jsHALAMAN JUDUL BUKU PROFIL KESEHATAN KABUPATEN TOLITOLI 2014 PENGARAH : KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN TOLITOLI PENANGGUNG JAWAB : KEPALA BIDANG PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DAN SISTEM KESEHATAN PELAKSANA : SEKSI DATA INFORMASI DAN PENELITIAN PENGEMBANGAN KESEHATAN DINAS KESEHATAN KABUPATEN TOLITOLI Redaksi: Jln Magamu No. 105 Kel Tuweley Kec Baolan Kab Tolitoli Gedung Dinas Kesehatan Kabupaten Tolitoli Telp/Fax (0453) 21188 Webblog: http://datintolitoli.blogspot.co.id Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat ALLAH SWT, atas izin dan rahmatnya sehingga Buku Profil Kesehatan Kabupaten Tolitoli Tahun 2014 dapat diselesaikan. Profil Kesehatan merupakan rangkaian alat instrumen dalam penyajian data dan informasi kesehatan Kabupaten Tolitoli. Profil kesehatan dikemas dalam bentuk buku disusun setiap tahun dengan harapan mampu menyediakan data-data bidang kesehatan. Informasi kesehatan merupakan salah satu elemen dalam sistem manajemen kesehatan. Untuk itu, informasinya perlu dituangkan dalam bentuk nyata agar semua khalayak dapat menerima informasi kesehatan dengan baik dan benar. Melalui Buku Profil Kesehatan diharapkan informasi kesehatan dapat dicerna dan dianalisis sesuai kebutuhan dan peruntukkannya. Dengan terbitnya Buku Profil Kesehatan dapat memberikan kontribusi terhadap peranan informasi kesehatan dalam menciptakan pembangunan berwawasan kesehatan. Disamping itu, membantu proses perencanaan dan evaluasi dalam lingkup Dinas Kesehatan maupun masyarakat. Buku Profil Kesehatan merupakan gambaran dari hasil pelaksanaan kegiatan program kesehatan baik program yang bersifat wajib maupun penunjang. Selain itu, isiannya disajikan pula berbagai data-data hasil pencapaian pelayanan kesehatan beberapa tahun terakhir yang digunakan sebagai cara pembanding terhadap keberhasilan yang telah dicapai. Penyusunan Buku Profil Kesehatan ini menggunakan data bersumber dari berbagai unit-unit program dilingkup Dinas Kesehatan Kabupaten Tolitoli, Puskesmas, serta instansi-instansi terkait semisalnya Dinas Pendidikan, Badan Pusat Statistik, serta BKKBN, dll. Terbitan Buku Profil Kesehatan ini, diupayakan dapat memberikan informasi seoptimal mungkin, namun disadari Buku Profil ini masih jauh dari kesempurnaan Untuk itu, saran tanggapan serta kritikan yang positif dari berbagai pihak sangat kami harapkan agar penyajian Buku Profil Kesehatan Kabupaten Tolitoli dimasa yang akan datang dapat lebih baik dan berkualitas. Kepada semua pihak yang telah membantu dan berpartisipasi pada awal pengumpulan data, pengolahan data, dan sampai akhir penyusunan Buku Profil Kesehatan ini, diucapkan terima kasih yang tak terhingga, semoga segala sesuatu yang kita hasilkan dapat bermanfaat untuk sebuah harapan yang dicita-citakan yaitu menciptakan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Tolitoli, Juli 2015 Kepala Dinas Kesehatan Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 2 Kabupaten Tolitoli Drs. Bakri Idrus, Apt. MM Pembina Utama Muda. IV/c Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 3 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... 1 KATA PENGANTAR....................................................................................................... 2 DAFTAR ISI ................................................................................................................... 4 DAFTAR TABEL ................................................................. Error! Bookmark not defined. DAFTAR GAMBAR ............................................................. Error! Bookmark not defined. DAFTAR LAMPIRAN........................................................... Error! Bookmark not defined. BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................................. 5 BAB II. GAMBARAN UMUM ........................................................................................... 7 A. KEADAAN UMUM DAN LINGKUNGAN ........................................................... 7 B. KEPENDUDUKAN ........................................................................................... 8 C. SOSIAL EKONOMI ........................................................................................ 11 D. KEADAAN LINGKUNGAN ............................................................................. 12 E. KEADAAN PERILAKU MASYARAKAT .......................................................... 27 BAB III. SITUASI DERAJAT KESEHATAN ................................................................... 30 A. MORTALITAS ................................................................................................ 30 B. MORBIDITAS (ANGKA KESAKITAN) ............................................................ 36 BAB IV. SITUASI UPAYA KESEHATAN ...................................................................... 56 A. PELAYANAN KESEHATAN DASAR .............................................................. 56 B. PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN DAN PENUNJANG .......................... 81 C. PELAYANAN KEFARMASIAN ....................................................................... 85 BAB V. SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN .......................................................... 86 A. SARANA KESEHATAN ................................................................................. 86 B. TENAGA KESEHATAN ................................................................................. 89 C. PEMBIAYAAN KESEHATAN ......................................................................... 91 BAB VII. PENUTUP...................................................................................................... 92 Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 4 BAB I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesehatan merupakan tanggung jawab bersama setiap individu, keluarga, masyarakat, pemerintah dan swasta. Keberhasilan pembangunan kesehatan ditentukan oleh kontribusi dari semua sektor, berdasarkan fungsi dan peranannya masing-masing, tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Setiap individu berkewajiban ikut serta dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat. Perwujudan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan melalui upaya kesehatan dengan pendekatan peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Dalam tatanan desentralisasi atau otonomi daerah di bidang kesehatan, kualitas dari Sistem Informasi Kesehatan Regional dan Nasional sangat ditentukan oleh kualitas dari Sistem-Sistem Informasi Kesehatan Kabupaten/Kota. Sistim Informasi Kesehatan adalah tulang punggung bagi pelaksanaan pembangunan daerah berwawasan kesehatan di Kabupaten atau dengan kata lain Sistim Informasi Kesehatan Kabupaten dapat memberikan arah dalam penentuan kebijakan dan pengambilan keputusan diKabupaten berdasarkan fakta (Evidence Based Decision Making). Salah satu produk dari Sistem Informasi Kesehatan Kabupaten adalah “Profil Kesehatan Tahunan“ yang diharapkan akan terbit secara berkala guna menyediakan data, informasi yang bermanfaat bagi para pengambil keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi hasil kegiatan secara transparan, efisien dan efektif. Profil Kesehatan Kabupaten Tolitoli Tahun 2014 diharapkan dapat menjadi sumber informasi kesehatan serta pedoman bagi para penentu kebijakan untuk pengambilan keputusan dalam mengatasi berbagai permasalahan kesehatan di wilayah kabupaten Tolitoli, serta sebagai bahan kajian terhadap perencanaan dan pengalokasian anggaran pembangunan kesehatan pada tahun-tahun mendatang. Disamping itu, sebagai sarana untuk memantau dan mengevaluasi kemajuan pembangunan kesehatan diKabupaten Tolitoli yang merupakan modal dasar demi tercapainya Indonesia Sehat. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 5 Mengetahui Gambaran Kondisi Pembangunan Kesehatan di Kabupaten Tolitoli Tahun 2014 2. Tujuan Khusus a. Menggambarkan kondisi derajat kesehatan masyarakat Kabupaten Tolitoli Tahun 2014 b. Menggambarkan Pencapaian Upaya Pelayanan Kesehatan sesuai Indikator Indonesia Sehat dan Indikator SPM c. Menggambarkan Kondisi Sumber Daya Kesehatan dan Manajemen Kesehatan d. Mengetahui Gambaran Permasalahan dan Hambatan Pencapaian Pembangunan Kesehatan di Kabupaten Tolitoli C. Sistematika Penyajian 1. Sistimatika Sistematika penyajian profil kesehatan Kabupaten Tolitoli tahun 2013 sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan BAB II : Gambaran Umum BAB III : Situasi Derajat Kesehatan BAB IV : Situasi Upaya Kesehatan BAB V : Situasi Sumber Daya Kesehatan BAB VI : Penutup 2. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data profil dilakukan dengan dua macam cara yaitu secara aktif dan pasif. Secara aktif dengan mengumpulkan data dari sektor terkait dan Rumah Sakit, sedangkan secara pasif melalui Profil Kesehatan Puskesmas dan Laporan Bulanan Puskesmas yang direkap oleh masing– masing bidang diDinas Kesehatan Kabupaten Tolitoli selama satu tahun. 3. Pengolahan dan Analisis Data Data yang dikumpulkan kemudian dientri ke dalam format tabel profil. Kemudian dianalisis secara deskriptif, komparatif dan kecendrungan yang disajikan dalam bentuk tabel dan grafik dan narasi. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 6 BAB II. GAMBARAN UMUM A. KEADAAN UMUM DAN LINGKUNGAN 1. LETAK KEADAAN GEOGRAFIS DAN TOPOGRAFI Secara geografis Kabupaten Tolitoli merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Sulawesi Tengah yang dalam peta pulau sulawesi, nampak memanjang dari timur ke barat. Terletak disebelah utara garis khatulistiwa dalam koordinat 0,35° – 1,20° lintang utara dan 120,12° – 122,09° bujur timur dengan luas wilayah + 4.079,76 km². GAMBAR 1. PETA WILAYAH ADMINISTRASI PEMERINTAHAN KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 SUMBER: DATA INFORMASI DAN LITBANG KESE TAHUN 2014 Kabupaten Tolitoli terletak pada ketinggian 0 - 2.500 meter dari permukaan laut, dengan keadaan tofografis dataran hingga pegunungan. Dataran rendah umumnya tersebar disekitar daerah pantai, adapun batasbatas wilayah Kabupaten Tolitoli sebagai berikut: a) Sebelah Utara Kabupaten Buol dan Laut sulawesi sekaligus berbatasan dengan Negara Philipina. b) Sebelah Timur Provinsi Gorontalo. c) Sebelah Selatan Kabupaten Donggala dan Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah. d) Sebelah Barat Selat Makassar sekaligus berbatasan dengan Negara Malaysia. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 7 2. PEMERINTAHAN Secara administrasi Pemerintahan Kabupatan Tolitoli terdiri dari 10 (sepuluh) Kecamatan dengan rincian 98 Desa dan 6 Kelurahan. Bila dibandingkan data tahun 2013 jumlah desa dan kelurahan relatif masih sama tidak ada pemekaran baik desa maupun kelurahan pada wilayah kecamatan. Selengkapnya Wilayah Administrasi Pemerintahan Kabupaten Tolitoli Tahun 2014 diuraikan pada tabel 1. TABEL 1. WILAYAH ADMINISTARSI PEMERINTAHAN KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 KECAMATAN LUAS WILAYAH (KM²) KELURAHAN DESA DAMPAL SELATAN 392,67 - 12 12 DAMPAL UTARA 182,88 - 11 11 DONDO 542,50 - 14 14 BASIDONDO 441,30 - 9 9 OGODEIDE 412,12 - 11 11 LAMPASIO 626,00 - 9 9 BAOLAN 258,03 6 4 10 GALANG 597,76 - 14 14 DAKOPEMEAN 221,00 - 4 4 TOLITOLI UTARA 405,50 - 10 10 6 98 104 TOTAL 4.079.77 JUMLAH DESA + KEL SUMBER: KANTOR BPS KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 3. SUHU, KELEMBABAN UDARA DAN CURAH HUJAN Suhu udara maksimum di Kabupaten Tolitoli tahun 2013 yaitu berkisar antara 31,52ºC dengan suhu maksimum tertinggi mencapai 32,7ºC dan suhu minimum mencapai 22,57°C. Kelembaban udara berada pada kisaran 82– 86%, dan curah hujan pertahun 2.281 mm dengan rata-rata 257 hari pertahun. Kecepatan angin berkisar antara 6–9 Knot, sedangkan arah angin rata-rata berkecepatan 110. B. KEPENDUDUKAN Komposisi penduduk diKabupaten Tolitoli sampai saat ini masih kurang menguntungkan. Hal ini dipengaruhi proporsi penduduk berusia muda masih relatif tinggi serta persebaran penduduk yang tidak merata. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 8 1. PERTUMBUHAN PENDUDUK Berdasarkan sensus penduduk yang dilaksanakan oleh BPS Kabupaten Tolitoli menunjukkan adanya peningkatan pertumbuhan penduduk setiap tahunnya dengan laju pertumbuhan penduduk cenderung menurun. Dalam kurun waktu 6 (enam) tahun terakhir sejak tahun 2009 - 2014 pertumbuhan penduduk Kabupaten Tolitoli dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun tahun 2009 sebesar 200.543 jiwa, tahun 2010 sebesar 211.283 jiwa, tahun 2011 sebesar 211.296 jiwa, tahun 2012 sebesar 215.202 jiwa, tahun 2013 sebesar 217.544 jiwa dan tahun 2014 sebesar 220.612. Secara absolut dari tahun 2013 jumlahnya naik sebesar 1.01% di tahun 2014. Penduduk tersebut tersebar di 10 (sepuluh) Kecamatan dan 98 (Sembilan puluh delapan) Desa serta 6 (enam) Kelurahan. 2. KOMPOSISI PENDUDUK a. KOMPOSISI PENDUDUK MENURUT JENIS KELAMIN Proyeksi penduduk tahun 2014 menunjukkan jumlah penduduk Kabupaten Tolitoli sebanyak 220.612 jiwa terdiri dari jumlah penduduk lakilaki sebanyak 111.341 jiwa atau 51.18% dan perempuan sebanyak 106.203 jiwa atau 48.82% dengan sex rasio jenis kelamin penduduk sebesar 104.1 Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk lakilaki lebih banyak 4 (empat) persen dari jumlah penduduk perempuan. Angka ini mengindikasikan bahwa, setiap 100 (seratus) perempuan terdapat 104 (seratus empat) lakilaki. Perkembangan jumlah penduduk berdasarkan persentase jenis kelamin dapat dilihat pada tabel lampiran 2. b. KOMPOSISI PENDUDUK MENURUT KELOMPOK UMUR Komposisi penduduk Kabupaten Tolitoli tahun 2014 berdasarkan kelompok umur usia muda 0-14 tahun sebanyak 45.301 jiwa atau 20.52%, usia produktif 15-64 tahun sebanyak 175.483 jiwa atau 79.48% sedangkan usia 65 tahun keatas tidak diketahui. Untuk mengetahui komposisi penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin selengkapnya diuraikan pada gambar 2. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 9 GAMBAR 2. JUMLAH PENDUDUK MENURUT GOLONGAN UMUR DAN JENIS KELAMIN KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 Sumber: BPS Kab Tolitoli Tahun 2014 Gambar 2 terlihat Kelompok umur usia muda dan produktif masih lebih tinggi sehingga potensi sumber daya manusia (SDM) di kabupaten Tolitoli juga cukup besar sebaliknya, komposisi penduduk yang perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah relatif kecil sebesar 3.60%, kelompok usia ini merupakan kelompok yang rentan terhadap masalah kesehatan termasuk beban tanggungan. 3. KEPADATAN PENDUDUK Kepadatan penduduk Kabupaten Tolitoli tahun 2014 tampaknya belum merata. Kepadatan penduduk terbanyak berada pada wilayah Kecamatan Baolan sebesar 1.05 /km2 Kecamatan tersebut merupakan kecamatan dalam wilayah ibu kota Kabupaten Tolitoli sedangkan wilayah kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk terendah berada pada wilayah Kecamatan Dakopemean sebesar 0.22 /km2 dari total jumlah penduduk sebanyak 220.612 jiwa. Untuk mengetahui luas wilayah, serta tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Tolitoli selengkapnya diuraikan pada tabel 2. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 10 TABEL 2. PERSENTASE LUAS WILAYAH DAN KEPADATAN PEDUDUK MENURUT KECAMATAN KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 2010 2011 2012 2013 2014 Dampal Selatan Luas Wilayah (KM2 392.67 54.48 54.84 55.12 0.55 0.56 Dampal Utara 182.88 78.63 78.69 79.63 0.80 0.80 Dondo 542.50 39.42 39.37 39.37 0.40 0.41 Basidondo 441.30 23.77 23.70 23.70 0.27 0.25 Ogodeide 412.12 28.37 28.35 28.35 0.28 0.30 Lampasio 626.00 18.95 18.97 18.97 0.47 0.19 Baolan 258.03 244.27 244.44 244.44 1.05 2.58 Galang 597.76 52.95 53.03 53.03 0.54 0.55 Dakopamean 221.00 38.15 38.13 38.13 0.22 0.40 Tolitoli Utara 405.50 41.84 41.78 41.78 0.80 0.44 Total 40798.0 51.79 51.6 51.7 0.3 0.5 Kecamatan Kepadatan Penduduk km2 SUMBER: BPS KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 C. SOSIAL EKONOMI Besarnya masalah sosial ekonomi masyarakat dapat diketahui dengan menggunakan beberapa indikator, salah satunya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan tingkat pendidikan penduduk. Kemampuan ekonomi masyarakat dapat diukur dengan angka pendapatan perkapita atas dasar harga yang berlaku. Pertumbuhan ekonomi secara Nasional maupun Regional mengalami perubahan akibat perubahan skala ekonomi, teknologi, SDM dalam memproduksi barang dan jasa. Besarnya PDRB Kabupaten Tolitoli sejak tahun 2011 hingga sekarang cenderung mengalami perubahan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. PDRB Kabupaten Tolitoli Tahun 2013 sebesar 1.636.993 meningkat bila dibandingkan tahun 2012 sebesar 1.515.584 Untuk mengetahui perkembangan PDRB Kabupaten Tolitoli sejak tahun 2011 sampai dengan 2013, selengkapnya dilihat pada gambar 3. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 11 GAMBAR 3. PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2011-2014 SUMBER: BPS KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 D. KEADAAN LINGKUNGAN Kesehatan lingkungan merupakan faktor penting dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, bahkan merupakan salah satu unsur penentu atau determinan dalam untuk kesejahteraan penduduk. Lingkungan sehat dibutuhkan bukan hanya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, tetapi juga untuk kenyamanan hidup dan meningkatkan efisiensi kerja dan belajar. Kesehatan lingkungan adalah kesehatan yang sangat penting bagi kelancaran kehidupan dibumi, karena lingkungan merupakan tempat dimana pribadi itu tinggal. Lingkungan sehat dapat dikatakan bila sudah memenuhi syarat-syarat lingkungan sehat. Beberapa indikator pada kegiatan penyelenggaraan penyehatan lingkungan antara lain cakupan rumah sehat, akses jamban sehat, institusi dibina, Tempat Umum dan Pengelolaan Makanan (TUPM) sehat, akses air bersih dan desa Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). 1. CAKUPAN AKSES AIR BERSIH Air merupakan kebutuhan mendasar bagi semua makhluk hidup. Dalam kehidupan sehari-hari, kita memerlukan air untuk minum, mandi, cuci, masak dan sebagainya sedangkan keberadaan sanitasi yang bersih dan sehat juga tidak bisa dianggap remeh keberadaannya. Data hasil pemeriksaan cakupan penggunaan akses air bersih masyarakat Kabupaten Tolitoli tahun 2014 belum mencapai 100% dan bahkan belum mencapai target program Kesehatan Lingkungan yaitu 70%. Saat ini penduduk yang memanfaatkan akses air bersih masih sekitar 6.89%. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 12 Akses air bersih berkualitas (layak) digunakan rumah tangga di Kabupaten Tolitoli bukan jaringan perpipaan (BJP) dibedakan menurut sumbernya yaitu: Sumur gali terlindung, Sumur gali dengan pompa, Sumur bor dengan pompa, Terminal air, Mata air terlindung, dan Penampungan air hujan selengkapnya diuraikan pada gambar 4. GAMBAR 4. PERSENTASE RUMAH TANGGA MENURUT SUMBER AIR BERSIH DIKABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 SUMBER: SEKSI PENYEHATAN LINGKUNGAN TAHUN 2014 Gambar 4 menunjukkan sumur gali terlindung merupakan akses air bersih paling tinggi digunakan disusul sumur gali dengan pompa, perpipaan serta mata air terlindung, sedangkan terminal air dan penampungan air hujan tidak dijumpai digunakan oleh masyarakat di Kabupaten Tolitoli. Sedangkan untuk persentase penduduk dengan akses berkelanjutan terhadap air minum layak diKabupaten Tolitoli sebesar 83.58%. Sementara kualitas air minum dipenyelenggara air minum memenuhi syarat sebesar 64.0%. Berdasarkan laporan Seksi Penyehatan Lingkungan diketahui penyelenggaran air minum sebanyak 53 buah dengan jumlah sampel diperiksa sebanyak 50 buah dan memenuhi syarat bebas dari fisik, bakteriologi, dan kimia sebanyak 32 buah, selengkapnya diuraikan pada tabel lampiran 60. 2. RUMAH SEHAT Rumah sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan yaitu rumah yang memiliki jamban sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi rumah yang Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 13 baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah/ kedap air. Persentase cakupan rumah sehat menurut Puskesmas Kabupaten Tolitoli Tahun 2013 dapat dilihat pada gambar 5. GAMBAR 5. PERBANDINGAN PERSENTASE RUMAH SEHAT MENURUT PUSKESMAS KABUPATEN TOLITOLI SEJAK TAHUN 2010- 2014 SUMBER: SEKSI PENYEHATAN LINGKUNGAN TAHUN 2014 Gambar 5 menunjukkan capaian program kesehatan lingkungan berdasarkan hasil pemeriksaan inspeksi sanitasi perumahan diketahui cakupan rumah sehat tertinggi berada pada wilayah Puskesmas Dondo sebesar 133.71% dan terendah Puskesmas Kombo sebesar 32.82%. Secara keseluruhan cakupan Kabupaten membaik dalam kurun waktu 1 (satu ) tahun terakhir dengan angka sebesar 69.71% dan jika dibulatkan menjadi 70.% Sementara Persentase Rumah Sehat Menurut Kecamatan pada wilayah kerja Puskesmas di Kabupaten Tolitoli Tahun 2014 dapat dilihat pada gambar 6. GAMBAR 6. PERSENTASE RUMAH SEHAT MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 SUMBER: SEKSI PENYEHATAN LINGKUNGAN TAHUN 2014 Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 14 Mencermati gambar 6 cakupan Rumah Sehat secara Kabupaten membaik ditahun 2014, namun pada gambar 5 terlihat masih sekitar 60% wilayah kerja Puskesmas belum memenuhi syarat rumah sehat. Bahwa terlihat angka yang menjadi standar kabupaten belum mampu dicapai oleh beberapa puskesmas. Persentase Rumah Sehat bagi Puskesmas yang belum tercapai, erat kaitannya dengan ketersediaan tenaga teknis sanitasi yang belum memadai. Puskesmas yang rendah capaiannya belum dapat melaksanakan kegiatan program penyehatan lingkungan secara total dikarenakan petugas yang melaksanakan kegiatan kesehatan lingkungan diambil dari tenaga yang bukan memiliki spesifikasi khusus terkait dengan kesehatan lingkungan tentunya ini merupakan tantangan bagi Dinas Kesehatan Tolitoli secara khusus dan Pemerintah Kabupaten Tolitoli serta Pemerintah Pusat secara umum dalam rangkaian pemenuhan tenaga Kesehatan lingkungan dibeberapa Puskesmas di Kabupaten Tolitoli yang memang belum memiliki tenaga tersebut, selain itu kondisi geografis serta kesadaran masyarakat rendah terhadap Kesehatan Lingkungan menjadi pemicu utama penyebab cakupan rumah sehat di beberapa wilayah kerja Puskesmas masih sangat rendah. 3. AKSES JAMBAN SEHAT Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya. Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang mencegah kontaminasi ke badan air, mencegah kontak antara manusia dengan tinja, membuat tinja tersebut tidak dapat dihinggapi serangga serta binatang lainnya, mencegah bau yang tidak sedap, serta konstruksi dudukannya dibuat dengan baik, aman dan mudah dibersihkan. Buang air besar sembarangan (BABS) bukan lagi zamannya, dampak BAB sembarangan sangat buruk bagi kesehatan dan keindahan, selain jorok berbagai jenis penyakit ditularkan sebagai gantinya BAB harus pada tempatnya yakni dijamban, hanya saja harus diperhatikan pembangunan jamban tersebut agar tetap sehat dan tidak menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah menetapkan syarat dalam pembuatan jamban sehat, ada 7 (tujuh) kriteria yang harus diperhatikan diantaranya; Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 15 1. TIDAK MENCEMARI AIR a. Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum, jika keadaan terpaksa, dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat atau plester. b. Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter c. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur. d. Tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam selokan, empang, danau, sungai dan laut. 2. TIDAK MENCEMARI TANAH PERMUKAAN a. Tidak buang air bersih disembarang temoat, seperti kebun, pekarangan, dekat sungai, dekat mata air, atau pinggiran jalan. b. Jamban yang sudah penuh agar segera diseot untuk dikuras kotorannya kemudian kotoran ditimbun dilubang galian. 3. BEBAS DARI SERANGGA a. Jika menggunakan bak air atau penampungan air sebaiknya dikuras setiap minggu hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam berdarah b. Ruangan dalam jamban harus terang, bangunan yang gelap dapat menjadi sarang nyamuk c. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bias menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya d. Lantai jamban harus selalu bersih dan kering e. Lubang jamban khususnya jamban cemplung harus tertutup 4. TIDAK MENIMBULKAN BAU DAN NYAMAN DIGUNAKAN a. Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap selesai digunakan b. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup rapat oleh air c. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilegkapi dengan pipa ventilasi untuk membuang bau dari dalam lubang kotoran d. Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin, pembersihan harus dilakukan secara periodic Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 16 5. AMAN DIGUNAKAN OLEH PEMAKAINNYA a. Pada tanah yang mudah longsor perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran dengan pasangan batu atau selongsong anyaman bamboo atau bahan penguat lainnya yang terdapat didaerah setempat 6. MUDAH DIBERSIHKAN DAN TAK MENIMBULKAN GANGGUAN BAGI PEMAKAINYA a. Lantai jamban rata dan miring kearah saluran lubang kotoran b. Jangan membuang plastik, puntung rokok, atau benda lain kesaluran kotoran karena dapat menyumbat saluran c. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban akan cepat penuh d. Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati, gunakan pipa berdiameter 4 inci. Letakkan pipa dengan kemiringan minimal 2;100 7. TIDAK MENIMBULKAN PANDANGAN YANG KURANG SOPAN a. Jamban harus berdinding dan berpintu b. Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya terhindar dari kehujanan dan kepanasan Berdasarkan laporan Bidang P2PL program kesehatan lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Tolitoli tahun 2013 Penduduk yang menggunakan jamban sehat masih sebesar 13.6% angka ini belum mencapai target ditetapkan yaitu 70%. Sementara penduduk dengan pemanfaatan jenis sarana jamban yang digunakan juga bervariasi. Adapun persentase jenis penggunaan jamban oleh penduduk diKabupaten Tolitoli diuraikan pada gambar 7. GAMBAR 7. PERSENTASE JENIS SARANA JAMBAN DIGUNAKAN PENDUDUK KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 SUMBER: SEKSI PENYEHATAN LINGKUNGAN TAHUN 2014 Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 17 Gambar 7 dikatehui jenis sarana jamban plengsengan paling banyak digunakan oleh penduduk Kabupaten Tolitoli sebesar 70.39%. Jamban plengsengan merupakan jamban dengan tempat duduk jongkok, tidak berada diatas lubang kotoran melainkan kotoran dialirkan melalui saluran atau pipa kepenampungan kotoran Selanjutnya jamban Leher Angsa sebesar 69.71%. Jamban leher angsa merupakan jamban dengan tempat jongkok leher angsa tidak berada diatas lubang kotoran melainkan kotoran dialirkan melalui saluran / pipa ke penampungan kotoran. Penggunaan jamban yang dianjurkan adalah jamban dengan leher angsa yang memenuhi persyaratan kesehatan karena dapat mencegah pencemaran air maupun tanah dari kotoran manusia serta mencegah lalat kontak dengan kotoran manusia Urutan ketiga penggunan jamban yaitu model jamban komunal atau jamban umum sebesar 64.86%. Jamban komunal adalah sebuah tempat atau bangunan yang terdapat diarea umum untuk membuang kotoran manusia sekaligus tempat pengurai tinja. Dinamakan jamban umum karena penggunaannya untuk umum. Sementara penggunaan jamban paling rendah ialah Jamban Cemplung oleh penduduk di Kabupaten Tolitoli yaitu sebesar 33.39%. Jamban cemplung terdiri dari lubang dalam tanah yang digali secara manual dengan menggunakan cangkul dilengkapi dengan lantai tempat berjongkok dan dibuat rumah jamban diatasnya. Lubang berfungsi untuk mengisolasi dan menyimpan tinja sedemikian rupa sehingga bakteri pathogen tidak bias keinang yang baru. Lubang biasanya berbentuk bulat atau bujur sangkar biasanya lubang dibuat berdasarkan selera akan tetapi di Kabupaten Tolitoli kebanyakan lubang jamban banyak yang berbentuk seperti sumur. Apabila mencermati penggunaan penduduk terhadap akses sanitasi layak terhadap jamban sehat secara keseluruhan jumlahnya masih sangat rendah diketahui dari penggunaan penduduk pada keempat jenis sarana jamban tersebut hampir disemua wilayah kerja puskesmas masih sangat rendah fakta ini membuktikan meskipun sarana yang digunakan sudah memenuhi syarat kesehatan lingkungan, namun kelayakan dari sebuah jamban belum memenuhi persyarat sehat dibuktikan dari 14 Puskesmas hanya 1 (satu) puskesmas yaitu Puskesmas Baolan yang penduduknya mampu mengakses sanitasi layak seperti jamban sehat sebesar 70.2% dan mampu melampaui target Kabupaten sebesar 70%. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 18 Sementara 13 (tiga belas) Puskesmas penduduknya belum mampu memenuhi akses sanitasi layak jamban sehat. Persentase penduduk dengan akses sanitasi layak (jamban sehat) berdasarkan Puskesmas dapat dilihat pada gambar 8. GAMBAR 8. GAMBAR 8. PERSENTASE PENDUDUK DENGAN AKSES SANITASI LAYAK (JAMBAN SEHAT) MENURUT PUSKESMAS TAHUN 2014 SUMBER: SEKSI PENYEHATAN LINGKUNGAN TAHUN 2014 4. SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM) Sanitasi total berbasis masyarakat adalah satu program nasional dibidang sanitasi yang bersifat lintas sektoral, program ini telah dicanangkan pada bulan agustus 2008 oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia. STBM merupakan pendekatan untuk mengubah perilaku hygiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Startegi Nasional STBM memiliki indikator outcome yaitu menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan degan sanitasi dan perilaku sedangkan indikator ouputnya adalah sebagai berikut; a. Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar sehingga dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air disembarang tempat Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 19 b. Setiap rumah tangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan yang aman dirumah tangga c. Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dlam suatu komunitas seperti; (Sekolah, Kantor, Rumah Makan, Puskesmas, Pasar, terminal) tersedia fasilitas cuci tangan (air sabun, sarana cuci tangan) sehingga semua orang mencuci tangan dengan benar d. Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar e. Setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar STBM mulai diuji cobakan pada Tahun 2005 di 6 (enam) Kabupaten (Sumbawa, Lumajang, Bogor, Muara Enim, Jambi, dan Sambas) sejak tahun 2006 program STBM sudah diadopsi dan diimplementasikan di 10.000 desa pada 228 Kabupaten/Kota, saat ini sejumlah daerah telah menyusun rencana strategis pencapaian sanitasi total dalam pembangunan sanitasinya masingmasing dalam 5 tahun kedepan (2010-2015) STBM diharapkan telah diimlementasikan di 20.000 desa diseluruh Kabupaten / Kota. Berdasarkan data Seksi Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Tolitoli Tahun 2014 jumlah desa yang melaksanakan STBM sebanyak 18 Desa 17.31% dari jumlah desa sebanyak 104. Namun untuk desa dengan STOP BABS tidak satupun desa ditemukan melaksanakan STOP BABS. Persentase desa melaksanakan STBM berdasarkan Puskesmas dapat dilihat pada gambar 9. GAMBAR 9. JUMLAH DESA DENGAN AKSES SANITASI LAYAK (JAMBAN SEHAT) KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 SUMBER: SEKSI PENYEHATAN LINGKUNGAN TAHUN 2014 Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 20 Wilayah Puskesmas melaksanakan STBM adalah wilayah Kecamatan Dampal Utara dengan jumlah Desa sebanyak 4. Kecamatan Dondo sebanyak 6 Desa, dan Kecamatan Ogodeide 1, Kecamatan Lampasio sebanyak 5 Desa, dan Kecamatan Galang 2 Desa. Mencermati data tersebut masih sebanyak 7 wilayah kecamatan yang belum melaksanakan STBM dan SBS di kabupaten Tolitoli dalam kurun waktu 1 (satu) tahun terakhir. Data ini membuktikan kinerja program bersangkutan sangat mempengaruhi keberhasilan program pemerintah pusat yang telah di canangkan beberapa tahun sebelumnya. Untuk itu penguatan program kesehatan lingkungan serta sinergitas antara pengelola program kabupaten dan puskesmas tentunya tidak boleh terputus di perlukan upaya preventif dan promotif. 5. TEMPAT – TEMPAT UMUM (TTU) TTU merupakan tempat atau sarana yang di selenggarakan pemerintah atau swasta atau perorangan yang di gunakan untuk kegiatan bagi masyarakat yang meliputi: sarana kesehatan (Rumah sakit, puskesmas), sarana sekolah (SD/MI, SLTP/MTs, SLTA/MA), dan hotel (bintang dan non bintang). Data program Penyehatan Ligkungan tahun 2014 terdapat 389 buah TTU yang tersebar di 10 (sepuluh) wilayah kecamatan dan ditelah dilakukan pemeriksaan sebanyak 377 buah atau 96.9%. 6. TEMPAT PENGOLAHAN MAKANAN (TPM) Semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap makanan yang disediakan di luar rumah, maka produk-produk makanan yang disediakan oleh perusahaan atau perorangan yang bergerak dalam usaha penyediaan makanan untuk kepentingan umum, haruslah terjamin kesehatan dan keselamatanya, hal ini dapat terwujud bila di tunjang dengan keadaan hygiene dan sanitasi tempat pengolahan makanan (TPM) yang baik dan dipelihara secara bersama oleh pengusaha dan masyarakat. TPM yang dimaksud meliputi Rumah Makan dan restoran, jasa boga atau catering, industri makanan, kantin, warung dan makanan jajanan dan sebagainya. Sebagai salah satu jenis tempat pelayanan umum yang mengolah dan menyediakan makana bagi masyarakat banyak maka TPM memiliki potensi yang cukup besar untuk menimbulkan gangguan kesehatan atau penyakit bahkan keracuan akibat dari makanan yang dihasilkannya. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 21 Dengan demikian kualitas makanan yang dihasilkan disajikan dan dijual oleh TPM harus memenuhi syarat kesehatan sebagai berikut: 1. LOKASI TPM harus jauh dan terhindar dari pencemaran yang diakibatkan antara lain oleh bahan pencemar seperti banjir, udara (debu, asap, serbuk, bau) bahan padat (sampah, serangga, tikus) dan sebagainnya. Bangunan harus dibuat dengan cara terlindung dari sumber pencemar seperti tempat pembuangan sampah umum, wc umum, pengolahan limbah dan sumber pencemaran lainnya yang diduga dapat mencemari hasil produksi makan secara pasti ditentukan jarak minimal adalah 500 meter, sebagai batas kemampuan terbang lalat rumah atau mempunyai dinding pemisah yang sempurna walaupun jaraknya berdekatan. 2. KONSTRUKSI Secara umum konstruksi dann rancang bangunan harus aman dan memenuhi peraturan perundang-undangan tentang keselamatan dan keamanan yang berlaku, konstruksi bangunan TPM harus kuat, aman dan terpelihara sehingga mencegah terjadinya kecelakaan dan pencemaran. Konstruksitidak boleh retak, lapuk, tidak utuh, kumuh atau mudah terjadi kebakaran. Selain kuat konstruksi juga harus selalu dalam keadaan bersih secara fisik dan bebas dari barang-barng sisa atau bekas yang ditempatkan secara tidak teratur 3. HALAMAN Halaman TPM diberi papan nama perusahaan yang mencantumkan nomor pendaftaran/laik hygiene sanitasi makanan di tempat yang mudah dilihat. Halaman harus selalu kering dan terpelihara kebersihannya tidak banyak serangga (lalat, kecoa) dan tikus serta tersedia tempat sampah yang memenuhi syarat kesehatan. Serta tidak terdapat tumpukan barrang-barang yang tidak teratur sehingga dapat menjadi tempat berkembang biaknya serangga dan tikus. Saluran pembuangan air kotor dihalaman yang berasal dari dapur dan kamar mandi harus tertutup dan tidak menjaditempat jalan masuknya tikus ke dalam bangunan TPM oleh sebab itu pada setiap lubang saluran yang berhubungan dengan bagian dalam bangunan harus dilengkapi dengan jeruji (screen) yang ukurannya tidak bias dilalui oleh tikus serta pembuangan air hujan harus lancar sehingga tidak menimbulkan genangan-genangan air di permukaan tanah Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 22 4. TATA RUANG Pembagian ruang untuk restoran dan rumah makan minimal terdiri dari dapur, gudang, ruang makan, toilet, ruang karyawan dan ruang adminstrasi. Setiap ruangan mempunyai batas dinding untuk memisahkan ruangan yang satu dengan lainnya dan dihubungkan dengan pintu, ruangan harus ditata dengan baik sesuai fungsinya sehingga memudahkan arus tamu, karyawan, bahan makanan dan makanan jadi serta barang-barang lainnya yang dapat mencemari makanan dan yang paling penting adalah ruang dan barang-barang ditata sedemikian rupa agar mudah dibersihkan setiap hari, khusus ruang pengolahan makanan (dapur/jasa boga) harus diatur proses pengolahan makanan seperti ban berjalan (berurutan yang teratur) 5. LANTAI Lantai dibuat sedemikian rupa sehingga selalu bersih, kerig, tidak mudah rusak, tidak lembab, tidak ada retakan atau celah tidak licin dan tahan terhadap pembersihan yang berulang-ulang, dibuat miring kearah tertentu dengan kelandaian yang cukup (1-2), sehingga tidak terjadi genangan air serta mudah untuk dibersihkan, untuk itu bahannya harus kuat, rata, kedap air dan dipasang dengan rapi. Pertemuan antara lantai dengan dinding sebaiknya dibuat conus (tidak membuat sudut mati) dengan tujuan agar sisa-sisa kotoran mudah dibersihkan dan tidak tertinggal atau menumpuk disudut-sudut lantai. 6. DINDING Permukaan dinding harus rata dan halus, berwarna terang dan tidak lembab dan mudah dibersihkan untuk itu dibuat dari bahan yang kuat, kering, tdak menyerap air, dipasang rata tanpa celah atau retak. Dinding dapat dilapisi plesteran atau porselen agar tidak mudah ditumbuhi oleh jamur atau kapang. Keadaan dinding harus dipelihara agar tetap utuh, bersih dan tidak terdapat debu, lawa-lawa atau kotoran lain yang berpotensi menyebabkan pencemaran pada makanan, permukaan dinding yang sering terkena percikan air misalnya ditempat pencucian dan tempat peracikan dipasang porselin atau logam anti karat setinggi 2 meter dari lantai, tinggi 2 meter sebagai batas jangkauan tangan dalam posisi berdiri, sehingga bilaman dinding pada jagkauan tersebut dipasang porselin dapat mudah dibersihkan. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 23 7. ATAP DAN LANGIT-LANGIT Atap dan langit-langit berfungsi sebagai penahan jatuhnya debu dan kotoran lain sehingga tidak mengotori makanan yang sedang diolah, atap tidak boleh bocor, cukup landai dan tidak menjadi sarang serangga dan tikus. Langit-langit harus terpelihara dan selalu dalam keadaan bersih, bebas dari retakan dan lubang-lubang dan tidak menjadi sarang serangga dan tikus. Tinggi langit-langit minimal 2,4 meter diatas lantai, makin tinggi langit-langit makin baik persyaratannya karena jumlah oksigen ruangan semakin banyak. 8. PINTU DAN JENDELA Pintu diruangan memasak harus dapat ditutup sendiri (self closing) dan membuka kearah luar jendela, pintu dilubang ventilasi dimana makanan diolah harus dilengkapi dengan kawat kassa yang dapat dibuka dan dipasang. Semua pintu dari ruang tempat pengolahan makanan dibuat menutup sendiri atau dilengkapi peralatan anti lalat, seperti kawat kasa, tirai palstik, pintu rangkap dan lain-lain. Setiap bagian bawah pintu sebaiknya dilapisi logam setinggi 36 cm untuk mencegah masuknya tikus, jarak pintu dengan lantai harus cukup rapat dan tidak lebih dari 5mm. 9. PENCAHAYAAN Intensitas pencahayaan disetiap ruang kerja harus cukup terang untuk melakukan pekerjaan, setiap ruangan kerja seperti gudang, dapur, tempat cuci peralatan dan tempat cuci tangan, intensitas pencahayaan sedikitnya 10 foot candle pada titik 90 cm dari lantai, pencahayaan harus tidak menyilaukan dan tersebar merata, sehingga sedapat mungkin tidak menimbulkan bayangan. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara menempatkan beberapa lampu dalam satu ruangan. 10. VENTILASI/ PENGHAWAAN Bangunan atau ruangan tempat pengolahan makanan harus dilengkapi dengan ventilasi yang dapat menjaga keadaan nyaman. Suhu nyaman berkisar antara 280C-320C sejauh mungkin ventilasi harus cukup untuk mencegah udara ruangan tidak terlalu panas. Mencegah terjadinya kondensasi uap air atau lemak pada lantai, dinding atau langit-langit dan membuang bau, asap dan pencemaran lain dari ruangan. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 24 11. RUANGAN PENGOLAHAN MAKANAN Luas ruangan dapur pengolahan makanan harus cukup untuk orang bekerja dengan mudah dan efisien, mencegah kemungkinan kontaminasi makanan dan memudahkan pembersihan, ruangan pengolahan makanan tidak boleh berhubungan langsung dengan jamban, peturasan dn kamar mandi dan dibatasi dengan ruangan antara (sekat) 12. FASILITAS PENCUCIAN PERALATAN DAN BAHAN MAKANAN Terbuat dari bahan yang kuat tidak berkaratdan mudah dibersihkan. Pencucian peralatan harus harus menggunakan bahan pembersih /deterjen. Bak pencucian peralatan sedikitnya terdiri dari 3 (tiga) bak pencuci yaitu untuk menrendam (hushing) menyabun (washing) dan membilas (rinsing). 13. TEMPAT CUCI TANGAN Tersedia tempat cuci tangan yang terpisah dengan tempat cuci peralatan maupun bahan makanan yang dilengkapi dengan air kran, saluran pembungan tertutup, bak penampungan, sabun dan pengering. 14. AIR BERSIH Air bersih harus tersedia dengan cukup untuk seluruh kegiatan pengolahan makanan. Kualitas air bersih harus memenuhi syarat Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 416/Menkes/Per/IX/1990. Air bersih secara fisik adalah jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasadan bebas kuman penyakit. Untuk air biasa harus direbus terlebih dahulu sebelum digunakan. 15. JAMBAN DAN PETURASAN TPM harus mempunyai jamban dan peturasan yang memenuhi syarat kesehatan serta memenuhi pedoman plumbing Indonesia, jamban harus dibuat dengan leher angsa dan dilengkapi dengan air penyiraman dan untuk pembersih badan yang cukup serta tissue dan diberi tanda/ tulisan pemberitahuan bahwa setiap pemakai harus mencuci tangan dengan sabun sesudah menggunakan jamban. 16. KAMAR MANDI TPM harus dilengkapi dengan kamar mandi dengan kran mengalir dan saluran air limbah yang memenuhi pedoman plumbing, jamban kamar mandi harus mencukupi kebutuhan paling sedikit 1 buah untuk 1-10 orang, dengan penambahan 1 buah untuk setiap 20 orang. Kamar mandi Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 25 dianjurkan tanpa bak mandi, tetapi menggunakan shower (pancuran) sehingga mencegah pertumbuhan larva nyamuk penular penyakit, kalau ada kamar mandi harus dikuras seminggu sekali. 17. TEMPAT SAMPAH Tempat sampah untuk menampung sampah sementara dibuat dari bahan yang kuat, kedap air dan tidak mudah berkarat, mempunyai tutup dan memakai kantong plastic khusus untuk sisa-sisa bahan makanan dan makanan jadi yang cepat membusuk, jumlah dan volume tempat sampah disesuaikan dengan produksi sampah pada setiap kegiatan. Sampah harus sudah dibuang dalam waktu 1x24 jam dari TPM. Kantong sampah yang telah penuh ditempatkan ditempat yang mudah dijangkau oleh kendaraan pengangkut sampah. 18. FASILITAS PENYIMPANAN PAKAIAN (LOCKER) KARYAWAN Locker karyawan dibuat dari bahan yang kuat, aman, kudah dibersihkan dan tertutup rapat. Jumlahnya disesuaikan dengan jumlah karyawan, locker ditempatkan diruangan yang terpisah dengan dapur dan gudang, locker untuk karyawan pria hendaknya terpisah dengan locker karyawan wanita. Berdasarkan data Seksi Penyehatan Lingkungan diketahu hasil pemeriksaan TPM di Kabupaten Tolitoli Tahun 2014 jumlah TPM sebanyak 565 buah dan memenuhi syarat hygiene sanitasi kesehatan sebanyak 341 buah atau sebesar 60.35%. Sementara TPM tidak memenuhi syarat hygiene sanitasi kesehatan sebanyak 226 buah atau sebesar 33.69%. Meskipun demikian berbagai upaya yang dilakukan oleh program terkait diantaranya melakukan pembinaan dan uji petik pada TPM yang tidak memenuhi syarat sehat diketahui jumlah TPM yang tidak memenuhi syarat sehat sebanyak 226 buah. Sementara TPM yang dilakukan uji petik dari jumlah TPM memenuhi syarat sebanyak 103 buah atau 27.91% dari 341 TPM yang memenuhi syarat sehat hal ini dilakukan dalam rangka memperketat pemantauan dan evaluasi terhadap TPM yang ada agar penyebaran penyakit yang berasal dari TPM dapat diminilisir. TPM memiliki potensi untuk menimbulkan gangguan kesehatan dari makanan yang dhasilkannya orang yang mengolah makanan, bahan yang diolah dan tempat pengolahan itu sendiri. Untuk meningkatkan kualitas makanan yang dihasilkan disajikan dan dijual oleh TPM, maka Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 26 pengelola TPM harus mematuhi dan memenuhi persyaratan TPM dan selalu dijaga kebersihannya setiap saat. Persyaratan yang telah dipenuhi masih tetap dan harus memerlukan pemeliharaan serta upaya pencucian atau pembersihan yang benar sesuai dengan seharusnya dan dilakukan secara teratur dan berkesinambungan. E. KEADAAN PERILAKU MASYARAKAT Salah satu upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat ialah dengan perilaku hidup sehat. Untuk mengetahui keadaan perilaku masyarakat digunakan 2 (dua) indikator kesehatan diantaranya: 1) Rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) 2) Perilaku masyarakat terhadap pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan. Untuk mengetahui keadaan perilaku masyarakat selengkapnya diuraikan sebagai berikut: 1. PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) Kegiatan pemantauan terhadap perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masyarakat sudah dilakukan sejak tahun 2001. Hal tersebut bertujuan mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup bersih dan sehat. Kegiatan PHBS dilakukan dalam rangka memberikan informasi dan pendidikan masyarakat. kesehatan Agar baik perorangan, masyarakat mampu keluarga, mengenali kelompok, dan dan mengatasi permasalahan kesehatannya sendiri. Berbekal pengetahuan kesehatan tersebut, diharapkan masyarakat dapat menerapkan hidup sehat sehingga tercipta lingkungan masyarakat sehat. PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktekkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri dibidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya. PHBS pada tatanan rumah tangga dinilai berdasarkan 10 indikator Klasifikasi PHBS ditentukan berdasarkan nilai perilaku dan lingkungan sehat setiap keluarga dengan ketentuan. Jika dari 10 indikator PHBS terdapat 1 (satu) indikator yang tidak sehat maka rumah tangga tersebut dikatakan tidak sehat. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 27 INDIKATOR PERILAKU DAN INDIKATOR GAYA HIDUP PADA PHBS Indokator Rumah Tangga Sehat 1. Persalinan ditolong oleh Indokator Gaya Hidup Sehat tenaga 1. Makanan kesehatan 2. Memberi ASI Ekslusif 3. Menimbang balita setiap bulan 4. Menggunakan air bersih 5. Mencuci tangan dengan air bersih buah dan sayur setiap hari 2. Melakukan aktivitas fisik setiap hari 3. Tidak merokok didalam ruangan dan sabun 6. Menggunakan jamban sehat 7. Memberantas jentik nyamuk SUMBER : SEKSI PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2014 Untuk mengetahui persentase rumah tangga sehat berPHBS menurut kecamatan diKabupaten Tolitoli Tahun 2014 diuraikan pada gambar 10. GAMBAR 10. PERSENTASE RUMAH TANGGA BERPHBS MENURUT PUSKESMAS DIKABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 SUMBER: SEKSI PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2014 Gambar 10 mengisyaratkan bahwa dari 14 Puskesmas tidak satupun puskesmas yang mampu mencapai 80% target PHBS sesuai ketentuan. Persentase Rumah Tangga BerPHBS masih berkisar pada angka capaian Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 28 dibawah 50%. Sementara untuk Puskesmas Bangkir, Kayulompa, Kota, dan Binontoan sampai pada saat penyusunan profil datanya belum dimasukkan. Berdasarkan data tahun 2014 diketahui sebanyak 49.898 rumah tangga yang ada dan jumlah dipantau sebanyak 16.816 rumah tangga atau 33.7%. dan hasil berPHBS sebanyak 4.348 atau 25.9%. Dengan demikian masih sekitar 12.468 atau 74.14% dari rumah yang dipantau belum berPHBS. Apabila dicermati berdasarkan data rumah tangga secara keseluruhan di Kabupaten Tolitoli sebanyak 49.898 rumah tangga, maka jumlah rumah tangga yang ada belum semuanya terpantau, masih tersisa sebanyak 33.082 atau 66.29% rumah tangga tidak terpantau. Minimnya alokasi anggaran terkait pemantauan rumah tangga berPHBS menjadi penyebab rumah tangga tidak terpantau secara total diwilayah kerja Puskesmas. Tahun 2014 pemantauan rumah tangga hanya berdasarkan klaster yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi berikut anggarannya. Kedepan kebijakan alokasi anggaran perlu ditingkatkan untuk program promosi kesehatan dikabupaten Tolitoli. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 29 BAB III. SITUASI DERAJAT KESEHATAN Gambaran mengenai derajat kesehatan masyarakat disajikan dalam berbagai indikator meliputi Indikator Mortalitas, Morbiditas dan Status Gizi. Sasaran peningkatan derajat kesehatan ini adalah meningkatnya secara bermakna umur harapan hidup, menurunnya angka kematian bayi dan ibu, menurunnya prevalensi beberapa penyakit penting, menurunnya angka kecacatan dan ketergantungan, meningkatnya status gizi masyarakat dan menurunnya angka Vertilitas. A. MORTALITAS Mortalitas ialah angka kematian yang terjadi pada waktu dan tempat tertentu diakibatkan oleh keadaan tertentu, baik berupa penyakit maupun sebab lainnya. Hal ini dapat memberikan gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat. Indikator mortalitas merupakan alat untuk menilai keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan bidang kesehatan yang telah dilaksanakan dengan mempelajari tingkat perkemabangan angka kematian yang terjadi pada setiap tahun. 1. ANGKA KEMATIAN BAYI (AKB) Salah satu indikator digunakan untuk mengetahui gambaran tingkat permasalahan kesehatan masyarakat yaitu dengan angka kematian Bayi (AKB). Tidak dapat dipungkiri bahwa pertumbuhan dan perkembangan manusia yang paling rawan adalah usia bayi (0-11 bulan). Terjadinya kasus kematian bayi menunjukan bahwa ada fenomena gunung es permasalahan di tingkat keluarga dan masyarakat. Permasalahan yang ada di masyarakat bisa berupa masalah kesehatan, sosial budaya, ekonomi maupun pendidikan. Berdasarkan laporan Seksi KIA Tahun 2014 jumlah kematian bayi termasuk neonatal sebanyak 56 orang dari 4.004 Kelahiran Hidup (AKI 10 per1000 Kelahiran Hidup). Kematian bayi selama 5 (lima) tahun 2010-2014 dapat dilihat pada gambar 11. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 30 GAMBAR 11. JUMLAH KEMATIAN BAYI TERMASUK NEONATAL DI KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014 Gambar 11 diketahui jumlah kematian bayi termasuk neonatal terus berfluktuasi hampir setiap tahun. Kematian Neonatal termasuk Bayi ditahun 2014 terus mengalami penurunan cukup signifikan apabila dibandingkan kematian pada 1 (satu) tahun terakhir, maka kematian dapat ditekan sebanyak 17 kasus kematian. Masih dijumpainya kematian bayi termasuk neonatal mengisyaratkan bahwa hal tersebut merupakan indikasi terjadinya penurunan derajat kesehatan masyarakat Kabupaten Tolitoli sebagai salah satu wujud kurang berhasilnya pembangunan bidang kesehatan. Hal ini merupakan faktor negatif dalam upaya pengetasan kematian bayi termasuk neonatal, tentunya kejadian ini berjalan tidak seimbang dengan upaya pemerintah dalam mendekatkan masyarakat dengan sarana pelayanan kesehatan termasuk tenaga kesehatan dengan kenyataan meningkatnya kasus kematian pada bayi dan neonatal. Pada tahun-tahun mendatang program terkait harus terus berbenah diri agar tidak ada lagi kasus kematian serupa terjadi. Untuk mengetahui peta kasus kematian Bayi termasuk Neonatal berdasarkan Puskesmas diKabupaten Tolitoli diuraikan pada gambar 12. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 31 GAMBAR 12. PETA SEBARAN KEMATIAN BAYI TERMASUK NEONATAL MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 BINONTOAN LAULALANG GALANG BAOLAN DUNGINGIS KOTA LAMPASIO OGODEIDE KAYULOMPA BANGKIR KOMBO SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014 Gambar 12. Peta sebaran puskesmas dengan jumlah kematian Bayi dan Neonatal terlihat pada Puskesmas Kombo, Bangkir, Kayulompa, Ogodeide, Lampasio, Baolan, Kota, Galang, Dungingis, Laulalang, dan Binontoan. Sementara Puskesmas Ogotua, dan Dondo, tidak ditemukan kematian Bayi dan Neonatal. Puskesmas dengan jumlah kematian tertinggi berada pada Puskesmas Kota dan Bangkir Masing-masing 8 (delapan) Kasus dan terendah Puskesmas Kayulompa 1 (satu) Kasus. Adapun penyebab kematian Bayi dan Neonatal dapat dilihat pada gambar 13. GAMBAR 13. PENYEBAB KEMATIAN BAYI KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014 Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 32 GAMBAR 14. GAMBAR 14. PENYEBAB KEMATIAN NEONATAL TAHUN 2014 SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014 Gambar 13 dan 14 penyebab kematian Neonatal terbanyak dikarenakan kasus Lain-lain, sementara penyebab kematian Bayi terbanyak dikarenakan kasus Pneumonia dan DLL. 2. ANGKA KEMATIAN BALITA (AKB) Angka Kematian Balita adalah jumlah kematian anak umur 0–59 bulan. Indikator ini menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan anak dan faktor yang mempengaruhi kesehatan anak seperti kekurangan Gizi, sanitasi, dan penyakit infeksi. Data kematian balita Kabupaten Tolitoli tahun 2014 sebanyak 3 orang. Kematian Balita ditemukan pada Puskesmas Ogotua, Baolan, dan Galang Masing-masing 1 (satu) Kasus. 3. ANGKA KEMATIAN IBU MATERNAL (AKI) Angka kematian ibu (AKI) merupakan indikator kesehatan yang menggambarkan resiko kesehatan ibu selama masa kehamilan dan melahirkan. Besarnya angka kematian Ibu melahirkan dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya: Sosial ekonomi, status kesehatan ibu selama kehamilan, tersedianya tenaga kesehatan memadai, serta fasilitas pelayanan kesehatan termasuk perinatal dan obstetrik. Angka kematian ibu Kabupaten Tolitoli tahun 2014 dilaporkan sebanyak 5 orang dengan rincian kematian pada ibu hamil sebanyak 2 orang, kematian pada ibu bersalin sebanyak 1 orang, serta kematian ibu nifas sebanyak 2 orang dari 4.004 kelahiran hidup. Perbandingan jumlah Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 33 kematian Ibu dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir diuraikan pada gambar 15. GAMBAR 15. JUMLAH KEMATIAN IBU DI KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014 Gambar 15 terlihat angka kematian Ibu dapat ditekan dari jumlah kematian sebanyak 10 tahun 2013 turun menjadi 5 kasus kematian tahun 2014. Penyebab kematian ibu digolongkan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu penyebab langsung, penyebab tidak langsung, dan penyebab mendasar. 1) Penyebab langsung berkaitan dengan kondisi ibu sendiri misalnya adanya penyakit Anemia, Malaria, Kekurangan Energi Kronsi (KEK) 4 terlalu : Usia terlalu muda, usia terlalu tua, anak terlalu banyak (anak sudah 4 orang atau lebih), terlalu sering melahirkan (jarak kelahiran <2 tahun). 2) Penyebab tidak langsung yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan misalnya keberadaan bidan didesa, persalinan yang tidak bersih, peralatan yang tidak memadai, 3) Sedangkan penyebab mendasar yaitu: penyebab yang ada dimasyarakat, anggota keluarga ibu atau suami sehingga menimbulkan 3 (tiga) terlambat: terlambat mengambil keputusan, terlambat mencari penolong persalinan, dan terlambat ditolong dalam persalinan disamping itu, rendahnya status kesehatan penduduk miskin, rendahnya pemanfaatan pelayanan kesehatan (bidan) oleh masyarakat serta terbatasnya akses pelayanan kesehatan karena kendala geografis dan kendala biaya. Untuk mengetahui lokasi terjadinya kasus-kasus kematian Ibu Kabupaten Tolitoli Tahun 2014 dapat dilihat pada gambar 16. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 34 GAMBAR 16. GAMBAR 16. PETA KEMATIAN IBU MENURUT PUSKESMAS KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 GALANG OGODEIDE BASIDONDO BANGKIR SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014 Gambar 16 mengisyaratkan lokasi wilayah puskesmas dengan kubus berwarna merah merupakan puskesmas dengan kasus-kasus kematian Ibu. Kasus kematian Ibu terdapat pada Puskesmas Bangkir, Ogodeide, Basidondo, dan Galang. Puskesmas Basidondo paling tinggi kasus kematian sebanyak 2 Orang, sementara 3 (tiga) Puskemas lainnya masing-masing 1 (satu) kematian. Kematian Ibu bisa disebabkan karena perdarahan, eklamsia maupun infeksi. Perdarahan bisa terjadi pada saat persalinan terhadap ibu yang menderita anemia dan robekan jalan lahir, sedangkan eklamsia terjadi pada ibu hamil dengan darah tinggi dan muntah berlebihan, sebetulnya gejala eklamsia bisa dideteksi secara dini jika dilakukan pemeriksaan ANC secara teratur. Infeksi bisa terjadi karena proses pertolongan persalinan yang tidak hygienes. Adapun penyebab kematian ibu Kabupaten Tolitoli Tahun 2014 didominasi oleh kasus Infeksi, HDK, Perdarahan dan Lain-lain selengkapnya dilihat pada gambar 17. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 35 GAMBAR 17. GAMBAR 17. PENYEBAB KEMATIAN IBU KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014 Gambar 17 penyebab langsung kematain ibu terbanyak ialah Infeksi disusul Perdarahan, HDK, dan Lain-lain masing-masing 1 kasus. Dalam upaya penurunan angka kematian, pemeriksaan kehamilan (ANC) sangat penting melalui pemeriksaan kehamilan lengkap K4 dapat mencegah terjadinya kematian Ibu. Pemberian tablet (Fe) tambah darah bagi Ibu hamil untuk mencegah anemia, pengukuran tensi sangat dibutuhkan untuk mendeteksi gejala eklamsia, sedangkan untuk menghindari infeksi pada saat persalinan dengan cara persalinan 3 bersih ( alat, tangan, alas) hal ini bisa dilakukan oleh petugas kesehatan atau petugas terlatih, ketiga faktor diatas sangat berkaitan erat apabila cakupan K4 baik diharapkan pertolongan persalinan juga baik dan cakupan pemberian tablet tambah darah meningkat. B. MORBIDITAS (ANGKA KESAKITAN) Angka morbiditas atau kesakitan selama ini masih menggunakan pendekatan data facility based dan belum berbasis evidence based. Berdasarkan data tahun 2014 diketahui pola penyakit terbanyak rawat jalan pada rumah sakit umum mokopido Tolitoli didominasi oleh penyakit Hypertensi dengan angka kesakitan sebanyak 616 kasus dan angka kesakitan terendah yaitu penyakit Dermatitis sebanyak 67 kasus dari jumlah kasus penyakit keseluruhan rawat jalan rumah sakit umum sebanyak 2.527 kasus. Untuk mengetahui gambaran 10 penyakit terbanyak rawat jalan pada rumah sakit umum Tolitoli tahun 2014 selengkapnya diuraikan pada tabel 4. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 36 TABEL 2. 10 PENYAKIT TERBANYAK RAWAT JALAN DI RSU MOKOPIDO KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 Nama Penyakit Jumlah Kasus Pharingitis 616 Dyspepsia 382 ISPA 265 ISK 230 Hypertensi 171 Ganren Pulpa 148 Pneumonia 429 GEA 114 Bronchitis 105 Dermatitis 67 SUMBER : RSU MOKOPIDO TOLITOLI TAHUN 2014 Sementara gambaran pola 10 penyakit terbesar rawat inap diRumah Sakit Umum Mokopido Tolitoli tahun 2014 tampaknya didominasi oleh kasus penyakit Pharingitis sebanyak 616 kasus dan yang terendah ialah Dermatitis sebanyak 67 kasus. Untuk mengetahui pola 10 penyakit terbanyak rawat inap pada rumah sakit umum tolitoli tahun 2014 selengkapnya diuraikan pada tabel 5. Tabel 3. 10 PENYAKIT TERBANYAK RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM MOKOPIDO KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 Nama Penyakit Jumlah Kasus Hipertensi 878 Dispepsia 799 Diare Akut 528 Faringitis Akut 461 Anemia 452 Pneumonia 403 ISK 270 Common Cold 243 Vertigo 241 CHF 159 SUMBER : RSU MOKOPIDO TOLITOLI TAHUN 2014 Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 37 Tabel 5 menunjukkan distribusi 10 jenis penyakit terbanyak rawat inap di RSUD Mokopido cenderung mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Namun ditahun 2014 terjadi peningkatan kasus pada penyakit rawat inap diketahui jumlah kasus penyakit rawat inap sebanyak 4.434 penderita, angka ini meningkat sebesar 1.038 penderita dalam waktu 1 (satu) tahun terakhir dimana pada tahun 2013 penderita penyakit dirawat inap sebanyak 3.396 penderita. Selain itu, untuk menggambarkan angka kesakitan juga dipaparkan gambaran 10 penyakit terbanyak Puskesmas tahun 2014 diuraikan pada tabel 6. TABEL 4. 10 PENYAKIT TERBANYAK DI PUSKESMAS KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 Nama Penyakit Jumlah kasus ISPA 20.433 TEKANAN DARAH TINGGI 12.640 MAAG 10.242 REMATIK 9.013 DIARE 4.530 ANEMIA 3.839 HYPOTENSI 3.406 INFEKSI PENYAKIT USUS 2.726 MALARIA 2.045 ASMA 1.751 SUMBER: DINAS KESEHATAN TOLITOLI TAHUN 2014 Tabel 6 menunjukkan penyakit ISPA masih menempati urutan tertinggi dari 10 (sepuluh) besar penyakit di Puskesmas tahun 2014 dengan jumlah kasus sebanyak 20.433. Sedangkan kasus penyakit terendah Penyakit Asma sebanyak 1.751 kasus. Selanjutnya diuraikan beberapa situasi penyakit menular yang perlu mendapatkan perhatian termasuk penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), penyakit KLB/wabah dan penyakit tidak menular. 1. PENYAKIT MENULAR Penyakit menular yang disajikan pada bagian ini diantaranya: Penyakit Malaria, TB-Paru, HIV/AIDS, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), Kusta, Penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), penyakit potensial wabah, rabies, serta penyakit Filariasis. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 38 a. PENYAKIT MALARIA Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang upaya pengendaliannya menjadi komitmen global dalam Millenium Development Goals (MDGs). Penyebab malaria adalah hewan bersel satu (protozoa) Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles. Wilayah endemis malaria pada umumnya adalah desa-desa terpencil dengan kondisi lingkungan yang tidak baik, sarana transportasi dan komunikasi yang sulit, akses pelayanan kesehatan kurang, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi masyarakat yang rendah, serta buruknya perilaku masyarakat terhadap kebiasaan hidup sehat. Perkembangan penyakit Malaria ini dipantau melalui Annual Parasite Incidence (API). API Kabupaten Tolitoli pada tahun 2014 adalah 0 (nol) per 1.000 penduduk dengan CFR 0 (nol), sementara puskesmas yang melaporkan kasus malaria positif dengan sediaan darah diperiksa terbanyak adalah Puskesmas Basidondo sebanyak 37 kasus. Penyakit malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Kabupaten Tolitoli. Beberapa tahun sebelumnya sampai dengan saat ini penyakit tersebut masih selalu masuk dalam urutan 10 penyakit terbesar. prevalensinya Meskipun cenderung dari menurun, tahun ke sangat tahun jumlah dimungkinkan atau kondisi lingkungan dan iklim Kabupaten Tolitoli menjadi pemicu terjadinya kasuskasus malaria. Disamping itu, kesadaran masyarakat untuk meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan masih sangat kurang. Selengkapnya perkembangan kasus penderita malaria positif Kabupaten Tolitoli Tahun 2010-2014 dilihat pada gambar 18. GAMBAR 18. PERBANDINGAN KASUS PENDERITA MALARIA POSITIF KABUPATEN TOLITOLITAHUN 2010-2014 SUMBER: SEKSI SEPIMKESMAS TAHUN 2014 Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 39 Gambar 18 menunjukkan kasus penyakit malaria terus berfluktuasi, dalam kurun waktu 1 (satu) tahun terakhir kasus ini kembali meningkat. Perkembangan data tersebut mengindikasikan kurang berhasilnya kegiatan program dilaksanakan, sehingga perlu upaya evaluasi sampai ketingkat puskesmas dalam rangka perbaikan pelaksanaan program. Hal ini dikarenakan terjadinya lonjakan kasus yang cukup berarti, padahal ditahun-tahun sebelumnya kasus ini dapat ditekan dan terus diturunkan secara bermakna. Kegiatan penyuluhan dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait perkembangbiakan penyakit malaria serta mekanisme pencegahannya dan tatacara memutuskan mata rantai terhadap penularannya serta menjalin kerjasama dengan sector terkait harus terus dilakukan agar kedepan kasus serupa dapat diturunkan. b. PENYAKIT TB-PARU Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil TB. Bersama dengan Malaria dan HIV/AIDS, TB menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmen global dalam MDGs Salah satu indikator yang digunakan dalam pengendalian TB adalah Case Notification Rate (CNR), yaitu angka yang menunjukkan jumlah pasien TB semua tipe yang ditemukan dan tercatat diantara 100.000 penduduk pada satu periode disuatu wilayah tertentu Berdasarkan data Seksi P2 tahun 2014 diketahui cakupan CNR kasus baru BTA positif 120.57 sementara CNR seluruh kasus TB sebanyak 1.183.98 selengkapnya gambaran mengenai CNR TB-Paru Kabupaten Tolitoli Tahun 2010-2014 diuraikan pada gambar 19. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 40 GAMBAR 19. GAMBAR 19. PERKEMBANGAN CNR KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 SUMBER: SEKSI P2 TAHUN 2014 c. HIV/AIDS HIV dan AIDS disebabkan oleh infeksi virus Human Immuno deficiency virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh yang menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain. Penyakit ini ditularkan melalui cairan tubuh penderita yang terjadi melalui proses hubungan seksual, transfusi darah, penggunaan jarum suntik yang terkontaminasi secara bergantian dan penularan dari ibu ke anak dalam kandungan melalui plasenta dan menyusui. Kasus HIV dan AIDS menunjukkan trend peningkatan setiap tahun. Sampai dengan bulan Desember 2014 jumlah kasus baru AIDS tidak ditemukan namun kasus baru HIV ditemukan sebanyak 2 Orang, 1 orang berjenis kelamin Lakilaki dan 1 orang lainnya berjenis kelamin Perempuan. Keberadaan penderita HIV & AIDS bagaikan fenomena gunung es, dimana jumlah penderita yang ditemukan jauh lebih sedikit dari penderita yang sebenarnya ada. Sehingga tidak menutup kemungkinan jumlah penderita HIV & AIDS di Kabupeten Tolitoli jauh lebih besar lagi. Diperlukan upaya bersama dalam pemberantasan penyakit HIV & AIDS, yang tidak saja ditujukan pada penanganan penderita yang ditemukan tetapi juga diarahkan pada upaya pencegahan pada orang yang beresiko Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 41 melalui VCT (Voluntary Conseling and Test) maupun PICT (Provider Inisiative Conseling and Test). d. PENYAKIT KUSTA Kusta merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium leprae. Penatalaksanaan kasus yang buruk dapat menyebabkan Kusta menjadi progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota gerak dan mata. Diagnosis kusta dapat ditegakkan dengan adanya kondisi sebagai berikut : a. Kelainan pada kulit (bercak) putih atau kemerahan disertai mati rasa b. Penebalan saraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf berupa mati rasa dan kelemahan/kelumpuhan otot. c. Adanya kuman tahan asam didalam kerokan jaringan kulit (BTA Positif). Akhir tahun 2014 dilaporkan kasus baru tipe pausi basiler sebanyak 11 kasus terdiri dari 5 (lima) laki-laki dan 6 (enam) Perempuan berikut ini disajikan kecenderungan kasus baru tipe PB dan MB Kabupaten Tolitoli tahun 2010 – 2014 pada gambar 20. GAMBAR 20. PERKEMBANGAN KASUS BARU TIPE PB DAN MB KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2010-2014 SUMBER: SEKSI P2 TAHUN 2014 Keberhasilan dalam mendeteksi kasus baru dapat diukur dari tinggi rendahnya proporsi cacat tingkat 2, sedangkan untuk mengetahui tingkat penularan di masyarakat digunakan indikator proporsi anak (0-14 tahun) diantara penderita baru. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 42 Proporsi cacat tingkat 2 pada tahun 2014 sebesar 95.65 %. Sedangkan proporsi anak diantara penderita baru pada tahun 2014 sebesar4.35%. Selengkapnya dilihat pada gambar 21 dan 22 GAMBAR 21. PROPORSI PENDERITA ANAK KASUS BARU KUSTA KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2010-2014 SUMBER: SEKSI P2 TAHUN 2014 GAMBAR 22. PROPORSI PENDERITA CACAT TINGKAT 2 KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2010-2014 SUMBER: SEKSI P2 TAHUN 2014 Gambar 21 dan 22 terlihat penderita anak kasus baru kusta serta proporsi penderita cacat tingkat 2 di Kabupaten Tolitoli tampak mengalami peningkatan ditahun 2014. Meskipun demikian kegiatan dalam upaya penanggulangan penyakit kusta terus dilaksanakan berupa penemuan penderita baik secara aktif maupun secara pasif, kontak survey, pengobatan bagi penderita kusta yang ditemukan, penyuluhan, serta rujukan penderita kusta ke Rumah Sakit Umum Daerah Undata Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 43 e. PENYAKIT MENULAR YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI (PD3I) 1). TETANUS NEONATORUM Penyakit tetanus neonatorum merupakan penyakit yang menyerang bayi berusia kurang dari 1 bulan (neonatus) disebabkan oleh clostridium tetani. Yaitu toksin atau racun yang menyerang sistem syaraf pusat. Resiko terjadinya tetanus neonatorum disebabkan karena Ibu hamil yang tidak mendapat imunisasi TT, pemberian imunisasi tidak lengkap, serta pertolongan persalinan yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Disamping itu, kasus neonatorum lebih dominan disebabkan perawatan tali pusat kurang memenuhi standar kesehatan. Untuk itu, pada masa kehamilan sampai melahirkan hendaknya ibu perlu mendapatkan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan maupun tenaga bidan terlatih. Perkembangan kasus tetanus neonatorum sejak tahun 2010 sampai akhir tahun 2012 kasus tidak ditemukan, namun tahun 2013 1 (satu) kasus kembali ditemukan demikian juga ditahun 2014 ditemukan sebanyak 1 (satu) kasus. Fenoma tersebut membuktikan bahwa kasus (TN) perlu diwaspadai serta apakah semua kasus sudah terdeteksi dan terlaporkan secara keseluruhan oleh karena, ini erat kaitannya dengan ketersediaan tenaga kesehatan sampai tingkat desa. Saat ini diakui masih ada sarana pelayanan kesehatan yang belum terisi oleh petugas didesa disebabkan terbatasnya jumlah tenaga yang meminati desa-desa yang jauh dari pusat keramaian (terpencil) diperlukan perhatian pemerintah daerah dalam pemenuhan serta pemerataan tenaga kesehatan dengan demikian sistem penanganan cepat baik pelacakan maupun pelaporan terhadap kasus-kasus TN dimasyarakat dapat dilakukan secara merata dn menyeluruh. 2). CAMPAK Campak merupakan penyakit menular yang sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). Campak dapat menyebabkan resiko kematian pada anak balita. Kasus campak hampir setiap tahunnya masih ditemukan diKabupaten Tolitoli, sampai akhir tahun 2014 ditemukan jumlah kasus campak sebanyak 49 kasus. Kecenderungan Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 44 kejadian penyakit campak di Kabupaten Tolitoli sejak tahun 2010 sampai dengan 2014 diuraikan pada gambar 23. GAMBAR 23. PERKEMBANGAN INSIDEN KASUS CAMPAK KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2010-2014 SUMBER: SEKSI P2 TAHUN 2014 Gambar 23 menunjukkan kasus campak naik dalam kurun waktu 1 (satu) tahun terakhir dengan tidak terdapat kasus kematian dan CFR (0%). Upaya menekan kasus campak perlu terus menerus ditingkatkan mengingat perkembangan kasusnya masih berfluktuasi dari tahun ketahun dibutuhkan penguatan program dalam memberantas timbulnya penyakit tersebut sehingga Kabupaten Tolitoli dapat terbebas dari kasus campak. Sementara pukesmas melaporkan kasus campak terbanyak yaitu Puskesmas Dungingis sebanyak 21 kasus. Untuk mengetahui insiden kasus campak menurut puskesmas diKabupaten Tolitoli Tahun 2014 dapat dilihat pada gambar 24. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 45 GAMBAR 24. PERKEMBANGAN INSIDEN KASUS CAMPAK MENURUT PUSKESMAS KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 SUMBER: SEKSI P2 TAHUN 2014 3). DIFTERI Difteri merupakan penyakit menular. tercatat sejak tahun 2004 sampai akhir tahun 2014 kasus ini tidak ditemukan di Kabupaten Tolitoli. Keberhasilan menuntaskan penyakit difteri merupakan prestasi membanggakan. Pencapaian tersebut juga dipengaruhi oleh penguatan terhadap kebijakan program pemberantasan penyakit menular dalam meningkatkan intensitas pemberian imunisasi secara kontinyu dan berkesinambungan. Upaya untuk mempertahankan terjadinya penyakit difteri perlu terus ditingkatkan, meskipun kejadian kasus tidak ditemukan. Namun perlu diwaspadai terus menerus sehingga pada tahuntahun mendatang angka kesakitan disebabkan penyakit difteri tetap dapat ditekan. 4). PERTUSIS Kasus pertusis atau batuk rejan merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Berdasarkan data tahun 2014 ditemukan kasus pertusis sebanyak 45 kasus dengan rincian 19 pada lakilaki dan 26 perempuan. Peningkatan kasus ini secara signifikan padahal ditahun 2012 dan 2013 kasus serupa sempat Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 46 menghilang bila merujuk pada tahun 2011 penyakit ini ditemukan sebanyak 10 orang dengan rincian laki-laki sebanyak 7 orang dan perempuan sebanyak 3 orang. Perlu penguatan program serta dukungan kebijakan untuk menuntaskan kasus ini. Puskesmas Ogodeide merupakan pukesmas dengan penyumbang terbesar kasus pertusis sementara puskesmas lainnya kasus serupa tidak ditemukan. 5). HEPATITIS B Hepatitis B merupakan penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB) suatu anggota family hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau menahun yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati, Mula-mula dikenal sebagai serum hepatitis dan telah menjadi epidemic pada sebagaian Negara Asia dan Afrika. Hepatitis B telah menjadi endemic ditingkok dan berbagai Negara Asia, penyebab hepatitis ternyata tak semata-mata virus. Keracunan obat dan paparan berbagai macam zat kimia seperti karbon tetraklorida, klorfomazin, kloroform, aksen, fosfor dan zat lain-lain yang digunakan sebagai obat dalam industri modern, bisa juga menyebabkan hepatitis. Zat-zat kimia ini mungkin saja tertelan terhirup atau diserap melalui kulit penderita, menetralkan suatu racun yang beredar didalam darah adalh pekerjaan hati, jika banyak sekali zat kimia beracun yang masuk kedalam tubuh hati bias saja rusak, sehingga tidak dapat lagi menetralkan racun-racun lain. Pada umumnya gejala penyakit hepatitis B ringan gejalanya dapat berupa selera makan hilang, rasa tidak enak diperut, mual sampai muntah, demam ringan, kadang-kadang disertai nyeri sendi dan bengkak pada perut kanan atas, setelah satu minggu akan timbul gejala utama seperti, Bagian putih pada mata tampak kuning, kulit seluruh tubuh tampak kuning, dan air seni berwarna seperti teh berdasarkan laporan bidang P2PL Kabupaten Tolitoli Tahun 2014 kasus ini tidak ditemukan baik di Rumah Sakit maupun di Puskesmas dalam wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Tolitoli. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 47 6). POLIO AFP Polio merupakan salah satu penyakit menular yang termasuk kedalam PD3I disebabkan oleh virus yang menyerang sistem syaraf sehingga penderita mengalami kelumpuhan, penyakit yang ditandai dengan munculnya demam, lelah, sakit kepala, mual, kaku dileher, dan sakit ditungkai serta lengan. Acute Flaccid Paralysis (AFP) adalah penyakit dengan gejala bersifat akut yaitu lumpuh layu dan bukan disebabkan rudapaksa. Penyakit ini sering menyerang pada anak berusia kurang dari 15 tahun. Saat ini AFP digunakan sebagai indikator dalam menilai keberhasilan program Eradikasi Polio (Erapo) melalui gerakan IMUNISASI. Penuntasan penyakit polio merupakan wujud dari kesepakatan global dalam membasmi penyakit polio baik di dunia maupun di Indonesia. Dalam perjalannya Kasus penyakit polio sangat jarang dan bahkan tidak ditemukan diKabupaten Tolitoli. Akan tetapi suspek penyakit ini kembali muncul sekitar tahun 2005 dan terus dijumpai hingga tahun 2010, selanjutnya dapat ditekan sampai akhir tahun 2011, dan kembali ditemukan pada tahun 2012 sebanyak 2 kasus hingga akhir tahun 2013 dan 2014 kasus ini tidak ditemukan. Mempelajari perkembangan kasus AFP tampaknya penyakit ini patut diwaspadai mengingat angka penemuan kasus terus berfluktuatif setiap tahun. Upaya untuk memberantas peyakit polio terus ditingkatkan sehingga pada tahun-tahun mendatang Kabupaten Tolitoli terbebas dari penyakit polio. Untuk mengetahui perkembangan kasus polio di Kabupaten Tolitoli sejak tahun 2010– 2014 selengkapnya dilihat pada gambar 25. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 48 GAMBAR 25. PERKEMBANGAN KASUS PENYAKIT AFP DI KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2010-2014 SUMBER: SEKSI P2 TAHUN 2014 7). TETANUS (NON NEONATORUM) Penemuan kasus Tetanus (Non Neonatorum) tahun 2014 tidak ditemukan di Kabupaten Tolitoli jika dibandingkan dengan tahun 2012 kasus ini ditemukan sebanyak 3 kasus di Rumah Sakit Mokopido namun tidak terdapat kematian, data ini mengindikasikan bahwa kasus serupa dapat ditekan dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir. f. PENYAKIT POTENSI KLB/WABAH Beberapa penyakit menular berpotensi menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) diKabupaten Tolitoli diantaranya: Penyakit AFP, Demam Berdarah Dengue (DBD), Diare, serta Campak. 1) PENYAKIT DIARE Diare merupakan penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi feses selain dari frekuensi buang air besar, seseorang dikatakan menderita diare bila feses lebih berair dari biasanya atau bila buang air besar tiga kali atau lebih atau buang air besar berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam. Data tahun 2014 menunjukkan kasus penyakit diare masih tergolong tinggi diKabupaten Tolitoli yaitu sebesar 5.461 dan penangannya 115.7% dari jumlah perkiraan kasus sebesar 4.722 Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 49 angka ini meningkat dari tahun sebelumnya (2013) sebesar 4.979 dan penanganannya 107% dari jumlah perkiraan kasus diare sebesar 4.655. Pada tahun 2012 sebesar 5.206 dan penanganannya 100% dari jumlah perkiraan kasus sebesar 5.556. Mempelajari perkembangan kasus diare hampir setiap tahun kasus ini ditemukan diKabupaten Tolitoli dengan jumlah penderita terus meningkat. Informasi mengenai kejadian diare disajikan pada tabel lampiran 13. 2) PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) Penyakit Demam Berdarah Dengue atau DBD adalah infeksi yang disebabkan oleh virus dengue nyamuk atau beberapa jenis nyamuk menularkan atau (menyebarkan) virus dengue. Demam dengue juga disebut sebagai “breakbone fever” atau “bonebreak fever” (demam sendi) karena demam tersebut dapat menyebabkan penderitanya mengalami nyeri hebat seakan-akan tulang mereka patah, sejumlah gejala demam dari demam dengue adalah demam, sakit kepala, kulit kemerahan yang tampak seperti campak, dan nyeri otot pada persendian. Pada sejumlah pasien demam dengue dapat berubah menjadi satu dari dua bentuk yang mengancam jiwa, Pertama adalah demam berdarah yang menyebabkan perdarahan, kebocoran pembuluh darah (saluran yang mengalirkan darah) dan rendahnya tingkat trombosit darah ( yang menyebabkan daran membeku). Kedua adalah sindrom renjat dengue yang menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya. Terdapat 4 (empat) jenis virus dengue, apabila seseorang telah terinfeksi satu jenis virus biasanya dia menjadi kebal terhadap jenis tersebut seumur hidupnya. Namun dia hanya akan terlindung dari tiga jenis virus lainnya dalam waktu singkat jika kemudian dia terkena satu dari tiga jenis virus tersebut, dia mungkin akan mengalami masalah yang serius. Belum ada vaksin yang dapat mencegah seseorang terkena virus dengue tersebut, terdapat beberapa tindakan pencegahan demam dengue, orang-orang dapat melindungi diri mereka dari nyamuk dan meminimalkan jumlah gigitan nyamuk. Para ilmuan juga menganjurkan untuk memperkecil habitat nyamuk dan Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 50 mengurangi jumlah nyamuk yang ada, apabila seseorang terkena demam dengue biasanya dia dapat pulih hanya dengan meminum cukup cairan, selama penyakitnya tersebut masih ringan atau tidak parah, jika seseorang mengalami kasus yang lebih parah, dia mungki memerlukan cairan infuse (cairan yang dimasukkan melalui vena, menggunakan jarum dan pipa infus) atau tranfusi darah (diberikan darah dari orang lain). Berdasarkan laporan Seksi P2 Tahun 2014 penyakit demam berdarah dengue atau DBD ditemukan secara keseluruhan sebanyak 142 kasus wilayah kerja puskesmas yang paling tinggi terserang DBD adalah Puskesmas Kota sebanyak 87 kasus dengan kematian sebanyak 1 orang dengan jenis kelamin Lakilaki. Meskipun demikian jika dibandingkan kasus-kasus DBD selama 4 (empat) tahun terakhir, maka angka DBD Kabupaten Tolitoli mengalami penurunan drastis, selengkapnya perbandingan kasus DBD berdasarkan CFR dan IR Tahun 2010 s/d 2014 dapat dilihat pada gambar 26. GAMBAR 26. GAMBAR 26. PERKEMBANGAN INSIDEN KASUS DBD KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2010-2014 SUMBER: SEKSI P2 TAHUN 2014 Gambar 26 menunjukkan kasus DBD masih menjadi masalah didaerah ini. Meskipun CFR dan IR dapat ditekan dari tahun sebelumnya akan tetapi belum menjamin masyarakat telah memiliki kesadaran yang tinggi terhadap timbulnya penyakit tersebut, untuk itu pemantauan secara kontinyu pada daerah-daerah yang rawan kasus DBD serta memperketat Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 51 pemeriksaan dan pengawasan terhadap penduduk yang berasal dari daerah-daerah endemis perlu lebih ditingkatkan disamping itu agar kegiatan program dapat optimal maka upaya pencegahan dan pemberantasan DBD dititik beratkan pada pergerakan potensi masyarakat untuk dapat berperan serta dalam pemberantasan sarang nyamuk gerakan (3 M) pemantauan angka bebas jentik (ABJ) serta pengenalan gejala DBD dan penanganannya dirumah tangga. 3) PENYAKIT FILARIASIS Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit berupa filarial yang terdiri dari wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Penyakit ini menginfeksi jaringan limfe (getah bening) filariasis menular melalui gigitan nyamuk yang mengandung cacing filaria dalam tubuhnya. Dalam tubuh manusia, cacing tersebut tumbuh menjadi cacing dewasa dan menetap dijaringan limfe sehingga menyebabkan pembekakan dilengan dan organ genital. Berdasarkan laporan Seksi P2 Kabupaten Tolitoli Tahun 2014 ditemukan kasus filariasis sebanyak 2 kasus pada Puskesmas Lampasio. 2. PENYAKIT TIDAK MENULAR YANG DIAMATI Penyakit tidak menular juga merupakan penyakit yang saat ini sering ditemukan dimasyarakat, dengan semakin meningkatnya arus globalisasi disegala bidang perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat, kondisi tersebut telah merubah pola konsumsi makanan, berkurangnya aktifitas fisik dan meningkatnya polusi udara. Perubahan tersebut tanpa disadari memberi pengaruh terhadap terjadinya transisi epidemilogi dengan meningkatnya kasus-kasus penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, diabetes, hipertensi, gagal ginjal, gangguan jiwa atau mental dan sebagainya. Berikut diuraikan kelompok penyakit tidak menular sebagai berikut: a. HIPERTENSI Pengertian hipertensi atau tekanan darah tinggi. Penyakit yang dalam bahasa inggris disebut hypertension ini adalah gangguan yang terjadi pada sistem peredaran darah sehingga tekanan darah menjadi diatas normal karena itulah penyakit ini juga dikenal dengan nama tekanan darah tinggi. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 52 Pada saat pengukuran tekanan darah, biasanya akan menghasilkan dua angka yang mana masing-masing menunjukan angka untuk yang lebih tinggi dan lebih rendah. Angka yang lebih tinggi didapatkan ketika jantung kita berkontraksi (sistolik), sedangkan angka yang lebih rendah ketika jantung sedang berelaksasi (diastolik). Tekanan darah yang normal umumnya ada pada angka 120/80 mmHg kebawah, sedangkan tekanan darah tinggi terjadi ketika angka menunjukan 140/90 mmHg keatas. Pengukuran ini dilakukan pada lengan sebanyak tiga kali dalam beberapa minggu karena kondisi pada saat pengukuran juga mempengaruhi hasil yang didapatkan. GAMBAR 27. ILUSTRASI TENSI DARAH Hipertensi atau tekanan darah tinggi ini dibagi menjadi dua jenis yaitu hipertensi esensial (primer) dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer adalah yang terjadi pada sebagian besar kasus hipertensi (sekitar 95%) dan penyebab dari jenis ini belum bisa diketahui dengan jelas. Sedangkan hipertensi sekunder adalah tipe yang jarang terjadi (sekitar 5%), dan penyebab dari tipe ini adalah kondisi medis lain seperti ginjal, arteri, jantung, obesitas, dan obat-obatan tertentu. Seseorang dapat memiliki tekanan darah tinggi selama bertahuntahun tanpa mengalami gejala apa-apa. Sehingga tak jarang seseorang diketahui memiliki darah tinggi secara tidak sengaja ketika periksa kedokter karena penyakit yang lain. Oleh karena itu, kesadaran memeriksakan tekanan darah sangatlah penting untuk deteksi dini sekaligus mengontrol jika sudah memiliki darah tiggi dan dalam masa pengobatan. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 53 Tekanan darah tinggi biasanya berkembang selama bertahun-tahun, dan itu mempengaruhi hampir semua orang pada akhirnya. Untungnya, tekanan darah tinggi dapat dengan mudah dideteksi, dan setelah diketahui memiliki tekanan darah tinggi, maka dapat dilakukan pengobatan untuk mengontrolnya. Karena tekanan darah tinggi yang dibiarkan tinggi terus atau tidak terkontrol, akan meningkatkan resiko masalah kesehatan yang serius, termasuk serangan jantung dan strok. Berdasarkan data laporan pelayanan kesehatan dasar sampai akhir tahun 2014 data mengenai jumlah pasien dengan hipertensi sebanyak 12.640 orang. b. OBESITAS Kegemukan atau obesitas adalah suatu kondisi medis berupa kelebihan lemak tubuh yang terakumulasi sedemikian rupa sehingga menimbulkan dampak merugikan bagi kesehatan, yang kemudian menurunkan harapan hidup dan/atau meningkatkan masalah kesehatan. Seseorang dianggap menderita kegemukan (obese) bila indeks massa tubuh (IMT), yaitu ukuran yang diperoleh dari hasil pembagian berat badan dalam kilogram dengan kuadrat tinggi badan dalam meter, lebih dari 30 kg/m Kegemukan penyakit, meningkatkan khususnya penyakit peluang terjadinya berbagai jantung, diabetes obstruktif, kanker tertentu, osteoartritis dan asma. tipe macam 2, apnea Kegemukan tidur sangat sering disebabkan oleh kombinasi antara asupan energi makanan yang berlebihan, kurangnya aktivitas fisik, dan kerentanan genetik, meskipun sebagian kecil kasus terutama gangguan endokrin, obat-obatan atau penyakit disebabkan psikiatri. oleh gen, Hanya sedikit bukti yang mendukung pandangan bahwa orang yang gemuk makan sedikit namun berat badannya bertambah karena metabolisme tubuh yang lambat; rata-rata orang gemuk mengeluarkan energi yang lebih besar dibandingkan orang yang kurus karena dibutuhkan energi untuk manjaga massa tubuh yang lebih besar. Pengaturan diet dan aktivitas fisik masih menjadi tata laksana utama kegemukan. Kualitas asupan dapat diperbaiki dengan mengurangi konsumsi makanan padat energi contohnya makanan yang tinggi lemak dan gula, serta dengan meningkatkan asupan serat. Obat-obatan antikegemukan dapat dikonsumsi untuk mengurangi selera makan atau Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 54 menghambat penyerapan lemak, disertai dengan asupan diet yang tepat. Apabila diet, olahraga, dan obat-obatan belum efektif, maka balon lambung dapat membantu mengurangi berat badan, atau operasi dapat dilakukan untuk mengurangi volume lambung dan/atau panjang usus sehingga dapat memberikan rasa kenyang yang lebih dini dan menurunkan kemampuan penyerapan nutrisi dari makanan. Kegemukan adalah penyebab kematian yang dapat dicegah paling utama di dunia, dengan prevalensi pada orang dewasa dan anak yang semakin meningkat, sehingga pihak berwenang menganggap kegemukan sebagai salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius pada abad 21. Kegemukan umumnya merupakan stigma di dunia modern (khususnya di Dunia barat), meskipun pada suatu waktu dalam sejarah, kegemukan secara luas dianggap sebagai simbol kekayaan dan kesuburan, dan masih dianggap demikian di beberapa bagian di dunia hingga sekarang. Data mengenai penyakit yang disebabkan akibat obesitas atau kegemukan dari sarana pelayanan kesehatan tahun 2014 tidak diketahui. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 55 BAB IV. SITUASI UPAYA KESEHATAN Secara umum upaya kesehatan terdiri atas dua unsur utama, yaitu upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan. Upaya kesehatan masyarakat adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat. Upaya kesehatan masyarakat mencakup upaya-upaya promosi kesehatan, pemeliharaan kesehatan, pemberantasan penyakit menular, pengendalian penyakit tidak menular, penyehatan lingkungan dan penyediaan sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat, kesehatan jiwa, pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan, pengamanan penggunaan zat aditif dalam makanan dan minuman, pengamanan narkotika, psikotropika, zat adiktif dan bahan berbahaya, serta penanggulangan bencana dan bantuan kemanusiaan. Upaya kesehatan perorangan adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan. Upaya kesehatan perorangan mencakup upaya-upaya promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan rawat jalan, pengobatan rawat inap, pembatasan dan pemulihan kecacatan yang ditujukan terhadap perorangan. Seperti diuraikan sebagai berikut: A. PELAYANAN KESEHATAN DASAR Tujuan pokok upaya kesehatan adalah meningkatkan pemerataan dan mutu upaya kesehatan yang berhasil guna dan berdaya guna serta terjangkau oleh segenap anggota masyarakat. Sasaran program ini adalah tersedianya pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, baik oleh pemerintah maupun swasta yang didukung oleh pesatnya kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks. Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang sangat penting dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Pemberian pelayanan kesehatan dasar secara cepat dan tepat diharapkan mampu mengatasimsebagian besar masalah kesehatan masyarakat. Berbagai pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut : 1. PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN ANAK Pertumbuhan bayi dan perkembangan anak sangat ditentukan oleh peran seorang ibu. Gangguan kesehatan yang dialami Ibu selama masa Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 56 kehamilan sangat berpengaruh pada kesehatan janin dalam kandungan. Oleh karena itu, pelayanan kesehatan ibu khususnya selama kehamilan harus diperhatikan agar sesuai dengan standar pelayanan kesehatan. a. PELAYANAN ANTENATAL Masa kehamilan merupakan masa yang rawan kesehatan, baik kesehatan ibu yang mengandung maupun janin yang dikandungnya sehingga dalam masa kehamilan ibu sangat perlu mendapatkan pemeriksaan secara teratur. Hal ini dilakukan guna menghindari terjadinya gangguan kehamilan sedini mungkin, sehingga terhindar dari segala sesuatu yang dapat membahayakan kesehatan ibu dan janin. Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan profesional baik dokter spesialis kandungan, dokter umum, bidan maupun perawat. Ibu hamil perlu mendapatkan pemeriksaan seperti pengukuran berat badan dan tekanan darah, pemeriksaan tinggi fundus uteri, imunisasi tetanus toxoid (TT) serta pemberian tablet zat besi (fe) sesuai dengan pedoman pelayanan antenatal dengan menitik beratkan pada kegiatan promotif dan preventif. Hasil pelayanan antenatal tersebut dapat dilihat dari cakupan pelayanan K1 dan K4. Cakupan K1 atau juga disebut akses pelayanan ibu hamil merupakan gambaran besaran ibu hamil yang telah melakukan kunjungan pertama ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal. Sedangkan K4 adalah gambaran besaran ibu hamil yang telah mendapatkan pelayanan ibu hamil sesuai dengan standar serta paling sedikit empat kali kunjungan, dengan distribusi sekali pada trisemester pertama, sekali pada Trimester ke-2 dan dua kali pada Trimester ke-3. Angka ini dapat dimanfaatkan untuk melihat kualitas pelayanan kesehatan kepada ibu hamil. Melalui ANC (K4) diharapkan deteksi dini dan perawatan kehamilan dapat dilaksanakan dengan baik dan berkualitas. Dengan demikian komplikasi yang terjadi pada saat kehamilan dapat dicegah sehingga kematian pada ibu hamil dan janinnya dapat juga dicegah. Berdasarkan laporan Seksi KIA Tahun 2014 diketahui data cakupan kunjungan K1 sebanyak 4.879 atau 95.5% dan K4 sebanyak 4.349 atau 85.1% dari jumlah ibu hamil sebanyak 5.110 orang. Apabila mengacu dan membandingkannya dengan standar pelayanan minimal (SPM) tahun 2014 pencapaian yang diperoleh Kabupaten Tolitoli Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 57 memenuhi target ditetapkan, selengkapnya dapat dilihat capaian kunjungan K1 dan K4 Ibu Hamil Kabupaten Tolitoli dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir 2010 s/d 2014 pada gambar 28. GAMBAR 28. PERSENTASE CAKUPAN IBU HAMIL K1 DAN K4 IBU HAMIL KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2010 - 2014 SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014 Gambar 28 cakupan kunjungan K1 dan K4 menurun dari tahun sebelumnya hal ini menggambarkan bahwa kesadaran ibu hamil akan pentingnya melakukan pemeriksaan kehamilan pada tenaga kesehatan menurun, sehingga program terkait perlu terus mempertahankan semua upaya kebijakan program yang telah dilaksanakan agar ditahun-tahun mendatang cakupan ini tetap terus naik dan dipertahankan. Sementara untuk persentase capaian puskesmas terhadap cakupan kunjungan K1 yang paling tinggi adalah Puskesmas Laulalang sebesar 128.2% dan terendah Puskesmas Basidondo sebesar 70.4%, Sedangkan cakupan kunjungan ibu hamil K4 adalah Puskesmas Laulalang sebesar 113.7% dan terendah Puskesmas Basidondo sebesar 54.1%. selengkapnya untuk mengetahui capaian kunjungan Ibu Hamil K1 dan K4 menurut puskesmas diKabupaten Tolitoli Tahun 2014 dapat dilihat pada gambar 29. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 58 GAMBAR 29. PERSENTASE CAKUPAN IBU HAMIL K1 MENURUT PUSKESMAS KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014 GAMBAR 30. PERSENTASE CAKUPAN IBU HAMIL K4 MENURUT PUSKESMAS KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014 b. PERTOLONGAN PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATAN Pertolongan persalinan merupakan pertolongan pada ibu bersalin disuatu wilayah dan mendapatkan pelayanan pertolongan oleh tenaga Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 59 kesehatan. Sebagaimana diketahui bahwa komplikasi terhadap kematian ibu maternal dan bayi baru lahir, sebagian besar terjadi pada saat persalinan disebabkan ibu pada saat bersalin tidak mendapatkan pertolongan tenaga kesehatan profesional. Data laporan bidang kesehatan masyarakat tahun 2014 diketahui persentase cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 80.6% angka ini belum mencapai dari target SPM yang ditetapkan untuk tahun 2014 sebesar 90%, dapat dikatakan kinerja upaya program KIA perlu ditingkatkan, trend persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlihat berfluktuasi dari tahun ketahun, selengkapnya dapat dilihat persentase cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan Kabupaten Tolitoli dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir sejak 2010 s/d 2014 pada gambar 31. GAMBAR 31. PERSENTASE CAKUPAN PERTOLONGAN PERSALINAN NAKES KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2010 S/D 2014 SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014 Sementara cakupan pertolongan persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan menurut puskesmas secara keseluruhan capaian puskesmas tidak memenuhi target SPM. Capaian tertinggi hanya mampu pada kisaran 89.2% yaitu pada puskesmas Lampasio sementara paling rendah menembus angka 50.0% bila dibandingkan tahun 2013 capaian oleh puskesmas mengalami penurunan yang cukup signifikan. Persentase cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan menurut puskesmas dapat dilihat pada gambar 32. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 60 GAMBAR 32. PERSENTASE CAKUPAN PERTOLONGAN PERSALINAN NAKES MENURUT PUSKESMAS KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014 Dalam rangka meningkatkan keterampilan petugas (Bidan) yang handal dengan kompetensi kebidanan. Bidang Binkesmas melalui seksi kesehatan Ibu dan Anak Kabupaten Tolitoli telah melakukan berbagai upaya diantaranya melalui kegiatan pembinaan yang kontinyu dilaksanakan dan terus melakukan evaluasi kinerja bidan baik melalui pertemuan di kabupaten dengan semua peserta bidan koordinator puskesmas maupun di puskesmas yang melibatkan semua tenaga bidan desa, upaya ini diharapkan akan efektif dalam peningkatan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan diKabupatena Tolitoli dimasa yang akan datang. c. PELAYANAN IBU NIFAS Pelayanan Ibu Nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada ibu mulai 6 s/d 42 jam hari pasca persalinan oleh tenaga kesehatan, untuk deteksi dini komplikasi pada ibu nifas diperlukan pemantauan pemeriksaan terhadap ibu nifas dengan melakukan kunjungan nifas minimal sebanyak 3 kali dengan distribusi waktu; 1) Kunjungan pertama KF1 pada 6 jam setelah persalinan sampai 3 hari; 2) Kunjungan nifas ke 2 KF2 dilakukan pada minggu ke-2 setelah persalinan; 3) Kunjungan nifas ke-3 KF3 dilakukan minggu ke-6 setelah persalinan. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 61 Data Laporan BINKESMAS tahun 2014 diketahui cakupan pelayanan Ibu Nifas sebesar 75.6% angka ini belum mencapai target SPM sebesar 90% untuk melihat perbandingan persentase cakupan pelayanan ibu nifas Kabupaten tolitoli dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir sejak 2010 s/d 2014 dan menurut puskesmas dapat dilihat pada gambar 33 dan 34. GAMBAR 33. GAMBAR 33. PERSENTASE CAKUPAN PELAYANAN IBU BIFAS KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2010-2014 SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014 Sementara persentase cakupan pelayanan Ibu Nifas menurut puskesmas Kabupaten Toltitoli Tahun 2014 dapat dilihat pada gambar 34. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 62 GAMBAR 34. PERSENTASE CAKUPAN PELAYANAN IBU NIFAS MENURUT PUSKESMAS KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014 Gambar 34 menunjukkan cakupan kunjungan ibu nifas semua puskesmas belum mencapai target. Adapun wilayah kerja puskesmas dengan cakupan paling tinggi pada wilayah Puskesmas Baolan sebesar 88.2% dan terendah Puskesmas Basidondo sebesar 54.3%. secara keseluruhan angka ini menurun dari capaian tahun 2013. Demikian halnya pemberian vitamin A pada Ibu Nifas, Vitamin A adalah suatu vitamin yang berfungsi dalam sistem penglihatan, fungsi pembentukan kekebalan dan fungsi reproduksi. Pentingnya mendapatkan vitamin A tidak hanya untuk bayi atau balita, tetapi vitamin A juga sangat bermanfaat untuk dikonsumsi oleh ibu pada masa nifas. Vitamin perlu dikonsumsi oleh ibu nifas (0-42 hari setelah bersalin). Pemberian vitamin A pada ibu nifas sangat penting karena baik untuk kesehatan ibu dan bayi dan juga untuk status gizinya. Apabila pada ibu nifas beresiko kekurangan vitamin A maka hal ini akan berpengaruh pada bayinya, bayi juga akan beresiko kekurangan vitamin A. Ibu menyusui membutuhkan vitamin A yang tinggi bermanfaat untuk memproduksi ASI. Konsentrasi dan jumlah vitamin A yang terkandung dalam ASI sangat tergantung pada status gizi ibu. Sehingga tercukupinya vitamin A pada ibu akan meningkatkan kualitas ASI nya. Jika makanan ibu tidak Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 63 mengandung banyak vitamin A maka ASI juga tidak banyak mengandung vitamin A. Karena itulah pentingnya pemberian vitamin A tidak hanya penting bagi ibu tetapi juga bagi bayinya. Pemberian vitamin A pada ibu nifas selain untuk mencegah kebutaan juga akan meningkatkan kualitas ASI sehingga meningkatkan daya tahan tubuh anak dan kesehatan ibu lebih cepat pulih setelah bersalin. Data laporan Seksi KIA tahun 2014 diketahui persentase cakupan ibu nifas mendapatkan vitamin A sebesar 81.7% sementara untuk cakupan puskesmas yang paling tinggi ibu nifasnya yang mendapat vitamin A adalah Puskesmas Lampasio sebesar 91.82% dan terendah Puskesmas Basidondo sebesar 63.83%. berikut dilihat ibu nifas dapat vitamin A menurut puskesmas pada gambar 35. GAMBAR 35. PERSENTASE CAKUPAN PELAYANAN IBU NIFAS MENDAPAT VITAMIN A MENURUT PUSKESMAS KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014 d. IBU HAMIL DENGAN IMUNISASI (TT2+) Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani yang masuk melalui luka terbuka dan menghasilkan racun yang kemudian menyerang sistem saraf pusat. Bakteri ini secara umum terdapat ditanah, jadi ia bisa ditemukan pada debu, pupuk, kotoran hewan, dan sampah. Tetanus ini menyerang siapa saja, anak – anak juga Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 64 orang dewasa. Bahkan bayi baru lahir sekalipun, yang bisa berakibat fatal. Penyakit yang menyerang bayi itu biasa disebut Tetanus neonatorum. Tetanus biasanya menyerang bayi -bayi yang lahir ditempat yang tidak bersih dan tidak menggunakan alat – alat persalinan yang steril. atau juga riwayat dari ibu hamil yang mungkin terluka sebelum melahirkan yang lukanya mengandung bakteri tetanus tersebut. Salah satu pencegahan terkena penyakit ini, bumil haruslah menjaga kebersihan dan melahirkan ditolong oleh tenaga kesehatan yang profesional. dan yang penting juga Bumil harus imunisasi .Perlu diketahui ibu bahwa imunisasi TT adalah proses membangun kekebalan sebagai pencegahan terhadap infeksi tetanus. Dimana imunisasi tersebut bisa diberikan pada bumil pada trimester I dan trimester III. Adapun manfaat imunisasi TT ibu hamil adalah bisa melindungi bayinya yang baru lahir dari tetanus neonatorum dan melindungi ibu terhadap kemungkinan tetanus apabila terluka. dan ibu tidak usah terlalu khawatir, imunisasi ini tidak ada efek sampingnya. Bila pun ada, itu hanya gejala ringan seperti nyeri, kemerahan dan pembengkakan kecil pada tempat suntikan dan akan hilang dalam 1-2 hari tanpa tindakan pengobatan. Karena TT adalah antigen yang sangat aman untuk Bumil dan juga janin. untuk imunisasi TT hanya 2 kali yaitu TT pertama dapat diberikan sejak diketahui setelah positif hamil dan TT kedua minimal 4 minggu setelah TT pertama. Sedangkan batas terakhir pemberian TT yang kedua adalah minimal 2 minggu sebelum melahirkan, dan akan lebih bagus lagi bila ibu diimunisasi TT sebelum hamil. Berikut dapat dilihat persentase Bumil yang mendapatkan imunisasi TT2+ menurut puskesmas diKabupaten Tolitoli tahun 2014 diuraikan pada gambar 36. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 65 GAMBAR 36. PERSENTASE CAKUPAN IMUNISASI TT PADA IBU HAMIL MENURUT PUSKESMAS KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014 e. IBU HAMIL YANG MENDAPATKAN TABLET FE (ZAT BESI) Zat besi ibu hamil sangat di butuhkan. Kekurangan zat besi pada ibu hamil akan mengakibatkan anemia. Zat besi adalah zat penting untuk pembentukan dan mempertahankan kesehatan sel darah merah, sehingga bisa menjamin sirkulasi oksigen dan zat-zat gizi yang sangat dibutuhkan ibu hamil. Kebutuhan tubuh akan zat besi selama hamil ini terutama harus terpenuhi pada trimester kedua dan ketiga kehamilan. Sebagian besar wanita dalam usia hamil mempunyai kadar zat besi yang rendah. Itu sebabnya cadangan zat besi (hemoglobin) selalu diukur selama kehamilan. Jika ditemukan ibu hamil dengan kadar zat besi rendah, dia dikatakan menderita anemia. Untuk mengatasinya dokter atau bidan yang memeriksa akan memberikan tambahan zat besi agar tidak kekurangan zat besi, ada baiknya mengkonsumsi makanan yang kaya akan zat besi. Bahan-bahan makanan yang kaya akan zat besi seperti daging berwarna merah, hati, ikan, telur, sayuran berdaun hijau, kacang-kacangan, tempe, roti dan serealia. Meningkatnya volume darah berati bahwa kandungan ekstra besi dibutuhan untuk membuat hemoglobin guna memperbanyak jumlah sel Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 66 darah merah. Semakin banyak hemoglobin dalam darah, semakin banyak oksigen yang dapat dialirkan ke berbagai jaringan, termasuk plasenta. Kadungan besi dalam tubuh juga akan diserap oleh janin untuk cadangan karena setelah kelahiran bayi hanya mendapat sedikit besi dari ASI. Sehubungan dengan hal itu, melalui makanan yang dikonsumsi, ibu hamil memenuhi kebutuhan tubuhnya akan zat besi, yaitu sekitar 15 mg sehari. Zat besi diperlukan untuk memproduksi sel darah merah yang berkualitas baik. Inilah sebabnya wanita hamil secara tradisional diberi tablet ekstra besi untuk mempertahankan persediaan zat ini. Pemberian zat besi dimulai setelah rasa mual dan muntah hilang, satu tablet sehari selama minimal 90 hari. Tiap tablet mengandung FeSO 320 mg (zat besi 60 mg dan asam folat 500mg) Selain berfungi untuk mendorong perkembangan janin, zat besi juga penting untuk pembentukan dan mempertahankan sel darah merah, sehingga bisa menjamin sirkulasi oksigen dan zat-zat gizi yang sangat dibutuhkan ibu hamil. Salah satu efek samping dalam mengkonsumsi zat besi adalah timbulnya sembelit, sebaiknya makan buah-buahan/makanan lain yang mengandung serat, serta minum sedikitnya delapan gelas cairan dalam sehari. Saat meminum suplemen zat besi, kadang timbul mual, nyeri lambung, konstipasi, maupun diare sebagai efek sampingnya. Keluhan- keluhan tersebut biasanya ringan. Untuk mengatasinya, mulailah dengan setengah dosis yang dianjurkan. Dalam mengkonsumsi zat besi sebaiknya pada malam hari sebelum tidur, biasakan pula menambahkan substansi yang memudahkan penyerapan zat besi seperti vitamin C, air jeruk, daging ayam, dan ikan. Sebaliknya, substansi penghambat penyerapan zat besi seperti teh dan kopi patut dihindari. Berdasarkan data tahun 2014 diketahui jumlah ibu hamil yang mendapatkan pelayanan tablet Fe-1 (30 Tablet) sebanyak 4.749 atau 93.08% dan tablet Fe3 (90 Tablet) sebanyak 4.118 atau 80.71%. dari jumlah ibu hamil sebanyak 5.102. Untuk lebih jelasnya cakupan pemberian tablet Fe secara keseluruhan dapat dilihat pada lampiran tabel 32. f. RUJUKAN KASUS RESIKO TINGGI DAN PENANGANAN KOMPLIKASI KEBIDANAN Dalam hal terbatasnya kemampuan dalam memberikan pelayanan khususnya oleh tenaga bidan di desa dan Puskesmas kepada ibu hamil yang memiliki risiko tinggi dan memerlukan pelayanan kesehatan, maka Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 67 penanganan kegawatdaruratan bagi ibu hamil yang beresiko tinggi perlu dilakukan upaya rujukan ke unit pelayanan kesehatan yang memadai. Prosentase ibu hamil dengan kondisi risiko tinggi yang dirujuk di Kabupaten Berdasarkan data tahun 2014 ditemukan kasus ibu hamil resiko tinggi dengan komplikasi sebanyak 972 orang. Puskesmas dengan jumlah bumil resiko tinggi dengan komplikasi tertinggi terdapat pada Puskesmas Kota sebanyak 213 kasus sedangkan bumil dengan resiko tinggi dengan komplikasi terendah berada pada Puskesmas Basidondo sebanyak 20 kasus. Sementara jumlah perkiraan neonatal risti/komplikasi sebanyak 7.348 kasus dengan neonatal risti/komplikasi ditangani sebanyak 3.777 kasus. Rincian kedua data tersebut dapat dilihat pada lampiran tabel 33. Mempelajari kedua data tersebut, terjadi peningkatan kasus dalam 1 (satu) tahun terakhir Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah Bayi berat badan lahir rendah ( BBLR ) adalah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram. Dahulu neonatus dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram atau sama dengan 2500 gram disebut prematur. Pada tahun 1961 oleh WHO semua bayi yang baru lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram disebut Low Birth Weight Infants ( BBLR). Berdasarkan pengertian di atas maka bayi dengan berat badan lahir rendah dapat dibagi menjadi 2 golongan: 1) Prematuritas murni adalah Bayi lahir dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan atau disebut Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan ( NKBSMK) 2). Dismaturitas. adalah Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa kehamilan, dismatur dapat terjadi dalam preterm, term, dan post term. Dismatur ini dapat juga: Neonatus Kurang Bulan - Kecil untuk Masa Kehamilan (NKB- KMK). Neonatus Cukup Bulan-Kecil Masa Kehamilan ( NCB-KMK ), Neonatus Lebih Bulan-Kecil Masa Kehamilan (NLB- KMK ). Secara tiologi dinilai dari Faktor Ibu dibedakan menjadi 2 bagian pertama a. Penyakit adalah Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya: perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, DM, toksemia gravidarum, dan nefritis akut. b. Usia ibu adalah Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 68 angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia ibu muda. Secara Patofisiologi secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Biasanya hal ini terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang. Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, system reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia. Anemia dapat didefinisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb berada di bawah normal. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil umumnya mengalami deplesi besi sehingga hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal. Selanjutnya mereka akan menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai di bawah 11 gr/dl selama trimester III. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi. Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan prematur juga lebih besar. Berdasarkan data seksi KIA tahun 2014 diketahui jumlah bayi lahir dengan BBLR sebanyak 29 bayi atau sebesar 0.7% dari jumlah bayi Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 69 baru lahir ditimbang sebanyak 4.058 atau 101.3%. Puskesmas dengan jumlah BBLR tertinggi adalah Puskesmas Kota sebanyak 15 kasus dan terendah terdapat di 4 (empat) Puskesmas masing-masing 0%. Selengkapnya kasus BBLR dapat dilihat pada tabel lampiran 37. g. KUNJUNGAN NEONATUS (KN1 DAN KN2) Kunjungan Neonatus adalah pelayanan kesehatan kepada neonatus sedikitnya 3 kali yaitu: Kunjungan neonatal I (KN1) pada 6 jam sampai dengan 48 jam setelah lahir Kunjungan neonatal II (KN2) pada hari ke 3 s/d 7 hari. Kunjungan neonatal III (KN3) pada hari ke 8 – 28 hari. Pelayanan kesehatan diberikan oleh dokter/bidan/perawat, dapat dilaksanakan di puskesmas atau melalui kunjungan rumah. Pelayanan yang diberikan mengacu pada pedoman Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) pada algoritma bayi muda (Manajemen Terpadu Bayi Muda/MTBM) termasuk ASI ekslusif, pencegahan infeksi berupa perawatan mata, perawatan tali pusat, penyuntikan vitamin K1 dan imunisasi HB-0 diberikan pada saat kunjungan rumah sampai bayi berumur 7 hari (bila tidak diberikan pada saat lahir). Berdasarkan data Seksi KIA Tahun 2014 diketahui cakupan kunjungan KN1 sebesar 4.044 atau 89.9%, sedangkan kunjungan KN3 (KN Lengkap) sebesar 3.827 atau 85.8%. Rincian masing-masing puskesmas dapat dilihat pada tabel lampiran 38. h. BAYI DENGAN ASI EKSLUSIF ASI eksklusif adalah pemberian ASI (air susu ibu) sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain, walaupun hanya air putih, sampai bayi berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan, bayi mulai dikenalkan dengan makanan lain dan tetap diberi ASI sampai bayi berumur dua tahun. Bayi yang diberikan ASI secara esklusif cenderung lebih sering pemberian ASI-nya daripada pemberian pada bayi yang minum susu formula. Bayi yang baru lahir biasanya setiap 2 sampai 3 jam disusui oleh ibunya. Semakin bertambah usianya, waktu atau jarak antara menyusui akan meningkat karena kapasitas perut mereka menjadi lebih besar. Sebaliknya, bayi baru lahir yang hanya mengenal susu formula akan memulai minum susu formula kira-kira setiap 3 sampai 4 jam selama beberapa minggu pertama kehidupan. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 70 Pemberikan ASI eksklusif merupakan faktor penunjang kecerdasan si bayi, memang tidak mudah karena sang ibu harus memberikannya selama 6 bulan, masa 6 bulan inilah yang di sebut ASI eksklusif. Pada masa 6 bulan bayi memang belum di beri makanan selain susu untuk itu ibu harus memberikan perhatian yang ekstra pada bayi. Namun, seringkali kesalahan yang terjadi adalah setelah masa ASI eksklusif ini atau bayi sudah bisa mengkonsumsi makanan lain selain ASI ibu tidak memberikan ASI lagi. Padahal menurut standar kesehatan dunia WHO, bayi sebaiknya di sapih setelah 2 tahun usianya. Permasalah ASI eksklusi juga terjadi pada ibu yang bekerja di kantoran, untuk itu pemerintah mencoba memberikan keleluasaan pada ibu yang pada masa pemberian ASI eksklusif boleh membawa anak ikut serta bekerja atau mengijinkannya memberi jam khusus untuk menyusui bayinya. Pentingnya ASI eksklusif memang harus menjadi perhatian, dan tanggung jawab sebagai orang tua juga harus mulai menyadari akan dampak pada bayi jika ASI eksklusif ini tidak di berikan pada bayi dengan maksimal. Pertumbuhan bayi pada usia 0-6 bulan bisa sangat terhambat dan kemungkinan besar juga bayi akan menjadi tidak sehat. Perhatian akan pentingnya ASI eksklusif juga harus datang dari lingkungan sekitar, ini agar pemberian ASI eksklusif di terapkan dalam kebiasaan atau budaya yang harus di lestarikan. Karena meskipun ada susu formula yang diandalakan sebagai pengganti ASI eksklusif itu tidak akan sebaik ASI. Karena banyak sekali kandungan susu formula yang tidak terdapat pada ASI, asi lebih memiliki fungsi menyeluruh pada bayi sedangkan susu formula hanya memacu sebagian saja. Jadi, sudah sangat jelas bahwa memberikan ASI eksklusif adalah hal yang tidak bisa digantikan. Berdasarkan data Seksi KIA tahun 2014 diketahui jumlah bayi dengan pemberian ASI eksklusif sebanyak 1.479 atau 61.2% dari jumlah bayi sebanyak 2.416 bayi. i. PEMBERIAN KAPSUL VITAMIN A Tujuan pemberian kapsul vitamin A pada balita adalah untuk menurunkan prevalensi dan mencegah kekurangan vitamin A pada balita. Kapsul vitamin A dosis tinggi terbukti efektif untuk mengatasi masalah kekurangan vitamin A (KVA) pada masyarakat. Peranan vitamin A juga dibuktikan dalam menurunkan secara bermakna angka Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 71 kematian anak, maka selain untuk mencegah kebutaan, pentingnya pemberian vitamin A saat ini lebih dikaitkan dengan kelangsungan hidup, kesehatan dan pertumbuhan anak. Vitamin A penting untuk kesehatan mata dan mencegah kebutaan, serta meningkatkan daya tahan tubuh. Anak-anak yang mendapat cukup vitamin A, bila terkena diare, campak atau penyakit infeksi lain, maka penyakit-penyakit tersebut tidak mudah menjadi parah, sehingga tidak membahayakan jiwa anak. Sasaran pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi adalah bayi (umur 6-11 bulan) diberikan kapsul vitamin A 100.000 SI, anak balita (umur 1-4 tahun) diberikan kapsul vitamin A 200.000 SI, dan ibu nifas diberikan kapsul vitamin A 200.000 SI, sehingga bayinya akan memperoleh vitamin A yang cukup melalui ASI. Pada bayi (6-11 bulan) diberikan setahun sekali pada bulan Februari atau Agustus; dan untuk anak balita enam bulan sekali, yang diberikan secara serentak pada bulan Februari dan Agustus. Sedangkan pemberian kapsul vitamin A pada ibu nifas, diharapkan dapat dilakukan terintegrasi dengan pelayanan kesehatan ibu nifas. Namun dapat pula diberikan di luar pelayanan tersebut selama ibu nifas tersebut belum mendapatkan kapsul vitamin A. Berdasarkan data Seksi KIA tahun 2014 diketahui cakupan pemberian kapsul vitamin A pada bayi umur 6-11 bulan sebanyak 4.603 atau 93.52% anak balita sebanyak 11.939 atau 84.60%. Sementara secara keseluruhan cakupan balita umur 6-59 bulan yang mendapat vitamin A sebanyak 16.542 atau 86.91%. 2. PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT Kegiatan pemantauan gizi pada anak balita dilakukan melalui pemantauan terhadap pertumbuhan berat badan dan tinggi badan melalui kegiatan penimbangan balita secara rutin di posyandu setiap bulannya. Berdasarkan data tahun 2014 diketahui jumlah balita sebanyak 17.436 dengan jumlah ditimbang sebanyak 13.859 atau 80.6%, Dari jumlah tersebut, ditemukan balita BGM sebesar 1.594 orang atau 11.5% 3. PELAYANAN KELUARGA BERENCANA (KB) Upaya pemerintah mengendalikan laju pertumbuhan penduduk (LPP) yaitu dengan memberikan prioritas kepada kelompok masyarakat Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 72 miskin tersebut dengan cara menurunkan angka kelahiran melalui Program Keluarga Berencana Nasional. Salah satu kegiatan yang telah dilaksanakan adalah penyediaan pelayanan keluarga berencana/KB gratis bagi masyarakat yang berasal dari keluarga prasejahtera/KPS dan keluarga sejahtera I/KS‐I. Selain itu, secara mikro kegiatan tersebut juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas keluarga karena dengan kecilnya jumlah anggota suatu keluarga maka keluarga tersebut diharapkan dapat meningkatkan gizi makanan, tingkat kesehatan, dan pendidikan anggota keluarganya. Kegiatan pelayanan KB dilapangan melibatkan dua kementerian/lembaga, yaitu BKKBN dan Kementerian Kesehatan. BKKBN bertanggungjawab menciptakan permintaan akan layanan KB (demand creation), yaitu dengan mengajak pasangan usia subur (PUS) untuk ber‐KB dan menjaga PUS tersebut untuk terus aktif ber‐KB melalui tenaga lini lapangan (Petugas Lapangan Keluarga Berencana/PLKB, Pengawas KB/PKB, Petugas Pembina KB Desa/PPKBD, dan Sub‐PPKBD). Sementara itu, Kementerian Kesehatan bertanggung jawab terhadap sisi penawaran/supply, yaitu dengan memberikan pelayanan KB di klinik / puskesmas / rumah sakit melalui bidan dan dokter terlatih. Keluarga berencana menurut Undang-Undang no 10 tahun 1992 (tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera) adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Keluarga berencana adalah suatu usaha untuk menjarangkan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Secara umum keluarga berencana dapat diartikan sebagai suatu usaha yang mengatur banyaknya kehamilan sedemikian rupa sehingga berdampak positif bagi ibu, bayi, ayah serta keluarganya yang bersangkutan tidak akan menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung dari kehamilan tersebut. Diharapkan dengan adanya perencanaan keluarga yang matang kehamilan merupakan suatu hal yang memang sangat diharapkan sehingga akan terhindar dari perbuatan untuk mengakhiri kehamilan dengan aborsi. Keberhasilan program KB dapat dilihat berdasarkan indikator pencapaian target KB baru, cakupan peserta KB aktif terhadap pasangan Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 73 usia subur (PUS) persentase peserta KB aktif berdasarkan metode kontrasepsi terpilih (MKET). Data laporan program KB Dinas Kesehatan Tahun 2014 diketahui jumlah peserta KB baru sebanyak 13.562 atau 33.4% dari jumlah pasangan usia subur (PUS) sebanyak 36.964. Untuk mengetahui perbandingan pencapaian KB baru terhadap pasangan usia subur (PUS) tahun 2007–2014 selengkapnya dilihat pada gambar 37. GAMBAR 37. PERKEMBANGAN PESERTA KB BARU TERHADAP PUS KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2010-2014 SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014 Urutan jenis alat kontrasepsi paling banyak digunakan peserta KB Baru dapat dilihat pada lampiran tabel 35. Sementara untuk jumlah perserta KB Aktif diketahui sebanyak 28.142 atau 76.1% dari jumlah pasangan usia subur (PUS) sebanyak 36.964. Untuk mengetahui pencapaian KB Aktif terhadap pasangan usia subur (PUS) sejak tahun 2010-2014 selengkapnya dilihat pada gambar 38. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 74 GAMBAR 38. PERKEMBANGAN PESERTA KB AKTIF TERHADAP PUS KABUPATEN TOLITOLI SEJAK TAHUN 2010 - 2014 SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014 Sementara urutan jenis alat kontrasepsi paling banyak digunakan peserta KB Aktif dapat dilihat pada lampiran tabel 35. 4. PELAYANAN IMUNISASI Pelaksanaan program imunisasi bertujuan mencegah terjadinya penyakit menular dan menurunkan angka kesakitan serta kematian dari penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Adapun imunisasi yang rutin dilaksanakan meliputi: Pemberian imunisasi anak umur 0 – 1 tahun seperti: BCG,DPT,Polio,Campak,dan HB, Imunisasi wanita subur/ibu hamil (TT) dan imunisasi pada anak SD kelas 1 (DT) dan kelas 2-3 (TT), sedangkan kegiatan imunisasi tambahan dilaksanakan berdasarkan penemuan masalah seperti Desa Non UCI, potensi resiko tinggi KLB, ditemukannya virus polio liar, serta kegiatan imunisasi berdasarkan kebijakan teknis. Pencapaian Universal Child Immunization (UCI) pada dasarnya merupakan proyeksi terhadap cakupan imunisasi secara lengkap pada bayi. Bila cakupan UCI dikaitkan dengan batasan suatu wilayah. Maka cakupan UCI dapat menggambarkan besaran tingkat kekebalan bayi (herd immunity) terhadap penularan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi PD3I.. Untuk mengetahui gambaran desa yang mencapai UCI digunakan indikator cakupan imunisasi campak diatas 80%. Diketahui dari jumlah desa dan kelurahan sebanyak 104 di Kabupaten Tolitoli. Didapatkan gambaran sebanyak 74 desa atau 71.2% yang mencapai Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 75 UCI. Untuk mengetahui perkembangan Desa dan Kelurahan UCI sejak tahun 2010-2014 selengkapnya dilihat pada gambar 39. GAMBAR 39. PERKEMBANGAN JUMLAH DAN PERSENTASE PENCAPAIAN DESA UCI KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2010-2014 SUMBER. SEKSI P2 TAHUN 2014 Sementara Puskesmas dengan pencapaian Desa UCI tahun 2014 dapat dilihat pada gambar 40. GAMBAR 40. PERKEMBANGAN JUMLAH PENCAPAIAN DESA UCI MENURUT PUSKESMAS KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 SUMBER. SEKSI P2 TAHUN 2014 Berikut ini diuraikan pula hasil cakupan imunisasi berdasarkan jenis imunisasi dari 4,563 sasaran bayi tahun 2013. Meliputi a) Cakupan imunisasi Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 76 BCG diketahui sebanyak 4,029 atau 85.71%. Adapun wilayah kerja Puskesmas dengan pencapaian paling tinggi adalah Puskesmas Dungingis sebesar 99.47% dari jumlah sasaran sebanyak 188. Sedangkan puskesmas dengan pencapaian terendah terdapat pada Puskesmas Ogotua sebesar 40.32% dari jumlah sasaran sebanyak 127 b). Cakupan Imunisasi DPT-1 HB1 diketahui sebanyak 3.867 atau 82.86% Adapun wilayah kerja puskesmas dengan pencapaian paling tinggi adalah Puskesmas Binontoan sebesar 106.62% dari jumlah sasaran 161. Sedangkan puskesmas dengan pencapaian terendah adalah Puskesmas Dondo sebesar 84.48% dari jumlah sasaran 305 c). Cakupan Imunisasi DPT-3 HB3 diketahui sebanyak 1.501. Puskesmas dengan pencapaian tertinggi berada pada Puskesmas Kota sebanyak 372. Sedangkan cakupan terendah adalah Puskesmas Binontoan sebesar 18 dari jumlah sasaran 151. d). Cakupan Imunisasi Polio–4 diketahui sebesar 3.826 atau 81.40% Puskesmas dengan pencapaian tertinggi adalah Puskesmas Binontoan sebesar 100% dari jumlah sasaran 151, Sedangkan Puskesmas dengan pencapaian paling rendah pada Puskesmas Ogotua sebesar 54.60%, dari jumlah sasaran 171.e). Cakupan Imunisasi campak diketahui sebesar 3,498 atau 74.4% Puskesmas dengan pencapaian tertinggi adalah Puskesmas Basidondo sebesar 107.9% dari jumlah sasaran 54 Sedangkan Puskesmas dengan pencapaian paling rendah terdapat pada Puskesmas Ogotua sebesar 45.1% dari jumlah sasaran 142. 5. PENJARINGAN KESEHATAN SISWA SD DAN SETINGKAT Program kesehatan juga dilakukan melalui pemeriksaan kesehatan siswa SD kelas 1 SMP dan yang sederajat. Kegiatan yang dilakukan meliputi: Penjaringan kesehatan siswa oleh tenaga kesehatan bekerjasama dengan guru UKS terlatih dan kader kesehatan atau dokter kecil Data mengenai pelayanan kesehatan penjaringan tahun 2014 diketahui siswa SD yang mendapatkan pelayanan kesehatan penjaringan sebanyak 4.134 siswa. 6. PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT Pelayanan kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu kegiatan program yang dilaksanakan oleh puskesmas. Berdasarkan data tahun 2014 jumlah murid SD/MI diperiksa sebanyak 6.418 siswa. sedangkan siswa perlu perawatan sebanyak 72 orang. Sementara tumpatan gigi tetap dan rasio/pencabutan gigi sampai akhir tahun 2014 sebanyak 1.650 orang dengan rincian tumpatan gigi tetap sebanyak 1 orang dan pencabutan gigi sebanyak 1.649 orang. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 77 7. PELAYANAN KESEHATAN USILA Pelayanan kesehatan Usia lanjut merupakan pelayanan yang diberikan secara khusus. Dikarenakan kelompok usia ini, biasanya banyak mengalami gangguan kesehatan degeneratif dan fungsi tubuh lainnya. Selama ini, pelayanan usila dilakukan melalui pembinaan dan pelayanan kesehatan di Posbindu. Adapun kegiatan dilaksanakan meliputi: Penimbangan, Pelayanan kesehatan, dan penyuluhan. Disamping itu, setiap tahun juga dilaksanakan kegiatan lomba posbindu usila dan lomba usila. Kegiatan tersebut bertujuan meningkatkan motivasi kader dan usila terhadap posbindu dengan melibatkan lintas sektor terkait. Pada tahun 2014 diketahui jumlah usila sebanyak 24.544 orang dengan rincian lakilaki sebanyak 12.563 dan perempuan sebanyak 11.981 Sementara usila yang mendapat pelayanan kesehatan sebanyak 6.598 orang dengan rincian lakilaki sebanyak 2.752 atau 21.91% dan perempuan sebanyak 3.846 atau 32.10%. 8. PELAYANAN KESEHATAN MATRA Program kesehatan matra telah dilaksanakan beberapa tahun terakhir. Akan tetapi, kegiatannya masih terbatas pada penjaringan kesehatan haji, kesehatan transmigrasi, dan pemeriksaan penduduk dilokasi bencana. Peraturan tentang kesehatan matra telah diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 1992. Sebagai tindak lanjutnya Departemen kesehatan menetapkan pedoman kesehatan matra melalui keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor. 1215/Menkes/SK/XI/2001. Adapun jenis kegiatan dilaksanakan meliputi: a) Kesehatan Lapangan diantaranya: Kesehatan Haji, Transmigrasi, kesehatan penanggulangan bencana, kesehatan Bumi Perkemahan, Kesehatan dalam situasi khusus, kesehatan Lintas Alam, kesehatan Bawah Tanah, kesehatan Gangguan Kantibmas, kesehatan Operasi dan latihan militer di darat , b). Kelautan Bawah Air yaitu: Kesehatan pelayaran dan pantai lepas, kesehatan penyelam dan Hiperbarik serta kesehatan dalam operasi dan latihan militer di Laut. c). Kesehatan Kedirgantaraan diantaranya: Kesehatan penerbangan didirgantara dan kesehatan dalam latihan dan operasi militer didirgantara. Kegiatan kesehatan matra yang rutin dilaksanakan sampai saat ini, masih sebatas pada pembinaan dan pengamanan kesehatan jemaah haji. Pada tahun 2014 pemeriksaan dilakukan pada jemaah haji sebanyak 89 orang dari hasil pemeriksaan ditemukan 1 orang terindikasi resiko tinggi umur Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 78 89 (delapan puluh Sembilan) Tahun. Bila dibandingkan data tahun 2013 jumlah jemaah haji sebanyak 100 orang. Maka dapat diasumsikan terjadi penurunan jumlah jemaah haji sebanyak 11 orang dalam 1 (satu) tahun terakhir di Kabupaten Tolitoli. 9. PELAYANAN KESEHATAN KERJA Salah satu program yang menjadi tanggungjawab Dinas Kesehatan Kabupaten Tolitoli ialah program pengawasan dan penanggulangan keselamatan dan kesehatan kerja. Program ini bertujuan mencegah terjadinya penyakit akibat kerja. Disamping itu, meminimalisir tingkat kecelakaan pekerja diakibatkan beban kerja. Adapun kegiatan yang dilaksanakan meliputi: Pemeriksaan berkala terhadap pekerja/karyawan, penyuluhan kesehatan dan keselamatan kerja, perbaikan sanitasi lingkungan kerja, penyuluhan gizi karyawan dan kegiatan intervensi atau pengobatan lainnya. Secara umum pengawasan terhadap kesehatan dan keselamatan kerja di Kabupaten Tolitoli belum berjalan optimal. Dikarenakan kegiatan ini masih terbatas pada perusahaan-perusahaan dengan industri kecil, sementara sektor formal dan informal belum tercakup. Untuk itu, dibutuhkan kerjasama lintas sektor agar kegiatan program ini berjalan sesuai harapan. Sehingga dapat mewujudkan tenaga kerja sehat dengan lingkungan kerja sehat agar meningkatkan produktifitas tenaga kerja yang lebih baik. 10. PELAYANAN PROMOSI KESEHATAN Promosi kesehatan adalah upaya perubahan atau perbaikan perilaku dibidang kesehatan disertai dengan upaya mempengaruhui lingkungan atau hal- hal lain yang sangat berpengaruh terhadap perbaikan perilaku dan kualitas kesehatan. Promosi kesehatan meliputi pendidikan atau penyuluhan kesehatan , ini merupakan bagian penting dari promkes.Promosi kesehatan juga berarti upaya yang bersifat promotif (peningkatan), kuratif (pengobatan), dan rehabilitatif (pemulihan) dalam rangkaian upaya kesehatan yang komprehensif. Promosi kesehatan, selain tetap menekankan pentingnya pendekatan edukatif yang selanjutnya disebut gerakan pemberdayaan masyarakat, juga perlu dibarengi dengan upaya advokasi dan bina suasana (social support). Promosi kesehatan berpatokan pada PHBS yang dikembangkan dalam 5 tatanan yaitu di rumah/tempat tinggal (where we live), di sekolah Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 79 (where we learn), di tempat kerja (where we work), di tempat-tempat umum (where we play and do everything) dan di sarana kesehatan (where we get health services). Pada promosi kesehatan, peran kemitraan lebih ditekankan lagi, yang dilandasi oleh kesamaan (equity), keterbukaan (transparancy) dan saling memberi manfaat (mutual benefit). Kemitraan ini dikembangkan antara pemerintah dengan masyarakat termasuk swasta dan Lembaga Swadaya Masyarakat, juga secara lintas program dan lintas sektor. Data tahun 2014 diketahui jumlah kegiatan promosi kesehatan Kabupaten Tolitoli yang dilaksanakan sebanyak 995 kegiatan sementara untuk jumlah kunjungan rumah dan penyebaran informasi datanya tidak diketahui. 11. KESEHATAN DI PUSKESMAS (R. JALAN DAN R. INAP) Pelayanan kesehatan yang dilaksanakan dipuskesmas dilakukan melalui 2 (dua) cara yaitu: Pelayanan rawat jalan dan pelayanan rawat inap. Pelayanan rawat jalan diberikan jika penderita yang berkunjung ke puskesmas mengalami gangguan kesehatan ringan, sedangkan pelayanan rawat inap diberikan jika penderita memiliki gangguan kesehatan sedang hingga berat. Sarana pelayanan kesehatan yang disiapkan untuk masyarakat diantaranya: Puskesmas dan jaringannya serta Rumah Sakit. Fungsi puskesmas untuk memberikan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat baik pelayanan rawat jalan maupun pelayanan rawat inap. Sementara Rumah sakit yang dilengkapi dengan fasilitas lebih baik disiapkan untuk memberikan pelayanan pada kasus-kasus rujukan maupun kunjungan rawat jalan dan rawat inap. Data tahun 2014 diketahui jumlah kunjungan puskesmas baik rawat jalan maupun rawat inap sebanyak 150.926 Dengan rincian kunjungan rawat jalan sebanyak 149.440 dan kunjungan rawat inap sebanyak 1.486. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk, persentase kunjungan masyarakat ke puskesmas sebesar 67.7%. Angka ini naik dari tahun sebelumnya sebesar 100% dimana pada tahun 2013 sebesar 31.4%. Sementara untuk mengetahui perkembangan jumlah kunjungan rawat jalan dan rawat inap puskesmas di Kabupaten Tolitoli tahun 2010-2014 serta persentase kunjungan penduduk ke Puskesmas tahun 2007-2013 selengkapnya dilihat pada gambar 41 dan 42. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 80 GAMBAR 41. PERKEMBANGAN JUMLAH KUNJUNGAN RAWAT JALAN 14 PUSKESMAS DI KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 SUMBER : SEKSI PELAYANAN DASAR DAN RUJUKAN TAHUN 2014 GAMBAR 42. PERKEMBANGAN JUMLAH KUNJUNGAN RAWAT INAP 8 (DELAPAN) PUSKESMAS KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 SUMBER : SEKSI PELAYANAN DASAR DAN RUJUKAN TAHUN 2014 B. PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN DAN PENUNJANG Upaya pelayanan kesehatan kepada masyarakat dilakukan melalui pelayanan rawat jalan bagi masyarakat yang menderita gangguan kesehatan ringan dan pelayanan rawat inap baik secara langsung maupun melalui rujukan pasien bagi masyarakat yang mendapatkan gangguan kesehatan sedang hingga berat. Sebagian besar puskesmas dipersiapkan untuk memberikan pelayanan kesehatan dasar bagi kunjungan rawat jalan. Sedangkan Rumah Sakit yang Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 81 dilengkapi berbagai fasilitas selain memberikan pelayanan kasus rujukan untuk rawat inap juga melayani kunjungan rawat jalan. Selengkapnya diuraikan sebagai berikut: 1. PELAYANAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT Rumah sakit sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan diarahkan untuk melaksanakan pelayanan kesehatan rujukan dan melaksanakan rawat jalan serta rawat inap. Berdasarkan data tahun 2014 diketahui jumlah kunjungan diRumah sakit Umum Mokopido Kabupaten Tolitoli sebanyak 28.944 orang. Dengan rincian kunjungan rawat jalan sebanyak 21.328 dan kunjungan rawat inap sebanyak 7.616. Untuk mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu serta efisiensi pelayanan Rumah Sakit digunakan beberapa indikator diantaranya: a. BED OCCUPANCY RATE (BOR) / ANGKA PENGGUNAAN TEMPAT TIDUR BOR adalah rata-rata persentase tempat tidur yang tersedia dan digunakan oleh penderita selama satu periode waktu perhari. BOR digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit dan menggambarkan seberapa besar tempat tidur yang tersedia dimanfaatkan untuk perawatan penderita rawat inap. Angka BOR yang rendah menunjukkan kurangnya pemanfaatan fasilitas perawatan rumah sakit oleh masyarakat, sedangkan BOR yang lebih dari 85% menunjukkan tingkat pemanfaatan tempat tidur terlalu tinggi. Secara umum nilai parameter BOR idealnya 60 – 85%. Pada tahun 2014 jumlah pemanfaatan tempat tidur di Rumah sakit umum Mokopido Tolitoli sebesar 70.9%. Angka ini mengindikasikan pemanfaatan tempat tidur di rumah sakit masih dalam batas normal. Berikut perkembangan angka BOR Rumah Sakit Umum Tolitoli sejak tahun 2010-2014, selengkapnya dilihat pada gambar 43. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 82 GAMBAR 43. PERSENTASE INDIKATOR BOR RUMAH SAKIT UMUM MOKOPIDO TOLITOLI TAHUN 2010-2014 SUMBER : RSU MOKOPIDO TOLITOLI TAHUN 2014 b. LENGTH OF STAY (LOS)/ RATA-RATA LAMA PERAWATAN LOS adalah rata-rata lamanya (dinyatakan dalam hari) seorang pasien menghuni sebuah tempat tidur (dirawat) di Rumah sakit. serta digunakan untuk mengetahui efisiensi serta mutu perawatan rumah sakit. Berdasarkan data LOS Rumah Sakit Umum Mokopido Tolitoli diketahui sebesar 4.3%. Angka ini menurun dari tahun sebelumnya sebesar 0.3% dimana pada tahun 2013 LOS sebesar 4.6%. Secara umum LOS ideal berkisar antara 6–9%. Akan tetapi semakin kecil nilai diperoleh, maka semakin baik. Bila membandingkannya harus memikirkan faktor penyakit yang berlainan. Untuk mengetahui perkembangan LOS Rumah Sakit Umum Mokopido Tolitoli Tahun 2007–2013 selengkapnya dilihat pada gambar 44. GAMBAR 44. PERKEMBANGAN PERSENTASE INDIKATOR LOS DI RUMAH SAKIT UMUM MOKOPIDO TOLITOLI TAHUN 2010 - 2014 SUMBER : RSU MOKOPIDO TOLITOLI TAHUN 2014 Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 83 c. GROSS DEATH RATE (GDR) GDR ialah angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita keluar. GDR digunakan untuk mengetahui mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit. Secara umum nilai GDR tidak lebih dari 45/1000 penderita keluar. Data tahun 2014 diketahui angka GDR di Rumah Sakit Umum Mokopido Tolitoli sebesar 34.6 per/1000 penderita. Angka ini menurun dari nilai GDR tahun 2013 sebesar 34.9 /1000 penderita. Untuk mengetahui perkembangan nilai GDR pada Rumah Sakit Umum Tolitoli sejak tahun 2010–2014 selengkapnya dilihat pada gambar 45. GAMBAR 45. PERKEMBANGAN PERSENTASE GDR DI RUMAH SAKIT UMUM MOKOPIDO TOLITOLI TAHUN 2010- 2014 SUMBER : RSU MOKOPIDO TOLITOLI TAHUN 2014 Gambar 45 menunjukkan sejak tahun 2010 terjadi penurunan GDR (kematian) yang signifikan Data ini mengasumsikan bahwa mutu pelayanan di RSU Mokopido Tolitoli terus membaik dari tahun-tahun sebelumnya. olehnya pencapaian tersebut perlu terus menerus dipertahankan agar Rumah Sakit Mokopido benar-benar menjadi tempat pemulihan dan rehabilitasi yang dapat diadalkan oleh masyarakat khususnya Kabupaten Tolitoli. d. ANGKA KEMATIAN NETTO/ NET DEAT RATE (NDR) Kematian Netto (NDR) ialah kematian > atau = 48 jam setelah di rawat untuk setiap 1000 penderita keluar. NDR digunakan untuk mengetahui mutu pelayanan atau perawatan di rumah sakit. Nilai NDR dalam batasan kewajaran sebesar < 25 per 1000 penderita. Indikator tersebut disesuaikan dengan jumlah kasus rawat inap yang seharusnya tidak perlu mendapat perawatan inap di rumah sakit. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 84 Pada tahun 2014 nilai NDR diketahui sebesar 14.3/1000 penderita. Angka ini naik dari tahun sebelumnya sebesar 13.7/1000 penderita. 2. PELAYANAN KESEHATAN JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MISKIN (GAKIN/JKMM) Program jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat miskin (JAMKESMAS) merupakan program pemerintah yang telah dilaksanakan sejak tanggal 1 Januari 2005. Melalui program asuransi kesehatan miskin (Askeskin). Program ini bertujuan meningkatkan aksebilitas masyarakat miskin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan data tahun 2014 diketahui jumlah peserta jaminan pemeliharaan kesehatan di Kabupaten Tolitoli sebanyak 125.523 jiwa, mengenai rincian untuk jenis jaminan kesehatan lebih lengkapnya dilihat pada tabel lampiran 54. C. PELAYANAN KEFARMASIAN Pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan merupakan bagian dari upaya kesehatan paripurna. Adapun tujuan dari upaya tersebut dimaksudkan untuk: 1) menjamin ketersediaan keterjangkauan pemerataan obat generik dan obat esensial yang bermutu tinggi bagi masyarakat, 2). Mempromosikan penggunaan obat yang rasional dan obat generik, 3). Meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian serta pelayanan kesehatan dasar serta (4) Melindungi masyarakat dari penggunaan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan, mutu dan keamanan. Berdasarkan data tahun 2014 diketahui ketersediaan jenis obat di Kabupaten Tolitoli sebanyak 144 jenis obat dengan jumlah stok obat sebanyak 163.000 dari jenis obat dan pemakaian obat perbulan rata-rata 163 sementara tingkat persentase kecukupan obat sebesar 100%. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 85 BAB V. SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN Gambaran mengenai situasi sumber daya kesehatan dikelompokkan menjadi sarana kesehatan, tenaga kesehatan dan pembiayaan kesehatan yang uraiannya sebagai berikut : A. SARANA KESEHATAN Pada bagian ini akan diuraikan tentang sarana pelayanan kesehatan seperti: puskesmas, rumah sakit, sarana kesehatan bersumber masyarakat (UKBM) dan institusi pendidikan tenaga kesehatan. Selengkapnya diuraikan sebagai berikut: 1. PUSKESMAS Pusat Kesehatan Masyarakat atau yang biasa disebut Puskesmas merupakan salah satu unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten. Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan tingkat pertama dan terdepan dalam sistem pelayanan kesehatan, harus melakukan upaya kesehatan wajib (basic six) dan beberapa upaya kesehatan pilihan yang disesuikan dengan kondisi, kebutuhan, tuntutan, kemampuan dan inovasi serta kebijakan pemerintah daerah setempat. Puskesmas memiliki fungsi sebagai: 1) pusat pembangunan berwawasan kesehatan; 2) pusat pemberdayaan masyarakat; 3) pusat pelayanan kesehatan masyarakat primer; dan 4) pusat pelayanan kesehatan perorangan primer. Sampai dengan akhir tahun 2014, dari 14 puskesmas yang berada di wilayah Kabupaten Tolitoli, 8 (tujuh) puskesmas adalah puskesmas perawatan, yaitu Puskesmas Bangkir, Puskesmas Ogotua, Puskesmas Dondo, Puskesmas Lampasio, Puskesmas Ogodeide, Puskesmas Laulalang, dan Puskesmas Kayulompa, Kota dan 6 (enam) Puskesmas Non Perawatan adalah Puskesmas Kombo, Puskesmas Basidondo, Puskesmas Baolan, Puskesmas Galang, Puskesmas Dungingis, Puskesmas Binotoan. Penyediaan sarana pelayanan kesehatan merupakan bentuk upaya pemerintah dalam mendekatkan akses pelayanan kesehatan pada masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan pembangunan puskesmas disetiap kecamatan serta puskesmas pembantu dan poskesdes secara merata sampai ke pelosok desa terpencil. Selain puskesmas, juga dibangun puskesmas pembantu untuk meningkatkan pemerataan dan keterjangkauan sarana kesehatan pada Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 86 masyarakat. Hingga akhir tahun 2014 diketahui jumlah pustu di Kabupaten Tolitoli secara keseluruhan sebanyak 74 Pustu. Upaya meningkatkan akses keterjangkauan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan tidak hanya terbatas pada peningkatan puskesmas dan pustu, akan tetapi diupayakan pula sarana fasilitas lainnya seperti: Pengadaan Alat Kesehatan Hampir disetiap tahun dan Ambulance Emergency pada 4 Puskesmas dan sudah dioperasikan sesuai dengan peruntukkannya. 2. RUMAH SAKIT Ruang lingkup pembangunan kesehatan selain upaya promotif dan preventif, di dalamnya juga terdapat pembangunan kesehatan bersifat kuratif dan rehabilitatif. Rumah sakit merupakan pelayanan kesehatan pada masyarakat yang bergerak dalam kegiatan kuratif dan rehabilitatif. Rumah sakit juga berfungsi sebagai sarana pelayanan kesehatan rujukan. Pada tahun 2013 jumlah rumah sakit di Kabupaten Tolitoli sebanyak 1 unit milik Pemeritah Daerah Kabupaten Tolitoli. 3. SARANA PELAYANAN KESEHATAN MILIK SWASTA Berdasarkan data tahun 2014 diketahui jumlah sarana pelayanan kesehatan milik swasta di Kabupaten Tolitoli sebanyak 35 Buah. Dengan rincian Rumah besalin 1 Buah, Balai pengobatan klinik 1 Buah, Praktek dokter perorangan 13 Buah, Praktek pengobatan tradisional 1 Buah, Apotik 14 buah, Toko obat 6 buah. 4. UPAYA KESEHATAN BERSUMBER DAYA MASYARAKAT Upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat dilakukan dengan menerapkan berbagai pendekatan, termasuk di dalamnya dengan melibatkan potensi masyarakat. Hal ini sejalan dengan konsep pemberdayaan pengembangan masyarakat. Langkah tersebut tercermin dalam pengembangan sarana Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM). UKBM di antaranya terdiri dari Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), Pos Kesehatan Desa (PKD) di Desa Siaga, Tanaman Obat Keluarga (Toga), dan Pos Obat Desa (POD). Salah satu jenis UKBM yang telah sejak lama dikembangkan dan mengakar di masyarakat adalah posyandu. Posyandu dalam menjalankan fungsinya, diharapkan dapat melaksanakan 5 (lima) program prioritas yaitu kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, perbaikan gizi, imunisasi, dan Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 87 penanggulangan diare. Dalam rangka menilai kinerja dan perkembangannya, posyandu diklasifikasikan menjadi 4 strata, yaitu Posyandu Pratama, Posyandu Madya, Posyandu Purnama dan Posyandu Mandiri. Berdasarkan data yang dilaporkan Bidang Binkesmas pada tahun 2014 terdapat 249 posyandu, dengan demikian maka rasio posyandu terhadap desa/kelurahan sebesar 1 posyandu per desa/kelurahan. Di Kabupaten Tolitoli strata Posyandu terbanyak adalah pratama sebesar 43.50%, dan terendah adalah mandiri 0.81%. Rincian pengklasifikasian posyandu tahun 2014 diuraikan pada gambar 42. Gambar 46. PERSENTASE POSYANDU MENURUT STRATA DIKABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 SUMBER : BINKESMAS KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 Polindes merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam mendekatkan pelayanan kebidanan melalui penyediaan tempat pertolongan persalinan dan pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk Keluarga Berencana. Perkembangan polindes juga dikelompokkan ke dalam 4 tingkatan meliputi Polindes Pratama, Madya, Purnama dan Mandiri. Data tahun 2014 diketahu jumlah Polindes di Kabupaten Tolitoli sebanyak 18 buah. Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) merupakan UKBM yang dibentuk oleh desa dalam upaya mendekatkan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa. Adapun pelayanan poskesdes yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan meliputi promotif, preventif dan kuratif, dengan melibatkan kader atau tenaga sukarela. Data tahun 2014 diketahui jumlah poskesdes di Kabupaten Tolitoli sebanyak 62 buah. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 88 PosBindu menurut Depkes RI (2002) adalah pusat bimbingan pelayanan kesehatan yang dikelola dan diselenggarakan untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dari petugas kesehatan dalam rangka pencapai masyarakat yang sehat dan sejahtera. Posbindu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang dibentuk oleh masyarakat berdasarkan inisiatif dan kebutuhan masyarakat itu sendiri, khususnya penduduk usia lanjut. Posbindu kependekan dari Pos Pembinaan Terpadu, program ini berbeda dengan Posyandu, karena Posbindu dikhususkan untuk pembinaan para orang tua baik yang akan memasuki masa lansia maupun yang sudah memasuki lansia. Tujuan diadakannya Posbindu adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan eksistensinya dalam strata kemasyarakatan. Jadi dengan adanya Posbindu diharapkan adanya kesadaran dari usia lanjut untuk membina kesehatannya serta meningkatkan peran serta masyarakat termasuk keluarganya dalam mengatasi kesehatan usia lanjut. Fungsi dan tugas pokok Posbindu yaitu membina lansia supaya tetap bisa beraktivitas, namun sesuai kondisi usianya agar tetap sehat, produktif dan mandiri selama mungkin serta melakukan upaya rujukan bagi yang membutuhkan. Data tahun 2014 diketahui jumlah poskesdes di Kabupaten Tolitoli sebanyak 63 buah. B. TENAGA KESEHATAN 1. PENGELOLAAN TENAGA KESEHATAN Tenaga kesehatan merupakan sumber daya yang sangat penting didalam pembangunan dibidang kesehatan. Pengelolaan sumber daya tenaga kesehatan yang baik dan profesional akan memberikan dampak positif pada peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Diperlukan proses manajemen sumber daya tenaga sebagaimana diharapkan meliputi Rekruitmen atau pengangkatan, penempatan dan pengembangan (Diklat) tenaga kesehatan. Berdasarkan data diperoleh dari bidang PSDMK Dinas Kesehatan tahun 2014 diketahui bahwa jumlah tenaga kesehatan yang bekerja diberbagai sarana pelayanan kesehatan sebanyak 718 orang. Terdiri dari tenaga yang bekerja di Dinas Kesehatan sebanyak 61 orang, Rumah Sakit sebanyak 207 orang, Puskesmas dan jaringannya sebanyak 434 orang, Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 89 Insititusi pendidikan (AKPER) sebanyak 12 orang dan UTD sebanyak 4 orang. Penempatan ini sesuai dengan kebijakan Departemen Kesehatan sebagaimana tenaga kesehatan lebih di perioritaskan pada Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan dasar. Sementara untuk rincian masingmasing unit kerja dapat dilihat pada Lampiran Tabel 73 – 79. Rasio tenaga kesehatan terhadap 1000 penduduk di Kabupaten Tolitoli pada tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 7. TABEL 5. TENAGA KESEHATAN DAN RASIO PER 1000 PENDUDUK KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 Jenis Tenaga Jumlah Tenaga Rasio/1000 Penduduk Dokter Spesialis 6 2.76 Dokter Umum 16 7.35 Dokter Gigi 4 1.84 404 185.71 6 2.76 Bidan 121 55.62 Tenaga Teknis Kefarmasian 23 10.57 Apoteker 14 6.44 Sarjana Kesmas 67 30.80 Kesehatan Lingkungan 25 11.49 Nutrisionis 12 5.52 Fisioterapis 1 0.46 Radiografer 7 3.22 Teknisi Elektro Medis 2 0.92 Analisis Kesehatan 13 5.98 Rekam Medis 1 0.46 Perawat Perawat Gigi SUMBER: BIDANG PSDMK DINKES KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014 Tabel 7. Merupakan data tenaga kesehatan yang berstatus PNS dengan standar keilmuan bidang kesehatan, selain tenaga kesehatan, juga terdapat tenaga non kesehatan PNS lainnya dengan pendidikan seperti SD, SLTP, SLTA dan sarjana lain non kesehatan yang tersebar di unit pelayanan kesehatan sebanyak 171 dengan rincian PNS sebanyak 84 orang dan Honorer/sukarela sebanyak 87 orang dan diberikan tugas menangani administrasi kesehatan. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 90 2. PEGAWAI TIDAK TETAP (PTT) Program Kemeterian Kesehatan tentang pengangkatan PTT dilaksanakan sejak tahun 1992 bertujuan memenuhi kebutuhan Tenaga Kesehatan pada sarana pelayanan kesehatan terutama puskesmas melalui penempatan pegawai tidak tetap (PTT) baik dokter umum, dokter gigi, bidan maupun perawat. Berdasarkan data PSDMK kepegawaian dinas kesehatan Tolitoli tahun 2014 diketahui jumlah PTT sebanyak 44 orang terdiri dari Bidan PTT sebanyak 32 orang, serta D3 perawat PTT atau DTPK sebanyak 12 orang. Semua tenaga PTT telah ditempatkan baik pada sarana pelayanan kesehatan di puskesmas maupun di desa dalam wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Tolitoli. C. PEMBIAYAAN KESEHATAN Dalam menunjang kelancaran pelaksanaan dan pencapaian kegiatan pembangunan kesehatan dibutuhkan dukungan sumber dana yang memadai baik yang bersumber dari pemerintah, masyarakat, maupun swasta. Selama ini, alokasi anggaran digunakan untuk pembiayaan kesehatan di Kabupaten Tolitoli bersumber Dana APBD Kabupaten, APBD Provinsi, Dekonsentarsi, dan APBN kesehatan serta biaya untuk masyarakat miskin melalui Jamkesmas. Total anggaran kesehatan Tahun 2014 adalah sebesar 57.273.263.298 dimana 5.43 % berasal dari APBD II Kabupaten Tolitoli Sementara dana APBN yang dikelola oleh kabupaten Tolitoli melalui dinas kesehatan adalah sebesar Rp. 18.870.221.625. Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 91 BAB VII. PENUTUP Profil kesehatan Kabupaten Tolitoli merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk menggambarkan situasi dan kondisi kesehatan masyarakat di Kabupaten serta sebagai alat dalam mengevaluasi hasil penyelenggaraan pembangunan kesehatan dan mengukur keberhasilan pembangunan Kesehatan di Kabupaten Tolitoli. Profil kesehatan diharapkan menjadi pedoman dan acuan terhadap perencanaan dan pengambilan keputusan bagi para penentu kebijakan. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat bergantung kepada kreativitas dan inisiatif para pengelola program baik di Kabupaten maupun di Puskesmas sehingga kepentingan terhadap data-data dalam pembuatan profil kesehatan dapat terkoordinasikan dengan baik. Untuk itu, dibutuhkan kerjasama dari para pengelola program baik dalam lingkup Dinas Kesehatan maupun Puskesmas agar senantiasi berperan aktif dalam menyediakan data yang lengkap dan tepat waktu dalam menunjang ketersediaan data yang akurat sehingga mampu menopang pencapaian Visi dan Misi pembangunan kesehatan. Akhirnya hanya dengan perlindungan, petunjuk, rahmat dan hidayah dari ALLAH S.W.T, upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat dicapai. WASSALAM Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014 92