Daftar Isi Pendahuluan Anatomi dan fisiologi system bilier Pembahasan : 1. Definisi 2. Etiologi 3. Insidensi dan epidemiologi 4. Faktor predisposisi 5. tanda dan gejala klinis 6. lokasi tumor 7. Tipe morfologi 8. Staging 9. Pemeriksaan dan diagnosa 10. Diagnosis banding 11. Komplikasi 12. Terapi 13. Prognosis Daftar Pustaka Bab I PENDAHULUAN Tumor ductus empedu lebih jarang dibandingkan kanker kandung empedu. Pada study otopsi, insiden 0.01-0.2 % telah di laporkan. Diperkirakan ada kira-kira 500 kasus baru per tahun di amerika. Ada beberapa bukti bahwa insiden mungkin meningkat; bagaimanapun hal ini mungkin berkaitan dengan aplikasi duktus biliaris imaging dengan ERCP. Tumor ductus biliaris proximal lebih sering dibanding bagian distal . Benign tumor ductus biliaris lebih jarang, kurang dari 150 kasus dilaporkan dalam literature berbahasa Inggris. Kebanyakan pasien dengan lesi diatas mengalami jaundice oleh karena obstruksi biliaris oleh tumor tersebut. Biasanya tumornya kecil dan sukar untuk dideskripsikan pada studi imaging, seperti ultrasonography dan CT-Scan, tetapi teknik tersebut merupakan petunjuk tingkatan obstruksi dan membantu menentukan metastase. Cholangiography lewat endoscopic atau transhepatic diperlukan untuk menggambarkan biliaris dan lesinya secara anatomi. Antisipasi pada kebanyakan kasus tumor kandung empedu meliputi recurent obstruksi biliaris dengan komplikasi infective, penyebaran lokal, dan kematian di dalam 6-12 bulan. Terapi tergantung pada luas dan lokasi dari luka, dan reseksi pembedahan dapat meningkatkan prognosis dan survival. Cholangiocarcinoma merupakan penyakit berbahaya primer hepatic umum yang kedua setelah hepatocellular carcinoma. Pasien dengan intrahepatic cholangiocarcinomas ( cholangiocellular carcinoma) mempunyai prognosis yang buruk pada tumor metastase awal. Penggunaan thorotrast ( suatu medium kontras yang dimasukan kedalam pembuluh darah) pada tahun sebelumnya menjadi satu-satunya kemungkinan terapi. Kanker saluran pipa empedu berbeda dengan kanker kantong empedu kanker distribusinya sama pada pria dan wanita. Semua cholangiocarcinomas pertumbuhannya lambat, infiltrative local, dan metastasenya lambat. Patologi Kanker primer sistem extrahepatobiliary digolongkan dalam tiga area anatomic ( gmbr 42.5); pada ketiga bagian atas, berisi hepatic yang umum, ductus dan pertemuan dari ductus hepatic ( Klatskin tumor); Pertengahan ketiga, berisikan ductus biliaris yang umum antara ductus cysticus dan bagian atas dari duodenum; dan yang ketiga lebih rendah, antara bagian atas dari duodenum dan papila vateri. Lokasi dari tumor dapat mempengaruhi resectability dan hasil. Keganasan primer yang paling sering terjadi pada saluran empedu adalah kolangikarsinoma. Kolangiokarsinoma adalah suatu kegansan dari system duktus biliaris yang berasal dari hati dan berkhir pada ampulla vateri. Jadi proses keganasan ini dapat terjadi sepanjang system saluran biliaris , baik intrahepatik atau ekstrahepatik. Kolangiokarsinoma adalah tumor yang jarang terjadi dengan bentuk patologi dan manifestasi klinis yang luas sehingga memberikan gambaran klinis dan radiologist yang bermacam-macam. Penyakit ini merupakan jenis tumor hati terbanyak kedua di Indonesia setelah karsinoma hepatoseluler. Penyakit ini biasanya ditemukan pada orang-orang berusia diatas 60 tahun dan lebih banyak terjadi pada pria. Tumor gana ini biasanya tumbuh secara perlahan dan lambat menyebar , sehingga pada saat diagnosis ditegakan banyak diantaranya yang sudah terlalu parah untuk dilakukan tindakan operasi. Oleh karena itu peranan pemeriksaan radiologist sebagai salah satu komponen penunjang diagnosis sangatlah penting. Beberapa teknik yang sering digunakan adalah kolangiografi, USG abdomen, CT-scan dan ERCP. Dengan teknik emeriksaan radiologist yang semakin berkembang, diharapkan diagnosa untuk kolangiokarsinoma dapat ditegakkan secara dini, sehingga dapat meningkatkan derajat keberhasilan terapi dan menurunkan angka mortalitas pada pasien-pasien dengan kolangiokarsinoma. BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM BILIER ANATOMI Sistem bilier terdiri dari kandung empedu dan saluran yang berasalh dari hepar dan vesica fellea. Fungsi primernya adalah sebagai organ yang memproduksi , menyimpan empedu dan mengalirkan ke duodenum melalui saluran-saluran empedu. Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah alpukat dengan ukuran ± 5 x 7 cm dan berisi 30-60 ml empedu. Bagian fundus umumnya menonjol sedikit keluar tepi hati , di bawah lengkung iga kanan, di tepi lateral M.Rektus Abdominis. Sebagian besar korpus menempel dan tertanam di dalam jaingan hati. Masing-masing sel hati juga terletak dekat dengan beberapa kanalikulus mengalir ke dalam duktus biliaris intralobulus dan duktus-duktus ini bergabung melalui duktus biliaris antar lobulus membentuk duktus hepatikus kanan dan kiri. Diluar hati duktus ini bersatu dan membentuk duktus hepatikus komunis. Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm sedangkan panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi bergantung pada letak muara duktus sistikus. Duktus sistikus berjalan keluar dari kandung empedu. Panjangnya ± 30-37 mm dengan diameter 2-3 mm. Dinding lumennya mengandung katup berbentuk spiral Heister, yang memudahkan cairan empedu mengalir masuk ke dalam kandung empedu tapi menahan aliran keluarnya. Duktus hepatikus komunis akan bersatu dengan duktus sistikus dan membentuk duktus koledokus yang panjangnnya 7,5 cm dengan diameter 6 mm. Duktus koledokus berjalan di belakang duodenum menembus jpankreas, bergabung dengan duktus pankreatikus mayor wisungi dan bersatu pada bagian medial dinding duodenum desenden membentuk papila vateri. Unung distalnya dikelilingi oleh otot sfingter oddi. Dinding duktus biliaris ekstrahepatk dan kandung empedu mengandung jaringan fibrosa dan otot polos. Membran mukosa mengandung kelenjat-kelenjar mukosa dan dilapisi oleh selapis sel kolumnar. FISIOLOGI Fungsi utama dari system bilier adalah sebagai tempat penyimpanan dan saluran cairan empedu. Empedu di produksi oleh sel hepatosit sebanyak 5001500 ml/hari. Empedu terdiri dari garam empedu, lesitin dan kolesterl merupakan komponen terbe4sar (90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak dan garam anorganik. Di luar waktu makan, empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu dan di sini mengalami pemekatan sekitar 50 %. Pengaliran cairan empedu diatur oleh 3 faktor , yaitu sekresi empedu oleh hati , kontraksi kandung empedu dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa produksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi , sfingter relaksasi dan empedu mengalir ke dalam duodenum. Aliran tersebut sewaktu-waktu seperti disemprotkan karena secara intermiten tekanan saluran empedu akan lebih tinggi daripada tahanan sfingter. Hormon kolesistokinin (CCK) dari selaput lender usus halus yang disekresi karena rangsang makanan berlemak atau produk lipolitik di dalam lumen usus, merangsang nervus vagus , sehingga terjadi kontraksi kandung empedu. Demikian CCK berperan besar terhadap terjadinya kontraksi kandung empedu setelah makan, Empedu yang dikeluarkan dari kandung emepdu akan dialirkan ke duktus koledokus yang merupakan lanjutan dari duktus sistikus dan duktus hepatikus. Duktus koledokus kemudian membawa empedu ke bagian atas dari duodenum, dimana empedu mulai membantu proses pemecahan lemak di dalam makanan. Sebagian komponen empedu diserap ulang dalam usus kemudian dieksresikan kembali oleh hati. BAB III PEMBAHASAN 1. DEFINISI Kolangiokarsinoma adalah suatu tumor ganas dari duktus biliaris atau saluran empedu. Hal ini ditandai dengan perkembangan yang abnormal dari saluran emepdu intrahepatik dan ekstrahepatik. Tumor keras dan berwarna putih , merupakan tumor kelenjar yang berasal dari epitel saluran empedu. Sel-sel tumor mirip dengan epitel saluran empedu. Lebih dari 90 % kasus merupakan Adenokarsinoma dan sisanya adalah tumor sel squamosa. Kolangiokarsinoma ditemui dalam 3 daerah, yaitu intrahepatik, ekstrahepatik (perihiliar) dan distal ekstrahepatik. Dari kesemuanya, tumor perihilar adalah yang paling sering dan tumor intrahepatik adalah yang paling jarang. 2. ETIOLOGI Faktor predisposisi kanker saluran empedu ,meliputi : keluarga Sejarah [dari;ttg] sejak lahir fibrocysts Hepatic sejak lahir fibrosis Dilatasi Cystic ( dengan kata lain, Caroli penyakit) Choledochal bisul Hati Polycystic Von Meyenburg kompleks Infestasi parasit Di (dalam) negara-negara Timur Jauh ( dengan kata lain, Negeri China, Hong Kong, Negara Korea, Jepang) [di mana/jika] Clonorchis sinensis ( suatu cacing pada hati domba hati) cholangiocarcinoma lazim, intrahepatic meliputi 20% tentang tumor hati primer. Pada negara-negara Timur Jauh ( China, Hong Kong, Korea, Jepang) di manaClonorchis sinensis ( cacing pada hati domba hati) cholangiocarcinoma intrahepatic meliputi 20% dari tumor hati primer. Opisthorchis viverrini ditemukan di (dalam) Thailand, Laos, dan barat Malaysia. Batu empedu dan hepatolithiasis Resiko saluran pipa kanker empedu extrahepatic dikurangi 10 tahun atau lebih setelah cholecystectomy, Resiko sangat sedikit dibanding resiko carcinoma dari kantong empedu. Faktor penyebab dari semua kanker saluran empedu masih tetap tidak dapat ditentukan dengan pasti. Proses inflamasi kronis, seperti pada Primary Sclerosing Cholangitis (PSC) atau infeksi parasit kronis diduga mempunyai peranan dalam menginduksi hyperplasia, proliferasi kronis diduga mempunyai peranan dalam menginduksi hyperplasia, proliferasi sellluler dan terutama transformasi maligna. Sedangkan batu empedu hepatitis kronis dan sirosis bukan merupakan faktro resiko terjadinya penyakit ini. Sclerosing primer cholangitis ( PSC) Pasien yang mengalami pencangkokan hati untuk PSC, 10-30% mempunyai cholangiocarcinoma tak terduga pada spesimen hepatectomy . Antigen Carcinoembryonic ( CEA) dan karbohidrat antigen 19-9 di dalam kombinasi mempunyai suatu kepekaan 66% dan spesifitas 100% dalam mendiagnose cholangiocarcinoma pada pasien dengan PSC. Ulcerative radang usus besar baik dengan maupun tanpa PSC Mayoritas pasien dengan PSC yang memiliki cholangiocarcinoma, mempunyai ulcerative radang usus besar. Timbulnya cholangiocarcinoma pada pasien dengan ulcerative radang usus besar dan PSC meningkat lebih lanjut jika mereka memiliki colorectal malignancy. Pasien dengan PSC secara klinis mengalami pembusukan lebih cepat , jaundice , kehilangan berat/beban, dan kegelisahan abdominal ( pada kasus dilatasi biliaris intrahepatic dengan USG abdomen suspect cholangiocarcinoma). Material beracun - torium Dioksida ( thorotrast) Radionuklida Segala penyebab kanker ( misalnya, nitrosamines, polychlorinated biphenyls) Obat/Racun arsenik/warangan, dioxin, - Kontrasepsi oral Methyldopa Isoniazid Penyakit tipus kronis carier mempunyai insiden kanker hepatobiliary lebih besar, termasuk cholangiocarcinoma. Kanker Saluran pipa empedu juga terkait dengan biliary cirrhosis. 3. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI Angka kejadian ntertinggi terdapat pada pria dengan Pria: wanita = 5:1 , denga usia ± 6-tahun . Setiap tahun di AS tercatat 2500 kasus penyakit kolangiokarsinoma dibandingkan dengan 5000 kasus untuk kanker kandung empedu dan 15000 kasus untuk kanker hepatoseluler. Prevalensi tertinggi terdapat di kalangan orang Asia yang diakibatkan oleh infeksi parasit kronik endemic. 4. FAKTOR-FAKTOR PREDISPOSISI 1. Kolangitis Sklerosis Primer (KSP). Merupakan suatu penyakit autoimun yang menyebabkan cacat jaringan sehingga terjadi penyempitan duktus biliaris dan menghambat aliran empedu ke usus. Kalau proses ini terjadi berulang-ulang maka akan terjadi proses iritasi kronis sehingga kecenderungan untuk terjadinya kanker akan menigkat. 2. Inflamatory Bowel Disease Ada hubungan antara kolangiokarsinoma dengan colitis ulseratif. Biasanya kolangiokarsinoma dapat ditemukan pada pasien-pasien dengan colitis ulseratif kronis. 3. Infeksi Parasit Di daerah Asia Tenggara , infeksi kronis cacing pita, clonorchis sinensis dan opsthorochis viverrini mempunyai hubungan kausal yang erat dengan kolangiokarsinoma. Infeksi parasit biassanya terjadi ketika seseorang mengkonsumsi ikan yang mengandung kista caicing pipih. Cacing pipih dewasa bermigrasi ke duktus biliaris dimana caicng ini akan merusak dinding duktus. Jenis cacing yang paling banyak menyebabkan sumbatan adalah clonorchis sinensis. 4. Paparan Zat Kimia Paparan zat kimia telah berimplikasi dalam perkembangan kanker salluran empedu. Biasanya hal ini terjadi pada pekerja di bidang penerbangan, plastic dan industri “ wood finishing”. Kolangiokarsinoma juga dapat terjadi beberapa tahun setelah penggunaan Thorium dioxide (thorofrast) yaitu suatu zat yang digunakan di X-rays. 5. Penyakit congenital Kelainan congenital dari cabang-cabang bilier termasuk kista koledokal dan Caroli’s disease juga berhubungan dengan kolangiokarsinoma. 5. TANDA DAN GEJALA KLINIS 1. Jaundice Jaundice adalah manifestasi klinik yang paling sering ditemukan dan umumnya paling baik dideteksi langsung dibawah sinar matahari. Obstruksi dan kolestasis cenderung terjadi pada tahap awal jika tumor berlokasi di duktus hepatikus komunis dan duktus koledokus. Jaundice yang terjadi pada tahap akhir bila tumor berlokasi di perihilar atau intrahepatik ini merupakan tanda bahwa penyakit sudah berada dalam tahap yang parah. Hal ini terjadi oleh karena peningktatan kadar bili\rubin oleh karena obstruksi. 2. Faeces berwarna kuning dempul 3. Urin berwarna gelap 4. Pruritus 5. Rasa sakit pada perut kuadran kanan atas (abdomen) dengan rasa sakit yang menjalar ke punggung. 6. Penurunan berat badan. 6. LOKASI TUMOR Kolangiokarsinoma ditemui dalam 3 daerah : 1. Duktus intrahepatik 2. Duktus ekstrahepatik ( tumor perihilar/tumor klatskin) Terjadinya pada Bifurcatio duktus hepatica kanan dan kiri. Jenis tumor pada lokasi ini adalah yang paling sering terjadi. 3. Duktus ekstrahepatik distal Tumor berlokasi mulai dari perbatasan atas pankreas ke ampulla. Lebih dari 95 % kasus tumor yang berlokasi pada tempat ini adalah adenocarcinoma saluran dan banyak pasien yang dating dalam keadaan sudah tidak dapat dilakukan reseksi atau sudah bermetastase. 7. Tipe MORFOLOGI 1.Kolangiokarsinoma intrahepatik : a. Tipe Masif /Nodular b. Tipe Difus (kolangitis sclerosis) 2.Kolangiokarsinoma Ekstrahepatik a. Tipe Obstruktif ( obstruksi berbentuk huruf u/v). b. Tipe stenotik ( lumen kaku berstriktur dengan batas irregular dan dilatasi pre-stenotik). c. Tipe Polipoid/papilare (filling defect intraluminal dengan batas irregular). 8. STAGING Staging terjadi terutama oleh tumor itu sendiri, KGB, remote metastasis ( TNM). Penggolongan Staging ( Menurut The American Joint Committee on Cancer Guidelines) : T Tx To TIS T1a T1b T2 T3 : : : N Nx No N1 : : : : N2 : : : : : Tumor Primer. Ada tumor primer yang tidak dapat dinilai. Tidak terdapat bukti adanya tumor primer : Carcinoma in situ Tumor menginvasi mukosa. Tumor menginvasi muskularis. Tumor menginvasi jaringan ikat perimuscular. Tumor menginvasi hepar, kandung empedu, duodenum, gaster, pankreas, atau kolon. Kelenjar getah bening regional. Kelenjar getah bening regional tak dapat dinilai Metastase pada KGB regional. Metastase pada duktus sistikus atau perikolekodal atau KGB hilar dari ligamentum hepatoduodenale Metastase pada peripankreatik ( hanya pada kaput ), periduodenal, posterior pankreatoduodenal. Periportal, atau KGB regional mesenterika superior. M M1 Mo M1 : : : : Metastase. Ada metastatse yang tidak dapat dinilai. Tidak ada metastase jauh. Ada metastase jauh ( mencakup pada KGB melebihi N@). Staging berdasarkan TNM : Tingkat 0 Tingkat I Tingkat II Tingkat III Tingkat IVa Tingkat IVb : : : : : : TIS NO MO T1 NO MO T2 T1-2 N1-2 Mo T3 N0-2 Mo T1-3 N0-2 M1 9. PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSA. Selain berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang baik, maka untuk menegakkan diagnosis kolangiokarsinoma diperlukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut yaitu pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologist. Pada pemeriksaaan laboratorium dapat ditemukan peningkatan kadar bilirubin , alkaline fosfatase, glutamiltransferase (GGT) dan SGOT-SGPT. Pada pemeriksaan radiologist , beberapa teknik yang memberikan gambaran yang potensial telah dikembangkan. Umumnya USG ataupun CT-scan dilakukan lebih dahulu diikuti dengan salah satu tipe pemeriksaan kolangiografi. 1. USG Tumor tampak sebagai suatu struktur yang kompleks , regular , akan lebih mudah dipelajari bila masih agak kecil , karena batas saluran empedu masih terlihat sebagian atau seluruhnya. Bila sudah besar dan tumbuh merusak dinding saluran empedu akan lebih sulit untuk menegakkan diagnosis , karena sulit dibedakan dengan tumor diluar saluran empedu. 10. Diagnosa Banding tumor intrahepatik tumor ekstrahepatik ( tumor kaput pankreas, tumor KGB / tumor intraabdominal lain). Tumor pada saluran empedu selalu diikuti dengan pelebaran sebelah proksimal tumor dari saluran empedu tersebut. Dilatasi saluran empedu baik intra maupun yang ekstrahepatik dijumpai bila kalibernya sama atau melebihi caliber v.porta atau cabangnya yang terdekat. Akibatnya gambaran ultrasonografi dari saluran empedu dan vena porta atau cabangnya ini mempunyai senapan berlaras dua (shotgun/parallel channel sign). Dengan teknik ultrasonografi, parameter yang dievaluasi adalah : adanya massa pada duktus biliaris pelebaran duktus biliaris vena porta yang terlihat jelas Masa pada hepar Masa pada saluran empedu diklasifikasikan dari ekogensitas yang relative dibandingkan dengan parenkim hepar. Tumor ini dikategorikan berdasarkan morfologi ke dalam 3 group: 1. Nodular Mural Thickening 2. Inflitratif 3. Polipoid ☺Keterangan : 1. Nodular thickening Tipe ini dibandingkan saluran empedu seraca fokal menebal bila terlihat adanya massa mural. 2. Infiltratif Tipe ini dapat terdiagnosa bila saluaran empedu menyempit dan dindingnya irregular. 3. Polipoid Diagnosa dapat ditegakkan bila terdapat massa intraluminar yang umumnya menyebabkan pelebaran saluran empedu. Penyebaran dari tumor di dalam duktus biliaris ditentukan oleh pola obstruksi dari duktus biliaris dan lokasi dimana terdapat massa di duktus. Yang dievaluasi adalah duktus hepatikus komunis, sinistra, dekstra, dan duktus cabang dekstra/sinistra. Berdasarkan penelitian massa tumor memberikan gambaran 65 % isoechoik, 21 % hipoechoik dan 15 % hiperechoik dibandingkan dengan parenkim hepar. Pada pemeriksaan USG , tumor Klatskin yang klasik bermanifestasi dalam bentuk dilatasi segmental dan tidak menyatunya duktus hepatikus kanan dan kiri pada porta hepatic. Untuk tipe Papilare, menyerupai massa Polipoid intraluminal; sedangkan tipe Noduler kolangiokarsinoma memberikan gambaran massa halus berbatas tegas yang dihubungkan dengan penebalan mural. 2. CT-SCAN Gambaran yang dihasilkan pada pemeriksaan CT-Scan tergantung pada lokasi dan mrfologi dari tumor. Lesi intrahepatik memberikan gambaran yang non spesifik, umumnya berupa massa berdensitas rendah dengan penambahan kontras yang minimal atau tidak sama sekali pada gambaran awal, tapi mungkin dapat menunjukkan penambahan kontras yang terlambat atau perlahan. Lesi ini tidak dapat dibedakan dengan lesi hati lain termasuk hepatoma atau metastase lain. Kunci untuk menegakkan diagnosis dari lesi ekstrahepatik atau lesi confluen adalah dengan melihat adanya dilatasi duktus biliaris pada lokasi tumor. Massa tumor pada tingkat obstruksi bilier dapat terlihat dengan pemeriksaan CTScan , tapi kemungkinan ukurannya kecil dan tidak diidentifikasi. Untuk kasuskasus seperti ini, penilaian secara kasar dari dilatasi duktus tanpa terlihatnya massa, dapat mengarah ke diagnosis yang benar untuk kolangiokarsinoma walaupiun “benign striktur” atau batu emepdu kolesterol dapat memberikan gambaran yang sejenis. Tapi karena batu umumnya menyebabkan obstruksi distal, maka saat tingkat obstruksi terjadi ddi bagian bifurkasio duktus hepatikus dan bagian pankreas kolangiokarsinoma patut dicurigai. Kolangiokarsinoma yang terjadi dibagian proksima dan menginfiltasi hati, maka tumor ini dapat menyelubungi porta hepatic dan menyebar ke parenkim hati. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam membedakan antara neoplasma primer dan sekunder. Bila masa tumor kecil atau terletak disebelah distal pada system ekstrahepatik, biasanya akan memberikan gambaran pendesakan jaringan lunak. Massa tumor yang besar dapat memiliki daerah-daerah nekrosis dan densitas yang rendah. Seringkali bagian leher dari tempat obstruksi dukstus akan memberikan gambaran pendesakan dari dinding duktus koledokus yang eksentrik sehingga mengarahkan diagnosa ke kolangiokarsinoma. ☺Gambaran radiologis kolangokarsinoma: - Kolangiokarsinoma intrahepatik Masa tunggal yang hipodens, berbentuk oval atau bulat terutama bersifat homogen dengan batas irregular Tidak terdapat penambahan ( enhancement ) atau enhancement perifer/sentral. - Kolangiokarsinoma ekstrahepatik Gambaran yang dhasilkan mirip dengan USG : Dilatasi dukstus intrahepatik tanpa dilatasi dari duktus ekstrahepatik bila jenisnya adalah tumor Klatskin. Terdapat massa di dalam / mengelilngi duktus pada lokasi obstruksi. Dapat mendeteksi adanya tumor yang infiltratif. Dapat melihat adanya tumor eksofitik Tumor polipoid intraluminal terlihat sebagai massa isoechoik di dalam cairan empedu. 3. ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography ) ERCP adalah suatu cara pemeriksaan incasif , yang hanya dilakukan apabila ada indikasi positif yang kuat. Biasanya merupakan langkah terakhir dari suatu seri pemeriksaan dan dipakai untuk deteksi atau diferensiasi suatu penyakit saluran empedu atau pankreas. Pemeriksaan ini bertujuan untuk visualisasi dengan bahan kontras secara retrograde dan mengetahui langsung saluran empedu eferen dan duktus pankreatikus dengan memakau suatu duodenoskop yang mempunya padangan samping. Duodenoskop dimasukan peroral , oleh karena itu kemungkinan adanya divertikel dan stenosis harus dipertimbangkan kembali berdasarkan tanda-tanda klinis. Duodenoskop ini dimasukkan sampai ke duktus biliaris lalu disemprotkan kontras ( Conray-60 atau Urografin 60% ) dengan pengawasan fluoroskopi lalu dilakukan pengambilan foto X-ray. ☺Gambaran radiologisnya : Massa tumor intraduktal yang eksofitik (46 % ) dengan diameter 2-5mm Sering didapatkan striktur fokal konsentrik yang panjang atau terkadang pendek pada tipe kolangitis sklerotik infiltratif dengan yang irreguler. Dilatasi prestenotik difus/fokal dari system bilier. Striktur pada duktus yang progresif Selain itu , ERCP dapat juga digunakan untuk mendapatkan bahan kepentingan pemeriksaan histology antara lain sitologi hapusan, biopsy , aspirasi dengan jarum. 10. DIAGNOSIS BANDING : 1. 2. 3. 4. 5. Karsinoma pankreas Metastase tumor Kolangitis Supurativa Akut Kolangitis Sklerotik Pankreatitis Kronis 11. KOMPLIKASI Komplikasi yang terjadi pada tumor ganas termasuk kolangiokarsinoma antara lain : 1. Gangguan proses pencernaan dan absorbsi nutrisi makanan dengan menghambat aliran empedu dan cairan pankreas. 2. Metastase ke organ-organ terdekat seperti hepar, gaster , pankreas dan usus. 3. Gejala obstruksi seperti nyeri , jaundice, mual dan muntah. 4. Hambatan pasase isi usus bila tumor telah menginvasi usus halus. 12. TERAPI Tujuannya untuk mengobati kanker dan obstruksi yang diakibatkan oleh tumor ini. Bila mungkin tindakan bedah/operasi adalah pilihan dan kemungkinan akan didapatkan hasil yang memuaskan. Kemoterapi atau radiasi dapat dilakukan setelah operasi untuk resiko kekambuhan tetapi keuntungan yang didapat dari tindakan ini belum jelas benar. Terapi dengan menggunakan endoskopi atau operasi dapat membebaskan obstruksi pada duktus biliaris dan menghilangkan jaundice pada pasien bila memang tumornya tidak dapat direseksi Pasien-pasien dengan tumor yang tidak dapat direseksi, radioterapi mungkin bermanfaat. Kemoterapi juga dapat melengkapi radioterapi bila tumor telah menyebar keluar saluran empedu, tapi bagaimanapun juga hal ini kurang efektif. 13. PROGNOSIS Terapi pilihan dan prognosis sangat dipengaruhi oleh lokasi tumor. Prognosis lebih baik pada kasus tumor distal saluran empedu, histologi yg berbeda, dan tumor tipe polipoid. Faktor menyebabkan prognosis yg kurang baik adalah menyangkut pembengkakan KGB, invasi vaskularisasi , stage T, garis tepi tumor positif pada bagian yang pernah direseksi, dan adanya mutasi gen P53 . Pada hilar cholangiocarcinoma, keseluruhan ratio reseksi kebanyakan rangkaian bervariasi 40-60%. Rata-Rata survival untuk pasien yang mengalami reseksi kurative adalah 67-80% pada 1 tahun dan 11-21% pada 5 tahun. reseksi lokal tingkat kematian rata-rata lebih rendah ( 8%) reseksi hepatic mayor( 15%), berarti survival 21 bulan yang dibandingkan ke 24 bulan untuk reseksi bagian hepatic mayor. Tidak ada indikasi yg jelas bahwa survival ditingkatkan secara pasti oleh reseksi hepatic mayor jika dibandingkan dengan saluran empedu lokal, meskipun demikian beberapa studi menyatakan bahwa reseksi bagian hepatic dihubungkan dengan suatu timbulnya garis tepi tumor bebas yang lebih besar dan, sebagai konsekwensi penyelamatan. Pada tumor saluran empedu, ratio reseksi lebih dari 60%, dan prognosis menjadi lebih baik dibanding untuk hilar tumor, rata-rata survival menjadi 39 bulan. persentase Survival bervariasi dari 50-70% pada 1 tahun sampai 17-39% pada 3 tahun. Tumor intrahepatic diffuse mempunyai prognosis buruk, dan kebanyakan pasien dengan tumor ini meninggal di dalam satu tahun setelah hasil diagnosa. Jika tidak di terapi, 50% pasien kanker saluran empedu dapat survive untuk 1 tahun, 20% survive untuk 2 tahun, dan 10% survive untuk 3 tahun Tumor yang dapat direseksi sempurna akan meningkatkan survival rate selama 5 tahun pada sekitar 30 % -40% pasien dengan kemungkinan sembuh sempurna. Bila tumor tidak dapat direseksi sempurna, maka kesembuhan tidak dapat diharapkan. Dalam situasi seperti ini , dengan pengobatan, sekitar separuh dari penderita dapat mencapai 1 tahun kehidupan dan sisanya dapat mencapai waktu lebih lama lagi. Peran radioterapi dan chemotherapi masih kontroversial. Penggunaan hormon dalam perawatan, mencakup somatostatin analog, cholecystokinin, dan cholecystokinin antagonis, yang sekarang ini sedang diteliti. PREOPERATIVE ERCP dengan pengeringan biliaris pada pasien dengan tumor saluran empedu telah diusulkan untuk meningkatkan resiko implantasi metastases setelah reseksi tumor. Oleh karena itu, preoperative radioterapi didukung dalam pasien tersebut , tetapi manfaat belum terbukti dengan pasti. Transarterial chemoembolisasi ( TACE), infusion 5-fluorouracil ke dalam artery hepatic atau duktus biliaris, dan suntikan percutaneous ethanol ( PEI) ke dalam lesi adalah cara lain yang masih dalam tahap percobaan. Therapy Photodynamic mungkin bermanfaat dalam membebaskan obstruksi, terutama ketika obstruksi terjadi sebagai hasil perkembangan tumor ke dalam suatu endoprosthesis. Pencangkokan hati yang dilakukan pada cholangiocarcinoma masih sangat kecil kemungkinan surive. DAFTAR PUSTAKA 1. http://www.health.alreferer.com/health/cholangiocarcinoma.htm 2. http://www.emedicine.com/med/topic 343.htm: cholangiocarcinoma 3. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/00291.htm 4. http://scientific,radiographics.rsnajnls.org/cgi/content/full/19/5/119.htm 5. American Journal of Roentgenology Diagnostic Imaging and Related Science, vol 168, April , 1997 6. American Journal of Roentgenology Diagnostic Imaging and Related Science, vol 169, April , 1997 7. Wagener , O.H. Whole Body Computed Tomograpy: The Biliary System . Second ed . Blakwell Scientific Publilcation 8. Dahnert, W.Radiology Review Manual : Cholangiocarcinoma. Third ed 9. Mass, Gamsu, Genant : computed Tomography of the body with Magnetic Resonance Imaging : The Biliary Tract. Second ed. Vol. 3.W.B.Saunder Company. 10. Buergener , A F , Kormano, M : Differential Diagtnosis in Computed Tomography. Theme Medical publisher, Inc. New York, 1996