TESIS EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9 BERHUBUNGAN POSITIF DENGAN KEDALAMAN INVASI ADENOKARSINOMA KOLOREKTAL TIPE TIDAK SPESIFIK HERLINA EKA SHINTA PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 TESIS EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9 BERHUBUNGAN POSITIF DENGAN KEDALAMAN INVASI ADENOKARSINOMA KOLOREKTAL TIPE TIDAK SPESIFIK HERLINA EKA SHINTA NIM 1214098201 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 i EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9 BERHUBUNGAN POSITIF DENGAN KEDALAMAN INVASI ADENOKARSINOMA KOLOREKTAL TIPE TIDAK SPESIFIK Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana HERLINA EKA SHINTA NIM 1214098201 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 ii Lembar Persetujuan Pembimbing TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 25 NOVEMBER 2016 Pembimbing I, Pembimbing II, Prof.dr.I Gst Alit Artha,MS,SpPA(K),MIAC NIP. 1946040319790310001 dr. Herman Saputra, SpPA(K) NIP. 197303112002121002 Mengetahui, Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis-1 Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar Dr. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, Sp.PA(K) NIP. 196502011996012001 iii Lembar Penetapan Panitia Penguji Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 30 Nopember 2016 Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, Nomor. 6011/UN 14.4/HK /2016, Tertanggal : 25 Nopember 2016 Penguji : 1. Prof.dr.I Gst Alit Artha,MS,SpPA(K),MIAC 2. dr. Herman Saputra, SpPA(K) 3. Dr. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, SpPA(K) 4. dr. Moestikaningsih, SpPA(K) 5. Prof. Dr. dr. I Gede Raka Widiana, SpPD-KGH iv v UCAPAN TERIMAKASIH Pertama - tama penulis memanjatkan Puji syukur ke hadirat Tuhan Yesus Kristus, karena hanya atas anugerah dan perkenaanNya, tesis ini dapat diselesaikan. Penulis juga menyadari bahwa sepenuhnya tesis ini tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan dan dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih tak terhingga kepada Prof. dr. I Gusti Alit Artha MS., SpPA(K), MIAC., selaku pembimbing I dan dr. Herman Saputra, SpPA(K) selaku pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran dari awal sampai tesis ini terselesaikan. Pada kesempatan ini pula penulis sampaikan rasa terima kasih yang dalam kepada tim penguji, Prof. Dr. dr. I Gede Raka Widiana, SpPD-KGH., Dr. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, SpPA(K) dan dr.Moestikaningsih SpPA(K) yang telah memberikan masukan dan saran pada penulisan tesis ini. Ucapan yang sama juga kami sampaikan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. DR. dr. I Ketut Suastika SpPD-KEMD, FINASIM, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Putu Astawa, SpOT(K), Direktur Program Pascasarjana, Prof. DR. dr. Raka Sudewi, SpS(K), serta Ketua Program Studi Ilmu Biomedik, Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, MSc., SpGK, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis menjadi mahasiswa pada program pascasarjana Universitas Udayana. Kepada dr. I Wayan Sudana, M.Kes, Direktur Utama Rumah Sakit Sanglah Denpasar, terima kasih karena telah memberikan vi kesempatan dan fasilitas kepada penulis selama mengikuti pendidikan di Rumah Sakit Sanglah. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr Luh Putu Iin Indrayani Maker, SpPA(K) sebagai Kepala Instalasi laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Sanglah dan dr. AAAN Susraini SpPA(K) sebagai Kepala Bagian lab Patologi Rumah Sakit Sanglah Denpasar, dan dr. I Wayan Juli Sumadi, SpPA selaku Sekretaris Program Studi Patologi Anatomi Fakutas Kedokteran Udayana/RSUP Sanglah Denpasar yang telah memberikan fasilitas dan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada pembimbing akademik penulis, dr. I Made Gotra, SpPA, juga seluruh Staf pengajar di Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah, atas bimbingan dan pengajaran selama masa pendidikan. Ucapan terimakasih yang tulus untuk teman-teman seperjuangan, dr. IB Caka Gunantara, dr. Yolanda Isabella Simon dan dr. Putu Ratna Darmayani, serta semua rekan residen Patologi Anatomi dan seluruh karyawan di laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah, atas dukungan, semangat dan kerjasamanya selama masa pendidikan dan saat menyelesaikan tesis ini. Rasa syukur yang terdalam penulis persembahkan kepada yang tercinta, dr. Bayu Setia, M.Biomed., SpJP-FIHA, serta kedua putra terkasih, Benedict Markus Setia dan Nathanael Teras Setia, terimakasih sebesar-besarnya karena telah menjadi sumber kebahagiaan dan inspirasi dalam hidup ini. Akhirnya, kepada orang tua tercinta, Drs. Teras Bahan dan Hartati Sosiawaty dan ibu mertua, Rambu Lewi, serta seluruh keluarga besar, penulis ucapkan terimakasih tak terhingga atas perhatian, kasih sayang, doa dan dukungannya. Demikian pula vii kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis ucapkan terimakasih. Semoga tesis ini bermanfaat bagi perkembangan pelayanan di Laboratorium Patologi Anatomi. Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmatNya kepada kita semua. Denpasar, Nopember 2016 Penulis viii ABSTRAK EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9 BERHUBUNGAN POSITIF DENGAN KEDALAMAN INVASI ADENOKARSINOMA KOLOREKTAL TIPE TIDAK SPESIFIK Karsinoma kolorektal masih merupakan keganasan penyebab kematian di dunia, termasuk di Indonesia. Kedalaman invasi merupakan salah satu gambaran prognostik mayor yang penting dalam menentukan progresifitas dan prognostik penyakit. Matriks metaloproteinase-9 adalah salah satu komponen yang penting pada proses invasi sel tumor, karena memegang peranan penting dalam mendegradasi matrik ekstraseluler. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui peranan MMP-9 terhadap kedalaman invasi adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik. Penelitian ini menggunakan metode potong lintang. Besar sampel adalah 50 yang berasal dari blok parafin pasien adenokarsinoma kolorektal dari tahun 2012 sampai 2016 di Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah Denpasar. Dilakukan diagnosis ulang faktor prognosis kedalaman invasi pada invasi pada pulasan Hematoxyline-Eosin (HE) dan kemudian dilakukan pulasan imunohistokimia matriks metaloproteinase-9 (MMP-9). Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan terdapat korelasi antara ekspresi MMP-9 dengan kedalaman invasi ( r= 0.435; r2= 0.189; p=0.002).). Penelitian ini membuktikan bahwa ekspresi MMP-9 berhubungan positif dengan kedalaman invasi adenokarsinoma kolorektal, sehingga dapat digunakan sebagai marker tambahan untuk memprediksi prognostik pasien adenokarsinoma kolorektal. Kata Kunci: MMP-9, kedalaman invasi, adenokarsinoma kolorektal, tidak spesifik ix ABSTRACT EXPRESSION OF MATRIX METALLOPROTEINASE-9 HAS POSITIVE CORRRELATION WITH DEPTH OF INVASION IN COLORECTAL ADENOCARCINOMA NOT OTHERWISE SPECIFIED Colorectal carcinoma is still one of the most deadly malignancy in the world, including Indonesia. The depth of invasion is one of the major prognostic factors to determine disease progression and outcome. Matrix metalloproteinase-9 is one of the important components in the process of tumor cell invasion, because it plays an important role in degrading the extracellular matrix. The purpose of this study was to determine the role of MMP-9 in depth of invasion of colorectal carcinoma. This study used cross-sectional method using 50 samples were taken from paraffin block of patient with colorectal adenocarcinoma not otherwise specified from 2012 until 2016 at the Pathology Anatomy Laboratory, Sanglah Hospital, Denpasar. Re-diagnosis of prognostic factors was carried out to determine depth of invasion, followed by immunohistochemical staining of matrix metalloproteinase-9 (MMP-9). Spearman correlation test results showed there was a correlation between expression of MMP-9 and the depth of invasion (r= 0.435; r2= 0.189; p=0.002). This study proved that there is positive correlation between expression of MMP-9 and depth of invasion in colorectal adenocarcinoma not otherwise specified, so it can be use as a adjuvant marker to predict patient prognostic with colorectal adenocarcinoma. Keywords: matrix metalloproteinase-9, adenocarcinoma not otherwise specified x depth of invasion, colorectal DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM ......................................................................................... i PRASYARAT GELAR .................................................................................. ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iii LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................................ iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ............................................... v UCAPAN TERIMAKASIH ........................................................................... vi ABSTRAK ..................................................................................................... ix ABSTRACT ................................................................................................... x DAFTAR ISI ................................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvi DAFTAR TABEL ........................................................................................... xviii DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xix DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xxi BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 4 1.3.1 Tujuan Umum .................................................................... 4 1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................... 4 1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 4 xi 1.4.1 Manfaat Akademik ........................................................... 4 1.4.2 Manfaat Praktis ................................................................. 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA ......................................................................... 6 2.1 Karsinoma Kolorektal ................................................................. 6 2.1.1 Klasifikasi Karsinoma Kolorektal .................................... 6 2.1.2 Epidemiologi ..................................................................... 8 2.1.3 Etiologi dan Faktor Risiko ................................................ 9 2.1.4 Lokasi ................................................................................ 11 2.1.5 Gejala Klinis ..................................................................... 13 2.1.6 Pemeriksaan Penunjang .................................................... 14 2.1.7 Gambaran Mikroskopis dan Derajat Diferensiasi Karsinoma ......................................................................... 16 2.1.8 Stadium Patologis ............................................................. 21 2.1.9 Karsinogenesis Karsinoma Kolorektal ............................. 27 2.1.10 Faktor-faktor Prognosis Karsinoma Kolorektal ............... 33 2.2 Matriks Metalloproteinase -9 (MMP-9/Gelatinase) ................... 40 2.2.1 Struktur, Jenis dan Bioavaibilitas Matriks Metalloproteinase (MMP) ..................................................................................... 40 2.2.2 Struktur, Jenis dan Bioavaibilitas Matriks Metalloproteinase-9 (MMP-9/Gelatinase) ................................................................... 45 2.2.3 Peranan Matriks Metalloproteinase-9 (MMP-9/Gelatinase) Ekspresi MMP-9 Karsinoma Kolorektal .................................... 51 2.2.4 Peranan Matriks Metalloproteinase-9 (MMP-9/Gelatinase) xii Pada Invasi dan Motilitas Karsinoma Kolorektal ....................... 57 2.2.5 Peranan Matriks Metalloproteinase-9 (MMP-9/Gelatinase) Sebagai Therapeutic Target ........................................................ 60 2.2.6 Ekspresi MMP-9 pada Karsinoma Kolorektal................... 63 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN .................................................................................. 67 3.1 Kerangka Berpikir ...................................................................... 67 3.2 Konsep Penelitian ...................................................................... 69 3.3 Hipotesis Penelitian ................................................................... 70 BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................. 71 4.1 Rancangan Penelitian ................................................................. 71 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 71 4.3 Ruang Lingkup Penelitian ......................................................... 71 4.4 Penentuan Sumber Data ............................................................. 72 4.4.1 Populasi Penelitian ............................................................ 72 4.4.1.1 Populasi target ...................................................... 72 4.4.1.2 Populasi Terjangkau ............................................. 72 4.4.2 Sampel Penelitian ............................................................. 72 4.4.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ............................................ 72 4.4.3.1 Kriteria inklusi ...................................................... 72 4.4.3.2 Kriteria eksklusi ................................................... 73 4.4.4 Besar Sampel .................................................................... 73 4.4.5 Teknik Pengambilan Sampel ............................................ 74 xiii 4.5 Variabel Penelitian ..................................................................... 74 4.5.1 Klasifikasi Variabel .......................................................... 74 4.5.2 Definisi Operasional Variabel .......................................... 75 4.6 Bahan Penelitian ....................................................................... 77 4.7 Instrumen Penelitian .................................................................. 78 4.8 Prosedur Penelitian .................................................................... 79 4.8.1 Cara Pengumpulan Data ................................................... 79 4.8.2 Prosedur Pemeriksaan Bahan ............................................ 80 4.8.3 Alur Penelitian .................................................................. 83 4.9 Analisis Data .............................................................................. 86 BAB V HASIL PENELITIAN ...................................................................... 87 5.1. Distribusi Kasus Berdasarkan Umur Pasien, Jenis Kelamin, dan lokasi tumor .............................................................................. 87 5.1.1. Distribusi Kasus Berdasarkan Umur Pasien dan Kedalaman invasi .......................................................................................... 87 5.1.2. Distribusi Kasus Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kedalaman Invasi .......................................................................................... 89 5.1.3. Distribusi Kasus Berdasarkan Lokasi Tumor dan Kedalaman Invasi ........................................................................................... 90 5.2. Distribusi Kasus Berdasarkan Kedalaman Invasi dengan Ekspresi MMP-9 .......................................................... 90 5.3. Gambaran Ekspresi MMP-9 ..................................................... 92 xiv BAB VI. PEMBAHASAN ............................................................................... 94 6.1. Distribusi Kasus Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, dan Lokasi Tumor ........................................................................................ 94 6.2. Ekspresi MMP-9 pada Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik Berdasarkan Kedalaman Invasi ........................ 95 BAB. VII. SIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 100 7.1. Simpulan ................................................................................... 100 7.2. Saran ......................................................................................... 100 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 101 LAMPIRAN ................................................................................................. 107 xv DAFTAR GAMBAR Halaman 2.1 Pembagian Lokasi Anatomis Kolon .................................................... 12 2.2 Tipe diferensiasi Karsinoma Kolorektal ............................................. 17 2.3 Karsinoma Kolorektal ......................................................................... 17 2.4 Tipe Karsinoma Kolorektal .................................................................. 20 2.5 Karsinoma Serrated .............................................................................. 21 2.6 Sistem stadium kanker oleh Duke tahun 1932 ................................... 22 2.7 Skematis Stadium Patologis Menurut AJCC ...................................... 26 2.8 Model Molekuler Evolusi Kanker Kolorektal Melalui Adenoma-Carcinoma Sequence .......................................................... 28 2.9 Struktur Matriks Metalloproteinase .................................................... 42 2.10 Fungsi Seluler Matriks Metalloproteinase-9 (MMP-9) Selama Perkembangan dan Fisiologis Normal .................. .................. 43 2.11 Struktur MMP-9 .................................................................................. 47 2.12 Peranan MMP-9 yang Tidak Terikat TIMP yang Berasal dari Sel Radang PMN Sel Tumor ...................................................................... 50 2.13 Transisi Epithelial menjadi Mesenkim (EMT) yang dipicu MMP-9 .. 52 2.14 Peranan MMP-9 Bebas TIMP dari Sel Radang PMN ........................ 53 2.15 Kaitan MMP-9 dengan Kemampuan Metastasis Tumor ................................................................................................... 54 2.16 Kaitan MMP-9 dengan Kemampuan Metastasis xvi Tumor ................ ................................................................................... 55 2.17 Gambaran peran penting dari polymorphonuclear leucocyte (PMN) berasal dari Tissue Inhibitor of metalloproteinase (TIMP) bebas, MMP-9 yang berasal dari stroma dan tumor ............................ 58 2.18 Ekspresi MMP-9 pada Jaringan Karsinoma Kolon............................. . 64 2.19 Pewarnaan Imunohistokimia MMP-9................................................... 65 2.20 Pewarnaan Imunohistokimia MMP-9 Pada Adenocarcinoma............. 2.21 Pewarnaan Imunohistokimia MMP-9 pada Sel Tumor Stroma............ 66 2.22 Pewarnaan Imunohistokimia MMP-9 Pada Adenocarcinoma............. 3.1 Bagan Konsep Penelitian ..................................................................... 70 4.1 Bagan Rancangan Penelitian ............................................................... 72 4.2 Skema Alur Penelitian ......................................................................... 86 5.1 Grafik Distribusi Adenokarsinoma KKR berdasarkan Kelompok 66 67 Umur dan Kedalaman Invasi .............................................................. 88 5.2. Grafik Distribusi Adenokarsinoma KKR berdasarkan Kelompok Jenis kelamin dan kedalaman invasi .................................................. 90 5.3. Grafik Distribusi Adenokarsinoma KKR berdasarkan Kelompok Lokasi tumor dan kedalaman invasi ................................................... 91 5.4. Ekspresi MMP-9 pada sitoplasma sel tumor dan sel stroma dengan Intensitas lemah .................................................................................. 93 5.5 Ekspresi MMP-9 pada sitoplasma sel tumor dan sel stroma dengan Intensitas sedang ................................................................................ 93 5.6. Ekspresi MMP-9 pada sitoplasma sel tumor dan sel stroma dengan xvii Intensitas kuat ..................................................................................... 9 DAFTAR TABEL Halaman 2.1 Klasifikasi Tumor-tumor Kolon dan Rektum berdasarkan WHO ...... 7 2.2 Faktor-faktor risiko KKR .................................................................... 10 2.3 Lokalisasi dan Jumlah Kasus KKR .......................................................... 2.4 Klasifikasi Histologis dan Frekuensi Terjadinya KKR ........................ 18 2.5 Stadium Patologik KKR menurut Duke ............................................... 23 2.6 Jenis Matriks Metaloproteinase ........................................................ 44 2.7 MMP dan TIMP pada KKR ............................................................... 63 4.1 Perhitungan besar sampel berdasarkan prevalensi per variabel 13 Penelitian dengan menggunakan rumus Araoye ( 2003 ) ................... 75 5.1. Distribusi kasus berdasarkan kedalaman invasi dan ekspresi MMP-9.. 90 xviii DAFTAR SINGKATAN AJCC : American Joint Commission on Cancer EGFR : Epidermal Growth Factor Receptor Bcl-xL : B-cell leukemia / lymphoma BS : Buffer saline CAP : The College of American Pathologists CD : Chron disease CEA : Carcinoembryonic Antigen CIMP : CpG island methylator phenotype CIMP-H : CpG island methylator phenotype frekuensi tinggi CIMP-L : CpG island methylator phenotype frekuensi rendah CIN : Chromosomal instability CXCCR4 : CXC chemokin receptor-4 DAB : 3,3'- diaminobenzidine ECM : Extracellular Matrix FAP : Familial Adenomatous Polyposis HE : Hematoksilin Eosin HNPCC : Hereditary Non Polyposis Colon Cancer IAP : Inhibitor of Apoptotic Protein IBD : Inflammatory Bowel Disease IHK : Imunohistokimia IL : Interleukin xix KGB : Kelenjar getah bening KKR : Karsinoma kolorektal MMP : Matriks Metalloproteinase MMR : Mismatch Repair MSI : Microsatellite Instability NPV : Negative Predictive Value PARP : poly-ADP-ribose-polymerase PBS : Phosphate Buffer Saline PMN : Polimorfonuklear PN-1 : Serpin Protease Nexin-1 PPV : Positive Predictive Value TIMP : Tissue Inhibitors of Matrix Metalloproteinases. TNF-α : Tumor necrosis factor- α UC : Ulcerative Colitis uPA : Urokinase Plasminogen Activator WHO : World Health Organization xx DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Keterangan Kelaikan Etik (Ethical Clearance) ................................... 108 2. Surat Ijin Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar ...................................................... 109 3. Rekapitulasi Sampel Penelitian ........................................................... 110 4. Statistik uji korelasi Spearman Ekspresi MMP-9 Terhadap Kedalaman Invasi ............................................................................... 111 xxi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker usus besar atau kanker kolorektal merupakan keganasan yang terjadi pada usus besar dan rektum, sehingga sering disebut dengan karsinoma kolorektal (KKR). Karsinoma kolorektal sendiri menduduki peringkat ke empat penyebab kematian terbanyak akibat keganasan di dunia dan lebih 90 % kasus KKR adalah adenokarsinoma. Di Amerika, KKR merupakan kanker ketiga tersering dan merupakan penyebab kematian ketiga karena kanker. Diperkirakan sekitar 71.830 ribu pada laki-laki dan 65.000 pada wanita (Siegel et al., 2014). Di Indonesia sendiri, berdasarkan data dari Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Kesehatan RI tahun 2006 KKR merupakan jenis keganasan ketiga terbanyak. Pada tahun 2011 terdapat peningkatan kasus KKR, pada laki-laki 1.200 kasus dan 1.142 kasus pada wanita (DitjenYanMed, 2011). Di Bali, insiden KKR menempati urutan ketiga setelah karsinoma payudara dan servik pada wanita, serta menempati urutan ketiga pada laki-laki setelah keganasan nasofaring dan prostat (DitjenYanMed, 2008), dengan jumlah kasus 103 pada laki-laki dan 81 pada perempuan. Pedoman klinis yang digunakan sebagai dasar menentukan penatalaksanaan dan prognosis KKR merujuk pada pedoman yang ditetapkan oleh American Joint Commission on Cancer (AJCC) berdasarkan klasifikasi Tumor Nodul Metastasis 1 2 (TNM) (Kostova et al., 2014). Kedalaman invasi ditandai dengan derajat invasi lokoregional sel tumor primer yang ditunjukkan oleh komponen T (Farina dan Mackay, 2014). Invasi sel kanker merupakan suatu proses bergeraknya sel dari tumor primer dan berjalan menuju jaringan yang lebih dalam. Keadaan ini memungkinkan sel bergerak menuju pembuluh darah dan ditransportasikan kebagian tubuh yang lain. Kedalaman invasi merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi prognosis dari KKR, termasuk dalam faktor prognosis kategori I, dan merupakan gambaran biologikal mayor dari suatu neoplasma ganas sebagai penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada suatu keganasan (Kostova et al., 2014). Proses invasi tumor melibatkan matriks metaloproteinase (MMP) sebagai salah satu komponen ekstraseluler melalui efek proteolitik yang dimilikinya (Farina dan Mackay, 2014). Salah satu jenis MMP yang menarik dibicarakan adalah MMP-9. Sejak diidentifikasikan sebagai leucocyte gelatinase/type V collagenase dan tumour type IV collagenase, MMP-9 mendapat perhatian khusus sebagai penanda tumor potensial karena berperan utama dalam mendegradasi kolagen IV dan merupakan kunci yang berperan dalam proses invasi, metastasis, adhesi sel, penyebaran, migrasi dan angiogenesis (Lubbe dan Pitari, 2009; Farina dan Mackay, 2014). Terdapat pendapat yang bervariasi mengenai peran prognostik MMP-9 pada KKR. Namun masih terdapat perbedaan pendapat mengenai peran prognostik MMP-9 pada KKR. Penelitian Buhmeida et al., 2009, dari 48% sampel KKR dengan MMP-9 positif tidak menunjukkan adanya korelasi dengan umur, 3 kedalaman invasi, dan status KGB. Hal ini disebabkan karena kadar MMP-9 tidak dipengaruhi oleh perbedaan stadium menurut Duke. Beberapa penelitian lainnya yang menunjukkan peran MMP-9 pada kedalaman invasi KKR, ekspresi MMP-9 yang tinggi berkorelasi dengan kedalaman invasi (Kostova et al., 2014), demikian pula dengan penelitian dari Yang et al., 2015, didapatkan bahwa ekspresi MMP-9 berhubungan dengan kedalaman invasi, serta dapat berguna sebagai marker independen dalam menentukan prognosis yang buruk pada pasien KKR (Yang et al., 2015). Matriks metalloproteinase-9 juga berperan penting pada proses invasi dan metastasis KKR (Lubbe dan Pitari, 2009; Chu et al., 2012). Pada pertumbuhan dan progresi KKR serta invasi sel tumor, MMP-9 berperan pada degradasi jaringan membran basal laminin dan kolagen tipe IV secara spesifik. Interaksinya dengan VEGF berperan penting pada invasi tumor dan angiogenesis (Lubbe dan Pitari, 2009). Selain itu terdapat interaksi komplek antara aktivitas MMP-9, dynamic membrane regions, sinyal oleh molekul adesi yang meregulasi migrasi sel tumor pada proses invasi dan metastasis (Zuzga et al., 2008). Hal ini menunjukkan peranan penting MMP-9 pada proses invasi dan metastasis sehingga dapat menjadi parameter agresivitas tumor (Bouchet dan Bauvois., 2014). Beberapa penelitian yang telah disebutkan diatas dalam menilai ekspresi MMP-9 pada kedalaman invasi KKR, namun masih terdapat perbedaan pendapat, sehingga menarik untuk diteliti agar dapat memahami mengenai hubungan positif ekspresi MMP-9 pada kedalaman invasi KKR. 4 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah ekspresi MMP-9 berhubungan positif dengan kedalaman invasi adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik ? 1.3 Tujuan Penelitian Dari latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui peranan MMP-9 terhadap kedalaman invasi adenokarsinoma kolorektal yang nantinya dapat dipakai sebagai faktor prognostik dan tata laksana pada pasien. 1.3.2 Tujuan Khusus Untuk membuktikan ekspresi MMP-9 berhubungan positif dengan kedalaman invasi adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademik Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penelitian di atas, maka manfaat dari penelitian ini dari segi pengembangan ilmu pengetahuan, diharapkan dapat memberikan informasi data epidemiologi mengenai hubungan positif ekspresi MMP-9 dengan kedalaman invasi adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik serta mengetahui peranan MMP-9 sebagai marka biologi prediktif agresifitas. 5 1.4.2 Manfaat Praktis Apabila dalam penelitian ini terbukti terdapat hubungan positif ekspresi MMP-9 dengan kedalaman invasi adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik, maka MMP-9 : 1. Dapat dipakai sebagai faktor prognostik. 2. Dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan tata laksana penderita adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik. 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Kolorektal 2.1.1 Klasifikasi Karsinoma Kolorektal Secara definisi karsinoma kolon dan rektal merupakan tumor ganas epitelial yang berasal dari usus besar. Dimana penggunaan istilah karsinoma, mengharuskan adanya invasi sel ganas melewati lapisan muskularis mukosa dan mencapai lapisan submukosa. Lebih dari 90% karsinoma kolorektal merupakan suatu adenokarsinoma (Hamilton et al., 2010). Lebih dari 90% KKR adalah adenokarsinoma yang berasal dari sel-sel epitelial mukosa kolorektal dan menunjukkan diferensiasi kelenjar (Hamilton et al., 2010; Fleming et al., 2012). Dalam pengklasifikasian tumor-tumor pada kolon dan rektum memakai sistem klasifikasi oleh WHO tahun 2010 (World Health Organization Classification of Tumours of the Digestive System), sistem ini yang paling banyak digunakan dan dianut secara luas. Menurut WHO, klasifikasi tumor primer pada kolon dan rektum dibagi menjadi kategori epitelial dan nonepitelial, jinak atau ganas, serta kategori limfoma dan keganasan lainnya (Tabel 2.1) (Hamilton et al., 2010). Klasifikasi tipe histologis menurut WHO pada tabel diatas juga direkomendasikan oleh The College of American Pathologist (CAP) (Washington et al., 2011). Klasifikasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi berdasarkan WHO. 6 7 Tabel 2.1 Klasifikasi Tumor Kolon dan Rektum berdasarkan WHO (Hamilton et al., 2010) I. Tumor-tumor Epitelial Lesi-lesi premaligna Adenoma Displasia (neoplasia intraepitelial) derajat rendah Displasia (neoplasia intraepitelial) derajat tinggi Lesi-lesi serrated Polip hiperplastik Sessile serrated adenoma/polyp Traditional serrated adenoma Hamartoma Cowden-associated polyp Juvenile polyp Peutz-Jeghers polyp Karsinoma Adenokarsinoma Adenokarsinoma tipe kribriform-komedo Karsinoma Meduler Karsinoma Mikropapiler Adenokarsinoma Musinus Adenokarsinoma Serrated Karsinoma sel cincin Karsinoma Adenoskuamus Karsinoma Sel Spindel Karsinoma Sel Skuamus Karsinoma tidak berdiferensiasi Neoplasma-neoplasma neuroendokrin II. Tumor-tumor Mesenkimal III. Limfoma IV. Tumor-tumor Sekunder 2.1.2 Epidemiologi Karsinoma kolorektal merupakan keganasan keempat tersering pada laki-laki dan ketiga tersering pada perempuan di dunia, menyebabkan lebih dari 630.000 kasus kematian akibat kanker per tahun (Moghimi dan Safaee., 2012). Secara menyeluruh, KKR merupakan penyebab kematian urutan empat akibat kanker 8 sebanyak 8%. Sekitar 60% kasus terjadi di negara Eropa dan Amerika dengan perbedaan sebanyak 20 kali lipat dibandingkan dengan negara-negara Asia dan Afrika. Di negara-negara Asia, seperti China, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura, kasus KKR saat ini menjadi masalah kesehatan yang penting dimana terjadi peningkatan angka kejadiaan KKR, terdapat adanya peningkatan 2-4 kali lipat kasus KKR dari beberapa dekade yang lalu (Moghimi dan Safaee., 2012). Di Indonesia belum tersedia data yang pasti mengenai insiden KKR. Berdasarkan data registrasi kanker tahun 2008, kasus KKR di Indonesia ditemukan pada laki-laki 1.021 kasus dan pada perempuan 839 kasus. KKR menempati urutan ketiga, dengan jumlah kasus 103 pada laki-laki, 81 pada perempuan (DitjenYanMed, 2008). Pada tahun 2010 terjadi peningkatan insiden kasus KKR di Indonesia menjadi 1.278 kasus pada laki-laki dan 1.172 kasus pada perempuan dengan total seluruhnya 2.450 kasus (9,89%). Sedangkan di Bali, KKR menempati urutan keempat, dengan jumlah kasus 52 pada laki-laki, 35 pada perempuan (DitjenYanMed, 2010). Data tahun 2011 yang tercatat, menunjukkan bahwa di Indonesia didapatkan 1.200 kasus KKR baru pada laki-laki dan 1.142 pada perempuan. Pada tahun 2011 di Bali, KKR menempati urutan keempat setelah karsinoma payudara, servik, dan nasofaring sebagai tumor primer, dengan jumlah kasus baru 60 pada laki-laki, 53 pada perempuan (DitjenYanMed, 2011). 2.1.3 Etiologi dan Faktor Risiko Penyakit inflamasi kronik usus dan genetik merupakan faktor etiologi signifikan pada terjadinya KKR. Penyakit inflamasi kronik termasuk ulcerative colitis, 9 Chron’s disease (CD), dan infeksi schistosoma mansoni. Ulcerative colitis (UC) merupakan lesi premaligna dan faktor risiko mayor yang meningkatkan risiko terjadinya KKR sampai 20 kali lipat di atas normal. Risiko KKR akan meningkat sebanyak 3% pada penyakit Chron (Hamilton et al., 2010; Fenoglio, 2009). Terdapat dua kelompok sindrom pada kelainan genetik yang menyangkut KKR dan bersifat dominan autosomal yaitu, yaitu Familial Adenomatous Polyposis (FAP) dan Hereditary Non Polyposis Colon Cancer (HNPCC). Pada FAP terjadi mutasi pada gen Adenomatous Polyposis Coli (APC) pada kromosom 5 sedangkan HNPCC/sindrom Lynch mutasi ditemukan pada gen hMSH2, hMLH1, hPMS1, hPMS2 dan hMSH6 (Zahari, 2010; Redston dan Driman, 2015). Dalam perkembangan KKR merupakan interaksi berbagai faktor yaitu faktor endogen (genetik) dan eksogen (lingkungan) (Tabel 2.2) (Redston dan Driman, 2015). Faktor risiko genetik dan penyakit inflamasi usus kronik (inflammatory bowel disease = IBD) memiliki pengaruh klinik langsung. Faktor risiko kuat lainnya adalah umur, karena KKR terutama terjadi pada umur paruh baya dan lanjut (Homick dan Odze., 2011; Washington et al., 2011; Redston dan Driman, 2015). Laki-laki mempunyai risiko lebih tinggi dibandingkan perempuan. Perbedaan jenis kelamin ini diperkirakan berhubungan dengan perbedaan kondisi hormonal (Redston dan Driman, 2015). Faktor risiko diet telah diteliti secara meluas. Masih terdapat sedikit kontroversi bahwa peningkatan risiko konsisten dengan pola diet tipe Western dengan pola makan kalori yang tinggi, makanan yang kaya akan lemak hewani, terutama daging merah dari binatang, serta rendah serat berhubungan dengan peningkatan 10 insiden KKR (Hamilton et al., 2010; Redston dan Driman, 2015). Mekanisme ini meliputi produksi amin heterosiklik, stimulasi asam empedu yang berlebihan, produksi spesies oksigen reaktif, dan meningkatnya kadar insulin. Tabel 2.2 Faktor-faktor risiko KKR (Redston and Driman, 2015) Faktor Risiko relatif Riwayat keluarga (tingkat pertama) 1,8 Aktivitas fisik (< 3 jam/minggu) 1,7 IBD (Crohn’s disease, ulcerative colitis, atau pancolitis) 1,5 Obesitas 1,5 Konsumsi daging merah 1,5 Merokok (> 1 bungkus/hari) 1,5 Alkohol (> 1 minuman/hari) 1,4 Pemakaian kontrasepsi oral (≥ 5 tahun) 0,7 Terapi penggantian estrogen (≥ 5 tahun) 0,8 Konsumsi tinggi sayur (≥ 5 sajian/hari) 0,7 Multivitamin mengandung asam folat 0,5 Terdapat faktor-faktor risiko lainnya seperti konsumsi alkohol, kurangnya aktivitas fisik, obesitas, riwayat kolesistektomi, serta riwayat keluarga turut berperan terjadinya KKR walaupun terdapat angka yang bervariasi pada penelitian berbeda. Terdapat hubungan terbalik antara risiko KKR dengan penggunaan obat anti inflamasi non steroid dan terapi penggantian estrogen pada perempuan (Hamilton et al., 2010; Redston dan Driman, 2015). ER dan PR telah diidentifikasi pada sel epitelial kolon. Penurunan level ER bertepatan dengan hilangnya diferensiasi keganasan sel-sel epitelial kolon (Johnson et al., 2009; Zervoudakis et al., 2011). Meskipun terdapat hubungan terbalik antara terapi penggantian estrogen dengan kejadian KKR, akan tetapi manfaat ini diikuti efek yang tidak baik yaitu meningkatnya penyakit jantung koroner, stroke, emboli paru, dan kanker payudara (Zahari et al., 2010). 11 2.1.4 Lokasi Secara anatomi, kolon dibagi menjadi bagian sisi kanan, yang terdiri dari caecum, kolon asenden, fleksura hepatika, dan kolon transversum. Sisi kiri terdiri dari fleksura splenika, kolon desenden, dan kolon sigmoid (Washington et al., 2011; Redston dan Driman, 2015). Kolon kanan berasal dari midgut dan kolon kiri berasal dari hindgut. Setelah kolon sigmoid dilanjutkan rektum. Transisi dari sigmoid ke rektum ditandai oleh fusi taenia coli sigmoid yang membentuk otot longitudinal sirkumferensial dari dinding rektum, sekitar 12 sampai 15 sentimeter dari linea dentata (Gambar 2.1) (Washington et al., 2011). Gambar 2.1 Pembagian lokasi anatomis kolon (Alteri et al., 2014) Distribusi lokasi berdasarkan insidensi terjadinya KKR adalah caecum dan kolon asenden 25%, kolon transversum 15%, kolon desenden 5%, kolon sigmoid 25%, rektosigmoid 10%, dan rektum 20% (Rubin dan Hansen, 2012). Sebagian besar KKR berlokasi pada kolon sigmoid dan rektum. Seiring dengan peningkatan 12 umur terbukti terjadi perubahan lokasi dengan meningkatnya proporsi karsinoma pada bagian yang lebih proksimal (Tabel 2.3) (Hamilton et al., 2010; Kostova, et al., 2014). Tabel 2.3 Lokalisasi dan jumlah kasus KKR (Kostova, et al., 2014) 2.1.5 Gejala Klinis Pada beberapa pasien awalnya tidak menunjukkan gejala yang jelas dan neoplasma teridentifikasi pada saat skrining (Hamilton et al., 2010). Pada umumnya gejala awal bersifat tidak khas dan sebanyak 5–20% pasien dapat asimptomatis. Gejala klinis sangat bergantung pada lokasi tumor dan derajat lesi pada saat dilakukan diagnosis. Pada beberapa pasien terdapat adanya perubahan pada bowel habits, terutama berupa adanya konstipasi, karena adanya feces yang solid pada kolon kiri yang sering terhambat oleh adanya massa, juga terdapat adanya distensi pada abdomen serta obstruksi dan perforasi. Lesi pada rektosigmoid akan menyebabkan adanya tenesmus dan perdarahan rektum. (Hamilton, et al., 2010). Perdarahan anus terjadi pada 50% kasus dan 70% lesi sisi kiri. Dapat ditemukan adanya perdarahan minimal dan ditandai oleh adanya 13 anemia defisiensi besi, demam, malaise, penurunan berat badan, dan nyeri abdomen. Nyeri abdomen terjadi pada kira-kira 50% kasus dan cenderung lebih banyak pada kanker kolon daripada kanker rektum. Nyeri sering terjadi pada tahap lanjut dimana tumor telah menginvasi serosa atau jaringan sekitarnya (Hamiton et al., 2010; Fenoglio, 2009). 2.1.6 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan yang dilakukan untuk menunjang diagnosis KKR mulai dari pemeriksaan yang non-invasif sampai invasif. a. Tes darah samar dan imunokimia pada feses Tes darah samar pada feses salah satu pemeriksaan skrining yang paling sering dilakukan. Dari beberapa studi menunjukkan bahwa tes darah samar ini dapat menurunkan mortalitas KKR sebesar 15-33%. Namun, tes ini memiliki sensitivitas hanya 50-60% untuk sekali pemeriksaan, dan akan meningkat sampai 90% jika dilakukan secara rutin setiap tahun dalam periode yang lama (Hamilton et al., 2010; Siew dan Wong, 2013). b. Endoskopi 1. Kolonoskopi Spesifisitas dan sensitivitas kolonoskopi dalam mendeteksi polip dan kanker sangat tinggi (sedikitnya 95% untuk polip besar). Kolonoskopi memungkinkan deteksi dan pengangkatan polip serta pengambilan jaringan biopsi pada seluruh kolon. Skrining polip yang gagal terdeteksi mencapai 15-25% untuk adenoma yang berukuran kurang dari lima 14 milimeter, 0-6% untuk adenoma yang berukuran 10 milimeter atau lebih (Hamilton et al., 2010; Siew dan Wong, 2013). 2. Sigmoidoskopi fleksibel Teknik ini berguna untuk mendeteksi adanya polip dan KKR dan dapat dipakai untuk mengambil sampel jaringan yang berguna dalam pemeriksaan histologis. Pada pemeriksaan ini memungkinkan untuk melihat permukaan dalam usus besar sampai sejauh 60 sentimeter dari anus. Spesifisitas prosedur ini mencapai 98-100%, tetapi sensitivitasnya rendah mencakup 35-70% untuk seluruh kolon, oleh karena pemeriksaan ini hanya di kolon sisi kiri (mencapai 95%, sehingga tidak mendeteksi adanya lesi pada kolon sisi kanan (Hamilton et al., 2010; Tang et al., 2015). Tingkat sensitivitas untuk kolon distal mencapai 95% (Siew dan Wong, 2013). c. Prosedur pemeriksaan radiografi. 1. Barium enema dengan dobel kontras Prosedur ini memungkinkan evaluasi pada seluruh kolon. Namun, sensitivitas dan spesivisitasnya lebih rendah dibandingkan kolonoskopi dan CT scan kolonografi. Pasien dengan hasil barium enema yang abnormal, memerlukan pemeriksaan kolonoskopi sebagai lanjutannya (Hamilton et al., 2010; Siew dan Wong, 2013). 2. CT scan kolonografi Studi meta-analisis yang mempergunakan CT kolonografi dalam mendeteksi polip dan KKR menunjukkan sensitifitas 93% dan spesifisitas 15 97%. Tingkat sensitifitasnya akan menurun menjadi 86% dan spesifisitas 86%, pada polip yang berukuran sedang sampai besar (enam milimeter atau lebih) (Hamilton et al., 2010 ; Siew dan Wong, 2013). 2.1.7 Gambaran mikroskopis dan Derajat Diferensiasi Karsinoma Kolorektal. Adenokarsinoma merupakan tipe KKR yang tersering, mencakup lebih dari 90% dan sebagian besar berupa gambaran glanduler dengan sedikit stroma (Hamilton et al., 2010). Terdapat beberapa sistem derajat keganasan histologis KKR yang pernah dikemukakan. Sistem two-tiered grading system direkomendasikan oleh CAP untuk menilai system dengan melihat bentukan glanduler sebagai dasar penentuan derajat, berdasarkan pada perbandingan area antara gambaran glanduler dan area solid atau kelompok sel-sel tanpa lumen. Derajat keganasan dibedakan menjadi diferensiasi baik, sedang, dan buruk. Diferensiasi baik jika menunjukkan struktur glanduler lebih dari 95% tumor, berbentuk simple atau kompleks dengan polaritas sel yang baik dan inti sel yang relatif uniform (Gambar 2.2A). Berdiferensiasi sedang jika memiliki 50-95% struktur glanduler dengan bentuk ireguler dan polaritas inti yang berkurang (Gambar 2.2B). Berdiferensiasi buruk jika memiliki 5-50% struktur glanduler yang ireguler, disertai hilangnya polaritas inti sel (Gambar 2.2C) (Fenoglio, 2009). 16 Gambar 2.2 Tipe diferensiasi karsinoma kolorektal. A. Diferensiasi baik. B diferensiasi sedang. C. Diferensiasi buruk (Fenoglio, 2009) Sel tumor berbentuk kolumnar tinggi dan berubah menjadi kuboid pada diferensiasi yang lebih buruk. Mitosis mudah ditemukan. Lumen kelenjar berisi bahan mukus eosinofilik dan debris inti dari sel yang disebut sebagai nekrosis kotor (Gambar 2.3 A). Gambaran nekrosis kotor ini dapat menjadi petunjuk untuk primer kolorektal. Selain itu dapat ditemukan reaksi stroma desmoplastik yang disebabkan oleh hialinisasi stroma di sekitar sel tumor yang invasif (Gambar 2.3B) (Fleming et al., 2012). A B Gambar 2.3 Karsinoma kolorektal. A. Nekrosis kotor (nekrosis debris) di dalam lumen kelenjar yang mengalami adenokarsinoma. B. Reaksi desmoplastik di sekitar kelenjar sel tumor (Fleming et al., 2012) 17 Menurut WHO adenokarsinoma kolorektal diklasifikasikan menjadi beberapa tipe. Klasifikasi histologis KKR yang tipe-tipenya dengan perkiraan persentasenya (Redston dan Driman, 2015) ditampilkan pada tabel 2.4. Tabel 2.4 Klasifikasi histologis dan frekuensi terjadinya KKR (Redston dan Driman, 2015) Tipe histologis Perkiraan persentase (%) Adenokarsinoma 75-80 Adenokarsinoma musinus (colloid) 8-10 Adenokarsinoma serrated 10 Karsinoma sel cincin 2 Karsinoma meduler 1,0 Karsinoma adenoskuamus < 1,0 Karsinoma sel skuamus < 1,0 Karsinoma sel kecil (neuroendokrin) < 1,0 Karsinoma tidak berdiferensiasi < 1,0 Campuran adenokarsinoma-karsinoid < 1,0 Karsinoma musinus dapat terjadi pada kolon sisi kiri maupun kanan dengan proporsi lebih banyak pada sisi kanan. Pada makroskopis jaringan tumor, tumor terkesan lunak seperti gelatin dan mengandung jaringan ikat yang sebagian menyerupai koloid. Jenis ini didiagnosis secara histopatologis bila ditemukan komponen musin ekstraselular lebih dari 50%. Pada pemeriksaan mikroskopis menunjukkan gambaran banyak struktur kelenjar berukuran besar di antara genangan musin (Gambar 2.4A) (Hamilton et al., 2010; Fleming et al., 2012). Bila ditemukan komponen musin signifikan lebih dari 10% namun kurang dari 50% dinyatakan sebagai suatu adenokarsinoma dengan komponen musin (Hamilton et al, 2010). Akan tetapi pada kasus adenokarsinoma dengan komponen musinus lebih memerlukan tindakan operatif yang agresif bila dibandingkan dengan KKR tipe musinus, hal ini disebabkan karena terdapat 18 kecenderungan keterlibatan kelenjar getah bening (KGB) di luar regio perikolika, sehingga menempel di peritoneal dan menginvasi organ viseral sekitarnya (Homick, 2011). Secara definisi karsinoma cincin sebagai tumor yang terdiri atas sel tumor yang berbentuk seperti sel cincin dan menunjukkan vakuola musin pada sitoplasma sehingga mendorong inti ke perifer, dengan komponen sel cincin lebih dari 50% keseluruhan sel-sel tumor (Gambar 2.4B). Sering ditemukan pada lakilaki, dengan angka kejadian kurang dari 40 tahun ( 50% kasus) dan sering terjadi pada kolitis ulseratif (30% kasus). Adenokarsinoma tipe ini sering menunjukkan pola pertumbuhan yang infiltratif diantara gambaran musin ekstraseluler disekitarnya (Hamilton et al., 2010; Fleming et al., 2012). Tipe KKR sel cincin ini memiliki prognosis yang buruk. Pada saat pasien terdiagnosis sebagai adenokarsinoma sel cincin, sekitar 80% kasus ditemukan berada pada stadium III atau IV, dan bila dibandingkan dengan KKR tipe lainnya lebih sering mengalami penetrasi pada seluruh lapisan muskularis propria dan penyebaran ke peritoneal. Hal ini mengakibatkan reseksi operatif menjadi cenderung lebih sulit. Angka kesembuhan 5 tahun dilaporkan kurang dari 5% (Homick, 2011; Fleming et al., 2012). 19 B A C Gambar 2.4 Tipe karsinoma kolorektal. A. Adenokarsinoma musinus. B. Karsinoma sel cincin. C. Karsinoma meduler (Fleming et al., 2012) Karsinoma meduler merupakan tumor yang sangat jarang terjadi, terdapat sekitar 5-8 kasus setiap 10.000 KKR yang terdiagnosis. Insiden rerata tahunannya 3,47 per 10 juta populasi. Tumor ini ditandai oleh lembaran sel-sel epitelioid neoplastik dengan inti besar dan vesikuler, anak inti menonjol, dan sitoplasma yang luas. Tumor ini umumnya mempunyai prognosis yang baik meskipun secara histologis menunjukkan diferensiasi yang buruk (Gambar 2.4 C) (Hamilton et al., 2010; Fleming et al., 2012). Adenokarsinoma tipe kribriform-komedo, merupakan varian tumor yang jarang. Tumor ini ditandai dengan gambaran kelenjar-kelenjar yang kribriform ekstensif luas dengan nekrosis pada bagian tengahnya (Hamilton et al., 2010). Adenokarsinoma mikropapiler merupakan salah satu varian jarang dari KKR, ditandai dengan kelompok-kelompok kecil sel tumor di dalam ruang stroma sehingga menyerupai gambaran saluran vaskuler. Pola tersebut dapat terlihat sebagai komponen dari adenokarsinoma yang konvensional. Imunohistokimianya menunjukkan pola karakteristik pewarnaan MUC1 (Hamilton et al., 2010). 20 Adenokarsinoma serrated juga merupakan salah satu varian yang cukup jarang, dijumpai bersamaan dengan komponen musinus, kribriform, dan trabekular. Gambaran arsitektur pada adenokarsinoma serrated memiliki (Gambar 2.5A dan B) (Hamilton et al., 2010). Gambar 2.5 Karsinoma serrated. A. Bentukan kelenjar pada adenokarsinoma ini menunjukkan infolding disertai komponen musin yang prominen. Tampak kelompok sel-sel tumor di dalam genangan musin. B. Sel tumor dengan sitoplasma eosinofilik luas dengan inti vesikuler dan anak inti prominen (Redston dan Driman, 2015) Bila pada satu kasus terdapat berbagai diferensiasi pada KKR, maka derajat diferensiasi yang dipilih akan ditentukan berdasarkan komponen diferensiasi yang paling buruk (Fenoglio, 2009; Hamilton et al., 2010). 2.1.8 Stadium Patologis Pada perkembangannya stadium kanker rektal mengalami evolusi yang panjang. Tahun 1926, Lockhart-Mummery mengemukakan sistem penilaian stadium untuk kanker rektal. Pada sistem ini kedalaman invasi dan struktur KGB yang positif merupakan faktor prognostik yang penting. Pada tahun 1932, Duke menyatakan pada stadium awal, perkembangan kanker rektal diawali oleh suatu adenoma (Wu, 2007). Karsinoma yang terbatas pada dinding rektum dikategorikan sebagai A. 21 Bila kanker sudah menyebar secara langsung keluar jaringan rektal dikategorikan sebagai B. Jika terdapat metastasis pada KGB regional dikategorikan sebagai C (Gambar 2.6). Gambar 2.6 Sistem stadium kanker rektum yang dikemukakan oleh Duke tahun 1932 (Wu, 2007) Pada tahun 1949, Kirklin, Dockerty dan Waugh mengemukakan modifikasi klasifikasi Duke. Pada modifikasi ini penulis menambahkan keterangan angka ‘1’ untuk lesi yang telah mengalami perluasan, namun belum melewati muskularis propria dan angka ’2‘ untuk sel tumor yang telah berpenetrasi ke muskularis propria. Pada tahun 1954, Astler dan Coller melaporkan hasil operasi spesimen kolon dan rektum menggunakan klasifikasi Duke yang telah dimodifikasi oleh Kirklin. 22 Adapun modifikasi menurut Astler-Coller (MAC) : Tipe A : Lesi terbatas pada mukosa. Tipe B1 : Lesi meluas ke muskularis propria tetapi belum sampai penetrasi, dengan nodul negatif. Tipe B2 : Lesi berpenetrasi ke muskularis propria, dengan nodul negatif. Tipe C1 : Lesi meluas sampai ke muskularis propria, tetapi tidak berpenetrasi, dengan nodul positif. Tipe C2 : Lesi berpenetrasi ke muskularis propria dengan nodul yang positif. Tabel 2.5 Stadium Patologik KKR menurut Duke (Weber, 2007) Pada tahun 1963, Turnbull mengemukakan stage D untuk mengidentifikasi tumor yang telah bermetastasis ke hati, paru-paru, tulang, dan organ yang berdekatan. Pada tahun 1987, American Joint committee on Cancer (AJCC) dan the International Union Against Cancer (IUCC) memperkenalkan sistem staging 23 kanker yang berdasarkan atas kedalaman invasi tumor lokal (T), keterlibatan dan jumlah metastasis KGB (N), serta adanya metastasis jauh (M) (Wu, 2007). Stadium patologis (pathologic staging) merupakan suatu metode untuk mengevaluasi progresi dari kanker dan prediktor prognosis yang paling penting untuk menentukan perangai tumor dan outcome pasien dengan KKR. Sistem staging yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem TNM dari AJCC berdasarkan evaluasi terhadap tumor (T), keterlibatan kelenjar getah bening (N) dan metastasis jauh (M). Pemeriksaan histopatologis dari spesimen reseksi pembedahan memberikan peran yang tidak tergantikan dalam menentukan kedalaman invasi tumor (T) dan perluasan/metastasis KGB (N) (Fenoglio, 2009; Fleming et al., 2012). Ukuran dan kedalaman invasi tumor primer ditunjukkan oleh komponen T. Perluasan invasi tumor melewati muskularis propria berpengaruh kuat terhadap prognosis. Tumor yang melewati muskularis propria dapat menyebabkan perforasi peritoneum atau menginfiltrasi struktur viseral sekitarnya (Fenoglio, 2009; Hamilton et al., 2010; Rubin dan Hansen, 2012). Berdasarkan klasifikasi sistem TNM : Tx : Tumor primer tidak dapat dinilai. T0 : Tidak ada bukti adanya tumor primer. Tis : Karsinoma in situ: intraepitelial atau invasi ke lamina propria. T1 : Tumor menginvasi submukosa. T2 : Tumor menginvasi muskularis propria. 24 T3 : Tumor menginvasi subserosa atau ke dalam jaringan perikolika atau perirektal non-peritonealisasi. T4 : Tumor memperforasi peritoneum viseral dan atau secara langsung menginvasi organ atau struktur lain. T4a : Tumor memperforasi peritoneum viseral. T4b : Tumor secara langsung menginvasi organ atau struktur lain (Hamilton et al., 2010; Rubin dan Hansen, 2012). Komponen N menunjukkan keterlibatan tumor pada KGB regional. Jumlah total KGB merupakan penentu penting untuk adekuasi pemeriksaan histopatologik. Jumlah KGB positif bergantung pada jumlah yang diperiksa. Disarankan untuk mencari dan memeriksa KGB sebanyak-banyaknya (Fenoglio, 2009). Berdasarkan rekomendasi AJCC dan CAP, disarankan jumlah 12 KGB sebagai jumlah minimal yang dapat diterima melalui spesimen reseksi (Washington et al., 2011). Menurut klasifikasi TNM : Nx : Kelenjar getah bening regional tidak dapat dinilai. N0 : Tidak tampak metastasis ke kelenjar getah bening regional. N1 : Metastasis pada 1 sampai 3 kelenjar getah bening regional. N1a : Metastasis pada 1 kelenjar getah bening regional. N1b : Metastasis pada 2 sampai 3 kelenjar getah bening regional. 25 N1c : Infiltrasi sel tumor, antara lain: satelit-satelit pada lapisan subserosa, atau non-peritonealized pericolic atau jaringan lunak perirektal tanpa metastasis pada kelenjar getah bening regional. N2 : Metastasis pada 4 atau lebih kelenjar getah bening regional. N2a : Metastasis pada 4 sampai 6 kelenjar getah bening regional. N2b : Metastasis pada 7 atau lebih kelenjar getah bening regional (Hamilton et al., 2010; Rubin dan Hansen, 2012). Komponen M menggambarkan metastasis. M0 menunjukkan tumor tidak meluas ke organ lain, dan M1 menunjukkan tumor telah meluas ke organ lain di dalam tubuh (Gambar 2.7) (Hamilton et al., 2010; Rubin dan Hansen, 2012). Gambar 2.7 Skematis stadium patologis menurut AJCC (Rubin dan Hansen, 2012) 26 2.1.9 Karsinogenesis Karsinoma Kolorektal Karsinoma kolorektal merupakan salah satu jenis kanker yang paling banyak diteliti secara mendalam. Penelitian sebelumnya menyatakan tumor kolorektal berkembang dari epitel normal yang kemudian diikuti oleh adanya peningkatan derajat displasia adenomatous dan akhirnya menjadi karsinoma. Adenoma merupakan displasia bukan merupakan massa maligna pada kolon dengan karakteristik pada ukurannya, tipe histologiknya, dan displasianya. Sebagian besar KKR berkembang dari adenoma sebagai lesi prekursornya, baik itu adenoma konvensional, sessile serrated adenomas/polyps, atau traditional serrated adenomas. Residu adenoma masih bisa ditemukan pada 10-30% kasus KKR, sedangkan sisanya, adenoma tersebut diyakini berkembang menjadi kanker. Terdapat hubungan antara tipe histologis yang berbeda dengan lesi prekursornya. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat dua jalur utama yang melibatkan progresi KKR, yaitu: jalur adenoma konvensional dan jalur serrated adenoma/polyp (Redston dan Driman, 2015). Karsinoma kolorektal juga dapat berkembang dari area displastik dari pasien dengan IBD. Jalur adenoma konvensional diperkirakan sebesar 70-80% dari seluruh KKR dan jauh lebih banyak prevalensi pada kolon kiri dan rektum dibandingkan kolon kanan. Adenoma konvensional secara tipikal mendahului kanker sekitar 15 tahun. Jalur serrated adenoma diketahui mengalami peningkatan dalam 10 tahun terakhir, dan diperkirakan sekitar 20-30% dari seluruh KKR. Biasanya KKR yang melalui jalur ini berlokasi di kolon kanan. Traditional serrated adenoma juga bisa mendahului KKR. Akan tetapi, lesi ini 27 jauh lebih jarang terjadi dan risiko progresinya lebih rendah (Redston dan Driman, 2015). Adenoma dapat terjadi secara sporadik atau sebagai bagian dari sindroma poliposis. Fearon dan Volgenstein tahun 1990 mengemukakan mekanisme transisi epitel normal kolorektal kemudian diikuti peningkatan derajat displasia adenomatous dan akhirnya menjadi karsinoma (Gambar 2.8) (Aoki dan Taketo, 2007). Gambar 2.8 Model molekuler evolusi kanker kolorektal melalui adenoma-carcinoma sequence (Kumar et al., 2015) Sebagaimana kanker pada umumnya, KKR juga melalui tahapan karsinogenesis yang bertahap pada proses pembentukannya. Kanker pada manusia dikarakteristikkan sebagai akumulasi berbagai perubahan genetik, termasuk mutasi yang mengaktivasi onkogen atau menginaktivasi tumor suppressor genes. Akumulasi perubahan genetik ini merupakan proses penting pada progresi adenoma menjadi karsinoma (Redston dan Driman, 2015). Patogenesis KKR merupakan peristiwa yang komplek, terdiri dari proses dengan banyak tahap, mencakup transformasi sel normal menjadi neoplastik, invasi ke jaringan, ekstra 28 dan intravasasi, dan akhirnya bermetastasis ke organ lain terutama hati. MMP secara ekstensif berguna sebagai mediator kunci dari degradasi matriks ekstraseluler dan proses lain dari molekul bioaktif (Said et al., 2014). Terdapat 3 jalur karsinogenesis yang telah dikenal luas, yaitu jalur instabilitas kromosom (chromosomal instability = CIN), jalur instabilitas mikrosatelit (microsatellitte instability = MSI), dan jalur epigenetik/metilasi (CpG island methylator phenotype = CIMP) (Antonia et al., 2010; Arends, 2013; Redston dan Driman, 2015). Chromosomal instability dikarakteristikkan oleh adanya peningkatan laju penambahan dan pengurangan materi kromosom yang terjadi terus-menerus. Jalur ini ditemukan pada 70-80% KKR. Perolehan abnormalitas jumlah keseluruhan kromosom menghasilkan aneuploidi. CIN merupakan perubahan genetik yang mayoritas mendasari jalur progresi adenoma-KKR, oleh karena itu bentuk instabilitas dominan terjadi pada neoplasma kolon kiri (Redston dan Driman, 2015). Pada model ini, terjadinya karsinoma kolorektal melalui proses perubahan molekuler yang bertahap, sekurang-kurangnya melewati 4 kali mutasi gen dalam urutan tertentu. Tahap pertama adalah mutasi pada gen adenomatous polyposis coli (kromosom 5q) yang menyebabkan sel kehilangan kontrol pertumbuhan. Tahap kedua adalah aktivasi onkogen KRAS yang menyebabkan sel kehilangan fungsi kontrol proliferasi, dan diikuti oleh tahap ketiga, yaitu inaktivasi gen DCC/SMAD4 (kromosom 18q), mutasi gen p53 (kromosom 17p) dan TGFBR2 29 serta aberant E-cadherin yang pada akhirnya terjadi kanker (Antonia et al., 2010; Arends, 2013) Adenomatous polyposis coli merupakan tumor supressor gen yang terlibat pada jalur CIN. Umumnya pada mutasi gen adenomatous polyposis coli terjadi trunkasi protein pada gugus karboksil sehingga adenomatous polyposis coli tidak dapat berikatan dengan protein beta catenin. Dalam keadaan normal, ikatan adenomatous polyposis coli dengan beta catenin akan menekan jalur sinyal WNT. Jalur sinyal WNT berfungsi untuk mengatur pertumbuhan, apoptosis, dan diferensiasi. Mutasi adenomatous polyposis coli ditemukan pada 60% kanker kolon dan 82% kanker rektal serta 80% adenoma (Arends, 2013). KRAS (12p12) merupakan gen yang terlibat pada jalur CIN namun berperan pula pada jalur CIMP. Aktivasi mutasi KRAS terjadi pada 35 - 42% karsinoma kolorektal dan adenoma. Kehilangan alel pada DCC, SMAD2 dan SMAD4 yang berlokasi pada kromosom 18q21.1 ditemukan pada 60% karsinoma kolorektal. SMAD2 dan SMAD4 terlibat pada jalur sinyal TGF-β yang mengatur pertumbuhan dan apoptosis. Kehilangan fungsi TP53 umumnya merupakan peristiwa terakhir pada transisi adenoma-karsinoma melalui jalur CIN. Abnormalitas TP53 ditemukan pada 4-26 % adenoma, 50 % adenoma dengan fokus invasif, dan 50 – 75% karsinoma kolorektal. Protein p53 berperan dalam mengatur siklus sel dan apoptosis. Mutasi pada E-Cadherin lebih berhubungan dengan kemampuan metastasis tumor kolorektal (Antonia et al., 2010; Arends, 2013). 30 Microsatellite instability dikarakteristikkan oleh perubahan yang meluas dalam hal ukuran rangkaian DNA repetitif. Hal ini diperkirakan berperan pada 10-15% KKR. MSI disebabkan oleh defek mismatch repair (MMR) DNA. Selain perubahan ukuran rangkaian DNA repetitif, MSI mengakibatkan peningkatan laju mutasi rangkaian koding (hipermutasi somatik). Pada umumnya, KKR dengan MSI tidak mempunyai abnormalitas dalam jumlah kromosom seperti yang ditemukan pada jalur CIN. Pada sebagian besar kasus KKR dengan MSI, penyebab yang mendasari defek fungsi MMR adalah epigenetik yaitu hipermetilasi pulau CpG pada area promoter gen MLH1. Hal ini merupakan gambaran karakteristik KKR yang berasal dari lesi neoplastik serrated, dan kanker-kanker ini menunjukkan frekuensi CIMP yang tinggi. MSI juga menjadi mekanisme dasar progresi kanker pada Lynch syndrome, yang disebabkan oleh defek MMR DNA bawaan. Pada Lynch syndrome, MSI berkembang dari traditional adenomas dan menunjukkan progresi yang cepat menjadi kanker (Redston dan Driman, 2015). CpG island methylator phenotype (CIMP) adalah penambahan hipermetilasi dinukleotida CpG pada area promoter suatu gen. Hal ini mengacu pada perubahan epigenetik (karena tidak mengubah rangkaian DNA). CIMP adalah mekanisme mayor dari inaktivasi tumor suppressor genes seperti TP16, CDH1, dan MLH1. Frekuensi tinggi CIMP (CIMP-H) merupakan gambaran karakteristik dari KKR yang berasal dari lesi neoplastik serrated, dan terjadi pada 20-30% kasus KKR, mencakup hampir seluruhnya KKR yang juga mengalami MLH1 hypermethylation silencing. Penyebab dasar genetik dari fenotip CIMP-H tidak 31 dipahami, tetapi ada bukti bahwa faktor-faktor genetik dan paparan lingkungan (merokok, withdrawal estrogen) mungkin berhubungan dengan perkembangan karsinoma jalur serrated. Rangkaian perkembangan karsinomanya dikenal sebagai adenokarsinoma serrated, dan sering dijumpai dengan MSI yang tinggi atau CIMP-H, atau keduanya (Redston dan Driman, 2015). Pasien dengan IBD mempunyai risiko peningkatan displasia dan KKR sebesar 0,5-1,0 % dalam waktu 8-10 tahun. Diduga hal ini mempunyai kaitan yang kuat dengan kolitis kronis yang berkepanjangan. Mekanisme karsinogenesis pada IBD sebenarnya menyerupai yang terjadi pada KKR yang sporadik tapi berbeda pada waktu terjadinya perubahan molekuler. Selama periode kolitis kronis terjadi aktivasi NF-ĸB pada epitel. NF-ĸB ini akan mengaktivasi COX2, beberapa sitokin proinflamasi termasuk IL-1, TNFα (Tumor Necrosing Factor α), IL-12p40 dan IL-23p19, faktor antiapoptosis inhibitor of apoptotic protein (IAP), dan B-cell leukemia/lymphoma (Bcl-xL). Prostaglandin dan beberapa sitokin termasuk IL-6 dilepaskan ke lingkungan inflamasi dan mengaktifkan jalur signaling intraselular serinine threonine AKT kinase yang menghambat faktor proapoptotik termasuk p53 dan BAD yang akhirnya meningkatkan masa hidup sel. Instabilitas genetik seperti CIN dan MSI juga terjadi pada karsinogenesis yang berkaitan dengan inflamasi. Mutasi adenomatous polyposis coli terjadi 14-33% pada karsinogenesis inflamasi tapi pada karsinogenesis sporadik mencapai 80% dan terjadi pada awal proses karsinogenesis. Mutasi p53 terjadi pada fase displasia hal ini disebabkan terjadinya kerusakan inflamasi yang berhubungan dengan reaksi oksidasi dari radikal bebas. Semua jalur karsinogenesis ini akan 32 menghasilkan replikasi yang tak terkendali dari sel tumor (Antonia et al., 2010; Arends, 2013). 2.1.10 Faktor-faktor Prognosis Karsinoma Kolorektal Prognosis KKR dipengaruhi banyak faktor baik itu parameter-parameter klinis maupun patologis. Sangatlah sulit untuk menentukan faktor mana yang lebih penting dari faktor lainnya oleh karena tidak semua faktor telah diteliti mendalam (Rosai, 2010). Angka kelangsungan hidup lima tahun untuk KKR setelah dilakukan reseksi kuratif berkisar antara 40% sampai 60%. Rekurensi ditemukan dua pertiga kasus dalam dua tahun pertama dan menjadi 91% dalam lima tahun. Parameter-parameter klinis maupun patologis yang menjadi faktor-faktor prognosis KKR dapat diklasifikasikan dalam empat kategori sesuai dengan konsensus dari CAP pada tahun 1999 yang dipublikasi ulang oleh Gomez et al. pada tahun 2011. Keempat kategori tersebut yaitu: 1. Kategori I : Sudah terbukti dengan pasti, penting dalam prognosis, berdasarkan bukti-bukti berbagai penelitian, umumnya dipakai dalam penatalaksanaan pasien (Gomez et al., 2011). 2. Kategori IIA : Sudah dipelajari dengan luas secara biologis dan atau klinis. Bernilai prognosis untuk terapi, perlu diperhatikan dalam laporan patologis (Gomez et al., 2011). 33 3. Kategori IIB : Sudah dipelajari dengan baik tetapi belum bisa ditegakkan, masih belum cukup data untuk memasukkannya dalam kategori I atau IIA (Gomez et al., 2011). 4. Kategori III : Faktor-faktor potensial yang masih kurang dipelajari dengan baik dan belum bisa ditegakkan nilai prognosisnya (Gomez et al., 2011). 5. Kategori IV : Sudah dipelajari dengan baik dan dibuktikan tidak mempunyai signifikansi prognosis yang konsisten (Gomez et al., 2011). Faktor-faktor prognosis yang termasuk dalam kategori I antara lain: 1. Kedalaman invasi tumor berdasarkan penilaian patologis (pT). Karsinoma kolorektal dengan kedalaman invasi tumor yang terdalam yaitu T4 yang melibatkan peritoneum parietal (serosa) dan perluasan ke organ sekitar, menunjukkan angka kelangsungan hidup yang lebih pendek. Tingkat kedalaman invasi tumor memberikan efek berlawanan dengan outcome, dimana T4 menunjukkan prognosis terburuk (Gomez et al., 2011; Marzouk dan Schofield, 2011). 2. Metastasis ke kelenjar getah bening regional (pN). Rekomendasi jumlah minimal KGB yang diambil adalah 12 KGB. Guna mengkonfirmasi negativitas KGB regional, haruslah didapatkan minimal 12 KGB yang negatif. Apabila kurang dari 12 KGB, maka dinyatakan 34 insufisien. Pasien-pasien tersebut mempunyai insiden kematian setelah operasi akibat kanker yang lebih tinggi daripada pasien-pasien dengan diseksi KGB yang mencukupi (Gomez et al., 2011). Pada suatu studi, jika didapatkan lebih dari enam KGB yang mengandung metastasis sel ganas, kurang dari 10% pasien yang mampu bertahan hidup lebih dari lima tahun. Dan jika didapatkan lebih dari 16 KGB mesenterik yang mengandung karsinoma, semua pasien meninggal dalam waktu lima tahun. Terdapat korelasi antara derajat keterlibatan KGB dengan ukuran tumor (Rosai, 2010; Marzouk dan Schofield, 2011). 3. Ada tidaknya invasi pembuluh darah dan pembuluh limfatik Kehadiran invasi pembuluh limfovaskuler berhubungan secara signifikan dengan peningkatan risiko metastasis ke KGB regional. Invasi pada sistem vena submukosa berhubungan dengan peningkatan metastasis ke hati (Gomez et al., 2011; Washington et al., 2011; Lauwers, 2012). 4. Residu tumor pada tepi reseksi. Temuan jaringan tumor pada tepi reseksi mengindikasikan bahwa tumor belumlah dioperasi secara komplet. Status tepi reseksi haruslah diperiksa dan dilaporkan, oleh karena residu tumor berhubungan dengan prognosis yang buruk dan kejadian rekurensi yang tinggi (Gomez et al., 2011). 5. Peningkatan kadar serum carcinoembryonic antigen (CEA) Marka tumor CEA dipakai secara global sebagai penanda tumor kolon. Nilai ambang batas CEA secara standard yaitu 2,0–2,5 ng/ml, tergantung pada alat pengukurnya. Peningkatan kadar serum CEA > 5,0 ng/mL 35 menunjukkan efek kebalikan terhadap prognosis yang independen dengan stadium tumor (Rosai, 2010; Gomez et al., 2011). Kadar serum CEA yang tinggi juga meningkatkan risiko rekurensi. Prognosis buruk juga ditemukan pada pasien dengan klirens CEA yang menurun setelah reseksi tumor (Marzouk dan Schofield, 2011). Faktor-faktor prognosis yang termasuk dalam kategori IIA antara lain: 1. Kehadiran residu tumor pada spesimen reseksi setelah mendapatkan terapi tambahan (ypTNM). Masih adanya sel-sel tumor yang viabel pada spesimen reseksi setelah mendapatkan terapi tambahan berhubungan dengan prognosis yang buruk (Gomez et al., 2011; Sjo, 2012). 2. Tepi reseksi radial / sirkumferensial Tepi reseksi radial mewakili batas jaringan lunak adventisia terdekat dengan penetrasi terdalam tumor dan dihasilkan dari diseksi aspek retroperitoneal atau subperitoneal pada saat operasi. Keterlibatan tumor pada tepi reseksi radial bisa menjadi satu-satunya faktor kritis dalam memprediksi rekurensi lokal pada karsinoma rektal. Sebagai tambahan, risiko rekurensi lokal adenokarsinoma rektal setelah total reseksi mesorektal akan lebih tinggi jika tumor berjarak kurang dari dua milimeter dari batas reseksi sirkumferensial (Gomez et al., 2011; Marzouk dan Schofield, 2011; Washington et al., 2011; Lauwers, 2012) 36 3. Derajat histologis Berbagai analisis multivariate menunjukkan bahwa derajat histologis memberikan signifikansi prognosis yang independen. Tumor-tumor yang berdiferensiasi buruk dan tidak berdiferensiasi memberikan prognosis yang buruk. Oleh karena adanya perbedaan penilaian inter-observer, maka penetapan sistem derajat menjadi dua kelompok yaitu derajat tinggi dan derajat rendah lebih banyak dipergunakan (Gomez et al., 2011; Sjo, 2012). 4. Konfigurasi pinggiran tumor Pola pertumbuhan tumor pada bagian tepinya menunjukkan signifikansi prognosis yang independen terhadap stadium. Pada berbagai analisis univariate dan multivariate menunjukkan bahwa pola pertumbuhan yang infiltratif dan ireguler memberikan prognosis lebih buruk dibandingkan pola pushing border (Gomez et al., 2011; Lauwers, 2012). Karsinoma kolorektal dengan tepi yang non polipoid tampaknya mempunyai prognosis yang lebih buruk dibandingkan tumor yang polipoid (Rosai, 2010). Faktor-faktor prognosis yang termasuk dalam kategori IIB antara lain: 1. Infiltrasi limfositik pada jaringan tumor dan peritumoral Infiltrasi limfositik pada suatu tumor merupakan pertanda adanya respon imunologis. Infiltrasi limfositik mungkin memiliki signifikansi prognosis. Beberapa studi menunjukkan hal ini berhubungan dengan 37 prognosis yg lebih baik. Infiltrasi limfosit khususnya sel T berperan dalam mencegah rekurensi dan metastasis tumor (Marzouk dan Schofield, 2011). Pada bagian selanjutnya akan dibahas lebih jelas mengenai hal ini. 2. Tipe histologis Karsinoma sel cincin dan neuroendokrin (karsinoma sel kecil) adalah tipe histologis KKR yang menunjukkan prognosis yang buruk secara independen dalam berbagai analisis multivariat. Keduanya termasuk dalam derajat histologis tinggi (Gomez et al., 2011; Marzouk dan Schofield, 2011). 3. Marka-marka molekuler jaringan tumor Mutasi KRAS pada kodon tertentu ditemukan lebih banyak pada pasien dengan penyakit yang rekuren. Ketetapan status mutasi gen KRAS diperlukan pada pasien KKR yang telah lengkap menerima terapi antiepidermal growth factor receptor (anti-EGFR), oleh karena kehadiran mutasi KRAS (sekitar 30-40% kasus) sebagai prediktor kurangnya respon terapi. Pada satu study, ekspresi yang berlebihan dari p53 mempunyai risiko relatif yang lebih besar terhadap kematian pasien dibandingkan pasien lainnya, meskipun pada faktanya tidak ada korelasi antara ekspresi p53 dengan derajat histologis atau stadium. Pada studi lainnya, ekspresi yang berlebihan dari p53 ditemukan sebagai prediktor independen kelangsungan hidup. Ekspresi onkogen CMYC didapatkan berhubungan dengan derajat diferensiasi tumor. Kehadiran tumor dengan 38 MSI menunjukkan kelangsungan hidup pasien yang meningkat. Ekspresi yang berlebihan dari thymidylate synthase mRNA atau protein berhubungan dengan prognosis yang buruk dan resistensi terhadap kemoterapi. Kurangnya ekspresi p27 (sebuah inhibitor siklus sel dengan fungsi supresor tumor yang potensial) berhubungan dengan prognosis yang buruk (Rosai, 2010; Gomez et al., 2011; Sjo, 2012). Faktor-faktor prognosis yang termasuk dalam kategori III meliputi kandungan DNA, marka molekuler lainnya (kecuali loss of heterozygosity 18q/DCC dan MSI-H), invasi perineural, densitas microvessel, tumor cell-associated proteins atau karbohidrat, fibrosis peritumoral, respon inflamasi peritumoral, fokal diferensiasi neuroendokrin, nuclear organizing region dan indeks proliferasi. Semua faktor-faktor tersebut masih belum cukup data untuk memberikan rekomendasi spesifik (Gomez et al., 2011). Berdasarkan jurnal-jurnal yang ada, tidak ada bukti mengenai hubungan antara ukuran tumor dan outcome yang telah dilaporkan. Ukuran tumor maupun tipe histologis karsinoma musinus tidak menunjukkan signifikansi prognosis pada pasien KKR sehingga masuk dalam kategori IV (Gomez et al., 2011). 2.2 Matriks Metaloproteinase-9 2.2.1 Struktur, Jenis dan Fungsi Umum Matriks Metalloproteinase (MMP) Matriks metaloproteinase pertama kali ditemukan oleh Jerome Gross dan Charles Lapiere pada tahun 1962, ketika mengetahui adanya aktivitas enzimatik selama 39 metamorfosis ekor kecebong. Mereka menemukan bahwa triple helix kolagen didegradasi jika ekor kecebong ditempatkan pada matriks kolagen kecebong yang bermetamorfosis (Ansari et al., 2013; Loffek et al., 2011). MMP merupakan famili endopeptida yang tergantung pada zinc. Disebut juga sebagai kelompok protease metzincin karena selalu menyediakan corak pengikat zinc yang tersimpan ada bagian katalitik aktifnya. Pada keadaan fisiologi dan patologis, MMP terlibat dalam degradasi matiks ekstraseluler. Pada keadaan fisiologis MMP berperan pada proses morfogenesis, angiogenesis, dan perbaikan jaringan, sedangkan pada keadaan patologis non neoplastik dan neoplastik, MMP terlibat dalam terjadinya asthma, atherosclerosis, sirosis, arthritis, dan kanker. Secara umum MMP diekspresikan dalam jumlah yang kecil. Regulasi transkripsi MMP oleh berbagai sitokin dan faktor pertumbuhan, seperti inflammatory interleukin (IL-6, TNF) atau transforming growth factors. Sitokin inflamatori akan menyebabkan disfungsi dari proteinase, sedangkan aktifitas enzym proteolitik akan meningkatkan proses inflamasi di jaringan. Selektif proteinase akan mendegradasi berbagai komponen ECM dan melepaskan faktorfaktor pertumbuhan dan sitokin-sitokin yang terletak pada ECM, karena itu enzim proteolitik seperti sistein dan proteinase serine mempunyai peran tidak hanya pada proses invasi kanker gastrointestinal (GI) atau pada progresi prekanker lesilesi GI menjadi kanker tetapi terlibat pula pada proses inflamasi pada GI, perbaikan jaringan, angiogenesis dan penyembuhan luka (Herszenyi et al., 2012). 40 MMP dilepaskan sebagai proenzim yang tidak aktif, tetapi selanjutnya diaktifkan oleh berbagai faktor yang dikendalikan oleh TIMP (tissue inhibitors of matrix metalloproteinases). Tissue inhibitors of matrix metalloproteinases akan mengontrol sekresi MMP. Kondisi patologis akan timbul jika terjadi ketidakseimbangan tingkat MMP dan TIMP (Herszenyi et al., 2012). Berbagai penelitian melaporkan bahwa peningkatan ekspresi MMP memicu berbagai penyakit inflamasi, keganasan dan degeneratif. Disinilah pentingnya aktivitas penghambat MMP dalam terapi (Ansari et al., 2013). Seperti yang tampak pada gambar 2.8, MMP memiliki tiga domain utama, yaitu : 1. Pro-peptida yang berperan menjaga enzim dalam bentuk tidak aktif. Domain ini mengandung “Cystein switch” yakni residu cystein unik dan selalu terjaga, yang berinteraksi dengan zinc pada bagian aktif. Saat aktivasi enzim, bagian ini akan dipecah secara proteolitik oleh furin secara intraseluler atau MMP lainnya dan protease serin secara ekstraseluler. 2. Domain katalitik yang menjadi penanda struktural corak pengikat zinc. Ion Zn2+, diikat oleh tiga residu histidin membentuk area aktif. Area aktif ini berjalan secara horizontal melewati molekul sebagai celah dangkal dan berikatan dengan substrat. 3. Bagian penghubung (hinge region) merupakan sebuah jembatan lentur atau bagian penghubung yang terbuat dari 75 rantai asam amino berfungsi untuk menghubungkan domain katalitik dengan domain terminal-C. Bagian ini sangat penting untuk menjaga stabilitas enzim. 41 4. Domain terminal-C yang menyerupai hemopexin merupakan domain yang rangkaiannya menyerupai protein serum hemopexin. Rantai polipeptida domain ini tersusun dalam empat lembaran β yang simetris. Permukaan datar yang disediakan oleh struktur ini dipercaya terlibat dalam interaksi antar protein dan merupakan penentu spesifisitas substrat, contohnya: TIMP berinteraksi pada area ini (Gambar 2.9). Gambar 2.9 Struktur Matriks Metaloproteinase (Ansari et al., 2013) Kemampuan MMP dalam menghancurkan berbagai komponen matriks ekstraseluler (ECM) menunjukkan bahwa berperan utama dalam remodeling ECM yang signifikan selama perkembangan embryogenik karena remodeling ECM merupakan bagian penting dalam pertumbuhan dan morfogenesis jaringan. Matriks metaloproteinase juga meregulasi growth factor pada permukaan sel dengan melepaskan beberapa protein seperti growth factors, kemokin, dan 42 molekul adhesi. Secara sistematis, beberapa fungsi seluler MMP selama perkembangan dan fisiologis normal, yaitu (gambar 2.10) (Ansari et al., 2013) : 1. Membantu migrasi sel melalui degradasi molekul ECM. 2. Mengubah perangai seluler dengan mengubah lingkungan mikro ECM. 3. Membantu aktivitas molekul aktif secara biologis dengan pemecahan langsung, pelepasan dari simpanan, atau memodulasi aktivitas penghambatnya. Gambar 2.10 Fungsi seluler MMP selama perkembangan dan fisiologis normal (Ansari et al., 2013). Peranan MMP mendegradasi semua komponen dari matriks ekstraselular. Berdasarkan spesifisitas MMP terhadap komponen ECM, MMP dibagi menjadi empat kelompok, archetypal MMPs, matrilysins, gelatinases dan furin-activatable (Said et al., 2014). Sedangkan diantara delapan kelas struktural MMP, 5 disekresikan dan 3 lainnya merupakan MMP tipe membran (MT-MMP) (Ansari et al., 2013). Jenis dari MMP dapat dilihat pada tabel 2.6. 43 Tabel 2.6 Jenis Matriks Metaloproteinase (Ansari et al., 2013) Jenis MMP Kelas struktural Nama umum MMP-1 Simple hemopexin domain Kolagenase-1, interstitial Kolagenase, fibroblast kolagenase, tissue kolagenase MMP-2 Gelatin-binding Gelatinase A, 72-kDa gelatinase, 72-kDa typeIV kolagenase, neutrophil gelatinase MMP-3 Simple hemopexin domain Stromelysin-1, transin-1, proteoglikanase, protein pengaktivasi prokolagenase MMP-7 Minimal domain Matrilysin, matrin, PUMP1, small uterine metalloproteinase MMP-8 Simple hemopexin domain Kolagenase-2, kolagenase neutrophil, kolagenase PMN, kolagenase granulosit MMP-9 Gelatin-binding Gelatinase B, gelatinase 92-kDa, kolagenase 92-kDa tipe IV MMP-10 Simple hemopexin domain Stromelysin-2, transin-2 MMP-11 Furinactivated dan Stromelysin-3 MMP-12 Simple hemopexin domain Metalloelastase, elastase makrofag, metalloelastase makrofag MMP-13 Simple hemopexin domain Kolagenase-3 MMP-14 Transmembrane MT1-MMP, MT-MMP1 MMP-15 Transmembrane MT2-MMP, MT-MMP2 MMP-16 Transmembrane MT3-MMP, MT-MMP3 MMP-17 GPI-linked MT4-MMP, MT-MMP4 MMP-18 Simple hemopexin domain Kolagenase-4 (Xenopus) MMP-19 Simple hemopexin domain RASI-1, MMP-18 MMP-20 Simple hemopexin domain Enamelysin MMP-21 Vitronectin-like insert Homolog dari Xenopus XMMP MMP-22 Simple hemopexin domain CMMP (pada ayam) MMP-23 Type II transmembrane Cysteine array MMP (CA-MMP), femalysin, MIFR,MMP-21/MMP-22 MMP-24 Transmembrane MT5-MMP, MT-MMP5 MMP-25 GPI-linked MT6-MMP, MT-MMP6, leukolysin MMP-26 Minimal domain Endometase, matrilysin-2 MMP-27 Simple hemopexin domain MMP-28 Furin-activated and Epilysin secreted Tanpa nama Simple hemopexin domain Mcol-A (pada tikus) Tanpa nama Simple hemopexin domain Mcol-B (pada tikus) Tanpa nama Gelatin-binding Gelatinase 75-kDa (pada ayam) 44 Dalam proses keganasan, peranan MMP menyerupai proses fisiologis namun pada keganasan terjadi ketidakseimbangan dengan aktivitas penghambatnya. Invasi melalui ECM mengawali kaskade metastasis dan merupakan proses aktif yang melibatkan beberapa tahap, diantaranya perubahan interaksi antara sel tumor dengan sel, degradasi ECM, perlekatan ke komponen terbaru ECM ( Herszenyi et al., 2012; Kumar et al., 2010). 2.2.2 Struktur, Fungsi dan Bioavaibilitas Matriks Metaloproteinase-9 (MMP-9/Gelatinase) Diantara seluruh MMP, salah satu kelompok gelatinase yaitu MMP-9 (gelatinase B) mendapat perhatian pada beberapa penelitian terkait kemampuannya dalam mendegradasi kolagen IV, komponen utama dari membran basalis epitel dan vaskuler dalam proses invasi dan metastasis. Interaksi antara komponen radang, stroma dan tumor mempengaruhi aktivasi dan produksi MMP-9/ gelatinase B. Gen MMP-9/gelatinase B berlokasi pada kromosom 20q11.2-q13.1, terdiri dari 7.654 basa dan ditranskripsikan sebagai 2.4 kb mRNA tunggal (Bouchet et al., 2014; Marecko et al., 2014). Protein MMP-9 merupakan enzim metallo-multidomain, dengan catalytic site tersusun atas domain pengikat logam yang dipisahkan dari active site oleh ulangan tiga fibronektin yang memfasilitasi degradasi substrat besar seperti elastin dan penghancuran kolagen. Dalam regio ini, asam amino Asp309, Asn319, Asp232, Tyr320 dan Arg3076 penting untuk pengikat gelatin. Catalytic site tetap dipertahankan dalam bentuk tidak aktif oleh amino-terminal pro-peptide 45 PRCGXPD, dengan koordinasi cysteine bersama katalitik Zn2+. Ujung terminal COOH dari MMP-9 mengandung domain hemopexin yang mengatur ikatan dengan substrat, berinteraksi dengan inhibitor dan membantu ikatan ke permukaan sel. Domain O-glycosylated sentral memberikan fleksibilitas molekuler, mengatur spesifisitas substrat MMP-9 invasi yang bergantung MMP-9, interaksi dengan TIMP dan lokalisasi permukaan sel. Domain ini membantu pergerakan MMP-9 sepanjang substrat makromolekuler dan melepaskan ikatan kolagen sebelum dipecahkan oleh enzim lainnya (Gambar 2.11) ( Loffek et al., 2011; Farina dan Mackay, 2014 ). Gambar 2.11 Struktur MMP-9 (Gelatinase B) (Loffek et al., 2011) Pada pasien tumor kolorektal menunjukkan adanya overexpression MMP-9 bila dibandingkan dengan jaringan mukosa kolon normal. Peningkatan level MMP-9 pada jaringan tumor berhubungan dengan stadium lanjut dari KKR. Secara spesifik peranan MMP-9 pada KKR diketahui sebagai critical prometastatic protease yang meregulasi pertumbuhan sel tumor, mobilitas dan survival (Zuzga, 2008). 46 Pada awal perkembangan tumor sel-sel sel-sel neoplastik membutuhkan modifikasi dinamik pada lingkungan mikronya yang mendukung dalam proses invasi dan metastasis. Pada peristiwa tersebut terjadi efek saling mempengaruhi antara aktifitas MMP-9, dynamic membrane regions dan sinyal-sinyal oleh molekul yang meregulasi adhesi molekul sel tumor saat migrasi, invasi dan metastasis. Selain itu MMP-9 mendukung neovaskularisasi oleh faktor-faktor aktivasi angiogenik yang spesifik. Hal ini sesuai dengan dengan hipotesis bahwa MMP-9 merupakan regulator kunci pada fenotip malignansi. Pada tumor kolorektal primer, sel-sel stromal berperan penting dalam menghasilkan dan mendorong adanya invasi dan metastasis oleh sel-sel kanker. Selain itu sel-sel kanker kolorektal pada manusia juga memiliki kemampuan untuk mensintesis dan mensekresi MMP-9, dan efek ini berasosiasi dengan induksi MMP-9 dalam fungsinya sebagai proteolitik yang tergantung pada ruang periselular yang memperantarai metastasis. Secara prinsipal, MMP-9 pada sel epithelial tumor dapat berguna sebagai diagnostik yang spesifik dan terapi target pada KKR yang bermetastasis. Ekspresi MMP-9 dihasilkan dari up-regulated oleh sitokin proinflamasi dan aktifator PKC pada berbagai jenis keganasan dan pada kolon oleh growth factors HGF fibroblas pada kelinci. Aktivitas enzym MMP-9 ditekan oleh sistem protease inhibitor α2-macroglobulin, anggota dari inhibitor pada jaringan MMP (Tissue inhibitors of Metalloproteinases/TIMPs), dan mempunyai fungsi antagonis terhadap isolated hemopexin domain itu sendiri. Terdapat interaksi yang unik antara pro-form MMP-9 dan TIMP-1. Tissue inhibitors of 47 Metalloproteinases-1 akan berikatan pada keadaan afinitas yang tinggi dengan MMP-9 dan disekresikan sebagai TIMP-1/gelatinase B/MMP-9 komplek. Tissue inhibitors of Metalloproteinases-1 muncul pada pada domain C-terminal yang pada fungsinya kemudian dapat ditekan oleh MMP lainnya. Interaksi antara proform MMP-9 dan TIMP-1 terjadi pada domain terminal C dan memungkinkan TIMP-1 ditekan oleh MMPs. Saat aktivasi MMP-9, TIMP-1 akan ditekan oleh aktivasi katalitik MMP-9 yang terjadi pada terminal N dan berinteraksi dengan catalytic site MMP-9. Inhibisi diperantarai oleh MMP-9 pada C-terminal (Farina dan Mackay, 2014). MMP-9 dihasilkan oleh sel tubuh manusia, seperti sel fibroblast stroma, sel endotelial, sel polimorfonuklear (PMN), keratinosit, makrofag dan beberapa sel epitel. Aktivitas enzimatik MMP-9 dihambat oleh inhibitor protease sistemik α2makrogloblin, anggota famili TIMP dan antagonis terhadap domain hemopexinnya sendiri. Inhibisi terhadap aktivitas MMP-9 dilakukan oleh inhibitor protease sistemik α2-makroglobulin, anggota famili TIMP dan antagonis terhadap domain hemopexin itu sendiri (Vempati et al., 2007; Farina dan Mackay, 2014). MMP-9 mendapat perhatian khusus karena ekspresi basalnya rendah secara normal, sedangkan pada kondisi kanker MMP-9 terekspresi kuat akibat respon terhadap berbagai faktor pertumbuhan dan sitokin. Melalui penelitian eksperimental terhadap tikus dengan defisiensi MMP-9 menunjukkan kegagalan metastasis dan pertumbuhan tumor (Farina dan Mackay., 2014). Invasi dari KKR ke jaringan sekitarnya umumnya disertai oleh adanya aktivasi yang jelas dari 48 jaringan stromal sekitar yang mengarahkan kepada adanya reaksi inflamasi, desmoplasia dan neovaskularisasi (Illeman et al., 2006). Matrik metaloproteinase-9 memiliki potensi proonkogenik, karena tidak hanya mampu mendegradasi kolagen tipe IV, komponen utama dari membran basalis epitel dan vaskular, juga berkaitan dengan transformasi neoplastik, inisiasi dan promosi tumor serta instabilitas genetik. MMP-9 dapat menempati inti sel, meskipun memiliki sinyal lokalisasi inti klasik yang rendah dan aktivitas gelatinase inti menyatu dengan peningkatan fragmentasi DNA. Gelatinase inti ini mendegradasi matriks protein inti yaitu PARP (poly-ADP-ribose-polymerase), menghindarkannya dari proses perbaikan DNA (Gambar 2.12) (Farina dan Mackay., 2014). Gambar 2.12 Peranan MMP-9 yang tidak terikat TIMP yang berasal dari sel radang PMN sel tumor maupun stroma dalam inisiasi tumor dan promosi instabilitas genetik. Melalui degradasi matriks ekstraseluler (ECM), dan aktivitas kemokin, sitokin dan growth factor (Farina dan Mackay., 2014). 49 Sel-sel kanker bersama dengan sel-sel stroma akan menginvasi jaringan normal dengan adanya peningkatan aktivitas proteolitik. Peranan MMP-9 yang berasal dari sel radang neutrofil juga tampak pada inisiasi adenoma intestinal. Hal tersebut dibuktikan terhadap penurunan lesi adenoma sebanyak 40% pada heterozygous APC (APC-min) knockout mice yang mengalami defisiensi MMP-9. Peningkatan aktivitas MMP-9 yang ditunjang oleh PMN neutrofil selanjutnya juga meningkatkan penarikan neutrofil melalui degradasi yang dimediasi MMP-9 dan superaktivasi IL-8, meningkatkan instabilitas genetik. Selanjutnya MMP-9 terlibat dalam ekspansi klonal yang merupakan tahap penting pada progresi tumor dengan melibatkan keseimbangan antara proliferasi, apoptosis dan angiogenesis. Kanker yang berhubungan dengan inflamasi akan ditandai dengan adanya selsel inflamatori yang spesifik dan mediator-mediator inflamasi, termasuk sitokin dan kemokin. Pada pertumbuhan dan progresi tumor terdapat peran yang mendasar untuk mempertahankan inflamasi dan menghambat pengawasan terhadap immune mediated tumor. Peristiwa-peristiwa diatas dipicu oleh aktifitas sitokin pro inflamatori, seperti interleukin-6 (IL-6) atau tumour necrosis factor (TNF), TNF α yang mendasari inisiasi pada inflamasi kronis akan mengaktifasi nuclear factor-kß pathway yang berperan pada adaptasi respon imun, proliferasi sel, apoptosis dan karsinogenesis (Herzsenyi et al., 2012). 50 2.2.3 Peranan Matriks Metaloproteinase-9 (MMP-9/Gelatinase) pada Karsinoma Kolorektal Matriks Metaloproteinase-9 merupakan protein penting yang berkaitan dengan proses transisi epitel menjadi mesenkimal (EMT) dan bahkan penyebab EMT (Gambar 2.13) (Gialeli et al., 2010; Antonietta et al, 2014). Transisi epitelial menjadi mesenkimal (EMT) merupakan kemampuan perubahan sel epitel yang awalnya tidak dapat bergerak menjadi sel progenitor mesenkimal yang dapat bergerak. Mekanisme ini penting untuk perkembangan (tipe 1), proses penyembuhan normal atau fibrosis patologis (tipe 2), dan transformasi metastatik sel kanker (tipe 3). EMT tipe 3 sangat fundamental pada progresi tumor untuk bermetastasis, dan baik sel kanker yang mengalami reaktivasi ataupun dediferensiasi atau teraktivasi ini akan terinduksi menjadi fenotip yang invasif dan memiliki kemampuan motilitas. Matriks metaloproteinase-9 juga terlibat pada angiogenesis melalui regulasi dari VEGF serta memecah ikatan matriks VEGF(Herszenyi et al., 2012) 51 Gambar 2.13 Transisi epitelial menjadi mesenkimal (EMT) yang dipicu MMP-9 (Farina dan Mackay., 2014). Neovaskularisasi tumor merupakan proses penting untuk ekspansi tumor primer, progresi metastatik dan pertumbuhan metastatik, terjadi melalui beberapa proses meliputi permulaan angiogenesis, vaskulogenesis, gabungan intersusepsi dan/atau menyerupai vaskuler. Tidak seperti pembuluh darah normal, pembuluh darah pada tumor bersifat abnormal dan imatur. Pada kanker MMP-9 terlibat dalam angiogenesis oleh regulasi bioavabilitas vascular endothelial growth factor (VEGF), dan memecah ikatan matriks VEGF (Herszenyi et al., 2012). Selain itu MMP-9/ gelatinase B merupakan molekul proangiogenik dan memicu aktivasi angiogenik pada pembuluh darah tua dengan cara mengatur proliferasi perisit, apoptosis dan penarikan perisit selama angiogenesis serta memobilisasi perekrutan prekursor angiogenik sumsum tulang ke stroma tumor untuk meningkatkan proses angiogenik dan vaskulogenik tumor (Gambar 2.14). MMP-9 52 juga memicu aktivasi angiogenik dengan memobilisasi mitogen angiogenik seperti FGF and VEGF. Selain itu hipoksia karena tumor merupakan stimulus angiogenesis dan berperan meningkatkan ekspresi MMP-9 vaskuler (Farina dan Mackay., 2014). Gambar 2.14 Peranan MMP-9 bebas TIMP dari sel radang PMN, MMP-9 tumor/ stroma onkogen dan hipoksia dalam mengaktifkan angiogenesis (Farina dan Mackay., 2014) Keterlibatan MMP-9 dengan proses metastasis merupakan kolaborasi proses ekspansi, EMT dan angiogenesis. Khusus mengenai invasi ke limfonodi dikaitkan dengan keterlibatan interaksi antara kemokin dengan reseptor kemokin CCR7 yang sebelumnya berfungsi meningkatkan ekspresi MMP-9 (Farina dan Mackay, 2014). Keterlibatan MMP-9 yang berasal dari neutrofil berhubungan dengan intravasasi tumor dan hal ini membutuhkan daya tarik dari neurofil pada permukaan sel endotel yang teraktifasi, aktivasi neutrofil dan pelepasan MMP-9 yang bebas TIMP-1. Aktivasi dari MMP-9 yang bebas TIMP-1 akan melepaskan 53 penyimpanan faktor-faktor angiogenik pada matriks ekstraselular, yang akan mendorong pembentukkan tunas dan pembuluh darah baru (Gambar 2.15) (Farina dan Mackay, 2014) Gambar 2.15 Kaitan MMP-9 dengan kemampuan metastasis tumor (Farina dan Mackay., 2014) Penelitian dari Yang et al., 2015, dideteksi adanya keterlibatan dari integrin αVß6 dalam dalam menyokong proses invasi tumor KKR melalui mekanisme selfperpetuating. Integrin αVß6 akan memediasi sekresi MMP-9 yang berperan dalam degradasi matrik periselular, yang menjadi dasar pertumbuhan invasif pada KKR. Seperti yang dijelaskan pada gambar 2.16. 54 Gambar 2.16 Model infiltrating growth dari sel tumor, dimana integrin αvß6 mendorong selfperpetuating pada progresi KKR (Yang et al., 2015). Pada salah satu penelitian ditemukan bahwa tingkat MMP-9 yang diekspresikan secara signifikan memiliki lebih tinggi dalam serum orang dengan KKR dibandingkan dengan kontrol normal. Beberapa jalur sinyal berperan dalam aktivasi gelatinases. Adanya protein Smad terlibat dalam sinyal TGF-β sinyal dan berfungsi dalam regulasi siklus sel, diferensiasi dan apoptosis. SMAD4 berikatan dengan receptor-regulated SMADs, dan suppressor karsinoma kolon akan bermigrasi oleh regulasi aktifitas MMP-9. Pada kanker usus besar, terdapat peningkatan ekspresi p38 gamma MAPK terbukti menyebabkan peningkatan sintesis c-Juni serta mengakibatkan peningkatan transkripsi MMP-9 transkripsi dan invasi MMP-9-dependent (Said et al., 2014). Beberapa study menyatakan bahwa menjelaskan bahwa ekspresi dari MMP-9 pada KKR rata-rata lebih tinggi dibandingkan sel epitel normal kolorektal (Chu et al., 2012; Georgescu et al., 2015). Pada KKR, terdapat beberapa penelitian tentang hubungan peningkatan ekspresi MMP-9 dengan hasil akhir yang buruk (Said et al., 2014). Selain itu 55 ekspresi MMP-9 yang tinggi berhubungan dengan kedalaman, tumor infiltrasi, invasi tumor ke KGB dan metastasis jauh serta proses angiogenesis (Georgescu et al., 2015; Yang et al., 2015; Li et al., 2013). Ekspresi MMP-9 mempunyai peran penting sebagai marker prognostik pada KKR, hal ini didapatkan pada beberapa pasien yang dengan ekspresi MMP-9 tinggi menunjukan prognosis yang buruk, berkurangnya angka ketahanan rata-rata dan resiko tinggi untuk kambuh (Georgescu et al., 2015). Study lainnya didapatkan adanya korelasi positif yang signifikan antara ekspresi MMP-9 pada KKR dengan kedalaman invasi, metastasis ke KGB dan metastasi yang luas, dan tidak terdapat korelasi antara umur penderita, jenis kelamin, lokasi tumor dan status diferensiasi (Chu et al., 2012). Demikian juga study dari Estevez et al., 2015 mendapatkan adanya korelasi positif antara ekspresi MMP-9 pada stadium II dan III dibandingkan dengan stadium I pada KKR (Illeman et al., 2006; Georgescu et al., 2015). Namun terdapat perbedaan pendapat mengenai ekspresi dari MMP-9 pada derajat invasi dari KKR. Dari 48% sampel KKR dengan MMP-9 positif tidak menunjukkan adanya korelasi dengan umur, kedalaman invasi dan status KGB (Buhmeida et al., 2009). Walaupun didapatkan kadar MMP-9 pada pemeriksaan darah perifer penderita KKR lebih tinggi dibandingkan orang normal, namun hanya sedikit literatur yang menyelidiki hubungan antara antara kadar MMP-9 dalam darah dengan variabel-variabel klinikopatogikal (Buhmeida et al., 2009). 56 2.2.4 Peranan Matriks Metaloproteinase-9 (MMP-9/Gelatinase) pada Invasi dan Motilitas Karsinoma Kolorektal Invasi tumor dan metastasis merupakan rangkaian yang komplek dari banyak proses: tahap transformasi awal, proliferasi sel-sel yang bertransformasi, kemampuan sel tumor untuk mencegah destruksi oleh respon imun, tersedianya nutrisi untuk massa tumor, invasi lokal dan destruksi matriks ekstraseluler, migrasi sel tumor, penetrasi sel tumor ke dinding pembuluh darah, embolisasi sel tumor dan adhesi ke organ jauh. Pada peristiwa komplek invasi sel-sel tumor tersebut terdapat interaksi yang erat antara membran basal dan matriks ekstraseluler (ECM). MMP terlibat dalam tahap kedua proses invasi yaitu degradasi lokal membran basalis dan jaringan ikat interstisial. Sekresi MMP tersebut dapat berasal langsung dari sel tumor atau dari induksi terhadap sel stroma (seperti fibroblast dan sel inflamasi). Protease lain yang juga disekresikan yaitu cathepsin D dan urokinase plasminogen activator. Matrik metaloproteinase mengatur invasi tumor tidak hanya dengan cara mengubah komponen yang tidak larut pada membran basalis dan matriks interstisial, tetapi juga dengan pelepasan growth factor yang disimpan ECM (Kumar et al., 2010; Bouchet et al., 2014). Terdapat tiga tahapan invasi sel tumor pada matriks ekstraseluler, yaitu perlekatan, peleburan matrik, dan migrasi. Tahap pertama adalah perlekatan sel tumor ke matriks. Perlekatan sel tumor dimediasi oleh reseptor dipermukaan sel tumor saat sel tumor berikatan dengan permukaan membran basal serta oleh glikoprotein spesifik, seperti fibronektin dan laminin. Saat tahap kedua sel tumor 57 secara langsung mensekresi enzim untuk mendegradasi komponen ECM pada membran basalis dan jaringan ikat interstisial yang tersusun atas kolagen, glikoprotein, dan proteoglikan. Saat tahap ketiga, sel kanker mendorong seluruh membran basal dan stroma melalui zona matrik proteolisis. Faktor kemotaktik akan mempengaruhi kontrol migrasi (Herszenyi et al., 2012). Kemampuan proses invasif KKR merupakan interaksi antara sel tumor dan stroma pada bagian tepi invasif yang meregulasi MMP-9, disertai dengan pelepasan MMP-9 oleh tumour-associated neutrophils dan makrofag, yang akan meningkatkan kemampuan invasi dari sel tumor (Gambar 2.17) (Farina dan Mackay, 2014). Gambar 2.17 Gambaran peran penting dari polymorphonuclear leucocyte (PMN) berasal dari Tissue Inhibitor of metalloproteinase (TIMP) bebas, MMP-9 yang berasal dari stroma dan tumor, pada jaringan yang kehilangan arsitektur dan invasi lokal yang berasosiasi dengan progresi tumor (Farina dan Mackay, 2014). 58 Invasi sel tumor merupakan proses komplek yang tergantung dari ekspresi protein, interaksi antara tumor, inflamasi dan sel stroma, perubahan interaksi adesif faktor-faktor interselular dan ekstraselular, dan perubahan lingkungan tumor. Proses regulasi melibatkan sitokin pro-inflamatori, kemokin, faktor pertumbuhan, komponen matriks, reseptor integrin dan non integrin, protease dan inhibitor, dan pada respon motilitas selular. Motilitas selular dicapai melalui mekanisme yang berbeda dan merupakan proses yang reversibel antara mesenkimal dan migrasi amoeboid, yang akan mendukung invasi sel tumor dalam bentuk single atau kelompok. Keterlibatan protease pada migrasi dan invasi terbatas pada motilitas mesenkimal. Migrasi mesenkimal, memerlukan ikatan dengan afinitas yang tinggi antara reseptor integrin dan non integrin. Pada saat migrasi mesenkimal berlangsung, integrin atau non integrin reseptor akan terkonsentrasi pada lamellipodia, filopodia, pseudopodia dan invadopodia, mendukung adapter protein-mediated dan mengalami interaksi intraselular dengan aktin sitoskeleton. Formasi ini dalam bentuk fokal kontak dan mengalami adhesi dengan komponen matriks ekstraselular serta akan mengaktivasi focal adhesion kinases (FAKs) interselular dalam bentuk lembaran sinyal yang komplek dengan src kinases. Hal ini akan menyebabkan pergerakan sel. Peristiwa yang terjadi diatas tergantung pada aktifitas proteolitik dan keterlibatan reseptor integrin fibronektin α5ß1 atau αVß6, reseptor integrin laminin α6ß1 atau α6ß4, reseptor fibronektin αVß3 dan reseptor kolagen fibrilar α2ß1(Farina dan Mackay, 2014; Yang et al., 2015). 59 Integrin αVß6 hanya diekspresikan oleh sel epitelial yang abnormal, dan akan terekspresi saat morphogenesis dan tumorigenesis. Ekspresinya dapat terlihat pada tumor kolon yang lanjut. Mekanisme potensial dalam mendukung pertumbuhan tumor merupakan efek dari integrin αVß6 melalui penambahan aktifitas MMP-9. Pertumbuhan invasif dari sel kanker kolon merupakan kemampuan dari sel tumor untuk mencerna matrik sekitarnya melalui sekresi dari MMP-9, hal ini disebabkan karena ekspresi αVß6 di sel kanker kolon akan menyebabkan sekresi dari MMP-9, dan inhibisi terhadap aktivitas MMP-9 akan menginhibisi efek integrin αVß6 yang memediasi pertumbuhan sel kanker tersebut (Yang et al., 2015). Matriks metaloproteinase-9 juga meregulasi migrasi mesenkimal, co-localises dengan integrin pada lamellipodia sel–sel yang bermigrasi, dan bekerja sama dengan integrin αVß3 untuk meningkatkan migrasi dan metastasis sel kanker payudara. Sinyal FAK-Src melalui transkripsi JNK akan menyebabkan upregulasi ekspresi MMP-9 dan mendukung invasi melalui mediasi MMP-9. Selain itu MMP-9 akan berinteraksi dengan integrin reseptor CD44 dan konsentrasi MMP-9 pada sel akan mengontrol pergantian interaksi adhesif dan ekstraselular matrik degradasi yang diperlukan untuk motilitas, dan melibatkan ezrin, aktin dan Krp1 (Farina dan Mackay, 2014). 2.2.5 Peranan Matriks Metaloproteinase-9 Sebagai Therapeutic Target Matriks metaloproteinase dikontrol oleh suatu penghambat endogen spesifik di jaringan yang disebut tissue inhibitors of metalloproteinases (TIMPs). Tissue inhibitors of metalloproteinases akan berikatan dan menghambat enzym aktif dari 60 MMP dan sebagai akibatnya akan menghambat aktivitas proteolitik dari MMP. Pengaruh dari sekresi TIMP penting dalam menjaga homeostasis dari ECM. Keseimbangan antara TIMP dan MMP penting untuk berbagai proses fisiologis pada usus (Herszenyi et al., 2012). Ketidakseimbangan antara TIMP dan MMP merupakan tahap penting pada perkembangan suatu keganasan pada saluran pencernaan. Pada manusia terdapat empat karakteristik TIMP yang telah diketahui, TIMP1, TIMP-2, TIMP-3 dan TIMP-4. TIMP-1 memiliki peran menghambat angiogenesis secara langsung melalui mekanisme yang belum diketahui. TIMP-2 merupakan selectively block pada pertumbuhan sel mikrovaskular manusia serta menekan sinyal reseptor tyrosine kinase pada penghambatan MMP. TIMP-3 juga merupakan tumor supressor untuk suatu keganasan, selain itu juga menghambat adhesi sel ke ECM dan mendukung apoptosis. TIMP-4 menghambat pertumbuhan in vivo dari tumor. Tissue Inhibitor of Metalloproteinases yang merupakan penghambat endogen spesifik dari MMP yang akan mengurangi degradasi ECM dan menghambat efektivitas proteolitiknya. Tissue Inhibitor of Metalloproteinases terlibat dalam berbagai aktivitas biologi seperti migrasi, invasi, proliferasi sel, angiogenesis dan apoptosis. Aktifitas ganda dari TIMP-1 yang telah diamati yaitu molekul ini memegang peranan penting dalam mengontrol aksi biologikal dari MMPs sekaligus mempunyai fungsi yang tidak tergantung oleh aktifitas MMP. Pada penderita KKR, TIMP-1 akan memberikan perlawanan terhadap citotoxicity yang 61 disebabkan oleh TNF-α dan IL-2 serta berkontribusi pada clonogenicity dan pada pertumbuhan tumor saat formasi awal dari tumor (Farina dan Mackay, 2014). Ekspresi dari MMP-9 merupakan petunjuk umum bagi para klinisi dalam menilai adanya kegagalan dalam menekan proses metastasis serta berperan membantu klinisi dalam dalam meningkatkan hasil akhir penderita KKR (Lubbe dan Pitari, 2009). Selain itu, MMP-9 berperan sebagai biomarker yang potensial pada penderita KKR serta memiliki sensitivitas diagnosis yang konsisten lebih tinggi bila dibandingkan dengan biomarker konvensional (CEA atau CA 19-9) (Herszenyi et al., 2012). Peningkatan aktivitas MMP pada awalnya akan dihambat oleh TIMP. Saat terjadi pertumbuhan tumor, MMP akan disekresikan lebih banyak dan diikuti sekresi TIMP. Penelitian pada penderita KKR di Korea, TIMP-2 berasosiasi dengan peningkatan resiko metastasis dan prognosis yang buruk. Pada awal tahun 1990, MMPs memiliki peran yang menjanjikan sebagai target cancer pada fase I dan II, sekaligus menunjukkan efek inhibitor pada pertumbuhan tumor primer dan metastasis KKR (Said et al., 2014). 62 Tabel 2.7 MMP dan TIMP pada KKR (Said et al., 2014) 2.2.6 Ekspresi MMP-9 pada Karsinoma Kolorektal Matriks metalloproteinase-9 terekspresi di regio ekstraseluler pada area desmoplastik dan dihasilkan oleh bagian dari sel tumor serta sel-sel non inflamatori pada stroma seperti fibroblast dan sel endotelial dan oleh sel-sel inflamatori seperti makrofag atau neutrofil dan sel fibroblast stromal serta sel endotel (Yang et al., 2014; Kostova et al., 2014; Marshal et al., 2015). Pada penelitian didapatkan bahwa ekspresi MMP-9 berhubungan dengan kedalaman invasi sel tumor (Kostova, et al., 2014). Selain itu tampak terdeteksi pada makrofag di tepi tumor dan pada kripte ganas (Illemann et al., 2006). Intensitas MMP-9 pada sel tumor menunjukkan pewarnaan yang sangat bervariasi antara satu pasien dan yang lainnya (Georgescu et al., 2015). Peningkatan ekspresi MMP-9 ditemukan berhubungan secara signifikan dengan 63 stadium Duke (Yang et al., 2014). Sel tumor yang mengekspresikan MMP-9 akan terpulas berwarna kecoklatan pada sitoplasma (gambar 2.18). Gambar 2.18 Ekspresi MMP-9 pada jaringan kanker kolon. A. Ekspresi MMP-9 positif pada jaringan kanker kolon. Ekspresi MMP-9 terdeteksi pada sitoplasma oleh pewarnaan imunohistokimia. B. Ekpresi MMP-9 negatif pada jaringan kanker kolon ( Yang et al., 2014) Penilaian ekspresi MMP-9 dengan pemeriksaan imunohistokimia dibuat berdasarkan persentase sel yang terpulas positif dan intensitas pewarnaannya (Kostova et al., 2014). Pada penelitian Kostova didapatkan pewarnaan dengan intensitas yang kuat pada sel-sel inflamatori pada seluruh spesimen. Sel-sel inflamatori mengelompok pada permukaan neoplasma yang invasif dan tampak lebih sedikit dan tersebar pada area lainnya dari stroma tumor. Makrofag menunjukkan pewarnaan yang lebih kuat (Gambar 2.19A). Pada potongan lain dari jaringan tumor yang menunjukkan tidak adanya imunoreaktif dengan pewarnaan antibodi anti MMP-9 di bagian sel epitelial mukosa pada lamina proria, kecuali pada sel-sel inflamatori (Gambar 2.19B dan C). 64 Gambar 2.19 A.Pewarnaan imunohistokimia MMP-9 yang menunjukkan gambaran pewarnaan yang lemah dari dari sel neoplasma (+) dan pewarnaan yang kuat dari sel inflamatori pada stroma (+++) B. Pewarnaan dengan intensitas yang lemah dari seluruh sel epitel (+++) dan sinyal yang kuat dari sel inflamatori stroma (+++). C. Pewarnaan negatif pada sel epitel neoplastik dan sel inflamatori stromal. (Kostova et al., 2014) Pada study Georgescu didapatkan bahwa MMP-9 disintesis oleh sel tumor (Gambar 2.20A). Pada Adenokarsinoma dengan diferensiasi sedang dan buruk akan memberikan reaksi yang lebih kuat untuk MMP-9 pada tumor primer dan tumor dengan metastasis KGB. Pada beberapa kasus sejumlah sel stroma (fibroblast) akan memberikan reaksi MMP-9 yang positif (Gambar 2.20B). Reaksi positif kuat dari MMP-9 terlihat pada sel-sel inflamatori (makrofag dan limfosit) yang berasal dari regio tumor yang nekrotik (Gambar 2.20C). 65 Gambar 2.20 A. Adenocarcinoma moderately differentiated dengan pewarnaan MMP-9 kuat pada sel tumor. B. Adenocarcinoma poorly differentiated dengan reaksi MMP-9 yang rendah. MMP-9 terwarna positif kuat pada sel stroma. Imunostaining dengan antibodi anti-MMP-9. C. Well differentiated adenocarcinoma dengan tumor nekrosis yang terwarna positif kuat pada sel inflamatori. Imunostaining dengan antibodi anti-MMP-9 (Georgescu et al., 2015). Reaksi MMP-9 positif kuat juga terlihat pada beberapa makrofag pada stroma tumor, terutama pada margin invasi tumor (Gambar 2.21A dan B). Ekspresi MMP-9 juga berhubungan dengan proses angiogenesis. Gambar 2.21 A. Sel tumor stroma dengan pewarnaan MMP-9 yang positif tinggi. Pewarnaan dengan antibodi anti-MMP-9. B. Poorly differentiated adenocarcinoma dengan MMP-9 reaksi lemah pada sel tumor tetapi terwarna kuat pada sel makrofag stroma. Imunostaining dengan antibodi anti-MMP-9 (Georgescu et al., 2015) 66 Pada kebanyakan kasus angiogenesis menunjukkan ekspresi MMP-9 yang kuat dan sedang (Gambar 2.22A dan B) (Georgescu et al. ,2015). Gambar 2.22 A.Moderately differentiated adenocarcinoma dengan reaksi intens MMP-9. Imunostaining dengan antibodi anti-MMP-9. B. Poorly differentiated adenocarcinoma dengan reaksi MMP-9 kuat pada sel tumor dan beberapa sel stromal (Georgescu et al., 2015). BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Stadium patologis (pathologic staging) merupakan prediktor prognosis yang paling penting untuk menentukan karakteristik tumor dan outcome pasien dengan KKR. Sistem staging yang digunakan adalah sistem TNM dari AJCC berdasarkan evaluasi terhadap tumor (T), keterlibatan kelenjar getah bening (N) dan metastasis jauh (M). Pemeriksaan histopatologis dari spesimen reseksi pembedahan memberikan peran yang tidak tergantikan dalam menentukan kedalaman invasi tumor (T) dan perluasan/metastasis KGB (N). Ukuran dan kedalaman invasi tumor primer ditunjukkan oleh komponen T. Perluasan invasi tumor melewati muskularis propria berpengaruh kuat terhadap prognosis. Tumor yang melewati muskularis propria dapat menyebabkan perforasi peritoneum atau menginfiltrasi struktur viseral. Proses invasi serta metastasis melibatkan beberapa tahap salah satunya adalah degradasi komponen ECM. Proses ini melibatkan suatu protease utama yaitu matriks metalloproteinase (MMP), salah satunya adalah MMP-9. Secara struktural MMP-9 termasuk dalam kelompok gelatinase B dengan catalytic site tersusun atas domain pengikat logam yang dipisahkan dari active site oleh ulangan tiga fibronektin yang memfasilitasi degradasi kolagen tipe IV. Matriks metalloproteinase-9 dihasilkan baik oleh sel tumor maupun sel disekitar lingkungan tumor seperti sel fibroblas di stroma, sel endotel, sel 67 68 polimorfonuklear (PMN), keratinosit, makrofag dan beberapa sel epitel sehingga aktivasi dan produksinya sangat dipengaruhi oleh interaksi komponen tersebut diatas. Faktor pertumbuhan dan sitokin yang disekresikan oleh sel tumor, stroma, dan sel radang di lingkungan mikro tumor bersama-sama dapat meningkatkan ekspresi MMP-9 melalui jalur autokrin dan parakrin. Co-culture sel tumor dengan sel stroma secara in vitro mampu meningkatkan ekspresi pro-MMP-9 di sel tumor dan menekan regulasi inhibitornya (TIMPs) di sel stroma. Selain itu, co-culture sel tumor dengan sel endotel juga mampu meningkatkan ekspresi MMP-9 dan kemampuan invasi sel tumor melalui peningkatan sekresi IL-6 oleh sel endotel dimana aktivasinya dilakukan melalui jalur TGF-β. CXC chemokin receptor-4 (CXCCR4) adalah sitokin lain yang berperan penting pada metastasis KKR melalui peningkatan regulasi vascular endothelial growth factor (VEGF) dan MMP-9 baik secara in vitro maupun in vivo. Matriks metalloproteinase-9 memiliki kemampuan dalam mendegradasi kolagen tipe IV, komponen utama dari membran basalis epitel dan vaskuler; fibronektin dan gelatin yang memegang peranan penting dalam proses invasi dan metastasis. Matriks metalloproteinase-9 juga dikenal sebagai EMT- related gene penting yang berhubungan dengan proses transisi epitel menjadi mesenkimal (EMT) dan sekaligus menjadi penyebab EMT. Proses transisi epitel menjadi mesenkimal tipe 3 fundamental untuk progresi tumor menjadi metastasis melalui reaktivasi dediferensiasi sel kanker maupun aktivasi dalam stem cell yang menginduksi fenotip dan motilitas sel kanker menjadi invasif. MMP-9 juga berperan dalam melepaskan faktor pertumbuhan FGF dan VEGF, urokinase 69 plasminogen activator (uPA), serpin protease nexin-1 (PN-1) yang penting pada proses invasi. Selain itu densitas sel yang tinggi dalam tumor akan menginduksi integrin αvβ6 dan Ets-1, yang mendukung sekresi MMP–9 oleh sel-sel kanker usus besar, yang akhirnya meningkatkan degradasi matriks ekstraselular (ECM), yang merupakan dasar biologis molekul untuk pertumbuhan invasif tumor dalam perkembangan KKR. Proses invasi tumor merupakan suatu proses yang penting dalam menentukan prognosis. MMP-9 memegang peranan penting pada tahap proses tersebut sehingga dapat dijadikan sebagai marka penting agresivitas proses invasi pada KKR. Ekspresi MMP-9 diduga berkaitan dengan derajat kedalaman invasi KKR yang akan dibuktikan pada penelitian ini. 3.2 Konsep Penelitian Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka konsep penelitian dijabarkan seperti bagan berikut: Kedalaman Invasi KKR Ekspresi MMP-9 Gambar 3.1 Konsep Penelitian 70 Sesuai dengan bagan konsep penelitian tersebut maka variabel yang diteliti adalah KKR T1 yaitu tumor yang menginvasi submukosa, KKR T2 yaitu tumor yang sudah menginvasi muskularis propria, KKR T3 yaitu tumor yang sudah menginvasi subserosa atau ke dalam jaringan perikolika atau perirektal nonperitonealisasi, KKR T4 yaitu tumor telah menginvasi organ atau struktur atau mencapai peritoneum visceral, serta ekspresi MMP-9 pada kedalaman invasi KKR. 3.3 Hipotesis Penelitian Ekspresi MMP-9 berhubungan positif dengan kedalaman invasi adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan yang digunakan adalah cross-sectional study (potong lintang). KKR Kedalaman invasi T1, T2, T3, T4 Ekspresi MMP-9 Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar dan di Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Gadjah Mada/RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Waktu penelitian ditetapkan sampai 30 Oktober 2016. 4.3 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah pulasan HE dari bahan operasi penderita adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik yang diperiksa gambaran histopatologinya di Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, didiagnosis ulang untuk 71 72 mendapatkan sampel sesuai kriteria inklusi dan eksklusi, kemudian dilakukan pulasan imunohistokimia untuk menilai ekspresi MMP-9. 4.4 Penentuan Sumber Data 4.4.1 Populasi Penelitian 4.4.1.1 Populasi Target Populasi target penelitian ini adalah semua penderita KKR. 4.4.1.2 Populasi Terjangkau Populasi terjangkau penelitian ini adalah semua penderita yang melakukan operasi KKR di RSUP Sanglah. 4.4.2 Sampel Sampel Penelitian penelitian adalah blok parafin dari bahan operasi penderita adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik dengan kategori T1, T2, T3, dan T4 yang diperiksa secara histopatologi pada Bagian/SMF Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dari 1 Januari 2013 sampai 31 Juni 2016. 4.4.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 4.4.3.1 Kriteria inklusi a. Sediaan blok parafin dari bahan operasi karsinoma kolorektal dengan diagnosis histopatologi Adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik. 73 b. Berasal dari pasien Adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik yang belum pernah mendapatkan kemoterapi maupun radioterapi. c. Blok parafin dalam kondisi yang baik dan mengandung jaringan massa tumor yang cukup. 4.4.3.2 Kriteria eksklusi 1. Blok paraffin yang rusak dan berjamur 2. Blok paraffin banyak mengandung jaringan nekrosis, perdarahan, radang supuratif dan tidak cukup mengandung massa tumor. 4.4.4 Besar Sampel Besar sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini dihitung menggunakan rumus (Araoye, 2003): n= Keterangan : n = besar sampel P = Prevalensi kejadian KKR dengan ekspresi MMP-9 dari penelitian terdahulu (Kostova et al, 2014) Q = 1-P d = deviasi di populasi (15%) α = tingkat kemaknaan 95% (Zα = 1,96) 74 Tabel 4.1 Perhitungan besar sampel berdasarkan prevalensi per variabel penelitian dengan menggunakan rumus Araoye (2003) Variabel Prevalensi (P) Q = 1-P N 4 Kedalaman invasi T1 0,14 0,86 20,55 5 Kedalaman invasi T2 0,24 0,76 31,13 6 Kedalaman invasi T3 0,41 0,59 41,28 Kedalaman invasi T4 0,21 0,79 28,44 Berdasarkan tabel 4.1 di atas maka diambil besar sampel yang paling besar yaitu 41,28. Oleh karena adanya kemungkinan drop out, maka sampel dibulatkan menjadi 50 sampel. 4.4.5 Teknik Pengambilan Sampel Sampel penelitian adalah semua sediaan blok parafin dari bahan operasi penderita Adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang ditetapkan peneliti. Sampel dipilih dengan cara concecutive random sampling. 4.5 Variabel Penelitian 4.5.1 Klasifikasi Variabel Variabel dalam penelitian ini terdiri dari 2 variabel yaitu: I. Variabel bebas : Ekspresi MMP-9. 75 II. Variabel tergantung : Adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik kategori T1, T2, T3, T4. 4.5.2 Definisi Operasional Variabel 1. Adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik adalah keganasan yang berasal dari sel-sel epitelial mukosa kolorektal dan menunjukkan diferensiasi kelenjar (Hamilton et al., 2010; Fleming et al., 2012). Berdasarkan gambaran mikroskopis adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik memiliki beberapa kriteria diagnosis; gambaran glanduler yang dominan dengan sedikit stroma. Kelenjar tersebut membentuk pola back to back, kribriform maupun berupa proliferasi kelenjar berukuran kecil dan ireguler. Sel tumor berbentuk kolumnar tinggi dan berubah menjadi kuboid pada diferensiasi yang lebih buruk. Mitosis mudah ditemukan. Lumen kelenjar berisi bahan mukus eosinofilik dan debris inti dari sel yang disebut sebagai nekrosis kotor. Bila nekrosis kotor ini ditemukan pada karsinoma metastasis yang primernya belum diketahui, gambaran nekrosis kotor ini dapat menjadi petunjuk untuk primer kolorektal. Dapat ditemukan gambaran reaksi stroma desmoplastik, yang disebabkan oleh hialinisasi stroma di sekitar sel tumor yang invasif. 2. Tingkat kedalaman invasi tumor dinyatakan dalam komponen T pada sistem stadium berdasarkan AJCC. Pada penelitian ini tingkat kedalaman invasi tumor dibagi empat, yaitu T1, T2 ,T3 dan T4. Karsinoma kolorektal (KKR) T1 adalah tumor yang sudah menginvasi submukosa. KKR T2 76 adalah tumor yang sudah menginvasi muskularis propia. KKR T3 adalah tumor yang sudah menginvasi subserosa atau kedalam jaringan perikolika atau perirektal non peritonealisasi. KKR T4 adalah tumor telah menginvasi organ atau struktur atau mencapai peritoneum visceral. Interpretasi histomorfologi ini dilihat dengan pulasan HE, menggunakan mikroskop cahaya binoluler Olympus CX21. Interpretasi kedalaman invasi dilakukan secara blind independent oleh peneliti dan 2 orang dosen pembimbing tanpa mengetahui data kliniko-patologi pasien (Hamilton et al., 2010; Rubin dan Hansen, 2012). 3. Ekspresi MMP-9 adalah penilaian protein MMP-9 secara imunohistokimia menggunakan Monoclonal Rabbit Anti-Human MMP-9 Antigen, Abcam kemudian secara semikuantitatif diamati dengan mikroskop cahaya binokuler merk Olympus CX21 dimulai dari pembesaran lemah 40 kali untuk melihat persentase sel tumor yang terpulas positif sampai pembesaran kuat 400 kali untuk menilai intesitas pewarnaan pada sel yang terpulas positif. Matriks metalloproteinase-9 dihasilkan oleh sel tumor maupun sel disekitar lingkungan tumor seperti sel fibroblast di stroma, sel endotel, sel polimorfonuklear (PMN), makrofag, sehingga aktivasi dan produksinya sangat dipengaruhi oleh interaksi komponen tersebut diatas. Faktor pertumbuhan dan sitokin yang disekresikan oleh sel tumor, stroma, dan sel radang di lingkungan mikro tumor bersama-sama dapat meningkatkan ekspresi MMP-9. Sel tumor yang mengekspresikan MMP-9 akan berwarna kecoklatan pada sitoplasma (Yang et al., 2014). Penilaian 77 ekspresi MMP-9 dibuat berdasarkan analisis persentase terpulas positif oleh MMP-9 dan intensitas pewarnaan MMP-9 pada sel tumor dan sel-sel di stroma (Kostova et al., 2015). Berdasarkan persentase sel tumor dan selsel disekitar tumor yang terpulas positif tersebut maka dibagi menjadi skor 0-3 yaitu: 0 (tidak terwarna), 1+(<25% sel dari seluruh sel tumor), 2+(2575% sel dari seluruh sel tumor ) dan 3+(>75% sel dari seluruh sel tumor). Berdasarkan intensitas warna coklat pada sel-sel tumor yang menunjukkan pulasan positif MMP-9 maka dibagi menjadi skor 0 sampai 3, yaitu: 0 (negatif), 1+ (lemah), 2 + (sedang), dan 3+ (kuat). Skor persentase dari sel yang terpulas positif kemudian dikalikan dengan skor intensitasnya, sehingga didapatkan hasil perkalian 0 sampai 9 dan dibagi menjadi skor 0 sampai 3, yaitu: negatif : 0, positif ringan: +1 (1-2), positif sedang : +2 (3-4) dan positif kuat: +3 (5-9) (Meng et al., 2012). Pemeriksaan imunohistokimia MMP-9 dikerjakan di Bagian/SMF Patologi Anatomi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Rediagnosis menentukan kedalaman invasi serta interpretasi ekspresi MMP-9 dilakukan peneliti dan dua orang ahli Patologi secara blind independent tanpa mengetahui data klinikopatologi pasien. Bila terjadi perbedaan pendapat diantara peneliti dan dua orang ahli Patologi tersebut kemudian dilakukan kesepakatan bersama secara konsensus. 78 4.6 Bahan Penelitian Bahan penelitian berupa: 1. Blok parafin dari bahan operasi penderita adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik dengan kedalaman invasi T1, T2, T3 dan T4 yang diamati gambaran histopatologinya di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. 2. Reagen Harris’s hematoksilin dan eosin. 3. Phosphate buffer saline (PBS) 4. Monoclonal Rabbit Anti-Human MMP-9 Antigen, Abcam 5. DAB (3,3'-diaminobenzidine). 6. Streptavidin Peroxidase. 7. Reagen Harris’s hematoksilin. 8. Alkohol 50% hingga alkohol absolut. 9. Xylol 4.7 Instrumen / Alat Penelitian Instrumen/alat penelitian yang digunakan adalah : 1. Buku registrasi pemeriksaan histopatologi Bagian/SMF Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah tahun 2012 hingga 2016. 2. Mikroskop binokuler Olympus CX21. 3. Mikrotom Leica 2125 RM , waterbath, hot plate. 4. Gelas obyek merk Sail dan Sigma dengan ukuran lebar satu inchi, panjang 3 inchi dan tebal 1,2 mm. 79 5. Pipet mikro. 6. Staining jar dan neraca digital 7. Inkubator dan aluminium chamber 8. Rotator 9. Oven microwave 4.8 Prosedur Penelitian 4.8.1 Cara Pengumpulan Data 1. Peneliti mencari sediaan pasien KKR dari bahan operasi yang diperiksa secara histopatologi dari tanggal 1 Januari 2012 sampai 31 Juli 2016 pada laboratorium Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. 2. Preparat hasil pulasan HE sesuai nomor-nomor diatas dikumpulkan, dievaluasi ulang dan dilakukan diagnosis ulang, supaya memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sehingga didapat empat kelompok data yaitu adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik T1, T2, T3, dan T4. 3. Apabila dalam proses penilaian ternyata ada slide yang tidak dapat dinilai, misalnya karena warna mulai kabur (dilakukan proses pewarnaan kembali). Apabila slide berjamur atau rusak maka dilakukan pemotongan ulang blok parafin. 4. Peneliti menentukan slide mana yang akan dipakai untuk pemeriksaan imunohistokimia (IHK) 5. Peneliti mencari blok parafin sesuai preparat yang dipilih dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. 80 6. Blok parafin dipotong setebal 3 mikrometer dengan mikrotom untuk pulasan IHK MMP-9. 7. Melakukan pulasan imunohistokimia MMP-9 dengan Monoclonal Rabbit Anti-Human MMP-9 Antigen, Abcam, menggunakan metode streptavidin biotin kompleks. 8. Pemeriksaan pulasan imunohistokimia MMP-9 dilakukan oleh peneliti dan dua orang ahli Patologi Anatomi secara blind independent tanpa mengetahui data kliniko patologi. Bila terjadi perbedaan pendapat diantara peneliti dan dua orang ahli Patologi tersebut kemudian dilakukan kesepakatan bersama secara konsensus. 9. Blok parafin yang sudah selesai diproses dikembalikan ke bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar. 10. Pencatatan dan pengumpulan data. 11. Analisis data. 4.8.2 Prosedur Pemeriksaan Bahan 1. Prosedur pulasan Hematoksilin dan Eosin menggunakan prosedur pulasan Hematoksilin dan Eosin yang rutin dikerjakan di Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar, yaitu : a. Potong blok parafin mengunakan mikrotom Leica 2125 RM dengan ketebalan empat mikrometer, kemudian ditempelkan pada gelas obyek 81 merk Sail Brand dengan ukuran lebar 1 inchi, panjang 3 inchi, dan tebal 1,2 mm. b. Deparafinisasi dengan dicelupkan pada xylol sebanyak 4 kali masingmasing celupan selama 5 menit. c. Hidrasi dengan akohol bertingkat dengan konsentrasi menurun mengunakan alkohol 95%, alkohol 80%, alkohol 75%, dan alkohol 50%, masing-masing celupan selama 2 menit. d. Masukkan ke dalam air selama 10 menit. e. Celupkan ke cat utama yaitu Harris’s hematoksilin selama 10 menit. f. Cuci dengan air selama 10 menit. g. Lihat dibawah mikroskop, inti sel akan terlihat biru terang sedangkan sitoplasma tidak berwarna. h. Celupkan pada cat pembanding eosin 1% selama setengah hingga satu menit. i. Dehidrasi dengan alkohol bertingkat dengan konsentrasi meningkat mengunakan alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 95%, dan alkohol absolut, masing-masing celupan selama dua menit. j. Penjernihan dengan xylol sebanyak empat kali celupan, lama masingmasing celupan selama 5 menit. k. Tutup dengan cover glass. l. Interpretasi hasil pulasan HE. 82 2. Prosedur pulasan imunohistokimia MMP-9, yaitu : a. Potong blok parafin menggunakan mikrotom Leica 2125 RM dengan ketebalam tiga mikrometer, kemudian direkatkan pada gelas obyek yang telah dilapisi dengan poly-L-lysine, merek Sigma, dengan ukuran lebar satu inchi, panjang tiga inchi, dan tebal 1,2 mm. b. Inkubasi dalam incubator dengan suhu 37o C selama satu malam. c. Deparafinisasi dengan xylol, preparat dicelupkan ke dalam xylol sebanyak tiga kali, masing-masing celupan selama tiga menit. d. Rehidrasi dengan alkohol bertingkat terdiri dari alkohol absolut dua kali, alkohol 95%, alkohol 80%, dan alkohol 70%, masing-masing selama 3 menit. e. Cuci dengan aquadest selama 10 menit. f. Teteskan H2O2 dalam methanol 3% sampai menutupi seluruh permukaan jaringan selama 15 menit. g. Cuci dengan aquadest selama 10 menit. h. Cuci dengan phosphate buffer saline (PBS) sebanyak dua kali, masingmasing selama 10 menit. i. Rendam dengan buffer cytrate 0,01 M, pH 6,0. Kemudian panaskan di dalam oven microwave selama 15 menit, mula-mula dengan pemanasan tinggi (80oC) sampai tepat mendidih, kemudian dengan pemanasan sedang (50oC) selama 5 menit. j. Dinginkan pada suhu kamar. k. Cuci dengan PBS sebanyak dua kali, masing-masing selama 10 menit. 83 l. Teteskan 100 μl antibodi primer menggunakan Monoclonal Rabbit AntiHuman MMP-9 Antigen, Abcam, yang telah diencerkan (pengenceran 1:100) selama 30 menit pada suhu kamar atau semalam pada suhu 40C. m. Cuci dengan PBS sebanyak dua kali, masing-masing selama 10 menit. n. Teteskan Biotinylated Anti Polyvalent selama 10 menit. o. Cuci dengan buffer saline (BS) sebanyak dua kali, masing-masing 10 menit. p. Teteskan Streptavidin Peroxidase selama 10 menit. q. Cuci dengan PBS sebanyak dua kali, masing-masing selama 10 menit. r. Teteskan dengan reagen DAB selama 10 menit. s. Cuci dengan air mengalir. t. Counterstain dengan Meyer Hematoksilin selama dua menit. u. Cuci dengan air mengalir. v. Dehidrasi dengan alkohol bertingkat terdiri dari alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 95%, dan alkohol absolut dua kali, masing-masing selama tiga menit. w. Celupkan ke dalam xylol sebanyak tiga kali, masing-masing selama tiga menit. x. Tutup dengan cover glass. y. Interpretasi pulasan IHK MMP-9. 84 4.8.3 Alur Penelitian Bahan operasi dari pasien yang menderita adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik diperiksa secara histopatologi dengan pengecatan Hematoksilin dan Eosin di Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar. Sediaan mikroskopis pulasan Hematoksilin dan Eosin dari karsinoma kolorektal kemudian dikumpulkan dan dilakukan rediagnosis untuk menentukan kedalaman invasi oleh peneliti dan dua orang ahli Patologi Anatomi secara blind independent. Sediaan yang telah diseleksi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi tersebut kemudian dipilih sebagai dasar untuk memilih blok parafin untuk pulasan IHK MMP-9. Blok parafin dari sediaan adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik kemudian dicari dan dikumpulkan. Selanjutnya dilakukan interpretasi pemeriksaan IHK MMP-9. Interpretasi dilakukan oleh peneliti dan dua orang ahli Patologi Anatomi secara blind independent tanpa mengetahui diagnosis histopatologi sebelumnya. Bila terjadi perbedaan pendapat diantara peneliti dan dua orang ahli Patologi tersebut kemudian dilakukan kesepakatan bersama secara konsensus. Data hasil pemeriksaan IHK dicatat dan dikumpulkan, selanjutnya dilakukan analisis statistik. 85 Mencari sediaan KKR dari 1 Januari 2012 hingga 31 Juni 2016 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi Pengumpulan sediaan pulasan HE Seleksi, restaining bila warna pudar, rediagnosis sediaan mikroskopis Memilih preparat sebagai dasar memilih blok parafin untuk pulasan MMP-9 Mencari dan mengumpulkan blok parafin Blok parafin dipotong 3 μm Pengecatan imunohistokimia MMP-9 Pemeriksaan hasil pulasan MMP-9 Pencatatan dan pengumpulan data Analisis statistik Simpulan Gambar 4.2 Skema Alur Penelitian. 86 4.9 Analisis Data Data diolah dengan menggunakan Program SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) 16.0 for Windows dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Analisis deskriptif yang meliputi karakteristik sampel. 2. Hubungan antara ekspresi MMP-9 dianalisis dengan menggunakan korelasi Spearman dengan koefisien korelasi (r) untuk menilai arah hubungan dan kuatnya hubungan. a. Bila nilai r positif (+), maka hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung bersifat positif, artinya bila variasi variabel bebas meningkat diikuti dengan meningkatnya variasi variabel tergantung. b. Bila nilai r negatif (-), maka hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung bersifat negatif, artinya bila variasi variabel bebas meningkat, tidak diikuti dengan meningkatnya variasi variabel tergantung. c. Nilai r mendekati -1 sampai +1, menunjukkan kekuatan hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung berdasarkan garis linear. 3. Nilai batas kemaknaan (α) ditentukan pada probabilitas (p) < 0,05. BAB V HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dari periode bulan September sampai Oktober 2016 di Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah. Data dan sampel dikumpulkan sejumlah 50 kasus adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik dari operasi kolonektomi. Sampel yang dipilih sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Pencatatan kedalaman invasi dilakukan dengan diagnosis ulang dan kemudian dilakukan pengecatan imunohistokimia MMP-9. 5.1 Distribusi Kasus Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik Berdasarkan Kedalaman Invasi dengan Umur Pasien, Jenis Kelamin dan Lokasi Tumor. 5.1.1 Distribusi Kasus Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik Berdasarkan Kedalaman Invasi dan Umur Pasien Gambar 5.1 Grafik Distribusi Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik berdasarkan Kelompok Umur dan Kedalaman Invasi 87 88 Sampel penelitian adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik menunjukkan rentang umur pasien yang cukup bervariasi yaitu berkisar dari 41 tahun sampai 83 tahun dengan rerata umur 57,78±9,66 tahun. Pada penelitian ini didapatkan pada kedalaman invasi T1, jumlah terbanyak pada rentang umur 40-49 tahun (4/6 kasus T1), sedangkan rentang umur 50-59 tahun berjumlah 1 orang, rentang umur 60-69 tahun berjumlah 0 orang dan rentang umur ≥ 70 tahun berjumlah 1 orang. Pada kedalaman invasi T2 jumlah terbanyak penderita pada rentang umur 60–69 tahun (7/14 kasus T2), sedangkan rentang umur 40-49 tahun berjumlah 3 orang, rentang umur 50-59 tahun berjumlah 4 orang dan rentang umur ≥ 70 tahun berjumlah 0 orang. Pada kedalaman invasi T3 jumlah terbanyak penderita pada rentang umur 50–59 tahun (8/15 kasus T3), sedangkan rentang umur 40-49 tahun berjumlah 1 orang, rentang umur 60-69 tahun berjumlah 4 orang dan rentang umur ≥ 70 tahun berjumlah 2 orang . Pada kedalaman invasi T4 jumlah terbanyak penderita pada rentang umur 50–59 tahun (6/15 kasus T4), sedangkan rentang umur 40-49 tahun berjumlah 2 orang, rentang umur 60-69 tahun berjumlah 5 orang dan rentang umur ≥ 70 tahun berjumlah 2 orang . 89 5.1.2 Distribusi Kasus Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik Berdasarkan Kedalaman Invasi dan Jenis Kelamin Gambar 5.2 Grafik Distribusi Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik berdasarkan Kelompok Jenis Kelamin dan Kedalaman Invasi. Pada penelitian ini diperoleh hasil jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Data berdasarkan jenis kelamin didapatkan sebanyak 32 orang laki-laki, dengan distribusi T1: 4 orang (8%), T2: 8 orang (16%), T3: 9 kasus (18 %), dan T4: 11 orang (22%). Jenis kelamin perempuan 18 orang, distribusi T1: 2 orang (4%), T2: 6 orang (12%), T3: 6 orang (12%), dan T4: 4 orang (8%). 90 5.1.3 Distribusi Kasus Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik Berdasarkan Kedalaman Invasi dan Lokasi Tumor Gambar 5.3 Grafik Distribusi Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik berdasarkan Kelompok Lokasi Tumor dan Kedalaman Invasi. Data berdasarkan lokasi tumor didapatkan pada kolon, T1: 3 kasus (6%), T2: 8 kasus (16%), T3: 10 kasus (20%), dan T4: 10 kasus (20%). Pada rektum didapatkan data T1: 3 kasus (6%), T2: 6 kasus (12%), T3: 5 kasus (10%) dan T4: 5 kasus (10%). 5.2 Distribusi Kasus Berdasarkan Kedalaman Invasi dan Ekspresi MMP-9 Berdasarkan hasil tinjauan ulang kedalaman invasi pada 50 kasus adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik yang dilakukan operasi kolonektomi ditemukan tumor dengan kedalaman invasi T1, 5 kasus (10%) yang menunjukkan gambaran ekspresi MMP-9 positif pada sel tumor dan sel stroma. Pada tumor dengan kedalaman invasi T2, menunjukkan 13 kasus (26%) dengan ekspresi positif. Pada 91 tumor dengan kedalaman invasi T3, menunjukkan 15 kasus (30%) dengan ekspresi positif. Pada tumor dengan kedalaman invasi T4, menunjukkan 14 kasus (28%) dengan ekspresi positif. Tabel 5.1 Distribusi Kasus Berdasarkan Kedalaman Invasi dan Ekspresi MMP-9 Kedalaman Invasi MMP-9 T1 T2 T3 T4 0 1 1 0 1 1 4 6 3 1 2 1 2 9 4 3 0 5 3 9 6 14 Total r = 0,435, r 2 (rsq) = 0,189 , p = 0,002 15 15 Hubungan antar variabel yang digunakan dalam penelitian ini diuji dengan uji Spearman. Hasil uji Spearman yang diperoleh dari nilai kemaknaan antara kedalaman invasi dan ekspresi MMP-9 adalah p = 0,002 (p <0,05) yang menunjukkan terdapat korelasi bermakna antara kedalaman invasi dan ekspresi MMP-9. Adapun nilai koefisien korelasi yang diperoleh sebesar r = 0,435 menunjukkan tingkat korelasi sedang dengan koefisien determinasi r 0,189 yang menunjukkan kekuatan hubungan kuat. 2 (0,435) = 92 5.3 Gambaran Ekspresi MMP-9 Gambar 5.4 Ekspresi MMP-9 pada sitoplasma sel tumor dan sel stroma dengan Intensitas Lemah (400x) Gambar 5.5 Ekspresi MMP-9 pada sitoplasma sel tumor dan sel stroma dengan Intensitas Sedang (400x). 93 Gambar 5.6 Ekspresi MMP-9 pada pada sitoplasma sel tumor dan sel stroma dengan Intensitas Kuat (400x). BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Distribusi Kasus Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin dan Lokasi Pada penelitian ini, sampel penelitian adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik yang diperoleh menunjukkan rentang umur yang bervariasi berkisar 41 tahun sampai 83 tahun dengan rerata umur 57,78±9,66 tahun. Rentang usia penderita terbanyak adalah 50-59 tahun (38%). Pada penelitian sebelumnya, Insiden KKR tinggi pada rentang umur 50 tahun sampai 69 tahun, dan rendah pada umur dibawah 50 tahun dan setelah 69 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa insidensi dari KKR akan meningkat sesuai dengan peningkatan umur dan jarang terjadi sebelum usia 40 tahun, terutama pada umur paruh baya dan lanjut (Hamilton et al., 2010; Homick dan Odze., 2011; Washington et al., 2011; Redston dan Driman, 2015). Rerata usia penderita KKR di Bali menunjukkan rerata usia penderita KK di negara lain yaitu pada dekade ke- 6. Pada penelitian ini usia termuda penderita adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik adalah 41 tahun, jenis kelamin perempuan, dengan kedalaman invasi sampai T1, dengan skor ekspresi MMP-9 adalah 1. Sedangkan usia tertua adalah umur 83 tahun, jenis kelamin perempuan, dengan kedalaman invasi pada T3 dan skor ekspresi MMP-9 adalah 3. Pada pemeriksaan jenis kelamin diperoleh data laki-laki (32 orang) lebih banyak dari perempuan (18 orang), laki-laki memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan perempuan (Redstone dan Driman., 2015). Hal ini dikaitkan dengan 94 95 hubungan faktor-faktor resiko dengan perbedaan gaya hidup antara laki-laki dan perempuan, seperti pola diet, konsumsi merokok, alkohol, perbedaan kondisi hormonal, dan lain-lain. Di Indonesia, berdasarkan berdasarkan data dari Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Kesehatan RI tahun 2006 KKR merupakan jenis keganasan ketiga terbanyak. Pada tahun 2011 terdapat peningkatan kasus KKR, pada laki-laki 1.200 kasus dan 1.142 kasus pada wanita (DitjenYanMed, 2011). Di Bali, insiden KKR menempati urutan ketiga setelah karsinoma payudara dan servik pada wanita, serta menempati urutan ketiga pada laki-laki setelah keganasan nasofaring dan prostat (DitjenYanMed, 2008), dengan jumlah kasus 103 pada laki-laki dan 81 pada perempuan. Pada penelitian ini diperoleh adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik lebih banyak terjadi pada kolon (31/50 kasus) dan pada rektum (19/50 kasus). Distribusi lokasi berdasarkan insidensi terjadinya KKR adalah caecum dan kolon asenden 25%, kolon transversum 15%, kolon desenden 5%, kolon sigmoid 25%, rektosigmoid 10%, dan rektum 20% (Rubin dan Hansen, 2012). Sebagian besar KKR berlokasi pada kolon sigmoid dan rektum. Seiring dengan peningkatan umur terbukti terjadi perubahan lokasi dengan meningkatnya proporsi karsinoma pada bagian yang lebih proksimal (Hamilton et al., 2010; Kostova et al., 2014). 6.2 Ekspresi MMP-9 pada KKR berdasarkan Kedalaman Invasi Pedoman klinis yang digunakan sebagai dasar menentukan penatalaksanaan dan prognosis KKR merujuk pada pedoman yang ditetapkan oleh American Joint Commission on Cancer (AJCC) berdasarkan klasifikasi Tumor,Nodul, Metastasis 96 (TNM) (Hamilton et al., 2010; Rosai, 2011). Ukuran dan kedalaman invasi tumor primer ditunjukkan oleh komponen T. Perluasan invasi tumor melewati muskularis propria berpengaruh kuat terhadap prognosis. Tumor yang melewati muskularis propria dapat menyebabkan perforasi peritoneum atau menginfiltrasi struktur viseral sekitarnya (Fenoglio, 2009; Hamilton et al., 2010; Rubin dan Hansen, 2012). Pada penelitian ini menggunakan 50 sampel, yang terbagi menjadi 4 kelompok, yaitu 6 sampel T1, 14 sampel T2, 15 sampel T3 dan 15 sampel T4. Ekspresi pulasan MMP-9 dapat dinilai dengan metoda pemeriksaan imunohistokimia (IHK). Pada penelitian ini, didapatkan hasil kedalaman invasi T1 diperoleh data skor 0 berjumlah 1 kasus, skor 1 berjumlah 4 kasus, skor 2 berjumlah 1 kasus dan skor 3 berjumlah 0 kasus. Pada kedalaman invasi T2 diperoleh data skor 0 berjumlah 1 kasus, skor 1 berjumlah 6 kasus, skor 2 berjumlah 2 kasus dan skor 3 berjumlah 5 kasus. Pada kedalaman invasi T3, diperoleh data skor 0 berjumlah 0 kasus, skor 1 berjumlah 3 kasus, skor 2 berjumlah 9 kasus dan skor 3 berjumlah 3 kasus. Pada kedalaman invasi T4, diperoleh data skor 0 berjumlah 1 kasus, skor 1 berjumlah 1 kasus, skor 2 berjumlah 4 kasus dan skor 3 berjumlah 9 kasus. Pada penelitian ini ekspresi MMP-9 dinilai tidak hanya pada sel tumor tetapi pada sel-sel disekitar sel tumor, yaitu sel-sel inflamatori dan non inflamatori (makrofag, limfosit maupun neutrofil serta sel fibroblast dan sel endotel pembuluh darah ) dan ekspresi MMP-9 pada sel tumor didapatkan cukup kuat pada sel stroma seperti hal nya pada sel tumor. Hal ini menjelaskan bahwa MMP-9 dihasilkan baik oleh sel tumor dan sel stroma. Hasil interaksi antara sel tumor dengan lingkungan sekitarnya akan 97 mempengaruhi aktivasi dan produksi MMP-9 (Yang et al., 2014; Kostova et al., 2014; Marshal et al., 2015). Sel tumor yang mengekspresikan MMP-9 akan berwarna kecoklatan pada sitoplasma (Yang et al., 2014). Penilaian ekspresi MMP-9 dengan pemeriksaan imunohistokimia dibuat berdasarkan persentase sel yang terpulas positif dan intensitas pewarnaanya (Kostova et al., 2014). Pada penelitian ini Matriks Metalloproteinase-9 tampak terpulas pada sebagian besar sel tumor dan sel stroma pada kedalaman invasi T1 sampai T4 dan ekspresi yang kuat didapatkan sebagian besar pada kedalaman invasi T4 dengan skor 3(9/15 kasus). Hal ini menandakan bahwa ekspresi MMP-9 meningkat pada KKR dibandingkan mukosa kolon normal serta dapat menjelaskan kemampuannya dalam mendegradasi komponen ECM dan memudahkan proses invasi sel tumor. Selain itu interaksi antara sel tumor dan sel stroma disekitarnya mempunyai peranan penting dalam membantu proses invasi sel tumor dan metastasis (Kostova et al., 2014). Namun masih terdapat 1 kasus T4 menunjukkan skor 0. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas dari reaksi MMP-9 pada sel tumor memiliki variasi yang luas dari satu kasus dengan kasus lainnya serta membuktikan bahwa sintesis dan ekskresi MMP-9 oleh sel tumor dipengaruhi oleh banyak faktor yang sebagian masih belum diketahui pasti (Georgescu et al., 2015) Hasil penelitian ini menunjukkan uji Spearman yang bermakna antara kedalaman invasi tumor dengan ekspresi MMP-9 yang terpulas positif dengan nilai p sebesar 0,002 (p <0,05) dengan koefisien korelasi sebesar 0,435 yang memiliki arti korelasi sedang, dengan koefisen determinasi kuat (r 2 = 0,189) . 98 Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian yang menunjukkan terdapat korelasi positif antara kedalaman invasi dengan ekspresi MMP-9. Chu et al., 2012 menyebutkan terdapat korelasi positif yang signifikan antara ekspresi MMP-9 pada KKR dengan kedalaman invasi, metastasis ke KGB dan metastasi yang luas, dan tidak terdapat korelasi antara umur penderita, jenis kelamin, lokasi tumor dan status diferensiasi. Demikian juga penelitian dari Estevez et al., 2015 mendapatkan adanya korelasi positif antara ekspresi MMP-9 pada stadium II dan III dibandingkan dengan stadium I pada KKR. Penelitian Yang et al., 2014 menunjukkan hubungan yang kuat antara kedalaman invasi, metatasis ke KGB dengan ekspresi MMP-9, karena itu MMP-9 berperan penting pada invasi tumor dan metastasis, sehingga dapat digunakan sebagai indikator yang penting pada pasien KKR. Hasil penelitian yang sama juga menunjukkan bahwa ekspresi MMP-9 berhubungan dengan kedalaman invasi sel tumor ( Kostova et al., 2014). Matriks metalloproteinase-9 mendapat perhatian karena terlibat pada proses invasi melalui peranannya dalam mendegradasi kolagen IV membran basalis. Selain mendegradasi komponen ECM, MMP-9 memicu transisi epithelial menjadi progenitor mesenkimal (EMT) (Farina dan Mackay, 2014). Pada saat proses metastatik, sel-sel epitel ganas akan akan terlepas dari tumor primer dan mengalami transisi mesenkimal, menginvasi jaringan stroma, ekstravasasi dan membentuk koloni metastasis ( Deryugina et al., 2006; Ansari et al., 2013). Pada proses intravasasi, akan melibatkan neutrofil. Neutrofil akan ditarik ke permukaan sel endotel akan teraktivasi dan akan menghasilkan MMP-9 yang bebas dari TIMP. Aktivasi MMP-9 tersebut akan melepaskan faktor angiogenik 99 yang tersimpan dalam ECM yang akan berperan dalam proses intravasasi dan penyebaran sel tumor. Selain itu MMP-9 akan mempengaruhi fenotip tumor sehingga memiliki potensi metastatik (Ansari et al., 2013). Pada penelitian ini menunjukkan ekspresi MMP-9 yang tinggi pada sitoplasma makrofag yang mendukung beberapa penelitian yang membuktikan keterlibatan Tumor Associated Macrophage (TAM) dalam menghasilkan MMP-9, tetapi efek terhadap progresifitas tumor tergantung dari fenotipnya yang ditentukan oleh sitokin yang dihasilkan (Ansari et al., 2013). Pada penelitian ini terbukti bahwa terdapat hubungan positif antara ekspresi MMP-9 dengan kedalaman invasi pada adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik. BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Dari penelitian ini diperoleh adanya hubungan positif antara kedalaman invasi dengan ekspresi MMP-9 dengan tingkat korelasi sedang dan koefisien determinasi yang kuat. 7.2 Saran 1. Ekspresi MMP-9 dapat dipakai untuk menentukan progresivitas serta tata laksana pasien KKR. 2. Pada penelitian ini belum ditentukan titik potong tinggi rendahnya skor ekspresi MMP-9, sehinggga diharapkan pada penelitian berikutnya dapat dibuat kesepakatan mengenai titik potong skor ekspresi MMP-9 untuk keseragaman pelaporan tingkat ekspresinya. 100 101 DAFTAR PUSTAKA Ansari, M.A., Shaikh, S., Muteeb, G., Rizvi, D., Shakil, S., Alam, A.,Tripathi, R., Ghazal, F., Rehman, A., Ali, S.Z., Pandey, A.K., Ashraf, G.M., 2013. Role of Matrix Metalloproteinases in Cancer. In : Ashraf, G.M., Sheikh, I.A., editors. Advanced in Protein Chemistry. USA: OMICS group ebook. p. 4-10 . Alteri, R., Brooks, D., Gansler, T., Henning, A., Jacobs, E., Kirkland, D. 2014. Colorectal Cancer Facts and Figure 2014-2016.the American Cancer Society, Atlanta, Georgia Antonia, R.S., Dara, L., Aisner. 2010. Molecular basis of Disease of the Gastrointestinal Tract. In: William B. Coleman, Gregory J. Tsongalis, eds Essential Concepts in Molecular Pathology, San diego, California. Elsevier: 243-61 Aoki, K., Taketo, M.M. 2007. Adenomatous polyposis coli (APC): a multifunctional tumor suppressor gene. J Cell Sci, 120: 3327-35 Arends, M.J. 2013. Pathways of Colorectal Carcinogenesis. Appl Immunohistochem Mol Morphol, 21: 97-103. Available from: http://www.appliedimmunohist.com. Accessed February 20, 2015 Bo Yang, Fuqiu Tang, Bicheng Zhang. 2014. Matrix Metalloproteinase-9 overexpression is closely related to poor prognosis in patient with colon cancer, World Journal of Surgical Oncology, 12:24. Available from: http://wjso.biomedcentral.com Bouchet, S., Bauvois, B. 2014. Neutrophil Gelatinase-Associated Lipocalin (NGAL), Pro-Matrix Metalloproteinase-9 (pro-MMP-9) and Their Complex Pro-MMP-9/NGAL in Leukaemias. Cancers, 6: 796-812. Buhmeida, A., Bendardaf, R., Hilska M., Collan Y., Hilska, M., Laato,M., Syrjanen, S. 2009. Prognostic Significance of matrix metalloproteinase-9 (MMP-9) in stage II colorectal carcinoma. Available from: www.ncbi.nlm.nih.gov>pubmed. Accessed February 20, 2016 Chu, D., Zhao, Z., Zhao,Y., L,i Y., Li, J., Zheng, J., Zhao, Q., Wang, W. 2012. Matrix metalloproteinase-9 is associated with relapse and prognosis of patients cancer. Ann Surg Oncol. 2012 Jan; 19(1): 318-25. doi: 10. 1245/s10434-011-1686-3. Epub 2011 Apr 1. 102 Deryugina, E. I, Quigley, P.J. 2006. Matrix metalloproteinases and tumor metastasis. Cancer Metastasis Rev; 25:9-34 Ditjen Yanmed. 2006. Kanker di Indonesia. Jakarta: Dirjen Yanmed Departemen Kesehatan RI. Ditjen Yanmed. 2008. Kanker di Indonesia. Jakarta: Dirjen Yanmed Departemen Kesehatan RI. Ditjen Yanmed. 2011. Kanker di Indonesia. Jakarta: Dirjen Yanmed Departemen Kesehatan RI. Estevez, O.O, Loretta De Chiara. L, Girondo M.G, Cubiola J, Castro I,Vicenta Soledad Martinez-Zorzano. 2015. Serum Matix Metalloproteinase-9 in Colorectal Cancer family risk population screening. Scientific Reports 5, article number: 13030. Available from: http://www.nature.com/articles. Accessed March 25, 2016. Farina, A.R., Mackay, A.R.. 2014. Gelatinase B/MMP-9 in Tumour Pathogenesis and Progression. Cancers, 6: 240-296. Fenoglio-Preiser, C.M. 2009. editor. Gastrointestinal pathology: an atlas and text. Philadelphia: Lippincott Williams &Wilkins. p.899-1036 Fleming, M., Ravula, S., Tatishchev, S.F., Wang, H.L. 2012. Colorectal carcinoma: Pathologic aspects. J Gastrointest Oncol, 3(3): 153-173. Available from: http://www.thejgo.org. Accessed February 5, 2016. Georgescu, E.F., Mogoanta S.S., Costache, A., Parvanescu, V., Totolici, BD., Patrascu, S., Stanescu, C. 2015. The assesment of Matrix Metalloproteinase-9 Expression and angiogenesis in colorectal cancer. 2015. Rom J Morphol Embryol. 2015; 56(3): 1137-44. Available from: www.ncbi.nlm.nih.gov>pubmed. Accessed March 25, 2016. Gialeli, C., Theocharisand, A.D., Karamanos, N.K. 2010. Roles of Matrix metalloproteinases in cancer progression and their pharmacological targeting. FEBS Journal; 278:16-27 Gomez, M.L., Casado, E., Cejas, P., Feliu, J. 2011. Prognostic and predictive factors in colorectal cancer: The importance of reliable markers for effective selection of therapy. In: Cidon, E.U., editor. The challenge of colorectal cancer: a review book. Madrid: Research Signpost. p. 285308. 103 Gong, Y., Chippada-venkata. U.D., William, K. 2014. Review : Roles of Matrix Metalloproteinases and their natural Inhibitors in Prostate Cancer Progression. Cancers, 6: 1298-1327 Hamilton, S.R., Vogelstein, B., Kudo, S., Riboli, E., Nakamura, S., Hainaut, P. 2010 Tumours of the colon and rectum. In: Hamilton SR, Aaltonen A, editors. World Health Organization: classification of tumours, pathology and genetics of tumours of the digestive system. Third ed. Lyon: IARC Press. p. 104-19. Hersenyi Laszlo., Istvan Hritz., Zolt Tulassay. 2012. The behavior of Matrix metalloproteinases and their inhibitors in colorectal cancer. International journal of molecular sciences. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov. Accessed March 25, 2016 Homick, J.L., Odze, R.D. 2011. Polyps of the large intestine. In: Odze RD, Goldblum JR, editors. Surgical Pathology of the GI tract, liver, biliary tract, and pancreas. 2nd ed. Philadelphia: Elsevier, 507-20. Illeman, M., Bird, N., Majeed, A., Sehested, M., Laerum, L., Lund, L., Dano, K.,Nielsen, B. 2006. MMP-9 is Differentially Expressed in Primary Human Colorectal Adenocarcinomas and Their Metastases. Mol Cancer Res. mcr. Aacrjournals. Org. American Association for Cancer Research. Accessed March 25, 2016. Johnson, J.R., Lacey, J.V., Lazovich, D., Geller, M.A., Schairer, C., Schatzkin, A., Flood, A. 2009. Menopausal Hormone Therapy and Risk of Colorectal Cancer. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev, 18(1): 196-203. Koskensalo, S., Hagstrom, J ., Linder, Nina L., Lundin, M., Sorsa, T., Louhimi, J. 2012. Lack of MMP-9 Expression is a Marker for Poor prognosis in Dukes’B colorectal Cancer. BMC Clinical Pathology. Available from: http://bmcclinpathol.biomedcentral.com/articles/10.1186/1472-6890-1224. Accessed February 10, 2016. Kostova, E., Slaninka, M., Labacevski, N., Jakjovski, K., Trojacanec, J., Atanasovska, E., Janevski, V. 2012. Serum Matrix Metalloproteinase-2, 7 and -9 (MMP-2, MMP-7, MMP-9) Level as prognostic Markers in Patient with Colorectal cancer. Journal of Health Sciences. Vol 2, No.3 (2012). Available from: http://dx.doi.org/10.17532/jhsci. 2012.35. Kumar, Abbas, Aster. 2015. Diseases of the Immune System. In: Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease Ninth Edition. Kumar Vinay. Philadelphia: Saunders Elsevier. p. 185-200. 104 Lauwers, G.Y. 2012. Pathologic Prognostic Determinants of Colorectal adenocarcinoma. Massachusetts: Harvard Medical School. P.1-9 Li Cy., Yuan,P., Lin SS., Song CF, Guan WY. 2013. Matrix metalloproteinase 9 expression and prognosis in colorectal cancer: meta- analysis. Tumour biol.735-41. Available from: www.ncbi.nlm.nih.gov>pubmed. Accessed February 20, 2016 Loffek, S., Schilling, O., Franzke, C-W. 2011. Biological role of matrix metalloproteinases: a critical balance. Eur Respir J, 38: 191–208.2011 Lubbe, W, J dan Pitari, G, M. 2009. Antimetastatic Therapy in colorectal cancer: Role of tumor cell Matrix metalloproteinase 9 (Methodology) Marečko, I., Cvejić, D., Šelemetjev, S., Paskaš, S., Tatić, S., Paunović, I,. Savin, S. 2014. Enhanced activation of matrix metalloproteinase-9 correlates with the degree of papillary thyroid carcinoma infiltration. Croat Med J, 55: 128-37. Marshall D,C., Lyman SK., McCauley, S., Kovalenko, M. 2015. Selective Allosteric inhibition of MMP-9 is Efficacious in preclinical models of ulcerative Colitis and Colorectal cancer. Available from: www.ncbi.nlm.nih.gov>pubmed. Accessed March 25, 2016. Marzouk, O., Schofield, J. 2011. Review of histopathological and molecular prognostic features in colorectal cancer. Cancers, 3: 2767-2810. Available from: http://www.mdpi.com/journal/cancers. Accessed May 25, 2015. Meng, X., Hua, T., Zhang, Q., Pang, R., Zheng, G., Song, D. 2012. Expression and clinical significance of matrix metalloproteinase-9 papillary thyroid carcinoma. African Journal of Pharmacy and pharmacology; 6(suppl.44): 3075-9. Moghimi, D. B, Safaee, A. 2012. An Overview of colorectal cancer survival raes ang prognosis in Asia. World J Gastrointest Oncol 4(4): 71-75 Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles Montgomery, E. 2006. Biopsy interpretation of the gastrointestinal tract mucosa. Philadelphia: Lippincott, William&Wilkins. Oguic, R., Mozetic, V., Tesar, E.C., Cupic, D.F., Mustac, E., Dordevic, G. 2014. Research Article: Matix Metalloproteinases 2 and 9 Immunoexpression in Prostate Carcinoma at The Positive Margin of Radical Prostatectomy Specimens. Pathology Research International. 105 Redston, M., Driman, D.K. 2015. Epithelial Neoplasms of the Large Intestine. In: Odze, R.D., Goldblum, J.R., editors. Odze and Goldblum Surgical Pathology of the GI Tract, Liver, Biliary Tract, and Pancreas. Third Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders. p. 737-778 Reissfelder, C., Stamova, S., Gossmann, C., Braun, M., Bonertz, A., Walliczek, U., Grimm, M., Rahbari, N.N., Koch, M., Saadati, M., Benner, A., Buchler, M.W., Jager, D., Halama, N., Khazaie, K., Weitz, J., Beckhove, P. 2015. Tumor-specific cytotoxic T lymphocyte activity determines colorectal cancer patient prognosis. The Journal of Clinical Investigation, 125: 739-751. Available from: http://www.jci.org. Accessed February 10, 2015. Rosai, J. 2010. Rosai and Ackerman’s Surgical Pathology. Tenth Edition. Philadelphia: Mosby Elsevier. p. 731-775. Rubin P., Hansen J.T. 2012. TNM Staging Atlas with Oncoanatomy. Second Edition. Philadelphia: Wolters Kluwer Lippincott Williams and Wilkins. p. 352-361. Said A. H., Raufman J. P., Xie, G. 2014. The Role of Matrix Metalloproteinases in Colorectal Cancer. Division of Gastroenterology and Hepatology, Veterans affairs Maryland Health Care system, University of Maryland school of medicine, Baltimore. Available from: http://creativecommons. Org/licenses/by/3.0. Accessed May 12, 2016 Siew, C., Wong, S.H. 2013. Colorectal cancer screening in Asia. British Medical Bulletin, 105: 29-42. Sjo, O.H. 2012. “Prognostic factors in colon cancer” (dissertation). Oslo: University of Oslo. Tang, V., Boscardin, W.J., Cenzer, I.S., Lee, S.J. 2015. Time to benefit for colorectal cancer screening: survival meta-analysis of flexible sigmoidoscopy trials. British Medical Journal, 350: 1662-1666. Washington, K., Berlin, J., Branton, P., Burgart. L. J., Carter, D. K., Fitzgibbons, p., Frankel, W. L., Halling. K. C., Jessup, J., Kakar,S., Minsky, B., Nakhleh, R., Compton, C.C. 2011. Protocol For Examination of Specimens from Patient with Primary Carcinoma of the Colon and Rectum Weber G. F. 2007. Molecular Mechanisms of cancer. Springer. University of Cincinnati Academic Health Center Cincinnati, Ohio. USA. p.453 106 Wilson, S., Damery, S., Stocken, D., Dowswell,G., Holder, R.,Ward,S. T.,Redman, V., Wakelam, M., James, J., Hobbs., Ismail, T. 2012. Serum Matrix metalloproteinase-9 and colorectal neoplasia: a community-based evaluation of a potential diagnostic test. British Journal of Cancer 106, 1431-1438. Doi: 10.1038/bjc.2012. 93. Available from: http://www. http://www.wjgnet.com/esps/helpdesk.aspxDOI:10.3748/wjg.v21.i24.745 7. Accessed May 12, 2016. Wu, J.S.,2007. Rectal Cancer Staging. Clin colon rectal Surg 2007; 20: 148-157 Xu, D., McKee, C.M., Cao, Y., Ding, Y., Kessler, B.M., Muschel, R.J. 2010. Matrix Metalloproteinase-9 Regulates Tumor Cell Invasion through Cleavege of Protease Nexin-1. Cancer Res; 70(17). Available from canceres.aacrjournals.org. Yang, GY., Guo, S., Dong, CY, Wang, XQ., Hu, BY., Liu, YF. 2015. Integrin αVß6 sustains and promotes tumor invasive growth in colon cancer progression. World J Gastroenterol 21(24): 7457-7467. Available from: http://www.wjgnet.com/esps/helpdesk.aspx DOI:10.3748/wjg.v21.i24.7457. Accessed March 30, 2016. Zahari, A. 2010. Deteksi dini, diagnosa, dan penatalaksanaan kanker kolon dan rektum. Supplement Majalah Kedokteran Andalas dalam rangka dies natalis 53. Padang: Universitas Andalas. Zervoudakis, A., Strickler, H.D., Park, Y., Xue, X., Hollenbeck, A., Schatzkin, A., Gunter, M.J. 2011. Reproductive History and Risk of Colorectal Cancer in Postmenopausal Women. Journal of National Cancer Institute, 103: 19. Available from: http://www.jnci.oxfordjournals.org. Accessed March 30, 2016. Zuzga, D. S., Gibbons, A.V., Li Peng., Lubbe, J.W., Chervoneva,I. 2008. Overexpression of matrix metalloproteinase 9 in tumor epithelial cells correlates with colorectal cancer metastasis. Available from: http//jdc.jeferson.edu/petfp/27 Accessed April 30, 2016. Lampiran 1. Keterangan Kelaikan Etik 107 108 Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian 109 Lampiran 3. Rekapitulasi Sampel Penelitian No No PA Umur JK Lokasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 2233/PP/2015 4716/PP/2015 3046/PP/2014 3234/PP/2014 3323/PP/2014 3880/PP/2014 0985/PP/2016 1794/PP/2015 1141/PP/2014 3626/PP/2014 3792/PP/2014 0685/PP/2013 0450/PP/2013 1937/PP/2015 3027/PP/2015 3736/PP/2015 1021/PP/2014 1425/PP/2014 1450/PP/2014 2557/PP/2013 1287/PP/2016 1542/PP/2015 3529/PP/2015 3855/PP/2015 3973/PP/2015 4229/PP/2015 4386/PP/2015 5205/PP/2015 5220/PP/2015 0246/PP/2014 75 41 47 44 46 56 63 60 41 64 65 45 46 54 58 64 57 58 60 53 63 68 54 57 50 70 51 50 77 62 L P L P L L L P L P L L P P L L L P L P L L P P P L L L P L Rektum Kolon Kolon Rektum Kolon Rektum Kolon Rektum Rektum Kolon Kolon Rektum Rektum Kolon Kolon Rektum Kolon Kolon Kolon Rektum Kolon Kolon Rektum Kolon Rektum Rektum Kolon Rektum Rektum Kolon Kedalaman invasi T1 T1 T1 T1 T1 T1 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T2 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T3 Ekspresi MMP9 1 0 1 1 1 2 1 0 1 3 1 2 1 1 1 3 3 3 3 2 2 2 1 1 2 2 3 2 2 1 110 No No PA Umur JK Lokasi 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 0325/PP/2014 1021/PP/2014 1547/PP/2014 3103/PP/2014 3408/PP/2014 0146/PP/2016 1982/PP/2016 2363/PP/2015 3351/PP/2015 3412/PP/2015 3479/PP/2015 4963/PP/2015 3144/PP/2014 0228/PP/2016 3225/PP/2015 3855/PP/2015 4754/PP/2015 0024/PP/2014 0856/PP/2014 2058/PP/2014 51 57 49 64 53 83 61 57 57 44 67 58 52 65 57 57 80 62 48 68 P L L L P P L L P L L L L L L P L P P L Kolon Kolon Kolon Kolon Kolon Kolon Kolon Kolon Kolon Rektum Rektum Rektum Kolon Rektum Kolon Kolon Kolon Kolon Kolon Rektum Kedalaman invasi T3 T3 T3 T3 T3 T4 T4 T4 T4 T4 T4 T4 T4 T4 T4 T4 T4 T4 T4 T4 Ekspresi MMP9 2 2 2 3 3 0 2 3 2 3 3 3 3 3 1 3 3 3 2 2 111 Lampiran 4. Uji Statistik Korelasi Spearman Ekspresi MMP-9 terhadap Kedalaman Invasi pada Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik. Spearman's Kedalaman invasi rho MMP9 Kedalaman invasi MMP9 Correlation Coefficient 1.000 .435 Sig. (2-tailed) . .002 N 50 50 Correlation Coefficient .435 1.000 Sig. (2-tailed) .002 . N 50 50 Kedalaman invasi berkorelasi positif dengan ekspresi MMP9 dengan koefisien korelasi sedang r=0,435; r2=0,189 dengan nilai kemaknaan p=0,002 (p<0,05)