BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cara orang bertukar informasi dan bagaimana individu berkomunikasi mengalami perkembangan yang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir (Hennig-Thurau, Malthouse, Friege, Gensler, Lobschat, Rangaswamy, dan Skiera, 2010). Pertumbuhan social media utamanya situs-situs jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter menjadi motor utama penggerak roda perkembangan tersebut. Tak pelak, social media memiliki pengaruh yang cukup penting bagi dunia komunikasi saat ini. Fenomena ini tentu saja memunculkan peluang tersendiri bagi para pelaku bisnis, utamanya dalam bidang komunikasi bisnis. Social media dianggap mampu mentranformasi bentuk komunikasi antara merek dan konsumen (Hennig-Thurau et al. 2010). Kehadiran social media memungkinkan konsumen untuk dapat berperan sebagai co-creator atas perkembangan sebuah merek (Kozinets, de Valck, Wojniki dan Wilner, 2010). Untuk itu, dibutuhkan manajemen social media yang baik oleh merek untuk dapat memanfaatkan peluang tersebut. Sejarah mencatat, pada tahun 1995 lahir sebuah situs yang ditahbiskan sebagai nenek moyang dari situs jejaring sosial, yaitu classmates.com. Situs tersebut dibuat dengan tujuan untuk mempererat 16 hubungan antar teman. Namun cetak biru dari situs jejaring sosial modern sendiri sesungguhnya baru muncul pada tahun 1997 ketika situs Sixdegress.com dirilis di dunia maya. Situs ini memungkinkan para penggunanya untuk membuat profil, mengirim pesan dan membuat daftar “friends” ke sesama pengguna yang terkoneksi. Memasuki milenia baru, pertumbuhan situs jejaring sosial pun kian meroket. Salah satu yang paling fenomenal adalah Friendster yang dirilis pada tahun 2002. Situs jejaring sosial besutan Jonathan Abrams ini mampu mencapai angka tiga juta pengguna hanya dalam tempo tiga bulan semenjak rilis. Gambar 1.1 Lini Masa Perkembangan Situs Jejaring Sosial Sumber : (Bennet, 2012, para 1-5) Setelah kesuksesan Friendster, situs-situs jejaring sosial lain pun bermunculan bak jamur di musim hujan. Tahun 2003 giliran eUniverse merilis myspace. Melalui fitur unggulannya Myspace Music, Myspace menjadi situs jejaring sosial paling populer di masanya (2003-2006). Selanjutnya pada tahun 2004, Mark Zuckerberg berhasil menciptakan Facebook. Dalam perjalanannya, Facebook berhasil menjadi situs jejaring 17 terbesar di dunia. Facebook tercatat mampu mencapai angka 1 milyar pengguna per Oktober 2012. Belum surut era Facebook, pada tahun 2006 Jack Dorsey memprakarsai lahirnya Twitter dengan mengangkat ide utama SMS dengan jumlah karakter terbatas (maksimal 140 karakter) yang disebar ke kelompok kecil pengguna. Konsep unik Twitter ternyata mendapat sambutan yang cukup hangat dari pencinta situs jejaring sosial. Pada tahun 2007 angka pengguna Twitter mencapai angka 100 juta pengguna. Saat ini Facebook dan Twitter bisa dibilang sebagai penguasa jagad situs jejaring sosial dunia (Bennet, 2012, Para. 1-5). Menurut Kaplan dan Haenlein (2010, h. 61) social media dapat dideskripsikan sebagai sekelompok aplikasi berbasis internet yang dibangun berdasar fondasi ideologi dan teknologi web 2.0 yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran konten pengguna. Salah satu bentuk yang menonjol dari social media adalah situs-situs jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter. Situs jejaring sosial sendiri didefinisikan sebagai: […] layanan berbasis web yang memungkinkan individu untuk membangun profil publik atau semi-publik dalam sistem yang dibatasi, serta mengartikulasikan daftar pengguna lain, dengan siapa mereka berbagi koneksi dan melihat daftar koneksi yang dibuat oleh orang lain dalam sistem (Boyd dan Ellison, 2007, h. 211). Pengguna akan saling terkait dalam cara ini disebut "Friends". Mereka dapat menyertakan berbagai informasi mengenai diri mereka pada profil pengguna seperti data informasi pribadi, status pernikahan, makanan 18 favorit, film favorit, juga merek favorit mereka. Selain itu, pengguna juga dapat posting ide, komentar, gambar, invitasi, juga menerima invitasi untuk menjadi penggemar sebuah merek (Rackee dan Bond-Rackee, 2008). Selain menawarkan layanan komunikasi dengan pengguna lain, social media juga menawarkan layanan komunikasi bagi pengguna dengan idola mereka dimana mereka akan diidentifikasi sebagai fans. Zona dalam situs jejaring sosial yang berfungsi menghubungkan fans dengan idola inilah yang disebut sebagai fan page (Jahn dan Kunz, 2012). Fan page menyediakan sarana bagi idola dan penggemar untuk dapat saling berinteraksi. Hal ini membuat fan page menjadi alat komunikasi bisnis yang cukup penting. Fan page dapat digunakan oleh figur publik, organisasi, juga sebuah merek untuk berintegrasi dengan penggemar atau konsumen mereka (Borle, Dholakia, Singh dan Durham, 2012). Hal ini memunculkan peluang munculnya pembaharuan dalam dunia komunikasi antara merek dan konsumen. Sebelumnya, merek berkomunikasi dengan konsumen melalui aktifitas pemasaran seperti public relation, direct marketing, ataupun reward program. Metode ini membuat konsumen hanya berperan sebagai penerima pesan pemasaran secara pasif sehingga kontribusi konsumen terhadap pengembangan sebuah merek menjadi sangat terbatas (Hennig-Thurau et al. 2010). Hadirnya fan page memungkinkan konsumen untuk menjalin komunikasi dua arah dengan merek sehingga konsumen dapat berintegrasi dan berpartisipasi menjadi co-creator bagi perkembangan sebuah merek. 19 (Libai, Bugel, de Ruyter, Gotz, Risselada dan Stephen, 2010). Misalnya, merek bisa mendapatkan umpan balik dari konsumen potensial secara langsung mengenai mendatang. Fan page produk juga yang diinginkan memungkinkan konsumen dimasa terhubungnya jalinan komunikasi antar konsumen satu dengan konsumen lainnya yang akan saling terkoneksi saat mereka mengunjungi suatu fan page (Deighton dan Kornfeld, 2009). Beberapa hal inilah yang menjadi kelebihan fan page sebagai sarana komunikasi merek dibandingkan media komunikasi lain. Faktanya, menurut Van Belleghem, Eenhuizen, dan Veris (2011) lebih dari 50% pengguna social media yang terdaftar sebagai „fan‟ di fan page-fan page merek pada 2011. Fan page mampu membantu perusahaan untuk meramu strategi manajemen komunikasi yang lebih baik. Manajemen komunikasi yang baik tentu akan bermuara pada meningkatnya loyalitas merek konsumen-konsumen potensial (Jahn dan Kunz, 2012). Peluang-peluang baru yang muncul akibat hadirnya fan page, membuat merek memiliki opsi-opsi baru dalam manajemen komunikasi mereka. Untuk memanfaatkan peluang-peluang tersebut, perlu adanya manajemen social media atau manajemen fan page yang baik. Manajemen social media yang baik harus dibangun berdasar pada motivasi konsumen atas partisipasinya dalam fan page. Foster, Francescucci dan West (2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa salah satu alasan utama penggunaan social media adalah untuk memperoleh informasi, baik informasi yang didapat dari pengguna lain maupun dari komunitas. 20 Jaringan yang dibangun oleh pengguna dengan pengguna lain yang terkoneksi melalui sistem yang ditawarkan oleh social media memungkinkan persebaran informasi yang sangat cepat. Gambar 1.2 Fan Pages Telepon pintar Samsung di Facebook Sumber : www.facebook.com/SamsungMobileIndonesia Sheldon (2008) dan LaRose, Mastro, dan Eastin (2001) menemukan bahwa faktor hiburan yang ditawarkan oleh social media juga menjadi salah satu penentu bagi pengguna untuk berpartisipasi. Seperti pada gambar 1.2, pengelola fan page tampak memperhatikan faktor hiburan dengan mengadakan quiz kecil mengenai endorser mereka. Saat ini, social media telah menjadi media alternatif untuk memperoleh hiburan. Hal ini harus disadari oleh para pengelola fan page dengan menyediakan faktor hiburan untuk dapat mempertahankan interaksi dengan pengguna fan page. Sebelumnya, Ellison, Charles dan Lampe (2007) dalam perspektif yang 21 berbeda menyatakan bahwa social media dapat mengembangkan social capital melalui penguatan pertemanan, pengembangan jaringan pertemanan, juga untuk mempertahankan jaringan pertemanan. Jaringan yang dibangun oleh social media memungkinkan pengguna untuk selalu dapat berhubungan dengan pengguna lain yang terkoneksi melampaui masalah geografis seperti yang terlihat pada gambar 1.2 pada kolom sebelah kanan bawah yang berisi interaksi antara merek dengan pengguna ataupun antar pengguna. Sebagai tambahan Tufekci (2008) menyatakan konsep presentasi diri yang ditawarkan oleh social media menjadi salah satu motivasi penting bagi pengguna untuk berpartisipasi. Hal ini juga didukung oleh penelitian Bolar (2009) dan Acquisti, Gross (2006). Pengguna social media dapat mempresentasikan dirinya dengan mencantumkan hobi, musik favorit, film favorit, termasuk merek favorit dalam profil mereka. Konsep pembangunan citra diri inilah yang dapat mengarahkan individu untuk berpartisipasi dalam fan page merek yang mereka anggap sesuai dan dapat mempresentasikan diri mereka. Secara garis besar, berdasar dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya maka terdapat tiga jenis motivasi utama penggunaan social media yaitu : motivasi yang berorientasi pada konten, orientasi pada sosial dan orientasi diri. (Jahn dan Kunz, 2012). Pemahaman akan ketiga jenis motivasi tersebut menjadi krusial bagi pengelola fan page dalam usahanya untuk meramu manajemen fan page. Manajemen fan page yang berbasis pada motivasi-motivasi tersebut tentu 22 akan membuat pengguna semakin nyaman untuk terus senantiasa berpartisipasi dalam fan page karena merek akan menemukan jawaban dari apa yang mereka butuhkan. 1.2 Rumusan Masalah Kehadiran fan page membawa potensi yang sangat besar bagi dunia pemasaran. Namun, nyatanya studi empiris yang membahas fan page dalam kaitannya dengan branding context masih sangat minim (Jahn dan Kunz, 2012). Tercatat hanya ada beberapa penelitian yang diakui internasional yang khusus membahas hal tersebut seperti penelitian yang dilakukan oleh Garcia-Corrales dan Mitchell (2013), De Vries, Denfler dan Leeflang (2012), Dholakia dan Durham (2010), Juga Borle et al. (2012). Tak pelak pemahaman tentang pengaruh fan page terhadap merek masih sangat minim sehingga potensi yang dihadirkan oleh fan page belum mampu dimaksimalkan oleh merek, utamanya di Indonesia. Untuk memanfaatkan potensi tersebut, perlu adanya penelitian mengenai motivasi konsumen atas partisipasinya dalam fan page. Penelitian ini hadir untuk mengisi celah kosong tersebut. Penelitian serupa juga pernah dilakukan di Amerika oleh Jahn dan Kunz (2012) melalui penelitiannya yang berjudul “How to Tranform Consumers into Fans of Your Brand”. Jahn dan Kunz (2012). Jahn dan Kunz dalam penelitiannya terhadap fan page-fan page dari berbagai industri menemukan bahwa fan page berpengaruh terhadap loyalitas merek 23 secara positif jika fan page tersebut mampu memenuhi motivasi-motivasi pengguna atas partisipasinya dalam fan page tersebut. Dengan menggunakan framework yang sama, peneliti coba mengaplikasikan penelitian tersebut di Indonesia yang tentunya mempunyai budaya dan perilaku konsumsi yang berbeda. Peneliti memutuskan untuk memilih Fan page telepon pintar sebagai objek penelitian dengan berbagai alasan mendasar yang akan dijelaskan selanjutnya. Hasil penelitian diharapkan dapat menjawab research gap geografis dan research gap objek penelitian dengan penelitian sebelumnya yang hadir karena adanya penelitian ini. 1.3 Pertanyaan Penelitian Penting bagi merek untuk menganalisa pengaruh fan page terhadap loyalitas merek dan mempelajari motivasi konsumen untuk berpartisipasi dalam fan page untuk dapat memanfaatkan potensi atas hadirnya fan page. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian demi menjawab pertanyaan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah intensitas penggunaan fan page memengaruhi keterlibatan fan page secara positif ? 2. Apakah tingkat nilai funsional dari sebuah fan page berpengaruh pada intensitas penggunaan fan page secara positif ? 3. Apakah tingkat nilai hedonis dari sebuah fan page berpengaruh pada intensitas penggunaan fan page secara positif ? 24 4. Apakah tingkat nilai interaksi sosial dari sebuah fan page berpengaruh pada intensitas penggunaan fan page secara positif ? 5. Apakah tingkat nilai interaksi merek dari sebuah fan page berpengaruh pada intensitas penggunaan fan page secara positif ? 6. Apakah tingkat nilai interaksi sosial dari sebuah fan page berpengaruh pada keterlibatan fan page secara positif ? 7. Apakah tingkat nilai interaksi merek dari sebuah fan page berpengaruh pada keterlibatan fan page secara positif ? 8. Apakah tingkat nilai konsep diri dari keanggotaan fan page berpengaruh pada keterlibatan fan page secara positif ? 9. Apakah intensitas penggunaan fan page memengaruhi loyalitas merek secara positif ? 10. Apakah keterlibatan fan page memengaruhi loyalitas merek secarapositif ? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian pengaruh fan page terhadap loyalitas merek dan motivasi konsumen untuk berpartisipasi dalam fan page telepon pintar adalah untuk menganalisis sejauh mana pengaruh yang ditawarkan oleh fan page produk telepon pintar dalam situs jejaring sosial sebagai media emarketing serta meneliti lebih jauh tentang motivasi konsumen untuk berpartisipasi dalam fan page. 25