarakat.
Dengan tujuan tersebut, PSP YSS menampung keluarga jalanan.
Keluarga jalanan adalah keluarga yang hidup dan tinggal di jalan dan
menggantungkan hidup dari jalan. Keluarga-keluarga ini diberi tempat tinggal
dalam jangka waktu tertentu (Suharyadi, wawancara pribadi, 6 Agustus 2007).
Keluarga-keluarga tersebut dituntut agar mamp u berkembang dalam hal ekonomi,
sosial, serta budaya dalam masyarakat. Selain itu, mereka juga dituntut agar
mampu mempunyai kemampuan dalam kehidupan sosial mereka antara lain cara
hidup bertetangga dan memiliki identitas diri. Hal ini dimaksudkan agar mereka
dapat merubah kebudayaan yang diperoleh di jalanan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Budaya jalanan yang mereka pahami adalah budaya bebas tanpa
peraturan, individualis, saling “memakan”. Kebudayaan bebas yang sangat
mencolok terlihat dari bagaimana mereka memilih pasangan. Mereka bebas
bergonta-ganti pasangan tanpa adanya suatu ikatan resmi. Mereka seringkali
memperoleh keturunan dari hubungan kumpul kebo. Dasar hubungan yang mereka
pakai adalah saling suka. Apabila mereka sudah saling bosan, mereka bebas
berganti kembali. Kebudayaan yang ada tidak memperlihatkan adanya normanorma sosial seperti di masyarakat umum. Mereka tidak memiliki ikatan yang sah
secara hukum agama dan negara. Pernikahan bagi mereka merupakan hal yang
sangat sulit karena syarat untuk dapat menikah adalah kartu tanda penduduk
(KTP), sedangkan mereka tidak memiliki KTP (Prasetyo & Koestanto, 2005;
“Kami dilahirkan untuk tidak menikah”, 2004). Mencari pasangan merupakan
salah satu cara untuk menghindari kekerasan pada dirinya. Selain sebagai sarana
perlindungan diri (terutama untuk wanita) adanya pasangan juga berdampak pada
naiknya ”status sosial” serta ekonomi mereka (Ade, 2000).
Peraturan yang ada di jalan hanyalah hukum rimba, yaitu siapa yang
kuat maka dia yang menang (Santoso, 2004). Orang yang kuat akan menindas
orang yang lemah. Hal ini berdampak pada tingkat kewaspadaan yang cukup
tinggi terhadap orang lain karena seringkali mereka mendapatkan pengalaman
yang buruk seperti kehilangan uang atau surat-surat penting. Bahkan peristiwa
pemerasan, kekerasan dan penipuan sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan oleh
orang yang kuat kepada orang yang lemah (Anak Jalanan Antara Ditipu dan
Menipu, 2007; Ade, 2000).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Kebutuhan fisik mereka seperti sandang, papan merupakan hal yang
sangat minim bisa mereka penuhi. Dalam kondisi seperti ini, secara otomatis
mereka dituntut untuk bertahan secara individualis (hanya memperhatikan
kelompok/keluarga/pasangannya) tanpa perlu memperhatikan orang lain. Mereka
hanya memikirkan kebutuhan ekonomi untuk diri dan keluarganya (“Mereka yang
disebut”, 2004). Biasanya, keluarga-keluarga ini akan hidup berpindah dari satu
tempat ke tempat lain (Anak Jalanan Antara Ditipu dan Menipu, 2007). Lokasi
yang mereka pilih adalah lokasi yang bisa membuat mereka bertahan hidup dan
nyaman bagi mereka.
Sebagai sebuah subkultur yang berada dalam kultur yang besar,
seringkali oleh kelompok mayoritas keluarga-keluarga ini dipandang sebelah
mata, dianggap sebagai sekelompok sampah (Ade, 2000). Stereotipe yang ada di
masyarakat melihat kehidupan jalanan sebagai kehidupan yang “liar” (Ertanto,
2000). Mereka sering mendapat penghinaan dari masyarakat pada umumnya.
Perilaku yang diperlihatkan oleh masyarakat umum adalah perilaku yang kurang
bersahabat. Masyarakat memiliki prasangka negatif terhadap warga jalanan yang
berada di luar mereka.
Pandangan negatif masyarakat muncul disebabkan karena perbedaan
budaya yang menonjol. Masyarakat hidup dalam kondisi sosial yang saling
mendukung dan menghargai, seperti gotong royong (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1982). Masyarakat juga hidup dalam batasan-batasan norma sosial
dan aturan yang jelas (Soekanto, 1990), selain itu mereka memiliki Kartu Tanda
Penduduk (KTP) sehingga bisa mengakses fasilitas umum. Hal- hal ini cukup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
menjelaskan perbedaan budaya yang terjadi antar sub kultur jalanan dan
masyarakat umum.
Budaya masyarakat diinternalisasi oleh anggota kelompok (Dayakisni
dan Yuniardi, 2004). Hal ini juga dialami oleh keluarga jalanan yang mencoba
untuk masuk ke kebudayaan baru (masyarakat umum). Marvin Haris (dalam
Spradley, 1997) mengatakan bahwa konsep kebudayaan dinyatakan dalam
berbagai pola tingkah laku yang dikaitkan dalam kelompok-kelompok masyarakat
tertentu
seperti
adat,
atau
cara
hidup
masyarakat.
Matsumoto
(2004)
mendefinisikan budaya sebagai sekumpulan sikap, nilai, keyakinan dan perilaku
yang dimiliki bersama oleh sekelompok orang, yang dikomunikasikan dari satu
generasi ke generasi berikutnya lewat bahasa atau beberapa sarana komunikasi
lain.
Proses resosialisasi mengakibatkan mereka akan me nginternalisasi
kebudayaan masyarakat umum ke dalam diri mereka agar bisa menjadi anggota
kelompok masyarakat umum. Proses internalisasi yang mereka jalani akan
memunculkan dua kemungkinan. Pertama, mereka akan berhasil menjalani proses
internalisasi kebudayaan baru. Kedua, mereka gagal dalam proses tersebut.
Mereka yang berhasil akan diterima oleh masyarakat dan mampu bertahan di
dalam masyarakat umum. Bagi mereka yang gagal, maka mereka akan ditolak
oleh masyarakat dan kembali ke kebudayaan jalanan.
Mereka yang gagal dalam proses resosialisasi bisa disebabkan oleh
beberapa hal. Mereka gagal dalam proses karena tidak mampu beradaptasi dengan
hal- hal baru, seperti lingkungan sosial dan lingkungan fisik. Mereka tidak mampu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
beradaptasi dengan lingkungan sosial, antara lain terlihat dari kemampuan yang
rendah dalam menjalankan norma sosial yang ada. Sebagai contoh, ada diantara
mereka yang memakai uang “jimpitan” untuk diri mereka sendiri, padahal uang
tersebut seharusnya disetorkan kepada pengurus RT.
Mereka cenderung bertabiat keras (Ena, Ouda Teda, tanpa tahun;
Sindhunata, tanpa tahun; Fajar dkk, tanpa tahun; Pudji, tanpa tahun; Dewanto,
Aria, tanpa tahun). Tabiat keras yang mereka miliki seringkali terlihat ketika
mereka mengalami konflik dengan tetangga. Mereka seringkali lebih senang
menggunakan otot untuk menyelesaikan masalah. Mereka mengalami kesulitan
dalam interaksi dengan orang lain bisa disebabkan karena mereka terbentuk oleh
budaya saling memakan sehingga membuat mereka bertabiat keras serta oleh
lingkungan individualis, padahal saat ini mereka dihadapkan pada budaya baru
yang sosialis.
Mereka kurang bisa mengatur keuangan, karena uang yang mereka
dapatkan biasanya akan habis dipakai tanpa pernah berpikir untuk menyimpannya
(Ade, 2000). Apabila mereka mengalami kesulitan keuangan, mereka cenderung
berhutang pada rentenir dan seandainya tidak bisa membayar maka mereka akan
kembali lagi ke jalan. Kemampuan berpikir mereka cenderung dangkal dan tidak
berorientasi pada masa depan, melainkan pada masa kini. Hal ini cukup
menjelaskan kenapa ketika mereka mengalami konflik dengan orang lain dan
merasa tidak nyaman, mereka sering kembali lagi ke jalan. Selain itu, mereka
terbiasa tinggal secara nomaden sehingga kebebasan mereka secara otomatis
terpotong ketika mereka mendiami sebuah rumah. Akan tetapi, faktor yang paling
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
mendasar dari kegagalan resosialisasi
karena mereka tidak memiliki konsep
tentang rumah dan mereka memiliki nilai tersendiri tentang budaya jalanan
(Suyanto, 2005), serta masyarakat memiliki labeling terhadap keluarga jalanan.
Stereotipe dari masyarakat umum tentang mereka akan selalu negatif dan mereka
dianggap orang-orang `liar` (Ertanto, 2000). Padahal menurut Mary Hardy (1998)
pemberian cap yang negatif (negative social-typing) itu akan mengakibatkan
kekalnya suatu tindakan yang menyimpang.
Bekas keluarga jalanan yang mampu bertahan di lingkungan masyarakat
mengatakan bahwa mereka mampu bertahan karena niat mereka untuk hidup lebih
baik dibandingkan ketika mereka masih di jalan (Nursin, wawancara pribadi, 13
Desember 2005). Hal ini memperlihatkan bahwa mereka memiliki pemikiran ke
depan. Sebagai contoh, mereka ingin agar anak mereka bisa bersekolah agar anak
mereka tidak kembali ke jalan (Dewanto, Aria, tanpa tahun). Mereka berpikir
ketika masih di jalan, mereka tidak akan bisa lebih baik. Hal terpenting dari
keberhasilan mereka hidup di masyarakat umum adalah kepemilikan konsep
tentang masyarakat umum. Mereka yang berhasil dalam proses resosialisasi
biasanya orang yang tidak terlalu lama tinggal di jalan dan sebelumnya mereka
pernah tinggal di masyarakat umum. Motivasi, pemikiran ke depan dan konsep
tentang masyarakat menjadi landasan yang cukup kuat bagi mereka agar bisa
beradaptasi dengan lingkungan baru.
Proses adaptasi dengan lingkungan baru mengharuskan mereka
mempelajari kembali kebudayaan masyarakat. Mereka harus menginternalisasikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
kebudayaan masyarakat ke dalam diri mereka. Berry, Portinga, Segall, & Dasen
(2002) menyebutnya sebagai intercultural strategies.
Proses perpindahan kebudayaan dari budaya jalanan kepada kebudayaan
masyarakat pada umumnya akan menghasilkan culture shock
bagi keluarga
jalanan. Hal itu disebabkan karena kebudayaan masyarakat pada umumnya
memiliki karakteristik yang sangat bertolak belakang dengan kebudayaan di
jalanan. Tekanan sosial dan perubahan kebudayaan yang mereka alami akan
sangat mempengaruhi bagaimana keberhasilan mereka dalam proses resosialisasi.
B. Masalah Penelitian
Masalah dalam penelitian ini adalah apa saja faktor- faktor yang
mempengaruhi keberhasilan resosialisasi keluarga jalanan di PSP YSS?
C. Tujuan
Tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui faktor- faktor yang
mempengaruhi keberhasilan resosialisasi keluarga jalanan di PSP YSS.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Memberikan pemahaman/wawasan tentang kehidupan bekas keluarga
dan faktor- faktor yang mempengaruhi keberhasilan resosialisasi di PSP YSS.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Subyek
Subyek menggali kembali pengalaman-pengalaman dan merefleksikannya.
b. Bagi Yayasan
Membantu pendamping dalam memahami kebutuhan bekas keluarga
jalanan dalam proses resosialisasi.
Sebagai sarana evaluasi pendampingan.
c. Bagi Masyarakat Umum
Mengenalkan faktor- faktor yang berpengaruh terhadap proses resosialisasi
keluarga jalanan di PSP YSS.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
LANDASAN TEORI
A. (Bekas) Keluarga Jalanan
1. Definisi (bekas) keluarga jalanan
Keluarga jalanan adalah pria dan wanita yang hidup dan tinggal di
jalanan, memiliki komitmen untuk membina hidup bersama, kadang kala
memiliki anak serta berbagi dalam hal ekonomi (Suharyadi, wawancara
pribadi, 6 Agustus 2007). Mereka menghabiskan waktu mereka di jalanan.
Mereka tinggal di emperan toko, gerbong kereta api, dan lahan- lahan kosong
di pinggir jalan, pasar, terminal, stasiun (Indrawati, 2004), taman-taman,
bawah jembatan, dan pinggiran kali (Anak jalanan antara ditipu dan menipu,
2007; Direktorat pelayanan dan rehabilitasi sosial tuna sosial, 2005).
Kehidupan mereka didukung oleh jalanan karena mereka mencari nafkah dari
jalan. Pekerjaan mereka biasanya sebagai pengemis, pengamen, pemulung,
tukang becak.
Di Kotamadya Yogyakarta, persebaran tempat tinggal keluarga
jalanan biasanya ada di sekitar pasar Beringharjo, stasiun Lempuyangan dan
Tugu, di bawah jembatan layang Lempuyangan, lahan kosong di samping
asrama Syantikara dan daerah sekitar alun-alun. Namun mereka mencari
nafkah di sekitar perempatan-perempatan jalan, dipasar untuk pengamen dan
pengemis
serta
di
jalan
untuk
pemulung.
Salah
satu
kesulitan
mengidentifikasikan persebaran mereka ialah karena mobilitas mereka yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
sangat tinggi dan mereka cenderung tidak memiliki tempat tinggal yang tetap
(Direktorat pelayanan dan rehabilitasi sosial tuna sosial, 2005).
Warga jalanan, sama seperti manusia pada umumnya mengalami
proses perkembangan dalam hidupnya, baik secara psikologis maupun secara
fisiologis, mulai dari lahir, bayi, anak-anak, muda, dewasa, tua dan mati.
Dalam rentang kehidupan ini, ada satu hal yang penting yaitu proses
reproduksi yang dilakukan oleh sepasang manusia. Pada umumnya, pasangan
manusia ya ng melakukan proses reproduksi akan bersama. Hal ini juga terjadi
di kalangan warga jalanan yang sudah menginjak dewasa. Kebutuhan
fisiologis dan psikologis menuntut dirinya untuk mencari pasangan yang
cocok dan hidup berdua. Hal senada diungkapkan oleh Santrock (2002) yang
mengatakan bahwa menikah pada orang dewasa adalah hal yang standar
dilakukan oleh individu. Wagner (2002) mengatakan bahwa walaupun tidak
tertulis, tuntutan untuk hidup berumah tangga dan memiliki keturunan seakanakan adalah norma umum yang suka atau tidak suka harus diterima. Hal ini
yang mengakibatkan munculnya keluarga jalanan. Keluarga jalanan seringkali
tidak seperti keluarga di masyarakat pada umumnya. Apabila dilihat dari sudut
pandang kita, mayoritas diantara mereka adalah pasangan kumpul kebo.
Keluarga jalanan merupakan bagian dari warga jalanan. Warga
jalanan memiliki tabiat yang keras. Mereka cenderung mudah marah dan
berpikiran dangkal. Hal ini mengakibatkan tingkat kekerasan di jalanan
cenderung tinggi. Kekerasan menjadi salah satu penyelesaian masalah yang
sering digunakan di jalanan. Warga jalanan (lelaki pada khususnya) sering
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
mencari kesenangan dengan cara minum minuman keras. Minuman keras juga
menjadi salah satu sumber kesenangan diantara mereka.
Warga jalanan menganggap rasa aman merupakan sesuatu yang sulit
untuk dicari ketika mereka berada di jalan. Mereka harus sering berhadapan
dengan para pemeras, pencuri. “Harta” yang mereka miliki seringkali
hilang/diminta dengan paksa oleh orang lain. Jalanan identik dengan
kriminalitas. Hal ini mengakibatkan mereka memiliki sikap curiga yang cukup
besar bila berhadapan dengan orang asing/tidak dikenal. Mereka merasa tidak
aman bukan hanya terhadap para “gentho” (preman), tetapi juga terhadap
pemerintah (Anak jalanan antara dit ipu dan menipu, 2007; Demonstrasi
ratusan anak jalanan tuntut Walikota, 2007). Mereka sering mendapat
“garukan” (penangkapan) dari pemerintah. Kehidupan di jalan membuat
mereka menjadi individu yang individualis. Mereka akan membentuk
kelompok-kelompok kecil untuk bertahan hidup. Hal ini dilakukan untuk
menumbuhkan rasa aman bagi mereka, karena setiap anggota kelompok akan
saling melindungi (Anak jalanan antara ditipu dan menipu, 2007; Ade, 2007).
Warga jalanan secara ekonomi berada dalam kategori ekonomi
menengah ke bawah, bahkan Sutejo, A. Andi (dalam Ade, 2000) mengatakan
bahwa warga jalananan sebenarnya tidak miskin secara materi tetapi justru
dari segi mental. Mereka bekerja di bidang informal, mereka bekerja sebagai
buruh, pengamen, pengemis, tukang becak, pemulung. Mereka bekerja pada
bidang informal karena mereka tidak memiliki ketrampilan yang sesuai
dengan tuntutan pasar kerja (Direktorat pelayanan dan rehabilitasi sosial tuna
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
sosial, 2005). Pekerjaan mereka sangat tergantung dari lingkungan sosial yang
ada di sekitar mereka. Mereka mendapatkan penghasilan setiap hari, akan
tetapi seringkali kurang dan apabila cukup akan dipakai semua. Mereka
biasanya menggunakan uang hasil pendapatan mereka untuk mencukupi
kebutuhan hidup dan apabila ada yang sisa digunakan untuk bersenangsenang.
Mayoritas
warga
jalanan
adalah
orang-orang
yang
tidak
berpendidikan sehingga mereka buta huruf (Anak jalanan antara ditipu dan
menipu, 2007). Pendidikan yang relatif rendah tersebut menjadikan kendala
bagi mereka untuk memperoleh pekerjaan yang layak (Direktorat pelayanan
dan rehabilitasi sosial tuna sosial, 2005). Selain itu, hal ini mengakibatkan
pengetahuan mereka cukup sempit.
2. Karakteristik keluarga jalanan
Keluarga-keluarga jalanan pada umumnya memiliki sejumlah
karakteristik yang sangat menonjol. Pertama, mereka bebas tanpa peraturan
dan norma. Hal ini bisa berdampak pada hubungan dengan lawan jenis. Norma
sosial yang ada sangat longgar bahkan cenderung tidak ada. Direktorat
pelayanan dan rehabilitasi sosial tuna sosial (2005) mengatakan bahwa hidup
mereka tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat.
Indrawati (2004) menyebut kebiasaan berganti pasangan dan seks bebas
sebagai kebudayaan non-normatif. Implikasi yang terjadi seringkali ada child
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
abuse dan kekerasan seksual baik pada anak laki- laki maupun perempuan
(Anak jalanan antara ditipu dan menipu, 2007; Suyanto, 2003; Ade, 2000).
Kedua, hukum rimba. Di jalanan, orang yang paling kuat adalah
pemegang ‘kekuasaan’ dan orang yang lemah adala h objek (Santoso, 2004;
Indrawati, 2004). Hal ini yang mengakibatkan banyak sekali gentho/preman
di jalanan. Para preman ini sering melakukan
pemerasan dan kekerasan
kepada pengamen atau orang–orang yang berada di jalan yang tidak memiliki
“kekuasaan” (Anak jalanan antara ditipu dan menipu, 2007).
Ketiga, nomaden dalam artian tidak memiliki tempat tinggal yang
tetap (Kisah anak-anak stasiun, 2007; Anak jalanan antara ditipu dan menipu,
2007; Direktorat pelayanan dan rehabilitasi sosial tuna sosial, 2005) sehingga
mereka selalu berpindah-pindah (Guiness, 1985). Sifat nomaden ini
berpengaruh secara langsung dengan kekuasaan administratif (RT/RW) karena
mereka tidak menjadi bagian dari RT/RW. Hal ini yang mengakibatkan
sebagian besar dari mereka tidak memiliki identitas diri (KTP, kartu keluarga,
akte kelahiran) (Direktorat pelayanan dan rehabilitasi sosial tuna sosial, 2005;
Prasetyo dan Koestanto, 2005; “Kami dilahirkan”, 2004; Soewondo, 1985).
Keempat, mereka bekerja dalam lapangan pekerjaan informal
(Direktorat pelayanan dan rehabilitasi sosial tuna sosial, 2005) yang biasa
dilakukan di jalanan. Keluarga jalanan biasanya bekerja sebagai pemulung,
pengamen, tukang becak (Soewondo, 1985).
Kelima,
rendahnya
harga
diri
pada
sekelompok
orang,
mengakibatkan tidak dimilikinya rasa malu untuk meminta- minta (Direktorat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
pelayanan dan rehabilitasi sosial tuna sosial, 2005). Keenam, mereka
menganggap bahwa kemiskinan dan kondisi mereka sebagai warga jalanan
adalah nasib, sehingga tidak ada kemauan untuk melakukan perubahan
(Direktorat pelayanan dan rehabilitasi sosial tuna sosial, 2005).
Ketujuh, kebebasan dan kesenangan hidup menggelandang. Ada
kenikmatan
tersendiri
dari
sebagian
warga
jalanan
yang
hidup
menggelandang, karena mereka merasa tidak terikat oleh norma atau aturan
yang
kadang-kadang
membebani
mereka,
sehingga
mengemis
dan
menggelandang menjadi salah satu mata pencaharian (Direktorat pelayanan
dan rehabilitasi sosial tuna sosial, 2005).
Kedelapan, dari segi kesehatan, mereka termasuk kategori warga
negara dengan tingkat kesehatan fisik yang rendah (Pemulung TPA Piyungan
penghasilan lebih baik dari buruh tani, 2007; Anak jalanan antara ditipu dan
menipu, 2007) akibat rendahnya gizi makanan dan terbatasnya akses
pelayanan kesehatan (Perlindungan anak masih kurang, 2007; Direktorat
pelayanan dan rehabilitasi sosial tuna sosial, 2005).
3. Bekas keluarga jalanan
Bekas keluarga jalanan adalah keluarga yang pernah tinggal di jalan
dan sekarang tinggal di lingkungan masyarakat pada umumnya. Mereka
menetap dalam suatu wilayah administrasi tertentu dan berbaur dengan
lingkungannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
4. Karakteristik masyarakat
Masyarakat pada umumnya memiliki beberapa ciri yang cukup
menonjol. Pertama, masyarakat mengenal norma sosial dan pranata sosial
serta pihak otoritas. Fungs i dari norma, pranata dan pihak otoritas ini
memberikan rasa aman dan penghormatan sebagai pribadi di dalam kehidupan
bermasyarakat. Masyarakat hidup bersosial dengan orang lain. Salah satu
contoh kehidupan bersosial dalam masyarakat adalah kegiatan gotong-royong.
Kegiatan ini tidak menginginkan
pamrih secara material (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1982). Mereka hidup dalam batasan-batasan
norma sosial dan aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat. Mereka akan
mendapatkan sanksi atau hukuman jika melanggar norma-norma dan
peraturan yang berlaku. Norma terbentuk supaya hubungan antar manusia di
dalam suatu masyarakat terlaksana sebagaimana diharapkan (Soekanto, 1990).
Kedua, adanya kepemilikan identitas diri (KTP, kartu keluarga, surat
nikah, kartu sehat). Dengan adanya identitas diri, mereka dengan mudah dapat
mengakses fasilitas umum yang ada.
Ketiga, pihak otoritas dalam masyarakat (aparat negara/pimpinan
formal) membuat hukum yang jelas yang mengatur dan menjaga masyarakat
(Sumintarsih, Wibowo, Herawati, 1991). Mereka diatur secara jelas tentang
bagaimana hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara yang
bermasyarakat.
Keempat, masyarakat masih berpandangan bahwa dalam masyarakat
ada sebuah stratifikasi sosial antara lapisan atas dan lapisan bawah (Murniati,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
1992; Sumintarsih, Wibowo, Herawati, 1991). Masyarakat juga masih
berpandangan bahwa di keluarga, kedudukan istri tergantung pada suami dan
kedudukan anak perempuan tergantung pada ayah/saudara laki- laki (Murniati,
1992). Menurut Murniati (1992) lapisan kelompok atas menempatkan diri
pada posisi mengatur dan menentukan nasib lapisan bawah.
Magnis-Suseno (1984; 1978) melihat, dua karakteristik masyarakat
Yogyakarta yang paling menonjol adalah prinsip rukun dan prinsip hormat.
Prinsip rukun adalah prinsip yang digunakan dalam bersosialisasi agar tidak
menimbulkan konflik terbuka. Prinsip rukun menjadikan segala sesuatu
harmonis dan tertata. Prinsip hormat lebih menunjukkan sikap hormat kepada
orang lain. Magnis-Suseno (1984) mengatakan bahwa gotong royong
merupakan salah satu manifestasi dari prinsip rukun. Gotong royong memiliki
maksud untuk saling membantu dan melakukan pekerjaan bersama demi
kepentingan
seluruh
desa
(Magnis-Suseno,
1984).
Gotong
royong
menekankan agar orang bersedia menomorduakan kepentingan dan haknya
sendiri demi kebersamaan seluruh desa (Magnis-Suseno, 1978; 1977).
Sedangkan prinsip hormat juga dijunjung tinggi, bahkan merupakan unsur
pokok dalam setiap situasi sosial (Geertz, 1983). Prinsip hormat ini terlihat
dari tatakrama yang digunakan oleh masyarakat. Tatakrama bisa terlihat dari
bahasa serta gerak tubuh individu dalam berinteraksi. Bahasa Jawa mengenal
tingkatan-tingkatan yang digunakan untuk menghormati lawan bicara. Entah
individu memakai Ngoko, Krama, atau pelbagai tingkatan Madya, entah ia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
memakai kata-kata biasa atau kata-kata Krama Inggil, selalu ditentukan oleh
status sosial diantara mereka (Geertz, 1983; Magnis-Suseno, 1977).
5. Pandangan masyarakat terhadap keluarga jalanan
Kondisi lingkungan sosial dan budaya yang ada di jalanan sangat
berbeda dengan kondisi lingkungan masyarakat. Perbedaan yang sangat
menonjol terlihat dari pandangan masyarakat yang negatif terhadap warga
jalanan. Mereka memiliki stereotipe negatif tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan jalanan (Ertanto, 2000). Selain itu masyarakat
menganggap mereka licik, tidak dapat dipercaya, mengganggu ketertiban,
ketenangan umum, kebersihan serta keindahan kota, sampah masyarakat, tidak
memiliki cita rasa susila (Direktorat pelayanan dan rehabilitasi sosial tuna
sosial, 2005; Ade, 2000; Guiness, 1985). Selain hal-hal tersebut di atas,
maraknya warga jalanan di suatu wilayah dapat menimbulkan kerawanan
sosial, serta mengurangi keamanan dan ketertiban di wilayah tersebut
(Direktorat pelayanan dan rehabilitasi sosial tuna sosial, 2005; Ade, 2000).
Mereka akan gagal melakukan resosialisasi apabila tidak mampu bertahan dan
mengubah pandangan masyarakat terhadap mereka yang berasal dari jalanan.
Suyanto (2005) mengatakan bahwa kesulitan orang-orang ya ng ada di jalanan
untuk mengubah budaya jalanan adalah karena mereka tidak memiliki konsep
tentang rumah dan mereka sudah memiliki suatu nilai tersendiri tentang
budaya jalan. Apabila kita melihat secara luas, hal ini juga mungkin terjadi
pada bekas keluarga jalanan. Hal senada diungkapkan oleh Wahyudi (dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Potensi tinggi, 2002) yang mengatakan bahwa kehidupan jalanan yang bebas
sangat sulit untuk dialihkan ke dalam kehidupan `normal`. Pendapat Suyanto
dan Wahyudi mungkin menjadi alasan yang cukup mendasar atas
ketidakberhasilan bekas keluarga jalanan untuk melakukan pembauran dengan
masyarakat umum.
Berdasarkan data yang diambil dari PSP YSS, sejak tahun 20002007, jumlah keluarga yang pernah tinggal di PSP YSS sebanyak 33 keluarga.
Jumlah warga yang kembali ke jalan sebesar 60,6%, warga yang tinggal
menetap di Yogyakarta sebesar 6,06 %, pulang ke rumah sebesar 18,18 %, dan
transmigrasi sebesar 16,66%. Hal ini memperlihatkan bahwa mayoritas bekas
keluarga jalanan kembali lagi ke jalan setelah tinggal di PSP YSS (Daftar
warga PSP, tanpa tahun).
Bekas keluarga jalanan yang mampu tinggal di masyarakat dan
memiliki alamat yang tercatat di kantor PSP YSS sebesar 18,18% atau enam
keluarga. Salah satu penyebab keberhasilan mereka adalah niat untuk bertahan
(Nursin, wawancara pribadi, 13 Desember 2005), pemikiran ke depan dan
konsep tentang bagaimana hidup di masyarakat. Mereka juga mendapatkan
dukungan sosial dari lingkungan, khususnya sukarelawan dari PSP YSS untuk
berkembang. Keberhasilan mereka selain dukunga n sosial dari lingkungan
juga dipengaruhi oleh bagaimana sikap lingkungan terhadap mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
B. Resosialisasi
1. Definisi resosialisasi
Resosialisasi adalah pembelajaran baru tentang
sikap, nilai, dan
kebiasaan yang berbeda dari pengalaman dan latar belakang seseorang
(Abarca,
2005;
Lonsdale,
2005;
Schaefer,
2001).
Lonsdale
(2005)
mengkategorisasikan resosialisasi menjadi dua: (1) resosialisasi sukarela yang
terjadi ketika seorang individu dengan sukarela memilih untuk mengubah
sikap dan kebiasaannya, (2) resosialisasi paksaan yaitu resosialisasi yang
terjadi melawan sikap bebas seseorang dan pada umumnya berlangsung pada
suatu institusi. Berdasarkan definisi di atas, resosialisasi sukarela lebih
didasarkan kepada kesadaran dari individu untuk melakukan perubahan atas
dirinya. Resosialisasi paksaan lebih didasarkan pada pemaksaan terhadap
individu, contohnya perubahan yang terjadi di penjara dimana individu
dipaksa untuk membentuk suatu pola kebiasaan baru.
Resosialisasi sebagai proses pembelajaran baru tentang sikap, nilai,
dan kebiasaan yang berbeda dari pengalaman dan latar belakang seseorang
(Abarca, 2005; Lonsdale, 2005; Richard T. Schaefer, 2001) merupakan sebuah
proses bagaimana seseorang menginternalisasi sebuah kebudayaan baru.
Budaya didefinisikan sebagai sistem pengetahuan yang diperoleh manusia
melalui proses belajar tentang sikap, nilai, keyakinan, dan perilaku yang
digunakan untuk menginterpretasikan dunia sekeliling mereka dan sekaligus
untuk menyusun strategi perilaku dalam menghadapi dunia sekeliling mereka
(Barne dalam Matsumoto, 2004; Spradley, 1997).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
2. Proses akulturasi
Proses internalisasi kebudayaan baru yang dilakukan dalam
resosialisasi oleh Berry, Poortinga, Segall, & Dasen (2002) disebut sebagai
intercultural strategies. Intercultural strategies diartikan sebagai proses
dimana orang berusaha untuk hidup dalam dua kebudayaan. Intercultural
strategies digunakan dalam pembahasan ini karena mayoritas bekas keluarga
jalanan masih mencari nafkah dari jalanan. Mereka mengalami proses transisi
dari kebudayaan jalanan ke kebudayaan masyarakat normal. Selama proses
transisi tersebut, mereka akan mengalami perubahan tekanan secara psikologi.
Berry, Poortinga, Segall, & Dasen (2002) menyebutnya sebagai psychological
acculturation. Tekanan yang dialami bisa berupa kontrol kognitif dan
bagaimana mereka menilai masalah dalam konteks kebudayaan yang baru.
Tekanan itu akan menghasilkan stres apabila tidak mampu diatasi oleh
individu. Namun apabila individu mampu mengatasi tekanan, maka individu
akan mampu beradaptasi.
Akulturasi bisa terjadi antar kelompok dan antar individu.
Resosialisasi mencoba melihat akulturasi yang terjadi dalam individu. Berry,
Poortinga, Segall, & Dasen (2002) membedakan akulturasi kelompok dan
akulturasi individu. Perbedaan akulturasi kelompok dengan akulturasi individu
didasari oleh dua alasan utama. Pertama, perubahan pada kelompok lebih pada
perubahan budaya, ekonomi, dan kelompok politik, sedangkan pada tingkat
individu perubahan terjadi pada identitas seseorang, nilai dan sikap. Kedua,
tidak semua perubahan individu berpengaruh pada level kelompok.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Akulturasi individu adalah proses internalisasi kebudayaan baru yang
mengakibatkan perubahan pada identitas seseorang, nilai dan sikap (Berry,
Poortinga, Segall, & Dasen, 2002). Proses akulturasi individu akan melalui
beberapa faktor. Faktor- faktor akulturasi pada tingkat individu terbagai atas
lima kelompok besar (Berry, Poortinga, Segall, & Dasen, 2002); pertama,
faktor perantara sebelum akulturasi; kedua, faktor perantara selama akulturasi;
ketiga, pengalaman akulturasi; keempat stressors; kelima, stres. Apabila
mereka mampu menjalaninya, maka mereka akan sampai pada tahap adaptasi,
dimana mereka mampu bertahan dalam lingkungan masyarakat.
Faktor perantara sebelum akulturasi mempunyai peranan yang sangat
besar dalam proses keberhasilan resosialisasi. Faktor perantara sebelum
akulturasi terlihat dari bagaimana budaya asal (society of origin) membentuk
karakteristik yang khas individu. Budaya jalanan yang penuh dengan tekanan
baik mental maupun fisik membentuk karakter individu warga jalanan sebagai
pribadi yang keras. Budaya baru (society of settlement) adalah budaya yang
akan diinternalisasikan. Apabila perbedaan kedua kebudayaan itu semakin
kecil, maka internalisasi kebudayaan baru akan semakin mudah lewat
akulturasi.
Faktor perantara sebelum akulturasi (fpsba) merupakan latar
belakang (lb) individu seperti umur (umr), jenis kelamin (jk), pendidikan
(pddk), keyakinan (kyk), bahasa (bhs), status (sts), kondisi sebelum
akulturasi (gu), motivasi untuk bergabung (mtv), harapan (hrp) dan jarak
sosial (js). Umur seorang individu perlu diketahui karena apabila akulturasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
dilakukan sejak muda, proses akulturasi akan lebih mudah dilakukan
sedangkan apabila dilakukan pada umur yang tua, ada kemungkinan
memunculkan konflik budaya. Konflik akan muncul karena mengubah
paradigma warga jalanan yang sudah tertanam selama bertahun-tahun. Beiser
& Carballo (dalam
Berry, Portinga, Segall, & Dasen, 2002) mengatakan
bahwa wanita lebih beresiko terhadap masalah daripada lelaki. Hal ini
mengatakan bahwa laki- laki lebih mudah melakukan adaptasi dibandingkan
perempuan. Tingkat pendidikan juga berpengaruh secara signifikan terhadap
proses adaptasi karena diprediksi seseorang dengan tingkat pendidikan yang
tinggi akan mengalami stress yang rendah dalam akulturasi (Beiser; Jayasuriya
dalam Berry, Poortinga, Segall, & Dasen, 2002). Akan tetapi pada faktanya,
tingkat pendidikan warga jalanan yang rendah menjadi faktor yang kurang
mendukung dalam proses akulturasi. Seperti diungkapkan Nursin (wawancara
pribadi, 13 Desember 2005), hal yang memudahkan untuk melakukan
akulturasi adalah motivasi yang merupakan faktor kuat untuk mengubah
seseorang. Jarak budaya (keyakinan, kond isi sebelum akulturasi, bahasa) juga
menjadi faktor yang perlu diperhitungkan. Keyakinan dan bahasa tidak begitu
menjadi masalah karena adanya kesamaan. Hal ini menjadikan
akulturasi
semakin mudah dilakukan.
Kondisi sebelum akulturasi (gu) bisa dilihat dari kondisi lingkungan
sosial mereka ketika berada dimasyarakat. Banyaknya penertiban (garukan)
yang dilakukan oleh pemerintah lewat Satuan Polisi Pamong Praja terhadap
warga jalanan menjadi gambaran kondisi jalanan. Peraturan yang mengatur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
masyarakat agar tidak memberikan uang kepada orang miskin semakin
menekan warga miskin (Walikota Palangkaraya, 2002). Disini, Pemerintah
memiliki andil yang besar dalam membangun kondisi sosial warga jalanan.
Kedua, faktor perantara selama akulturasi (fpsla) menunjuk pada
interaksi yang terus menerus antara individu dengan lingkungannya. Interaksi
dengan lingkungan baru akan menimbulkan pertentangan-pertentangan
(knflk) dengan orang lain. Pada awalnya masalah yang ada sedikit, diikuti
masalah- masalah yang cukup serius dan akhirnya sampai pada pencapaian
adaptasi. Permasalahan dalam interaksi akan memperlihatkan bagaimana
dukungan sosial (ds) terhadap seorang individu dan sikap sosial orang lain.
Selama proses akulturasi tersebut individu juga akan mengalami proses
penyesuaian terhadap masalah yang dihadapinya. Keberhasilan dalam
memecahkan masalah akan mempermudah individu dalam proses akulturasi
serta menimbulkan suatu pola pemecahan masalah sehingga terbentuk strategi
akulturasi (sa) dalam diri individu. Seperti yang dialami oleh sebuah keluarga
baru yang tinggal pada umumnya, biasanya pada awal mereka menetap
masalah tidak akan muncul. Masalah-masalah akan muncul kurang lebih satu
bulan pertama dan biasanya intensitasnya akan semakin tinggi. Pada proses
ini, individu dituntut untuk melakukan pemecahan terhadap masalah yang
dihadapinya. Apabila individu tidak mampu melakukan pemecahan terhadap
masalah yang dihadapinya, biasanya individu akan kembali lagi (melarikan
diri) ke jalan. Namun apabila individu mampu mengatasinya, maka tahap
pembelajarannya akan semakin mendekati proses adaptasi. Proses bagaimana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
individu mengatasi masalah akan memperlihatkan siapa saja tetangga/teman
yang membantunya dan membiarkannya. Dukungan sosial bisa dilihat dari
kejadian tersebut.
Ketiga, pengalaman akulturasi (pa) merupakan pengalaman yang
didapat oleh individu dalam interaksinya dengan lingkungan baru karena
budaya dan kebiasaan yang berbeda (new). Pengalaman akulturasi terjadi
dalam setiap kegiatan dalam interaksi. Dalam interaksinya, individu dituntut
untuk mampu berpartisipasi (par) dalam keseharian serta memahami masalahmasalah (Berry, Poortinga, Segall, & Dasen, 2002). Persinggungan antara
pengalaman masa lalu dan pengalaman baru akan menghasilkan permasalahan
yang harus dipahami oleh individu. Individu dituntut untuk mampu
menggunakan pola pikir baru dalam memahami masalah yang dihadapinya
agar mampu meminimalkan permasalahan yang muncul. Sebagai contoh,
mereka harus mampu bersikap ramah terhadap tetangga sebagai tuntutan dari
lingkungan, mengikuti kegiatan-kegiatan kampung (sarasehan, menarik
jimpitan) dimana kegiatan tersebut tidak ada ketika mereka masih tinggal di
jalan. Proses pertemuan dengan pengalaman baru tersebut bukan hal yang
mudah karena seringkali menimbulkan potensi konflik. Ketika mereka tidak
pernah ikut kegiatan kampung maka mereka akan mendapat tekanan sosial
seperti di pergunjingkan oleh tetangga.
Keempat, stressors (ss). Stressors (permasalahan-permasalahan yang
muncul akibat persinggungan antara individu dengan individu lain yang
berbeda latar belakang/budaya yang mengganggu individu) dimaknai sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
hal- hal yang harus dihadapi oleh individu. Menurut Berry, Poortinga, Segall,
&
Dasen
(2002)
individu
harus
mempertimbangkan
makna
dari
pengalamannya, serta menge valuasinya (pm). Ketika individu menilai
pengalaman akulturasi tidak bermasalah bagi dirinya, maka perubahan bagi
individu akan lebih mudah dan perilakunya akan mengikuti secara berlahan.
Akan tetapi ketika individu menganggap interaksi yang dilakukannya
mengalami masalah dan individu tidak mampu mengatasinya maka individu
akan mengalami stres. Berry, Poortinga, Segall, & Dasen (2002) mengatakan
bahwa mereka harus menghadapi masalah yang berasal dari hasil kontak
budaya tersebut dan mereka harus memahami bahwa hal itu tidak dapat diatasi
dengan mudah dan cepat.
Kelima, stres (s). Masalah dalam akulturasi bisa mengalami
peningkatan. Apabila hal ini tidak dapat dilalui dengan baik oleh individu
maka individu itu akan mengalami stres dan menghasilkan efek ne gatif,
seperti krisis personal (kp) (kecemasan (kpc), depresi (dp) dan psikosomatis
(psi)). Stres yang tidak mampu diatasi oleh individu bisa mengakibatkan
gagalnya proses akulturasi karena pada umumnya ketika mereka tidak mampu
mengatasi masalah, mereka akan kembali lagi ke jalan. Namun apabila bisa
diatasi oleh individu, maka individu akan semakin dekat dengan proses
adaptasi.
Adaptasi adalah proses terakhir dari akulturasi psikologi. Adaptasi
(a) adalah proses yang berkesinambungan yang dilakukan oleh individu untuk
menata kembali hidupnya dan menetap pada suatu tempat dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
memperlihatkan kepuasan (Berry, Poortinga, Segall, & Dasen, 2002).
Adaptasi terdiri atas dua hal (Berry, Poortinga, Segall, & Dasen, 2002), yaitu
adaptasi psikologi (ap) (merasa berfungsi sepenuhnya (sense of well-being),
kesadaran akan harga diri) dan adapatasi sosiokultural (as) (berhubungan
dengan individu lain dalam lingkungan baru, contohnya berkompeten dalam
kegiatan keseharian di lingkungan baru). Ketika individu sudah mengalami
adaptasi secara baik, maka perubahan sikap dan perilaku akan mengikuti
dengan sendirinya sesuai dengan lingkungan barunya.
Individu mampu mencapai adaptasi, maka akan ada faktor-faktor
yang
mempengaruhi keberhasilannya dalam pencapaian adaptasi tersebut.
Penelitian ini akan melihat faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
resosialisasi (adaptasi) bekas keluarga jalanan dalam masyarakat umum.
C. Resosialisasi Bekas Keluarga Jalanan dalam Masyarakat Umum
Keberhasilan resosialisasi bekas keluarga jalana n terlihat dari
kemampuan bekas keluarga jalanan untuk mampu beradaptasi dengan
masyarakat. Kemampuan beradaptasi tersebut bisa terlihat dari kemampuan
untuk menjalankan norma sosial, pranata sosial serta kepemilikan identitas diri
(KTP, akte, kartu keluarga, surat nikah). Kepemilikan akan identitas diri,
kemampuan
menjalankan
kewajiban-kewajiban
di
masyarakat
seperti
mengikuti siskamling, rapat RT (jumat kliwonan), kerja bakti, tetap tinggal di
sebuah
wilayah
administrasi
keberhasilan resosialisasi.
tertentu
merupakan
beberapa
indikasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
D. Kerangka Penelitian
Bekas Keluarga Jalanan
Internalisasi budaya
masyarakat umum
Pengalaman
akulturasi
Faktor
perantara
Faktor
stressor
sebelum
akulturasi
perantara
selama
stres
akulturasi
Adaptasi
(resosialisasi)
Berdasarkan kerangka penelitian di atas, peneliti ingin meneliti
faktor- faktor yang mempengaruhi keberhasilan resosialisasi bekas keluarga
jalanan dalam masyarakat umum.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
metode
fenomenologi. Menurut Schutz (dalam Hasan, 2005) metode fenomenologi
dirumuskan sebagai media untuk memeriksa dan menganalisis kehidupan batiniah
individu yang berupa pengalaman mengenai fenomena atau penampakan
sebagaimana adanya. Dunia sosial merupakan sesuatu yang intersubyektif dan
pengalaman yang penuh makna (meaningfull).
Penelitian ini menggunakan metode fenomenologi dengan pertimbangan
bahwa fenomenologi memungkinkan untuk mengetahui faktor- faktor yang
mempengaruhi keberhasilan resosialisasi bekas keluarga jalanan. Penelitian ini
dilakukan dalam natural setting (Creswell, 1998) artinya individu tidak terpisah
dari konteks lingkungan sehingganya sehingga tidak membatasi dalam
menentukan variabel- variabel yang berpengaruh dalam keberhasilan resosialisasi
bekas keluarga jalanan.
B. Informan Penelitian
Informan penelitian berada di PSP YSS. PSP YSS secara geografis
terletak di bantaran Sungai Winongo yang secara administratif termasuk dalam
wilayah RT 1 RW 1, Pingit, Kelurahan Bumijo, Kecamatan Jetis, Yogyakarta
(YSS Selayang Pandang, tanpa tahun). Mayoritas penduduk RT 1 termasuk dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
ketegori ekonomi menegah ke bawah (Ena, Ouda Teda, tanpa tahun). Mereka
pada umumnya bekerja sebagai pedagang, pengamen, pemulung, tukang becak
bahkan pekerja seks (Sindhunata, tanpa tahun). Sindhunata (tanpa tahun)
mengatakan bahwa Pingit adalah lingkungan yang tidak berpendidikan. Orang tua
mendidik anak-anak mereka dengan kasar, membentak-bentak penuh kemarahan
dan caci maki (Fajar dkk, tanpa tahun; Pudji, tanpa tahun). Wilayah ini merupakan
wilayah padat penduduk. Penduduk dari luar daerah ini sering menyebutnya
sebagai “daerah hitam” karena banyaknya pelaku tindak kriminal berasal dari
daerah ini.
Informan penelitian adalah keluarga yang tinggal di PSP YSS. Mereka
tinggal di dalam rumah bedeng berukuran 3x6 m. Secara administratif, mereka
termasuk dalam wilayah RT 1. Mayoritas diantara mereka tidak memiliki KTP.
Dilihat dari segi ekonomi, mereka termasuk dalam kategori ekonomi lemah.
Pekerjaan mereka sebagai pengamen, tukang becak, pemulung dan pengemis.
Mayoritas diantara mereka tidak berpendidikan. Paton (dalam Poerwandari, 2001)
mengatakan bahwa subjek dipilih berdasarkan kriteria tertentu, seperti latar-latar,
peristiwa-peristiwa dan proses-proses sosial (Miles dan Huberman, 1992) dan
berdasarkan penelitian agar sampel benar-benar mewakili (representatif) terhadap
fenomena yang
dipelajari. Teknik yang dip akai adalah criterion sampling.
Menurut Hammersley dan Atkinson (dalam Creswell, 1998) criterion sampling
adalah cara menentukan informan penelitian berdasarkan kriteria tertentu. Hal
paling penting adalah semua informan memiliki pengalaman atas fenomena yang
hendak diteliti (Creswell, 1998). Kriteria informan yang akan diteliti adalah :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
1. Keluaraga yang sedang atau pernah tinggal di PSP YSS minimal 3 bulan atau
sekarang tinggal menetap di suatu wilayah administrasi tertentu.
2. Mempunyai pengalaman hid up bersama dengan pasangan di jalan.
C. Teknik Pengumpulan Data
1. Pengamatan Berperan-serta
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik
pengamatan berperan-serta (participant observation). Moleong (2002) dan Becker
(dalam Mulyana, 2001) mengatakan bahwa pengamatan berperan-serta adalah
pengamatan yang dilakukan sambil sedikit banyak berperan-serta dalam
kehidupan orang-orang yang kita teliti, sehingga kita bisa memaknai eksistensi
manusia berdasarkan sudut pandang orang dalam (Bruyn dalam Mulyana, 2001).
Pengamatan terlibat mengikuti orang-orang yang diteliti dalam kehidupan seharihari mereka, melihat apa yang mereka lakukan, kapan, dengan siapa, dan dalam
keadaan apa, dan menanyai mereka mengenai tindakan mereka (Creswell, 1998).
Jorgensen (dalam Mulyana, 2001) mengemukakan bahwa metode pengamatan
berperan-serta dapat didefinisikan berdasarkan ciri-ciri berikut:
a
minat khusus pada makna dan interaksi manusia berdasarkan perspektif orangorang dalam/anggota-anggota/situasi/keadaan tertentu
b
fondasi penelitian dan metodenya adalah kedisinian dan kekinian kehidupan
sehari- hari
c
bentuk teori dan penteorian yang menekankan interpretasi dan pemahaman
eksistensi manusia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
d
logika dan proses penelitian yang terbuka, luwes dan oportunitik dan
menuntut redefinisi apa yang problematik, berdasarkan fakta-fakta yang
diperoleh dalam situasi nyata eksistensi manusia
e
pendekatan dan rancangan yang mendalam, kualitatif,
f
penerapan peran partisipan yang menuntut hubungan langsung dengan
pribumi/penduduk di lapangan
g
pengamatan berperan-serta juga memungkinkan peneliti dari orang luar
menjadi orang dalam agar memperoleh data yang lebih baik (Jorgensen dalam
Creswell, 1998)
Peneliti juga menggunakan fieldnotes (catatan data lapangan) agar data
yang dikumpulkan semakin lengkap (Mulyana, 2001; Danim, 2002). Catatan
lapangan menurut Bogdan dan Biklen (dalam Moleong, 2002), Danim (2002)
adalah catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan
dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian
kualitatif serta ditulis lengkap; dengan keterangan tanggal dan waktu
(Poerwandari, 1998; Miles & Huberman, 1992). Catatan lapangan penting karena
penentuan kepercayaan dan keabsahan data, didasarkan atas data yang terdapat
dalam catatan lapangan (Moleong, 2002).
Panduan observasi:
a. Observasi tempat tinggal
b. Observasi lokasi kerja
c. Observasi interaksi sosial
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
2. Wawancara
Pengamatan berperan-serta membutuhkan keterlibatan aktif dari peneliti,
selain itu menggunakan wawancara dan obeservasi pada situasi yang ingin diteliti.
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang
yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan menyiapkan
pertanyaan-pertanyaan yang dinamakan interview guide, berdasarkan tujuan
tertentu (Moleong, 2002; Mulyana, 2001; Creswell, 1998; Nazir, 1988). Pedoman
wawancara ini digunakan sebagai landasan utama/pedoman umum dalam mencari
data dari informan. Pedoman ini digunakan untuk mengingatkan peneliti
mengenai aspek-aspek yang ingin diteliti sekaligus sebagai dasar pengecekan
apakah aspek-aspek tersebut relevan dengan tujuan penelitian (Mulyana, 2001;
Nazir, 1988). Wawancara yang digunakan di sini adalah wawancara terbuka.
Mulyana (2001) dan Patton (dalam Poerwandari, 1998) mengatakan bahwa
wawancara terbuka bersifat luwes, susunan pertanyaan dan susunan kata-kata
dalam setiap pertanyaan dapat diubah pada saat wawancara. Menurut Denzim
(dalam Mulyana, 2001) keunggulan wawancara terbuka adalah:
a
wawancara terbuka memungkinkan informan menggunakan cara-cara unik
mendefenisikan dunia
b
wawancara terbuka mengasumsikan bahwa tidak ada urutan tetap pertanyaan
yang sesuai untuk semua informan
c
wawancara terbuka memungkinkan informan membicarakan isu- isu penting
yang tidak terjadwal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Mulyana (2001) mengatakan bahwa wawancara mendalam dan
pengamatan berperan-serta saling melengkapi dan mengurangi ketidakajegan data
yang diperoleh dari subjek.
Pedoman wawancara mengacu pada landasan teori yang telah dicantumkan di bab
II. Pedoman wawancara yang akan digunakan untuk memperoleh data adalah
sebagai berikut:
a. Latar belakang subyek
b. Kondisi lingkungan dan cara hidup di jalan
c. Konflik-konflik yang terjadi ketika beradaptasi dengan masyarakat
d. Keikutsertaan dalam kegiatan di masyarakat
e. Perencanaan ke depan
f. Faktor-faktor yang membuat mereka menetap di lingkungan masyarakat
D. Pemeriksaan Keabsahan Data
Moustakas mengatakan bahwa teknik verifikasi data pada data penelitian
fenomenologi menggunakan intersubjective validity yakni dengan membagikan
salinan deskripsi dari hasil interview (Humprey dalam Moutakas, 1994).
Kemudian setiap subjek diminta untuk secara hati- hati memeriksa deskripsi
tersebut. Selama memeriksa, mereka dapat memberikan tambahan masukan dan
pembetulan. Terakhir, peneliti merevisi pernyataan sintesisnya. Tujuan dari
intersubjective validity yaitu menguji kembali pemahaman peneliti dengan
pemahaman subjek melalui proses timbal balik (back-and- forth)(Creswell, 1998).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Selain itu, peneliti menggunakan sumber data yang majemuk (wawancara dengan
orang lain yang memiliki hubungan dekat dengan subjek (Mulyana, 2001) serta
observasi partisipan).
E. Analisis Data
Data penelitian kualitatif tidak berbentuk angka, tetapi lebih banyak
berupa narasi, deskripsi, cerita, dokumen tertulis dan tidak tertulis (gambar, foto)
ataupun bentuk-bentuk non angka lain (Strauss & Corbin, 2003; Poerwandari,
1998). Menurut Miles dan Huberman (1992) analisis data terdiri dari tiga alur
kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyiapan data,
penarikan kesimpulan/verifikasi. Pertama, reduksi data sebagai proses pemilihan,
pemusatan, perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data
“kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Hal ini berlangsung
terus menerus. Kedua, penyajian data sebagai sekumpulan informasi tersusun
yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Ketiga, penarikan kesimpulan/verifikasi. Kesimpulan dibuat sejak awal,
semakin lama semakin kokoh tetapi harus longgar, tetap terbuka dan skeptis.
Kesimpulan direvisi selama penelitian berlangsung.
Langkah pertama yang dilakukan sebelum analisis adalah melakukan
koding. Koding dilakukan dalam analisis tematik agar dapat mengorganisasikan
dan mensistematisasikan data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat
memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari (Poerwandari, 1998).
Langkah dalam analisis data adalah sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
1.
Organisasi data
Data yang diperoleh diorganisasikan secara rapi dan sistematis sehingga
memungkinkan peneliti untuk memperoleh kualitas data serta memudahkan
peneliti dalam melakukan penelusuran data.
Data yang disimpan adalah :
a. Kaset rekaman dan verbatim
b. Verbatim yang telah dikoding sesuai dengan tema-tema yang telah ditentukan
c. Kategori data yang merupakan hasil penyusunan koding sebelumnya. Kategori
data dilakukan untuk mengurangi jumlah unit yang harus dikerjakan (Creswell,
1998). Kategori adalah proses pengelompokan konsep yang tampaknya
berhubungan dengan fenomena yang sama (Strauss & Corbin, 2003). Kategori
dibuat atas dasar pikiran, intuisi, pendapat, atau kriteria tertentu (Moleong, 2002).
2. Pengkodean
Tujuan
dari
pengkodean
adalah
mengorganisasikan
dan
mensistematisasikan sehingga data nantinya dapat memunculkan gambaran yang
akan diteliti (Poerwandari, 1998).
Langkah koding:
a. menyusun transkrip data hasil wawancara dan memberi satu ruang di sebelah
kiri dan kanan kolom verbatim dimana ruang di sebelah kiri digunakan untuk
mencatat beberapa hal yang memuat catatan, kesimpulan, serta penyataan dari
peneliti mengenai pernyataan-pernyataan informan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
b. melakukan penomeran dimana untuk pertanyaan diberi kode huruf dan abjad
secara kontinyu sedangkan untuk pernyataan informan diberi nomer secara
kontinyu setiap baris transkrip.
c. memberi nama masing- masing berkas dengan kode tertentu. Hal ini dilakukan
untuk mempermudah pemberian data ketika hendak dilakukan. Pada penelitian
ini dipakai kode WWCR.KK1.L.PSP.1Jan06, artinya wawancara pada
keluarga pertama laki- laki (ayah) dilakukan di Perkampungan Sosial Pingit
pada tanggal 1 Januari 2006.
Setelah semua langkah dilakukan, peneliti mulai membaca beberapa kali
dengan tujuan untuk menganalisa. Kata-kata kunci yang ditemukan dituliskan
pada bagian kolom kanan/kiri yang telah disediakan.
Substansi dalam koding ini diperhatikan dengan cara sebagai berikut:
a. membaca transkrip begitu transkrip selesai dibuat untuk mengidentifikasikan
tema-tema yang dibuat. Tema-tema ini seringkali memodifikasi proses
pengambilan data selanjutnya
b. membaca transkrip berulang-ulang sebelum melakukan koding untuk
memperoleh ide umum tentang tema
c. membaca kembali data-data dan catatan analisis secara teratur, membuka
kategori serta menampilkan pola hubungan antar kategori (cross cases)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Fokus penelitian ini adalah kedalaman sehingga analisis dilakukan
terlebih dahulu pada data dari tiap informan. Setelah dinamika setiap informan
terbentuk maka akan dilakukan analisis keseluruhan informan yang diperoleh.
Dengan demikian gambaran yang diperoleh peneliti lebih mendalam dan
komprehensif.
3. Interpretasi
Kvale (dalam Poerwandari, 1998) membedakan istilah analisis dan
interpretasi. Menurutnya, interpretasi mengacu pada upaya memahami data secara
lebih ekstensi sekaligus mendalam. Peneliti memiliki perspektif mengenai apa
yang sedang diteliti dan menginterpretasikan data melalui perspektif tersebut.
Peneliti beranjak melampaui apa yang secara langsung dikatakan oleh subjek
penelitian, untuk mengembangkan struktur-struktur dan hubungan-hubungan
bermakna yang tidak segera ditampilkan dalam teks (data mentah/transkrip
wawancara).
Kvale (dalam Poerwandari, 1998) mengatakan bahwa interpretasi
memang tidak tunggal. Adalah sah-sah saja (legitimate) bila satu pihak dengan
pihak lain mengembangkan interpetasi berbeda tentang data yang sama, dan hal
itu tidak langsung berarti bahwa metode kualitatif tidak ilmiah. Kvale (dalam
Poerwandari, 1998) menguraikan konteks-konteks situasi dan komunitas validasi
dalam mana muncul interpretasi yang berbeda.
Konteks interpretasi pemahaman diri terjadi bila peneliti berusaha
memformulasikan dalam bentuk lebih pada (condensed) apa yang oleh informan
penelitian sendiri dipakai sebagai makna dari pernyataan-pernyataannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
Interpretasi tidak dilihat dari sudut pandang peneliti, melainkan dikembalikan
pada pemahaman diri informan penelitian, dilihat dari sudut pandang dan
pengertian informan penelitian tersebut.
Konteks interpretasi pemahaman biasa yang kritis terjadi bila peneliti
beranjak lebih jauh dari pemahaman diri subjek penelitiannya. Peneliti
menggunakan pemahaman yang lebih luas daripada kerangka pemahaman subjek.
Walaupun demikian, hal ini tetap di tempatkan dalam konteks penalaran umum,
peneliti mencoba mengambil posisi sebagai masyarakat umum dalam mana subjek
penelitian berada.
Konteks interpretasi pemahaman teoritis adalah konteks paling
konseptual. Pada tingkatan ketiga ini, kerangka teoritis tertentu digunakan untuk
memahami pernyataan-pernyataan yang ada, sehingga dapat mengatasi konteks
pemahaman diri subjek ataupun penalaran umum. Penelitian ini menggunakan
teori akulturasi Berry untuk memahami pernyataan-pernyataan yang ada.
Meskipun ada tingkatan-tingkatan, Kvale (dalam Poerwandari, 1998) mengatakan
bahwa ketiganya dapat berbaur satu sama lain, dan harus dilihat saling terkait.
Poerwandari (1998) mengatakan bahwa suatu penelitian yang baik akan
mencakup semua tahapan interpretasi, tetapi berakhir pada kesimpulan
pemahaman teroritis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
Hasil dan Pembahasan
A. Identitas dan Deskripsi Informan
1. Identitas
Tabel 1
Identitas informan
Nama
JK
Alamat
RL 1
L
RT
03/RW1
Pingit,
Jetis
RP1
P
RT
03/RW1
Pingit,
Jetis
RL 2
L
PSP
RP 2
P
PSP
RL 3
L
PSP
RP 3
P
PSP
Pekerjaan
Pemulung
Ibu
rumah
tangga
Penyapu
jalan,
pemulung
Pengemis
Penarik
becak
Pengamen
Usia
Pendidikan
35 tahun
STM
kelas II
41 tahun
SMP
Tari
49 tahun
-
39 tahun
-
44 tahun
-
44 tahun
-
Agama
Kesehatan
Islam
Sehat
Islam
Mudah
lelah
Islam
Kurang
pendengara
n, mata
kanan buta
Islam
Sehat
Kristen
Sehat
Kristen
Sehat
Status
Anak
Menikah
-
Menikah
1 dari
suami
pertama
Menikah
3, 1 dari
istri
pertama, 2
dari istri
kedua
Menikah
2 orang
Menikah
1 orang
Menikah
1 orang
Berapa
kali
menikah
1 kali
2 kali
1 kali
2 kali
1 kali
1 kali
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
2. Deskripsi Informan
Informan pertama
Keluarga informan pertama sudah tinggal di masyarakat selama
kurang lebih 4 tahun. Mereka adalah pasangan yang bertemu di jalan dan
memilih hidup bersama. Setelah mereka hidup di jalan selama kurang lebih
satu tahun, mereka tinggal di Perkampungan Sosial Pingit selama kurang dari
dua tahun lalu menetap di kampung sejak 20 Januari 2004. Informan pertama
laki- laki bekerja sebagai pemulung. Informan laki- laki pertama bekerja di
sekitar Kecamatan Jetis. Informan laki- laki pertama memulung dengan
berjalan kaki dan membawa karung dan ganco (besi berganggang dengan
ujung melengkung). Sedangkan istrinya menunggu di rumah. Istrinya bekerja
sebagai tukang pijat.
Istrinya menunggu di rumah karena sudah tidak begitu kuat bekerja
berat. Informan perempuan pertama memiliki tinggi kurang lebih 155 cm dan
berat sekitar 47 kg sehingga tergolong kecil. Informan laki- laki pertama
bertinggi 165 cm dan berat 53 kg. Informan laki- laki pertama berbadan kecil
dan berkulit agak hitam.
Keluarga ini termasuk keluarga yang mudah diajak komunikasi dan
mereka sangat terbuka. Selama proses wawancara, mereka sangat terbuka dan
lancar. Hal ini didukung oleh karakter Informan laki- laki yang suka bercerita.
Informan perempuan juga cukup lancar dalam menjawab pertanyaan. Proses
wawancara menggunakan bahasa jawa. Penggunaan bahasa Jawa dilakukan
dalam wawancara agar semakin memperkuat rapport.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Mereka saat ini tinggal di rumah kontrakan dengan lebar 2,5 m x 5 m.
Ruangan ini digunakan sebagai tempat tidur, tempat menerima tamu dan
kadang digunakan sebagai tempat untuk menaruh barang hasil memulung
yang sudah dikelompok-kelompokkan.
Informan kedua
Keluarga kedua sudah tinggal di PSP YSS selama kurang lebih
satu tahun. Pada awalnya mereka tingal di Alun-alun utara sebelah timur.
Mereka tidur di gubuk berukuran 1,5 x 2,5 m. Mereka makan, tidur di Alunalun utara. Mereka adalah pasangan yang menikah ketika keduanya sudah
berada di jalan. Informan laki- laki kedua adalah seorang duda beranak satu.
Istri pertama bekerja di tempat yang sama dengan Informan laki- laki. Pada
awalnya mereka bekerja di tempat yang sama. Informan laki- laki kedua
menyapu sampah di jalan sebelah barat alun-alun dan istrinya membantu
memilah sampah yang bisa dijual.
Biasanya informan laki- laki membawa
gerobak, dua buah sapu dan seng pengambil sampah (serok). Akan tetapi sejak
tinggal di PSP YSS, informan perempuan bekerja sendiri dengan mengemis
bersama anak terkecilnya di perempatan Kentungan.
Informan laki- laki kedua memiliki tinggi kurang lebih 170 cm dan
berat 65 kg. Informan laki- laki kedua kurang bisa mendengarkan karena
kerusakan pada telingga dan salah satu matanya tidak bisa melihat. Sedangkan
istrinya memiliki tinggi 155 cm dan terlihat gemuk pendek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Selama proses wawancara, informan laki- laki sangat terbuka dan
lancar. Ketika wawancara berlangsung, dia seringkali menghisap rokoknya.
Sedangkan informan perempuan kurang begitu terbuka karena pada awalnya
hampir menolak wawancara karena adanya tape recorder. Setelah diberi
penjelasan dan menggunakan pengantar bahasa Jawa, akhirnya informan
perempuan lebih terbuka. Informan perempuan beberapa kali tidak mau
menjawab pertanyaan dari peneliti.
Saat ini mereka tinggal di salah satu rumah di PSP YSS. Dinding
rumah ini 75 cm dari tanah berupa tembok dan sisanya berupa anyaman
bambu. Ukuran rumah sekitar 3x4 m dengan dua ruangan. Ruangan ini disekat
menggunakan anyaman bambu. Ruangan pertama sebagai ruang tamu dan
ruang kedua sebagai dapur dan ruang tidur.
Informan ketiga
Informan laki- laki ketiga berbadan pendek kekar, dia bertinggi 157
cm dan berat 55 kg. berkulit hitam dan pada bagian tangan kanan ada bekas
tato yang masih terlihat samar-samar. Informan perempuan ketiga lebih tinggi
dari pada informan laki- laki ketiga. Informan perempuan berkulit gelap dan
rambut yang selalu diikat.
Informan laki- laki ketiga bekerja sebagai tukang becak dan biasa
mangkal di depan Puskesmas Jetis dan kalau siang di sebelah barat Tugu.
Sedangkan informan perempuan bekerja dengan menggendong anaknya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
sebagai pengamen. Biasanya informan perempuan mengamen di sebelah barat
perempatan Tugu.
Mereka tinggal di salah satu rumah PSP YSS. Rumah ini
berukuran
sekitar 3x4 m dengan dua ruangan. Ruangan ini disekat
menggunakan anyaman bambu. Ruangan pertama sebagai ruang tamu dan
ruang kedua sebagai dapur dan ruang tidur. Dinding rumah ini sebagian
berupa tembok (75 cm dari tanah) dan sisanya masih gedeg (anyaman bambu).
Ruang tamu mereka gunakan untuk menerima tamu dan tidur. Ketika ada
tamu, alas tidur di sandarkan di dinding rumah. Sedangkan ruangan yang satu
lagi digunakan sebagai dapur dan tempat menaruh baju.
Foto 1 Tempat tinggal
Informan ketiga baru pulang dari transmigrasi karena disana
mereka kesulitan untuk mena nam tanaman. Mereka dari jalan ditampung di
PSP YSS selama kurang lebih tiga bulan dan berangkat transmigrasi. Di
tempat transmigrasi mereka bertahan selama lima bulan setelah itu mereka
kembali lagi ke Yogyakarta. Ini adalah kesempatan kedua mereka untuk
tinggal di PSP YSS.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
B. Tahap Pengambilan Data
Setelah melakukan tahap pre lapangan yaitu menyusun rancangan penelitian,
menetapkan
lokasi,
informasi
dan
informan serta
menetapkan
metode
pengambilan data, peneliti kemudian melanjutkan pada tahap memasuki lokasi
penelitian.
1. Tahap catatan lapangan pre penelitian
Peneliti melakukan kunjungan ke lokasi penelitian untuk mengetahui
gambaran tentang lokasi penelitian. Gambaran lokasi tersebut berupa
kondisi lingkungan sosial, ekonomi dan sedikit gambaran karakteristik
warga.
2. Tahap pengurusan perijinan
Tahap pengurusan perijinan hanya berlangsung satu hari. Setelah ijin
diterima oleh kordinator divisi orang tua, peneliti diantar kepada dua
keluarga yang sesuai dengan kriteria yang akan diambil oleh peneliti.
Keluarga ketiga, peneliti datang sendiri dan meminta kesediaan mereka
untuk menjadi informan penelitian.
3. Tahap pengumpulan data
Metode yang digunakan adalah metode catatan lapangan partisipatif dan
wawancara. Peneliti tinggal di lokasi penelitian tetapi tidak tinggal dalam
satu rumah karena kondisi rumah informan yang tidak memungkinkan
untuk tinggal bersama. Peneliti tinggal di salah satu rumah yang masih
satu komplek dengan informan. Peneliti mengikuti kegiatan harian yang
dilakukan oleh informan. Proses rapport dilakukan selama beberapa bulan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
sebelumnya karena peneliti adalah salah satu volunter yang masih aktif di
PSP YSS.
Tabel 2 Tahap pengumpulan data
No
1
Tanggal
4 Mei 2006
2
8 Mei 2006
Keterangan
Perijinan untuk tinggal di
Perkampungan Sosial Pingit dan
meminta kesediaan informan 2
Meminta kesediaan informan 1
3
10 Mei 2006 - 20
Mei 2006
Catatan
lapangan
informan pertama
partisipan
4
23
November
2006
5
Desember 2006
Catatan
lapangan
informan kedua
partisipan
5
4 Desember 2006
Wawancara sumber lain untuk
informan pertama
6
10
Desember
2006
11 Juni 2007
Wawancara sumber lain untuk
informan kedua
Meminta kesediaan informan 3
8
13 Juni 2007 - 28
Juni 2007
Catatan
lapangan
informan ketiga
9.
21 Juli 2007
Wawancara sumber lain untuk
informan ketiga
7
partisipan
Lokasi
Perkampungan Sosial
Pingit
RT 3 RW 1 Pingit,
Bumijo, Jetis
RT 3 RW 1 Pingit,
Bumijo, Jetis
Rute
memulung
(sekitar
Kecamatan
Jetis)
RT 1 RW 1 Pingit,
Bumijo,
Jetis.
Perempatan
Kentungan, Alun-alun
Utara.
Kantor
Yayasan
Realino
Jl. Mataram 66
Kolsani Jl Abu Bakar
Ali no 1
Perkampungan Sosial
Pingit
Perkampungan Sosial
Pingit,
Puskesmas
Jetis, Tugu
Kantor
Yayasan
Realino
Jl. Mataram 66
C. Hasil Penelitian
Hasil penelitian lapangan yang diperoleh dari proses wawancara maupun
catatan lapangan (sebagai hasil observasi) kemudian digabungkan dan
dikategorisasikan
menurut aspek-aspek yang diteliti. Hasil penelitian ini
dituliskan dalam bentuk narasi.
1. Keluarga pertama (K 1)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Informan laki- laki pertama (RL 1) mengatakan bahwa dia pernah
belajar di pondok pesantren. Pendidikan formalnya hanya sampai tingkat STM
tetapi tidak tamat. Walaupun secara formal tidak lulus STM, RL 1 sering
belajar secara informal.
“ ...Abah Abu itu guru saya. Dia guru magic. Juga guru teluh.
Betul. Orangnya pintar, dulu sering berbincang berdua seperti
ini...”. (KK 1. L, 2-5)
Keinginan untuk belajar dari RL 1 yang cukup tinggi, terbukti dari
perilaku RL 1 banyak belajar tentang mahluk halus dari banyak guru. RL 1
juga suka sekali melakukan lelaku seperti menggelandang tanpa bekal dan
berpuasa. Tujuan lelaku dilakukan agar RL 1 bisa mengetahui sesuatu.
Harapanya, pengetahuan tersebut akan bisa dimanfaatkan untuk menolong
orang lain.
Sekitar tahun 2000, RL 1 memutuskan untuk turun ke jalan.
”Di Solo itu menjadi apa…. Penjudi. Di Solo bekerja mas. Parkir”
(KK 1. L, S 8)
Merupakan pekerjaan yang digeluti oleh RL 1. Bekerja sebagai
pengamen, tukang parkir, bandar judi, dan pemulung. RL 1 melakukan
pekerjaan itu ketika dia merasa senang maka pekerjaan itu akan dijalaninya.
Ketika malam datang, RL 1 mencari tempat tidur yang nyaman
dalam kelompok kecil. Beberapa temannya bekerja sebagai pemulung,
pengamen, bahkan pencopet. Tempat yang mereka gunakan sebagai tempat
tidur juga seringkali berpindah-pindah.
“ ...berkumpul di sana semua dekat dengan realino. Bethesda.
Perempatan Bethesda itu. Itu jalan… apa namanya... Dulu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
gerombolan itu disana. Ada anak Surabaya”(KK1. L, X 3-5, 7, AF
18-21)
Beberapa tempat yang pernah ditinggali oleh RL 1 antara lain
sekitar Purosani, perempatan Bethesda dan juga lapak (tempat pengepul
barang bekas) serta pernah menumpang ditempat teman. Ketika berkumpul,
mereka saling berbagi cerita, bercanda, bernyanyi bersama dan makan
bersama. Mereka melakukan ini sebagai sarana untuk mengurangi beban
hidup.
RL 1 mengatakan bahwa dia pernah mengalami perkelahian
dengan pengeroyokan, penipuan, garukan dan pencurian. RL 1 mengatakan
bahwa perkelahian merupakan hal yang biasa karena emosi yang mudah
meluap. Alat yang sering dipakai adalah alat-alat yang dekat dengan
keseharian mereka antara lain ganco, dan ketapel.
“...ganco saya sudah makan dua orang mas. Pernah mengenai dua
orang. Mengganco orang dua kali. Anjing tiga kali. Ganco itu
ganco kenang-kenangan” (KK1. L, AA 19-20)
Tetapi RL 1 mengatakan kalau dia tidak dimulai maka dia tidak
akan menyerang lebih dahulu. Penipuan lebih sering dilakukan oleh sesama
warga jalanan terhadap teman sendiri. Seperti yang pernah dialami oleh RL 1
ketika hasil memulungnya dijualkan oleh teman, bagiannya lebih sedikit
dibandingkan dengan orang yang menjualkannya. Pencurian juga dilakukan
kepada sesama warga jalanan, tetapi lebih sering dilakukan kepada masyarakat
umum. Biasanya mereka yang suka mencuri adalah pemulung-pemulung yang
masih muda. Sedangkan kalau garukan dikenakan kepada orang-orang di
jalanan yang tidak memiliki surat-surat identitas diri (KTP, KK).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
RL 1 bertemu dengan istrinya ketika berada di jalanan. Pertama
kali bertemu dengan informan perempuan 1 (RP 1) di Yogyakarta.
“...sewaktu pertama ya sama Joar itu, duduk-duduk situ, saya tu
merasa kasihan, kok saya sama teman saya makan ada perempuan
ini kata Pak Pari, Mbak beli nasi Mbak, tolong belikan Mbak”
(KK1. L, AQ 9-11)
Merupakan sejarah pertama kali RL 1 bertemu dengan RP 1. RL 1
merasa kasihan melihat perempuan yang ada di dekatnya. Lalu RL 1 meminta
bantuan untuk membelikan nasi bungkus. Awal pertemuan dilalui dengan
biasa. RL 1 akhirnya memutuskan untuk menikahi RP 1 karena RL 1
mendapatkan mimpi ketika tidur agar menikahi dan menjaga RP 1. Dalam
mimpinya, RL 1 merasa bertemu dengan seorang pendeta yang dimaknai
sebagai orang tua dari RP 1.
RL 1 mengatakan bahwa salah satu ciri khas pasangan di jalanan,
mereka mudah bergonti-ganti pasangan.
“...memang mayoritas memang seperti itu memang bisa dikatakan
begitu bisa mas, masalahnya mereka itu seperti yang laki-laki,
laki-laki kadang memandang cuman apa sebagai kayak diluar
dikatakan sebagai sedotan, digunakan bersama, sedoroyokan
(digunakan bersama), sedoroyokan iku yo perempuan seperti itu,
tapi yo tidak sampai (tertawa), tidak sampai berkelahi Mas, tapi
kalau sudah bersama dengan orang itu , kalau ingin maju pasti
tidak mau, diam saja..” (KK1. L, AH 1-14)
Hubungan pasangan lebih didasarkan pada rasa suka, saling
berbagi tanpa berpikir tentang administratif. Perempuan bisa dipakai bergiliran
asalkan sudah tidak memiliki pasangan seperti yang diungkapkan oleh RL 1.
Hanya pasangan-pasangan yang turun ke jalanan dengan pasangannya saja
yang cenderung susah untuk berganti pasangan. Hal ini juga terjadi terhadap
RL 1 dan RP 1 karena mereka tidak memiliki surat-surat nikah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
RP 1 mengatakan bahwa dia merasa tertarik dengan RL 1 karena
RL 1 dimata RP 1 adalah sosok pekerja yang rajin dan penuh perhatian. Selain
itu, awal pertemuan mereka ketika berada di jalan, RP 1 pernah disembuhkan
ketika stres akibat masalah yang dialaminya oleh RL 1.
Sebelum turun ke jalan, RP 1 pernah memiliki suami dan bekerja
sebagai buruh, petani dan pembantu. RL 1 berkata, “...di Jakarta sebagai
buruh...”. Ketika masih muda, pernah belajar menari di padepokan Bagong
Sudiarjo dan pernah memberi kursus tari. Ketika kecil, RP 1 diadopsi oleh
sudara ayahnya.
“...betul itu, makanya saya kalau ingat anak saya seperti orang
stres (anaknya pernah dibunuh oleh suami pertamanya)... Ya anak
saya, yang tidak ada, setiap ingat anak saya, saya pasti stres...”
(KK1. P, B 7-9)
Hal ini merupakan sebab utama RP 1 turun ke jalan. RP 1 turun ke
jalan karena RP 1 mengalami stres dengan masalah keluarganya. Suami
pertama RP 1 sering selingkuh dengan wanita lain.RP 1 tinggal di jalan
kurang lebih dua tahun. RP 1 seringkali tidur berpindah-pindah. Biasanya RP
1 memilih tempat tidur yang bebas dari air hujan. Dia pernah tidur di lapak,
daerah sekitar Tugu, emperan toko dan daerah sekit ar Purosani. Alat tidur
yang sering digunakan adalah tikar atau karpet kecil bahkan kadang kala tidur
di bawah meja. Ketika tidur, RP 1 bergerombol dengan teman-teman sesama
pemulung sebagai sarana untuk saling melindungi diri. Sebelum tidur,
biasanya mereka bercanda, berbincang-bincang, dan bernyanyi sebagai obat
penghilang beban hidup.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Sebelum bertemu dengan suaminya, RP 1 sempat bekerja sebagai
pengamen, pemulung, pemijat, tukang cuci baju dan pedagang.
“...sebelum kenal, nanti kalau ada orang yang mencuci, nyuci,
saya juga belum mencuci, nyuci. Setelah itu saya memakai icikicik (tutup botol dipipihkan, beberapa buah lalu dipaku dibagian
tengah disebuah kayu) buat mengamen. Pernah beli kentrung
(gitar kecil dengan tiga senar), ya beli kentrung satu” (KK1. P, B
21-25, C 10)
Alat yang biasa digunakan untuk mengamen adalah ecek-ecek
(tutup botol seng dipipihkan lalu beberapa buah di lubangi di tengah dan
dipaku pada sebatang kayu kalau digerakkan maka akan menimbulkan bunyi
ecek-ecek-ecek serta kentrung. Penghasilan RP 1 bisa mencapai Rp 40.00050.000 per hari. Penghasilannya digunakan untuk mencukupi kebutuhan
sehari- hari dan sebagian sempat ditabungkan di tempat juragan lapak.
Ketika sudah bersama dengan RL 1, mereka tinggal bersama dan
bekerja sebagai pemulung. RL 1 memulung menggunakan becak. Ketika
mencari sampah, RP 1 tinggal di becak untuk menunggu becaknya, sedangkan
RL 1 mengais sampah. RL 1 biasanya menggunakan ganco (besi bergagang
dengan ujung runcing agak bengkok seperti huruf L). Rute yang sering mereka
tempuh di sekitar jalan Solo, Gejayan. Ketika selesai mencari barang, mereka
mengumpulkan barang berdasarkan kelompok dan dijual ke pengepul barang
bekas. Uang hasil penjualan ini digunakan untuk hidup keseharian mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Foto 2. Hasil memulung yang sudah di pisah-pisahkan
Motif yang muncul dari RL 1 untuk kembali lagi ke masyarakat
karena dia berpikir tidak mungkin terus berada di jalanan karena umur yang
semakin tua dan kemampuan yang semakin berkurang.
“...sekarang seandainya punya istri. Andaikata kalau wanita apa
tidak kasihan. Apalagi kalau masih anak-anak. Apa tidak kasihan
anak-anaknya”. (KK1. L, E 12-14)
Selain itu, perempuan dan anak merupakan alasan utama. Bagi RL
1, perempuan itu seperti ibunya sendiri yang harus di jaga dan lebih mudah
menjaga di dalam masyarakat.
Selain itu, kemudahan yang terjadi karena jarak sosial yang tidak
terlalu jauh dengan masyarakat. RL 1 dan RP 1 tidak terlalu lama tinggal di
jalanan dan dia memiliki konsep tentang masyarakat. RL 1 pernah bekerja di
perusahaan dan banyak belajar di pondok sedangkan RP 1 pernah bekerja
sebagai pembantu, petani dan buruh.
RP 1 merasa tidak nyaman tinggal di jalanan merupakan motif
terkuat. Dia merasa tidak mampu beristirahat di jalan dan karena dia wanita.
RP 1 merasa rentan berada di jalanan. Ketika berada di masyarakat, RP 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
memiliki harapan untuk kembali lagi ke Katolik walaupun itu ditentang oleh
suaminya. Selain itu semua, motif yang paling mendasar dari keluarga ini
karena mereka tidak ingin mendapat cap tidak bermasyarakat.
Konflik yang terjadi pada keluarga pertama ketika mereka
membaur dengan masyarakat adalah konflik dengan pasangan dan konflik
dengan tetangga. Konflik dengan pasangan biasanya dipicu oleh penghasilan
yang sulit dan emosi sesaat. Ketidak-percayaan terhadap pasangan juga
menimbulkan ketegangan yang berujung pada adu mulut. Sedangkan
ketegangan dengan tetangga disebabkan oleh hutang-piutang yang belum
terbayar. Keluarga pertama memberikan hutang kepada keluarga kedua.
Ketika keluarga pertama mena gih, ternyata keluarga kedua mengeluarkan
kata-kata yang menyakitkan hati. Selain itu, kesalahan dalam mengirimkan
makanan punjungan (makan dari orang yang memiliki hajat, diberikan kepada
orang yang telah menyumbang ke tempatnya). Makanan punjungan tersebut
diterima oleh tetangga dari keluarga pertama dan tetangganya tidak
memberikan sumbangan. Hal ini juga menimbulkan ketegangan pada keluarga
pertama. Selain itu, ketegangan yang dialami oleh RL 1 antara : ketidak
hadiran warga lain dalam kerja bakti, sarasehan dan siskamling serta
kegemaran warga untuk membicarakan kejelekan orang lain.
Pemecahan masalah dilakukan oleh individu dan pasangannya. RL
1 mengatakan
“...kita coba untuk menelusurinya” (KK1. L, B 4-5)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
RL 1 berupaya berupaya memecahkan masalah dengan memahami
lebih dahulu akar permasalahan dan membicarakan bersama. Apabila
diperlukan, RL 1 akan mendorong orang lain untuk muncul ke permukaan.
Tetapi kadangkala tidak perlu menanggapi dan dihadapi dengan akal sehat dan
sabar. Biasanya, apabila mereka tidak mampu mengatasi sendiri, mereka akan
meminta bantuan dari volunter atau frater yang ada di sana, sebagai tempat
berbagi. Dukungan sosial tidak hanya terlihat dari bantuan dalam
memecahkan masalah, tetapi juga terlihat dari penerimaan masyarakat
terhadap keluarga pertama. RL 1 oleh warga sekitar dipanggil dengan sebutan
Pak Dhe, yang memperlihatkan bahwa RL 1 cukup dipandang oleh
tetangganya. Penerimaan itu juga tampak ketika warga menerima RP 1 untuk
menonton televisi di rumah mereka. Ketika RP 1 sakit, beberapa warga juga
membesuknya. Selain itu, seringkali orang-orang yang lewat depan rumah
mereka menyapa terlebih dahulu keluarga ini.
Keluarga pertama merupakan keluarga yang aktif di masyarakat.
Mereka berusaha mengikuti kegiatan-kegiatan warga. RL 1 mengatakan
bahwa dia aktif dalam pertemuan-pertemuan warga, walaupun seringkali
menolak ketika tampil dan memilih berada di belakang layar. RL 1 juga suka
membantu tetangga dengan keahliannya sebagai orang tua. RP 1 seringkali
datang di hajatan tetangganya ketika mendapatkan undangan. Undangan dari
tetangga memperlihatkan bahwa mereka sudah diterima oleh warga yang lain.
Menurut RL 1, kunci untuk bisa membaur dengan masyarakat
adalah bisa membawa diri di lingkungan dan tidak berbuat macam- macam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
“...nggak macam-macam, maksudnya nggak macam-macam itu
misalkan membikin masalah anda, orang lain, mesti orang lain
kan ya berpikir juga kan ya, satu itu, keduanya kalo kita mungkin
bisa membaur rukun sama lingkungan di kampung itu sendiri kan
ya orang kampung kan ya melihat o ya begini, mungkin itu yang
disebut itu, masalahnya kan ya kadang-kadang gitu, kuncinya
orang kita sendiri kan masalahnya kadangkala kita, mungkin ya itu
tadi lah, menyalahi seseorang, ya nggak, tapi kalo kita mungkin di
kampung bisa membawa diri mungkin kita bisa sama mereka kok
o... karakternya orang disini mungkin begini-begini-begini,
kadang-kadang bisa menyelami, menyadari kita akhirnya ya, bisa
menjaga lah ” (KK1. L, BN 17-25)
Hal ini yang mempercepat adaptasi psikologis RL 1. Sedangkan
RP 1, sudah merasa tentram, mapan yang tampak dari fisiknya yang lebih
gemuk.
RP 1 berencana dalam waktu dekat akan membuatkan KTP untuk
RL 1, agar bisa diterima secara administratif oleh negara. Selain itu, mereka
sudah bisa menabung untuk masa depan. Tabungan digunakan sebagai sarana
untuk berjaga-jaga kalau ada hal-hal mendesak. Mengikuti ronda dan
pertemuan secara aktif serta membantu tetangga yang diganggu mahluk halus
merupakan tindakan nyata adaptasi sosiologis dari RL 1. Menurut RL 1, ikut
aktif dalam kegiatan kemasyarakatan seperti kerja bakti akan mempercepat
penerimaan warga lain.
2. Keluarga kedua
Setiap hari, RL 2 bekerja sebagai penyapu jalan sebelah selatan
alun-alun Utara. RL 2 mengatakan bahwa pagi hari setelah subuh dia sudah
mulai bekerja. Dia membawa gerobak miliknya, sapu berganggang kayu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
panjang, sapu tanpa ganggang dan serok. Dengan pakaiannya yang terlihat
lusuh, dia mulai menyapu jalanan.
Foto 3. RL 2 sedang menyapu jalanan serta perlengkapan
Ketika hari mulai siang dan banyak masyarakat berlalu lalang, RL
2 kembali ke Kandang Macan (nama tempat bak sampah di sebelah utara alunalun Utara) dengan gerobak penuh sampah. RL 2 sempat mampir ke warung
untuk makan dan beristirahat. Setelah itu, dia mulai mengeluarkan sampah
dari gerobaknya dan mulai memilah barang yang masih memiliki nilai jual
untuk di jual ke pengepul yaitu mantan istri pertamanya. RL 2 mengatakan
bahwa dia memiliki penghasilan perbulan Rp 350.000,00 dan masih mendapat
tambahan dari penjualan barang yang di pilah serta pemberian dari kantorkantor yang sampahnya dia ambil.
RL 2 pernah tinggal di Kandang Macan bersama dengan RP 2 (istri
kedua) menempati grobok (arti harfiah, kotak tempat menyimpan makanan,
beras dan alat pecah belah, disini diartikan sebagai rumah sangat sederhana
beratap terpal). Mereka tinggal dengan seorang anak perempuannya yang
nomor dua. Anak pertama mereka di angkat anak oleh istri pertama. RL 2
berkata,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
”...ya di depan grobok (rumah kecil) itu, menggunakan alat. Itu
kan sudah diangkat ke Janabadra dan sudah diambil semua”
(KK2. L, A 14-18)
Mereka memasak di samping grobok dan membersihkan diri di
sumur atau berjalan agak jauh di Candi Kemetiran, Masjid Kauman atau
Candi Patuk. Di samping mereka juga terdapat banyak orang-orang yang
senasib dengan mereka yang juga tidur di sana.
Pekerjaan RP 2 selain membantu memilah sampah juga sebagai
pengamen di perempatan Kentungan dengan menggendong anak kedua
mereka.
“...ngamen setelah punya anak. Di Ringroad utara”(KK2. P, A
10)
Setiap hari mereka mengamen, bahkan sampai mengenal secara
dekat orang-orang yang bekerja di sana dan sering diberi tahu oleh polisi bila
akan ada penertiban. Kedekatan antar sesama pengamen terlihat begitu jelas.
Mereka makan bersama, ketika salah satu membawa makanan dan minuman,
mereka saling berbagi. Walaupun tidak memiliki uang, RP 2 mengatakan
bahwa mereka tetap bisa makan karena ada teman yang memberi. Ketika ada
teman sakit, mereka akan mengumpulkan uang untuk menyumbang. RP 2
mendapatkan penghasilan rata-rata bisa mencapai Rp 80.000,00.
Menurut penuturan RL 2, sebelum turun ke jalan, RL 2 pernah
bekerja
sebagai
tukang
batu.
Dia
mengalami
kecelakaan
sehingga
mengakibatkan fisiknya lemah, sehingga dia memutuskan menjadi pengumpul
sampah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
RL 2 dan RP 2 bertemu di salah satu pengepul sampah. Proses
perkenalan mereka sangat singkat. Mereka saling mengenal selama satu
minggu lalu RL 2 mengajak RP 2 untuk menikah. RL 2 ingin memiliki istri
kembali karena dia ingin memiliki keturunan yang kelak bisa merawatnya di
hari tua.
Sebelum tinggal di Kandang Macan, RP 2 pernah mengontrak dan
tinggal di lapak.
“Pindahnya ke Kandang Macan. Kan itu dah bekerja ke THR. THR
itu kan rumahnya di bangun terus pindah ke gerobak itu (mereka
memiliki gerobak di Kandang Macan)”(KK2. P, C 2-4)
Dia tinggal dengan pemulung-pemulung yang lain. Hal yang sama
juga pernah di alami oleh RL 2.
“Kalau sedang minum-minum (minuman keras) kalau ada yang
ingin berkelahi tidak jadi. Walaupun begitu saya tetap memilih
untuk untuk menyingkir. Jelek” (KK2. L, D 1-3)
Seperti diungkapkan oleh RL 2 kebiasan-kebiasaan yang dilakukan
di jalanan makan, tidur. Berkelahi, minum- minuman keras, dan berjudi
merupakan hal yang biasa. Perkelahian mudah muncul karena emosi orang
yang berada di jalanan lebih mudah terpancing. Garukan (penertiban)
merupakan makanan sehari- hari bagi para pengamen. RL 2 sempat
mengatakan bahwa di jalanan, pasangan-pasangan yang memiliki anak tidak
bisa dikatakan sebagai suami istri. Mereka hanya sebagai pasangan rukun
awor (kumpul kebo).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Setelah RL 2 pernah tinggal di jalanan selama delapan tahun dan
RP 2 tinggal di jalanan selama dua tahun, akhirnya mereka memutuskan untuk
pindah ke PSP YSS. Mereka merasa bahwa tempat tinggal di Kandang Macan
bau dan tidak sehat. Seperti yang diungkpkan oleh RL 2
“Berhubung anak saya sudah agak besar lalu mencari kontrakan
karena sering bau, anak juga suka nakal” (KK2. L, A 23-24)
Selain itu, RL 2 tidak memiliki KTP, sehingga harapanya dengan
bergabung dengan masyarakat, dia bisa memperoleh KTP. Satu hal yang
penting, mereka tinggal bersama dengan mantan istri pertama dan menantu
dari istri pertama. Hal ini menimbulkan perasaan tidak nyaman yang cukup
besar. Sedangkan menurut RP 2, dia memilih menetap di masyarakat dengan
alasan agar anaknya bisa belajar dengan tenang. Selain jalanan sangat ramai,
RP 2 mengatakan kalau lingkungan jalanan cukup rawan bagi anak gadis.
Serta tertarik dengan promosi seorang teman yang sudah tinggal di PSP YSS
bahwa setiap bulan akan mendapatkan bantuan.
Jarak sosial yang dialami oleh keluarga ini tidak terlalu jauh.
Terutama untuk RP 2, dia tidak terlalu lama tinggal di jalanan sehingga
internalisasi budaya jalanan tidak terlalu dalam dan dia pernah tinggal di
masyarakat. Sedangkan RL 2 walaupun cukup lama tinggal di jalanan, dia
pernah juga tinggal di masyarakat sebelum turun ke jalan.
Keluarga kedua mengalami konflik didalam relasi dengan
pasanganya
dan
dengan
tetangganya.
Ketegangan
disebabkan karena kurangnya komunikasi. RL 2 berkata,
dengan
pasangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
”...jadi kesalahan pada saya itu sering meremehkan di desa,
kepentingannya dia itu pulang tidak pernah bilang sama saya.
Masih sering meremehkan sama saya, jadi kalau rejeki itu tidak
ada sisa, saya makan sendiri ya tidak saya berikan” (KK2. L, K
3-6 )
RL 2 merasa bahwa RP 2 tidak pernah menghormatinya karena
segala sesuatu tidak pernah dibicarakan dulu dengan RL 2 (RP 2
meminjamkan uang tanpa sepengetahuan RL 2). Hal ini menimbulkan
ketegangan. Di sisi lain, RP 2 merasa bahwa RL 2 tidak bertanggung jawab
karena tidak pernah memberikan nafkah kepada RP 2 dan anaknya. RL 2
memberikan uang kepada anaknya tetapi beberapa hari kemudian uang
tersebut diminta kemblai. Hal ini mengakibatkan RP 2 marah. RL 2 beralasan
karena dia tidak pernah dilayani oleh RP 2 sehingga nafkah yang didapat juga
hanya untuknya saja. Hal ini terjadi karena RL 2 jarang pulang dengan alasan
lembur sedangkan RP 2 selalu pulang ke rumah. Konflik dengan orang lain
terjadi karena RP 2 mengangkat seorang ibu menjadi ibunya. Sedangkan dari
RP 2, dia merasa bahwa warga atas menganggap rendah warga bawah dan
merasa jauh dengan warga atas. Penilaian ini didasarkan atas peristiwa yang
pernah dialami oleh keluarga kedua. Mereka tidak mendapatkan undangan
hajatan, padahal halaman rumah yang mereka tempati dipakai sebaga i tempat
untuk memasak. Masalah dengan tetangga juga disebabkan karena kenakalan
anak. Biasanya orang tua akan ikut campur perkelahian yang dilakukan oleh
anaknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Keluarga kedua mengatasi masalah dengan cara preventif, yaitu
menyingkirkan
anaknya
sebelum
membuat
masalah.
Seperti
yang
diungkapkan oleh RP 2,
“Kalau anak nakal itu kan repot, repot mas. Nanti kalau ini
berantem, kan bikin masalah. Kalau tahu ya anaknya di ajak
menepi, pergi”. (KK2. P, H 13-14, 18)
Kalaupun sudah terjadi, maka dia akan mengakui kesalahannya
sebelum orang lain tahu. Hal ini dilakukan agar orang lain tidak marah lebih
dahulu.
Keluarga
kedua
mengatakan
bahwa
mereka
mendapatkan
dukungan yang besar dari volunter, frater dan staff PSP YSS. Setiap dua hari
sekali dalam seminggu mereka akan mendapatkan kunjungan. Waktu
berkunjung ini biasanya mereka gunakan untuk berbagi tentang berbagai hal,
kekawatiran, kecemasan dan rencana-rencana yang akan mereka lakukan.
Keluarga ini termasuk keluarga yang aktif berpartisipasi. Seperti
yang diungkapkan oleh RL 2,
“... kalau dulu rapat rejekan, lalu rapat kamis itu kumpul Jumat
kliwonan. Lalu kalau bisa menabung...” (KK2. L, I 29, J 1-3)
Hal ini memperlihatkan bahwa mereka aktif mengikuti kegiatan
yang dilakukan oleh warga RT dan melakukan kewajiban sebagai warga PSP
YSS. Mereka mengikuti sarasehan Jumat Kliwonan. Istrinya biasanya akan
dengan senang hati menyediakan kebutuhan orang-orang yang bekerja bakti
seperti menyiapkan minuman, makanan kecil.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Hal yang membuat mereka merasa nyaman tinggal di PSP YSS
karena mereka tidak dibebani oleh biaya sewa. “...gak bayar...”. Penghasilan
yang mereka dapatkan baru cukup untuk makan, belum termasuk kontrak
rumah. Selain itu, RP 2 merasa bahwa anaknya mendapatkan teman belajar
yang selalu didampingi oleh volunter.
Adaptasi sosiologis yang sudah dilakukan oleh keluarga ini,
mereka mengikuti kegiatan-kegiatan di kampung seperti sarasehan, kerja bakti
dan melakukan kewajiban sebagai warga. Mereka juga ikut menyumbang ke
tetangga yang memiliki hajat. Saat ini, mereka memiliki tabungan. Bahkan
mereka berencana untuk mencari uang agar bisa mendapatkan kontrakan yang
lebih nyaman lagi.
3. Keluarga ketiga
“Rumah dijual orang gila. Saya itu sudah beli di Lengkong itu
dijual orang. Dipinjam, dijual. Tidak dikembalikan. Sekarang jadi
buronan. Iya ada sertifikatnya. Diminta untuk dipinjam. Dijual.
Sekarang tidak berani minjam lagi. Tapi orangnya kena akibatnya
(kualat). Saya doakan jelek” (KK3 LP, E 19-26)
Mereka memilih untuk tinggal di jalan karena mereka sempat
membeli rumah di Yogyakarta tetapi ditipu dan sertifikat rumah tersebut di
jual oleh orang lain. Mereka adalah pasangan yang sejak pertama kali tinggal
di masyarakat sudah menikah.
“Ya di sana, di Puskesmas itu.” (KK3 L, J 11)
Seperti yang diungkapkan RL 3, dia bekerja sebagai tukang becak
yang biasa mangkal di depan Puskesmas Jetis dan RP 3 bekerja sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
pengamen di perempatan. Biasanya RP 3 mengamen di perempatan Tugu
bagian barat. Hasil dari kerja mereka lumayan tinggi. Rata-rata keluarga ini
bisa mendapatkan penghasilan Rp 80.000,00 per hari. Apalagi sejak keluarga
ketiga mengadopsi anak perempuan yang diberikan oleh seseorang kepada
mereka. Secara ekonomi, sebenarnya mereka merupakan keluarga paling kuat
dibandingkan dengan dua keluarga terdahulu.
Biasanya RL 3 mendapatkan penumpang untuk diantarkan ke
jalan-jalan di sekitar kecamatan Jetis dan sampai ke Malioboro. Sedangkan RP
3 mengamen sambil menggendong anaknya yang masih kecil. Biasanya, RP 3
hanya membawa gelas plastik kecil yang disodorkan ke depan mobil atau
motor yang berhenti di perempatan jalan.
“ ...becak saya tunggui sambil tidur... ya di atas becak ya seperti
itu” (KK3 LP, A 5-9)
Mereka tidur di atas becak dan mangkal di depan pangkalan taksi
Centris ketika malam hari. Mereka tidur menggerombol dengan sesama
tukang becak. Mereka merasa nyaman tidur di pangkalan taksi karena merasa
kenal dengan pegawai di sana.
Mereka melakukan aktifitas pribadi di Sungai Gondolayu.
“...di sungai Gondolayu, itu memang biasanya buat mandi orang
banyak...” (KK3 LP, L 22-29)
Hal ini memperlihatkan kebiasaan mereka melakukan aktifitas di
sungai. Mereka mandi, mencuci di Sungai Gondolayu. Biasanya mereka
mencuci baju sore hari lalu dijemur diatas becak mereka. Ketika mereka
memiliki bayi, bayi tersebut juga diajak untuk mandi di Sungai Gondolayu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Mereka pernah mendapatkan uang yang mereka simpan di kotak
becak hilang ketika mereka tidur malam. Ketika mereka tidur, mereka juga
pernah didatangi oleh beberapa pemabuk untuk dimintai uang. RL 3 mengaku
tidak memberikan uang kepada mereka.
Sebelum turun ke jalan, keluarga ini adalah keluarga yang sudah
sering berangkat transmigrasi tetapi selalu kembali lagi ke jalan. Mereka
sempat tinggal di PSP YSS selama tiga bulan lalu berangkat transmigrasi ke
Kalimantan. Mereka kembali lagi ke Jawa dengan alasan lahan yang harus
mereka olah adalah lahan gambut dan tidak bisa ditumbuhi oleh tanaman
dengan baik. Setelah itu mereka kembali lagi ke PSP YSS. Hal ini yang
mengakibatkan mereka secara tidak langsung memiliki jarak sosial yang tidak
terlalu jauh. Selain itu, mereka tinggal di jalanan juga tidak dalam waktu yang
lama.
“Alasannya itu sampai sini saya sewa sebulan 200.000, saya tidak
mampu. Lalu sama Vincent dan Bu Sum didatangi diminta untuk
pulang ke bawah” (KK3 L, P 3-4)
Alasan ini disampaikan oleh keluarga ketiga untuk menetap di PSP
YSS. Mereka tidak mampu membayar sewa rumah. Mereka juga
menginginkan agar anaknya bisa memiliki tempat yang lebih nyaman untuk
tinggal, tidak merasa kedinginan lagi. Kehidupan ya ng lebih baik menjadi
motivasi mereka untuk tinggal di masyarakat. Selain itu, mereka ingin agar
ketika berada di masyarakat bisa menabung karena ketika di jalanan, mereka
tidak bisa menabung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Ketika mereka berada di masyarakat, ketegangan yang paling
menonjol pada keluarga ini adalah ketegangan dengan tetangga. Awal konflik
terjadi ketika mereka ingin membeli handphone dan tetangganya menawarkan
handphonenya, tetapi ditolak dan keluarga ini memilih untuk membeli dari
tempat lain. Tetangganya meminjam uang dan RL 3 meminta waktu untuk
bicara dengan istrinya tetapi tetangganya lebih dahulu marah. Masalah ketiga
terjadi ketika mereka dimintai nasi oleh tetangga tersebut tetapi tidak diberi
karena keluarga ini tidak memasak. Ketika pulang, RP 3 membawa sisa nasi
yang dimakan anaknya dan dibuang didepan rumah untuk makan anjing. Hal
ini dilihat oleh tetangganya dan menimbulkan sakit hati. Sejak itu, tetangga
tersebut membuat opini publik yang menyudutkan keluarga ketiga. Tetangga
tersebut juga menggunjingkan dengan orang lain. RP 3 juga sempat merasa
sakit hati karena dia tidak mendapatkan balasan yang setimpal. Ketika
tetangganya sakit, RP 3 memberikan perhatian yang begitu besar, tetapi ketika
anaknya sakit, tetangganya menjenguk saja tidak mau dan mengatakan kalau
anaknya menjijikkan.
Keluarga ketiga, walaupun merasa dimusuhi, mereka tetap
menyapa orang yang memusuhi walaupaun tidak direspon. Hal ini digunakan
sebagai sarana untuk sedikit meredakan ketegangan. Kalaupun itu tidak
berhasil, keluarga ketika akan diam dan tidak merespon apapun yang
dilakukan oleh orang lain serta menerima perlakuan orang lain. Seperti yang
diungkapkan oleh RL 3,
“...ya saya juga menganggap tidak pernah dengar...” (KK3 L,A 8)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Hal ini dilakukan agar keluarga ini tidak terpengaruh dan
terpancing oleh intimidasi orang lain. Akhirnya keluarga ini bersikap cuek
terhadapat tetangganya.
Dukungan sosial yang mereka dapatkan dari volunter, staff dan
frater PSP YSS berpengaruh positif terhadap keluarga ketiga. Volunter mereka
jadikan tempat untuk berbagi cerita dan memecahkan masalah secara bersama.
Walaupun jarang keluar rumah, keluarga ketiga cukup aktif di
masyarakat. Seperti yang diungkpakan oleh RL 3
“...ada tarikan sumbangan saya juga menyetor, jimpitan juga
berangkat. Kalau Jumat Kliwon saya selalu memberi tiga ribu...”
(KK3 L, R 18-20)
Mereka mengikuti siskamling, pertemuan Kliwonan, dan paling
rajin melakukan kewajiban menyapu halaman setiap pagi. Ketika ada hajatan
atau kematian, mereka juga menampakkan diri ke sana. Sewaktu ada peristiwa
kematian, RL 3 menyempatkan diri untuk pulang dari tempat kerja dan
melayat. Mereka juga sudah memiliki tabungan uang yang lumayan besar,
selain itu mereka menginvestasikan uang mereka ke becak. Mereka sakarang
memiliki lima buah becak. Keluarga ini memiliki keinginan yang besar untuk
bisa kembali bertransmigrasi.
Saat ini, keluarga ini juga merasa nyaman membesarkan anak
mereka di lingkungan masyarakat. Mereka merasa PSP YSS lebih mendukung
perkembangan anak mereka dibandingkan dengan di jalanan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
D. Pembahasan
Faktor keberhasilan resosialisasi bekas keluarga jalanan tampak
dalam tabel sebagai berikut.
Tabel 6 Faktor keberhasilan resosialisasi
aspek
Latar belakang individu
perantara sebelum akulturasi
(faktor
Faktor perantara selama akulturasi
Pengalaman akulturasi
-
memiliki
konsep
tentang
masyarakat
lama hidup di jalan
motivasi yang tinggi
jarak sosial yang dekat
dukungan sosial yang tinggi
kemampuan
individu
untuk
mengatasi masalah
partisipasi aktif warga dalam
kegiatan kemasyarakatan
Keberhasilan ketiga bekas keluarga jalanan disebabkan oleh
beberapa faktor. Faktor- faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Keluarga jalanan memiliki konsep tentang masyarakat. Berdasarkan hasil
penelitian, ketiga keluarga ini dibesarkan di masyarakat umum. Mereka turun
ke jalan dengan berbagai alasan seperti yang dikemukakan oleh RL 1 yang
memilih turun ke jalan sebagai salah satu cara lelaku. RP 2 karena ada
masalah di keluarga serta keluarga kedua dan ketiga karena masalah ekonomi
dan ketiadaan tempat tinggal. Tetapi semua informan turun ke jalan dalam
usia yang matang. Wahyudi (dalam Potensi tinggi, 2002) mengatakan bahwa
kehidupan jalanan yang bebas sangat sulit untuk dialihkan ke dalam
kehidupan `normal` karena orang-orang di jalanan sulit mengubah budaya
jalanan karena mereka tidak memiliki konsep tentang rumah dan mereka
sudah memiliki suatu nilai tersendiri tentang budaya jalan (Suyanto, 2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Pendapat Wahyudi dan Suyanto tidak berlaku pada ketiga keluarga ini. Ketika
mereka berada di jalan, mereka berperilaku seperti layaknya orang jalanan.
Ketika mereka menetap di masyarakat, mereka menggunakan konsep-konsep
tentang masyarakat yang sudah lebih dahulu dipelajari untuk digunakan
beradaptasi kembali dengan masyarkat.
2. Mayoritas dari semua informan tinggal di jalan kurang dari tiga tahun. Hanya
RL 2 yang mengaku ada di jalan kurang lebih delapan tahun. Lama hidup di
jalanan ini mengakibatkan nilai budaya jalanan seperti yang diungkapkan oleh
Suyanto (2005) tidak terinternalisasi dengan sangat dalam.
3. Jarak sosial yang dekat. Lama hidup di jalanan, pengalaman-pengalaman
bekerja sebelum ke jalan, penggunaan bahasa yang sama dengan masyarakat
pada umumnya, keyakinan yang sama memperlihatkan jarak sosial yang
dekat. Berry, Poortinga, Segall dan Dasen (2002) mengatakan bahwa jarak
sosial merupakan sesuatu yang patut untuk diperhitungkan dalam keberhasilan
akulturasi. Kedekatan ini yang mempermudah keberhasilan ketiga keluarga
untuk melakukan resosialisasi.
4. Motivasi. Motivasi informan lebih banyak dipengaruhi oleh motivasi
eksternal. Motivasi RL 1 karena memiliki istri dan berpikir tidak mungkin
hidup di jalan. RP 2 merasa tidak nyaman karena wanita. RL 2 mengatakan
kalau tempat tinggal tidak sehat dan ingin memiliki identitas diri. RP 2 merasa
jalanan tidak aman buat perkembangan anak gadisnya dan pendidikannya. RL
3 ingin agar anaknya lebih nyaman. Hal ini didukung oleh pendapat Koeswara
(1986) yang mengatakan bahwa figur- figur mampu memotivasi individu. Para
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
informan mendaptakan motivasi untuk kembali ke masyarakat berkat figurfigur yang dekat dengan mereka. Seperti yang diungkapkan oleh Handoko
(1992) setelah melihat tujuan kongkret, mereka melakukan sesuatu untuk
mencapai tujuan kongkret tersebut yaitu tinggal di masyarakat.
5. Dukungan sosial. Seluruh informan mendapat dukungan yang sangat besar
dari lingkungan. Seperti yang diungkapkan oleh Zajone (dalam Petri, 1981)
yang mengatakan bahwa kehadiran seseorang kadang memiliki efek yang kuat
pada kebiasaan seseorang. Mereka mendapat dukungan dari volunter,
tetangga. Dukungan itu berupa bantuan untuk memecahkan masalah, tempat
untuk berbagi, undangan hajatan, sapaan, kunjungan. Hanya RP 2 yang
mengatakan kalau merasa disingkirkan oleh warga atas dan RL 3 yang merasa
warga masyarakat tidak memberikan haknya secara penuh. Walaupun
demikian, mereka mendapatkan dukungan dari volunter dan staf PSP YSS.
Perilaku-perilaku ini yang menguatkan mereka ketika mereka mengalami
konflik dan membantu dalam mengatasi konflik. Dukungan sosial juga
memperlihatkan bagaimana penerimaan masyarakat terhadap bekas keluarga
jalanan.
6. Kemampuan untuk mengatasi konflik. Kemampuan untuk membaur dengan
masyarakat dan mengatasi konflik yang terjadi menjadi faktor penting dalam
keberhasilan. Ada banyak cara yang diperlihatkan oleh informan. Ada yang
mencoba berperan aktif dalam kegiatan, mencoba untuk tidak reaktif terhadap
masalah bahkan cenderung pasif, diam. Ada yang mencoba untuk proaktif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
dengan menyapa, ramah. Ada juga yang menggunakan cara rendah hati
mengakui kesalahan sebelum diungkapkan orang lain.
7. Partisipasi aktif. Partisipasi aktif bekas warga jalanan dituntut oleh
masyarakat. Mereka mengikuti norma- norma sosial yang ada yang
termanifestasi lewat kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh warga pada
umumnya. Secara langsung maupun tidak langsung, masyarakat sudah
memberitahukan bagaimana seseorang bertingkah laku dalam situasi tertentu
(Baron, Robert & Byrne, Donn, 2005). Agar diterima dalam kelompok,
mereka harus melakukan tuntutan-tuntutan situasai tersebut. Kegiatan gotongroyong, rapat, rukun warga (hajatan, kematian) merupakan kegiatan yang
harus diikuti oleh bekas keluarga jalanan. Mereka hidup dalam batasanbatasan norma sosial dan aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat.
Mereka akan mendapatkan sanksi atau hukuman jika melanggar norma- norma
dan peraturan yang berlaku. Norma terbentuk supaya hubungan antar manusia
di dalam suatu masyarakat terlaksana sebagaimana diharapkan (Soekanto,
1990). Salah satu contoh kehidupan bersosial dalam masyarakat adalah
kegiatan gotong-royong. Kegiatan ini tidak menginginkan
pamrih secara
material (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1982). Magnis-Suseno
(1984) mengatakan bahwa gotong royong merupakan salah satu manifestasi
dari prinsip rukun. Secara psikologis, mereka melakukan kegiatan-kegiatan
tersebut atas dasar kesadaran agar bisa diterima oleh masyarakat. Berry,
Poortinga, Segall, dan Dasen (2002) mengatakan ketika individu sudah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
melakukan adaptasi dengan baik, maka sikap dan perilaku dengan sendirinya
akan sesuai dengan lingkungan barunya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi terhadap bekas keluarga
jalanan, maka dapat disimpulkan bahwa keberhasilan bekas keluarga jalanan
untuk melakukan resosialisasi dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor
internal.
Faktor eksternal yang mempengaruhi keberhasilan bekas keluarga jalanan
antara lain:
1.
Bekas keluarga jalanan memiliki konsep tentang masyarakat yang akan
ditinggali. Lama hidup dijalan yang relatif singkat sehingga proses
internalisasi budaya jalanan tidak begitu mengakar di dalam individu.
2.
Ketidaknyaman yang dialami oleh keluarga (terutama ibu dan anak-anak)
sehingga menimbulkan motivasi yang kuat untuk tinggal di masyarakat
umum.
3.
Dukungan sosial yang diberikan oleh masyarakat, volunter. Dukungan
sosial ini berupa kunjungan, tempat untuk berbagi dan membantu dalam
memecahkan masalah.
4.
Partisipasi aktif dari bekas keluarga jalanan dalam kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh masyarakat umum.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Sedangkan faktor internal antara lain:
1.
Kemampuan individu untuk mengatasi masalah- masalah yang terjadi
akibat persinggungan budaya yang berbeda.
2.
Kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, dapat dikemukakan
beberapa saran sebagai berikut :
1. Bagi perkembangan ilmu psikologi, beberapa faktor keberhasilan resosialisasi
ini bisa digunakan sebagai bahan referensi untuk mempelajari proses
keberhasilan resosialisasi kelompok minoritas ke kelompok yang mayoritas.
2. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa adanya konflik yang terjadi pada
responden selama proses resosialisasi. Berkaitan dengan hal ini, disarankan
untuk penelitian lebih lanjut, bisa melihat secara lebih mendalam berbagai
macam konflik yang terjadi dan proses pemecahannya secara lebih terperinci
seperti proses pemecahan masalah dan sumber.
3. Bagi masyarakat, diharapkan hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai
referensi untuk mendukung proses resosialisasi bekas keluarga jalanan atau
gelandangan pada umumnya. Karena dukungan sosial memiliki peran yang
penting dalam mengembalikan keluarga jalanan ke masyarakat umum. Contoh
dukungan sosial masyarakat bisa diperlihatkan dengan menerima dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
mengajak untuk bergabung dalam kegiatan-kegiatan bersama seperti kerja
bakti dan pertemuan warga.
4. Bagi pengurus dan volunter Perkampungan Sosial Pingit, hasil penelitian ini
bisa dijadikan sebagai referensi dalam proses pendampingan warga
Perkampungan Sosial Pingit agar bisa meminimalkan jumlah warga
dampingan yang kembali ke jalan. Beberapa hal yang bisa dilakukan adalah
melakukan
sarasehan
warga
dampingan
dengan
tujuan
semakin
memperkenalkan kebiasaan-kebiasaan masyarakat umum, membantu warga
dampingan dalam menyelesaikan konflik akibat persinggungan kebudayaan
sebagai bentuk dari dukungan sosial serta pengenalan kembali akan konsep
masyarakat umum.
5. Bagi pemerintah, diharapkan hasil penelitian ini bisa sebagai referensi dalam
penanganan keluarga jalanan dan gelandangan pada umumnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
DAFTAR PUSTAKA
Abarca, Joanna. (2005). The resocialife program. Diakses pada tanggal 21
Februari 2005 dari www.resosialife.com
Ade. (2000, Juli). Yang Terbuang dan Bangkit. FAMILIA, hal. 17-20
Anak Jalanan Antara Ditipu dan Menipu. (2007, 23 Juli). KOMPAS, hal. 27
Baron, Robert & Byrne, Donn. (2005). Psikologi sosial ed kesepuluh jilid 2.
Jakarta: Erlangga
Berry, John W; Portinga, YPE H; Segall, Marshall H; Dasen, Pierre R. (2002).
Cross culture psychology research and application (2nd ed). UK:
Cambridge University Press
Creswell, John W. (1998) Qualitative inquiry & research design choosing among
five traditions. California: SAGE Publications, Inc.
Daftar warga PSP. (tanpa tahun). Tidak diterbitkan
Danim, Sudarwan. (2002). Menjadi peneliti kualitatif. Bandung: CV. Pustaka
Setia
Dayakisni, Tri dan Yuniardi, Salis. (2004). Psikologi lintas budaya. Malang:
UMM Press
Demonstrasi Ratusan Anak Jalanan Tuntut Walikota. (2007, 2 Februari).
KOMPAS, hal J
Departeman Pelayanana dan Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial Direktorat Jenderal
Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI. (2005).
Standar pelayanan minimal pelayanan dan rehabilitasi
sosial
gelandangan dan pengemis. Jakarta: Departemen Sosial RI
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi
Kebudayaan Daerah. (1982). Sistem gotong-royong dalam masyarakat
pedesaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan
Dewanto, Aria. (tanpa tahun). Dalam Geliat Ekspresi Tepi Kali Winongo (hal. 2122)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Ena, Ouda Teda. (tanpa tahun). Piccaso dan De Kooning dari Tepian Winongo.
Dalam Geliat Ekspresi Tepi Kali Winongo (hal. 3-5)
Ertanto, Kirik. (2000). Anak jalanan & subkultur: Sebuah pemikiran awal.
Diakses
pada
tanggal
5
November
2004
dari
http://www.kunci.or.id/teks/kirik.htm
Fajar, dkk. (tanpa tahun). Kelas Gambar. Dalam Geliat Ekspresi Tepi Kali
Winongo (hal. 7-8)
Geertz, Hildred. (1983). Keluarga jawa. Jakarta: Grafiti Pers
Guinnes, Patrick. (1985). Gelandangan kota Yogyakarta. Dalam Sasono, PU. Adi
(ed.). Nasib gelandangan bertahan sedapatnya (hal 16-32). Jakarta: PT.
Gunung Agung dan Lembaga Studi Pembangunan
Handoko, Martin. (1992). Motivasi daya penggerak tingkah laku. Yogyakarta:
Kanisius
Hasan, Hasniah. (2005). Perceraian dalam kehidupan muslim Surabaya Jawa
Timur (Studi tentang makna perceraian dalam perspektif fenomenologi)
Post graduate Airlangga University. Diakses pada tanggal 5 September
2006
dari
http://digilib.unair.ac.id/go.php?id=jiptunair- gdl-s3-2005-
hasanhasni-1860
Indrawati, Endang Sri. (2004). Perilaku hidup masyarakat gelandangan dan
pengemis kota. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro, Vol. I, Nomor
I, September, hal 88-95
Kami dilahirkan untuk tidak menikah . (2004, 29 November). KOMPAS, hal A
Kisah Anak-anak Stasiun. (2007, 3 Agustus). KOMPAS, hal 29
Koeswara, E. (1986). Motivasi. Bandung: Penerbit Angkasa
Londsdale, Lia. (2005). Resocialization of. Diakses pada tanggal 21 Februari 2005
dari
http://research2.csci.ubr.ca/soc100/conceptmap/term/resocialization.php
Magnis-Suseno, Franz. (1984). Etika Jawa. Jakarta: Gramedia
Magnis-Suseno, Franz. (1978). Etika sebagai kebijaksanaan hidup. Dalam
Magnis-Suseno, Franz; Reksosusilo, S (Ed). (1983). Etika Jawa dalam
tantangan: sebuah bunga rampai (hal 83-114). Yogyakarta: Kanisius
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Magnis-Suseno, Franz. (1977). Hormat dan hak-etika Jawa dalam tantangan.
Dalam Magnis-Suseno, Franz; Reksosusilo, S (Ed). (1983). Etika Jawa
dalam tantangan: sebuah bunga rampai (hal 38-82). Yogyakarta:
Kanisius
Moustakas, Clark. (1994). Phenomenological research methods. California: Sage
Publication Inc
Marshal, Gordon ed. (1994). The consife Oxford dictionary of sociology. NY:
Oxford University
Mary Hardy, Gail. (1998). Ketubuhan perempuan dalam interaksi sosial: Suatu
masalah perempuan dalam heterogenitas kelompoknya. Dalam Arimbi;
Indriaswati; Saptaningrum, Dyah; Sulistyani, Sri (Ed.). Perempuan dan
politik tubuh fantastis (hal 119-138). Yogyakarta: Kanisius dan Lembaga
Studi Realino
Matsumoto, David. (2004). Pengantar psikologi lintas budaya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Mereka yang disebut. (2004). Diakses pada tanggal 5 November 2004 dari
http://www.dikmas.depdiknas.go.id/05-program-anakjalanan.htm
Miles, Matthew dan Huberman, A. Michael. (1992). Analisis data kualitatif.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
Moleong, Lexy J. (2002). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Mulyana, Deddy. (2001). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Murniati, A. P. (1992). Perempuan Indonesia dan pola ketergantungan. Dalam
Susanto, Budi; Sudiarjo, Praptadiharjo; Pratiwi, Rika (ed). Citra wanita
dan kekuasaan (Jawa) hal (19-30). Yogyakarta: Kanisius dan Lembaga
Studi Realino
Narbuko, C & Achmadi, A. (1997). Metodologi penelitian. Jakarta: Bumi Aksara
Nazir, M. (1988). Metode penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia
Ngatman. (2005). (wawancara pribadi, 23 Desember)
Nursin. (2005). (wawancara pribadi, 13 Desember)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Pemulung TPA Piyungan Penghasilan Lebih Baik dari Buruh Tani. (2007, 3
Agustus). KOMPAS, hal A
Perlindungan Anak Masih Kurang. (2007, 20 Juli). MERAPI, hal 4
Petri, Herbert L. (1981). Motivation: theory and research. California: Wodsworth
Publishing Company
Poerwandari, E. Kristi. (1998). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku
manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan
Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia
Potensi tinggi, anak-anak terlantar kembali ke jalan. (2002, 20 Agustus).
Diakses pada tanggal 21 Februari 2005 dari www.kompas.com
Prasetyo, Lukas Adi & Koestanto, Benny Dwi. (2005, 10 November). Botagen
dari jalanan ke dapur rekaman. KOMPAS hal A
Pudji. (tanpa tahun). ”Danu”. Dalam Geliat Ekspresi Tepi Kali Winongo (hal. 20)
Salim, Peter dan Salim, Yenny. (1991). Kamus bahasa Indonesia kontemporer.
Jakarta : Modern English Press
Santoso, Wahju Budi. (2004). Rapuhnya anak perempuan jalanan. Diakses pada
tanggal
7
November
2004
dari
http://www.rahima.or.id/SR/05-
02/DP.htm
Santrock, John W. (2002). Life span development. Perkembangan masa hidup
(edisi kelima). Jakarta: Erlangga
Schaefer, Richard T. (2001). Sociology 7th ed. New York: The McGraw-Hill
Company Inc
Sindhunata. (tanpa tahun). Bermimpi Bersama Anak-anak Tepi Kali Winongo.
Dalam Geliat Ekspresi Tepi Kali Winongo (hal. 5-7)
Soekanto, Soerjono. (1990). Sosiologi suatu pengantar ed 4. Jakarta: Rajawali
Press
Soemitro, B. (2004, Agustus-I). YSS, sahabat kaum pinggiran. PRABA, No. 15,
hal.10-11
Soewondo.(1985). Studi kanca: YSS dan gelandangan: sebuah kerja pemanusiaan.
Dalam Sasono, PU. Adi (ed.). Nasib gelandangan bertahan sedapatnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
(hal 68-79). Jakarta: PT. Gunung Agung dan Lembaga Studi
Pembangunan
Spradley, James P. (1997). Metode ethnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya
Strauss, Anselm & Corbin, Juliet. (2003). Dasar-dasar penelitian kualitatif.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset
Suharyadi. (2007). (wawancara pribadi, 6 Agustus)
Sumintarsih; Wibowo, H. J.; Herawati, Isni. (1991). Sistem kepemimpinan di
dalam masyarakat pedesaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan
Direktoraat Sejarah dan Tradisional Proyek Inventarisasi dan Pembinaan
Nilai-nilai Budaya
Suyanto.(2005, Februari). Merumuskan persoalan pendidikan anak jalanan.
DJANGKAR, hal. 7-8
Suyanto, Bagong.(2003, 13 Maret). Masalah anak jalanan di kota Surabaya.
Diakses pada tanggal 21 Februari 2005 dari www.kompas.com
Wagner. (2002). Komitmen hidup lajang. Jakarta: Gandum Mas
Walikota Palangkaraya. (2002). Peraturan daerah kota Palangkaraya nomor 26
tahun 2002. diakses pada tanggal 15 Juni 2007 dari
http://www.palangkaraya.go.id/pemerintahan/perda/2002/perdano26.htm
YSS Selayang Pandang. (tanpa tahun). Geliat Ekspresi Tepi Kali Winongo, hal. 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
VERBATIM
Semua data (hasil wawancara primer, wawancara sekunder, dan hasil observasi)
dapat
anda
akses
dengan
menghubungi
[email protected] atau telpon 0817 271 088.
penulis
dengan
e- mail
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Tabel 3
Wawancara primer
aspek
faktor perantara sebelum akulturasi
umur ( fpsba umr)
jenis kelamin (fpsba jk)
pendidikan (fpsba pddk)
bahasa (fpsba bhs)
status (fpsba sts)
kondisi sebelum akulturasi
(fpsba lb gu)
RL 1
RP 1
RL 2
RP 2
RL 3
RP 3
35 tahun L(16-19)
41 tahu L(9-10)
Jawa
Memiliki istri
E(12)
Jawa
Suami 1 suka
selingkuh F(24)
Jawa
Duda beristri lagi
E(8-13)
Jawa
Menikah B(9)
Seminggu lalu
serius, minta ijin ke
adik, orang tua istri
yang meminang
kakak suami B(2729)
Jawa
Sudah menikah
N(24-25)
Dijodohkan orang
tua O(11)
Jawa
Mengamen Q(2425)
Menjadi penjudi
R(29)
Tukang parkir S(8)
Interaksi dengan
kelompok tukang
copet U(23-25)
Dikejar-kejar polisi
Berkelahi
menggunakan
ketapel baut V(1117)
Menyerang dari
belakang V(21)
Mencari tempat
yang bebas dari
hujan agar bisa
tidur
Diganggu orang
mabuk AA(29),
AB(1-8)
Berkumpul, makan
bersama,
berbincangbincang, bercanda,
bernyanyi sebagai
penghilang beban
hidup
AI(12-16)
Buang air besar,
mencuci di kolam
Masjid Kauman
atau di Candi Patuk
A(4-8)
Ada pemandian
umum dan sumur
A(10)
Masak di depan
grobok A(14-18)
Dulu istri
mengontrak rumah
A(20-23)
Tidak setiap hari
ketemu dengan
Bercanda dengan
teman,
menghilangkan
kejenuhan di
rumah
Operasi penertiban
A(3-6)
Memulung sampah
A(8)
Mengamen A(10)
Di ringroad utara,
ketika memulung
A(12)
Suami tinggal di
lokasi yang sama
Barang dicuri
D(15), R(16)
Turun ke jalan
karena rumah
dijual orang E(1926)
Tidur di atas becak
di depan pangkalan
taksi Centris di
daerah sekitar
Tugu I(5-26)
Makan beli nasi,
aktivitas pribadi di
sungai Gondolayu
J(1-9)
Barang dicuri
D(16)
Turun ke jalan
karena rumah
dijual orang E(1926)
Tidur di atas becak
di depan pangkalan
taksi Centris di
daerah sekitar
Tugu I(5-26)
Makan beli nasi,
aktivitas pribadi di
sungai Gondolayu
J(1-9)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Tahun 2000 turun
ke jalan W(3)
Mengamen,
mayeng
(memu lung) W(24)
Di jalan SoloW(28)
Perempatan
Betesda
Bergerombol X(35), X(7), AF(1821)
Ditipu, hanya di
beri hasil penjualan
sedikit
Y(21-23)
Ganco digunakan
untuk membela diri
Ganco sebagai
hadiah dari teman
dekat AA(15-20)
Membalas kalau
didahului AA(1920)
Dikeroyok orang
AD(4-5)
Perkelahian
merupakan hal
biasa. Emosi
mudah meluap
AF(12-15)
Beberapa suka
mencuri AF(25-26)
Main perempuan
AG(25-27)
Ikut orang lain
AP(17-18)
Ikut, diajari
memulung
Bekerja sebagai
pencuci. Cuci baju
di sungai lalu di
keringkan di
taman. Kadang
juga memijat
AP(20-29), AQ(16)
Tinggal di
Purwosani
Tidur di bawah
meja AR(25-29)
Suka suami karena
rajin bekerja
AS(25)
Ada masalah di
lapak, semua
keluar dari
lapakAU(21-23)
Berdagang tetapi
bangkrut lalu
bekerja sebagai
pemulung serta
pemijat A(17-22)
Tidur di pengepul
hasil memulung di
bawah meja.
Tidur bersama
pengamen B(1-5)
Stress karena
istri, tergantung
pekerjaan B(1-5)
Mengenal orang
yang bekerja di
sekitarnya. Rukun
tetangga dengan
memberi
sumbangan
sukarela B(10-15)
Tidur di depan
grobok dengan
ranjang dari bambu
B(17-18)
Hidup bergerombol
B(24-25)
Tinggal di tempat
juragan C(2-3)
Bertemu di
penampungan
barang bekas C(1215)
Berkeliling
mencari rosok di
perumahan dengan
becak dari 06.0017.00 C(17-19)
Kardus, kertas,
karet, selain daun
C(21-24)
Menghindar, purapura tidak tahu dan
tidak mendengar
D(1-3)
Minum-minuman
dan tempat
tinggalnya
berhadap-hadapan.
Proses perkenalanpernikahan satu
minggu B(1-11)
Memulung di bak
sampah di tepi
sungai B(13)
Memilah barang
yang laku di jual
B(22)
Pernah ngontrak
lalu tinggal di
gerobak pribadi
C(2-4)
Melahirkan dimana
dia tinggal
Mengontrak C(1012)
Alat masak di taruh
di sebelah utara
rumah kecil, tidur
di amben luar
C(21-23)
Kebersamaan dan
gotong royong kuat
di jalan dalam satu
kelompok D(1517)
Berkelahi
merupakan hal
yang biasa
Tukang koran
Mangkal di depan
Puskesmas Jetis
J(11)
Ketemu dengan ibu
B di jalan L(6-11)
Menyewa dua
becak untuk
bekerja L(15-17)
Tidur dengan B di
emper toko
Memandikan B di
Gondolayu L(2229)
Bekerja sehari
untuk satu hari,
tidak bisa nabung,
pernah kehilangan
uang M(17-19)
Diganggu orang
mabuk M(25), N(45)
Tidur bergerombol
N(13-16)
Merasa aman,
kenal dengan
pegawai Centris
N(18-21)
Di jalan hanya
bekerja dan tidur
Mencuci sore, pagi
sudah agak kering
dan di jemur di
becak R(1-14)
Di jalan bebas,
Perempatan Tugu
dan ke kampung
J(15)
Seringkali
mengamen sendiri,
tapi pernah
mengajari orang
J(22-26)
Memakai ecekecek untuk
mengamen K(1-3)
Ketemu dengan ibu
B di jalan L(6-11)
Tidur dengan B di
emper toko
Memandikan B di
Gondolayu L(2229)
Di jalan hanya
bekerja dan tidur
Mencuci sore, pagi
sudah agak kering
dan di jemur di
becak R(1-14)
Tidur di becak,
satu becak untuk
satu orang A-(5-9),
B-(12)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Gonta-ganti
pasangan di jalan
merupakan hal
biasa. Perempuan
dipakai untuk
giliran kalau sudah
tidak memiliki
pasangan AH(1-14)
Tidak mudah ganti
pasangan kalau
pasangan sudah
ada sebelum turun
ke jalan AH(19-20)
Berkumpul, makan
bersama,
berbincangbincang, bercanda,
bernyanyi sebagai
penghilang beban
hidup AI(12-16)
Purwosani.
Menjadi tempat
orang bercerita
AI(22-24)
Pengeroyokan
AJ(1)
Bertemu di Jogja
AP(6)
Melihat
perempuan, merasa
kasihan, diminta
untuk membelikan
nasi AQ(9-11)
Ikut memulung
masalah keluarga
dan disembuhkan
oleh suami B(7-9)
Tempat tinggal
yang berpindahpindah, dari tugu
ke lapak dan
mencuci di sungai
B(11-13)
Bekerja sebagai
pengamen dengan
alat sederhana
B(21-25), C(10)
Bekerja pagi
sampai sore,
istirahat untuk
makan C(12-21)
Penghasilan perhari
40-50 ribu C(2325)
Membeli makanan
jadi dan mandi di
wc umum dengan
membayar C(29),
D(2-4)
Tidur di emperan
toko E(12)
Semua pekerjaan
yang menghasilkan
uang diterima
E(21-22)
Tidur beralaskan
tikar atau karpet
kecil E(26-27)
keras, berkelahi,
berjudi D(6-9)
Mencari keturunan
agar ada yang
memp erhatikan dan
melayani ketika tua
D(29), E(1-4)
Mengambil
sampah, setiap
gerobak di beri
imbalan 10002500, sebagai
lemburan I(16-23)
Tidak ada yang
membimbing,
sesuka hati M(4-5)
Pasangan rukun
awor lalu punya
anak, minum kalau
tidak hobi tidak
minum. Hanya
makan dan tidur
M(8-13)
Hanya disebut
pasangan, bukan
istrI M(15-16)
Ringan tangan agar
kalau ada
pekerjaan yang
menghasilkan uang
dan subyek gabung
tidak ditergur
orang lain O(1014)
mencegah orang
untuk memberi
uang banyak ke
pengamen D(2125)
Tinggal di tempat
juragan dan banyak
teman berprofesi
sebagai pemulung
Diterima kalau
tidak panjang
tangan E(21-27)
Memberi nafkah
batin di gubuk
F(11-13)
Sumur di pakai
bersama,
bertanggung jawab
bersama G(15-18)
Emosi di jalan
mudah muncul
I(23-24)
Masing-masing
memiliki kelompok
J(2-5)
Kelompok
pengamen
memiliki rasa
kebersamaan yang
besar J(8-10)
Satu kelompok
cuek dengan
kelompok lain
J(14-17)
tidak bayar listrik,
ledeng, hidup
hanya untuk makan
R(26-29)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
AQ(19-20)
Jadi satu dengan
pengamen
Menunggu jemuran
Sewaktu tidur
mendapat mimpi
untuk menikahi
wanita itu AS(1422)
Ketika di jalan,
pagi menyetor di
tempat Bu Kaji
Lempuyangan,
berputar di daerah
Gejayan, Jln Solo
AS(26-29), AT(15)
Bertemu pasangan
di jalan AT(12)
Tinggal di lapak
AU(5)
Memulung
menggunakan
becak, berdua
AU(8-10)
Istri menunggu
becak agar tidak
diamb il orang lain,
suami mencari
sampah AU(13-15)
Semau sendiri,
bebas melakukan
apapun BJ(9-10)
Tidur, cari makan,
Melakukan
sindiran F(18)
Suami rajin
bekerja, perhatian
I(5-11)
Menabung di
tempat juragan
J(12-13)
Banyak cucian ke
Candi Kemetiran
dengan sepeda
Q(5-7)
Ada yang sakit
mengumpulkan
uang, makanan
untuk
menyumbang dan
menengok J(19-22)
Selalu bisa makan
karena dukungan
orang lain J(24)
Senang bila bekerja
sendiri karena tidak
ada yang
menganggu I(5-7)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
bercanda
Bercanda,
bernyanyi dengan
teman BJ(14-18)
Memikirkan
kebutuhan perut
sendiri
Hanya berpikir
tentang makan
sudah cukup BP(913)
keyakinan (fpsba kyk)
motivasi (fpsba mtv)
harapan (fpsba hrp)
Memiliki istri dan
pikiran untuk
mendidik anak
E(12-14)
Umur semakin
bertambah dan
semakin berkurang
segalanyaE(21-22)
Berpikir jauh ke
depan bahwa tidak
akan mungkin
tinggal terus di
jalan AJ(25-29)
Perempuan seperti
ibu sendiri yang
harus dijaga AK(58)
Keinginan untuk
saling menjaga
E(16-17)
Merasa tidak
nyaman di jalan
C(8)
Alasan karena
wanita J(8-10)
Ingin nyaman
beristirahat Q(2629), R(1-2)
Tempat tinggal
bau A(23-24)
Tidak memiliki
identitas diri E(1523)
Keinginan kembali
ke Katolik J(2829), K(1)
Cukup untuk
makan, rejeki
lancar H(21-24)
Rukun, badan sehat
Tertarik cerita
orang kalau tiap
bulan dapat
bantuan F(1-2)
Kasihan anak,
kalau di
masyarakat bisa
belajar dengan
tenang, di jalan
ramai F(18-22)
Lingkungan
jalanan rawan buat
anak gadis K(1518)
Tidak mampu
membayar sewa
P(3-4)
Agar anaknya lebih
nyaman, tidak
kedinginan P(1112)
Bisa transmigrasi
lagi dan bisa
diandalkan P(1415)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
bisa bekerja H(2629), I(1-5)
jarak sosial (fpsba js)
Menyembuhkan
orang diberi hadiah
rumah tapi ditolak,
yang penting
menanam kebaikan
F(13-17,21-22)
Satu tahun di Jogja
G(12)
Suka lelaku G(1517), L(2-5), I(15)
Memiliki prinsip
suka menolong,
ramah H(4-7)
Pengalaman
interaksi dengan
mahluk halus K(910), L(16-25)
Kesukaan berguru
dengan banyak
orang L(2-5)
Prinsip mencari
sahabat L(26-28)
Pencarian lelaku
adalah keinginan
untuk mengetahui,
menjadi tahu O(313,21-22)
Pernah bekerja di
perusahaan R(15)
Agar tidak menjadi
Pernah bekerja
sebagai buruh di
Jakarta dan
menjadi TKW A(610)
Pernah bekerja
sebagai petani
A(16)
Dua tahun hidup di
jalan F(5)
Memberikan
kursus tari G(6)
Pernah belajar di
Bagong Sudiarjo
G(21)
Diadopsi oleh
saudara G(24-29)
Bekerja sebagai
pengasuh bayi
H(18-20)
Mengganti nama
ketika menikah di
KUA H(22-24)
Bekerja di
beberapa kota I(1)
Sudah memahami
kondisi di
masyarakat T(2022)
Delapan tahun
A(17)
Hidup lebih baik
P(18-20)
Sekitar dua tahun
C(8)
Masyarakat
menghormati
pemulung, diberi
barang E(13-17)
Diberi hak yang
sama oleh
masyarakat E(2327)
Pernah hidup di
desa E(16)
Tinggal di jalan
selama setahun
K(10)
Ada masyarakat
yang memandang
rendah mereka
N(28-29), O(1)
diskriminatif O(47)
Sering berangkat
transmigrasi O(1629)
Menyadari kalau di
kampung memiliki
tuntutan tersendiri
S(8-10)
Satu bulan hidup di
jalan A-(21)
Pernah menyewa
dan membeli
rumah A-(24-26),
B-(1-2)
Transmigrasi
berkali-kali B-(2426)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
makanan orang lain
harus
menggunakan akal
W(20-21)
Prinsip tidak
menganggu kalau
tidak diganggu
lebih dahulu
AD(14-15)
Pekerjaan
memulung adalah
pekerjaan terhina,
imej jelek,
beberapa pemulung
suka mencuri
AL(19-24)
Masyarakat takut
ketularan miskin
AL(28-29)
faktor perantara selama akulturasi
konflik (fpsla knflk)
Setiap pertemuan
jarang ada warga
yang datang B(68)
Mengambil
jimpitan sendiri
C(4)
Dibicarakan
kejelekan oleh
orang lain
P(6-8)
Tidak saling
menyapa AM(12-
Kalau dimarahi
diam, kadang
beradu mulut L(21)
Suami kurang
percaya L(27-29),
M(1-2)
Ditendang, pintu
dikundi M(4)
Tetangga tidak
melakukan
kewajiban dengan
baik, tetangga iri
dengan tapenya
Istri memberi
hutang pada
saudara tapi suami
tidak tahu G(6-11)
Dipandang rendah
orang lain karena
tidak memakai
perhiasan H(6-10)
Merasa diremehkan
oleh istri K(3-6)
Dibedakan oleh
tetangga D(2-3),
D(8-9)
Merasa di
singkirkan oleh
orang kampung
D(8-9)
Merasa tidak
pernah di ajak oleh
orang kampung
D(5-6)
Merasa jauh
dengan orang
Orang lain
mengatai negatif
A(13-17)
Sebab konflik
karena diminta
membeli hp
ditolak, dipinjami
uang tidak
langsung diberi dan
meminta nasi tidak
diberi B(10-19)
Orang lain
mengatakan
anaknya menjijikan
A(2-4)
Digunjingkan
orang lain A(2021)
Sebab konflik
karena diminta
membeli hp
ditolak, dipinjami
uang tidak
langsung diberi dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
dukungan sosial (fpsla ds)
13)
Bertengkar
Masalah sepele,
masalah anak
BL(4-6)
Tidak datang
ketika sarasehan
BK(14-15)
Ada yang
menyepelekan
kerja bakti BK(2325)
Musyawarah,
ditegur Rama
BL(20-23)
Tidak mengikuti
aturan kamp ung
diusir BL(25-26)
Dekat dengan
ketua RT C(14-16)
Dihargai orang lain
AM(11)
N(19-25)
Masalah hutang
yang belum lunas
kampung G(3)
Memberi uang
pada anaknya tapi
diminta kembali,
bapak berbohong
tentang
penghasilan P(1214)
Masih diterima
oleh keluarga E(810)
Rama membantu
mengatasi masalah
M(6-7)
Dibantu Mbak Sum
M(28-29)
Tetangga
menunggui ketika
sakit N(14-15)
Merasa di
singkirkan oleh
orang kampung
D(8-9)
meminta nasi tidak
diberi B(10-19)
Dukungan dan
saran orang lain
A(6)
Saran, agar kadang
bergabung B(29),
C(1-2)
Orang lain
menguatkan D(24)
Kedatangan frater
F(20-21)
Dukungan dan
saran orang lain
A(6)
Saran, agar kadang
bergabung B(29),
C(1-2)
Orang lain
menguatkan D(24)
Kedatangan frater
F(20-21)
Volunter siap
menolong kalau
ada sesuatu yang
terjadi F(29), G(1-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
strategi akulturasi (fpsla sa)
pengalaman akulturasi
pengalaman baru (pa new)
partisipasi (pa par)
Aktif dalam kerja
bakti, kegiatan di
kampung AM(1718)
Bersikap sopan
AM(20-22)
Mengalah Ho(2629)
Diam, menunggu
suami sadar sendiri
M(21), S(1-5),
M(7-9)
Ramah O(15-18)
Ramah, rendah hati
W(12)
Bersikap sabar
untuk meluluhkan
hati S(7-12)
Mengakui
kesalahan sebelum
orang lain tahu
J(26-28)
Mampu
beradapatasi
dengan lingkungan
J(8-9)
Seperti tidak terjadi
apa-apa, baik lagi
K(27-29)
Membiarkan saja
A(7)
Diam saja A(8)
Ikut bergabung
D(1)
Tidak bermaksud
membalas, tetap
berusaha menyapa
Q(26-29)
Menerima perilaku
orang lain T(10-11)
Orang susah,
celaka, orang lain
semakin senang,
kalau ada orang
maju masyarakat
ramai (iri) BC(1418)
Membaur dengan
masyarakat BJ(6)
Sarasehan, jumat
kliwonan, kerja
bakti BJ(24-28)
Sebagai orang di
balik layar B(2324)
Ikut kerja bakti
BK(1-4)
Sama saja P(4-8)
Memasak P(20-26)
Rapat, menabung
I(29), J(1-3)
Mengikuti
sarasehan H(6)
Memasak kalau
berangkat siang
atau bapak ada
dirumah L(22-23)
Rukun tetangga,
jimpitan, rapat,
kerja bakti. R(1820)
Membantu orang
yang punya hajat,
ikut merangkai
bunga Q(9)
Ikut sarasehan
Ikut kliwonan J(4)
Merasa di kandang
macan lebih baik
dari pada di sini
karena merasa satu,
semua tidak
Ikut siskamling
A(23)
Ikut melayat Io(1419)
4)
Kakak yang sayang
dengan mereka
M(10-14)
Tidak bermaksud
membalas, tetap
berusaha menyapa
Q(26-29)
Jarang keluar
rumah kalau tidak
penting Q(3-4)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Q(15-18)
stresor (ss pm)
Menelusuri B(4-5)
Membicarakan
bersama B(11-15)
Mendekati orang
yang bisa menjadi
tokoh dan
mendorong agar
menjadi yang di
depan B(26-29),
D(9)
Tidak dilayani RT
C(2-3), C(22-27)
Menggunakan akal
D(26)
Bersabar,
membiarkan saja
P(9-12)
Tanggapan
masyarakat tidak
Didamaikan di
tempat rama dan
saling memaafkan
O(2-7)
Ditakuti oleh
mahluk gaib Q(15)
Memisahkan istri
pertama dan kedua
E(26-29), F(1-7)
Suami kerja
sendiri, istri kerja
sendiri, jarang
bersama F(10-12)
Kewajiban suami
memberi nafkah
pada istri
Memberi nafkah
istri kalau ada sisa
karena suami juga
tidak pernah
dilayani oleh istri
F(15-29), G(1-3)
Suami
berkeinginan untuk
diajak bicara tapi
dibedakan kalau
ada hajatan C(2727), D(1-4)
Merasa tidak
pernah di ajak oleh
orang kampung
D(5-6)
Membuatkan
minum, snack
untuk warga yang
ronda J(29), K(1-2)
Tidak menabung
karena buat makan
aja susah N(10)
Kawatir kalau
anak nakal, bisa
membuat masalah
H(13-14)
Anak diajak
menyingkir H(18)
Asal badan sehat
sudah cukup,
walaupun tidak
punya uang. Anak
meminta uang min
diberi 30.000 M(913)
Bapak suka berjudi
O(15)
Pulang sendiri
karena rindu
dengan anaknya
P(21)
Siang kerja maka
tidak bisa gabung
sampai malam
C(15)
Anak sakit, tidak
mau makan F(2527)
Alasannya jarang
gabung karena
lelah Q(6-7)
Sudah biasa
digunjingkan orang
lain Q(15-17)
Kalau tidak
bermasyarakat di
benci tetangga
R(24-26)
Mau bertanya
rikuh karena ada
banyak orang
B(23-28)
Sudah biasa
digunjingkan orang
lain Q(15-17)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
sesuai dengan
pikirannya AM(2426)
Masyarakat
memandang rendah
tetapi tidak
menjadi masalah
AM(28-29), AN(14)
Menyapa walaupun
tidak dihiraukan,
pokoknya sopan
AN(28-29), AO(12)
Setiap orang baru
pasti dicobai ketika
tinggal di Pingit,
entah iri hati,
cekcok. AY(2729). AZ(1-4)
Tidak pernah
rukun, baik dengan
warga lain ataupun
dengan pasangan
Memahami sesuatu
dengan terjun
langsung BB(1011)
Tabah, tidak
terpengaruh oleh
lingkungan BB(2729)
Lingkungan bekas
pekuburan
belum pernah
diajak bicara
masalah keuangan
G(17-21)
Ingin didengarkan
oleh istri K(11-16)
Dibiarkan selesai
sendiri.
Pernah dengan
wanita lain Q(1-2)
Merasa suami tidak
memberi nafkah
Q(9-10)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
mempunyai
pengaruh besar
dalam sifat-sifat
masyarakat BC(59)
Masyarakat mudah
iri dan senang
mencari dukun
BD(2-4)
Taat, selalu ingat
dengan pencipta
BD(14-16)
Mengatakan jangan
mengganggu dan
dilindungi dengan
berdoa BD(6-8)
Memberitahu
dengan baik-baik
BI(8-9)
Saling menyapa
BI(17)
Membantu supaya
bisa diterima
BO(7-8)
stres
krisis personal (s kp)
Membanting
barang BB(11-16)
Mengancam
BH(11-13)
Diam saja tidak
mengajak bicara
BI(20-21)
Dongkol BH(19-
Sakit hati
Mata berkaca-kaca,
menangis K(1027), M(8)
Cuek, diam-diaman
R(7-13)
Dongkol Ko(27)
Marah dengan
kata-kata K(18)
Menendang pintu
L(2-4)
Memperlihatkan
kemarahan
Suami marah,
ditinggal tidur. Istri
marah, suami tidak
berani pulang I(1620)
Menarik rambut,
Tidak marah,
hanya untuk
berjaga, tidak
membawa anak
mereka kesana
T(13-14)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
20), BI(6)
Pusing terlalu
banyak mikir
BI(10)
Emosi yang terlihat
Jengkel, dongkol
BM(3-4)
Seperti mau
menelan gunung
BM(18-21)
Suami membanting
barang Si(18)
kecemasan (kpc)
depresi (kpd)
psikosomatis (kpsi)
adaptasi
adaptasi psikologis (a ap)
adaptasi sosiologis (a as)
Tidak berbuat
macam-macam
Bisa membaur di
masyarakat
Kuncinya diri kita,
harus bisa
membawa diri di
lingkungan BN(1725)
Mengikuti ronda
dan pertemuan
warga A(19-25)
Ingin memiliki
rumah sendiri F(35)
Memiliki KTP
mencakar,
memukul dengan
sapu, memarahi
Rasa malu Q(5-9)
Merasa tentram
S(28)
Merasa mapan,
tentram, fisik lebih
gemuk U(7-10)
Merasa nyaman
U(12-14)
Menabung,
memberi rasa
nyaman V(10)
Membuatkan KTP
untuk suami J(1416)
Menabung di bank,
biaya saat
meninggal J(18-19)
Ingin berjualan
Terpaksa karena
belum mampu
pindah ke tempat
yang lebih baik,
baru cukup untuk
makan L(7-9)
Sehat, bisa makan,
bahagia L( 18-22)
Tidak membayar
H(26-28)
Anak punya teman
belajar
Bangga anak bisa
berprestasi di
sekolah K(5-10)
Nyaman
membesarkan anak
di PSP
YSSdaripada di
jalan T(16), U(1114)
Membesarkan
anak L(26-27)
Penghasilan
bulanan 350.000,
penghasilan buang
sampah satu hari
rata-rata 20.000
Mencari modal
agar bisa
mengontrak rumah
H(4)
Penghasilan 8000
L(17-18)
Bekerja 3 jam
Menyumbang,
mengambil
jimpitan A(18-19)
Menabung C(20),
T(1-4)
Ekonomi cukup
mapan D(5-6)
Ikut peraturan A(1)
Menabung C(21)
Melunasi hutang
50 ribu/minggu
F(12)
Berangkat
transmigrasi M(5)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
AN(11-14,17-18)
Ingin hidup enak
dengan fasilitas
televisi, lemari
AO(8-11)
Kalau ingin hidup
mandiri harus
pindah dari YSS
BB(22-23)
Menolong warga
ya ng kerasukan
BF(15-17)
Membantu orang
lain, entah bantuan
ringan atau berat
asal tujuannya baik
BO(14-16)
Dimasyarakat
memikirkan masa
depan, tempat
tinggal yang lebih
memadai BP(1521)
Ketika mati ada
yang menguburkan
BP(24-27)
Ingin berdagang
BQ(6-8)
K(19-20)
Membaur dengan
masyarakat U(1618)
Tinggal di rumah
yang lebih baik
V(13)
Punya rumah
sendiri, ingin
jualan W(2-3)
Mendapat
undangan sunatan
Mo(14-15), No(12)
O(17-21)
Menyumbang
O(27), P(2)
Penghasilan
350.000/bulan,
225.000/minggu
Qi(14-17)
mendapatkan
16.000 M(1-2)
Berbincangbincang dengan
tetangga Ao(13-17)
Menyapa orang
yang dilewati
Ao(23-24)
Rp 20.000,00
Membersihkan diri,
menyapa tetangga
Co(7-12)
Rp 18.000,00
bekerja setengah
hari Do(24-25)
Menabung 250
ribu/bulan F(11)
Penghasilan 20
ribu bekerja
setengah hari
H(17-18)
Ikut kerja bakti,
melayat, memberi
jimpitan, ikut
perintah S(11-12)
Menyapu halaman
tiap pagi,
menyumbang
nikahan dan
melayat S(18)
Transmigrasi agar
hidup lebih baik
T(19-22)
Mampu mencukupi
kebutuhan anak
T(24)
Selalu mengikuti
rapat RT U(3-4)
Mendapat
pembayaran sewa
becak setiap 10
hari, sewa satu
bula/becak 90 ribu
U(24-25)
Penghasilan 85.000
Bo(22-23)
Pendapatan 30.000
No(19-20)
Memasak Qo(1214)
Menabung
20.000,00 ke
kantor dan setiap
senin 50.000,00 ke
vincent So(23-27)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Tabel 4
Catatan lapangan
aspek
faktor perantara sebelum akulturasi
umur ( fpsba umr)
jenis kelamin (fpsba jk)
pendidikan (fpsba pddk)
bahasa (fpsba bhs)
status (fpsba sts)
kondisi sebelum akulturasi
(fpsba lb gu)
RL 1
laki-laki
Lahir di Kediri, besar
di pondok, tidak lulus
STM.A(6-8)
Bekerja sebagai
pengamen, pemulung.
A(11-12)
Suka berguru di
banyak kota A(14-15)
Barang dijual ke
penjual barang bekas
mendapat uang 30 ribu
D(26-29)
Agak menetap disuatu
tempat agar dikenali
orang E(27-29)
RP 1
perempuan
RL 2
laki-laki
RP 2
RL 3
RP 3
perempuan
44 tahun
laki-laki
44 tahun
perempuan
Di belakang pos
polisi
Menjadi satu
dengan gerombolan
pengemis A(2829), B(1-4)
Keakraban,
karakter keras yang
terlihat dominan
Ekspresi dengan
kata-kata kotor
B(10-17)
Saling membantu
menghitungkan
uang penghasilan
B(24-27)
Menjaga wilayah
dari orang lain
dengan ancaman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
fisik
Mudah tersinggung
Saling melindungi
C(27-29), D(1-5)
Mencuri D(10)
Membeli makanan,
adanya penertiban
yang dilakukan Pol
PP D(26-29)
Keranjang plastik
sebagai tempat
menyimpan hasil
mengamen F(3-4)
keyakinan (fpsba kyk)
Beragama Islam, latar
belakang plural A(810)
motivasi (fpsba mtv)
Tidak ingin
menggantungkan
hidupnya terus di jalan,
ingin lebih baik D(1822)
harapan (fpsba hrp)
jarak sosial (fpsba js)
faktor perantara selama akulturasi
Pernah bekerja di
pabrik A(10-11)
Pernah Katolik
tetapi sekarang
masuk Islam. Janda
B(3-8)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
konflik (fpsla knflk)
Masalah hutang yang
belum lunas H(21-24),
K(21-22)
Tetangga meminta
dengan kasar J(7-8)
Tetangga salah
mengirimkan makanan
N(8-11)
H(21-24)
Tetangga salah
mengirimkan
makanan N(8-11)
Tidak mau ke
gereja karena
difitnah oleh
tetangga serta
karena B tidak
boleh di ajak
ngamen J(21-29)
Kecewa karena
dulu orang lain
sakit diperhatikan
sedangkan ketika
anaknya sakit tidak
dibalas
perhatiannya P(1518)
Sumber konflik,
ditawari beli
handphone tidak
mau, mau
dipinjami uang di
janjikan sebentar
lagi tidak terima,
meminta nasi tidak
diberi karena tidak
memasak P(20-29)
dukungan sosial (fpsla ds)
Disapa oleh tetangga
A(15-16)
Boleh menonton
televisi di rumah
Merasa warga atas
tidak cukup
Marah karena
suami belum
pulang padahal
uang dibawa suami
untuk beli susu
H(15-18)
Tidak mau ke
gereja karena
difitnah oleh
tetangga serta
karena B tidak
boleh di ajak
ngamen J(21-29)
Kecewa karena
dulu orang lain
sakit diperhatikan
sedangkan ketika
anaknya sakit tidak
dibalas
perhatiannya P(1518)
Sumber konflik,
ditawari beli
handphone tidak
mau, mau
dipinjami uang di
janjikan sebentar
lagi tidak terima,
meminta nasi tidak
diberi karena tidak
memasak P(20-29)
Mendapat
kunjungan dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Diberi barang oleh
beberapa ibu-ibu.B(2627), K(12-14)
Dipanggil Pakdhe oleh
tetangga I(24-26)
strategi akulturasi (fpsla sa)
pengalaman akulturasi
pengalaman baru (pa new)
partisipasi (pa par)
orang lain H(1114)
Menyapa dan
disapa oleh
tetangga yang
lewat depan rumah
M(26-27)
memberikan hak
C(18-23)
Ditemani oleh dua
volunter E(6-7),
P(14)
Mendapat
kunjungan dari
tamu luar Ro(1619)
Membiarkan saja
A(7)
Diam saja A(8)
Ikut bergabung
D(1)
Tidak bermaksud
membalas, tetap
berusaha menyapa
Q(26-29)
Menerima perilaku
orang lain T(10-11)
Dukungan volunter
Jo(14-17)
Membagikan baju
hasil mayeng
kepada tetangga
I(13-15)
Berbincangbincang dengan
tetangga J(18-19)
Nonton tv ditempat
tetangga J(24-25)
Berkumpul
bersama warga
Io(24-27)
Menawarkan
minum Jo(1-4)
Mengalah H(26-29)
Membagi dengan
orang lain agar tidak
menjadi masalah J(810)
Membuat jalur yang
sama agar dihapal
K(15-18)
Usul untuk mencari
orang J(24-26)
Menyapa dengan
hormat N(23-24)
tamu luar R(16-19)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
stresor (ss pm)
Fungsi ganco:1.
sebagai alat
mengambil
sampah,2.perlindungan
diri,3.ciri khas
pemulung,4.menambah
percaya diri Co(6-15)
Tetangga senang kalau
ada orang susah H(810)
Mau bekerja pasti
dapat uang I(18-19)
Banyak saingan ketika
bekerja K(7-8)
Ada orang
mengganggu di balas
L(3-4)
Kunci untuk bertahan
adalah ulet, sabar dan
mau bekerja L(16-18)
stres
krisis personal (s kp)
kecemasan (kpc)
depresi (kpd)
psikosomatis (kpsi)
Istirahat agar tidak
diminta membantu
orang lain I(25-29)
Dongkol K(27)
Merasa dongkol N(78)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
adaptasi
adaptasi psikologis (a ap)
adaptasi sosiologis (a as)
Menabung untuk
berjaga terhadap
kebutuhan mendesak
D(23-24)
Tidak semua hasil di
jual, masih ada yang
disisakan siapa tahu
besok tidak bisa
berangkat.
Mendapatkan 40.000
dan 31.000
Ingin berdagang D(1117)
Penghasilan kurang
lebih 1 juta/bulan
F(27-28)
Ikut ronda dan
mengambil jimpitan
J(29), K(1)
Mendapat undangan
sunatan M(14-15),
N(1-2)
Mendapat
undangan sunatan
M(14-15), N(1-2)
Berbincangbincang dengan
tetangga Ao(13-17)
Menyapa orang
yang dilewati
Ao(23-24)
Rp 20.000,00
Membersihkan diri,
menyapa tetangga
Co(7-12)
Rp 18.000,00
bekerja setengah
hari Do(24-25)
Ingin
bertransmigrasi
lagi dan kalau ada
kesempatan semua
akan dijual Do(2022)
Menabung Eo(8)
Tugas menyapu
Eo(14-15)
Pendapatan
120.000 Fo(29)
Pendapatan 30.000
No(19-20)
Membeli hand
phone Qo(7-8)
Penghasilan
20.000,00 So(1112)
Penghasilan 85.000
B(22-23)
Pendapatan 30.000
N(19-20)
Memasak Q(12-14)
Menabung
20.000,00 ke
kantor dan setiap
senin 50.000,00 ke
vincent S(23-27)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Tabel 5
Sumber lain/wawancara sekunder
aspek
faktor perantara sebelum akulturasi
umur ( fpsba umr)
RL 1
RP 1
RL 2
RP 2
RL 3
RP 3
jenis kelamin (fpsba jk)
pendidikan (fpsba pddk)
bahasa (fpsba bhs)
status (fpsba sts)
kondisi sebelum akulturasi
(fpsba lb gu)
Berpindah-pindah tempat tinggal sesuai
keinginan, bekerja sebagai pemulung, istri
membantu memilah A(5-9)
Menumpang di tempat teman A(26)
Garukan C(3-12)
Digaruk (ditertibkan) kalau tidak memiliki
surat-surat C(18-21)
Hubungan pasangan dilandaskan pada rasa
suka, saling berbagi, tanpa berpikir
administratif C(4-5)
Tinggal di bak sampah alun-alun utara
Bekerja sebagai pengumpul dan pemilah
sampah A(7-10)
Istri membantu mengelompokkan sampah
dan mengamen di jalan B(17-21)
Bapak istri pertama, menantu dan istri
kedua yang bekerja di satu tempat
Tidak nyaman sehingga mencari tempat
lain B(24-29)
Hubungan yang dekat menjadikan orang
mudah mengangkat saudara
Tidak ingin dicap tidak bermasyarakat A(1213)
Merasa bak sampah tidak sehat sebagai
tempat tinggal A(11-14)
Menikah A(11-15)
Ke jalan karena di desa tidak memiliki
pekerjaan A(6-9)
Suami dari Ponorogo dan istri dari
Sukoharjo A(11-15)
Ke jalan karena tidak memiliki
penghasilan A(22-24)
dua kali diberi anak oleh orang, yang
pertama meninggal B(7-12)
di jalan tidur di becak, tinggal
sembarangan C(19-20)
keyakinan (fpsba kyk)
motivasi (fpsba mtv)
harapan (fpsba hrp)
ingin lebih baik, bisa menabung B(1316)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
jarak sosial (fpsba js)
faktor perantara selama akulturasi
konflik (fpsla knflk)
dukungan sosial (fpsla ds)
Hidup di masyarakat mengalami masalah
keluarga, patah semangat lalu turun ke jalan
B(14-23)
I suka mengembara B(25-26)
Konflik dengan pasangan D(9-10)
L mengalah D(11-14)
Emosi sesaat karena prasangka D(16-18)
Konflik muncul karena penghasilan sulit dan
lelah E(28-29)
Memandang rendah warga yss F(4-11)
Ditemani oleh volunter B(6-8)
Menceritakan masalah pada orang lain,
volunter mencoba membantu memecahkan
masalah D(21-29), E(1)
Pernah bekerja di Semarang sebagai
tukang batu, mengalami kecelakaan,
karena fisik lemah lalu bekerja sebagai
pengumpul sampah B(6-15)
Istri pergi tanpa pamit, bapak jarang
pulang karena pekerjaan C(12-19)
Masalah dengan orang tua angkat,
masalah dengan anak yang susah diatur D
(18-24)
Bapak jengkel karena ibu tidak terbuka
soal uang F(5-9)
Volunter membantu komunikasi dalam
keluarga C(21-29)
Tabungan mengikat mereka untuk tetap
bertahan di masyarakat E(26-29)
strategi akulturasi (fpsla sa)
pengalaman akulturasi
pengalaman baru (pa new)
Pernah membeli rumah tapi dibohongi
orang, pernah sewa rumah A(26), B(1-3)
konflik karena masalah iri hati C(23-27)
ada teman yang bisa diajak berbagi E(2122)
beruntung tidak menyewa sehingga bisa
untuk mengump ulkan modal E(24-27)
berusaha tenang agar tidak terpengaruh
D(1-5)
berusaha untuk tidak terganggu D(8-10)
berusaha untuk tetap menyapa D(18-20)
mengikuti semua kegiatan agar bisa
diterima oleh orang lain F(12-15)
Mengatur keuangan agar mampu menabung,
prioritas kebutuhan E(4-14)
Langsung bisa berinteraksi tanpa di
bimbing E(11)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
partisipasi (pa par)
Aktif ikut kegiatan gotong royong sebagai
ungkapan terimakasih pada yss E(18-23)
Memiliki semangat yang tinggi untuk
melakukan tanggungjawab, membaur
dengan masyarakat walaupun kurang
pendengaran D(4-10)
Mengikuti sarasehan D(12-15)
Berperan aktif dalam kegiatan dengan
menyediakan diri membuatkan minuman
E(13-14)
stresor (ss pm)
stres
krisis personal (s kp)
Tidak mau bertemu, melakukan sindiran G(48)
kecemasan (kpc)
depresi (kpd)
psikosomatis (kpsi)
adaptasi
adaptasi psikologis (a ap)
Diterima masyarakat dan dibutuhkan G(1317)
adaptasi sosiologis (a as)
Ingin kembali ke kampung G(26-29)
Mapan secara ekonomi H(12-17)
Memperbaiki rumah di kampung F(3-4)
transmigrasi, membesarkan anak B(1923)
mengikuti kerja bakti, juma kliwonan
D(12-15)
sering membeli becak agar secara
ekonomi lebih mapan D(23-29), E(4-12)
tabungan lancar dan cukup banyak E(1618)
mencari tempat tinggal yang lebih baik
dan punya banyak becak F(1-5)
Download