TUGAS METABOLISME OBAT INTERAKSI OBAT CARBAMAZEPINE TERHADAP INDUKSI ENZIM Comment [gw1]: Nilai 75 OLEH : I PUTU SUARDITA PUTRA (0708505033) TEGUH KURNIA (0708505074) ANGGY ANGGRAENI WAHYUDHIE (0808505002) NI MADE WIRYATINI (0808505003) MADE ADI WIRA DARMA (0808505033) I GUSTI KETUT KUSUMA (0808505038) JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA 2011 INTERAKSI OBAT CARBAMAZEPINE TERHADAP INDUKSI ENZIM I. Data Farmakodinamika Carbamazepine 1.1 Efek Farmakologis Carbamazepine digunakan untuk terapi epilepsi semua jenis baik kejang parsial maupun menyeluruh. Ketika obat ini digunakan, fungsi ginjal dan hati serta parameter hematologi harus dipantau. Meskipun efek carbamazepine pada hewan dan manusia dalam banyak mirip dengan efek fenitoin, kedua obat ini berbeda dalam sejumlah hal yang kemungkinan penting. Carbamazepine diketahui menghasilkan respons terapeutik pada pasien mania-depresif, termasuk pada beberapa pasien yang tidak sembuh dengan litium karbonat, selain itu, carbamazepine mempunyai efek antidiuretik yang kadang-kadang dikaitkan dengan berkurangnya konsentrasi hormon antidiuretik (ADH) dalam plasma. Yang menjadi perhatian adalah gangguan hati atau gangguan ginjal, hamil, menyusui, hindari pemutusan obat mendadak, riwayat penyakit jantung, glaucoma, riwayat reaksi hematologik terhadap obat lain (Sweetman, 2009). Intoksitasi akut akibat carbamazepine menyebabkan stupor atau koma, hiperiritabilitas, konvulsi dan depresi pernapasan. Selama terapi jangka panjang, efek obat yang tidak diinginkan yang lebih sering terjadi meliputi rasa kantuk, vertigo, ataksia, diplopia, dan pandangan kabur. Frekuensi kejang dapat meningkat, terutama jika overdosis. Efek merugikan lainnya meliputi mual, muntah, toksisitas hematologis parah (anemia aplastik, agranulositosis), dan reaksi hipersensivitas (dermatitis, eosinofilia, limfadenopati, splenomegali). Komplikasi terapi carbamazepine yang muncul lambat adalah retensi air, disertai dengan penurunan osmolalitas dan konsentrasi Na+ dalam plasma, terutama pada pasien lanjut usia yang menderita penyakit jantung (Sweetman, 2009). Toleransi berkembang terhadap efek-efek neurotoksik carbamazepine, dan dapat diminimalkan dengan meningkatkan dosis secara bertahap atau dengan pengaturan dosis pemeliharaan. Berbagai abnormalitas hati atau pankreas telah dilaporkan selama terapi dengan carbamazepine, yang paling sering terjadi adalah peningkatan sementara enzimenzim hati dalam plasma pada 5% sampai 10% pasien. Leukopenia ringan dan sementara terjadi pada sekitar 10% pasien selama awal-awal terapi dan biasanya menghilang dalam 4 bulan pertama pada penanganan, berkelanjutan, trombositopenia sementara juga telah teramati. Pada sekitar 2% pasien, leukopenia yang menetap dapat berkembang yang mengharuskan dihentikannya pemberian obat ini. Kekhawatiran awal bahwa anemia aplastis dapat merupakan komplikasi yang sering terjadi pada terapi jangka panjang dengan carbamazepine tidak terbukti. Pada kebanyakan kasus, pemberian beberapa obat atau adanya penyakit lain yang mendasari mennyulitkan penetapan suatu hubungan sebabakibat. Pada umumnya, prevalensi anemia aplastik muncul sekitar 1 dari 200.000 pasien yang ditangani dengan obat ini. Tidak jelas apakah pemantauan fungsi hematologis dapat mencegah berkembangnya anemia aplastis ireversibel. (Sweetman, 2009). 1.2 Mekanisme Kerja Seperti fenitoin, carbamazepine membatasi perangsangan berulang potensial aksi yang dipicu oleh depolarisasi terus menerus pada neuron-neuron spinalis kordata atau korteks mencit yang dipertahankan secara in vitro. Ini tampaknya diperantarai oleh melambatnya laju pemulihan saluran Na+ yang diaktivasi tegangan dari keadaan terinaktivasi. Efek carbamazepine ini tampak jelas pada konsentrasi dalam rentang terapeutik di dalam CSS manusia. Efek carbamazepine bersifat selektif pada konsentrasi ini, karena tidak ada efek pada aktivitas spontan atau pada respons terhadap GABA atau glutamat yang diberikan secara iontoforetik. Metabolit carbamazepine, yaitu 10,11-epoksi carbamazepine juga membatasi perangsangan berulang secara terus menerus pada konsentrasi yang sesuai secara terapeutik, yang menunjukkan bahwa metabolit ini dapat berkontribusi terhadap efikasi carbamazepine sebagai antikejang (Sweetman, 2009). 1.3 Efek Samping Efek samping penggunaan carbamazepine adalah pusing, vertigo, ataksia, diplopia dan penglihatan kabur. Efek samping lainnya berupa mual, muntah, anemia aplastik, agranulositosis, dan reaksi alergi berupa dermatitis, eosinofilia, limfadenopati, dan splenomegali. Gejala intoksikasi akut dapat berupa stupor/koma, iritabel, kejang dan depresi napas (Sweetman, 2009). 1.4 Dosis Obat Dosis pada anak dengan usia kurang dari 6 tahun 100 mg sehari, anak usia 6-12 tahun, 2 kali 100 mg sehari. Dosis awal 200 mg 2 kali sehari. Dosis dewasa : dosis awal 2 kali 200 mg sehari pertama. Dosis pemeliharaan berkisar antara 800-1200 mg sehari untuk dewasa atau 20-30 mg/kgBB untuk anak. (Sweetman, 2009) II. Data Farmakokinetika Carbamazepine 2.1 Absorbsi Carbamazepine diabsorpsi dengan lambat dan secara teratur dari saluran percernaan dan memiliki bioavailabilitas 85 sampai 100%. Konsentrasi terapetik dilaporkan sebesar 6 sampai 12 µg/ml, walaupun terjadi keragaman yang cukup besar. Efek samping terhadap SSP sering terjasi pada konsentrasi diatas 9 µg/ml. Konsentrasi minimal dalam plasma (Cp min) sebesar 4 µg/ml dan konsentrasi maksimal dalam plasma (Cp max) sebesar 14 µg/ml (Sukandar, 2008). 2.2 Distribusi Carbamazepine cepat terdistribusi dalam tubuh dalam bentuk metabolit aktifnya yaitu 10,11-epoksikarbamazepin yang konsentrasi nya dalam plasma dan otak dapat mencapai 50%. Sekitar 70-80% dari carbamazepine terikat pada protein plasma. Hal ini dapat menyebabkan carbamazepine menginduksi metabolismenya sendiri, sehingga waktu paruh plasma menjadi lebih singkat dan berpengaruh pada pengulangan dosis. Waktu paruh rata – rata carbamazepine pada pengulangan dosis sekitar 12-24 jam, dimana waktunya lebih singkat pada anak – anak dari pada orang dewasa (Sweetman, 2009). 2.3 Metabolisme Carbamazepine dimetabolisme di hati, khususnya oleh enzim sitokrom P450 dengan isoenzimnya adalah CYP3A4 dan CYP2C8. Carbamazepine dimetabolisme oleh CYP3A4 dan CYP2C8 menghasilkan metabolit aktif 10,11-epoksikarbamazepin, disini yang paling banyak berperan adalah CYP3A4, CYP2C8 hanya berfungsi untuk mempercepat kerja dari CYP3A4 untuk mengubah carbamazepine menjadi 10,11-epoksikarbamazepin (Pearce et al. 2008). Selanjutnya diubah menjadi 10,11-dihidroksikarbamazepin yang tidak aktif oleh enzim epoksihidrolase untuk selanjutnya diekskresikan ke dalam urin dalam bentuk bebas dan konjugatnya (Mulyadi dkk., 2010). Jumlah carbamazepine yang dikonversi menjadi 10,11-epoksikarbamazepin sebagai jalur metabolisme utama adalah sebesar 30-50% dari jumlah dosis yang diberikan kepada pasien selama pengobatan dengan antiepilepsi (Fagiolino et al., 2006). 10,11-epoksikarbamazepin adalah bentuk aktif dari carbamazepine sedangkan 10,11-dihidroksikarbamazepin adalah bentuk inaktif dari carbamazepine (Tatyana, 1992). Gambar 1. Jalur metabolisme Carbamazepine (Pearce et al. 2008) a) Induksi Enzim dan Sifat Autoinduksi Carbamazepine Beberapa obat (misalnya fenobarbital, carbamazepine, etanol, dan khususnya rifampisin) dan polutan (misalnya hidrokarbon aromatic polisiklik dalam asap tembakau) meningkatkan aktivitas enzim-enzim yang memetabolisme obat. Mekanisme yang terlibat tidak jelas, tetapi zat-zat kimia yang mempengaruhi sekuens DNA spesifik membangkitkan produksi dari enzim yang sesuai, biasanya adalah suatu subtype sitokrom P-450. Akan tetapi, tidak semua enzim yang berperan pada induksi adalah enzim mikrosomal. Sebagai contoh, dehidrogenase alcohol hepatik terjadi dalam sitoplasma (Neal, 2005). Carbamazepine memiliki sifat autoinduksi yang artinya carbamazepine secara otomatis atau dengan sendirinya akan menginduksi enzim yang digunakan untuk memetabolisme dirinya. Enzim yang diinduksi oleh carbamazepine adalah sitokrom P450 CYP3A4. Induksi enzim akan meningkatkan kecepatan biotransformasi dari obat yang dimetabolisme yang berpengaruh pada laju eliminasi obat yang semakin meningkat sehingga untuk mempertahankan agar obat berada dalam rentang konsentrasi terapi, dilakukan penambahan dosis pada pemakaian berikutnya, akibatnya akan terjadi toleransi obat (Istianty, 2010). Carbamazepin menginduksi ekspresi sistem enzim hati mikrosomal CYP3A4, yang memetabolisme carbamazepine sehingga dikatakan autoinduksi. Setelah inisiasi terapi carbamazepine, konsentrasi dapat diprediksi dan mengikuti dasar masing-masing clearance / waktu paruh yang telah ditetapkan untuk pasien tertentu. Namun, setelah cukup carbamazepine telah disajikan untuk jaringan hati, peningkatan aktivitas CYP3A4, mempercepat klirens obat dan memperpendek waktu paruh. Autoinduksi akan terus terjadi dengan peningkatan berikutnya dalam dosis tetapi biasanya akan mencapai puncak dalam waktu 5-7 hari dengan dosis pemeliharaan. Peningkatan dosis pada laju 200 mg setiap 1-2 minggu mungkin diperlukan untuk mencapai ambang kejang stabil. Konsentrasi carbamazepin stabil terjadi biasanya dalam waktu 2-3 minggu setelah mulai terapi (Tatyana, 1992). Gambar 2. Grafik hubungan antara dosis dengan klirens steady-state rata-rata carbamazepine Dari gambar di atas merupakan grafik hubungan antara dosis dengan klirens steady-state rata – rata dari carbamazepine (simbol kotak merupakan nilai klirens dan simbol batang merupakan standar deviasi). Grafik ini menunjukkan bahwa dosis dari carbamazepine harus terus ditingkatkan agar tetap berada dalam rentang steady state, karena setiap pemberian berulang dari carbamazepine akan meningkatkan produksi dari enzim CYP3A4 yang berpengaruh pada peningkatan laju klirens dari carbamazepine. Dapat dilihat pada grafik, pada pemberian dosis tunggal carbamazepine sebanyak 100 mg/hari dan telah mencapai steady-state, klirens obat tercatat sebesar 30 ml/menit, saat pemberian berulang dengan peningkatan dosis tunggal menjadi 200 mg/hari, klirens carbamazepine terus meningkat menjadi 35 ml/menit tetapi tidak mencapai konsentrasi steady-state. Oleh sebab itu dosis kembali ditingkatkan menjadi 300 mg/hari agar tetap berada dalam konsentrasi steasy-state walaupun klirens obat terus meningkat (Tatyana, 1992). Berdasarkan suatu penelitian yang dilakukan oleh Connell et al (1984) untuk mengetahui perubahan jumlah dari carbamazepine yang dimetabolisme dalam tubuh selama pemakaian jangka pendek dengan sampel darah yang berasal dari 6 subjek pria sehat, maka didapatkan data di bawah ini: First Day 21 Days Elimination half-life (h) 10,4 ± 1,7 6,8 ± 1,2 Systematic clearance (mL/h) 0,79 ± 0,17 1,1 ± 0,3 Volume of distribution (l) 48,4 ± 9,3 45,6 ± 8, 4 Tabel 1. Parameter farmakokinetik dari terapi carbamazepine dosis tunggal 400 mg/hari terhadap 6 pasien pria sehat selama 21 hari dari table diatas diketahui bahwa klirens total dari carbamazepine pada saat awal pemberian (hari pertama) adalah sebesar 0,79 mL/jam dan setelah hari ke-21 setelah terapi menggunakan carbamazepine, klirens total carbamazepine meningkat menjadi 1,1 mL/jam, sehingga dapat dihitung persen kenaikan klirens total selama pemberian adalah sebesar 71,81%. 2.4 Eliminasi Sekitar 25% dari dosis yang diabsorpsi, dieksresikan dalam urin sebagai metabolit 10,11-dihidroksi karbamazepin, 2% sebagai 10,11-epoksikarbamazepin dan kurang dari 10% dalam bentuk obat yang tidak berubah atau tidak termetabolisme (unchanged drug), sehingga total obat yang diekskresikan ke dalam urine sebesar 37% dari keseluruhan obat yang diabsorpsi. Selain diekskresi melalui urin, carbamazepine dikeluarkan melalui feses sebesar 30% yaitu dalam bentuk metabolit 10,11-epoksikarbamazepin. Waktu paruh eliminasi 10 – 20 jam. Hal ini dipersingkat dengan kehadiran obat antipilepsi lain dan induktor hati enzim (phenitoin, phenobarbitone). Carbamazepin mengurangi konsentrasi plasma lamotrigin, oxcarbamazepame, topiramate, phelbamate (Moffat et al., 2004). 2.5 Klirens Klirens obat adalah suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa mempermasalahkan mekanisme prosesnya. Ada beberapa takrif dari klirens yang secara farmakokinetik sama artinya. Umumnya, jaringan tubuh atau organ dianggap sebagai suatu kompartemen cairan dengan volume terbatas (volume distribusi) dimana obat terlarut di dalamnya. Dari konsep ini, klirens ditakrifkan sebagai volume cairan (yang mengandung obat) yang dibersihkan dari obat per satuan waktu. Kemungkinan lain, klirens dapat ditakrifkan sebagai laju eliminasi obat dibagi konsentrasi obat dalam plasma pada waktu tersebut (Shargel, 2005). a) Klirens total, klirens renal, dan klirens nonrenal carbamazepine Klirens obat secara umum dihitung sebagai kliren obat total atau klirens tubuh total. Klirens tubuh total adalah jumlah obat dari seluruh jalur klirens dalam tubuh, termasuk klirens obat lewat ginjal (klirens renal), klirens hepar (klirens hepatik) dan klirens paruparu (klirens lung) dan didasarkan atas konsep bahwa seluruh tubuh bertindak sebagai suatu sistem eliminasi obat (Shargel, 2005). CLT = CLr + CLh + CLl atau CLT = CLrenalis + CLnonrenalis Klirens total dari carbamazepine dengan pemberian dosis tunggal 400 mg rata-rata berkisar antara 0,71 sampai 0,82 mL/jam (Mulyadi 2010). Klirens hepatis dapat diartikan sebagai volume darah yang mengaliri (perfusi) hati yang terbersihkan dari obat per satuan waktu. Klirens hepatis (CLh) juga sama dengan CL tubuh total dikurangi CL ginjal. Dengan kata lain, CLh dapat dihitung dengan rumus : CLh = CLT × (1 – % obat utuh yang ditemukan dalam urin) (Shargel, 2005) Dengan menggunakan rumus di atas, CLh dapat ditentukan, dimana CL total carbamazepine yang diberikan dengan dosis 400 mg pada hari pertama berdasarkan data pada Tabel 1. adalah 0,79 mL/jam (Connell et al., 1984). Persentase obat utuh yang ditemukan dalam urin adalah sekitar 10 % (0,1) (Moffat et al., 2004). Jadi, CLh carbamazepine pada hari pertama adalah: CLh = CLT x (1- % obat utuh yang ditemukan dalam urin) CLh = CLT x (1- 10%) CLh = 0,79 mL/jam x (1- 0,1) CLh = 0,79 mL/jam x 0,9 CLh = 0,711 mL/jam Sedangkan klirens renalis dari carbamazepine pada hari pertama adalah : CLrenalis = CLT - CLh CLrenalis = 0,79 mL/jam - 0,711 mL/jam CLrenalis = 0,079 mL/jam b) Rasio ekstraksi hepatik carbamazepine Ekstraksi hepatik adalah istilah yang berguna untuk mengukur seberapa mudah hati dapat memproses, atau memetabolisme, memberikan obat atau racun. Istilah “ekstraksi hepatik” berarti perbedaan jumlah obat dalam darah yang dimasukkan ke dalam hati (100 persen) dan jumlah obat utuh yang keluar atau tidak termetabolisme (berarti 100 persen dikurangi fraksi termetabolisme). Ekstraksi biasanya dituliskan dengan E yang berarti rasio ekstraksi, dirumuskan (Coleman, 2005) Carbamazepine termasuk obat yang dieliminasi oleh metabolism hepatik dengan rasio ekstraksi hepatis yang rendah yaitu 0,03 (Shargel, 2005). IV. Profil Kadar Carbamazepine Intravena Dosis Tunggal Dalam Plasma Penelitian yang telah dilakukan Mulyadi dkk, (2010) mengenai profil farmakokinetika carbamazepin dan metabolitnya pada sukarelawan sehat etnik Jawa dan Cina di Indonesia menunjukkan tidak terdapat perbedaan profil farmakokinetika carbamazepin antara etnik Jawa dan etnik Cina. Namun demikian terdapat variasi profil farmakokinetika antar individu yang bermakna pada kedua etnik ini. Hasil penelitian mengenai profil kadar carbamazepin dalam serum setelah pemberian dosis tunggal carbamazepin dosis tunggal 400 mg dan parameter farmakokinetika carbamazepin dapat dijabarkan sebagai berikut : Gambar 3. Profil kadar karbamazepin (KBZ), 10,11-epoksi karbamazepin (KBZ-E) dan trans-10,11-dihidroksi karbamazepin (KBZ-D) dalam serum setelah pemberian dosis tunggal karbamazepin 400 mg pada sukarelawan dewasa sehat etnik Jawa. Gambar 4. Profil kadar karbamazepin (KBZ), 10,11-epoksi karbamazepin (KBZ-E) dan trans 10,11-dihidroksi karbamazepin (KBZ-D) dalam serum setelah pemberian dosis tunggal karbamazepin 400 mg pada sukarelawan dewasa sehat etnik Cina. Tabel 2. Nilai parameter farmakokinetika karbamazepin, 10,11-epoksi karbamazepin dan trans-10,11-dihidroksi karbamazepin (rerata ± SD) pada sukarelawan sehat etnik Jawa (N= 26) dan Cina (N=24) di Indonesia setelah pemberian karbamazepin dosis tunggal 400 mg. Rasio metabolit (AUC metabolit/AUC carbamazepin) Etnik Jawa Etnik Cina 10,11-epoksi carbamazepin/carbamazepin 0,07 ± 0,03 0,35 ± 0,99 trans-10,11-dihidroksi epoksi carbamazepin/carbamazepin 0,13 ± 0,14 0,14 ± 0,11 Tabel 3. Rasio metabolit (AUC metabolit/AUC karbamazepin) ± SEM setelah pemberian karbamazepin 400 mg secara oral dosis tunggal pada sukarelawat sehat etnik Jawa dan Cina di Indonesia. Penelitian terhadap profil farmakokinetika carbamazepin telah dilakukan pada beberapa ras di dunia. Hasil penelitian pada umumnya menunjukkan kadar carbamazepin pada ras Kaukasoid lebih rendah dibandingkan dengan ras Mongoloid seperti yang ditunjukkan dalam hasil penelitian pada etnik Jawa dan Cina di atas. Homsek et al. (2007) mengkaji ketersediaan hayati 2 produk carbamazepin pada subjek sehat Serbia dan melaporkan pada pemberian carbamazepin pada pemberian carbamazepin dosis tunggal 400 mg nilai Cmaks, Tmaks, AUC0-~ dan T1/2 berturut-turut sekitar 4,34 µg/mL, 9,7 jam, 220,42 µg/mL.jam dan 37,08 jam. Penelitian lain yang dilakukan oleh Tothfalusi et al. (2007) terhadap 4 formulasi carbamazepin pada orang Kanada melalui pemberian dosis tunggal 400 mg diperoleh nilai Cmaks rata-rata di bawah 6 µg/mL. Nilai Cmaks yang diperoleh dari hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Singapura terhadap etnik Cina dan Melayu yaitu rata-rata sebesar juga menunjukkan rata-rata carbamazepin yang lebih tinggi dengan nilai rata-rata 7,8 µg/mL dengan nilai tertinggi mencapai 20,5 µg/mL (Chan et al., 2001). DAFTAR PUSTAKA Chan, E., Lee, H. S., and Hue, S. S. 2001. Population pharmacokinetics of carbamazepine in Singapore epileptic patients. Br J Clin Pharmacol, 51, 567-576. Coleman, Michael B. 2005. Human Drug Metabolism an Introduction. London : Wiley. Connell, J.M.C., W.G. Rapeport, G.H. Beastall and M.J. Brodie. 1984. Changes in circulating androgens during short term carbamazepine therapy. Br. J. clin. Pharmac. (1984), 17, 347351 Homsek, I., Parojcic, J., Cvetkovic, N., Popadic, D., and Djuric, Z. 2007. Biopharmaceutical characterization of carbamazepine immediate release tablets. Drug Res, 57 8, 511-516. Istianty, 2010. Antiepilepsi (Power Point Presentation). Departemen Farmakologi dan Terapetik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. Moffat, C Anthony, David Osselton, dan Brian Widdop. 2004. Clarke’s Analysis of Drugs and Poisons in Pharmaceutical, Body Fluids, and Post-Mortem Material. 3rd Edition. London: The Pharmaceutical Pres. Mulyadi, Sugiyanto, A.Aziz Hubeis dan M. Ismadi.2010. Pharmacokinetic Profile of Carbamazepine and It’s Metabolites on Javanese and Chinese Etnics in Indonesia. Majalah Farmasi Indonesia, 21(1), 1 – 7, 2010 Neal, Mike.J. 2005. At a Glance Farmakologi Medis. Jakarta : Penerbit Erlangga Shargel, Leon dan Andrew B.C. Yu. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Surabaya : Airlangga University Press. Sukandar, Elin Y., R. Andrajati, J. I. Sigit, I.K. Adnyana, A.A.P. Setiadi, Kusnandar. 2008. ISO Farmakoterapi. PT. ISFI Penerbitan: Jakarta. Sweetman, Sean C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference Thirty-sixth Edition. Pharmaceutical Press: London. Tatyana, B., Kudriakova, Lev.A. Sirota, Galina I. Rozova and Vladimir A.Gorkov. 1992. Autoinduction and Steady-State Pharmacokinetics of Carbamazepine and It’s Major Metabolites. Br.J. Clin. Pharmac. (1992), 33, 611-615. Tothfalusi, L., Speidl, S., and Endrenyi, L. 2007. Exposure-response analysis reveals that clinically important toxicity difference can exist between bioequivalent carbamazepine tablets. Br. J. Clin. Pharmacol, 65, 1, 110-122.