i DAMPAK TRANSFORMASI WILAYAH TERHADAP

advertisement
i
DAMPAK TRANSFORMASI WILAYAH TERHADAP KONDISI SOSIAL
EKONOMI MASYARAKAT DIKORIDOR KENDARI-KONDA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana/strata satu
(S1) pada Jurusan IPS Pendidikan Geografi
OLEH
NUR HASANAH
A1A4 12 061
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
ii
iii
iv
v
MOTTO
Hidup ini tidak mudah, tapi tidak ada kesulitan yang tidak memiliki jalan
keluar.
Kemudian katakanlah” ALLAH telah mentakdirkan dan apa yang ia
kehendaki pasti akan ia lakukan “ (AL_Hadist)
“Kepada langit yang tak terbatas, dalam pandanganku
Hal ini ku persembahkan sebagai makna dari sebuah kelahiran
Atas daya dari semua unsur baik penghidupanku
Terimakasih Sang masa atas realitamu yang tak pernah terfikirkan.
Seiringnya terbesit ragu, akan kemampuanku
Namun, berkali-kali waktumu berhenti menjelaskanku
Bahwa mereka berasal dari rahasia yang tidak mereka tahu.
Dari hal yang tidak mereka ketahui
Menjadi mereka tahu itu karemu, Wahai energi dan daya
Yang tak pantang menyerah”
(Nur Hasanah)
v
vi
ABSTRAK
Nur Hasanah (2016), telah melakukan penelitian dengan judul “ Dampak
Transformasi Wilayah Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Dikoridor
Kendari-Konda”. Di bimbing oleh : Drs. La Harudu, M.Si., Selaku pembimbing
1 dan La Ode Amaluddin, S.Pd.,M.Pd., Selaku pembimbing II. Adapun
permasalahan dalam Penelitian ini adalah bagaimana dampak transformasi
wilayah terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat dikoridor kendari-konda?
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak transformasi wilayah
terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat dikoridor Kendari-Konda dan
menentukan solusi yang tepat dalam melakukan upaya-upaya menghadapi
transformasi wilayah dikoridor Kendari-Konda. Penelitian ini dilaksanakan di
Desa Lambusa dengan jumlah populasi 485 KK yang ditentukan berdasarkan
perwakilan derajat aksessbilitas tinggi dan Desa Wonua dengan jumlah populasi
236 KK yang ditentukan berdasarkan perwakilan derajat aksesbilitas rendah.
Sampel dalam peneltian di Desa Lambusa berjumlah 83 KK dan di Desa Wonua
berjumlah 70 KK. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif menggunakan pendekatan
survey dengan menghimpun data melalui observasi, angket, wawancara, dan
dokumentasi yang kemudian dianalisis menggunakan data spasial dan analisis
deskriptif.
Hasil penelitian menujukkan adanya variasi spasial (berdasarkan 2 tipe Desa yang
menggambarkan derajat aksesibilitas wilayah yang berbeda) memberi dampak
transformasi wilayah terhadap aspek kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Tarnsformasi wilayah yang terjadi di Desa Lambusa dengan derajat aksesibilitas
wilayah lebih tinggi mempunyai dampak yang lebih kuat terhadap kondisi sosial
ekonomi masyarakatnya dari pada di Desa-Desa lainnya, seperti desa Wonua yang
memiliki derajat aksesibilitas wilayah lebih rendah. Masyarakat dengan
pendidikan tinggi lebih mengarah pada wilayah dengan derajat aksesibilitas
tinggi. Pada wilayah dengan aksesibilitas tinggi . pada wilayah dengan
aksesibilitas tinggi memanfaatkan kondisi lahan sebagai sumber mata pencaharian
yang berupa kegiatan non agraris. Berbeda halnya dengan wilayah pada derajat
aksesibilitas rendah memanfaatkan kondisi lahan sebagai kegiatan agraris.
dikoridor Kendari-Konda yakni pengalih fungsian lahan dari kegiatan agraris.
Dengan adanya penelitian ini, transformasi wilayah pada kecamatan konda yang
berada pada wilayah koridor dan sub koridor diharapkan mendapatkan perhatian
yang lebih baik khususnya pada wilayah dengan aksesibilitas rendah berupa
perbaikan infrakstruktur jalan dan pembangunan pasar desa, sehingga terjadi
pemerataan pembangunan antara wilayah peri urban.
Kata kunci : Dampak Transformasi Wilayah (Aksesibilitas), Kondisi Sosial
Ekonomi, Koridor Kendari-Konda
vi
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan puji
syukur atas kehadirat
Allah SWT, karena atas petunjuk dan hidayah-Nya
sehingga dalam penyusunan Skripsi ini dengan judul “Dampak Transformasi
wilayah terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat dikoridor kendari
konda” dapat terselesaikan dengan baik meskipun dalam bentuk yang sederhana.
Dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini juga penulis tidak lepas dari
bimbingan Drs. La Harudu, M.Si selaku pembimbing I dan La Ode Amaluddin
S.Pd.,M.Pd selaku pembimbing II , atas segala bantuan, saran dan bimbingan
serta arahan yang diberikan penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Selanjutnya penulis menyampaikan ucapan terimah kasih kepada :
1. Prof. Dr.H.Usman Rianse, M.S., selaku Rektor Universitas Halu Oleo Kendari
yang telah memberikan kesempatan untuk saya menjadi mahasiswi
Universitas Halu Oleo.
2. Pof. Dr. La Iru, SH., M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Halu Oleo Kendari yang telah memberikan
kesempatan kepada saya menjadi mahasiswi di Fakultas Keguruan dan Ilmu
pendidikan
Khususnya
mahasiswi
Jurusan/Program
Studi
Pendidikan
Geografi.
3. La Ode Amaluddin S.Pd.,M.Pd selaku Ketua Jurusan/Program Studi
Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
vii
viii
Halu Oleo Kendari yang telah meluangkan waktunya selama proses
perkuliahan dan penyelesaian studi.
4. La Ode Nursalam S.Pd.,M.Pd Selaku Sekretaris Jurusan/Program Studi
Pendidikan Geografi.
5. Para Dosen dan Staf Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Geografi
terkhusus di Jurusan/Program Studi Pendidikan Geografi.
6. Joko Suyetno Selaku Kepala Desa Lambusa, Drs. Patres selaku sekretaris
Desa Lambusa dan Suyanto Selaku kepala Desa Wonua yang telah
memberikan izin pada penelitian untuk melakukan penenlitian ini.
7. Terimakasih atas bantuan, masukan dan arahan untuk Pak Kak Surya Cipta
R.K, Pak Dedeng, Kak Nur alamsyah Silondae, Kak Rama, Kak Amin Tunda
dan Kak firmansyah yang telah memberi bantuannya dalam penyempurnaan
penenlitian ini
8. Saudara Saudariku tercinta Oktavianti, Sry, Harnold, Ujang, Kodo, Kak
Darifan, Rahman, Tathy, Umar, Kak Izhar, Kak herny, kak ijal yang telah
memberi motivasi dan dorongan serta doanya selama ini.
9.
Rekan seperjuangan dalam penelitian Asnur, S.Pd dan Nurul Hikmah
Rahmadani, S.Pd yang tiada hentinya memberikan semangat .
10. Terimakasih Kepada Kepala Desa SidoMakmur /Ibu yang telah memberikan
kami tempat juga kepada Rekan Seperjuangan KKN Kebangsaan 2015,
Komang Makasar, Nelly Madura, Ahmad, Syahrul, Yuli, Hernes Papua.
11. Para Responden (informan) yang telah
memberikan waktu, kesempatan,
kemudahan kepada penulis selama penelitian ini berlangsung.
ix
12. Kerabat-kerabatku angkatan 2012” Nernia, Trimurti Sukia wulan, deice
salaunaung, S.Pd., Gaby ananda kharisma, S.Pd.,vitha astuti , irli, helmiatin,
imelda arnita, dinda sulistia N, Al akbar, Hamado, Sarban, Adansyah,
Sinjaya, telah menjadi kerabat yang baik buat saya serta angkatan yang
lainnya yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.
Teriringi rasa terimah kasih yang tiada henti saya persembahkan kepada
kedua orang tuaku tercinta ayahanda Harianto, S.Pd.,M.Pd dan Ibunda Wati
S.Pd dan Kedua adikku Abdul Jabbar Pati Bassanunggu dan Muhammad
Zulkifli Pati Bassanunggu, dengan penuh keikhlasan memberikan doa,
perhatian, kasih sayang, cinta, kesabaran, pengertian dan bantuan baik moral
maupun material yang diberikan kepada penulis demi keberhasilan dan
kesuksessan penulis, dan sujudku kepada Allah SWT yang telah menitipkan
kehidupanku kepada kalian.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih sangat jauh dari kesempurnaan
sehingga masih dibutuhkan saran serta kritikan dari para pembaca sehingga dapat
bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi penulis pribadi. Akhir kata dengan
segala kerendahan hati penulis memohon kepada Allah SWT, Semoga hasil
penelitian ini dapat bermanfaat. Amin.
Kendari,
Penulis
januari 2016
Nur Hasanah
NIM. A1A4 12 061
viii
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI.............................
MOTTO....................................................................................................
ABSTRAK................................................................................................
KATA PENGANTAR..............................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................
DAFTAR TABEL.....................................................................................
DAFTAR GAMBAR................................................................................
BAB I
BAB II
BAB III
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................
B. Rumusan Masalah .............................................................
C. Tujuan Penulisan ...............................................................
D. Definisi Operasional
E. Manfaat Penenlitian ..........................................................
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori .................................................................
1. Transformasi wilayah ...................................................
2 .Faktor-faktor yang mempengaruhi transformasi
Wilayah ........................................................................
3. Dampak transformasi wilayah ......................................
4. Kondisi sosial ekonomi masyarakat .............................
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi
Sosial ekonomi .............................................................
B. Kerangka Pemikiran...........................................................
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ...................................................................
B. Lokasi dan Waktu Penenlitian................... ........................
C. Populasi dan Sample Penelitian..........................................
1. populasi.........................................................................
2. Sample...........................................................................
D. Alat dan Bahan Penelitian ..................................................
E. Jenis dan Sumber data.........................................................
F. Teknik pengumpulan data ..................................................
F. Variabel Penelitian .............................................................
G. Tahapan Analisis Data .......................................................
I. Teknik Analisis Data..........................................................
ix
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
x
xi
xii
1
4
4
5
5
7
7
9
14
17
19
30
32
32
33
34
35
36
37
37
38
39
40
xi
BAB IV
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ...............................................
B. Hasil ...................................................................................
C. Pembahasan ........................................................................
41
48
78
PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................
B. Saran ..................................................................................
94
96
x
xii
DAFTAR TABEL
No. Tabel
1.1
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
4.8
4.9
4.10
4.11
4.12
4.13
4.14
4.15
4.16
4.17
4.18
4.19
4.20
4.21
teks
halaman
Bantuan dana aksebilitas pembangunan jalan ....................................... 3
Letak topografis .................................................................................... 42
Luas panen dan produktivitas sektor pertanian di kecamatan Konda ... 46
Populasi ternak pada kecamatan konda................................................. 47
Jarak desa ke ibukota kecamatan ......................................................... 53
Lebar jalan lokasi penelitian ................................................................. 53
Karakteristik responden Desa Lambusa dan Wonua Berdasarkan
Tingkat pendidikan pokok (KK) ........................................................... 55
Kondisi fasilitas pendidikan pada desa lambusa dan wonua ................ 57
Jarak antara tempat tinggal tinggal responden dengan tempat sekolah 59
Karakteristik responden desa lambusa dan wonua berdasarkan
tingkat pekerjaan pokok (KK) ............................................................... 61
Karakteristik responden desa lambusa dan wonua berdasarkan tingkat
pekerjaan sampingan (KK) ................................................................... 63
Kondisi aksess jalan dari tempat tinggal menuju tempat kerja ............. 64
Kondisi aksess jalan dalam membantu produktivitas kinerja kerja ...... 66
Karakteristik responden desa lambusa dan wonua berdasarkan tingkat
pendapatan pokok (KK) ........................................................................ 67
Karakteristik responden desa lambusa dan wonua berdasarkan tingkat
pendapatan sampingan (KK) ................................................................ 68
Karakteristik responden desa lambusa dan wonua berdasarkan kondisi
kepemilikan rumah (KK) ...................................................................... 70
Karakteristik responden desa lambusa dan wonua berdasarkan kondisi
bangunan rumah (KK) .......................................................................... 71
Karakteristik responden desa lambusa dan wonua berdasarkankondisi
lantai rumah (KK) ................................................................................. 72
Karakteristik responden desa lambusa dan wonua berdasarkan kondisi
atap rumah (KK) ................................................................................... 73
Karakteristik responden desa lambusa dan wonua berdasarkan jenis
transportasi (KK) .................................................................................. 74
Karakteristik responden desa lambusa dan wonua berdasarkan kondisi
modal transportasi (KK)........................................................................ 75
Aspek-aspek yang mempengaruhi transformasi dikecamatan konda ... 80
xi
xiii
DAFTAR GAMBAR
No. Tabel
2.1
3.1
3.2
3.3
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
4.8
4.9
4.10
4.11
4.12
4.13
4.14
4.15
4.16
teks
halaman
Kerangka Pemikiran ........................................................................... 31
Peta Insfrakstuktur kabupaten konawe selatan ................................... 33
Tampilan ruas koridor dan sub koridor kendari-konda ...................... 34
Diagram Variabel ............................................................................... 39
Luas wilayah kecamatan konda menurut desa ................................... 41
Batas wilayah kecamatan konda......................................................... 42
Penduduk kecamatan konda(jiwa) 2010-2014 ................................... 44
Penampang ruas jalan kecamatan konda ............................................ 50
Kondisi jalan desa lambusa dan wonua.............................................. 52
Banyaknya kendaraan menurut desa .................................................. 78
Pedagang kaki lima diruas jalan desa lambusa .................................. 81
Ruko Atk foto diruas jalan desa lambusa ........................................... 81
Penjajah kue yang beradaa diruas jalan .............................................. 82
Penjajah sari laut yang berada diruas jalan ........................................ 82
Lahan pertanian pada ruas jalan desa wonua ..................................... 83
Lahan perkebunan milik warga pada ruas jalan desa wonua ............. 83
Peternak sapi berkeliaran diruas jalan desa wonua ............................ 84
Aktivitas anak sekolah didesa wonua ................................................. 84
Area arus jalan desa lambusa ............................................................. 87
Area arus jalan desa wonua ................................................................ 87
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan merupakan suatu proses transformasi yang dilakukan
secara sadar dan terencana oleh negara, bangsa, dan masyarakat (Kete,2014).
Menurut Dharmapatri Pembangunan wilayah di Indonesia ditandai dengan
membesarnya fenomena metropolitanisasi (Giarsi 2010). Isu mengenai
menguatnya metropolitanisasi perlu mendapat perhatian adalah perkembangan
koridor antarkota.Wilayah koridor adalah suatu jalur yang menghubungkan
dua Kota. Menurut Giyarsih (2010), wilayah-wilayah perdesaan dikoridor
antarkota telah mengalami transformasi struktur wilayah. Selanjutnya, McGee
menyebutkan bahwa perubahan dari struktur agraris ke arah struktur non
agraris adalah dampak dari transformasi wilayah. Hal ini dapat diketahui
bahwa daerah berada diantara dua besar di luar wilayah peri urban merupakan
wilayah yang didominasikan oleh kegiatan campuran antara kegiatan
pertanian dan non pertanian (Giyarsih, 2010).
Transformasi wilayah inidisebabkan oleh perkembangandan peningkatan
jumlah penduduk juga segala aktivitasnya disuatu wilayah. Peningkatan
jumlah penduduk tersebut dapat disebabkan oleh pertambahan penduduk.
Seiring meningkatnya aktivitas penduduk, maka permintaan atas lahan di Kota
juga semakin meningkat. Meningkatnya permintaan kebutuhan lahan
mengundang persoalan tersendiri karena lahan Kota bersifat tetap dan terbatas.
Oleh karena itu pemenuhan kebutuhan lahan pada akhirnya mengarah ke
1
2
pinggiran Kota. Hal ini terutama banyak terjadi di negara-negara berkembang
yang kemampuan ekonomi dan teknologinya masih terbatas untuk
mengembangkan Kota secara vertikal. Penduduk Kota memanfaatkan lahan–
lahan di pinggiran Kota yang relatif masih tersedia luas. Sifat-sifat kekotaan,
seperti bangunan dan jalan, kemudian akan merambat secara horizontal keluar
dari inti Kota (urban) kearah wilayah peri urban. Kondisi tersebut akan
berdampak pada lingkungan, baik lingkungan fisikal yaitu alih fungsi lahan
maupun lingkungan sosial ekonomi penduduk antara lain menyangkut
produksi, mata pencarian bahkan adat-istiadat penduduk.
KotaKendari beberapa tahun terakhir ini,terus mengalami perkembangan
transformasi wilayah. Arah transformasi tersebut berdasarkan observasi awal
berada pada wilayah-wilayah peri urban (daerah pinggiran Kota) yang salah
satunya adalah di koridor Kendari-Konda. Hal ini dapat dilihat dari tingkat
aksesibilitas yang tinggi. Menurut Giyarsih (2010), semakin tinggi
aksesibilitas suatu Desa maka semakin tinggi pula tingkat transformasi
wilayahnya.
Pada tahun 2014, program daerah Kabuaten Konawe Selatan, khususnya
pada Kecamatan Konda mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahuntahun sebelumnya. Dimana, pada tahun 2014 pemerintah kabupaten Konawe
Selatan memberikan bantuan dana pembangunanDesa/kelurahan sebesar
Rp.110.000.000, mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya terutama
dibidang aksesibilitas pembangunan jalan seperti yang dapat kita lihat pada
tabel 1.1
3
Tabel 1.1 Bantuan Dana Aksesibilitas Pembangun Jalan Kecamatan Konda
N
o
Kecamatan
KecamatanKon
da
Alokasi
dana T.A
2013
yang
diterima
per Desa
29.000.00
0
Alokasi
dana T.A
2014 yang
diterima
per Desa
Pembanguna
Jumlah
n jalan
Angkutan
usaha tani
Umum
2013 2014 201 201
3
4
110.000.00
0
-
8
228
228
Sumber : data pembangunan wilayah kecamatan konda tahun 2013-2014
Kondisi ini mempermudah untuk memperoleh kemudahan mobilitas dari
tempat tinggal dan ke tempat kerja. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa tingkat aksessibilitas akan berpengaruh signifikan pada terjadinya
transformasi suatu wilayah, dikarenakan jalur penghubung antara Desa dengan
pusat Kota sebagai pusat ketenagakerjaan juga sebagai tempat pencarian
dalam pemenuhan kebutuhan hidup.
Kemampuan suatu wilayah mengelola aksesibilitas yang menjadi jalur
perhubungan dapat
menjadi suatu perkembangan yang dapat membawa
pengaruh positif terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat yang hidup
dikoridor aksesibilitas tersebut. Akan tetapi, tidak dipungkiri dampak
negatifnya seperti penaikan harga lahan, peralihan kepemilikian lahan, dan
lain sebagainya adalah akibat dari transformasi wilayah. Menurut Soekanto
(1994), transformasi dapat berubah kemajuan (progresif), namun dapat pula
menjadi suatu kemunduran (regres) terhadap kehidupan masyarakat.
Transformasi yang terjadi pada aspek kehidupan sosial ekonomi
masyarakat akan mengarah pada terjadinya kompetensi atau bahkan
4
berintegrasi satu sama lain yaitu antara masyarakat Kotadengan sifat
kekotaannya dengan masyarakat Desa dengan sifat kedesaannya. Walaupun
kondisi ini selalu membawa pengaruh yang kurang baik bagi kehidupan
masyarakat. Disisi lain, dualisme bisa dapat hidup berdampingan dan
berinteraksi satu sama lainnya. Sehingga akan berdampak pada perubahan
pola pikir, sikap, transfer teknologi dan lain sebagainya.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis berkeinginan untuk
meneliti tentang dampak transformasi wilayah terhadap kondisi sosial
ekonomi di wilayah koridor Kendari-Konda dengan menfokuskan pada aspek
aksesibilitas. Untuk itu penulis mengangkat judul penelitian:Dampak
Transformasi Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Di Koridor Kendari-Konda.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan, yakni“Bagaimana dampak transformasi wilayah terhadap
kondisi sosial ekonomi masyarakat di koridor Kendari-Konda ?”
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis secara
spasial dampak transformasi wilayah terhadap kondisi sosial ekonomi
masyarakat dikoridor Kendari-Konda.
5
D. Definisi Operasional
Dari latar belakang dapat diambil definisi operasional sebagai berikut :
1. Wilayah koridor adalah suatu jalur yang menghubungkan dua kota.
Dimana, pada wilayah koridor rentang mengalami transformasi struktur
wilayah.
2. Transformasi wilayah disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk dan
aktivitas masyarakat pada suatu wilayah sehingga mempengaruhi kondisi
sosial ekonominya.
3. Aksesibilitas yang merupakan jalur penghubung antar desa dengan pusat
kota menjadi kemudahan masyarakat untuk memperoleh kemudahan
mobilitas.
E. Manfaat Penelitian
1.
Sebagai bahan masukan dan informasi tentang analisis spasial dampak
transformasi wilayah terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat di
koridor Kendari-Konda.
2.
Sebagai pertimbangan dan referensi tambahan bagi pihak atau peneliti
selanjutnya yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut terutama yang
berhubungan dengan masalah yang di bahas dalam penelitian ini.
3.
Sebagai harapan peningkatan kehidupan sosial ekonomi masyarakat di
koridor Kendari–Konda kearah yang lebih baik melalui pemanfaatan/
pengelolaan sumber daya secara optimal, bijaksana dan berkelanjutan serta
meningkatkan aksesibilitas.
6
4.
Dapat menambah pengalaman dan khasanah ilmu pengetahuan bagi
penelitian.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Transformasi Wilayah
Dalam membahas mengenai transformasi wilayah pasti menyangkut
perubahan yang terjadi dalam suatu wilayah yang berdampak pada
karakteristik dan perkembangan dalam wilayah tersebut baik secara fisikal
maupun lingkunganya.
Giyarsi (2012), menyatakan bahwa transformasi wilayah merupakan
representasi dari perkembangan wilayah yang digambarkan sebagai suatu
perubahan dan pergeseran karakteristik dari komponen wilayah dalam kurun
waktu tertentu sebagai akibat dari hubungan timbal balik antar komponen
wilayah tersebut. Transformasi wilayah yang terjadi ini, dapat berdampak
terhadap sumberdaya lokal, sosial, ekonomi dan kultural.
Adapun yang dimaksud dengan transformasi wilayah dalam penelitian
ini adalah proses perubahan sifat atribut wilayah dari sifat kedesaan ke sifat
kekotaan pada ruang koridor yang termaksuk wilayah peri urban yang dapat
mempengaruhi struktur sosial ekonominya dilihat dari tingkat derajat
aksesibilitas sebagai hubungan timbal balik antar komponen wilayah.
Gejala perembetan atribut sifat Kota pada akhirnya mengubah wilayah
alami menjadi wilayah dengan sifat kekotaandan membawa perubahan
terhadap banyak aspek diwilayah peri-urban (daerah pinggiran Kota)
terutama pada aspek sosial ekonomi.
7
8
Ritohardyono(2013), menyebutkan bahwa meskipun latar belakang
pertumbuhan setiap Kota memiliki karakteristik beragam, namun implikasi
keruangan yang ditimbulkan mirip satu sama lain yakni kecenderungan
kompetensi penggunaan lahan didaerah pinggiran atau sekitar Kota.
Perubahan lainnya adalah meningkatkan ciri-ciri kehidupan sosial
ekonomi Kota di perdesaan sehingga membawa gejolak sosial dan
perubahan gaya hidup di perdesaan. Perubahan ciri Kota juga mendorong
proses reklasifikasi Desa atau secara administratif ciri Kota.
Giyarsih,Mutaali,danWidodo(2003),menemukan bahwa transformasi
wilayah yang lebih tinggi terdapat di wilayah yang mempunyai tingkat
aksesibilitas fisik wilayah tinggi. Transformasi wilayah berasosiasi dengan
derajat aksesibilitas dengan kata lain tingkat transformasi wilayah yang
tinggi mengelompokan di wilayah yang memiliki derajat aksesibilitas yang
tinggi pula sebaliknya. Hal ini di portulasikan bahwa mekanisme
bekerjanya variabel-variabel penyusun transformasi wilayah tersebut juga
tidak sama untuk wilayah-wilayah dengan derajat aksesibilitas yang juga
tidak sama. Sebagai contoh diwilayah dengan aksesibilitas tinggi akan
mempunyai tingkat kepadatan penduduk yang juga lebih tinggi dari pada
di wilayah dengan derajat aksesibilitas rendah. Hal ini disebabkan oleh
adanya daya tarik wilayah dengan derajat aksesibilitas tinggi untuk
bermukim misal karena kemudahan dalam membangun permukiman dan
kemudahan dalam memperoleh pelayanan transportasi. Dengan alasanyang
9
sama dipahami pula bahwa diwilayah dengan derajat aksesibilitas yang
tinggi juga mempunyai pertumbuhan pertumbuhan yang tinggi.
Transformasi wilayah yaitu perubahan wilayah yang terjadi secara
keruangan yang berhubungan dengan aksesibilitas dan sosial ekonomi
yang merujuk pada suatu proses pergantian (perbedaan) ciri-ciri tertentu
dalam satuan waktu tertentu (Giyarsih,2013). Olehnya itu, dapat
disimpulkan bahwa transformasi wilayah menyangkut dengan hal
perubahan prilaku masyarakatnya atau wilayahnya.
Pada wilayah perdesaan yang ada pada koridor antarkota sebagian
besar telah mengalami transformasi struktur wilayah yang dilihat dari
tingkat aksesibilitas, perumahan dan kondisi sosial ekonominya hal ini
mengacu pada perubahan atribut sifat Desa. McGeemenyebutkan
transformasi tersebut sebagai proses KotaDesasi, yaitu perubahan struktur
wilayah agraris ke arah struktur non agraris (Giyatri, 2010). Proses
transformasi wilayah tersebut tentunya bukan hanya fisikal, tetapi juga
perubahan sosial ekonomi dan kultural penduduk perdesaan yang antara
lain menyangkut struktur produksi, mata pencaharian, dan adat-istiadat
penduduk sebagai sumber perubahan penghidupan.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi transformasi wilayah
a. Aksesibilitas
Tingkat aksesibilitas daerah dapat diukur menurut baik dan
tidaknya kondisi jalan pada suatu daerah tersebut karena faktor
kemudahan aksesibilitas dapat mendorong sekelompok masyarakat untuk
10
memilih suatu lokasi yang strategis karena makin padat jaringan jalan
yang terdapat di suatu wilayah, maka makin tinggi derajat aksesibilitas
wilayahnya. Sehingga,Hal ini mempengaruhi transformasi ruang pada
suatu wilayah dan Kemampuan wilayah berinteraksi dengan wilayah
lainnya.
Tingkat kemudahan aksesibilitas pada suatu wilayah dapat dilihat
dari segi perbaikan akses yang dipengaruhi oleh perbaikan jalan, karena
menghasilkan pelayanan transportasi yang baik. Jalan yang baik dapat
dilalui oleh kendaraan pribadi maupun publik, sehingga dapat membantu
aktivitas penduduk pedesaan.
Menurut Black, aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau
kemudahan lokasi tata guna lahan yang berinteraksi satu sama lain dan
mudah atau sulitnya lokasi tersebut dicapai melalui transportasi.Tingkat
aksesibilitas wilayah juga bisa di ukur berdasarkan pada beberapa
variabel yaitu ketersediaan jaringan jalan,jumlah alat transportasi,
panjang, lebar jalan, dan kualitas jalan (Nasution 2005).
Menurut Gayatri (2010),dalam Penelitiannya menyimpulkan:(1)
semakin tinggi aksesibilitas suatu wilayah makin tinggi pula tingkat
transformasi wilayah;(2)tahapan-tahapantransformasi wilayah berasosiasi
dengan jaringan jalan dan pusat pertumbuhan; (3)transformasi wilayah
berdampak terhadap penyusutan lahan pertanian, kenaikan harga lahan,
perubahan jenis tanaman dan penurunan produktivitas hasil pertanian;
(4)transformasi wilayah berdampak terhadap: aspek ekonomi seperti
11
(pendapatan,
harga
lahan,
kualitas
bangunan
rumah,
orientasi
penggunaan rumah); (5)kondisi sosial (penurunan kegiatan ronda malam,
intensitas perkumpulan bapak/ibu, aktivitas gotong royong, perubahan
sumbangan dari tenaga ke bentuk uang); (6)teknologi (peningkatan
intensitas
menggunakan
komputer/internet,
cara
menabung,
dan
penggunaan alat pengolahan pertanian).
Sumaadja menjelaskan Kemudahan aksesibilitas dapat menentukan
perkembangan kemajuan atau kemunduran suatu aktifitas perekonomian
terutama pada wilayah pinggiran Kota (peri urban). Faktor yang
mempengaruhi fungsi rendahnya aksesibilitas adalah topografi, sebab
dapat menjadi penghalang bagi kelancaran untuk mengadakan interaksi
di suatu daerah. Keadaan hidrologi seperti sungai, danau, rawa, dan laut
juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan pembangunan
pertanian. Jadi tinggi rendahnya aksesibilitas wilayah sangat tergantung
pada morfologi, topografi, dan laut juga sistem jaringan serta tersedianya
sarana dan prasarana pendukung untuk memperlancar berbagai hubungan
antara daerah sekitarnya (Nasution 2005).
Adanya aksesibilitasdiharapkan masyarakat dapat mengatasi
beberapa hambatan mobilitas, baik berhubungan dengan mobilitas fisik,
misalnya mengakses jalan raya, pertokoan, gedung perkantoran, sekolah,
pusat kebudayaan, lokasi industri dan rekreasi baik aktivitas non fisik
seperti kesempatan untuk bekerja, memperoleh pendidikan, mengakses
informasi, mendapat perlindungan dan jaminan hukum (Kartono, 2001).
12
b. Penduduk pendatang
Meningkatnya kegiatan ekonomi yang diprakarsai oleh penduduk
pendatang (baik dari bagian wilayah peri urban yang lain/dari Kota)
tampak alami kegiatan ekonomi yang kebanyakan mempunyai skala
lebih besar dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh penduduk asli
lokal. Kegiatan ekonomi yang muncul lebih bervariasi baik yang di
usahakan oleh perorangan maupun institusi. Bagian peri urban
merupakan suatu wilayah yang wilayah dan prospektifnya memiliki
segala keunggulan komparatif yang ditinjau dari segi lokasi. Bagian
wilayah peri urban ini juga disebut sebagai wilayah pre urban, karena
rona kekotaan masa depan ditentukan oleh kondisi wilayah peri urban
masa kini dan merupkan wilayah kekotaan masa depan (Yunus, 2008).
Wilayah peri urban merupakan wilayah yang mengelilingi Kota,
sehingga dapat dijangkau oleh penduduk Kota dalam waktu yang relatif
sangat singkat. Hal ini memungkinkan pemodal untuk membuka usaha
dengan tujuan menarik penduduk Kota sebagai konsumen yang relatif
mempunyai penghasilan lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk
perdesaan.
Disamping
itu,wilayahpinggiran
ini
menawarkan
pemandangan alam kedesaan yang sangat diminati oleh penduduk Kota
yang dalam kesehariaannya bergelut dengan suasana hiruk-pikuknya lalu
lintas beserta kemacetannya, suasana kerja yang monoton dan selalu
berhadapan dengan tembok-tembok mati. Upaya untuk memecahkan
monoritas kegiatan sehari-hari diperlukan dan salah satu diantaranya
13
mengadakan kegiatan utdoor recreation di wilayah peri urban dan hal ini
merupakan peluang usaha yang menjanjikan. Oleh kerena peluang usaha
ini membutuhkan modal yang cukup besar, maka pemodal yang
berkemampuan untuk itu dapat melaksanakan dan mereka kebanyakan
merupakan penduduk pendatang atau penduduk dariKota dan membuka
usaha di wilayah peri urban (Yunus, 2008).
Pada wilayah peri urban yeng dikelilingi oleh suasana kedesaan
yang masih alami usaha yang tampak besar lebih kelihatan seperti halnya
kompleks perkantoran, kompleks pendidikan, kompleks perbelanjaan dan
kompleks industrian hal ini didasari oleh karakteristik wilayah peri urban
yang masih mempunyai lahan terbuka cukup leluasa untuk didirikannya
infrastruktur yang berskala besar oleh karena kompleks tersebut berada
diunit pemerintahan tertentu, maka pendapat daerah yang berasal dari
kegiatan-kegiatan besar tersebut akan dinikmati oleh pemerintah lokal
dan memberikan peluang kesempatan kerja bagi penduduk setempat
sehingga dapat memberikan konstribusi yang signifikan terhadap
kesejahteraan penduduk. Munculnya kesempatan kerja diluar sektor
pertanian baik dalam skala kecil maupun besar di wilayah peri urban
telah memungkinkan penduduk wilayah peri urban untuk menambah
penghasilannya dan hal tersebut menarik untuk para pendatang yang
telah menjadi penduduk dalam wilayah tersebut untuk turut menjadikan
hal tersebut sebagai tempat yang menjadi sumber pendapatan.
14
3. Dampak transformasi wilayah
Dalam bentuk pemanfaatan lahan dalam transformasi itu berorientasi
pada kepentingan kedesaan menjadi bentuk pemanfaatan lahan berorientasi
pada kepentingan kekotaan. Beberapa bentuk pemanfaatan lahan yang perlu
menjadi sorotan utama adalah bentuk pemanfaatan lahan pertanian, bentuk
pemanfaatan lahan pada pemukiman dan bentuk pemanfaatan lahan nonpemukiman bukan pertanian, khususnya bentuk pemanfaatan lahan jasa dan
industri (Yunus, 2008).
Perubahan yang terjadi didalam wilayah sebagian diakibatkan adanya
kegiatan manusia
oleh karena dimensi dampak yang dapat muncul di
wilayah peri urban dapat berskala mikro sampai dengan makro maka, tidak
semua detail dampak yang muncul akan dikemukakan. Pembahasan
mengenai dampak dapat dilihat dari tingkat aksesibilitasnya.
a. Dampak positif transformasi wilayah
Kemudahan aksesibilitas yang ada pada suatu wilayah akan
mempengaruhi tingkat sosial ekonominya pada daerah peri urban
memudahkan hasil pertanian untuk dijual kekota sebagai sumber
pendapatan, perkembangan pemukiman yang mengarah pada bangunan
semi permanen yang tertata sebagai ciri Kota, memudahkan masyarakat
untuk mendapatkan pendidikan dengan bersekolah pada tempat yang
layak akan sarana dan prasarana dan mempermudah mobilitas aktifitas
masyarakat sehingga memberi kesempatan kepada masyarakat yang ada
pada daerah Desa untuk merasakan keadaan Kota.
15
Pembangunan jalur jalan sebagai kemudahan aksesibilitas bagi
masyarakat pinggiran Kota terutamanya dapat mengalih fungsikan lahan
yang sebelumnya digunakan secara menyeluruh sebagai lahan pertanian
kemudian menjadi ruas jalan. Perubahan itu menyebabkan terjadinya
diferensiasi dikalangan masyarakat Desa dengan semakin menyempitnya
lahan pertanian, semakin merasuknya sistem ekonomi uang, semakin
meluasnya sistem transportasi dan komunikasi dan semakin intensifnya
kontak dengan luar Desa. Maka, telah meningkatkan terjadinya
diferensiasi pada struktur mata pencaharian masyarakat Desa mereka
tidak lagi sangat tergantung pada pertanian. Sehingga, Sektor-sektor
diluar pertanian seperti perdagangan, industri kecil atau kerajinan
menjadi sangat berkembang dan menambah kreatifitas masyarakatnya
(Raharjo,2004).
b. Dampak negatif transformasi wilayah
Adanya fasilitas jalan sebagai kemudahan aksesibilitas membuat
hilangnya lahan pertanian, menurunnya komitmen petani terhadap lahan
maupun kegiatan pertaniannya, karena sebagian dari lahan dibuat ruas
jalan atau dibuat pembangunan pemukiman yang tidak terkontrol karena
masyarakat lebih cenderung menginginkan lahan yang ada pada
pinggiran jalan atau lahan yang dilalui oleh jalan sebagai tingkat
kemudahan bagi mereka hilangnya bidang pekerjaan pertanian membuat
hilangnya atmosfir kedesaan.
16
Pembangunan jalan di wilayah peri urban atau wilayah perbatasan
Kota banyak mempengaruhi perubahan pola penggunaan tanah dan, pada
gilirannya, pemukiman perdesaan berubah menjadi pola campuran. Ada
bagian kelompok perumahan yang tertata dengan baik menurut kerangka
jalan baru yang terbentuk tetapi, dibagian jalan lain masih ada pula yang
tetap berpola seperti sediakala, yaitu tidak teratur dengan bangunan semi
permanen(Koestoes, 1997).
Terjadinya pembangunan jalan membawa konflik antara komunitas
masyarakat sosial disekitar daerah tersebut muncul, dengan terjadinya
perselisihan atas tanah untuk kepentingan dan usaha selain pertanian.
konversi wilayah berhubungan dengan status pemilik perorangan
sehingga dapat menimbulkan masalah sosial yang serius pada
lingkungannya (Koestoes,1997).
Dampak transformasi dari segi spasial dengan adanya bentuk
pemanfaatan lahan pemukiman seperti diketahui bahwa bagian wilayah
peri urban khususnya yang terletak dekat dengan
lahan kekotaan
terbangun merupakan sasaran para pendatang baru untuk bertempat
tinggal bahkan penduduk asli cenderung ingin memiliki lahan yang
terletak dengan lahan kekotaan dan ruas jalan, hal tersebut membuat
pemadatan lahan pemukiman(Yunus,2008).
17
4. Kondisi sosial ekonomi masyarakat
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul atau
dengan istilah ilmiah saling berinteraksi. Menurut Koentjaraningrat, dalam
membahas
mengenai
sosial
ekonomi
pasti
menyangkut
masalah
kemasyarakatan sebab masyarakat adalah obyek dari pada struktur sosial
ekonomi (Adisasmita, 2012). Selanjunya, Abdulsyani mendefinisikan sosial
ekonomi sebagai kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompok manusia
yang ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi, pendapatan, tingkat
pendidikan, dan jenis rumah tinggal (Maftukhah, 2007).
Dalam membahas mengenai sosial ekonomi pasti menyangkut
masalah kependudukan yang merupakan obyek dari pada struktur sosial
ekonomi yang mendiami suatu wilayah tertentu. Untuk melihat kedudukan
sosial ekonomi, Melly G.Tan (2007) menderivasi dalam tiga kategori, yakni
pekerjaan, penghasilan, dan pendidikan. Berdasarkan hal tersebut,
masyarakat dapat digolongkan kedalam kedudukan sosial ekonomi rendah,
sedang, dan tinggi (Koentjaraningrat, 1981).
Kegiatan perdagangan penduduk asli guna mendapatkan penghasilan
sebagai
pemenuhan
kebutuhan
hidup
pada
umumnya
merupakan
perdagangan berskala kecil yang bersifat informasi antara lain penjajah
sayuran keliling, makanan ringan kebutuhan sehari-hari memberikan
kemudahan bagi penduduk wilayah peri urban karena tiap hari penduduk
dapat memperoleh kebutuhan sayuran, daging, telur segar dengan variasi
18
yang besar sehingga dapat mengurangi pengeluaran untuk pergi kepasar
baik pasar tradisional maupun super market (Yunus,2008).
Sejalan dengan perkembangan wilayah peri urban sebagai akibat dari
pengaruh pertambahan kegiatan masyarakat, khususnya sosial dan
ekonominya
mengalami
perubahan
yang
dikarenakan
kemudahan
aksesibilitasnya sehingga, Pengaruh kegiatan ekonomi kekotaan yang secara
umum dikaitkan dengan kegiatan ekonomi berorientasi non-agraris lambat
laun akan semakin nyata terlihat. Transformasi kegiatan ekonomi kedesaan
menjadi kekotaan tampak dalam beberapa hal antara lain: (1)transformasi
kegiatan perekonomian yang dilaksanakan oleh penduduk asli dan (2)
meningkatkan kegiatan perekonomian yang diprakarsai oleh penduduk
pendatang (Yunus, 2008).
Karakteristik wilayah peri urban yang mempunyai attracting forces
baik bagi penduduk perdesaan maupun penduduk perkotaan. Hal ini telah
mengakibatkan banyaknya pendatang baru baik berupa perorangan maupun
institusi. Wacana ini berkaitan dengan transformasi sosial dari sifat–sifat
sosial kedesaan menjadi sifat-sifat kekotaan. Main dekat dengan lahan
kekotaan terbangun, maka makin kental suasana kekotaan secara fisikal
yang terlihat dan hal ini selalu berasosiasi secara spasial dengan perubahanperubahan sosial ekonomi yang terjadi.
19
5. Faktor- faktor yang mempengaruhi sosial ekonomi
a. Pendidikan
Sistem pendidikan di Indonesia merupakan sistem pendidikan
nasional seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Republik
Indonesia No. 20 Tahun 2003 pasal 1dimana sistem pendidikan nasional
adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara
terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Oleh karena itu
jikadihubungkan denganpembangunan nasional maka motor penggerak
menuju tujuan pembangunan nasional adalah manusia itu sendiri yang
memiliki penunjang berupa tingkat pendidikan, pengetahuan, dan
teknologi.
Pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
dalam peranannya di dalam masyarakat, pada masa yang akan datang
baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Sedangkan,
menurut Ihsan (2003), “Dalam pengertian sederhana dan umum makna
pendidikan
sebagai
usaha
manusia
untuk
menumbuhkan
dan
mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun
rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam lingkungan masyarakat
dan kebudayaan”.
Kesempatan memperoleh pendidikan adalah hak bagi setiap warga
negara indonesia. Oleh karena itu, ketersediaan sarana pendidikan
disetiap Desa menjadi hal mutlak, terutama tingkat sekolah dasar.
Dengan ketersediaan sarana pendidikan dasar pada setiap Desa
20
diharapkan tingkat buta huruf akan semakin berkurang. Demikian halnya
untuk tingkat pendidikan yang lebih tinggi SLTP dan SMU atau bahkan
perguruan tinggi.
Pendidikan bagi masyarakat merupakan jenjang untuk menuju
derajat yang lebih tinggi, sarana pendidikan dalam pembangunan
merupakan program struktur tata ruang Kota yang berkelanjutan
(Bintarto, 1989). Pembangunan fisikal yang menunjang kesejahateraan
sosial yang menfasilitas pendidikan baik formal maupun non-formal.
Apabila memungkinkan fasilitas pendidikan umum dari tingkat paling
rendah sampai ketingkat paling tinggi dapat disediakan di wilayah peri
urban sehingga migran ulang alik dari wilayah peri urban kekota dapat
dikurangi, dan hal ini diharapkan mampu mengurangi frekuensi
kecelakaan penduduk usia remaja yang merupakan aset nasional masa
depan.Keberadaan
pendidikan
khusus
yang
menekankan
pada
keterampilan tertentu diharapkan mampu menambah kegiatan ekonomi
produktif dan meningkatkan tingkat pendidikan dalam rangka menempuh
pendidikan yang lebih tinggi. remaja usia sekolah sebaliknya tidak usah
pergi ke tempat yang jauh untuk belajar dan hal ini hanya mungkin
apabila lingkungannya sudah tersedia fasilitas pendidikan yang
dimaksudkan (Yunus, 2008).
Penjelasan diatas dengan jelas mengutarakan bahwa begitu
pentingnya pendidikan bagi kehidupan manusia. Menurut Giyarsi (2013)
Pendidikan merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk
21
menggambarkan kondisi sosial suatu wilayah sehingga, Pendidikan
merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi pertumbuhan status
sosial ekonomi dan merupakan taraf perubahan suatu wilayah yang
dilihat dari potensi dan kemampuan yang dimiliki oleh penduduknya.
Terpenuhinya pendidikan seseorang merupakan modal untuk mengubah
status sosial ekonomi agar menjadi lebih baik.
b. Mata pencaharian
Marbun menjelaskan, bahwa mata pencaharian merupakan kegiatan
masyarakat yang menjadi rutinitas sebagai lahan untuk mencari
penghasilan guna pemenuhan kehidupan yang berkelanjutan khususnya
pada wilayah Kota yang menjadi pusat aktifitas suatu wilayah terutama
pada bidang ekonomi, kegiatan budaya dan kegiatan politik. Aktivitas
yang terjadi di daerah perKotaan merupakan aktivitas yang bergerak
dibidang non agraris-heterogen (Giyatri, 2010). Sedangkan, diwilayah
peri urban banyak berlangsung aktivitas mata pencaharian di bidang
agraris.
Perubahan yang mencolok dalam hal mata pencaharian adalah
perubahan dari petani menjadi bukan petani. Struktur mata pencaharian
diwilayah peri urban merupakan berkah tersendiri namun, dalam
beberapa hal yang lain akan mengakibatkan dampak negatif. Makin
banyaknya golongan petani, yang berubah menjadi non petani,
mengakibatkan perilaku ekonomi, sosial, kultural yang berubah pula.
22
Dalam hal besarnya proporsi non – petani yang meningkat di wilayah
peri urban disamping ada perubahan petani menjadi non- petani.
Menurut Yunus(2008), bahwa terganggunya suatu lahan pertanian
dipengaruhi oleh polusi irigasi oleh limbah rumah tangga maupun
industri, polusi udara oleh debu-debu disepanjang jalan raya dan banyak
menempel pada daun-daun tanaman sehingga mempengaruhi prose
fotosistensis, terganggunya saluran irigasi dan kelancaran aliran air oleh
pembangunan, makin banyaknya hama karena makin banyaknya
kerusakan tanaman karena binatang peliharaan. Hal ini dapat dilihat dari
lokasi wilayah yang berada di garis koridor sehingga penggunaan lahan
pertanian menunrunya produktivitas.
Menurunnya produktivitas pada lahan pertanian berpengaruh pada
alih mata pencaharian dimana terdapat sekelompok petani yang
kemudian menjual lahan pertaniannya dan beralih mata pencaharian di
luar sektor pertanian.
c. Pendapatan
Pendapatan yaitu hasil dari kegiatan dan usaha kerja yang dilakukan
masyarakat yang mendiami suatu wilayah baik secara individual maupun
kelompok sedangkan,Tingkatpendapatanmerupakanjumlah penerimaan
berupa uang atau barang yang dihasilkan oleh segenap orang yang
merupakan
balas
jasa untuk faktor-faktor produksi (BPS, 2006).
Menurut Sunardi menyebutkan bahwa “pendapatan adalah seluruh
penerimaan baik berupa barang maupun uang baik dari pihak lain
23
maupun dari hasil sendiri, dengan jalan dinilai dengan sejumlah uang
atau harga yang berlaku saat itu”(Adisasmita, 2012). Uang atau
barang tidak langsung kita terima sebagai pendapatan tanpa kita
melakukan
suatu pekerjaan baik itu berupa jasa ataupun produksi.
Pendapatan ini digunakan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari
demi kelangsungan hidup.
Menurut Oktama (2013), Pendapatan dibedakan menjadi tiga yaitu:
(1)Pendapatan pokok yaitu pendapatan yang tiap bulan diharapkan
diterima, pendapatan ini diperoleh dari pekerjaan utama yang bersifat
rutin; (2)Pendapatan sampingan yaitu pendapatan yang diperoleh
dari pekerjaan di luar pekerjaan pokok, maka tidak semua orang
mempunyai pendapatan sampingan; (3)Pendapatan lain-lain yaitu
pendapatan yang berasal dari pemberian pihak lain, baik bentuk
barang maupun bentuk uang, pendapatan bukan dari usaha.
Pemerintah telah melakukan upaya bagaimana meningkatkan
pendapatan lewat pemberdayaan masyarakat Desa dalam programprogram pemerintah untuk melihat seberapa besarkah kegiatan ekonomi
masyarakat Desa mendukung perekonomian nasional. Sasaran utamanya
tentunya adalah peningkatan produktifitas masyarakat miskin pedesaan
untuk meningkatkan peluang dan kesempatan mereka memperoleh
pekerjaan dan pendapatan yang lebih baik. Sehingga, Pendapatan dapat
diartikan sebagai hasil yang diterima seseorang karena orang itu
bekerja dan hasilnya bisa berupa uang, barang atau jasa. Sehingga,
24
pendapatan dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang bagaimana
seseorang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya yang menempati suatu
wilayah tertentu sebagai tempat tinggalnya yang terus mengalami
perubahan wilayah terutama jika bekerja pada bidan agraris bagaimana
mempertahankan lahan sehingga tidak terjadi alih mata pencaharian.
d. Pekerjaan
Dalam kehidupan manusia selalu mengadakan bermacam-macam
aktivitas. Salah satunya aktivitas itu diwujudkan dalm gerakan-gerakan
yang dinamakan kerja. Bekerja mengandung arti melaksanakan suatu
tugas yang diakhiri dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh
manusia yang bersangkutan (Adisasmita,2012)
Ketersediaan lapangan kerja pada daerah perdesaan lebih di
dominasi oleh kegiatan dibidang agraris dengan adanya Ketersediaan
lapangan pekerjaan mendorong kegiatan perekonomian masyarakat.
Sehingga, di butuhkannya penyiapan lapangan kerja untuk mengatasi
pengangguran yang muncul salah satunya kesulitan yang dialami pelaku
usaha di perdesaan adalah keterbatasan modal usaha.
Pemberdayaan masyarakat menekankan partisipasi masyarakat untuk
mengenali permasalahan sendiri, mengatasi dengan program kerja yang
sesuai mengatur penyelenggaraan untuk keberlajutannya.Usaha produktif
yang dilakukan oleh kelompok masyarakat juga membuka kesempatan
kerja atau usaha bagi kelompok itu sendiri maupun masyarakat luas.
Multiplier effect, ini sangat nampak saat sebuah jenis usaha berkembang
25
maka mendorong jenis usaha lain untuk mendukung perkembangannya.
Sebagai contoh dengan adanya perindustrian disuatu Desa maka
beberapawarga masyarakat menjadi pemasok bahan baku. Ketersediaan
lapangan pekerjaan mendorong kegiatan perekonomian masyarakat.
Yunus (2008)mengatakan kegiatan industri mempunyai peranan
strategis dalam peranan suatu Kota untuk konstelasi ekonomi wilayah.
Sasaran utamanya tentunya adalah peningkatan produktifitas masyarakat
miskin pedesaan untuk meningkatkan peluang dan kesempatan mereka
memperoleh pekerjaan dan pendapatan yang lebih baik.
e. Kondisi perumahan
Perkembangan perumahan menunjukkan pola mengarah ke luar
kawasan perkotaan. Perubahan pola pembangunan perumahan di
kawasan pinggiran menunjukkan adanya kejenuhan di kawasan
perKotaan dan sekitarnya. Berkembangnya kawasan pinggiran Kota
sebagai lokasi utama pembangunan perumahan dipengaruhi oleh
berbagai macam faktor, mulai harga lahan, dari prakarsa pengembang,
faktor fisik lingkungan,kebijakan pemerintah maupun minat konsumen
atau pasar. Pemadatan permukiman yang terus menerus berlangsung di
pinggiran Kota merupakan perwujudan nyata dari kebutuhan akan ruang
di perkotaan meningkat (Giyarsih, 2010).
Berbicara mengenai perumahan lebih mengarah kepada konsep fisik
bangunannya namun apabila sudah berkaitan dengan permukiman maka
dapat dilihat sebagai komplekstitas antara kegiatan dan hubungan sosial
26
manusia yang hidup didalamnya.Menurut Charles Abrams, ahli
perumahan PBB tahun limapuluhan, perumahan bukan hanya lindungan
saja, tetapi merupakan bagian dari kehidupan komunitas dan keseluruhan
lingkungan sosial. Perumahan sesungguhnya berkaitan erat dengan
industrialisasi, aktivitas ekonomi, dan administratif serta berkaitan pula
dengan kebutuhan akan pendidikan (Kuswartojo, 2005).
Pada aspek-aspek penggunaan lahan memiliki konsep yang lebih
luas dibeberapa aspek Bentuk dan luas penggunaan lahan yang diteliti
yaitu perubahannya, yakni perubahan pemanfaatan yang pernah
dilakukan, misalnya dari sawah lahan basah menjadi perumahan.
Perubahan bentuk penggunaan lahan tersebut akan berdampak pada
perubahan orientasi penggunaan lahan. Lahan sawah yang digunakan
sebagai lahan produksi tanaman pangan memiliki orientasi untuk dapat
produktif sehingga tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan
pribadi namun juga dapat dijual.Lain halnya ketika kemudian berubah
menjadi tempat tinggal yang mana lebih berorientasi pada pemenuhan
kebutuhan pribadi atau subsisten.
Prilaku merubah fungsi lahan pertanian berubah menjadi rumah
lebih komersil merupakan adaptasi akibat semakin sempitnya lahan yang
dimiliki dan perkembangan diwilayah peri urban. Kondisi ini
menunjukan pembangunan perumahan secara umum tidak berdampak
pada metode dan orientasi lahan pertanian. Akan tetapi, pembangunan
27
perumahan mengakibatkan perubahan metode dan orientasi penggunaan
lahan terbangun.
Wrigley menjelaskan, kajian penguasaan lahan secara geografis
memberikan
perhatian
khusus
pada
interaksi
manusia
dengan
lingkungannya dan lebih menekankan orientasinya pada masalah, dalam
kerangka interaksi manusia dengan lingkungannya(Sari, 2007). Kondisi
penguasaan lahan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat berkaitan
dengan pembangunan perumahan.
Sehingga,
Perubahan
pemanfaatan
lahan
dipinggiran
Kota
ditekankan pada perubahan penguasaan lahan pertanian ke lahan
permukiman, baik dari aspek sebarannya maupun proses perubahannya
(ekologikal). Hal ini berbeda dengan pendekatan spasial yang
menekankan
pada
intensitas
pembangunan
perumahan
terhadap
perubahan pemilikan lahan.
f. Transportasi
Transportasi adalah suatu sistem jaringan yang secara fisik
menghubungkan suatu ruang dengan ruang kegiatan lainnya (Tamin,
2000). Morlock menjelaskan, sebagai suatu kegiatan memindahkan atau
mengangkut barang dan atau penumpang dari satu tempat ke tempat
lainnya (Nasution, 2005).Lebih lanjut, Wrightmendefinisikan bahwa
transportasi adalah suatu perpindahan barang atau penumpang dari satu
lokasi ke lokasi lainnya, yang membuat barang atau penumpang tersebut
mempunyai nilai yang lebih tinggi di lokasi yang baru (Nasution, 2005).
28
Selain
itu,
Sumaatmadja
menyebutkan
peranan
transportasi
merupakan masalah utama setiap wilayah yang memiliki jangkauan luas.
Tersedianya berbagai jenis alat kendaraan merupakan salah satu
kenyamanan dan kemudahan bagi penduduk di suatu wilayah tertentu
(Nasution,2005).
Magribi menjelaskan Transportasi di artikan sebagai usaha untuk
memindahkan, menggerakan, mengangkut, dan mengalihkan suatu obyek
dari suatu tempat ke tempat lain. Obyek tersebut lebih bermanfaat atau
dapat berguna untuk tujuan-tujuan tertentu (Nasutio,2005).
Dalam pengembangan wilayah, transportasi merupakan faktor yang
mendorong proses pembangunan dan perubahan sosial ekonomi suatu
wilayah. Kemajuan berdampak bukan hanya pada daerah perkotaan tetapi
mengubah
penggunaan
tanah
perdesaan
dalam
mempercepat
pengembangan pertanian dan hasilnya yang berasal dari suatu
daerah,pengadaan jalan-jalan merupakan faktor kunci yang harus
diperhitungkan.tanpa fasilitas transportasihampir tidak mungkin melaju
dan mendorong pengembangan pertanian (Koestoes,1997).
Binarto menjelaskan Jalur jalan dalam wilayah dan jalur-jalur jalan
penghubung
wilayah
dengan
daerah
disekitar
wilayah
sangat
berpengaruh dalam ikut meningkatkan arus manusia dan arus barang
antar wilayah. Aksesibilitas wilayah menjadi semakin besar dan dengan
demikian sangat membuka kemungkinan terjadinya urbanisasi dan
perkembangan wilayah diberbagai daerah. Wilayah yang terletak pada
29
fokus lalu lintas yang ramai akan mengalami perkembangan yang cepat
(Nasution 2005).
Pemadatan Ditinjau dari segi tujuan penggunaan jasa transportasi
Kota ini, maka terdapat berbagai jenis penggunaan yaitu;(1)Perjalanan
Ulang Alik Perjalanan ulang alik adalah perjalananyang setiap hari
dilaksanakan oleh pengguna jasa pada waktu dan lintasan yang tetap,
kegiatan yang termasuk ke dalam perjalanan ulang alik ini adalah
perjalanan ke tempat bekerja, perjalanan pelajar/mahasiswa ke tempat
lokasi fasilitas pendidikannya;(2)perjalanan insedentil tidak dilakukan
setiap hari dan tidak selamanya mengikuti lintasan yang sama. Misalnya
seorang ibu pergi ke Puskesmas untuk memeriksa kesehatan dan dari
sana ada pula yang berangkat ke departement store untuk berbelanja dan
pulang ke rumah kemudian, minggu depan ia berangkat ke gedung
perbelanjaan di pusat Kota; (3)Perjalanan Santai di Kota-Kota banyak
terjadi terutamauntuk golongan atas seperti pergi arisan, makan di luar
rumah (restoran), pergi ke tempat hiburan. Perjalanan santai ini mirip
dengan perjalanan insidentil, tetapi masalah ketepatan waktu tidak terlalu
menentukan; (4)Perjalanan Liburan Pada waktu liburan (akhir pekan)
banyak orang yang akanberlibur ke luar Kota. Oleh karena itu ,seperti
yang diuraikan di atas maka jalur-jalur tertentu akan menjadi padat;
(5)Perjalanan Wisata Perjalanan wisata yaitu perjalan diKota untuk
mengunjungi tempat-tempat obyek wisata, umumnya rutenya tetap, asal
30
dan tujuannya tetap yaitu misalnya hotel-hotel berbintang. Perjalanan
wisata ini pada umumnya dilaksanakan dengan bus wisata.
Maka,Pemenuhan
transportasi
pribadi
maupun
umum
dapat
digunakan sebagai sarana kemudahan akses untuk mengembangkan dan
memajukan daerah terpencil agar dapat menjadi maju.
B. Kerangka pemikiran
Wilayah peri urban merupakan daerah pinggiran Kota yang berada
diantara dua wilayah yang sangat berbeda kondisi lingkungannya yang
memiliki
kenampakan kekotaan disatu sisi namun disisi lain mempunyai
kenampakan kedesaan karena kondisi ini maka wilayah ini tidak dapat lepas
dari transformasi wilayah salah satu ciri yang dapat berperan aktif pada
transformasi wilayah adalah tingkat aksesibilitas .
Menurut Giyarsih (2010),menyatakan bahwa semakin tinggi aksesibilitas
suatu Desa maka semakin tinggi pula tingkat transformasi wilayahnya.
Transformasi yang dialami oleh suatu wilayah akan berimplikasi pada wilayah
itu sendiri terutama pada sosial ekonomi masyarakatnya sehingga, dalam
penelitian ini peneliti mengangkat judul “Dampak Transformasi Wilayah
Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Dikoridor Kendari-Konda”
31
Wilayah peri urban
Koridor kendari-konda
aksesibilitas
Transformasi
wilayah
implikasi
Sosial ekonomi masyarakat :
1) Pendidikan
2) Mata pencaharian
3) Pendapatan
4) pekerjaan
5) kondisi perumahan
6) transportasi
dampak transformasi wilayah
terhadap kondisi sosial ekonomi
dikoridor Kendari-Konda
Gambar 2.1 kerangka pemikiran penelitian
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian merupakan kegiatan terencana dan sistematis yang dilakukan
untuk menjawab dan memecahkan suatu permasalahan tertentu. Sebuah
penelitian memerlukan metode yang menjadi dasar penelitian karena dasar
penelitian menentukan proses bagaimana memecahkan masalah dalam
penelitian.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak transformasi
wialayah terhadap kondisi social ekonomi masyarakat di wilayah koridor
Kendari-Konda. Untuk tujuan tersebut maka jenis penelitian ini adalah
kuantitatif dengan menggunakan pendekatan survey.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Lokasi wilayah peri urban di koridor
Kendari-Kondapada bulan November 2015 sampai bulan Desember 2015
Adapun lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1
32
33
Gambar 3.1 peta insfrakstruktur kabupaten konawe selatan
Berdasarkan karakteristik dari 17 Desa (Tanea, Amohalo, Masagena,
Cialam Jaya, Lawoila, Wonua, Pombulaa Jaya, Ambololi, Lambusa, Lebo
Jaya, Konda, Alebo, Morome, Lamomea, Puosu Jaya, Lalowiu dan Konda
satu) maka secara purposive diambil dua Desapenelitian DesaLambusa dan
DesaWonua dengan pertimbangan Desa tersebut dapat mewakili
derajat
aksesibilitas. Desa tersebut dibedakan menjadi 2 tipe Desa yang mewakili
derajat aksesibilitas yang berbeda yaitu : (a)tipe 1(Desa yang berada di
pinggir jalan Kendari- Konda) Desa yang mewakili DesaLambusa maka akses
terhadap pelayanan sosial ekonomi relatif lebih mudah dan beragam; (b)tipe
2(Desa yang berada di subjalan yang merupakan Desa yang terbelah sebagian
oleh jalan Kendari-Konda) Desa yang mewakili Desa Wonua maka akses
terhadap pelayanan sosial ekonomi relatif kurang mudah karena lokasi yang
34
lebih jauh dari jalan utama. Adapun untuk memperjelas keadaan karakteristik
tipe lokasi dapat dilihat pada gambar 3.2
Gambar 3.2 tampilan ruas koridor dan sub koridor Kendari-Konda
C. Populasi dan sample penelitian
1.Populasi
Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin baik hasil
menghitung ataupun pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif dan
karakteristik tertentu mengenai sekumpulan obyek yang lengkap dan jelas
yang ingin dipelajari sifat-sifatnya (Sudjana, 1992).
Populasi
dalam
penelitian
ini
adalah
seluruh
masyarakat
DesaLambusayang berjumlah 485 kepala keluarga (KK)dan DesaWonua
yang berjumlah 236 kepala keluarga (KK).
35
2. Sampel
Menurut Sugiyono, sampel adalah sebagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Kete,2014). Sample adalah bagian
dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh
populasi (Arikunto, 2005).
Dalam penelitian ini sample yang digunakan adalah jumlah kepala
keluarga (KK). Untuk mengumpulkan data kepala keluarga, jenis sample
menggunakan metode porposive sampling. Menurut Kusmayadi dan Endar
penetapan jumlah sampling dihitung dengan mempertimbangkan tingkat
ketelitian dan jumlah responden yang akan digunakan dalam penelitian dan
waktu tertentu dengan persamaan (1)Nilai kritis e atau batas ketelitian yang
dapat dipergunakan dalam perhitungan adalah 10% (0,1)(Kete,2014).Untuk
penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini adalah dengan memperoleh
rata-rata jumlah kepala keluarga(KK). maka dapat dihitung jumlah sampel
responden adalah:
Dik : jumlah kepala keluarga DesaLambusa 485
Tingkat kepercayaan 10% (0,1)
Dit : jumlah sample responden
Orang...................?
= 83
Orang...............………………………(1)
36
Dimana;
n
= Sampel
N
= Jumlah Populasi
e
= Presisi (ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan 95%)
( sumber : Kete, 2014 )
Dik : jumlah kepala keluarga DesaWonua 236
Tingkat kepercayaan 10% (0,1)
Dit : jumlah sample responden
Orang...................?
= 70
dari hasil perhitungan sehingga, didapatkan jumlah sample masingmasing desa wonua 83 KK dan desa lambusa 70 KK.
D. Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Peta administrasi Kendari
2. Peta administrasi konawe selatan
3. Peta Administrasi KecamatanKonda
4. Angket sebagai panduan wawancara.
5. Buku dan alat tulis untuk mencacat data observasi lapangan
6. Kamera untuk mendokumentasikan kondisi lapangan
37
E. Jenis dan sumber data
1. Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini terdiri atas dua yaitu :
a) Data Primer, yaitu data yang akan diperoleh melalui wawancara dan
pemberian angket dengan responden (masyarakat)
b) Data sekunder, yaitu data meliputi keadaan umum lokasi penelitian,
dan gambaran spasial kondisi transformasi wilayah
2. Sumber Data
Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah :
a. Data primer, yaitu pengambilan data yang dihimpun langsung oleh
peneliti melalui angket dan hasil wawancara dengan Kepala Keluarga
masyarakat(responden) yang ada pada Desa Lambusa dan Wonua.
b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung berupa
catatan-catatan, dokumen, data dari Badan Statistik kabupaten Konawe
Selatan tentang kondisi sosial ekonomi masyarakat kecamatan Konda
khususnya pada Desa Lambusa dan Desa Wonua
F. Teknik Pengumpulan data
Data dalam penelitian ini merupakan kombinasi dari data primer dan data
sekunder, baik data kuantitatif maupun kualitatif. Pengumpulan data primer
diperoleh
melalui
survey,
yaitu
observasi,
angket,
wawancara,
dokumentasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagai berikut:
dan
38
1. Observasi;dalam
penelitian ini
yaitu melakukan kunjungan dan
pengamatan pada lokasi penelitian. Pengamatan lingkungan fisik meliputi;
jalur jalan (aksesibilitas) dan pengamatan langsung terhadap kehidupan
sosial ekonomi penduduk yang terdapat pada koridor dan sub
koridorketika penelitian dilakukan yang secara lebih khusus observasi
dilakukan untuk memperoleh keadaan sebenarnya di lokasi penelitian.
2. Angket;adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan
pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula oleh responden.
3. Wawancara;adalah proses pengumpulan data dengan cara bertanya
langsung kepada responden dengan bantuan angket dan jawaban dicatat
dengan alat tulis dan direkam dengan alat rekaman berupa handphone.
4. Dokumentasi;Pengumpulan data-data perubahan yang terjadi di koridor
Kendari-Konda yang mempengaruhi kondisi sosial ekonomi terkhusus
pada aksebilitasnya
G. Variabel Penelitian
Menurut putri Dalam penelitian, variabel memiliki peran penting karena
penelitian mengidentifikasi perbedaan-perbedaan dan faktor-faktor yang
mempengaruhi perbedaan tersebut (Kete 2014). Penelitian ini menggunakan 2
(dua) jenis variabel yaitu variabel bebas (independent variabel) dan variabel
terikat (dependent variabel).
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi variabel terikat,
sedangkan variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi
variabel
bebas. Dalam penelitian ini yang masuk dalam variabel bebas adalah
39
transformasi wilayah, (aksesibilitas) sedangkan variabel terikat yaitu kondisi
sosial ekonomi.
Gambar 3.3 Diagram Variabel
Variabel Terikat
Pendidikan
Variabel Bebas
Mata
Pencaharian/Pekerjaan
Transformasi Wilayah
Pendapatan
Kondisi Perumahan
Transportasi
Mata Pencaharian
Sumber: Hasil Olahan Data Variabel
H. Tahapan analisis data
Data yang diperoleh melalui observasi dan
angket akan diolah dan
dianalisis. Siregar menjelaskan, proses pengolahan data teridiri dari editing,
coding, dan tabulating(Kete 2014 ).
a. Editingyaitu pengecekan atau pengoreksian data yang telah terkumpul,
tujuannya untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat pada
pencatatan di lapangan dan bersifat koreksi.
Hal-hal yang dilakukan
dalam proses editing adalah pengecekan kategori sampel, jenis sampel
40
dan pengecekan jumlah sampel, kejelasan data, kelengkapan isian, dan
keserasian jawaban.
b. Codingyaitu pemberian kode tertentu pada tiap-tiap data yang termasuk
sama. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam bentuk angka dan huruf yang
memberikan petunjuk atau identitas pada suatu informasi atau data yang
dianalisis.
c. Tabulationadalah pembuatan tabel-tabel yang berisi data yang telah diberi
kode sesuai analisis yang dibutuhkan.
I. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh melalui wawancara, angket, dokumentasi dikumpul
dan diolah dengan menggunakan analisis deskripsi dan data spasial.
Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis data hasil perhitungan
yang diperoleh dari analisis matematis, tabel, grafik, gambar dan lain-lain.
analisis ini berfungsi untuk menjabarkan dan menggabarkan hasil perhitungan
matematis dan kuiensioner secara jelas dan terperinci dalam bentuk deskriptif
(Kete, 2014).
41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini dampak transformasi wilayah terhadap kondisi sosial
ekonomi masyarakat dilihat berdasarkan pendekatan spasial terhadap perubahan
sosial ekonomi wilayah koridor Kendari-Konda sebagai wilayah peri urban.
A. Deskripsi wilayah penelitian
1. Luas Wilayah
Luas wilayah Kecamatan Konda 122,87 km2 atau 27,21 Persen dari luas
wilayah Kabupaten Konawe Selatan. Adapun luas wilayah dari Desa yang
menjadi perwakilan derajat aksesibilitas yaitu Desa Lambusa 6,09 km2 atau
4,96% dan Desa Wonua 2,88 km2 atau 2,34%.
Gambar 4.1 Luas Wilayah Kecamatan
Konda Menurut Desa /
Kelurahan (km2, 2014)
Sumber: BPS 2015, Konda Dalam Angka
41
42
2. Kondisi Administrasi
Wilayah administrasi Pemerintahan Kecamatan Konda terdiri dari 17
Desa dengan status hukum Desa definitif. Saat ini wilayah administrasi
Pemerintahan Kecamatan Konda terdiridari 17 Desa dengan satuan
lingkungan setempat di bawah Desaadalah Dusun dan RT masing-masing
terdiri dari 63 dusun dan 134 RT.
3. Batas Wilayah
Kecamatan Konda dengan ibu Kota kelurahan Konda berbatasan
dengan Kota Kendari, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan
Wolasi, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan moramo utara, sebelah
barat berbatasan dengan Kecamatan Ranomeeto, adapun batas wilayah
Kecamatan Konda dapat dilihat pada gambar 4.2
Gambar 4.2 Batas Wilayah Kecamatan Konda
Sumber: Badan Pusat Statistik Prov. Sulawesi Tenggara 2015
43
4. Letak Geografis Dan Topografis
Kecamatan Konda dilihat dari letak geografis dan topografisnya
sebagian besar desanya adalah bukan pantai dan bukit. Letak geografis dan
topografinya untuk masing-masing Desa dapat dilihat pada tabel 4.1
Tabel 4.1letak topografis kecamatan konda
Desa / Kelurahan
(1)
1. Tanea
2. Amohalo
3. Masagena
4. Cialam Jaya
5. Lawoila
6. Wonua
7. Pambulaa Jaya
8. Ambololi
9. Lambusa
10.Lebo Jaya
11.Konda
12.Alebo
13. Morome
14. Lamomea
15. Pousu Jaya
16. Lalowiu
17.Konda Satu
Letak Topogarfis
(2)
Dataran
Dataran
Dataran
Dataran
Dataran
Dataran
Dataran
Dataran
Dataran
Dataran
Dataran
Dataran
Dataran
Dataran
Dataran
Dataran
Dataran
Sumber : Podes 2011
Pada tabel 4.1 seluruh Desa yang berada pada Kecamatan Konda
memiliki letak topografi daratan yang dominan sehingga masyarakat yang
ada pada daerah ini lebih banyak memanfaatkan lahan daratan sebagai cara
untuk melangsungkan kegiatan sosial ekonominya
44
5. Keadaan Penduduk
a. Jumlah penduduk
Jumlah penduduk Kecamatan Konda pada tahun 2013 sebesar
19.112 jiwa, kemudian meningkat di tahun 2014 menjadi 19.861 jiwa
atau meningkat sebesar 3,77% dan Jumlah penduduk pada desa lambusa
2152 jiwa dan desa Wonua 954 jiwa. Pertambahan jumlah penduduk
dapat dilihat pada gambar 4.3
Gambar 4.3 penduduk Kecamatan Konda (jiwa), 2010-2014
pendudukKecamatan Konda
Sumber: Badan Pusat Statistik Prov. Sulawesi Tenggara 2015
Pada gambar terlihat terjadi peningkatan jumlah penduduk setiap
tahunnya sehingga menambah kebutuhan akan ruang (penggunaan tanah)
hal ini dapat mempengaruhi pemukiman perdesaan berubah menjadi pola
campuran. Meningkatnya jumlah penduduk berarti meningkat pula
jumlah kebutuhan tanah untuk bertempat tinggal dan melakukan kegiatan
sosial ekonomi.
45
Menurut Yunus (2008)penjalaran kenampakan fisikal morfologi
kekotaan juga terus terjadi sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk
Kota dan kegiatannya. Pertambahan jumlah penduduk Kota selalu diikuti
oleh pertambahan tuntutan akan ruang untuk tempat tinggal demikian
pula dengan adanya pertambahan volume dan frekwensi kegiatan yang
ada juga akan diikuti oleh pertambahan tuntutan akan ruang untuk
mengakomodasikan kegaiatan-kegiatan baru. Pada Desa yang berada
pada area koridor Kendari-Konda berlahan mengalami perubahan
karakteristik fisikal maupun kegiatan sosial ekonominya sejalan dengan
kemudahan aksess yang dialami membuat sebagian masyarakat
mengarah pada area ini.
b. Mata Pencaharian
Wilayah Konda merupakan wilayah yang kaya akan sumber daya
alam dari hasil perkebunan dan pertanian sehingga, banyak yang
memiliki lahan persawahan dan hampir ada pada semua Desa yang
bertempat pada wilayah ini. Tujuan pembangunan sektor pertanian yaitu
untuk meningkatkan produksi, pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
khususnya petani di pedesaan dan juga untuk memperluas kesempatan
kerja,
mengingat
sebagian
besar
penduduk
Kecamatan
Konda
mempunyai pencaharian di sektor pertanian seperti terlihat pada tabel 4.2
yang membahas tentang luas panen dan produktivitas sektor pertanian
diKecamatan Konda.
46
Tabel 4.2 Luas panen dan produktivitas sektor pertanian di
Kecamatan Konda
Sumber : Konda dalam angka 2015
Kegiatan pertanian yang banyak menggunakan lahan pada
Kecamatan Konda membuat penduduk di daerah ini mudah mendapatkan
rutinitas mata pencaharian sebagai kegiatan untuk memenuhi kebutuhan
hidup selain, pada sektor pertanian juga kegiatan menggarap lahan
persawahan penduduk pada daerah ini sebagian juga memiliki kegiatan
peternakan yang juga menjadi kegiatan mata pencaharian seperti terlihat
pada tabel 4.3 populasi ternak di Kecamatan Konda.
47
Tabel 4.3 Populasi ternak di Kecamatan Konda
Sumber : KPK Kecamatan Konda
6. Keadaan Ekologis
Secara ekologi Kecamatan Konda merupakan Kecamatan yang
memiliki lingkungan yang subur dari segi penghasilan sumber daya alam
dibidang pertanian terutama asupan pangan untuk kebutuhan hidup. Pada
wilayah koridor terdapat rawa tanea yang banyak terdapat ekologi buatan
seperti persawahan juga, hutan yang ada pada daerah ini banyak dialih
fungsikan sebagai lahan pertanian seperti penanaman sayur-sayuran dan
aktifitas perkebunan lainnya namun, pembangunan jalan besar-besaran
selain mengubah pola pemukiman yang berada dekat dengan jalan juga
mengubah pola ekologi dan merusak ekosistem rawa.
Sehingga, secara lingkungan pertambahan penduduk yang diiringi
kemudahan aksesibilitas mengubah pula pola ekologi lokasi yang ada. Luas
48
wilayah Desa Lambusa lebih luas dibandingkan Desa Wonua namun,
produktifitas lahan persawahan lebih tinggi pada Desa Wonua yakni 220 Ha
sedangkan pada Desa Lambusa hanya 63 Ha. Hal ini dipengaruhi oleh
perubahan kegiatan sosial ekonomi masyarakat pada Desa Lambusa yang
tidak lagi menggunakan lahan luas untuk melakukan kegiatan mata
pencaharian melainkan lebih memanfaatkan kondisi jalan dan kemudahan
akses sebagai kemudahan melakukan kegiatan sosial ekonomi.
Pada Desa Lambusa lebih didominasi oleh kegiatan industri
sedangkan pada Desa Wonua lebih didominasi oleh kegiatan penggunaan
lahan persawahan sebagai kegiatan ekonomi menimbang luas wilayah Desa
Wonua lebih kecil dari Desa Lambusa. Namun, kegiatan penggunaan lahan
persawahan yang membutuhkan lahan luas lebih didominasi dibandingkan
dengan kegiatan perindustrian kecil yang banyak pada Desa Lambusa.
B. Hasil
Suatu daerah Kota biasanya berasal dari Desa yang berkembang, paling
tidak di Indonesia. Jumlah penduduk meningkat diwilayah perkotaan
kebanyakan karena faktor-faktor yang lebih menguntungkan untuk hidup
(Koestoes, 1997).Mengetahui hal tersebut fungsi-fungsi okulasi spasial, hal itu
mungkin ditunjukan oleh suatu perubahan yang berarti, terutama dalam
kegiatan penggunaan tanah seperti daerah yang dibangun secara bertahap telah
menggantikan penggunaan tanah pertanian sebelumnya. Selain, alih fungsi
penggunaan tanah sebagai lahan pertanian pada daerah Desa pada saat yang
sama pola pemukiman akan cenderung membentuk pola lebih teratur
49
mengikuti pola jalan dari sebelumnya. Hal ini jelas sebagai akibat intervensi
para pembangunan perumahan di wilayah tepi Kota ini. Mereka telah
mengantisipasi perkembangan Kota sehingga banyak spekulan tanah diwilayah
peri urban ini memanfaatkan kondisi aksess baik dari penduduk asli maupun
penduduk pendatang. Selanjutnya, dari pembangunan jalan di wilayah peri
urban banyak mempengaruhi pola penggunaan tanah dan pada gilirannya,
pemukiman perdesaan berubah menjadi pola campuran. hal tersebut pula
secara tidak langsung mempengaruhi kondisi sosial ekonomi penduduk
wilayah Desa. Untuk melihat data hasil penelitian analisis deskriptif dapat
dilihat sebagai berikut :
1. Aksesibilitas
Pada tahun 2013 Kecamatan Konda telah mengalami pengembangan
ruas jalan, pengembangan ruas jalan yang menjadi dua jalur yang
menghubungkan jalan Konda menuju Ibu Kota Provinsi yaitu Kota Kendari
membuat ketertarikan tersendiri untuk penduduk asli yang menempati
wilayah pada koridor jalan yang mengalami pengembangan juga
ketertarikan bagi penduduk pendatang untuk turut serta ikut menempati
lokasi yang dekat dengan ruas jalan sebagai tempat yang memudahkan
untuk mengadakan kegiatan ekonomi sebagai sumber pendapatan dan mata
pencaharian juga sebagai kemudahan untuk melakukan kegiatan sosial
sebagai kebutuhan keberlangsungan hidup kedepannya. Letak ruas jalan
dapat kita lihat pada gambar 4.4 dibawah ini.
50
Ruas jalan
Gambar 4.4 penampang ruas jalan area kecamatan konda
Pengembangan ruas jalan menjadi dua jalur seperti yang terlihat pada
gambar penampang ruas jalan pada wilayah koridor Kendari-Konda
memberi dampak terhadap Desa yang berada pada lokasi pengembangan
sehingga dengan sendirinya merubah secara berlahan postur kegiatan sosial
ekonomi, cara hidup, dan susunan perumahan. Terbentuknya ruas jalan
permanen menuju ibu Kota Provinsi membuat perubahan yaitu, kemudahan
aksesibilitas sehingga Desa yang terdapat pada jalur jalan Konda menuju
ibu Kota Provinsi yang disebut sebagai wilayah koridor mempunyai susunan
rumah yang lebih didominasi oleh susunan perumahan permanen dan
banyak ditemui bangunan ruko sebagai kegiatan perekonomian yang sering
kita temui berjejeran pada ruas jalan hal ini menjadi kurang terlihatnya
lahan persawahan, pertanian dan perkebunan seperti yang terlihat pada
lokasi sample yaitu Desa Lambusa. Wilayah koridor mengalami campuran
51
ciri sebagai wilayah yang memiliki karakteristik Desa dan Kota sehingga,
pada wilayah ini dikatakan sebagai daerah peri urban.
Wilayah koridor yang merupakan wilayah peri urban menjadi pusat
kemudahan aksesibilitas yang terpenuhi akan mempengaruhi karakteristik
Desa yang berada pada koridor terutama pada kegiatan sosial ekonomi.
Desa yang berada pada koridor lebih cenderung memanfaatkan lahan yang
berada dipinggir jalan sebagai pusat kegiatan ekonomi mereka baik itu
berupa ruko dengan bangunan permanen namun, sering juga ditemuinya
pedagang kaki lima yang menjajahkan dagangannya dengan bentuk warung
kecil yang berada pada jejeran jalan koridor. Sedangkan, sebagian Desa
yang berada jauh dari pusat jalan lebih cenderung memanfaatkan lahan
sebagai lahan persawahan, pertanian dan sebagian besar menggunakan lahan
rumah mereka yang masih tersisa sebagai lahan perkebunan sebagai sumber
mata pencaharian atau untuk menambah penghasilan sebagai pemenuhan
kebutuhan hidup. Menurut Koestoes (1997), Pembangunan jalan di wilayah
perbatasan Kota banyak mempengaruhi perubahan pola penggunaan
lahan/tanah dan pada gilirannya, pemukiman perdesaan berubah menjadi
pola campuran.
Dalam penelitian ini gambaran kondisi jalan Desa Lambusa sebagai
perwakilan derajat aksesibilitas tinggi yaitu Desa yang berada pada koridor
Kendari-Konda dan Desa Wonua yang berada pada sub koridor yang jauh
dari ruas jalan koridor Kendari-Konda
52
Gambar 4.5 Kondisi jalan desa lambusa Gambar 4.6 kondisi jalan desa Wonua
Kondisi jalan Desa Lambusa terlihat padat dengan kondisi jalan aspal
terbentuk dua jalur sedangkan jalan pada Desa Wonua terlihat padat dengan
kerikil tanah tidak beraspal dengan kondisi satu jalur. Kondisi jalan
berpengaruh terhadap pola kehidupan dan tampilan Desa. Pada Desa
Lambusa lebih terlihat susunan rumah permanen sedangkan pada Desa
Wonua terlihat lahan perkebunan yang bersanding dengan jejeran rumah
masyarakatnya.
Perbedaan kondisi jalan antara Desa Lambusa dan Desa Wonua dapat
ditarik kesimpulan bahwa kondisi jalan memberi pengaruh pada pola
kehidupan dan tampilan desa. Pola kehidupan dan tampilan desa merupakan
dampak transformasi wilayah yang berimbas pada kondisi social ekonomi
masyarakat desa.
a. Jarak
Komponen untuk mengetahui seberapa jauhnya satu wilayah
dengan wilayah lain yaitu dengan mengetahui seberapa jauh jarak
53
tempuh. Berdasarkan keterangan jarak dapat diketahui pada tabel berikut.
Tabel 4.4 Jarak Desa ke Ibukota Kecamatan
Desa
Jarak (km)
Desa Lambusa
1,5
Desa Wonua
7,2
Sumber: BPS Prov. Sulawesi Tenggara 2015
Berdasarkan tablediatas, dideskripsikan jarak antara Desa Lambusa
ke Ibu kota kecamatan Konda sejauh 1.5 Km, sedangkan jarak antara
desa Wonua ke ibukota kecamatan sejauh 7.2 Km. Perbedaan jarak
tersebut mengindikasikan lama jarak tempuh antara desa Lambusa lebih
cepat dibandingkan dengan desa Wonua menuju ibu kota kecamatan.
Selain itu, kondisi jalan seperti pada uraian gambar di atas, memiliki
pengaruh pada lama jarak tempuh menuju ibu kota kecamatan.
b. Lebar jalan
Komponen yang digunakan guna mengetahui kapasitas kendaraan
yang dapat melalui jalan yaitu dengan mengetahui lebar jalan yang
menjadi lintasan sarana transportasi sebagai salah satu kemudahan
mobilitas bagi masyarakat. Untuk mengetahui lebar jalan dapat dilihat
pada tabel berikut ini.
Tabel 4.5 lebar jalan lokasi penelitian
Desa
Lebar jalan (m)
Desa Lambusa
14
Desa Wonua
5
Sumber: Olahan Data Penelitian
Table di atas menjelaskan lebar jalan desa Lambusa 14 m dan Desa
Wonua 5 m. Perbedaan lebar jalan antara desa Lambusa dan Wonua
memeberi dampak pada mobiltas sarana transportasi. Dampak yang
54
ditimbulkan berupa kemudahan sarana transportasi melalui jalan di Desa
Lambusa daripada desa Wonua.
2. Karakteristik Responden
Pada karakteristik responden menjelaskan prilaku sosial ekonomi dan
seberapa besar dampak aksess terhadap karakteristik kondisi sosial ekonomi
masyarakat pada lokasi penelitian.
a. Pendidikan
Pendidikan merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan status sosial ekonomi dan merupakan taraf perubahan suatu
wilayah yang dilihat dari potensi dan kemampuan yang dimiliki oleh
penduduknya. Terpenuhinya pendidikan seseorang merupakan modal
untuk mengubah status sosial ekonomi agar menjadi lebih baik.
1. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan responden yang berada pada koridor
KendariKonda yaitu DesaLambusa mulai dari tingkat sekolah dasar
dengan jumlah yang lebih sedikit hingga tingkat perguruan tinggi
dengan jumlah responden mendominasisedangkan pada DesaWonua
tingkat sekolah dasar lebih tinggi dan perguruan tinggi dengan jumlah
yang lebih sedikit dibandingkan tingkat sekolah menengah pertama
dan sekolah menengah atas seperti yang terlihat pada ada Tabel 4.6
55
Tabel 4.6 Karakteristik Responden Desa Lambusa dan Wonua
Berdasarkan Tingkat Pendidikan (KK)
Desa Lambusa
Desa Wonua
No
Pendidikan
Jumlah
Presentase
Jumlah
Presentase
responden
%
responden
%
1 SD
3
3,61
34
48,57
2 SMP
5
6,02
17
24,28
2 SMA
20
24.09
17
24,28
Perguruan
4
28
33,73
2
2,85
Tinggi/Sederajat
5 Pasca sarjana
16
19,27
Jumlah
83
100
70
100
Sumber: Analisis Data Primer, 2015
Berdasarkan Tabel 4.6 diatas dapat diketahui bahwa persentase
tingkat pendidikan di Desa Lambusa didominasi pada tingkat perguruan
tinggi, yakni 33,73% pada dan Desa Wonua didominasi oleh responden
dengan tingkat pendidikan SD sebanyak 48,57%. Data tersebut
menjelaskan tingkat pendidikan perguruan tinggi/sederajat responden
Lambusa lebih tinggi dibandingkan desa Wonua.
Persentase tingkat pendidikan pascasarjana di Desa Lambusa
sebanya 19.27% sementaradi desa Wonua responden dengan persentase
0% atau tidak ada. Hal tersebut menunjukkan tingkat pendidikan
pascasarjana di Desa Lambusa lebih tinggi dibandingkan dengan Desa
Wonua.
Pada tingkat pendidikan perguruan tinggi/sederajat dengan desa
Lambusa dengan presentase 33,73% sedangakan Desa Wonua dengan
persentase 2.85%. Data menunjukkan bahwa responden yang memiliki
tingkat pendidikan perguruan tinggi/sederjat lebih tinggi di desa
Lambusa dibandingkan Desa Wonua.
56
Selanjutnya,pada tingkat pendidikan SMA Desa Lambusadengan
presentase 24,09%, sementara di Desa Wonua sebanyak 24,28%. Data
tersebut menunjukkan, persentase pada tingkat pendidikan SMA banyak
ditemukan di Desa Wonua.
Berdasarkan tingkat pendidikan SMP, persentase Desa Lambusa
sebanyak 6,02%, sementara Desa Wonua dengan persentase 24,28%.
Responden dengan tingkat pendidikan SMP lebih banyak berada di Desa
Wonua dibandingkan dengan desa Lambusa.
Pada tingkat pendidikan SD, Desa Lambusa sebanyak 3,61%
sementara di desa Wonua sebanyak 48,57%. Data tersebut menunjukkan
persentase tingkat pendidikan SD lebih banyak berada di Desa Wonua.
Pada tabel 4.6 karakteristik responden
menunjukan bahwa
penyebaran masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang baik
mengarah pada derajat aksesibilitas tinggi yaitu Desa Lambusa sebagai
Desa yang berada diwilayah koridor Kendari- Konda sedangkan tingkat
pendidikan rendah lebih mengarah pada wilayah sub koridor sebagai
Desa yang berada pada tingkat aksesibilitas rendah hal ini dipengaruhi
kondisi mata pencaharian dan rutinitas perkantoran yang lebih banyak
pada Desa Lambusa yang memerlukan tingkat pendidikan yang lebih
tinggi melihat dari kondisi keadaan Desa Lambusa yang banyak memiliki
banyak bangunan sekolah dan terdapat kantor camat Konda yang
menyerap banyak tenaga kerja sehingga masyarakat dengan pendidikan
57
yang tinggi memanfaatkan fasilitas Desanya, namun sebagian besar juga
merembet kewilayah ibu Kota Provinsi.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa wilayah aksesbilitas tinggi
memberi
dampak
pada
derajat
dibandingkan pada wilayah
tingkat
pendidikan
masyarakat
yang memiliki aksesbilitas rendah.
Keberadaan infrastruktur pendidikan pada wilayah aksesbiltias tinggi
memungkinkan masyarakat dapat meraih tingkat pendidikan pula.
Demikian halnya pada wilayah aksesbilitas rendah memungkinkan
masyarakat pada tingkat pendidikan yang rendah.
2. Kondisi fasilitas pendidikan
Adanya pemenuhan fasilitas pendidikan mampu memberikan
kemudahan dalam menyelenggarakan kegiatan pendidikan yang baik.
kondisi fasilitas pendidikan pada lokasi penelitian dapat diketahui
berdasarkan tabel 4.7
No
1
2
3
4
Tabel 4.7Kondisi Fasilitas pendidikan pada Desa Lambusa dan
Desa Wonua
Desa Lambusa
Desa Wonua
Kondisi fasilitas
Jumlah
Presentase
Jumlah
Presentase
pendidikan
responden
%
responden
%
Sangat Baik
15
18,07
24
34,28
Baik
68
81,92
35
50
Kurang Baik
11
15,71
Tidak baik
Jumlah
83
100
70
100
Sumber: Analisis Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa pada desa lambusa,
sebesar 18,07% menyatakan sangat baik sedangkan didesa Wonua
58
sebesar 34,28% lebih banyak dari desa Lambusa yang menyatakan
sangat baik. Selanjutnya, pada desa Lambusa 81,92% menyatakan
baik sedangkan pada desa Wonua hanya sebesar 50% yang
menyatakan baik lebih sedikit dari desa lambusa.
Pada desa Lambusa 0% untuk pernyataan kurang baik atau tidak
ada sedangkan pada desa Wonua terdapat 15,71% yang menyatakan
kurang baik mengenai fasilitas pendidikan hal ini dikarena tidak
meratanya kebutuhan
yang ada pada sekolah didesa wonua dan
sekitarannya khususnya, pada pendapat masyarakat desa wonua
sehingga beberapa masyarakat kurang puas akan fasilitas yang ada.
Namun, pada desa wonua persentase sangat baik 34,28% dan baik
50% hal ini juga menggambarkan sebagian besar fasilitas pendidikan
terpenuhi dan masyarakat merasa terpenuhi dengan fasilitas yang ada
pada desa wonua.
Berdasarkan Uraian tabel diatas menunjukan bahwa kondisi
fasilitas pendidikan pada desa lambusa lebih baik dibandingkan desa
wonua
dikarenakan
pada
desa
lambusa
pemenuhan
fasilitas
pendidikan yang baik dan cukup sudah merata sehingga, masyarakat
merasa terpenuhi dan telah cukup puas dengan kinerja sekolah.
3. Jarak tempuh antara tempat tinggal ke tempat sekolah
Komponen jarak meliputi seberapa jauh jarak tempuh yang dilalui
oleh responden dari tempat tinggal menuju tempat sekolah. Untuk
mengatahui seberapa jauh jarak tempuh dapat dilihat pada tabel 4.8
59
No
1
2
3
4
Tabel 4.8Jarak antara tempat tinggal responden ke tempat sekolah
DesaLambusa
DesaWonua
jarak
Jumlah
Presentase
Jumlah
Presentase
responden
%
responden
%
Kurang dari 1 km
53
63,85
33
47,14
1 km-2 km
30
36,14
36
51,42
2 km-3 km
1
1,42
Diatas 4 km
Jumlah
83
100
70
100
Sumber: Analisis Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa di desa lambusa,
memiliki jarak antara tempat tinggal ke tempat sekolah terdekat,
sebesar 63,85% menyatakan kurang dari 1 km sedangkan didesa
wonua lebih kecil dari desa lambusa yaitu sebesar 47,14% yang
menyatakan kurang dari 1 km selanjutnya, di desa Lambusa sebesar
36,14 % yang menyatakan 1 km-2km sedangkan didesa Wonua lebih
besar yaitu 51,42%.
Pada desa wonua sebesar 1,42% menyatakan jarak tempuh dari
tempat tinggal ke tempat sekolah yaitu 2km-3km sedangkan desa
lambusa untuk jarak tempuh 2km-3km dan diatas 4km sebesar 0%.
Berdasarkan Uraian tabel diatas menunjukan bahwa jarak antara
tempat tinggal ke tempat sekolah pada desa lambusa banyak yang
memiliki jarak dekat dari rumah tinggal ketempat sekolah mereka
dibandingkan desa wonua hal ini dikarenakan jumlah sekolah yang
lebih banyak pada desa lambusa dan warga desa lambusa yang
cenderung banyak menempati lahan tinggal yang berada dekat dengan
sekolah dengan pola perumahan yang mepet antara rumah yang satu
60
dengan yang lain sedangkan pada desa wonua pola perumahan yang
jarang, lahan yang luas serta penggunaan lahan yang lebih banyak
dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian dan perkebunan sehingga jarak
sekolah sedikit berada jauh dari pemukiman kecuali kondisi rumah
tinggal yang memang sudah memiliki lahan tinggal di sekitaran lahan
sekolah maka jarak tempuh jelas lebih dekat.
b. Mata Pencaharian/Pekerjaan
Mata pencaharian merupakan kegiatan masyarakat yang menjadi
rutinitas sebagai lahan untuk mencari penghasilan guna pemenuhan
kehidupan yang berkelanjutan sehingga mata pencaharian adalah salah
satu faktor pendorong seseorang dalam menikmati dan menyanggupi
kebutuhan kehidupannya serta mempengaruhi pola hidup mereka. Mata
pencaharian sama halnya dengan pekerjaan karena memiliki tujuan yang
sama yaitu cara untuk menikmati dan menyanggupi kebutuhan
kehidupannya sehingga cara hidup dan status sosial dimata masyarakat
lainnya didalam satu wilayah yang sama maupun berbeda.
1. Jenis mata pencaharian/pekerjaan pokok
Jenis mata pencaharian pokok responden yang berada pada
koridor KendariKonda yaitu DesaLambusa mulai dari PNS dengan
jumlah responden yang mendominasi dan pada Desa Wonua mata
pencaharian yang lebih banyak ditemukan pada kegiatan pengelolaan
lahan seperti pertanian.Untuk mengetahui mata pencaharian/pekerjaan
pokok dapat dilihat pada tabel 4.9
61
Tabel 4.9 Karakteristik Responden Desa Lambusa dan Wonua
Berdasarkan tingkat pekerjaan pokok (KK)
Desa Lambusa
Desa Wonua
No
Pekerjaan
Jumlah
Presentase
Jumlah
Presentase
responden
%
responden
%
1 PNS
55
66,26
2
2,40
2 Wiraswasta
11
13,25
26
31,32
2 Pegawai swasta
12
14,45
2
2,40
4 Petani
5
6,02
40
48,19
5 Lainnya
0
0
Jumlah
83
100
70
100
Sumber: Analisis Data Primer, 2015
Berdasarkan Tabel 4.9 diatas dapat diketahui bahwa persentase
responden dengan tingkat aksesibilitas yang tinggi pada Desa
Lambusa
berdasarkanpekerjaan
pokok
lebih
didominasi
oleh
responden dengan pekerjaan pokok PNS dengan presentase66,26%,
sementara di desa Wonua didominasi oleh petani dengan persentase
48.19%.
Pada jenis pekerjaan Petani, Desa Lambusa dengan persentase
6,02% sementara di desa Wonua sebanyak 48,19%. Data tersebut
menunjukan, jenis pekerjaan petani lebih banyak berada di Desa
Wonua dibandingkan desa Lambusa.
Jenis pekerjaan pegawai swasta di Desa Lambusa dengan
persentase 14,45 % sementara di Desa Wonua dengan persentase
2,40%. Data menunjukkan, responden dengan jenis pekerjaan pegawai
swasta lebih banyak berada di Desa Lambusa.
Jenis pekerjaan wiraswasta di desa Lambusa dengan persentase
13,25% sementara di Desa Wonua dengan persentase 31,32%. Data
62
menunjukkan, responden dengan jenis pekerjaan wiraswasta lebih
banyak terdapat di Desa Wonua.
Jenis pekerjaan PNS di Desa Lambusa dengan persentase 66,26%
sedangkan di Desa Wonua dengan persentase 2.40%. Responden
dengan jenis pekerjaan PNS, lebih banyak berada di Desa Lambusa.
Pada
tabel
responden
4.9menunjukan
masyarakat yang memiliki tingkat pekerjaan
bahwa
penyebaran
yang baik mengarah
pada derajat aksesibilitas tinggi yaitu Desa Lambusa sebagai Desa
yang berada pada wilayah koridor Kendari Konda sedangkan tingkat
pekerjaan rendah dengan kapasitas penggunaan lahan sebagai
pekerjaan pokok lebih mengarah pada wilayah sub koridor sebagai
Desa yang berada pada tingkat aksesibilitas rendah hal ini dipengaruhi
oleh kondisi pendidikan yang tidak berpengaruh terhadap mata
pencaharian menimbang pada wilayah subkoridor lebih didominasi
oleh responden yang berpendidikan sekolah dasar dan karena luasnya
jumlah lahan persawahan dan banyaknya lahan pertanian sehingga
membuat banyaknya responden pada wilayah ini lebih memilih
mengolah lahan.
2. Jenis mata pencaharian/pekerjaan sampingan
Pekerjaan sampingan merupakan pekerjaan tambahan yang
dilakukan sebagian masyarakat guna menambah penghasilan yang
didapatnya
dari
pekerjaan
maupun
rutinitas
mata
pencahariannya.Tingkat pekerjaan sampingan yang berada Desa
63
Lambusa dan Wonua, untuk menambah penghasilan pokok dapat
dilihat pada tabel 4.10
Tabel 4.10 Karakteristik Responden Desa Lambusa dan Wonua
Berdasarkan tingkat pekerjaan sampingan (KK)
Desa Lambusa
Desa Wonua
No Pekerjaan sampingan
Jumlah
Presentase
Jumlah
Presentase
responden
%
responden
%
1 Petani
4
4,81
9
10,84
2 Berladang
6
7,22
10
12,04
2 Pedagang kaki lima
10
12,04
17
20,48
4 Supir
0
0
5 Sampingan Lainnya
35
42,16
8
9,63
Tidak ada pekerjaan
6
28
33,73
24
28,91
sampingan
Jumlah
83
100
70
100
Sumber: Analisis Data Primer, 2015
Berdasarkan Tabel 4.10 diatas dapat diketahui bahwa persentase
responden dengan tingkat aksesibilitas yang tinggi pada Desa
Lambusa berdasarkanpekerjaan sampingan lebih didominasi oleh
responden yang memilih sampingan
lainnya yang meliputi (ruko
sembako, bengkel, ruko ATK, mobiller, rumah makan) 42,16%,
sedangakan di Desa Wonua didominasi responden yang tidak
memiliki pekerjaan sampingn dengan persentase 28,91%.
Responden desa Lambusa yang memiliki pekerjaan sampingan
sebagai petani dengan persentase 4,81%, sedangkan desa Wonua
dengan persentase 10,84%. Sehingga, dapat dikatakan responden yang
mendominasi pekerjaan sampingan sebagai petani berada di desa
Wonua.
64
Selanjutnya, Responden yang memiliki pekerjaan sampingan
dengan berladang di desa Lambusa sebanyak 7,22%, sedangkan di
Desa Wonua sebanyak 12,04%. Da ri perbandingan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa responden yang memiliki pekerjaan sampingan
dengan berladang banyak ditemukan di Desa Wonua.
Responden yang memiliki pekerjaan sampingan sebagai pedagang
kaki lima di Desa Lambusa dengan persentase 12,04% sedangkan desa
wonua dengan persentase 20,48%. Olehnya itu, dapat dikatakan
bahwa responden yang memiliki pekerjaan sampingan sebagai
pedagang kaki lima lebih banyak berada di Desa Wonua dibandingkan
desa Lambusa.
Pekerjaan sampingan sebagai supir, baik di desa Lambusa dan
Wonua dapat dikatakan tidak ada, sebab persentase di kedua desa 0%.
Pekerjaan sampingan lainnya yang terdapat di Desa Lambusa
sebanyak 42,16%, sedangkan di Desa Wonua dengan persentase
9,63%. Olehnya itu, dapat dikatakan responden yang memiliki
pekerjaan sampingan lainnya lebih banyak terdapat di Desa Lambusa.
Responden yang tidak memiliki pekerjaan sampingan di Desa
Lambusa dengan presentase 33,73%, sedangkan di Desa Wonua
dengan persentase 28,91%. Dari data tersebut, responden yang tidak
memiliki pekerjaan sampingan lebih banyak berada di desa Lambusa.
Pada tabel responden 4.10 menunjukan bahwa penyebaran
masyarakat yang memiliki tingkat pekerjaan sampingan pada derajat
65
aksesibilitas tinggi yaitu Desa Lambusa
lebih mengarah pada
kegiatan pada ruas jalan seperti ruko ATK, ruko sembako, bengkel
dan lainnya yang lebih memanfaatkan kondisi jalan sebagai tempat
melakukan kegiatan ekonomi tambahan namun, ada pula yang tidak
memiliki pekerjaan sampingan dikarenakan sebagian besar PNS yang
merupakan seorang guru lebih didominasi oleh pekerjaan kantor
terutama apabila istri dari kepala keluarga juga memiliki rutinitas
yang sama dan lebih merasa cukup dengan penghasilan dari pekerjaan
pokok yang mereka miliki. pada wilayah sub koridor yaitu Desa
Wonua responden lebih banyak yang tidak memiliki pekerjaan
sampingan dengan presentase 28,91% dikarenakan sebagian besar
masyarakat lebih memilih mengelola lahan sehingga waktu lebih
banyak terkuras sehingga membuat kurangnya waktu dan tenaga
untuk menambah kegiatan mata pencaharian lainnya. Namun, selain
menfungsikan waktu pada kegiatan pengelolaan lahan sebagian
responden juga memilih untuk mengolah sebagai hasil pengelolaan
lahan sebagai untuk di jajahkan dipasaran atau menggunakan daerah
koridor sebagai tempat kegiatan sosial ekonomi.
3. Kondisi aksess jalan menuju tempat kerja
Kondisi aksess jalan mampu mempermudah responden dari
tempat tinggalnya menuju tempat kerja sehingga dapat pula
menghemat waktu untuk mencapai lokasi kerja lebih cepat jika
66
kondisi jalan baik. Untuk mengetahui kondisi aksess pada tiap lokasi
penelitian dapat dilihat pada tabel 4.11
Tabel 4.11kondisi aksess jalan dari tempat tinggal menuju tempat
kerja
No
1
2
2
4
DesaLambusa
DesaWonua
Kondisi aksess jalan
Jumlah
Presentase
Jumlah
Presentase
responden
%
responden
%
Sangat baik
75
90,36
1
1,42
Baik
8
9,63
53
75,71
Kurang baik
16
22,85
Tidank baik
Jumlah
83
100
70
100
Sumber: Analisis Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel 4.11 menunjukan bahwa desa lambusa,
memiliki kondisi aksess jalan yang baik hal ini dibuktikan pada
tanggapan responden pada desa lambusa 90,36 % menyatakan kondisi
aksess sangat baik dari tempat tinggal mereka menuju tempat kerja
dan 9,63 % menyatakan baik sedangkan pada desa Wonua 1,42%
menyatakan sangat baik 75,7% baik dan 22,85% kurang baik.
Berdasarkan Uraian tabel diatas menunjukan bahwa kondisi
aksess dari tempat tinggal responden menuju tempat kerja lebih baik
pada desa lambusa hal ini dipengaruhi kondisi jalan yang baik
sehingga lebih memudahkan mengoprasikan kendaraan untuk lebih
cepat dan menghemat waktu.
4. Produktivitas kinerja kerja
Dalam hal meningkatkan produktivitas kinerja kerja kondisi
akses dapat membantu dalam hal kemudahan mobiltas dan
67
pemenuhan untuk menfasilitasi pekerjaan agar lebih mudah seperti
pemenuhan kelengkapan alat atau bahan menyangkut pekerjaan.
Untuk melihat apakah kondisi aksess membantu meningkatkan
produktivitas kinerja dapat dilihat pada tabel 4.12
Tabel 4.12 pengaruh kondisi aksess jalan dalam membantu
meningkatkan produktivitas kinerja kerja responden
No
1
2
3
4
Kondisi aksess jalan
DesaLambusa
DesaWonua
membantu
Jumlah
Presentase
Jumlah
Presentase
meningkatkan
responden
%
responden
%
produktivitas kinerja
Sangat membantu
74
89,15
1
1,42
Membantu
9
10,84
52
74,28
Cukup membantu
17
24,28
Kurang membantu
Jumlah
83
100
70
100
Sumber: Analisis Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel 4.12 menunjukan bahwa desa lambusa,
memiliki kondisi aksess jalan yang baik seperti pada pada tanggapan
responden pada desa lambusa 89,15% menyatakan kondisi aksess
sangat membantu meningkatkan produktivitas kinerja kerja dan
10,84% menyatakan membantu sedangkan pada desa Wonua 1,42 %
menyatakan sangat membantu 74,28% membantu dan 24,28% cukup
membantu.
Berdasarkan Uraian tabel 4.12 diatas menunjukan bahwa kondisi
aksess dapat membantu dalam meningkatkan produktivitas kinerja
kerja. Hal ini dikarenakan kemudahan dalam menjangkau lokasi
tempat kerja, sehingga menunjang kenyamanan pengguna transportasi
dlam menghemat waktu. kondisi akses pada desa lambusa sangat
68
membantu masyarakat yang ada didalamnya hal ini dipengaruhi
kondisi jalan yang baik dibandingkan pada desa wonua sehingga,
sehingga lebih menunjang terjadi peningkatan produktivitas kinerja
kerja.
C. Pendapatan
Pendapatan merupakan hasil dari pekerjaan dan hasil dari mata
pencaharian yang bernilai dengan faktor uang dalam satuan waktu.
1. Pendapatan pokok
Pendapatan pokok merupakan hasil bernilai uang yang didapat dari
pekerjaan pokok.Tingkat pendapatan responden yang berada pada
koridor KendariKondadansub koridor yaitu DesaLambusa, dapat dilihat
pada ada Tabel 4.13
Tabel 4.13 Karakteristik Responden Desa Lambusadan Wonua
Berdasarkan tingkat pendapatan pokok (KK)
No
Pendapatan
1
<Rp 1.000.000
Rp 1.000.000-Rp
2.000.000
Rp 2.000.000-Rp
3.000.000
u
>Rp 3.000.000
m
b
Lainnya
e
Jumlah
r
2
2S
4
5
Desa Lambusa
Desa Wonua
Jumlah
Presentase
Jumlah
Presentase
responden
%
responden
%
34
48,57
18
21,68
27
38,57
14
16,86
8
11,42
51
83
61,44
100
1
70
1,42
0
: Analisis Data Primer, 2015
Berdasarkan Tabel 4.13 diatas dapat diketahui bahwa persentase
masyarakat dengan tingkat aksesibilitas yang tinggi pada Desa
69
Lambusa berdasarkantingkat pendapatan lebih didominasi oleh
masyarakat dengan tingkat pendapatan lebih dari Rp.3.000.000
dengan
presentase61,44%,sementara
persentase
1.42%.
Selanjutnya
di
desa
pendapatan
Wonua
Rp
dengan
1.000.000-Rp
2.000.000di Desa Lambusa dengan presentase 21,68%, sementara di
desa Wonua dengan persentase 38,57%. Pendapatan Rp2.000.0003.000.000 di desa Lambusa dengan presentase 16,86%, sedangkan di
desa Wonua dengan persentase 11,42%. Pada responden masyarakat
Desa Lambusa tidak ditemukan yang memiliki pendapatan dibawah
Rp 1000.000 kebawah, sedangkan di Desa Wonua dengan persentase
48,57%.
Pada tabel responden 4.13menunjukan bahwa tingkat pendapatan
pada Desa Lambusa lebih tinggi dibandingkan pada Desa Wonua. hal
ini dipengaruhi oleh tingkat pekerjaan pokok. pada Desa Lambusa
jumlah pekerjaan tetap lebih banyak dan mayoritas memiliki
pekerjaan
tambahan
sehingga
menambah
tingkat
pendapatan
sedangkan pada Desa Wonua masyarakat lebih bergantung pada
pengelolaan lahan dan jarang memiliki pekerjaan tambahan sehingga
terjadi perbedaan kondisi ekonomi.
2. Pendapatan sampingan
Pendapatan sampingan sebagai pendapatan yang menambah
jumlah penghasilan pokok, berikut pendapatan sampingan responden
masyarakat Desa Lambusa terlihat pada tabel 4.14
70
Tabel 4.14 Karakteristik Responden Desa Lambusa dan Wonua
Berdasarkan tingkat Pendapatan Sampingan(KK)
Desa Lambusa
Desa Wonua
Pekerjaan
No
Jumlah
Presentase
Jumlah
Presentase
sampingan
responden
%
responden
%
1 <Rp 1.000.000
37
52,85
Rp 1.000.000-Rp
2
9
10,84
21
30
2.000.000
Rp 2.000.000-Rp
2
11
13,25
1
1,42
3.000.000
4 >Rp 3.000.000
25
30,12
1
1,42
5 Lainnya
38
45,78
23
32,85
Jumlah
83
100
70
Sumber: Analisis Data Primer, 2015
Berdasarkan Tabel 4.14 menunjukan bahwa pada Desa Lambusa
lebih banyak yang tidak memiliki pendapatan sampingan dengan
presentase 45,78%, sementara responden di Desa Wonua lebih banyak
yang memiliki pendapatan sampingan <Rp. 1.000.000 dengan
persentase 52,58%.
Pada tingkat pendapatan sampingan responden masyarakat Desa
Lambusa lebih dari Rp 3.000.000 dengan presentase30,12%,
sedangkan di Desa Wonua dengan persentase 1,42%. Desa lambusa
yang berpendapatan Rp 2.000.000-3.000.000 dengan presentase
13,25%, sementara di Desa Wonua dengan persentase 1,42%. Desa
Lambusa yang memiliki pendapatan Rp 1.000.000-2.000.000 dengan
presentase 10,84%, sedangkan di Desa Wonua dengan persentase
30%.
Pada tabel responden 4.14 menunjukan bahwa tingkat pendapatan
sampingan pada Desa Lambusa lebih tinggi dibandingkan pada Desa
71
Wonua. hal ini dipengaruhi oleh tingkat pekerjaan sampingan
responden yang bervariasi pada Desa Lambusa sedangkan pada Desa
Wonua lebih tergantung pada pengelolaan lahan.
D. Kondisi perumahan
Kondisi perumahan menggambarkan suatu Desa yang mengalami
perubahan fisik secara permanen dan menggambarkan pola penyebaran
karakteristiksuatu
Kota
yang
memasuki
area
perdesaan.
untuk
mengetahui seberapa besar karakteristik kondisi perumahan Kota
memasuki wilayah koridor dan subkoridor. berikut karakteristik
responden berdasarkan kondisi perumahan yang dimiliki terlihat pada
tabel 4.15
Tabel 4.15 Karakteristik Responden Desa Lambusa dan Wonua
Berdasarkan kondisi kepemilikan rumah (KK)
No
1
2
2
4
5
Kondisi
kepemilikan
rumah
Milik sendiri
Milik orang
tua/mertua
Milik pemerintah
Kostkostan/kontrakan
Lainnya
Desa Lambusa
Jumlah
Presentase
responden
%
Desa Wonua
Jumlah
responden
Presentase
%
83
100
65
92,85
-
-
4
5,71
-
-
1
1,42
-
-
-
-
70
-
83
100
Sumber: Analisis Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel 4.15 kondisi kepemilikan tanah dan rumah
responden pada Desa Lambusa dengan presentase 100 % milik sendiri
sedangkan pada Desa Wonuadengan persentase 92,85%. Selain itu, di
72
Desa Wonua masih terdapat tanah yang menjadi hak milik orang
tua/mertua dengan presentase 5,71% dan pemerintah dengan presentase
1,42% hal ini dilihat dari variasi pendapatan yang memungkinkan
permasalah ekonomi untuk membeli tanah sebagai lahan tempat tinggal.
Kondisi perumahan selain dilihat dari kepemilikan lahan sebagai
lahan permanen untuk di huni, kondisi bangunan perumahan juga dilihat
sebagai cara untuk melihat perubahan fisik. berikut tabel 4.16 mengenai
kondisi bangunan perumahan responden pada Desa Lambusa dan wonua.
Tabel 4.16 Karakteristik Responden Desa Lambusa dan Wonua
Berdasarkan kondisi bangunan rumah (KK)
No
1
2
2
4
5
Desa Lambusa
Desa Wonua
Jumlah
Presentase
Jumlah
Presentase
responden
%
responden
%
Permanen
70
84,33
25
35,71
Semi permanen
13
15,66
16
22,85
Papan
29
41,42
Jelajah
Lainnya
83
100
70
100
Sumber: Analisis Data Primer, 2015
Kondisi
bangunan rumah
Berdasarkan tabel 4.16 kondisi bangunan perumahan responden
pada Desa Lambusa, dengan presentase 84,33% sedangkan di Wonua
dengan persentase 35,72%. Kondis rumah semi permanen di desa
Lambusa dengan persentase 15,66% sedangka di desa Wonua dengan
persentase 22,85%. Kondisi bangunan rumah papan tidak terdapat di
Desa Lambusa, sedangakan di Desa Wonua dengan persentase 41,42%.
Berdasarkan kondisi bangunan rumah dapat lihat pola perubahan
fisik pada daerah koridor lebih tinggi dibandingkan pada sub koridor hal
73
ini dipengaruhi tingkat pekerjaan dan pendapatan sehingga kemampuan
ekonomi untuk memenuhi keinginan selain sandang dan pangan dapat
terpeduhi namun, selain kondisi ekonomi pada perubahan pola
dipengaruhi pula oleh kondisi lahan tempat tinggal mayoritas yang
menempati lahan tempat tinggal dekat dengan jalan secara tidak langsung
dan sadar mengubah postur kelayakan rumah mereka.
Selain kondisi bangunan, kondisi lantai pada perumahan juga
menjadi bahan acuan untuk melihat kondisi rumah seperti yang terlihat
pada tabel 4.17
Tabel 4.17 Karakteristik Responden Desa Lambusa dan Wonua
Berdasarkan Kondisi lantai rumah (KK)
Desa Lambusa
Desa Wonua
Jumlah
Presentase
Jumlah
Presentase
responden
%
responden
%
1 Keramik
78
93,97
2
2,85
2 Semen
5
6,02
64
91,42
2 Papan
1
1,42
4 Tanah
3
4,28
5 Lainnya
83
100
70
100
Sumber: Analisis Data Primer, 2015
No
Kondisi lantai
rumah
Berdasarkan tabel 4.17 kondisi lantai keramik perumahan pada Desa
Lambusa dengan presentase 93,97%, sedangkan di Desa Wonua dengan
persentase 2,58%. Kondisi lantai semen di Desa Lambusa dengan
persentase 6,02%, sedangkan di Desa Wonua dengan persentase 91,42%.
Di Desa Lambusa, tidak terdapat kondisi lantai rumah papan dan tanah,
sementara di desa Wonua, rumah berlantai papan sebanyak 1,42% dan
lantai tanah sebanyak 4,28%.
74
Berdasarkan kondisi lantai rumah dapat lihat pola perubahan fisik
yang lebih baik pada daerah koridor lebih tinggi dengan kondisi lantai
keramik yang menjadi mayoritas dibandingkan pada sub koridor yang
lebih mendominasi yaitu lantai semen hal ini memperlihatkan pola
perubahan fisik pada banguna rumah pada kedua lokasi. Selain, kondisi
lantai, kondisi atap pada perumahan juga menjadi faktor gambaran
perubahan fisik suatu Desa. Berikut kondisi atap perumahan pada kedua
lokasi yang terlihat pada tabel 4.18
Tabel 4.18 Karakteristik Responden Desa Lambusa dan Wonua
berdasarkan kondisi atap perumahan (KK)
Desa Lambusa
Desa Wonua
Jumlah
Presentase
Jumlah
Presentase
responden
%
responden
%
1 Seng
75
90,36
5
7,14
2 Genteng
53
75,71
2 Asbes
8
9,63
4
5,71
4 Rumbiah
8
11,42
5 Lainnya
83
100
70
100
Sumber: Analisis Data Primer, 2015
No
Kondisi atap
rumah
Berdasarkan tabel 4.18 kondisi atap perumahan Desa Lambusa
memiliki kondisi rumah beratap seng dengan presentase 90,36%
sedangkan di desa Wonua dengan persentase 7,14%. Kondisi atap asbes
asbes di Desa Lambusa dengan persentase 9,63% sedangkan di desa
Wonua dengan persentase 5,71%. Di Desa Lambusa tidak teradapat
rumah beratap genteng dan rumbiah, sedangkan di desa Wonua rumah
beratap genteng dengan persentase 75,71% dan rumbiah dengan
persentase 11,42%.
75
Berdasarkan kondisi atap rumah dapat lihat pola perubahan fisik
yang lebih baik pada daerah koridor lebih tinggi dengan kondisi atap
perumahan yang hanya terdapat kondisi atap seng dan asbes sedangkan
pada Desa Wonua masih ditemui atap bambu/dedauan/rumput/
sehingga,dengan kondisi fisik bangunan, lantai dan atap dapat dilihat
pola penyebaran sifat kekotaan dari segi bangunan telah merambat pada
Desa Lambusa sebagai wilayah yang dekat dengan ruas jalan atau area
koridor yang merupakan arus keluar masuknya masyarakat Kota dan
Desa.
E. Transportasi
Transportasi merupakan tolak ukur interaksi antar wilayah. Dimana,
terjadi hubungan saling ketergantungan antara wilayah yang satu dengan
wilayah lain dan juga merupakan sarana penunjang keberhasilan
terutama mendukung pembangunan perekonomian masyarakat untuk
melihat tingkat transportasi pada Desa Lambusa dan Wonua dapat dilihat
pada tabel 4.19
Tabel 4.19 Karakteristik Responden Desa Lambusa dan Wonua
berdasarkan jenis transportasi (KK)
No
1
2
2
4
5
Desa Lambusa
Desa Wonua
Jumlah
Presentase
Jumlah
Presentase
responden
%
responden
%
Mobil pribadi
31
37,34
5
7,14
Mobil angkot
4
5,71
Motor
52
62,65
43
61,42
Sepeda
17
24,28
Tidak ada
1
1,42
83
100
70
100
Sumber: Analisis Data Primer, 2015
Jenis
transportasi
76
Berdasarkan tabel 4.19 jumlah responden masyarakat Desa Lambusa
yang memilii kendaraan bermotor dengan presentase 62,65%, sementara
desa wonua dengan persentase 61,42%. Di desa lambusa yang memiliki
jenis transportasi mobil pribadi dengan persentase 37,34% sedangkan
desa Wonua dengan persentase 7,14%. Desa Lambusa tidak memiliki
responden yang memiliki jenis transportasi mobil angkot dan sepeda,
sedangakan desa Wonua responden yang memiliki mobil angkot dengan
persentase 5,71% dan sepeda dengan persentase 24,28%.
Pada tabel responden 4.19menunjukan tingkat jenis kendaran pada
Desa Lambusa lebih
tinggi dibandingkan Desa Wonua.
Jenis
transformasi menggambarkan tingkat kemajuan suatu wilayah, makin
banyaknya pengguna transportasi menggambarkan makin banyaknya
kebutuhan baik itu sosial maupun ekonomi dan jenis kepemilikan
transportasi menggambarkan kemampuan pendapatan suatu masyarakat
yang berasal dari hasil pekerjaan atau mata pencaharian juga
menggambarkan perubahan fisikal kenampakan keKotaan pada suatu
Desa.Kegiatan transportasi juga menentukan tingkat kebutuhan suatu
wilayah terhadap wilayah lain untuk meningkatkan kualitas hidup atau
mempermudah kegiatan sosial ekonomi. Selain, jenis kendaraan
kemudahan
aksesibilitas
transpotasi
menuju
tempat
kerja
juga
menentukan keaktifan penggunaan transportasi sehingga kenampakan
fisikal akan perubahan pola kehidupan makin terlihat kemudahan
aksesibilitas dapat dilihat pada tabel 4.20
77
Tabel 4.20 Karakteristik Responden Desa Lambusa dan Wonua
berdasarkan Kondisi moda transportasi reguler menuju tempat
kerja
Kondisi moda
transportasi
No
reguler menuju
tempat kerja
1 Sangat baik
2 Baik
3 Kurang baik
4 Tidak baik
Desa Lambusa
Desa Wonua
Jumlah
Presentase
Jumlah
Presentase
responden
%
responden
%
10
12,04
73
87,95
83
100
Sumber: Analisis Data Primer, 2015
53
17
70
63,85
20,48
-
Berdasarkan tabel 4.20 kondisi moda transportasi reguler menuju
tempat kerja didominasi dengan menjawab baik presentase 87,95%
sedangkan di Desa Wonua tidak ada yang menjawab sangat baik. Di
Desa Lambusa yang menjawab baik untuk kondisi moda transportasi
regular menujutempat kerja dengan persentase 87,95%, sedangkan Desa
Wonua dengan persentase 63,85. Jawaban kurang baik dan tidak baik
tidak ditemukan di desa Lambusa, tetapi di Desa Wonua responden yang
menjawab kurang baik dengan persentase 20,48%.
Pada tabel responden 4.20menunjukan tingkat kemudan moda
transportasi lebih baik terdapat pada Desa Lambusa dengan jawaban
responden baik dan sangat baik sedangkan pada Desa Wonua ditemukan
jawaban kurang baik dengan alasan kondisi jalan yang kurang baik dan
tidak adanya tranportasi angkot untuk mengatasi kesulitan dan
menghemat pemborosan biaya. Sebab ongkos angkot lebihlah mudah
dibandingkan angkutan ojek.
78
F. Pembahasan
Berdasarkan analisis deskriptif kondisi sosial ekonomi untuk mengetahui
seberapa jauh dampak transformasi terhadap kondisi social ekonomi pada Desa
Lambusa juga Desa Wonua berikut pembahasan akan hasil analisis deskriptif.
1. Keberadaan transportasi
Adanya
transportasi
umum
dapat
mempermudah
kegiatan
melakukan pengangkutan muatan berupa barang dan kemudahan untuk
masyarakat berpindah dari tempat asal
ketempat tujuan dan berbagai
wilayah yang lebih luas yang berhubungan dengan kegiatan ekonomi dan
hubungan sosial. Berikut gambar diagram jumlah kendaraan menurut desa.
gambar 4.6 banyaknya kendaraan menurut desa 2015
sumber : BPS sulawesi tenggara
pada gambar diagram jumlah mini bus yang merupakan angkutan
umum lebih banyak terdapat pada desa lambusa hal tersebut karenak mini
bus hanya terdapat pada koridor jalan saja karena merupakan jalur tempuh
yang telah ditentukan sebagai pusat perhubungan antar kota sehingga
jumlahnya didominasi lebih banyak dibandingkan pada desa wonua.
79
Berbeda halnya dengan mobil angkutan barang yang lebih banyak pada
desa wonua hal tersebut karena hasil pertanian seperti sayur-sayuran,
buah-buahan dan beras .sehingga, kebutuhan akan mobil sebagai angkutan
barang lebih banyak dibutuhkan dibandingkan desa lambusa.
Keberadaan seperda motor sebagai kendaraan angkutan lebih
banyak di desa lambusa di bandingkan desa wonua hal tersebut juga di
dukung pada tabel jenis transportasi pada kendaraan bermotor lebih
banyak di desa lambusa hal tersebut dikarena kebutuhan masyarakat
lambusa lebih tinggi, sehingga memerlukan kelancaran transportasi
sebagai bantuan untuk memudahkan mereka akan pangan, pendidikan,
pekerjaan dan kebutuhan lainnya.
2. Dampak Aksesibilitas
Dampak transformasi wilayah terhadap kondisi sosial ekonomi
masyarakat salah satunya dapat dilihat dari dampak transformasi wilayah
terhadap perubahan kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang ada pada
wilayah koridor. Dari kegiatan ekonomi misalnya pada bidang pekerjaan
dan mata pencaharian hanya penduduk Desa dengan derajat aksesibilitas
yang tinggi yang mengalami perubahan intensitas tinggi karena memiliki
jalur yang berhubungan langsung dengan daerah Kota Provinsi.Hal
tersebut dialami oleh Desa Lambusa dengan derajat aksesbilitas tinggi dan
Desa Wonua dengan derajat aksesibilitas rendah memiliki tingkat
perubahan sosial ekonomi yang rendah pula. Hal tersebut memiliki aspek
transformasi wilayah yang mempengaruhi seperti yang terlihat pada tabel
80
Tabel 4.21 Aspek-aspek yang mempengaruhi transformasi di masyarakat Kecamatan Konda
Aspek yang terkait
Transformasi
Periodisasi
2013-2014
Desa Lambusa
Desa Wonua
Kegiatan pada ruas
Kegiatan
jalan mulai
Lahan pertanian dan
berdatangan
perluasan lahan
(pembangunan
persawahan
pertokoan sembako)
Kegiatan penggunaan
Lahan
2010- 2011
Desa Lambusa
Desa Wonua
Kegiatan
Kegiatan
perindustrian, lahan
peternakan,
persawahan dan
lahan pertanian,
perumahan
persawahan dan
perumahan
Kondisi jalur jalan
Aspal (satu jalur)
Tanah
rerumputan(satu
jalur)
Aspal (proses
pembangunan dua
jalur jalan)
Tanah rata, kerikil
(satu jalur jalan)
Aksesibilitas
Mudah
Kurang mudah
Kurang baik
Cukup baik
2015
Desa Lambusa
Pembangunan
Btn dan pemerataan
hampir sebagian besar
lahan pertanian dan
persawahan juga
digunakan sebagai
pembanguan jalanjalan penghubungan
Aspal (dua jalur jalan)
Desa Wonua
Pemerataan lahan
persawahan
Dan
Pertanian untuk
dijajahkan pada pasar
Konda yang ada pada
koridor Kendari-Konda
Sangat baik
Baik
Sumber: Olahan Data Sekunder (Data Kecamatan dan BPS Prov. Sulawesi Tenggara 2015)
Tanah, sebagian aspal
tipis dan krikil (satu jalur)
81
Kondisi jalan yang baik
dan dekatnya jarak menuju pusat Kota
membuat Desa Lambusa yang berada pada area koridor Kendari Konda
dipadati dengan kegiatan sosial ekonomi yang memanfaatkan keadaan akses
untuk mendukung kegiatan yang menjadi sumber penghidupan seperti yang
terlihat pada gambar 4.7 dan 4.8.
Gambar 4.7 pedagang kaki lima
Di ruas jalan desa
Lambusa
Gambar 4.8 ruko Atk dan foto
copy diruas jalan
Desa lambusa
Kegiatan ekonomi yang memanfaatkan keadaan jalan sebagian besar
dipergunaan masyarakat wilayah koridor sebagai rutinitas kegiatan mata
pencaharian yang memanfaatkan kelancaran arus jalan untuk menghasilkan
pendapatan tambahan. Kegiatan ini tidak hanya berlangsung siang hari saja
namun juga berlangsung pada malam hari seperti yang terlihat pada gambar
4.9 dan 4.10
82
Gambar 4.9 penjajah kue yang Gambar 4.10 penjajah sari laut
Berada diruas jalan
berada diruas jalan
Kemudahan akses dan kondisi jalan yang baik sebagai arus bolak-balik
menuju pusat ibu Kota menjadi hal yang memudahkan masyarakat untuk
melakukan kegiatan sosial ekonomi. Jika pada Desa Lambusa rutinas kegiatan
sosial ekonomi dengan bangunan ruko, pedagang kaki lima atau penjajah yang
memanfaatkan kondisi ini. Berbeda halnya yang terjadi pada Desa Wonua
yang lebih memanfaatkan lahan sebagai sumber kegiatan ekonomi seperti
yang terlihat pada gambar 4.9 dan 4.10
83
Gambar 4.11 lahan pertanian
Pada ruas jalan wonua
Gambar 4.12 lahan perkebunan
pada ruas jalan wonua
Pemanfaatan lahan sebagai kegiatan pertanian dan perkebunan
menjadi rutinitas mata pencaharian masyarakat pada Desa Wonua, yang lebih
mengkondisikan lahan mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup namun,
sebagian kecil ada pula yang membuat warung kecil, bengkel dan lain-lain
untuk mencukupi kebutuhan hidup.
Pemanfaatan ruas jalan sebagai aktivitas ekonomi masyarakat desa
Lambusa dan Wonua terlihat berbeda. Pada desa Lambusa pemanfaatan ruas
jalan sebagai kegiatan usaha kecil menengah (UKM) dalam pemenuhan
kebutuhan hidup sehari-hari, sementara di desa Wonua penggunaan ruas jalan
difungsikan sebagai lahan pertanian. Perbedaan ini merujuk pada pemanfaatan
ruang ruas jalan sebagai kegiatan ekonomi. Perbedaan ini pula disebabkan
oleh mobilitas alat transportasi yang menggunakan jalan raya sebagai akses
antarwilayah. Pemanfaatan ruas jalan menilik pada lokasi strategis dalam
84
menghasilkan modal sebagai kegiatan tambahan, baik pada kegiatan UKM
maupun pertanian. Olehnya itu, aksesbilitas memberikan dampak pada
kegiatan perekonomian masyarakat, baik di Desa Lambusa maupun Wonua.
Selain itu, sarana infrastruktur jalan sebagai bagian dari aksesbilitas
memberikan gambaran pada keadaan akan pola hidup seperti yang terlihat
pada gambar 4.13 dan 4.14.
Gambar 4.13 peternak sapi
berkeliaran diruas
jalan desa wonua
Gambar 4.14 aktifitas seorang
anak sekolah
didesa wonua
Pengaruh akan kemudahan aksesibilitas juga keberadaan kondisi jalan
berpengaruh terhadap pola prilaku masyarakat terutama pada kondisi sosial
ekonomi masyarakatnya. Wilayah Lambusa dengan derajat aksesibilitas yang
tinggi memiliki gambaran kondisi sosial ekonomi yang lebih baik karena
prilaku Kota berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga mudah
memasuki wilayah koridordibanding yang berada pada Desa Wonua seperti
yang terlihat dari beberapa gambar prilaku masyarakat di atas yang secara
fisikal lebih tidak terjaga karena kurangnya pengaruh akan nilai perkotaan.
85
1. Analisis Spasial
Analisis kajian keruangan tidak terlepas dari informasi tentang lokasi.
Penjabaran sistem informasi tentang lokasi dapat dengan mudah digambarkan
dengan metode SIG (Sistem Informasi Geografis atau Geographical Informasi
System). Data geografis terdiri data lokasi yang menunjukan posisi tempat
dimana region yang diteliti berada (Koestoes, 1997).
86
a. Data Spasial Lokasi Penelitian
Penelitian ini menemukan adanya variasi spasial berdasarkan 2 tipe
ruang lokasi Desa yang menggambarkan derajat aksesibilitas tinggi dan
rendah. Seperti yang terlihat pada gambar 4.15 dan 4.16 penampang area
arus jalan pada tingkat derajat aksesibilitas
87
gambar 4.15 Area arus
jalan Desa Lambusa
gambar 4.16 Area arus
jalan Desa Wonua
Pada gambar terlihat lokasi fisikal variasi spasial yang terbagi menjadi
dua sebagai perwakilan derajat aksesibilitas tinggi dan rendah.Pada wilayah
peri urban digambarkan menggunakan data spasial data yang diolah pada
SIG yaitu sebuah data yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi
yang memiliki sistem koordinat (citra satelit) tertentu, sebagai dasar
referensinya.
Menurut Prahasta, 2009 data posisi/ koordinat/ garis/ ruang /spasial,
merupakan data yang merupakan representasi dari fenomena permukaan
bumi/keruangan yang memiliki referensi (koordinat) lazim berupa peta, foto
udara, citra satelit dan sebagainya atau data hasil dari interpretasi data-data
tersebut.
Penelitian ini menggunaan analisis spasial, dengan penjabaran metode
SIG sebagai cara untuk menggambarkan lokasisebagai dasar dari sudut
pandang lokasi kebutuhan akan ruang. Pada dasarnya kebutuhan akan ruang
88
mendorong penduduk pada suatu wilayah tertentu mencari lokasi yang
menguntungkan dan membantu terutama dari segi sosial ekonominya.
Menurut Koestoes (1997),pertumbuhan secara spasial, dalam kenyataan,
sangat dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan sosial dan ekonomi.Karakteristik
sosial ekonomi utama lainnya dari spasial Kota diwarnai oleh struktur mata
pencaharian. Di daerah Kota ada beberapa daerah yang masih memiliki tipe
pekerjaan Desa karena sejumlah rumah tangga melanjutkan kesibukan
didunia pertanian. Perbedaan rasio antara kedua kelompok kegiatan
mempengaruhi struktur-struktur pekerjaan.
b. Kebutuhan ruang
Pembangunan jalan pada wilayah peri urban dengan kemudahan aksess
yang memfasilitasi memberi perubahan akan kenampakan fisikal wilayah
sehingga mempengaruhi penggunaan tanah dan pada gilirannya, pemukiman
perdesaan berubah pola menjadi pola campuran. Hal ini membawa dampak
terhadap kondisi sosial ekonomi yang bervariasi yaitu campuran antara
kegiatan agraris dan non agraris. Sesuai dengan permasalahan bagaimana
dampak transformasi wilayah terhadap kondisi sosial ekonomi pada wilayah
koridor Kendari-Konda dimana, wilayah koridor merupakan wilayah peri
urban. Diketahui pada tahun 2013 pemerintah telah mengadakan
pembangunan jalan pada wilayah Konda menjadi dua jalur yang
menghubungkan wilayah Kecamatan Konda dengan pusat ibu Kota Provinsi
dan pada gilirannya, tahun 2015 pembangunan jalan dengan dua jalur ini
89
dapat dirasakan oleh masyarakat Kecamatan Konda sebagai kemudahan
aksess terutama pada wilayah yang tinggal pada jalan koridor KendariKonda.
Dampak transformasi khususnya aksesiblitas pada wilayah Desa
Lambusa yang merupakan Desa yang berada pada koridor Kendari-Konda
menjadikan lokasi Desa Lambusa secara tidak sengaja telah membentuk pola
campuran karakteristik Kota yang mempengaruhi kondisi sosial ekonominya
sedangkan pada Desa Wonua dampak transformasi wilayah belum dapat
mengubah kondisi sosial ekonomi masyarakatnya secara merata.
Berdasarkan analisis deskriptif dampak transformasi wilayah yakni
perubahan wilayah yang terjadi secara keruangan karena aksesbilitas
sehingga sosial ekonomi merujuk pada suatu proses pergantian ciri.
Masyarakat dengan pendidikan tinggi mengarah pada Desa Lambusa sebesar
33,73% untuk perguruan tinggi/sederajad dan 19,27% untuk pasca sarjana
sedangkan masyarakat pada pendidikan rendah menetap pada Desa Wonua
sebesar 48,57% untuk sekolah dasar. Hal ini terjadi karena kecenderungan
masyarakat yang memiliki pendidikan memilih tempat yang dekat dengan
jalan memudahkan aksess menuju tempat kerja, sekolah, dan kecenderungan
pada wilayah dekat dengan jalan dapat mempermudah kepusat Kota untuk
mencari keperluan kebutuhan hidup yang lebih baik menurut mereka.
Sedangkan masyarakat dengan pendidikan rendah karena susahnya untuk
mendapatkan pekerjaan sehingga mereka memilih menetap pada tempat
90
tinggal mereka dan memanfaatkan lahan luas untuk mengelola lahan
pertanian, perkebunan bahkan persawahan milik mereka atau milik orang
lain yang menggunakan jasa mereka. Oleh karena masyarakat dengan
pendidikan tinggi mengarah ke Desa Lambusa membuat variasi pekerjaan
berbeda dengan yang ada pada Desa Wonua – kedua Desa ini merupakan
wilayah peri urban.
Kondisi akses membuat Desa Lambusa yang berada pada ruang koridor
memanfaatkan lahan rumah mereka atau menambah luas tanah mereka untuk
membangun ruko, bengkel, mobiller dan rumah makan untuk memanfaatkan
keadaan jalan yang menjadi lintasan arus bolak balik kendaraan dari Konda
ke Kendari begitu pula sebaliknya. Sehingga, selain pekerjaan pokok yang
tetap pada Desa Lambusa sebagian masyarakatnya juga memilki pekerjaan
tambahan yang tetap. Berbeda halnya dengan Desa Wonua yang
masyarakatnya lebih cenderung menetap pada kegaiatan agraris sebagai
pekerjaan mereka.
Pada analisis deskriptif kemudahan aksesibilitas selain membawa
pengaruh dengan membawa minat masyarakat yang berpendidikan tinggi
membutuhkan ruang koridor sebagai sarana kemudahan bagi mereka.Hal ini
membawa pengaruh terhadap pendapatan atau penghasilan. Pada Desa
Lambusa penghasilan tertinggi yaitu > Rp 3.000.000 sedangkan pada Desa
Wonua lebih banyak ditemukan dengan penghasilan tertinggi Rp 2.000.0003.000.000 dengan mayoritas pekerjaan pada struktur agraris.Berbeda halnya
91
dengan Desa Lambusa yang mayoritas pekerjaan non agraris. Karena
terdapat perbedaan dengan pendapatan sehingga kebutuhan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sedikit berbeda pula.
Pengaruh aksesibilitas membuat intensitas pembangunan infrastruktur
muncul pada bagian-bagian dari wilayah peri urban. Selain pembangunan
infrastruktur, pemenuhan sarana transportasi untuk memudahkan mobilitas
sangat berpengaruh pada wilayah koridor Kendari-Konda seperti yang
terlihat pada analisis deskriptif pengguna transportasi terbanyak terletak
pada Desa Lambusa Makin mendekati Kota, maka pengaruh yang
ditimbulkannya terhadap kondisi
lingkungannya juga semakin kuat.
Demikian pula halnya dengan pengaruh yang ditimbulkannya terhadap
kondisi lingkungan juga semakin kuat. Demikian pula halnya dengan
pengaruh Kota yang timbul terhadap kondisi fisikalnya.
Pengaruh kehidupan perbatasan Kota banyak mempengaruhi perubahan
pola penggunaan tanah sebagai lahan agraris yang banyak digunakan
masyarakat Desa. Keberadaan kebun disekitar tempat tinggal akan semakin
lama akan semakin menghilang. Pada awalnya masyarakat perdesaan
penggunaan ruang disekitar rumah dimanfaatkan oleh penghuninya untuk
menghasilkan bahan kebutuhan sehari-hari baik untuk bahan pangan maupun
bahan bangunan. Sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, keberadaan
perkarangan mulai menyusut sampai kebatas waktu dimana tanaman yang
menjadi karakteristik perkarangan hilang sama sekali dan bagian ruang
92
disekitar rumah termaksud bagian ruang dimana rumahnya didirikan masih
saja dinamakan perkarangan sehingga pada Desa Lambusa pemanfaatan
lahan sebagai bahan bangunan untuk kegiatan ekonomi karena jumlah
penduduk makin meningkat dan kebutuhan akan ruang semakin meningkat
pula sebagian besar masyarakatnya berharap pada pekerjaan pokok.
Mayoritas masyarakat yang memiliki pekerjaan tambahan sebagian besar
menggunakan perkarangan sebagai lahan bangunan untuk kegiatan ekonomi
atau memilih mengarah kepusat Kota untuk penambahan kegiatan ekonomi
lainnya. Sehingga, Pengaruh kegiatan ekonomi kekotaan yang secara umum
dikaitkan dengan kegiatan ekonomi berorientasi non agraris lambat laun
akan semakin nyata terlihat.
Pengaruh aksess secara tidak langsung membawa pengaruh Kota
memasuki Desa karena sumber informasi yang dibawa dari Kota lebih dekat
jaraknya dengan Desa yang berada pada wilayah koridor Kendari-Konda.
Hal ini membuat pengaruh terhadap kedatangan penduduk dari Kota untuk
memiliki lahan pada wilayah koridor dengan kegiatan non agraris sehingga
menambah jumlah variasi kegiatan ekonomi dan variasi bangunan ruko,
perkantoran, gedung sekolah dan lain-lain serta secara tidak sengaja
merubah pola pemukiman masyarakat yang tinggal pada area koridor ini
mengalami campuran ciri dari ciri perdesaan sebelumnya dan ciri kekotaan.
Hal tersebut bisa dapat dilihat dari kondisi perumahan dan lahan tetap
dimana, ada bagian kelompok perumahan yang tertata baik menurut
93
kerangka jalan baru yang terbentuk, tetapi dibagian jalan lain masih ada pula
yang tetap berpola seperti pada posisinya yaitu tidak teratur dengan banguan
semi permanen, papan dan jelajah. namun, pada Desa Lambusa dengan
kondisi mayoritas perumahan merupakan perumahan permanen dan semi
permanen dan tidak ditemukan rumah responden dengan model rumah papan
dan jelajah sehingga campuran ciri keKotaan telah hampir memasuki secara
merata pada daerah ini.
jenis rumah jelajah dan papan lebih banyak
ditemukan pada pada Desa Wonua yang merupakan Desa yang jauh dari
arteri jalan.
Dampak transformasi membawa perubahan terhadap kenampakan
fisikal kekotaan terus terjadi sejalan dengan pertambahan kegiatan
masyarakat dalam suatu wilayah seperti yang terjadi pada Desa Lambusa.
Menurut Giyarsih (2013),
jalur wilayah yang dekat dengan Kota akan
didominasi oleh kenampakan kekotaan dan begitu pula sebaliknya, makin
dekat dengan Desa akan makin kental kenampakan kedesaannya.
Sehingga dampak transformasi wilayah mempengaruhi kondisi sosial
ekonomi masyarakat yang tinggal dalam suatu ruang koridor karena
perubahan karakteristik suatu wilayah yang terjadi karena adanya
aksesibilitas tinggi membuat minat masyarakat untuk berebut menempati
ruang sebagai tempat tinggal bahkan kecenderungan masyarakat yang
berpendapatan tinggi memilih lokasi perumahan yang dekat dengan jalan
sebagai lokasi yang mudah untuk melakukan kegiatan ekonomi. Selain
94
keinginan masyarakat yang ingin memiliki tanah pada lokasi dekat dengan
jalan karena kemudahan aksess yang menarik minat membuat pada daerah
koridor mulai padat. Lahan luas yang sebelumnya banyak digunakan sebagai
lahan pertanian berubah fungsi sebagai lahan perumahan, sehingga hal ini
lambat laun membuat kegiatan ekonomi masyarakat pada wilayah koridor
yang melakukan kegiatan ekonomi agraris kehilangan lahan sehingga beralih
ke kegiatan non- agraris.Tidak heran jika pada ruang koridor Kendari-Konda
banyak ditemukan bangunan ruko, mobiller, rumah makan dll sebagai
bagaian dari dampak transformasi wilayah.
95
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari perspektif geografis penelitian ini menyimpulkan adanya variasi
spasial (berdasarkan 2 tipe Desa yang menggambarkan derajat
aksesibilitas wilayah yang berbeda) dari dampak transformasi wilayah
terhadap aspek
kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Transformasi
wilayah yang terjadi di Desa dengan derajat aksesibilitas wilayah lebih
tinggi juga mempunyai dampak yang lebih kuat terhadap kondisi
sosial ekonomi masyarakatnya daripada di Desa-Desa lainnya yang
memiliki derajat aksesibilitas wilayah lebih rendah. Hal ini terjadi
karena Desa-Desa yang memiliki derajat aksesibilitas wilayah yang lebih
tinggi akan lebih mudah berinteraksi dengan wilayah lain yang bersifat
kekotaan
sehingga arus
teknologi informasi
kekotaan
juga
lebih
mudah terinfiltrasi di wilayah ini. peningkatan kesejahteraan penduduk
akan lebih mudah terjadi di wilayah ini.
2. Berdasarkan analisis deskriptif
masyarakat dengan pendidikan tinggi
lebih mengarah pada wilayah dengan derajat aksesibilitas tinggi.Pada
wilayah dengan aksesibilitas tinggi dampak transformasi wilayah terhadap
95
96
kondisi social ekonomi di wilayah koridor Kendari-Konda telah terjadi
perubahan secara signifikan, yakni pada alihfungsi lahan yang semula
dimanfaatkan sebagai lahan agraris menjadi lahan nonagraris, seperti
bangunan ruko, mobiller, rumah makan dll. Berbeda halnya dengan
wilayah pada derajat aksesibilitas rendah yang memanfaatkan kondisi
lahan sebagai
kegiatan agraris.Hal
tersebut
membuat
perbedaan
penghasilan masyarakat atau pendapatan yang diperoleh, kondisi
perumahan yang baik lebih mengarah pula pada daerah dengan derajat
aksesibilitas tinggi seperti pada Desa Lambusa, yakni terbentuknya pola
perumahan teratur mengikuti pola jalan dengan mayoritas perumahan
permanen dan semi permanen sedangkan pada derajat aksesibilitas rendah
seperti pada Desa Wonua memiliki pola perumahan yang renggang dan
luas karena selain tempat tinggal lahan hunian juga diisi oleh lahan
pertanian, perkebunan atau persawahan. ketersediaan transportasi pribadi
dan penggunaan teknologi mengalami penggunaan yang tinggi terdapat
pada Desa Lambusa berbeda dengan Desa Wonua .
3. Respon masyarakat terhadap aksesibilitas menunjukan bahwa semakin
mudah arus jaringan jalan dekat dengan pusat Kota dan semakin dekat
suatu Desa dengan pusat jalan menunjukan bahwa semakin besar
pengaruhnya terhadap kegiatan dan prilaku sosial ekonomi masyarakatnya
begitu pula sebaliknya.
97
4. secara spasial Transformasi wilayah pada aksesibilitas mempengaruhi
kondisi sosial ekonomi masyarakat yang ada pada koridor Kendari Konda
yang lebih banyak memanfaatkan ruang lahan sebagai kegiatan sosial
ekonomi.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan di lapangan, maka dapat
disaran sebagai berikut:
1. Penelitian dampak transformasi wilayah khususnya aksesibilitas sebaiknya
diteruskan di wilayah peri urban lainnya guna menentukan arahan
pembangunan Desa terbangun agar tetap berkelanjutan. Hal ini karena DesaDesa yang memiliki derajat aksesibilitas wilayah yang lebih tinggi akan lebih
mudah berinteraksi dengan wilayah lain yang bersifat kekotaan sehingga
arus teknologi informasi kekotaan juga lebih mudah terinfiltrasi pada
wilayah yang cukup jauh dari jaringan jalan maka disarankan untuk
membangun pusat-pusat pertumbuhan baru di Desa-Desa yang jauh dari
jaringan jalan.
2. meningkatnya jumlah penduduk yang berada pada koridor jalan dipengaruhi
oleh sarana aksess. Di sisi lain laju peningkatan permintaan akan ruang lahan
relatif tinggi, diperlukan upaya pemanfaatan lahan yang baik.
3. Kepada pemerintah kiranya dapat mengoptimalkan pemanfaatan sarana jalan
dan transportasi untuk meningkatkan produktivitas mata pencaharian pada
98
masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada penggunaan lahan sebagai
sumber penghasilan agar Desa yang berada jauh dari pusat jalan juga dapat
merasakan kemudahan aksess.
99
DAFTAR PUSTAKA
BPS (2014), Konda Dalam Angka 2014. pemerintah kabupaten konawe selatan kantor
camat Konda: konawe selatan.
BPS (2010), Konda Dalam Angka 2010. pemerintah kabupaten konawe selatan kantor
camat Konda: konawe selatan.
BPS (2015), Konda Dalam Angka 2015. pemerintah kabupaten konawe selatan kantor
camat Konda: konawe selatan.
Giyarsih, Sri rum (2010), Pola Spasial Transformasi Wilayah Di koridor YogyakartaSurakarta.Forum Geografi.Edisi 1/ Juli ( hal 28 – 38 ). Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta.
Giyarsi, Sri Rum (2013),The Impact of Regional Transformation on The Cultural
Condition of The Citizen A Review of Geographic Perspective.Program Studi
Geografi dan Ilmu Lingkungan Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta
Giyarsi, Sri Rum (2012), dampak transformasi wilayah terhadap kondisi kultural
penduduk (tinjauan perspektif geografis). Program Studi Geografi dan Ilmu
Lingkungan Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta
Handayani Dewi, R.Soelistijadi dan Sunardi (2005), Pemanfaatan Analisis Spasial
untuk PengolahanData Spasial Sistem Informasi Geografi. Fakultas
Teknologi Informasi, Universitas Stikubank : Semarang
Koestoes, kaldi H (1997), Perspektif Lingkungan Desa-Kota Teori dan Studi
Kasus.jakarta: penerbit PT Raja Grafindo persada
100
Kete, S cipta(2014), kajian daya dukung lingkungan di Wisata Alam Gua Pindul.
Fakultas Geografi dan Ilmu Lingkungan Universitas Gadjah Mada:
Yogyakarta
Kartono K, (2001), Pemimpin dan Kepemimpinan, Jakarta : PT.Raja Grafindo
Perseda
Nasution(2005),Peran Angkutan Umum di Kota Pematang Siantar dan Kaitannya
dengan Pengembangan Wilayah: Semarang
Nitasari (2013), Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Tanah Abang
Kecamatan Batang Hari Leko Kabupaten Musi Banyuasin Setelah
Berdirinya PT. Perkebunan Mitra Ogan. Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya : Palembang
Oktama, Reddy Zaki (2013), Pengaruh kondisi Sosial Ekonomi Terhadap Tingkat
Pendidikan Anak Keluarga Nelayan di Kelurahan Sugihwaras Kecamatan
Pemalang Kabupaten Pemalang Tahun 2013. Jurusan Geografi Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang: Semarang
Rubaman,Maman U (2012), perubahan perspektif terhadap pembangunan wilayah
pedesaan. Jurnal Madani. Edisi I/ Mei 2012
Sari, Maulien Khairina dan haryo Winarso (2007), Transformasi Sosial Ekonomi
Masyarakat Peri-Urban Disekitar Pengembangan Lahan Skala Besar .jurnal
Perencanaan dan Pembangunan Kota. Edisi 1/April ( hal 1-30 ). Institut
Teknologi Bandung : Bandung.
101
Suparmini,(2012), pola keruangan desa kota.lembaga penelitian dan pengabdian
masyarakat universitas negeri yogyakarta : Yogyakarta.
Tenge, Erna(2013), Proses dan Pola Transformasi Sosial Ekonomi Masyarakat di
Daratan Tinggi Lindu Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi
Tengah. Ringkasan Disertasi: Yogyakarta
Yunus,hadi sabari (2008) ,Dinamika Wilayah Peri-Urban.Yogyakarta: Penerbit
Pustaka Pelajar
102
LAMPIRAN
103
104
105
106
107
108
109
Lampiran 2
DOKUMENTASI PADA LOKASI PENELITIAN
A.Desa Lambusa
Salah satu fasilitas gedung
Sekolah pada desa lambusa
gedung sekolah berada tepat
d pinggir jalan
Kegiatan mata pencaharian
Berupa warung sembako dan
penjualan bensin ecer
kegiatan mata pencaharian berupa
toko ATK
\
Mata pencaharian
berupa Toko Mobiller
penjajah kue yang memanfaatkan
kondisi pinggir jalan
110
Kondisi lahan rumah yang
Kondisi lahan rumah yang
digunakan sebagai tempat tinggal
digunakan pula sebagai kegiatan
ekonomi berupa warung sembako.
Kondisi lahan rumah yang
digunakan sebagai tempat tinggal
digunakan pula sebagai kegiatan
ekonomi berupa Toko ATK
Nampak jejeran rumah permanen
padaDesa lambusaYang terletak
dipinggir jalan
terbentuknya pola pemukiman
yang mengikuti pola jalan
111
Salah satu kondisi perumahan
Pada ruas jalan desa lambusa
salah satu transportasi pribadi
Milik salah satu responden
B. Desa Wonua
Salah satu fasilitas gedung
Sekolah pada desa Wonua
gedung sekolah berada tepat
d pinggir jalan
112
Terlihat kegiatan mata pencaharian
berupa tanaman jagung
terlihat kegiatan penanam sayuran oleh
salah satu masyarakat didesa wonua
Lokasi ini merupakan tempat penjemuran hasil lahan persawahan kegiatan ma
gabah hasil tani masyarakat desa wonua ta pencaharian di desa wonua
Kondisi lahan rumah yang
digunakan sebagai tempat tinggal
digunakan pula sebagai kegiatan
penanaman sayur-sayuran.
terlihat kondisi lahan rumah yang
digunakan sebagai tempat pakan
hewan ternak
113
Nampak jejeran perumahan
Pada Desa wonua Yang terletak
dipinggir jalan
terbentuknya pola pemukiman dan
lahan pertanian yang mengikuti
pola jalan
Salah satu kondisi perumahan
Pada ruas jalan desa wonua
salah satu anak mengendarai
sepeda menuju kesekolah
114
C. Kondisi aksessbilitas
Ruas jalan desa lambusa
Ruas jalan desa wonua
nampak aspal yang belum utuh
karena sedang dalam perbaikan
nampak jalan berbatu kerikil tidak
beraspal
115
D. Dokumentasi Responden saat mengisi angket
Pak Mujair salah satu responden
di desa Wonua
Pak Harianto salah satu responden
di desa Lambusa
terlihat responden sedang mengisi
angket
terlihat responden sedang mengisi
angket
116
Data Citra Satelit Wilayah Kecamatan Konda
117
118
119
Download