hubungan pola pemberian asi dengan frekuensi kejadian diare dan

advertisement
HUBUNGAN POLA PEMBERIAN ASI DENGAN FREKUENSI
KEJADIAN DIARE DAN ISPA PADA ANAK
Diyah Arini1
Abstract: Breastfeeding is food and beverages that foremost for babies. Foods
addition besides breastfeeding at earlier ages can increase morbidity. Children who
drink ASI rarely get diarrhea than those who drink formula milk. This study aims
at identifying the relations between breast feeding patterns with the frequency of
diarrhea occurance and ARI in children aged 6-12 months in Balong Panggang
Gresik Health center.
The design applied in this study was Analytical observational carried out through
cross-sectional design. The population is a group of mothers having children aged
6-12 months. The sample included 153 mothers selected by probability sampling
approach to Stratified random sampling. Questionnaire was accepted as the
research instrument. Data were analyzed using multiple logistic regression tests.
The study found that the pattern of breastfeeding in children aged 6-12 months was
36.6% partial. With confidence level α = 0.05, the study showed the frequency of
diarrhea occurance associated to the breastfeeding pattern (p = 0.006), birth weight
(p = 0.003), and the solid foods provision in < 6 months children (p = 0.008). It
also found a significant relations between ARI occurance frequency of breastfeeding pattern (p = 0.000), giving MPASI in <6 months children (p = 0.026) and
immunization status (p = 0.020)
Implication of this study is the pattern of breastfeeding associated with the
occurance of diarrhea and ARI. Therefore, all parties, both parents and health
workers should pay attention in children’s nutrition, especially for children’s
breastfeeding exclusivity to reduce the occurance of diarrhea and ARI in children.
Keywords: Breastfeeding pattern, Diarrhea, ARI, children aged 6-12 Months
Latar Belakang
Bayi
akan
mengalami
pertumbuhan dan
perkembangan
sensorik, kognitif, motorik dan sosial
yang cepat. Melalui hubungan timbal
balik dengan pemberi perawatan (orang
tua), bayi menjalani poses tumbuh dan
berkembang sesuai dengan tugas
perkembangannya. Untuk mendukung
pertumbuhan dan perkembangannya,
bayi memerlukan dukungan nutrisi yang
optimal (Khasanah, 2011). Air susu ibu
adalah satu-satunya makanan atau
minuman yang dianjurkan untuk bayi
baru lahir sampai usia enam bulan, hal
ini telah ditentukan dalam undangundang kesehatan tentang pemberian
ASI eksklusif. ASI merupakan substansi
bahan yang hidup dengan kompleksitas
biologis yang luas yang mampu
memberikan daya perlindungan, baik
secara aktif maupun melalui pengaturan
imunologis,
namun
menciptakan
pemberian ASI sejak hari pertama tidak
selalu mudah karena banyak wanita
menghadapi
masalah
dalam
Hubungan Pola Pemberian ASI Dengan Frekuensi Kejadian Diare Dan ISPA Pada Anak 6-12 Bulan
(Diyah Arini)
melakukannya, keadaan yang sering
terjadi yaitu sulitnya ASI keluar
(Varney, dkk, 2007). Hal ini membuat
ibu berpikir bayi tidak akan mendapat
cukup ASI sehingga ibu langsung
mengambil langkah berhenti menyusui
dan mengganti dengan susu formula,
atau anak tetap diberi ASI
dan
menambah dengan susu formula atau
makanan yang lain. Pemberian makanan
atau minuman lewat botol kepada bayi
akan menjadi ancaman bagi kesehatan
bayi tersebut di dalam masyarakat sosial
ekonomi lemah, dimana orangtua tidak
mampu membeli susu bubuk yang
bermutu, tidak memiliki air bersih untuk
melarutkannya
dan
tidak
bisa
mensterilkan dot botolnya (Hawes &
Christin,
1993).
Meningkatnya
penggunaan susu formula untuk
makanan bayi, dapat menimbulkan
berbagai masalah di negara-negara
berkembang. Misalnya yang terkenal
dengan trias Jelliffe yang terdiri dari :
kekurangan
kalori
protein
tipe
marasmus, moniliasis pada mulut, dan
diare karena infeksi (Soetjiningsih,
1997). Umumnya, diare pada bayi
datang akibat pencernaan si kecil
kemasukan bakteri. Sumbernya, bisa
dari kurang higienisnya saat pembuatan
susu formula, tetapi bisa juga karena si
kecil alergi terhadap protein susu sapi
yang terkandung dalam susu formula.
Kemungkinan alergi terhadap bayi yang
mengkonsumsi
ASI,
masih
ada
kemungkinan juga meski jauh lebih
kecil dibandingkan bayi yang menerima
susu formula. Wilayah Puskesmas
Balong Panggang Gresik dengan letak
geografis dataran rendah yang rawan
terhadap
bahaya
banjir
karena
berdekatan dengan kali Lamong dan
sungai Bengawan Solo, selain itu
wilayah ini sulit mendapatkan sumber
air. apalagi dengan cakupan ASI
eksklusif yang sangat rendah serta
kebiasaan
masyarakat
dalam
memberikan MP-ASI secara dini pada
bayinya. Keadaan ini dapat menjadi
faktor resiko terjadinya wabah diare dan
ISPA.
Menurut data Riskesdas 2010
persentasi pola menyusui di Indonesia
pada bayi umur 0 bulan adalah 39,8%
menyusui eksklusif, 5,1 % menyusui
predominan dan 55,1% menyusui
parsial, persentase meyusui eksklusif
semakin menurun dengan meningkatnya
kelompok umur bayi dimana pada bayi
yang berumur 5 bulan menyusui
eksklusif hanya 15,3%, menyusui
pedominan 1,5% dan menyusui parsial
83,2%. Berdasarkan data Riskedas 2010
didapatkan
data di Jawa Timur
presentase anak usia 0-23 bulan yang
pernah di susui sekitar 88,8 % dan 79, 8
% masih disusui.
Menurut Sukersa (2001), wabah
diare di Indonesia adalah salah satu
penyebab kematian kedua terbesar pada
balita dan nomor 3 bagi bayi serta
nomor 5 bagi semua umur, sekitar 162
ribu balita meninggal setiap tahun atau
sekitar 460 balita setiap harinya. Hasil
survey
morbiditas
diare
dan
pengetahuan, sikap dan perilaku yang
dilaksanakan oleh DepKes RI pada
tahun 2000 ditemukan angka kesakitan
diare untuk semua umur di Jawa Timur
adalah 283 per 1.000 penduduk,
sedangkan episode pada balita 1,3 kali
per tahun, demikian juga dengan Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA), setiap
tahunnya 40% – 60% dari kunjungan di
Puskesmas ialah penderita penyakit
ISPA. Seluruh kematian balita, proporsi
kematian yang disebabkan oleh ISPA
ini mencapai 20 – 30% (Purnomo,
2008), dari data yang di dapat dari
wilayah
kerja
puskesmas
Balongpanggang Gresik
didapatkan
bahwa angka kejadian diare pada bayi
yang berumur antara 0-12 bulan pada
tahun 2010 yaitu 171 kasus dan ISPA
(batuk bukan Pneumoni) 694 kasus.
59
Jurnal Ilmiah Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya Volume 3 Nomer 2/April 2012
Sedangkan
target pemberian ASI
eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan yang
saat ini hanya mencapai 32,44 % dari
target 80 %. Berdasarkan hasil
observasi dan wawancara dengan
petugas kesehatan yang ada di
Puskesmas Balongpanggang, bahwa
masyarakat Balongpanggang sampai
saat ini masih kesulitan untuk
mendapatkan
air
bersih
untuk
memenuhi kebutuhan air sehari-hari.
Buruknya
pemberian
ASI
eksklusif di Indonesia, terbatasnya
persediaan pangan di tingkat rumah
tangga serta terbatasnya akses balita
sakit terhadap pelayanan kesehatan
yang berkualitas menyebabkan 5 juta
anak menderita gizi kurang. (Arwin,
dkk, 2010). Apalagi dengan melihat
masih tingginya angka kejadian Diare
dan ISPA di Indonesia, khususnya di
Jawa Timur. Sekian banyak usaha
preventif untuk mencegah kematian
anak balita, tampak bahwa pemberian
ASI adalah cara paling banyak untuk
dapat menurunkan kematian anak balita
(Suradi, 2004), namun cakupan ASI
ekslusif masih rendah.
Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis hubungan antara pola
pemberian ASI dengan frekuensi
kejadian Diare dan ISPA pada anak
Bahan Dan Metode Penelitian
Metode yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah jenis analitik
observasional dengan rancang bangun
penelitian
adalah
cross-sectional.
Penelitian dilaksanakan di wilayah
puskesmas Balongpanggang Gresik
mulai bulan Mei - Juli 2011. Populasi
pada penelitian ini adalah ibu yang
memiliki anak berusia 6 – 12 bulan
yang bertempat tinggal di wilayah
puskesmas
Balongpanggang Gresik
sebanyak 327
ibu.
Berdasarkan
perhitungan diatas maka besar sampel
60
pada penelitian ini adalah 153. Tekhnik
pengambilan sampel dalam penelitian
ini dilakukan secara Stratified Random
Sampling berdasarkan pola pemberian
ASI. Variabel pada penelitian ini terdiri
dari 1)Variabel bebas yaitu pola
pemberian ASI, 2) Variabel terikat
adalah Frekuensi Kejadian diare pada
anak 6-12 bulan dalam 6 bulan terakhir,
3)Variabel pengganggu adalah berat
badan lahir, jumlah balita yang tinggal
bersama anak dalam 1 rumah tangga,
pemberian MPASI pada usia < 6 bulan,
tingkat pendidikan ibu, status ekonomi
keluarga, kepadatan hunian rumah,
status perokok pasif, status imunisasi.
Penelitian ini dianalisis untuk
mengetahui hubungan antara variabel,
yaitu melihat hubungan variabel bebas
dengan variabel pengganggu yang
bermakna
secara
bersama-sama
terhadap variabel terikat dengan
menggunakan Uji statistik
regresi
logistik
ganda
dengan
tingkat
kemaknaan sebesar 0,05.
Hasil Penelitian
1.
a.
Data Khusus
Pola pemberian ASI
N
o
Karakteristik
Responden
frekuens
i
1
Non ASI
32
20,9
2
Parsial
56
36,6
3
Predominan
28
18,3
4
Eksklusif
37
24,2
Persentase (%)
Tabel di atas memperlihatkan
proporsi
responden
dalam
pola
pemberian ASI yang paling besar secara
parsial (36,6%), secara eksklusif 24,2%,
tidak diberikan ASI 20,9 %, secara
predominan 18,3%.
Hubungan Pola Pemberian ASI Dengan Frekuensi Kejadian Diare Dan ISPA Pada Anak 6-12 Bulan
(Diyah Arini)
b.
ASI
Frekuensi kejadian Diare pada anak
Jarang
No
1
Karakteristik
responden
Sering
frekuensi
Persentase
(%)
61
39,9
Non
ASI
Parsial
Predominan
2
Jarang
43
28,1
3
Tidak pernah
49
32,0
Sering
Tabel di atas memperlihatkan
paling besar anak sering mengalami
diare(39,9 %), tidak pernah 32%, jarang
28,1%.
c.
Frekuensi kejadian ISPA pada anak
No
Karakteristik
Responden
frekuensi
Persentase
(%)
1
Sering
77
50,3
BBLN(refe
rence)
1). MPASI
< 6 bulan
2
Jarang
37
24,2
Ya
3
Tidak
pernah
39
25,2
Tidak(refer
ence)
2).
MPASI< 6
bulan
Tabel di atas memperlihatkan
sebagian besar anak sering mengalami
ISPA (50,3%), tidak pernah mengalami
ISPA 24,2%, jarang mengalami ISPA
24,2% dan dari 114 anak yang
mengalami ISPA didapatkan 6 anak
(5,26%) yang mengalami ISPA
pneumoni.
275857
339
0,177
13,798
0,304
0.021
18,362
1,544
275857
339
625,69
5
216,89
4
0,004
55,979
3,628
863,82
3
0,12
27,160
2,071
356,24
2
0,033
42,918
1,345
1369,1
70
0,013
23,332
1,924
282,90
0
BBLN(refe
rence)
2). Berat
badan lahir
BBLR
Sering
3x108
Eksklusive(
reference)
1). Berat
badan lahir
BBLR
Jarang
.
Jarang
Ya
Tidak(refer
ence)
Tabel di atas dapat disimpulkan
hanya ada tiga yang secara signifikan
yaitu pola pemberian ASI sebagai
variabel bebas dan berat badan lahir
d. Hubungan Pola Pemberian ASI
anak serta pemberian MPASI < usia 6
dengan Frekuensi Kejadian Diare di
bulan yang berpengaruh terjadinya
pada anak usia 6-12 bulan di wilayah
kejadian diare. Pada variabel pola
Puskesmas Balong Panggang Gresik
pemberian ASI dimana anak tidak
diberi ASI OR 6x1016 menunjukkan
Variabel
Jenis
p
Prevalence
dependen
variabel
value
resiko
95% C.I bahwa anak yang tidak diberi ASI maka
Batas
Batas
bawah
atasfrekuensi kejadian diare sering beresiko
Frekuensi
1). Pola
6x1016 kali lebih tinggi dibandingkan
pemberian
dengan pola pemberian ASI secara
ASI
Kejadian
Non
2,183x
1,796x
eksklusif pada anak. Sedangkan
ASI
0.000
6x1016
1015
1018
variabel pola pemberian ASI secara
Diare
261888 207091
Parsial
0.000
7x108
06
23850
parsial
ditemukan
OR
7x108
(sering)
290479 290479
Predominan .
3x108
621
621menunjukkan bahwa anak yang diberi
ASI secara parsial maka frekuensi
Eksklusif
kejadian diare sering beresiko 7x108
(reference)
.
2). Pola
kali lebih tinggi dibandingkan dengan
pemberian
pola pemberian ASI secara eksklusif
61
Jurnal Ilmiah Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya Volume 3 Nomer 2/April 2012
pada anak. Sedangkan pada anak yang
diberi
ASI
secara
predominan
ditemukan OR 3x108 menunjukkan
bahwa anak yang diberi ASI
predominan maka kejadian diare dengan
frekuensi sering beresiko 3x108 kali
lebih tinggi dari anak yang diberi ASI
secara eksklusif.
Hasil analis pada variabel berat
badan lahir rendah dengan kejadian
diare yang sering menunjukkan OR
55,979 artinya frekuensi kejadian diare
sering pada anak dengan berat lahir
rendah sebesar 55 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan berat badan lahir
normal. Sedangkan variabel berat badan
lahir dengan kejadian diare yang jarang
menunjukkan OR 27,160 artinya
frekuensi kejadian diare yang jarang
pada anak dengan berat lahir rendah
sebesar
27
kali
lebih
tinggi
dibandingkan dengan berat badan lahir
normal
Hasil analis pada variabel
pemberian MPASI < 6 bulan pada anak
dengan kejadian diare yang sering
menunjukkan OR 42,918 artinya
frekuensi kejadian diare sering pada
anak dengan pemberian MPASI < 6
bulan beresiko 42 kali lebih tinggi
dibandingkan
dengan
pemberian
MPASI > 6 bulan. Sedangkan variabel
pemberian MPASI < 6 bulan pada anak
dengan kejadian diare yang jarang
menunjukkan p=0,013 dengan OR
23,332 artinya frekuensi kejadian diare
sering pada anak dengan pemberian
MPASI < 6 bulan sebesar 23 kali lebih
tinggi dibandingkan dengan pemberian
MPASI > 6 bulan.
62
e. Hubungan Pola Pemberian ASI
dengan Frekuensi Kejadian ISPA pada
anak usia 6-12 bulan di wilayah
Puskesmas Balong Panggang Gresik
Varia
bel
Depe
nden
Freku
ensi
Kejad
ian
ISPA
Jenis
variabel
p
value
Prevalenc
e resiko
0.998
3x1010
0,000
0.997
15
0,000
8
0,000
95% C.I
Batas
bawah
Batas atas
1). Pola
pemberian
ASI
Non ASI
Parsial
4x10
Sering
Predominan
0.998
Eksklusive(re
ference)
2). Pola
pemberian
ASI
2x10
-
Jarang
Non ASI
Parsial
Predominan
Sering
.
267,640
267,640
0,097
1x108
0,000
0,002
314,969
8,741
11349,907
Eksklusive(re
ference)
1). MPASI <
6 bulan
-
Ya
Tidak
(reference)
2). MPASI<
6 bulan
0.000
2x1011
2612229
575
1,105x1013
Ya
Tidak
(reference)
1) Status
imunisasi
.
5x1010
4853814
0052
48538140052
Ya
Tidak
(reference)
2) Status
imunisasi
0,059
473,998
0,801
280565,514
Ya
Tidak
(reference)
0,028
1085,769
2,163
545114,096
Jarang
Sering
267,640
Jarang
Tabel di atas dapat disimpulkan
ada tiga variabel berhubungan dengan
frekuensi kejadian ISPA yaitu pola
pemberian ASI pada frekuensi kejadian
ISPA yang jarang sebagai variabel
bebas dan pemberian MPASI < usia 6
bulan serta status imunisasi anak.
Pada anak yang tidak diberi ASI
akan mengalami serangan ISPA dengan
frekuensi jarang sebesar 267 kali lebih
tinggi dibandingkan dengan pada anak
Hubungan Pola Pemberian ASI Dengan Frekuensi Kejadian Diare Dan ISPA Pada Anak 6-12 Bulan
(Diyah Arini)
yang diberi ASI secara eksklusif. Pada
anak yang
diberi ASI secara
predominan maka frekuensi kejadian
diare jarang beresiko 314 kali lebih
tinggi dibandingkan dengan pola
pemberian ASI secara eksklusif pada
anak.
Frekuensi kejadian ISPA sering
pada anak dengan pemberian MPASI <
6 bulan sebesar 2x1011 kali lebih tinggi
dibandingkan
dengan
pemberian
MPASI > 6 bulan.
Frekuensi kejadian ISPA yang
sering pada anak dengan status
imunisasi tidak lengkap beresiko
473,998 kali dibandingkan dengan
status
imunisasi
yang
lengkap.
Sedangkan frekuensi kejadian ISPA
yang jarang pada anak dengan status
imunisasi tidak lengkap beresiko 1085
kali lebih tinggi dibandingkan dengan
status imunisasi yang lengkap.
Pembahasan
1.Pengaruh
perbedaan
pola
pemberian ASI dengan frekuensi
kejadian diare
Frekuensi kejadian diare yang sering
lebih banyak terjadi pada anak yang
tidak diberikan ASI 87%. Anak tidak
akan menerima imunoglobulin yang
utama pada ASI seperti SIgA sehingga
bayi tidak dapat dilindungi dari
mikroorganisme patogen yang berasal
dari sekitarnya. Anak yang tidak diberi
ASI tidak akan mendapatkan enzim
yang berfungsi membantu pencernaan
bayi dimana fungsi pankreas masih
belum sempurna, sebagai pengangkut
logam-logam (Fe, Mg, Zn dan Se) dan
berfungsi sebagai anti infeksi. Selain itu
anak
tidak akan mendapatkan
karbohidrat utama dari ASI seperti
laktosa yang oleh fermentasi akan
dirubah menjadi asam laktat dimana ini
akan memberikan suasana asam
didalam usus bayi. Sehinggan anak
yang tidak diberi ASI akan mudah
mengalami pertumbuhan balteri yang
patologis
didalam
usus
bayi.
Sedangkan anak yang diberi ASI secara
parsial mengalami diare dengan
frekuensi jarang sebesar13 kali lebih
tinggi dibandingkan anak yang diberi
ASI secara eksklusif. Menyusui secara
parsial adalah menyusui bayi serta
diberikan makanan buatan selain ASI,
baik susu formula, bubur atau makanan
lain sebelum bayi berumur enam bulan
baik diberikan secara kontinyu maupun
diberikan sebagai makanan prelakteal.
Pemberian makanan pendamping ASI
yang
terlalu
dini
juga
akan
meningkatkan angka kematian pada
bayi.
Hal tersebut diperjelas lagi oleh
Kristiyanasari (2009), bahwa pada bayi
baru lahir sistem IgE belum sempurna.
Pemberian
susu
formula
akan
merangsang aktivasi sistem ini dan
dapat menimbulkan alergi. ASI tidak
menimbulkan efek ini. Pemberian
protein asing yang ditunda sampai umur
6 bulan akan mengurangi kemungkinan
alergi.
Peneliti berasumsi
pola
pemberian ASI secara parsial sebagian
besar diberikan oleh ibu di wilayah
puskesmas Balongpanggang Gresik
dikarenakan bahwa tingkat pendidikan
orang tua sangat mempengaruhi dalam
pencegahan penyakit diare pada anak,
ini terbukti dengan tingkat pendidikan
orang tua bayi pada penelitian yang
tidak mengalami diare adalah tingkatan
tinggi (50%) yaitu SMA dan PT.
Namun budaya masyarakat sangat
mempengaruhi dalam pola pemberian
ASI pada anaknya dimana didapatkan
anak yang berusia satu bulan sudah
diberi pisang atau nasi lembek sebagai
tambahan ASI, selain itu ibu yang
masih tinggal bersama dengan orang tua
dimana ada kecenderungan anak
mengikuti pola asuh dari ibu yang telah
63
Jurnal Ilmiah Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya Volume 3 Nomer 2/April 2012
memberikan makanan selain ASI
sebelum anak berusia < 6 bulan.
Hasil penelitian menunjukkan anak
yang diberi ASI eksklusif
hampir
sepenuhnya tidak diare. Menurut
Soetjiningsih (1997), ASI mengandung
bermacam-macam enzim. Banyak dari
enzim-enzim ini dapat melewati
lambung, karena mempunyai struktur
tersier yang hidrofobik dan ASI
merupakan buffer yang bagus yang
dapat meningkatkan pH menjadi 5,56,0. Hal ini diperkuat dengan pendapat
Kodrat (2010), bahwa bayi yang diberi
susu eksklusif dari si ibu selama 6 bulan
pertama kelahirannya jarang sekali yang
mengalami alergi pada kulit atau infeksi
karena
bakteri.
ASI
telah
diformulasikan khusus untuk bayi.
Dalam ASI ada efek laksatif yang
menyebabkan bayi tidak sembelit dan
jarang diare. ASI mengurangi resiko
sakit perut. Cairan pada ASI akan
menghancurkan
dan
menghambat
pertumbuhan mikroorganisme yang
berbahaya. Anak yang tetap diberikan
ASI, mempunyai volume tinja lebih
sedikit, frekuensi diare lebih sedikit,
serta lebih cepat sembuh dibanding
anak yang tidak mendapat ASI.
2.Pengaruh
perbedaan
pola
pemberian ASI dengan frekuensi
kejadian ISPA
Frekuensi kejadian ISPA yang
sering lebih banyak terjadi pada anak
yang tidak diberikan ASI 84,4%, dan
secara parsial 87,5 %
dan pola
pemberian ASI secara predominan
sebagian besar mengalami ISPA dengan
frekuensi jarang 82,1% sementara yang
tidak mengalami kejadian ISPA terjadi
pada anak dengan pola pemberian ASI
secara eksklusif 94,6%. Anak yang
tidak diberikan ASI
mengalami
frekuensi kejadian ISPA sering 3 x 109
lebih tinggi dibandingkan pada anak
64
yangdiberi ASI secara eksklusif namun
tidak ada hubungan antara pola
pemberian ASI secara eksklusif dengan
frekuensi kejadian ISPA yang sering
pada naak usia 6-12 bulan. Terdapat
banyak faktor yang mempengaruhi
kejadian ISPA pada anak, hal ini
berhubungan dengan penjamu, agent
penyakit dan lingkungan. Salah satunya
adalah polusi udara, hal ini berkaitan
dngan konsentrasi polutan lingkungan
yang dapat mengiritasi mukosa saluran
respiratori. Anak yang tinggal di dalam
rumah berventilasi baik memiliki angka
insidens ISPA yang lebih rendah dari
pada anak yang berada didalam rumah
yang berventilasi buruk. Orang tua yang
perokok menyebabkan anaknya rentan
terhadap pneumonia. Anak yang tidak
diberi ASI mengalami ISPA dengan
frekuensi jarang sebesar 267,640 kali lebih
tinggi dibandingkan pada anak dengan
pemberian ASI secara eksklusif. Sementara
Kramer et al. (2003) menyatakan bahwa
efek perlindungan ASI terhadap penyakit
gastrointetinal dan infeksi pernapasan akan
meningkat seiring dengan eksklusif
tidaknya pemberian ASI yang dilakukan.
Anak yang diberi ASI secara
parsial mengalami ISPA dengan frekuensi
sering sebesar 4x1015
lebih tinggi
dibandingkan dengan pemberian ASI secara
eksklusi sedangkan anak yang diberi ASI
secara parsial mengalami ISPA yang jarang
sebesar 1x108 lebih tinggi dibandingkan
dengan pemberian ASI secara eksklusif.
Penggunaan susu formula dan serta
MPASI, dan jarang memberikan ASI ini
membuat anak lebih rentan terhadap resiko
penyakit, malnutrisi dan kematian lebih
tinggi. Masih banyak faktor yang
mempegaruhi kejadian ISPA diantaranya
berat badan lahir bayi, pengetahuan ibu
yang dikaitkan dengan tingkat pendidikan
ibu, jumlah balita, pemberian makanan
pendamping ASI yang terlalu dini, gizi ibu,
sosial ekonomi, status imunisasi anak dan
lingkungan. Bayi dengan berat badan lahir
rendah
(BBLR)
menunjukkan
kecenderungan
untuk
lebih
rentan
menderita penyakit infeksi dibanding
Hubungan Pola Pemberian ASI Dengan Frekuensi Kejadian Diare Dan ISPA Pada Anak 6-12 Bulan
(Diyah Arini)
dengan bayi dengan berat badan lahir
normal (BBLN). Bayi dengan berat badan
lahir rendah biasanya terlahir sebelum
waktunya (prematur). Bayi yang terlahir
prematur baik secara fisik maupun
fisiologis belum terbentuk secara sempurna,
khususnya organ vital paru-paru.
Anak yang diberi ASI secara
predominan mengalami ISPA dengan
frekuensi sering sebesar 2x108 lebih
tinggi dibandingkan dengan anak yang
diberi kan ASI secara eksklusif.
Sedangkan Anak yang diberi ASI secara
predominan mengalami diare dengan
frekuensi jarang sebesar 314 lebih
tinggi dibandingkan dengan anak yang
diberi kan ASI secara eksklusif. Ginjal
bayi
belum matang atau belum
berkembang secara sempurna. Ginjal
bayi tidak mempu mengelurkan air
dengan cepat sehingga menyebabkan
timbunan air dalam tubuh yang dapat
membahayakan
bayi.
Kelebihan
pemberian air putih dapat melarutkan
natrium (sodium) dalam darah dan akan
dikeluarkan oileh tubuh sehingga dapat
mempengaruhi
aktivitas
otak.
Kebutuhan bayi akan air putih
sebenarnya sudah terpenuhi waktu
minum ASI karena sebagian besar
bahannya adalah air. Selain itu air putih
dengan mudah membuat perut bayi
menjadi penuh sehingga bayi tidak mau
diberikan ASI. Dampak lainnya adalah
bayi mengalami intoksikasi air atau
keracunan air dengan gejala awal adalah
iritabilitas (bayi merengek-rengek),
mengantuk dan mengalami perubahan
mental lainnya. Gejala lainnya adalah
menurunnya suhu tubuh, edema atau
bengkak di sekitar wajah dan kejang.
Selain itu apabila air yang dikonsumsi
tercemar maka anak mudah sekali
mengalami infeksi pernapasan dan
pencernaan.
Anak yang diberi ASI secara
eksklusif oleh ibunya sebagian besar 94,6
% tidak pernah mengalami serangan ISPA.
Hal ini bisa disebabkan zat-zat kekebalan
tubuh di dalam ASI memberikan
perlindungan langsung melawan serangan
penyakit. Sifat lain dari ASI yang juga
memberikan
perlindungan
dengan
penyediaan lingkungan yang ramah bagi
bakteri yang menguntungkan dimana
bakteri tersebut dapat menghambat
perkembangan bakteri, virus dan parasit
yang berbahaya.
Simpulan Dan Saran
Frekuensi kejadian diare dan
ISPA pada anak 6-12 bulan semakin
sering terjadi pada anak yang tidak
diberikan ASI, pemberian ASI secara
parsial ataupun secara predominan. Ibu
dapat melakanakan manajemen laktasi
dan bagi sesama Ibu Menyusui saling
berbagi
pengalaman,
bertukar
informasi, memberi semangat dan
dukungan seputar kegiatan menyusui
dan pemberian ASI, agar ASI Eksklusif
berhasil diberikan kepada bayi selama 6
bulan pertama, dan ASI diteruskan
hingga anak berusia 2 tahun atau lebih,
tidak kalah pentingnya adalah peran
dari pemerintah
agar senantiasa
mensosialisasikan keunggulan ASI
kepada
masyarakat
Serta
mensosialisasikan UU Kesehatan yang
terkait dengan pemberian ASI yang
didukung juga dengan Peraturan
Pemerintah serta bentuk sanksi yang
akan diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Akib Arwin. Zakiudin. Nia. (2010)
Alergi-Imunologi Anak. Edisi 2.
Jakarta. Badan Penerbit IDAI. hlm
189-203
American Academy Of Pediatrics (2005)
Breastheeding and Human Mile
Pediatrics. Vol. 115. hlm 496-506
Arifeen. S. Black. R.E. Sntelman. G. Baqui.
A. Caulfield. L. et al (2001) Exclusive
breastfeeding reduces acute respiratory
infection and diarrhea deaths among
65
Jurnal Ilmiah Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya Volume 3 Nomer 2/April 2012
infants in Dhaka dilums Pediatrics,
vol.108. hlm 1 – 8.
Hawes, H & Christine S. (1993)
Children for Health British : British
Library Cataloguing-in publication
data.
Khasanah, Nur. (2011). Panduan
Lengkap Seputar ASI dan Susu
Formula. Jogjakarta. FlashBooks.
Kodrat, Laksono. (2010). Dahsyatnya
ASI dan Laktasi. Cetakan ke-1.
Yogyakarta ; Media Baca, hlm 2-49
Kristiyanasari. (2009). ASI, Menyusui,
dan
Sadari.
Cetakan
ke-1.
Yogyakarta ; Nuha Medika.
Pramono, D. (1997) Besar sampel
dalam
penelitian
kesehatan
Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press. Edisi terjemahaan
dari : Lemeshow, S., Hosmer,
D.W., Klar, J., Lwanga. (1990)
Adequacy of sample size in health
studies. WHO : john Willey &
Sons.
Suraatmaja. (2007). Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. CV. Sagung
Seto. Hal 1-15
Soetjiningsih. (1997). ASI Petunjuk
untuk Tenaga Kesehatan. Cetakan
ke-1. Jakarta ; EGC, hlm20-75.
1
66
Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan
STIKES Hang Tuah Surabaya
Download