bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanah merupakan sumberdaya alam yang unik. Keberadaannya di masingmasing tempat memiliki karakteristik berbeda. Karakteristik tanah tergantung pada
faktor pembentuk tanah yang dominan dan keterkaitan di antaranya. Faktor
pembentuk tanah meliputi: bahan induk tanah, iklim, organisme, manusia, waktu dan
faktor lokal. Tanah juga dapat merekam jejak proses geomorfologi yang telah berlalu.
Tanah merupakan sumberdaya alam yang terbatas. Keberadaannya dapat
dinilai sebagai unsur produksi yang menetukan keberhasilan usaha pertanian. Tanah
juga berperan dalam media tata air (fungsi hidrologi), media perlindungan alam dan
lingkungan dan media tumbuh vegetasi (pedosfer). Oleh karena itu, keberadaannya
harus dilestarikan.
Sebaran tanah ada yang sudah berkembang lanjut dan berkembang muda.
Masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan. Secara umum fungsi utama tanah
yang berkembang lanjut maupun muda tidak berubah. Kemampuan tanah yang dapat
dimanfaatkan secara terus-menerus harus diimbangi dengan pengetahuan untuk
memperoleh kebijakan dalam mengelola tanah secara lebih baik. Pengelolaan tanah /
lahan tergantung dari karakteristik tanah itu sendiri. Oleh karena itu, Informasi
mengenai tanah dapat digunakan dalam perencanaan tataguna lahan dan
pemanfaatannya agar sesuai kebutuhan. Sehingga, memberikan gambaran umum
potensi sumberdaya fisik dalam mendukung semua aspek kebutuhan manusia.
Lingkungan gunungapi memiliki karakter tanah yang kuat. Lingkungan
gunungapi mengondisikan tanah menjadi subur dan mampu menopang kehidupan
yang tinggal di atasnya. Bahkan menurut beberapa penelitan diketahui bahwa tanah
vulkanik menyumbang dalam penyerapan karbon terbesar kedua setelah jenis tanah
organik. Tanah yang berasal dari material vulkanik merupakan tanah yang paling
produktif di dunia (Miller & Danohue, 1992). Permasalahan mengenai pengelolaan
tanah di wilayah vulkanik adalah tanah-tanah di lingkungan vulkanik (terutama di
Pulau Jawa) kurang dimanfaatkan secara konservatif. Akibat kegiatan manusia mulai
dari alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian intensif, lahan terbangun, hingga
area wisata sebagian besar tidak memperhatikan karakteristik tanah vulkanik
sehingga pemanfaatannya tidak memberikan hasil yang optimal.
Kajian mengenai perkembangan tanah di lingkungan gunungapi menarik
untuk diteliti. Menurut Sedov, dkk ( 2010) material vulkanik khususnya abu vulkanik
bersifat amorf (mudah lapuk). Material mudah lapuk inilah yang kemudian
membentuk tanah. Lingkungan gunungapi sendiri terdiri dari berbagai material
vulkanik dengan berbagai jenis, ukuran, sifat dan struktur.
Genesis dan kandungan tanah vulkanik tergantung dari umur, komposisi dan
persentase material vulkanik, dan kondisi bioklimatiknya (Inavov, dkk, 2014).
Menurut Yerima, dkk (1987), perkembangan tanah salah satunya dipengaruhi oleh
bahan induk tanah di lingkungan pengendapannya. Beberapa peneliti tanah berasumsi
bahwa jenis tanah vulkanik yang pertama terbentuk adalah Andosol, kemudian tanah
berkembang menjadi jenis tanah lain seiring dengan berjalannya waktu (Poudel &
West, 1999).
Pedogeomorfologi merupakan kajian yang menekankan proses pembentukan
tanah berdasarkan konsep geomorfologi. Tanah terbentuk dari bahan induk yang
berasal dari proses lapukan batuan induk atau material yang terpindahkan oleh proses
geomorfologis. Proses geomorfologis mempengaruhi batuan induk sehingga
menghasilkan relief yang berbeda. Perbedaan resistensi batuan dan relief membentuk
bentuklahan tertentu. Pola distribusi tanah mengikuti pola distribusi bentuklahan yang
ada. Pendekatan pedogeomorfologi dapat digunakan untuk memahami lingkungan
perkembangan tanah didasarkan pada interpretasi horison tanah. Keragaman tanah
adalah gambaran interaksi dari faktor-faktor pembentuk tanah, baik itu sebagian
mendominasi maupun saling mempengaruhi sehingga tampak dari ciri-ciri atau sifat
fisik, kimia, biologi, dan morfologi tanahnya.
Proses yang bekerja di dalam bentanglahan adalah proses geomorfik. Proses
geomorfik menghasilkan bentuklahan khas, sedangkan yang terjadi pada tanah adalah
pedogenesis yang menghasilkan profil tanah yang khas. Keduanya saling terkait satu
sama lain. Karakteristik lithologi, relief dan proses yang tercermin oleh bentuklahan
di gunungapi mempengaruhi perkembangan tanah. Faktor bioklimatik juga
menentukan jenis tanah yang diteliti. Karakteristik horison tanah dalam setiap profil
tanah adalah hasil biokimia dan kimia-fisika tanah (Duchaufour,1982). Berbagai
faktor lingkungan menentukan perjalanan perkembangan tanah di lingkungan
gunungapi.
Lingkungan

Proses pedogenik
 Karakteristik profil tanah
Lokasi penelitian berada di lereng gunungapi Ijen dengan ketinggian rerata
yaitu 2145 mdpal. Lereng Gunungapi Ijen berada di perbatasan antara Kabupaten
Banyuwangi dengan Kabupaten Bondowoso, Propinsi Jawa Timur. Gunungapi Ijen
merupakan gunungapi paling muda diantara gunungapi-gunungapi yang menginduk
di Kaldera Ijen tua yang memiliki danau kawah asam (Sartohadi, dkk, 2014). Umur
Gunungapi Merapi relatif lebih muda daripada gunungapi lainnya. Morfologi yang
relatif halus menandakan proses denudasional pada gunungapi belum intensif.
Identifikasi tanah ditujukan pada tanah di sekuen lereng Gunungapi Ijen, sehingga
faktor topografi sangat berpengaruh terhadap proses transformasi dan translokasi
material pembentuk tanah, berpengaruh langsung terhadap tingkat erosi tanah, dan
karakteristik tumbuhan serta iklim yang berpengaruh terhadap bahan induk tanahnya.
Penelitian mengenai perkembangan tanah di Gunungapi Ijen belum pernah ada.
Penelitian pedogeomorfik bermaksud untuk meyelidiki perkembangan tanah
di bentanglahan vulkanik. Penelitian dilakukanan dengan cara kegiatan lapangan dan
analisis laboratorium. Satuan unit analisisnya adalah toposekuen. Penelitian
pedogeomorfik terbatas pada tanah yang terbentuk di lereng Gunungapi Ijen.
Pendekatannya
adalah
pedogeomorfologi,
tanpa
mengesampingkan
aspek
ekologisnya. Perkembangan tanah dapat mencerminkan keterkaitan antara komponen
lingkungan di sekitarnya. Obyek penelitian ini sama halnya dengan menyelidiki
potensi tanah yang dapat dimanfaatkan di masa depan.
1.2. Rumusan Masalah
Lereng Gunungapi Ijen tersusun atas material lepas-lepas yang berasal dari
erupsi magmatik dan erupsi freatik Gunungapi Ijen. Di lereng gunungapi proses yang
mempengaruhi tidak hanya proses vulkanik, proses yang bersifat kontinya seperti
erosi dan longsoran juga mempengaruhi perkembangan tanah di beberapa bagian dari
permukaan gunungapi. Proses vulkanisme hanyalah proses aksidental yang merubah
susunan material yang terendapkan karena material yang bersifat baru muncul.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan maka dirumuskan pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik pedogeomorfik di lereng Gunungapi Ijen?
2. Apa tingkat perkembangan tanah di sekuen lereng Gunungapi Ijen?
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang sudah disampaikan tersebut
maka
penelitian
PERKEMBANGAN
yang
akan
TANAH
dilakukan
DI
ini
LERENG
berjudul
“PENILAIAN
GUNUNGAPI
IJEN
BERDASARKAN PENDEKATAN PEDOGEOMORFOLOGI.”
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang diungkapkan untuk menjawab pertanyaan
penelitian dirumuskan tujuan-tujuan penelitaian sebagai berikut:
1. mengidentifikasi karakteristik morfologi tanah;
2. mengidentifikasi karakteristik fisik tanah;
3. mengidentifikasi karakteristik kimia tanah;
4. menilai tingkat perkembangan tanah di sekuen lereng Gunungapi Ijen.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari suatu kegiatan penelitian pedogeomofik mencakup 2 hal yaitu:
a. Manfaat secara akademis
Hasil penelitian berupa diskripsi tanah dan material penyusun
permukaan di lereng Gunungapi Ijen dapat menjadi referensi pengembangan
ilmu dan kegiatan penelitian lain yang serupa ataupun yang tidak serupa.
b. Manfaat secara praktis
Kegunaan hasil penelitian adalah untuk menyediakan informasi ilmiah
mengenai genesis dan karakteristik tanah di lokasi tersebut, sehingga dapat
digunakan sebagai data dasar dalam melakukan pengelolaan berkelanjutan
dari lingkungan, dan penataan ruang yang disesuaikan dengan karakteristik
tanah di lokasi kajian.
1.5. Tinjauan Pustaka
1.5.1. Bentuklahan Vulkanik
Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuklahan sebagai
penyusun permukaan bumi, baik yang di daratan maupun yang di bawah permukaan
laut (Verstappen, 1983). Sejumlah 13% dari seluruh jumlah gunungapi di dunia
berada di Indonesia. Terdapat 129 gunungapi aktif di Indonesia yang terbentuk akibat
tumbukan lempeng-lempeng besar (subduksi) yaitu antara lempeng Eurasia-IndoAustralia-Pasifik. Di pulau Jawa sendiri terdapat 35 buah gunungapi aktif, beberapa
di antaranya berada di Kompleks Gunungapi Ijen. Gunungapi merupakan suatu
bentuk timbulan di muka bumi berupa kerucut raksasa yang diakibatkan penerobosan
magma ke permukaan bumi. Kerucut vulkan terbentuk dari endapan-endapan
vulkanik yang prosesnya berulang. Gunungapi tersusun atas bentuklahan-bentuklahan
vulkanik yang secara umum meliputi: kepundan gunungapi, lereng atas, lereng
tengah, lereng bawah, kaki gunungapi, dan dataran fluviovulkan. Secara lebih khusus
dan terperinci terdapat bentukan-bentukan lainnya yang menyusun lereng yang ada.
Semua bentuklahan yang terdapat dilereng gunungapi terpengaruh oleh 3
proses geomorfologi utama yaitu vulkanisme, fluvial, dan denudasional. Proses
vulkanisme menghasilkan endapan piroklastik sedangkan proses fluvial dan
denudasional menghasilkan endapan epiklastik. Proses geomorfologi berupa gerak
massa dan perpindahan sedimen menunjukan bahwa proses geomorfik dikontrol oleh
orde sungai, kemiringan alur sungai, panjang sungai, luas DAS, gradien DAS, sumber
sedimen, sebaran ukuran sedimen, dan komposisi susunan material sedimen
(lithofasies) (Beersing, Sawatska, & Ade, 1996).
Lingkungan pengendapan merupakan tempat material sedimen terakumulasi
dengan keseluruhan dari kondisi fisik, kimia dan biologi-nya serta mencerminkan
mekanisme pengendapan yang terjadi (Krumbein & Sloss, 1963). Geomorfologi
dapat menjelaskan kondisi fisik, kimia dan biologi dari lingkungan pengendapan.
Lingkungan pengendapan adalah karakteristik dari suatu tatanan atau sistem
geomorfik dengan proses fisik, kimia dan biologi berlangsung akan menghasilkan
suatu jenis endapan sedimen tertentu (Boggs, 2006).
Karakteristik material sedimen yang terbentuk akan dipengaruhi oleh
intensitas proses pengendapan serta durasi atau lama pengendapan terjadi (Pettijohn,
1957). Menurut Boggs (2006) suatu tatanan dari sistem geomorfik dengan proses
fisik, kimia dan biologi berlangsung akan menghasilkan suatu jenis endapan sedimen
tertentu. Karakteristik dari endapan sedimen tersebut secara fisik akan dipengaruhi
oleh mekanisme dan intensitas pengendapan serta kondisi lingkungan pengendapan.
Ciri unik dan perkembangan tanah di lingkungan gunungapi adalah adanya
usikan pedogenesis karena adanya material baru yang berasal dari aktivitas vulkanik.
Perubahan tanah adalah efek sekunder dari aktivitas vulkanik. Perubahan tanah pada
lingkungan vulkanik adalah hal yang dramatik dan berdampak panjang akibat dari
erupsi vulkanik. Material dalam bentuk lava, hancuran batuan, lumpur, atau tepra
menutupi permukaan tanah sebagai material baru (rejuvenasi). Akibatnya terjadi
perubahan-perubahan permukaan (morfologi) dan tekstur batuan induk (Dale, dkk.,
2005). Kemudian tanah mengalami pengayaan secara alami. Proses alam ini sebagai
pertanda pemulihan kondisi daya dukung lahan di lingkungan gunungapi.
Adanya proses geomorfologi yang bekerja menandakan adanya material yang
terpindahkan (deposisi). Material deposisi nantinya menjadi batuan induk. Perbedaan
antara bahan induk tanah yang berasal dari material vulkanik dengan bahan induk
tanah yang berasal dari material redeposisi adalah kandungan mineral gelasan yang
membentuknya. Material vulkanik bersifat rejuvenisasi atau bersifat baru sedangkan
material redeposisi berasal dari material
yang sudah ada dan terpindahkan oleh
tenaga geomorfik (air dan gravitasi). Formasi dari material vulkanik bersifat gelasan
(nonkristalin) lebih mudah lapuk untuk membentuk bahan induk tanah. Pelapukan
yang cepat dari material vulkanik melepaskan unsur-unsur seperti Si, Al, dan Fe lebih
cepat dibandingkan dengan mineral-mineral yang mengristal (Ugolini & Dahlgren,
2002).
1.5.2. Tanah Vulkanik
Tanah adalah tubuh alam gembur yang menyelimuti sebagian besar
permukaan bumi dan mempunyai sifat dan karakteristik fisik, kimia, biologi serta
morfologi yang khas sebagai akibat dari serangkaian panjang berbagai proses yang
membentuknya. Pemahaman mengenai tanah dan karakteristiknya penting guna
mendasari pemanfaatan tanah secara lestari (Sartohadi, dkk., 2012). Peneliti tanah
seperti Shoji (1993) dan Kimble (2000) dalam
Zahetner, dkk. (2003)
mengungkapkan keunikan dari tanah vulkanik sebagai berikut:
‘Soils derived from volcanic deposit exhibit unique
physical and chemical properties, such as low bulk density, high
water retention, variable charge characteristics, and strong
phosphate sorption which have been largely ascribed to active
amorphous weathering products, such as allophane, imogolite,
and Al-humus complexes.’
Tanah vulkanik sering ditemui dengan tipikal yang tebal, berwarna gelap, KTK
(Kapasitas Tukar Kation) tinggi, KB (Kejenuhan Basa) rendah, dan horizon C yang
berasal dari endapan piroklastik (Sartohadi, dkk., 2012).
1.5.3. Toposekuen
Toposekuen adalah rangkaian tanah yang berbeda, namun berhubungan satu
dengan yang lain karena masih dikontrol oleh pengaruh topografi sebagai faktor
pembentuk tanah (Buckman dan Brady, 1982). Graham (1990) menuliskan bahwa
toposekuen adalah faktor pembentuk tanah yang mempengaruhi sifat tanah melalui
kemiringan lereng, panjang lereng, bentuk permukaan lereng, arah hadap lereng dan
perbedaan tinggi tempat. Relief/topografi mempengaruhi jumlah air hujan yang
meresap dalam tanah, besar erosi, dan perpindahan bahan-bahan mineral/organik
yang terlarut dalam air dari satu tempat ke tempat lain (Notohadiprawiro, 1994).
Toposekuen daerah penelitian terdiri atas pegunungan dengan karakteristik
kemiringan lereng berkisar 5 % - 45 % dan memiliki sifat permeabilitas tanah yang
baik. Identifikasi tanah pada toposekuen pada titik yang berbeda dimaksudkan untuk
mendapatkan gambaran dan informasi tentang karakteristik tanah yang sedang
berkembang di tempat tersebut.
Perkembangan tanah dikaji dari sifat-sifat tanah meliputi: sifat fisik, sifat
kimia, sifat biologi dan sifat morfologi tanahnya. Cara lebih lanjut adalah dengan
membandingkan masing-masing horison dalam satu profil maupun antar profil.
Kemudian ditarik penalaran melalui perbandingan waktu pengendapan karena sifat
tanah yang berasal dari endapan gunungapi. Identifikasi perkembangan tanah diwakili
semua profil yang terekam dalam satu sekuen utuh dari lereng Gunungapi Ijen.
Masing-masing profil tanah diambil dari lembah antar pegunungan hingga puncak
Ijen dengan penomoran profil tanah dari nomor profil tanah 1 hingga profil tanah 7.
Persamaan dan perbedaan dari masing-masing profil tanah dari ke-7 titik diharapkan
dapat memberikan gambaran sifat dan karakteristik tanah dan tingkat perkembangan
tanahnya.
Profil tanah merupakan susunan horizon-horison tanah. Ciri-ciri morfologi
pada profil tanah memberikan petunjuk mengenai proses-proses yang dialami suatu
tanah dari pelapukan hingga proses selanjutnya. Pengaruh faktor perkembangan tanah
yang tidak satu sama lain secara kompleks akan meninggalkan ciri-ciri pada profil
tanah. Interpretasi morfologi tanah yang didapatkan dari profil tanah dapat
menunjukan kejadian ekstrim yang dialami tanah pada masa lampau seperti adanya
endapan banjir, endapan longsor, maupun endapan gunungapi (Sartohadi, dkk.,
2012).
Gambar 1.1. Ilustrasi Distribusi Tanah Mengikuti Fisiografi Medan
dengan Proses Geomorfik yang Dominan (Wysocki, 2011).
Toposekuen atau fisografis medan berpengaruh terhadap distribusi tanah
sebagai fungsi adanya fungsi pelapukan terhadap batuan induk dan adanya proses
geomorfologi (Gambar 1.1).
1.5.4 Banjar Litologi (Lithosekuen)
Lithosekuen adalah kualitas sebidang tanah dan hubungannya dengan bahan
induk aslinya (Jenny 1980). Selanjutnya di buku yang sama menurut Foth (1984)
dalam Hardjowigeno (1993) mengemukakan bahwa lithosekuen adalah keseragaman
tanah pada satu banjar karena pengaruh bahan induk. Lithosekuen
adalah
keseragaman tanah yang dibangun dari faktor-faktor pembentuk tanah yang
mempengaruhi bahan induk tanahnya. Jenny dalam Hardjowigeno (1993)
menjelaskan adanya saling pengaruh faktor-faktor pembentuk tanah dan di beberapa
tempat salah satunya dapat menjadi faktor yang dominan mempengaruhi.
1.5.5. Faktor-Faktor Pembentuk Tanah
Menurut Darmawijaya (1997) bahan induk adalah syarat utama terbentuknya
tanah kemudian adanya faktor yang mempengaruhinya. Bahan induk tanah berwujud
batuan, mineral dan zat organik, kemudian faktor lain yang mempengaruhi adalah
iklim, organisme, topografi dan waktu. Fitzpatrick (1980) mengatakan bahwa empat
faktor yaitu iklim, jasad hidup,, bahan induk, dan relief merupakan faktor nyata yang
saling berinteraksi dan menjalani kurun waktu untuk menciptakan proses khusus yang
mengendalikan diferensisasi horison dan pembentukan tanah.
Jenny (1941) dalam Sartohadi, dkk. (2012), meruuskan faktor pembentuk
tanah sebagai berikut:
S = f (C,O,P,R,T,.....)..................................................
Dimana:
S = Tanah
P = Bahan Induk tanah
F = fungsi
R = Relief
C = Iklim
T = Waktu
O = Organisme
... = faktor lokal
Faktor lokal tidak berlaku secara umum, namun faktor lokal berupa aktivitas manusia
adalah faktor lokal paling sering ditemui. Beberapa ahli memasukkannya sebagai
faktor pembentuk tanah ke-6. Berikut penjelasan mengenai faktor pembentuk tanah:
a. Bahan Induk Tanah
Bahan induk tanah yang basa akan menghasilkan tanah yang lebih basa
dibanding tanah yang miskin unsur basa. Bahan induk yang bersifat basa akan
terlapuk lebih cepat dibandingkan dengan bahan induk tanah yang bersifat
masam. Bahan induk adalah faktor pasif. Proses pelapukan adalah proses yang
menghasilkan mineral tanah. Bahan induk yang sejenis dapat membentuk tanah
yang berbeda apabila iklim dan vegetasi berbeda. Sehingga dapat dikatakan
organisme dan iklim adalah faktor aktif yang mempengaruhi faktor pasif (Joff,
1949) dalam Notohadiprawiro (1994).
Hardjowigeno (1993) mengemukakan beberapa pengaruh bahan induk
terhadap sifat-sifat tanah antara lain:
1. Tektur bahan induk mempunyai pengaruh langsung terhadap tekstur tanah
muda.
2. Tekstur yang dipengaruhi mineral yang sukar lapuk tetap terlihat pada tanah
tua.
3. Bahan induk dengan tektur halus membentuk tanah dengam bahan organik
yang lebih tinggi dari pada bahan bahan induk bertekstur kasar, karena
ketersediaan air lebih tinggi dan tanaman tumbuh dengan baik.
4. Tektur bahan induk yang terlalu halus maka permeabilitasnya menjadi sangat
lambat, menghambat pelindian sehingga solum tanah tipis. Bila terdapat
dilereng dengan kemiringan besar maka menimbulkan erosi besar pada solum
tanah yang tipis.
5. Perkembangan tanah lambat pada tanah bertekstur kasar karena proses
pelapukan berjalan lambat meskipun permeabilitasnya tinggi.
6. Mudah tidaknya bahan induknya lapuk tergantuk jenis mineral yang
dikandungnya.
7. Bahan induk yang banyak mengandung basa-basa membentuk mineral
lempung non montmorilonit. Mineral yang terbentuk adalah Ilit. Besarnya
curah hujan memperngaruhi kandungan mineral ilit..
8. Cadangan unsur hara tergantung jenis mineral yang terkandung dalam bahan
induk tanah.
Menurut Jenny (1980) yang dimaksud dengan bahan induk tanah adalah
kondisi tanah sejak ia diendapkan. Kemudian proses pelapukan menghancurkan
bahan induk tanah menjadi tanah. Kemudian yang dimaksud dengan Tanah
menurut Schroeder (1984) dalam Notohadiprawiro (2000) adalah hasil
pengalihragaman bahan mineral dan organik yang berlangsung di muka daratan
bumi di bawah pengaruh faktor-faktor lingkungan yang bekerja selama kurun
waktu yang panjang dan berbentuk tubuh dengan organisasi dan morfologi
tertakrifkan.
Morfologi tanah terbentuk dari horison-horison tanah. Boel dkk. (1980)
mengatakan bahwa proses pembentukan horison melibatkan proses-proses
sebagai berikut: 1) penambahan bahan organik, dan bahan mineral ke dalam
tubuh tanah dam bentuk cairan atau gas, 2) penghilangan bahan-bahan dari dalam
tanah, 3) perpindahan bahan-bahan antar lapisan tanah dan 4) perubahan
(transformasi) mineral serta bahan organik dalam tanah.
b. Topografi/Relief
Hardjowigeno (1993) menuliskan bahwa topografi adalah faktor pasif
pembentuk tanah yang mendorong proses erosi dan perpindahan materian dari
satu tempat ke tempat lain. Topografi mempengaruhi proses hidrologi. Semakin
besar kemiringan lereng maka limpasan permukaan juga semakin besar.
Limpasan yang besar juga berarti proses erosi semakin kuat memindahkan
material tanah permukaan dari suatu tempat ke tempat lain. Relief juga
berpengaruh terhadap iklim dan organisme akibat arah lereng, ketinggian, besar
kemiringan, dan lain-lain. Topografi dipandang oleh Hale (1976) dalam Gerrard
(1981) sebagai sekelompok tanah yang berkembang dari bahan yang pada
awalnya sama dan tidak menutup kemungkinan berbeda pada singkapan
berlereng tunggal karena perbedaan geologi. Asosiasi sekuen lereng sangat
sesuai dengan kelas yaitu: 1) bahan induk tidak berubah-ubah, topografi adalah
urutan dari arah tinggi ke rendah, 2) topografi terbentuk oleh 2 formasi yang
tumpang tindih, bagian atas terekspos lebih banyak dibandingkan bagian bawah.
Bentuk lereng berasosiasi dengan banjar tanah. Tanah dalam suatu sekuen lereng
memperlihatkan morfologi, perbedaan intensitas erosi, serta perpindahan material
tanah dan proses kimia tanah (Hall, 1993).
c. Iklim
Curah hujan dan suhu udara adalah faktor iklim yang menurut Buckman
dan Brady (1982) paling berpengaruh terhadap pembentukan tanah. Pengaruhi
ketiga unsur cuaca/iklim itu dapat dijelaskan secara terpisah. Pengaruh curah
hujan dinyatakan dalam efektifitas curah hujan, meliputi besarnya infiltrasi,
limpasan permukaan dan evaporasi. Besarnya infiltrasi dilanjutkan dengan
perkolasi berperan dalam pelapukan bahan induk tanah dan pemindahan material
halus dalm tanah dari satu horison ke horison lainnya. Efektifitas curah
hujanyang tinggi akan mengalami proses feralisasi (meningkatnya kandungan Al
da Fe akibat pelindian basa akibat mineralisasi bahan organik yang sempurna)
lebih cepat. Menurut Jenny (1980) kenaikan curah hujan akan diikuti oleh:
-
Kenaikan konsentrasi ion H+ di dalam tanah dan menurunkan pH tanah
-
Bertambahnya kedalaman tanah
-
Kandungan N dalam tanah juga meningkat
-
Kandungan solum tanah juga semakin tinggi
-
Proses pelapukan yang bersifat kimiameningkat serta erosi meningkat
Suhu udara mempengaruhi jenis tanah dengan mempengaruhi suhu badan
tanah. Tanah bersifat konduktor. Akibatnya tanah lebih panas dibandingkan
udara di atasnya. Variasi suhu juga berpengaruh pada proses pelapukan. Pada
variasi suhu yang ekstrim, pengaruhnya pada disintegrasi batuan sangat nyata.
Pemanasan dan pendinginan yang silih berganti pada bahan yang memiliki
koefisien muai yang berbeda menyebabkan terbentuknya retakan dan pecahan
dari permukaan bahan induknya.
d. Organisme
Pedogenesis sangat erat kaitannya dengan makhluk hidup, terutama
vegetasi. Vegetasi memiliki kedudukan tetap dalam waktu yang lama. Meskipun
demikian, vegetasi juga dipengaruhi iklim dan sifat tanah. Sehingga ada
keterkaitan erat antara organisme, tanah, dan iklim. Menurut Darmawijaya
(1980), kehadiran vegetasi di atas tanah akan diikuti sigat tanah sebagai berikut:
-
Suhu tanah menjadi lebih rendah, kelembaban tanah lebih tinggi (iklim mikro)
-
Daya tampung air lebih tinggi, permeabilitas tanah permukaan semakinrendah
-
Kadar lempung meningkat
-
Kadar bahan organik meningkat dan unsur hara meningkat
e. Waktu
Genesa tanah memiliki berbagai keragaman dalam intensitas dan lamanya
berperan. Umur tanah dapat digolongkan atas dasar tataran pelapukan atau
pembentukan tanah yaitu tataran purwa (initial age), tataran awal (juvenil stage),
tataran dewasa (viril age), umur tanah dapat berkisar 45 tahun pada tanah entisol
dan 75.000 tahun pada pembentukan tanah oksisol (Hardjowigeno, 1993).
Tanda-tanda tanah yang telah mengalami perkembangan lanjut antara
lain: horisonisasi lebih jelas, fraksi halus makin tinggi, frakti kasar makin rendah,
pH tanah semakin turun,, kadar mineral promer semakinrendah, warna tanah
semakin cerah, kadar Al dan Fe bebas semakin tinggi, agregasi bahan kasar
semakin meningkat, batas tertentu kadar bahan organik dan N meningkat, dan
kadar CaCO3 dan garam-garam mudah larut menurun (Darmawijaya, 1980).
1.5.6. Sifat-sifat Tanah
Sifat –sifat tanah yang digunakan dalam kajian perkembangan tanah meliputi:
a. Sifat-sifat Fisik Tanah
Tanah merupakan tubuh alam yang kompleks. Tanah terdiri dari 3 fase yaitu
padat, cair dan gas. Komposisi fase padat menempati 50% atau lebih dari volume
tanah. Fase padat terdiri dari bahan mineral dan bahan organik. Sisanya ditempati
oleh fase cair dan gas. Komposisi dari fase tanah tergantung dari jenis tanah, musim
dan pengelolaan tanah (Hakim, 1986). Tanah membentuk agregat-agregat yang
mempengaruhi pergerakan air dan udara di dalam tanah.
Sifat fisik tanah berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produktivitas
tanaman. Sifat fisik tanah mempengaruhi penetrasi perakaran di dalam tanah, retensi
air, drainase, aerasi, dan ketersediaan nutrisi bagi tanaman. Berikut sifat fisik tanah
yang diuraikan meliputi:
1. Warna tanah
Warna tanah adalah sifat fisik tanah yang pertama kali dapat langsung
diidentifikasi. Warna tanah menunjukan kandungan organik, komposisi mineral, dan
kelembaban tanah secaa relatif. Semakin banyak bahan organiknya maka tanah
semakin gelap. Warna-warna lain bisa berasal dari kandungan mineral yang
dikandung dalam tanah (Sartohadi, 2012).
2. Tekstur Tanah
Menurut Notohadisuwarno (2003) yang dimaksud dengan tekstur tanah adalah
perbandingan relatif tiga golongan besar partikel tanah/fraksi tanah (pasir, debu,
lempung) dalam massa tanah. Ketiga ukuran tersebut kemudian dikelompokkan dan
didapatkan jenis tekstur tanah berdasarkan komposisi fraksi tanah tersebut. Tekstur
tanah sangat berkaitan erat dengan plastisitas, permeabilitas, kekerasan, kemudahan
olah, kesuburan, dan produktivitas tanah di suatu tempat (Hakim, 1986). Tata air
dalam tanah di tentukan oleh takstur tanah. Tata air meliputi: infiltrasi, penetrasi akar,
dan kemampuan pengikatan air oleh tanah.
3. Struktur Tanah
Struktur tanah adalah penyusunan partikel-partikel tanah primer seperti pasir,
debu, dan lempung membentuk agregat-agregat yang satu dengan agregat lainnya
dibatasi oleh bidang alami dan lemah. Struktur berkembang dari butir tunggal sampai
struktur yang padu denga bentuk tertentu dengan perekat atau bahan pengikat
lempung agar struktur tetap bertahan. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya
struktur dalam tanah antara lain: a) kelembaban tanah, keberadaan organisme dalam
tanah dan perakaran tanaman, bahan organik, koloid tanah, jenis mineral lempung,
dan pengolahan tanah (Yulius, dkk., 1987). Struktur sangat dipengaruhi sifat dan
keadaan tanah seperti gerakan air, lalu lintas panas, dan aerasi. Struktur tanah
menentukan perakaran, dan drainase tanah.Tanah dengan struktur yang pejal dan
masif bersifat buruk drainasenya.
4. Konsistensi
Konsistensi tanah adalah sifat yang melukiskan kekuatan rekat butiran tanah
satu dengan yang lain. Konsistensi terlihat ketika perlakuan dengan manipulasi
mekanik. Konsistensi timbul oleh gaya kohesi-adhesi dalam tanah pada berbagai
kondisi kandungan air. Konsistensi tanah adalah kombinasi sifat yang dipengaruhi
oleh kekuatan mengikat antara butir-butir tanah (Buckman dan Brady, 1996).
Konsistensi dalam keadaan basah dinilai dari plastisitas dan kelekatan. Plastisitas
merupakan kemampuan tanah mengambil bentuk dan bertahan dalam bentuk baru.
Pada kondisi basah penilaian konsistensi tanah dinyatakan dalam: tidak lekat, agak
lekat, lekat, sangat lekat, tidak plastis, magak plastis, plastis, dam sangat plastis.
5. Bahan Kasar
b. Sifat-sifat Kimia Tanah
Sifat-sifat kimia tanah adalah sifat yang dicermin akibat interaksi kima dari
unsur atau senyawa dalam tanah. Sifat kimia meliputi:
1. Bahan Organik
Salah satu proses penting dalam pembentukan tanah adalah penimbunan
bahan organik yang cenderung mencapai keseimbangan dalam tanah mencakup
proses penambahan residu oleh sisa tanaman dan binatang, dan perombakan bahanbahan organik oleh jasad renik (Yulius, 1987). Sumber bahan organik primer adalah
jaringan tanaman yang mati, baik itu dari akr, batang, ranting, daun, bunga, maupun
buah. Kemudian terdekomposisi dan tercampur dalam lapisan tanah. Pada tanah
vulkanik terbentuk allofan yang berasosiasi dengan humus, sehingga bahan
organiknya cukup banyak (Munir 1996).
2. pH tanah
pH tanah menunjukan ion H+ di dalam larutan tanah, dinyatakan dalam
logaritma negatif dari konsentrasi ion H+ dalam larutan tanah. Distribusi ion H+
dalam tanah tidak homogen. Ion H+ lebih banyak dijerap daripada ion OH-. Maka ion
H+ lebih pekat di permukaan koloid tanah, sedangkan ion OH- sebaliknya
(Hakim,1986).
1.5.7. Tahap Pembentukan dan Tingkat Perkembangan Tanah
a. Pelapukan Batuan
Berdasarkan penelitian di berbagai wilayah tropis, diketahui bahwa koloid
pertama hasil pelapukan adalah alofan amorf yang mempunyai sifat lebih labil
dibandingkan dengan kristal kaolinit dan halloysit, kemudian pelapukan tanah dari
abu vulkan memperlihatkan tahap-tahap yang jelas (Marshall, 1977). Pada wilayah
dengan curah hujan dan temperatur yang tinggi menghasilkan lapukan berupa laterit
dengan oksida besi dan alumunium yang mendominasi. Kemudian di wilayah dengan
curah hujan rendah dengan didelingi periode kering, menghasilkan tanah hitam
dengan mineral lempung montmorilonit yang mendominasi.
Abu vulkan adalah material piroklastik jatuhan (Yamada, 1977). Abu
vulkanik juga dapat diendapkan melalui proses aliran membentuk endapan piroklastik
aliran. Gelas vulkanik adalah penyusun utama bahan abu vulkanik. Menurut Shouji
(1986) dalam Indra (2005), kandungan SiO2 pada gelasan vulkanik beragam berkisar
< 60%, sisanya adalah mineral lain seperti P, Ca, Mg, dan K, dll. Kemudian
komposisi tekstur dan kimia dari abu-vulkan bisa berubah dari satu sumber
gunungapi. Kerentanannya terhadap lapukan tergantung oleh komposisi mineralnya
(Mohr, dkk., 1972)
Berdasarkan perkembangannya, tanah yang melapuk dari abu vulkanik pada
wilayah yang basah membentuk jenis tanah Andisol (Soil Survey Staff, 2014) yang
terdiri dari campuran alofan dengan bahan organik. Kemudian proses lebih lanjut,
alofan akan membentuk kaolinit atau halloysit bila drainase baik, dan menjadi
montmorilonit bila kondisi drainase buruk (Sanchez,1976)
b. Pedogenesis
Proses pembentukan tanah (pedogenesis) berbeda dengan proses pengendapan
batuan (geogenesis). Pembentukan tanah merupakan hasil interaksi yang kompleks
antara 5 faktor pembentuk tanah. Lima faktor pembentuk tanah antara lain: bahan
induk tanah, iklim, relief, organisme, dan waktu. Proses di dalam pembentukan tanah
meliputi: (1) penambahan, (2) pengurangan, (3) translokasi, dan (4) transformasi
(perubahan). Tenaga pembentuk tanah (air) memindahkan sedimen berukuran halus
dan mineral tanah terpindahkan keluar dari suatu horizon dan masuk ke horizon
lainnya. Pedogenesis merupakan proses perkembangan tanah yang ditandai dengan
peningkatan tebal tanah dan suksesi lapisan tanah atau yang disebut sebagai horison
tanah yang terdiferensiasi dalam warna, tekstur, dan struktur sehingga terbentuklah
profil tanah (Sartohadi, dkk., 2012).
Gambar 1.2. Diagram Alir Proses yang Mempengaruhi Perkembangan Profil Tanah (Birkeland,1984)
Menurut Birkeland (1984) formasi profil tanah dibentuk dari kombinasi
proses penambahan dari atas tanah, transformasi dalam tanah itu sendiri, transfer
material secara vertical dalam tanah, dan keluarnya material dari profil tanah (lihat
Gambar 1.2). Derajat perkembangan tanah diukur secara kualitatif dari sejumlah
perubahan yang terjadi pada tanah terhadap bahan induk tanah. Tanah yang terbentuk
pada waktu yang sama dapat berkembang dengan tingkat yang berbeda di setiap
tempatnya karena variasi dari faktor pembentuk tanahnya. Menurut Birkeland (1984),
secara relatif perkembangan tanah dapat diketahui berdasarkan profil tanahnya. Ciriciri yang ditunjukan dari tiap derajat perkembangan tanah ditunjukan oleh Tabel 1.1.
Variasi dari tekstur tanah (terutama lempung) dari masing-masing horison dapat
menjelaskan pedogenesis dan sejarah geologi tanah (lihat Gambar 1.3).
Gambar 1.3 Persentase Kandungan Lempung Terhadap Kedalaman Tanah Pada Perkembangan Tanah
di Endapan dan Litologinya (Birkeland,1984)
Proses yang mempengaruhi pembentukan tanah antara lain: a) elluviasi dan
illuviasi (pencucian dan penimbunan), penimbunan dan pencucian koloid organik dan
koloid mineral dari horison di atasnya, b) pelapukan dan pembentukan mineral, c)
pembentukan dan penimbunan bahan organik, d) pertukaran dan pergerakan ion-ion
dalam tanah, e) pengendapan garam-garam yang mudah larut, dan f) percampuran
secara mekanik atau organik dari bahan bahan pembentuk tanah (Buol dkk, 1980).
Perkembangan tanah dapat diidentifikasi dari sifat-sifat morfologi, fisik kimia
dan biologi tanahnya, kemudian membandingkan antar horison dalam satu profil
tanah atau dengan membandingkan profil tanah satu dengan profil tanah lainnya.
Notohadiprawiro (1993) mengatakan bahwa tahapan pembentukan tanah dibagi 3
yaitu: a) mengubah batuan induk menjadi bahan induk tanah, b) mengubah bahan
induk tanah menjadi bahan tanah, dan c) menata bahan penyusun tanah menjadi tubuh
tanah. Proses pembentukan tanah dapat dinilai dari ciri dan sifat horison yang
menyusun profil tanah. Horison adalah kenampakan hasil proses pedogenesis. Secara
umum tiap tanah dibentuk oleh 2 atau lebih horison. Tiap horison dibedakan
berdasarkan warna, tekstur, struktur, dan sifat morfologi lainnya.
Tingkat perkembangan tanah dapat dilihat dari hasil analisis mineraloginya
dan dikelompokkan menjadi sebagai berikut:
1. Tahap awal (recent stage), dicirikan dengan fraksi lempung yang dirajai
oleh lempung 2:1 dan kapasitas tukat kation (KPK) > 25 cmol/kg.
Fragmen mineral ditemukan pada kedalaman 50 cm.
2. Tahap transisi (intermediete stage) dicirikan dengan fraksi lempung
dengan KPK > 25 cmol/kg, dengan salah satu fenomena sebagai berikut:

Terdapat mineral lapuk > 5 % pada fraksi pasir

Nisbah debi/lempung > 0,2 % untuk batuan sedimen dan 0,15
> % untuk batuan malihan atau eruptif

Terdapat cutant lempung (selimut lempung)
3. Tahap lanjut (ultimate stage), dicirikan dengan KPK lempung < 25
cmol/kg dan fenomena sebagai berikut:

Mineral mudah lapuk pada fraksi pasir < 5%

Nisbah debu/lempung <0,2%

Tidak terdapat cutant lempung
Tabel 1.1. Derajat Perkembangan Tanah secara Kualitatif
No.
Derajat Perkembangan
Ciri-ciri
Tanah
1.
Lemah
Profil tanah terdiri dari sekuen horison sebagai berikut: ACox, atau A-Bk, atau A-Bw-Cox, dan/atau A-Bk-Cox.
2.
Sedang
Profil tanah terdiri dari sekuen horison sebagai berikut: AE-B-Cox, dan/atau A-E-B-Bk. Warna tanah 10 YR (Hue)
3.
Kuat
Profil tanah terdiri dari sekuen horison sebagai berikut: AE-B-Cox, dan/atau A-E-B-Bk. Namun dengan horison B
yang lebih tebar dan lebih berwarna merah, mengandung
lebih banyak lempung, memiliki unsur diagnostic lain, dan
memiliki struktur yang lebih berkembang.
Sumber: Birkeland, 1984
Menurut Sherman (1953) dalam Anjas dkk. (1988), kemajuan pedogenesis
dapat diukur dengan indikator sebagai berikut:
1. Kedalaman tanah terbentuk semakin tebal
2. Nisbah
debu/lempung
kurang,
yang
menunjukan
nisbah
mineral
primer/sekunder. Mineral primer dari debu dan mineral sekunder dari
lempung
3. Kandungan mineral sekunder dari lapukan berkurang
4. Nisbah KPK dan lempung berkurang
5. Nisbah C/N semakin kecil yang menunjukan tingkat mineralisasi besar dan
perkembangan tanah lanjut, dan Nisbah Fe bertambah
1.6. Penelitian Terdahulu
Penelitian menggunakan konsep pedogeomorfologi belum banyak dilakukan
untuk mengkaji potensi sumberdaya tanah di suatu wilayah di Indonesia. Kebanyakan
penelitian mengenai tanah selalu disinggungkan dengan tujuan praktis misalmya:
pertanian.
Penelitian
perkembangan
tanah
dengan
pedogeomorfologi
lebih
difokuskan pada penelitan perkembangan tanah, terutama tanah vulkanik. Penelitian
ini juga mengaitkan perkembangan tanah dengan aspek geomorfologi.
Penelitian-penelitian acuan berlokasi di berbagai tempat (lihat Tabel 1.2).
Acuan literatur lokal banyak menggunakan konsep dan metode dari penelitian
perkembangan tanah yang kebanyakan berlokasi di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Literatur-literatur asing yang diacu oleh penelitian ini banyak membahas tentang
karakteristik tanah vulkanik dan proses pembentukannya. Penelitian ini secara tidak
langsung juga melanjutkan penelitian dari Ratdomopurbo, dkk. (2006) yang meneliti
umur endapan Gunungapi Ijen di sepanjang lereng Paltuding-Pondok Bunder.
Tabel 1.2 Penelitian Lain yang Menjadi Acuan Penelitian
No
Peneliti
Lokasi (tahun)
Judul Penelitian
Simona Vingiani,
Mengetahui proses
Fabio Scarciglia,
1
Florindo Antonio
Calabria, Italia
Mileti, Paola
Selatan (2014)
Donato, Fabio
Occurrence and Origin of Soils
pedogenetik dari tanah
with Andic Properties in
mirip andik atau Andosol
Calabria
pada daerah non
vulkanik
Terribile
Anton Ivanov,
2
Serghei Shoba, Pavel
Krasilkinov
Tujuan Penelitian
Metode
Hasil
Deskripsi tanah,
analisis mineralogi,
pada skala 1: 50.000
analisis kemagnetan,
diketahui jenis tanah yang
dan analisis optik
berkembang yaitu Vertik dan
menggunakan
Andik
mikroskop
A Pedogeographical View of
Mengidentifikasi
Deskripsi tanah di
Pulau Comander
Volcanic Soils Under Cold
karakteristik kimia dan
lapangan, dan analisis
(2014)
Humid Conditions: The
morfologi tanah yang
laboratorium dengan
Commander Islands
terpengaruh abu vulkanik
panduan dari Rusia
Semua profil tanah terbentuk
pada material gunungapi
bertekstur geluh dengan jenis
tanah yang tergolong
Andosol dan Podzol.
Terdapat perbedaan
C. Colombo, V.M.
3
Clay Formation and Pedogenic
Sellito, G. Palumbo,
Wilayah selatan
Processes in Tephra-derived
E. Di Lorio, F.
Apeninnes, Italy
Soils and Buried Soils from
Terribile, & D.G.
(2014)
Central-Southern Apennines
Schulze
(Italy)
Mengidentifikasi
karakteristik tanah andik
pada endapan piroklastik
di selatan Appenines
signifikan pada lingkungan
Observasi tanah di
gunung dan karst walaupun
lapangan dan
keduanya terpengaruh
analsisis kimia tanah
material piroklastik akibat
letusan gunungapi di selatan
Apennines
Karakteristikr Tanah yang
Berkembang dari batuan Diorit
4
Ahmad Yunan
Godean, Sleman
Gunung Wungkal dan
(2005)
BatuanAndesit Gunung Butak di
Kecamatan Godean Kabupaten
Sleman
Memahami katakteristik
tanah pada di batuan
diorit dan batuan andesit
Observasi tanah di
Bahaninduk dan pedogenesis
serta mengetahui
lapangan, uji
berpengaruh terhadap jenis
pengaruhnya dbagi
laboratorium
tanah yang berkembang
dataran sekitarnya
Kajian Sifat Fisik, Kimia dan
Beberapa Aspek Pengelolaan
5.
Rusman Indra
Sleman (2005)
Tanah pada Toposekuen Lereng
Selatan Tanah Abu Volkan
Merapi Kabupaten Sleman
Mengkaji sifat fisika dan
kimia tanah yang
Observasi lapangan,
Tekstur tanah pasiran dengan
berkembang di abu
dan uji laboratorium
kondisi masam
volkan
Tanah berkembang di atas
Genesis Beberapa Jenis Tanah di
6.
Erwin
Sleman (2009)
Lereng Selatan Gunung Merapi,
Kecamatan Cangkringan,
Sleman DIY
Mengidentifikasi dan
mendeskripsikan profil
tanah dan morfologi
tanah dan mempelajari
batuan andesitik dan jenis
Observasi lapangan,
dan uji laboratorium
pedogenesisnya
tanah yang berkembang
adalah Vertic Eutrudepts,
Andic Eutrudepts, Vitrandic
Odorthens, dan Typic
Fragiaquepts
Perkembangan tanah
7.
Kuswaji Priyono
Kulonprogo
(2012)
Tipologi Pedogeomorfik
Kejadian Longsor Lahan di
Pegunungan Kulonprogo, DIY
Mengetahui karakteristik
bervariasi danri berkembang
tanah di daerah rawan
Observasi lapangan
muda sampai berkembang
longsor dan jenis
dan uji laboratorium
lanjut, Jenis tanah yang
tanahnya
berkembang beragam pada
formasi yang juga berbeda
Sumber: Berbagai literatur
1.7. Kerangka Pikir Teoretik
Salah satu faktor terpenting dalam pembentukan tanah adalah bahan induk tanah.
Bahan induk tanah di lingkungan vulkanik berasal dari endapan vulkanik, endapan alluvial,
dan endapan koluvial. Seiring dengan berjalannya waktu, terjadi proses pedogenesis di
permukaan material yang sudah lapuk (bahan induk tanah). Bahan induk tanah yang
mengalami pedogenesis dapat yang bersifat insitu dan/atau eksitu tergantung dari topografi
dan proses geomorfologi yang bekerja. Fenomena unik dari lingkungan gunungapi yang aktif
adalah adanya suplai material baru yang mudah lapuk dan berasal dari aktivitas gunungapi
yang menyebabkan gangguan pedogenesis tanah.
Faktor penting pembentuk tanah lainnya adalah faktor bioklimatik. Secara sederhana
faktor bioklimatik adalah vegetasi dan iklim. Vegetasi merupakan faktor makhluk hidup yang
pengaruhnya signifikan dan berlangsung lama terhadap tanah. Proses pelapukan hingga
terbentuknya lingkungan pembentuk tanah adalah pengaruh karakteristik iklim.
Pedogenesis meliputi proses penambahan, pengurangan, turbulensi, translokasi, dan
kapilarisasi dari mineral maupun komponen lain dalam tanah. Tanah yang berkembang
membentuk profil tanah yang mana bila diidentifikasi dan diklasifikasikan termasuk jenis
tanah tertentu. Tanah vulkanik yang berasal dari endapan vulkanik memiliki ciri mineral
gelasan (amorf) yang cepat lapuk menjadi tanah. Keberadaan tekstur lempungan dan indeks
warna tanah dijadikan petunjuk perkembangan tanah. Semakin banyak partikel lempung yang
terpindahkan dari suatu horison tanah dan mengumpul di horison lainnya
maka tanah
semakin berkembang. Identifikasinya dilakukan dengan cara visual di lapangan dan juga uji
laboratorium terhadap sampel tanah.
Faktor-faktor pembentuk tanah meliputi bahan induk tanah, relief, iklim, vegetasi dan
waktu adalah penentu karakter tanah dan potensi kesuburan tanah nantinya. Proses
kegunungapian merejuvenisasi tanah permukaan untuk berproses kembali membentuk tanah.
Bersamaan dengan pembentukan tanah, fungsi-fungsi tanah vulkanikpun terbarukan seperti
penyerap karbon, kesuburan tanah meningkat kembali, sebagai akuifer yang baik, dan lainlain. Hasilnya kehidupan dan aktivitas diatasnyapun berkembang baik. Oleh karena itu, untuk
membantu memahami kedua fenomena ini dibuatlah kerangka pemikiran teoretik seperti
yang ditunjukan oleh Gambar 1.4.
Pedogeomorfik
Lingkungan gunungapi
Geogenesis
Proses Geomorfologi
Vulkanik
Fluvial
Litologi
Susunan
Perlapisan
Jenis
Umur
Denudasional
Struktur
Beda Resistensi
Batuan
Bentuklahan
Sumber
Arah hadap lereng
Relief
Panjang lereng
Kemiringan lereng
Bioklimatik
Waktu
Pedogenesis
Manusia
Elevasi
Warna
Tekstur
Tanah
Struktur
Kedalaman
Vegetasi
Insitu
Konsistensi
Jenis
Kerapatan
Peggunaan lahan
Gambar 1.4. Kerangka Pikir Teoretik Penelitian
Eksitu
Download