I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tanaman kelapa mempunyai arti ekonomi penting bagi kehidupan manusia. Hal ini dapat dilihat, bahwa semua bagian tanaman kelapa bisa dimanfaatkan. Di samping itu tanaman kelapa juga merupakan salah satu bahan industri dan perdagangan yang memberikan penghasilan cukup besar bagi masyarakat dan pemerintah. Pemerintah telah menaruh perhatian besar pada pertanaman kelapa, perhatian ini meliputi peremajaan dan perluasan areal tanaman kelapa. Sebagai negara tropis yang sangat luas, Indonesia merupakan surga bagi pohon kelapa. Pohon ini dapat ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia dari Pulau Sumatera hingga Papua. Namun, pengembangan kelapa dirasakan belum optimal hingga saat ini. Oryctes rhinoceros atau kumbang badak (Coleoptera: Scarabaeidae) merupakan salah satu hama penting pada kelapa sawit dan dikenal sebagai hama penggerek pucuk kelapa. Hama ini menyebar hampir di seluruh provinsi yang ada di Indonesia karena ketersediaan inang dan tumpukan bahan organik di lapangan sebagai tempat perkembangbiakan dan makanan larva. Hama ini menyerang tanaman kelapa yang ditanam di lapangan sampai umur 2,5 tahun dengan merusak titik tumbuh sehingga terjadi kerusakan pada daun muda. Kumbang badak pada umumnya menyerang tanaman kelapa sawit muda dan dapat menurunkan produksi tandan buah segar (TBS) pada tahun pertama menghasilkan hingga 69%, bahkan menyebabkan tanaman muda mati mencapai 25%, (Jackson and Klein, 2006). Permasalahan hama kumbang badak ini semakin serius dengan pemanfaatan tandan kosong pada areal tanaman kelapa sebagai mulsa dan pengganti pupuk non organik. Pemanfaatan tandan kosong banyak diaplikasikan pada areal Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dan pada Tanaman Menghasilkan (TM). Dampak negatif pemanfaatan tandan kosong yaitu sebagai tempat berkembangbiaknya O. rhinoceros. Akibat serangan hama ini, perkebunan kelapa sawit bisa mengalami kerugian finansial yang sangat besar (Santi dan Sumaryo,2008). 1 Selama ini upaya pengendalian O. rhinoceros dilakukan dengan cara kimiawi. Pengendalian secara kimiawi dengan menggunakan insektisida Karbosulfa n diketahui telah memberikan kontribusi besar terhadap hasil pada perkebunan kelapa. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia sintetik secara intensif dapat menimbulkan kerugian seperti keracunan, gangguan kesehatan, pencemaran lingkungan, residu pada produk pangan, dan resistensi serangga (Indraningsih, 2008). Meskipun demikian, pengendalian hama O. rhinoceros dengan lain seperti cara fisik dan mekanis pada kelapa sangat sulit dilakukan mengingat cara dan keadaan lingkungan hidupnya yang kurang menguntungkan untuk dapat dikendalikan dengan cara fisik maupun mekanis. Lebih- lebih yang terjadi pada pohon tua (produksi) dengan ketinggian yang cukup. Namun berkat penelitian yang terus- menerus dilakukan, maka telah ditemukan cara pengendalian hama O. Rhinoceros dengan mikroorganisme berupa jamur M. anisopliae yang merupakan salah satu agens pengendali hayati (Anonim, 1986). Manfaat jamur M. anisopliae dalam mengendalikan larva O. rhinoceros sudah terbukti baik, namun setiap kali dilakukan di lapangan dengan jumlah yang luas, hasil yang diperoleh kurang memuaskan. Hal ini tidak bisa dipisahkan dari asal inokulum dan cara penggunaannya di lapangan (Sitepu, 1988). Jamur M. anisopliae memiliki aktivitas larvasidal dengan menghasilkan cyclopeptida, destruxin A, B, C, D, E, dan desmethyl destruxin B. Destruxin telah dipertimbangkan sebagai bahan insektisida generasi baru. Efek destruxin berpengaruh pada organela sel target (mitokondria, retikulum endoplasma, dan membran nukleus), menyebabkan paralisa sel dan kelainan fungsi lambung tengah, tubulus malpighi, hemocyt dan jaringan otot, (Tampubolon et al., 2013). M. anisopliae mempunyai konidiofor berbentuk tongkat, tegak dan bercabang, bersatu dalam bentuk kumpulan kompak atau tidak, membentuk selaput spora. Koloni-koloni berbentuk bulat panjang sampai silindris dengan ujung yang bundar. Massa berbentuk hijau olive, memparasit serangga yang mengakibatkan “green muscardine disease”. Jamur M. anisopliae masuk ke dalam tubuh serangga tidak melalui saluran makanan, tetapi melalui kulit. 2 Setelah konidia jamur masuk ke dalam tubuh serangga, jamur memperbanyak diri melalui pembentukan hifa dalam jaringan epidermis dan jaringan lainnya sampai dipenuhi miselia jamur, (Barnett, 1972). Meskipun sudah teruji bahwa jamur M. anisopliae ini mampu mengendalikan O. rhinoceros namun belum pernah diuji tingkat kepekaan O. rhinoceros terhadap jamur ini. Oleh karena itu dilakukan penelitian ini agar dapat diketahui tingkat kepekaan beberapa instar larva sehingga dapat dilakukan pengendalian yang tepat. 2. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kepekaan dan mortalitas berbagai instar O. rhinoceros terhadap jamur M. anisopliae. 3. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu sumber informasi dalam melakukan pengendalian hama O. rhinoceros pada kelapa dengan menggunakan jamur M. anisopliae. 3