UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTEK RESIDENSI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH : PENERAPAN TEORI MODEL SISTEM NEUMAN PADA PASIEN POST OPERASI CABG DI RUMAH SAKIT PUSAT JANTUNG NASIONALHARAPAN KITA JAKARTA KARYA ILMIAH AKHIR Oleh : ROLLY HARVIE STEVAN RONDONUWU NPM. 1006748835 PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA TAHUN 2013 Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTEK RESIDENSI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH : PENERAPAN TEORI MODEL SISTEM NEUMAN PADA PASIEN POST OPERASI CABG DI RUMAH SAKIT PUSAT JANTUNG NASIONALHARAPAN KITA JAKARTA KARYA ILMIAH AKHIR Diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh Gelar Spesialis Keperawatan Medikal Bedah Oleh : ROLLY HARVIE STEVAN RONDONUWU NPM. 1006748835 PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA TAHUN 2013 i Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini, yang dilaksanakan di Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta. Karya Imiah Akhir ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Keperawatan Medikal Bedah pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada : 1. Dewi Irawaty, MA, PhD, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 2. Astuti Yuni Nursasi, S.Kp.,MN selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 3. Prof.Dra.Elly Nurachmah, SKp.,M.App.Sc.,DNSc.,RN, selaku Supervisor Utama dalam praktek residensi KMB peminatan kardiovaskuler. 4. Tuti Herawati, SKp., MN, selaku Supervisor dan Pembimbing dalam praktek residensi ini. 5. Lestari Sukmarini, SKp., MNS, selaku Pembimbing Akademik dalam praktek residensi ini. 6. Rita Sekarsari, SKp, Sp.KV,CVRN, MHSM selaku supervisor dan penguji 7. Nyinyi, SKp. Sp.KVselaku Kepala ruangan GP 2 lantai 3 yang telah membantu penulis menerapkan EBN dan melakukan proyek inovasi. 8. Ade Priyanto, S.Kp.Sp.KV selaku pembimbing praktek di ruang UGD yang telah banyak memberikan bimbingan selama praktek. 9. Direktur Utama dan Staf Pendidikan dan Latihan Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan praktek residensi ini. 10. Dosen dan Staf Akademik Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, yang telah banyak memfasilitsi selama proses pendidikan. vi Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 11. Direktur dan Civitas Akademika Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Manado, telah memberikan kesempatan dan kebijakan.. 12. Teman-teman Spesialisasi Keperawatan Medikal Bedah FIK UI angkatan 2010 terutama pada peminatan Kardiovaskuler, yang telah memberikan dukungan semangat kebersamaan sampai selesainya program ini. Disadari bahwa laporan ini masih perlu banyak masukan, arahan dan saran untuk perbaikan, sehingga diharapkan dapat digunakan dalam mengembangkan Ilmu dan Pelayanan keperawatan/ kesehatan. Depok, Juli 2013 Penulis, Rolly Harvie Stevan Rondonuwu vii Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI SPESIALIS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN Karya Ilmiah Akhir, Juni 2013 Rolly Harvie Stevan Rondonuwu Analisis Praktek Residensi Spesialis Keperawatan Medikal Bedah : Penerapan Model Sistem Neuman Pada Pasien Post Operasi CABG di Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta. xiii + 116 halaman + 26 tabel +3 gambar + 4 lampiran Abstrak Penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan post operasi CABG, penulis menggunakan pendekatan teori keperawatan Model Sistem Neuman. Neuman memandang manusia atau klien secara keseluruhan (holistic) yang terdiri dari faktor fisiologis, psikologis, sosial budaya, faktor perkembangan, dan faktor spiritual. Sebagai perawat spesialis KMB harus menjalankan peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, pendidik, peneliti, dan sebagai innovator. Teori MSN diterapkan pada 30 kasus resume yaitu kasus STEMI, NSTEMI ,ACS, CHF, Post CABG. Peran perawat spesialis sebagai pemberi asuhan keperawatan dilaksanankan pada pasien post CABG. Peran sebagai peneliti dilakukan dengan melaksanakan penilaian status fungsional pasien gagal jantung dengan menggunakan Bathel Index.Sebagai inovator penulis berperan melakukan inovasi pembuatan format bedside handover di GP2 lantai 3 RSPJNHK Jakarta. Dalam praktik pelayanan keperawatan, penggunaan model teori keperawatan ini akan membantu perawat dalam mendefinisikan area penilaian stressor dari pasien dan memberikan pedoman untuk menentukan standar pencapaian hasil yang sesuai. Model dapat digunakan dalam pendidikan keperawatan, riset, administrasi dan secara langsung dapat digunakan dipelayanan keperawatan. Penulis selama menerapkan teori MSN dalam asuhan keperawatan menerapkan prinsip legal, etik, dan humanistic. Kata Kunci : Model Sistem Neuman, CABG, Barthel Index, Format Handover Daftar Pustaka : 37 (1996 – 2011) ix Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 UNIVERSITY OF INDONESIA SPECIALIST MEDICAL SURGICAL NURSE PROGRAM FACULTY OF NURSING Final Assigment, July 2013 Rolly Harvie Stevan Rondonuwu Analysis Specialist Practice Residency Medical Surgical Nursing: Application of Neuman Systems Model In Patients Post CABG surgery at the National Hospital Cardiovascular Center Harapan Kita Jakarta. xiii + 116 page + 26 table + 3 image +4 attachments Abstract Application of nursing care in patients with post-CABG surgery, the authors use a theoretical approach to nursing Neuman Systems Model. Neuman saw man or a client as a whole (holistic) which consists of physiological factors, psychological, sociocultural, developmental, and spiritual factors. As a specialist nurse KMB should run nursing role as caregiver, educator, researcher, and as an innovator. MSN theory applied to 30 cases a resume that is the case STEMI, NSTEMI, ACS, CHF, Post CABG. Nurse specialist role as provider of nursing care for patients post-CABG dilaksanankan. Role as a researcher was to carry out the assessment of functional status in heart failure patients using Barthel Index author innovator role innovation formatting bedside handover on the 3rd floor GP2 RSPJNHK Jakarta. In practice nursing services, the use of this model of nursing theory will assist nurses in the area defining stressor assessment of patients and provides guidelines to determine the appropriate standard of achievement results. Models can be used in nursing education, research, administration and can be used directly nursing. Authors for applying the theory of MSN in nursing to apply the principle of legal, ethical, and humanistic. Keywords: Neuman Systems Model, CABG, Barthel Index, Handover Form. Bibliography: 37 (1996 - 2011) x Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL…………………………………………………... SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME………………….. PERNYATAAN ORISINALITAS …………………………………… HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………… KATA PENGANTAR ………………………………………………… HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ………………………… ABSTRAK……………………………………………………………... ABSTRAC……………………………………………………………... DAFTAR ISI…………………………………………………………... DAFTAR TABEL……………………………………………………... DAFTAR GAMBAR/ BAGAN……………………………………….. DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………... BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………… 1.1.Latar Belakang………………………………………….. 1.2. Tujuan Penulisan…………………………………….. 1.2.1. Tujuan Umum……………………………………….. 1.2.2. Tujuan Khusus………………………………………. 1.3.Manfaat…………………………………………………. 1.3.1. Bagi Pelayanan Keperawatan………………………. 1.3.2. Bagi Keilmuan ……………………………………… 1.3.3. Bagi Masyarakat……………………………………. i ii iii iv vi viii ix x xi xiii xiv xv 1 1 6 6 6 7 7 7 7 BAB 2 TINJAUAN TEORI…………………………………………. 2.1 Konsep Penyakit …………………..………………… 2.1.1. Definisi Penyakit Jantung Koroner..…………………. 2.1.2. Etiologi…………………….…………………………. 2.1.3. Patofisiologi………………..………………………… 2.1.4. Manifestasi Klinik……………………………………. 2.1.5. Diagnostik.…………………………………………… 2.1.6. Penatalaksanaan………………………………………. 2.1.7. Komplikasi………………..………………………….. 2.2. Teori Keperawatan Model Sistem Neuman…….……. 2.2.1. Manusia Menurut Neuman…..……………………….. 2.2.2. Lingkungan menurut Neuman ……………………….. 2.2.3. Sehat Menurut Neuman ………………………...……. 2.2.4 Keperawatan Menurut Neuman ………………………. 2.3 Asuhan Keperawatan Model Neuman …………….. 2.4 Analisis Kekuatan dan Kelemahan Konsep……………. BAB 3 ANALISIS PERAN PERAWAT SEBAGAI PEMBERI ASUHAN KEPERAWATAN……………………………….. 3.1. Penerapan MSN pada Kasus Kelolaan……………….. 3.1.1. Pengkajian MSN pada Kasus Kelolaan………………. 8 8 8 11 13 15 17 18 21 21 23 25 26 26 28 32 34 xi Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 34 34 3.1.2. 3.1.3. 3.1.4. 3.1.5. 3.1.6. 3.2. 3.3 Analisa Masalah Keperawatan……………………….. Diagnosa Keperawatan……………………………….. Intervensi Keperawatan……………………………… Implementasi Tindakan Keperawatan dan Evaluasi…. Outcome Keperawatan……………………………….. Pembahasan…………………………………………... Analisis Penerapan Model Sistem Neuman Pada 30 Kasus Resume 43 44 45 49 55 56 68 BAB 4 ANALISIS PERAN PERAWAT SEBAGAI PENELITI…... 4.1. Tinjauan Telaah Penelitian…………………………… 4.2. Penilaian status fungsional Barthel Index……………. 4.3 Tinjauan Evidence Based Nursing Practice………….. 4.4 Penelitian-penelitian terkait… ………………………. 4.5 Analisis Penerapan di Pelayanan Kesehatan….……… 4.6 Praktek Keperawatan berdasarkan pembuktian……… 76 76 80 82 83 87 88 BAB 5 ANALISIS PERAN PERAWAT SEBAGAI INOVATOR…. 5.1. Analisa Situasi……………………………………….. 5.2. Tujuan Inovasi……………………………………… 5.3 Persiapan……………………………………………. 5.3.1. Analisis SWOT……………..………………………. 5.3.2. Penetapan Prioritas Masalah……….……………….. 5.3.3. Strategi Penyelesaian Masalah...……….................... 5.3.4. Manfaat …………………………………………….. 5.4. Pengertian…………………………………………… 5.4.1 Tujuan……………………………………………….. 5.4.2 Langkah-langkah …………………………………… 5.5 Prosedur Timbang Terima ………………………….. 5.6 Pelaksanaan Inovasi ………………………………… 5.7 Evaluasi …………………………………………….. 5.8 Pembahasan ………………………………………… 5.9 Kesimpulan…… ……………………………………. BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN………………………………… 6.1. Simpulan……………………………………………. 6.2. Saran………………………………………………… DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….. LAMPIRAN-LAMPIRAN 99 99 101 101 101 101 103 104 104 104 104 105 106 108 111 113 114 114 115 xii Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 DAFTAR TABEL Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Tabel 10 Tabel 11 Tabel 12 Tabel 13 Tabel 14 Tabel 15 Tabel 16 Tabel 17 Tabel 18 Tabel 19 Tabel 20 Tabel 21 Tabel 22 Tabel 23 Tabel 24 Tabel 25 Tabel 26 Perbedaan Unstable Angina, Non-ST Elevasi Miokard Infark dan STElevasi Miokard Infark……………………………………………….. Klasifikasi Angina…………………………………………………….. Rencana Tindakan Berdasarkan Tingkat Pencegahan………………… Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia……………………… Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin……………………….. Distribusi frekuensi status fungsional : mengendalikan rangsangan defekasi (BAB)………………………………………………………… Distribusi frekuensi status fungsional : mengendalikan rangsangan berkemih (BAK)………………………………………………………. Distribusi frekuensi status fungsional : berdandan/membersihkan dri (cuci muka, sisir rambut, sikat gigi)…………………………………… Distribusi frekuensi status fungsional : penggunaan toilet masuk dan keluar (melepaskan, memakai celana, membersihkan dan menyiram) Distribusi frekuensi status fungsional : makan Distribusi frekuensi status fungsional : merubah posisi dari berbaring ke duduk. Distribusi frekuensi status fungsional : berpindah/berjalan Distribusi frekuensi staus fungsional : memakai baju Distribusi frekuensi status fungsional : naik turun tangga. Distribusi frekuensi status fungsional : mandi Tingkat ketergantungan pasien gagal jantung…………………………. Perkembangan status fungsional pasien gagal jantung………………… Pencapaian kemandirian pasien………………………………………... Sikap perawat terhadap pengadaan format handover…………………. Pendapat perawat tentang manfaat format handover meringankan pekerjaan sebagai perawat…………………………………………….. Pendapat perawat mengenai mengisi format handover sebagai bagian dari pekerjaan………………………………………………………….. Pendapat perawat bahwa format handover mengurangi intensitas dan frekuesi bertemu pasien………………………………………………. Pendapat perawat tentang format handover memberikan manfaat untuk perawat…………………………………………………………………. Endapat perawat tentang format handover yang dibuat sangat praktis digunakan………………………………………………………………. Pendapat perawat tentang perlunya dibuat format handover disetiap ruang rawat…………………………………………………………….. Pendapat perawat tentang perlu atau tidak dukungan dari pimpinan rumah sakit terhadap penggunaan format handover…………………… xiii Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 10 16 31 91 92 92 92 92 93 93 93 94 94 94 94 95 95 96 108 108 109 109 110 110 110 111 DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Model Neuman…………………………………………………………… 22 Gambar 2 Konsep Person dalam Sistem Betty Neuman…………………………… 24 xiv Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Resume 30 Kasus xv Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit jantung kororner (PJK) merupakan penyebab utama kematian di Amerika Serikat menurut laporan dari pusat statistic kesehatan Amerika 2011. Pada tahun 2008 penyakit jantung koroner menjadi penyebab terbesar kematian degan jumlah 616.000 atau 1 dari 4 kematian di AS diseabkan oleh jantung. Di tahun 2010 PJK merupakan penyebab utama kematian setelah kanker, gangguan pernapasan, kecelakaan dan diabetes mellitus (Rimmerman, C.M; 2010). Menurut Homoud 2008, mengatakan bahwa 16 juta penduduk Amerika menderita PJK , 50% dari laki-laki dan 30% dari wanita yang berusia lebih dari 40 tahun. Di Australia 17% kematian disebabkan oleh PJK dan 54% berusia 18-75 tahun (Wise,F.M;2010). Jantung adalah organ dalam tubuh manusia yang tergantung sepenuhnya pada suplay darah dan oksigen melalui arteri koroner. Jika terjadi gangguan aliran darah melalui arteri koroner ke otot jantung maka akan menyebabkan iskemik. Homoud, 2008. Penyakit jantung koroner adalah penyakit yang terjadi karena adanya oklusi aterosklerotik pada arteri koroner sehingga dapat menyebabkan terjadinya peningkatan vesel dalam pembuluh darah, hal ini akan menyebabkan penyempitan arteri koroner sehingga mengganggu aliran darah ke otot jantung. Keadaan ini akan membuat otot jantung kekurangan darah dan oksigen. Black, M.,J., & Hawks, H.,J. (2009). Hal ini juga didukung oleh Ignatavicius, 2010 yang mengatakan bahwa penyakit jantung koroner terjadi ketika suplay darah dari arteri koronaria ke miokard (otot jantung) tidak adekuat sehingga jantung tidak dapat memompakan darah secara efektif, akibatnya perfusi darah ke organ 1 Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 Universitas Indonesia 2 mengalami gangguan. Organ dan jaringan membutuhkan oksigen melalui darah dari ateri untuk tetap mempertahankan fungsinya. Menurut Smeltzer, 2002 menjelaskan bahwa penyakit jantung kororner Penyebabnya karena aterosklerosis, dimana terjadi akumulasi material lemak pada arteri, akibatnya aliran darah ke jantung berkurang.Penimbunan abnormal lipid atau bahan lemak dan jaringan fibrosa di dinding pembuluh darah yang mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi arteri serta penurunan aliran darah ke jantung. Manifestasi klinis PJK dapat berupa angina pektoris tidak stabil/APTS, Non-ST elevation myocardial infarction / NSTEMI, atau ST elevation myocardial infarction / STEMI. (Direktorat bina farmasi komunikasi Dep.Kes RI 2006). PJK merupakan suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi klinis berupa keluhan perasaan tidak enak atau nyeri di dada atau gejalagejala lain sebagai akibat iskemia miokard. Pasien APTS dan NSTEMI harus istirahat di ICCU dengan pemantauan EKG kontinu untuk mendeteksi iskemia dan aritmia. SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari PJK akibat utama dari proses aterotrombosis selain stroke iskemik serta peripheral arterial diseas (PAD). Aterotrombosis merupakan suatu penyakit kronik dengan proses yang sangat komplek dan multifaktor serta saling terkait. Banyak sekali penelitian yang membuktikan bahwa inflamasi memegang peranan penting dalam proses terjadinya aterosklerosis. Pada penyakit jantung koroner inflamasi dimulai dari pembentukan awal plak hingga terjadinya ketidakstabilan plak yang akhirnya mengakibatkan terjadinya ruptur plak dan trombosis pada SKA. (Smeltzer & Bare 2002). Perjalanan proses aterosklerosis (initiation, progression dan complication pada plak aterosklerotik), secara bertahap berjalan dari sejak usia muda bahkan dikatakan juga sejak usia anak-anak sudah terbentuk bercak-bercak Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 3 garis lemak (fatty streaks) pada permukaan lapis dalam pembuluh darah, dan lambat-laun pada usia tua dapat berkembang menjadi bercak sklerosis (plak atau kerak pada pembuluh darah) sehingga terjadinya penyempitan dan/atau penyumbatan pembuluh darah.(Smeltzer & Bare 2002). Coronary Artery Bypass Graft (CABG) disarankan pada pasien dengan anatomi koroner berisiko tinggi,seperti obstruksi ≥ 50% pembuluh kiri atau penyakit 3-pembuluh (triple vesseldisease) terutama bila fraksi ejeksi rendah (< 50%) atau ditemui diabetes mellitus. Pada pasien dengan penyakit 2-pembuluh (double vessel disease) atau penyakit 3- pembuluh di mana kelainannya masih baik untuk PCI maka tindakan CABG atau PCI harus dipertimbangkan secara individual. Guidelines on myocardial revaskularization (2010). CABG merupakan salah satu penanganan intervensi dari penyakit jantung koroner dengan cara pembedahan untuk membuat saluran baru yang melewati arteri koroner yang mengalami penyempitan atau penyumbatan dengan tujuan memulihkan aliran darah ke jantung menjadi normal kembali, meningkatkan kualitas hidup pasien dan menurunkan resiko serangan jantung. (Bertrand, 2002). Gangguan yang terjadi pada pasien dengan post operasi CABG seperti nyeri pada luka post operasi, serta perubahan status fungsional (Bertrand, 2002). Adanya gejala fisik dan gangguan yang dialami pasien sangat membutuhkan perawatan di rumah sakit maupun fasilitas pelayanan kesehatan lain. Selama dirawat, pasien mengalami berbagai masalah keperawatan yang membutuhkan keperawatan yang mempengaruhi dilakukan kualitas intervensi oleh pelayanan keperawatan. perawat yang untuk diterima Asuhan pasien oleh akan pasien. Draper,D.,Felland,L.,Liebhaber,A dan Melichar,L. (2008). Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 4 Perawat spesialis memiliki peranan penting untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan yang langsung diberikan kepada pasien secara holistic, melakukan inovasi terhadap keperawatan, memberikan edukasi dengan menggunakan teori keperawatan dalam mengembangkan kualitas asuhan keperawatan. Selama melaksnakan praktek residensi di Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta, penulis menjalankan peran perawat spesialis medical bedah yaitu sebagai pelaksana asuhan keperawatan, sebagai educator dan peneliti. Selama melaksanakan praktek residensi, penulis menggunakan pendekatan asuhan keperawatan dengan Model system Neuman (MSN) pada 30 pasien dengan gangguan system kardiovaskuler, antara lain: Penyakit Jantung Koroner (PJK) dengan Acute Coronary Syndrome (ACS): Unstable Angina Pectoris (UAP), Non ST Elevasi Miokard Infark (NSTEMI), ST Elevasi Miokard Infark (STEMI); Congestive Heart Failure (CHF), pasien post operasi Coronary Arterial Bypass Graft (CABG). Penulis menjalankan peran perawat spesialis sebagai peneliti dengan menerapkan Evidence Based Nursing (EBN). Penerapan EBN dengan menggunakan Barthel Index (BI) untuk menilai status fungsional pasien gagal jantung di Gedung perawatan 2 lantai 3 Rumah Sakit jantung Nasional Harapan Kita. Pengkajian dengan menggunakan Barthel Index memudahkan perawat dalam melakukan penilaian terhadap status fungsional pada pasien gagal jantung, sehinga dapat menilai tingkat kemandirian pasien. Format ini mudah digunakan dan memudahkan dalam perumusan diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan ketidakmampuan fungsional. Selain melaksanakan peran sebagai peneliti, penulis juga menjalankan peran sebagai inovator. Inovasi yang dilakukan adalah dengan membuat model serah terima pasien (hand over) di gedung perawatan 2 lantai 3 Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 5 Rumah Sakit Jantung Nasional Harapan Kita. Serah terima pasien (hand over) merupakan suatu proses perpindahan tanggung jawab pasien dari satu pemberi asuhan (perawat) kepada pemberi asuhan (perawat) lainnya (Popovich, 2011) sehingga dalam timbang terima informasi yang disampaikan harus komprehensif dan melibatkan pasien. Timbang terima yang ideal ikut mendukung pencapaian keberhasilan patient safety. Selain itu untuk membantu memecahkan masalah klien, salah satu metode yang diterapkan pada model praktik keperawatan profesional adalah dengan memperhatikan seluruh kebutuhan maupun keluhan yang dirasakan klien kemudian mendiskusikannya dengan tim keperawatan untuk merencanakan pemecahan masalahnya. Pelayanan keperawatan yang perlu dikembangkan untuk mencapai hal tersebut adalah dengan timbang terima pasien yang baik dan sesuai standar keperawatan. Dimana timbag terima keperawatan merupakan sarana bagi perawat untuk membahas masalah keperawatan yang terjadi pada klien yang melibatkan klien dan seluruh tim keperawatan termasuk konsultan keperawatan Penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan post operasi CABG, penulis menggunakan pendekatan teori keperawatan Model Sistem Neuman. Pendekatan Model System Neuman menggambarkan klien sebagai suatu system sebagai individu, keluarga, kelompok, masyarakat atau isu sosial yang mempunyai lima komponen yang saling berhubungan yaitu : fisiologik, psikologik, sosiokultural, pengembangan dan spiritual. Asuhan Keperawatan dengan menggunakan teori keperawatan model sistem Neuman merupakan salah satu upaya untuk mengeksplorasi secara holistic, melihat pasien sebagai suatu sistem yang dituangkan dalam bentuk laporan dengan judul “ Analisis Praktek Residensi Keperawatan Medikal Bedah : Penerapan teori Model Sistem Neuman pada pasien dengan post operasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG) di Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta” Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 6 1.2 Tujuan Penulisan Tujuan penulisan karya ilmiah akhir ini terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus. 1.2.1 Tujuan Umum Menggambarkan secara umum hasil pelaksanaan dan pengalaman praktik residensi yang menggunakan pendekatan teori keperawatan Model Sistem Neuman dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan pada pasien post operasi CABG di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta. 1.2.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus penulisan yaitu : a. Melakukan analisis terhadap peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dengan menggunakan teori Model Sistem Neuman pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler terutama pasien post operasi CABG di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta. b. Melakukan analisis terhadap penerapan Teori Keperawatan Model Sistem Neuman pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler terutama pasien post operasi CABG di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta. c. Melakukan analisis terhadap penerapan evidence based nursing pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler terutama pasien post operasi CABG di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta. d. Melakukan analisis terhadap kegiatan inovasi keperawatan di Gedung Perawatan 2 Lantai 3 Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta. 1.3 Manfaat Penulisan Karya ilmiah akhir ini diharapkan akan memberikan manfaat terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan dan ilmu keperawatan. 1.3.1 Manfaat Pelayanan Keperawatan Karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap pelayanan keperawatan yaitu : Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 7 a. Memberikan informasi kepada perawat medical bedah khususnya kardiovaskuler dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, diagnose, intervensi serta evaluasi dengan menggunakan teori Model Sistem Neuman. b. Menambah pengetahuan perawat dalam menerapkan teori keperawatan dan Evidence Based Nursing terhadap pemberian asuhan keperawatan pada pasien. c. Masukan bagi institusi pelayanan untuk melakukan inovasi dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan dalam hal ini asuhan keperawatan. 1.3.2 Manfaat Keilmuan a. Mendukung serta memperkuat penerapan teori keperawatan, menambah wawasan tentang ilmu keperawatan dan pengetahuan bagi perawat medical bedah serta mahasiswa terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler. b. Menjadi rujukan bagi institusi pendidikan keperawatan dalam proses belajar dengan menggunakan teori keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler c. Rujukan bagi perawat dan mahasiswa dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan untuk menggunakan intervensi keperawatan berdasarkan evidence based nursing. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan definisi,etiologi, membahas tentang konsep penyakit jantung koroner: patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan, dan komplikasi. Teori keperawatan Model Sistem Neuman (MSN); paradigma keperawatan MSN: person, lingkungan, sehat, dan ; proses keperawatan: penerapan teori MSN pada klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler. 2.1 Konsep Penyakit 2.1.1 Definisi Penyakit Jantung Koroner Jantung adalah organ dalam tubuh manusia yang memerlukan suplai oksigen sepenuhnya dari perfusi arteri koroner. Gangguan aliran darah ke miokad melalui arteri koroner akan mengakibatkan iskemik, karena aliran darah koroner secara langsung begantung pada tekanan perfusi dan berbanding terbalik dengan resistensi dari pembuluh darah koroner.Homoud,M.K 2008. Penyakit jantung koroner biasanya terjadi karena adanya oklusi aterosklerotik pada arteri koroner yang menyebabkan terjadinya peningkatan vesel dalam pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan yang mengganggu aliran darah. Hal ini membuat otot jantung kekurangan darah dan oksigen. Homoud 2008. Dalam jurnal yang ditulis oleh Kang, 2010 menjelaskan bahwa coronary artery disease disebabkan oleh adanya gangguan suplay darah ke arteri koroner sehingga otot jantung kekurangan nutrisi dan oksigen. Hal ini juga didukung oleh Ignatavicius, 2010 yang mengatakan bahwa Coronary Artery Disease terjadi ketika suplay darah dari arteri koronaria ke miokard (otot jantung) tidak adekuat sehingga jantung tidak dapat memompakan darah secara efektif, akibatnya perfusi darah ke organ mengalami gangguan. Organ dan jaringan membutuhkan oksigen melalui darah dari ateri untuk tetap mempertahankan fungsinya. Penjelasan yang sama oleh Smeltzer, 2002 bahwa Coronary Artery Disease adalah menyempitnya pembuluh darah akibat sumbatan pada arteri koronaria 8 Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 Universitas Indonesia 9 sehingga kebutuhan oksigen dan nutrisi tidak mencukupi ke jantung. Penyebabnya karena aterosklerosis, dimana terjadi akumulasi material lemak pada arteri, akibatnya aliran darah ke jantung berkurang.Penimbunan abnormal lipid atau bahan lemak dan jaringan fibrosa di dinding pembuluh darah yang mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi arteri serta penurunan aliran darah ke jantung. Penyakit jantung koroner adalah terjadinya ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen pada otot miokard jantung. Ketidakseimbangan ini terjadi akibat penyempitan arteri koroner, penurunan aliran darah/curah jantung (cardiac output), peningkatan kebutuhan oksigen di miokard, atau spasme arteri koroner (Rokhaeni,P.,Purnamasari, E.,Rahayoe, A.U.,2001). Penyakit jantung koroner adalah penyakit aterosklerosis yang terjadi karena adanya plak pada arteri koroner sehingga mempersempit lumen lumen arteri koroner sehingga mengganggu aliran darah ke miokard. Penurunan liran darah ini menyebabkan otot miokard menjadi infark.(Rimmerman,C.M 2010). Istilah aterosklerosis berasal dari bahasa Yunani dari kata athere, yang berarti bubur atau lunak. Istilah ini memnggambarkan bahwa plak merupakan sesuatu yang lunak, sedangkan aterosklerosis adalah suatu proses yang terjadi dalam jangka waktu yang lama sebelum seseorang merasakan gejala dan berlangsung bertahun-tahun sampai terbentuknya plak mature yang merupakan cikal bakal terbentuknya penyumbatan pada pembuluh darah koroner.Jika pembuluh darah berkonstriksi atau terjadi spasme, akan menyebabkan terjadinya angina pectoris. Pasien dengan angina akan tetap stabil dan hidup lama sepanjang plak bersifat stabil. Koyaknya plak yang disertai dengan thrombosis merupakan penyebab utama acut coronary syndrome (ACS) yang terdiri atas angina tidak stabil, infark miokard, dan kematian secara mendadak.Muttaqin, A.2009. Menurut Overbaugh 2009, mengatakan bahwa penyakit jantung koroner dapat menyebabkan terjadinya acut coronary syndrome yang ditandai dengan adanya tanda dan gejala iskemic otot miokard secara mendadak, sehingga Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 10 terjadi penurunan aliran darah ke jantung. Gejala klinis terjadinya iskemia miokard pada ACS dapat berupa angina pectoris stabil, Non ST-Elevasi miokard infark dan ST-Elevasi miokard infark. Tabel 1 Perbedaan Unstable Angina, Non ST-Elevasi Miokard Infark (NSTEMI) dan ST-Elevasi Miokard Infark (STEMI) menurut Overbaugh 2009. Penyebab Tanda Gejala Unstable Angina Trombus yang menyumbat sebagian arteri koroner & -Nyeri dengan atau tanpa menjalar ke lengan, leher, punggung atau daerah epigastrium. -Sesak nafas -Diaforesis,mual -Pusing -Takikardia,takipnea -Hipotensi/hipertensi -Penurunan satuasi oksigen (SaO2) -Aritmia -Terjadi pada saat istirahat atau dengan aktivitas minimal Temuan Diagnostik Hasil EKG : ST Depresi atau inverse gelombang T, Enzim jantung tidak meningkat. NSTEMI Tromus yang menyumbat sebagian arteri koroner -Nyeri dengan atau tanpa menjalar ke lengan, leher, punggung atau daerah epigastrium Sesak nafas -Diaforesis,mual -Pusing Takikardia,takipnea Hipotensi/hipertensi -Penurunan satuasi oksigen (SaO2) -Aritmia -Terjadi pada saat istirahat atau dengan aktivitas minimal -Durasi lebih lama dibanding angina STEMI Trombus yang sepenuhnya menyumbat arteri koroner Nyeri dengan atau tanpa menjalar ke lengan, leher, punggung atau daerah epigastrium Sesak nafas -Diaforesis,mual -Pusing -Takikardia,takipnea Hipotensi/hipertensi -Penurunan satuasi oksigen (SaO2) -Aritmia -Terjadi pada saat istirahat atau dengan aktivitas minimal -Durasi lebih lama disbanding angina -Kerusakan jaringan ireversibel (infark) Hasil EKG : ST Depresi atau inverse gelombang T, Enzim jantung meningkat. Hasil EKG : ST elevasi atau Left Bundle Branch Blok (LBBB) yang baru, Enzim jantung meningkat. pengobatan -Pemberian O2 Pemberian O2 untuk Pemberian O2 untuk untuk mepertahankan mepertahankan mepertahankan saturasi >90% saturasi >90% saturasi >90% -Nitrogliserin -Nitrogliserin -Nitrogliserin (NTG) (NTG) (NTG) -Morfin (MO) -Morfin (MO) -Morfin (MO) Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 11 -Betabloker -ACE Inhibitor -Clopidogrel (plavix) -Heparin -Inhibitor -Betabloker -ACE Inhibitor -Clopidogrel (plavix) -Heparin -Inhibitor -Kateterisasi jantung dan kemungkinan intervensi koroner perkutan -Pertahankan hemodinamik dalam keadaan stabil -Betabloker -ACE Inhibitor -Clopidogrel (plavix) -Heparin -Inhibitor -Intervensi koroner perkutan dalam waktu 90 menit sejak serangan -Terapi fibrinolitik 2.1.2 Etiologi 2.1.2.1 Faktor resiko terjadinya penyakit jantung koroner yang tidak dapat dimodifikasi : a. Hereditas Menurut Homoud, 2008 penyakit jantung koroner dapat pula disebabkan oleh faktor keturunan dari keluarga. Adanya anggota keluarga yang menderita penyakit ini meningkatkan resiko. Hal ini juga didukung oleh Balck 2009 yang mengatakan bahwa anak yang lahir dari orang tua yang memiliki penyakit jantung akan beresiko terhadap penyakit jantung. b. Jenis kelamin Laki-laki mempunyai resiko lebih tinggi terkena penyakit jantung dibandingkan dengan perempuan, Homoud 2008. c. Umur National clinical guidelines cardiovascular disease, 2007 mengatakan bahwa dengan semakin bertambahnya usia seseorang akan semakin resiko terkena serangan jantung jantung. Hal ini didukung oleh Homoud, 2008 yang menjelaskan bahwa penderita jantung paling banyak berada pada usia 55-65 tahun ke atas. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 12 2.1.2.2 Faktor resiko terjadinya penyakit jantung koroner yang dapat dimodifiksi a. Hiperlipidemia Didalam darah terdapat lemak yang tidak dapat larut dalam air terikat dengan lipoprotein kemudian dibawa ke peredaran darah, yang menyebabkan LDL dan HDL menjadi tidak normal. Kolesterol, trigliserida dan fosofolipid adalah komponen plasma lipid sebagai hasil asam lemak bebas yang berasal dari makanan. Kolesterol dan trigliserida berperan dalam pembentukan aterogenesis. Rimmerman,C.M 2010. b. Merokok Tar, nikotin dan carbon monoksida berkontribusi merusak pembuluh darah. Nikotin meningkatkan pelepasan epinefrin dan nonepinefrin dimana keduanya akan menyebabkan terjadinya vasokontriksi, sehingga menyebabkan tekanan darah meningkat, denyut nadi meningkat, konsumsi oksigen meningkat dan memungkinkan terjadi dysritmia. Selain itu nikotin akan mengaktifkan platelet dan menstimulasi proliferasi sel otot didalam dinding arteri. Karbonmonoksida menurunkan ketersediaan darah, menyebabkan terjadinya vesel pada dinding pembuluh darah dan meningkatkan permeabilitas endotelium Ash, 2011. Menurut Muttaqin 2009 merokok dapat memperburuk kondidi arteri koroner melalui beberapa cara yaitu : menghirup asap rokok yang dapat menyebabkan menigkatnya kadar CO dalam darah sehinga mempermudah hemoglobin terikat dengan CO sehingga suplay oksigen berkurang, selain itu nikotin yang terkandung pada rokok menyebabkan pelepasan katekolamin sehingga terjadi vasokonstriksi pada arteri koroner. Merokok juga menyebabkan peningkatan adhesi trombosit yang memudahkan terbentuknya thrombus. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 13 c. Diabetes Melitus Orang yang menderita diabetes memiliki resiko terhadap aterosklerosis yng tinggi. Kadar gula yang tinggi dalam darah menyebabkan terjadinya peningkatan agregasi trombosit sehingga terbentuk thrombus. d. Aktivitas fisik yang kurang Aktivitas fisik dapat menurunkan resiko terhadap penyakit jantung, karena aktivitas fisik dapat berguna untuk : meningkatkan HDL, menurunkan LDL kolesterol, trigliserida, menurunkan gula darah, meningkatkan sensitivitas insulin, menurunkan tekanan darah, dan menurunkan body mass indeks. AHA merekomendasikan 30-60 menit melakukan aktivitas fisik dalam sehari. (National clinical guidelines, 2007). Proses terjadinya aterosklerosis menurut Muttaqin 2009 adalah : a. Akumulasi lipid Kadar lipoprotein plasma yang meningkat, yaitu LDL. Apabila terjadi akumulasi koleserol pada dinding arteri akibatnya terjadi retensi LDL sebagai akibat dari tertimbunnya lipoprotein. b. Faktor koagulasi Terjadinya gangguan pada fungsi endotel menyebabkan pembentukan proses aterosklerosis sehingga proses adhesi dan agregasi trombosit meningkat. Peningkatan proses agregasi trombosit akan menyebabkan terbentuknya thrombus dalam pembuluh darah. c. Trombosis plak Apabila thrombus terbentuk akibat koyaknya plak arteri koroner akan menyebabkan terjadinya iskemia miokardium akut. Hal ini disebabkan karena plak yang koyak akan terbawa ke dalam pembuluh darah. 2.1.3 Patofisiologi Aterosklerosis arteri koroner merupakan penyebab utama penyakit jantung koroner. Aterosklerosis koroner menimbulkan gejala dan komplikasi sebagai akibat penyempitan lumen arteri dan penyumbatan aliran darah ke jantung. Sumbatan aliran darah berlangsung progresif, Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 14 dan suplai darah yang tidak adekuat (iskemia) yang ditimbulkannya akan membuat sel-sel otot kekurangan komponen darah yang dibutuhkan untuk hidup (Smeltzer & Bare, 2002). Iskemia pada otot jantung yang terjadi dalam waktu yang lama menyebabkan kerusakan seluler yang irreversible, otot miokard mengalami kematian,atau nekrosis dan jika keadaan ini berlangsung terus menyebabkan kontraksi ventrikel menurun bahkan sampai berhenti. Jaringan iskemik mengelilingi daerah infark dan besarnya infark tergantung dari iskemik yang berada disekitarnya. Daerah iskemik yang bertambah besar dan menjadi nekrosis hal ini menunjukkan bahwa jaringan tersebut tidak terjadi perbaikan sehingga menyebabkan infark meluas. Otot miokard akan mengalami perubahan selama berlangsungnya proses penyembuhan. Awalnya otot yang mengalami infark Nampak seperti luka memar dan sianotik akibat gangguan aliran darah ke sel otot tersebut. Selama 24 jam sel otot akan mengalami udema sebagai respon dari peradangan yang disertai infiltrasi leukosit. Hal ini menyebabkan terjadinya pelepasan enzim-enzim dalam jantung. Kerusakan pada otot miokar secara umum menyebabkan perubahan fungsional terhadap kemampuan otot jantung dalam melakukan fungsinya untuk mensuplai darah keseluruh tubuh. Perubahan fungsional seperti menurunnya kemampuan ventrikel untuk berkontraksi, menurunnya gerakan dinding dada, menurunnya daya pompa ventrikel, cardiac output menurun, penurunan ejection fraction , meningkatnya volume akhir sistolik, dan akhir diastolic ventrikel kanan. Sel miokard membutuhkan oksigen dan ATP untuk berkontraksi dan membantu sistem konduksi. Apabila sel-sel miokard mengalami penurunan suplai oksigen menyebabkan metabolism anaerob, kekurangan ATP, sehingga terjadi kegagalan pompa natrium,kalium dan kalsium. Pada keadaaan ini terjadi kematian atau infark pada sel miokard Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 15 dan perfusi ke miokard menurun. Jika perfusi darah dan oksigen ke miokard terus mengalami penurunan kontraktiltas miokard juga menurun, cardiac output menurun, perfusi ke jaringan juga menurun, hal ini karena terbentuknya thrombus. Overbaugh, K.J 2009. Trombus yang sudah terbentuk akan mengikuti aliran darah sehingga terhenti pada lumen pembuluh darah yang kecil, hal ini menimbulkan oklusi pembuluh darah. Oklusi menyebabkan aliran darah terhenti sehingga terjadi iskemia lokal. Ketika plak aterosklerosis terganggu maka akan merangsang agregari platelet dan pembentukan thrombus. Apabila plak ini terlepas lumen pembuluh darah arteri koroner akan mengalami penyempitan sehingga aliran darah mengalami penurunan atau berkurang, hal ini menyebabkan terjadinya iskemia. Plak yang terbentuk dapat menjadi tidak stabil dan mengalami rupture sehingga terjadi Sindroma Koroner Akut (SKA). 2.1.4 Manifestasi Klinik Manifestasi klinis yang ditemukan pada pasien dengan penyakit jantung koroner adalah angina pektoris. Angina pektoris adalah suatu sindroma klinis yang ditandai dengan adanya keluahan nyeri dada yang timbul pada saat melakukan aktivitas, karena adanya infark miokard. Hal ini berarti bahwa arteri koroner telah terjadi penyempitan > 70 %. Angina pektoris dapat muncul dengan stabil (SAP), namun pada keadaan ini dapat berkembang ke arah yang lebih berat lagi dan menimbulkan Sindroma Koroner Akut (SKA) yang dapat menyebabkan kematian. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 16 Tabel 2. Klasifikasi angina (Rimmerman,C.M 2010.) Class Definition Spesific Activity Scale I Aktivitas fisik biasa (berjalan, naik tangga) tidak menyebabkan angina, angina terjadi pada saat melakukan aktivitas berat atau dalam waktu yang lama Keterbatasan pada kegiatan sehari-hari. Timbul angina pada saat berjalan atau naik turun tangga dengan cepat, jalan pada jalan dengan tanjakan, berjalan setelah makan, berada pada hawa dingin, emosional, terjadi pada saat beberapa jam setelah bangun, berjalan melebihi kecepatan normal. Keterbatasan pada aktivitas fisik biasa. Angina terjadi pada saat berjalan 100 meter. Tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun Kemampuan untuk berolahraga (main basket, jogging) atau bekerja di kebun. II III IV Kemampuan berkebun, menyapu, mampu melakukan hubngan seksual. Kemampuan untuk mandi, ganti baju Gejala angina mungkin hadir pada saat istirahat. Ketidakmampuan melakukan kegiatan yang sangat ringan. Menurut Homoud, 2008 secara umum manifestasi klinis penyakit jantung koroner : a. Nyeri dada yang menjalar ke lengan, leher, punggung sampai ke daerah epigastrium. b. Sesak nafas dapat disertai dengan rasa pusing, takikardia, takipnea dan adanya penurunan saturasi oksigen (SaO2) c. Mual-muntah d. Hipotensi atau hipertensi Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 17 2.1.5 2.1.5.1 Diagnostik Elektrokardiografi (EKG) Pemeriksaan EKG sangat penting baik untuk diagnosis maupun stratifikasi risiko pasien angina tak stabil. Adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan kemungkinan adanya iskemia akut. Gelombang T negatif juga salah satu tanda iskemik atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T yang nonspesifik seperti depresi segmen ST kurang dari 0,5 mm dan gelombang T negatif kurang dari 2 mm, tidak spesifik untuk iskemia, dan dapat disebabkan karena hal lain. Pada angina tak stabil 4% mempunyai EKG normal, dan pada NSTEMI 1-6% EKG juga normal (Muttaqin, 2009). Diagnosa IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya ST elevasi ≥ 2mm, minimal pada 2 sadapan prekordial yang berdampingan atau ≥ 1 mm pada 2 sadapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis, namun keputusan memberikan terapi revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam tatalaksana IMA, prinsip utama penatalaksanaan adalah time is muscle 2.1.5.2 Laboratorium Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah diterima sebagai petanda paling penting dalam diagnosa SKA. Menurut European Society of Cardiology (ESC) dan ACC dianggap ada mionekrosis bila troponin T atau I positif dalam 24 jam. Troponin tetap positif sampai 2 minggu. Risiko kematian bertambah dengan tingkat kenaikan troponin. CK-MB kurang spesifik untuk diagnosis karena juga diketemukan di otot skelet, tapi berguna untuk diagnosis infark akut dan akan meningkat dalam beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam (Muttaqin, 2009). Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 18 2.1.6 Penatalaksanaan Tujuan dari penatalaksanaan pada penyakit jantung adalah untuk memperbaiki prognosis dengan cara melakukan tindakan pencegahan terjadinya infark miokard serta kematian. Selain itu upaya ini bertujuan mengurangi terjadinya thrombus dan gangguan pada fungsi ventrikel kiri. Secara spesifik tujuan pengobatan ini adalah untuk mengurangi progresif plak, menstabilkan plak, dengan mengurangi terjadinya inflamasi serta memperbaiki endotel. Obat yang digunakan adalah golongan antitrombolitik : aspirin, antagonis, obat untuk menurunkan kolesterol yaitu statin; Ace Inhibitor; Beta-blocker; Calcium channel blocker. Pengobatan penyakit jantung koroner digolongkan dalam dua cara yaitu : Farmakologis dan revaskularisasi miokard. 2.1.6.1 Pengobatan farmakologik a. Aspirin Aspirin adalah antiplatelet untuk pencegahan terjadinya thrombosis yang menhambat siklooksigenase dan sisteis tromboksan. b. Nitrat Sebagai vasodilator pembuluh darah koroner yang kuat, terutama pada arteri. Sekain itu Nitrat juga mempunyai efek dilatasi pada pembuluh darah sistemik. c. Calcium channel antagonis Sangat cocok untuk terapi varian pada angina yaitu angina pectoris yang terjadai karena adanya spasme pada arteri koroner, selain itu juga dapat berfungsi pada aritmia dan hipertensi. d. Diuretik Furosemide merupakan golongan obat diuretic yang bekerja di modular pada loop henle dimana terjadi penyekatan reabsopsi Na dan Cl. e. Angiotensin converting enzyme inhibitor Berfungsi menghambat pembentukan angiotensi II, sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 19 f. Digitalis Digitalis berfungsi sebagai obat yang mempunyai efek kronotropik negative, sehingga dapat menurunkan denyut jantung. g. Inotropik Golongan inotropik terdiri dari dopamine : mempunyai efek meningkatkan tekanan darah, cariac output dan produksi urine. Sedangkan Dobutamin berfungsi sebagai vasodilator sehingga dapat menurunkan tekanan darah h. Obat anti koagulasi Heparin sebagai mukopolisakharida yang dapat menghambat terjadinya pembekuan pada darah dengan cara mengubah protrombin menjadi thrombin, selain itu menghambat agregasi platelet dan thrombin. Warfarin sebagai antikoagulan diberikan pada pasien yang beresiko terhadap kejadian tromboemboli seperti pada pasien infark miokard. 2.1.6.2 Revaskularisasi Miokard Revaskularisasi miokard dapat dilakukan dengan dua cara dan terbukti baik dilakukan pada pasien PJK yang disebabkan oleh atrosklerotik yaitu dengan tindakan pembedahan yang disebut coronary artery bypass graft (CABG), dan tindakan intervensi perkutan yang disebut percutaneouus coronary intervention (PCI). Tujuan dari tindakan revaskularisasi miokard adalah untuk meningkatkan survival atau mencegah infark serta menghilangkan gejala. Selain itu tindakan revaskularisasi dengan CABG dilakukan pada pasien jika : a. Tidak berhasil dengan pengobatan b. Hasil pemeriksaan non-invasif terdapat resiko miokard c. Beresiko terjadinya kematian d. Terdapat stenosis yang sangat significant (≥ 50 %) didaerah left main (LM). e. Terdapat stenosis yang sangat significant (≥ 70 %) didaerah proximal pada 3 arteri koroner yang sama. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 20 f. Stenosis yang sangat significant pada 2 daerah arteri koroner utama khususnya pada proximal dari left anterior descending (LAD) arteri koroner CABG adalah salah satu intervensi revaskularisasi dari penyakit jantung kororner dengan cara membuat saluran yang baru melewati pembuluh darah koroner yang mengalami penyumbatan atau penyempitan. CABG dilakukan bertujuan untuk mengatasi sumbatan pada arteri koronaria yang disebabkan oleh penyempitan, disamping itu CABG juga dilakukan untuk mencegah adanya perluasan infark dan meningkatkan kualitas hdup pasien dengan penyakit jantung koroner.(Bertrand, 2002). Teknik yang dilakukan dalam melakukan tindakan operasi CABG terdiri dari dua teknik dengan menggunakan mesin pintas jantung paru (onpump) dan tanpa menggunakan mesin pintas jantung paru (offpump). Pada onpump fungsi jantung dihentikan dan digantikan oleh mesin dan peredaran darah dialihkan ke mesin pintas jantung paru. Teknik offpump tanpa menggunakan mesin namun tetap menggunakan alat bantu untuk memasang pembuluh darah pintas. Pelaksanaan tindakan operasi CABG pada Ny.H dilakukan dengan menggunakan teknik offpump yaitu tanpa menggunakan mesin pintas jantung paru/cardiopulmonary bypass (CPB). Ny.H dilakukan bedah pintas arteri dengan (1)left internal mammary/LIMA ke left anterior decending/LAD, (2) left radial arteri/LRA ke posterior descending artery/PDA, (3) vena saphenous/SVG ke left circumplex/LCx, (4) SVGinter mediate, (5) SVG-D1 (4 dan 5 Y-graft). Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 21 2.1.7 Komplikasi Ada beberapa komplikasi yang terjadi setelah dilakukan tindakan operasi CABG. 2.1.7.1 Komplikasi utama yang terjadi yaitu perdarahan yang sering terjadi dan dapat dilakukan tindakan operasi kembali diruang operasi. 2.1.7.2 Gangguan fungsi otot jantung, dimana terjadi infark otot jantung terutama akibat kerusakan sebelum CABG, sehingga menyebabkan cardiac output menurun. 2.1.7.3 Gangguan irama jantung/aritmia seperti takikardia atau irama yang tidak teratur seperti atrial fibrilasi yang dapat menyebabkan pembekuan darah yang beresiko terjadinya stroke apabila sampai ke otak. 2.1.7.4 Perikarditis atau peradangan pada pericardium kadang disertai dengan efusi pleura. Perikarditis sering menyebabkan nyeri dada, yang biasanya terjadi beberapa hari sampai beberapa minggu setelah operasi. Efusi pleura biasanya dapat diatasi dengan pemberian obat-obtan. 2.1.7.5 Trombositopenia dapat terjadi akibat pemberian heparin selama CABG untuk mrncegah terjadinya pembekuan darah selama prosedur operasi dan sesudah prosedur. Dalam beberapa kasus, heparin dapat menyebabkan penurunan jumlah trombosit dalam darah (trombositopenia) yang dapat menurunkan kemampuan pembekuan darah dan meningkatkan resiko perdarahan. 2.1.7.6 Komplikasi neurologis termasuk stroke, delirium jangka pendek pasca operasi. 2.2 Teori Keperawatan Model Sistem Neuman Model keperawatan yang dikembangkan Neuman adalah pendekatan manusia secara menyeluruh (holistic) yang berdasarkan pada kerangka kerja sistem adaptasi. Pendekatan teorinya adalah pendekatan yang Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 22 holistik dan total. Kekuatan model ini ditekankan pada pencegahan, pendidikan kesehatan dan kesejahteraan dengan pendekatan manajemen sakit dan sehat. (Parker, 2001). Neuman menyajikan aspek-aspek model sistemnya dalam suatu diagram lingkaran konsentris, yang meliputi variabel fisiologi, psikologis, sosiokultural, perkembangan dan spiritual, basic structure dan energy resources, line of resistance, normal line of defense, fixible line of defense, stressor, reaksi, pencegahan primer, sekunder, tertier, faktor intra, inter dan ekstra personal, serta rekonstitusi. Adapun faktor lingkungan, kesehatan, keperawatan dan manusia merupakan bagian yang melekat pada model ini yang saling berhubungan dan mendukung ke arah stabilitas sistem.Gambar sistem Neuman ada pada gambar berikut ini. Gambar 1 : Model Neuman Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 23 2.2.1 Manusia menurut Neuman Neuman memandang manusia atau klien secara keseluruhan (holistic) yang terdiri dari faktor fisiologis, psikologis, sosial budaya, faktor perkembangan, dan faktor spiritual. 1). Faktor Fisiologis meliputi struktur dan fungsi tubuh 2) Faktor psikologis terdiri dari proses dan hubungan mental 3). Faktor sosial budaya meliputi fungsi sistem yang menghubungkan sosial dan ekspektasi kultural dan aktivasi. 4) Faktor perkembangan sepanjang hidup. 5) Faktor spiritual pengaruh kepercayaan spiritual Faktor-faktor ini berhubungan secara dinamis dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Klien juga dipandang mengalami kondisi yang bervariasi,sesuai stress yang dialami. Ketika stressor terjadi individu banyak membutuhkan informasi atau bantuan untuk mengatasi stressor. Pemberian motivasi merupakan rencana tindakan perawat untuk membantu perkembangan klien. Sistem klien diartikan dalam struktur dasar dan lingkaran-lingkaran konsentrik yang saling berkaitan . Struktur dasar meliputi faktor dasar kelangsungan hidup yang lebih umum dari karakter sehat dan sakit yang merupakan gambaran yang unik dari system klien. Secara umum gambaran keunikan sistem klien dari Neuman adalah range temperatur normal, struktur genetik , pola respon, kekuatan dan kelemahan organ, struktr ego dan pengetahuan atau kebiasaan. Neuman selanjutnya menyatakan bahwa Normal Lines of Defense adalah 1).Merupakan lingkaran utuh yang mencerminkan suatu keadaan stabil untuk individu, sistem atau kondisi yang menyertai pengaturan karena adanya stressor yang disebut keadaan wellness normal dan digunakan sebagai dasar untuk menentukan adanya deviasi dari keadaan wellness untuk sistem klien.2) Berbagai stressor dapat menginvasi normal line defense jika flexible lines of defense tidak dapat melindungi secara adekuat. Jika itu terjadi maka sistem klien akan bereaksi yang akan tampak pada adanya gejala ketidakstabilan atau sakit dan akan mengurangi kemampuan sistem untuk Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 24 mengatasi stressor tambahan.3) Normal lines of defense terbentuk dari beberapa variabel dan perilaku seperti pola koping individu, gaya hidup dan tahap perkembangan. Garis pertahanan fleksibel Garis Pertahanan Normal Garis Resistensi INTI Gambar 2: Konsep Person dalam Model Sistim Betty Neuman Garis pertahanan flexible/ Flexible Lines of Defense 1).Digambarkan sebagai lingkaran putus-putus paling luar yang berperan memberikan respon awal atau perlindungan pada sistem dari stressor. 2). Diibaratkan sebagai suatu accordion yang bisa menjauh atau mendekat pada normal line of defense. Bila jarak antara flexible lines of defense dan normal lines of defense meningkat maka tingkat proteksipun meningkat.3).Melindungi normal line of defense dan bertindak sebagai buffer untuk mempertahankan keadaan stabil dari sistem klien. 4) Bersifat dinamis dan dapat berubah dalam waktu yang relatif singkat. Lines of Resistance Merupakan serangkaian lingkaran putus-putus yang mengelilingi struktur dasar. Artinya garis resisten ini melindungi struktur dasar dan akan teraktivasi jika ada invasi dari stressor lingkungan melalui garis normal pertahanan (normal line of defense). Misalnya adalah mekanisme sistem immun tubuh. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 25 Jika lines of resistance efektif dalam merespon stressor tersebut, maka sistem depan berkonstitusi, jika tidak efektif maka energi berkurang dan bisa timbul kematian. Hubungan dari berbagai variabel (fisiologi, psikologis, sosiokultur, perkembangan dan spiritual) dapat mempengaruhi tingkat penggunaan flexible lines of defense terhadap berbagai reaksi terhadap stressor. 2.2.2 Lingkungan menurut Neuman Menurut Neuman lingkungan adalah seluruh faktor-faktor internal dan eksternal yang berada di sekitar klien . Neuman mengatakan baik lingkungan internal maupun ekternal pada manusia memiliki hubungan yang harmonis dan keduanya mempunyai keseimbangan yang bervariasi, dimana keseimbangan atau keharmonisan antara lingkungan internal dan eksternal tersebut dipertahankan. Pengaruh lingkungan terhadap klien atau sebaliknya bias berdampak positif atau negative. Stressor yang berasal dari lingkungan meliputi 3 hal yaitu intrapersonal, interpersonal dan extrapersonal. Neuman membagi lingkungan menjadi 3 yaitu : 1). Lingkungan internal yaitu lingkungan intrapersonal yang ada dalam system klien. 2). Lingkungan eksternal adalah lingkungan yang berada diluar system klien. Kekuatan-kekuatan dan pengaruh interaksi yang berada diluarnsistem klien. 3). Lingkungan yang diciptakan merupakan pertukaran energi dalam system terbuka dengan lingkungan internal dan eksternal yang bersifat dinamis.Lingkungan ini tujuannya adalah untuk memberikan stimulus positif kearah kesehatan klien. Stressor adalah kekuatan lingkungan yang menghasilkan ketegangan dan berpotensial untuk menyebabkan sistem tidak stabil. Neuman mengklasifikasi stressor sebagai berikut :Stressor intrapersonal : terjadi dalam diri individu/keluarga dan berhubungan dengan lingkungan internal. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 26 Misalnya : respon autoimmun. Stressor interpersonal : yang terjadi pada satu individu/keluarga atau lebih yang memiliki pengaruh pada sistem. Misalnya : ekspektasi peran. Stressor ekstrapersonal : juga terjadi diluar lingkup sistem atau individu/keluarga tetapi lebih jauh jaraknya dari sistem dari pada stressor interpersonal. Misalnya : sosial politik. Stressor interpersonal dan extrapersonal berhubungan dengan lingkungan eksternal. Created environment mencakup ketiga jenis stressor ini. 2.2.3 Sehat menurut Neuman Definisi sehat digambarkan dengan model komponen.Sehat adalah kondisi dimana bagian dan sub bagian keseluruhan manusia yang selalu harmoni.Kesehatan manusia dalam status baik atau sakit, selalu berubah dalam lima variable : fisiologi, psikologi, sosiobudaya, spiritual dan perkembangan. Sehat relative dan dinamik dengan stabilitas yang bervariasi.Garis normal sebagai parameter status sehat. Sehat adalah individual kadang seimbang atau stabilitas klien atau berubah.Garis pertahanan manusia dapat permiabel, berbeda dengan individu lain dan menghasilkan status kesehatan yaitu garis pertahanan normal.Sehat untuk individu lain mungkin berarti retensi komponen yang tercontitusi, contoh penggunaan protesa setelah amputasi dapat menghasilkan garis normal. Sehat untuk individu adalah hubungan antara faktor genetik dan pengalaman.Tipe definisi sehat mengikuti individu ,tidak ada standart absolute. Status yang terbaik adalah status optimal untuk klien bervariasi dari beberapa poin dalam hubungannya dengan konsep dasar 2.2.4 Keperawatan menurut Neuman Neuman menyatakan bahwa keperawatan memperhatikan manusia secara utuh dan keperawatan adalah sebuah profesi yang unik yang mempertahankan semua variabel yang mempengaruhi respon klien terhadap stressor. Melalui penggunaan model keperawatan dapat membantu individu, keluarga dan kelompok untuk mencapai dan mempertahankan level maksimum dari total wellness. Keunikan keperawatan adalah berhubungan dengan integrasi dari semua variabel Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 27 yang mana mendapat perhatian dari keperawatan . Neuman (1981) menyatakan bahwa dia memandang model sebagai sesuatu yang berguna untuk semua profesi kesehatan dimana mereka dan keperawatan mungkin berbagi bahasa umum dari suatu pengertian. Neuman juga percaya bahwa keperawatan dengan perspektif yang luas dapat dan seharusnya mengkoordinasi pelayanan kesehatan untuk pasien supaya fragmentasi pelayanan dapat dicegah. Menurut Neuman 2002 dalam Tomey & Alligood 2006 intervensi adalah tindakan yang bertujuan untuk membantu klien mempertahankan, mencapai, atau mendapatkan sabilitas sistem. Hal ini terjadi sebelum atau sesudah garis pelindung pertahanan. Neuman mendukung mulai intervensi ketika ada stresor atau sebelum adanya stresor. Intervensi berdasarkan pada tingkat aktual, kemampuan, tujuan dan hasil. Neuman mengidentifikasi tiga tingkat pencegahan. Pencegahan Primer Pencegahan primer dilakukan saat dicurigai adanya stresor atau teridentifikasi. Reaksi belum terjadi, namun tingkat resiko sudah diketahui. Perawat berusaha untuk mengurangi kemungkinan stresor muncul pada individu dengan beberapa upaya dan cara atau memperketat garis fleksibel pertahanan individu untuk mengurangi kemungkinan reaksi. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder melibatkan intervensi atau pengobatan dimulai setelah gejala stresor terjadi. Sumber daya internal dan eksternal klien yang digunakan terhadap sistem stabilisasi untuk memperkuat garis perlawanan internal, mengurangi reaksi, dan meningkatkan faktor perlawanan. Pencegahan tersier Pencegahan tersier terjadi setelah perawatan aktif atau tahap pencegahan sekunder. Hal ini berfokus pada penyesuaian terhadap stabilitas sistem klien yang optimal. Tujuannya adalah untuk memperkuat resistensi terhadap stressor, untuk membantu mencegah terulangnya reaksi. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 28 2.3 Asuhan Keperawatan Model Neuman Pendekatan proses keperawatan dengan Model Sistem Neuman pada pasien yang mengalami gangguan sistem kardiovaskuler menggunakan format yang terdiri dari : 2.3.1 Pengkajian Menurut Neuman pada tahap pengkajian dikaji data-data secara komprehensif untuk menentukan reaksi terhadap stressor. Data yang perlu dikumpulkan pada tahap pengkajian ini yaitu : 1) Profil pasien yang terdiri dari : nama pasien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan, agama, suku 2) Persepsi Stressor dari pasien a) Area stress utama/area yang perlu mendapat perhatian : seperti nyeri dada, sesak nafas, mual muntah, berkeringat dingin b) Gaya hidup meliputi : pekerjaan, tanggungan dlam keluarga (isrti/suami anak-anak/anggota keluarga lainnya), hidup bersama/tidak, kegiatan keagamaan, partisipasi dalam masyarakat, dukungan keluarga, diet, olahraga, kebiasaan merokok/alcohol, penggunaan waktu luang seperti nonton tv, dll) c) Pengalaman sebelumnya : fatigue yang berlebihan, mudah marah d) Antisipasi yang akan datang : perhatian terhadap kesehatan dan kesembuhan, perubahan gaya hidup. e) Apa yang dilakukan untuk menolong diri sendiri : diskusi bersam keluarga dan teman, membaca kitab suci, berpikir positif dan tidak berpikir negative, menerima diri apa adanya. f) Harapan terhadap orang lain : kunjungan, membantu mengurangi beban, memenuhi kebutuhan pasien, melibatkan dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan kondisi penyakitnya termasuk perawatan dan pengobatan lanjut. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 29 3) Persepsi Stresor dari pemberi pelayanan a) Area stress utama : gangguan pola tidur, penurunan proses berpikir, cemas, emosional, rasa rendah diri. b) Pola hidup yang beda : dampak hospitalisasi, adanya nyeri, cemas, mual muntah, menganggap beban bagi keluarga. c) Riwayat masa lalu pada situasi yang sama : seperti adanya nyeri, fatigue, mual muntah, perubahan psikologis yang dipersepsikan pasien dengan penyakit sebelumnya. d) Motivasi : kemampuan pasien menghadapi situasi saat ini, merencanakan pulang, kembali beraktivitas seperti semula, berpikir kedepan, mengikuti program pengobatan yang sudah diatur. e) Kegiatan yang dilakukan pasien untuk menolong dirinya : mekanisme koping, adaptasi diri, penggunaan waktu luang seperti mebaca buku, bercerita dengan orang lain. f) Harapan pasien : terhadap keluarga, teman, pemberi layanan kesehatan, memandang pemberi layanan kesehatan sebagai sumber informasi, pengambilan keputusan siapa yang membantu dirinya mengatasi masalah kesehatan apakah dari pemberi layanan kesehatan, teman, keluarga. 4) Faktor Intrapersonal a) Pemeriksaan fisik, meliputi : keadaan umum, TB,BB, tanda vital (TD,nadi, suhu tubuh, pernapasan). Sistem Penginderaan, sistem kardiovaskuler, sistem perkemihan, percernaan, persarafan, aktivitas, nutrisi. Oksigenasi, sirkulasi, mobilisasi, eliminasi, istirahat/tidur, personal hygiene, integritas kulit. b) Psikososial dan budaya, data yang dikumpulkan terdiri dari : kekhawatiran terhadap kondisi saat ini, depresi, penurunan daya Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 30 konsentrasi, yang berhubungan dengan pekerjaan, pendidikan, tanggung jawab terhadap keluarga, hubungan dengan lingkungan sekitar, mendapatkan support dari keluarga. c) Perkembangan : pengalaman dalam bekerja, hubungan dengan teman di tempat kerja, pengaturan pekerjaan. d) Kepercayaan dan spiritual : agama pasien, kegiatan keagamaan yang diikuti, aktif dalam kegiatan keagamaan. 5) Faktor Interpersonal Data yang dikumpulkan adalah dukungan keluarga dan teman kepada pasien, bagaimana interaksi sosial dimasyarakat serta dukungan sosial, apakah pasien aktif dalam kegiatan sosial, punya hubungan baik dengan suami/istri anak-anak dan keluarga serta teman. 6) Faktor Ekstrapersonal Data yang dikumpulkan adalah jarak tempat layanan kesehatan dengan rumah pasien, fasilitas komunikasi, apakah mempunyai kendaraan, serta kemampuan membiayai pengobatan atau sumber dana untuk pengobatan. 7) Gejala Klinis meliputi : nyeri, sesak nafas, berkeringat dingin, mual muntah, fatigue 8) Investigasi meliputi pengobatan yang diberikan kepada pasien. 2.3.2 Diagnosa Keperawatan Diagnosa ditentukan berdasarkan data yang didapatkan pada pengkajian sesuai dengan stressor yang ada. Diagnosa keperawatan yang umumnya ditemukan pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler ialah : 1) nyeri, 2) resiko penurunan curah jantung, 3) Intoleransi aktivitas, 4) Kecemasan, 5) kurang pengetahuan. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 31 2.3.3 Rencana tindakan Rencana tindakan keperawatan dibuat berdasarkan tujuan yang telah disusun untuk membantu mengatasi masalah keperawatan selanjutnya yang dialami oleh pasien. Tabel 3 Rencana tindakan berdasarkan tindakan pencegahan Tindakan keperawatan Pencegahan primer Pencegahan sekunder Pencegahan tersier o Ajarkan pentingnya rileks o Libatkan keluarga untuk perawatan o Dorong keluarga untuk selalu mendampingi pasien dan memberikan perawatan psikologis o Ajarkan keluarga mengenai manajemen nyeri Nursing Theoritis (2009).Application of Betty Neuman’s Sistem Model http://currentnursing.com/nursing theory/application Betty Neuman%27s model.html 2.3.4 Implementasi Kaji tingat nyeri dan karakteristik (lokasi, kualitas, lamanya, menjalar ke leher, bahu, lengan, epigastrium) intensitas nyeri biasanya (0-10) lamanya kurang lebih 30 menit. o Ajarkan teknik relaksasi o Beri penjelasan untuk tetap rileks o Lakukan tindakan non farmakologis o Beri medikasi nyeri sesuai instruksi Implementasi adalah pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan pada rencana yang telah dibuat sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh pemberi layanan kesehatan, yang dihubungan dengan intervensi primer, sekunder dan tersier. 2.3.5 Evaluasi Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dan mengantisipasi setiap perubahan sesuai rencana serta mengidentifikasi factor interpersonal, intrapersonal dan ekstrapersonal stressor dari pasien. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 32 2.4 Analisis Kekuatan dan Kelemahan Konsep 2.4.1 Kekuatan Model sistem Neuman digunakan di lembaga pendidikan si Australia Selatan, Inggris, dan Swedia. Dilaporkan bahwa dari semua program di Universitas di Australia menunjukkan bahwa empat program sarjana menggunakan model sistem Neuman sebagai kerangka kurikulum organisasi besar, dan satu lagi dari 16 program memperkenalkan mahasiswa sarjana dan pasca sarjana untuk model Neuman sebagai salah satu dari beberapa model. Banyak perawat dan mahasiswa kebidanan memilih untuk menggunakan model dalam melakukan praktek mereka sendiri di Inggris. Mereka juga melaporkan bahwa menggunakan model Neuman sebagai prinsip di latarbelakang pengembangan kurikulum. Sebagian besar perguruan tinggi di Swedia menggunakan model Sistem Neuman sebagai kerangka teori dalam modul kesehatan primer untuk pendidikan keperawatan. (Parker, 2001). Di Amerika Model Sistem Neuman digunakan dalam pengaturan praktek beragam. Model ini digunakan untuk memandu praktek pada pasien dengan gangguan kognitif, memenuhi kebutuhan keluarga pasien dalam perawatan kritis, menyediakan kelompok dukungan yang stabil untuk orang tua, disamping itu juga model ini digunakan dalam keperawatan jiwa, keperawatan gerontik. (Parker, 2001) Neuman menggunakan diagram yang jelas , diagram ini digunakan dalam semua penjelasan tentang teori sehingga membuat teori terlihat menarik. Diagram ini mempertinggi kejelasan dan menyediakan perawat dengan tantangan – tantangan untuk pertimbangan serta Model system Neuman lebih flexible bisa digunakan pada area keperawatan, pendidikan dan pelatihan keperawatan Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 33 2.4.2 Kelemahan 1). Model Sistem kesehatan, Neuman dapat digunakan oleh semua profesi sehingga untuk profesi keperawatan menjadi tidak spesifik 2). Penjelasan tentang perbedaan stressor interpersonal dan ekstrapersonal masih dirasakan belum ada perbedaan yang jelas 3). Model system Neuman tidak membahas secara detail tentang perawat –klien, padahal hubungan perawat klien merupakan domain penting dalam Asuhan Keperawatan 4) Model sistem Neuman berguna untuk pasien tapi tidak mudah untuk dapat memprediksi atau menggambarkan hubungan interaksi pasien dalam setiap faktor Berdasarkan penjelasan tersebut diatas maka model sistem Neuman dapat digunakan oleh mahasiswa keperawatan baik dalam praktek keperawatan, pendidikan dan penelitian. Sedangkan kelemahan dari teori ini dapat dijadikan dasar bagi mahasiswa untuk dapat dikembangkan lewat penelitian-penelitian dibidang keperawatan. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 BAB 3 ANALISIS PERAN PERAWAT SEBAGAI PEMBERI ASUHAN KEPERAWATAN Bab ini menguraikan penerapan Model Sistem Neuman (MSN) pada kasus kelolaan pasein dengan gangguan sisem kardiovaskuler: CAD 3 VD EF 67%; Post operasi CABG 5 x yaitu di (1) LIMA-LAD, (2) LRA-PDA, (3) SVG-LCx, (4) SVG-inter mediate, (5) SVG-D1 (4 & 5 Y-graft) 3.1 Penerapan MSN pada kasus kelolaan 3.1.1 Pengkajian MSN pada kasus kelolaan. Profil pasien Nama Pasien : Ny.H Umur : 63 tahun Satus pernikahan : Kawin Pendidikan : Tamat SD Jenis Kelamin : Perempuan : Islam Agama : Suami/anak/pasien Sumber Suku : Sunda Pekerjaan : IRT Alamat : Jl.dr.Wahdin Mataram No.1 RT 005/232 Tanggal masuk : masuk ICU 19 Maret 2013 Tanggal dikaji : 20 Maret 2013 No.Med.Rec : 2013-34-33-32 3.1.1.1 Stres yang dipersepsikan pasien a. Area Stres Utama/ Masalah Kesehatan Utama: 1) Keluhan Utama: Nyeri pada daerah luka operasi, yang disebabkan karena adanya pembedahan akibat penyumbatan pada arteri koronaria. 2) Diagnosa Medis: CAD 3 VD EF 67%; Post operasi CABG 3 x yaitu di (1) LIMA-LAD end to side, (2) SVG-PDA end to side, side, (4)SVGinter mediate end to side. 3) Riwayat penyakit sekarang: Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan utama terasa nyeri pada dada sebelah kiri yang menjalar sampai ke 34 Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 Universitas Indonesia 35 lengan kiri. Keluhan ini dirasakan lebih sering sejak 1 bulan terakhir ini. Pasien mengeluh merasa cepat capek ketika melaksanakan aktivitas dirumah disertai dengan rasa nyeri. Pada tanggal 19 Maret 2013 pasien dilakukan operasi CABG berdasarkan kateterisasi jantung : Left Mean stenosis 20%, LAD multiple stenosis 60-80 %, LCx caliber kecil non signifikant stenosis, RCA caliber besar stenosis 60%. Saat ini pasien sudah dilakukan tindakan operasi CABG. Operasi berjalan dengan lancar, tidak ada penyulit pada pasien selama pelaksanaan operasi. Setelah selesai operasi pasien masuk dibawa ke ruang ICU jam 13.20 WIB. Pasien terpasang alat bantu pernapasan yaitu ventilator, kateter, dan alat monitor hemodinamik, terpasang drain substernal panjang pada intra pleura kiri. Intubasi terpasang selama 5 jam, dan pada jam 18.10 WIB dilakukan ekstubasi. Tidak terdapat kesulitan pada saat dilakukan ekstubasi. Pasien sudah mampu untuk bernapas spontan , tetapi pasien tetap diberikan bantuan oksigen melalui nasal kanul. Pasien mengeluh nyeri pada daerah operasi yaitu didaerah toraks akibat adanya luka bekas operasi. 4) Riwayat kesehatan dahulu: Pasien mulai merasakan adanya gangguan pada jantung sejak tahun 2003 pada saat sedang memasak dirumah. Pasien merasa nyeri pada dada sebelah kiri sampai ke belakang dan menjalar ke lengan kiri. Saat itu pasien hanya beristirahat sebentar dan nyeri hilang. Pada awal tahun 2004 keluhan yang sama kembali dirasakan oleh pasien namun periode nyeri lebih lama (> 15 menit) hilang dengan istirahat. Mulai saat itu pasien berinisiatif untuk memeriksakan keluhan tersebut kepada dokter. Pasien mendapat obat anti angina dari dokter, sehingga pasien selalu mengkonsumsi obat jantung terkait penyakitnya. Pada tahun 2012 pasien mulai putus obat sehingga pada bulan Oktober 2012 keluhan semakin memberat yaitu nyeri dengan aktivitas ringan dan tidak hilang dengan istirahat. Setelah pasien berobat ke dokter maka oleh dokter dirujuk ke RS Harapan Kita untuk dilakukan kateterisasi. Hasil kateterisasi menunjukkan adanya stenosis 20% di leaft mean, RCA stenosis 60-70%, LAD 60-80%. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 36 Berdasarkan hasil tersebut maka dokter menyarankan untuk dilakukan tindakan operasi CABG. Pasien memiliki riwayat penyakit Hipertensi. 5) Status nutrisi: tinggi badan 155 cm, berat badan 50 kg, Status gizi baik. b. Gaya Hidup. 1) Sebelum sakit : pasien masih bisa mengerjakan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga seperti memasak, menyapu, bahkan kadang pergi berbelanja ke pasar. 2) Pasien mempunyai perhatian/ peduli kepada keluarga suami dan anak-anak. 3) Aktivitas keagamaan pasien tetap dilakukan oleh pasien dengan rajin menjalankan sholat. 4) Pasien mempunyai dukungan pasangan dan keluarga; pasien menikah dan mempunyai 2 orang putra. Hubungan pasien dengan anak-anak baik. 5) Kebiasaan diet tidak teratur lebih banyak konsumsi daging-dagingan, tidak berolahraga, suka makan gorengan. 6) Penggunaan waktu luang: melakukan kegiatan bersama dengan suami anak-anak dan keluarga besarnya, di rumah. c. Pengalaman pasien dengan masalah yang sama. 1) Pasien menyatakan dengan adanya tindakan pembedahan merasa kurang nyaman akibat adanya rasa nyeri dan nyeri ini merupakan pengalaman yang baru dirasakan oleh pasien. 2) Pasien belum pernah dirawat di RS dengan tindakan operasi yang sama seperti yang dialami sekarang ini. d. Harapan kedepan 1) Harapan pasien setelah operasi : Pasien sangat berharap dapat melaksanakan aktivitas seperti semula setelah tindakan pembedahan. 2) Harapan pasien terhadap revaskularisasi koroner : tidak terjadi penyempitan/sumbatan lagi pada koroner yang di bypass. Pasien berharap dapat mempertahankan kondisi kesehatan dengan melakukan Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 37 pengaturan diit makanan, pengontrolan pengobatan sesuai anjuran, perubahan gaya hidup. 3) Pasien memutuskan untuk menjaga pola makan yang sehat yaitu menghindari makanan berlemak, mengurangi konsumsi garam. e. Hal yang dilakukan untuk menolong diri sendiri. 1) Setiap ada masalah didiskusikan dengan suami dan diputuskan secara bersama. 2) Pasien selalu meminta pendapat dan saran dari tenaga kesehatan terkait dengan status kesehatannya. 3) Pasien setuju atas pertimbangan medis/ kesehatan terkait dengan kondisinya untuk dilakukan pengecekan dan operasi. 4) Pasien menerima dan kooperatif setiap tindakan yang diperlakukan kepadanya. f. Harapan dari orang yang terdekat. 1) Mendapat kunjungan dari suami dan anak-anak/ orang terdekat 2) Suami dan anak yang tertua mengantar dan menemani pasien selama dirawat. 3) Mendapatkan perhatian dari keluarga, permasalahan cepat didiskusikan dan mengambil keputusan secepatnya. 3.1.1.2 Stres yang dipersepsikan oleh care giver a. Area Stres Utama 1) Stresor pasien ditemukan pada saat terjadi sumbatan pada arteri koroner yang mmnyebabkan dilakukannya tindakan pembedahan, pasien mengeluh nyeri pada daerah operasi. Nyeri meningkat bila disentuh pada daerah dada. 2) Keadaan status nutrisi: ideal 3) Riwayat penyakit: pasien belum pernah dirawat di RS dengan riwayat operasi sebelumnya. b. Adanya perbedaan lingkungan dari pola kebiasaan hidup. 1) Hospitalisasi: Adanya perbedaan lingkungan pasien dengan lingkungan tempat tinggal pasien awalnya mempengaruhi istirahat pasien. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 38 2) Merasa nyeri pada daerah operasi dan rasa kurang nyaman/ nyeri di daerah terpasang drain/ tubing. c. Pengalaman pasien sebelumnya dengan situasi yang sama. 1) Pasien menyatakan belum pernah di rawat di RS dengan tindakan pembedahan seperti sekarang. Pasien pernah merasakan nyeri tapi tidak seperti saat ini. 2) Gangguan psikologi: pasien menerima kondisi penyakitnya saat ini sambil tetap berharap akan kesembuhannya. 3) Pasien mempersepsikan beratnya penyakit sekarang ini. d. Antisipasi kedepan 1) Membutuhkan dukungan keluarga dan peningkatan aktivitas. 2) Berobat teratur, kontrol makan teratur. 3) Mendiskusikan setiap permasalahn kesehatan dengan suami dan anakanak.. e. Hal yang dapat lakukan untuk menolong dirinya. 1) Pasien menyampaikan keluhan dan keinginannya kepada perawat/ dokter. 2) Pasien mengklarifikasikan keraguannya kepada provider kesehatan dan menerima setiap tindakan yang dilakukan kepadanya. 3) Pasien meluangkan waktu berbicara dengan orang lain 4) Pasien menerima sepenuhnya untuk pengaturan perawatan dan tindakan yang diberikan kepadanya. f. Harapan pasien terhadap keluarga, teman dan caregiver. 1) Pasein memandang pemberi pelayanan yaitu tim dokter dan perawat di RS sebagai sumber informasi, dapat memberikan penjelasan tentang proses penyakit, prosedur tindakan, dan administrasi. 2) Memberikan perhatian, dan memenuhi kebutuhan yang diperlukannya. 3) Cara pandang pasien berhubungan dengan stres. Dihadapi pasien dengan bertanya, dan mengikuti setiap perlakuan yang diberikan. 4) Mendapat bantuan pelayanan kesehatan secara fisik dan psikologikal dengan dukungan caregiver, istri dan anggota keluarga. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 39 5) Pandangan pasien melihat anggota keluarga sebagai penolong dan pemberi ketenangan. 3.1.1.3 Faktor-faktor intrapersonal a. Pemeriksaan Fisik Dan Investigasi: Kesadaran compos mentis,Tinggi badan 155 cm, berat badan 50 kg, IMT:24,22 (KgBB/m2). Tanda-tanda vital: TD:149/74 mmHg, Nadi:86 x/menit. Repirasi: 19 x/menit. Suhu (axial) : 360C, Sat 02 98%, CVP:7-8, PAP:24/15 (20)mmHg 1) Status neurologis: kesadaran CM, orientasi waktu tempat dan orang baik, pelebaran pupil normal, motorik atas dan bawah baik, kiri dan kanan baik. 2) Status respirasi: suara nafas vesikuler : (4 jam setelah ekstubasi) RR 1820 x/menit, pasien dibantu dengan suplemen O2 per binasal 5 lpm, saturasi O2 99-100%. Bibir tidak sianosis. 3) Status kardiovaskuler: TD:124/72 mmHg , Nadi:98 x/menit. Repirasi: 19 x/menit. Suhu (axial) : 36.50C, Sat 02 98%, terpasang CVP line di vena subklavia sinestra, arteri line di radialis dextra, swan ganz cateter divena jugularis dextra. Bunyi jantung S1 dan S2 normal, bunyi mur-mur (-), Nilai : PAP:24/15 (20)mmHg, PAW:15, SV:42,3; CVP 13, CO/CI: 5,2/59, SVR/SVRI: 999/1766. CK/CKMB: 1140/44 (post op:3.30 am). 4) PVR/PVRI:186/ 330. Suhu perifer 37,2°C, EKG: irama SR, pulsasi arteri perifer isi dan tekanan cukup, kapilary refill <3 detik. 5) Status renal: jumlah urin 1 cc/jam (jumlah 115/3 jam). 6) Produksi Drain 10-15cc/jam warna Serous hemoragic 7) Status nutrisi: IMT:24,22; post op Hb:12, 7; Keluhan mual (+), muntah (-). 8) Status eliminasi: pasien belum BAB, kebiasaan sebelumnya 1-2 kali per hari. Produksi urine post op 1cc/ kg BB terpasang folley kateter 16. 9) Sistem Integument: warna kulit tidak sianosis, kulit hangat; luka Insisi sternum ± 20 cm, luka dikaki kanan ± 30 cm ,dan tanggan kiri ± 30 cm, Daerah Luka operasi dan tempat insersi alat alat infasif masih tampak Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 40 bekas rembesan darah yang mengering balutan tapak kemerahan. Hb:12, 7; leukosit 17720 b. Psiko- Sosial dan Budaya 1) Pasien menyadari keberadaanya sekarang yang sedang dirawat karena tindakan pembedahan. 2) Sebelum dioperasi pasien sudah diberikan penjelasan oleh dokter dan perawat, selain itu pasien juga sudah diorientasikan ke ICU. 3) Badan terasa lemah, post operasi CABG. 4) Merasa masih banyak pekerjaan/ hal lain yang perlu diselesaikan. 5) Riwayat berkeluarga: kawin dan mempunyai anak. 6) Hubungan dengan suami dan anak-anak baik. 7) Hubungan dengan kelurga besar/ dan masyarakat baik. 8) Sejak dirawat suami dan anak yang tua mendampinggi. 9) Mempunyai dukungan sistim yang baik dari keluarga dan tetangga. c. Faktor perkembangan 1) Pasien masih melakukan kontak dengan keluarga dan tetangga. 2) Pasien adalah anak ke tiga dari lima bersaudara dan sesuai dengan perkembangan orang dewasa; menikah mempunyai 2 dua orang anak. 3) Pasien kooperatif terhadap tindakan yang diberikan. 4) Pasien menyatakan rindu dengan cucu-cucunya dan ingin cepat pulang untuk bertemu dengan cucu. d. Sistim kepercayaan spiritual 1) Pasien yakin dengan agamanya. Keluarga mendampingi disaat pasien sadar, saat setelah dilepas. Keluarga menyatakan berdoa meminta kekuatan, dan penyembuhan dari pada-Nya. 2) Pasien mempunyai dukungan sosial dari keluarga, dan kerabat. 3.1.1.4 Faktor-faktor Interpersonal a. Mempunyai bantuan keluarga. b. Berinteraksi baik dengan orang lain. c. Mempunyai dukungan sosial. d. Aktifitas terbatas. e. Aktif beribadah dalam agamanya Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 41 f. Mempunyai hubungan interpersonal dengan pasangan dan anak-anak. 3.1.1.5 Faktor-faktor ekstrapersonal a. Semua fasilitas kesehatan tersedia di dekat tempat tinggal pasien. b. Tersedia fasilitas komunikasi, dan transportasi. c. Tinggal di kota Mataram d. Pendapatan jaminan Askes. 3.1.1.6 Pemeriksaan Penunjang: a. EKG:: ST, HR 117x/mnt, Axix (lead I:0 dan aFV:+10:Normal), P wave (N), PR int 0,16 dtk,QRS durasi 0,08 dtk,infark (-), iskemik (-) hipertropi (-) (tgl 19 Maret 2013 jam 13.20; post op masuk ICU) b. Hasil Koroner Angiogram: tanggal 11/03/2013: LCx: kaliber kecil RCA: Stenosis 60% prox-mid, total oklusi setelah RV branch LM: stenosis 20% LAD: Stenosis 60-80% proximalmid, D1 oklusi pangkal, D2 stenosis 80% Kesimpulan: CAD 3VD 1. disarankan CABG 3. Hasil Echo: Tanggal 12 Maret 2010 Fungsi Sistolik Global & Segmental c.Gambaran foto thorax CTR 50%, vaskularisasi normal, tidak tampak effusi dan pneumothorax, CV line berada di interkosta ke-4, swanganz chateter di intracosta ke-5, selang dada di pleura kiri dan substernal. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 42 d.Laboratorium tgl 20 Maret 2013 post ekstubasi Pemeriksaan Hemoglobin Leukosit Trombosit Hematokrit pH pCO2 pO2 HCO3 BE Saturasi O2 Natrium Kalium Chlorida Magnesium Calsium Ureum Kreatinin BUN CKMB Hasil 12.7 17.720 176 37 7.34 45 99 26.8 1.9 97.4 143 4.2 103 2.2 2.2 18 0.8 8.41 44 Nilai Rujukan 13-16 5000-10000 150-400 40-48 7.35-7.45 32-42 69-116 20-24 -3.3-1.2 95-99 135-147 3.5-5.5 95-111 1.6-2.6 2.10-2.55 17-56 0.72-1.25 6-20 0-24 Satuan g/dl /ul x 1000/ul Vol.% mmHg mmHg mmol/l mmol/l % mmol/L mmol/L mmol/L mg/dl mmol/L mg/dl mg/dl mg/dl U/L Penatalaksanaan Medis 1 Dobutamin 5 mg/kg/jam 2 NTG 0.25 mg 3 Vascon 4/50 µg/kg/jam 4 Mo 10 mikro /kg BB/jam 5 Parasetamol 2 x 1 gram 6 Sinvastatin 1x20 mg 7 Aspilet 1x160 mg 8 NaCl 0,9% 9 Total cairan 1500cc/24 jam 10 Total kalori 1500 kal/ 24 jam Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 43 3.1.2 Analisa Masalah Keperawatan Tgl DATA 20 S:mengeluh nyeri pada daerah Maret operasi 2013 O: CM, orientasi waktu tempat dan orang (+), pulsasi arteri perifer teraba cukup kuat+/+, ekstremitas hangat, pucat (-). TD:100/60mmHg; HR:84x/mnt RR:24 x/mnt, CVP:7-8 mmHg, PA:24/15(20), Sat O2 98-100% EKG:: ST, HR 117x/mnt, Axis (Normal), P wave (N), PR int 0,16dtk,QRS durasi 0,08dtk,infark (-), iskemik (-) hipertropi (-)Tgl 19 Maret 2013 jam 13.45; post op 20 S : Klien mengatakan badan lemas Maret dan terasa tidak bertenaga 2013 Klien mengatakan belum dianjurkan duduk. Klien mengatakan kurang nyaman dengan tidur terlentang terus-menerus, dan terasa nyeri di daerah operasi Klien mengatakan belum BAB sejak dioperasi Klien mengatakan akan melakukan tekhnik napas dalam dan relaksasi agar lebih nyaman dan tenang O : Posisi tidur terlentang dan kepala di tinggikan ± 15 o Distensi abdomen (-) Makan minum di bantu Eliminasi urin dengan dower kateter Kebutuhan hygene terpenuhi dengan bantuan ETIOLOGI MASALAH KEPERAWATAN Post op OPCABGiskemik/ infark Miokard kontraktilitas & pengisian ventrikuler tidak adekuat CO Post op OPCABG perdarahan/ tamponade jantung CO Risiko Penurunan curah jantung CAD Intoleransi aktivitas penyempitan arteri koroner; spasme arteri suplai darah tidak adekuat Ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 44 20 S:mengeluh nyeri pada daerah Maret operasi, nyeri bertambah bila 2013 disentuh (7:pada skala 1-10) O: meringis (+), nampak tegang (+)TD:100/60mmHg; HR:84x/mnt Agen injuri: pembedahan post op OPCABGnyeri akut 20 S: mengeluh nyeri pada daerah Maret operasi, nyeri bertambah bila 2013 disentuh (6:pada skala 1-10). O: terpasangnya drain substrnal & intra pleura, CVP line, swan ganz, arteri line, vena dalam, & Urine kateter; adanya luka operasi didada. Suhu tubuh:afebris Leukosit 15.720 Agen mekanik: post op OPCABG; terpasangnya drain substrnal & intra pleura, CVP line, swan ganz, arteri line, vena dalam, & Urine kateter; adanya luka operasi didada. 3.1.3 Nyeri akut Trombus/ emboli; tidak seimbangan suplai O2 miokard dan kebutuhan nyeri akut Risiko infeksi Diagnosa Keperawatan a. Risiko Penurunan curah jantung b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen. c. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri: luka pembedahan. d. Risiko infeksi berhubungan dengan agen mekanik : terpasanganya drain substernal & intra pleura, CVP line, swan ganz, arteri line, vena dalam, & Urine kateter; adanya luka operasi didada. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 45 3.1.4 Intervensi Keperawatan a. Risiko Penurunan curah jantung DIAGNOSA KEPERAWATAN Risiko Penurunan curah jantung b/d tidak efektif kontraktilitas dan pengisian ventrikel tidak adekuat. Ditandai : Faktor Intrapersonal o CM o TD:100/60mmHg, Nadi:115 x/menit. o Repirasi: 24 x/menit. Suhu (axial) : 360C o Akral hangat o Batas jantung ekstensi CXR:CTR 50 % vaskularisasi normal, tidak tampak effusi dan pneumothorax, CV line berada di interkosta ke-4, swanganz chateter di intracosta ke-5, selang dada di pleura kiri dan substernal o EKG:: ST, HR 117x/mnt, Axis (Normal), P wave (N), PR int 0,16dtk,QRS durasi 0,08dtk,infark (-), iskemik (-) hipertropi (-)Tgl 19/32013 jam 13.45; post op o Penampilan tidak pucat, edema di ekstremitas tidak ada, pulsasi nadi dorsalis pedis +/+ Faktor Interpersonal o Suami dan anak-anak berkunjung dan mendampingi pasien o Mempunyai interaksi dan dukungan sosial. Faktor Ekstrapersonal o Dijamin Askes TUJUAN (NOC) Tujuan : Cardiac Pump effectiveness Circulation Status Vital Sign Status Kriteria Hasil : o Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi) o Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan o Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites o Tidak ada penurunan kesadaran INTERVENSI KEPERAWATAN (NIC) Pencegahan Primer Monitor status kardiovaskuler Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi Monitor balance cairan Monitor adanya perubahan tekanan darah Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia Monitor toleransi aktivitas pasien Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu Pencegahan Sekunder Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi, durasi) Catat adanya disritmia jantung Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output Pertahankan tirah baring selama ada gangguan irama jantung. Pencegahan tersier Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 46 b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen. DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN (NOC) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen; gangguan irama jantung/ aritmia. Tujuan : Energy conservation Self Care : ADLs Kriteria Hasil : o Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR o Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri Ditandai : Faktor Intrapersonal o Nadi: 84x/menit o TD: 100/60 mmHg o Akral hangat o Penampilan tidak pucat, edema di ekstremitas tidak ada, o pulsasi nadi dorsalis pedis +/+, terpasang IV line di tangan kanan o HB/leuco/HT/Trombo 7.9:/15.720/24/101 Faktor Interpersonal o suami dan anak-anak selalu mendampingi o Mempunyai interaksi dan dukungan sosial. Faktor Ekstrapersonal o Jaminan Askes INTERVENSI KEPERAWATAN (NIC) Pencegahan Primer. Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien Pencegahan Sekunder Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan social Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumbersumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas Sediakan penguatan positif bagi pasien untuk beraktivitas Bantu pasien untuk menumbuhkan motivasi diri Monitor respon fisik, emosi, social dan spiritual pencegahan tersier Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam merencanakan progran terapi yang tepat. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 47 c. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri: luka pembedahan DIAGNOSA KEPERAWATAN Nyeri akut b/d agen injuri: luka pembedahan. Faktor Intrapersonal o Mengeluh nyeri di luka operasi. Nilai nyeri 7/10bila tersentuh o TD:100/60mmHg, Nadi:84 x/menit. Faktor Interpersonal o Suami dan anak-anak selalu mendampingi pasien Faktor ekstra Personal o Terbatasnya waktu berkunjung TUJUAN (NOC) INTERVENSI KEPERAWATAN (NIC) Pencegahan Primer Tujuan : o Nyeri hilang/ Kaji secara komprehensif nyeri terkontrol dalam termasuk lokasi, karakteristik, waktu 5 hari durasi,frekuensi,kualitas, Kriteria hasil : intensitas dan faktor pencetus o Pasien menyatakan Observasi tanda-tanda non verbal penurunan/ nyeri ketidaknyamanan hilang Pencegahan Sekunder o Nadi dan TD dalam Ajarkan teknik batas normal nonfarmakologi(, relaksasi, , masasage. Dorong pasien untuk menggunakan pengobatan nyeri yang adekuat Pencegahan Tersier Siapkan informasi yang akurat pada keluarga untuk meningkatkan pengetahuan dan respon pengalaman nyeri Bantu pasien dan keluarga untuk mendapatkan dukungan. Pertimbangkan pasien dan keluarga dan terdekat lainnya sebagai support group dan sumber lainnya yang sesuai Kerjasama dengan keluarga untuk melaksanakan metode penurunan nyeri Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 48 d. Risiko infeksi berhubungan dengan agen mekanik : terpasanganya drain substrnal & intra pleura, CVP line, swan ganz, arteri line, vena dalam, & Urine kateter; adanya luka operasi didada. DIAGNOSA KEPERAWATAN Risiko infeksi b/d agen mekanik: terpasangnya drein substernal & intra pleura, CVP line, swan ganz, arteri line, vena dalam, urine katetr, adanya luka opearsi Faktor Intrapersonal o Postop OPCABG o Suhu tubuh afebris o Luka operasi kering o Terpasang drein substernal & intra pleura, CVP line, swan ganz, arteri line, vena dalam, urine kateter o Pengeluaran drain: 20cc/jam o Nadi: 84 x/menit o RR : 24 x/menit o Mobilisasi terbatas o Nampak lemah. o HB/leuco/HT/Trombo : 12.9:/17.720/37/176 Faktor Interpersonal o Kontak langsung suami dengan anak-anak dan keluarga terbatas o Kontak dengan perawat sering. Faktor Ekstrapersonal o Jaminan Askes TUJUAN Tujuan : infeksi tidak terjadi dalam waktu 5 hari Kriteria Hasil : o Tidak adanya tanda-tanda kemerahan, panas, laterasi pus, pada daerah Luka operasi dan tempat insersi alat invasive kering o Suhu, nadi dalam batas normal. o Leukosit dalam batas normal. o , dan tidak adanya tanda-tanda infeksi. INTERVENSI KEPERAWATAN Pencegahan Primer Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal Monitor kerentanan terhadap infeksi Batasi pengunjung Partahankan teknik aseptik pada pasien yang beresiko Pencegahan Sekunder Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain Pertahankan teknik isolasi Batasi pengunjung bila perlu Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan Gunakan sarung tangan sebagai alat pelindung Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat Pencegahan Tersier Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi Ajarkan cara menghindari infeksi Laporkan kecurigaan infeksi Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 49 3.1.5 Implementasi Tindakan Keperawatan dan Evaluasi a. Diagnosa 1 : Resiko penurunan curah jantung Implementasi : Pencegahan Primer Memonitor status kardiovaskuler. Memonitor status pernapasan yang menandakan gagal jantung. Memonitor adanya perubahan tekanan darah. Memonitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia. Memonitor adanya dispnea, fatique, takipnea dan ortopnea. Pencegahan sekunder Melakukan evaluasi terhadap adanya nyeri dada (intensitas, lokasi, dan durasi). Mencatat adanya distritmia jantung. Mencatat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output. Mempertahankan tirah baring selama ada gangguan irama jantung. Pencegahan tersier Mengatur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan. Melakukan kolaborasi dengan dokter jika terdapat kelebihan cairan pada pasien. Evaluasi Setelah tiga hari perawatan curah jantung pasien dalam keadaaan normal tidak ditemukan adanya tanda-tanda penurunan curah jantung. Hal ini didukung dengan data : S : Pasien mengatakan badan tidak merasa lemah, tidak ada sesak nafas, nyeri dada tidak ada. O : KU tenang, kesadaran compos mentis, akral hangat, tidak ditemukan adanya sianosis, CRT < 3 detik. Gambaran EKG sinus rytem, hasil echo Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 50 EF 67%, fungsi sistolik baik, TD : 120-125/80 mmHg, RR 18-20 x/m, HR 92-100 x/m. A : Cardiac output terkontrol dengan baik, tanda dan gejala perubahan perfusi tidak ada. Pada tanggal 27 Maret 2013 pasien diinstruksikan pulang dengan instruksi kepada pasien dan keluarga untuk mengkonsumsi obat secara teratur, sesuai dengan yang diresepkan, pasien dijadwalkan untuk rawat jalan/kontrol. P : Pencegahan tersier dipertahankan untuk mencegah penyempitan kembali pada arteri koroner. terjadinya b. Diagnosa 2 : Intoleransi aktivitas Implementasi Pencegahan primer Melakukan pengkajian adanya faktor yang menyebabkan kelelahan. Memonitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat. Memonitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan. Memonitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas. Memonitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien. Pencegahan sekunder Membantu pasien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan. Membantu pasien untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial. Membantu mengidentifikasi sumber-sumber yang diinginkan untuk beraktivitas. Membantu mengidentifiasi aktivitas yang disukai. Membantu pasien untuk membuat jadwal latihan dengan menggunakan waktu luang. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 51 Membantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas. Memberikan penguatan yang positif bagi pasien untuk beraktivitas. Membantu pasien untuk menumbuhkan motivasi dalam diri. Memonitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual. Pencegahan tersier Melakukan kolaborasi dengan petugas rehabilitasi medik dalam merencanakan program terapi yang tepat. Membantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas. Evaluasi Setelah lima hari perawatan, pasien dapat melakukan aktivitas minimal tanpa bantuan. seperti dapat berjalan diruangan tanpa bantuan, dapat makan dan minum dengan bantuan minimal, dan kebutuhan personal hygiene dibantu minimal. Hal ini didukung dengan data : S : - Pasien mengatakan dapat beraktivitas minimal tanpa bantuan. - Pasien mengatakan sudah bisa berjalan didalam ruangan tanpa bantuan. O : -Pasien dapat berjalan dalam ruangan tanpa bantuan. -Pasien bisa berjalan ke kamar mandi dengan sendiri. -Pasien sudah menjalani program rehabilitasi diruang rehabilitasi. A: Intoleransi aktivitas teratasi. P : -Intervensi tetap dilanjutkan dengan membantu memenuhi kebutuhan dasar pasien. -Melakukan latihan mobilisasi secara bertahap. -Memonitor perubahan hemodinamik pada saat pre dan post latihan. -Menjadwalkan pasien untuk program rehabilitasi setelah pulang. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 52 c. Diagnosa 3 : Nyeri akut Implementasi Pencegahan Primer Mengkaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dan faktor pencetus terjadinya nyeri. Melakukan observasi tanda-tanda non verbal ketidaknyamanan. Pencegahan sekunder Mengajarkan teknik mengurangi rasa nyeri dengan menggunakan teknik non farmakologik yaitu dengan teknik relaksasi. Memberikan morfin 10 mikro/kgBB/jam Mendorong pasien untuk menggunakan pengobatan anti nyeri secara adekuat. Pencegahan tersier Memberikan informasi yang akurat pada keluarga untuk meningkatkan pengetahuan dan respon pengalaman nyeri. Membantu pasien dan keluarga untuk mendapatkan dukungan. Menggunakan keluarga dan orang teman dekat lainnya sebagai sumber support pasien. Melakukan kerja sama dengan keluarga untuk melaksanakan metode menurunkan nyeri. Evaluasi Setelah lima hari perawatan nyeri yang dirasakan pasien secara berangsurangsur mengalami penurunan. Nyeri pada daerah operasi pada awalnya berada pada skala 7-8. Setelah diberikan tindakan keperawatan maka nyeri berada pada skala 1-2, dengan hemodinamik yang stabil. Hal ini didukung dengan data : Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 53 S : Pasien mengatakan dapat mentoleransi nyeri dengan intensitas ringan. O : Skala nyeri 1-2 dari 10 -TD sistolik 100/60 mmHg, HR 84 x/mnt, RR 20-24 x/mnt, SB 36.4-6.7ºc -Irama jantung regular, suhu perifer hangat, CRT < 3 detik. -Pasien mau melakukan teknik relaksasi. A : Nyeri terkontrol P : Lanjutkan intervensi, tetap monitor perubhn hemodinamik Pasien diinstruksikan pulang, selanjutnya berobat jalan. d. Diagnosa 4 : Resiko infeksi berhubungan dengan agen mekanik Implementasi Pencegahan primer Memonitor adanya tanda dan gejala terjadinya infeksi sistemik dan lokal (kemerahan, panas, bengakak, laserasi, pus). Memonitor terhadap adanya kerentanan terjadinya infeksi. Membatasi pengunjung yang datang. Mempertahankan teknik asepsis pada pasien. Pencegahan sekunder Mempertahankan kebersihan lingkungan sekitar pasien setiap kali merawat pasien. Mempertahankan teknik isolasi. Menginstruksikan kepada pengujung untuk selalu mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan kepada pasien. Menggunakan sarung tangan sebagai alat pelindung. Mempertahankan lingkungan aseptik selama meakukan pemasangan alat pada pasien. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 54 Pencegahan tersier Mengajarkan pasien dan keluarga untuk mengenal adanya tanda dan gejala infeksi. Mengajarkan pasien dan keluarga mengenai cara untuk menghindari terjadinya infeksi. Evaluasi Setelah sembilan hari perawatan luka bekas operasi terawat dengan baik, tidak menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi, luka dalam keadaan kering. Hal ini dudukung dengan data : S : Pasien mengatakan tidak merasa nyeri lagi. Keadaan umum baik, tidak lemah, kkesadaran compos mentis O : Luka Nampak kering Kemerahan (-), bengkak (-), pus (-) Luka terawatt dengan bersih A : Resiko infeksi tidak terjadi P : Pertahankan kebersihan luka bekas operasi. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 55 3.1.5 Outcome Keperawatan Setelah enam hari perawatan yang dilakukan pada Ny.H maka dapat diformulasikan ringkasan intervensi dan evaluasi yang sudah dilakukan sebagai berikut : 3.1.2.1 Terkait dengan diagnosa 1. Setelah tiga hari perawatan pasca operasi pada Ny.H tidak menunjukkan penurunan curah jantung dan memperlihatkan tanda-tanda curah jantung terkontrol ditandai dengan tidak terjadi penurunan kesadaran, hemodinamik stabil, nadi perifer teraba, tidak sesak, akral hangat, nilai CO dalam batas normal. Ny. H diperbolehkan pulang oleh dokter dan selanjutnya melakukan rawat jalan, sambil control ke dokter, dan tetap mengkonsumsi obat yang diberikan. 3.1.2.2 Terkait dengan diagnose 2. Ny.H setelah enam hari perawatan menunjukkan perkembangan kemauan yang baik, yaitu terjadi peningkatan kemampuan dalam melaksanakan aktivitas dengan bantuan minimal. Ny.H menunjukkan adanya peningkatan energy dan tidak merasa pusing, mual, muntah sehingga secara berangsurangsur dapat mengikuti kegiatan latihan mobilisasi diruang rehabilitasi medic, dan setelah pulang Ny.H telah dijadwalkan untuk melakukan rehabilitasi di rumah sakit. 3.1.2.3 Terkait dengan diagnose 3. Ny.H tidak merasakan nyeri post operasi CABG, dan bisa memenuhi kebutuhannya sendiri dengan bantuan minimal. Pasien juga bisa melakukan aktivitas seperti duduk, berjalan.. Pasien merasa nyaman dan merasa tenang karena selalu didampingi oleh suami dan anak-anak serta keluarga. Ekspresi wajah ceria ketika dalam persiapan untuk pulang ke rumah. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 56 3.1.2.4 Terkait dengan diagnose 4. Ny.H memperlihatkan tidak adanya tanda-tanda infeksi sistemik maupun lokal. Kondisi luka post operasi dalam keadaan baik, kering dan terawat. Pasien dan keluarga memahami sebelum melakukan tindakan dilakukan cuci tangan dan mempertahankan kebersihan tubuh agar meminimalkan keterpaparan kuman pathogen dan mencegah terjadinya infeksi. 3.2 Pembahasan Model dan teori keperawatan yang menjadi dasar pada kasus ini adalah Model Sistem Neuman yang dimulai dari pengkajian secara umum, intervensi, implementasi dan evaluasi. Penggunaan model teori Neuman ini dapat menggambarkan pendekatan yang jelas antara disiplin ilmu keperawatan, kedokteran dan ilmu kesehatan lain. Model teori ini memberikan gambaran yang sistematis untuk mengarahkan proses keperawatan. 3.2.1 Pengkajian a. Stres yang dipersepsikan oleh pasien 1) Area Stresor utama Stresor utama pasien adalah ketika terjadinya penyumbatan/penyempitan pada arteri koroner yang menyebabkan berkurangnaya aliran darah dan suplai zatzat penting seperti oksigen ke daerah atau organ jantung. Penyumbatan/penyempitan pada arteri koronaria yang berfungsi mensuplai darah ke otot jantung, mengakibatkan suplai darah berkurang sehingga terjadi kerusakan pada otot miokard. Coronary artery disease biasanya terjadi karena adanya oklusi aterosklerotik pada arteri koroner yang menyebabkan terjadinya peningkatan vesel dalam pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan yang mengganggu aliran darah. Hal ini membuat otot jantung kekurangan darah dan oksigen. Homoud 2008. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 57 Dalam jurnal yang ditulis oleh Kang, 2010 menjelaskan bahwa coronary artery disease disebabkan oleh adanya gangguan suplay darah ke arteri koroner sehingga otot jantung kekurangan nutrisi dan oksigen. Hal ini juga didukung oleh Ignatavicius, 2010 yang mengatakan bahwa Coronary Artery Disease terjadi ketika suplay darah dari arteri koronaria ke miokard (otot jantung) tidak adekuat sehingga jantung tidak dapat memompakan darah secara efektif, akibatnya perfusi darah ke organ mengalami gangguan. Organ dan jaringan membutuhkan oksigen melalui darah dari ateri untuk tetap mempertahankan fungsinya. Ny.H masuk rumah sakit dengan keluhan utama terasa nyeri pada dada sebelah kiri yang menjalar sampai ke lengan kiri. Keluhan ini dirasakan lebih sering sejak 1 bulan terakhir ini. Pasien mengeluh merasa cepat capek ketika melaksanakan aktivitas dirumah disertai dengan rasa nyeri. Pada tanggal 19 Maret 2013 pasien dilakukan dilakukan operasi CABG dengan hasil kateterisasi jantung sebelumnya Left Mean stenosis 20%, LAD multiple stenosis 60-80 %, LCx caliber kecil non significant stenosis, RCA caliber besar, stenosis 60%. Saat ini pasien sudah dilakukan tindakan operasi CABG. Operasi berjalan dengan lancar, tidak ada penyulit pada pasien selama pelaksanaan operasi. Setelah selesai operasi pasien masuk dibawa ke ruang ICU jam 13.20 WIB. Pasien terpasang alat bantu pernapasan yaitu ventilator, kateter, dan alat monitor hemadinamik, terpasang drain substernal panjang pada intra pleura kiri. Intubasi terpasang selama 8 jam, dan pada jam 18.10 WIB dilakukan ekstubasi. Tidak terdapat kesulitan pada saat dilakukan ekstubasi. Pasien sudah mampu untuk bernapas spontan , tetapi pasien tetap diberikan bantuan oksigen melalui nasal kanul. Pasien mengeluh nyeri pada daerah operasi yaitu didaerah toraks akibat adanya luka bekas operasi. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 58 2) Gaya hidup. Pengkajian pada gaya hidup pada pasien meliputi pekerjaan, tanggungan dalam keluarga (isrti/suami anak-anak/anggota keluarga lainnya), hidup bersama/tidak, kegiatan keagamaan, partisipasi dalam masyarakat, dukungan keluarga, diet, olahraga, kebiasaan merokok/alkohol, penggunaan waktu luang seperti nonton tv, dll. Sebelum sakit pasien sebagai ibu rumah tangga menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga seperti memasak mengurus suami dan anak-anak. Kebiasaan diet yang tidak teratur, suka mengkonsumsi makanan berlemak seperti gorengan, daging dan kurang berolahraga merupakan salah satu factor penyebab adanya stressor pada pasien. Setelah sakit pasien mengalami perubahan gaya hidup dengan membatasi diet makanan, intoleransi aktivitas karena keterbatasan akibat tindakan operasi CABG. Menurut Smeltzer & Bare (2002), bila terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung kolesterol, maka kadar kolesterol dalam darah akan meningkat (hiperloresterolemia), sehingga akan disimpan didalam lapisan dinding pembuluh darah arteri yang disebut dengan plak atau ateroma, apabila berlangsung lama plak yang terbentuk makin banyak, akan terjadi penebalan pada dinding pembuluh darah arteri, sehingga terjadi penyempitan. Selain itu aktivitas fisik dapat menurunkan resiko terhadap penyakit jantung, karena aktivitas fisik dapat berguna untuk : meningkatkan HDL, menurunkan LDL kolesterol, trigliserida, menurunkan gula darah, meningkatkan sensitivitas insulin, menurunkan tekanan darah, dan menurunkan body mass indeks. AHA merekomendasikan 30-60 menit melakukan aktivitas fisik dalam sehari. 3) Pengalaman pasien dengan masalah yang sama Pasien menyatakan belum pernah di rawat di RS dengan tindakan pembedahan seperti sekarang. Pasien pernah merasakan nyeri tapi tidak seperti saat ini, nyeri yang pernah diraakan adalah nyeri dada karena Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 59 penyempitan arteri koroner. pasien menerima kondisi penyakitnya saat ini sambil tetap berharap akan kesembuhannya. Pengalaman dengan masalah kesehatan sebelumnya mempengaruhi stressor pasien dimana pengalaman yang baru merupakan sesuatu yang bisa dirasakan asing bagi pasien dan apabila tidak dijelaskan akan meningkatkan stressor pasien. Untuk itu intervensi keperawatan sangat dibutuhkan terkait dengan stressor ini. Intervensi yang dilakukan untuk pasien pre operasi yaitu dengan menjelaskan prosedur tindakan operasi, kondisi pasien setelah operasi, selain itu pasien diorientasikan ke ruang ICU. 4) Harapan ke depan Pasien sangat berharap dapat sembuh dan melaksanakan aktivitas seperti sebelum sakit, mempertahankan kondisi kesehatan dengan melakukan control sesuai anjuran dan menghindari factor penyebab stressor seperti makanan. Menurut Neuman setiap pasien mempunyai kebutuhan untuk memperbaiki kesehatan, mengubah gaya hidup yang menguntungkan kesehatan diri dan mempunyai harapan untuk hidup sehat setelah sembuh dari sakit. 5) Hal yang dilakukan oleh pasien untuk menolong diri sendiri Pasien selalu mendiskusikan masalah penyakitnya dengan keluarga/suami dan anaka-anak serta meminta saran/pendapat dari tenaga kesehatan yang merawatnya. Pasien sangat kooperatif dan mau bekerjasama dengan tim medis dalam hal pengobatan serta tindakan lainnya yang berhubungan dengan penyakit pasien. 6) Harapan dari orang terdekat Pasien selalu berharap dukungan dan motivasi dari keluarga dan hal ini diwujudkan dengan kesetiaan keluarga mendampingi pasien, suami dan anakanak selalu bberada disamping pasien memberikan prhatian, mendiskusikan bersama masalah yang yang ada, mengambil keputusan bersama. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 60 b. Stres yang dipersepsikan oleh Care giver 1) Area stress utama Stresor utama pasien adalah akibat adanya penyempitan/penyumbatan pada arteri koroner, selain itu pasien juga mengeluh adanya nyeri pada daerah operasi. Nyeri adalah suatu pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan, hal ini terjadi karena adanya kerusakan jaringan. Nyeri akan mengganggu pertahanan pasien apabila tidak dilakukan penanganan. Pasien baru pertama kali merasakan nyeri seperti ini. 2) Adanya perbedaan lingkungan dari pola kebiasaan hidup Dampak hospitalisasi menyebabkan pasien harus menyesuaikan pola hidup sebelum dan sesudah dirawat di rumah sakit. Pasien dalam keadaan yang masih lemah setelah operasi, harus istirahat ditempat tidur, merasa terbatas karena terpsang drain, kateter dan alat monitor lainya. 3) Pengalaman pasien sebelumnya dengan situasi yang sama Pasien baru pertama kali dirawat dengan tindakan operasi seperti saaat ini, hal ini membutuhkan dorongan dan motivasi agar pasien dapat berpartisipasi terhadap proses perawatan. 4) Antisipasi ke depan Pasien membutuhkan dukungan keluarga dalam meningkatkan aktivitas, pengetahuan tentang proses penyakit, serta menghindari factor penyebab berulangnya kemabli keluhan pasien. Pasien dianjurkan untuk berobat secara teratur, melakukan control, dan mematuhi diet yang dianjurkan. 5) Hal yang dilakukan untuk menolong dirinya Pasien selalu berkomunikasi dengan perawat dan petugas kesehatan lainnya serta keluarga. Komunikasi adalah hal penting untuk membantu pasien Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 61 mengahadapi permasalahan penyakitnya. Gangguan dalam proses komunkasi dapat diatasi dengan meningkatkan hubungan personal dan interpersonal dengan pasien. 6) Harapan pasien terhadap keluarga, teman dan care giver. Pasien tetap memandang bahwa pemberi pelayanan itu adalah sumber informasi, yang dapat meberikan penjelasan tentang proses penyakit, prosedur tindakan. Pasien menyikapi stressor dengan banyak bertanya, dan mengikuti setiap tindakan yang dilakukan. Pasien mendapatkan bantuan pelayanan baik fisik dan psikologikal serta dukungan dari care giver, yang ditunjang dengan keluarga. 3.2.2 Diagnosa Keperawatan 1) Resiko penurunan curah jantung Diagnosa ini ditegagkkan untuk mengantisipasi terjadinya gangguan sirkulasi pada pasien setelah dilakukan tindakan operasi. Untuk perlu dilakukan monitor terhadap perubahan hemodinamik pasien. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain : a).Sesak nafas : Apabila terjadi peningkatan tekanan vena pulmonalis dapat menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli. Akibatnya terjadi edema paru yang mengakibatkan pasien merasa sesak. Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Manifestasi klinis yang terjadi meliputi dispnu, batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat (takikardi) dengan bunyi jantung S3, kecemasan dan gelisah.(Smeltzer & Bare 2002). b) Mudah lelah terjadi akibat curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 62 hasil katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energy yang digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk. c) Pasien mengeluh pusing Keluhan pasien ini menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral sekunder terhadap penurunan curah jantung. Otak menerima sekitar 15% curah jantung. Darah diperlukan untuk memenuhi kebutuhan otak yang terus-menerus tinggi akan glukosa dan oksigen.Bila volume darah dan cairan dalam pembuluh darah meningkat, maka darah yang beredar menjadi encer dan kapasitas transport oksigen menjadi berkurang. Otak tidak dapat bertoleransi terhadap kekurangan oksigen dan pasien mengalami konfusi. 2) Intoleransi aktivitas Setiap tindakan pembedahan selalu berhubungan dengan adanya tindakan insisi (sayatan) dan hal ini menimbulkan trauma bagi pasien yang mengalaminya juga menimbulkan berbagai keluhan dan gejala seperti kelelahan dan nyeri. Kelelahan yang dialami pasien adalah keluhan yang sering diungkapkan oleh pasien post operasi. Tubuh terasa lemas, kekuatan otot menurun, bahkan disertai mual muntah juga merupakan dampak dari tindakan operasi. Dalam istilah kesehatan kelelahan juga disebut fatique yang gambarannya diantaranya intoleransi aktivitas, kehilangan energy. 3) Nyeri akut Pasien memiliki stressor yang diantaranya adalah nyeri post operasi. Secara klinis nyeri yang dirasakan akibat adanya kerusakan jaringan, meskipun terjadi perubahan neuroplastik (yang mempengaruhi sensitisasi jaringan). Nyeri akibat adanya tindakan pembedahan mengalami sedikitnya dua perubahan yaitu yang pertama akibat pembedahan menimbulkan rangsangan nosiseptif, kedua akibat pembedahan terjadi respon inflamasi pada daerah Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 63 sekitar operasi dimana terjadi pelepasan zat-zat kimia oleh jaringan yang mengalami kerusakan dan sel-sel inflamasi. Zat-zat kimia tersebut adalah prostaglandin, histamine, serotonin, bradikinin. Zat-zat ini akan ditransduksi oleh nosiseptor dan ditransmisikan oleh serabut saraf A delta dan C ke neoroaksis. (Patel,N.B, 2010). Transmisi lebih lanjut ditentukan oleh modulasi kompleks yang mempengaruhi medulla spinalis. Beberapa impuls diteruskan ke anterior dan anterolateral dorsal horn untuk respon reflex segmental. Respon reflex segmental diasosiasikan dengan operasi termasuk adanya peningkatan tonus otot lurik dan spasme yang diasosiasikan dengan meningkatnya konsumsi oksigen dan produksi asam laktat. Simulasi dari saraf simpatis menyebabkan takikardi, peningkatan cardiac output, kerja jantung dan konsumsi oksigen miokard. (Lamont,L.A.,Tranquilli,W.J.,Grimm,K.A, 2000). Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan mortorik yang tidak menyenangkan, dan berhubungan dengan kerusakan pada jaringan. Penanggulangan nyeri post operasi sangat efektif untuk mengatasi masalah hal ini dikarenakan : Nyeri post operasi bersifat individual, respon dari individu yang lain berbeda-beda. Banyak pasien yang kurang mendapatkan terapi yang efektif untuk mengatasi nyeri post operasi. Apabila pasien terbebas dari rasa nyeri dapat mengurangi komplikasi pasca bedah. Berat ringannya nyeri yang dirasakan juga dipengaruhi oleh fisik, psikis atau emosi, karakter individu dan sosial cultural maupun pengalaman masa lalu terhadap rasa nyeri itu. Rasa nyeri bagi pasien umumnya akan menimbulkan reaksi kecemasan/stress. Hal dapat terjadi karena pasien merasa asing/tidak bersahabat dengan lingkungan barunya saat ini, berpisah dengan keluarga Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 64 (suami/istri/anak-anak/teman), kurang mendapatkan informasi atau informasi yang kurang jelas, serta pengalaman masa lalu tenntang penanganan nyeri yang tidak adekuat. Model Sistem Neuman dalam penerapannya pada pasien Ny.H memiliki beberapa stressor post CABG diantaranya nyeri pada daerah operasi serta intoleransi aktivitas. Secara klinis nyeri dirasakan akibat adanya kerusakan jaringan, meskipun terjadi perubahan neuroplastik (yang mempengaruhi sensitisasi jaringan). Nyeri akibat adanya tindakan pembedahan mengalami sedikitnya dua perubahan yaitu yang pertama akibat pembedahan menimbulkan rangsangan nosiseptif, kedua akibat pembedahan terjadi respon inflamasi pada daerah sekitar operasi dimana terjadi pelepasan zat-zat kimia oleh jaringan yang mengalami kerusakan dan sel-sel inflamasi. Zat-zat kimia tersebut adalah prostaglandin, histamine, serotonin, bradikinin. Zat-zat ini akan ditransduksi oleh nosiseptor dan ditransmisikan oleh serabut saraf A delta dan C ke neoroaksis. (Patel,N.B, 2010). 4) Resiko infeksi Prinsip pencegahan infeksi menurut Hidayat 2009, pencegahan infeksi luka operasi harus dilakukan, karena jika tidak dilakukan maka akan mengakibatkan bertambahnya waktu rawat inap pasien, peningkatan biaya perawatan, resiko kecacatan dan kematian. Pencegahan tersebut harus melibatkan peran dari pasien, dokter, perawat dan tim kesehatan lainnya. Prinsip pencegahan yaitu mengurangi resiko infeksi dari pasien dan mencegah transmisi mikroorganisme dari petugas, lingkungan, instrument dan pasien itu sendiri. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 65 3.2.3 Implementasi dan Evaluasi 1) Diagnosa 1 : Resiko penurunan curah jantung Implementasi yang sudah dilakukan untuk mencegah supaya tidak terjadi penurunan curah jantung adalah pencegahan primer : memonitor status kardiovaskuler, memonitor status pernapasan yang menandakan gagal jantung, memonitor adanya perubahan tekanan darah, memonitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia dan memonitor adanya dispnes, fatique, takipnea, dan ortopnea. Pencegahan sekunder : melakukan evaluasi terhadap adanya nyeri dada (intensitas, lokasi dan durasi), mencatat adanya distritmia jantung, mencatat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output serta mempertahankan tirah baring selama ada gangguan irama jantung. Pencegahan tersier : mengatur periode latihan dan istirahat untuk menghindari keleahan, melakukan kolaborasi dengan dokter jika terdapat kelebihan cairan pada pasien. Setelah tiga hari perawatan curah jantung pasien dalam keadaaan normal tidak ditemukan adanya tanda-tanda penurunan curah jantung. Selain itu peranan obat anti angina seperti NTG yang merupakan senyawa nitrat yang mampu bekerja langsung merelaksasi oot polos pembuluh darah vena yang menyebabkan aliran balik vena berkurang sehingga mengurangi beban hulu jantung. Disamping itu nitrat juga merupakan vasodilator koroner. 2) Diagnosa 2 : Intoleransi aktivitas Implementasi yang sudah dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pasien dalam beraktivitas adalah pencegahan primer : melakukan pengkajian adanya factor yang menyebabkan kelelahan, memonitor nutrisi dan sumber energy yang adekuat, memonitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan, memonitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas, memonitor pola tidur, lamanya tidur/istirahat pasien. Pencegahan Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 66 sekunder : membantu pasien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan, membantu pasien untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial, membantu mengidentifikasi sumber-sumber yang diinginkan untuk beraktivitas, membantu mengidentifikasi aktivitas yang disukai, membantu pasien untuk membuat jadwal latihan dengan menggunakan waktu luang, membantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas, memberikan penguatan yang positif bagi pasien untuk beraktivitas, membanu pasien untuk menumbuhkan motivasi dalam diri, memonitor respon fisik, emosi sosial dan spiritual. Pencegahan tersier : melakukan kolaborasi dengan petugas rehabilitasi medic dalam merencanakan program terapi yang tepat, membantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas. Setelah lima hari perawatan pasien dapat melakukan aktivitas minimal tanpa bantuan, seperti dapat berjalan diruangan tanpa bantuan, dapat makan dan minum serta mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene. Pasien yang menjalani operasi akan mengalami intolerasi aktivitas atau kelelahan. Kelelahan dalam istilah kesehatan disebut juga dengan fatigue. Penderita yang mengalami fatigue merasa kehilangan energy, karena hal ini melibatkan aspek biologis, psikologis dan perilaku. Fatigue merupakan hal yang subjektif yang tidak nyaman, yang dapat menyebabkan ketidakmampuan fungsi tubuh. 3) Diagnosa 3 : Nyeri akut Implementasi yang sudah dilakukan untuk mengatasi nyeri pada pasien adalah pencegahan primer : mengkaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, kualitas, intensitas dan factor pencetus terjadinya nyeri, melakukan observasi tanda-tanda non verbal ketidaknyamanan. Pencegahan sekunder : mengajarkan teknik mengurangi rasa nyeri dengan menggunakan teknik non farmakologik yaitu dengan teknik relaksasi, Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 67 memberikan morfin 10 mikro/kgBB/jam, mendorong pasien untuk menggunakan pengobatan anti nyeri secara adekuat. Pencegahan tersier : memberikan informasi yang akurat pada keluarga untuk meningkatkan pengetahuan dan respon pengalaman nyeri, membantu pasien dan keluarga untuk mendapat dukungan, menggunakan keluarga dan orang, teman dekat lainnya sebagai sumber support pasien, melakukan kerja sama dengan keluarga untuk melaksanakan metode menurunkan nyeri. Setelah lima hari perawatan nyeri yang dirasakan pasien secara berangsurangsur mengalami penurunan, dengan hemodinamik yang stabil. 4) Diagnosa 4 : Resiko infeksi berhubungan dengan agen mekanik Implementasi yang sudah dilakssanakan bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi selama dalam perawatan yaitu pencegahan primer : memonitor adanya tanda dan gejala terjadinya infeksi sistemik dan lokal (kemerahan, panas, bengkak, laserasi, pus), memonitor terhadap adanya kerentanan terjadinya infeksi, membatasi pengunjung yang datang, mempertahankan teknik aseptic pada oasien. Pencegahan sekunder mempertahankan kebersihan lingkungan sekitar pasien setiap kali merawat pasien, mempertahankan teknik isolasi, menginstruksikan kepada pengunjung untuk selalu mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien, mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan kepada pasien, menggunakan sarung tangan sebagai alat pelindung, mempertahankan lingkungan aseptic selama melakukan pemasangan alat pada pasien. Pencegahan tersier, mengajarkan pasien dan keluarga untuk mengenal adanya tanda dan gejala infeksi, mengajarkan pasien dan keluarga mengenai cara untuk menghindari terjadinya infeksi. Pasca operasi pada pasien menurut Hidayat, hal yang harus diperhatikan adalah perawatan luka insisi serta edukasi pada pasien. Perawatan luka insisi berupa penutupan secara primer dan dressing yang steril selesai operasi. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 68 Mencuci tangan sebelum dan sesudah merawat luka, jangan membiarkan luka dalam keadaan terbuka. Edukasi pada pasien diberikan dalam bentuk penjelasan mengenai perawatan luka, adanya gejala dan harus melaporkan jika hal tersebut terjadi pada pasien. Pasien diperbolehkan pulang setelah kondisi pasien membaik selain itu keluarga harus diberikan penjelasan mengenai perawatan luka dan tandatanda infeksi pada luka operasi. 3.3 Analisis Penerapan Model Sistem Neuman pada 30 Kasus Resume Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dilaksanakan oleh praktikan lewat praktek residensi kardiovaskuler dengan penerapan model konseptual dan teori keperawatan pada 30 kasus dengan masalah sistem kardiovaskuler yang telah diberikan pelayanan asuhan keperawatan selama praktikan melaksanakan praktek residensi keperawatan medical bedah kekhususan kardiovaskuler di Rumah Sakit Pusat jantung Nasional Harapan Kita Jakarta mulai tanggal 10 September 2012 sampai 10 Mei 2013. Kasus yang ditemukan sebanyak 30 kasus dikelompokkan berdasarkan ada atau tidaknya gangguan pada vaskuler/arteri koroner, Pasien dengan Penyakit Jantung Koroner (PJK) STEMI 7 kasus, NSTEMI 9 kasus, CHF 11 kasus, : PJK dengan penatalaksanaan bedah CABG 2 kasus dan Sindrom Koroner Akut 1 kasus. Penerapan teori Model Sistem Neuman pada 30 kasus resume dimulai dengan melakukan pengkajian untuk mendapatkan data dasar pasien melalui interaksi dengan pasien berdasarkan variable dalam format pengkajian yaitu fisiologi, psikologi, sosial budaya, perkembangan dan spiritual. Selain itu dilakukan identifikasi terhadap persepsi pasien atau persepsi sistem pasien dan persepsi perawat terhadap stressor, setelah itu dibandingkan antara persepsi dari pasien dan persepsi perawat. Setiap kasus resume dilakukan pengkajian mengenai profil pasien serta data demografi. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 69 Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada 19 kasus PJK sebagian besar terdapat pada pasien yang berjenis kelamin laki-laki. Menurut Homoud, 2008 mengatakan bahwa laki-laki memiliki resiko lebih tinggi terkena pennyakit jantung dibandingkan dengan perempuan. Sedangkan usia rata-rata pasien berusia diatas 50 tahun. Hal ini diperkuat oleh National clinical guidelines cardiovascular disease, 2007 mengatakan bahwa dengan semakin bertambahnya usia seseorang akan semakin resiko terkena serangan jantung jantung. Hal ini didukung oleh Homoud, 2008 yang menjelaskan bahwa penderita jantung paling banyak berada pada usia 55-65 tahun ke atas. Selanjutnya melakukan identifikasi persepsi pasien terhadap srtesor, yang terdiri dari stressor utama, gaya hidup, pengalaman pasien dengan masalah yang sama, harapan pasien, apa yang dilakukan untuk menolong dirinya, harapan dari orang terkdekat. Dari beberapa kasus resume rata-rata pasien mengatakan nyeri dada yang muncul pada saat beraktivitas ringan, atau pada saat sedang duduk/menonton tv dirumah. Sifat nyeri seperti ditimpa dengan beban yang berat, menjalar ke leher dan lengan sampai epigastrium. Nyeri yang dirasakan berbeda-beda setiap pasien, persepsi terhadap nyeri ditanggapi tidak sama oleh pasien. Dalam jurnal yang ditulis oleh Kang, 2010 menjelaskan bahwa Penyakit jantung koroner disebabkan oleh adanya gangguan suplay darah ke arteri koroner sehingga otot jantung kekurangan nutrisi dan oksigen dan hal ini meyebabkan terjadinya nyeri. Keluhan lain yang dirasakan oleh pasien adalah sesak nafas, rasa tidak nyaman pada daerah toraks, merasa lemah, hal ini bisa terjadi akibat curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energy yang digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk. (Smeltzer, 2002). Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 70 Terdapat beberapa riwayat penyakit yang dimiliki oleh pasien seperti hipertensi dengan riwayat pengobatan yang tidak teratur, Diabetes serta memiliki fakor resiko terhadp kejadian penyakit jantung koroner seperti merokok, kurang aktivitas, BB yang lebih. Tar, nikotin dan carbon monoksida berkontribusi merusak pembuluh darah. Nikotin meningkatkan pelepasan epinefrin dan nonepinefrin dimana keduanya akan menyebabkan terjadinya vasokontriksi, sehingga menyebabkan tekanan darah meningkat, denyut nadi meningkat, konsumsi oksigen meningkat dan memungkinkan terjadi dysritmia. Selain itu nikotin akan mengaktifkan platelet dan menstimulasi proliferasi sel otot didalam dinding arteri. Karbonmonoksida menurunkan ketersediaan darah, menyebabkan terjadinya vesel pada dinding pembuluh darah dan meningkatkan permeabilitas endotelium Aish, 2011. Aktivitas fisik dapat menurunkan resiko terhadap penyakit jantung, karena aktivitas fisik dapat berguna untuk : meningkatkan HDL, menurunkan LDL kolesterol, trigliserida, menurunkan gula darah, meningkatkan sensitivitas insulin, menurunkan tekanan darah, dan menurunkan body mass indeks. AHA merekomendasikan 30-60 menit melakukan aktivitas fisik dalam sehari. (National clinical guidelines, 2007). Rata-rata pasien membutuhakn support sistem untuk mengatasi masalah penyakitnya seperi dukungan peningkatan aktivitas, minum obat teratur, pengaturan diet, berhenti merokok, semuanya ditujukan untuk meningkatkan kemampuan pasien untuk dapat menolong dirinya sendiri. Selain itu pasien selalu menjalankan ajaran agamanya masing-masing tetap berpikir positif mendekatkan diri kepada Tuhan. Interaksi pasien dengan lingkungan mempengaruhi garis pertahanan normal pasien. Akibat adanya stressor dari dalam diri pasien yang masuk sampai pada batas pertahanan terluar dari lingkaran fleksibel. Hal ini mempenraguhi reaksi Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 71 pasien terhadap stressor. Batas pertahanan normal yang menjaga stabilitas individu menjadikan individu menuju pada tingakt kesejahtraan (Freese, 2006). Faktor psikologis sangat berperan terhadap penyembuhan pasien-pasien pada kasus yang ditemui. Umumnya pasien merasa cemas dengan dengan kesembuhan penyakitnya. Sebagian besar pasien mau bekerjasama dalam perawatan, menngungkapkan perasaan kepada perawat, mengungkapkan apa yang dirasakan, kebiasaan yang merugikan kesehatan seperti merokok, mengkonsumsi makanan berlemak, emosional. Faktor sosiokultural ditemukan rata-rata pasien mempunyai hubungan yang baik dengan anggota keluarga yaitu suami/istri dan anak-anak serta orang terdekat pasien sedangkan sebagian kecil membatasi interaksi dengan lingkungan karena merasa capek, sesak nafas dan gangguan rasa nyaman. Aspek perkembangan didapatkan bahwa sebagian besar kasus resume berjenis kelamin laki-laki dan berusia antara 40-70 tahun. Semuanya rata-rata memiliki keberhasilan dalam memenuhi tugas perkembangan sebagai manusia dewasa, dimana semuanya menikah dan mempunyai anak. Pekerjaan dari pasien terdiri dari PNS, wiraswasta, pensiunan, namun karena mengalami sakit maka tidak bekerja lagi Lingkungan berperan aktif terdapat stressor pasien, dimana pasien berada pada rentang sehat sakit yang dipengaruhi oleh factor intrapersonal, interpersonal, dan ekstrapersonal. Lingkungan mempengaruhi status fungsional pasien seperti intoleransi aktivitas karena sesak, kelemahan, sementara beberapa kasus lainnya masih dapat melakukan aktivitas ringan seperti makan, miunum, berjalan ke toilet karena dapat beradaptasi dengan stressor yang ada. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 72 Berdasarkan data tentang factor Interpersonal, umumnya pasien mampu berinteraksi dengan perawat, dokter serta petugas kesehatan lainnya. Perawat dapat bekerjasama dengan pasien terutama dalam mengatasi masalah nyeri dengan melakukan kolaborasi untuk penanganan nonfarmakologis. Keluarga menyatakan selalu siap membantu pasien dalam mencapai tingkat kesembuhan yang maksimal dengan tetap memberikan dukungan selama dalam perawatan dirumah sakit. Faktor ekstrapersonal menjelaskan bahwa pasien memiliki rumah sendiri, dapat menjangkau temapat pelayanan kesehatan, serta memiliki jaminan kesehatan berupa jamkesmas, Kartu Jakarta Sehat, Gakin dan Askes.. Berdasarkan masalah yang ditemukan pada 30 kasus resume, maka dibuatlah tujuan untuk mengatasi masalah tersebut berdasarkan criteria yang dibuat. Pencapaian tujuan pada pasien dengan masalah nyeri dada dibuat dalam jangka pendek dengan tujuan menghilangkan rasa nyeri dada yang merupakan stressor bagi pasien. Intervensi yang dilakukan adalah dengan melakukan manajemen nyeri dan mengadakan kolaborasi dengan tim kesehatan yan lain. Masalah penurunan curah jantung dibuat tujuan keperawatan yang mampu melakukan perawatan terhadap penurunan curah jantung. Yaitu senantiasa melakukan pengkajian terhadap fungsi jantung, tekanan darah, perfusi darah ke perifer, mengontrol tekanan darah, akral, fungsi pernapasan serta kemampuan jantung untuk berkontraksi. Untuk mempertahankan fungsi jantung dipertahankan optimal maka perlu dilakukan tindakan pencegahan yang menurut Neuman terdiri dari : Pencegahan primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer yaitu berupa : tindkan pencegahan invasi terhadap stressor, memberikan penjelasan/informasi untuk memotivasi pasien, memberikan dukungan terhadap koping pasien, edukasi. Ketika terjadi stressor pada pasien Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 73 maka perawat harus menggunakan pencegahan sekunde sebagai intervensi untuk menjaga stabilitas pasien menuju pada keadaaan yang optimal, sejahtera dan memiliki energy. Pencegahan sekunder terdiri dari : proteksi struktur dasar, mobilisasi dan optimalisasi sumber-sumber internal dan eksternal dalam mencapai stabilitas dan konservasi energy, memfasasilitasi individu agar dengan mudah dapat memanipulasi stressor dan reaksiterhadap stressor, motivasi, edukasi serta melibatkan pasien untuk berpartisipasi dalam program pengobatan demi kesembuhan dari pasien itu sendiri. (Freese, 2006). Pencegahan tersier adalah tindakan yang bertujuan untuk mencapai dan mempertahankan kesehatan pasien pada level yang paling tinggi dan menjadi stabil selama dilakukan edukasi, reedukasi atau dukungan yang menuju pada pencapainan tujuan yang diinginkan. Neuman mengatakan bahwa pencegahan tersier memberikan perlindungan kepada pasien untuk tindakan keperawatan yang terstruktur guna tercapainya tujuan yang diinginkan. (Neuman, 1995). Perbedaaan penggunaan teori Model Sistem Neuman ini pada kasus-kasus s penyakit jantung koroner seperti STEMI/NSTEMI, CHF dapat terlihat dari respon pasien terhadap stressor yang diterima baik Intrapersonal, Interpersonal dan ekstrapersonal. Pada kasus-kasus STEMI maupun NSTEMI sumber utama stressor pasien yaitu adanya nyeri yang mengakibatkan terganggunya garis pertahanan normal pasien. Neuman mengatakan bahwa intervensi dapat dimulai pada titik dimana saja sesuai dengan stressor yang diidentifikasi dari pasien sehingga pencegahan primer paling utama dilakukan. Pada kasus-kasus CHF pencegahan sekunder diberikan karena reaksi pada stressor sudah terjadi sehingga perawat berupaya untuk menstabilkan sistem dengan tetap memelihata energy pasien dengan tujuan memanipulasi stressor atau reaksi terhadap stressor Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 74 tersebut seperti memperkuat batas perlawanan internal atau mengilangkan stress. Penerapan Model Sistem Neuman terhadap 30 kasus resume pada ruangan perawatan dapat dijelaskan sebagai berikut : pada ruangan Emergency dimana awal pasien datang reaksi terhadap stressor cukup tinggi hal ini sangat mengganggu garis pertahanan normal pasien, mengganggu stabilitas dan keseimbangan yang dinamis, termasuk pemecahan masalah, kemampuan koping. Pencegahan primer untuk menguatkan kemampuan individu lebih baik terutama pada garis pertahanan fleksibel dalam menghadapi stressor untuk memamnipulasi, mengurangi dan menghilangkan stressor. Penerapan Model Sistem Neuman diruang ICU berbeda dengan ruangan lainnya. Pasien membutuhkan perawatan intensif sering memerlukan support terhadap instabilitas hemodinamik (hipotensi), airway atau respiratory. Selain itu kondisi pasien yang kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi intensif, resiko mengalami gagal nafas , pasien post operasi bedah jantung Pasien yang memerlukan pemantauan intensif invasif dan non invasif, sehingga menurut Neuman lingkungan harus dimodifikasi karena lingkungan merupakan sumber stressor seperti mikroorganisme, radiasi, kebisingan, dan konflik interpersonal. Neuman mengatakan bahwa perawat harus memberikan dukungan, ketrampilan koping yang baik, kepada pasien yang mengarah pada perubahan positif. Pengalaman selama mengikuti praktek residensi terutama pada penerapan Model Sistem Neuman terhadap 30 kasus resume memiliki perbedaan pada masing-masing kasus. Hal ini dapat dilihat pada keberhasilan pencapaian intervensi dengan jangka waktu yang berbeda-beda. Hal ini tergantung dari seberapa besar stressor itu dirasakan oleh pasien dan kemampuan pasien untuk mempertahankan garis pertahanan yang dimiliki serta koping dari pasien itu sendiri. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 75 Model Sistem Neuman memandang individu dikembangkan berdasarkan pada teori umum dan sebagai suatu sistem terbuka yang bereaksi terhadap stressor dan lingkungan. Variabel klien adalah fisiologis, psikologis, sosial budaya, perkembangan dan spiritual. Intervensi keperawatan terjadi melalui tiga cara pencegahan yaitu pencegahan primer, sekunder dan tertier. Model dapat digunakan dalam pendidikan keperawatan, riset, administrasi dan secara langsung dapat digunakan dipelayanan keperawatan. Dalam praktik pelayanan keperawatan, penggunaan model teori keperawatan ini akan membantu perawat dalam mendefinisikan area panilaian stressor dari pasien dan memberikan pedoman untuk menentukan standar pencapaian hasil yang sesuai. Sebagai perawat dalam menerapkan teori Model Sistem Neuman harus mengetahui tindakan apa yang harus diberikan jika menghadapi kondisi pasien yang memberikan respon atau tindakan yang diakibatkan adanya tekanan atau stressor terhadap pasien dan akibat yang mungkin bisa terjadi. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 BAB 4 ANALISIS PERAN PERAWAT SEBAGAI PENELITI Bab ini menjelaskan tinjauan tentang penilaian status fungsional pada pasien gagal jantung dengan menggunakan Barthel Index, praktik keperawatan berdasarkan pembuktian dan pembahasannya. 4.1 Tinjauan Telaah Penelitian Penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia, terutama di Amerika merupakan penyebab utama. Menurut American Heart Association Llyod dan Jones (2009 dalam Kang, Yang, & Kim, 2010) mengatakan bahwa 24.6% penyebab kematian di tahun 2005 adalah penyakit jantung koroner. Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskular saat ini merupakan salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju dan berkembang, termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, secara global penyakit ini akan menjadi penyebab kematian pertama di negara berkembang, menggantikan kematian akibat infeksi. Diperkirakan bahwa diseluruh dunia, PJK pada tahun 2020 menjadi pembunuh pertama tersering yakni sebesar 36% dari seluruh kematian, angka ini dua kali lebih tinggi dari angka kematian akibat kanker. Di Indonesia dilaporkan PJK (yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem sirkulasi) merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni sebesar 26,4%, angka ini empat kali lebih tinggi dari angka kematian yang disebabkan oleh kanker (6%). Dengan kata lain, lebih kurang satu diantara empat orang yang meninggal di Indonesia adalah akibat PJK (Direktorat bina farmasi komunikasi Dep.Kes RI 2006). Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung. 76 Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 Universitas Indonesia 77 Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 – 3,7 perseribu penderita pertahun.2 Kejadian gagal jantung akan semakin meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya usia harapan hidup dan berkembangnya terapi penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan harapan hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung. Gagal jantung adalah ketidak mampuan jantung untuk mempertahankan curah jantung (Caridiac Output = CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Apabila tekanan pengisian ini meningkat sehingga mengakibatkan edema paru dan bendungan di system vena, maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif (Kabo & Karim, 2002). Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi (Smeltzer & Bare, 2001). Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal jantung kongestif meliputi gangguan kemampuan konteraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Tetapi pada gagal jantung dengan masalah yang utama terjadi adalah kerusakan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan. Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap konteraksi tergantung pada tiga faktor: yaitu preload, kontraktilitas, afterload. Menurut Holland, R (2010) Aktifitas fisik pada pasien dengan gagal jantung harus disesuaikan dengan tingkat gejala. Aktifitas yang sesuai menurunkan tonus simpatik, mendorong penurunan berat badan, dan memperbaiki gejala dan toleransi aktivitas pada gagal jantung terkompensasi dan stabil. Pasian dengan gagal jantung umumnya mengalami masalah tentang perubahan status fungsional, menurunnya kualitas hidup, terdapatnya gejala yang memperburuk penyakit., perubahan fungsi fisik dan perasaaan tidak Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 78 menyenangkan atau rasa tidak nyaman. Perubahan status fungsional ini akan mempengaruhi kondisi pasien dalam menjalani perawatan di rumah sakit. Peran perawat untuk dapat mengetahui perubahan status fungsional sangat perlu untuk membuat intervensi selanjutnya. (Scottish Intercollege Guidelines Network, 2007). Nirmalan, V (2010) melakukan pengkajian terhadap tingkat ketergantungan pasien-pasien dengan perawatan subacut. Nirmala mengkaji fungsi psikologis, fungsi fisik, emosional dan status sosial dengan Barthel Index. Nirmala menjelaskan bahwa manfaat dari pengkajian dengan menggunakan Barthel Index pada pasien dengan perawatan subacut adalah dapat mengetahui tingkat ketergantungan pasien selama dirawat serta dapat menjadi rujukan dalam membuat intervensi untuk melakukan program rehabilitasi. Defisit perawatan diri pada pasien Gagal jantung merupakan ketidakmampuan memenuhi perawatan diri akibat keterbatasan mobilisasi. Tindakan invasif pembedahan menurunkan kemampuan fungsional pasien sehingga membutuhkan bantuan dalam ADL seperti merawat diri, makan, mandi, eliminasi dan ambulasi (DeLaune & Ladner, 2002). Kondisi ini membutuhkan pendekatan proses keperawatan untuk mengatasi masalah keperawatan yang dialami pasien. Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta merupakan rumah sakit rujukan nasional yang melaksanakan tindakan perawatan terhadap masalah gangguan system kardiovaskuler, salah satunya adalah gagal jantung. Gedung Perawatan 2 lantai 3 Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta merupakan ruang rawat inap kelas 3 untuk pasien pasien dengan masalah jantung non bedah yang bukan lagi dalam fase krisis, termasuk didalamnya adalah pasien dengan gagal jantung. Jumlah perawat dengan kapasitas di atas secara keseluruhan adalah 24 perawat yang terdiri dari 2 orang perawat dengan pendidikan S1 Keperawatan dan dengan Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 79 predikat Spesialis Keperawatan kardiovaskular, 6 perawat dengan pendidikan S1 Keperawatan, 16 pendidikan D-3 Keperawatan Format pengkajian yang digunakan di ruangan, belum secara spesifik menjelaskan kemampuan pasien dalam melakukan ADL sehingga tidak dapat menilai kemandirian pasien serta tidak dapat mengevaluasi perkembangan kemampuan pasien dalam melakukan ADL. Salah satu format pengkajian yang dapat digunakan adalah Barthel Index yang terdiri dari 10 item pertanyaan untuk menilai kemandirian pasien dalam melakukan ADL. Format ini mudah digunakan dan memudahkan dalam perumusan diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan ketidakmampuan fungsional. Pengkajian status fungsional pada pasien dengan gagal jantung sangat penting dilakukan untuk menilai tingkat kemandirian pasien, serta memudahkan perawat merumuskan diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan ketidakmampuan pasien. Penerapan EBNP dapat bermanfaat terhadap ketepatan pemberian intervensi sesuai kebutuhan pasien. Hasil penerapan EBNP ini dapat memudahkan perawat menentukan tingkat kemandirian pasien serta menetapkan diagnosa keperawatan. Berdasarkan data-data tersebut diatas maka peran perawat sangatlah penting untuk melakukan pengkajian, memonitor dan mengevaluasi status fungsional pada pasien selama perawatan post operasi tanpa menimbulkan komplikasi pada pasien. Pengkajian status fungsional pada pasien gagal jantung dengan menggunakan Barthel Index harus berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya atau riset-riset terkini sehingga dapat memberikan bukti dalam keperawatan yang disebut dengan Evidence Based Practice Nursing (EBNP). Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 80 4.2. Penilaian Status Fungsional Barthel Index NO FUNGSI SKOR URAIAN 1 Mengendalikan 0 rangsangan defekasi (BAB) 1 2 2 Mengendalikan rangsangan berkemih (BAK) 4 5 Berdandan/mebersihkan diri (cuci muka, sisir rambut, sikat gigi) Penggunaan toilet masuk dan keluar (melepaskan, memakai celana, membersihkan, menyiram) Makan 2 0 Butuh bantuan orang lain 1 Mandiri 0 2 Membutuhkan bantuan orang lain Membutuhan bantuan pada beberapa kegiatan tetapi kegiatan yang lain dapat dikerjakan sendiri Mandiri 0 Tidak mampu 1 Butuh bantuan untuk memotong makanan Mandiri 1 2 6 Tidak terkendali/tidak teratur Kadang-kadang tidak terkendali Mandiri Tidak terkendali/menggunakan kateter Kadang-kadang tidak terkendali (1x24 jam) Mandiri 0 1 3 NILAI Merubah posisi dari 0 berbaring ke duduk 1 2 Tidak mampu Butuh banyak bantuan untuk dapat duduk (1 atau 2 orang penolong) Bantuan minimal (verbal atau fisik) 3 Mandiri Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 81 7 Berpindah/berjalan 0 Tidak mampu 1 3 Dapat berpindah dengan kursi roda Berjalan dengan bantuan 1 orang Mandiri 0 Tergantung pada orang lain 1 2 Dibantu sebagian (mengancing baju) Mandiri 0 Tidak mampu 1 Butuh bantuan orang lain 2 Mandiri 0 Tergantung orang lain 1 Mandiri 2 8 9 10 Memakai baju Naik turun tangga Mandi TOTAL SKOR KETERANGAN 20 : Mandiri 12-19 : Ketergantungan ringan 9-11 : Ketergantungan sedang 5-8 : Ketergantungan berat 0-4 : Ketergantungan total Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 82 4.3 Tinjauan Evidence Based Nursing Practice Penyusunan EBN ini didasarkan pada jurnal penelitian yang dilakukan oleh Formiga, F., Chivite, D., Casas, S., Manito, N., and Pujol, R 2006 dengan judul “ Functional Assessment of Elderly patients admitted for heart failure”. 4.3.1 Masalah Klinik a. Problem/Populasi Belum tersediahnya format pengkajian untuk menilai kemandirian pasien dalam melakukan ADL pada saat dirawat diruang perawatan. Populasi pada pasien CHF. b. Intervensi Intervensi yang dilakukan adalah dengan melakukan pengkajian status fungsional pada pasien gagal jantung dengan menggunakan Barthel Index c. Comparation/perbandingan intervensi Penggunaan Barthel Index untuk menilai status fungsional pasien gagal jantung akan memudahkan penentuan tingkat kemandirian pasien dalam melakukan self care. d. Output Teridentifikasinya tingkat kemandirian pasien dalam melakukan self care serta dapat mengevaluasi perkembangan kemampuan pasien dalam melakukan activity daily living. Pertanyaan penelitian : Apakah pengkajian status fungsional dengan menggunakan Barthel Index dapat membantu perawat menentukan tingkat kemandirian pasien CHF ? 4.3.2 Penelusuran Literatur Penelusuran literatur dilakukan melalui Proquest dengan kata kunci : Status functional assessment for patients heart failure. Setelah dilakukan analisis literatur maka diterapkan pengkajian status fungsional dengan menggunakan Barthel Index pada pasien dengan gagal jantung berdasarkan rekomendasi dari Formiga, F., Chivite, D., Casas, S., Manito, N., and Pujol, R 2006 dengan judul “ Functional Assessment of Elderly patients admitted for heart failure”. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 83 4.3.3 Validitas Dalam pengembangan alat ukur ini, akan digunakan uji validitas konstruk (construct validity), yaitu validitas yang menggambarkan seberapa jauh Barthel Index memiliki item-item pertanyaan yang dilandasi oleh konstruk status fungsional 4.3.4 Reliabilitas Untuk dapat digunakan dalam suatu penelitian setidaknya instrument memiliki nilai reliabilitas di atas 0.80 bahkan jika digunakan untuk uji diagnostic nilai reliabilitasnya sebaiknya lebih dari 0.90. 4.3.5 Important Pengkajian dengan menggunkan Barthel Index akan dapat menentukan tingkat ketergantungan dan kemandirian pasien gagal jantung 4.3.6 Applicability Pelaksanaan Evidence Based Nursing Practise yaitu Pengkajian dengan menggunakan Barthel Index pada pasien gagal jantung di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita diusahakan akan dilakukan sesuai dengan penelitian terkait. 4.4 Penelitian-penelitian terkait 4.4.1 Judul jurnal : Modified Barthel Index and Self Assessment Scores of Level of Independence of Individuals in Subacute Care. Penelitian oleh : Nirmalan, V (Faculty of D’Youville College Division of Academic Affairs in Partial fulfillment of the requirements for the degree) tahun 2010. Tujuan penelitian : Untuk mengetahui hubungan tingkat ketergantungan pasien dengan menggunakan skore self assessment dan skore Barthel Index, juga untuk mengukur perubahan skore dari pasien masuk hingga keluar rumah sakit pada fase subakut. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 84 Metode : Menggunakan jenis penelitian Pearson product moment coefficient of correlation. dengan mencari hubungan antara self assessment score dan Barthel Index score. Sampel : Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang dirawat di sub unit akut yang terdiagnosa pada sistem neurological, cardiopulmonary dan orthoedik dengan jumlah 73 pasien. Hasil : Skor Barthel Index pada saat masuk rumah sakit dengan mean 51.18 dan saat keluar 89.21. Sedangkan untuk skor self assessment pada saat masuk rumah sakit 66.10 dan saat keluar 92.16. Kesimpulan : Sampel yang digunakan sangat baik dengan jumlah 73 pasien dengan kasus neurologi, cardiopulmonary dan orthopedic. Menggunakan jenis penelitian Pearson product moment coefficient of correlation. Sehingga Barthel Index dan Self assessment sangat baik digunakan untuk menentukan status fungsional pasien saat masuk dan keluar rumah sakit. 4.4.2 Judul jurnal : Measuring change in disability after inpatient rehabilitation : comparison of the responsiveness of the Barthel Index and the functional independence measure. Penelitian oleh : Putten, V.D., Hobart, J.C., Freeman, J.A., Thompson, A.J Institute of Neurology, Queen square, London (1999). Tujuan penelitian : Membandingkan kesesuaian penggunanan Barthel Index (BI) dan Functional Independece Measure (FIM) terhadap kemandirian pada pasien dengan masalah multiple sclerosis. Metode penelitian : Melakukan pengukuran terhadap kemandirian fungsional pasien pada ADL dengan menggunakan Barthel Index yang terdiri dari 10 item dengan pengelompokan (0 = tingkat kemandirian minimum dan 20 = kemandirian maksimal). Sampel : Sampel dalam penelitian ini ialah pasien dengan multiple sklerosis (201) dan pasien post stroke (82) yang akan menjalani pemulihan saraf. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 85 Hasil : Pada perbandingan nilai cognitive pasien multiple sclerosis dengan Barhel Index memiliki nila p = 0.0001 sedangan menggunakan FIM nilai p = 0.961. Sedangkan pada pasien post stroke keduanya memiliki persamaan nilai p = 0.0001. lebih tepat mendeteksi perubahan status fungsional pada pasien stroke dan multiple sklerosis, dibandingkan dengan FIM total dan FIM motor. Kesimpulan : Sampel pada penelitian ini terdiri dari 201 untuk pasien multiple sclerosis dan 82 pasien dengan poststroke.Barthel Index dan FIM valid digunakan untuk mendeteksi perubahan status fungsional pasien, namun pada aspek cognitive Barthel Index lebih baik digunakan dibandingkan dengan FIM dengan nilai p = 0.0001. 4.4.3 Judul jurnal : Relationship between Barthel Index scores during the acute phase of rehabilitation and subsequent ADL in stroke. Penelitian oleh : Nakao, S (Depatment of orthopedic)., Takata, S (Department of Preventif Medicine, Institute of Health Biosciences, the University of Tokushima Graduate School)., Uemura, H (Division of Rehabilitation Tokushima University Hospital)., Kashihara, M (Department of Neurosurgery)., Osawa, T (Depatment of Neurology)., Komatsu, K (Depatment of Neurology) et al 2010. Tujuan penelitian : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengklarifikasi penggunaan Barthel Index dalam memprediksi kemandirian pasien melaksanakan aktivitas sehari-hari. Metode : Pasien mendapat program rehabilitasi masing-masing 20-80 menit selama 5 hari dalam seminggu. Setelah itu dilakukan follow up dengan mengkaji kemandirian pasien dengan Barthel Index. Sampel : Sampel dalam penelitian ini sebanyak 191 pasien yang terdiri dari 102 dengan cerebral infarction, 56 dengan cerebral hemorrhage, 22 subarchnoid, dan 11 dengan penyakit lain. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 86 Hasil : Barthel Index dapat menilai secara dini kemandirian pasien stroke terhadap ADL sehingga Barthel Index baik digunakan pada pasien dengan stroke Kesimpulan : Hasil penelitian didapatkan bahwa > 40 pasien memiliki tingkat kemandirian sebagian seperti duduk dan berdiri ( p=0.01), hanya mampu duduk saja (p=0.05). 4.4.4 Judul jurnal : Use of the Barthel Index and the Functional Independence Measure during early inpatient rehabilitation after single incident brain injury. Penelitian oleh : Henry Houlden, mark Edwards, Jane McNeil and Richard Greenwood (Regional Neurological Rehabilitation Unit) tahun 2005. Tujuan Penelitian : Untuk membandingkan kesesuaian dan responsivitas antara Barthel Index dan Functional Independence Measure (FIM) pada pasien yang dirawat dengan rehabilitasi sesudah cedera kepala. Metode : Penelitian ini menggunakan metode design cohort study. Barthel Index terdiri dari 10 item mengukur kemandirian fungsional terhadap aktivitas sehari-hari. Functional Independence Measure (FIM) terdiri dari 18 item mengukur kemandirian funfsional terhadap aktivitas sehari-hari. Barthel Index dan FIM dinilai secara bersamaan oleh perawat dan fisioterapi. Sampel : 259 pasien rawat inap yang menjalani rehabilitasi neurologis dengan cedera otak akibat infark serebral 75 pasien, perdarahan intraserebral 34 pasien, perdarahan subarachnoid 43 pasien, dan 107 cedera otak. Hasil : Barthel Index dengan N=152 memiliki mean 9.0 pada rentang 0-20 sedangkan FIM dengan N=152 memiliki mean 69.8 pada rentang 18020. Kesimpulan : Barthel Index lebih unggul digunakan dibandingkan dengan FIM. Barthel Index lebih cepat dan sederhana digunakan untuk mendeteksi kemandirian pasien. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 87 4.5 Analisis Penerapan Di Pelayanan Kesehatan Analisis literatur mengenai penerapan pengkajian status fungsional pada gagal jantung adalah intervensi yang dapat dilakukan oleh perawat sebagai salah satu intervensi untuk mendeteksi kemandirian pasien saat dirawat. Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK) sebagai pusat jantung nasional juga rujukan jantung nasional diharapkan dapat menjadi sarana untuk dapat menerapkan intervensi ini. Adapun alasan penerapan intervensi ini di Rumah Sakit ini adalah : 4.5.1 Strenght (Kekuatan) Kekuatan yang dimiliki oleh RSJPDHK dalam penerapan EBN ini adalah : - Pusat jantung Nasional yang menjadi rujukan penyakit jantung dengan visi untuk menjadikan rujukan se Asia Pasifik pada tahun 2015 serta menjadikan rumah sakit pendidikan. - Memiliki 48 orang perawat spesialis kardiovaskuler yang kompeten dibidangnya masing-masing - Terdapat perawat pelaksana dengan kualifikasi pendidikan S1 dan D3 yang dapat diberdayakan dan mau bekerjasama dalam penerapan EBN. - Terdapat ruang rawat bagi pasien gagal jantung jantung (GP 2 Lantai 3) yang dilengkapi dengan fasilitas penunjang. 4.5.2 Weakness (Kelemahan) Belum ditemukan adanya pengakajian status fungsional terhadap pasien gagal jantung dengan menggunakan Barthel Index. 4.5.3 Opportunity (Peluang) - Banyaknya pasien yang dirawat diruang perawatan (GP 2 lantai 3) - Perawat diruangan sangat antusias mengetahui hal-hal baru yang berhubungan dengan perawatan pasien jantung. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 88 4.5.4 Threat (Ancaman) Secara umum tidak ada hambatan untuk menerapkan EBN ini baik secara organisasi, logistik dan biaya. 4.6 Praktek Keperawatan Berdasarkan Pembuktian 4.6.1 Pelaksanaan Evidence Based Practice (EBP). Pelaksanaan EBN dimulai pada tanggal 8 -26 April 2013 gedung perawatan 2 lantai 3 RSPJNHK. Dimulai dengan melakukan sosialisasi EBN kepada kepala ruangan dan perawat-perawat yang ada diruangan. Selanjutnya peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap format Barthel Index yang akan digunkan sebelum digunakan pasien. Selanjutnya menentukan pasien sesuai dengan kriteria inklusi yaitu pasien dengan diagnosa CHF hari pertama dirawat. Memberikan informed consent kepada pasien, jika setuju maka dijadikan sampel.Setelah mendapatkan sampel maka peneliti melakukan pengkajian dengan memberikan penilaian status fungsional pasien sesuai dengan format penilaian Barthel Index yang digunakan. Jumlah pasien yang menjadi sampel dalam penerapan EBN ini adalah 30 pasien. 4.6.2 Hasil Penerapan EBN Uji Validitas Penulis melakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap alat ukur Barthel Index yang digunakan untuk mengukur status fungsional pasien dengan gagal jantung. Suatu skala atau instrumen pengukuran dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Sedangkan tes yang memiliki validitas rendah akan menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 89 Dalam pengembangan alat ukur ini, akan digunakan uji validitas konstruk (construct validity), yaitu validitas yang menggambarkan seberapa jauh Barthel Index memiliki item-item pertanyaan yang dilandasi oleh konstruk status fungsional. Instrumen disusun secara rasional berdasarkan konsep yang sudah diuraikan .Validitas konstruk status fungsional dapat dinilai dengan uji statistik yaitu dengan menguji apakah item-item pertanyaan yang telah disusun mengukur hal yang sama dan berkorelasi tinggi satu dengan yang lainnya atau sebaliknya. Item Barthel Index dalam alat ukur staus fungsional adalah item dengan korelasi tinggi dengan skor total skala atau menurut Nunnaly (1994) r ≥ 0.3 (Dharma,2011). Uji validitas didapatkan bahwa Barthel Index telah memenuhi validitas konstruk, ini terlihat dari nilai corrected item-total correlation ke sepuluh item memiliki nilai r ≥ 0.3. Item-Total Statistics BAB BAK 9.87 8.051 .370 .840 Berdandan/membersihkan diri (cuci muka,sisir rambut,sikat gigi) Penggunaan toilet masuk dan keluar (melepaskan, memakai celana, membersihkan, menyiram) Makan 11.27 6.823 .591 .821 10.90 6.645 .715 .808 10.40 6.662 .574 .823 Merubah posisi berbaring ke duduk Berpindah/berjalan 10.10 6.783 .679 .812 9.97 6.171 .639 .818 Memakai baju 10.50 6.190 .709 .807 Naik turun tangga 11.63 7.757 .354 .841 Mandi 11.73 7.995 .410 .838 dari Scale Corrected Variance Item-Total if Item Correlation Deleted 8.213 .384 Cronbach’s Alpha if Item Deleted .841 Scale Mean if Item Deleted 9.83 Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 90 Uji Reliabilitas Reliabilitas suatu instrument ditentukan berdasarkan perhitungan statistic dengan rentang nilai 0-1. Nilai 1 menunjukkan nilai reliabilitas yang sempurna, tetapi angka ini hampir tidak pernah terjadi karena selalu terdapat kesalahan acak (rando merror) beberapa derajat dalam pengukuran. Untuk dapat digunakan dalam suatu penelitian setidaknya instrument memiliki nilai reliabilitas di atas 0.80 bahkan jika digunakan untuk uji diagnostic nilai reliabilitasnya sebaiknya lebih dari 0.90. Hasil uji reliabilitas Barthel Index pada pasien CHF dapat dilihat dibawah ini : Reliability Statistics Cronbach’s Alpha N of Items .841 10 Uji reliabilitas alat ukur Barthel Index pada status fungsional pasien gagal jantung menggunakan alpha cronbach’s dari 6 item didapatkan nilai 0,841. Hasil ini menunjukan bahwa alat ukur pada dimensi ini telah memenuhi kriteria reliabilitas yaitu konsistensi interna. Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas terhadap status fungsional pasien gagal jantung dengan menggunakan Barthel Index dapat disimpulkan bahwa alat ukur Barhel Index sangat valid dan reliabel digunakan Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 91 HASIL PENILAIAN STATUS FUNGSIONAL Tabel 4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia Usia Frekuensi Presentase 26 1 3.3 33 1 3.3 42 1 33 44 1 3.3 45 1 3.3 48 1 3.3 49 1 3.3 50 2 6.7 52 1 3.3 53 1 3.3 55 2 6.7 57 2 6.7 59 4 13.3 60 1 3.3 61 1 3.3 62 1 3.3 64 1 3.3 65 1 3.3 68 2 6.7 70 2 6.7 75 1 3.3 79 1 3.3 Total 30 100 Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 92 Tabel 5. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Frekuensi Presentase Laki-laki 17 56.7 Perempuan 13 43.3 Total 30 100 Tabel 6. Distribusi frekuensi status fungsional : mengendalikan rangsangan defekasi (BAB). Uraian Frekuensi Presentase Tidak terkendali/tidak teratur 0 0 Kadang-kadang tidak terkendali 1 3.3 Mandiri 29 96.7 Total 30 100 Tabel 7. Distribusi frekuensi status fungsional : mengendalikan rangsangan berkemih (BAK). Uraian Tidak Frekuensi terkendali/menggunakan 0 Presentase 0 kateter Kadang-kadang tidak terkendali 2 6.7 (1x24 jam) Mandiri 28 93.3 Total 30 100 Tabel 8. Distribusi frekuensi status fungsional : berdandan/membersihkan diri (cuci muka, sisir rambut, sikat gigi). Uraian Frekuensi Presentase Butuh bantuan orang lain 14 47.7 Mandiri 16 53.3 Total 30 100 Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 93 Tabel 9. Distribusi frekuensi status fungsional : penggunaan toilet masuk dan keluar (melepaskan, memakai celana, membersihkan, menyiram) Uraian Frekuensi Presentase Membutuhkan bantuan orang lain 5 16.7 Membutuhkan 76.7 bantuan pada 23 beberapa kegiatan tetapi kegiatan yang lain dapat dikerjakan sendiri Mandiri 2 6.7 Total 30 100 Tabel 10. Distribusi frekuensi status fungsional : makan Uraian Frekuensi Presentase Tidak mampu 1 3.3 Butuh bantuan untuk memotong 16 53.3 makanan Mandiri 13 43.3 Total 30 100 Tabel 11. Distribusi frekuensi status fungsional : merubah posisi dari berbaring ke duduk Uraian Frekuensi Presentase Tidak mampu 0 0 Butuh banyak bantuan untuk 9 30.0 dapat duduk (1 atau 2 orang penolong) Bantuan minimal (verbal atau 21 70.0 fisik) Mandiri 0 0 Total 30 100 Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 94 Tabel 12. Distribusi frekuensi status fungsional : berpindah/berjalan Uraian Frekuensi Presentase Tidak mampu 0 0 Dapat berpindah dengan kursi 9 30 roda Berjalan dengan bantuan 1 orang 17 56.7 Mandiri 4 13.3 Total 30 100 Tabel 13. Distribusi frekuensi status fungsional : memakai baju Uraian Frekuensi Presentase Tergantung pada orang lain 2 6.7 Dibantu sebagian (mengancing 17 56.7 baju) Mandiri 11 36.7 Total 30 100 Tabel 14. Distribusi frekuensi status fungsional : naik turun tangga Uraian Frekuensi Presentase Tidak mampu 25 83.3 Butuh bantuan orang lain 5 16.7 Mandiri 0 0 Total 30 100 Tabel 15. Distribusi frekuensi status fungsional : mandi Uraian Frekuensi Presentase Tergantung orang lain 28 93.3 Mandiri 2 6.7 Total 30 100 Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 95 Tabel 16. Tingkat ketergantungan pasien gagal jantung Tingakt ketergantungan Frekuensi Presentase Mandiri 0 0 Ketergantungan ringan 18 60 Ketergantungan sedang 9 30 Ketergantungan berat 3 10 Ketergantungan total 0 0 Total 30 100 Tabel 17. Perkembangan status fungsional pasien gagal jantung NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 PASIEN USIA JK Ny.M 64 P Ny.P 50 P Ny.H 59 P Tn.K 45 L Ny.C 42 P Ny.H 59 P Tn.G 26 L Ny.F 44 P Ny.I 33 P Ny.A 79 P Ny.S 50 P Tn.I 57 L Tn.S 75 L Tn.K 49 L Tn.S 62 L Tn.V 60 L Tn.K 48 L Tn.C 59 L Tn.T 57 L SKOR (hari) I II KET III IV V 11 11 13 15 17 10 10 11 13 15 16 17 17 18 20 12 12 15 19 20 9 10 13 17 19 14 15 15 17 19 12 12 13 15 17 18 18 19 19 20 5 7 9 11 15 10 11 11 13 16 12 12 15 17 20 15 15 16 16 18 7 9 12 9 9 16 18 18 18 19 11 12 13 17 20 10 11 11 11 11 14 15 17 18 20 7 9 9 11 15 12 13 14 17 18 Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 96 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Tn.S 68 L Ny.Z 53 P Tn.A 52 L Ny.R 65 P Ny.A 55 P Tn.B 70 L Tn.E 59 L Tn.S 55 L Tn.R 61 L Ny.O 70 P Tn.E 68 L 15 16 18 19 20 12 13 14 14 17 16 16 18 18 20 11 11 15 16 18 9 11 13 14 17 13 14 13 16 19 12 13 14 17 19 12 13 14 11 10 12 13 13 14 15 12 12 15 17 20 9 10 12 15 16 Tabel 18. Pencapaian kemandirian pasien Uraian Mean Hari pertama dirawat 11.8 Hari ke lima dirawat 15.6 Responden yang digunakan dalam penelitian terdiri laki-laki 17 responden (56.7 %) dan perempuan 13 responden (43.3 %). Berdasarkan penilaian status fungsional dengan menggunakan Barthel Index untuk kemampuan mengendalikan rangsangan defekasi BAB sebagian besar responden mandiri (96.7 %). Untuk kemampuan mengendalikan rangsangan berkemih (BAK) sebagian besar responden mandiri (93.3 %). Pasien mampu mengendalikan kandung kemih namun masih memerlukan bantuan minimal seperti pengaturan posisi, mengganti pembalut dan lailain. Penilaian terhadap fungsional pasien dalam hal berdandan/membersihkan diri sebagian pasien mampu mandiri (47.7 %) dan sebagian lagi membutuhkan bantuan orang lain (53.3 %). Pasien emerlukan bantuan seperti mengganti baju, mengenakan kemeja, memakaikan celana dan hanya bantuan minimal risleting, memakai kancing, mengatur posisi yang Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 97 sesuai. Penggunaan toilet sebagian besar memerlukan bantuan seperti melepaskan pakaian, memakaikan celana, membersihkan dan menyiram. Pemenuhan kebutuhan seperti makan umumnya memerlukan orang lain untuk menyiapkan dan memotong makanan. Kemampuan melakukan perubahan posisi 70 % memerlukan bantuan minimal, sedangkan 30 % memerlukan bantuan untuk dapat duduk (1 atau 2 orang penolong). Kemampuan berjalan pasien pasien 56.7 % dapat berjalan dengan bantuan 1 orang, sedangkan yang mampu mandiri 13.3 %. Untuk status fungsional naik turun tangga sebagian besar responden tidak mampu sebagian besar responden tidak mampu (83.3 %) dan yang membutuhkan bantuan orang lain (16.7 %). Kemampuan untuk mandi pda umumnya dibantu oleh keluarga dan perawat. Dari hasil penilaian status fungsional pada 30 pasien gagal jantung dengan menggunakan Barthel Index didapatkan bahwa 18 pasien (60 %) memiliki tingakt ketergantungan ringan, 9 pasien (30 %) memiliki tingkat ketergantungan sedang, dan 3 pasien (10 %) memiliki tingkat ketergantungan berat. Selanjutnya rata-rata pencapaian kemandirian pasien sejak hari pertama dirawat samapai hari ke lima menunjukkan adanya peningkatan nilai mean. Hari pertama nilai mean 11.8 sedangkan pada hari ke lima dirawat nilai mean 15.6. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa format Barthel Index merupakan salah satu alat yang obyektif untuk menilai kemandirian pasien dalam melakukan ADL dan dapat digunakan sebagai alat pengkajian sebagai suatu instrument pengkajian dasar dalam menegakkan diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan ketidakmampuan fungsional. Berdasarkan hasil penerapan EBN yang dilakukan oleh peneliti di gedung perawatan 2 lantai 3 RSPJNHK, kepala ruangan dan perawat pelaksana sangat antusias untuk menerapkan EBN ini diruangan. Peneliti diminta untuk mengajarkan cara melakukan penilaian status fungsional dengan Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 98 menggunakan format Barthel Index, selanjutnya menyiapkan soft copy untuk digunakan diruangan. Kepala ruangan dan perawat pelaksana menindaklanjuti dengan menggunakan format ini di ruangan. Barthel Index apabila diterapkan diruangan perawatan akan membantu memudahkan perawat merumuskan diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan ketidakmampuan pasien. Selain itu dapat bermanfaat terhadap ketepatan pemberian intervensi sesuai dengan kebutuhan pasien, dan Barthel Index ini dapat dijadikan acuan sebagai standart operasional prosedur dalam meningkatkan pelayanan pada pasien dengan gagal jantung.. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 BAB 5 ANALISIS PERAN PERAWAT SEBAGAI INOVATOR Bab ini menguraikan tentang pengalaman residensi terkait dengan inovasi tentang optimalisasi pelaksanaan Bedside Handover perwat dengan menggunakan format Handover di Gedung Perawatan 2 Lantai 3 Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta. 5. 1 Analisa Situasi Sistem model asuhan keperawatan profesional merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kualitas pelayanan keperawatan. Hal ini juga berkaitan dengan peningkatan asuhan keperawatan, standar keperawatan, kepuasan kerja dan kepercayaan konsumen yang tentunya berdampak pada keuntungan dan eksistensi institusi. Dengan kata lain, pemilihan model asuhan keperawatan profesional yang tepat sesuai dengan sumber daya yang dimiliki merupakan kunci dari keberhasilan peningkatan mutu pelayanan keperawatan. Gedung Perawatan 2 lantai 3 Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta merupakan ruang rawat inap kelas 3 untuk pasien pasien dengan masalah jantung non bedah yang bukan lagi dalam fase krisis. Jumlah perawat dengan kapasitas di atas secara keseluruhan adalah 24 perawat yang terdiri dari 2 orang perawat dengan pendidikan S1 Keperawatan dan dengan predikat Spesiali Keperawatan kardiovaskular, 6 perawat dengan pendidikan S1 Keperawatan, 16 pendidikan D-3 Keperawatan. Dengan dasar jumlah tenaga dan variasi latar belakang pendidikan tersebut, model asuhan keperawatan profesional yang dipilih adalah metode tim, dimana setiap ruang rawat dipimpin oleh ketua tim yang membawahi beberapa perawat pelaksana. Hasil dari pendataan dan pengkajian yang dilaksanakan oleh kelompok inovasi mahasiswa residensi 3, didapatkan data pada pelaksanaan model praktek keperawatan profesional bahwa timbang terima di dekat pasien atau 99 Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 Universitas Indonesia 100 bed-side handover belum optimal dijalankan sebagaimana mestinya, meskipun jadwal tetap sudah ada. Timbang terima merupakan suatu proses perpindahan tanggung jawab pasien dari satu pemberi asuhan (perawat) kepada pemberi asuhan (perawat) lainnya (Popovich, 2011) sehingga dalam timbang terima informasi yang disampaikan harus komprehensif dan melibatkan pasien. Timbang terima yang ideal ikut mendukung pencapaian keberhasilan patient safety. Selain itu untuk membantu memecahkan masalah klien, salah satu metode yang diterapkan pada model praktik keperawatan profesional adalah dengan memperhatikan seluruh kebutuhan maupun keluhan yang dirasakan klien kemudian mendiskusikannya dengan tim keperawatan untuk merencanakan pemecahan masalahnya. Pelayanan keperawatan yang perlu dikembangkan untuk mencapai hal tersebut adalah dengan timbang terima pasien yang baik dan sesuai standar keperawatan. Dimana timbag terima keperawatan merupakan sarana bagi perawat untuk membahas masalah keperawatan yang terjadi pada klien yang melibatkan klien dan seluruh tim keperawatan termasuk konsultan keperawatan. Berdasarkan hasil observasi didapatkan bahwa Di ruang GP 2 lantai 3 Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta, sudah dilakukan ronde keperawatan tetapi belum optimal. Melalui optimalisasi timbang terima keperawatan perawat dapat meningkatkan kemampuan afektif, kognitif, dan psikomotor. Salah satu tujuan dari kegiatan timbang terima keperawatan adalah meningkatkan kepuasan klien terhadap pelayanankeperawatan. Berdasarkan kesepakatan dengan perawat ruangan maka dilakukan optimalisasi timbang terima di bed pasien (bed-side handover) untuk mendukung model praktek keperawatan profesional dan mendukung peningkatan pelayanan asuhan keperawatan. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 101 5.2 Tujuan 5.2.1 Tujuan Umum : Meningkatkan model praktek keperawatan profesional dan mendukung peningkatan mutu pelaksanaan proses asuhan keperawatan pada pasien di Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita 5.2.2 Tujuan Khusus : 1. Meningkatkan pemahaman perawat dengan refresh materi timbang terima di samping tempat tidur pasien (bed-side handover). 2. Melakukan role play dan pendampingan pelaksanaan timbang terima metode bed-side handover. 3. Melakukan evaluasi pelaksanaan timbang terima metode bed-side handover. 5.3 Persiapan 5.3.1 Analisis SWOT a. Strength (Kekuatan) 1) Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita merupakan rumah sakit rujukan nasional untuk kasus-kasus kardiovaskular. 2) Memiliki tenaga keperawatan yang professional dengan kualifikasi pendidikan S1 sebanyak 8 orang (dua diantaranya SpKV), DIII 16 orang. 3) Jumlah SDM yang ada diruang anak sebanyak 24 orang, farmasi 3 dan pekarya 4. 4) Kepala ruangan membawahi 5 orang ketua tim/CI, masing-masing ketua tim bertanggung jawab terhadap 4 sampai 5 orang perawat. 5) Pembagian shift menjadi 3 shif yakni shift pagi ( 5-6 orang perawat, farmasi 1 orang, pekarya 2 orang), shift sore (4-5 orang perawat, farmasi 1 orang, pekarya 2 orang), dan shift malam (4-5 orang perawat farmasi 1 orang, pekarya 2 orang). Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 102 6) Pelaksanaan asuhan keperawatan menggunakan metode tim modifikasi. 7) Pembagian kerja telah dilakukan dengan jelas 8) Perawat di ruang GP 2 lantai 3 semua telah mengikuti pelatihan pelatihan perawatan kardiologi dasar, sebagian post basic dan advance cardiac life support (ACLS). b. Weakness (Kelemahan) 1) Hasil pengumpulan data dari perawat menyatakan bahwa pelaksanaan pencatatan asuhan keperawatan belum optimal karena proses pencatatan memerlukan waktu lama dan format terlalu berbelit-belit, tidak lengkap dan tidak sesuai dengan kondisi klien. 2) Pelaksanaan timbang terima pasien dalam metode tim belum optimal 3) Pelaksanaan metode tim tidak berjalan baik, tetapi dalam pelaksaan menggunakan metode tim dengan modifikasi. c. Opportunity (Peluang) 1) Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita merupakan rumah sakit rujukan nasional untuk kasus-kasus kardiovaskular. 2) Adanya perhatian dari pihak manajemen ruangan (kepala ruangan) untuk melaksanakan timbang terima pasien antar shift. 3) Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita merupakan Rumah Sakit pendidikan dan terbuka untuk proses berubah. 4) Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita mempunyai komitmen untuk menerapkan dokumentasi keperawatan dan memberikan kesempatan kepada perawat untuk mengembangkan asuhan keperawatan yang optimal d. Threat (Ancaman) 1) Masyakarat semakin kritis menyebabkan tuntutan terhadap kualitas pelayanan keperawatan semakin meningkat Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 103 2) Undang-undang perlindungan konsumen menuntut adanya peningkatan kualitas pelayanan keperawatan. 3) Kurangnya kegiatan monitoring dan evaluasi lanjut terhadap keberhasilan dari pelaksanaan kegiatan timbang terima pasien antar shift. 5.3.2 Penetapan Prioritas Masalah Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan serta analisis SWOT, maka telah tersusun prioritas masalah sebagai berikut: a. Pelaksanaan metode penugasan tim terutama Timbang terima pasien belum maksimal. b. Pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan yang belum optimal sesuai dengan langkah-langkah proses keperawatan. Berdasarkan prioritas masalah diatas, maka kami dari kelompok melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan optimalisasai metode tim terutama timbang terima pasien yang belum optimal. 5.3.3 Strategi Penyelesaian Masalah a. Perlu dilakukannya sosialisasi Timbang terima yang baik melalui penyegaran dan role play Timbang terima pasien antar shift. b. Monitoring pelaksanaan timbang terima oleh Inovator dan Kepala Ruangan. c. Dibuat buku catatan oleh innovator tentang timbang terima pasien untuk para perawat. d. Dievaluasi efektifitas pelaksanaan program timbang terima. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 104 5.3.4 Manfaat a. Bagi Pasien Pasien mendapatkan asuhan keperawatan yang berkualitas b. Bagi Perawat Perawat dapat melakukan kegiatan asuhan keperawatan yang lebih fokus dan berkelanjutan, meningkatkan kemampuan komunikasi antar perawat, menjalin suatu hubungan kerjasama dan bertanggungjawab antar perawat, pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap klien yang berkesinambungan, perawat dapat mengikuti perkembangan klien secara paripurna. c. Bagi Rumah sakit Meningkatnya kualitas pelayanan keperawatan terhadap pasien sehingga kepuasan pasien meningkat. 5.4 Pengertian Timbang terima adalah suatu cara dalam menyampaikan dan menerima suatu laporan yang berkaitan dengan keadaan klien. Timbang terima merupakan kegiatan yang harus dilakukan sebelum pergantian shift. Selain laporan antar shift, dapat disampaikan juga informasi-informasi yang berkaitan dengan rencana kegiatan yang telah atau belum dilaksanakan. 5.4.1 Tujuan. a. Menyampaikan kondisi atau keadaan klien secara umum. b. Menyampaikan hal-hal yang penting yang perlu ditindaklanjuti oleh dinas berikutnya. c. Tersusun rencana kerja untuk dinas berikutnya. 5.4.2 Langkah-langkah a. Kedua kelompok shift dalam keadaan sudah siap. b. Shift yang akan menyerahkan perlu mempersiapkan hal-hal apa yang akan disampaikan. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 105 c. Perawat primer menyampaikan kepada penanggungjawab shift selanjutnya meliputi: 1) Kondisi atau keadaan klien secara umum. 2) Tindak lanjut atau dinas yang menerima operan. 3) Rencana kerja untuk dinas yang menerima operan. d. Penyampaian operan di atas harus dilakukan secara jelas dan tidak terburu-buru. e. Perawat primer dan anggota kedua shift dinas bersama-sama secara langsung melihat keadaan klien. 5.5 Prosedur Timbang Terima Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam prosedur ini meliputi : a. Persiapan 1) Kedua kelompok sudah dalam keadaan siap. 2) Kelompok yang akan bertugas menyiapkan buku catatan. b. Pelaksanaan Timbang terima dilaksanakan oleh perawat primer kepada perawat primer yang mengganti jaga pada shift berikutnya : 1) Timbang terima dilaksanakan setiap pergantian shift. 2) Di nurse station perawat berdiskusi untuk melaksanakan timbang terima dengan mengkaji secara komprehensif yang berkaitan tentang masalah keperawatan klien, rencana tindakan yang sudah dan belum dilaksanakan serta hal-hal penting lainnya yang perlu dilimpahkan. 3) Hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan perincian yang lengkap sebaiknya dicatat untuk kemudian diserahterimakan kepada perawat jaga berikutnya. 4) Hal-hal yang perlu disampaikan pada saat timbang terima adalah a. Identitas klien dan diagnosa medis. b. Masalah keperawatan yang masih ada. c. Data fokus (Keluhan subyektif dan obyektif). d. Tindakan keperawatan yang sudah dan belum dilaksanakan . e. Intervensi kolaboratif dan dependensi. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 106 f. Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan dalam kegiatan selanjutnya. 5) Perawat yang melakukan timbang terima dapat melakukan klarifikasi tanya jawab terhadap hal-hal yang ditimbangterimakan dan berhak menanyakan mengenai hal-hal yang kurang jelas. 6) Penyampaian saat timbang terima secara jelas dan singkat. 7) Lama timbang terima untuk setiap pasien tidak lebih dari 5 menit kecuali pada kondisi khusus dan memerlukan penjelasan yang lengkap dan rinci. 8) Kepala ruangan dan semua perawat keliling ke tiap klien dan melakukan validasi data. 9) Pelaporan untuk timbang terima ditulis secara langsung pada buku laporan ruangan oleh perawat primer. 5.6 Pelaksanaan Inovasi Dilaksanakan diruangan perawatan GP 2 lantai 3 Rumah Sakit Jantung Pusat Nasional Harapan Kita yaitu pada kegiatan timbang terima antar shift. Penerapan inovasi dilakukan setelah melakukan sosialisasi dengan ruangan yang dimulai pada tanggal 8 -26 April 2013 yang bertempat di ruang GP 2 lantai 3 Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta. 5.6.1 Prosedur pelaksanaan. a. Prosedur administrasi Pertama penulis akan mengajukan proposal ke ruang yang dituju, setelah mengajukan mengadakan sosialisasi ke ruangan dengan mengadakan presentasi ke ruangan. b. Pelaksanaan Inovasi 1) Melakukan identifikasi sumber daya yang ada di ruangan 2) Melakukan role play timbang terima pada para perawat yang berdinas antar shift. 3) Melakukan monitoring pelaksanaan timbang terima pada setiap pergantian shift. 4) Dokumentasi hasil. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 107 5.6.2 Pelaksanaan NO KEGIATAN TANGGAL 1 Sosialisasi pelaksanaan proyek inovasi 08 April 2013 optimalisasi pelaksanaan serah terima (hand over) pasien dalam model keperawatan profesional motode tim. 2 Implementasi : Simulasi pelaksanaan serah 09-10 April 2013 terima (handover) pasien 3 Implementasi serah terima (handover) pasien 11-24 April 2013 diruangan 4 Evaluasi 25-26 April 2013 5 Presentasi hasil proyek inovasi 08 Mei 2013 Pelaksanaan kegiatan inovasi dilakukan sesuai dengan rencana kegiatan yang telah dibuat sebelumnya, yaitu kelompok membuat pedoman format handover yang akan digunakan oleh perawat pada saat pergantian dinas/shift. Adapun tahapan kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut : 5.6.3 Sosialisasi Kegiatan sosialisasi proyek inovasi pelaksanaan handover diruangan GP 2 lantai 3 dilaksanakan pada tanggal 08 April 2013 yang dimulai pada pukul 07.30 s.d 08.00 WIB. Peserta terdiri dari kepala ruangan, perawat shift malam dan pagi. Kegiatan berjalan dengan lancer yang diawali dengan sambuatan dari kepala ruangan, kemudian dilanjutkan dengan pemaparan proposal dari kelompok. Setelah pemaparan, kepala ruangan dan beberapa perawat cukup merespon dengan baik karena berkaitan dengan tugas dan pekerjaan mereka sehari-hari. 5.6.4 Implementasi Setelah melakukan simulasi hand over selama dua hari kemudian dilanjutkan dengan pelaksanan hand over selama dua minggu yaitu dari tanggal 11-24 April 2013 yang dilaksanakan oleh masing-masing perawat setiap shift. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 108 Perawat shift pagi melaporkan pasiennya ke shift sore dan seterusnya shift sore ke malam dengan mengunakan format hand over yang sudah dibuat oleh kelompok. Untuk melihat manfaatnya kelompok selalu melakukan observasi, wawancara, diskusi dan evaluasi dengan kuisioner terhadap pelaksanaan oleh perawat. 5.7 Evaluasi Setelah perawat diruangan melaksanakan handover antar shift dengan mengunakan format yang dibuat oleh mahasiswa, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap kepuasan dan kefektifan format dalam membantu meringankan tugas perawat. Evaluasi dilakukan pada 20 orang perawat dengan menggunakan kuesioner. Hasil evaluasinya adalah sebagai berikut : Tabel 19. Sikap perawat terhadap pengadaan format handover di ruangan Sikap perawat Jumlah Presentase (%) Setuju 13 65 Ragu-ragu 5 25 Tidak setuju 2 10 20 100 Tabel 19 menunjukkan bahwa sebagian besar sikap perawat terhadap pengadaan format handover (65 %/ 13 perawat) menyatakan setuju untuk diadakan format hand over, sisanya ragu-ragu 5 orang (25 %) dan tidak setuju 2 orang (10 %). Tabel 20. Pendapat perawat tentang manfaat format handover meringankan pekerjaan sebagai perawat. Pendapat perawat Jumlah Presentase (%) Setuju 13 65 Ragu-ragu 5 25 Tidak setuju 2 10 20 100 Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 109 Tabel 20 menunjukkan bahwa sebagian besar perawat berpendapat format hand over yang dibuat meringkankan pekerjaan sebesar 65 % atau sebanyak 13 perawat sisanya ragu-ragu 5 orang (25 %) dan tidak setuju 2 orang (10 %). Tabel 21. Pendapat perawat mengenai mengisi format handover sebagai bagian dari pekerjaan Pendapat perawat Jumlah Presentase (%) Setuju 13 65 Ragu-ragu 5 25 Tidak setuju 2 10 20 100 Tabel 21 menunjukkan bahwa pendapat perawat mengenai format handover adalah bagian dari pekerjaan 13 orang setuju (65 %), ragu-ragu 5 orang (25 %) dan tidak setuju 2 orang (10 %). Tabel 22. Pendapat perawat bahwa format handover mengurangi intensitas dan frekuensi bertemu pasien Pendapat perawat Jumlah Presentase (%) Setuju 3 15 Ragu-ragu 4 20 Tidak setuju 13 65 20 100 Tabel 22 menunjukkan bahwa sebagian kecil perawat berpendapat bahwa format handover mengurangi intensitas dan frekuensi bertemu pasien sebesar 15 % atau sebanyak 3 perawat,sisanya ragu-ragu 4 orang (20 %) dan tidak setuju 13 orang (65 %). Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 110 Tabel. 23 Pendapat perawat tentang format handover memberikan manfaat untuk perawat Pendapat perawat Jumlah Presentase (%) Setuju 16 80 Ragu-ragu 3 15 Tidak setuju 1 5 20 100 Tabel 23 menunjukkan bahwa sebagian besar perawat berpendapat bahwa format handover memberikan manfaat untuk perawat 16 orang setuju (80 %),sisanya ragu-ragu 3 orang (15 %) dan tidak setuju 1 orang (5 %). Tabel 24. Pendapat perawat tentang format handover yang dibuat sangat praktis digunakan Pendapat perawat Jumlah Presentase (%) Setuju 12 60 Ragu-ragu 5 25 Tidak setuju 3 15 20 100 Tabel 24 menunjukkan sebagian besar perawat pendapat bahwa format hand over sangat praktis digunakan 12 orang setuju (60 %), ragu-ragu 5 orang (25 %) dan tidak setuju 3 orang (15 %). Tabel 25. Pendapat perawat tentang perlunya dibuat format handover disetiap ruang rawat Pendapat perawat Jumlah Presentase (%) Setuju 13 65 Ragu-ragu 4 20 Tidak setuju 3 15 20 100 Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 111 Tabel 25 menunjukkan sebagian besar perawat berpendapat bahwa perlunya dibuat format handover disetiap ruang rawat 13 orang setuju (65 %), ragu-ragu 4 orang (20 %) dan tidak setuju 3 orang (15 %). Tabel 26. Pendapat perawat tentang perlu atau tidak dukungan dari pimpinan rumah sakit terhadap penggunaan format handover Pendapat perawat Jumlah Presentase (%) Setuju 16 80 Ragu-ragu 3 15 Tidak setuju 1 5 20 100 Tabel 26 menunjukkan sebagian besar perawat berpendapat perawat tentang perlu dukungan dari pimpinan rumah sakit terhadap pengadaan format hand over 16 orang setuju (80 %), ragu-ragu 3 orang (15 %) dan tidak setuju 1 orang (5 %). 5.8 Pembahasan Menurut Friesen,White dan Byers (2008) Timbang terima (handover) adalah suatu kegiatan untuk mentransfer informasi mengenai keadaan pasien disertai dengan wewenang dan tanggung jawab selama melakukan perawatan kepada pasien. Kegiatan ini dilakukan dengan cara menyampaikan dan menerima suatu laporan yang berkaitan dengan keadaan klien. Timbang terima merupakan kegiatan yang harus dilakukan sebelum pergantian shift. Selain laporan antar shift, dapat disampaikan juga informasi-informasi yang berkaitan dengan rencana kegiatan yang telah atau belum dilaksanakan. Hal ini sangat membutuhkan perencanaan yang matang, tingkat pendidikan dan ketrampilan dalam melaksanakan tugas, membutuhkan komukasi yang jelas mengenai apa yang dikerjakan serta tujuannya, butuh waktu untuk memonitor, peran model dalam melaksanakan tugas sangat diperlukan, serta melaksanakan evaluasi setiap shift.(Memoire,A.2007) Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 112 Pelaksanaan handover merupakan teknik atau cara menyampaikan dan menerima laporan yang berhubungan dengan kondisi pasien pada masingmasing shift (pagi, sore, malam). Tujuannya adalah untuk memudahkan laporan pasien ke shift berikutnya sehingga memudahkan penetapan rencana perawatan dan mengevaluasi intervensi keperawatan. Handover harus dilaksanakan seefektif mungkin dengan menjelaskan secara singkat, jelas dan lengkap tentang status /kondisi pasien, tindakan kolaboratif yang sudah dilaksanakan atau belum dilaksanakan serta perkembangan pasien saat ini. Karakteristik pelaksanaan handover antara lain melibatkan pasien secara langsung, pasien merupakan fokus kegiatan, melakukan diskusi bersama sama dengan perawat pelaksana, perawat primer dan konselor. Friesen,White dan Byers (2008). Handover secara umum memberikan manfaat antara lain menumbuhkan cara berpikir kritis perawat, meningkatkan kemampuan perawat tentang intervensi keperawatan yang bersumber dari masalah pasien, meningkatkan validitas data pasien, meningkatkan kemampuan perawat menilai hasil kerjanya, meningkatkan kemampuan perawat memodifikasi rencana perawatan. Berdasarkan hasil kuisioner untuk evaluasi pengadaan format handover menunjukkan hasil positif dan respon yang baik oleh perawat berkaitan dengan pengadaan format handover, mampu memotivasi perawat untuk melaksanakan perannya sebagai pelaksana asuhan keperawatan, hal ini disebabkan dan didukung oleh isi format handover yang mampu memfalitasi sebagian besar dari materi yang ditimbangterimakan saat operan jaga antar shift, diantaranya : menjelaskan keadaan, data demografi klien dan data anthropometri klien, menjelaskan masalah keperawataan utama, menjelaskan intervensi yang belum dan yang akan dilaksanakan, menjelaskan tindakan selanjutnya. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 113 5.9 Kesimpulan Untuk meningkatkan atau mengoptimalkan timbang terima pasien diperlukan format khusus pada tiap ruangan yang mencirikan kegiatan atau tindakan khusus pada masing-masing ruangan. Pembuatan format tersebut harus melibatkan perawat pada masing masing ruangan sehingga isi dari format handover yang dibuat tepat sesuai materi yang biasanya dioperkan selama ini sehingga akan mengurangi penolakan perawat, tidak menambah beban kerja perawat, tidak bersifat duplikasi dari dokumentasi perawatan dan memudahkan perawat pelaksana dalam melakukan timbang terima perawat pelaksana. Disamping itu juga perlunya dukungan yang kuat dari pembuat keputusan dari bidang perawatan dan menjadikan pengadaan format hand over sebagai salah satu standar untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan. Disarankan untuk pelaksanaan handover dengan menggunakan format yang dibuat kelompok sebaiknya tetap dilanjutkan dan diperbaiki secara berkala format yang sudah ada sesuai dengan kebutuhan yang pada akhirnya memudahkan perawat dalam melakukan serah terima pasien setiap shift. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Kesimpulan terhadap empat peran perawat yang berhubungan dengan intervensi keperawatan pada pasien dengan menggunakan teori keperawatan dan Model Sistem Neuman maka dapat disimpulkan bahwa : 6.1.1 Peran perawat sebgai pemberi asuhan keperawatan yaitu dengan menerapkan Model Sistem Neuman pada pasien kelolaan yaitu pasien dengan post operasi CABG, serta 30 kasus resume yang terdiri dari ACS/STEMI/NSTEMI, CHF yang dikembangkan berdasarkan pada teori Neuman dan memandang pasien sebagai suatu sistem terbuka yang bereaksi terhadap stressor dan lingkungan. Variabel pasien adalah fisiologis, psikologis, social budaya, perkembangan dan spiritual. Intervensi keperawatan terjadi melalui tiga cara pencegahan yaitu pencegahan primer, sekunder dan tertier. Model ini digunakan dalam pendidikan keperawatan, riset, administrasi dan langsung dipelayanan keperawatan. 6.1.2 Peran perawat terhadap perawatan pasien post operasi CABG dengan menggunakan Model Sistem Neuman sangat dibutuhkan dimana perawat membantu menangani berbagai macam sumber stressor pada pasien dan melakukan intervensi dalam mengurangi stresor meliputi intervensi primer, sekunder dan tersier, yang dapat dihubungan dengan berbagai tatanan dimana pasien bisa menemui perawat. 6.1.3 Peran perawat sebagai peneliti diaplikasikan dengan melakukan penelitian tentang penilaian status fungsional pasien gagal jantung dengan menggunakan Barthel Index, yang dilaksanakan di Gedung Perawatan 2 Lantai 3 Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta pada 30 pasien. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa format Barthel Index merupakan salah satu alat yang obyektif untuk 114 Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 Universitas Indonesia 115 menilai kemandirian pasien dalam melakukan ADL dan dapat digunakan sebagai alat pengkajian sebagai suatu instrument pengkajian dasar dalam menegakkan diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan ketidakmampuan fungsional. 6.1.4 Peran perawat sebagai innovator dilakukan bersama dengan kelompok dengan melakukan inovasi tentang optimalisasi pelaksanaan Bedside Handover perwat dengan menggunakan format Handover di Gedung Perawatan 2 Lantai 3 Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta. Format handover, mampu memotivasi perawat untuk melaksanakan perannya sebagai pelaksana asuhan keperawatan, hal ini disebabkan dan didukung oleh isi format handover yang mampu memfalitasi sebagian besar dari materi yang ditimbangterimakan saat operan jaga antar shift. 6.2 Saran 6.2.1 Bagi Pelayanan Keperawatan 6.2.1.1 Dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler menggunakan pendekatan teori model keperawatan seperti Model Sistem Neuman. Model ini dianggap sesuai pada kasus kardiovaskuler, sesuai denga karakteristik sistem terbuka yang memandang pasien sebagai individu yang utuh atau menyeluruh. 6.2.1.2 Menggunakan Evidence Based Practice (EBN) dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien serta penelitian-penelitian sebelumnya atau riset-riset terkini sehingga dapat memberikan bukti dalam melakukan intervensi keperawatan kepada pasien. 6.2.1.3 Bagi institusi pelayanan kiranya terus melakukan inovasi dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam hal ini asuhan keperawatan. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 116 6.2.2 Bagi Institusi Pendidikan 6.2.2.1 Penerapan teori Model Sistem Neuman diharapkan dapat menambah wawaasan tentang ilmu keperawatan bagi perawat medical bedah serta mahasiswa terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan. 6.2.2.2 Teori Model Sistem Neuman kiranya dapat dijadikan rujukan bagi institusi pendidikan kepada mahasiswa dalam penerapan asuhan keperawatan. 6.2.2.3 Teori Model Sistem Neuman dapat digunakan oleh perawat dan mahasiswa dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan yang didasarkan pada evidence based nursing. Universitas Indonesia Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 DAFTAR PUSTAKA Aish, A., & Isenberg, M. (1996). Effects of orem based nursing intervention on nutritional self care of miocardial infraction patients. International Journal Nurs, 33 (3) : 259-270. Anonym. (2010). Clinical handover and patient safety. www.qnu.org.au. Diakses pada Tanggal 23 Oktober 2011. Bertrand,M.E, Chair, Maarten, Keith,A., Fox, Lars et all (2002) Management of acute coronary syndrome in patirnts presenting without persistent ST-segment elevation. European Heart Journal (23) : 1809-1840. Black (2009) Medical surgical nursing, clinical management for positive outcomes. Souders Elseiver (8):1410-1412. Dharma, K.K. (2011). Metodologi penelitian keperawatan. Jakarta : Trans Media Info Draper, D.,Felland,L.,Liebhaber,L.,and Melichar,L (2008) The role of nurses in hospital quality improvement. Center for Studying Health System Change. Friesen,M.A.,White,S.V.,Byers,J.F (2008).Handoffs: Implication for Nurses. Patient Safety and Quality: An Evidence-Based Handbook for Nurses: Vol. 2 Formiga, F., Chivite, D., Casas, S., Manito, N., Pujol, R (2006) Functional assessment of elferly patients admitted for heart failure. Rev Ep cardio (7) 740. Freese, B.T. (2006). Neuman model in Tomey, A.M., & Alligood, M.R. Nursing theorists and their work. St.Louis, Missouri. Hal.318-354. Gun,J.,Taggart,P (2003) Revascularisation for acute coronary syndromes : PCA or CABG. Heart. Hidayat, N.N (2009) Pencegahan infeksi luka operasi.Dalam http ://www.pustaka.unpad.ac.id/wp-content/upload/2009/04/Pencegahan-InfeksiLuka-Operasi.pdf. Diunduh tanggal 19 Juni 2013. Heyman, P., & Wolfe, S. (2000). Neuman system model: Criticims. University of Florida. (2000, http://www.patheyman.com/essays/neuman/criticisms.htm diunduh 30 Mei 2013). Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 Homoud, M.K (2008) Coronary artery disease. Tufts New England Medical Center Spring. Holland, R., Rechel, B., Stepien, K., Harvey, I. (2010) Patients Self Assessed Functional Status in Heart Failure by New York Heart Association Class : A Prognostic Predictor of Hospitalization, Quality of Life and Death. Journal of Cardiac Failure (16) : 150-156 Houlden, H., Edwards, M., McNeil, J., Greenwood, R., (2006) Use of the Barthel Index and the functional independence measure during early inpatient rehabilitation after single incident brain injury. Clinical Rehabilitation (20) : 153-159. Ignatavicius, D.D. & Workman, M.L (2006). Medical surgical nursing: critical thinking for collaborative care 5th-ed. Missouri: Elsevier. Kang, Y., Yang, I-S., & Kim, N. (2010). Corelates of health bahaviour in patients with coronary artery disease. Asian Nursing Research. 4 (1), 45-55. Lamont, L.A.,Tranquilli,W.J.,Grim,K (2000) association study of pain. (4) : 703-729. Physiology pain. International Memoire,A.(2007).Communnication during patients hand overs. Joint Commission International Minnesota, S.P (2010) Comprehensive heart failure practice guidelines. Journal of Cardiac Failure (16) Muttaqin, A (2009) Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler dan hematologi. Jakarta Salemba Medika. Nakao, S., Takata, S., Uemura, H., Kashihara, M., Osawa, T., Komatsu, K.,(2010) Relationship between Barthel Index scores during the acute phase of rehabilitation and subsequent ADL in stroke patient. The Journal of Medical Investigation (57) :81-88. Neuman,B.(2005).NeumansystemModel.Dalamhttp://www.nursingtheory.net/models_ neumansystems.html di unduh tanggal 1 Juni 2013. Nirmala, V (2010) Modified Barthel Index and self assessment scores of the level independence of individuals in subacute care. Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 Nursing Theories (2009).Application Of Betty Neuman's Systems Model. http://currentnursing.com/nursing_theory/application_Betty_Neuman%27s_mo del.html. Di unduh tanggal 1 Juni 2013. Neuman,B.(2005).NeumansystemModel.Dalamhttp://www.nursingtheory.net/models_ neumansystems.html di endu tanggal 20 November 2009. Overbough,K.J (2009) Acut coronary syndrome. American Journal Nursing.109:42 Parke, B, Mishkin, A.(2005) Best Practice in Shift handover communication. Proceedings of the International Association for the Advancement of Space Safety Conference sponsored by ESA, NASA, and JAXA, Nice, France, 25-27 October, 2005. Parker, M.E. (2001) Nursing theories and nursing practice. Philadelphia: F.A. Davis Company, 338-341. Patel, N.B (2010) Guide to pain management in low-resource setting. International Association Study of Pain : 13-17. Popovich, D. (2011) 30-Second Head-to-Toe Tool in Pediatric Nursing: Cultivating Safety in Handoff Communication. Pediatric Nursing /March-April 2011/Vol. 37/No. 2. Putten, V.D., Hobart, J.C., Freemen, J.A., Thompson, A.J (1999) Measuring change in disability after inpatient rehabilitation : comparison of the responsiveness of the Barthel Index and functional independence measure. Journal of Neurology, Neurosurgery and Psychiatry (66): 480-484. RimemmermanC.M(2010)Coronaryarterydisease.Dalamhttp://www.clevelandclinicm eded.com/medicalpubs/diseasemanagement/cardiology/coronary-arterydisease/ diunduh tanggal 20 April 2013. Rokhaeni, H.,Purnamasari, Rahayoe,A.U (2001) Buku ajar keperawatan kardiovaskuler. Bidang Diklat Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah harapan Kita. Sitorus,R., Yulia. (2005).Model Praktek Keperawatan Profesional di Rumah Sakit Panduan Implementasi. Jakarta : EGC Smeltzer & Bare (2002) Buku ajar keperawatan medikal bedah, ed 8. Jakarta : EGC. Tomey, A.N., & Alligood, M.R.(2006). Nursing theorists and their work. (6th ed). St. Louis: Mosby Elsevier. Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 WHO. (2007). Communication During Patient Hand-Overs. Patient Safety Solutions volume 1, solution 3, May 2007 Chaburay, W., McMurray, A., and Wallis, M. (2008). Standard Operating Protocol for Implementing Bedside Handover in Nursing. The Research Centre for Clinical and Community Practice Innovation (RCCCPI), Griffith University, old Coast campus, Qld, 4222. Wise,F.M (2010). Coronary heart disease. Australian Family Physician (39). Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 LAPORAN KASUS RESUME DX • Respiratory status : Ventilation • Respiratory status : Airway patency Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal Airway management Evaluasi Implementasi Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kontraktilitas otot jantung NOC Resume : Kasus 1 Acut NSTEMI on CKD Tn. A 60 tahun, memiliki riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu dan tidak teratur berobat. Tuan M sudah dua kali dirawat di RS Harapan Kita dengan keluhan yang sama yaitu sesak nafas dan cepat capek bila beraktivitas. Pada tanggal 18 Februari 2013 pasien masuk di ICCU RS Harapan Kita dengan keluahan sesak (+) memberat setelah beraktivitas, rekam EKG: menunjukkan TAVB Pasien langsung dipasang TPM untuk mempersiapkan pemasangan PPM. Persepsi pasien terhadap Stressor : Tuan A memberi arti bahwa sesak, merasa lelah (diagnose total AV blok, hipertensi) berhubungan dengan gaya hidup dan usianya semakin tua. .Persepsi perawat terhadap stressor : Stresor utama Tuan A yaitu ancaman perubahan fungsi jantung ditandai dengan sesak dan cepat capek. Tuan A diagnose medis TAVB on TPM (Desember 2013), acut on CKD. Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: TD:144/60 mmHg, HR 90100x/mnt, RR 20-22x/mnt, SB 36.4. Psikologikal : Tuan A bisa bekerja sama, dapat menceritakan perasaannya dengan perawat, tentang diagnosa, rencana tindakan.. Sosial budaya : Pasien berhubungan dengan baik dengan anak-anak (dari istri pertama dan kedua) dan tinggal serumah dengan istri yang kedua dan anakanaknya. Perkembangan :, telah menikah dan mempunyai 3 anak. Merasa senang tinggal bersama istri dan anak-anaknya. Spiritual : Menyatakan dirinya sebagai seorang Kristen. Beribadah tiap hari minggu dan atau ada pertemuan keluarga/ jemaat..Faktor Interpersonal : Mempunyai hubungan komunikasi dengan keluarga dari kakak dan adik-adiknya. Faktor ekstrapersonal : Tuan A sejak sakit tidak secara aktif mengikuti organisasi keluarga . NIC Pengkajian Profil Pasien 1 • • Pencegahan primer : Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan Pencegahan sekunder : mengkaji keefektifan pemberian oksigen dan inhalasi, intake dan output, kolaborasi pemberian O2:2-3 lpm Pencegahan tersier : Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam. Tuan A setelah hari tiga post TPM memperlihatkan jalan nafas bersih, tidak ada sesak nafas, batuk tidak ada. Bersihan jalan nafas terkontrol dengan pengobatan. Tuan A mengonsumsi makanan dan minuman yang diberikan. Bersihan jalan nafas tetap dipertahankan sampai hari ketiga post pemasangan PPM. Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 LAPORAN KASUS RESUME 2 Resume : Kasus 2 ACS,Total AV Blok/ TAVB; CKD, DM tipe II, Profil Pasien Hipertensi.ALO Tn. M.D 63 tahun, Tuan MD sudah berulang kali dirawat di RS Harapan Kita dengan keluhan sesak nafas dan cepat capek bila beraktivitas. Persepsi pasien terhadap Stressor : Sesak nafas sudah terasa seminggu SMRS, memberat saat aktivitas, 90x/mnt, RR 20-24x/mnt, SB 36.4. Sat O2 98%. Rontgen Thorax : CTR 50%, Seg Ao dilatasi, Po (N), pinggang jantung (+), infiltrat (-), kongesti (-) EKG: SR. QRS.Rate 70x/mnt, axis (N), PR int 0,16”, QRS durasi 0.06 ”, ST elevasi V1-V4, T Inv V1-V4. DX Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal Airway management Evaluasi Implementa si Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kontraktilitas otot jantung NOC Psikologikal :pasien menyadari akan keterbatsan perannya sebagai suami dan ayah dalam keluarga, dan berharap dukungan dari istri dan anak-anak. Sosial budaya : Pasien berhubungan dengan baik dengan anak-anak (dari istri pertama dan kedua) dan tinggal serumah dengan istri yang kedua dan anak-anaknya.. Perkembangan : telah menikah dan mempunyai 2 anak. Merasa senang tinggal bersama istri dan anak-anaknya. Spiritual : Pasien rajin menjalankan ajaran agamanya yaitu Islam..Faktor Interpersonal : Pasien adalah kepala keluarga yang pekerja keras, dan selalu perhatian terhadap keluarganya,. Faktor ekstrapersonal : Tuan M.D sejak sakit tidak secara aktif mengikuti organisasi keluarga . Prorgam terapi : Tgl 18 Feb. 2013: O2 2-4 lpm; Inhalasi ventolin:bisolvon:NaCl=1;1;1; inpepsa 3x1 mg, plavix 1x75 mg cordaron 2x200 mg, tropenem 2x1 g, NaCl, Triofusin parenteral. NIC Pengkajian .Persepsi perawat terhadap stressor : Stresor utama Tuan M.D pasien nampak banyak diam/ apatis, banyak tidur dan istirahat.. Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: TD:90/60 mmHg, HR 80- • • Pencegahan primer : Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi. Pencegahan sekunder : mengkaji keefektifan pemberian oksigen dan inhalasi, intake dan output, kolaborasi pemberian O2:2-3 lpm Pencegahan tersier : Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam. Tuan M.D memperlihatkan jalan nafas bersih, tidak ada sesak nafas, batuk tidak ada. Bersihan jalan nafas terkontrol dengan pengobatan. Bersihan jalan nafas tetap dipertahankan tetap maksimal sesuai kebutuhan pasien. Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 Tuan S, 60 tahun, mengeluh nyeri pada ulu hati dengan durasi > 20 menit, menjalar ke lengan kiri, disertai dengan keringat dingin, membasahi baju, disertai rasa pusing. tanggal 24 Februari 2013 masuk rumah sakit dan langsung di UGD Persepsi pasien terhadap Stressor : Pasien bertanya tentang kesehatannya, dan tindakan yang akan dilakukan. Pasien menyatakan akan berhenti merokok.. Tuan S berharap mendapat perhatian keluarga dan cepat mengalami penyembuhan sehingga bisa bersatu dengan keluarga.Persepsi perawat terhadap stressor : Stressor utama Tuan S yaitu perubahan kondisi kesehatannya yaitu nyeri didada seperti ditusuk dan ditindih beban berat.Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: TD:113/65 mmHg, HR 90-100x/mnt, RR 18-20x/mnt, SB 36.7. Sat O2 98%. Rontgen Thorax : CTR 50%, Seg Ao dilatasi, Po (N), pinggang jantung (+), infiltrat (-), kongesti (-)EKG: SR. QRS.Rate 60x/mnt, axis (N), PR int 0,18”, QRS durasi 0.06 ”, ST elevasi II,II,aVF, T Inv V2-V4. Psikologikal : Membatasi diri untuk beraktivitas-sakit, sadar akan kondisi, merasa masih banyak yang perlu diselesaikan.. Sosial budaya : komunikasi dengan anak-anak dan istri terbuka. Perkembangan : memenuhi kebutuhan perkembangan dewasa produktif.Spiritual : Tuan S menyatakan beragama Islam dan rajin menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya...Faktor Interpersonal : Tuan S anak ke-3 dari 5 bersaudara, ibu nya sudah lama meninggal.. Faktor ekstrapersonal : Tuan S mempunyai rumah sendiri, mempunyai usaha sendiri, dan pembiayaan di tanggung oleh askes.Prorgam terapi : Aspilet 1x80 mg, plavix 1x75 mg,sinvastatin 1x20 mg,laxadine 1x5 mg ISDN 3x5 mg.Diet jantung II Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kontraktilitas otot jantung Pain management Pencegahan primer : Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi. Pencegahan sekunder : Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan Pencegahan tersier : Ajarkan tentang teknik non farmakologi Evaluasi NIC • Mampu mengontrol nyeri • Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri Implemetasi NOC Pengkajian Resume : Kasus 3 Acut STEMI Anterior, onset 24 jam timi 4/14 Killip II. DX 3 Profil Pasien LAPORAN KASUS RESUME Tuan S setelah 3 hari perawatan memperlihatkan tanda-tanda curah jantung terkontrol ditandai dengan tidak terjadi penurunan kesadaran, hemodinamik stabil, nadi perifer teraba. Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 LAPORAN KASUS RESUME Profil Pasien 4 Resume : Kasus 4 Acut STEMI inferior, DM tipe II Tuan W, 53 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan mengalami nyeri dada berat saat sedang menonton TV. Nyeri dirasakan 6 jam sebelum masuk rumah sakit, seperti ditekan benda berat, tidak menjalar. Selain itu pasien juga mengalami keringat dingin, sampai membasahi baju, pandangan terasa gelap. Pengkajian Persepsi pasien terhadap Stressor : Pasien bertanya tentang keadaan penyakitnya,banyak istirahat..Persepsi perawat terhadap stressor : Stressor utama Tuan W yaitu perubahan kondisi kesehatannya yaitu nyeri didada seperti ditusuk dan ditindih beban berat. Pasien merasa tidak berdaya dengan pembatasan aktivitas. Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: TD:79/49 mmHg, HR 70-80x/mnt, RR 18-20x/mnt, SB 36.4. Sat O2 98%. Rontgen Thorax : CTR 55%, Seg Ao dilatasi, Po (N), pinggang jantung (+), infiltrat (-), kongesti (-)EKG: SR. QRS.Rate 83x/mnt, axis LAD, PR int 0,18”, QRS durasi 0.06 ”, ST elevasi II,II,aVF. Psikologikal : Membatasi diri untuk beraktivitas-sakit, sadar akan kondisi, merasa masih banyak yang perlu diselesaikan. Sosial budaya : komunikasi dengan anak-anak dan istri terbuka.Perkembangan : Tuan W menikah dan mempunyai 4 orang anak, Nyeri dada akut berhubungan dengan iskemik/ infark miokard. Pain management Pencegahan primer : Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi. Pencegahan sekunder : Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan.Pencegahan tersier : Ajarkan tentang teknik non farmakologi Evaluasi NIC Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) Impleentasi NOC DX menyelesaikan pendidikan pada tingakt Diploma 3.Spiritual : Tuan W menyatakan beragama Islam dan rajin menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya...Faktor Interpersonal : Tuan W memiliki 2 saudara, dan selalu berkomunikasi dengan baik Faktor ekstrapersonal : Tuan W tinggal dirumah sendiri, masih aktif bekerja dan biaya perawatan ditanggung perusahan. Nyeri Tuan W berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan Tuan W dapt beristirahat dengan nyaman, hemodinamik stabil, tidak ditemukan adanya gangguan perfusi. aktivitas tetap dibantu oleh perawat dan tidak merasa ada nyeri atau sesak. Hal ini menunjukan masalah nyeri teratasi. Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 LAPORAN KASUS RESUME Persepsi pasien terhadap Stressor : Pasien menyatakan kuatir dengan kondisi kesehatannya saat ini..Persepsi perawat terhadap stressor : Stressor utama Ny.S yaitu perubahan kondisi kesehatannya yaitu nyeri didada seperti ditusuk dan ditindih beban berat.Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: Neurologi: kompos mentis, tidak ada kelainan dalam batas normal.Kardiovaskuler: rerata frekuensi jantung 80-90x/menit, bunyi S1/S2 (+),murmur (-), denyut nadi apeks (+), perabaan diatas iktus kordis (+)TD:79/49 mmHg, HR 80-90x/mnt, RR 18x/mnt, SB 36.6. Sat O2 100%. EKG: SR. QRS.Rate 108x/mnt, axis LAD, PR int 0,12”, QRS durasi 0.08 ”, ST elevasi III,aVF. Psikologikal : Pasien mengalami keterbatasan dalam melakukan aktivitas dan merasa kurang nyaman dengan kondisinya sekarang. Sosial budaya : komunikasi dengan anak-anak dan suami terbuka. Perkembangan Ny.S menikah dan mempunyai 4 orang anak,.Spiritual : Ny.S menyatakan beragama Islam dan rajin menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya...Faktor Interpersonal : Ny.S memiliki 5 bersaudara, dan selalu berkomunikasi dengan baik Faktor ekstrapersonal : Ny.S mempunyai rumah sendiri di Jakarta, mempunyai usaha warung dan pembiayaan perawatan ditanggung oleh jaminan kesehatan Prorgam terapi : Lasix 2 amp, valco 1x75 mg, nopertin 1x10 mg, biscor 1x2.5 mg, Aldactone 1x12.5 mg Penurunan curah jantung b/d respon fisiologis otot jantung, peningkatan frekuensi, dilatasi, hipertrofi atau peningkatan isi sekuncup Cardiac care Pencegahan primer : Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi, durasi)Pencegahan sekunder : Monitor status kardiovaskulerPencegahan tersier : Monitor TD, nadi, suhu, dan RR Evaluasi NIC Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi) Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites Tidak ada penurunan kesadaran Implementasi NOC Pengkajian Resume : Kasus 5. ADHF pada CHF fc.II.ec.Old anterior MCI Ny S, 63 tahun, mengalami nyeri dada berat saat istirahat sedang membersihkan rumah pada pukul 06.00 pagi. Ny.S masuk IGD pukul 17.00 tanggal 5 Maret 2013 dan di diagnose ADHF pada CHF fc.II.ec.Old anterior MCI DX Profil Pasien 5 Setelah mendapatkan tindakan keperawatan selama 3 hari, Ny.S memperlihatkan tanda-tanda curah jantung terkontrol ditandai dengan tidak terjadi penurunan kesadaran, hemodinamik stabil, nadi perifer teraba, tidak sesak, urine output per 34 jam 400cc.. Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 LAPORAN KASUS RESUME Resume : Kasus 6. ADHF (EF 17%) Tn.A umur 71 tahun, agama Islam, pekerjaan pensiunan. Menikah memiliki 2 orang anak. Tn A masuk rumah sakit dengan keluhan sesak nafas sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, disertai dengan mual muntah, rasa cepat capek, Persepsi pasien terhadap Stressor : Pasien bertanya tentang kesehatannya, dan tindakan yang akan dilakukan. Pasien menyatakan kuatir dengan kondisi kesehatannya saat ini..Persepsi perawat terhadap stressor : Stressor utama Tn.A yaitu perubahan kondisi kesehatannya yaitu sesak nafas dan tidak dapat beraktivitas.Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: Neurologi: kompos mentis, tidak ada kelainan dalam batas normal.Kardiovaskuler: rerata frekuensi jantung 80-100x/menit, bunyi S1/S2 (+),murmur (-), denyut nadi apeks (+), perabaan diatas iktus kordis (+)TD:148/74 mmHg, HR 80-100x/mnt, RR 20x/mnt, SB 36.8. Sat O2 100%. EKG: SR. QRS.Rate 108x/mnt, axis LAD, PR int 0,12”, QRS durasi 0.08 ”, ST elevasi III,aVF. T inverted di aVL. Psikologikal : Pasien mengalami keterbatasan dalam melakukan aktivitas Sosial budaya : komunikasi dengan anak-anak terbuka Perkembangan : Tn.A menikah dan mempunyai 2 orang anak,.Spiritual : Tn.A menyatakan beragama Islam dan rajin menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya...Faktor Interpersonal : Semua saudara pasien sudah meninggal sehingga yang berkunjung hanya anak-anak pasien. Faktor ekstrapersonal : Tn.A tinggal di Jakarta Barat dengan status rumah sendiri mempunyai usaha kontrakan dan pembiayaan perawatan ditanggung oleh askes.Prorgam terapi : Lasix 2 amp, valco 1x75 mg, nopertin 1x10 mg, biscor 1x2.5 mg, Aldactone 1x12.5 mg Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi) Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites Tidak ada penurunan kesadaran Cardiac care Evaluasi Impleentasi NOC Penurunan curah jantung b/d respon fisiologis otot jantung, peningkatan frekuensi, dilatasi, hipertrofi atau peningkatan isi sekuncup NIC DX Pengkajian Profil Pasien 6 Pencegahan primer Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput.Pencegahan sekunder : Monitor status kardiovaskuler.Pencegahan tersier : Monitor TD, nadi, suhu, dan RR.Catat adanya fluktuasi tekanan darah Setelah mendapatkan tindakan keperawatan, Tn.A memperlihatkan tanda-tanda curah jantung terkontrol ditandai dengan tidak terjadi penurunan kesadaran, hemodinamik stabil, nadi perifer teraba, tidak sesak, urine output per 3-4 jam 400cc. Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 LAPORAN KASUS RESUME Evaluasi Implementasi NIC NOC DX Pengkajian Profil Pasien 7 Resume : Kasus 7. UAP NSTEMI timi 3/7 grace 133, Hipertensi stg I Tn.M.H umur 67 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri dada sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan saat sedang duduk-duduk, terasa seperti tertindih benda berat, di ulu hati, menjalar ke leher, kemudian ke lengan dengan durasi > 30 menit, hilang setelah dipijat. Persepsi pasien terhadap Stressor : Tuan M.H memberi arti bahwa akibat sesak nafas menyebabkan tubuh merasa lelah hal ini berhubungan dengan gaya hidup dan usianya semakin tua. Persepsi perawat terhadap stressor : Stressor utama Pasien yaitu perubahan kondisi kesehatannya yaitu sesak nafas dan tidak dapat beraktivitas. Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: Neurologi: kompos mentis, tidak ada kelainan dalam batas normal.Kardiovaskuler: rerata frekuensi jantung 80-100x/menit, bunyi S1/S2 (+),murmur (-), denyut nadi apeks (+), perabaan diatas iktus kordis (+)TD:148/74 mmHg, HR 80-100x/mnt, RR 20x/mnt, SB 36.8. EKG: SR. QRS.Rate 108x/mnt, axis LAD, PR int 0,12”, QRS durasi 0.08 ”, ST elevasi III,aVF. T inverted di aVL. Psikologikal : dapat menceritakan perasaannya dengan perawat, tentang diagnosa, rencana tindakan. Sosial budaya : komunikasi dengan anak-anak terbuka Perkembangan : Tn.A menikah dan mempunyai 6 orang anak,.Spiritual : Tn.MH menyatakan beragama Islam dan rajin menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya...Faktor Interpersonal : Saudara kandung Tn M.H yang ke 3 meningal dengan riwayat penyakit jantung. . Faktor ekstrapersonal : M.H tinggal di Sumatra Selatan dengan status rumah sendiri mempunyai usaha kontrakan dan pembiayaan perawatan ditanggung sendiri.Prorgam terapi : Aspilet 160, plavix 300, ISDN 3x5 mg, Sinvastatin 1x20 mg, diazepam 1x5 mg, Captopril 3x6.25, heparinisasi dengan lavenox 2x0.6 cc 12 jam, Diit jantung 2000 kkal/24 jam Nyeri dada akut berhubungan dengan iskemik/ infark miokard. Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi) Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan Pain management Pencegahan primer : Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu Pencegahan sekunder : Ajarkan tentang metode farmakologi pada penurunan nyeri Pencegahan tersier : Siapkan informasi tentang nyeri, termasuk penyebab nyeri , berapa lama akan berakhir dan antisipasi/cegah nyeri dan distress dari prosedur Tuan M.H setelah diberikan intervensi keperawatan selama 4 hari memperlihatkan tanda-tanda curah jantung terkontrol ditandai dengan tidak terjadi penurunan kesadaran, hemodinamik stabil, nadi perifer teraba, tidak sesak, Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 LAPORAN KASUS RESUME NOC Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) Airway management Pencegahan primer : Berikan Oksigen dengan menggunakan nasal kanul. Monitor status oksigen pasien Pencegahan sekunder : Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam.Pencegahan tersier : Pastikan kebutuhan oksigen Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah memberikan oksigen Evaluasi Pengkajian DX Persepsi pasien terhadap Stressor : Pasien menerima keadaan kondisinya, tidak bisa beraktivitas lebih seperti sebelum dirawat. merubah posisi tidur.Persepsi perawat terhadap stressor : Stressor utama Pasien yaitu perubahan kondisi kesehatannya yaitu sesak nafas dan nyeri dada selain itu tidak dapat beraktivitas. Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: Kardiovaskuler: HR 80100x/menit, bunyi S1/S2 (+),murmur (-), denyut nadi apeks (+), perabaan diatas iktus kordis (+)TD:110/60 mmHg, HR 80-100x/mnt, RR 20x/mnt, SB 36.4. Sat O2 100%. Rontgen Thorax : CTR 70%, Seg Ao dilatasi, Po melebar, pinggang jantung datar, infiltrat (-), kongesti (-)EKG: SR. QRS.Rate 108x/mnt, axis RAD, PR int 0,16”, QRS durasi 0.06 ”, ST depresi V3-V6. Psikologikal : Ny. S menerima keadaan kondisinya, tidak bisa beraktifistas lebih seperti semula merasa cepat lelah, sulit tidur. Sosial budaya lebih banyak tinggal dirumah menata dan membersihkan rumah.Perkembangan : berkeluarga/ kawin dan mempunyai 2 anak, Spiritual : Ny.S menyatakan beragama Islam dan rajin menjalankan ibadah sesuai agamanya...Faktor Interpersonal : Pasien adalah anak ke 2 dari 4 bersaudara, orang tuanya masih ada. Mempunyai hubungan komunikasi dengan keluarga dari kakak dan adik-adiknya. . Faktor ekstrapersonal : Tinggal serumah, dengan anak-anaknya. Mendapat dukungan dari keluarga. Dukungan dana sepenuhnya dari suami dan jaminan kesehatan. Prorgam terapi : Aspilet 160, plavix 300, ISDN 3x5 mg, Sinvastatin 1x20 mg, diazepam 1x5 mg, Captopril 3x6.25, Diit jantung 2000 kkal/24 jam Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kontraktilitas otot jantung. NIC Resume : Kasus 8. ADHF ec.UAP AFRVR.CKD Ny.S umur 31 tahun, Masuk Rumah sakit dengan keluhan sesak napas, apabila pasien beraktivitas sehari-hari seperti berjalan kurang lebih 5 meter akan bertambah sesak, tidak berkurang dengan istirahat. Implementasi Profil Pasien 8 Ny.S setelah diberikan intervensi keperawatan memperlihatkan jalan nafas bersih, tidak ada sesak nafas, batuk tidak ada. Bersihan jalan nafas terkontrol dengan pengobatan. Ny.S mengonsumsi makanan dan minuman yang diberikan. Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 LAPORAN KASUS RESUME Resume : Kasus 9. UAP NSTEMI timi 4/7 Tn S, umur 54 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan utama nyeri dada sebelah kiri sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit. Rasa nyeri ini semakin terasa menyiksa pasien karena seperti ditekan oleh benda berat. Persepsi pasien terhadap Stressor :.Pasien menerima keadaan kondisinya, tidak bisa beraktivitas lebih seperti sebelum dirawat. Kondisi pasien masih cepat lelah dan sesak, ..Persepsi perawat terhadap stressor : Stressor utama Pasien yaitu perubahan kondisi kesehatannya yaitu adanya nyeri dada selain itu tidak dapat beraktivitasKesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal:Kardiovaskuler: HR 80-100x/menit, bunyi S1/S2 (+),murmur (-), denyut nadi apeks (+), perabaan diatas iktus kordis (+)TD:92/60 mmHg, HR 70-80x/mnt, RR 18x/mnt, SB 36.8. Sat O2 100%. : EKG: SR. QRS.Rate 62x/mnt, axis normal, PR int 0,22”, QRS durasi 0.16 ”, ST elevasi V3-V6.T inverted, Q patologis Psikologikal : Tn. S menerima keadaan kondisinya, tidak bisa beraktifistas lebih seperti semula merasa cepat lelah, sulit tidur.. Sosial budaya Kepala keluarga dan ayah untuk anak-anaknya, sangat dekat dengan anak-anak dan berkomunikasi baik. Tn.S selalu mengharapkan perhatian dari keluarganya. Perkembangan : Tn.S memenuhi kebutuhan perkembangan sebagai orang dewasa menengah, berkeluarga/ kawin dan mempunyai 3 anak, . Spiritual : Tn.S menyatakan beragama Islam dan rajin menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya...Faktor Interpersonal : Pasien adalah anak pertama dari 3 bersaudara, kedua orang tuanya masih ada. Mempunyai hubungan komunikasi dengan keluarga dari kakak dan adik-adiknya. . Faktor ekstrapersonal : Tinggal serumah, dengan anak-anaknya. Mendapat dukungan dari keluarga. Dukungan dana sepenuhnya dari Istri dan jaminan kesehatan. Perusahan. Nyeri dada akut berhubungan dengan iskemik/ infark miokard. Pain management Pencegahan primer : Dorong pasien untuk monitor nyeri dan mengatasinya dengan strategi yang diajarkan.Pencegahan sekunder : Ajarkan tentang metode farmakologi pada penurunan nyeri Pencegahan tersier : Siapkan informasi tentang nyeri Evaluasi NIC Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri Implementasi NIC DX Pengkajian Profil Pasien 9 Tuan S. setelah diberikan intervensi keperawatan selama 4 hari memperlihatkan tanda-tanda curah jantung terkontrol Pola nafas teratasi, tidak merasa sesak lagi, namun masih mengalami kelemahan fisik, mobilisasi bertahap walaupun masih dibantu oleh perawat dan keluarga. Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 LAPORAN KASUS RESUME Resume : Kasus 10. AFNVR, DM tipe 2, CHF fc.II.ec.HHT Tn. S.S umur 44 tahun, Masuk Rumah sakit dengan keluhan nyeri dada, Pasien mengeluh nyeri dada sejak 15 jam sebelum masuk rumah sakit, nyeri dirasakan seperti ditindih beban berat menjalar ke bahu dan lengan kiri, muncul saat istirahat dengan durasi ± 30 menit dan disertai sesak nafas. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri Pain management Evaluasi Implementasi NOC Persepsi pasien terhadap Stressor.Pasien menerima keadaan kondisinya, dan banyak mencari informasi kepada perawat dan dokter mengenai kondisi penyakitnya..Persepsi perawat terhadap stressor : perubahan kondisi kesehatannya yaitu adanya nyeri dada selain itu tidak dapat beraktivitas. Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: Neurologi: kompos mentis, tidak ada kelainan dalam batas normal.Kardiovaskuler: HR 80-100x/menit, bunyi S1/S2 (+),murmur (-), denyut nadi apeks (+), perabaan diatas iktus kordis (+)TD:154/78 mmHg, HR 70-74x/mnt, RR 20-22x/mnt, SB 36.9. Sat O2 100%. : EKG: AF. QRS.Rate 74x/mnt, axis normal, PR int 0,22”, QRS durasi 0.08 .T inverted di III.aVF Psikologikal : menerima keadaan kondisinya, tidak bisa beraktifistas lebih seperti semula merasa cepat lelah, sulit tidur. Tn.S sering bertanya tentang kondisi penyakitnya sekarang. Sosial sangat dekat dengan anak-anak dan berkomunikasi baik. Tn.S.S selalu mengharapkan perhatian dari keluarganya, terutama istri dan anak pertama Perkembangan : Tn.S.S memenuhi kebutuhan perkembangan sebagai orang dewasa menengah, berkeluarga/ kawin dan mempunyai 2 anak, . Spiritual : Tn.S.S menyatakan beragama Kristen dan rajin menjalankan ibadah digereja setiap hari minggu .Faktor Interpersonal : Pasien adalah anak tunggal dalam keluarga, kedua orang tuanya masih ada. Faktor ekstrapersonal : Tinggal serumah, dengan anak-anaknya. Mendapat dukungan dari keluarga. Dukungan dana sepenuhnya dari Istri dan jaminan askes.Prorgam terapi : Neurodek 1x1 mg,lasix 1x1/2 mg, spirolacton 1x200 mg, ascardia 1x80 mg, simarc 1x1 mg, lansoprasol 2x1 mg, digoxin 1x1 mg. Nyeri dada akut berhubungan dengan iskemik/ infark miokard. NIC DX Pengkajian Profil Pasien 10 Pencegahan primer Observasi tanda-tanda non verbal ketidaknyamanan Pencegahan sekunder : Ajarkan tentang metode farmakologi pada penurunan nyeriPencegahan tersier : Ajarkan tentang metode farmakologi pada penurunan nyeri Setelah diberikan intervensi keperawatan memperlihatkan hemodinamik baik, akral hangat, Pola nafas teratasi, tidak merasa sesak lagi, bantuan nafas tetap diberikan, namun masih mengalami kelemahan fisik, mobilisasi bertahap walaupun masih dibantu oleh perawat dan keluarga. Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 LAPORAN KASUS RESUME Resume : Kasus 11. Acut Inferior STEMI onset 21 jam Killip II timi 6/4 Tn. K umur 59 tahun, masuk Rumah sakit dengan keluhan sesak nafas, dialami 21 jam sebelum masuk RS, timbul pada saat pasien sedang tidur, tidak hilang dengan istirahat.apabila pasien akan berjalan maka lebih bertambah sesak. suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah) Management Airway Evaluasi Implementasi NOC Persepsi pasien terhadap Stressor : Pasien menerima keadaan kondisinya, dan banyak mencari informasi kepada perawat dan dokter mengenai kondisi penyakitnya. .Persepsi perawat terhadap stressor : Stressor utama Pasien yaitu perubahan kondisi kesehatannya yaitu adanya sesak nafas. Nampak pasien menahan aktivitas dan banyak istirahat.Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: Neurologi: kompos mentis, tidak ada kelainan dalam batas normal. Kardiovaskuler: frekuensi jantung 90-100x/menit, bunyi S1/S2 (+),murmur (-), denyut nadi apeks (+), perabaan diatas iktus kordis (+)TD:135/77 mmHg, HR 7080x/mnt, RR 20x/mnt, SB 36.6. Sat O2 100%. : EKG Sinus Rytem, QRS rate 90x/mnt, axis (N), P wave (N), PR int 0.20, QRS durasi 0.10, ST Depresi I, aVL, II, aVF, V3-V6.Psikologikal : Tn. K menerima keadaan kondisinya, tidak bisa beraktifistas lebih seperti semula merasa cepat lelah, sulit tidur. Sosial budaya :sangat dekat dengan anak-anak dan berkomunikasi baik. Perkembangan : berkeluarga/ kawin dan mempunyai 1 anak, . Spiritual : Tn.K menyatakan beragama Islam dan rajin menjalankan ibadah sholat 5 waktu setiap hari .Faktor Interpersonal : Mempunyai hubungan komunikasi dengan keluarga dan kerabat serta teman kerja dengan baik. Faktor ekstrapersonal : Tinggal serumah, dengan anak-anaknya. Mendapat dukungan dari keluarga. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplay darah yang tidak adekuat NIC DX Pengkajian Profil Pasien 11 Pencegahan primer : Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi Pencegahan sekunder : Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan Pencegahan tersier : Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi Ketika merasa sesak langsung diberikan oksigen 4 l/menit.. Pasien diajarkan teknik relaksasi, pertahankan tenang dan dalam keadaan rileks. Pasien menyatakan sangat membantu. Nampak lebih tenang, nyeri berkurang, sesak tidak ada, namun pasien masih mengeluh pausing.aktivitas makan dan minum dilakukan sendiri. Hal ini menunjukan masalah nyeri teratasi sebagian. Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 LAPORAN KASUS RESUME Resume : Kasus 12. TAVB ec.ACS.UAP.NSTEMI. Timi 2/7, Post pemasangan TPM. Ny.R umur 61 tahun, masuk Rumah sakit dengan keluhan nyeri dada, jantung terasa berdebar, sering pingsan, mual, muntah, keringat dingin. Nyeri dada terasa apabila pasien beraktivitas sedang. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) Pain Management Evaluasi Implementasi NOC Persepsi pasien terhadap Stressor : Pasien selalu berusaha meminta perawat untuk mengatur posisi tidur, dan berusaha mencari kenyamanan.Persepsi perawat terhadap stressor : Stressor utama Pasien yaitu perubahan kondisi kesehatannya yaitu adanya sesak nafas pada saat rumah sakit selain itu tidak dapat beraktivitas seperti biasanya. Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal:.Kardiovaskuler: HR 70-80x/menit, bunyi S1/S2 (+),murmur (-), denyut nadi apeks (+), perabaan diatas iktus kordis (+)TD:90/60 mmHg, HR 7080x/mnt, RR 18x/mnt, SB 36.6. Sat O2 100%.: EKG Total AV Blok, QRS rate 100x/mnt, ST elevasi di V1-V4, PR int 0.20, QRS durasi 0.10, axix (N) Psikologikal : Pasien juga cemas dengan pemasangan PPM sehingga pasien meragukan perannya nanti setelah keluar rumah sakit. Sosial budaya Sebagai Istri keluarga dan ibu untuk anak-anaknya, sangat dekat dengan anak-anak dan berkomunikasi baik. Perkembangan : Pasien memenuhi kebutuhan perkembangan sebagai orang dewasa menengah, berkeluarga/ kawin dan mempunyai 2 anak, . Spiritual : Pasien menyatakan beragama Kristen dan rajin menjalankan ibadah setiap hari minggu di gereja .Faktor Interpersonal : Pasien adalah anak ke dua dalam keluarga,. Faktor ekstrapersonal : Tinggal serumah, dengan anakanaknya. Mendapat dukungan dari keluarga. Dukungan dana sepenuhnya dari Istri. Prorgam terapi : Aspilet 1x80 mg,ISDN 3x5 mg,plavix 1x75 mg,Diazepam 1x5 mg,sinvastatin 1x20 mg,lasix 1x40 mg,Amlodipine 1x5 mg. Nyeri berhubungan dengan adanya pemasangan TPM NIC DX Pengkajian Profil Pasien 12 Pencegahan primer : Kaji secara komprehensif nyeri termasuk lokasi, karakteristik, durasi,frekuensi,kualitas, intensitas dan faktor pencetus Dorong pasien untuk menggunakan pengobatan nyeri yang adekuatPencegahan sekunder : Ajarkan tentang metode farmakologi pada penurunan nyeri Pencegahan tersier Kaji secara komprehensif nyeri termasuk lokasi, karakteristik, durasi,frekuensi,kualitas, intensitas dan faktor pencetus Ny. R. merasakan nyeri/ kurang nyaman hari pertama post TPM dan kemudian dapat beradaptasiNy.R dapat istirahat dan tidur tanpa gangguan nyeri. Hal ini menyatakan bahwa Ny.R dapat mengontrol atau beradaptasi dengan nyeri ringan. Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 LAPORAN KASUS RESUME Resume : Kasus 13. ADHF pada CHF fc.III.ec Old acut MCI post ALO Tn.V umur 57 tahun. Masuk Rumah sakit dengan keluhan sesak napas. Keluhan ini dirasakan sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas dirasakan ketika pasien sedang istirahat dirumah yaitu menonton TV. Sesak napas semakin bertambah ketika pasien beranjank dari tempat duduk. Persepsi pasien terhadap Stressor : Pasien menerima keadaan kondisinya, dan banyak mencari informasi kepada perawat dan dokter mengenai kondisi penyakitnya..Persepsi perawat terhadap stressor : Stressor utama Pasien yaitu perubahan kondisi kesehatannya yaitu adanya sesak nafas pada saat rumah sakit selain itu tidak dapat beraktivitas seperti biasanya. Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal:.Kardiovaskuler: HR 70-80x/menit, bunyi S1/S2 (+),murmur (-), denyut nadi apeks (+), perabaan diatas iktus kordis (+)TD:135/85 mmHg, HR 80-90x/mnt, RR 18-20x/mnt, SB 36.8. Sat O2 100%.: EKG Sinus Rytem, QRS rate 90x/mnt, axis (N), P wave (N), PR int 0.20, QRS durasi 0.10, ST Depresi I, aVL, II, aVF, V3-V6. : CTR 50%, segmen Ao (N), pulmo (N), apex kongesti (-), Infiltrat (+).Rontgen : CTR 70%, Segmen Ao elegansi, dilatasi, Segmen Po Normal, pinggang jantung mendatar, apex downwound, infiltrat (+), Kongesti (+).Psikologikal : Pasien menerima keadaan kondisinya, tidak bisa beraktifistas lebih seperti semula merasa cepat lelah, sulit tidur. Sosial budaya sangat dekat dan mempunyai hubungan yang harmonis dengan anak-anak dan berkomunikasi baik.. Perkembangan : berkeluarga/ kawin dan mempunyai 2 anak, . Spiritual : Pasien menyatakan beragama Kristen dan rajin menjalankan ibadah setiap hari minggu di gereja .Faktor Interpersonal :.Mempunyai hubungan komunikasi dengan keluarga dan kerabat serta warga sekitar dengan baik. Faktor ekstrapersonal : Tinggal serumah, dengan anak-anaknya. Mendapat dukungan dari keluarga. Dukungan dana sepenuhnya dari Istri dan jaminan kesehatan. NOC Management Airway Pencegahan primer : Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi Pencegahan sekunder : Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan Pencegahan tersier Monitor respirasi dan status O2 Evaluasi Peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat NIC Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplay darah tidak adekuat Implementasi DX Pengkajian Profil Pasien 13 Setelah diberikan intervensi keperawatan memperlihatkan jalan nafas bersih, tidak terjadi sesak nafas. Bersihan jalan nafas terkontrol dengan pengobatan. Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 LAPORAN KASUS RESUME Pengkajian DX Penurunan curah jantung berhubungan dengan respon fisiologis otot jantung post operasi. NOC Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi) Cardiac Care Pencegahan primer : Monitor status kardiovaskuler.Pencegahan sekunder : Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi, durasi).Pencegahan tersier : Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan Evaluasi Persepsi pasien terhadap Stressor : merasa tidak berdaya dengan luka post perasi CABG disertai rasa nyeri pada luka post operasi.kondisi pasien lemah dan memiliki keterbatasan aktivitas..Persepsi perawat terhadap stressor : Stresor utama Tuan N yaitu ancaman perubahan fungsi jantung setelah dioperasi ditandai dengan dan aktivitas setelah pulang rumah nanti.Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: TD:145/65 mmHg, HR 90-100x/mnt, RR 2022x/mnt, SB 36.8. Psikologikal : Tuan N bisa bekerja sama, dapat menceritakan perasaannya dengan perawat, tentang diagnosa, rencana tindakan. Keluarga menyatakan kurang maksimal memperhatikan/ mengontrol keadaan pasien terkait dengan makanan dan kebiasaan karena dianggap pasien memahami dan dapat melakukannya. Sosial budaya : Pasien berhubungan dengan baik dengan anak-anak dan istri . Tuan N sebelum sakit bergaul dengan berbagai elemen masyarakat terkait dengan pekerjaannya. Perkembangan : Mempunyai keberhasilan dalam memenuhi kebutuhan perkembangan sebagai dewasa tua, telah menikah dan mempunyai 3 anak. Merasa senang tinggal bersama istri dan anak-anaknya. Spiritual : Menyatakan dirinya sebagai seorang yang beragama Islam. Rajin menjalankan sholat dan rajin mengikuti pengajian yang diadakan disekitar tempat tinggal Faktor Interpersonal : Mempunyai hubungan komunikasi dengan keluarga dari kakak dan adik-adiknya. Faktor ekstrapersonal : Dukungan dana sepenuhnya dari gaji pasien dan dari anak-anak yang sudah bekerja. NIC Resume : Kasus 14 CAD 3VD post CABG 4x-LAD Tn. N 51 tahun, pendidikan Masuk Rumah sakit dengan keluhan nyeri dada, menjalar ke lengan kiri sampai punggung. Nyeri terjadi pada saat pasien sedang menonton TV pada malam hari, durasi > 15 menit dan tidak hilang dengan istirahat. Kemudian pasien dianjurkan untuk dilakukan tindakan operasi CABG. Implementasi Profil Pasien 14 Tuan N. setelah diberikan intervensi keperawatan memperlihatkan tanda-tanda curah jantung terkontrol ditandai dengan tidak terjadi penurunan kesadaran, hemodinamik stabil, nadi perifer teraba, tidak sesak, nilai CO dalam batas normal. posisi tidur supine/ semi fowler aktivitas dibatasi dan terkontrol ketat. Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 LAPORAN KASUS RESUME Resume : Kasus 15. UAP NSTEMI timi 3/7 grace 98, Hipertensi stg I, DM tipe 2 Tn.SB umur 52 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri dada sejak 5 jam sebelum masuk RS. Nyeri dirasakan seperti diremas-remas, menjalar ke lengan kiri sampai punggung. Nyeri dirasakan pada saat pasien sedang tidur dengan durasi > 20 menit. Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi) Pain management Evaluasi Implementasi NOC Persepsi pasien terhadap Stressor : Tuan SB memberi arti bahwa akibat nyeri yang dirasakan menyebabkan tubuh merasa lelah dan tidak dapat beraktivitas.Persepsi perawat terhadap stressor : Stressor utama Pasien yaitu perubahan kondisi kesehatannya yaitu adanya nyeri dada juga merasa mual serta tidak dapat beraktivitas. Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: Kardiovaskuler: HR 80-100x/menit, bunyi S1/S2 (+),murmur (-), denyut nadi apeks (+), perabaan diatas iktus kordis (+)TD:126/66 mmHg, HR 60-70x/mnt, RR 20x/mnt, SB 36.5. Sat O2 100%. EKG: SR. QRS.Rate 108x/mnt, axis LAD, PR int 0,16”, QRS durasi 0.06 ”, ST elevasi III,aVF. T inverted di aVL. Psikologikal : dapat menceritakan perasaannya dengan perawat, tentang diagnosa, rencana tindakan. Sosial budaya : komunikasi dengan anak-anak terbuka karena istrinya anak-anak dan istri selalu stia mendampingi dan merawat Tn SB Perkembangan : memenuhi kebutuhan perkembangan dewasa produktif, SB menikah dan mempunyai 3 orang anak,.Spiritual : Tn.SB menyatakan beragama Islam dan rajin menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya...Faktor Interpersonal : Saudara kandung Tn SB yang ke 2 meningal dengan riwayat penyakit jantung. . Faktor ekstrapersonal : Pasien tinggal di Kebayoran lama dengan status rumah sendiri mempunyai usaha warung. Prorgam terapi : Aspilet 160, plavix 300, ISDN 3x5 mg, Sinvastatin 1x20 mg, diazepam 1x5 mg, Captopril 3x6.25, heparinisasi dengan lavenox 2x0.6 cc 12 jam, Diit jantung 2000 kkal/24 jam Nyeri dada akut berhubungan dengan iskemik/ infark miokard. NIC DX Pengkajian Profil Pasien 15 Pencegahan primer : Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu Pencegahan sekunder : Ajarkan tentang metode farmakologi pada penurunan nyeri.Pencegahan tersier : Siapkan informasi tentang nyeri, termasuk penyebab nyeri. Pola nafas teratasi, Tn SB terlihat merasa nyaman karena tidak merasa sesak lagi, namun masih mengalami kelemahan fisik, mobilisasi bertahap walaupun masih dibantu oleh perawat dan keluarga Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 LAPORAN KASUS RESUME Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi)Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan Cardiac Care Evaluasi Implementasi Pengkajian DX Persepsi pasien terhadap Stressor : Pasien selalu berusaha meminta perawat untuk mengatur posisi tidur, dan berusaha mencari kenyamanan. sesak, .Persepsi perawat terhadap stressor : Stressor utama Pasien yaitu perubahan kondisi kesehatannya yaitu merasa sesak nafas saat beraktivitas selain itu merasa tidak nyaman. Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: Kardiovaskuler: HR 80-90x/menit, bunyi S1/S2 (+),murmur (-), denyut nadi apeks (+), perabaan diatas iktus kordis (+)TD:154/78 mmHg, HR 70-74x/mnt, RR 20-22x/mnt, SB 36.9. Sat O2 100%. : EKG: Atrial Fibrilasi, QRS rate 90 x/mnt, axix RAD, QRS durasi 0.08, ST elevasi pada V4, Q patologis pada V1-V3.Psikologikal : Tn E menerima keadaan kondisinya, tidak bisa beraktifistas lebih seperti semula merasa cepat lelah, sulit tidur. Sosial budaya : Kepala keluarga dan ayah untuk anak-anaknya, sangat dekat dengan anak-anak dan berkomunikasi baik. Perkembangan : berkeluarga/ kawin dan mempunyai 2 anak, . Spiritual : Tn.E menyatakan beragama Islam dan rajin menjalankan sholat 5 waktu sesuai ajaran agamanya. Faktor Interpersonal Mempunyai hubungan komunikasi dengan keluarga dan kerabat serta teman kerjanya. Faktor ekstrapersonal :Tinggal serumah, dengan anak-anaknya. Mendapat dukungan dari keluarga. Dukungan dana sepenuhnya dari Istri dan jaminan kesehatan (KJS Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan adanya infark pada otot jantung miokard NOC Resume : Kasus 16. ADHF on CHF ec.Old MCI,AKI,ec.CKD,DM tipe 2 Tn. E umur 58 tahunMasuk Rumah sakit dengan keluhan sesak napas disertai batuk sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas dirasakan apabila pasien merasa capek atau beraktivitas ringan dirumah. Klien juga mengalami udema pada kedua ekstremitas bawah. NIC Profil Pasien 16 Pencegahan primer : Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung Pencegahan sekunder : Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan Pencegahan tersier : Catat adanya fluktuasi tekanan darah Tn.E merasa nyaman tidur dengan semi fowler dan ditambah satu bantal. Pasien diajarkan teknik relaksasi, pertahankan tenang dan dalam keadaan rileks. Nampak lebih tenang, nyeri berkurang, sesak tidak ada, namun pasien masih mengeluh pusing.aktivitas makan dan minum dilakukan sendiri. Hal ini menunjukan masalah pernapasan teratasi. Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 LAPORAN KASUS RESUME Resume : Kasus 17. UAP NSTEMI timi 3/7 post PTCA. Tn. P umur 43 tahun,. Masuk Rumah sakit dengan keluhan nyeri dada. Pasien mengeluh nyeri dada sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri dirasakan seperti ditindih beban berat menjalar ke bahu dan lengan kiri, muncul saat istirahat dengan durasi ± 30 menit dan disertai sesak nafas. NOC Pain Management Pencegahan primer : Dorong pasien untuk menggunakan pengobatan nyeri yang adekuat Pencegahan sekunder : Ajarkan tentang metode farmakologi pada penurunan nyeri Pencegahan tersier : Siapkan informasi tentang nyeri, termasuk penyebab nyeri , berapa lama akan berakhir dan antisipasi/cegah nyeri dan distress dari. Evaluasi Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang. Tanda vital dalam rentang normal NIC Persepsi pasien terhadap Stressor :.Pasien menerima keadaan kondisinya, dan banyak mencari informasi kepada perawat dan dokter mengenai kondisi penyakitnya..Persepsi perawat terhadap stressor : Stressor utama Pasien yaitu perubahan kondisi kesehatannya yaitu adanya sesak nafas.Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal:.Kardiovaskuler: HR 80-90x/menit, bunyi S1/S2 (+),murmur (-), denyut nadi apeks (+), perabaan diatas iktus kordis (+)TD:90/60 mmHg, HR 70-80x/mnt, RR 18x/mnt, SB 36.6. Sat O2 100%.: EKG SR,QRS rate 80x/mnt,QRS axis (N), P wave (N),PR int 0.20”,QRS durasi 0.04”.Rontgen : CTR 52%, Segmen Ao elegansi, dilatasi, Segmen Po Normal, pinggang jantung mendatar, apex downwound, infiltrat (-), Kongesti (-).Psikologikal : Tn.P menerima keadaan kondisinya, tidak bisa beraktifistas lebih seperti semula merasa cepat lelah, sulit tidur. Sosial budaya :Sebagai suami dalam keluarga dan ayah untuk anak-anaknya, Perkembangan : berkeluarga/ kawin dan mempunyai 2 anak, . Spiritual : Pasien menjalankan ajaran agamanya yaitu sholat dan pengajian. .Faktor Interpersonal :Mempunyai hubungan komunikasi dengan keluarga dan kerabat serta warga sekitar dengan baik. Faktor ekstrapersonal : Mendapat dukungan dari keluarga. Dukungan dana sepenuhnya dari Istrri.Prorgam terapi : Ascardia 1x80 mg,ISDN 3x5 mg,plavix 1x75 mg,Diazepam 1x5 mg,sinvastatin 1x20 mg,lasix 1x40 mg,Amlodipine 1x5 mg.bisoprolol 1x5 mg. Nyeri berhubungan dengan adanya pemasangan TPM Implementasi DX Pengkajian Profil Pasien 17 Tn.P merasakan nyeri/ kurang nyaman hari pertama post PTCA dan kemudian dapat beradaptasi. . Respon pasien dengan diam dan istirahat membantu pasien mengontrol rasa kurang nyaman/ nyeri. Tn.P dapat istirahat dan tidur tanpa gangguan nyeri. Hal ini menyatakan bahwa Tn.P dapat mengontrol atau beradaptasi dengan nyeri ringan. Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 LAPORAN KASUS RESUME Persepsi pasien terhadap Stressor : Tuan H memberi arti bahwa saat ini merasa tidak berdaya dengan luka post perasi.Persepsi perawat terhadap stressor : Stresor utama Tuan H yaitu ancaman perubahan fungsi jantung dengan diagnosis medis CAD Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: Gambaran singkat: Fisiologikal: BB 66,5 Kg, TB: 165 Cm. merasa pusing setiap perubahan posisi. Tekanan darah TD S 90-110/ D: : 35-50 mmHg. MAP:60-75mmHg. S.O2: 94-96% PAW: 13SV : 608 CO/CI:6,2/ 3,6 SVR/ SVR1:773/ 1340 PVR/ PVR1:103/179 Psikologikal : Tuan H bisa bekerja sama, dapat menceritakan perasaannya dengan perawat, tentang diagnosa, rencana tindakan. Sosial budaya : Pasien berhubungan dengan baik dengan anak-anak dan istri .. Perkembangan : telah menikah dan mempunyai 3 anak. Merasa senang tinggal bersama istri dan anak-anaknya. Spiritual :. Rajin menjalankan sholat dan rajin mengikuti pengajian yang diadakan disekitar tempat tinggal Faktor Interpersonal : Mempunyai hubungan komunikasi dengan keluarga dan kakak.. Faktor ekstrapersonal : Tuan H sejak sakit tidak secara aktif mengikuti organisasi keluarga . .Prorgam terapi : Dobutamin 250/50, MO 10/50, Humulin 100/50.NTG 50/50,Cefotaxim 3x1 gr, Ranitidin 1x1 amp, propolol 20 mg/jam; Penurunan curah jantung berhubungan dengan respon fisiologis otot jantung post operasi. Evaluasi Implementasi NIC NOC Pengkajian Resume : Kasus 18 post operasi CABG 5x (1) LIMA-LAD end to side, (2) LRAPDA end to side, (3) SVG-LCX end to side, (4) SVG-inter mediate end to side, dan (5) SVG-D1 end to side. Tuan H,54 tahun, Tuan H masuk dengan diagnosa medis CAD 3VD EF 22% dengan tindakan CABG 5x: LIMA-D, SVG-LAD, SVG-intermediate, SVG-OM, SVG-DLRCA. DX Profil Pasien 18 Cardiac Pump effectiveness Cardiac Care Pencegahan primer : Monitor status kardiovaskuler Pencegahan sekunder : Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput Pencegahan tersier : Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan Tuan H setelah hari tiga post-opCABG memperlihatkan hemodinamik tidak stabil sehingga IABP masih tetap dipertahankan. HR cenderung takikardi, TD cenderung rendah, jalan nafas bersih, tidak ada sesak nafas, batuk tidak ada.Posisi kaki kanan daerah pemasangan IABP tetap dipertahankan tidak tertekuk. Nadi perifer teraba. Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 LAPORAN KASUS RESUME Resume : Kasus 19 Acut STEMI Inferior,onset 6 jam Killip 1 Timi 2/14.DM tipe 2 Tuan A, 53 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan mengalami nyeri dada berat saat sedang menonton TV. Nyeri dirasakan 6 jam sebelum masuk rumah sakit, seperti ditekan benda berat, tidak menjalar Persepsi pasien terhadap Stressor : .Tn.A menyatakan penyakitnya Nyeri dada dan sesak, karena sering capek di tempat kerja.Persepsi perawat terhadap stressor. Tn.A menyampaikan keluhan secara verbal, memanggil bila ada yang Faktor dinginkan..Kesan singkat Intrapersonal:Fisiologikal:Gambaransingkat:TD:158/95mmHg,HR:78x/mnt;RR:2 0x/mnt, afebris, SB 36.4. Sat O2 98%. Rontgen Thorax: CTR 55%, Seg Ao dilatasi, Po (N), pinggang jantung (+), infiltrat (-), kongesti (-)EKG: SR. QRS.Rate 91x/mnt, axis (N), PR int 0,18”, QRS durasi 0.06 ”, ST elevasi II,II,aVF. Psikologikal : Tn.A menerima keadaan kondisinya, tidak bisa beraktifistas lebih seperti semula merasa cepat lelah, sulit tidur.. Sosial budaya : Setiap hari minggu adakan pertemuan dengan keluarga dikantornyadengan baik..Perkembangan : menikah dan mempunyai 3 orang anak,.Spiritual : Tuan A menyatakan beragama Kristen dan rajin menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya pada setiap hari minggu...Faktor Interpersonal : Tuan A memiliki lma saudara, dan selalu berkomunikasi dengan baik Faktor ekstrapersonal : Tuan A tinggal dirumah sendiri, masih aktif bekerja dan biaya perawatan ditanggung perusahan. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri Pain management Evaluasi Implementasi NOC Nyeri dada akut berhubungan dengan iskemik/ infark miokard. NIC DX Pengkajian Profil Pasien 19 Pencegahan primer : Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.Pencegahan sekunder : Ajarkan tentang teknik non farmakologi Pencegahan tersier : Ajarkan tentang teknik non farmakologi Setelah mendapatkan perawatan selama 3 hari Nampak lebih tenang, nyeri berkurang, sesak tidak ada, namun pasien masih mengeluh pausing.aktivitas makan dan minum dilakukan sendiri. Hal ini menunjukan masalah nyeri teratasi sebagian. Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 LAPORAN KASUS RESUME Resume : Kasus 20. CHF fc.II.ec.Old anterior MCI Tn.M umur 67 tahun, Masuk Rumah sakit dengan keluhan sesak napas, disertai dengan edema pada kedua ekstremitas bawah. Sesak nafas dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Sedangkan edema sudah terjadi sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Penurunan curah jantung Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi) Evaluasi Implementasi NIC DX Persepsi pasien terhadap Stressor :. Tuan M menggambarkan secara mental bahwa seorang menderita penyakit jantung, hanya membatasi gaya hidupnya.Persepsi perawat terhadap stressor : Stresor utama Tuan M yaitu ancaman perubahan fungsi jantung ditandai dengan sesak dan kelelahan. Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: Kardiovaskuler: HR 70-80x/menit, bunyi S1/S2 (+),murmur (-), denyut nadi apeks (+), perabaan diatas iktus kordis (+)TD:100/65 mmHg, HR 80-90x/mnt, RR 18x/mnt, SB 36.7. Sat O2 100%. Psikologikal : Pasien mengalami keterbatasan dalam melakukan aktivitas dan merasa kurang nyaman dengan kondisinya sekarang.Sosial budaya : komunikasi dengan anak-anak dan suami terbuka. Pasien berasal dari suku Manado. Perkembangan : memenuhi kebutuhan perkembangan dewasa produktif, Tn.M menikah dan mempunyai 2 orang anak,.Spiritual : Tn.M menyatakan beragama Kristen dan rajin menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya...Faktor Interpersonal : M memiliki 3 bersaudara, dan selalu berkomunikasi dengan baik Faktor ekstrapersonal Tn.M mempunyai rumah sendiri di Jakarta,dan pembiayaan perawatan ditanggung oleh jaminan kesehatanProrgam terapi : Ceftriaxone 1x2 gr,Lasix 1x1, aspilet 1x80 mg, sinvastatin 1x20 mg. NOC Pengkajian Profil Pasien 20 Cardiac care Pencegahan primer : Monitor status kardiovaskulerPencegahan sekunder : Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi, durasi)Pencegahan tersier : Catat adanya fluktuasi tekanan darah Pasien merasa nyaman tidur dengan semi fowler dan ditambah satu bantal. Pasien diajarkan teknik relaksasi, pertahankan tenang dan dalam keadaan rileks. Pasien menyatakan sangat membantu. Nampak lebih tenang, nyeri berkurang, sesak tidak ada, namun pasien masih mengeluh pusing.aktivitas makan dan minum dilakukan sendiri. Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 LAPORAN KASUS RESUME Resume : Kasus 21 Acut Posterolateral STEMI onset 4 jam timi 2/14 killip 2 Ny.D. umur 72 tahun, Masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri dada. Nyeri dirasakan seperti ditekan, ditindih dengan beban berat, menjalar ke lengan kiri dan bahu, muncul pada saat pasien sedang nonton TV bersama keluarga. NIC Pain management Pencegahan primer : Dorong pasien untuk monitor nyeri dan mengatasinya dengan strategi yang diajarkan Pencegahan sekunder : Kaji secara komprehensif nyeri termasuk lokasi, karakteristik, durasi,frekuensi,kualitas, intensitas dan faktor pencetus Pencegahan tersier Siapkan informasi tentang nyeri, termasuk penyebab nyeri , berapa lama akan berakhir dan antisipasi/cegah nyeri dan distress dari prosedur Evauasi Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang NIC Persepsi pasien terhadap Stressor :.Pasien menerima keadaan kondisinya, dan banyak mencari informasi kepada perawat dan dokter mengenai kondisi penyakitnya..Persepsi perawat terhadap stressor : Stressor utama Pasien yaitu perubahan kondisi kesehatannya yaitu adanya nyeri dada selain itu tidak dapat beraktivitas.Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: HR8090x/menit, bunyi S1/S2 (+),murmur (-), denyut nadi apeks (+), perabaan diatas iktus kordis (+)TD:140/85 mmHg, HR 70-80x/mnt, RR 18-20x/mnt, SB 36.5. Sat O2 100%. : EKG: Sinus rytem, QRS rate 83 x/mnt, QRS axis normal, QRS durasi 0.08, ST elevasi pada I, aVL,V5-V6, ST depresi di V1-V2.Psikologikal : Ny.D menerima keadaan kondisinya, tidak bisa beraktifistas lebih seperti semula merasa cepat lelah, sulit tidur.. Sosial budaya Ny.D sudah janda dan tinggal bersama anaknya.anak-anaknya, Perkembangan : berkeluarga/ kawin dan mempunyai 6 anak, . Spiritual : Ny.D menyatakan beragama Islam dan rajin menjalankan ibadah sesuai agamanya yaitu sholat .Faktor Interpersonal : Pasien. Mempunyai hubungan komunikasi dengan keluarga dan masyarakat sekitar tempat tinggal. Faktor ekstrapersonal : Tinggal serumah, dengan anak-anaknya. Mendapat dukungan dari keluarga. Dukungan dana sepenuhnya dari anak-anak dan kartu Jakarta sehat. Nyeri dada akut berhubungan dengan iskemik/ infark miokard. Implementasi DX Pengkajian Profil Pasien 21 Ny.D nampak tenang, nyeri berkurang dan sesak. Setelah diberikan intervensi keperawatan mempunyai kecenderungan hemodinamik yang stabil Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 LAPORAN KASUS RESUME Resume : Kasus 22 UAP NSTEMI Timi 3/7 Grace 138, CHF fc III ec.CAD.DM tipe 2 Tn.S.S umur 63 tahun,. Masuk rumah sakit dengan keluhan rasa berdebar-debar hilang timbul sejak 1 hari yang lalu. Keluhan ini muncul pada saat pasien bangun dari tidur yang disertai dengan nyeri dada, rasa mual dan muntah. Keluhan ini sudah sempat dirasakan sejak 3 bulan sebelum masuk RS. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri Pain management Evaluasi Implementasi NOC Persepsi pasien terhadap Stressor :.Pasien menerima keadaan kondisinya, dan banyak mencari informasi kepada perawat dan dokter mengenai kondisi penyakitnya..Persepsi perawat terhadap stressor : Stressor utama Pasien yaitu perubahan kondisi kesehatannya yaitu adanya nyeri dada selain itu tidak dapat beraktivitas.Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: HR 8090x/menit, bunyi S1/S2 (+),murmur (-), denyut nadi apeks (+), perabaan diatas iktus kordis (+)TD:93/60 mmHg, HR 65-70x/mnt, RR 18-20x/mnt, SB 36.7. Sat O2 100%. : EKG: SR,QRS rate 70x/mnt,QRS axis (N),P wave (N), PR interval 0.14”, QRS durasi 0.08”, Q Wave II.III.aVF.Psikologikal : tidak bisa beraktifistas lebih seperti semula merasa cepat lelah, sulit tidur. Sosial budaya :tinggal bersama istri karena anaka-anak semuanya sudah berkeluarga. Perkembangan : berkeluarga/ kawin dan mempunyai 5 anak, . Spiritual : beragama Kristen dan rajin menjalankan ibadah sesuai agamanya .Faktor Interpersonal : Pasien. Mempunyai hubungan komunikasi dengan keluarga dan masyarakat sekitar tempat tinggal.. Faktor ekstrapersonal : Tinggal di rumah sendiri bersama istri,. Mendapat dukungan dari keluarga. Nyeri dada akut berhubungan dengan iskemik/ infark miokard. NIC DX Pengkajian Profil Pasien 22 Pencegahan primer : Observasi tanda-tanda non verbal ketidaknyamanan Pencegahan sekunder : Ajarkan tentang metode farmakologi pada penurunan nyeri Pencegahan tersier : Siapkan informasi tentang nyeri, termasuk penyebab nyeri berapa lama akan berakhir dan antisipasi/cegah nyeri Nampak lebih tenang, nyeri berkurang, sesak tidak ada, namun pasien masih mengeluh pusing.aktivitas makan dan minum dilakukan sendiri. Hal ini menunjukan masalah nyeri teratasi sebagian. Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 LAPORAN KASUS RESUME Persepsi pasien terhadap Stressor.Tuan US menggambarkan secara mental bahwa seorang menderita penyakit jantung, dan hipertensi hanya membatasi gaya hidupnya.Persepsi perawat terhadap stressor : Pasien mengalami keterbatasan dalam hal pemenuhan kebersihan diri.Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: TD:135/65 mmHg, HR 80-90x/mnt, RR 18-20x/mnt, SB 36.7. Psikologikal : Tuan US bisa bekerja sama, dapat menceritakan perasaannya dengan perawat,. Sosial budaya : Pasien berhubungan dengan baik dengan anak-anak (dari istri pertama dan kedua) Perkembangan : Mempunyai keberhasilan dalam memenuhi kebutuhan perkembangan sebagai dewasa tua, telah menikah dan mempunyai 4 anak. Merasa senang tinggal bersama istri dan anak-anaknya. Spiritual : Menyatakan dirinya sebagai seorang Kristen. Beribadah tiap hari minggu dan atau ada pertemuan keluarga/ jemaat. Sewaktu dirawat pasien senang mendapat pelayanan ibdah pada Tuhannya dari petugas rohaniwan RS.Faktor Interpersonal : Mempunyai hubungan komunikasi dengan keluarga dari kakak dan adik-adiknya. Orang tua pasien sudah lama meninggal dan pasien tidak tahu penyebab kematiannya. Faktor ekstrapersonal : Kegiatannya hanya setiap minggu atau bila ada pertemuan keluarga atau keagamaan berjemaat dilingkungannya. Prorgam terapi : Lasix 1x20 g. valsartan 2x50 mg, aspilet 1x80 mg, sinvastatin 1x20 mg. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kontraktilitas otot jantung NIC Airway management Implementasi Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal Pencegahan primer : Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan Pencegahan sekunder : mengkaji keefektifan pemberian oksigen dan inhalasi, intake dan output, kolaborasi pemberian O2:2-3 lpm Pencegahan tersier : Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam. Evaluasi NOC Pengkajian Resume : Kasus 23 ADHF ec.UAP AFRVR.CKD Tn. US umur 59 tahun Masuk Rumah sakit dengan keluhan sesak napas, Pasien juga mengeluh nyeri dada seminggu sebelum masuk rumah sakit, dan sesak nafas dan apabila pasien beraktivitas sehari-hari DX Profil Pasien 23 Tn.US setelah mendapatkan perawatan di GP2 lantai 3 RS Harapan Kita memperlihatkan tanda-tanda curah jantung terkontrol ditandai dengan tidak terjadi penurunan kesadaran, hemodinamik stabil, nadi perifer teraba, tidak sesak, nilai CO dalam batas normal. Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 24 Resume : Kasus 24 UAP, NSTEMI, timi 4/7 grace 137 Profil Pasien LAPORAN KASUS RESUME Tn. Y umur 54 tahun Masuk Rumah sakit dengan keluhan sesak napas disertai nyeri dada sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan pasien seperti terbakar, dan terasa berat seperti tertindih beban berat. Pengkajian Persepsi pasien terhadap Stressor : Pasien menerima keadaannya sekarang dan berharap kesembuhan terhadap penyakitnya..Persepsi perawat terhadap stressor :Pengetahuan pasien tentang penyakit kurang, terbukti dengan pasien banyak bertanya tentang penyakitnya Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: TD:120/70 mmHg, HR 80-90x/mnt, RR 20-22x/mnt, SB 36.4. Sat O2 98%. EKG: SR. QRS.Rate 70x/mnt, axis (N), PR int 0,16”, QRS durasi 0.06 ”, ST elevasi V1-V4, T Inv V1-V4. Psikologikal :pasien menyadari akan keterbatsan perannya sebagai suami dan ayah dalam keluarga, Sosial budaya : Pasien mempunyai hubungan yang baik dengan keluarga dan tetangganya. Perkembangan : telah menikah dan mempunyai 2 anak. Spiritual : Pasien rajin menjalankan ajaran agamanya yaitu Islam..Faktor Interpersonal : Pasien adalah kepala keluarga yang pekerja keras, dan selalu perhatian terhadap keluarganya,. Faktor ekstrapersonal : Tuan Y sejak sakit tidak secara aktif mengikuti organisasi keluarga.Prorgam terapi :Aspilet 1x80 mg Plavix 1x75 mg Amlodipine x5 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay darah dan kebutuhan oksigen di paru. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal Implement asi Airway management Pencegahan primer : Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi. Pencegahan sekunder : mengkaji keefektifan pemberian oksigen dan inhalasi, intake dan output, kolaborasi pemberian O2:2-3 lpm Pencegahan tersier : Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam. Evaluasi NIC NOC DX mg Captopril 3x50 mg ISDN 3x10 mg Sinvastatin 1x20 mgConcer 1x2.5 mg Tuan Y. nampak tenang, tidak sesak. Setelah diberikan oksigen pasien merasa nyaman. Posisi tidur semi fowler membantu mengatasi keluhan sesak nafas, juga dengan pemberian obat aspilet. Pasien merasa nyaman tidur dengan semi fowler dan ditambah satu bantal. Pasien diajarkan teknik relaksasi, pertahankan tenang dan dalam keadaan rileks Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 LAPORAN KASUS RESUME Resume : Kasus 25 Acut Posterolateral STEMI onset 4 jam timi 2/14 killip 2 Tn. A. umur 49 tahun, Masuk ruangan IGD dengan keluhan nyeri dada. Nyeri dirasakan seperti ditekan, ditindih dengan beban berat, menjalar ke lengan kiri dan bahu, muncul pada saat pasien sedang nonton TV bersama keluarga. NOC Pain management Pencegahan primer : Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu Pencegahan sekunder : Ajarkan tentang metode farmakologi pada penurunan nyeri Pencegahan tersier : Siapkan informasi tentang nyeri, termasuk penyebab nyeri. Evaluasi Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi) NIC Persepsi pasien terhadap Stressor : Tuan A.memberi arti bahwa akibat sesak nafas menyebabkan tubuh merasa lelah hal ini berhubungan dengan gaya hidup dan usianya semakin tua.Persepsi perawat terhadap stressor : Stressor utama Pasien yaitu perubahan kondisi kesehatannya yaitu sesak nafas dan tidak dapat beraktivitas. Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: HR 80-100x/menit, bunyi S1/S2 (+),murmur (-), denyut nadi apeks (+), perabaan diatas iktus kordis (+)TD:140/78 mmHg, HR 80-100x/mnt, RR 20-22x/mnt, SB 36.7. Sat O2 100%. Psikologikal : Tuan A. bisa bekerja sama, dapat menceritakan perasaannya dengan perawat, tentang diagnosa, rencana tindakan. Pasien senang dikunjungi oleh istri dan anak-anak. Sosial budaya : Pasien mempunyai hubungan yang baik dengan keluarga dan tetangganya Pasien belum dapat berinteraksi baik dengan perawat ataupun keluarga.Perkembangan : menikah dan mempunyai 2 orang anak,.Spiritual : beragama Islam dan rajin menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya...Faktor Interpersonal : Saudara kandung Tn A yang ke 3 meningal dengan riwayat penyakit jantung. . Faktor ekstrapersonal : Tn.A tinggal di bersama istri dengan status rumah sendiri mempunyai usaha Prorgam terapi : Aspilet 160, plavix 300, ISDN 3x5 mg, Sinvastatin 1x20 mg, diazepam 1x5 mg, Captopril 3x6.25, heparinisasi dengan lavenox 2x0.6 cc 12 jam, Diit jantung 2000 kkal/24 jam Nyeri dada akut berhubungan dengan iskemik/ infark miokard. Implementasi DX Pengkajian Profil Pasien 25 Tuan A nampak tenang, nyeri berkurang dan sesak. Setelah diberikan intervensi keperawatan mempunyai kecenderungan hemodinamik yang stabil hal terjadi ini mengindikasikan bahwa terjadi kompensasi mekanisme untuk mempertahankan curah jantung. Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 LAPORAN KASUS RESUME Evaluasi Implementasi NIC NOC DX Pengkajian Profil Psien 26 Resume : Kasus 26.ADHF pada CHF ec.HHD Ny.S umur 49 tahun, Masuk Rumah sakit dengan keluhan Sesak nafas. Pasien mengeluh sesak nafas sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, dengan onset < 2 jam. Persepsi pasien terhadap Stressor : Pasien menerima keadaan kondisinya, dan banyak mencari informasi kepada perawat dan dokter mengenai kondisi penyakitnya..Persepsi perawat terhadap stressor : Stressor utama Pasien yaitu perubahan kondisi kesehatannya yaitu adanya sesak nafas selain itu tidak dapat beraktivitas. Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal:.Kardiovaskuler: HR 100-103x/menit, bunyi S1/S2 (+),murmur (-), denyut nadi apeks (+), perabaan diatas iktus kordis (+)TD:160/96 mmHg, HR 103x/mnt, RR 22-24x/mnt, SB 36.7. Sat O2 94%. : EKG: SR. QRS.Rate 103x/mnt, axis LAD, PR int 0,16”, QRS durasi 0.08 .T inverted di III.aVF Psikologikal : Ny.S menerima keadaan kondisinya, tidak bisa beraktifistas lebih seperti semula merasa cepat lelah, Sosial budaya :Istri dan ibu untuk anak-anaknya, sangat dekat dengan anak-anak dan berkomunikasi baik.. Perkembangan : berkeluarga/ kawin dan mempunyai 3 anak, Spiritual : beragama Islam dan rajin menjalankan ajaran agamanya .Faktor Interpersonal : Pasien adalah anak kedua dari 5 bersaudara dalam keluarga, orang tua pasien yaitu ibu masih ada. Faktor ekstrapersonal : Tinggal serumah, dengan anak-anaknya. Mendapat dukungan dari keluarga Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kontraktilitas otot jantung. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) Airway management Pencegahan primer : Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam Pencegahan sekunder : Berikan Oksigen dengan menggunakan nasal kanul. Pencegahan tersier : Pastikan kebutuhan oksigen Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah memberikan oksigen Ny.S setelah diberikan intervensi keperawatan selama 3 hari memperlihatkan jalan nafas bersih, tidak ada sesak nafas, batuk tidak ada. Bersihan jalan nafas terkontrol dengan pengobatan. . Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 nyeri dada sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan pasien seperti terbakar, dan terasa berat seperti tertindih beban berat. Nyeri dirasakan bila pasien melakukan aktivitas ringan. Persepsi pasien terhadap Stressor : Na.Y, mengalami penurunan kemampuan fisik namun menyatakan masih mampu melakukan tugas–tugas keseharian..Persepsi perawat terhadap stressor : Stresor utama Na.Y yaitu ancaman perubahan fungsi jantung ditandai dengan sesak dan cepat capek. Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: TD:144/60 mmHg, HR 90100x/mnt, RR 20-22x/mnt, SB 36.4. Psikologikal : Na.Y dapat menceritakan perasaannya dengan perawat, tentang diagnosa, rencana tindakan.. Sosial budaya : Pasien berhubungan dengan baik dengan adik-adik dan orang tua Perkembangan : memenuhi kebutuhan perkembangan sebagai dewasa muda, Spiritual : Menyatakan dirinya sebagai seorang Kristen.Faktor Interpersonal : Pasien adalah pertama dari tiga bersaudara.. Orang tua pasien sudah lama meninggal dan pasien tidak tahu penyebab kematiannya. Faktor ekstrapersonal :. Kegiatannya hanya suka berkumpul dengan keluarga dan teman-teman.. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kontraktilitas otot jantung Evaluasi Implementasi NIC NOC Pengkajian Resume : Kasus 27 UAP, NSTEMI, timi 4/7 grace 137 Na.Y 27 tahun, Masuk Rumah sakit dengan keluhan sesak napas disertai DX 27 Profil Pasien LAPORAN KASUS RESUME Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal Airway management • • Pencegahan primer : Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan Pencegahan sekunder : mengkaji keefektifan pemberian oksigen dan inhalasi, intake dan output, kolaborasi pemberian O2:2-3 lpm Pencegahan tersier : Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam. Na.Y setelah hari ke dua perawatan memperlihatkan jalan nafas bersih, tidak ada sesak nafas, batuk tidak ada. Bersihan jalan nafas terkontrol dengan pengobatan. mengonsumsi makanan dan minuman yang diberikan. Orang tua membantu menyediakan kebutuhan pasien, membantu melakukan tepuk dada setelah inhalasi. Bersihan jalan nafas tetap dipertahankan sampai hari kedua. Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 LAPORAN KASUS RESUME Resume : Kasus 28 CHF.fc III.ec MR.AFRVR Ny. M. 59 tahun, menikah, dan memiliki 2 orang anak, pekerjaan IRT , memiliki riwayat hipertensi sejak 15 tahun yang lalu dan saat ini sudah tidak teratur berobat. Ny.M sudah berulang kali dirawat di RS Harapan Kita dengan keluhan sesak nafas dan cepat capek bila beraktivitas. Persepsi pasien terhadap Stressor :. Pasien menerima keadaannya sekarang dan berharap kesembuhan terhadap penyakitnya.Persepsi perawat terhadap stressor : Stresor utama Ny. M. pasien nampak banyak diam/ apatis, banyak tidur dan istirahat.Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: TD:90/60 mmHg, HR 80-90x/mnt, RR 20-24x/mnt, SB 36.4. Sat O2 98%. Rontgen Thorax : CTR 50%, Seg Ao dilatasi, Po (N), pinggang jantung (+), infiltrat (-), kongesti (-)EKG: SR. QRS.Rate 70x/mnt, axis (N), PR int 0,16”, QRS durasi 0.06 ”, ST elevasi V1-V4, T Inv V1-V4. Psikologikal :pasien menyadari akan keterbatsan perannya sebagai istri dan ibu dalam keluarga, dan berharap dukungan dari anak-anak. Sosial budaya : Pasien berhubungan dengan baik dengan anak-anak dan keluarga.. Perkembangan : Mempunyai keberhasilan dalam memenuhi kebutuhan perkembangan sebagai dewasa tua, telah menikah dan mempunyai 2 anak. Merasa senang tinggal bersama dengan anak-anaknya. Spiritual : Pasien rajin menjalankan ajaran agamanya yaitu Islam..Faktor Interpersonal : Pasien adalah kepala keluarga karena suami telah meninggal dan seorang yang pekerja keras, dan selalu perhatian terhadap keluarganya,. Faktor ekstrapersonal : Ny.M sejak sakit tidak secara aktif mengikuti organisasi keluarga . Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kontraktilitas otot jantung Airway management Pencegahan primer : Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan Pencegahan sekunder : mengkaji keefektifan pemberian oksigen dan inhalasi, intake dan output, kolaborasi pemberian O2:2-3 lpm Pencegahan tersier : Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam. Evaluasi NIC Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal Implementasi NOC DX Pengkajian Profil Pasien 28 Setelah 4 hari perawatan Ny.M memperlihatkan jalan nafas bersih, tidak ada sesak nafas, batuk tidak ada. Bersihan jalan nafas terkontrol dengan pengobatan. Bersihan jalan nafas tetap dipertahankan tetap maksimal sesuai kebutuhan pasien. Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 Resume : Kasus 29. ADHF ec.MR.TR.PM + Efusi Pleura Ny S. umur 49 tahun, Masuk Rumah sakit dengan keluhan nyeri dada, disertai sesak nafas. nyeri dirasakan seperti ditindih beban berat menjalar ke bahu dan lengan kiri, muncul saat istirahat dengan durasi ± 30 menit dan disertai sesak nafas dan apabila pasien beraktivitas sehari-hari NOC Pain management Pencegahan primer : Dorong pasien untuk monitor nyeri Pencegahan sekunder : Ajarkan prinsip manajemen nyeri Pencegahan tersier Siapkan informasi tentang nyeri, termasuk penyebab nyeri , berapa lama akan berakhir dan antisipasi/cegah nyeri dan distress Evaluasi Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang NIC Persepsi pasien terhadap Stressor :.Pasien menerima keadaan kondisinya, dan banyak mencari informasi kepada perawat dan dokter mengenai kondisi penyakitnya. Kondisi pasien masih cepat lelah dan sesak, .Persepsi perawat terhadap stressor : Stressor utama Pasien yaitu perubahan kondisi kesehatannya yaitu adanya nyeri dada selain itu tidak dapat beraktivitas. Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal:.Kardiovaskuler: HR 80-100x/menit, bunyi S1/S2 (+),murmur (-), denyut nadi apeks (+), perabaan diatas iktus kordis (+)TD:154/78 mmHg, HR 70-74x/mnt, RR 20-22x/mnt, SB 36.9. Sat O2 100%. : EKG: AF. QRS.Rate 74x/mnt, axis normal, PR int 0,22”, QRS durasi 0.08 .T inverted di III.aVF Psikologikal : Ny. S. menerima keadaan kondisinya, tidak bisa beraktifistas lebih seperti semula Pasien sering bertanya tentang kondisi penyakitnya sekarang. Sosial budaya Istri dan ibu untuk anak-anaknya, sangat dekat dengan anak-anak dan berkomunikasi baik. Perkembangan : berkeluarga/ kawin dan mempunyai 3 anak, . Spiritual : Ny.S menyatakan beragama Kristen .Faktor Interpersonal : Mempunyai hubungan komunikasi dengan keluarga dan kerabat serta teman kantornya. Faktor ekstrapersonal : Tinggal serumah, dengan anak-anaknya. Mendapat dukungan dari keluarga. Prorgam terapi : Neurodek 1x1 mg,lasix 1x1/2 mg, spirolacton 1x200 mg, ascardia 1x80 mg, simarc 1x1 mg, lansoprasol 2x1 mg, digoxin 1x1 mg. Nyeri dada akut berhubungan dengan iskemik/ infark miokard. Implementasi DX Pengkajian 29 Profil Pasien LAPORAN KASUS RESUME Ny.S setelah diberikan intervensi keperawatan selama 3 hari memperlihatkan hemodinamik baik, curah jantung meningkat ditandai dengan kesadaran tetap kompos mentis, akrak hangat, hemodinamik stabil, nadi perifer teraba, tidak sesak, tidak ditemukan cianosis, Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013 LAPORAN KASUS RESUME Evaluasi Implementasi NIC NOC DX Pengkajian Profil Pasien 30 Resume : Kasus 30. Acut Lung Oedema;UAP STEMI Timi 7/7;CKD Tn.C umur 42 tahun, pendidikan Sarjana, pekerjaan swasta, menikah, agama Kristen , Masuk Rumah sakit dengan keluhan sesak napas. Keluhan ini dirasakan sejak 7 jam sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas dirasakan ketika pasien sedang istirahat duduk dirumah. Sesak napas semakin bertambah ketika pasien beranjak dari tempat duduk. Persepsi pasien terhadap Stressor :.Pasien menerima keadaan kondisinya, dan banyak mencari informasi kepada perawat dan dokter mengenai kondisi penyakitnya..Persepsi perawat terhadap stressor : Stressor utama Pasien yaitu perubahan kondisi kesehatannya yaitu adanya sesak nafas pada saat rumah sakit selain itu tidak dapat beraktivitas seperti biasanya. Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: HR70-80x/menit, bunyi S1/S2 (+),murmur (-), denyut nadi apeks (+), perabaan diatas iktus kordis (+)TD:135/85 mmHg, HR 8090x/mnt, RR 18-20x/mnt, SB 36.8. Sat O2 100%.: EKG Sinus Rytem, QRS rate 90x/mnt, axis (N), P wave (N), PR int 0.20, QRS durasi 0.10, ST Depresi I, aVL, II, aVF, V3-V6. : CTR 50%, segmen Ao (N), pulmo (N), apex kongesti (),Psikologikal : Pasien menerima keadaan kondisinya, Sosial budaya. Pasien selalu mengharapkan perhatian dari keluarganya,. Perkembangan : berkeluarga/ kawin dan mempunyai 2 anak, Spiritual : Pasien menyatakan beragama Kristen dan rajin menjalankan ibadah.Faktor Interpersonal :.Mempunyai hubungan komunikasi dengan keluarga dan kerabat serta warga sekitar dengan baik. Faktor ekstrapersonal : Tinggal serumah, dengan anak-anaknya. Mendapat dukungan dari keluarga..Prorgam terapi : Lasix 2x2 amp,plavix 1x75 mg,sinvastatin 1x20 IV,ramixal 1x10 mg,Diit jantung 1800 kkal/24 jam, injeksi ceftriaxon 1x2 gr. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplay darah tidak adekuat Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan Management Airway Pencegahan primer : Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biotPencegahan sekunder : Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan Pencegahan tersier Monitor respirasi dan status O2 Setelah diberikan intervensi keperawatan selama 3 hari Tn.C memperlihatkan jalan nafas bersih, tidak terjadi sesak nafas. Bersihan jalan nafas terkontrol dengan pengobatanBersihan jalan nafas tetap dipertahankan dengan pemberian oksigen 2 l/menit. Tn.V menyatakan akan mengkonsumsi obat dan tetap mematuhi program pengobatan yang diberikan oleh dokter dan perawat. Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013