universitas indonesia analisis praktek residensi keperawatan

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTEK RESIDENSI KEPERAWATAN MEDIKAL
BEDAH : PENERAPAN TEORI MODEL SISTEM NEUMAN
PADA PASIEN POST OPERASI CABG DI RUMAH SAKIT
PUSAT JANTUNG NASIONALHARAPAN KITA
JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR
Oleh :
ROLLY HARVIE STEVAN RONDONUWU
NPM. 1006748835
PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
TAHUN 2013
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTEK RESIDENSI KEPERAWATAN MEDIKAL
BEDAH : PENERAPAN TEORI MODEL SISTEM NEUMAN
PADA PASIEN POST OPERASI CABG DI RUMAH SAKIT
PUSAT JANTUNG NASIONALHARAPAN KITA
JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR
Diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh Gelar
Spesialis Keperawatan Medikal Bedah
Oleh :
ROLLY HARVIE STEVAN RONDONUWU
NPM. 1006748835
PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
TAHUN 2013
i
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih dan
rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini, yang dilaksanakan
di Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta. Karya Imiah Akhir ini
dibuat dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis
Keperawatan Medikal Bedah pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1.
Dewi Irawaty, MA, PhD, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.
2.
Astuti Yuni Nursasi, S.Kp.,MN selaku Ketua Program Studi Pascasarjana
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
3.
Prof.Dra.Elly Nurachmah, SKp.,M.App.Sc.,DNSc.,RN, selaku Supervisor Utama
dalam praktek residensi KMB peminatan kardiovaskuler.
4.
Tuti Herawati, SKp., MN, selaku Supervisor dan Pembimbing dalam praktek
residensi ini.
5.
Lestari Sukmarini, SKp., MNS, selaku Pembimbing Akademik dalam praktek
residensi ini.
6.
Rita Sekarsari, SKp, Sp.KV,CVRN, MHSM selaku supervisor dan penguji
7.
Nyinyi, SKp. Sp.KVselaku Kepala ruangan GP 2 lantai 3 yang telah membantu
penulis menerapkan EBN dan melakukan proyek inovasi.
8.
Ade Priyanto, S.Kp.Sp.KV selaku pembimbing praktek di ruang UGD yang telah
banyak memberikan bimbingan selama praktek.
9.
Direktur Utama dan Staf Pendidikan dan Latihan Pusat Jantung Nasional
Harapan Kita Jakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melaksanakan praktek residensi ini.
10. Dosen dan Staf Akademik Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia,
yang telah banyak memfasilitsi selama proses pendidikan.
vi
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
11. Direktur dan Civitas Akademika Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan
Manado, telah memberikan kesempatan dan kebijakan..
12. Teman-teman Spesialisasi Keperawatan Medikal Bedah FIK UI angkatan 2010
terutama pada peminatan Kardiovaskuler, yang telah memberikan dukungan
semangat kebersamaan sampai selesainya program ini.
Disadari bahwa laporan ini masih perlu banyak masukan, arahan dan saran untuk
perbaikan, sehingga diharapkan dapat digunakan dalam mengembangkan Ilmu dan
Pelayanan keperawatan/ kesehatan.
Depok, Juli 2013
Penulis,
Rolly Harvie Stevan Rondonuwu
vii
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
PROGRAM STUDI SPESIALIS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
Karya Ilmiah Akhir, Juni 2013
Rolly Harvie Stevan Rondonuwu
Analisis Praktek Residensi Spesialis Keperawatan Medikal Bedah : Penerapan
Model Sistem Neuman Pada Pasien Post Operasi CABG di Rumah Sakit Pusat
Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta.
xiii + 116 halaman + 26 tabel +3 gambar + 4 lampiran
Abstrak
Penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan post operasi CABG, penulis
menggunakan pendekatan teori keperawatan Model Sistem Neuman. Neuman
memandang manusia atau klien secara keseluruhan (holistic) yang terdiri dari faktor
fisiologis, psikologis, sosial budaya, faktor perkembangan, dan faktor spiritual.
Sebagai perawat spesialis KMB harus menjalankan peran sebagai pemberi asuhan
keperawatan, pendidik, peneliti, dan sebagai innovator. Teori MSN diterapkan pada
30 kasus resume yaitu kasus STEMI, NSTEMI ,ACS, CHF, Post CABG. Peran
perawat spesialis sebagai pemberi asuhan keperawatan dilaksanankan pada pasien
post CABG. Peran sebagai peneliti dilakukan dengan melaksanakan penilaian status
fungsional pasien gagal jantung dengan menggunakan Bathel Index.Sebagai inovator
penulis berperan melakukan inovasi pembuatan format bedside handover di GP2
lantai 3 RSPJNHK Jakarta. Dalam praktik pelayanan keperawatan, penggunaan
model teori keperawatan ini akan membantu perawat dalam mendefinisikan area
penilaian stressor dari pasien dan memberikan pedoman untuk menentukan standar
pencapaian hasil yang sesuai. Model dapat
digunakan dalam pendidikan
keperawatan, riset, administrasi dan secara langsung dapat digunakan dipelayanan
keperawatan. Penulis selama menerapkan teori MSN dalam asuhan keperawatan
menerapkan prinsip legal, etik, dan humanistic.
Kata Kunci : Model Sistem Neuman, CABG, Barthel Index, Format Handover
Daftar Pustaka : 37 (1996 – 2011)
ix
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
UNIVERSITY OF INDONESIA
SPECIALIST MEDICAL SURGICAL NURSE PROGRAM
FACULTY OF NURSING
Final Assigment, July 2013
Rolly Harvie Stevan Rondonuwu
Analysis Specialist Practice Residency Medical Surgical Nursing: Application of
Neuman Systems Model In Patients Post CABG surgery at the National Hospital
Cardiovascular Center Harapan Kita Jakarta.
xiii + 116 page + 26 table + 3 image +4 attachments
Abstract
Application of nursing care in patients with post-CABG surgery, the authors use a
theoretical approach to nursing Neuman Systems Model. Neuman saw man or a client
as a whole (holistic) which consists of physiological factors, psychological, sociocultural, developmental, and spiritual factors. As a specialist nurse KMB should run
nursing role as caregiver, educator, researcher, and as an innovator. MSN theory
applied to 30 cases a resume that is the case STEMI, NSTEMI, ACS, CHF, Post
CABG. Nurse specialist role as provider of nursing care for patients post-CABG
dilaksanankan. Role as a researcher was to carry out the assessment of functional
status in heart failure patients using Barthel Index author innovator role innovation
formatting bedside handover on the 3rd floor GP2 RSPJNHK Jakarta. In practice
nursing services, the use of this model of nursing theory will assist nurses in the area
defining stressor assessment of patients and provides guidelines to determine the
appropriate standard of achievement results. Models can be used in nursing
education, research, administration and can be used directly nursing. Authors for
applying the theory of MSN in nursing to apply the principle of legal, ethical, and
humanistic.
Keywords: Neuman Systems Model, CABG, Barthel Index, Handover Form.
Bibliography: 37 (1996 - 2011)
x
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL…………………………………………………...
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME…………………..
PERNYATAAN ORISINALITAS ……………………………………
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………
KATA PENGANTAR …………………………………………………
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI …………………………
ABSTRAK……………………………………………………………...
ABSTRAC……………………………………………………………...
DAFTAR ISI…………………………………………………………...
DAFTAR TABEL……………………………………………………...
DAFTAR GAMBAR/ BAGAN………………………………………..
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………...
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………
1.1.Latar Belakang…………………………………………..
1.2.
Tujuan Penulisan……………………………………..
1.2.1. Tujuan Umum………………………………………..
1.2.2. Tujuan Khusus……………………………………….
1.3.Manfaat………………………………………………….
1.3.1. Bagi Pelayanan Keperawatan……………………….
1.3.2. Bagi Keilmuan ………………………………………
1.3.3. Bagi Masyarakat…………………………………….
i
ii
iii
iv
vi
viii
ix
x
xi
xiii
xiv
xv
1
1
6
6
6
7
7
7
7
BAB 2 TINJAUAN TEORI………………………………………….
2.1 Konsep Penyakit …………………..…………………
2.1.1. Definisi Penyakit Jantung Koroner..………………….
2.1.2. Etiologi…………………….………………………….
2.1.3. Patofisiologi………………..…………………………
2.1.4. Manifestasi Klinik…………………………………….
2.1.5. Diagnostik.……………………………………………
2.1.6. Penatalaksanaan……………………………………….
2.1.7. Komplikasi………………..…………………………..
2.2. Teori Keperawatan Model Sistem Neuman…….…….
2.2.1. Manusia Menurut Neuman…..………………………..
2.2.2. Lingkungan menurut Neuman ………………………..
2.2.3. Sehat Menurut Neuman ………………………...…….
2.2.4 Keperawatan Menurut Neuman ……………………….
2.3 Asuhan Keperawatan Model Neuman ……………..
2.4 Analisis Kekuatan dan Kelemahan Konsep…………….
BAB 3 ANALISIS PERAN PERAWAT SEBAGAI PEMBERI
ASUHAN KEPERAWATAN………………………………..
3.1. Penerapan MSN pada Kasus Kelolaan………………..
3.1.1. Pengkajian MSN pada Kasus Kelolaan……………….
8
8
8
11
13
15
17
18
21
21
23
25
26
26
28
32
34
xi
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
34
34
3.1.2.
3.1.3.
3.1.4.
3.1.5.
3.1.6.
3.2.
3.3
Analisa Masalah Keperawatan………………………..
Diagnosa Keperawatan………………………………..
Intervensi Keperawatan………………………………
Implementasi Tindakan Keperawatan dan Evaluasi….
Outcome Keperawatan………………………………..
Pembahasan…………………………………………...
Analisis Penerapan Model Sistem Neuman Pada 30
Kasus Resume
43
44
45
49
55
56
68
BAB 4 ANALISIS PERAN PERAWAT SEBAGAI PENELITI…...
4.1. Tinjauan Telaah Penelitian……………………………
4.2. Penilaian status fungsional Barthel Index…………….
4.3
Tinjauan Evidence Based Nursing Practice…………..
4.4
Penelitian-penelitian terkait… ……………………….
4.5
Analisis Penerapan di Pelayanan Kesehatan….………
4.6
Praktek Keperawatan berdasarkan pembuktian………
76
76
80
82
83
87
88
BAB 5 ANALISIS PERAN PERAWAT SEBAGAI INOVATOR….
5.1. Analisa Situasi………………………………………..
5.2. Tujuan Inovasi………………………………………
5.3
Persiapan…………………………………………….
5.3.1. Analisis SWOT……………..……………………….
5.3.2. Penetapan Prioritas Masalah……….………………..
5.3.3. Strategi Penyelesaian Masalah...………....................
5.3.4. Manfaat ……………………………………………..
5.4. Pengertian……………………………………………
5.4.1 Tujuan………………………………………………..
5.4.2 Langkah-langkah ……………………………………
5.5
Prosedur Timbang Terima …………………………..
5.6
Pelaksanaan Inovasi …………………………………
5.7 Evaluasi ……………………………………………..
5.8 Pembahasan …………………………………………
5.9
Kesimpulan…… …………………………………….
BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN…………………………………
6.1.
Simpulan…………………………………………….
6.2.
Saran…………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..
LAMPIRAN-LAMPIRAN
99
99
101
101
101
101
103
104
104
104
104
105
106
108
111
113
114
114
115
xii
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
Tabel 7
Tabel 8
Tabel 9
Tabel 10
Tabel 11
Tabel 12
Tabel 13
Tabel 14
Tabel 15
Tabel 16
Tabel 17
Tabel 18
Tabel 19
Tabel 20
Tabel 21
Tabel 22
Tabel 23
Tabel 24
Tabel 25
Tabel 26
Perbedaan Unstable Angina, Non-ST Elevasi Miokard Infark dan STElevasi Miokard Infark………………………………………………..
Klasifikasi Angina……………………………………………………..
Rencana Tindakan Berdasarkan Tingkat Pencegahan…………………
Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia………………………
Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin………………………..
Distribusi frekuensi status fungsional : mengendalikan rangsangan
defekasi (BAB)…………………………………………………………
Distribusi frekuensi status fungsional : mengendalikan rangsangan
berkemih (BAK)……………………………………………………….
Distribusi frekuensi status fungsional : berdandan/membersihkan dri
(cuci muka, sisir rambut, sikat gigi)……………………………………
Distribusi frekuensi status fungsional : penggunaan toilet masuk dan
keluar (melepaskan, memakai celana, membersihkan dan menyiram)
Distribusi frekuensi status fungsional : makan
Distribusi frekuensi status fungsional : merubah posisi dari berbaring
ke duduk.
Distribusi frekuensi status fungsional : berpindah/berjalan
Distribusi frekuensi staus fungsional : memakai baju
Distribusi frekuensi status fungsional : naik turun tangga.
Distribusi frekuensi status fungsional : mandi
Tingkat ketergantungan pasien gagal jantung………………………….
Perkembangan status fungsional pasien gagal jantung…………………
Pencapaian kemandirian pasien………………………………………...
Sikap perawat terhadap pengadaan format handover………………….
Pendapat perawat tentang manfaat format handover meringankan
pekerjaan sebagai perawat……………………………………………..
Pendapat perawat mengenai mengisi format handover sebagai bagian
dari pekerjaan…………………………………………………………..
Pendapat perawat bahwa format handover mengurangi intensitas dan
frekuesi bertemu pasien……………………………………………….
Pendapat perawat tentang format handover memberikan manfaat untuk
perawat………………………………………………………………….
Endapat perawat tentang format handover yang dibuat sangat praktis
digunakan……………………………………………………………….
Pendapat perawat tentang perlunya dibuat format handover disetiap
ruang rawat……………………………………………………………..
Pendapat perawat tentang perlu atau tidak dukungan dari pimpinan
rumah sakit terhadap penggunaan format handover……………………
xiii
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
10
16
31
91
92
92
92
92
93
93
93
94
94
94
94
95
95
96
108
108
109
109
110
110
110
111
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Model Neuman……………………………………………………………
22
Gambar 2
Konsep Person dalam Sistem Betty Neuman……………………………
24
xiv
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Resume 30 Kasus
xv
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit jantung kororner (PJK) merupakan penyebab utama kematian di
Amerika Serikat menurut laporan dari pusat statistic kesehatan Amerika
2011. Pada tahun 2008 penyakit jantung koroner menjadi penyebab
terbesar kematian degan jumlah 616.000 atau 1 dari 4 kematian di AS
diseabkan oleh jantung. Di tahun 2010 PJK merupakan penyebab utama
kematian setelah kanker, gangguan pernapasan, kecelakaan dan diabetes
mellitus (Rimmerman, C.M; 2010). Menurut Homoud 2008, mengatakan
bahwa 16 juta penduduk Amerika menderita PJK , 50% dari laki-laki dan
30% dari wanita yang berusia lebih dari 40 tahun. Di Australia 17%
kematian disebabkan oleh PJK dan 54% berusia 18-75 tahun
(Wise,F.M;2010).
Jantung adalah organ dalam tubuh manusia yang tergantung sepenuhnya
pada suplay darah dan oksigen melalui arteri koroner. Jika terjadi
gangguan aliran darah melalui arteri koroner ke otot jantung maka akan
menyebabkan iskemik. Homoud, 2008.
Penyakit jantung koroner adalah penyakit yang terjadi karena adanya
oklusi aterosklerotik pada arteri koroner sehingga dapat menyebabkan
terjadinya peningkatan vesel dalam pembuluh darah, hal ini akan
menyebabkan penyempitan arteri koroner sehingga mengganggu aliran
darah ke otot jantung. Keadaan ini akan
membuat otot jantung
kekurangan darah dan oksigen. Black, M.,J., & Hawks, H.,J. (2009). Hal
ini juga didukung oleh Ignatavicius, 2010 yang mengatakan bahwa
penyakit jantung koroner terjadi ketika suplay darah dari arteri koronaria
ke miokard (otot jantung) tidak adekuat sehingga jantung tidak dapat
memompakan darah secara efektif, akibatnya perfusi darah ke organ
1
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
2
mengalami gangguan. Organ dan jaringan membutuhkan oksigen melalui
darah dari ateri untuk tetap mempertahankan fungsinya.
Menurut Smeltzer, 2002 menjelaskan bahwa penyakit jantung kororner
Penyebabnya karena aterosklerosis, dimana terjadi akumulasi material
lemak
pada
arteri,
akibatnya
aliran
darah
ke
jantung
berkurang.Penimbunan abnormal lipid atau bahan lemak dan jaringan
fibrosa di dinding pembuluh darah yang mengakibatkan perubahan
struktur dan fungsi arteri serta penurunan aliran darah ke jantung.
Manifestasi klinis PJK dapat berupa angina pektoris tidak stabil/APTS,
Non-ST elevation myocardial infarction / NSTEMI, atau ST elevation
myocardial infarction / STEMI. (Direktorat bina farmasi komunikasi
Dep.Kes RI 2006).
PJK merupakan suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi
klinis berupa keluhan perasaan tidak enak atau nyeri di dada atau gejalagejala lain sebagai akibat iskemia miokard. Pasien APTS dan NSTEMI
harus istirahat di ICCU dengan pemantauan EKG kontinu untuk
mendeteksi iskemia dan aritmia.
SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari PJK akibat
utama dari proses aterotrombosis selain stroke iskemik serta peripheral
arterial diseas (PAD). Aterotrombosis merupakan suatu penyakit kronik
dengan proses yang sangat komplek dan multifaktor serta saling terkait.
Banyak sekali penelitian yang membuktikan bahwa inflamasi memegang
peranan penting dalam proses terjadinya aterosklerosis. Pada penyakit
jantung koroner inflamasi dimulai dari pembentukan awal plak hingga
terjadinya ketidakstabilan plak yang akhirnya mengakibatkan terjadinya
ruptur plak dan trombosis pada SKA. (Smeltzer & Bare 2002).
Perjalanan proses aterosklerosis (initiation, progression dan complication
pada plak aterosklerotik), secara bertahap berjalan dari sejak usia muda
bahkan dikatakan juga sejak usia anak-anak sudah terbentuk bercak-bercak
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
3
garis lemak (fatty streaks) pada permukaan lapis dalam pembuluh darah,
dan lambat-laun pada usia tua dapat berkembang menjadi bercak sklerosis
(plak atau kerak pada pembuluh darah) sehingga terjadinya penyempitan
dan/atau penyumbatan pembuluh darah.(Smeltzer & Bare 2002).
Coronary Artery Bypass Graft (CABG) disarankan pada pasien dengan
anatomi koroner berisiko tinggi,seperti obstruksi ≥ 50% pembuluh kiri
atau penyakit 3-pembuluh (triple vesseldisease) terutama bila fraksi ejeksi
rendah (< 50%) atau ditemui diabetes mellitus. Pada pasien dengan
penyakit 2-pembuluh (double vessel disease) atau penyakit 3- pembuluh di
mana kelainannya masih baik untuk PCI maka tindakan CABG atau PCI
harus dipertimbangkan secara individual. Guidelines on myocardial
revaskularization (2010).
CABG merupakan salah satu penanganan intervensi dari penyakit jantung
koroner dengan cara pembedahan untuk membuat saluran baru yang
melewati arteri koroner yang mengalami penyempitan atau penyumbatan
dengan tujuan
memulihkan aliran darah ke jantung menjadi normal
kembali, meningkatkan kualitas hidup pasien dan menurunkan resiko
serangan jantung. (Bertrand, 2002).
Gangguan yang terjadi pada pasien dengan post operasi CABG seperti
nyeri pada luka post operasi, serta perubahan status fungsional (Bertrand,
2002).
Adanya gejala fisik dan gangguan yang dialami pasien sangat
membutuhkan perawatan di rumah sakit maupun fasilitas pelayanan
kesehatan lain. Selama dirawat, pasien mengalami berbagai masalah
keperawatan
yang membutuhkan
keperawatan
yang
mempengaruhi
dilakukan
kualitas
intervensi
oleh
pelayanan
keperawatan.
perawat
yang
untuk
diterima
Asuhan
pasien
oleh
akan
pasien.
Draper,D.,Felland,L.,Liebhaber,A dan Melichar,L. (2008).
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
4
Perawat spesialis memiliki peranan penting untuk meningkatkan kualitas
asuhan keperawatan yang langsung diberikan kepada pasien secara
holistic, melakukan inovasi terhadap keperawatan, memberikan edukasi
dengan menggunakan teori keperawatan dalam mengembangkan kualitas
asuhan keperawatan. Selama melaksnakan praktek residensi di Rumah
Sakit Harapan Kita Jakarta, penulis menjalankan peran perawat spesialis
medical bedah yaitu sebagai pelaksana asuhan keperawatan, sebagai
educator dan peneliti.
Selama
melaksanakan
praktek
residensi,
penulis
menggunakan
pendekatan asuhan keperawatan dengan Model system Neuman (MSN)
pada 30 pasien dengan gangguan system kardiovaskuler, antara lain:
Penyakit Jantung Koroner (PJK) dengan Acute Coronary Syndrome
(ACS): Unstable Angina Pectoris (UAP), Non ST Elevasi Miokard Infark
(NSTEMI), ST Elevasi Miokard Infark (STEMI); Congestive Heart
Failure (CHF),
pasien post operasi Coronary Arterial Bypass Graft
(CABG).
Penulis menjalankan peran perawat spesialis sebagai peneliti dengan
menerapkan Evidence Based Nursing (EBN). Penerapan EBN dengan
menggunakan Barthel Index (BI) untuk menilai status fungsional pasien
gagal jantung
di Gedung perawatan 2 lantai 3 Rumah Sakit jantung
Nasional Harapan Kita. Pengkajian dengan menggunakan Barthel Index
memudahkan perawat dalam melakukan penilaian terhadap status
fungsional pada pasien gagal jantung, sehinga dapat menilai tingkat
kemandirian pasien. Format ini mudah digunakan dan memudahkan dalam
perumusan
diagnosa
keperawatan
yang
berhubungan
dengan
ketidakmampuan fungsional.
Selain melaksanakan peran sebagai peneliti, penulis juga menjalankan
peran sebagai inovator. Inovasi yang dilakukan adalah dengan membuat
model serah terima pasien (hand over) di gedung perawatan 2 lantai 3
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
5
Rumah Sakit Jantung Nasional Harapan Kita. Serah terima pasien (hand
over) merupakan suatu proses perpindahan tanggung jawab pasien dari
satu pemberi asuhan (perawat) kepada pemberi asuhan (perawat) lainnya
(Popovich, 2011) sehingga dalam timbang terima informasi yang
disampaikan harus komprehensif dan melibatkan pasien. Timbang terima
yang ideal ikut mendukung pencapaian keberhasilan patient safety.
Selain itu untuk membantu memecahkan masalah klien, salah satu metode
yang diterapkan pada model praktik keperawatan profesional adalah
dengan memperhatikan seluruh kebutuhan maupun keluhan yang
dirasakan klien kemudian mendiskusikannya dengan tim keperawatan
untuk merencanakan pemecahan masalahnya. Pelayanan keperawatan
yang perlu dikembangkan untuk mencapai hal tersebut adalah dengan
timbang terima pasien yang baik dan sesuai standar keperawatan. Dimana
timbag terima keperawatan merupakan sarana bagi perawat untuk
membahas masalah keperawatan yang terjadi pada klien yang melibatkan
klien dan seluruh tim keperawatan termasuk konsultan keperawatan
Penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan post operasi CABG,
penulis menggunakan pendekatan teori keperawatan Model Sistem
Neuman. Pendekatan Model System Neuman menggambarkan klien
sebagai suatu system sebagai individu, keluarga, kelompok, masyarakat
atau isu sosial yang mempunyai lima komponen yang saling berhubungan
yaitu : fisiologik, psikologik, sosiokultural, pengembangan dan spiritual.
Asuhan Keperawatan dengan menggunakan teori keperawatan model
sistem Neuman merupakan salah satu upaya untuk mengeksplorasi secara
holistic, melihat pasien sebagai suatu sistem yang dituangkan dalam
bentuk laporan dengan judul “ Analisis Praktek Residensi Keperawatan
Medikal Bedah : Penerapan teori Model Sistem Neuman pada pasien
dengan post operasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG) di Rumah
Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta”
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
6
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya ilmiah akhir ini terdiri dari tujuan umum dan
tujuan khusus.
1.2.1 Tujuan Umum
Menggambarkan secara umum hasil pelaksanaan dan pengalaman praktik
residensi yang menggunakan pendekatan teori keperawatan Model Sistem
Neuman dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan pada pasien
post operasi CABG di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta.
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan yaitu :
a. Melakukan analisis terhadap peran perawat sebagai pemberi asuhan
keperawatan dengan menggunakan teori Model Sistem Neuman pada
pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler terutama pasien post
operasi CABG di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta.
b. Melakukan analisis terhadap penerapan Teori Keperawatan Model
Sistem Neuman pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler
terutama pasien post operasi CABG di Rumah Sakit Jantung Harapan
Kita Jakarta.
c. Melakukan analisis terhadap penerapan evidence based nursing pada
pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler terutama pasien post
operasi CABG di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta.
d. Melakukan analisis terhadap kegiatan inovasi keperawatan di Gedung
Perawatan 2 Lantai 3 Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta.
1.3 Manfaat Penulisan
Karya ilmiah akhir ini diharapkan akan memberikan manfaat terhadap
pelaksanaan asuhan keperawatan dan ilmu keperawatan.
1.3.1 Manfaat Pelayanan Keperawatan
Karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap
pelayanan keperawatan yaitu :
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
7
a. Memberikan informasi kepada perawat medical bedah khususnya
kardiovaskuler dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan
mulai dari pengkajian, diagnose, intervensi serta evaluasi dengan
menggunakan teori Model Sistem Neuman.
b. Menambah pengetahuan perawat dalam menerapkan teori keperawatan
dan Evidence Based Nursing terhadap pemberian asuhan keperawatan
pada pasien.
c. Masukan bagi institusi pelayanan untuk melakukan inovasi dalam
upaya
meningkatkan kualitas pelayanan dalam hal ini asuhan
keperawatan.
1.3.2 Manfaat Keilmuan
a. Mendukung
serta
memperkuat
penerapan
teori
keperawatan,
menambah wawasan tentang ilmu keperawatan dan pengetahuan bagi
perawat medical bedah serta mahasiswa terhadap pelaksanaan asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler.
b. Menjadi rujukan bagi institusi pendidikan keperawatan dalam proses
belajar dengan menggunakan teori keperawatan dalam melaksanakan
asuhan
keperawatan
pada
pasien
dengan
gangguan
sistem
kardiovaskuler
c. Rujukan bagi perawat dan mahasiswa dalam memberikan pelayanan
asuhan keperawatan untuk menggunakan intervensi keperawatan
berdasarkan evidence based nursing.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini akan
definisi,etiologi,
membahas
tentang
konsep penyakit jantung koroner:
patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan,
dan komplikasi. Teori keperawatan Model Sistem Neuman (MSN); paradigma
keperawatan MSN:
person, lingkungan, sehat, dan ; proses keperawatan:
penerapan teori MSN pada klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler.
2.1 Konsep Penyakit
2.1.1 Definisi Penyakit Jantung Koroner
Jantung adalah organ dalam tubuh manusia yang memerlukan suplai oksigen
sepenuhnya dari perfusi arteri koroner. Gangguan aliran darah ke miokad
melalui arteri koroner akan mengakibatkan iskemik, karena aliran darah
koroner secara langsung begantung pada tekanan perfusi dan berbanding
terbalik dengan resistensi dari pembuluh darah koroner.Homoud,M.K 2008.
Penyakit jantung koroner biasanya terjadi karena adanya oklusi aterosklerotik
pada arteri koroner yang menyebabkan terjadinya peningkatan vesel dalam
pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan yang mengganggu aliran
darah. Hal ini membuat otot jantung kekurangan darah dan oksigen. Homoud
2008. Dalam jurnal yang ditulis oleh Kang, 2010 menjelaskan bahwa
coronary artery disease disebabkan oleh adanya gangguan suplay darah ke
arteri koroner sehingga otot jantung kekurangan nutrisi dan oksigen. Hal ini
juga didukung oleh Ignatavicius, 2010 yang mengatakan bahwa Coronary
Artery Disease terjadi ketika suplay darah dari arteri koronaria ke miokard
(otot jantung) tidak adekuat sehingga jantung tidak dapat memompakan darah
secara efektif, akibatnya perfusi darah ke organ mengalami gangguan. Organ
dan jaringan membutuhkan oksigen melalui darah dari ateri untuk tetap
mempertahankan fungsinya.
Penjelasan yang sama oleh Smeltzer, 2002 bahwa Coronary Artery Disease
adalah menyempitnya pembuluh darah akibat sumbatan pada arteri koronaria
8
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
9
sehingga kebutuhan oksigen dan nutrisi tidak mencukupi ke jantung.
Penyebabnya karena aterosklerosis, dimana terjadi akumulasi material lemak
pada arteri, akibatnya aliran darah ke jantung berkurang.Penimbunan
abnormal lipid atau bahan lemak dan jaringan fibrosa di dinding pembuluh
darah yang mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi arteri serta
penurunan aliran darah ke jantung.
Penyakit jantung koroner adalah terjadinya ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen pada otot miokard jantung. Ketidakseimbangan ini
terjadi akibat penyempitan arteri koroner, penurunan aliran darah/curah
jantung (cardiac output), peningkatan kebutuhan oksigen di miokard, atau
spasme arteri koroner (Rokhaeni,P.,Purnamasari, E.,Rahayoe, A.U.,2001).
Penyakit jantung koroner adalah penyakit aterosklerosis yang terjadi karena
adanya plak pada arteri koroner sehingga mempersempit lumen lumen arteri
koroner sehingga mengganggu aliran darah ke miokard. Penurunan liran
darah ini menyebabkan otot miokard menjadi infark.(Rimmerman,C.M
2010).
Istilah aterosklerosis berasal dari bahasa Yunani dari kata athere, yang berarti
bubur atau lunak. Istilah ini memnggambarkan bahwa plak merupakan
sesuatu yang lunak, sedangkan aterosklerosis adalah suatu proses yang terjadi
dalam jangka waktu yang lama sebelum seseorang merasakan gejala dan
berlangsung bertahun-tahun sampai terbentuknya plak mature yang
merupakan cikal bakal terbentuknya penyumbatan pada pembuluh darah
koroner.Jika pembuluh darah berkonstriksi atau terjadi spasme, akan
menyebabkan terjadinya angina pectoris. Pasien dengan angina akan tetap
stabil dan hidup lama sepanjang plak bersifat stabil. Koyaknya plak yang
disertai dengan thrombosis merupakan penyebab utama acut coronary
syndrome (ACS) yang terdiri atas angina tidak stabil, infark miokard, dan
kematian secara mendadak.Muttaqin, A.2009.
Menurut Overbaugh 2009, mengatakan bahwa penyakit jantung koroner
dapat menyebabkan terjadinya acut coronary syndrome yang ditandai dengan
adanya tanda dan gejala iskemic otot miokard secara mendadak, sehingga
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
10
terjadi penurunan aliran darah ke jantung. Gejala klinis terjadinya iskemia
miokard pada ACS dapat berupa angina pectoris stabil, Non ST-Elevasi
miokard infark dan ST-Elevasi miokard infark.
Tabel 1
Perbedaan Unstable Angina, Non ST-Elevasi Miokard Infark
(NSTEMI) dan ST-Elevasi Miokard Infark (STEMI) menurut
Overbaugh 2009.
Penyebab
Tanda
Gejala
Unstable Angina
Trombus
yang
menyumbat sebagian
arteri koroner
& -Nyeri dengan atau
tanpa menjalar ke
lengan,
leher,
punggung
atau
daerah epigastrium.
-Sesak nafas
-Diaforesis,mual
-Pusing
-Takikardia,takipnea
-Hipotensi/hipertensi
-Penurunan satuasi
oksigen (SaO2)
-Aritmia
-Terjadi pada saat
istirahat atau dengan
aktivitas minimal
Temuan
Diagnostik
Hasil EKG : ST
Depresi atau inverse
gelombang T, Enzim
jantung
tidak
meningkat.
NSTEMI
Tromus
yang
menyumbat
sebagian
arteri
koroner
-Nyeri dengan atau
tanpa menjalar ke
lengan,
leher,
punggung
atau
daerah epigastrium
Sesak nafas
-Diaforesis,mual
-Pusing
Takikardia,takipnea
Hipotensi/hipertensi
-Penurunan satuasi
oksigen (SaO2)
-Aritmia
-Terjadi pada saat
istirahat atau dengan
aktivitas minimal
-Durasi lebih lama
dibanding angina
STEMI
Trombus
yang
sepenuhnya
menyumbat
arteri
koroner
Nyeri dengan atau
tanpa menjalar ke
lengan,
leher,
punggung
atau
daerah epigastrium
Sesak nafas
-Diaforesis,mual
-Pusing
-Takikardia,takipnea
Hipotensi/hipertensi
-Penurunan satuasi
oksigen (SaO2)
-Aritmia
-Terjadi pada saat
istirahat atau dengan
aktivitas minimal
-Durasi lebih lama
disbanding angina
-Kerusakan jaringan
ireversibel (infark)
Hasil EKG : ST
Depresi atau inverse
gelombang
T,
Enzim
jantung
meningkat.
Hasil EKG : ST
elevasi atau Left
Bundle Branch Blok
(LBBB) yang baru,
Enzim
jantung
meningkat.
pengobatan -Pemberian
O2 Pemberian O2 untuk Pemberian O2 untuk
untuk
mepertahankan
mepertahankan
mepertahankan
saturasi >90%
saturasi >90%
saturasi >90%
-Nitrogliserin
-Nitrogliserin
-Nitrogliserin (NTG) (NTG)
(NTG)
-Morfin (MO)
-Morfin (MO)
-Morfin (MO)
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
11
-Betabloker
-ACE Inhibitor
-Clopidogrel
(plavix)
-Heparin
-Inhibitor
-Betabloker
-ACE Inhibitor
-Clopidogrel
(plavix)
-Heparin
-Inhibitor
-Kateterisasi
jantung
dan
kemungkinan
intervensi koroner
perkutan
-Pertahankan
hemodinamik dalam
keadaan stabil
-Betabloker
-ACE Inhibitor
-Clopidogrel
(plavix)
-Heparin
-Inhibitor
-Intervensi koroner
perkutan
dalam
waktu 90 menit
sejak serangan
-Terapi fibrinolitik
2.1.2 Etiologi
2.1.2.1 Faktor resiko terjadinya penyakit jantung koroner yang tidak dapat
dimodifikasi :
a.
Hereditas
Menurut Homoud, 2008 penyakit jantung koroner dapat pula disebabkan
oleh faktor keturunan dari keluarga. Adanya anggota keluarga yang
menderita penyakit ini meningkatkan resiko. Hal ini juga didukung oleh
Balck 2009 yang mengatakan bahwa anak yang lahir dari orang tua yang
memiliki penyakit jantung akan beresiko terhadap penyakit jantung.
b.
Jenis kelamin
Laki-laki mempunyai resiko lebih tinggi terkena penyakit jantung
dibandingkan dengan perempuan, Homoud 2008.
c.
Umur
National clinical guidelines cardiovascular disease, 2007 mengatakan
bahwa dengan semakin bertambahnya usia seseorang akan semakin
resiko terkena serangan jantung jantung. Hal ini didukung oleh Homoud,
2008 yang menjelaskan bahwa penderita jantung paling banyak berada
pada usia 55-65 tahun ke atas.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
12
2.1.2.2
Faktor resiko terjadinya penyakit jantung koroner yang dapat
dimodifiksi
a.
Hiperlipidemia
Didalam darah terdapat lemak yang tidak dapat larut dalam air terikat
dengan lipoprotein kemudian dibawa ke peredaran darah, yang
menyebabkan LDL dan HDL menjadi tidak normal. Kolesterol,
trigliserida dan fosofolipid adalah komponen plasma lipid sebagai hasil
asam lemak bebas yang berasal dari makanan. Kolesterol dan trigliserida
berperan dalam pembentukan aterogenesis. Rimmerman,C.M 2010.
b.
Merokok
Tar, nikotin dan carbon monoksida berkontribusi merusak pembuluh
darah. Nikotin meningkatkan pelepasan epinefrin dan nonepinefrin
dimana keduanya akan menyebabkan terjadinya vasokontriksi, sehingga
menyebabkan tekanan darah meningkat, denyut nadi meningkat,
konsumsi oksigen meningkat dan memungkinkan terjadi dysritmia.
Selain itu nikotin akan mengaktifkan platelet dan menstimulasi
proliferasi
sel
otot
didalam
dinding
arteri.
Karbonmonoksida
menurunkan ketersediaan darah, menyebabkan terjadinya vesel pada
dinding pembuluh darah dan meningkatkan permeabilitas endotelium
Ash, 2011. Menurut Muttaqin 2009 merokok dapat memperburuk
kondidi arteri koroner melalui beberapa cara yaitu : menghirup asap
rokok yang dapat menyebabkan menigkatnya kadar CO dalam darah
sehinga mempermudah hemoglobin terikat dengan CO sehingga suplay
oksigen berkurang, selain itu nikotin yang terkandung pada rokok
menyebabkan pelepasan katekolamin sehingga terjadi vasokonstriksi
pada arteri koroner. Merokok juga menyebabkan peningkatan adhesi
trombosit yang memudahkan terbentuknya thrombus.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
13
c.
Diabetes Melitus
Orang yang menderita diabetes memiliki resiko terhadap aterosklerosis
yng tinggi. Kadar gula yang tinggi dalam darah menyebabkan terjadinya
peningkatan agregasi trombosit sehingga terbentuk thrombus.
d.
Aktivitas fisik yang kurang
Aktivitas fisik dapat menurunkan resiko terhadap penyakit jantung,
karena aktivitas fisik dapat berguna untuk : meningkatkan
HDL,
menurunkan LDL kolesterol, trigliserida, menurunkan gula darah,
meningkatkan sensitivitas insulin, menurunkan tekanan darah, dan
menurunkan body mass indeks. AHA merekomendasikan 30-60 menit
melakukan aktivitas fisik dalam sehari. (National clinical guidelines,
2007).
Proses terjadinya aterosklerosis menurut Muttaqin 2009 adalah :
a. Akumulasi lipid
Kadar lipoprotein plasma yang meningkat, yaitu LDL. Apabila terjadi
akumulasi koleserol pada dinding arteri akibatnya terjadi retensi LDL
sebagai akibat dari tertimbunnya lipoprotein.
b. Faktor koagulasi
Terjadinya gangguan pada fungsi endotel menyebabkan pembentukan
proses aterosklerosis sehingga proses adhesi dan agregasi trombosit
meningkat. Peningkatan proses agregasi trombosit akan menyebabkan
terbentuknya thrombus dalam pembuluh darah.
c. Trombosis plak
Apabila thrombus terbentuk akibat koyaknya plak arteri koroner akan
menyebabkan terjadinya iskemia miokardium akut. Hal ini disebabkan
karena plak yang koyak akan terbawa ke dalam pembuluh darah.
2.1.3 Patofisiologi
Aterosklerosis arteri koroner merupakan penyebab utama penyakit
jantung koroner. Aterosklerosis koroner menimbulkan gejala dan
komplikasi sebagai akibat penyempitan lumen arteri dan penyumbatan
aliran darah ke jantung. Sumbatan aliran darah berlangsung progresif,
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
14
dan suplai darah yang tidak adekuat (iskemia) yang ditimbulkannya akan
membuat sel-sel otot kekurangan komponen darah yang dibutuhkan
untuk hidup (Smeltzer & Bare, 2002).
Iskemia pada otot jantung yang terjadi dalam waktu yang lama
menyebabkan kerusakan seluler yang irreversible, otot miokard
mengalami kematian,atau nekrosis dan jika keadaan ini berlangsung terus
menyebabkan kontraksi ventrikel menurun bahkan sampai berhenti.
Jaringan iskemik mengelilingi daerah infark dan besarnya infark
tergantung dari iskemik yang berada disekitarnya. Daerah iskemik yang
bertambah besar dan menjadi nekrosis hal ini menunjukkan bahwa
jaringan tersebut tidak terjadi perbaikan sehingga menyebabkan infark
meluas.
Otot miokard akan mengalami perubahan selama berlangsungnya proses
penyembuhan. Awalnya otot yang mengalami infark Nampak seperti luka
memar dan sianotik akibat gangguan aliran darah ke sel otot tersebut.
Selama 24 jam sel otot akan mengalami udema sebagai respon dari
peradangan
yang disertai infiltrasi leukosit. Hal ini menyebabkan
terjadinya pelepasan enzim-enzim dalam jantung. Kerusakan pada otot
miokar secara umum menyebabkan perubahan fungsional terhadap
kemampuan otot jantung dalam melakukan fungsinya untuk mensuplai
darah keseluruh tubuh. Perubahan fungsional seperti menurunnya
kemampuan ventrikel untuk berkontraksi, menurunnya gerakan dinding
dada, menurunnya daya pompa ventrikel, cardiac output menurun,
penurunan ejection fraction , meningkatnya volume akhir sistolik, dan
akhir diastolic ventrikel kanan.
Sel miokard membutuhkan oksigen dan ATP untuk berkontraksi dan
membantu sistem konduksi. Apabila sel-sel miokard mengalami
penurunan
suplai
oksigen
menyebabkan
metabolism
anaerob,
kekurangan ATP, sehingga terjadi kegagalan pompa natrium,kalium dan
kalsium. Pada keadaaan ini terjadi kematian atau infark pada sel miokard
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
15
dan perfusi ke miokard menurun. Jika perfusi darah dan oksigen ke
miokard terus mengalami penurunan kontraktiltas miokard juga
menurun, cardiac output menurun, perfusi ke jaringan juga menurun, hal
ini karena terbentuknya thrombus. Overbaugh, K.J 2009.
Trombus yang sudah terbentuk akan mengikuti aliran darah sehingga
terhenti pada lumen pembuluh darah yang kecil, hal ini menimbulkan
oklusi pembuluh darah. Oklusi menyebabkan aliran darah terhenti
sehingga terjadi iskemia lokal. Ketika plak aterosklerosis terganggu
maka akan merangsang agregari platelet dan pembentukan thrombus.
Apabila plak ini terlepas lumen pembuluh darah arteri koroner akan
mengalami penyempitan sehingga aliran darah mengalami penurunan
atau berkurang, hal ini menyebabkan terjadinya iskemia. Plak yang
terbentuk dapat menjadi tidak stabil dan mengalami rupture sehingga
terjadi Sindroma Koroner Akut (SKA).
2.1.4
Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis yang ditemukan pada pasien dengan penyakit jantung
koroner adalah angina pektoris. Angina pektoris adalah suatu sindroma
klinis yang ditandai dengan adanya keluahan nyeri dada yang timbul pada
saat melakukan aktivitas, karena adanya infark miokard. Hal ini berarti
bahwa arteri koroner telah terjadi penyempitan > 70 %. Angina pektoris
dapat muncul dengan stabil (SAP), namun pada keadaan ini dapat
berkembang ke arah yang lebih berat lagi dan menimbulkan Sindroma
Koroner Akut (SKA) yang dapat menyebabkan kematian.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
16
Tabel 2. Klasifikasi angina (Rimmerman,C.M 2010.)
Class
Definition
Spesific Activity Scale
I
Aktivitas fisik biasa (berjalan, naik
tangga) tidak menyebabkan angina,
angina terjadi pada saat melakukan
aktivitas berat atau dalam waktu yang
lama
Keterbatasan pada kegiatan sehari-hari.
Timbul angina pada saat berjalan atau
naik turun tangga dengan cepat, jalan
pada jalan dengan tanjakan, berjalan
setelah makan, berada pada hawa
dingin, emosional, terjadi pada saat
beberapa jam setelah bangun, berjalan
melebihi kecepatan normal.
Keterbatasan pada aktivitas fisik biasa.
Angina terjadi pada saat berjalan 100
meter.
Tidak mampu melakukan aktivitas
fisik apapun
Kemampuan
untuk
berolahraga
(main
basket, jogging) atau
bekerja di kebun.
II
III
IV
Kemampuan berkebun,
menyapu,
mampu
melakukan
hubngan
seksual.
Kemampuan
untuk
mandi, ganti baju
Gejala angina mungkin
hadir
pada
saat
istirahat.
Ketidakmampuan
melakukan
kegiatan
yang sangat ringan.
Menurut Homoud, 2008 secara umum manifestasi klinis penyakit jantung
koroner :
a. Nyeri dada yang menjalar ke lengan, leher, punggung sampai ke
daerah epigastrium.
b. Sesak nafas dapat disertai dengan rasa pusing, takikardia, takipnea dan
adanya penurunan saturasi oksigen (SaO2)
c. Mual-muntah
d. Hipotensi atau hipertensi
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
17
2.1.5
2.1.5.1
Diagnostik
Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan EKG sangat penting baik untuk diagnosis maupun
stratifikasi risiko pasien angina tak stabil. Adanya depresi segmen ST
yang baru menunjukkan kemungkinan adanya iskemia akut. Gelombang
T negatif juga salah satu tanda iskemik atau NSTEMI. Perubahan
gelombang ST dan T yang nonspesifik seperti depresi segmen ST kurang
dari 0,5 mm dan gelombang T negatif kurang dari 2 mm, tidak spesifik
untuk iskemia, dan dapat disebabkan karena hal lain. Pada angina tak
stabil 4% mempunyai EKG normal, dan pada NSTEMI 1-6% EKG juga
normal (Muttaqin, 2009).
Diagnosa IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesis
nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya ST elevasi ≥ 2mm,
minimal pada 2 sadapan prekordial yang berdampingan atau ≥ 1 mm pada
2 sadapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T
yang meningkat, memperkuat diagnosis, namun keputusan memberikan
terapi revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim,
mengingat dalam tatalaksana IMA, prinsip utama penatalaksanaan adalah
time is muscle
2.1.5.2 Laboratorium
Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah diterima
sebagai petanda paling penting dalam diagnosa SKA. Menurut European
Society of Cardiology (ESC) dan ACC dianggap ada mionekrosis bila
troponin T atau I positif dalam 24 jam. Troponin tetap positif sampai 2
minggu. Risiko kematian bertambah dengan tingkat kenaikan troponin.
CK-MB kurang spesifik untuk diagnosis karena juga diketemukan di otot
skelet, tapi berguna untuk diagnosis infark akut dan akan meningkat
dalam beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam (Muttaqin, 2009).
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
18
2.1.6
Penatalaksanaan
Tujuan dari penatalaksanaan pada penyakit jantung adalah untuk
memperbaiki prognosis dengan cara melakukan tindakan pencegahan
terjadinya infark miokard serta kematian. Selain itu upaya ini bertujuan
mengurangi terjadinya thrombus dan gangguan pada fungsi ventrikel kiri.
Secara spesifik tujuan pengobatan ini adalah untuk mengurangi progresif
plak, menstabilkan plak, dengan mengurangi terjadinya inflamasi serta
memperbaiki
endotel.
Obat
yang
digunakan
adalah
golongan
antitrombolitik : aspirin, antagonis, obat untuk menurunkan kolesterol
yaitu statin; Ace Inhibitor; Beta-blocker; Calcium channel blocker.
Pengobatan penyakit jantung koroner digolongkan dalam dua cara yaitu :
Farmakologis dan revaskularisasi miokard.
2.1.6.1
Pengobatan farmakologik
a. Aspirin
Aspirin adalah antiplatelet untuk pencegahan terjadinya thrombosis
yang menhambat siklooksigenase dan sisteis tromboksan.
b. Nitrat
Sebagai vasodilator pembuluh darah koroner yang kuat, terutama pada
arteri. Sekain itu Nitrat juga mempunyai efek dilatasi pada pembuluh
darah sistemik.
c. Calcium channel antagonis
Sangat cocok untuk terapi varian pada angina yaitu angina pectoris
yang terjadai karena adanya spasme pada arteri koroner, selain itu juga
dapat berfungsi pada aritmia dan hipertensi.
d. Diuretik
Furosemide merupakan golongan obat diuretic yang bekerja di
modular pada loop henle dimana terjadi penyekatan reabsopsi Na dan
Cl.
e. Angiotensin converting enzyme inhibitor
Berfungsi menghambat pembentukan angiotensi II, sehingga dapat
menurunkan tekanan darah.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
19
f. Digitalis
Digitalis berfungsi sebagai obat yang mempunyai efek kronotropik
negative, sehingga dapat menurunkan denyut jantung.
g. Inotropik
Golongan inotropik terdiri dari
dopamine : mempunyai efek
meningkatkan tekanan darah, cariac output dan produksi urine.
Sedangkan Dobutamin berfungsi sebagai vasodilator sehingga dapat
menurunkan tekanan darah
h. Obat anti koagulasi
Heparin
sebagai
mukopolisakharida
yang
dapat
menghambat
terjadinya pembekuan pada darah dengan cara mengubah protrombin
menjadi thrombin, selain itu menghambat agregasi platelet dan
thrombin.
Warfarin sebagai antikoagulan diberikan pada pasien yang beresiko
terhadap kejadian tromboemboli seperti pada pasien infark miokard.
2.1.6.2
Revaskularisasi Miokard
Revaskularisasi miokard dapat dilakukan dengan dua cara dan terbukti
baik dilakukan pada pasien PJK yang disebabkan oleh atrosklerotik yaitu
dengan tindakan pembedahan yang disebut coronary artery bypass graft
(CABG), dan tindakan intervensi perkutan yang disebut percutaneouus
coronary intervention (PCI).
Tujuan dari tindakan revaskularisasi miokard adalah untuk meningkatkan
survival atau mencegah infark serta menghilangkan gejala. Selain itu
tindakan revaskularisasi dengan CABG dilakukan pada pasien jika :
a. Tidak berhasil dengan pengobatan
b. Hasil pemeriksaan non-invasif terdapat resiko miokard
c. Beresiko terjadinya kematian
d. Terdapat stenosis yang sangat significant (≥ 50 %) didaerah left main
(LM).
e. Terdapat stenosis yang sangat significant (≥ 70 %) didaerah proximal
pada 3 arteri koroner yang sama.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
20
f. Stenosis yang sangat significant pada 2 daerah arteri koroner utama
khususnya pada proximal dari left anterior descending (LAD) arteri
koroner
CABG adalah salah satu intervensi revaskularisasi dari penyakit jantung
kororner dengan cara membuat saluran yang baru melewati pembuluh
darah koroner yang mengalami penyumbatan atau penyempitan. CABG
dilakukan bertujuan untuk mengatasi sumbatan pada arteri koronaria yang
disebabkan oleh penyempitan, disamping itu CABG juga dilakukan untuk
mencegah adanya perluasan infark dan meningkatkan kualitas hdup
pasien dengan penyakit jantung koroner.(Bertrand, 2002).
Teknik yang dilakukan dalam melakukan tindakan operasi CABG terdiri
dari dua teknik dengan menggunakan mesin pintas jantung paru (onpump)
dan tanpa menggunakan mesin pintas jantung paru (offpump). Pada
onpump fungsi jantung dihentikan dan digantikan oleh mesin dan
peredaran darah dialihkan ke mesin pintas jantung paru. Teknik offpump
tanpa menggunakan mesin namun tetap menggunakan alat bantu untuk
memasang pembuluh darah pintas.
Pelaksanaan tindakan operasi CABG pada Ny.H dilakukan dengan
menggunakan teknik offpump yaitu tanpa menggunakan mesin pintas
jantung paru/cardiopulmonary bypass (CPB). Ny.H dilakukan bedah
pintas arteri dengan (1)left internal mammary/LIMA ke left anterior
decending/LAD, (2) left radial arteri/LRA ke posterior descending
artery/PDA, (3) vena saphenous/SVG ke left circumplex/LCx, (4) SVGinter mediate, (5) SVG-D1 (4 dan 5 Y-graft).
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
21
2.1.7
Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang terjadi setelah dilakukan tindakan operasi
CABG.
2.1.7.1
Komplikasi utama yang terjadi yaitu perdarahan yang sering
terjadi dan dapat dilakukan tindakan operasi kembali diruang
operasi.
2.1.7.2
Gangguan fungsi otot jantung, dimana terjadi infark otot
jantung terutama akibat kerusakan sebelum CABG, sehingga
menyebabkan cardiac output menurun.
2.1.7.3
Gangguan irama jantung/aritmia seperti takikardia atau irama
yang
tidak
teratur
seperti
atrial
fibrilasi
yang
dapat
menyebabkan pembekuan darah yang beresiko terjadinya stroke
apabila sampai ke otak.
2.1.7.4
Perikarditis atau peradangan pada pericardium kadang disertai
dengan efusi pleura. Perikarditis sering menyebabkan nyeri
dada, yang biasanya terjadi beberapa hari sampai beberapa
minggu setelah operasi. Efusi pleura biasanya dapat diatasi
dengan pemberian obat-obtan.
2.1.7.5
Trombositopenia dapat terjadi akibat pemberian heparin selama
CABG untuk mrncegah terjadinya pembekuan darah selama
prosedur operasi dan sesudah prosedur. Dalam beberapa kasus,
heparin dapat menyebabkan penurunan jumlah trombosit dalam
darah (trombositopenia) yang dapat menurunkan kemampuan
pembekuan darah dan meningkatkan resiko perdarahan.
2.1.7.6
Komplikasi neurologis termasuk stroke, delirium jangka
pendek pasca operasi.
2.2 Teori Keperawatan Model Sistem Neuman
Model keperawatan yang dikembangkan Neuman adalah pendekatan
manusia secara menyeluruh (holistic) yang berdasarkan pada kerangka
kerja sistem adaptasi. Pendekatan teorinya adalah pendekatan yang
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
22
holistik dan total. Kekuatan model ini ditekankan pada pencegahan,
pendidikan kesehatan dan kesejahteraan dengan pendekatan manajemen
sakit dan sehat. (Parker, 2001).
Neuman menyajikan aspek-aspek model sistemnya dalam suatu diagram
lingkaran konsentris, yang meliputi variabel fisiologi, psikologis,
sosiokultural, perkembangan dan spiritual, basic structure dan energy
resources, line of resistance, normal line of defense, fixible line of
defense, stressor, reaksi, pencegahan primer, sekunder, tertier, faktor
intra, inter dan ekstra personal, serta rekonstitusi. Adapun faktor
lingkungan, kesehatan, keperawatan dan manusia merupakan bagian yang
melekat pada model ini yang saling berhubungan dan mendukung ke arah
stabilitas sistem.Gambar sistem Neuman ada pada gambar berikut ini.
Gambar 1 : Model Neuman
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
23
2.2.1 Manusia menurut Neuman
Neuman memandang manusia atau klien secara keseluruhan (holistic)
yang terdiri dari
faktor fisiologis, psikologis, sosial budaya, faktor
perkembangan, dan faktor spiritual. 1). Faktor Fisiologis meliputi struktur
dan fungsi tubuh 2) Faktor psikologis terdiri dari proses dan hubungan
mental
3).
Faktor
sosial
budaya
meliputi
fungsi
sistem
yang
menghubungkan sosial dan ekspektasi kultural dan aktivasi. 4) Faktor
perkembangan sepanjang hidup. 5) Faktor spiritual pengaruh kepercayaan
spiritual Faktor-faktor ini berhubungan secara dinamis dan tidak dapat
dipisah-pisahkan.
Klien juga dipandang mengalami kondisi yang bervariasi,sesuai stress
yang dialami. Ketika stressor terjadi individu banyak membutuhkan
informasi atau bantuan untuk mengatasi stressor. Pemberian motivasi
merupakan rencana tindakan perawat untuk membantu perkembangan
klien.
Sistem klien diartikan dalam struktur dasar dan lingkaran-lingkaran
konsentrik yang saling berkaitan . Struktur dasar meliputi faktor dasar
kelangsungan hidup yang lebih umum dari karakter sehat dan sakit yang
merupakan gambaran yang unik dari system klien. Secara umum
gambaran keunikan sistem klien dari Neuman adalah range temperatur
normal, struktur genetik , pola respon, kekuatan dan kelemahan organ,
struktr ego dan pengetahuan atau kebiasaan. Neuman selanjutnya
menyatakan bahwa Normal Lines of Defense adalah 1).Merupakan
lingkaran utuh yang mencerminkan suatu keadaan stabil untuk individu,
sistem atau kondisi yang menyertai pengaturan karena adanya stressor
yang disebut keadaan wellness normal dan digunakan sebagai dasar untuk
menentukan adanya deviasi dari keadaan wellness untuk sistem klien.2)
Berbagai stressor dapat menginvasi normal line defense jika flexible lines
of defense tidak dapat melindungi secara adekuat. Jika itu terjadi maka
sistem klien akan bereaksi yang akan tampak pada adanya gejala
ketidakstabilan atau sakit dan akan mengurangi kemampuan sistem untuk
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
24
mengatasi stressor tambahan.3) Normal lines of defense terbentuk dari
beberapa variabel dan perilaku seperti pola koping individu, gaya hidup
dan tahap perkembangan.
Garis pertahanan fleksibel
Garis Pertahanan Normal
Garis Resistensi
INTI
Gambar 2: Konsep Person dalam Model Sistim Betty Neuman
Garis pertahanan flexible/ Flexible Lines of Defense 1).Digambarkan
sebagai lingkaran putus-putus paling luar yang berperan memberikan
respon awal atau perlindungan pada sistem dari stressor. 2). Diibaratkan
sebagai suatu accordion yang bisa menjauh atau mendekat pada normal
line of defense. Bila jarak antara flexible lines of defense dan normal lines
of defense meningkat maka tingkat proteksipun meningkat.3).Melindungi
normal
line
of
defense
dan
bertindak
sebagai
buffer
untuk
mempertahankan keadaan stabil dari sistem klien. 4) Bersifat dinamis dan
dapat berubah dalam waktu yang relatif singkat.
Lines of Resistance Merupakan serangkaian lingkaran putus-putus yang
mengelilingi struktur dasar. Artinya garis resisten ini melindungi struktur
dasar dan akan teraktivasi jika ada invasi dari stressor lingkungan melalui
garis normal pertahanan (normal line of defense). Misalnya adalah
mekanisme sistem immun tubuh.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
25
Jika lines of resistance efektif dalam merespon stressor tersebut, maka
sistem depan berkonstitusi, jika tidak efektif maka energi berkurang dan
bisa timbul kematian.
Hubungan dari berbagai variabel (fisiologi,
psikologis, sosiokultur, perkembangan dan spiritual) dapat mempengaruhi
tingkat penggunaan flexible lines of defense terhadap berbagai reaksi
terhadap stressor.
2.2.2 Lingkungan menurut Neuman
Menurut Neuman lingkungan adalah seluruh faktor-faktor internal dan
eksternal yang berada di sekitar klien . Neuman mengatakan baik
lingkungan internal maupun ekternal pada manusia memiliki hubungan
yang harmonis dan keduanya mempunyai keseimbangan yang bervariasi,
dimana keseimbangan atau keharmonisan antara lingkungan internal dan
eksternal tersebut dipertahankan. Pengaruh lingkungan terhadap klien atau
sebaliknya bias berdampak positif atau negative. Stressor yang berasal dari
lingkungan meliputi 3 hal yaitu intrapersonal, interpersonal dan
extrapersonal. Neuman membagi lingkungan menjadi 3 yaitu :
1). Lingkungan internal yaitu lingkungan intrapersonal yang ada dalam
system klien.
2). Lingkungan eksternal adalah lingkungan yang berada diluar system
klien.
Kekuatan-kekuatan
dan
pengaruh
interaksi
yang
berada
diluarnsistem klien.
3). Lingkungan yang diciptakan merupakan pertukaran energi dalam
system terbuka dengan lingkungan internal dan eksternal yang bersifat
dinamis.Lingkungan ini tujuannya adalah untuk memberikan stimulus
positif kearah kesehatan klien.
Stressor adalah kekuatan lingkungan yang menghasilkan ketegangan dan
berpotensial
untuk
menyebabkan
sistem
tidak
stabil.
Neuman
mengklasifikasi stressor sebagai berikut :Stressor intrapersonal : terjadi
dalam diri individu/keluarga dan berhubungan dengan lingkungan internal.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
26
Misalnya : respon autoimmun. Stressor interpersonal : yang terjadi pada
satu individu/keluarga atau lebih yang memiliki pengaruh pada sistem.
Misalnya : ekspektasi peran. Stressor ekstrapersonal : juga terjadi diluar
lingkup sistem atau individu/keluarga tetapi lebih jauh jaraknya dari
sistem dari pada stressor interpersonal. Misalnya : sosial politik. Stressor
interpersonal dan extrapersonal berhubungan dengan lingkungan eksternal.
Created environment mencakup ketiga jenis stressor ini.
2.2.3 Sehat menurut Neuman
Definisi sehat digambarkan dengan model komponen.Sehat adalah kondisi
dimana bagian dan sub bagian keseluruhan manusia yang selalu
harmoni.Kesehatan manusia dalam status baik atau sakit, selalu berubah
dalam lima variable : fisiologi, psikologi, sosiobudaya, spiritual dan
perkembangan. Sehat relative dan dinamik dengan stabilitas yang
bervariasi.Garis normal sebagai parameter status sehat. Sehat adalah
individual kadang seimbang atau stabilitas klien atau berubah.Garis
pertahanan manusia dapat permiabel, berbeda dengan individu lain dan
menghasilkan status kesehatan yaitu garis pertahanan normal.Sehat untuk
individu lain mungkin berarti retensi komponen yang tercontitusi, contoh
penggunaan protesa setelah amputasi dapat menghasilkan garis normal.
Sehat untuk individu adalah hubungan antara faktor genetik dan
pengalaman.Tipe definisi sehat mengikuti individu ,tidak ada standart
absolute. Status yang terbaik adalah status optimal untuk klien bervariasi
dari beberapa poin dalam hubungannya dengan konsep dasar
2.2.4 Keperawatan menurut Neuman
Neuman menyatakan bahwa keperawatan memperhatikan manusia secara
utuh
dan keperawatan adalah sebuah profesi
yang unik
yang
mempertahankan semua variabel yang mempengaruhi respon klien
terhadap stressor. Melalui penggunaan model keperawatan dapat
membantu individu, keluarga dan kelompok untuk mencapai dan
mempertahankan level maksimum dari total wellness. Keunikan
keperawatan adalah berhubungan dengan integrasi dari semua variabel
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
27
yang mana mendapat perhatian dari keperawatan . Neuman (1981)
menyatakan bahwa dia memandang model sebagai sesuatu yang berguna
untuk semua profesi kesehatan dimana mereka dan keperawatan mungkin
berbagi bahasa umum dari suatu pengertian. Neuman juga percaya bahwa
keperawatan dengan perspektif yang luas dapat dan seharusnya
mengkoordinasi pelayanan kesehatan untuk pasien supaya fragmentasi
pelayanan dapat dicegah.
Menurut Neuman 2002 dalam Tomey & Alligood 2006 intervensi adalah
tindakan yang bertujuan untuk membantu klien mempertahankan,
mencapai, atau mendapatkan sabilitas sistem. Hal ini terjadi sebelum atau
sesudah garis pelindung pertahanan. Neuman mendukung mulai intervensi
ketika ada stresor atau sebelum adanya stresor. Intervensi berdasarkan
pada
tingkat
aktual,
kemampuan,
tujuan
dan
hasil.
Neuman
mengidentifikasi tiga tingkat pencegahan.
Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan saat dicurigai adanya stresor atau
teridentifikasi. Reaksi belum terjadi, namun tingkat resiko sudah
diketahui. Perawat berusaha untuk mengurangi kemungkinan stresor
muncul pada individu dengan beberapa upaya dan cara atau memperketat
garis fleksibel pertahanan individu untuk mengurangi kemungkinan reaksi.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder melibatkan intervensi atau pengobatan dimulai
setelah gejala stresor terjadi. Sumber daya internal dan eksternal klien
yang digunakan terhadap sistem stabilisasi untuk memperkuat garis
perlawanan internal, mengurangi reaksi, dan meningkatkan faktor
perlawanan.
Pencegahan tersier
Pencegahan tersier terjadi setelah perawatan aktif atau tahap pencegahan
sekunder. Hal ini berfokus pada penyesuaian terhadap stabilitas sistem
klien yang optimal. Tujuannya adalah untuk memperkuat resistensi
terhadap stressor, untuk membantu mencegah terulangnya reaksi.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
28
2.3 Asuhan Keperawatan Model Neuman
Pendekatan proses keperawatan dengan Model Sistem Neuman pada pasien
yang mengalami gangguan sistem kardiovaskuler menggunakan format yang
terdiri dari :
2.3.1 Pengkajian
Menurut
Neuman
pada
tahap
pengkajian
dikaji
data-data
secara
komprehensif untuk menentukan reaksi terhadap stressor. Data yang perlu
dikumpulkan pada tahap pengkajian ini yaitu :
1)
Profil pasien yang terdiri dari : nama pasien, umur, jenis kelamin, status
perkawinan, pekerjaan, agama, suku
2)
Persepsi Stressor dari pasien
a)
Area stress utama/area yang perlu mendapat perhatian : seperti
nyeri dada, sesak nafas, mual muntah, berkeringat dingin
b) Gaya hidup meliputi : pekerjaan, tanggungan dlam keluarga
(isrti/suami
anak-anak/anggota
keluarga
lainnya),
hidup
bersama/tidak, kegiatan keagamaan, partisipasi dalam masyarakat,
dukungan keluarga, diet, olahraga, kebiasaan merokok/alcohol,
penggunaan waktu luang seperti nonton tv, dll)
c) Pengalaman sebelumnya : fatigue yang berlebihan, mudah marah
d) Antisipasi yang akan datang : perhatian terhadap kesehatan dan
kesembuhan, perubahan gaya hidup.
e) Apa yang dilakukan untuk menolong diri sendiri : diskusi bersam
keluarga dan teman, membaca kitab suci, berpikir positif dan tidak
berpikir negative, menerima diri apa adanya.
f) Harapan terhadap orang lain : kunjungan, membantu mengurangi
beban,
memenuhi
kebutuhan
pasien,
melibatkan
dalam
pengambilan keputusan yang berhubungan dengan kondisi
penyakitnya termasuk perawatan dan pengobatan lanjut.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
29
3) Persepsi Stresor dari pemberi pelayanan
a)
Area stress utama : gangguan pola tidur, penurunan proses
berpikir, cemas, emosional, rasa rendah diri.
b) Pola hidup yang beda : dampak hospitalisasi, adanya nyeri, cemas,
mual muntah, menganggap beban bagi keluarga.
c) Riwayat masa lalu pada situasi yang sama : seperti adanya nyeri,
fatigue, mual muntah, perubahan psikologis yang dipersepsikan
pasien dengan penyakit sebelumnya.
d)
Motivasi : kemampuan pasien menghadapi situasi saat ini,
merencanakan pulang, kembali beraktivitas seperti semula,
berpikir kedepan, mengikuti program pengobatan yang sudah
diatur.
e)
Kegiatan yang dilakukan pasien untuk menolong dirinya :
mekanisme koping, adaptasi diri, penggunaan waktu luang seperti
mebaca buku, bercerita dengan orang lain.
f)
Harapan pasien : terhadap keluarga, teman, pemberi layanan
kesehatan, memandang pemberi layanan kesehatan sebagai
sumber informasi, pengambilan keputusan siapa yang membantu
dirinya mengatasi masalah kesehatan apakah dari pemberi layanan
kesehatan, teman, keluarga.
4) Faktor Intrapersonal
a) Pemeriksaan fisik, meliputi : keadaan umum, TB,BB, tanda vital
(TD,nadi, suhu tubuh, pernapasan). Sistem Penginderaan, sistem
kardiovaskuler, sistem perkemihan, percernaan, persarafan,
aktivitas, nutrisi. Oksigenasi, sirkulasi, mobilisasi, eliminasi,
istirahat/tidur, personal hygiene, integritas kulit.
b) Psikososial dan budaya, data yang dikumpulkan terdiri dari :
kekhawatiran terhadap kondisi saat ini, depresi, penurunan daya
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
30
konsentrasi, yang berhubungan dengan pekerjaan, pendidikan,
tanggung jawab terhadap keluarga, hubungan dengan lingkungan
sekitar, mendapatkan support dari keluarga.
c) Perkembangan : pengalaman dalam bekerja, hubungan dengan
teman di tempat kerja, pengaturan pekerjaan.
d) Kepercayaan dan spiritual : agama pasien, kegiatan keagamaan
yang diikuti, aktif dalam kegiatan keagamaan.
5) Faktor Interpersonal
Data yang dikumpulkan adalah dukungan keluarga dan teman kepada
pasien, bagaimana interaksi sosial dimasyarakat serta dukungan
sosial, apakah pasien aktif dalam kegiatan sosial, punya hubungan
baik dengan suami/istri anak-anak dan keluarga serta teman.
6) Faktor Ekstrapersonal
Data yang dikumpulkan adalah jarak tempat layanan kesehatan
dengan rumah pasien, fasilitas komunikasi, apakah mempunyai
kendaraan, serta kemampuan membiayai pengobatan atau sumber
dana untuk pengobatan.
7) Gejala Klinis meliputi : nyeri, sesak nafas, berkeringat dingin, mual
muntah, fatigue
8) Investigasi meliputi pengobatan yang diberikan kepada pasien.
2.3.2
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa ditentukan berdasarkan data yang didapatkan pada pengkajian
sesuai dengan stressor yang ada. Diagnosa keperawatan yang umumnya
ditemukan pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler ialah : 1)
nyeri, 2) resiko penurunan curah jantung, 3) Intoleransi aktivitas, 4)
Kecemasan, 5) kurang pengetahuan.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
31
2.3.3
Rencana tindakan
Rencana tindakan keperawatan dibuat berdasarkan tujuan yang telah
disusun untuk membantu mengatasi masalah keperawatan selanjutnya
yang dialami oleh pasien.
Tabel 3
Rencana tindakan berdasarkan tindakan pencegahan
Tindakan keperawatan
Pencegahan primer
Pencegahan sekunder
Pencegahan tersier
o Ajarkan pentingnya
rileks
o Libatkan keluarga
untuk perawatan
o Dorong keluarga
untuk
selalu
mendampingi
pasien
dan
memberikan
perawatan
psikologis
o Ajarkan keluarga
mengenai
manajemen nyeri
Nursing Theoritis (2009).Application of Betty Neuman’s Sistem Model
http://currentnursing.com/nursing theory/application Betty Neuman%27s
model.html
2.3.4 Implementasi
Kaji tingat nyeri dan
karakteristik (lokasi,
kualitas,
lamanya,
menjalar ke leher,
bahu,
lengan,
epigastrium) intensitas
nyeri biasanya (0-10)
lamanya kurang lebih
30 menit.
o Ajarkan
teknik
relaksasi
o Beri
penjelasan
untuk tetap rileks
o Lakukan tindakan
non farmakologis
o Beri
medikasi
nyeri
sesuai
instruksi
Implementasi adalah pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan pada
rencana yang telah dibuat sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh
pemberi layanan kesehatan, yang dihubungan dengan intervensi primer,
sekunder dan tersier.
2.3.5
Evaluasi
Evaluasi
merupakan tahap akhir dari proses
keperawatan
dan
mengantisipasi setiap perubahan sesuai rencana serta mengidentifikasi
factor interpersonal, intrapersonal dan ekstrapersonal stressor dari pasien.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
32
2.4 Analisis Kekuatan dan Kelemahan Konsep
2.4.1 Kekuatan
Model sistem Neuman digunakan di lembaga pendidikan si Australia
Selatan, Inggris, dan Swedia. Dilaporkan bahwa dari semua program di
Universitas di Australia menunjukkan bahwa empat program sarjana
menggunakan model sistem Neuman sebagai kerangka kurikulum
organisasi besar, dan satu lagi dari 16 program memperkenalkan
mahasiswa sarjana dan pasca sarjana untuk model Neuman sebagai
salah satu dari beberapa model. Banyak perawat dan mahasiswa
kebidanan memilih untuk menggunakan model dalam melakukan
praktek mereka sendiri di Inggris. Mereka juga melaporkan bahwa
menggunakan model Neuman sebagai prinsip di latarbelakang
pengembangan kurikulum. Sebagian besar perguruan tinggi di Swedia
menggunakan model Sistem Neuman sebagai kerangka teori dalam
modul kesehatan primer untuk pendidikan keperawatan. (Parker, 2001).
Di Amerika Model Sistem Neuman digunakan dalam pengaturan
praktek beragam. Model ini digunakan untuk memandu praktek pada
pasien dengan gangguan kognitif, memenuhi kebutuhan keluarga pasien
dalam perawatan kritis, menyediakan kelompok dukungan yang stabil
untuk orang tua, disamping itu juga model ini digunakan dalam
keperawatan jiwa, keperawatan gerontik. (Parker, 2001)
Neuman menggunakan diagram yang jelas , diagram ini digunakan
dalam semua penjelasan tentang teori sehingga membuat teori terlihat
menarik. Diagram ini
mempertinggi kejelasan dan menyediakan
perawat dengan tantangan – tantangan untuk
pertimbangan serta
Model system Neuman lebih flexible bisa digunakan pada area
keperawatan, pendidikan dan pelatihan keperawatan
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
33
2.4.2 Kelemahan
1). Model Sistem
kesehatan,
Neuman dapat digunakan oleh semua profesi
sehingga untuk profesi keperawatan menjadi tidak
spesifik
2).
Penjelasan
tentang
perbedaan
stressor
interpersonal
dan
ekstrapersonal masih dirasakan belum ada perbedaan yang jelas
3). Model system Neuman tidak membahas secara detail tentang
perawat –klien, padahal hubungan perawat klien merupakan domain
penting dalam Asuhan Keperawatan
4) Model sistem Neuman berguna untuk pasien tapi tidak mudah untuk
dapat memprediksi atau menggambarkan hubungan interaksi pasien
dalam setiap faktor
Berdasarkan penjelasan tersebut diatas maka model sistem Neuman dapat
digunakan oleh mahasiswa keperawatan baik dalam praktek keperawatan,
pendidikan dan penelitian. Sedangkan kelemahan dari teori ini dapat
dijadikan dasar bagi mahasiswa untuk dapat dikembangkan lewat
penelitian-penelitian dibidang keperawatan.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
BAB 3
ANALISIS PERAN PERAWAT SEBAGAI PEMBERI ASUHAN
KEPERAWATAN
Bab ini menguraikan penerapan Model Sistem Neuman (MSN) pada kasus
kelolaan pasein dengan gangguan sisem kardiovaskuler: CAD 3 VD EF 67%; Post
operasi CABG 5 x yaitu di (1) LIMA-LAD, (2) LRA-PDA, (3) SVG-LCx, (4)
SVG-inter mediate, (5) SVG-D1 (4 & 5 Y-graft)
3.1 Penerapan MSN pada kasus kelolaan
3.1.1 Pengkajian MSN pada kasus kelolaan.
Profil pasien
Nama Pasien : Ny.H
Umur
: 63 tahun
Satus pernikahan : Kawin
Pendidikan
: Tamat SD
Jenis Kelamin : Perempuan
: Islam
Agama
: Suami/anak/pasien
Sumber
Suku
: Sunda
Pekerjaan
: IRT
Alamat
: Jl.dr.Wahdin Mataram No.1 RT 005/232
Tanggal masuk : masuk ICU 19 Maret 2013
Tanggal dikaji : 20 Maret 2013
No.Med.Rec
: 2013-34-33-32
3.1.1.1 Stres yang dipersepsikan pasien
a. Area Stres Utama/ Masalah Kesehatan Utama:
1) Keluhan Utama: Nyeri pada daerah luka operasi, yang disebabkan
karena adanya pembedahan akibat penyumbatan pada arteri koronaria.
2) Diagnosa Medis: CAD 3 VD EF 67%; Post operasi CABG 3 x yaitu di
(1) LIMA-LAD end to side, (2) SVG-PDA end to side, side, (4)SVGinter mediate end to side.
3) Riwayat penyakit sekarang: Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan
utama terasa nyeri pada dada sebelah kiri yang menjalar sampai ke
34
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
35
lengan kiri. Keluhan ini dirasakan lebih sering sejak 1 bulan terakhir
ini. Pasien mengeluh merasa cepat capek ketika melaksanakan
aktivitas dirumah disertai dengan rasa nyeri. Pada tanggal 19 Maret
2013
pasien dilakukan operasi CABG berdasarkan
kateterisasi
jantung : Left Mean stenosis 20%, LAD multiple stenosis 60-80 %,
LCx caliber kecil non signifikant stenosis, RCA caliber besar stenosis
60%. Saat ini pasien sudah dilakukan tindakan operasi CABG. Operasi
berjalan dengan lancar, tidak ada penyulit pada pasien selama
pelaksanaan operasi. Setelah selesai operasi pasien masuk dibawa ke
ruang ICU jam 13.20 WIB. Pasien terpasang alat bantu pernapasan
yaitu ventilator, kateter, dan alat monitor hemodinamik, terpasang
drain substernal panjang pada intra pleura kiri. Intubasi terpasang
selama 5 jam, dan pada jam 18.10 WIB dilakukan ekstubasi. Tidak
terdapat kesulitan pada saat dilakukan ekstubasi. Pasien sudah mampu
untuk bernapas spontan , tetapi pasien tetap diberikan bantuan oksigen
melalui nasal kanul. Pasien mengeluh nyeri pada daerah operasi yaitu
didaerah toraks akibat adanya luka bekas operasi.
4) Riwayat kesehatan dahulu: Pasien mulai merasakan adanya gangguan
pada jantung sejak tahun 2003 pada saat sedang memasak dirumah.
Pasien merasa nyeri pada dada sebelah kiri sampai ke belakang dan
menjalar ke lengan kiri. Saat itu pasien hanya beristirahat sebentar dan
nyeri hilang. Pada awal tahun 2004 keluhan yang sama kembali
dirasakan oleh pasien namun periode nyeri lebih lama (> 15 menit)
hilang dengan istirahat. Mulai saat itu pasien berinisiatif untuk
memeriksakan keluhan tersebut kepada dokter. Pasien mendapat obat
anti angina dari dokter, sehingga pasien selalu mengkonsumsi obat
jantung terkait penyakitnya. Pada tahun 2012 pasien mulai putus obat
sehingga pada bulan Oktober 2012 keluhan semakin memberat yaitu
nyeri dengan aktivitas ringan dan tidak hilang dengan istirahat. Setelah
pasien berobat ke dokter maka oleh dokter dirujuk ke RS Harapan Kita
untuk dilakukan kateterisasi. Hasil kateterisasi menunjukkan adanya
stenosis 20% di leaft mean, RCA stenosis 60-70%, LAD 60-80%.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
36
Berdasarkan hasil tersebut maka dokter menyarankan untuk dilakukan
tindakan operasi CABG. Pasien memiliki riwayat penyakit Hipertensi.
5) Status nutrisi: tinggi badan 155 cm, berat badan 50 kg, Status gizi
baik.
b. Gaya Hidup.
1) Sebelum sakit : pasien masih bisa mengerjakan pekerjaan sebagai ibu
rumah tangga seperti memasak, menyapu, bahkan kadang pergi
berbelanja ke pasar.
2) Pasien mempunyai perhatian/ peduli kepada keluarga suami
dan
anak-anak.
3) Aktivitas keagamaan pasien tetap dilakukan oleh pasien dengan rajin
menjalankan sholat.
4) Pasien mempunyai dukungan
pasangan dan keluarga; pasien
menikah dan mempunyai 2 orang putra. Hubungan pasien dengan
anak-anak baik.
5) Kebiasaan diet tidak teratur lebih banyak konsumsi daging-dagingan,
tidak berolahraga, suka makan gorengan.
6) Penggunaan waktu luang: melakukan kegiatan bersama dengan suami
anak-anak dan keluarga besarnya, di rumah.
c. Pengalaman pasien dengan masalah yang sama.
1) Pasien menyatakan dengan adanya tindakan pembedahan merasa
kurang nyaman akibat adanya rasa nyeri dan nyeri ini merupakan
pengalaman yang baru dirasakan oleh pasien.
2) Pasien belum pernah dirawat di RS dengan tindakan operasi yang
sama seperti yang dialami sekarang ini.
d. Harapan kedepan
1) Harapan pasien setelah operasi : Pasien sangat berharap dapat
melaksanakan aktivitas seperti semula setelah tindakan pembedahan.
2) Harapan pasien terhadap revaskularisasi koroner : tidak terjadi
penyempitan/sumbatan lagi
pada koroner yang di bypass. Pasien
berharap dapat mempertahankan kondisi kesehatan dengan melakukan
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
37
pengaturan diit makanan, pengontrolan pengobatan sesuai anjuran,
perubahan gaya hidup.
3) Pasien memutuskan untuk menjaga pola makan yang sehat
yaitu
menghindari makanan berlemak, mengurangi konsumsi garam.
e. Hal yang dilakukan untuk menolong diri sendiri.
1) Setiap ada masalah didiskusikan dengan suami dan diputuskan secara
bersama.
2) Pasien selalu meminta pendapat dan saran dari tenaga kesehatan
terkait dengan status kesehatannya.
3) Pasien setuju atas pertimbangan medis/ kesehatan terkait dengan
kondisinya untuk dilakukan pengecekan dan operasi.
4) Pasien menerima dan kooperatif setiap tindakan yang diperlakukan
kepadanya.
f. Harapan dari orang yang terdekat.
1) Mendapat kunjungan dari suami dan anak-anak/ orang terdekat
2) Suami dan anak yang tertua mengantar dan menemani pasien selama
dirawat.
3) Mendapatkan
perhatian
dari
keluarga,
permasalahan
cepat
didiskusikan dan mengambil keputusan secepatnya.
3.1.1.2 Stres yang dipersepsikan oleh care giver
a. Area Stres Utama
1) Stresor pasien ditemukan pada saat terjadi sumbatan pada arteri
koroner yang mmnyebabkan dilakukannya tindakan pembedahan,
pasien mengeluh nyeri pada daerah operasi. Nyeri meningkat bila
disentuh pada daerah dada.
2) Keadaan status nutrisi: ideal
3) Riwayat penyakit: pasien belum pernah dirawat di RS dengan riwayat
operasi sebelumnya.
b. Adanya perbedaan lingkungan dari pola kebiasaan hidup.
1) Hospitalisasi:
Adanya
perbedaan
lingkungan
pasien
dengan
lingkungan tempat tinggal pasien awalnya mempengaruhi istirahat
pasien.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
38
2) Merasa nyeri pada daerah operasi dan rasa kurang nyaman/ nyeri di
daerah terpasang drain/ tubing.
c. Pengalaman pasien sebelumnya dengan situasi yang sama.
1) Pasien menyatakan belum pernah di rawat di RS dengan tindakan
pembedahan seperti sekarang. Pasien pernah merasakan nyeri tapi
tidak seperti saat ini.
2) Gangguan psikologi: pasien menerima kondisi penyakitnya saat ini
sambil tetap berharap akan kesembuhannya.
3) Pasien mempersepsikan beratnya penyakit sekarang ini.
d. Antisipasi kedepan
1) Membutuhkan dukungan keluarga dan peningkatan aktivitas.
2) Berobat teratur, kontrol makan teratur.
3) Mendiskusikan setiap permasalahn kesehatan dengan suami dan anakanak..
e. Hal yang dapat lakukan untuk menolong dirinya.
1) Pasien menyampaikan keluhan dan keinginannya kepada perawat/
dokter.
2) Pasien mengklarifikasikan keraguannya kepada provider kesehatan
dan menerima setiap tindakan yang dilakukan kepadanya.
3) Pasien meluangkan waktu berbicara dengan orang lain
4) Pasien menerima sepenuhnya untuk pengaturan perawatan dan
tindakan yang diberikan kepadanya.
f. Harapan pasien terhadap keluarga, teman dan caregiver.
1) Pasein memandang pemberi pelayanan yaitu tim dokter dan perawat
di RS sebagai sumber informasi, dapat memberikan penjelasan
tentang proses penyakit, prosedur tindakan, dan administrasi.
2) Memberikan
perhatian,
dan
memenuhi
kebutuhan
yang
diperlukannya.
3) Cara pandang pasien berhubungan dengan stres. Dihadapi pasien
dengan bertanya, dan mengikuti setiap perlakuan yang diberikan.
4) Mendapat bantuan pelayanan kesehatan secara fisik dan psikologikal
dengan dukungan caregiver, istri dan anggota keluarga.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
39
5) Pandangan pasien melihat anggota keluarga sebagai penolong dan
pemberi ketenangan.
3.1.1.3 Faktor-faktor intrapersonal
a. Pemeriksaan Fisik Dan Investigasi:
Kesadaran compos mentis,Tinggi badan 155 cm, berat badan 50 kg,
IMT:24,22 (KgBB/m2).
Tanda-tanda vital: TD:149/74 mmHg, Nadi:86 x/menit. Repirasi: 19 x/menit.
Suhu (axial) : 360C, Sat 02 98%, CVP:7-8, PAP:24/15 (20)mmHg
1) Status neurologis: kesadaran CM, orientasi waktu tempat dan orang baik,
pelebaran pupil normal, motorik atas dan bawah baik, kiri dan kanan
baik.
2) Status respirasi: suara nafas vesikuler : (4 jam setelah ekstubasi) RR 1820 x/menit, pasien dibantu dengan suplemen O2 per binasal 5 lpm,
saturasi O2 99-100%. Bibir tidak sianosis.
3) Status kardiovaskuler: TD:124/72 mmHg , Nadi:98 x/menit. Repirasi: 19
x/menit. Suhu (axial) : 36.50C, Sat 02 98%, terpasang CVP line di vena
subklavia sinestra, arteri line di radialis dextra, swan ganz cateter divena
jugularis dextra. Bunyi jantung S1 dan S2 normal, bunyi mur-mur (-),
Nilai : PAP:24/15 (20)mmHg, PAW:15, SV:42,3; CVP 13, CO/CI:
5,2/59, SVR/SVRI: 999/1766. CK/CKMB: 1140/44 (post op:3.30 am).
4) PVR/PVRI:186/ 330. Suhu perifer 37,2°C, EKG: irama SR, pulsasi arteri
perifer isi dan tekanan cukup, kapilary refill <3 detik.
5) Status renal: jumlah urin 1 cc/jam (jumlah 115/3 jam).
6) Produksi Drain 10-15cc/jam warna Serous hemoragic
7) Status nutrisi: IMT:24,22; post op Hb:12, 7;
Keluhan mual (+),
muntah (-).
8) Status eliminasi: pasien belum BAB, kebiasaan sebelumnya 1-2 kali per
hari. Produksi urine post op 1cc/ kg BB terpasang folley kateter 16.
9) Sistem Integument: warna kulit tidak sianosis, kulit hangat; luka Insisi
sternum ± 20 cm, luka dikaki kanan ± 30 cm ,dan tanggan kiri ± 30 cm,
Daerah Luka operasi dan tempat insersi alat alat infasif masih tampak
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
40
bekas rembesan darah yang mengering balutan tapak kemerahan. Hb:12,
7; leukosit 17720
b. Psiko- Sosial dan Budaya
1) Pasien menyadari keberadaanya sekarang yang sedang dirawat karena
tindakan pembedahan.
2) Sebelum dioperasi pasien sudah diberikan penjelasan oleh dokter dan
perawat, selain itu pasien juga sudah diorientasikan ke ICU.
3) Badan terasa lemah, post operasi CABG.
4) Merasa masih banyak pekerjaan/ hal lain yang perlu diselesaikan.
5) Riwayat berkeluarga: kawin dan mempunyai anak.
6) Hubungan dengan suami dan anak-anak baik.
7) Hubungan dengan kelurga besar/ dan masyarakat baik.
8) Sejak dirawat suami dan anak yang tua mendampinggi.
9) Mempunyai dukungan sistim yang baik dari keluarga dan tetangga.
c. Faktor perkembangan
1) Pasien masih melakukan kontak dengan keluarga dan tetangga.
2) Pasien adalah anak ke tiga dari lima bersaudara dan sesuai dengan
perkembangan orang dewasa; menikah mempunyai 2 dua orang anak.
3) Pasien kooperatif terhadap tindakan yang diberikan.
4) Pasien menyatakan rindu dengan cucu-cucunya dan ingin cepat
pulang untuk bertemu dengan cucu.
d. Sistim kepercayaan spiritual
1) Pasien yakin dengan agamanya. Keluarga mendampingi disaat pasien
sadar, saat setelah dilepas. Keluarga menyatakan berdoa meminta
kekuatan, dan penyembuhan dari pada-Nya.
2) Pasien mempunyai dukungan sosial dari keluarga, dan kerabat.
3.1.1.4 Faktor-faktor Interpersonal
a. Mempunyai bantuan keluarga.
b. Berinteraksi baik dengan orang lain.
c. Mempunyai dukungan sosial.
d. Aktifitas terbatas.
e. Aktif beribadah dalam agamanya
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
41
f. Mempunyai hubungan interpersonal dengan pasangan dan anak-anak.
3.1.1.5 Faktor-faktor ekstrapersonal
a. Semua fasilitas kesehatan tersedia di dekat tempat tinggal pasien.
b. Tersedia fasilitas komunikasi, dan transportasi.
c. Tinggal di kota Mataram
d. Pendapatan jaminan Askes.
3.1.1.6 Pemeriksaan Penunjang:
a. EKG:: ST, HR 117x/mnt, Axix (lead I:0 dan aFV:+10:Normal), P wave
(N), PR int 0,16 dtk,QRS durasi 0,08 dtk,infark (-), iskemik (-) hipertropi
(-) (tgl 19 Maret 2013 jam 13.20; post op masuk ICU)
b. Hasil Koroner Angiogram:
tanggal 11/03/2013:
LCx: kaliber kecil
RCA: Stenosis 60% prox-mid,
total oklusi setelah RV branch
LM: stenosis 20%
LAD: Stenosis 60-80% proximalmid, D1 oklusi pangkal,
D2 stenosis 80%
Kesimpulan: CAD 3VD 
1. disarankan CABG
3. Hasil Echo: Tanggal 12 Maret 2010
Fungsi Sistolik Global & Segmental
c.Gambaran foto thorax CTR 50%, vaskularisasi normal, tidak tampak effusi
dan pneumothorax, CV line berada di interkosta ke-4, swanganz chateter di
intracosta ke-5, selang dada di pleura kiri dan substernal.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
42
d.Laboratorium tgl 20 Maret 2013 post ekstubasi
Pemeriksaan
Hemoglobin
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
pH
pCO2
pO2
HCO3
BE
Saturasi O2
Natrium
Kalium
Chlorida
Magnesium
Calsium
Ureum
Kreatinin
BUN
CKMB
Hasil
12.7
17.720
176
37
7.34
45
99
26.8
1.9
97.4
143
4.2
103
2.2
2.2
18
0.8
8.41
44
Nilai Rujukan
13-16
5000-10000
150-400
40-48
7.35-7.45
32-42
69-116
20-24
-3.3-1.2
95-99
135-147
3.5-5.5
95-111
1.6-2.6
2.10-2.55
17-56
0.72-1.25
6-20
0-24
Satuan
g/dl
/ul
x 1000/ul
Vol.%
mmHg
mmHg
mmol/l
mmol/l
%
mmol/L
mmol/L
mmol/L
mg/dl
mmol/L
mg/dl
mg/dl
mg/dl
U/L
Penatalaksanaan Medis
1 Dobutamin 5 mg/kg/jam
2 NTG 0.25 mg
3 Vascon 4/50 µg/kg/jam
4 Mo 10 mikro /kg BB/jam
5 Parasetamol 2 x 1 gram
6 Sinvastatin 1x20 mg
7 Aspilet 1x160 mg
8 NaCl 0,9%
9 Total cairan 1500cc/24 jam
10 Total kalori 1500 kal/ 24 jam
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
43
3.1.2 Analisa Masalah Keperawatan
Tgl
DATA
20
S:mengeluh nyeri pada daerah
Maret operasi
2013 O: CM, orientasi waktu tempat dan
orang (+), pulsasi arteri perifer
teraba cukup kuat+/+, ekstremitas
hangat, pucat (-).
TD:100/60mmHg; HR:84x/mnt
RR:24 x/mnt, CVP:7-8 mmHg,
PA:24/15(20), Sat O2 98-100%
EKG:: ST, HR 117x/mnt, Axis
(Normal), P wave (N), PR int
0,16dtk,QRS durasi 0,08dtk,infark
(-), iskemik (-) hipertropi (-)Tgl 19
Maret 2013 jam 13.45; post op
20
S : Klien mengatakan badan lemas
Maret
dan terasa tidak bertenaga
2013
Klien mengatakan belum
dianjurkan duduk.
Klien mengatakan kurang
nyaman dengan tidur terlentang
terus-menerus, dan terasa nyeri
di daerah operasi
Klien mengatakan belum BAB
sejak dioperasi
Klien mengatakan akan
melakukan tekhnik napas dalam
dan relaksasi agar lebih nyaman
dan tenang
O : Posisi tidur terlentang dan
kepala di tinggikan ± 15 o
Distensi abdomen (-)
Makan minum di bantu
Eliminasi urin dengan dower
kateter
Kebutuhan hygene terpenuhi
dengan bantuan
ETIOLOGI
MASALAH
KEPERAWATAN
Post op OPCABGiskemik/
infark
Miokard kontraktilitas &
pengisian ventrikuler tidak
adekuat  CO
Post op OPCABG perdarahan/
tamponade jantung CO
Risiko
Penurunan curah
jantung
CAD
Intoleransi
aktivitas
penyempitan arteri koroner;
spasme arteri
suplai darah tidak adekuat
Ketidak seimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
44
20
S:mengeluh nyeri pada daerah
Maret operasi, nyeri bertambah bila
2013 disentuh (7:pada skala 1-10)
O: meringis (+), nampak tegang
(+)TD:100/60mmHg; HR:84x/mnt
Agen injuri: pembedahan post op
OPCABGnyeri akut
20
S: mengeluh nyeri pada daerah
Maret operasi, nyeri bertambah bila
2013 disentuh (6:pada skala 1-10).
O: terpasangnya drain substrnal &
intra pleura, CVP line, swan ganz,
arteri line, vena dalam, & Urine
kateter; adanya luka operasi
didada. Suhu tubuh:afebris
Leukosit 15.720
Agen mekanik: post op
OPCABG; terpasangnya drain
substrnal & intra pleura, CVP
line, swan ganz, arteri line, vena
dalam, & Urine kateter; adanya
luka operasi didada.
3.1.3
Nyeri akut
Trombus/ emboli; tidak
seimbangan suplai O2 miokard
dan kebutuhan nyeri akut
Risiko infeksi
Diagnosa Keperawatan
a. Risiko Penurunan curah jantung
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen.
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri: luka pembedahan.
d. Risiko infeksi berhubungan dengan agen mekanik : terpasanganya
drain substernal & intra pleura, CVP line, swan ganz, arteri line, vena
dalam, & Urine kateter; adanya luka operasi didada.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
45
3.1.4
Intervensi Keperawatan
a. Risiko Penurunan curah jantung
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Risiko Penurunan curah jantung
b/d tidak efektif kontraktilitas
dan pengisian ventrikel tidak
adekuat.
Ditandai :
Faktor Intrapersonal
o CM
o TD:100/60mmHg, Nadi:115
x/menit.
o Repirasi: 24 x/menit. Suhu
(axial) : 360C
o Akral hangat
o Batas jantung ekstensi
CXR:CTR 50 %
vaskularisasi normal, tidak
tampak effusi dan
pneumothorax, CV line
berada di interkosta ke-4,
swanganz chateter di
intracosta ke-5, selang dada
di pleura kiri dan substernal
o EKG:: ST, HR 117x/mnt,
Axis (Normal), P wave (N),
PR int 0,16dtk,QRS durasi
0,08dtk,infark (-), iskemik
(-) hipertropi (-)Tgl 19/32013 jam 13.45; post op
o Penampilan tidak pucat,
edema di ekstremitas tidak
ada, pulsasi nadi dorsalis
pedis +/+
Faktor Interpersonal
o Suami dan anak-anak
berkunjung dan
mendampingi pasien
o Mempunyai interaksi dan
dukungan sosial.
Faktor Ekstrapersonal
o Dijamin Askes
TUJUAN
(NOC)
Tujuan :
Cardiac Pump
effectiveness
Circulation Status
Vital Sign Status
Kriteria Hasil :
o Tanda Vital dalam
rentang normal
(Tekanan darah,
Nadi, respirasi)
o Dapat
mentoleransi
aktivitas, tidak
ada kelelahan
o Tidak ada edema
paru, perifer, dan
tidak ada asites
o Tidak ada
penurunan
kesadaran
INTERVENSI
KEPERAWATAN
(NIC)
Pencegahan Primer
 Monitor status kardiovaskuler
 Monitor status pernafasan
yang
menandakan
gagal
jantung
 Monitor abdomen sebagai
indicator penurunan perfusi
 Monitor balance cairan
 Monitor adanya perubahan
tekanan darah
 Monitor
respon
pasien
terhadap efek pengobatan
antiaritmia
 Monitor toleransi aktivitas
pasien
 Monitor adanya dyspneu,
fatigue,
tekipneu
dan
ortopneu
Pencegahan Sekunder
 Evaluasi adanya nyeri dada (
intensitas,lokasi, durasi)
 Catat adanya disritmia jantung
 Catat adanya tanda dan gejala
penurunan cardiac output
 Pertahankan tirah baring
selama ada gangguan irama
jantung.
Pencegahan tersier
 Atur periode latihan dan
istirahat untuk menghindari
kelelahan
 Kolaborasi dokter jika tanda
cairan
berlebih
muncul
memburuk
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
46
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan
antara kebutuhan dan suplai oksigen.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN
(NOC)
Intoleransi
aktivitas
berhubungan dengan ketidak
seimbangan antara kebutuhan
dan suplai oksigen; gangguan
irama jantung/ aritmia.
Tujuan :
Energy conservation
Self Care : ADLs
Kriteria Hasil :
o Berpartisipasi
dalam aktivitas
fisik tanpa disertai
peningkatan
tekanan darah, nadi
dan RR
o Mampu melakukan
aktivitas sehari hari
(ADLs) secara
mandiri
Ditandai :
Faktor Intrapersonal
o Nadi: 84x/menit
o TD: 100/60 mmHg
o Akral hangat
o Penampilan tidak pucat,
edema di ekstremitas tidak
ada,
o pulsasi nadi dorsalis pedis
+/+, terpasang IV line di
tangan kanan
o HB/leuco/HT/Trombo
7.9:/15.720/24/101
Faktor Interpersonal
o suami dan anak-anak selalu
mendampingi
o Mempunyai interaksi dan
dukungan sosial.
Faktor Ekstrapersonal
o Jaminan Askes
INTERVENSI
KEPERAWATAN
(NIC)
Pencegahan Primer.
 Kaji adanya faktor yang
menyebabkan kelelahan
 Monitor nutrisi dan sumber
energi tangadekuat
 Monitor pasien akan adanya
kelelahan fisik dan emosi
secara berlebihan
 Monitor respon kardivaskuler
terhadap aktivitas
 Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat pasien
Pencegahan Sekunder
 Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
 Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yangsesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi
dan social
 Bantu untuk mengidentifikasi
dan mendapatkan sumbersumber yang diperlukan
untuk aktivitas yang
diinginkan
 Bantu untu mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
 Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang
 Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
 Sediakan penguatan positif
bagi pasien untuk
beraktivitas
 Bantu pasien untuk
menumbuhkan motivasi diri
 Monitor respon fisik, emosi,
social dan spiritual
pencegahan tersier
 Kolaborasikan dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik dalam
merencanakan progran terapi
yang tepat.
 Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
47
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri: luka pembedahan
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Nyeri akut b/d agen injuri: luka
pembedahan.
Faktor Intrapersonal
o Mengeluh nyeri di luka
operasi. Nilai nyeri 7/10bila
tersentuh
o TD:100/60mmHg, Nadi:84
x/menit.
Faktor Interpersonal
o Suami dan anak-anak selalu
mendampingi pasien
Faktor ekstra Personal
o Terbatasnya waktu
berkunjung
TUJUAN
(NOC)
INTERVENSI
KEPERAWATAN
(NIC)
Pencegahan Primer
Tujuan :
o Nyeri hilang/
 Kaji secara komprehensif nyeri
terkontrol dalam
termasuk lokasi, karakteristik,
waktu 5 hari
durasi,frekuensi,kualitas,
Kriteria hasil :
intensitas dan faktor pencetus
o Pasien menyatakan  Observasi tanda-tanda non verbal
penurunan/ nyeri
ketidaknyamanan
hilang
Pencegahan Sekunder
o Nadi dan TD dalam  Ajarkan teknik
batas normal
nonfarmakologi(, relaksasi, ,
masasage.
 Dorong pasien untuk
menggunakan pengobatan nyeri
yang adekuat
Pencegahan Tersier
 Siapkan informasi yang akurat
pada keluarga untuk
meningkatkan pengetahuan dan
respon pengalaman nyeri
 Bantu pasien dan keluarga
untuk mendapatkan dukungan.
 Pertimbangkan pasien dan
keluarga dan terdekat lainnya
sebagai support group dan
sumber lainnya yang sesuai
 Kerjasama dengan keluarga
untuk melaksanakan metode
penurunan nyeri
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
48
d. Risiko infeksi berhubungan dengan agen mekanik : terpasanganya
drain substrnal & intra pleura, CVP line, swan ganz, arteri line,
vena dalam, & Urine kateter; adanya luka operasi didada.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Risiko infeksi b/d agen mekanik:
terpasangnya drein substernal &
intra pleura, CVP line, swan
ganz, arteri line, vena dalam,
urine katetr, adanya luka opearsi
Faktor Intrapersonal
o Postop OPCABG
o Suhu tubuh afebris
o Luka operasi kering
o Terpasang drein substernal
& intra pleura, CVP line,
swan ganz, arteri line, vena
dalam, urine kateter
o Pengeluaran drain: 20cc/jam
o Nadi: 84 x/menit
o RR : 24 x/menit
o Mobilisasi terbatas
o Nampak lemah.
o HB/leuco/HT/Trombo :
12.9:/17.720/37/176
Faktor Interpersonal
o Kontak langsung suami
dengan anak-anak dan
keluarga terbatas
o Kontak dengan perawat
sering.
Faktor Ekstrapersonal
o Jaminan Askes
TUJUAN
Tujuan : infeksi tidak
terjadi dalam waktu 5
hari
Kriteria Hasil :
o Tidak adanya
tanda-tanda
kemerahan, panas,
laterasi pus, pada
daerah Luka operasi
dan tempat insersi
alat invasive kering
o Suhu, nadi dalam
batas normal.
o Leukosit dalam
batas normal.
o , dan tidak adanya
tanda-tanda infeksi.
INTERVENSI
KEPERAWATAN
Pencegahan Primer
 Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
 Monitor kerentanan terhadap
infeksi
 Batasi pengunjung
 Partahankan teknik aseptik
pada pasien yang beresiko
Pencegahan Sekunder
 Bersihkan lingkungan setelah
dipakai pasien lain
 Pertahankan teknik isolasi
 Batasi pengunjung bila perlu
 Instruksikan
pada
pengunjung untuk mencuci
tangan saat berkunjung dan
setelah
berkunjung
meninggalkan pasien
 Cuci tangan setiap sebelum
dan
sesudah
tindakan
keperawatan
 Gunakan sarung tangan
sebagai alat pelindung
 Pertahankan
lingkungan
aseptik selama pemasangan
alat
Pencegahan Tersier
 Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindari
infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
49
3.1.5
Implementasi Tindakan Keperawatan dan Evaluasi
a. Diagnosa 1 : Resiko penurunan curah jantung
Implementasi :
Pencegahan Primer

Memonitor status kardiovaskuler.

Memonitor status pernapasan yang menandakan gagal jantung.

Memonitor adanya perubahan tekanan darah.

Memonitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia.

Memonitor adanya dispnea, fatique, takipnea dan ortopnea.
Pencegahan sekunder

Melakukan evaluasi terhadap adanya nyeri dada (intensitas, lokasi,
dan durasi).

Mencatat adanya distritmia jantung.

Mencatat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output.

Mempertahankan tirah baring selama ada gangguan irama jantung.
Pencegahan tersier

Mengatur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan.

Melakukan kolaborasi dengan dokter jika terdapat kelebihan cairan
pada pasien.
Evaluasi
Setelah tiga hari perawatan curah jantung pasien dalam keadaaan normal
tidak ditemukan adanya tanda-tanda penurunan curah jantung. Hal ini
didukung dengan data :
S : Pasien mengatakan badan tidak merasa lemah, tidak ada sesak nafas, nyeri
dada tidak ada.
O : KU tenang, kesadaran compos mentis, akral hangat, tidak ditemukan
adanya sianosis, CRT < 3 detik. Gambaran EKG sinus rytem, hasil echo
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
50
EF 67%, fungsi sistolik baik, TD : 120-125/80 mmHg, RR 18-20 x/m,
HR 92-100 x/m.
A
: Cardiac output terkontrol dengan baik, tanda dan gejala perubahan
perfusi tidak ada. Pada tanggal 27 Maret 2013 pasien diinstruksikan
pulang dengan instruksi kepada pasien dan keluarga untuk mengkonsumsi
obat secara teratur, sesuai dengan yang diresepkan, pasien dijadwalkan
untuk rawat jalan/kontrol.
P : Pencegahan tersier dipertahankan untuk mencegah
penyempitan kembali pada arteri koroner.
terjadinya
b. Diagnosa 2 : Intoleransi aktivitas
Implementasi
Pencegahan primer

Melakukan pengkajian adanya faktor yang menyebabkan kelelahan.

Memonitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat.

Memonitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara
berlebihan.

Memonitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas.

Memonitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien.
Pencegahan sekunder

Membantu pasien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
dilakukan.

Membantu pasien untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai
dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial.

Membantu mengidentifikasi sumber-sumber yang diinginkan untuk
beraktivitas.

Membantu mengidentifiasi aktivitas yang disukai.

Membantu
pasien
untuk
membuat
jadwal
latihan
dengan
menggunakan waktu luang.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
51

Membantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas.

Memberikan penguatan yang positif bagi pasien untuk beraktivitas.

Membantu pasien untuk menumbuhkan motivasi dalam diri.

Memonitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual.
Pencegahan tersier

Melakukan kolaborasi dengan petugas rehabilitasi medik dalam
merencanakan program terapi yang tepat.

Membantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas.
Evaluasi
Setelah lima hari perawatan, pasien dapat melakukan aktivitas minimal tanpa
bantuan. seperti dapat berjalan diruangan tanpa bantuan, dapat makan dan
minum dengan bantuan minimal, dan kebutuhan personal hygiene dibantu
minimal. Hal ini didukung dengan data :
S : - Pasien mengatakan dapat beraktivitas minimal tanpa bantuan.
- Pasien mengatakan sudah bisa berjalan didalam ruangan tanpa bantuan.
O : -Pasien dapat berjalan dalam ruangan tanpa bantuan.
-Pasien bisa berjalan ke kamar mandi dengan sendiri.
-Pasien sudah menjalani program rehabilitasi diruang rehabilitasi.
A: Intoleransi aktivitas teratasi.
P : -Intervensi tetap dilanjutkan dengan membantu memenuhi kebutuhan
dasar pasien.
-Melakukan latihan mobilisasi secara bertahap.
-Memonitor perubahan hemodinamik pada saat pre dan post latihan.
-Menjadwalkan pasien untuk program rehabilitasi setelah pulang.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
52
c.
Diagnosa 3 : Nyeri akut
Implementasi
Pencegahan Primer

Mengkaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dan faktor pencetus terjadinya
nyeri.

Melakukan observasi tanda-tanda non verbal ketidaknyamanan.
Pencegahan sekunder

Mengajarkan teknik mengurangi rasa nyeri dengan menggunakan
teknik non farmakologik yaitu dengan teknik relaksasi.

Memberikan morfin 10 mikro/kgBB/jam

Mendorong pasien untuk menggunakan pengobatan anti nyeri secara
adekuat.
Pencegahan tersier

Memberikan
informasi
yang
akurat
pada
keluarga
untuk
meningkatkan pengetahuan dan respon pengalaman nyeri.

Membantu pasien dan keluarga untuk mendapatkan dukungan.

Menggunakan keluarga dan orang teman dekat lainnya sebagai
sumber support pasien.

Melakukan kerja sama dengan keluarga untuk melaksanakan metode
menurunkan nyeri.
Evaluasi
Setelah lima hari perawatan nyeri yang dirasakan pasien secara berangsurangsur mengalami penurunan. Nyeri pada daerah operasi pada awalnya
berada pada skala 7-8. Setelah diberikan tindakan keperawatan maka nyeri
berada pada skala 1-2, dengan hemodinamik yang stabil. Hal ini didukung
dengan data :
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
53
S : Pasien mengatakan dapat mentoleransi nyeri dengan intensitas ringan.
O : Skala nyeri 1-2 dari 10
-TD sistolik 100/60 mmHg, HR 84 x/mnt, RR 20-24 x/mnt, SB 36.4-6.7ºc
-Irama jantung regular, suhu perifer hangat, CRT < 3 detik.
-Pasien mau melakukan teknik relaksasi.
A : Nyeri terkontrol
P : Lanjutkan intervensi, tetap monitor perubhn hemodinamik
Pasien diinstruksikan pulang, selanjutnya berobat jalan.
d.
Diagnosa 4 : Resiko infeksi berhubungan dengan agen mekanik
Implementasi
Pencegahan primer

Memonitor adanya tanda dan gejala terjadinya infeksi sistemik dan
lokal (kemerahan, panas, bengakak, laserasi, pus).

Memonitor terhadap adanya kerentanan terjadinya infeksi.

Membatasi pengunjung yang datang.

Mempertahankan teknik asepsis pada pasien.
Pencegahan sekunder

Mempertahankan kebersihan lingkungan sekitar pasien setiap kali
merawat pasien.

Mempertahankan teknik isolasi.

Menginstruksikan kepada pengujung untuk selalu mencuci tangan
saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien.

Mencuci
tangan
sebelum
dan
sesudah
melakukan
tindakan
keperawatan kepada pasien.

Menggunakan sarung tangan sebagai alat pelindung.

Mempertahankan lingkungan aseptik selama meakukan pemasangan
alat pada pasien.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
54
Pencegahan tersier

Mengajarkan pasien dan keluarga untuk mengenal adanya tanda dan
gejala infeksi.

Mengajarkan pasien dan keluarga mengenai cara untuk menghindari
terjadinya infeksi.
Evaluasi
Setelah sembilan hari perawatan luka bekas operasi terawat dengan baik,
tidak menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi, luka dalam keadaan kering.
Hal ini dudukung dengan data :
S : Pasien mengatakan tidak merasa nyeri lagi.
Keadaan umum baik, tidak lemah, kkesadaran compos mentis
O : Luka Nampak kering
Kemerahan (-), bengkak (-), pus (-)
Luka terawatt dengan bersih
A : Resiko infeksi tidak terjadi
P : Pertahankan kebersihan luka bekas operasi.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
55
3.1.5 Outcome Keperawatan
Setelah enam hari perawatan yang dilakukan pada Ny.H maka dapat diformulasikan
ringkasan intervensi dan evaluasi yang sudah dilakukan sebagai berikut :
3.1.2.1
Terkait dengan diagnosa 1.
Setelah tiga hari perawatan pasca operasi pada Ny.H tidak menunjukkan
penurunan curah jantung dan memperlihatkan tanda-tanda curah jantung
terkontrol ditandai dengan tidak terjadi penurunan kesadaran, hemodinamik
stabil, nadi perifer teraba, tidak sesak, akral hangat, nilai CO dalam batas
normal. Ny. H diperbolehkan pulang oleh dokter dan selanjutnya melakukan
rawat jalan, sambil control ke dokter, dan tetap mengkonsumsi obat yang
diberikan.
3.1.2.2
Terkait dengan diagnose 2.
Ny.H setelah enam hari perawatan menunjukkan perkembangan kemauan
yang baik, yaitu terjadi peningkatan kemampuan dalam melaksanakan
aktivitas dengan bantuan minimal. Ny.H menunjukkan adanya peningkatan
energy dan tidak merasa pusing, mual, muntah sehingga secara berangsurangsur dapat mengikuti kegiatan latihan mobilisasi diruang rehabilitasi
medic, dan setelah pulang Ny.H telah dijadwalkan untuk melakukan
rehabilitasi di rumah sakit.
3.1.2.3
Terkait dengan diagnose 3.
Ny.H tidak
merasakan nyeri post operasi CABG, dan bisa memenuhi
kebutuhannya sendiri dengan bantuan minimal. Pasien juga bisa melakukan
aktivitas seperti duduk, berjalan.. Pasien merasa nyaman dan merasa tenang
karena selalu didampingi oleh suami dan anak-anak serta keluarga. Ekspresi
wajah ceria ketika dalam persiapan untuk pulang ke rumah.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
56
3.1.2.4
Terkait dengan diagnose 4.
Ny.H memperlihatkan tidak adanya tanda-tanda infeksi sistemik maupun
lokal. Kondisi luka post operasi dalam keadaan baik, kering dan terawat.
Pasien dan keluarga memahami sebelum melakukan tindakan dilakukan cuci
tangan dan mempertahankan kebersihan tubuh agar meminimalkan
keterpaparan kuman pathogen dan mencegah terjadinya infeksi.
3.2
Pembahasan
Model dan teori keperawatan yang menjadi dasar pada kasus ini adalah Model
Sistem Neuman yang dimulai dari pengkajian secara umum, intervensi,
implementasi dan evaluasi. Penggunaan model teori Neuman ini dapat
menggambarkan pendekatan yang jelas antara disiplin ilmu keperawatan,
kedokteran dan ilmu kesehatan lain. Model teori ini memberikan gambaran yang
sistematis untuk mengarahkan proses keperawatan.
3.2.1 Pengkajian
a. Stres yang dipersepsikan oleh pasien
1) Area Stresor utama
Stresor utama pasien adalah ketika terjadinya penyumbatan/penyempitan pada
arteri koroner yang menyebabkan berkurangnaya aliran darah dan suplai zatzat
penting
seperti
oksigen
ke
daerah
atau
organ
jantung.
Penyumbatan/penyempitan pada arteri koronaria yang berfungsi mensuplai
darah ke otot jantung, mengakibatkan suplai darah berkurang sehingga terjadi
kerusakan pada otot miokard.
Coronary artery disease biasanya terjadi karena adanya oklusi aterosklerotik
pada arteri koroner yang menyebabkan terjadinya peningkatan vesel dalam
pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan yang mengganggu aliran darah.
Hal ini membuat otot jantung kekurangan darah dan oksigen. Homoud 2008.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
57
Dalam jurnal yang ditulis oleh Kang, 2010 menjelaskan bahwa coronary
artery disease disebabkan oleh adanya gangguan suplay darah ke arteri
koroner sehingga otot jantung kekurangan nutrisi dan oksigen. Hal ini juga
didukung oleh Ignatavicius, 2010 yang mengatakan bahwa Coronary Artery
Disease terjadi ketika suplay darah dari arteri koronaria ke miokard (otot
jantung) tidak adekuat sehingga jantung tidak dapat memompakan darah
secara efektif, akibatnya perfusi darah ke organ mengalami gangguan. Organ
dan jaringan membutuhkan oksigen melalui darah dari ateri untuk tetap
mempertahankan fungsinya.
Ny.H masuk rumah sakit dengan keluhan utama terasa nyeri pada dada
sebelah kiri yang menjalar sampai ke lengan kiri. Keluhan ini dirasakan lebih
sering sejak 1 bulan terakhir ini. Pasien mengeluh merasa cepat capek ketika
melaksanakan aktivitas dirumah disertai dengan rasa nyeri. Pada tanggal 19
Maret 2013
pasien dilakukan dilakukan operasi CABG dengan hasil
kateterisasi jantung sebelumnya Left Mean stenosis 20%, LAD multiple
stenosis 60-80 %, LCx caliber kecil non significant stenosis, RCA caliber
besar, stenosis 60%. Saat ini pasien sudah dilakukan tindakan operasi CABG.
Operasi berjalan dengan lancar, tidak ada penyulit pada pasien selama
pelaksanaan operasi. Setelah selesai operasi pasien masuk dibawa ke ruang
ICU jam 13.20 WIB. Pasien terpasang alat bantu pernapasan yaitu ventilator,
kateter, dan alat monitor hemadinamik, terpasang drain substernal panjang
pada intra pleura kiri. Intubasi terpasang selama 8 jam, dan pada jam 18.10
WIB dilakukan ekstubasi. Tidak terdapat kesulitan pada saat dilakukan
ekstubasi. Pasien sudah mampu untuk bernapas spontan , tetapi pasien tetap
diberikan bantuan oksigen melalui nasal kanul. Pasien mengeluh nyeri pada
daerah operasi yaitu didaerah toraks akibat adanya luka bekas operasi.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
58
2) Gaya hidup.
Pengkajian pada gaya hidup pada pasien meliputi pekerjaan, tanggungan
dalam keluarga (isrti/suami anak-anak/anggota keluarga lainnya), hidup
bersama/tidak, kegiatan keagamaan, partisipasi dalam masyarakat, dukungan
keluarga, diet, olahraga, kebiasaan merokok/alkohol, penggunaan waktu luang
seperti nonton tv, dll.
Sebelum sakit pasien sebagai ibu rumah tangga menjalankan tugasnya sebagai
ibu rumah tangga seperti memasak mengurus suami dan anak-anak.
Kebiasaan diet yang tidak teratur, suka mengkonsumsi makanan berlemak
seperti gorengan, daging dan kurang berolahraga merupakan salah satu factor
penyebab adanya stressor pada pasien.
Setelah sakit pasien mengalami perubahan gaya hidup dengan membatasi diet
makanan, intoleransi aktivitas karena keterbatasan akibat tindakan operasi
CABG.
Menurut Smeltzer & Bare (2002), bila terlalu banyak mengkonsumsi makanan
yang mengandung kolesterol, maka kadar kolesterol dalam darah akan
meningkat (hiperloresterolemia), sehingga akan disimpan didalam lapisan
dinding pembuluh darah arteri yang disebut dengan plak atau ateroma, apabila
berlangsung lama plak yang terbentuk makin banyak, akan terjadi penebalan
pada dinding pembuluh darah arteri, sehingga terjadi penyempitan.
Selain itu aktivitas fisik dapat menurunkan resiko terhadap penyakit jantung,
karena aktivitas fisik dapat berguna untuk : meningkatkan HDL, menurunkan
LDL kolesterol, trigliserida, menurunkan gula darah, meningkatkan
sensitivitas insulin, menurunkan tekanan darah, dan menurunkan body mass
indeks. AHA merekomendasikan 30-60 menit melakukan aktivitas fisik dalam
sehari.
3) Pengalaman pasien dengan masalah yang sama
Pasien menyatakan belum pernah di rawat di RS dengan tindakan
pembedahan seperti sekarang. Pasien pernah merasakan nyeri tapi tidak
seperti saat ini,
nyeri yang pernah diraakan adalah nyeri dada karena
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
59
penyempitan arteri koroner. pasien menerima kondisi penyakitnya saat ini
sambil tetap berharap akan kesembuhannya. Pengalaman dengan masalah
kesehatan sebelumnya mempengaruhi stressor pasien dimana pengalaman
yang baru merupakan sesuatu yang bisa dirasakan asing bagi pasien dan
apabila tidak dijelaskan akan meningkatkan stressor pasien. Untuk itu
intervensi keperawatan sangat dibutuhkan terkait dengan stressor ini.
Intervensi yang dilakukan untuk pasien pre operasi yaitu dengan menjelaskan
prosedur tindakan operasi, kondisi pasien setelah operasi, selain itu pasien
diorientasikan ke ruang ICU.
4) Harapan ke depan
Pasien sangat berharap dapat sembuh dan melaksanakan aktivitas seperti
sebelum sakit, mempertahankan kondisi kesehatan dengan melakukan control
sesuai anjuran dan menghindari factor penyebab stressor seperti makanan.
Menurut Neuman setiap pasien mempunyai kebutuhan untuk memperbaiki
kesehatan, mengubah gaya hidup yang menguntungkan kesehatan diri dan
mempunyai harapan untuk hidup sehat setelah sembuh dari sakit.
5) Hal yang dilakukan oleh pasien untuk menolong diri sendiri
Pasien selalu mendiskusikan masalah penyakitnya dengan keluarga/suami dan
anaka-anak serta meminta saran/pendapat dari tenaga kesehatan yang
merawatnya. Pasien sangat kooperatif dan mau bekerjasama dengan tim medis
dalam hal pengobatan serta tindakan lainnya yang berhubungan dengan
penyakit pasien.
6) Harapan dari orang terdekat
Pasien selalu berharap dukungan dan motivasi dari keluarga dan hal ini
diwujudkan dengan kesetiaan keluarga mendampingi pasien, suami dan anakanak selalu bberada disamping pasien memberikan prhatian, mendiskusikan
bersama masalah yang yang ada, mengambil keputusan bersama.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
60
b. Stres yang dipersepsikan oleh Care giver
1) Area stress utama
Stresor utama pasien adalah akibat adanya penyempitan/penyumbatan pada
arteri koroner, selain itu pasien juga mengeluh adanya nyeri pada daerah
operasi.
Nyeri adalah suatu pengalaman sensori dan emosi yang tidak
menyenangkan, hal ini terjadi karena adanya kerusakan jaringan. Nyeri akan
mengganggu pertahanan pasien apabila tidak dilakukan penanganan. Pasien
baru pertama kali merasakan nyeri seperti ini.
2) Adanya perbedaan lingkungan dari pola kebiasaan hidup
Dampak hospitalisasi menyebabkan pasien harus menyesuaikan pola hidup
sebelum dan sesudah dirawat di rumah sakit. Pasien dalam keadaan yang
masih lemah setelah operasi, harus istirahat ditempat tidur, merasa terbatas
karena terpsang drain, kateter dan alat monitor lainya.
3) Pengalaman pasien sebelumnya dengan situasi yang sama
Pasien baru pertama kali dirawat dengan tindakan operasi seperti saaat ini, hal
ini membutuhkan dorongan dan motivasi agar pasien dapat berpartisipasi
terhadap proses perawatan.
4) Antisipasi ke depan
Pasien membutuhkan dukungan keluarga dalam meningkatkan aktivitas,
pengetahuan tentang proses penyakit, serta menghindari factor penyebab
berulangnya kemabli keluhan pasien. Pasien dianjurkan untuk berobat secara
teratur, melakukan control, dan mematuhi diet yang dianjurkan.
5) Hal yang dilakukan untuk menolong dirinya
Pasien selalu berkomunikasi dengan perawat dan petugas kesehatan lainnya
serta keluarga. Komunikasi adalah hal penting untuk membantu pasien
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
61
mengahadapi permasalahan penyakitnya. Gangguan dalam proses komunkasi
dapat diatasi dengan meningkatkan hubungan personal dan interpersonal
dengan pasien.
6) Harapan pasien terhadap keluarga, teman dan care giver.
Pasien tetap memandang bahwa pemberi pelayanan itu adalah sumber
informasi, yang dapat meberikan penjelasan tentang proses penyakit, prosedur
tindakan. Pasien menyikapi stressor dengan banyak bertanya, dan mengikuti
setiap tindakan yang dilakukan. Pasien mendapatkan bantuan pelayanan baik
fisik dan psikologikal serta dukungan dari care giver, yang ditunjang dengan
keluarga.
3.2.2 Diagnosa Keperawatan
1) Resiko penurunan curah jantung
Diagnosa ini ditegagkkan untuk mengantisipasi terjadinya gangguan sirkulasi
pada pasien setelah dilakukan tindakan operasi. Untuk perlu dilakukan
monitor terhadap perubahan hemodinamik pasien.
Hal-hal yang perlu
diperhatikan antara lain :
a).Sesak nafas : Apabila terjadi peningkatan tekanan vena pulmonalis dapat
menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli. Akibatnya terjadi
edema paru yang mengakibatkan pasien merasa sesak. Kongesti paru
menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu
memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi
paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Manifestasi klinis yang
terjadi meliputi dispnu, batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat (takikardi)
dengan bunyi jantung S3, kecemasan dan gelisah.(Smeltzer & Bare 2002).
b) Mudah lelah terjadi akibat curah jantung yang kurang yang menghambat
jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
62
hasil katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energy yang digunakan
untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan
batuk.
c) Pasien mengeluh pusing
Keluhan pasien ini menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral sekunder
terhadap penurunan curah jantung. Otak menerima sekitar 15% curah jantung.
Darah diperlukan untuk memenuhi kebutuhan otak yang terus-menerus tinggi
akan glukosa dan oksigen.Bila volume darah dan cairan dalam pembuluh
darah meningkat, maka darah yang beredar menjadi encer dan kapasitas
transport oksigen menjadi berkurang. Otak tidak dapat bertoleransi terhadap
kekurangan oksigen dan pasien mengalami konfusi.
2) Intoleransi aktivitas
Setiap tindakan pembedahan selalu berhubungan dengan adanya tindakan
insisi (sayatan) dan hal ini menimbulkan trauma bagi pasien yang
mengalaminya juga menimbulkan berbagai keluhan dan gejala seperti
kelelahan dan nyeri. Kelelahan yang dialami pasien adalah keluhan yang
sering diungkapkan oleh pasien post operasi. Tubuh terasa lemas, kekuatan
otot menurun, bahkan disertai mual muntah juga merupakan dampak dari
tindakan operasi. Dalam istilah kesehatan kelelahan juga disebut fatique yang
gambarannya diantaranya intoleransi aktivitas, kehilangan energy.
3) Nyeri akut
Pasien memiliki stressor yang diantaranya adalah nyeri post operasi. Secara
klinis nyeri yang dirasakan akibat adanya kerusakan jaringan, meskipun
terjadi perubahan neuroplastik (yang mempengaruhi sensitisasi jaringan).
Nyeri akibat adanya tindakan pembedahan mengalami sedikitnya dua
perubahan yaitu yang pertama akibat pembedahan menimbulkan rangsangan
nosiseptif, kedua akibat pembedahan terjadi respon inflamasi pada daerah
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
63
sekitar operasi dimana terjadi pelepasan zat-zat kimia oleh jaringan yang
mengalami kerusakan dan sel-sel inflamasi. Zat-zat kimia tersebut adalah
prostaglandin, histamine, serotonin, bradikinin. Zat-zat ini akan ditransduksi
oleh nosiseptor dan ditransmisikan oleh serabut saraf A delta dan C ke
neoroaksis. (Patel,N.B, 2010).
Transmisi
lebih
lanjut
ditentukan
oleh
modulasi
kompleks
yang
mempengaruhi medulla spinalis. Beberapa impuls diteruskan ke anterior dan
anterolateral dorsal horn untuk respon reflex segmental. Respon reflex
segmental diasosiasikan dengan operasi termasuk adanya peningkatan tonus
otot lurik dan spasme yang diasosiasikan dengan meningkatnya konsumsi
oksigen dan produksi asam laktat. Simulasi dari saraf simpatis menyebabkan
takikardi, peningkatan cardiac output, kerja jantung dan konsumsi oksigen
miokard.
(Lamont,L.A.,Tranquilli,W.J.,Grimm,K.A, 2000).
Nyeri
merupakan
pengalaman
sensorik
dan
mortorik
yang
tidak
menyenangkan, dan berhubungan dengan kerusakan pada jaringan.
Penanggulangan nyeri post operasi sangat efektif untuk mengatasi masalah
hal ini dikarenakan :

Nyeri post operasi bersifat individual, respon dari individu yang lain
berbeda-beda.

Banyak pasien yang kurang mendapatkan terapi yang efektif untuk
mengatasi nyeri post operasi.

Apabila pasien terbebas dari rasa nyeri dapat mengurangi komplikasi
pasca bedah.
Berat ringannya nyeri yang dirasakan juga dipengaruhi oleh fisik, psikis atau
emosi, karakter individu dan sosial cultural maupun pengalaman masa lalu
terhadap rasa nyeri itu.
Rasa
nyeri
bagi
pasien
umumnya
akan
menimbulkan
reaksi
kecemasan/stress. Hal dapat terjadi karena pasien merasa asing/tidak
bersahabat dengan lingkungan barunya saat ini, berpisah dengan keluarga
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
64
(suami/istri/anak-anak/teman), kurang mendapatkan informasi atau informasi
yang kurang jelas, serta pengalaman masa lalu tenntang penanganan nyeri
yang tidak adekuat.
Model Sistem Neuman dalam penerapannya pada pasien Ny.H memiliki
beberapa stressor post CABG diantaranya nyeri pada daerah operasi serta
intoleransi aktivitas. Secara klinis nyeri dirasakan akibat adanya kerusakan
jaringan, meskipun terjadi perubahan neuroplastik (yang mempengaruhi
sensitisasi jaringan). Nyeri akibat adanya tindakan pembedahan mengalami
sedikitnya dua perubahan yaitu yang pertama akibat pembedahan
menimbulkan rangsangan nosiseptif, kedua akibat pembedahan terjadi respon
inflamasi pada daerah sekitar operasi dimana terjadi pelepasan zat-zat kimia
oleh jaringan yang mengalami kerusakan dan sel-sel inflamasi. Zat-zat kimia
tersebut adalah prostaglandin, histamine, serotonin, bradikinin. Zat-zat ini
akan ditransduksi oleh nosiseptor dan ditransmisikan oleh serabut saraf A
delta dan C ke neoroaksis. (Patel,N.B, 2010).
4) Resiko infeksi
Prinsip pencegahan infeksi menurut Hidayat 2009, pencegahan infeksi luka
operasi harus dilakukan, karena jika tidak dilakukan maka akan
mengakibatkan bertambahnya waktu rawat inap pasien, peningkatan biaya
perawatan, resiko kecacatan dan kematian. Pencegahan tersebut harus
melibatkan peran dari pasien, dokter, perawat dan tim kesehatan lainnya.
Prinsip pencegahan yaitu mengurangi resiko infeksi dari pasien dan
mencegah transmisi mikroorganisme dari petugas, lingkungan, instrument
dan pasien itu sendiri.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
65
3.2.3 Implementasi dan Evaluasi
1) Diagnosa 1 : Resiko penurunan curah jantung
Implementasi yang sudah dilakukan untuk mencegah supaya tidak terjadi
penurunan curah jantung adalah pencegahan primer : memonitor status
kardiovaskuler, memonitor status pernapasan yang menandakan gagal
jantung, memonitor adanya perubahan tekanan darah, memonitor respon
pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia dan memonitor adanya dispnes,
fatique, takipnea, dan ortopnea. Pencegahan sekunder : melakukan evaluasi
terhadap adanya nyeri dada (intensitas, lokasi dan durasi), mencatat adanya
distritmia jantung, mencatat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac
output serta mempertahankan tirah baring selama ada gangguan irama
jantung. Pencegahan tersier : mengatur periode latihan dan istirahat untuk
menghindari keleahan, melakukan kolaborasi dengan dokter jika terdapat
kelebihan cairan pada pasien.
Setelah tiga hari perawatan curah jantung pasien dalam keadaaan normal
tidak ditemukan adanya tanda-tanda penurunan curah jantung.
Selain itu peranan obat anti angina seperti NTG yang merupakan senyawa
nitrat yang mampu bekerja langsung merelaksasi oot polos pembuluh darah
vena yang menyebabkan aliran balik vena berkurang sehingga mengurangi
beban hulu jantung. Disamping itu nitrat juga merupakan vasodilator
koroner.
2) Diagnosa 2 : Intoleransi aktivitas
Implementasi yang sudah dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pasien
dalam beraktivitas adalah pencegahan primer : melakukan pengkajian
adanya factor yang menyebabkan kelelahan, memonitor nutrisi dan sumber
energy yang adekuat, memonitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan
emosi secara berlebihan, memonitor respon kardiovaskuler terhadap
aktivitas, memonitor pola tidur, lamanya tidur/istirahat pasien. Pencegahan
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
66
sekunder : membantu pasien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
dilakukan, membantu pasien untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai
dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial, membantu mengidentifikasi
sumber-sumber
yang
diinginkan
untuk
beraktivitas,
membantu
mengidentifikasi aktivitas yang disukai, membantu pasien untuk membuat
jadwal latihan dengan menggunakan waktu luang, membantu pasien/keluarga
untuk
mengidentifikasi
kekurangan
dalam
beraktivitas,
memberikan
penguatan yang positif bagi pasien untuk beraktivitas, membanu pasien
untuk menumbuhkan motivasi dalam diri, memonitor respon fisik, emosi
sosial dan spiritual. Pencegahan tersier : melakukan kolaborasi dengan
petugas rehabilitasi medic dalam merencanakan program terapi yang tepat,
membantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas.
Setelah lima hari perawatan pasien dapat melakukan aktivitas minimal tanpa
bantuan, seperti dapat berjalan diruangan tanpa bantuan, dapat makan dan
minum serta mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene.
Pasien yang menjalani operasi akan mengalami intolerasi aktivitas atau
kelelahan. Kelelahan dalam istilah kesehatan disebut juga dengan fatigue.
Penderita yang mengalami fatigue merasa kehilangan energy, karena hal ini
melibatkan aspek biologis, psikologis dan perilaku. Fatigue merupakan hal
yang
subjektif
yang
tidak
nyaman,
yang
dapat
menyebabkan
ketidakmampuan fungsi tubuh.
3) Diagnosa 3 : Nyeri akut
Implementasi yang sudah dilakukan untuk mengatasi nyeri pada pasien
adalah pencegahan primer : mengkaji nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, kualitas, intensitas dan factor pencetus terjadinya
nyeri, melakukan observasi tanda-tanda non verbal ketidaknyamanan.
Pencegahan sekunder : mengajarkan teknik mengurangi rasa nyeri dengan
menggunakan teknik non farmakologik yaitu dengan teknik relaksasi,
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
67
memberikan morfin 10 mikro/kgBB/jam,
mendorong pasien untuk
menggunakan pengobatan anti nyeri secara adekuat. Pencegahan tersier :
memberikan informasi yang akurat pada keluarga untuk meningkatkan
pengetahuan dan respon pengalaman nyeri, membantu pasien dan keluarga
untuk mendapat dukungan, menggunakan keluarga dan orang, teman dekat
lainnya sebagai sumber support pasien, melakukan kerja sama dengan
keluarga untuk melaksanakan metode menurunkan nyeri.
Setelah lima hari perawatan nyeri yang dirasakan pasien secara berangsurangsur mengalami penurunan, dengan hemodinamik yang stabil.
4) Diagnosa 4 : Resiko infeksi berhubungan dengan agen mekanik
Implementasi yang sudah dilakssanakan bertujuan untuk mencegah
terjadinya infeksi selama dalam perawatan yaitu pencegahan primer :
memonitor adanya tanda dan gejala terjadinya infeksi sistemik dan lokal
(kemerahan, panas, bengkak, laserasi, pus), memonitor terhadap adanya
kerentanan terjadinya infeksi, membatasi pengunjung yang datang,
mempertahankan teknik aseptic pada oasien. Pencegahan sekunder
mempertahankan kebersihan lingkungan sekitar pasien setiap kali merawat
pasien,
mempertahankan
teknik
isolasi,
menginstruksikan
kepada
pengunjung untuk selalu mencuci tangan saat berkunjung dan setelah
berkunjung meninggalkan pasien, mencuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan tindakan keperawatan kepada pasien, menggunakan sarung
tangan sebagai alat pelindung, mempertahankan lingkungan aseptic selama
melakukan pemasangan alat pada pasien. Pencegahan tersier, mengajarkan
pasien dan keluarga untuk mengenal adanya tanda dan gejala infeksi,
mengajarkan pasien dan keluarga mengenai cara untuk menghindari
terjadinya infeksi.
Pasca operasi pada pasien menurut Hidayat, hal yang harus diperhatikan
adalah perawatan luka insisi serta edukasi pada pasien. Perawatan luka insisi
berupa penutupan secara primer dan dressing yang steril selesai operasi.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
68
Mencuci tangan sebelum dan sesudah merawat luka, jangan membiarkan
luka dalam keadaan terbuka.
Edukasi pada pasien diberikan dalam bentuk penjelasan mengenai perawatan
luka, adanya gejala dan harus melaporkan jika hal tersebut terjadi pada
pasien. Pasien diperbolehkan pulang setelah kondisi pasien membaik selain
itu keluarga harus diberikan penjelasan mengenai perawatan luka dan tandatanda infeksi pada luka operasi.
3.3
Analisis Penerapan Model Sistem Neuman pada 30 Kasus Resume
Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dilaksanakan oleh
praktikan lewat praktek residensi kardiovaskuler dengan penerapan model
konseptual dan teori keperawatan pada 30 kasus dengan masalah sistem
kardiovaskuler yang telah diberikan pelayanan asuhan keperawatan selama
praktikan melaksanakan praktek residensi keperawatan medical bedah
kekhususan kardiovaskuler di Rumah Sakit Pusat jantung Nasional Harapan
Kita Jakarta mulai tanggal 10 September 2012 sampai 10 Mei 2013.
Kasus yang ditemukan sebanyak 30 kasus dikelompokkan berdasarkan ada atau
tidaknya gangguan pada vaskuler/arteri koroner, Pasien dengan Penyakit
Jantung Koroner (PJK) STEMI 7 kasus, NSTEMI 9 kasus, CHF 11 kasus, :
PJK dengan penatalaksanaan bedah CABG 2 kasus dan Sindrom Koroner Akut
1 kasus.
Penerapan teori Model Sistem Neuman pada 30 kasus resume dimulai dengan
melakukan pengkajian untuk mendapatkan data dasar pasien melalui interaksi
dengan pasien berdasarkan variable dalam format pengkajian yaitu fisiologi,
psikologi, sosial budaya, perkembangan dan spiritual. Selain itu dilakukan
identifikasi terhadap persepsi pasien atau persepsi sistem pasien dan persepsi
perawat terhadap stressor, setelah itu dibandingkan antara persepsi dari pasien
dan persepsi perawat. Setiap kasus resume dilakukan pengkajian mengenai
profil pasien serta data demografi.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
69
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada 19 kasus PJK sebagian besar
terdapat pada pasien yang berjenis kelamin laki-laki. Menurut Homoud, 2008
mengatakan bahwa laki-laki memiliki resiko lebih tinggi terkena pennyakit
jantung dibandingkan dengan perempuan. Sedangkan usia rata-rata pasien
berusia diatas 50 tahun. Hal ini diperkuat oleh National clinical guidelines
cardiovascular
disease,
2007
mengatakan
bahwa
dengan
semakin
bertambahnya usia seseorang akan semakin resiko terkena serangan jantung
jantung. Hal ini didukung oleh Homoud, 2008 yang menjelaskan bahwa
penderita jantung paling banyak berada pada usia 55-65 tahun ke atas.
Selanjutnya melakukan identifikasi persepsi pasien terhadap srtesor, yang terdiri
dari stressor utama, gaya hidup, pengalaman pasien dengan masalah yang sama,
harapan pasien, apa yang dilakukan untuk menolong dirinya, harapan dari orang
terkdekat. Dari beberapa kasus resume rata-rata pasien mengatakan nyeri dada
yang muncul pada saat beraktivitas ringan, atau pada saat sedang
duduk/menonton tv dirumah. Sifat nyeri seperti ditimpa dengan beban yang
berat, menjalar ke leher dan lengan sampai epigastrium. Nyeri yang dirasakan
berbeda-beda setiap pasien, persepsi terhadap nyeri ditanggapi tidak sama oleh
pasien. Dalam jurnal yang ditulis oleh Kang, 2010 menjelaskan bahwa Penyakit
jantung koroner
disebabkan oleh adanya gangguan suplay darah ke arteri
koroner sehingga otot jantung kekurangan nutrisi dan oksigen dan hal ini
meyebabkan terjadinya nyeri.
Keluhan lain yang dirasakan oleh pasien adalah sesak nafas, rasa tidak nyaman
pada daerah toraks, merasa lemah, hal ini bisa terjadi akibat curah jantung yang
kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta
menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi akibat
meningkatnya energy yang digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi
akibat distress pernapasan dan batuk. (Smeltzer, 2002).
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
70
Terdapat beberapa riwayat penyakit yang dimiliki oleh pasien seperti hipertensi
dengan riwayat pengobatan yang tidak teratur, Diabetes serta memiliki fakor
resiko terhadp kejadian penyakit jantung koroner seperti merokok, kurang
aktivitas, BB yang lebih. Tar, nikotin dan carbon monoksida berkontribusi
merusak pembuluh darah. Nikotin meningkatkan pelepasan epinefrin dan
nonepinefrin dimana keduanya akan menyebabkan terjadinya vasokontriksi,
sehingga menyebabkan tekanan darah meningkat, denyut nadi meningkat,
konsumsi oksigen meningkat dan memungkinkan terjadi dysritmia. Selain itu
nikotin akan mengaktifkan platelet dan menstimulasi proliferasi sel otot didalam
dinding
arteri.
Karbonmonoksida
menurunkan
ketersediaan
darah,
menyebabkan terjadinya vesel pada dinding pembuluh darah dan meningkatkan
permeabilitas endotelium Aish, 2011.
Aktivitas fisik dapat menurunkan resiko terhadap penyakit jantung, karena
aktivitas fisik dapat berguna untuk : meningkatkan HDL, menurunkan LDL
kolesterol, trigliserida, menurunkan gula darah, meningkatkan sensitivitas
insulin, menurunkan tekanan darah, dan menurunkan body mass indeks. AHA
merekomendasikan 30-60 menit melakukan aktivitas fisik dalam sehari.
(National clinical guidelines, 2007).
Rata-rata pasien membutuhakn support sistem
untuk mengatasi masalah
penyakitnya seperi dukungan peningkatan aktivitas, minum obat teratur,
pengaturan diet, berhenti merokok, semuanya ditujukan untuk meningkatkan
kemampuan pasien untuk dapat menolong dirinya sendiri. Selain itu pasien
selalu menjalankan ajaran agamanya masing-masing tetap berpikir positif
mendekatkan diri kepada Tuhan.
Interaksi pasien dengan lingkungan mempengaruhi garis pertahanan normal
pasien. Akibat adanya stressor dari dalam diri pasien yang masuk sampai pada
batas pertahanan terluar dari lingkaran fleksibel. Hal ini mempenraguhi reaksi
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
71
pasien terhadap stressor. Batas pertahanan normal yang menjaga stabilitas
individu menjadikan individu menuju pada tingakt kesejahtraan (Freese, 2006).
Faktor psikologis sangat berperan terhadap penyembuhan pasien-pasien pada
kasus yang ditemui. Umumnya pasien merasa cemas dengan dengan
kesembuhan penyakitnya. Sebagian besar pasien mau bekerjasama dalam
perawatan, menngungkapkan perasaan kepada perawat, mengungkapkan apa
yang dirasakan, kebiasaan yang merugikan kesehatan seperti merokok,
mengkonsumsi makanan berlemak, emosional.
Faktor sosiokultural ditemukan rata-rata pasien mempunyai hubungan yang
baik dengan anggota keluarga yaitu suami/istri dan anak-anak serta orang
terdekat pasien sedangkan sebagian kecil membatasi interaksi dengan
lingkungan karena merasa capek, sesak nafas dan gangguan rasa nyaman.
Aspek perkembangan didapatkan bahwa sebagian besar kasus resume berjenis
kelamin laki-laki dan berusia antara 40-70 tahun. Semuanya rata-rata memiliki
keberhasilan dalam memenuhi tugas perkembangan sebagai manusia dewasa,
dimana semuanya menikah dan mempunyai anak. Pekerjaan dari pasien terdiri
dari PNS, wiraswasta, pensiunan, namun karena mengalami sakit maka tidak
bekerja lagi
Lingkungan berperan aktif terdapat stressor pasien, dimana pasien berada pada
rentang sehat sakit yang dipengaruhi oleh factor intrapersonal, interpersonal,
dan ekstrapersonal. Lingkungan mempengaruhi status fungsional pasien seperti
intoleransi aktivitas karena sesak, kelemahan, sementara beberapa kasus lainnya
masih dapat melakukan aktivitas ringan seperti makan, miunum, berjalan ke
toilet karena dapat beradaptasi dengan stressor yang ada.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
72
Berdasarkan data tentang factor Interpersonal, umumnya pasien mampu
berinteraksi dengan perawat, dokter serta petugas kesehatan lainnya. Perawat
dapat bekerjasama dengan pasien terutama dalam mengatasi masalah nyeri
dengan melakukan kolaborasi untuk penanganan nonfarmakologis. Keluarga
menyatakan selalu siap membantu pasien dalam mencapai tingkat kesembuhan
yang maksimal dengan tetap memberikan dukungan selama dalam perawatan
dirumah sakit.
Faktor ekstrapersonal menjelaskan bahwa pasien memiliki rumah sendiri, dapat
menjangkau temapat pelayanan kesehatan, serta memiliki jaminan kesehatan
berupa jamkesmas, Kartu Jakarta Sehat, Gakin dan Askes..
Berdasarkan masalah yang ditemukan pada 30 kasus resume, maka dibuatlah
tujuan untuk mengatasi masalah tersebut berdasarkan criteria yang dibuat.
Pencapaian tujuan pada pasien dengan masalah nyeri dada dibuat dalam jangka
pendek dengan tujuan menghilangkan rasa nyeri dada yang merupakan stressor
bagi pasien. Intervensi yang dilakukan adalah dengan melakukan manajemen
nyeri dan mengadakan kolaborasi dengan tim kesehatan yan lain.
Masalah penurunan curah jantung dibuat tujuan keperawatan yang mampu
melakukan perawatan terhadap penurunan curah jantung. Yaitu senantiasa
melakukan pengkajian terhadap fungsi jantung, tekanan darah, perfusi darah ke
perifer, mengontrol tekanan darah, akral, fungsi pernapasan serta kemampuan
jantung
untuk
berkontraksi.
Untuk
mempertahankan
fungsi
jantung
dipertahankan optimal maka perlu dilakukan tindakan pencegahan yang
menurut Neuman terdiri dari : Pencegahan primer, sekunder dan tersier.
Pencegahan primer yaitu berupa : tindkan pencegahan invasi terhadap stressor,
memberikan penjelasan/informasi untuk memotivasi pasien, memberikan
dukungan terhadap koping pasien, edukasi. Ketika terjadi stressor pada pasien
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
73
maka perawat harus menggunakan pencegahan sekunde sebagai intervensi
untuk menjaga stabilitas pasien menuju pada keadaaan yang optimal, sejahtera
dan memiliki energy.
Pencegahan sekunder terdiri dari : proteksi struktur dasar, mobilisasi dan
optimalisasi sumber-sumber internal dan eksternal dalam mencapai stabilitas
dan konservasi energy, memfasasilitasi individu agar dengan mudah dapat
memanipulasi stressor dan reaksiterhadap stressor, motivasi, edukasi serta
melibatkan pasien untuk berpartisipasi dalam program pengobatan demi
kesembuhan dari pasien itu sendiri. (Freese, 2006).
Pencegahan tersier adalah tindakan yang bertujuan untuk mencapai dan
mempertahankan kesehatan pasien pada level yang paling tinggi dan menjadi
stabil selama dilakukan edukasi, reedukasi atau dukungan yang menuju pada
pencapainan tujuan yang diinginkan. Neuman mengatakan bahwa pencegahan
tersier memberikan perlindungan kepada pasien untuk tindakan keperawatan
yang terstruktur guna tercapainya tujuan yang diinginkan. (Neuman, 1995).
Perbedaaan penggunaan teori Model Sistem Neuman ini pada kasus-kasus s
penyakit jantung koroner seperti STEMI/NSTEMI, CHF dapat terlihat dari
respon pasien terhadap stressor yang diterima baik Intrapersonal, Interpersonal
dan ekstrapersonal. Pada kasus-kasus STEMI maupun NSTEMI sumber utama
stressor pasien yaitu adanya nyeri yang mengakibatkan terganggunya garis
pertahanan normal pasien. Neuman mengatakan bahwa intervensi dapat dimulai
pada titik dimana saja sesuai dengan stressor yang diidentifikasi dari pasien
sehingga pencegahan primer paling utama dilakukan. Pada kasus-kasus CHF
pencegahan sekunder diberikan karena reaksi pada stressor sudah terjadi
sehingga perawat berupaya untuk menstabilkan sistem dengan tetap memelihata
energy pasien dengan tujuan memanipulasi stressor atau reaksi terhadap stressor
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
74
tersebut seperti memperkuat batas perlawanan internal atau mengilangkan
stress.
Penerapan Model Sistem Neuman terhadap 30 kasus resume pada ruangan
perawatan dapat dijelaskan sebagai berikut : pada ruangan Emergency dimana
awal pasien datang reaksi terhadap stressor cukup tinggi hal ini sangat
mengganggu garis pertahanan normal pasien, mengganggu stabilitas dan
keseimbangan yang dinamis, termasuk pemecahan masalah, kemampuan
koping. Pencegahan primer untuk menguatkan kemampuan individu lebih baik
terutama pada garis pertahanan fleksibel dalam menghadapi stressor untuk
memamnipulasi, mengurangi dan menghilangkan stressor.
Penerapan Model Sistem Neuman diruang ICU berbeda dengan ruangan
lainnya. Pasien membutuhkan perawatan intensif sering memerlukan support
terhadap instabilitas hemodinamik (hipotensi), airway atau respiratory. Selain
itu kondisi pasien yang kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi intensif,
resiko mengalami gagal nafas , pasien post operasi bedah jantung Pasien yang
memerlukan pemantauan intensif invasif dan non invasif, sehingga menurut
Neuman lingkungan harus dimodifikasi karena lingkungan merupakan sumber
stressor seperti mikroorganisme, radiasi, kebisingan, dan konflik interpersonal.
Neuman mengatakan bahwa perawat harus memberikan dukungan, ketrampilan
koping yang baik, kepada pasien yang mengarah pada perubahan positif.
Pengalaman selama mengikuti praktek residensi terutama pada penerapan
Model Sistem Neuman terhadap 30 kasus resume memiliki perbedaan pada
masing-masing kasus. Hal ini dapat dilihat pada keberhasilan pencapaian
intervensi dengan jangka waktu yang berbeda-beda. Hal ini tergantung dari
seberapa besar stressor itu dirasakan oleh pasien dan kemampuan pasien untuk
mempertahankan garis pertahanan yang dimiliki serta koping dari pasien itu
sendiri.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
75
Model Sistem Neuman
memandang individu
dikembangkan berdasarkan pada teori umum dan
sebagai suatu sistem terbuka yang bereaksi terhadap
stressor dan lingkungan. Variabel klien adalah fisiologis, psikologis, sosial
budaya, perkembangan dan spiritual. Intervensi keperawatan terjadi melalui tiga
cara pencegahan yaitu pencegahan primer, sekunder dan tertier. Model dapat
digunakan dalam pendidikan keperawatan, riset, administrasi dan secara
langsung dapat digunakan dipelayanan keperawatan.
Dalam praktik pelayanan keperawatan, penggunaan model teori keperawatan ini
akan membantu perawat dalam mendefinisikan area panilaian stressor dari
pasien dan memberikan pedoman untuk menentukan standar pencapaian hasil
yang sesuai. Sebagai perawat dalam menerapkan teori Model Sistem Neuman
harus mengetahui tindakan apa yang harus diberikan jika menghadapi kondisi
pasien yang memberikan respon atau tindakan yang diakibatkan adanya tekanan
atau stressor terhadap pasien dan akibat yang mungkin bisa terjadi.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
BAB 4
ANALISIS PERAN PERAWAT SEBAGAI PENELITI
Bab ini menjelaskan tinjauan tentang penilaian status fungsional pada pasien
gagal jantung dengan menggunakan Barthel Index, praktik keperawatan
berdasarkan pembuktian dan pembahasannya.
4.1 Tinjauan Telaah Penelitian
Penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia,
terutama di Amerika merupakan penyebab utama. Menurut American Heart
Association Llyod dan Jones (2009 dalam Kang, Yang, & Kim, 2010)
mengatakan bahwa 24.6% penyebab kematian di tahun 2005 adalah penyakit
jantung koroner.
Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskular saat ini
merupakan salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju
dan berkembang, termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, secara global
penyakit ini akan menjadi penyebab kematian pertama di negara berkembang,
menggantikan kematian akibat infeksi. Diperkirakan bahwa diseluruh dunia,
PJK pada tahun 2020 menjadi pembunuh pertama tersering yakni sebesar
36% dari seluruh kematian, angka ini dua kali lebih tinggi dari angka
kematian akibat kanker. Di Indonesia dilaporkan PJK (yang dikelompokkan
menjadi penyakit sistem sirkulasi) merupakan penyebab utama dan pertama
dari seluruh kematian, yakni sebesar 26,4%, angka ini empat kali lebih tinggi
dari angka kematian yang disebabkan oleh kanker (6%). Dengan kata lain,
lebih kurang satu diantara empat orang yang meninggal di Indonesia adalah
akibat PJK (Direktorat bina farmasi komunikasi Dep.Kes RI 2006).
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan
merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung.
76
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
77
Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit,
4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden
gagal jantung dalam setahun
diperkirakan 2,3 – 3,7 perseribu penderita pertahun.2 Kejadian gagal jantung
akan semakin meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya usia
harapan hidup dan
berkembangnya terapi penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan
harapan hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung.
Gagal jantung adalah ketidak mampuan jantung untuk mempertahankan curah
jantung (Caridiac Output = CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh. Apabila tekanan pengisian ini meningkat sehingga mengakibatkan
edema paru dan bendungan di system vena, maka keadaan ini disebut gagal
jantung kongestif (Kabo & Karim, 2002). Gagal jantung kongestif adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk
memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi (Smeltzer & Bare,
2001).
Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal jantung kongestif meliputi
gangguan kemampuan konteraktilitas jantung, yang menyebabkan curah
jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Tetapi pada gagal jantung
dengan masalah yang utama terjadi adalah kerusakan serabut otot jantung,
volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat
dipertahankan. Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada
setiap konteraksi tergantung pada tiga faktor: yaitu preload, kontraktilitas,
afterload.
Menurut Holland, R (2010) Aktifitas fisik pada pasien dengan gagal jantung
harus disesuaikan dengan tingkat gejala. Aktifitas yang sesuai menurunkan
tonus simpatik, mendorong penurunan berat badan, dan memperbaiki gejala
dan toleransi aktivitas pada gagal jantung terkompensasi dan stabil.
Pasian dengan gagal jantung umumnya mengalami masalah tentang
perubahan status fungsional, menurunnya kualitas hidup, terdapatnya gejala
yang memperburuk penyakit., perubahan fungsi fisik dan perasaaan tidak
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
78
menyenangkan atau rasa tidak nyaman. Perubahan status fungsional ini akan
mempengaruhi kondisi pasien dalam menjalani perawatan di rumah sakit.
Peran perawat untuk dapat mengetahui perubahan status fungsional sangat
perlu untuk membuat intervensi selanjutnya. (Scottish Intercollege Guidelines
Network, 2007).
Nirmalan, V (2010) melakukan pengkajian terhadap tingkat ketergantungan
pasien-pasien
dengan
perawatan
subacut.
Nirmala
mengkaji
fungsi
psikologis, fungsi fisik, emosional dan status sosial dengan Barthel Index.
Nirmala menjelaskan bahwa manfaat dari pengkajian dengan menggunakan
Barthel Index pada pasien dengan perawatan subacut adalah dapat
mengetahui tingkat ketergantungan pasien selama dirawat serta dapat menjadi
rujukan dalam membuat intervensi untuk melakukan program rehabilitasi.
Defisit perawatan diri pada pasien Gagal jantung
merupakan
ketidakmampuan memenuhi perawatan diri akibat keterbatasan mobilisasi.
Tindakan invasif pembedahan menurunkan kemampuan fungsional pasien
sehingga membutuhkan bantuan dalam ADL seperti merawat diri, makan,
mandi, eliminasi dan ambulasi (DeLaune & Ladner, 2002). Kondisi ini
membutuhkan pendekatan proses keperawatan untuk mengatasi masalah
keperawatan yang dialami pasien.
Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta merupakan
rumah sakit rujukan nasional yang
melaksanakan tindakan perawatan
terhadap masalah gangguan system kardiovaskuler, salah satunya adalah
gagal jantung. Gedung Perawatan 2 lantai 3 Rumah Sakit Pusat Jantung
Nasional Harapan Kita Jakarta merupakan ruang rawat inap kelas 3 untuk
pasien pasien dengan masalah jantung non bedah yang bukan lagi dalam fase
krisis, termasuk didalamnya adalah pasien dengan gagal jantung. Jumlah
perawat dengan kapasitas di atas secara keseluruhan adalah 24 perawat yang
terdiri dari 2 orang perawat dengan pendidikan S1 Keperawatan dan dengan
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
79
predikat Spesialis Keperawatan kardiovaskular, 6 perawat dengan pendidikan
S1 Keperawatan, 16 pendidikan D-3 Keperawatan
Format pengkajian yang digunakan di ruangan, belum secara spesifik
menjelaskan kemampuan pasien dalam melakukan ADL sehingga tidak dapat
menilai kemandirian pasien serta tidak dapat mengevaluasi perkembangan
kemampuan pasien dalam melakukan ADL.
Salah satu format pengkajian yang dapat digunakan adalah Barthel Index
yang terdiri dari 10 item pertanyaan untuk menilai kemandirian pasien dalam
melakukan ADL. Format ini mudah digunakan dan memudahkan dalam
perumusan
diagnosa
keperawatan
yang
berhubungan
dengan
ketidakmampuan fungsional.
Pengkajian status fungsional pada pasien dengan gagal jantung
sangat
penting dilakukan untuk menilai tingkat kemandirian pasien, serta
memudahkan perawat merumuskan diagnosa keperawatan yang berhubungan
dengan ketidakmampuan pasien. Penerapan EBNP dapat bermanfaat terhadap
ketepatan pemberian intervensi sesuai kebutuhan pasien. Hasil penerapan
EBNP ini dapat memudahkan perawat menentukan tingkat kemandirian
pasien serta menetapkan diagnosa keperawatan.
Berdasarkan data-data tersebut diatas maka peran perawat sangatlah penting
untuk melakukan pengkajian, memonitor dan mengevaluasi status fungsional
pada pasien selama perawatan post operasi tanpa menimbulkan komplikasi
pada pasien. Pengkajian status fungsional pada pasien gagal jantung dengan
menggunakan
Barthel
Index
harus
berdasarkan
penelitian-penelitian
sebelumnya atau riset-riset terkini sehingga dapat memberikan bukti dalam
keperawatan yang disebut dengan Evidence Based Practice Nursing (EBNP).
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
80
4.2. Penilaian Status Fungsional Barthel Index
NO
FUNGSI
SKOR URAIAN
1
Mengendalikan
0
rangsangan
defekasi
(BAB)
1
2
2
Mengendalikan
rangsangan berkemih
(BAK)
4
5
Berdandan/mebersihkan
diri (cuci muka, sisir
rambut, sikat gigi)
Penggunaan
toilet
masuk
dan
keluar
(melepaskan, memakai
celana, membersihkan,
menyiram)
Makan
2
0
Butuh bantuan orang lain
1
Mandiri
0
2
Membutuhkan
bantuan
orang lain
Membutuhan bantuan pada
beberapa kegiatan tetapi
kegiatan yang lain dapat
dikerjakan sendiri
Mandiri
0
Tidak mampu
1
Butuh
bantuan
untuk
memotong makanan
Mandiri
1
2
6
Tidak
terkendali/tidak
teratur
Kadang-kadang
tidak
terkendali
Mandiri
Tidak
terkendali/menggunakan
kateter
Kadang-kadang
tidak
terkendali (1x24 jam)
Mandiri
0
1
3
NILAI
Merubah posisi dari 0
berbaring ke duduk
1
2
Tidak mampu
Butuh banyak bantuan
untuk dapat duduk (1 atau
2 orang penolong)
Bantuan minimal (verbal
atau fisik)
3
Mandiri
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
81
7
Berpindah/berjalan
0
Tidak mampu
1
3
Dapat berpindah dengan
kursi roda
Berjalan dengan bantuan 1
orang
Mandiri
0
Tergantung pada orang lain
1
2
Dibantu
sebagian
(mengancing baju)
Mandiri
0
Tidak mampu
1
Butuh bantuan orang lain
2
Mandiri
0
Tergantung orang lain
1
Mandiri
2
8
9
10
Memakai baju
Naik turun tangga
Mandi
TOTAL SKOR
KETERANGAN
20
: Mandiri
12-19
: Ketergantungan ringan
9-11
: Ketergantungan sedang
5-8
: Ketergantungan berat
0-4
: Ketergantungan total
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
82
4.3 Tinjauan Evidence Based Nursing Practice
Penyusunan EBN ini didasarkan pada jurnal penelitian yang dilakukan oleh
Formiga, F., Chivite, D., Casas, S., Manito, N., and Pujol, R 2006 dengan
judul “ Functional Assessment of Elderly patients admitted for heart failure”.
4.3.1 Masalah Klinik
a. Problem/Populasi
Belum tersediahnya format pengkajian untuk menilai kemandirian pasien
dalam melakukan ADL pada saat dirawat diruang perawatan. Populasi
pada pasien CHF.
b. Intervensi
Intervensi yang dilakukan adalah dengan melakukan pengkajian status
fungsional pada pasien gagal jantung dengan menggunakan Barthel Index
c. Comparation/perbandingan intervensi
Penggunaan Barthel Index untuk menilai status fungsional pasien gagal
jantung akan memudahkan penentuan tingkat kemandirian pasien dalam
melakukan self care.
d. Output
Teridentifikasinya tingkat kemandirian pasien dalam melakukan self care
serta dapat mengevaluasi perkembangan kemampuan pasien dalam
melakukan activity daily living.
Pertanyaan penelitian :
Apakah pengkajian status fungsional dengan menggunakan Barthel Index
dapat membantu perawat menentukan tingkat kemandirian pasien CHF ?
4.3.2 Penelusuran Literatur
Penelusuran literatur dilakukan melalui Proquest dengan kata kunci : Status
functional assessment for patients heart failure. Setelah dilakukan analisis
literatur maka diterapkan pengkajian status fungsional dengan menggunakan
Barthel Index pada pasien dengan gagal jantung berdasarkan rekomendasi
dari Formiga, F., Chivite, D., Casas, S., Manito, N., and Pujol, R 2006
dengan judul “ Functional Assessment of Elderly patients admitted for heart
failure”.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
83
4.3.3 Validitas
Dalam pengembangan alat ukur ini, akan digunakan uji validitas konstruk
(construct validity), yaitu validitas yang menggambarkan seberapa jauh
Barthel Index memiliki item-item pertanyaan yang dilandasi oleh konstruk
status fungsional
4.3.4 Reliabilitas
Untuk dapat digunakan dalam suatu penelitian setidaknya instrument
memiliki nilai reliabilitas di atas 0.80 bahkan jika digunakan untuk uji
diagnostic nilai reliabilitasnya sebaiknya lebih dari 0.90.
4.3.5 Important
Pengkajian dengan menggunkan Barthel
Index akan dapat menentukan
tingkat ketergantungan dan kemandirian pasien gagal jantung
4.3.6 Applicability
Pelaksanaan Evidence Based Nursing Practise yaitu Pengkajian dengan
menggunakan Barthel Index pada pasien gagal jantung di Rumah Sakit
Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita diusahakan akan dilakukan sesuai
dengan penelitian terkait.
4.4 Penelitian-penelitian terkait
4.4.1 Judul jurnal : Modified Barthel Index and Self Assessment Scores of
Level of Independence of Individuals in Subacute Care.
Penelitian oleh : Nirmalan, V (Faculty of D’Youville College Division of
Academic Affairs in Partial fulfillment of the requirements for the degree)
tahun 2010.
Tujuan penelitian : Untuk mengetahui hubungan tingkat ketergantungan
pasien dengan menggunakan skore self assessment dan skore Barthel Index,
juga untuk mengukur perubahan skore dari pasien masuk hingga keluar
rumah sakit pada fase subakut.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
84
Metode : Menggunakan jenis penelitian Pearson product moment coefficient
of correlation. dengan mencari hubungan antara self assessment score dan
Barthel Index score.
Sampel : Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang dirawat di sub unit
akut yang terdiagnosa pada sistem neurological, cardiopulmonary dan
orthoedik dengan jumlah 73 pasien.
Hasil : Skor Barthel Index pada saat masuk rumah sakit dengan mean 51.18
dan saat keluar 89.21. Sedangkan untuk skor self assessment pada saat masuk
rumah sakit 66.10 dan saat keluar 92.16.
Kesimpulan : Sampel yang digunakan sangat baik dengan jumlah 73 pasien
dengan kasus neurologi, cardiopulmonary dan orthopedic. Menggunakan
jenis penelitian Pearson product moment coefficient of correlation. Sehingga
Barthel Index dan Self assessment sangat baik digunakan untuk menentukan
status fungsional pasien saat masuk dan keluar rumah sakit.
4.4.2
Judul jurnal : Measuring change in disability after inpatient
rehabilitation : comparison of the responsiveness of the Barthel Index and the
functional independence measure.
Penelitian oleh : Putten, V.D., Hobart, J.C., Freeman, J.A., Thompson, A.J
Institute of Neurology, Queen square, London (1999).
Tujuan penelitian : Membandingkan kesesuaian penggunanan Barthel Index
(BI) dan Functional Independece Measure (FIM) terhadap kemandirian pada
pasien dengan masalah multiple sclerosis.
Metode penelitian : Melakukan pengukuran terhadap kemandirian
fungsional pasien pada ADL dengan menggunakan Barthel Index yang terdiri
dari 10 item dengan pengelompokan (0 = tingkat kemandirian minimum dan
20 = kemandirian maksimal).
Sampel : Sampel dalam penelitian ini ialah pasien dengan multiple sklerosis
(201) dan pasien post stroke (82) yang akan menjalani pemulihan saraf.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
85
Hasil : Pada perbandingan nilai cognitive pasien multiple sclerosis dengan
Barhel Index memiliki nila p = 0.0001 sedangan menggunakan FIM nilai p =
0.961. Sedangkan pada pasien post stroke keduanya memiliki persamaan nilai
p = 0.0001. lebih tepat mendeteksi perubahan status fungsional pada pasien
stroke dan multiple sklerosis, dibandingkan dengan FIM total dan FIM motor.
Kesimpulan :
Sampel pada penelitian ini terdiri dari 201 untuk pasien multiple sclerosis
dan 82 pasien dengan poststroke.Barthel Index dan FIM valid digunakan
untuk mendeteksi perubahan status fungsional pasien, namun pada aspek
cognitive Barthel Index lebih baik digunakan dibandingkan dengan FIM
dengan nilai p = 0.0001.
4.4.3 Judul jurnal : Relationship between Barthel Index scores during the
acute phase of rehabilitation and subsequent ADL in
stroke.
Penelitian oleh : Nakao, S (Depatment of orthopedic)., Takata, S
(Department of Preventif Medicine, Institute of Health Biosciences, the
University of Tokushima Graduate School)., Uemura, H (Division of
Rehabilitation Tokushima University Hospital)., Kashihara, M (Department
of Neurosurgery)., Osawa, T (Depatment of Neurology)., Komatsu, K
(Depatment of Neurology) et al 2010.
Tujuan penelitian : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengklarifikasi
penggunaan
Barthel
Index
dalam memprediksi
kemandirian pasien
melaksanakan aktivitas sehari-hari.
Metode : Pasien mendapat program rehabilitasi masing-masing 20-80 menit
selama 5 hari dalam seminggu. Setelah itu dilakukan follow up
dengan
mengkaji kemandirian pasien dengan Barthel Index.
Sampel : Sampel dalam penelitian ini sebanyak 191 pasien yang terdiri dari
102 dengan cerebral infarction, 56 dengan cerebral hemorrhage, 22
subarchnoid, dan 11 dengan penyakit lain.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
86
Hasil : Barthel Index dapat menilai secara dini kemandirian pasien stroke
terhadap ADL sehingga Barthel Index baik digunakan pada pasien dengan
stroke
Kesimpulan : Hasil penelitian didapatkan bahwa > 40 pasien memiliki
tingkat kemandirian sebagian seperti duduk dan berdiri ( p=0.01), hanya
mampu duduk saja (p=0.05).
4.4.4 Judul jurnal : Use of the Barthel Index and the Functional
Independence
Measure
during
early
inpatient
rehabilitation after single incident brain injury.
Penelitian oleh : Henry Houlden, mark Edwards, Jane McNeil and Richard
Greenwood (Regional Neurological Rehabilitation Unit) tahun 2005.
Tujuan Penelitian : Untuk membandingkan kesesuaian dan responsivitas
antara Barthel Index dan Functional Independence Measure (FIM) pada
pasien yang dirawat dengan rehabilitasi sesudah cedera kepala.
Metode : Penelitian ini menggunakan metode design cohort study. Barthel
Index terdiri dari 10 item mengukur kemandirian fungsional terhadap
aktivitas sehari-hari. Functional Independence Measure (FIM) terdiri dari 18
item
mengukur kemandirian funfsional terhadap aktivitas sehari-hari.
Barthel Index dan FIM dinilai secara bersamaan oleh perawat dan fisioterapi.
Sampel : 259 pasien rawat inap yang menjalani rehabilitasi neurologis
dengan cedera otak akibat infark serebral 75 pasien, perdarahan intraserebral
34 pasien, perdarahan subarachnoid 43 pasien, dan 107 cedera otak.
Hasil : Barthel Index dengan N=152 memiliki mean 9.0 pada rentang 0-20
sedangkan FIM dengan N=152 memiliki mean 69.8 pada rentang 18020.
Kesimpulan : Barthel Index lebih unggul digunakan dibandingkan dengan
FIM. Barthel Index lebih cepat dan sederhana digunakan untuk mendeteksi
kemandirian pasien.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
87
4.5 Analisis Penerapan Di Pelayanan Kesehatan
Analisis literatur mengenai penerapan pengkajian status fungsional pada
gagal jantung adalah intervensi yang dapat dilakukan oleh perawat sebagai
salah satu intervensi untuk mendeteksi kemandirian pasien saat dirawat.
Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK)
sebagai pusat jantung nasional juga rujukan jantung nasional diharapkan
dapat menjadi sarana untuk dapat menerapkan intervensi ini. Adapun alasan
penerapan intervensi ini di Rumah Sakit ini adalah :
4.5.1 Strenght (Kekuatan)
Kekuatan yang dimiliki oleh RSJPDHK dalam penerapan EBN ini adalah :
- Pusat jantung Nasional yang menjadi rujukan penyakit jantung dengan visi
untuk menjadikan rujukan se Asia Pasifik pada tahun 2015 serta
menjadikan rumah sakit pendidikan.
- Memiliki 48 orang perawat spesialis kardiovaskuler yang kompeten
dibidangnya masing-masing
- Terdapat perawat pelaksana dengan kualifikasi pendidikan S1 dan D3
yang dapat diberdayakan dan mau bekerjasama dalam penerapan EBN.
- Terdapat ruang rawat bagi pasien gagal jantung jantung (GP 2 Lantai 3)
yang dilengkapi dengan fasilitas penunjang.
4.5.2 Weakness (Kelemahan)
Belum ditemukan adanya pengakajian status fungsional terhadap pasien
gagal jantung dengan menggunakan Barthel Index.
4.5.3 Opportunity (Peluang)
- Banyaknya pasien yang dirawat diruang perawatan (GP 2 lantai 3)
- Perawat diruangan sangat antusias mengetahui hal-hal baru yang
berhubungan dengan perawatan pasien jantung.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
88
4.5.4 Threat (Ancaman)
Secara umum tidak ada hambatan untuk menerapkan EBN ini baik secara
organisasi, logistik dan biaya.
4.6 Praktek Keperawatan Berdasarkan Pembuktian
4.6.1 Pelaksanaan Evidence Based Practice (EBP).
Pelaksanaan EBN dimulai pada tanggal 8 -26 April 2013 gedung
perawatan 2 lantai 3 RSPJNHK. Dimulai dengan melakukan sosialisasi
EBN kepada kepala ruangan dan perawat-perawat yang ada diruangan.
Selanjutnya peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap
format Barthel Index yang akan digunkan sebelum digunakan pasien.
Selanjutnya menentukan pasien sesuai dengan kriteria inklusi yaitu
pasien dengan diagnosa CHF hari pertama dirawat. Memberikan
informed consent kepada pasien, jika setuju maka dijadikan
sampel.Setelah
mendapatkan
sampel
maka
peneliti
melakukan
pengkajian dengan memberikan penilaian status fungsional pasien
sesuai dengan format penilaian Barthel Index yang digunakan. Jumlah
pasien yang menjadi sampel dalam penerapan EBN ini adalah 30
pasien.
4.6.2 Hasil Penerapan EBN
Uji Validitas
Penulis melakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap alat ukur Barthel
Index yang digunakan untuk mengukur status fungsional pasien dengan
gagal jantung. Suatu skala atau instrumen pengukuran dapat dikatakan
mempunyai validitas yang tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan
fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud
dilakukannya pengukuran tersebut. Sedangkan tes yang memiliki validitas
rendah akan menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan
pengukuran.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
89
Dalam pengembangan alat ukur ini, akan digunakan uji validitas konstruk
(construct validity), yaitu validitas yang menggambarkan seberapa jauh
Barthel Index
memiliki item-item pertanyaan yang dilandasi oleh
konstruk status fungsional. Instrumen disusun secara rasional berdasarkan
konsep yang sudah diuraikan .Validitas konstruk status fungsional dapat
dinilai dengan uji statistik yaitu dengan menguji apakah item-item
pertanyaan yang telah disusun mengukur hal yang sama dan berkorelasi
tinggi satu dengan yang lainnya atau sebaliknya. Item Barthel Index dalam
alat ukur staus fungsional adalah item dengan korelasi tinggi dengan skor
total skala atau menurut Nunnaly (1994) r ≥ 0.3 (Dharma,2011).
Uji validitas didapatkan bahwa Barthel Index telah memenuhi validitas
konstruk, ini terlihat dari nilai corrected item-total correlation ke sepuluh
item memiliki nilai r ≥ 0.3.
Item-Total Statistics
BAB
BAK
9.87
8.051
.370
.840
Berdandan/membersihkan
diri (cuci muka,sisir
rambut,sikat gigi)
Penggunaan toilet masuk
dan keluar (melepaskan,
memakai
celana,
membersihkan,
menyiram)
Makan
11.27
6.823
.591
.821
10.90
6.645
.715
.808
10.40
6.662
.574
.823
Merubah
posisi
berbaring ke duduk
Berpindah/berjalan
10.10
6.783
.679
.812
9.97
6.171
.639
.818
Memakai baju
10.50
6.190
.709
.807
Naik turun tangga
11.63
7.757
.354
.841
Mandi
11.73
7.995
.410
.838
dari
Scale
Corrected
Variance
Item-Total
if
Item Correlation
Deleted
8.213
.384
Cronbach’s
Alpha
if
Item
Deleted
.841
Scale
Mean if
Item
Deleted
9.83
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
90
Uji Reliabilitas
Reliabilitas suatu instrument ditentukan berdasarkan perhitungan statistic
dengan rentang nilai 0-1. Nilai 1 menunjukkan nilai reliabilitas yang
sempurna, tetapi angka ini hampir tidak pernah terjadi karena selalu
terdapat kesalahan acak (rando merror) beberapa derajat dalam
pengukuran. Untuk dapat digunakan dalam suatu penelitian setidaknya
instrument memiliki nilai reliabilitas di atas 0.80 bahkan jika digunakan
untuk uji diagnostic nilai reliabilitasnya sebaiknya lebih dari 0.90. Hasil
uji reliabilitas Barthel Index pada pasien CHF dapat dilihat dibawah ini :
Reliability Statistics
Cronbach’s Alpha
N of Items
.841
10
Uji reliabilitas alat ukur Barthel Index pada status fungsional pasien gagal
jantung menggunakan alpha cronbach’s dari 6 item didapatkan nilai
0,841. Hasil ini menunjukan bahwa alat ukur pada dimensi ini telah
memenuhi kriteria reliabilitas yaitu konsistensi interna.
Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas terhadap status fungsional
pasien gagal jantung dengan menggunakan Barthel Index dapat
disimpulkan bahwa alat ukur Barhel Index sangat valid dan reliabel
digunakan
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
91
HASIL PENILAIAN STATUS FUNGSIONAL
Tabel 4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia
Usia
Frekuensi
Presentase
26
1
3.3
33
1
3.3
42
1
33
44
1
3.3
45
1
3.3
48
1
3.3
49
1
3.3
50
2
6.7
52
1
3.3
53
1
3.3
55
2
6.7
57
2
6.7
59
4
13.3
60
1
3.3
61
1
3.3
62
1
3.3
64
1
3.3
65
1
3.3
68
2
6.7
70
2
6.7
75
1
3.3
79
1
3.3
Total
30
100
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
92
Tabel 5. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Frekuensi
Presentase
Laki-laki
17
56.7
Perempuan
13
43.3
Total
30
100
Tabel 6. Distribusi frekuensi status fungsional : mengendalikan rangsangan
defekasi (BAB).
Uraian
Frekuensi
Presentase
Tidak terkendali/tidak teratur
0
0
Kadang-kadang tidak terkendali
1
3.3
Mandiri
29
96.7
Total
30
100
Tabel 7. Distribusi frekuensi status fungsional : mengendalikan rangsangan
berkemih (BAK).
Uraian
Tidak
Frekuensi
terkendali/menggunakan 0
Presentase
0
kateter
Kadang-kadang tidak terkendali 2
6.7
(1x24 jam)
Mandiri
28
93.3
Total
30
100
Tabel 8. Distribusi frekuensi status fungsional : berdandan/membersihkan diri
(cuci muka, sisir rambut, sikat gigi).
Uraian
Frekuensi
Presentase
Butuh bantuan orang lain
14
47.7
Mandiri
16
53.3
Total
30
100
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
93
Tabel 9. Distribusi frekuensi status fungsional : penggunaan toilet masuk dan
keluar (melepaskan, memakai celana, membersihkan, menyiram)
Uraian
Frekuensi
Presentase
Membutuhkan bantuan orang lain 5
16.7
Membutuhkan
76.7
bantuan
pada 23
beberapa kegiatan tetapi kegiatan
yang
lain
dapat
dikerjakan
sendiri
Mandiri
2
6.7
Total
30
100
Tabel 10. Distribusi frekuensi status fungsional : makan
Uraian
Frekuensi
Presentase
Tidak mampu
1
3.3
Butuh bantuan untuk memotong 16
53.3
makanan
Mandiri
13
43.3
Total
30
100
Tabel 11. Distribusi frekuensi status fungsional : merubah posisi dari berbaring
ke duduk
Uraian
Frekuensi
Presentase
Tidak mampu
0
0
Butuh banyak bantuan untuk 9
30.0
dapat duduk (1 atau 2 orang
penolong)
Bantuan minimal (verbal atau 21
70.0
fisik)
Mandiri
0
0
Total
30
100
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
94
Tabel 12. Distribusi frekuensi status fungsional : berpindah/berjalan
Uraian
Frekuensi
Presentase
Tidak mampu
0
0
Dapat berpindah dengan kursi 9
30
roda
Berjalan dengan bantuan 1 orang
17
56.7
Mandiri
4
13.3
Total
30
100
Tabel 13. Distribusi frekuensi status fungsional : memakai baju
Uraian
Frekuensi
Presentase
Tergantung pada orang lain
2
6.7
Dibantu sebagian (mengancing 17
56.7
baju)
Mandiri
11
36.7
Total
30
100
Tabel 14. Distribusi frekuensi status fungsional : naik turun tangga
Uraian
Frekuensi
Presentase
Tidak mampu
25
83.3
Butuh bantuan orang lain
5
16.7
Mandiri
0
0
Total
30
100
Tabel 15. Distribusi frekuensi status fungsional : mandi
Uraian
Frekuensi
Presentase
Tergantung orang lain
28
93.3
Mandiri
2
6.7
Total
30
100
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
95
Tabel 16. Tingkat ketergantungan pasien gagal jantung
Tingakt ketergantungan
Frekuensi
Presentase
Mandiri
0
0
Ketergantungan ringan
18
60
Ketergantungan sedang
9
30
Ketergantungan berat
3
10
Ketergantungan total
0
0
Total
30
100
Tabel 17. Perkembangan status fungsional pasien gagal jantung
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
PASIEN USIA
JK
Ny.M
64
P
Ny.P
50
P
Ny.H
59
P
Tn.K
45
L
Ny.C
42
P
Ny.H
59
P
Tn.G
26
L
Ny.F
44
P
Ny.I
33
P
Ny.A
79
P
Ny.S
50
P
Tn.I
57
L
Tn.S
75
L
Tn.K
49
L
Tn.S
62
L
Tn.V
60
L
Tn.K
48
L
Tn.C
59
L
Tn.T
57
L
SKOR
(hari)
I
II
KET
III
IV
V
11
11
13
15
17
10
10
11
13
15
16
17
17
18
20
12
12
15
19
20
9
10
13
17
19
14
15
15
17
19
12
12
13
15
17
18
18
19
19
20
5
7
9
11
15
10
11
11
13
16
12
12
15
17
20
15
15
16
16
18
7
9
12
9
9
16
18
18
18
19
11
12
13
17
20
10
11
11
11
11
14
15
17
18
20
7
9
9
11
15
12
13
14
17
18
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
96
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Tn.S
68
L
Ny.Z
53
P
Tn.A
52
L
Ny.R
65
P
Ny.A
55
P
Tn.B
70
L
Tn.E
59
L
Tn.S
55
L
Tn.R
61
L
Ny.O
70
P
Tn.E
68
L
15
16
18
19
20
12
13
14
14
17
16
16
18
18
20
11
11
15
16
18
9
11
13
14
17
13
14
13
16
19
12
13
14
17
19
12
13
14
11
10
12
13
13
14
15
12
12
15
17
20
9
10
12
15
16
Tabel 18. Pencapaian kemandirian pasien
Uraian
Mean
Hari pertama dirawat
11.8
Hari ke lima dirawat
15.6
Responden yang digunakan dalam penelitian terdiri laki-laki 17 responden
(56.7 %) dan perempuan 13 responden (43.3 %). Berdasarkan penilaian
status fungsional dengan menggunakan Barthel Index untuk kemampuan
mengendalikan rangsangan defekasi BAB sebagian besar responden
mandiri (96.7 %). Untuk kemampuan mengendalikan rangsangan
berkemih (BAK) sebagian besar responden mandiri (93.3 %). Pasien
mampu mengendalikan kandung kemih namun masih memerlukan
bantuan minimal seperti pengaturan posisi, mengganti pembalut dan lailain.
Penilaian terhadap fungsional pasien dalam hal berdandan/membersihkan
diri sebagian pasien mampu mandiri (47.7 %) dan sebagian lagi
membutuhkan bantuan orang lain (53.3 %). Pasien emerlukan bantuan
seperti mengganti baju, mengenakan kemeja, memakaikan celana dan
hanya bantuan minimal risleting, memakai kancing, mengatur posisi yang
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
97
sesuai. Penggunaan toilet sebagian besar memerlukan bantuan seperti
melepaskan pakaian, memakaikan celana, membersihkan dan menyiram.
Pemenuhan kebutuhan seperti makan umumnya memerlukan orang lain
untuk menyiapkan dan memotong makanan.
Kemampuan melakukan perubahan posisi 70 % memerlukan bantuan
minimal, sedangkan 30 % memerlukan bantuan untuk dapat duduk (1 atau
2 orang penolong). Kemampuan berjalan pasien pasien 56.7 % dapat
berjalan dengan bantuan 1 orang, sedangkan yang mampu mandiri 13.3 %.
Untuk status fungsional naik turun tangga sebagian besar responden tidak
mampu
sebagian besar responden tidak mampu (83.3 %) dan yang
membutuhkan bantuan orang lain (16.7 %). Kemampuan untuk mandi pda
umumnya dibantu oleh keluarga dan perawat.
Dari hasil penilaian status fungsional pada 30 pasien gagal jantung dengan
menggunakan Barthel Index didapatkan bahwa 18 pasien (60 %) memiliki
tingakt ketergantungan ringan, 9 pasien (30 %) memiliki tingkat
ketergantungan sedang, dan 3 pasien (10 %) memiliki tingkat
ketergantungan berat.
Selanjutnya rata-rata pencapaian kemandirian
pasien sejak hari pertama dirawat samapai hari ke lima menunjukkan
adanya peningkatan nilai mean. Hari pertama nilai mean 11.8 sedangkan
pada hari ke lima dirawat nilai mean 15.6.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa format
Barthel Index merupakan salah satu alat yang obyektif untuk menilai
kemandirian pasien dalam melakukan ADL dan dapat digunakan sebagai
alat pengkajian sebagai suatu instrument pengkajian dasar dalam
menegakkan
diagnosa
keperawatan
yang
berhubungan
dengan
ketidakmampuan fungsional.
Berdasarkan hasil penerapan EBN yang dilakukan oleh peneliti di gedung
perawatan 2 lantai 3 RSPJNHK, kepala ruangan dan perawat pelaksana
sangat antusias untuk menerapkan EBN ini diruangan. Peneliti diminta
untuk mengajarkan cara melakukan penilaian status fungsional dengan
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
98
menggunakan format Barthel Index, selanjutnya menyiapkan soft copy
untuk digunakan diruangan. Kepala ruangan dan perawat pelaksana
menindaklanjuti dengan menggunakan format ini di ruangan.
Barthel Index apabila diterapkan diruangan perawatan akan membantu
memudahkan
perawat
merumuskan
diagnosa
keperawatan
yang
berhubungan dengan ketidakmampuan pasien. Selain itu dapat bermanfaat
terhadap ketepatan pemberian intervensi sesuai dengan kebutuhan pasien,
dan Barthel Index ini dapat dijadikan acuan sebagai standart operasional
prosedur dalam meningkatkan pelayanan pada pasien dengan gagal
jantung..
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
BAB 5
ANALISIS PERAN PERAWAT SEBAGAI INOVATOR
Bab ini menguraikan tentang pengalaman residensi terkait dengan inovasi tentang
optimalisasi pelaksanaan Bedside Handover perwat dengan menggunakan format
Handover di Gedung Perawatan 2 Lantai 3 Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan
Kita Jakarta.
5. 1 Analisa Situasi
Sistem model asuhan keperawatan profesional merupakan hal yang tidak
dapat dipisahkan dari kualitas pelayanan keperawatan. Hal ini juga berkaitan
dengan peningkatan asuhan keperawatan, standar keperawatan, kepuasan
kerja dan kepercayaan konsumen yang tentunya berdampak pada keuntungan
dan eksistensi institusi. Dengan kata lain, pemilihan model asuhan
keperawatan profesional yang tepat sesuai dengan sumber daya yang dimiliki
merupakan
kunci
dari
keberhasilan
peningkatan
mutu
pelayanan
keperawatan.
Gedung Perawatan 2 lantai 3 Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan
Kita Jakarta merupakan ruang rawat inap kelas 3 untuk pasien pasien dengan
masalah jantung non bedah yang bukan lagi dalam fase krisis. Jumlah
perawat dengan kapasitas di atas secara keseluruhan adalah 24 perawat yang
terdiri dari 2 orang perawat dengan pendidikan S1 Keperawatan dan dengan
predikat Spesiali Keperawatan kardiovaskular, 6 perawat dengan pendidikan
S1 Keperawatan, 16 pendidikan D-3 Keperawatan. Dengan dasar jumlah
tenaga dan variasi latar belakang pendidikan tersebut, model asuhan
keperawatan profesional yang dipilih adalah metode tim, dimana setiap ruang
rawat dipimpin oleh ketua tim yang membawahi beberapa perawat pelaksana.
Hasil dari pendataan dan pengkajian yang dilaksanakan oleh kelompok
inovasi mahasiswa residensi 3, didapatkan data pada pelaksanaan model
praktek keperawatan profesional bahwa timbang terima di dekat pasien atau
99
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
100
bed-side handover belum optimal dijalankan sebagaimana mestinya,
meskipun jadwal tetap sudah ada.
Timbang terima merupakan suatu proses perpindahan tanggung jawab pasien
dari satu pemberi asuhan (perawat) kepada pemberi asuhan (perawat)
lainnya (Popovich, 2011) sehingga dalam timbang terima informasi yang
disampaikan harus komprehensif dan melibatkan pasien. Timbang terima
yang ideal ikut mendukung pencapaian keberhasilan patient safety. Selain itu
untuk membantu memecahkan masalah klien, salah satu metode yang
diterapkan pada model praktik keperawatan profesional adalah dengan
memperhatikan seluruh kebutuhan maupun keluhan yang dirasakan klien
kemudian mendiskusikannya dengan tim keperawatan untuk merencanakan
pemecahan masalahnya. Pelayanan keperawatan yang perlu dikembangkan
untuk mencapai hal tersebut adalah dengan timbang terima pasien yang baik
dan sesuai standar keperawatan. Dimana timbag terima keperawatan
merupakan sarana bagi perawat untuk membahas masalah keperawatan yang
terjadi pada klien yang melibatkan klien dan seluruh tim keperawatan
termasuk konsultan keperawatan.
Berdasarkan hasil observasi didapatkan bahwa Di ruang GP 2 lantai 3 Rumah
Sakit Harapan Kita Jakarta, sudah dilakukan ronde keperawatan tetapi belum
optimal. Melalui optimalisasi timbang terima keperawatan perawat dapat
meningkatkan kemampuan afektif, kognitif, dan psikomotor. Salah satu
tujuan dari kegiatan timbang terima keperawatan adalah meningkatkan
kepuasan klien terhadap pelayanankeperawatan.
Berdasarkan kesepakatan dengan perawat
ruangan maka dilakukan
optimalisasi timbang terima di bed pasien (bed-side handover) untuk
mendukung model praktek keperawatan profesional dan mendukung
peningkatan pelayanan asuhan keperawatan.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
101
5.2 Tujuan
5.2.1 Tujuan Umum :
Meningkatkan model praktek keperawatan profesional dan mendukung
peningkatan mutu pelaksanaan proses asuhan keperawatan pada pasien di
Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita
5.2.2 Tujuan Khusus :
1. Meningkatkan pemahaman perawat dengan refresh materi timbang terima
di samping tempat tidur pasien (bed-side handover).
2. Melakukan role play dan pendampingan pelaksanaan timbang terima
metode bed-side handover.
3. Melakukan evaluasi pelaksanaan timbang terima metode bed-side
handover.
5.3 Persiapan
5.3.1
Analisis SWOT
a. Strength (Kekuatan)
1)
Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita merupakan
rumah sakit rujukan nasional untuk kasus-kasus kardiovaskular.
2)
Memiliki tenaga keperawatan yang professional dengan kualifikasi
pendidikan S1 sebanyak 8 orang (dua diantaranya SpKV), DIII 16
orang.
3)
Jumlah SDM yang ada diruang anak sebanyak 24 orang, farmasi 3
dan pekarya 4.
4)
Kepala ruangan membawahi 5 orang ketua tim/CI, masing-masing
ketua tim bertanggung jawab terhadap 4 sampai 5 orang perawat.
5)
Pembagian shift menjadi 3 shif yakni shift pagi ( 5-6 orang perawat,
farmasi 1 orang, pekarya 2 orang), shift sore (4-5 orang perawat,
farmasi 1 orang, pekarya 2 orang), dan shift malam (4-5 orang
perawat farmasi 1 orang, pekarya 2 orang).
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
102
6)
Pelaksanaan
asuhan
keperawatan
menggunakan
metode
tim
modifikasi.
7)
Pembagian kerja telah dilakukan dengan jelas
8)
Perawat di ruang GP 2 lantai 3 semua telah mengikuti pelatihan pelatihan perawatan kardiologi dasar, sebagian post basic dan
advance cardiac life support (ACLS).
b. Weakness (Kelemahan)
1)
Hasil pengumpulan data dari perawat menyatakan bahwa pelaksanaan
pencatatan asuhan keperawatan belum optimal karena proses
pencatatan memerlukan waktu lama dan format terlalu berbelit-belit,
tidak lengkap dan tidak sesuai dengan kondisi klien.
2)
Pelaksanaan timbang terima pasien dalam metode tim belum optimal
3)
Pelaksanaan metode tim tidak berjalan baik, tetapi dalam pelaksaan
menggunakan metode tim dengan modifikasi.
c. Opportunity (Peluang)
1)
Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita merupakan rumah
sakit rujukan nasional untuk kasus-kasus kardiovaskular.
2)
Adanya perhatian dari pihak manajemen ruangan (kepala ruangan)
untuk melaksanakan timbang terima pasien antar shift.
3)
Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita merupakan
Rumah Sakit pendidikan dan terbuka untuk proses berubah.
4)
Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita mempunyai
komitmen
untuk
menerapkan
dokumentasi
keperawatan
dan
memberikan kesempatan kepada perawat untuk mengembangkan
asuhan keperawatan yang optimal
d. Threat (Ancaman)
1)
Masyakarat semakin kritis menyebabkan tuntutan terhadap kualitas
pelayanan keperawatan semakin meningkat
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
103
2)
Undang-undang
perlindungan
konsumen
menuntut
adanya
peningkatan kualitas pelayanan keperawatan.
3)
Kurangnya kegiatan monitoring dan evaluasi lanjut terhadap
keberhasilan dari pelaksanaan kegiatan timbang terima pasien antar
shift.
5.3.2 Penetapan Prioritas Masalah
Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan serta analisis SWOT,
maka telah tersusun prioritas masalah sebagai berikut:
a.
Pelaksanaan metode penugasan tim terutama Timbang terima
pasien belum maksimal.
b.
Pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan yang belum optimal
sesuai dengan langkah-langkah proses keperawatan.
Berdasarkan prioritas masalah diatas, maka kami dari kelompok
melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan optimalisasai metode tim
terutama timbang terima pasien yang belum optimal.
5.3.3 Strategi Penyelesaian Masalah
a. Perlu dilakukannya sosialisasi Timbang terima yang baik melalui
penyegaran dan role play Timbang terima pasien antar shift.
b. Monitoring pelaksanaan timbang terima oleh Inovator dan Kepala
Ruangan.
c. Dibuat buku catatan oleh innovator tentang timbang terima pasien
untuk para perawat.
d. Dievaluasi efektifitas pelaksanaan program timbang terima.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
104
5.3.4
Manfaat
a. Bagi Pasien
Pasien mendapatkan asuhan keperawatan yang berkualitas
b. Bagi Perawat
Perawat dapat melakukan kegiatan asuhan keperawatan yang lebih
fokus dan berkelanjutan, meningkatkan kemampuan komunikasi
antar perawat,
menjalin suatu hubungan kerjasama dan
bertanggungjawab antar perawat, pelaksanaan asuhan keperawatan
terhadap klien yang berkesinambungan, perawat dapat mengikuti
perkembangan klien secara paripurna.
c. Bagi Rumah sakit
Meningkatnya kualitas pelayanan keperawatan terhadap pasien sehingga
kepuasan pasien meningkat.
5.4 Pengertian
Timbang terima adalah suatu cara dalam menyampaikan dan menerima
suatu laporan yang berkaitan dengan keadaan klien. Timbang terima
merupakan kegiatan yang harus dilakukan sebelum pergantian shift. Selain
laporan antar shift, dapat disampaikan juga informasi-informasi yang
berkaitan dengan rencana kegiatan yang telah atau belum dilaksanakan.
5.4.1 Tujuan.
a. Menyampaikan kondisi atau keadaan klien secara umum.
b. Menyampaikan hal-hal yang penting yang perlu ditindaklanjuti oleh
dinas
berikutnya.
c. Tersusun rencana kerja untuk dinas berikutnya.
5.4.2 Langkah-langkah
a. Kedua kelompok shift dalam keadaan sudah siap.
b. Shift yang akan menyerahkan perlu mempersiapkan hal-hal apa yang
akan disampaikan.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
105
c. Perawat primer menyampaikan kepada penanggungjawab shift
selanjutnya meliputi:
1) Kondisi atau keadaan klien secara umum.
2) Tindak lanjut atau dinas yang menerima operan.
3) Rencana kerja untuk dinas yang menerima operan.
d. Penyampaian operan di atas harus dilakukan secara jelas dan tidak
terburu-buru.
e. Perawat primer dan anggota kedua shift dinas bersama-sama secara
langsung melihat keadaan klien.
5.5 Prosedur Timbang Terima
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam prosedur ini meliputi :
a. Persiapan
1) Kedua kelompok sudah dalam keadaan siap.
2) Kelompok yang akan bertugas menyiapkan buku catatan.
b. Pelaksanaan
Timbang terima dilaksanakan oleh perawat primer kepada perawat
primer yang mengganti jaga pada shift berikutnya :
1) Timbang terima dilaksanakan setiap pergantian shift.
2) Di nurse station perawat berdiskusi untuk melaksanakan timbang
terima dengan mengkaji secara komprehensif yang berkaitan tentang
masalah keperawatan klien, rencana tindakan yang sudah dan belum
dilaksanakan serta hal-hal penting lainnya yang perlu dilimpahkan.
3) Hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan perincian yang lengkap
sebaiknya dicatat untuk kemudian diserahterimakan kepada perawat jaga
berikutnya.
4) Hal-hal yang perlu disampaikan pada saat timbang terima adalah
a. Identitas klien dan diagnosa medis.
b. Masalah keperawatan yang masih ada.
c. Data fokus (Keluhan subyektif dan obyektif).
d. Tindakan keperawatan yang sudah dan belum dilaksanakan .
e. Intervensi kolaboratif dan dependensi.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
106
f. Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan dalam
kegiatan selanjutnya.
5) Perawat yang melakukan timbang terima dapat melakukan
klarifikasi tanya jawab terhadap hal-hal yang ditimbangterimakan dan berhak menanyakan mengenai hal-hal yang
kurang jelas.
6) Penyampaian saat timbang terima secara jelas dan singkat.
7) Lama timbang terima untuk setiap pasien tidak lebih dari 5 menit
kecuali pada kondisi khusus dan memerlukan penjelasan yang
lengkap dan rinci.
8) Kepala ruangan dan semua perawat keliling ke tiap klien dan
melakukan validasi data.
9) Pelaporan untuk timbang terima ditulis secara langsung pada buku
laporan ruangan oleh perawat primer.
5.6 Pelaksanaan Inovasi
Dilaksanakan diruangan perawatan GP 2 lantai 3 Rumah Sakit Jantung Pusat
Nasional Harapan Kita yaitu pada kegiatan timbang terima antar shift.
Penerapan inovasi dilakukan setelah melakukan sosialisasi dengan ruangan
yang dimulai pada tanggal 8 -26 April 2013 yang bertempat di ruang GP 2
lantai 3 Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta.
5.6.1
Prosedur pelaksanaan.
a. Prosedur administrasi
Pertama penulis akan mengajukan proposal ke ruang yang dituju,
setelah mengajukan mengadakan sosialisasi ke ruangan dengan
mengadakan presentasi ke ruangan.
b. Pelaksanaan Inovasi
1) Melakukan identifikasi sumber daya yang ada di ruangan
2) Melakukan role play timbang terima pada para perawat yang
berdinas antar shift.
3) Melakukan monitoring pelaksanaan timbang terima pada setiap
pergantian shift.
4) Dokumentasi hasil.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
107
5.6.2
Pelaksanaan
NO
KEGIATAN
TANGGAL
1
Sosialisasi pelaksanaan proyek inovasi
08 April 2013
optimalisasi pelaksanaan serah terima (hand
over) pasien dalam model keperawatan
profesional motode tim.
2
Implementasi : Simulasi pelaksanaan serah 09-10 April 2013
terima (handover) pasien
3
Implementasi serah terima (handover) pasien 11-24 April 2013
diruangan
4
Evaluasi
25-26 April 2013
5
Presentasi hasil proyek inovasi
08 Mei 2013
Pelaksanaan kegiatan inovasi dilakukan sesuai dengan rencana kegiatan yang
telah dibuat sebelumnya, yaitu kelompok membuat pedoman format handover
yang akan digunakan oleh perawat pada saat pergantian dinas/shift.
Adapun tahapan kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
5.6.3
Sosialisasi
Kegiatan sosialisasi proyek inovasi pelaksanaan handover diruangan GP 2
lantai 3 dilaksanakan pada tanggal 08 April 2013 yang dimulai pada pukul
07.30 s.d 08.00 WIB. Peserta terdiri dari kepala ruangan, perawat shift malam
dan pagi. Kegiatan berjalan dengan lancer yang diawali dengan sambuatan
dari kepala ruangan, kemudian dilanjutkan dengan pemaparan proposal dari
kelompok. Setelah pemaparan, kepala ruangan dan beberapa perawat cukup
merespon dengan baik karena berkaitan dengan tugas dan pekerjaan mereka
sehari-hari.
5.6.4 Implementasi
Setelah melakukan simulasi hand over selama dua hari kemudian dilanjutkan
dengan pelaksanan hand over selama dua minggu yaitu dari tanggal 11-24
April 2013 yang dilaksanakan oleh masing-masing perawat setiap shift.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
108
Perawat shift pagi melaporkan pasiennya ke shift sore dan seterusnya shift
sore ke malam dengan mengunakan format hand over yang sudah dibuat oleh
kelompok. Untuk melihat manfaatnya kelompok selalu melakukan observasi,
wawancara, diskusi dan evaluasi dengan kuisioner terhadap pelaksanaan oleh
perawat.
5.7 Evaluasi
Setelah perawat diruangan melaksanakan handover antar shift dengan
mengunakan format yang dibuat oleh mahasiswa, maka perlu dilakukan
evaluasi terhadap kepuasan dan kefektifan format dalam membantu
meringankan tugas perawat. Evaluasi dilakukan pada 20 orang perawat
dengan menggunakan kuesioner. Hasil evaluasinya adalah sebagai berikut :
Tabel 19. Sikap perawat terhadap pengadaan format handover di ruangan
Sikap perawat
Jumlah
Presentase (%)
Setuju
13
65
Ragu-ragu
5
25
Tidak setuju
2
10
20
100
Tabel 19 menunjukkan bahwa sebagian besar sikap perawat terhadap
pengadaan format handover (65 %/ 13 perawat) menyatakan setuju untuk
diadakan format hand over, sisanya ragu-ragu 5 orang (25 %) dan tidak
setuju 2 orang (10 %).
Tabel
20.
Pendapat
perawat
tentang manfaat
format
handover
meringankan pekerjaan sebagai perawat.
Pendapat perawat
Jumlah
Presentase (%)
Setuju
13
65
Ragu-ragu
5
25
Tidak setuju
2
10
20
100
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
109
Tabel 20 menunjukkan bahwa sebagian besar perawat berpendapat format
hand over yang dibuat meringkankan pekerjaan sebesar 65 % atau
sebanyak 13 perawat sisanya ragu-ragu 5 orang (25 %) dan tidak setuju 2
orang (10 %).
Tabel 21. Pendapat perawat mengenai mengisi format handover sebagai
bagian dari pekerjaan
Pendapat perawat
Jumlah
Presentase (%)
Setuju
13
65
Ragu-ragu
5
25
Tidak setuju
2
10
20
100
Tabel 21 menunjukkan bahwa pendapat perawat mengenai format
handover adalah bagian dari pekerjaan 13 orang setuju (65 %), ragu-ragu 5
orang (25 %) dan tidak setuju 2 orang (10 %).
Tabel 22. Pendapat perawat bahwa format handover mengurangi intensitas
dan frekuensi bertemu pasien
Pendapat perawat
Jumlah
Presentase (%)
Setuju
3
15
Ragu-ragu
4
20
Tidak setuju
13
65
20
100
Tabel 22 menunjukkan bahwa sebagian kecil perawat berpendapat bahwa
format handover mengurangi intensitas dan frekuensi bertemu pasien
sebesar 15 % atau sebanyak 3 perawat,sisanya ragu-ragu 4 orang (20 %)
dan tidak setuju 13 orang (65 %).
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
110
Tabel. 23 Pendapat perawat tentang format handover memberikan manfaat
untuk perawat
Pendapat perawat
Jumlah
Presentase (%)
Setuju
16
80
Ragu-ragu
3
15
Tidak setuju
1
5
20
100
Tabel 23 menunjukkan bahwa sebagian besar perawat berpendapat bahwa
format handover memberikan manfaat untuk perawat 16 orang setuju (80
%),sisanya ragu-ragu 3 orang (15 %) dan tidak setuju 1 orang (5 %).
Tabel 24. Pendapat perawat tentang format handover yang dibuat sangat
praktis digunakan
Pendapat perawat
Jumlah
Presentase (%)
Setuju
12
60
Ragu-ragu
5
25
Tidak setuju
3
15
20
100
Tabel 24 menunjukkan sebagian besar perawat pendapat bahwa format
hand over sangat praktis digunakan 12 orang setuju (60 %), ragu-ragu 5
orang (25 %) dan tidak setuju 3 orang (15 %).
Tabel 25. Pendapat perawat tentang perlunya dibuat format handover
disetiap ruang rawat
Pendapat perawat
Jumlah
Presentase (%)
Setuju
13
65
Ragu-ragu
4
20
Tidak setuju
3
15
20
100
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
111
Tabel 25 menunjukkan sebagian besar perawat berpendapat bahwa
perlunya dibuat format handover disetiap ruang rawat 13 orang setuju (65
%), ragu-ragu 4 orang (20 %) dan tidak setuju 3 orang (15 %).
Tabel 26. Pendapat perawat tentang perlu atau tidak dukungan dari
pimpinan rumah sakit terhadap penggunaan format handover
Pendapat perawat
Jumlah
Presentase (%)
Setuju
16
80
Ragu-ragu
3
15
Tidak setuju
1
5
20
100
Tabel 26 menunjukkan sebagian besar perawat berpendapat perawat
tentang perlu dukungan dari pimpinan rumah sakit terhadap pengadaan
format hand over 16 orang setuju (80 %), ragu-ragu 3 orang (15 %) dan
tidak setuju 1 orang (5 %).
5.8 Pembahasan
Menurut Friesen,White dan Byers (2008) Timbang terima (handover)
adalah suatu kegiatan untuk mentransfer informasi mengenai keadaan
pasien disertai dengan wewenang dan tanggung jawab selama melakukan
perawatan kepada pasien. Kegiatan ini dilakukan dengan cara
menyampaikan dan menerima suatu laporan yang berkaitan dengan
keadaan klien. Timbang terima merupakan kegiatan yang harus dilakukan
sebelum pergantian shift. Selain laporan antar shift, dapat disampaikan
juga informasi-informasi yang berkaitan dengan rencana kegiatan yang
telah atau belum dilaksanakan. Hal ini sangat membutuhkan perencanaan
yang matang, tingkat pendidikan dan ketrampilan dalam melaksanakan
tugas, membutuhkan komukasi yang jelas mengenai apa yang dikerjakan
serta tujuannya, butuh waktu untuk memonitor, peran model dalam
melaksanakan tugas sangat diperlukan, serta melaksanakan evaluasi
setiap shift.(Memoire,A.2007)
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
112
Pelaksanaan handover merupakan teknik atau cara menyampaikan dan
menerima laporan yang berhubungan dengan kondisi pasien pada masingmasing shift (pagi, sore, malam). Tujuannya adalah untuk memudahkan
laporan pasien ke shift berikutnya sehingga memudahkan penetapan
rencana perawatan dan mengevaluasi intervensi keperawatan.
Handover harus dilaksanakan seefektif mungkin dengan menjelaskan
secara singkat, jelas dan lengkap tentang status /kondisi pasien, tindakan
kolaboratif yang sudah dilaksanakan atau belum dilaksanakan serta
perkembangan pasien saat ini.
Karakteristik pelaksanaan handover antara lain melibatkan pasien secara
langsung, pasien merupakan fokus kegiatan, melakukan diskusi bersama
sama dengan perawat pelaksana, perawat primer dan konselor.
Friesen,White dan Byers (2008).
Handover secara umum memberikan manfaat antara lain menumbuhkan
cara berpikir kritis perawat, meningkatkan kemampuan perawat tentang
intervensi keperawatan yang
bersumber dari masalah pasien,
meningkatkan validitas data pasien, meningkatkan kemampuan perawat
menilai hasil kerjanya, meningkatkan kemampuan perawat memodifikasi
rencana perawatan.
Berdasarkan hasil kuisioner untuk evaluasi pengadaan format handover
menunjukkan hasil positif dan respon yang baik oleh perawat berkaitan
dengan pengadaan format handover, mampu memotivasi perawat untuk
melaksanakan perannya sebagai pelaksana asuhan keperawatan, hal ini
disebabkan dan didukung oleh isi format handover yang mampu
memfalitasi sebagian besar dari materi yang ditimbangterimakan saat
operan jaga antar shift,
diantaranya : menjelaskan keadaan, data
demografi klien dan data anthropometri klien, menjelaskan masalah
keperawataan utama, menjelaskan intervensi yang belum dan yang akan
dilaksanakan, menjelaskan tindakan selanjutnya.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
113
5.9 Kesimpulan
Untuk meningkatkan atau mengoptimalkan timbang terima pasien
diperlukan format khusus pada tiap ruangan yang mencirikan kegiatan
atau tindakan khusus pada masing-masing ruangan. Pembuatan format
tersebut harus melibatkan perawat pada masing masing ruangan sehingga
isi dari format handover yang dibuat tepat sesuai materi yang biasanya
dioperkan selama ini sehingga akan mengurangi penolakan perawat, tidak
menambah beban kerja perawat, tidak bersifat duplikasi dari dokumentasi
perawatan dan memudahkan perawat pelaksana dalam melakukan
timbang terima perawat pelaksana. Disamping itu juga perlunya
dukungan yang kuat dari pembuat keputusan dari bidang perawatan dan
menjadikan pengadaan format hand over sebagai salah satu standar untuk
meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan.
Disarankan untuk pelaksanaan handover dengan menggunakan format
yang dibuat kelompok sebaiknya tetap dilanjutkan dan diperbaiki secara
berkala
format yang sudah ada sesuai dengan kebutuhan yang pada
akhirnya memudahkan perawat dalam melakukan serah terima pasien
setiap shift.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan terhadap empat peran perawat yang berhubungan dengan intervensi
keperawatan pada pasien dengan menggunakan teori keperawatan dan Model
Sistem Neuman maka dapat disimpulkan bahwa :
6.1.1 Peran perawat sebgai pemberi asuhan keperawatan yaitu dengan menerapkan
Model Sistem Neuman pada pasien kelolaan yaitu pasien dengan post
operasi
CABG,
serta
30
kasus
resume
yang
terdiri
dari
ACS/STEMI/NSTEMI, CHF yang dikembangkan berdasarkan pada teori
Neuman dan memandang pasien
sebagai suatu sistem terbuka yang
bereaksi terhadap stressor dan lingkungan. Variabel
pasien
adalah
fisiologis, psikologis, social budaya, perkembangan dan spiritual. Intervensi
keperawatan terjadi melalui tiga cara pencegahan yaitu pencegahan primer,
sekunder dan tertier. Model ini digunakan dalam pendidikan keperawatan,
riset, administrasi dan langsung dipelayanan keperawatan.
6.1.2 Peran perawat terhadap perawatan pasien post operasi CABG dengan
menggunakan Model Sistem Neuman sangat dibutuhkan dimana perawat
membantu menangani berbagai macam sumber stressor pada pasien dan
melakukan intervensi dalam mengurangi stresor meliputi intervensi primer,
sekunder dan tersier, yang dapat dihubungan dengan berbagai tatanan
dimana pasien bisa menemui perawat.
6.1.3 Peran perawat sebagai peneliti diaplikasikan dengan melakukan penelitian
tentang penilaian status fungsional pasien gagal jantung dengan
menggunakan Barthel Index, yang dilaksanakan di Gedung Perawatan 2
Lantai 3 Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta pada 30
pasien. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
format Barthel Index
merupakan salah satu alat yang obyektif untuk
114
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
115
menilai kemandirian pasien dalam melakukan ADL dan dapat digunakan
sebagai alat pengkajian sebagai suatu instrument pengkajian dasar dalam
menegakkan
diagnosa
keperawatan
yang
berhubungan
dengan
ketidakmampuan fungsional.
6.1.4
Peran perawat sebagai innovator dilakukan bersama dengan kelompok
dengan melakukan inovasi tentang optimalisasi pelaksanaan Bedside
Handover perwat dengan menggunakan format Handover di Gedung
Perawatan 2 Lantai 3 Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita
Jakarta.
Format
handover,
mampu
memotivasi
perawat
untuk
melaksanakan perannya sebagai pelaksana asuhan keperawatan, hal ini
disebabkan dan didukung oleh isi format handover yang mampu
memfalitasi sebagian besar dari materi yang ditimbangterimakan saat
operan jaga antar shift.
6.2 Saran
6.2.1 Bagi Pelayanan Keperawatan
6.2.1.1 Dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan sistem kardiovaskuler menggunakan pendekatan teori model
keperawatan seperti Model Sistem Neuman. Model ini dianggap sesuai
pada kasus kardiovaskuler, sesuai denga karakteristik sistem terbuka yang
memandang pasien sebagai individu yang utuh atau menyeluruh.
6.2.1.2 Menggunakan Evidence Based Practice (EBN) dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien serta penelitian-penelitian sebelumnya atau
riset-riset terkini sehingga dapat memberikan bukti dalam melakukan
intervensi keperawatan kepada pasien.
6.2.1.3 Bagi institusi pelayanan kiranya terus melakukan inovasi dalam upaya
meningkatkan
kualitas
pelayanan
serta
mengembangkan
ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam hal ini asuhan keperawatan.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
116
6.2.2
Bagi Institusi Pendidikan
6.2.2.1 Penerapan teori Model Sistem Neuman diharapkan dapat menambah
wawaasan tentang ilmu keperawatan bagi perawat medical bedah serta
mahasiswa terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan.
6.2.2.2
Teori Model Sistem Neuman kiranya dapat dijadikan rujukan bagi
institusi pendidikan kepada mahasiswa dalam penerapan asuhan
keperawatan.
6.2.2.3
Teori Model Sistem Neuman dapat digunakan oleh perawat dan
mahasiswa dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan yang
didasarkan pada evidence based nursing.
Universitas Indonesia
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Aish, A., & Isenberg, M. (1996). Effects of orem based nursing intervention on
nutritional self care of miocardial infraction patients. International Journal
Nurs, 33 (3) : 259-270.
Anonym. (2010). Clinical handover and patient safety. www.qnu.org.au. Diakses
pada Tanggal 23 Oktober 2011.
Bertrand,M.E, Chair, Maarten, Keith,A., Fox, Lars et all (2002) Management of acute
coronary syndrome in patirnts presenting without persistent ST-segment
elevation. European Heart Journal (23) : 1809-1840.
Black (2009) Medical surgical nursing, clinical management for positive outcomes.
Souders Elseiver (8):1410-1412.
Dharma, K.K. (2011). Metodologi penelitian keperawatan. Jakarta : Trans Media
Info
Draper, D.,Felland,L.,Liebhaber,L.,and Melichar,L (2008) The role of nurses in
hospital quality improvement. Center for Studying Health System Change.
Friesen,M.A.,White,S.V.,Byers,J.F (2008).Handoffs: Implication for Nurses. Patient
Safety and Quality: An Evidence-Based Handbook for Nurses: Vol. 2
Formiga, F., Chivite, D., Casas, S., Manito, N., Pujol, R (2006) Functional
assessment of elferly patients admitted for heart failure. Rev Ep cardio (7) 740.
Freese, B.T. (2006). Neuman model in Tomey, A.M., & Alligood, M.R. Nursing
theorists and their work. St.Louis, Missouri. Hal.318-354.
Gun,J.,Taggart,P (2003) Revascularisation for acute coronary syndromes : PCA or
CABG. Heart.
Hidayat, N.N (2009) Pencegahan infeksi luka operasi.Dalam http
://www.pustaka.unpad.ac.id/wp-content/upload/2009/04/Pencegahan-InfeksiLuka-Operasi.pdf. Diunduh tanggal 19 Juni 2013.
Heyman, P., & Wolfe, S. (2000). Neuman system model: Criticims. University
of Florida. (2000, http://www.patheyman.com/essays/neuman/criticisms.htm
diunduh 30 Mei 2013).
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
Homoud, M.K (2008) Coronary artery disease. Tufts New England Medical Center
Spring.
Holland, R., Rechel, B., Stepien, K., Harvey, I. (2010) Patients Self Assessed
Functional Status in Heart Failure by New York Heart Association Class : A
Prognostic Predictor of Hospitalization, Quality of Life and Death. Journal of
Cardiac Failure (16) : 150-156
Houlden, H., Edwards, M., McNeil, J., Greenwood, R., (2006) Use of the Barthel
Index and the functional independence measure during early inpatient
rehabilitation after single incident brain injury. Clinical Rehabilitation (20) :
153-159.
Ignatavicius, D.D. & Workman, M.L (2006). Medical surgical nursing: critical
thinking for collaborative care 5th-ed. Missouri: Elsevier.
Kang, Y., Yang, I-S., & Kim, N. (2010). Corelates of health bahaviour in patients
with coronary artery disease. Asian Nursing Research. 4 (1), 45-55.
Lamont, L.A.,Tranquilli,W.J.,Grim,K (2000)
association study of pain. (4) : 703-729.
Physiology
pain.
International
Memoire,A.(2007).Communnication during patients hand overs. Joint Commission
International
Minnesota, S.P (2010) Comprehensive heart failure practice guidelines. Journal of
Cardiac Failure (16)
Muttaqin, A (2009) Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
kardiovaskuler dan hematologi. Jakarta Salemba Medika.
Nakao, S., Takata, S., Uemura, H., Kashihara, M., Osawa, T., Komatsu, K.,(2010)
Relationship between Barthel Index scores during the acute phase of
rehabilitation and subsequent ADL in stroke patient. The Journal of Medical
Investigation (57) :81-88.
Neuman,B.(2005).NeumansystemModel.Dalamhttp://www.nursingtheory.net/models_
neumansystems.html di unduh tanggal 1 Juni 2013.
Nirmala, V (2010) Modified Barthel Index and self assessment scores of the level
independence of individuals in subacute care.
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
Nursing Theories (2009).Application Of Betty Neuman's Systems Model.
http://currentnursing.com/nursing_theory/application_Betty_Neuman%27s_mo
del.html. Di unduh tanggal 1 Juni 2013.
Neuman,B.(2005).NeumansystemModel.Dalamhttp://www.nursingtheory.net/models_
neumansystems.html di endu tanggal 20 November 2009.
Overbough,K.J (2009) Acut coronary syndrome. American Journal Nursing.109:42
Parke, B, Mishkin, A.(2005) Best Practice in Shift handover communication.
Proceedings of the International Association for the Advancement of Space
Safety Conference sponsored by ESA, NASA, and JAXA, Nice, France, 25-27
October, 2005.
Parker, M.E. (2001) Nursing theories and nursing practice. Philadelphia: F.A. Davis
Company, 338-341.
Patel, N.B (2010) Guide to pain management in low-resource setting. International
Association Study of Pain : 13-17.
Popovich, D. (2011) 30-Second Head-to-Toe Tool in Pediatric Nursing: Cultivating
Safety in Handoff Communication. Pediatric Nursing /March-April 2011/Vol.
37/No. 2.
Putten, V.D., Hobart, J.C., Freemen, J.A., Thompson, A.J (1999) Measuring change
in disability after inpatient rehabilitation : comparison of the responsiveness of
the Barthel Index and functional independence measure. Journal of
Neurology, Neurosurgery and Psychiatry (66): 480-484.
RimemmermanC.M(2010)Coronaryarterydisease.Dalamhttp://www.clevelandclinicm
eded.com/medicalpubs/diseasemanagement/cardiology/coronary-arterydisease/ diunduh tanggal 20 April 2013.
Rokhaeni, H.,Purnamasari, Rahayoe,A.U (2001) Buku ajar keperawatan
kardiovaskuler. Bidang Diklat Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah
harapan Kita.
Sitorus,R., Yulia. (2005).Model Praktek Keperawatan Profesional di Rumah Sakit
Panduan Implementasi. Jakarta : EGC
Smeltzer & Bare (2002) Buku ajar keperawatan medikal bedah, ed 8. Jakarta : EGC.
Tomey, A.N., & Alligood, M.R.(2006). Nursing theorists and their work. (6th ed). St.
Louis: Mosby Elsevier.
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
WHO. (2007). Communication During Patient Hand-Overs. Patient Safety Solutions
volume 1, solution 3, May 2007 Chaburay, W., McMurray, A., and Wallis, M.
(2008). Standard Operating Protocol for Implementing Bedside Handover in
Nursing. The Research Centre for Clinical and Community Practice
Innovation (RCCCPI), Griffith University, old Coast campus, Qld, 4222.
Wise,F.M (2010). Coronary heart disease. Australian Family Physician (39).
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
LAPORAN KASUS RESUME
DX
• Respiratory status : Ventilation
• Respiratory status : Airway patency
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal
Airway management
Evaluasi
Implementasi
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kontraktilitas otot
jantung
NOC
Resume : Kasus 1 Acut NSTEMI on CKD
Tn. A 60 tahun, memiliki riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu dan tidak
teratur berobat. Tuan M sudah dua kali dirawat di RS Harapan Kita dengan
keluhan yang sama yaitu sesak nafas dan cepat capek bila beraktivitas. Pada
tanggal 18 Februari 2013 pasien masuk di ICCU RS Harapan Kita dengan
keluahan sesak (+) memberat setelah beraktivitas, rekam EKG: menunjukkan
TAVB Pasien langsung dipasang TPM untuk mempersiapkan pemasangan PPM.
Persepsi pasien terhadap Stressor : Tuan A memberi arti bahwa sesak, merasa
lelah (diagnose total AV blok, hipertensi) berhubungan dengan gaya hidup dan
usianya semakin tua. .Persepsi perawat terhadap stressor : Stresor utama Tuan
A yaitu ancaman perubahan fungsi jantung ditandai dengan sesak dan cepat capek.
Tuan A diagnose medis TAVB on TPM (Desember 2013), acut on CKD.
Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: TD:144/60 mmHg, HR 90100x/mnt, RR 20-22x/mnt, SB 36.4. Psikologikal : Tuan A bisa bekerja sama,
dapat menceritakan perasaannya dengan perawat, tentang diagnosa, rencana
tindakan.. Sosial budaya : Pasien berhubungan dengan baik dengan anak-anak (dari
istri pertama dan kedua) dan tinggal serumah dengan istri yang kedua dan anakanaknya. Perkembangan :, telah menikah dan mempunyai 3 anak. Merasa senang
tinggal bersama istri dan anak-anaknya. Spiritual : Menyatakan dirinya sebagai
seorang Kristen. Beribadah tiap hari minggu dan atau ada pertemuan keluarga/
jemaat..Faktor Interpersonal : Mempunyai hubungan komunikasi dengan
keluarga dari kakak dan adik-adiknya. Faktor ekstrapersonal : Tuan A sejak sakit
tidak secara aktif mengikuti organisasi keluarga .
NIC
Pengkajian
Profil Pasien
1
•
•
Pencegahan primer : Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi.Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
Pencegahan sekunder : mengkaji keefektifan pemberian oksigen dan inhalasi,
intake dan output, kolaborasi pemberian O2:2-3 lpm
Pencegahan tersier : Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam.
ƒ
ƒ
Tuan A setelah hari tiga post TPM memperlihatkan jalan nafas bersih, tidak ada
sesak nafas, batuk tidak ada. Bersihan jalan nafas terkontrol dengan pengobatan.
Tuan A mengonsumsi makanan dan minuman yang diberikan. Bersihan jalan
nafas tetap dipertahankan sampai hari ketiga post pemasangan PPM.
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
LAPORAN KASUS RESUME
2
Resume : Kasus 2 ACS,Total AV Blok/ TAVB; CKD, DM tipe II,
Profil
Pasien
Hipertensi.ALO
Tn. M.D 63 tahun, Tuan MD sudah berulang kali dirawat di RS Harapan Kita
dengan keluhan sesak nafas dan cepat capek bila beraktivitas.
Persepsi pasien terhadap Stressor : Sesak nafas sudah terasa seminggu
SMRS, memberat saat aktivitas, 90x/mnt, RR 20-24x/mnt, SB 36.4. Sat O2 98%. Rontgen Thorax : CTR
50%, Seg Ao dilatasi, Po (N), pinggang jantung (+), infiltrat (-), kongesti (-)
EKG: SR. QRS.Rate 70x/mnt, axis (N), PR int 0,16”, QRS durasi 0.06 ”,
ST elevasi V1-V4, T Inv V1-V4.
DX
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal
Airway management
Evaluasi
Implementa
si
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kontraktilitas otot
jantung
NOC
Psikologikal :pasien menyadari akan keterbatsan perannya sebagai suami dan
ayah dalam keluarga, dan berharap dukungan dari istri dan anak-anak. Sosial
budaya : Pasien berhubungan dengan baik dengan anak-anak (dari istri pertama
dan kedua) dan tinggal serumah dengan istri yang kedua dan anak-anaknya..
Perkembangan : telah menikah dan mempunyai 2 anak. Merasa senang tinggal
bersama istri dan anak-anaknya. Spiritual : Pasien rajin menjalankan ajaran
agamanya yaitu Islam..Faktor Interpersonal : Pasien adalah kepala keluarga yang
pekerja keras, dan selalu perhatian terhadap keluarganya,. Faktor ekstrapersonal :
Tuan M.D sejak sakit tidak secara aktif mengikuti organisasi keluarga .
Prorgam terapi : Tgl 18 Feb. 2013: O2 2-4 lpm; Inhalasi
ventolin:bisolvon:NaCl=1;1;1; inpepsa 3x1 mg, plavix 1x75 mg cordaron 2x200
mg, tropenem 2x1 g, NaCl, Triofusin parenteral.
NIC
Pengkajian
.Persepsi perawat terhadap stressor : Stresor utama Tuan M.D pasien nampak
banyak diam/ apatis, banyak tidur dan istirahat..
Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: TD:90/60 mmHg, HR 80-
•
•
ƒ
Pencegahan primer : Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
Pencegahan sekunder : mengkaji keefektifan pemberian oksigen dan inhalasi,
intake dan output, kolaborasi pemberian O2:2-3 lpm
Pencegahan tersier : Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam.
Tuan M.D memperlihatkan jalan nafas bersih, tidak ada sesak nafas, batuk tidak
ada. Bersihan jalan nafas terkontrol dengan pengobatan. Bersihan jalan nafas tetap
dipertahankan tetap maksimal sesuai kebutuhan pasien.
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
Tuan S, 60 tahun, mengeluh nyeri pada ulu hati dengan durasi > 20 menit, menjalar
ke lengan kiri, disertai dengan keringat dingin, membasahi baju, disertai rasa
pusing. tanggal 24 Februari 2013 masuk rumah sakit dan langsung di UGD
Persepsi pasien terhadap Stressor : Pasien bertanya tentang kesehatannya, dan
tindakan yang akan dilakukan. Pasien menyatakan akan berhenti merokok.. Tuan S
berharap mendapat perhatian keluarga dan cepat mengalami penyembuhan
sehingga bisa bersatu dengan keluarga.Persepsi perawat terhadap stressor :
Stressor utama Tuan S yaitu perubahan kondisi kesehatannya yaitu nyeri didada
seperti ditusuk dan ditindih beban berat.Kesan singkat Faktor Intrapersonal :
Fisiologikal: TD:113/65 mmHg, HR 90-100x/mnt, RR 18-20x/mnt, SB 36.7. Sat
O2 98%. Rontgen Thorax
: CTR 50%, Seg Ao dilatasi, Po (N), pinggang
jantung (+), infiltrat (-), kongesti (-)EKG: SR. QRS.Rate 60x/mnt, axis (N), PR int
0,18”, QRS durasi 0.06 ”, ST elevasi II,II,aVF, T Inv V2-V4. Psikologikal :
Membatasi diri untuk beraktivitas-sakit, sadar akan kondisi, merasa masih banyak
yang perlu diselesaikan.. Sosial budaya : komunikasi dengan anak-anak dan istri
terbuka. Perkembangan : memenuhi kebutuhan perkembangan dewasa
produktif.Spiritual : Tuan S menyatakan beragama Islam dan rajin menjalankan
ibadah sesuai dengan agamanya...Faktor Interpersonal : Tuan S anak ke-3 dari 5
bersaudara, ibu nya sudah lama meninggal.. Faktor ekstrapersonal : Tuan S
mempunyai rumah sendiri, mempunyai usaha sendiri, dan pembiayaan di
tanggung
oleh askes.Prorgam terapi : Aspilet 1x80 mg, plavix 1x75
mg,sinvastatin 1x20 mg,laxadine 1x5 mg ISDN 3x5 mg.Diet jantung II
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kontraktilitas otot
jantung
Pain management
Pencegahan primer : Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
Pencegahan sekunder : Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Pencegahan tersier : Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Evaluasi
NIC
• Mampu mengontrol nyeri
• Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
Implemetasi
NOC
Pengkajian
Resume : Kasus 3 Acut STEMI Anterior, onset 24 jam timi 4/14 Killip II.
DX
3
Profil
Pasien
LAPORAN KASUS RESUME
Tuan S setelah 3 hari perawatan memperlihatkan tanda-tanda curah jantung
terkontrol ditandai dengan tidak terjadi penurunan kesadaran, hemodinamik stabil,
nadi perifer teraba.
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
LAPORAN KASUS RESUME
Profil
Pasien
4
Resume : Kasus 4 Acut STEMI inferior, DM tipe II
Tuan W, 53 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan mengalami nyeri dada berat
saat sedang menonton TV. Nyeri dirasakan 6 jam sebelum masuk rumah sakit,
seperti ditekan benda berat, tidak menjalar. Selain itu pasien juga mengalami
keringat dingin, sampai membasahi baju, pandangan terasa gelap.
Pengkajian
Persepsi pasien terhadap Stressor : Pasien bertanya tentang keadaan
penyakitnya,banyak istirahat..Persepsi perawat terhadap stressor : Stressor
utama Tuan W yaitu perubahan kondisi kesehatannya yaitu nyeri didada
seperti ditusuk dan ditindih beban berat. Pasien merasa tidak berdaya
dengan pembatasan aktivitas. Kesan singkat Faktor Intrapersonal :
Fisiologikal: TD:79/49 mmHg, HR 70-80x/mnt, RR 18-20x/mnt, SB 36.4.
Sat O2 98%. Rontgen Thorax : CTR 55%, Seg Ao dilatasi, Po (N), pinggang
jantung (+), infiltrat (-), kongesti (-)EKG: SR. QRS.Rate 83x/mnt, axis
LAD, PR int 0,18”, QRS durasi 0.06 ”, ST elevasi II,II,aVF. Psikologikal :
Membatasi diri untuk beraktivitas-sakit, sadar akan kondisi, merasa masih banyak
yang perlu diselesaikan. Sosial budaya : komunikasi dengan anak-anak dan istri
terbuka.Perkembangan : Tuan W menikah dan mempunyai 4 orang anak,
Nyeri dada akut berhubungan dengan iskemik/ infark miokard.
Pain management
Pencegahan primer : Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
Pencegahan sekunder : Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan.Pencegahan tersier : Ajarkan
tentang teknik non farmakologi
Evaluasi
NIC
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
Impleentasi
NOC
DX
menyelesaikan pendidikan pada tingakt Diploma 3.Spiritual : Tuan W
menyatakan beragama Islam dan rajin menjalankan ibadah sesuai dengan
agamanya...Faktor Interpersonal : Tuan W memiliki 2 saudara, dan selalu
berkomunikasi dengan baik Faktor ekstrapersonal : Tuan W tinggal
dirumah sendiri, masih aktif bekerja dan biaya perawatan ditanggung
perusahan.
Nyeri Tuan W berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan Tuan W dapt
beristirahat dengan nyaman, hemodinamik stabil, tidak ditemukan adanya
gangguan perfusi. aktivitas tetap dibantu oleh perawat dan tidak merasa ada nyeri
atau sesak. Hal ini menunjukan masalah nyeri teratasi.
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
LAPORAN KASUS RESUME
Persepsi pasien terhadap Stressor : Pasien menyatakan kuatir dengan kondisi
kesehatannya saat ini..Persepsi perawat terhadap stressor : Stressor utama Ny.S
yaitu perubahan kondisi kesehatannya yaitu nyeri didada seperti ditusuk dan
ditindih beban berat.Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal:
Neurologi: kompos mentis, tidak ada kelainan dalam batas normal.Kardiovaskuler:
rerata frekuensi jantung 80-90x/menit, bunyi S1/S2 (+),murmur (-), denyut nadi
apeks (+), perabaan diatas iktus kordis (+)TD:79/49 mmHg, HR 80-90x/mnt, RR
18x/mnt, SB 36.6. Sat O2 100%. EKG: SR. QRS.Rate 108x/mnt, axis LAD, PR
int 0,12”, QRS durasi 0.08 ”, ST elevasi III,aVF. Psikologikal : Pasien mengalami
keterbatasan dalam melakukan aktivitas dan merasa kurang nyaman dengan
kondisinya sekarang. Sosial budaya : komunikasi dengan anak-anak dan suami
terbuka. Perkembangan Ny.S menikah dan mempunyai 4 orang anak,.Spiritual :
Ny.S menyatakan beragama Islam dan rajin menjalankan ibadah sesuai dengan
agamanya...Faktor Interpersonal : Ny.S memiliki 5 bersaudara, dan selalu
berkomunikasi dengan baik Faktor ekstrapersonal : Ny.S mempunyai rumah
sendiri di Jakarta, mempunyai usaha warung dan pembiayaan perawatan
ditanggung oleh jaminan kesehatan
Prorgam terapi : Lasix 2 amp, valco 1x75 mg, nopertin 1x10 mg, biscor 1x2.5
mg, Aldactone 1x12.5 mg
Penurunan curah jantung b/d respon fisiologis otot jantung, peningkatan frekuensi,
dilatasi, hipertrofi atau peningkatan isi sekuncup
Cardiac care
Pencegahan primer : Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi,
durasi)Pencegahan sekunder : Monitor status kardiovaskulerPencegahan tersier
: Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Evaluasi
NIC
™ Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi)
™ Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
™ Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites
Tidak ada penurunan kesadaran
Implementasi
NOC
Pengkajian
Resume : Kasus 5. ADHF pada CHF fc.II.ec.Old anterior MCI
Ny S, 63 tahun, mengalami nyeri dada berat saat istirahat sedang membersihkan
rumah pada pukul 06.00 pagi. Ny.S masuk IGD pukul 17.00 tanggal 5 Maret 2013
dan di diagnose ADHF pada CHF fc.II.ec.Old anterior MCI
DX
Profil
Pasien
5
Setelah mendapatkan tindakan keperawatan selama 3 hari, Ny.S memperlihatkan
tanda-tanda curah jantung terkontrol ditandai dengan tidak terjadi penurunan
kesadaran, hemodinamik stabil, nadi perifer teraba, tidak sesak, urine output per 34 jam 400cc..
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
LAPORAN KASUS RESUME
Resume : Kasus 6. ADHF (EF 17%)
Tn.A umur 71 tahun, agama Islam, pekerjaan pensiunan. Menikah memiliki 2
orang anak. Tn A masuk rumah sakit dengan keluhan sesak nafas sejak 5 hari
sebelum masuk rumah sakit, disertai dengan mual muntah, rasa cepat capek,
Persepsi pasien terhadap Stressor : Pasien bertanya tentang kesehatannya, dan
tindakan yang akan dilakukan. Pasien menyatakan kuatir dengan kondisi
kesehatannya saat ini..Persepsi perawat terhadap stressor : Stressor utama Tn.A
yaitu perubahan kondisi kesehatannya yaitu sesak nafas dan tidak dapat
beraktivitas.Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: Neurologi:
kompos mentis, tidak ada kelainan dalam batas normal.Kardiovaskuler: rerata
frekuensi jantung 80-100x/menit, bunyi S1/S2 (+),murmur (-), denyut nadi apeks
(+), perabaan diatas iktus kordis (+)TD:148/74 mmHg, HR 80-100x/mnt, RR
20x/mnt, SB 36.8. Sat O2 100%. EKG: SR. QRS.Rate 108x/mnt, axis LAD, PR
int 0,12”, QRS durasi 0.08 ”, ST elevasi III,aVF. T inverted di aVL. Psikologikal :
Pasien mengalami keterbatasan dalam melakukan aktivitas Sosial budaya :
komunikasi dengan anak-anak
terbuka Perkembangan : Tn.A menikah dan
mempunyai 2 orang anak,.Spiritual : Tn.A menyatakan beragama Islam dan rajin
menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya...Faktor Interpersonal : Semua
saudara pasien sudah meninggal sehingga yang berkunjung hanya anak-anak
pasien. Faktor ekstrapersonal : Tn.A tinggal di Jakarta Barat dengan status
rumah sendiri
mempunyai usaha kontrakan
dan pembiayaan perawatan
ditanggung oleh askes.Prorgam terapi : Lasix 2 amp, valco 1x75 mg, nopertin
1x10 mg, biscor 1x2.5 mg, Aldactone 1x12.5 mg
™ Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi)
™ Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
™ Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites
Tidak ada penurunan kesadaran
Cardiac care
Evaluasi
Impleentasi
NOC
Penurunan curah jantung b/d respon fisiologis otot jantung, peningkatan frekuensi,
dilatasi, hipertrofi atau peningkatan isi sekuncup
NIC
DX
Pengkajian
Profil
Pasien
6
Pencegahan primer Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac
putput.Pencegahan sekunder : Monitor status kardiovaskuler.Pencegahan tersier
: Monitor TD, nadi, suhu, dan RR.Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Setelah mendapatkan tindakan keperawatan, Tn.A memperlihatkan tanda-tanda
curah jantung terkontrol ditandai dengan tidak terjadi penurunan kesadaran,
hemodinamik stabil, nadi perifer teraba, tidak sesak, urine output per 3-4 jam
400cc.
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
LAPORAN KASUS RESUME
Evaluasi
Implementasi
NIC
NOC
DX
Pengkajian
Profil
Pasien
7
Resume : Kasus 7. UAP NSTEMI timi 3/7 grace 133, Hipertensi stg I
Tn.M.H umur 67 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri dada sejak 2
hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan saat sedang duduk-duduk, terasa
seperti tertindih benda berat, di ulu hati, menjalar ke leher, kemudian ke lengan
dengan durasi > 30 menit, hilang setelah dipijat.
Persepsi pasien terhadap Stressor : Tuan M.H memberi arti bahwa akibat sesak
nafas menyebabkan tubuh merasa lelah hal ini berhubungan dengan gaya hidup
dan usianya semakin tua. Persepsi perawat terhadap stressor : Stressor utama
Pasien yaitu perubahan kondisi kesehatannya yaitu sesak nafas dan tidak dapat
beraktivitas. Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: Neurologi:
kompos mentis, tidak ada kelainan dalam batas normal.Kardiovaskuler: rerata
frekuensi jantung 80-100x/menit, bunyi S1/S2 (+),murmur (-), denyut nadi apeks
(+), perabaan diatas iktus kordis (+)TD:148/74 mmHg, HR 80-100x/mnt, RR
20x/mnt, SB 36.8. EKG: SR. QRS.Rate 108x/mnt, axis LAD, PR int 0,12”, QRS
durasi 0.08 ”, ST elevasi III,aVF. T inverted di aVL. Psikologikal : dapat
menceritakan perasaannya dengan perawat, tentang diagnosa, rencana tindakan.
Sosial budaya : komunikasi dengan anak-anak terbuka Perkembangan : Tn.A
menikah dan mempunyai 6 orang anak,.Spiritual : Tn.MH menyatakan beragama
Islam dan rajin menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya...Faktor
Interpersonal : Saudara kandung Tn M.H yang ke 3 meningal dengan riwayat
penyakit jantung. . Faktor ekstrapersonal : M.H tinggal di Sumatra Selatan
dengan status rumah sendiri mempunyai usaha kontrakan dan pembiayaan
perawatan ditanggung sendiri.Prorgam terapi : Aspilet 160, plavix 300, ISDN
3x5 mg, Sinvastatin 1x20 mg, diazepam 1x5 mg, Captopril 3x6.25, heparinisasi
dengan lavenox 2x0.6 cc 12 jam, Diit jantung 2000 kkal/24 jam
Nyeri dada akut berhubungan dengan iskemik/ infark miokard.
™ Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi)
™ Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
Pain management
Pencegahan primer : Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu
Pencegahan sekunder : Ajarkan tentang metode farmakologi pada penurunan
nyeri Pencegahan tersier : Siapkan informasi tentang nyeri, termasuk penyebab
nyeri , berapa lama akan berakhir dan antisipasi/cegah nyeri dan distress dari
prosedur
Tuan M.H setelah diberikan intervensi keperawatan selama 4 hari
memperlihatkan tanda-tanda curah jantung terkontrol ditandai dengan tidak
terjadi penurunan kesadaran, hemodinamik stabil, nadi perifer teraba, tidak
sesak,
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
LAPORAN KASUS RESUME
NOC
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Airway management
Pencegahan primer : Berikan Oksigen dengan menggunakan nasal kanul. Monitor
status oksigen pasien Pencegahan sekunder : Anjurkan pasien untuk istirahat dan
napas dalam.Pencegahan tersier : Pastikan kebutuhan oksigen Auskultasi suara
nafas sebelum dan sesudah memberikan oksigen
Evaluasi
Pengkajian
DX
Persepsi pasien terhadap Stressor : Pasien menerima keadaan kondisinya, tidak
bisa beraktivitas lebih seperti sebelum dirawat. merubah posisi tidur.Persepsi
perawat terhadap stressor : Stressor utama Pasien yaitu perubahan kondisi
kesehatannya yaitu sesak nafas dan nyeri dada selain itu tidak dapat beraktivitas.
Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: Kardiovaskuler: HR 80100x/menit, bunyi S1/S2 (+),murmur (-), denyut nadi apeks (+), perabaan diatas
iktus kordis (+)TD:110/60 mmHg, HR 80-100x/mnt, RR 20x/mnt, SB 36.4. Sat O2
100%. Rontgen Thorax : CTR 70%, Seg Ao dilatasi, Po melebar, pinggang
jantung datar, infiltrat (-), kongesti (-)EKG: SR. QRS.Rate 108x/mnt, axis RAD,
PR int 0,16”, QRS durasi 0.06 ”, ST depresi V3-V6. Psikologikal : Ny. S
menerima keadaan kondisinya, tidak bisa beraktifistas lebih seperti semula merasa
cepat lelah, sulit tidur. Sosial budaya lebih banyak tinggal dirumah menata dan
membersihkan rumah.Perkembangan : berkeluarga/ kawin dan mempunyai 2
anak, Spiritual : Ny.S menyatakan beragama Islam dan rajin menjalankan ibadah
sesuai agamanya...Faktor Interpersonal : Pasien adalah anak ke 2 dari 4
bersaudara, orang tuanya masih ada. Mempunyai hubungan komunikasi dengan
keluarga dari kakak dan adik-adiknya. . Faktor ekstrapersonal : Tinggal
serumah, dengan anak-anaknya. Mendapat dukungan dari keluarga. Dukungan
dana sepenuhnya dari suami dan jaminan kesehatan. Prorgam terapi : Aspilet 160,
plavix 300, ISDN 3x5 mg, Sinvastatin 1x20 mg, diazepam 1x5 mg, Captopril
3x6.25, Diit jantung 2000 kkal/24 jam
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kontraktilitas otot
jantung.
NIC
Resume : Kasus 8. ADHF ec.UAP AFRVR.CKD
Ny.S umur 31 tahun, Masuk Rumah sakit dengan keluhan sesak napas, apabila
pasien beraktivitas sehari-hari seperti berjalan kurang lebih 5 meter akan
bertambah sesak, tidak berkurang dengan istirahat.
Implementasi
Profil
Pasien
8
Ny.S setelah diberikan intervensi keperawatan memperlihatkan jalan nafas bersih,
tidak ada sesak nafas, batuk tidak ada. Bersihan jalan nafas terkontrol dengan
pengobatan. Ny.S mengonsumsi makanan dan minuman yang diberikan.
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
LAPORAN KASUS RESUME
Resume : Kasus 9. UAP NSTEMI timi 4/7
Tn S, umur 54 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan utama nyeri dada
sebelah kiri sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit. Rasa nyeri ini semakin terasa
menyiksa pasien karena seperti ditekan oleh benda berat. Persepsi pasien terhadap Stressor :.Pasien menerima keadaan kondisinya, tidak
bisa beraktivitas lebih seperti sebelum dirawat. Kondisi pasien masih cepat lelah
dan sesak, ..Persepsi perawat terhadap stressor : Stressor utama Pasien yaitu
perubahan kondisi kesehatannya yaitu adanya nyeri dada selain itu tidak dapat
beraktivitasKesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal:Kardiovaskuler:
HR 80-100x/menit, bunyi S1/S2 (+),murmur (-), denyut nadi apeks (+), perabaan
diatas iktus kordis (+)TD:92/60 mmHg, HR 70-80x/mnt, RR 18x/mnt, SB 36.8. Sat
O2 100%. : EKG: SR. QRS.Rate 62x/mnt, axis normal, PR int 0,22”, QRS durasi
0.16 ”, ST elevasi V3-V6.T inverted, Q patologis Psikologikal : Tn. S menerima
keadaan kondisinya, tidak bisa beraktifistas lebih seperti semula merasa cepat
lelah, sulit tidur.. Sosial budaya Kepala keluarga dan ayah untuk anak-anaknya,
sangat dekat dengan anak-anak dan berkomunikasi baik. Tn.S selalu mengharapkan
perhatian dari keluarganya. Perkembangan : Tn.S memenuhi kebutuhan
perkembangan sebagai orang dewasa menengah, berkeluarga/ kawin dan
mempunyai 3 anak, . Spiritual : Tn.S menyatakan beragama Islam dan rajin
menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya...Faktor Interpersonal : Pasien
adalah anak pertama dari 3 bersaudara, kedua orang tuanya masih ada.
Mempunyai hubungan komunikasi dengan keluarga dari kakak dan adik-adiknya. .
Faktor ekstrapersonal : Tinggal serumah, dengan anak-anaknya. Mendapat
dukungan dari keluarga. Dukungan dana sepenuhnya dari Istri dan jaminan
kesehatan. Perusahan.
Nyeri dada akut berhubungan dengan iskemik/ infark miokard.
Pain management
Pencegahan primer : Dorong pasien untuk monitor nyeri dan mengatasinya
dengan strategi yang diajarkan.Pencegahan sekunder : Ajarkan tentang metode
farmakologi pada penurunan nyeri Pencegahan tersier : Siapkan informasi tentang
nyeri
Evaluasi
NIC
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
Implementasi
NIC
DX
Pengkajian
Profil
Pasien
9
Tuan S. setelah diberikan intervensi keperawatan selama 4 hari memperlihatkan
tanda-tanda curah jantung terkontrol Pola nafas teratasi, tidak merasa sesak lagi,
namun masih mengalami kelemahan fisik, mobilisasi bertahap walaupun masih
dibantu oleh perawat dan keluarga.
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
LAPORAN KASUS RESUME
Resume : Kasus 10. AFNVR, DM tipe 2, CHF fc.II.ec.HHT
Tn. S.S umur 44 tahun, Masuk Rumah sakit dengan keluhan nyeri dada, Pasien
mengeluh nyeri dada sejak 15 jam sebelum masuk rumah sakit, nyeri dirasakan
seperti ditindih beban berat menjalar ke bahu dan lengan kiri, muncul saat istirahat
dengan durasi ± 30 menit dan disertai sesak nafas. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
Pain management
Evaluasi
Implementasi
NOC
Persepsi pasien terhadap Stressor.Pasien menerima keadaan kondisinya, dan
banyak mencari informasi kepada perawat dan dokter mengenai kondisi
penyakitnya..Persepsi perawat terhadap stressor : perubahan kondisi
kesehatannya yaitu adanya nyeri dada selain itu tidak dapat beraktivitas. Kesan
singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: Neurologi: kompos mentis, tidak
ada kelainan dalam batas normal.Kardiovaskuler: HR 80-100x/menit, bunyi S1/S2
(+),murmur (-), denyut nadi apeks (+), perabaan diatas iktus kordis (+)TD:154/78
mmHg, HR 70-74x/mnt, RR 20-22x/mnt, SB 36.9. Sat O2 100%. : EKG:
AF.
QRS.Rate 74x/mnt, axis normal, PR int 0,22”, QRS durasi 0.08 .T inverted di
III.aVF Psikologikal : menerima keadaan kondisinya, tidak bisa beraktifistas lebih
seperti semula merasa cepat lelah, sulit tidur. Tn.S sering bertanya tentang kondisi
penyakitnya sekarang. Sosial sangat dekat dengan anak-anak dan berkomunikasi
baik. Tn.S.S selalu mengharapkan perhatian dari keluarganya, terutama istri dan
anak pertama Perkembangan : Tn.S.S memenuhi kebutuhan perkembangan sebagai
orang dewasa menengah, berkeluarga/ kawin dan mempunyai 2 anak, . Spiritual :
Tn.S.S menyatakan beragama Kristen dan rajin menjalankan ibadah digereja
setiap hari minggu .Faktor Interpersonal : Pasien adalah anak tunggal dalam
keluarga, kedua orang tuanya masih ada. Faktor ekstrapersonal : Tinggal
serumah, dengan anak-anaknya. Mendapat dukungan dari keluarga. Dukungan
dana sepenuhnya dari Istri dan jaminan askes.Prorgam terapi : Neurodek 1x1
mg,lasix 1x1/2 mg, spirolacton 1x200 mg, ascardia 1x80 mg, simarc 1x1 mg,
lansoprasol 2x1 mg, digoxin 1x1 mg.
Nyeri dada akut berhubungan dengan iskemik/ infark miokard.
NIC
DX
Pengkajian
Profil
Pasien
10
Pencegahan primer Observasi tanda-tanda non verbal ketidaknyamanan
Pencegahan sekunder : Ajarkan tentang metode farmakologi pada penurunan
nyeriPencegahan tersier : Ajarkan tentang metode farmakologi pada penurunan
nyeri
Setelah diberikan intervensi keperawatan memperlihatkan hemodinamik baik,
akral hangat, Pola nafas teratasi, tidak merasa sesak lagi, bantuan nafas tetap
diberikan, namun masih mengalami kelemahan fisik, mobilisasi bertahap walaupun
masih dibantu oleh perawat dan keluarga.
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
LAPORAN KASUS RESUME
Resume : Kasus 11. Acut Inferior STEMI onset 21 jam Killip II timi 6/4
Tn. K umur 59 tahun, masuk Rumah sakit dengan keluhan sesak nafas, dialami 21
jam sebelum masuk RS, timbul pada saat pasien sedang tidur, tidak hilang dengan
istirahat.apabila pasien akan berjalan maka lebih bertambah sesak.
suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan
sputum, mampu bernafas dengan mudah)
Management Airway
Evaluasi
Implementasi
NOC
Persepsi pasien terhadap Stressor : Pasien menerima keadaan kondisinya, dan
banyak mencari informasi kepada perawat dan dokter mengenai kondisi
penyakitnya. .Persepsi perawat terhadap stressor : Stressor utama Pasien yaitu
perubahan kondisi kesehatannya yaitu adanya sesak nafas. Nampak pasien
menahan aktivitas dan banyak istirahat.Kesan singkat Faktor Intrapersonal :
Fisiologikal: Neurologi: kompos mentis, tidak ada kelainan dalam batas normal. Kardiovaskuler: frekuensi jantung 90-100x/menit, bunyi S1/S2 (+),murmur (-),
denyut nadi apeks (+), perabaan diatas iktus kordis (+)TD:135/77 mmHg, HR 7080x/mnt, RR 20x/mnt, SB 36.6. Sat O2 100%. : EKG Sinus Rytem, QRS rate
90x/mnt, axis (N), P wave (N), PR int 0.20, QRS durasi 0.10, ST Depresi I, aVL,
II, aVF, V3-V6.Psikologikal : Tn. K menerima keadaan kondisinya, tidak bisa
beraktifistas lebih seperti semula merasa cepat lelah, sulit tidur. Sosial budaya
:sangat dekat dengan anak-anak dan berkomunikasi baik. Perkembangan :
berkeluarga/ kawin dan mempunyai 1 anak, . Spiritual : Tn.K menyatakan
beragama Islam dan rajin menjalankan ibadah sholat 5 waktu setiap hari .Faktor
Interpersonal : Mempunyai hubungan komunikasi dengan keluarga dan kerabat
serta teman kerja dengan baik. Faktor ekstrapersonal : Tinggal serumah, dengan
anak-anaknya. Mendapat dukungan dari keluarga.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplay darah yang tidak adekuat
NIC
DX
Pengkajian
Profil
Pasien
11
Pencegahan primer : Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Pencegahan sekunder : Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Pencegahan tersier : Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
Ketika merasa sesak langsung diberikan oksigen 4 l/menit.. Pasien diajarkan
teknik relaksasi, pertahankan tenang dan dalam keadaan rileks. Pasien menyatakan
sangat membantu. Nampak lebih tenang, nyeri berkurang, sesak tidak ada, namun
pasien masih mengeluh pausing.aktivitas makan dan minum dilakukan sendiri.
Hal ini menunjukan masalah nyeri teratasi sebagian.
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
LAPORAN KASUS RESUME
Resume : Kasus 12. TAVB ec.ACS.UAP.NSTEMI. Timi 2/7, Post pemasangan
TPM.
Ny.R umur 61 tahun, masuk Rumah sakit dengan keluhan nyeri dada, jantung
terasa berdebar, sering pingsan, mual, muntah, keringat dingin. Nyeri dada terasa
apabila pasien beraktivitas sedang.
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
Pain Management
Evaluasi
Implementasi
NOC
Persepsi pasien terhadap Stressor : Pasien selalu berusaha meminta perawat
untuk mengatur posisi tidur, dan berusaha mencari kenyamanan.Persepsi perawat
terhadap stressor : Stressor utama Pasien yaitu perubahan kondisi kesehatannya
yaitu adanya sesak nafas pada saat rumah sakit selain itu tidak dapat beraktivitas
seperti
biasanya.
Kesan
singkat
Faktor
Intrapersonal
:
Fisiologikal:.Kardiovaskuler: HR 70-80x/menit, bunyi S1/S2 (+),murmur (-),
denyut nadi apeks (+), perabaan diatas iktus kordis (+)TD:90/60 mmHg, HR 7080x/mnt, RR 18x/mnt, SB 36.6. Sat O2 100%.: EKG Total AV Blok, QRS rate
100x/mnt, ST elevasi di V1-V4, PR int 0.20, QRS durasi 0.10, axix (N)
Psikologikal : Pasien juga cemas dengan pemasangan PPM sehingga pasien
meragukan perannya nanti setelah keluar rumah sakit. Sosial budaya Sebagai Istri
keluarga dan ibu untuk anak-anaknya, sangat dekat dengan anak-anak dan
berkomunikasi baik. Perkembangan : Pasien memenuhi kebutuhan perkembangan
sebagai orang dewasa menengah, berkeluarga/ kawin dan mempunyai 2 anak, .
Spiritual : Pasien menyatakan beragama Kristen dan rajin menjalankan ibadah
setiap hari minggu di gereja .Faktor Interpersonal : Pasien adalah anak ke dua
dalam keluarga,. Faktor ekstrapersonal : Tinggal serumah, dengan anakanaknya. Mendapat dukungan dari keluarga. Dukungan dana sepenuhnya dari Istri.
Prorgam terapi : Aspilet 1x80 mg,ISDN 3x5 mg,plavix 1x75 mg,Diazepam 1x5
mg,sinvastatin 1x20 mg,lasix 1x40 mg,Amlodipine 1x5 mg.
Nyeri berhubungan dengan adanya pemasangan TPM
NIC
DX
Pengkajian
Profil
Pasien
12
Pencegahan primer : Kaji secara komprehensif nyeri termasuk lokasi,
karakteristik, durasi,frekuensi,kualitas, intensitas dan faktor pencetus Dorong
pasien untuk menggunakan pengobatan nyeri yang adekuatPencegahan
sekunder : Ajarkan tentang metode farmakologi pada penurunan nyeri
Pencegahan tersier Kaji secara komprehensif nyeri termasuk lokasi, karakteristik,
durasi,frekuensi,kualitas, intensitas dan faktor pencetus
Ny. R. merasakan nyeri/ kurang nyaman hari pertama post TPM dan kemudian
dapat beradaptasiNy.R dapat istirahat dan tidur tanpa gangguan nyeri. Hal ini
menyatakan bahwa Ny.R dapat mengontrol atau beradaptasi dengan nyeri ringan.
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
LAPORAN KASUS RESUME
Resume : Kasus 13. ADHF pada CHF fc.III.ec Old acut MCI post ALO
Tn.V umur 57 tahun. Masuk Rumah sakit dengan keluhan sesak napas. Keluhan
ini dirasakan sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas dirasakan ketika
pasien sedang istirahat dirumah yaitu menonton TV. Sesak napas semakin
bertambah ketika pasien beranjank dari tempat duduk. Persepsi pasien terhadap Stressor : Pasien menerima keadaan kondisinya, dan
banyak mencari informasi kepada perawat dan dokter mengenai kondisi
penyakitnya..Persepsi perawat terhadap stressor : Stressor utama Pasien yaitu
perubahan kondisi kesehatannya yaitu adanya sesak nafas pada saat rumah sakit
selain itu tidak dapat beraktivitas seperti biasanya. Kesan singkat Faktor
Intrapersonal : Fisiologikal:.Kardiovaskuler: HR 70-80x/menit, bunyi S1/S2
(+),murmur (-), denyut nadi apeks (+), perabaan diatas iktus kordis (+)TD:135/85
mmHg, HR 80-90x/mnt, RR 18-20x/mnt, SB 36.8. Sat O2 100%.: EKG Sinus
Rytem, QRS rate 90x/mnt, axis (N), P wave (N), PR int 0.20, QRS durasi 0.10, ST
Depresi I, aVL, II, aVF, V3-V6. : CTR 50%, segmen Ao (N), pulmo (N), apex
kongesti (-), Infiltrat (+).Rontgen : CTR 70%, Segmen Ao elegansi, dilatasi,
Segmen Po Normal, pinggang jantung mendatar, apex downwound, infiltrat (+),
Kongesti (+).Psikologikal : Pasien menerima keadaan kondisinya, tidak bisa
beraktifistas lebih seperti semula merasa cepat lelah, sulit tidur. Sosial budaya
sangat dekat dan mempunyai hubungan yang harmonis dengan anak-anak dan
berkomunikasi baik.. Perkembangan : berkeluarga/ kawin dan mempunyai 2 anak,
. Spiritual : Pasien menyatakan beragama Kristen dan rajin menjalankan ibadah
setiap hari minggu di gereja .Faktor Interpersonal :.Mempunyai hubungan
komunikasi dengan keluarga dan kerabat serta warga sekitar dengan baik. Faktor
ekstrapersonal : Tinggal serumah, dengan anak-anaknya. Mendapat dukungan
dari keluarga. Dukungan dana sepenuhnya dari Istri dan jaminan kesehatan.
NOC
Management Airway
Pencegahan primer : Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
Pencegahan sekunder : Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
buatan Pencegahan tersier Monitor respirasi dan status O2
Evaluasi
Peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
NIC
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplay darah tidak adekuat
Implementasi
DX
Pengkajian
Profil
Pasien
13
Setelah diberikan intervensi keperawatan memperlihatkan jalan nafas bersih,
tidak terjadi sesak nafas. Bersihan jalan nafas terkontrol dengan pengobatan.
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
LAPORAN KASUS RESUME
Pengkajian
DX
Penurunan curah jantung berhubungan dengan respon fisiologis otot jantung post
operasi.
NOC
Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi)
Cardiac Care
Pencegahan primer : Monitor status kardiovaskuler.Pencegahan sekunder :
Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi, durasi).Pencegahan tersier : Atur
periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan
Evaluasi
Persepsi pasien terhadap Stressor : merasa tidak berdaya dengan luka post
perasi CABG disertai rasa nyeri pada luka post operasi.kondisi pasien lemah dan
memiliki keterbatasan aktivitas..Persepsi perawat terhadap stressor : Stresor
utama Tuan N yaitu ancaman perubahan fungsi jantung setelah dioperasi ditandai
dengan dan aktivitas setelah pulang rumah nanti.Kesan singkat Faktor
Intrapersonal : Fisiologikal: TD:145/65 mmHg, HR 90-100x/mnt, RR 2022x/mnt, SB 36.8. Psikologikal : Tuan N bisa bekerja sama, dapat menceritakan
perasaannya dengan perawat, tentang diagnosa, rencana tindakan. Keluarga
menyatakan kurang maksimal memperhatikan/ mengontrol keadaan pasien terkait
dengan makanan dan kebiasaan karena dianggap pasien memahami dan dapat
melakukannya. Sosial budaya : Pasien berhubungan dengan baik dengan anak-anak
dan istri . Tuan N sebelum sakit bergaul dengan berbagai elemen masyarakat
terkait dengan pekerjaannya. Perkembangan : Mempunyai keberhasilan dalam
memenuhi kebutuhan perkembangan sebagai dewasa tua, telah menikah dan
mempunyai 3 anak. Merasa senang tinggal bersama istri dan anak-anaknya.
Spiritual : Menyatakan dirinya sebagai seorang yang beragama Islam. Rajin
menjalankan sholat dan rajin mengikuti pengajian yang diadakan disekitar tempat
tinggal Faktor Interpersonal : Mempunyai hubungan komunikasi dengan
keluarga dari kakak dan adik-adiknya. Faktor ekstrapersonal : Dukungan dana
sepenuhnya dari gaji pasien dan dari anak-anak yang sudah bekerja.
NIC
Resume : Kasus 14 CAD 3VD post CABG 4x-LAD
Tn. N 51 tahun, pendidikan Masuk Rumah sakit dengan keluhan nyeri dada,
menjalar ke lengan kiri sampai punggung. Nyeri terjadi pada saat pasien sedang
menonton TV pada malam hari, durasi > 15 menit dan tidak hilang dengan
istirahat. Kemudian pasien dianjurkan untuk dilakukan tindakan operasi CABG.
Implementasi
Profil
Pasien
14
Tuan N. setelah diberikan intervensi keperawatan memperlihatkan
tanda-tanda curah jantung terkontrol ditandai dengan tidak terjadi
penurunan kesadaran, hemodinamik stabil, nadi perifer teraba, tidak
sesak, nilai CO dalam batas normal. posisi tidur supine/ semi fowler
aktivitas dibatasi dan terkontrol ketat.
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
LAPORAN KASUS RESUME
Resume : Kasus 15. UAP NSTEMI timi 3/7 grace 98, Hipertensi stg I, DM tipe 2
Tn.SB umur 52 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri dada sejak 5 jam
sebelum masuk RS. Nyeri dirasakan seperti diremas-remas, menjalar ke lengan kiri
sampai punggung. Nyeri dirasakan pada saat pasien sedang tidur dengan durasi >
20 menit.
Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi)
Pain management
Evaluasi
Implementasi
NOC
Persepsi pasien terhadap Stressor : Tuan SB memberi arti bahwa akibat nyeri
yang dirasakan
menyebabkan tubuh
merasa lelah dan tidak dapat
beraktivitas.Persepsi perawat terhadap stressor : Stressor utama Pasien yaitu
perubahan kondisi kesehatannya yaitu adanya nyeri dada juga merasa mual serta
tidak dapat beraktivitas. Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal:
Kardiovaskuler: HR 80-100x/menit, bunyi S1/S2 (+),murmur (-), denyut nadi
apeks (+), perabaan diatas iktus kordis (+)TD:126/66 mmHg, HR 60-70x/mnt, RR
20x/mnt, SB 36.5. Sat O2 100%. EKG: SR. QRS.Rate 108x/mnt, axis LAD, PR
int 0,16”, QRS durasi 0.06 ”, ST elevasi III,aVF. T inverted di aVL. Psikologikal :
dapat menceritakan perasaannya dengan perawat, tentang diagnosa, rencana
tindakan. Sosial budaya : komunikasi dengan anak-anak terbuka karena istrinya
anak-anak dan istri selalu stia mendampingi dan merawat Tn SB Perkembangan :
memenuhi kebutuhan perkembangan dewasa produktif, SB menikah
dan
mempunyai 3 orang anak,.Spiritual : Tn.SB menyatakan beragama Islam dan rajin
menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya...Faktor Interpersonal : Saudara
kandung Tn SB yang ke 2 meningal dengan riwayat penyakit jantung. . Faktor
ekstrapersonal : Pasien tinggal di Kebayoran lama dengan status rumah sendiri
mempunyai usaha warung. Prorgam terapi : Aspilet 160, plavix 300, ISDN 3x5
mg, Sinvastatin 1x20 mg, diazepam 1x5 mg, Captopril 3x6.25, heparinisasi dengan
lavenox 2x0.6 cc 12 jam, Diit jantung 2000 kkal/24 jam
Nyeri dada akut berhubungan dengan iskemik/ infark miokard.
NIC
DX
Pengkajian
Profil
Pasien
15
Pencegahan primer : Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu
Pencegahan sekunder : Ajarkan tentang metode farmakologi pada penurunan
nyeri.Pencegahan tersier : Siapkan informasi tentang nyeri, termasuk penyebab
nyeri.
Pola nafas teratasi, Tn SB terlihat merasa nyaman karena tidak merasa sesak lagi,
namun masih mengalami kelemahan fisik, mobilisasi bertahap walaupun masih
dibantu oleh perawat dan keluarga
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
LAPORAN KASUS RESUME
Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi)Dapat
mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
Cardiac Care
Evaluasi
Implementasi
Pengkajian
DX
Persepsi pasien terhadap Stressor : Pasien selalu berusaha meminta perawat
untuk mengatur posisi tidur, dan berusaha mencari kenyamanan. sesak, .Persepsi
perawat terhadap stressor : Stressor utama Pasien yaitu perubahan kondisi
kesehatannya yaitu merasa sesak nafas saat beraktivitas selain itu merasa tidak
nyaman. Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: Kardiovaskuler:
HR 80-90x/menit, bunyi S1/S2 (+),murmur (-), denyut nadi apeks (+), perabaan
diatas iktus kordis (+)TD:154/78 mmHg, HR 70-74x/mnt, RR 20-22x/mnt, SB
36.9. Sat O2 100%.
: EKG: Atrial Fibrilasi, QRS rate 90 x/mnt, axix RAD,
QRS durasi 0.08, ST elevasi pada V4, Q patologis pada V1-V3.Psikologikal : Tn
E menerima keadaan kondisinya, tidak bisa beraktifistas lebih seperti semula
merasa cepat lelah, sulit tidur. Sosial budaya : Kepala keluarga dan ayah untuk
anak-anaknya, sangat dekat dengan anak-anak dan berkomunikasi baik.
Perkembangan : berkeluarga/ kawin dan mempunyai 2 anak, . Spiritual : Tn.E
menyatakan beragama Islam dan rajin menjalankan sholat 5 waktu sesuai ajaran
agamanya. Faktor Interpersonal Mempunyai hubungan komunikasi dengan
keluarga dan kerabat serta teman kerjanya. Faktor ekstrapersonal :Tinggal
serumah, dengan anak-anaknya. Mendapat dukungan dari keluarga. Dukungan
dana sepenuhnya dari Istri dan jaminan kesehatan (KJS
Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan adanya infark pada otot
jantung miokard
NOC
Resume : Kasus 16. ADHF on CHF ec.Old MCI,AKI,ec.CKD,DM tipe 2
Tn. E umur 58 tahunMasuk Rumah sakit dengan keluhan sesak napas disertai
batuk sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas dirasakan apabila
pasien merasa capek atau beraktivitas ringan dirumah. Klien juga mengalami
udema pada kedua ekstremitas bawah.
NIC
Profil
Pasien
16
Pencegahan primer : Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung
Pencegahan sekunder : Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari
kelelahan Pencegahan tersier : Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Tn.E merasa nyaman tidur dengan semi fowler dan ditambah satu bantal. Pasien
diajarkan teknik relaksasi, pertahankan tenang dan dalam keadaan rileks. Nampak
lebih tenang, nyeri berkurang, sesak tidak ada, namun pasien masih mengeluh
pusing.aktivitas makan dan minum dilakukan sendiri. Hal ini menunjukan masalah
pernapasan teratasi.
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
LAPORAN KASUS RESUME
Resume : Kasus 17. UAP NSTEMI timi 3/7 post PTCA.
Tn. P umur 43 tahun,. Masuk Rumah sakit dengan keluhan nyeri dada. Pasien
mengeluh nyeri dada sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri dirasakan
seperti ditindih beban berat menjalar ke bahu dan lengan kiri, muncul saat istirahat
dengan durasi ± 30 menit dan disertai sesak nafas. NOC
Pain Management
Pencegahan primer : Dorong pasien untuk menggunakan pengobatan nyeri yang
adekuat Pencegahan sekunder : Ajarkan tentang metode farmakologi pada
penurunan nyeri Pencegahan tersier : Siapkan informasi tentang nyeri, termasuk
penyebab nyeri , berapa lama akan berakhir dan antisipasi/cegah nyeri dan distress
dari.
Evaluasi
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang. Tanda vital dalam rentang
normal
NIC
Persepsi pasien terhadap Stressor :.Pasien menerima keadaan kondisinya, dan
banyak mencari informasi kepada perawat dan dokter mengenai kondisi
penyakitnya..Persepsi perawat terhadap stressor : Stressor utama Pasien yaitu
perubahan kondisi kesehatannya yaitu adanya sesak nafas.Kesan singkat Faktor
Intrapersonal : Fisiologikal:.Kardiovaskuler: HR 80-90x/menit, bunyi S1/S2
(+),murmur (-), denyut nadi apeks (+), perabaan diatas iktus kordis (+)TD:90/60
mmHg, HR 70-80x/mnt, RR 18x/mnt, SB 36.6. Sat O2 100%.: EKG SR,QRS rate
80x/mnt,QRS axis (N), P wave (N),PR int 0.20”,QRS durasi 0.04”.Rontgen : CTR
52%, Segmen Ao elegansi, dilatasi, Segmen Po Normal, pinggang jantung
mendatar, apex downwound, infiltrat (-), Kongesti (-).Psikologikal : Tn.P
menerima keadaan kondisinya, tidak bisa beraktifistas lebih seperti semula merasa
cepat lelah, sulit tidur. Sosial budaya :Sebagai suami dalam keluarga dan ayah
untuk anak-anaknya, Perkembangan : berkeluarga/ kawin dan mempunyai 2 anak,
. Spiritual : Pasien menjalankan ajaran agamanya yaitu sholat dan pengajian.
.Faktor Interpersonal :Mempunyai hubungan komunikasi dengan keluarga dan
kerabat serta warga sekitar dengan baik. Faktor ekstrapersonal : Mendapat
dukungan dari keluarga. Dukungan dana sepenuhnya dari Istrri.Prorgam terapi :
Ascardia 1x80 mg,ISDN 3x5 mg,plavix 1x75 mg,Diazepam 1x5 mg,sinvastatin
1x20 mg,lasix 1x40 mg,Amlodipine 1x5 mg.bisoprolol 1x5 mg.
Nyeri berhubungan dengan adanya pemasangan TPM
Implementasi
DX
Pengkajian
Profil
Pasien
17
Tn.P merasakan nyeri/ kurang nyaman hari pertama post PTCA dan kemudian
dapat beradaptasi. . Respon pasien dengan diam dan istirahat membantu pasien
mengontrol rasa kurang nyaman/ nyeri. Tn.P dapat istirahat dan tidur tanpa
gangguan nyeri. Hal ini menyatakan bahwa Tn.P dapat mengontrol atau
beradaptasi dengan nyeri ringan.
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
LAPORAN KASUS RESUME
Persepsi pasien terhadap Stressor : Tuan H memberi arti bahwa saat ini merasa
tidak berdaya dengan luka post perasi.Persepsi perawat terhadap stressor :
Stresor utama Tuan H yaitu ancaman perubahan fungsi jantung dengan diagnosis
medis CAD Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: Gambaran
singkat: Fisiologikal: BB 66,5 Kg, TB: 165 Cm. merasa pusing setiap perubahan
posisi. Tekanan darah TD S 90-110/ D: : 35-50 mmHg. MAP:60-75mmHg. S.O2:
94-96% PAW: 13SV : 608 CO/CI:6,2/ 3,6 SVR/ SVR1:773/ 1340 PVR/
PVR1:103/179 Psikologikal : Tuan H bisa bekerja sama, dapat menceritakan
perasaannya dengan perawat, tentang diagnosa, rencana tindakan. Sosial budaya :
Pasien berhubungan dengan baik dengan anak-anak dan istri .. Perkembangan :
telah menikah dan mempunyai 3 anak. Merasa senang tinggal bersama istri dan
anak-anaknya. Spiritual :. Rajin menjalankan sholat dan rajin mengikuti pengajian
yang diadakan disekitar tempat tinggal Faktor Interpersonal : Mempunyai
hubungan komunikasi dengan keluarga dan kakak.. Faktor ekstrapersonal : Tuan
H sejak sakit tidak secara aktif mengikuti organisasi keluarga .
.Prorgam terapi : Dobutamin 250/50, MO 10/50, Humulin 100/50.NTG
50/50,Cefotaxim 3x1 gr, Ranitidin 1x1 amp, propolol 20 mg/jam;
Penurunan curah jantung berhubungan dengan respon fisiologis otot jantung post
operasi.
Evaluasi
Implementasi
NIC
NOC
Pengkajian
Resume : Kasus 18 post operasi CABG 5x (1) LIMA-LAD end to side, (2) LRAPDA end to side, (3) SVG-LCX end to side, (4) SVG-inter mediate end to side, dan
(5) SVG-D1 end to side.
Tuan H,54 tahun, Tuan H masuk dengan diagnosa medis CAD 3VD EF 22%
dengan tindakan CABG 5x: LIMA-D, SVG-LAD, SVG-intermediate, SVG-OM,
SVG-DLRCA.
DX
Profil
Pasien
18
Cardiac Pump effectiveness
Cardiac Care
Pencegahan primer : Monitor status kardiovaskuler Pencegahan sekunder :
Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput Pencegahan tersier : Atur
periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan
Tuan H setelah hari tiga post-opCABG memperlihatkan hemodinamik tidak stabil
sehingga IABP masih tetap dipertahankan. HR cenderung takikardi, TD cenderung
rendah, jalan nafas bersih, tidak ada sesak nafas, batuk tidak ada.Posisi kaki kanan
daerah pemasangan IABP tetap dipertahankan tidak tertekuk. Nadi perifer teraba.
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
LAPORAN KASUS RESUME
Resume : Kasus 19 Acut STEMI Inferior,onset 6 jam Killip 1 Timi 2/14.DM tipe 2
Tuan A, 53 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan mengalami nyeri dada berat
saat sedang menonton TV. Nyeri dirasakan 6 jam sebelum masuk rumah sakit,
seperti ditekan benda berat, tidak menjalar
Persepsi pasien terhadap Stressor : .Tn.A menyatakan penyakitnya Nyeri dada
dan sesak, karena sering capek di tempat kerja.Persepsi perawat terhadap
stressor. Tn.A menyampaikan keluhan secara verbal, memanggil bila ada yang
Faktor
dinginkan..Kesan
singkat
Intrapersonal:Fisiologikal:Gambaransingkat:TD:158/95mmHg,HR:78x/mnt;RR:2
0x/mnt, afebris, SB 36.4. Sat O2 98%. Rontgen Thorax: CTR 55%, Seg Ao dilatasi,
Po (N), pinggang jantung (+), infiltrat (-), kongesti (-)EKG: SR. QRS.Rate
91x/mnt, axis (N), PR int 0,18”, QRS durasi 0.06 ”, ST elevasi II,II,aVF.
Psikologikal : Tn.A menerima keadaan kondisinya, tidak bisa beraktifistas lebih
seperti semula merasa cepat lelah, sulit tidur.. Sosial budaya : Setiap hari minggu
adakan pertemuan dengan keluarga dikantornyadengan baik..Perkembangan :
menikah dan mempunyai 3 orang anak,.Spiritual : Tuan A menyatakan beragama
Kristen dan rajin menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya pada setiap hari
minggu...Faktor Interpersonal : Tuan A memiliki lma saudara, dan selalu
berkomunikasi dengan baik Faktor ekstrapersonal : Tuan A tinggal dirumah
sendiri, masih aktif bekerja dan biaya perawatan ditanggung perusahan.
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
Pain management
Evaluasi
Implementasi
NOC
Nyeri dada akut berhubungan dengan iskemik/ infark miokard.
NIC
DX
Pengkajian
Profil
Pasien
19
Pencegahan primer : Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.Pencegahan
sekunder : Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Pencegahan tersier : Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Setelah mendapatkan perawatan selama 3 hari Nampak lebih tenang, nyeri
berkurang, sesak tidak ada, namun pasien masih mengeluh pausing.aktivitas makan
dan minum dilakukan sendiri. Hal ini menunjukan masalah nyeri teratasi sebagian.
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
LAPORAN KASUS RESUME
Resume : Kasus 20. CHF fc.II.ec.Old anterior MCI
Tn.M umur 67 tahun, Masuk Rumah sakit dengan keluhan sesak napas, disertai
dengan edema pada kedua ekstremitas bawah. Sesak nafas dirasakan sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. Sedangkan edema sudah terjadi sejak 7 hari sebelum
masuk rumah sakit.
Penurunan curah jantung
Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi)
Evaluasi
Implementasi
NIC
DX
Persepsi pasien terhadap Stressor :. Tuan M menggambarkan secara mental
bahwa seorang menderita penyakit jantung, hanya membatasi gaya
hidupnya.Persepsi perawat terhadap stressor : Stresor utama Tuan M yaitu
ancaman perubahan fungsi jantung ditandai dengan sesak dan kelelahan. Kesan
singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: Kardiovaskuler: HR 70-80x/menit,
bunyi S1/S2 (+),murmur (-), denyut nadi apeks (+), perabaan diatas iktus kordis
(+)TD:100/65 mmHg, HR 80-90x/mnt, RR 18x/mnt, SB 36.7. Sat O2 100%.
Psikologikal : Pasien mengalami keterbatasan dalam melakukan aktivitas dan
merasa kurang nyaman dengan kondisinya sekarang.Sosial budaya : komunikasi
dengan anak-anak dan suami terbuka. Pasien berasal dari suku Manado.
Perkembangan : memenuhi kebutuhan perkembangan dewasa produktif, Tn.M
menikah dan mempunyai 2 orang anak,.Spiritual : Tn.M menyatakan beragama
Kristen dan rajin menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya...Faktor
Interpersonal : M memiliki 3 bersaudara, dan selalu berkomunikasi dengan baik
Faktor ekstrapersonal Tn.M
mempunyai rumah sendiri di Jakarta,dan
pembiayaan perawatan ditanggung oleh jaminan kesehatanProrgam terapi :
Ceftriaxone 1x2 gr,Lasix 1x1, aspilet 1x80 mg, sinvastatin 1x20 mg.
NOC
Pengkajian
Profil
Pasien
20
Cardiac care
Pencegahan primer : Monitor status kardiovaskulerPencegahan sekunder :
Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi, durasi)Pencegahan tersier : Catat
adanya fluktuasi tekanan darah
Pasien merasa nyaman tidur dengan semi fowler dan ditambah satu bantal. Pasien
diajarkan teknik relaksasi, pertahankan tenang dan dalam keadaan rileks. Pasien
menyatakan sangat membantu. Nampak lebih tenang, nyeri berkurang, sesak tidak
ada, namun pasien masih mengeluh pusing.aktivitas makan dan minum dilakukan
sendiri.
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
LAPORAN KASUS RESUME
Resume : Kasus 21 Acut Posterolateral STEMI onset 4 jam timi 2/14
killip 2
Ny.D. umur 72 tahun, Masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri dada. Nyeri
dirasakan seperti ditekan, ditindih dengan beban berat, menjalar ke lengan kiri dan
bahu, muncul pada saat pasien sedang nonton TV bersama keluarga. NIC
Pain management
Pencegahan primer : Dorong pasien untuk monitor nyeri dan mengatasinya
dengan strategi yang diajarkan Pencegahan sekunder : Kaji secara komprehensif
nyeri termasuk lokasi, karakteristik, durasi,frekuensi,kualitas, intensitas dan faktor
pencetus Pencegahan tersier Siapkan informasi tentang nyeri, termasuk penyebab
nyeri , berapa lama akan berakhir dan antisipasi/cegah nyeri dan distress dari
prosedur
Evauasi
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
NIC
Persepsi pasien terhadap Stressor :.Pasien menerima keadaan kondisinya, dan
banyak mencari informasi kepada perawat dan dokter mengenai kondisi
penyakitnya..Persepsi perawat terhadap stressor : Stressor utama Pasien yaitu
perubahan kondisi kesehatannya yaitu adanya nyeri dada selain itu tidak dapat
beraktivitas.Kesan singkat
Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: HR8090x/menit, bunyi S1/S2 (+),murmur (-), denyut nadi apeks (+), perabaan diatas
iktus kordis (+)TD:140/85 mmHg, HR 70-80x/mnt, RR 18-20x/mnt, SB 36.5. Sat
O2 100%. : EKG: Sinus rytem, QRS rate 83 x/mnt, QRS axis normal, QRS
durasi 0.08, ST elevasi pada I, aVL,V5-V6, ST depresi di V1-V2.Psikologikal : Ny.D menerima keadaan kondisinya, tidak bisa beraktifistas lebih seperti semula
merasa cepat lelah, sulit tidur.. Sosial budaya Ny.D sudah janda dan tinggal
bersama anaknya.anak-anaknya, Perkembangan : berkeluarga/ kawin dan
mempunyai 6 anak, . Spiritual : Ny.D menyatakan beragama Islam dan rajin
menjalankan ibadah sesuai agamanya yaitu sholat .Faktor Interpersonal : Pasien.
Mempunyai hubungan komunikasi dengan keluarga dan masyarakat sekitar tempat
tinggal. Faktor ekstrapersonal : Tinggal serumah, dengan anak-anaknya.
Mendapat dukungan dari keluarga. Dukungan dana sepenuhnya dari anak-anak dan
kartu Jakarta sehat.
Nyeri dada akut berhubungan dengan iskemik/ infark miokard.
Implementasi
DX
Pengkajian
Profil
Pasien
21
Ny.D nampak tenang, nyeri berkurang dan sesak. Setelah diberikan intervensi
keperawatan mempunyai kecenderungan hemodinamik yang stabil
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
LAPORAN KASUS RESUME
Resume : Kasus 22 UAP NSTEMI Timi 3/7 Grace 138, CHF fc III ec.CAD.DM tipe
2
Tn.S.S umur 63 tahun,. Masuk rumah sakit dengan keluhan rasa berdebar-debar
hilang timbul sejak 1 hari yang lalu. Keluhan ini muncul pada saat pasien bangun
dari tidur yang disertai dengan nyeri dada, rasa mual dan muntah. Keluhan ini
sudah sempat dirasakan sejak 3 bulan sebelum masuk RS.
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
Pain management
Evaluasi
Implementasi
NOC
Persepsi pasien terhadap Stressor :.Pasien menerima keadaan kondisinya, dan
banyak mencari informasi kepada perawat dan dokter mengenai kondisi
penyakitnya..Persepsi perawat terhadap stressor : Stressor utama Pasien yaitu
perubahan kondisi kesehatannya yaitu adanya nyeri dada selain itu tidak dapat
beraktivitas.Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: HR 8090x/menit, bunyi S1/S2 (+),murmur (-), denyut nadi apeks (+), perabaan diatas
iktus kordis (+)TD:93/60 mmHg, HR 65-70x/mnt, RR 18-20x/mnt, SB 36.7. Sat
O2 100%. : EKG: SR,QRS rate 70x/mnt,QRS axis (N),P wave (N), PR interval
0.14”, QRS durasi 0.08”, Q Wave II.III.aVF.Psikologikal : tidak bisa beraktifistas
lebih seperti semula merasa cepat lelah, sulit tidur.
Sosial budaya :tinggal
bersama istri karena anaka-anak semuanya sudah berkeluarga. Perkembangan :
berkeluarga/ kawin dan mempunyai 5 anak, . Spiritual : beragama Kristen dan
rajin menjalankan ibadah sesuai agamanya .Faktor Interpersonal : Pasien.
Mempunyai hubungan komunikasi dengan keluarga dan masyarakat sekitar tempat
tinggal.. Faktor ekstrapersonal : Tinggal di rumah sendiri bersama istri,.
Mendapat dukungan dari keluarga.
Nyeri dada akut berhubungan dengan iskemik/ infark miokard.
NIC
DX
Pengkajian
Profil
Pasien
22
Pencegahan primer : Observasi tanda-tanda non verbal ketidaknyamanan
Pencegahan sekunder : Ajarkan tentang metode farmakologi pada penurunan
nyeri Pencegahan tersier : Siapkan informasi tentang nyeri, termasuk penyebab
nyeri berapa lama akan berakhir dan antisipasi/cegah nyeri Nampak lebih tenang, nyeri berkurang, sesak tidak ada, namun pasien masih
mengeluh pusing.aktivitas makan dan minum dilakukan sendiri. Hal ini
menunjukan masalah nyeri teratasi sebagian.
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
LAPORAN KASUS RESUME
Persepsi pasien terhadap Stressor.Tuan US menggambarkan secara mental
bahwa seorang menderita penyakit jantung, dan hipertensi hanya membatasi gaya
hidupnya.Persepsi perawat terhadap stressor : Pasien mengalami keterbatasan
dalam hal pemenuhan kebersihan diri.Kesan singkat Faktor Intrapersonal :
Fisiologikal: TD:135/65 mmHg, HR 80-90x/mnt, RR 18-20x/mnt, SB 36.7.
Psikologikal : Tuan US bisa bekerja sama, dapat menceritakan perasaannya dengan
perawat,. Sosial budaya : Pasien berhubungan dengan baik dengan anak-anak (dari
istri pertama dan kedua) Perkembangan : Mempunyai keberhasilan dalam
memenuhi kebutuhan perkembangan sebagai dewasa tua, telah menikah dan
mempunyai 4 anak. Merasa senang tinggal bersama istri dan anak-anaknya.
Spiritual : Menyatakan dirinya sebagai seorang Kristen. Beribadah tiap hari minggu
dan atau ada pertemuan keluarga/ jemaat. Sewaktu dirawat pasien senang mendapat
pelayanan ibdah pada Tuhannya dari petugas rohaniwan RS.Faktor Interpersonal
: Mempunyai hubungan komunikasi dengan keluarga dari kakak dan adik-adiknya.
Orang tua pasien sudah lama meninggal dan pasien tidak tahu penyebab
kematiannya. Faktor ekstrapersonal : Kegiatannya hanya setiap minggu atau bila
ada pertemuan keluarga atau keagamaan berjemaat dilingkungannya.
Prorgam terapi : Lasix 1x20 g. valsartan 2x50 mg, aspilet 1x80 mg, sinvastatin
1x20 mg.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kontraktilitas otot
jantung
NIC
Airway management
Implementasi
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal
Pencegahan primer : Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.Identifikasi
pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
Pencegahan sekunder : mengkaji keefektifan pemberian oksigen dan inhalasi,
intake dan output, kolaborasi pemberian O2:2-3 lpm
Pencegahan tersier : Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam.
Evaluasi
NOC
Pengkajian
Resume : Kasus 23 ADHF ec.UAP AFRVR.CKD
Tn. US umur 59 tahun Masuk Rumah sakit dengan keluhan sesak napas, Pasien
juga mengeluh nyeri dada seminggu sebelum masuk rumah sakit, dan sesak nafas
dan apabila pasien beraktivitas sehari-hari
DX
Profil
Pasien
23
Tn.US setelah mendapatkan perawatan di GP2 lantai 3 RS Harapan Kita
memperlihatkan tanda-tanda curah jantung terkontrol ditandai dengan tidak terjadi
penurunan kesadaran, hemodinamik stabil, nadi perifer teraba, tidak sesak, nilai CO
dalam batas normal.
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
24
Resume : Kasus 24 UAP, NSTEMI, timi 4/7 grace 137
Profil
Pasien
LAPORAN KASUS RESUME
Tn. Y umur 54 tahun Masuk Rumah sakit dengan keluhan sesak napas disertai
nyeri dada sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan pasien seperti
terbakar, dan terasa berat seperti tertindih beban berat.
Pengkajian
Persepsi pasien terhadap Stressor : Pasien menerima keadaannya sekarang dan
berharap kesembuhan terhadap penyakitnya..Persepsi perawat terhadap stressor
:Pengetahuan pasien tentang penyakit kurang, terbukti dengan pasien
banyak bertanya tentang penyakitnya Kesan singkat Faktor Intrapersonal :
Fisiologikal: TD:120/70 mmHg, HR 80-90x/mnt, RR 20-22x/mnt, SB 36.4. Sat
O2 98%. EKG: SR. QRS.Rate 70x/mnt, axis (N), PR int 0,16”, QRS durasi
0.06 ”, ST elevasi V1-V4, T Inv V1-V4. Psikologikal :pasien menyadari akan
keterbatsan perannya sebagai suami dan ayah dalam keluarga, Sosial budaya :
Pasien mempunyai hubungan yang baik dengan keluarga dan tetangganya.
Perkembangan : telah menikah dan mempunyai 2 anak. Spiritual : Pasien rajin
menjalankan ajaran agamanya yaitu Islam..Faktor Interpersonal : Pasien adalah
kepala keluarga yang pekerja keras, dan selalu perhatian terhadap keluarganya,.
Faktor ekstrapersonal : Tuan Y sejak sakit tidak secara aktif mengikuti organisasi
keluarga.Prorgam terapi :Aspilet 1x80 mg Plavix 1x75 mg Amlodipine x5
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplay darah dan kebutuhan oksigen di paru.
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal
Implement
asi
Airway management
Pencegahan primer : Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
Pencegahan sekunder : mengkaji keefektifan pemberian oksigen dan inhalasi,
intake dan output, kolaborasi pemberian O2:2-3 lpm
Pencegahan tersier : Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam.
Evaluasi
NIC
NOC
DX
mg Captopril 3x50 mg ISDN 3x10 mg Sinvastatin 1x20 mgConcer 1x2.5
mg
Tuan Y. nampak tenang, tidak sesak. Setelah diberikan oksigen pasien merasa
nyaman. Posisi tidur semi fowler membantu mengatasi keluhan sesak nafas, juga
dengan pemberian obat aspilet. Pasien merasa nyaman tidur dengan semi fowler
dan ditambah satu bantal. Pasien diajarkan teknik relaksasi, pertahankan tenang
dan dalam keadaan rileks
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
LAPORAN KASUS RESUME
Resume : Kasus 25 Acut Posterolateral STEMI onset 4 jam timi 2/14
killip 2
Tn. A. umur 49 tahun, Masuk ruangan IGD dengan keluhan nyeri dada. Nyeri
dirasakan seperti ditekan, ditindih dengan beban berat, menjalar ke lengan kiri dan
bahu, muncul pada saat pasien sedang nonton TV bersama keluarga. NOC
Pain management
Pencegahan primer : Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu
Pencegahan sekunder : Ajarkan tentang metode farmakologi pada penurunan
nyeri Pencegahan tersier : Siapkan informasi tentang nyeri, termasuk penyebab
nyeri.
Evaluasi
Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi)
NIC
Persepsi pasien terhadap Stressor : Tuan A.memberi arti bahwa akibat sesak
nafas menyebabkan tubuh merasa lelah hal ini berhubungan dengan gaya hidup
dan usianya semakin tua.Persepsi perawat terhadap stressor : Stressor utama
Pasien yaitu perubahan kondisi kesehatannya yaitu sesak nafas dan tidak dapat
beraktivitas. Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: HR
80-100x/menit, bunyi S1/S2 (+),murmur (-), denyut nadi apeks (+), perabaan diatas
iktus kordis (+)TD:140/78 mmHg, HR 80-100x/mnt, RR 20-22x/mnt, SB 36.7. Sat
O2 100%. Psikologikal : Tuan A. bisa bekerja sama, dapat menceritakan
perasaannya dengan perawat, tentang diagnosa, rencana tindakan. Pasien senang
dikunjungi oleh istri dan anak-anak. Sosial budaya : Pasien mempunyai hubungan
yang baik dengan keluarga dan tetangganya Pasien belum dapat berinteraksi baik
dengan perawat ataupun keluarga.Perkembangan : menikah dan mempunyai 2
orang anak,.Spiritual : beragama Islam dan rajin menjalankan ibadah sesuai dengan
agamanya...Faktor Interpersonal : Saudara kandung Tn A yang ke 3 meningal
dengan riwayat penyakit jantung. . Faktor ekstrapersonal : Tn.A tinggal di
bersama istri dengan status rumah sendiri mempunyai usaha Prorgam terapi :
Aspilet 160, plavix 300, ISDN 3x5 mg, Sinvastatin 1x20 mg, diazepam 1x5 mg,
Captopril 3x6.25, heparinisasi dengan lavenox 2x0.6 cc 12 jam, Diit jantung 2000
kkal/24 jam
Nyeri dada akut berhubungan dengan iskemik/ infark miokard.
Implementasi
DX
Pengkajian
Profil
Pasien
25
Tuan A nampak tenang, nyeri berkurang dan sesak. Setelah diberikan intervensi
keperawatan mempunyai kecenderungan hemodinamik yang stabil hal terjadi ini
mengindikasikan bahwa terjadi kompensasi mekanisme untuk mempertahankan
curah jantung.
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
LAPORAN KASUS RESUME
Evaluasi
Implementasi
NIC
NOC
DX
Pengkajian
Profil
Psien
26
Resume : Kasus 26.ADHF pada CHF ec.HHD
Ny.S umur 49 tahun, Masuk Rumah sakit dengan keluhan Sesak nafas. Pasien
mengeluh sesak nafas sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, dengan onset < 2
jam. Persepsi pasien terhadap Stressor : Pasien menerima keadaan kondisinya, dan
banyak mencari informasi kepada perawat dan dokter mengenai kondisi
penyakitnya..Persepsi perawat terhadap stressor : Stressor utama Pasien yaitu
perubahan kondisi kesehatannya yaitu adanya sesak nafas selain itu tidak dapat
beraktivitas. Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal:.Kardiovaskuler:
HR 100-103x/menit, bunyi S1/S2 (+),murmur (-), denyut nadi apeks (+), perabaan
diatas iktus kordis (+)TD:160/96 mmHg, HR 103x/mnt, RR 22-24x/mnt, SB 36.7.
Sat O2 94%. : EKG: SR. QRS.Rate 103x/mnt, axis LAD, PR int 0,16”, QRS
durasi 0.08 .T inverted di III.aVF Psikologikal : Ny.S menerima keadaan
kondisinya, tidak bisa beraktifistas lebih seperti semula merasa cepat lelah, Sosial
budaya :Istri dan ibu untuk anak-anaknya, sangat dekat dengan anak-anak dan
berkomunikasi baik.. Perkembangan : berkeluarga/ kawin dan mempunyai 3 anak,
Spiritual : beragama Islam dan rajin menjalankan ajaran agamanya .Faktor
Interpersonal : Pasien adalah anak kedua dari 5 bersaudara dalam keluarga, orang
tua pasien yaitu ibu masih ada. Faktor ekstrapersonal : Tinggal serumah, dengan
anak-anaknya. Mendapat dukungan dari keluarga
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kontraktilitas otot
jantung.
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Airway management
Pencegahan primer : Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
Pencegahan sekunder : Berikan Oksigen dengan menggunakan nasal kanul.
Pencegahan tersier : Pastikan kebutuhan oksigen Auskultasi suara nafas sebelum
dan sesudah memberikan oksigen
Ny.S setelah diberikan intervensi keperawatan selama 3 hari memperlihatkan
jalan nafas bersih, tidak ada sesak nafas, batuk tidak ada. Bersihan jalan nafas
terkontrol dengan pengobatan.
.
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
nyeri dada sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan pasien
seperti terbakar, dan terasa berat seperti tertindih beban berat. Nyeri
dirasakan bila pasien melakukan aktivitas ringan.
Persepsi pasien terhadap Stressor : Na.Y, mengalami penurunan kemampuan
fisik namun menyatakan
masih mampu melakukan
tugas–tugas
keseharian..Persepsi perawat terhadap stressor : Stresor utama Na.Y yaitu
ancaman perubahan fungsi jantung ditandai dengan sesak dan cepat capek.
Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal: TD:144/60 mmHg, HR 90100x/mnt, RR 20-22x/mnt, SB 36.4. Psikologikal : Na.Y dapat menceritakan
perasaannya dengan perawat, tentang diagnosa, rencana tindakan.. Sosial budaya :
Pasien berhubungan dengan baik dengan adik-adik dan orang tua Perkembangan :
memenuhi kebutuhan perkembangan sebagai dewasa muda, Spiritual : Menyatakan
dirinya sebagai seorang Kristen.Faktor Interpersonal : Pasien adalah pertama
dari tiga bersaudara.. Orang tua pasien sudah lama meninggal dan pasien tidak tahu
penyebab kematiannya. Faktor ekstrapersonal :. Kegiatannya hanya suka
berkumpul dengan keluarga dan teman-teman..
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kontraktilitas otot
jantung
Evaluasi
Implementasi
NIC
NOC
Pengkajian
Resume : Kasus 27 UAP, NSTEMI, timi 4/7 grace 137
Na.Y 27 tahun, Masuk Rumah sakit dengan keluhan sesak napas disertai
DX
27
Profil
Pasien
LAPORAN KASUS RESUME
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal
Airway management
•
•
ƒ
Pencegahan primer : Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi.Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
Pencegahan sekunder : mengkaji keefektifan pemberian oksigen dan inhalasi,
intake dan output, kolaborasi pemberian O2:2-3 lpm
Pencegahan tersier : Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam.
Na.Y setelah hari ke dua perawatan memperlihatkan jalan nafas bersih, tidak ada
sesak nafas, batuk tidak ada. Bersihan jalan nafas terkontrol dengan pengobatan.
mengonsumsi makanan dan minuman yang diberikan. Orang tua membantu
menyediakan kebutuhan pasien, membantu melakukan tepuk dada setelah
inhalasi. Bersihan jalan nafas tetap dipertahankan sampai hari kedua.
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
LAPORAN KASUS RESUME
Resume : Kasus 28 CHF.fc III.ec MR.AFRVR
Ny. M. 59 tahun, menikah, dan memiliki 2 orang anak, pekerjaan IRT , memiliki
riwayat hipertensi sejak 15 tahun yang lalu dan saat ini sudah tidak teratur berobat.
Ny.M sudah berulang kali dirawat di RS Harapan Kita dengan keluhan sesak
nafas dan cepat capek bila beraktivitas.
Persepsi pasien terhadap Stressor :. Pasien menerima keadaannya sekarang
dan berharap kesembuhan terhadap penyakitnya.Persepsi perawat terhadap
stressor : Stresor utama Ny. M. pasien nampak banyak diam/ apatis, banyak
tidur dan istirahat.Kesan singkat Faktor Intrapersonal : Fisiologikal:
TD:90/60 mmHg, HR 80-90x/mnt, RR 20-24x/mnt, SB 36.4. Sat O2 98%.
Rontgen Thorax
: CTR 50%, Seg Ao dilatasi, Po (N), pinggang
jantung (+), infiltrat (-), kongesti (-)EKG: SR. QRS.Rate 70x/mnt, axis (N),
PR int 0,16”, QRS durasi 0.06 ”, ST elevasi V1-V4, T Inv V1-V4.
Psikologikal :pasien menyadari akan keterbatsan perannya sebagai istri dan ibu
dalam keluarga, dan berharap dukungan dari anak-anak. Sosial budaya : Pasien
berhubungan dengan baik dengan anak-anak dan keluarga.. Perkembangan :
Mempunyai keberhasilan dalam memenuhi kebutuhan perkembangan sebagai
dewasa tua, telah menikah dan mempunyai 2 anak. Merasa senang tinggal bersama
dengan anak-anaknya. Spiritual : Pasien rajin menjalankan ajaran agamanya yaitu
Islam..Faktor Interpersonal : Pasien adalah kepala keluarga karena suami telah
meninggal dan seorang yang pekerja keras, dan selalu perhatian terhadap
keluarganya,. Faktor ekstrapersonal : Ny.M sejak sakit tidak secara aktif
mengikuti organisasi keluarga .
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kontraktilitas otot
jantung
Airway management
Pencegahan primer : Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.Identifikasi
pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
Pencegahan sekunder : mengkaji keefektifan pemberian oksigen dan inhalasi,
intake dan output, kolaborasi pemberian O2:2-3 lpm
Pencegahan tersier : Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam.
Evaluasi
NIC
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal
Implementasi
NOC
DX
Pengkajian
Profil
Pasien
28
Setelah 4 hari perawatan Ny.M memperlihatkan jalan nafas bersih, tidak ada
sesak nafas, batuk tidak ada. Bersihan jalan nafas terkontrol dengan pengobatan.
Bersihan jalan nafas tetap dipertahankan tetap maksimal sesuai kebutuhan pasien.
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
Resume : Kasus 29. ADHF ec.MR.TR.PM + Efusi Pleura
Ny S. umur 49 tahun, Masuk Rumah sakit dengan keluhan nyeri dada, disertai
sesak nafas. nyeri dirasakan seperti ditindih beban berat menjalar ke bahu dan
lengan kiri, muncul saat istirahat dengan durasi ± 30 menit dan disertai sesak nafas
dan apabila pasien beraktivitas sehari-hari NOC
Pain management
Pencegahan primer : Dorong pasien untuk monitor nyeri Pencegahan sekunder :
Ajarkan prinsip manajemen nyeri Pencegahan tersier Siapkan informasi tentang
nyeri, termasuk penyebab nyeri , berapa lama akan berakhir dan antisipasi/cegah
nyeri dan distress
Evaluasi
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
NIC
Persepsi pasien terhadap Stressor :.Pasien menerima keadaan kondisinya, dan
banyak mencari informasi kepada perawat dan dokter mengenai kondisi
penyakitnya. Kondisi pasien masih cepat lelah dan sesak, .Persepsi perawat
terhadap stressor : Stressor utama Pasien yaitu perubahan kondisi kesehatannya
yaitu adanya nyeri dada selain itu tidak dapat beraktivitas. Kesan singkat
Faktor Intrapersonal : Fisiologikal:.Kardiovaskuler: HR 80-100x/menit, bunyi
S1/S2 (+),murmur (-), denyut nadi apeks (+), perabaan diatas iktus kordis
(+)TD:154/78 mmHg, HR 70-74x/mnt, RR 20-22x/mnt, SB 36.9. Sat O2 100%. :
EKG: AF. QRS.Rate 74x/mnt, axis normal, PR int 0,22”, QRS durasi 0.08 .T
inverted di III.aVF Psikologikal : Ny. S. menerima keadaan kondisinya, tidak bisa
beraktifistas lebih seperti semula Pasien sering bertanya tentang kondisi
penyakitnya sekarang. Sosial budaya Istri dan ibu untuk anak-anaknya, sangat
dekat dengan anak-anak dan berkomunikasi baik. Perkembangan : berkeluarga/
kawin dan mempunyai 3 anak, . Spiritual : Ny.S menyatakan beragama Kristen
.Faktor Interpersonal : Mempunyai hubungan komunikasi dengan keluarga dan
kerabat serta teman kantornya. Faktor ekstrapersonal : Tinggal serumah, dengan
anak-anaknya. Mendapat dukungan dari keluarga. Prorgam terapi : Neurodek 1x1 mg,lasix 1x1/2 mg, spirolacton 1x200 mg,
ascardia 1x80 mg, simarc 1x1 mg, lansoprasol 2x1 mg, digoxin 1x1 mg.
Nyeri dada akut berhubungan dengan iskemik/ infark miokard.
Implementasi
DX
Pengkajian
29
Profil
Pasien
LAPORAN KASUS RESUME
Ny.S setelah diberikan intervensi keperawatan selama 3 hari memperlihatkan
hemodinamik baik, curah jantung meningkat ditandai dengan kesadaran tetap
kompos mentis, akrak hangat, hemodinamik stabil, nadi perifer teraba, tidak sesak,
tidak ditemukan cianosis,
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
LAPORAN KASUS RESUME
Evaluasi
Implementasi
NIC
NOC
DX
Pengkajian
Profil
Pasien
30
Resume : Kasus 30. Acut Lung Oedema;UAP STEMI Timi 7/7;CKD
Tn.C umur 42 tahun, pendidikan Sarjana, pekerjaan swasta, menikah, agama
Kristen , Masuk Rumah sakit dengan keluhan sesak napas. Keluhan ini dirasakan
sejak 7 jam sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas dirasakan ketika pasien
sedang istirahat duduk dirumah. Sesak napas semakin bertambah ketika pasien
beranjak dari tempat duduk.
Persepsi pasien terhadap Stressor :.Pasien menerima keadaan kondisinya, dan
banyak mencari informasi kepada perawat dan dokter mengenai kondisi
penyakitnya..Persepsi perawat terhadap stressor : Stressor utama Pasien yaitu
perubahan kondisi kesehatannya yaitu adanya sesak nafas pada saat rumah sakit
selain itu tidak dapat beraktivitas seperti biasanya. Kesan singkat Faktor
Intrapersonal : Fisiologikal: HR70-80x/menit, bunyi S1/S2 (+),murmur (-),
denyut nadi apeks (+), perabaan diatas iktus kordis (+)TD:135/85 mmHg, HR 8090x/mnt, RR 18-20x/mnt, SB 36.8. Sat O2 100%.: EKG Sinus Rytem, QRS rate
90x/mnt, axis (N), P wave (N), PR int 0.20, QRS durasi 0.10, ST Depresi I, aVL,
II, aVF, V3-V6. : CTR 50%, segmen Ao (N), pulmo (N), apex kongesti (),Psikologikal : Pasien menerima keadaan kondisinya, Sosial budaya. Pasien selalu
mengharapkan perhatian dari keluarganya,. Perkembangan : berkeluarga/ kawin
dan mempunyai 2 anak, Spiritual : Pasien menyatakan beragama Kristen dan
rajin menjalankan ibadah.Faktor Interpersonal :.Mempunyai hubungan
komunikasi dengan keluarga dan kerabat serta warga sekitar dengan baik. Faktor
ekstrapersonal : Tinggal serumah, dengan anak-anaknya. Mendapat dukungan
dari keluarga..Prorgam terapi : Lasix 2x2 amp,plavix 1x75 mg,sinvastatin 1x20
IV,ramixal 1x10 mg,Diit jantung 1800 kkal/24 jam, injeksi ceftriaxon 1x2 gr.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplay darah tidak adekuat
Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan
Management Airway
Pencegahan primer : Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes, biotPencegahan sekunder : Identifikasi pasien
perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan Pencegahan tersier Monitor
respirasi dan status O2
Setelah diberikan intervensi keperawatan selama 3 hari Tn.C memperlihatkan
jalan nafas bersih, tidak terjadi sesak nafas. Bersihan jalan nafas terkontrol dengan
pengobatanBersihan jalan nafas tetap dipertahankan dengan pemberian oksigen 2
l/menit. Tn.V menyatakan akan mengkonsumsi obat dan tetap mematuhi program
pengobatan yang diberikan oleh dokter dan perawat.
Analisis praktek.., Rolly Harvie, FIK UI, 2013
Download