BAB I - Kementerian Kesehatan

advertisement
jsHALAMAN JUDUL
BUKU
PROFIL KESEHATAN
KABUPATEN TOLITOLI
2014
PENGARAH
: KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN
TOLITOLI
PENANGGUNG JAWAB
: KEPALA BIDANG PENGEMBANGAN SUMBER
DAYA MANUSIA DAN SISTEM KESEHATAN
PELAKSANA
: SEKSI DATA INFORMASI DAN PENELITIAN
PENGEMBANGAN
KESEHATAN
DINAS
KESEHATAN KABUPATEN TOLITOLI
Redaksi: Jln Magamu No. 105 Kel Tuweley Kec Baolan Kab Tolitoli
Gedung Dinas Kesehatan Kabupaten Tolitoli Telp/Fax (0453) 21188
Webblog: http://datintolitoli.blogspot.co.id
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat ALLAH SWT, atas izin dan rahmatnya
sehingga Buku Profil Kesehatan Kabupaten Tolitoli Tahun 2014 dapat diselesaikan.
Profil Kesehatan merupakan rangkaian alat instrumen dalam penyajian data dan
informasi kesehatan Kabupaten Tolitoli. Profil kesehatan dikemas dalam bentuk
buku disusun setiap tahun dengan harapan mampu menyediakan data-data bidang
kesehatan.
Informasi kesehatan merupakan salah satu elemen dalam sistem manajemen
kesehatan. Untuk itu, informasinya perlu dituangkan dalam bentuk nyata agar semua
khalayak dapat menerima informasi kesehatan dengan baik dan benar. Melalui Buku
Profil Kesehatan diharapkan informasi kesehatan dapat dicerna dan dianalisis
sesuai kebutuhan dan peruntukkannya.
Dengan terbitnya Buku Profil Kesehatan dapat memberikan kontribusi
terhadap
peranan
informasi
kesehatan
dalam
menciptakan
pembangunan
berwawasan kesehatan. Disamping itu, membantu proses perencanaan dan
evaluasi dalam lingkup Dinas Kesehatan maupun masyarakat.
Buku Profil Kesehatan merupakan gambaran dari hasil pelaksanaan kegiatan
program kesehatan baik program yang bersifat wajib maupun penunjang. Selain itu,
isiannya disajikan pula berbagai data-data hasil pencapaian pelayanan kesehatan
beberapa tahun terakhir yang digunakan sebagai cara pembanding terhadap
keberhasilan
yang
telah
dicapai.
Penyusunan
Buku
Profil
Kesehatan
ini
menggunakan data bersumber dari berbagai unit-unit program dilingkup Dinas
Kesehatan Kabupaten Tolitoli, Puskesmas, serta instansi-instansi terkait semisalnya
Dinas Pendidikan, Badan Pusat Statistik, serta BKKBN, dll.
Terbitan Buku Profil Kesehatan ini, diupayakan dapat memberikan informasi
seoptimal mungkin, namun disadari Buku Profil ini masih jauh dari kesempurnaan
Untuk itu, saran tanggapan serta kritikan yang positif dari berbagai pihak sangat
kami harapkan agar penyajian Buku Profil Kesehatan Kabupaten Tolitoli dimasa
yang akan datang dapat lebih baik dan berkualitas.
Kepada semua pihak yang telah membantu dan berpartisipasi pada awal
pengumpulan data, pengolahan data, dan sampai akhir penyusunan Buku Profil
Kesehatan ini, diucapkan terima kasih yang tak terhingga, semoga segala sesuatu
yang kita hasilkan dapat bermanfaat untuk sebuah harapan yang dicita-citakan yaitu
menciptakan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Tolitoli,
Juli 2015
Kepala Dinas Kesehatan
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
2
Kabupaten Tolitoli
Drs. Bakri Idrus, Apt. MM
Pembina Utama Muda. IV/c
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
3
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR....................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................................... 4
DAFTAR TABEL ................................................................. Error! Bookmark not defined.
DAFTAR GAMBAR ............................................................. Error! Bookmark not defined.
DAFTAR LAMPIRAN........................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................................. 5
BAB II. GAMBARAN UMUM ........................................................................................... 7
A. KEADAAN UMUM DAN LINGKUNGAN ........................................................... 7
B. KEPENDUDUKAN ........................................................................................... 8
C. SOSIAL EKONOMI ........................................................................................ 11
D. KEADAAN LINGKUNGAN ............................................................................. 12
E. KEADAAN PERILAKU MASYARAKAT .......................................................... 27
BAB III. SITUASI DERAJAT KESEHATAN ................................................................... 30
A. MORTALITAS ................................................................................................ 30
B. MORBIDITAS (ANGKA KESAKITAN) ............................................................ 36
BAB IV. SITUASI UPAYA KESEHATAN ...................................................................... 56
A. PELAYANAN KESEHATAN DASAR .............................................................. 56
B. PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN DAN PENUNJANG .......................... 81
C. PELAYANAN KEFARMASIAN ....................................................................... 85
BAB V. SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN .......................................................... 86
A. SARANA KESEHATAN ................................................................................. 86
B. TENAGA KESEHATAN ................................................................................. 89
C. PEMBIAYAAN KESEHATAN ......................................................................... 91
BAB VII. PENUTUP...................................................................................................... 92
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
4
BAB I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan merupakan tanggung jawab bersama setiap individu, keluarga,
masyarakat, pemerintah dan swasta. Keberhasilan pembangunan kesehatan
ditentukan oleh kontribusi dari semua sektor, berdasarkan fungsi dan
peranannya masing-masing, tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Setiap
individu
berkewajiban
ikut
serta
dalam
memelihara
dan
meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat.
Perwujudan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan
melalui upaya kesehatan dengan pendekatan peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan
kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan.
Dalam tatanan desentralisasi atau otonomi daerah di bidang kesehatan,
kualitas dari Sistem Informasi Kesehatan Regional dan Nasional sangat
ditentukan
oleh
kualitas
dari
Sistem-Sistem
Informasi
Kesehatan
Kabupaten/Kota. Sistim Informasi Kesehatan adalah tulang punggung bagi
pelaksanaan pembangunan daerah berwawasan kesehatan di Kabupaten atau
dengan kata lain Sistim Informasi Kesehatan Kabupaten dapat memberikan arah
dalam
penentuan
kebijakan
dan
pengambilan
keputusan
diKabupaten
berdasarkan fakta (Evidence Based Decision Making). Salah satu produk dari
Sistem Informasi Kesehatan Kabupaten adalah “Profil Kesehatan Tahunan“ yang
diharapkan akan terbit secara berkala guna menyediakan data, informasi yang
bermanfaat bagi para pengambil keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi hasil kegiatan secara transparan, efisien dan efektif.
Profil Kesehatan Kabupaten Tolitoli Tahun 2014 diharapkan dapat menjadi
sumber informasi kesehatan serta pedoman bagi para penentu kebijakan untuk
pengambilan keputusan dalam mengatasi berbagai permasalahan kesehatan di
wilayah kabupaten Tolitoli, serta sebagai bahan kajian terhadap perencanaan
dan pengalokasian anggaran pembangunan kesehatan pada tahun-tahun
mendatang. Disamping itu, sebagai sarana untuk memantau dan mengevaluasi
kemajuan pembangunan kesehatan diKabupaten Tolitoli yang merupakan modal
dasar demi tercapainya Indonesia Sehat.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
5
Mengetahui Gambaran Kondisi Pembangunan Kesehatan di Kabupaten
Tolitoli Tahun 2014
2. Tujuan Khusus
a. Menggambarkan kondisi derajat kesehatan masyarakat Kabupaten
Tolitoli Tahun 2014
b. Menggambarkan Pencapaian Upaya Pelayanan Kesehatan sesuai
Indikator Indonesia Sehat dan Indikator SPM
c. Menggambarkan Kondisi Sumber Daya Kesehatan dan Manajemen
Kesehatan
d. Mengetahui Gambaran Permasalahan dan Hambatan Pencapaian
Pembangunan Kesehatan di Kabupaten Tolitoli
C. Sistematika Penyajian
1. Sistimatika
Sistematika penyajian profil kesehatan Kabupaten Tolitoli tahun 2013
sebagai berikut:
BAB I
: Pendahuluan
BAB II : Gambaran Umum
BAB III : Situasi Derajat Kesehatan
BAB IV : Situasi Upaya Kesehatan
BAB V : Situasi Sumber Daya Kesehatan
BAB VI : Penutup
2. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data profil dilakukan dengan dua macam cara yaitu secara
aktif dan pasif. Secara aktif dengan mengumpulkan data dari sektor terkait
dan Rumah Sakit, sedangkan secara pasif melalui Profil Kesehatan
Puskesmas dan Laporan Bulanan Puskesmas yang direkap oleh masing–
masing bidang diDinas Kesehatan Kabupaten Tolitoli selama satu tahun.
3. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang dikumpulkan
kemudian dientri ke dalam format tabel profil.
Kemudian dianalisis secara deskriptif, komparatif dan kecendrungan yang
disajikan dalam bentuk tabel dan grafik dan narasi.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
6
BAB II. GAMBARAN UMUM
A. KEADAAN UMUM DAN LINGKUNGAN
1. LETAK KEADAAN GEOGRAFIS DAN TOPOGRAFI
Secara geografis Kabupaten Tolitoli merupakan salah satu Kabupaten
di Provinsi Sulawesi Tengah yang dalam peta pulau sulawesi, nampak
memanjang dari timur ke barat. Terletak disebelah utara garis khatulistiwa
dalam koordinat 0,35° – 1,20° lintang utara dan 120,12° – 122,09° bujur timur
dengan luas wilayah + 4.079,76 km².
GAMBAR 1. PETA WILAYAH ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014
SUMBER: DATA INFORMASI DAN LITBANG KESE TAHUN 2014
Kabupaten Tolitoli terletak pada ketinggian 0 - 2.500 meter dari
permukaan laut, dengan keadaan tofografis dataran hingga pegunungan.
Dataran rendah umumnya tersebar disekitar daerah pantai, adapun batasbatas wilayah Kabupaten Tolitoli sebagai berikut: a) Sebelah Utara
Kabupaten Buol dan Laut sulawesi sekaligus berbatasan dengan Negara
Philipina. b) Sebelah Timur Provinsi Gorontalo. c) Sebelah Selatan
Kabupaten Donggala dan Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi
Tengah. d) Sebelah Barat Selat Makassar sekaligus berbatasan dengan
Negara Malaysia.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
7
2. PEMERINTAHAN
Secara administrasi Pemerintahan Kabupatan Tolitoli terdiri dari 10
(sepuluh) Kecamatan dengan rincian 98 Desa dan 6 Kelurahan. Bila
dibandingkan data tahun 2013 jumlah desa dan kelurahan relatif masih sama
tidak ada pemekaran baik desa maupun kelurahan pada wilayah kecamatan.
Selengkapnya Wilayah Administrasi Pemerintahan Kabupaten Tolitoli Tahun
2014 diuraikan pada tabel 1.
TABEL 1. WILAYAH ADMINISTARSI PEMERINTAHAN KABUPATEN
TOLITOLI TAHUN 2014
KECAMATAN
LUAS WILAYAH
(KM²)
KELURAHAN
DESA
DAMPAL SELATAN
392,67
-
12
12
DAMPAL UTARA
182,88
-
11
11
DONDO
542,50
-
14
14
BASIDONDO
441,30
-
9
9
OGODEIDE
412,12
-
11
11
LAMPASIO
626,00
-
9
9
BAOLAN
258,03
6
4
10
GALANG
597,76
-
14
14
DAKOPEMEAN
221,00
-
4
4
TOLITOLI UTARA
405,50
-
10
10
6
98
104
TOTAL
4.079.77
JUMLAH
DESA + KEL
SUMBER: KANTOR BPS KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014
3. SUHU, KELEMBABAN UDARA DAN CURAH HUJAN
Suhu udara maksimum di Kabupaten Tolitoli tahun 2013 yaitu berkisar
antara 31,52ºC dengan suhu maksimum tertinggi mencapai 32,7ºC dan suhu
minimum mencapai 22,57°C. Kelembaban udara berada pada kisaran 82–
86%, dan curah hujan pertahun 2.281 mm dengan rata-rata 257 hari
pertahun. Kecepatan angin berkisar antara 6–9 Knot, sedangkan arah angin
rata-rata berkecepatan 110.
B. KEPENDUDUKAN
Komposisi penduduk diKabupaten Tolitoli sampai saat ini masih kurang
menguntungkan. Hal ini dipengaruhi proporsi penduduk berusia muda masih
relatif tinggi serta persebaran penduduk yang tidak merata.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
8
1. PERTUMBUHAN PENDUDUK
Berdasarkan sensus penduduk yang dilaksanakan oleh BPS
Kabupaten Tolitoli menunjukkan adanya peningkatan pertumbuhan penduduk
setiap tahunnya dengan laju pertumbuhan penduduk cenderung menurun.
Dalam kurun waktu 6 (enam) tahun terakhir sejak tahun 2009 - 2014
pertumbuhan penduduk Kabupaten Tolitoli dari tahun ke tahun terus
meningkat. Pada tahun tahun 2009 sebesar 200.543 jiwa, tahun 2010
sebesar 211.283 jiwa, tahun 2011 sebesar 211.296 jiwa, tahun 2012 sebesar
215.202 jiwa, tahun 2013 sebesar 217.544 jiwa dan tahun 2014 sebesar
220.612. Secara absolut dari tahun 2013 jumlahnya naik sebesar 1.01% di
tahun 2014. Penduduk tersebut tersebar di 10 (sepuluh) Kecamatan dan 98
(Sembilan puluh delapan) Desa serta 6 (enam) Kelurahan.
2. KOMPOSISI PENDUDUK
a. KOMPOSISI PENDUDUK MENURUT JENIS KELAMIN
Proyeksi penduduk tahun 2014 menunjukkan jumlah penduduk
Kabupaten Tolitoli sebanyak 220.612 jiwa terdiri dari jumlah penduduk
lakilaki sebanyak 111.341 jiwa atau 51.18% dan perempuan sebanyak
106.203 jiwa atau 48.82% dengan sex rasio jenis kelamin penduduk
sebesar 104.1 Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk lakilaki lebih
banyak 4 (empat) persen dari jumlah penduduk perempuan. Angka ini
mengindikasikan bahwa, setiap 100 (seratus) perempuan terdapat 104
(seratus empat) lakilaki. Perkembangan jumlah penduduk berdasarkan
persentase jenis kelamin dapat dilihat pada tabel lampiran 2.
b. KOMPOSISI PENDUDUK MENURUT KELOMPOK UMUR
Komposisi penduduk Kabupaten Tolitoli tahun 2014 berdasarkan
kelompok umur usia muda 0-14 tahun sebanyak 45.301
jiwa atau
20.52%, usia produktif 15-64 tahun sebanyak 175.483 jiwa atau 79.48%
sedangkan usia 65 tahun keatas tidak diketahui. Untuk mengetahui
komposisi penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin
selengkapnya diuraikan pada gambar 2.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
9
GAMBAR 2. JUMLAH PENDUDUK MENURUT GOLONGAN UMUR DAN
JENIS KELAMIN KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014
Sumber: BPS Kab Tolitoli Tahun 2014
Gambar 2 terlihat Kelompok umur usia muda dan produktif masih lebih
tinggi sehingga potensi sumber daya manusia (SDM) di kabupaten Tolitoli
juga cukup besar sebaliknya, komposisi penduduk yang perlu mendapat
perhatian khusus dari pemerintah relatif kecil sebesar 3.60%, kelompok usia
ini merupakan kelompok yang rentan terhadap masalah kesehatan termasuk
beban tanggungan.
3. KEPADATAN PENDUDUK
Kepadatan penduduk Kabupaten Tolitoli tahun 2014 tampaknya
belum merata. Kepadatan penduduk terbanyak berada pada wilayah
Kecamatan Baolan sebesar 1.05 /km2 Kecamatan tersebut merupakan
kecamatan dalam wilayah ibu kota Kabupaten Tolitoli sedangkan wilayah
kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk terendah berada pada
wilayah Kecamatan Dakopemean sebesar 0.22 /km2 dari total jumlah
penduduk sebanyak 220.612 jiwa. Untuk mengetahui luas wilayah, serta
tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Tolitoli selengkapnya diuraikan pada
tabel 2.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
10
TABEL 2. PERSENTASE LUAS WILAYAH DAN KEPADATAN PEDUDUK
MENURUT KECAMATAN KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014
2010
2011
2012
2013
2014
Dampal Selatan
Luas
Wilayah
(KM2
392.67
54.48
54.84
55.12
0.55
0.56
Dampal Utara
182.88
78.63
78.69
79.63
0.80
0.80
Dondo
542.50
39.42
39.37
39.37
0.40
0.41
Basidondo
441.30
23.77
23.70
23.70
0.27
0.25
Ogodeide
412.12
28.37
28.35
28.35
0.28
0.30
Lampasio
626.00
18.95
18.97
18.97
0.47
0.19
Baolan
258.03
244.27
244.44
244.44
1.05
2.58
Galang
597.76
52.95
53.03
53.03
0.54
0.55
Dakopamean
221.00
38.15
38.13
38.13
0.22
0.40
Tolitoli Utara
405.50
41.84
41.78
41.78
0.80
0.44
Total
40798.0
51.79
51.6
51.7
0.3
0.5
Kecamatan
Kepadatan Penduduk km2
SUMBER: BPS KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014
C. SOSIAL EKONOMI
Besarnya masalah sosial ekonomi masyarakat dapat diketahui dengan
menggunakan beberapa indikator, salah satunya Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) dan tingkat pendidikan penduduk. Kemampuan ekonomi
masyarakat dapat diukur dengan angka pendapatan perkapita atas dasar harga
yang berlaku. Pertumbuhan
ekonomi secara Nasional maupun Regional
mengalami perubahan akibat perubahan skala ekonomi, teknologi, SDM dalam
memproduksi barang dan jasa. Besarnya PDRB Kabupaten Tolitoli sejak tahun
2011 hingga sekarang cenderung mengalami perubahan dibandingkan dengan
tahun-tahun sebelumnya. PDRB Kabupaten Tolitoli Tahun 2013 sebesar
1.636.993 meningkat bila dibandingkan tahun 2012 sebesar 1.515.584 Untuk
mengetahui perkembangan PDRB Kabupaten Tolitoli sejak tahun 2011 sampai
dengan 2013, selengkapnya dilihat pada gambar 3.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
11
GAMBAR 3. PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
(PDRB) KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2011-2014
SUMBER: BPS KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014
D. KEADAAN LINGKUNGAN
Kesehatan lingkungan merupakan faktor penting dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan, bahkan merupakan salah satu unsur penentu atau determinan
dalam
untuk
kesejahteraan penduduk. Lingkungan sehat dibutuhkan bukan hanya
meningkatkan
derajat
kesehatan
masyarakat,
tetapi
juga
untuk
kenyamanan hidup dan meningkatkan efisiensi kerja dan belajar.
Kesehatan lingkungan adalah kesehatan yang sangat penting bagi
kelancaran kehidupan dibumi, karena lingkungan merupakan tempat dimana
pribadi itu tinggal. Lingkungan sehat dapat dikatakan bila sudah memenuhi
syarat-syarat
lingkungan
sehat.
Beberapa
indikator
pada
kegiatan
penyelenggaraan penyehatan lingkungan antara lain cakupan rumah sehat,
akses jamban sehat, institusi dibina, Tempat Umum dan Pengelolaan Makanan
(TUPM) sehat, akses air bersih dan desa Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
(STBM).
1. CAKUPAN AKSES AIR BERSIH
Air merupakan kebutuhan mendasar bagi semua makhluk hidup. Dalam
kehidupan sehari-hari, kita memerlukan air untuk minum, mandi, cuci, masak
dan sebagainya sedangkan keberadaan sanitasi yang bersih dan sehat juga
tidak bisa dianggap remeh keberadaannya.
Data hasil pemeriksaan cakupan penggunaan akses air bersih
masyarakat Kabupaten Tolitoli tahun 2014 belum mencapai 100% dan
bahkan belum mencapai target program Kesehatan Lingkungan yaitu 70%.
Saat ini penduduk yang memanfaatkan akses air bersih masih sekitar 6.89%.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
12
Akses air bersih berkualitas (layak) digunakan rumah tangga di
Kabupaten Tolitoli bukan jaringan perpipaan (BJP) dibedakan menurut
sumbernya yaitu: Sumur gali terlindung, Sumur gali dengan pompa, Sumur
bor dengan pompa, Terminal air, Mata air terlindung, dan Penampungan air
hujan selengkapnya diuraikan pada gambar 4.
GAMBAR 4. PERSENTASE RUMAH TANGGA MENURUT SUMBER
AIR BERSIH DIKABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014
SUMBER: SEKSI PENYEHATAN LINGKUNGAN TAHUN 2014
Gambar 4 menunjukkan sumur gali terlindung merupakan akses air
bersih paling tinggi digunakan disusul sumur gali dengan pompa, perpipaan
serta mata air terlindung, sedangkan terminal air dan penampungan air hujan
tidak dijumpai digunakan oleh masyarakat di Kabupaten Tolitoli. Sedangkan
untuk persentase penduduk dengan akses berkelanjutan terhadap air minum
layak diKabupaten Tolitoli sebesar 83.58%.
Sementara kualitas air minum dipenyelenggara air minum memenuhi
syarat sebesar 64.0%. Berdasarkan laporan Seksi Penyehatan Lingkungan
diketahui penyelenggaran air minum sebanyak 53 buah dengan jumlah
sampel diperiksa sebanyak 50 buah dan memenuhi syarat bebas dari fisik,
bakteriologi, dan kimia sebanyak 32 buah, selengkapnya diuraikan pada
tabel lampiran 60.
2. RUMAH SEHAT
Rumah sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat
kesehatan yaitu rumah yang memiliki jamban sehat, sarana air bersih, tempat
pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi rumah yang
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
13
baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah yang tidak
terbuat dari tanah/ kedap air. Persentase cakupan rumah sehat menurut
Puskesmas Kabupaten Tolitoli Tahun 2013 dapat dilihat pada gambar 5.
GAMBAR 5. PERBANDINGAN PERSENTASE RUMAH SEHAT MENURUT
PUSKESMAS KABUPATEN TOLITOLI SEJAK TAHUN 2010- 2014
SUMBER: SEKSI PENYEHATAN LINGKUNGAN TAHUN 2014
Gambar 5 menunjukkan capaian program kesehatan lingkungan
berdasarkan hasil pemeriksaan inspeksi sanitasi perumahan diketahui
cakupan rumah sehat tertinggi berada pada wilayah Puskesmas Dondo
sebesar 133.71% dan terendah Puskesmas Kombo sebesar 32.82%. Secara
keseluruhan cakupan Kabupaten membaik dalam kurun waktu 1 (satu ) tahun
terakhir dengan angka sebesar 69.71% dan jika dibulatkan menjadi 70.%
Sementara Persentase Rumah Sehat Menurut Kecamatan pada
wilayah kerja Puskesmas di Kabupaten Tolitoli Tahun 2014 dapat dilihat
pada gambar 6.
GAMBAR 6. PERSENTASE RUMAH SEHAT MENURUT PUSKESMAS DI
KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014
SUMBER: SEKSI PENYEHATAN LINGKUNGAN TAHUN 2014
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
14
Mencermati gambar 6 cakupan Rumah Sehat secara Kabupaten
membaik ditahun 2014, namun pada gambar 5 terlihat masih sekitar 60%
wilayah kerja Puskesmas belum memenuhi syarat rumah sehat. Bahwa
terlihat angka yang menjadi standar kabupaten belum mampu dicapai oleh
beberapa puskesmas.
Persentase Rumah Sehat bagi Puskesmas yang belum tercapai, erat
kaitannya dengan ketersediaan tenaga teknis sanitasi yang belum memadai.
Puskesmas yang rendah capaiannya belum dapat melaksanakan kegiatan
program penyehatan lingkungan secara total dikarenakan petugas yang
melaksanakan kegiatan kesehatan lingkungan diambil dari tenaga yang
bukan memiliki spesifikasi khusus terkait dengan kesehatan lingkungan
tentunya ini merupakan tantangan bagi Dinas Kesehatan Tolitoli secara
khusus dan Pemerintah Kabupaten Tolitoli serta Pemerintah Pusat secara
umum
dalam
rangkaian
pemenuhan
tenaga
Kesehatan
lingkungan
dibeberapa Puskesmas di Kabupaten Tolitoli yang memang belum memiliki
tenaga tersebut, selain itu kondisi geografis serta kesadaran masyarakat
rendah terhadap Kesehatan Lingkungan menjadi pemicu utama penyebab
cakupan rumah sehat di beberapa wilayah kerja Puskesmas masih sangat
rendah.
3. AKSES JAMBAN SEHAT
Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan
kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan
leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit
penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya.
Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang mencegah
kontaminasi ke badan air, mencegah kontak antara manusia dengan tinja,
membuat tinja tersebut tidak dapat dihinggapi serangga serta binatang
lainnya, mencegah bau yang tidak sedap, serta konstruksi dudukannya
dibuat dengan baik, aman dan mudah dibersihkan.
Buang air besar sembarangan (BABS) bukan lagi zamannya, dampak
BAB sembarangan sangat buruk bagi kesehatan dan keindahan, selain jorok
berbagai jenis penyakit ditularkan sebagai gantinya BAB harus pada
tempatnya yakni dijamban, hanya saja harus diperhatikan pembangunan
jamban tersebut agar tetap sehat dan tidak menimbulkan dampak buruk bagi
lingkungan.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah menetapkan syarat
dalam pembuatan jamban sehat, ada 7 (tujuh) kriteria yang harus
diperhatikan diantaranya;
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
15
1. TIDAK MENCEMARI AIR
a. Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar
lubang kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum, jika
keadaan terpaksa, dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan
dengan tanah liat atau plester.
b. Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter
c. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor
dari lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor
dari lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur.
d. Tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam selokan,
empang, danau, sungai dan laut.
2. TIDAK MENCEMARI TANAH PERMUKAAN
a. Tidak
buang
air
bersih
disembarang
temoat,
seperti
kebun,
pekarangan, dekat sungai, dekat mata air, atau pinggiran jalan.
b. Jamban yang sudah penuh agar segera diseot untuk dikuras
kotorannya kemudian kotoran ditimbun dilubang galian.
3. BEBAS DARI SERANGGA
a. Jika menggunakan bak air atau penampungan air sebaiknya dikuras
setiap minggu hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk
demam berdarah
b. Ruangan dalam jamban harus terang, bangunan yang gelap dapat
menjadi sarang nyamuk
c. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bias
menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya
d. Lantai jamban harus selalu bersih dan kering
e. Lubang jamban khususnya jamban cemplung harus tertutup
4. TIDAK MENIMBULKAN BAU DAN NYAMAN DIGUNAKAN
a. Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup
setiap selesai digunakan
b. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus
tertutup rapat oleh air
c. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilegkapi dengan pipa ventilasi
untuk membuang bau dari dalam lubang kotoran
d. Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin, pembersihan
harus dilakukan secara periodic
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
16
5. AMAN DIGUNAKAN OLEH PEMAKAINNYA
a. Pada tanah yang mudah longsor perlu ada penguat pada dinding
lubang kotoran dengan pasangan batu atau selongsong anyaman
bamboo atau bahan penguat lainnya yang terdapat didaerah setempat
6. MUDAH DIBERSIHKAN DAN TAK MENIMBULKAN GANGGUAN BAGI
PEMAKAINYA
a. Lantai jamban rata dan miring kearah saluran lubang kotoran
b. Jangan membuang plastik, puntung rokok, atau benda lain kesaluran
kotoran karena dapat menyumbat saluran
c. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena
jamban akan cepat penuh
d. Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati, gunakan pipa
berdiameter 4 inci. Letakkan pipa dengan kemiringan minimal 2;100
7. TIDAK MENIMBULKAN PANDANGAN YANG KURANG SOPAN
a. Jamban harus berdinding dan berpintu
b. Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya
terhindar dari kehujanan dan kepanasan
Berdasarkan laporan Bidang P2PL program kesehatan lingkungan
Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Tolitoli
tahun
2013
Penduduk
yang
menggunakan jamban sehat masih sebesar 13.6% angka ini belum
mencapai target ditetapkan yaitu 70%. Sementara penduduk dengan
pemanfaatan jenis sarana jamban yang digunakan juga bervariasi. Adapun
persentase jenis penggunaan jamban oleh penduduk diKabupaten Tolitoli
diuraikan pada gambar 7.
GAMBAR 7. PERSENTASE JENIS SARANA JAMBAN DIGUNAKAN
PENDUDUK KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014
SUMBER: SEKSI PENYEHATAN LINGKUNGAN TAHUN 2014
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
17
Gambar 7 dikatehui jenis sarana jamban plengsengan paling banyak
digunakan oleh penduduk Kabupaten Tolitoli sebesar 70.39%. Jamban
plengsengan merupakan jamban dengan tempat duduk jongkok, tidak berada
diatas lubang kotoran melainkan kotoran dialirkan melalui saluran atau pipa
kepenampungan kotoran
Selanjutnya jamban Leher Angsa sebesar 69.71%. Jamban leher
angsa merupakan jamban dengan tempat jongkok leher angsa tidak berada
diatas lubang kotoran melainkan kotoran dialirkan melalui saluran / pipa ke
penampungan kotoran. Penggunaan jamban yang dianjurkan adalah jamban
dengan leher angsa yang memenuhi persyaratan kesehatan karena dapat
mencegah pencemaran air maupun tanah dari kotoran manusia serta
mencegah lalat kontak dengan kotoran manusia
Urutan ketiga penggunan jamban yaitu model jamban komunal atau
jamban umum sebesar 64.86%. Jamban komunal adalah sebuah tempat
atau bangunan yang terdapat diarea umum untuk membuang kotoran
manusia sekaligus tempat pengurai tinja. Dinamakan jamban umum karena
penggunaannya untuk umum.
Sementara
penggunaan
jamban
paling
rendah
ialah
Jamban
Cemplung oleh penduduk di Kabupaten Tolitoli yaitu sebesar 33.39%.
Jamban cemplung terdiri dari lubang dalam tanah yang digali secara manual
dengan menggunakan cangkul dilengkapi dengan lantai tempat berjongkok
dan dibuat rumah jamban diatasnya. Lubang berfungsi untuk mengisolasi
dan menyimpan tinja sedemikian rupa sehingga bakteri pathogen tidak bias
keinang yang baru. Lubang biasanya berbentuk bulat atau bujur sangkar
biasanya lubang dibuat berdasarkan selera akan tetapi di Kabupaten Tolitoli
kebanyakan lubang jamban banyak yang berbentuk seperti sumur.
Apabila mencermati penggunaan penduduk terhadap akses sanitasi
layak terhadap jamban sehat secara keseluruhan jumlahnya masih sangat
rendah diketahui dari penggunaan penduduk pada keempat jenis sarana
jamban tersebut hampir disemua wilayah kerja puskesmas masih sangat
rendah fakta ini membuktikan meskipun sarana yang digunakan sudah
memenuhi syarat kesehatan lingkungan, namun kelayakan dari sebuah
jamban belum memenuhi persyarat sehat dibuktikan dari 14 Puskesmas
hanya 1 (satu) puskesmas yaitu Puskesmas Baolan yang penduduknya
mampu mengakses sanitasi layak seperti jamban sehat sebesar 70.2% dan
mampu melampaui target Kabupaten sebesar 70%.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
18
Sementara 13 (tiga belas) Puskesmas penduduknya belum mampu
memenuhi akses sanitasi layak jamban sehat. Persentase penduduk dengan
akses sanitasi layak (jamban sehat) berdasarkan Puskesmas dapat dilihat
pada gambar 8.
GAMBAR 8. GAMBAR 8. PERSENTASE PENDUDUK DENGAN AKSES
SANITASI LAYAK (JAMBAN SEHAT) MENURUT PUSKESMAS
TAHUN 2014
SUMBER: SEKSI PENYEHATAN LINGKUNGAN TAHUN 2014
4. SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM)
Sanitasi total berbasis masyarakat adalah satu program nasional
dibidang sanitasi yang bersifat lintas sektoral, program ini telah dicanangkan
pada bulan agustus 2008 oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia. STBM
merupakan pendekatan untuk mengubah perilaku hygiene dan sanitasi
melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan.
Startegi Nasional STBM memiliki indikator outcome yaitu menurunnya
kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis lingkungan lainnya yang
berkaitan degan sanitasi dan perilaku sedangkan indikator ouputnya adalah
sebagai berikut;
a. Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi
dasar sehingga dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air
disembarang tempat
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
19
b. Setiap rumah tangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan
makanan yang aman dirumah tangga
c. Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dlam suatu komunitas
seperti; (Sekolah, Kantor, Rumah Makan, Puskesmas, Pasar, terminal)
tersedia fasilitas cuci tangan (air sabun, sarana cuci tangan) sehingga
semua orang mencuci tangan dengan benar
d. Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar
e. Setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar
STBM mulai diuji cobakan pada Tahun 2005 di 6 (enam) Kabupaten
(Sumbawa, Lumajang, Bogor, Muara Enim, Jambi, dan Sambas) sejak tahun
2006 program STBM sudah diadopsi dan diimplementasikan di 10.000 desa
pada 228 Kabupaten/Kota, saat ini sejumlah daerah telah menyusun rencana
strategis pencapaian sanitasi total dalam pembangunan sanitasinya masingmasing dalam 5 tahun kedepan (2010-2015) STBM diharapkan telah
diimlementasikan di 20.000 desa diseluruh Kabupaten / Kota.
Berdasarkan data Seksi Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan
Kabupaten Tolitoli Tahun 2014 jumlah desa yang melaksanakan STBM
sebanyak 18 Desa 17.31% dari jumlah desa sebanyak 104. Namun untuk
desa dengan STOP BABS tidak satupun desa ditemukan melaksanakan
STOP
BABS.
Persentase
desa
melaksanakan
STBM
berdasarkan
Puskesmas dapat dilihat pada gambar 9.
GAMBAR 9. JUMLAH DESA DENGAN AKSES SANITASI LAYAK
(JAMBAN SEHAT) KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014
SUMBER: SEKSI PENYEHATAN LINGKUNGAN TAHUN 2014
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
20
Wilayah Puskesmas melaksanakan STBM adalah wilayah Kecamatan
Dampal Utara dengan jumlah Desa sebanyak 4. Kecamatan Dondo
sebanyak 6 Desa, dan Kecamatan Ogodeide 1, Kecamatan Lampasio
sebanyak 5 Desa, dan Kecamatan Galang 2 Desa.
Mencermati data tersebut masih sebanyak 7 wilayah kecamatan yang
belum melaksanakan STBM dan SBS di kabupaten Tolitoli dalam kurun
waktu 1 (satu) tahun terakhir. Data ini membuktikan kinerja program
bersangkutan sangat mempengaruhi keberhasilan program pemerintah pusat
yang telah di canangkan beberapa tahun sebelumnya. Untuk itu penguatan
program kesehatan lingkungan serta sinergitas antara pengelola program
kabupaten dan puskesmas tentunya tidak boleh terputus di perlukan upaya
preventif dan promotif.
5. TEMPAT – TEMPAT UMUM (TTU)
TTU merupakan tempat atau sarana yang di selenggarakan
pemerintah atau swasta atau perorangan yang di gunakan untuk kegiatan
bagi
masyarakat
yang
meliputi:
sarana
kesehatan
(Rumah
sakit,
puskesmas), sarana sekolah (SD/MI, SLTP/MTs, SLTA/MA), dan hotel
(bintang dan non bintang).
Data program Penyehatan Ligkungan tahun 2014 terdapat 389 buah
TTU yang tersebar di 10 (sepuluh) wilayah kecamatan dan ditelah dilakukan
pemeriksaan sebanyak 377 buah atau 96.9%.
6. TEMPAT PENGOLAHAN MAKANAN (TPM)
Semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap makanan
yang disediakan di luar rumah, maka produk-produk makanan yang
disediakan oleh perusahaan atau perorangan yang bergerak dalam usaha
penyediaan makanan untuk kepentingan umum, haruslah terjamin kesehatan
dan keselamatanya, hal ini dapat terwujud bila di tunjang dengan keadaan
hygiene dan sanitasi tempat pengolahan makanan (TPM) yang baik dan
dipelihara secara bersama oleh pengusaha dan masyarakat.
TPM yang dimaksud meliputi Rumah Makan dan restoran, jasa boga
atau catering, industri makanan, kantin, warung dan makanan jajanan dan
sebagainya. Sebagai salah satu jenis tempat pelayanan umum yang
mengolah dan menyediakan makana bagi masyarakat banyak maka TPM
memiliki potensi yang cukup besar untuk menimbulkan gangguan kesehatan
atau penyakit bahkan keracuan akibat dari makanan yang dihasilkannya.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
21
Dengan demikian kualitas makanan yang dihasilkan disajikan dan dijual oleh
TPM harus memenuhi syarat kesehatan sebagai berikut:
1. LOKASI
TPM harus jauh dan terhindar dari pencemaran yang diakibatkan
antara lain oleh bahan pencemar seperti banjir, udara (debu, asap,
serbuk, bau) bahan padat (sampah, serangga, tikus) dan sebagainnya.
Bangunan harus dibuat dengan cara terlindung dari sumber pencemar
seperti tempat pembuangan sampah umum, wc umum, pengolahan
limbah dan sumber pencemaran lainnya yang diduga dapat mencemari
hasil produksi makan secara pasti ditentukan jarak minimal adalah 500
meter, sebagai batas kemampuan terbang lalat rumah atau mempunyai
dinding pemisah yang sempurna walaupun jaraknya berdekatan.
2. KONSTRUKSI
Secara umum konstruksi dann rancang bangunan harus aman dan
memenuhi peraturan perundang-undangan tentang keselamatan dan
keamanan yang berlaku, konstruksi bangunan TPM harus kuat, aman dan
terpelihara sehingga mencegah terjadinya kecelakaan dan pencemaran.
Konstruksitidak boleh retak, lapuk, tidak utuh, kumuh atau mudah terjadi
kebakaran. Selain kuat konstruksi juga harus selalu dalam keadaan bersih
secara fisik dan bebas dari barang-barng sisa atau bekas yang
ditempatkan secara tidak teratur
3. HALAMAN
Halaman
TPM
diberi
papan
nama
perusahaan
yang
mencantumkan nomor pendaftaran/laik hygiene sanitasi makanan di
tempat yang mudah dilihat. Halaman harus selalu kering dan terpelihara
kebersihannya tidak banyak serangga (lalat, kecoa) dan tikus serta
tersedia tempat sampah yang memenuhi syarat kesehatan. Serta tidak
terdapat tumpukan barrang-barang yang tidak teratur sehingga dapat
menjadi tempat berkembang biaknya serangga dan tikus. Saluran
pembuangan air kotor dihalaman yang berasal dari dapur dan kamar
mandi harus tertutup dan tidak menjaditempat jalan masuknya tikus ke
dalam bangunan TPM oleh sebab itu pada setiap lubang saluran yang
berhubungan dengan bagian dalam bangunan harus dilengkapi dengan
jeruji (screen) yang ukurannya tidak bias dilalui oleh tikus serta
pembuangan air hujan harus lancar sehingga tidak menimbulkan
genangan-genangan air di permukaan tanah
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
22
4. TATA RUANG
Pembagian ruang untuk restoran dan rumah makan minimal terdiri
dari dapur, gudang, ruang makan, toilet, ruang karyawan dan ruang
adminstrasi. Setiap ruangan mempunyai batas dinding untuk memisahkan
ruangan yang satu dengan lainnya dan dihubungkan dengan pintu,
ruangan
harus
ditata
dengan
baik
sesuai
fungsinya
sehingga
memudahkan arus tamu, karyawan, bahan makanan dan makanan jadi
serta barang-barang lainnya yang dapat mencemari makanan dan yang
paling penting adalah ruang dan barang-barang ditata sedemikian rupa
agar mudah dibersihkan setiap hari, khusus ruang pengolahan makanan
(dapur/jasa boga) harus diatur proses pengolahan makanan seperti ban
berjalan (berurutan yang teratur)
5. LANTAI
Lantai dibuat sedemikian rupa sehingga selalu bersih, kerig, tidak
mudah rusak, tidak lembab, tidak ada retakan atau celah tidak licin dan
tahan terhadap pembersihan yang berulang-ulang, dibuat miring kearah
tertentu dengan kelandaian yang cukup (1-2), sehingga tidak terjadi
genangan air serta mudah untuk dibersihkan, untuk itu bahannya harus
kuat, rata, kedap air dan dipasang dengan rapi. Pertemuan antara lantai
dengan dinding sebaiknya dibuat conus (tidak membuat sudut mati)
dengan tujuan agar sisa-sisa kotoran mudah dibersihkan dan tidak
tertinggal atau menumpuk disudut-sudut lantai.
6. DINDING
Permukaan dinding harus rata dan halus, berwarna terang dan
tidak lembab dan mudah dibersihkan untuk itu dibuat dari bahan yang
kuat, kering, tdak menyerap air, dipasang rata tanpa celah atau retak.
Dinding dapat dilapisi plesteran atau porselen agar tidak mudah ditumbuhi
oleh jamur atau kapang. Keadaan dinding harus dipelihara agar tetap
utuh, bersih dan tidak terdapat debu, lawa-lawa atau kotoran lain yang
berpotensi menyebabkan pencemaran pada makanan, permukaan dinding
yang sering terkena percikan air misalnya ditempat pencucian dan tempat
peracikan dipasang porselin atau logam anti karat setinggi 2 meter dari
lantai, tinggi 2 meter sebagai batas jangkauan tangan dalam posisi berdiri,
sehingga bilaman dinding pada jagkauan tersebut dipasang porselin dapat
mudah dibersihkan.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
23
7. ATAP DAN LANGIT-LANGIT
Atap dan langit-langit berfungsi sebagai penahan jatuhnya debu
dan kotoran lain sehingga tidak mengotori makanan yang sedang diolah,
atap tidak boleh bocor, cukup landai dan tidak menjadi sarang serangga
dan tikus. Langit-langit harus terpelihara dan selalu dalam keadaan bersih,
bebas dari retakan dan lubang-lubang dan tidak menjadi sarang serangga
dan tikus. Tinggi langit-langit minimal 2,4 meter diatas lantai, makin tinggi
langit-langit makin baik persyaratannya karena jumlah oksigen ruangan
semakin banyak.
8. PINTU DAN JENDELA
Pintu diruangan memasak harus dapat ditutup sendiri (self closing)
dan membuka kearah luar jendela, pintu dilubang ventilasi dimana
makanan diolah harus dilengkapi dengan kawat kassa yang dapat dibuka
dan dipasang. Semua pintu dari ruang tempat pengolahan makanan
dibuat menutup sendiri atau dilengkapi peralatan anti lalat, seperti kawat
kasa, tirai palstik, pintu rangkap dan lain-lain. Setiap bagian bawah pintu
sebaiknya dilapisi logam setinggi 36 cm untuk mencegah masuknya tikus,
jarak pintu dengan lantai harus cukup rapat dan tidak lebih dari 5mm.
9. PENCAHAYAAN
Intensitas pencahayaan disetiap ruang kerja harus cukup terang
untuk melakukan pekerjaan, setiap ruangan kerja seperti gudang, dapur,
tempat cuci peralatan dan tempat cuci tangan, intensitas pencahayaan
sedikitnya 10 foot candle pada titik 90 cm dari lantai, pencahayaan harus
tidak menyilaukan dan tersebar merata, sehingga sedapat mungkin tidak
menimbulkan bayangan. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara
menempatkan beberapa lampu dalam satu ruangan.
10. VENTILASI/ PENGHAWAAN
Bangunan atau ruangan tempat pengolahan makanan harus
dilengkapi dengan ventilasi yang dapat menjaga keadaan nyaman. Suhu
nyaman berkisar antara 280C-320C sejauh mungkin ventilasi harus cukup
untuk mencegah udara ruangan tidak terlalu panas. Mencegah terjadinya
kondensasi uap air atau lemak pada lantai, dinding atau langit-langit dan
membuang bau, asap dan pencemaran lain dari ruangan.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
24
11. RUANGAN PENGOLAHAN MAKANAN
Luas ruangan dapur pengolahan makanan harus cukup untuk
orang bekerja dengan mudah dan efisien, mencegah kemungkinan
kontaminasi
makanan
dan
memudahkan
pembersihan,
ruangan
pengolahan makanan tidak boleh berhubungan langsung dengan jamban,
peturasan dn kamar mandi dan dibatasi dengan ruangan antara (sekat)
12. FASILITAS PENCUCIAN PERALATAN DAN BAHAN MAKANAN
Terbuat
dari
bahan
yang
kuat
tidak
berkaratdan
mudah
dibersihkan. Pencucian peralatan harus harus menggunakan bahan
pembersih /deterjen. Bak pencucian peralatan sedikitnya terdiri dari 3
(tiga) bak pencuci yaitu untuk menrendam (hushing) menyabun (washing)
dan membilas (rinsing).
13. TEMPAT CUCI TANGAN
Tersedia tempat cuci tangan yang terpisah dengan tempat cuci
peralatan maupun bahan makanan yang dilengkapi dengan air kran,
saluran pembungan tertutup, bak penampungan, sabun dan pengering.
14. AIR BERSIH
Air bersih harus tersedia dengan cukup untuk seluruh kegiatan
pengolahan makanan. Kualitas air bersih harus memenuhi syarat
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 416/Menkes/Per/IX/1990. Air bersih
secara fisik adalah jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasadan
bebas kuman penyakit. Untuk air biasa harus direbus terlebih dahulu
sebelum digunakan.
15. JAMBAN DAN PETURASAN
TPM harus mempunyai jamban dan peturasan yang memenuhi
syarat kesehatan serta memenuhi pedoman plumbing Indonesia, jamban
harus dibuat dengan leher angsa dan dilengkapi dengan air penyiraman
dan untuk pembersih badan yang cukup serta tissue dan diberi tanda/
tulisan pemberitahuan bahwa setiap pemakai harus mencuci tangan
dengan sabun sesudah menggunakan jamban.
16. KAMAR MANDI
TPM harus dilengkapi dengan kamar mandi dengan kran mengalir
dan saluran air limbah yang memenuhi pedoman plumbing, jamban kamar
mandi harus mencukupi kebutuhan paling sedikit 1 buah untuk 1-10 orang,
dengan penambahan 1 buah untuk setiap 20 orang. Kamar mandi
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
25
dianjurkan tanpa bak mandi, tetapi menggunakan shower (pancuran)
sehingga mencegah pertumbuhan larva nyamuk penular penyakit, kalau
ada kamar mandi harus dikuras seminggu sekali.
17. TEMPAT SAMPAH
Tempat sampah untuk menampung sampah sementara dibuat dari
bahan yang kuat, kedap air dan tidak mudah berkarat, mempunyai tutup
dan memakai kantong plastic khusus untuk sisa-sisa bahan makanan dan
makanan jadi yang cepat membusuk, jumlah dan volume tempat sampah
disesuaikan dengan produksi sampah pada setiap kegiatan. Sampah
harus sudah dibuang dalam waktu 1x24 jam dari TPM. Kantong sampah
yang telah penuh ditempatkan ditempat yang mudah dijangkau oleh
kendaraan pengangkut sampah.
18. FASILITAS PENYIMPANAN PAKAIAN (LOCKER) KARYAWAN
Locker karyawan dibuat dari bahan yang kuat, aman, kudah
dibersihkan dan tertutup rapat. Jumlahnya disesuaikan dengan jumlah
karyawan, locker ditempatkan diruangan yang terpisah dengan dapur dan
gudang, locker untuk karyawan pria hendaknya terpisah dengan locker
karyawan wanita.
Berdasarkan data Seksi Penyehatan Lingkungan diketahu hasil
pemeriksaan TPM di Kabupaten Tolitoli Tahun 2014 jumlah TPM
sebanyak 565 buah dan memenuhi syarat hygiene sanitasi kesehatan
sebanyak 341 buah atau sebesar 60.35%. Sementara TPM tidak
memenuhi syarat hygiene sanitasi kesehatan sebanyak 226 buah atau
sebesar 33.69%.
Meskipun demikian berbagai upaya yang dilakukan oleh program
terkait diantaranya melakukan pembinaan dan uji petik pada TPM yang
tidak memenuhi syarat sehat diketahui jumlah TPM yang tidak memenuhi
syarat sehat sebanyak
226 buah. Sementara TPM yang dilakukan uji
petik dari jumlah TPM memenuhi syarat sebanyak 103 buah atau 27.91%
dari 341 TPM yang memenuhi syarat sehat hal ini dilakukan dalam rangka
memperketat pemantauan dan evaluasi terhadap TPM yang ada agar
penyebaran penyakit yang berasal dari TPM dapat diminilisir.
TPM memiliki potensi untuk menimbulkan gangguan kesehatan
dari makanan yang dhasilkannya orang yang mengolah makanan, bahan
yang diolah dan tempat pengolahan itu sendiri. Untuk meningkatkan
kualitas makanan yang dihasilkan disajikan dan dijual oleh TPM, maka
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
26
pengelola TPM harus mematuhi dan memenuhi persyaratan TPM dan
selalu dijaga kebersihannya setiap saat. Persyaratan yang telah dipenuhi
masih tetap dan harus memerlukan pemeliharaan serta upaya pencucian
atau pembersihan yang benar sesuai dengan seharusnya dan dilakukan
secara teratur dan berkesinambungan.
E. KEADAAN PERILAKU MASYARAKAT
Salah satu upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat ialah
dengan perilaku hidup sehat. Untuk mengetahui keadaan perilaku masyarakat
digunakan 2 (dua) indikator kesehatan diantaranya: 1) Rumah tangga
berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) 2) Perilaku masyarakat terhadap
pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan. Untuk mengetahui keadaan perilaku
masyarakat selengkapnya diuraikan sebagai berikut:
1. PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)
Kegiatan pemantauan terhadap perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS) masyarakat sudah dilakukan sejak tahun 2001. Hal tersebut
bertujuan mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup bersih dan sehat.
Kegiatan PHBS dilakukan dalam rangka memberikan informasi dan
pendidikan
masyarakat.
kesehatan
Agar
baik
perorangan,
masyarakat
mampu
keluarga,
mengenali
kelompok,
dan
dan
mengatasi
permasalahan kesehatannya sendiri. Berbekal pengetahuan kesehatan
tersebut, diharapkan masyarakat dapat menerapkan hidup sehat sehingga
tercipta lingkungan masyarakat sehat.
PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktekkan atas dasar
kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau
keluarga dapat menolong dirinya sendiri dibidang kesehatan dan berperan
aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya. PHBS pada tatanan
rumah tangga dinilai berdasarkan 10 indikator Klasifikasi PHBS ditentukan
berdasarkan nilai perilaku dan lingkungan sehat setiap keluarga dengan
ketentuan. Jika dari 10 indikator PHBS terdapat 1 (satu) indikator yang tidak
sehat maka rumah tangga tersebut dikatakan tidak sehat.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
27
INDIKATOR PERILAKU DAN INDIKATOR GAYA HIDUP PADA PHBS
Indokator Rumah Tangga Sehat
1. Persalinan
ditolong
oleh
Indokator Gaya Hidup Sehat
tenaga 1. Makanan
kesehatan
2. Memberi ASI Ekslusif
3. Menimbang balita setiap bulan
4. Menggunakan air bersih
5. Mencuci tangan dengan air bersih
buah
dan
sayur
setiap hari
2. Melakukan aktivitas fisik setiap
hari
3. Tidak
merokok
didalam
ruangan
dan sabun
6. Menggunakan jamban sehat
7. Memberantas jentik nyamuk
SUMBER : SEKSI PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2014
Untuk mengetahui persentase rumah tangga sehat berPHBS menurut
kecamatan diKabupaten Tolitoli Tahun 2014 diuraikan pada gambar 10.
GAMBAR 10. PERSENTASE RUMAH TANGGA BERPHBS MENURUT
PUSKESMAS DIKABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014
SUMBER: SEKSI PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2014
Gambar 10 mengisyaratkan bahwa dari 14 Puskesmas tidak satupun
puskesmas yang mampu mencapai 80% target PHBS sesuai ketentuan.
Persentase Rumah Tangga BerPHBS masih berkisar pada angka capaian
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
28
dibawah 50%. Sementara untuk Puskesmas Bangkir, Kayulompa, Kota, dan
Binontoan sampai pada saat penyusunan profil datanya belum dimasukkan.
Berdasarkan data tahun 2014 diketahui sebanyak 49.898 rumah
tangga yang ada dan jumlah dipantau sebanyak 16.816 rumah tangga atau
33.7%. dan hasil berPHBS sebanyak 4.348 atau 25.9%. Dengan demikian
masih sekitar 12.468 atau 74.14% dari rumah yang dipantau belum
berPHBS.
Apabila
dicermati
berdasarkan
data
rumah
tangga
secara
keseluruhan di Kabupaten Tolitoli sebanyak 49.898 rumah tangga, maka
jumlah rumah tangga yang ada belum semuanya terpantau, masih tersisa
sebanyak 33.082 atau 66.29% rumah tangga tidak terpantau. Minimnya
alokasi anggaran terkait pemantauan rumah tangga berPHBS menjadi
penyebab rumah tangga tidak terpantau secara total diwilayah kerja
Puskesmas. Tahun 2014 pemantauan rumah tangga hanya berdasarkan
klaster yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi berikut anggarannya.
Kedepan kebijakan alokasi anggaran perlu ditingkatkan untuk program
promosi kesehatan dikabupaten Tolitoli.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
29
BAB III. SITUASI DERAJAT KESEHATAN
Gambaran mengenai derajat kesehatan masyarakat disajikan dalam berbagai
indikator meliputi Indikator Mortalitas, Morbiditas dan Status Gizi. Sasaran
peningkatan derajat kesehatan ini adalah meningkatnya secara bermakna umur
harapan hidup, menurunnya angka kematian bayi dan ibu, menurunnya prevalensi
beberapa penyakit penting, menurunnya angka kecacatan dan ketergantungan,
meningkatnya status gizi masyarakat dan menurunnya angka Vertilitas.
A. MORTALITAS
Mortalitas ialah angka kematian yang terjadi pada waktu dan tempat
tertentu diakibatkan oleh keadaan tertentu, baik berupa penyakit maupun sebab
lainnya. Hal ini dapat memberikan gambaran perkembangan derajat kesehatan
masyarakat. Indikator mortalitas merupakan alat untuk menilai keberhasilan
pelayanan kesehatan dan program pembangunan bidang kesehatan yang telah
dilaksanakan dengan mempelajari tingkat perkemabangan angka kematian yang
terjadi pada setiap tahun.
1. ANGKA KEMATIAN BAYI (AKB)
Salah satu indikator digunakan untuk mengetahui gambaran tingkat
permasalahan kesehatan masyarakat yaitu dengan angka kematian Bayi
(AKB). Tidak dapat dipungkiri bahwa pertumbuhan dan perkembangan
manusia yang paling rawan adalah usia bayi (0-11 bulan). Terjadinya kasus
kematian bayi menunjukan bahwa ada fenomena gunung es permasalahan
di tingkat keluarga dan masyarakat. Permasalahan yang ada di masyarakat
bisa
berupa
masalah
kesehatan,
sosial
budaya,
ekonomi
maupun
pendidikan.
Berdasarkan laporan Seksi KIA Tahun 2014 jumlah kematian bayi
termasuk neonatal sebanyak 56 orang dari 4.004 Kelahiran Hidup (AKI 10
per1000 Kelahiran Hidup). Kematian bayi selama 5 (lima) tahun 2010-2014
dapat dilihat pada gambar 11.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
30
GAMBAR 11. JUMLAH KEMATIAN BAYI TERMASUK NEONATAL
DI KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014
SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014
Gambar 11 diketahui jumlah kematian bayi termasuk neonatal terus
berfluktuasi hampir setiap tahun. Kematian Neonatal termasuk Bayi ditahun
2014 terus mengalami penurunan cukup signifikan apabila dibandingkan
kematian pada 1 (satu) tahun terakhir, maka kematian dapat ditekan
sebanyak 17 kasus kematian.
Masih dijumpainya kematian bayi termasuk neonatal mengisyaratkan
bahwa hal tersebut merupakan indikasi terjadinya penurunan derajat
kesehatan masyarakat Kabupaten Tolitoli sebagai salah satu wujud kurang
berhasilnya pembangunan bidang kesehatan. Hal ini merupakan faktor
negatif dalam upaya pengetasan kematian bayi termasuk neonatal, tentunya
kejadian ini berjalan tidak seimbang dengan upaya pemerintah dalam
mendekatkan masyarakat dengan sarana pelayanan kesehatan termasuk
tenaga kesehatan dengan kenyataan meningkatnya kasus kematian pada
bayi dan neonatal.
Pada tahun-tahun mendatang program terkait harus terus berbenah
diri agar tidak ada lagi kasus kematian serupa terjadi. Untuk mengetahui peta
kasus
kematian
Bayi
termasuk
Neonatal
berdasarkan
Puskesmas
diKabupaten Tolitoli diuraikan pada gambar 12.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
31
GAMBAR 12. PETA SEBARAN KEMATIAN BAYI TERMASUK NEONATAL
MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TOLITOLI
TAHUN 2014
BINONTOAN
LAULALANG
GALANG
BAOLAN
DUNGINGIS
KOTA
LAMPASIO
OGODEIDE
KAYULOMPA
BANGKIR
KOMBO
SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014
Gambar 12. Peta sebaran puskesmas dengan jumlah kematian Bayi
dan Neonatal terlihat pada Puskesmas Kombo, Bangkir, Kayulompa,
Ogodeide, Lampasio, Baolan, Kota, Galang, Dungingis, Laulalang, dan
Binontoan. Sementara Puskesmas Ogotua, dan Dondo, tidak ditemukan
kematian Bayi dan Neonatal. Puskesmas dengan jumlah kematian tertinggi
berada pada Puskesmas Kota dan Bangkir Masing-masing 8 (delapan)
Kasus dan terendah Puskesmas Kayulompa 1 (satu) Kasus. Adapun
penyebab kematian Bayi dan Neonatal dapat dilihat pada gambar 13.
GAMBAR 13. PENYEBAB KEMATIAN BAYI KABUPATEN TOLITOLI
TAHUN 2014
SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
32
GAMBAR 14. GAMBAR 14. PENYEBAB KEMATIAN NEONATAL
TAHUN 2014
SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014
Gambar
13
dan
14
penyebab
kematian
Neonatal
terbanyak
dikarenakan kasus Lain-lain, sementara penyebab kematian Bayi terbanyak
dikarenakan kasus Pneumonia dan DLL.
2. ANGKA KEMATIAN BALITA (AKB)
Angka Kematian Balita adalah jumlah kematian anak umur 0–59
bulan. Indikator ini menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan anak
dan faktor yang mempengaruhi kesehatan anak seperti kekurangan Gizi,
sanitasi, dan penyakit infeksi. Data kematian balita Kabupaten Tolitoli tahun
2014 sebanyak 3 orang. Kematian Balita ditemukan pada Puskesmas
Ogotua, Baolan, dan Galang Masing-masing 1 (satu) Kasus.
3. ANGKA KEMATIAN IBU MATERNAL (AKI)
Angka kematian ibu (AKI) merupakan indikator kesehatan yang
menggambarkan resiko kesehatan ibu selama masa kehamilan dan
melahirkan. Besarnya angka kematian Ibu melahirkan dipengaruhi oleh
berbagai faktor diantaranya: Sosial ekonomi, status kesehatan ibu selama
kehamilan, tersedianya tenaga kesehatan memadai, serta fasilitas pelayanan
kesehatan termasuk perinatal dan obstetrik.
Angka kematian ibu Kabupaten Tolitoli tahun 2014 dilaporkan
sebanyak 5 orang dengan rincian kematian pada ibu hamil sebanyak 2
orang, kematian pada ibu bersalin sebanyak 1 orang, serta kematian ibu
nifas sebanyak 2 orang dari 4.004 kelahiran hidup. Perbandingan jumlah
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
33
kematian Ibu dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir diuraikan pada
gambar 15.
GAMBAR 15. JUMLAH KEMATIAN IBU
DI KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014
SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014
Gambar 15 terlihat angka kematian Ibu dapat ditekan dari jumlah
kematian sebanyak 10 tahun 2013 turun menjadi 5 kasus kematian tahun
2014. Penyebab kematian ibu digolongkan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu
penyebab langsung, penyebab tidak langsung, dan penyebab mendasar. 1)
Penyebab langsung berkaitan dengan kondisi ibu sendiri misalnya adanya
penyakit Anemia, Malaria, Kekurangan Energi Kronsi (KEK) 4 terlalu : Usia
terlalu muda, usia terlalu tua, anak terlalu banyak (anak sudah 4 orang atau
lebih), terlalu sering melahirkan (jarak kelahiran <2 tahun). 2) Penyebab tidak
langsung yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan misalnya keberadaan
bidan didesa, persalinan yang tidak bersih, peralatan yang tidak memadai, 3)
Sedangkan penyebab mendasar yaitu: penyebab yang ada dimasyarakat,
anggota keluarga ibu atau suami sehingga menimbulkan 3 (tiga) terlambat:
terlambat mengambil keputusan, terlambat mencari penolong persalinan,
dan terlambat ditolong dalam persalinan disamping itu, rendahnya status
kesehatan penduduk miskin, rendahnya pemanfaatan pelayanan kesehatan
(bidan) oleh masyarakat serta terbatasnya akses pelayanan kesehatan
karena kendala geografis dan kendala biaya. Untuk mengetahui lokasi
terjadinya kasus-kasus kematian Ibu Kabupaten Tolitoli Tahun 2014 dapat
dilihat pada gambar 16.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
34
GAMBAR 16. GAMBAR 16. PETA KEMATIAN IBU MENURUT
PUSKESMAS KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014
GALANG
OGODEIDE
BASIDONDO
BANGKIR
SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014
Gambar 16 mengisyaratkan lokasi wilayah puskesmas dengan kubus
berwarna merah merupakan puskesmas dengan kasus-kasus kematian Ibu.
Kasus kematian Ibu terdapat pada Puskesmas Bangkir, Ogodeide,
Basidondo, dan Galang. Puskesmas Basidondo paling tinggi kasus kematian
sebanyak 2 Orang, sementara 3 (tiga) Puskemas lainnya masing-masing 1
(satu) kematian.
Kematian Ibu bisa disebabkan karena perdarahan, eklamsia maupun
infeksi. Perdarahan bisa terjadi pada saat persalinan terhadap ibu yang
menderita anemia dan robekan jalan lahir, sedangkan eklamsia terjadi pada
ibu hamil dengan darah tinggi dan muntah berlebihan, sebetulnya gejala
eklamsia bisa dideteksi secara dini jika dilakukan pemeriksaan ANC secara
teratur. Infeksi bisa terjadi karena proses pertolongan persalinan yang tidak
hygienes. Adapun penyebab kematian ibu Kabupaten Tolitoli Tahun 2014
didominasi oleh kasus Infeksi, HDK, Perdarahan dan Lain-lain selengkapnya
dilihat pada gambar 17.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
35
GAMBAR 17. GAMBAR 17. PENYEBAB KEMATIAN IBU
KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014
SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014
Gambar 17 penyebab langsung kematain ibu terbanyak ialah Infeksi
disusul Perdarahan, HDK, dan Lain-lain masing-masing 1 kasus. Dalam
upaya penurunan angka kematian, pemeriksaan kehamilan (ANC) sangat
penting melalui pemeriksaan kehamilan lengkap K4 dapat mencegah
terjadinya kematian Ibu. Pemberian tablet (Fe) tambah darah bagi Ibu hamil
untuk mencegah anemia, pengukuran tensi sangat dibutuhkan untuk
mendeteksi gejala eklamsia, sedangkan untuk menghindari infeksi pada saat
persalinan dengan cara persalinan 3 bersih ( alat, tangan, alas) hal ini bisa
dilakukan oleh petugas kesehatan atau petugas terlatih, ketiga faktor diatas
sangat berkaitan erat apabila cakupan K4 baik diharapkan pertolongan
persalinan juga baik dan cakupan pemberian tablet tambah darah meningkat.
B. MORBIDITAS (ANGKA KESAKITAN)
Angka morbiditas atau kesakitan selama ini masih menggunakan
pendekatan
data
facility
based
dan
belum
berbasis
evidence based.
Berdasarkan data tahun 2014 diketahui pola penyakit terbanyak rawat jalan pada
rumah sakit umum mokopido Tolitoli didominasi oleh penyakit Hypertensi dengan
angka kesakitan sebanyak 616 kasus dan angka kesakitan terendah yaitu
penyakit Dermatitis sebanyak 67 kasus dari jumlah kasus penyakit keseluruhan
rawat jalan rumah sakit umum sebanyak 2.527 kasus. Untuk mengetahui
gambaran 10 penyakit terbanyak rawat jalan pada rumah sakit umum Tolitoli
tahun 2014 selengkapnya diuraikan pada tabel 4.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
36
TABEL 2. 10 PENYAKIT TERBANYAK RAWAT JALAN DI RSU MOKOPIDO
KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014
Nama Penyakit
Jumlah Kasus
Pharingitis
616
Dyspepsia
382
ISPA
265
ISK
230
Hypertensi
171
Ganren Pulpa
148
Pneumonia
429
GEA
114
Bronchitis
105
Dermatitis
67
SUMBER : RSU MOKOPIDO TOLITOLI TAHUN 2014
Sementara gambaran pola 10 penyakit terbesar rawat inap diRumah
Sakit Umum Mokopido Tolitoli tahun 2014 tampaknya didominasi oleh kasus
penyakit Pharingitis sebanyak 616 kasus dan yang terendah ialah Dermatitis
sebanyak 67 kasus. Untuk mengetahui pola 10 penyakit terbanyak rawat inap
pada rumah sakit umum tolitoli tahun 2014 selengkapnya diuraikan pada tabel 5.
Tabel 3. 10 PENYAKIT TERBANYAK RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM
MOKOPIDO KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014
Nama Penyakit
Jumlah Kasus
Hipertensi
878
Dispepsia
799
Diare Akut
528
Faringitis Akut
461
Anemia
452
Pneumonia
403
ISK
270
Common Cold
243
Vertigo
241
CHF
159
SUMBER : RSU MOKOPIDO TOLITOLI TAHUN 2014
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
37
Tabel 5 menunjukkan distribusi 10 jenis penyakit terbanyak rawat inap di
RSUD Mokopido cenderung mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Namun
ditahun 2014 terjadi peningkatan kasus pada penyakit rawat inap diketahui
jumlah kasus penyakit rawat inap sebanyak 4.434 penderita, angka ini meningkat
sebesar 1.038 penderita dalam waktu 1 (satu) tahun terakhir dimana pada tahun
2013 penderita penyakit dirawat inap sebanyak 3.396 penderita.
Selain itu, untuk menggambarkan angka kesakitan juga dipaparkan
gambaran 10 penyakit terbanyak Puskesmas tahun 2014 diuraikan pada tabel 6.
TABEL 4. 10 PENYAKIT TERBANYAK DI PUSKESMAS
KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014
Nama Penyakit
Jumlah kasus
ISPA
20.433
TEKANAN DARAH TINGGI
12.640
MAAG
10.242
REMATIK
9.013
DIARE
4.530
ANEMIA
3.839
HYPOTENSI
3.406
INFEKSI PENYAKIT USUS
2.726
MALARIA
2.045
ASMA
1.751
SUMBER: DINAS KESEHATAN TOLITOLI TAHUN 2014
Tabel 6 menunjukkan penyakit ISPA masih menempati urutan tertinggi
dari 10 (sepuluh) besar penyakit di Puskesmas tahun 2014 dengan jumlah kasus
sebanyak 20.433. Sedangkan kasus penyakit terendah Penyakit Asma sebanyak
1.751 kasus.
Selanjutnya diuraikan beberapa situasi penyakit menular yang perlu
mendapatkan perhatian termasuk penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
(PD3I), penyakit KLB/wabah dan penyakit tidak menular.
1. PENYAKIT MENULAR
Penyakit menular yang disajikan pada bagian ini diantaranya: Penyakit
Malaria, TB-Paru, HIV/AIDS, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), Kusta,
Penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), penyakit
potensial wabah, rabies, serta penyakit Filariasis.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
38
a. PENYAKIT MALARIA
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang upaya
pengendaliannya menjadi komitmen global dalam Millenium Development
Goals (MDGs). Penyebab malaria adalah hewan bersel satu (protozoa)
Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles. Wilayah
endemis malaria pada umumnya adalah desa-desa terpencil dengan
kondisi lingkungan yang tidak baik, sarana transportasi dan komunikasi
yang sulit, akses pelayanan kesehatan kurang, tingkat pendidikan dan
sosial ekonomi masyarakat yang rendah, serta buruknya perilaku
masyarakat terhadap kebiasaan hidup sehat.
Perkembangan penyakit Malaria ini dipantau melalui Annual
Parasite Incidence (API). API Kabupaten Tolitoli pada tahun 2014 adalah
0 (nol) per 1.000 penduduk dengan CFR 0 (nol), sementara puskesmas
yang melaporkan kasus malaria positif dengan sediaan darah diperiksa
terbanyak adalah Puskesmas Basidondo sebanyak 37 kasus.
Penyakit malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Kabupaten Tolitoli. Beberapa tahun sebelumnya sampai
dengan saat ini penyakit tersebut masih selalu masuk dalam urutan 10
penyakit
terbesar.
prevalensinya
Meskipun
cenderung
dari
menurun,
tahun
ke
sangat
tahun
jumlah
dimungkinkan
atau
kondisi
lingkungan dan iklim Kabupaten Tolitoli menjadi pemicu terjadinya kasuskasus malaria. Disamping itu, kesadaran masyarakat untuk meningkatkan
kualitas kesehatan lingkungan masih sangat kurang. Selengkapnya
perkembangan kasus penderita malaria positif Kabupaten Tolitoli Tahun
2010-2014 dilihat pada gambar 18.
GAMBAR 18. PERBANDINGAN KASUS PENDERITA MALARIA
POSITIF KABUPATEN TOLITOLITAHUN 2010-2014
SUMBER: SEKSI SEPIMKESMAS TAHUN 2014
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
39
Gambar
18
menunjukkan
kasus
penyakit
malaria
terus
berfluktuasi, dalam kurun waktu 1 (satu) tahun terakhir kasus ini kembali
meningkat. Perkembangan data tersebut mengindikasikan kurang
berhasilnya kegiatan program dilaksanakan, sehingga perlu upaya
evaluasi
sampai
ketingkat
puskesmas
dalam
rangka
perbaikan
pelaksanaan program. Hal ini dikarenakan terjadinya lonjakan kasus yang
cukup berarti, padahal ditahun-tahun sebelumnya kasus ini dapat ditekan
dan terus diturunkan secara bermakna.
Kegiatan penyuluhan dalam memberikan pemahaman kepada
masyarakat terkait perkembangbiakan penyakit malaria serta mekanisme
pencegahannya dan tatacara memutuskan mata rantai terhadap
penularannya serta menjalin kerjasama dengan sector terkait harus terus
dilakukan agar kedepan kasus serupa dapat diturunkan.
b. PENYAKIT TB-PARU
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan
oleh infeksi
bakteri
Mycobacterium tuberculosis.
Penyakit ini dapat
menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil TB. Bersama
dengan Malaria dan HIV/AIDS, TB menjadi salah satu penyakit yang
pengendaliannya menjadi komitmen global dalam MDGs Salah satu
indikator yang digunakan dalam pengendalian TB adalah Case Notification
Rate (CNR), yaitu angka yang menunjukkan jumlah pasien TB semua tipe
yang ditemukan dan tercatat diantara 100.000 penduduk pada satu
periode disuatu wilayah tertentu
Berdasarkan data Seksi P2 tahun 2014 diketahui cakupan CNR
kasus baru BTA positif 120.57 sementara CNR seluruh kasus TB
sebanyak 1.183.98 selengkapnya gambaran mengenai CNR TB-Paru
Kabupaten Tolitoli Tahun 2010-2014 diuraikan pada gambar 19.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
40
GAMBAR 19. GAMBAR 19. PERKEMBANGAN CNR
KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014
SUMBER: SEKSI P2 TAHUN 2014
c. HIV/AIDS
HIV dan AIDS disebabkan oleh infeksi virus Human Immuno
deficiency virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh yang
menyebabkan
penderita
mengalami
penurunan
ketahanan
tubuh
sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain.
Penyakit ini ditularkan melalui cairan tubuh penderita yang terjadi melalui
proses hubungan seksual, transfusi darah, penggunaan jarum suntik
yang terkontaminasi secara bergantian dan penularan dari ibu ke anak
dalam kandungan melalui plasenta dan menyusui.
Kasus HIV dan AIDS menunjukkan trend peningkatan setiap
tahun. Sampai dengan bulan Desember 2014 jumlah kasus baru AIDS
tidak ditemukan namun kasus baru HIV ditemukan sebanyak 2 Orang, 1
orang berjenis kelamin Lakilaki dan 1 orang lainnya berjenis kelamin
Perempuan.
Keberadaan penderita HIV & AIDS bagaikan fenomena gunung
es, dimana jumlah penderita yang ditemukan jauh lebih sedikit dari
penderita yang sebenarnya ada. Sehingga tidak menutup kemungkinan
jumlah penderita HIV & AIDS di Kabupeten Tolitoli jauh lebih besar lagi.
Diperlukan upaya bersama dalam pemberantasan penyakit HIV & AIDS,
yang tidak saja ditujukan pada penanganan penderita yang ditemukan
tetapi juga diarahkan pada upaya pencegahan pada orang yang beresiko
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
41
melalui VCT (Voluntary Conseling and Test) maupun PICT (Provider
Inisiative Conseling and Test).
d. PENYAKIT KUSTA
Kusta merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi
bakteri Mycobacterium leprae. Penatalaksanaan kasus yang buruk dapat
menyebabkan
Kusta
menjadi
progresif,
menyebabkan
kerusakan
permanen pada kulit, saraf, anggota gerak dan mata. Diagnosis kusta
dapat ditegakkan dengan adanya kondisi sebagai berikut :
a. Kelainan pada kulit (bercak) putih atau kemerahan disertai mati rasa
b. Penebalan saraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf berupa mati
rasa dan kelemahan/kelumpuhan otot.
c. Adanya kuman tahan asam didalam kerokan jaringan kulit (BTA
Positif).
Akhir tahun 2014 dilaporkan kasus baru tipe pausi basiler
sebanyak 11 kasus terdiri dari 5 (lima) laki-laki dan 6 (enam) Perempuan
berikut ini disajikan kecenderungan kasus baru tipe PB dan MB
Kabupaten Tolitoli tahun 2010 – 2014 pada gambar 20.
GAMBAR 20. PERKEMBANGAN KASUS BARU TIPE PB DAN MB
KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2010-2014
SUMBER: SEKSI P2 TAHUN 2014
Keberhasilan dalam mendeteksi kasus baru dapat diukur dari
tinggi rendahnya proporsi cacat tingkat 2, sedangkan untuk mengetahui
tingkat penularan di masyarakat digunakan indikator proporsi anak (0-14
tahun) diantara penderita baru.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
42
Proporsi cacat tingkat 2 pada tahun 2014 sebesar 95.65 %.
Sedangkan proporsi anak diantara penderita baru pada tahun 2014
sebesar4.35%. Selengkapnya dilihat pada gambar 21 dan 22
GAMBAR 21. PROPORSI PENDERITA ANAK KASUS BARU KUSTA
KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2010-2014
SUMBER: SEKSI P2 TAHUN 2014
GAMBAR 22. PROPORSI PENDERITA CACAT TINGKAT 2
KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2010-2014
SUMBER: SEKSI P2 TAHUN 2014
Gambar 21 dan 22 terlihat penderita anak kasus baru kusta serta
proporsi penderita cacat tingkat 2 di Kabupaten Tolitoli tampak
mengalami peningkatan ditahun 2014. Meskipun demikian kegiatan
dalam upaya penanggulangan penyakit kusta terus dilaksanakan berupa
penemuan penderita baik secara aktif maupun secara pasif, kontak
survey, pengobatan bagi penderita kusta yang ditemukan, penyuluhan,
serta rujukan penderita kusta ke Rumah Sakit Umum Daerah Undata
Palu Provinsi Sulawesi Tengah.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
43
e. PENYAKIT MENULAR YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI
(PD3I)
1). TETANUS NEONATORUM
Penyakit
tetanus
neonatorum
merupakan
penyakit
yang
menyerang bayi berusia kurang dari 1 bulan (neonatus) disebabkan
oleh clostridium tetani. Yaitu toksin atau racun yang menyerang
sistem
syaraf
pusat.
Resiko
terjadinya
tetanus
neonatorum
disebabkan karena Ibu hamil yang tidak mendapat imunisasi TT,
pemberian imunisasi tidak lengkap, serta pertolongan persalinan yang
tidak memenuhi syarat kesehatan. Disamping itu, kasus neonatorum
lebih dominan disebabkan perawatan tali pusat kurang memenuhi
standar kesehatan. Untuk itu, pada masa kehamilan sampai
melahirkan hendaknya ibu perlu mendapatkan pelayanan kesehatan
oleh tenaga kesehatan maupun tenaga bidan terlatih.
Perkembangan kasus tetanus neonatorum sejak tahun 2010
sampai akhir tahun 2012 kasus tidak ditemukan, namun tahun 2013 1
(satu) kasus kembali ditemukan demikian juga ditahun 2014
ditemukan sebanyak 1 (satu) kasus.
Fenoma tersebut membuktikan bahwa kasus (TN) perlu
diwaspadai serta apakah semua kasus sudah terdeteksi dan
terlaporkan secara keseluruhan oleh karena, ini erat kaitannya
dengan ketersediaan tenaga kesehatan sampai tingkat desa. Saat ini
diakui masih ada sarana pelayanan kesehatan yang belum terisi oleh
petugas didesa disebabkan terbatasnya jumlah tenaga yang meminati
desa-desa yang jauh dari pusat keramaian (terpencil) diperlukan
perhatian pemerintah daerah dalam pemenuhan serta pemerataan
tenaga kesehatan dengan demikian sistem penanganan cepat baik
pelacakan maupun pelaporan terhadap kasus-kasus TN dimasyarakat
dapat dilakukan secara merata dn menyeluruh.
2). CAMPAK
Campak merupakan penyakit menular yang sering menimbulkan
kejadian luar biasa (KLB). Campak dapat menyebabkan resiko
kematian pada anak balita. Kasus campak hampir setiap tahunnya
masih ditemukan diKabupaten Tolitoli, sampai akhir tahun 2014
ditemukan jumlah kasus campak sebanyak 49 kasus. Kecenderungan
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
44
kejadian penyakit campak di Kabupaten Tolitoli sejak tahun 2010
sampai dengan 2014 diuraikan pada gambar 23.
GAMBAR 23. PERKEMBANGAN INSIDEN KASUS CAMPAK
KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2010-2014
SUMBER: SEKSI P2 TAHUN 2014
Gambar 23 menunjukkan kasus campak naik dalam kurun
waktu 1 (satu) tahun terakhir dengan tidak terdapat kasus kematian
dan CFR (0%). Upaya menekan kasus campak perlu terus menerus
ditingkatkan mengingat perkembangan kasusnya masih berfluktuasi
dari
tahun
ketahun
dibutuhkan
penguatan
program
dalam
memberantas timbulnya penyakit tersebut sehingga Kabupaten
Tolitoli dapat terbebas dari kasus campak.
Sementara pukesmas melaporkan kasus campak terbanyak
yaitu Puskesmas Dungingis sebanyak 21 kasus. Untuk mengetahui
insiden kasus campak menurut puskesmas diKabupaten Tolitoli
Tahun 2014 dapat dilihat pada gambar 24.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
45
GAMBAR 24. PERKEMBANGAN INSIDEN KASUS CAMPAK MENURUT
PUSKESMAS KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014
SUMBER: SEKSI P2 TAHUN 2014
3). DIFTERI
Difteri merupakan penyakit menular. tercatat sejak tahun
2004 sampai akhir tahun 2014 kasus ini tidak ditemukan di
Kabupaten Tolitoli. Keberhasilan menuntaskan penyakit difteri
merupakan prestasi membanggakan. Pencapaian tersebut juga
dipengaruhi
oleh
penguatan
terhadap
kebijakan
program
pemberantasan penyakit menular dalam meningkatkan intensitas
pemberian imunisasi secara kontinyu dan berkesinambungan.
Upaya untuk mempertahankan terjadinya penyakit difteri perlu
terus ditingkatkan, meskipun kejadian kasus tidak ditemukan.
Namun perlu diwaspadai terus menerus sehingga pada tahuntahun mendatang angka kesakitan disebabkan penyakit difteri
tetap dapat ditekan.
4). PERTUSIS
Kasus pertusis atau batuk rejan merupakan penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Berdasarkan data tahun
2014 ditemukan kasus pertusis sebanyak 45 kasus dengan rincian
19 pada lakilaki dan 26 perempuan. Peningkatan kasus ini secara
signifikan padahal ditahun 2012 dan 2013 kasus serupa sempat
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
46
menghilang bila merujuk pada tahun 2011 penyakit ini ditemukan
sebanyak 10 orang dengan rincian laki-laki sebanyak 7 orang dan
perempuan sebanyak 3 orang. Perlu penguatan program serta
dukungan kebijakan untuk
menuntaskan kasus ini. Puskesmas
Ogodeide merupakan pukesmas dengan penyumbang terbesar
kasus pertusis sementara puskesmas lainnya kasus serupa tidak
ditemukan.
5). HEPATITIS B
Hepatitis B merupakan penyakit hati yang disebabkan oleh
virus Hepatitis B (VHB) suatu anggota family hepadnavirus yang
dapat menyebabkan peradangan hati akut atau menahun yang
pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau
kanker hati, Mula-mula dikenal sebagai serum hepatitis dan telah
menjadi epidemic pada sebagaian Negara Asia dan Afrika.
Hepatitis B telah menjadi endemic ditingkok dan berbagai Negara
Asia,
penyebab
hepatitis
ternyata
tak
semata-mata
virus.
Keracunan obat dan paparan berbagai macam zat kimia seperti
karbon tetraklorida, klorfomazin, kloroform, aksen, fosfor dan zat
lain-lain yang digunakan sebagai obat dalam industri modern, bisa
juga menyebabkan hepatitis. Zat-zat kimia ini mungkin saja tertelan
terhirup atau diserap melalui kulit penderita, menetralkan suatu
racun yang beredar didalam darah adalh pekerjaan hati, jika
banyak sekali zat kimia beracun yang masuk kedalam tubuh hati
bias saja rusak, sehingga tidak dapat lagi menetralkan racun-racun
lain.
Pada
umumnya
gejala
penyakit
hepatitis
B
ringan
gejalanya dapat berupa selera makan hilang, rasa tidak enak
diperut, mual sampai muntah, demam ringan, kadang-kadang
disertai nyeri sendi dan bengkak pada perut kanan atas, setelah
satu minggu akan timbul gejala utama seperti, Bagian putih pada
mata tampak kuning, kulit seluruh tubuh tampak kuning, dan air
seni berwarna seperti teh berdasarkan laporan bidang P2PL
Kabupaten Tolitoli Tahun 2014 kasus ini tidak ditemukan baik di
Rumah Sakit maupun di Puskesmas dalam wilayah Kerja Dinas
Kesehatan Kabupaten Tolitoli.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
47
6). POLIO AFP
Polio merupakan salah satu penyakit menular yang
termasuk kedalam PD3I disebabkan oleh virus yang menyerang
sistem
syaraf
sehingga
penderita
mengalami
kelumpuhan,
penyakit yang ditandai dengan munculnya demam, lelah, sakit
kepala, mual, kaku dileher, dan sakit ditungkai serta lengan.
Acute Flaccid Paralysis (AFP) adalah penyakit dengan
gejala bersifat akut yaitu lumpuh layu dan bukan disebabkan
rudapaksa. Penyakit ini sering menyerang pada anak berusia
kurang dari 15 tahun. Saat ini AFP digunakan sebagai indikator
dalam menilai keberhasilan program Eradikasi Polio (Erapo)
melalui
gerakan
IMUNISASI.
Penuntasan
penyakit
polio
merupakan wujud dari kesepakatan global dalam membasmi
penyakit polio baik di dunia maupun di Indonesia.
Dalam perjalannya Kasus penyakit polio sangat jarang dan
bahkan tidak ditemukan diKabupaten Tolitoli. Akan tetapi suspek
penyakit ini kembali muncul sekitar tahun 2005 dan terus dijumpai
hingga tahun 2010, selanjutnya dapat ditekan sampai akhir tahun
2011, dan kembali ditemukan pada tahun 2012 sebanyak 2 kasus
hingga akhir tahun 2013 dan 2014 kasus ini tidak ditemukan.
Mempelajari
perkembangan
kasus
AFP
tampaknya
penyakit ini patut diwaspadai mengingat angka penemuan kasus
terus berfluktuatif setiap tahun. Upaya untuk memberantas peyakit
polio terus ditingkatkan sehingga pada tahun-tahun mendatang
Kabupaten Tolitoli terbebas dari penyakit polio. Untuk mengetahui
perkembangan kasus polio di Kabupaten Tolitoli sejak tahun 2010–
2014 selengkapnya dilihat pada gambar 25.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
48
GAMBAR 25. PERKEMBANGAN KASUS PENYAKIT AFP DI
KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2010-2014
SUMBER: SEKSI P2 TAHUN 2014
7). TETANUS (NON NEONATORUM)
Penemuan kasus Tetanus (Non Neonatorum) tahun 2014
tidak ditemukan di Kabupaten Tolitoli jika dibandingkan dengan
tahun 2012 kasus ini ditemukan sebanyak 3 kasus di Rumah Sakit
Mokopido
namun
tidak
terdapat
kematian,
data
ini
mengindikasikan bahwa kasus serupa dapat ditekan dalam kurun
waktu 2 (dua) tahun terakhir.
f.
PENYAKIT POTENSI KLB/WABAH
Beberapa penyakit menular berpotensi menimbulkan Kejadian
Luar Biasa (KLB) diKabupaten Tolitoli diantaranya: Penyakit AFP,
Demam Berdarah Dengue (DBD), Diare, serta Campak.
1) PENYAKIT DIARE
Diare merupakan penyakit yang terjadi ketika terdapat
perubahan konsistensi feses selain dari frekuensi buang air besar,
seseorang dikatakan menderita diare bila feses lebih berair dari
biasanya atau bila buang air besar tiga kali atau lebih atau buang
air besar berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam.
Data tahun 2014 menunjukkan kasus penyakit diare masih
tergolong tinggi diKabupaten Tolitoli yaitu sebesar 5.461 dan
penangannya 115.7% dari jumlah perkiraan kasus sebesar 4.722
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
49
angka ini meningkat dari tahun sebelumnya (2013) sebesar 4.979
dan penanganannya 107% dari jumlah perkiraan kasus diare
sebesar
4.655.
Pada
tahun
2012
sebesar
5.206
dan
penanganannya 100% dari jumlah perkiraan kasus sebesar 5.556.
Mempelajari perkembangan kasus diare hampir setiap tahun kasus
ini ditemukan diKabupaten Tolitoli dengan jumlah penderita terus
meningkat. Informasi mengenai kejadian diare disajikan pada tabel
lampiran 13.
2) PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
Penyakit Demam Berdarah Dengue atau DBD adalah infeksi
yang disebabkan oleh virus dengue nyamuk atau beberapa jenis
nyamuk menularkan atau (menyebarkan) virus dengue. Demam
dengue juga disebut sebagai “breakbone fever” atau “bonebreak
fever” (demam sendi) karena demam tersebut dapat menyebabkan
penderitanya mengalami nyeri hebat seakan-akan tulang mereka
patah, sejumlah gejala demam dari demam dengue adalah demam,
sakit kepala, kulit kemerahan yang tampak seperti campak, dan
nyeri otot pada persendian.
Pada sejumlah pasien demam dengue dapat berubah
menjadi satu dari dua bentuk yang mengancam jiwa, Pertama
adalah
demam
berdarah
yang
menyebabkan
perdarahan,
kebocoran pembuluh darah (saluran yang mengalirkan darah) dan
rendahnya tingkat trombosit darah ( yang menyebabkan daran
membeku).
Kedua
adalah
sindrom
renjat
dengue
yang
menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya.
Terdapat 4 (empat) jenis virus dengue, apabila seseorang
telah terinfeksi satu jenis virus biasanya dia menjadi kebal terhadap
jenis tersebut seumur hidupnya. Namun dia hanya akan terlindung
dari tiga jenis virus lainnya dalam waktu singkat jika kemudian dia
terkena satu dari tiga jenis virus tersebut, dia mungkin akan
mengalami masalah yang serius.
Belum ada vaksin yang dapat mencegah seseorang terkena
virus dengue tersebut, terdapat beberapa tindakan pencegahan
demam dengue, orang-orang dapat melindungi diri mereka dari
nyamuk dan meminimalkan jumlah gigitan nyamuk. Para ilmuan
juga menganjurkan untuk memperkecil habitat nyamuk dan
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
50
mengurangi jumlah nyamuk yang ada, apabila seseorang terkena
demam dengue biasanya dia dapat pulih hanya dengan meminum
cukup cairan, selama penyakitnya tersebut masih ringan atau tidak
parah, jika seseorang mengalami kasus yang lebih parah, dia
mungki memerlukan cairan infuse (cairan yang dimasukkan melalui
vena, menggunakan jarum dan pipa infus) atau tranfusi darah
(diberikan darah dari orang lain).
Berdasarkan laporan Seksi P2 Tahun 2014 penyakit demam
berdarah dengue atau DBD ditemukan secara keseluruhan
sebanyak 142 kasus wilayah kerja puskesmas yang paling tinggi
terserang DBD adalah Puskesmas Kota sebanyak 87 kasus dengan
kematian sebanyak 1 orang dengan jenis kelamin Lakilaki.
Meskipun demikian jika dibandingkan kasus-kasus DBD selama 4
(empat) tahun terakhir, maka angka DBD Kabupaten Tolitoli
mengalami penurunan drastis, selengkapnya perbandingan kasus
DBD berdasarkan CFR dan IR Tahun 2010 s/d 2014 dapat dilihat
pada gambar 26.
GAMBAR 26. GAMBAR 26. PERKEMBANGAN INSIDEN KASUS
DBD KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2010-2014
SUMBER: SEKSI P2 TAHUN 2014
Gambar 26 menunjukkan kasus DBD masih menjadi masalah
didaerah ini. Meskipun CFR dan IR dapat ditekan dari tahun sebelumnya
akan tetapi belum menjamin masyarakat telah memiliki kesadaran yang
tinggi terhadap timbulnya penyakit tersebut, untuk itu pemantauan secara
kontinyu pada daerah-daerah yang rawan kasus DBD serta memperketat
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
51
pemeriksaan dan pengawasan terhadap penduduk yang berasal dari
daerah-daerah endemis perlu lebih ditingkatkan disamping itu agar
kegiatan
program
dapat
optimal
maka
upaya
pencegahan
dan
pemberantasan DBD dititik beratkan pada pergerakan potensi masyarakat
untuk dapat berperan serta dalam pemberantasan sarang nyamuk gerakan
(3 M) pemantauan angka bebas jentik (ABJ) serta pengenalan gejala DBD
dan penanganannya dirumah tangga.
3)
PENYAKIT FILARIASIS
Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit berupa
filarial yang terdiri dari wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia
timori. Penyakit ini menginfeksi jaringan limfe (getah bening) filariasis
menular melalui gigitan nyamuk yang mengandung cacing filaria dalam
tubuhnya. Dalam tubuh manusia, cacing tersebut tumbuh menjadi cacing
dewasa
dan
menetap
dijaringan
limfe
sehingga
menyebabkan
pembekakan dilengan dan organ genital. Berdasarkan laporan Seksi P2
Kabupaten Tolitoli Tahun 2014 ditemukan kasus filariasis sebanyak 2
kasus pada Puskesmas Lampasio.
2. PENYAKIT TIDAK MENULAR YANG DIAMATI
Penyakit tidak menular juga merupakan penyakit yang saat ini sering
ditemukan dimasyarakat, dengan semakin meningkatnya arus globalisasi
disegala bidang perkembangan teknologi dan industri telah banyak
membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat, kondisi
tersebut telah merubah pola konsumsi makanan, berkurangnya aktifitas fisik
dan meningkatnya polusi udara. Perubahan tersebut tanpa disadari memberi
pengaruh terhadap terjadinya transisi epidemilogi dengan meningkatnya
kasus-kasus penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, diabetes,
hipertensi, gagal ginjal, gangguan jiwa atau mental dan sebagainya. Berikut
diuraikan kelompok penyakit tidak menular sebagai berikut:
a. HIPERTENSI
Pengertian hipertensi atau tekanan darah tinggi. Penyakit yang dalam
bahasa inggris disebut hypertension ini adalah gangguan yang terjadi
pada sistem peredaran darah sehingga tekanan darah menjadi diatas
normal karena itulah penyakit ini juga dikenal dengan nama tekanan darah
tinggi.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
52
Pada saat pengukuran tekanan darah, biasanya akan menghasilkan
dua angka yang mana masing-masing menunjukan angka untuk yang
lebih tinggi dan lebih rendah. Angka yang lebih tinggi didapatkan ketika
jantung kita berkontraksi (sistolik), sedangkan angka yang lebih rendah
ketika jantung sedang berelaksasi (diastolik).
Tekanan darah yang normal umumnya ada pada angka 120/80
mmHg kebawah, sedangkan tekanan darah tinggi terjadi ketika angka
menunjukan 140/90 mmHg keatas. Pengukuran ini dilakukan pada lengan
sebanyak tiga kali dalam beberapa minggu karena kondisi pada saat
pengukuran juga mempengaruhi hasil yang didapatkan.
GAMBAR 27. ILUSTRASI TENSI DARAH
Hipertensi atau tekanan darah tinggi ini dibagi menjadi dua jenis yaitu
hipertensi esensial (primer) dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer
adalah yang terjadi pada sebagian besar kasus hipertensi (sekitar 95%)
dan penyebab dari jenis ini belum bisa diketahui dengan jelas. Sedangkan
hipertensi sekunder adalah tipe yang jarang terjadi (sekitar 5%), dan
penyebab dari tipe ini adalah kondisi medis lain seperti ginjal, arteri,
jantung, obesitas, dan obat-obatan tertentu.
Seseorang dapat memiliki tekanan darah tinggi selama bertahuntahun tanpa mengalami gejala apa-apa. Sehingga tak jarang seseorang
diketahui memiliki darah tinggi secara tidak sengaja ketika periksa
kedokter karena penyakit yang lain. Oleh karena itu, kesadaran
memeriksakan tekanan darah sangatlah penting untuk deteksi dini
sekaligus mengontrol jika sudah memiliki darah tiggi dan dalam masa
pengobatan.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
53
Tekanan darah tinggi biasanya berkembang selama bertahun-tahun,
dan itu mempengaruhi hampir semua orang pada akhirnya. Untungnya,
tekanan darah tinggi dapat dengan mudah dideteksi, dan setelah diketahui
memiliki tekanan darah tinggi, maka dapat dilakukan pengobatan untuk
mengontrolnya. Karena tekanan darah tinggi yang dibiarkan tinggi terus
atau tidak terkontrol, akan meningkatkan resiko masalah kesehatan yang
serius, termasuk serangan jantung dan strok.
Berdasarkan data laporan pelayanan kesehatan dasar sampai akhir
tahun 2014 data mengenai jumlah pasien dengan hipertensi sebanyak
12.640 orang.
b. OBESITAS
Kegemukan atau obesitas
adalah
suatu
kondisi
medis berupa
kelebihan lemak tubuh yang terakumulasi sedemikian rupa sehingga
menimbulkan dampak merugikan bagi kesehatan, yang kemudian
menurunkan harapan hidup dan/atau meningkatkan masalah kesehatan.
Seseorang dianggap menderita kegemukan (obese) bila indeks massa
tubuh (IMT), yaitu ukuran yang diperoleh dari hasil pembagian berat
badan dalam kilogram dengan kuadrat tinggi badan dalam meter, lebih
dari 30 kg/m
Kegemukan
penyakit,
meningkatkan
khususnya penyakit
peluang
terjadinya berbagai
jantung, diabetes
obstruktif, kanker tertentu, osteoartritis dan asma.
tipe
macam
2, apnea
Kegemukan
tidur
sangat
sering disebabkan oleh kombinasi antara asupan energi makanan yang
berlebihan, kurangnya aktivitas fisik, dan kerentanan genetik, meskipun
sebagian
kecil
kasus
terutama
gangguan endokrin, obat-obatan atau penyakit
disebabkan
psikiatri.
oleh gen,
Hanya
sedikit
bukti yang mendukung pandangan bahwa orang yang gemuk makan
sedikit namun berat badannya bertambah karena metabolisme tubuh yang
lambat; rata-rata orang gemuk mengeluarkan energi yang lebih besar
dibandingkan orang yang kurus karena dibutuhkan energi untuk manjaga
massa tubuh yang lebih besar.
Pengaturan diet dan aktivitas fisik masih menjadi tata laksana utama
kegemukan. Kualitas asupan dapat diperbaiki dengan mengurangi
konsumsi makanan padat energi contohnya makanan yang tinggi lemak
dan gula, serta dengan meningkatkan asupan serat. Obat-obatan antikegemukan dapat dikonsumsi untuk mengurangi selera makan atau
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
54
menghambat penyerapan lemak, disertai dengan asupan diet yang tepat.
Apabila diet, olahraga, dan obat-obatan belum efektif, maka balon
lambung dapat membantu mengurangi berat badan, atau operasi dapat
dilakukan untuk mengurangi volume lambung dan/atau panjang usus
sehingga
dapat
memberikan rasa
kenyang yang
lebih
dini
dan
menurunkan kemampuan penyerapan nutrisi dari makanan.
Kegemukan adalah penyebab kematian yang dapat dicegah paling
utama di dunia, dengan prevalensi pada orang dewasa dan anak yang
semakin meningkat, sehingga pihak berwenang menganggap kegemukan
sebagai salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius pada
abad 21. Kegemukan umumnya merupakan stigma di dunia modern
(khususnya di Dunia barat), meskipun pada suatu waktu dalam sejarah,
kegemukan secara luas dianggap sebagai simbol kekayaan dan
kesuburan, dan masih dianggap demikian di beberapa bagian di dunia
hingga sekarang.
Data mengenai penyakit yang disebabkan akibat obesitas atau
kegemukan dari sarana pelayanan kesehatan tahun 2014 tidak diketahui.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
55
BAB IV. SITUASI UPAYA KESEHATAN
Secara umum upaya kesehatan terdiri atas dua unsur utama, yaitu upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan. Upaya kesehatan
masyarakat adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau
masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat. Upaya
kesehatan masyarakat mencakup upaya-upaya promosi kesehatan, pemeliharaan
kesehatan, pemberantasan penyakit menular, pengendalian penyakit tidak menular,
penyehatan lingkungan dan penyediaan sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat,
kesehatan jiwa, pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan, pengamanan
penggunaan zat aditif dalam makanan dan minuman, pengamanan narkotika,
psikotropika, zat adiktif dan bahan berbahaya, serta penanggulangan bencana dan
bantuan kemanusiaan.
Upaya kesehatan perorangan adalah setiap kegiatan yang dilakukan
oleh pemerintah dan
atau masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan. Upaya kesehatan perorangan mencakup
upaya-upaya promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan rawat
jalan, pengobatan rawat inap, pembatasan dan pemulihan kecacatan yang
ditujukan terhadap perorangan. Seperti diuraikan sebagai berikut:
A. PELAYANAN KESEHATAN DASAR
Tujuan pokok upaya kesehatan adalah meningkatkan pemerataan dan
mutu upaya kesehatan yang berhasil guna dan berdaya guna serta terjangkau
oleh segenap anggota masyarakat. Sasaran program ini adalah tersedianya
pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, baik oleh pemerintah maupun swasta
yang didukung oleh pesatnya kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks.
Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang sangat
penting dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat.
Pemberian pelayanan kesehatan dasar secara cepat dan tepat
diharapkan
mampu mengatasimsebagian besar masalah kesehatan masyarakat. Berbagai
pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan
kesehatan adalah sebagai berikut :
1. PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN ANAK
Pertumbuhan bayi dan perkembangan anak sangat ditentukan oleh
peran seorang ibu. Gangguan kesehatan yang dialami Ibu selama masa
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
56
kehamilan sangat berpengaruh pada kesehatan janin dalam kandungan.
Oleh karena itu, pelayanan kesehatan ibu khususnya selama kehamilan
harus diperhatikan agar sesuai dengan standar pelayanan kesehatan.
a. PELAYANAN ANTENATAL
Masa kehamilan merupakan masa yang rawan kesehatan, baik
kesehatan ibu yang mengandung maupun janin yang dikandungnya
sehingga dalam masa kehamilan ibu sangat perlu mendapatkan
pemeriksaan secara teratur. Hal ini dilakukan guna menghindari
terjadinya gangguan kehamilan sedini mungkin, sehingga terhindar dari
segala sesuatu yang dapat membahayakan kesehatan ibu dan janin.
Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh
tenaga kesehatan profesional baik dokter spesialis kandungan, dokter
umum,
bidan
maupun
perawat.
Ibu
hamil
perlu
mendapatkan
pemeriksaan seperti pengukuran berat badan dan tekanan darah,
pemeriksaan tinggi fundus uteri, imunisasi tetanus toxoid (TT) serta
pemberian tablet zat besi (fe) sesuai dengan pedoman pelayanan
antenatal dengan menitik beratkan pada kegiatan promotif dan preventif.
Hasil pelayanan antenatal tersebut dapat dilihat dari cakupan
pelayanan K1 dan K4. Cakupan K1 atau juga disebut akses pelayanan
ibu hamil merupakan gambaran besaran ibu hamil yang telah melakukan
kunjungan pertama ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan
pelayanan antenatal. Sedangkan K4 adalah gambaran besaran ibu hamil
yang telah mendapatkan pelayanan ibu hamil sesuai dengan standar
serta paling
sedikit empat kali kunjungan, dengan distribusi sekali pada
trisemester pertama, sekali pada Trimester ke-2 dan dua kali pada
Trimester ke-3. Angka ini dapat dimanfaatkan untuk melihat kualitas
pelayanan kesehatan kepada ibu hamil. Melalui ANC (K4) diharapkan
deteksi dini dan perawatan kehamilan dapat dilaksanakan dengan baik
dan berkualitas. Dengan demikian komplikasi yang terjadi pada saat
kehamilan dapat dicegah sehingga kematian pada ibu hamil dan
janinnya dapat juga dicegah.
Berdasarkan laporan Seksi KIA Tahun 2014 diketahui data
cakupan kunjungan K1 sebanyak 4.879 atau 95.5% dan K4 sebanyak
4.349 atau 85.1% dari jumlah ibu hamil sebanyak 5.110 orang. Apabila
mengacu dan membandingkannya dengan standar pelayanan minimal
(SPM) tahun 2014 pencapaian yang diperoleh Kabupaten Tolitoli
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
57
memenuhi target ditetapkan, selengkapnya dapat dilihat capaian
kunjungan K1 dan K4 Ibu Hamil Kabupaten Tolitoli dalam kurun waktu 5
(lima) tahun terakhir 2010 s/d 2014 pada gambar 28.
GAMBAR 28. PERSENTASE CAKUPAN IBU HAMIL K1 DAN K4 IBU
HAMIL KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2010 - 2014
SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014
Gambar 28 cakupan kunjungan K1 dan K4 menurun dari tahun
sebelumnya hal ini menggambarkan bahwa kesadaran ibu hamil akan
pentingnya melakukan pemeriksaan kehamilan pada tenaga kesehatan
menurun, sehingga program terkait perlu terus mempertahankan semua
upaya kebijakan program yang telah dilaksanakan agar ditahun-tahun
mendatang cakupan ini tetap terus naik dan dipertahankan.
Sementara untuk persentase capaian puskesmas terhadap
cakupan kunjungan K1 yang paling tinggi adalah Puskesmas Laulalang
sebesar 128.2% dan terendah Puskesmas Basidondo sebesar 70.4%,
Sedangkan cakupan kunjungan ibu hamil K4 adalah Puskesmas
Laulalang sebesar 113.7% dan terendah Puskesmas Basidondo sebesar
54.1%. selengkapnya untuk mengetahui capaian kunjungan Ibu Hamil K1
dan K4 menurut puskesmas diKabupaten Tolitoli Tahun 2014 dapat
dilihat pada gambar 29.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
58
GAMBAR 29. PERSENTASE CAKUPAN IBU HAMIL K1 MENURUT
PUSKESMAS KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014
SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014
GAMBAR 30. PERSENTASE CAKUPAN IBU HAMIL K4 MENURUT
PUSKESMAS KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014
SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014
b. PERTOLONGAN PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATAN
Pertolongan persalinan merupakan pertolongan pada ibu bersalin
disuatu wilayah dan mendapatkan pelayanan pertolongan oleh tenaga
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
59
kesehatan. Sebagaimana diketahui bahwa komplikasi terhadap kematian
ibu maternal dan bayi baru lahir, sebagian besar terjadi pada saat
persalinan disebabkan ibu pada saat bersalin tidak mendapatkan
pertolongan tenaga kesehatan profesional.
Data laporan bidang kesehatan masyarakat tahun 2014 diketahui
persentase cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
sebesar 80.6% angka ini belum mencapai dari target SPM yang
ditetapkan untuk tahun 2014 sebesar 90%, dapat dikatakan kinerja upaya
program KIA perlu ditingkatkan, trend persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan terlihat berfluktuasi dari tahun ketahun, selengkapnya dapat
dilihat
persentase
cakupan
pertolongan
persalinan
oleh
tenaga
kesehatan Kabupaten Tolitoli dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir
sejak 2010 s/d 2014 pada gambar 31.
GAMBAR 31. PERSENTASE CAKUPAN PERTOLONGAN PERSALINAN
NAKES KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2010 S/D 2014
SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014
Sementara cakupan pertolongan persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan menurut puskesmas secara keseluruhan capaian puskesmas
tidak memenuhi target SPM. Capaian tertinggi hanya mampu pada
kisaran 89.2% yaitu pada puskesmas Lampasio sementara paling rendah
menembus angka 50.0% bila dibandingkan tahun 2013 capaian oleh
puskesmas mengalami penurunan yang cukup signifikan. Persentase
cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan menurut
puskesmas dapat dilihat pada gambar 32.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
60
GAMBAR 32. PERSENTASE CAKUPAN PERTOLONGAN
PERSALINAN NAKES MENURUT PUSKESMAS
KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014
SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014
Dalam rangka meningkatkan keterampilan petugas (Bidan) yang
handal dengan kompetensi kebidanan. Bidang Binkesmas melalui seksi
kesehatan Ibu dan Anak Kabupaten Tolitoli telah melakukan berbagai
upaya
diantaranya
melalui
kegiatan
pembinaan
yang
kontinyu
dilaksanakan dan terus melakukan evaluasi kinerja bidan baik melalui
pertemuan di kabupaten dengan semua peserta bidan koordinator
puskesmas maupun di puskesmas yang melibatkan semua tenaga bidan
desa, upaya ini diharapkan akan efektif dalam peningkatan cakupan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan diKabupatena Tolitoli
dimasa yang akan datang.
c. PELAYANAN IBU NIFAS
Pelayanan Ibu Nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar
pada ibu mulai 6 s/d 42 jam hari pasca persalinan oleh tenaga kesehatan,
untuk deteksi dini komplikasi pada ibu nifas diperlukan pemantauan
pemeriksaan terhadap ibu nifas dengan melakukan kunjungan nifas
minimal sebanyak 3 kali dengan distribusi waktu; 1) Kunjungan pertama
KF1 pada 6 jam setelah persalinan sampai 3 hari; 2) Kunjungan nifas ke
2 KF2 dilakukan pada minggu ke-2 setelah persalinan; 3) Kunjungan
nifas ke-3 KF3 dilakukan minggu ke-6 setelah persalinan.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
61
Data Laporan BINKESMAS tahun 2014 diketahui cakupan
pelayanan Ibu Nifas sebesar 75.6% angka ini belum mencapai target
SPM sebesar 90% untuk melihat perbandingan persentase cakupan
pelayanan ibu nifas Kabupaten tolitoli dalam kurun waktu 5 (lima) tahun
terakhir sejak 2010 s/d 2014 dan menurut puskesmas dapat dilihat pada
gambar 33 dan 34.
GAMBAR 33. GAMBAR 33. PERSENTASE CAKUPAN PELAYANAN
IBU BIFAS KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2010-2014
SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014
Sementara persentase cakupan pelayanan Ibu Nifas menurut
puskesmas Kabupaten Toltitoli Tahun 2014 dapat dilihat pada gambar
34.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
62
GAMBAR 34. PERSENTASE CAKUPAN PELAYANAN IBU NIFAS
MENURUT PUSKESMAS KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014
SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014
Gambar 34 menunjukkan cakupan kunjungan ibu nifas semua
puskesmas belum mencapai target. Adapun wilayah kerja puskesmas
dengan cakupan paling tinggi pada wilayah Puskesmas Baolan sebesar
88.2% dan terendah Puskesmas Basidondo sebesar 54.3%. secara
keseluruhan angka ini menurun dari capaian tahun 2013.
Demikian halnya pemberian vitamin A pada Ibu Nifas, Vitamin A
adalah suatu vitamin yang berfungsi dalam sistem penglihatan, fungsi
pembentukan kekebalan dan fungsi reproduksi. Pentingnya mendapatkan
vitamin A tidak hanya untuk bayi atau balita, tetapi vitamin A juga sangat
bermanfaat untuk dikonsumsi oleh ibu pada masa nifas. Vitamin perlu
dikonsumsi oleh ibu nifas (0-42 hari setelah bersalin). Pemberian vitamin
A pada ibu nifas sangat penting karena baik untuk kesehatan ibu dan
bayi dan juga untuk status gizinya. Apabila pada ibu nifas beresiko
kekurangan vitamin A maka hal ini akan berpengaruh pada bayinya, bayi
juga akan beresiko kekurangan vitamin A. Ibu menyusui membutuhkan
vitamin A yang tinggi bermanfaat untuk memproduksi ASI.
Konsentrasi dan jumlah vitamin A yang terkandung dalam ASI
sangat tergantung pada status gizi ibu. Sehingga tercukupinya vitamin A
pada ibu akan meningkatkan kualitas ASI nya. Jika makanan ibu tidak
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
63
mengandung banyak vitamin A maka ASI juga tidak banyak mengandung
vitamin A. Karena itulah pentingnya pemberian vitamin A tidak hanya
penting bagi ibu tetapi juga bagi bayinya. Pemberian vitamin A pada ibu
nifas selain untuk mencegah kebutaan juga akan meningkatkan kualitas
ASI sehingga meningkatkan daya tahan tubuh anak dan kesehatan ibu
lebih cepat pulih setelah bersalin.
Data laporan Seksi KIA tahun 2014 diketahui persentase cakupan
ibu nifas mendapatkan vitamin A sebesar 81.7% sementara untuk
cakupan puskesmas yang paling tinggi ibu nifasnya yang mendapat
vitamin A adalah Puskesmas Lampasio sebesar 91.82% dan terendah
Puskesmas Basidondo sebesar 63.83%. berikut dilihat ibu nifas dapat
vitamin A menurut puskesmas pada gambar 35.
GAMBAR 35. PERSENTASE CAKUPAN PELAYANAN IBU NIFAS
MENDAPAT VITAMIN A MENURUT PUSKESMAS KABUPATEN
TOLITOLI TAHUN 2014
SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014
d. IBU HAMIL DENGAN IMUNISASI (TT2+)
Tetanus
adalah
penyakit
yang
disebabkan
oleh
bakteri
Clostridium tetani yang masuk melalui luka terbuka dan menghasilkan
racun yang kemudian menyerang sistem saraf pusat. Bakteri ini secara
umum terdapat ditanah, jadi ia bisa ditemukan pada debu, pupuk, kotoran
hewan, dan sampah. Tetanus ini menyerang siapa saja, anak – anak juga
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
64
orang dewasa. Bahkan bayi baru lahir sekalipun, yang bisa berakibat
fatal. Penyakit yang menyerang bayi itu biasa disebut Tetanus
neonatorum. Tetanus biasanya menyerang bayi -bayi yang lahir ditempat
yang tidak bersih dan tidak menggunakan alat – alat persalinan yang
steril. atau juga riwayat dari ibu hamil yang mungkin terluka sebelum
melahirkan yang lukanya mengandung bakteri tetanus tersebut.
Salah satu pencegahan terkena penyakit ini, bumil haruslah
menjaga kebersihan dan melahirkan ditolong oleh tenaga kesehatan
yang profesional. dan yang penting juga Bumil harus imunisasi .Perlu
diketahui ibu bahwa imunisasi TT adalah proses membangun kekebalan
sebagai pencegahan terhadap infeksi tetanus. Dimana imunisasi tersebut
bisa diberikan pada bumil pada trimester I dan trimester III.
Adapun manfaat imunisasi TT ibu hamil adalah bisa melindungi
bayinya yang baru lahir dari tetanus neonatorum dan melindungi ibu
terhadap kemungkinan tetanus apabila terluka. dan ibu tidak usah terlalu
khawatir, imunisasi ini tidak ada efek sampingnya. Bila pun ada, itu hanya
gejala ringan seperti nyeri, kemerahan dan pembengkakan kecil pada
tempat suntikan dan akan hilang dalam 1-2 hari tanpa tindakan
pengobatan. Karena TT adalah antigen yang sangat aman untuk Bumil
dan juga janin. untuk imunisasi TT hanya 2 kali yaitu TT pertama dapat
diberikan sejak diketahui setelah positif hamil dan TT kedua minimal 4
minggu setelah TT pertama. Sedangkan batas terakhir pemberian TT
yang kedua adalah minimal 2 minggu sebelum melahirkan, dan akan
lebih bagus lagi bila ibu diimunisasi TT sebelum hamil.
Berikut dapat dilihat persentase Bumil yang mendapatkan
imunisasi TT2+ menurut puskesmas diKabupaten Tolitoli tahun 2014
diuraikan pada gambar 36.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
65
GAMBAR 36. PERSENTASE CAKUPAN IMUNISASI TT PADA IBU
HAMIL MENURUT PUSKESMAS KABUPATEN TOLITOLI
TAHUN 2014
SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014
e. IBU HAMIL YANG MENDAPATKAN TABLET FE (ZAT BESI)
Zat besi ibu hamil sangat di butuhkan. Kekurangan zat besi pada
ibu hamil akan mengakibatkan anemia. Zat besi adalah zat penting untuk
pembentukan dan mempertahankan kesehatan sel darah merah,
sehingga bisa menjamin sirkulasi oksigen dan zat-zat gizi yang sangat
dibutuhkan ibu hamil. Kebutuhan tubuh akan zat besi selama hamil ini
terutama harus terpenuhi pada trimester kedua dan ketiga kehamilan.
Sebagian besar wanita dalam usia hamil mempunyai kadar zat
besi yang rendah. Itu sebabnya cadangan zat besi (hemoglobin) selalu
diukur selama kehamilan. Jika ditemukan ibu hamil dengan kadar zat besi
rendah, dia dikatakan menderita anemia. Untuk mengatasinya dokter
atau bidan yang memeriksa akan memberikan tambahan zat besi agar
tidak kekurangan zat besi, ada baiknya mengkonsumsi makanan yang
kaya akan zat besi. Bahan-bahan makanan yang kaya akan zat besi
seperti daging berwarna merah, hati, ikan, telur, sayuran berdaun hijau,
kacang-kacangan, tempe, roti dan serealia.
Meningkatnya volume darah berati bahwa kandungan ekstra besi
dibutuhan untuk membuat hemoglobin guna memperbanyak jumlah sel
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
66
darah merah. Semakin banyak hemoglobin dalam darah, semakin banyak
oksigen yang dapat dialirkan ke berbagai jaringan, termasuk plasenta.
Kadungan besi dalam tubuh juga akan diserap oleh janin untuk cadangan
karena setelah kelahiran bayi hanya mendapat sedikit besi dari ASI.
Sehubungan dengan hal itu, melalui makanan yang dikonsumsi, ibu hamil
memenuhi kebutuhan tubuhnya akan zat besi, yaitu sekitar 15 mg sehari.
Zat besi diperlukan untuk memproduksi sel darah merah yang berkualitas
baik. Inilah sebabnya wanita hamil secara tradisional diberi tablet ekstra
besi untuk mempertahankan persediaan zat ini. Pemberian zat besi
dimulai setelah rasa mual dan muntah hilang, satu tablet sehari selama
minimal 90 hari. Tiap tablet mengandung FeSO 320 mg (zat besi 60 mg
dan asam folat 500mg)
Selain berfungi untuk mendorong perkembangan janin, zat besi
juga penting untuk pembentukan dan mempertahankan sel darah merah,
sehingga bisa menjamin sirkulasi oksigen dan zat-zat gizi yang sangat
dibutuhkan ibu hamil. Salah satu efek samping dalam mengkonsumsi zat
besi adalah timbulnya sembelit, sebaiknya makan buah-buahan/makanan
lain yang mengandung serat, serta minum sedikitnya delapan gelas
cairan dalam sehari. Saat meminum suplemen zat besi, kadang timbul
mual, nyeri lambung, konstipasi, maupun diare sebagai efek sampingnya.
Keluhan- keluhan tersebut biasanya ringan. Untuk mengatasinya,
mulailah dengan setengah dosis yang dianjurkan. Dalam mengkonsumsi
zat besi sebaiknya pada malam hari sebelum tidur, biasakan pula
menambahkan substansi yang memudahkan penyerapan zat besi seperti
vitamin C, air jeruk, daging ayam, dan ikan. Sebaliknya, substansi
penghambat penyerapan zat besi seperti teh dan kopi patut dihindari.
Berdasarkan data tahun 2014 diketahui jumlah ibu hamil yang
mendapatkan pelayanan tablet Fe-1 (30 Tablet) sebanyak 4.749 atau
93.08% dan tablet Fe3 (90 Tablet) sebanyak 4.118 atau 80.71%. dari
jumlah ibu hamil sebanyak 5.102. Untuk lebih jelasnya cakupan
pemberian tablet Fe secara keseluruhan dapat dilihat pada lampiran tabel
32.
f.
RUJUKAN KASUS RESIKO TINGGI DAN PENANGANAN KOMPLIKASI
KEBIDANAN
Dalam hal terbatasnya kemampuan dalam memberikan pelayanan
khususnya oleh tenaga bidan di desa dan Puskesmas kepada ibu hamil
yang memiliki risiko tinggi dan memerlukan pelayanan kesehatan, maka
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
67
penanganan kegawatdaruratan bagi ibu hamil yang beresiko tinggi perlu
dilakukan upaya rujukan ke unit pelayanan kesehatan yang memadai.
Prosentase ibu hamil dengan kondisi risiko tinggi yang dirujuk di
Kabupaten
Berdasarkan data tahun 2014 ditemukan kasus ibu hamil resiko
tinggi dengan komplikasi sebanyak 972 orang. Puskesmas dengan
jumlah bumil resiko tinggi dengan komplikasi tertinggi terdapat pada
Puskesmas Kota sebanyak 213 kasus sedangkan bumil dengan resiko
tinggi dengan komplikasi terendah berada pada Puskesmas Basidondo
sebanyak 20 kasus.
Sementara jumlah perkiraan neonatal risti/komplikasi sebanyak
7.348 kasus dengan neonatal risti/komplikasi ditangani sebanyak 3.777
kasus. Rincian kedua data tersebut dapat dilihat pada lampiran tabel 33.
Mempelajari kedua data tersebut, terjadi peningkatan kasus dalam
1 (satu) tahun terakhir Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah
Bayi berat badan lahir rendah ( BBLR ) adalah bayi baru lahir yang
berat badan lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram. Dahulu
neonatus dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram atau sama
dengan 2500 gram disebut prematur. Pada tahun 1961 oleh WHO semua
bayi yang baru lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram disebut
Low Birth Weight Infants ( BBLR).
Berdasarkan pengertian di atas maka bayi dengan berat badan
lahir rendah dapat dibagi menjadi 2 golongan: 1) Prematuritas murni
adalah Bayi lahir dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu dan
mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa
kehamilan atau disebut Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan
( NKBSMK) 2). Dismaturitas. adalah Bayi lahir dengan berat badan
kurang dari berat badan seharusnya untuk masa kehamilan, dismatur
dapat terjadi dalam preterm, term, dan post term. Dismatur ini dapat juga:
Neonatus Kurang Bulan - Kecil untuk Masa Kehamilan (NKB- KMK).
Neonatus Cukup Bulan-Kecil Masa Kehamilan ( NCB-KMK ), Neonatus
Lebih Bulan-Kecil Masa Kehamilan (NLB- KMK ).
Secara tiologi dinilai dari Faktor Ibu dibedakan menjadi 2 bagian
pertama
a. Penyakit adalah Penyakit yang berhubungan langsung
dengan kehamilan misalnya: perdarahan antepartum, trauma fisik dan
psikologis, DM, toksemia gravidarum, dan nefritis akut. b. Usia ibu adalah
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
68
angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia angka kejadian
prematuritas tertinggi ialah pada usia ibu muda.
Secara Patofisiologi secara umum bayi BBLR ini berhubungan
dengan usia kehamilan yang belum cukup bulan (prematur) disamping itu
juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup bulan (usia
kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil
ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram.
Biasanya hal ini terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi
sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti
adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain
yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang.
Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan
janin tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi
dengan berat normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, system
reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi
pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih
besar dan lebih sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan yang
sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering
melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi,
terlebih lagi bila ibu menderita anemia.
Anemia dapat didefinisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb
berada di bawah normal. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu
gangguan yang paling sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil
umumnya mengalami deplesi besi sehingga hanya memberi sedikit besi
kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal.
Selanjutnya mereka akan menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin
ibu turun sampai di bawah 11 gr/dl selama trimester III. Kekurangan zat
besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan
janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan
kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR,
anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan
mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi. Pada
ibu hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko
morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi
BBLR dan prematur juga lebih besar.
Berdasarkan data seksi KIA tahun 2014 diketahui jumlah bayi lahir
dengan BBLR sebanyak 29 bayi atau sebesar 0.7% dari jumlah bayi
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
69
baru lahir ditimbang sebanyak 4.058 atau 101.3%. Puskesmas dengan
jumlah BBLR tertinggi adalah Puskesmas Kota sebanyak 15 kasus dan
terendah terdapat di 4 (empat) Puskesmas masing-masing 0%.
Selengkapnya kasus BBLR dapat dilihat pada tabel lampiran 37.
g. KUNJUNGAN NEONATUS (KN1 DAN KN2)
Kunjungan
Neonatus
adalah
pelayanan
kesehatan
kepada
neonatus sedikitnya 3 kali yaitu: Kunjungan neonatal I (KN1) pada 6 jam
sampai dengan 48 jam setelah lahir Kunjungan neonatal II (KN2) pada
hari ke 3 s/d 7 hari. Kunjungan neonatal III (KN3) pada hari ke 8 – 28 hari.
Pelayanan kesehatan diberikan oleh dokter/bidan/perawat, dapat
dilaksanakan di puskesmas atau melalui kunjungan rumah. Pelayanan
yang diberikan mengacu pada pedoman Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS)
pada
algoritma
bayi
muda
(Manajemen
Terpadu
Bayi
Muda/MTBM) termasuk ASI ekslusif, pencegahan infeksi berupa
perawatan mata, perawatan tali pusat, penyuntikan vitamin K1 dan
imunisasi HB-0 diberikan pada saat kunjungan rumah sampai bayi
berumur 7 hari (bila tidak diberikan pada saat lahir).
Berdasarkan data Seksi KIA Tahun 2014 diketahui cakupan
kunjungan KN1 sebesar 4.044 atau 89.9%, sedangkan kunjungan KN3
(KN Lengkap) sebesar 3.827 atau 85.8%. Rincian masing-masing
puskesmas dapat dilihat pada tabel lampiran 38.
h. BAYI DENGAN ASI EKSLUSIF
ASI eksklusif adalah pemberian ASI (air susu ibu) sedini mungkin
setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain,
walaupun hanya air putih, sampai bayi berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan,
bayi mulai dikenalkan dengan makanan lain dan tetap diberi ASI sampai
bayi berumur dua tahun.
Bayi yang diberikan ASI secara esklusif cenderung lebih sering
pemberian ASI-nya daripada pemberian pada bayi yang minum susu
formula. Bayi yang baru lahir biasanya setiap 2 sampai 3 jam disusui oleh
ibunya. Semakin bertambah usianya, waktu atau jarak antara menyusui
akan meningkat karena kapasitas perut mereka menjadi lebih besar.
Sebaliknya, bayi baru lahir yang hanya mengenal susu formula akan
memulai minum susu formula kira-kira setiap 3 sampai 4 jam selama
beberapa minggu pertama kehidupan.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
70
Pemberikan ASI eksklusif merupakan faktor penunjang kecerdasan
si bayi, memang tidak mudah karena sang ibu harus memberikannya
selama 6 bulan, masa 6 bulan inilah yang di sebut ASI eksklusif. Pada
masa 6 bulan bayi memang belum di beri makanan selain susu untuk itu
ibu harus memberikan perhatian yang ekstra pada bayi.
Namun, seringkali kesalahan yang terjadi adalah setelah masa ASI
eksklusif ini atau bayi sudah bisa mengkonsumsi makanan lain selain ASI
ibu tidak memberikan ASI lagi. Padahal menurut standar kesehatan dunia
WHO, bayi sebaiknya di sapih setelah 2 tahun usianya. Permasalah ASI
eksklusi juga terjadi pada ibu yang bekerja di kantoran, untuk itu
pemerintah mencoba memberikan keleluasaan pada ibu yang pada masa
pemberian ASI eksklusif boleh membawa anak ikut serta bekerja atau
mengijinkannya memberi jam khusus untuk menyusui bayinya.
Pentingnya ASI eksklusif memang harus menjadi perhatian, dan
tanggung jawab sebagai orang tua juga harus mulai menyadari akan
dampak pada bayi jika ASI eksklusif ini tidak di berikan pada bayi dengan
maksimal. Pertumbuhan bayi pada usia 0-6 bulan bisa sangat terhambat
dan kemungkinan besar juga bayi akan menjadi tidak sehat.
Perhatian akan pentingnya ASI eksklusif juga harus datang dari
lingkungan sekitar, ini agar pemberian ASI eksklusif di terapkan dalam
kebiasaan atau budaya yang harus di lestarikan. Karena meskipun ada
susu formula yang diandalakan sebagai pengganti ASI eksklusif itu tidak
akan sebaik ASI. Karena banyak sekali kandungan susu formula yang
tidak terdapat pada ASI, asi lebih memiliki fungsi menyeluruh pada bayi
sedangkan susu formula hanya memacu sebagian saja. Jadi, sudah
sangat jelas bahwa memberikan ASI eksklusif adalah hal yang tidak bisa
digantikan.
Berdasarkan data Seksi KIA tahun 2014 diketahui jumlah bayi
dengan pemberian ASI eksklusif sebanyak 1.479 atau 61.2% dari jumlah
bayi sebanyak 2.416 bayi.
i.
PEMBERIAN KAPSUL VITAMIN A
Tujuan pemberian kapsul vitamin A pada balita adalah untuk
menurunkan prevalensi
dan
mencegah kekurangan vitamin A pada
balita. Kapsul vitamin A dosis tinggi terbukti efektif untuk mengatasi
masalah kekurangan
vitamin A (KVA) pada masyarakat.
Peranan
vitamin A juga dibuktikan dalam menurunkan secara bermakna angka
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
71
kematian anak, maka selain untuk mencegah kebutaan, pentingnya
pemberian vitamin A saat ini lebih dikaitkan dengan kelangsungan hidup,
kesehatan dan pertumbuhan anak.
Vitamin A penting untuk kesehatan mata dan mencegah kebutaan,
serta meningkatkan
daya tahan tubuh. Anak-anak
yang mendapat
cukup vitamin A, bila terkena diare, campak atau penyakit infeksi lain,
maka penyakit-penyakit tersebut tidak mudah menjadi parah, sehingga
tidak membahayakan jiwa anak.
Sasaran pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi adalah bayi
(umur 6-11 bulan) diberikan kapsul vitamin A 100.000 SI, anak balita
(umur 1-4 tahun) diberikan kapsul vitamin A 200.000 SI, dan ibu nifas
diberikan kapsul vitamin A 200.000 SI, sehingga bayinya akan
memperoleh vitamin A yang cukup melalui ASI.
Pada bayi (6-11 bulan) diberikan setahun
sekali pada bulan
Februari atau Agustus; dan untuk anak balita enam bulan sekali, yang
diberikan secara serentak pada bulan Februari dan Agustus. Sedangkan
pemberian kapsul vitamin A pada ibu nifas, diharapkan dapat dilakukan
terintegrasi dengan pelayanan kesehatan ibu nifas. Namun dapat pula
diberikan di luar pelayanan tersebut selama ibu nifas tersebut belum
mendapatkan kapsul vitamin A.
Berdasarkan data Seksi KIA tahun 2014 diketahui cakupan
pemberian kapsul vitamin A pada bayi umur 6-11 bulan sebanyak 4.603
atau 93.52% anak balita sebanyak 11.939 atau 84.60%. Sementara
secara keseluruhan cakupan balita umur 6-59 bulan yang mendapat
vitamin A sebanyak 16.542 atau 86.91%.
2. PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT
Kegiatan pemantauan gizi pada anak balita dilakukan melalui
pemantauan terhadap pertumbuhan berat badan dan tinggi badan melalui
kegiatan penimbangan balita secara rutin di posyandu setiap bulannya.
Berdasarkan data tahun 2014 diketahui jumlah balita sebanyak 17.436
dengan jumlah ditimbang sebanyak 13.859 atau 80.6%, Dari jumlah
tersebut, ditemukan balita BGM sebesar 1.594 orang atau 11.5%
3. PELAYANAN KELUARGA BERENCANA (KB)
Upaya pemerintah mengendalikan laju pertumbuhan penduduk
(LPP) yaitu dengan memberikan prioritas kepada kelompok masyarakat
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
72
miskin tersebut dengan cara menurunkan angka kelahiran melalui
Program Keluarga Berencana Nasional. Salah satu kegiatan yang telah
dilaksanakan adalah penyediaan pelayanan keluarga berencana/KB
gratis bagi masyarakat yang berasal dari keluarga prasejahtera/KPS dan
keluarga sejahtera I/KS‐I. Selain itu, secara mikro kegiatan tersebut juga
bertujuan untuk meningkatkan kualitas keluarga karena dengan kecilnya
jumlah anggota suatu keluarga maka keluarga tersebut diharapkan dapat
meningkatkan gizi makanan, tingkat kesehatan, dan pendidikan anggota
keluarganya.
Kegiatan
pelayanan
KB
dilapangan
melibatkan
dua
kementerian/lembaga, yaitu BKKBN dan Kementerian Kesehatan.
BKKBN bertanggungjawab menciptakan permintaan akan layanan KB
(demand creation), yaitu dengan mengajak pasangan usia subur (PUS)
untuk ber‐KB dan menjaga PUS tersebut untuk terus aktif ber‐KB melalui
tenaga lini lapangan (Petugas Lapangan Keluarga Berencana/PLKB,
Pengawas
KB/PKB,
Petugas
Pembina
KB
Desa/PPKBD,
dan
Sub‐PPKBD). Sementara itu, Kementerian Kesehatan bertanggung jawab
terhadap sisi penawaran/supply, yaitu dengan memberikan pelayanan KB
di klinik / puskesmas / rumah sakit melalui bidan dan dokter terlatih.
Keluarga berencana menurut Undang-Undang no 10 tahun 1992
(tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga
sejahtera) adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta
masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan
kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan
keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.
Keluarga berencana adalah suatu usaha untuk menjarangkan
jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Secara umum
keluarga berencana dapat diartikan sebagai suatu usaha yang mengatur
banyaknya kehamilan sedemikian rupa sehingga berdampak positif bagi
ibu, bayi, ayah serta keluarganya yang bersangkutan tidak akan
menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung dari kehamilan tersebut.
Diharapkan dengan adanya perencanaan keluarga yang matang
kehamilan merupakan suatu hal yang memang sangat diharapkan
sehingga akan terhindar dari perbuatan untuk mengakhiri kehamilan
dengan aborsi.
Keberhasilan program KB dapat dilihat berdasarkan indikator
pencapaian target KB baru, cakupan peserta KB aktif terhadap pasangan
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
73
usia subur (PUS) persentase peserta KB aktif berdasarkan metode
kontrasepsi terpilih (MKET).
Data laporan program KB Dinas Kesehatan Tahun 2014 diketahui
jumlah peserta KB baru sebanyak 13.562 atau 33.4% dari jumlah
pasangan usia subur (PUS) sebanyak 36.964. Untuk mengetahui
perbandingan pencapaian KB baru terhadap pasangan usia subur (PUS)
tahun 2007–2014 selengkapnya dilihat pada gambar 37.
GAMBAR 37. PERKEMBANGAN PESERTA KB BARU TERHADAP
PUS KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2010-2014
SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014
Urutan jenis alat kontrasepsi paling banyak digunakan peserta KB
Baru dapat dilihat pada lampiran tabel 35.
Sementara untuk jumlah perserta KB Aktif diketahui sebanyak
28.142 atau 76.1% dari jumlah pasangan usia subur (PUS) sebanyak
36.964. Untuk mengetahui pencapaian KB Aktif terhadap pasangan usia
subur (PUS) sejak tahun 2010-2014 selengkapnya dilihat pada gambar
38.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
74
GAMBAR 38. PERKEMBANGAN PESERTA KB AKTIF TERHADAP
PUS KABUPATEN TOLITOLI SEJAK TAHUN 2010 - 2014
SUMBER: SEKSI KIA TAHUN 2014
Sementara urutan jenis alat kontrasepsi paling banyak digunakan
peserta KB Aktif dapat dilihat pada lampiran tabel 35.
4. PELAYANAN IMUNISASI
Pelaksanaan program imunisasi bertujuan mencegah terjadinya
penyakit menular dan menurunkan angka kesakitan serta kematian dari
penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Adapun
imunisasi yang rutin dilaksanakan meliputi: Pemberian imunisasi anak umur 0
– 1 tahun seperti: BCG,DPT,Polio,Campak,dan HB, Imunisasi wanita
subur/ibu hamil (TT) dan imunisasi pada anak SD kelas 1 (DT) dan kelas 2-3
(TT), sedangkan kegiatan imunisasi tambahan dilaksanakan berdasarkan
penemuan
masalah
seperti
Desa Non UCI, potensi resiko tinggi KLB,
ditemukannya virus polio liar, serta kegiatan imunisasi berdasarkan kebijakan
teknis.
Pencapaian Universal Child Immunization (UCI) pada dasarnya
merupakan proyeksi terhadap cakupan imunisasi secara lengkap pada bayi.
Bila cakupan UCI dikaitkan dengan batasan suatu wilayah. Maka cakupan
UCI dapat menggambarkan besaran tingkat kekebalan bayi (herd immunity)
terhadap penularan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi PD3I..
Untuk mengetahui gambaran desa yang mencapai UCI digunakan indikator
cakupan imunisasi campak diatas 80%.
Diketahui dari jumlah desa dan kelurahan sebanyak 104 di Kabupaten
Tolitoli. Didapatkan gambaran sebanyak 74 desa atau 71.2% yang mencapai
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
75
UCI. Untuk mengetahui perkembangan Desa dan Kelurahan UCI sejak tahun
2010-2014 selengkapnya dilihat pada gambar 39.
GAMBAR 39. PERKEMBANGAN JUMLAH DAN PERSENTASE
PENCAPAIAN DESA UCI KABUPATEN TOLITOLI
TAHUN 2010-2014
SUMBER. SEKSI P2 TAHUN 2014
Sementara Puskesmas dengan pencapaian Desa UCI tahun 2014
dapat dilihat pada gambar 40.
GAMBAR 40. PERKEMBANGAN JUMLAH PENCAPAIAN DESA UCI
MENURUT PUSKESMAS KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014
SUMBER. SEKSI P2 TAHUN 2014
Berikut ini diuraikan pula hasil cakupan imunisasi berdasarkan jenis
imunisasi dari 4,563 sasaran bayi tahun 2013. Meliputi a) Cakupan imunisasi
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
76
BCG diketahui sebanyak 4,029 atau 85.71%. Adapun wilayah kerja
Puskesmas dengan pencapaian paling tinggi adalah Puskesmas Dungingis
sebesar 99.47% dari jumlah sasaran sebanyak 188. Sedangkan puskesmas
dengan pencapaian terendah terdapat pada Puskesmas Ogotua sebesar
40.32% dari jumlah sasaran sebanyak 127 b). Cakupan Imunisasi DPT-1
HB1 diketahui sebanyak 3.867 atau 82.86% Adapun wilayah kerja
puskesmas dengan pencapaian paling tinggi adalah Puskesmas Binontoan
sebesar 106.62% dari jumlah sasaran 161. Sedangkan puskesmas dengan
pencapaian terendah adalah Puskesmas Dondo sebesar 84.48% dari jumlah
sasaran 305 c). Cakupan Imunisasi DPT-3 HB3 diketahui sebanyak 1.501.
Puskesmas dengan pencapaian tertinggi berada pada Puskesmas Kota
sebanyak 372. Sedangkan cakupan terendah adalah Puskesmas Binontoan
sebesar 18 dari jumlah sasaran 151. d). Cakupan Imunisasi Polio–4 diketahui
sebesar 3.826 atau 81.40% Puskesmas dengan pencapaian tertinggi adalah
Puskesmas Binontoan sebesar 100% dari jumlah sasaran 151, Sedangkan
Puskesmas dengan pencapaian paling rendah pada Puskesmas Ogotua
sebesar 54.60%, dari jumlah sasaran 171.e). Cakupan Imunisasi campak
diketahui sebesar 3,498 atau 74.4% Puskesmas dengan pencapaian tertinggi
adalah Puskesmas Basidondo sebesar 107.9% dari jumlah sasaran 54
Sedangkan Puskesmas dengan pencapaian paling rendah terdapat pada
Puskesmas Ogotua sebesar 45.1% dari jumlah sasaran 142.
5. PENJARINGAN KESEHATAN SISWA SD DAN SETINGKAT
Program kesehatan juga dilakukan melalui pemeriksaan kesehatan
siswa SD kelas 1 SMP dan yang sederajat. Kegiatan yang dilakukan meliputi:
Penjaringan kesehatan siswa oleh tenaga kesehatan bekerjasama dengan
guru UKS terlatih dan kader kesehatan atau dokter kecil Data mengenai
pelayanan kesehatan penjaringan tahun 2014 diketahui siswa SD yang
mendapatkan pelayanan kesehatan penjaringan sebanyak 4.134 siswa.
6. PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu kegiatan
program yang dilaksanakan oleh puskesmas. Berdasarkan data tahun 2014
jumlah murid SD/MI diperiksa sebanyak 6.418 siswa. sedangkan siswa perlu
perawatan sebanyak 72 orang.
Sementara tumpatan gigi tetap dan rasio/pencabutan gigi sampai akhir
tahun 2014 sebanyak 1.650 orang
dengan rincian tumpatan gigi tetap
sebanyak 1 orang dan pencabutan gigi sebanyak 1.649 orang.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
77
7. PELAYANAN KESEHATAN USILA
Pelayanan kesehatan Usia lanjut merupakan pelayanan yang
diberikan secara khusus. Dikarenakan kelompok usia ini, biasanya banyak
mengalami gangguan kesehatan degeneratif dan fungsi tubuh lainnya.
Selama ini, pelayanan usila dilakukan melalui pembinaan dan pelayanan
kesehatan
di
Posbindu.
Adapun
kegiatan
dilaksanakan
meliputi:
Penimbangan, Pelayanan kesehatan, dan penyuluhan. Disamping itu, setiap
tahun juga dilaksanakan kegiatan lomba posbindu usila dan lomba usila.
Kegiatan tersebut bertujuan meningkatkan motivasi kader dan usila terhadap
posbindu dengan melibatkan lintas sektor terkait.
Pada tahun 2014 diketahui jumlah usila sebanyak 24.544 orang
dengan rincian lakilaki sebanyak 12.563 dan perempuan sebanyak 11.981
Sementara usila yang mendapat pelayanan kesehatan sebanyak 6.598
orang dengan rincian lakilaki sebanyak 2.752 atau 21.91% dan perempuan
sebanyak 3.846 atau 32.10%.
8. PELAYANAN KESEHATAN MATRA
Program kesehatan matra telah dilaksanakan beberapa tahun terakhir.
Akan tetapi, kegiatannya masih terbatas pada penjaringan kesehatan haji,
kesehatan transmigrasi, dan pemeriksaan penduduk dilokasi bencana.
Peraturan tentang kesehatan matra telah diatur dalam Undang-undang
Republik Indonesia nomor 23 tahun 1992. Sebagai tindak lanjutnya
Departemen kesehatan menetapkan pedoman kesehatan matra melalui
keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
nomor.
1215/Menkes/SK/XI/2001. Adapun jenis kegiatan dilaksanakan meliputi: a)
Kesehatan Lapangan diantaranya: Kesehatan Haji, Transmigrasi, kesehatan
penanggulangan bencana, kesehatan Bumi Perkemahan, Kesehatan dalam
situasi khusus, kesehatan Lintas Alam, kesehatan Bawah Tanah, kesehatan
Gangguan Kantibmas, kesehatan Operasi dan latihan militer di darat , b).
Kelautan Bawah Air yaitu: Kesehatan pelayaran dan pantai lepas, kesehatan
penyelam dan Hiperbarik serta kesehatan dalam operasi dan latihan militer di
Laut. c). Kesehatan Kedirgantaraan diantaranya: Kesehatan penerbangan
didirgantara dan kesehatan dalam latihan dan operasi militer didirgantara.
Kegiatan kesehatan matra yang rutin dilaksanakan sampai saat ini,
masih sebatas pada pembinaan dan pengamanan kesehatan jemaah haji.
Pada tahun 2014 pemeriksaan dilakukan pada jemaah haji sebanyak 89
orang dari hasil pemeriksaan ditemukan 1 orang terindikasi resiko tinggi umur
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
78
89 (delapan puluh Sembilan) Tahun. Bila dibandingkan data tahun 2013
jumlah jemaah haji sebanyak 100 orang. Maka dapat diasumsikan terjadi
penurunan jumlah jemaah haji sebanyak 11 orang dalam 1 (satu) tahun
terakhir di Kabupaten Tolitoli.
9. PELAYANAN KESEHATAN KERJA
Salah satu program yang menjadi tanggungjawab Dinas Kesehatan
Kabupaten Tolitoli ialah program
pengawasan dan
penanggulangan
keselamatan dan kesehatan kerja. Program ini bertujuan mencegah
terjadinya penyakit akibat kerja. Disamping itu, meminimalisir tingkat
kecelakaan pekerja diakibatkan beban kerja. Adapun kegiatan yang
dilaksanakan meliputi: Pemeriksaan berkala terhadap pekerja/karyawan,
penyuluhan kesehatan dan keselamatan kerja, perbaikan sanitasi lingkungan
kerja, penyuluhan gizi karyawan dan kegiatan intervensi atau pengobatan
lainnya.
Secara umum pengawasan terhadap kesehatan dan keselamatan
kerja di Kabupaten Tolitoli belum berjalan optimal. Dikarenakan kegiatan ini
masih
terbatas
pada
perusahaan-perusahaan
dengan
industri
kecil,
sementara sektor formal dan informal belum tercakup. Untuk itu, dibutuhkan
kerjasama lintas sektor agar kegiatan program ini berjalan sesuai harapan.
Sehingga dapat mewujudkan tenaga kerja sehat dengan lingkungan kerja
sehat agar meningkatkan produktifitas tenaga kerja yang lebih baik.
10. PELAYANAN PROMOSI KESEHATAN
Promosi kesehatan adalah upaya perubahan atau perbaikan perilaku
dibidang kesehatan disertai dengan upaya mempengaruhui lingkungan atau
hal- hal lain yang sangat berpengaruh terhadap perbaikan perilaku dan
kualitas kesehatan.
Promosi kesehatan meliputi pendidikan atau penyuluhan kesehatan ,
ini merupakan bagian penting dari promkes.Promosi kesehatan juga berarti
upaya yang bersifat promotif (peningkatan), kuratif (pengobatan), dan
rehabilitatif
(pemulihan)
dalam
rangkaian
upaya
kesehatan
yang
komprehensif. Promosi kesehatan, selain tetap menekankan pentingnya
pendekatan edukatif yang selanjutnya disebut gerakan pemberdayaan
masyarakat, juga perlu dibarengi dengan upaya advokasi dan bina suasana
(social support).
Promosi kesehatan berpatokan pada PHBS yang dikembangkan
dalam 5 tatanan yaitu di rumah/tempat tinggal (where we live), di sekolah
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
79
(where we learn), di tempat kerja (where we work), di tempat-tempat umum
(where we play and do everything) dan di sarana kesehatan (where we get
health services). Pada promosi kesehatan, peran kemitraan lebih ditekankan
lagi, yang dilandasi oleh kesamaan (equity), keterbukaan (transparancy) dan
saling memberi manfaat (mutual benefit). Kemitraan ini dikembangkan antara
pemerintah dengan masyarakat termasuk swasta dan Lembaga Swadaya
Masyarakat, juga secara lintas program dan lintas sektor.
Data tahun 2014 diketahui jumlah kegiatan promosi kesehatan
Kabupaten Tolitoli yang dilaksanakan sebanyak 995 kegiatan sementara
untuk jumlah kunjungan rumah dan penyebaran informasi datanya tidak
diketahui.
11. KESEHATAN DI PUSKESMAS (R. JALAN DAN R. INAP)
Pelayanan kesehatan yang dilaksanakan dipuskesmas dilakukan
melalui 2 (dua) cara yaitu: Pelayanan rawat jalan dan pelayanan rawat inap.
Pelayanan rawat jalan diberikan jika penderita yang berkunjung ke
puskesmas mengalami gangguan kesehatan ringan, sedangkan pelayanan
rawat inap diberikan jika penderita memiliki gangguan kesehatan sedang
hingga berat.
Sarana pelayanan kesehatan yang disiapkan untuk masyarakat
diantaranya: Puskesmas dan jaringannya serta Rumah Sakit. Fungsi
puskesmas untuk memberikan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat
baik pelayanan rawat jalan maupun pelayanan rawat inap. Sementara
Rumah sakit yang dilengkapi dengan fasilitas lebih baik disiapkan untuk
memberikan pelayanan pada kasus-kasus rujukan maupun kunjungan rawat
jalan dan rawat inap.
Data tahun 2014 diketahui jumlah kunjungan puskesmas baik rawat
jalan maupun rawat inap sebanyak 150.926 Dengan rincian kunjungan rawat
jalan sebanyak 149.440 dan kunjungan rawat inap sebanyak 1.486. Bila
dibandingkan dengan jumlah penduduk, persentase kunjungan masyarakat
ke puskesmas sebesar 67.7%. Angka ini naik dari tahun sebelumnya sebesar
100% dimana pada tahun 2013 sebesar 31.4%.
Sementara untuk mengetahui perkembangan jumlah kunjungan rawat
jalan dan rawat inap puskesmas di Kabupaten Tolitoli tahun 2010-2014 serta
persentase
kunjungan
penduduk
ke
Puskesmas
tahun
2007-2013
selengkapnya dilihat pada gambar 41 dan 42.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
80
GAMBAR 41. PERKEMBANGAN JUMLAH KUNJUNGAN RAWAT JALAN 14
PUSKESMAS DI KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014
SUMBER : SEKSI PELAYANAN DASAR DAN RUJUKAN TAHUN 2014
GAMBAR 42. PERKEMBANGAN JUMLAH KUNJUNGAN RAWAT INAP
8 (DELAPAN) PUSKESMAS KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014
SUMBER : SEKSI PELAYANAN DASAR DAN RUJUKAN TAHUN 2014
B. PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN DAN PENUNJANG
Upaya pelayanan kesehatan kepada masyarakat dilakukan melalui
pelayanan rawat jalan bagi masyarakat yang menderita gangguan kesehatan
ringan dan pelayanan rawat inap baik secara langsung maupun melalui rujukan
pasien bagi masyarakat yang mendapatkan gangguan kesehatan sedang hingga
berat. Sebagian besar puskesmas dipersiapkan untuk memberikan pelayanan
kesehatan dasar bagi kunjungan rawat jalan. Sedangkan Rumah Sakit yang
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
81
dilengkapi berbagai fasilitas selain memberikan pelayanan kasus rujukan untuk
rawat inap juga melayani kunjungan rawat jalan. Selengkapnya diuraikan
sebagai berikut:
1. PELAYANAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT
Rumah sakit sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan
diarahkan
untuk
melaksanakan
pelayanan
kesehatan
rujukan
dan
melaksanakan rawat jalan serta rawat inap. Berdasarkan data tahun 2014
diketahui jumlah kunjungan
diRumah sakit Umum Mokopido Kabupaten
Tolitoli sebanyak 28.944 orang. Dengan rincian kunjungan rawat jalan
sebanyak 21.328 dan kunjungan rawat inap sebanyak 7.616. Untuk
mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu serta efisiensi pelayanan Rumah
Sakit digunakan beberapa indikator diantaranya:
a. BED OCCUPANCY RATE (BOR) / ANGKA PENGGUNAAN TEMPAT
TIDUR
BOR adalah rata-rata persentase tempat tidur yang tersedia dan
digunakan oleh penderita selama satu periode waktu perhari. BOR
digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah
sakit dan menggambarkan seberapa besar tempat tidur yang tersedia
dimanfaatkan untuk perawatan penderita rawat inap. Angka BOR yang
rendah menunjukkan kurangnya pemanfaatan fasilitas perawatan rumah
sakit
oleh
masyarakat,
sedangkan
BOR
yang
lebih
dari
85%
menunjukkan tingkat pemanfaatan tempat tidur terlalu tinggi.
Secara umum nilai parameter BOR idealnya 60 – 85%. Pada tahun
2014 jumlah pemanfaatan tempat tidur di Rumah sakit umum Mokopido
Tolitoli sebesar 70.9%. Angka ini mengindikasikan pemanfaatan tempat
tidur di rumah sakit masih dalam batas normal. Berikut perkembangan
angka BOR Rumah Sakit Umum Tolitoli sejak tahun 2010-2014,
selengkapnya dilihat pada gambar 43.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
82
GAMBAR 43. PERSENTASE INDIKATOR BOR RUMAH SAKIT UMUM
MOKOPIDO TOLITOLI TAHUN 2010-2014
SUMBER : RSU MOKOPIDO TOLITOLI TAHUN 2014
b. LENGTH OF STAY (LOS)/ RATA-RATA LAMA PERAWATAN
LOS adalah rata-rata lamanya (dinyatakan dalam hari) seorang
pasien menghuni sebuah tempat tidur (dirawat) di Rumah sakit. serta
digunakan untuk mengetahui efisiensi serta mutu perawatan rumah sakit.
Berdasarkan data LOS Rumah Sakit Umum Mokopido Tolitoli diketahui
sebesar 4.3%. Angka ini menurun dari tahun sebelumnya sebesar 0.3%
dimana pada tahun 2013 LOS sebesar 4.6%.
Secara umum LOS ideal berkisar antara 6–9%. Akan tetapi
semakin
kecil
nilai
diperoleh,
maka
semakin
baik.
Bila
membandingkannya harus memikirkan faktor penyakit yang berlainan.
Untuk mengetahui perkembangan LOS Rumah Sakit Umum Mokopido
Tolitoli Tahun 2007–2013 selengkapnya dilihat pada gambar 44.
GAMBAR 44. PERKEMBANGAN PERSENTASE INDIKATOR LOS DI
RUMAH SAKIT UMUM MOKOPIDO TOLITOLI TAHUN 2010 - 2014
SUMBER : RSU MOKOPIDO TOLITOLI TAHUN 2014
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
83
c. GROSS DEATH RATE (GDR)
GDR ialah angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita
keluar. GDR digunakan untuk mengetahui mutu pelayanan perawatan di
Rumah Sakit. Secara umum nilai GDR tidak lebih dari 45/1000 penderita
keluar. Data tahun 2014 diketahui angka GDR di Rumah Sakit Umum
Mokopido Tolitoli sebesar 34.6 per/1000 penderita. Angka ini menurun
dari nilai GDR tahun 2013 sebesar 34.9 /1000 penderita. Untuk
mengetahui perkembangan nilai GDR pada Rumah Sakit Umum Tolitoli
sejak tahun 2010–2014 selengkapnya dilihat pada gambar 45.
GAMBAR 45. PERKEMBANGAN PERSENTASE GDR DI RUMAH
SAKIT UMUM MOKOPIDO TOLITOLI TAHUN 2010- 2014
SUMBER : RSU MOKOPIDO TOLITOLI TAHUN 2014
Gambar 45 menunjukkan sejak tahun 2010 terjadi penurunan
GDR (kematian) yang signifikan Data ini mengasumsikan bahwa mutu
pelayanan di RSU Mokopido Tolitoli terus membaik dari tahun-tahun
sebelumnya.
olehnya pencapaian tersebut perlu
terus menerus
dipertahankan agar Rumah Sakit Mokopido benar-benar menjadi tempat
pemulihan dan rehabilitasi yang dapat diadalkan oleh masyarakat
khususnya Kabupaten Tolitoli.
d. ANGKA KEMATIAN NETTO/ NET DEAT RATE (NDR)
Kematian Netto (NDR) ialah kematian > atau = 48 jam setelah di
rawat untuk setiap 1000 penderita keluar. NDR digunakan untuk
mengetahui mutu pelayanan atau perawatan di rumah sakit. Nilai NDR
dalam batasan kewajaran sebesar < 25 per 1000 penderita. Indikator
tersebut disesuaikan dengan jumlah kasus rawat inap yang seharusnya
tidak perlu mendapat perawatan inap di rumah sakit.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
84
Pada tahun 2014 nilai NDR diketahui sebesar 14.3/1000
penderita. Angka ini naik dari tahun sebelumnya sebesar 13.7/1000
penderita.
2. PELAYANAN KESEHATAN JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN BAGI
MASYARAKAT MISKIN (GAKIN/JKMM)
Program jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat miskin
(JAMKESMAS) merupakan program pemerintah yang telah dilaksanakan
sejak tanggal 1 Januari 2005. Melalui program asuransi kesehatan miskin
(Askeskin). Program ini bertujuan meningkatkan aksebilitas masyarakat
miskin
untuk
mendapatkan
pelayanan
kesehatan.
Sehingga
dapat
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan data tahun 2014
diketahui jumlah peserta jaminan pemeliharaan kesehatan di Kabupaten
Tolitoli sebanyak 125.523 jiwa, mengenai rincian untuk jenis jaminan
kesehatan lebih lengkapnya dilihat pada tabel lampiran 54.
C. PELAYANAN KEFARMASIAN
Pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan merupakan bagian dari
upaya kesehatan paripurna. Adapun tujuan dari upaya tersebut dimaksudkan
untuk: 1) menjamin ketersediaan keterjangkauan pemerataan obat generik dan
obat esensial yang bermutu tinggi bagi masyarakat, 2). Mempromosikan
penggunaan obat yang rasional dan obat generik, 3). Meningkatkan kualitas
pelayanan kefarmasian serta pelayanan kesehatan dasar serta (4) Melindungi
masyarakat dari penggunaan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan,
mutu dan keamanan.
Berdasarkan data tahun 2014 diketahui ketersediaan jenis obat di
Kabupaten Tolitoli sebanyak 144 jenis obat dengan jumlah stok obat sebanyak
163.000 dari jenis obat dan pemakaian obat perbulan rata-rata 163 sementara
tingkat persentase kecukupan obat sebesar 100%.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
85
BAB V. SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN
Gambaran mengenai situasi sumber daya kesehatan dikelompokkan menjadi
sarana kesehatan, tenaga kesehatan dan pembiayaan kesehatan yang uraiannya
sebagai berikut :
A. SARANA KESEHATAN
Pada bagian ini akan diuraikan tentang sarana pelayanan kesehatan
seperti: puskesmas, rumah sakit, sarana kesehatan bersumber masyarakat
(UKBM) dan institusi pendidikan tenaga kesehatan. Selengkapnya diuraikan
sebagai berikut:
1. PUSKESMAS
Pusat Kesehatan Masyarakat atau yang biasa disebut Puskesmas
merupakan salah satu unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten.
Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan tingkat pertama dan terdepan
dalam sistem pelayanan kesehatan, harus melakukan upaya kesehatan
wajib (basic six) dan beberapa upaya kesehatan pilihan yang disesuikan
dengan kondisi, kebutuhan, tuntutan, kemampuan dan inovasi serta
kebijakan pemerintah daerah setempat. Puskesmas memiliki fungsi sebagai:
1) pusat pembangunan berwawasan kesehatan; 2) pusat pemberdayaan
masyarakat; 3) pusat pelayanan kesehatan masyarakat primer; dan 4) pusat
pelayanan kesehatan perorangan primer.
Sampai dengan akhir tahun 2014, dari 14 puskesmas yang berada di
wilayah Kabupaten Tolitoli, 8 (tujuh) puskesmas adalah puskesmas
perawatan, yaitu Puskesmas Bangkir, Puskesmas Ogotua, Puskesmas
Dondo, Puskesmas
Lampasio,
Puskesmas
Ogodeide, Puskesmas
Laulalang, dan Puskesmas Kayulompa, Kota dan 6 (enam) Puskesmas Non
Perawatan adalah Puskesmas Kombo, Puskesmas Basidondo, Puskesmas
Baolan, Puskesmas Galang, Puskesmas Dungingis, Puskesmas Binotoan.
Penyediaan sarana pelayanan kesehatan merupakan bentuk upaya
pemerintah
dalam
mendekatkan
akses
pelayanan
kesehatan
pada
masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan pembangunan puskesmas disetiap
kecamatan serta puskesmas pembantu dan poskesdes secara merata
sampai ke pelosok desa terpencil.
Selain puskesmas, juga dibangun puskesmas pembantu untuk
meningkatkan pemerataan dan keterjangkauan sarana kesehatan pada
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
86
masyarakat. Hingga akhir tahun 2014 diketahui jumlah pustu di Kabupaten
Tolitoli secara keseluruhan sebanyak 74 Pustu.
Upaya meningkatkan akses keterjangkauan masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan tidak hanya terbatas pada peningkatan puskesmas
dan pustu, akan tetapi diupayakan pula sarana fasilitas lainnya seperti:
Pengadaan Alat Kesehatan Hampir disetiap tahun dan Ambulance
Emergency pada 4 Puskesmas dan sudah dioperasikan sesuai dengan
peruntukkannya.
2. RUMAH SAKIT
Ruang lingkup pembangunan kesehatan selain upaya promotif dan
preventif, di
dalamnya juga terdapat pembangunan
kesehatan bersifat
kuratif dan rehabilitatif. Rumah sakit merupakan pelayanan kesehatan pada
masyarakat yang bergerak dalam kegiatan kuratif dan rehabilitatif. Rumah
sakit juga berfungsi sebagai sarana pelayanan kesehatan rujukan. Pada
tahun 2013 jumlah rumah sakit di Kabupaten Tolitoli sebanyak 1 unit milik
Pemeritah Daerah Kabupaten Tolitoli.
3. SARANA PELAYANAN KESEHATAN MILIK SWASTA
Berdasarkan data tahun 2014 diketahui jumlah sarana pelayanan
kesehatan milik swasta di Kabupaten Tolitoli sebanyak 35 Buah. Dengan
rincian Rumah besalin 1 Buah, Balai pengobatan klinik 1 Buah, Praktek
dokter perorangan 13 Buah, Praktek pengobatan tradisional 1 Buah, Apotik
14 buah, Toko obat 6 buah.
4. UPAYA KESEHATAN BERSUMBER DAYA MASYARAKAT
Upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat dilakukan dengan
menerapkan berbagai pendekatan, termasuk di dalamnya dengan melibatkan
potensi masyarakat. Hal ini sejalan dengan konsep pemberdayaan
pengembangan
masyarakat.
Langkah
tersebut
tercermin
dalam
pengembangan sarana Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat
(UKBM). UKBM di antaranya terdiri dari Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu),
Pos Kesehatan Desa (PKD) di Desa Siaga, Tanaman Obat Keluarga (Toga),
dan Pos Obat Desa (POD).
Salah satu jenis UKBM yang telah sejak lama dikembangkan dan
mengakar di masyarakat adalah posyandu. Posyandu dalam menjalankan
fungsinya, diharapkan dapat melaksanakan 5 (lima) program prioritas yaitu
kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, perbaikan gizi, imunisasi, dan
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
87
penanggulangan diare. Dalam rangka menilai kinerja dan perkembangannya,
posyandu diklasifikasikan menjadi 4 strata, yaitu Posyandu Pratama,
Posyandu Madya, Posyandu Purnama dan Posyandu Mandiri.
Berdasarkan data yang dilaporkan Bidang Binkesmas pada tahun
2014 terdapat
249 posyandu, dengan demikian maka rasio posyandu
terhadap desa/kelurahan sebesar
1
posyandu per desa/kelurahan.
Di
Kabupaten Tolitoli strata Posyandu terbanyak adalah pratama sebesar
43.50%, dan terendah adalah mandiri 0.81%.
Rincian pengklasifikasian
posyandu tahun 2014 diuraikan pada gambar 42.
Gambar 46. PERSENTASE POSYANDU MENURUT STRATA
DIKABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014
SUMBER : BINKESMAS KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014
Polindes merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat
dalam mendekatkan pelayanan kebidanan melalui penyediaan tempat
pertolongan persalinan dan pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk
Keluarga Berencana. Perkembangan polindes juga dikelompokkan ke dalam
4 tingkatan meliputi Polindes Pratama, Madya, Purnama dan Mandiri. Data
tahun 2014 diketahu jumlah Polindes di Kabupaten Tolitoli sebanyak 18
buah.
Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) merupakan UKBM yang dibentuk
oleh desa dalam upaya mendekatkan pelayanan kesehatan dasar bagi
masyarakat desa. Adapun pelayanan poskesdes yang dilaksanakan oleh
tenaga kesehatan meliputi promotif, preventif dan kuratif, dengan melibatkan
kader atau tenaga sukarela. Data tahun 2014 diketahui jumlah poskesdes di
Kabupaten Tolitoli sebanyak 62 buah.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
88
PosBindu menurut Depkes RI (2002) adalah pusat bimbingan
pelayanan kesehatan yang dikelola dan diselenggarakan untuk dan oleh
masyarakat dengan dukungan teknis dari petugas kesehatan dalam rangka
pencapai masyarakat yang sehat dan sejahtera.
Posbindu
merupakan
salah
satu
bentuk
upaya
kesehatan
bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang dibentuk oleh masyarakat
berdasarkan inisiatif dan kebutuhan masyarakat itu sendiri, khususnya
penduduk usia lanjut. Posbindu kependekan dari Pos Pembinaan Terpadu,
program ini berbeda dengan Posyandu, karena Posbindu dikhususkan untuk
pembinaan para orang tua baik yang akan memasuki masa lansia maupun
yang sudah memasuki lansia.
Tujuan diadakannya Posbindu adalah untuk meningkatkan derajat
kesehatan dan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan
berguna dalam kehidupan
keluarga dan masyarakat sesuai dengan
eksistensinya dalam strata kemasyarakatan. Jadi dengan adanya Posbindu
diharapkan adanya kesadaran dari usia lanjut untuk membina kesehatannya
serta meningkatkan peran serta masyarakat termasuk keluarganya dalam
mengatasi kesehatan usia lanjut. Fungsi dan tugas pokok Posbindu yaitu
membina lansia supaya tetap bisa beraktivitas, namun sesuai kondisi
usianya agar tetap sehat, produktif dan mandiri selama mungkin serta
melakukan upaya rujukan bagi yang membutuhkan. Data tahun 2014
diketahui jumlah poskesdes di Kabupaten Tolitoli sebanyak 63 buah.
B. TENAGA KESEHATAN
1. PENGELOLAAN TENAGA KESEHATAN
Tenaga kesehatan merupakan sumber daya yang sangat penting
didalam pembangunan dibidang kesehatan. Pengelolaan sumber daya
tenaga kesehatan yang baik dan profesional akan memberikan dampak
positif pada peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Diperlukan proses
manajemen
sumber
daya
tenaga
sebagaimana
diharapkan
meliputi
Rekruitmen atau pengangkatan, penempatan dan pengembangan (Diklat)
tenaga kesehatan.
Berdasarkan data diperoleh dari bidang PSDMK Dinas Kesehatan
tahun 2014 diketahui bahwa jumlah tenaga kesehatan yang bekerja
diberbagai sarana pelayanan kesehatan sebanyak 718 orang. Terdiri dari
tenaga yang bekerja di Dinas Kesehatan sebanyak 61 orang, Rumah Sakit
sebanyak 207 orang, Puskesmas dan jaringannya sebanyak 434 orang,
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
89
Insititusi pendidikan (AKPER) sebanyak 12 orang dan UTD sebanyak 4
orang.
Penempatan ini sesuai dengan kebijakan Departemen Kesehatan
sebagaimana tenaga kesehatan lebih di perioritaskan pada Puskesmas
sebagai unit pelayanan kesehatan dasar. Sementara untuk rincian masingmasing unit kerja dapat dilihat pada Lampiran Tabel 73 – 79. Rasio tenaga
kesehatan terhadap 1000 penduduk di Kabupaten Tolitoli pada tahun 2014
dapat dilihat pada tabel 7.
TABEL 5. TENAGA KESEHATAN DAN RASIO PER 1000 PENDUDUK
KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014
Jenis Tenaga
Jumlah Tenaga
Rasio/1000
Penduduk
Dokter Spesialis
6
2.76
Dokter Umum
16
7.35
Dokter Gigi
4
1.84
404
185.71
6
2.76
Bidan
121
55.62
Tenaga Teknis Kefarmasian
23
10.57
Apoteker
14
6.44
Sarjana Kesmas
67
30.80
Kesehatan Lingkungan
25
11.49
Nutrisionis
12
5.52
Fisioterapis
1
0.46
Radiografer
7
3.22
Teknisi Elektro Medis
2
0.92
Analisis Kesehatan
13
5.98
Rekam Medis
1
0.46
Perawat
Perawat Gigi
SUMBER: BIDANG PSDMK DINKES KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2014
Tabel 7. Merupakan data tenaga kesehatan yang berstatus PNS
dengan standar keilmuan bidang kesehatan, selain tenaga kesehatan, juga
terdapat tenaga non kesehatan PNS lainnya dengan pendidikan seperti SD,
SLTP, SLTA dan sarjana lain non kesehatan yang tersebar di unit pelayanan
kesehatan sebanyak 171 dengan rincian PNS sebanyak 84 orang dan
Honorer/sukarela sebanyak 87 orang dan diberikan tugas menangani
administrasi kesehatan.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
90
2. PEGAWAI TIDAK TETAP (PTT)
Program
Kemeterian
Kesehatan
tentang
pengangkatan
PTT
dilaksanakan sejak tahun 1992 bertujuan memenuhi kebutuhan Tenaga
Kesehatan pada sarana pelayanan kesehatan terutama puskesmas melalui
penempatan pegawai tidak tetap (PTT) baik dokter umum, dokter gigi, bidan
maupun perawat.
Berdasarkan data PSDMK kepegawaian dinas kesehatan Tolitoli tahun
2014 diketahui jumlah PTT sebanyak 44 orang terdiri dari Bidan PTT
sebanyak 32 orang, serta D3 perawat PTT atau DTPK sebanyak 12 orang.
Semua tenaga PTT telah ditempatkan baik pada sarana pelayanan
kesehatan di puskesmas maupun di desa dalam wilayah kerja Dinas
Kesehatan Kabupaten Tolitoli.
C. PEMBIAYAAN KESEHATAN
Dalam menunjang kelancaran pelaksanaan dan pencapaian kegiatan
pembangunan kesehatan dibutuhkan dukungan sumber dana yang memadai
baik yang bersumber dari pemerintah, masyarakat, maupun swasta. Selama ini,
alokasi anggaran digunakan untuk pembiayaan kesehatan di Kabupaten Tolitoli
bersumber Dana APBD Kabupaten, APBD Provinsi, Dekonsentarsi, dan APBN
kesehatan serta biaya untuk masyarakat miskin melalui Jamkesmas. Total
anggaran kesehatan Tahun 2014 adalah sebesar 57.273.263.298 dimana 5.43
% berasal dari APBD II Kabupaten Tolitoli Sementara dana APBN yang dikelola
oleh kabupaten Tolitoli melalui dinas kesehatan adalah sebesar
Rp.
18.870.221.625.
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
91
BAB VII. PENUTUP
Profil kesehatan Kabupaten Tolitoli merupakan salah satu instrumen yang
dapat digunakan untuk menggambarkan situasi dan kondisi kesehatan masyarakat
di Kabupaten serta sebagai alat dalam mengevaluasi hasil penyelenggaraan
pembangunan kesehatan dan mengukur keberhasilan pembangunan Kesehatan di
Kabupaten Tolitoli.
Profil kesehatan diharapkan menjadi pedoman dan acuan terhadap
perencanaan
dan
pengambilan
keputusan
bagi
para
penentu
kebijakan.
Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat bergantung kepada kreativitas dan
inisiatif para pengelola program baik di Kabupaten maupun di Puskesmas sehingga
kepentingan terhadap data-data
dalam
pembuatan profil kesehatan dapat
terkoordinasikan dengan baik. Untuk itu, dibutuhkan kerjasama dari para pengelola
program baik dalam lingkup Dinas Kesehatan maupun Puskesmas agar senantiasi
berperan aktif dalam menyediakan data yang lengkap dan tepat waktu dalam
menunjang ketersediaan data yang akurat sehingga mampu menopang pencapaian
Visi dan Misi pembangunan kesehatan.
Akhirnya hanya dengan perlindungan, petunjuk, rahmat dan hidayah dari
ALLAH S.W.T, upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya dapat dicapai.
WASSALAM
Prof il Kese h at an K abup aten To lit oli Tah un 2014
92
Download