ekspresi matriks metalloproteinase-9 berhubungan positif

advertisement
TESIS
EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9
BERHUBUNGAN POSITIF DENGAN KEDALAMAN INVASI
ADENOKARSINOMA KOLOREKTAL TIPE TIDAK SPESIFIK
HERLINA EKA SHINTA
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
TESIS
EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9
BERHUBUNGAN POSITIF DENGAN KEDALAMAN INVASI
ADENOKARSINOMA KOLOREKTAL TIPE TIDAK SPESIFIK
HERLINA EKA SHINTA
NIM 1214098201
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
i
EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9
BERHUBUNGAN POSITIF DENGAN KEDALAMAN INVASI
ADENOKARSINOMA KOLOREKTAL TIPE TIDAK SPESIFIK
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
pada Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana Universitas Udayana
HERLINA EKA SHINTA
NIM 1214098201
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
ii
Lembar Persetujuan Pembimbing
TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL 25 NOVEMBER 2016
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof.dr.I Gst Alit Artha,MS,SpPA(K),MIAC
NIP. 1946040319790310001
dr. Herman Saputra, SpPA(K)
NIP. 197303112002121002
Mengetahui,
Ketua Program Studi
Pendidikan Dokter Spesialis-1 Patologi Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar
Dr. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, Sp.PA(K)
NIP. 196502011996012001
iii
Lembar Penetapan Panitia Penguji
Tesis Ini Telah Diuji pada
Tanggal 30 Nopember 2016
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,
Nomor. 6011/UN 14.4/HK /2016,
Tertanggal : 25 Nopember 2016
Penguji : 1. Prof.dr.I Gst Alit Artha,MS,SpPA(K),MIAC
2. dr. Herman Saputra, SpPA(K)
3. Dr. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, SpPA(K)
4. dr. Moestikaningsih, SpPA(K)
5. Prof. Dr. dr. I Gede Raka Widiana, SpPD-KGH
iv
v
UCAPAN TERIMAKASIH
Pertama - tama penulis memanjatkan Puji syukur ke hadirat Tuhan Yesus Kristus,
karena hanya atas anugerah dan perkenaanNya, tesis ini dapat diselesaikan.
Penulis juga menyadari bahwa sepenuhnya tesis ini tidak dapat diselesaikan tanpa
bantuan dan dukungan berbagai pihak.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih
tak terhingga kepada Prof. dr. I Gusti Alit Artha MS., SpPA(K), MIAC., selaku
pembimbing I dan dr. Herman Saputra, SpPA(K) selaku pembimbing II, yang
telah memberikan bimbingan, arahan dan saran dari awal sampai tesis ini
terselesaikan.
Pada kesempatan ini pula penulis sampaikan rasa terima kasih yang dalam
kepada tim penguji, Prof. Dr. dr. I Gede Raka Widiana, SpPD-KGH., Dr. dr. I
Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, SpPA(K) dan dr.Moestikaningsih SpPA(K) yang
telah memberikan masukan dan saran pada penulisan tesis ini.
Ucapan yang sama juga kami sampaikan kepada Rektor Universitas Udayana
Prof. DR. dr. I Ketut Suastika SpPD-KEMD, FINASIM, Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Putu Astawa, SpOT(K), Direktur
Program Pascasarjana, Prof. DR. dr. Raka Sudewi, SpS(K), serta Ketua Program
Studi Ilmu Biomedik, Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, MSc., SpGK, yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis menjadi mahasiswa pada program
pascasarjana Universitas Udayana. Kepada dr. I Wayan Sudana, M.Kes, Direktur
Utama Rumah Sakit Sanglah Denpasar, terima kasih karena telah memberikan
vi
kesempatan dan fasilitas kepada penulis selama mengikuti pendidikan di Rumah
Sakit Sanglah. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr Luh Putu Iin
Indrayani Maker, SpPA(K) sebagai Kepala Instalasi laboratorium Patologi
Anatomi Rumah Sakit Sanglah dan dr. AAAN Susraini SpPA(K) sebagai Kepala
Bagian lab Patologi Rumah Sakit Sanglah Denpasar, dan dr. I Wayan Juli Sumadi,
SpPA selaku Sekretaris Program Studi Patologi Anatomi Fakutas Kedokteran
Udayana/RSUP Sanglah Denpasar yang telah memberikan fasilitas dan
kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian. Ucapan terimakasih juga
disampaikan kepada pembimbing akademik penulis, dr. I Made Gotra, SpPA, juga
seluruh Staf pengajar di Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah, atas
bimbingan dan pengajaran selama masa pendidikan. Ucapan terimakasih yang
tulus untuk teman-teman seperjuangan, dr. IB Caka Gunantara, dr. Yolanda
Isabella Simon dan dr. Putu Ratna Darmayani, serta semua rekan residen Patologi
Anatomi dan seluruh karyawan di laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah,
atas dukungan, semangat dan kerjasamanya selama masa pendidikan dan saat
menyelesaikan tesis ini.
Rasa syukur yang terdalam penulis persembahkan kepada yang tercinta, dr.
Bayu Setia, M.Biomed., SpJP-FIHA, serta kedua putra terkasih, Benedict Markus
Setia dan Nathanael Teras Setia, terimakasih sebesar-besarnya karena telah
menjadi sumber kebahagiaan dan inspirasi dalam hidup ini. Akhirnya, kepada
orang tua tercinta, Drs. Teras Bahan dan Hartati Sosiawaty dan ibu mertua,
Rambu Lewi, serta seluruh keluarga besar, penulis ucapkan terimakasih tak
terhingga atas perhatian, kasih sayang, doa dan dukungannya. Demikian pula
vii
kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis ucapkan
terimakasih. Semoga tesis ini bermanfaat bagi perkembangan pelayanan di
Laboratorium Patologi Anatomi. Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan
rahmatNya kepada kita semua.
Denpasar, Nopember 2016
Penulis
viii
ABSTRAK
EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9
BERHUBUNGAN POSITIF DENGAN KEDALAMAN INVASI
ADENOKARSINOMA KOLOREKTAL TIPE TIDAK SPESIFIK
Karsinoma kolorektal masih merupakan keganasan penyebab kematian di dunia,
termasuk di Indonesia. Kedalaman invasi merupakan salah satu gambaran
prognostik mayor yang penting dalam menentukan progresifitas dan prognostik
penyakit. Matriks metaloproteinase-9 adalah salah satu komponen yang penting
pada proses invasi sel tumor, karena memegang peranan penting dalam
mendegradasi matrik ekstraseluler. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui
peranan MMP-9 terhadap kedalaman invasi adenokarsinoma kolorektal tipe tidak
spesifik. Penelitian ini menggunakan metode potong lintang. Besar sampel adalah
50 yang berasal dari blok parafin pasien adenokarsinoma kolorektal dari tahun
2012 sampai 2016 di Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah Denpasar.
Dilakukan diagnosis ulang faktor prognosis kedalaman invasi pada invasi pada
pulasan Hematoxyline-Eosin (HE) dan kemudian dilakukan pulasan
imunohistokimia matriks metaloproteinase-9 (MMP-9). Hasil uji korelasi
Spearman menunjukkan terdapat korelasi antara ekspresi MMP-9 dengan
kedalaman invasi ( r= 0.435; r2= 0.189; p=0.002).). Penelitian ini membuktikan
bahwa ekspresi MMP-9 berhubungan positif dengan kedalaman invasi
adenokarsinoma kolorektal, sehingga dapat digunakan sebagai marker tambahan
untuk memprediksi prognostik pasien adenokarsinoma kolorektal.
Kata Kunci: MMP-9, kedalaman invasi, adenokarsinoma kolorektal, tidak spesifik
ix
ABSTRACT
EXPRESSION OF MATRIX METALLOPROTEINASE-9 HAS
POSITIVE CORRRELATION WITH DEPTH OF INVASION IN
COLORECTAL ADENOCARCINOMA
NOT OTHERWISE SPECIFIED
Colorectal carcinoma is still one of the most deadly malignancy in the world,
including Indonesia. The depth of invasion is one of the major prognostic factors
to determine disease progression and outcome. Matrix metalloproteinase-9 is one
of the important components in the process of tumor cell invasion, because it
plays an important role in degrading the extracellular matrix. The purpose of this
study was to determine the role of MMP-9 in depth of invasion of colorectal
carcinoma. This study used cross-sectional method using 50 samples were taken
from paraffin block of patient with colorectal adenocarcinoma not otherwise
specified from 2012 until 2016 at the Pathology Anatomy Laboratory, Sanglah
Hospital, Denpasar. Re-diagnosis of prognostic factors was carried out to
determine depth of invasion, followed by immunohistochemical staining of matrix
metalloproteinase-9 (MMP-9). Spearman correlation test results showed there was
a correlation between expression of MMP-9 and the depth of invasion (r= 0.435;
r2= 0.189; p=0.002). This study proved that there is positive correlation between
expression of MMP-9 and depth of invasion in colorectal adenocarcinoma not
otherwise specified, so it can be use as a adjuvant marker to predict patient
prognostic with colorectal adenocarcinoma.
Keywords: matrix metalloproteinase-9,
adenocarcinoma not otherwise specified
x
depth
of
invasion,
colorectal
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM .........................................................................................
i
PRASYARAT GELAR ..................................................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................
iii
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................................
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ...............................................
v
UCAPAN TERIMAKASIH ...........................................................................
vi
ABSTRAK .....................................................................................................
ix
ABSTRACT ...................................................................................................
x
DAFTAR ISI ...................................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xviii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xxi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................
1
1.1 Latar Belakang ............................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................
4
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................
4
1.3.1 Tujuan Umum ....................................................................
4
1.3.2 Tujuan Khusus ...................................................................
4
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................
4
xi
1.4.1 Manfaat Akademik ...........................................................
4
1.4.2 Manfaat Praktis .................................................................
5
BAB II KAJIAN PUSTAKA .........................................................................
6
2.1 Karsinoma Kolorektal .................................................................
6
2.1.1 Klasifikasi Karsinoma Kolorektal ....................................
6
2.1.2 Epidemiologi .....................................................................
8
2.1.3 Etiologi dan Faktor Risiko ................................................
9
2.1.4 Lokasi ................................................................................ 11
2.1.5 Gejala Klinis ..................................................................... 13
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang .................................................... 14
2.1.7 Gambaran Mikroskopis dan Derajat Diferensiasi
Karsinoma ......................................................................... 16
2.1.8 Stadium Patologis ............................................................. 21
2.1.9 Karsinogenesis Karsinoma Kolorektal ............................. 27
2.1.10 Faktor-faktor Prognosis Karsinoma Kolorektal ............... 33
2.2 Matriks Metalloproteinase -9 (MMP-9/Gelatinase) ................... 40
2.2.1 Struktur, Jenis dan Bioavaibilitas Matriks Metalloproteinase
(MMP) .....................................................................................
40
2.2.2 Struktur, Jenis dan Bioavaibilitas Matriks Metalloproteinase-9
(MMP-9/Gelatinase) ................................................................... 45
2.2.3 Peranan Matriks Metalloproteinase-9 (MMP-9/Gelatinase)
Ekspresi MMP-9 Karsinoma Kolorektal .................................... 51
2.2.4 Peranan Matriks Metalloproteinase-9 (MMP-9/Gelatinase)
xii
Pada Invasi dan Motilitas Karsinoma Kolorektal ....................... 57
2.2.5 Peranan Matriks Metalloproteinase-9 (MMP-9/Gelatinase)
Sebagai Therapeutic Target ........................................................ 60
2.2.6 Ekspresi MMP-9 pada Karsinoma Kolorektal...................
63
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
PENELITIAN .................................................................................. 67
3.1 Kerangka Berpikir ...................................................................... 67
3.2 Konsep Penelitian ...................................................................... 69
3.3 Hipotesis Penelitian ................................................................... 70
BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................. 71
4.1 Rancangan Penelitian ................................................................. 71
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 71
4.3 Ruang Lingkup Penelitian ......................................................... 71
4.4 Penentuan Sumber Data ............................................................. 72
4.4.1 Populasi Penelitian ............................................................ 72
4.4.1.1 Populasi target ...................................................... 72
4.4.1.2 Populasi Terjangkau ............................................. 72
4.4.2 Sampel Penelitian ............................................................. 72
4.4.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ............................................ 72
4.4.3.1 Kriteria inklusi ...................................................... 72
4.4.3.2 Kriteria eksklusi ................................................... 73
4.4.4 Besar Sampel .................................................................... 73
4.4.5 Teknik Pengambilan Sampel ............................................ 74
xiii
4.5 Variabel Penelitian ..................................................................... 74
4.5.1 Klasifikasi Variabel .......................................................... 74
4.5.2 Definisi Operasional Variabel .......................................... 75
4.6 Bahan Penelitian ....................................................................... 77
4.7 Instrumen Penelitian .................................................................. 78
4.8 Prosedur Penelitian .................................................................... 79
4.8.1 Cara Pengumpulan Data ................................................... 79
4.8.2 Prosedur Pemeriksaan Bahan ............................................ 80
4.8.3 Alur Penelitian .................................................................. 83
4.9 Analisis Data .............................................................................. 86
BAB V HASIL PENELITIAN ...................................................................... 87
5.1. Distribusi Kasus Berdasarkan Umur Pasien, Jenis Kelamin, dan
lokasi tumor .............................................................................. 87
5.1.1. Distribusi Kasus Berdasarkan Umur Pasien dan Kedalaman
invasi .......................................................................................... 87
5.1.2. Distribusi Kasus Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kedalaman
Invasi .......................................................................................... 89
5.1.3. Distribusi Kasus Berdasarkan Lokasi Tumor dan Kedalaman
Invasi ........................................................................................... 90
5.2. Distribusi Kasus Berdasarkan Kedalaman Invasi
dengan Ekspresi MMP-9 .......................................................... 90
5.3. Gambaran Ekspresi MMP-9 ..................................................... 92
xiv
BAB VI. PEMBAHASAN ............................................................................... 94
6.1. Distribusi Kasus Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, dan Lokasi
Tumor ........................................................................................ 94
6.2. Ekspresi MMP-9 pada Adenokarsinoma Kolorektal Tipe
Tidak Spesifik Berdasarkan Kedalaman Invasi ........................ 95
BAB. VII. SIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 100
7.1. Simpulan ................................................................................... 100
7.2. Saran ......................................................................................... 100
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 101
LAMPIRAN ................................................................................................. 107
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1
Pembagian Lokasi Anatomis Kolon .................................................... 12
2.2
Tipe diferensiasi Karsinoma Kolorektal ............................................. 17
2.3
Karsinoma Kolorektal ......................................................................... 17
2.4
Tipe Karsinoma Kolorektal .................................................................. 20
2.5
Karsinoma Serrated .............................................................................. 21
2.6
Sistem stadium kanker oleh Duke tahun 1932 ................................... 22
2.7
Skematis Stadium Patologis Menurut AJCC ...................................... 26
2.8
Model Molekuler Evolusi Kanker Kolorektal Melalui
Adenoma-Carcinoma Sequence .......................................................... 28
2.9
Struktur Matriks Metalloproteinase .................................................... 42
2.10
Fungsi Seluler Matriks Metalloproteinase-9 (MMP-9)
Selama Perkembangan dan Fisiologis Normal .................. .................. 43
2.11
Struktur MMP-9 .................................................................................. 47
2.12
Peranan MMP-9 yang Tidak Terikat TIMP yang Berasal dari Sel
Radang PMN Sel Tumor ...................................................................... 50
2.13
Transisi Epithelial menjadi Mesenkim (EMT) yang dipicu MMP-9 .. 52
2.14
Peranan MMP-9 Bebas TIMP dari Sel Radang PMN ........................ 53
2.15
Kaitan MMP-9 dengan Kemampuan Metastasis
Tumor ................................................................................................... 54
2.16
Kaitan MMP-9 dengan Kemampuan Metastasis
xvi
Tumor ................ ................................................................................... 55
2.17
Gambaran peran penting dari polymorphonuclear leucocyte (PMN)
berasal dari Tissue Inhibitor of metalloproteinase (TIMP)
bebas, MMP-9 yang berasal dari stroma dan tumor ............................
58
2.18
Ekspresi MMP-9 pada Jaringan Karsinoma Kolon............................. . 64
2.19
Pewarnaan Imunohistokimia MMP-9................................................... 65
2.20
Pewarnaan Imunohistokimia MMP-9 Pada Adenocarcinoma.............
2.21
Pewarnaan Imunohistokimia MMP-9 pada Sel Tumor Stroma............ 66
2.22
Pewarnaan Imunohistokimia MMP-9 Pada Adenocarcinoma.............
3.1
Bagan Konsep Penelitian ..................................................................... 70
4.1
Bagan Rancangan Penelitian ............................................................... 72
4.2
Skema Alur Penelitian ......................................................................... 86
5.1
Grafik Distribusi Adenokarsinoma KKR berdasarkan Kelompok
66
67
Umur dan Kedalaman Invasi .............................................................. 88
5.2.
Grafik Distribusi Adenokarsinoma KKR berdasarkan Kelompok
Jenis kelamin dan kedalaman invasi .................................................. 90
5.3.
Grafik Distribusi Adenokarsinoma KKR berdasarkan Kelompok
Lokasi tumor dan kedalaman invasi ................................................... 91
5.4.
Ekspresi MMP-9 pada sitoplasma sel tumor dan sel stroma dengan
Intensitas lemah .................................................................................. 93
5.5
Ekspresi MMP-9 pada sitoplasma sel tumor dan sel stroma dengan
Intensitas sedang ................................................................................ 93
5.6.
Ekspresi MMP-9 pada sitoplasma sel tumor dan sel stroma dengan
xvii
Intensitas kuat .....................................................................................
9
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1
Klasifikasi Tumor-tumor Kolon dan Rektum berdasarkan WHO ......
7
2.2
Faktor-faktor risiko KKR .................................................................... 10
2.3
Lokalisasi dan Jumlah Kasus KKR ..........................................................
2.4
Klasifikasi Histologis dan Frekuensi Terjadinya KKR ........................ 18
2.5
Stadium Patologik KKR menurut Duke ............................................... 23
2.6
Jenis Matriks Metaloproteinase ........................................................ 44
2.7
MMP dan TIMP pada KKR ............................................................... 63
4.1
Perhitungan besar sampel berdasarkan prevalensi per variabel
13
Penelitian dengan menggunakan rumus Araoye ( 2003 ) ................... 75
5.1.
Distribusi kasus berdasarkan kedalaman invasi dan ekspresi MMP-9.. 90
xviii
DAFTAR SINGKATAN
AJCC
:
American Joint Commission on Cancer
EGFR
:
Epidermal Growth Factor Receptor
Bcl-xL
:
B-cell leukemia / lymphoma
BS
:
Buffer saline
CAP
:
The College of American Pathologists
CD
:
Chron disease
CEA
:
Carcinoembryonic Antigen
CIMP
:
CpG island methylator phenotype
CIMP-H
:
CpG island methylator phenotype frekuensi tinggi
CIMP-L
:
CpG island methylator phenotype frekuensi rendah
CIN
:
Chromosomal instability
CXCCR4 :
CXC chemokin receptor-4
DAB
:
3,3'- diaminobenzidine
ECM
:
Extracellular Matrix
FAP
:
Familial Adenomatous Polyposis
HE
:
Hematoksilin Eosin
HNPCC
:
Hereditary Non Polyposis Colon Cancer
IAP
:
Inhibitor of Apoptotic Protein
IBD
:
Inflammatory Bowel Disease
IHK
:
Imunohistokimia
IL
:
Interleukin
xix
KGB
:
Kelenjar getah bening
KKR
:
Karsinoma kolorektal
MMP
:
Matriks Metalloproteinase
MMR
:
Mismatch Repair
MSI
:
Microsatellite Instability
NPV
:
Negative Predictive Value
PARP
:
poly-ADP-ribose-polymerase
PBS
:
Phosphate Buffer Saline
PMN
:
Polimorfonuklear
PN-1
:
Serpin Protease Nexin-1
PPV
:
Positive Predictive Value
TIMP
:
Tissue Inhibitors of Matrix Metalloproteinases.
TNF-α
:
Tumor necrosis factor- α
UC
:
Ulcerative Colitis
uPA
:
Urokinase Plasminogen Activator
WHO
:
World Health Organization
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
Keterangan Kelaikan Etik (Ethical Clearance) ................................... 108
2.
Surat Ijin Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/RSUP Sanglah Denpasar ...................................................... 109
3.
Rekapitulasi Sampel Penelitian ........................................................... 110
4.
Statistik uji korelasi Spearman Ekspresi MMP-9 Terhadap
Kedalaman Invasi ............................................................................... 111
xxi
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker usus besar atau kanker kolorektal merupakan keganasan yang terjadi pada
usus besar dan rektum, sehingga sering disebut dengan karsinoma kolorektal
(KKR). Karsinoma kolorektal sendiri menduduki peringkat ke empat penyebab
kematian terbanyak akibat keganasan di dunia dan lebih 90 % kasus KKR adalah
adenokarsinoma.
Di Amerika, KKR merupakan kanker ketiga tersering dan merupakan
penyebab kematian ketiga karena kanker. Diperkirakan sekitar 71.830 ribu pada
laki-laki dan 65.000 pada wanita (Siegel et al., 2014). Di Indonesia sendiri,
berdasarkan data dari Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan
Kesehatan RI tahun 2006 KKR merupakan jenis keganasan ketiga terbanyak. Pada
tahun 2011 terdapat peningkatan kasus KKR, pada laki-laki 1.200 kasus dan 1.142
kasus pada wanita (DitjenYanMed, 2011). Di Bali, insiden KKR menempati
urutan ketiga setelah karsinoma payudara dan servik pada wanita, serta
menempati urutan ketiga pada laki-laki setelah keganasan nasofaring dan prostat
(DitjenYanMed, 2008), dengan jumlah kasus 103 pada laki-laki dan 81 pada
perempuan.
Pedoman klinis yang digunakan sebagai dasar menentukan penatalaksanaan
dan prognosis KKR merujuk pada pedoman yang ditetapkan oleh American Joint
Commission on Cancer (AJCC) berdasarkan klasifikasi Tumor Nodul Metastasis
1
2
(TNM) (Kostova et al., 2014). Kedalaman invasi ditandai dengan derajat
invasi lokoregional sel tumor primer yang ditunjukkan oleh komponen T (Farina
dan Mackay, 2014).
Invasi sel kanker merupakan suatu proses bergeraknya sel dari tumor primer
dan berjalan menuju jaringan yang lebih dalam. Keadaan ini memungkinkan sel
bergerak menuju pembuluh darah dan ditransportasikan kebagian tubuh yang lain.
Kedalaman invasi merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
prognosis dari KKR, termasuk dalam faktor prognosis kategori I, dan merupakan
gambaran biologikal mayor dari suatu neoplasma ganas sebagai penyebab utama
morbiditas dan mortalitas pada suatu keganasan (Kostova et al., 2014).
Proses invasi tumor melibatkan matriks metaloproteinase (MMP) sebagai
salah satu komponen ekstraseluler melalui efek proteolitik yang dimilikinya
(Farina dan Mackay, 2014). Salah satu jenis MMP yang menarik dibicarakan
adalah MMP-9. Sejak diidentifikasikan sebagai leucocyte gelatinase/type V
collagenase dan tumour type IV collagenase, MMP-9 mendapat perhatian khusus
sebagai penanda tumor potensial karena berperan utama dalam mendegradasi
kolagen IV dan merupakan kunci yang berperan dalam proses invasi, metastasis,
adhesi sel, penyebaran, migrasi dan angiogenesis (Lubbe dan Pitari, 2009; Farina
dan Mackay, 2014).
Terdapat pendapat yang bervariasi mengenai peran prognostik MMP-9 pada
KKR. Namun masih terdapat perbedaan pendapat mengenai peran prognostik
MMP-9 pada KKR. Penelitian Buhmeida et al., 2009, dari 48% sampel KKR
dengan MMP-9 positif tidak menunjukkan adanya korelasi dengan umur,
3
kedalaman invasi, dan status KGB. Hal ini disebabkan karena kadar MMP-9 tidak
dipengaruhi oleh perbedaan stadium menurut Duke. Beberapa penelitian lainnya
yang menunjukkan peran MMP-9 pada kedalaman invasi KKR, ekspresi MMP-9
yang tinggi berkorelasi dengan kedalaman invasi (Kostova et al., 2014), demikian
pula dengan penelitian dari Yang et al., 2015, didapatkan bahwa ekspresi MMP-9
berhubungan dengan kedalaman invasi, serta dapat berguna sebagai marker
independen dalam menentukan prognosis yang buruk pada pasien KKR (Yang et
al., 2015). Matriks metalloproteinase-9 juga berperan penting pada proses invasi
dan metastasis KKR (Lubbe dan Pitari, 2009; Chu et al., 2012). Pada
pertumbuhan dan progresi KKR serta invasi sel tumor, MMP-9 berperan pada
degradasi jaringan membran basal laminin dan kolagen tipe IV secara spesifik.
Interaksinya dengan VEGF berperan penting pada invasi tumor dan angiogenesis
(Lubbe dan Pitari, 2009). Selain itu terdapat interaksi komplek antara aktivitas
MMP-9, dynamic membrane regions, sinyal oleh molekul adesi yang meregulasi
migrasi sel tumor pada proses invasi dan metastasis (Zuzga et al., 2008). Hal ini
menunjukkan peranan penting MMP-9 pada proses invasi dan metastasis sehingga
dapat menjadi parameter agresivitas tumor (Bouchet dan Bauvois., 2014).
Beberapa penelitian yang telah disebutkan diatas dalam menilai ekspresi
MMP-9 pada kedalaman invasi KKR, namun masih terdapat perbedaan pendapat,
sehingga menarik untuk diteliti agar dapat memahami mengenai hubungan positif
ekspresi MMP-9 pada kedalaman invasi KKR.
4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah: Apakah ekspresi MMP-9 berhubungan positif dengan
kedalaman invasi adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik ?
1.3 Tujuan Penelitian
Dari latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini
adalah:
1.3.1
Tujuan Umum
Untuk mengetahui peranan MMP-9 terhadap kedalaman invasi adenokarsinoma
kolorektal yang nantinya dapat dipakai sebagai faktor prognostik dan tata laksana
pada pasien.
1.3.2
Tujuan Khusus
Untuk membuktikan ekspresi MMP-9 berhubungan positif dengan kedalaman
invasi adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Akademik
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penelitian di atas, maka
manfaat dari penelitian ini dari segi pengembangan ilmu pengetahuan, diharapkan
dapat memberikan informasi data epidemiologi mengenai hubungan positif
ekspresi MMP-9 dengan kedalaman invasi adenokarsinoma kolorektal tipe tidak
spesifik serta mengetahui peranan MMP-9 sebagai marka biologi prediktif
agresifitas.
5
1.4.2
Manfaat Praktis
Apabila dalam penelitian ini terbukti terdapat hubungan positif ekspresi MMP-9
dengan kedalaman invasi adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik, maka
MMP-9 :
1. Dapat dipakai sebagai faktor prognostik.
2. Dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan tata laksana
penderita adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik.
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Karsinoma Kolorektal
2.1.1 Klasifikasi Karsinoma Kolorektal
Secara definisi karsinoma kolon dan rektal merupakan tumor ganas epitelial yang
berasal dari usus besar. Dimana penggunaan istilah karsinoma, mengharuskan
adanya invasi sel ganas melewati lapisan muskularis mukosa dan mencapai
lapisan submukosa. Lebih dari 90% karsinoma kolorektal merupakan suatu
adenokarsinoma (Hamilton et al., 2010). Lebih dari 90% KKR adalah
adenokarsinoma yang berasal dari sel-sel epitelial mukosa kolorektal dan
menunjukkan diferensiasi kelenjar (Hamilton et al., 2010; Fleming et al., 2012).
Dalam pengklasifikasian tumor-tumor pada kolon dan rektum memakai
sistem klasifikasi oleh WHO tahun 2010 (World Health Organization
Classification of Tumours of the Digestive System), sistem ini yang paling banyak
digunakan dan dianut secara luas. Menurut WHO, klasifikasi tumor primer pada
kolon dan rektum dibagi menjadi kategori epitelial dan nonepitelial, jinak atau
ganas, serta kategori limfoma dan keganasan lainnya (Tabel 2.1) (Hamilton et al.,
2010). Klasifikasi tipe histologis menurut WHO pada tabel diatas juga
direkomendasikan oleh The College of American Pathologist (CAP) (Washington
et al., 2011). Klasifikasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi
berdasarkan WHO.
6
7
Tabel 2.1
Klasifikasi Tumor Kolon dan Rektum berdasarkan WHO
(Hamilton et al., 2010)
I.
Tumor-tumor Epitelial
Lesi-lesi premaligna
Adenoma
Displasia (neoplasia intraepitelial) derajat rendah
Displasia (neoplasia intraepitelial) derajat tinggi
Lesi-lesi serrated
Polip hiperplastik
Sessile serrated adenoma/polyp
Traditional serrated adenoma
Hamartoma
Cowden-associated polyp
Juvenile polyp
Peutz-Jeghers polyp
Karsinoma
Adenokarsinoma
Adenokarsinoma tipe kribriform-komedo
Karsinoma Meduler
Karsinoma Mikropapiler
Adenokarsinoma Musinus
Adenokarsinoma Serrated
Karsinoma sel cincin
Karsinoma Adenoskuamus
Karsinoma Sel Spindel
Karsinoma Sel Skuamus
Karsinoma tidak berdiferensiasi
Neoplasma-neoplasma neuroendokrin
II. Tumor-tumor Mesenkimal
III. Limfoma
IV. Tumor-tumor Sekunder
2.1.2 Epidemiologi
Karsinoma kolorektal merupakan keganasan keempat tersering pada laki-laki dan
ketiga tersering pada perempuan di dunia, menyebabkan lebih dari 630.000 kasus
kematian akibat kanker per tahun (Moghimi dan Safaee., 2012). Secara
menyeluruh, KKR merupakan penyebab kematian urutan empat akibat kanker
8
sebanyak 8%. Sekitar 60% kasus terjadi di negara Eropa dan Amerika dengan
perbedaan sebanyak 20 kali lipat dibandingkan dengan negara-negara Asia dan
Afrika. Di negara-negara Asia, seperti China, Jepang, Korea Selatan, dan
Singapura, kasus KKR saat ini menjadi masalah kesehatan yang penting dimana
terjadi peningkatan angka kejadiaan KKR, terdapat adanya peningkatan 2-4 kali
lipat kasus KKR dari beberapa dekade yang lalu (Moghimi dan Safaee., 2012).
Di Indonesia belum tersedia data yang pasti mengenai insiden KKR.
Berdasarkan data registrasi kanker tahun 2008, kasus KKR di Indonesia
ditemukan pada laki-laki 1.021 kasus dan pada perempuan 839 kasus. KKR
menempati urutan ketiga, dengan jumlah kasus 103 pada laki-laki, 81 pada
perempuan (DitjenYanMed, 2008). Pada tahun 2010 terjadi peningkatan insiden
kasus KKR di Indonesia menjadi 1.278 kasus pada laki-laki dan 1.172 kasus pada
perempuan dengan total seluruhnya 2.450 kasus (9,89%). Sedangkan di Bali,
KKR menempati urutan keempat, dengan jumlah kasus 52 pada laki-laki, 35 pada
perempuan (DitjenYanMed, 2010). Data tahun 2011 yang tercatat, menunjukkan
bahwa di Indonesia didapatkan 1.200 kasus KKR baru pada laki-laki dan 1.142
pada perempuan. Pada tahun 2011 di Bali, KKR menempati urutan keempat
setelah karsinoma payudara, servik, dan nasofaring sebagai tumor primer, dengan
jumlah kasus baru 60 pada laki-laki, 53 pada perempuan (DitjenYanMed, 2011).
2.1.3 Etiologi dan Faktor Risiko
Penyakit inflamasi kronik usus dan genetik merupakan faktor etiologi signifikan
pada terjadinya KKR. Penyakit inflamasi kronik termasuk ulcerative colitis,
9
Chron’s disease (CD), dan infeksi schistosoma mansoni. Ulcerative colitis (UC)
merupakan lesi premaligna dan faktor risiko mayor yang meningkatkan risiko
terjadinya KKR sampai 20 kali lipat di atas normal. Risiko KKR akan meningkat
sebanyak 3% pada penyakit Chron (Hamilton et al., 2010; Fenoglio, 2009).
Terdapat dua kelompok sindrom pada kelainan genetik yang menyangkut KKR
dan bersifat dominan autosomal yaitu, yaitu Familial Adenomatous Polyposis
(FAP) dan Hereditary Non Polyposis Colon Cancer (HNPCC). Pada FAP terjadi
mutasi pada gen Adenomatous Polyposis Coli (APC) pada kromosom 5 sedangkan
HNPCC/sindrom Lynch mutasi ditemukan pada gen hMSH2, hMLH1, hPMS1,
hPMS2 dan hMSH6 (Zahari, 2010; Redston dan Driman, 2015).
Dalam perkembangan KKR merupakan interaksi berbagai faktor yaitu faktor
endogen (genetik) dan eksogen (lingkungan) (Tabel 2.2) (Redston dan Driman,
2015). Faktor risiko genetik dan penyakit inflamasi usus kronik (inflammatory
bowel disease = IBD) memiliki pengaruh klinik langsung. Faktor risiko kuat
lainnya adalah umur, karena KKR terutama terjadi pada umur paruh baya dan
lanjut (Homick dan Odze., 2011; Washington et al., 2011; Redston dan Driman,
2015). Laki-laki mempunyai risiko lebih tinggi dibandingkan perempuan.
Perbedaan jenis kelamin ini diperkirakan berhubungan dengan perbedaan kondisi
hormonal (Redston dan Driman, 2015).
Faktor risiko diet telah diteliti secara meluas. Masih terdapat sedikit kontroversi bahwa peningkatan risiko konsisten dengan pola diet tipe Western dengan
pola makan kalori yang tinggi, makanan yang kaya akan lemak hewani, terutama
daging merah dari binatang, serta rendah serat berhubungan dengan peningkatan
10
insiden KKR (Hamilton et al., 2010; Redston dan Driman, 2015). Mekanisme ini
meliputi produksi amin heterosiklik, stimulasi asam empedu yang berlebihan,
produksi spesies oksigen reaktif, dan meningkatnya kadar insulin.
Tabel 2.2
Faktor-faktor risiko KKR (Redston and Driman, 2015)
Faktor
Risiko relatif
Riwayat keluarga (tingkat pertama)
1,8
Aktivitas fisik (< 3 jam/minggu)
1,7
IBD (Crohn’s disease, ulcerative colitis, atau pancolitis)
1,5
Obesitas
1,5
Konsumsi daging merah
1,5
Merokok (> 1 bungkus/hari)
1,5
Alkohol (> 1 minuman/hari)
1,4
Pemakaian kontrasepsi oral (≥ 5 tahun)
0,7
Terapi penggantian estrogen (≥ 5 tahun)
0,8
Konsumsi tinggi sayur (≥ 5 sajian/hari)
0,7
Multivitamin mengandung asam folat
0,5
Terdapat faktor-faktor risiko lainnya seperti konsumsi alkohol, kurangnya
aktivitas fisik, obesitas, riwayat kolesistektomi, serta riwayat keluarga turut
berperan terjadinya
KKR walaupun terdapat angka yang bervariasi pada
penelitian berbeda. Terdapat hubungan terbalik antara risiko KKR dengan
penggunaan obat anti inflamasi non steroid dan terapi penggantian estrogen pada
perempuan (Hamilton et al., 2010; Redston dan Driman, 2015). ER dan PR telah
diidentifikasi pada sel epitelial kolon. Penurunan level ER bertepatan dengan
hilangnya diferensiasi keganasan sel-sel epitelial kolon (Johnson et al., 2009;
Zervoudakis et al., 2011). Meskipun terdapat hubungan terbalik antara terapi
penggantian estrogen dengan kejadian KKR, akan tetapi manfaat ini diikuti efek
yang tidak baik yaitu meningkatnya penyakit jantung koroner, stroke, emboli
paru, dan kanker payudara (Zahari et al., 2010).
11
2.1.4 Lokasi
Secara anatomi, kolon dibagi menjadi bagian sisi kanan, yang terdiri dari caecum,
kolon asenden, fleksura hepatika, dan kolon transversum. Sisi kiri terdiri dari
fleksura splenika, kolon desenden, dan kolon sigmoid (Washington et al., 2011;
Redston dan Driman, 2015). Kolon kanan berasal dari midgut dan kolon kiri
berasal dari hindgut. Setelah kolon sigmoid dilanjutkan rektum. Transisi dari
sigmoid ke rektum ditandai oleh fusi taenia coli sigmoid yang membentuk otot
longitudinal sirkumferensial dari dinding rektum, sekitar 12 sampai 15 sentimeter
dari linea dentata (Gambar 2.1) (Washington et al., 2011).
Gambar 2.1
Pembagian lokasi anatomis kolon (Alteri et al., 2014)
Distribusi lokasi berdasarkan insidensi terjadinya KKR adalah caecum dan
kolon asenden 25%, kolon transversum 15%, kolon desenden 5%, kolon sigmoid
25%, rektosigmoid 10%, dan rektum 20% (Rubin dan Hansen, 2012). Sebagian
besar KKR berlokasi pada kolon sigmoid dan rektum. Seiring dengan peningkatan
12
umur terbukti terjadi perubahan lokasi dengan meningkatnya proporsi karsinoma
pada bagian yang lebih proksimal (Tabel 2.3) (Hamilton et al., 2010; Kostova, et
al., 2014).
Tabel 2.3
Lokalisasi dan jumlah kasus KKR (Kostova, et al., 2014)
2.1.5 Gejala Klinis
Pada beberapa pasien awalnya tidak menunjukkan gejala yang jelas dan
neoplasma teridentifikasi pada saat skrining (Hamilton et al., 2010). Pada
umumnya gejala awal bersifat tidak khas dan sebanyak 5–20% pasien dapat
asimptomatis. Gejala klinis sangat bergantung pada lokasi tumor dan derajat lesi
pada saat dilakukan diagnosis. Pada beberapa pasien terdapat adanya perubahan
pada bowel habits, terutama berupa adanya konstipasi, karena adanya feces yang
solid pada kolon kiri yang sering terhambat oleh adanya massa, juga terdapat
adanya distensi pada abdomen serta obstruksi dan perforasi. Lesi pada
rektosigmoid akan menyebabkan adanya tenesmus dan perdarahan rektum.
(Hamilton, et al., 2010). Perdarahan anus terjadi pada 50% kasus dan 70% lesi
sisi kiri. Dapat ditemukan adanya perdarahan minimal dan ditandai oleh adanya
13
anemia defisiensi besi, demam, malaise, penurunan berat badan, dan nyeri
abdomen. Nyeri abdomen terjadi pada kira-kira 50% kasus dan cenderung lebih
banyak pada kanker kolon daripada kanker rektum. Nyeri sering terjadi pada
tahap lanjut dimana tumor telah menginvasi serosa atau jaringan sekitarnya
(Hamiton et al., 2010; Fenoglio, 2009).
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menunjang diagnosis KKR mulai dari
pemeriksaan yang non-invasif sampai invasif.
a. Tes darah samar dan imunokimia pada feses
Tes darah samar pada feses salah satu pemeriksaan skrining yang paling
sering dilakukan. Dari beberapa studi menunjukkan bahwa tes darah samar ini
dapat menurunkan mortalitas KKR sebesar 15-33%. Namun, tes ini memiliki
sensitivitas hanya 50-60% untuk sekali pemeriksaan, dan akan meningkat
sampai 90% jika dilakukan secara rutin setiap tahun dalam periode yang lama
(Hamilton et al., 2010; Siew dan Wong, 2013).
b. Endoskopi
1. Kolonoskopi
Spesifisitas dan sensitivitas kolonoskopi dalam mendeteksi polip dan
kanker sangat tinggi (sedikitnya 95% untuk polip besar). Kolonoskopi
memungkinkan deteksi dan pengangkatan polip serta pengambilan
jaringan biopsi pada seluruh kolon. Skrining polip yang gagal terdeteksi
mencapai 15-25% untuk adenoma yang berukuran kurang dari lima
14
milimeter, 0-6% untuk adenoma yang berukuran 10 milimeter atau lebih
(Hamilton et al., 2010; Siew dan Wong, 2013).
2. Sigmoidoskopi fleksibel
Teknik ini berguna untuk mendeteksi adanya polip dan KKR dan dapat
dipakai untuk mengambil sampel jaringan yang berguna dalam
pemeriksaan histologis. Pada pemeriksaan ini memungkinkan untuk
melihat permukaan dalam usus besar sampai sejauh 60 sentimeter dari
anus. Spesifisitas prosedur ini mencapai 98-100%, tetapi sensitivitasnya
rendah mencakup 35-70% untuk seluruh kolon, oleh karena pemeriksaan
ini hanya di kolon sisi kiri (mencapai 95%, sehingga tidak mendeteksi
adanya lesi pada kolon sisi kanan (Hamilton et al., 2010; Tang et al.,
2015). Tingkat sensitivitas untuk kolon distal mencapai 95% (Siew dan
Wong, 2013).
c. Prosedur pemeriksaan radiografi.
1. Barium enema dengan dobel kontras
Prosedur ini memungkinkan evaluasi pada seluruh kolon. Namun,
sensitivitas dan spesivisitasnya lebih rendah dibandingkan kolonoskopi
dan CT scan kolonografi. Pasien dengan hasil barium enema yang
abnormal, memerlukan pemeriksaan kolonoskopi sebagai lanjutannya
(Hamilton et al., 2010; Siew dan Wong, 2013).
2. CT scan kolonografi
Studi meta-analisis yang mempergunakan CT kolonografi dalam
mendeteksi polip dan KKR menunjukkan sensitifitas 93% dan spesifisitas
15
97%. Tingkat sensitifitasnya akan menurun menjadi 86% dan spesifisitas
86%, pada polip yang berukuran sedang sampai besar (enam milimeter
atau lebih) (Hamilton et al., 2010 ; Siew dan Wong, 2013).
2.1.7 Gambaran mikroskopis dan Derajat Diferensiasi Karsinoma
Kolorektal.
Adenokarsinoma merupakan tipe KKR yang tersering, mencakup lebih dari 90%
dan sebagian besar berupa gambaran glanduler dengan sedikit stroma (Hamilton
et al., 2010). Terdapat beberapa sistem derajat keganasan histologis KKR yang
pernah dikemukakan. Sistem two-tiered grading system direkomendasikan oleh
CAP untuk menilai system dengan melihat bentukan glanduler sebagai dasar
penentuan derajat, berdasarkan pada perbandingan area antara gambaran glanduler
dan area solid atau kelompok sel-sel tanpa lumen.
Derajat keganasan dibedakan menjadi diferensiasi baik, sedang, dan buruk.
Diferensiasi baik jika menunjukkan struktur glanduler lebih dari 95% tumor,
berbentuk simple atau kompleks dengan polaritas sel yang baik dan inti sel yang
relatif uniform (Gambar 2.2A). Berdiferensiasi sedang jika memiliki 50-95%
struktur glanduler dengan bentuk ireguler dan polaritas inti yang berkurang
(Gambar 2.2B). Berdiferensiasi buruk jika memiliki 5-50% struktur glanduler
yang ireguler, disertai hilangnya polaritas inti sel (Gambar 2.2C) (Fenoglio, 2009).
16
Gambar 2.2
Tipe diferensiasi karsinoma kolorektal. A. Diferensiasi baik. B diferensiasi
sedang. C. Diferensiasi buruk (Fenoglio, 2009)
Sel tumor berbentuk kolumnar tinggi dan berubah menjadi kuboid pada
diferensiasi yang lebih buruk. Mitosis mudah ditemukan. Lumen kelenjar berisi
bahan mukus eosinofilik dan debris inti dari sel yang disebut sebagai nekrosis
kotor (Gambar 2.3 A). Gambaran nekrosis kotor ini dapat menjadi petunjuk untuk
primer kolorektal. Selain itu dapat ditemukan reaksi stroma desmoplastik yang
disebabkan oleh hialinisasi stroma di sekitar sel tumor yang invasif (Gambar
2.3B) (Fleming et al., 2012).
A
B
Gambar 2.3
Karsinoma kolorektal. A. Nekrosis kotor (nekrosis debris) di dalam lumen
kelenjar yang mengalami adenokarsinoma. B. Reaksi desmoplastik di sekitar
kelenjar sel tumor (Fleming et al., 2012)
17
Menurut WHO adenokarsinoma kolorektal diklasifikasikan menjadi beberapa
tipe. Klasifikasi histologis KKR yang tipe-tipenya dengan perkiraan persentasenya
(Redston dan Driman, 2015) ditampilkan pada tabel 2.4.
Tabel 2.4
Klasifikasi histologis dan frekuensi terjadinya KKR (Redston dan Driman, 2015)
Tipe histologis
Perkiraan persentase (%)
Adenokarsinoma
75-80
Adenokarsinoma musinus (colloid)
8-10
Adenokarsinoma serrated
10
Karsinoma sel cincin
2
Karsinoma meduler
1,0
Karsinoma adenoskuamus
< 1,0
Karsinoma sel skuamus
< 1,0
Karsinoma sel kecil (neuroendokrin)
< 1,0
Karsinoma tidak berdiferensiasi
< 1,0
Campuran adenokarsinoma-karsinoid
< 1,0
Karsinoma musinus dapat terjadi pada kolon sisi kiri maupun kanan dengan
proporsi lebih banyak pada sisi kanan. Pada makroskopis jaringan tumor, tumor
terkesan lunak seperti gelatin dan mengandung jaringan ikat yang sebagian
menyerupai koloid. Jenis ini didiagnosis secara histopatologis bila ditemukan
komponen musin ekstraselular lebih dari 50%. Pada pemeriksaan mikroskopis
menunjukkan gambaran banyak struktur kelenjar berukuran besar di antara
genangan musin (Gambar 2.4A) (Hamilton et al., 2010; Fleming et al., 2012).
Bila ditemukan komponen musin signifikan lebih dari 10% namun kurang dari
50% dinyatakan sebagai suatu adenokarsinoma dengan komponen musin
(Hamilton et al, 2010). Akan tetapi pada kasus adenokarsinoma dengan
komponen musinus lebih memerlukan tindakan operatif yang agresif bila
dibandingkan dengan KKR tipe musinus, hal ini disebabkan karena terdapat
18
kecenderungan keterlibatan kelenjar getah bening (KGB) di luar regio perikolika,
sehingga menempel di peritoneal dan menginvasi organ viseral sekitarnya
(Homick, 2011).
Secara definisi karsinoma cincin sebagai tumor yang terdiri atas sel tumor
yang berbentuk seperti sel cincin dan
menunjukkan vakuola musin pada
sitoplasma sehingga mendorong inti ke perifer, dengan komponen sel cincin lebih
dari 50% keseluruhan sel-sel tumor (Gambar 2.4B). Sering ditemukan pada lakilaki, dengan angka kejadian kurang dari 40 tahun ( 50% kasus) dan sering terjadi
pada kolitis ulseratif (30% kasus). Adenokarsinoma tipe ini sering menunjukkan
pola pertumbuhan yang infiltratif diantara gambaran musin ekstraseluler
disekitarnya (Hamilton et al., 2010; Fleming et al., 2012).
Tipe KKR sel cincin ini memiliki prognosis yang buruk. Pada saat pasien
terdiagnosis sebagai adenokarsinoma sel cincin, sekitar 80% kasus ditemukan
berada pada stadium III atau IV, dan bila dibandingkan dengan KKR tipe lainnya
lebih sering mengalami penetrasi pada seluruh lapisan muskularis propria dan
penyebaran ke peritoneal. Hal ini mengakibatkan reseksi operatif menjadi
cenderung lebih sulit. Angka kesembuhan 5 tahun dilaporkan kurang dari 5%
(Homick, 2011; Fleming et al., 2012).
19
B
A
C
Gambar 2.4
Tipe karsinoma kolorektal. A. Adenokarsinoma musinus. B. Karsinoma sel cincin.
C. Karsinoma meduler (Fleming et al., 2012)
Karsinoma meduler merupakan tumor yang sangat jarang terjadi, terdapat
sekitar 5-8 kasus setiap 10.000 KKR yang terdiagnosis. Insiden rerata tahunannya
3,47 per 10 juta populasi. Tumor ini ditandai oleh lembaran sel-sel epitelioid
neoplastik dengan inti besar dan vesikuler, anak inti menonjol, dan sitoplasma
yang luas. Tumor ini umumnya mempunyai prognosis yang baik meskipun secara
histologis menunjukkan diferensiasi yang buruk (Gambar 2.4 C) (Hamilton et al.,
2010; Fleming et al., 2012).
Adenokarsinoma tipe kribriform-komedo, merupakan varian tumor yang
jarang. Tumor ini ditandai dengan gambaran kelenjar-kelenjar yang kribriform
ekstensif luas dengan nekrosis pada bagian tengahnya (Hamilton et al., 2010).
Adenokarsinoma mikropapiler merupakan salah satu varian jarang dari KKR,
ditandai dengan kelompok-kelompok kecil sel tumor di dalam ruang stroma
sehingga menyerupai gambaran saluran vaskuler. Pola tersebut dapat terlihat
sebagai komponen dari adenokarsinoma yang konvensional. Imunohistokimianya
menunjukkan pola karakteristik pewarnaan MUC1 (Hamilton et al., 2010).
20
Adenokarsinoma serrated juga merupakan salah satu varian yang cukup
jarang, dijumpai bersamaan dengan komponen musinus, kribriform, dan
trabekular. Gambaran arsitektur pada adenokarsinoma serrated memiliki (Gambar
2.5A dan B) (Hamilton et al., 2010).
Gambar 2.5
Karsinoma serrated. A. Bentukan kelenjar pada adenokarsinoma ini menunjukkan
infolding disertai komponen musin yang prominen. Tampak kelompok sel-sel
tumor di dalam genangan musin. B. Sel tumor dengan sitoplasma eosinofilik luas
dengan inti vesikuler dan anak inti prominen (Redston dan Driman, 2015)
Bila pada satu kasus terdapat berbagai diferensiasi pada KKR, maka derajat
diferensiasi yang dipilih akan ditentukan berdasarkan komponen diferensiasi yang
paling buruk (Fenoglio, 2009; Hamilton et al., 2010).
2.1.8
Stadium Patologis
Pada perkembangannya stadium kanker rektal mengalami evolusi yang panjang.
Tahun 1926, Lockhart-Mummery mengemukakan sistem penilaian stadium untuk
kanker rektal. Pada sistem ini kedalaman invasi dan struktur KGB yang positif
merupakan faktor prognostik yang penting. Pada tahun 1932, Duke menyatakan
pada stadium awal, perkembangan kanker rektal diawali oleh suatu adenoma (Wu,
2007). Karsinoma yang terbatas pada dinding rektum dikategorikan sebagai A.
21
Bila kanker sudah menyebar secara langsung keluar jaringan rektal dikategorikan
sebagai B. Jika terdapat metastasis pada KGB regional dikategorikan sebagai C
(Gambar 2.6).
Gambar 2.6
Sistem stadium kanker rektum yang dikemukakan oleh Duke tahun 1932 (Wu,
2007)
Pada tahun 1949, Kirklin, Dockerty dan Waugh mengemukakan modifikasi
klasifikasi Duke. Pada modifikasi ini penulis menambahkan keterangan angka ‘1’
untuk lesi yang telah mengalami perluasan, namun belum melewati muskularis
propria dan angka ’2‘ untuk sel tumor yang telah berpenetrasi ke muskularis
propria. Pada tahun 1954, Astler dan Coller melaporkan hasil operasi spesimen
kolon dan rektum menggunakan klasifikasi Duke yang telah dimodifikasi oleh
Kirklin.
22
Adapun modifikasi menurut Astler-Coller (MAC) :
Tipe A
: Lesi terbatas pada mukosa.
Tipe B1
: Lesi meluas ke muskularis propria tetapi belum sampai penetrasi,
dengan nodul negatif.
Tipe B2
: Lesi berpenetrasi ke muskularis propria, dengan nodul negatif.
Tipe C1
: Lesi meluas sampai ke muskularis propria, tetapi tidak
berpenetrasi, dengan nodul positif.
Tipe C2
: Lesi berpenetrasi ke muskularis propria dengan nodul yang
positif.
Tabel 2.5
Stadium Patologik KKR menurut Duke (Weber, 2007)
Pada tahun 1963, Turnbull mengemukakan stage D untuk mengidentifikasi
tumor yang telah bermetastasis ke hati, paru-paru, tulang, dan organ yang
berdekatan. Pada tahun 1987, American Joint committee on Cancer (AJCC) dan
the International Union Against Cancer (IUCC) memperkenalkan sistem staging
23
kanker yang berdasarkan atas kedalaman invasi tumor lokal (T), keterlibatan dan
jumlah metastasis KGB (N), serta adanya metastasis jauh (M) (Wu, 2007).
Stadium patologis (pathologic staging) merupakan suatu metode untuk
mengevaluasi progresi dari kanker dan prediktor prognosis yang paling penting
untuk menentukan perangai tumor dan outcome pasien dengan KKR. Sistem
staging yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem TNM dari AJCC
berdasarkan evaluasi terhadap tumor (T), keterlibatan kelenjar getah bening (N)
dan metastasis jauh (M). Pemeriksaan histopatologis dari spesimen reseksi
pembedahan memberikan peran yang tidak tergantikan dalam menentukan
kedalaman invasi tumor (T) dan perluasan/metastasis KGB (N) (Fenoglio, 2009;
Fleming et al., 2012).
Ukuran dan kedalaman invasi tumor primer ditunjukkan oleh komponen T.
Perluasan invasi tumor melewati muskularis propria berpengaruh kuat terhadap
prognosis. Tumor yang melewati muskularis propria dapat menyebabkan perforasi
peritoneum atau menginfiltrasi struktur viseral sekitarnya (Fenoglio, 2009;
Hamilton et al., 2010; Rubin dan Hansen, 2012). Berdasarkan klasifikasi sistem
TNM :
Tx
: Tumor primer tidak dapat dinilai.
T0
: Tidak ada bukti adanya tumor primer.
Tis
: Karsinoma in situ: intraepitelial atau invasi ke lamina propria.
T1
: Tumor menginvasi submukosa.
T2
: Tumor menginvasi muskularis propria.
24
T3
: Tumor menginvasi subserosa atau ke dalam jaringan perikolika
atau perirektal non-peritonealisasi.
T4
: Tumor memperforasi peritoneum viseral dan atau secara langsung
menginvasi organ atau struktur lain.
T4a : Tumor memperforasi peritoneum viseral.
T4b : Tumor secara langsung menginvasi organ atau struktur
lain (Hamilton et al., 2010; Rubin dan Hansen, 2012).
Komponen N menunjukkan keterlibatan tumor pada KGB regional. Jumlah
total
KGB
merupakan
penentu
penting
untuk
adekuasi
pemeriksaan
histopatologik. Jumlah KGB positif bergantung pada jumlah yang diperiksa.
Disarankan untuk mencari dan memeriksa KGB sebanyak-banyaknya (Fenoglio,
2009). Berdasarkan rekomendasi AJCC dan CAP, disarankan jumlah 12 KGB
sebagai jumlah minimal yang dapat diterima melalui spesimen reseksi
(Washington et al., 2011).
Menurut klasifikasi TNM :
Nx
: Kelenjar getah bening regional tidak dapat dinilai.
N0
: Tidak tampak metastasis ke kelenjar getah bening regional.
N1
: Metastasis pada 1 sampai 3 kelenjar getah bening regional.
N1a : Metastasis pada 1 kelenjar getah bening regional.
N1b : Metastasis pada 2 sampai 3 kelenjar getah bening regional.
25
N1c : Infiltrasi sel tumor, antara lain: satelit-satelit pada lapisan
subserosa, atau non-peritonealized pericolic atau jaringan
lunak perirektal tanpa metastasis pada kelenjar getah
bening regional.
N2
: Metastasis pada 4 atau lebih kelenjar getah bening regional.
N2a : Metastasis pada 4 sampai 6 kelenjar getah bening regional.
N2b : Metastasis pada 7 atau lebih kelenjar getah bening
regional (Hamilton et al., 2010; Rubin dan Hansen, 2012).
Komponen M menggambarkan metastasis. M0 menunjukkan tumor tidak
meluas ke organ lain, dan M1 menunjukkan tumor telah meluas ke organ lain di
dalam tubuh (Gambar 2.7) (Hamilton et al., 2010; Rubin dan Hansen, 2012).
Gambar 2.7
Skematis stadium patologis menurut AJCC (Rubin dan Hansen, 2012)
26
2.1.9 Karsinogenesis Karsinoma Kolorektal
Karsinoma kolorektal merupakan salah satu jenis kanker yang paling banyak
diteliti secara mendalam. Penelitian sebelumnya menyatakan tumor kolorektal
berkembang dari epitel normal yang kemudian diikuti oleh adanya peningkatan
derajat displasia adenomatous dan akhirnya menjadi karsinoma. Adenoma
merupakan displasia bukan merupakan massa maligna pada kolon dengan
karakteristik pada ukurannya, tipe histologiknya, dan displasianya. Sebagian besar
KKR berkembang dari adenoma sebagai lesi prekursornya, baik itu adenoma
konvensional, sessile serrated adenomas/polyps, atau traditional serrated
adenomas. Residu adenoma masih bisa ditemukan pada 10-30% kasus KKR,
sedangkan sisanya, adenoma tersebut diyakini berkembang menjadi kanker.
Terdapat hubungan antara tipe histologis yang berbeda dengan lesi prekursornya.
Hal ini menunjukkan bahwa terdapat dua jalur utama yang melibatkan progresi
KKR, yaitu: jalur adenoma konvensional dan jalur serrated adenoma/polyp
(Redston dan Driman, 2015).
Karsinoma kolorektal juga dapat berkembang dari area displastik dari
pasien dengan IBD. Jalur adenoma konvensional diperkirakan sebesar 70-80%
dari seluruh KKR dan jauh lebih banyak prevalensi pada kolon kiri dan rektum
dibandingkan kolon kanan. Adenoma konvensional secara tipikal mendahului
kanker sekitar 15 tahun. Jalur serrated adenoma diketahui mengalami
peningkatan dalam 10 tahun terakhir, dan diperkirakan sekitar 20-30% dari
seluruh KKR. Biasanya KKR yang melalui jalur ini berlokasi di kolon kanan.
Traditional serrated adenoma juga bisa mendahului KKR. Akan tetapi, lesi ini
27
jauh lebih jarang terjadi dan risiko progresinya lebih rendah (Redston dan Driman,
2015). Adenoma dapat terjadi secara sporadik atau sebagai bagian dari sindroma
poliposis. Fearon dan Volgenstein tahun 1990 mengemukakan mekanisme transisi
epitel normal kolorektal kemudian diikuti peningkatan derajat displasia
adenomatous dan akhirnya menjadi karsinoma (Gambar 2.8) (Aoki dan Taketo,
2007).
Gambar 2.8
Model molekuler evolusi kanker kolorektal melalui adenoma-carcinoma sequence
(Kumar et al., 2015)
Sebagaimana
kanker
pada
umumnya,
KKR
juga
melalui
tahapan
karsinogenesis yang bertahap pada proses pembentukannya. Kanker pada manusia
dikarakteristikkan sebagai akumulasi berbagai perubahan genetik, termasuk
mutasi yang mengaktivasi onkogen atau menginaktivasi tumor suppressor genes.
Akumulasi perubahan genetik ini merupakan proses penting pada progresi
adenoma menjadi karsinoma (Redston dan Driman, 2015). Patogenesis KKR
merupakan peristiwa yang komplek, terdiri dari proses dengan banyak tahap,
mencakup transformasi sel normal menjadi neoplastik, invasi ke jaringan, ekstra
28
dan intravasasi, dan akhirnya bermetastasis ke organ lain terutama hati. MMP
secara ekstensif berguna sebagai mediator kunci dari degradasi matriks
ekstraseluler dan proses lain dari molekul bioaktif (Said et al., 2014).
Terdapat 3 jalur karsinogenesis yang telah dikenal luas, yaitu jalur instabilitas
kromosom (chromosomal instability = CIN), jalur instabilitas mikrosatelit
(microsatellitte instability = MSI), dan jalur epigenetik/metilasi (CpG island
methylator phenotype = CIMP) (Antonia et al., 2010; Arends, 2013; Redston dan
Driman, 2015).
Chromosomal instability dikarakteristikkan oleh adanya peningkatan laju
penambahan dan pengurangan materi kromosom yang
terjadi terus-menerus.
Jalur ini ditemukan pada 70-80% KKR. Perolehan abnormalitas jumlah
keseluruhan kromosom menghasilkan aneuploidi. CIN merupakan perubahan
genetik yang mayoritas mendasari jalur progresi adenoma-KKR, oleh karena itu
bentuk instabilitas dominan terjadi pada neoplasma kolon kiri (Redston dan
Driman, 2015).
Pada model ini, terjadinya karsinoma kolorektal melalui proses perubahan
molekuler yang bertahap, sekurang-kurangnya melewati 4 kali mutasi gen dalam
urutan tertentu. Tahap pertama adalah mutasi pada gen adenomatous polyposis
coli (kromosom 5q) yang menyebabkan sel kehilangan kontrol pertumbuhan.
Tahap kedua adalah aktivasi onkogen KRAS yang menyebabkan sel kehilangan
fungsi kontrol proliferasi, dan diikuti oleh tahap ketiga, yaitu inaktivasi gen
DCC/SMAD4 (kromosom 18q), mutasi gen p53 (kromosom 17p) dan TGFBR2
29
serta aberant E-cadherin yang pada akhirnya terjadi kanker (Antonia et al., 2010;
Arends, 2013)
Adenomatous polyposis coli merupakan tumor supressor gen yang terlibat
pada jalur CIN. Umumnya pada mutasi gen adenomatous polyposis coli terjadi
trunkasi protein pada gugus karboksil sehingga adenomatous polyposis coli tidak
dapat berikatan dengan protein beta catenin. Dalam keadaan normal, ikatan
adenomatous polyposis coli dengan beta catenin akan menekan jalur sinyal WNT.
Jalur sinyal WNT berfungsi untuk mengatur pertumbuhan, apoptosis, dan diferensiasi. Mutasi adenomatous polyposis coli ditemukan pada 60% kanker kolon dan
82% kanker rektal serta 80% adenoma (Arends, 2013).
KRAS (12p12) merupakan gen yang terlibat pada jalur CIN namun berperan
pula pada jalur CIMP. Aktivasi mutasi KRAS terjadi pada 35 - 42% karsinoma
kolorektal dan adenoma. Kehilangan alel pada DCC, SMAD2 dan SMAD4 yang
berlokasi pada kromosom 18q21.1 ditemukan pada 60% karsinoma kolorektal.
SMAD2 dan SMAD4 terlibat pada jalur sinyal TGF-β yang mengatur
pertumbuhan dan apoptosis. Kehilangan fungsi TP53 umumnya merupakan
peristiwa terakhir pada transisi adenoma-karsinoma melalui jalur CIN.
Abnormalitas TP53 ditemukan pada 4-26 % adenoma, 50 % adenoma dengan
fokus invasif, dan 50 – 75% karsinoma kolorektal. Protein p53 berperan dalam
mengatur siklus sel dan apoptosis. Mutasi pada E-Cadherin lebih berhubungan
dengan kemampuan metastasis tumor kolorektal (Antonia et al., 2010; Arends,
2013).
30
Microsatellite instability dikarakteristikkan oleh perubahan yang meluas
dalam hal ukuran rangkaian DNA repetitif. Hal ini diperkirakan berperan pada
10-15% KKR. MSI disebabkan oleh defek mismatch repair (MMR) DNA. Selain
perubahan ukuran rangkaian DNA repetitif, MSI mengakibatkan peningkatan laju
mutasi rangkaian koding (hipermutasi somatik). Pada umumnya, KKR dengan
MSI tidak mempunyai abnormalitas dalam jumlah kromosom seperti yang
ditemukan pada jalur CIN. Pada sebagian besar kasus KKR dengan MSI,
penyebab yang mendasari defek fungsi MMR adalah epigenetik yaitu
hipermetilasi pulau CpG pada area promoter gen MLH1. Hal ini merupakan
gambaran karakteristik KKR yang berasal dari lesi neoplastik serrated, dan
kanker-kanker ini menunjukkan frekuensi CIMP yang tinggi. MSI juga menjadi
mekanisme dasar progresi kanker pada Lynch syndrome, yang disebabkan oleh
defek MMR DNA bawaan. Pada Lynch syndrome, MSI berkembang dari
traditional adenomas dan menunjukkan progresi yang cepat menjadi kanker
(Redston dan Driman, 2015).
CpG island methylator phenotype (CIMP) adalah penambahan hipermetilasi
dinukleotida CpG pada area promoter suatu gen. Hal ini mengacu pada perubahan
epigenetik (karena tidak mengubah rangkaian DNA). CIMP adalah mekanisme
mayor dari inaktivasi tumor suppressor genes seperti TP16, CDH1, dan MLH1.
Frekuensi tinggi CIMP (CIMP-H) merupakan gambaran karakteristik dari KKR
yang berasal dari lesi neoplastik serrated, dan terjadi pada 20-30% kasus KKR,
mencakup
hampir
seluruhnya
KKR
yang
juga
mengalami
MLH1
hypermethylation silencing. Penyebab dasar genetik dari fenotip CIMP-H tidak
31
dipahami, tetapi ada bukti bahwa faktor-faktor genetik dan paparan lingkungan
(merokok, withdrawal estrogen) mungkin berhubungan dengan perkembangan
karsinoma jalur serrated. Rangkaian perkembangan karsinomanya dikenal sebagai
adenokarsinoma serrated, dan sering dijumpai dengan MSI yang tinggi atau
CIMP-H, atau keduanya (Redston dan Driman, 2015).
Pasien dengan IBD mempunyai risiko peningkatan displasia dan KKR
sebesar 0,5-1,0 % dalam waktu 8-10 tahun. Diduga hal ini mempunyai kaitan
yang kuat dengan kolitis kronis yang berkepanjangan. Mekanisme karsinogenesis
pada IBD sebenarnya menyerupai yang terjadi pada KKR yang sporadik tapi
berbeda pada waktu terjadinya perubahan molekuler. Selama periode kolitis
kronis terjadi aktivasi NF-ĸB pada epitel. NF-ĸB ini akan mengaktivasi COX2,
beberapa sitokin proinflamasi termasuk IL-1, TNFα (Tumor Necrosing Factor α),
IL-12p40 dan IL-23p19, faktor antiapoptosis inhibitor of apoptotic protein (IAP),
dan B-cell leukemia/lymphoma (Bcl-xL). Prostaglandin dan beberapa sitokin
termasuk IL-6 dilepaskan ke lingkungan inflamasi dan mengaktifkan jalur
signaling intraselular serinine threonine AKT kinase yang menghambat faktor
proapoptotik termasuk p53 dan BAD yang akhirnya meningkatkan masa hidup
sel. Instabilitas genetik seperti CIN dan MSI juga terjadi pada karsinogenesis yang
berkaitan dengan inflamasi. Mutasi adenomatous polyposis coli terjadi 14-33%
pada karsinogenesis inflamasi tapi pada karsinogenesis sporadik mencapai 80%
dan terjadi pada awal proses karsinogenesis. Mutasi p53 terjadi pada fase displasia
hal ini disebabkan terjadinya kerusakan inflamasi yang berhubungan dengan
reaksi oksidasi dari radikal bebas. Semua jalur karsinogenesis ini akan
32
menghasilkan replikasi yang tak terkendali dari sel tumor (Antonia et al., 2010;
Arends, 2013).
2.1.10 Faktor-faktor Prognosis Karsinoma Kolorektal
Prognosis KKR dipengaruhi banyak faktor baik itu parameter-parameter klinis
maupun patologis. Sangatlah sulit untuk menentukan faktor mana yang lebih
penting dari faktor lainnya oleh karena tidak semua faktor telah diteliti mendalam
(Rosai, 2010). Angka kelangsungan hidup lima tahun untuk KKR setelah
dilakukan reseksi kuratif berkisar antara 40% sampai 60%. Rekurensi ditemukan
dua pertiga kasus dalam dua tahun pertama dan menjadi 91% dalam lima tahun.
Parameter-parameter klinis maupun patologis yang menjadi faktor-faktor
prognosis KKR dapat diklasifikasikan dalam empat kategori sesuai dengan
konsensus dari CAP pada tahun 1999 yang dipublikasi ulang oleh Gomez et al.
pada tahun 2011. Keempat kategori tersebut yaitu:
1. Kategori I
: Sudah terbukti dengan pasti, penting dalam prognosis,
berdasarkan bukti-bukti berbagai penelitian, umumnya
dipakai dalam penatalaksanaan pasien (Gomez et al.,
2011).
2. Kategori IIA : Sudah dipelajari dengan luas secara biologis dan atau
klinis. Bernilai prognosis untuk terapi, perlu diperhatikan
dalam laporan patologis (Gomez et al., 2011).
33
3. Kategori IIB : Sudah dipelajari dengan baik tetapi belum bisa
ditegakkan,
masih
belum
cukup
data
untuk
memasukkannya dalam kategori I atau IIA (Gomez et
al., 2011).
4. Kategori III
: Faktor-faktor potensial yang masih kurang dipelajari
dengan
baik
dan
belum
bisa
ditegakkan
nilai
prognosisnya (Gomez et al., 2011).
5. Kategori IV
: Sudah dipelajari dengan baik dan dibuktikan tidak
mempunyai
signifikansi
prognosis
yang konsisten
(Gomez et al., 2011).
Faktor-faktor prognosis yang termasuk dalam kategori I antara lain:
1. Kedalaman invasi tumor berdasarkan penilaian patologis (pT).
Karsinoma kolorektal dengan kedalaman invasi tumor yang terdalam
yaitu T4 yang melibatkan peritoneum parietal (serosa) dan perluasan ke
organ sekitar, menunjukkan angka kelangsungan hidup yang lebih
pendek. Tingkat kedalaman invasi tumor memberikan efek berlawanan
dengan outcome, dimana T4 menunjukkan prognosis terburuk (Gomez et
al., 2011; Marzouk dan Schofield, 2011).
2. Metastasis ke kelenjar getah bening regional (pN).
Rekomendasi jumlah minimal KGB yang diambil adalah 12 KGB. Guna
mengkonfirmasi negativitas KGB regional, haruslah didapatkan minimal
12 KGB yang negatif. Apabila kurang dari 12 KGB, maka dinyatakan
34
insufisien. Pasien-pasien tersebut mempunyai insiden kematian setelah
operasi akibat kanker yang lebih tinggi daripada pasien-pasien dengan
diseksi KGB yang mencukupi (Gomez et al., 2011). Pada suatu studi,
jika didapatkan lebih dari enam KGB yang mengandung metastasis sel
ganas, kurang dari 10% pasien yang mampu bertahan hidup lebih dari
lima tahun. Dan jika didapatkan lebih dari 16 KGB mesenterik yang
mengandung karsinoma, semua pasien meninggal dalam waktu lima
tahun. Terdapat korelasi antara derajat keterlibatan KGB dengan ukuran
tumor (Rosai, 2010; Marzouk dan Schofield, 2011).
3. Ada tidaknya invasi pembuluh darah dan pembuluh limfatik
Kehadiran invasi pembuluh limfovaskuler berhubungan secara signifikan
dengan peningkatan risiko metastasis ke KGB regional. Invasi pada
sistem vena submukosa berhubungan dengan peningkatan metastasis ke
hati (Gomez et al., 2011; Washington et al., 2011; Lauwers, 2012).
4. Residu tumor pada tepi reseksi.
Temuan jaringan tumor pada tepi reseksi mengindikasikan bahwa tumor
belumlah dioperasi secara komplet. Status tepi reseksi haruslah diperiksa
dan dilaporkan, oleh karena residu tumor berhubungan dengan prognosis
yang buruk dan kejadian rekurensi yang tinggi (Gomez et al., 2011).
5. Peningkatan kadar serum carcinoembryonic antigen (CEA)
Marka tumor CEA dipakai secara global sebagai penanda tumor kolon.
Nilai ambang batas CEA secara standard yaitu 2,0–2,5 ng/ml, tergantung
pada alat pengukurnya. Peningkatan kadar serum CEA > 5,0 ng/mL
35
menunjukkan efek kebalikan terhadap prognosis yang independen
dengan stadium tumor (Rosai, 2010; Gomez et al., 2011). Kadar serum
CEA yang tinggi juga meningkatkan risiko rekurensi. Prognosis buruk
juga ditemukan pada pasien dengan klirens CEA yang menurun setelah
reseksi tumor (Marzouk dan Schofield, 2011).
Faktor-faktor prognosis yang termasuk dalam kategori IIA antara lain:
1. Kehadiran residu tumor pada spesimen reseksi setelah mendapatkan terapi
tambahan (ypTNM).
Masih adanya sel-sel tumor yang viabel pada
spesimen reseksi setelah mendapatkan terapi tambahan berhubungan
dengan prognosis yang buruk (Gomez et al., 2011; Sjo, 2012).
2. Tepi reseksi radial / sirkumferensial
Tepi reseksi radial mewakili batas jaringan lunak adventisia terdekat
dengan penetrasi terdalam tumor dan dihasilkan dari diseksi aspek
retroperitoneal atau subperitoneal pada saat operasi. Keterlibatan tumor
pada tepi reseksi radial bisa menjadi satu-satunya faktor kritis dalam
memprediksi rekurensi lokal pada karsinoma rektal. Sebagai tambahan,
risiko rekurensi lokal adenokarsinoma rektal setelah total reseksi
mesorektal akan lebih tinggi jika tumor berjarak kurang dari dua
milimeter dari batas reseksi sirkumferensial (Gomez et al., 2011;
Marzouk dan Schofield, 2011; Washington et al., 2011; Lauwers, 2012)
36
3. Derajat histologis
Berbagai analisis multivariate menunjukkan bahwa derajat histologis
memberikan signifikansi prognosis yang independen. Tumor-tumor yang
berdiferensiasi buruk dan tidak berdiferensiasi memberikan prognosis
yang buruk. Oleh karena adanya perbedaan penilaian inter-observer,
maka penetapan sistem derajat menjadi dua kelompok yaitu derajat tinggi
dan derajat rendah lebih banyak dipergunakan (Gomez et al., 2011; Sjo,
2012).
4. Konfigurasi pinggiran tumor
Pola pertumbuhan tumor pada bagian tepinya menunjukkan signifikansi
prognosis yang independen terhadap stadium. Pada berbagai analisis
univariate dan multivariate menunjukkan bahwa pola pertumbuhan yang
infiltratif dan ireguler memberikan prognosis lebih buruk dibandingkan
pola pushing border (Gomez et al., 2011; Lauwers, 2012). Karsinoma
kolorektal dengan tepi yang non polipoid tampaknya mempunyai
prognosis yang lebih buruk dibandingkan tumor yang polipoid (Rosai,
2010).
Faktor-faktor prognosis yang termasuk dalam kategori IIB antara lain:
1. Infiltrasi limfositik pada jaringan tumor dan peritumoral
Infiltrasi limfositik pada suatu tumor merupakan pertanda adanya respon
imunologis.
Infiltrasi
limfositik
mungkin
memiliki
signifikansi
prognosis. Beberapa studi menunjukkan hal ini berhubungan dengan
37
prognosis yg lebih baik. Infiltrasi limfosit khususnya sel T berperan
dalam mencegah rekurensi dan metastasis tumor (Marzouk dan
Schofield, 2011). Pada bagian selanjutnya akan dibahas lebih jelas
mengenai hal ini.
2. Tipe histologis
Karsinoma sel cincin dan neuroendokrin (karsinoma sel kecil) adalah tipe
histologis KKR yang menunjukkan prognosis yang buruk secara
independen dalam berbagai analisis multivariat. Keduanya termasuk
dalam derajat histologis tinggi (Gomez et al., 2011; Marzouk dan
Schofield, 2011).
3. Marka-marka molekuler jaringan tumor
Mutasi KRAS pada kodon tertentu ditemukan lebih banyak pada pasien
dengan penyakit yang rekuren. Ketetapan status mutasi gen KRAS
diperlukan pada pasien KKR yang telah lengkap menerima terapi
antiepidermal growth factor receptor (anti-EGFR), oleh karena
kehadiran mutasi KRAS (sekitar 30-40% kasus) sebagai prediktor
kurangnya respon terapi. Pada satu study, ekspresi yang berlebihan dari
p53 mempunyai risiko relatif yang lebih besar terhadap kematian pasien
dibandingkan pasien lainnya, meskipun pada faktanya tidak ada korelasi
antara ekspresi p53 dengan derajat histologis atau stadium. Pada studi
lainnya, ekspresi yang berlebihan dari p53 ditemukan sebagai prediktor
independen kelangsungan hidup. Ekspresi onkogen CMYC didapatkan
berhubungan dengan derajat diferensiasi tumor. Kehadiran tumor dengan
38
MSI menunjukkan kelangsungan hidup pasien yang meningkat. Ekspresi
yang berlebihan dari thymidylate synthase mRNA atau protein
berhubungan dengan prognosis yang buruk dan resistensi terhadap
kemoterapi. Kurangnya ekspresi p27 (sebuah inhibitor siklus sel dengan
fungsi supresor tumor yang potensial) berhubungan dengan prognosis
yang buruk (Rosai, 2010; Gomez et al., 2011; Sjo, 2012).
Faktor-faktor prognosis yang termasuk dalam kategori III meliputi kandungan
DNA, marka molekuler lainnya (kecuali loss of heterozygosity 18q/DCC dan
MSI-H), invasi perineural, densitas microvessel, tumor cell-associated proteins
atau karbohidrat, fibrosis peritumoral, respon inflamasi peritumoral, fokal
diferensiasi neuroendokrin, nuclear organizing region dan indeks proliferasi.
Semua faktor-faktor tersebut masih belum cukup data untuk memberikan
rekomendasi spesifik (Gomez et al., 2011).
Berdasarkan jurnal-jurnal yang ada, tidak ada bukti mengenai hubungan
antara ukuran tumor dan outcome yang telah dilaporkan. Ukuran tumor maupun
tipe histologis karsinoma musinus tidak menunjukkan signifikansi prognosis pada
pasien KKR sehingga masuk dalam kategori IV (Gomez et al., 2011).
2.2 Matriks Metaloproteinase-9
2.2.1 Struktur, Jenis dan Fungsi Umum Matriks Metalloproteinase (MMP)
Matriks metaloproteinase pertama kali ditemukan oleh Jerome Gross dan Charles
Lapiere pada tahun 1962, ketika mengetahui adanya aktivitas enzimatik selama
39
metamorfosis ekor kecebong. Mereka menemukan bahwa triple helix kolagen
didegradasi jika ekor kecebong ditempatkan pada matriks kolagen kecebong yang
bermetamorfosis (Ansari et al., 2013; Loffek et al., 2011). MMP merupakan
famili endopeptida yang tergantung pada zinc. Disebut juga sebagai kelompok
protease metzincin karena selalu menyediakan corak pengikat zinc yang tersimpan
ada bagian katalitik aktifnya.
Pada keadaan fisiologi dan patologis, MMP terlibat dalam degradasi matiks
ekstraseluler. Pada keadaan fisiologis MMP berperan pada proses morfogenesis,
angiogenesis, dan perbaikan jaringan, sedangkan pada keadaan patologis non
neoplastik dan neoplastik, MMP terlibat dalam terjadinya asthma, atherosclerosis,
sirosis, arthritis, dan kanker.
Secara umum MMP diekspresikan dalam jumlah yang kecil. Regulasi
transkripsi MMP oleh berbagai sitokin dan faktor pertumbuhan, seperti
inflammatory interleukin (IL-6, TNF) atau transforming growth factors. Sitokin
inflamatori akan menyebabkan disfungsi dari proteinase, sedangkan aktifitas
enzym proteolitik akan meningkatkan proses inflamasi di jaringan. Selektif
proteinase akan mendegradasi berbagai komponen ECM dan melepaskan faktorfaktor pertumbuhan dan sitokin-sitokin yang terletak pada ECM, karena itu enzim
proteolitik seperti sistein dan proteinase serine mempunyai peran tidak hanya
pada proses invasi kanker gastrointestinal (GI) atau pada progresi prekanker lesilesi GI menjadi kanker tetapi terlibat pula pada proses inflamasi pada GI,
perbaikan jaringan, angiogenesis dan penyembuhan luka (Herszenyi et al., 2012).
40
MMP dilepaskan sebagai proenzim yang tidak aktif, tetapi selanjutnya
diaktifkan oleh berbagai faktor yang dikendalikan oleh TIMP (tissue inhibitors of
matrix metalloproteinases). Tissue inhibitors of matrix metalloproteinases akan
mengontrol sekresi MMP. Kondisi patologis akan timbul jika terjadi
ketidakseimbangan tingkat MMP dan TIMP (Herszenyi et al., 2012). Berbagai
penelitian melaporkan bahwa peningkatan ekspresi MMP memicu berbagai
penyakit inflamasi, keganasan dan degeneratif. Disinilah pentingnya aktivitas
penghambat MMP dalam terapi (Ansari et al., 2013). Seperti yang tampak pada
gambar 2.8, MMP memiliki tiga domain utama, yaitu :
1. Pro-peptida yang berperan menjaga enzim dalam bentuk tidak aktif.
Domain ini mengandung “Cystein switch” yakni residu cystein unik dan
selalu terjaga, yang berinteraksi dengan zinc pada bagian aktif. Saat
aktivasi enzim, bagian ini akan dipecah secara proteolitik oleh furin secara
intraseluler atau MMP lainnya dan protease serin secara ekstraseluler.
2. Domain katalitik yang menjadi penanda struktural corak pengikat zinc. Ion
Zn2+, diikat oleh tiga residu histidin membentuk area aktif. Area aktif ini
berjalan secara horizontal melewati molekul sebagai celah dangkal dan
berikatan dengan substrat.
3. Bagian penghubung (hinge region) merupakan sebuah jembatan lentur
atau bagian penghubung yang terbuat dari 75 rantai asam amino berfungsi
untuk menghubungkan domain katalitik dengan domain terminal-C.
Bagian ini sangat penting untuk menjaga stabilitas enzim.
41
4. Domain terminal-C yang menyerupai hemopexin merupakan domain yang
rangkaiannya menyerupai protein serum hemopexin. Rantai polipeptida
domain ini tersusun dalam empat lembaran β yang simetris. Permukaan
datar yang disediakan oleh struktur ini dipercaya terlibat dalam interaksi
antar protein dan merupakan penentu spesifisitas substrat, contohnya:
TIMP berinteraksi pada area ini (Gambar 2.9).
Gambar 2.9
Struktur Matriks Metaloproteinase (Ansari et al., 2013)
Kemampuan MMP dalam menghancurkan berbagai komponen matriks
ekstraseluler (ECM) menunjukkan bahwa berperan utama dalam remodeling ECM
yang signifikan selama perkembangan embryogenik karena remodeling ECM
merupakan bagian penting dalam pertumbuhan dan morfogenesis jaringan.
Matriks metaloproteinase juga meregulasi growth factor pada permukaan sel
dengan melepaskan beberapa protein seperti growth factors, kemokin, dan
42
molekul adhesi. Secara sistematis, beberapa fungsi seluler MMP selama
perkembangan dan fisiologis normal, yaitu (gambar 2.10) (Ansari et al., 2013) :
1. Membantu migrasi sel melalui degradasi molekul ECM.
2. Mengubah perangai seluler dengan mengubah lingkungan mikro ECM.
3. Membantu aktivitas molekul aktif secara biologis dengan pemecahan
langsung,
pelepasan
dari
simpanan,
atau
memodulasi
aktivitas
penghambatnya.
Gambar 2.10
Fungsi seluler MMP selama perkembangan dan fisiologis normal (Ansari et al.,
2013).
Peranan MMP mendegradasi semua komponen dari matriks ekstraselular.
Berdasarkan spesifisitas MMP terhadap komponen ECM, MMP dibagi menjadi
empat kelompok, archetypal MMPs, matrilysins, gelatinases dan furin-activatable
(Said et al., 2014). Sedangkan diantara delapan kelas struktural MMP, 5
disekresikan dan 3 lainnya merupakan MMP tipe membran (MT-MMP) (Ansari et
al., 2013). Jenis dari MMP dapat dilihat pada tabel 2.6.
43
Tabel 2.6
Jenis Matriks Metaloproteinase (Ansari et al., 2013)
Jenis MMP
Kelas struktural
Nama umum
MMP-1
Simple hemopexin domain Kolagenase-1, interstitial Kolagenase,
fibroblast kolagenase, tissue kolagenase
MMP-2
Gelatin-binding
Gelatinase A, 72-kDa gelatinase, 72-kDa
typeIV kolagenase, neutrophil gelatinase
MMP-3
Simple hemopexin domain Stromelysin-1, transin-1, proteoglikanase,
protein pengaktivasi prokolagenase
MMP-7
Minimal domain
Matrilysin, matrin, PUMP1, small uterine
metalloproteinase
MMP-8
Simple hemopexin domain Kolagenase-2, kolagenase neutrophil,
kolagenase PMN, kolagenase granulosit
MMP-9
Gelatin-binding
Gelatinase B, gelatinase 92-kDa,
kolagenase 92-kDa tipe IV
MMP-10
Simple hemopexin domain Stromelysin-2, transin-2 MMP-11 Furinactivated dan Stromelysin-3
MMP-12
Simple hemopexin domain Metalloelastase, elastase makrofag,
metalloelastase makrofag
MMP-13
Simple hemopexin domain Kolagenase-3
MMP-14
Transmembrane
MT1-MMP, MT-MMP1
MMP-15
Transmembrane
MT2-MMP, MT-MMP2
MMP-16
Transmembrane
MT3-MMP, MT-MMP3
MMP-17
GPI-linked
MT4-MMP, MT-MMP4
MMP-18
Simple hemopexin domain Kolagenase-4 (Xenopus)
MMP-19
Simple hemopexin domain RASI-1, MMP-18
MMP-20
Simple hemopexin domain Enamelysin
MMP-21
Vitronectin-like insert
Homolog dari Xenopus XMMP
MMP-22
Simple hemopexin domain CMMP (pada ayam)
MMP-23
Type II transmembrane
Cysteine array MMP (CA-MMP),
femalysin, MIFR,MMP-21/MMP-22
MMP-24
Transmembrane
MT5-MMP, MT-MMP5
MMP-25
GPI-linked
MT6-MMP, MT-MMP6, leukolysin
MMP-26
Minimal domain
Endometase, matrilysin-2
MMP-27
Simple hemopexin domain
MMP-28
Furin-activated and
Epilysin
secreted
Tanpa nama
Simple hemopexin domain Mcol-A (pada tikus)
Tanpa nama
Simple hemopexin domain Mcol-B (pada tikus)
Tanpa nama
Gelatin-binding
Gelatinase 75-kDa (pada ayam)
44
Dalam proses keganasan, peranan MMP menyerupai proses fisiologis namun
pada keganasan terjadi ketidakseimbangan dengan aktivitas penghambatnya.
Invasi melalui ECM mengawali kaskade metastasis dan merupakan proses aktif
yang melibatkan beberapa tahap, diantaranya perubahan interaksi antara sel tumor
dengan sel, degradasi ECM, perlekatan ke komponen terbaru ECM ( Herszenyi et
al., 2012; Kumar et al., 2010).
2.2.2 Struktur, Fungsi dan Bioavaibilitas Matriks Metaloproteinase-9
(MMP-9/Gelatinase)
Diantara seluruh MMP, salah satu kelompok gelatinase yaitu MMP-9 (gelatinase
B) mendapat perhatian pada beberapa penelitian terkait kemampuannya dalam
mendegradasi kolagen IV, komponen utama dari membran basalis epitel dan
vaskuler dalam proses invasi dan metastasis. Interaksi antara komponen radang,
stroma dan tumor mempengaruhi aktivasi dan produksi MMP-9/ gelatinase B.
Gen MMP-9/gelatinase B berlokasi pada kromosom 20q11.2-q13.1, terdiri dari
7.654 basa dan ditranskripsikan sebagai 2.4 kb mRNA tunggal (Bouchet et al.,
2014; Marecko et al., 2014).
Protein MMP-9 merupakan enzim metallo-multidomain, dengan catalytic site
tersusun atas domain pengikat logam yang dipisahkan dari active site oleh ulangan
tiga fibronektin yang memfasilitasi degradasi substrat besar seperti elastin dan
penghancuran kolagen. Dalam regio ini, asam amino Asp309, Asn319, Asp232,
Tyr320 dan Arg3076 penting untuk pengikat gelatin. Catalytic site tetap
dipertahankan dalam bentuk tidak aktif oleh amino-terminal pro-peptide
45
PRCGXPD, dengan koordinasi cysteine bersama katalitik Zn2+. Ujung terminal
COOH dari MMP-9 mengandung domain hemopexin yang mengatur ikatan
dengan substrat, berinteraksi dengan inhibitor dan membantu ikatan ke permukaan
sel. Domain O-glycosylated sentral memberikan fleksibilitas molekuler, mengatur
spesifisitas substrat MMP-9 invasi yang bergantung MMP-9, interaksi dengan
TIMP dan lokalisasi permukaan sel. Domain ini membantu pergerakan MMP-9
sepanjang substrat makromolekuler dan melepaskan ikatan kolagen sebelum
dipecahkan oleh enzim lainnya (Gambar 2.11) ( Loffek et al., 2011; Farina dan
Mackay, 2014 ).
Gambar 2.11
Struktur MMP-9 (Gelatinase B) (Loffek et al., 2011)
Pada pasien tumor kolorektal menunjukkan adanya overexpression MMP-9
bila dibandingkan dengan jaringan mukosa kolon normal. Peningkatan level
MMP-9 pada jaringan tumor berhubungan dengan stadium lanjut dari KKR.
Secara spesifik peranan MMP-9 pada KKR diketahui sebagai critical prometastatic protease yang meregulasi pertumbuhan sel tumor, mobilitas dan
survival (Zuzga, 2008).
46
Pada awal perkembangan tumor sel-sel sel-sel neoplastik membutuhkan
modifikasi dinamik pada lingkungan mikronya yang mendukung dalam proses
invasi dan metastasis. Pada peristiwa tersebut terjadi efek saling mempengaruhi
antara aktifitas MMP-9, dynamic membrane regions dan sinyal-sinyal oleh
molekul yang meregulasi adhesi molekul sel tumor saat migrasi, invasi dan
metastasis. Selain itu MMP-9 mendukung neovaskularisasi oleh faktor-faktor
aktivasi angiogenik yang spesifik. Hal ini sesuai dengan dengan hipotesis bahwa
MMP-9 merupakan regulator kunci pada fenotip malignansi.
Pada tumor kolorektal primer, sel-sel stromal berperan penting dalam
menghasilkan dan mendorong adanya invasi dan metastasis oleh sel-sel kanker.
Selain itu sel-sel kanker kolorektal pada manusia juga memiliki kemampuan
untuk mensintesis dan mensekresi MMP-9, dan efek ini berasosiasi dengan
induksi MMP-9 dalam fungsinya sebagai proteolitik yang tergantung pada ruang
periselular yang memperantarai metastasis. Secara prinsipal, MMP-9 pada sel
epithelial tumor dapat berguna sebagai diagnostik yang spesifik dan terapi target
pada KKR yang bermetastasis.
Ekspresi MMP-9 dihasilkan dari up-regulated oleh sitokin proinflamasi dan
aktifator PKC pada berbagai jenis keganasan dan pada kolon oleh growth factors
HGF fibroblas pada kelinci. Aktivitas enzym MMP-9 ditekan oleh sistem
protease inhibitor α2-macroglobulin, anggota dari inhibitor pada jaringan MMP
(Tissue inhibitors of Metalloproteinases/TIMPs), dan mempunyai fungsi
antagonis terhadap isolated hemopexin domain itu sendiri. Terdapat interaksi yang
unik
antara
pro-form
MMP-9
dan
TIMP-1.
Tissue
inhibitors
of
47
Metalloproteinases-1 akan berikatan pada keadaan afinitas yang tinggi dengan
MMP-9 dan disekresikan sebagai TIMP-1/gelatinase B/MMP-9 komplek. Tissue
inhibitors of Metalloproteinases-1 muncul pada pada domain C-terminal yang
pada fungsinya kemudian dapat ditekan oleh MMP lainnya. Interaksi antara proform MMP-9 dan TIMP-1 terjadi pada domain terminal C dan memungkinkan
TIMP-1 ditekan oleh MMPs. Saat aktivasi MMP-9, TIMP-1 akan ditekan oleh
aktivasi katalitik MMP-9 yang terjadi pada terminal N dan berinteraksi dengan
catalytic site MMP-9. Inhibisi diperantarai oleh MMP-9 pada C-terminal (Farina
dan Mackay, 2014).
MMP-9 dihasilkan oleh sel tubuh manusia, seperti sel fibroblast stroma, sel
endotelial, sel polimorfonuklear (PMN), keratinosit, makrofag dan beberapa sel
epitel. Aktivitas enzimatik MMP-9 dihambat oleh inhibitor protease sistemik α2makrogloblin,
anggota
famili
TIMP
dan
antagonis
terhadap
domain
hemopexinnya sendiri. Inhibisi terhadap aktivitas MMP-9 dilakukan oleh inhibitor
protease sistemik α2-makroglobulin, anggota famili TIMP dan antagonis terhadap
domain hemopexin itu sendiri (Vempati et al., 2007; Farina dan Mackay, 2014).
MMP-9 mendapat perhatian khusus karena ekspresi basalnya rendah secara
normal, sedangkan pada kondisi kanker MMP-9 terekspresi kuat akibat respon
terhadap
berbagai
faktor
pertumbuhan
dan
sitokin.
Melalui
penelitian
eksperimental terhadap tikus dengan defisiensi MMP-9 menunjukkan kegagalan
metastasis dan pertumbuhan tumor (Farina dan Mackay., 2014). Invasi dari KKR
ke jaringan sekitarnya umumnya disertai oleh adanya aktivasi yang jelas dari
48
jaringan stromal sekitar yang mengarahkan kepada adanya reaksi inflamasi,
desmoplasia dan neovaskularisasi (Illeman et al., 2006).
Matrik metaloproteinase-9 memiliki potensi proonkogenik, karena tidak
hanya mampu mendegradasi kolagen tipe IV, komponen utama dari membran
basalis epitel dan vaskular, juga berkaitan dengan transformasi neoplastik, inisiasi
dan promosi tumor serta instabilitas genetik. MMP-9 dapat menempati inti sel,
meskipun memiliki sinyal lokalisasi inti klasik yang rendah dan aktivitas
gelatinase inti menyatu dengan peningkatan fragmentasi DNA. Gelatinase inti ini
mendegradasi matriks protein inti yaitu PARP (poly-ADP-ribose-polymerase),
menghindarkannya dari proses perbaikan DNA (Gambar 2.12) (Farina dan
Mackay., 2014).
Gambar 2.12
Peranan MMP-9 yang tidak terikat TIMP yang berasal dari sel radang PMN sel
tumor maupun stroma dalam inisiasi tumor dan promosi instabilitas genetik.
Melalui degradasi matriks ekstraseluler (ECM), dan aktivitas kemokin, sitokin
dan growth factor (Farina dan Mackay., 2014).
49
Sel-sel kanker bersama dengan sel-sel stroma akan menginvasi jaringan
normal dengan adanya peningkatan aktivitas proteolitik. Peranan MMP-9 yang
berasal dari sel radang neutrofil juga tampak pada inisiasi adenoma intestinal. Hal
tersebut dibuktikan terhadap penurunan lesi adenoma sebanyak 40% pada
heterozygous APC (APC-min) knockout mice yang mengalami defisiensi MMP-9.
Peningkatan aktivitas MMP-9 yang ditunjang oleh PMN neutrofil selanjutnya
juga meningkatkan penarikan neutrofil melalui degradasi yang dimediasi MMP-9
dan superaktivasi IL-8, meningkatkan instabilitas genetik. Selanjutnya MMP-9
terlibat dalam ekspansi klonal yang merupakan tahap penting pada progresi tumor
dengan melibatkan keseimbangan antara proliferasi, apoptosis dan angiogenesis.
Kanker yang berhubungan dengan inflamasi akan ditandai dengan adanya selsel inflamatori yang spesifik dan mediator-mediator inflamasi, termasuk sitokin
dan kemokin. Pada pertumbuhan dan progresi tumor terdapat peran yang
mendasar untuk mempertahankan inflamasi dan menghambat pengawasan
terhadap immune mediated tumor. Peristiwa-peristiwa diatas dipicu oleh aktifitas
sitokin pro inflamatori, seperti interleukin-6 (IL-6) atau tumour necrosis factor
(TNF), TNF α yang mendasari inisiasi pada inflamasi kronis akan mengaktifasi
nuclear factor-kß pathway yang berperan pada adaptasi respon imun, proliferasi
sel, apoptosis dan karsinogenesis (Herzsenyi et al., 2012).
50
2.2.3 Peranan Matriks Metaloproteinase-9 (MMP-9/Gelatinase) pada
Karsinoma Kolorektal
Matriks Metaloproteinase-9 merupakan protein penting yang berkaitan dengan
proses transisi epitel menjadi mesenkimal (EMT) dan bahkan penyebab EMT
(Gambar 2.13) (Gialeli et al., 2010; Antonietta et al, 2014). Transisi epitelial
menjadi mesenkimal (EMT) merupakan kemampuan perubahan sel epitel yang
awalnya tidak dapat bergerak menjadi sel progenitor mesenkimal yang dapat
bergerak. Mekanisme ini penting untuk perkembangan (tipe 1), proses
penyembuhan normal atau fibrosis patologis (tipe 2), dan transformasi metastatik
sel kanker (tipe 3). EMT tipe 3 sangat fundamental pada progresi tumor untuk
bermetastasis, dan baik sel kanker yang mengalami reaktivasi ataupun
dediferensiasi atau teraktivasi ini akan terinduksi menjadi fenotip yang invasif dan
memiliki kemampuan motilitas. Matriks metaloproteinase-9 juga terlibat pada
angiogenesis melalui regulasi dari VEGF serta memecah ikatan matriks
VEGF(Herszenyi et al., 2012)
51
Gambar 2.13
Transisi epitelial menjadi mesenkimal (EMT) yang dipicu MMP-9 (Farina dan
Mackay., 2014).
Neovaskularisasi tumor merupakan proses penting untuk ekspansi tumor
primer, progresi metastatik dan pertumbuhan metastatik, terjadi melalui beberapa
proses meliputi permulaan angiogenesis, vaskulogenesis, gabungan intersusepsi
dan/atau menyerupai vaskuler. Tidak seperti pembuluh darah normal, pembuluh
darah pada tumor bersifat abnormal dan imatur. Pada kanker MMP-9 terlibat
dalam angiogenesis oleh regulasi bioavabilitas vascular endothelial growth factor
(VEGF), dan memecah ikatan matriks VEGF (Herszenyi et al., 2012). Selain itu
MMP-9/ gelatinase B merupakan molekul proangiogenik dan memicu aktivasi
angiogenik pada pembuluh darah tua dengan cara mengatur proliferasi perisit,
apoptosis dan penarikan perisit selama angiogenesis serta memobilisasi
perekrutan prekursor angiogenik sumsum tulang ke stroma tumor untuk
meningkatkan proses angiogenik dan vaskulogenik tumor (Gambar 2.14). MMP-9
52
juga memicu aktivasi angiogenik dengan memobilisasi mitogen angiogenik
seperti FGF and VEGF. Selain itu hipoksia karena tumor merupakan stimulus
angiogenesis dan berperan meningkatkan ekspresi MMP-9 vaskuler (Farina dan
Mackay., 2014).
Gambar 2.14
Peranan MMP-9 bebas TIMP dari sel radang PMN, MMP-9 tumor/ stroma
onkogen dan hipoksia dalam mengaktifkan angiogenesis (Farina dan Mackay.,
2014)
Keterlibatan MMP-9 dengan proses metastasis merupakan kolaborasi proses
ekspansi, EMT dan angiogenesis. Khusus mengenai invasi ke limfonodi dikaitkan
dengan keterlibatan interaksi antara kemokin dengan reseptor kemokin CCR7
yang sebelumnya berfungsi meningkatkan ekspresi MMP-9 (Farina dan Mackay,
2014). Keterlibatan MMP-9 yang berasal dari neutrofil berhubungan dengan
intravasasi tumor dan hal ini membutuhkan daya tarik dari neurofil pada
permukaan sel endotel yang teraktifasi, aktivasi neutrofil dan pelepasan MMP-9
yang bebas TIMP-1. Aktivasi dari MMP-9 yang bebas TIMP-1 akan melepaskan
53
penyimpanan faktor-faktor angiogenik pada matriks ekstraselular, yang akan
mendorong pembentukkan tunas dan pembuluh darah baru (Gambar 2.15) (Farina
dan Mackay, 2014)
Gambar 2.15
Kaitan MMP-9 dengan kemampuan metastasis tumor (Farina dan Mackay.,
2014)
Penelitian dari Yang et al., 2015, dideteksi adanya keterlibatan dari integrin
αVß6 dalam dalam menyokong proses invasi tumor KKR melalui mekanisme selfperpetuating. Integrin αVß6 akan memediasi sekresi MMP-9 yang berperan dalam
degradasi matrik periselular, yang menjadi dasar pertumbuhan invasif pada KKR.
Seperti yang dijelaskan pada gambar 2.16.
54
Gambar 2.16
Model infiltrating growth dari sel tumor, dimana integrin αvß6 mendorong selfperpetuating pada progresi KKR (Yang et al., 2015).
Pada salah satu penelitian ditemukan bahwa tingkat MMP-9 yang
diekspresikan secara signifikan memiliki lebih tinggi dalam serum orang dengan
KKR dibandingkan dengan kontrol normal. Beberapa jalur sinyal berperan dalam
aktivasi gelatinases. Adanya protein Smad terlibat dalam sinyal TGF-β sinyal dan
berfungsi dalam regulasi siklus sel, diferensiasi dan apoptosis. SMAD4 berikatan
dengan receptor-regulated SMADs, dan suppressor karsinoma kolon akan
bermigrasi oleh regulasi aktifitas MMP-9. Pada kanker usus besar, terdapat
peningkatan ekspresi p38 gamma MAPK terbukti menyebabkan peningkatan
sintesis c-Juni serta mengakibatkan peningkatan transkripsi MMP-9 transkripsi
dan invasi MMP-9-dependent (Said et al., 2014). Beberapa study menyatakan
bahwa menjelaskan bahwa ekspresi dari MMP-9 pada KKR rata-rata lebih tinggi
dibandingkan sel epitel normal kolorektal (Chu et al., 2012; Georgescu et al.,
2015). Pada KKR, terdapat beberapa penelitian tentang hubungan peningkatan
ekspresi MMP-9 dengan hasil akhir yang buruk (Said et al., 2014). Selain itu
55
ekspresi MMP-9 yang tinggi berhubungan dengan kedalaman, tumor infiltrasi,
invasi tumor ke KGB dan metastasis jauh serta proses angiogenesis (Georgescu et
al., 2015; Yang et al., 2015; Li et al., 2013). Ekspresi MMP-9 mempunyai peran
penting sebagai marker prognostik pada KKR, hal ini didapatkan pada beberapa
pasien yang dengan ekspresi MMP-9 tinggi menunjukan prognosis yang buruk,
berkurangnya angka ketahanan rata-rata dan resiko tinggi untuk kambuh
(Georgescu et al., 2015).
Study lainnya didapatkan adanya korelasi positif yang signifikan antara
ekspresi MMP-9 pada KKR dengan kedalaman invasi, metastasis ke KGB dan
metastasi yang luas, dan tidak terdapat korelasi antara umur penderita, jenis
kelamin, lokasi tumor dan status diferensiasi (Chu et al., 2012). Demikian juga
study dari Estevez et al., 2015 mendapatkan adanya korelasi positif antara
ekspresi MMP-9 pada stadium II dan III dibandingkan dengan stadium I pada
KKR (Illeman et al., 2006; Georgescu et al., 2015).
Namun terdapat perbedaan pendapat mengenai ekspresi dari MMP-9 pada
derajat invasi dari KKR. Dari 48% sampel KKR dengan MMP-9 positif tidak
menunjukkan adanya korelasi dengan umur, kedalaman invasi dan status KGB
(Buhmeida et al., 2009). Walaupun didapatkan kadar MMP-9 pada pemeriksaan
darah perifer penderita KKR lebih tinggi dibandingkan orang normal, namun
hanya sedikit literatur yang menyelidiki hubungan antara antara kadar MMP-9
dalam darah dengan variabel-variabel klinikopatogikal (Buhmeida et al., 2009).
56
2.2.4 Peranan Matriks Metaloproteinase-9 (MMP-9/Gelatinase) pada Invasi
dan Motilitas Karsinoma Kolorektal
Invasi tumor dan metastasis merupakan rangkaian yang komplek dari banyak
proses: tahap transformasi awal, proliferasi sel-sel yang bertransformasi,
kemampuan sel tumor untuk mencegah destruksi oleh respon imun, tersedianya
nutrisi untuk massa tumor, invasi lokal dan destruksi matriks ekstraseluler,
migrasi sel tumor, penetrasi sel tumor ke dinding pembuluh darah, embolisasi sel
tumor dan adhesi ke organ jauh. Pada peristiwa komplek invasi sel-sel tumor
tersebut terdapat interaksi yang erat antara membran basal dan matriks
ekstraseluler (ECM).
MMP terlibat dalam tahap kedua proses invasi yaitu degradasi lokal membran
basalis dan jaringan ikat interstisial. Sekresi MMP tersebut dapat berasal langsung
dari sel tumor atau dari induksi terhadap sel stroma (seperti fibroblast dan sel
inflamasi). Protease lain yang juga disekresikan yaitu cathepsin D dan urokinase
plasminogen activator. Matrik metaloproteinase mengatur invasi tumor tidak
hanya dengan cara mengubah komponen yang tidak larut pada membran basalis
dan matriks interstisial, tetapi juga dengan pelepasan growth factor yang disimpan
ECM (Kumar et al., 2010; Bouchet et al., 2014).
Terdapat tiga tahapan invasi sel tumor pada matriks ekstraseluler, yaitu
perlekatan, peleburan matrik, dan migrasi. Tahap pertama adalah perlekatan sel
tumor ke matriks. Perlekatan sel tumor dimediasi oleh reseptor dipermukaan sel
tumor saat sel tumor berikatan dengan permukaan membran basal serta oleh
glikoprotein spesifik, seperti fibronektin dan laminin. Saat tahap kedua sel tumor
57
secara langsung mensekresi enzim untuk mendegradasi komponen ECM pada
membran basalis dan jaringan ikat interstisial yang tersusun atas kolagen,
glikoprotein, dan proteoglikan. Saat tahap ketiga, sel kanker mendorong seluruh
membran basal dan stroma melalui zona matrik proteolisis. Faktor kemotaktik
akan mempengaruhi kontrol migrasi (Herszenyi et al., 2012).
Kemampuan proses invasif KKR merupakan interaksi antara sel tumor dan
stroma pada bagian tepi invasif yang meregulasi MMP-9, disertai dengan
pelepasan MMP-9 oleh tumour-associated neutrophils dan makrofag, yang akan
meningkatkan kemampuan invasi dari sel tumor (Gambar 2.17) (Farina dan
Mackay, 2014).
Gambar 2.17
Gambaran peran penting dari polymorphonuclear leucocyte (PMN) berasal dari
Tissue Inhibitor of metalloproteinase (TIMP) bebas, MMP-9 yang berasal dari
stroma dan tumor, pada jaringan yang kehilangan arsitektur dan invasi lokal yang
berasosiasi dengan progresi tumor (Farina dan Mackay, 2014).
58
Invasi sel tumor merupakan proses komplek yang tergantung dari ekspresi
protein, interaksi antara tumor, inflamasi dan sel stroma, perubahan interaksi
adesif faktor-faktor interselular dan ekstraselular, dan perubahan lingkungan
tumor. Proses regulasi melibatkan sitokin pro-inflamatori, kemokin, faktor
pertumbuhan, komponen matriks, reseptor integrin dan non integrin, protease dan
inhibitor, dan pada respon motilitas selular.
Motilitas selular dicapai melalui mekanisme yang berbeda dan merupakan
proses yang reversibel antara mesenkimal dan migrasi amoeboid, yang akan
mendukung invasi sel tumor dalam bentuk single atau kelompok. Keterlibatan
protease pada migrasi dan invasi terbatas pada motilitas mesenkimal. Migrasi
mesenkimal, memerlukan ikatan dengan afinitas yang tinggi antara reseptor
integrin dan non integrin. Pada saat migrasi mesenkimal berlangsung, integrin
atau non integrin reseptor akan terkonsentrasi pada lamellipodia, filopodia,
pseudopodia dan invadopodia, mendukung adapter protein-mediated dan
mengalami interaksi intraselular dengan aktin sitoskeleton. Formasi ini dalam
bentuk fokal kontak dan mengalami adhesi dengan komponen matriks
ekstraselular serta akan mengaktivasi focal adhesion kinases (FAKs) interselular
dalam bentuk lembaran sinyal yang komplek dengan src kinases. Hal ini akan
menyebabkan pergerakan sel. Peristiwa yang terjadi diatas tergantung pada
aktifitas proteolitik dan keterlibatan reseptor integrin fibronektin α5ß1 atau αVß6,
reseptor integrin laminin α6ß1 atau α6ß4, reseptor fibronektin αVß3 dan reseptor
kolagen fibrilar α2ß1(Farina dan Mackay, 2014; Yang et al., 2015).
59
Integrin αVß6 hanya diekspresikan oleh sel epitelial yang abnormal, dan akan
terekspresi saat morphogenesis dan tumorigenesis. Ekspresinya dapat terlihat pada
tumor kolon yang lanjut. Mekanisme potensial dalam mendukung pertumbuhan
tumor merupakan efek dari integrin αVß6 melalui penambahan aktifitas MMP-9.
Pertumbuhan invasif dari sel kanker kolon merupakan kemampuan dari sel tumor
untuk mencerna matrik sekitarnya melalui sekresi dari MMP-9, hal ini disebabkan
karena ekspresi αVß6 di sel kanker kolon akan menyebabkan sekresi dari MMP-9,
dan inhibisi terhadap aktivitas MMP-9 akan menginhibisi efek integrin αVß6 yang
memediasi pertumbuhan sel kanker tersebut (Yang et al., 2015).
Matriks metaloproteinase-9 juga meregulasi migrasi mesenkimal, co-localises
dengan integrin pada lamellipodia sel–sel yang bermigrasi, dan bekerja sama
dengan integrin αVß3 untuk meningkatkan migrasi dan metastasis sel kanker
payudara. Sinyal FAK-Src melalui transkripsi JNK akan menyebabkan upregulasi
ekspresi MMP-9 dan mendukung invasi melalui mediasi MMP-9. Selain itu
MMP-9 akan berinteraksi dengan integrin reseptor CD44 dan konsentrasi MMP-9
pada sel akan mengontrol pergantian interaksi adhesif dan ekstraselular matrik
degradasi yang diperlukan untuk motilitas, dan melibatkan ezrin, aktin dan Krp1
(Farina dan Mackay, 2014).
2.2.5 Peranan Matriks Metaloproteinase-9 Sebagai Therapeutic Target
Matriks metaloproteinase dikontrol oleh suatu penghambat endogen spesifik di
jaringan yang disebut tissue inhibitors of metalloproteinases (TIMPs). Tissue
inhibitors of metalloproteinases akan berikatan dan menghambat enzym aktif dari
60
MMP dan sebagai akibatnya akan menghambat aktivitas proteolitik dari MMP.
Pengaruh dari sekresi TIMP penting dalam menjaga homeostasis dari ECM.
Keseimbangan antara TIMP dan MMP penting untuk berbagai proses fisiologis
pada usus (Herszenyi et al., 2012). Ketidakseimbangan antara TIMP dan MMP
merupakan tahap penting pada perkembangan suatu keganasan pada saluran
pencernaan.
Pada manusia terdapat empat karakteristik TIMP yang telah diketahui, TIMP1, TIMP-2, TIMP-3 dan TIMP-4. TIMP-1 memiliki peran menghambat
angiogenesis secara langsung melalui mekanisme yang belum diketahui. TIMP-2
merupakan selectively block pada pertumbuhan sel mikrovaskular manusia serta
menekan sinyal reseptor tyrosine kinase pada penghambatan MMP. TIMP-3 juga
merupakan tumor supressor untuk suatu keganasan, selain itu juga menghambat
adhesi sel ke ECM dan mendukung apoptosis. TIMP-4 menghambat pertumbuhan
in vivo dari tumor.
Tissue Inhibitor of Metalloproteinases yang merupakan penghambat endogen
spesifik dari MMP yang akan mengurangi degradasi ECM dan menghambat
efektivitas proteolitiknya. Tissue Inhibitor of Metalloproteinases terlibat dalam
berbagai aktivitas biologi seperti migrasi, invasi, proliferasi sel, angiogenesis dan
apoptosis. Aktifitas ganda dari TIMP-1 yang telah diamati yaitu molekul ini
memegang peranan penting dalam mengontrol aksi biologikal dari MMPs
sekaligus mempunyai fungsi yang tidak tergantung oleh aktifitas MMP. Pada
penderita KKR, TIMP-1 akan memberikan perlawanan terhadap citotoxicity yang
61
disebabkan oleh TNF-α dan IL-2 serta berkontribusi pada clonogenicity dan pada
pertumbuhan tumor saat formasi awal dari tumor (Farina dan Mackay, 2014).
Ekspresi dari MMP-9 merupakan petunjuk umum bagi para klinisi dalam
menilai adanya kegagalan dalam menekan proses metastasis serta berperan
membantu klinisi dalam dalam meningkatkan hasil akhir penderita KKR (Lubbe
dan Pitari, 2009). Selain itu, MMP-9 berperan sebagai biomarker yang potensial
pada penderita KKR serta memiliki sensitivitas diagnosis yang konsisten lebih
tinggi bila dibandingkan dengan biomarker konvensional (CEA atau CA 19-9)
(Herszenyi et al., 2012). Peningkatan aktivitas MMP pada awalnya akan dihambat
oleh TIMP. Saat terjadi pertumbuhan tumor, MMP akan disekresikan lebih
banyak dan diikuti sekresi TIMP.
Penelitian pada penderita KKR di Korea, TIMP-2 berasosiasi dengan
peningkatan resiko metastasis dan prognosis yang buruk. Pada awal tahun 1990,
MMPs memiliki peran yang menjanjikan sebagai target cancer pada fase I dan II,
sekaligus menunjukkan efek inhibitor pada pertumbuhan tumor primer dan
metastasis KKR (Said et al., 2014).
62
Tabel 2.7
MMP dan TIMP pada KKR (Said et al., 2014)
2.2.6 Ekspresi MMP-9 pada Karsinoma Kolorektal
Matriks metalloproteinase-9 terekspresi di regio ekstraseluler pada area
desmoplastik dan dihasilkan oleh bagian dari sel tumor serta sel-sel non
inflamatori pada stroma seperti fibroblast dan sel endotelial dan oleh sel-sel
inflamatori seperti makrofag atau neutrofil dan sel fibroblast stromal serta sel
endotel (Yang et al., 2014; Kostova et al., 2014; Marshal et al., 2015). Pada
penelitian didapatkan bahwa ekspresi MMP-9 berhubungan dengan kedalaman
invasi sel tumor (Kostova, et al., 2014). Selain itu tampak terdeteksi pada
makrofag di tepi tumor dan pada kripte ganas (Illemann et al., 2006).
Intensitas MMP-9 pada sel tumor menunjukkan pewarnaan yang sangat
bervariasi antara satu pasien dan yang lainnya (Georgescu et al., 2015).
Peningkatan ekspresi MMP-9 ditemukan berhubungan secara signifikan dengan
63
stadium Duke (Yang et al., 2014). Sel tumor yang mengekspresikan MMP-9 akan
terpulas berwarna kecoklatan pada sitoplasma (gambar 2.18).
Gambar 2.18
Ekspresi MMP-9 pada jaringan kanker kolon. A. Ekspresi MMP-9 positif pada
jaringan kanker kolon. Ekspresi MMP-9 terdeteksi pada sitoplasma oleh
pewarnaan imunohistokimia. B. Ekpresi MMP-9 negatif pada jaringan kanker
kolon ( Yang et al., 2014)
Penilaian ekspresi MMP-9 dengan pemeriksaan imunohistokimia dibuat
berdasarkan persentase sel yang terpulas positif dan intensitas pewarnaannya
(Kostova et al., 2014). Pada penelitian Kostova didapatkan pewarnaan dengan
intensitas yang kuat pada sel-sel inflamatori pada seluruh spesimen. Sel-sel
inflamatori mengelompok pada permukaan neoplasma yang invasif dan tampak
lebih sedikit dan tersebar pada area lainnya dari stroma tumor. Makrofag
menunjukkan pewarnaan yang lebih kuat (Gambar 2.19A). Pada potongan lain
dari jaringan tumor yang menunjukkan tidak adanya imunoreaktif dengan
pewarnaan antibodi anti MMP-9 di bagian sel epitelial mukosa pada lamina
proria, kecuali pada sel-sel inflamatori (Gambar 2.19B dan C).
64
Gambar 2.19
A.Pewarnaan imunohistokimia MMP-9 yang menunjukkan gambaran pewarnaan
yang lemah dari dari sel neoplasma (+) dan pewarnaan yang kuat dari sel
inflamatori pada stroma (+++) B. Pewarnaan dengan intensitas yang lemah dari
seluruh sel epitel (+++) dan sinyal yang kuat dari sel inflamatori stroma (+++). C.
Pewarnaan negatif pada sel epitel neoplastik dan sel inflamatori stromal. (Kostova
et al., 2014)
Pada study Georgescu didapatkan bahwa MMP-9 disintesis oleh sel tumor
(Gambar 2.20A). Pada Adenokarsinoma dengan diferensiasi sedang dan buruk
akan memberikan reaksi yang lebih kuat untuk MMP-9 pada tumor primer dan
tumor dengan metastasis KGB. Pada beberapa kasus sejumlah sel stroma
(fibroblast) akan memberikan reaksi MMP-9 yang positif (Gambar 2.20B). Reaksi
positif kuat dari MMP-9 terlihat pada sel-sel inflamatori (makrofag dan limfosit)
yang berasal dari regio tumor yang nekrotik (Gambar 2.20C).
65
Gambar 2.20
A. Adenocarcinoma moderately differentiated dengan pewarnaan MMP-9
kuat pada sel tumor. B. Adenocarcinoma poorly differentiated dengan
reaksi MMP-9 yang rendah. MMP-9 terwarna positif kuat pada sel stroma.
Imunostaining dengan antibodi anti-MMP-9. C. Well differentiated
adenocarcinoma dengan tumor nekrosis yang terwarna positif kuat pada
sel inflamatori. Imunostaining dengan antibodi anti-MMP-9 (Georgescu et
al., 2015).
Reaksi MMP-9 positif
kuat juga terlihat pada beberapa makrofag pada
stroma tumor, terutama pada margin invasi tumor (Gambar 2.21A dan B).
Ekspresi MMP-9 juga berhubungan dengan proses angiogenesis.
Gambar 2.21
A. Sel tumor stroma dengan pewarnaan MMP-9 yang positif tinggi. Pewarnaan
dengan antibodi anti-MMP-9. B. Poorly differentiated adenocarcinoma
dengan MMP-9 reaksi lemah pada sel tumor tetapi terwarna kuat pada sel
makrofag stroma. Imunostaining dengan antibodi anti-MMP-9 (Georgescu et
al., 2015)
66
Pada kebanyakan kasus angiogenesis menunjukkan ekspresi MMP-9 yang kuat
dan sedang (Gambar 2.22A dan B) (Georgescu et al. ,2015).
Gambar 2.22
A.Moderately differentiated adenocarcinoma dengan reaksi intens MMP-9.
Imunostaining dengan antibodi anti-MMP-9. B. Poorly differentiated
adenocarcinoma dengan reaksi MMP-9 kuat pada sel tumor dan beberapa sel
stromal (Georgescu et al., 2015).
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Stadium patologis (pathologic staging) merupakan prediktor prognosis yang
paling penting untuk menentukan karakteristik tumor dan outcome pasien dengan
KKR. Sistem staging yang digunakan adalah sistem TNM dari AJCC berdasarkan
evaluasi terhadap tumor (T), keterlibatan kelenjar getah bening (N) dan metastasis
jauh (M). Pemeriksaan histopatologis dari spesimen reseksi pembedahan
memberikan peran yang tidak tergantikan dalam menentukan kedalaman invasi
tumor (T) dan perluasan/metastasis KGB (N).
Ukuran dan kedalaman invasi tumor primer ditunjukkan oleh komponen T.
Perluasan invasi tumor melewati muskularis propria berpengaruh kuat terhadap
prognosis. Tumor yang melewati muskularis propria dapat menyebabkan perforasi
peritoneum atau menginfiltrasi struktur viseral.
Proses invasi serta metastasis melibatkan beberapa tahap salah satunya adalah
degradasi komponen ECM. Proses ini melibatkan suatu protease utama yaitu
matriks metalloproteinase (MMP), salah satunya adalah MMP-9. Secara struktural
MMP-9 termasuk dalam kelompok gelatinase B dengan catalytic site tersusun
atas domain pengikat logam yang dipisahkan dari active site oleh ulangan tiga
fibronektin yang memfasilitasi degradasi kolagen tipe IV.
Matriks metalloproteinase-9 dihasilkan baik oleh sel tumor maupun sel
disekitar lingkungan tumor seperti sel fibroblas di stroma, sel endotel, sel
67
68
polimorfonuklear (PMN), keratinosit, makrofag dan beberapa sel epitel sehingga
aktivasi dan produksinya sangat dipengaruhi oleh interaksi komponen tersebut
diatas. Faktor pertumbuhan dan sitokin yang disekresikan oleh sel tumor, stroma,
dan sel radang di lingkungan mikro tumor bersama-sama dapat meningkatkan
ekspresi MMP-9 melalui jalur autokrin dan parakrin. Co-culture sel tumor dengan
sel stroma secara in vitro mampu meningkatkan ekspresi pro-MMP-9 di sel tumor
dan menekan regulasi inhibitornya (TIMPs) di sel stroma. Selain itu, co-culture
sel tumor dengan sel endotel juga mampu meningkatkan ekspresi MMP-9 dan
kemampuan invasi sel tumor melalui peningkatan sekresi IL-6 oleh sel endotel
dimana aktivasinya dilakukan melalui jalur TGF-β. CXC chemokin receptor-4
(CXCCR4) adalah sitokin lain yang berperan penting pada metastasis KKR
melalui peningkatan regulasi vascular endothelial growth factor (VEGF) dan
MMP-9 baik secara in vitro maupun in vivo.
Matriks metalloproteinase-9 memiliki kemampuan dalam mendegradasi
kolagen tipe IV, komponen utama dari membran basalis epitel dan vaskuler;
fibronektin dan gelatin yang memegang peranan penting dalam proses invasi dan
metastasis. Matriks metalloproteinase-9 juga dikenal sebagai EMT- related gene
penting yang berhubungan dengan proses transisi epitel menjadi mesenkimal
(EMT) dan sekaligus menjadi penyebab EMT. Proses transisi epitel menjadi
mesenkimal tipe 3 fundamental untuk progresi tumor menjadi metastasis melalui
reaktivasi dediferensiasi sel kanker maupun aktivasi dalam stem cell yang
menginduksi fenotip dan motilitas sel kanker menjadi invasif. MMP-9 juga
berperan dalam melepaskan faktor pertumbuhan FGF dan VEGF, urokinase
69
plasminogen activator (uPA), serpin protease nexin-1 (PN-1) yang penting pada
proses invasi. Selain itu densitas sel yang tinggi dalam tumor akan menginduksi
integrin αvβ6 dan Ets-1, yang mendukung sekresi MMP–9 oleh sel-sel kanker
usus besar, yang akhirnya meningkatkan degradasi matriks ekstraselular (ECM),
yang merupakan dasar biologis molekul untuk pertumbuhan invasif tumor dalam
perkembangan KKR.
Proses invasi tumor merupakan suatu proses yang penting dalam menentukan
prognosis. MMP-9 memegang peranan penting pada tahap proses tersebut
sehingga dapat dijadikan sebagai marka penting agresivitas proses invasi pada
KKR. Ekspresi MMP-9 diduga berkaitan dengan derajat kedalaman invasi KKR
yang akan dibuktikan pada penelitian ini.
3.2 Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka konsep penelitian dijabarkan seperti
bagan berikut:
Kedalaman
Invasi KKR
Ekspresi
MMP-9
Gambar 3.1
Konsep Penelitian
70
Sesuai dengan bagan konsep penelitian tersebut maka variabel yang diteliti adalah
KKR T1 yaitu tumor yang menginvasi submukosa, KKR T2 yaitu tumor yang
sudah menginvasi muskularis propria, KKR T3 yaitu tumor yang sudah
menginvasi subserosa atau ke dalam jaringan perikolika atau perirektal nonperitonealisasi, KKR T4 yaitu tumor telah menginvasi organ atau struktur atau
mencapai peritoneum visceral, serta ekspresi MMP-9 pada kedalaman invasi
KKR.
3.3 Hipotesis Penelitian
Ekspresi MMP-9 berhubungan positif dengan kedalaman invasi adenokarsinoma
kolorektal tipe tidak spesifik.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1
Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan yang
digunakan adalah cross-sectional study (potong lintang).
KKR
Kedalaman invasi
T1, T2, T3, T4
Ekspresi
MMP-9
Gambar 4.1
Bagan Rancangan Penelitian
4.2
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah
Denpasar dan di Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Gadjah
Mada/RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Waktu penelitian ditetapkan sampai 30
Oktober 2016.
4.3
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah pulasan HE dari bahan operasi penderita
adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik yang diperiksa gambaran
histopatologinya di Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, didiagnosis ulang untuk
71
72
mendapatkan sampel sesuai kriteria inklusi dan eksklusi, kemudian dilakukan
pulasan imunohistokimia untuk menilai ekspresi MMP-9.
4.4
Penentuan Sumber Data
4.4.1
Populasi Penelitian
4.4.1.1 Populasi Target
Populasi target penelitian ini adalah semua penderita KKR.
4.4.1.2 Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau penelitian ini adalah semua penderita yang melakukan operasi
KKR di RSUP Sanglah.
4.4.2
Sampel
Sampel Penelitian
penelitian
adalah
blok
parafin
dari
bahan
operasi
penderita
adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik dengan kategori T1, T2, T3, dan T4
yang diperiksa secara histopatologi pada Bagian/SMF Patologi Anatomi FK
UNUD/RSUP Sanglah yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dari 1 Januari
2013 sampai 31 Juni 2016.
4.4.3
Kriteria Inklusi dan Eksklusi
4.4.3.1 Kriteria inklusi
a. Sediaan blok parafin dari bahan operasi karsinoma kolorektal dengan
diagnosis histopatologi Adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik.
73
b. Berasal dari pasien Adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik yang
belum pernah mendapatkan kemoterapi maupun radioterapi.
c. Blok parafin dalam kondisi yang baik dan mengandung jaringan massa
tumor yang cukup.
4.4.3.2 Kriteria eksklusi
1. Blok paraffin yang rusak dan berjamur
2. Blok paraffin banyak mengandung jaringan nekrosis, perdarahan, radang
supuratif dan tidak cukup mengandung massa tumor.
4.4.4
Besar Sampel
Besar sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini dihitung
menggunakan rumus (Araoye, 2003):
n=
Keterangan :
n
= besar sampel
P
= Prevalensi kejadian KKR dengan ekspresi MMP-9 dari penelitian
terdahulu (Kostova et al, 2014)
Q
= 1-P
d
= deviasi di populasi (15%)
α
= tingkat kemaknaan 95% (Zα = 1,96)
74
Tabel 4.1
Perhitungan besar sampel berdasarkan prevalensi per variabel penelitian dengan
menggunakan rumus Araoye (2003)
Variabel
Prevalensi (P)
Q = 1-P
N
4
Kedalaman invasi T1
0,14
0,86
20,55
5
Kedalaman invasi T2
0,24
0,76
31,13
6
Kedalaman invasi T3
0,41
0,59
41,28
Kedalaman invasi T4
0,21
0,79
28,44
Berdasarkan tabel 4.1 di atas maka diambil besar sampel yang paling besar yaitu
41,28. Oleh karena adanya kemungkinan drop out, maka sampel dibulatkan
menjadi 50 sampel.
4.4.5
Teknik Pengambilan Sampel
Sampel penelitian adalah semua sediaan blok parafin dari bahan operasi penderita
Adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi yang ditetapkan peneliti. Sampel dipilih dengan cara concecutive random
sampling.
4.5
Variabel Penelitian
4.5.1 Klasifikasi Variabel
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari 2 variabel yaitu:
I.
Variabel bebas
: Ekspresi MMP-9.
75
II.
Variabel tergantung
: Adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik
kategori T1, T2, T3, T4.
4.5.2
Definisi Operasional Variabel
1. Adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik adalah keganasan yang
berasal dari sel-sel epitelial mukosa kolorektal dan menunjukkan
diferensiasi kelenjar (Hamilton et al., 2010; Fleming et al., 2012).
Berdasarkan gambaran mikroskopis adenokarsinoma kolorektal tipe tidak
spesifik memiliki beberapa kriteria diagnosis; gambaran glanduler yang
dominan dengan sedikit stroma. Kelenjar tersebut membentuk pola back to
back, kribriform maupun berupa proliferasi kelenjar berukuran kecil dan
ireguler. Sel tumor berbentuk kolumnar tinggi dan berubah menjadi kuboid
pada diferensiasi yang lebih buruk. Mitosis mudah ditemukan. Lumen
kelenjar berisi bahan mukus eosinofilik dan debris inti dari sel yang
disebut sebagai nekrosis kotor. Bila nekrosis kotor ini ditemukan pada
karsinoma metastasis yang primernya belum diketahui, gambaran nekrosis
kotor ini dapat menjadi petunjuk untuk primer kolorektal. Dapat
ditemukan gambaran reaksi stroma desmoplastik, yang disebabkan oleh
hialinisasi stroma di sekitar sel tumor yang invasif.
2. Tingkat kedalaman invasi tumor dinyatakan dalam komponen T pada
sistem stadium berdasarkan AJCC. Pada penelitian ini tingkat kedalaman
invasi tumor dibagi empat, yaitu T1, T2 ,T3 dan T4. Karsinoma kolorektal
(KKR) T1 adalah tumor yang sudah menginvasi submukosa. KKR T2
76
adalah tumor yang sudah menginvasi muskularis propia. KKR T3 adalah
tumor yang sudah menginvasi subserosa atau kedalam jaringan perikolika
atau perirektal non peritonealisasi. KKR T4 adalah tumor telah menginvasi
organ atau struktur atau mencapai peritoneum visceral. Interpretasi
histomorfologi ini dilihat dengan pulasan HE, menggunakan mikroskop
cahaya binoluler Olympus CX21. Interpretasi kedalaman invasi dilakukan
secara blind independent oleh peneliti dan 2 orang dosen pembimbing
tanpa mengetahui data kliniko-patologi pasien (Hamilton et al., 2010;
Rubin dan Hansen, 2012).
3. Ekspresi MMP-9 adalah penilaian protein MMP-9 secara imunohistokimia
menggunakan Monoclonal Rabbit Anti-Human MMP-9 Antigen, Abcam
kemudian secara semikuantitatif diamati dengan mikroskop cahaya
binokuler merk Olympus CX21 dimulai dari pembesaran lemah 40 kali
untuk melihat persentase sel tumor yang terpulas positif sampai
pembesaran kuat 400 kali untuk menilai intesitas pewarnaan pada sel yang
terpulas positif. Matriks metalloproteinase-9 dihasilkan oleh sel tumor
maupun sel disekitar lingkungan tumor seperti sel fibroblast di stroma, sel
endotel, sel polimorfonuklear (PMN), makrofag, sehingga aktivasi dan
produksinya sangat dipengaruhi oleh interaksi komponen tersebut diatas.
Faktor pertumbuhan dan sitokin yang disekresikan oleh sel tumor, stroma,
dan sel radang di lingkungan mikro tumor bersama-sama dapat
meningkatkan ekspresi MMP-9. Sel tumor yang mengekspresikan MMP-9
akan berwarna kecoklatan pada sitoplasma (Yang et al., 2014). Penilaian
77
ekspresi MMP-9 dibuat berdasarkan analisis persentase terpulas positif
oleh MMP-9 dan intensitas pewarnaan MMP-9 pada sel tumor dan sel-sel
di stroma (Kostova et al., 2015). Berdasarkan persentase sel tumor dan selsel disekitar tumor yang terpulas positif tersebut maka dibagi menjadi skor
0-3 yaitu: 0 (tidak terwarna), 1+(<25% sel dari seluruh sel tumor), 2+(2575% sel dari seluruh sel tumor ) dan 3+(>75% sel dari seluruh sel tumor).
Berdasarkan intensitas warna coklat pada sel-sel tumor yang menunjukkan
pulasan positif MMP-9 maka dibagi menjadi skor 0 sampai 3, yaitu: 0
(negatif), 1+ (lemah), 2 + (sedang), dan 3+ (kuat). Skor persentase dari sel
yang terpulas positif kemudian dikalikan dengan skor intensitasnya,
sehingga didapatkan hasil perkalian 0 sampai 9 dan dibagi menjadi skor 0
sampai 3, yaitu: negatif : 0, positif ringan: +1 (1-2), positif sedang : +2
(3-4) dan positif kuat: +3 (5-9) (Meng et al., 2012). Pemeriksaan
imunohistokimia MMP-9 dikerjakan di Bagian/SMF Patologi Anatomi
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Rediagnosis menentukan kedalaman
invasi serta interpretasi ekspresi MMP-9 dilakukan peneliti dan dua orang
ahli Patologi secara blind independent tanpa mengetahui data klinikopatologi pasien. Bila terjadi perbedaan pendapat diantara peneliti dan dua
orang ahli Patologi tersebut kemudian dilakukan kesepakatan bersama
secara konsensus.
78
4.6
Bahan Penelitian
Bahan penelitian berupa:
1. Blok parafin dari bahan operasi penderita adenokarsinoma kolorektal tipe
tidak spesifik dengan kedalaman invasi T1, T2, T3 dan T4 yang diamati
gambaran
histopatologinya
di
Bagian/SMF
Patologi
Anatomi
FK
UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
2. Reagen Harris’s hematoksilin dan eosin.
3. Phosphate buffer saline (PBS)
4. Monoclonal Rabbit Anti-Human MMP-9 Antigen, Abcam
5. DAB (3,3'-diaminobenzidine).
6. Streptavidin Peroxidase.
7. Reagen Harris’s hematoksilin.
8. Alkohol 50% hingga alkohol absolut.
9. Xylol
4.7
Instrumen / Alat Penelitian
Instrumen/alat penelitian yang digunakan adalah :
1. Buku registrasi pemeriksaan histopatologi Bagian/SMF Patologi Anatomi FK
UNUD/RSUP Sanglah tahun 2012 hingga 2016.
2. Mikroskop binokuler Olympus CX21.
3. Mikrotom Leica 2125 RM , waterbath, hot plate.
4. Gelas obyek merk Sail dan Sigma dengan ukuran lebar satu inchi, panjang 3
inchi dan tebal 1,2 mm.
79
5. Pipet mikro.
6. Staining jar dan neraca digital
7. Inkubator dan aluminium chamber
8. Rotator
9. Oven microwave
4.8
Prosedur Penelitian
4.8.1
Cara Pengumpulan Data
1. Peneliti mencari sediaan pasien KKR dari bahan operasi yang diperiksa
secara histopatologi dari tanggal 1 Januari 2012 sampai 31 Juli 2016 pada
laboratorium Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
2. Preparat hasil pulasan HE sesuai nomor-nomor diatas dikumpulkan,
dievaluasi ulang dan dilakukan diagnosis ulang, supaya memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi sehingga didapat empat kelompok data yaitu
adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik T1, T2, T3, dan T4.
3. Apabila dalam proses penilaian ternyata ada slide yang tidak dapat dinilai,
misalnya karena warna mulai kabur (dilakukan proses pewarnaan kembali).
Apabila slide berjamur atau rusak maka dilakukan pemotongan ulang blok
parafin.
4. Peneliti menentukan slide mana yang akan dipakai untuk pemeriksaan imunohistokimia (IHK)
5. Peneliti mencari blok parafin sesuai preparat yang dipilih dan memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi.
80
6. Blok parafin dipotong setebal 3 mikrometer dengan mikrotom untuk pulasan
IHK MMP-9.
7. Melakukan pulasan imunohistokimia MMP-9 dengan Monoclonal Rabbit
Anti-Human MMP-9 Antigen, Abcam, menggunakan metode streptavidin
biotin kompleks.
8. Pemeriksaan pulasan imunohistokimia MMP-9 dilakukan oleh peneliti dan
dua orang ahli Patologi Anatomi secara blind independent tanpa mengetahui
data kliniko patologi. Bila terjadi perbedaan pendapat diantara peneliti dan
dua orang ahli Patologi tersebut kemudian dilakukan kesepakatan bersama
secara konsensus.
9. Blok parafin yang sudah selesai diproses dikembalikan ke bagian/SMF
Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah
Denpasar.
10. Pencatatan dan pengumpulan data.
11. Analisis data.
4.8.2
Prosedur Pemeriksaan Bahan
1. Prosedur pulasan Hematoksilin dan Eosin menggunakan prosedur pulasan
Hematoksilin dan Eosin yang rutin dikerjakan di Bagian/SMF Patologi
Anatomi
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Udayana/RSUP
Sanglah,
Denpasar, yaitu :
a. Potong blok parafin mengunakan mikrotom Leica 2125 RM dengan
ketebalan empat mikrometer, kemudian ditempelkan pada gelas obyek
81
merk Sail Brand dengan ukuran lebar 1 inchi, panjang 3 inchi, dan tebal
1,2 mm.
b. Deparafinisasi dengan dicelupkan pada xylol sebanyak 4 kali masingmasing celupan selama 5 menit.
c. Hidrasi
dengan akohol
bertingkat
dengan
konsentrasi
menurun
mengunakan alkohol 95%, alkohol 80%, alkohol 75%, dan alkohol 50%,
masing-masing celupan selama 2 menit.
d. Masukkan ke dalam air selama 10 menit.
e. Celupkan ke cat utama yaitu Harris’s hematoksilin selama 10 menit.
f. Cuci dengan air selama 10 menit.
g. Lihat dibawah mikroskop, inti sel akan terlihat biru terang sedangkan
sitoplasma tidak berwarna.
h. Celupkan pada cat pembanding eosin 1% selama setengah hingga satu
menit.
i. Dehidrasi dengan alkohol bertingkat dengan konsentrasi meningkat
mengunakan alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 95%, dan alkohol
absolut, masing-masing celupan selama dua menit.
j. Penjernihan dengan xylol sebanyak empat kali celupan, lama masingmasing celupan selama 5 menit.
k. Tutup dengan cover glass.
l. Interpretasi hasil pulasan HE.
82
2. Prosedur pulasan imunohistokimia MMP-9, yaitu :
a. Potong blok parafin menggunakan mikrotom Leica 2125 RM dengan
ketebalam tiga mikrometer, kemudian direkatkan pada gelas obyek yang
telah dilapisi dengan poly-L-lysine, merek Sigma, dengan ukuran lebar
satu inchi, panjang tiga inchi, dan tebal 1,2 mm.
b. Inkubasi dalam incubator dengan suhu 37o C selama satu malam.
c. Deparafinisasi dengan xylol, preparat dicelupkan ke dalam xylol sebanyak
tiga kali, masing-masing celupan selama tiga menit.
d. Rehidrasi dengan alkohol bertingkat terdiri dari alkohol absolut dua kali,
alkohol 95%, alkohol 80%, dan alkohol 70%, masing-masing selama 3
menit.
e. Cuci dengan aquadest selama 10 menit.
f. Teteskan H2O2 dalam methanol 3% sampai menutupi seluruh permukaan
jaringan selama 15 menit.
g. Cuci dengan aquadest selama 10 menit.
h. Cuci dengan phosphate buffer saline (PBS) sebanyak dua kali, masingmasing selama 10 menit.
i. Rendam dengan buffer cytrate 0,01 M, pH 6,0. Kemudian panaskan di
dalam oven microwave selama 15 menit, mula-mula dengan pemanasan
tinggi (80oC) sampai tepat mendidih, kemudian dengan pemanasan
sedang (50oC) selama 5 menit.
j. Dinginkan pada suhu kamar.
k. Cuci dengan PBS sebanyak dua kali, masing-masing selama 10 menit.
83
l. Teteskan 100 μl antibodi primer menggunakan Monoclonal Rabbit AntiHuman MMP-9 Antigen, Abcam, yang telah diencerkan (pengenceran
1:100) selama 30 menit pada suhu kamar atau semalam pada suhu 40C.
m. Cuci dengan PBS sebanyak dua kali, masing-masing selama 10 menit.
n. Teteskan Biotinylated Anti Polyvalent selama 10 menit.
o. Cuci dengan buffer saline (BS) sebanyak dua kali, masing-masing 10
menit.
p. Teteskan Streptavidin Peroxidase selama 10 menit.
q. Cuci dengan PBS sebanyak dua kali, masing-masing selama 10 menit.
r. Teteskan dengan reagen DAB selama 10 menit.
s. Cuci dengan air mengalir.
t. Counterstain dengan Meyer Hematoksilin selama dua menit.
u. Cuci dengan air mengalir.
v. Dehidrasi dengan alkohol bertingkat terdiri dari alkohol 70%, alkohol
80%, alkohol 95%, dan alkohol absolut dua kali, masing-masing selama
tiga menit.
w. Celupkan ke dalam xylol sebanyak tiga kali, masing-masing selama tiga
menit.
x. Tutup dengan cover glass.
y. Interpretasi pulasan IHK MMP-9.
84
4.8.3
Alur Penelitian
Bahan operasi dari pasien yang menderita adenokarsinoma kolorektal tipe tidak
spesifik diperiksa secara histopatologi dengan pengecatan Hematoksilin dan Eosin
di
Bagian/SMF
Patologi
Anatomi
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Udayana/RSUP Sanglah Denpasar. Sediaan mikroskopis pulasan Hematoksilin
dan Eosin dari karsinoma kolorektal kemudian dikumpulkan dan dilakukan
rediagnosis untuk menentukan kedalaman invasi oleh peneliti dan dua orang ahli
Patologi Anatomi secara blind independent. Sediaan yang telah diseleksi
berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi tersebut kemudian dipilih sebagai dasar
untuk memilih blok parafin untuk pulasan IHK MMP-9. Blok parafin dari sediaan
adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik kemudian dicari dan dikumpulkan.
Selanjutnya dilakukan interpretasi pemeriksaan IHK MMP-9. Interpretasi
dilakukan oleh peneliti dan dua orang ahli Patologi Anatomi secara blind
independent tanpa mengetahui diagnosis histopatologi sebelumnya. Bila terjadi
perbedaan pendapat diantara peneliti dan dua orang ahli Patologi tersebut
kemudian dilakukan kesepakatan bersama secara konsensus. Data hasil
pemeriksaan IHK dicatat dan dikumpulkan, selanjutnya dilakukan analisis
statistik.
85
Mencari sediaan KKR dari 1 Januari 2012 hingga 31 Juni 2016 yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
Pengumpulan sediaan pulasan HE
Seleksi, restaining bila warna pudar, rediagnosis sediaan mikroskopis
Memilih preparat sebagai dasar memilih blok parafin untuk pulasan
MMP-9
Mencari dan mengumpulkan blok parafin
Blok parafin dipotong 3 μm
Pengecatan imunohistokimia MMP-9
Pemeriksaan hasil pulasan MMP-9
Pencatatan dan pengumpulan
data
Analisis statistik
Simpulan
Gambar 4.2
Skema Alur Penelitian.
86
4.9
Analisis Data
Data diolah dengan menggunakan Program SPSS (Statistical Package for the
Social Sciences) 16.0 for Windows dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1.
Analisis deskriptif yang meliputi karakteristik sampel.
2. Hubungan antara ekspresi MMP-9 dianalisis dengan menggunakan korelasi
Spearman dengan koefisien korelasi (r) untuk menilai arah hubungan dan
kuatnya hubungan.
a. Bila nilai r positif
(+), maka hubungan antara variabel bebas dan
variabel tergantung bersifat positif, artinya bila variasi variabel bebas
meningkat diikuti dengan meningkatnya variasi variabel tergantung.
b. Bila nilai r negatif (-), maka hubungan antara variabel bebas dan variabel
tergantung bersifat negatif, artinya bila variasi variabel bebas meningkat,
tidak diikuti dengan meningkatnya variasi variabel tergantung.
c. Nilai r mendekati -1 sampai +1, menunjukkan kekuatan hubungan antara
variabel bebas dan variabel tergantung berdasarkan garis linear.
3. Nilai batas kemaknaan (α) ditentukan pada probabilitas (p) < 0,05.
BAB V
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dari periode bulan September sampai Oktober 2016 di
Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah. Data dan
sampel dikumpulkan sejumlah 50 kasus adenokarsinoma kolorektal tipe tidak
spesifik dari operasi kolonektomi. Sampel yang dipilih sesuai dengan kriteria
inklusi dan eksklusi. Pencatatan kedalaman invasi dilakukan dengan diagnosis
ulang dan kemudian dilakukan pengecatan imunohistokimia MMP-9.
5.1 Distribusi Kasus Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik
Berdasarkan Kedalaman Invasi dengan Umur Pasien, Jenis Kelamin dan
Lokasi Tumor.
5.1.1 Distribusi Kasus Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik
Berdasarkan Kedalaman Invasi dan Umur Pasien
Gambar 5.1
Grafik Distribusi Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik berdasarkan
Kelompok Umur dan Kedalaman Invasi
87
88
Sampel
penelitian
adenokarsinoma
kolorektal
tipe
tidak
spesifik
menunjukkan rentang umur pasien yang cukup bervariasi yaitu berkisar dari 41
tahun sampai 83 tahun dengan rerata umur 57,78±9,66 tahun. Pada penelitian ini
didapatkan pada kedalaman invasi T1, jumlah terbanyak pada rentang umur 40-49
tahun (4/6 kasus T1), sedangkan rentang umur 50-59 tahun berjumlah 1 orang,
rentang umur 60-69 tahun berjumlah 0 orang dan rentang umur ≥ 70 tahun
berjumlah 1 orang. Pada kedalaman invasi T2 jumlah terbanyak penderita pada
rentang umur 60–69 tahun (7/14 kasus T2), sedangkan rentang umur 40-49 tahun
berjumlah 3 orang, rentang umur 50-59 tahun berjumlah 4 orang dan rentang
umur ≥ 70 tahun berjumlah 0 orang. Pada kedalaman invasi T3 jumlah terbanyak
penderita pada rentang umur 50–59 tahun (8/15 kasus T3), sedangkan rentang
umur 40-49 tahun berjumlah 1 orang, rentang umur 60-69 tahun berjumlah 4
orang dan rentang umur ≥ 70 tahun berjumlah 2 orang . Pada kedalaman invasi
T4 jumlah terbanyak penderita pada rentang umur 50–59 tahun (6/15 kasus T4),
sedangkan rentang umur 40-49 tahun berjumlah 2 orang, rentang umur 60-69
tahun berjumlah 5 orang dan rentang umur ≥ 70 tahun berjumlah 2 orang .
89
5.1.2 Distribusi Kasus Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik
Berdasarkan Kedalaman Invasi dan Jenis Kelamin
Gambar 5.2
Grafik Distribusi Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik berdasarkan
Kelompok Jenis Kelamin dan Kedalaman Invasi.
Pada penelitian ini diperoleh hasil jenis kelamin laki-laki lebih banyak
dibandingkan perempuan. Data berdasarkan jenis kelamin didapatkan sebanyak 32
orang laki-laki, dengan distribusi T1: 4 orang (8%), T2: 8 orang (16%), T3: 9
kasus (18 %), dan T4: 11 orang (22%). Jenis kelamin perempuan 18 orang,
distribusi T1: 2 orang (4%), T2: 6 orang (12%), T3: 6 orang (12%), dan T4: 4
orang (8%).
90
5.1.3 Distribusi Kasus Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik
Berdasarkan Kedalaman Invasi dan Lokasi Tumor
Gambar 5.3
Grafik Distribusi Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik berdasarkan
Kelompok Lokasi Tumor dan Kedalaman Invasi.
Data berdasarkan lokasi tumor didapatkan pada kolon, T1: 3 kasus (6%), T2:
8 kasus (16%), T3: 10 kasus (20%), dan T4: 10 kasus (20%). Pada rektum
didapatkan data T1: 3 kasus (6%), T2: 6 kasus (12%), T3: 5 kasus (10%) dan T4:
5 kasus (10%).
5.2 Distribusi Kasus Berdasarkan Kedalaman Invasi dan Ekspresi MMP-9
Berdasarkan hasil tinjauan ulang kedalaman invasi pada 50 kasus adenokarsinoma
kolorektal tipe tidak spesifik yang dilakukan operasi kolonektomi ditemukan
tumor dengan kedalaman invasi T1, 5 kasus (10%) yang menunjukkan gambaran
ekspresi MMP-9 positif pada sel tumor dan sel stroma. Pada tumor dengan
kedalaman invasi T2, menunjukkan 13 kasus (26%) dengan ekspresi positif. Pada
91
tumor dengan kedalaman invasi T3, menunjukkan 15 kasus (30%) dengan
ekspresi positif. Pada tumor dengan kedalaman invasi T4, menunjukkan 14 kasus
(28%) dengan ekspresi positif.
Tabel 5.1
Distribusi Kasus Berdasarkan Kedalaman Invasi dan Ekspresi MMP-9
Kedalaman Invasi
MMP-9
T1
T2
T3
T4
0
1
1
0
1
1
4
6
3
1
2
1
2
9
4
3
0
5
3
9
6
14
Total
r = 0,435, r 2 (rsq) = 0,189 , p = 0,002
15
15
Hubungan antar variabel yang digunakan dalam penelitian ini diuji dengan uji
Spearman. Hasil uji Spearman yang diperoleh dari nilai kemaknaan antara
kedalaman invasi dan ekspresi MMP-9 adalah p = 0,002 (p <0,05) yang
menunjukkan terdapat korelasi bermakna antara kedalaman invasi dan ekspresi
MMP-9. Adapun nilai koefisien korelasi yang diperoleh sebesar r = 0,435
menunjukkan tingkat korelasi sedang dengan koefisien determinasi r
0,189 yang menunjukkan kekuatan hubungan kuat.
2
(0,435) =
92
5.3 Gambaran Ekspresi MMP-9
Gambar 5.4
Ekspresi MMP-9 pada sitoplasma sel tumor dan sel stroma dengan Intensitas
Lemah (400x)
Gambar 5.5
Ekspresi MMP-9 pada sitoplasma sel tumor dan sel stroma dengan
Intensitas Sedang (400x).
93
Gambar 5.6
Ekspresi MMP-9 pada pada sitoplasma sel tumor dan sel stroma dengan
Intensitas Kuat (400x).
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Distribusi Kasus Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin dan Lokasi
Pada penelitian ini, sampel penelitian adenokarsinoma kolorektal tipe tidak
spesifik yang diperoleh menunjukkan rentang umur yang bervariasi berkisar 41
tahun sampai 83 tahun dengan rerata umur 57,78±9,66 tahun. Rentang usia
penderita terbanyak adalah 50-59 tahun (38%). Pada penelitian sebelumnya,
Insiden KKR tinggi pada rentang umur 50 tahun sampai 69 tahun, dan rendah
pada umur dibawah 50 tahun dan setelah 69 tahun. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa insidensi dari KKR akan meningkat sesuai dengan
peningkatan umur dan jarang terjadi sebelum usia 40 tahun, terutama pada umur
paruh baya dan lanjut (Hamilton et al., 2010; Homick dan Odze., 2011;
Washington et al., 2011; Redston dan Driman, 2015).
Rerata usia penderita KKR di Bali menunjukkan rerata usia penderita KK di
negara lain yaitu pada dekade ke- 6. Pada penelitian ini usia termuda penderita
adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik adalah 41 tahun, jenis kelamin
perempuan, dengan kedalaman invasi sampai T1, dengan skor ekspresi MMP-9
adalah 1. Sedangkan usia tertua adalah umur 83 tahun, jenis kelamin perempuan,
dengan kedalaman invasi pada T3 dan skor ekspresi MMP-9 adalah 3.
Pada pemeriksaan jenis kelamin diperoleh data laki-laki (32 orang) lebih
banyak dari perempuan (18 orang), laki-laki memiliki risiko lebih tinggi
dibandingkan perempuan (Redstone dan Driman., 2015). Hal ini dikaitkan dengan
94
95
hubungan faktor-faktor resiko dengan perbedaan gaya hidup antara laki-laki dan
perempuan, seperti pola diet, konsumsi merokok, alkohol, perbedaan kondisi
hormonal, dan lain-lain. Di Indonesia, berdasarkan
berdasarkan data dari
Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Kesehatan RI tahun
2006 KKR merupakan jenis keganasan ketiga terbanyak. Pada tahun 2011
terdapat peningkatan kasus KKR, pada laki-laki 1.200 kasus dan 1.142 kasus pada
wanita (DitjenYanMed, 2011). Di Bali, insiden KKR menempati urutan ketiga
setelah karsinoma payudara dan servik pada wanita, serta menempati urutan
ketiga pada laki-laki setelah keganasan nasofaring dan prostat (DitjenYanMed,
2008), dengan jumlah kasus 103 pada laki-laki dan 81 pada perempuan.
Pada penelitian ini diperoleh adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik
lebih banyak terjadi pada kolon (31/50 kasus) dan pada rektum (19/50 kasus).
Distribusi lokasi berdasarkan insidensi terjadinya KKR adalah caecum dan kolon
asenden 25%, kolon transversum 15%, kolon desenden 5%, kolon sigmoid 25%,
rektosigmoid 10%, dan rektum 20% (Rubin dan Hansen, 2012). Sebagian besar
KKR berlokasi pada kolon sigmoid dan rektum. Seiring dengan peningkatan umur
terbukti terjadi perubahan lokasi dengan meningkatnya proporsi karsinoma pada
bagian yang lebih proksimal (Hamilton et al., 2010; Kostova et al., 2014).
6.2 Ekspresi MMP-9 pada KKR berdasarkan Kedalaman Invasi
Pedoman klinis yang digunakan sebagai dasar menentukan penatalaksanaan dan
prognosis KKR merujuk pada pedoman yang ditetapkan oleh American Joint
Commission on Cancer (AJCC) berdasarkan klasifikasi Tumor,Nodul, Metastasis
96
(TNM) (Hamilton et al., 2010; Rosai, 2011). Ukuran dan kedalaman invasi tumor
primer ditunjukkan oleh komponen T. Perluasan invasi tumor melewati
muskularis propria berpengaruh kuat terhadap prognosis. Tumor yang melewati
muskularis propria dapat menyebabkan perforasi peritoneum atau menginfiltrasi
struktur viseral sekitarnya (Fenoglio, 2009; Hamilton et al., 2010; Rubin dan
Hansen, 2012). Pada penelitian ini menggunakan 50 sampel, yang terbagi menjadi
4 kelompok, yaitu 6 sampel T1, 14 sampel T2, 15 sampel T3 dan 15 sampel T4.
Ekspresi pulasan MMP-9 dapat dinilai dengan metoda pemeriksaan
imunohistokimia (IHK). Pada penelitian ini, didapatkan hasil kedalaman invasi T1
diperoleh data skor 0 berjumlah 1 kasus, skor 1 berjumlah 4 kasus, skor 2
berjumlah 1 kasus dan skor 3 berjumlah 0 kasus. Pada kedalaman invasi T2
diperoleh data skor 0 berjumlah 1 kasus, skor 1 berjumlah 6 kasus, skor 2
berjumlah 2 kasus dan skor 3 berjumlah 5 kasus. Pada kedalaman invasi T3,
diperoleh data skor 0 berjumlah 0 kasus, skor 1 berjumlah 3 kasus, skor 2
berjumlah 9 kasus dan skor 3 berjumlah 3 kasus. Pada kedalaman invasi T4,
diperoleh data skor 0 berjumlah 1 kasus, skor 1 berjumlah 1 kasus, skor 2
berjumlah 4 kasus dan skor 3 berjumlah 9 kasus. Pada penelitian ini ekspresi
MMP-9 dinilai tidak hanya pada sel tumor tetapi pada sel-sel disekitar sel tumor,
yaitu sel-sel inflamatori dan non inflamatori (makrofag, limfosit maupun neutrofil
serta sel fibroblast dan sel endotel pembuluh darah ) dan ekspresi MMP-9 pada sel
tumor didapatkan cukup kuat pada sel stroma seperti hal nya pada sel tumor. Hal
ini menjelaskan bahwa MMP-9 dihasilkan baik oleh sel tumor dan sel stroma.
Hasil
interaksi
antara
sel
tumor
dengan
lingkungan
sekitarnya
akan
97
mempengaruhi aktivasi dan produksi MMP-9 (Yang et al., 2014; Kostova et al.,
2014; Marshal et al., 2015). Sel tumor yang mengekspresikan MMP-9 akan
berwarna kecoklatan pada sitoplasma (Yang et al., 2014). Penilaian ekspresi
MMP-9 dengan pemeriksaan imunohistokimia dibuat berdasarkan persentase sel
yang terpulas positif dan intensitas pewarnaanya (Kostova et al., 2014).
Pada penelitian ini Matriks Metalloproteinase-9 tampak terpulas pada
sebagian besar sel tumor dan sel stroma pada kedalaman invasi T1 sampai T4 dan
ekspresi yang kuat didapatkan sebagian besar pada kedalaman invasi T4 dengan
skor 3(9/15 kasus). Hal ini menandakan bahwa ekspresi MMP-9 meningkat pada
KKR
dibandingkan
mukosa
kolon
normal
serta
dapat
menjelaskan
kemampuannya dalam mendegradasi komponen ECM dan memudahkan proses
invasi sel tumor. Selain itu interaksi antara sel tumor dan sel stroma disekitarnya
mempunyai peranan penting dalam membantu proses invasi sel tumor dan
metastasis (Kostova et al., 2014). Namun masih terdapat 1 kasus T4 menunjukkan
skor 0. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas dari reaksi MMP-9 pada sel tumor
memiliki variasi yang luas dari satu kasus dengan kasus lainnya serta
membuktikan bahwa sintesis dan ekskresi MMP-9 oleh sel tumor dipengaruhi
oleh banyak faktor yang sebagian masih belum diketahui pasti (Georgescu et al.,
2015)
Hasil penelitian ini menunjukkan uji Spearman yang bermakna antara
kedalaman invasi tumor dengan ekspresi MMP-9 yang terpulas positif dengan
nilai p sebesar 0,002 (p <0,05) dengan koefisien korelasi sebesar 0,435 yang
memiliki arti korelasi sedang, dengan koefisen determinasi kuat (r 2 = 0,189) .
98
Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian yang menunjukkan terdapat
korelasi positif antara kedalaman invasi dengan ekspresi MMP-9. Chu et al., 2012
menyebutkan terdapat korelasi positif yang signifikan antara ekspresi MMP-9
pada KKR dengan kedalaman invasi, metastasis ke KGB dan metastasi yang luas,
dan tidak terdapat korelasi antara umur penderita, jenis kelamin, lokasi tumor dan
status diferensiasi. Demikian juga penelitian dari Estevez et al., 2015
mendapatkan adanya korelasi positif antara ekspresi MMP-9 pada stadium II dan
III dibandingkan dengan stadium I pada KKR. Penelitian Yang et al., 2014
menunjukkan hubungan yang kuat antara kedalaman invasi, metatasis ke KGB
dengan ekspresi MMP-9, karena itu MMP-9 berperan penting pada invasi tumor
dan metastasis, sehingga dapat digunakan sebagai indikator yang penting pada
pasien KKR. Hasil penelitian yang sama juga menunjukkan bahwa ekspresi
MMP-9 berhubungan dengan kedalaman invasi sel tumor ( Kostova et al., 2014).
Matriks metalloproteinase-9 mendapat perhatian karena terlibat pada proses
invasi melalui peranannya dalam mendegradasi kolagen IV membran basalis.
Selain mendegradasi komponen ECM, MMP-9 memicu transisi epithelial menjadi
progenitor mesenkimal (EMT) (Farina dan Mackay, 2014). Pada saat proses
metastatik, sel-sel epitel ganas akan akan terlepas dari tumor primer dan
mengalami transisi mesenkimal, menginvasi jaringan stroma, ekstravasasi dan
membentuk koloni metastasis ( Deryugina et al., 2006; Ansari et al., 2013).
Pada proses intravasasi, akan melibatkan neutrofil. Neutrofil akan ditarik ke
permukaan sel endotel akan teraktivasi dan akan menghasilkan MMP-9 yang
bebas dari TIMP. Aktivasi MMP-9 tersebut akan melepaskan faktor angiogenik
99
yang tersimpan dalam ECM yang akan berperan dalam proses intravasasi dan
penyebaran sel tumor. Selain itu MMP-9 akan mempengaruhi fenotip tumor
sehingga memiliki potensi metastatik (Ansari et al., 2013).
Pada penelitian ini menunjukkan ekspresi MMP-9 yang tinggi pada
sitoplasma makrofag yang mendukung beberapa penelitian yang membuktikan
keterlibatan Tumor Associated Macrophage (TAM) dalam menghasilkan MMP-9,
tetapi efek terhadap progresifitas tumor tergantung dari fenotipnya yang
ditentukan oleh sitokin yang dihasilkan (Ansari et al., 2013).
Pada penelitian ini terbukti bahwa terdapat hubungan positif antara ekspresi
MMP-9 dengan kedalaman invasi pada adenokarsinoma kolorektal tipe tidak
spesifik.
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Dari penelitian ini diperoleh adanya hubungan positif antara kedalaman invasi
dengan ekspresi MMP-9 dengan tingkat korelasi sedang dan koefisien determinasi
yang kuat.
7.2 Saran
1. Ekspresi MMP-9 dapat dipakai untuk menentukan progresivitas serta tata
laksana pasien KKR.
2. Pada penelitian ini belum ditentukan titik potong tinggi rendahnya skor ekspresi
MMP-9, sehinggga diharapkan pada penelitian berikutnya dapat dibuat
kesepakatan mengenai titik potong skor ekspresi MMP-9 untuk keseragaman
pelaporan tingkat ekspresinya.
100
101
DAFTAR PUSTAKA
Ansari, M.A., Shaikh, S., Muteeb, G., Rizvi, D., Shakil, S., Alam, A.,Tripathi, R.,
Ghazal, F., Rehman, A., Ali, S.Z., Pandey, A.K., Ashraf, G.M., 2013.
Role of Matrix Metalloproteinases in Cancer. In : Ashraf, G.M., Sheikh,
I.A., editors. Advanced in Protein Chemistry. USA: OMICS group
ebook. p. 4-10
.
Alteri, R., Brooks, D., Gansler, T., Henning, A., Jacobs, E., Kirkland, D. 2014.
Colorectal Cancer Facts and Figure 2014-2016.the American Cancer
Society, Atlanta, Georgia
Antonia, R.S., Dara, L., Aisner. 2010. Molecular basis of Disease of the
Gastrointestinal Tract. In: William B. Coleman, Gregory J. Tsongalis, eds
Essential Concepts in Molecular Pathology, San diego, California.
Elsevier: 243-61
Aoki, K., Taketo, M.M. 2007. Adenomatous polyposis coli (APC): a multifunctional tumor suppressor gene. J Cell Sci, 120: 3327-35
Arends,
M.J. 2013. Pathways of Colorectal Carcinogenesis. Appl
Immunohistochem Mol Morphol, 21: 97-103. Available from:
http://www.appliedimmunohist.com. Accessed February 20, 2015
Bo Yang, Fuqiu Tang, Bicheng Zhang. 2014. Matrix Metalloproteinase-9
overexpression is closely related to poor prognosis in patient with colon
cancer, World Journal of Surgical Oncology, 12:24. Available from:
http://wjso.biomedcentral.com
Bouchet, S., Bauvois, B. 2014. Neutrophil Gelatinase-Associated Lipocalin
(NGAL), Pro-Matrix Metalloproteinase-9 (pro-MMP-9) and Their
Complex Pro-MMP-9/NGAL in Leukaemias. Cancers, 6: 796-812.
Buhmeida, A., Bendardaf, R., Hilska M., Collan Y., Hilska, M., Laato,M.,
Syrjanen, S. 2009. Prognostic Significance of matrix metalloproteinase-9
(MMP-9) in stage II colorectal carcinoma. Available from:
www.ncbi.nlm.nih.gov>pubmed. Accessed February 20, 2016
Chu, D., Zhao, Z., Zhao,Y., L,i Y., Li, J., Zheng, J., Zhao, Q., Wang, W. 2012.
Matrix metalloproteinase-9 is associated with relapse and prognosis of
patients cancer. Ann Surg Oncol. 2012 Jan; 19(1): 318-25. doi: 10.
1245/s10434-011-1686-3. Epub 2011 Apr 1.
102
Deryugina, E. I, Quigley, P.J. 2006. Matrix metalloproteinases and tumor
metastasis. Cancer Metastasis Rev; 25:9-34
Ditjen Yanmed. 2006. Kanker di Indonesia. Jakarta: Dirjen Yanmed Departemen
Kesehatan RI.
Ditjen Yanmed. 2008. Kanker di Indonesia. Jakarta: Dirjen Yanmed Departemen
Kesehatan RI.
Ditjen Yanmed. 2011. Kanker di Indonesia. Jakarta: Dirjen Yanmed Departemen
Kesehatan RI.
Estevez, O.O, Loretta De Chiara. L, Girondo M.G, Cubiola J, Castro I,Vicenta
Soledad Martinez-Zorzano. 2015. Serum Matix Metalloproteinase-9 in
Colorectal Cancer family risk population screening. Scientific Reports 5,
article number: 13030. Available from: http://www.nature.com/articles.
Accessed March 25, 2016.
Farina, A.R., Mackay, A.R.. 2014. Gelatinase B/MMP-9 in Tumour Pathogenesis
and Progression. Cancers, 6: 240-296.
Fenoglio-Preiser, C.M. 2009. editor. Gastrointestinal pathology: an atlas and text.
Philadelphia: Lippincott Williams &Wilkins. p.899-1036
Fleming, M., Ravula, S., Tatishchev, S.F., Wang, H.L. 2012. Colorectal
carcinoma: Pathologic aspects. J Gastrointest Oncol, 3(3): 153-173.
Available from: http://www.thejgo.org. Accessed February 5, 2016.
Georgescu, E.F., Mogoanta S.S., Costache, A., Parvanescu, V., Totolici, BD.,
Patrascu, S., Stanescu, C. 2015. The assesment of Matrix
Metalloproteinase-9 Expression and angiogenesis in colorectal cancer.
2015. Rom J Morphol Embryol. 2015; 56(3): 1137-44. Available from:
www.ncbi.nlm.nih.gov>pubmed. Accessed March 25, 2016.
Gialeli, C., Theocharisand, A.D., Karamanos, N.K. 2010. Roles of Matrix
metalloproteinases in cancer progression and their pharmacological
targeting. FEBS Journal; 278:16-27
Gomez, M.L., Casado, E., Cejas, P., Feliu, J. 2011. Prognostic and predictive
factors in colorectal cancer: The importance of reliable markers for
effective selection of therapy. In: Cidon, E.U., editor. The challenge of
colorectal cancer: a review book. Madrid: Research Signpost. p. 285308.
103
Gong, Y., Chippada-venkata. U.D., William, K. 2014. Review : Roles of Matrix
Metalloproteinases and their natural Inhibitors in Prostate Cancer
Progression. Cancers, 6: 1298-1327
Hamilton, S.R., Vogelstein, B., Kudo, S., Riboli, E., Nakamura, S., Hainaut, P.
2010 Tumours of the colon and rectum. In: Hamilton SR, Aaltonen A,
editors. World Health Organization: classification of tumours, pathology
and genetics of tumours of the digestive system. Third ed. Lyon: IARC
Press. p. 104-19.
Hersenyi Laszlo., Istvan Hritz., Zolt Tulassay. 2012. The behavior of Matrix
metalloproteinases and their inhibitors in colorectal cancer.
International journal of molecular sciences. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov. Accessed March 25, 2016
Homick, J.L., Odze, R.D. 2011. Polyps of the large intestine. In: Odze RD,
Goldblum JR, editors. Surgical Pathology of the GI tract, liver, biliary
tract, and pancreas. 2nd ed. Philadelphia: Elsevier, 507-20.
Illeman, M., Bird, N., Majeed, A., Sehested, M., Laerum, L., Lund, L., Dano,
K.,Nielsen, B. 2006. MMP-9 is Differentially Expressed in Primary
Human Colorectal Adenocarcinomas and Their Metastases. Mol Cancer
Res. mcr. Aacrjournals. Org. American Association for Cancer Research.
Accessed March 25, 2016.
Johnson, J.R., Lacey, J.V., Lazovich, D., Geller, M.A., Schairer, C., Schatzkin,
A., Flood, A. 2009. Menopausal Hormone Therapy and Risk of
Colorectal Cancer. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev, 18(1): 196-203.
Koskensalo, S., Hagstrom, J ., Linder, Nina L., Lundin, M., Sorsa, T., Louhimi, J.
2012. Lack of MMP-9 Expression is a Marker for Poor prognosis in
Dukes’B colorectal Cancer. BMC Clinical Pathology. Available from:
http://bmcclinpathol.biomedcentral.com/articles/10.1186/1472-6890-1224. Accessed February 10, 2016.
Kostova, E., Slaninka, M., Labacevski, N., Jakjovski, K., Trojacanec, J.,
Atanasovska, E., Janevski, V. 2012. Serum Matrix Metalloproteinase-2, 7 and -9 (MMP-2, MMP-7, MMP-9) Level as prognostic Markers in
Patient with Colorectal cancer. Journal of Health Sciences. Vol 2, No.3
(2012). Available from: http://dx.doi.org/10.17532/jhsci. 2012.35.
Kumar, Abbas, Aster. 2015. Diseases of the Immune System. In: Robbins and
Cotran Pathologic Basis of Disease Ninth Edition. Kumar Vinay.
Philadelphia: Saunders Elsevier. p. 185-200.
104
Lauwers, G.Y. 2012. Pathologic Prognostic Determinants of Colorectal
adenocarcinoma. Massachusetts: Harvard Medical School. P.1-9
Li Cy., Yuan,P., Lin SS., Song CF, Guan WY. 2013. Matrix metalloproteinase 9
expression and prognosis in colorectal cancer: meta- analysis. Tumour
biol.735-41. Available from: www.ncbi.nlm.nih.gov>pubmed. Accessed
February 20, 2016
Loffek, S., Schilling, O., Franzke, C-W. 2011. Biological role of matrix
metalloproteinases: a critical balance. Eur Respir J, 38: 191–208.2011
Lubbe, W, J dan Pitari, G, M. 2009. Antimetastatic Therapy in colorectal cancer:
Role of tumor cell Matrix metalloproteinase 9 (Methodology)
Marečko, I., Cvejić, D., Šelemetjev, S., Paskaš, S., Tatić, S., Paunović, I,. Savin,
S. 2014. Enhanced activation of matrix metalloproteinase-9 correlates
with the degree of papillary thyroid carcinoma infiltration. Croat Med J,
55: 128-37.
Marshall D,C., Lyman SK., McCauley, S., Kovalenko, M. 2015. Selective
Allosteric inhibition of MMP-9 is Efficacious in preclinical models of
ulcerative Colitis and Colorectal cancer. Available from:
www.ncbi.nlm.nih.gov>pubmed. Accessed March 25, 2016.
Marzouk, O., Schofield, J. 2011. Review of histopathological and molecular
prognostic features in colorectal cancer. Cancers, 3: 2767-2810.
Available from: http://www.mdpi.com/journal/cancers. Accessed May 25,
2015.
Meng, X., Hua, T., Zhang, Q., Pang, R., Zheng, G., Song, D. 2012. Expression
and clinical significance of matrix metalloproteinase-9 papillary thyroid
carcinoma. African Journal of Pharmacy and pharmacology; 6(suppl.44):
3075-9.
Moghimi, D. B, Safaee, A. 2012. An Overview of colorectal cancer survival raes
ang prognosis in Asia. World J Gastrointest Oncol 4(4): 71-75 Available
from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles
Montgomery, E. 2006. Biopsy interpretation of the gastrointestinal tract mucosa.
Philadelphia: Lippincott, William&Wilkins.
Oguic, R., Mozetic, V., Tesar, E.C., Cupic, D.F., Mustac, E., Dordevic, G. 2014.
Research Article: Matix Metalloproteinases 2 and 9 Immunoexpression in
Prostate Carcinoma at The Positive Margin of Radical Prostatectomy
Specimens. Pathology Research International.
105
Redston, M., Driman, D.K. 2015. Epithelial Neoplasms of the Large Intestine. In:
Odze, R.D., Goldblum, J.R., editors. Odze and Goldblum Surgical
Pathology of the GI Tract, Liver, Biliary Tract, and Pancreas. Third
Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders. p. 737-778
Reissfelder, C., Stamova, S., Gossmann, C., Braun, M., Bonertz, A., Walliczek,
U., Grimm, M., Rahbari, N.N., Koch, M., Saadati, M., Benner, A.,
Buchler, M.W., Jager, D., Halama, N., Khazaie, K., Weitz, J., Beckhove,
P. 2015. Tumor-specific cytotoxic T lymphocyte activity determines
colorectal cancer patient prognosis. The Journal of Clinical Investigation,
125: 739-751. Available from: http://www.jci.org. Accessed February 10,
2015.
Rosai, J. 2010. Rosai and Ackerman’s Surgical Pathology. Tenth Edition.
Philadelphia: Mosby Elsevier. p. 731-775.
Rubin P., Hansen J.T. 2012. TNM Staging Atlas with Oncoanatomy. Second
Edition. Philadelphia: Wolters Kluwer Lippincott Williams and Wilkins.
p. 352-361.
Said A. H., Raufman J. P., Xie, G. 2014. The Role of Matrix Metalloproteinases
in Colorectal Cancer. Division of Gastroenterology and Hepatology,
Veterans affairs Maryland Health Care system, University of Maryland
school of medicine, Baltimore. Available from: http://creativecommons.
Org/licenses/by/3.0. Accessed May 12, 2016
Siew, C., Wong, S.H. 2013. Colorectal cancer screening in Asia. British Medical
Bulletin, 105: 29-42.
Sjo, O.H. 2012. “Prognostic factors in colon cancer” (dissertation). Oslo:
University of Oslo.
Tang, V., Boscardin, W.J., Cenzer, I.S., Lee, S.J. 2015. Time to benefit for
colorectal cancer screening: survival meta-analysis of flexible
sigmoidoscopy trials. British Medical Journal, 350: 1662-1666.
Washington, K., Berlin, J., Branton, P., Burgart. L. J., Carter, D. K., Fitzgibbons,
p., Frankel, W. L., Halling. K. C., Jessup, J., Kakar,S., Minsky, B.,
Nakhleh, R., Compton, C.C. 2011. Protocol For Examination of
Specimens from Patient with Primary Carcinoma of the Colon and Rectum
Weber G. F. 2007. Molecular Mechanisms of cancer. Springer. University of
Cincinnati Academic Health Center Cincinnati, Ohio. USA. p.453
106
Wilson, S., Damery, S., Stocken, D., Dowswell,G., Holder, R.,Ward,S.
T.,Redman, V., Wakelam, M., James, J., Hobbs., Ismail, T. 2012. Serum
Matrix metalloproteinase-9 and colorectal neoplasia: a community-based
evaluation of a potential diagnostic test. British Journal of Cancer 106,
1431-1438. Doi: 10.1038/bjc.2012. 93. Available from: http://www.
http://www.wjgnet.com/esps/helpdesk.aspxDOI:10.3748/wjg.v21.i24.745
7. Accessed May 12, 2016.
Wu, J.S.,2007. Rectal Cancer Staging. Clin colon rectal Surg 2007; 20: 148-157
Xu, D., McKee, C.M., Cao, Y., Ding, Y., Kessler, B.M., Muschel, R.J. 2010.
Matrix Metalloproteinase-9 Regulates Tumor Cell Invasion through
Cleavege of Protease Nexin-1. Cancer Res; 70(17). Available from
canceres.aacrjournals.org.
Yang, GY., Guo, S., Dong, CY, Wang, XQ., Hu, BY., Liu, YF. 2015. Integrin
αVß6 sustains and promotes tumor invasive growth in colon cancer
progression. World J Gastroenterol 21(24): 7457-7467. Available from:
http://www.wjgnet.com/esps/helpdesk.aspx
DOI:10.3748/wjg.v21.i24.7457. Accessed March 30, 2016.
Zahari, A. 2010. Deteksi dini, diagnosa, dan penatalaksanaan kanker kolon dan
rektum. Supplement Majalah Kedokteran Andalas dalam rangka dies
natalis 53. Padang: Universitas Andalas.
Zervoudakis, A., Strickler, H.D., Park, Y., Xue, X., Hollenbeck, A., Schatzkin, A.,
Gunter, M.J. 2011. Reproductive History and Risk of Colorectal Cancer
in Postmenopausal Women. Journal of National Cancer Institute, 103: 19. Available from: http://www.jnci.oxfordjournals.org. Accessed March
30, 2016.
Zuzga, D. S., Gibbons, A.V., Li Peng., Lubbe, J.W., Chervoneva,I. 2008.
Overexpression of matrix metalloproteinase 9 in tumor epithelial cells
correlates with colorectal cancer metastasis. Available from:
http//jdc.jeferson.edu/petfp/27 Accessed April 30, 2016.
Lampiran 1. Keterangan Kelaikan Etik
107
108
Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian
109
Lampiran 3. Rekapitulasi Sampel Penelitian
No
No PA
Umur
JK
Lokasi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
2233/PP/2015
4716/PP/2015
3046/PP/2014
3234/PP/2014
3323/PP/2014
3880/PP/2014
0985/PP/2016
1794/PP/2015
1141/PP/2014
3626/PP/2014
3792/PP/2014
0685/PP/2013
0450/PP/2013
1937/PP/2015
3027/PP/2015
3736/PP/2015
1021/PP/2014
1425/PP/2014
1450/PP/2014
2557/PP/2013
1287/PP/2016
1542/PP/2015
3529/PP/2015
3855/PP/2015
3973/PP/2015
4229/PP/2015
4386/PP/2015
5205/PP/2015
5220/PP/2015
0246/PP/2014
75
41
47
44
46
56
63
60
41
64
65
45
46
54
58
64
57
58
60
53
63
68
54
57
50
70
51
50
77
62
L
P
L
P
L
L
L
P
L
P
L
L
P
P
L
L
L
P
L
P
L
L
P
P
P
L
L
L
P
L
Rektum
Kolon
Kolon
Rektum
Kolon
Rektum
Kolon
Rektum
Rektum
Kolon
Kolon
Rektum
Rektum
Kolon
Kolon
Rektum
Kolon
Kolon
Kolon
Rektum
Kolon
Kolon
Rektum
Kolon
Rektum
Rektum
Kolon
Rektum
Rektum
Kolon
Kedalaman
invasi
T1
T1
T1
T1
T1
T1
T2
T2
T2
T2
T2
T2
T2
T2
T2
T2
T2
T2
T2
T2
T3
T3
T3
T3
T3
T3
T3
T3
T3
T3
Ekspresi
MMP9
1
0
1
1
1
2
1
0
1
3
1
2
1
1
1
3
3
3
3
2
2
2
1
1
2
2
3
2
2
1
110
No
No PA
Umur
JK
Lokasi
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
0325/PP/2014
1021/PP/2014
1547/PP/2014
3103/PP/2014
3408/PP/2014
0146/PP/2016
1982/PP/2016
2363/PP/2015
3351/PP/2015
3412/PP/2015
3479/PP/2015
4963/PP/2015
3144/PP/2014
0228/PP/2016
3225/PP/2015
3855/PP/2015
4754/PP/2015
0024/PP/2014
0856/PP/2014
2058/PP/2014
51
57
49
64
53
83
61
57
57
44
67
58
52
65
57
57
80
62
48
68
P
L
L
L
P
P
L
L
P
L
L
L
L
L
L
P
L
P
P
L
Kolon
Kolon
Kolon
Kolon
Kolon
Kolon
Kolon
Kolon
Kolon
Rektum
Rektum
Rektum
Kolon
Rektum
Kolon
Kolon
Kolon
Kolon
Kolon
Rektum
Kedalaman
invasi
T3
T3
T3
T3
T3
T4
T4
T4
T4
T4
T4
T4
T4
T4
T4
T4
T4
T4
T4
T4
Ekspresi
MMP9
2
2
2
3
3
0
2
3
2
3
3
3
3
3
1
3
3
3
2
2
111
Lampiran 4. Uji Statistik Korelasi Spearman Ekspresi MMP-9 terhadap
Kedalaman Invasi pada Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik.
Spearman's Kedalaman invasi
rho
MMP9
Kedalaman invasi
MMP9
Correlation
Coefficient
1.000
.435
Sig. (2-tailed)
.
.002
N
50
50
Correlation
Coefficient
.435
1.000
Sig. (2-tailed)
.002
.
N
50
50
Kedalaman invasi berkorelasi positif dengan ekspresi MMP9 dengan koefisien
korelasi sedang r=0,435; r2=0,189 dengan nilai kemaknaan p=0,002 (p<0,05)
Download