BAB III TRADISI MITONI DALAM PERSPEKTIF AL

advertisement
BAB III
TRADISI MITONI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN
Tentang tradisi mitoni dalam budaya jawa tradisi adalah selametan sebagai
bentuk aktifitas ritual keagamaan disebabkan karena penyebaran agama Islam di
Indonesia khususnya di Jawa dilakukan dengan cara damai dan toleransi. Metode
penyebaran agama Islam seperti itulah yang memudahkan agama Islam cepat
berkembang. Budaya yang sudah berkembang dimasyarakat tidak dihapus begitu
saja, namun ditransformasikan dengan ajaran-ajaran Islam, sehingga tidak heran
apabila dalam kehidupan masyarakat, antara Islam dengan kebudayaan pra Islam,
Hindu-Budha, berjalan beriringan. Misalnya masih dilaksanakannya tradisi dalam
upacara-upacara dengan berbagai sesajen (sesaji) yang sebenarnya merupakan
praktik ritus kepercayaan lama yang kemudian di dalamnya diisi dengan do'a-do'a
yang bernuansa Islami.
Pada bab III berisi tradisi mitoni dalam perspektif Al-Qur’an yang berisi
tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang membahas tradisi mitoni dan tujuan
dilaksanakannya tradisi mitoni. Pada bab ini pula akan dijelaskan mengenai nilainilai Qur’ani tradisi mitoni.
Tujuan dilaksanakannya mitoni agar kedua calon ibu dan bayi agar selamat
jika kelak akan lahir nanti menjadi anak saleh dan bernasib baik, sekaligus sebagai
ucapan rasa syukur kepada Allah SWT karena telah diamanati untuk mengasuh
54
55
anak dan untuk melestarikan tradisi mitoni tersebut yang sudah ada sejak dulu
agar kita tidak melupakannya.1
Nilai-nilai Qur’ani yang terdapat dalam tradisi mitoni, antara lain:
1. Keselamatan
Tradisi mitoni boleh dilaksanakan oleh masyarakat karena di dalam
pelaksanaan upacara tradisi mitoni mengandung unsur kebaikan bagi calon ibu
dan calon bayi yang akan lahir nanti, tidak ada salahnya tradisi mitoni
dilaksanakan oleh masyarakat karena dalam tradisi mitoni tersebut niatnya
agar calon ibu dan bayi akan selamat jika bayinya lahir nanti, dan kelak akan
menjadi anak yang berguna bagi bangsa dan negara.
Perintah untuk menjaga keselamatan terdapat dalam QS. Luqman ayat 22:
             
   
Artinya:
“Dan Barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang
Dia orang yang berbuat kebaikan, Maka Sesungguhnya ia telah
berpegang kepada buhul tali yang kokoh. dan hanya kepada Allahlah kesudahan segala urusan”. (QS. Luqman: 22).
Pada ayat di atas jelas menunjukkan bahwa kita sebagai umat manusia
diwajibkan untuk menyerahkan diri atau tawakal kepada Allah SWT dan
diperintahkan pula untuk berpegang teguh kepada agama Islam agar selamat
di kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat.
1
Alfani Daud, Islam dan Masyarakat Banjar,( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007),
hlm. 267.
56
Perintah untuk menjaga keselamatan diri ini juga dituangkan dalam QS.
At-Tahrim ayat 6:
          
           
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia
dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.
(QS. At-Tahrim : 6).
Ayat di atas dengan jelas menunjukkan bahwa kita diperintahkan untuk
menjaga dan memelihara diri kita, keluarga kita dari api neraka dengan cara
mengerjakan apa yang diperintahkan Allah SWT dan meninggakan apa yang
dilarang oleh Allah SWT. Tradisi mitoni merupakan adat atau kebiasaan yang
sering dilakukan oleh masyarakat ketika ada seorang ibu yang hamil dan usia
kandungannya berusia tujuh bulan, maka si ibu tadi di rumahnya diadakan
selametan yang di dalamnya berisi do’a-do’a, dan slamatan tadi dipandang
baik oleh masyarakat muslim karena di dalam selametan tadi banyak
mengandung nilai-nilai yang positif dan tidak merugikan orang lain.
Malaikat yang bertugas di dalam rahim-seperti yang secara jelas
disebutkan-tidak bertanya tentang takdir manusia kecuali setelah melampaui
fase ketiga; air mani, segumpal darah dan segumpal daging. Adapun waktu
yang diperlukan untuk membentuk segumpal daging itu adalah empat blan
seperti yang dijelaskan pada hadits pertama. Setelah malaikat tahu bahwa
57
Allah SWT hendak menciptakan seorang manusia dari janin yang telah
melewati beberapa fase itu, maka dia menetapkan takdirnya-seperti yang
diajarkan Allah kepadanya-yang berkaitan dengan ajal, sifat, rezeki, nasib dan
sebagainya. QS. Ali Imran ayat 6 menjelaskan bahwa:
              
Artinya:
“Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana
dikehendaki-Nya. tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan
Dia, yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Ali Imran: 6).
Ayat di atas menunjukkan bahwa Allah SWT telah menciptakan kita dari
rahim seorang ibu, maka untuk itu kita diwajibkan untuk senantiasa berbuat
baik kepada kedua orang tua. Pembentukan manusia dari janin hingga tumbuh
menjadi seorang bayi dijelaskan dalam QS. Al-Hajj ayat 5:
             
              
            
           
            
     
Artinya:
“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari
kubur), Maka (ketahuilah) Sesungguhnya Kami telah menjadikan
kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari
segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna
58
kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada
kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki
sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan
kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu
sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang
diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan
umurnya sampai pikun, supaya Dia tidak mengetahui lagi
sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. dan kamu Lihat
bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di
atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan
berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah”. (QS. Al-Hajj: 5).
Ayat di atas menjelaskan tentang proses kejadian asal-usul manusia mulai
dari setetes air mani hingga tumbuh menjadi bayi. Karena itu pada usia wanita
hamil empat bulan, seyogyanya keluarga muslim memohon doa kepada Allah
agar si janin berada dalam hidup sempurna dan selamat lahir batin di dunia
dan di akhirat.2
Ada kemungkinan bahwa yang dimaksud di atas adalah sperma laki-laki
dan wanita lalu keduanya itu diciptakan anak. Ada juga kemungkinan bahwa
yang dimaksud adalah disatukannya seluruh badan. Ada juga kemungkinan
bahwa yang dimaksud adalah disatukannya seluruh badan. Seperti dikatakasn
pada fase pertama nutfah itu berjalan di dalam tubuh (rahim) wanita selama
empat puluh hari, yaitu masa mengidam. Sesudah itu, terjadi penyatuan dan
tertanam padanya dari terjadinya pembuahan itu sehingga menjadi alaqoh
(semacam segumpal darah). ini berlanjut ke periode kedua, dimana ia terus
membesar sehingga menjadi mudhgah (semacam sepotong atau sesuap
daging), dinamakan mudhgah karena ia hanya sebesar suapan yang bisa
2
161.
Badrudin Subky, Bid’ah-Bid’ah Di Indonesia, (Jakarta: Gema Insani Press, 2006), hlm.
59
dikunyah. Pada fese ketiga, Allah SWT membentuk mudhgah itu,
membuatkan telinga, mata, hidung dan mulut. Sedangkan pada bagian
dalamnya Allah SWT membuatkan usus dan lambung. Allah SWT berfirman
dalam Surat Ali Imran : 6
Artinya :
Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana
dikehendaki-Nya. tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan
Dia, yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Ali Imran : 6).3
Mengenai terjadinya janin hingga menjadi manusia yang sempurna
Rasulullah SAW menyatakan proses yang terjadi pada kandungan dalam
rahim, juga ditentukan kepastian (takdir) hidupnya, baik yang berkaitan
dengan rizki, masa hidup (ajal) hingga perilakunya nanti di dunia. Semua
telah ditetapkan dalam rahim sebelum menusia dilahirkan. Rasulullah SAW
bersabda :4
3
Imam Nawawi, Syarah Hadits Arba’in, (Solo : Pustaka Arafah, 2007), hlm. 55-56
Aminah Abdul Dahlan, Hadits Arba’in An-Nahwiyah, (Bandung : Al-Ma’arif, 2006),
hlm. 17-20
4
60
Artinya :
Dari Abi Abdirrahman Abdillah bin Mas’ud r.a. berkata, telah
bersabda Rasulullah SAW yang selalu benar dan yang dibenarkan.
Sesungguhnya setiap orang di antaramu dikumpulkan
pembentukannya (kejadiannya) pada rahim ibumu dalam 40 hari
berupa “nuthfah” (air yang kental / mani).
Dalam usia 40 hari kemudian menjadi segumpal darah, dan 40 hari berikutnya
menjadi gumpalan seperti sekerat daging. Lalu diutuslah kepadanya malaikat
untuk meniupkan roh padanya dan ditetapkan dengan empat perkara, ditentukan :
Rezekinya, Ajalnya (umurnya), Amalnya (pekerjaannya), Celaka / Bahagia.
Sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT keluarga calon ibu
mengadakan upacara selametan tingkeban yang dilaksanakan dengan
sederhana
mungkin
yaitu
dengan
membuat
makanan,
setelah
itu
memberitahukan kepada sanak famili, tetangga, sesepuh dan lain sebagainya
untuk ikut serta mendoakan si calon ibu dan bayinya selamat, di dalam
slameten tadi biasanya membaca Surat Maryam ataupun membaca berzanji.
Upacara selametan tingkeban hukumnya haram jika dalam upacara selametan
itu tidak didasarkan pasa niat yang lurus serta dilaksanakan secara berlebihan
dan tidak mengandung unsur yang islami.
Umat Islam senantiasa diperintahkan untuk menjaga keselamatan, hal ini
sebagaimana tercantum dalam QS. Luqman ayat 34:
61
             
              
 
Artinya:
“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan
tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan
mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang
dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya
besok]. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana
Dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal”. (QS. Luqman: 34).
Ayat di atas memiliki makna bahwa manusia itu tidak dapat mengetahui
dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok atau yang akan
diperolehnya, namun demikian mereka diwajibkan berusaha. Tradisi mitoni
merupakan salah satu cara manusia untuk meminta keselamatan kepada Allah
SWT tentang apa yang belum dan akan terjadi nantinya. Diharapkan dengan
melaksanakan tradisi mitoni ini maka janin yang dikandung ibu dapat lahir
dengan selamat tanpa ada kekurangan dan halangan apapun.
2. Silaturahmi
Nilai lain yang terdapat dalam tradisi mitoni adalah silahturahmi. Perintah
untuk melakukan silaturahmi terdapat dalam firman Allah SWT dalam QS.
An-Nisa ayat 1:
62
           
            
     
Artinya:
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah
menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) namaNya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
Mengawasi kamu”.
Ayat di atas sebagai pendahuluan untuk mengantar lahirnya persatuan dan
kesatuan dalam masyarakat, serta bantu membantu dan saling menyayangi
karena semua manusia berasal dari satu keturunan, tidak ada perbedaan antara
lelaki dan perempuan, kecil dan besar, kaya atau miskin. Semua dituntut
untuk menciptakan kedamaian dan rasa aman dalam masyarakat, serta saling
menghormati hak-hak asasi manusia.
Perintah untuk memperkuat tali silaturahmi juga tercantum di dalam QS.
Ali Imran ayat 103:
            
           
           
Artinya:
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah
63
kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan,
Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena
nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada
di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar
kamu mendapat petunjuk”. (QS. Ali Imran: 103).
Ayat di atas menerangkan bahwa kita sebagai umat manusia diwajibkan
untuk saling berpegang teguh kepada agama Allah yakni agama Islam, dan
diperintahkan untuk tidak bercerai berai. Selain itu kita juga diwajibkan untuk
selalu mengingat akan nikmat Allah yang telah menjadikan umat manusia
bersatu padu, bersaudara dan menyelamatkan dari kehancuran.
Salah satu tujuan dari tradisi mitoni adalah menjaga tali silaturahmi, baik
antar keluarga, antar tetangga maupun antar masyarakat. Dengan adanya
tradisi mitoni ini maka akan banyak orang-orang yang berkumpul dan
membantu untuk melaksanakannya sehingga dengan demikian orang-orang
tersebut akan berada dalam satu kegiatan yang sama yang pada akhirnya akan
menciptakan suasana kekeluargaan dan menghilangkan perbedaan. Inilah
yang disebut dengan menjaga tali silaturahmi.
Seseorang yang miliki hubungan kerabat denganmu, seperti saudara lelaki,
paman, dan anak-anak mereka, serta semua orang yang memiliki kekerabatan
denganmu, mereka mempunyai hak kekerabatan sesuai dengan kedekatannya
kepadamu. Allah SWT berfirman :
          
Artinya :
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan
haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan
64
janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros”.
(QS. Al-Isra’ : 26).
Maka wajib bagi setiap orang untuk menyambung hubungan dengan
kerabatnya secara ma’ruf, yaitu dengan membantu mereka baik berupa tenaga
maupun harta sesuai dengan kedekatan dan kebutuhan mereka. Hal inilah
yang telah dituntunkan oleh syarat, akal sehat dan fitrah yang bersih. Sebagai
orang
menyambung
kekerabatan
apabila
mereka
(para
kerabat)
menyambungnya, dan memutus kekerabatan jika mereka memutusnya. Orang
seperti ini hakikatnyak bukanlah orang yang menyambung tali persaudaraan.
Hal ini berarti hanya membalas kebaikan dengan perbuatan serupa, dan ini
berlaku bagi kerabat dekat dan juga orang lain.
Cukuplah faedah di dalam silaturahim bahwa Allah SWT akan
menyambung orang yang mau menyambung silaturahim di dunia dan akherat.
Yaitu Allah SWT akan membentangkan rahmat-Nya kepadanya akan
memudahkan urusannya, dan akan memberikan jalan keluar dari kesulitannya.
Dan dengan silaturahim, keluarga akan semakin dekat, saling mencintai dan
menyayangi, akan saling tolong menolong satu dengan yang lain dalam suka
dan duka, dan akan terjadi keserasian sebagaimana hal itu sudah sering kali
kita saksikan. Semua manfaat di atas akan sirna ketika terjadi pemutusan
hubungan kerabat dan saling menjauhi.
3. Tasyakuran atau perwujudan rasa syukur
Nilai Qur’ani dalam tradisi mitoni yang lain adalah tasyakuran atau
perwujudan rasa syukur. Tradisi upacara mitoni merupakan suatu perbuatan
yang dilakukan oleh masyarakat dan juga sudah menjadi kebiasaan
65
masyarakat yang sering dilakukan berulang-ulang ketika seorang ibu telah
mengandung anak yang pertama, upacara mitoni itu dilaksanakan karena
sebagai ucapan rasa syukur kepada Allah sudah dipercayai untuk mengasuh
anak, dan juga Allah telah memerintahkan agar seseorang berbuat baik dan
meninggalkan yang mungkar, jadi dalam hal ini upacara mitoni boleh
dilakukan asalkan tidak melanggar ajaran-ajaran Islam.
Dalam tradisi mitoni ini di samping sebagai perwujudan rasa syukur juga
diisi pembacaan do’a, dengan harapan si bayi dalam kandungan diberikan
keselamatan serta ditakdirkan selalu dalam kebaikan kelak di dunia. Firman
Allah:
            
           
      
Artinya:
Dia-lah yang menciptakan kalian dari seorang (Adam), dan dari
padanya dia menciptakan isterinya (Hawa) untuk merasakan senang
bersamanya. Setelah disetubuhi, maka sang istri mengandung
kandungan yang ringan, maka dia meneruskan demikian (merasa
ringan) ketika dia merasakan kandungannya berbobot berat, maka
berdua (Adam dan Hawa) memohon kepada Allah, Tuhan mereka,
seraya berkata: “Sungguh jika engkau memberi kami anak yang
utuh, tentulah kami termasuk orang-orang yang lebih bersyukur”.
(QS. Al-A’raf: 189).
Setiap orang tua pasti mengharapkan anak yang bakal lahir kelak menjadi
anak yang baik dan dapat memenuhi harapan mereka terhadapnya. Apalagi
sebagai seorang muslim dan muslimah, harapan ditanamkan setinggi-tinggi
66
agar anak yang bakal lahir akan menjadi hamba Allah yang shalih dan
berbakti kepada kedua orang tuanya. Upacara adat tujuh bulanan yang
dilakukan oleh sepasang suami istri yang beragama Islam di atas juga
dimaksudkan untuk kebaikan bagi anak yang dikandung. Tidaklah mereka
melakukan upacara tersebut
melainkan untuk tujuan kebaikan dan
keselamatan, harapan mereka agar anak yang akan lahir menjadi anak yang
shalih, menjadi hamba Allah yang jujur, bermanfaat bagi agama dan bangsa.
Suatu tujuan yang mulia sebenarnya, yang andai ditimbang dengan perasaan.5
Perwujudan rasa syukur juga sebagaimana dijelaskan dalam QS. AlAhqaaf ayat 15:
           
             
           
           
Artinya:
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada
dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah
payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula).
mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan,
sehingga apabila Dia telah dewasa dan umurnya sampai empat
puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk
mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku
dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang
saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan
(memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku
bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orangorang yang berserah diri". (QS. Al-Ahqaaf: 15).
5
M. Afnan Chafidh, Tradisi Islami Panduan Prosesi Kelahiran-Perkawinan-Kematian,
(Surabaya: Djembatan, 2005), hlm. 8.
67
Ayat di atas menerangkan bahwa kepada manusia supaya berbuat baik
kepada dua orang ibu bapaknya, karena ibunya yang sudah mengandungnya
dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah pula. Setelah
mengandungnya maka ibunya menyusuinya. Pada ayat tersebut juga
terkandung do’a tentang rasa syukur kepada Allah SWT tentang nikmat yang
telah diberikan.
Ayat di atas juga menunjukkan nilai-nilai do’a tentang rasa syukur yang
berbunyi : "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau
yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku
dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan
kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya
aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang
yang berserah diri". Do’a yang dibaca ini merupakan do’a rasa syukur atas
nikmat yang Allah SWT berikan kepada hambanya yang telah diberikan
kenikmatan dan kebaikan.
Perintah untuk bersyukur juga terdapat dalam QS. Luqman ayat 14:
           
     
Artinya:
“dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua
orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan
lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.
bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu”. (QS. Luqman: 14).
68
Pada ayat di atas kita diperintahkan untuk senantiasa beruat baik kepada
kedua orang tua yang telah mengandung dalam keadaan lemah dan telah
menyusui kita hingga dua tahun. Ayat di atas juga menyuruh kita untuk
bersyukur kepada Allah SWT dan kepada kedua orang tua atas nikmat yang
telah diberikan. Hal ini sejalan dengan perintah untuk besyukur dengan
mengadakan mitoni atau tingkeban sebagai perwujudan rasa syukur karena
telah diberikan nikmat oleh Allah SWT.
Buku karangan Alfani Daud yang berjudul Islam dan Masyarakat Banjar,
menyebutkan bahwa tujuan dilaksanakannya mitoni agar kedua calon ibu dan
bayi agar selamat jika kelak akan lahir nanti menjadi anak saleh dan bernasib
baik, sekaligus sebagai ucapan rasa syukur kepada Allah SWT karena telah
diamanati untuk mengasuh anak dan untuk melestarikan tradisi mitoni
tersebut yang sudah ada sejak dulu agar kita tidak melupakannya. 6
Pada komunitas pesisir, ada satu hal yang menarik adalah ketika di suatu
wilayah terdapat dua kekuatan hampir seimbang. Islam murni dan Islam lokal,
maka terjadilah tarikan ke arah yang lebih Islami terutama yang menyangkut
istilah-istilah, seperti selametan yang bernuansa bukan kesedihan, berubah
menjadi tasyakuran, misalnya selametan kelahiran, pindah rumah, dan
mendapatkan kenikmatan lainnnya, maka ungkapan yang digunakan bukan
lagi selametan tetapi syukuran. Upacara memperingati tasyakuran kehamilan
dulu disebut Mitoni, sekarang diubah dengan ungkapan Walimatul Hamli.
Dari sisi substansi juga terdapat perubahan. Jika pada masa lalu upacara
6
Alfani Daud, Islam dan Masyarakat Banjar,( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007),
hlm. 267.
69
tasyakuran kehamilan selalu diikuti dengan tayuban, maka sekarang dilakukan
kegiatan pengajian. Secara simbolik hal ini menggambarkan bahwa ada
pergerakan budaya yang terus berlangsung dan semakin mendekati ke arah
tradisi Islam. 7
Dalam ajaran agama Islam, konsep ibadah selalu dilandasi oleh
keberadaan rasa syukur. Dasar utama pelaksanaan tradisi mitoni adalah
dengan ikhlas dan syukur yang merupakan wujud terimakasih kepada Sang
Pencipta, Allah SWT. Sehingga menurut konsep ajaran agama Islam, bahwa
keadaan pengamalan ibadah masyarakat merupakan wujud pemahaman
mereka atas rasa terimakasih kepada Allah SWT yang telah memberikan
kenikmatan dan rizki kepada mereka, sehingga rasa terimakasih tersebut
disampaikan dengan rasa syukur sebagai landasan dalam menjalankan tradisi
mitoni.
Itulah beberapa nilai-nilai Qur’ani yang terkandung di dalam tradisi
mitoni. Melihat kebaikan yang ditimbulkan dari tradisi mitoni tersebut maka
dapat dipahami bahwa tradisi mitoni dapat dilakukan asalkan sesuai dengan
syari’at Islam. Tradisi mitoni hukumnya haram jika dalam upacara selametan
itu tidak didasarkan pasa niat yang lurus serta dilaksanakan secara berlebihan
dan tidak mengandung unsur yang islami.
7
Nur Syam, Islam Pesisir (Yogyakarta: LKIS, 2005),, hlm. 282
Download