MEMBAIIDINGKAFT KADAR PROTEIN C TERAICIIVASI' PADA PEI\IDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAI\I NORMOALBTJMII{IJRIA DAI\I MIKROALBTJMIIYIIRIA TESIS Oleh: ELWITRIA DAILY BP 05226001 *ffi PROGRAM PENDIDIKAI\I PROFESI IX)I(TER SPESIALIS I BAGIAN PATOLOGI FK I]NAIYD/RS. Dr. M. DJAMIL T?'IG 2009 KLIMK OOUPAE ACTWATEI' PNOTEIN C IN TYPE 2 DABETES MELLITUS YTN N(NXOAI}UTTINTTNIA AND MICROALBUMINURIA /IBfTI'ACT af tW 2 diabaes trcllfuir (DM) in Indonesian increased #y- Typ 2 DM couW ceare erfficltd WgAon od distwbance of qfubn wr'rch M ,o[c A M.ryt d tl*uln}osis- Tlvombosis could o1gr u & frw e*'fuoc 6MeE of pwgulort wtd anticoagulant dd b wed by mwal anticoagulant defect. fut- This ifuc ,,ilficudHr& rG a reb d erfutlcltal dysfunction and suggested ss an codiowsado disease in tyrye 2 DM i#t*fufu Prcrfue fib rc n uulytic obsemational cross sectional study. Samples were 6 ffietuiw santpling from 50 We 2 DM patient who were out patient & b MaMic+tdocrin policlinic Dr. M. Djamil hospital Padang from May to W 200f. AII of type 2 DM patients were measuredfor urine albumin and urine M'mire, then ratto of them was microalbuminuria. Patients divided into 25 paients with normoalbuminuria (group A) and 25 type 2 DM patients ttry 2 DM wirt niswlbuninria (Srory B). Both of groups were rneasured for activated pefu, C Aru- Resnrlt were repnrted as the mean and standart deviation (SD). Ifulrae odtzzd hy SPSS 15 with t test unpaired. Statistical significance was fuifipda p<0,05. value of APC of We 2 DM patients with normoalbuminuria (II&15+14,76%o) was higher than value of APC of We 2 DM patients with misulhwfinria (112,50 +17,66%o) but tlw dffirences were not statistically Tlv memt agafrc@t- C^orfuiolr TIwe wse rnt st&isticallrbsignificott difererces /.FC {tpzINI vith rht,fmqFIIntWtwb between value fuitwiaodnbulbwtinria- of MEMBAITDINGKAN KADAR PROTEIN C TERAKTTVASI PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN NORIYIOALBI]MINTJRH DAI\ MIKROALBUMII\ruRIA ABSTRAK Prevalensi DM tipe 2 di Indonesia meningkat dengan cepat. Diabetes melius tipe 2 dapat menyebabkan disfimgsi endotel dan sistem koagulasi ab,normal yang akan berperan dalam perkembangan tombosis. Trombosis dapat terjadi akibat terganggunya keseimbangan antara faktor prokoagulan dan salah satunya karena defek antikoagulan alamiah. Lftgalh|minrria merupakan penanda disfutrgsi endotel dan dianggap sebagai fudsiko i@naen untuk penyakit kardiovaskular pada penderita DM tipe 2. Penclitian ini merupakan suatu penelitian observational analitik dengan rmcmgan potong lintang. Sarrpel diambil secara consecutive sampling pada 50 ggxita DU tipe 2 yarrrg melakukan konhol rutin ke Poliklinik MetabolikiioOol"l" RSUP. Dr. M. Djamil Padang dari Bulan Mei sampai Juli 2009. Seluruh sgbyek penelitian diperiksa albumin udn dan kreatinin urin" kernrdian rasio ke&nnya dis€hrt nikoalbuminrnia Subyek penelitian dibagi atas 25 peod€dta DM qe 2 fur,gnn mrmoalblminrnia (kelompok A) dan 25 penderita mif*gUt* iX Op 2 dFEn miknoalhminuria ftelompok B). Kedua kelompok ini rerata dan A"-.le fqNdr prdein C teraktivasi (APC). Hasil dilaporkan dalam uji t tidak -l-F*'F" baku (SD). Dafia dianalisis menggunakan SPSS 15 dengan terpasangan Ke,maknaan secara statistik ditentukan jika nilai p < 0,05. Rsraa kadar APC penderita DM tipe 2 dengan normoalbuminuria (11S,4S14,76VA lebih tinggi dari kadar APC penderita DM tipe 2 dengan mitmoalhrminrria (112J0 +l7,6F.yo) tetapi tidak ditemukan perbedaan yang - t bcmeaf.*qnhr Tidek Edryd perbeCam ymg bemakna antara kadar APC nffi fXliE 2 dqgr nomrlhiruir dm mihoalhmintria DM Ee 4 Itfihoalhminuria f- rc AFG ffi ii KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas ggala ratrmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar Dokter Spesialis Patologi Klinik Program Pendidikan Profesi Dokler Spesialis Kda&rrm Lhiwrsitas Tesis ini penulis I di Fakultas Andalas (FKUAyRSUP. Dr. M. Djamil padang. dapat terwujud berkat bantuan berbagai pihak, oleh karena itu terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membamr Knlrdl yeg Etormat Prof Dr. k [L Musliar Kasim, MS selaku Rektor Univqsias Andalas dan dr. H. Suchyar Iskandar, MKes sebagai Direktur Utama RSUP. Dr. M qamil Padang; Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Piof dr. Ir Fadil oenzil, PhD, spGK dan penggantinya Dr. dr. Masrul, MSc, Stffi. lqg dil rlgnhaikr lresF'rrpddn kepada penulis untuk menjadi peserta |l!ffi{frnrEFrHogi Klirit FKUA/RS. Dr- M Djamil padang. K€pa& Ketla Tim Koordinasi PPDS-I FKUA Prof. Dr. dr. H. Asman lv{anag SpPDKEMD beserta staf, penulis mengucapkan terima kasih atas diberikannya kesempatan untuk menjadi peserta PPDS-I Bagran Patologi Klinik di FKUA/ RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Kepada yang terhormat Prof. dr. H. Rismawati Yaswir, sppK(K) selaku Keara Bagran Patologi Klinilq penulis menyampaikan terima kasih kesempaan yang diberikan untuk mengikuti pendidikan Klinik; serta penghargaan di atas Bagian Patologi setinggi-tingglnya atas bimbingan dan dorongan 111 semang,at yang beliau berikan kepada penulis. Kepada yang terhormat Prof. Dr. dr. H. Ellyza' Nasrul, spPK(K) selaku Ketua Program studi ppDS-I patologi Klinft dm pembimbing II, penulis terima kasih atas segala timbingao, nasehat, dan dorongan moral yang diterima oleh penulis. Kepada yang terhormat Prof. dr. H. Hanifah Maani, spPK(K) selaku cruru Besar Patologi Klinik dan pembimbing I, penulis menyampaikan terima kasih atas segala keikhlasan meluangkan waktu memberikan bimbingan dan dorongan moril baik selanra persiapan, pelaksanaan hingga. penyusunan tugas aktrir ini, serta selalu menanamkan rasa tanggung jawab selama menjalani pendidikan. K€pada staf pengajar di Bagian Patologi Klinik yang sudah menjalani Edm tdlr dr- Azw Nrdin, SpPI(K), k€pada para staf pengajar yang !!+ ffi fi Bagian Pdologi Ktinik yaitu dr. Lillab sppK(K); dr. yoesri, nilsr spPK(K); penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginyaatas segalakeikhlasan dalarn memberi petur{uk, ilmu dan membimbing ddmnerydajri ihn hlrrffin rh- rrr kdif,t Pdologi Klinik I ' , ^ k=ih repuA" Drs- Alnrrdi, Dlrdl\A MKeso lttsL &. Eugeny Alia spPrl dr. Tury prihandani, sppl! dr. Rnffini, spPK dr. Dsywar, spPIC dr. Efridq sppK, MKes, dan dr. zerry Dia Rofinda SpPK yang telah memberi ilnu dan sumbangan pemikiran dalam penulisan tesis ini. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: - Dr. widyarman, dr. Erlis Beby Julianto beserta staf urDC-pMI padang yang telah membimbing penulis selama stase di pMI padang. iv - Prof. Dr. dr. H. Nasrul Zubir, SpPD-KGEH, Prof, Dr. dr. H. Asman Maraf, SpPD-KEMD beserta staf yang telah membimbing penulis selama strse di Bagran Ilmu Penyakit Dalam FKUA/ RS. Dr. M. Djamil Padang. - Dr. dr. Hj. Rizanda Machmud, MKes dan Lia yang telah membantu penulis dalam konsultasi statistik yang menunjang penulisan karya ilmiatl ini. - Seluruh analis kesehatan Subbagian Kimia Klinik dan Laboratorium 24 jam, Bagran Patologi Klinik FKUA/ RS. Dr. M. Djamil Padang khususnya lvlbak rin" Ni Ai, Ni Yen yang telah membantu dan bekerja sama selama penulis melakukan penelitian - Pr. pcrard Polililinft Khusrs Metabolik Endokrin Bagran Penyakit IIm ru|. I}r- It'f. Djmil Padang yang telatr membantu penulis pada saat mengumpulkan zubyek penelitian. - Pra analis kesehatan dan karyawanlkaryawati lainnya di Bagian Patologi Krinft FKUA/ RS. Dr. lir Djamfl Pedang atas bantuan dan kerjasamanya tuFdtuE€ikulipenOiOmx.frf,r rclmrdran pes€rta PPD$I Bagian patologi Krinih baik yang telah menyelesaikan pendidikan naupun yang sedang mengikuti pendidikan" penulis mengucapkan tetima kasih atas bantuan dan kerjasama yang telatr kita bina selama ini. ucapan terima kasih penulis sarnpaikan kepada Drs. Muslim Kasim, Ak, MM, sebagai Bupati Padang Pariaman dan dr. H. charles Dan^rin" DC, M.pd mantan Kepala Dinas Kesehatan Padang Pariarnan yang telah membuka kesempatan sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan spesialis ini. Ucapan t€rima kasih juga penulis sampaikan kepada HwS yang telatr membiayai pendidikan spesialis Patologi Klinik. Ucapan terima kasih serta doa penulis sampaikan kepada orang tua Grtinta, ibunda Dra. Ratra Wilis M, ayalranda Datrsyaruddin Ajus (alm), bapak dan ibu mertua Dainuri St Mudo (alm) dan Syahniar Samad, adik-adik serta saudara ipar yang selalu membantu, memberikan semangat, dan doa kepada penulis. Khususnya pada suamiku tercinta Dr. Montesqrig SFt, MSi dan anakanakku tersayang Hubbul Khaira Monteswi dan M. Nabil Ghifaxi Monteswi, atas dm, pengertian, pengorbanan, dnn dorongan moril yang telah diberikan selama qfuipamAmini , ti* hr try! k€pada scrnua strbyek penelitian" terima l@sih atas res|isnnfia unhft furtrt serta dalarn penelitian ini. Semoga pengorbanan tersebut ''r'rl'pat pahala dari AUah SWT dan menjadi sumbangan berharga bagi ihnu gFfihrukdis - - , menyadri b&nn ild,irft dri sre- w tug teleh dicapai dan diwujudkan dalam Apabila ada manfaat dari tulisan ini semata kil€na kdesum dm ilmuNya dan apabila ada kesalahan itu semata karena keerbtasan dan kekurangan penulis. Al*rirnya semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan menjadi amal ibadah yang diridhoiNya.Amin. Padang, November 2009 Penulis vl ............1 tirrlKhqs .........5 .......................5 vll vlll 2.5.3 Sistem Hemostasis pada DM Tipe 2............... .........28 BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTDSIS PENELITIAN....29 3.1 KerangkaKonseptual Penelitian............. ..........30 PENELITIAN.......... ........31 3.2 Hipotesis BAB 4 METODE 4.1 Disain Penelitian. 4.2 Ternpatdan 4.3.1 Besar ........31 WakhPenelitian. 4.3 Populasi dan ......31 Penelitian 4.3.3 Kriteria ................32 Variabel.... 4-3.2.2Dr;frnisi Operasional 4-4 ......31 Sampel I32.LKlasifikasi 4.3.4 ......31 Sampe1................ 4-3.2Yuiabel , ....................30 ..................32 Variabe1................ Inklusi... KriteriaEksklusi.... ........32 ..................33 ...............33 AhrHitim 4.6.1 Pemeriksaan Pendahuluan .....35 4.6.2Pemeriksaan Mkroalbuminuria........ ......35 4.6.3 Protein C Teraktivasi 4.7 Analisis BAB 5 HASIL 5.1 Uji ........... Data...... PENELITIAN.......... Ketelitian. 5.2 Karakteristik SubyekPenelitian ..................36 .........38 ............39 ..............39 ......................40 lx 5.3 Kadar APC pada DM Tipe 2 dengan Normoalbuminuria..................41 5.4 Kadar APC pada DM Tipe 2 dengan Mikroalbuminuria........ ............42 5.5 Perbandingan Kadar APC antara Penderita DM Tipe 2 dengan NonnoalbuminuriadanMlroalbuminuria......... BAB 6 .............42 PEMBAHASAN.................:......... 6.1 Uji .....43 Ketelitian.. ..............43 6.2 Karakteristik Subyek Penelitian. .....................43 6.3 Kadar APC pada DM tipe 2 dengan Normoalbuminuria....................45 6.4 KLilar APC pada DM Tipe 2 dengan Mikroalbuminuria....................45 6.5 Perbandingan Kadar APC antara Penderita DM Tipe 2 dengan Normolbuminuria dan tlil? Milaoalbuminuria-....... SARAN.... Zf Kesimpulan............. ETSTMPIILAIY DAI{ 72 Strm DilFIAB,FUSTAKA .................45 .....48 .....48 .........48 __...................49 .............54 .55 x DAFTAR TABEL Tabel hal 2.1 KriteriaDiagnosis DM. 11 2.2 Definisi MAU dan Diabetik Nefropati... 20 5. F{asil 1 Uji Keteliti an W ithinRaz Pemeri*saan Albumin Urin, 39 Kreatinin Urin, dan APC. 5.2 Hasil Uji Ketelitian Between DayPemeiksaan Albumin Urin, Kreatinin Urin, dan APC.......... 5.3 IGrafceristik Subyek Penelitian 5_t ffr Icd.f,FC dlnt Tipe 2 Keilmpok 4t d Kelompok B, 4l XI I}AF"TAR GAMBAR Crarnbar hat 2.t Jalur Transduksi Sinyal insulin 10 2.2 Sifat Tromboresisten Endotel 15 2.3 Interaksi J alw Hyperglyaemialnduced Metab olic Terlibat dalam Terjadinya Disfungsi Endotel.... t7 2.4 Sistem Koagulasi. 23 2.5 StrukturDomain protein C Manusia. 24 2.6 Jalur Antihagulan Alamiah. 2s 3.1 Kerangka Konsep Penelitian 30 4.1 Alur Penelitian. 34 5.1 Kadar Rerata APC pada Kelompok A dan Kelompok 8... 42 xll DAFTAR SINGKATAN ADA ADMA AGEs APC BH4 cGMP CRP CV DDAH DM ECE.1 EDFtr eNOS ET.1 GPPT GTP HD[. nf,flr( m0ft It@-l lv{APK IyIAU NF-KB NO NOS PAI.l PAI.3 PC PF3 PI3K PS ROS TGT TM TNF-a tPA TTGO UPA VCAM-I VSMC wHo = American Diabetes Association : Asymmetr ic D imethylarginine : Advanced glycation endproducts : Activated Protein C Tetralrydrobiopterin Cyclic guanosine monophosphate C reaktive protein -- Coffi c ient of var iat ion Dimethylarginine dimalryla ntirnhydrolase Diabetes melitus ET cowerting enzyme-I Endothelium-der ived hyperpolar izing factor Endothelial nitric oxide synthase : : : : : : : : : Endotelin-l : Glukosa plasma puasa terganggu : Gua nosine tr iphosphate : : H igh dasity lignprotein Higfi rrcIrctds weight kinino gen : Mhds dhesion moleczle- I :frrdts&smasa tubuh : Irtw density lipoprotein : I*ctin-lilre oxidized LDL receptor-l -- Macrophage chemoatract ant pept ide: Mitogen activatedprotein kinase : Mikroalbuminuria : Nuclear factor-kappa b eta : : Nitric oxide Nitric oxide synthase : I activdor inhib itorPlasminogen activator inhib itor-3 Protein C -- P I a^rminogen : I : Plateletfactor j : P hosphatidyl inos itol- 3 kinase : Protein S : Reactive orygen spesies : Toleransi glukosa terganggu : Trombomodulin : Tumor necros is factor-a : Tissue plasminogen acttvator : Tes Toleransi Glukosa Oral : Urokinase plasminogen activator : Vascular cell adhesion molecule-I : Vascular smooth muscle cell : World Health Organization xiii DAFTARLAMPIRAN I ^-p hal I Fomrulir Penelitian.. 2 Atokasi dan Rincian Dana Penelitian. 56 J Jadwal Kegiatan Penelitian. 57 4 Peqielasan dan Informasi (inform consent) dan Pernyataan 58 55 - Persetujtran- . 5 Tabet Kadtr APC pada Orang Sehat 59 6 TScl Kelompok A (Normoalbuminuria).. 60 T.-... Tabel Kelompok B Mlaoalbuminuria) 61 8 Ilasil Pengolahan Data dengan 62 SPSS. h. xlv BAB 1 PENDAHULUAI\ l.l Lrtar Belakang American Diabetes Association (ADA) tahun 2005 menyatakan diabetes melinrs (DlO adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik nipergtitemiq yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau tstranya (Soegondo, 20A7). Klasifikasi DM berdasarkan etiologi menurut krfteni (2006) dibedakan atas: (1) DM tipe l, (2) DM tipe 2, (3) DM tipe lain, dm (4) DM gestasional. Diabetes melitus tipe 2 merupakan sekel,ompok kelainan yang ditandai dll6;r mrisensi insulin, sekresi insulin terganggu, dan peningkatan produksi dk tlloroq 2001). Kasus DM yang terbanyak Xft6 dri yaitu DM ttpe 2 sebesar 8F smua kasus DM (Maitra dan Abbas, 2005). Diabetes melitus npe 2 H;h Eing setelah usia 40 tahun, namun insidensinya meningkat dengan d dan drnrasa mrda (Von V, 2009), dan pada dekade ketujuh qil[fl-rtir :t4!f l*ft.irrogi (Suyono, 2007). * ffiim frc 2 fi tcrtcgEi penjuru dunia cenderung meningkat, -' f995 dcsr 4,Gt, diperkirakan pada tahun 2025 meningkat menjadi 5'{i6 (Kiry ct aI, 1998). World Heahh Organization (WHO) memprediksi irmtflh pad€dta DM tipe 2 di Indonesia yaitu sekitar 8,4 juta orang pada tahun ilm m€4iadi sekitar 21,3 juta orang pada tatrun 2030 @erkeni, 2006). Prevalensi DM di ldonesia meningkat dengan cepat. Penelitian yang dilalarkan di Jakarta menrmjrrkkan adanya peningkatan prevalensi DM dari l,7Yo pada tahun 1982 n'rrrjadli 5,7Yo tahun 1993 dan l2,8yo pada tahun 2001 (Semiardji, 2003). Denetitian terakhir antara tahun 2AU-2005 di daerah Depok didapatkan prevalensi DM tipe 2 sebesar lA% 14,7o/o- Pr,evalensi DM tipe 2 tahun 2005 di Makasar mencapai (Suyono, 20/16), se0andran di Srmatera Barat 5,1 Vo (Persi, 2008). rxabe*es melitus dapat menyebabken disfimgsi endotel (Ross, 1999). Dahm keadaan norrnal sel endotel berperan aktif dengan mengeluarkan berbagai dim rurtlk menjaga keseimbangan faktor relaksasi dan kontaksi, d*n antikoagulan, penghambat dan pemacu pertumbuhan (growth- ffiJn (Soeatmadji, 2000; Endemann dan Schiffiin,2004; Stehouwer, 2004). eqggpan keseimbangan faktor tersebut dapat menimbulkan disfungsi endotel. nifugsi e,ndotel menyebabkan gangguan koagulasi, berperan pada kejadian awal * htrbangan lesi aterosklerosis, serta perkembangan tombosis dan iskemia ;nFt**-ts stadium lanjut. Manifestasi distungsi endotel dapat berupa mpsmcr pembentukan trombus, hipertensi, ffi}'Escandon dan dan aterosklerosis (Soeatnadji, Cipolla 2001). Mkoalhminuria (MAU) telah dikaitkan dengan penanda biokimia disfungsi endotel sebagai faktor dm terjadirya risiko *eroskterosis. lvfikroalbumintnia dianggap untuk morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular pada penderita DM tipe 2 serta telah digunakan sebagai penanda dini nefropati diabetes (Immanuel, 2006). Risiko kematian penderita DM tipe 2 dengan MAU meningkat 2-4kali lipat dibandingkan dengan normoalbuminuria (Stehouwer dan Smulders, 2006). Mikroalbuminuria adalah ekskresi albumin dalam urin yang melebihi normal tetapi tidak dapat dideteksi dengan dipstik urin biasa. Adanya MAU menunjukkan kerusakan endotel yang luas di pembuluh darah termasuk di Srmenilus @howmick et aL,2007). Mitroalbuminuria adalatr keadaan yang ditmdai dengan (1) ekskresi albumin urin antara 30-300 mg/hari, (2) 202mpg/menit, (3) rasio albumin/kreatinin urin antara 30-300 mg/g (Ritz, 1999; hf*rnrel, 2006), atau antara 3-30 mg/mmol (Aatcre et a1,2008) atau antara 2,0- 20 mg/mnol untuk wanit4 2,8-28 mg/mmol untuk pria (Tobe et a1,2002). Penderita DM tipe 2 menunjukkan aktivitas sistem koagulasi daratr yang ry, p fl lffi beryeran penting dalam patogenesis penyakit vaskulax aterotrombotik drah besar maupun kecil. Beberapa penelitian pada penderita DM tpa ? mrlirrlrtan *ingginya konssntrasi prctein prokoagulan dan rendatrnya frffitr antikoagulan- Peningkacan aktivitas prokoagulan berperan Md inctutensi mosldemsis dini, morbiditas, dan mortalitas ,h ntil*n ffimLfmrgFumbcis h'D.t!F-tt teimbnngm K*lblrc€imbangan ini dalam pembuluh darah merupakan akibat antara faktor prokoagulan dan antikoagulan. dapat muncul karena stimulus trombogenesis, defek ; no rlan alamiall atau defek sistem ffbrinolisis (Veglio, 1995; Gabazza et aI, [ft llor592D2; Aslan et al, 2005). Menurut Aslan (2005), penyakit vaskular dn uikoagulan alamiah protein C (PC) yang rendah secara bersama menyebabkan trombogenesis pada DM. Sistem antikoagulan alamiah sangat penting untuk mengontrol koagulasi (Cnfuzzaet al,1996). Protein C adalah antikoagulan alamiatr, tergantung vitamin K yang dihasilkan di hati, setelah dipecah secara proteolitik oleh kompleks trombin dan trombomodulin (Tlvf) di permukaan endotel, akan dikonversi meqiadi PC teraktivasi (acttvated protein efektor C/APq. Protein C teraldivasi merupakan enzim sistem antikoagulan PC karena menginaktifkan FVa dan VI[a di pcmr*aan trombosit dan sel endotel sehingga koagulasi tidak terjadi. Protein C galcivasi juga menstimulasi fibrinolisis dengan menghambat plasminogen Giffio/ inhibitor-I (PAI-l), meningkatkan aktivitas antiinflamasi dengan Fd| mbat sekesi sitokin proinflamasi (Gabana. et al,1996; Hoffbrand 2005; SaiaH*y dan Widjajahakim, 2007; Zaki, 2008). Afcivias biologis jalur antikoagulan PC dan peran APC pada penderita mt QE 2 onsih kontroversial. Veglio et al m0Farpderita hqir pada tahun 1995 mendapatkan kadar DM tipe 2 dengan MAU dan normoatbuminuria serta kontrol serna, sedangkan Aslan et #Fg pCe pOerina DM tipe 2 HtslffIil{ al paAa tahun 2005 mendapatkan kadar d€ngan normoalhminruia &€ 2 il+rwmlt MAU dan lebih 'ngg kontrolr nsmllll kadar APC bcnir Frtzng ugaimana hubungan antara Apc pada penderita DM tipe fugm MAU dan normoalbuminuda sejauh ini belum banyak Ocldilsda 2 dilaporkan. keadaan tersebut pertu dilahrkan penelitian bagaimana fdrtmgro kadar APC pada penderita DM tipe 2 dengan normoalbuminuria h Df;AU. Kadar APC yang didapatkan dari hasil penetitian ini dapat diketahui pqra dalam patogenesis tombogenesis sebagai salah satu penyebab kmplikasi DM tipe 2 sehingga akan ada usatra preventif dan kuratif untuk terj adinya komplikasi tersebut. Ll Rnssen Mesalah Bendasarkan uraian pada latar belakang, dapat dirumuskan masalatr Fcrditian sebagai berikut: t- gagaimanakah kadar APC pada DM tipe 2 dengan APC pada penderita DM tipe 2 dengan normoalbuminuria? L Bagaimanakah kadar mitroalbuminuria? a nognimanakah perbandingan kadar APC antara penderita DM tipe 2 dengan mmoalbuminuria dan penderita DM tipe 2 dengan mikroalbuminuria? [.lltsHiu ra llrfi-rh F fHarlinglcan fu1|n APrC pada penderita DM tipe 2 dengan dan tanpa *olhminuia LtJTuiuan Khusus , l- Mengetatrui kadar APC pada penderita DM tipe 2 dengan nonnoalbuminuria l- trt{engetahui kadar 3- Mengetahui perbandingan kadar APC pada penderita APC DM tipe 2 dengan mikroalbuminuria antara penderita DM tipe 2 dengan normoalbuminuria dan penderita DM tipe 2 dengan mikroalbuminuria. 1.4 Mufaat Penelitian tlufaatllmiah llasil penelitian dapat dijadikan dasar untuk penelitian selanjuhya berhuhngan dengan trombgenesis pada penderita DM tipe 2. yang F ffi. $; tr F. ur.rr.Pnkis grrn perelitian dapat digunal€n datam upaya preventif dan hratif di bidang behatan sehgai upaya mqrcmukan berbagai faktor dsiko penyakit yang befrubugan dengan bombogenesis. F ft' r F 6 BAB 2 TINJAUAI\I PUSTAKA LI Diebetes Melitus r LLl Definisi American Diabetes Association tahun 2005, diabetes melitus adalah suatu Hompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia, yang terjadi &rcna kelainan sekresi insulin, kerja insulin" atau keduanya (dikutip dari r. F &cEwrdo, 2007). Diabetes melitus ape 2merupakan sekelompok kelainan yang f,brdai dengan resistensi insdnx" sekresi insulin terganggrl dan peningkatan produksi glukosa @owery 200 I ). r tl Kbdftrd Klasifikasi DM berdasarkan etiologi @erkeni, 2006) yaitu: a. Tipe 1: Destnrksi sel beta, umwnnya me4iurus ke defisiensi insulin absolut - Autoimun - Idiopatik b.Tipe 2: Bervariasi mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin c. Tipe lain: dapat terjadi diakibatkan oleh: - Defek genetik firngsi sel beta - Defek genetikkerja insutin - Penyakiteksokrinpankreas Endokrinopati - Karena obat atau zat kimia - Infeksi - Sebab imunologi yang jarang - Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM & IXrbetes melitus gestasional 2.13 Patogenesis DM Tipe Patogenesis yrg 2 DM tipe 2 multifaktorial dan belum diketahui proses mana lebih dahulu terjadi. Faktor genetik dan lingkungan sangat berperan dalam Fo6es timbulnya DM tipe 2 (Sanusi, 2005). Faktor genetik yaitu kegagalan selffesi insulin oleh sel beta pankreas (disfungsi sel beta) dan resistensi insulin ]"atcni menunrnnya sensitivitas jaringan tefiadap insulin. Kedua em kai- -nya s&r sama lain hiperglftilia lfiperglikemiajuga dan faktor ini sangat berdarnpak unhrk terjadinya dipicu oleh faktor lingkungan seperti kebiasaan makan berlebihan, kurang olahraga, gaya hidup ataupun kegemukan (Manaf, 200r). Tiga organ tubuh berperan yantu: d"l"* mengatur konsentrasi glukosa darah (1) sel beta pankreas yang mengeluarkan insulin untuk menurunkan glukosa darah, (2) hati melepaskan glukosa" dan (3) otot meningkatkan asupan glukosa. Dalarn keadaan norrral insulin senantiasa bekerja mempertahankan konsentrasi glukosa plasma agar selalu dalam batas normal pada saat puasa rurupun sesudah puasa. Pada keadaan puasa tidak terjadi hipoglikemia karena hati memproduksi glukosa untuk mempertahankan konsentrasi glukosa normal dengan meningkatkan proses glikogenolisis dan glukoneogenesis. Sebaliknya p6da keadaan setelah makan, konsentrasi glukosa plasma tidak terlalu meningkat k€na sel beta pankreas menghasilkan insulin yang lebih banyak untuk meningkatkan asupan gltrkosa di otot (Sanusi, 2005). Perjalanan DM tipe 2 dimulai dengan toleransi glukosa normal, pada tahap hjut terjadi kenaikan konsentrasi glukosa darah puasa atau 2jam setelah beban ghrkosa pada tes toleransi glukosa oral (TTGO), lambat laun konsentrasi insulin flasma meningkat sampai pada maksimal. Pada keadaan tersebut sel beta kdelahan atau tidak mampu menormalkan konsentrasi glukosa daratt sehingga hsentrasi glukosa daratr meningkat. Pada saat tersebut konsentrasi glukosa plasma pwsa berkisar 100-125 mg/dL disebut glukosa plasma puasa terganggu (GPPT) dan konsentrasi glukosa plasma setelah beban 75 g menunjukkan angka *rrl'ra 140-199 ngldL disehs tol€ransi glukosa terganggu (TGT). Adanya GPPT d*n atau TGT disebr* sebagai disglikemia Apabila resistensi insulin berlar{ut t€,rus, maka sel beta tidak mampu menghasilkan insulin karena kelelahan dalam mempertahankan konsentrasi glukosa yang nonnal, sehingga timbullah DM tipe 2 (Maitra dan Abbas ,2005; Sanusi, 2005). Dua defek metabolik yang menjadi ciri DM tipe 2 adalatr penurunan kemampuan insulin untuk bekerja terhadap jaringan perifer yang disebut dengan resistensi insulin dan disfungsi sel B akibat ketidakmampuan pankreas untuk menghasilkan insulin yang cukup dalam mengkompensasi resistensi insulin. Pada banyak kasus, resistensi insulin adalah kejadian utama yang mendasari patofisiologi DM tipe 2 (Maitra and Abbas,2005; Sacks et al2A06). Resistensi insulin menyebabkan penurunan ambilan glukosa di jaringan otot dan adiposa serta ketidakmampuan hormon unfuk noenekan glukoneogenesis di hati. Beberapa penelitian pada individu dengan resistensi insulin menunjukkan 9 *ryoat imulin tidak normal seperti terganggunya down regulation reseptor insulin, Inrrrman fosforilasi reseptor insulin, dan defek aktivitas tirosin kinase jalur gfusphati$iinositol-3 kinase (PI3K) yang mengakibatkan penunuran translokasi GLUT4 di membran plasma. Penurunan translokasi GLUT4 akan menurunkan zp uke ghtkosa ke dalam set sehingga terjadi hiperglikemia (Gambar 2.I)(Powers, 2001; Maita dan Abbas, 2005). GltsosE Flaarna nfambnn. GLUT.T lR;=",rft."o**n I G&rcc-6.pho.ett t f5\*J."*" frF.r.L Plgfrln ryrll9ab qlycogm .tnttF.lr Galspta lrrrup.ort Gambar 2.1 Jalur Transduksi Sinyal Insulin (Powersr 2001). 2.1.4 Diagnosis Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa danh. Kecurigaan adanya DM dipikirkan apabila terdapat keluhan sebagai berikut: a. Keluhan klasik: poliuria, polidipsia" polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapatdijetaskan sebabnya. b. Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria serta pruritus vulva pada wanita. 10 Kriteria diagnosis DM dapat dilihat pada Tabel 2.1. Apabila hasil Fcmedksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ddrrt kelompok TGT atau GPPT @erkeni, 2006). I I lbbel2.l Kriteria Diagnosis DM l- Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu > 200 mE/dL (11,1 mmol/L) 2. Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa Atau > 126 m{dL (7,0 mmol/L) Atau 3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO > 200 mg/dL (11,1 mmol/L) (Perkeni,2006) 2.1.5 Komplikasi Perjalanan penyakit fompmi *krf DM dapat terjadi komplikasi aknt dan kronik. yaihr ketoasidosis diabetih hiperosmolar nonketotilg dan hipoglikeNnia Hiperglikemia kronik dihubungkan dengan komplikasi kronis, disfungsi, atau kegagalan beberapa organ. Komplikasi kronik pada DM tipe 2 pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh daratr diabetik) berupa malcrovaskul* 1-"iiUutt* di selurutr tubuh (angiopati pembutuh darah tepi, pembutuh darah jantung, dan pembutuh darah otak), mikrovaskular (retinopati diabetik, nefropati diabetik, dan neuropati). Penyakit makrovaskular pada DM dih4iukkan oleh percepatan aterosklerosis yang dapat menyebabkan infark miokard, strok, dan gangren ekstremitas bawatl Faktor risiko penyakit mikrovaskular adalah kontol gula darah yang jelek" lama DM, hipertensi, dan MAU @ixon dan Salarnonson,2006; Gustaviani,2006; Perkeni,2006; Soegondo,2007; Waspadji, 240T. Etiologi terbanyak penyebab mortalitas dan morbiditas pada penderita DM npe 2 adalatr komplikasi penyakit vaskular akibat aterotrombotik. Komplikasi 1l Fyakit rrasl$tar mrmcul lebih awal dan lebih sering pada penderita DM tipe 2 emaingtan L2 dengan penderita bukan diabetes (Aslan et a1,2005). Endotel L2.l Struktur dan X'ungsi Endotel Lapisan pembuluh darah (luar ke dalam) terdiri dari lapisan adventitia (lapisan jaringan ikat), media (lapisan otot polos), dan intima yang memiliki hpisan subendotel dan endotel (Ganong, 2A$). Endotel merupakan organ terluas dl tubuh yang melapisi bagian dalam lumen pembuluh darah, berfimgsi sebagai barier antara otot polos pembuluh darah dan komponen daratr (Verma et a1,2003; Endemann dan Schiffiin, 2004). Karena letaknya antara dinding pembuluh darah dqn alirm slwu drah maka sel e,ndotel menerima berbagai stimulus seperti tekanan, stress, dan hormonal @ndemann dan Schiftin,2004). Dahulu sel endotel dianggap sebagai barier sederhana yang berfungsi untuk memelihara permeabilitas pembuluh darah. Belakangan ini ditemukan bahwa endotel berperan aktif dalam homeostasis dengan mengeluarkan berbagai mediator yang menjaga keseimbangan koagulasi dan fibrinolisis, mengatur tonus otot polos dan permeabilitas pembuluh darah, mengatur proses inflamasi, mencegah perdaraharg serta mensintesis faktor pertumbuhan @scandon dan Cipolla,20At Chong et a1,2003). Dalam keadaan normal sel endotel berfungsi untuk: (1) menurunkan tonus vaskular, (2) mengatur permeabilitas vaskular dan keseimbangan cairaq (3) menghambat adesi leukosit, (4) membatasi aktivitas jalur koagulasi, (5) mengatur fibrinolisis, dan (6) mitogenesis dan angiogenesis (Endemann dan Schiffrin, 2004; Stehouwer, 2004). t2 llil ModietoryergDilepaskan Sel Endotel 2221Zat Vasodil$or Zat vasodilator yang dihasilkan endotel mengakibatkan pelebaran lumen pnbulutr daxalL antara larn: nitric oxide (NO), prostasikliq endothelium-derived hlperpolarizing factor (EDHF), dan C-tlpe natriuretic peptide (Endemann dan Schiftin, 2004). Nitrtc oxide merupakan endothelium-derived relatcing yang mling berperan dalam mempertahankan tonus dan reaktivitas vaskular (Vennq 2003). Nitric oxide disintesis dali L-arginine dengan bantuan enzim NO synthase (NOS). Nitric oxide synthase memerlukan kofaktor yutu tetrahydrobiopterin 1BH4) untuk memfasilitasi produksi NO. Selan$utnya NO mengaktifkan soluble gwnylyl cyclase yang akan merubah guanosine triphosphate (GTP) meqiadi cyclic guanosine monophosphate (cGMP). Cyclic guanosine monophosphate alftimya menyebabkan relaksasi otot polos vaskular (Ganong, 2003). Nitric oxide juga meniadakan aksi endothelium4erived contracttngfactor (Angiotensin II dan endotelin-l (ET-l)), menghambat dctivasi trombosit dan leukosit, serta antiproliferatif (Verma et al, 20A3). 2.2.2.2 Zat Vasokonstriktor Z,at vasokonstiktor yang dihasilkan endotel akan menyebabkan penyempitan lumen pembuluh daratr yaitu ET-l, Angiotensin II, tromboksan A2. dan reactive orygen spesies (ROS) @ndemann dan Schiffrin, 2004). Endotelin-l "dalah 2l amino acid peptide yang dipecah dari prekursor inaktif big FI-l dengan adanya enzim ET converting enzyme-I(EcE-l), chymase, dart non ECE netalloprotease. Endotelin-l adalah endotheliwm-contracting factor yang terkuat efekvasokonstriksinya (Gorac4 2002; Galie et al,2$4). l3 l.l'.2.3 llodietor Inllamasi Ik#n &hm leukosit di sirkulasi terhadap endotel dan migrasinya lebih lanjut ke zubendotel merupakan proses utama perkembangan aterosklerosis. Kcjadian tersebut dimediasi oleh beragam molekul adesi yang diekspresikan ke permukaan sel endotel, sebagai respon terhadap stimulus inflamasi. Molekul adesi yang sudah diidentifikasi adalah intercellular adhesion molecale-I (ICAM-l), Yascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-I), E-selectin, P-selectin, dan nuclear frctor-kappa beta (NF-KB) (Soeatmadji, 2000). 2.2.2.4 Mediator llemostasis Dalam keadaan normal endotel mengatur tonus dan perrreabilitas vaskular dan mempertahankan fluiditas darah dengan memproduksi inhibitor koagulasi dan inhibitor agregasi trombosit. Endotel dapat memisahkan komponen hemostasis darah dari stnrktur subendotel yang reaktif. Subendotel mengandung protein adesif kolagen" TM, dan von Willebrand Fafuor. Endotel mengatur tonus dinding , pembuluh daratr dengan mensintesis ET yang menyebabkan vasokonstriksi, serta PGI2 dan NO unhrk vasodilatasi. Endotel menghambat agregasi trombosit dengan melepaskan PGI2 dan NO. Endotel mensintesis dan mensekresi TM dan membatasi koagutasi darah dengan heparan sulfat ke permukaan, mengatur proses fibrinolisis dengan sintesis dan sekresi tPA, urokinase plasminogen activator (uPA), dan PAI (Gambar 2.2)(Stehouwe\2004; Colman et a1,2006). 14 Protein S \ e,c*in9$L*.*c, a I I a A a a Gambar 2.2 Sifat Tromboresisten Endotel (Colman et alr2006) 23 Disfungsi Endotel 23.1. Definisi Disfungsi Endotel Disfungsi endotel adalah ketidakseimbangan falcor-faktor yang memfa- silitasi homeostasis vaskular yang akan menimbulkan vasokonstriksi, adesi leukosit, aktivasi trombosit, mitogenesis, prooksidasi, trombosis, koagUlasi terganggg inflarnasi vaskular, dan aterosklerosis (Verma et a1,2003). Disfungsi endotel merupakan kejadian awal aterosklerosis dan menghubungkan diabetes dengan risiko kejadian kardiovaskular @ndemann dan Schiffiin,2004). 23.2 Patofisiologi Disfungsi Endotel Patofisiologi disfungsi endotel sangat kompleks dan melibatkan mekanisme yang multipel antara lain (Endemann dan Schiffrin,2004): l. Nitric 0xide Salah satu mediator vasodilator yang ditepaskan endotel adatah NO. Disfirngsi endotel ditunjukkan dengan menurunnya NO akibat dari menurunnya aktivitas endothelial NOS (eNOS). Reactive oksigen spesies dapd menghambat NO dengan pembenhrkan peroksininit yang merupakan t5 oksidan sitotoksik dan melalui nitrasi protein akan mempengaruhi fungsi grotein dan endotel. Peroksinitrit menyebabkan degradasi kofaktor eNOS yaitu BtI+ sehingga terjadi uncoupling eNOS. L Asymmetric Dimethylarginine Mekanisme baru yang menyebabkan penurunan NO adalah Asymmetric Dimethylarginine (ADMA) yang merupakan inhibitor kompetitif eNOS endogen dan telah dihubungkan dengan disfungsi endotel. Asymmetric Dimetlrylarginfne merupakan produk dall. turnover protein dan diekskresi melalui ginjal atau dimetabolisme menjadi citrulline oleh enzim dime t hyl ar gini ne dim e t hy I - am ino hy dr o I a s e (DD 3. AH) Oxidative Excess Oxidative excess menyebabkan disfungsi endotel yang dibuktikan oleh endothelium-dependent relaxing yang terganggu mengalami perbaikan setelah menggunakan antioksidan. Peningkatan oxidative excess pada percobaan yang dilakukan pada hewan diabetes dapat menyebabkan disfungsi endotel. 4. Hiperhomosisteinemia Faktor risiko kardiovaskular nontradisional yang menyebabkan disfungsi endotel adalah hiperhomosisteinemia Penelitian pada manusia menunfukkan homosistein menurunkan ketersediaan Belakangan ADMA 5. ini terbukti NO oleh adanya oxidative excess. bahwa homosistein dapat menyebabkan akumulasi dengan penghaurbatan DDAH. Diabetes Pada DM nW 2, sinyal insulin melalui reseptor insulin melalui 2 jatur yaitu jalur yang melalui PI3K phosphoinositide-dependent kinase-|, dan Ab/protein kinase-B untuk memfosforilasi dan mengaktifkan eNOS dan jalur t6 yang melalui mitogen activated protein kinase (MAPK) untuk efek mitogenik dan pertumbuhan. Sinyal insulin melalui PI3K mengalami perubalran sehingga fosforilasi dan aktivasi NO terganggu yang menyebabkan disfungsi endotel. 23.3 Faktor Penyebab Disfungsi Endotel pada DM Tipe 2 23.3.1 Hipergtikemia Kronis Hiperglikemia kronis (glukotoksisitas) dapat merubah metabolisme intrasel seperti pengaktifan jalur polyol mengubah dan diacylglycerol-protein kinase C, struktur dan fungsi makromolekul melalui pembentukan advanced glycation end producls (AGEs). Hal tersebut memicu stres oksidatif (Gambar 2.3). Stres oksidatif suatu keadaan dimana terjadi produksi radikal bebas yang berlebihan yang akan menghambat fungsi NO dan mengakibatkan disfungsi endotel (De Vriese et a1,2000; Aronson dan Rayfreld,2002). hipcrglikemia pcmbentukan AGE Gambar 2.3 Interaksi Jalur hyperglycaemia-induced metabolic Terlibat dalam Terjadinya Disfungsi Endotel (De Vriese et a1,2000) t7 Fi 1.332 Rcsistensi Insulin Pada kondisi nomral insulin menstimulasi produksi NO melalui tr jalur PI3K ET-l dari dinding vaskular. Pada resistensi insulin dan hiperinsulinemia, fuiilin tidak dapat menstimulasi NO tetapi masih dapat meningkatkan pelepasan ET-l sehingga terjadi vasokonstriksi (Sarafadis dan Bakris, 2007). Beberapa penelitian menunjukkan resistensi insulin menyebabkan disfungsi endotel, karena Ujadi peningkatan ET-l, peningkatan PAI-I, dan peningkatan asam lemak bebas @scandon dan Cipolla" 2001). Resistensi insulin ditandai dengan tingginya asam lemak bebas di sirkulasi. Resistensi insulin pada adiposit menyebabkan peningkatan aktivitas Iwrmon-sensitive lipase yang memecah trigliserida dan melepaskan asam lemak bebas. Tingginya asam lemak bebas menyebabkan terganggunya sinyal insulin, terjadinya stres oksidatif, dan perubahan Vascalar smooth muscle cetl (VSMC) (Mnniyapp a et al, 2007). 2.3.3.3 Proses Inflamasi ' Disfirngsi endotel merupakan kejadian awal aterosklerosis penghubung yang penting antara DM kardiovaskular. Rendahnya ketersediaan dan dengan tingginya risiko kejadian NO dapat upregulate endotel melalui induksi NF-tcB. Reactive orygen spesies, VCAM-I di sel C reakive protein (CRP), dznlectin-like oxidized LDL receptor-|(LOX-I) iugaupregulare ekspresi molekul adesi endotel. Ekspresi VCAM-I, ICAM-I, dan E selectin berperan dalarn mengawali proses inflamasi. Vascular cell adhesion molecule-l berikatan dengan monosit dan limfosit T merupakan langkah awal invasi dinding vaskular. Nitric oxide yang menururL tidak dapat menghambat adesi leukosit. Penurunan 18 NO menghasilkan ekspresi macrophage chemoatractant peptide-| (MCP-l) yang E€rekruit fagosit mononuklear. Monosit ditransformasi ke dalam lipid rembentuk sel busa. Faktor pertumbuhan yang disekresi malrofag menyebabkan nigrasi otot polos ke lapisan intima dan berproliferasi. Keadaan ini dapat menyebabkan aterosklerosis (Soeatmadji, 2000; Scmitko et aL,2003; Endemann dan Schiffrin,2A04). 23.3.4 Dislipidemia Diabetes melitus sering disertai dengan dislipidemia berupa hiperkolesterolemia, kadar LDL kolesterol tinggi, kadar high density lipoprotein (FlDllkolesterol rendah, dan hipertrigliseridemia. Low density lipoprotein terutama partikel small dense LDL lebih bersifat aterogenik karena lebih rentan terhadap oksidasi dan dapat merusak endotel pembuluh daxah dan mengakibatkan disfungsi endotel. Sebagian teroksidasi yang LDL akan mengalami modifikasi membentuk LDL akan mengalami internalisasi oleh makrofag melalui reseptor scewenger yang ada dipermukaannya. Internalisasi menghasilkan pembentukan sel busa. Faktor pertumbuhan yang diselresi makrofag menyebabkan migrasi otot polos ke lapisan intima dan berproliferasi. Keadaan ini dapat menyebabkan aterosklerosis (Ross, 1999; Endemann dan Schiftin,2004). 2.4 Mikroalbuminuria 2.4.1 Definisi Mikroalbuminuria Pada keadaan normal albumin urin tidak melebihi 30 mg/hari. Bila albumin dalam urin antara 30-300 mdhari dan tidak terdeteksi dengan dipstik rrin biasa disebut MAU @awazier, 2005). Ada beberapa cara pemeriksaan MAU (Ritz, 1999; Immanuel,2006) Yaitu: l9 l. Pengdnran albumin urin 24 jam: MAU antara 30-300 mg/hari 2. Pengukuran albumin pada pemeriksaan urin sewaktu: MAU 20' 200pg/menit 3. Pengukuran rasio albumin/kreatinin urin pada pengumpulan urin sewaktu: ada beberapa pendapat tentang MAU yaitu antara 30-300 mg/g kreatinin (Ritz, 1999; Immanuel, 2006) atau 3- 30 mg/mmol (Belchetz dan Hammond, 2003; Aalae et al, 2008). Menurut Tobe ef al (2002), definisi MAU dan diabetik nefropati menurut dipstik urin, albumin urinlhari, dan rasio albuminlkreatinin urin dapat dilihat pada Tabel 2,.2. Canadian Diabetes Association merekomendasikan pengukuran rasio albumin/ kreatinin urin menggunakan urin sewaktu. Walaupun pemeriksaan MAU dalam urin 24 jam masih merupakan gold standard mmun pengukuran rasio albuminlkreatinin urin sewaktu lebih disukai dan ternyata mempunyai korelasi yang baik dengan pemeriksaan ekskresi urin 24 jam (Iobe et a1,2002). Tabel 2.2 Delinisi MAU O"o nirU.tik Nefropati Menurut Dipstik Urin, Albumin Urin/hari, dan Rasio Albumin/kreatinin Urin Dipstik urin Normal Negatif Albumin urin/hari (me/hr) <30 MAU Negatif 30-300 positif > 300 Protein Nefropati diabetik (Tobe et al,20A2). Rasio albumin: kreatinin (mg/mmol) Wanita: < 2,0 Pria: <2,8 Wanita: 2,4-20 Pria: 2,8-28 Wanita: > 20 Pria: > 28 2.4.2 P ttofisiologi Mikroalbuminuria Albumin merupakan protein bermuatan negatif dengan berat molekul 67 000 Dalton, hampir seluruhnya dihambat oleh dinding sel glomerulus. Albumin 2A ncngalami filtrasi di membran glomerulus melalui seleksi perbedaan berat molekul dan muatan listrik. Mikroalbuminuria terjadi karena molekul albumin dapat melewati membran glomerulus akibat peningkatan penneabilitas dinding kapiler glomerulus, peningkatan tekanan intraglomerulus, atau Hiperglikemia dan hiperinsulinemia yang terjadi pada keduanya. DM tipe 2 serta peningkatan tekanan darah merupakan fbktor risiko utama terjadinya MAU karena ketiganya dapat meningkatkan tekanan intraglomerulus. Hiperglikemia dapat merubah selektivitas perbedaan muatan lishik pada dinding kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas. Jika filfasi albumin meningkat pada glomerulus melebihi kemampuan reabsorbsi tubulus maka akan terjadi peningkatan ekskresi albumin dalam urin (Lane, 2004; Irnmanuel, 2006). 2.4.3 Mikroalbuminuria pada DM Tipe 2 Pada awal tahun 1980 MAU dapat memprediksi perkembangan nefropati pada penderita DM tipe 2 yang berakhir dengan gagal $njal (Stehouwer et al, 1998). Beberapa penelitian menunjukkan penderita DM tipe 2 yarrybaru dikenal umwnnya telah menderita diabetes selama kurang lebih 4-7 tatrun sebelum diagnosis ditegakkan. Pada saat didiaguosis diantara penderita DM tipe 2 tersebut 25Yo mengalami retinop ati, 9o/o neuropati, dan 8% nefropati (Votey, 2009). Mikroalbuminuria merupakan prediktor risiko penyakit vaslanlar pada DM tipe 2. Insidensi komplikasi vaskular meningkat 2-5 kali lipat pada penderita dengan MAU (Belchetz dan Hammond, 2003). Mitroalbuminuria adalatr penanda pernreabilitas vaskular yang abnonnal dan kejadian aterosklerosis. Mekanisme ptofisiologi antara hubungan MAU dan penyakit kardiovaskular masih belum jetas akan tetapi ada beberapa hipotesis diantaranya peningkatan permeabilitas di 2l glomerulus akan menyebabkan albumin masuk ke dalam urin. Mikroalbuminuria merupakan manifestasi proses di glomerulus yang mencerminkan adanya disfungsi endotel yang luas di pembuluh daratr dan peningkatan permeabilitasnya yang terja.di secila umum di seluruh tubuh tetapi belum terdeteksi secara klinis flmmanuel, 2006; Bhowmick et al, 2007). 2. 5 Mekanisme Hemostasis Sistem yang memelihara hemostasis meliputi: (l) lumen pembuluh darah efek vasokonstriksi, (2) trombosit, (3) faktor koagulasi, dan (a) proses fibrinolisis @scandon dan Cipolla, 2001). Bila terjadi luka pada pembuluh darah, segera terjadi vasokonstriksi sehingga aliran darah ke pembuluh darah yang terluka berkurang. Kemudian trombosit akan berkumpul dan melekat ke tempat luka membentuk sumbat trombosit. Faktor koagulasi darah yang diaktifkan akan membentuk benang fibrin yang akan membuat sumbat trombosit merfadi nonpermeabel sehingga perdarahan d"p":dihentikan (Aulia 2007). Pembentukan koagulasi drjaga oleh berbagai mekanisme agar tidak menimbulkan trombosis seperti antikoagulan, inhibitor, dan enzim fibrinolitik. Endotel vaskular yang terganggu adalah stimulus yang kuat untuk pembentukan koagulasi (Hillman et aL,2005; Hofbrand et a|,2005). 2.5.1 Sistem Koagulasi Darah Tiap faktor koagulasi darah diubatr meqiadi bentuk aktif oleh faktor sebelumnya dalam rangkaian enzimatik. Jalur koagulasi ada 2 yaitu jalw intrinsik yang dicetuskan oleh aktivasi kontak dan melibatkan FXII, F)il, FDq FYfiI, high molecular weight Hntnogen (HMWK), prekalikrein, platelet facror 3 (PF3), dan ion kalsium serta jalur ekstrinsik yang dicetuskan oleh tromboplastin jaringan dan 22 melibatkan FVII dan ion kalsium (Gambar 2.4). Kedua jalur ini akan bergabung menjadi jalur bersama yang melibatkan FX, FV, PF3, protombirU dan fibrinogen. FXa bersama FV, PF3, dan ion kalsium membentuk prothrombin converting complexyang akan mengubah protrombin menjadi trombin. Fungsi trombin antara lain mengubah fibrinogen menjadi fibriq mengubah FXIII merrjadi XIIIa, serta meningkatkan aktivitas FV dan FVIII (Monograph, 1995; Turgeon' 2005; Oesman dan Setiabudy, 2007). Untuk mencegah aktivasi dan pemakaian faktor koagulasi secara berlebihan perlu ada mekanisme kontrol yaitu melalui aliran darah (mengencerkan faktor koagulasi dari tempat luka), kliren (sel retikuloendotelial di hati), dan inhibitor alamiah (antitrombin lll, alfa 2 malvoglobulin, aW I antitripsin, darr PC) (Setiabudi dan Widjajahakim" 2007). m.cdffldf,lqll-lr ffieNmy r{llrul( Fr( Erb EXti-EE ffi*;tdmf ecir FXI {i li {---------l J nc'o".-, i F-rholtncryrbrt Gambar 2.4 Sistem Koegufesi (Monogreph' 1995). 23 252 Protein C 25'2.1 Struktur Protein C Jalur PC terdiri dari PC, TM, dan protein S (PS) (Setiabudi dan Widjajahakim, 2007). Protein C berperan sebagai antikoagulan dalarn mengatur koagulasi darah (Camire dan Pollak" 2006). Protein C adalah suatu prekursor (zimogen) dari protease serin dengan berat molekut 62 000 kD, disintesis dihati dan terrrasuk dalam vitamin K dependent proteinkarena memerlukan vitamin K untuk proses karboksilasi (Saito, 1996; Ehsan dan Plumbley,2002)- Thrombin Activatron peptide Gla-domain EGF"like domains Protease domain Gambar 2.5 Struktur Domain Protein C Manusia (Monograph' 199t : Gla-residues, Hya : erytbo-b-hyfuoryaspmtic acid, O : catalytic residues, L : NJinkcd glycosylation sites Y Protein C manusia dikode oleh gen pada kromosom 2ql3ql4 sebesar 11 kb dan memiliki 9 ekson (Camire dan Pollak, 2006). Struktur PC terdiri dari rantai berat dan rantai ringan yang dihubungkan dengan ikatan disulfida (Gambar' 2.5) (Saito, 1996; Ehsan dan Plumbley, 2002). Pada rantai ringan terdapat gugus karboksi glutamat (GIa) yang berfimgsi untuk melekat pada permukaan fosfolipid dengan perantaraan ion kalsium. Selain GIa ada 2 EGF-like dnmain berinteraksi dengan PS dan bersama dengan gugus yang GIa' penting untuk mengikat 24 prC pada kompleks trombin-TM. Pada rantai berat terdapat asam amino serin, histidin, dan asarn aspartik yang merupakan bagian yang aktif (Monogaph, 1995; Setiabudy dan Widjajahakim, 2007). 2.5.2.2 Peran Protein C dalam darah PC beredar dalam bentuk belum aktif dan kadamya Di berkisar 3-5 frg/ml, dengan waktu paruh 6-8 jam. Protein C akan diaktifkan menjadi APC oleh fombin (produk jalur koagulasi) dengan bantuan glikoprotein fiansmembran yalni TM yang ada di sel endotel (Gambar 2-6). ,/\ { *,/ ,t ,/ -\{ Gambar 2.6 Jalur Antikoagutan Alamiah (Shlebalq 2N7r. AT: antitombln, T: hombin, TM: trombomoduliru PC: protein C, PS: protein S. protein C teraktivasi merupakan protease serinyangberfimgsi memecah FVa dan FVIIIa sehingga mencegah pembentukan trombin lebih lanjut serta mengganggu aktivitas proinflamasi yang diinduksi trombin Geperti aktivasi fiombosit, kemotaksis yang diinduksi sitokin" dan upregulation molekul adesi leukosit). Untuk memecah FVa dan FVIIIa Protein C teraktivasi memerhrkan kofaktor PS. Selain menginaktifkan kedua faktor ini, Protein C teraktivasi juga meningkatkan 2s &ivitas fibrinolisis dengan cara menetralkan PAI-I, serta mengurangi inflamasi {-€an menghambat ekspresi monosiVmakrofag dari tissue factor; menghambat dcr€si sitokin proinflamasi I ( tumor necrosis factor (TNF-a)), dan faktor p€rtumbuhan Qilatelet derived growth factor) 20A4; Hoffbrand 2005 ; Setiabudy dan Widj aj (Stevens, 1997; Wouwer et al; ahakim, 2007 ; Zaki, 2008). 2.5.2.3 Pemeriksaan Laboratorium APC Protein C diukur menggunakan tes fungsional (menilai aktivitas biologis PC) atau tes imunologis (memeriksa jumlah PC plasma total). Untuk skrining rutin pada defisiensi PC herediter, sebaiknya dipakai tes aktivitas karena dapat mendeteksi kadar aktivitas yang rendah pada penurunan PC (tipe I) dan juga PC yang mengalami disfungsi (tipe II). Tes aktivitas menggunakan metode aktivator dan metode deteksi. Metode yang dianjurkan dibagi atas 3 langkah: (l) pemisahan PC dari plasm4 (2) aktivasi PC, dan (3) pengukuran APC menggunakan substrat sintetis atau clotting-based assry ( Monograph, 1995). Pemisahan Protein C Pada generasi pertama tes PC firngsional, aktivasi PC dapat dicapai dengan trombin saja atau dengan kompleks trombin-TM. Reagen ini memerlukan langkah adsorpsi sebelum aktivasi PC untuk pemisahan PC daxi inhibitor danzat tain yang mempengaruhinya. Ikatan permukaan PC diperoleh dengan menggunakan teknik imunoadsorpsi atau insoluble salr @arium sitrat atau aluminium hidroksida). Trombin yang berlebih dihilangkan dengan inhibitor trombin spesifik sebelum aktivitas PC dihitung. Metode ini spesifik untnk PC tetapi tidak cocok unhrk penggunaan klinis ( Monograph, 1995). 26 /lhivetor Bisa Ular Pemeriksaan PC dipermudah dengan menggunakan aktivator PC spesifik de"gan narna dagang Protac@ (American Diagnostica). Aktivator adalatr protease serin yang dipisatrkan dan dimurnikan dari bisa ular southern copperhead. Aktivator ini mengaktifkan PC manusia melalui mekanisme yang sama dengan hombin tanpa dipengaruhi oleh fbktor koagulasi lain. Reaksi aktivasi ini dapat efektif tanpa ion kalsium dan kondisi kekuatan ion yang rendah. Aktivator bisa ular tidak menghidrolisis substrat kromogenik PC. Aktivator yang cepat ini dapat mengrrangi penggunaan inhibitor PC dan kebutuhan pemisahan PC pada langkah adsorpsi ( Monograph, 1995). Pengukuran APC Protein C teraktivasi dapat diukur menggunakan teknik substrat kromogenik dan clotting. Substrat kromogenik adalah peptida sintetis berukuran kecil yang menyerupai substrat alamiah. Peptida mengandung urutan 2-4 asam arnino dengan kromogen dan 4-nitrohniline (pNA) yang terikat di ujungnya. Ketika substat kromogenik diinkubasi dengan enzim proteolitik seperti APC, zubstrat akan terpotong dan pNA (warna kuning) dilepas. Pelepasan pada l, ini diukur 405 nm. Metode yang dipakai adalah metode kinetik atau metode end point (reaksi yang dihentikan dengan asarn sitrit atau asarn asetat). Hasil sinyal fotometer sama dengan aktivitas enzim. Substrat yang digunakan dalam tes PC kromogenik harus spesifik untuk enzim ini dan tidak boleh ada aktivator atau kontaminan yang memecah substrat. Salah satu substrat kromogenik yang sesrai untuk tes aktivasi PC adalah Protac@. Substrat memiliki sensitivitas yang rendah dibandingkan dengan aktivator bisa ular (Monograpb, 1995; I rftn dan Manning, 27 Xnl). Tes clotting untuk pemeriksaan PC menggunakan kemampuan APC untuk memperpaqiang waktu pembekuan. Metode yang banyak digunakan adalah Mivated partial thrornboplastin time (APTD. Tes APTT untuk pemeriksaan PC I i presisi yang kurang dan variabilitas yang lebih besar daripada tes PC homogenik (Monograph, I 995). 2.5.3 Sistem Hemostasis pada DM Tipe 2 Aktivitas sistem koagulasi berperan penting dalam patogenesis penyakit vaskular aterotrombotik di pembuluh darah besar maupun kecil. Perkembangan trombus dalam pembuluh darah merupakan akibat dari terganggunya keseimbangan antara fbktor prokoagulan dan antikoagulan. Ketidakseimbangan ini dapat muncul akibat stimulus trombogenesis, defek antikoagulan alamiah, atau defek sistem fibrinolisis. Beberapa penelitian pada penderita DM menunjukkan tingginya konsentrasi protein prokoagulan dan rendatrnya konsentrasi faktor antikoagulan. Peningkatan aktivitas ptokoagulan berperan dalarn meningkatkan insidensi aterosklerosis dini, morbiditas, dan mortalitas pasien DM (Veglio et al, 1995; Gabazz,a et al, 1996; Hori ef al, 2002; Aslan et al, 2005). Aslan et al, (2005) menyatakan penyakit vaskular dan rendatrnya antikoagulan alamiah PC secara bersama menyebabkan trombogenesis pada penderita DM tipe 2. 28 BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PEI\TELITIAN 3.1 Kerangka KonsePtual Diabetes melitus tipe 2 merupakan sekelompok kelainan yang ditandai dengan resistensi insulin, sekresi insulin terganggu, dan peningkatan produksi glukosa yang menyebabkan hiperglikemia. Resistensi insulin dapat menimbulkan hiperglikemia dan dislipidemia. Hiperglikemia yang terjadi secara kronis dan berulang akan memicu stres oksidatif sehingga menurunkanNO- Penurunan NO akan menimbulkan disfungsi endotel. Pada disfungsi endotel terjadi vasokonstiksi, proinflamasi, dan gangguan hemostasis berupa peningkatan aktivasi trombosit, peningkatan koagulasi, dan penurunan fibrinolisis. Salah satu penyebab koagulasi adalatr defek antikoagulan alarniah APC. Pada DM tipe 2 dengan disfungsi endotel diperkirakan terjadi pemrnman APC. Disfungsi endotel merupakan kejadian awal aterosklerosis. Salatr satu penanda dini disfrrngsi endotel adalafi MAU. Mikroalbuminuria prediktor risiko penyakit vaskular pada DM tipe 2 menggambarkan disfirngsi endotel yang luas. merupakan kemungkinan karena Insidensi komplikasi vaskular meningkat 2-5 kati lipat pada penderita DM tipe 2 dengan MAU- Kejadian aterosklerosis disertai hemostasis yang terganggu (APC akan mempermudatr terjadinya trombosis yang dapat menimbulkan komplikasi vaskular pada penderita DM ttpeZ- Disfungsi endotel - vasokonstriksi - proinflamasi Keterangan ....... s variabel yang diteliti i I variabel yang tidak diteliti Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian 3.2 Hipotesis Penelitian Ho: Tidak terdapat perbedaan kadar APC pada penderita DM tipe 2 dengan normoalbuminuria dan mi*roalbuminuria Ha: Terdapat perbedaan kadar APC pada penderita DM tipe 2 durgan normoalbuminuria dan mikroalbuminuria 30 rE r' r BAB 4 $ METODE PENELITIAN F F t i nt DisainPenelitian Disain penelitian adalah observational analitik dengan rancangan potong lintang. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik RS. Dr. M. Djamil dan Poliklinik Khusus Metabolik-Endokrin Bagian Penyakit Dalam RS. Dr. M. Djamil Padang, terhitung mulai Desember 2008 sampai November 2009. 4.3 Populasi dan Sampel Populasi adalah seluruh penderita DM tipe 2 yarng berobat ke Poliklinik Khusus Metabolik-Endokrin. Sampel penelitian adalatr penderita DM tipe 2 yaorg mer{alani kontrol rutin, memenuhi kriteria inklusi yang diperoleh dari anamnesis dan rekam medrlg serta bersedia ikut n;nelitian yang dinyatakan secara tertulis dalam inform consent. Sampel diarnbil secara consecutive sampling sampai jumlah terpenuhi. 4.3.1 Besar Sampel Besar sarnpel darl.2 kelompok independen dengan uji hipotesis ditentukan dengan menggunakan rumus rerata dua populasi (Sastroasmoro dkk, 1995): nl= n2 =ZI(Za+ZF)S : X1-X212 keterangan: nl,nZ : Besar sampel Za : tingkat kemaknaan:1,96 ZF :power:0,84 S : Simpangan baku menggunakan hasil penelitian Aslan er a/ pada kelompok normoalbuminuria (44) Xr-Xz ' Perbedaan klinis yang diinginkan: 40 Dengan mmus tersebut didapat besar sampel: nl= n2 --21096+0,84) 44 z 4012 = 18,9 digenapkan menjadi 25 sampel untuk masing-masing kelompok. 4.3.2 Variabel Penelitian 4.3.2.I Klasifikasi Variabel - Variabel independen: - penderita DM tipe 2 dengan normoalbuminuria - penderita DM tipe 2 dengan mikroalbuminuria - Variabel dependen: kadar APC, mikroalbuminuria 4.3.2.2 Definisi Operasional Variabel l. Protein C teraktivasi (APC) adalah protein terlepas C aktif yang terbentuk setelah dari kompteks trombin-TM. Normal: 70-140% (Dade Behring, le99) 2. Penderita DM tipe 2 adalah penderita yang sudah terdiagnosis DM ttpe 2 oleh dokter Potiklinik Penyakit Dalarn RS. Dr. M. Djamit Padang tanpa memandang kadar glukosa darahnya- 3. Mikroalbuminuria adalah rasio albumin/kreatinin urin sewaktu yang kadarnya: wanita: 2,0-20 mg/mmol dan pria: 2,8-28 mg/mmol (Tobe et aL,2002) 4. Normoalbuminuria adalah rasio albuminlkreatinin urin < 2,0 mg/mmol (wanita) dan < 2,8 mg/mmol (pria) (Tobe et al,2002) 32 Kriteria Inklusi l. Penderita DM tipe 2 berusia 35-55 tahun {3.4 Kriteria Eksklusi Pe,nderita - DM tipe 2 dengan: Penyakit hati kronis, sirosis dan hepatoma Proteinuria (+) Infeksi sah:ran kemih Gagal gnjal Gagal jantung PenggunaalatkontrasePsioral Pemakai antikoagulan oral Hamil Demam Ada riwayat perdaratian yang memanjang Keganasan Riwayat infarkmiokard, strok JJ r I i *f Alur Penelitian Penderita DM tipe 2 yangmemenuhi kriteria inklusi Pengambilan batran pemeriksaan 10 ml urin sewaktu Albumin urin dan kreatinin urin Normoalbuminuria ftelompok A) Mikroalbuminuria ftelompok B) Plasma (4,5 ml darah + 0,5 ml Na sitras 3,gyo) Analisis data Gambar 4.1 Alur Penelitian 45 Bahan Penelitian - Damh vena sebanyak 4,5 ml dengan antikoagulan natrium sitras 3,8olo nntuk mendapatkan plasma - Urin sewaktu 10 ml 34 {,6 Cara Kerja *5.1 Pemeriksaan Pendahuluan Kontrol kualitas dilakukan terhadap albumin r.rin, kreatinin urin, dan APC sebelum melakukan pemeriksaan sampel. Kontrol atbumin urin dan kreatinin urin dengan bahan kontrol Precinorrr PUC serta APC dengan bahan kontrol plasmanormal. 4.6.2 Pemeriksaan Mikroalbuminuria - Prinsip Pemeriksaan Albumin Urin: Imunoturbidimetri (Roche, 20O3a). Albumin manusia akan rnembentuk presipitat dengan antiserum spesifik yang diperiksa secara turbidimetrik pada l, 340 nm. - Prinsip Pemeriksaan Kreatinin Urin: Kolorimetrik enzimatik (Roche, 2003b). Metode enzimatik berdasarkan penentuan hidrogen peroksid setelatr kreatinin mengalami konversi dengan banfuan enzim lcreatininase, Iveatinase, dan sarcosine oxidase. Hidrogen peroksid yang bebas bereaksi dengan 4arninophenaz one dart2, 4, 6 -tr fi do o -3 -iydr oryb e ra o ic ac id membentuk quinone bnine chromogen + H2O + HL Intensitas warna dari quinone imine chromogen yang terbentuk sama dengan konsentrasi kreatinin dan ditentukan dengan absorbansi pada 1,552 nm. A. Praanalitik Persiapan penderita: Tidak ada persiapan khusus Persiapan spesimen: . Spesimen berupa urin sewaktu yang segar 35 f I I ' [ Urin disentrifus pada 1500 rpm selama 5 menit, diambil supernatannya 1 dan disimpan pada suhu 4 ' 0C dan diperiksa paling lambat dalarrr 6 hari Sebelum dianalisis urin harus dibiarkan mencair pada suhu kamar. Reagen: - Albumin Turbidimetrik (AI,B-T) terdiri dari: Rl: anti-albumin T antiserum ftelinci) spesifik R2: Reagen untuk antigen excess check. - Creatinine plus ver.2 (CREP2) terdiri dari: Rl: Buffer, etra;im, dan HTBI R2: SR buffer, errz:im, dan 4-aminophenazone AIat: alat analisis kimia otomatis Integra 400 dari Roche. B. Analitik Cara kerja: l. Urin sebanyak 0,5 ml dimasukkan ke dalam kuvet 2. Kuvet diletakkan dalam alat analisis kimia otomatis 3. Kadar albumin urin dan kreatinin urin diperiksa 4. Rasio albuminlkreatinin urin dihitung. Kadar rujukan rasio albumin/laeatinin win ( Tobe ef al,2002): Normal: Wanita < 2,0 mg/mmol; pria < 2,8 mg/mmol Mikroalbuminuria: wanita 2,0-20 mg/mmol; pria 2,8-28 mg/mmol 4.6.3 Protein C Teraktivasi (Dade Behring 1999) Prinsip: Protein C dari sarnpel penderita diaktifl<an oleh aktivator racun ular spesifik. Protein Cu diperiksa secara kinetik dengan mengukur peningkatan absorbansi pada l" 405 nm. Pemeriksaan berdasarkan reaksi berikut: 36 PC aktivator Protein C PCo sarnpet PC" p-glu-pro-arg-OH + MNA p-glu-pro-arg-MNA A. Praanalitik Persiapan Penderita: Tidak ada persiapan khusus Persiapan Spesimen: - Spesimen berupa darah vena menggunakan antikoagulan Na sitas 3,8yo dengan perbandingan 9:1. Darah disentrifus segera pada 3.000 rpm selama 10 menit dan diambil supematannya berupa plasma dipindahkan kedalam tabung plastik. - Sampel plasma disimpan pada suhu -200C maksimal I bulan Reagen: o protein C activator o Control plasmaN . Reagen substrat o Hepes buffer solution . AIat Koagulometer otomatis CA 500 dari Sysmex B. Analitik Cara kerja: 1. Plasma yang dibekukan pada suhu -200 C dibiarkan mencair selama menit pada suhu 370 C dan dikerjakan l0 dalam 8 jam 2. Plasma dimasukkan ke dalam kuvet yang tersedia 3. Kuvet diletakkan dalam alat otomatis 37 4. Kadar APC diperiksa Nilai rujukan APC: 7 0-140o/o 4.7 Analisis Data Analisis Urivariat Bertujuan menggambarkan distribusi karakteristik subyek penelitian. Analisis Bivariat Bertujuan melihat perbandingan kadar APC pada penderita DM tipe 2 dengan dan tanpa mikroalbuminuria. Data diolah mengunakan progmm komputer SPSS 15. Data penelitian ditampilkan dalam bentuk tabel dan diagrarn. Dilakukan pengujian data dengan metode statistik uji parametrik uji t tidak berpasangan. Hasil uji dianggap bermaknabilap<0,05. 38 BAB 5 HASIL PEI\ELITIAI{ 5.1 Uji Ketelitian Uji ketelitian menggunakan batran kontrol Precinorm PUC untuk pemeriksaan albumin urin dan kreatinin urin didapatkan coeficient of variation (CV) within run nya berturut-turut adalah 1,59 menggunakan bahan kontol plasma normal o/o dan 1,06 %. Uji ketelitian untuk pemeriksaan APC didapatkan CY within run adalah2,76Vo (Tabel 5.1). Tabel5.1 Hasil Uji KetelitianWithin.Raz Pemeriksaan Albumin Urin, Kreatinin Urin, dan APC No Albumin Urin I 28.84 27.48 28.47 28.10 28.26 28.22 2 3 4 5 6 28.23 Mean SD cv Uji (mg/t) Kreatinin (mmoUl) 0.45 1.59 (%\ . 7.6 7.6 7.5 7.5 7.6 7.4 7.53 0.08 1.06 APC (%) 84.0 86.6 86.8 83.1 81.6 81.6 83.95 2.32 2.76 ketelitian terhadap pemeriksaan albumin urin dan kreatinin tuin menggunakan bahan konftol Precinorm PUC didapatkan CY beetwen day berturut-turut adalah 2,26Vo dat0,59o6. Uji ketelitian terhadap pemeriksaan APC menggunakan bahan kontrol adalah 2,7 loh (Tabel 5.2). plasma normal didapatkan CY between day nya Tabel5.2 Hasil Uji Ketelitian dan Ketepatan Between DayPemeriksaan Albumin Urin, Kreatinin Urin, dan APC No Albumin Urin (mg/l) I 28,38 27,49 28,78 27,72 2 J 4 Mean SD CV mmo 7,6 7,5 7,6 7,6 7,6 7,58 0,04 59 28,59 28,15 0,64 5 Kreatinin APc (%) 101,2 99,2 95,9 98,77 2,68 2-71 5.2 Karakteristik Subyek Penelitian Telah dilalarkan penelitian perbandingan kadar APC pada penderita DM tipe 2 dengan normoalbuminuria dan milaoalbuminuria. Subyek penelitian berjumlah 50 orang penderita DM tipe 2yangmemenuhi kriteria dan dibagi atas2 kelompok yakni kelompok A (normoalbuminuria) dan kelompok B (MAU) masing-masng2l orang. Karakteristik subyek penelitiat'dapat dilihat pada Tabel 5.3. Usia rerata pada kelompok 47,64 + A adalah 49,32 t 5,96 tatrun sedangkan pada kelompok B adalah 5,24 tahun. Rerata usia pada kedua kelompok tersebut secara statistik tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p>0,05). Pada kelompok A didapatkan pasien pria sebanyak 8 orang dan pasien wanita sebanyak 17 orang sedangkan pada kelompok B didapatkan pasien pria sebanyak 6 orang dan pasien wanita sebanyak 19 orang. 40 Tabel 5.3 Karakteristik Subyek Penelitian Variabel Usia (tahun) Total subyek KelompokA 48,48 L 5,24' 49,32+ 5,96- KelompokB 5,24' >0,05 23,71*.3,19* >0,05 47,64 * Jenis kelamin - Pria (orane) l4 - Wanita 17 *.3,43* 25,55 L3,49* Indeks masa tubuh 24,63 (orang) (-tltgl Lama menderita 6 36 4,86 * 4,44' 4,13 t 4,06. t9 5,59 * DM (tahun Rerata* SD Rerata IMT pada kelompok B sebesar 23,71 A 4,75' >0,05 sebesar 25,55 *.3,49 ,t?ngdan kelompok + 3,19 *2itg. Rerata IMT pada kedua kelompok tersebut secaxa statistik tidak terdapat perbedaan yang berrrakna (P0,05). Lama menderita DM pada kelompok A adalah 4,l3 * 4,06 tatrun sedangkan pada kelompok B adalah 5,59 + 4,75 tahun. Lama menderita DM pada kedua kelompok tersebut secara statistik tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p>0,05). 5.3 KadarAPC pada DM Tipe 2 dengan Normoalbuminuria Rerata kadar APC ketompok A adalatr 118,45*14 ,76Yo (Tabel 5.4). Tabel 5.4 Kadar Rerata APC pada DM Tipe 2 Kelompok A, Kelompok B, dan pada Orang Sehat KelompokA Kadar APC padaDMtipe 2 (%) Kadar APC pada orang sehat (7o) Rerata+ SD Kelompok B Rerata+ SD p 118,45*14,76 112,50 +-17,66 >0,05 98,42 *18,19 <0,05 4l 5.4 Kadar APC pada DM Tipe 2 dengan Mikroalbuminuria Rerata kadax APC kelompok B adalah 112,50 *17,66o/o (Tabel 5.4). 5.5 Perbandingan Kadar APC antara Penderita DM Tipe 2 dengan Normoalbuminuria dan Mikroalbuminuria Hasil pemeriksaan rerata kadar APC pada kelompok daripada kelompok B tetapi tidak ditemukan A lebih tinggt perbedaan yang bennakna secara statistik (P0,05). Grafik kadar rerata APC pada kedua kelompok tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.1. Hasil pemeriksaan rerata kadar APC pada kontol sehat (98,42 *l8,lT/o) lebih rendah dari kelompok A dan kelompok B dan ditemukan perbedaan yang bermakna secara statistik (p<0,05). 120 s (, o L It66 Y 100 80 60 4A 2A 0 Kelompok Gambar 5.1 Kadar rerata APC pada kelompok A dan kelompok B 42 BAB 6 PEMBAHASAI{ 6.1 Uji Ketelitian Pada uji ketelitian within ran untuk pemeriksaan albumin urin, kreatinin urin" dan APC diperoleh hasil CY within rzn berturut-turut adalah 1,59,1,060A, dut2,76o/o. Hal ini menunjukkan untuk pemeriksaan albumin uriq kreatinin urin, dan APC mempunyai ketelitian yang baik dan masih dalam batas rentang nilai yang diizinkan berturut-turut 1,8 yo, 1,8% (Roche, 2003a; Roche, 2003b), dan l0% (Gabazza et al,1996). Uji ketelitian uriru between dry untuk pemeriksaan albumin uriru kreatinin dan APC diperoleh hasil CV between dqy bertl;r:.rt-turut 0,59yo, dan 2,710 . adalah 2,26, Hal ini menunjtrkkan pemeriksaan albumin urin, kreatinin urin, dan APC mempunyai ketelitian yang baik dan masih dalam batas rentang nilai yang diizinkan masing-masing 4,3Yo, 2,0 Yo @oche, 2003a; Roche, 2003b), dan 10% (Gabazzaet al,l996\. ' 6.2 Karakteristik Subyek Penelitian Subyek penelitian berjumlah 50 orang penderita DM tipe 2 yaurtg memenuhi kriteria penelitian dengan rentang usia termuda 35 tahun dan usia tertua 55 tatrun dan dib4g atas 2 kelompok yaitu kelompok A (normoalbuminuria) dan kelompok B (MAL| masing-masing 25 oftlng. Rerata usia pada kelompok kelompok B (47,64 + A (4932 * 5,96 tahun) lebih tinggi dari 5,24 tahun). Rerata usia pada kedua kelompok sara statistik tidak terdapat perbedaan yang bermakna (PO,05). R€rah usia kedrra kelompok pada hasil penelitian ini lebih rdah dari ymg dip€$l€h Cnfu. et aI (1996) yaitu 58,2 + Rerata 2,I dan 59,1 + 2,1 tahun untuk masing-masing kelompok' usia sampel berbeda karena rentang usia subyek penelitian ini (35-55 (35'77 tahun). tahun) lebih rendah dari penelitianfiabanaet al Rerata IMT subyek penelitian ini adalah untuk kelompok A sebesar 25,55 * 24,63 + 3,43 m2lkg, sedangkan 3,4g m2/kg dan 23,71 *' 3,lg m2ikg untuk statistik tidak kelompok B. Rerata IMT pada kedua kelompok tersebut secara terdapat perbedaan yang bermakna t>0,05). Hasil rerata IMT tiap kelompok al yuttt 23,7 + 0,6 dan 22'4 + hampir sama dengan yang diperoleh Gabazza et yang 0,9 m2lkg. Rerata IMT pada masing-masing juga hampir sama dengan dilaporkan Rikarni (2005) yutu 24,4* 3,7 dan 23,4+3] ttflkg' Rerata larna menderita DM pada penelitian Larna menderita kelompok DM kelompok B (5,59 *. 4,75 B * al sarna-sama disebabkan rentang usia subyek 4,44 tatrun' A (4,13 + 4,06 tahun) lebih pendek dari tatrun). Rerata lama DM tiap kelompok dengan yang didapatkan Gabqzza et n€rmun pada kelompok ini adalah 4,86 yakJti 8,2 +I '4 tafugn dan 12,2 ini + berbeda 1,4 tattun lebih lama menderita DM. Perbedaan ini penelitian ini lebih muda dibanding dengan DM' penelitian Gabazza et al, sehingga mempengaruhi rerata lama menderita pasien DM tipe 2 dapaf asimtomatis dan tidak terdiagnosis selama penderita beberapa tatrun. Beberapa penelitian menunjukkan DM tipe 2 ygag lebih 4-7 tahtm baru dikenal gmlllnnya telah menderita diabetes selama ktrang penderita DM tipe sebelum diagnosis ditegalikan. Pada saat didiagnosis diantara 2 tersebut 25o/o mengalami retinopati, 9olo neuropati, dan 8% nefropati (Votey' 2009). Pada kelompok B yang lama DMnya 5,59 * 4,75 tahun sudah terjadi DM selama 9-12 tattun' nefropati diabetik karena diperkirakan sudatr menderita M 6.3 KadarAPC pada DM tipe 2 dengan Normoalbuminuria Rerata kadar APC pada kelompok A adalah ll8,45 *.14,76Yo. Hasil ini lebih tinggi dari kontrol sehat (98,42 Ll&,IgVo) dan keduanya terdapat perbedaan yang bermalma (p<0,05). Rerata APC pada kelompok Veglio et al (109,3 + 27,6Vo.) namun lebih rendah dibanding dengan yang didapatkan Gabaz-za et al (134,2 L 6,3 yang didapat penelitian A hampir sama dengan yang didapatkan W dan Aslan et ini dan ketiga peneliti al (141,4 + 44,24yo). Hasil tersebut harnpir sama karena jumlah sampel yang diteliti sedikit. 6.4 Kadar APC pada DM Tipe 2 dengan Mikroalbuminuria Pada kelompok B rerata kadar APC adalah ll2,50+17,66yo. Hasil ini lebih tinggi dari kontrol sehat (98,42 Ll8,l9o/o) dan keduanya terdapat perbedaan yang bermakna (p<0,05). Rerata APC pada kelompok Veglio et al (106,9 + B 25,2Vo.) namun harnpir sarna dengan yang didapatkan ieUifr rendah dibanding dengan yang didapatkan Gabazza et al (126,9 + 7,2 VA dan Aslan et al (131,5 yang didapat penelitian ini dan ketiga peneliti + tersebut hampir 57,22Vo). sama Hasil karena jumlah sampel yang diteliti sedikit. 6.5 Perbandingan Kadar APC antara Penderita DM Tipe 2 dengan Normolbuminuria dan Mikroalbuminuria Pada penelitian pada penderita penderita ini terdapat prbedaan yang bermakna rerata kada' APC DM trpe 2 dengan kontrol sehat, dimana rerata kadar APC pada DM tipe 2 lebih tinggi dibanding kontrol senat 6a,65). IIasil penelitian ini hampir sama dengan Cta}n,zz et al yarymdedru kader 4pg penderita DM tipe 2 (131,6 *. 4,7yo) lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol sehat (lll,6 + 4,l%o) dan keduanya terdapat perbedaan yang bermakna. Pada penelitian ini, usia rerata pada konhol sehat adalah 34,5 tahun dan usia penderita DM tipe 2 adalah 48,48 + 5,24 tahun. Perbedaan ini sesuai dengan penelitian Dolan dan Tait yang menunjukkan adanya korelasi positif antara usia dengan kadar PCAg dan APC. Dolan menunjukkan kadar APC usia 40-45 tatrun lebih tinggi daripada usia20-25 tahun dan perbedaan ini bermakna (Aslan, 2005). Hasil penelitian ini berbeda dengan yang didapatkan Aslan et al yang menemukan kadar APC penderita DM tipe2lebih rendatr dari kontrol sehat tetapi perbedaan ini tidak bermakna. Hal ini mungkin disebabkan karena usia penderita dan kontrol sehat pada penelitian Aslan et al hampir sama yaitu 60,43 dan 59,44 + 9,32 tahun. Pada beberapa penelitian ditemukan kadar rendah atau lebih tinggi dari kontol *. 12,02 APC lebih sehat mungkin karena usia subyek penelitian dan kontrol sehat berbeda Keseimbangan antara faktor prdkoagulan dan antikoagulan sistem koagulasi berperan penting dalam patogenesis penyakit vaskular aterotrombotik di pembuluh darah besar maupun kecil. Terbentuknya trombus dalam pembuluh darah merupakan akibat dari terganggunya keseimbangan faktor ini. Ketidakseimbangan ini dapat muncul akibat stimulus hombogenesis, defek antikoagulan alamiah, atau defek sistem fibrinolisis. Beberapa penelitian pada penderita DM menunjukkan tingginya konsentrasi protein prokoagulan rendahnya konsentrasi faktor antikoagulan (Veglio et al, 1995; dan Gab^r:za et al, 1996;Hon et al,20A2; Aslan et aL,2005). 46 Pada penelitian ini rendatr daripada kelompok didapatkan rerata kadar APC pada kelompok A B lebih tetapi tidak ditemukan perbedaan yang bermakna secara statistik (P0,05). Kadar APC kelompok B yang lebih rendah dari kelompok A juga didapatkan oleh Gabazza+ Aslan, dan Veglio rutmun tidak ada perbedaan yang berrrakna. Perbandingan kadar APC pada masing-masing kelompok pada penelitian ini berbeda dengan yang didapatkan Veglio yaitu antara kelompok A, kelompok B, dan kontol sehat tidak terdapat perbedaan yang bermakna. Aslan mendapatkan kadar APC kelompok A lebih tinggi dari kelompok B dan kontrol, dan kelompok B lebih rendah dari kontol Hasil-hasil penelitian narnun tidak terdapat perbedaan yang bermakna. ini tidak berbeda secara bermalana mungkin disebabkan karena jumlah subyek penelitian sedikit. Kadar APC pada penderita DM tipe 2 dengan MAU secara angka lebih rendah dibandingkan dengan kadar APC pada penderita DM tipe 2 dengan normoalbuminuria dan lebih tinggi dari kdtrol sehat, rulmun rentang kelompok masih dalam batas nilai nrjukan Hal ini nilai ketiga menunjukkan kadar APC plasma pada pasien DM tipe 2 dengan disfungsi endotel (MA[I) dibanding yang belum mengalami disfungsi endotel (normoalbuminuria) tidak berbeda secara bermakna dan masih dalam rentang nilai rujukan sehingga dapat disimpulkan APC tidak terlibat dalarn patogenesis tnombogenesis pada DM tipe 2. Terbentuknya APC melibatkan faktor hemostasis lain seperti PC, TM, Eombiq PS, dan antitrombin Itr sehingga fafilor useh* sebailnya ditetiti apakah b€ryffan dalam patogenesis tombogenesis mdaDM tipe 2. 47 BAB 7 KESIMPULAII DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 1. Kadar APC pada penderita DM tipe 2 dengan normoalbuminuria adalah dalam batas normal 2. Kadar APC pada penderita DM tipe 2 dengan milaoalbuminuria adalah dalam batas normal. 3. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna kadar APC penderita DM tipe 2 dengan normoalbuminuria dibandingkan dengan penderita DM tipe 2 dengan milaoalbuminuria. 7.2 Saran 1. Perlu penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih banyak sehingga didapatkan hasil yang lebih akurat. 2. Perlu penelitian lebih lanjut teIhadap faktor yang terlibat dalam pembentukan APC seperti PC, TM, frombin, PS, dan antitrombin III untuk mencari faktor penyebab trombogenesis pada DM tipe 2. DAFTAR PUSTAKA Aakre KM, Thue G, Haavik SS, Bukve T, Morris H, Muller M, et al,2008. Postanalytic external quatity assessment of urine albumin in Primary Health Care: An International Survey. Clin Chem 54:10: 1630-1636 Aronson D, Rayfield, 2002. How hyperglycemia promotes aterosclerosis: molecular mechanism. Cardiovascular Diabetology I : l-10. Aslan B, Eren N, Cigerli P, Muldur F, Yocel N, 2004. Evaluation of plasma protein C Antigen" protein C Activity and Thrombomodulin Levels in Type 2 Diabetic Patients. Turk J Med Sci 35: 305-10. Aulia D, 2007. Pemeriksaan penyaring pada kelainan hemostasis. Datam (Setiabudy RD). Hemostasis dan trombosis, Edisi ketiga. FKUI. Jakart4 hal 23-33. Bawazier LA, 2006. Proteinuria. Dalam (Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, eds). Buht Ajar llmu Penyakit Dalam, Edisi keempat. Jilid I, Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI, hal52l-525. Belchetz P, Hammond PJ, 2003. Diabetic nephropathy.ln: Mosby's color atlas and text of diabetes and endocrinologt, Philadelphia: Mosby, pp 101-07. K Kutty A.V.M, Shetty H.V,2007. Glycemic control modifies the association between microalbuminuria and c-reactive protein in type 2 diabetes mellitus. Indian Joumal of Clinical Biochemistry 22 (2):53-59 Bhowmick Camire RM, Pollak ES, 2006. Genetics ofcoagulation. In (Colman RW, Marder VJ, Clowes AW, George JN, Goldbaber SZ). Hemostasis and tltrombosis basic principles and clinical practise, 56. Philadelphia: Lippincott Wiiliams&Wilkins, pp 59-89. Chong AY, Blann AD, Lip GYH, 2003. Assesment of endothetial damage and dysfunction:observations in relation to heart failure. QJ Med 96:253-267. Colman R\tr/, Clowes AW, George JN, Goldhaber SZ, Marder VJ, 2006. Overview of hemostasis. In (Colman RW, Marder VJ, Clowes AW, George JN, Goldhaber pZ). Hemostasis and thrombosis basic princtples and clinical practise, 5'. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins, pp 3-16 Dade Behring, 1999. Berichrom Protein C. Germany. De Vriese AS, Verbeuren TJ, de Voorde JV, I^ameire NH, Vanhoutte PM, 2000. Endothelial dysfunction in diabetes. Br J Pharmacol 130: 963 -974 Dixon K, Salamonson Y, 2m6. Disorders of endocrine system. In (Chang E, Daly J, Elliot D). Patlnprrysiologl qplied to nursing practice, Ausfralia: Mosby Elsevier, pp79-104. Ehsan A, Plumbley J4 2002. Introduction to thrombosis and antikoagulant therapy. In (Harme,ning DM). Clinical hematologt and fundamentals of hemostasis,4eed- Philadelphia: FA Davis Company, pp Siq-AZ. Endeman DH, Schiftin EL,2004. Endothelial dysfunction. J Am Soc Nephrol 15: t983-1992. Escandon JC, Cipolla M, 2001. Diabetes and endothelial dysfuntion: a clinical perspective. Endocr Rev 22(l): 36-52. EC, Takeya H, Deguchi H, Sumida Y, Taguchi O, K. Murata K, et al, 1996. Protein C activation in NIDDM patients. Diabetologia 39: 1455- Gabazza t46l Galie N, Manes A, Branzi A,2A04. The endothelin system in pulmonary arterial hypertension. Cardiovasc Res 6l: 227-237 Ganong WF, 2003. Cardiovascular disorder: Vascular disease. In @hee SJ, Lingappa VR, Ganong WF). Pathoptrysiologt of disease, 4 s ed. New York: Mc Graw-Hill, pp 301-20. Goraca A,2002. New views on the role of endothelin. Endocr Regul 36:16l-67 Gustaviani & 2006. Diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus. Dalam (Sudoyo AIW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, eds). Buku fiar llmu Penyakit Dalam, Edisi keempat. Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI, hal 1857-59. Hillman RS, Ault KA, Rinder HM, 2005. Disorders Hematologt in Clinical Practice,4m. New 33. York of hemostasis. In: McGraw Hill, pp 319- , Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH, 2005. Trombosit, pembekuan daratl dan hemostasis. Dalam: Kapita selelaa hematologi, Edisi keempat. Jakarta: EGC, hal22l-44. HoriY, Gabazza EC, Yano Y, Katsuki A, Suzuki K, Adachi Y, Sumida Y,2002. Insulin resistance is associated with increased circulating level of thrombin-activatable fibrinolysis inhibitor in type 2 diabetic patients. J ClinEndocrinol Metab 87: 660{65 S, 2006. Pemerilsaan laboratorium penyulit diabetes melitus. Pendidikan Berkesinarnbungan Patologi Klinik. Bagran Patologi Klinik FKUI. Jakarta hal l8-36. Immanuel King H, Aubert RE, Herman WH, 1998. Global burden of diabetes, 1995-2025: prevalence, numerical estimates, and projections. Diabetes Care 1431. 2l: l4l4- Laffan MA, Manning RA, 2001. Investigation of a thrombotic tendency. In (Lewis SM, Bain BJ, Bates f). Dacie and Lewis Practical hematolog49k ed. Philadelphia: Churchill Livingstone, pp39l -4 I 3 50 Lane JT, 2004. Microalbuminuria as a marker of cardiovascular and renal risk in We 2 diabetes mellitus: a temporal perspective. Am J Physiot Renal Physiol 286:. F 442-F 450. Maitra A, Abbas AK, 2005. The Endocrine System. In (Kumar V, Abbas AK, Fausto N). Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease, 7s ed Philadelphia: Elsevier Saunders, pp I I 5 5 -1226 Manaf A, 2001. Peran fase sekresi dini insulin dalam perjalanan penyakit DM tipe 2. Dalam (Manaf A, Wahid I, Fauzar, Irianto (editor). Nasknh Lengkap Pertemuan llmiah Berkala II llmu Penyakit Dalam. FK Unand, Padang, hal 9l-105 Monograph, 1995. Protein C product Monograph, Sweden. Muniyappa R, Montagnani M, Koh KK, Quon MJ,2007. cardiovascular action insulin. Endocr Rev 28: 463-491 of Oesman F, Setiabudy RD, 2AA7. Fisiologi hemostasis dan fibrinolisis. Dalam (Setiabudy RD). Hemostasis dan trombosli, Edisi ketiga.FKUl: Jakart4 hal l-15. Perhimpunan RS Seluruh lndonesia (Persi), 2008. Faktor lingkungan dan gaya hidup berperan besar memicu diabetes (diunduh 20 Agustus 2009). dari http ://www.pdpersi.co.id/?shou=detailnews&kodF9 I 4&tbl:kesline Tersedia Perkeni @erkumpulan Endokrinologi Indonesia), 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakart4 hal l-49. Powers AC, 2001. Diabetes melitus. In (Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, longo DL, Jameson JL). Horrison's Principles of internal medicine,15* ed. YoI2.New York: McGraw-Hill, pp 2109 -37. Rikarni, 2005. Peningkatan kadar fibrinogen sebagai prediktor untuk mikroalbuminuria pada penderita diabetes melitus tipe 2. Tesis Program Pendidikan Dokter Spesialis I Patologi klinik FK Unand Padang. Ritz E, 1999. Nephropathy in type 2 diabetes. J Intem Med 245: lll-126. Roche, 2003a. Albumin (turbidimehic) wine and CSF application. Roche. Roche,2003b. Creatinine plus ver.2. Roche. Ross, R, 1999. Atherosklerosis an inflamation disease. N. Engl J Med 3a0(2); tt5-r26. In (Burtisn CA, Ashwood E& Bnms DE). Tietz Textbook of Clinical Chemistry and Molecular Diagnostics,46. Philadelphia: Elsevier Saunders, pp 837-902. Sacks DB, Path FRC,2006. Carbohydrates. Saito. H, 1996. Normal hemostatic mechanisms. In (Ratnoff OD, Forbes CD). Dtsorders of hemostasis, 3'd ed. Philadelphia: WB. Saunders Compny,lp 23-52. 5l Sanusi H, 2005. Pradiabetes dan risiko kardiovaskuler. Dalam (Adam J, Sanusi H, Sambo AP, Aman AM, wattimena M, Adam FM_s, et al). Naskah tengkep the 4h National obesity symposium i"a Norronol symposium on Metabol ic Syndrome. Makasar, hal ZB-41 ,il-ifr Sarafadis PA, Balcris GL, 20A7. Review: Insulin and Endothelin: An Interplay Conhibutin to Hypertension Development?. J Clin Endocrinol Metab 92: 379-385. Sastroasmoro, Ismael S, 1995. Perkiraan besar Sampel. Dalam: Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klints, Jakarta: Bina Rupa Aksara" hal 194-6 G, 2003. Penatalaksanaim Diabetes Melitus tipe Z. pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik. Bagian Patologi Klinik FKUI. Jakarta, Semiardji hal37-46. Setiabudy RD, Widjajahakim M, 2007. Activated protein C resistance. Dalam (Setiabudy RD). Hemostasis dan trombosis, Edisi ketiga. FKUI: Jakarta, hal 189-201. A, 2007. Pathophysiological aspects of coagulation. In (Hakim NS, canelo R" eds). Haemostasis in surgery: pp l-90 (diunduh 3 Januari Shlebak zo09). Tersedia dari: www- worldcibooks. com/medsciletextboovp466/p466-chap0 Soeatmadji I DW, 2000. Pemeriksaan-pemeriksaan untuk deteksi endotelial, Forum Diagnosticum Prodia Jakarta No 4: I-II disfungsi . Soegondo S, 2007. Diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus terkini. Dalam (Soegondo S, Soewondo P, Subekti I (editor)). Penatalaksan&m diabetes melitus terpadu. FKUI: Jakart4 hal 17-27. Stehouwer CDA, 2004. Endothelial dysfunction in diabetic nephropathy: state of the art and potential significance for non-diabetic renal disease. Nephrol Dial Transplant 19: 778-781. Stehouwer cDA, smulders YM, 2006. Microalbuminuria and cardiovascular disease: analysis of potential mechanisms. J Nephrol 17:2106-2lll risk for Am soc stehouwer cDA, Yudkin JH, Fiorett P, Nosadini R, 1998. How heterogeneous is .benign' microalbuminwia diabetes mellitus? The case and'malignant' microalbuminuria. Nephrol Dial Transplant 13: 27Sl2754. in for Stevens l\fi-, 1997. Blood coagulation and fibrinolysis. In: Fundamentals clinical hematologt, Philadelphia: wB. Saunders company, pp245-57. of Suyono S, 2006. Diabetes melitus di Indonesia. Dalam (sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, simadibrata lr4 setiati s, eds). Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam, Edisi keempat. Jitid m. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI, hal 1852-56. ' 52 Suyono S, 2007. Diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus terkini. Dalam (Soegondo S, Soewondo P, Subekti I (editor). Penatalalcsanaan diabetes melitus terpadu.FKUl: Jakarta" hal 7 -16. szmitko PE, wang cH, weisel RD, Almeida JR, Anderson TJ, verma s, 2003. New markers of inflammation and endothelial cell activation. Circulation 108:1917-23. Tobe sw, Farlane PAM, Naimark DM, 2002. Microalbuminuria mellitus. CMAI 167 (5): 499-503. Turgeon ML, 2005. Principles hematologt theory of and Williams&Wilkins, pp 339-68. hemostasis and thrombosis. in diabetes In: Ctinical procedures, philadelphia: Lippincott Veglio, M, Gruden G, Mormile Ao Girotto M, Rossetto p, Este pD, et al, 1995. Anticoagulant protein C activity in non insulin dependent diabetic patients with nonnoalbuminuria and microalbuminuria. Acta Diabet ol 32: t bO- t Og. verma s, Buchanan MR, Anderson TJ, 2003. Endotheliat function testing as a biomarker of vascular disease. Circulation 108: 2054-2059. votey sR, 2009. Diabetes mellitus, type 2 - a review (diunduh 3 Januari 2009) Tersedia dari: h@://emedicine.medscape.corn/arti cle/7 661 43-ovenriew waspadji s, 2007. Diabetes melitus, penyulit laonik dan pencegahannya. Dalam (Soegondo S, Soewondo P, Subekti I (editor). Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu, FKUI: Jakart4 hal163-73. wouwer MVD, collen D, conway EM, 2004. Thrombomodulin-protein c-EpcR system Integrated to regulate coagulation and inflammation. Arterioscler Thromb Vasc Biol 24:1374-1383. , Resistance to activated protein-c and its relation to in type 2 diabetic patients. Thesis Submitted for partial Fulfillrnent of Master Degree in Internal Medicine. Faculty of Medicine Ain Shams University. Zaki NM, 2008. atherosclerosis 53 DAFTARRTWAYAT HII}UP l. l-endry 2. Tempat Tanggal l^ahir 3. Alamat Nama : dr. Elwitria Daily : Medan, 6 Oktober 1973 : JI. Teknik MesinBg Komp. ITp Gunung. pangilun, padang Perkawinan 5. Nama Suami 4. 67 - Status : Menikah : Dr. Montesqrit, Spt, MSi Tempa! Tanggal Lahir suami : Bukit Tinggi,25 November 1970 Nama Anak dan Tanggal Lahir : l. Hubbul Khaira Monteswi Bukit Tinggi, 28 Jdi2002 2. M. Nabil Ghifari Monteswi Pariaman, 23 Agustus 2003 8. Pendidikan a Medan b. SMP Negeri 7 Medan c. SMA Negeri 5 Medan d. Fakultas Kedokteran usU Medan SD Muhammadiyah l0 : Lulus tahun 19g6 : Lulus tahun l9g9 : Lulus tatrun 1992 : Lulus tahun 1999 9. RiwayatKepangkatant , a. Calon Pegawai Negeri Sipil : I Desember 2002 b. Pegawai Negeri Sipil : I Maret 2004 (PenataMuda TkI Gol trI/b) I April2006 @enata Muda Tk I Gol IIVc) 10. RiwayatPekerjaan a. KepalaPuskesmas Sitiung II Kab. Sawahlunto/Sijunjung (Oktober 2000-2002) b- KepalaPuskesmas Kampung Guci Kab. padang paria'an (Juni 2003- Juni 2005) 54 I Lampiran FORMTJLIR PENELITIAN I)ata Dasar No Nama Usia thn prnk Jenis kelamin Alarnat Riwayat MCI yaltidak Riwayat strok yaltidak R.penyakit hati kronis yaltidak R. gangren yaltidak Lama menderita DM tahun Riwayat Penyakit Sekarang: Demam ( ), infeksi saluran kemih ( perdarahan memar$ang ( pemakai antikoagulan ( ), ), keganasan haffl ( ( ), pemakai kontrasepsi oral ), gagal giqial ( ), gagal jantung ( ), ( ), ) Pemeriksaan Laboratorium y&ng Diteliti: Protein urin Albumin urin Kreatinin urin Protein C teraktivasi 55 Lampinn 2 ALOKASI DAI\[ RINCIAN DANA PENELITIAI\I l. Bahan dan alat pe,nelitian a ReagenproteinC Rp. 7.000.000,- b. Reagen milooalbuminnia Rp. 5.000.000,- Rp. 100.000,- Rp. 200.000,- Rp 300.000,- a Penyusunan Rp. 300.000,- b. Penggandaan Rp. 500.000,- Rp 700.000,- Rp 1.000.000,- c. Spuit l0 cc d. Batran habis pakai e. dipstik urin Laporan penelitian 3. Seminar 4. Biayatakterduga t' Junlah Rp 15.100.000,- 56 Lampiren 3 JN)WAL KEGIATAI{ PEI{ELITIAN Tahun 2009 2008 Pembuatan proposal Seminar orooosal Pengrrmpulan samnel Pengolahan data Perbanyak makalah Seminar tesis t2 I 2 *:f ** *:$ 3 4 5 6 7 8 *t tt* *rf ** I l0 11 *!t +* *:t *{: rS {r *r* ** 57 Lampiran 4 PENJELASAI\I DAI\[ INFORMASI (info rm c o ns e nt) DAI{ PERI\TYATAAN PERSETUJUAIY Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama :................. Usia :................................ Alamat: Telp/Hp:.. Telah mendapat penjelasan dan infomrasi tentang kepentingan penelitian MEMBANDINGKAI{ KADAR PROTEIN C TERAKTWASI PADA PEIYDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAFI DA}{ TAI\PA MIKROALBTJMINruRIA bagi ilmu pengetahuan: SETUJU/TIDAK SETUJU ikutdalarnpenelitian. p Karena prosedur yang dilalcukan merupakan prosedur sederhana dan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku oleh petugas yang sudah terlatih, maka saya tidak akan mengajukan tuntutan hkum kalau terjadi risiko yang tidak dikehendaki. Demikianlah pemyataan ini dibuat dengan sesungguhnya untuk dapat diguakan seperlunya. Peneliti Padang, (dr. Elwitria Daity) 58 Lampirrn 5 Tebel Kadar APC (%) pada Orang Sehat No Sex I E P 39 94.0 2 F L 32 103.1 3 U P 38 13lJ D.E ,P,'l 33 77.1 6 R P P 34 30 96.6 86.8 7 8 H P 39 110.3 P 31 81.6 9' t0 ':2 L L 34 81.6 35 t2t.? 4 5 :.. N v w 59 Lampiran 6. Kelompok A (Normoalbuminuria) Albu min kreatinin urin albumin/ kreatinin APC (%) BB (ke) (cm) L 0.5 8.83 6 1.47 88.1 63 45 P 2 2.92 4.t 0.7t r38.9 54 P I 6.68 3.4 1.96 48 P 4 4.19 4.2 1.00 54 P 4 13.59 10.5 DES 55 P 2 6.77 15.6 7 DM 49 P 0.42 t5,49 8 DS 55 P 2 11.88 9 EA 36 P 3 10.55 11.9 49 P 3 4.41 3 54 P 9 6.07 5l 2 52 L L L L 35 Kelamin AM AN 43 4 AS D 5 DA 6 1 2 J Nama l0 EG l1 EMI t2 FAY TB IMT TDS (mmHg) TDD (mmHg) 159 24.92 110 70 52 156 2t.37 t10 70 133. r 53 150 23.56 ll0 70 70 155 29,14 100 60 t.29 t40.9 t05.7 54 150 24.00 110 60 0.43 trz.9 60 150 26.67 74 1l t.4t 128.5 57 150 25.33 r44 t30 19.6 0.61 t22.6 I16.8 58 156 23,83 110 70 0.89 49 155 20.40 110 70 1.47 122.6 63 t49 28.38 150 90'' 0.44 t07 57 157 23.t2 120 80 3.78 t3.9 t3.4 - 0.28 109.6 86 r66 3t.2t t25 90 13 7.06 6.5 1.09 t07,t 72 167 25.82 130 80 l0 3.93 4 0.98 127.8 57 155 23.73 t20 80 2 25.08 1l.l 2.26 133.1 57 ls6 23.42 120 80 P J t0.76 6.3 r.71 1t2.2 75 155 3t,22 t20 80 48 P I 42.27 28.t r.50 130.5 94 168 33.30 140 80 46 L 8 4.88 8.1 0.60 84.2 77 t67 27.61 t20 80 38 P t5 16.81 r.31 110.3 41.5 150 t8.44 130 80 50 P 0.25 r0.94 t2.8 6.7 r.63 139.6 55 140 28.06 160 100 54 L 0.08 10.4 0.63 113.5 56 t52 24.24 ll0 70 58 P 7 7.03 t6.4 6.6 58 160 22.66 130 80 P I 19.27 14.6 r.07 r.32 t24.6 53 128.5 60 150 26.67 130 80 58 L 4 15.91 1.19 105.1 80 17t 27.36 100 60 48 P 6 4.99 t3.4 7.7 0.65 r17.4 53 148 24.20 t20 80 HR 53 I4 JA t5 JAS t6 MAH r7 MAR 18 MARK 19 NUR 20 SYAM 2t US 22 Y z5 YU 74 ZT 25 ZUL 53 13 o\ O Lama DM (thn) Umur (thn) No 95 Lampiran ?. Kelompok B (Mikroalbuminuria) No Umur (thn) Kelamin Lama DM (thn) Album in kreatinin urin albumin/ kreatinin APC (o/o) BB TB fte) 6l (cm) IMT TDS (mmHe) TDD fmmHs) r67 21.87 r20 80 t A 5l L 7 ttz.49 13.5 8.33 122 2 AS BUS 45 P 5 72.74 5.6 12.99 49 r52 2r.21 110 70 5l P 20 55.2 6.2 8.90 r04.4 r33.7 50 155 20.81 120 80 48 P 10 3t.47 9.4 3.35 118.7 63 t52 27.27 r20 80 48 P ) r22.01" 22.2 5.s0 88.1 52 160 20.31 110 80 39 P 2 97.49 11.9 8.19 105.7 57 160 22.27 140 70 7 D DAH ER HOS 51 P 3 54.5 10.6 5.14 101.8 60 160 23.44 90 60 8 JUS 40 P 0.83 19.97 3.3 6.05 t24.6 49.5 161 19.10 80 I MAL 46 L 10 87.2 8.15 129.1 60 163 22.58 10 ME Nur R RAT SA 50 P J 23.81 r0.7 9.9 r20 r20 2.41 109.6 60 150 26.67 120 80 48 P 0.42 s9.58 5.1 11.68 t25.2 40 t45 19.02 90 60 45 P 9 9.46 4.2 2.25 87.5 60 156 24.65 110 70 100 SH l6 t7 J 4 5 6 ll t2 l3 t4 l5 6 Nama P 5 39.49 14.2 " 26.9 2.78 134.4 54 t52 23.37 160 6.82 7t.9 s7 156 23.42 90 80 7 183.5 47 L L 4 44.6 7.6 5.87 113.5 63 160 24,6t 115 70 SS 46 P 4 29.93 10 2.99 90.t 44 140 22.45 110 70 SY SYAH 5l P 15 116.5 10.5 I 135 72 150 32.00 90 60 52 P 5 93.1 9.4 9.90 104.4 65 156 170 80 52 P 61.3 6.8 9.01 101.8 52 155 140 80 53 P t0 I 5.04 1.7 2.96 r39.6 54 155 26.7t 2r,64 22.48 140 90 54 L 7 21,54 6.7 3.21 125,9 62 161 23.92 t30 70 46 P 2 196.92 47.1 4,18 r04.4 68 25.91 P 0.67 95.2t 1s.3 6.23 r32.4 65 30.92 t20 t20 70 37 54 P 0.83 30.61 8.1 3.78 109.6 50 r62 r45 r45 23.78 160 100 35 L J 34.28 9.1 3.77 98.6 50 150 22.22 t20 80 l8 t9 T 20 UWAK 2t YEN ),, YI 23 YUL 24 ZAL 25 49 80 ZW 53 l.l0 70 I.ampiran 8. Hasil Pengolahan Data dengan SPSS Group Statistics Perlakuan Umur LamaDM Albuminuria APC IMT normoalbuminuria milaoalbuminuria nonnoalbuarinuria milaoatbuminuria normoalbuminuria mitaoalbuminuria nonnoalbuminuria mikroalbuminuria normoalbuminuria mikroalbuminuria 25 25 25 25 25 25 )5 25 25 25 49.5600 47.64W 4.1300 5.5900 1.1160 6.2216 1r8.4480 112.5040 25.546/. 23.7052 6.25220 5.23514 4.06239 4.75132 .s0375 3.15441 t4.76234 17.65912 3.48511 3.18727 r.25044 1.04703 .81248 .95026 .10075 .63088 2.95247 3.53t82 .69702 .63745 62 lndrprndrnt Srmphr Tnt Levene's Tcrt lot Equalitv of Varlencm sis. F UMUR Equal varlances assumed .599 .443 Equal varlances not alrumed Lama DM Equal varlances arBumcd .322 .573 Equal variances not agsumed Albumlnurla Equalvariances glgumed 43.501 .000 Equalvariances not aseumed APC Equal varlances ageumed 1,249 ,271 Equal varlanccr nol aeeumcd IMT Equal varlanccr llrumed Equalvrrlrncot not artumcd ,170 ,4gt t t-test for Eoualitv of Means Mean Std, Error Sig. (2-tailed) f)iffaranr.n Dlfference df 95% Confidence lnterval of the Difference Lower Uooer 1,',177 48 .245 1,9200 1.63091 -1.35916 5,19916 1,177 46.563 .245 1,9200 1,69091 -1.36178 5.20178 -1.168 48 ,249 .1.1C00 1,2002C -3.97979 1.05379 -1.168 46.868 ,219 .1.1c00 r,2!0t0 .3.97630 1.05536 -7.992 48 ,000 .t,lotc ,6EtEt .6,39015 -3.82105 -7.992 26,229 ,000 .t,totc ,c3000 -6.42080 -3.79040 r,291 1t ,20E t,r40 4.60336 -3.31166 15.19966 1,29,| 1t,cc? ,203 c,0110 4,00335 -3.31918 15.20718 1,919 48 ,067 1.8412 .94456 -.05796 3.74036 1.9'tg 47,622 .067 1,84',12 .94456 -.05835 3.74075