tinjauan yuridis terhadap penerapan keterbukaan dalam prinsip

advertisement
BAB II
KETERBUKAAN DI DALAM PASAR MODAL
A. Prinsip Keterbukaan di Dalam Pasar Modal
1. Ketentuan Prinsip Keterbukaan Dalam Hukum Pasar Modal
Diakui bahwa keterbukaan merupakan terminologi yang teramat sering
dikumandangkan
dalam dunia hukum pasar modal, dan hukum pasar modal
sendiri seakan belum sah jika belum mengatur tentang keterbukaan ini. Oleh
karena itu, tidak heran jika peraturan perundang-undangan mengaturnya secara
rinci. Ada suatu dilema yang inheren dalam hukum pasar modal itu sendiri.
Disatu pihak, hukum terus mengejar dengan merinci sedetil-detilnya tentang halhal apa saja yang mesti di buka oleh pihak-pihak penyandang
kewajiban
keterbukaan, dilain pihak, hukum juga harus memperoleh kepentingankepentingan tertentu dari pihak yang diwajibkan membuka informasi tersebut. 21
Kepentingan tersebut sering kali bertentangan dengan kewajiban
keterbukaan, misalnya kepentingan suatu emiten untuk tidak membuka (disclouse
) tentang informasi yang tergolong rahasia perusahaan. Maka dalam hal ini, sektor
hukum harus jeli menimbang-nimbang dan menyelaraskan kepentingan investor
dan pasar terhadap suatu keterbukaan dengan kepentingan emiten atau pihakpihak
lain pemilik informasi. Keselarasan di antara dua kepentingan yang
kontradikitf tersebut tercermin dalam prinsip yuridis yang menyatakan bahwa
21
Adrian Sutedi, Segi-Segi Hukum Pasar Modal. (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009), hal. 104.
19
Universitas Sumatera Utara
suatu disclosure di pasar modal tidaklah semata-mata “full”, tetapi juga mestilah
“fair”, seperti yang tersimpul dalam istilah full and fair disclosure. Selain dari itu,
sebagaimana diketahui bahwa dalam suatu sistem hukum perdata kita, secara
hukum dalam jual beli, si penjual diwajibkan untuk menanggung atas seluruh
cacat yang tersembunyi dari barang yang dijualnya tersebut. 22
Ternyata terhadap jual beli saham dipasar modal, kewajiban menanggung
cacat yang tersembunyi saja masih belum cukup, untuk itu berkembanglah suatu
teori hukum tentang kewajiban bagi suatu perusahaan terbuka, yaitu dikenal
dengan kewajiban buka-bukaan, yang dalam istilah bahasa Inggrisnya disebut
dengan full and fair disclosure.
Dokrin hukum tentang kewajiban keterbukaan bagi suatu perusahaan
terbuka ini mempunyai karakteristik yuridis sebagai berikut.
a. Prinsip ketinggian derajat akurasi informasi
b. Prinsip ketinggian derajat kelengkapan informasi
c. Prinsip ekuilibrum antara efek negative kepada emiten di satu pihak dengan
di pihak lain, efek positif kepada public jika dibukanya informasi tersebut 23
Beberapa hal lain yang sering kali dilarang dalam hal keterbukaan informasi
antara lain.
a. Memberikan informasi yang salah sama sekali
22
Ibid.
Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, (Bandung; Citra Aditya Bakti.
1996), Hal. 79
23
20
Universitas Sumatera Utara
b. Memberikan informasi yang setengah benar
c. Memberikan informasi yang tidak lengkap
d. Sama sekali diam terhadap fakta/ informasi material 24
Keempat model pelanggaran ini dilarang karena oleh hukum dianggap data
menimbulkan misleading bagi investor dalam memberikan judgement-nya untuk
membeli
atau tidak membeli suatu efek. Misleading merupakan suatu
penyimpangan prinsip keterbukaan di pasar modal berupa pemberian informasi
yang tidak benar atau menyesatkan. 25 Alasan utama mengapa suatu keterbukaan
dilakukan adalah agar pihak investor dapat melakukan suatu keputusan untuk
membeli atau tidak membeli efek. Karena suatu keputusan akan merupakan suatu
landasan bagi terbentuknya suatu harga pasar yang wajar. Dalam hal ini, suatu
harga akan wajar apabila dapat merefleksi nilai interinsik dari efek, di mana nilai
interinsik sangat bergantung pada seberapa efisien tersedianya informasi tentang
perusahaan yang bersangkutan. 26
Salah satu teori yang sangat dominan terhadap suatu harga efek yang juga
secara gamblang menunjuk bagaimana vitalnya kedudukan suatu informasi
tentang suatu perusahaan dalam hal seorang investor membeli efek adalah apa
yang dikenal dengan nama efficient market hypothesis (teori pasar efisien).
Efficient market hypothesis menyatakan bahwa tidak ada seorangpun yang dapat
24
Ibid., hal. 90.
Frans Satrio wicaksono, Tanggung Jawab Pemegang Saham Direksi dan Komisaris,
(Jakarta:Visimedia,2009),hal.107.
26
Najib A. Gisymar, Insider Trading Dalam Transaksi Efek, (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 1999), hal 2.
25
21
Universitas Sumatera Utara
mengalahkan pasar secara konsisten dengan menggunakan informasi yang sudah
diketahui oleh pasar. Ini disebabkan karena harga tercipta merupakan ceminan
dari seluruh informasi yang ada. 27
Emiten
atau
perusahaan
publik
mempunyai
kewajiban
untuk
melaksanakan prinsip keterbukaan yang harus dilakukan baik sebelum go public
maupun setelah go public. Adapun kewajiban-kewajiban emiten dalam
melaksanakan keterbukaan adalah sebagai berikut.
1. Kewajiban Keterbukaan emiten pada saat Go public
Pada saat seorang investor membeli saham di pasar modal, dia sudah harus
mengetahui dengan pasti segala sesuatu tentang saham yang bersangkutan.
Terutama yang harus diketahuinya adalah tentang segala sesuatu yang penting
berkenaan dengan perusahaan penerbit saham tersebut, yang disebut juga dengan
emiten. 28, karena dari situlah pihak investor dapat memprediksi apakah saham
yang dibelinya itu bermutu atau tidak, sehingga apakah akan menguntungkan
atau tidak jika dibeli. Oleh karena itu, hukum menempatkan kewajiban
keterbukaan ini menjadi kewajiban yuridis, bahkan sering kali hal tersebut
menjadi salah satu titik focus utama dari aturan-aturan hukum yang berkenaan
dengan suatu pasar modal yang baik dan tertib.
2. Keterbukaan Melalui Pembuatan Prospektus
27
Bodie, et al, 2003. Essential of Investments, International Edition, McGrawn-Hill,
New York.
28
pasal 1 ayat (6) UU Pasar Modal
22
Universitas Sumatera Utara
Salah satu mekanisme agar keterbukaan informasi terjamin bagi investor
atau public adalah lewat keharusan menyediakan suatu dokumen yang disebut
“prospektus” bagi suatu perusahaan dalam proses melakukan go public. Suatu
prospectus harus benar-benar berisikan informasi yang penting apa adanya.
Banyak tuduhan bahwa sekarang emiten melakukan going public dipasar modal
Indonesia menyediakan prospectus secara tidak layak, yakni hanya untuk sekedar
memenuhi kewajiban yuridisnya yang terbit dari peraturan yang ada. Bahkan,
hanya sekedar iklan bagi suatu perusahan untuk dapat membuat saham-sahamnya
menjadi laku di pasar modal. 29
3. Kedudukan Yuridis dari Prospektus
UU No. 8 Tahun 1995 dengan tegas memberlakukan prinsip bahwa
propektus
adalah merupakan suatu dokumen. Konsekuensinya, apabila ada
seorang menawarkan suatu efek dengan menggunakan prospectus yang memuat
informasi yang tidak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, sedangkan
pihak tersebut mengetahui atau sepatutnya mengetahui hal yang bersangkutan,
maka dia wajib bertanggung jawab secara hukum atas kerugian yang timbul
sebagai akibat dari perbuatan tersebut. Untuk dapat membebankan tanggung
jawab yuridis secara perdata kepada pihak penyedia prospectus yang tidak benar,
hukum mensyaratkan bahwa sewaktu membeli efek, pihak pembeli efek yang
bersangkutan tidak mengetahui ketidakbenaran isi prospectus tersebut. Jika dia
telah mengetahui ketidakbenaran tersebut, tetapi masih mau membeli efek,
29
Adrian Sutedi, Op.Cit., hal. 105.
23
Universitas Sumatera Utara
tentunya ia tidak dapat meminta ganti kerugian sebab pembeli tersebut sewaktu
membeli efek telah mengambil resiko. 30
Dalam hal ini yang bertanggung jawab jika ada pihak-pihak yang
menderita kerugian akibat dari prospectus yang menyesatkan terangkum dalam
pasal 81 ayat (1) UU Pasar Modal, dimana yang mesti bertanggung jawab adalah
setiap pihak yang menawarkan atau menjual efek dengan mempergunakan
prospectus yang menyesatkan tersebut. Pihak yang menawarkan atau menjual
biasanya terdiri dari emiten, underwriter, pialang atau bahkan investor yang ingin
menjual kembali efek yang telah dibelinya. Pasal 81 ayat 1, menuliskan kesemua
mereka harus bertanggung jawab secara hukum.
4. Kewajiban Keterbukaan Emiten Setelah Go Public
Terdapat kewajiban keterbukaan dari pihak emiten yang wajib dilakukan
setelah go public dan kewajiban ini berlangsung terus selama perusahaan yang
bersangkutan masih merupakan perseroan terbuka. Kewajiban keterbukaan setelah
proses go public dapat terjadi lewat instrument disclosure sebagai berikut
a) Laporan berkala dari emiten khususnya bidang keuangan.
b) Laporan insidentil bersifat umum
c) Laporan insidentil bersifat khusus, termasuk didalamnya berupa
realisasi penggunaan dana jika terjadi tender offer
30
Pasal 81 ayat (2) UU Pasar Modal
24
Universitas Sumatera Utara
d) Laporan insidentil atas permintaan dari pihak Bapepam, Pemegang
Saham atau pejabat lainnya sperti Bank Indonesia
e) Laporan pihak tertentu seperti Akuntan public atau pemegang
saham. 31
5. Laporan Keuangan Berkala oleh Emiten
Salah satu bentuk keterbukaan setelah proses go public adalah laporan
berkala yang harus dilakukan oleh Emiten. Pasal 86 huruf (a) membebankan
kewajiban penyampaian laporan keuangan berkala tersebut kepada emiten,
laporan disampaikan kepada Bapepam dan diumumkan kepada masyarakat.
Laporan keuangan berkala oleh emiten tersebut terdiri atas laporan tahunan dan
laporan semesteran.
Prinsip-prinsip dari laporan keuangan berkala yaitu,
a) Harus disajikan dalam bahasa Indonesia
b) Disajikan secara perbandingan dengan priode yang sama dengan tahun
sebelumnya, jika ada.
c) Berdasarkan pada prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, yakni
standar akuntansi keuangan yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntansi
Indonesia dan ketentuan akuntansi dibidang pasar modal yang ditetapkan
bapepam.
31
Fuady, loc.cit.
25
Universitas Sumatera Utara
d) Laporan keuangan tahunan harus harus disertai dengan laporan akuntan
dengan pendapat yang lazim dan disampaikan kepada bapepam.
e) Laporan tahunan wajib diumumkan kepada public, berupa neraca, laporan
rugi laba, laporan komitmen, wajib diumumkan dalam dua surat kabar.
Laporan keuangan berkala yang harus disampaikan kepada Bapepam terdiri atas
neraca laporan rugi laba, laporan saldo laba, laporan arus kas, catatan atas laporan
keuangan. 32
6. Laporan Insidentil Kejadian Material oleh Emiten
Emiten dibebankan suatu keharusan melakukan laporan insidentil
perbuatan material. maksudnya adalah perundang-undangan dibidang pasar modal
membebankan kewajiban kepada emiten untuk melaporkan pada bapepam dan
mengumumkan pada masyarakat secepat mungkin setelah terjadinya kejadian
material yang diperkirakan dapat mempengaruhi harga efek.
2. Informasi Fakta Material dan Hubungan dengan Prinsip Keterbukaan
Para investor selalu aktif mengumpulkan berbagai informasi dan
memanfaatkannya untuk memahami harga-harga saham yang ditawarkan dalam
pasar perdana
32
maupun pasar sekunder. Informasi yang dikumpulkan adalah
Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-97/PM/1996 tentang pedoman penyajian laporan
keuangan
26
Universitas Sumatera Utara
informasi yang mengandung fakta material. Menurut pasal 1 ayat 7 UndangUndang Pasar Modal menyatakan : 33
“Informasi atau Fakta Material adalah informasi atau fakta penting dan
relevan mengenai peristiwa, kejadian atau fakta yang dapat mempengaruhi
harga Efek pada Bursa Efek dan atau keputusan pemodal, calon pemodal
atau pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut.”
Selanjutnya Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor: Kep-86/PM/1996 dan
Peraturan Nomor X K.1 menyatakan :
“Informasi atau Fakta Material yang diperkirakan dapat mempengaruhi harga efek
atau keputusan investasi pemodal, antara lain hal-hal sebagai berikut:
a. Penggabungan usaha, pembelian
pembentukan usaha patungan.
saham,
peleburan
usaha,
atau
b. Pemecahan saham atau pembagian dividen saham.
c. Pendapatan dari dividen yang luar biasa sifatnya.
d. Perolehan atau kehilangan kontrak penting.
e. Produk atau penemuan baru yang berarti.
f. Perubahan dalam pengendalian atau perubahan penting dalam manajemen.
g. Pengumuman pembelian kembali atau pembayaran efek yang bersifat
utang.
h. Penjualan tambahan efek kepada masyarakat atau secara terbatas yang
material jumlahnya.
i. Pembelian, atau kerugian penjualan aktiva yang material.
j. Perselisihan tenaga kerja yang relatif penting.
k. Tuntutan hukum yang penting terhadap perusahaan, dan atau direkturdan
komisaris perusahaan.
l. Pengajuan tawaran untuk pembelian Efek perusahaan lain.
m. Penggantian Akuntan yang mengaudit perusahaan.
33
Pasal 1 ayat 7 No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
27
Universitas Sumatera Utara
n. Penggantian Wali Amanat.
o. Perubahan tahun fiskal perusahaan. 34
Disisi lain, penentuan Fakta Material menurut Undang-Undang Pasar Modal
memiliki kemiripan dengan yang digunakan oleh pengadilan Amerika. Dalam
kasus Listv. Fashion Park Inc. (1965) yang berpendapat dan menyatakan bahwa
"fakta material meliputi fakta-fakta yang secara rasional dan obyektif
mempengaruhi nilai saham perusahaan” 35.
Namun pendapat pengadilan dalam kasus List berkenaan dengan fakta
material tidak lagi diikuti oleh pengadilan berikutnya. Konsep baru penentuan
fakta material di Amerika telah berkembang berdasarkan tiga pendapat pengadilan
yaitu, pertama, standar penentuan fakta material yang disahkan pengadilan
melalui kasus SEC v. TexasGulf Sulphur (1968). Standar penentuan fakta material
adalah didasarkan pada "test kemungkinan/ukuran" (probability/magnitude) fakta
material atas informasi yang dapat berpengaruh kuat pada kemungkinan
perusahaan di masa mendatang. Dalam hal ini faktor "kemungkinan" merupakan
satu elemen dari penentuan fakta material tersebut. Kedua, standar penentuan
fakta material yang disahkan pengadilan melalui kasus TSC Industries, Inc. v.
Northway (1976). Penentuan fakta material dalam kasus Northway dilakukan
dengan pendekatan "Standard Reasonable Shareholder" yaitu bahwa sesuatu yang
menentukan fakta material sangat tergantung dari tanggapan investor petensial
34
Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor: Kep-86/PM/1996 tentang Keterbukaan
Informasi Yang Harus Segera Diumumkan Kepada Publik
35
Bismar Nasution, Op.Cit., Hal. 66
28
Universitas Sumatera Utara
atau pemegang saham instutional yang rasional. Menguji sesuatu yang menjadi
penentuan fakta material adalah ditentukan oleh pertimbangan yang matang untuk
kepentingan pemegang saham yang rasional. Ketiga, standar penentuan fakta
material yang disahkan pengadilan melalui kasus Basic, Inc. v. Levinson (1988).
Penentuan standar Fakta Material ditetapkan berdasarkan suatu fact-specific
secara case-by-case. Dalam kasus ini pengadilan berpendapat bahwa suatu
penipuan bersifat material dilihat dari apakah pernyataan mempengaruhi
keputusan investor yang rasional untuk berinvestasi dan berdasarkan fraud-on-the
market theory, yaitu suatu pernyataan dikatakan menyesatkan hanya apabila
pernyataan tersebut dapat mengubah keputusan investor untuk berinvestasi. 36
Prinsip keterbukaan mutlak dilaksanakan dalam pasar modal sejalan
dengan tujuan prinsip keterbukaan untuk menjaga kepercayaan investor,
menciptakan pasar yang efisien, dan perlindungan terhadap investor. Suatu hal
bersifat fakta materil didasarkan pada ukuran bahwa apabila investor rasional
secara substansial mengangap fakta itu penting dalam membuat keputusan. Dalam
artian harus ada keinginan yang sunguh-sungguh bahwa keterbukaan dari fakta
tersebut dipandang oleh investor mengakibatkan perubahan yang signifikan
terhadap keseluruhan informasi yang tersedia. Kepercayaan investor terhadap
sesuatu informasi yang dapat mempengaruhi harga dikategorikan sebagai
informasi materil. 37
36
37
Ibid.
Ibid,. hal. 88
29
Universitas Sumatera Utara
3. Pengecualian Prinsip Keterbukaan di Dalam Pasar Modal
Apabila di perhatikan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam hukum pasar
modal, mengenai kewajiban keterbukaan bagi emiten sangatah banyak. Hal ini
disebabkan karena keterbukaan merupakan focus sentral dari pasar modal. Oleh
karena itu perannya membuat investor atau pemegang saham dan pelaku-pelaku
bursa memiliki informasi yang cukup kuat dan akurat dalam pengambilan
keputusan dan berinvestasi. Disisi lain dengan adanya informasi yang akurat,
dapat mengantisipasi terjadinya perbuatan curang (fraudulent acts)
di pasar
modal. 38
Walaupun begitu banyaknya pengaturan tentang keterbukaan dalam pasar
modal, ada suatu titik pengecualian dalam prinsip keterbukaan tersebut. Hal ini
disebabkan ketidak-mungkinan segala sesuatu yang ada didalam perusahaan
tersebut harus diumbar ke publik. Hanya sesuatu yang benar-benar diwajibkan dan
penting bagi umum yang dibuka kepublik. Adapun contoh dari informasi yang
tidak perlu bahkan tidak boleh disclosure adalah;
a) Informasi yang belum matang untuk disclosure. Misalnya sebuah
perusahaan pertambangan menemukan sumur baru yang belum begitu
pasti.
b) Informasi yang apabila didisclosure akan dimanfaatkan oleh pesaingpesaingnya sehingga merugikan perusahaan tersebut.
38
Ibid, Hal 2
30
Universitas Sumatera Utara
c) Informasi yang memang bersifat rahasia. Yang sering disebut rahasia
perusahaan. Misalnya jika ada kontrak dengan pihak ketiga, tetapi dalam
kontrak tersebut ada klausula yang menyatakan bahwa apa-apa yang ada
dalam kontrak tersebut adalah bersifat rahasia di antara pihak tersebut. 39
Peraturan tentang Pengecualian dalam Keterbukaan juga terdapat Pada
peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK)
Nomor IX.E.2 tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha Utama.
Penerbitan Peraturan tersebut di atas merupakan penyempurnaan dari peraturan
yang telah ada sebelumnya dan dimaksudkan untuk memberikan kemudahan bagi
Emiten atau Perusahaan Publik dalam memperoleh akses pendanaan melalui
penerbitan surat utang yang tidak dilakukan melalui penawaran umum dan
termasuk dalam kriteria Transaksi Material. Beberapa pengecualian yang diatur
dalam Peraturan tersebut adalah
a) Memberikan pengecualian terhadap kewajiban keterbukaan informasi atas
Transaksi Material berupa penerbitan Efek bersifat utang yang nilainya
lebih besar dari 50% dari ekuitas Perusahaan dimana pembeli Efek
tersebut belum diketahui Pihaknya.
b) pengecualian atas kewajiban keterbukaan informasi maupun RUPS terkait
dengan Transaksi Material berupa penerimaan pinjaman yang diperoleh
secara langsung dari bank, perusahaan modal ventura, perusahaan
39
Donald Mody Pangemanan, “Peraturan Insider Trading Dalam Pasar Modal Indonesia
Studi Mengenai Penerapan Teori Penyalahgunaan Dalam Praktik Insider Trading”, Jurnal Hukum
dan Pasar Modal, Edisi 2 Juli 2005, Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), hal.
56.
31
Universitas Sumatera Utara
pembiayaan, atau perusahaan pembiayaan infrastruktur baik dari dalam
negeri maupun luar negeri.
c) Pemberian jaminan sehubungan dengan penerimaan pinjaman tersebut
juga dikecualikan dari kewajiban keterbukaan informasi maupun RUPS.
Peraturan ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan bagi emiten atau
perusahaan publik dalam memperoleh akses pendanaan melalui penerbitan surat
utang yang tidak dilakukan melalui penawaran umum dan termasuk dalam kriteria
transaksi material. 40
4. Pelanggaran Terhadap Prinsip Keterbukaan di Dalam Pasar Modal
Pada umumnya praktek yang dilarang dalam pasar modal sering berkaitan
dengan adanya pelanggaran prinsip keterbukaan, seperti perbuatan mengeluarkan
pernyataan fakta material yang salah (materially false statement), termasuk juga
penghilangan (omission) fakta material dalam saham dan dokumen-dokumen
penawaran umum lainnya. Dalam hal ini perbuatan-perbuatan tersebut
menciptakan gambaran yang salah dari kualitas emiten, manajemen, potensi
ekonominya, saham-saham yang ditawarkan atau fakta material lainnya yang
ditawarakan. UU Pasar Modal telah membuat larangan terhadap perbuatanperbuatan pelanggaran dalam pasar modal. kategori perbuatan tersebut disebut
40
Peraturan Transaksi Material http://www.investor.co.id/home/bapepam-lk-terbitkanperaturan-transaksi-material/26720 Diakses tanggal 23 November 2013
32
Universitas Sumatera Utara
juga dengan misleading statement, dimana terdapat pernyataan yang salah
disebabkan adanya kegagalan memasukan seluruh fakta material.
41
Pasal 78 ayat 1 UU Pasar Modal menyatakan bahwa, dilarang membuat
keteerangan tidak benar tentang fakta material atau tidak memuat keterangan
yang benar tentang fakta material yang diperlukan agar prospektus tidak
memberikan gambaran yang menyesatkan. Disamping itu juga terdapat larangan
dalam pengumuman dalam media masa yang berhubungan dengan suatu
penawaran umum. UU Pasar Modal secara tegas telah memuat perbuatan ini
dalam kategori yang diatur dalam Bab XI tentang Penipuan, Manipulasi Pasr dan
Perdagangan Orang.
Pasar 90 UU Pasar Modal menyatakan bahwa, Dalam kegiatan
perdagangan efek, setiap pihak secara langsung atau tidak langsung :
a) Menipu atau mengelabui pihak lain dengan menggunakan sarana dan atau
cara apapun.
b) Turut serta menipu atau mengelabui Pihak lain; dan
c) Membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak
mengungkapkan fakta yang material agar pernyataan yang dibuat tidak
menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat
dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian
41
Bismar Nasuition, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, (Universitas Indonesia, Program
Pasca Sarjana, Jakarta 2001) Hal.73
33
Universitas Sumatera Utara
untuk diri sendiri atau Pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi Pihak
lain untuk membeli atau menjual Efek.
Pasar 91 UU Pasar Modal menyatakan, “bahwa Setiap Pihak dilarang
melakukan tindakan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan tujuan untuk
menciptakan gambaran semu atau menyesatkan mengenai kegiatan perdagangan,
keadaan pasar, atau harga Efek di Bursa Efek.”
Pasar 92 UU Pasar Modal menyatakan “Setiap Pihak, baik sendiri-sendiri
maupun bersama-sama dengan Pihak lain, dilarang melakukan 2 (dua) transaksi
Efek atau lebih, baik langsung maupun tidak langsung, sehingga menyebabkan
harga Efek di Bursa Efek tetap, naik, atau turun dengan tujuan mempengaruhi
Pihak lain untuk membeli, menjual, atau menahan Efek.”
Contoh pelanggaran ketentuan ini dapat dilihat dari manipulasi pasar dalam
bentuk praktek cornering yaitu praktek penguasaan pasokan saham tertentu yang
beredar dipasar sehingga persediaan terbatas dan harga saham naik secara tidak
normal. Disini pelaku cornering dapat menentukan harga saham di brusa secara
semu sampai pada titik yang diinginkannya. sebab harga saham ini tidak
berdasarkan pada kekuatan permintaan jual atau beli saham yang sebenarnya,
melainkan harga saham rekayasa dengan cara melakukan transaksi semu. 42
Pasar 93 UU Pasar Modal menyatakan “Setiap Pihak dilarang, dengan cara
apa pun, membuat pernyataan atau memberikan keterangan yang secara material
42
Bismar Nasution, Beberapa Aspek Hukum pasar Modal dalam Transaksi Saham,
disampaikan sebagai modul perkuliahan pada mata Kuliah Hukum Kegiatan Ekonomi. Tahun
Akademik 211/2012, Fakultas Hukum USU.
34
Universitas Sumatera Utara
tidak benar atau menyesatkan sehingga mempengaruhi harga Efek di Bursa Efek
apabila pada saat pernyataan dibuat atau keterangan diberikan (a) Pihak yang
bersangkutan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau
keterangan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan; atau(b) Pihak
yang bersangkutan tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material
dari pernyataan atau keterangan tersebut.
Ketentuan ini menunjuk pada kasus pelanggaran dalam bentuk misrepresentation
atau omission yang pada gilirannya menyesatkan.
Sisi lain dari praktek yang dilarang lainnya dapat dilihat dari pelanggaran
prinsip keterbukaan perdagangan orang dalam atau dikeal sebagai Inside trading.
Inside trading adalah perdagangan saham oleh orang dalam untuk memanipulasi
harga saham atau praktik perdagangan saham dengan memanfatkan informasi
orang dalam. Inside trading sendiri adalah praktek yang dilakukan oleh orang
dalam yang memanfaatkan informasi penting untuk melakukan pembelian atau
penjualan atas efek perusahaan yang dimaksud. Yang dimaksud dengan orang
dalam disini meliputi
direksi, komisaris, atau siapa saja yang posisinya
memperoleh informasi dari orang dalam. 43 Oleh karena informasi ini milik orang
dalam, investor publik lain tentu belum tau, dan ketika informasi tersebar, harga
saham dapat berubah drastis dan menimbulkan potensi keuntungan besar bagi si
pemilik informasi.
43
Pasal 95 UU Pasar Modal
35
Universitas Sumatera Utara
B. Penerapan Keterbukaan di Lihat Dari Sudut Pandang Pasar Modal
1. Pengertian dan Aspek Keterbukaan Pada Pasar Modal
Kegiatan didalam pasar modal adalah kewajiban pihak-pihak dalam suatu
penawaran umum untuk memperhatikan dan memenuhi prinsip keterbukaan.
Menurut UU Pasar Modal Pasal 1 angka 25 disebutkan yang dimaksud dengan
keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan
public
dan
pihak
lain
yang
tunduk
pada
emiten, perusahaan
undang-undang
ini
untuk
menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh informasi
material mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap
keputusan pemodal terhadap efek dimaksud dan atau harga efek tersebut.
Setiap pihak yang melakukan penawaran tender untuk pembelian efek
emiten atau perusahaan public wajib mengikuti ketentuan mengenai keterbukaan,
kewajaran dan pelaporan yang ditetapkan oleh bapepam. Prinsip keterbukaan
meliputi dua fase, yaitu masa sebelum pendaftaran dan masa sesudah pendaftaran.
Masa sebelum pendaftaran dimulai pada saat perusahaan ingin melakukan go
public, dan proses go public itu sendiri sudah mengharuskan emiten terbuka.
Keterbukaan
masa
sebelum
pendaftaran
umumnya
tercermin
dari
prospektusnya. 44
Prinsip-prinsip tersebut belum mendapat komitmen yang tegas dari OJK
sehingga muncul banyak celah untuk diselewengkan emiten. Prospektus bukan
lagi merupakan sarana transparansi, tetapi lebih merupakan ajang untuk promosi,
44
Adrian Sutedi, Op.Cit , hal. 98.
36
Universitas Sumatera Utara
yang kecendrungan memperindah informasi. Dipandang dari sudut format
pengungkapan, yang seharusnya dilarang secara tegas adalah keterangan yang
salah, keterangan setengah benar, dan sama sekali diam terhadap fakta material.
Sedangkan yang dilarang dalam undang-undang pasar modal pada umumnya
adalah pemalsuan dan penipuan, pernyataan tidak benar atau menyembunyikan
fakta, manipulasi pasar, insider traiding, dan larangan yang bersangkutan dengan
reksa dana. 45
Penekanan untuk mencermati pelaksanaan prinsip keterbukaan dalam
pasar modal Indonesia adalah langkah yang tepat dilakukan, mengingat terdapat
berbagai masalah hukum yang timbul dalam pelaksanaan prinsip keterbukaan
tersebut. Jika diperhatikan secara mendalam ternyata beberapa peraturan yang
terdapat dalam UUPM masih bersifat tidak cukup terperinci. UU ini tidak
mengatur secara terperinci mengenai standar penentuan informasi yang
mengandung fakta materil. Apabila suatu kejadian sulit untuk ditentukan sebagai
suatu informasi atau fakta materill, maka konsep kewajiban untuk menyampaikan
informasi menjadi terhambat dan sulit pula menentukan telah terjadinya
pernyataan menyesatkan tergantung pada adanya pengungkapan yang salah atau
pemberian informasi yang kurang lengkap atas peristiwa atau kejadian yang
mengandung fakta materill.
Setidak-tidaknya ada tiga fungsi prinsip keterbukaan dalam pasar modal.
Pertama, untuk memelihara kepercayaan publik terhadap pasar. Semakin jelas
45
Ibid
37
Universitas Sumatera Utara
informasi perusahaan, maka keinginan investor untuk melakukan investasi makin
tinggi. Sebaliknya, ketiadaan atau kekurangan serta ketertutupan informasi dapat
menimbulkan ketidakpastian
bagi investor dan konsekuensinya menimbulkan
ketidakpercayaan investor tersebut dalam melakukan investasi melalui pasar
modal. 46
Kedua, prinsip keterbukaan berfungsi untuk menciptakan mekanisme pasar yang
efisien. 47 Filosofi ini didasarkan pada konstruksi pemberian informasi secara
penuh sehingga menciptakan pasar modal yang effisien, yaitu harga saham
sepenuhnya merupakan refleksi dari seluruh informasi yang tersedia. Dengan
demikian, prinsip keterbukaan dapat berperan dalam meningkatkan
supply
informasi yang benar 48 agar dapat ditetapkan harga pasar yang akurat. Oleh
karena itu, semua informasi yang relevan mengenai apa yang ada dan aka nada
harus dikemukakan. Jika tidak, mereka akan kehilangan kesempatan menjual
sahamnya.
Ketiga, prinsip keterbukaan penting untuk mencegah penipuan (fraud). Sangat
baik untuk dipahami yang pernah diungkapkan oleh Barry A.K Rider: “Sun Light
is the best Disinfectant and electric light the best policeman”. 49 Dia menyatakan
bahwa dalam pasar keuangan, pendapat tersebut tidak perlu lagi dibuktikan, tetapi
46
Frank H. Easterbrook dan Daniel R. Fishel, “Mandatory Disclosure and the protection
of investor”, Virginia Law Review, vol. 70, 1984, hal. 673.
47
Lyan A. Stout “ The Unimfortance of Being Efficient: An Economic Analysis of Stock
Market Pricing and Securities Regulation” , Michigan Law Review, vol. 87, Desember 1989, hal.
912-913.
48
Op cit,. hal. 297-299.
49
Barry A.K. Rider, “Global Trends in securities Regulation: The changing Legal
Climate”, Dick Climate. J Int’IL, Spring 1995.
38
Universitas Sumatera Utara
lebih banyak tergantung pada informasi apa yang harus diungkapkan dan kepada
siapa informasi disampaikan. 50
Tanpa upaya pembenahan prinsip keterbukaan terhadap masalah-masalah
yang timbul menyebabkan tujuan prinsip keterbukaan tidak tercapai dan pada
akhirnya mengakibatkan pasar modal mengalami distorsi atau menjadi tidak
efisien. Pengungkapan informasi tentang fakta materill secara akurat dan penuh
diperkirakan dapat merealisasikan tujuan prinsip keterbukaan dan mengantisipasi
timbulnya pernyataan menyesatkan bagi investor.
2. Tujuan Terbentuknya Keterbukaan di Dalam Pasar Modal
Menurut Bismar Nasution setidaknya ada tiga tujuan Keterbukaan
(Disclosure) dalam Pasar Modal yang antara lain adalah : 51
a) Untuk memelihara kepercayaan publik terhadap pasar.
Dalam hal ini kepercayaan investor sangat relevan ketika munculnya
ketidakpercayaan
publik
terhadap
pasar
modal
yang
pada
gilirannya
mengakibatkan pelarian modal (capital flight) secara besar-besaran dan seterusnya
dapat mengakibatkan kehancuran pasar modal (bursa saham).
b) Menciptakan mekanisme pasar yang efisien.
50
51
Ibid
Bismar Nst, Op.Cit., Hal 9.
39
Universitas Sumatera Utara
Pasar yang efisien berkaitan dengan sistem keterbukaan (Disclosure)
wajib.Sistem
keterbukaan
(Disclosure)
wajib
berusaha
menyediakan
informasitekhnis bagi anggota saham dan profesional pasar.
c) Memberi perlindungan terhadap investor
Dengan adanya keterbukaan (Disclosure) maka secara tidak langsung akan
memberi perlindungan kepada investor yang apabila dalam membuat perjanjian
pembelian saham oleh investor kemudian terdapat penipuan dalam bentuk
perbuatan yang menyesatkan, misalnya pernyatan (miss representation) informasi,
maka perlindungan investor tersebut dilihat dari sisi ketentuan perjanjian sebagai
mana diatur dalam K.U.H. Perdata hanya sebatas pembatalan perjanjian transaksi
saham.
Banyak orang ketika membahas atas prilaku emiten yang tidak mau menjalankan
prinsip-prinsip transparansi di pasar modal, seolah-olah sangat sulit untuk
menterjemahkan prilaku tersebut kedalam sebuah penjelasan yang masuk akal dan
dapat diterima oleh semua orang, tentang kesalahan apakah yang dilakukan oleh
emiten yang tidak transparan. Sebenarnya soal transparansi bukan 100% milik
dunia pasar modal, tetapi disetiap aspek dan dimensi kehidupan ini, transparansi
adalah bagian yang selalu dituntut untuk dilaksanakan. Tindakan melakukan
transparansi direfleksikan dalam pemenuhan kewajiban pelaporan laporan
keuangan, fakta atau kejadian yang bersifat material atau kewajiban pelaporan
lainnya.
40
Universitas Sumatera Utara
3. Kaitan Prinsip Keterbukaan dengan Informasi yang Menyesatkan
Pelanggaran
prinsip
keterbukaan
(disclosure)
merupakan
suatu
pelanggaran yang termasuk kedalam pernyataan yang menyesatkan , sebab adanya
missrepresentation atau pernyataan dengan membuat penghilangan fakta materil,
baik dalam dokumen-dokumen penawaran umum maupun dalam perdagangan
saham. Pernyataan tersebut menciptakan gambaran yang salah dari kualitas sang
emiten, manajemen dan potensi kekuatan ekonomi si emiten. Oleh karena itu,
peraturan pelaksanaan prinsip keterbukaan (disclosure) membuat larangan atas
perbuatan misrepresentation dan omission.
Di Indonesia pelanggaran prinsip keterbukaan dalam bentuk pernyataan
menyesatkan dapat dilihat dari indikasi pembukuan ganda milik anak perusahaan
PT. Sumarecon Agung yang dilakukan oleh dua akuntan publik. Bapepam
(sekarang OJK) memberikan sanksi terhadap akuntan public tersebut dengan
membekukan izin mereka sebagai profesi penunjang pasar modal. 52
Peraturan pelaksanaan prinsip keterbukaan (disclosure) di pasar modal
Indonesia telah memuat ketentuan mengenai larangan perbuatan menyesatkan
tersebut, baik dalam prospektus maupun media masa yang berhubungan dengan
suatu penawaran umum. Di samping itu, ketentuan larangan perbuatan
menyesatkan telah menetapkan sanksi berupa ancaman pidana paling lama 10
tahun dan denda paling banyak Rp.15.000.000.000 (lima miliar rupiah) terhadap
52
“Kecurangan PT. Sumarecon Agung”, Kontan , No.34 Tahun II, tanggal 25 Mei 1998,
hal 22.
41
Universitas Sumatera Utara
pelanggaran atas perbuatan itu. Namun demikian, peraturan pelaksanaan prinsip
keterbukaan yang memuat ketentuan larangan perbuatan menyesatkan tersebut
sangat sederhana dan kurang memadai untuk mengatur elemen- elemen perbuatan
yang menyesatkan. Pasal 78 UU no. 8 mengatakan tidak boleh membuat
pernyataan fakta materiil yang salah atau tidak memuat fakta materill yang benar.
Larangan yang diatur dalam pasal 78 ini mirip dengan konsep dalam Rule 10b5 dan section 10(b) securities exchange act 1934, yang melarang pernyataan yang
menyesatkan dalam prospektus dengan cara,
53
a) Mengunakan alat-alat , skema atau fasilitas untuk menipu.
b) Membuat pernyataan yang salah mengenai fakta material atau tidak
memasukan fakta material yang diperlukan dalam pernyataan dan dalam
penjelasan tidak menyesatkan.
c) Terlibat dalam tindakan praktek atau dalam praktek dan bidang bisnis yang
beroperasi atau akan beroperasi sebagai penipuan atas seseorang dalam
perdagangan saham .
Larangan lainnya dapat dilihat dalam pasal 93 UU No. 8 dimana melarang
seseorang yang dengan cara apapun untuk membuat pernyataan atau memberikan
keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan, yang dapat
mempengaruhi harga saham di lantai bursa, yaitu jika saat pernyataan dibuat atau
keterangan diberikan:
53
Bismar Nasution, Op.Cit., hal. 77.
42
Universitas Sumatera Utara
a) Pihak yang bersangkutan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa
pernyataan atau keterangan tersebut secara materill tidak benar atau
menyesatkan.
b) Pihak yang bersangkutan tidak cukup berhati-hati dalam menentukan
kebenaran materill dari pernyataan atau keterangan tersebut.
Apabila
dibuat
test
terhadap
perbuatan
yang
menyesatkan
akibat
misrepresentation dan omission berdasarkan elemen-elemen yang terdapat dalam
ketentuan pidana, menurut pasal 380 KUHP, yang mengatur penyiaran kabar
bohong, maka ketentuan itu tidak sesuai dan juga belum cukup. Karena elemenelemen ketentuan tindakan kabar bohong dalam KUHP tidak diterapkan untuk
menentukan suatu perbuatan dikatakan sebagai mispresentation dan omission 54
Pasal 380 KUHP menetapkan, pertama, terdakwa hanya dapat dihukum menurut
pasal ini, apabila ternyata kabar yang disiarkan itu adalah kabar bohong. Yang
dianggap kabar bohong tidak saja memberitahukan suatu kabar yang kosong,
tetapi juga menceritakan secara tidak betul tentang suatu kejadian. Kedua,
menaikan atau menurunkan harga barang-barang dan sebagainya dengan
menyiarkan kabar bohong itu hanya dapat dihukum apabila penyiaran kabar
bohong itu dilakukan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain. 55 Elemen-elemen dalam ketentuan tindakan kabar bohong dalam
54
Bismar Nasution, Op.Cit , 77-78
R. Soesilo, KItab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-Komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor: Penerbit Politiea, 1976), hal.232-233.
55
43
Universitas Sumatera Utara
KUHP belum cukup untuk menjadi ukuran misrepresentation dan omission yang
dikategorikan sebagai perbuatan yang menyesatkan.
4. Perbandingan Dengan Negara Lain
Di Amerika Serikat, suatu hal bersifat fakta materil didasarkan pada suatu
ukuran, bahwa apabila investor rasional secara substansial mengaggap fakta itu
penting dalam membuat putusan. Dengan kata lain, harus ada keinginan yang
substansial, bahwa keterbukaan dari fakta yang dihapuskan tersebut dipandang
oleh investor rasional mengakibatkan perubahan yang signifikan terhadap
keseluruhan informasi yang tersedia. Kepercayaan investor rasional terhadap
sesuatu informasi yang dapat mempengaruhi harga, dikategorikan sebagai
informasi materil. 56
Berbeda dengan di Indonesia, putusan pengadilan di Amerika Serikat telah
merinci elemen-elemen perbuatan menyesatkan. Elemen-elemen perbuatan yang
menyesatkan dapat dirinci dari pendapat pengadilan yang terus berkembang.
Shapiro v. UJB financial corp, menyatakan ada 6 elemen perbuatan
menyesatkan; 57
a) Adanya pernyataan fakta materil yang salah ( palsu) atau pernyataan fakta
materil itu tidak lengkap. 58
56
Bismar Nasution, Op.Cit., 88
Shapiro v. UJB financial corp, 964 F 2d 272 (3rd Cir.1992)
58
Orlanski, Ben D. “ Whose Representations are These Way? Attorney Prospektus
Liability After Central Bank.” (UNCLA Law Review, Vol. 42 1995. hal. 895
57
44
Universitas Sumatera Utara
b) Adanya kewajiban untuk menyampaikan informasi kepada public, apabila
gugatan itu didasarkan atas pernyataan fakta materil yang salah atau kurang
lengkap.
c) Adanya pengetahuan oleh pihak yang melakukan misrepresentation atau
omission, bahwa yang dilakukannya adalah misrepresentation atau omission
dan dilakukannya dengan maksud penipuan.
d) Merupakan fakta materil
e) Adanya Keyakinan (relianse)
f) Adanya kerugian (injury)
Dalam Myzel v. field, 386 F.2d 718 C.A Minn (1967), Pengadilan
menetapkan batasan misrepresentation dan omission yang menyebabkan suatu
pernyataan dikategorikan menyesatkan, yaitu bila pernyataan fakta materil yang
diungkapkan adalah salah atau
tidak lengkap dan pihak yang melakukannya
mempunyai maksud penipuan. 59
Sedangkan dalam Shapiro v. UJB financial corp, 964 F 2d 272 (3d Cir.
1992) pernyataan menyesatkan dapat dilihat pada pernyataan proyeksi
keuntungan dalam laporan keuangan perusahaan. Kasus UJB Financial Corp
melaporkan bahwa antara tahun 1987 sampai 1989 perusahaan akan memperoleh
keuntungan, tetapi pada bulan Maret 1990 UJB financial Corp mengungkapan
terjadinya kerugian 13,1 persen dan kerugian UJB financial corp pada bulan juli
59
Myzel v. Fields, 386 F.2d 718, 734 C.A. Minn (1967).
45
Universitas Sumatera Utara
bertambah banyak. Akibatnya harga saham UJB Financial Corp yang pada tahun
1987 sampai 1989 berada pada posisi tertinggi 27 dollar, jatuh menjadi 10 dollar
pada tahun 1990 . 60
Elemen menyesatkan sebagaimana yang diuraikan sebelumnya sangat
perlu dipahami, mengingat masih perlunya pengkajian mendalam untuk
memperkaya
pemikiran
tentang
elemen
menyesatkan
dalam
peraturan
pelaksanaan prinsip keterbukaan di pasar modal Indonesia.
60
Shapiro v. UJB Financial Corp.,964 F2d 272, 276 (3d Cir.1992)
46
Universitas Sumatera Utara
Download