1. Pengertian Cuaca dan Iklim A. Cuaca, Iklim, dan Musim Berbagai pengertian tentang cuaca dan iklim dari beberapa referensi, yaitu: Cuaca, adalah : Keadaan atmosfer secara keseluruhan pada suatu saat, termasuk perubahan, perkembangan, dan menghilangnya suatu fenomena (World Climate Conference, 1979). Keadaan variable atmosfer secara keseluruhan di suatu tempat dalam selang waktu yang pendek (Glenn T. Trewartha, 1980). Keadaan atmosfer yang dinyatakan dengan nilai berbagai parameter, antara lain suhu, tekanan, angin, kelembaban, dan berbagai fenomena hujan, di suatu tempat atau wilayah selama kurun waktu yang pendek (Gibbs, 1987). Iklim, adalah : Sintesis kejadian cuaca selama kurun waktu yang panjang, yang secara statistik cukup dapat dipakai untuk menunjukkan nilai statistik yang berbeda dengan keadaan pada setiap saatnya (World Climate Conference, 1979). Konsep abstrak yang menyatakan kebiasaan cuaca dan unsur-unsur atmosfer di suatu daerah selama kurun waktu yang panjang (Glenn T. Trewartha, 1980). Peluang statistik berbagai keadaan atmosfer, antara lain suhu, tekanan, angin, kelembaban, yang terjadi pada suatu daerah selama kurun waktu yang panjang (Gibbs, 1987). Musim, adalah : Rentang waktu yang mengandung fenomena (nilai sesuatu unsur cuaca) yang dominan atau mencolok (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Contohnya, musim dingin adalah rentang waktu yang selama itu suhu udara selalu rendah, musim hujan adalah rentang waktu yang memiliki banyak terjadi hujan. Berdasarkan beberapa definisi tentang pengertian cuaca dan iklim tersebut, kiranya dapat diartikan, yaitu : 1 Cuaca, adalah keadaan fisik atmosfer pada suatu saat (waktu tertentu) di suatu tempat, yang dalam waktu singkat (pendek) berubah keadaannya, seperti panasnya, kelembabannya, atau gerak udaranya. Iklim, adalah peluang statistik keadaan cuaca rata-rata atau keadaan cuaca jangka panjang pada suatu daerah, meliputi kurun waktu beberapa bulan atau beberapa tahun. Cuaca, pada dasarnya dihasilkan oleh suatu proses yang berusaha “menyamakan” perbedaan-perbedaan keadaan dari suatu jaringan energi radiasi yang diterima dari matahari. Setiap unsur cuaca memiliki ciri berfluktuasi dengan berbagai ukuran variabilitas, mulai dari yang kecil (kurang dari satuan waktu jam) sampai yang besar (lebih dari satuan waktu tahun), karena adanya berbagai proses dalam atmosfer dan bumi. B. Meteorologi dan Klimatologi Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dikemukakan bahwa meteorologi adalah ilmu yang mempelajari tentang cuaca, dan klimatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang iklim. Dari aspek sains dan teknologi, pembidangan sains meteorologi dan klimatologi dijabarkan sebagai berikut (International Meteorological Vucabulary, WMO) : Meteorologi Meteorologi Teori Meteorologi Terapan Meteorologi Fisika Meteorologi Dinamika Meteorologi Eksperimen Meteorologi Sinoptik Meteorologi Aeronautik Meteorologi Maritim Hidrometeorologi Agrometeorologi Meteorologi Kesehatan Meteorologi Gabungan Biometeorologi Radiometeorologi Meteorologi Praktis Pengamatan Meteorologi Analisis Meteorologi Pelayanan Meteorologi Gambar 1.1. Bagan Pembidangan Meteorologi 8 Klimatologi Klimatologi Dinamika Klimatologi Terapan Klimatologi Gabungan Klimatologi Massa Udara Klimatologi Pertanian Kllimatologi Sinoptik Klimatologi Aeronautik Bioklimatologi Human Bioklimatologi Ekoklimatologi Phytoklimatologi Klimatologi Media Dendroklimatologi Gambar. 1.2. Bagan Pembidangan Klimatologi Ditinjau dari lingkup skala ruang dan waktu, meteorologi dibagi 2 (dua) : Meteorologi Mikro Meteorologi Meso Ditinjau dari definisi dan klasifikasi tentang iklim, studi iklim ditetapkan menurut konsep, waktu, skala, wilayah, dan jenis, yaitu : Konsep Iklim, meliputi : Iklim Radiasi (Radiation Climate) Iklim Hipotetik (Hypothetical Climate) Iklim Tiruan (Artificial Climate) Waktu Iklim, meliputi : Iklim Prasejarah Iklim Sejarah Iklim Quaterner (Quaternary Climate) Skala Iklim, meliputi : Iklim Mikro (Micro Climate) Iklim Meso (Meso Climate) Iklim Ruangan (Indoor Climate) Wilayah Iklim, meliputi : Iklim Kutub (Polar Climate) 3 Iklim Tengah (Temperate Climate) Iklim Subtropis (Subtropical Climate) Iklim Tropis (Tropical Climate) Iklim Khatulistiwa (Tropical Climate) Jenis Iklim, meliputi : Iklim Benua (Continental Climate) Iklim Bahari (Maritime / Marine Climate) Iklim Monsun (Monsoon Climate) Iklim Mediteran (Mediterranian Climate) Iklim Tundra (Tundra Climate) Iklim Gunung (Mountain Climate) Proses terjadinya cuaca dan iklim, secara garis besar dipengaruhi oleh : Perbedaan derajat garis-garis lintang, garis hujan, permukaan tanah dan permukaan air, adanya gunung, serta keadaan topografi. Keadaan atmosfer secara menyeluruh seperti angin, massa udara, serta adanya pusat-pusat tekanan udara yang agak permanen. Klimatologi, adalah pengetahuan yang berusaha menerangkan atau menjelaskan keadaan iklim, bagaimana perubahan dari satu tempat ke tempat lainnya, serta bagaimana hubungannya dengan aktivitas kehidupan manusia. Klimatologi, dapat diartikan lebih luas, yaitu segala kegiatan yang ada hubungannya dengan iklim, artinya dapat berupa penelitian, hubunganhubungan, analisa pengolahan dan pelayanan, bahkan dapat berbentuk prakiraan iklim atau prakiraan musim. Pemahaman tentang cuaca dan iklim lebih lanjut, memerlukan pendekatan dari berbagai aspek, antara lain aspek fisika, aspek geografi, aspek topografiorografi, aspek struktur dan orientasi kepulauan. C. Pengertian Data Iklim Data Iklim, adalah data cuaca yang dapat digunakan sebagai petunjuk mengenai keadaan iklim di suatu tempat. Pengertian yang sebenarnya mengenai data iklim, adalah semua bentuk data cuaca yang dihasilkan oleh alat pencatat otomatis (recording), seperti : Thermograf, Hygrograf, Anemograf, Sunshine Recorder, Rainfall Recorder. 4 Pengertian dalam praktek (operasional), data iklim adalah setiap data cuaca yang dapat diolah menjadi data rata-rata dalam satu hari, satu bulan, atau satu tahun, atau data yang menunjukan “jumlah” dalam satu hari, satu bulan, atau jumlah dalam satu tahun. Dalam pengertian lain, data iklim adalah setiap data cuaca yang dapat diolah menjadi “rata-rata pada suatu saat” dalam jangka waktu lama meliputi beberapa bulan atau beberapa tahun. D. Peranan dan Tugas Klimatologi 1) Peranan Klimatologi Ada 2 (dua) peranan klimatologi, yaitu : a. b. Memberikan keterangan seteliti mungkin mengenai keadaan dan tingkah laku atmosfer pada tahun-tahun lampau, baik di atas daratan, lautan, maupun di lapisan udara atas. Mencari hubungannya dengan studi iklim local, iklim regional, maupun iklim global, baik skala mikro maupun makro (misalnya prakiraan musim). Kedua peranan tersebut membawa tanggung jawab yang cukup besar, maka perlu disadari pentingnya kelangsungan hidup stasiun/pos pengamatan, kelancaran pengumpulan data ke pusat-pusat pengolahan, serta ketekunan mempelajari analisis yang sitematik, terutama studi keadaan cuaca pada waktu yang lampau. 2) Tugas Klimatologi Setiap negara mempunyai kepentingan yang berbeda dalam melayani masyarakatnya di bidang klimatologi, tetapi beberapa tugas pokok pada umumnya sama. Tugas pokok klimatologi (menurut WMO) ada 9, yaitu : a. b. Memelihara dan mengusahakan jaringan nasional stasiun klimatologi yang cukup atas dasar kerja sama dengan instansi lain. Mengadakan pengumpulan semua data dalam bentuk yang sesuai keperluan klimatologi, baik dalam bentuk asli, synoptis, klimatologi, maupun bentuk lain. 5 c. d. e. f. g. h. i. Memeriksa dan mengawasi semua data yang dikumpulkan untuk ketelitian data. Mengolah data sebagai pekerjaan rutin untuk memperoleh data bulanan dan tahunan. Membuat publikasi semua informasi yang diperoleh dalam bentuk publikasi tahunan dan bila dianggap perlu publikasi khusus dalam jangka waktu yang pendek. Publikasi tersebut bias berisi data, peta, atau gambar lain yang bersifat penjelasan untuk umum. Membuat analisa dan interpretasi data yang dikumpulkan sehingga menjadi jelas dan menggambarkan keadaan iklim secara lengkap. Menyimpan data pokok (data base) dan semua data yang sudah diolah serta mengadakan inventarisasi terhadap semua data. Menyiapkan dan melayani permintaan data guna keperluan penelitian. Mengusahakan atau memberi advis mengenai analisa data klimatologi yang diperlukan oleh pertanian, hydrologi, industri, transportasi, pariwisata, kesehatan, dan sebagainya. E. Pendekatan Pemahaman Klimatologi Ada 3 (tiga) pokok yang harus difahami dalam mempelajari klimatologi, yaitu: 1) Secara Fisik : adalah untuk menjawab beberapa pertanyaan, yaitu : a. b. c. d. Apa yang menyebabkan adanya variasi dalam pergantian panas Apa yang menyebabkan adanya variasi dalam kelembaban Apa yang menyebabkan adanya pergerakan udara sepanjang waktu dari satu tempat ke tempat lainnya Apakah memang ada perbedaan iklim Langkah pertama untuk menjawab persoalan ini, adalah dengan cara mengadakan pengamatan unsur-unsur iklim, seperti radiasi, lamanya penyinaran matahari, temperatur, kelembaban, penguapan, awan, hujan, angin, dsb. Peristiwa kejadian dari unsur-unsur tersebut merupakan kombinasi hasil prosesing dari pemindahan panas, pemindahan kelembaban diantara atmosfer atau antara atmosfer dengan permukaan bumi. 6 2) Secara Regional : klimatologi mengarahkan tujuannya untuk mempelajari iklim dunia, dengan cara mencari sifat-sifat khusus iklim daerah, atau membuat klasifikasi iklim menurut tipe yang berlaku. 3) Secara Pemakaian : klimatologi mencoba mencari hubungan dengan ilmu pengetahuan yang lain, dengan tujuan memperbaiki taraf kehidupan, dengan cara memanfaatkan informasi iklim atau unsur-unsur lain yang menguntung, dan berusaha mengurangi bahaya atau meminimalkan kerugian yang diakibatkan oleh unsur-unsur iklim. 2. Gambaran Umum Atmosfer Bumi A. Komposisi atmosfer bumi Atmosfer bumi terdiri dari campuran bermacam-macam gas yang menyelubungi seluruh permukaan bumi. Atmosfer bumi merupakan bagian yang takterpisahkan dari bumi, karena adanya pengaruh gaya tarik (gaya gravitasi) bumi. Keadaan atmosfer bumi makin keatas (makin tinggi) keadaannya semakin menipis, sehingga pada ketinggian tertentu (sekitar ketinggian 1000 km) keadaan atmosfer sudah sedemikian tipisnya, sehingga sering disebut ruang hampa . Berdasarkan penelitian, separuh dari massa atmosfer bumi terdapat hingga ketebalan sekitar 30 km dari permukaan bumi. Dengan demikian tidak ada batas-batas yang nyata antara atmosfer bumi dengan ruang angkasa luar atau ruang hampa udara, sehingga ketinggian atmosfer bumi juga tidak dapat ditentukan secara pasti. Di bagian bawah (hingga ketinggian sekitar 80 km dari permukaan laut), atmosfer bumi terdiri dari campuran berbagai macam gas dengan perbandingan yang dapat dikatakan sama, kecuali untuk gas Ozon (O3), Karbon dioksida (CO3), dan Uap air (H2O). Adapun komposisi atmosfer dalam keadaan kering (tanpa uap air) adalah sebagai berikut : 7 Tabel 1.1 komposisi gas di atmosfer pada kondisi yang dianggap kering Macam Gas Prosentase Volome Nitrogen Oxygen Argon Carbon dioksida Neon Helium Krypton,Hydrogen,Xenon,Ozone, Radon, dll 78,08 20,946 0,934 0,033 0,00182 0,00052 0,00066 Selain dari gas-gas tersebut, di lapisan bagian bawah hampir selalu terdapat uap air, namun karena keadaan uap air tersebut jumlahnya sangat berubahubah, maka tidak dapat dimasukkan didalam table gas di atas. Sebenarnya atmosfer bumi dapat dikatakan tidak pernah kering, karena didalamnya selalu terdapat uap air walaupun dalam jumlah yang sedikit sekali. Jumlah uap air di dalam atmosfer selalu berubah-ubah terhadap waktu dan tempat. Di atas lautan dan wilayah pantai daerah tropis yang panas, kadar uap air di atmosfer dapat mencapai sekitar 3%, tetapi sebaliknya di beberapa tempat di daerah continental (benua) dekat kutub, hanya terdapat kadar uap air yang sangat sedikit. Peranan uap air di atmosfer sangat besar, karena meskipun jumlahnya relative sedikit, dapat menimbulkan variasi cuaca yang cukup besar. Dapat dikatakan sebagian besar dari perubahan cuaca terjadi karena adanya pemusatan kadar uap air di dalam atmosfer, terutama rata-rata hingga ketinggian di bawah 6 km, dimana terdapat kadar uap air yang tinggi di dalam atmosfer. Masuknya uap air ke dalam atmosfer bumi ialah melalui proses penguapan dari air yang ada di permukaan bumi (lautan, danau, sungai, dls), permukaan tanah yang basah, maupun penguapan yang berasal dari tumbuhan dan makhluk hidup lainnya. Uap air di atmosfer dapat berubah dalam bentuk cair atau padat, yang akhirnya dapat jatuh kembali kepermukaan bumi sebagi hujan, salju, atau embun. B. Lapisan atmosfer bumi Lapisan-lapisan atmosfer bumi dapat ditentukan berdasarkan komposisinya, reaksi kimianya, ionisasinya, profil temperaturnya, dls. Berdasarkan profil temperaturnya, atmosfer bumi dapat dibedakan menjadi empat lapisan sebagai berikut : 8 1) Troposfer merupakan lapisan atmosfer terbawah dari susunan atmosfer bumi. Dalam lapisan ini umumnya temperature menurun terhadap ketinggian, dengan laju penurunan temperature rata-rata sekitar 6 – 7 C setiap kenaikan satu kilometer, yang terjadi mulai dari lapisan paling bawah hingga sekitar pertengahan lapisan tersebut. Di dalam lapisan troposfer ini sering didapati suatu lapisan tipis, dimana temperature semakin naik terhadap ketinggian, lapisan ini dikenal dengan lapisan inversi. Bagian paling atas dari troposfer disebut lapisan Tropopause, yang merupakan lapisan batas antara lapisan troposfer dengan lapisan stratosfer. Ketinggian lapisan tropopause selalu berubah-ubah dan tidak rata. Di atas daerah tropis ketinggian tropopause rata-rata sekitar 18 km, sedangkan di daerah kutub sekitar 8 km saja. 2) Stratosfer merupakan lapisan atmosfer di atas tropopase hingga ketinggian sekitar 50-55 km. Pada lapisan stratosfer ini umumnya temperature mula-mula tetap hingga ketinggian 20 km, disebut sebagai lapisan isothermik, kemudian dari 20 s/d 32 km temperature naik secara perlahan, dan di atas ketinggian 32 km temperature naik secara cepat, dimana pada bagian paling atas dari lapisan stratosfer ini mempunyai temperature yang hamper sama dengan suhu di permukaan bumi. Batas antara lapisan stratosfer dengan lapisan di atasnya di sebut lapisan lapisan Stratopause. 3) Mesosfer merupakan lapisan atmosfer di atas stratosfer yang dimulai dari lapisan stratopause ke atas. Pada lapisan mesosfer terjadi penurunan temperature terhadap ketinggian, dimana penurunan temperature tersebut dapat terjadi hingga mencapai -90 C atau lebih rendah lagi, pada ketinggian sekitar 80 km, yang merupakan lapisan teratas dari mesosfer. Batas antara lapisan mesosfer dengan lapisan di atasnya disebut dengan lapisan Mesopause. 4) Thermosfer merupakan lapisan atmosfer di atas mesosfer, dimana terdapat kenaikan temperature terhadap ketinggian. Pada lapisan ini terjadi proses ionisasi dimana ion-ion terpisah dengan electron-elektron, sehingga lapisan ini juga disebut sebagai lapisan Ionosfer. Dalam kehidupan sehari-hari lapisan Thermosfer atau lapisan Ionosfer ini dipergunakan untuk memantulkan gelombang radio. 9 Km 140 – 120 – 100 – Thermosfer 80 – Mesosfer 60 – 40 – Stratosfer 20 Trposfer 00 - - 80o - 40o 0o 40o Temperatur 80o Celcius Gambar 1.3 Lapisan-lapisan atmosfer C. Faktor Umum Pembentuk Cuaca Dan Iklim 1) Radiasi Matahari Radiasi matahari merupakan sumber bahang (energy) utama bagi atmosfer dan permukaan bumi. Rata-rata sekitar 65% dari radiasi matahari yang dating diserap oleh permukaan bumi dan atmosfer, yang kemudian diubah menjadi panas. Radiasi matahari merupakan penyebab adanya sirkulasi di atmosfer maupun di lautan. Bahang yang diserap oleh permukaan bumi dan atmosfer tidak begitu saja hilang , tetapi diubah menjadi panas dan tenaga gerak di dalam atmosfer 10 maupun lautan. Bahang yang diserap oleh atmosfer dan permukaan bumi sebagian akan dipancarkan kembali ke angkasa luar, dengan neraca yang seimbang, dengan demikian neraca radiasi matahari dalam system bumi-atmosfer selalu berada dalam kondisi yang seimbang. Namun demikian kesimbangan neraca radiasi tersebut ternyata tidak selalu sama pada semua tempat di permukaan bumi. Diantara lintang 35 Belahan Bumi Utara (BBU) dan Selatan (BBS), bahang lebih banyak diserap oleh permukaan bumi dari pada yang dipancarkan balik ke ruang angkasa sehingga daerah ini merupakan daerah yang surplus bahang, sedangkan pada daerah antara 35 ke arah kutub Utara dan Selatan, radiasi bahang lebih banyak yang di pancarkan kembali, menyebabkan daerah tersebut menjadi daerah yang mengalami kekurangan bahang. Daerah yang paling panyak menerima radiasi matahari terdapat pada daerah antara 5 LS pada bulan Januari hingga 15 LU pada bulan Juli, dikenal sebagai daerah thermal equator. Namun demikian kenyataannya gradient temperature yang terjadi tidaklah terlalu besar, hal tersebut disebabkan oleh adanya proses perpindahan panas di atmosfer maupun di lautan, dari daerah yang surplus bahang (daerah khatulistiwa dan sekitarnya) ke daerah yang defisit bahang. 2) Sirkulasi Angin Seperti telah dipaparkan pada sebelumnya, adanya perbedaan penyerapan panas oleh permukaan bumi, menyebabkan timbulnya aliran udara di atmosfer. Timbulnya aliran udara tersebut karena dipicu oleh terjadinya perbedaan tekanan udara di permukaan bumi yang disebabkan oleh adanya perbedaan tekanan udara akibat adanya perbedaan pemanasan di permukaan bumi. Di daerah equator yang panas kerapatan udara menjadi rendah sehingga menjadi lebih ringan dibandingkan dengan sekitarnya. Massa udara tropis yang panas dan lebih ringan tersebut cenderung akan bergerak ke atas hingga ketinggian sekitar 20 km, kemudian bergerak kearah utara dan selatan, yang kemudian mengendap kembali di sekitar lintang 25-30. Udara yang mengendap tersebut temperaturnya telah menjadi rendah, dan di lapisan atmosfer dekat permukaan bumi akan bergerak kembali ke arah daerah equatorial, begitu seterusnya. Pola sirkulasi atmosfer bumi biasa disebut sebagai “sirkulasi umum”, dan pada lapisan atmosfer dekat permukaan bumi, pola sirkulasi umum tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga daerah “sabuk angina”, yaitu : 11 Sabuk Angin Polar Timuran : antara 60 – 90 Lintang Sabuk Angin Baratan : antara 30 - 60 Lintang Sabuk Angin Timuran Tropis : antara 0 - 30 Lintang, biasa disebut sebagai Trade Winds. Pola sirkulasi atmosfer yang terjadi di daerah equatorial dan daerah sub tropis ini dikenal dengan pola sirkulasi Hadley (Gambar.1.4). Demikianlah sirkulasi umum atmosfer bumi membentuk “sabuk daerah tekanan rendah dan tekanan tinggi” di daerah-daerah pada lintang yang berbeda di seluruh bagian bumi. a. b. c. Gambar 1.4 Peredaran umum atmosfer bumi 3) Sirkulasi Angin Lokal Peredaran atmosfer pada skala lokal biasanya disebut juga sebagai sirkulasi lokal. Sepertihalnya dengan sirkulasi umum atmosfer, sirkulasi lokal terbentuk karena adanya perbedaan pemanasan permukaan bumi pada daerah yang lebih sempit/ kecil. Perbedaan pemanasan lokal tersebut terutama disebabkan oleh perbedaan pemanasan pada malam dan siang hari, yang kemudian memicu timbulnya sirkulasi lokal. Sebagai contoh pada siang hari akan bertiup angin dari arah lautan kea 12 rah daratan, karena daratan lebih panas sehingga tekanannya lebih rendah. Sebaliknya pada malam hari akan bertiup angi dari arah daratan menuju lautan, karena lautan relative lebih panas sehingga tekanan udaranya lebih rendah. Gambar 1.5. Sirkulasi lokal, angin Laut, terjadi pada siang hari Gambar 1.6 Sirkulasi lokal, angin Darat, terjadi pada malam hari D. Gangguan Utama Cuaca dan Iklim di Indonesia 1) Monsun 13 Pada saat musim panas di BBU, suhu udara di daratan Eropa dan Asia menjadi panas. Udara di atas daratan tersebut mendapat pemanasan yang lebih banyak dari perairan di daerah sekitarnya, yang menyebabkan Palung Tekanan Rendah Khatulistiwa dan ITCZ bergeser ke arah utara hingga mencapai sekitar wilayah India dan Cina bagian Selatan. Akibatnya dari dareah sabuk tekanan tinggi BBS akan mengalir angin dari arah Tenggara menuju daerah ITCZ, dibelokkan ke arah kanan oleh gaya korioli pada saat melintasi khatulistiwa, dan membentuk daerah angin monsun baratan pada daerah yang terletak antara khatulistiwa dan ITCZ. Demikian juga halnya, pada saat musim panas di BBS, pemanasan yang terjadi di atas daratan Benua Australia menyebabkan pergeseran letak ITCZ bergeser ke arah selatan melintasi wilayah Indonesia. Di daerah yang iklimnya dipengaruhi oleh pola peredaran monsun, arah angin terbanyak/dominan yang bertiup pada periode musim hujan berlawanan arahnya dengan arah angin terbanyak/dominan yang bertiup pada periode musim kemarau. Misalnya, untuk wilayah Indonesia sebelah selatan, musim hujan jatuh pada periode musim angin barat (monsun barat), sedangkan musim kemarau jatuh pada periode angin timur (monsun timur). Perubahan arah angin yang terjadi pada periode musim hujan dan musim kemarau tersebut terjadi seiring dengan pergeseran posisi Palung Tekanan Rendah Khatulistiwa dan ITCZ dari utara ke selatan, kemudian ke utara lagi, demikian seterusnya sepanjang tahun. Pada periode antara bulan Nopember – Pebruari, hamper di sebagian besar wilayah Indonesia didominasi oleh angin dari arah Barat Laut yang lembab, sehingga menyebabkan banyak terjadi hujan pada periode tersebut, walaupun pada kenyataanya untuk daerah-daerah yang terletak di sebelah selatan daerah pegunungan mendapat curah hujan yang lebih sedikit dibandingkan dengan daerah yang terletak di bagian barat. Sedangkan mulai bulan April, aliran udara yang relatif lebih kering mengalir dari arah selatan, menjadi angin timuran ketika melintasi wilayah Indonesia, menandai datangnya awal musim kemarau di wilayah Indonesia, yang dapat berlangsung hingga bulan Nopember untuk wilayah Indonesia bagian selatan-tenggara. 2) El Nino dan La Nina El Nino (dibaca El Ninyo), berasal dari bahasa spanyol yang berarti anak lelaki, merupakan fenomena laut, yang ditandai dengan muculnya 14 arus laut hangat di sepanjang pantai Ecuador dan Peru sekitar bulan Desember, dan berlangsung hanya beberapa minggu atau bulan. Namun pada periode antara tiga hingga tujuh tahun sekali, peristiwa El Nino berlangsung lebih lama, yang membawa dampak yang cukup besar pada pola peredaran atmosfer di bumi. Berdasarkan data yang ada, dalam kurun waktu empat puluh tahun yang lalu, tercatat sepuluh kali peristiwa El Nino yang serius, dan dua peristiwa paling serius tercatat pada kejadian El Nino tahun 1982-1983 dan 1997-1998. (Tabel 1.2), dimana beberapa kejadian El Nino berlangsung lebih dari satu tahun. Fenomena El Nino pada umumnya terjadi pada saat peredaran “Trade Wind” timuran melemah, diikuti dengan aliran air hangat dari Samudera Pasifik Barat ke arah timur dan bergesar ke arah timur mencapai pantai Amerika Selatan. Masuknya air hangat tersebut berdampak secara significant terhadap populasi bahkan matinya ikanikan di daerah-daerah sepanjang pantai Amerika Selatan, karena dengan perubahan temperatur air laut dari dingin menjadi hangat, akan memicu pengendapan massa air laut, yang berakibat pada berkurangnya populasi plankton yang menjadi sumber makanan bagi ikan-ikan. (Gambar 1.7) Pada periode El Nino, hujan tropis yang biasanya berada di sekitar wilayah Indonesia akan bergeser ke arah timur, sehingga secara umum mempengaruhi pola peredaran atmosfer global. Perubahan pola sirkulasi atmosfer global tersebut secara dramatis, pada kondisi tertentu, akan membawa konsekwensi pada perubahan pola cuaca secara global pula, dimana akan diikuti dengan munculnya fenomena cuaca ekstrim, misalnya kekeringan di Afrika Selatan, India bagian selatan, Srilangka, Pilipina, Indonesia, Australia, Peru bagian selatan, Bolivia bagian barat, Mexico, dan Amereka Tengah; sebaliknya hujan lebat dan banjir dapat terjadi di Bolivia, Ecuador, Peru Utara, Cuba, dan daerah-daerah di Amerika Serikat. Tabel 1.2 : Tahun El Nino Tahun El Nino 1902 – 1903 1905 – 1906 1911 – 1912 1914 – 1915 1918 – 1919 1923 – 1924 1925 – 1926 1930 – 1931 1932 – 1933 1939 – 1940 1941 – 1942 1951 – 1952 1953 – 1954 1957 – 1958 1965 – 1966 1969 – 1970 1972 – 1973 1976 – 1977 1982 – 1983 1986 - 1987 1991 - 1992 1994 - 1995 1997 - 1998 Sumber : Departement of Atmospheric Sciences, The University of Illinois. 15 Gambar 1.7 Kejadian El-Nino dan Non El-Nino serta pengaruhnya terhadap pusat pertumbuhan awan 16 Gambar 1.8 Penyimpangan Suhu Permukaan Air laut pada periode ElNino tahun 1982 Fenomena alam yang bertentangan dengan El Nino adalah La Nina, yang dalam bahasa spanyol berarti anak perempuan, dimana terjadi penyimpangan suhu permukaan laut yang lebih dingin di kawasan perairan Equatorial Pasifik Timur. Secara umum kalau dihitung munculnya El Nino dua kali lebih sering terjadi dibandingkan dengan kejadian La Nina (Tabel 1.3). Tabel 1.3 Tahun La Nina Tahun La Nina 1904 – 1905 1909 – 1910 1910 – 1911 1915 – 1916 1917 – 1918 1924 – 1925 1928 – 1929 1938 – 1939 1950 – 1951 1955 – 1956 1956 – 1957 1964 – 1965 1970 – 1971 1971 – 1972 1973 – 1974 1975 – 1976 1988 – 1989 1995 – 1996 Sumber : Departement of Atmospheric Sciences, The University of Illinois. 3) Madden Julian Oscillation (MJO) Madden Julian Oscillation (MJO), merupakan fenomena gangguan cuaca yang cukup penting untuk daerah tropis, pertama kali ditemukan oleh Madden dan Julian pada tahun 1971/1972, dengan memberi nama “gelombang 40 – 50 harian”, dan di kemudian hari hingga saat ini MJO lebih popular dengan sebutan “gelombang 30 – 60 harian”. MJO merupakan gangguan cuaca musiman daerah tropis, dengan cirriciri arah gerakannya yang selalu diawali dari perairan tropis Samudera Hindia, pada daerah sekitar 10 LU - 10 LS, berupa “pusat panas” yang bergerak ke arah Samudera Pasifik di bagian timur. MJO secara spesifik dapat diamati dari pola gerakan daerah aktifitas konvektif maximum, yang merupakan daerah pertumbuhan awan-awan Cb (Gambar.1.9) Daerah gangguan MJO dapat mencapai sekitar 3.000 km, mulai dari Sumatera hingga Irian Jaya. Pada kondisi atmosfer yang lembab dan labil, dapat memicu peningkatan aktifitas MJO, yang diikuti dengan peningkatan curah hujan dalam dua minggu atau lebih. MJO juga diduga sebagai salah satu faktor pencetus aktifitas monsun. 17 Gambar 1.9 MJO diamati berdasarkan data radiasi gelombang panjang dari satelit cuaca 4) Siklon Tropis Siklon Tropis (TS) merupakan salah gangguan cuaca daerah tropis yang cukup penting, baik dilihat dari peranannya pada sistem cuaca secara umum, maupun dari dampak yang dapat ditimbulkannya terhadap kehidupan di bumi. Siklon tropis umumnya tumbuh dan berkembang di perairan tropis yang hangat, dengan beberapa syarat/ kondisi yang memungkinkan pertumbuhannya, paling tidak harus ada empat persyaratan yang harus dipenuhi , yaitu : a. b. c. d. Daerah lautan yang hangat dengan suhu minimal 26,5 C hingga kedalaman sekitar 50 m. Kelembapan udara diatas perairan tersebut harus cukup lembab hingga ketebalan sekitar 5 km. Kondisi atmosfer yang labil, dimana laju penurunan suhu udara terhadap ketinggian harus cukup besar Jarak terdekat dengan Khatulistiwa adalah sekitar 500 km, dimana gaya koriolis diperlukan untuk dapat menimbulkan sirkulasi yang mendekati keseimbangan angin gradient (lihat gaya yang mempengaruhi pergerakan angin). 18 e. Perbedaan kecepatan angina vertical yang rendah, yaitu sekitar 10 m/detik, karena pada kecepatan vertical yang besar justru akan menghambat perkembangan Siklon Tropis. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Siklon Tropis tidak dapat tumbuh dan berkembang di wilayah Indonesia. Namun demikian, keberadaan siklon tropis sebagai salah satu motor penggerak sirkulasi atmosfer wilayah tropis, secara tidak langsung akan berdampak pula terhadap dinamika cuaca di wilayah Indonesia. Sebagai contoh, munculnya Siklon Tropis di Samudera Pasifik dapat menyebabkan peningkatan kecepatan angin di wilayah Indonesia, dimana pada daerah-daerah tertentu cuacanya akan lebih panas dan kering, namun pada daerah-daerah tertentu dimana terjadi pertemuan arus angin akan mendapat banyak hujan. Gambar 1.10 Pertumbuhan Siklon Tropis. 19 WIL INDONESIA SEBELAH UTARA PADA DAERAH PERTEMUAN ANGIN, CUACANYA BURUK DAN BANYAK HUJAN SIKLON SUDAL WIL INDONESIA SEBELAH SELATAN UMUNYA CERAH Gambar 1.11 Siklon tropis SUDAL di Samudera Pasifik, 14 April 2004 5) Dipole Mode Dipole Mode, adalah gejala alam yang indikatornya merupakan nilai perbedaan (selisih) suhu muka laut Samudera Hindia di perairan pantai timur Afrika dengan perairan di sebelah barat Sumatera. Secara umum dipole mode akan mempengaruhi suplai uap air atau awan-awan hujan khususnya di wilayah Indonesia bagian barat. Jika nilai perbedaan positif (Dipole Mode Positif) atau kondisi suhu muka laut Samudera Hindia di sebelah barat Sumatera lebih dingin dari normalnya dan suhu muka laut di perairan pantai timur Afrika lebih panas dari normalnya, secara umum curah hujan di wilayah Indonesia bagian barat akan berkurang. Sebaliknya, jika nilai perbedaannya negatif (Dipole Mode Negatif), maka curah hujan di wilayah Indonesia bagian barat secara umum akan cukup banyak. 20 Gambar 1.12 Kejadian dipole mode positif Gambar 1.13 Kejadian dipole mode negatif 21 3. Proses Pembentukan Awan dan Hujan A. Pembentukan dan Pemusnahan Awan Awan, merupakan bukti yang terlihat akan adanya air atau uap air didalam atmosfer. Campuran udara kering dan uap air disebut udara basah dan kebanyakan awan terbentuk dalam proses pendinginan udara basah. Oleh karena itu, maka proses-proses didalam atmosfer yang menghasilkan pendinginan udara dapat juga menghasilkan pembentukan awan. 1) Kondensasi, Pembekuan dan Deposisi Apabila udara basah didinginkan hingga dibawah suhu titik embunnya, maka akan terjadi kondensasi pada inti-inti kondensasi yang terdapat di udara. Inti kondensasi tersebut, ada yang memiliki daya serap kuat terhadap air dan disebut inti higroskopis, misalnya : partikel-partikel garam laut. Pada inti higroskopis, kondensasi dapat terjadi pada kelembaban kurang dari 100%. Tetes air di udara yang mengalami pendinginan dibawah 0 0C, belum tentu menjadi beku dan disebut sebagai super-dingin. Tetes-tetes awan umumnya terjadi dalam keadaan super dingin pada suhu sekitar -200C. Namun demikian, apabila tetes-tetes super dingin tersebut tersentuh oleh benda padat atau partikel lain yang ada di udara, maka akan segera membeku. Pada proses pembekuan yang terjadi di dalam atmosfer ini, terdapat inti-inti tertentu yang disebut sebagai intibekuan. Proses dimana uap air langsung membeku tanpa melalui proses mencair terlebih dahulu disebut dengan deposisi. Inti bekuan,umumnya digunakan dalam istilah meteorologi untuk inti-inti yang menyebabkan pembentukan es. Pembentukan es ini asalnya terdapat pada selapis tipis air pada permukaan inti bekuan, kemudian baru membeku. Karena sangat tipisnya lapisan air tersebut, sehingga sukar untuk menandai adanya tetes air. Inti-inti bekuan yang terjadi tersebut disebut juga dengan inti-inti es. Adanya inti-inti bekuan di atmosfer kemungkinan berasal dari partikel-partikel tanah/debu tertentu yang tertiup angin kemudian melayang di udara. Karena adanya turbulensi, memungkinkan inti-inti tersebut melayang sampai ketinggian yang cukup tinggi. 22 2) Penyebab Umum Pembentukan Awan Kebanyak awan terbentuk apabila udara basah bergerak vertikal ke atas dan kemudian mengalami pendinginan karena udara mengembang yang selanjutnya sebagian uap air berkondensasi dan membentuk awan. Beberapa gerakan vertikal yang menyebabkan pembentukan awan adalah : a. b. c. d. Tubulensi mekanis (turbulensi hambat). Konveksi (turbulensi termis) Kenaikan karena Orografi Kenaikan lambat yang luas. 3) Proses Pembentukan Awan a. Pembentukan karena Tubulensi Mekanis Arus udara di permukaan bumi umumnya mengalami perubahan bentuk karena pengaruh gaya hambat yang mengakibatkan terbentuknya serangkaian olakan-olakan angin (eddy). Gerak turbulensi ini terbentuk karena arus udara melalui bangunanbangunan, pepohonan, bukit-bukit dan lain sebagainya. Jika pada mulanya lapisan udara dalam keadaan stabil, kemudian mengalami percampuran, maka lapisan udara bagian atas akan mengalami pendinginan, sedangkan bagian bawahnya akan mengalami pemanasan. Sebagai akibatnya, maka akan terbentuk lapse rate adiabatis kering, selama udara masih belum jenuh. Uap air yang terbawa dalam proses percampuran tersebut, pada suatu ketinggian dibawah puncak lapisan hambat kemungkinan akan menjadi jenuh dan terjadi kondensasi. Ketinggian dimana mulai terjadi kondensasi pada proses tersebut disebut dengan ketinggian kondensasi campuran (mixing condensation level disingkat MCL), yang merupakan dasar dari awan yang terbentuk. Awan yang terbentuk melalui proses ini adalah awan-awan merata (stratus) dan merupakan lembaran awan yang tidak memiliki bentuk tertentu. Awan turbulensi juga bisa terbentuk dibawah dasar awanawan hujan seperti Nimbostratus (Ns), Altostratus (As) dan Cumolonimbus (Cb). 23 b. Pembentukan Awan Konvektif Apabila udara mengalami pemanasan dekat permukaan bumi, maka berkembanglah arus konveksi. Bersamaan dengan turbulensi mekanis akan mengakibatkan percampuran udara pada lapisan bawah atmosfer. Awan yang terbentuk melalui proses ini adalah awan-awan rendah jenis Cumulus (Cu). Ketebalan awan konvektif (dari dasar awan sampai puncak awan) berkisar dari satu atau dua kilometer sampai mencapai sepuluh kilometer atau lebih. Cumulus-Cumulus kecil yang terpisah-pisah dan dalam perkembangannya tidak memungkinkan untuk terjadinya hujan, disebut awan Cumulus cuacacerah. Gambar 1.14 Proses pembentukan awan konvektif Kadang-kadang perkembangan vertikal dari awan Cu ini terhalang oleh adanya lapisan inversi, sehingga puncak awan kemudian terpencar horizontal dibawah lapisan inversi tersebut yang kemudian berkembang menjadi awan Stratocumulus (Sc). Puncak awan konvektif bisa mencapai ketinggian dimana kristalkristal es mulai terbentuk dan disebut sebagai awan Cumolonimbus (Cb) yang biasanya disertai dengan badai guntur. Awan Cb ini 24 kadang-kadang memiliki tinggi dasar awan kurang dari satu kilometer dengan puncak awan lebih dari sepuluh kilometer. Bentuk pucak awan Cb sering tampak seperti landasan, hal ini disebabkan karena puncak awan ini terhalang oleh lapisan udara yang stabil atau lapisan inversi di atasnya, sehingga puncaknya kemudian terpencar horizontal. Dalam keadaan labilitas yang kuat, jumlah energi yang maha besar akan timbul dari terlepasnya panas latent. Arus udara ke atas mencapai lebih dari sepuluh kilometer per detik yang dapat menahan jatuhnya tetes-tetes air kebawah. Jika dalam keadaan ini arus udara yang naik terganggu dan menjadi lemah, maka terjadilah hujan lebat disertai badai guntur. c. Pembentukan Awan karena Orografi Jika pada suatu saat arus udara mencapai kaki gunung atau barisan pegunungan, maka udara dipaksa naik melalui lereng-lereng pegunungan tersebut. Hal ini terjadi baik bagi udara dekat permukaan tanah maupun udara di atasnya. Pengaruh dari naiknya arus udara tersebut dapat mencapai kedalam lapisan atmosfer yang tinggi, sehingga dapat merubah keadaan suhu dalam lapisan tersebut. Udara yang telah dipaksa naik akan mengalami pendinginan adiabatis yang selanjutnya memungkinkan terbentuknya awan. Tidak semua arus udara yang naik ke atas pegunungan akan membentuk awan, seperti pada udara yang tidak cukup basah. Jenis awan yang terbentuk dari proses ini tergantung dari beberapa faktor, diantaranya keadaan stabilitas udara. Dalam udara basah yang stabil, biasanya terbentuk awan Stratus (St) dan jika udara basah labil, maka akan terbentuk awan Cumulus(Cu) atau Cumolonimbus(Cb). Di wilayah balik pegunungan, arus udara yang semula naik akan bergerak turun dan udara akan mengalami pemanasan yang mengakibatkan menghilangnya awan dengan cepat. Awan orografi ini umumnya terbentuk terus menerus pada daerah lereng dimana angin datang, sedangkan dibalik pegunungan udara akan cerah. 25 Gambar 1.15 Proses pembentukan awan orografi Awan-awan orografi tampak seperti tidak bergerak (stasioner), meski sebenarnya arus udara berlangsung terus. Dalam hal ini kadangkadang awan terbentuk tinggi di atas gunung atau bukit, dimana terdapat lapisan udara yang hampir jenuh di atas gunung tersebut, sehingga bentuk awan ini seperti topi bagi gunung tersebut. Awan semacam ini apabila dilihat dari bawah akan tampak seperti lensa, sehingga disebut awan lensa (lenticular cloud). d. Pembentukan Awan karena Kenaikan Lambat dan Luas Pembentukan awan yang telah diuraikan sebelumnya, umumnya terjadi di atas daerah yang luasnya hanya meliputi beberapa kilometer. Selain itu, awan juga terjadi oleh gerakan udara vertikal pada suatu daerah yang luas karena pengaruh suatu sistem arus udara yang sangat luas. Sistem tersebut adalah sistem tekanan rendah (depresi) dan sistem tekanan tinggi (antisiklon). Arus udara vertikal ke bawah terjadi di atas daerah antisiklon yang disebut subsidensi dan disertai oleh konvergensi di bagian atas serta divergensi di bagian bawah. Proses sebaliknya terjadi di atas daerah depresi yang disertai divergensi di bagian atas dan konvergensi di bagian bawah akan mengakibatkan adanya arus udara vertikal naik. Arus udara naik di atas daerah depresi ini terjadi pada daerah yang sangat luas, sehingga kecepatan udara naik ini relatif kecil. Namun 26 demikian, arus udara naik ini dapat berlangsung lama (beberapa hari) sehingga mengakibatkan naiknya massa udara dalam jumlah yang besar di atas wilayah yang luas (beberapa kilometer). Gambar 1.16 Proses pembentukan awan di daerah depresi Depresi atau arus udara naik yang luas juga sering terjadi di sekitar daerah front. Daerah front adalah daerah yang memisah dua massa udara yang memiliki sifat-sifat berbeda seperti densitas dan suhunya. Depresi yang terbentuk pada daerah dan proses seperti ini disebut sebagai depresi frontal. e. Pembentukan Awan pada Daerah Front Front dibedakan dalam dua macam, yaitu front dingin dan front panas. Jika massa udara panas bergerak menggantikan tempat massa udara dingin disebut sebagai front panas. Posisi permukaan front adalah condong dan landai dan massa udara panas mengalir lambat ke atas massa udara dingin. Pada front panas umumnya terbentuk awan merata, apabila massa udara cukup basah. Jenis awan yang biasanya terbentuk adalah Nimbostratus (Ns), Altostratus (As) dan Cirostratus (Cs). Pembentukan awan pada front panas tergantung dari stabilitas dan kelembaban udara yang naik. Jika massa udara dingin bergerak menggantikan tempat massa udara panas disebut sebagai front dingin. Awan yang terbentuk di daerah front dingin berubah-ubah tergantung dari stabilitas dan kelembaban udara massa udara panas, demikian juga kecondongan permukaan 27 front. Umumnya permukaan front dingin lebih terjal dari pada front panas. Apabila front dingin bergerak mendekati suatu daerah, maka yang pertama tampak adalah jenis awan rendah kemudian diikuti oleh awan-awan merata yang lebih tinggi di belakang front. Jika permukaan front dingin terjal, maka akan terbentuk awan yang hebat, terutama apabila udara panas yang terangkat ke atas cukup basah dan labil. Jenis awan yang terbentuk adalah Cumulus besar dan Cumolonimbus (Cb) di dalam daerah massa udara panas. Pada keadaan seperti ini akan terjadi showers yang lebat dan kadangkadang disertai badai guntur. Gambar 1.17 Proses pembentukan awan di daerah front dingin 4) Pemusnahan Awan Perkembangan pembentukan awan akan menjadi lemah apabila proses yang dapat mengakibatkan pembentukan awan berhenti. Faktor lain yang juga mengurangi perkembangan pembentukan awan adalah proses-proses yang mengakibatkan hilangnya tetes-tetes air dalam awan. Proses tersebut antara lain adalah pemanasan udara, hujan yang bercampur dengan massa udara kering di sekitar awan. 28 Awan mengalami pemanasan karena menyerap radiasi matahari atau radiasi bumi. Namun demikian, hal ini terlalu kecil apabila dibandingkan dengan pemanasan adiabatis. Pemanasan adiabatis terjadi apabila udara yang didalamnya terdapat awan mengalami subsidensi, karena suhu udara naik dan kelembaban turun sehingga udara menjadi tidak jenuh lagi. Hal ini akan mengakibatkan menguapnya (sublimasi) partikel-partikel awan menjadi uap yang tidak tampak lagi. Insolasi, sering mengakibatkan musnahnya awan yang terbentuk karena turbulensi. Proses insolasi berlangsung sebagai berikut : apabila radiasi matahari dapat mencapai permukaan tanah dalam jumlah yang cukup, akan mengakibatkan naiknya suhu udara dekat permukaan tanah, akibatnya mixing condensation level (MCL) akan naik dan dasar awan-awan Stratus atau Stratocumulus juga akan naik, sehingga tebalnya awan dibawah lapisan inversi-turbulen akan berkurang, bahkan pada suatu keadaan awan-awan tersebut akan musnah. B. Proses Pembentukan Hujan 1) Ukuran Partikel Awan dan Pertumbuhannya a. Ukuran Partikel Awan Tetes air terbentuk pada inti-inti kondensasi dari berbagai tipe dan ukuran. Partikel awan (tetes air) yang ada di dalam atmosfer dibedakan dalam tiga golongan berdasarkan ukurannya, yaitu : Inti biasa, dengan garis tengah < 0,1 µ Inti besar, dengan garis tengah 0,1 – 1,0 µ Inti sangat besar, dengan garis tengah > 1,0 µ Inti besar jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan inti sangat besar dan memegang peranan dalam pembentukan awan. Konsentrasi inti kondensasi di atas daratan umumnya lebih rapat dari pada di atas lautan, sehingga partikel-partikel awan di atas lautan memiliki ukuran umumnya lebih besar. Partikel awan di atas daratan rata-rata bergaris tengah 2 - 10 µ, sedangkan di atas lautan berkisar antara 3 - 22 µ. 29 Inti-inti kondensasi sangat besar yang terdiri dari inti-inti garam dapat membentuk partikel atau tetes air dengan garis tengah antara 20 - 30 µ, dan konsentrasinya umumnya hanya satu inti tiap satu liter udara yang ditemui baik di atas daratan maupun di atas lautan. Tetes air ini untuk dapat jatuh dari dasar awan harus mencapai ukuran tertentu, sehingga arus udara naik tidak dapat menahan lagi berat tetes air tersebut. Ukuran yang sesuai untuk dapat jatuh sebagai hujan adalah sekitar 100 µ dan menghasilkan kecepatan akhir 1 meter per detik. b. Pertumbuhan Partikel Awan Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan partikel awan, diantaranya adalah kelembaban udara disekitarnya, tegangan permukaan, sifat inti kondensasinya, dan cepatnya pemindahan panas latent ke dalam udara sekitarnya. Pada saat permulaan, proses kondensasi pada inti-inti berlangsung sangat cepat sampai padea suatu ukuran yang dapat dilihat dalam sekejap mata, kemudian proses selanjutnya akan belangsung secara perlahan. Dari hasil proses kodensasi sendiri, tidak akan menghasilkan tetes-tetes air yang garis tengahnya bisa melebihi 30 µ. Dengan demikian, untuk mengetahui terjadinya tetes-tetes air yang lebih besar di dalam awan dapat diterangkan dengan metode benturan dan penggabungan diantara tetes-tetes air yang ada. 2) Mekanisasi Proses Penggabungan Tetes awan yang terangkat oleh arus udara naik akan terjatuh kembali sedikit ke bawah. Pada kejadian ini, maka tetes-tetes awan yang lebih besar akan jatuh menimpa tetes-tetes awan yang lebih kecil di sekitarnya. Tetes air ini baru dapat berbenturan antara satu dengan lainnya apabila garis tengahnya sudah lebih dari sekitar 18 µ. Proses benturan dan penggabungan ini sangat perlu untuk perkembangan hujan dari awan-awan panas yang suhunya diatas 00 C dan seluruhnya terdiri dari tetes air. Tetes air juga didapati (terjadi) dalam awan dingin yang suhunya kurang dari 0 0 C dan terdiri dari tetes-tetes air super dingin. Tetes air super dingin ini dapat pula berkembang besar dalam proses benturan dan penggabungan. Beberapa awan dingin dapat juga mengandung kristal-kristal es. 30 3) Sifat dan Bentuk Hujan Jatuhan hidrometeor yang meninggalkan dasar awan, baik dalam bentuk tetes air maupun dalam berbagai bentuk es dan mencapai tanah disebut hujan. Agar hidrometeor tersebut dapat mencapai tanah, diperlukan suatu keadaan dimana udara dibawah awan tidak terlalu panas dan kering. Namun demikian, selama dalam perjalanan jatuh, hidrometeor tersebut tetap akan mengalami penguapan atau sublimasi. a. Drizzle Drizzle, adalah hujan yang serba sama dengan tetes-tetes air yang kecil dan rapat. Berdasarkan ketentuan internasional, drizzle terdiri dari tetes air yang memiliki garis tengah kurang dari 250 µ yang selanjutnya disebut tetes-tetes drizzle. Drizzle umumnya jatuh dari awan-awan jenis Stratus yang tebalnya hanya beberapa ratus meter dan dapat mencapai tanah jika arus udara naik sangat lemah. b. Hujan Hujan, terdiri dari tetes-tetes air yang memiliki garis tengah lebih dari 250 µ. Tetes-tetes hujan yang besar umumnya dihasilkan dari awanawan yang tebalnya beberapa kilometer dan jatuhan hujan tertinggi (lebat) dihasilkan dari awan-awan jenis Cumulus yang tingginya bisa mencapai 10 kilometer atau lebih dengan arus udara naik yang kuat di dalamnya. c. Salju Salju, adalah hujan dalam bentuk kristal-kristal es. Sebagian terbesar dari kristal es ini bercabang yang kadang-kadang berbentuk seperti bintang. Kelompok dari kristal-kristal es ini disebut keping salju. Kristal-kristal es juga bisa berbentuk seperti jarum, butiran atau lempengan dan disebut sebagai prisma-prisma es. Prisma es ini sering sedemikian kecilnya sehingga seolah melayang di udara. d. Butir-butir Salju Butir salju, terdiri dari biji-biji es yang berwarna putih kabur dalam bentuk bola atau kerucut dengan garis tengah antara 2 – 5 mm. 31 Butir salju terbentuk dari accretion air super dingin pada kristal es atau keping salju dalam bentuk rime. Butir salju bersifat kering dan mudah pecah dan jika jatuh mengenai benda keras akan memantul. e. Butir-butir Es Butir-butir es, terdiri dari butir es yang transparan maupun translusen dengan bentuk bola atau bentuk yang tidak teratur. Diameternya 5 mm atau kurang dan jika jatuh menimpa benda keras akan memantul dan bersuara. Butir-butir es dibedakan dalam dua macam, yaitu : Tetes-tetes air yang membeku atau keping salju yang sebagian besar meleleh kemudian membeku kembali. Butir-butir salju yang terbungkus oleh lapisan es. f. Rambun (Hail) Rambun atau hail adalah hujan yang terdiri dari bola-bola atau potongan-potongan es kecil. Tiap butiran disebut batu-rambun (hailstone) yang memiliki garis tengah antara 5 – 50 mm. Hail stone umumnya terjadi di dalam awan Cumolonimbus (Cb) dan sering disertai dengan adanya badai guntur. Hail umumnya jatuh dari ketinggian beberapa kilometer, sehingga umumnya telah mencair sebelum mencapai permukaan tanah. Hal ini salah satu penyebab mengapa hail (rambun) jarang diamati pada dataran rendah di daerah tropis. 4. Konsep Dasar Prakiraan Iklim A. Informasi Cuaca dan Iklim Dalam sistem managemen, pembuatan keputusan adalah bagian yang sangat penting. Baik dan tidaknya langkah yang dilakukan, tergantung kepada baik dan tidaknya keputusan yang diambil. Oleh karena itu, dalam membuat keputusan diperlukan informasi yang lengkap sebagai bahan pertimbangan. Setiap kegiatan, selalu berkaitan dengan cuaca dan iklim meskipun sensivitasnya berbeda-beda. Informasi cuaca dan iklim mempunyai andil sebagai salah satu bahan pertimbangan bagi pembuat keputusan. Oleh karena itu, sangat bijaksana apabila informasi cuaca dan iklim diperhatikan dan 32 digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan, baik pada waktu sebelum maupun selama melakukan kegiatan. Informasi cuaca/iklim mempunyai Nilai Ekonomi dalam berbagai kegiatan. Sebagai contoh, apabila tanaman sudah ditanam maka tidak dapat lagi menghindar dari cuaca/iklim yang sedang berlangsung. Oleh karena itu, perlu ditetapkan waktu tanam yang sesuai dengan cuaca/iklim yang akan berlangsung sehingga memungkinkan perolehan hasil yang optimal. B. Prakiraan Iklim Dalam praktek, baik atau tidaknya keputusan yang diambil tergantung kepada dua pihak, yaitu kesesuaian informasi bagi keperluannya, dan kemampuan pengguna (user) dalam menterjemahkan informasi ke dalam kegiatannya. Informasi prakiraan iklim yang lebih detail, baik jenis informasi maupun pembagian luas wilayahnya, perlu didukung oleh ketersediaan data yang cukup panjang, akurat, dan jumlah pos pengamatan iklim yang terdistribusi dengan baik di wilayah tersebut. Informasi harus dibuat dengan menggunakan bahasa yang sederhana dan populer serta tidak terlalu teknis, sehingga mudah diterjemahkan oleh pengguna dalam menyusun rencana kegiatannya. Informasi prakiraan iklim dibuat dan dibatasi oleh berbagai metode, kriteria, serta istilah yang baku dan cukup jelas. Selain itu, desiminasi atau penyebaran informasi harus secepatnya, sehingga dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin oleh pengguna (user). Untuk menghasilkan prakiraan iklim yang lebih akurat, perlu didukung oleh tersedianya data base (parameter cuaca) yang baik, lengkap, serta kontinu. Apabila data yang digunakan sebagai masukan dalam proses pembuatan informasi kurang baik, mustahil diperoleh prakiraan yang baik dan akurat. 33 Informasi Dinamika Udara Global: NOAA,BoM, ECMWF, UKMO, ASEAN Data Base Klimatologi Pola Musim/ Tipe Hujan: Monsun, Lokal, Ekuatorial Proses Pembuatan Prakiraan Musim Nasional (DPM) Informasi Tim Prakiraan: Instansi Terkait, Perguruan Tinggi Informasi Spesifik Kebutuhan Daerah/Kabupaten INFORMASI PRAKIRAAN MUSIM (DPM Pengguna: Institusi Terkait, Masyarakat Analisis Iklim Lokal & Spesifik INFMS IKLIM KABUPATEN Pengguna: Pemda/Dinas Kabupaten Analisis Statistik Observasi Cuaca Regional / Lokal: Permukaan, Satelit, SST, Udara Atas Gambar 1.3. Bagan Alur Proses Pembuatan Informasi Prakiraan Iklim/Musim C. Kriteria Dan Istilah Informasi Iklim 1) Batasan/Definisi Sifat Hujan : Sifat Hujan Bulanan merupakan perbandingan antara curah hujan yang terjadi (aktual) pada satu bulan terhadap nilai rata-rata curah hujan bulan yang bersangkutan. Umumnya sifat hujan dibagi dalam 3 (tiga) katagori, yaitu : - Atas Normal : jika nilai perbandingannya lebih dari 115% - Normal : jika nilai perbandingannya antara 85% - 115% - Bawah Normal : jika nilai perbandingannya kurang dari 85% 34 Sifat hujan, dapat juga dibagi menjadi 5 (lima) katagori dengan mempertimbangkan nilai standard deviasinya, yaitu : - Jauh Diatas Normal Atas Normal Normal Bawah Normal Jauh Dibawah Normal : : : : : X > Xr + 1,5 SD Xr + 1,5 SD > X > Xr + 0,5 SD Xr + 0,5 SD > X > Xr – 0,5 SD Xr – 0,5 SD > X > Xr – 1,5 SD X < Xr – 1,5 SD Sifat Hujan Musiman merupakan perbandingan antara curah hujan yang terjadi (aktual) pada satu periode musim terhadap nilai rata-rata curah hujan selama periode musim yang bersangkutan. Umumnya sifat hujan dibagi dalam 3 (tiga) katagori, yaitu : Atas Normal Normal Bawah Normal 2) : jika nilai perbandingannya lebih dari 115% : jika nilai perbandingannya antara 85% - 115% : jika nilai perbandingannya kurang dari 85% Batasan/Definisi Daerah Prakiraan Musim (DPM) BMG, membuat Prakiraan Musim, wilayahnya didasarkan kepada pembagian Daerah Prakiraan Musim (DPM). Hal ini merupakan ciri khas dari Prakiraan Musim BMG. DPM, adalah daerah yang pola hujannya memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim kemarau dan periode musim hujan. Pola ini, diperoleh dari perhitungan rata-rata hujan bulanan atau dasarian dari seluruh pos hujan di Indonesia dengan menggunakan data periode 1961-1990. Pengelompokkan Daerah Tipe Hujan, yang selanjutnya dijadikan DPM, dilakukan dengan menggunakan metoda cluster. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa, tidak seluruh daerah di Indonesia termasuk dalam DPM. Hingga saat ini, BMG menetapkan 101 DPM di Indonesia, yang meliputi 63 DPM di Jawa dan 38 DPM di luar Jawa. Daerah-daerah yang termasuk DPM meliputi hampir seluruh Jawa, sebagian Sumatera, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan Tengah bagian timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur bagian timur, sebagian besar Sulawesi Selatan, Gorontalo bagian utara, Sulawesi Utara, Maluku Tenggara, Jayapura bagian timur, dan Merauke bagian selatan. Wilayah di luar daerah-daerah tersebut tidak termasuk dalam DPM. 35 Perlu diketahui bahwa luas suatu wilayah DPM tidak selalu sama dengan luas suatu daerah administrasi pemerintahan. Dengan demikian, satu kabupaten bisa saja terdiri dari beberapa DPM, dan sebaliknya satu DPM bisa terdiri dari beberapa kabupaten. 3) Batasan/Definisi Dasarian : Dasarian adalah masa selama 10 (sepuluh) hari Dalam satu bulan dibagi menjadi 3 (tiga) dasarian, yaitu : - Dasarian I - Dasarian II - Dasarian III 4) : masa dari tanggal 1 sampai dengan 10 : masa dari tanggal 11 sampai dengan 20 : masa dari tanggal 21 sampai dengan akhir bulan. Batasan/Definisi Permulaan Musim : Permulaan Musim Hujan, ditandai dengan jumlah curah hujan selama satu dasarian (10 hari) sama atau lebih dari 50 milimeter dan diikuti oleh beberapa dasarian berikutnya. Sebaliknya Permulaan Musim Kemarau, ditandai oleh jumlah curah hujan selama satu dasarian kurang dari 50 milimeter dan diikuti oleh beberapa dasarian berikutnya. D. Definisi Curah Hujan, Normal dan Rata-Rata 1) Curah Hujan : Curah hujan, adalah banyaknya hujan yang jatuh ke permukaan tanah. Curah hujan 1 (satu) millimeter, adalah banyaknya hujan yang jatuh ke permukaan tanah dan jika diukur setinggi 1 (satu) millimeter, tanpa ada yang meresap, mengalir (run-off) dan menguap. Apabila dikonversi, maka dalam satuan luas permukaan tanah 1 (satu) meter persegi tertampung jumlah hujan sebanyak 1 (satu) liter. 2) Standard Normal : Diperoleh berdasarkan perhitungan rata-rata periode baku selama 30 tahun. Periode tersebut diawali tanggal 1 Januari 1931 dan diakhiri oleh tahun dengan angka 0 (nol), yaitu : 1931-1960, 1961-1990, 1991-2020 dst. 36 3) Normal : Diperoleh berdasarkan perhitungan rata-rata selama 30 tahun, dengan periode tahun sembarang. Contoh periode tersebut, yaitu : 19511980, 1971-2000, dst. 4) Rata-Rata : Diperoleh berdasarkan perhitungan rata-rata dengan periode paling sedikit selama 10 tahun. Contoh periode tersebut, yaitu : 1951-1960, 1961-1980, 1975-1985, dst. 37