Pajak Internasional

advertisement
PERTEMUAN KE 4 DOSEN KEDUA
PAJAK INTERNASIONAL





Pajak internasional dibuat untuk memenuhi prinsip keadilan. Salah satu dengan adanya
penghindaran pajak berganda.
Contoh: PPh 26, jika pengusaha luar negeri memiliki usaha di dalam negeri, dikenakan pajak 20%.
Pajak internasional tergantung perjanjian.
Untuk PNS, jika tidak dipotong gajix sesuai PPh 21 maka yang perlu disalahkan bendaharawan
unhas, karena WP sebagai Wajib pungut.
Untuk member perlakuan yg sama antara satu Negara dgn Negara lain baik dlm kerjasama bilateral
maupun Asia.
Pajak Internasional
Januari 2, 2013 by 1man1a
Apa itu Pajak internasional???
Ada beberapa ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian pajak internasional,
diantaranya :
1. Prof. Dr. Ottmar Buhler
Hukum pajak internasional dalam arti sempit adalah kaedah-kaedah (norma) hukum perselisihan
(kolisi) yang didasarkan pada hukum antar bangsa (hukum internasional). Sedangkan dalam arti
luas hukum pajak internasional adalah kaedah-kaedah hukum antar bangsa ditambah peraturan
nasiomal yang mempunyai sebagai objek hukum kolisi dalam bidang perpajakan.
2. Prof. Dr.P.J.A.Adriani
Hukum pajak internasional adalah keseluruhan peraturan yang mengatur tata tertib hukum dan
yang mengatur soal penyedotan daya beli itu di masyarakat. Hukum pajak internasional
merupakan suatu kesatuan hukum yamh mengupas suatu persoalan yang diatur dalam undangundang nasional mengenai :
Pemajakan terhadap orang-orang luar negeri
Peraturan-peraturan nasional untuk menghindarkan pajak berganda
Traktat-traktat
3. Anglo Sakson
Di negara-negara Anglo Sakson berlaku pengertian yang terperinci tentang hukum pajak
internasional, yang dibedakan antara :
National External Tax Law (Auszensteuerrecht)
Merupakan bagian dari hukum pajak nasional yang memuat mengenai peraturan perpajakan yang
mempunyai daya kerja sampai di batas luar negara karena terdapat unsur-unsur asing, baik
mengenai objeknya (sumber ada di luar negeri) maupun terhadap subjeknya (subjek ada di luar
negeri)
 Foreign Tax Law (Auslandisches Steuerrecht)
Adalah mencakup keseluruhan perundang-undangan dan peraturan-peraturan pajak dari negaranegara yang ada di seluruh dunia. Foreign tax law berguna sebagai bahan perbandingan dalam
melakukan comparative tax law study ketika akan melakukan perjanjian perpajakan dengan
negara lain.
 International tax Law
Dalam arti sempit diartikan bahwa hukum pajak internasional merupakan keseluruhan kaedah
pajak berdasarkan hukum antar negara seperti traktat-traktat, konvensi, dll yang semata-mata
berdasarkan sumber-sumber asing. Sedangkan dalam arti luas adalah keseluruhan kaedah baik
yang berdasarkan traktat, konvensi, dan prinsip hukum pajak yang diterima negara-negara dunia,
maupun kaedah-kaedah nasional yang objeknya adalah pengenaan pajak yang mengandung
adanya unsur-unsur asing, yang dapat menimbulkan bentrokan hukum antara dua negara atau
lebih.
MACAM PAJAK BERGANDA (DOUBLE TAXATION)
Pajak berganda dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Pajak berganda nasional (national double taxation)
Adalah pajak yang dikenakan lebih dari satu kali terhadap objek yang sama oleh suatu negara.
2. Pajak berganda internasional (international double taxation)
Adalah pajak yang dikenakan lebih dari satu kali terhadap objek yang sama oleh lebih dari satu
negara, dengan kata lain pajak berganda internasional timbul karena :
a. Ada lebih dari satu negara yang memungut pajak
b. Dikenakan terhadap objek yang sama
Untuk menghindari adanya pajak berganda internasional maka diadakan perjanjian penghindaran
pajak berganda (agreement for the avoidance of double taxation and the prevention of tax
evasion) atau dikenal dengan istilah tax treaty
PAJAK BERGANDA INTERNASIONAL
Pajak internasional mengenal azas-azas tentang domicily country dan source country. Disebut
domicily country apabila negara tempat tinggal Wajib Pajak (domicily country atau home
country) menganut asas domisili yang mengenakan pajak penghasilan atas worldwide income
atas dasar asas domisili.
Apabila Wajib Pajak melakukan transaksi dan memperoleh laba di negara tempat tinggalnya
(source country, atau host country), dan kemudian dikenakan juga pajak penghasilan atas laba
tersebut atas dasar asas domisili, maka Wajib Pajak tersebut akan dikenakan pajak dua kali
(double taxation). Yang pertama oleh source country dan yang kedua oleh domicile country.
Negara-negara yang tarif pajaknya rendah atau sama sekali tidak mengenakan pajak atas
penghasilan disebut sebagai negara-negara surga pajak (tax haven countries).
Pajak berganda dapat dibedakan menjadi Pajak berganda internal (internal double taxation);
pajak berganda internasional (international double taxation); pajak berganda secara yuridis
(juridical double taxation) serta pajak berganda secara ekonomis (economic double taxation).
Internal double taxation adalah pengenaan pajak atas Subjek dan Objek Pajak yang sama dalam
suatu negara. International double taxation adalah pengenaan pajak dua kali (atau lebih) terhadap
Subjek dan Objek Pajak yang sama oleh dua negara. Dua negara atau lebih mengenakan
pengenaan pajak atas Objek Pajak yang sama dan Subjek Pajak yang sama.
Knechtle dalam bukunya berjudul Basic problem in international fiscal law (1979) membedakan
pengertian pajak berganda secara luas (wider sense) dan secara sempit (narrower sense). Secara
luas pengertian pajak berganda diartikan setiap bentuk pembebanan pajak dan pungutan lainnya
lebih dari satu kali, dapat dalam bentuk berganda (double taxation) atau lebih (multiple taxation)
terhadap suatu fakta fiskal. Secara sempit pajak berganda dianggap terjadi pada semua kasus
pemajakan beberapa kali terhadap suatu subjek dan atau objek pajak dalam satu administrasi
perpajakan yang sama. Pajak berganda seperti ini sering disebut sebagai pajak berganda
ekonomis (economic double taxation). Pemajakan ganda oleh berbagai administrator dapat pula
terjadi secara vertikal (pemerintah pusat dan daerah, atau secara diagonal (pemerintah daerah
kota/kabupaten, propinsi X dan Y).
SUMBER-SUMBER HUKUM PAJAK INTERNASIONAL
Pada dasarnya hukum pajak internasional adalah hukum pajak nasional yang didalamnya
mengandung unsur-unsur asing, unsur tersebut bisa mengenai subjek pajaknya, objek pajaknya
maupun pemungut pajaknya.
Sumber hukum pajak internasional terdiri dari :
1. Hukum pajak nasional yaitu peraturan pajak sepihak yang tidak ditujukan kepada pihak lain.
2. Traktat yaitu perjanjian pajak dengan negara lain
a. Untuk menghindari pajak berganda
b. Untuk mengatur perlakuan fiskal terhadap orang asing
c. Untuk mengatur mengenai laba Badan Usaha Tetap (BUT)
d. Untuk memberantas penyelundupan pajak
e. Untuk menetapkan tarif douane
3. Putusan hakim (nasional maupun internasional)
Tujuan umum pajak internasional adalah untuk mengeliminsai gejala pajak ganda, hal ini dapat
dilakukan dengan 3 cara :
1) Dengan cara unilateral, dimana negara yang bersangkuatan memasukkan dalam perundangundangan pajaknya ketentuan untuk menghindari pajak berganda seperti :
a. Exemption yang didasarkan pada pure territorial principle atau restricted terrirorial principle
b. Tax credit yang dapat dibedakan menjadi direct tax credit, indirect tax credit, dan fictious tax
credit/tax sparing
2) Dengan cara bilateral, dilakukan denga melakukan perjanjian pajak antar negara yang dikenal
dengan isilah tax treaty atau perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B). Untuk negara
Indonesia telah memiliki Tax Treaty denagn 57 negara.
3) Perjanjian multilateral, misalnya Igeneral Agreement Tariffs and Trade (GATT) yang
mengatut tarif douane secara multilateral.
SUBJEK DAN OBJEK PAJAK DALAM PAJAK INTERNASIONAL
Subjek pajak dibagi menjadi 2 :
1. Subjek pajak dalam negeri yang mendapat penghasilan dari sumber-sumber di luar negeri
2. Sunjek pajak luar negeri yang mendapat penghasilan dari sumber-sumber di dalam negeri
Sedangkan objek pajak dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Objek pajak dengan sumber di dalam negeri
2. Objek pajak dengan sumber di luar negeri
METODE PENGHINDARAN / PENGURANGAN PAJAK BERGANDA
Dalam rangka menguarangi atau menetralisir dari kemungkinan pengenaan pajak berganda
sebagai akibat dari timbulnya konflik tersebut dimuka maka ada beberapa metode yang bisa
dilakukan antara lain:
1. Metode perjanjian penghindaran pajak berganda internasional antara lain dilakukan dengan :
Traktat yang bersifat multilateral yakni perjanjian yang dilakukan oleh beberapa negara dalam
satu perjanjian.
Traktat yang bersifat bilateral yakni perjanjian yang menyangkut dua negara.
2. Metode Unilateral atau metode sepihak
Cara ini ditempuh oleh negara secara sepihak melalui Yurisdiksi Nasionalnya, yakni dengan cara
memasukkan ketentuan-ketentuan yang kemungkinan dapat menimbulkan pengenaan pajak
berganda kedalam yurisdiksi nasionalnya, misalnya ketentuan pasal 24 UU.PPh tentang kredit
pajak luar negeri. Tata cara pengereditan ini ada dua cara yang dipakai yakni:
Kredit Penuh yakni pembayaran pajak diluar negeri dikreditkan sebesar jumlah yangf dibayar
diluar negeri.
Kredit Terbatas yakni tata cara pengkreditan pajak yang dibayar diluar negeri menurut jumlah
yang paling rendah antara yang dibayar diluar negeri dengan jumlah pajak apabila dikenakan
menurut tarif di Indonesia – ini yang dianut pasal 24 UU.PPh.
3. Metode Pembebasan
Metode ini adalah dengan cara memberikan pembebasan terhadap penghasilan yang diterima
atau diperoleh dariluar negeri, cara pembebasan ini ada dua cara yang ditempuh yakni :
Memberikan pembebasan sepenuhnya terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh dari
negara sumber. Artinya penghasilan dari negara sumber tidak dimasukkan dalam peghitungan
pajak di Negara Domisili. Metode ini juga sering disebut dengan pembebasan penuh atau full
examption.
Cara pembebasan perhitungan pajak yang terhutang hanya atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh didalam negeri, tetapi menerapkan tarif rata-rata atas seluruh penghasilan baik dari
dalam negeri atau luar negeri atau disebut dengan Metode pembebasan dengan Progresi atau
exemption with proression.
Metode pembebasan ini dianggap metode yang paling praktis sebab Negara Domisili tidak perlu
mengetahui bagaimana suatu penghasilan dikenakan pajak di Negara Sumber.
PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (TAX TREATY)
Adalah perjanjian pajak antar dua negara dalam upaya menghindari pajak berganda. Hal-hal
yang ada didalamnya meliputi negara mana saja yang menjadi peserta dan terikat
dalamperjanjian tersebut dan objek pajak apa yang tercakup dalam perjanjian tersebut.
Pada dasarnya tax treaty dapat dibedakan menjadi 3 macam :
1) Menyebutkan jenis pajaknya tetapi tidak menyebutkan definisinya, hal ini dapat menimbulkan
perbedaan dalam penafsiran, sehingga sering kali ditambahakan klausal “jika terdapta keraguraguan maka akan dibicarakan bersama”.
2) Mencantumkan definisi pajak yang diliputinya disertai dengan nama pajaknya, yang pada
waktu perjanjaian dibuat telah ada dan ditambah dengan ketentuan bahwa pada sewaktu-waktu
tertentu otoritas keuangan dari masing-masing negara akan saling memberitahukan, pajak mana
yang tunduk dalam perjanjiana tersebut.
3) Menyebutkan nama pajaknya dengan ketentuan, bahwa perjanjian tersebut juga berlaku untuk
pajak-pajak yang akan diadakan, dan pada hakekatnya mempunyai dasar yang sama.
Objek pajak dalan tax treaty pada umumnya dibagi dalam 15 jenis penghasilan :
1) Penghasilan dari harta tetap atau barang tak bergerak (income from immovable property)
2) penghsilan dari usaha (business income atau business profit)
3) penghasilan sari usaha perkapalan atau angkutan udara (income from shipping and air
transport)
4) deviden
5) bunga
6) royalty
7) keuntungan dari penjualan harta (capital gain)
8) penghasilan dari pekerjaan bebas (income from independent personal service)
9) penghasilan dari pekerjaan (income from dependent personal service)
10) gaji untuk direktur (director fees)
11) penghasilan seniman, artis dan atlit (income earned by entertainers and athletes)
12) uang pensiun dan jaminan social tenaga kerja (pension and social security payment)
13) penghasilan pegawai negeri (income in respect of government service)
14) penghasilan pelajar atau mahasiswa (income received by students and apprentices)
15) penghasilan lain-lain (other income)
Tujuan Kebijakan Perpajakan Internasional
Untuk memajukan perdagangan antar negara, mendorong laju investasi di masing-masing
negara, pemerintah berusaha untuk meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan dan
investasi tersebut. Salah satu upaya untuk meminimalkan beban tersebut adalah dengan
melakukan penghindaraan pajak berganda internasional.
Teori
Apakah prinsip-prinsip yang harus dipahami dalam perpajakan internasional?
Doernberg (1989) menyebut 3 unsur netralitas yang harus dipenuhi dalam kebijakan perpajakan
internasional:
1. Capital Export Neutrality (Netralitas Pasar Domestik): Kemanapun kita berinvestasi, beban
pajak yang dibayar haruslah sama. Sehingga tidak ada bedanya bila kita berinvestasi di dalam
atau luar negeri. Maka jangan sampai bila berinvestasi di luar negeri, beban pajaknya lebih besar
karena menanggung pajak dari dua negara. Hal ini akan melandasi UU PPh Psl 24 yang
mengatur kredit pajak luar negeri.
2. Capital Import Neutrality (Netralitas Pasar Internasional): Darimanapun investasi berasal,
dikenakan pajak yang sama. Sehingga baik investor dari dalam negeri atau luar negeri akan
dikenakan tarif pajak yang sama bila berinvestasi di suatu negara. Hal ini melandasi hak
pemajakan yang sama denagn Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) terhadap permanent
establishment (PE) atau Badan Uasah Tetap (BUT) yang dapat berupa cabang perusahaan
ataupun kegiatan jasa yang melewati time-test dari peraturan yang berlaku.
3. National Neutrality: Setiap negara, mempunyai bagian pajak atas penghasilan yang sama.
Sehingga bila ada pajak luar negeri yang tidak bisa dikreditkan boleh dikurangkan sebagai biaya
pengurang laba.
Hasil atau Isi
Mengapa terjadi perpajakan berganda internasional?
Perpajakan berganda terjadi karena benturan antar klaim perpajakan. Hal ini karena adanya
prinsip perpajakan global untuk wajib pajak dalam negeri (global principle) dimana penghasilan
dari dalam luar negeri dan dalam negeri dikenakan pajak oleh negara residen (negara domisili
wajib pajak). Selain itu, terdapat pemajakan teritorial (source principle) bagi wajib pajak luar
negeri (WPLN) oleh negara sumber penghasilan dimana penghasilan yang bersumber dari negara
tersebut dikenakan pajak oleh negara sumber. Hal ini membuat suatu penghasilan dikenakan
pajak dua kali, pertama oleh negara residen lalu oleh negara sumber Misalnya: PT A punya
cabang di Jepang. Penghasilan cabang di jepang dikenakan pajak oleh fiskus Jepang. Lalu di
Indonesia penghasilan itu digabung dengan penghasilan dalam negeri lalu dikalikan tarif pajak
UU domestik Indonesia.
Bentokran klaim lebih diperparah bila terjadi dual residen, dimana terdapat dua negara samasama mengklaim seorang subjek pajak sebagi wajib pajak dalam negerinya yang menyebabkan ia
terkena pemajakan global dua kali. Misalnya: Mr. A bekerja di Indonesia lebih dari 183 hari
namun setiap sabtu dan minggu ia pulang ke rumahnya di Singapura. Mr. A dianggap WPDN
oleh Indonesia dan juga Singapura sehingga untuk wajib melapor dan membayar pajak untuk
penghasilan globalnya pada Indonesia maupun Singapura.
Apa saja upaya untuk menghindari perpajakan berganda internasional?
1. Tax Treaty (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda/P3B): yaitu perjanjian antara 2 negara
untuk menghindari pajak berganda untuk memajukan investasi antara 2 negara tersebut. Untuk
active income, Biasanya negara sumber hanya berhak memajaki penghasilan dari cabang (BUT)
dan penghasilan dari aset tak bergerak yang berhasil dari negara sumber tersebut. Bila eksporimpor biasa tanpa BUT maka negara sumber tidak bisa memajaki. Penghasilan pegawai hanya
boleh dipajaki bila melewati time-test atau dibayar oleh WPDN ataupun BUT. Untuk passive
income seperti deviden, bunga dan royalti, kedua negara berhak memajaki namun terdapat
pengurangan tarif.
2. Kredit Pajak Luar Negeri: Yaitu jumlah pajak yang dibayarkan di luar negeri dapat dijadikan
pengurang pajak penghasilan secara keseluruhan. Di Indonesia diatur dalam UU PPh pasal 24.
Dimana kredit pajak luar negeri hanya sebatas: Penghasilan LN/(Semua penghasilan LN dan
DN) x PPh terutang untuk semua penghasilan
Apa saja masalah-masalah dalam perpajakan internasional?
1. Transfer Pricing: Kegiatan ini adalah mentransfer laba dari dalam negeri ke perusahaan
dengan hubungan istimewa di negara lain yang tarif pajaknya lebih rendah. Hal ini dapat
dilakukan dengan membayar harga penjualan yang lebih rendah dari harga pasar, membiayakan
biaya-biaya lebih besar daripada harga yang wajar, thin capitalization (memperbesar utang
dengan beban bunga untuk mengurangi laba). Misalnya: tarif pajak di Indonesia 28%, di
Singapura 25%. PT A punya anak perusahaan B Ltd di Singapura, maka laba di PT A dapat
digeser ke B Ltd yang tarifnya lbh kecil dengan cara B LTd meminjamkan uang dengan bunga
yang besar, sehingga laba PT A berkurang, memang pendapatan B Ltd bertambah namun tarif
pajaknya lebih kecil. Hal bisa juga dilakukan dengan PT A menjual rugi (mark down) barang dan
jasa (harga jual di bawah ongkos produksinya) ke B Ltd. Di Indonesia, transfer pricing dicegah
dalam UU PPh pasal 18 dimana pihak fiskus berhak mengkoreksi harga transaksi, penghitungan
utang sebagai modal dan DER (Debt Equity Ratio).
2. Treaty Shopping: Fasilitas di tax treaty justru bukannya menghindarkan pajak berganda
namun malah memberi kesempatan bagi subjek pajak untuk tidak dikenakan pajak dimana-mana.
Misalnya: Investasi SBI di bursa singapura dibebaskan pajak. Treaty Shopping diredam dengan
ketentuan beneficial owner (penerima manfaat) dalam tax treaty (P3B) baik yang memakai
model OECD maupun PBB sehingga tax treaty hanya berlaku bila penerima manfaat yang
sebenarnya adalah residen di negara yang menandatangani tax treaty.
3. Tax Heaven Countries: Negara-negara yang memberikan keringanan pajak secara agresif
seperti tarif pajak rendah, pengawasan pajak longgar telah membuat penerimaan pajak dari
negara-negara berkembang merosot tajam. Negara tax heaven yang termasuk dalam KMK
No.650/KMK04/1994 antara lain Argentina, Bahrain, Saudi Arabia, Mauritius, Hongkong,
Caymand Island, dll. Saat ini negara tax heaven sedang dimusuhi dunia internasional,
pengawasan tax avoidance (penghindaran pajak) di negara-negara tersebut sedang gencargencarnya. Berinvestasi di negara tax heaven beresiko besar terkena koreksi UU PPh Pasal 18.
Lebih baik berinvestasi pada negara dengan tax treaty.
Analisis Hasil Jurnal
Perpajakan Internasional merupakan alat untuk mengetahui perbedaan pajak dalam negeri dan
memajukan perdagangan antar negara, mendorong laju investasi di masing-masing negara,
pemerintah berusaha untuk meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan dan investasi
tersebut. Ada beberapa prinsip-prinsip yang harus dipahami dalam Perpajakan Internasional
menurut Doernberg (1989) menyebut 3 unsur netralitas yang harus dipenuhi dalam kebijakan
perpajakan internasional yaitu Capital Export Neutrality (Netralitas Pasar Domestik), Capital
Import Neutrality (Netralitas Pasar Internasional) dan National Neutrality.
Sumber
Prof. Gunadi. 2007. Pajak Internasional. LPFEUI
http://natanedan.wordpress.com/2009/12/08/sekilas-tentang-pemajakan-internasional-oleh-nanyariany/
http://adithpurnama04.blogspot.com/2012/04/normal-0-false-false-false.html
Download