ISSN: 2085-5087 - eJournal IAIN Jember

advertisement
ISSN: 2085-5087
MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
I. Mustofa Zuhri
Abstrak
Pengembangan kurikulum merupakan suatu
alternatif prosedur dalam rangka mendesain (designing),
menerapkan
(implementation),
dan
mengevaluasi
(evaluation) suatu kurikulum. Oleh karena itu, model
pengembangan kurikulum harus dapat menggambarkan
suatu proses sistem perencanaan pembelajaran yang dapat
memenuhi berbagai kebutuhan dan standar keberhasilan
pendidikan
Kata Kunci : Model Kurikulum PAI
Pendahuluan
Kurikulum merupakan seperangkat rancangan pendidikan yang berisi pengalaman belajar yang diberikan pada siswa di
suatu sekolah. Rancangan ini disusun dengan maksud memberikan pedoman kepada para pelaksana pada lembaga pendidikan, dalam proses belajar mengajar, untuk mencapai tujuan yang
dicita-citakan oleh siswa, keluarga maupun masyarakat sebagai
stake holders.
Sebagai wahana dan media konservasi, kurikulam memiliki konstribusi besar dan strategis bagi pewarisan amanat ilmu
pengetahuan yang diajarkan Allah SWT melalui para nabi dan
rosul, para filosof, para cendikiawan, ulama, akademisi dan para
guru, secara turun temurun, inter dan antar generasi melalui
pengembangan potensi kogntif, afektif dan psikomotorik para
muridnya
Model Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam
Pendekatan dalam pengembangan kurikulum merefleksikan pandangan seseorang terhadap sekolah dan masyarakat. Para
pendidik pada umumnya tidak berpegang pada salah satu pendekatan secara murni, tetapi menganut beberapa pendekatan
yang sesuai. Pendekatan dalam pengembangan kurikulum itu
sangat erat hubungannya dengan teori atau aliran pendidikan
yang dominan. Ada beberapa pendekatan dalam pengembangan
kurikulum, sehingga kurikulum yang dihasilkan akan dapat memenuhi harapan banyak pihak.
Esensi Kurikulum
Dalam kosa kata Arab, istilah kurikulum dikenal dengan
istilah manhaj, yakni jalan yang terang, atau jalan terang yang dilalui manusia dalam bidang kehidupannya. Dalam konteks pendidikan, kurikulum berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik/guru juga peserta didik untuk menggabungkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta nilai-nilai.Pendaapat yang
menurut hemat penulis lebih lengkap dikemukakan oleh Zais
yang mengatakan bahwa kurikulum dapat dibedakan menjadi
dua, yakni kurikulum dokumen (curriculum document/inner curriculum) dan kurikulum fungsional (functional curriculum/operative
curriculum).1 Adapun makna semantik kurikulum dikelompokkan
menjadi tiga yaitu tradisional, modern, dan masa kini (up to date).
1. Pengertian kurikulum secara tradisional
Kurikulum adalah mata pelajaran yang diajarkan di
sekolah atau bidang studi. Pengertian ini sejalan dengan
pengertian di Webster’s New Word Dictionary yang berarti bahwa
kurikulum adalah semua bidang studi yang diberikan dalam
lembaga pendidikan.
2. Pengertian kurikulum secara modern
1 Zais. R. S., Curriculum: Principles And Foundations, New York: Harper & Row
Publisher, 1976. Hlm. 74
I. Mustofa Zuhri
Kurikulum adalah semua pengalaman aktual yang dimiliki siswa di bawah pengaruh sekolah, sementara bidang studi adalah bagian kecil dari program kurikulum secara keseluruhan. Dalam hal ini Regan (1958) juga menjelaskan bahwa kurikulum adalah semua pengalaman siswa di bawah tanggung jawab sekolah.
Hal ini di perkuat oleh Saylor dan Alexander (1958) bahwa kurikulum adalah keseluruhan usaha sekolah dalam mempengaruhi
belajar anak yang berlangsung di dalam kelas, di sekolah, maupun di luar sekolah.
3. Pengertian kurikulum secara masa kini
Kurikulum adalah strategi yang digunakan untuk mengadaptasikan pewarisan kultural dalam mencapai tujuan sekolah.
Adapun Regan (1958) menyatakan bahwa kurikulum lingkungan
belajar yang dirancang untuk mengembangkan minat dan kemampuan siswa agar dapat berpatisipasi dalam kehidupan
masyarakat dan bangsa.
4.
Pengertian kurikulum pendidikan agama islam
Dalam kurikulum pendidikan agama islam dijelaskan,
bahwa pendidikan agama islam adalah upaya sadar dan terencana dalam mempersiapkan peserta didik untuk mengenal,
memahami, hingga mengimani ajaran agama islam, dibarengi
dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud persatuan dan kesatuan bangsa.
Jadi kurikulum pendidikan agama islam adalah bahanbahan pendidikan agama islam berupa kegiatan, pengetahuan
dan pengalaman yang dengan sengaja dan sistimatis diberikan
kepada siswa dalam rangka mencapai tujuan pendidikan agama
islam. Kurikulum pendidikan agama islam merupakan alat untuk
mencapai tujuan pendidikan agama islam. Adapun cakupan materi pendidikan agama islam adalah: Al-Qur’an dan Hadits,
keimanan, akhlak, fiqh/ibadah dan sejarah. Atau dengan kata lain,
Model Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam
cakupan pendidikan agama islam adanya keserasian, keselarasan
dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah, sesama
manusia, makhluk lainnya maupun lingkungannya. Sedangkan
esensi pendidikan agama islam adalah mendidik siswa untuk
berperilaku sesuai dengan nilai-nilai atau akhlak islam dan mendidik siswa untuk mempelajari materi ajaran islam.2
Kedudukan Kurikulum Dalam Pembelajaran
Selama ini kurikulum dianggap sebagai penentu keberhasilan pendidikan, termasuk pendidikan islam. Karena itu, perhatian para guru, dosen, kepala sekolah, ketua, rektor, maupun
praktisi pendidikan terkonsentrasi pada kurikulum. Padahal, kurikulum bukanlah penentu utama. Dalam kasus pendidikan di
indonesia misalnya, problem paling besar yang dihadapi bangsa
ini sesungguhnya bukan problem kurikulum, meskipun bukan
berarti kurikulum tidak menimbulkan problem.
Kurikulum sebagai rancangan segala kegiatan yang mendukung tercapainya tujuan pendidikan tetap memiliki peran yang
penting, setidaknya, dalam mewarnai kepribadian seseorang.
Oleh karenanya, kurikulum perlu dikelola dengan baik. Pemikir
pendidikan islam mungkin pernah berpikir kurikulum atau manajemen kurikulum seperti apakah yang di terapkan di dunia islam pada masa kejayaannya dahulu sehingga mampu melahirkan
filofos dan ilmuan islam yang sangat potensial. Demikian juga
mengapa kurikulum pesantren pada masa lalu yang sederhana
mampu melahirkan kiai-kiai besar, sementara kurikulum pesantren maasa kini justru tidak mampu melahirkan kiai-kiai besar.
Dua kenyataan ini jika diperhatikan dari sisi kesadaran akan mudah dijawab, tetapi bila diperhatikan dari segi kurikulum, lebih
2 Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam Konsep, Strategi Dan Aplikasi,
Yogyakarta: Teras, 2009. Hlm. 39-42
I. Mustofa Zuhri
sulit dijelaskan. Layaknya ada misteri dalam permasalahan kurikulum yang belum terpecahkan.
Pokok kegiatan utama studi manajemen kurikulum adalah meliputi bidang perencanaan dan pengembangan, pelaksanaan, dan perbaikan kurikulum. Manajemen perencanaan dan
pengembangan kurikulum berdasarkan asumsi bahwa: telah
tersedia informasi dan data tentang masalah-masalah dan kebutuhan yang mendasari disusunnya perencanaan yang tepat. Manajemen pelaksanaan kurikulum berdasarkan asumsi bahwa kurikulum telah direncanakan sebelumnya dan siap dioperasionalkan. Manajemen perbaikan kurikulum berdasarkan asumsi, bahwa perbaikan, kurikulum sekolah perlu diperbaiki dan dikembangkan lebih lanjut untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Evaluasi kurikulum berdasarkan asumsi, bahwa perbaikan,
perencanaan dan pelaksanaan kurikulum membutuhkan informasi balikan yang akurat. Dengan demikian jelaslah, bahwa
perencanaan dan pengembangan, pelaksanaan, pengadministrasian, evaluasi dan perbaikan kurikulum bergerak dalam suatu
sistem dalam siklus yang berkesinambungan, yang secara bertahap, bergilir, berkesinambungan dalam lingkaran proses sistem
pendidikan menyeluruh.3
Kurikulum pendidikan islam memiliki ciri-ciri tertentu.
Al-Syaibani mencatat ciri-ciri tersebut sebagai berikut:
1 Menonjolkan tujuan agama dan akhlak pada berbagai
tujuan, kandungan, metode, alat, dan tekniknya.
2 Memiliki perhatian yang luas dan kandungan yang menyeluruh
3 Memiliki keseimbangan antara kandungan kurikulum dari
segi ilmu dan seni, kemestian, pengalaman, dan kegiatan
pengajaran yang beragam
3
Hamalik Oemar, Hlm. 20
Model Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam
4 Berkecenderungan pada seni halus, aktivitas pendidikan
jasmani, latihan militer, pengetahuan teknik, latihan kejuruan, dan bahasa asing untuk perorangan maupun bagi mereka yang memiliki kesediaan, bakat, dan keinginan
5 Keterkaitan kurikulum dengan kesediaan, minat, kemampuan, kebutuhan, dan perbedaan perorangan di antara
mereka.
Di samping ciri-ciri kurikulum pendidikan islam, selanjutnya al-Syaibani juga mengemukakan prinsip-prinsip umum
yang menjadi dasar kurikulum pendidikan islam, yaitu sebagai
berikut:
1 Pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk ajaranajaran dan nilai-nilainya
2 Prinsip menyeluruh pada tujuan-tujuan dan kandungankandungan kurikulum
3 Keseimbangan yang relatif antara tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum
4 Ada pertautan antara bakat, minat, kemampuan, dan kebutuhan pelajar. Seperti juga dengan alam sekitar, fisik, dan
sosial di mana pelajar tersebut hidup dan berinteraksi untuk memperoleh pengetahuan, kemahiran, pengalaman,
dan pembentukan sikapnya
5 Prinsip perkembangan dan perubahan
6 Prinsip pertautan antar mata pelajaran, pengalaman, dan
aktivitas yang terkandung dalam kurikulum.
Di antara prinsip - prinsip tersebut, terdapat prinsip
perkembangan dan perubahan. Prinsip ini menunjukkan adanya
dinamika dari kondisi yang serba kekurangan menuju kondisi
yang lebih sempurna atau perubahan yang positif-konstruktif.4
4 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung: PT Remaja Rosda Karya,
2008. Hlm. 197
I. Mustofa Zuhri
Maka dalam konteks keindonesian, ada beberapa hal yang
perlu direkonstruksi dalam pendidikan islam supaya dapat
berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, yaitu:
1 Rekontruksi paradikma, dengan mengganti paradikma
yang lama dengan paradikma baru, bahwa konsep pendidikan yang benar harus selalu sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan perkembangan zaman.
2 Memperkuat landasan moral
3 Menguasai lebih dari dua bahasa
4 Menguasai komputer dan berbagai program dasarnya
5 Pengembangan kompetensi kepemimpinan.
Yang terpenting adalah upaya-upaya konstruksi agar
pendidikan islam terus berkembang dan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti adanya upaya
integrasi antara pendidikan islam tradisional (pesantren) yang
sepanjang sejarahnya dikembangkan oleh NU dan pendidikan
islam modern yang dikembangkan oleh Muhammadiyah.5
Apabila pendidikan mengalami perubahan, secara logis
kurikulum juga harus berubah. Perubahan ini bahkan hendaknya
mampu memprediksikan keadaan masyarakat ke depan. Mulyasa
menegaskan bahwa manajemen kurikulum yang bisa memprediksikan gambaran dan keadaan masyarakat pada 10-20 tahun
mendatang dapat meningkatkan relevansinya dengan tuntutan
perkembangan kebutuhan masyarakat. Dari segi waktu, pemberian gambaran masyarakat masa depan ini didasarkan pada
perkembangan masyarakat masa lampau, kemudian bergerak
menuju perkembangan masyarakat masa sekarang. Jadi,
kesinambungan perkembangan masa lalu dan masa sekarang
memiliki kontribusi yang besar dalam memprediksi keadaan masa depan. Sebab, arah masa depan bisa dideteksi dari kedua masa
5 Umiarso. Makmur, Pendidikan Islam Dan Krisis Moralisme Masyarakat Modern Membangun Pendidikan Islam Monokhotomik-Holistik, Jember: Ircisod, 2010.
Hlm. 337
Model Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam
tersebut. Hal ini relevan juga untuk memprediksi keadaan pendidikan yang akan terjadi di masa depan.
Oleh karena itu, perubahan kurikulum merupakan suatu
keniscayaan. Bahkan, kurikulum harus dikembangkan melalui
berbagai rekayasa. Oemar Hamalik menegaskan bahwa
perekayasaan kurikulum di sekolah berlangsung melalui tiga
proses: konstruksi kurikulum, pengembangan kurikulum, dan
implementasi kurikulum. konstruksi kurikulum merupakan proses
pembuatan keputusan yang menentukan hakikat dan rancangan
kurikulum; pengembangan kurikulum merupakan prosedur
pelaksanaan pembuatan konstruksi kurikulum; dan implementasi
kurikulum merupakan proses pelaksanaan kurikulum yang di
hasilkan oleh konsrtuksi dan pengembangan kurikulum.
Pengembangan kurikulum dapat dilaksanakan pada
berbagai tingkat, mulai dari tingkat kelas sampai tingkat nasional.
Urutan tingkat tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut:
1 Pengembangan kurikulum pada tingkat guru kelas
2 Pengembangan kurikulum pada tingkat kelompok guru dalam suatu sekolah
3 Pengembangan kurikulum pada tingkat pusat guru (teachers
center)
4 Pengembangan kurikulum pada tingkat daerah
5 Pengembangan kurikulum pada tingkat nasional.
Selanjutnya, Hamalik menyatakan bahwa pengembangan
kurikulum harus dikaitkan dengan perkembangan komponen
yang mendasari perencanaan dan pengembangan kurikulum.
Komponen-komponen itu adalah:
1 Perkembangan tujuan pendidikan
2 Perkembangan teori belajar
3 Perkembangan siswa
4 Perkembangan kultur
5 Perkembangan bentuk kurikulum yang digunakan.
I. Mustofa Zuhri
Keterkaitan antar komponen ini penting untuk menyesuaikan dengan berbagai kebutuhan dalam proses pembelajaran sehingga terdapat relevansi antara orientasi kurikulum
dengan kebutuhan dalam masyarakat. Pada akhirnya, kurikulum
itu dapat ikut mengantarkan keberhasilan pendidikan.
Upaya pengembangan kurikulum itu diaplikasikan melalui suatu mekanisme tertentu. Menurut Hamalik, mekanisme
pengembangan kurikulum tersebut meliputi:
1 Studi kelayakan dan kebutuhan
2 Penyusunan konsep awal perencanaan kurikulum
3 Pengembangan rencana untuk melaksanakan kurikulum
4 Pelaksanaan uji coba kurikulum di lapangan
5 Pelaksanaan kurikulum
6 Pelaksanaan penilaian dan pemantauan kurikulum
7 Pelaksanaan perbaikan dan penyesuaian
Adapun pada tahap pelaksanaan kurikulum menurut
panduan manajemen sekolah meliputi tahap perencanaan, pengorganisasian dan koordinasi. Berdasarkan rincian tersebut dapat
ditarik pemahaman bahwa manajemen kurikulum sebenarnya
menekankan pada strategi pengelolaan proses pembelajaran
secara efektif dan efisien untuk mencapai hasil pendidikan secara
maksimal. Proses pembelajaran tampaknya memang menjadi
penentu kualitas pendidikan melebihi komponen-komponen
lainnya. Namun demikian, semua komponen tetap diperlukan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan.
Oleh karena itu, pembelajaran perlu senantiasa ditingkatkan, bahkan kalau mungkin menjadi pembelajaran unggulan. Ibrahim Bafadal menegaskan bahwa pembelajaran unggulan bukanlah pembelajaran khusus dan dikembangkan hanya untuk siswa
yang unggul, melainkan lebih merupakan pembelajaran yang
secara metodologis maupun psikologis dapat membuat semua
siswa mengalami proses belajar secara maksimal dengan memperhatikan kapasitas masing-masing peserta didik. Maka, ada tiga
Model Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam
indikator pembelajaran unggulan, yaitu: pertama, dapat melayani
semua siswa; kedua, semua anak mendapatkan pengalaman belajar semaksimal mungkin; ketiga, proses pembelajaran sangat
bervariasi bergantung pada tingkat kemampuan anak yang bersangkutan. Di samping itu, bisa ditambahkan satu indikator yang
keempat, yaitu mampu mewujudkan perubahan (hasil) yang sangat signifikan dalam pengetahuan, sikap, maupun keterampilan
siswa didik.
Pendekatan-Pendekatan Dalam Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam
Pendekatan dalam pengembangan kurikulum merefleksikan pandangan seseorang terhadap sekolah dan masyarakat. Para
pendidik pada umumnya tidak berpegang pada salah satu pendekatan secara murni, tetapi menganut beberapa pendekatan
yang sesuai. Pendekatan dalam pengembangan kurikulum itu
sangat erat hubungannya dengan teori atau aliran pendidikan
yang dominan. Aliran tersebut adalah pendidikan klasik, pendidikan pribadi, pendidikan teknologi dan pendidikan interaksionis. Empat teori itu bertolak dari asumsi yang berbeda
mengenai kedudukan pendidikan, peserta didik, materi maupun
proses pendidikan. Empat teori pendidikan tersebut mempunyai
pendekatan yang berbeda dalam praktek pendidikan dan
pengembangan kurikulum.6
Muhadjir (2000) dalam Prabowo mengatakan, di dalam
teori kurikulu setidak-tidaknya terdapat empat pendekatan yang
dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum: pendekatan
6 Zaini. Muhammad, Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi
Dan Inovasi, Yogyakarta: Teras, 2009. Hlm. 119
I. Mustofa Zuhri
subjek akademis; pendekatan humanistis; pendekatan teknologis;
dan pendekatan rekonstruksi sosial.7
1. Pendekatan subjek akademis
Pendekatan subjek akademis adalah pendekatan yang
sangat praktis, mudah disusun dan mudah digabungkan dengan
pendekatan lain apabila diperlukan. Pendekatan subjek akademis
bersumber pada aliran pendidikan klasik yang berorientasi pada
masa lalu.
Pendekatan subjek akademis dalam menyusun kurikulum
atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin
ilmu masing-masing. Pengembangan kurikulum subjek akademis
dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk (persiapan) pengembangan disiplin ilmu.8
Pendidikan agama islam di sekolah meliputi aspek Alqur’an/Hadis, keiamanan, akhlak, ibadah/muamalah, dan
tarikh/sejarah umat islam. Di madrasah, aspek-aspek tersebut dijadikan sebagai sub-sub mata pelajaran PAI yang meliputi: mata
pelajaran Al-qur’an-Hadits, Fiqih, Aqidah-akhlak, dan sejarah
(kebudayaan) islam. Hubungan antara satu aspek/mata pelajaran
dengan aspek/mata pelajaran lainnya dapat dilihat pada gambar.
7 Prabowo. Sugeng Listyo, Implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO
9001:2008 Di Perguruan Tinggi (Guidelines IWA-2), Malang: Uin-Malang Press,
2009. Hlm. 6
8 Zais. R. S., Op Cit,. Hlm. 270
Model Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam
AGAMA ISLAM
Al-Qur’an dan Hadits (berbasa arab)
Ibadah
Syari’ah
Muamalah
Akidah
Akhlak
Sistem Kehidupan
1. Politik
2. Ekonomi
3. Sosial
4. Keluarga
5. Budaya
6. Iptek
7. Orkes
8. Lingkungan
hidup
9. Hankam
Pendekatan subjek akademis dalam menyusun kurikulum PAI dilakukan dengan berdasarkan sistematisasi
disiplin ilmu. Misalnya, untuk aspek keimanan atau mata
pelajaran akidah menggunakan sistematisasi ilmu tauhid,
aspek/mata pelajaran Al-qur’an menggunakan sistematisasi
ilmu Al-qur’an atau ilmu tafsir, akhlak menggunakan
sistematisasi
ilmu
akhlak,
ibadah/syari’ah/muamalah
menggunakan sistematisasi ilmu fiqih, dan tarikh/sejarah
menggunakan sistematisasi ilmu sejarah (kebudayaan) islam.9
9 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Di Sekolah,
Madrasah, Dan Perguruan Tinggi, Jakarta: PT Raja Grafindo. 2005. Hlm. 140-142
I. Mustofa Zuhri
2.
Pendekatan humanistis
Pendekatan humanistis dalam pengembangan kurikulum ini dikembangkan oleh para ahli pendidikan humanistis. Pendekatan humanistis lebih memberikan tempat yang
utama kepada siswa. Pendekatan humanistis dalam pengembangan kurikulum bertolak dari ide “memanusiakan manusia”. Penciptaan konteks yang akan memberi peluang manusia untuk menjadi lebih human, untuk mempertinggi harkat
manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi
dan dasar pengembangan program pendidikan.
Sebelum menguraikan lebih jauh tentang pendekatan
humanistis tersebut, maka persoalan yang perlu dijawab adalah apa yang dimaksud dengan “memanusiakan manusia” itu?
Dilihat dari proses kejadiannya, manusia itu terdiri atas dua
substansi, yaitu:
a. Substansi jasad/materi, yang bahan dasarnya adalah
dari materi yang merupakan bagian dari alam semesta
ciptaan Allah SWT.
b. Substansi immateri/non-jasadi, yaitu penghembusan/peniupan ruh (ciptaannya) ke dalam diri manusia, sehingga manusia merupakan benda organik yang
mempunyai hakikat kemanusiaan serta mempunyai
berbagai alat potensial dan fitrah.
Menurut Abdul Fattah Jalal (1977), bahwa alat-alat
potensial manusia yang siap digunakan untuk memperoleh dan mencapai pengetahuan adalah sebagai berikut:
a. Al-lams dan al-syum (alat peraba dan alat pencium/pembau)
b. Al-sam’u (alat pendengar)
c. Al-abshar (penglihatan)
Model Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam
d. Al-‘aql (akal atau daya berpikir)
e. Al-qalb (kalbu)
Disamping itu al-Maraghy (1966, I) dalam tafsirnya menjelaskan bahwa manusia itu telah diberi hidayah
oleh Allah secara bertingkat-tingkat. Pengertian hidayah
di sini, sebagaimana dikemukakan oleh Muhammad Rasyid Ridha, ialah petunjuk halus yang memudahkan
seseorang untuk mencapai sesuatu yang dicari atau mencapai tujuan. Macam-macam hidayah yang dianugerahkan oleh Allah kepada manusia ialah:
a. Hidayah al-ilhami (insting), yakni renyut hati (gerak hati,
implus) yang terdapat dalam bakat manusia maupun
binatang
b. Hidayah al-hawasi (indera), yaitu alat badani yang peka
terhadap rangsangan dari luar
c. Hidayah al-adyani atau hidayah agama
d. Hidayah al-taufiqi atau hidayah al-ma’unah
Dengan demikian “memanusiakan manusia” berarti
usaha memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan alat-alat potensialnya seoptimal mungkin untuk dapat difungsikan sebagai sarana bagi pemecahan masalah-masalah hidup dan kehidupan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta budaya
manusia, dan pengembangan sikap iman dan takwa
kepada Allah SWT.
Disamping itu, manusia juga mempunyai potensipotensi dasar yang disebut dengan fitrah. Dari segi bahasa,
fitrah berarti: ciptaan, sifat tertentu yang mana setiap yang
maujud disifati dengannya pada awal masa penciptaannya, sifat pembawaan manusia (yang ada sejak lahir), agama, as-sunnah.
Dengan demikian, memanusiakan manusia juga berarti menumbuh kembangkan sebagian sifat-sifat ketuhanan
I. Mustofa Zuhri
(potensi/fitrah) itu secara terpadu dan diaktualkan dalam
kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan individu
maupun sosialnya, karena kemuliaan seseorang di sisi Allah lebih ditentukan oleh sejauh mana kualitasnya dalam
pengebangan sifat-sifat ketuhanan tersebut yang ada pada
dirinya, bukan dilihat dari aspek materi, fisik dan jasadi.
Dari berbagai uraian diatas, dapat ditegaskan bahwa istilah “memanusiakan manusia” dalam perspektif pendidikan islam berarti:
a. Usaha memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengembankan alat-alat potensial dan berbagai
potensi dasar atau fitrahnya seoptimal mungkin untuk
dapat difungsikan sebagai sarana bagi pemecahan masalah-masalah hidup dan kehidupan, pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta budaya manusia, dan pengembangan sikap iman dan takwa kepada
Allah SWT.
b. Menumbuh kembangkan sebagian sifat-sifat ketuhanan
(potensi/fitrah) itu secara terpadu dan diaktualkan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan individu maupun sosialnya
c. Membimbing dan mengarahkan manusia agar mampu
mengemban amanah dari Allah, yaitu menjalankan tugas-tugas hidupnya di muka bumi, baik sebagai abdullah (hamba Allah) maupun sebagai khalifah Allah.10
3. Pendekatan teknologis
Pendekatan ini memiliki persamaan dengan pendekatan subyek akademis, yang menekankan pada isi atau
materi kurikulum. Tetapi mempunyai perbedaan yaitu
diarahkan pada penguasaan kompetensi bukan diarahkan
10
Muhaimin, ,. Hlm. 142
Model Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam
pada pengawetan dan pemeliharaan ilmu pengetahuan.
Suatu kompetensi-kompetensi yang lebih sempit atau
kompetensi dasar, yang pada dasar akhirnya menjadi perilaku-perilaku yang bisa diamati dan diukur. Penerapan
teknologi dalam bidang kurikulum terwujud dalam dua
bentuk yaitu bentuk perangkat lunak (software) dan
perangkat keras (hardware)11
Dalam pengembangan kurikulum PAI, pendekatan
tersebut dapat digunakan untuk mempelajari PAI yang
menekankan pada know how atau cara menjalankan tugastugas tertentu. Misalnya cara menjalankan shalat, haji,
puasa, zakat, mengkafani mayit, shalat jenazah, dan seterusnya.
Pendekatan teknologis ini sudah tentu mempunyai
keterbatasan-keterbatasan, antara lain: ia terbatas pada
hal-hal yang bisa dirancang sebelumnya, baik yang
menyangkut proses pembelajaran maupun produknya.
4. Pendekatan rekonstruksi sosial
Pendekatan rekonstruksi sosial ini bersumber pada
aliran pendidikan interaksional. Pandangannya adalah
bahwa pendidikan bukanlah upaya sendirian, tetapi adalah usaha bersama, kerja sama dan interaksi. Pendekatan
rekonstruksi sosial berasumsi bahwa manusia adalah sebagai makhluk sosial yang dalam kehidupannya selalu
membutuhkan manusia lain, selalu hidup bersama, berinteraksi dan bekerja sama.
Isi pendidikan terdiri atas problem-problem aktual
yang dihadapi dalam kehidupan nyata di masyarakat.
Proses pendidikan atau pengalaman belajar peserta didik
berbentuk kegiatan-kegiatan belajar kelompok yang men11
Zaini. Muhammad,. Hlm. 124
I. Mustofa Zuhri
gutamakan kerja sama, baik peserta didik dengan guru,
maupun peserta didik dan guru dengan sumber-sumber
belajar yang lain.12
Model pembelajaran PAI berwawasan rekonstruksi
sosial dapat digambarkan sebagai berikut:
M
A
S
Y
A
R
A
K
A
Analisis
Evaluasi &
Umpan Balik
Internalisasi Doktrin Dan NilaiNilai Agama Islam
Desain
Pemb. PAI
M
A
S
Y
A
R
A
K
A
T
T
Implementasi
Masyarakat (society)
a. Tahap analisis
1) GPAI dan peserta didik mengidentifikasi dan
menganalisis kebutuhan (need assessment)
2) Analisis tugas (jobs analysis)
3) Menentukan peserta atau siapa yang menjadi
subyek dan apa sasaran program.
b. Tahap desain
1) Merumuskan tujuan dan target pembelajaran PAI
2) Merancang program pembelajaran PAI
3) Menetapkan waktu dan tempat pelaksanaan
4) Mengembangkan dalam proposal atau TOR (term of
reference).
12
Zais. R. S., . Hlm. 284
Model Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam
c. Tahap implementasi
Yakni pelaksanaan program atau implementasi
terhadap apa yang tertuang dalam TOR
d. Tahap evaluasi dan umpan balik
Yakni evaluasi pelaksanaan programnya sehingga ditemukan titik-titik kelebihan dan kelemahan, dan
melalui evaluasi tersebut akan diperoleh umpan balik
untuk selanjutnya direvisi programnya untuk perbaikan pelaksanaan pembelajaran PAI berwawasan
rekonstruksi sosial di masa yang akan datang.13
Kesimpulan
Dengan
memperhatikan
karakteristik
PAI,
maka
pengembangan kurikulum pendidikan agama islam dapat
menggunakan pendekatan eklektik, yakni dapat memilih yang
terbaik dari keempat pendekatan tersebut sesuai dengan teorinya.
Dan Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa empat teori
pendidikan tersebut mempunyai pendekatan yang berbeda dalam
praktek pendidikan dan pengembangan kurikulum. Teori pendidikan klasik mempergunakan pendekatan subyek akademis,
teori pendidikan pribadi mempergunakan pendekatan humanistis, teori pendidikan teknologi mempergunakan pendekatan
teknologis, dan teori pendidikan interaksionis mempergunakan
pendekatan rekonstruksi sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz. Abd, 2010, Orientasi Sistem Pendidikan Agama Di Sekolah,
Yogyakarta: Teras.
13
Muhaimin,,. Hlm. 177
I. Mustofa Zuhri
Muhaimin, 2005, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Di Sekolah, Madrasah, Dan Perguruan Tinggi, Jakarta: PT Raja
Grafindo.
Prabowo. Sugeng Listyo, 2009, Implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 Di Perguruan Tinggi (Guidelines IWA-2), Malang: Uin-Malang Press.
Sulistyorini, 2009, Manajemen Pendidikan Islam Konsep, Strategi Dan
Aplikasi, Yogyakarta: Teras.
Zaini. Muhammad, 2009, Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi Dan Inovasi, Yogyakarta: Teras.
Zais. R. S., 1976, Curriculum: Principles And Foundations, New York:
Harper & Row Publisher.
Download