Penulis : Desita Membangun Rasa Memiliki Karyawan M iris ketika perusahaan dalam kondisi “sakit”, ada segelintir karyawan mengatakan “itu bukan urusan kita, sudah ada yang memikirkan”. Benar, sudah ada yang berwenang untuk memikirkannya, tetapi jika karyawan mempunyai rasa memiliki, mereka akan peduli terhadap kondisi perusahaan, apapun kondisinya. Ironisnya rasa memiliki ini hampir luntur (bahkan nyaris tidak ada) di dalam perusahaan. Kita seringkali menyepelekan hal-hal kecil yang jika digabung secara keseluruhan berpotensi merugikan perusahaan tempat kita bekerja dan mencari nafkah. Dalam realitanya banyak sekali karyawan yang mempunyai sikap mental dan perilaku ketidakpedulian terhadap ‘nasib’ perusahaan, karena bagi mereka, motivasi dan tujuan mereka bekerja hanyalah mencari nafkah, dan mewujudkan impian pribadi. Bagi kebanyakan karyawan, urusan kinerja rekan kerja ataupun perusahaan bukanlah urusan mereka. Mereka tidak peduli apakah orang lain bekerja baik atau buruk, efisien atau boros, benar atau salah; asalkan mereka sudah melaksanakan kewajiban dan uraian tugas dengan benar, serta menerima gaji mereka secara rutin, sudah, cukup, titik! Namun, jika kita memiliki rasa memiliki terhadap perusahaan, maka perilaku-perilaku tersebut tidak akan muncul dalam diri kita. Sebaliknya, kita akan berusaha menghemat supaya perusahaan ini bisa meningkat keuntungannya. Contoh yang paling sederhana adalah alat tulis kantor (ATK). Kalau tidak dibatasi, pasti kita akan menghamburhamburkan ATK itu baik untuk kepentingan kantor maupun pribadi. Misalnya kertas bekas. Kalau kita bisa mendapat pasokan kertas baru setiap saat, maka kertas bekas menjadi barang yang tidak berharga lagi dan akhirnya akan dibuang. Tapi kalau orang memiliki rasa memiliki, meskipun tersedia persediaan ATK yang berlimpah, tetap karyawan akan berusaha berhemat dan tidak menggunakan ATK untuk kepentingan pribadi. Kalau ada banyak orang yang seperti ini, maka akan berdampak pada efisiensi yang cukup besar bagi perusahaan. Hal ini tidak hanya berlaku untuk penggunaan ATK, tapi juga penggunaan printer, lampu-lampu, AC, dan barang-barang lainnya di kantor. Kalau kita merasa kantor itu seperti rumah kita sendiri, pasti kita akan mematikan barang elektronik yang memang sudah tidak digunakan lagi. Walaupun tindakan tersebut sederhana dan tampak sepele, tapi tidak semua orang bisa melakukannya. Rasa memiliki yang biasa dikenal dengan sense of belonging dapat terwujud dalam bentuk inisiatif, keberanian mengambil tanggung jawab dan risiko, serta keinginan berbagi. Rasa memiliki juga mengubah bentuk keterikatan orang dengan organisasi, dari sekadar yang bernuansa bisnis dan transaksional menjadi semacam keterikatan batin. Dengan rasa memiliki seorang karyawan akan senantiasa memberikan yang terbaik untuk organisasi atau perusahaannya. Rasa memiliki merupakan ekspresi jiwa yang penting dalam kehidupan seseorang. Rasa memiliki juga akan memiliki dampak yang nyata terlihat dalam perilaku seseorang. Seseorang yang memiliki rasa memiliki akan bertindak peduli, terikat, memiliki empati, termotivasi bahkan mampu memberdayakan dirinya sendiri meskipun tidak ada pendorong atau stimulan. Karyawan perlu menumbuhkan rasa memiliki dalam rangka untuk menemukan makna dengan melibatkan kekuatan emosinya dalam pekerjaan. Semakin banyak karyawan menemukan hubungan antara cita-cita pribadi, misi organisasi, dan nilai-nilai sosial yang lebih besar, maka semakin besar komitmen mereka untuk mencapai tujuan bersama. Siapa yang paling berada di garis depan untuk hal ini? Tentu para pimpinan. Pemimpin adalah orang yang paling berperan dalam menumbuhkan rasa karyawan terhadap perusahaan. Kenapa? Karena sikap dan perilaku seorang pemimpin akan dicontoh oleh bawahan. Pimpinan harus berusaha menumbuhkan rasa memiliki dengan jalan mempertajam visi-misi dan nilai-nilai di perusahaan tersebut. Yang demikian itu kemudian harus terkomunikasikan hingga menyentuh semua level di perusahaan. Bila semua lapisan sudah tercipta rasa memiliki yang sama, tugas para pimpinan pun akan menjadi lebih ringan sekaligus strategis. Namun, apabila pimpinan tidak dapat memberikan pengakuan pada karyawan atas hasil kerjanya, maka akan timbul perasaan tidak dihargai. Dengan demikian, terbentuklah perasaan tidak nyaman, yang bila dibiarkan akan merusak organisasi tersebut. Ada beberapa cara efektif untuk membangun hal tersebut. Pemberdayaan karyawan dengan tujuan meningkatkan rasa kepemilikan pada perusahaan dapat dilakukan dengan : 1. Komunikasi secara terbuka Organisasi yang kaku dan menerapkan metode komunikasi dari atas ke bawah akan membuat para karyawan enggan memberi masukan. Meski ada komunikasi, biasanya hanya mencakup tuntutan atas hak atau hanya masukan yang tidak terlalu penting. Karena itu, pentingnya metode komunikasi langsung dan setiap pimpinan harus membuka diri untuk bertukar pikiran dengan karyawan. 2. Transparan Jelaskan setiap kebijakan dan pertimbangannya kepada karyawan. Kebanyakan pimpinan hanya menuntut bawahan mengerjakan perintah tanpa banyak bertanya. Akibatnya bawahan merasa dikecilkan dan tak mau memberi masukan penting. Padahal yang mengetahui teknis pekerjaan adalah para bawahan, bukan manajer yang tidak terlibat langsung di lapangan. Jika karyawan diberikan kesempatan atau kebebasan untuk menyampaikan ide atau pendapat, semua karyawan dalam perusahaan pasti menjadi tim kerja yang tangguh. 3. Akuntabilitas dan apresiasi Hargai setiap pencapaian yang dilakukan karyawan secukupnya. Tak perlu memberi hadiah mahal, terkadang pujian pun cukup melegakan para karyawan. Apalagi jika ada kompensasi materiil atas setiap pencapaian positif, tentu semua orang akan lebih bersemangat dan produktif. Dengan adanya rasa memiliki (sense of belonging) dalam diri setiap karyawan menimbulkan dampak positif, seperti misalnya: menambah rasa tanggung jawab, meningkatkan efisiensi perusahaan, dan menumbuhkan kecenderungan pembelaan terhadap suatu organsasi. Dengan demikian akan tercipta etos kerja yang tinggi, profesional dan optimal.