kajian yuridis terhadap hubungan kerja kantor distrik navigasi

advertisement
84
KAJIAN YURIDIS TERHADAP HUBUNGAN KERJA
KANTOR DISTRIK NAVIGASI JAYAPURA
DAN PERUSAHAAN PELAYARAN
TENTANG TENAGA KERJA PADA KAPAL PERINTIS
Oleh : Trikora Arso Sholeh
Mahasiswa Program Strata Satu
Fakultas Hukum Universitas YAPIS Papua
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum
tenaga kerja dikapal baik nahkoda, petugas radio pelayaran dan ABK yang
diperbantukan di perusahaan pelayaran pada kapal perintis, serta untuk
mengetahui Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan
perlindungan hukum terhadap tenaga kerja yang diperbantukan di perusahaan
pelayaran pada kapal perintis.
Penelitian ini menggunakan Penelitian Normatif adalah penelitian yang
dilakukan untuk mengkaji peraturan prundang-undangan dan Penelitian Empiris
adalah penelitian yang berhubungan dengan kenyataan yang terjadi di dalam
masyarakat yang berkaitan dengan penelitian.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hubungan kerja Kantor
Distrik Navigasi Jayapura dan Perusahaan Pelayaran tentang tenaga kerja pada
kapal Perintis adalah perjanjian terhadap tenaga kerja yang diperbantukan pada
kapal perintis, dimana dari hasil penelitian perjanjian kerja laut hanya
menyebutkan perjanjian secara umum tidak secara detail mengenai perkerja yang
diperbantukan pada kapal perintis, dan masih terdapat beberapa pekerja pada
kapal perintis baik yang diperbantukan atau dari perusahaan pelayaran itu sendiri
yang sering melanggar perjanjian kerja laut sehingga mengakibatkan
terhambatnya proses berlayar, selain itu pihak perusahaan juga kurang
memperhatikan tenaga kerjanya sehingga pihak perusahaan tidak menyadari
mereka mempunyai kewajiban yang lain disamping membayar upah.
Kata Kunci: Hubungan Kerja, Kantor Distrik Navigasi Jayapura, Perusahaan
Pelayaran, Tenaga Kerja, Kapal Perintis
PENDAHULUAN
Belakangan ini masalah ketenagakerjaan dibidang jasa transportasi
semakin ramai dibicarakan di Indonesia, apalagi sering terjadi musibah yang
sering menimpa jasa transportasi di Indonesia baik yang bergerak di darat, laut
dan udara, sebagian contoh, kecelakaan kereta api yang bertabrakan, jatuhnya
pesawat sukhoi, dan kecelakaan kapal motor, menyangkut masalah musibah pasti
ada pihak yang dirugikan baik dari pihak pengguna jasa maupun pemberi jasa.
Oleh sebab itu, perlindungan hukum sangat berperan penting untuk melindungi
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW”
Volume 1 Nomor 1, Februari 2013
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
85
khususnya untuk tenaga kerja atau pekerja. Mengingat pentingnya peranan tenaga
kerja atau pekerja khususnya yang diperbantukan pada perusahaan pelayaran, dan
perusahaan tidak akan berjalan tanpa adanya campurtangan tenaga kerja atau
pekerja. Setiap pekerjaan baik di darat, laut, udara pasti ada resikonya. Dalam hal
ini jenis pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja atau pekerja di kapal
mempunyai resiko bahaya yang besar di dalam melaksanakan tugasnya pada saat
berlayar.
Dalam hal risiko bahaya di laut yang sewaktu-waktu dapat menimpa
tenaga kerja di kapal maka perusahaan pelayaran harus memperhatikan atau
memberikan perlindungan secara jelas tanpa mengurangi hak tenaga kerja atau
pekerja sedikitpun demi memperoleh keuntungan yang sebanyak-banyaknya.
Menurut Pasal 2 ayat 2 Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 1998 tentang
Pemeriksaan Kecelakaan kapal, disebutkan ada 5 macam kecelakaan kapal yang
sering terjadi yaitu:
1. Kapal tenggelam
2. Kapal terbakar
3. Kecelakaan kapal yang mengakibatkan terancamnya jiwa manusia dan
kerugian harta benda
4. Tabrakan kapal
5. Kapal kandas, dan sebagainya.
Kantor Distrik Navigasi Jayapura sebagai kantor perhubungan laut
dibawah Kementerian Perhubungan yang memiliki pegawai atau tenaga kerja
yang handal dan bekerja dikapal negara KN. Aldebaran sebagai nahkoda dan
ABK serta petugas Stasiun Radio Pantai (SROP) apabila perusahaan pelayaran
membutuhkan tenaga kerja dari kantor tersebut maka diadakan kesepakan untuk
peminjaman tenaga kerja yang diperbantukan pada perusahaan pelayaran agar
transportasi khususnya kapal perintis menjadi lebih aman. Namun mengingat
resiko bahaya dilaut sangat besar maka perusahaan pelayaran harus memberikan
atau menjamin perlindungan hukum terhadap para pekerja yang diperbantukan
diperusahaannya, selain itu seseorang yang bekerja dikapal pasti jauh atau
meninggalkan keluarganya untuk waktu yang lama, Maka Perusahaan harus dapat
memberikan keseimbangan antara hak dan kewajiban tenaga kerja baik kepada
nahkoda, petugas radio pelayaran, maupun anak buah kapal. Misalnya:
memberikan tunjangan kepada keluarga tenaga kerja atau pekerja baik upah kerja
dan sebagaianya.
Perlindungan hukum terhadap tenaga kerja atau pekerja berarti membahas
hak dan kewajiban tenaga kerja atau pekerja tanpa terkecuali. Artinya hak-hak
tenaga kerja atau pekerja setelah tenaga kerja melaksanakan kewajibannya. Hak
dan kewajiban pekerja dituangkan dalam perjanjian kerja yang dibuat antara
Kantor Distrik Navigasi Jayapura dengan perusahaan serta melibatkan tenaga
kerja yang akan diperbantukan pada perusahaan tersebut tanpa adanya paksaan.
Dimana perjanjian kerja merupakan awal dimulai hubungan kerja. Hak tenaga
kerja di kapal menurut Pasal 18 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2000
Tentang Kepelautan, meliputi: Hak atas upah, hak atas tempat tinggal dan makan,
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW”
Volume 1 Nomor 1, Februari 2013
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
86
hak cuti, hak waktu sakit atau kecelakaan. 1 Perjanjian kerja menjadi sarana dalam
mewujudkan perlindungan hukum bagi tenaga kerja atau pekerja yang
diperbantukan pada perusahaan pelayaran. Perjanjian kerja untuk tenaga kerja
yang bekerja di darat diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Perjanjian kerja yang dilakukan tenaga kerja di kapal dengan
perusahaan pelayaran disebut Perjanjian kerja laut.2
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka Penulis mencoba merumuskan
masalah tersebut, antara lain adalah:
1. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum tenaga kerja dikapal baik
nahkoda, petugas radio pelayaran dan ABK yang diperbantukan di perusahaan
pelayaran pada kapal perintis?
2. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan
hukum terhadap tenaga kerja yang diperbantukan di perusahaan pelayaran
pada kapal perintis?
METODE PENELITIAN
Tipe penelitian yang di pakai oleh penulis adalah :
1. Penelitian Normatif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengkaji peraturan
prundang-undangan yang berkaitan “ Kajian Yuridis Terhadap Hubungan
Kerja Kantor Distrik Navigasi Jayapura Dan Perusahaan Pelayaran Tentang
Tenaga Kerja Pada Kapal Perintis”;
2. Penelitian Empiris adalah penelitian yang berhubungan dengan kenyataan yang
terjadi di dalam masyarakat yang berkaitan dengan kajian yuridis terhadap
hubungan kerja Kantor Distrik Navigasi Jayapura dan perusahaan pelayaran
tentang tenaga kerja pada kapal perintis berdasarkan penelitian kepustakaan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Secara umum dapat dijelaskan bahwa pengertian Perlindungan hukum
adalah tindakan melindungi atau memberikan pertolongan dalam bidang hukum. 3
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang dimaksud Perlindungan
adalah cara, proses, perbuatan melindungi. Menurut Pasal 1 ayat (4) Undangundang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan kekerasan dalam rumah
tangga, yang dimaksud perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk
memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga,
advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan atau pelaksana lainnya
baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang dimaksud dengan
hukum adalah peraturan yang dibuat oleh Pemerintah atau adat yang berlaku bagi
1
Penyelenggaraan Kenavigasian Indonesia, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut
Kementerian Perhubungan, Jakarta, 2008, h.3
2
Manulang Sendjun, Pokok-Pokok Hukum Ketenaga Kerjaan di Indonesia, Rineka Cipta,
Jakarta, 1990, h.12
3
Husni Lalu, Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja di Indonesia, PT. RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 1998, h.2
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW”
Volume 1 Nomor 1, Februari 2013
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
87
semua orang dalam masyarakat (Negara). Sedangkan, pada dasarnya hukum
merupakan perlengkapan masyarakat untuk menjamin agar kebutuhan-kebutuhan
dalam masyarakat dapat dipenuhi secara teratur agar tujuan-tujuan kebijaksanaan
publik dapat terwujud di dalam masyarakat. Berbicara perlindungan hukum
berarti membahas tentang hak dan kewajiban tenaga kerja.
Perlindungan hukum terhadap tenaga kerja di kapal merupakan salah satu
bagian yang sangat penting dalam pelaksanaan hak bekerja dalam perusahaan,
apalagi mengingat resiko bahayanya, maka pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga
kerja di kapal haruslah sesuai dengan harkat dan martabat manusia itu sendiri.
Untuk menjamin hak-hak tenaga kerja di kapal tersebut, maka perlu dilakukan
upaya pelaksanaan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja di kapal tanpa
terkecuali. Perlindungan hukum terhadap tenaga kerja dituangkan dalam Pasal 28
D ayat (2) UUD 1945, yang berbunyi:“Setiap orang berhak untuk bekerja serta
mendapatkan imbalan danperlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”.
Dalam hal ini perusahaan pelayaran harus memberikan perlindungan
hukum kepada tenaga kerja di kapal sesuai dengan jenis pekerjaannya. Meskipun
hanya seorang pelayan akan tetapi juga harus tetap diperhatikan. Mengingat
peranan tenaga kerja sangat penting demi kelancaran perusahaan. Tenaga kerja di
kapal harus memperoleh hak-hak mereka secara penuh, begitu juga sebaliknya
tenaga kerja juga harus memenuhi kewajibannya dengan baik pula.Sehingga, akan
tercipta hubungan kerja yang dinamis antara perusahaan dengan pihak tenaga
kerja. Jadi perlindungan hukum tidak hanya semata-mata memberikan
perlindungan.
Bentuk Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Dikapal Baik Nahkoda, Petugas
Radio Pelayaran Dan Abk Yang Diperbantukan Di Perusahaan Pelayaran
Pada Kapal Perintis.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa 2/3 % tanah air Indonesia adalah
lautan yang terdiri dari pulau-pulau. Karena itulah Indonesia disebut juga sebagai
negara maritim, maka nenek moyang bangsa Indonesia adalah seorang pelaut.
Mereka berlayar dari pulau ke pulau, hingga suatu saat perahu mereka mengalami
kecelakaan dan gangguan. Mereka terdampar di suatu pulau yang tidak ada
penghuninya. Timbullah ide mereka untuk meminta pertolongan dengan cara
menyalakan api agar pelaut-pelaut lain segera menolong. Sejak kejadian itu
mereka selalu membuat peraturan yang mana peraturan itu harus dipatuhi oleh
setiap pelaut. Setelah Indonesia merdeka terbentuklah “komando jenis perahu”
yang berakhir sampai tahun 1970. Sesudah tahun 1970 diganti menjadi “Distrik
Navigasi” Distrik Navigasi itu adalah suatu wadah yang mengelola sarana-sarana
yang membantu terlaksananya atau tercapainya keselamatan dalam melaksanakan
penghubungan dari suatu tempat ke tempat lain hingga selamat sampai di tempat
tujuan. Bentuk Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Dikapal baik Nahkoda,
Petugas Radio Pelayaran dan ABK yang diperbantukan di perusahaan pelayaran
pada kapal Perintis.
Bentuk perlindungan hukum tenaga kerja yang diperbantukan dikapal
perintis berarti membahas hak dan kewajiban tenaga kerja khususnya tenaga kerja
dikapal atau Nahkoda, Petugas Radio Pelayaran dan Anak Buah Kapal (ABK),
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW”
Volume 1 Nomor 1, Februari 2013
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
88
Keberadaan tenaga kerja dikapal sangat penting dalam proses pelayaran. Sebab,
Kantor Distrik Navigasi Jayapura dan Perusahaan Pelayaran dapat melakukan
kerja sama untuk melakukan peminjaman atau memperkerjakan pegawai kantor
Distrik Navigasi Jayapura pada Kapal Perintis yang di kelola oleh perusahaan
pelayaran yang bergerak dibidang pelayaran. Apalagi mengingat sifat
pekerjaannya yang memiliki resiko bahaya yang sangat besar dan menuntut anak
buah kapal harus jauh dengan keluarga mereka. Dengan begitu harusnya
perusahaan memberikan hak mereka sesuai dengan sifat pekerjaan mereka.
Kantor Distrik Navigasi dapat menjamin kesejahteraan para
pekerja/pegawainya namun apabila diperbantukan pada perusahaan pelayaran
dimana perusahaan pelayaran milik swasta yang sebagian besar belum
menjanjikan baik dalam upah maupun tunjangan-tunjangan lainnya. Dengan
begitu, kehidupan para tenaga kerja di kapal atau anak buah kapal pada
perusahaan pelayaram dalam hal tingkat kesejahteraannya belum mendapatkan
perlakuan sebagaimana mestinya. Apabila mengingat sifat pekerjaan anak buah
kapal (ABK). Berdasarkan data yang berhasil diperoleh di lapangan, pelaksanaan
perlindungan hukum tenaga kerja dikapal perintis pada perusahaan pelayaran ,
meliputi sebagai berikut:
1. Perjanjian Kerja Laut
Perjanjian kerja laut merupakan perjanjian yang dibuat antara seorang
pengusaha kapal di satu pihak dan seorang di pihak lain, dengan mana pihak
tersebut terakhir menyanggupi untuk bertindak di bawah pengusaha itu
melakukan pekerjaan dengan mendapat upah, sebagai nahkoda atau anak
buah kapal. Selain itu, berdasarkan data yang diperoleh dari responden
adalah sebagai berikut:
Menurut Piter Buntu sebagai Nahkoda Papua 3 menyatakan bahwa
perjanjian kerja laut hanya digunakan untuk tenaga kerja tidak tetap (Non
Organik). Yang dilakukan secara tertulis, dan apabila habis masa waktunya
ABK harus melakukan perpanjangan sampai diangkat menjadi tenaga kerja
organik. Kecuali para pekerja yang diperbantukan dan apabila masa waktunya
habis mereka dapat kembali ke tempat tugasnya masing-masing seperti para
pegawai pada Kantor Distrik Navigasi Jayapura”
Menurut D. L. Dugro sebagai Petugas Radio Pelayaran kapal Papua 2,
mengatakan bahwa seorang ABK jika belum diangkat masih menggunakan
perjanjian kerja laut. Yang dibuat secara tertulis. Dimana perjanjian kerja laut
berisi tentang upah, waktu kerja, tunjangan, dan lain-lain. Sedangkan menurut
Decky K. Sebagai ABK Kapal Papua 1, yang merupakan pegawai Kantor
Distrik Navigasi Jayapura mengatakan bahwa perjanjian kerja laut dibuat
rangkap 4 yaitu untuk syahbandar, perusahaan dan saya sendiri. Dilakukan
secara tertulis dihadapan pejabat pemerintahan yang ditunjuk. PKL saya
berlaku hanya 1 tahun.
2. Upah Kerja
Upah kerja adalah pembayaran yang diterima tenaga kerja selama
melakukan pekerjaannya. Upah merupakan komponen penting dalam suatu
hubungan kerja, sebab mana ada seseorang yang melakukan pekerjaan tanpa
menerima imbalan atau upah. Dalam mencari suatu pekerjaan upah pasti
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW”
Volume 1 Nomor 1, Februari 2013
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
89
menjadi hal pokok yang menjadi pertimbangan. Berdasarkan data yang
diperoleh, pemberian upah tenaga kerja dikapal pada perusahaan pelayaran
diberikan berdasarkan tingkat golongan. Dimana upah diberikan kepada anak
buah kapal dan nahkoda setiap bulan, dengan cara ditansfer ke rekening
pribadi anak buah kapal dan nahkoda karena mengingat sifat pekerjaan yang
tidak memungkinkan anak buah kapal yang menerima langsung upah kerja
mereka. Hal tersebut juga diperkuat dari hasil wawancara dengan Beberapa
Nahkoda dan Anak buah kapal, sebagai berikut:
Nahkoda Papua 3 ,Piter Buntu. menyatakan bahwa pegawai Kantor
Distrik Navigasi Jayapura yang diperbantukan di kapal perintis maka hakhaknya di kantor Distrik Navigasi tidak dibayarkan kecuali Gaji Pokok dan
perusahaan pelayaran akan memberikan gaji nahkoda diberikan seperti
pegawai negeri biasa. Untuk golongan III/a jadi gaji yang diterima hanya 2,5
juta per bulan, tidak seperti di perusahaan pelayaran gaji Nahkoda bisa 3x
lipat. Apabila sakit gaji tetap diberikan 100%, asalkan ada surat dokter. Dan
Nahkoda tidak ada lembur karena 24 jam kerja jadi tidak ada upah lembur
dan semua tersebut tercantum pada PKL.
ABK, Kapal Papua 3, Sugeng .T., mengatakan bahwa seorang ABK
menerima upah seperti yang tercantum dalam perjanjian kerja laut. Decky K.
Sebagai ABK Kapal Papua 1, mengatakan bahwa Walaupun masih
menggunkan perjanjian kerja laut tapi upah juga ditransfer dan besarnya
berbeda-beda tergantung berapa nominal dalam perjanjian kerja laut.
Dengan demikian, upah yang diterima tenaga kerja dikapal didasarkan
pada tingkat golongan. Jadi antara kapal yang satu dengan yang lain berbedabeda. Untuk tenaga kerja di kapal atau anak buah kapal (ABK) yang masih
non organik maka upah tidak didasarkan pada golongan tapi upah tercantum
dalam perjanjian kerja masing-masing. Tenaga kerja dikapal baik nahkoda
petugas radio pelayaran maupun anak buah kapal tidak ada lembur jadi tidak
ada upah lembur karena sifat pekerjaannya 24 jam non stop.
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa perusahaan
pelayaran pada kapal perintis dalam memberikan hak upah sesuai dengan
tingkat jabatan atau golongan. Tapi jika dilihat dari sifat pekerjaannya yang
memiliki resiko yang sangat besar dan jauh dari keluarga maka upah yang
diberikan tidak sebanding atau tidak sesuai. Seharusnya perusahaan lebih
memberikan upah lebih besar dibanding dengan tenaga kerja didarat.
3. Hak Waktu Kerja, Istirahat dan Cuti
Berdasarkan ketentuan Pasal 79 ayat 2 UU ketenagakerjaan yang menyatakan
bahwa waktu kerja, istirahat dan cuti
a. Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja
selama 4 jam terus menerus danwaktu istirahat tidak termasuk jam kerja.
b. Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) harikerja dalam 1 (satu)
minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
c. Cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja
yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus
menerus.
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW”
Volume 1 Nomor 1, Februari 2013
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
90
d. Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan, dan dilaksanakan pada
tahun ketujuh dari kedelapa nmasing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja
yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus menerus pada
perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja tersebut tidak berhak lagi
atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya
berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.
Untuk Istirahat antara jam kerja, dari hasil penelitian bahwa selama
anak buah kapal bekerja 4 jam berhak istirahat selama 30 menit. Dan waktu
kerja dilakukan secara bergilir. Sebab, pada dasarnya sifat pekerjaan anak
buah kapal 24 jam.
4. Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Dalam hal kesehatan dan keselamatan kerja tenaga kerja dikapal harus
diperhatikan dengan baik sebab mengingat jenis pekerjaan tenaga kerja
dikapal memiliki resiko bahaya yang sangat besar. Apalagi mereka berharihari berada diatas laut maka untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan
maka perusahaan pelayaran harus memberikan kepastian akan keselamatan
kerja anak buah kapal dalam melakukan pekerjaannya.
5. Tunjangan dan Ganti Rugi
Di dalam meningkatkan kesejahteraan bagi tenaga kerja dikapal dan
keluarganya maka perusahaan wajib menyediakan fasilitas sesuai dengan
kemampuan perusahaan. bentuk tunjangan yang merupakan hak tenaga kerja
dikapal memiliki keragaman tidak semua anak buah kapal mendapatkan
tunjangan.
Hambatan Dalam Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga
Kerja Perbantuan Diperusahaan Pelayaran Pada Kapal Perintis.
Tenaga kerja dikapal atau anak buah kapal (ABK) adalah salah satu faktor
penting dalam suatu pelayaran. Tenaga kerja di kapal dikatakan penting dalam
suatu pelayaran karena tanpa adanya campur tangan para tenaga kerja dikapal atau
anak buah kapal perusahaan pelayaran tidak akan bisa berjalan. Sehingga tenaga
kerja dikapal atau anak buah kapal mempunyai peranan yang sangat penting.
Namun, nasib tenaga kerja dikapal atau anak buah kapal (ABK) belum
sepenuhnya mendapatkan perlindungan hukum yang cukup dari pihak
perusahaandan hal tersebutlah yang menimbulkan hambatan-hambatan
dalampelaksanaan perlindungan hukum tenaga kerja dikapal atau anak buah kapal
(ABK). Hambata-hambatan perlindungan hukum bisa timbul baik dari faktor
tenaga kerja atau anak buah kapal maupun perusahaan.
Untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam pelaksanaan perlindungan
hukum terhadap tenaga kerja dikapal atau anak buah kapal (ABK) di perusahaan
pelayaran, dapat ditinjau dari beberapa sudut atau segi baik dari pihak tenaga kerja
atau anak buah kapal (ABK), pihak perusahaan pelayaran, maupun pihak
pemerintah. Sebagai berikut dibawah ini:
1. Pihak Tenaga Kerja di Kapal Perintis (Nahkoda, Petugas Radio Pelayaran dan
ABK)
Hambatan yang sering timbul dari pihak pekerja, antara lain:
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW”
Volume 1 Nomor 1, Februari 2013
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
91
a. Kurangnya kesadaran hukum para tenaga kerja dikapal atau anak buah kapal
(ABK). Kurangnya kesadaran hukum tenaga kerja dikapal atau anak buah
kapal adalah merupakan faktor penghambat dalam pelaksanaan
perlindungan hukum. Dalam hal ini kurangnya kesadaran hukum yang
sering dilakukan anak buah kapal diatas kapal, antara lain:
1). Anak buah kapal (ABK) melanggar isi perjanjian kerja laut (Khusus
tenaga kerja non organik).
2). Anak buah kapal (ABK) sering melakukan pelanggaran-pelanggaran
yang mengakibatkan terhambatnya proses berlayar: misalnya:
(a). Meninggalkan tugas atau kapal tanpa ijin nahkoda.
(b). Mangkir.
(c). Melakukan perbuatan asusila diatas kapal.
(d). Melakukan perjudian atau berkelahi dengan sesame ABK.
Pelanggaran-pelanggaran yang sering dilakukan oleh anak buah kapal
merupakan wujud dari kurangnya kesadaran hukum tenaga kerja dikapal atau
anak buah kapal. Apabila tenaga kerja dikapal memahami dengan betul segala
bentuk perjanjian, larangan-larangan diatas kapal, dan mematuhi hukum yang
telah ditentukan maka perlindungan hukum diatas kapal dapat dilakukan secara
menyeluruh tanpa memandang status pekerja.
2. Pihak Perusahaan
Faktor yang menghambat dari pihak perusahaan adalah Kurangnya
kesadaran dari pihak perusahaan pelayaran. Perusahaan pelayaran seharusnya
benar-benar menyedari bahwa tenaga kerja dikapal merupakan ujung tombak
perusahaan. dalam arti tanpa adanya tenaga kerja dikapal atau anak buah kapal
(ABK) suatu kapal tidak akan dapat melakukan pelayaran. Kondisi yang
demikian harus benar-benar diperhatikan oleh pihak perusahaan dengan
mengingat sifat pekerjaan mereka jadi harus lebih diperhatikan dibandingkan
dengan tenaga kerja didarat. Maka dariitu pihak perusahaan harus
memperhatikan kesejhteraan tenaga kerja dikapal atau anak buah kapal
(ABK). Namun untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dikapal atau
anak buah kapal membutuhkan tingkat kesadaran yang tinggi dari pihak
perusahaan. Sedangkan kenyataannya, pihak perushaaan kebayakan
tidak menyadari bahwa mereka mempunyai kewajiban yang lain disamping
membayar upah yaitu dengan memperhatikan kesejahteraan tenaga kerja
dikapal atau anak buah kapal.
Berdasarkan dari hasil penelitian diatas yang telah ditulis sesuai dengan
uraian masalah , peneliti akan membahas hasil penelitian dalam pembahasan
sebagai berikut:
Pelaksanaan Perlindungan Hukum Tenaga Kerja di Kapal Pada
perusahaan pelayaran dalam rangka untuk mensejahterakan tenaga kerja
dikapal atau anak buah kapal (ABK) sudah sesuai tapi belum maksimal.
Perusahan dalam hal ini menyadari bahwa tenaga kerja dikapal atau anak buah
kapal (ABK) merupakan ujung tombak perusahaan. sebab, tanpa adanya
campur tangan tenaga kerja dikapalatau anak buah kapal (ABK) suatu
pelayaran tidak dapat berjalan.Selain itu, Perusahaan harus menyadari dan
mengingat sifat pekerjaan anak buah kapal (ABK) yang memiliki resiko yang
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW”
Volume 1 Nomor 1, Februari 2013
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
92
sangat besar dan harus jauh dari keluarga mereka untuk waktu yang relatif
lama. Oleh sebab itu, tenaga kerja dikapal atau anak buah kapal (ABK) harus
diberi perlindungan hukum sesuai dengan sifat pekerjaannya tanpa terkecuali.
Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa segi yaitu: dari segi perjanjian kerja
laut, dari segi upah kerja yang diberikan, dari segi Hak Waktu kerja, Istirahat
dan cuti, dari segi kesehatan dan keselamatan kerja, dan segi tunjangantunjangan lain. sebagai berikut:
1. Jika dilihat dari segi perjanjian kerja laut
Perjanjian kerja laut merupakan perjanjian yang dibuat antara
seorang pengusaha kapal di satu pihak dan seorang di pihak lain, dengan
mana pihak tersebut terakhir menyanggupi untuk bertindak di bawah
pengusaha itu melakukan pekerjaan dengan mendapat upah, sebagai
nahkoda atau anak buah kapal. Dari hasil penelitian, bahwa perusahaan
pelayaran dalam hal perjanjian kerja laut jika dilihat dari segi perlindungan
hukum tenaga kerja non organik belum memberikan kepastian hukum yang
pasti mengenai perlindungan hukum kaitannya dengan resiko bahaya
dilaut. Sebab, dalam perjanjian kerja laut tidak terdapat mengenai hal-hal
yang ditanggung apabila sewaktu-waktu anak buah kapal mengalami
bahaya dilaut. Akan tetapi, sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yaitu perjanjian kerja dilakukan dengan cara tertulis, dengan dibuat 3
rangkap. Hal tersebut dapat digunakan sebagai bukti otentik apabila ada
permasalahan antara tenaga kerja dengan perusahaan. Akan tetapi hal
tersebut belum sepenuhnya menjamin kepastian hukum yang jelas tenaga
kerja non organik. Maka dariitu, perusahaan harusnya lebih menitik
beratkan pada isi perjanjian kerja laut.
2. Jika dilihat dari segi upah Kerja
Upah kerja adalah pembayaran yang diterima tenaga kerjaselama
melakukan pekerjaannya. Upah merupakan komponen penting dalam suatu
hubungan kerja, sebab mana ada seseorang yang melakukan pekerjaan
tanpa menerima imbalan atau upah.Dalam mencari suatu pekerjaan upah
pasti menjadi hal pokok yang menjadi pertimbangan. Berdasarkan hasil
penelitian yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa perusahaan pelayaran
dalam memberikan hak upah berdasarkan tingkat jabatan atau golongan.
Tapi jika dilihat dari sifat pekerjaannya yang memiliki resiko yang sangat
besar dan jauh dari keluarga maka upah yang diberikan tidak sebanding
atau tidak sesuai. Seharusnya perusahaan lebih memberikan upah lebih
besar dibanding dengan tenaga kerja didarat. Namun, dari hasil penelitian
perusahaan pelayaran memberikan upah yang jauh lebih rendah dan upah
yang mereka terima sangat jauh dengan upah yang diterima perusahaan
pelayaran milik swasta. Upah pelaut bisa mencapai 5x lipatnya dari
perusahaan pelayaran swasta. Oleh sebab itu, perusahaan harus
memperhatikan dengan baik kesejahteraan tenaga kerja dikapal tanpa
terkecuali. Sehingga, perlindungan hukum dapat diberikan secara
maksimal.
3. Jika dilihat dari segi hak waktu kerja, Istirahat, dan hak cuti
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW”
Volume 1 Nomor 1, Februari 2013
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
93
Dalam hal waktu kerja anak buah kapal maupun nahkoda bekerja
24 jam non stop dan tidak ada lembur. Dari hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa perusahaan pelayaran telah dapat melaksanakan
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2000 tentang
Kepelautan, dan Pasal 79 ayat 2 UU ketenagakerjaan yang menyatakan
bahwa waktu kerja, istirahat dancuti, sebagai berikut:
1). Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah
bekerja selama 4 jam terus menerus danwaktu istirahat tidak termasuk
jam kerja.
2). Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) harikerja dalam 1 (satu)
minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu.
3). Cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah
pekerja yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara
terus menerus.
4). Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan, dan dilaksanakan
pada tahun ketujuh dari kedelapa nmasing-masing 1 (satu) bulan bagi
pekerja yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus menerus
pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja tersebut tidak
berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan
selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.
4. Jika dilihat dari segi Tunjangan Lain-lain
a. Tunjangan Tenaga kerja di kapal
Di dalam meningkatkan kesejahteraan bagi tenaga kerja dikapal
dan keluarganya maka perusahaan wajib menyediakan fasilitas sesuai
dengan kemampuan perusahaan. bentuk tunjangan yang merupakan hak
tenaga kerja dikapal memiliki keragaman tidak semua anak buah kapal
mendapatkan tunjangan
Tunjangan pada perusahaan pelayaran meliputi:
1) Tunjangan Hari Raya (THR) keagamaan, meliputi:
a). Perusahaan memberikan tunjangan THR keagamaan kepada
pekerja minimal 1 bulan paket gaji terakhir.
b). Tunjangan THR dibayarkan selambat-lambatnya 2 minggu
sebelum hari raya.
2) Tunjangan hari tua, yaitu untuk menjamin hari tua pekerja diberikan
jaminan hari tua pada usia 56 tahun. Besarnya sebesar 24 kali gaji
pokok terakhir.
3) Tunjangan pengobatan untuk keluarga, yaitu tunjangan untuk satu
istri dan 3 anak. Lebih dari 3 anak tidak ditanggung perusahaan.
Tunjangan pengobatan rumah sakit didasarkan pada golongan,yaitu:
a). Golongan I, ruang inap kelas III (standart plus)
b). Golongan II, ruang inap kelas II (standart plus)
c). Golongan III, ruang inap kelas I (standart plus)
d). ABK Non Organik, ruang inap kelas III (standart)
4) Tunjangan tiket gratis, fasilitas ini didasarkan pada golongan
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW”
Volume 1 Nomor 1, Februari 2013
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
94
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa para pekerja yang
diperbantukan oleh kantor Distrik Navigasi Jayapura terlepas dari hakhak dan hak-hak tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab
perusahaan dan perusahaan wajib memberikan tunjangan kepada tenaga
kerja dikapal. Akan tetapi tunjangan yang diberikan tidak sama antara
jabatan yang satu dengan yang lain. Di perusahaan
tunjangan
didasarkan pada kelas golongan. Untuk anak buah kapal non organik
hanya memperoleh tunjangan THR keagamaan. Sedangkan, jika
dikaitkan dengan resikobahaya dilaut hal tersebut tidak sesuai dengan
sifat pekerjaan mereka. Sebab, di dalam perjanjian kerja laut juga
tidak dicantumkan berapa besar ganti rugi yang berkaitan dengan resiko
bahaya dilaut. Maka dari itu, perusahaan harus lebih memperhatikan
nasib para anak buah kapal non organic.
b. Ganti Rugi
Berbicara masalah ganti rugi berarti berkaitan dengan adanya
salah satu pihak yang merasa dirugikan. Dalam hal ini ganti rugi
berkaitan dengan resiko bahaya apabila seorang nahkoda maupun anak
buah kapal (ABK) terjadi kecelakaan diatas kapal. Maka dalam hal ini
Perusahaan wajib memberikan ganti rugi sesuai dengan yang diderita
seorang tenaga kerja. Besarnya ganti rugi yang diberikan kepada anak
buah kapal apabila terjadi kecelakaan atau hal-hal yang berkaitan
dengan tugas, maka perusahaan wajib memberikan ganti rugi yang
selayaknya. Meliputi :
1). Perusahaan mengasuransikan seluruh pekerja untuk memberikan
jaminan keselamatan dengan premi ditanggung Perusahaan.
2). Anak buah kapal yang mengalami kecelakaamkerja berhak
mendapatkan santunan asuransisesuai dengan PP No.7 tahun 2000,
antala lain:
a). ABK meninggal dunia karena sakit, maka perusahaan wajib
menanggung biaya pemulangan ke domisili dan penguburannya
serta wajib membayar santunan sebesar Rp.100.000.000.,
(seratus juta rupiah).
b). ABK meninggal dunia karena kecelakaan,maka perusahaan
memberikan santunan kematian sebesar Rp.150.000.000.,
(seratuslima puluh juta rupiah), disamping biaya pemulangan ke
domisili dan penguburannya.
c). Terhadap ABK yang mengalami kecelakaankerja dimanapun
berada yang mengakibatkanABK cacat ditentukan sebagai
berikut :
(1) Cacat tetap yang mengakibatkan kemampuan kerja hilang
100%, besarnya santunan sebesar Rp.150.000.000,. (seratus
limapuluh juta rupiah).
(2) Cacat tetap yang mengakibatkan kemampuan kerja
berkurang, besarnya santunan ditetapkan berdasarkan
prestasi
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW”
Volume 1 Nomor 1, Februari 2013
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
95
Dari hasil penelitian, maka tunjangan yang mengenai ganti rugi
yang diberikan perusahaan pelayaran telah sesuai dengan ketentuan
Peraturan Pelaksanaan tentang kecelakaan Pelaut dan Undang-Undang
Nomor 1 tahun1998 tentang Keselamatan kapal. Untuk tenaga kerja non
Organik didalam perjanjian kerja laut juga dicantumkan mengenai ganti
rugi apabila terjadi resiko bahaya dilaut. Akan tetapi besarnya ganti rugi
diatur dalam serikat pekerja. Dan perusahaan pelayaran juga
memasukkan semua tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial
tenaga kerja (Jamsostek).Sehingga, pelaksanaan perlindungan tenaga
kerja dikapal kaitannya dengan resiko bahaya dilaut dalam hal tunjangan
danganti rugi telah diberikan lebih tinggi dari pada tenaga kerja didarat.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Kajian Yuridis
terhadap hubungan kerja Kantor Distrik Navigasi Jayapura dan Perusahaan
Pelayaran tentang Tenaga Kerja pada Kapal Perintis, mengenai pekerja yang
diperbantukan dikapal Perintis dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Bentuk perlindungan hukum tenaga kerja dikapal baik nahkoda, petugas radio
pelayaran dan ABK yang diperbantukan di perusahaan pelayaran pada kapal
perintis dapat dilihat dari segi perjanjian kerja laut, jika dilihat dari
perlindungan hukum tenaga kerja dilaut kaitannya dengan resiko bahaya dilaut
maka tidak mencerminkan kepastian hukum yang pasti. Sebab, diperjanjian
kerja laut hanya menyebutkan secara umum tidak secara detail mengenai
pekerja yang diperbantukan pada kapal perintis. Sehingga perlindungan
hukumnya disni lebih pada segi upah kerja, Hak waktu kerja istirahat dan cuti,
segi kesehatan dan segi tunjangan-tunjangan namun perusahaan pelayaran
belum sesuai PP No. 7 tahun 2000 tentang Kepelautan karena untuk tenaga
kerja non organik atau yang diperbantukan tidak sebanding dengan resiko
bahaya dilaut.
2. Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan hukum
terhadap tenaga kerja yang diperbantukan di perusahaan pelayaran pada kapal
perintis bisa timbul baik dari faktor tenaga kerja atau anak buah kapal dan
perusahaan peleyaran itu sendiri. Hambatan yang sering timbul dari pihak
pekerja antara lain dikarenakan kurang nya kesadaran hukum para tenaga
kerja dikapal atau anak buah kapal yang sering melanggar perjanjian kerja laut
dan yang melakukan pelanggaran-pelanggaran sehingga mengakibtakan
terhambatnya proses berlayar. Sedangkan dari pihak perusahaan adalah
dikarenakan kurangnya kesadaran untuk memperhatikan kesejahteraan tenaga
kerjanya sehingga pihak perusahaan tidak menyadari bahwa mereka
mempunyai kewajiban yang lain disamping membayar upah.
Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, saran yang perlu dikemukakan
adalah sebagai berikut:
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW”
Volume 1 Nomor 1, Februari 2013
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
96
1. Di lihat dari bentuk perlindungan hukum tenaga kerja dikapal baik nahkoda,
petugas radio pelayaran dan ABK yang diperbantukan di perusahaan pelayaran
pada kapal perintis maka Pihak tenaga kerja dikapal seperti nahkoda, petugas
radio pelayaran atau anak buah kapal (ABK) seharusnya semakin menumbuhkan
kesadaran hukum yang tinggi pada diri sendiri sehingga pelanggaran-pelanggaran
diatas kapal tidak akan terjadi. Dengan adanya kesadaran hukum yang tinggi
maka kinerja tenaga kerja tidak terganggu sehingga dapat terwujud situasi kerja
yang saling menghormati, menghargai antara pihak perusahaan dan pihak
tenaga kerja atau anak buah kapal (ABK).
2. Untuk hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan
hukum terhadap tenaga kerja yang diperbantukan di perusahaan pelayaran pada
kapal perintis maka saran penulis untuk pihak tenaga kerja agar tetap
melakukan pekerjaan sesuai kewajiban atau tugas pokok dan fungsi pada kapal
perintis tersebut sedangkan pihak Perusahaan, seharusnya lebih meningkatkan
kesejahteraan tenaga kerja dikapal atau anak buah kapal (ABK) dan
keluarganya. Salah satunya dengan mengingat resiko bahaya dalam berlayar
dan jauh dari keluarga. Dan harusnya pihak perusahaan lebih menaikkan upah
kerja, juga pihak perusahaan harus menjelaskan secara detail dan terinci dalam
Surat Perjanjian Kerja Laut baik tugas pokok dan fungsi para pekerja dikapal
serta kewajiban dan hak baik dari para tenaga kerja itu sendiri dan dari pihak
perusahaan, sehingga pelanggaran yang menimbulkan terhambatnya proses
berlayarnya kapal perintis tidak terjadi lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Tenaga Kerja, 1994, Panduaan Keselamatan Tenaga Kerja,
Departemen Tenaga Kerja, Jakarta.
Hamonagan Sobardo, 2011, Hukum Perdata II (Bagian Hukum Perikatan),
Fakultas Hukum Universitas Yapis Papua, Jayapura.
Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, 2003, Jaminan Fidusia, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Hartono Hadi Suprapto, 1984, Pokok-pokok Hukum Perikatan dan Hukum
Jaminan, Liberty, Jakarta.
J. Satrio, 1992, Hukum Perjanjian, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung.
Kementerian Perhubungan, 2008, Penyelenggaraan Kenavigasian Indonesia,
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan,
Jakarta.
Lalu Husni, 2000, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Manulang Sendjun, 1990, Pokok-Pokok Hukum Ketenaga Kerjaan di Indonesia,
Rineka Cipta, Jakarta.
Subekti, 2004, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang-undang Hukum Perdata;
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW”
Volume 1 Nomor 1, Februari 2013
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
97
PP. RI. No. 81 Tahun 2000 Tentang Kenavigasian;
PP. RI. No. 7 Tahun 2000 Tentang Kepelautan;
Undang-Undang RI. No.6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia;
Undang-Undang RI. No. 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran;
Undang-Undang RI. No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
JURNAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS HUKUM “MIX LAW”
Volume 1 Nomor 1, Februari 2013
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA - JAYAPURA
Download