BAB 2 LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Pasar Modal 2.1.1 Pengertian Pasar modal Pasar Modal merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Pasar Modal menyediakan berbagai alternatif investasi bagi para investor selain alternatif investasi lainnya seperti: menabung di Bank, membeli emas, asuransi, tanah dan bangunan, dan sebagainya Pasar Modal bertindak sebagai penghubung antara para investor dengan perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen keuangan jangka panjang seperti Obligasi, Saham dan lainnya. Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi), ekuiti (saham), reksa dana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi. Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya. Pasar modal berfungsi sebagai lembaga perantara yang munjukkan peran penting pasar modal dalam menunjang perekonomian karena pasar modal dapat menghubungkan pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang kelebihan dana. Selain itu pasar modal dapat mendorong terciptanya alokasi dana yang efisien karena dengan adanya pasar modal maka pihak yang kelebihan dana dapat memilih alternative investasi yang memberikan return paling optimal (Tandelilin:2010) Instrumen keuangan yang diperdagangkan di pasar modal merupakan instrumen jangka panjang (jangka waktu lebih dari 1 tahun) seperti saham, obligasi, waran, right, reksa dana, dan berbagai instrumen derivatif seperti option, futures, dan lain-lain. Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan pasar modal sebagai “kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek”. 9 10 Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain, kedua pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrument keuangan seperti saham, obligasi, reksa dana, dan lain-lain. Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan dana yang dimilikinya sesuai dengan karakteristik keuntungan dan risiko masing-masing instrument. 2.1.2 Manfaat Pasar Modal Ada beberapa manfaat dari keberadaan pasar modal yaitu sebagai berikut (Darmadji dan Fakhruddin, 2011:2). 1. Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana secara optimal 2. Memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus memungkinkan upaya diversifikasi 3. Memungkinkan penyebaran kepemilikan perusahaan hingga lapisan masyarakat menengah 4. Memungkinkan penyebaran kepemilikan, keterbukaan dan profesionalisme serta penciptaan iklim berusaha yang sehat 5. Menyediakan indikator utama (leading indincator) bagi tren ekonomi negara 6. Menciptakan lapangan kerja/profesi yang menarik 7. Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dan mempunyai prospek 2.1.3 Instrumen Pasar Modal Instrumen keuangan yang diperdagangkan di pasar modal merupakan instrumen jangka panjang (jangka waktu lebih dari 1 tahun) seperti saham, obligasi, waran, right, reksa dana, dan berbagai instrumen derivatif seperti option, futures, dan lain-lain. Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan pasar modal sebagai “kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek”. 11 Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain, kedua pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrument keuangan seperti saham, obligasi, reksa dana, dan lain-lain. Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan dana yang dimilikinya sesuai dengan karakteristik keuntungan dan risiko masing-masing instrument. Instrumen pasar modal yang biasa diperdagangkan menurut Suad Husnan (2013:32), yaitu: 1. Saham Saham atau stock adalah surat tanda bukti atau kepemilikan terhadap suatu perseroan terbatas. Memiliki saham berarti memiliki perusahaan. Dalam transaksi jual beli di pasar modal, saham merupakan instrumen yang paling dominan diperdagangkan. Salah satu keuntungan yang diperoleh investor dengan menanamkan modalnya berupa saham adalah investor dapat menikmati keuntungan yang diperoleh perusahaan setelah perusahaan melunasi semua kewajibannya. Penghasilan yang dinikmati oleh pembeli saham adalah pembagian dividen ditambah dengan kenaikan harga saham tersebut. Namun, saham yang merupakan salah satu alternatif investasi tentunya juga mengandung risiko. Pada dasarnya, ada dua keuntungan yang diperoleh investor dengan membeli atau memiliki saham: 1. Dividen Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Jika seorang pemodal ingin mendapatkan dividen, maka pemodal tersebut harus memegang saham tersebut dalam kurun waktu yang relatif lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada dalam periode dimana diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan dividen. Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai – artinya kepada setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham - atau dapat pula berupa dividen saham yang berarti 12 kepada setiap pemegang saham diberikan dividen sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang pemodal akan bertambah dengan adanya pembagian dividen saham tersebut. 2. Capital Gain Capital Gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Misalnya Investor membeli saham ABC dengan harga per saham Rp 3.000 kemudian menjualnya dengan harga Rp 3.500 per saham yang berarti pemodal tersebut mendapatkan capital gain sebesar Rp 500 untuk setiap saham yang dijualnya. Sebagai instrument investasi, saham memiliki risiko, antara lain: 1. Capital Loss Merupakan kebalikan dari Capital Gain, yaitu suatu kondisi dimana investor menjual saham lebih rendah dari harga beli. Misalnya saham PT. XYZ yang di beli dengan harga Rp 2.000,- per saham, kemudian harga saham tersebut terus mengalami penurunan hingga mencapai Rp 1.400,- per saham. Karena takut harga saham tersebut akan terus turun, investor menjual pada harga Rp 1.400,- tersebut sehingga mengalami kerugian sebesar Rp 600,- per saham. 2. Risiko Likuidasi Perusahaan yang sahamnya dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh Pengadilan, atau perusahaan tersebut dibubarkan. Dalam hal ini hak klaim dari pemegang saham mendapat prioritas terakhir setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi (dari hasil penjualan kekayaan perusahaan). Jika masih terdapat sisa dari hasil penjualan kekayaan perusahaan tersebut, maka sisa tersebut dibagi secara proporsional kepada seluruh pemegang saham. Namun jika tidak terdapat sisa kekayaan perusahaan, maka pemegang saham tidak akan memperoleh hasil dari likuidasi tersebut. Kondisi ini merupakan risiko yang terberat dari pemegang saham. Untuk itu seorang pemegang saham dituntut untuk secara terus menerus mengikuti perkembangan perusahaan. Di pasar sekunder atau dalam aktivitas perdagangan saham sehari-hari, hargaharga saham mengalami fluktuasi baik berupa kenaikan maupun penurunan. Pembentukan harga saham terjadi karena adanya permintaan dan penawaran atas saham tersebut. Dengan kata lain harga saham terbentuk oleh supply dan demand atas saham tersebut. Supply dan demand tersebut terjadi karena adanya banyak faktor, baik yang sifatnya spesifik atas saham tersebut (kinerja 13 perusahaan dan industri dimana perusahaan tersebut bergerak) maupun faktor yang sifatnya makro seperti tingkat suku bunga, inflasi, nilai tukar dan faktorfaktor non ekonomi seperti kondisi sosial dan politik, dan faktor lainnya. 3. Obligasi Obligasi merupakan surat tanda utang jangka panjang yang diterbitkan oleh perusahaan ataupun pemerintah. Dengan membeli obligasi, pemilik obligasi berhak menerima bunga dan harga nominalnya pada waktu obligasi tersebut jatuh tempo. Selama berjalannya waktu, harga obligasi tersebut bisa naik bisa pula turun. Jadi meskipun penghasilan yang diterima dalam bentuk bunga bersifat tetap, tetapi kalau pemodal akan menjual obligasi tersebut sebelum jangka waktu pelunasannya, ada kemungkinan bahwa ia akan menerima harga yang berbeda dengan harga yang dulu ia bayar. 4. Instrumen keuangan jangka pendek Investasi pada instrumen keuangan jangka pendek bisa diwakili oleh, misalnya, sertifikat deposito. Untuk keperluan analisis investasi, proksi yang lebih tepat mungkin adalah Sertifikat Bank Indonesia, karena instrumen ini dapat dipergunakan untuk mewakili investasi yang bebas risiko. Berdasarkan peraturan Perdagangan BEI No. II-A tentang perdaganagan efek, masing-masing segmen pasar didefinisikan sebagai berikut (Tjiptono dan Hendry, 2011:113): 1. Pasar regular adalah pasar tempat perdagangan efek pada bursa dilaksanakan berdasarkan proses tawar menawar secara lelang yang berkesinambungan (continuous auction market) oleh Anggota Bursa Efek melalui JATS dan penyelesaiannya dilakukan pada Hari Bursa ketiga setelah terjadinya Transaksi Bursa (T+3). 2. Pasar tunai adalah pasar tempat perdagangan efek pada bursa dilaksanakan berdasarkan proses tawar menawar secara lelang yang berkesinambungan (continuous auction market) oleh Anggota Bursa Efek melalui JATS dan penyelesaiannya dilakukan pada Hari Bursa yang sama dengan terjadinya Transaksi Bursa (T+0). 3. Pasar Negosiasi adalah pasar tempat perdagangan efek pada bursa dilaksanakan berdasarkan tawar-menawar langsung secara individu dan tidak secara lelang yang berkesinambungan (nonontinuous auction market) dan 14 penyelesaiannya dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan Anggota Bursa Efek. 2.1.4 Saham Saham atau stock adalah surat tanda bukti atau kepemilikan terhadap suatu perseroan terbatas. Memiliki saham berarti memiliki perusahaan. Dalam transaksi jual beli di pasar modal, saham merupakan instrumen yang paling dominan diperdagangkan. Salah satu keuntungan yang diperoleh investor dengan menanamkan modalnya berupa saham adalah investor dapat menikmati keuntungan yang diperoleh perusahaan setelah perusahaan melunasi semua kewajibannya. Penghasilan yang dinikmati oleh pembeli saham adalah pembagian dividen ditambah dengan kenaikan harga saham tersebut. Namun, saham yang merupakan salah satu alternatif investasi tentunya juga mengandung risiko. Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Saham berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan saham ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan pada perusahaan tersebut. (Darmadji dan Fakhruddin ,2011;5) 2.1.4.1 Jenis Saham Saham merupakan surat berharga yang paling populer dan dikenal luas di masyarakat. Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2011;6), terdapat beberapa sudut pandang untuk membedakan jenis saham, yaitu: a. Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim, saham terbagi atas: 1. Saham Biasa (common stock), yaitu merupakan saham yang menempatkan pemiliknya paling junior terhadap pembagian dividen, dan hak atas harta kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi. 2. Saham Preferen (preferred stocks), merupakan saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi), tetapi juga bisa tidak mendatangkan hasil seperti yang dikehendaki investor, Saham preferen serupa dengan saham biasa karena dua hal, yaitu: Mewakili kepemilikan ekuitas dan 15 diterbitkan tanpa tanggal jatuh tempo yang tertulis di atas lembaran saham tersebut, dan membayar dividen. b. Dilihat dari cara peralihannya, saham dapat dibedakan atas: 1. Saham atas unjuk (bearer stocks), artinya pada saham tersebut tidak tertulis nama pemiliknya, agar mudah dipindahtangankan dari suatu investor ke investor lain. Secara hukum, siapa yang memegang saham tersebut, maka dialah yang diakui sebagai pemiliknya dan berhak untuk mengikuti RUPS. 2. Saham atas nama (registered stocks), merupakan saham yang ditulis dengan jelas siapa nama pemiliknya, di mana cara peralihannya harus melalui prosedur tertentu. c. Ditinjau dari kinerja perdagangan, maka saham dapat dikategorikan atas: 1. Saham unggulan (blue-chip stocks), yaitu saham biasa dari suatu perusahaan yang memiliki reputasi tinggi, sebagai leader di industri sejenis, memiliki pendapatan yang stabil dan konsisten dalam membayar dividen. 2. Saham pendapatan (income stocks), yaitu saham dari suatu emiten yang memiliki kemampuan membayar dividen lebih tinggi dari rata-rata dividen yang dibayarkan pada tahun sebelumnya. Emiten seperti ini biasanya mampu menciptakan pendapatan yang lebih tinggi dan secara teratur membagikan dividen. 3. Saham pertumbuhan (growth stocks – well known), yaitu saham-saham dari emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan yang tinggi. Selain itu terdapat juga growth stock (lesser-known), yaitu saham dari emiten yang tidak sebagai leader dalam industri namun memiliki ciri growth stock. 4. Saham spekulatif (speculative stocks), yaitu saham suatu perusahaan yang tidak bisa secara konsisten memperoleh penghasilan dari tahun ke tahun, akan tetapi mempunyai kemungkinan penghasilan yang tinggi di masa mendatang, meskipun belum pasti. 5. Saham siklikal (counter cylical stocks), yaitu saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi bisnis secara umum, Pada saat resesi ekonomi, harga saham ini tetap tinggi, dimana emitennya mampu memberikan dividen yang tinggi sebagai akibat dari kemampuan emiten dalam memperoleh penghasilan yang tinggi pada masa resesi. Emiten seperti ini biasanya bergerak dalam produk yang sangat dan selalu dibutuhkan masyarakat seperti rokok dan barang-barang kebutuhan sehari-hari (consumer goods). 16 Saham biasa dan saham preferen masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda. Dibawah ini akan dijabarkan apa saja karakteristik dari saham biasa dan saham preferen. a. Karakteristik Saham Biasa 1. Dividen dibayarkan sepanjang perusahaan memperoleh laba; 2. Memiliki hak suara dalam rapat umum pemegang saham (one share one vote); 3. Memiliki hak terakhir (junior) dalam hal pembagian kekayaan perusahaan jika perusahaan tersebut dilikuidasi (dibubarkan) setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi; 4. Memiliki tanggung jawab terbatas terhadap klaim pihak lain sebesar proporsi sahamnya; 5. b. Hak untuk mengalihkan kepemilikan sahamnya; Karakteristik Saham Preferen 1. Memiliki hak terlebih dahulu memperoleh dividen; 2. Dapat mempengaruhi manajemen perusahaan terutama dalam pencalonan pengurus perusahaan; 3. Memiliki hak pembayaran maksimum sebesar nilai nominal saham lebih dahulu setelah kreditor apabila perusahaan tersebut dilikuidasi (dibubarkan); 4. Kemungkinan dapat memperoleh tambahan dari pembagian laba perusahaan di samping penghasilan yang diterima secar tetap; 5. Dalam hal perusahaan dilikuidasi, memiliki hak memperoleh pembagian kekayaan perusahaan di atas pemegang saham biasa setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi. 2.1.4.2 Keuntungan dan Resiko dalam Saham Pada dasarnya, ada dua keuntungan yang diperoleh investor dengan membeli atau memiliki saham: a. Dividen Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Jika seorang pemodal ingin mendapatkan dividen, maka pemodal tersebut harus memegang saham tersebut 17 dalam kurun waktu yang relatif lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada dalam periode dimana diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan dividen. Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai – artinya kepada setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham - atau dapat pula berupa dividen saham yang berarti kepada setiap pemegang saham diberikan dividen sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang pemodal akan bertambah dengan adanya pembagian dividen saham tersebut. b. Capital Gain Capital Gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Misalnya Investor membeli saham ABC dengan harga per saham Rp 3.000 kemudian menjualnya dengan harga Rp 3.500 per saham yang berarti pemodal tersebut mendapatkan capital gain sebesar Rp 500 untuk setiap saham yang dijualnya. Sebagai instrument investasi, saham memiliki risiko, antara lain: 1. Capital Loss Merupakan kebalikan dari Capital Gain, yaitu suatu kondisi dimana investor menjual saham lebih rendah dari harga beli. Misalnya saham PT. XYZ yang di beli dengan harga Rp 2.000,- per saham, kemudian harga saham tersebut terus mengalami penurunan hingga mencapai Rp 1.400,- per saham. Karena takut harga saham tersebut akan terus turun, investor menjual pada harga Rp 1.400,- tersebut sehingga mengalami kerugian sebesar Rp 600,- per saham. 2. Risiko Likuidasi Perusahaan yang sahamnya dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh Pengadilan, atau perusahaan tersebut dibubarkan. Dalam hal ini hak klaim dari pemegang saham mendapat prioritas terakhir setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi (dari hasil penjualan kekayaan perusahaan). Jika masih terdapat sisa dari hasil penjualan kekayaan perusahaan tersebut, maka sisa tersebut dibagi secara proporsional kepada seluruh pemegang saham. Namun jika tidak terdapat sisa kekayaan perusahaan, maka pemegang saham tidak akan memperoleh hasil dari likuidasi tersebut. Kondisi ini merupakan risiko yang terberat dari pemegang saham. Untuk itu seorang pemegang saham dituntut untuk secara terus menerus mengikuti perkembangan perusahaan. 18 Di pasar sekunder atau dalam aktivitas perdagangan saham sehari-hari, hargaharga saham mengalami fluktuasi baik berupa kenaikan maupun penurunan. Pembentukan harga saham terjadi karena adanya permintaan dan penawaran atas saham tersebut. Dengan kata lain harga saham terbentuk oleh supply dan demand atas saham tersebut. Supply dan demand tersebut terjadi karena adanya banyak faktor, baik yang sifatnya spesifik atas saham tersebut (kinerja perusahaan dan industri dimana perusahaan tersebut bergerak) maupun faktor yang sifatnya makro seperti tingkat suku bunga, inflasi, nilai tukar dan faktor-faktor non ekonomi seperti kondisi sosial dan politik, dan faktor lainnya. Disamping resiko tersebut, seorang pemegang saham juga masih dihadapkan dengan potensi resiko lainnya, yaitu: 1. Perusahaan bangkrut atau dilikuidasi Jika suatu perusahaan bangkrut, maka tentu saja akan berdampak secara langsung kepada saham perusahaan tersebut. Sesuai dengan peraturan pencatatan saham di Bursa Efek, maka jika suatu perusahaan bangkrut atau dilikuidasi, maka secara otomatis saham perusahaan tersebut akan dikeluarkan dari bursa list atau didelist. Dalam kondisi perusahaan dilikuidasi, maka pemegang saham akan menempati posisi lebih rendah dibanding kreditur atau pemegang obligasi, artinya setelah semua aset perusahaan tersebut dijual, telebih dahulu dibagikan kepada kreditu atau pemegang obligasi, dan jika masih terdapat sisa baru dibagikan kepada pemegang saham. 2. Saham dikeluarkan dari bursa (delisting) Risiko lain yang dihadapi oleh para investor adalah jika saham perusahaan dikeluarkan dari pencatatan Bursa Efek alias di-delist. Suatu saham perusahaan didelist dari bursa umumnya karena kinerja yang buruk, misalnya dala kurun waktu tertentu tidak pernah diperdagangkan, megalami kerugian beberapa tahun, tidak membagikan dividen secara berturut-turut selama beberapa tahun, dan berbagai kondisi lainnya sesuai dengan peraturan pencatatan Bursa Efek. Saham yang telah didelist tentu saja tidak lagi diperdagangkan di bursa. Meskipun saham tersebut tetap dapat diperdagangkan di luar bursa, tidak terdapat patokan harga yang jelas dan tidak terjual biasanya dengan harga yang jauh dari harga sebelumnya. 3. Saham diberhentikan sementara (suspensi) Resiko lain yang menggangu para investor untuk melakukan aktivitasnya, yaitu jika suatu saham disuspensi alias diberhentikan perdagangannya oleh otoritas Bursa 19 Efek. Dengan demikian investor tidak dapat menjual sahamnya hingga suspensi dicabut. Suspensi biasanya berlangsung dalam waktu singkat, misalnya satu sesi perdagangan, dua sesi perdagangan, tetapi dapat pula berlangsung dalam kurun waktu beberapa hari perdagangan. 2.1.5 Return Saham Return adalah hasil yang di peroleh oleh investor dari investasinya. Return dapet berupa return realisasi maupun return ekspektasi. Return realisasi merupakan return yang telah terjadi yang di hitung berdasarkan data historis. Return realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan serta sebagai dasar penentuan expected return untuk mengukur resiko dimasa yang akan datang. Sedangkan return ekspektasi adalah return yang di harapkan akan di peroleh oleh investor di masa yang akan datang (Jogiyanto 2010:107). Return saham adalah pengembalian saham beserta hasilnya dari pihak broker atau perusahaan kepada investor yang telah melakukan investasi pada perusahaan tersebut akibat suatu hal. Bisa saja return saham dilakukan nkarena telah habis masa kontrak kerja sama dan tidak dilakukan perpanjangan atau masalah lainnya, seperti terjadinya likuidasi pada perusahaan (www.sahamok.com) Dalam dunia pasar saham, seorang investor yang melakukan investasi dengan membeli saham tetu telah yakin betul dengan segala risiko dan segala ketidakpastian yang akan didapatkan di masa mendatang. Sebab, permainan bursa saham sedikit banyak memang mengandalkan keberuntungan, meskipun ada cara cara teknis yang dapat digunakan oleh investor untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Return saham sendiri dibagi menjadi dua jenis. Hal tersebut seperti yang telah diungkapkan oleh salah seorang ekonom yang bernama Jogiyanto lewat salah satu bukunya tentang pengertian return saham yang diterbitkan pada tahun 1998. Jenis return yang pertama adalah return ekspektasi, dan jenis return yang kedua adalah return realisasi. Return ekspektasi atau dalam bahasa ekonominya disebut sebagai expected return merupakan return yang sangat diharapkan untuk masa yang akan datang, namun sifatnya masih belum pasti. Sedangkan return realisasi atau realized return adalah pengembalian yang telah terjadi dan dihitung berdasarkan data sejarah. Return ini sangat penting untuk mengukur kinerja perusahaan serta sebagai dasar penentuan return dan juga risiko di masa yang akan datang. 20 Hasil dari return saham bisa berupa keuntungan atau kerugian. Sebab, seperti yang telah dijelaskan, bahwa dalam bisnis investasi saham ini seorang investor selalu dihadaptkan pada risiko risiko yang tidak terduga. Bisa saja di awal saat ia membeli saham dari broker, kondisi perusahaan yang mencetak lembar saham tersebut memang sedang berada di atas, dan kemungkinan untuk jatuh sangat minim. Tapi, siapa yang dapat benar benar membuat prediksi yang akurat dari sebuah pergerakan bisnis suatu perusahaan? Tidak ada. Bisa jadi satu bulan kemudian harga saham di perusahaan tersebut merosot jatuh ke bawah. Dan akhirnya return saham yang diterima bukan berupa profit, namun malah kerugian yang banyak. Demikian pengertian return saham dengan segala jenis dan bentuk pengembaliannya. 2.1.6 Volume Perdagangan Saham Volume perdagangan merupakan salah satu indikator likuiditas saham yang sering digunakan. Perubahan volume perdagangan ke arah yang lebih baik berarti menunjukkan tanda optimisme pasar, sebaliknya penurunan volume perdagangan menunjukkan tanda pesimisme pasar. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa saham yang dianggap likuid adalah saham yang rutin dan banyak diperdagangkan di bursa. Volume diperlukan untuk menggerakan harga saham. Volume perdagangan merupakan bagian yang diterima dalam analisis teknikal. Kegiatan perdagangan dalam volume yang sangat tinggi di suatu bursa akan ditafsirkan sebagai tanda pasar akan membaik (bulish). Peningkatan volume perdagangan diiringi dengan peningkatan harga merupakan gejala yang makin kuat akan kondisi bulish. (Husnan, 2009;344) Volume perdagangan merupakan suatu ukuran yang menunjukkan intensitas dari emosi investor. Volume perdagangan saham yang tinggi menunjukkan bahwa semakin tinggi juga jumlah transaksi saham yang dilakukan investor, yang berarti saham tersebut aktif diperdagangkan. Hal ini memberikan pengertian bahwa dengan makin besar jumlah transaksi saham akan mengarah pada peningkatan jumlah permintaan suatu saham. Hal ini akan menyebabkan perubahan harga saham yang cukup besar. Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa volume perdagangan merupakan besarnya jumlah lembar saham yang diperjualbelikan di dalam pasar modal, yang dipengaruhi oleh faktor emosi investor, dengan tingkat 21 harga yang telah disepakati oleh pihak penjual dan pembeli saham melalui perantara (broker) perdagangan saham. Volume perdagangan saham merupakan gambaran tentang kondisi efek yang diperjualbelikan di pasar modal. Besarnya variabel volume perdagangan dapat diketahui dengan mengamati kegiatan perdagangan saham melalui indikator likuiditas saham yang diukur dengan aktivitas volume perdagangan (Trading Volume Activity). Trading Volume Activity merupakan suatu instrumen yang dapat digunakan untuk melihat reaksi pasar terhadap suatu informasi melalui parameter volume perdagangan di pasar modal. Hal ini dikarenakan nilai TVA berbanding lurus dengan likuiditas saham, semakin tinggi nilai TVA sebuah saham mempunyai makna bahwa suatu saham dapat dijual dengan mudah karena banyak yang bersedia membeli saham tersebut sehingga saham tersebut mudah dikonversi menjadi uang kas atau dengan kata lain saham tersebut memiliki tingkat likuiditas yang tinggi. Jika TVA semakin besar maka saham semakin likuid, sebaliknya jika TVA semakin kecil maka saham tersebut tidak likuid. Aktivitas volume perdagangan saham dapat dilihat dengan menggunakan rumus: TVAi,t = Saham perusahaan i yang diperdagangkan pada waktu t Saham perusahaan i yang beredar (listing) pada waktu t Dimana: TVAi,t = Trading Volume Activity i pada waktu t i = nama perusahaan/emiten t = waktu 2.2 Right Issue 2.2.1 Pengertian Right Issue Right issue merupakan hak pembeli saham tambahan yang dilakukan oleh perusahaan dengan cara memesan terlebih dahulu dengan harga yang telah ditentukan sebelumnya untuk tanggal tertentu. Istilah right issue di Indonesia dikenal pula dengan istilah Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD), karena emiten mengeluarkan saham baru dalam rangka penambahan modal perusahaan dengan terlebih dahulu ditawarkan kepada pemegang saham saat ini. Dengan demikian, pemegang saham memiliki preemptive right atau hak memesan efek terlebih dahulu atas saham-saham baru tersebut. 22 Right issue diterjemahkan sebagai bukti right. Alat investasi merupakan produk turunan dari saham. Kebijakan right issue merupakan upaya emiten untuk menambah saham yang beredar, guna menambah modal perusahaan. Sebab, dengan pengeluaran saham baru tersebut, berarti pemodal harus mengeluarkan uang untuk membeli saham yang berasal dari right issue. Kemudian uang ini akan masuk ke modal perusahaan. Pada umumnya tujuan dilakukannya right issue adalah untuk menghimpun dana segar yang akan digunakan untuk ekspansi usaha, membayar pinjaman atau untuk modal kerja. Beberapa tujuan lainnya adalah untuk meningkatkan porsi kepemilikan pemegang saham atau meningkatkan jumlah saham yang beredar. Jadi dengan adanya right issue, kapitalisasi pasar saham akan meningkat dalam jumlah yang lebih kecil dari pada presentase jumlah lembar saham yang beredar. Umumnya diharapkan penambahan jumlah lembar saham di pasar akan meningkatkan frekuensi perdagangan saham tersebut atau dengan kata lain dapat meningkatkan likuiditas saham. Bagi investor, right issue berdampak positif kalau tidak berpengaruh terhadap harga saham. Sebaliknya, berdampak negatif kalau menyebabkan menurunnya harga. Secara umum, dampak right issue bisa dirasakan oleh semua pemodal. Right issue merupakan hak bagi pemodal untuk membeli saham baru yang dikeluarkan oleh emiten. Karena merupakan hak, maka investor tidak terikat harus membelinya. Investor boleh mengabaikan haknya dengan konsekuensi berkurangnya kepemilikan saham atas emiten tersebut. Hal ini, karena pada dasarnya perusahaan menawarkan right sama dengan mengeluarkan saham baru. Akibatnya akan mempengaruhi presentase kepemilikan bila tidak membeli secara proporsional. Right issue berdampak pada presentase kepemilikan saham, dalam konsep right issue besarnya hak memesan saham baru sama dengan presentase kepemilikan pada saat itu. Kalau memiliki 50% saham berarti berhak membeli sampai dengan 50% saham baru, kalau memiliki 10% saham berarti berhak membeli sampai dengan 10% saham baru.satu hal yang sangat penting, pemegang saham lama mempunyai “hak memesan” saham baru tapi ini adalah hak, bukan kewajiban. Artinya mereka boleh saja tidak menggunakan hak mereka. Penerbitan saham baru perusahaan, tidak hanya terjadi saat perusahaan go public atau melaksanakan Initial Public Offering (IPO) yang dalam Bahasa Indonesia disebut penawaran perdana saham. Ketika perusahaan publik (emiten) sudah tercatat 23 di Bursa Efek Indonesia (BEI), emiten bisa menerbitkan saham baru dengan cara melaksanakan right issue atau diterjemahkan menjadi hak untuk memesan efek terlebih dahulu. Mengapa disebut right issue, karena emiten wajib memberikan hak terlebih dahulu untuk membeli saham baru yang diterbitkannya kepada pemegang saham lamanya. Rights ini diberikan cuma-cuma dan diprioritaskan kepada pemegang saham biasa untuk memesan saham baru. Rights issue dilakukan atas dasar persetujuan rapat umum pemegang saham. Setelah mendapatkan persetujuan, emiten harus menawarkan saham barunya tersebut kepada pemilik saham lama terlebih dahulu, sesuai dengan proporsi kepemilikannya (preemptive rights). Tujuan rights issue adalah untuk menghimpun dana yang akan digunakan emiten untuk sejumlah rencana kerja seperti melakukan ekspansi usaha, membayar pinjaman, atau untuk modal kerja. Ada pula emiten yang melaksanakan right issue untuk meningkatkan porsi kepemilikan pemegang saham, atau untuk meningkatkan jumlah saham beredar sehingga lebih likuid perdagangannya. Sama seperti saat melaksanakan IPO, emiten akan meminta bantuan jasa penjamin pelaksana emisi, untuk menjamin dana hasil rights issue diterima oleh emiten. Penjamin pelaksana emisi bertugas menawarkan right issue kepada investor atau pemegang saham lama perseroan. Dalam setiap proses right issue, ada standby buyer yaitu investor yang siap membeli saham baru yang tidak terjual. Standby buyer bisa berasal dari pemegang saham lama ataupun investor lain. Umumnya harga rights issue lebih rendah dari harga pasar saham emiten yang melakukan penerbitan saham baru. Harga yang lebih rendah ini menjadi insentif bagi pemegang saham lama. Namun, pemilik saham harus melakukan penyesuaian harga dengan menambahkan nilai saham lamanya dengan nilai saham baru, dan kemudian dibagi dengan total jumlah saham. Harga penyesuaian akan menunjukkan harga pasar yang terdilusi atau harga pasar baru yang lebih rendah. Itulah sebabnya mengapa rights issue ditawarkan kepada pemegang saham lama terlebih dahulu. Dalam prosesnya, rights issue akan ditawarkan kepada investor yang tercatat dalam Daftar Pemegang Saham (DPS) pada waktu yang telah ditentukan. Artinya investor yang membeli saham pada waktu tersebut, berhak untuk membeli saham (cum rights). Sementara itu, investor yang memiliki saham di luar waktu tersebut, 24 tidak akan mendapatkan hak membeli saham (ex-rights), dan hak atas rights menjadi milik penjual. Menurut Ghozali dan Solichin (2013) ada dua alasan bagi perusahan melakukan penerbitan saham baru (right issue), yaitu dengan penerbitan saham baru (right issue) dapat mengurangi biaya karena emiten tidak harus membayar fee untuk jasa penjamin (underwriter) dan penerbitan saham baru (right issue) menyebabkan jumlah saham perusahaan bertambah sehingga diharapkan dengan langkah tersebut akan dapat meningkatkan frekuensi perdagangan, yang berarti meningkatkan likuiditas saham. 2.2.2 Hal-Hal Yang Berkaitan Dengan Right Issue Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2011), hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam suatu penerbitan rights antara lain waktu, harga, dan rasio. Bagi investor, informasi waktu penerbitan sangat penting untuk mengambil rights atau tidak, sebab rights mempunyai masa berlaku yang relatif singkat. Beberapa hal penting yang berkaitan dengan right issue antara lain: a. Cum date adalah tanggal terakhir seorang investor dapat meregistrasikan Sahamnya untuk mendapatkan hak corporate action. Bila seseorang membeli saham pada periode cum right, maka ia akan memperoleh saham yang masih memiliki hak atas bukti right yang akan segera didistribusikan. b. Ex date adalah tanggal dimana investor tidak mempunyai hak lagi akan suatu corporate action. Bila anda membeli saham pada periode ex-right, anda akan memperoleh saham yang tidak lagi berhak atas right. c. DPS date adalah tanggal dimana daftar pemegang saham yang berhak atas suatu corporate action diumumkan. d. Tanggal pelaksanaan dan akhir right adalah tanggal periode right tersebut dicatatkan di bursa dan kapan berakhirnya. e. Allotment date adalah tanggal menentukan jatah investor yang mendapatkan rights dan berapa besar tambahan saham baru akibat rights issue. f. Listing date adalah tanggal dimana penambahan saham akibat rights tersebut didaftarkan di Bursa Efek. g. Harga pelaksanaan merupakan harga pelaksanaan yang harus dibayar investor untuk mengkonversikan haknya ke dalam bentuk saham. Umumnya harga pelaksanaan rights di bawah harga saham yang berlaku. Hal ini dimungkinkan 25 sebagai suatu tarikan agar investor mau membelinya. Rights itu sendiri mempunyai harga di pasar, harga terbentuk dari penawaran dan permintaan yang terjadi. Harga pelaksanaan right issue merupakan harga pelaksanaan yang harus dibayar investor untuk mengkonversikan haknya tersebut ke dalam saham. Umumnya harga pelaksanaan right issue di bawah harga saham yang berlaku. Hal ini, dimungkinkan sebagai tarikan agar investor mau membelinya. Right itu sendiri mempunyai harga di pasar, harga terbentuk dari penawaran yang terjadi. Informasi penting lainnya adalah rasio dari pelaksanaan right issue, penentuan rasio ini sangat ditentukan dari berapa besar dana yang dibutuhkan dan kemampuan investor lama memenuhinya. Jadi, rasio ini merupakan komposisi berapa besar hak pemegang saham lama mendapatkan kesempatan memesan efek terlebih dahulu. Right ratio yang biasanya digunakan di Indonesia adalah 2 : 1 yang berarti bahwa dua saham lama mendapatkan hak memesan satu saham baru. Konsekuensi penambahan saham akibat kebijakan penerbitan right ini mempengaruhi kepemilikan pemegang saham lama yang tidak melakukan konversi rightnya. Penurunan nilai ini terjadi karena harga pasar biasanya terkoreksi dengan adanya kebijakan ini. Untuk mengukur berapa besar koreksi yang timbul kita harus memperhatikan informasi waktu, harga, dan rasio penerbitan right tersebut. Yang diterbitkan adalah hak (right) memesan saham baru yang akan di jual oleh perusahaan. Yang boleh membeli saham baru ini adalah orang-orang yang memiliki right. Tidak punya right maka tidak bisa membeli saham baru. 2.2.3 Ilustrasi Right Issue Berapa Jumlah saham Anda setelah Right Issue ? Misal kita mempunyai saham ASRI sebanyak 1000 lot diharga 100 / Lembar Apabila anda menebus rightnya dengan perbandingan 5(old) : 2 (new), maka berarti anda harus membeli saham baru sebanyak : 1000 lot dibagi 5 x 2 = 400 lot. Berarti anda harus mengeluarkan uang sebesar 400 lot x 500 x 100,- = Rp. 20.000.000,- Sehingga saham anda menjadi 1000 lot + 400 lot = 1400 lot. Dengan demikian maka prosentasi kepemilikan saham anda tetap tidak berubah antara sebelum dan sesudah right issue, dengan kata lain saham anda tidak terdilusi. Apa pengaruhnya bila anda tidak melaksanakan Right Issue ? Bila anda tidak membeli saham barunya, maka kepemilikan saham anda akan terdilusi menjadi 26 sebesar : 1000/1400 x 100% = 71.42%.(Sahamnya sih tetap saja 1000 lot, sedangkan Prosentasi kepemilikannya menjadi berkurang sebesar 100%-71.42% = 28.58%). Bagaimana jika anda tidak mempunyai sahamnya, tapi ingin berpartisipasi ? Beli saja Rightnya pada saat periode perdagangannya, dengan demikian anda dapat membeli saham baru dengan menggunakan right tersebut. Yang perlu anda pertimbangkan adalah berapa harga right untuk saham baru tersebut. Misal harga ASRI pada akhir masa Cum Date : 140, Nilai tebus 100, Perbandingan adalah 5 (old) : 2 (new). Harga teroritis saham ASRI setelah Right : 128. Maka Right akan diperdagangkan sekitar 128-100 = 28. Bagi anda yang tidak akan menebus saham barunya, anda bisa menjual right tsb. Apakah setelah Right Issue apakah sahamnya akan naik ? Biasanya Emiten seharusnya menjaga sahamnya untuk tidak turun, agar para trader tetap mau memegang sahamnya. Namun mengenai akan naik atau turunnya adalah tergantung prospek dan tujuan emiten mengadakan Right Issue ini, apakah akan lebih meningkatkan profit atau tidak? 2.2.4 Teori Yang Berkaitan Dengan Right Issue Beberapa teori relevan dalam menjelaskan hubungan antara kandungan informasi pada corporate action dengan perubahan harga saham dan volume perdagangan saham adalah sebagai berikut: 1. Signaling Theory Teori ini mengasumsikan bahwa manajer memiliki informasi lengkap tentang nilai perusahaan yang tidak diketahui oleh investor luar, dan manajer merupakan pihak yang selalu berusaha untuk memaksimalkan insentif yang diharapkannya. Pada umumnya manajer memiliki informasi yang lebih lengkap dan akurat daripada pihak luar perusahaan (investor) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan. Asimetri informasi akan terjadi jika manajer tidak sepenuhnya menyampaikan seluruh informasi yang diperolehnya tentang segala hal yang dapat mempengaruhi perusahaan ke pasar modal. Jika manajer menyampaikan suatu informasi ke pasar, maka respon atas informasi tersebut sebagai suatu sinyal adanya event tertentu yang dapat mempegaruhi nilai perusahaan yang tercermin dari perubahan harga dan volume perdagangan saham. Pengumuman perusahaan untuk menambah jumlah lembar saham baru yang beredar (right issue) akan direspon oleh pasar sebagai suatu sinyal 27 adanya informasi baru yang dikeluarkan oleh pihak manajer yang akan mempengaruhi harga saham suatu perusahaan dan volume perdagangan saham. 2. Balancing Theory Balancing theory merupakan suatu teori yang dapat menjelaskan mengenai kapan dan mengapa perusahaan (emiten) termotivasi dan harus melaksanakan penawaran umum terbatas untuk mengeluarkan saham barunya guna mendapatkan tambahan dana. Balancing theory dikenalkan oleh Myers (1984) menjelaskan bahwa perusahaan-perusahaan memiliki alasan yang baik untuk menghindari pendanaannya atas investasi rill dengan penawaran saham termasuk melalui penawaran umum terbatas. Dalam balancing theory ada suatu kondisi yang harus dipertahankan, yaitu perusahaan-perusahaan ingin mencapai keseimbangan antara cost dan benefit dalam mencapai tingkat leverage ratio yang optimal. Selama benefit dari hutang masih tinggi, maka perusahaan akan terus memanfaatkan pendanaan dari hutang, tetapi jika benefit dari hutang sudah menurun dan cost gagal bayar sudah tinggi, maka perusahaan akan menghindari pendanaan dari hutang dan termotivasi untuk beralih pada pendanaan ekuitas dengan menjual saham barunya termasuk melalui penawaran umum terbatas. Selain itu jika kebijakan dividen khususnya mengenai dividend payout ratio yang ditetapkan bersifat mengikat dan kesempatan-kesempatan investasi berfluktuasi relatif terhadap arus kas internal, maka kemampuan perusahaan juga akan melemah dalam melakukan pendanaan dengan hutang yang aman. Jika ini yang terjadi maka perusahaan akan memindahkan pilihannya kepada pendanaan hutang yang kurang berisiko (convertible bond), sebelum akhirnya termotivasi untuk menjual saham biasa. Jadi dalam balancing theory ini digambarkan bahwa ada semacam debt ratio yang harus dipertahankan, sehingga diperlukan keseimbangan dan kestabilan antara pendanaan menggunakan hutang (debt) dengan pendanaan melalui penawaran saham baru termasuk penawaran umum terbatas. 3. Teori Struktur Modal Dalam teori ini mengasumsikan bahwa walaupun suatu perusahaan memiliki struktur modal yang optimal, masih terjadi ketidakjelasan apakah hal itu dapat menjelaskan pengaruh negatif terhadap harga saham yang dihubungkan dengan penerbitan saham baru. Hal itu dikarenakan penambahan saham baru seharusnya selalu mewakili ke arah perkembangan struktur modal yang optimal atau lebih baik 28 dan bukan sebaliknya, sehingga penambahan saham baru seharusnya memberikan dampak terhadap harga saham yang positif atau nol. Penelitian klasik mengenai right issue dimulai oleh Scholes (1972), kemudian diikuti oleh Smith (1977), Brown (1977), Kalay dan Shimrat (1987), Loderer dan Zimmerman (1988), Khotare (1997), Eckbo dan Masulis (1992). Hasil yang diperoleh tentang abnormal yang return menunjukkan pengaruh berbeda -beda. Pengumuman perusahaan yang melakukan right issue secara teoritis dan empiris telah menyebabkan harga saham bereaksi secara negatif, hal ini diakibatkan kejadian yang systematic risk. Beberapa temuan empiris yang dilakukan adalah oleh Scholes (1972), Marsh (1979), Asquith dan Mullins (1986), Masulis dan Korwar (1986), Myers dan Majluf (1979), Miller and Rock (1985), Barday dan Litzenberger (1988), Mikkelson dan Partch (1986), dan Kothare (1997) seperti dikutip dalamBudiarto dan Zaki Baridwan (1999). Temuan empiris tersebut menunjukkan bahwa nilai pasar perusahaan turun sampai dengan 3% pada saat pengumuman penambahan saham baru. Suad Husnan (1994) menyatakan bahwa beberapa temuan tersebut sesuai dengan model signaling theory yang menyatakan adanya asimetri informasi di antara berbagai partisipan di pasar modal. Naik turunnya saham saat right issue sangat dipengaruhi oleh rate of return yang diharapkan investor dari penggunaan dana yang terhimpun dalam right issue ini. 4. Random Walk Hipotesis Model random walk mengemukakan persoalan, yaitu apakah harga-harga saham atau tingkat keuntungan yang lalu dapat membantu dalam meramalkan hargaharga saham atau tingkat keuntungan waktu yang akan datang. Model ini menegaskan dua hipotesis utama yaitu perubahab-perubahan harga adalah bebas antara satu jangka waktu dengan jangka waktu yang lain, dan perubahan harga mengikuti beberapa distribusi probabiliti tertentu. Pada model ini asumsi pergerakan harga adalah random, oleh karena itu walaupun para investor memperoleh informasi dari orang dalam, ia masih tidak dapat meramal pergerakan harga saham yang akan datang dengan tepat. Hal ini karena segala informasi akan terkandung dalam harga saham itu sebagaimana diketahui umum. Teori ini berdasarkan pada kepada pasar efisien yaitu informasi saat itu mudah didapatkan. Rintangan dalam pengaliran informasi dan kegiatan-kegiatan 29 disinformation, yang bertujuan memberikan gambaran kabur kepada infestor tentang pasar, tidak ada sama sekali. 5. Efficient Market Hypothesis Sebuah teori investasi yang dikembangkan oleh Fama (1970), menguraikan bahwa pasar keuangan merespon secara efisien untuk informasi mencapai itu. Ini berarti bahwa harga pasar sepenuhnya mencerminkan semua informasi yang tersedia. Ini berarti bahwa investor tunggal tidak dapat secara konsisten mencapai hasil lebih dari pengembalian pasar rata-rata atas dasar risiko-disesuaikan, mengingat informasi yang tersedia pada saat investasi dilakukan (Fama et al, 1969). 2.3 Hipotesis dan Pengembangan 1. Return Saham Return Saham yang digunakan pada penelitian adalah return realisasi maupun return ekspektasi. Return realisasi merupakan return yang telah terjadi yang di hitung berdasarkan data historis. Return realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan serta sebagai dasar penentuan expected return untuk mengukur resiko dimasa yang akan datang. Sedangkan return ekspektasi adalah return yang di harapkan akan di peroleh oleh investor di masa yang akan datang (Jogiyanto 2010:107). Abnormal return atau excess return merupakan kelebihan dari return yang sesungguhnya terjadi terhadap return normal. Return normal merupakan return ekspektasi (return yang diharapkan oleh investor ). Return sesungguhnya merupakan return yang terjadi pada waktu ke-t yang merupakan selisih harga sekarang relatif terhadap harga sebelumnya, sedangkan return ekspektasi merupakan return yang harus diestimasi (Jogiyanto, 1998: 433). (Sedianingtias, 2010) meneliti 35 perusahaan yang melakukan right issue periode 2007-2010 menemukan bahwa terdapat perbedaan secara statistik signifikan antara rata-rata abnormal return sebelum dan setelah pengumuman right issue. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dirumus kan hipotesis sebagai berikut: 30 • Uji paired t-test Ho : right issue pengaruh tidak signifikan terhadap abnormal return pada perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Ha : right issue berpengaruh signifikan terhadap abnormal return pada perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. • Uji korelasi (Pearson correlation dan nilai signifikansi) Ho: tidak ada korelasi dan signifikan antara abnormal return sebelum dan sesudah right issue pada perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Ha: ada korelasi dan signifikan antara abnormal return sebelum dengan sesudah right issue pada perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. 2. Trading Volume Activity ( TVA) Volume perdagangan saham (trading volume) adalah jumlah lembar saham suatu emiten yang diperjual belikan di pasar modal setiap hari dengan tingkat harga yang telah disepakati antara pihak pembeli dan penjual saham melalui pialang (broker) perdagangan saham. trading volume juga dapat digunakan untuk mengukur likuiditas saham suatu emiten serta untuk melihat apakah pengumuman right issue memiliki informasi yang mempengaruhi pengambilan keputusan oleh investor dalam melakukan perdagangan yang berbeda dari biasanya (Samsul, 2006:83). Malhotra (2012) mengungkapkan bahwa ada perbedaan likuiditas saham sebelum dan sesudah right issue. Hasil penelitiannya menyebutkan • Uji paired t-test Ho : right issue pengaruh tidak signifikan terhadap volume perdagangan saham pada perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Ha : right issue berpengaruh signifikan terhadap volume perdagangan saham pada perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. 31 • Uji korelasi Ho: tidak ada korelasi dan signifikan antara harga saham sebelum dan sesudah right issue pada perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Ha: ada korelasi dan signifikan antara harga saham sebelum dengan sesudah right issue pada perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. 2.4 Kerangka Pemikiran Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Return Saham (Abnormal Return) Y1 Pengumuman Right Issue X TVA (Trading Volume Activity) Y2 32 2.5 Peneliti Terdahulu Rujukan penelitian pertama yaitu skripsi OUMA DUNCAN OTIENO mahasiswa University of Nairobi pada tahun 2014 dengan judul THE EFFECTS OF RIGHTS ISSUE ANNOUNCEMENT ON STOCK RETURNS OF FIRMS LISTED IN NAIROBI SECURITIES EXCHANGE. Dalam penelitiannya penulis menggunakan metode Analytycal Model dan Test of Significance. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah right issue (X) sebagai variabel independen, actual return (Y1), abnormal return (Y2), cumulative abnormal return (Y3) sebagai dependen. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 12 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2007 sampai dengan 2014. Periode pengamatan yaitu 30 hari sebelum dan 30 hari sesudah right issue. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara abnormal return sebelum dan sesudah rights issue, pengumuman right issue memiliki efek negatif yang signifikan terhadap return saham perusahaan yang terdaftar di NSE. Rujukan penelitian kedua yaitu skripsi Agnes Ogada mahasiswa United Satates International University pada tahun 2014 dengan judul IMPACT OF RIGHT ISSUE ON SHARE RETURNS OF FIRMS LISTED ON THE NAIROBI SECURITIES EXCHANGE. Dalam penelitiannya penulis menggunakan metode Analytycal Mode, Analysis of Variance, dan Regression of Coefficient . Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah right issue (X) sebagai variabel independen, actual return (Y1), abnormal return (Y2), cumulative abnormal return (Y3) sebagai dependen. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 18 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2005 sampai dengan 2012. Periode pengamatan yaitu 30 hari sebelum dan 30 hari sesudah right issue. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara abnormal return sebelum dan sesudah rights issue, pengumuman right issue memiliki efek negatif yang signifikan terhadap return saham perusahaan yang terdaftar di NSE. Hasil penelitian menunjukkan bahwa return saham berpengaruh pada pengumuman right issue. Rujukan penelitian ketiga yaitu penelitian dari Pooja Miglani yang berjudul AN EMPIRICAL ANALYSIS OF IMPACT OF RIGHT ISSUE ON SHAREHOLDERS RETURNS OF INDIAN LISTED COMPANIES, pada tahun 2011. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah right issue (X) sebagai variabel independen, 33 Abnormal Return (Y1), Cumulative Average Abnormal Return(Y2) sebagai dependen. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 32 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2005 sampai dengan 2010. Periode pengamatan yaitu 30 hari sebelum dan 30 hari sesudah right issue. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai saham dari perusahaan meningkat pada hari pengumuman right issue sekitar 1,42%. Rujukan Keempat yaitu skripsi Putu Sri Arta Jaya Kusuma dan I Ketut Suryanawa mahasiswa Universitas Udayana Bali, pada tahun 2014 dengan judul ANALISIS KOMPARATIF KINERJA SAHAM SEBELUM DAN SESUDAH PENGUMUMAN RIGHT ISSUE.Dalam penelitiannya penulis menggunakan metode Statistik Deskriptif, Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov, Uji Hipotesis menggunakan metode paired t-test. . Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah right issue (X) sebagai variabel independen, abnormal return (Y1), Likuiditas Saham (Y2),sebagai dependen. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 91 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2010 sampai dengan 2013. Periode pengamatan yaitu 5 hari sebelum dan 5 hari sesudah right issue. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata abnormal return sebelum dan sesudah pengumuman right issue. Hal ini karena terjadi kebocoran informasi kepada investor. Sebabnya adalah jangka waktu yang terlalu jauh antara RUPS dan pengumuman right issue. Dalam penelitian ini juga disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata likuiditas saham sebelum dan sesudah pengumuman right issue. Hal ini karena ada penambahan jumlah lembar saham yang menyebabkan perbedaan aktivitas volume perdagangan. Yoga (2010) menganalisis pengaruh PENGUMUMAN RIGHT ISSUE TERHADAP KINERJA SAHAM DAN LIKUIDITAS SAHAM PADA PERUSAHAAN YANG TERCATAT DI BURSA EFEK INDONESIA. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah right issue (X) sebagai variabel Independen, Kinerja Saham (Y1) sebagai variabel dependen dan Likuiditas Saham (Y2) sebagai variabel dependen. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 55 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2000 sampai dengan 2007. Periode pengamatan yaitu 5 hari sebelum dan 5hari sesudah right issue. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara right issue dengan harga saham dan volume perdagangan saham. Hal ini berarti bahwa pengumuman right issue mengandung informasi yang dapat mempengaruhi investor untuk melakukan 34 transaksi di Bursa Efek Indonesia sehingga dapat meningkatkan volume perdagangan secara signifikan. Hartono (2010) MENGANALISIS PENGARUH PENGUMUMAN RIGHT ISSUE TERHADAP HARGA SAHAM DAN VOLUME PERDAGANGAN SAHAM PADA PERUSAHAAN YANG TERCATAT DI BURSA EFEK INDONESIA. Terdapat perbedaan rata-rata return saham sebelum dan setelah pengumuman right issue. Return saham mengalami penurunan setelah pengumuman right issue. Terdapat perbedaan rata rata abnormal return sebelum dan setelah pengumuman right issue. Abnormal return mengalami penurunan setelah pengumuman right issue.Kinerja saham mengalami penurunan dilihat dari rata-rata return saham dan abnormal return yang mengalami penurunan setelah pengumuman right issue. Terdapat perbedaan rata- rata aktivitas volume perdagangan saham sebelum dan setelah pengumuman right issue. Aktivitas perdagangan mengalami peningkatan setelah pengumuman right issue. Likuiditas saham mengalami peningkatan dilihat dari rata-rata aktivitas volume perdagangannya. Hal ini berarti bahwa pengumuman right issue mengandung informasi yang dapat mempengaruhi investor untuk melakukan transaksi di Bursa Efek Indonesia sehingga dapat meningkatkan volume perdagangan secara signifikan. I Gede Abdi Pustaka, Made Rusmala Dewi S (2014) MENGANALISIS PERBEDAAN LIKUIDITAS SAHAM DAN ABNORMAL RETURN SEBELUM DAN SESUDAH RIGHT ISSUE PADA PERUSAHAAN GO PUBLIC DI BURSA EFEK INDONESIA Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah right issue (X) sebagai variabel independen, Likuiditas Saham (Y1) sebagai variabel dependen dan Abnormal Return (Y2) sebagai variabel dependen. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 25 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2011 sampai dengan 2012. Periode pengamatan yaitu 5 hari sebelum dan 5 hari sesudah right issue. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tidak terdapat perbedaan likuiditas saham sebelum dan sesudah right issue karena informasi mengenai right issue yang dilakukan oleh perusahaan belum kuat untuk mempengaruhi keputusan investasi dari pemegang saham lama. Pemegang saham lama juga memiliki pemikiran bahwa pengumuman right issue tersebut hanya sebuah pengumuman yang biasa dan tidak ada dampak atau pengaruh yang kuat terhadap kinerja saham perusahaan tersebut. Pasar juga telah mengantisipasi pengumuman right issue tersebut dan pengumuman 35 right issue bukan merupakan berita yang besar bagi pemegang saham lama yang dapat mempengaruhi harga saham perusahaan tersebut. Tidak terdapat perbedaan abnormal return sebelum dan sesudah right issue karena informasi dari pengumuman right issue sudah diketahui oleh pasar dan diantisipasi oleh pasar dengan baik yang mengakibatkan pengumuman right issue tersebut menjadi hal yang biasa dan tidak dapat menarik pemegang saham lama untuk membelinya. Haryetti, Yulia (2010) MENGANALISA DAMPAK PENGUMUMAN RIGHT ISSUE TERHADAP ABNORMAL RETURN, LIKUIDITAS SAHAM DAN REAKSI PASAR PADA PERUSAHAAN YANG ISSUER DI BURSA EFEK INDONESIA. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah right issue (X) sebagai variabel independen, Abnormal Return (Y1), Likuiditas Saham (Y2), dan Reaksi Pasar (Y3). Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 22 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2007 sampai dengan 2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa right issue tidak berpengaruh terhadap abnormal return saham sebelum dan sesudah right issue, maupun terhadap likuiditas saham sebelum dan sesudah right issue. Tetapi right issue berpengaruh secara signifikan terhadap reaksi pasar sebelum dan sesudah right issue. Eky Wicaksono (2012) menganalisis pengaruh pengumuman right issue terhadap return saham dan volume perdagangan saham perusahaan di bursa efek Jakarta. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah right issue (X) sebagai variabel independen, abnormal return saham (Y1) sebagai variabel dependen dan volume perdagangan saham (Y2) sebagai variabel dependen. Sampel dalam penelitian ini terdiri atas 41 perusahaan yang melakukan right issue pada tahun 2000 sampai dengan 2004. Periode pengamatan yaitu 5 hari sebelum dan 5 hari sesudah pengumuman right issue. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara return saham sebelum dan sesudah pengumuman right issue dan volume perdagangan saham sebelum dan sesudah pengumuman right issue. Hal ini berarti bahwa pengumuman right issue tidak memiliki kandungan informasi yang dapat meningkatkan return saham dan volume perdagangan saham secara signifikan. Tri Hermawan, Andhi Wijayanto (2014) MENGANALISA PERBEDAAN ABNORMAL RETURN, TRADING VOLUME ACTIVITY DAN BID ASK SPREAD SEBELUM DANSESUDAH PENGUMUMAN RIGHT ISSUE. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah right issue (X) sebagai variabel independen, 36 Abnormal Return (Y1), Trading Volume Activity (Y2), dan Bid Ask Spread (Y3). Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 38 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2011 sampai dengan 2013. Periode pengamatan yaitu 5 hari sebelum dan 5 hari sesudah pengumuman right issue. Hasil penelitian menunjukkan bahwa informasi tentang pengumuman right issue kemungkinan telah simetris, maka tidak akan berpengaruh terhadap penurunan maupun peningkatan aktivitas volume perdagangan saham yang dapat menyebabkan penyimpitan maupun pelebaran spread.