BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi bisnis sekarang ini, lingkungan bisnis telah berubah semakin cepat dan dinamis. Lembaga atau organiasi mempunyai tantangan yang lebih besar, manajemen harus menyadari hal itu sehingga merancang formula strategi yang efektif mengingat sangat pentingnya peran strategi bisnis dalam menujang keberhasilan suatu lembaga. Dari sudut pandang kepemilikannya, rumah sakit diklasifikasikan menjadi dua yaitu rumah sakit umum (pemerintah) yang sebagian dananya disubsidi oleh pemerintah dan rumah sakit swasta yang sumber dananya diupayakan sendiri oleh manajemen yang akan digunakan untuk membiayai operasionalnya sebagai lembaga yang bertujuan sosial. Berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI Nomor 983/Menkes/SK/XI/1992 menyebutkan bahwa rumah sakit umum dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan sebaik-baiknya yang bersifat dasar, spesialistik, dan subspesialistik. Rumah sakit ini mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat. Sehubungan dengan semakin tingginya tingkat kesadaran masyarakat akan kesehatan, jasa dibidang kesehatan semakin diperlukan kehadirannya di tengah masyarakat. Faktor inilah yang menyebabkan berkembangnya jasa di bidang kesehatan. Semakin banyaknya rumah sakit yang dibangun baik oleh pihak swasta maupun pemerintah, menuntut sebuah rumah sakit untuk siap bersaing baik bersaing dengan rumah sakit dalam negeri maupun bersaing dengan rumah sakit internasional. Persaingan yang semakin ketat mendorong rumah sakit baik swasta maupun pemerintah mengembangkan pelayanan, pola pemasaran, dan kelengkapan sarana dan prasarana yang memadai. Hampir di setiap kabupaten atau kota kita bisa menemukan rumah sakit baik itu rumah sakit swasta maupun pemerintah. Namun demikian, makin banyaknya jumlah rumah sakit membuat persaingan semakin ketat dan menimbulkan tantangan besar bagi pengelola maupun pemilik rumah sakit agar tetap survive (Adikoesoemo, 2002:11). Terlebih lagi, setelah bentuk badan hukum perseroan terbatas diizinkan untuk mendirikan rumah sakit, sebagai bagian dari deregulasi di bidang kesehatan. Kondisi ini baik secara langsung maupun tidak langsung berimbas pada paradigma Rumah Sakit Daerah sebagai salah satu Satuan Kerja Instansi Pemerintah (SKPD) yang dulu merupakan lembaga yang cost center, kini harus merubah orientasinya dengan memadukan service public oriented dan profit oriented serta mengedepankan terciptanya suatu lembaga publik yang berorientasi pada value for money. Untuk mempertahankan posisinya di bidang kesehatan, maka lembaga kesehatan dan lembaga penyelenggara kesehatan dituntut lebih fleksibel dan responsif dalam menghadapi hal-hal yang terjadi di dalam perkembangan kesehatan. Kemampuan perusahaan dalam bertahan dan bersaing dalam lingkungan usahanya sangat penting bagi keberhasilan ataupun kegagalan perusahaan, baik dalam usaha manufaktur maupun jasa, tak terkecuali persaingan dalam penyedia jasa kesehatan dalam berbagai pelayanan. Dalam hal ini menyebabkan lembaga kesehatan harus mencari strategi yang tepat untuk dapat terus bertahan dalam bidangnya. Oleh karena itu, manajer diharapkan dapat mengelola dan mengorganisasikan seluruh sumber daya yang dimiliki lembaga kesehatan tersebut secara optimal untuk dapat memenangkan persaingannya. Di Kabupaten Sidoarjo saat ini sudah banyak rumah sakit penyedia jasa kesehatan berbasis pemerintah maupun swasta. Ada 23 rumah sakit baik rumah sakit umum maupun pemerintah, dan 72 poliklinik dan balai pengobatan. Salah satu rumah sakit milik pemerintah daerah adalah Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sidoarjo. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Sidoarjo berstatus kepemilikan di bawah Pemerintah Daerah dengan visi menjadi rumah sakit mandiri dan prima dalam pelayanan, pendidikan dan penelitian di bidang kesehatan pada tahun 2015. Berdasarkan Menkes 134/Menkes/SK/IV/1978, RSUD Sidoarjo termasuk rumah sakit tipe C. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Nomor 478/Menkes/SK/V/1997, RSUD Sidoarjo telah meningkatkan kelasnya dari kelas C menjadi kelas B Non Pendidikan sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanannya. Namun berdasarkan SK Menteri Kesehatan HK.02.03/I/1889/2013 RSUD Sidoarjo menjadi rumah sakit tipe B pendidikan. Pelayanan kesehatan yang bermutu digunakan dalam mewujudkan kebutuhan dan keinginan masyarakat tersebut. Dalam perkembangannya, RSUD Kabupaten Sidoarjo sering kali menghadapi dilema sehingga menimbulkan sebuah kontradiksi. RSUD Kabupaten Sidoarjo adalah organisasi non profit yang bergerak di bidang jasa, yang kegiatan utamanya memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. RSUD Kabupaten Sidoarjo harus berpegang pada misi sosial untuk menyembuhkan orang sakit dengan memberikan pelayan yang bermutu yang dapat memuaskan konsumen. Namun di sisi lain RSUD Kabupaten Sidoarjo juga harus tetap menjaga kelangsungan hidup dan kestabilan organisasinya. Dari uraian di atas tampak bahwa RSUD Kabupaten Sidoarjo mengemban tugas yang tidak ringan, oleh karena itulah dibutuhkan manajemen strategi yang baik dalam mengelola RSUD Kabupaten Sidoarjo dalam menghadapi persaingan ketat antar rumah sakit. Selama ini terdapat paradigma negatif yang berkembang di masyarakat mengenai sistem pelayanan rumah sakit pemerintah dibanding swasta. Rumah sakit pemerintah baik pusat maupun rumah sakit daerah (dalam konteks persaingan dengan rumah sakit swasta) hanya di minati oleh masyarakat miskin yang tidak mempunyai pilihan. Posisi bersaing untuk mendapatkan pasien kelas menengah ke atas tidak ada. Hal itu terjadi karena adanya beberapa kendala dalam rumah sakit pemerintah yang berpengaruh terhadap kinerja rumah sakit secara keseluruhan. Kendala yang pertama adalah pemberian subsidi rumah sakit dari pemerintah sangat kecil sehingga tidak mampu mengikat para staff rumah sakit untuk bekerja secara secara penuh waktu. Pada gilirannya akan menyebabkan fasilitas penunjang serta fisik berada dalam kondisi buruk. Mutu pelayanan rumah sakit menjadi rendah dan rumah sakit hanya diminati oleh masyarakat miskin yang tidak mempunyai pilihan. Kendala yang kedua adalah permasalahan birokrasi. Dalam rumah sakit pemerintah kurang terdapat fleksibelitas, diantaranya disebabkan karena terikat kepada kebijaksanaan ketentuan/peraturan dalam pemerintah baik dalam masalah anggaran, pengadaan, kepegawaian, maupun strategi. Sehingga manajemen rumah sakit harus membutuhkan waktu relatif lama dengan prosedur berbelit-belit apabila akan melakukan perubahan berbagai macam kebijakan untuk membuat organisasi menjadi lebih kompetitif dengan mengubah cara proses manajemen agar dapat menghadapi pasar yang senantiasa berubah dan menantang. Kendala yang ketiga adalah perumusan knowledge. Pengelolaan rumah sakit sangat berbeda dengan pengelolaan usaha di bidang lain. Usaha ini mengandung nilai-nilai yang kompleks dimana kegiatan pengelolaannnya dengan multi disiplin ilmu antara lain ilmu kedokteran, keperawatan, ekonomi, teknik, hukum maupun hubungan masyarakat. Dalam rumah sakit pemerintah sering menghadapi masalah kekurangan pegawai dengan keahlian yang sesuai dengan kebutuhan. Pihak rumah sakit juga sudah harus berkompetensi dengan bidang kerja lainnya dalam hal menarik pegawai. Akibatnya di beberapa rumah sakit pemerintah banyak terdapat pegawai yang ditempatkan pada posisi yang tidak sesuai dengan background pendidikan yang dikuasai. Kendala yang keempat dalam rumah sakit pemerintah adalah tentang sistem penggajian, karena masih harus mengikuti peraturan-peraturan pemerintah sehingga gaji dokter/karyawan masih mirip dengan gaji pegawai negri lainnya hanya dengan skala agak lebih besar. Pemberiaan gaji dan bonus dilakukan berdasarkan golongan tidak berdasarakan pada prestasi, maka para dokter yang beroperasi malam tidak mendapat imbalan jasa. Demikian juga mengenai reward and punishment, biasanya hanya diutamakan pada disiplin kerja, hal ini tentunya harus ditambah dengan faktor-faktor produktivitas kerja dan layanan mutu. Sistem penggajian, pemberian reward and punishment apabila tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan penurunan motivasi sumber daya manusia untuk berkontribusi aktif dalam pencapaian tujuan organisasi. Perkembangan pengelolaan rumah sakit, baik dari aspek manajemen maupun operasional sangat dipengaruhi oleh berbagai macam tuntutan dari lingkungan, antara lain rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dengan biaya pelayanan kesehatan yang terkendali sehingga akan berujung pada kepuasaan pasien. Tuntutan lain adalah pengendalian biaya, pengendalian biaya merupakan masalah yang sangat kompleks karena dipengaruhi oleh berbagai pihak yaitu mekanisme pasar, tindakan ekonomis, sumber daya yang dimiliki (profesionalitas) dan yang paling penting adalah perkembangan teknologi dari rumah sakit itu sendiri. Dengan adanya tuntutan tersebut perlu adanya otonomi untuk rumah sakit supaya rumah sakit bisa secara mandiri mengelola baik dari aspek manajemen maupun operasionalnya sebagai suatu Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Dalam sebuah lembaga kesehatan, kesuksesan dapat dilihat dari kualitas atau mutu kesehatan yang diberikan. Dengan kualitas kinerja dan mutu pelayanan kesehatan yang baik, maka dapat memberikan kepuasaan bagi pasien. Hal ini tentu saja akan tercipta suatu kepercayaan pasien terhadap lembaga kesehatan tersebut. Oleh sebab itu, rumah sakit atau lembaga kesehatan haruslah selalu mengevaluasi kinerjanya guna mencapai keunggulan kompetitifnya. Pengukuran kinerja merupakan suatu hal yang penting bagi organisasi, dikarenakan pengukuran kinerja dapat digunakan untuk menilai keberhasilan suatu organisasi, apakah kinerja dapat dilakukan sesuai jadwal waktu yang ditentukan, atau apakah hasil kinerja telah tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Untuk mengetahui jawaban atas pernyataan-pernyataan tersebut di atas, maka diperlukan suatu analisis terhadap critical success factors yang dimiliki lembaga kesehatan. Critical success factors adalah variabel dalam lingkungan badan usaha baik variabel internal maupun variabel eksternal yang mempengaruhi kesuksesan badan usaha dalam mencapai tujuannya. Oleh karena itu, manajemen setidaknya harus mampu memahami situasi lembaga dengan baik sehingga mengetahui variabel-variabel penting maupun kurang penting bagi keberhasilan usahanya. Dengan mengidentifikasikan critical success factors secara tepat, maka manajer akan lebih mudah untuk menganalisis kekuatan utama yang dimiliki rumah sakit untuk memenangkan persaingan. Di samping itu, rumah sakit juga dapat melakukan perbaikan-perbaikan kinerja yang dinilai masih kurang. Mengingat pentingnya mengidentifikasi critical success factors pada rumah sakit, maka dirasa perlu adanya penelitian tentang “Identifikasi Critical Success Factors sebagai Strategi Bersaing dalam Meningkatkan Kinerja pada Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sidoarjo”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka pokok masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Faktor-faktor keberhasilan kritis (critical success factors) apa sajakah yang dimiliki oleh RSUD Kabupaten Sidoarjo? 2. Bagaimana hubungan identifikasi critical success factors yang dimiliki RSUD Sidoarjo dengan kinerja RSUD Kabupaten Sidoarjo? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengukur, menganalisis, dan mengevaluasi peranan critical success factors sebagai alat strategi bersaing dalam meningkatkan kinerja pada RSUD Kabupaten Sidoarjo. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Kontribusi Praktis a. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menetukan kebijakan strategi bersaing untuk meningkatkan kinerja bagi rumah sakit. b. Untuk mendapatkan bahan dan data yang dapat mendukung pemecahan masalah yang dihadapi lembaga kesehatan RSUD Kabupaten Sidoarjo dalam proses pengambilan keputusan. 2. Kontribusi Teoretis Hasil penelitian ini bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan dan pemahaman mengenai bidang yang yang sedang dikaji serta digunakan sebagai sumbangan refrensi bagi peneliti berikutnya. 3. Kontribusi Kebijakan Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan suatu kontribusi bagi pemerintah. Dalam hal ini khususnya departemen kesehatan untuk mendukung dan memfasilitasi setiap program kesehatan yang diselenggarakan oleh lembaga penyelenggara kesehatan. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup pembahasan dalam penelitian ini yaitu peranan identifikasi critical success factors sebagai alat strategi bersaing dalam meningkatkan kinerja pada RSUD Kabupaten Sidoarjo. Adapun materi kajian pada penelitian ini dibatasi pada faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan kinerja yakni faktor internal dan faktor eksternal yang dimiliki oleh RSUD Kabupaten Sidoarjo yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan dalam persaingan.