BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kepribadian Guru Pembimbing 2.1.1. Pengertian Kepribadian Gordon Allport (1937) mengatakan bahwa kepribadian sebagai suatu organisasi (berbagai aspek psikis dan fisik) yang merupakan suatu struktur dan sekaligus proses. Jadi, kepribadian merupakan sesuatu yang dapat berubah. Secara eksplisit Allport menyebutkan, kepribadian secara teratur tumbuh dan mengalami perubahan. Sigmun Freud (1933) berpendapat bahwa kepribadian terdiri dari tiga sistem utama, id, ego, dan super ego. Setiap tindakan kita merupakan hasil interaksi dan keseimbangan antara ketiga sistem tersebut. Ngalim Purwanto (Dewi, 2004) menjelaskan bahwa kepribadian merupakan organisasi sistem-sistem psikofisik individu yang menentukan cara–cara penyesuaian diri yang unik terhadap lingkungan. Menurut Allport (Hurlock, 1992) kepribadian ialah susunan sistem psikofisik yang dinamis dalam diri individu yang menentukan penyesuaian individu yang unik terrhadap lingkungan. Lebih lanjut Hurlock (1999) menjelaskan, istilah dinamis menunjukkan adanya perubahan dalam kepribadian individu dan susunan mengandung arti bahwa kepribadian terdiri dari ciriciri yang saling berkaitan. Sedangkan sistem psikofisik adalah kebiasaan, sikap, nilai, keyakinan, keadaan emosional, perasaan dan motif yang bersifat psikologis tetapi mempunyai dasar fisik dalam kelenjar, saraf dan 9 keadaan fisik individu secara umum. Sistem psikofisik juga merupakan kekuatan motivasi yang menentukan jenis penyesuaian yang akan dilakukan individu. Dari pengertian kepribadian tersebut, dapat disimpulkan kepribadian adalah suatu kondisi psikofisik yang kompleks dari individu yang nampak dalam perilakunya yang unik. 2.1.2. Ciri-Ciri Kepribadian Spencer (1993) mengatakan “The stamp of individually or group impressed by nature, education or habit”. Dikatakan bahwa karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Seorang guru memang sudah diberi oleh Allah SWT dengan karakter masing-masing yang memang satu dengan yang lainnya berbeda. Namun tujuan perbedaan itu bukan dijadikan sebagai alasan untuk timbulnya konflik. Justru perbedaan tersebut untuk melengkapi satu dengan yang lainnya agar seimbang. Sehingga apa yang menjadi karakter manusia itu bisa memunculkan suatu budi daya yang berupa tata krama atau sopan santun yang dapat membuat sejuk dan kondusif dalam proses pembelajaran. Hasil penelitian dari Edward Sheffield (1974) tentang karakteristik dari guru yang efektif yang sering disebut dengan Characteristics of Effective Teachers Most Often Mentioned, yakni: 1. Menguasai bahan yang diajar dan memiliki kompetensi. 2. Pengajaran dipersiapkan dengan baik dan memiliki organisasi pengajaran secara teratur. 3. Pelajaran harus dihubungkan dengan hal praktis dalam kehidupan sehari-hari. 10 4. Mendorong murid bertanya dan memberikan opini. 5. Antusias tentang subyek yang diajar. 6. Dapat didekati murid (approachable), bersahabat, (available). 7. Peduli kepada kemajuan siswa. 8. Memiliki sifat humoris. 9. Hangat, baik, simpati. 10. Menggunakan alat-alat atau media secara efektif. terbuka Kepribadian individu memiliki beberapa ciri atau karakteristik, dengan mengerti ciri–ciri tersebut dapat diketahui kepribadian individu yang bersangkutan. Sarwono (1983) mengungkapkan beberapa ciri penting untuk mengenali kepribadian, yaitu: a. Penampilan fisik, yaitu tubuh yang besar, wajah yang tampan, pakaian yang rapi, atau tubuh yang kurang sehat, wajah yang kuyu, pakaian yang kusut, semua menggambarkan kepribadian dari orang yang bersangkutan, berwibawa dan percaya diri atau bahkan sebaliknya kurang bersemangat dan mempunyai perasaan rendah diri b. Temperamen, yaitu suasana hati yang menetap dan khas pada orang yang bersangkutan, misalnya pemurung, pemarah atau periang. c. Kecerdasan dan kemampuan, yaitu kesempurnaan perkembangan akal budi termasuk di dalamnya kemampuan belajar, kecepatan berpikir dan kesanggupan untuk mengambil keputusan yang tepat. d. Arah minat dan pandangan mengenal nilai–nilai, yaitu kecenderungan hati dan penilaian terhadap nilai–nilai yang ada pada seseorang. Nilai-nilai yang ada pada seseorang dipengaruhi oleh adat-istiadat, etika dan agama yang dianut. e. Sikap sosial, misalnya bersikap peduli atau bersikap masa bodoh terhadap orang lain. f. Kecenderungan-kecenderungan dalam motivasinya. g. Cara-cara membawakan diri, misalnya sopan santun, banyak bicara, kritis atau mudah bergaul. h. Kecenderungan patologis, yaitu tanda–tanda adanya kelainan kepribadian seperti reaksi-reaksi kecemasan yang berlebihan. Sehubungan dengan hal tersebut di atas Hari Prasetyo (http://hariprasetyo14.blogspot.com/2011) mengatakan banyak guru di Indonesia jauh dari karakteristik guru yang efektif di atas, ada guru yang 11 hanya sekedar mengajar tanpa peduli siswa paham atau tidak, ada guru yang mengajar dengan pendekatan otoriter sehingga siswa ketakutan selama proses pembelajaran, ada guru yang mengajar tanpa humor sama sekali, bahkan ada guru yang mengajar dengan konsep yang salah karena kurang menguasi materi. Bagaimana siswa mau menguasai materi kalau dari dalam otak siswa timbul gaya penolakan yang disebabkan ketidaksukaannya terhadap karakter guru yang mengajar? Padahal diawali rasa suka itulah siswa akan mampu menyerap materi secara maksimal dari apa yang disampaikan guru. Ada benarnya perkataan seorang pakar pendidikan bahwa : Bila para siswa SD sampai SMA prestasi belajarnya jelek, maka 75% yang harus disalahkan gurunya dan 25% kesalahan siswa itu sendiri, sebaliknya bila seorang mahasiswa presstasinya jelek maka 75% yang salah adalah mahasiswa itu sendiri dan 25% kesalahan dosennya. Tidak ada salahnya kalau menengok sedikit ke belakang, mengapa siswa akhir-akhir ini lebih semangat belajar di Lembaga Bimbingan Belajar jauh lebih menyenangkan “versi siswa” dibanding belajar di sekolah. Beberapa hal yang membuat siswa betah di sebuah Lembaga Bimbingan Belajar antara lain : 1. Yang memeberi hak belajar guru adalah siswa itu sendiri, artinya siswa boleh minta ganti guru bila tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Secara berkala siswa diberi angket untuk menilai guru pembimbingnya selama proses pembelajaran tanpa tekanan psikologis, sehingga siswa akan menilai dengan sejujurnya. 2. Ada kedekatan emosional antara guru dengan siswa sehingga siswa merasa nyaman, tanpa ada rasa takut untuk bertanya, konsultasi dan lain sebagainya. Tidak ada guru di bimbingan belajar yang kiler, sadis, memaksakan kehendak dan suka marah. 12 3. Guru pembimbing selalu dituntut upgrade keilmuannya, karena siswa yang berasal dari beberapa sekolah dan berbeda watak diberi kebebasan untuk bertanya terhadap materi pelajaran yang belum ia kuasai. 4. Antara pengajar yang serumpun selalu terjadi kompetisi yang sehat, karena siswa diberi kebebasan untuk memilih pengajar yang mana yang ia suka. 5. Suasana pembelajaran akan selalu segar, karena humoris adalah tuntutan yang harus dimiliki seorang mengajar di sebuah lembaga bimbingan belajar. Dari fakta-fakta di atas, jelas bahwa “karakter guru” sangat berpengaruh besar terhadap keberhasilan belajar siswa di tingkat pendidikan dasar dan menengah. Karena karakter guru sangat berpengaruh terhadap rasa suka atau tidak suka terhadap pelajaran yang diampunya. Padahal rasa suka sangat diperlukan untuk modal awal keberhasilan dalam belajar. (http://hariprasetyo14.blogspot.com/2011/06/pentingnya-peranan-karakterguru-pada.htm) 2.1.3. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Kepribadian Menurut Sujanto dkk. (1984) ada dua faktor yang mempengaruhi pribadi manusia yaitu faktor dari dalam individu atau bawaan dan faktor lingkungan. Faktor bawaan adalah segala sesuatu yang telah dibawa individu sejak lahir, baik yang bersifat kejiwaan maupun yang bersifat ketubuhan. Senada dengan Sujanto, Hurlock (1999) menegaskan perubahan fisik yang antara lain disebabkan oleh proses kematangan, cedera, malnutrisi, obat-obatan atau penyakit sering disertai dengan perubahan kepribadian. Sedangkan faktor lingkungan yaitu segala sesuatu yang ada di luar diri individu, antara lain pekerjaan orang tua dan hasil-hasil budaya. Lebih 13 lanjut Irwanto dkk. (1988) menjelaskan faktor lain yang besar pengaruhnya terhadap kepribadian adalah hasil hubungan individu dengan lingkungan yaitu pengalaman. Pengalaman dibedakan menjadi dua yaitu: a) Pengalaman umum (common experiences) yaitu pengalaman yang dihayati oleh hampir semua anggota masyarakat atau bahkan semua individu. b) Pengalaman unik (unique experiences) yaitu pengalaman yang hanya pernah dialami oleh diri individu sendiri. 2.1.4. Ciri-Ciri Kepribadian Guru Pembimbing Menurut Winkel (2006) guru pembimbing adalah seorang tenaga profesional yang memperoleh pendidikan khusus di perguruan tinggi dan mencurahkan seluruh waktunya pada layanan bimbingan. Jadi sudah jelas bahwa seorang guru pembimbing di sekolah memang sudah disiapkan untuk menjadi tenaga-tenaga profesional, baik dalam pengetahuan, pengalaman, dan kualitas kepribadiannya. Menurut Prayitno (Sukardi, 1983), seorang guru pembimbing hendaknya memperhatikan 10 hal yang berkaitan dengan kriteria kepribadian seorang guru pembimbing sebagai berikut: 1. Seorang pembimbing harus berperangai yang wajar dan dapat dicontoh. 2. Pembimbing harus memiliki emosi yang stabil, tenang dan memberikan kesejukan batin demi terwujudnya suasana bimbingan yang baik. 3. Pembimbing dituntut mandiri untuk membantu bimbingan yang baik. 4. Pembimbing hendaknya berbobot sebagai orang yang layak dimintai bantuan. 14 5. Penampilan pembimbing hendaknya menampakkan integritas/ keterpaduan kepribadian yaitu dewasa, matang dan emosinya stabil. 6. Seorang pembimbing hendaknya mampu mawas diri yang meliputi mawas terhadap diri sendiri, mawas terhadap lingkungan dan mawas terhadap orang yang dibimbingnya. Dengan demikian pembimbing akan menjadi orang yang arif dan bijaksana. 7. Pembimbing juga perlu bersikap berani, yaitu berani memasuki usaha bimbingan dengan menampilkan pribadi-pribadi tanpa topeng tertentu, berani mengisi usaha bimbingan dengan teknik tertentu dengan segala resikonya. 8. Pembimbing perlu memiliki intelegensi yang cukup tinggi sehingga mampu berpikir dan mengelola suasana untuk mengubah perilaku in dividu yang dibimbing. 9. Inteligensi yang tinggi memungkinkan pembimbing untuk menalar dengan baik. 10. Pembimbing yang dapat menalar dengan baik akan dapat memunculkan gagasan yang lebih baik. Senada dengan Prayitno, Carleghuff (Sutrinah, 2004) menyebutkan juga bahwa ada sembilan sifat kepribadian diri guru pembimbing yang dapat mengembangkan orang lain, yaitu: 1. Empati, yaitu kemampuan seseorang untuk merasakan secara tepat apa yang dirasakan dan dialami orang lain dan mengkomunikasikan persepsinya. 2. Respek, yaitu menunjukkan secara tidak langsung bahwa guru pembimbing menghargai martabat dan nilai konseli sebagai manusia. Artinya guru pembimbing menerima bahwa setiap konseli memiliki hak memilih, memiliki kebiasaan kemauan dan mampu membuat keputusan sendiri. 3. Keaslian (genuinness), yaitu kemampuan guru pembimbing menyatakan dirinya secara bebas dan mendalam, tanpa ragu-ragu, tidak memainkan peran ganda, tidak mempertahankan diri dan tidak ada pertentangan antara apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan. 4. Konkret (Concretness), yaitu pernyataan ekspresi khusus mengenai perasaan dan pengalaman orang lain. Guru pembimbing akan selalu memelihara keserasian dalam hubungan dengan orang lain dan mencegah konseli untuk melarikan diri dari masalah yang dihadapi. 5. Konfrontasi (confrontation), yaitu dapat dilakukan guru pembimbing jika terdapat kesenjangan antara apa yang dikatakan dengan apa yang dialami oleh konseli, atau antara apa yang dikatakan pada suatu saat dengan apa yang dikatakan sebelumnya. 15 6. Membuka diri, adalah penampilan perasaan, sikap, pendapat dan pengalaman pribadi guru pembimbing untuk kebaikan konseli. Pembukaan diri hendaknya dilaksanakan dalam waktu yang tepat dan pantas. 7. Kesanggupan (potency), merupakan suatu kharisma, suatu kekuatan yang dinamis dan magnetis dari kekuatan pribadi guru pembimbing. Guru pembimbing yang memiliki potensi ini selalu menampakkan kekuatannya dalam penampilan pribadi, mampu menguasai diri dan mampu menyalurkan potensinya dan memberi rasa aman pada konseli. 8. Kesiapan (immediacy), adalah suatu hubungan perasaan antara konseli dan guru pembimbing pada waktu ini dan saat ini. Tingkat immediacy yang tinggi terjadi pada saat diskusi dan analisis yang terbuka mengenai hubungan antara konseli dan guru pembimbing dalam situasi konseling. 9. Aktualisasi diri (self actualization), memiliki korelasi yang tinggi dengan keberhasilan konseling. Aktualisasi diri menunjukkan secara tidak langsung bahwa orang dapat hidup dan memenuhi kebutuhannya secara langsung, karena dipunyainya kekuatan untuk mencapai tujuan hidupnya. Belkin (Winkel, 2006) juga mengungkapkan pendapatnya mengenai ciri-ciri kepribadian yang hendaknya dimiliki oleh guru pembimbing, yaitu: 1. Guru pembimbing mampu mengenali diri sendiri, yang ditandai dengan: a. Merasa aman dengan diri sendiri, artinya mempunyai rasa percaya diri, harga diri, tidak merasa cemas dan gelisah dengan dirinya sendiri b. Percaya pada orang lain, artinya mampu memberikan sesuatu dari diri sendiri dan menerima sesuatu dari kepribadian orang lain. c. Memiliki keteguhan hati, artinya berani memberi layanan bimbingan dan berani mengambil resiko bahwa tidak selalu mendapat tanggapan yang positif atau mendapatkan balas jasa dalam bentuk dikagumi serta dihargai. 2. Guru pembimbing mampu memahami orang lain, yang ditandai dengan: a. Terbuka hatinya, berarti mampu mengikuti beraneka pandangan dan perasaan konseli. Terbuka juga berarti tidak mengambil sikap mengadili orang lain menurut norma-norma yang ada. Keterbukaan hati dan pikiran memungkinkan guru pembimbing menjadi peka terhadap pikiran dan perasaan orang lain. b. Kemampuann untuk berempati, yaitu mampu mendalami pikiran dan menghayati perasaan orang lain seolah-olah guru pembimbing pada saat ini menjadi orang lain tersebut, tanpa 16 terbawa-bawa sendiri oleh semua itu dan kehilangan kesadaran akan pikiran serta perasaan pada diri sendiri. 3. Kemampuan berkomunikasi dengan orang lain, yang ditandai dengan: Guru pembimbing bertindak sejati dan berhati tulus, artinya berkata-kata dan berbuat tanpa memakai topeng atau bersandiwara, sungguh terlibat tanpa berpura – pura. a. Bebas dari kecenderungan untuk menguasai orang lain, artinya guru pembimbing secara sadar tidak memaksakan kehendaknya sendiri atas orang lain dan memaksakan orang lain cara bertindak tertentu. b. Mampu mendengarkan dengan baik, artinya berusaha menangkap apa yang diungkapkan oleh orang lain, menggali makna yang terkandung dalam ungkapan orang lain. c. Mampu menghargai orang lain, artinya guru pembimbing mampu mendekati orang lain dan mau didekati oleh orang lain dengan sikap positif dan kerelaan menerima orang lain apa adanya. Ciri–ciri kepribadian di atas didukung oleh pernyataan Sukardi (1983) yang menyatakan seorang guru pembimbing harus memiliki kepribadian tertentu, diantaranya: 1. Memiliki pemahaman terhadap orang lain secara objektif dan simpatik. 2. Memiliki kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain secara baik dan lancar. 3. Memahami batas-batas kemampuan yang ada pada dirinya sendiri. 4. Memiliki minat yang mendalam mengenai siswa dan berkeinginan sungguh-sungguh untuk memberi bantuan kepada siswa. 5. Memiliki kedewasaan pribadi, spiritual, mental, sosial dan fisik. Hal senada juga diungkapkan oleh Hamrin dan Paulson (Sukardi, 1983) mengenai karakter atau sifat yang harus dimiliki oleh seorang guru pembimbing, yaitu penuh pemahaman, sikap bersimpati, ramah-tamah, memiliki rasa humor (sense of humor), stabil, sabar, objektif, tulus ikhlas, 17 bijaksana, jujur, berpandangan luas, baik hati, menyenangkan, tanggap terhadap situasi sosial dan bersikap tenang. Dalam tautan makna yang sama ABKIN Tahun 2007 menyebutkan kompetensi guru pembimbing sebagai berikut: Tabel 2.1. KOMPETENSI INTI KONSELOR INDONESIA KOMPETENSI SUB KOMPETENSI INDIKATOR 1. Menguasai 1.1. Memahami a. Memahami hakikat kebenaran konsep dan landasan dan sistem nilai yang mendasari praksis keilmuan proses-proses pendidikan pendidikan pendidikan b. Memahami proses pembentukan (filsafat, perilaku individu dalam proses psikologi, pendidikan sosologi, c. Memahami karakteristik antropologi) individu berdasar usia, gender, ras, etnisitas, status sosial, dan ekonomi yang dapat mempengaruhi individu dan kelompok 1. Menguasai a. Memahami ragam budaya yang landasan budaya dapat mempengaruhi perilaku individu dan kelompok b. Memahami dan menunjukkan sikap penerimaan terhadap perbedaan sudut pandang subyektif antara konselor dengan konseli c. Peka, toleran, dan responsif terhadap perbedaan budaya konseli 2. Menguasai a. Memahami hubungan antar konsep dasar dan unsur-unsur pendidikan mengimplementas (pendidik, peserta didik, tujuan ikan prinsippendidikan, dan lingkungan prinsip pendidikan pendidikan b. Mampu memilih dan menggunakan alat-alat pendidikan (kewibawaan, kasih sayang, kelembutan, keteladanan, hadiah, dan hukuman yang mendidik) 18 Lanjutan KOMPETENSI INTI KONSELOR INDONESIA KOMPETENSI SUB KOMPETENSI 2. Memiliki kesadaran dan komitmen etika professional 2.1. Menampilkan keutuhan pribadi konselor 2.2 Berperilaku etik dan professional INDIKATOR a. Berperilaku membantu berdasarkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa b. Mengkomunikasikan secara verbal dan nonverbal minat yang tulus dalam membantu orang lain c. Bersikap hangat dan penuh perhatian terhadap konseli d. Secara verbal dan nonverbal mampu mengkomunikasikan rasa hormat konselor terhadap konseli sebagai pribadi yang berguna dan bertanggungjawab e. Mengkomunikasikan harapan, mengekspresikan keyakinan bahwa konseli memiliki kapasitas untuk memecahkan problem, menata, dan mengatur hidupnya dan berkembang f. Bersikap empati dan atribusi secara tepat g. Menunjukkan intregitas dan stabilitas kepribadian serta kontrol diri yang baik h. Toleran terhadap stres dan frustasi i. Berfikir positif terhadap orang lain dan lingkungannya a. Menyadari bahwa nilai-nilai pribadi konselor dapat mempengaruhi respon-respon konselor terhadap konseli b. Menghindari sikap-sikap prasangka dan stereotipe terhadap konseli c. Menghargai nilai-nilai pribadi konseli d. Memahami kekuatan dan keterbatasan personal dan profesional e. Mengelola diri secara efektif f. Bekerja sama secara produktif dengan teman sejawat dan anggota profesi lain 19 Lanjutan KOMPETENSI INTI KONSELOR INDONESIA KOMPETENSI SUB KOMPETENSI 3. Menguasai konsep perilaku dan perkembang an individu INDIKATOR g. Secara konsisten menampilkan perilaku sesuai dengan kode etik profesi 2.3 Memiliki a. Menyelenggarakan layanan komitmen untuk bimbingan dan konseling yeng meningkatkan dapat dipertanggungjawabkan kemampuan secara etik profesional b. Berperilaku obyektif terhadap pandangan, nilai-nilai dan reaksi emosional konseli yang berbeda dengan konselor c. Berinisiatif dan terlibat dalam pengembangan profesi dan pendidikan lanjut untuk meningkatkan keahlian dan keterampilan profesianal d. Aktif dalam kegiatan organisasi profesi bimbingan dan konseling 3.1 Memahami a. Menjelaskan mekanisme kaidah-kaidah perilaku menurut berbagai perilaku individu pendekatan dan kelompok b. Menjelaskan dinamika perilaku individu dan kelompok c. Menjelaskan hubungan antara motivasi dan emosi d. Menjelaskan mekanisme pertahanan diri 3.2 Memahami konsep a. Menjelaskan proses kepribadian pembentukan kepribadian b. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian c. Menjelaskan ciri-ciri kepribadian yang sehat d. Menjelaskan bentuk-bentuk gangguan kepribadian 3.3. Memahami a. Menjelaskan prinsip-prinsip konsep dan perkembangan prinsip-prinsip b. Menjelaskan proses perkembangan perkembangan individu individu c. Menjelaskan aspek-aspek perkembangan d. Menjelaskan fase dan tugas perkembangan e. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan 20 Lanjutan KOMPETENSI INTI KONSELOR INDONESIA KOMPETENSI SUB KOMPETENSI 3.4. Mampu memfasilitasi perkembangan individu 4. Menguasai konsep dan praksis assessment 4.1. Memahami hakikat dan makna asesmen 4.2 Memilih strategi dan teknik assesment yang tepat 4.3 Mengadministrasi kan asesmen dan menafsirkan hasilnya INDIKATOR a. Memilih strategi intervensi perkembangan individu sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik individu dan kelompok b. Menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan individu a. Menjelaskan perspektif historis asesmen sebagai awal layanan b. Menunjukkan alasan dan pentingnya penggunaan asesmen c. Menunjukkan bukti kebenaran, jenis kebenaran, dan hubungan antar kebenaran secara obyektif d. Menjelaskan konsep validitas, reabilitas, dan daya beda dalam pengembangan instrumen e. Menjelaskan konsep statistika dalam asesmen meliputi timbangan pengukuran, ukuran kecondongan terpusat, indeks variabilitas, bentuk dan jenis distribusi, serta korelasi f. Menjelaskan teori kesalahan pengukuran, model dan penggunaan informasi keterandalan, serta hubungan antara kebenaran dengan keterladanan a. Mengenali kelebihan dan kekurangan teknik b. Mengenali kelebihan dan kekurangan teknik asesmen non tes c. Menentukan teknik-teknik asesmen sesuai dengan pertimbangan usia, gender, orientasi seksual, ethnik, bahasa kultur, agama dan faktor lain dalam asesmen individual, kelompok, dan populasi spesifik a. Menggunakan tes psikologis dan menginterpretasikan hasilnya b. Menggunakan instrumen nontes dalam asesmen psikologis dan 21 Lanjutan KOMPETENSI INTI KONSELOR INDONESIA KOMPETENSI SUB KOMPETENSI 5. Menguasai konsep dan praksis bimbingan dan konseling INDIKATOR meninterpretasikan hasilnya c. Menggunakan komputer dan teknologi informasi sebagai alat bantu asesmen d. Mendokumentasikan hasil asesmen secara sistematis dan mudah diakses 4.4 Memanfaatkan a. Memilih hasil asesmen untuk hasil asesmen kepentingan layanan bimbingan untuk kepentingan dan konseling bimbingan dan b. Memprediksikan perkembangan konseling individu dan atau kelompok dalam menghadapi perubahan c. Mengelola konferensi kasus dalam alur asesmen 4.5 Mengembangkan a. Mengembangkan instrumen tes instrumen b. Mengembangkan instrumen nonasesmen tes 5.1 Memahami konsep a. Menjelaskan konsep dasar dasar, landasan, bimbingan dan konseling azas, fungsi, b. Menjelaskan landasan fisiologis, tujuan, dan religius, psikologis, sosial prinsip-prinsip budaya, ilmiah dan teknologis, bimbingan dan serta landasan pedagogis konseling c. Menjelaskan azas-azas bimbingan dan konseling d. Menjelaskan fungsi bimbingan dan konseling e. Menjelaskan tujuan bimbingan dan konseling f. Menjelaskan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling 5.2 Memahami a. Terampil memberikan pelayanan bidang-bidang bimbingan dan konseling dan garapan dan konseling pribadi-sosial konseling b. Terampil memberikan pelayanan bimbingan dan konseling belajar c. Terampil memberikan pelayanan bimbingan dan konseling karir 5.3 Menguasai a. Menjelaskan berbagai macam pendekatanpendekatan dalam bimbingan pendekatan dan dan konseling teknik-teknik b. Memilih pendekatan bimbingan bimbingan dan dan konseling secara tepat konseling c. Terampil menggunakan teknikteknik bimbingan dan konseling 22 Lanjutan KOMPETENSI INTI KONSELOR INDONESIA KOMPETENSI SUB KOMPETENSI 5.4 Mampu menggunakan dan mengembangkan media bimbingan dan konseling 6. Memiliki kemampuan mengelola program bimbingan dan konseling 6.1 Memiliki pengetahuan dan keterampilan perencanaan program bimbingan dan konseling INDIKATOR individual dan kelompok a. Mengenali berbagai media dalam bimbingan dan konseling b. Mengembangkan alat media bimbingan dan konseling c. Menggunakan media dalam layanan bimbingan dan konseling a. Menerapkan prinsip-prinsip perencanaan b. Melakukan penilaian kebutuhan layanan bimbingan dan konseling c. Merumuskan tujuan dan menentukan prioritas program bimbingan dan konseling d. Menyusun program bimbingan dan konseling 6.2 Mampu a. a. Mengidentifikasi personalia dan mengorganisasika sasaran program bimbingan dan n dan konseling mengimplementasi b. b. Mengkoordinasikan dan kan program mengorganisasikan sumber daya bimbingan dan yang dibutuhkan dalam konseling penyelenggaraan program bimbingan dan konseling c. c. Melaksanakan program bimbingan dan konseling dengan melibatkan partisipasi aktif seluruh komponen yang terkait 6.3 Mampu a. Mengkaji program bimbingan mengevaluasi dan konseling berdasarkan program standart penyelenggaraan bimbingan dan program konseling b. Menggunakan pendekatan evaluasi program bimbingan dan konseling c. Mengkoordinasi kegiatan evaluasi program bimbingan dan konseling d. Membuat rekomendasi yang tepat untuk perbaikan dan pengembangan program bimbingan dan konseling e. Melaporkan hasil dan temuan- 23 Lanjutan KOMPETENSI INTI KONSELOR INDONESIA KOMPETENSI SUB KOMPETENSI 7. Menguasai konsep dan praksis riset dalam bimbingan dan konseling INDIKATOR temuan evaluasi penyelenggaraan program bimbingan dan konseling kepada pihak yang berkepentingan f. Mengontrol implementasi program bimbingan dan konseling agar senantiasa berjalan sesuai desain perencanaan program 6.4 Mampu mendesain a. Memanfaatkan hasil evaluasi perbaikan dan untuk perbaikan dan pengembangan pengembangan program program bimbingan dan konseling bimbingan dan b. Menerapkan prinsip-prinsip konseling keberlanjutan program bimbingan dan konseling 7.1 Memahami a. Menjelaskan konsep, prinsipberbagai jenis dan prinsip, dan metode riset metode riset b. Menjelaskan desain riset 7.2 Mampu merancang riset bimbingan dan konseling a. Mengidentifikasi masalah b. Merumuskan masalah c. Merumuskan tujuan dan manfaat hasil riset d. Menentukan kerangka fikir riset e. Menentukan pendekatan riset f. Menentukan subyek riset g. Menentukan prosedur dan mengembangkan teknik pengumpulan data h. Menentukan teknik analisis data 7.3 Melaksanakan riset bimbingan dan konseling 7.4 Memanfaatkan hasil riset dalam bimbingan dan konseling a. Mengumpulkan data riset b. Mengolah dan menganalisis data c. Melaporkan hasil riset a. Membaca dan menafsirkan hasil riset b. Memanfaatkan hasil riset untuk pengembangan bimbingan dan konseling 24 Dalam kaitan dengan hal tersebut di atas, Permendiknas No. 27/2008 menyebutkan kompetensi Konselor sebagai berikut: Tabel 2.2. KOMPETENSI KONSELOR KOMPETENSI INTI KOMPETENSI A. KOMPETENSI PEDAGOGIK 1. Menguasai teori dan praktik 1.1 1.2 1.3 2. Mengaplikasikan perkembangan fisiologis dan psikologis serta perilaku konseli 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 3. Menguasai esensi pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur, jenis, dan jenjang satuan pendidikan 3.1 3.2 Menguasai ilmu pendidikan dan landasan keilmuan Mengimplementasikan prinsipprinsip pendidikan dan proses pembelajaran Menguasai landasan budaya dalam praksis pendidikan Mengaplikasikan kaidah-kaidah perilaku manusia, perkembangan fisik dan psikologis individu terhadap sasaran pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan Mengaplikasikan kaidah-kaidah kepribadian, individualitas dan perbedaan konseli terhadap sasaran pelayanan dan konseling dalam upaya pendidikan Mengaplikasikan kaidah-kaidah belajar terhadap sasaran pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendididkan Mengaplikasikan kaidah-kaidah keberbakatan terhadap sasaran pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan Mengaplikasikan kaidah-kaidah kesehatan mental terhadap sasaran pelayanan bembingan dan konseling dalam upaya pendidikan Menguaai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jalur pendidikan formal, nonformal dan informal Menguasai esensi bimbingan dan 25 3.3 konseling pada satuan jenis pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan khusus Menguasai esensi bembingan dan konseling pada satuan jenjang pendidikan usia dini, dasar dan menengah, serta tinggi B. KOMPETENSI KEPRIBADIAN 4. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa 4.1 4.2 4.3 5. Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas dam kebebasan memilih 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 6. Menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat 5.6 6.1 6.2 6.3 6.4 Menampilkan kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa Konsisten dalam menjalankan kehidupan beragama dan toleran terhadap pemeluk agama lain Berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur Mengaplikasikan pendangan positif dan dinamis tentang manusia sebagai makhluk spiritual, bermoral, sosial, individual, dan berpotensi Menghargai dan mengembangkan potensi positif individu pada umumnya dan konseli pada khususnya Peduli terhadap kemaslahatan manusia pada umumnya dan konseli pada khususnya Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan hak asasinya Toleran terhadap permasalahan konseli Bersikap demokratis Menampilkan kepribadian dan perilaku yang terpuji (seperti jujur, sabar, ramah, dan konsisten) Menampilkan emosi yang stabil Peka, bersikap empati, serta menghormati keragaman dan perubahan Menampilkan toleransi tinggi terhadap konseli yang mengahdapi stres dan frustasi 26 7. Menampilkan kinerja berkualitas tinggi 7.1 7.2 7.3 7.4 Menampilkan tindakan yang cerdas, kreatif, inovatif, dan produktif Bersemangat, berdisiplin, dan mandiri Berpenampilan menarik dan menyenangkan Berkomunikasi secara efektif C. KOMPETENSI SOSIAL 8. Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat bekerja 8.1 8.2 8.3 9. Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbing dan konseling 9.1 9.2 9.3 10. Mengimplementasikan kolaborasi antar profesi 10.1 10.2 10.3 10.4 Memahami dasar, tujuan, organisasi, dan peran pihak-pihak lain (guru, wali kelas, pimpinan sekolah/madrasah, komite sekolah/madrasah) di tempat bekerja Mengkomunikasikan dasar, tujuan, dan kegiatan pelayana bimbingan dan konseling kepada pihak-pihak lain di tempat bekerja Bekerja sama dengan pihak-pihak terkait di dalam tempat bekerja (seperti guru, orang tua, tenaga administrasi) Memahami dasar tujuan dan AD/ART organisasi profesi bimbingan dan konseling untuk pengembangan diri dan profesi Menaati kode etik profesi bimbingan dan konseling Aktif dalam organisasi profesi bimbingan dan konseling untuk pengembangan diri dan profesi Mengkomunikasikan aspek-aspek profesional bimbinga dan konseling kepada organisasi profesi lain Memahami peran organisasi profsi lain dan memanfaatkan nya untuk suksesnya pelayanan bimbinga dan konseling Bekerja dalam tim bersama tenaga para profesional dan profesional profesi lain Melaksanakan referal kepada ahli profesi lain sesuai denagn keprluan 27 D. KOMPETENSI PROFESIONAL 11. Menguasai konsep dan praksis asesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan masalah konseli 12. Menguasai kerangka teoretik dan praksisi bimbingan dan konseling 11.1 Menguasai hakikat asesmen 11.2 Memilih teknik asesmen, sesuai dengan kebutuhan pelayanan bimbingan dan konseling 11.3 Menyususn dan mengembangkan instrumen asesmen untuk keperluan bimbingan dan konseling 11.4 Mengadministrasikan asesmen untuk mengungkapkan masalahmasalah konseli 11.5 Memilih dan mengadministrasikan teknik asesmen pengungkapan kemampuan dasar dan kecenderungan pribadi konseli 11.6 Memilih dan mengadministrasikan instumen untuk mengungkapkan kondisi aktual konseli berkaitan dengan lingkungan 11.7 Mengakses data dokumentasi tentang konseli dalam pelayanan bimbingan dan konseling 11.8 Menggunakan hasil asesmen dalam pelayanan bimbingan dan konseling dengan tepat 11.9 Menampilkan tanggung jawab profesional dalam praktik asesmen 12.1 Mengaplikasikan hakikat pelayanan bimbingan dan konseling 12.2 Mengaplikasikan arah profesi bimbingan dan konseling 12.3 Mengaplikasikan dasar-dasar pelayanan bimbingan dan konseling 12.4 Mengaplikasikan pelayanana bimbingan dan konseling sesuia kondisi dan tuntutyan wilayah kerja 12.5 Mengaplikasikan pendekatan / model/jenis pelayanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling 12.6 Mengaplikasikan dalam praktik format pelayanan bimbingan dan konseling 28 13. Merancang program bimbingan dan konseling 14. Mengimplementasikan program bimbingan dan konseling yang komprehensif 15. Menilai proses dan hasil kegiatan bimbinga dan konseling 16. Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika profesi 13.1 Menganalisis kebutuhan konseli 13.2 Menyusun program bimbingan dan konseling yang berkelanjutan berdasarkan kebtuhan peserta didik secara komprehensif dengan pendekatan perkembangna 13.3 Menyusun rencana pelaksanaan program bimbingan dan konseling 13.4 Merencanakan sarana dan biaya penyelenggaraan program bimbingan dan konseling 14.1 Melaksanakan program bimbingan dan konseliong 14.2 Melaksanakan pendekatan kolaboratif dalam pelayanaan bimbingan dan konseling 14.3 Memfasilitasi perkembangan akademik, karier, personal, dan sosial konseli 14.4 Mengelola sarana dan biaya program bimbingan dan konseling 15.1 Melakukan evaluasi hasil, proses, dan program bimbingan dan konseling 15.2 Melakukan penyesuaian proses pelayanan bimbingan dan konseling 15.3 Menginformasikan hasil pelaksaan evaluasi pelayanan bimbingan dan konseling kepad pihak terkait 15.4 Menggunakan hasil pelaksanaan evaluasi untuk merevisi dan mengembangkan program bimbingan dan konseling 16.1 Memahami dan mengelola kekuatan dan keterbatasan pribadi dan profesional 16.2 Menyelenggarakan pelayanana sesuia dengan kewenangan dan kode etik profesional konselor 16.3 Mempertahankan objektifitas dan menjaga agar tidak larut denagn masalah konseli 16.4 Melaksanakan referal sesuai dengan keperluan 16.5 Peduli terhadap identitas 29 16.6 17. Menguasai konsep dan praksisi penelitian dalam bimbingan dan konseling 16.7 17.1 17.2 17.3 17.4 profesional dan pengembangan profesi Mendahulukan kepentingan konseli dari pada kepentingan pribadi konselor Menjaga kerahasiaan konseli Memahami berbagai jenis dan metode penelitian Mampu merancang penelitian bimbingan dan konseling Melaksanakan penelitian bimbingan dan konseling Memanfaatkan hasil penelitian dalam bimbingan dan konseling dengan mengakses jurnal pendididkan dan bimbingan dan konseling Mengacu uraian para ahli dan pandangan ABKIN serta Permendiknas No.27/2008 di atas, jelas bahwa guru pembimbing dituntut untuk memiliki persyaratan tertentu yang berupa sifat, sikap dan keterampilan tertentu yang sesuai dengan tugasnya sebagai seorang guru pembimbing. Guru pembimbing hendaknya memiliki sifat supel, ramah dan terbuka. Selanjutnya guru pembimbing hendaknya memiliki sikap mau menerima konseli apa adanya, penuh pengertian dan pemahaman terhadap apa yang dihadapi oleh konseli serta kesungguhan dalam memberikan layanan. Jadi pelayanan bimbingan akan lebih efektif bila guru pembimbing memiliki kemampuan yang sesuai dengan bidangnya. Kemampuan yang sesuai tersebut perlu juga ditunjang dengan ciri-ciri kepribadian baik personal maupun sosial yang sesuai, seperti yang telah diuraikan diatas. 30 Dengan demikian diharapkan layanan yang diberikan guru pembimbing benar-benar sesuai. 2.1.5. Kemampuan Guru sebagai Pembimbing Dalam bahasan di atas sudah dibicarakan tentang karakteristik yang perlu dimiliki guru sebagai sebagai seorang pembimbing, dalam bagian ini akan kita bicarakan tentang kemampuan-kemampuan apa yang perlu dikuasai guru dalam upaya melakukan bimbingan. Layanan bimbingan merupakan suatu upaya yang dapat dilakukan guru dalam membantu anak didik mencapai perkembangan yang optimal. Dalam proses perkembangannya seperti yang diungkapkan dalam pembahasan sebelumnya, mungkin ditemukan berbagai hambatan perkembangan baik dalam aspek fisik, intelektual, sosial, emosi maupun bahasa yang bila tidak segera ditangani maka kecenderungan masalah ini akan semakin besar dan menjadi hambatan yang sulit untuk diperbaiki. Guru bertugas membantu mengurangi hambatan atau kesulitan yang mungkin dihadapi remaja dan memfasilitasi perkembangan remaja semaksimal mungkin. Bila diramu dari uraian-uraian yang sudah dikemukakan maka ada beberapa kemampuan yang perlu dikuasai guru yaitu : 1. Guru mampu menemukan atau menandai berbagai permasalahan atau kecenderungan adanya masalah yang dihadapi remaja. Selama proses pembelajaran, guru senantiasa berinteraksi dengan anak didik, mulai dari awal belajar sampai berakhirnya aktivitas belajar pada satu waktu 31 tertentu. Permasalahan yang dihadapi remaja cenderung akan tampak dari perilakunya karena remaja masih bersifat labil, apa yang dialami remaja akan tampak dari perubahan prilakunya. Umumnya remaja tidak pernah menyampaikan apa yang dirasakan, tetapi melalui pengamatan yang terus menerus guru dapat melihat adanya perubahan perilaku yang ditunjukkan oleh remaja tersebut. Guru perlu memperhatikan berbagai perubahan sikap yang ditunjukkan oleh remaja sehingga guru dapat membantu memperbaiki permasalahan yang dihadapi nya. 2. Guru mampu menemukan berbagai faktor atau latar belakang yang mungkin menjadi penyebab terjadinya hambatan atau masalah yang dialami oleh remaja. Untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi maka guru perlu mengetahui berbagai faktor yang mungkin menjadi penyebabnya, faktor tersebut bisa bersumber dari diri remaja itu sendiri atau dari lingkungannya. Kemampuan guru untuk menemukan berbagai faktor yang mempengaruhi munculnya masalah yang dialami remaja merupakan salah satu kemampuan yang perlu dimiliki guru. 3. Guru mampu memilih cara penyelesaian masalah atau hambatan yang dihadapi oleh remaja. Menyelesaikan masalah yang dihadapi remaja tidak sama dengan menyelesaikan masalah yang dihadapi orang dewasa, dan permasalahan yang dihadapi anak remaja pun berbeda. Adanya 32 kelainan atau perubahan perilaku yang ditunjukkan anak remaja dapat dimaknai bahwa anak sedang mengalami masalah tertentu. Guru perlu memahami adanya perubahan itu karena guru beranggapan bahwa bila masalah tersebut dibiarkan maka khawatir akan terus berkembang menjadi masalah yang lebih kompleks di kemudian hari. Oleh karenanya intervensi bantuan sejak dini merupakan langkah yang perlu dilakukan guru. Memilih cara penyelesaian masalah yang dihadapi anak remaja merupakan salah satu kemampuan yang perlu dikuasai guru. Cara penyelesaian mana yang harus dipilih guru dan bagaimana langkah-langkah yang harus ditempuhnya sangat tergantung dari kemampuan guru itu sendiri. 4. Guru mampu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang anak remaja. Penciptaan lingkungan yang kondusif bagi anak merupakan salah satu aspek penting yang harus diperhatikan dan dilakukan guru selaku pembimbing anak remaja, karena anak sangat mudah dipengaruhi oleh lingkungannya. Guru harus mampu menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan anak sehingga anak dapat mengurangi masalah yang dihadapinya dan dapat berkembang secara wajar sebagai seorang anak remaja. 5. Guru mampu berinteraksi dan bekerja sama dengan orang tua dalam upaya membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi anak remaja. 33 Masalah yang dihadapi anak seperti yang disampaikan pada uraian sebelumnya tidak hanya bersumber dari diri anak itu sendiri tapi masalah anak bisa bersumber dari lingkungan terutama orang tuanya. Guru di sekolah merupakan orang tua kedua, tapi guru memiliki keterbatasan waktu sehingga guru tidak dapat secara utuh berperan sebagai orang tua. Masalah yang dihadapi anak perlu penyelesaian kerjasama antara guru dan orang tua. Kemampuan guru berinteraksi dan bekerjasama dengan orang tua merupakan salah satu kemampuan lain yang perlu dikuasai guru pembimbing. Dengan adanya kerjasama yang baik antara guru dan orang tua maka anak dapat guru dan orang tua maka anak dapat dibimbing ke arah perkembangan yang lebih baik. 6. Guru mampu menjalin kerjasama dengan komunitas lain dalam lingkungan remaja, seperti dengan dokter atau psikolog dan dengan masyarakat sekitar remaja. Komunitas lain yang terkait erat dengan remaja yaitu dokter, psikolog dan masyarakat sekitar anak merupakan pihak-pihak yang harus diperhatikan guru. Keterbatasan kemampuan guru untuk menangani anak yang bermasalah dapat diatasi melalui kerjasama yang baik dengan pihak yang lebih berkompeten yaitu dokter dan psikolog. Penanganan ahli terhadap masalah anak merupakan langkah yang benar agar anak ditangani oleh ahlinya. Agar permasalahan anak tidak 34 berkembang pada arah yang lebih buruk maka guru perlu memiliki kemampuan untuk menjalin kerjasama tersebut. Masyarakat sekitar anak juga perlu menjadi perhatian guru karena anak berinteraksi juga dengan masyakarat sekitarnya. Guru perlu memiliki kemampuan untuk dapat menjalin kerjasama dengan masyarakat sekitar anak agar anak memiliki lingkungan yang baik untuk proses tumbuh kembang remaja. 2.2. Keinginan Siswa Tentang Ciri-Ciri Kepribadian Guru Pembimbing Setiap siswa tentu memiliki keinginan yang berbeda-beda mengenai ciri kepribadian yang dimiliki oleh guru pembimbing dalam tugasnya memberi layanan bimbingan di sekolah. Perbedaan keinginan orang lain muncul ketika siswa berhadapan dengan guru pembimbing. Belkin (Pujosuwarno, 1992) berpendapat bahwa ciri kepribadian guru pembimbing sangat menentukan berhasil atau tidaknya proses konseling, disamping pengetahuan dan keterampilan–keterampilan profesional. kepribadian seperti apa yang dimaksud? Masih menurut Ciri Belkin (Pujosuwarno, 1992) ada sembilan karakteristik atau ciri kepribadian yang diharapkan dimiliki oleh guru pembimbing (dalam hal ini ciri kepribadian yang diharapkan siswa agar dimiliki oleh guru pembimbing). Kesembilan ciri tersebut yaitu: 1. Konfrontasi, berarti menghadapkan persoalan pada konseli, dengan demikian konseli akan mengerti jelas persoalan yang saat ini dihadapinya. 35 2. Tulus, berarti guru pembimbing harus secara tulus dan ikhlas menolong konseli tanpa mengajukan persyaratan. 3. Jujur, berarti tidak berbohong dan mengatakan hal yang sebenarnya. 4. Hangat, yaitu adanya resonansi psikologis yang dapat memberi keputusan pada kedua belah pihak, 5. Empati, berarti turut merasakan apa yang dihayati oleh konseli dan memahami diri konseli. 6. Jelas, maksudnya dalam konseling, guru pembimbing sebaiknya menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh konseli. 7. Polos, artinya tanpa prasangka atau memberikan “cap” pada konseli. 8. Hormat, berarti memberi penghargaan paada konseli, memberi kebebasan pada konseli untuk tumbuh berkembang mengembangkan potensinya. 9. Positive regard, artinya penghargaan terhadap konseli secara positif. Guru pembimbing yakin bahwa konseli mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Pada kenyataannya para siswa di sekolah memiliki pengalaman yang berbeda antara satu dengan yang lainnya dalam bimbingan. Hal ini terjadi karena selain memiliki keinginan yang berbeda, juga karena kuantitas dan kualitas pertemuan siswa dengan guru pembimbing yang berbeda pula sehingga dapat mempengaruhi penilaian siswa terhadap kepribadian guru pembimbing. Oleh karena itu muncul beberapa konsep negatif tentang ciriciri kepribadian guru pembimbing dan layanan bimbingan di sekolah. Hal ini diungkapkan oleh Mapiare (1984) sebagai berikut: 1. 2. 3. Bimbingan merupakan bantuan kepada siswa yang salah suai. Akibatnya bimbingan cenderung hanya bersifat penyembuhan saja dan mengabaikan sifat pencegahan dan pengembangan. Bimbingan sama dengan pemberian nasehat. Pemberian nasehat berasal dari satu pihak saja, pelaksanaannya didominasi pemberi nasehat dan terdapat unsur penghargaan langsung yang cenderung paksaan. Dalam bimbingan ada teknik pemberian nasehat tetapi porsinya sangat kecil. Pembimbingan bukanlah obat mujarab bagi segala masalah pendidikan. Guru mengirim siswa kepada guru pembimbing 36 4. 5. 6. 7. 8. karena sering beranggapan bahwa pembimbing dapat memecahkan semua persoalan yang dialami oleh siswa. Pembimbing dicap sebagai hakim karena selalu memberikan sanksi terhadap kesalahan siswa. Pembimbing dianggap sebagai pengawas karena pembimbing diberi beban untuk mendisiplinkan siswa. Jika langkah ini dilakukan oleh guru pembimbing maka akan mengurangi keakraban siswa dengan guru pembimbing dan mengaburkan peran pembimbing di hadapan siswa. Pembimbing menuntut kepatuhan pihak yang dibimbing. Pembimbing di-cap sebagai orang yang suka marah karena tak jarang dalam memberikan bimbingan selalu marah-marah terhadap siswa. Pembimbing di pandang sebagai usaha penyembuhan penyakit jiwa. 2.3. Standar Kompetensi Guru 2.3.1 Pengertian Kompetensi Menurut UU No. 14/2005 (UUGD) mengatakan bahwa Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”. Kompetensi guru dapat dimaknai sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran Syah (2000) mengemukakan pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. Usman (1994) mengemukakan kompentensi berarti suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif. McAhsan (1981), sebagaimana dikutip oleh Mulyasa (2003) mengemukakan bahwa kompetensi: “…is a knowledge, skills, and abilities or capabilities that a 37 person achieves, which become part of his or her being to the extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and psychomotor behaviors”. Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaikbaiknya. Sejalan dengan itu Finch & Crunkilton (1979), sebagaimana dikutip oleh Mulyasa (2003) mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Robbins (2001) mengemukakan “A competency is composed of skill, knowledge, and attitude, but in particular the consistent applications of those skill, knowledge, and attitude to the standard of performance required in employment”. Dengan kata lain kompetensi tidak hanya mengandung pengetahuan, keterampilan dan sikap, namun yang penting adalah penerapan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan tersebut dalam pekerjaan. Robbins (2001) menyebut kompetensi sebagai ability, yaitu kapasitas seseorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Selanjutnya dikatakan bahwa kemampuan individu dibentuk oleh dua faktor, yaitu faktor kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan mental sedangkan kemampuan fisik 38 adalah kemampuan yang di perlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan, dan keterampilan.Spencer & Spencer (1993) mengatakan “Competency is underlying characteristic of an individual that is causally related to criterion-reference effective and/or superior performance in a job or situation”. Jadi kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang yang berkaitan dengan kinerja berkriteria efektif dan atau unggul dalam suatu pekerjaan dan situasi tertentu. 2.3.2 Dimensi – Dimensi Kompetensi Guru Menurut Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen pasal 10 ayat (1) kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. a. Kompetensi Pedagogik Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”. Depdiknas (2004) menyebut kompetensi ini dengan “kompetensi pengelolaan pembelajaran. Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian. 39 b. Kompetensi Kepribadian Undang-undang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi kepribadian adalah “kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik”. Surya (2003) menyebut kompetensi kepribadian ini sebagai kompetensi personal, yaitu kemampuan pribadi seorang guru yang diperlukan agar dapat menjadi guru yang baik. Arikunto (1993) mengemukakan kompetensi personal mengharuskan guru memiliki kepribadian yang mantap sehingga menjadi sumber inspirasi bagi subyek didik, dan patut diteladani oleh siswa. c. Kompetensi Sosial Guru yang efektif adalah guru yang mampu membawa siswanya dengan berhasil mencapai tujuan pengajaran. Mengajar di depan kelas merupakan perwujudan interaksi dalam proses komunikasi. Menurut Undang-undang Guru dan Dosen kompetensi sosial adalah “kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar”. Surya (2003) mengemukakan kompetensi sosial adalah kemampuan yang diperlukan oleh seseorang agar berhasil dalam berhubungan dengan orang lain. Dalam kompetensi sosial ini termasuk keterampilan dalam interaksi sosial dan melaksanakan tanggung jawab sosial. Merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher Education, menjelaskan kompetensi sosial guru 40 adalah salah satu daya atau kemampuan guru untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang baik serta kemampuan untuk mendidik, membimbing masyarakat dalam menghadapi kehidupan di masa yang akan datang. d. Kompetensi Profesional Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi profesional adalah “kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam”. Surya (2003) mengemukakan kompetensi profesional adalah berbagai kemampuan yang diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai guru profesional. Kompetensi profesional meliputi kepakaran atau keahlian dalam bidangnya yaitu penguasaan bahan yang harus diajarkannya beserta metodenya, rasa tanggung jawab akan tugasnya dan rasa kebersamaan dengan sejawat guru lainnya. Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi guru pembimbing perlu memiliki ciri-ciri kepribadian tertentu yang mendukung tercapainya tujuan layanan bimbingan. Dalam penelitian ini ciri-ciri tersebut disimpulkan dalam tiga aspek, yaitu: 1. Aspek personal, merupakan sifat-sifat pribadi yang ada dalam diri seorang guru pembimbing. Aspek personal terdiri dari: a. Kepribadian yang hangat dan terbuka. Artinya, guru pembimbing bersikap supel dalam pergaulan, humoris, jujur, terbuka, 41 berperilaku sederhana, wajar, sabar, baik hati dan tidak bersikap mengadili siswa. b. Kepribadian yang dewasa. Artinya, guru pembimbing mampu bersikap tegas terhadap siswa, bijaksana, tidak mudah terbawa emosi, mampu menjadi pendengar yang baik dan simpatik. c. Bersikap objektif dan fleksibel. Artinya, guru pembimbing mampu memiliki pemahaman terhadap orang lain secara objektif atau tidak dipengaruhi oleh pandangan atau pendapat pribadi dan mampu bersikap fleksibel atau mudah menyesuaikan diri dengan siswa. 2. Aspek sosial, yaitu yang berkenaan dengan interaksi antara guru pembimbing dengan orang lain. Aspek ini terdiri dari: a. Kemampuan berempati. Artinya, guru pembimbing mampu menghargai berbagai macam perasan siswa tanpa harus larut di dalamnya dan memiliki tanggungjawab moral untuk membantu siswa. b. Kemampuan menjalin relasi. Artinya, guru pembimbing mampu membangun hubungan sosial yang tulus, akrab, hangat dan mampu menyesuaikan diri dengan perilaku siswa serta mampu bersikap sebagai teman sekaligus pemimpin bagi siswa. c. Kemampuan memberikan dukungan. Artinya, guru mampu memberi semangat dan keyakinan kepada siswa terutama pada saat siswa sedang merasa putus asa dan mau mendorong siswa untuk 42 memahami dirinya sendiri sehingga menjadi lebih terbuka dalam menerima segala sesuatu yang terjadi pada dirinya. 3. Aspek profesional, artinya seorang guru pembimbing memerlukan kepandaian khusus agar dapat menjalankan tugasnya. Aspek ini terdiri dari: a. Kemampuan menghargai pribadi. Artinya, guru pembimbing mampu menghargai siswa sebagai individu yang bebas, mampu menjaga dan menyimpan rahasia siswa serta bersikap rendah hati terutama dalam memberi layanan bimbingan. b. Memiliki wawasan yang luas. Artinya, guru pembimbing memiliki perkembangan intelektual yang baik, mampu berpikir logis, kritis, memahami berbagai macam pandangan siswa dan mampu memberi alternatif yang perlu dipertimbangkan oleh siswa. c. Bebas dari kecenderungan menguasai siswa. Artinya, guru pembimbing tidak memaksa siswa ke cara berpikir atau bertindak tertentu dan tidak bersikap selalu ingin tahu terhadap permasalahan siswa. d. Kemampuan menjalin komunikasi. Artinya, guru pembimbing memiliki kecakapan dalam menjalin komunikasi yang baik dan akrab dengan siswa serta terampil merefleksikan, menggali makna yang terkandung dalam setiap kata-kata dan peristiwa yang dialami siswa. 43 Idealnya guru pembimbing memenuhi ketiga aspek tersebut. Namun juga terjadi hal-hal yang ideal tersebut tidak dapat terwujud karena dalam kenyataannya keinginan siswa terhadap ciri-ciri kepribadian yang hendaknya dimiliki guru pembimbing tidak terpenuhi, sehingga memungkinkan siswa mempunyai penilaian keliru mengenai layanan bimbingan. 2.4. Hakekat Siswa SMA Sebagai Remaja dan Karakteristiknya 2.4.1. Pengertian Masa Remaja Siswa kelas X SMA Negeri 2 Salatiga berada pada rentang usia antara 15 tahun sampai dengan 17 tahun. Menurut Keropka (Yusuf, 2002) masa remaja dibagi dalam 3 masa yaitu: Masa Remaja Awal usia 12 tahun - 15 tahun; Masa Remaja Madya usia 15 tahun – 18 tahun; Masa Remaja Akhir usia 19 – 22 tahun. Berdasar pendapat tersebut, siswa kelas X SMA Negeri 2 Salatiga termasuk dalam Remaja Madya/Tengah. Menurut Hurlock (1992) remaja berarti tumbuh menjadi dewasa. Lebih lanjut Rifai (1984) menjelaskan bahwa masa remaja merupakan taraf perkembangan dalam kehidupan manusia, yang mana seseorang sudah tidak dapat disebut anak kecil lagi, tetapi juga belum dapat disebut orang dewasa. Jadi dapat disimpulkan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju ke arah kedewasaan. 44 2.4.2. Karakteristik Remaja Setiap tahap perkembangan pada manusia berbeda satu sama lain, sehingga tiap tahap perkembangan pada manusia mempunyai karakteristik tersendiri. Begitu juga pada masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode sebelum dan sesudahnya. Hurlock (1992) menjelaskan ciri-ciri masa remaja sebagai berikut: a. Masa remaja merupakan periode yang sangat penting: Masa remaja merupakan periode yang sangat penting karena mempunyai akibat yang langsung dan jangka panjang terhadap sikap dan perilaku remaja. Pada masa remaja, terjadi perkembangan fisik dan mental yang cepat hingga perlu penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai serta minat baru. b. Masa remaja sebagai periode peralihan: Peralihan tidak berati terputus dengan atau berubah dari apa yang terjadi sebelumnya, melainkan lebih-lebih sebuah peralihan dari suatu tahap perkembangan ke tahap berikutnya. Artinya, apa yang terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekasnya sehingga mempengaruhi pola perilaku dan sikap yang baru. Pada masa remaja, remaja bukan lagi anak kecil tetapi juga bukan orang dewasa, oleh karena itu remaja harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanakan dan juga harus mempelajari pola perilaku dan sikap yang baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan. 45 c. Masa remaja sebagai periode perubahan: Masa remaja merupakan masa perubahan, yang mana terjadi perubahan fisik, perilaku dan sikap yang berlangsung pesat. Ada empat perubahan yang umumnya terjadi, yaitu: 1) Meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. 2) Perubahan tubuh dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial sehingga menimbulkan masalah baru. 3) Berubahnya minat dan pola perilaku sehingga nilai-nilai menjadi berubah. 4) Bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Remaja menuntut kebebasan tetapi takut bertanggung jawab akibatnya. d. Masa remaja sebagai usia bermasalah: Masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh remaja laki-laki maupun perempuan. Hal ini disebabkan karena sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman mengatasi masalahnya. Penyebab lainnya adalah karena para remaja merasa diri mandiri, sehingga ingin mengatasi masalah sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru. e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas: Pada tahun–tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap penting bagi remaja laki-laki dan perempuan. Tetapi lambat laun remaja mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-temannya dalam segala hal seperti sebelumnya. Rasa 46 ketidak puasan ini membuat remaja mencoba mengangkat dirinya sendiri sebagai individu dengan menggunakan simbol status dalam bentuk mobil, pakaian dan pemilikan barang-barang lain yang mudah terlihat. f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan: Masa remaja disebut sebagai usia yang menakutkan karena adanya anggapan negatif mengenai remaja, yaitu remaja tidak rapi, tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak serta berperilaku mengganggu. g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik: Masa remaja disebut sebagai masa yang tidak realistik karena remaja memandang diri dan orang lain menurut keinginannya dan bukan sebagaimana adanya. h. Masa remaja sebagai masa ambang masa dewasa: Masa remaja merupakan ambang masa dewasa, hal ini ditandai dengan cara berpakaian, bertindak dan berperilaku seperti orang dewasa pada umumnya. 2.4.3. Tugas-Tugas Perkembangan Remaja Tugas perkembangan remaja merupakan tantangan yang berupa aneka tugas yang dihadapi remaja dalam hidupnya (Winkel, 2006). Menurut Havighurst (Hurlock, 1992) tugas perkembangan remaja terdiri dari: 1. Mencapai pergaulan yang baru dan yang lebih matang dengan sebaya dari kedua jender: Remaja diharapkan dapat memperluas hubungan atau relasi sosial, membina hubungan kerja sama baik dengan teman sejenis 47 maupun lawan jenis. Dalam membina relasi dengan orang lain, remaja perlu belajar mengatasi konflik yang terjadi. 2. Mencapai peran-peran kepriaan/masculine dan kewanitaan/feminine: Remaja mempelajari dan menerima perannya sebagai pria dan wanita sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. 3. Mencapai kematangan fisik dan mendaya-gunakan tubuhnya secara efektif: Remaja perlu belajar menerima dan menghargai perubahan yang terjadi pada dirinya, khususnya perubahan fisik. Terjadinya perubahan fisik pada remaja menjadikan remaja mampu memelihara dan merawat dirinya sendiri dengan perasaan puas. 4. Membentuk dan mencapai hasrat berperilaku yang secara sosial dapat dipertanggungjawabkan: Remaja ikut serta dalam kegiatan sosial sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab sehingga menghormati atau mentaati nilai-nilai atau norma-norma sosial yang berlaku di masyarakat. 5. Mencapai kemandirian emosional dari orang tuanya dan orang dewasa lainnya: Remaja mulai menunjukkan kemandiriannya, tidak menganggap dirinya anak kecil lagi yang selalu terikat dengan orang tua dan orang dewasa lainnya. Hal ini diwujudkan dengan mulai menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa bergantung pada orang tua/orang dewasa lainnya. 48 6. Menyiapkan diri untuk membina karier secara ekonomis: Remaja mulai memikirkan kariernya di masa depan. Dengan demikian remaja mengharapkan kebebasan dalam memilih karier yang diinginkannya. 7. Menyiapkan diri memasuki kehidupan pernikahan dan berumahtangga: Remaja diharapkan sudah memiliki konsep tentang keluarga yang bertanggung jawab, menyusun dan merencanakan masa depan, memiliki pengetahuan sebagai pria atau wanita dalam membina rumah tangga dan memelihara alat reproduksinya. 8. Mengembangkan ideologi melalui memperoleh perangkat tata-anutan nilai dan sistem etika pemandu perilakunya: Remaja diharapkan mengetahui dan mengembangkan pengetahuan tentang nilai–nilai yang berlaku sebagai pedoman yang dapat dijadikan falsafah/ideologi dalam hidupnya. Dari uraian di atas jelas bahwa remaja perlu mengetahui dan memahami perannya agar dapat melaksanakan tugas perkembangan yang dibebankan kepadanya dengan baik. Keberhasilan melaksanakan tugas perkembangan pada masa remaja menunjukkan bahwa remaja dapat menyesuaikan diri dengan tuntunan lingkungan sehingga remaja merasa bahagia apabila berhasil melaksanakan tugaas perkembangannya. Tetapi tak jarang remaja juga mengalami kegagalan dalam melaksanakan tugasnya. Kegagalan ini membuatnya merasa kecewa, putus asa dan tidak berguna. Untuk itu, dalam melaksanakan tugas perkembangannya remaja 49 tetap harus mendapat bimbingan dari orang tua maupun orang dewasa lainnya. Di sekolah orang yang paling tepat mendampingi siswa dalam menjalankan tugas perkembangannya adalah guru pembimbing. Agar dapat membimbing siswa dengan baik, seorang guru pembimbing sebaiknya memiliki ciri–ciri kepribadian yang diinginkan oleh para siswanya. 2.5. Sekilas Hasil Penelitian Yang Berhubungan 1. Srimastuti (2001) dalam penelitiannya tentang karakteristik guru BP, diperoleh kesimpulan : (91,25%) siswa menginginkan guru BP sebagai sahabat dan 92% siswa menginnginkan guru BP sebagai orang tua. 2. Handoko S (2003) Dalam penelitiannya tentang karakteristik guru pembimbing yang dinginkan siswa diperoleh kesimpulan dengan nilai tertinggi bahwa guru pembimbing yang diinginkan siswa yakni: sabar, penuh kasih sayang, penuh perhatian, ramah, toleran, empati, hangat, menerima siswa apa adanya, adil, memahami perasaan siswa, pemaaf, menghargai kebebasan, akrab. 3. Fatchurahman (2004) dalam penelitiannya tentang preferensi siswa terhadap perilaku guru pembimbing di SMA Negeri Palangkaraya diperoleh kesimpulan, yakni: disiplin, punya hubungan sosial yang baik, terbuka, optimistik, sabar, humoris dan jujur. 50 4. Asmar (1999) melalui penelitian Penerapan Model Bimbingan Komprehensif di SMA 1 Cisarua menyimpulkan temuan sebagai berikut: a. Penerapan model bimbingan komprehensif memberikan atribusi dan kontribusi terhadap siswa dan pelaksanaan program bimbingan dan konseling di SMA I Cisarua. Ada topik-topik tertentu dari layanan dasar bimbingan yang relevan dengan materi pelajaran Agama, Sosiologi, dan PMP-KN sehingga guru mata pelajaran yang bersangkutan dapat dilibatkan dalam pelaksanaan layanan dasar bimbingan di kelas dan menjadikan materi layanan dasar bimbingan sebagai bagian terpadu dalam mata pelajaran yang diajarkannya. b. Penerapan model bimbingan komprehensif, memberi dampak positif terhadap aspek tugas-tugas perkembangan siswa, dan mendorong para siswa secara sukarela datang kepada guru pembimbing mengkonsultasikan masalahnya, diidentifikasikan sebagai: a) Masalah pribadi, meliputi pengenalan tentang kekuatan diri sendiri, bakat, dan minat, serta penyaluran dan pengembangannya. b) Masalah sosial, meliputi kemampuan berkomunikasi, menerima dan menyampaikan pendapat secara logis, efektif dan efisien, hubungan dengan teman sebaya dan lawan jenis. c) Masalah belajar, meliputi informasi dan orientasi di perguruan tinggi, penguasaan materi pelajaran dan cara belajar yang baik. d) Masalah karier, meliputi pengambilan keputusan karir, orientasi dan informasi karier, dunia kerja dan upaya memperoleh penghasilan sendiri. 51 c. Dampak penerapan model bimbingan komprehensif bagi guru: sikap belajar siswa semakin positif, keterampilan berkomunikasi siswa semakin efektif, penghargaan siswa terhadap guru maupun terhadap teman meningkat, dilihat dan dirasakan guru pada waktu mengajar di kelas, ketika siswa mengerjakan tugas yang diberikan, dan ketika siswa mengikuti ujian. 5. Suherman (2005) melaporkan hasil penelitian tentang Persepsi Dan Ekspektasi Siswa Tentang Unjuk Kerja Guru Pembimbing Dalam Mengembangkan Hubungan Yang Bersifat Membantu, Studi Deskriptif Pengembangan Program Peningkatan Unjuk Kerja Profesional Guru Pembimbing di SMA Lembang Bandung sebagai berikut: a. Unjuk kerja guru pembimbing dalam mengembangkan hubungan yang bersifat membantu ditandai adanya: (1) perilaku empatik, (2) penerimaan dan penghargaan, (3) kehangatan dan perhatian, (4) keterbukaan dan ketulusan, serta (5) kekonkretan dan kekhususan ekspresi. b. Terdapat kesenjangan antara persepsi dan ekspektasi siswa tentang unjuk kerja guru pembimbing dalam mengembangkan hubungan yang bersifat membantu. c. Unjuk kerja guru pembimbing dalam mengembangkan hubungan yang bersifat membantu umumnya dipersepsikan siswa sebagai unjuk kerja yang kurang membantunya dalam memecahkan masalah dan mengembangkan diri, akan tetapi siswa sangat mengharapkan unjuk 52 kerja tersebut sebagai fasilitator yang dapat membantunya dalam mengembangkan diri dan memecahkan masalah yang dihadapi. d. Unjuk kerja guru pembimbing yang dipersepsi siswa kurang membantu dalam mengembangkan diri dan memecahkan masalah yang dihadapinya terutama pada aspek dan sub aspek: a) Perilaku empatik, yaitu: (1) meninjau permasalahan dari sudut pandang siswa, (2) menafsirkan ungkapan siswa secara tepat. b) Kehangatan dan perhatian, yaitu: (1) memperlakukan siswa secara bersahabat, (2) membantu melancarkan ungkapan siswa, (3) memelihara perhatian penuh pada siswa, (4) mengungkapkan kembali pernyataan siswa secara tepat. c) Kekonkritan dan kekhususan ekspresi, yaitu: (1) mengemukakan ungkapan yang mudah dipahami siswa, dan (2) memperjelas pernyataan siswa. Kesembilan sub aspek tersebut dijadikan bahan pertimbangan utama dalam perkembangan program hipotetik pelatihan peningkatan unjuk kerja guru pembimbing dalam mengembangkan hubungan yang bersifat membantu. 6. Temuan lain menunjukan bahwa faktor masa kerja guru pembimbing dan akumulasi konsultasi siswa-guru pembimbing cenderung mempengaruhi persepsi dan ekspektasi siswa tentang unjuk kerja guru pembimbing dalam mengembangkan hubungan yang bersifat membantu. 7. Kartini (2007) meneliti hubungan pola interaksi guru pembimbing dengan siswa kelas III SMA Terpadu Krida Nusantara Bandung. Temuannya 53 menyatakan bahwa pola interaksi guru pembimbing yang memudahkan (enabling) melalui menyediakan waktu untuk berdiskusi dengan siswa di luar jam bimbingan, siswa senang berhubungan dengan guru pembimbing, siswa terbuka mengemukakan masalahnya, siswa percaya pada guru pembimbingnya sehingga kualitas pola interaksi guru pembimbing dengan siswa yang sedemikian terbukti mendorong siswa melakukan eksplorasi dan komitmen identitas sosial khususnya dalam pemilihan pendidikan lanjutan maupun mendorong siswa meningkatkan kemandirian dalam pengambilan keputusan. 8. Damsus (2007) dalam penelitiannya tentang Karakteristik Guru BK yang diinginkan siswa SMA Negeri 1 Waingapu diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1) Kemampuan memberikan dukungan (94%). 2) Kemampuan menghargai pribadi (93,1%). 3) Kemampuan menjalin relasi dengan orang lain (92,7%). 4) Kemampuan menjalin komunikasi (91,2%). 5) Kemampuan berempati (91,2%). 6) Kepribadian yang hangat dan terbuka (90,4%). 7) Kepribadian yang dewasa (90%). 8) Wawasan yang luas (87,9%). 9) Sikap objektif dan fleksibel (86,7%). 10) Bebas dari kecenderungan menguasai siswa (86%). 54