BEKERJA DAN BISNIS DALAM PANDANGAN ISLAM Agus Selamet, SE MEi Etos kerja dalam arti luas menyangkut akan akhlak dalam pekerjaan. Untuk bisa menimbang bagaimana akhlak seseorang dalam bekerja sangat tergantung dari cara melihat arti kerja dalam kehidupan, cara bekerja dan hakikat bekerja. Dalam Islam, iman banyak dikaitkan dengan amal. Dengan kata lain, kerja yang merupakan bagian dari amal tak lepas dari kaitan iman seseorang. Idealnya, semakin tinggi iman itu maka semangat kerjanya juga tidak rendah. Ungkapan iman sendiri berkaitan tidak hanya dengan hal-hal spiritual tetapi juga program aksi. Iman diimplemtasikan tidak hanya dalam tataran ritual, akan tetapi Iman harus mampu melandasi setiap gerak dan langkah dalam segala aspek seperti dalam bekerja, berbisnis, belajar maupun dalam kepemimpinan. Jika seseorang melakukan pekerjaan dalam kehidupannya dengan dasar iman maka hidupnya akan berkah, dan akan menemukan arti kesejahteraan yang hakiki, yang tidak mungkin dimiliki oleh orang yang tidak beriman. Pekerjaan yang dilakukan oleh seorang beriman dengan berniat ibadah akan melahirkan hasil yang tidak mengecewakan, karena sikap bekerja dengan man adalah sebagai uswah hasannah, yang pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw ketika beliau bekerja dan bermitra (mudharabah) dengan siti khadijah seorang entrepreneur yang kaya raya. Karena iman dan akhlanya beliau yang menjadi andalan seorang pengusaha terkaya itu menjadi contoh bagi ummat manusia, bukan hanya ummat Islam akan tetapi kaum non muslim sekalipun mencontoh (manfaat). Mengapa ummat islam sendiri masih ragu dengan untuk mencontohnya? Baik dalam kepiawaian sebagai manager maupun sebagai entrepreneur profesional, Sebenarnya umat Islam termasuk beruntung karena semua pedoman dan panduan sudah terkodifikasi. Sebut saja keberadaan lembaga keuangan syariah ummat Islam sendiri masih memilih lembaga yang tidak jelas pondasinya, sedangkan banyak kaum non muslim menjadi mitra (nasabah LKS). “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagi kamu, yaitu bagi orang-orang yang mengharapkan menemui Allah dan Hari Akhir dan mengingat Allah sebanyak-banyak” (QS Al Ahzab 33 : 21). Melihat dari ayat tersebut diatas, banyak para mufasirin membagi dua dimensi yaitu Rasul yang memberikan uswah hasanah dan ummat yang mencontoh rasul, tetapi yang menjadi permasalahan, apakah yang dicontoh hanya dalam dmensi ritual semata? O tidak... yang harus kita contoh dari Rasul adalah berbagai aspek kehidupan seperti berpendidikan, berbudaya, berbisnis, maupun bekerja sebagai karyawan maupun manajer yang profesional. Makna yang kita tauladani dari rasul sangat luas dan luar biasa, dalam bekerja misalnya beliau memberikan karyakarya brilyan, yang mengagumkan majikannya dan membuat puas yang menikmati jasa-jasanya...singkatnya beliau dalam bekerja menjadi manajer teladan. Al-Qur’an menanamkan kesadaran bahwa dengan bekerja berarti kita merealisasikan fungsi kehambaan kita kepada Allah, dan menempuh jalan menuju ridha-Nya, mengangkat harga diri, meningkatkan taraf hidup, dan memberi manfaat kepada sesama, bahkan kepada makhluk lain. Berikut ini digambarkan kesuksesn seorang dilandasi oleh hal-hal yang harus diperhatikan antara lain : 1. Ash-Shalah (Baik dan Bermanfaat) Islam hanya memerintahkan atau menganjurkan pekerjaan yang baik dan bermanfaat bagi kemanusiaan, agar setiap pekerjaan mampu memberi nilai tambah dan mengangkat derajat manusia baik secara individu maupun kelompok. Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya.(al-An’am: 132) 2. Al-Itqan (Kemantapan atau perfectness) Kualitas kerja yang itqan atau perfect merupakan sifat pekerjaan Tuhan (baca: Rabbani), kemudian menjadi kualitas pekerjaan yg islami (an-Naml:88).Rahmat Allah telah dijanjikan bagi setiap orang yg bekerja secara itqan,yakni mencapai standar ideal... teknis 3. Al-Ihsan (Melakukan yang Terbaik / Lebih Baik Lagi) Kualitas ihsan mempunyai dua makna dan memberikan dua pesan, yaitu sebagai berikut. Pertama, ihsan berarti ‘yang terbaik’ dari yang dapat dilakukan. Kedua, ihsan mempunyai makna ‘lebih baik’ dari prestasi atau kualitas pekerjaan sebelumnya. Makna ini memberi pesan peningkatan yang terus-menerus, seiring dengan bertambahnya pengetahuan, pengalaman, waktu, dan sumber daya lainnya. 4. Al-Mujahadah (Kerja Keras dan Optimal) Dalam banyak ayatnya, Al-Qur’an meletakkan kualitas mujahadah dalam bekerja pada konteks manfaatnya, yaitu untuk kebaikan manusia sendiri, dan agar nilai guna dari hasil kerjanya semakin bertambah. (Ali Imran: 142, alMaidah:35, al-Hajj:77. Mujahadah dalam maknanya yang luas seperti yang didefinisikan oleh Ulama adalah ”istifragh ma fil wus’i”, yakni mengerahkan segenap daya dan kemampuan yang ada dalam merealisasikan setiap pekerjaan yang baik. Jangan diam atau pasif, akan menyebabkan hati akan keras َ َاَلب )ب (اشهاب َ طالَةُ تُقَسِّى ْالقَ ْل Pengangguran menyebabkan hati keras (keji dan membeku)”. (HR. As-Syihab). 5. Tanafus,Ta’awun (Berkompetisi,Tolong-menolong) Al-Qur’an dalam ayatnya menyerukan persaingan dalam kualitas amal solih.. Ada perintah “fastabiqul khairat” (maka, berlomba-lombalah kamu sekalian dalam kebaikan) (al-Baqarah: 148). Begitu pula perintah “wasari’u ilaa magfirain min Rabbikum wajannah” `bersegeralah lamu sekalian menuju ampunan Rabbmu dan surga` Jalannya adalah melalui kekuatan infaq, pengendalian emosi, pemberian maaf, berbuat kebajikan, dan bersegera bertaubat kepada Allah (Qs. 3: 133-135). 6. Mencermati Nilai Waktu Keuntungan atau pun kerugian manusia banyak ditentukan oleh sikapnya terhadap waktu. Oleh karena itu, janganlah engkau tangguhkan pekerjaan hari ini hingga esok, karena pekerjaanmu akan menumpuk, sehingga kamu tidak tahu lagi mana yang harus dikerjakan, dan akhirnya semua terbengkalai.” (Kitab al-Amwal, 10) Do’a untuk meningkatkan semangat: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari susah dan sedih, lemah dan malas, takut dan kikir, serta tertekan hutang dan penindasan orang lain”. (HR. Bukhari) Wallahualam Materi acara buka bersama PT. JASPRINDO di Bandung Rujukan Ayat: Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar. Qs 3.142. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan. Qs 5.35 Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. (Qs.22.77) Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. 2.148. Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (Qs 3.133) DALIL HADITS َ )ض ِّة (الطبرانى و البيهقى ُ َطل َ ضةٌ بَ ْعدَ ْالفَ ِّر ْي َ ب ْال َح ََل ِّل فَ ِّر ْي “Mencari rezeki yang halal adalah wajib sesudah menunaikan yang ibadah fardhu (HR. Imam At-Thabrani dan Imam Baihaqi). َ اَل َب )ب (اشهاب َ طالَةُ تُقَسِّى ْالقَ ْل Pengangguran menyebabkan hati keras (keji dan membeku)”. (HR. As-Syihab). Diriwayatkan dari Al Miqdam ra. : Nabi Muhammad Saw pernah bersabda, “tidak ada makanan yang lebih baik bagi seseorang kecuali makanan yang ia peroleh dari uang hasil keringatnya sendiri. Nabi Allah, Daud as. , makan dari hasil kerjanya sendiri” ”Siapa saja pada malam hari bersusah payah dalam mencari rejeki yang halal, malam itu ia diampuni”. (HR. Ibnu Asakir dari Anas) ”Siapa saja pada sore hari bersusah payah dalam bekerja, maka sore itu ia diampuni”. (HR. Thabrani dan lbnu Abbas) ”Tidak ada yang lebih baik bagi seseorang yang makan sesuatu makanan, selain makanan dari hasil usahanya. Dan sesungguhnya Nabiyullah Daud as, selalu makan dan hasil usahanya”. (HR. Bukhari) ”Sesungguhnya di antara dosa-dosa itu, ada yang tidak dapat terhapus dengan puasa dan shalat”. Maka para sahabat pun bertanya: “Apakah yang dapat menghapusnya, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: ”Bersusah payah dalam mencari nafkah.” (HR. Bukhari) ”Apabila kamu selesai shalat fajar (shubuh), maka janganlah kamu tidur meninggalkan rejekimu”. (HR. Thabrani) ”Berpagi-pagilah dalam mencari rejeki dan kebutuhan, karena pagi hari itu penuh dengan berkah dan keherhasilan.” (HR. Thabrani dan Barra’) “Sesungguhnya Allah Ta‘ala suka melihat hamba-Nya bersusah payah dalam mencari rejeki yang halal”. (HR. Dailami) “Sesungguhnya seseorang di antara kamu yang berpagi-pagi dalam mencari rejeki, memikul kayu kemudian bersedekah sebagian darinya dan mencukupkan diri dari (memintaminta) kepada orang lain, adalah lebih baik ketimbang meminta-minta kepada seseorang, yang mungkin diberi atau ditolak.” (HR. Bukhari dan Muslim) “Sebaik-baik nafkah adalah nafkah pekerja yang halal.” (HR. Ahmad) “Sesungguhnya Allah SWT sangat menyukai hamba-Nya yang Mukmin dan berusaha”. (HR. Thabrani dan Baihaqi dari lbnu ‘Umar) ”Barangsiapa yang bekerja keras mencari nafkah untuk keluarganya, maka sama dengan pejuang dijaIan Allah ‘Azza Wa Jalla”. (HR. Ahmad)