Dinamika Populasi Mikroorganisme yang Berperan Dalam Nitrifikasi

advertisement
BioSMART
Volume 3, Nomor 1
Halaman: 7-13
ISSN: 1411-321X
April 2001
Dinamika Populasi Mikroorganisme yang Berperan Dalam Nitrifikasi di
Beberapa Jenis Tanah Akibat Perlakuan Paraquat
RATNA SETYANINGSIH1,3, ERNI MARTANI2,3, BAMBANG HENDRO S.2,3
1.
Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta
Fakultas Pertanian UGM Yogyakarta
3.
Program Studi Biologi PPS UGM Yogyakarta
2.
ABSTRACT
The effect of paraquat on population dynamics of microorganisms that are responsible to nitrification and the
difference of that microorganisms response in some soils were studied. This study used Complete Randomized
Design with 3 kinds of soil, peat (extraordinary acid, high organic matter and low clay contain), andisols (very strong
acid, moderate organic matter and moderate clay contain) and alfisols (moderate acid, low organic matter and high
clay contain) with and without 20 ppm of paraquat, and it was used 3 replications. Soils were incubated within 8
weeks and the populations of microorganism were observed every 2 weeks. Data were statistically analyzed using
Analysis Variant and Duncan’s Multiple Range Test. During 8 weeks incubation, 20 ppm of paraquat in peat
increased the population of microorganisms that are capable in oxidizing nitrite to nitrate. The population dynamics
of microorganisms that are responsible to nitrification in andisols and alfisols were not influenced by the addition of
paraquat. There was difference effect of paraquat on population dynamics of microorganisms that are capable to
oxidizing nitrite to nitrate in peat and both andisols and alfisols.
Keywords: microbial populations, soils, paraquat
PENDAHULUAN
Paraquat (1,1’-dimetil-bipiridinium) adalah
bahan aktif dari beberapa herbisida yang digunakan
di Indonesia seperti Gramoxone dan Herbatop.
Herbisida berbahan aktif paraquat banyak
diaplikasikan untuk mengendalikan gulma di lahan
dengan pola tanam tanpa olah tanah dan gulma air.
Bila bercampur dengan air, paraquat akan berada
dalam bentuk terionisasi dan memiliki kation
divalen. Kation divalen ini menyebabkan paraquat
akan teradsorpsi kuat dalam tanah karena terjadi
ikatan dengan anion-anion yang banyak terdapat
dalam tanah (Asthon, 1982; Gamar & Mustafa,
1975; Stevenson, 1982).
Adsorpsi paraquat oleh partikel tanah
memberikan keuntungan karena akan menurunkan
atau menghilangkan aktivitas biologisnya sehingga
memperkecil kemungkinan adanya pengaruh buruk
terhadap organisme bukan sasaran (Gamar &
Mustafa, 1975). Namun demikian, di sisi lain
terjadinya adsorpsi paraquat dapat memberikan
akibat buruk, yaitu terjadinya akumulasi paraquat
karena terhambatnya proses biodegradasi (Cripps
& Roberts, 1978).
Nitrogen (N) merupakan hara yang dibutuhkan
tanaman dalam
jumlah
paling
banyak
Transformasi nitrogen dalam tanah merupakan
bagian dari daur N di alam. Daur N sangat
tergantung pada aktivitas mikroorganisme.
Nitrogen dalam tanah tersedia bagi tanaman dalam
bentuk amonium (NH4+) dan nitrat (NO3-) yang
merupakan nitrogen anorganik (Atlas & Bartha,
1994). Pada umumnya NO3- lebih banyak
diabsorbsi tanaman dari pada NH4+. Hal ini terjadi
karena dalam tanah lebih banyak muatan negatif,
sehingga NH4+ lebih banyak terdasorpsi oleh
partikel tanah sedangkan NO3- lebih bebas bergerak
dalam tanah dan berdifusi ke dalam jaringan
tumbuhan (Tisdale dkk., 1990).
Proses pembentukan nitrat disebut sebagai
nitrifikasi. Nitrifikasi terdiri dari 2 proses yang
merupakan satu kesatuan yaitu oksidasi amonium
menjadi nitrit dan oksidasi nitrit menjadi nitrat
(Atlas & Bartha, 1993). Dalam tanah, proses
pembentukan nitrit (nitritasi) dominan dilakukan
oleh bakteri dari genus Nitrosomonas. Genus lain
©2001 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta
8
BioSMART Vol. 3, No. 1, April 2001, hal. 7-13
yang mampu melakukan proses nitritasi adalah
Nitrosospira, Nitrosococcus, Nitrosolobus, dan
Nitrosovibrio
(Bock dkk., 1990). Sedangkan
pembentukan nitrat (nitratasi) dominan dilakukan
oleh bakteri dari genus Nitrobacter. Genus lain
yang mampu melakukan proses nitratasi adalah
Nitrospira, Nitrospina dan Nitrococcus (Bollag &
Kurek, 1980 dalam Atlas & Bartha, 1993).
Bila dalam suatu lingkungan proses nitrifikasi
terhambat, kemungkinan akan terjadi akumulasi
NH4+ karena reaksi amonifikasi lebih toleran
terhadap lingkungan yang kurang menguntungkan
(Alexander, 1977). Bila yang terhambat adalah
oksidasi nitrit menjadi nitrat akibatnya lebih buruk
lagi karena akan terjadi akumulasi nitrit. Nitrit
merupakan senyawa yang sangat toksis terhadap
organisme pada umumnya (Alexander, 1977;
Tisdale dkk, 1990).
BAHAN DAN METODE
Bahan Penelitian
Sampel tanah gambut diambil dari Kecamatan
Pangkoh Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah;
andisols dari Tengaran, Salatiga; alfisols dari
Karangsari, Nglipar, Gunung Kidul dan herbisida
Gramoxone produksi PT Zeneca Agri Product
Indonesia. Khusus untuk gambut, selama
pengangkutan
dan
penyimpanan
sebelum
digunakan untuk penelitian, harus dimasukkan
dalam wadah yang tertutup rapat (misalnya
kantong plastik yang diikat kuat) agar tidak
berubah kadar airnya, karena gambut yang
kehilangan air dan menjadi kering tidak dapat
dibasahi lagi (bersifat irreversibel).
Cara Kerja
Penyiapan Sampel Tanah
Gambut: gambut diaduk-aduk menggunakan
sekop kecil dan garpu tanah agar menjadi
homogen. Materi–materi yang mengganggu
homogenitas tanah misalnya sisa akar yang panjang
atau kotoran yang tercampur, dibuang.
Tanah mineral: tanah dihomogenkan dengan
cara diaduk–aduk dan diayak dengan ayakan 2 mm.
Analisis Fisika dan Kimia tanah
Analisis fisika-kimia tanah
meliputi: pH,
kandungan bahan organik tanah, tekstur untuk
tanah mineral (Tan, 1996) dan kapasitas lapang
(Soekodarmodjo dkk., 1985).
Inkubasi Tanah
Percobaan menggunakan sampel terbuang.
Paraquat dicampurkan ke dalam tanah dengan
konsentrasi akhir 20 ppm. Tanah ditimbang
sebanyak 75 g dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml, sebagai satu sub sampel.
Erlenmeyer ditutup dengan sumbat kapas. Setiap
jenis tanah dibuat 15 sub sampel untuk pengamatan
minggu ke 0, 2, 4, 6 & 8 , dengan masing–masing 3
ulangan.
Penghitungan Jumlah Mikroorganisme
Golongan mikroorganisme
yang dihitung
meliputi mikroorganisme pengoksidasi ammonium
menjadi nitrit dan pengoksidasi nitrit menjadi
nitrat. Penghitungan dilakukan secara Most
Probable Number (MPN) (Atlas dkk., 1984;
Jacobs & Gerstein, 1960 ). Medium dan larutan uji
yang digunakan adalah medium amonium-kalsium
karbonat dengan larutan uji asam sulfanilat dan αnaftilamin untuk nitritasi, serta medium nitritkalsium karbonat dengan larutan uji asam
sulfanilat, α-naftilamin, difenilamin dan H2SO4
untuk nitratasi (Salle, 1984; Subba Rao, 1994).
Penghitungan mikroorganisme selain dilakukan
terhadap tanah yang diberi perlakuan paraquat juga
dilakukan terhadap tanah yang tidak diberi
perlakuan paraquat sebagai kontrol.
Analisis Data
Data yang didapatkan dianalisis dengan Analisis
Varian dan dilanjutkan dengan uji Duncan’s
Multiple Range Test dengan α = 0,05
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Tanah
Hasil analisis fisika dan kimia tanah sebelum
perlakuan dapat dilihat pada pada tabel 1.
Penelitian ini menggunakan tanah gambut,
andisols dan alfisols karena dari studi literatur
diperoleh informasi bahwa 3 tanah ini
menampakkan variasi dalam hal pH, kandungan
bahan organik dan tekstur khususnya kandungan
lempungnya. Nilai pH, kandungan bahan organik
dan lempung merupakan faktor-faktor penting
yang dapat mempengaruhi interaksi tanahherbisida-mikroorganisme.
Tanah Gambut
Tanah gambut memiliki pH 3,00 sehingga
disebut tanah luar biasa masam (Siradz, 1990).
Bahan gambut berasal dari sisa–sisa tumbuhan dan
hewan yang telah mati, dan pada umumnya
terbentuk dalam keadaan yang jenuh oleh air atau
temperatur yang dingin. Selama pembentukan
gambut dekomposisi
bahan organik berjalan
lambat, tetapi karena tinggimya kandungan bahan
SETYANINGSIH dkk. – Dinamila Populasi Mikroorganisme
9
Tabel 1. Sifat fisika dan kimia tanah
Parameter
pH
Bahan organik (%)
Lempung (%)
Debu (%)
Pasir (%)
Tekstur
Kapasitas lapang (%)
Tanah Gambut
3,00
81,82
-*)
-*)
-*)
270,95
Jenis tanah
Andisols
4,80
9,26
19
40
41
geluhan
58,10
Alfisols
6,00
1,80
47
30
23
lempungan
38,85
Keterangan: *) Tidak dihitung karena diperkirakan sangat kecil dan dapat diabaikan.
organik yang ada di tempat itu maka dapat terjadi
akumulasi
asam–asam
organik.
Tingginya
kandungan asam–asam organik menjadi salah satu
penyebab rendahnya pH gambut. Selain itu,
rendahnya pH dapat disebabkan gambut ada di
lingkungan yang basah atau berair sehingga
kepekatan ion H+ lebih tinggi dari pada OH-.
Bahan–bahan bersifat asam yang berasal dari
lapisan di bawah gambut ada kemungkinan juga
menyebabkan rendahnya pH (Anonim, 1991b).
Bahan organik mempengaruhi sifat fisika, kimia
maupun biologi tanah. Bahan organik yang telah
menjadi humus memegang peran penting dalam
proses adsorpsi dan pertukaran kation dalam tanah.
Gambut memiliki kandungan bahan organik tinggi,
yaitu sebesar 81,82%.
Bila tanah yang terbasahi sempurna mengalami
pengatusan, maka akan tercapai suatau kondisi
lengas yang relatif tetap. Keadaan ini disebut
sebagai kapasitas lapang tanah (Kohnke, 1989).
Pada kapasitas lapangnya, tanah menyediakan
cukup air bagi tanaman. Dalam penelitian ini, tanah
dibuat pada kapasitas lapangnya dengan tujuan
mendekati keadaan tanah yang sesuai untuk
pertumbuhan tanaman. Kapasitas lapang gambut
tinggi, yaitu 270,95%.
Andisols
Andisols memiliki pH 4,8 sehingga disebut
sebagai tanah masam sangat kuat (Siradz, 1990).
Darmawijaya (1997), menyatakan bahwa andisols
merupakan tanah yang penyebarannya di daerah
vulkanik dan batuan induknya berupa abu vulkan.
Di daerah vulkanik pada umumnya curah hujan
tinggi. Curah hujan yang tinggi melebihi
evapotranspirasi merupakan penyebab utama
rendahnya pH, karena terjadinya erosi dan
pelindihan sejumlah garam terlarut, hasil–hasil
pelapukan mineral dan basa-basa. Darmawijaya
(1997), juga menyatakan bahwa pelapukan abu
vulkanik dimulai dengan pelindihan komponenkomponen yang larut seperti H2SiO4, Ca2+, Mg2+,
Na+ & K+ oleh air hujan.
Andisols memiliki bahan organik 9,26%. Untuk
ukuran tanah mineral, kandungan bahan organik
dalam andisols cukup tinggi. Kandungan lempung
andisols sebesar 19%. Menurut Darmawijaya
(1997), bagian terbesar dari fraksi lempung
andisols adalah alofan yang merupakan lempung
amorf.
Alofan
memiliki
rumus
kimia
SiO2.Al2O3.2H2O atau Al2O3.2SiO2.H2O.
Alfisols
Alfisols memiliki nilai pH sebesar 6,00,
sehingga dapat digolongkan ke dalam tanah masam
sedang (Siradz, 1990). Tanah dengan pH 6-7
menunjang kesuburan tanaman. Pertumbuhan dan
aktivitas mikrooganisme pada umumnya juga
paling baik pada kisaran pH ini.
Kandungan bahan organik alfisols rendah yaitu
1,80%, sedangkan kandungan lempungnya sebesar
47%. Dalam Darmawijaya (1997), disebutkan
bahwa alfisols merupakan hasil translokasi
lempung silikat.
Dinamika Populasi Mikroorganisme
Mikroorganisme Pengoksidasi Ammonium Menjadi
Nitrit
Dinamika populasi mikroorganisme pengoksidasi ammonium menjadi nitrit tanpa perlakuan dan
dengan perlakuan 20 ppm paraquat di tanah
gambut, andisols, dan alfisols berturut–turut dapat
dilihat pada Gambar 1.
Dalam tanah gambut, dinamika populasi
mikroorganisme pengoksidasi ammonium di tanah
tanpa paraquat dan di tanah dengan perlakuan
paraquat berhimpit mulai minggu ke-0 sampai
minggu ke-2, kemudian memisah. Setelah minggu
ke-2 sampai pertengahan antara minggu ke 6 dan
BioSMART Vol. 3, No. 1, April 2001, hal. 7-13
Log jumlah mikroorganisme /
100 g tanah
10
5
4
T anpa paraquat
3
Ditambah
paraquat
2
1
0
2
4
6
8
10
a
Log jumlah mikroorganisme /
100 g tanah
Waktu ( minggu )
7
6
T anpa paraquat
5
Ditambah
paraquat
4
3
0
2
4
6
8
10
Log jumlah mikroorganisme /
100 g tanah
Waktu ( minggu )
b
8
7
T anpa paraquat
6
Ditambah
paraquat
5
4
0
2
4
6
Waktu ( minggu )
8
10
c
Gambar 1. Dinamika populasi mikroorganisme pengoksidasi ammonium menjadi nitrit di tanah gambut (a), andisols
(b) dan alfisols (c) tanpa perlakuan dan dengan perlakuan paraquat.
ke 8 populasi lebih besar di tanah tanpa paraquat.
Pada minggu ke-8, populasi lebih besar di tanah
yang diperlakukan dengan paraquat. Secara umum
pola yang ditunjukkan adalah mulai minggu ke-0
populasi naik sampai minggu ke-4 dan setelah itu
turun sampai minggu ke-8. Analisis statistik
mingguan menunjukkan tidak ada beda nyata
dinamika populasi mikroorganisme pengoksidasi
ammonium dalam tanah gambut antara tanah yang
diperlakukan dengan 20 ppm paraquat dan tanpa
paraquat.
Sedangkan di tanah andisols, dinamika populasi
berhimpit sampai minggu ke-2, setelah itu
memisah. Pada minggu ke-4 populasi lebih besar di
tanah yang diperlakukan dengan paraquat, tetapi
pada minggu ke-6 yang terjadi sebaliknya, populasi
lebih besar di tanah tanpa paraquat. Pada minggu
ke-8, 2 titik hampir berhimpit. Pola yang ada yaitu
dari minggu ke-0 turun sampai minggu ke-4.
Kemudian terjadi kenaikan sampai minggu ke-8 di
tanah yang diperlakukan dengan paraquat,
sedangkan di tanah tanpa paraquat kenaikan lebih
besar terjadi sampai minggu ke-6 dan kemudian
turun lagi menuju minggu ke-8. Berdasarkan
analisis
statistik
mingguan,
populasi
mikroorganisme dalam tanah andisols yang
Log jumlah mikroorganisme /
100 g tanah
SETYANINGSIH dkk. – Dinamila Populasi Mikroorganisme
11
7
6
T anpa paraquat
5
Ditambah
paraquat
4
3
0
2
4
6
8
10
a
Log jumlah mikroorganisme /
100 g tanah
Waktu ( minggu )
7
6
T anpa paraquat
5
Ditambah
paraquat
4
3
0
2
4
6
8
10
b
Log jumlah mikroorganisme /
100 g tanah
Waktu ( minggu )
8
7
T anpa paraquat
6
Ditambah
paraquat
5
4
0
2
4
6
8
Waktu ( minggu )
10
c
Gambar 2. Dinamika populasi mikroorganisme di tanah gambut (a), andisols (b) dan alfisols (c) tanpa perlakuan
dan dengan perlakuan 20 ppm paraquat.
mengandung 20 ppm paraquat tidak menunjukkan
beda nyata dengan populasi mikroorganisme di
tanah tanpa perlakuan pada minggu ke-0, 2, 4, 6
maupun minggu ke-8.
Di tanah alfisols, sesaat setelah minggu ke-0
dinamika populasi sudah terpisah dan titik yang
hampir berhimpitan dijumpai pada minggu ke-4
dan minggu ke-6. Pada minggu ke-2 populasi
mikroorganisme pengoksidasi ammonium lebih
besar di tanah tanpa paraquat, sedangkan pada
minggu ke-8, populasi lebih besar di tanah dengan
perlakuan paraquat. Berdasarkan analisis statistik
mingguan, populasi mikroorganisme pengoksidasi
ammonium dalam tanah alfisols yang ditambah
paraquat dan tanpa paraquat berbeda nyata pada
minggu ke-2 dan minggu ke-8. Pada minggu ke-2,
populasi lebih besar di tanah tanpa perlakuan
paraquat, sedangkan pada minggu ke-8 populasi
lebih besar di tanah dengan perlakuan paraquat.
Analisis statistik 8 minggu menunjukkan tidak
ada beda nyata dinamika populasi mikroorganisme
pengoksidasi ammonium antara tanah gambut,
andisols dan alfisols yang diberi perlakuan
paraquat dengan tanah tanpa paraquat selama 8
minggu.
12
BioSMART Vol. 3, No. 1, April 2001, hal. 7-13
Mikroorganisme Pengoksidasi Nitrit Menjadi
Nitrat
Gambar 2 a, b dan c berturut-turut menunjukkan
dinamika populasi mikroorganisme pengoksidasi
nitrit menjadi nitrat tanpa perlakuan dan dengan
perlakuan 20 ppm paraquat di tanah gambut,
andisols, dan alfisols.
Dalam tanah gambut, dinamika populasi
mikroorganisme pengoksidasi nitrit di tanah tanpa
paraquat dan di tanah yang diberi perlakuan
paraquat sudah mulai memisah setelah minggu ke0 dan tidak berhimpitan sampai minggu ke-8. Pola
dinamika populasi dapat dikatakan mirip, dari
minggu ke-0 menuju minggu ke-8 populasi naik.
Satu titik agak berjauhan yaitu pada minggu ke-2.
Populasi mikroorganisme pengoksidasi nitrit dalam
tanah yang ditambah paraquat lebih besar dari
pada dalam tanah tanpa paraquat. Berdasarkan
analisis statistik mingguan, beda nyata dinamika
populasi mikroorganisme pengoksidasi nitrit dalam
tanah gambut akibat perlakuan 20 ppm paraquat
terjadi pada minggu ke-2.
Dalam tanah andisols kedua grafik berhimpit
mulai minggu ke-0 sampai minggu ke-4. Besarnya
populasi turun drastis dari minggu ke-0 menuju
minggu ke-2 dan antara minggu ke-2 dan minggu
ke-4 populasi sedikit naik. Setelah minggu ke-6
terjadi pemisahan. Pada minggu ke-6 ini
populasi mikroorganisme pengoksidasi nitrit di
tanah yang diperlakukan dengan paraquat
meningkat tajam, sedangkan di tanah tanpa
paraquat terjadi sedikit kenaikan. Pada minggu ke8 titik kembali berhimpit. Berdasarkan analisis
statistik mingguan, beda nyata dinamika populasi
mikroorganisme pengoksidasi nitrit dalam tanah
andisols oleh perlakuan 20 ppm paraquat terjadi
pada minggu ke-6.
Dalam tanah alfisols, pola dinamika populasi
sangat mirip. Sedikit perbedaan tejadi pada minggu
ke-4 dan minggu ke-8, dengan populasi
mikroorganisme pengoksidasi nitrit di tanah yang
ditambah paraquat lebih besar dari pada di tanah
tanpa paraquat. Mulai minggu ke-0 terjadi
peningkatan populasi menuju minggu ke-2
kemudian dari minggu ke-2 turun menuju minggu
ke-4. Selanjutnya dari minggu ke-4 menuju minggu
ke-6
relatif datar di tanah yang diperlakukan
dengan paraquat dan sedikit naik di tanah tanpa
paraquat. Dari minggu ke-6 menuju minggu ke-8
sedikit naik di tanah yang diperlakukan dengan
paraquat, dan relatif datar di tanah tanpa paraquat.
Berdasarkan analisis statistik mingguan, tidak ada
beda nyata dinamika populasi mikroorganisme
pengoksidasi nitrit dalam tanah alfisols oleh
perlakuan 20 ppm paraquat, pada minggu ke-0, 2,
4, 6 maupun minggu ke-8.
Analisis statistik 8 minggu menunjukkan, beda
nyata oleh pengaruh paraquat hanya terjadi dalam
tanah gambut, sedangkan dalam tanah andisols dan
alfisols tidak ada beda nyata. Dalam tanah gambut,
perlakuan 20 ppm paraquat meningkatkan populasi
mikroorganisme pengoksidasi nitrit.
Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 20 ppm
paraquat dalam tanah gambut meningkatkan
populasi mikroorganisme pengoksidasi nitrit
menjadi nitrat, tetapi tidak mempengaruhi
dinamika populasi mikroorganisme pengoksidasi
ammonium menjadi nitrit. Dalam tanah andisols
dan alfisols, 20 ppm paraquat tidak mempengaruhi
dinamika populasi mikroorganisme pengoksidasi
ammonium maupun mikroorganisme pengoksidasi
nitrit.
Dalam biakan cair paraquat sudah dapat
menghambat pertumbuhan
mikroor- ganisme
mulai konsentrasi 0,1 µg/ml (Riley dkk., 1976),
tetapi di dalam tanah gambut, andisols maupun
alfisols, 20 ppm paraquat ternyata tidak
menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang
berperan dalam nitrifikasi. Riley dkk. (1976)
menyatakan bahwa turunnya aktivitas biologis
paraquat dalam tanah disebabkan oleh adanya
adsorpsi oleh partikel tanah terutama yang bersifat
koloid.
Constenla dkk. (1990), menyatakan bahwa ada
2 tipe paraquat teradsorpsi yaitu yang teradsorpsi
lemah dan teradsorpsi kuat. Hanya paraquat yang
teradorpsi kuat yang kehilangan aktivitasnya
sehingga tidak berpengaruh terhadap kehidupan
dalam tanah.
Dalam penelitian ini 20 ppm paraquat yang
ditambahkan ke dalam tanah gambut, sebagian
mungkin teradsorpsi lemah. Kemungkinan ini
diperkirakan dengan masih adanya pengaruh
paraquat terhadap populasi mikroorganisme
pengoksidasi nitrit dalam tanah gambut, meskipun
pengaruhnya adalah meningkatkan populasi.
Adanya peningkatan populasi mikroorganisme
pengoksidasi nitrit akibat perlakuan paraquat, bisa
disebabkan golongan mikroorganisme ini dapat
memanfaatkan unsur-unsur yang mudah lepas dari
paraquat. Lepasnya unsur dari paraquat lebih
mungkin terjadi bila paraquat teradsorpsi lemah.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
meskipun teradsorpsi oleh partikel tanah, paraquat
masih dapat mengalami degradasi. Penelitian
Giardina dkk. (1973) memberikan hasil bahwa
100–400 ppm paraquat yang diaplikasikan ke tanah
dapat terdegradasi 50% selama 20 hari. Sedangkan
Burns & Audus (1970) meneliti hasil biodegradasi
paraquat dalam tanah oleh Lipomyces starkeyi
SETYANINGSIH dkk. – Dinamila Populasi Mikroorganisme
menggunakan paraquat dengan 14C. Dari 4 jenis
tanah yang diteliti ternyata ada satu jenis tanah
yakni geluh debuan yang mengandung 14CO2 hasil
biodegradasi paraquat dan hasil biodegradasi ini
tidak terbentuk lagi setelah 96 jam. Lipomyces
starkeyi dapat memanfaatkan paraquat sebagai
sumber N.
Dalam tanah andisols dan alfisols, penambahan
20 ppm paraquat tidak berpengaruh terhadap
dinamika populasi mikroorganisme pengoksidasi
ammonium maupun mikroorganisme pengoksidasi
nitrit. Hal ini terjadi karena tanah mineral
mengandung lebih banyak lempung dari pada
gambut, sehingga paraquat teradsorpsi lebih kuat
dalam tanah mineral terutama yang kandungan
lempungnya tinggi. Stevenson (1982) menyatakan
bahwa lempung memiliki peran lebih penting
dalam adsorpsi paraquat dari pada bahan organik.
KESIMPULAN
Paraquat dengan konsentrasi 20 ppm dalam
tanah
gambut,
meningkatkan
populasi
mikroorganisme pengoksidasi nitrit menjadi nitrat,
sedangkan dalam andisols dan alfisols tidak
mempengaruhi dinamika populasi mikroorganisme
pengoksidasi amonium menjadi nitrit maupun
mikroorganisme pengoksidasi nitrit menjadi nitrat.
Pengaruh paraquat terhadap mikroorganisme
pengoksidasi nitrit menjadi nitrat berbeda antara
tanah gambut dengan andisols dan alfisols.
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, M.1977. Introduction to Soil Microbiology.
2nd ed. John Wiley and Sons.
Anonim. 1991b. Kimia Tanah. Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Asthon, F. M. 1982. Persistence and Biodegradation of
Herbicides. Plenum Press.
Atlas, R.M., A.E. Brown, K.W. Dobra & L. Miller.
1984. Experimental Microbiology. MacMillan
Publishing Company and Collier MacMillan. New
York and London.
Atlas, R.M. & R. Bartha. 1993. Microbial Ecology,
Fundamental and Applications. 3rd ed. The Benjamin
/ Cummings Publishing Company Inc. California.
Bock, E., H.P. Koops & H. Harms. 1990. Nitrifying
Bacteria. Dalam H.G. Schlegel & B. Bowien (eds)
Autotrophic Bacteria. Springer-Verlag, Berlin.
13
Burns, R.G.& L.J.Audus. 1970. Distribution and
Breakdown of paraquat in Soils. Weed Res. 10, 4958.
Constenla, M.A., D. Riley, S.H. Kennedy, C.E. Rojas,
L.E. Mora & J.E.B. Stevens. 1990. Paraquat
Behaviour in Costa Rica Soils and Residues in
Coffee. J. Agric. Food Chem, 38: 1985 – 1988.
Cripps, R.E. & T.R. Roberts. 1978. Microbial
Degradation of Herbicides. Dalam Pesticide
Microbiology. I.R Hill & S.J.L Wright. (eds).
Academic Press.London.
Darmawijaya, M.I. 1997. Klasifikasi Tanah. GAMA
Press. Yogyakarta.
Foth, H.D. 1990. Fundamentals of Soil Science. 8th ed.
John Wiley and Sons.
Gamar, Y. & M.A. Mustafa. 1975. Adsorption &
Desorption of Diquat2+ & Paraquat2+ on Arid-Zone
Soils. Soil Sci. Vol. 119, No. 4: 290-295.
Giardina, M.C., U. Tomatu & W. Pietrosante. 1973.
Effect of paraquat on Some Soil Bacteria
Responsible for Hydrolytic Activity. Nuovi Annali Ig.
Microbiol. 24, 191-196.
Jacobs, M.B. & M.J. Gerstein. 1960. Handbook of
Microbiology. D. Van Nostrand Co. Inc. Princeton.
New Jersey.
Katayama, A. & S. Kuwatsuka. 1992. Microflora in
Soils with Long-term Application of Paraquat. J.
Pesticide Sci. 17: 137 – 139.
Kohnke, H. 1989. Fisika Tanah. Jurusan Ilmu Tanah
Fak. Pertanian UGM. Yogyakarta.
Riley, D., W. Wilkinson & B.V. Tucker. 1976.
Biological Unavailibility of Bound Paraquat
Residues in Soils. American Chemical Society.
Washington DC.
Salle, A.J. 1948. Laboratory Manual on Fundamental
Principles of Bacteriology. McGraw Hill Book
Company. New York.
Siradz, S.A. 1990. Taksonomi Tanah, Bagian I.
Morfologi dan Kunci Determinasi Tanah.
Yogyakarta.
Soekodarmodjo, S., B.D. Kertonegoro, S.H. Suparnowo,
S. Notohadisuwarno. 1985. Panduan Analisis Fisika
Tanah. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian
UGM. Yogyakarta.
Stevenson, F.J. 1982. Humus Chemistry. John Wiley and
Sons.
Subba Rao, N.S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan
Pertumbuhan Tanaman. UI Press.
Tan, K.H. 1996. Soil Sampling, Preparation and
Analysis. Marcel Dekker, Inc.New York.
Tisdale, S.L., W.L. Nelson, & J.D. Beaton.1990. Soil
Fertility and Fertilizers. MacMillan Publishing
Company. New York.
Download