5 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Nafkah (Livelihood)

advertisement
5
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Nafkah (Livelihood)
Livelihood secara sederhana didefinisikan sebagai cara dimana orang
memenuhi kebutuhan mereka atau peningkatan hidup (Chamber et al dalam
Dharmawan 2001). Dalam pandangan yang sangat sederhana livelihood terlihat
sebagai aliran pendapatan berupa uang atau sumberdaya yang dapat digunakan
oleh seseorang untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Definisi lain
dinyatakan oleh Ellis (2000) bahwa livelihood mencakup pendapatan cash (berupa
uang) dan in end (pembayaran dengan barang atau hasil bumi) maupun dalam
bentuk lainnya seperti institusi (saudara, kerabat, tetangga, desa), relasi gender,
dan hak milik yang dibutuhkan untuk mendukung dan untuk keberlangsungan
standar hidup yang sudah ada.
Dharmawan (2006) menjelaskan dalam sosiologi nafkah bahwa livelihood
memiliki pengertian yang lebih halus daripada sekedar means of living yang
bermakna sempit mata pencaharian. Dalam sosiologi nafkah, pengertian strategi
nafkah lebih mengarah pada pengertian livelihood strategy (strategi kehidupan)
dari pada means of living strategy (strategi cara hidup). Pengertian livelihood
strategy yang disamakan pengertiannya menjadi strategi nafkah (dalam bahasa
Indonesia), sesungguhnya dimaknai lebih besar dari pada sekedar “aktivitas
mencari nafkah” belaka. Sebagai strategi membangun sistem penghidupan, maka
strategi nafkah bisa didekati melalui berbagai cara atau manipulasi aksi individual
maupun kolektif. Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh
individu
maupun
kelompok
dalam
rangka
mempertahankan
eksisitensi
infrastruktur sosial, struktur sosial, dan sistem nilai budaya yang berlaku.
Selanjutnya, Dharmawan (2001) menyebutkan bahwa secara umum
strategi nafkah dapat dikasifikasikan menjadi dua bentuk, yaitu strategi nafkah
normatif dan strategi nafkah yang illegal. Strategi nafkah normatif berbasiskan
pada kegiatan sosial ekonomi yang tergolong ke dalam kegiatan positif, seperti
kegiatan produksi, sistem pertukaran, migrasi, maupun strategi sosial dengan
pembangunan jaringan sosial. Strategi ini disebut peaceful ways atau sah dalam
melaksanakan strategi nafkah. Sedangkan strategi nafkah illegal di dalamnya
6
termasuk tindakan sosial ekonomi yang melanggar hukum dan illegal. Seperti
penipuan, pencurian, perampokan, pelacuran, dan sebagainya. Kategori ini disebut
sebagai non peaceful, karena cara yang ditempuh biasanya menggunakan cara
kekerasan atau kriminal.
Pilihan strategi nafkah sangat ditentukan oleh kesediaan akan sumberdaya
dan kemampuan mengakses sumber-sumber nafkah rumah tangga yang sangat
beragam (multiple source of livelihood), karena jika rumah tangga tergantung
hanya pada satu pekerjaan dan satu sumber nafkah tidak dapat memenuhi semua
kebutuhan rumah tangga. Secara konseptual menurut Chambers dan Conway
dalam Ellis (2000), terdapat lima tipe modal yang dapat dimiliki atau dikuasai
rumah tangga untuk pencapaian nafkahnya yaitu:
1. Modal manusia yang meliputi jumlah (populasi manusia), tingkat
pendidikan, dan keahlian yang dimiliki dan kesehatannya.
2. Modal
alam
yang
meliputi
segala
sumberdaya
yang
dapat
dimanfaatkan manusia untuk keberlangsungan hidupnya. Wujudnya
adalah air, tanah, hewan, udara, pepohonan, dan sumber lainnya.
3. Modal sosial yaitu, modal yang berupa jaringan sosial dan lembaga
dimana seseorang berpartisipasi dan memperoleh dukungan untuk
kelangsungan hidupnya.
4. Modal finansial yang berupa kredit dan persediaan uang tunai yang
bisa diakses untuk keperluan produksi dan konsumsi.
5. Modal fisik yaitu, berbagai benda yang dibutuhkan saat proses
produksi, meliputi mesin, alat-alat, instrument dan berbagai benda
fisik.
Merujuk pada Scoones (1998), penerapan strategi nafkah pada rumah
tangga petani dengan cara memanfaatkan berbagai sumberdaya yang dimiliki
dalam upaya untuk dapat bertahan hidup. Scoones membagi tiga klasifikasi
strategi nafkah (livelihood strategy) yang mungkin dilakukan oleh rumah tangga
petani, yaitu:
1. Rekayasa
sumber
nafkah
pertanian,
yang
dilakukan
dengan
memanfaatkan sektor pertanian secara efektif dan efisien baik melalui
penambahan input eksternal seperti teknologi dan tenaga kerja
7
(intensifikasi),
maupun
dengan
memperluas
lahan
garapan
(ekstensifikasi).
2. Pola
nafkah
ganda,
yang
dilakukan
dengan
menerapkan
keanekaragaman pola nafkah dengan cara mencari pekerjaan lain selain
pertanian untuk menambah pendapatan, atau dengan mengerahkan
tenaga kerja keluarga (ayah, ibu, dan anak) untuk ikut bekerja pertanian
dan memperoleh pendapatan.
3. Rekayasa spasial (migrasi), merupakan usaha yang dilakukan dengan
melakukan mobilitas ke daerah lain di luar desanya, baik secara
permanen maupun sirkuler untuk memperoleh pendapatan.
Konsep Nafkah Berkelanjutan
Meikle, Ramasut dan Walker (2001) menggambarkan inti untuk
memahami konsep nafkah berkelanjutan adalah apresiasi bahwa kemiskinan
bukanlah kondisi stabil, permanen, dan statis. Terkait dengan gambaran tersebut,
maka gambaran dari nafkah berkelanjutan oleh ketiga ahli tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Memberikan kemampuan, aset (materi dan sosial) dan aktivitas yang
dapat diakses oleh laki-laki dan perempuan miskin yang hidup
bersama. Banyaknya kesempatan yang ada berbeda menurut orang
yang hidup dan atau memiliki akses kepada sumberdaya di kampung,
sub-urban, dan kota.
2. Dinamis dan mudah diadaptasi. Nafkah berkelanjutan memiliki
kemampuan untuk merespons perubahan dan secara berlanjut
diperbaharukan melalui pengembangan dari strategi adaptif kemudian,
dapat bangkit dari tekanan dan kejutan, stabil dan berlanjut dalam
jangka panjang.
3. Berhubungan ke prioritas, interpretasi dan kemampuan masyarakat
miskin. Masyarakat di pusat kerangka nafkah dianggap sebagai aktor
yang
mampu,
bukan
korban
yang
tidak
berdaya.
Nafkah
menggambarkan kemakmuran, pengetahuan, strategi adaptif dan orang
miskin. Ketika nafkah berkelanjutan mencerminkan prioritas dari
8
masyarakat miskin, perlu dicatat bahwa terdapat perbedaan diantara
jangka pendek, prioritas pragmatis yang mengarah kepada bertahan
hidup, yang bertujuan untuk pembangunan dari nafkah berkelanjutan.
4. Rumah tangga dan komunitas terpusat pada alokasi sensitif. Anggota
rumah tangga berkontribusi pada berbagai cara tergantung peran,
tanggungjawab, dan kemampuan. Rumah tangga memiliki modal
sosial dan hutang. Mereka terintegrasi kepada bahan sosial yang lebih
luas, dan menggambarkan kepada hubungan dengan bermacam-macam
individu dan kelompok dalam komunitas seperti, kesempatan pada
bisnis lokal dan pemerintahan. Hal ini juga dapat dicatat bahwa
sebagian strategi nafkah mungkin berdasarkan kepada individu dari
pada aktivitas rumah tangga dan lainnya dapat melihat dari hubungan
diantara anggota rumah tangga yang tidak hidup bersama.
5. Meraih komponen yang disebutkan di atas tanpa merongrong dasar
sumberdaya alam.
Selain itu menurut Saragih, Lassa, dan Ramli (2007) keberlanjutan
mempunyai banyak dimensi yang semuanya penting bagi pendekatan sustainable
livelihoods. Penghidupan dikatakan berkelanjutan jika:
- Elastis dalam menghadapi kejadian-kejadian yang mengejutkan dan
tekanan-tekanan dari luar.
- Tidak tergantung pada bantuan dan dukungan luar (atau jika tergantung
bantuan itu sendiri secara ekonomi dan kelembagaan harus sustainable.
- Mempertahankan produktivitas jangka panjang sumberdaya alam.
- Tidak merugikan penghidupan dari, atau mengorbankan pilihan-pilihan
penghidupan yang terbuka bagi orang lain.
Menurut
Saragih,
Lassa,
dan
Ramli
(2007)
cara
lain
untuk
mengkonseptualisasi berbagai dimensi keberlanjutan adalah membedakan antara
aspek-aspek lingkungan, ekonomi, sosial, dan institusional dari sistem-sistem
yang
sustainable.
Pendekatan
livelihood
ini
bersifat
fleksibel
dalam
penerapannya, tetapi tidak lantas berarti bahwa prinsip-prinsip intinya harus
dikorbankan.
9
Selanjutnya Suzuki (1997) dalam Sunito (2007) memberikan gagasan
tentang prinsip-prinsip berkelanjutan yang kemudian terkenal dengan istilah
natural step yaitu: pertama, alam tidak dapat menanggung beban dari penimbunan
secara sistematis dari hasil-hasil penambangan dari kulit bumi (seperti mineral,
minyak, dsb). Kedua, alam tidak dapat menanggung beban dari perusakan secara
sistematis dari bahan-bahan rekayasa permanen buatan manusia. Ketiga, alam
tidak dapat menanggung beban dari perusakan secara sistematis dari
kemampuannya untuk memperbarui dirinya (misalnya memanen ikan lebih cepat
dari kemammpuannya untuk memulihkan polusi atau mengkonversi tanah subur
menjadi gurun pasir). Dengan demikian, bila kehidupan ingin lestari, maka kita
harus efisien memanfaatkan sumberdaya dan menegakkan keadilan, karena
kemiskinan akan membawa pada usaha dengan perspektif jangka pendek yang
merusak lingkungan (misalnya hutan) yang diperlukan oleh semua untuk
kehidupan jangka panjang.
Selanjutnya Gips (1986) dalam Reijntjes et al (1992) menerangkan bahwa
terdapat persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh sistem berkelanjutan
yaitu:
a. Mantap secara ekologis: kualitas sumberdaya dipertahankan.
b. Layak secara ekonomi: hasil produksi harus mencukupi kebutuhan,
menutupi biaya produksi, serta kemampuan melestarikan sumberdaya
dan meminimalkan resiko.
c. Adil: sumberdaya dan kekuasaan didistribusikan sedemikian rupa
sehingga kebutuhan pokok dan hak-hak anggota masyarakat untuk
memperoleh akses pada tanah, modal, dukungan teknologi dan
informasi terpenuhi.
d. Manusiawi: semua bentuk kehidupan (manusia, tanaman, alam,
hewan) dihargai. Integritas budaya dan spiritual masyarakat dipelihara.
Untuk nilai-nilai kemanusiaan yang mendasar: kepercayaan, kejujuran,
harga diri, dan rasa sayang harus diperjuangkan.
e. Luwes: harus mampu menyesuaikan usahanya dengan perubahanperubahan yang terjadi. Penyesuaian ini menyangkut dimensi
teknologi maupun sosial.
10
Berdasarkan Cambell et al (2003), Shivakoti dan Shrestha dalam Mahdi et
al (2009) menjelaskan bahwa terdapat 4 aspek yang bisa dijadikan indikator
sistem nafkah yang berkelanjutan yaitu aspek lingkungan, ekonomi, sosial, dan
kelembagaan.
Tabel 1. Indikator Keberlanjutan Nafkah Menurut Cambell et al, Shivakoti,
Shrestha (2003) dalam Mahdi et al (2009).
No
1.
Aspek Sistem Nafkah
Berkelanjutan
Lingkungan
2.
Ekonomi
Mempertahankan tingkat pengeluaran rumah
tangga.
3.
Sosial
Meminimalkan pengucilan sosial
memaksimalkan keadilan sosial.
4.
Kelembagaan
Kapasitas struktur yang berlaku dan proses
untuk melanjutkan.
Indikator
Melestarikan atau memberikan nilai tambah
daya dukung sumberdaya alam.
dan
Teori Rasionalitas Sistem Nafkah
Teori rasionalitas merupakan bentuk perkembangan dari teori pertukaran
yang berbasis ilmu ekonomi. Teori pilihan rasional lahir karena pengaruh
sosiologi dalam teori pertukaran. Teori pilihan rasional memberi perhatian pada
konteks sosial yang mempengaruhi pilihan tindakan aktor dalam hubungan
pertukaran (Turner 1998). Pengaruh ekonomi dalam teori pertukaran ditunjukan
dengan fokus perhatian teori pertukaran yang terfokus pada maksimisasi kepuasan
pada pilihan mereka yang lebih baik (preferences). Teori pertukaran menjelaskan
keputusan individu sebagai hubungan sederhana antara biaya yang dikeluarkan
dan keuntungan yang akan diperoleh. Setiap orang diasumsikan akan
mempertentangkan biaya dan keuntungan dahulu sebelum membuat keputusan.
Aras analisis teori pertukaran berada di tingkat individu atau di tingkat
mikro. Rasionalitas sistem nafkah melihat individu akan mempertimbangkan
sumberdaya yang penting bagi rumah tangganya. Sumberdaya efektif yang
digunakan akan dibangun dan dipelihara sedangkan, sumberdaya yang dianggap
tidak efektif akan diganti. Pertimbangan efektifitas diukur dengan menggunakan
11
efektivitas produksi, peranan sumberdaya dalam menghasilkan pendapatan atau
keuntungan yang penting bagi tujuan keberlanjutan penghidupan rumah tangga.
Dasar bagi semua bentuk pilihan rasional adalah asumsi bahwa fenomena
sosial yang kompleks bisa dijelaskan dalam bentuk dasar tindakan individu di
mana fenomena sosial tersebut tersusun. Individual merupakan aspek utama yang
menjadi dasar metode penelitian teori pilihan rasional. Individu sebagai aktor
hanya memperhatikan dirinya sendiri dan kesejahteraannya sendiri. Dari dasar
teori pilihan rasional memperlihatkan bagaimana berbagi, kerjasama, dan
kemunculan norma-norma tetapi tetap dasar penjelasannya di tataran individu.
Karakteristik Rumah Tangga Petani
Wolf (1985) dalam Lestari (2005) mendefinisikan petani sebagai pencocok
tanam pedesaan yang surplus produksinya dipindahkan ke kelompok penguasa
melalui mekanisme sistematis seperti upeti, pajak, atau pasar bebas. Menurut
Shanin seperti dikutip oleh Subali (2005), terdapat empat karakteristik utama
petani. Pertama, petani adalah pelaku ekonomi yang berpusat pada usaha milik
keluarga. Kedua, selaku petani mereka menggantungkan hidup mereka pada
lahan. Bagi petani lahan pertanian adalah segalanya yakni, sebagai sumber yang
diandalkan untuk menghasilkan bahan pangan keluarga, harta benda yang bernilai
tinggi, dan ukuran terpenting bagi status sosial. Ketiga, petani memiliki budaya
yang spesifik yang menekankan pada pemeliharaan tradisi dan konformitas serta
solidaritas sosial mereka kental. Keempat, cenderung sebagai pihak selalu kalah
(tertindas) namun tidak mudah ditaklukkan oleh kekuatan ekonomi, budaya dan
politik eksternal yang mendominasi mereka.
Rumah tangga petani menurut Sensus Pertanian 2000 adalah rumah tangga
yang sekurang-kurangnya satu anggota rumah tangganya melakukan kegiatan
bertani atau berkebun, menanam tanaman kayu-kayuan, beternak ikan di kolam,
karamba maupun tambak, menjadi nelayan, melakukan perburuan atau
penangkapan satwa liar, mengusahakan ternak/unggas, atau berusaha dalam jasa
pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual guna
memperoleh pendapatan/keuntungan atas resiko sendiri.
12
Menurut BPS (2004) secara umum rumah tangga diartikan sebagai
seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan
fisik atau sensus dan umumnya tinggal bersama seta makan dari satu dapur. Yang
dimaksud dengan satu dapur adalah pembiayaan keperluan juga pengurusan
kebutuhan sehari-hari dikelola bersama-sama.
Adapun White dan Benjamin (1978) mengemukakan bahwa rumah tangga
pedesaan Jawa merangkap fungsi-fungsi sebagai unit produksi, unit konsumsi,
unit reproduksi, dan untuk interaksi sosial ekonomi dan politik, dimana
keberlangsungan beragam fungsi tersebut dilandasi prinsip safety first. Prinsip ini
mendahulukan selamat yang berimplikasi kepada kondisi dimana keputusan
rumah tangga bertujuan utama lebih kepada untuk menghindari kemungkinan
gagal daripada mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Prinsip ini juga
berimbas kepada kebiasaan dalam perilaku rumah tangga miskin di pedesaan
dalam penerimaan mereka terhadap teknik-teknik pertanian, pranata-pranata sosial
dan cara merespon terhadap proyek-proyek pembangunan.
Sebagai unit ekonomi yang merangkap banyak fungsi, menurut White dan
Benjamin (1978), rumah tangga pedesaan Jawa harus mengalokasikan curahan
waktu mereka diantara berbagai jenis kegiatan, yang mencakup: (a) pekerjaan
yang tidak semuanya menghasilkan pendapatan secara langsung, khususnya
pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan rumah tangga, seperti mengurus rumah tangga,
mengasuh anak, memasak, mencuci, mengambil air, mencari kayu bakar, dan
memperbaiki rumah, (b) pekerjaan yang merupakan kewajiban sebagai anggota
masyarakat seperti kerja bakti, gotong royong, dan sambutan, serta, (c) pekerjaan
yang langsung menghasilkan pendapatan.
Pendapatan Rumah Tangga
Pendapatan mengacu pada keuntungan (reward, advantages) yang dapat
diperoleh rumah tangga dari aktivitas nafkah yang dilakukan rumah tangga.
Pendukung utitarian seperti Blau, Emerson dalam Turner (1998) memperkenalkan
pendapatan non material atau pendapatan berupa simbolik. Pemaknaan material
atau non material sebagai suatu pendapatan dibangun oleh konteks sosial
masyarakat. Perhatian terhadap konteks sosial masyarakat ini juga melekat pada
pendapatan material. Weber (1968) memperkenalkan konsep validitas subtantif
13
yang menentukan nilai tukar (means of payment) suatu barang. Weber juga
menekankan bahwa pertukaran dapat berupa barang atau jasa.
Ellis (2000) mengelompokkan pendapatan menjadi pendapatan uang tunai
(in cash) atau bentuk kontribusi lain (in kind) untuk kesejahteraan material
individu atau keluarga yang diperoleh dari berbagai kegiatan memenuhi nafkah.
Bentuk pendapatan tunai meliputi penjualan tanaman atau ternak, gaji atau upah,
sewa, dan kiriman uang (remittance). Pendapatan dalam bentuk lain mengacu
pada konsumsi pada produk tanaman sendiri, pembayaran dalam bentuk barang,
dan transfer atau pertukaran barang konsumsi antar rumah tangga dalam
komunitas desa atau antar rumah tangga desa dan kota.
Dampak Pertambangan
Ekploitasi deposit tambang yang tidak memperhatikan aspek-aspek
pelestarian dapat mengakibatkan terganggunya sistem alam yang akan berdampak
pada sistem sosial ekonomi (Salim 1991 dalam Hasyim 2007). Perlu ada
keselarasan antara pembangunan ekonomi dengan aspek lingkungan dan antara
lingkungan dengan faktor sosial budaya (Sahlins 1968 dalam Hasyim 2007).
Pembangunan membutuhkan pencapaian keberlanjutan pada dimensi sosial,
ekonomi, dan ekologi (Djajadiningrat 2001).
Menurut Haeruman (1983) meskipun kawasan pertambangan terletak di
daerah yang umumnya dihuni penduduk berpendapatan rendah, namun kegiatan
ini tetap bersifat padat modal yang dapat mengancam kepunahan sumberdaya
hayati dan satwa. Keberlanjutan kehidupan masyarakat di lokasi lingkar tambang
dapat dipertahankan dengan keseimbangan antara eksploitasi sumberdaya alam
tidak terbarukan dengan sistem alam dan sistem yang ada.
Daerah pertambangan mulanya merupakan wilayah terpencil yang sulit
dijangkau oleh budaya modern karena hanya didiami masyarakat asli, namun
dengan kehadiran perusahaan kemudian menjadi penarik gerak masuk penduduk
(Hasyim 2007). Menurut Haswanto (2000) yang dikutip oleh Hasyim (2007) bagi
masyarakat setempat, setiap kegiatan yang menggunakan peralatan teknologi dan
tenaga kerja yang berdatangan dari luar wilayah tambang dapat memberikan
pengaruh pada pola sosial budaya masyarakat asli.
14
Hasil sebuah penelitian yang dilakukan di area pertambangan batubara di
Keman Iran pada tahun 1995-2005 menunjukkan bahwa terdapat 3.500 pekerja
tambang
kehilangan
pekerjaannya
yang
diakibatkan
adanya
penutupan
pertambangan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap angka
pengangguran naik satu persen yang diakibatkan oleh penutupan batubara akan
meningkatkan kerawanan sosial berupa 11 persen kasus obat terlarang; 6,1 persen
kasus terkait dengan pembunuhan; dan 5,2 persen mengalami
penyakit jiwa
(Soelarno dalam Yunianto 2010).
Kerangka Pemikiran
Penelitian ini menguji hubungan antar variabel yang secara ringkas
digambarkan dalam kerangka pemikiran seperti Gambar 1 dalam konteks rumah
tangga. Pilihan strategi nafkah yang diterapkan dipengaruhi oleh kondisi ekologis
Desa Dukuhrejo. Pengambilan kayu hutan dan penambangan batubara bukanlah
strategi nafkah abadi yang mampu bertahan di semua kondisi. Sebagai sebuah
strategi nafkah yang menjadi tonggak kehidupan rumah tangga, kedua bidang ini
harus terus beradaptasi dalam berbagai situasi.
Beberapa kondisi mampu membuat aktivitas sistem nafkah pada kedua
sektor ini terancam. Maka tidak lagi cukup bertumpu pada satu aktivitas nafkah
yaitu, penambang batubara atau penebang kayu hutan. Sistem nafkah rumah
tangga Desa Dukuhrejo harus mampu menyesuaikan perubahan-perubahan yang
terjadi untuk mampu bertahan hidup. Penelitian ini akan mengkaji pengaruh
operasi pertambangan PT Arutmin Indonesia Site Batulicin dan operasi HPH PT
Kodeco terhadap perubahan-perubahan pada sumber nafkah, struktur nafkah
(petani, penebang kayu, dan penambang batubara), dan strategi nafkah rumah
tangga Desa Dukuhrejo. Perubahan-perubahan pada sumber, struktur, dan strategi
nafkah tersebut akan ditelaah keberlanjutan nafkahnya.
15
Sumber nafkah
Operasi HPH
PT Kodeco
Operasi pertambangan
batubara PT Arutmin
Indonesia Site
Batulicin
Struktur nafkah: sektor on farm
(petani, penebang kayu hutan),
sektor off farm (penambang
batubara)
Strategi Nafkah Untuk Survival:
-
Nafkah Tunggal
-
Nafkah Ganda
-
Nafkah Multi
Keberlanjutan Nafkah Rumah Tangga:
- Ancaman keberlanjutan
- Dorongan keberlanjutan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Keterangan:
: mempengaruhi
Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas diajukan hipotesis berikut:
1. Kehadiran pertambangan batubara PT Arutmin Indonesia Site Batulicin
dan operasi HPH PT Kodeco diduga menjadi penyebab tumbuhnya
sumber-sumber nafkah baru di Desa Dukuhrejo yang selanjutnya
mengakibatkan perubahan pada struktur dan strategi nafkah rumah tangga
Desa Dukuhrejo.
2. Strategi nafkah rumah tangga Desa Dukuhrejo diduga sulit berkelanjutan
karena rapuhnya sumber nafkah baru rumah tangga Desa Dukuhrejo.
16
Definisi Operasional
Definisi operasional untuk masing-masing variabel adalah sebagai berikut:
1. Rumah tangga menurut Kahrs (1991) dalam Dharmawan (2001) adalah
organisasi sekelompok manusia yang mengumpulkan sumberdaya dan
menggunakannya untuk tujuan reproduktif dan meningkatkan pendapatan.
2. Kepala rumah tangga adalah seseorang dari sekelompok anggota rumah
tangga yang bertanggung jawab atas kebutuhan sehari-hari rumah tangga
(BPS 2009).
3. Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu
maupun kelompok dalam rangka mempertahankan eksistensi infrastruktur
sosial, struktur sosial, dan sistem nilai budaya yang berlaku (Dharmawan
2006).
4. Pendapatan yaitu meliputi upah dan gaji atas jam kerja atau pekerjaan
yang telah diselesaikan, upah lembur, semua bonus dan tunjangan,
perhitungan waktu-waktu tidak bekerja, bonus yang dibayarkan tidak
teratur, penghargaan, dan nilai pembayaran sejenisnya. Pendapatan
dikategorikan rendah, sedang dan tinggi berdasarkan kriteria garis
kemiskinan (BPS 2009).
5. Berdasarkan BPS (2009) pendidikan adalah pendidikan formal melalui
jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi, meliputi
SD/MI/sederajat, SMP/MTs/sederajat, SM/MA/sederajat dan PT. Terdiri
dari:
a.
Tidak/belum pernah sekolah adalah tidak/belum pernah
terdaftar dan aktif mengikuti pendidikan di suatu jenjang
pendidikan, termasuk mereka yang tamat/belum tamat Taman
Kanak-kanak yang tidak melanjutkan ke Sekolah Dasar.
b.
Tidak tamat SD adalah tidak menyelesaikan pelajaran pada
kelas/tingkat terakhir suatu jenjang pendidikan di sekolah
dasar negeri maupun swasta dan tidak mendapatkan tanda
tamat/ijazah.
17
c.
Tamat SD, menyelesaikan pelajaran pada tingkat akhir
meliputi Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah dan sederajat.
d.
Tamat SMP, menyelesaikan pelajaran pada tingkat akhir
meliputi
jenjang
pendidikan
SMP
Umum,
Madrasah
Tsanawiyah, SMP kejuruan dan sederajat.
e.
Tamat SMA,
menyelesaikan pelajaran pada tingkat akhir
meliputi jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA),
Sekolah Menegah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah dan
sederajat.
f.
Tamat PT atau sedang mengikuti jenjang pendidikan Diploma
I, II, III dan IV dan sederajat.
6. Usia menurut BPS (2009) adalah informasi tentang tanggal, bulan dan
tahun dari waktu kelahiran responden tersebut menurut sistem kalender
Masehi. Informasi ini digunakan untuk mengetahui usia dari responden
tersebut. Usia tersebut dibulatkan kebawah, dalam arti usia tersebut
merujuk saat ulang tahun terakhir dari responden.
7. Status penguasaan tanah adalah bentuk hak kuasa seseorang atas tanah
dimana pada lokasi penelitian bentuknya berupa tanah milik, sewa, dan
bagi hasil.
8. Luas tanah adalah ukuran tanah yang dikuasai oleh responden dan dihitung
dalam satuan hektar. Luas tanah diukur dari tanah yang paling sempit
hingga paling luas dan diklasifikasikan menjadi:
a. Tanah dengan luas 2≥ x ≥1 ha
b. Tanah dengan luas 3≥ x >2 ha
c. Tanah dengan luas 4≥ x >3 ha
d. Tanah dengan luas 5≥ x >4 ha
e. Tanah dengan luas 6≥ x >5 ha
f. Tanah dengan luas x >6 ha
9. Strategi nafkah untuk survival dikategorikan sebagai berikut:
- Nafkah tunggal yaitu, rumah tangga dengan satu macam
pekerjaan.
18
- Nafkah ganda yaitu, rumah tangga dengan dua macam
pekerjaan.
- Nafkah multi yaitu, rumah tangga dengan tiga macam
pekerjaan atau lebih.
10. Keberlanjutan nafkah rumah tangga dalam penelitian ini dengan
menggunakan ukuran sustainable livelihood berdasarkan Saragih, Lassa,
dan
Ramli
(2007)
yaitu,
mengkonseptualisasi
berbagai
dimensi
keberlanjutan dengan membedakan antara aspek-aspek lingkungan,
ekonomi, sosial, dan institusional dari sistem-sistem yang sustainable.
Download