9 BAB 2 LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1 Pasar Modal
2.1.1 Pengertian Pasar modal
Pasar Modal merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penawaran
umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Pasar Modal
menyediakan berbagai alternatif investasi bagi para investor selain alternatif investasi
lainnya seperti: menabung di Bank, membeli emas, asuransi, tanah dan bangunan,
dan sebagainya Pasar Modal bertindak sebagai penghubung antara para investor
dengan perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen
keuangan jangka panjang seperti Obligasi, Saham dan lainnya.
Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen
keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi),
ekuiti (saham), reksa dana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya. Pasar
modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya
pemerintah), dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi. Dengan demikian, pasar
modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan
terkait lainnya.
Pasar modal berfungsi sebagai lembaga perantara yang munjukkan peran
penting pasar modal dalam menunjang perekonomian karena pasar modal dapat
menghubungkan pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang kelebihan dana.
Selain itu pasar modal dapat mendorong terciptanya alokasi dana yang efisien karena
dengan adanya pasar modal maka pihak yang kelebihan dana dapat memilih
alternative investasi yang memberikan return paling optimal (Tandelilin:2010)
Instrumen keuangan yang diperdagangkan di pasar modal merupakan
instrumen jangka panjang (jangka waktu lebih dari 1 tahun) seperti saham, obligasi,
waran, right, reksa dana, dan berbagai instrumen derivatif seperti option, futures, dan
lain-lain. Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal
mendefinisikan pasar modal sebagai “kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran
Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek”.
9
10
Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena
pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan
usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat
pemodal (investor). Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk
pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain, kedua pasar
modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrument keuangan
seperti saham, obligasi, reksa dana, dan lain-lain. Dengan demikian, masyarakat
dapat menempatkan dana yang dimilikinya sesuai dengan karakteristik keuntungan
dan risiko masing-masing instrument.
2.1.2 Manfaat Pasar Modal
Ada beberapa manfaat dari keberadaan pasar modal yaitu sebagai berikut (Darmadji
dan Fakhruddin, 2011:2).
1. Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha sekaligus
memungkinkan alokasi sumber dana secara optimal
2. Memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus memungkinkan upaya
diversifikasi
3. Memungkinkan
penyebaran
kepemilikan
perusahaan
hingga
lapisan
masyarakat menengah
4. Memungkinkan penyebaran kepemilikan, keterbukaan dan profesionalisme
serta penciptaan iklim berusaha yang sehat
5. Menyediakan indikator utama (leading indincator) bagi tren ekonomi negara
6. Menciptakan lapangan kerja/profesi yang menarik
7. Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dan mempunyai
prospek
2.1.3 Instrumen Pasar Modal
Instrumen keuangan yang diperdagangkan di pasar modal merupakan
instrumen jangka panjang (jangka waktu lebih dari 1 tahun) seperti saham, obligasi,
waran, right, reksa dana, dan berbagai instrumen derivatif seperti option, futures, dan
lain-lain. Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal
mendefinisikan pasar modal sebagai “kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran
Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek”.
11
Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena
pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan
usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat
pemodal (investor). Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk
pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain, kedua pasar
modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrument keuangan
seperti saham, obligasi, reksa dana, dan lain-lain. Dengan demikian, masyarakat
dapat menempatkan dana yang dimilikinya sesuai dengan karakteristik keuntungan
dan risiko masing-masing instrument.
Instrumen pasar modal yang biasa diperdagangkan menurut Suad Husnan (2013:32),
yaitu:
1. Saham
Saham atau stock adalah surat tanda bukti atau kepemilikan terhadap suatu perseroan
terbatas. Memiliki saham berarti memiliki perusahaan. Dalam transaksi jual beli di
pasar modal, saham merupakan instrumen yang paling dominan diperdagangkan.
Salah satu keuntungan yang diperoleh investor dengan menanamkan modalnya
berupa saham adalah investor dapat menikmati keuntungan yang diperoleh
perusahaan setelah perusahaan melunasi semua kewajibannya. Penghasilan yang
dinikmati oleh pembeli saham adalah pembagian dividen ditambah dengan kenaikan
harga saham tersebut. Namun, saham yang merupakan salah satu alternatif investasi
tentunya juga mengandung risiko.
Pada dasarnya, ada dua keuntungan yang diperoleh investor dengan membeli atau
memiliki saham:
1. Dividen
Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan berasal
dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen diberikan setelah mendapat
persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Jika seorang pemodal ingin
mendapatkan dividen, maka pemodal tersebut harus memegang saham tersebut
dalam kurun waktu yang relatif lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut
berada dalam periode dimana diakui sebagai pemegang saham yang berhak
mendapatkan dividen.
Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai – artinya kepada
setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah rupiah
tertentu untuk setiap saham - atau dapat pula berupa dividen saham yang berarti
12
kepada setiap pemegang saham diberikan dividen sejumlah saham sehingga jumlah
saham yang dimiliki seorang pemodal akan bertambah dengan adanya pembagian
dividen saham tersebut.
2. Capital Gain
Capital Gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital gain
terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Misalnya
Investor membeli saham ABC dengan harga per saham Rp 3.000 kemudian
menjualnya dengan harga Rp 3.500 per saham yang berarti pemodal tersebut
mendapatkan capital gain sebesar Rp 500 untuk setiap saham yang dijualnya.
Sebagai instrument investasi, saham memiliki risiko, antara lain:
1. Capital Loss
Merupakan kebalikan dari Capital Gain, yaitu suatu kondisi dimana investor
menjual saham lebih rendah dari harga beli. Misalnya saham PT. XYZ yang di beli
dengan harga Rp 2.000,- per saham, kemudian harga saham tersebut terus mengalami
penurunan hingga mencapai Rp 1.400,- per saham. Karena takut harga saham
tersebut akan terus turun, investor menjual pada harga Rp 1.400,- tersebut sehingga
mengalami kerugian sebesar Rp 600,- per saham.
2. Risiko Likuidasi
Perusahaan yang sahamnya dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh Pengadilan,
atau perusahaan tersebut dibubarkan. Dalam hal ini hak klaim dari pemegang saham
mendapat prioritas terakhir setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi (dari
hasil penjualan kekayaan perusahaan). Jika masih terdapat sisa dari hasil penjualan
kekayaan perusahaan tersebut, maka sisa tersebut dibagi secara proporsional kepada
seluruh pemegang saham.
Namun jika tidak terdapat sisa kekayaan perusahaan, maka pemegang saham
tidak akan memperoleh hasil dari likuidasi tersebut. Kondisi ini merupakan
risiko yang terberat dari pemegang saham. Untuk itu seorang pemegang saham
dituntut untuk secara terus menerus mengikuti perkembangan perusahaan.
Di pasar sekunder atau dalam aktivitas perdagangan saham sehari-hari, hargaharga saham mengalami fluktuasi baik berupa kenaikan maupun penurunan.
Pembentukan harga saham terjadi karena adanya permintaan dan penawaran atas
saham tersebut. Dengan kata lain harga saham terbentuk oleh supply dan
demand atas saham tersebut. Supply dan demand tersebut terjadi karena adanya
banyak faktor, baik yang sifatnya spesifik atas saham tersebut (kinerja
13
perusahaan dan industri dimana perusahaan tersebut bergerak) maupun faktor
yang sifatnya makro seperti tingkat suku bunga, inflasi, nilai tukar dan faktorfaktor non ekonomi seperti kondisi sosial dan politik, dan faktor lainnya.
3. Obligasi
Obligasi merupakan surat tanda utang jangka panjang yang diterbitkan oleh
perusahaan ataupun pemerintah. Dengan membeli obligasi, pemilik obligasi berhak
menerima bunga dan harga nominalnya pada waktu obligasi tersebut jatuh tempo.
Selama berjalannya waktu, harga obligasi tersebut bisa naik bisa pula turun. Jadi
meskipun penghasilan yang diterima dalam bentuk bunga bersifat tetap, tetapi kalau
pemodal akan menjual obligasi tersebut sebelum jangka waktu pelunasannya, ada
kemungkinan bahwa ia akan menerima harga yang berbeda dengan harga yang dulu
ia bayar.
4. Instrumen keuangan jangka pendek
Investasi pada instrumen keuangan jangka pendek bisa diwakili oleh,
misalnya, sertifikat deposito. Untuk keperluan analisis investasi, proksi yang lebih
tepat mungkin adalah Sertifikat Bank Indonesia, karena instrumen ini dapat
dipergunakan untuk mewakili investasi yang bebas risiko.
Berdasarkan peraturan Perdagangan BEI No. II-A tentang perdaganagan efek,
masing-masing segmen pasar didefinisikan sebagai berikut (Tjiptono dan Hendry,
2011:113):
1. Pasar regular adalah pasar tempat perdagangan efek pada bursa dilaksanakan
berdasarkan proses tawar menawar secara lelang yang berkesinambungan
(continuous auction market) oleh Anggota Bursa Efek melalui JATS dan
penyelesaiannya dilakukan pada Hari Bursa ketiga setelah terjadinya Transaksi
Bursa (T+3).
2. Pasar tunai adalah pasar tempat perdagangan efek pada bursa dilaksanakan
berdasarkan proses tawar menawar secara lelang yang berkesinambungan
(continuous auction market) oleh Anggota Bursa Efek melalui JATS dan
penyelesaiannya dilakukan pada Hari Bursa yang sama dengan terjadinya
Transaksi Bursa (T+0).
3. Pasar Negosiasi adalah pasar tempat perdagangan efek pada bursa
dilaksanakan berdasarkan tawar-menawar langsung secara individu dan tidak
secara lelang yang berkesinambungan (nonontinuous auction market) dan
14
penyelesaiannya dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan Anggota Bursa
Efek.
2.1.4 Saham
Saham atau stock adalah surat tanda bukti atau kepemilikan terhadap suatu
perseroan terbatas. Memiliki saham berarti memiliki perusahaan. Dalam transaksi
jual beli di pasar modal, saham merupakan instrumen yang paling dominan
diperdagangkan.
Salah
satu
keuntungan
yang
diperoleh
investor
dengan
menanamkan modalnya berupa saham adalah investor dapat menikmati keuntungan
yang diperoleh perusahaan setelah perusahaan melunasi semua kewajibannya.
Penghasilan yang dinikmati oleh pembeli saham adalah pembagian dividen ditambah
dengan kenaikan harga saham tersebut. Namun, saham yang merupakan salah satu
alternatif investasi tentunya juga mengandung risiko.
Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan
seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Saham
berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah
pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan
saham ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan pada perusahaan
tersebut. (Darmadji dan Fakhruddin ,2011;5)
2.1.4.1 Jenis Saham
Saham merupakan surat berharga yang paling populer dan dikenal luas di
masyarakat. Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2011;6), terdapat beberapa sudut
pandang untuk membedakan jenis saham, yaitu:
a. Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim, saham terbagi atas:
1.
Saham Biasa (common stock), yaitu merupakan saham yang menempatkan
pemiliknya paling junior terhadap pembagian dividen, dan hak atas harta
kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi.
2.
Saham Preferen (preferred stocks), merupakan saham yang memiliki
karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa
menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi), tetapi juga bisa tidak
mendatangkan hasil seperti yang dikehendaki investor, Saham preferen serupa
dengan saham biasa karena dua hal, yaitu: Mewakili kepemilikan ekuitas dan
15
diterbitkan tanpa tanggal jatuh tempo yang tertulis di atas lembaran saham
tersebut, dan membayar dividen.
b.
Dilihat dari cara peralihannya, saham dapat dibedakan atas:
1.
Saham atas unjuk (bearer stocks), artinya pada saham tersebut tidak tertulis
nama pemiliknya, agar mudah dipindahtangankan dari suatu investor ke
investor lain. Secara hukum, siapa yang memegang saham tersebut, maka
dialah yang diakui sebagai pemiliknya dan berhak untuk mengikuti RUPS.
2.
Saham atas nama (registered stocks), merupakan saham yang ditulis dengan
jelas siapa nama pemiliknya, di mana cara peralihannya harus melalui prosedur
tertentu.
c.
Ditinjau dari kinerja perdagangan, maka saham dapat dikategorikan atas:
1.
Saham unggulan (blue-chip stocks), yaitu saham biasa dari suatu perusahaan
yang memiliki reputasi tinggi, sebagai leader di industri sejenis, memiliki
pendapatan yang stabil dan konsisten dalam membayar dividen.
2.
Saham pendapatan (income stocks), yaitu saham dari suatu emiten yang
memiliki kemampuan membayar dividen lebih tinggi dari rata-rata dividen
yang dibayarkan pada tahun sebelumnya. Emiten seperti ini biasanya mampu
menciptakan pendapatan yang lebih tinggi dan secara teratur membagikan
dividen.
3.
Saham pertumbuhan (growth stocks – well known), yaitu saham-saham dari
emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan yang tinggi. Selain itu terdapat
juga growth stock (lesser-known), yaitu saham dari emiten yang tidak sebagai
leader dalam industri namun memiliki ciri growth stock.
4.
Saham spekulatif (speculative stocks), yaitu saham suatu perusahaan yang
tidak bisa secara konsisten memperoleh penghasilan dari tahun ke tahun, akan
tetapi mempunyai kemungkinan penghasilan yang tinggi di masa mendatang,
meskipun belum pasti.
5.
Saham siklikal (counter cylical stocks), yaitu saham yang tidak terpengaruh
oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi bisnis secara umum, Pada saat
resesi ekonomi, harga saham ini tetap tinggi, dimana emitennya mampu
memberikan dividen yang tinggi sebagai akibat dari kemampuan emiten dalam
memperoleh penghasilan yang tinggi pada masa resesi. Emiten seperti ini
biasanya bergerak dalam produk yang sangat dan selalu dibutuhkan masyarakat
seperti rokok dan barang-barang kebutuhan sehari-hari (consumer goods).
16
Saham biasa dan saham preferen masing-masing memiliki karakteristik yang
berbeda. Dibawah ini akan dijabarkan apa saja karakteristik dari saham biasa dan
saham preferen.
a. Karakteristik Saham Biasa
1.
Dividen dibayarkan sepanjang perusahaan memperoleh laba;
2.
Memiliki hak suara dalam rapat umum pemegang saham (one share one
vote);
3.
Memiliki hak terakhir (junior) dalam hal pembagian kekayaan perusahaan
jika perusahaan tersebut dilikuidasi (dibubarkan) setelah semua kewajiban
perusahaan dilunasi;
4.
Memiliki tanggung jawab terbatas terhadap klaim pihak lain sebesar
proporsi sahamnya;
5.
b.
Hak untuk mengalihkan kepemilikan sahamnya;
Karakteristik Saham Preferen
1.
Memiliki hak terlebih dahulu memperoleh dividen;
2.
Dapat mempengaruhi manajemen perusahaan terutama dalam
pencalonan pengurus perusahaan;
3.
Memiliki hak pembayaran maksimum sebesar nilai nominal saham
lebih dahulu setelah kreditor apabila perusahaan tersebut dilikuidasi
(dibubarkan);
4. Kemungkinan dapat memperoleh tambahan dari pembagian laba perusahaan di
samping penghasilan yang diterima secar tetap;
5. Dalam hal perusahaan dilikuidasi, memiliki hak memperoleh pembagian
kekayaan perusahaan di atas pemegang saham biasa setelah semua kewajiban
perusahaan dilunasi.
2.1.4.2 Keuntungan dan Resiko dalam Saham
Pada dasarnya, ada dua keuntungan yang diperoleh investor dengan membeli atau
memiliki saham:
a. Dividen
Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan
berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen diberikan setelah
mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Jika seorang pemodal
ingin mendapatkan dividen, maka pemodal tersebut harus memegang saham tersebut
17
dalam kurun waktu yang relatif lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut
berada dalam periode dimana diakui sebagai pemegang saham yang berhak
mendapatkan dividen.
Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai – artinya kepada
setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah rupiah
tertentu untuk setiap saham - atau dapat pula berupa dividen saham yang berarti
kepada setiap pemegang saham diberikan dividen sejumlah saham sehingga jumlah
saham yang dimiliki seorang pemodal akan bertambah dengan adanya pembagian
dividen saham tersebut.
b. Capital Gain
Capital Gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital gain
terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Misalnya
Investor membeli saham ABC dengan harga per saham Rp 3.000 kemudian
menjualnya dengan harga Rp 3.500 per saham yang berarti pemodal tersebut
mendapatkan capital gain sebesar Rp 500 untuk setiap saham yang dijualnya.
Sebagai instrument investasi, saham memiliki risiko, antara lain:
1. Capital Loss
Merupakan kebalikan dari Capital Gain, yaitu suatu kondisi dimana investor
menjual saham lebih rendah dari harga beli. Misalnya saham PT. XYZ yang di beli
dengan harga Rp 2.000,- per saham, kemudian harga saham tersebut terus mengalami
penurunan hingga mencapai Rp 1.400,- per saham. Karena takut harga saham
tersebut akan terus turun, investor menjual pada harga Rp 1.400,- tersebut sehingga
mengalami kerugian sebesar Rp 600,- per saham.
2. Risiko Likuidasi
Perusahaan yang sahamnya dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh Pengadilan,
atau perusahaan tersebut dibubarkan. Dalam hal ini hak klaim dari pemegang saham
mendapat prioritas terakhir setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi (dari
hasil penjualan kekayaan perusahaan). Jika masih terdapat sisa dari hasil penjualan
kekayaan perusahaan tersebut, maka sisa tersebut dibagi secara proporsional kepada
seluruh pemegang saham.
Namun jika tidak terdapat sisa kekayaan perusahaan, maka pemegang saham
tidak akan memperoleh hasil dari likuidasi tersebut. Kondisi ini merupakan risiko
yang terberat dari pemegang saham. Untuk itu seorang pemegang saham dituntut
untuk secara terus menerus mengikuti perkembangan perusahaan.
18
Di pasar sekunder atau dalam aktivitas perdagangan saham sehari-hari, hargaharga saham mengalami fluktuasi baik berupa kenaikan maupun penurunan.
Pembentukan harga saham terjadi karena adanya permintaan dan penawaran atas
saham tersebut. Dengan kata lain harga saham terbentuk oleh supply dan demand
atas saham tersebut. Supply dan demand tersebut terjadi karena adanya banyak
faktor, baik yang sifatnya spesifik atas saham tersebut (kinerja perusahaan dan
industri dimana perusahaan tersebut bergerak) maupun faktor yang sifatnya makro
seperti tingkat suku bunga, inflasi, nilai tukar dan faktor-faktor non ekonomi seperti
kondisi sosial dan politik, dan faktor lainnya.
Disamping resiko tersebut, seorang pemegang saham juga masih dihadapkan
dengan potensi resiko lainnya, yaitu:
1. Perusahaan bangkrut atau dilikuidasi
Jika suatu perusahaan bangkrut, maka tentu saja akan berdampak secara
langsung kepada saham perusahaan tersebut. Sesuai dengan peraturan pencatatan
saham di Bursa Efek, maka jika suatu perusahaan bangkrut atau dilikuidasi, maka
secara otomatis saham perusahaan tersebut akan dikeluarkan dari bursa list atau didelist. Dalam kondisi perusahaan dilikuidasi, maka pemegang saham akan
menempati posisi lebih rendah dibanding kreditur atau pemegang obligasi, artinya
setelah semua aset perusahaan tersebut dijual, telebih dahulu dibagikan kepada
kreditu atau pemegang obligasi, dan jika masih terdapat sisa baru dibagikan kepada
pemegang saham.
2. Saham dikeluarkan dari bursa (delisting)
Risiko lain yang dihadapi oleh para investor adalah jika saham perusahaan
dikeluarkan dari pencatatan Bursa Efek alias di-delist. Suatu saham perusahaan didelist dari bursa umumnya karena kinerja yang buruk, misalnya dala kurun waktu
tertentu tidak pernah diperdagangkan, megalami kerugian beberapa tahun, tidak
membagikan dividen secara berturut-turut selama beberapa tahun, dan berbagai
kondisi lainnya sesuai dengan peraturan pencatatan Bursa Efek. Saham yang telah didelist tentu saja tidak lagi diperdagangkan di bursa. Meskipun saham tersebut tetap
dapat diperdagangkan di luar bursa, tidak terdapat patokan harga yang jelas dan tidak
terjual biasanya dengan harga yang jauh dari harga sebelumnya.
3. Saham diberhentikan sementara (suspensi)
Resiko lain yang menggangu para investor untuk melakukan aktivitasnya, yaitu
jika suatu saham disuspensi alias diberhentikan perdagangannya oleh otoritas Bursa
19
Efek. Dengan demikian investor tidak dapat menjual sahamnya hingga suspensi
dicabut. Suspensi biasanya berlangsung dalam waktu singkat, misalnya satu sesi
perdagangan, dua sesi perdagangan, tetapi dapat pula berlangsung dalam kurun
waktu beberapa hari perdagangan.
2.1.5 Return Saham
Return adalah hasil yang di peroleh oleh investor dari investasinya. Return
dapet berupa return realisasi maupun return ekspektasi. Return realisasi merupakan
return yang telah terjadi yang di hitung berdasarkan data historis. Return realisasi
penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan serta
sebagai dasar penentuan expected return untuk mengukur resiko dimasa yang akan
datang. Sedangkan return ekspektasi adalah return yang di harapkan akan di peroleh
oleh investor di masa yang akan datang (Jogiyanto 2010:107).
Return saham adalah pengembalian saham beserta hasilnya dari pihak broker
atau perusahaan kepada investor yang telah melakukan investasi pada perusahaan
tersebut akibat suatu hal. Bisa saja return saham dilakukan nkarena telah habis masa
kontrak kerja sama dan tidak dilakukan perpanjangan atau masalah lainnya, seperti
terjadinya likuidasi pada perusahaan (www.sahamok.com)
Dalam dunia pasar saham, seorang investor yang melakukan investasi dengan
membeli saham tetu telah yakin betul dengan segala risiko dan segala ketidakpastian
yang akan didapatkan di masa mendatang. Sebab, permainan bursa saham sedikit
banyak memang mengandalkan keberuntungan, meskipun ada cara cara teknis yang
dapat digunakan oleh investor untuk mendapatkan hasil yang terbaik.
Return saham sendiri dibagi menjadi dua jenis. Hal tersebut seperti yang telah
diungkapkan oleh salah seorang ekonom yang bernama Jogiyanto lewat salah satu
bukunya tentang pengertian return saham yang diterbitkan pada tahun 1998. Jenis
return yang pertama adalah return ekspektasi, dan jenis return yang kedua adalah
return realisasi.
Return ekspektasi atau dalam bahasa ekonominya disebut sebagai expected
return merupakan return yang sangat diharapkan untuk masa yang akan datang,
namun sifatnya masih belum pasti. Sedangkan return realisasi atau realized return
adalah pengembalian yang telah terjadi dan dihitung berdasarkan data sejarah. Return
ini sangat penting untuk mengukur kinerja perusahaan serta sebagai dasar penentuan
return dan juga risiko di masa yang akan datang.
20
Hasil dari return saham bisa berupa keuntungan atau kerugian. Sebab, seperti
yang telah dijelaskan, bahwa dalam bisnis investasi saham ini seorang investor selalu
dihadaptkan pada risiko risiko yang tidak terduga. Bisa saja di awal saat ia membeli
saham dari broker, kondisi perusahaan yang mencetak lembar saham tersebut
memang sedang berada di atas, dan kemungkinan untuk jatuh sangat minim.
Tapi, siapa yang dapat benar benar membuat prediksi yang akurat dari sebuah
pergerakan bisnis suatu perusahaan? Tidak ada. Bisa jadi satu bulan kemudian harga
saham di perusahaan tersebut merosot jatuh ke bawah. Dan akhirnya return saham
yang diterima bukan berupa profit, namun malah kerugian yang banyak. Demikian
pengertian return saham dengan segala jenis dan bentuk pengembaliannya.
2.1.6 Volume Perdagangan Saham
Volume perdagangan merupakan salah satu indikator likuiditas saham yang
sering digunakan. Perubahan volume perdagangan ke arah yang lebih baik berarti
menunjukkan tanda optimisme pasar, sebaliknya penurunan volume perdagangan
menunjukkan tanda pesimisme pasar. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa saham
yang dianggap likuid adalah saham yang rutin dan banyak diperdagangkan di bursa.
Volume diperlukan untuk menggerakan harga saham. Volume perdagangan
merupakan bagian yang diterima dalam analisis teknikal. Kegiatan perdagangan
dalam volume yang sangat tinggi di suatu bursa akan ditafsirkan sebagai tanda pasar
akan membaik (bulish). Peningkatan volume perdagangan diiringi dengan
peningkatan harga merupakan gejala yang makin kuat akan kondisi bulish. (Husnan,
2009;344)
Volume perdagangan merupakan suatu ukuran yang menunjukkan intensitas
dari emosi investor. Volume perdagangan saham yang tinggi menunjukkan bahwa
semakin tinggi juga jumlah transaksi saham yang dilakukan investor, yang berarti
saham tersebut aktif diperdagangkan. Hal ini memberikan pengertian bahwa dengan
makin besar jumlah transaksi saham akan mengarah pada peningkatan jumlah
permintaan suatu saham. Hal ini akan menyebabkan perubahan harga saham yang
cukup besar.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa volume
perdagangan merupakan besarnya jumlah lembar saham yang diperjualbelikan di
dalam pasar modal, yang dipengaruhi oleh faktor emosi investor, dengan tingkat
21
harga yang telah disepakati oleh pihak penjual dan pembeli saham melalui perantara
(broker) perdagangan saham.
Volume perdagangan saham merupakan gambaran tentang kondisi efek yang
diperjualbelikan di pasar modal. Besarnya variabel volume perdagangan dapat
diketahui dengan mengamati kegiatan perdagangan saham melalui indikator
likuiditas saham yang diukur dengan aktivitas volume perdagangan (Trading Volume
Activity). Trading Volume Activity merupakan suatu instrumen yang dapat digunakan
untuk melihat reaksi pasar terhadap suatu informasi melalui parameter volume
perdagangan di pasar modal. Hal ini dikarenakan nilai TVA berbanding lurus dengan
likuiditas saham, semakin tinggi nilai TVA sebuah saham mempunyai makna bahwa
suatu saham dapat dijual dengan mudah karena banyak yang bersedia membeli
saham tersebut sehingga saham tersebut mudah dikonversi menjadi uang kas atau
dengan kata lain saham tersebut memiliki tingkat likuiditas yang tinggi. Jika TVA
semakin besar maka saham semakin likuid, sebaliknya jika TVA semakin kecil maka
saham tersebut tidak likuid. Aktivitas volume perdagangan saham dapat dilihat
dengan menggunakan rumus:
TVAi,t =
Saham perusahaan i yang diperdagangkan pada waktu t
Saham perusahaan i yang beredar (listing) pada waktu t
Dimana:
TVAi,t = Trading Volume Activity i pada waktu t
i
= nama perusahaan/emiten
t
= waktu
2.2
Right Issue
2.2.1 Pengertian Right Issue
Right issue merupakan hak pembeli saham tambahan yang dilakukan oleh
perusahaan dengan cara memesan terlebih dahulu dengan harga yang telah
ditentukan sebelumnya untuk tanggal tertentu. Istilah right issue di Indonesia dikenal
pula dengan istilah Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD), karena emiten
mengeluarkan saham baru dalam rangka penambahan modal perusahaan dengan
terlebih dahulu ditawarkan kepada pemegang saham saat ini. Dengan demikian,
pemegang saham memiliki preemptive right atau hak memesan efek terlebih dahulu
atas saham-saham baru tersebut.
22
Right issue diterjemahkan sebagai bukti right. Alat investasi merupakan
produk turunan dari saham. Kebijakan right issue merupakan upaya emiten untuk
menambah saham yang beredar, guna menambah modal perusahaan. Sebab, dengan
pengeluaran saham baru tersebut, berarti pemodal harus mengeluarkan uang untuk
membeli saham yang berasal dari right issue. Kemudian uang ini akan masuk ke
modal perusahaan.
Pada umumnya tujuan dilakukannya right issue adalah untuk menghimpun
dana segar yang akan digunakan untuk ekspansi usaha, membayar pinjaman atau
untuk modal kerja. Beberapa tujuan lainnya adalah untuk meningkatkan porsi
kepemilikan pemegang saham atau meningkatkan jumlah saham yang beredar. Jadi
dengan adanya right issue, kapitalisasi pasar saham akan meningkat dalam jumlah
yang lebih kecil dari pada presentase jumlah lembar saham yang beredar. Umumnya
diharapkan penambahan jumlah lembar saham di pasar akan meningkatkan frekuensi
perdagangan saham tersebut atau dengan kata lain dapat meningkatkan likuiditas
saham.
Bagi investor, right issue berdampak positif kalau tidak berpengaruh terhadap
harga saham. Sebaliknya, berdampak negatif kalau menyebabkan menurunnya harga.
Secara umum, dampak right issue bisa dirasakan oleh semua pemodal. Right issue
merupakan hak bagi pemodal untuk membeli saham baru yang dikeluarkan oleh
emiten. Karena merupakan hak, maka investor tidak terikat harus membelinya.
Investor boleh mengabaikan haknya dengan konsekuensi berkurangnya kepemilikan
saham atas emiten tersebut. Hal ini, karena pada dasarnya perusahaan menawarkan
right sama dengan mengeluarkan saham baru. Akibatnya akan mempengaruhi
presentase kepemilikan bila tidak membeli secara proporsional.
Right issue berdampak pada presentase kepemilikan saham, dalam konsep
right issue besarnya hak memesan saham baru sama dengan presentase kepemilikan
pada saat itu. Kalau memiliki 50% saham berarti berhak membeli sampai dengan
50% saham baru, kalau memiliki 10% saham berarti berhak membeli sampai dengan
10% saham baru.satu hal yang sangat penting, pemegang saham lama mempunyai
“hak memesan” saham baru tapi ini adalah hak, bukan kewajiban. Artinya mereka
boleh saja tidak menggunakan hak mereka.
Penerbitan saham baru perusahaan, tidak hanya terjadi saat perusahaan go
public atau melaksanakan Initial Public Offering (IPO) yang dalam Bahasa Indonesia
disebut penawaran perdana saham. Ketika perusahaan publik (emiten) sudah tercatat
23
di Bursa Efek Indonesia (BEI), emiten bisa menerbitkan saham baru dengan cara
melaksanakan right issue atau diterjemahkan menjadi hak untuk memesan efek
terlebih dahulu.
Mengapa disebut right issue, karena emiten wajib memberikan hak terlebih
dahulu untuk membeli saham baru yang diterbitkannya kepada pemegang saham
lamanya. Rights ini diberikan cuma-cuma dan diprioritaskan kepada pemegang
saham biasa untuk memesan saham baru. Rights issue dilakukan atas dasar
persetujuan rapat umum pemegang saham. Setelah mendapatkan persetujuan, emiten
harus menawarkan saham barunya tersebut kepada pemilik saham lama terlebih
dahulu, sesuai dengan proporsi kepemilikannya (preemptive rights). Tujuan rights
issue adalah untuk menghimpun dana yang akan digunakan emiten untuk sejumlah
rencana kerja seperti melakukan ekspansi usaha, membayar pinjaman, atau untuk
modal kerja.
Ada pula emiten yang melaksanakan right issue untuk meningkatkan porsi
kepemilikan pemegang saham, atau untuk meningkatkan jumlah saham beredar
sehingga lebih likuid perdagangannya. Sama seperti saat melaksanakan IPO, emiten
akan meminta bantuan jasa penjamin pelaksana emisi, untuk menjamin dana hasil
rights issue diterima oleh emiten. Penjamin pelaksana emisi bertugas menawarkan
right issue kepada investor atau pemegang saham lama perseroan.
Dalam setiap proses right issue, ada standby buyer yaitu investor yang siap
membeli saham baru yang tidak terjual. Standby buyer bisa berasal dari pemegang
saham lama ataupun investor lain. Umumnya harga rights issue lebih rendah dari
harga pasar saham emiten yang melakukan penerbitan saham baru. Harga yang lebih
rendah ini menjadi insentif bagi pemegang saham lama. Namun, pemilik saham
harus melakukan penyesuaian harga dengan menambahkan nilai saham lamanya
dengan nilai saham baru, dan kemudian dibagi dengan total jumlah saham. Harga
penyesuaian akan menunjukkan harga pasar yang terdilusi atau harga pasar baru
yang lebih rendah. Itulah sebabnya mengapa rights issue ditawarkan kepada
pemegang saham lama terlebih dahulu.
Dalam prosesnya, rights issue akan ditawarkan kepada investor yang tercatat
dalam Daftar Pemegang Saham (DPS) pada waktu yang telah ditentukan. Artinya
investor yang membeli saham pada waktu tersebut, berhak untuk membeli saham
(cum rights). Sementara itu, investor yang memiliki saham di luar waktu tersebut,
24
tidak akan mendapatkan hak membeli saham (ex-rights), dan hak atas rights menjadi
milik penjual.
Menurut Ghozali dan Solichin (2013) ada dua alasan bagi perusahan
melakukan penerbitan saham baru (right issue), yaitu dengan penerbitan saham baru
(right issue) dapat mengurangi biaya karena emiten tidak harus membayar fee untuk
jasa penjamin (underwriter) dan penerbitan saham baru (right issue) menyebabkan
jumlah saham perusahaan bertambah sehingga diharapkan dengan langkah tersebut
akan dapat meningkatkan frekuensi perdagangan, yang berarti meningkatkan
likuiditas saham.
2.2.2 Hal-Hal Yang Berkaitan Dengan Right Issue
Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2011), hal-hal penting yang harus
diperhatikan dalam suatu penerbitan rights antara lain waktu, harga, dan rasio. Bagi
investor, informasi waktu penerbitan sangat penting untuk mengambil rights atau
tidak, sebab rights mempunyai masa berlaku yang relatif singkat.
Beberapa hal penting yang berkaitan dengan right issue antara lain:
a. Cum date adalah tanggal terakhir seorang investor dapat meregistrasikan
Sahamnya untuk mendapatkan hak corporate action. Bila seseorang membeli
saham pada periode cum right, maka ia akan memperoleh saham yang masih
memiliki hak atas bukti right yang akan segera didistribusikan.
b. Ex date adalah tanggal dimana investor tidak mempunyai hak lagi akan suatu
corporate action. Bila anda membeli saham pada periode ex-right, anda akan
memperoleh saham yang tidak lagi berhak atas right.
c. DPS date adalah tanggal dimana daftar pemegang saham yang berhak atas
suatu corporate action diumumkan.
d. Tanggal pelaksanaan dan akhir right adalah tanggal periode right tersebut
dicatatkan di bursa dan kapan berakhirnya.
e. Allotment date adalah tanggal menentukan jatah investor yang mendapatkan
rights dan berapa besar tambahan saham baru akibat rights issue.
f. Listing date adalah tanggal dimana penambahan saham akibat rights tersebut
didaftarkan di Bursa Efek.
g. Harga pelaksanaan merupakan harga pelaksanaan yang harus dibayar investor
untuk mengkonversikan haknya ke dalam bentuk saham. Umumnya harga
pelaksanaan rights di bawah harga saham yang berlaku. Hal ini dimungkinkan
25
sebagai suatu tarikan agar investor mau membelinya. Rights itu sendiri
mempunyai harga di pasar, harga terbentuk dari penawaran dan permintaan
yang terjadi.
Harga pelaksanaan right issue merupakan harga pelaksanaan yang harus
dibayar investor untuk mengkonversikan haknya tersebut ke dalam saham.
Umumnya harga pelaksanaan right issue di bawah harga saham yang berlaku. Hal
ini, dimungkinkan sebagai tarikan agar investor mau membelinya. Right itu sendiri
mempunyai harga di pasar, harga terbentuk dari penawaran yang terjadi.
Informasi penting lainnya adalah rasio dari pelaksanaan right issue,
penentuan rasio ini sangat ditentukan dari berapa besar dana yang dibutuhkan dan
kemampuan investor lama memenuhinya. Jadi, rasio ini merupakan komposisi
berapa besar hak pemegang saham lama mendapatkan kesempatan memesan efek
terlebih dahulu. Right ratio yang biasanya digunakan di Indonesia adalah 2 : 1 yang
berarti bahwa dua saham lama mendapatkan hak memesan satu saham baru.
Konsekuensi penambahan saham akibat kebijakan penerbitan right ini
mempengaruhi kepemilikan pemegang saham lama yang tidak melakukan konversi
rightnya. Penurunan nilai ini terjadi karena harga pasar biasanya terkoreksi dengan
adanya kebijakan ini. Untuk mengukur berapa besar koreksi yang timbul kita harus
memperhatikan informasi waktu, harga, dan rasio penerbitan right tersebut.
Yang diterbitkan adalah hak (right) memesan saham baru yang akan di jual
oleh perusahaan. Yang boleh membeli saham baru ini adalah orang-orang yang
memiliki right. Tidak punya right maka tidak bisa membeli saham baru.
2.2.3 Ilustrasi Right Issue
Berapa Jumlah saham Anda setelah Right Issue ? Misal kita mempunyai saham
ASRI sebanyak 1000 lot diharga 100 / Lembar Apabila anda menebus rightnya
dengan perbandingan 5(old) : 2 (new), maka berarti anda harus membeli saham baru
sebanyak : 1000 lot dibagi 5 x 2 = 400 lot. Berarti anda harus mengeluarkan uang
sebesar 400 lot x 500 x 100,- = Rp. 20.000.000,-
Sehingga saham anda menjadi
1000 lot + 400 lot = 1400 lot. Dengan demikian maka prosentasi kepemilikan saham
anda tetap tidak berubah antara sebelum dan sesudah right issue, dengan kata lain
saham anda tidak terdilusi.
Apa pengaruhnya bila anda tidak melaksanakan Right Issue ? Bila anda tidak
membeli saham barunya, maka kepemilikan saham anda akan terdilusi menjadi
26
sebesar : 1000/1400 x 100% = 71.42%.(Sahamnya sih tetap saja 1000 lot, sedangkan
Prosentasi kepemilikannya menjadi berkurang sebesar 100%-71.42% = 28.58%).
Bagaimana jika anda tidak mempunyai sahamnya, tapi ingin berpartisipasi ?
Beli saja Rightnya pada saat periode perdagangannya, dengan demikian anda dapat
membeli saham baru dengan menggunakan right tersebut. Yang perlu anda
pertimbangkan adalah berapa harga right untuk saham baru tersebut. Misal harga
ASRI pada akhir masa Cum Date : 140, Nilai tebus 100, Perbandingan adalah 5 (old)
: 2 (new). Harga teroritis saham ASRI setelah Right : 128. Maka Right akan
diperdagangkan sekitar 128-100 = 28. Bagi anda yang tidak akan menebus saham
barunya, anda bisa menjual right tsb.
Apakah setelah Right Issue apakah sahamnya akan naik ? Biasanya Emiten
seharusnya menjaga sahamnya untuk tidak turun, agar para trader tetap mau
memegang sahamnya. Namun mengenai akan naik atau turunnya adalah tergantung
prospek dan tujuan emiten mengadakan Right Issue ini, apakah akan lebih
meningkatkan profit atau tidak?
2.2.4 Teori Yang Berkaitan Dengan Right Issue
Beberapa teori relevan dalam menjelaskan hubungan antara kandungan
informasi pada corporate action dengan perubahan harga saham dan volume
perdagangan saham adalah sebagai berikut:
1. Signaling Theory
Teori ini mengasumsikan bahwa manajer memiliki informasi lengkap tentang
nilai perusahaan yang tidak diketahui oleh investor luar, dan manajer merupakan
pihak yang selalu berusaha untuk memaksimalkan insentif yang diharapkannya. Pada
umumnya manajer memiliki informasi yang lebih lengkap dan akurat daripada pihak
luar perusahaan (investor) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi nilai
perusahaan. Asimetri informasi akan terjadi jika manajer tidak sepenuhnya
menyampaikan seluruh informasi yang diperolehnya tentang segala hal yang dapat
mempengaruhi perusahaan ke pasar modal.
Jika manajer menyampaikan suatu informasi ke pasar, maka respon atas
informasi tersebut sebagai suatu sinyal adanya event tertentu yang dapat
mempegaruhi nilai perusahaan yang tercermin dari perubahan harga dan volume
perdagangan saham. Pengumuman perusahaan untuk menambah jumlah lembar
saham baru yang beredar (right issue) akan direspon oleh pasar sebagai suatu sinyal
27
adanya informasi baru yang dikeluarkan oleh pihak manajer yang akan
mempengaruhi harga saham suatu perusahaan dan volume perdagangan saham.
2. Balancing Theory
Balancing theory merupakan suatu teori yang dapat menjelaskan mengenai
kapan dan mengapa perusahaan (emiten) termotivasi dan harus melaksanakan
penawaran umum terbatas untuk mengeluarkan saham barunya guna mendapatkan
tambahan dana. Balancing theory dikenalkan oleh Myers (1984) menjelaskan bahwa
perusahaan-perusahaan memiliki alasan yang baik untuk menghindari pendanaannya
atas investasi rill dengan penawaran saham termasuk melalui penawaran umum
terbatas. Dalam balancing theory ada suatu kondisi yang harus dipertahankan, yaitu
perusahaan-perusahaan ingin mencapai keseimbangan antara cost dan benefit dalam
mencapai tingkat leverage ratio yang optimal. Selama benefit dari hutang masih
tinggi, maka perusahaan akan terus memanfaatkan pendanaan dari hutang, tetapi jika
benefit dari hutang sudah menurun dan cost gagal bayar sudah tinggi, maka
perusahaan akan menghindari pendanaan dari hutang dan termotivasi untuk beralih
pada pendanaan ekuitas dengan menjual saham barunya termasuk melalui penawaran
umum terbatas.
Selain itu jika kebijakan dividen khususnya mengenai dividend payout ratio
yang ditetapkan bersifat mengikat dan kesempatan-kesempatan investasi berfluktuasi
relatif terhadap arus kas internal, maka kemampuan perusahaan juga akan melemah
dalam melakukan pendanaan dengan hutang yang aman. Jika ini yang terjadi maka
perusahaan akan memindahkan pilihannya kepada pendanaan hutang yang kurang
berisiko (convertible bond), sebelum akhirnya termotivasi
untuk menjual saham biasa.
Jadi dalam balancing theory ini digambarkan bahwa ada semacam debt ratio
yang harus dipertahankan, sehingga diperlukan keseimbangan dan kestabilan antara
pendanaan menggunakan hutang (debt) dengan pendanaan melalui penawaran saham
baru termasuk penawaran umum terbatas.
3. Teori Struktur Modal
Dalam teori ini mengasumsikan bahwa walaupun suatu perusahaan memiliki
struktur modal yang optimal, masih terjadi ketidakjelasan apakah hal itu dapat
menjelaskan pengaruh negatif terhadap harga saham yang dihubungkan dengan
penerbitan saham baru. Hal itu dikarenakan penambahan saham baru seharusnya
selalu mewakili ke arah perkembangan struktur modal yang optimal atau lebih baik
28
dan bukan sebaliknya, sehingga penambahan saham baru seharusnya memberikan
dampak terhadap harga saham yang positif atau nol.
Penelitian klasik mengenai right issue dimulai oleh Scholes (1972),
kemudian diikuti
oleh Smith
(1977),
Brown
(1977),
Kalay
dan
Shimrat
(1987), Loderer dan Zimmerman (1988), Khotare (1997), Eckbo dan Masulis
(1992). Hasil yang diperoleh tentang abnormal
yang
return menunjukkan
pengaruh
berbeda -beda. Pengumuman perusahaan yang melakukan right issue secara
teoritis dan empiris telah menyebabkan harga saham bereaksi secara negatif, hal ini
diakibatkan kejadian yang systematic risk.
Beberapa temuan empiris yang dilakukan adalah oleh Scholes (1972),
Marsh (1979), Asquith dan Mullins (1986), Masulis dan Korwar (1986), Myers dan
Majluf (1979), Miller and Rock (1985), Barday dan Litzenberger (1988), Mikkelson
dan Partch (1986), dan Kothare (1997) seperti dikutip dalamBudiarto dan Zaki
Baridwan (1999). Temuan empiris tersebut
menunjukkan
bahwa
nilai
pasar
perusahaan turun sampai dengan 3% pada saat pengumuman penambahan saham
baru.
Suad Husnan (1994) menyatakan bahwa beberapa temuan tersebut sesuai
dengan model signaling theory yang menyatakan adanya asimetri informasi di
antara berbagai partisipan di pasar modal. Naik turunnya saham saat right issue
sangat dipengaruhi oleh rate of return yang diharapkan investor dari penggunaan
dana yang terhimpun dalam right issue ini.
4. Random Walk Hipotesis
Model random walk mengemukakan persoalan, yaitu apakah harga-harga
saham atau tingkat keuntungan yang lalu dapat membantu dalam meramalkan hargaharga saham atau tingkat keuntungan waktu yang akan datang. Model ini
menegaskan dua hipotesis utama yaitu perubahab-perubahan harga adalah bebas
antara satu jangka waktu dengan jangka waktu yang lain, dan perubahan harga
mengikuti beberapa distribusi probabiliti tertentu.
Pada model ini asumsi pergerakan harga adalah random, oleh karena itu
walaupun para investor memperoleh informasi dari orang dalam, ia masih tidak dapat
meramal pergerakan harga saham yang akan datang dengan tepat. Hal ini karena
segala informasi akan terkandung dalam harga saham itu sebagaimana diketahui
umum. Teori ini berdasarkan pada kepada pasar efisien yaitu informasi saat itu
mudah didapatkan. Rintangan dalam pengaliran informasi dan kegiatan-kegiatan
29
disinformation, yang bertujuan memberikan gambaran kabur kepada infestor tentang
pasar, tidak ada sama sekali.
5. Efficient Market Hypothesis
Sebuah teori investasi yang dikembangkan oleh Fama (1970), menguraikan
bahwa pasar keuangan merespon secara efisien untuk informasi mencapai itu. Ini
berarti bahwa harga pasar sepenuhnya mencerminkan semua informasi yang tersedia.
Ini berarti bahwa investor tunggal tidak dapat secara konsisten mencapai hasil lebih
dari pengembalian pasar rata-rata atas dasar risiko-disesuaikan, mengingat informasi
yang tersedia pada saat investasi dilakukan (Fama et al, 1969).
2.3
Hipotesis dan Pengembangan
1. Return Saham
Return Saham yang digunakan pada penelitian adalah return realisasi
maupun return ekspektasi. Return realisasi merupakan return yang telah
terjadi yang di hitung berdasarkan data historis. Return realisasi penting
karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan serta
sebagai dasar penentuan expected return untuk mengukur resiko dimasa yang
akan datang. Sedangkan return ekspektasi adalah return yang di harapkan
akan di peroleh oleh investor di masa yang akan datang (Jogiyanto
2010:107).
Abnormal return atau excess return merupakan kelebihan dari return
yang sesungguhnya terjadi terhadap return normal. Return normal merupakan
return ekspektasi (return yang diharapkan oleh investor ). Return
sesungguhnya merupakan return yang terjadi pada waktu ke-t yang
merupakan selisih harga sekarang relatif terhadap harga sebelumnya,
sedangkan return ekspektasi merupakan return yang harus diestimasi
(Jogiyanto, 1998: 433).
(Sedianingtias, 2010) meneliti 35 perusahaan yang melakukan right
issue periode 2007-2010 menemukan bahwa terdapat perbedaan secara
statistik signifikan antara rata-rata abnormal return sebelum dan setelah
pengumuman right issue. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dirumus
kan hipotesis sebagai berikut:
30
• Uji paired t-test
Ho : right issue pengaruh tidak signifikan terhadap abnormal return
pada perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.
Ha : right issue berpengaruh signifikan terhadap abnormal return
pada perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.
• Uji korelasi (Pearson correlation dan nilai signifikansi)
Ho: tidak ada korelasi dan signifikan antara abnormal return sebelum
dan sesudah right issue pada perusahaan yang tercatat di Bursa Efek
Indonesia.
Ha: ada korelasi dan signifikan antara abnormal return sebelum
dengan sesudah right issue pada perusahaan yang tercatat di Bursa
Efek Indonesia.
2. Trading Volume Activity ( TVA)
Volume perdagangan saham (trading volume) adalah jumlah lembar
saham suatu emiten yang diperjual belikan di pasar modal setiap hari dengan
tingkat harga yang telah disepakati antara pihak pembeli dan penjual saham
melalui pialang (broker) perdagangan saham. trading volume juga dapat
digunakan untuk mengukur likuiditas saham suatu emiten serta untuk melihat
apakah pengumuman right issue memiliki informasi yang mempengaruhi
pengambilan keputusan oleh investor dalam melakukan perdagangan yang
berbeda dari biasanya (Samsul, 2006:83).
Malhotra (2012) mengungkapkan bahwa ada perbedaan likuiditas
saham sebelum dan sesudah right issue. Hasil penelitiannya menyebutkan
• Uji paired t-test
Ho : right issue pengaruh tidak signifikan terhadap volume
perdagangan saham pada perusahaan yang tercatat di Bursa Efek
Indonesia.
Ha : right issue berpengaruh signifikan terhadap volume perdagangan
saham pada perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.
31
• Uji korelasi
Ho: tidak ada korelasi dan signifikan antara harga saham sebelum dan
sesudah right issue pada perusahaan yang tercatat di Bursa Efek
Indonesia.
Ha: ada korelasi dan signifikan antara harga saham sebelum dengan
sesudah right issue pada perusahaan yang tercatat di Bursa Efek
Indonesia.
2.4
Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Return Saham
(Abnormal Return)
Y1
Pengumuman Right Issue
X
TVA
(Trading Volume Activity)
Y2
32
2.5
Peneliti Terdahulu
Rujukan penelitian pertama yaitu skripsi
OUMA DUNCAN OTIENO
mahasiswa University of Nairobi pada tahun 2014 dengan judul THE EFFECTS OF
RIGHTS ISSUE ANNOUNCEMENT ON STOCK RETURNS OF FIRMS LISTED IN
NAIROBI SECURITIES EXCHANGE. Dalam penelitiannya penulis menggunakan
metode Analytycal Model dan Test of Significance. Variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah right issue (X) sebagai variabel independen, actual return (Y1),
abnormal return (Y2), cumulative abnormal return (Y3) sebagai dependen. Sampel
dalam penelitian ini terdiri dari 12 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
pada tahun 2007 sampai dengan 2014. Periode pengamatan yaitu 30 hari sebelum
dan 30 hari sesudah right issue. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan
yang signifikan antara abnormal return sebelum dan sesudah rights issue,
pengumuman right issue memiliki efek negatif yang signifikan terhadap return
saham perusahaan yang terdaftar di NSE.
Rujukan penelitian kedua yaitu skripsi Agnes Ogada mahasiswa United
Satates International University pada tahun 2014 dengan judul IMPACT OF RIGHT
ISSUE ON SHARE RETURNS OF FIRMS LISTED ON THE NAIROBI SECURITIES
EXCHANGE. Dalam penelitiannya penulis menggunakan metode Analytycal Mode,
Analysis of Variance, dan Regression of Coefficient . Variabel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah right issue (X) sebagai variabel independen, actual return
(Y1), abnormal return (Y2), cumulative abnormal return (Y3) sebagai dependen.
Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 18 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2005 sampai dengan 2012. Periode pengamatan yaitu 30 hari
sebelum dan 30 hari sesudah right issue. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
perbedaan yang signifikan antara abnormal return sebelum dan sesudah rights issue,
pengumuman right issue memiliki efek negatif yang signifikan terhadap return
saham perusahaan yang terdaftar di NSE. Hasil penelitian menunjukkan bahwa return
saham berpengaruh pada pengumuman right issue.
Rujukan penelitian ketiga yaitu penelitian dari Pooja Miglani yang berjudul
AN EMPIRICAL ANALYSIS OF IMPACT OF RIGHT ISSUE ON SHAREHOLDERS
RETURNS OF INDIAN LISTED COMPANIES, pada tahun 2011. Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah right issue (X) sebagai variabel independen,
33
Abnormal Return (Y1), Cumulative
Average Abnormal Return(Y2) sebagai
dependen. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 32 perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia pada tahun 2005 sampai dengan 2010. Periode pengamatan
yaitu 30 hari sebelum dan 30 hari sesudah right issue. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa nilai saham dari perusahaan meningkat pada hari
pengumuman right issue sekitar 1,42%.
Rujukan Keempat yaitu skripsi Putu Sri Arta Jaya Kusuma dan I Ketut
Suryanawa mahasiswa Universitas Udayana Bali, pada tahun 2014 dengan judul
ANALISIS KOMPARATIF KINERJA SAHAM SEBELUM DAN SESUDAH
PENGUMUMAN RIGHT ISSUE.Dalam penelitiannya penulis menggunakan
metode Statistik Deskriptif, Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov, Uji Hipotesis
menggunakan metode paired t-test. . Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah right issue (X) sebagai variabel independen, abnormal return (Y1), Likuiditas
Saham (Y2),sebagai dependen. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 91
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2010 sampai dengan
2013. Periode pengamatan yaitu 5 hari sebelum dan 5 hari sesudah right issue. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata abnormal return
sebelum dan sesudah pengumuman right issue. Hal ini karena terjadi kebocoran
informasi kepada investor. Sebabnya adalah jangka waktu yang terlalu jauh antara
RUPS dan pengumuman right issue. Dalam penelitian ini juga disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan rata-rata likuiditas saham sebelum dan sesudah pengumuman
right issue. Hal ini karena ada penambahan jumlah lembar saham yang menyebabkan
perbedaan aktivitas volume perdagangan.
Yoga (2010) menganalisis pengaruh PENGUMUMAN RIGHT ISSUE
TERHADAP
KINERJA
SAHAM
DAN
LIKUIDITAS
SAHAM
PADA
PERUSAHAAN YANG TERCATAT DI BURSA EFEK INDONESIA. Variabel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah right issue (X) sebagai variabel
Independen, Kinerja Saham (Y1) sebagai variabel dependen dan Likuiditas Saham
(Y2) sebagai variabel dependen. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 55
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2000 sampai dengan
2007. Periode pengamatan yaitu 5 hari sebelum dan 5hari sesudah right issue. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara right issue dengan harga
saham dan volume perdagangan saham. Hal ini berarti bahwa pengumuman right
issue mengandung informasi yang dapat mempengaruhi investor untuk melakukan
34
transaksi di Bursa Efek Indonesia sehingga dapat meningkatkan volume perdagangan
secara signifikan.
Hartono (2010) MENGANALISIS PENGARUH PENGUMUMAN RIGHT
ISSUE TERHADAP HARGA SAHAM DAN VOLUME PERDAGANGAN
SAHAM PADA PERUSAHAAN YANG TERCATAT DI BURSA EFEK
INDONESIA. Terdapat perbedaan rata-rata return saham sebelum dan setelah
pengumuman right issue. Return saham mengalami penurunan setelah pengumuman
right issue. Terdapat perbedaan rata rata abnormal return sebelum dan setelah
pengumuman right issue. Abnormal return mengalami penurunan setelah
pengumuman right issue.Kinerja saham mengalami penurunan dilihat dari rata-rata
return saham dan abnormal return yang mengalami penurunan setelah pengumuman
right issue. Terdapat perbedaan rata- rata aktivitas volume perdagangan saham
sebelum dan setelah pengumuman right issue. Aktivitas perdagangan mengalami
peningkatan setelah pengumuman right issue. Likuiditas saham mengalami
peningkatan dilihat dari rata-rata aktivitas volume perdagangannya. Hal ini berarti
bahwa pengumuman right issue mengandung informasi yang dapat mempengaruhi
investor untuk melakukan transaksi di Bursa Efek Indonesia sehingga dapat
meningkatkan volume perdagangan secara signifikan.
I Gede Abdi Pustaka, Made Rusmala Dewi S (2014) MENGANALISIS
PERBEDAAN LIKUIDITAS SAHAM DAN ABNORMAL RETURN SEBELUM
DAN SESUDAH RIGHT ISSUE PADA PERUSAHAAN GO PUBLIC DI BURSA
EFEK INDONESIA Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah right issue
(X) sebagai variabel independen, Likuiditas Saham (Y1) sebagai variabel dependen
dan Abnormal Return (Y2) sebagai variabel dependen. Sampel dalam penelitian ini
terdiri dari 25 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2011
sampai dengan 2012. Periode pengamatan yaitu 5 hari sebelum dan 5 hari sesudah
right issue. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tidak terdapat perbedaan likuiditas
saham sebelum dan sesudah right issue karena informasi mengenai right issue yang
dilakukan oleh perusahaan belum kuat untuk mempengaruhi keputusan investasi dari
pemegang saham lama. Pemegang saham lama juga memiliki pemikiran bahwa
pengumuman right issue tersebut hanya sebuah pengumuman yang biasa dan tidak
ada dampak atau pengaruh yang kuat terhadap kinerja saham perusahaan tersebut.
Pasar juga telah mengantisipasi pengumuman right issue tersebut dan pengumuman
35
right issue bukan merupakan berita yang besar bagi pemegang saham lama yang
dapat mempengaruhi harga saham perusahaan tersebut. Tidak terdapat perbedaan
abnormal return sebelum dan sesudah right issue karena informasi dari
pengumuman right issue sudah diketahui oleh pasar dan diantisipasi oleh pasar
dengan baik yang mengakibatkan pengumuman right issue tersebut menjadi hal yang
biasa dan tidak dapat menarik pemegang saham lama untuk membelinya.
Haryetti, Yulia (2010) MENGANALISA DAMPAK PENGUMUMAN
RIGHT ISSUE TERHADAP ABNORMAL RETURN, LIKUIDITAS SAHAM
DAN REAKSI PASAR PADA PERUSAHAAN YANG ISSUER DI BURSA EFEK
INDONESIA. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah right issue (X)
sebagai variabel independen, Abnormal Return (Y1), Likuiditas Saham (Y2), dan
Reaksi Pasar (Y3). Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 22 perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2007 sampai dengan 2008. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa right issue tidak berpengaruh terhadap abnormal
return saham sebelum dan sesudah right issue, maupun terhadap likuiditas saham
sebelum dan sesudah right issue. Tetapi right issue berpengaruh secara signifikan
terhadap reaksi pasar sebelum dan sesudah right issue.
Eky Wicaksono (2012) menganalisis pengaruh pengumuman right issue
terhadap return saham dan volume perdagangan saham perusahaan di bursa efek
Jakarta. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah right issue (X) sebagai
variabel independen, abnormal return saham (Y1) sebagai variabel dependen dan
volume perdagangan saham (Y2) sebagai variabel dependen. Sampel dalam
penelitian ini terdiri atas 41 perusahaan yang melakukan right issue pada tahun 2000
sampai dengan 2004. Periode pengamatan yaitu 5 hari sebelum dan 5 hari sesudah
pengumuman right issue. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara return saham sebelum dan sesudah pengumuman
right issue dan volume perdagangan saham sebelum dan sesudah pengumuman right
issue. Hal ini berarti bahwa pengumuman right issue tidak memiliki kandungan
informasi yang dapat meningkatkan return saham dan volume perdagangan saham
secara signifikan.
Tri Hermawan, Andhi Wijayanto (2014) MENGANALISA PERBEDAAN
ABNORMAL RETURN, TRADING VOLUME ACTIVITY DAN BID ASK SPREAD
SEBELUM DANSESUDAH PENGUMUMAN RIGHT ISSUE. Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah right issue (X) sebagai variabel independen,
36
Abnormal Return (Y1), Trading Volume Activity (Y2), dan Bid Ask Spread (Y3).
Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 38 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2011 sampai dengan 2013. Periode pengamatan yaitu 5 hari
sebelum dan 5 hari sesudah pengumuman right issue. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa informasi tentang pengumuman right issue kemungkinan telah simetris, maka
tidak akan berpengaruh terhadap penurunan maupun peningkatan aktivitas volume
perdagangan saham yang dapat menyebabkan penyimpitan maupun pelebaran
spread.
Download