i DAMPAK TRANSFORMASI WILAYAH TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DIKORIDOR KENDARI-KONDA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana/strata satu (S1) pada Jurusan IPS Pendidikan Geografi OLEH NUR HASANAH A1A4 12 061 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2016 ii iii iv v MOTTO Hidup ini tidak mudah, tapi tidak ada kesulitan yang tidak memiliki jalan keluar. Kemudian katakanlah” ALLAH telah mentakdirkan dan apa yang ia kehendaki pasti akan ia lakukan “ (AL_Hadist) “Kepada langit yang tak terbatas, dalam pandanganku Hal ini ku persembahkan sebagai makna dari sebuah kelahiran Atas daya dari semua unsur baik penghidupanku Terimakasih Sang masa atas realitamu yang tak pernah terfikirkan. Seiringnya terbesit ragu, akan kemampuanku Namun, berkali-kali waktumu berhenti menjelaskanku Bahwa mereka berasal dari rahasia yang tidak mereka tahu. Dari hal yang tidak mereka ketahui Menjadi mereka tahu itu karemu, Wahai energi dan daya Yang tak pantang menyerah” (Nur Hasanah) v vi ABSTRAK Nur Hasanah (2016), telah melakukan penelitian dengan judul “ Dampak Transformasi Wilayah Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Dikoridor Kendari-Konda”. Di bimbing oleh : Drs. La Harudu, M.Si., Selaku pembimbing 1 dan La Ode Amaluddin, S.Pd.,M.Pd., Selaku pembimbing II. Adapun permasalahan dalam Penelitian ini adalah bagaimana dampak transformasi wilayah terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat dikoridor kendari-konda? Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak transformasi wilayah terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat dikoridor Kendari-Konda dan menentukan solusi yang tepat dalam melakukan upaya-upaya menghadapi transformasi wilayah dikoridor Kendari-Konda. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lambusa dengan jumlah populasi 485 KK yang ditentukan berdasarkan perwakilan derajat aksessbilitas tinggi dan Desa Wonua dengan jumlah populasi 236 KK yang ditentukan berdasarkan perwakilan derajat aksesbilitas rendah. Sampel dalam peneltian di Desa Lambusa berjumlah 83 KK dan di Desa Wonua berjumlah 70 KK. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif menggunakan pendekatan survey dengan menghimpun data melalui observasi, angket, wawancara, dan dokumentasi yang kemudian dianalisis menggunakan data spasial dan analisis deskriptif. Hasil penelitian menujukkan adanya variasi spasial (berdasarkan 2 tipe Desa yang menggambarkan derajat aksesibilitas wilayah yang berbeda) memberi dampak transformasi wilayah terhadap aspek kondisi sosial ekonomi masyarakat. Tarnsformasi wilayah yang terjadi di Desa Lambusa dengan derajat aksesibilitas wilayah lebih tinggi mempunyai dampak yang lebih kuat terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakatnya dari pada di Desa-Desa lainnya, seperti desa Wonua yang memiliki derajat aksesibilitas wilayah lebih rendah. Masyarakat dengan pendidikan tinggi lebih mengarah pada wilayah dengan derajat aksesibilitas tinggi. Pada wilayah dengan aksesibilitas tinggi . pada wilayah dengan aksesibilitas tinggi memanfaatkan kondisi lahan sebagai sumber mata pencaharian yang berupa kegiatan non agraris. Berbeda halnya dengan wilayah pada derajat aksesibilitas rendah memanfaatkan kondisi lahan sebagai kegiatan agraris. dikoridor Kendari-Konda yakni pengalih fungsian lahan dari kegiatan agraris. Dengan adanya penelitian ini, transformasi wilayah pada kecamatan konda yang berada pada wilayah koridor dan sub koridor diharapkan mendapatkan perhatian yang lebih baik khususnya pada wilayah dengan aksesibilitas rendah berupa perbaikan infrakstruktur jalan dan pembangunan pasar desa, sehingga terjadi pemerataan pembangunan antara wilayah peri urban. Kata kunci : Dampak Transformasi Wilayah (Aksesibilitas), Kondisi Sosial Ekonomi, Koridor Kendari-Konda vi vii KATA PENGANTAR Alhamdulillah dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas petunjuk dan hidayah-Nya sehingga dalam penyusunan Skripsi ini dengan judul “Dampak Transformasi wilayah terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat dikoridor kendari konda” dapat terselesaikan dengan baik meskipun dalam bentuk yang sederhana. Dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini juga penulis tidak lepas dari bimbingan Drs. La Harudu, M.Si selaku pembimbing I dan La Ode Amaluddin S.Pd.,M.Pd selaku pembimbing II , atas segala bantuan, saran dan bimbingan serta arahan yang diberikan penulis mengucapkan banyak terima kasih. Selanjutnya penulis menyampaikan ucapan terimah kasih kepada : 1. Prof. Dr.H.Usman Rianse, M.S., selaku Rektor Universitas Halu Oleo Kendari yang telah memberikan kesempatan untuk saya menjadi mahasiswi Universitas Halu Oleo. 2. Pof. Dr. La Iru, SH., M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo Kendari yang telah memberikan kesempatan kepada saya menjadi mahasiswi di Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan Khususnya mahasiswi Jurusan/Program Studi Pendidikan Geografi. 3. La Ode Amaluddin S.Pd.,M.Pd selaku Ketua Jurusan/Program Studi Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas vii viii Halu Oleo Kendari yang telah meluangkan waktunya selama proses perkuliahan dan penyelesaian studi. 4. La Ode Nursalam S.Pd.,M.Pd Selaku Sekretaris Jurusan/Program Studi Pendidikan Geografi. 5. Para Dosen dan Staf Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Geografi terkhusus di Jurusan/Program Studi Pendidikan Geografi. 6. Joko Suyetno Selaku Kepala Desa Lambusa, Drs. Patres selaku sekretaris Desa Lambusa dan Suyanto Selaku kepala Desa Wonua yang telah memberikan izin pada penelitian untuk melakukan penenlitian ini. 7. Terimakasih atas bantuan, masukan dan arahan untuk Pak Kak Surya Cipta R.K, Pak Dedeng, Kak Nur alamsyah Silondae, Kak Rama, Kak Amin Tunda dan Kak firmansyah yang telah memberi bantuannya dalam penyempurnaan penenlitian ini 8. Saudara Saudariku tercinta Oktavianti, Sry, Harnold, Ujang, Kodo, Kak Darifan, Rahman, Tathy, Umar, Kak Izhar, Kak herny, kak ijal yang telah memberi motivasi dan dorongan serta doanya selama ini. 9. Rekan seperjuangan dalam penelitian Asnur, S.Pd dan Nurul Hikmah Rahmadani, S.Pd yang tiada hentinya memberikan semangat . 10. Terimakasih Kepada Kepala Desa SidoMakmur /Ibu yang telah memberikan kami tempat juga kepada Rekan Seperjuangan KKN Kebangsaan 2015, Komang Makasar, Nelly Madura, Ahmad, Syahrul, Yuli, Hernes Papua. 11. Para Responden (informan) yang telah memberikan waktu, kesempatan, kemudahan kepada penulis selama penelitian ini berlangsung. ix 12. Kerabat-kerabatku angkatan 2012” Nernia, Trimurti Sukia wulan, deice salaunaung, S.Pd., Gaby ananda kharisma, S.Pd.,vitha astuti , irli, helmiatin, imelda arnita, dinda sulistia N, Al akbar, Hamado, Sarban, Adansyah, Sinjaya, telah menjadi kerabat yang baik buat saya serta angkatan yang lainnya yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu. Teriringi rasa terimah kasih yang tiada henti saya persembahkan kepada kedua orang tuaku tercinta ayahanda Harianto, S.Pd.,M.Pd dan Ibunda Wati S.Pd dan Kedua adikku Abdul Jabbar Pati Bassanunggu dan Muhammad Zulkifli Pati Bassanunggu, dengan penuh keikhlasan memberikan doa, perhatian, kasih sayang, cinta, kesabaran, pengertian dan bantuan baik moral maupun material yang diberikan kepada penulis demi keberhasilan dan kesuksessan penulis, dan sujudku kepada Allah SWT yang telah menitipkan kehidupanku kepada kalian. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih sangat jauh dari kesempurnaan sehingga masih dibutuhkan saran serta kritikan dari para pembaca sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi penulis pribadi. Akhir kata dengan segala kerendahan hati penulis memohon kepada Allah SWT, Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat. Amin. Kendari, Penulis januari 2016 Nur Hasanah NIM. A1A4 12 061 viii x DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL................................................................................ HALAMAN PERSETUJUAN................................................................. HALAMAN PENGESAHAN.................................................................. HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI............................. MOTTO.................................................................................................... ABSTRAK................................................................................................ KATA PENGANTAR.............................................................................. DAFTAR ISI............................................................................................. DAFTAR TABEL..................................................................................... DAFTAR GAMBAR................................................................................ BAB I BAB II BAB III PENDAHULUAN A. Latar Belakang .................................................................. B. Rumusan Masalah ............................................................. C. Tujuan Penulisan ............................................................... D. Definisi Operasional E. Manfaat Penenlitian .......................................................... TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori ................................................................. 1. Transformasi wilayah ................................................... 2 .Faktor-faktor yang mempengaruhi transformasi Wilayah ........................................................................ 3. Dampak transformasi wilayah ...................................... 4. Kondisi sosial ekonomi masyarakat ............................. 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi Sosial ekonomi ............................................................. B. Kerangka Pemikiran........................................................... METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ................................................................... B. Lokasi dan Waktu Penenlitian................... ........................ C. Populasi dan Sample Penelitian.......................................... 1. populasi......................................................................... 2. Sample........................................................................... D. Alat dan Bahan Penelitian .................................................. E. Jenis dan Sumber data......................................................... F. Teknik pengumpulan data .................................................. F. Variabel Penelitian ............................................................. G. Tahapan Analisis Data ....................................................... I. Teknik Analisis Data.......................................................... ix i ii iii iv v vi vii x xi xii 1 4 4 5 5 7 7 9 14 17 19 30 32 32 33 34 35 36 37 37 38 39 40 xi BAB IV BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ............................................... B. Hasil ................................................................................... C. Pembahasan ........................................................................ 41 48 78 PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................ B. Saran .................................................................................. 94 96 x xii DAFTAR TABEL No. Tabel 1.1 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11 4.12 4.13 4.14 4.15 4.16 4.17 4.18 4.19 4.20 4.21 teks halaman Bantuan dana aksebilitas pembangunan jalan ....................................... 3 Letak topografis .................................................................................... 42 Luas panen dan produktivitas sektor pertanian di kecamatan Konda ... 46 Populasi ternak pada kecamatan konda................................................. 47 Jarak desa ke ibukota kecamatan ......................................................... 53 Lebar jalan lokasi penelitian ................................................................. 53 Karakteristik responden Desa Lambusa dan Wonua Berdasarkan Tingkat pendidikan pokok (KK) ........................................................... 55 Kondisi fasilitas pendidikan pada desa lambusa dan wonua ................ 57 Jarak antara tempat tinggal tinggal responden dengan tempat sekolah 59 Karakteristik responden desa lambusa dan wonua berdasarkan tingkat pekerjaan pokok (KK) ............................................................... 61 Karakteristik responden desa lambusa dan wonua berdasarkan tingkat pekerjaan sampingan (KK) ................................................................... 63 Kondisi aksess jalan dari tempat tinggal menuju tempat kerja ............. 64 Kondisi aksess jalan dalam membantu produktivitas kinerja kerja ...... 66 Karakteristik responden desa lambusa dan wonua berdasarkan tingkat pendapatan pokok (KK) ........................................................................ 67 Karakteristik responden desa lambusa dan wonua berdasarkan tingkat pendapatan sampingan (KK) ................................................................ 68 Karakteristik responden desa lambusa dan wonua berdasarkan kondisi kepemilikan rumah (KK) ...................................................................... 70 Karakteristik responden desa lambusa dan wonua berdasarkan kondisi bangunan rumah (KK) .......................................................................... 71 Karakteristik responden desa lambusa dan wonua berdasarkankondisi lantai rumah (KK) ................................................................................. 72 Karakteristik responden desa lambusa dan wonua berdasarkan kondisi atap rumah (KK) ................................................................................... 73 Karakteristik responden desa lambusa dan wonua berdasarkan jenis transportasi (KK) .................................................................................. 74 Karakteristik responden desa lambusa dan wonua berdasarkan kondisi modal transportasi (KK)........................................................................ 75 Aspek-aspek yang mempengaruhi transformasi dikecamatan konda ... 80 xi xiii DAFTAR GAMBAR No. Tabel 2.1 3.1 3.2 3.3 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11 4.12 4.13 4.14 4.15 4.16 teks halaman Kerangka Pemikiran ........................................................................... 31 Peta Insfrakstuktur kabupaten konawe selatan ................................... 33 Tampilan ruas koridor dan sub koridor kendari-konda ...................... 34 Diagram Variabel ............................................................................... 39 Luas wilayah kecamatan konda menurut desa ................................... 41 Batas wilayah kecamatan konda......................................................... 42 Penduduk kecamatan konda(jiwa) 2010-2014 ................................... 44 Penampang ruas jalan kecamatan konda ............................................ 50 Kondisi jalan desa lambusa dan wonua.............................................. 52 Banyaknya kendaraan menurut desa .................................................. 78 Pedagang kaki lima diruas jalan desa lambusa .................................. 81 Ruko Atk foto diruas jalan desa lambusa ........................................... 81 Penjajah kue yang beradaa diruas jalan .............................................. 82 Penjajah sari laut yang berada diruas jalan ........................................ 82 Lahan pertanian pada ruas jalan desa wonua ..................................... 83 Lahan perkebunan milik warga pada ruas jalan desa wonua ............. 83 Peternak sapi berkeliaran diruas jalan desa wonua ............................ 84 Aktivitas anak sekolah didesa wonua ................................................. 84 Area arus jalan desa lambusa ............................................................. 87 Area arus jalan desa wonua ................................................................ 87 xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses transformasi yang dilakukan secara sadar dan terencana oleh negara, bangsa, dan masyarakat (Kete,2014). Menurut Dharmapatri Pembangunan wilayah di Indonesia ditandai dengan membesarnya fenomena metropolitanisasi (Giarsi 2010). Isu mengenai menguatnya metropolitanisasi perlu mendapat perhatian adalah perkembangan koridor antarkota.Wilayah koridor adalah suatu jalur yang menghubungkan dua Kota. Menurut Giyarsih (2010), wilayah-wilayah perdesaan dikoridor antarkota telah mengalami transformasi struktur wilayah. Selanjutnya, McGee menyebutkan bahwa perubahan dari struktur agraris ke arah struktur non agraris adalah dampak dari transformasi wilayah. Hal ini dapat diketahui bahwa daerah berada diantara dua besar di luar wilayah peri urban merupakan wilayah yang didominasikan oleh kegiatan campuran antara kegiatan pertanian dan non pertanian (Giyarsih, 2010). Transformasi wilayah inidisebabkan oleh perkembangandan peningkatan jumlah penduduk juga segala aktivitasnya disuatu wilayah. Peningkatan jumlah penduduk tersebut dapat disebabkan oleh pertambahan penduduk. Seiring meningkatnya aktivitas penduduk, maka permintaan atas lahan di Kota juga semakin meningkat. Meningkatnya permintaan kebutuhan lahan mengundang persoalan tersendiri karena lahan Kota bersifat tetap dan terbatas. Oleh karena itu pemenuhan kebutuhan lahan pada akhirnya mengarah ke 1 2 pinggiran Kota. Hal ini terutama banyak terjadi di negara-negara berkembang yang kemampuan ekonomi dan teknologinya masih terbatas untuk mengembangkan Kota secara vertikal. Penduduk Kota memanfaatkan lahan– lahan di pinggiran Kota yang relatif masih tersedia luas. Sifat-sifat kekotaan, seperti bangunan dan jalan, kemudian akan merambat secara horizontal keluar dari inti Kota (urban) kearah wilayah peri urban. Kondisi tersebut akan berdampak pada lingkungan, baik lingkungan fisikal yaitu alih fungsi lahan maupun lingkungan sosial ekonomi penduduk antara lain menyangkut produksi, mata pencarian bahkan adat-istiadat penduduk. KotaKendari beberapa tahun terakhir ini,terus mengalami perkembangan transformasi wilayah. Arah transformasi tersebut berdasarkan observasi awal berada pada wilayah-wilayah peri urban (daerah pinggiran Kota) yang salah satunya adalah di koridor Kendari-Konda. Hal ini dapat dilihat dari tingkat aksesibilitas yang tinggi. Menurut Giyarsih (2010), semakin tinggi aksesibilitas suatu Desa maka semakin tinggi pula tingkat transformasi wilayahnya. Pada tahun 2014, program daerah Kabuaten Konawe Selatan, khususnya pada Kecamatan Konda mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahuntahun sebelumnya. Dimana, pada tahun 2014 pemerintah kabupaten Konawe Selatan memberikan bantuan dana pembangunanDesa/kelurahan sebesar Rp.110.000.000, mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya terutama dibidang aksesibilitas pembangunan jalan seperti yang dapat kita lihat pada tabel 1.1 3 Tabel 1.1 Bantuan Dana Aksesibilitas Pembangun Jalan Kecamatan Konda N o Kecamatan KecamatanKon da Alokasi dana T.A 2013 yang diterima per Desa 29.000.00 0 Alokasi dana T.A 2014 yang diterima per Desa Pembanguna Jumlah n jalan Angkutan usaha tani Umum 2013 2014 201 201 3 4 110.000.00 0 - 8 228 228 Sumber : data pembangunan wilayah kecamatan konda tahun 2013-2014 Kondisi ini mempermudah untuk memperoleh kemudahan mobilitas dari tempat tinggal dan ke tempat kerja. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat aksessibilitas akan berpengaruh signifikan pada terjadinya transformasi suatu wilayah, dikarenakan jalur penghubung antara Desa dengan pusat Kota sebagai pusat ketenagakerjaan juga sebagai tempat pencarian dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Kemampuan suatu wilayah mengelola aksesibilitas yang menjadi jalur perhubungan dapat menjadi suatu perkembangan yang dapat membawa pengaruh positif terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat yang hidup dikoridor aksesibilitas tersebut. Akan tetapi, tidak dipungkiri dampak negatifnya seperti penaikan harga lahan, peralihan kepemilikian lahan, dan lain sebagainya adalah akibat dari transformasi wilayah. Menurut Soekanto (1994), transformasi dapat berubah kemajuan (progresif), namun dapat pula menjadi suatu kemunduran (regres) terhadap kehidupan masyarakat. Transformasi yang terjadi pada aspek kehidupan sosial ekonomi masyarakat akan mengarah pada terjadinya kompetensi atau bahkan 4 berintegrasi satu sama lain yaitu antara masyarakat Kotadengan sifat kekotaannya dengan masyarakat Desa dengan sifat kedesaannya. Walaupun kondisi ini selalu membawa pengaruh yang kurang baik bagi kehidupan masyarakat. Disisi lain, dualisme bisa dapat hidup berdampingan dan berinteraksi satu sama lainnya. Sehingga akan berdampak pada perubahan pola pikir, sikap, transfer teknologi dan lain sebagainya. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis berkeinginan untuk meneliti tentang dampak transformasi wilayah terhadap kondisi sosial ekonomi di wilayah koridor Kendari-Konda dengan menfokuskan pada aspek aksesibilitas. Untuk itu penulis mengangkat judul penelitian:Dampak Transformasi Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Di Koridor Kendari-Konda. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan, yakni“Bagaimana dampak transformasi wilayah terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat di koridor Kendari-Konda ?” C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis secara spasial dampak transformasi wilayah terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat dikoridor Kendari-Konda. 5 D. Definisi Operasional Dari latar belakang dapat diambil definisi operasional sebagai berikut : 1. Wilayah koridor adalah suatu jalur yang menghubungkan dua kota. Dimana, pada wilayah koridor rentang mengalami transformasi struktur wilayah. 2. Transformasi wilayah disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk dan aktivitas masyarakat pada suatu wilayah sehingga mempengaruhi kondisi sosial ekonominya. 3. Aksesibilitas yang merupakan jalur penghubung antar desa dengan pusat kota menjadi kemudahan masyarakat untuk memperoleh kemudahan mobilitas. E. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan dan informasi tentang analisis spasial dampak transformasi wilayah terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat di koridor Kendari-Konda. 2. Sebagai pertimbangan dan referensi tambahan bagi pihak atau peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut terutama yang berhubungan dengan masalah yang di bahas dalam penelitian ini. 3. Sebagai harapan peningkatan kehidupan sosial ekonomi masyarakat di koridor Kendari–Konda kearah yang lebih baik melalui pemanfaatan/ pengelolaan sumber daya secara optimal, bijaksana dan berkelanjutan serta meningkatkan aksesibilitas. 6 4. Dapat menambah pengalaman dan khasanah ilmu pengetahuan bagi penelitian. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Transformasi Wilayah Dalam membahas mengenai transformasi wilayah pasti menyangkut perubahan yang terjadi dalam suatu wilayah yang berdampak pada karakteristik dan perkembangan dalam wilayah tersebut baik secara fisikal maupun lingkunganya. Giyarsi (2012), menyatakan bahwa transformasi wilayah merupakan representasi dari perkembangan wilayah yang digambarkan sebagai suatu perubahan dan pergeseran karakteristik dari komponen wilayah dalam kurun waktu tertentu sebagai akibat dari hubungan timbal balik antar komponen wilayah tersebut. Transformasi wilayah yang terjadi ini, dapat berdampak terhadap sumberdaya lokal, sosial, ekonomi dan kultural. Adapun yang dimaksud dengan transformasi wilayah dalam penelitian ini adalah proses perubahan sifat atribut wilayah dari sifat kedesaan ke sifat kekotaan pada ruang koridor yang termaksuk wilayah peri urban yang dapat mempengaruhi struktur sosial ekonominya dilihat dari tingkat derajat aksesibilitas sebagai hubungan timbal balik antar komponen wilayah. Gejala perembetan atribut sifat Kota pada akhirnya mengubah wilayah alami menjadi wilayah dengan sifat kekotaandan membawa perubahan terhadap banyak aspek diwilayah peri-urban (daerah pinggiran Kota) terutama pada aspek sosial ekonomi. 7 8 Ritohardyono(2013), menyebutkan bahwa meskipun latar belakang pertumbuhan setiap Kota memiliki karakteristik beragam, namun implikasi keruangan yang ditimbulkan mirip satu sama lain yakni kecenderungan kompetensi penggunaan lahan didaerah pinggiran atau sekitar Kota. Perubahan lainnya adalah meningkatkan ciri-ciri kehidupan sosial ekonomi Kota di perdesaan sehingga membawa gejolak sosial dan perubahan gaya hidup di perdesaan. Perubahan ciri Kota juga mendorong proses reklasifikasi Desa atau secara administratif ciri Kota. Giyarsih,Mutaali,danWidodo(2003),menemukan bahwa transformasi wilayah yang lebih tinggi terdapat di wilayah yang mempunyai tingkat aksesibilitas fisik wilayah tinggi. Transformasi wilayah berasosiasi dengan derajat aksesibilitas dengan kata lain tingkat transformasi wilayah yang tinggi mengelompokan di wilayah yang memiliki derajat aksesibilitas yang tinggi pula sebaliknya. Hal ini di portulasikan bahwa mekanisme bekerjanya variabel-variabel penyusun transformasi wilayah tersebut juga tidak sama untuk wilayah-wilayah dengan derajat aksesibilitas yang juga tidak sama. Sebagai contoh diwilayah dengan aksesibilitas tinggi akan mempunyai tingkat kepadatan penduduk yang juga lebih tinggi dari pada di wilayah dengan derajat aksesibilitas rendah. Hal ini disebabkan oleh adanya daya tarik wilayah dengan derajat aksesibilitas tinggi untuk bermukim misal karena kemudahan dalam membangun permukiman dan kemudahan dalam memperoleh pelayanan transportasi. Dengan alasanyang 9 sama dipahami pula bahwa diwilayah dengan derajat aksesibilitas yang tinggi juga mempunyai pertumbuhan pertumbuhan yang tinggi. Transformasi wilayah yaitu perubahan wilayah yang terjadi secara keruangan yang berhubungan dengan aksesibilitas dan sosial ekonomi yang merujuk pada suatu proses pergantian (perbedaan) ciri-ciri tertentu dalam satuan waktu tertentu (Giyarsih,2013). Olehnya itu, dapat disimpulkan bahwa transformasi wilayah menyangkut dengan hal perubahan prilaku masyarakatnya atau wilayahnya. Pada wilayah perdesaan yang ada pada koridor antarkota sebagian besar telah mengalami transformasi struktur wilayah yang dilihat dari tingkat aksesibilitas, perumahan dan kondisi sosial ekonominya hal ini mengacu pada perubahan atribut sifat Desa. McGeemenyebutkan transformasi tersebut sebagai proses KotaDesasi, yaitu perubahan struktur wilayah agraris ke arah struktur non agraris (Giyatri, 2010). Proses transformasi wilayah tersebut tentunya bukan hanya fisikal, tetapi juga perubahan sosial ekonomi dan kultural penduduk perdesaan yang antara lain menyangkut struktur produksi, mata pencaharian, dan adat-istiadat penduduk sebagai sumber perubahan penghidupan. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi transformasi wilayah a. Aksesibilitas Tingkat aksesibilitas daerah dapat diukur menurut baik dan tidaknya kondisi jalan pada suatu daerah tersebut karena faktor kemudahan aksesibilitas dapat mendorong sekelompok masyarakat untuk 10 memilih suatu lokasi yang strategis karena makin padat jaringan jalan yang terdapat di suatu wilayah, maka makin tinggi derajat aksesibilitas wilayahnya. Sehingga,Hal ini mempengaruhi transformasi ruang pada suatu wilayah dan Kemampuan wilayah berinteraksi dengan wilayah lainnya. Tingkat kemudahan aksesibilitas pada suatu wilayah dapat dilihat dari segi perbaikan akses yang dipengaruhi oleh perbaikan jalan, karena menghasilkan pelayanan transportasi yang baik. Jalan yang baik dapat dilalui oleh kendaraan pribadi maupun publik, sehingga dapat membantu aktivitas penduduk pedesaan. Menurut Black, aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan lokasi tata guna lahan yang berinteraksi satu sama lain dan mudah atau sulitnya lokasi tersebut dicapai melalui transportasi.Tingkat aksesibilitas wilayah juga bisa di ukur berdasarkan pada beberapa variabel yaitu ketersediaan jaringan jalan,jumlah alat transportasi, panjang, lebar jalan, dan kualitas jalan (Nasution 2005). Menurut Gayatri (2010),dalam Penelitiannya menyimpulkan:(1) semakin tinggi aksesibilitas suatu wilayah makin tinggi pula tingkat transformasi wilayah;(2)tahapan-tahapantransformasi wilayah berasosiasi dengan jaringan jalan dan pusat pertumbuhan; (3)transformasi wilayah berdampak terhadap penyusutan lahan pertanian, kenaikan harga lahan, perubahan jenis tanaman dan penurunan produktivitas hasil pertanian; (4)transformasi wilayah berdampak terhadap: aspek ekonomi seperti 11 (pendapatan, harga lahan, kualitas bangunan rumah, orientasi penggunaan rumah); (5)kondisi sosial (penurunan kegiatan ronda malam, intensitas perkumpulan bapak/ibu, aktivitas gotong royong, perubahan sumbangan dari tenaga ke bentuk uang); (6)teknologi (peningkatan intensitas menggunakan komputer/internet, cara menabung, dan penggunaan alat pengolahan pertanian). Sumaadja menjelaskan Kemudahan aksesibilitas dapat menentukan perkembangan kemajuan atau kemunduran suatu aktifitas perekonomian terutama pada wilayah pinggiran Kota (peri urban). Faktor yang mempengaruhi fungsi rendahnya aksesibilitas adalah topografi, sebab dapat menjadi penghalang bagi kelancaran untuk mengadakan interaksi di suatu daerah. Keadaan hidrologi seperti sungai, danau, rawa, dan laut juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan pembangunan pertanian. Jadi tinggi rendahnya aksesibilitas wilayah sangat tergantung pada morfologi, topografi, dan laut juga sistem jaringan serta tersedianya sarana dan prasarana pendukung untuk memperlancar berbagai hubungan antara daerah sekitarnya (Nasution 2005). Adanya aksesibilitasdiharapkan masyarakat dapat mengatasi beberapa hambatan mobilitas, baik berhubungan dengan mobilitas fisik, misalnya mengakses jalan raya, pertokoan, gedung perkantoran, sekolah, pusat kebudayaan, lokasi industri dan rekreasi baik aktivitas non fisik seperti kesempatan untuk bekerja, memperoleh pendidikan, mengakses informasi, mendapat perlindungan dan jaminan hukum (Kartono, 2001). 12 b. Penduduk pendatang Meningkatnya kegiatan ekonomi yang diprakarsai oleh penduduk pendatang (baik dari bagian wilayah peri urban yang lain/dari Kota) tampak alami kegiatan ekonomi yang kebanyakan mempunyai skala lebih besar dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh penduduk asli lokal. Kegiatan ekonomi yang muncul lebih bervariasi baik yang di usahakan oleh perorangan maupun institusi. Bagian peri urban merupakan suatu wilayah yang wilayah dan prospektifnya memiliki segala keunggulan komparatif yang ditinjau dari segi lokasi. Bagian wilayah peri urban ini juga disebut sebagai wilayah pre urban, karena rona kekotaan masa depan ditentukan oleh kondisi wilayah peri urban masa kini dan merupkan wilayah kekotaan masa depan (Yunus, 2008). Wilayah peri urban merupakan wilayah yang mengelilingi Kota, sehingga dapat dijangkau oleh penduduk Kota dalam waktu yang relatif sangat singkat. Hal ini memungkinkan pemodal untuk membuka usaha dengan tujuan menarik penduduk Kota sebagai konsumen yang relatif mempunyai penghasilan lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk perdesaan. Disamping itu,wilayahpinggiran ini menawarkan pemandangan alam kedesaan yang sangat diminati oleh penduduk Kota yang dalam kesehariaannya bergelut dengan suasana hiruk-pikuknya lalu lintas beserta kemacetannya, suasana kerja yang monoton dan selalu berhadapan dengan tembok-tembok mati. Upaya untuk memecahkan monoritas kegiatan sehari-hari diperlukan dan salah satu diantaranya 13 mengadakan kegiatan utdoor recreation di wilayah peri urban dan hal ini merupakan peluang usaha yang menjanjikan. Oleh kerena peluang usaha ini membutuhkan modal yang cukup besar, maka pemodal yang berkemampuan untuk itu dapat melaksanakan dan mereka kebanyakan merupakan penduduk pendatang atau penduduk dariKota dan membuka usaha di wilayah peri urban (Yunus, 2008). Pada wilayah peri urban yeng dikelilingi oleh suasana kedesaan yang masih alami usaha yang tampak besar lebih kelihatan seperti halnya kompleks perkantoran, kompleks pendidikan, kompleks perbelanjaan dan kompleks industrian hal ini didasari oleh karakteristik wilayah peri urban yang masih mempunyai lahan terbuka cukup leluasa untuk didirikannya infrastruktur yang berskala besar oleh karena kompleks tersebut berada diunit pemerintahan tertentu, maka pendapat daerah yang berasal dari kegiatan-kegiatan besar tersebut akan dinikmati oleh pemerintah lokal dan memberikan peluang kesempatan kerja bagi penduduk setempat sehingga dapat memberikan konstribusi yang signifikan terhadap kesejahteraan penduduk. Munculnya kesempatan kerja diluar sektor pertanian baik dalam skala kecil maupun besar di wilayah peri urban telah memungkinkan penduduk wilayah peri urban untuk menambah penghasilannya dan hal tersebut menarik untuk para pendatang yang telah menjadi penduduk dalam wilayah tersebut untuk turut menjadikan hal tersebut sebagai tempat yang menjadi sumber pendapatan. 14 3. Dampak transformasi wilayah Dalam bentuk pemanfaatan lahan dalam transformasi itu berorientasi pada kepentingan kedesaan menjadi bentuk pemanfaatan lahan berorientasi pada kepentingan kekotaan. Beberapa bentuk pemanfaatan lahan yang perlu menjadi sorotan utama adalah bentuk pemanfaatan lahan pertanian, bentuk pemanfaatan lahan pada pemukiman dan bentuk pemanfaatan lahan nonpemukiman bukan pertanian, khususnya bentuk pemanfaatan lahan jasa dan industri (Yunus, 2008). Perubahan yang terjadi didalam wilayah sebagian diakibatkan adanya kegiatan manusia oleh karena dimensi dampak yang dapat muncul di wilayah peri urban dapat berskala mikro sampai dengan makro maka, tidak semua detail dampak yang muncul akan dikemukakan. Pembahasan mengenai dampak dapat dilihat dari tingkat aksesibilitasnya. a. Dampak positif transformasi wilayah Kemudahan aksesibilitas yang ada pada suatu wilayah akan mempengaruhi tingkat sosial ekonominya pada daerah peri urban memudahkan hasil pertanian untuk dijual kekota sebagai sumber pendapatan, perkembangan pemukiman yang mengarah pada bangunan semi permanen yang tertata sebagai ciri Kota, memudahkan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan dengan bersekolah pada tempat yang layak akan sarana dan prasarana dan mempermudah mobilitas aktifitas masyarakat sehingga memberi kesempatan kepada masyarakat yang ada pada daerah Desa untuk merasakan keadaan Kota. 15 Pembangunan jalur jalan sebagai kemudahan aksesibilitas bagi masyarakat pinggiran Kota terutamanya dapat mengalih fungsikan lahan yang sebelumnya digunakan secara menyeluruh sebagai lahan pertanian kemudian menjadi ruas jalan. Perubahan itu menyebabkan terjadinya diferensiasi dikalangan masyarakat Desa dengan semakin menyempitnya lahan pertanian, semakin merasuknya sistem ekonomi uang, semakin meluasnya sistem transportasi dan komunikasi dan semakin intensifnya kontak dengan luar Desa. Maka, telah meningkatkan terjadinya diferensiasi pada struktur mata pencaharian masyarakat Desa mereka tidak lagi sangat tergantung pada pertanian. Sehingga, Sektor-sektor diluar pertanian seperti perdagangan, industri kecil atau kerajinan menjadi sangat berkembang dan menambah kreatifitas masyarakatnya (Raharjo,2004). b. Dampak negatif transformasi wilayah Adanya fasilitas jalan sebagai kemudahan aksesibilitas membuat hilangnya lahan pertanian, menurunnya komitmen petani terhadap lahan maupun kegiatan pertaniannya, karena sebagian dari lahan dibuat ruas jalan atau dibuat pembangunan pemukiman yang tidak terkontrol karena masyarakat lebih cenderung menginginkan lahan yang ada pada pinggiran jalan atau lahan yang dilalui oleh jalan sebagai tingkat kemudahan bagi mereka hilangnya bidang pekerjaan pertanian membuat hilangnya atmosfir kedesaan. 16 Pembangunan jalan di wilayah peri urban atau wilayah perbatasan Kota banyak mempengaruhi perubahan pola penggunaan tanah dan, pada gilirannya, pemukiman perdesaan berubah menjadi pola campuran. Ada bagian kelompok perumahan yang tertata dengan baik menurut kerangka jalan baru yang terbentuk tetapi, dibagian jalan lain masih ada pula yang tetap berpola seperti sediakala, yaitu tidak teratur dengan bangunan semi permanen(Koestoes, 1997). Terjadinya pembangunan jalan membawa konflik antara komunitas masyarakat sosial disekitar daerah tersebut muncul, dengan terjadinya perselisihan atas tanah untuk kepentingan dan usaha selain pertanian. konversi wilayah berhubungan dengan status pemilik perorangan sehingga dapat menimbulkan masalah sosial yang serius pada lingkungannya (Koestoes,1997). Dampak transformasi dari segi spasial dengan adanya bentuk pemanfaatan lahan pemukiman seperti diketahui bahwa bagian wilayah peri urban khususnya yang terletak dekat dengan lahan kekotaan terbangun merupakan sasaran para pendatang baru untuk bertempat tinggal bahkan penduduk asli cenderung ingin memiliki lahan yang terletak dengan lahan kekotaan dan ruas jalan, hal tersebut membuat pemadatan lahan pemukiman(Yunus,2008). 17 4. Kondisi sosial ekonomi masyarakat Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul atau dengan istilah ilmiah saling berinteraksi. Menurut Koentjaraningrat, dalam membahas mengenai sosial ekonomi pasti menyangkut masalah kemasyarakatan sebab masyarakat adalah obyek dari pada struktur sosial ekonomi (Adisasmita, 2012). Selanjunya, Abdulsyani mendefinisikan sosial ekonomi sebagai kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompok manusia yang ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi, pendapatan, tingkat pendidikan, dan jenis rumah tinggal (Maftukhah, 2007). Dalam membahas mengenai sosial ekonomi pasti menyangkut masalah kependudukan yang merupakan obyek dari pada struktur sosial ekonomi yang mendiami suatu wilayah tertentu. Untuk melihat kedudukan sosial ekonomi, Melly G.Tan (2007) menderivasi dalam tiga kategori, yakni pekerjaan, penghasilan, dan pendidikan. Berdasarkan hal tersebut, masyarakat dapat digolongkan kedalam kedudukan sosial ekonomi rendah, sedang, dan tinggi (Koentjaraningrat, 1981). Kegiatan perdagangan penduduk asli guna mendapatkan penghasilan sebagai pemenuhan kebutuhan hidup pada umumnya merupakan perdagangan berskala kecil yang bersifat informasi antara lain penjajah sayuran keliling, makanan ringan kebutuhan sehari-hari memberikan kemudahan bagi penduduk wilayah peri urban karena tiap hari penduduk dapat memperoleh kebutuhan sayuran, daging, telur segar dengan variasi 18 yang besar sehingga dapat mengurangi pengeluaran untuk pergi kepasar baik pasar tradisional maupun super market (Yunus,2008). Sejalan dengan perkembangan wilayah peri urban sebagai akibat dari pengaruh pertambahan kegiatan masyarakat, khususnya sosial dan ekonominya mengalami perubahan yang dikarenakan kemudahan aksesibilitasnya sehingga, Pengaruh kegiatan ekonomi kekotaan yang secara umum dikaitkan dengan kegiatan ekonomi berorientasi non-agraris lambat laun akan semakin nyata terlihat. Transformasi kegiatan ekonomi kedesaan menjadi kekotaan tampak dalam beberapa hal antara lain: (1)transformasi kegiatan perekonomian yang dilaksanakan oleh penduduk asli dan (2) meningkatkan kegiatan perekonomian yang diprakarsai oleh penduduk pendatang (Yunus, 2008). Karakteristik wilayah peri urban yang mempunyai attracting forces baik bagi penduduk perdesaan maupun penduduk perkotaan. Hal ini telah mengakibatkan banyaknya pendatang baru baik berupa perorangan maupun institusi. Wacana ini berkaitan dengan transformasi sosial dari sifat–sifat sosial kedesaan menjadi sifat-sifat kekotaan. Main dekat dengan lahan kekotaan terbangun, maka makin kental suasana kekotaan secara fisikal yang terlihat dan hal ini selalu berasosiasi secara spasial dengan perubahanperubahan sosial ekonomi yang terjadi. 19 5. Faktor- faktor yang mempengaruhi sosial ekonomi a. Pendidikan Sistem pendidikan di Indonesia merupakan sistem pendidikan nasional seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 pasal 1dimana sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Oleh karena itu jikadihubungkan denganpembangunan nasional maka motor penggerak menuju tujuan pembangunan nasional adalah manusia itu sendiri yang memiliki penunjang berupa tingkat pendidikan, pengetahuan, dan teknologi. Pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam peranannya di dalam masyarakat, pada masa yang akan datang baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Sedangkan, menurut Ihsan (2003), “Dalam pengertian sederhana dan umum makna pendidikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam lingkungan masyarakat dan kebudayaan”. Kesempatan memperoleh pendidikan adalah hak bagi setiap warga negara indonesia. Oleh karena itu, ketersediaan sarana pendidikan disetiap Desa menjadi hal mutlak, terutama tingkat sekolah dasar. Dengan ketersediaan sarana pendidikan dasar pada setiap Desa 20 diharapkan tingkat buta huruf akan semakin berkurang. Demikian halnya untuk tingkat pendidikan yang lebih tinggi SLTP dan SMU atau bahkan perguruan tinggi. Pendidikan bagi masyarakat merupakan jenjang untuk menuju derajat yang lebih tinggi, sarana pendidikan dalam pembangunan merupakan program struktur tata ruang Kota yang berkelanjutan (Bintarto, 1989). Pembangunan fisikal yang menunjang kesejahateraan sosial yang menfasilitas pendidikan baik formal maupun non-formal. Apabila memungkinkan fasilitas pendidikan umum dari tingkat paling rendah sampai ketingkat paling tinggi dapat disediakan di wilayah peri urban sehingga migran ulang alik dari wilayah peri urban kekota dapat dikurangi, dan hal ini diharapkan mampu mengurangi frekuensi kecelakaan penduduk usia remaja yang merupakan aset nasional masa depan.Keberadaan pendidikan khusus yang menekankan pada keterampilan tertentu diharapkan mampu menambah kegiatan ekonomi produktif dan meningkatkan tingkat pendidikan dalam rangka menempuh pendidikan yang lebih tinggi. remaja usia sekolah sebaliknya tidak usah pergi ke tempat yang jauh untuk belajar dan hal ini hanya mungkin apabila lingkungannya sudah tersedia fasilitas pendidikan yang dimaksudkan (Yunus, 2008). Penjelasan diatas dengan jelas mengutarakan bahwa begitu pentingnya pendidikan bagi kehidupan manusia. Menurut Giyarsi (2013) Pendidikan merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk 21 menggambarkan kondisi sosial suatu wilayah sehingga, Pendidikan merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi pertumbuhan status sosial ekonomi dan merupakan taraf perubahan suatu wilayah yang dilihat dari potensi dan kemampuan yang dimiliki oleh penduduknya. Terpenuhinya pendidikan seseorang merupakan modal untuk mengubah status sosial ekonomi agar menjadi lebih baik. b. Mata pencaharian Marbun menjelaskan, bahwa mata pencaharian merupakan kegiatan masyarakat yang menjadi rutinitas sebagai lahan untuk mencari penghasilan guna pemenuhan kehidupan yang berkelanjutan khususnya pada wilayah Kota yang menjadi pusat aktifitas suatu wilayah terutama pada bidang ekonomi, kegiatan budaya dan kegiatan politik. Aktivitas yang terjadi di daerah perKotaan merupakan aktivitas yang bergerak dibidang non agraris-heterogen (Giyatri, 2010). Sedangkan, diwilayah peri urban banyak berlangsung aktivitas mata pencaharian di bidang agraris. Perubahan yang mencolok dalam hal mata pencaharian adalah perubahan dari petani menjadi bukan petani. Struktur mata pencaharian diwilayah peri urban merupakan berkah tersendiri namun, dalam beberapa hal yang lain akan mengakibatkan dampak negatif. Makin banyaknya golongan petani, yang berubah menjadi non petani, mengakibatkan perilaku ekonomi, sosial, kultural yang berubah pula. 22 Dalam hal besarnya proporsi non – petani yang meningkat di wilayah peri urban disamping ada perubahan petani menjadi non- petani. Menurut Yunus(2008), bahwa terganggunya suatu lahan pertanian dipengaruhi oleh polusi irigasi oleh limbah rumah tangga maupun industri, polusi udara oleh debu-debu disepanjang jalan raya dan banyak menempel pada daun-daun tanaman sehingga mempengaruhi prose fotosistensis, terganggunya saluran irigasi dan kelancaran aliran air oleh pembangunan, makin banyaknya hama karena makin banyaknya kerusakan tanaman karena binatang peliharaan. Hal ini dapat dilihat dari lokasi wilayah yang berada di garis koridor sehingga penggunaan lahan pertanian menunrunya produktivitas. Menurunnya produktivitas pada lahan pertanian berpengaruh pada alih mata pencaharian dimana terdapat sekelompok petani yang kemudian menjual lahan pertaniannya dan beralih mata pencaharian di luar sektor pertanian. c. Pendapatan Pendapatan yaitu hasil dari kegiatan dan usaha kerja yang dilakukan masyarakat yang mendiami suatu wilayah baik secara individual maupun kelompok sedangkan,Tingkatpendapatanmerupakanjumlah penerimaan berupa uang atau barang yang dihasilkan oleh segenap orang yang merupakan balas jasa untuk faktor-faktor produksi (BPS, 2006). Menurut Sunardi menyebutkan bahwa “pendapatan adalah seluruh penerimaan baik berupa barang maupun uang baik dari pihak lain 23 maupun dari hasil sendiri, dengan jalan dinilai dengan sejumlah uang atau harga yang berlaku saat itu”(Adisasmita, 2012). Uang atau barang tidak langsung kita terima sebagai pendapatan tanpa kita melakukan suatu pekerjaan baik itu berupa jasa ataupun produksi. Pendapatan ini digunakan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari demi kelangsungan hidup. Menurut Oktama (2013), Pendapatan dibedakan menjadi tiga yaitu: (1)Pendapatan pokok yaitu pendapatan yang tiap bulan diharapkan diterima, pendapatan ini diperoleh dari pekerjaan utama yang bersifat rutin; (2)Pendapatan sampingan yaitu pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan di luar pekerjaan pokok, maka tidak semua orang mempunyai pendapatan sampingan; (3)Pendapatan lain-lain yaitu pendapatan yang berasal dari pemberian pihak lain, baik bentuk barang maupun bentuk uang, pendapatan bukan dari usaha. Pemerintah telah melakukan upaya bagaimana meningkatkan pendapatan lewat pemberdayaan masyarakat Desa dalam programprogram pemerintah untuk melihat seberapa besarkah kegiatan ekonomi masyarakat Desa mendukung perekonomian nasional. Sasaran utamanya tentunya adalah peningkatan produktifitas masyarakat miskin pedesaan untuk meningkatkan peluang dan kesempatan mereka memperoleh pekerjaan dan pendapatan yang lebih baik. Sehingga, Pendapatan dapat diartikan sebagai hasil yang diterima seseorang karena orang itu bekerja dan hasilnya bisa berupa uang, barang atau jasa. Sehingga, 24 pendapatan dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang bagaimana seseorang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya yang menempati suatu wilayah tertentu sebagai tempat tinggalnya yang terus mengalami perubahan wilayah terutama jika bekerja pada bidan agraris bagaimana mempertahankan lahan sehingga tidak terjadi alih mata pencaharian. d. Pekerjaan Dalam kehidupan manusia selalu mengadakan bermacam-macam aktivitas. Salah satunya aktivitas itu diwujudkan dalm gerakan-gerakan yang dinamakan kerja. Bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang bersangkutan (Adisasmita,2012) Ketersediaan lapangan kerja pada daerah perdesaan lebih di dominasi oleh kegiatan dibidang agraris dengan adanya Ketersediaan lapangan pekerjaan mendorong kegiatan perekonomian masyarakat. Sehingga, di butuhkannya penyiapan lapangan kerja untuk mengatasi pengangguran yang muncul salah satunya kesulitan yang dialami pelaku usaha di perdesaan adalah keterbatasan modal usaha. Pemberdayaan masyarakat menekankan partisipasi masyarakat untuk mengenali permasalahan sendiri, mengatasi dengan program kerja yang sesuai mengatur penyelenggaraan untuk keberlajutannya.Usaha produktif yang dilakukan oleh kelompok masyarakat juga membuka kesempatan kerja atau usaha bagi kelompok itu sendiri maupun masyarakat luas. Multiplier effect, ini sangat nampak saat sebuah jenis usaha berkembang 25 maka mendorong jenis usaha lain untuk mendukung perkembangannya. Sebagai contoh dengan adanya perindustrian disuatu Desa maka beberapawarga masyarakat menjadi pemasok bahan baku. Ketersediaan lapangan pekerjaan mendorong kegiatan perekonomian masyarakat. Yunus (2008)mengatakan kegiatan industri mempunyai peranan strategis dalam peranan suatu Kota untuk konstelasi ekonomi wilayah. Sasaran utamanya tentunya adalah peningkatan produktifitas masyarakat miskin pedesaan untuk meningkatkan peluang dan kesempatan mereka memperoleh pekerjaan dan pendapatan yang lebih baik. e. Kondisi perumahan Perkembangan perumahan menunjukkan pola mengarah ke luar kawasan perkotaan. Perubahan pola pembangunan perumahan di kawasan pinggiran menunjukkan adanya kejenuhan di kawasan perKotaan dan sekitarnya. Berkembangnya kawasan pinggiran Kota sebagai lokasi utama pembangunan perumahan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, mulai harga lahan, dari prakarsa pengembang, faktor fisik lingkungan,kebijakan pemerintah maupun minat konsumen atau pasar. Pemadatan permukiman yang terus menerus berlangsung di pinggiran Kota merupakan perwujudan nyata dari kebutuhan akan ruang di perkotaan meningkat (Giyarsih, 2010). Berbicara mengenai perumahan lebih mengarah kepada konsep fisik bangunannya namun apabila sudah berkaitan dengan permukiman maka dapat dilihat sebagai komplekstitas antara kegiatan dan hubungan sosial 26 manusia yang hidup didalamnya.Menurut Charles Abrams, ahli perumahan PBB tahun limapuluhan, perumahan bukan hanya lindungan saja, tetapi merupakan bagian dari kehidupan komunitas dan keseluruhan lingkungan sosial. Perumahan sesungguhnya berkaitan erat dengan industrialisasi, aktivitas ekonomi, dan administratif serta berkaitan pula dengan kebutuhan akan pendidikan (Kuswartojo, 2005). Pada aspek-aspek penggunaan lahan memiliki konsep yang lebih luas dibeberapa aspek Bentuk dan luas penggunaan lahan yang diteliti yaitu perubahannya, yakni perubahan pemanfaatan yang pernah dilakukan, misalnya dari sawah lahan basah menjadi perumahan. Perubahan bentuk penggunaan lahan tersebut akan berdampak pada perubahan orientasi penggunaan lahan. Lahan sawah yang digunakan sebagai lahan produksi tanaman pangan memiliki orientasi untuk dapat produktif sehingga tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi namun juga dapat dijual.Lain halnya ketika kemudian berubah menjadi tempat tinggal yang mana lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pribadi atau subsisten. Prilaku merubah fungsi lahan pertanian berubah menjadi rumah lebih komersil merupakan adaptasi akibat semakin sempitnya lahan yang dimiliki dan perkembangan diwilayah peri urban. Kondisi ini menunjukan pembangunan perumahan secara umum tidak berdampak pada metode dan orientasi lahan pertanian. Akan tetapi, pembangunan 27 perumahan mengakibatkan perubahan metode dan orientasi penggunaan lahan terbangun. Wrigley menjelaskan, kajian penguasaan lahan secara geografis memberikan perhatian khusus pada interaksi manusia dengan lingkungannya dan lebih menekankan orientasinya pada masalah, dalam kerangka interaksi manusia dengan lingkungannya(Sari, 2007). Kondisi penguasaan lahan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat berkaitan dengan pembangunan perumahan. Sehingga, Perubahan pemanfaatan lahan dipinggiran Kota ditekankan pada perubahan penguasaan lahan pertanian ke lahan permukiman, baik dari aspek sebarannya maupun proses perubahannya (ekologikal). Hal ini berbeda dengan pendekatan spasial yang menekankan pada intensitas pembangunan perumahan terhadap perubahan pemilikan lahan. f. Transportasi Transportasi adalah suatu sistem jaringan yang secara fisik menghubungkan suatu ruang dengan ruang kegiatan lainnya (Tamin, 2000). Morlock menjelaskan, sebagai suatu kegiatan memindahkan atau mengangkut barang dan atau penumpang dari satu tempat ke tempat lainnya (Nasution, 2005).Lebih lanjut, Wrightmendefinisikan bahwa transportasi adalah suatu perpindahan barang atau penumpang dari satu lokasi ke lokasi lainnya, yang membuat barang atau penumpang tersebut mempunyai nilai yang lebih tinggi di lokasi yang baru (Nasution, 2005). 28 Selain itu, Sumaatmadja menyebutkan peranan transportasi merupakan masalah utama setiap wilayah yang memiliki jangkauan luas. Tersedianya berbagai jenis alat kendaraan merupakan salah satu kenyamanan dan kemudahan bagi penduduk di suatu wilayah tertentu (Nasution,2005). Magribi menjelaskan Transportasi di artikan sebagai usaha untuk memindahkan, menggerakan, mengangkut, dan mengalihkan suatu obyek dari suatu tempat ke tempat lain. Obyek tersebut lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan-tujuan tertentu (Nasutio,2005). Dalam pengembangan wilayah, transportasi merupakan faktor yang mendorong proses pembangunan dan perubahan sosial ekonomi suatu wilayah. Kemajuan berdampak bukan hanya pada daerah perkotaan tetapi mengubah penggunaan tanah perdesaan dalam mempercepat pengembangan pertanian dan hasilnya yang berasal dari suatu daerah,pengadaan jalan-jalan merupakan faktor kunci yang harus diperhitungkan.tanpa fasilitas transportasihampir tidak mungkin melaju dan mendorong pengembangan pertanian (Koestoes,1997). Binarto menjelaskan Jalur jalan dalam wilayah dan jalur-jalur jalan penghubung wilayah dengan daerah disekitar wilayah sangat berpengaruh dalam ikut meningkatkan arus manusia dan arus barang antar wilayah. Aksesibilitas wilayah menjadi semakin besar dan dengan demikian sangat membuka kemungkinan terjadinya urbanisasi dan perkembangan wilayah diberbagai daerah. Wilayah yang terletak pada 29 fokus lalu lintas yang ramai akan mengalami perkembangan yang cepat (Nasution 2005). Pemadatan Ditinjau dari segi tujuan penggunaan jasa transportasi Kota ini, maka terdapat berbagai jenis penggunaan yaitu;(1)Perjalanan Ulang Alik Perjalanan ulang alik adalah perjalananyang setiap hari dilaksanakan oleh pengguna jasa pada waktu dan lintasan yang tetap, kegiatan yang termasuk ke dalam perjalanan ulang alik ini adalah perjalanan ke tempat bekerja, perjalanan pelajar/mahasiswa ke tempat lokasi fasilitas pendidikannya;(2)perjalanan insedentil tidak dilakukan setiap hari dan tidak selamanya mengikuti lintasan yang sama. Misalnya seorang ibu pergi ke Puskesmas untuk memeriksa kesehatan dan dari sana ada pula yang berangkat ke departement store untuk berbelanja dan pulang ke rumah kemudian, minggu depan ia berangkat ke gedung perbelanjaan di pusat Kota; (3)Perjalanan Santai di Kota-Kota banyak terjadi terutamauntuk golongan atas seperti pergi arisan, makan di luar rumah (restoran), pergi ke tempat hiburan. Perjalanan santai ini mirip dengan perjalanan insidentil, tetapi masalah ketepatan waktu tidak terlalu menentukan; (4)Perjalanan Liburan Pada waktu liburan (akhir pekan) banyak orang yang akanberlibur ke luar Kota. Oleh karena itu ,seperti yang diuraikan di atas maka jalur-jalur tertentu akan menjadi padat; (5)Perjalanan Wisata Perjalanan wisata yaitu perjalan diKota untuk mengunjungi tempat-tempat obyek wisata, umumnya rutenya tetap, asal 30 dan tujuannya tetap yaitu misalnya hotel-hotel berbintang. Perjalanan wisata ini pada umumnya dilaksanakan dengan bus wisata. Maka,Pemenuhan transportasi pribadi maupun umum dapat digunakan sebagai sarana kemudahan akses untuk mengembangkan dan memajukan daerah terpencil agar dapat menjadi maju. B. Kerangka pemikiran Wilayah peri urban merupakan daerah pinggiran Kota yang berada diantara dua wilayah yang sangat berbeda kondisi lingkungannya yang memiliki kenampakan kekotaan disatu sisi namun disisi lain mempunyai kenampakan kedesaan karena kondisi ini maka wilayah ini tidak dapat lepas dari transformasi wilayah salah satu ciri yang dapat berperan aktif pada transformasi wilayah adalah tingkat aksesibilitas . Menurut Giyarsih (2010),menyatakan bahwa semakin tinggi aksesibilitas suatu Desa maka semakin tinggi pula tingkat transformasi wilayahnya. Transformasi yang dialami oleh suatu wilayah akan berimplikasi pada wilayah itu sendiri terutama pada sosial ekonomi masyarakatnya sehingga, dalam penelitian ini peneliti mengangkat judul “Dampak Transformasi Wilayah Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Dikoridor Kendari-Konda” 31 Wilayah peri urban Koridor kendari-konda aksesibilitas Transformasi wilayah implikasi Sosial ekonomi masyarakat : 1) Pendidikan 2) Mata pencaharian 3) Pendapatan 4) pekerjaan 5) kondisi perumahan 6) transportasi dampak transformasi wilayah terhadap kondisi sosial ekonomi dikoridor Kendari-Konda Gambar 2.1 kerangka pemikiran penelitian 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian merupakan kegiatan terencana dan sistematis yang dilakukan untuk menjawab dan memecahkan suatu permasalahan tertentu. Sebuah penelitian memerlukan metode yang menjadi dasar penelitian karena dasar penelitian menentukan proses bagaimana memecahkan masalah dalam penelitian.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak transformasi wialayah terhadap kondisi social ekonomi masyarakat di wilayah koridor Kendari-Konda. Untuk tujuan tersebut maka jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan pendekatan survey. B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Lokasi wilayah peri urban di koridor Kendari-Kondapada bulan November 2015 sampai bulan Desember 2015 Adapun lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1 32 33 Gambar 3.1 peta insfrakstruktur kabupaten konawe selatan Berdasarkan karakteristik dari 17 Desa (Tanea, Amohalo, Masagena, Cialam Jaya, Lawoila, Wonua, Pombulaa Jaya, Ambololi, Lambusa, Lebo Jaya, Konda, Alebo, Morome, Lamomea, Puosu Jaya, Lalowiu dan Konda satu) maka secara purposive diambil dua Desapenelitian DesaLambusa dan DesaWonua dengan pertimbangan Desa tersebut dapat mewakili derajat aksesibilitas. Desa tersebut dibedakan menjadi 2 tipe Desa yang mewakili derajat aksesibilitas yang berbeda yaitu : (a)tipe 1(Desa yang berada di pinggir jalan Kendari- Konda) Desa yang mewakili DesaLambusa maka akses terhadap pelayanan sosial ekonomi relatif lebih mudah dan beragam; (b)tipe 2(Desa yang berada di subjalan yang merupakan Desa yang terbelah sebagian oleh jalan Kendari-Konda) Desa yang mewakili Desa Wonua maka akses terhadap pelayanan sosial ekonomi relatif kurang mudah karena lokasi yang 34 lebih jauh dari jalan utama. Adapun untuk memperjelas keadaan karakteristik tipe lokasi dapat dilihat pada gambar 3.2 Gambar 3.2 tampilan ruas koridor dan sub koridor Kendari-Konda C. Populasi dan sample penelitian 1.Populasi Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin baik hasil menghitung ataupun pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif dan karakteristik tertentu mengenai sekumpulan obyek yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya (Sudjana, 1992). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat DesaLambusayang berjumlah 485 kepala keluarga (KK)dan DesaWonua yang berjumlah 236 kepala keluarga (KK). 35 2. Sampel Menurut Sugiyono, sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Kete,2014). Sample adalah bagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi (Arikunto, 2005). Dalam penelitian ini sample yang digunakan adalah jumlah kepala keluarga (KK). Untuk mengumpulkan data kepala keluarga, jenis sample menggunakan metode porposive sampling. Menurut Kusmayadi dan Endar penetapan jumlah sampling dihitung dengan mempertimbangkan tingkat ketelitian dan jumlah responden yang akan digunakan dalam penelitian dan waktu tertentu dengan persamaan (1)Nilai kritis e atau batas ketelitian yang dapat dipergunakan dalam perhitungan adalah 10% (0,1)(Kete,2014).Untuk penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini adalah dengan memperoleh rata-rata jumlah kepala keluarga(KK). maka dapat dihitung jumlah sampel responden adalah: Dik : jumlah kepala keluarga DesaLambusa 485 Tingkat kepercayaan 10% (0,1) Dit : jumlah sample responden Orang...................? = 83 Orang...............………………………(1) 36 Dimana; n = Sampel N = Jumlah Populasi e = Presisi (ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan 95%) ( sumber : Kete, 2014 ) Dik : jumlah kepala keluarga DesaWonua 236 Tingkat kepercayaan 10% (0,1) Dit : jumlah sample responden Orang...................? = 70 dari hasil perhitungan sehingga, didapatkan jumlah sample masingmasing desa wonua 83 KK dan desa lambusa 70 KK. D. Alat dan Bahan Penelitian Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Peta administrasi Kendari 2. Peta administrasi konawe selatan 3. Peta Administrasi KecamatanKonda 4. Angket sebagai panduan wawancara. 5. Buku dan alat tulis untuk mencacat data observasi lapangan 6. Kamera untuk mendokumentasikan kondisi lapangan 37 E. Jenis dan sumber data 1. Jenis Data Jenis data dalam penelitian ini terdiri atas dua yaitu : a) Data Primer, yaitu data yang akan diperoleh melalui wawancara dan pemberian angket dengan responden (masyarakat) b) Data sekunder, yaitu data meliputi keadaan umum lokasi penelitian, dan gambaran spasial kondisi transformasi wilayah 2. Sumber Data Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah : a. Data primer, yaitu pengambilan data yang dihimpun langsung oleh peneliti melalui angket dan hasil wawancara dengan Kepala Keluarga masyarakat(responden) yang ada pada Desa Lambusa dan Wonua. b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung berupa catatan-catatan, dokumen, data dari Badan Statistik kabupaten Konawe Selatan tentang kondisi sosial ekonomi masyarakat kecamatan Konda khususnya pada Desa Lambusa dan Desa Wonua F. Teknik Pengumpulan data Data dalam penelitian ini merupakan kombinasi dari data primer dan data sekunder, baik data kuantitatif maupun kualitatif. Pengumpulan data primer diperoleh melalui survey, yaitu observasi, angket, wawancara, dokumentasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagai berikut: dan 38 1. Observasi;dalam penelitian ini yaitu melakukan kunjungan dan pengamatan pada lokasi penelitian. Pengamatan lingkungan fisik meliputi; jalur jalan (aksesibilitas) dan pengamatan langsung terhadap kehidupan sosial ekonomi penduduk yang terdapat pada koridor dan sub koridorketika penelitian dilakukan yang secara lebih khusus observasi dilakukan untuk memperoleh keadaan sebenarnya di lokasi penelitian. 2. Angket;adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula oleh responden. 3. Wawancara;adalah proses pengumpulan data dengan cara bertanya langsung kepada responden dengan bantuan angket dan jawaban dicatat dengan alat tulis dan direkam dengan alat rekaman berupa handphone. 4. Dokumentasi;Pengumpulan data-data perubahan yang terjadi di koridor Kendari-Konda yang mempengaruhi kondisi sosial ekonomi terkhusus pada aksebilitasnya G. Variabel Penelitian Menurut putri Dalam penelitian, variabel memiliki peran penting karena penelitian mengidentifikasi perbedaan-perbedaan dan faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan tersebut (Kete 2014). Penelitian ini menggunakan 2 (dua) jenis variabel yaitu variabel bebas (independent variabel) dan variabel terikat (dependent variabel). Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi variabel terikat, sedangkan variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi variabel bebas. Dalam penelitian ini yang masuk dalam variabel bebas adalah 39 transformasi wilayah, (aksesibilitas) sedangkan variabel terikat yaitu kondisi sosial ekonomi. Gambar 3.3 Diagram Variabel Variabel Terikat Pendidikan Variabel Bebas Mata Pencaharian/Pekerjaan Transformasi Wilayah Pendapatan Kondisi Perumahan Transportasi Mata Pencaharian Sumber: Hasil Olahan Data Variabel H. Tahapan analisis data Data yang diperoleh melalui observasi dan angket akan diolah dan dianalisis. Siregar menjelaskan, proses pengolahan data teridiri dari editing, coding, dan tabulating(Kete 2014 ). a. Editingyaitu pengecekan atau pengoreksian data yang telah terkumpul, tujuannya untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat pada pencatatan di lapangan dan bersifat koreksi. Hal-hal yang dilakukan dalam proses editing adalah pengecekan kategori sampel, jenis sampel 40 dan pengecekan jumlah sampel, kejelasan data, kelengkapan isian, dan keserasian jawaban. b. Codingyaitu pemberian kode tertentu pada tiap-tiap data yang termasuk sama. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam bentuk angka dan huruf yang memberikan petunjuk atau identitas pada suatu informasi atau data yang dianalisis. c. Tabulationadalah pembuatan tabel-tabel yang berisi data yang telah diberi kode sesuai analisis yang dibutuhkan. I. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh melalui wawancara, angket, dokumentasi dikumpul dan diolah dengan menggunakan analisis deskripsi dan data spasial. Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis data hasil perhitungan yang diperoleh dari analisis matematis, tabel, grafik, gambar dan lain-lain. analisis ini berfungsi untuk menjabarkan dan menggabarkan hasil perhitungan matematis dan kuiensioner secara jelas dan terperinci dalam bentuk deskriptif (Kete, 2014). 41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini dampak transformasi wilayah terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat dilihat berdasarkan pendekatan spasial terhadap perubahan sosial ekonomi wilayah koridor Kendari-Konda sebagai wilayah peri urban. A. Deskripsi wilayah penelitian 1. Luas Wilayah Luas wilayah Kecamatan Konda 122,87 km2 atau 27,21 Persen dari luas wilayah Kabupaten Konawe Selatan. Adapun luas wilayah dari Desa yang menjadi perwakilan derajat aksesibilitas yaitu Desa Lambusa 6,09 km2 atau 4,96% dan Desa Wonua 2,88 km2 atau 2,34%. Gambar 4.1 Luas Wilayah Kecamatan Konda Menurut Desa / Kelurahan (km2, 2014) Sumber: BPS 2015, Konda Dalam Angka 41 42 2. Kondisi Administrasi Wilayah administrasi Pemerintahan Kecamatan Konda terdiri dari 17 Desa dengan status hukum Desa definitif. Saat ini wilayah administrasi Pemerintahan Kecamatan Konda terdiridari 17 Desa dengan satuan lingkungan setempat di bawah Desaadalah Dusun dan RT masing-masing terdiri dari 63 dusun dan 134 RT. 3. Batas Wilayah Kecamatan Konda dengan ibu Kota kelurahan Konda berbatasan dengan Kota Kendari, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Wolasi, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan moramo utara, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Ranomeeto, adapun batas wilayah Kecamatan Konda dapat dilihat pada gambar 4.2 Gambar 4.2 Batas Wilayah Kecamatan Konda Sumber: Badan Pusat Statistik Prov. Sulawesi Tenggara 2015 43 4. Letak Geografis Dan Topografis Kecamatan Konda dilihat dari letak geografis dan topografisnya sebagian besar desanya adalah bukan pantai dan bukit. Letak geografis dan topografinya untuk masing-masing Desa dapat dilihat pada tabel 4.1 Tabel 4.1letak topografis kecamatan konda Desa / Kelurahan (1) 1. Tanea 2. Amohalo 3. Masagena 4. Cialam Jaya 5. Lawoila 6. Wonua 7. Pambulaa Jaya 8. Ambololi 9. Lambusa 10.Lebo Jaya 11.Konda 12.Alebo 13. Morome 14. Lamomea 15. Pousu Jaya 16. Lalowiu 17.Konda Satu Letak Topogarfis (2) Dataran Dataran Dataran Dataran Dataran Dataran Dataran Dataran Dataran Dataran Dataran Dataran Dataran Dataran Dataran Dataran Dataran Sumber : Podes 2011 Pada tabel 4.1 seluruh Desa yang berada pada Kecamatan Konda memiliki letak topografi daratan yang dominan sehingga masyarakat yang ada pada daerah ini lebih banyak memanfaatkan lahan daratan sebagai cara untuk melangsungkan kegiatan sosial ekonominya 44 5. Keadaan Penduduk a. Jumlah penduduk Jumlah penduduk Kecamatan Konda pada tahun 2013 sebesar 19.112 jiwa, kemudian meningkat di tahun 2014 menjadi 19.861 jiwa atau meningkat sebesar 3,77% dan Jumlah penduduk pada desa lambusa 2152 jiwa dan desa Wonua 954 jiwa. Pertambahan jumlah penduduk dapat dilihat pada gambar 4.3 Gambar 4.3 penduduk Kecamatan Konda (jiwa), 2010-2014 pendudukKecamatan Konda Sumber: Badan Pusat Statistik Prov. Sulawesi Tenggara 2015 Pada gambar terlihat terjadi peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya sehingga menambah kebutuhan akan ruang (penggunaan tanah) hal ini dapat mempengaruhi pemukiman perdesaan berubah menjadi pola campuran. Meningkatnya jumlah penduduk berarti meningkat pula jumlah kebutuhan tanah untuk bertempat tinggal dan melakukan kegiatan sosial ekonomi. 45 Menurut Yunus (2008)penjalaran kenampakan fisikal morfologi kekotaan juga terus terjadi sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk Kota dan kegiatannya. Pertambahan jumlah penduduk Kota selalu diikuti oleh pertambahan tuntutan akan ruang untuk tempat tinggal demikian pula dengan adanya pertambahan volume dan frekwensi kegiatan yang ada juga akan diikuti oleh pertambahan tuntutan akan ruang untuk mengakomodasikan kegaiatan-kegiatan baru. Pada Desa yang berada pada area koridor Kendari-Konda berlahan mengalami perubahan karakteristik fisikal maupun kegiatan sosial ekonominya sejalan dengan kemudahan aksess yang dialami membuat sebagian masyarakat mengarah pada area ini. b. Mata Pencaharian Wilayah Konda merupakan wilayah yang kaya akan sumber daya alam dari hasil perkebunan dan pertanian sehingga, banyak yang memiliki lahan persawahan dan hampir ada pada semua Desa yang bertempat pada wilayah ini. Tujuan pembangunan sektor pertanian yaitu untuk meningkatkan produksi, pendapatan dan kesejahteraan masyarakat khususnya petani di pedesaan dan juga untuk memperluas kesempatan kerja, mengingat sebagian besar penduduk Kecamatan Konda mempunyai pencaharian di sektor pertanian seperti terlihat pada tabel 4.2 yang membahas tentang luas panen dan produktivitas sektor pertanian diKecamatan Konda. 46 Tabel 4.2 Luas panen dan produktivitas sektor pertanian di Kecamatan Konda Sumber : Konda dalam angka 2015 Kegiatan pertanian yang banyak menggunakan lahan pada Kecamatan Konda membuat penduduk di daerah ini mudah mendapatkan rutinitas mata pencaharian sebagai kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup selain, pada sektor pertanian juga kegiatan menggarap lahan persawahan penduduk pada daerah ini sebagian juga memiliki kegiatan peternakan yang juga menjadi kegiatan mata pencaharian seperti terlihat pada tabel 4.3 populasi ternak di Kecamatan Konda. 47 Tabel 4.3 Populasi ternak di Kecamatan Konda Sumber : KPK Kecamatan Konda 6. Keadaan Ekologis Secara ekologi Kecamatan Konda merupakan Kecamatan yang memiliki lingkungan yang subur dari segi penghasilan sumber daya alam dibidang pertanian terutama asupan pangan untuk kebutuhan hidup. Pada wilayah koridor terdapat rawa tanea yang banyak terdapat ekologi buatan seperti persawahan juga, hutan yang ada pada daerah ini banyak dialih fungsikan sebagai lahan pertanian seperti penanaman sayur-sayuran dan aktifitas perkebunan lainnya namun, pembangunan jalan besar-besaran selain mengubah pola pemukiman yang berada dekat dengan jalan juga mengubah pola ekologi dan merusak ekosistem rawa. Sehingga, secara lingkungan pertambahan penduduk yang diiringi kemudahan aksesibilitas mengubah pula pola ekologi lokasi yang ada. Luas 48 wilayah Desa Lambusa lebih luas dibandingkan Desa Wonua namun, produktifitas lahan persawahan lebih tinggi pada Desa Wonua yakni 220 Ha sedangkan pada Desa Lambusa hanya 63 Ha. Hal ini dipengaruhi oleh perubahan kegiatan sosial ekonomi masyarakat pada Desa Lambusa yang tidak lagi menggunakan lahan luas untuk melakukan kegiatan mata pencaharian melainkan lebih memanfaatkan kondisi jalan dan kemudahan akses sebagai kemudahan melakukan kegiatan sosial ekonomi. Pada Desa Lambusa lebih didominasi oleh kegiatan industri sedangkan pada Desa Wonua lebih didominasi oleh kegiatan penggunaan lahan persawahan sebagai kegiatan ekonomi menimbang luas wilayah Desa Wonua lebih kecil dari Desa Lambusa. Namun, kegiatan penggunaan lahan persawahan yang membutuhkan lahan luas lebih didominasi dibandingkan dengan kegiatan perindustrian kecil yang banyak pada Desa Lambusa. B. Hasil Suatu daerah Kota biasanya berasal dari Desa yang berkembang, paling tidak di Indonesia. Jumlah penduduk meningkat diwilayah perkotaan kebanyakan karena faktor-faktor yang lebih menguntungkan untuk hidup (Koestoes, 1997).Mengetahui hal tersebut fungsi-fungsi okulasi spasial, hal itu mungkin ditunjukan oleh suatu perubahan yang berarti, terutama dalam kegiatan penggunaan tanah seperti daerah yang dibangun secara bertahap telah menggantikan penggunaan tanah pertanian sebelumnya. Selain, alih fungsi penggunaan tanah sebagai lahan pertanian pada daerah Desa pada saat yang sama pola pemukiman akan cenderung membentuk pola lebih teratur 49 mengikuti pola jalan dari sebelumnya. Hal ini jelas sebagai akibat intervensi para pembangunan perumahan di wilayah tepi Kota ini. Mereka telah mengantisipasi perkembangan Kota sehingga banyak spekulan tanah diwilayah peri urban ini memanfaatkan kondisi aksess baik dari penduduk asli maupun penduduk pendatang. Selanjutnya, dari pembangunan jalan di wilayah peri urban banyak mempengaruhi pola penggunaan tanah dan pada gilirannya, pemukiman perdesaan berubah menjadi pola campuran. hal tersebut pula secara tidak langsung mempengaruhi kondisi sosial ekonomi penduduk wilayah Desa. Untuk melihat data hasil penelitian analisis deskriptif dapat dilihat sebagai berikut : 1. Aksesibilitas Pada tahun 2013 Kecamatan Konda telah mengalami pengembangan ruas jalan, pengembangan ruas jalan yang menjadi dua jalur yang menghubungkan jalan Konda menuju Ibu Kota Provinsi yaitu Kota Kendari membuat ketertarikan tersendiri untuk penduduk asli yang menempati wilayah pada koridor jalan yang mengalami pengembangan juga ketertarikan bagi penduduk pendatang untuk turut serta ikut menempati lokasi yang dekat dengan ruas jalan sebagai tempat yang memudahkan untuk mengadakan kegiatan ekonomi sebagai sumber pendapatan dan mata pencaharian juga sebagai kemudahan untuk melakukan kegiatan sosial sebagai kebutuhan keberlangsungan hidup kedepannya. Letak ruas jalan dapat kita lihat pada gambar 4.4 dibawah ini. 50 Ruas jalan Gambar 4.4 penampang ruas jalan area kecamatan konda Pengembangan ruas jalan menjadi dua jalur seperti yang terlihat pada gambar penampang ruas jalan pada wilayah koridor Kendari-Konda memberi dampak terhadap Desa yang berada pada lokasi pengembangan sehingga dengan sendirinya merubah secara berlahan postur kegiatan sosial ekonomi, cara hidup, dan susunan perumahan. Terbentuknya ruas jalan permanen menuju ibu Kota Provinsi membuat perubahan yaitu, kemudahan aksesibilitas sehingga Desa yang terdapat pada jalur jalan Konda menuju ibu Kota Provinsi yang disebut sebagai wilayah koridor mempunyai susunan rumah yang lebih didominasi oleh susunan perumahan permanen dan banyak ditemui bangunan ruko sebagai kegiatan perekonomian yang sering kita temui berjejeran pada ruas jalan hal ini menjadi kurang terlihatnya lahan persawahan, pertanian dan perkebunan seperti yang terlihat pada lokasi sample yaitu Desa Lambusa. Wilayah koridor mengalami campuran 51 ciri sebagai wilayah yang memiliki karakteristik Desa dan Kota sehingga, pada wilayah ini dikatakan sebagai daerah peri urban. Wilayah koridor yang merupakan wilayah peri urban menjadi pusat kemudahan aksesibilitas yang terpenuhi akan mempengaruhi karakteristik Desa yang berada pada koridor terutama pada kegiatan sosial ekonomi. Desa yang berada pada koridor lebih cenderung memanfaatkan lahan yang berada dipinggir jalan sebagai pusat kegiatan ekonomi mereka baik itu berupa ruko dengan bangunan permanen namun, sering juga ditemuinya pedagang kaki lima yang menjajahkan dagangannya dengan bentuk warung kecil yang berada pada jejeran jalan koridor. Sedangkan, sebagian Desa yang berada jauh dari pusat jalan lebih cenderung memanfaatkan lahan sebagai lahan persawahan, pertanian dan sebagian besar menggunakan lahan rumah mereka yang masih tersisa sebagai lahan perkebunan sebagai sumber mata pencaharian atau untuk menambah penghasilan sebagai pemenuhan kebutuhan hidup. Menurut Koestoes (1997), Pembangunan jalan di wilayah perbatasan Kota banyak mempengaruhi perubahan pola penggunaan lahan/tanah dan pada gilirannya, pemukiman perdesaan berubah menjadi pola campuran. Dalam penelitian ini gambaran kondisi jalan Desa Lambusa sebagai perwakilan derajat aksesibilitas tinggi yaitu Desa yang berada pada koridor Kendari-Konda dan Desa Wonua yang berada pada sub koridor yang jauh dari ruas jalan koridor Kendari-Konda 52 Gambar 4.5 Kondisi jalan desa lambusa Gambar 4.6 kondisi jalan desa Wonua Kondisi jalan Desa Lambusa terlihat padat dengan kondisi jalan aspal terbentuk dua jalur sedangkan jalan pada Desa Wonua terlihat padat dengan kerikil tanah tidak beraspal dengan kondisi satu jalur. Kondisi jalan berpengaruh terhadap pola kehidupan dan tampilan Desa. Pada Desa Lambusa lebih terlihat susunan rumah permanen sedangkan pada Desa Wonua terlihat lahan perkebunan yang bersanding dengan jejeran rumah masyarakatnya. Perbedaan kondisi jalan antara Desa Lambusa dan Desa Wonua dapat ditarik kesimpulan bahwa kondisi jalan memberi pengaruh pada pola kehidupan dan tampilan desa. Pola kehidupan dan tampilan desa merupakan dampak transformasi wilayah yang berimbas pada kondisi social ekonomi masyarakat desa. a. Jarak Komponen untuk mengetahui seberapa jauhnya satu wilayah dengan wilayah lain yaitu dengan mengetahui seberapa jauh jarak 53 tempuh. Berdasarkan keterangan jarak dapat diketahui pada tabel berikut. Tabel 4.4 Jarak Desa ke Ibukota Kecamatan Desa Jarak (km) Desa Lambusa 1,5 Desa Wonua 7,2 Sumber: BPS Prov. Sulawesi Tenggara 2015 Berdasarkan tablediatas, dideskripsikan jarak antara Desa Lambusa ke Ibu kota kecamatan Konda sejauh 1.5 Km, sedangkan jarak antara desa Wonua ke ibukota kecamatan sejauh 7.2 Km. Perbedaan jarak tersebut mengindikasikan lama jarak tempuh antara desa Lambusa lebih cepat dibandingkan dengan desa Wonua menuju ibu kota kecamatan. Selain itu, kondisi jalan seperti pada uraian gambar di atas, memiliki pengaruh pada lama jarak tempuh menuju ibu kota kecamatan. b. Lebar jalan Komponen yang digunakan guna mengetahui kapasitas kendaraan yang dapat melalui jalan yaitu dengan mengetahui lebar jalan yang menjadi lintasan sarana transportasi sebagai salah satu kemudahan mobilitas bagi masyarakat. Untuk mengetahui lebar jalan dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.5 lebar jalan lokasi penelitian Desa Lebar jalan (m) Desa Lambusa 14 Desa Wonua 5 Sumber: Olahan Data Penelitian Table di atas menjelaskan lebar jalan desa Lambusa 14 m dan Desa Wonua 5 m. Perbedaan lebar jalan antara desa Lambusa dan Wonua memeberi dampak pada mobiltas sarana transportasi. Dampak yang 54 ditimbulkan berupa kemudahan sarana transportasi melalui jalan di Desa Lambusa daripada desa Wonua. 2. Karakteristik Responden Pada karakteristik responden menjelaskan prilaku sosial ekonomi dan seberapa besar dampak aksess terhadap karakteristik kondisi sosial ekonomi masyarakat pada lokasi penelitian. a. Pendidikan Pendidikan merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi pertumbuhan status sosial ekonomi dan merupakan taraf perubahan suatu wilayah yang dilihat dari potensi dan kemampuan yang dimiliki oleh penduduknya. Terpenuhinya pendidikan seseorang merupakan modal untuk mengubah status sosial ekonomi agar menjadi lebih baik. 1. Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan responden yang berada pada koridor KendariKonda yaitu DesaLambusa mulai dari tingkat sekolah dasar dengan jumlah yang lebih sedikit hingga tingkat perguruan tinggi dengan jumlah responden mendominasisedangkan pada DesaWonua tingkat sekolah dasar lebih tinggi dan perguruan tinggi dengan jumlah yang lebih sedikit dibandingkan tingkat sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas seperti yang terlihat pada ada Tabel 4.6 55 Tabel 4.6 Karakteristik Responden Desa Lambusa dan Wonua Berdasarkan Tingkat Pendidikan (KK) Desa Lambusa Desa Wonua No Pendidikan Jumlah Presentase Jumlah Presentase responden % responden % 1 SD 3 3,61 34 48,57 2 SMP 5 6,02 17 24,28 2 SMA 20 24.09 17 24,28 Perguruan 4 28 33,73 2 2,85 Tinggi/Sederajat 5 Pasca sarjana 16 19,27 Jumlah 83 100 70 100 Sumber: Analisis Data Primer, 2015 Berdasarkan Tabel 4.6 diatas dapat diketahui bahwa persentase tingkat pendidikan di Desa Lambusa didominasi pada tingkat perguruan tinggi, yakni 33,73% pada dan Desa Wonua didominasi oleh responden dengan tingkat pendidikan SD sebanyak 48,57%. Data tersebut menjelaskan tingkat pendidikan perguruan tinggi/sederajat responden Lambusa lebih tinggi dibandingkan desa Wonua. Persentase tingkat pendidikan pascasarjana di Desa Lambusa sebanya 19.27% sementaradi desa Wonua responden dengan persentase 0% atau tidak ada. Hal tersebut menunjukkan tingkat pendidikan pascasarjana di Desa Lambusa lebih tinggi dibandingkan dengan Desa Wonua. Pada tingkat pendidikan perguruan tinggi/sederajat dengan desa Lambusa dengan presentase 33,73% sedangakan Desa Wonua dengan persentase 2.85%. Data menunjukkan bahwa responden yang memiliki tingkat pendidikan perguruan tinggi/sederjat lebih tinggi di desa Lambusa dibandingkan Desa Wonua. 56 Selanjutnya,pada tingkat pendidikan SMA Desa Lambusadengan presentase 24,09%, sementara di Desa Wonua sebanyak 24,28%. Data tersebut menunjukkan, persentase pada tingkat pendidikan SMA banyak ditemukan di Desa Wonua. Berdasarkan tingkat pendidikan SMP, persentase Desa Lambusa sebanyak 6,02%, sementara Desa Wonua dengan persentase 24,28%. Responden dengan tingkat pendidikan SMP lebih banyak berada di Desa Wonua dibandingkan dengan desa Lambusa. Pada tingkat pendidikan SD, Desa Lambusa sebanyak 3,61% sementara di desa Wonua sebanyak 48,57%. Data tersebut menunjukkan persentase tingkat pendidikan SD lebih banyak berada di Desa Wonua. Pada tabel 4.6 karakteristik responden menunjukan bahwa penyebaran masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang baik mengarah pada derajat aksesibilitas tinggi yaitu Desa Lambusa sebagai Desa yang berada diwilayah koridor Kendari- Konda sedangkan tingkat pendidikan rendah lebih mengarah pada wilayah sub koridor sebagai Desa yang berada pada tingkat aksesibilitas rendah hal ini dipengaruhi kondisi mata pencaharian dan rutinitas perkantoran yang lebih banyak pada Desa Lambusa yang memerlukan tingkat pendidikan yang lebih tinggi melihat dari kondisi keadaan Desa Lambusa yang banyak memiliki banyak bangunan sekolah dan terdapat kantor camat Konda yang menyerap banyak tenaga kerja sehingga masyarakat dengan pendidikan 57 yang tinggi memanfaatkan fasilitas Desanya, namun sebagian besar juga merembet kewilayah ibu Kota Provinsi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa wilayah aksesbilitas tinggi memberi dampak pada derajat dibandingkan pada wilayah tingkat pendidikan masyarakat yang memiliki aksesbilitas rendah. Keberadaan infrastruktur pendidikan pada wilayah aksesbiltias tinggi memungkinkan masyarakat dapat meraih tingkat pendidikan pula. Demikian halnya pada wilayah aksesbilitas rendah memungkinkan masyarakat pada tingkat pendidikan yang rendah. 2. Kondisi fasilitas pendidikan Adanya pemenuhan fasilitas pendidikan mampu memberikan kemudahan dalam menyelenggarakan kegiatan pendidikan yang baik. kondisi fasilitas pendidikan pada lokasi penelitian dapat diketahui berdasarkan tabel 4.7 No 1 2 3 4 Tabel 4.7Kondisi Fasilitas pendidikan pada Desa Lambusa dan Desa Wonua Desa Lambusa Desa Wonua Kondisi fasilitas Jumlah Presentase Jumlah Presentase pendidikan responden % responden % Sangat Baik 15 18,07 24 34,28 Baik 68 81,92 35 50 Kurang Baik 11 15,71 Tidak baik Jumlah 83 100 70 100 Sumber: Analisis Data Primer, 2015 Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa pada desa lambusa, sebesar 18,07% menyatakan sangat baik sedangkan didesa Wonua 58 sebesar 34,28% lebih banyak dari desa Lambusa yang menyatakan sangat baik. Selanjutnya, pada desa Lambusa 81,92% menyatakan baik sedangkan pada desa Wonua hanya sebesar 50% yang menyatakan baik lebih sedikit dari desa lambusa. Pada desa Lambusa 0% untuk pernyataan kurang baik atau tidak ada sedangkan pada desa Wonua terdapat 15,71% yang menyatakan kurang baik mengenai fasilitas pendidikan hal ini dikarena tidak meratanya kebutuhan yang ada pada sekolah didesa wonua dan sekitarannya khususnya, pada pendapat masyarakat desa wonua sehingga beberapa masyarakat kurang puas akan fasilitas yang ada. Namun, pada desa wonua persentase sangat baik 34,28% dan baik 50% hal ini juga menggambarkan sebagian besar fasilitas pendidikan terpenuhi dan masyarakat merasa terpenuhi dengan fasilitas yang ada pada desa wonua. Berdasarkan Uraian tabel diatas menunjukan bahwa kondisi fasilitas pendidikan pada desa lambusa lebih baik dibandingkan desa wonua dikarenakan pada desa lambusa pemenuhan fasilitas pendidikan yang baik dan cukup sudah merata sehingga, masyarakat merasa terpenuhi dan telah cukup puas dengan kinerja sekolah. 3. Jarak tempuh antara tempat tinggal ke tempat sekolah Komponen jarak meliputi seberapa jauh jarak tempuh yang dilalui oleh responden dari tempat tinggal menuju tempat sekolah. Untuk mengatahui seberapa jauh jarak tempuh dapat dilihat pada tabel 4.8 59 No 1 2 3 4 Tabel 4.8Jarak antara tempat tinggal responden ke tempat sekolah DesaLambusa DesaWonua jarak Jumlah Presentase Jumlah Presentase responden % responden % Kurang dari 1 km 53 63,85 33 47,14 1 km-2 km 30 36,14 36 51,42 2 km-3 km 1 1,42 Diatas 4 km Jumlah 83 100 70 100 Sumber: Analisis Data Primer, 2015 Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa di desa lambusa, memiliki jarak antara tempat tinggal ke tempat sekolah terdekat, sebesar 63,85% menyatakan kurang dari 1 km sedangkan didesa wonua lebih kecil dari desa lambusa yaitu sebesar 47,14% yang menyatakan kurang dari 1 km selanjutnya, di desa Lambusa sebesar 36,14 % yang menyatakan 1 km-2km sedangkan didesa Wonua lebih besar yaitu 51,42%. Pada desa wonua sebesar 1,42% menyatakan jarak tempuh dari tempat tinggal ke tempat sekolah yaitu 2km-3km sedangkan desa lambusa untuk jarak tempuh 2km-3km dan diatas 4km sebesar 0%. Berdasarkan Uraian tabel diatas menunjukan bahwa jarak antara tempat tinggal ke tempat sekolah pada desa lambusa banyak yang memiliki jarak dekat dari rumah tinggal ketempat sekolah mereka dibandingkan desa wonua hal ini dikarenakan jumlah sekolah yang lebih banyak pada desa lambusa dan warga desa lambusa yang cenderung banyak menempati lahan tinggal yang berada dekat dengan sekolah dengan pola perumahan yang mepet antara rumah yang satu 60 dengan yang lain sedangkan pada desa wonua pola perumahan yang jarang, lahan yang luas serta penggunaan lahan yang lebih banyak dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian dan perkebunan sehingga jarak sekolah sedikit berada jauh dari pemukiman kecuali kondisi rumah tinggal yang memang sudah memiliki lahan tinggal di sekitaran lahan sekolah maka jarak tempuh jelas lebih dekat. b. Mata Pencaharian/Pekerjaan Mata pencaharian merupakan kegiatan masyarakat yang menjadi rutinitas sebagai lahan untuk mencari penghasilan guna pemenuhan kehidupan yang berkelanjutan sehingga mata pencaharian adalah salah satu faktor pendorong seseorang dalam menikmati dan menyanggupi kebutuhan kehidupannya serta mempengaruhi pola hidup mereka. Mata pencaharian sama halnya dengan pekerjaan karena memiliki tujuan yang sama yaitu cara untuk menikmati dan menyanggupi kebutuhan kehidupannya sehingga cara hidup dan status sosial dimata masyarakat lainnya didalam satu wilayah yang sama maupun berbeda. 1. Jenis mata pencaharian/pekerjaan pokok Jenis mata pencaharian pokok responden yang berada pada koridor KendariKonda yaitu DesaLambusa mulai dari PNS dengan jumlah responden yang mendominasi dan pada Desa Wonua mata pencaharian yang lebih banyak ditemukan pada kegiatan pengelolaan lahan seperti pertanian.Untuk mengetahui mata pencaharian/pekerjaan pokok dapat dilihat pada tabel 4.9 61 Tabel 4.9 Karakteristik Responden Desa Lambusa dan Wonua Berdasarkan tingkat pekerjaan pokok (KK) Desa Lambusa Desa Wonua No Pekerjaan Jumlah Presentase Jumlah Presentase responden % responden % 1 PNS 55 66,26 2 2,40 2 Wiraswasta 11 13,25 26 31,32 2 Pegawai swasta 12 14,45 2 2,40 4 Petani 5 6,02 40 48,19 5 Lainnya 0 0 Jumlah 83 100 70 100 Sumber: Analisis Data Primer, 2015 Berdasarkan Tabel 4.9 diatas dapat diketahui bahwa persentase responden dengan tingkat aksesibilitas yang tinggi pada Desa Lambusa berdasarkanpekerjaan pokok lebih didominasi oleh responden dengan pekerjaan pokok PNS dengan presentase66,26%, sementara di desa Wonua didominasi oleh petani dengan persentase 48.19%. Pada jenis pekerjaan Petani, Desa Lambusa dengan persentase 6,02% sementara di desa Wonua sebanyak 48,19%. Data tersebut menunjukan, jenis pekerjaan petani lebih banyak berada di Desa Wonua dibandingkan desa Lambusa. Jenis pekerjaan pegawai swasta di Desa Lambusa dengan persentase 14,45 % sementara di Desa Wonua dengan persentase 2,40%. Data menunjukkan, responden dengan jenis pekerjaan pegawai swasta lebih banyak berada di Desa Lambusa. Jenis pekerjaan wiraswasta di desa Lambusa dengan persentase 13,25% sementara di Desa Wonua dengan persentase 31,32%. Data 62 menunjukkan, responden dengan jenis pekerjaan wiraswasta lebih banyak terdapat di Desa Wonua. Jenis pekerjaan PNS di Desa Lambusa dengan persentase 66,26% sedangkan di Desa Wonua dengan persentase 2.40%. Responden dengan jenis pekerjaan PNS, lebih banyak berada di Desa Lambusa. Pada tabel responden 4.9menunjukan masyarakat yang memiliki tingkat pekerjaan bahwa penyebaran yang baik mengarah pada derajat aksesibilitas tinggi yaitu Desa Lambusa sebagai Desa yang berada pada wilayah koridor Kendari Konda sedangkan tingkat pekerjaan rendah dengan kapasitas penggunaan lahan sebagai pekerjaan pokok lebih mengarah pada wilayah sub koridor sebagai Desa yang berada pada tingkat aksesibilitas rendah hal ini dipengaruhi oleh kondisi pendidikan yang tidak berpengaruh terhadap mata pencaharian menimbang pada wilayah subkoridor lebih didominasi oleh responden yang berpendidikan sekolah dasar dan karena luasnya jumlah lahan persawahan dan banyaknya lahan pertanian sehingga membuat banyaknya responden pada wilayah ini lebih memilih mengolah lahan. 2. Jenis mata pencaharian/pekerjaan sampingan Pekerjaan sampingan merupakan pekerjaan tambahan yang dilakukan sebagian masyarakat guna menambah penghasilan yang didapatnya dari pekerjaan maupun rutinitas mata pencahariannya.Tingkat pekerjaan sampingan yang berada Desa 63 Lambusa dan Wonua, untuk menambah penghasilan pokok dapat dilihat pada tabel 4.10 Tabel 4.10 Karakteristik Responden Desa Lambusa dan Wonua Berdasarkan tingkat pekerjaan sampingan (KK) Desa Lambusa Desa Wonua No Pekerjaan sampingan Jumlah Presentase Jumlah Presentase responden % responden % 1 Petani 4 4,81 9 10,84 2 Berladang 6 7,22 10 12,04 2 Pedagang kaki lima 10 12,04 17 20,48 4 Supir 0 0 5 Sampingan Lainnya 35 42,16 8 9,63 Tidak ada pekerjaan 6 28 33,73 24 28,91 sampingan Jumlah 83 100 70 100 Sumber: Analisis Data Primer, 2015 Berdasarkan Tabel 4.10 diatas dapat diketahui bahwa persentase responden dengan tingkat aksesibilitas yang tinggi pada Desa Lambusa berdasarkanpekerjaan sampingan lebih didominasi oleh responden yang memilih sampingan lainnya yang meliputi (ruko sembako, bengkel, ruko ATK, mobiller, rumah makan) 42,16%, sedangakan di Desa Wonua didominasi responden yang tidak memiliki pekerjaan sampingn dengan persentase 28,91%. Responden desa Lambusa yang memiliki pekerjaan sampingan sebagai petani dengan persentase 4,81%, sedangkan desa Wonua dengan persentase 10,84%. Sehingga, dapat dikatakan responden yang mendominasi pekerjaan sampingan sebagai petani berada di desa Wonua. 64 Selanjutnya, Responden yang memiliki pekerjaan sampingan dengan berladang di desa Lambusa sebanyak 7,22%, sedangkan di Desa Wonua sebanyak 12,04%. Da ri perbandingan tersebut, dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki pekerjaan sampingan dengan berladang banyak ditemukan di Desa Wonua. Responden yang memiliki pekerjaan sampingan sebagai pedagang kaki lima di Desa Lambusa dengan persentase 12,04% sedangkan desa wonua dengan persentase 20,48%. Olehnya itu, dapat dikatakan bahwa responden yang memiliki pekerjaan sampingan sebagai pedagang kaki lima lebih banyak berada di Desa Wonua dibandingkan desa Lambusa. Pekerjaan sampingan sebagai supir, baik di desa Lambusa dan Wonua dapat dikatakan tidak ada, sebab persentase di kedua desa 0%. Pekerjaan sampingan lainnya yang terdapat di Desa Lambusa sebanyak 42,16%, sedangkan di Desa Wonua dengan persentase 9,63%. Olehnya itu, dapat dikatakan responden yang memiliki pekerjaan sampingan lainnya lebih banyak terdapat di Desa Lambusa. Responden yang tidak memiliki pekerjaan sampingan di Desa Lambusa dengan presentase 33,73%, sedangkan di Desa Wonua dengan persentase 28,91%. Dari data tersebut, responden yang tidak memiliki pekerjaan sampingan lebih banyak berada di desa Lambusa. Pada tabel responden 4.10 menunjukan bahwa penyebaran masyarakat yang memiliki tingkat pekerjaan sampingan pada derajat 65 aksesibilitas tinggi yaitu Desa Lambusa lebih mengarah pada kegiatan pada ruas jalan seperti ruko ATK, ruko sembako, bengkel dan lainnya yang lebih memanfaatkan kondisi jalan sebagai tempat melakukan kegiatan ekonomi tambahan namun, ada pula yang tidak memiliki pekerjaan sampingan dikarenakan sebagian besar PNS yang merupakan seorang guru lebih didominasi oleh pekerjaan kantor terutama apabila istri dari kepala keluarga juga memiliki rutinitas yang sama dan lebih merasa cukup dengan penghasilan dari pekerjaan pokok yang mereka miliki. pada wilayah sub koridor yaitu Desa Wonua responden lebih banyak yang tidak memiliki pekerjaan sampingan dengan presentase 28,91% dikarenakan sebagian besar masyarakat lebih memilih mengelola lahan sehingga waktu lebih banyak terkuras sehingga membuat kurangnya waktu dan tenaga untuk menambah kegiatan mata pencaharian lainnya. Namun, selain menfungsikan waktu pada kegiatan pengelolaan lahan sebagian responden juga memilih untuk mengolah sebagai hasil pengelolaan lahan sebagai untuk di jajahkan dipasaran atau menggunakan daerah koridor sebagai tempat kegiatan sosial ekonomi. 3. Kondisi aksess jalan menuju tempat kerja Kondisi aksess jalan mampu mempermudah responden dari tempat tinggalnya menuju tempat kerja sehingga dapat pula menghemat waktu untuk mencapai lokasi kerja lebih cepat jika 66 kondisi jalan baik. Untuk mengetahui kondisi aksess pada tiap lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 4.11 Tabel 4.11kondisi aksess jalan dari tempat tinggal menuju tempat kerja No 1 2 2 4 DesaLambusa DesaWonua Kondisi aksess jalan Jumlah Presentase Jumlah Presentase responden % responden % Sangat baik 75 90,36 1 1,42 Baik 8 9,63 53 75,71 Kurang baik 16 22,85 Tidank baik Jumlah 83 100 70 100 Sumber: Analisis Data Primer, 2015 Berdasarkan tabel 4.11 menunjukan bahwa desa lambusa, memiliki kondisi aksess jalan yang baik hal ini dibuktikan pada tanggapan responden pada desa lambusa 90,36 % menyatakan kondisi aksess sangat baik dari tempat tinggal mereka menuju tempat kerja dan 9,63 % menyatakan baik sedangkan pada desa Wonua 1,42% menyatakan sangat baik 75,7% baik dan 22,85% kurang baik. Berdasarkan Uraian tabel diatas menunjukan bahwa kondisi aksess dari tempat tinggal responden menuju tempat kerja lebih baik pada desa lambusa hal ini dipengaruhi kondisi jalan yang baik sehingga lebih memudahkan mengoprasikan kendaraan untuk lebih cepat dan menghemat waktu. 4. Produktivitas kinerja kerja Dalam hal meningkatkan produktivitas kinerja kerja kondisi akses dapat membantu dalam hal kemudahan mobiltas dan 67 pemenuhan untuk menfasilitasi pekerjaan agar lebih mudah seperti pemenuhan kelengkapan alat atau bahan menyangkut pekerjaan. Untuk melihat apakah kondisi aksess membantu meningkatkan produktivitas kinerja dapat dilihat pada tabel 4.12 Tabel 4.12 pengaruh kondisi aksess jalan dalam membantu meningkatkan produktivitas kinerja kerja responden No 1 2 3 4 Kondisi aksess jalan DesaLambusa DesaWonua membantu Jumlah Presentase Jumlah Presentase meningkatkan responden % responden % produktivitas kinerja Sangat membantu 74 89,15 1 1,42 Membantu 9 10,84 52 74,28 Cukup membantu 17 24,28 Kurang membantu Jumlah 83 100 70 100 Sumber: Analisis Data Primer, 2015 Berdasarkan tabel 4.12 menunjukan bahwa desa lambusa, memiliki kondisi aksess jalan yang baik seperti pada pada tanggapan responden pada desa lambusa 89,15% menyatakan kondisi aksess sangat membantu meningkatkan produktivitas kinerja kerja dan 10,84% menyatakan membantu sedangkan pada desa Wonua 1,42 % menyatakan sangat membantu 74,28% membantu dan 24,28% cukup membantu. Berdasarkan Uraian tabel 4.12 diatas menunjukan bahwa kondisi aksess dapat membantu dalam meningkatkan produktivitas kinerja kerja. Hal ini dikarenakan kemudahan dalam menjangkau lokasi tempat kerja, sehingga menunjang kenyamanan pengguna transportasi dlam menghemat waktu. kondisi akses pada desa lambusa sangat 68 membantu masyarakat yang ada didalamnya hal ini dipengaruhi kondisi jalan yang baik dibandingkan pada desa wonua sehingga, sehingga lebih menunjang terjadi peningkatan produktivitas kinerja kerja. C. Pendapatan Pendapatan merupakan hasil dari pekerjaan dan hasil dari mata pencaharian yang bernilai dengan faktor uang dalam satuan waktu. 1. Pendapatan pokok Pendapatan pokok merupakan hasil bernilai uang yang didapat dari pekerjaan pokok.Tingkat pendapatan responden yang berada pada koridor KendariKondadansub koridor yaitu DesaLambusa, dapat dilihat pada ada Tabel 4.13 Tabel 4.13 Karakteristik Responden Desa Lambusadan Wonua Berdasarkan tingkat pendapatan pokok (KK) No Pendapatan 1 <Rp 1.000.000 Rp 1.000.000-Rp 2.000.000 Rp 2.000.000-Rp 3.000.000 u >Rp 3.000.000 m b Lainnya e Jumlah r 2 2S 4 5 Desa Lambusa Desa Wonua Jumlah Presentase Jumlah Presentase responden % responden % 34 48,57 18 21,68 27 38,57 14 16,86 8 11,42 51 83 61,44 100 1 70 1,42 0 : Analisis Data Primer, 2015 Berdasarkan Tabel 4.13 diatas dapat diketahui bahwa persentase masyarakat dengan tingkat aksesibilitas yang tinggi pada Desa 69 Lambusa berdasarkantingkat pendapatan lebih didominasi oleh masyarakat dengan tingkat pendapatan lebih dari Rp.3.000.000 dengan presentase61,44%,sementara persentase 1.42%. Selanjutnya di desa pendapatan Wonua Rp dengan 1.000.000-Rp 2.000.000di Desa Lambusa dengan presentase 21,68%, sementara di desa Wonua dengan persentase 38,57%. Pendapatan Rp2.000.0003.000.000 di desa Lambusa dengan presentase 16,86%, sedangkan di desa Wonua dengan persentase 11,42%. Pada responden masyarakat Desa Lambusa tidak ditemukan yang memiliki pendapatan dibawah Rp 1000.000 kebawah, sedangkan di Desa Wonua dengan persentase 48,57%. Pada tabel responden 4.13menunjukan bahwa tingkat pendapatan pada Desa Lambusa lebih tinggi dibandingkan pada Desa Wonua. hal ini dipengaruhi oleh tingkat pekerjaan pokok. pada Desa Lambusa jumlah pekerjaan tetap lebih banyak dan mayoritas memiliki pekerjaan tambahan sehingga menambah tingkat pendapatan sedangkan pada Desa Wonua masyarakat lebih bergantung pada pengelolaan lahan dan jarang memiliki pekerjaan tambahan sehingga terjadi perbedaan kondisi ekonomi. 2. Pendapatan sampingan Pendapatan sampingan sebagai pendapatan yang menambah jumlah penghasilan pokok, berikut pendapatan sampingan responden masyarakat Desa Lambusa terlihat pada tabel 4.14 70 Tabel 4.14 Karakteristik Responden Desa Lambusa dan Wonua Berdasarkan tingkat Pendapatan Sampingan(KK) Desa Lambusa Desa Wonua Pekerjaan No Jumlah Presentase Jumlah Presentase sampingan responden % responden % 1 <Rp 1.000.000 37 52,85 Rp 1.000.000-Rp 2 9 10,84 21 30 2.000.000 Rp 2.000.000-Rp 2 11 13,25 1 1,42 3.000.000 4 >Rp 3.000.000 25 30,12 1 1,42 5 Lainnya 38 45,78 23 32,85 Jumlah 83 100 70 Sumber: Analisis Data Primer, 2015 Berdasarkan Tabel 4.14 menunjukan bahwa pada Desa Lambusa lebih banyak yang tidak memiliki pendapatan sampingan dengan presentase 45,78%, sementara responden di Desa Wonua lebih banyak yang memiliki pendapatan sampingan <Rp. 1.000.000 dengan persentase 52,58%. Pada tingkat pendapatan sampingan responden masyarakat Desa Lambusa lebih dari Rp 3.000.000 dengan presentase30,12%, sedangkan di Desa Wonua dengan persentase 1,42%. Desa lambusa yang berpendapatan Rp 2.000.000-3.000.000 dengan presentase 13,25%, sementara di Desa Wonua dengan persentase 1,42%. Desa Lambusa yang memiliki pendapatan Rp 1.000.000-2.000.000 dengan presentase 10,84%, sedangkan di Desa Wonua dengan persentase 30%. Pada tabel responden 4.14 menunjukan bahwa tingkat pendapatan sampingan pada Desa Lambusa lebih tinggi dibandingkan pada Desa 71 Wonua. hal ini dipengaruhi oleh tingkat pekerjaan sampingan responden yang bervariasi pada Desa Lambusa sedangkan pada Desa Wonua lebih tergantung pada pengelolaan lahan. D. Kondisi perumahan Kondisi perumahan menggambarkan suatu Desa yang mengalami perubahan fisik secara permanen dan menggambarkan pola penyebaran karakteristiksuatu Kota yang memasuki area perdesaan. untuk mengetahui seberapa besar karakteristik kondisi perumahan Kota memasuki wilayah koridor dan subkoridor. berikut karakteristik responden berdasarkan kondisi perumahan yang dimiliki terlihat pada tabel 4.15 Tabel 4.15 Karakteristik Responden Desa Lambusa dan Wonua Berdasarkan kondisi kepemilikan rumah (KK) No 1 2 2 4 5 Kondisi kepemilikan rumah Milik sendiri Milik orang tua/mertua Milik pemerintah Kostkostan/kontrakan Lainnya Desa Lambusa Jumlah Presentase responden % Desa Wonua Jumlah responden Presentase % 83 100 65 92,85 - - 4 5,71 - - 1 1,42 - - - - 70 - 83 100 Sumber: Analisis Data Primer, 2015 Berdasarkan tabel 4.15 kondisi kepemilikan tanah dan rumah responden pada Desa Lambusa dengan presentase 100 % milik sendiri sedangkan pada Desa Wonuadengan persentase 92,85%. Selain itu, di 72 Desa Wonua masih terdapat tanah yang menjadi hak milik orang tua/mertua dengan presentase 5,71% dan pemerintah dengan presentase 1,42% hal ini dilihat dari variasi pendapatan yang memungkinkan permasalah ekonomi untuk membeli tanah sebagai lahan tempat tinggal. Kondisi perumahan selain dilihat dari kepemilikan lahan sebagai lahan permanen untuk di huni, kondisi bangunan perumahan juga dilihat sebagai cara untuk melihat perubahan fisik. berikut tabel 4.16 mengenai kondisi bangunan perumahan responden pada Desa Lambusa dan wonua. Tabel 4.16 Karakteristik Responden Desa Lambusa dan Wonua Berdasarkan kondisi bangunan rumah (KK) No 1 2 2 4 5 Desa Lambusa Desa Wonua Jumlah Presentase Jumlah Presentase responden % responden % Permanen 70 84,33 25 35,71 Semi permanen 13 15,66 16 22,85 Papan 29 41,42 Jelajah Lainnya 83 100 70 100 Sumber: Analisis Data Primer, 2015 Kondisi bangunan rumah Berdasarkan tabel 4.16 kondisi bangunan perumahan responden pada Desa Lambusa, dengan presentase 84,33% sedangkan di Wonua dengan persentase 35,72%. Kondis rumah semi permanen di desa Lambusa dengan persentase 15,66% sedangka di desa Wonua dengan persentase 22,85%. Kondisi bangunan rumah papan tidak terdapat di Desa Lambusa, sedangakan di Desa Wonua dengan persentase 41,42%. Berdasarkan kondisi bangunan rumah dapat lihat pola perubahan fisik pada daerah koridor lebih tinggi dibandingkan pada sub koridor hal 73 ini dipengaruhi tingkat pekerjaan dan pendapatan sehingga kemampuan ekonomi untuk memenuhi keinginan selain sandang dan pangan dapat terpeduhi namun, selain kondisi ekonomi pada perubahan pola dipengaruhi pula oleh kondisi lahan tempat tinggal mayoritas yang menempati lahan tempat tinggal dekat dengan jalan secara tidak langsung dan sadar mengubah postur kelayakan rumah mereka. Selain kondisi bangunan, kondisi lantai pada perumahan juga menjadi bahan acuan untuk melihat kondisi rumah seperti yang terlihat pada tabel 4.17 Tabel 4.17 Karakteristik Responden Desa Lambusa dan Wonua Berdasarkan Kondisi lantai rumah (KK) Desa Lambusa Desa Wonua Jumlah Presentase Jumlah Presentase responden % responden % 1 Keramik 78 93,97 2 2,85 2 Semen 5 6,02 64 91,42 2 Papan 1 1,42 4 Tanah 3 4,28 5 Lainnya 83 100 70 100 Sumber: Analisis Data Primer, 2015 No Kondisi lantai rumah Berdasarkan tabel 4.17 kondisi lantai keramik perumahan pada Desa Lambusa dengan presentase 93,97%, sedangkan di Desa Wonua dengan persentase 2,58%. Kondisi lantai semen di Desa Lambusa dengan persentase 6,02%, sedangkan di Desa Wonua dengan persentase 91,42%. Di Desa Lambusa, tidak terdapat kondisi lantai rumah papan dan tanah, sementara di desa Wonua, rumah berlantai papan sebanyak 1,42% dan lantai tanah sebanyak 4,28%. 74 Berdasarkan kondisi lantai rumah dapat lihat pola perubahan fisik yang lebih baik pada daerah koridor lebih tinggi dengan kondisi lantai keramik yang menjadi mayoritas dibandingkan pada sub koridor yang lebih mendominasi yaitu lantai semen hal ini memperlihatkan pola perubahan fisik pada banguna rumah pada kedua lokasi. Selain, kondisi lantai, kondisi atap pada perumahan juga menjadi faktor gambaran perubahan fisik suatu Desa. Berikut kondisi atap perumahan pada kedua lokasi yang terlihat pada tabel 4.18 Tabel 4.18 Karakteristik Responden Desa Lambusa dan Wonua berdasarkan kondisi atap perumahan (KK) Desa Lambusa Desa Wonua Jumlah Presentase Jumlah Presentase responden % responden % 1 Seng 75 90,36 5 7,14 2 Genteng 53 75,71 2 Asbes 8 9,63 4 5,71 4 Rumbiah 8 11,42 5 Lainnya 83 100 70 100 Sumber: Analisis Data Primer, 2015 No Kondisi atap rumah Berdasarkan tabel 4.18 kondisi atap perumahan Desa Lambusa memiliki kondisi rumah beratap seng dengan presentase 90,36% sedangkan di desa Wonua dengan persentase 7,14%. Kondisi atap asbes asbes di Desa Lambusa dengan persentase 9,63% sedangkan di desa Wonua dengan persentase 5,71%. Di Desa Lambusa tidak teradapat rumah beratap genteng dan rumbiah, sedangkan di desa Wonua rumah beratap genteng dengan persentase 75,71% dan rumbiah dengan persentase 11,42%. 75 Berdasarkan kondisi atap rumah dapat lihat pola perubahan fisik yang lebih baik pada daerah koridor lebih tinggi dengan kondisi atap perumahan yang hanya terdapat kondisi atap seng dan asbes sedangkan pada Desa Wonua masih ditemui atap bambu/dedauan/rumput/ sehingga,dengan kondisi fisik bangunan, lantai dan atap dapat dilihat pola penyebaran sifat kekotaan dari segi bangunan telah merambat pada Desa Lambusa sebagai wilayah yang dekat dengan ruas jalan atau area koridor yang merupakan arus keluar masuknya masyarakat Kota dan Desa. E. Transportasi Transportasi merupakan tolak ukur interaksi antar wilayah. Dimana, terjadi hubungan saling ketergantungan antara wilayah yang satu dengan wilayah lain dan juga merupakan sarana penunjang keberhasilan terutama mendukung pembangunan perekonomian masyarakat untuk melihat tingkat transportasi pada Desa Lambusa dan Wonua dapat dilihat pada tabel 4.19 Tabel 4.19 Karakteristik Responden Desa Lambusa dan Wonua berdasarkan jenis transportasi (KK) No 1 2 2 4 5 Desa Lambusa Desa Wonua Jumlah Presentase Jumlah Presentase responden % responden % Mobil pribadi 31 37,34 5 7,14 Mobil angkot 4 5,71 Motor 52 62,65 43 61,42 Sepeda 17 24,28 Tidak ada 1 1,42 83 100 70 100 Sumber: Analisis Data Primer, 2015 Jenis transportasi 76 Berdasarkan tabel 4.19 jumlah responden masyarakat Desa Lambusa yang memilii kendaraan bermotor dengan presentase 62,65%, sementara desa wonua dengan persentase 61,42%. Di desa lambusa yang memiliki jenis transportasi mobil pribadi dengan persentase 37,34% sedangkan desa Wonua dengan persentase 7,14%. Desa Lambusa tidak memiliki responden yang memiliki jenis transportasi mobil angkot dan sepeda, sedangakan desa Wonua responden yang memiliki mobil angkot dengan persentase 5,71% dan sepeda dengan persentase 24,28%. Pada tabel responden 4.19menunjukan tingkat jenis kendaran pada Desa Lambusa lebih tinggi dibandingkan Desa Wonua. Jenis transformasi menggambarkan tingkat kemajuan suatu wilayah, makin banyaknya pengguna transportasi menggambarkan makin banyaknya kebutuhan baik itu sosial maupun ekonomi dan jenis kepemilikan transportasi menggambarkan kemampuan pendapatan suatu masyarakat yang berasal dari hasil pekerjaan atau mata pencaharian juga menggambarkan perubahan fisikal kenampakan keKotaan pada suatu Desa.Kegiatan transportasi juga menentukan tingkat kebutuhan suatu wilayah terhadap wilayah lain untuk meningkatkan kualitas hidup atau mempermudah kegiatan sosial ekonomi. Selain, jenis kendaraan kemudahan aksesibilitas transpotasi menuju tempat kerja juga menentukan keaktifan penggunaan transportasi sehingga kenampakan fisikal akan perubahan pola kehidupan makin terlihat kemudahan aksesibilitas dapat dilihat pada tabel 4.20 77 Tabel 4.20 Karakteristik Responden Desa Lambusa dan Wonua berdasarkan Kondisi moda transportasi reguler menuju tempat kerja Kondisi moda transportasi No reguler menuju tempat kerja 1 Sangat baik 2 Baik 3 Kurang baik 4 Tidak baik Desa Lambusa Desa Wonua Jumlah Presentase Jumlah Presentase responden % responden % 10 12,04 73 87,95 83 100 Sumber: Analisis Data Primer, 2015 53 17 70 63,85 20,48 - Berdasarkan tabel 4.20 kondisi moda transportasi reguler menuju tempat kerja didominasi dengan menjawab baik presentase 87,95% sedangkan di Desa Wonua tidak ada yang menjawab sangat baik. Di Desa Lambusa yang menjawab baik untuk kondisi moda transportasi regular menujutempat kerja dengan persentase 87,95%, sedangkan Desa Wonua dengan persentase 63,85. Jawaban kurang baik dan tidak baik tidak ditemukan di desa Lambusa, tetapi di Desa Wonua responden yang menjawab kurang baik dengan persentase 20,48%. Pada tabel responden 4.20menunjukan tingkat kemudan moda transportasi lebih baik terdapat pada Desa Lambusa dengan jawaban responden baik dan sangat baik sedangkan pada Desa Wonua ditemukan jawaban kurang baik dengan alasan kondisi jalan yang kurang baik dan tidak adanya tranportasi angkot untuk mengatasi kesulitan dan menghemat pemborosan biaya. Sebab ongkos angkot lebihlah mudah dibandingkan angkutan ojek. 78 F. Pembahasan Berdasarkan analisis deskriptif kondisi sosial ekonomi untuk mengetahui seberapa jauh dampak transformasi terhadap kondisi social ekonomi pada Desa Lambusa juga Desa Wonua berikut pembahasan akan hasil analisis deskriptif. 1. Keberadaan transportasi Adanya transportasi umum dapat mempermudah kegiatan melakukan pengangkutan muatan berupa barang dan kemudahan untuk masyarakat berpindah dari tempat asal ketempat tujuan dan berbagai wilayah yang lebih luas yang berhubungan dengan kegiatan ekonomi dan hubungan sosial. Berikut gambar diagram jumlah kendaraan menurut desa. gambar 4.6 banyaknya kendaraan menurut desa 2015 sumber : BPS sulawesi tenggara pada gambar diagram jumlah mini bus yang merupakan angkutan umum lebih banyak terdapat pada desa lambusa hal tersebut karenak mini bus hanya terdapat pada koridor jalan saja karena merupakan jalur tempuh yang telah ditentukan sebagai pusat perhubungan antar kota sehingga jumlahnya didominasi lebih banyak dibandingkan pada desa wonua. 79 Berbeda halnya dengan mobil angkutan barang yang lebih banyak pada desa wonua hal tersebut karena hasil pertanian seperti sayur-sayuran, buah-buahan dan beras .sehingga, kebutuhan akan mobil sebagai angkutan barang lebih banyak dibutuhkan dibandingkan desa lambusa. Keberadaan seperda motor sebagai kendaraan angkutan lebih banyak di desa lambusa di bandingkan desa wonua hal tersebut juga di dukung pada tabel jenis transportasi pada kendaraan bermotor lebih banyak di desa lambusa hal tersebut dikarena kebutuhan masyarakat lambusa lebih tinggi, sehingga memerlukan kelancaran transportasi sebagai bantuan untuk memudahkan mereka akan pangan, pendidikan, pekerjaan dan kebutuhan lainnya. 2. Dampak Aksesibilitas Dampak transformasi wilayah terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat salah satunya dapat dilihat dari dampak transformasi wilayah terhadap perubahan kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang ada pada wilayah koridor. Dari kegiatan ekonomi misalnya pada bidang pekerjaan dan mata pencaharian hanya penduduk Desa dengan derajat aksesibilitas yang tinggi yang mengalami perubahan intensitas tinggi karena memiliki jalur yang berhubungan langsung dengan daerah Kota Provinsi.Hal tersebut dialami oleh Desa Lambusa dengan derajat aksesbilitas tinggi dan Desa Wonua dengan derajat aksesibilitas rendah memiliki tingkat perubahan sosial ekonomi yang rendah pula. Hal tersebut memiliki aspek transformasi wilayah yang mempengaruhi seperti yang terlihat pada tabel 80 Tabel 4.21 Aspek-aspek yang mempengaruhi transformasi di masyarakat Kecamatan Konda Aspek yang terkait Transformasi Periodisasi 2013-2014 Desa Lambusa Desa Wonua Kegiatan pada ruas Kegiatan jalan mulai Lahan pertanian dan berdatangan perluasan lahan (pembangunan persawahan pertokoan sembako) Kegiatan penggunaan Lahan 2010- 2011 Desa Lambusa Desa Wonua Kegiatan Kegiatan perindustrian, lahan peternakan, persawahan dan lahan pertanian, perumahan persawahan dan perumahan Kondisi jalur jalan Aspal (satu jalur) Tanah rerumputan(satu jalur) Aspal (proses pembangunan dua jalur jalan) Tanah rata, kerikil (satu jalur jalan) Aksesibilitas Mudah Kurang mudah Kurang baik Cukup baik 2015 Desa Lambusa Pembangunan Btn dan pemerataan hampir sebagian besar lahan pertanian dan persawahan juga digunakan sebagai pembanguan jalanjalan penghubungan Aspal (dua jalur jalan) Desa Wonua Pemerataan lahan persawahan Dan Pertanian untuk dijajahkan pada pasar Konda yang ada pada koridor Kendari-Konda Sangat baik Baik Sumber: Olahan Data Sekunder (Data Kecamatan dan BPS Prov. Sulawesi Tenggara 2015) Tanah, sebagian aspal tipis dan krikil (satu jalur) 81 Kondisi jalan yang baik dan dekatnya jarak menuju pusat Kota membuat Desa Lambusa yang berada pada area koridor Kendari Konda dipadati dengan kegiatan sosial ekonomi yang memanfaatkan keadaan akses untuk mendukung kegiatan yang menjadi sumber penghidupan seperti yang terlihat pada gambar 4.7 dan 4.8. Gambar 4.7 pedagang kaki lima Di ruas jalan desa Lambusa Gambar 4.8 ruko Atk dan foto copy diruas jalan Desa lambusa Kegiatan ekonomi yang memanfaatkan keadaan jalan sebagian besar dipergunaan masyarakat wilayah koridor sebagai rutinitas kegiatan mata pencaharian yang memanfaatkan kelancaran arus jalan untuk menghasilkan pendapatan tambahan. Kegiatan ini tidak hanya berlangsung siang hari saja namun juga berlangsung pada malam hari seperti yang terlihat pada gambar 4.9 dan 4.10 82 Gambar 4.9 penjajah kue yang Gambar 4.10 penjajah sari laut Berada diruas jalan berada diruas jalan Kemudahan akses dan kondisi jalan yang baik sebagai arus bolak-balik menuju pusat ibu Kota menjadi hal yang memudahkan masyarakat untuk melakukan kegiatan sosial ekonomi. Jika pada Desa Lambusa rutinas kegiatan sosial ekonomi dengan bangunan ruko, pedagang kaki lima atau penjajah yang memanfaatkan kondisi ini. Berbeda halnya yang terjadi pada Desa Wonua yang lebih memanfaatkan lahan sebagai sumber kegiatan ekonomi seperti yang terlihat pada gambar 4.9 dan 4.10 83 Gambar 4.11 lahan pertanian Pada ruas jalan wonua Gambar 4.12 lahan perkebunan pada ruas jalan wonua Pemanfaatan lahan sebagai kegiatan pertanian dan perkebunan menjadi rutinitas mata pencaharian masyarakat pada Desa Wonua, yang lebih mengkondisikan lahan mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup namun, sebagian kecil ada pula yang membuat warung kecil, bengkel dan lain-lain untuk mencukupi kebutuhan hidup. Pemanfaatan ruas jalan sebagai aktivitas ekonomi masyarakat desa Lambusa dan Wonua terlihat berbeda. Pada desa Lambusa pemanfaatan ruas jalan sebagai kegiatan usaha kecil menengah (UKM) dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, sementara di desa Wonua penggunaan ruas jalan difungsikan sebagai lahan pertanian. Perbedaan ini merujuk pada pemanfaatan ruang ruas jalan sebagai kegiatan ekonomi. Perbedaan ini pula disebabkan oleh mobilitas alat transportasi yang menggunakan jalan raya sebagai akses antarwilayah. Pemanfaatan ruas jalan menilik pada lokasi strategis dalam 84 menghasilkan modal sebagai kegiatan tambahan, baik pada kegiatan UKM maupun pertanian. Olehnya itu, aksesbilitas memberikan dampak pada kegiatan perekonomian masyarakat, baik di Desa Lambusa maupun Wonua. Selain itu, sarana infrastruktur jalan sebagai bagian dari aksesbilitas memberikan gambaran pada keadaan akan pola hidup seperti yang terlihat pada gambar 4.13 dan 4.14. Gambar 4.13 peternak sapi berkeliaran diruas jalan desa wonua Gambar 4.14 aktifitas seorang anak sekolah didesa wonua Pengaruh akan kemudahan aksesibilitas juga keberadaan kondisi jalan berpengaruh terhadap pola prilaku masyarakat terutama pada kondisi sosial ekonomi masyarakatnya. Wilayah Lambusa dengan derajat aksesibilitas yang tinggi memiliki gambaran kondisi sosial ekonomi yang lebih baik karena prilaku Kota berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga mudah memasuki wilayah koridordibanding yang berada pada Desa Wonua seperti yang terlihat dari beberapa gambar prilaku masyarakat di atas yang secara fisikal lebih tidak terjaga karena kurangnya pengaruh akan nilai perkotaan. 85 1. Analisis Spasial Analisis kajian keruangan tidak terlepas dari informasi tentang lokasi. Penjabaran sistem informasi tentang lokasi dapat dengan mudah digambarkan dengan metode SIG (Sistem Informasi Geografis atau Geographical Informasi System). Data geografis terdiri data lokasi yang menunjukan posisi tempat dimana region yang diteliti berada (Koestoes, 1997). 86 a. Data Spasial Lokasi Penelitian Penelitian ini menemukan adanya variasi spasial berdasarkan 2 tipe ruang lokasi Desa yang menggambarkan derajat aksesibilitas tinggi dan rendah. Seperti yang terlihat pada gambar 4.15 dan 4.16 penampang area arus jalan pada tingkat derajat aksesibilitas 87 gambar 4.15 Area arus jalan Desa Lambusa gambar 4.16 Area arus jalan Desa Wonua Pada gambar terlihat lokasi fisikal variasi spasial yang terbagi menjadi dua sebagai perwakilan derajat aksesibilitas tinggi dan rendah.Pada wilayah peri urban digambarkan menggunakan data spasial data yang diolah pada SIG yaitu sebuah data yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem koordinat (citra satelit) tertentu, sebagai dasar referensinya. Menurut Prahasta, 2009 data posisi/ koordinat/ garis/ ruang /spasial, merupakan data yang merupakan representasi dari fenomena permukaan bumi/keruangan yang memiliki referensi (koordinat) lazim berupa peta, foto udara, citra satelit dan sebagainya atau data hasil dari interpretasi data-data tersebut. Penelitian ini menggunaan analisis spasial, dengan penjabaran metode SIG sebagai cara untuk menggambarkan lokasisebagai dasar dari sudut pandang lokasi kebutuhan akan ruang. Pada dasarnya kebutuhan akan ruang 88 mendorong penduduk pada suatu wilayah tertentu mencari lokasi yang menguntungkan dan membantu terutama dari segi sosial ekonominya. Menurut Koestoes (1997),pertumbuhan secara spasial, dalam kenyataan, sangat dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan sosial dan ekonomi.Karakteristik sosial ekonomi utama lainnya dari spasial Kota diwarnai oleh struktur mata pencaharian. Di daerah Kota ada beberapa daerah yang masih memiliki tipe pekerjaan Desa karena sejumlah rumah tangga melanjutkan kesibukan didunia pertanian. Perbedaan rasio antara kedua kelompok kegiatan mempengaruhi struktur-struktur pekerjaan. b. Kebutuhan ruang Pembangunan jalan pada wilayah peri urban dengan kemudahan aksess yang memfasilitasi memberi perubahan akan kenampakan fisikal wilayah sehingga mempengaruhi penggunaan tanah dan pada gilirannya, pemukiman perdesaan berubah pola menjadi pola campuran. Hal ini membawa dampak terhadap kondisi sosial ekonomi yang bervariasi yaitu campuran antara kegiatan agraris dan non agraris. Sesuai dengan permasalahan bagaimana dampak transformasi wilayah terhadap kondisi sosial ekonomi pada wilayah koridor Kendari-Konda dimana, wilayah koridor merupakan wilayah peri urban. Diketahui pada tahun 2013 pemerintah telah mengadakan pembangunan jalan pada wilayah Konda menjadi dua jalur yang menghubungkan wilayah Kecamatan Konda dengan pusat ibu Kota Provinsi dan pada gilirannya, tahun 2015 pembangunan jalan dengan dua jalur ini 89 dapat dirasakan oleh masyarakat Kecamatan Konda sebagai kemudahan aksess terutama pada wilayah yang tinggal pada jalan koridor KendariKonda. Dampak transformasi khususnya aksesiblitas pada wilayah Desa Lambusa yang merupakan Desa yang berada pada koridor Kendari-Konda menjadikan lokasi Desa Lambusa secara tidak sengaja telah membentuk pola campuran karakteristik Kota yang mempengaruhi kondisi sosial ekonominya sedangkan pada Desa Wonua dampak transformasi wilayah belum dapat mengubah kondisi sosial ekonomi masyarakatnya secara merata. Berdasarkan analisis deskriptif dampak transformasi wilayah yakni perubahan wilayah yang terjadi secara keruangan karena aksesbilitas sehingga sosial ekonomi merujuk pada suatu proses pergantian ciri. Masyarakat dengan pendidikan tinggi mengarah pada Desa Lambusa sebesar 33,73% untuk perguruan tinggi/sederajad dan 19,27% untuk pasca sarjana sedangkan masyarakat pada pendidikan rendah menetap pada Desa Wonua sebesar 48,57% untuk sekolah dasar. Hal ini terjadi karena kecenderungan masyarakat yang memiliki pendidikan memilih tempat yang dekat dengan jalan memudahkan aksess menuju tempat kerja, sekolah, dan kecenderungan pada wilayah dekat dengan jalan dapat mempermudah kepusat Kota untuk mencari keperluan kebutuhan hidup yang lebih baik menurut mereka. Sedangkan masyarakat dengan pendidikan rendah karena susahnya untuk mendapatkan pekerjaan sehingga mereka memilih menetap pada tempat 90 tinggal mereka dan memanfaatkan lahan luas untuk mengelola lahan pertanian, perkebunan bahkan persawahan milik mereka atau milik orang lain yang menggunakan jasa mereka. Oleh karena masyarakat dengan pendidikan tinggi mengarah ke Desa Lambusa membuat variasi pekerjaan berbeda dengan yang ada pada Desa Wonua – kedua Desa ini merupakan wilayah peri urban. Kondisi akses membuat Desa Lambusa yang berada pada ruang koridor memanfaatkan lahan rumah mereka atau menambah luas tanah mereka untuk membangun ruko, bengkel, mobiller dan rumah makan untuk memanfaatkan keadaan jalan yang menjadi lintasan arus bolak balik kendaraan dari Konda ke Kendari begitu pula sebaliknya. Sehingga, selain pekerjaan pokok yang tetap pada Desa Lambusa sebagian masyarakatnya juga memilki pekerjaan tambahan yang tetap. Berbeda halnya dengan Desa Wonua yang masyarakatnya lebih cenderung menetap pada kegaiatan agraris sebagai pekerjaan mereka. Pada analisis deskriptif kemudahan aksesibilitas selain membawa pengaruh dengan membawa minat masyarakat yang berpendidikan tinggi membutuhkan ruang koridor sebagai sarana kemudahan bagi mereka.Hal ini membawa pengaruh terhadap pendapatan atau penghasilan. Pada Desa Lambusa penghasilan tertinggi yaitu > Rp 3.000.000 sedangkan pada Desa Wonua lebih banyak ditemukan dengan penghasilan tertinggi Rp 2.000.0003.000.000 dengan mayoritas pekerjaan pada struktur agraris.Berbeda halnya 91 dengan Desa Lambusa yang mayoritas pekerjaan non agraris. Karena terdapat perbedaan dengan pendapatan sehingga kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan hidup sedikit berbeda pula. Pengaruh aksesibilitas membuat intensitas pembangunan infrastruktur muncul pada bagian-bagian dari wilayah peri urban. Selain pembangunan infrastruktur, pemenuhan sarana transportasi untuk memudahkan mobilitas sangat berpengaruh pada wilayah koridor Kendari-Konda seperti yang terlihat pada analisis deskriptif pengguna transportasi terbanyak terletak pada Desa Lambusa Makin mendekati Kota, maka pengaruh yang ditimbulkannya terhadap kondisi lingkungannya juga semakin kuat. Demikian pula halnya dengan pengaruh yang ditimbulkannya terhadap kondisi lingkungan juga semakin kuat. Demikian pula halnya dengan pengaruh Kota yang timbul terhadap kondisi fisikalnya. Pengaruh kehidupan perbatasan Kota banyak mempengaruhi perubahan pola penggunaan tanah sebagai lahan agraris yang banyak digunakan masyarakat Desa. Keberadaan kebun disekitar tempat tinggal akan semakin lama akan semakin menghilang. Pada awalnya masyarakat perdesaan penggunaan ruang disekitar rumah dimanfaatkan oleh penghuninya untuk menghasilkan bahan kebutuhan sehari-hari baik untuk bahan pangan maupun bahan bangunan. Sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, keberadaan perkarangan mulai menyusut sampai kebatas waktu dimana tanaman yang menjadi karakteristik perkarangan hilang sama sekali dan bagian ruang 92 disekitar rumah termaksud bagian ruang dimana rumahnya didirikan masih saja dinamakan perkarangan sehingga pada Desa Lambusa pemanfaatan lahan sebagai bahan bangunan untuk kegiatan ekonomi karena jumlah penduduk makin meningkat dan kebutuhan akan ruang semakin meningkat pula sebagian besar masyarakatnya berharap pada pekerjaan pokok. Mayoritas masyarakat yang memiliki pekerjaan tambahan sebagian besar menggunakan perkarangan sebagai lahan bangunan untuk kegiatan ekonomi atau memilih mengarah kepusat Kota untuk penambahan kegiatan ekonomi lainnya. Sehingga, Pengaruh kegiatan ekonomi kekotaan yang secara umum dikaitkan dengan kegiatan ekonomi berorientasi non agraris lambat laun akan semakin nyata terlihat. Pengaruh aksess secara tidak langsung membawa pengaruh Kota memasuki Desa karena sumber informasi yang dibawa dari Kota lebih dekat jaraknya dengan Desa yang berada pada wilayah koridor Kendari-Konda. Hal ini membuat pengaruh terhadap kedatangan penduduk dari Kota untuk memiliki lahan pada wilayah koridor dengan kegiatan non agraris sehingga menambah jumlah variasi kegiatan ekonomi dan variasi bangunan ruko, perkantoran, gedung sekolah dan lain-lain serta secara tidak sengaja merubah pola pemukiman masyarakat yang tinggal pada area koridor ini mengalami campuran ciri dari ciri perdesaan sebelumnya dan ciri kekotaan. Hal tersebut bisa dapat dilihat dari kondisi perumahan dan lahan tetap dimana, ada bagian kelompok perumahan yang tertata baik menurut 93 kerangka jalan baru yang terbentuk, tetapi dibagian jalan lain masih ada pula yang tetap berpola seperti pada posisinya yaitu tidak teratur dengan banguan semi permanen, papan dan jelajah. namun, pada Desa Lambusa dengan kondisi mayoritas perumahan merupakan perumahan permanen dan semi permanen dan tidak ditemukan rumah responden dengan model rumah papan dan jelajah sehingga campuran ciri keKotaan telah hampir memasuki secara merata pada daerah ini. jenis rumah jelajah dan papan lebih banyak ditemukan pada pada Desa Wonua yang merupakan Desa yang jauh dari arteri jalan. Dampak transformasi membawa perubahan terhadap kenampakan fisikal kekotaan terus terjadi sejalan dengan pertambahan kegiatan masyarakat dalam suatu wilayah seperti yang terjadi pada Desa Lambusa. Menurut Giyarsih (2013), jalur wilayah yang dekat dengan Kota akan didominasi oleh kenampakan kekotaan dan begitu pula sebaliknya, makin dekat dengan Desa akan makin kental kenampakan kedesaannya. Sehingga dampak transformasi wilayah mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tinggal dalam suatu ruang koridor karena perubahan karakteristik suatu wilayah yang terjadi karena adanya aksesibilitas tinggi membuat minat masyarakat untuk berebut menempati ruang sebagai tempat tinggal bahkan kecenderungan masyarakat yang berpendapatan tinggi memilih lokasi perumahan yang dekat dengan jalan sebagai lokasi yang mudah untuk melakukan kegiatan ekonomi. Selain 94 keinginan masyarakat yang ingin memiliki tanah pada lokasi dekat dengan jalan karena kemudahan aksess yang menarik minat membuat pada daerah koridor mulai padat. Lahan luas yang sebelumnya banyak digunakan sebagai lahan pertanian berubah fungsi sebagai lahan perumahan, sehingga hal ini lambat laun membuat kegiatan ekonomi masyarakat pada wilayah koridor yang melakukan kegiatan ekonomi agraris kehilangan lahan sehingga beralih ke kegiatan non- agraris.Tidak heran jika pada ruang koridor Kendari-Konda banyak ditemukan bangunan ruko, mobiller, rumah makan dll sebagai bagaian dari dampak transformasi wilayah. 95 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari perspektif geografis penelitian ini menyimpulkan adanya variasi spasial (berdasarkan 2 tipe Desa yang menggambarkan derajat aksesibilitas wilayah yang berbeda) dari dampak transformasi wilayah terhadap aspek kondisi sosial ekonomi masyarakat. Transformasi wilayah yang terjadi di Desa dengan derajat aksesibilitas wilayah lebih tinggi juga mempunyai dampak yang lebih kuat terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakatnya daripada di Desa-Desa lainnya yang memiliki derajat aksesibilitas wilayah lebih rendah. Hal ini terjadi karena Desa-Desa yang memiliki derajat aksesibilitas wilayah yang lebih tinggi akan lebih mudah berinteraksi dengan wilayah lain yang bersifat kekotaan sehingga arus teknologi informasi kekotaan juga lebih mudah terinfiltrasi di wilayah ini. peningkatan kesejahteraan penduduk akan lebih mudah terjadi di wilayah ini. 2. Berdasarkan analisis deskriptif masyarakat dengan pendidikan tinggi lebih mengarah pada wilayah dengan derajat aksesibilitas tinggi.Pada wilayah dengan aksesibilitas tinggi dampak transformasi wilayah terhadap 95 96 kondisi social ekonomi di wilayah koridor Kendari-Konda telah terjadi perubahan secara signifikan, yakni pada alihfungsi lahan yang semula dimanfaatkan sebagai lahan agraris menjadi lahan nonagraris, seperti bangunan ruko, mobiller, rumah makan dll. Berbeda halnya dengan wilayah pada derajat aksesibilitas rendah yang memanfaatkan kondisi lahan sebagai kegiatan agraris.Hal tersebut membuat perbedaan penghasilan masyarakat atau pendapatan yang diperoleh, kondisi perumahan yang baik lebih mengarah pula pada daerah dengan derajat aksesibilitas tinggi seperti pada Desa Lambusa, yakni terbentuknya pola perumahan teratur mengikuti pola jalan dengan mayoritas perumahan permanen dan semi permanen sedangkan pada derajat aksesibilitas rendah seperti pada Desa Wonua memiliki pola perumahan yang renggang dan luas karena selain tempat tinggal lahan hunian juga diisi oleh lahan pertanian, perkebunan atau persawahan. ketersediaan transportasi pribadi dan penggunaan teknologi mengalami penggunaan yang tinggi terdapat pada Desa Lambusa berbeda dengan Desa Wonua . 3. Respon masyarakat terhadap aksesibilitas menunjukan bahwa semakin mudah arus jaringan jalan dekat dengan pusat Kota dan semakin dekat suatu Desa dengan pusat jalan menunjukan bahwa semakin besar pengaruhnya terhadap kegiatan dan prilaku sosial ekonomi masyarakatnya begitu pula sebaliknya. 97 4. secara spasial Transformasi wilayah pada aksesibilitas mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat yang ada pada koridor Kendari Konda yang lebih banyak memanfaatkan ruang lahan sebagai kegiatan sosial ekonomi. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan di lapangan, maka dapat disaran sebagai berikut: 1. Penelitian dampak transformasi wilayah khususnya aksesibilitas sebaiknya diteruskan di wilayah peri urban lainnya guna menentukan arahan pembangunan Desa terbangun agar tetap berkelanjutan. Hal ini karena DesaDesa yang memiliki derajat aksesibilitas wilayah yang lebih tinggi akan lebih mudah berinteraksi dengan wilayah lain yang bersifat kekotaan sehingga arus teknologi informasi kekotaan juga lebih mudah terinfiltrasi pada wilayah yang cukup jauh dari jaringan jalan maka disarankan untuk membangun pusat-pusat pertumbuhan baru di Desa-Desa yang jauh dari jaringan jalan. 2. meningkatnya jumlah penduduk yang berada pada koridor jalan dipengaruhi oleh sarana aksess. Di sisi lain laju peningkatan permintaan akan ruang lahan relatif tinggi, diperlukan upaya pemanfaatan lahan yang baik. 3. Kepada pemerintah kiranya dapat mengoptimalkan pemanfaatan sarana jalan dan transportasi untuk meningkatkan produktivitas mata pencaharian pada 98 masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada penggunaan lahan sebagai sumber penghasilan agar Desa yang berada jauh dari pusat jalan juga dapat merasakan kemudahan aksess. 99 DAFTAR PUSTAKA BPS (2014), Konda Dalam Angka 2014. pemerintah kabupaten konawe selatan kantor camat Konda: konawe selatan. BPS (2010), Konda Dalam Angka 2010. pemerintah kabupaten konawe selatan kantor camat Konda: konawe selatan. BPS (2015), Konda Dalam Angka 2015. pemerintah kabupaten konawe selatan kantor camat Konda: konawe selatan. Giyarsih, Sri rum (2010), Pola Spasial Transformasi Wilayah Di koridor YogyakartaSurakarta.Forum Geografi.Edisi 1/ Juli ( hal 28 – 38 ). Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta. Giyarsi, Sri Rum (2013),The Impact of Regional Transformation on The Cultural Condition of The Citizen A Review of Geographic Perspective.Program Studi Geografi dan Ilmu Lingkungan Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta Giyarsi, Sri Rum (2012), dampak transformasi wilayah terhadap kondisi kultural penduduk (tinjauan perspektif geografis). Program Studi Geografi dan Ilmu Lingkungan Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta Handayani Dewi, R.Soelistijadi dan Sunardi (2005), Pemanfaatan Analisis Spasial untuk PengolahanData Spasial Sistem Informasi Geografi. Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Stikubank : Semarang Koestoes, kaldi H (1997), Perspektif Lingkungan Desa-Kota Teori dan Studi Kasus.jakarta: penerbit PT Raja Grafindo persada 100 Kete, S cipta(2014), kajian daya dukung lingkungan di Wisata Alam Gua Pindul. Fakultas Geografi dan Ilmu Lingkungan Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta Kartono K, (2001), Pemimpin dan Kepemimpinan, Jakarta : PT.Raja Grafindo Perseda Nasution(2005),Peran Angkutan Umum di Kota Pematang Siantar dan Kaitannya dengan Pengembangan Wilayah: Semarang Nitasari (2013), Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Tanah Abang Kecamatan Batang Hari Leko Kabupaten Musi Banyuasin Setelah Berdirinya PT. Perkebunan Mitra Ogan. Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya : Palembang Oktama, Reddy Zaki (2013), Pengaruh kondisi Sosial Ekonomi Terhadap Tingkat Pendidikan Anak Keluarga Nelayan di Kelurahan Sugihwaras Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang Tahun 2013. Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang: Semarang Rubaman,Maman U (2012), perubahan perspektif terhadap pembangunan wilayah pedesaan. Jurnal Madani. Edisi I/ Mei 2012 Sari, Maulien Khairina dan haryo Winarso (2007), Transformasi Sosial Ekonomi Masyarakat Peri-Urban Disekitar Pengembangan Lahan Skala Besar .jurnal Perencanaan dan Pembangunan Kota. Edisi 1/April ( hal 1-30 ). Institut Teknologi Bandung : Bandung. 101 Suparmini,(2012), pola keruangan desa kota.lembaga penelitian dan pengabdian masyarakat universitas negeri yogyakarta : Yogyakarta. Tenge, Erna(2013), Proses dan Pola Transformasi Sosial Ekonomi Masyarakat di Daratan Tinggi Lindu Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah. Ringkasan Disertasi: Yogyakarta Yunus,hadi sabari (2008) ,Dinamika Wilayah Peri-Urban.Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar 102 LAMPIRAN 103 104 105 106 107 108 109 Lampiran 2 DOKUMENTASI PADA LOKASI PENELITIAN A.Desa Lambusa Salah satu fasilitas gedung Sekolah pada desa lambusa gedung sekolah berada tepat d pinggir jalan Kegiatan mata pencaharian Berupa warung sembako dan penjualan bensin ecer kegiatan mata pencaharian berupa toko ATK \ Mata pencaharian berupa Toko Mobiller penjajah kue yang memanfaatkan kondisi pinggir jalan 110 Kondisi lahan rumah yang Kondisi lahan rumah yang digunakan sebagai tempat tinggal digunakan pula sebagai kegiatan ekonomi berupa warung sembako. Kondisi lahan rumah yang digunakan sebagai tempat tinggal digunakan pula sebagai kegiatan ekonomi berupa Toko ATK Nampak jejeran rumah permanen padaDesa lambusaYang terletak dipinggir jalan terbentuknya pola pemukiman yang mengikuti pola jalan 111 Salah satu kondisi perumahan Pada ruas jalan desa lambusa salah satu transportasi pribadi Milik salah satu responden B. Desa Wonua Salah satu fasilitas gedung Sekolah pada desa Wonua gedung sekolah berada tepat d pinggir jalan 112 Terlihat kegiatan mata pencaharian berupa tanaman jagung terlihat kegiatan penanam sayuran oleh salah satu masyarakat didesa wonua Lokasi ini merupakan tempat penjemuran hasil lahan persawahan kegiatan ma gabah hasil tani masyarakat desa wonua ta pencaharian di desa wonua Kondisi lahan rumah yang digunakan sebagai tempat tinggal digunakan pula sebagai kegiatan penanaman sayur-sayuran. terlihat kondisi lahan rumah yang digunakan sebagai tempat pakan hewan ternak 113 Nampak jejeran perumahan Pada Desa wonua Yang terletak dipinggir jalan terbentuknya pola pemukiman dan lahan pertanian yang mengikuti pola jalan Salah satu kondisi perumahan Pada ruas jalan desa wonua salah satu anak mengendarai sepeda menuju kesekolah 114 C. Kondisi aksessbilitas Ruas jalan desa lambusa Ruas jalan desa wonua nampak aspal yang belum utuh karena sedang dalam perbaikan nampak jalan berbatu kerikil tidak beraspal 115 D. Dokumentasi Responden saat mengisi angket Pak Mujair salah satu responden di desa Wonua Pak Harianto salah satu responden di desa Lambusa terlihat responden sedang mengisi angket terlihat responden sedang mengisi angket 116 Data Citra Satelit Wilayah Kecamatan Konda 117 118 119