implementasi balanced scorecard pada pengembangan

advertisement
Jurnal INFORMASI Vol.4 No.2 (7), November 2011
61
IMPLEMENTASI BALANCED SCORECARD PADA PENGEMBANGAN
SISTEM TEKNOLOGI INFORMASI
Nur Hayati
STIE STAN-IM, Jl. Jakarta No. 79, Bandung
[email protected]
Abstrak
Dewasa ini, untuk memenangkan persaingan, dipandang perlu implementasi pengembangan
Sistem Teknologi Informasi. Untuk mendukung bisnis perusahaan dan untuk kesinambungan
pelaksanaan strategi bisnis, perlu adanya Perencanaan Strategis yang salah satu pengukuran
kinerjanya adalah dengan IT-Balanced Scorecard sebagai salah satu pengukuran kinerja jangka
panjang. Dalam judul diatas juga dikemukakan perbedaan implementasi Balanced Scorecard untuk
Manajemen Strategik dan Sistem Informasi Strategik.
Keywords : IT-Balanced Scorecard, Sistem Teknologi Informasi
1.
Pendahuluan- Pengertian Balanced Scorecard (BSC)
BSC terdiri dari dua suku kata yaitu balanced dan scored card. Kata benda "score" (Kaplan dan
Norton, 1996) merujuk pada makna penghargaan atas poin-poin yang dihasilkan. Dalam konteks
kata kerja, "score" berarti memberi angka dengan makna yang lebih bebas lagi, scoredcard juga
berarti suatu keadaan (bersama) dengan segala sesuatu perlu diukur. BSC terdapat tambahan kata
yaitu balanced di depan kata scorecard, maksudnya adalah angka atau score tersebut harus
mencerminkan keseimbangan antara kesekian banyak elemen penting dalam kinerja. Pengertian
lain dari BSC menurut Kaplan dan Norton, BSC merupakan : "
... a set of measures that give top managers a fast but comprehensive view of the business
... includes financial measures that tell the results of action already taken ... complements
the financial measures with operational measures on customer satisfaction, internal
processes, and the organization's innovation and improvement activities-operational
measures that are the drivers of future financial performance. " (Kaplan dan Norton,
1996)
Sementara itu pengertian dari BSC lainnya menurut Anthony, Banker, Kaplan, dan Young adalah :
" Balanced Scorecard (BSC) is a measurement and management system that views a
business units performance from four perfective: financial, customer, internal business
process, and learning and growth. " (Anthony, Banker, Kaplan, dan Young, 1997)
Dengan demikian kita dapat menyimpulkan bahwa BSC merupakan suatu sistem pengukuran yang
memungkinkan perusahaan/organisasi untuk melakukan klarifikasi strategi, menerjemahkan ke
dalam tindakan dan menghasilkan suatu umpan balik yang berarti bagi kemajuan dan
perkembangan perusahaan/organisasi.
BSC melengkapi seperangkat ukuran kinerja keuangan masa lalu dengan ukuran
pendorong untuk kinerja masa depan. Tujuan dan ukuran scorecard diturunkan dari visi, misi, dan
strategi. Tujuan dan ukuran memandang kinerja perusahaan dari empat perspektif: finansial
(financial), pelanggan (customer), proses bisnis internal (internal business process), dan
pembelajaran dan pertumbuhan (Learning & Growth). Empat perspektif ini memberikan kerangka
kerja bagi perusahaan/organisasi (lihat Gambar 1).
ISSN 2085-8795
LPPM STMIK IM
Jurnal INFORMASI Vol.4 No.2 (7), November 2011
62
Gambar 1. Kerangka Kerja BSC
The Balanced Scorecard (BSC) telah mengubah kinerja banyak perusahaan di seluruh penjuru
dunia. Sejak 1992, sistem manajemen kinerja ini telah membantu banyak manajemen puncak
menentukan tujuan dan strategi perusahaan dan menerjemahkannya secara konkret ke dalam suatu
set cara pengukuran. Apa yang telah membuatnya begitu sukses adalah bahwa BSC mampu
menerjemahkan strategi ke dalam sebuah proses yang bukan hanya menjadi milik manajemen
puncak, namun juga setiap individu pada setiap level di dalam perusahaan. Setiap pegawai
mengetahui bukan hanya “apa” yang harus dilakukannya, namun juga “mengapa” dia melakukan
itu. Namun yang lebih penting lagi adalah bahwa BSC tidak melulu memandang strategi dalam
kaitan aspek finansial semata, namun juga aspek tiga “tambahan” lain yaitu: 1) hubungan dengan
pelanggan, 2) proses internal, serta 3) pembelajaran dan pertumbuhan.
Banyak pihak percaya, bahwa ketiga aspek tambahan tersebut bukanlah hal yang benar-benar baru.
Namun sebagai sebuah kerangka pemikiran, dunia harus mengakui bahwa Robert S. Kaplan,
seorang profesor akunting pada Harvard Business Shool, beserta David P. Norton, seorang
konsultan teknologi informasi, yang telah berjasa merumuskan konsep pemikiran tersebut
sehingga menjadi sebuah sistem yang dapat menjadi acuan bagi perusahaan-perusahaan yang ingin
menerapkan sistem ini secara sistematis.
Konsep itu sendiri merupakan pemikiran yang tidak statis dan tidak pula bersifat sekali-jadi. Sejak
pertama kali muncul dalam artikel di Harvard Business Review pada edisi Januari-Februari 1992,
Kaplan dan Norton secara evolutif berdasarkan bukti-butkri empirik dari pengalaman-pengalaman
perusahaan-perusahaan yang disurvey dalam penerapan konsep ini, telah memoles dan
mempertajam konsep ini dari tahun ke tahun hingga yang mutakhir. Konsep ini semakin lengkap
dengan konsep Strategy-focused Organisation (SFO).
2. Konsep Balanced Scorecard
Kaplan dan Norton (1992) mengatakan kepada para eksekutif senior: “What you measure is what
you get“. Secara singkat ungkapan tersebut ingin mengatakan bahwa sistem pengukuran kinerja
betul-betul akan mempengaruhi kinerja dan perilaku individu-individu di dalam perusahaan.
Masalahnya, perspektif apa saja yang perlu diperhatikan dalam pengukuran kinerja? Ketika awal
ISSN 2085-8795
LPPM STMIK IM
Jurnal INFORMASI Vol.4 No.2 (7), November 2011
63
era industrialisasi, secara tradisional orang merasa cukup dengan ukuran-ukuran akuntansi
keuangan seperti return on investment (ROI) atau earnings per share (EPS). Namun pengukuran
perspektif keuangan saja ternyata tidak memuaskan. Orang juga mulai memerlukan informasi yang
berkaitan dengan kinerja operasional. Bahkan ada sebagian orang yang mengatakan “Lupakan saja
pengukuran perspektif keuangan. Fokuskan upaya pada perbaikan operasional seperti siklus waktu
dan tingkat kerusakan produk. Pada akhirnya ini akan berdampak juga pada perspektif finansial.”
Jelas bahwa pengukuran tunggal tidak lagi mencukupi. Ibarat seorang sopir yang tengah
mengendarai mobil, tidak cukup dengan dashboard yang hanya menunjukkan pengukuran bahan
bakar. Dia juga memerlukan petunjuk pengukuran kecepatan, temperatur mesin, putaran mesin,
dan sebagainya. Inilah yang kemudian melatarbelakangi Kaplan dan Norton merumuskan konsep
pengukuran kinerja yang dinamakan The Balanced Scorecard (BSC). Keseimbangan (balanced) di
sini menunjuk pada adanya kesetimbangan pada perspektif-perspektif yang akan diukur, yaitu
antara perspektif keuangan dan perspektif nonkeuangan sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
Perspektif pelanggan, yaitu untuk menjawab pertanyaan bagaimana customer memandang
perusahaan.
Perspektif internal, untuk menjawab pertanyaan pada bidang apa perusahaan memiliki
keahlian.
Perspektif inovasi dan pembelajaran, untuk menjawab pertanyaan apakah perusahaan
mampu berkelanjutan dan menciptakan value.
Perspektif keuangan, untuk menjawab pertanyaan bagaimana perusahaan memandang
pemegang saham.
Kaplan dan Norton menggambarkan keseimbangan hubungan-hubungan perspektif pengukuranpengukuran tersebut sebagai berikut:
3. BSC sebagai Sistem Manajemen Strategik
Penerapan BSC dari tahun ke tahun mengalami pengayaan manajerial. Banyak perusahaan yang
menerapkan konsep ini mendapatkan manfaat bahwa adanya gap antara strategi jangka panjang
dengan tindakan jangka pendek yang selama ini ada dapat diatasi dengan BSC. Selama ini
sebagian besar sistem pengendalian manajemen didasarkan pada pengukruan dan target finansial,
ISSN 2085-8795
LPPM STMIK IM
Jurnal INFORMASI Vol.4 No.2 (7), November 2011
64
yang jarang sekali terkait dengan jangka panjang. Sementara, menurut Kaplan dan Norton (1996a),
BSC membantu manajemen melakukan empat proses manajemen baru yang menghubungkan
antara strategi jangka panjang dengan tindakan jangka pendek. Keempat proses tersebut adalah
sebagai berikut:
Gambar 3. Proses Balanced Scorecard
Proses pertama – menerjemahkan visi – membantu para manajer membangun suatu konsensus di
sekitar strategi dan visi organisasi. Meskipun maksud para manajemen puncak itu baik, namun
banyak pernyataan visi seperti “menjadi terbaik di kelasnya,” “menjadi penyalur nomor satu,” atau
suatu “organisasi yang diberdayakan” tidak dengan mudah dapat diterjemahkan dengan
terminologi operasional yang oleh karenanya juga tidak mudah dilaksanakan oleh individu di
dalam perusahaan. Dengan BSC, visi dan strategi diterjemahkan dengan suatu set tujuan dan
pengukuran yang integratif, disetujui oleh para eksekutif senior dan menggambarkan arah jangka
panjang menuju sukses.
Proses yang kedua- berkomunikasi dan menghubungkan- membantu para manajer
mengomunikasikan strategi mereka ke seluruh organisasi dan menghubungkannya ke sasaran hasil
individu dan per departemen. BSC memberikan cara bagi para manajer untuk memastikan bahwa
semua tingkatan di dalam organisasi memahami strategi jangka panjang dan bahwa sasaran
individu serta departemen tidak ‘lari’ dari strategi tersebut.
Proses yang yang ketiga – perencanaan bisnis- memungkinkan perusahaan untuk
mengintegrasikan bisnis mereka dengan rencana keuangan. Hampir semua organisasi menerapkan
berbagai program perubahan, bersama para ahli, guru, dan konsultan masing-masing, bersaing
untuk mendapatkan perhatian, energi, dan sumber daya dari eksekutif senior. Para manajer
mengalami kesulitan untuk mengintegrasikan prakarsa yang berbeda itu untuk mencapai tujuan
strategik mereka. Situasi seperti ini akan mengantarkan perusahaan pada kekecewaan atas hasil
program-program tersebut. Dengan BSC, para manajer dapat melihat program mana yang dapat
ISSN 2085-8795
LPPM STMIK IM
Jurnal INFORMASI Vol.4 No.2 (7), November 2011
65
menjadi prioritas sumber daya, yaitu hanya program yang mengarah pada tujuan strategik
perusahaan.
Proses yang keempat – umpan balik dan pembelajaran- memberi perusahaan kapasitas untuk apa
yang disebut dengan pembelajaran strategik. Secara tradisional, umpan balik yang ada dan proses
review memusatkan pada apakah – perusahaan, departemen, atau individu karyawannya sudah
memenuhi target atu tujuan finansialnya. Namun dengan BSC, suatu perusahaan dapat memonitor
akibat jangka pendek dari ketiga perspektif lainnya -pelanggan, proses bisnis internal, serta
pembelajaran dan pertumbuhan- dan mengevaluasi strategi dipandang dari sudut kinerja terakhir.
BSC dengan demikian dapat memungkinkan perusahaan memodifikasi strateginya secara real
time.
BSC Menerjemahkan Visi dan Strategi Menjadi Aksi
Di atas telah disebutkan adanya gap antara pernyataan visi dan misi dengan kebutuhan aktual
setiap individu di dalam perusahaan untuk bertindak sesuai dengan visi dan misi tersebut. Boleh
jadi seluruh manajemen dan karyawan perusahaan menyepakati salah satu pernyataan misi bahwa
perusahaan “memberikan layanan yang prima kepada pelanggan yang setia”. Namun bukan tidak
mungkin, dalam operasional sehari-hari terjadi perbedaan persepsi antara individu yang satu
dengan yang lain ketika harus menerjemahkan “layanan yang prima”. Atau bisa jadi, akan terjadi
perbedaan image antara individu satu dengan yang lain mengenai “pelanggan yang setia”. Artinya,
pada umumnya pernyataan visi dan misi/strategi terlalu umum sehingga tidak memungkinkan
setiap individu di dalam perusahaan untuk bertindak secara terukur dan standar.
Dengan BSC, manajemen senior di dalam perusahaan akan memiliki konsensus yang sama dalam
penerjemahan visi dan strategi perusahaan serta setiap individu memahami ukuran-ukuran
tindakan apa yang sesuai dengan visi dan strategi tersebut. Kaplan dan Norton (1996a)
menggambarkan penerjemahan visi dan strategi tersebut dalam gambar berikut. Dalam gambar
tersebut terlihat bagaimana visi dan strategi akan diterjemahkan dalam keempat perspektif,
masing-masing dalam bentuk tujuan, ukuran, target, dan inistiatif untuk level perusahaan. Cara
kerja Balanced Scorecard untuk menerjemahkan visi dan misi tersebut dapat digambarkan dibawah
ini :
ISSN 2085-8795
LPPM STMIK IM
Jurnal INFORMASI Vol.4 No.2 (7), November 2011
66
Gambar 4. Menterjemahkan Proses Balanced Scorecard
4. BSC sebagai Alat Memetakan Strategi
Pada uraian di atas telah dijelaskan bagaimana BSC menerjemahkan dan membuat keterhubungan
antara visi dan strategi perusahaan pada level yang paling atas hingga level individu dalam bentuk
tujuan-tujuan, ukuran-ukuran, target, dan inisiatif. Sampai pada titik ini, strategi belum dieksekusi.
Ibarat satu kompi pasukan yang siap bertempur maka setiap individu dalam pasukan, dari
komandan hingga anggota, telah menyepakati dan memahami strategi apa yang digunakan dalam
peperangan.
Namun untuk mengeksekusi strategi, akan lebih baik lagi apabila strategi dimaksud dapat
divisualisasi dalam bentuk peta strategi. Sama halnya dengan yang dihadapi pasukan tersebut,
perusahaan juga memerlukan peta strategi untuk menunjukkan pola hubungan sebab akibat di
antara aspek-aspek dalam BSC secara visual. Kaplan dan Norton (2000) menunjukkan contoh
bagaimana perusahaan dapat memetakan strategi sebagai berikut:
Gambar 5. Peta Strategi BSC
Peta strategi di atas menunjukkan bagaimana perusahaan akan mengkonversi aset-aset yang
dimilikinya ke outcome yang diharapkan. Pada gambar tampak bagaimana pegawai memerlukan
pengetahuan, ketrampilan, dan sistem (perspektif pembelajaran dan pertumbuhan) untuk membuat
inovasi dan membangun strategi yang efisien (perspektif proses internal) sehingga mereka dapat
memberikan nilai lebih kepada pasar (perspektif pelanggan), yang pada akhirnya akan
meningkatkan return dan nilai pemegang saham (perspektif keuangan).
5. Konsep IT Balanced Scorecard
ISSN 2085-8795
LPPM STMIK IM
Jurnal INFORMASI Vol.4 No.2 (7), November 2011
67
Pada tahun 1997, Van Grembergen dan Van Bruggen mengadopsi Balanced Scorecard
(BSC) untuk digunakan pada Departemen Teknologi Informasi organisasi. Dalam pandangan
mereka karena Departemen Teknologi
Informasi merupakan penyedia layanan internal maka perspektif yang digunakan harus diubah dan
disesuaikan. Dengan melihat bahwa pengguna mereka adalah pegawai internal dan kontribusi
mereka dinilai berdasarkan pandangan pihak manajemen maka mereka mengajukan perubahan
seperti pada Gambar 6. dibawah ini.
BSC Tradisional
1.
2.
3.
4.
Balance Scorecard Financial Customer Internal business process Learning and Growth BSC terhadap IT
a.
b.
c.
d.
IT Balance Scorecard Corporate contribution Customer orientation Operation excelence Future orientation Gambar 6.
Perubahan perspektif BSC Tradisional menjadi IT Balanced Scorecard
Terdapat beberapa perspektif dalam mengevaluasi kinerja IT yaitu :
a. Perspektif Kontribusi Organisasi (Corporate Contribution)
Perspektif kontribusi organisasi (corporate contribution) adalah perspektif yang mengevaluasi
kinerja IT berdasarkan pandangan dari manajemen eksekutif, para direktur dan shareholder.
Evaluasi IT dapat dipisahkan menjadi dua macam :
- Jangka pendek berupa evaluasi secara finansial
- Jangka panjang yang berorientasi pada proyek dan fungsi IT itu sendiri.
Proyek-proyek IT seharusnya dapat memberikan nilai tambah bagi organisasi. Nilai tambah disini
bukan hanya melibatkan resiko dalam pencapaiannya. Penggunaan tolak ukur keuangan sebagai
satu-satunya pengukur kinerja organisasi memiliki beberapa kelemahan, antara lain :
1. Pemakaian kinerja keuangan sebagai satu-satunya penentu kinerja organisasi bisa mendorong
manajer untuk mengambil tindakan jangka pendek dengan mengorbankan kepentingan jangka
panjang. Misalkan, untuk menaikkan profit seorang manajer bisa saja mengorbankan
komitmennya terhadap pengembangan dan pelatihan bagi karyawan, termasuk investasiinvestasi dalam sistem dan teknologi untuk kepentingan organisasi di masa mendatang. Hal
ini akan mengakibatkan kinerja keuangan akan meningkat untuk jangka pendek tapi dalam
jangka panjang justru akan merugikan.
2. Diabaikannya aspek pengukuran non-finansial termasuk intangible asset dan intangible
benefit, pada umumnya akan memberikan pandangan yang keliru bagi manajer mengenai
situasi dan kondisi organisasi di masa sekarang apalagi di masa mendatang.
3. Kinerja keuangan pada dasarnya hanya bertumpu pada kinerja masa lalu dan kurang mampu
sepenuhnya untuk menuntun organisasi ke arah tujuan organisasi di masa mendatang.
Menurut Amistead dan Clark (1991) membangun hubungan dengan customer dapat dilihat pada
bagan di bawah ini.
ISSN 2085-8795
LPPM STMIK IM
Jurnal INFORMASI Vol.4 No.2 (7), November 2011
68
Gambar 7
RELATION STAGE
CONSTRIBUTION OF
CUSTOMERSUPPORT
Initial Information
Gathering
Pre-Scales Guidence
Pre-Scales Guidence
Installation + Use
Service
Existing customer
Experiernce
Application Advice
Clear Service Standards Service Location
Guarantees Warranties
Instalation + commissioning Training
Documentation
Ease of Use
Tome to fix Spares supply Problem resolution
complaint management
Support
Training Advice
User group
Repurchase
Past experience
Product disposal schemes
Sumber : Amistead dan Clark (1991)
Hasil akhir dari pelayanan pelanggan adalah mencapai kepuasan pelanggan dan kebutuhan
pelanggan terpenuhi. Hal itu tercapai jika perusahaan/organisasi dapat memberikan pelayanan
yang berkualitas. Jumlah banyak sedikitnya bukan merupakan satu-satunya ukuran dalam
menilai pelayanan pelanggan (customer service), namun melihat efek dari apa yang telah
dilakukannya (Murdoko, 2007).
Penerapan sistem teknologi informasi akan bermanfaat jika penerapannya sesuai dengan tujuan,
visi dan misi organisasi dengan menetapkan strategi bisnis dan strategi sistem teknologi informasi.
Sehingga dibutuhkan suatu analisa berbagai faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu
perencanaan strategi sistem atau teknologi informasi yang adaptable dan selaras dengan strategi
bisnis.
1. Perencanaan Strategis Sistem Teknologi Informasi
Sistem teknologi informasi dikenal dengan nama senjata strategi (strategy weapon)
karena dapat digunakan untuk menerapkan strategi yang dapat memberikan keuntungan
kompetitif.
Organisasi membutuhkan perencanaan strategi untuk sumber daya teknologi
informasinya dengan beberapa alasan sebagai berikut :
a. Hasil dari perencanaan sistem teknologi informasi dapat dibagikan kepada manajemen dan
ahli – ahli sistem teknologi informasi. Diskusi dan persetujuan akan hasil perencanaan ini
dapat menyediakan pemahaman bersama antara ahli – ahli sistem teknologi informasi dan
manajer – manajer bisnis tentang bagaimana cara terbaik bagi organisasi untuk menggunakan
sumber daya informasinya.
b. Mengembangkan suatu rencana untuk sumber daya informasi yang dapat membantu
mengkomunikasikan masa depan organisasi itu kepada pihak lain di dalam organisasi.
c. Diskusi mengenai perencanaan strategi sering kali banyak membantu manajer – manajer
bisnis dan ahli – ahli sistem teknologi informasi dalam membuat keputusan yang mendasar
ISSN 2085-8795
LPPM STMIK IM
Jurnal INFORMASI Vol.4 No.2 (7), November 2011
69
mengenai bagaimana sistem teknologi informasi akan diarahkan untuk membantu bisnis
organisasi.
d. Dengan perencanaan yang baik, jika sesuatu yang buruk terjadi mendadak di organisasi, maka
organisasi sudah siap menghadapinya.
e. Hasil dari perencanaan sistem teknologi informasi dapat membantu mengalokasikan sumber –
sumber daya ke proyek – proyek sistem teknologi informasi yang penting dan bermanfaat bagi
organisasi. Hasil dari perencanaan ini didampingi dengan anggaran biaya yang mencerminkan
prioritas bisnis untuk sistem teknologi informasi yang harus dikembangkan.
f. Alat komunikasi dengan manajemen puncak.
Banyak manajer sistem teknologi informasi meminta kenaikan anggaran yang signifikan
untuk pengembangan sistem teknologi informasi. Suatu rencana sitem teknologi informasi
yang baik, harus dengan jelas dihubungkan kepada arah bisnis. Hasil perencanaan yang baik
juga menjelaskan bagaimana organisasi akan mencapainya. Permintaan anggaran akan terlihat
lebih masuk akal dan lebih mudah disetujui bagi manajemen puncak yang ada diluar
departemen sistem teknologi informasi.
g. Membantu pemasok. Arsitektur dan rencana dari sistem teknologi informasi adalah suatu cara
efektif bagi organisasi untuk berkomunikasi dengan penjual/pemasok tentang kebutuhan dari
produk-produk sistem teknologi informasi masa depan yang dibutuhkan oleh organisasi.
Dengan memahami kebutuhan masa depan ini, maka pemasok dapat mempersiapkan jauh
sebelumnya.
Perencanaan strategis sistem teknologi informasi mempunyai tahapan-tahapan
sebagai berikut :
Visi/ Misi & Tujuan Analisis Eksternal SWOT
Strategi Analisis Internal Tema‐tema Strategis Corporate Constribution
Costumer Orientation
Operation Excellence
Future Orientation
Rencana Pengembangan IT Gambar 8.
Proses perencanaan strategis sistem teknologi informasi
Dalam melakukan pengukuran diperlukan daftar kriteria-kriteria yang akan di ukur. Hal-hal ini
dianggap penting untuk diperhatikan, yaitu :
ISSN 2085-8795
LPPM STMIK IM
Jurnal INFORMASI Vol.4 No.2 (7), November 2011
•
Corporate Contribution
- Nilai bisnis dari proyek-proyek TI
- Manajemen dalam investasi TI
•
Customer Orientation
- Kepuasan pengguna
- Performa aplikasi yang digunakan
- Performa layanan perbaikan yang diberikan
- Tingkat komplain
- Jenis komplain
- Waktu komplain
- Waktu yang diperkukan untuk melayani komplain
- Jangka waktu komplain diselesaikan
- Tingkat kesulitan kerja
Operation Excellence
- Keunggulan operasional (produktivitas, kualiti dan efisiensi)
- Tingkat Respon
- Tingkat Keamanan dan kenyamanan
- Biaya internal operasional
Future Orientation
- Peningkatan kemampuan layanan
- Tingkat efisiensi staff
- Evolusi aristektur perusahaan
- Pencarian jenis teknologi yang mendesak untuk digunakan
- Kemampuan untuk menggunakan teknologi baru
- Penghematan biaya dimasa mendatang
- Gaji yang sesuai dengan bidang kerja dan tanggung jawab
•
•
70
6. Perbandingan Implementasi Balanced Scorecard untuk Manajemen Strategik dan
Manajemen Strategik untuk Teknologi Informasi
Tabel 1
The balancescorecard perspectives and apllication to IT and IT security
Balanced Scorecard for strategic
management
Financial perspective Shareholder’s view
Mission : to success financially by
delivering value to stakeholders
Customer perspective
Mission : to achieve vision by
delivering value to customers
Internal perspective – Process
based-view
Mission : to satisfy the shareholders
and customers by promoting
efficiency and effectiveness in
business processes
Learning and Growth perspective
– Future view
Mission : to achieve vision by
ISSN 2085-8795
Balanced Scorecard for Strategic IT Management
User Orientation perspective
Mission : deliver value adding
products and services to endusers
Internal Processes perspective
Mission : deliver IT product and
services in efficient and effective
manner
How does the management view
IT deparment? Is the IT
department accomplishing its goal
and
contributing value to
organization as whole ?
How does users view IT
department? Are the services
offered by IT department
fulfilling the needs to users?
How effective and efficient are
the IT processes? Are the services
offered in efficient and effective
manner ?
Future Readiness perspective
Mission : deliver continuous
improvement and prepare for
How well is IT positioned to meet
future needs? Is the department
improving its products and
Business Value perspective
Mission : Contribute to the value
of the business
LPPM STMIK IM
Jurnal INFORMASI Vol.4 No.2 (7), November 2011
71
future challenges
services and preparing for
sustaining innovation and change
potential changes and challenges
capabilities through continuous
?
improvement and preparation for
future chalengges
Balanced Scorecard for Long range Information Security Management
How do we look in regard to costBusiness Value perspective
effectiveness of IT security?
Mission : Contribute to the value of the business and Value of IT
How cost effective are the IT
Security function
security counter measures? Does
benefit exceed the costs?
Are we satisfying end-user needs?
Stakeholder Orientation perspective
Mission : Deliver value adding services to all user and other
Are we satisfying consumer
stakeholders
needs?
Are
we
satisfying
management goals?
How vulnerable are our system?
Internal Processes perspective
Mission : deliver Security products and services in timely, cost-effective Are the counter measures
adequate
in
reducing
and usable manner
vulnerabilitiess and threats?
Have security improved? Has
system downtime reduced ?
What
IT security
counter
Future Readiness perspective
Mission : deliver continuous improvement and prepare for future measures and threats/challenges
are emerging?
challenges
Can we develop proactive a
counter measures?
7. Kesimpulan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
BSC merupakan suatu turunan dari strategi dan misi perusahaan secara top-down.
Sebaliknya, ukuran kebanyakan perusahaan adalah secara bottom-up: yaitu diperoleh dari
aktivitas di bawah datau bersifat ad-hoc, sehingga seringkali tidak relevan dengan strategi
secara keseluruhan.
BSC bersifat memandang ke depan (forward looking). Hal tersebut memperhitungkan
keberhasilan bukan hanya saat ini namun juga bagaimana perkiraannya di masa depan. Ini
berbeda dengan pengukuran kinerja keuangan tradisional yang hanya menunjukkan
kinerja periode yang telah lewat.
BSC mengintegrasikan pengukuran internal dan eksternal. BSC tidak hanya mengukur
net operating income, misalnya (eksternal) namun juga mengukur mengenai produk baru
(internal). Ini membantu para manajer melihat di mana mereka telah melakukan trade-off
di antara aspek pengukuran kinerja di masa lalu, dan membantu mereka memastikan
bahwa keberhasilan masa mendatang untuk satu aspek bukan dengan merugikan aspek
lainnya.
BSC membantu perusahaan lebih fokus karena membuat para manajer mencapai
kesepakatan hanya pada aspek pengukuran yang benar-benar kritikal terhadap trategi
perusahaan.
BSC memberikan pengukuran yang lebih komprehensif dan seimbang dengan
memasukkan perspektif non keuangan, yang selama ini tidak diperhitungkan dalam
pengukuran kinerja tradisional. Padahal sesungguhnya justru ketiga perspektif itulah yang
menghasilkan apa yang diukur dalam perspektif keuangan.
BSC memiliki perspektif yang koheren, dimana perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan akan mempengaruhi proses internal yang akan memperbaiki nilai kepada
pelanggan dan pada akhirnya memperbaiki pula nilai pemegang saham.
BSC memberikan perspektif yang semuanya terukur. Ini akan memenuhi keyakinan ‘if we
can measure it, we can manage it, if we can manage it, we can achieve it’.
ISSN 2085-8795
LPPM STMIK IM
Jurnal INFORMASI Vol.4 No.2 (7), November 2011
8.
72
Balanced Scorecard diukur dalam jangka pendek dan jangka panjang dan di evaluasi
setiap bagian yang ada dalam suatu organisasi yang akan memberikan kontribusi untuk
mewujudkan setiap tujuan. Balanced Scorecard dapat diterapkan oleh semua jenis
organisasi dan semua jenis industri baik profit maupun non-profit.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Atkinson, A.A., J.H. Waterhouse, and R.B. Wells (1997) “A Stakeholder Approach to
Strategic Performance Measurement,” Sloan Management Review, (38) 3, pp. 25-37.
[2] Baets, W. (1992) “Aligning Information Systems with Business Strategy,” Journal of Strategic
Information Systems, (1) 4, pp. 205-214.
[3] Benbasat, I., D.K. Goldstein, and M. Mead (1987) “The Case Research Strategy in Studies of
Information Systems,” MIS Quarterly, (11) 3, pp. 369-386.
[4] Banker, R. D., Chang, H., & Pizzini, M.J (2004). The Balance Scorecard; judgmental effect of
Performance measures linked to strategy. The accounting Review, 79 (J), 1-23.
[5] Butler, A., S.B. Letza, and B. Neale (1997) “Linking the Balanced Scorecard to Strategy,”
Long Range Planning, (30) 2, pp. 242-253.
[6] Chan, Y.E., D.G. Copeland, and D.W. Barclay (1997) “Business Strategies, Information
Systems Strategy, and Strategic Alignment,” Information Systems Research, (8) 2, pp. 125150.
[7] Eickelmann, N. (2001) “Integrating the Balanced Scorecard and Software Measurement
Frameworks,” in Van Gremberger, W. (Ed.) Information Technology Evaluation Methods and
Management, Hershey, PA: Idea Group Publishing, pp. 240-252.
[8] Jogiyanto. (2005). Sistem Informasi Strategik.
[9] Kaplan, Robert S. and David P. Norton. (1992) The Balanced Scorecard – Measures that
Drive Performance. Harvard Business Review.
[10] Kaplan, Robert S. and David P. Norton.(1993) Putting the Balanced Scorecard to Work.
Harvard Business Review. January-February.
[11] Kaplan, Robert S. and David P. Norton.(1996) Using the Balanced Scorecard as a Strategic
Management System. Harvard Business Review.
[12] Kaplan, Robert S. and David P. Norton.(1996) Balanced Scorecard: Translating Strategy into
Action. Terjemahan Bahasa Indonesia. Penerbit Erlangga.
[13] Kaplan, Robert S. and David P. Norton.(2000) Having Trouble with Your Strategy? Then
Map It. Harvard Business Review. January-February.
[14] Kaplan, Robert S. and David P. Norton.(2004) Measuring the Strategic Readiness of
Intangible Assets. Harvard Business Review.
[15] Kearns, G.S and A.L. Lederer (2003) “A Resource-Based View of Strategic IT Alignment:
How Knowledge Sharing Creates Competitive Advantage,” Decision Sciences (34) 1, pp. 129.
[16] Maltz, A.C., A.J. Shenhar, and R.R. Reilly (2003) “Beyond the Balanced Scorecard: Refining
the Search for Organizational Success Measures,” Long Range Planning, (36) 2, pp. 187-204.
[17] Martinsons, M., R. Davison, and D. Tse (1999) “The Balanced Scorecard: A Foundation for
Strategic Management of Information Systems,” Decision Support Systems, (25) 1, pp. 71-88.
[18] Kirby, J. Philip and Sumner J. Schmiesing. (2003) Balanced Scorecard as Strategic
Navigational Charts. Organization Thoughtware Internastional.
[19] Norrie , J. Walker, DHT, (2004)“Balanced Scorecard Approach to Project Management
Leadership”, Project Management Journal, Vol. 35. (4) pp. 52-53
[20] Sim, K.L. and H.C. Koh (2001) “Balanced Scorecard: A Rising Trend in Strategic
Performance Measurement,” Measuring Business Excellence, (5) 2, pp. 18-26.
[21] Symons, C. (2004) “Cascading the IT Balanced Scorecard: Transforming the IT
Organization,” Forrester Research Best Practices, August 19.
[22] Ward,J., & Peppard,J. (2005). Strategic Planning for Information Systems (3rd ed.). John
Wiley.
[23] Website www.qpr.com
[24] Website www.bscol.com
ISSN 2085-8795
LPPM STMIK IM
Download