PENGARUH AIR SENI SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN LADA (Piper nigrum L.) Oleh : Mardiantini NIM. 110 500 088 PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2014 PENGARUH AIR SENI SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN LADA (Piper nigrum L.) Oleh : Mardiantini NIM. 110 500 088 Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2014 PENGARUH AIR SENI SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN LADA (Piper nigrum L.) Oleh : Mardiantini NIM. 110 500 088 Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2014 HALAMAN PENGESAHAN JudulKarya Ilmiah : Pengaruh Air Seni Sapi Terhadap Pertumbuhan Stek Tanaman Lada (Piper nigrum L.) Nama : Mardiantini NIM : 110500088 Program Studi : BudidayaTanaman Perkebunan Jurusan : ManajemenPertanian Pembimbing, Penguji I, Penguji II, NurHidayat, SP, M.Sc NIP.197210252001121001 Jamaluddin, SP, M.Si NIP. 19720612 200112 1 003 Daryono, SP NIP. 19800202 200812 1 002 Menyetujui, Ketua Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan Mengesahkan, Ketua Jurusan Manajemen Pertanian NurHidayat, SP, M.Sc NIP. 197210252001121001 Ir. Hasanudin, MP NIP. 19630805 198903 1 005 Lulus UjianPadaTanggal :05Agustus 2014 ABSTRAK MARDIANTINI.Pengaruh Air Seni Sapi Terhadap Pertumbuhan Stek Tanaman Lada (Piper nigrum L.) (di bawah bimbingan NUR HIDAYAT ).Penelitian ini dilatarbelakangi belum maksimalnya pemanfaatan limbah air seni sapi sebagai zat pengatur tumbuh, khususnya dalam perbanyakan secara stek pada tanaman lada. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kemampuan air seni sapi sebagai pengganti zat pengatur tumbuh yang berbahan aktif kimia seperti Rooton F pada tanaman lada. Penelitian ini merupakan nonfaktorial yang diatur dalam bentuk Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor yang digunakan adalah air seni sapi dengan 3 taraf perlakuan dan 10 kali pengulangan yaitu: P0 = Tanpa perlakuan P1 = Campuran air seni sapi dan air dengan konsentrasi 5% (10ml/200ml) P2 = Campuran air seni sapi dan air dengan konsentrasi 10% (10ml/100ml) Kemudian data hasil penelitian dianalisis apabila terdapat perbedaan pada taraf signifikasi 5% atau 1% dilanjutkan Uji BNT.Dari hasil penelitian tepatnya konsentrasi zat pengatur tumbuh yang terdapat pada air seni sapi mempengaruhi cepatnya hari muncul tunas. Konsentrasi perlakuan pada P1 (10 ml/200 ml) lebih rendah dari konsentrasi perlakuan P2 (10 ml/100 ml) namun memberikan pengaruh yang sama maka diduga konsentrasi pada P1 yang lebih baik dari perlakuan lainnya, karena hanya memerlukan sedikit air seni sapi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan informasi bagi para praktisi lapangan atau petani yang membudidayakan tanaman lada guna mengoptimalkan pertumbuhan stek tanaman lada dengan pemberian zat pengatur tumbuh alami yang lebih efisien. Kata kunci : Air seni sapi, stek & lada. RIWAYAT HIDUP MARDIANTINI Lahir pada tanggal 18 Juli 1993 di Samarinda, Kalimantan Timur. Merupakan anak keenam Bapak Sukardi dan Ibu Sutiani. Tahun 1999 memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 015 Samarinda Kalimantan Timur lulus pada tahun 2005, setelah itu melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 37 Samarinda Kalimantan Timur dan lulus pada tahun 2008, kemudian melanjutkanke Sekolah Pertanian Pembangunan (SPP) Negeri Samarinda dan lulus pada tahun 2011. Pendidikan tinggi dimulai pada tahun 2011 di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, Jurusan Manajemen Pertanian, Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan. Bulan Maret – Mei 2014 mengikuti program Praktek Kerja Lapang (PKL) di Perusahaan Perkebunan PT. Kota Bangun Plantation, Desa Jembayan, Kecamatan Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan Puji dan Syukur Kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala, karena atas Berkah dan Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Bapak Nur Hidayat, SP, M.Sc selaku dosen pembimbing dan juga selaku Ketua Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan yang telah banyak mengarahkan penulis mulai dari persiapan penelitian sampai penyusunan Karya Ilmiah ini. 2. Bapak Jamaluddin SP, M.Siselaku dosen penguji pertama yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis demi kesempurnaan Karya Ilmiah ini. 3. Bapak Daryono, SP selaku dosen penguji kedua yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis demi kesempurnaan Karya Ilmiah ini. 4. Bapak Ir. Hasanudin, MP selaku Ketua Jurusan Manajemen Pertanian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. 5. Bapak Ir. Wartomo, MP selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. 6. Para staf pengajar, administrasi dan teknisi di Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan. 7. Kedua Orang tua yang telah memberikan dukungan secara penuh sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Karya Ilmiah ini tepat pada waktunya. 8. Rekan – rekan mahasiswa yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan dan penyusunan Karya Ilmiah ini. 9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, karena telah memberikan sumbangsihnya sehingga tersusunnya Karya Ilmiah ini. Penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah ini masih jauh dari sempurna, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Penulis Kampus Sei Keledang, Agustus 2014 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................. i DAFTAR ISI................................................................................................ ii DAFTAR TABEL........................................................................................ iii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. iv I. PENDAHULUAN 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Lada.................................................................... B. Tinjauan Umum Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)............................... C. Tinjauan Umum Air Seni Sapi....................................................... 4 18 20 METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu........................................................................ B. Alat dan Bahan.............................................................................. C. Prosedur Penelitian....................................................................... D. Rancangan Penelitian................................................................... E. Analisis Data.................................................................................. 22 22 22 24 24 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil............................................................................................... B. Pembahasan.................................................................................. 26 27 KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan.................................................................................... B. Saran............................................................................................. 29 29 III. IV. V. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR TABEL No 1 Tubuh Utama Halaman Jenis dan Kandungan Zat Hara pada Beberapa Kotoran ternak Padat dan Cair................................................................................... 21 2 Jumlah Unsur Hara padakotoranTernak ........................................... 22 3 Sidik Ragam (Tabel Anova)............................................................... 25 4 Hasil Uji BNT taraf 5% pengaruh pemberian air seni sapi pada pertumbuhan stek tanaman lada terhadap hari muncul tunas (hari)......................................................................................... 27 DAFTAR LAMPIRAN No Halaman 1 Bagan Penelitian dengan Perambangan RAL................................... 34 2 Data Hasil Pengamatan Hari Muncul Tunas (Hari)............................ 35 3 Tabel Sidik Ragam (Tabel Anova)..................................................... 35 4 Dokumentasi Kegiatan Penelitian...................................................... 36 1 I. PENDAHULUAN Tanaman lada (Piper nigrum L.) merupakan produk tertua dan terpenting dari produk rempah – rempah yang diperdagangkan di dunia. Tanaman ini merupakan komoditas pertanian yang bernilai ekonomis sejak zaman dahulu kala hingga saat ini dan dimasa mendatang, sehingga lada ini dijuluki “King of Spices” atau “rajanya rempah – rempah”. Selain untuk bumbu masakan, aneka produk lada juga digunakan sebagai bahan ramuan obat – obatan, wewangian dan kosmetika (Suwarto, 2013). Indonesia merupakan salah satu produsen lada utama di dunia yang berperan dalam menentukan pasar lada dunia. Jenis lada yang telah diusahakan secara komersial adalah lada hitam (black pepper) dan lada putih (white pepper). Produksi lada juga mengalami fluktuasi seiring dengan pasang surutnya luas areal lada dengan produktivitas yang juga cenderung menurun akibat perubahan iklim, penyakit dan tanaman yang sudah tua, terutama di daerah Lampung (Suwarto, 2013). Lada di Kalimantan Timur merupakan komoditi tradisional yang sudah cukup lama dikenal dan dikembangkan oleh rakyat. Beberapa waktu yang lalu komoditi lada merupakan salah satu komoditi ekspor Kalimantan Timur yang cukup penting, yang dikenal dengan mutu White Pepper Samarinda (Anonim, 2013). Untuk meningkatkan kualitas dan produksi, maka langkah awal yang dapat dilakukan adalah dengan memperhatikan dalam kegiatan teknis budidaya. Kegiatan budidaya akan berhasil dengan memilih bibit yang baik, karena bibit merupakan salah satu penentu keberhasilan budidaya tanaman. Bibit yang baik akan diperoleh dengan memperhatikan macam – macam bibit, ciri – ciri bibit 2 yang baik, dan kiat – kiat tertentu memilih bibit. Macam – macam bibit dapat diperoleh dengan berbagai teknik perbanyakan tanaman, misalnya stek, sambung, okulasi dan lain – lain. Untuk mengetahui bibit yang baik perlu diperhatikan asal – usul bibit dan kesehatan bibit. Selain itu, perbanyakan lada secara stek merupakan cara perbanyakan yang meiliki tingkat keberhasilan paling tinggi. Tanaman baru yang dihasilkan secara stek dijamin sama dengan induknya, baik dalam morfologi, produktivitas, maupun daya tahannya terhadap penyakit. Tanaman baru juga akan cepat berbuah, terlebih jika ada perlakuan khusus. Dan umur tanaman lebih panjang yang berarti lebih panjang pula masa produksinya (Sutarno dan Andoko, 2004). Salah satu teknik perbanyakan tanaman lada yang sering digunakan adalah teknik perbanyakan vegetatif yaitu stek. Teknik ini digunakan sangat baik untuk mempercepat pembibitan, sehingga bibit juga dapat cepat dipindahkan ke lapangan dan itu erat hubungannya dengan cepatnya pertumbuhan dan produksi. Bibit yang akan diperbanyak dengan cara stek, pembentukan akar merupakan faktor awal yang paling penting dalam pertumbuhan tanaman. Untuk mempercepatnya tumbuhnya akar dapat dilakukan dengan pemberian hormon tumbuh atau zat pengatur tumbuh. Hormon tumbuh dapat berupa hormon tumbuh alami, maupun hormon tumbuh sintetis. Hormon tumbuh alami dapat diperoleh dari organ tumbuh tanaman dan juga bisa memanfaatkan limbah dari sapi seperti air seni sapi. Sedangkan hormon tumbuh sintetis adalah hormon tumbuh yang dibuat oleh pabrik, misalnya IAA (Indole Acetic Acid) atau dipasaran disebut Rooton F. Rooton F selain sulit tersedia di tempat yang mudah 3 dijangkau oleh para petani di pedesaan, harganya juga relatif sangat tinggi (Abdurrani, 1990). Untuk menghemat biaya teknis budidaya dan mempermudah serta mempercepat pertumbuhan stek dapat dilakukan dengan pemberian air seni sapi. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Air Seni Sapi Terhadap Pertumbuhan Stek Tanaman Lada”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemampuan air seni sapi sebagai pengganti zat pengatur tumbuh (ZPT) pada tanaman lada (Piper nigrum L.). Hasil yang diharapkan, penelitian ini bisa bermanfaat sebagai bahan informasi bagi para praktisi lapangan atau petani yang membudidayakan tanaman lada guna mengoptimalkan pertumbuhan stek tanaman lada dengan pemberian zat pengatur tumbuh alami yang lebih efisien. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tanaman Lada Tanaman ini berasal dari Ghat Barat, India. Tanaman lada ini mempunyai nilai ekonomis tinggi karena memiliki banyak manfaat seperti sebagai bumbu makanan, sebagai bahan obat – obatan dan sebagai bahan minyak lada. Tanaman lada juga memiliki kandungan kimia yaitu minyak atsiri, minyak atsiri sendiri berperan sebagai penarik serangga guna membantu proses penyerbukan dan sebagai cadangan makanan. Teophratus yang hidup pada 287 – 372 SM (sebelum masehi) menyebutkan bahwa ada dua jenis lada yang telah digunakan oleh bangsa Mesir dan Romawi saat itu, yaitu lada hitam (black pepper) dan lada panjang (pepper longum). Purseglov pada tahun 1968 menyebutkan bahwa lada merupakan produk pertama yang diperdagangkan antara dunia barat dan timur. Selain untuk keperluan rempah – rempah, pada abad pertengahan tahun 1.100 – 1.500, perdagangan lada memiliki kedudukan yang sangat penting yaitu sebagai alat tukar dan mas kawin. Lada juga merupakan tanaman rempah yang sudah lama ditanam di Indonesia. Sejak zaman penjajahan Belanda, lada telah dibudidayakan oleh perkebunan rakyat Indonesia dan produknya menjadi komoditas perdagangan utama antara wilayah dunia di belahan timur dan barat. Komoditas lada menjadi penting karena memiliki beragam kegunaan. Saat ini, lada dan hasil olahannya (seperti lada hitam, lada putih, lada hijau dan bubuk lada) dipakai sebagai industri pembuatan sosis, asinan kol, chutnet ala India, dan industri minuman ringan, kue – kue, serta industri makanan kaleng lainnya. Bahkan, lada dan hasil olahan lainnya dapat memberikan aroma harum yang khas dan rasanya yang pedas sebagai akibat adanya zat piperine, puiperamin, dan chavicine. Hasil olahan lada yang cukup terkenal ialah minyak lada yang banyak digunakan dalam industri wewangian (pragrance), industri parfum, kosmetika, dan industri flavour. Lada hitam dari Indonesia pada saat ini masih mendominasi pasaran lada dunia sehingga peluang ini harus terus dimanfaatkan menjadi suatu kekuatan yang maksimal bagi Indonesia apabila dapat mengatasi permasalahan produktivitas dan kualitas yang masih rendah (Suwarto, 2013). Produksi lada Indonesia dominan diekspor dan hanya sedikit yang dikonsumsi di dalam negeri. Sekitar 80% dari lada yang diproduksi Indonesia ditujukan untuk pasar ekspor. Informasi pasar komoditi Domestik dan Internasional Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPEPTI), Kementerian Perdagangan mencatat ekspor lada Indonesia pada 2010 mencapai 63.000 ton senilai 246 juta dolar AS. Dengan kata lain, meningkat sekitar 24% dibandingkan dengan ekspor tahun 2009 yan hanya sebesar 51.000 ton atau senilai 140 juta dolar AS. Indonesia merupakan produsen lada terbesar kedua di dunia setelah Vietnam dengan kontribusi 17% dari produksi lada dunia pada 2010. Selain Indonesia, negara penghasil lada lainnya adalah Brazil, India, Malaysia, Thailand dan Srilanka yang semuanya bergabung dalam International Pepper Comunity (IPC) (Suwarto, 2013). 1. Klasifikasi Tanaman Lada Lada termasuk famili Piperaceae yang terdiri atas 10 – 12 genera. Terdapat 1.400 spesies tanaman lada yang beraneka ragam bentuknya, mulai dari herba, semak, tanaman menjalar, hingga pohon. Tanaman ini berasal dari ordo Piperales, genus Piper. Lada digolongkan ke dalam subklas Dycotyledoneae. Akan tetapi, batangnya mempunyai karakter antara Monocotyledoneae dan Dycotyledoneae (Suwarto, 2013). Dalam dunia tumbuhan tanaman lada tersusun dalam sistematika sebagai berikut: 2. Divisi : Spermatophyta Klas : Angiospermae Subklas : Dycotyledoneae Ordo : Piperales Famili : Piperaceae Genus : Piper Spesies : Piper nigrum L. Morfologi Tanaman Lada a. Akar Pada garis besarnya lada mempunyai dua jenis akar, yaitu: 1) Akar yang terdapat di atas tanah Akar yang terdapat di atas tanah juga disebut akar lekat atau akar panjat. Akar lekat ini berguna untuk melekat atau memanjat pada tajarnya, sehingga tanaman bisa naik ke atas. Akar – akar lekat ini hanya tumbuh pada buku batang orthotrop. 2) Akar yang tumbuh di dalam tanah Akar yang terdapat di dalam tanah juga disebut akar utama. Akar – akar ini selain tumbuh pada bukunya yang merupakan perpanjangan dari akar lekat, juga tumbuh pada bekas – bekas potongan batang. Akar utama tumbuh pada pangkal batang, sehingga pada satu batang bisa terdapat 10 – 20 akar utama. Pada akar utama itu akan tumbuh akar samping dengan bulu akar yang banyak sekali. Bulu – bulu akar tersebut bisa berkembang di permukaan tanah dan berguna untuk menghisap makanan yang diperlukan. Apabila keadaan tanah memungkinkan, maka akar itu akan dapat menembus tanah sedalam 1 – 2 m. Sedangkan panjangnya akar bisa mencapai 2 – 4 m. Tetapi pada umumnya sistem perakaran lada cukup dangkal, hanya mencapai kedalaman antara 30 – 60 cm saja (Anonim, 2003). b. Batang dan Cabang Bagian – bagian batang di atas tanah ada tiga jenis yaitu: 1) Stolon Stolon atau batang primer juga disebut batang dasar. Stolon juga merupakan batang pokok atau batang induk yang tumbuh memanjat seperti cabang – cabang orthotrop dan plagiotrop akan tumbuh. Batang ini berbentuk agak pipih, dan setelah berdiameter 4 – 6 cm, berbenjol – benjol, berwarna abu – abu tua, beruas – ruas, dan lekas berkayu serta berakar lekat. Sedangkan pada kuncupnya, batang tersebut membengkok. Tanaman lada yang masih muda, yaitu umur 8 – 12 bulan akan mencapai ketinggian 1 – 5,5 m dengan ruas yang jumlahnya kurang lebih 20 buah. 2) Cabang Orthotrop Cabang – cabang ini tumbuh pada batang pokok. Cabang tersebut bentuknya bulat, berkuncup yang berjauhan dan tumbuhnya memanjat ke atas. Cabang – cabang ini kedudukannya sama dengan batang primer (stolon). Sebab cabang ini juga berakar lekat, memanjat serta beruas – ruas. Pada setiap buku terdapat sehelai daun yang berhadap – hadapan dengan cabang plagiotrop dan akar lekat yang mengikat tanaman pada tajarnya. Semua cabang yang mengarah ke atas disebut cabang orthotrop. Apabila cabang – cabang itu melekat pada tajar, tetapi memanjang terus ke bawah atau menggantung, maka cabang itu disebut sulur gantung, sedang yang tumbuh pada permukaan tanah disebut sulur tanah. 3) Cabang Plagiotrop Cabang plagiotrop adalah cabang atau ranting yang tumbuh dari batang primer mau cabang orthotrop, yang jumlahnya banyak sekali. Ranting – ranting ini pendek, agak kecil, dan tak melekat pada tajar sebab masing – masing bukunya tak berakar lekat. Pada setiap buku tumbuh sehelai daun yang berhadapan dan disinilah akan tumbuh malai bunga. Cabang ini tumbuhnya selalu ke samping, dan pada cabang ini masih bisa tumbuh ranting – ranting lagi. Inilah bagian yang selalu mengeluarkan malai bunga atau buah (Anonim, 2003). c. Daun Tanaman lada ini berdaun tunggal tidak berpasangan, keadaannya kenyal, serta bertangkai. Bentuknya bulat telur, tetapi pada pucuknya meruncing. Daun belahan atas berwarna hijau tua mengkilat, sedangkan pada belahan bawah berwarna hijau pucat dan tidak mengkilat. Panjang tangkai 2 – 4 cm, panjang daun 12 – 18 cm, dan lebarnya 5 – 10 cm serta berurat daun 5 – 9. Daun yang keluar di bagian atas bentuknya panjang, sedangkan daun yang tumbuh di bagian bawah cenderung membulat. Penampilan daun yang muncul dari cabang – cabang orthotrop lebih simetris dengan warna hijau lebih gelap dibandingkan dengan daun dari cabang plagiotrop yang asimetris dan berwarna terang (Anonim, 2003). d. Bunga Bagian – bagian yang dapat berbunga ialah cabang – cabang plagiotrop atau cabang – cabang buah. Bunga – bunga itu tumbuh pada malai bunga, sedangkan malai bunga itu sendiri tumbuh pada ruas – ruas cabang buah yang berhadap – hadapan dengan daun. Pada satu malai maksimal terdapat 150 bunga. Lada ini merupakan bunga sempurna atau berumah satu. Bunga ini terdiri dari tajuk, mahkota bunga, putik dan benang sari. Tajuk bunga lada berwarna hijau dan melekat di malai. Setelah terjadi pembuahan, tajuk berfungsi sebagai dasar atau tempat dudukan buah karena buah lada tidak bertangkai. Mahkota bunga lada berwarna kuning kehijauan yang akan layu dan kering setelah terjadi pembuahan. Penyerbukan bunga lada bersifat autogami, penyerbukan terjadi dengan sendirinya tanpa bantuan serangga atau angin sebagaimana umumnya tanaman. Hal ini terjadi karena serbuk sari bunga dari pangkal malai matang terlebih dahulu, sehingga dengan sendirinya menyerbuki bunga – bunga di bawahnya (Anonim, 2003). e. Buah Menurut Anonim (2003), buah merupakan produksi pokok dari pada hasil tanaman lada. Buah lada ini mempunyai ciri – ciri sebagai berikut: 1) Bentuk dan warna buah; buah lada berbentuk bulat, berbiji keras dan berkulit buah yang lunak. Kulit buah yang masih muda berwarna hijau, sedangkan yang tua berwarna kuning. Dan apabila buah sudah masak berwarna merah, berlendir dengan rasa manis. Sesudah dikeringkan lada itu berwarna hitam. 2) Kedudukan buah; buah lada merupakan buah duduk, yang melekat pada malai. Berat 100 biji kurang lebih 3 – 8 g atau rata – rata 4,5 g. 3) Keadaan kulit buah; kulit buah atau pericarp terdiri dari 3 bagian, yaitu: a) Epicarp : Kulit luar b) Mesocarp : Kulit tengah c) Endocarp : Kulit dalam 4) Biji; di dalam kulit ini terdapat biji – biji yang merupakan produk dari lada. 3. Syarat Tumbuh Tanaman Lada a. Iklim 1) Ketinggian Tempat Menurut Sutarno dan Andoko (2004), tinggi rendahnya tempat mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman lada. Untuk mencapai produktivitas optimal, sangat bagus jika lada dibudidayakan di dataran rendah, yaitu di wilayah dengan ketinggian 3 – 1.000 m dpl. Lada bisa ditanam di dataran tinggi (lebih dari 1.000 m dpl), awalnya akan tumbuh bagus, tetapi pertumbuhan vegetatifnya yaitu akar, batang dan daun lebih dominan dibandingkan dengan kemampuannya menghasilkan buah. 2) Suhu Suhu yang cocok untuk tanaman lada adalah 20o – 34o C dengan kisaran terbaik 21o – 27o C dipagi hari dan 26o – 32o C di sore hari. 3) Curah Hujan Sebagai tanaman yang berasal dari daerah tropis, lada menghendaki tempat tumbuh dengan kelembaban tinggi. Karenanya, lada paling cocok ditanam di daerah curah hujan minimum 2.200 – 3.000 mm/tahun. Dengan rata – rata 2.300 mm/tahun. Curah hujan harian 20 – 50 mm dengan rata – rata 177 hari hujan dalam setahun sesuai untuk tanaman lada. Tidak terdapat adanya bulan – bulan kering dengan curah hujan kurang lebih dari 60 mm/bulan. 4) Kelembaban Udara Lada dapat tumbuh baik pada kelembaban udara 50 – 100%, kisaran untuk pertumbuhan optimal adalah 60 – 80%. Berkurangnya kelembaban di sekitar tanaman akan menghambat pertumbuhan jamur. b. Tanah Menurut Rukmana (2003), tanah yang akan digunakan untuk budidaya tanaman lada harus dipilih tanah yang subur, gembur, banyak mengandung bahan organik, mempunyai pH antara 5,5 – 6,5 (rata – rata 5,8) dan tidak mengandung unsur – unsur yang beracun. Tanaman lada membutuhkan tanah yang memiliki drainase yang baik, daya menahan air yang cukup, struktur remah dan derajad keasaman antara sedikit asam sampai netral. Tanah yang bermasalah memerlukan pengolahan secara terpadu. Misalnya, tanah dengan pH kurang dari 5,5 memerlukan perlakuan pengapuran dan pemberian pupuk organik dosis tinggi. Demikian pula tanah yang mudah tergenang, memerlukan saluran drainase. Tanaman lada dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah. Meskipun demikian, produksi lada di Indonesia menunjukkan bahwa ternyata jenis tanah yang ideal bagi pengembangan tanaman lada adalah tanah andosol, latosol, dan podsolik. Karakteristik ketiga jenis tanah tersebut adalah sebagai berikut. 1) Tanah Andosol Tanah andosol disebut juga tanah pegunungan tinggi. Jenis tanah ini ditemukan terbesar di Jawa, Sumatra Utara, Sumatra Timur, Sumatra Barat, Bali, Lombok, Minahasa dan sedikit di Kalimantan. Karakteristik tanah andosol adalah solum tanah agak tebal (1 m - 2 m); berwarna hitam, kelabu atau cokelat tua; memiliki tekstur debu dan lempung berdebu sampai lempung; berstruktur remah dengan konsistensi gembur; memiliki pH 5,0 – 7,0 (asam sampai netral); memiliki kandungan unsur hara antara sedang sampai tinggi. Produktivitas tanah termasuk kategori sedang sampai tinggi. 2) Tanah Latosol Tanah latosol disebut juga tubuh tanah lateris. Jenis tanah ini ditemukan di Pulau Sumatra (mulai dari aceh sampai Lampung), Jawa Barat, Bali, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Minahasa, Kep. Malaka dan seperempat dari wilayah Irian Jaya. Karakteristik tanah latosol adalah solum tanah dalam (1,5 m – 10 m) dengan batas horison tidak jelas; berwarna merah, cokelat, sampai kuning; memiliki tekstur liat; berstruktur remah dengan konsistensi gembur; pH berkisar anatara 4,5 – 6,5; memiliki kandungan bahan organik lapisan atas antara 3% - 10%; dan memiliki kandungan zat hara rendah sampai sedang. Produktivitas tanah termasuk kategori sedang sampai tinggi. 3) Tanah Podsolik Tanah podsolik sering disebut juga podsolik merah kuning atau tubuh tanah kwarsa merah. Jenis tanah ini terdapat di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Irian Jaya dan sedikit di Jawa Barat. Karakteristik tanah podsolik merah kuning adalah solum tanah agak tebal (1 m – 2 m) dengan batas horison nyata; berwarna merah sampai kuning; memiliki tekstur lempung berpasir sampai lempung berliat; berstruktur gumpal dengan konsistensi gembur; dan memiliki pH antara 3,5 – 5,5. Produktivitas tanah termasuk kategori rendah sampai sedang (Rukmana, 2003). 4. Perbanyakan Tanaman Lada Pada umumnya lada ditanam atau diperbanyak dengan stek. Akan tetapi sekiranya dikehendaki, lada dapat juga ditanam atau diperbanyak dengan biji. Atau dengan kata lain lada itu dapat diperbanyak dengan cara: a. Generatif Menurut Sarpian (2007), perbanyakan generatif adalah perbanyakan bibit dengan cara menumbuhkan buah yang sudah masak hingga memiliki batang, daun dan akar sehingga memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bibit. Namun, perbanyakan dengan menggunakan biji ini sangat jarang dilakukan oleh petani. Selain memerlukan ketelitian dan tahapan pembibitan yang lama dan rumit, waktu berbuah bibit asal biji lebih lama dibandingkan dengan bibit asal stek batang. Meskipun demikian, perbanyakan secara generatif diperlukan jika tanaman lada akan dikembangkan di lokasi lahan yang baru yang sebelumnya belum pernah ditanam lada b. Vegetatif Menurut Sarpian (2007), perbanyakan vegetatif adalah perbanyakan bibit melalui bagian tanaman itu sendiri, kecuali buah. Pada tanaman lada, perbanyakan vegetatif dapat dilakukan dengan stek, sambung, maupun okulasi. Namun, cara yang biasa dilakukan oleh petani adalah stek. 1) Stek Menurut Anonim (2013), stek adalah mengusahakan perakaran dari bagian – bagian tanaman (cabang, daun, atau akar) dengan memotong dari induknya untuk ditanam. a) Pohon Induk Menurut Rismunandar dan Riski (2003), penyetekan tidak dapat dilakukan dengan sembarang pohon induk. Pohon induk harus dipilih memenuhi syarat – syarat tertentu, baik umur, ukuran batang, dan lain – lain. Adapun persyaratan pohon induk adalah sebagai berikut: (1) Sudah berumur 2 tahun. (2) Sudah mengalami pemangkasan pertama pada umur 8 – 10 bulan dan pemangkasan kedua pada umur 18 – 20 bulan. (3) Subur dan tidak terlalu tua. (4) Sebisa mungkin merupakan tanaman yang berbuah secara kontinyu. (5) Sifat – sifat vegetatif dan reproduksinya telah diketahui yakni interval berbuah pendek, produksi tinggi dan berumur panjang. b) Waktu Penyetekan Penyetekan sebaiknya dilakukan pada bulan Oktober – Januari, yakni pada saat musim tanam. Pada bulan – bulan ini curah hujan cukup tinggi sehingga bibit tidak akan mati karena kekurangan air. Di samping itu, penyetekan yang dilakukan pada bulan tersebut dapat mempercepat pertumbuhan tunas – tunas baru dari pangkal batang yang disetek. Tunas baru yang tumbuh ini harus dipelihara dengan baik untuk dijadikan batang yang menghasilkan buah. Penyetekan harus dilakukan pada saat yang tepat, yakni pada saat sinar matahari tertutup awan (cuaca mendung) atau pada saat sinar matahari tidak terlalu menyengat, yakni pada pagi hari pukul 05.30 – 08.30 atau sore hari pukul 16.00 – 18.00. Sinar matahari yang terlalu menyengat dapat menyebabkan bagian – bagian bibit (akar lekat, dahan dan daun) layu sehingga bibit tidak dapat tumbuh (Sarpian, 2007). c) Ukuran Pemotongan Pemotongan batang untuk bibit harus dilakukan menurut ukuran panjang yang telah ditetapkan karena ukuran pemotongan akan mempengaruhi keadaan bibit setelah ditanam di kebun. Jika terlalu panjang, pertumbuhan tunas lebih lama. Sebaliknya jika terlalu pendek, bibit mengalami kematian karena akar lekat yang akan tumbuh menjadi akar utama hanya terdapat dalam jumlah sedikit. Kondisi ini mengakibatkan proses penyesuaian dengan lingkungan tumbuh yang baru terganggu. Ukuran pemotongan yang normal berkisar antara 50 – 65 cm atau 6 – 9 ruas. Dari seluruh panjang tersebut, sekitar 2/3 bagian atau 4 – 7 ruas bibit bagian pangkal akan dibenamkan ke dalam tanah dan selebihnya dibiarkan berada di atas permukaan tanah sebagai tempat tumbuhnya tunas baru (Sarpian, 2007). d) Cara Pemotongan Pemtongan bibit asal stek harus dilakukan dengan cara yang baik dan benar, dalam arti mengikuti cara yang biasa dilakukan oleh para petani yang telah teruji hasilnya. Pemotongan dilakukan mulai dari pangkal batang ke arah ujung. Pemotongan pertama dilakukan pada jarak sekitar 15 – 20 cm dari permukaan tanah atau 5 – 7 ruas. Dengan demikian, dari pangkal batang yang disisakan akan dapat tumbuh tunas baru yang lebih banyak dan lebih rimbun. Bibit dipotong miring seolah – olah membentuk sudut 45o. Pemotongan dilakukan pada pertengahan ruas buku, baik pada bagian pangkal maupun ujung supaya tunas baru dapat tumbuh dengan cepat (Sarpian, 2007). 2) Sambung Tujuan sambung ialah sama halnya seperti perbanyakan vegetatif, disatu pihak ingin mempertahankan jenis – jenis yang produksinya tinggi, dilain pihak ingin mencari jenis – jenis yang tahan penyakit akar. Untuk dapat melakukan cara ini diperlukan dua bahan pokok yaitu: a) Batang bawah (Understam) Pada umumnya batang bawah yang digunakan ialah bibit yang berasal dari biiji, stek dari kebun dan stek lada liar yang dipilih sebagai tanaman yang tahan terhadap penyakit akar. Sambung ini dilakukan setelah umur 1 – 2 tahun. Bibit dari biji atau lada liar biasanya mudah diperoleh, begitu pula yang berasal dari kebun. Jika terdapat tanaman yang produksinya tinggi dapat dipertahankan sebagai stek. Akan tetapi jika ternyata produksinya rendah, dapat dipergunakan sebagai understam. b) Bahan Sambungan (entris) Sebagai bahan sambungan sudah tentu dipilih dari jenis – jenis yang produksinya tinggi dan kualitasnya baik. Bahan entris ini diambilkan dari kebun yang sudah teruji keunggulannya. Penyambungan batang lada dapat dilakukan dengan dua cara yaitu spleet ent atau sambungan model memakai celah dan metode kina atau sambungan dengan cara menyambung kina. 3) Okulasi Okulasi adalah menggabungkan dua jenis tanaman lada dengan cara menempelkan satu sama lain. Yang ditempeli ialah sebagai understamnya, sedangkan yang untuk menempel adalah sebagai entrisnya. B. Tinjauan Umum Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Hormon adalah zat yang berfungsi sebagai pengatur yang dapat mempengaruhi jaringan – jaringan berbagai organ tanaman. Hormon tidak sama dengan pupuk. Walaupun zat pengatur tumbuh ini memang bertugas untuk mengatur proses – proses fisiologis seperti pembelahan sel dan pemanjangan sel – sel tanaman sampai pertumbuhan akar, batang, daun, bunga dan buah (Sari dkk, 1994). Hormon tumbuh dapat berupa hormon tumbuh alami maupun hormon tumbuh sintetis. Hormon tumbuh alami dapat diperoleh dari organ tumbuh tanaman yang masih muda, misalnya ujung tanaman dan ujung akar. Tetapi sumber keduanya sulit dicari. Sedangkan hormon tumbuh sintetis adalah hormon tumbuh yang dibuat oleh pabrik, misalnya IAA (Indole Acetic Acid) atau dipasaran disebut Rooton F. Rooton F selain sulit tersedia di tempat yang mudah dijangkau oleh para petani di pedesaan, harganya juga relatif sangat tinggi (Abdurrani, 1990). Zat pengatur tumbuh pada tanaman adalah senyawa organik yang bukan hara, yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung, dalam jumlah banyak dapat menghambat dan dapat merubah proses fisiologi tanaman (Abidin, 2003). Zat pengatur tumbuh di dalam tanaman terdiri dari lima kelompok yaitu auxin, giberellin, sitokinin, ethylene dan inhibitor dengan ciri khas dan pengaruh yang berlainan terhadap proses fisiologis. Menurut Heddy (1996), pengaruh komperatif dari auxin, giberellin, sitokinin, ethylene dan inhibitor adalah sebagai berikut: 1. Auxin Proses – proses utama yang dirangsang yaitu: a. Pembelahan sel ditandai dengan tumbuhnya kalus, tumbuh kebanyakan kultur jaringan, tumbuh kambium, penghambatan tumbuh tunas lateral. b. Pembesaran sel ditandai dengan tumbuhnya batang dan koleoptil. c. Diferensiasi sel ditandai dengan pembentukan akar pada stek dan potongan jaringan, pembentukan tunas dan beberapa jaringan, diferensiasi kambium. 2. Giberellin Proses – proses utama yang dirangsang yaitu: a. Pembelahan sel ditandai dengan adanya aktifitas pembelah sel di bawah daerah meristem batang. Tumbuh kambium, hilangnya dormansi diikuti dengan tumbuhnya tunas dan biji beberapa jenis tumbuhan. b. Pembesaran sel ditandai dengan pertumbuhan batang dan daun pada beberapa jenis tumbuhan. Tumbuh tunas lateral, hilangnya dormansi diikuti dengan tumbuhnya tunas dan biji pada beberapa jenis tumbuhan penghambatan pembentukan akar. c. Rangsangan dan penghambatan pembentukan tunas. Rangsangan dan penghambatan transisi antara fase muda dan fase dewasa. 3. Sitokinin Proses – proses utama yang dirangsang yaitu: a. Pembelahan sel pada kultur jaringan tertentu. Hilangnya dormansi diikuti dengan tumbuhnya tunas. b. Pembesaran sel ditandai dengan pertumbuhan batang pada beberapa jenis tumbuhan. Tumbuh potongan – potongan daun, hilangnya dormansi diikuti dengan tumbuhnya beberapa jenis biji. 4. Ethylene Hormon yang berupa gas yang dalam kehidupan tanaman aktif dalam proses pematangan buah yang bertujuan agar buah cepat masak. 5. Inhibitor Zat yang menghambat pertumbuhan pada tanaman, sering didapat pada proses perkecambahan, pertumbuhan pucuk atau dalam dormansi. Di dalam tanaman, inhibitor menyebar disetiap organ tubuh tanaman. C. Tinjauan Umum Air Seni Sapi Air seni sapi yang dianggap sebagai limbah ternyata memilki banyak manfaat, salah satunya adalah sebagai zat pengatur tumbuh atau hormon tumbuh alami. Air seni sapi yang relatif mudah didapatkan bisa dijadikan alternatif untuk merangsang pertumbuhan akar, dan juga bisa menghemat pengeluaran para petani. Selain itu juga bisa mengurangi volume limbah air seni sapi yang bisa menjadi sarang nyamuk dan membahayakan masyarakat, jadi dengan merangsang pertumbuhan akar menggunakan air seni sapi juga mengurangi limbah dan salah satu upaya kesehatan masyarakat untuk menghindari terserang penyakit akibat nyamuk. Air seni sapi sendiri memiliki kandungan kimia seperti N (1,4 – 2,2%), P (0,6 – 0,7%), K (1,6 – 2,1%). Jenis dan kandungannya dapat dilihat pada tabel 1 dan 2. Selain itu air seni sapi mengandung zat pengatur tumbuh yang dapat digunakan sebagai pengatur tumbuh diantaranya ialah IAA (Indole Acetic Acid). Lebih jelasnya ialah memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan vegetatif. Dari limbah yang dianggap barang buangan, ternyata dapat dijadikan hal baru yang mempunyai kualitas dan kuantitas yang menjanjikan (Fandy, 2012). Tabel 1. Jenis dan Kandungan Zat Hara pada Beberapa Kotoran Ternak Padat dan Cair Nama Ternak & Kotorannya Sapi (Padat) Sapi (Cair) Sumber : Lingga, 1991 Nitrogen (%) Fosfor (%) Kalium (%) Air (%) 0,40 1,00 0,20 0,50 0,10 1,50 85 92 Tabel 2. Jumlah Unsur Hara pada kotoran Ternak Jenis N P Sapi 1,1 0,5 Sumber : Hsieh, 1987 K 0,9 Ca 1,1 Hg 0,8 Na 0,2 Fe 5726 Mn 344 Zn 122 Cu 20 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Jl. Marsda Abdurahman Saleh (Eks. Kehewanan) GG. 1 RT. 23 NO. 60 Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan Samarinda Ilir Kalimantan Timur. Waktu yang digunakan dalam penelitian ini selama 11 hari terhitung dari tanggal 31 Desember 2013 sampai 11 Januari 2014. B. Alat dan Bahan Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : 1. Gelas ukur 2. Gunting stek 3. Jerigen 4. Cangkul 5. Ember 6. Gembor 7. Alat tulis 8. Alat dokumentasi Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : 1. Top soil 2. Air seni sapi 3. Tanaman lada (stek) 4. Air C. Prosedur Penelitian Langkah – langkah dalam penelitian ini yang dilakukan adalah sebagai berikut: 23 1. Penyiapan tempat penelitian a. Penyiapan tempat Tempat yang digunakan dalam penelitian ini memiliki pencahayaan yang optimal, dekat dengan sumber air, jauh dari gangguan hama dan penyakit serta mudah diawasi. b. Pengisian polybag Tanah yang digunakan untuk mengisi polybag dalam penelitian adalah top soil dan dibersihkan dari sisa – sisa perakaran, daun dan ranting tanaman. Tanah dimasukkan ke dalam polybag hingga kurang lebih 3 cm dari permukaan polybag. Polybag kemudian disusun pada tempat yang telah disiapkan. 2. Penanaman a. Perlakuan zat pengatur tumbuh (ZPT) air seni sapi Air seni sapi dilarutkan dengan air sesuai konsentrasi yang telah ditentukan pada setiap perlakuan. Kemudian stek yang telah disiapkan direndam ke dalam larutan air seni sapi selama 5 menit. b. Penanaman Setelah polybag disiapkan, stek yang telah direndam ke dalam larutan air seni sapi selama 5 menit ditanam ke dalam polybag. 3. Pemeliharaan Penyiraman dilakukan pada pagi hari dan sore hari, dengan menggunakan gembor. Penyiraman juga dilakukan apabila tidak ada hujan atau tergantung kelembaban tanah. 24 D. Rancangan Penelitian Penelitian ini dirancang dalam bentuk Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor yang digunakan adalah air seni sapi dengan 3 taraf perlakuan dan 10 kali pengulangan yaitu: P0 = Kontrol P1 = Campuran air seni sapi dan air dengan konsentrasi 5% (10ml/200ml) P2 = Campuran air seni sapi dan air dengan konsentrasi 10% (10ml/100ml) Adapun parameter yang diuji adalah: 1. Hari muncul tunas (hari) Hari muncul tunas diamati hari mulai dari pemberian perlakuan sampai hari munculnya tunas baru pada pangkal buku batang tanaman. Pengamatan dilakukan setelah penanaman sampai tunas mulai muncul. E. Analisis Data Menurut Hanafiah (1993), data yang diperoleh dari hasil rancangan penelitian dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dianalisis secara statistik dengan sidik ragam Analysis of Variants (anova) dan apabila terdapat perbedaan pada taraf signifikasi 5% atau 1% maka akan dilakukan analisis lanjutan dengan metode uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf signifikasi 5%. Tabel 3. Sidik Ragam (Tabel Anova) Sumber Keragaman Derajad Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah ZPT h-1=V1 JKZPT JKZ/ V1 Galat (rh-1)-(h-1)=V2 JKGalat JKG/ V2 Total Rh-1 JKT F Hitung F Tabel (%) 5 KTH/ KTG 1 F (V1.V2) 25 Koefisien Keragaman merupakan suatu koefisien yang menunjukkan derajat ketelitian dan keandalan kesimpulan/hasil yang diperoleh dari suatu percobaan yang merupakan deviasi baku per unit percobaan. Koefisien Keragaman (KK) dinyatakan sebagai persen dari rerata umum percobaan sebagai berikut: KK = ඥ் ௧ ௬ x 100% y = ∑ Yij ݎൈݐ Dimana : y = rerata seluruh percobaan r = jumlah ulangan t = jumlah perlakuan ∑Yij = jumlah seluruh data percobaan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Hari Muncul Tunas (Hari) Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pengaruh air seni sapi terhadap pertumbuhan stek tanaman lada sangat nyata terhadap rata – rata hari muncul berbeda tunas (Lihat tabel anova lampiran 3). Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan karena berbeda sangat nyata maka dilakukan uji lanjut BNT, dapat dilihat pada tabel 4 sebagai berikut: Tabel 4. Hasil Uji BNT taraf 5% pengaruh pemberian air seni sapi pada pertumbuhan stek tanaman lada terhadap hari muncul tunas (hari) Perlakuan Rata - rata hari muncul tunas (hari) P0 8,2 a P1 5,7 b P2 5,6 b Keterangan : angka rata – rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf alpha 5% UJI BNT (P) = 0,97. Dari hasil sidik ragam perlakuan pemberian air seni sapi berbeda sangat nyata terhadap hari muncul tunas tanaman lada. Dari tabel 4 berdasarkan uji BNT 5% menunjukkan bahwa pada perlakuan tanpa pemberian air seni sapi (P0), berbeda sangat nyata dengan pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT) alami dari air seni sapi 10ml/200 ml air (P1), 10ml/100ml air (P2). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian air seni sapi memberikan pengaruh sangat nyata terhadap hari muncul tunas, 27 perlakuan optimum terdapat pada P2 dengan hari muncul rata – rata (5,6 hari) namun P2 tidak berbeda nyata dengan P1 dengan hari muncul rata – rata (5,7 hari), karena angka rata – rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%. Oleh karena konsentrasi perlakuan pada P1 (10ml/200 ml air) lebih rendah dari konsentrasi perlakuan P2 (10ml/100 ml air) namun memberikan pengaruh yang sama maka diduga konsentrasi pada P1 lah yang lebih baik dari perlakuan lainnya, karena hanya memerlukan sedikit air seni sapi. B. Pembahasan 1. Hari Muncul Tunas (Hari) Cepatnya hari muncul tunas diduga dengan pemberian air seni sapi dapat menyebabkan terdorongnya atau terpacunya pertumbuhan akar. Selain itu, air seni sapi sendiri mengandung kandungan seperti pada rooton f dan juga memiliki kandungan kimia seperti N (1,4 – 2,2%), P (0,6 – 0,7%), K (1,6 – 2,1%). Air seni sapi mengandung zat pengatur tumbuh yang dapat digunakan sebagai pengatur tumbuh diantaranya ialah IAA (Indole Acetic Acid)/auksin, giberelin dan sitokinin. Cepatnya muncul tunas juga diduga karena penyetekan dilakukan pada bulan Oktober – Januari, yakni pada saat musim tanam. Pada bulan – bulan ini curah hujan cukup tinggi sehingga bibit tidak akan mati karena kekurangan air. Di samping itu, penyetekan yang dilakukan pada bulan tersebut dapat mempercepat pertumbuhan tunas – tunas baru (Sarpian, 2007). 28 Selain itu tanaman juga memiliki faktor internal yang berlangsung di dalam tumbuhan yang dikendalikan oleh gen – gen yang dimiliki tanaman tersebut, juga hormon – hormon yang berperan aktif dalam pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan seperti auksin, giberelin, etilen, sitokinin, asam absisat (ABA), kalin dan asam traumalin (Lakitan,1996). Sitokinin itu sendiri adalah salah satu jenis hormon tumbuhan (fitohormon) yang terdapat atau diproduksi oleh tanaman. Hormon ini mempengaruhi atau merangsang pembelahan dan diferensiasi sel untuk pertumbuhan tanaman (Kusnadi dan Santoso, 1996). Sitokinin dan auksin berinteraksi dalam mempengaruhi diferensiasi, konsentrasi auksin yan tinggi dan sitokinin yang rendah menimbulkan perkembangan akar, sebaliknya konsentrasi auksin rendah dan sitokinin tinggi menimbulkan perkembangan tunas (Harjadi, 2002). Menurut Moore dalam Erviyanti (2005), zat pengatur tumbuh berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman bagi kelangsungan hidupnya. Tanpa adanya zat pengatur tumbuh berarti tidak ada pertumbuhan. Ditambahkan Sallisbury dan Rose (1995), pemberian zat konsentrasinya pengatur terlampau tumbuh tinggi kepada atau tanaman terlampau rendah apabila tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan apabila diberikan pada konsentrasi yang tepat akan merangsang pertumbuhan tanaman. V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimbulkan bahwa: 1. Pemberian air seni sapi dengan konsentrasi 10ml/200 ml air (P1) dan 10ml/100 ml air (P2) lebih baik dari pada tanpa pemberian air seni sapi. 2. Konsentrasi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan sangat mempengaruhi pertumbuhan stek lada dan sangat membantu untuk mempercepat pertumbuhannya. 3. Air seni sapi dapat dimanfaatkan dengan baik agar tidak lagi mencemari lingkungan. B. Saran Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil pengamatan ini adalah: 1. Perlu dilakukan pengamatan yang lebih lanjut dalam penggunaan air seni sapi, agar lebih banyak fungsi dari air seni sapi tersebut. Dan dapat dijadikan sebagai alternatif agar tidak terlalu banyak bahan kimia yang digunakan. 2. Bagi para praktisi lapangan yang ingin membudidayakan tanaman lada serta ingin menggunakan hormon tumbuh alami selain murah juga sangat ramah lingkungan. Dan sebaiknya menggunakan perlakuan pada P1 (10ml/200 ml) dan P2 (10ml/100 ml). DAFTAR PUSTAKA Abidin Z. 2003. Dasar – Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa, Bandung IKPI, Bandung. 85 halaman. Anonim. 2003. Bercocok Tanam Lada. Kanisius, Yogyakarta. 124 hal. Anonim. 2013. Makalah Stek Daun, Mata Tunas luchy.blogspot.com/makalah/stek. 23 April 2013 dan Umbi. Daus- Anonim. 2013. Perkembangan Perkebunan 2013. Kalimantan Timur Abdurrani. 1990. Pemberian Hormon Tumbuh Pada Stek. Wordpress.com. 05 Juni 2008 Erviyanti. 2005. Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh. Wordpress.com. 05 Juni 2008 Fandy. 2012. Urine Sapi 05 Desember 2012 Sebagai Pengganti Pestisida. Scraplist.com. Hanafiah KA. 1993. Rancangan Percobaan Teori & Aplikasi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Harjadi SS. 2002. Pengantar Agronomi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Heddy S. 1996. Hormon Tumbuhan. Rajawali Pers, Jakarta. Kusnadi dan Santoso. 1996. Kamus Istilah Pertanian. Kanisius, Yogyakarta. Lakitan B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Cetakan I PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Rismunandar dan Riski MH. 2003. Lada Budidaya & Tata Niada Edisi Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta. Rukmana R. 2003. Usaha Tani Lada Perdu. Kanisius, Yogyakarta. Sallisbury dan Rose. 1995. Fisiologi Tumbuhan. ITB Bandung. 343 halaman. Sari L dkk. 1994. Membuat Tanaman Cepat Berbuah. Penebar Swadaya, Jakarta. Sarpian T. 2007. Pedoman Berkebun Lada dan Analisis Usaha Tani. Kanisius, Yogyakarta. Sutarno dan Andoko A. 2004. Budidaya Lada Si Raja Rempah – Rempah. Agromedia Pustaka, Depok Suwarto. 2013. Lada Produksi 2 Ton/Ha. Penebar Swadaya, Jakarta. LAMPIRAN 34 Lampiran 1. Bagan Penelitian dengan Perambangan RAL P01 P02 P04 P11 P13 P06 P22 P28 P14 P210 P27 P16 P08 P18 P24 P29 P110 P010 P07 P03 P05 P12 P21 P15 P09 P23 P25 P17 P26 P19 U S 35 Lampiran 2. Data Hasil Pengamatan Hari Muncul Tunas (Hari) Ulangan Perlakuan X 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 P0 7 6 8 10 7 9 7 11 8 9 8,2 P1 5 6 5 5 6 6 5 7 6 6 5,7 P2 5 5 5 6 5 6 6 5 6 7 5,6 Lampiran 3. Sidik Ragam (Tabel Anova) SK Db JK KT F-hit Ftabel 5% Ftabel 1 % P 2 43,4 21,7000 19,4651** 3,354 5,488 Galat 27 30,1 1,1148 TOTAL 29 73,5 KK = 16,2438 % Ket : **berbeda sangat nyata pada taraf signifikasi 5% BNT 5% = 0,97 36 Lampiran 4. Dokumentasi Kegiatan Penelitian Gambar 1. Persiapan Alat Gambar 2. Persiapan Bahan 37 Gambar 3. Pengambilan Bahan Tanam (Stek) Gambar 4. Pengisian Polybag 38 Gambar 5. Mengukur Kebutuhan Air Gambar 6. Mengukur kebutuhan Air Seni Sapi 39 Gambar 7. Perendaman Stek Lada Gambar 8. Pemotongan Sebagian Daun 40 Gambar 9. Penanaman Stek Lada Gambar 10. Hasil Penelitian